tak stimulus persepsi terhadap perilaku kekerasan
DESCRIPTION
KEPERAWATAN JIWATRANSCRIPT
1.1. Latar Belakang
Terjadinya perang, konflik, dan lilitan ekonomi berkepanjangan merupakan
salah satu pemicu yang memuculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan
jiwa pada manusia. Menurut WHO masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia
memang sudah menjadi masalah yang sangat serius (Yosep, 2010, hlm.30). Gangguan
jiwa merupakan manifestasi dari untuk penyimpangan perilaku akibat adanya
distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam bertingkah laku (Nasir &
Muhith, 2011, hlm.8). Masalah keperawatan yang paling banyak ditemukan adalah
perilaku kekerasan (Keliat dan Akemat, 2005) Prilaku kekersan suatu keadaan emosi
yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau amarah. Hal ini didasari
keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari
keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, ke dalam diri atau
secara destruktif (Yosep, 2010, hlm.145). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
kepada sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk
dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik
yang tidak terkontrol ( Yosep, 2010, hlm.146).
Prilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang
berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh seseorang yang dianggap sangat
berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak berakhir dapat menyebabkan
perasaan harga diri rendah sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila
ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan timbul halusinasi
yang menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan dan ini berdampak terhadap
resiko tinggi menciderai diri, orang lain, dan lingkungan (Yosep, 2010, hlm.249).
Terapi aktivitas kelompok (TAK) merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama, Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok digunakan
sebagai target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling
bergantung, saling membutuhkan, dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih
perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif. (Keliat
& Akemat, 2005, hlm.1). Terapi kelompok suatu bentuk terapi modalitas yang
didasasarkan pada pembelajaran hubungan interpersonal. Klien mengalami konflik
yang bersumber dari interpersonal. Dengan bergabung dalam kelompok klien dapat
saling bertukar pikiran dan pengalamannya,serta mengembangkan pola prilaku yang
baru (Kusumawati & Hartono, 2010, hlm.139).
WHO (2009) memperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami
gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan
25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama
hidupnya. Gangguan jiwa mencapai 13% dari beban global penyakit, dan angka ini
akan meningkat menjadi hampir 15% pada tahun 2030 (WHO, 2009). Berdasarkan
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, didapatkan Gangguan Jiwa Berat
di Indonesia sebesar 4,6% dan Jawa Timur sebesar 3,1%. Sedangkan rata-rata
Gangguan Emosional di Indonesia sebesar 11,6% dan di Jawa Timur lebih tinggi dari
rata-rata nasional yaitu sebesar 12,3% (Depkes RI, 2008).
Prilaku kekerasan di sebabkan beberapa faktor, faktor predisposisi
diantaranya faktor psikologi terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu
tujuan mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi prilaku
kekerasan, berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang
tidak menyenangkan, frustasi, kekerasan dalam rumah tangga atau keluarga. Factor
social budaya, seseorang akan berespon terhadap peningkatan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Faktor biologis, berdasarkan hasil
penelitian pada hewan pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus (pada
sistem limbik) ternyata menimbulkan prilaku agresif , dimana jika terjadi kerusakan
fungsi limbic (untuk emosi dan prilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan
lobus temporal (untuk interprestasi indra penciuman dean memori) akan
menimbulkan mata terbuka lebar, pupil berdilatasi, dan hendak menyerang obyek
yang ada di sekitarnya. Factor presipitasi secara umum seseorang yang marah jika
dirinya merasa terancam, baik berupa injury secra fisik, psikis, atau ancaman konsep
diri. Factor pencetus prilaku kekerasan adalah klien yaitu kelemahan fisik,
keputusasaan , ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh dengan agresif, dan masa
lalu yang tidak menyenangkan. Intraksi, penghinaan, kekerasan, kehilangan orang ang
berarti, konflik, merasa terancam baik internal maupun eksternal dari lingkungan.
Lingkungan yaitu panas, padat, dan bising (Kusumawati & Hartono, 2010, hlm 78).
Klien dengan prilaku kekerasan dapat dikenali dari gejala-gejala yang
ditunjukkan seperti mondar mandir , gelisah, mata merah dan melotot, ekspresi muka
dan bahasa tubuh tegang, memberikan ancaman melakukan pembunuhan atau
ancaman bunuh diri, agitasi meningkat, reaksi yang berlebihan terhadapa stimulus
yang datang dari lingkungan, cemas hingga panik, kesulitan menginterprestasikan
lingkungan, mudah curiga, kerusakan proses pikir, perasaan marah dan tidak mampu
menanggapi situasi secara proporsional (Townsend, 2009). Prilaku kekerasan
biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari seseorang karena
ditinggal oleh seseorang yang dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila
kondisi tersebut tidak berakhir dapat menyebabkan perasaan harga diri rendah
sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan
orang lain ini tidak diatasi akan timbul halusinasi yang menyuruh untuk melakukan
tindakan kekerasan dan ini berdampak terhadap resiko tinggi menciderai diri, orang
lain, dan lingkungan (Yosep, 2010, hlm.249)
Terapi Aktivitas Kelompok Stimilasi Persepsi adalah terapi yang
menggunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman dan/atau
kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok . Hasil diskusi kelompok dapat berupa
kesepakatan persepsi atau alternatif (Keliat, 2005, hlm.49). Aktivitas memprestasikan
stimulus nyata dan respon yang di alami dalam kehidupan, aktivitas ini khusus untuk
klien prilaku kekerasan. (Keliat, 2005, hlm.50). Pada terapi aktivitas stimulasi
persepsi ini klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus
yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada
tiap sesi. Dengan proses ini diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan menjadi adaptif (Keliat, 2005, hlm.13).
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka dapat dirumuskan apakah ada “ Pengaruh
TAK stimulus persepsi terhadap kemampuan mengontrol prilaku kekerasan pada
pasien prilaku kekerasan di rsj dr. Radjiman wediodiningrat lawang-malang “
1.3.Tujuan Peneliti
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui “ Pengaruh TAK stimulus persepsi terhadap kemampuan
mengontrol prilaku kekerasan pada pasien prilaku kekerasan di rsj dr. Radjiman
wediodiningrat lawang-malang ”.
1.3.2.Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mengidentifikasi karakteristik (usia, jenis kelamain, status perkawinan,
Pendidikan, pekerjaan, dan frekuensi dirawat ) respon klien prilaku kekerasan.
1.3.2.2. Diketahuinya kemampauan klien dalam mengontrol prilaku kekerasan
sebelum di berikan terapi aktivitas kelompok stimulus persepsi.
1.3.2.4. Diketahuinya kemampauan klien dalam mengontrol prilaku kekerasan setelah
di berikan terapi aktivitas kelompok stimulus persepsi.
1.4. Manfaat Peneliti
1.4.1.1. Bagi Diri Sendiri
Menambah pengetahuan dan pemahaman peneliti tentang “ Pengaruh
TAK stimulus persepsi terhadap kemampuan mengontrol prilaku kekerasan
pada pasien prilaku kekerasan di rsj dr. Radjiman wediodiningrat lawang-
malang ”
1.4.2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian dapat di harapkan dapat digunakan untuk menangani
klien prilaku kekerasan dengan menggunakan Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulus Persepsi, sampai klien mampu mengontrol prilaku kekerasan dalam
mengatasi masalahnya.
1.4.3. Manfaat Teoritis
Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu
Keperawatan jiwa. Dan dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya.
PENGARUH TAK STIMULUS PERSEPSI TERHADAP KEMAMPUAN MENGONTROL PRILAKU KEKERASAN PADA PASIEN
PRILAKU KEKERASAN DI RSJ DR. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG-MALANG
SAHRUL HIDAYAT201001002
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAJAPAHIT
MOJOKERTO2012