tanah pertanian kita sedang sakit - vetiver ... · web viewpupuk tsp atau sp-36 misalnya, hanya...

17
TANAH PERTANIAN KITA SEDANG SAKIT Oleh: Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP Ketua Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian USU TANAH SEBAGAI TUBUH ALAM YANG DINAMIS Tanah, seperti halnya manusia memiliki keterbatasan kemampuan untuk mempertahankan apalagi meningkatkan produktivitasnya. Penurunan produktivitas umumnya diakibatkan oleh penurunan daya tahan tubuh. Penurunan daya tahan tubuh (manusia ataupun tanah), baik oleh fator internal, maupun eksternal yang akhirnya dapat mengusung sistem tubuh tersebut ke arah gangguan kesehatan (sakit). Di dalam ilmu tanah pertanian, tanah diidentifikasikan memiliki “tubuh (profil) tanah”, sehingga dapat dibedakan antara satu jenis tanah terhadap jenis tanah lainnya. Secar ilmiah, tanah didefenisikan sebagai “benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon (lapisan-lapisan) dan terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air, dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman”. Dari defenisi ilmiah tentang tanah tersebut dapat diketahui bahwa tanah tersusun dari empat bahan (komponen) utama yaitu: bahan mineral, bahan organik, air, dan udara. Bahan-bahan penyusun tanah ini kadarnya berbeda-beda untuk setiap jenis tanah, begitupun untuk setiap lapisan tanah. Pada tanah lapisan atas (area perakaran tanaman) yang baik (ideal) untuk pertumbuhan tanaman apabila mengandung 45% bahan mineral, 5% bahan organik, 20-30% air, dan 20-30% udara. Perubahan komposisi ideal ini dapat terjadi akibat intensitas

Upload: dangthu

Post on 25-May-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TANAH PERTANIAN KITA SEDANG SAKITOleh: Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP

Ketua Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian USU

TANAH SEBAGAI TUBUH ALAM YANG DINAMIS

Tanah, seperti halnya manusia memiliki keterbatasan kemampuan untuk

mempertahankan apalagi meningkatkan produktivitasnya. Penurunan produktivitas

umumnya diakibatkan oleh penurunan daya tahan tubuh. Penurunan daya tahan tubuh

(manusia ataupun tanah), baik oleh fator internal, maupun eksternal yang akhirnya

dapat mengusung sistem tubuh tersebut ke arah gangguan kesehatan (sakit).

Di dalam ilmu tanah pertanian, tanah diidentifikasikan memiliki “tubuh

(profil) tanah”, sehingga dapat dibedakan antara satu jenis tanah terhadap jenis tanah

lainnya. Secar ilmiah, tanah didefenisikan sebagai “benda alam di permukaan bumi

yang tersusun dalam horizon-horizon (lapisan-lapisan) dan terdiri dari campuran

bahan mineral, bahan organik, air, dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya

tanaman”.

Dari defenisi ilmiah tentang tanah tersebut dapat diketahui bahwa tanah

tersusun dari empat bahan (komponen) utama yaitu: bahan mineral, bahan organik,

air, dan udara. Bahan-bahan penyusun tanah ini kadarnya berbeda-beda untuk setiap

jenis tanah, begitupun untuk setiap lapisan tanah. Pada tanah lapisan atas (area

perakaran tanaman) yang baik (ideal) untuk pertumbuhan tanaman apabila

mengandung 45% bahan mineral, 5% bahan organik, 20-30% air, dan 20-30% udara.

Perubahan komposisi ideal ini dapat terjadi akibat intensitas penggunaan tanah yang

tinggi, pencucian dan erosi. Komposisi yang berubah menyebabkan berubahnya

kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman.

TANAH SAKIT DAN FAKTOR PENYEBAB

Telah disebutkan di atas, tanah sakit atau dalam bahasa yang lebih populer

tanah yang menurun produktifitasnya, dapat disebabkan salah satunya oleh faktor

internal, terutama asupan energi (bahan makanan) yang kurang dan tidak seimbang.

Bahan makanan utama tanah adalah bahan organik. Seperti halnya manusia, untuk

hidup sehat harus mengkonsumsi cukup air, udara, dan makanan. Bahan makanan

utama manusia juga bahan organik (beras, sayur, daging, susu, dan lain-lain) yang

mengandung zat gizi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan lain-

lain.

Bahan makanan dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila kandungan zat

gizinya tinggi dan berimbang. Bahan makanan dengan zat gizi yang baik akan

mendukung kesehatan tubuh. Demikian halnya dengan tanah, berkurangnya

kandungan bahan organik (kurang dari 5%) dan rendahnya kualitas bahan organik

yang ditambahkan ke dalam tanah menyebabkan tanah menjadi sakit (kurang makan

atau kurang gizi) yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah untuk

mendukung produksi tanaman secara maksimal.

Bahan organik tanah begitu penting dalam mendukung produktivitas tanah dan

tanaman karena berperan dalam memperbaiki seluruh aspek produktivitas tanah atau

seluruh sifat dan prilaku tanah. Ditinjau dari sifat fisika tanah, bahan organik berperan

dalam memperbesar prositas (kegemburan) tanah melalui penurunan berat volume

(bulk density), tetapi tanah memiliki kemantapan agregat yang tinggi karena fungsinya

sebagai cementing agent (zat perekat antar butir/partikel tanah). Dengan demikian,

udara mudah beredar atau bertukar antara udara atmosfer (di atas permukaan tanah)

dengan udara di dalam pori-pori tanah (aerase baik), perakaran mudah berpenetrasi di

dalam matrik atau diantara butir-butir agregat tanah.

Terhadap sifat kimia tanah, bahan organik dapat memperbesar nilai kapasitas

tukar kation tanah sehingga dapat menjerap hara lebih banyak, menyumbang hara ke

dalam tanah, terutama hara N, P, S, dan unsur hara mikro, menurunkan tingkat

keracunan Al dan Fe karena sebagian besar Al dan Fe-dapat dipertukakan (ion Al dan

Fe) di dalam tanah dapat membentuk senyawa komplek dengan senyawa organik

(chelation).

Bahan organik juga memperbaiki kehidupan mikroorganisme (sifat biologi)

tanah. Bahan organik yang cukup dan memiliki kualitas yang baik (nilai gizi yang

tinggi dan berimbang) merangsang pertumbuhan dan peningkatan keanekaragaman

mikrobia dalam tanah. Jumlah dan aktifitas yang tinggi dari mikrobia dalam tanah

dapat membantu pelarutan bahan mineral dan bahan organik (unsur hara) tanah

sehingga unsur hara cukup tersedia bagi tanaman.

Jadi keberadan bahan organik yang cukup dan berkualitas di dalam tanah,

bukan hanya sebagai sumber unsur hara saja, namun lebih jauh lagi berperan dalam

semua sifat dan prilaku tanah (memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah),

bahkan dapat menekan laju erosi dan pencucian unsur hara di dalam tanah.

Kemantapan agregat dan daya sangga serta porositas tanah yang tinggi akibat

kecukupan bahan organik dalam tanah dapat menekan laju erosi dan pencucian hara

dimaksud karena tanah tidak mudah pecah oleh energi kinetik curah hujan, air mudah

diserap masuk ke dalam tanah, dan unsur hara banyak tertahan dalam mikro sel

(misel) tanah.

KADAR BAHAN ORGANIK TANAH PERTANIN KITA

Berbagai kajian mendapatkan bahwa tanah-tanah pertanian kita, baik tanah

sawah, apalagi tanah tegalan (lahan kering) memiliki bahan organik yang jauh lebih

rendah dari kadar bahan organik ideal yang disyaratkan (sekitar 5%) (Tabel 1).

Tabel 1. Kadar bahan organik tanah pertanian lahan kering di beberapa wilayah di Sumatera Utara

No. Daerah Jenis Lahan KadarC-org(%) Bhn-org(%)

1 Tanjung Pasir, Tanah Jawa Simalungun Lahan kering 0.89 1.532 Muara Mulia, Tanah Jawa Simalungun Lahan kering 0.67 1.163 Silinduk, Dolok Batu Nanggar

SimalungunLahan kering 0.86 1.48

4 Nagabayu, Huta Bayu Raja Simalungun Lahan kering 0.64 1.105 Tongah Maraja, Bah Jambi Simalungun Lahan kering 0.89 1.536 Tanjung Maraja, Bah Jambi Simalungun Lahan kering 0.83 1.437 Nagajaya, Bandar Haluan Simalungun Lahan kering 0.73 1.268 Pematang Kerasaan, Bandar Simalungun Lahan kering 0.82 1.419 Bandar Sawah, Bandar Simalungun Lahan kering 0.85 1.4710 Simpang Kalpin, Bandar Simalungun Lahan kering 0.89 1.5311 Sukamaju, Sunggal Deli Serdang Lahan kering 1.46 2.5212 Lau Bicik, Pancurbatu Deli Serdang Lahan kering 1.22 2.1013 Medan Senembah, Tanjung Morawa Deli

SerdangLahan Sawah 0.69 1.19

14 Pardamean, Tanjung Morawa Deli Serdang

Lahan Sawah 0.79 1.36

15 Telaga Sari, Tanjung Morawa Deli Serdang

Lahan Sawah 0.62 1.07

Sumber: Departemen Ilmu Tanah FP-USU (2003-2006)

Dari Tabel 1 dapat kita ketahui bahwa tanah-tanah pertanian di beberapa

wilayah di Sumatera Utara yang secara intensif digunakan, baik untuk tanaman lahan

kering, maupun lahan padi sawah memiliki kadar bahan organik yang rendah sampai

sangat rendah sehingga daya dukungnya terhadap produksi tanaman juga rendah.

Tanah-tanah demikian yang diindikasikan sebagai tanah sakit karena sumber energi

atau bahan makanannya sangat rendah. Seperti telah disebutkan di atas bahwa dengan

rendahnya kandungan bahan organik pada suatu tanah maka fungsi tanah sebagai

media tumbuh tanaman yang diemban oleh sifat-sifat tanahnya akan berkurang karena

daya sangga dan agregasi lemah, kemampuan menyerap air rendah, unsur hara

tersedia juga rendah dan lain sebagainya.

TANAH MATI OLEH EROSI DAN SEDIMENTASI

Erosi merupakan faktor ekternal penyebab tanah-tanah pertanian menjadi sakit

atau bahkan mati. Erosi pada awalnya akan memindahkan bahan organik dan liat dari

dalam tanah (selektifitas erosi) ke badan-badan air (sungai) yang kemudian

diendapkan di buffer area sungai atau terbuang ke muara dan ke lautan. Erosi yang

terus berlanjut akan mengikis permukaan tanah atau bagian tanah yang lembut

(horizon A dan B), sehingga horizon C (bahan induk) dan bahkan horizon R (batuan

induk) muncul ke permukaan. Fenomena ini tejadi secara berkelanjutan pada hampir

semua lahan pertanian kita, terutama pada sistem pertanian lahan kering. Pada tahap

ini tanah dikategorikan sakit parah dan bahkan dapat dikatakan sebagai tanah yang

mati.

Tanah mati dapat juga disebabkan oleh longsor di bagian hulu (daerah

berlereng) dan tertimbun oleh longsoran atau endapan lumpur pada bagian lain di

bawahnya. Tanah tertimbun oleh larva atau lahar pada peristiwa erupsi (peletusan

gunung berapi) dapat digolongkan sebagai tanah mati.

PENYEBAB UTAMA BERKURANGNYA BAHAN ORGANIK TANAH

Sedikitnya ada dua penyebab utama berkurangnya/hilangnya bahan organik

dari dalam tanah-tanah petanian, yaitu: (1) erosi, dan (2) dibuang lewat panen.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan oraganik yang tebuang akibat erosi

berkisar antara 5,38-17.06 kg/hektar dengan erosi berkisar antara 66,5-96,1 ton per

hektar. Selain itu, erosi dapat pula menyebabkan kehilangan hara, terutama hara N, P

dan K (Tabel 2).

Bahan organik banyak terbuang dari lahan pertanian karena terbawa panen.

pembuangan bahan organik ini diperparah lagi akibat adanya kebiasaan petani

membakar bahan organik sisa tanaman sebelumnya (jerami atau serasah) pada saat

akan dilakukan pengolahan tanah untuk persiapan musim tanam berikutnya.

Pembakaran bahan organik sisa tanaman sebelumnya tersebut justru meningkatkan

pengurasan bahan organik secara berlebihan dari dalam tanah. Bahan organik yang

dibakar, disamping berubah dari bahan organik menjadi bahan mineral (dalam bentuk

abu atau arang), bahan organik yang ada di dalam matriks tanah permukaan pun ikut

terdegradasai akibat adanya pembakaran jerami atau sisa tanaman di atas permukaan

tanah.

Tabel 2. Jumlah bahan organik dan hara N, P, K terbuang akibat erosi di beberapa lokasi

Lokasi erosi C-org Bhn.org. N P2O5 K2O (t/ha) ----------------------------------- kg/ha ------------------------------

Darmaga 96,1 9.898 17.06 432,5 - 106,7Citayam 93,5 5.974 10.30 1.065,8 108.5 197,0Jasinga 90,5 4.724 8.14 651,6 119,2 140,8Pacet 65,1 - - 241,0 80,0 18,0Pangalengan 66,5 3.120 5.38 333,0 - -Sumber: Puslitanak (2005)

Bahan organik yang dipanen atau dibuang (disingkirkan atau dibakar)

sebenarnya mengandung hara yang tinggi, sehingga panen dan pembuangan serasah

dari areal lahan pertanian berarti membuang unsur hara dari lahan dimaksud. Unsur

hara utama N, P dan K yang terangkut panen untuk setiap ton hasil panen beberapa

jenis tanaman disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Unsur hara N, P, dan K yang terangkut di dalam setiap ton hasil panen

Jenis Tanaman Hara Terbawa Panen (kg/ton)N P K

Padi unggulPadi lokalJagungKacang tanahSingkongUbi jalarKentang WortelBawangTomatPisangJerukRumputLeguminosa

151516321,73,72,73

1,63,32,41,830

37,5

2,72,52,83,20,50,50,30,50,30,40,30,23,74,4

3,72,54,04,82,55,23,63,81,74,25,62,526,733,2

Sumber: Puslitanak (2005)

Rerata hara terangkut panen khusus pada tanaman padi varietas unggul

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata hara terangkut panen pada padi varietas unggul

Unsur Hara Total Hara Terangkut Panen (kg hara/ton bahan)Gabah Jerami Gabah + Jerami

N P KCaMgS

ZnSiFeMnCuB

10.52.02.50.51.51.00.0215.00.200.050.090.005

7.01.014.53.52.00.80.0365.00.300.450.0030.010

17.53.017.04.03.51.80.0580.00.500.500.0120.015

C (%) 41.68Sumber: Puslitanak (2005)

PEMULIHAN KESEHATAN TANAH

Bedasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa tindakan kunci untuk

memulihkan kesehatan tanah atau memelihara agar tanah tidak sakit adalah dengan

mengembalikan bahan organik sebanyak mungkin ke dalam tanah, sekurang-

kurangnya sampai tanah mengandung bahan organik minimal 3%. Sudah barang tentu

kesehatan tanah akan lebih baik, apabila bahan organik yang diberikan juga memiliki

kualitas yang lebih baik.

Kualitas bahan organik ditentukan oleh kandungan unsur hara bahan organik

tersebut (sumber bahan oragnik), disamping tingkat dekomposisi (tingkat pelapukan)-

nya. Dari Tabel 3 dan 4 dapat diketahui bahwa bahan organik yang memiliki kualitas

terbaik adalah bahan organik yang bersumber dari tanaman Leguminosa (tanaman

kacang-kacangan, termasuk kacang tanah), jerami padi dan jagung. Ini ditandai

dengan kandungan unsur hara yang lebih tinggi dibandingkan bahan organik lainnya.

Oleh sebab itu, pengembalian bahan organik sebagai mulsa (Gambar 1 dan 2) atau

dibenamkan ke dalam tanah pada saat pengolahan tanah, dapat memperbaiki dan

mempertahankan kesehatan tanah.

Sumber bahan organik yang terbaik untuk memperbaiki dan mempertahankan

kesuburan tanah adalah kompos dan pupuk kandang. Seperti halnya serasah sisa

tanaman, kulalitas pupuk kandang juga tergantung tingkat kematangan dan kandungan

unsur hara yang dikandungnya. Pupuk kandang unggas umumnya lebih baik

dibandingkan pupuk kandang lainnya (Tabel 5 dan 6).

Gambar 1. Penggunaan mulsa jerami jagung pada pertanaman jagung

Tabel 5. Kandungan Hara Beberapa Pupuk Kandang

-------------------------------------------------------------------------------- Pupuk N P K Ca Mg S FeKandang ….……………………%..........................................--------------------------------------------------------------------------------Sapi Perah 0.53 0.35 0.41 0.28 0.11 0.05 0.004Sapi Daging 0.65 0.15 0.30 0.12 0.10 0.09 0.004Kuda 0.70 0.10 0.58 0.79 0.14 0.07 0.010Unggas 1.50 0.77 0.89 0.30 0.88 0.00 0.100Domba 1.28 0.19 0.93 0.59 0.19 0.09 0.020--------------------------------------------------------------------------------Sumber: Tan (1993)

Tabel 6. Kandungan Air, Hara dan Ratio C/N Beberapa Pupuk Kandang--------------------------------------------------------------------------------------

Kandungan Pupuk KandangSapi Kambing Ayam

-------------------------------------------------------------------------------------Kadar air (%) 34.15 55.83 4.87N-total (%) 0.26 0.73 0.53P (%) 0.07 0.56 1.56K (%) 0.19 0.47 0.10Ca (%) 0.14 1.85 6.09Mg (%) 0.10 0.40 0.28Na (%) 0.05 0.03 0.05Fe (%) 43.75 17.62 18.26Mn (%) 130.00 378.00 450.00Cu (%) 38.00 135.00 56.00Zn (%) 137.00 208.00 295.00C-organik (%) 9.46 12.46 10.98C/N 36.00 17.00 21.00

--------------------------------------------------------------------------------------- Sumber: Abdurrachman et al, (2000)

Berbagai percobaan menunjukkan bahwa diperlukan pengembalian bahan

organik berupa pupuk kandang sebanyak rata-rata 18 ton per hektar per tahun untuk

mempertahankan agar tanah yang subur di daerah tropis basah tetap subur.

Pengembalian bahan organik ke dalam tanah disamping dapat meningkatkan

kesuburan tanah dapat pula menurunkan laju erosi tanah. Pengembalian bahan organik

sebagai mulsa (Gambar 1) dapat menurunkan laju erosi hingga ke tingkat

diperblehkan. Pengendalian erosi memang tidak harus sampai tidak terjadi sama

sekali erosi karena hal ini tidak mungkin dilakukan sepanjang permukaan bumi ini

masih memiliki relief sebagaimana landskap yang ada sekarang ini. Namun erosi

harus dikendalikan sampai ket ingkat diperbolehkan. Erosi diperbolehkan adalah erosi

yang terjadi di suatu lahan yang tidak melebihi tingkat perkembangan atau

pembentukan tanahnya. Erosi kurang dari rata-rata 25 ton/ha/thn pada tanah yang

relatif datar dan dalam atau kurang dari 12,5 ton/ha/thn pada tanh miring masih

dianggap tidak membahayakan tanahnya karena laju pembentukan tanahnya dapat

melebihi laju erosi tersebut. Oleh sebab itu, nilai erosi sebesar 12,5-25 ton/ha/thn

dianggap sebagai batas maksimum erosi yang diperbolehkan (erosi yang

ditoleransikan).

AKUMULASI UNSUR HARA DI DALAM TANAH LAPISAN BAWAH DAN UPAYA PEMBERDAYAANNYA

Kebijakan intensifikasi pertanian yang dicanangkan sejak dimulainya program

Bimas-Inmas pada tahun 1970-an, maka tindakan pemupukan secara terus menerus

dan tidak terkendali hingga saat ini masih terus berlangsung. Tindakan pemupukan

pada setiap budidaya tanaman pertanian pun seperti tidak dapat dihindari lagi karena

tanah-tanah pertanian kita menjadi sangat miskin hara yang salah satunya disebabkan

oleh pengurasan bahan organik, sebagaimna telah diuraikan di atas.

Di sisi lain disadari pula bahwa tidak semua unsur hara yang diberikan ke

dalam tanah melalui pemupukan diserap tanaman. Pupuk TSP atau SP-36 misalnya,

hanya sekitar 13-18% yang diserap tanaman untuk setiap musim tanam. Selebihnya

akan tersimpan di dalam tanah, baik yang terikat kuat pada matrik tanah (fiksasi),

maupun dimanfaatkan oleh mikrobia tanah.

Hara yang tinggal dalam tanah secara terus menerus sepanjang tindakan

pemupukan juga secara terus menerus dilakukan akan terakumulai sebagai residu di

dalam tanah lapisan bawah, pada kedalaman lebih dari 30 cm. Residu hara ini akan

tetap tinggal di dalam tanah terutama pada tanah pertanian tamanan semusim karena

sistem perakaran tanaman semusim tersebut hanya mampu menjangkau hara pada

kedalaman 0-20 cm. Belum lagi hara yang berada dalam tanah dalam bentuk residu

itu umumnya dalam bentuk senyawaan kompleks yang tidak tersedia bagi tanaman

(tidak dapat diserap oleh akar tanaman).

Untuk memberdayakan unsur hara yang terakumulasi di dalam tanah lapisan

bawah agar dapat digunakan oleh tanaman pada musim tanam berikutnya, ada

beberapa tindakan yang dapat dilakukan: (1) mengubah-ubah kedalaman pengolahan

tanah, (2) menanam tanaman berakar dalam sebagai tanaman strip atau pagar (strip

cropping atau alley cropping), dan (3) menerapkan teknik mulsa vertikal.

Mengubah-ubah kedalaman pengolahan tanah penting untuk mengangkat

unsur hara terakumulasi di lapisan bawah terangkat ke lapisan atas. Pengolahan tanah

pada musim tanam pertama sedalam 20 cm (sesuai kedalaman olah tanah) sebaiknya

diubah menjadi kedalaman 30-40 cm pada pengolahan tanah di musim tanam kedua.

Pengubahan kedalaman pengolahan tanah ini dapat melarutkan unsur hara yang

terdeposit di lapisan bawah karena terangkat ke lapisan atas dan terjadi reaksi oksidasi

(pengubahan dari kondisi an-aerobik menjadi kondisi aerobik) sehingga unsur hara

dapat tersedia bagi tanaman. Mengubah-ubah kedalaman pengolahan tanah ini

memang tidak perlu terlalu sering dilakukan, cukup 1 kali dalam 2-3 musim tanam

atau 1 kali dalam 1,5-2 tahun. Terlalu sering melakukan pengolahan tanah dalam

dapat mempercepat laju erosi, terutama pada tanah di lahan miring.

Menanam tanaman berakar dalam sebagai tanaman strip atau tanaman pagar

dalam barisan diantara tanaman utama (tanaman yang dibudidayakan) dapat dilakukan

untuk mengangkat unsur hara yang terakumulasi (terdeposit) di dalam tanah lapisan

bawah ke permukaan tanah, dengan kertentuan serasah tanaman berakar dalam

tersebut digunakan untuk sumber bahan organik yang dikembalikan ke dalam tanah.

Salah satu tanaman berakar dalam yang dapat digunakan sebagai tanaman strip yang

sekaligus sebagai tanaman pagar yang dapat mengurangi laju limpasan permukaan

dan erosi adalah rumput Vetiver (akar wangi) (Gambar 2).

Rumput vetiver yang memiliki sistem perakaran yang dalam, dapat mencapai

1,5-2 meter, ditanaman dalam strip searah garis kontur dengan lebar strip 0,5-1 meter

yang sekaligus ditujukan untuk menghambat laju limpasan permukaan dan erosi.

Rumput vetiver ini dipanen dalam jangka waktu tertentu dengan menyabit bagian

tajuknya dan digunakan untuk pakan ternak atau langsung dikembalikan/ditebarkan di

atas permukaan tanah sebagai mulsa. Tajuk yang digunakan untuk pakan ternak

menghasilkan kotoran ternak yang harus dikembalikan ke dalam tanah sebagai pupuk

kandang. Dengan demikian, unsur hara yang diambil akar rumput vetiver dari tanah

lapisan bawah dapat kembali ke tanah lapisan atas dan dimanfaatkan oleh tanaman

yang dibudidayakan (yang umumnya memiliki sistem perakaran dangkal).

Gambar 2. Strip rumput vetiver dan pemberian mulsa pada pertanaman jagung.

Teknik mulsa vertikal dalam sistem pertanaman di lahan miring sangat efektif

dalam meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman serta mengurangi laju limpasan

permukaan dan erosi. Teknik mulsa vertikal adalah pembenaman bahan organik sisa

tanaman atau pupuk kandang ke dalam suatu rorak (parit) yang dibuat sejajar kontur.

Ukuran rorak sekitar 0,5 lebar dan 0,6 dalam, sedangkan panjangnya tergantung

kepada lebar lahan searah kontor (memoton lereng) (Gambar 3).

Pembenaman bahan organik sisa tanaman ke dalam tanah melalui rorak atau

parit yang dibuat ini juga ditujukan untuk memberikan zat pelarut berupa asam-asam

organik ke dalam tanah lapisan bawah sehingga unsur hara yang terikat kuat oleh

partikel tanah (misel tanah) dapat terurai atau larut dan akhirnya tersedia bagi

tanaman. Selain itu, bahan organik di dalam tanah ini akan menyerap air limpasan

lebih banyak sehingga dapat mengurangi laju erosi dan menjadi sumber air pada saat

musim kemarau dan juga sebagai sumber unsur hara bagi tanaman, terutama unsur

hara N, P, S dan unsur-unsur hara mikro.

Keterangan: 1. Rorak (parit) yang diisi bahan organik sisa tanaman sebelumnya dan bagian

atas ditutup kembali dengan tanah.2. Barisan tanaman yang dibdidayakan.

Gambar 3. Teknik mulsa vertikal pada pertanaman di lahan miring.