“taman wisata alam gunung meja” surga kecil...
TRANSCRIPT
ISSN 2355-7966
Warta MATOA Vol. III No. 3, Desember 2016 1
Salam ……. !!!
Warta Matoa volume ke-3 edisi paripurna di tahun 2016 ini kami
menyuguhkan beberapa artikel menarik dan ulasan mengenai
kegiatan rakornis BLI tahun 2016 di Serpong. Artikel yang disuguhkan
seperti Surga Kecil di Manokwari yang tak lain adalah TWA Gunung
Meja, Karakteristik DAS REMU Papua Barat secara umum serta upaya
Kalimantan Tengah dalam menata kembali hutannya pasca kebakaran
hutan tahun 2015.
Semoga artikel maupun ulasan dari redaksi Warta Matoa di
penghujung tahun 2015 memberi informasi yang bermanfaat bagi kita
semua
- - - Redaksi - - -
Pengantar Redaksi
Warta MATOA
Balai Penelitian Kehutanan Manokwari
merupakan media komunikasi dan informasi ilmiah populer di bidang
penelitian dan pengembangan hutan, konservasi alam, sosial dan ekonomi
kehutanan serta yang berkaitan dengan hal-hal tersebut di Indonesia.
REDAKSI Penanggung Jawab:
Kepala Balai Penelitian Kehutanan Manokwari
Dewan Redaksi Dr. Ir. Pudja Mardi Utomo, MP. (Ketua)
Sarah Yuliana, S.Hut., M.App.Sc. (Sekretaris)
Redaksi Pelaksana
Kepala Seksi Data, Informasi, Sarana dan Prasarana Penelitian
Yobo Endra Prananta, S.Si, M.Eng. Muthmainnah Syarifuddin, S.Hut
Abdullah Tuharea, S.Hut., M.Si. (Anggota) Melky B Panie, S.Hut
Dwi Korani
Taman Wisata Alam
Gunung Meja di
Manokwari, Papua Barat
adalah salah satu dari be-
berapa lokasi TWA dataran
yang ada Indonesia yang
hingga saat ini belum
mendapat perhatian yang
khusus dalam menangani
dan menyikapi kawasan pe-
lestarian tersebut. Bila
dilihat, potensi dan manfaa-
tan kawasan ini sangat
menjanjikan yang dapat di-
“Taman Wisata Alam Gunung Meja”
Surga Kecil Manokwari
Daftar Isi
Alamat Redaksi Balai Penelitian Kehutanan Manokwari
Jl. Inamberi Susweni PO Box 159 Manokwari 98313
Telp. 0986 213437, 213440 Fax 0986 213441
“TAMAN WISATA ALAM GUNUNG
MEJA” SURGA KECIL MANOKWARI
1
KARAKTERISTIK UMUM DAS REMU
DI PAPUA BARAT
4
RAKORNIS BLI 2016 “RE-ORIENTASI BLI MENUJU KEMANDIRIAN LITBANG DAN INOVASI UNTUK MENDUKUNG PRINAS”
7
KEMBALI MENGINGAT ORIENTASI
BADAN LITBANG DAN INOVASI
9
UPAYA KALIMANTAN TENGAH
PASCA KEBAKARAN TAHUN 2015
10
Vol. III. No. 3, Desember 2016
ISSN 2355-7966
Warta MATOA Vol. III No. 3, Desember 2016 2
dan Penataan Hutan Manokwari, di-
peroleh luasan definitif yaitu 460,25 ha.
Sebagai kawasan pelestarian TWA
Gunung Meja merupakan salah satu hu-
tan dataran rendah di Manokwari yang
mempunyai potensi flora dan fauna yang
beragam dengan bentuk wilayah yang
unik. Karena bentuk wilayah yang unik
tersebut terutama struktur geologi dan
dengan kepadatan vegetasi hutannya
serta letaknya yang dekat dengan kota
maka hutan ini disebut juga sebagai hu-
jadikan aset pemerintah dalam mening-
katkan PAD dan sebagai penyimpan
maupun pengawetan keanekaragaman
jenis baik flora, fauna dan ekosisemnya.
Hutan Taman Wisata Alam Gunung
Meja (TWA Gunung Meja) ditetapkan
melalui Surat Keputusan Menteri Per-
tanian Nomor: 19/Kpts/UM/I/1980, tang-
gal 12 Januari dengan luas areal 500 ha.
Namun setelah dilakukan rekontruksi pe-
nataan batas kawasan pada tahun 1990
oleh Sub Balai Inventarisasi
ISSN 2355-7966
Warta MATOA Vol. III No. 3, Desember 2016 3
Selain kurangnya kesadaran
masyarakat yang tidak bertanggungja-
wab akan kebersihan, demikian juga ter-
lihat pada pengambilan kayu maupun
keragaman jenis lainnya yang ada di ka-
wasan tersebut. Hadi Warsito peneliti
BP2LHK Manokwari menuturkan
“Pengambilan kayu bakar maupun kayu
yang diperuntukan sebagai pagar kebun
dan pembuatan pondok sering terjadi”.
Kegiatan pengambilan kayu bakar
umumnya pada pohon (diameter lebih
45 cm) dilakukan dengan mematikan
(mengupas kulitnya), sehingga pohon
tersebut mati dan akan roboh. Hal ini dil-
akukan selain mengambil ranting-ranting
yang telah jatuh ke tanah. Sementara
untuk pengambilan kayu lainnya
(diameter dibawah 20 cm), banyak ter-
jadi pada saat kegiatan pesta keaga-
maan maupun hari besar lainnya untuk
pembuatan pondok. Selain perambahan
pohon maupun tiang, terjadi juga dalam
pengambilan beberapa jenis tanaman
lainnya. Anggrek, Palem, dan beberapa
tanaman hias lainnya dari jenis Cyrthos
sperma sp., Alaoecacia sp., Tiponium
dan lain-lain. Pada jenis-jenis tersebut
banyak terdapat di kawasan ini, sehing-
ga menjadi incaran bagi para pemburu
tanaman hias karena harganya yang
cukup menjanjikan di pasaran. Sungguh
ironis dan penuh dilema kondisi TWA
Gunung Meja saat ini, disatu sisi ingin di-
jadikan objek pendapatan asli daerah
disisi lain kerusakan yang ditimbulkan aki-
bat ulah “nakal” para pengunjung dan
pengoleksi tanaman hias dan langka
yang membahayakan kelestarian kon-
servasi.. (red)
tan. Lindung Hidro-orologis (pengatur ta-
ta air). Secara geografis hutan TWA
gunung Meja terletak antara koordinat
1340 04’ 30” -1340 05’ 32” Bujur Timur dan 00
50’25” – 00 51’ 55” Lintang Selatan. Formasi
geologis di daerah ini mediteran dengan
batuan sedimen neogen. Lapisan tanah
dangkal dan berbatu di antara batuan
kapur keras. Dengan ketinggian tempat
mencapai 175 m dpl, kawasan ini mem-
iliki topografi yang bervariasi. Mulai dari
datar hingga bergelombang ringan sam-
pai berat, pada beberapa daerah ter-
tentu dijumpai jurang yang terjal dan ler-
eng yang tajam. Klasifikasi Schmidt and
Furguson, kawasan ini termasuk da-
lam tipe iklim A dengan curah hujan ta-
hunan sebesar 2.684,5 mm per tahun
atau sekitar 220,71 mm per bulan. Rata-
rata suhu maksimum berkisar pada 30,3
0C dan suhu minimum berisar pada 23,5
0C, dengan kelembaban maksimum
88,6% dan minimum sekitar 84%.
Kawasan pelestarian yang saat ini
menjadi tumpuan masyarakat di kota
Manokwari sebagai penyimpan/
penyedia air, meski lambat namun pasti
akan menjadi daerah yang terabaikan.
Hal ini dapat dilihat bila memasuki kawa-
san melewati jalan sebelah Barat
(melintasi jalan Sarinah sebelum menuju
Desa Ayambori), dimana tumpukan sam-
pah yang telah membusuk dan bebera-
pa tumpukan lainnya yang masih baru
banyak berserakan, begitu pula
tumpukan sampah yang terlihat disepan-
jang jalan pada bagian Utara yang
melintasi UNIPA. Demikian juga nampak
pada bangunan Tugu Jepang yang te-
lah rusak (hancur) akibat ulah orang
yang tidak bertangung jawab.
ISSN 2355-7966
Warta MATOA Vol. III No. 3, Desember 2016 4
KARAKTERISTIK UMUM DAS REMU DI PAPUA BARAT
Oleh:
Danang J. W. Wijaya1 & Freddy Jontara Hutapea2
Daerah aliran sungai (DAS) merupa-
kan tempat berlangsungnya proses bio-
fisik hidrologis maupun kegiatan sosial-
ekonomi dan budaya masyarakat
(BPDAS Remu Ransiki, 2010; Paimin,
Pramono, Purwanto, & Indrawati, 2012;
Tanika, Rahayu, Khasanah, & Dewi, 2016).
Pada umumnya, kegiatan sosial-ekonomi
dan budaya masyarakat ini merupakan
hal yang paling disorot karena berkaitan
dengan intervensi masyarakat terhadap
sistem alami DAS. Studi sebelumnya
menunjukkan bahwa intervensi ini dapat
membawa dampak negatif terhadap
terhadap tanah, vegetasi, dan kualitas
air (Harjadi, 2010; Simanjuntak, 20 05;
Walukow, 2012). Untuk menjaga
keberadaan DAS ini diperlukan berbagai
upaya seperti pemantauan dan evaluasi
kondisi DAS secara teratur (Tanika et al.,
2016).
DAS Remu merupakan salah satu
DAS yang dikelola oleh BPDASHL Remu
Ransiki. Berdasarkan SK Menhut No. 511
(2011), DAS ini dikategorikan sebagai DAS
prioritas I atau DAS yang dipulihkan.
Dengan demikian, DAS ini merupakan pri-
oritas utama untuk domonitor (BPDASHL
Remu Ransiki, 2014).
Secara geografis, DAS Remu terletak
pada 131⁰15’ LS - 131⁰23’ LS dan 0⁰48’ BT -
ISSN 2355-7966
Warta MATOA Vol. III No. 3, Desember 2016 5
0⁰57’ BT. Secara administratif, DAS Remu
terletak di Kota Sorong (Papua Barat).
Wilayah DAS ini dibatasi oleh DAS
Klafama (selatan), DAS Warsamson
(timur), serta DAS Rufei (barat). Berdasar-
kan klasifikasi iklim Schmidt & Fergusson,
tipe iklim di DAS Remu termasuk tipe A
(sangat basah). Suhu udara minimum di
wilayah DAS ini adalah 26,30C, se-
dangkan suhu udara maksimum adalah
33,20C (BPS, 2017a). Curah hujan teren-
dah terdapat pada bulan Januari (± 181
mm), sedangkan curah hujan tertinggi
terdapat pada bulan Juli (± 418 mm)
(BPS, 2017b). Kelembaban udara rata-
rata di sekitar DAS ini adalah sekitar 85%
(BPS, 2017c).
Luas wilayah DAS Remu diperkirakan
mencapai 14.799,69 ha, dengan panjang
sungai utama sekitar 1,65 km. Lebar DAS
Remu 12,48 km dan panjang DAS Remu
14,12 km. Kondisi topografi DAS Remu
terdiri dari dataran (kelerengan 0-8%)
dengan luas 5.275,83 ha, landai
(kelerengan 8-15%) dengan luas 6.806,31
ISSN 2355-7966
Warta MATOA Vol. III No. 3, Desember 2016 6
ha, dan agak curam (kelerengan 15-25%)
dengan luas 2.629,42 ha (Gambar 1).
Jenis tanah di DAS Remu adalah alluvial
(401,64 ha), gray brown podsolik
(14.279,29 ha), dan red yellow podsolik
(118,75 ha). Vegetasi di DAS Remu
didominasi oleh semak belukar rawa dan
hutan mangrove primer (bagian hilir),
pertanian lahan kering dan semak be-
lukar (bagian tengah), serta hutan lahan
kering sekunder (bagian hulu). Kawasan
hutan di DAS Remu di bagi menjadi be-
berapa kawasan (Tabel 1), dimana fungsi
kawasan hutan yang mendominasi ada-
lah hutan produksi konversi.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Remu Ransiki. (2014). Laporan moni-
toring dan evaluasi penggunaan la-
han DAS Remu. Manokwari: BPDAS
Remu Ransiki.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2017a). Rata-
rata suhu udara di Kota Sorong ta-
hun 2000-2015. Diakses dari https://
s o r o n g k o t a . b p s . g o . i d /
linkTableDinamis/view/id/21.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2017b). Ban-
yaknya curah hujan di Kota Sorong
tahun 1996-2015. Diakses dari https://
s o r o n g k o t a . b p s . g o . i d /
linkTableDinamis/view/id/19.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2017c). Rata-
rata kelembaban udara di Kota So-
rong 2000-2015. Diakses dari https://
s o r o n g k o t a . b p s . g o . i d /
linkTableDinamis/view/id/22.
Harjadi, B. (2010). Monitoring penutupan
lahan di DAS Grindulu dengan
metode penginderaan jauh dan sis-
tem informasi geografis. Forum Geo-
grafi, 24(1), 85-91.
Paimin, Pramono, I. B., Purwanto, & In-
drawati, D. R. (2012). Sistem
perencanaan pengelolaan daerah
aliran sungai. Bogor: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Konservasi dan
Rehabilitasi.
Simanjuntak, B. H. (2005). Studi alih fungsi
lahan hutan menjadi lahan per-
tanian terhadap karakteristik tanah
(Studi kasus DAS Kali Tundo, Malang).
Agric, 18(1), 85-101.
Surat Keputusan Menteri Kehutanan
(2011). Penetapan peta daerah ali-
ran sungai (SK Menhut No. SK.511/
Menhut-V/2011).
Walukow, A. F. (2012). Analisis kebijakan
penurunan luas hutan di daerah ali-
ran sungai Sentani berwawasan ling-
kungan. Jurnal Manusia dan Ling-
kungan, 19(1), 74-84.
Petunjuk Bagi Penulis
Redaksi mengundang para peneliti, teknisi, praktisi dan pemerhati kehutanan untuk menulis artikel dan tulisan ilmiah populer secara bebas, kreatif dan bertanggung jawab menyangkut bidang kehutanan di seluruh Indonesia.
Naskah tulisan berisi maksimal 5 halaman dengan font Calibri 12 spasi 1,5 dan ditulis dalam bahasa Indonesia. Naskah dikumpulkan ke Dewan Redaksi dalam bentuk print out dan file elektronik, dapat disertai gambar dan foto yang
beresolusi baik dan berhubungan dengan isi tulisan. Naskah akan disunting terlebih dahulu oleh Dewan Redaksi tanpa mengubah maksud dan isi tulisan.
ISSN 2355-7966
Warta MATOA Vol. III No. 3, Desember 2016 7
na, litbang sangat menentukan prioritas
Kementan atau yang menjadi prioritas di
Kementan adalah irisan atau prioritas
dari litbang yang penting. Jadi semua
hal akan dikaji dulu di litbang sebelum
dijadikan prioritas nasional.
Kabadan yakin hal ini bisa dilakukan
juga oleh BLI di KLHK. Hal ini berpe-
doman dengan tingginya demand
eselon 1 lainnya di KLHK terhadap
dukungan hasil litbang. Selain itu, minat
Bu Menteri LHK yang sangat besar kepa-
da BLI. Banyak permasalahan yang
dihadapi oleh KLHK, Bu Menteri minta
pertimbangan langsung kepada BLI.
“Positioning kita dimana dan harus
kita perjuangkan. Kita akan mengubah
positioning kita untuk lebih meyakinkan
lagi. Kita bisa menentukan prioritas kita,
Di tahun berikutnya, bisa menjadi input
Dr. Henry Bastaman, M.Es, Kapala
Badan Litbang dan Inovasi (Kabadan)
bertekad untuk memperkuat posisi atau
positioning Badan Litbang dan Inovasi
(BLI) dalam Prioritas Nasional (Prinas). Hal
ini disampaikan Kabadan pada Rapat
Koordinasi Teknis (Rakornis) BLI Tahun 2016
di Auditorium Pusat Litbang Kualitas dan
Laboratorium Lingkungan (P3KLL),
Serpong, Kab. Tangerang Selatan, Rabu
(20/7).
“Kita harus berpikir keras posisi lit-
bang di mana?. Bisakah kita mem-
perkuat positioning kita untuk Prinas yang
ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KHLK)?,”kata Ka-
badan.
Kabadan berharap bahwa BLI KLHK
bisa berperan strategis seperti Litbang Ke-
menterian Pertanian (Kementan). Di sa-
RAKORNIS BLI 2016 “RE-ORIENTASI BLI MENUJU KEMANDIRIAN LITBANG DAN INOVASI UNTUK MENDUKUNG PRINAS”
ISSN 2355-7966
Warta MATOA Vol. III No. 3, Desember 2016 8
bagi Prinas,”tegas Kabadan.
Untuk menentukan hal tersebut, Ka-
badan manyarankan satu langkah strate-
gis yang bisa ditempuh yaitu
dengan masuk atau penetrasi langsung
ke Prinas tanpa ada pembatasan atau
permintaan dari Eselon 1 KLHK Lainnya.
Hal ini bisa dilakukan kalau ada bahan-
bahan yang lengkap untuk menuju ke
sana.
“Kalau BLI bisa penetrasi ke Prinas,
maka akan mempunyai list kegiatan
yang lebih banyak daripada harus men-
dukunga Eselon 1 KLHK dulu,”katanya.
Untuk itu, Kabadan berharap BLI un-
tuk lebih solid serta memanfaatkan sara-
na dan prasarana yang ada serta mem-
buka file-file yang ada di BLI untuk
berbagai keperluan terutama untuk pen-
guatan posisi BLI di Prinas.
Di sisi lain, Dr. Ir. Bambang Su-
priyanto, M.Sc., kepala Pusat Litbang So-
sial Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan
Iklim (P3SEKPI) menyatakan bahwa BLI
harus bisa memanfaatkan sumber daya
yang ada secara efektif dan efisien, teru-
tama terkait cost benefit.
“Kira rekomendasikan ke Eselon 1
lainnya. Ini lho yang mempunyai keefek-
tifan dn efisiensi yang tinggi. Saya tidak
rela litbang sebagai pendukung tapi ha-
rus menjadi leading the way,”tegas Bam-
bang.
Selain itu, Bambang juga menya-
takan bahwa pendayagunaan hasil
penelitian dan pengembangan untuk re-
focusing kebijakan dan pengembangan
serta inovasi untuk mendukung Prinas.
Terkait hal tersebut, Bambang men-
erapkan beberapa beberapa strategi,
antara lain: 1). Evaluasi kebijakan
kegiatan prioritas Direktorat Jenderal
Teknis terkait dengan RPPI BLI; 2). Proto-
type pengembangan Prinas yang ber-
basis Research atau Leading The Way of
Development; 3). Penyiapan kondisi
pemungkin pelaksanaan Prinas Tahun
2018 melalui Penciptaan Kondisi Sosial
yang Kondusif (Resolusi Konflik), Prosperity
Approach untuk keberlanjutan SDA.
Dalam kesempatan tersebut, setiap
Kepala Pusat Litbang BLI juga memapar-
kan arah kebijakan program dan
kegiatan. Dan terlihat bahwa sebagian
besar kegiatan BLI mendukung atau
berorientasi pada Prinas.
ISSN 2355-7966
Warta MATOA Vol. III No. 3, Desember 2016 9
Dalam arahannya sesaat sebelum
membuka Rapat Koordinasi Teknis Badan
Litbang dan Inovasi (BLI) di Auditorium
Puslitbang Kualitas dan Laboratorium
Lingkungan, Serpong, Rabu (20/7),
Kepala BLI (Kabadan), Dr. Henry Basta-
man menyampaikan beberapa poin
penting terkait re-orientasi BLI, salah satu
target kegiatan tersebut 3 hari ke depan.
Kabadan mengajak seluruh jajarannya
untuk re-orientasi kepada kebijakan-
kebijakan baru yang harus ditempuh
guna memperbaiki kinerja ke arah
manfaat yang sebesar-besarnya untuk
masyarakat.
“Ini yang mendasari re-orientasi kita, ini
menginspirasi kita semua, mau tidak mau
kata kuncinya adalah berubah, kita tidak
lagi menggunakan pola-pola business as
ussual yang selama ini kita lakukan,” kata
Kabadan di hadapan sekitar 250 jaja-
rannya dan para undangan yang hadir.
Untuk itu, kata Kabadan, re-orientasi
BLI dimulai dari membangun konektivitas
yang kuat kepada berbagai kebijakan
lingkup LHK untuk mencapai prioritas na-
sional. Hal ini sesuai mandat yang diberi-
kan kepada BLI yaitu memastikan semua
kebijakan LHK mempunyai mutu yang
bisa dipertanggungjawabkan secara sci-
entific.
“Reorientasi kita sekarang, kita lihat sa-
tu persatu kegiatan kita apakah garis lu-
rus dari bawah sampai ke atas, jadi
semua yang sudah ditetapkan menjadi
garis lurus atau semua sama sampai pa-
da jajaran yang paling rendah,” jelas Ka-
badan yang menyadari itu bukanlah hal
yang mudah mengingat BLI mempunyai
kekhususan yang spesifik dibandingkan
unit-unit operasional lainnya di KLHK.
“Dalam waktu 3 hari ini, kita akan
mendengarkan klarifikasi usulan kegiatan
dari eselon I lainnya, kita akan bahas apa
-apa yang dibutuhkan dan apa-apa
yang bisa kita dukung untuk menarik gar-
is lurus antara prioritas LHK dengan apa
yang ada di BLI sebagai suatu kesatuan
yang tidak terpisahkan... kita persiapkan
kegiatan tahun 2017, kita tahu positioning
kita dimana. Dalam konteks kebijakan
yang ditempuh saat ini, ini sangat men-
dasar bagi BLI dan kepada berbagai
pihak sebagai pengguna,” tambah Ka-
badan. (red)
Kembali Mengingat Orientasi Badan Litbang dan Inovasi
ISSN 2355-7966
Warta MATOA Vol. III No. 3, Desember 2016 10
Sejarah Singkat Kebakaran di Kalimantan
Tengah
Kejadian kebakaran hutan dan
lahan sudah
menjadi
fenomena
yang tidak
asing lagi di
Indonesia.
Hampir setiap
tahun kejadian
kebakaran
hutan dan
lahan terjadi di
beberapa
daerah di
Indonesia khu-
sus pada
daerah yang memiliki lahan gambut.
Kebakaran hebat di Indonesia
pertama kali terjadi pada tahun
1982/1983 yang menghancurkan lahan
seluas 9,75 juta ha. Wilayah yang paling
luas mengalami kebakaran adalah pulau
Kalimantan (Tacconi, 2003). Kebakaran
hebat ini terjadi sebagai dampak dari
maraknya kegiatan pengelolaan hutan
yang dilakukan oleh pemegang izin HPH
dan fenomena El-Nino. Kalimantan Timur
saat itu merupakan daerah dengan
ledakan produksi kayu Indonesia, dan
hampir seluruh
kawasan dibagi
menjadi
kawasan HPH
selama tahun
1970-an
(Indonesia &
Watch, 2001).
Provinsi
kalimantan
Tengah sejak
tahun 1997 telah
terjadi
kebakaran
hutan dan lahan yang menyebabkan
kerugian yang sangat besar. Hampir
setiap tahun pada musim kemarau
terjadi kebakaran yang berulang dengan
tingkat keparahan yang berbeda-beda.
Berdasarkan data yang dihimpun
oleh BPBD Provinsk Kalimantan Tengah,
sejak tahun 1997- 1998, rata-rata 80%
kebakaran hutan dan lahan terjadi di
UPAYA KALIMANTAN TENGAH PASCA KEBAKARAN TAHUN 2015
Oleh :
Ramawati & Kushartati Budiningsih
ISSN 2355-7966
Warta MATOA Vol. III No. 3, Desember 2016 11
lahan gambut. Berikut data luasan
kebakaran hutan dan lahan dari tahun
2006 – 2014.
Mengapa terjadi kebakaran di Kaliman-
tan Tengah ?
Kebakaran hutan dan lahan yang
terjadi di berbagai daerah dapat dipasti-
kan karena ulah manusia. Menurut
pemerintah, kebakaran hutan dan lahan
yang terjadi pada bulan juni-oktober
2015 mencapai 2,6 juta ha. Sekitar 33 %
dari lahan yang terbakar adalah lahan
gambut yang menyebabkan kabut asap
dan menyelimuti wilayah indonesia dan
wilayah sekitarnya, yang menghambat
sistem operasional dari berbagai sektor
dan juga memperburuk kesehatan war-
ga setempat (Glauber, Ann J., Magda,
Andriani., & Gunawan, 2016)
Seperti halnya yang terjadi di Kali-
mantan tengah, menurut beberapa in-
forman, kebakaran yang terjadi disebab-
kan oleh beberapa faktor, yakni kegiatan
penyiapan lahan pertanian dan perke-
bunan dengan cara membakar,
kegiatan berburuh, mencari ikan, dan
ada juga pembakaran lahan yang dil-
akukan oleh beberapa oknum untuk
pengakuan hak kepemilikan atas lahan,
yang di dukung oleh kekeringan dan di-
perburuk dengah pengaruh El
Nino.Berdasarkan data dari media center
posko karhutla yang diterima dari pan-
tauan tim darat sejak tanggal 8 septem-
ber hingga tanggal 19 november 2016
total luas yang tebakar di Kalimantan
Tengah adalah 12.227,86 Ha. Sedangkan
data dari BLH seluas 402.779 Ha berdasar-
kan data citra satelit yang diidentifikasi
dengan ground chek pada titik-titik ter-
tentu (BPBD Kalimantan Tengah, 2016).
Meskipun pembukaan lahan yang
dilakukan di Kalimantan Tengah dil-
akukan secara terkendali, namun masih
ada beberapa masyarakat yang
melakukan pembakaran secara tidak
terkendali. Studi yang pernah di lakukan
di lima desa sekitar Hutan Mawas menun-
jukan bahwa sebagian besar masyarakat
menyiapkan lahan pertanian dengan
cara membakar terkendali, dan sebagi-
an kecil yang melakukan pembakaran
lahan secara tidak terkendali dan pem-
bakaran dengan tujuan yang tidak jelas
(Akbar, 2011). Meskipun hanya dalam
skala kecil pembakaran secara tidak
terkendali, namun hal ini memberi pelu-
ang terjadinya kebakaran.
Berkenaan dengan kejadian keba-
karan yang hebat tahun 2015, Pem-
daProvinsi Kalimantan Tengah sedang
menyusun rancangan peraturan daerah
yang baru terkait peraturan membakar
lahan dalam pemanfaatan lahan.
Masyarakat dan pemerintah setempat
menyadari bahwa pembukaan lahan
dengan cara membakar tidak bisa di-
hilangkan dari masyarakat karena sudah
menjadi tradisi/kearifan lokal. Namun sa-
tu hal yang menjadi perhatian
pemerintah dalam rancangan peraturan
baru tersebut bahwa kearifan local
masyarakat Kalimantan Tengah dalam
penyiapan lahan dengan cara memba-
kar hanya diperbolehkan di lahan tanah
mineral. Akan tetapi khusus di lahan
gambut tidak ada kearifan local mem-
bakar lahan.
Dampak dari Tragedi Karhutla 2015
Kebakaran hutan dan lahan yang
terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah pa-
da tahun 2015 dinyatakan sebagai ke-
jadian luar biasa (KLB) berdasarkan SK
Gubernur No. 188.44/584/2105. Dampak
dari kebakaran hutan dan lahan tidak
hanya menyebabkan kerusakan ekologi,
namun juga menyebabkan kerugian dari
aspek ekonomi maupun sosial. Bahkan
kejadian karhutla ditahun 2015 mey-
ebabkan korban jiwa. Menteri Sosial
Khofifah Indar Parawansa dalam pern-
yataannya di salah satu media menyam-
paikan bahwa ada 5 orang korban jiwa
di Kalimantan Tengah akibat karhutla
(Kompas.Com).
Berdasarakan laporandari BPBD
Provinsi kalimantan Tengah, total jumlah
penderita ISPA di Kalimantan Tengah aki-
ISSN 2355-7966
Warta MATOA Vol. III No. 3, Desember 2016 12
bat karhutla 2015 adalah 45.561 orang
dan penderita diare sejumlah 14.930
orang. Kerugian akibat kebakaran dan
kabut asap juni – oktober 2015 yang di
alami oleh Provinsi kalimantan Tengah di-
perkirakan mencapai 2.464 juta dolar AS
(Glauber, Ann J., Magda, Andriani., &
Gunawan, 2016). Kerugian dari berbagai
aspek tersebut tidak hanya dirasakan di
negara Indonesia sebagai negara yang
mengalami karhutla namun juga
berdampak terhadap negara tetangga.
Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi
di Indonesia mengirim kabut asap di
negara tetangga dan mendapat protes
keras dari negara luar.
Upaya Kalimantan Tengah Pasca Tragedi
Kebakarantahun 2015
Belajar dari tragedi karhutla tahun
2015 yang menimbulkan kerugian besar
terhadap segala aspek kehidupan,
pemerintah lebih serius dan komitmen un-
tuk mencegah terjadinya karhutla. Patroli
secara intensif terus dilakukan oleh
pemerintah baik pusat (KLHK dengan
manggala agni-nya) maupun
pemerintah daerah dengan pelibatan
masyarakat, aparat Kepolisian dan TNI.
Pelibatan masyarakat sekitar hutan
dengan memberikan pembinaan dan
pelatihan tentang bagaimana upaya
pencegahan maupun pemadaman api.
Masyarakat di lengkapi alat pemadam
kebakaran. Perintah tegas dari presiden
RI Joko Widodo kepada semua SKPD
maupun TNI dan Polri agar kedepannya
tidak boleh terjadi karhutla dengan an-
caman pencopotan jabatan jika terjadi
karhutla di wilayah kerja para pim-
pinaninstansitersebut.Hal ini terlihat pada
tahun 2016 tidak ada kejadian karhutla di
daerah-daerah yang sebelumnya hampir
setiap tahun menjadi langganan
karhutla. Meskiada yang mengatakan
bahwa jumlah hotspot yang rendah ta-
hun 2016 ini karena adanyafaktor iklim
kemarau basah.
Selain kegiatan patroli darat, upaya
pencegahan juga dilakukan dengan
operasi udara, penegakan hukum
dengan dikeluarkannya Peraturan Gu-
bernur Nomor 49 Tahun 2015 tentang
pencabutan Peraturan Gubernur Nomor
52 Tahun 2008 dan Peraturan Gubernur
Nomor. 15 Tahun 2010 yang memung-
kinkan bagi masyarakat untuk membuka
lahan dengan cara membakar terken-
dali dan terbatas seluas 2 Ha/KK, dan ju-
ga program-program berupa bantuan
kepada masyarakat tani dalam penyia-
pan lahan dengan tidak membakar.
Pihak perusahaan diwajibkan untuk ber-
tanggungjawab terhadap pembinaan
desa disekitar areal konsesi. Bantuan
pembuatan sumur bor di lahan gambut
baik oleh pemda setempat, KLHK, mau-
pun oleh BRG.
Sumber Bacaan
Akbar, A. (2011). Studi Kearifan Lokal
Penggunaan Api Persiapan Lahan:
Studi Kasus di Hutan Mawas,
Kalimantan Tengah. Penelitian Sosial
Dan Ekonomi Kehutanan, 8(3).
BPBD Kalimantan Tengah. (2016).
Pelaksanaan Tanggap Darurat
Kebakaran Lahan dan Hutan dan
Dampaknya di Provinsi Kalimantan
Tengah Tahun 2015 Serta Persiapan
Penanganan Karlahut Tahun 2016.
Glauber, Ann J., Magda, Andriani., &
Gunawan, I. (2016). Kerugian dari
Kebakaran Hutan Analisa Dampak
Ekonomi dari Krisis Kebakaran Tahun
2015. Jakarta.
Indonesia, F. W., & Watch, G. F. (2001).
Keadaan Hutan Indonesia. Bogor,
Indonesia : Forest Watch Indonesia
dan washington D.C.:Global Forest
Watch.
Tacconi, L. (2003). Kebakaran Hutan di
Indonesia : Cifor, 38(i), 38.
http://nasional.kompas.com/
read/2015/10/28/11514061/
Men-
sos.19.Orang.Meninggal.karena.Kab
ut.Asap