tafsir dan takwil atas ayat-ayat mutasyĀbihĀt ......1437 h/2015 m. i lembar pernyataan dengan ini...

106
TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT DALAM PANDANGAN MUFASSIR KLASIK DAN MODERN (Studi atas Tafsir Jāmiʻ al-Bayān ‘an Ta’wīli āy al-Qur’ān dan Tafsir Maḥāsin al-Ta’wīl) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S. Th. I.) Oleh KHAIRUL ANAM NIM: 1111034000119 PROGRAM STUDI TAFSIR HADITS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2015 M.

Upload: others

Post on 29-Jul-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT DALAM

PANDANGAN MUFASSIR KLASIK DAN MODERN

(Studi atas Tafsir Jāmiʻ al-Bayān ‘an Ta’wīli āy al-Qur’ān dan Tafsir

Maḥāsin al-Ta’wīl)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S. Th. I.)

Oleh

KHAIRUL ANAM

NIM: 1111034000119

PROGRAM STUDI TAFSIR HADITS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/2015 M.

Page 2: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk
Page 3: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk
Page 4: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk
Page 5: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

I

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya rujuk dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan

hasil plagiasi dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku

di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 14 Oktober 2015

Khairul Anam

Page 6: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

II

Motto

“Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an? kalau

kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat

pertentangan yang banyak di dalamnya”. (QS. al-Nisā[4]: 82)

Page 7: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

III

Halaman Persembahan

Skripsi ini saya tulis sebagai salah satu bukti study selama empat tahun

di bangku kuliah, dengan perjuangan yang begitu melelahkan dan persaingan

hidup yang sangat ketat di tengah-tengah kota Metro Politan yang kejamnya

melebihi kejamnya ibu tiri.

Akhirnya, skripsi ini saya persembahkan kepada: Bapak (almarhum)

dan Ibu (Abu Shaib & Suhayam), serta kakak-kakak saya yang selalu

memberikan dukungan, baik berupa moril ataupun materil (Moh Musleh &

Sua’dah, Hosni & Sudarti, Moh Sani & Su’ada, Samrawi & Maisura, Moh

Halim & Mariana, Mahrawi & Masuni, dan Moh Hosan & Wiwin

Wulandari).

Ya Allah, dengan segala kerendahan hati, kami mohon muliakanlah

mereka yang telah membantu saya selama masa study, berilah ketenangan hati

pada mereka, murahkan rizki dan panjangkan serta berkahkanlah usia

mereka, sediakanlah tempat untuk mereka di surga-Mu ya Rob.. Amin..

Page 8: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

IV

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin dalam skripsi ini menggunakan pedoman

transliterasi dalam buku Pedoman Akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2011-

2012.

Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

Ts Te dan es ث

j je ج

ḥ h dengan titik bawah ح

kh k dan h خ

d de د

dz De dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

ṣ es dengan titik bawah ص

ḍ de dengan titik bawah ض

Ṭ te dengan titik bawah ط

Page 9: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

V

ẓ zet dengan titik bawah ظ

Koma terbalik di atas hadap kanan „ ع

gh ge dan ha غ

f ef ف

q ki ق

k ka ك

l el ل

m em م

n en ن

w we و

h ha ه

apostrop ʹ ء

y ye ي

Vokal Panjang

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ā a dengan topi di atas آ

ī i dengan topi di atas إي

ū u dengan topi di atas أو

Page 10: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

VI

Vokal Rangkap

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

يأ ai a dan i

au a dan u أو

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan

dengan huruf ال dialihaksarakan menjadi huruf /|/, baik diikuti huruf

syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijāl bukan ar-rijāl.

Syaddah (Tasydȋd)

Syaddah atau tasydȋd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda ( ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan

huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu.

Tetapi itu tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu

terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah.

Misalnya, kata الضرورة tidak ditulis ad-darūrah tapi al- darūrah.

Ta Marbūṭah

Kata Arab Alih Bahasa Keterangan

Ṭarīqah طريقةTa marbūṭah pada kata yang

berdiri sendiri

-Al-jāmiʻah al الجامعة الإسلا مية

Islāmiyyah Diikuti oleh kata sifat

Waḥdat al-wujūd Diikuti oleh kata benda وحدة الوجود

Page 11: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

VII

ABSTRAK

Khairul Anam

Tafsir dan Takwil atas Ayat-ayat Mutasyābihāt dalam Pandangan Mufassir

Klasik dan Modern (Studi atas Tafsir Jāmiʻ al-Bayān ʻan Ta’wīli āy al-Qur’ān

dan Tafsir Maḥāsin al-Ta’wīl)

Persoalan tafsir dan takwil bukanlah hal baru dalam kajian ulum al-

Qur‟an. Ia telah ada sejak masa Nabi, tetapi pada saat itu jangkauannya masih

kecil, karena para mufassir pada saat itu jika menemukan ayat yang musykil

mereka langsung menanyakan kejelasan maknanya kepada Nabi. Oleh karena itu

penafsiran-penafsiran para sahabat, tābiʻīn , tābʻit tābiʻīn bahkan beberapa ulama

yang hidup setelah masa tābiʻīn masih menggunakan riwayat dari Nabi. Itulah

yang disebut tafsir bi al-ma’tsūr oleh ulama al-Qur‟an. Hal ini berbeda dengan

masa-masa berikutnya. Pada masa belakangan ini, tafsir mengalami

perkembangan yang pesat. Tafsir tidak lagi dipahami hanya sebatas pada

penjelasan-penjelasan yang dinukil dari riwayat, tetapi ia juga bersumber dari

penalaran, hingga selain dikenal dengan tafsir bi al-ma’tsūr juga dikenal dengan

tafsir bi al-ra’yi,yaitu tafsir yang didasarkan pada nalar manusia.

Selain tafsir, takwil juga telah banyak digunakan sebagai alat untuk

menguak makna-makna yang terkandung dalam al-Qur‟an. Tidak hanya pada

masa-masa akhir ini, tapi istilah takwil sudah sejak masa Nabi dikenal. Hanya

saja, penggunaan takwil terhadap al-Qur‟an secara berlebihan akhirnya

membuatnya kurang berkenan di hati sebagian ulama. Sehingga sebagian ulama

enggan menggunakan takwil dalam memahami al-Qur‟an, tapi sebagian yang lain

justru tidak bisa mengelak untuk menggunakannya. Dalam penelitian ini penulis

memilih dua kitab tafsir sebagai objek penelitian, yaitu; Tafsir Jāmiʻ al-Bayān ʻan

Ta’wīli āy al-Qur’an dan Tafsir Maḥāsin al-Ta’wīl, tentu saja penetapan dua kitab

tafsir ini tanpa alasan. Ada beberpa alasan kenapa penulis memilih dua kitab ini.

Diantaranya adalah karena dua kitab tafsir ini selalu menggunakan kata ta’wīl

pada setiap menjelaskan ayat, bahkan penamaan dua kitab tafsir ini menggunakan

kata ta’wīl.

Dalam penelitian ini, penulis memilih enam ayat al-Qur‟an untuk

dianalisis, dengan mengambil sebagian ayat-ayat muḥkam dan ayat-ayat

mutasyābih. Sebab penelitian ini bertujuan untuk membuktikan penggunaan

takwil dalam dua tafsir ini dalam menguraikan makna ayat-ayat al-Qur‟an, serta

penggunaan kata ta’wīl yang terdapat di dalamnya tidak selamanya dapat

dipahami bahwa ayat yang dijelaskan itu selamanya menggunakan penguraian

takwil, tapi juga menggunakan tafsir, yaitu dengan menguraikan/menjelaskan

makna-makna sesuai teks dan riwayat-riwayat.

Objek yang dikaji hanya difokuskan pada enam ayat. Yaitu dengan cara

memahami terlebih dahulu pemaparan al-Ṭabarī dan al-Qāsimī atas enam ayat

yang telah ditetapkan, setelah itu baru menganalisis paparannya dengan melihat

definisi tafsir dan takwil, apakah paparan yang mereka lakukan sesuai dengan

tafsir atau takwil. Maka dari apa yang telah penulis analisis dapat disimpulkan

bahwa penggunaan kata ta’wīl dalam dua tafsir ini tidak selamanya bermakna

takwil, dalam arti memalingkan suatu lafaẓ dari satu makna pada makna yang

lain, tetapi kata ta’wīl juga dapat bermakna tafsir, yaitu menguraikan makna ayat-

ayat al-Qur‟an sesuai makna ẓahir serta merujuk pada riwayat-riwayat.

Page 12: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

VIII

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan alḥamdulillāhi rabbi al-‘ālamīn sebagai bentuk rasa

syukur penulis kehadirat Allah swt, atas karunia Rahamat, Hidayah serta

Maunahnya, sehingga dalam waktu yang relatif singkat penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran, ketabahan dan ke

ikhlasan. Dalam proses penulisan skripsi ini tentu banyak hal yang menyebabkan

kegalauan dan kegundahan yang dialami oleh penulis. Hal ini karenakan banyak

fakotr, antara lain: Desakan dari keluarga agar mempercepat menyelesaikan

segala tugas yang menjadi syarat wisuda, penulis paham betul dengan maksud

mereka. Melihat sebagian teman-teman yang sudah selesai lebih awal juga

menjadi salah satu sebab kegelisahan penulis, sehingga penulis harus segera

menyelsaikan penulisan skripsi ini. Adik-adik junior yang hampir setiap ketemu

menanyakan “kapan wisuda bang”? ini juga menjadi alasan bagi penulis untuk

tetap semangat.

Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada reformis dunia yang telah

melakukan banyak perubahan selama ia di utus sebagai seorang Rasul di muka

bumi ini. Dari yang negatif ke yang positif, dari kegelapan pada cahaya, dari yang

tidak manusiawi pada yang manusiawi. Seorang Nabi yang menjadi suri tauladan

bagi umat manusia, sabdanya menjadi hukum dan akan terus dikaji sampai akhir

zaman nanti. Beliau adalah Nabi Muhammad SAW.

Berbagai hambatan selalu datang menghampiri penulis, dari awal hingga

akhir penulisan skripsi ini, baik internal maupun eksternal. Berbagai macam

kesulitan juga dapat penulis rasakan, hal ini mungkin dikarenakan minimnya

Page 13: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

IX

pengetahuan penulis tentang apa yang dibahas dalam skripsi ini. Namun penulis

akhirnya optimis setelah mendengar kalam hikmah dari salah seorang dosen Tasir

Hadits di Fakultas Usuluddin UIN Jakarta yang sekaligus menjadi dosen

pembimbing penulis dalam penulisan skripsi ini, dia adalah bapak Eva Nugraha,

MA. Beliau pernah berkata pada saya “Kalau kamu mentok dalam menulis, kamu

berdo‟a kepada Allah. Saya yakin Allah akan memberikan pentunjuk, karena

kamu sedang menulis firman/ilmu yang berkaitan dengan firman-Nya”.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas

dari dukungan dan bantuan banyak pihak. Oleh karenanya, dengan segala

ketulusan, kerendahan hati dan keikhlasan penulis menghaturkan banyak

terimakasih yang tak terhingga kepada:

Prof. Dr. Masri Mansoer, MA. Selaku dekan Fakultas Usuluddin dan

Filsafat, juga sebagai deosen Metode Penelitian pada semester VII.

Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA. Sebagai Ketua Jurusan Tafsir Hadits,

sekaligus dosen pada mata kuliah Tahfiẓ al-Qur‟an pada semester IV

dan Praktikum Penulisan Karya Ilmiyah pada semester VII.

Dra. Banun Binaningrum, M.Pd. Sebagai sekretaris jurusan tafsir hadits

yang selalu melayani mahasiswa termasuk penulis dalam urusan surat

menyurat. Juga sebagai dosen pengampuh mata kuliah Bahasa Inggris

pada semester I.

Eva Nugraha, MA. Sebagai dosen pembimbing sekaligus sebagai dosen

penganpu mata kuliah Tafsir Ijtima’i pada semester VI yang selalu

meluangkan waktu dan tempatnya untuk penulis, bahkan tidak cuma

itu. Penulis memulai penulisan skripsi ini hingga selesai di rumah

beliau. Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada

beliau serta keluarga, karena telah menerima penulis untuk tinggal di

rumahnya selama penulisan skripsi ini dengan segala fasilitasnya.

Jazahumullah khairan katsira.

Page 14: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

X

Dr. Ahzami Samiun Jazuli, MA. dan Drs. A. Rifqi Muchtar, MA.

sebagai penguji skripsi pada sidang Munaqasah yang diselenggarakan

pada hari senin, 16 November 2015 bertempat di ruang Munaqasah

lantai 7 Fakultas Ushuluddin.

Seluruh dosen di Fakultas Ushuluddin khususnya di jurusan Tafsir

Hadits yang pernah mendidik penulis selama masa studi.

Bapak (Almarhum) dan Ibu yang selalu mendo‟akan dengan segala

ketulusan hatinya, menasehati, memperhatikan kesehatan dan selalu

mengingatkan penulis pada shalat sebagai salah satu ajaran Islam. Juga

kepada semua kakak penulis (Moh: Musleh & Su‟adah, Hosni & Darti,

Sani & Su‟adah, Samrawi & Maisurah, Moh: Halim & Mariana,

Mahrawi & Masuni, dan Moh: Hosan & Wiwin Wulandari),

terimakasih atas segala perhatian dan pengertiannya serta dukungannya

baik berupa materil maupun moril. Kalian luar biasa. I Love You.

Sahabat-sahabat Tafsir Hadist seperjuangan yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu, terutama teman-teman TH kelas D. Kalian adalah

lawan dalam diskusi dan teman dalam berpikir. Kita telah berjuang

bersama, semoga kita masih bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang

yang lebih tinggi, dan suatu saat kita akan bertemu di forum resmi,

yaitu silaturrahmi alumni Tafsir Hadits Fakultas Usuluddin UIN

Jakarta, sebagaimana yang telah terlaksana beberapa bulan yang lalu,

yang dihadiri oleh tokoh-tokoh besar. Seperti Prof. Dr. Din

Syamsuddin, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA. dan lain sebagainya.

Amin..

Teman-teman IMABA (Ikatan Mahasiswa Bata-Bata) Jakarta yang

telah menemani selama masa study. Berjuang bersama, lapar bersama,

dan mengabdi bersama. aku akan merindukan canda tawa kalian, juga

kacoan kalian yang kadang-kadang meningkatkan semangat belajar

penulis. Suasana masak bersama hingga makan bareng akan menjadi

kenangan indah diantara kita, dan akan menjadi cerita yang menarik

pada anak cucu kita nanti. Baihakim yang selalu memberi semangat

agar saya segera menyelesaikan skripsi, Ubed yang setiap kali bertemu

Page 15: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

XI

selalu bertanya “kapan wisuda, bang”?, sebenarnya saya bosan dengan

pertanyaan itu. Hasin, Jakfar Sadik, Sem Ali, dan Sufyan yang selalu

menemani saya main kartu taktkala saya malas mengerjakan skripsi.

bang Salim, bang Izat, bnag Habib, bang Afif, dan bang Muttaqin,

selaku senior saya di IMABA Jakarta, terimakasih buat kalian semua.

Kepada mereka semua penulis tidak bisa membalas apa-apa kecuali

ungkapan terimakasih yang sedalam-dalamnya serta do‟a yang tulus kepada Allah

swt, agar semua kebaikannya dibalas dengan pahala yang setimpal, jazākumullāh

khairan katsīra, serta diberkati kehidupan yang penuh bahagia, baik di dunia

maupun di akhirat kelak. Semoga apa yang telah penulis lakukan, berupa

penelitian ini bermanfaat bagi diri sendiri serta masyarat umum. Amin.

Ciputat, 14 Oktober 2015

1 Muharram 1437

Khairul Anam

NIM: 1111034000119

Page 16: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

XII

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i

HALAMAN PERNYATAAN .............................................................. ii

HALAMAN MOTTO ........................................................................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................... .... iv

HALAMAN TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA ....................... v

ABSTRAK ............................................................................................ viii

KATA PENGANTAR ........................................................................... xi

DAFTAR ISI .......................................................................................... xiii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ................................................................... 9

C. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................. 11

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 11

E. Kajian Pustaka ........................................................................... 12

F. Metode Penelitian ..................................................................... 17

G. Sistematika Penulisan Skripsi ................................................... 18

BAB II. TINJAUAN TEORITIS TENTANG TAFSIR DAN TAKWIL

A. Pengertian Tafsir dan Takwil ...................................................... 23

1. Pengertian Tafsir .................................................................. 23

2. Pengertian Takwil ................................................................ 24

3. Perbedaan Tafsir dengan Takwil .......................................... 26

B. Perbedaan Muḥkam dan Mutasyābih ......................................... 30

C. Klasifikasi Ayat-Ayat Muḥkam dan Mutasyābih .................. ...... 33

1. Seluruh Ayat al-Qur‟an Muḥkam .......................................... 34

2. Seluruh ayat al-Qur‟an Mutasyābih ...................................... 34

Page 17: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

XIII

3. Sebagian Muḥkam dan sebagian Mutasyābih ....................... 35

D. Kontroversi Mufassir tentang Muḥkam dan Mutasyābih ........... 35

E. Syarat-Syarat Penafsiran dan Pentakwilan ................................. 38

1. Syarat-syarat Penafsiran ....................................................... 39

2. Syarat-syarat Pentakwilan .................................................... 40

BAB III. BIOGRAFI SINGKAT TENTANG AL-ṬABARĪ DAN AL-

QĀSIMĪ

A. Muhammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī ................................................... 42

1. Riwayat Hidup al-Ṭabarī ...................................................... 42

2. Karya-Karya Intelektual al-Ṭabarī ........................................ 45

3. Jāmiʻ al-Bayān dan Sistematika Penulisannya ..................... 46

B. Jamāluddīn al-Qāsimī ................................................................. 49

1. Riwayat Hidup al-Qāsimī ..................................................... 49

2. Karya-Karya Intelektual al-Qāsimi ...................................... 52

3. Maḥāsin al-Ta’wīl da Metode Penulisannya ........................ 52

BAB IV. PERBANDINGAN TAKWIL AL-ṬABARĪ DENGAN AL-QĀSIMĪ

A. Penerapan Ta’wīl Sebagai Tafsir ................................................ 57

1. Tiga Contoh Ayat Sampel ............................................... ...... 58

2. Pemilihan Lafaẓ-lafaẓ yang akan Dikomparasikan ................ 59

3. Perbandingan Uraian al-Ṭabarī dengan al-Qāsimī atas Lafaẓ-lafaẓ

Terpilih .................................................................................. 60

B. Penerapan Ta’wīl Sebagai Takwil ............................................... 68

1. Tiga Contoh Ayat Sampel ............................................... .... 69

Page 18: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

XIV

2. Pemilihan Lafaẓ-lafaẓ yang akan Dikomparasikan ............. 70

3. Perbandingan Uraian al-Ṭabarī dengan al-Qāsimī .......... .... 70

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... 81

B. Saran-Saran ............................................................................... 82

Daftar Pustaka

Page 19: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perselisihan di kalangan ulama tafsir terkait dengan masalah takwil1

bersumber dari adanya ayat suci al-Qur`an yang bermakna jelas atau pasti

(muḥkamāt) dan yang bermakna samar atau tidak pasti (mutasyābihāt).2 Kedua

jenis ayat itu disebutkan dalam al-Qur`an QS. Āli „Imrān [3]; 7:

ىو الذي أنزل عليك الكتاب منو آيات محكمات ىن أمح الكتاب وأخر ا الذين في ق لوبم زيغ ف يتبعون ما تشاب نة وابتغاء متشابات فأم و منو ابتغاء الفت

ن عند تأويلو وما ي علم تأويلو إلا اللو والراسخون في العلم ي قولون آمنا بو كل مر إلا أولوا الألباب رب نا وما يذك

“Dia-lah yang menurunkan al-Kitāb (al-Qur‟ān) kepada kamu.

diantara (isi) nya ada ayat-ayat yang muḥkamāt, Itulah pokok-pokok isi al-

Qur`an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyābihāt. Adapun orang-orang yang

dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti

sebahagian ayat-ayat yang mutasyābihāt daripadanya untuk menimbulkan

fitnah untuk mencari-cari takwilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui

takwilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya

berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyābihāt, semuanya

itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran

(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”. (QS. Āli „Imrān [3]:

7).

Pada ayat di atas terdapat dua klasifikasi ayat al-Qur`an, yakni ayat-ayat

muḥkamāt dan ayat-ayat mutasyābihāt. Ayat muḥkamāt dipahami oleh sebagian

1 Penulisan kata takwil (dengan menggunakan k) merujuk pada Kamus Besar Bahasa

Inidonesia, hal. 735. 2 Suʻūd bin „Abdillāh al-Fanyasān, Ikhtilāf al-Mufassirīn; Asbābuhū wa Atsāruhū (Dār

Isybīliyān: Markāz al-Dirāsyāt wa al-iʻlām, 1997 M), Cet. I, hal. 157.

Page 20: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

2

ulama sebagai ayat yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan

mudah,3 seperti perintah untuk berpuasa pada bulan Ramaḍan, melaksanakan ṣalat

lima waktu, kewajiban ibadah haji bagi yang mampu, dan lain sebagainya.

Sementara ayat mutasyābihāt dipahami sebagai ayat-ayat yang mengandung

beberapa pengertian dan tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali

setelah dikaji secara mendalam, atau ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah

swt, yang mengetahui, seperti ayat-ayat yang berkaitan dengan perkara ghaib.4

Dalam al-Qur`an, Allah swt, tidak menentukan mana ayat-ayat yang

tergolong mutasyābihāt dan mana pula yang tergolong muḥkamāt. Hal itulah yang

menyebabkan para ulama berbeda pendapat mengenai ruang lingkup batasan ayat-

ayat mutasyābihāt. Oleh karenanya, tidak jarang ditemukan ayat yang oleh

sebagian ulama dianggap muḥkamāt, akan tetapi oleh sebagian yang lain justru

dianggap mutasyābihāt.5

Dilihat dari sisi muḥkam dan mutasyābih-nya, al-Zarkasyī dalam kitabnya

al-Burhān fī „Ulūm al-Qur‟ān dengan mengutip pendapat al-Husīn bin

Muḥammad bin Ḥabīb al-Nīsābūrī, membagi ayat al-Qur`an pada tiga bagian.6

Pertama, seluruh ayat al-Qur`an adalah muḥkamāt (bermakna jelas dan pasti).

Kedua, ayat al-Qur`an seluruhnya mutasyābihāt (mengandung kemungkinan

makna lebih dari satu). Ketiga, sebagian dari ayat-ayat al-Qur`an ada yang

muḥkamāt dan sebagian yang lain adalah mutasyābihāt. Pendapat yang ketiga ini

3 Nuruddin „Atir, „Ulūm al-Qur‟ān al-Karīm (Maṭbaʻah al-Ṣabāh 1416 H/ 1997 M), Cet.

VII, hal. 122. 4 Mannā‟ al-Qaṭṭān, Pengantar Studi al-Qur`an, trj; Mifdhol Abdurrahman (Pustaka al-

Kautsar, 2012), Cet. VII, hal. 266. 5 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Miṣbah; Pesan, kesan, dan Keserasian al-Qur`an, Vol. 2

(Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. 19. 6 Badru al-Dīn Muḥammad bin ʻAbdillāh al-Zarkasyī, al-Burhān fī „Ulūm al-Qur‟ān

(Maktab Dār al-Turāts), hal. 68.

Page 21: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

3

adalah pendapat yang ṣaḥīh. Hal ini disinyalir dalam firman Allah swt, QS. Āli

„Imrān [3]: 7.

Ulama berbeda pendapat dalam memahami ayat-ayat muḥkamāt dan ayat-

ayat mutasyābihāt.7 Jābir bin „Abdullāh berpendapat bahwa ayat-ayat muḥkamāt

adalah ayat-ayat yang sudah diketahui takwilnya, dan dapat dipahami makna dan

tafsirnya. Sementara ayat-ayat mutasyābihāt adalah ayat-ayat yang tidak dapat

diketahui maknanya secara pasti. Penafsiran dan pentakwilannya hanyalah hak

prerogatif Allah swt. Abū ʻUstmān berpendapat bahwa ayat-ayat muḥkamāt

terdapat pada surah al-Fātiḥah, karena ṣalat tidak sah tanpanya. Sedangkan

Muḥammad bin Faḍl berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ayat-ayat

mutasyābihāt adalah surah al-Ikhlāṣ, karena ayat ini hanya menjelaskan

ketauhidan saja.8

Perbedaan pendapat terhadap pemaknaan ayat muḥkamāt dan

mutasyābihāt berimplikasi pada perbedaan metode yang digunakan untuk

memahaminya. Dalam memahami ayat-ayat muḥkamāt yang sudah jelas dan pasti

maknanya cukup menggunakan tafsir, sebagai sebuah metode untuk mengurai

makna dan memahami maksud dari ayat-ayat tertentu. Sementara dalam

memahami ayat-ayat mutasyābihāt yang mengandung banyak kemungkinan

makna tidak cukup dengan tafsir, tapi harus dengan menggunakan takwil.

Pada masa belakangan ini, tafsir mengalami perkembangan yang pesat.

Tafsir tidak lagi dipahami hanya sebatas pada penjelasan-penjelasan yang dinukil

dari riwayat (tafsir kontemporer tidak didominasi oleh riwayat), tetapi ia juga

7 Akan dijelaskan lebih rinci pada bab berikutnya. Yaitu pada bab II setelah pembahasan

tentang definisi tafsir dan takwil serta perbedaannya. 8 Al-Qurṭubī, Tafsir al-Qurṭubī, Jilid. IV, hal. 25-26.

Page 22: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

4

bersumber dari penalaran, hingga selain dikenal dengan tafsir bi al-ma‟tsūr juga

dikenal dengan tafsir bi al-ra‟yī.9

Munculnya tafsir yang didasarkan pada nalar manusia ini tidak terlepas

dari beberapa hal yang dapat mempengaruhi. Misalnya, pengaruh filsafat, realitas

obyektif ayat-ayat al-Qur`an yang pada umumnya memuat prinsip-prinsip global

serta keberadaan kata-kata bermakna ambigu,10

dan kebolehan menggunakan rasio

sebagaimana yang disebutkan dalam sumber-sumber normatif.

Upaya untuk memahami ayat-ayat al-Qur`an selain dengan tafsir juga

dapat dilakukan dengan cara takwil, yaitu pemahaman atas fakta-fakta tekstual

dari sumber-sumber suci (al-Qur`an dan al-Sunnah) sedemikian rupa sehingga

yang diperlihatkan bukanlah makna lahiriyah kata-kata pada teks suci itu, tapi

pada makna dalam (bāṭin) yang dikandungnya.11

Takwil sebenarnya sudah dikenal sejak masa sahabat Nabi Saw, karena

memang sejak dahulu kala istilah takwil sudah dikenal dalam bahasa Arab dan

digunakannya, tapi penerapannya terhadap ayat-ayat al-Qur`an secara berlebihan

menjadikan takwil kurang berkenan di hati dan pikiran sebagian ulama, terlebih

mereka yang hidup sebelum abad ke-3 H, atau kelompok yang berusaha

melakukan pemurnian agama dari segala yang baru.12

Kelompok ini dalam

memahami ayat-ayat mutasyābihāt, cenderung menyerahkan sepenuhnya kepada

9 Tafsir bi al-ma‟tsūr adalah menafsirkan al-Qur`an dengan al-Qur`an, hadits Nabi, dan

qaul sahabat, karena sahabat adalah orang yang hidup semasa dengan Nabi, mereka menyaksikan

turunnya wahyu dan mengetahui sebab-sebab turunnya ayat. Sementara tafsir bi al-ra‟yī adalah

tafsir yang bersumber dari nalar manusia dengan cara berijtihad dan dibangun atas dasar-dasar

yang benar (ṣahih) dan kaidah-kaidah yang benar. Lihat; Muhammad ʻAlī al-Ṣābūni, at-Tibyān fī

„Ulūm al-Qur‟ān (Beirut; Maktab al-Ghazali, 1981), Cet. II, hal. 63 dan 153. 10

Kata-kata ambigu yang bermakna ambigu diakui oleh para pakar ulama al-Qur`an

sendiri. Hal ini dapat ditandai dengan pengakuan keberadaan Lafaẓ mutarādif, yakni Lafaẓ-Lafaẓ

yang mempunyai beberapa kemungkinan arti. 11

Nur Kholis Madjid, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta:

Paramadina, 1995), hal. 11. 12

M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: Lentera Hati, 2013), Cet. II, hal. 221.

Page 23: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

5

Allah Swt, sambil berucap “Allāhu aʻlam bi murādihī” (Allah Maha Mengetahui

maksudnya), sebagaimana jawaban Imam Malik (93-179 H/710-796 M) ketika

ditanya tentang makna firman Allah swt, dalam QS. Ṭāha [20]: 5;

الرحن على العرش است وىBeliau menjawab bahwa pengertian kebahasaan kata demi kata penggalan

ayat itu cukup jelas, lalu beliau terdiam tidak menjelaskan apa maksudnya,

bahkan beliau berkata: “mempertanyakan hal ini adalah bidʻah”.13

Namun sikap

seperti ini menimbulkan ketidakpuasan di kalangan tertentu.

Bagi penulis, ketidakpuasan di kalangan sebagian ulama ini sangatlah

beralasan. Al-Qur`an diturunkan kepada manusia sebagai pedoman hidup

manusia, sementara sikap yang ditunjukkan oleh kelompok salaf di atas, tidak

sepenuhnya mendudukkan al-Qur`an pada fungsi hudan-nya secara proporsional.

Masalahnya banyak ayat-ayat yang dikategorikan mutasyābihāt berkenaan dengan

pengenalan Dzat Allah swt, dan sifat-sifat-Nya, tentang hal ghaib seperti malaikat

dan jin, yang nota bene merupakan bagian terpenting dari ajaran Islam. Boleh

jadi, ini yang menyebabkan ketidakpuasan sebagian ulama terhadap apa yang

telah dilakukan ulama salaf terhadap pemaknaan ayat-ayat mutasyābihāt,

sehingga dari hari ke hari pembahasan tentang metafora dalam teks-teks

keagamaan tumbuh dengan pesatnya.

Berbeda dengan masa awal, seiring dengan semakin menguatnya peran

rasio dalam menyingkap makna-makna kandungan al-Qur`an, takwil semakin

banyak dilakukan. Penggunaan takwil antara lain terlihat pada penjelasan ayat-

ayat al-Qur`an yang dilakukan oleh para theolog, khususnya kaum Muʻtazilah

13

Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, hal. 222.

Page 24: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

6

yang diidentifikasi sebagai kaum rasional. Meski demikian, takwil tetap saja

menjadi ajang kontroversi. Ignaz Goldziher, mensinyalir bahwa pertentangan

mengenai takwil ini demikian tajam sehingga memicu pertikaian hebat di

Baghdad pada tahun ke-3 H. Terlepas dari pertikaian, para kaum rasionalis yang

antara lain mengambil bentuk takwil, tidak boleh dinafikan. Apalagi dinamika

kehidupan yang tidak dapat dihentikan, melahirkan sejumlah problematika yang

tidak lagi terjelaskan melalui sabda Rasulullah dan aqwāl para sahabat.14

Atas dasar inilah, peran rasio semakin menguat, termasuk pelibatan

takwil dalam memahami ayat-ayat mutasyābihāt selain harus dipandang sebagai

sebagian dari kecenderungan positif, juga harus diterima sebagai bagian dari

kebutuhan. Lebih lagi, kaitannya dengan ayat-ayat tentang Dzat dan sifat Allah

swt.15

Hanya saja, pelibatan rasio demikian juga penggunaan takwil tidak

dengan cara liar, serampangan, dan sekehendak hati. Ia harus dibatasi oleh syarat-

syarat khusus yang terkait dengan materi ayat yang dapat ditafsirkan secara

rasio, prosedur penarikan makna serta kriteria pihak yang dibenarkan

menfasirkan al-Qur`an secara rasio.16

Takwil mengalami perkembangan dalam penggunaannya, ulama-ulama

setelah abad ke-3 H, tidak dapat mengelak dari penggunaan kata takwil. Tetapi

walaupun demikian kenyataannya, terdapat dua kubu ekstrem dalam pengggunaan

takwil.17

Pertama, sangat ketat. Kedua, sangat longgar. Yang pertama hampir

14

Quraish Shihab, Membumikan al-Qur`an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

Masyarakat, Jilid. II (Bandung : Mizan, 1995), hal. 91. 15

Dedi Junaedi, Konsep Takwil dan Penerapannya dalam Tafsir al-Miṣbah Karya M.

Quraish Shihab: Tesis, hal. 10-11. 16

Syāṭibi, al-Muwāfaqāt, Jilid. II (Beirut : Dār al-Maʻrifat. t.th), hal. 100. 17

Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, hal. 224.

Page 25: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

7

tidak mengggunakannya, walaupun mengakui adanya. Mereka enggan karena

beranggapan bahwa para pendahulu telah berhasil menjelaskan seluruh makna al-

Qur`an dan tidak lagi ada tempat untuk mengembangkannya.

Sedangkan kubu yang kedua menganggap bahwa ayat-ayat al-Qur`an

seluruhnya terbuka untuk ditakwil. Dalam pandangan mereka, setiap orang

berwenang melakukannya walaupun tidak sejalan dengan prinsip-prinsip dasar

kandungan al-Qur`an atau prinsip-prinsip dasar pentakwilan.

Berangkat dari kontroversi takwil sebagai metode memahami al-Qur`an

dan penerimaan masyarakat pada umumnya terhadap tafsir Jāmiʻ al-Bayān „an

Ta‟wīli āy al-Qur‟ān karya al-Ṭabarī (839-923 M) dan tafsir Maḥāsin al-Ta‟wīl

karya Jamāluddīn al-Qāsimī (1866-1914 M). Kedua tafsir ini menarik untuk

dibahas sebagai sebuah penelusuran dari kajian takwil, karena beberapa alasan.

Pertama, dari segi penamaan terhadap kitab tafsirnya. Al-Ṭabarī menamakan

tafsirnya dengan Jāmi‟ al-Bayān „an Ta‟wīli āy al-Qur‟ān, sementara al-Qāsimī

menamakan tafsirnya dengan Maḥāsin al-Ta‟wīl. Kedua, pola penafsiran yang

dilakukan oleh kedua mufassir. al-Ṭabarī setiap menafsirkan ayat al-Qur`an

mengatakan” “al-Qaulu fī ta‟wīli qaulihī Taʻālā, dan al-Qāsimī mengatakan hal

yang sama setiap menafsirkan ayat al-Qur`an yaitu, “al-Qaulu fī ta‟wīli qaulihī

Ta‟ālā. Padahal kedua mufassir ini berbeda zaman. al-Ṭabarī tergolong mufassir

klasik sementara al-Qāsimī termasuk mufassir modern.

Secara garis besar, sebagian ahli tafsir membagi periodisasi penafsiran

al-Qur`an ke dalam tiga fase. Yaitu: periode mutaqaddimin

(klasik) dari abad 1 hingga abad ke-4 Hijriah, periode mutaakhkhirin

(kontemporer) dari abad ke-4 hingga abad ke-12 Hijriah, dan periode modern dari

Page 26: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

8

abad 12 hingga sekarang. Dari penjelasan di atas muncul sebuah pertanyaan,

apakah yang dimaksud kata ta‟wīl dalam dua kitab tafsir ini adalah semuanya

bermakna takwil (dalam arti terminologi) atau bahkan mermakna tafsir (yaitu

menguraikan makna lafẓiyah saja)?

Dalam buku-buku Ulum al-Qur`an, seperti; Kaidah Tafsir karya M.

Quraish Shihab (1944), „Ulūm al-Qur‟ān karya Nuruddin „Atir, „Ulūm al-Qur‟ān

min Khilāli Muqaddimāt al-Tafāsir karya Syaikh Ibrāhīm Haqqī, Fī „Ulūm al-

Qur‟ān „Arḍun wa Naqdun wa Tahqīqun karya Aḥmad Ḥasan Farḥāt dan buku-

buku „Ulum al-Qur`an yang lainnya. Tafsir dibedakan dengan takwil, walaupun

ada juga yang menyamakan diantara keduanya.18

Tafsir berkaitan denga riwāyah,

sementara tawil berkaitan dengan dirāyah.19

Yaitu pengetahuan, nalar dan

analisis. Takwil adalah melahirkan makna ayat dari makna yang zhāhir ke makna

lain yang dimungkinkan, selama makna yang dipilih sejalan dengan al-Qur`an dan

Sunnah.

Sementara dalam dua tafsir ini (Jāmiʻ al-Bayān „an Ta‟wīli āy al-Qur‟ān

dan Maḥāsin al-Ta‟wīl) al-Ṭabarī dan al-Qāsimī selalu mengatakan al-qaulu fī

ta‟wīli qaulihī Taʻālā setiap menjelaskan ayat-ayat al-Qur`an dalam kitab

tafsirnya, hal ini menjadikan motivasi bagi penulis untuk mengkaji lebih dalam

tentang konsep takwil kedua mufassir ini sekaligus penerapannya. Apakah semua

kata ta‟wīl yang dimaksud dalam tafsirnya ini adalah takwil dalam arti

terminologi, sebagaimana yang dipahami oleh ulama-ulama „Ulūm al-Qur‟ān atau

kata ta‟wīl yang dimaksud adalah takwil dalam arti etimologi? Kesimpulan

18

Aḥmad Ḥasan Farḥāt, Fī „Ulūm al-Qur‟ān (Dār „Imār, 2001), Cet. I, hal. 210. 19

Khālid Fāiq al-„Ubaidi, al-Qur‟ān Manḥalu al-„Ulūm (Beirut, Dār al-Kutub al-

„Alamiyah 2007), Cet. I, hal. 322.

Page 27: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

9

sementara penulis adalah semua takwil pasti tafsir dan tidak semua tafsir adalah

takwil.

Atas dasar penjelasan di atas, penulis berkeyakinan bahwa persoalan

tafsir-takwil dalam pandangan al-Ṭabarī dan al-Qāsimī layak untuk disajikan,

karena penelitian tentang pemikiran kedua mufassir ini (khususnya tentang

takwil) belum ada yang melakukannya secara komparatif. dan penelitian ini akan

penulis tuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul; TAFSIR DAN TAKWIL

ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT DALAM PANDANGAN

MUFASSIR KLASIK DAN MODERN (Studi atas Tafsir Jāmiʻ al-Bayān „an

Ta‟wīli āy al-Qur‟ān dan Tafsir Maḥāsin al-Ta‟wīl).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan judul dan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan

di atas, dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

a. Tafsir dan takwil. Dalam buku-buku „Ulūm al-Qur‟ān. tafsir berkaitan

dengan Lafaẓ/kosa kata, sedangkan takwil berkaitan dengan susunan

kata/kalimat. Dalam tafsir Jāmiʻ al-Bayān „an Ta‟wīli āy al-Qur‟ān dan

Maḥāsin al-Ta‟wīl, al-Ṭabarī dan al-Qāsimī setiap kali menafsirkan ayat

al-Qur`an selalu menggunakan kata ta‟wīl. Apakah kata ta‟wīl yang

dimaksud dalam dua tafsir itu adalah takwil sebagaimana didefinisikan

oleh kebanyakan ulama, yaitu berkaitan dengan dirāyah dan digunakan

untuk menjelaskan ayat-ayat yang mengandung kemungkinan banyak

makna (ayat-ayat mutasyābihāt)? Apa yang maksud dari kata ta‟wīl oleh

al-Ṭabarī dan al-Qāsimī dalam tafsirnya?

Page 28: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

10

b. Muḥkamāt dan mutasyābihāt. Dalam al-Qur`an terdapat dua ketegori ayat,

yaitu muḥkamāt dan mutasyābihāt, tapi al-Qur`an tidak menjelaskan

batasan-batasan kedua kategori ayat tersebut, ayat yang masa saja yang

termasuk ayat muḥkamāt dan ayat mana saja yang termasuk mutasyābihāt.

Ini sama sekali tidak dijelaskan dalam al-Qur`an. mufassir berbeda

pendapat dalam memahami muḥkamāt dan mutasyābihāt sebagaimana

telah penulis singgung pada latar belakang di atas. Secara garis besar ayat-

ayat muḥkamāt berkaitan dengan perintah dan kewajiban sedangkan ayat-

ayat mutasyābihāt berkaitan dengan sifat-sifat Allah swt, dan alam ghaib.

Bagaimana al-Ṭabarī dan al-Qāsimī memahami ayat-ayat muḥkamāt dan

mutasyābihāt? Apa kategori ayat-ayat muḥkamāt dan ayat-ayat

mutasyābihāt?

c. Al-Ṭabarī dan al-Qāsimī. Kedua mufassir ini mempunyai beberapa

kesamaan dalam karya tafsirnya padahal keduanya hidup di zaman yang

berbeda. Al-Ṭabarī hidup pada tahun 223-311 H atau 839-923 M.20

Sementara al-Qāsimī hidup pada tahun 1283-1331 H/1866-1914 M.21

Pada umumnya ulama abad ke-3 Hijriyah menolak penggunaan takwil

sebagai salah satu metode untuk memahami al-Qur`an. Dan sekalipun pada

masa itu istilah takwil sudah ada, tapi mereka enggan untuk

menggunakannya. Tapi ulama setelah abad ke-3 H tidak dapat mengelak

dari menggunakan takwil sebagai alat bantu untuk menjelaskan ayat-ayat

yang membutuhkan penjelasan lebih jelas dan luas. Apa yang melatar

20

Muhammed Arkoun, Rethingking Islam; Common Questions, Uncommon Answers,

terj. Yudian W. Asmin Laṭiful Khuluq (Yogyakarta: Pusaka Pelajar, 1996), hal. 65. 21

Saiful Anwar Ghofur, Profil Para Mufassir al-Qur`an (Yogyakarta: Pustaka Insan

Madani, 2008), hal. 158.

Page 29: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

11

belakangi kedua mufassir ini sehingga menamakan kitab tafsirnya dengan

takwil? Apa yang dimaksud kata ta‟wīl dalam dua kitab tafsir ini (Jāmiʻ

al-Bayān „an ta‟wīli āy al-Qur‟ān dan Maḥāsin al-Ta‟wīl)? Apakah ada

kesamaan antara al-Ṭabarī dan al-Qāsimī dalam merumuskan kata

ta‟wīl, padahal keduanya berbeda zaman? Apakah ada keterpengaruhan al-

Qāsimī terhadap al-Ṭabarī dalam menamakan tafsirnya dan menggunakan

istilah al-qaulu fī ta‟wīli qaulihī Taʻālā dalam setiap menafsirkan ayat al-

Qur`an?

C. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, penulis hanya mengambil poin A dan B

yaitu, tafsir dan takwil dalam pandangan al-Ṭabarī dan al-Qāsimī serta pemaknaan

keduanya terhadap ayat-ayat muḥkamāt dan ayat-ayat mutasyābihāt dalam tafsir

Jāmiʻ al-Bayān „an ta‟wīli āy al-Qur‟ān dan tafsir Maḥāsin al-Ta‟wīl. Oleh

karena banyaknya ayat-ayat muḥkamāt dan mutasyābihāt dalam al-Qur`an, maka

penulis hanya membatasi pada ayat-ayat berikut: QS. al-Baqarah [2]: 21, QS. al-

Furqān [25]: 33, dan QS. al-Ḥujurāt [49]: 13 untuk membuktikan bahwa kata

ta‟wīl bermakna tafsir, dan QS. al-Baqarah [2]: 115, QS. Āli „Imrān [3]: 7, dan

QS. al-Fath [48]: 10, sebagai contoh penerapam kata ta‟wīl sebagai takwil.

Pemilihan enam ayat ini dilakukan secara acak, yaitu dengan memilih tiga ayat

tersebut setelah mengumpulkan ayat-ayat muḥkam dan ayat-ayat mutasyābih.

2. Rumusan Masalah

Dengan berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka

penulis dapat menetapkan satu poin yang akan menjadi inti dari pembahasa

Page 30: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

12

skripsi ini. Yaitu: Bagaimana al-Ṭabarī dan al-Qāsimī memaknai kata ta‟wīl

sebagai tafsir dan kata ta‟wīl sebagai takwil pada ayat-ayat muḥkam dan

mutasyābihāt dalam tafsir Jāmiʻ al-Bayān ʻan Ta‟wīli āy al-Qur‟ān dan tafsir

Maḥāsin al-Ta‟wīl?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka jelaslah,

bahwa penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui lebih dalam tentang konsep takwil menurut al-Ṭabarī dan al-

Qāsimī.

b. Mengetahui persamaan dan perbedaan antara takwil al-Ṭabarī dan al-

Qāsimī dalam menafsirkan al-Qur`an.

2. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui makna lafaẓ ta‟wīl sebagai tafsir dan pengguaan kata

ta‟wīl sebagai takwil dalam dua tafsir tersebut, dalam tafsir Jāmiʻ al-

Bayān ʻan Ta‟wīli āy al-Qur‟ān dan Maḥāsin al-Ta‟wīl.

b. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan penggunaan kata ta‟wīl

dalam dua tafsir tersebut.

c. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi jawaban dari berbagai kegelisahan

akademisi dalam memahami takwil sebagai sebuah metode yang

mengundang kontroversi di kalangan ulama salaf bahkan sampai saat ini.

Penelitian ini juga menjadi kontribusi penulis yang bernilai ilmiah dalam

kajian „Ulūm al-Qur‟ān.

Page 31: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

13

E. Kajian Pustaka

Untuk menghindari terjadinya pengulangan (plagiasi) dalam penelitian,

maka penulis melakukan kajian pustaka sebelumnya, dengan mencari karya-karya

ilmiah yang membahas judul skripsi ini. Dalam tinjauan ini, penulis tidak

menemukan satupun judul yang sama dengan judul skripsi ini. hanya menemukan

beberapa karya ilmiah yang berkaitan dengan judul penelitian ini. Dapat penulis

kategorikan menjadi tiga:

Pertama, adalah karya-karya ilmiah yang berkaitan dengan takwil.

Antara lain sebagai berikut: (1) Ahmad Sudirman Abbas,22

dalam kesimpulannya

(sebagai jawaban dari masalah yang telah ditetapkan) Sudirman menjelaskan

tentang makna takwil, yaitu bahwa pemalingan suatu lafaẓ dari makna ẓahir

kemakna hakikat/baṭīn bukanlah sebuah peyelewengan. Indikasi Lafaẓ hakiki

bersifat independen dan tidak memerlukan indikator. Lafaẓ majaz dipersipsikan

sebagai Lafaẓ pinjaman yang ditempatkan pada konteks asalnya dan berfungsi

sebagai alternatif dalam menjelaskan makna yang terkandung pada suatu Lafaẓ

selain makna asalnya. Takwil dipersepsikan dengan pemalingan Lafaẓ dari makna

ẓahirnya kemakna lain yang masih merupakan cakupan makna ẓahir tersebut

dengan didukung dalil.

(2) Cholidi,23

disertasi ini secara spesifik menjelaskan tentang peranan

takwil dalam berijtihad dalam kaitannya dengan ilmu Uṣūl Fiqh. Takwil sebagai

sebuah metode dalam menetapkan sebuah hukum yang erat sekali kaitannya

22

Disertasi dengan judul: Hakikat, Majaz dan Takwil dalam Naṣ serta Implikasinya, 1422

H/2001 M. 23

Disertasi dengan judul: Takwil dan Penerapannya dalam Penetapan Hukum Islam

Menurut Abu Bakar al-Sarakhsi (Sebagaimana Terkandung dalam Bukunya Uṣūl al-Sarakhsi) dan

Relevansinya dengan Ijtihad Masa Kini, 1998.

Page 32: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

14

dengan fiqh. (3) Ahmad Saiful Anam,24

dalam tesisnya, Anam menjelaskan

bahwa takwil adalah salah satu cara/metode dalam melakukan ijtihad dalam

penetapan hukum Islam. Sebab, takwil merupakan upaya dalam memahami

teks hukum dengan cara memalingkan makna lahiriah suatu Lafaẓ ke makna lain

yang bersangkutan dengan didukung oleh dalil. Pendekatan takwil dilakukan

dengan cara berbeda oleh sebagian ulama. Dalam istilah tesis ini, ada yang

menggunakan takwil dekat dan ada yang menggunakan takwil jauh. Perbedaan ini

kemudian melahirkan produk yang berbeda. Jadi hukum yang dihasilkan juga

berbeda. Perbedaan hukum itu juga terlihat pada ulama yang menggunakan

takwil dalam berijtihad dan ulama yang menolak menggunakannya.

(4) Dedi Junaedi, 25

Tesis ini fokus membahas pandangan Quraish Shihab

terkait persoalan takwil sebagai sebuah metode dalam memahami al-Qur`an.

Sebagai mufassir modern, Quraish Shihab menggunakan takwil dalam

menjelaskan berbagai ayat, sekiranya ayat tersebut tidak bisa dijelaskan dengan

tafsir. Misalnya, tentang ayat-ayat mutasyābihāt dalam al-Qur`an. (5) Mu‟min

Rauf,26

dalam tesisnya ini Rauf memfokuskan penbahasannya pada konsep takwil

Musṭafā al-Marāghī (salah seorang mufassir) terhadap ayat-ayat mutasyābihāt.

dengan menguraikan ayat-ayat mutasyābihāt dan menjelaskan cara pandang al-

Marāghī terhadap ayat-ayat mutasyābihāt. Seperti ayat-ayat yang berkenaan

dengan sifat Allah, alam ghaib, jin, dan malaikat. Bahwa yang terkait dengan

24

Tesis dengan judul: Metode Pendekatan Kebahasaan dalam Ber-Ijtihad” (Studi

Tentang Takwil dan Permasalahannya, 1995. 25

Tesis dengan judul: Konsep Takwil dan Penerapannya dalam Tafsir al-Miṣbāh karya

M. Quraish Shihab, 1434 H / 2013 M. 26

Tesis dengan judul: Pendekatan Takwil al-Marāghī terhadap ayat-ayat Mutasyābihāt,

2007 M.

Page 33: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

15

ayat-ayat yang mengandung makna ambigu, harus ditakwil agar dapat dipahami

maknanya.

(6) Anton Jaya,27

Skripsi yang ditulis oleh anton ini membahas tentang

takwil dalam pandangan Ibnu Rusyd. Sehingga dalam uraiannya ia hanya

membahas pemikiran Ibnu Rusyd terkait takwil. Bahwa takwil adalah

mengeluarkan petunjuk teks dari makna yang riil kemakna yang metaforis,

membatalkan pengetahuan teks secara lahiriyah dan mengalihkan pemahaman

pada makna subtansi dari suatu teks tersebut. (7) Rifaʻi Zarkasyi,28

dalam skripsi

ini, Zarkasyi hanya menguraikan tentang makna ayat-ayat mutasyābihāt yang

terdapat dalam al-Qur`an terjemahan KEMENAG RI.

Kedua, karya atau penelitian yang berkaitan dengan al-Ṭabarī, antara lain:

(1) Dedi Permana Irawan,29

dalam skirpsi ini Dedi hanya membahas tentang

penafsiran al-Ṭabarī khusus terhadap surah al-Aḥzāb ayat 33. Yaitu tentang peran

seorang perempuan dalam rumah tangga. (2) Siti Mabruroh,30

pokok pembahasan

Skripsi ini adalah mengkaji pemikiran/penafsiran al-Ṭabarī terhadap ayat-ayat

yang berkaitan dengan kata hijrah dalam al-Qur`an. Al-Ṭabarī memberikan atensi

cukup besar dari aspek kebahasaan dalam menafsirkan kata hijrah. Menurutnya

hijrah mempunyai cakupan makna yang sangat luas, tidak hanya bermakna

meninggalkan kondisi tertentu karena Allah Swt. Tapi lebih dari itu. Jadi

pembahasan skripsi ini sama sekali tidak mengarah dengan tema yang penulis

27

Skripsi dengan judul: Metode Takwil Ibnu Rusyd; Telaah atas Kitab Faṣl al-Maqāl

fīmā baina al-Ḥikmah wa al-Syarīʻah min al-Ittiṣāl, 2015. 28 Skripsi dengan judul: Pemaknaan Ayat-ayat Mutasyābihāt (Analisis Terhadap

Terjemahan al-Qur`an DEPAG RI, 2008. 29

Skripsi dengan judul: Eksistensi Ahl al-Bait dalam Kitab Tafsir Jāmiʻ Bayān „an

Ta‟wīli āy al-Qur‟ān, karya Imam Ibn Jarīr al-Ṭabarī (Studi Kritis atas Surah al-Aḥzāb ayat 33),

2001. 30

Skripsi dengan judul: Hijrah Menurut al-Ṭabarī dalam Kitab Tafsir Jāmiʻ al-Bayān „an

Ta‟wīli āy al-Qur‟ān, 2003.

Page 34: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

16

tetapkan, yakni, spesifikasi skripsi ini tidak sama dengan spesifikasi penelitian

yang penulis lakukan.

(3) Muzdalifah Muhammadun,31

(4) Wisnu Saputra,32

dalam skripsi ini

Wisnu menekankan pembahasannya pada makna kata al-Dīn al-Khāliṣ dalam

Tafsir Jāmiʻ al-Bayān „an Ta‟wīli āy al-Qur‟ān. Sama sekali tidak bersinggungan

dengan pemaknaan kata ta‟wīl yang digunakan al-Ṭabaī dalam setiap menjelaskan

suatu ayat al-Qur`an. (5) Hidayatullah,33

dalam skripsi ini, sebagaimana penulis

pahami bahwa Hidayat hanya menguraikan pendapat al-Ṭabarī tentang ayat-ayat

yang mengandung do‟a dalam al-Qur`an, dan sama sekali tidak menyingggung

tentang konsep takwil al-Ṭabarī.

Ketiga, karya atau penelitian yang berkaitan dengan Jamaluddin al-Qāsimī,

antara lain: (1) Nasrullah,34

dalam skripsi ini, Nasrullah membahas corak dan

metode al-Qāsimī dalam menafsirkan al-Qur‟ān. Sebagai sebuah kitab tafsir yang

besar, Tafsir al-Qāsimī dapat dikategorikan tafsir yang menggunakan metode

taḥlīlī. Hal ini dapat dilihat cara menafsirkan ayat. Ia menguraikan banyak hal.

mulai dari kosa kata, makna kalimat, Munāsabah ayat, Asbāb al-Nuzūl, riwayat-

riwayat yang berasal dari Nabi, Ṣahabat, Tabi‟in dan ulama-ulama lainnya.

sehingga tidak ada kesamaan pembahasan dengan fokus penelitian yang penulis

lakukan ini. (2) Aat Hidayat,35

dalam artikel ini, Aat membahas hal-hal yang

berkaitan dengan tafsir Maḥāsin at-Ta‟wīl mulai dari sejarah penulisan tafsir

31

Jurnal dengan judul: Jāmiʻ al-Bayān „an Ta‟wīli āy al-Qur‟ān: analisis alur

penafsiran Ibn Jarīr al-Ṭabarī, 2003. 32

Skripsi dengan judul: al-Dīn al-Khāliṣ dalam al-Qur`an; Telaah atas Kitab Tafsir Jāmiʻ

al-Bayān „an Ta‟wīli āy al-Qur‟ān Karya al-Ṭabarī, 2014. 33

Skripsi dengan judul: Ayat-ayat Do‟a dalam al-Qur‟ān (Ṣīghah-Ṣīghah Do‟a dalam al-

Qur`an Perspektif al-Ṭabarī), 1430 H/2009 M. 34

Skripsi dengan judul: Metode dan Corak Penafsiran al-Qāsimī dalam Tafsir Maḥāsin

al-Ta‟wīl, 2013. 35

Artikel dengan judul: Kitab Maḥāsin al-Ta‟wīl Karya al-Qāsimī, 2014.

Page 35: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

17

Maḥāsin at-Ta‟wīl, sumber penafsiran, corak dan karasteristik penafsiran,

sistematika penafsiran, dan metode penafsiran. Ia sama sekali tidak

bersinggungan dengan maksud penggunaan kata ta‟wīl dalam tafsir Maḥāsin al-

Ta‟wīl.

Dengan meninjau beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya

dan atau karya ilmiah sebagaimana disebutkan di atas yang terkait dengan judul

yang telah dipilih oleh penulis. Namun penulis tidak menemukan hasil

penelitian/skripsi/karya ilmiah dengan tema yang sama, dalam artian penelitian

yang penulis lakukan ini belum ada yang meneliti.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan penelitian

kepustakaan (Library research) dengan pendekatan content analisis, terhadap

pandangan al-Ṭabarī dan al-Qāsimī tentang kata tak‟wīl dalam tafsirnya. Dalam

operasinya penelitian ini lebih ditekankan pada penelaahan dan pengkajian

terhadap penafsiran al-Ṭabarī dan al-Qāsimī dalam karya tafsirnya, serta literatur-

literatur yang ada hubungannya dengan penelitian ini.

2. Sumber Data

Sesuai dengan objek penelitian ini, maka teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah penelaahan dan pengkajian terhadap bahan-bahan pustaka (book

survey). Untuk keperluan tersebut digunakan sumber data primer maupun

sekunder:

a. Sumber primer yaitu, buku-buku yang berhubungan langsung dengan

masalah yang diteliti yaitu: Tafsir Jāmiʻ al-Bayān „an Ta‟wīli āy al-

Page 36: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

18

Qur‟ān karya al-Ṭabarī dan Maḥāsin al-Ta‟wīl karya Muhammad

Jamāluddīn al-Qāsimī.

b. Sumber sekunder yaitu, sumber yang berfungsi sebagai pembantu,

pelengkap dan penyeimbangan data dalam rangka pemecahan masalah.

Atau buku-buku yang berkaitan langsung atau tidak langsung terhadap

tema yang akan dikaji. Diantara sumber itu adalah Qaidah Tafsir Karya

Quraish Shihab, al-Burhān fī „Ulūm al-Qur‟ān Karya Badruddin

Muhammad al-Zarkasyī, Tafsīr al-Qur‟ān al-ʻAẓīm karya Ibn Katsīr, dan

lain sebagainya.

3. Metode Pengolahan Data

Penelitian ini berusaha mengkaji pemikiran tokoh terkait penafsiran atau

pemahamannya terhadap takwil dalam studi al-Qur`an. Oleh karenanya perlu

adanya langkah metodologis dalam mengumpulkan dan mengolah data agar

tujuan dari penelitian ini dapat tercapai secara optimal. Adapun langkah-

langkahnya sebagai berikut:

a. Mengumpulkan ayat-ayat muḥkamāt dan mutasyābihāt serta memilih

enam ayat dari seluruh ayat-ayat muḥkam dan mutasyābih tersebut..

b. Menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan tafsir dan takwil dan

penerapannya dalam tafsir Jāmiʻ al-Bayān „an Ta‟wīli āy al-Qur‟ān karya

al-Ṭabarī dan Maḥāsin at-Ta‟wīl karya Jamāluddin al-Qāsimī.

c. Data-data yang telah dipelajari selanjutnya dianalisa, penganalisaan

berangkat dari fakta-fakta yang terdapat dalam sumber primer.

Page 37: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

19

4. Analisis Data

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diproleh dari hasil pengumpulan ayat-ayat muḥkam dan mutasyābih,

selanjutnya data-data yang telah dipelajari, kemudian dianalisa, penganalisaan

berangkat dari fakta-fakta sumber primer.

G. Sistematika Penulisan

Agar pembahasan dalam penelitian ini dapat tersusun secara sistematis,

maka penulis melakukan pemetaan dalam bentuk urutan pembahasan menjadi

lima bab, dan setiap bab menitikberatkan pada pembahasan-pembahasan yang

berkesinambungan. Adapun pembagian bab tersebut sebagai berikut:

Bab pertama, berupa pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub-bab

yaitu: latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab pertama ini ditujukan untuk memberikan gambaran dari keseluruhan

permasalahan yang akan dibahas secara rinci dan detil pada bab-bab berikutnya.

Bab kedua, tinjauan teoritis tentang tafsir dan takwil, berupa pengertian

tafsir dan takwil, dan perbedaannya, pengertian muḥkamāt dan mutasyābihāt,

serta perbedaannya, dan syarat-syarat penafsiran serta pentakwilan. Pembahasan

ini sengaja penulis letakkan di bab kedua agar pembaca dapat memahami dan

mengenal terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan tafsir dan takwil, ayat-ayat

mutasyābihāt dan ayat-ayat muḥkamāt.

Bab ke tiga, menjelaskan biografi, karya-karya dua mufassir yang dibahas

(al-Ṭabarī dan al-Qāsimī), dan mengenal tentang tafsirnya yaitu, Jāmiʻ al-Bayān

„an Ta‟wīli āy al-Qur‟ān dan Maḥāsin al-Ta‟wīl. Hal ini dimaksudkan untuk lebih

Page 38: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

20

mengenal sosok tokoh yang akan dikaji dan diteliti pemikirannya tentang tafsir-

takwil dan penerapannya dalam penafsiran al-Qur‟ān.

Bab ke empat, menjelaskan perbandingan pemahaman takwil al-Ṭabarī

dengan pemahaman takwil al-Qāsimī dalam tafsirnya (Jāmiʻ al-Bayān „an Ta‟wīli

āy al-Qur‟ān dan Maḥāsin al-Ta‟wīl), dalam memahami ayat-ayat muḥkamāt dan

mutasyābihāt. Pembahasan ini diletakkan pada bab IV agar pembaca dapat

membandingkan kedua pandagan mufassir (al-Ṭabarī dan al-Qāsimī).

Bab kelima, berisi kesimpulan dari penelitian ini, yaitu berupa jawaban

dari rumusan masalah yang telah penulis tetapkan di atas, serta saran untuk

pembaca hasil penelitian atau skripsi ini agar dikemudian hari penelitian yang

berkenaan dengan tema dan mufassir ini bisa dilanjutkan dengan kualitas yang

lebih tinggi. Upaya penulis dalam menyusun skripsi ini telah dilakukan dengan

penuh kehati-hatian, dan penulis tidak lupa mengharapkan kritik konstruktif dari

para pembaca skripsi ini,

Page 39: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

21

BAB II

TINJAUAN TEORITIS TENTANG TAFSIR DAN TAKWIL

Mempelajari tafsir adalah sebuah kebutuhan bagi umat Islam agar dapat

memahami makna-makna al-Qur`an, hukum-hukumnya, hikmah-hikmahnya,

akhlaknya dan petunjuk-petunjuk untuk memperoleh kebahagiaan di dunia

maupun di akhirat. Tanpa memahami tafsir dan kaidah-kaidah yang berkaitan

dengannya tentulah tidak dapat memahami al-Qur`an dengan baik dan benar, dan

sekalipun ada yang mengaku bahwa dirinya mampu memahami al-Qur`an tanpa

kaidah-kaidah tafsir sebagaimana yang telah dirumuskan oleh para ulama,

sungguh itu adalah kedustaan yang sangat besar. Dengan tafsir juga dapat

mengurangi/memanimalisir kesalahan dalam memahami al-Qur`an.

Persoalan tafsir dan takwil bukanlah hal baru dalam kajian al-Qur`an.

Sampai sekarang masih menjadi perdebatan di kalangan para mufassir. Ada yang

mempersamakan antara tafsir dengan takwil ada pula yang membedakanya.1 Hal

ini karena baik kata tafsīr maupun kata ta‟wīl keduanya tedapat dalam al-Qur`an

dan Hadits atau atsār ṣahabat. Kata tafsīr dalam al-Qur`an hanya disebut satu

kali,2 yaitu terdapat dalam surah al-Furqān [25] : 33:

ناك بالق وأحسن ت فسناولا يأتونك بثل إلا جئ

1 Aḥmad Ḥasan Farḥāt, Fī „Ulūm al-Qur‟ān, ʻArḍun wa Naqdun wa Taḥqīqun (Dār

„Imār, 2001), Cet. I, hal. 200. 2 „Adnān Muḥammad Zarzūr, Madkhal Ilā al-Qur‟ān wa al-Ḥadīts (Al-Maktab al-

Islāmī), hal. 216.

Page 40: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

22

“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa)

sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang

benar dan yang paling baik penjelasannya”.3

Selain disebut dalam al-Qur`an, kata tafsīr juga disebut dalam Hadits Nabi

yang diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzī:4

روي عن ب عض أىل العلم من أصحاب النب صلى اللو عليو وسلم وغنىم أن هم دوا في ىذا في أن ر شد ا الذي روي عن ماىد وق تادة ي فس القرآن بغن علم وأم

روا القرآن ف ليس الظنح بم أن هم قالوا في القرآن أو وغنها من أىل العلم أن هم فسروه بغن علم أو من قبل أن فسهم )رواه الترمذي(.فس

“Telah diriwayatkan dari sebagian ulama dari para sahabat Nabi

saw, dan yang lainnya, bahwa mereka memperketat dalam masalah ini,

yaitu tentang menafsirkan al-Qur`an tanpa Ilmu, adapun yang

diriwayatkan dari Mujāhid, Qatādah dan lainnya dari para ulama, bahwa

mereka menafsirkan al-Qur`an bukan karena perasangka yang ada pada

mereka, kemudian mereka mengatakan tentang al-Qur`an atau

menafsirkannya tanpa dasar ilmu atau dari diri mereka." (HR. Tirmidzi).

Adapun kata ta‟wīl disbeut 16 kali dalam al-Qur`an, terdapat dalam 7

surah dan 15 ayat,5

Ayat-ayat lain yang di dalamnya mengandung kata ta‟wīl adalah: QS. Āli

„Imrān [3] : 7, QS. Al-Aʻrāf [7] : 53, QS. Yūnus [10] : 39, Yūsuf [12] : 6, 21, 36,

37, 44, 45, 100, dan 101, QS. Al-Isrā‟ [17] : 35, QS. Al-Kahfi [18] : 78 dan 82.

Dalam Hadits Nabi juga di temukan kata ta‟wīl, seperti dalam sabda Nabi saw,

sebagai berikut:

3 Maksudnya: Setiap kali mereka datang kepada Nabi Muhammad saw, membawa suatu

hal yang aneh berupa usul dan kecaman, Allah menolaknya dengan suatu yang benar dan nyata. 4 Lidwa Pusaka i-Software - Kitab 9 Imam Hadist. Nomor Hadits 2876.

5 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), Cet. I, hal.

307.

Page 41: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

23

(حدويل )رواه اأ اللهم فقهو فى الدين وعلمو الت“Ya Allah, berilah pemahaman (mendalam) kepada Ibn „Abbās

dalam memahami Agama, dan ajarilah dia tentang ta‟wīl.” (HR. Imām

Aḥmad).

Dari penjelasan ini jelaslah bahwa kata tafsīr dan ta‟wīl sama-sama

disebutkan dalam al-Qur`an, tetapi pemahaman terhadapnya bukanlah hal yang

tabu. Para ulama sudah melakukan penelusuran mendalam untuk mengetahui

makna kata tafsīr dan ta‟wīl. Sebagian ulama mengatakan bahwa tafsir dan takwil

adalah satu makna (sama) sebagian yang lain mengatakan berbeda. Mengenai

pesamaan dan perbedaan antara tafsir dan takwil terdapat banyak pendapat.

Sebelum menjelaskan persamaan dan perbedaan tafsir dan takwil terlebih dahulu

penulis paparkan tentang makna dari keduanya, baik secara etimologi atau

terminologi.

A. Pengertian Tafsir dan Takwil

1. Pengertian Tafsir

Tafsir dilihat dari lughah (bahasa) mengikuti wazan tafʻīl dari akar kata al-

fasru yang maknanya adalah menjelaskan (al-ibānah), mengupas makna (al-

Kasyfu), dan menjelaskan makna kalimat yang masuk akal. Menurut sebagian

ulama, kata al-fasru dan al-safru mempunyai kedekatan makna sebagaimana

Lafaẓnya yang mirip, kedua kata tersebut mempunyai makna yang mirip bahkan

sama, yaitu menjelaskan.6 Jadi tafsir adalah membuka/menjelaskan maksud dari

suatu Lafaẓ yang musykīl. Hal ini diungkapkan dalam firman Allah swt. QS. Al-

Furqān [25] : 33.

6 Mannāʻ Khalīl al-Qaṭṭān, Mabāḥis fī ʻUlūm al-Qur‟ān (Mansyūrāt al-„Aṣr al-Ḥadīst,

1973), hal. 323.

Page 42: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

24

Sedangkan secara terminologi terdapat banyak ragam definisi tafsir. Dari

hasil pelacakan penulis ditemukan beberapa ragam definisi yang disebutkan oleh

para ulama. Bila hal ini dirunut secara kronologis maka definisi ulama tersebut

sebagai berikut: al-Baghawī (436-516 H),7 Abū Ḥayyān (654-745 H),

8 Al-Khāzin

(678-741 H),9 dan Ibn Jizzī (693-741 H).

10 Dari berbagai ragam definisi tersebut

terdapat kesamaan secara subtansial antara satu dengan yang lainnya yaitu,

membahas dan menguraikan, dan objek yang dibahas adalah berupa hal-hal yang

berkaitan dengan al-Qur`an, berupa nuzul al-Qur‟ān, kisah-kisah dalam al-

Qur`an, dan lafaẓ-lafaẓ al-Qur`an.

2. Takwil

Kata ta‟wīl ditinjau dari segi bahasa musytāq dari kata awwala yuawwilu

ta‟wīlan ل حأويلا( -يؤول -او ) atau dari akar kata āla ya‟ūlu ( يؤول -ال ) yang artinya

adalah kembali. Atau diambil dari kata انمأل (alma‟āl) tempat kembali.11

Sebagaimana firman Allah swt: .ونه يجذوا مه دووه مىئلا (Dan mereka tidak akan

menumukan tempat kembali selain dari-Nya).

7 Definisi tafsir secara istilahi menurut al-Baghawiī adalah ilmu yang membahas sebab-

sebab turunnya ayat al-Qur`an dan keberadaannya serta kisah-kisah yang terdapat di dalamnya

dengan cara menuqil langsung dari sumber aslinya. Lihat: Muhammad Ṣifā‟ Syaikh Ibrāhīm

Ḥaqqī, „Ulūm al-Qur‟ān min Khilāli Muqaddimāt al-Tafāsir, Jilid. I (Muassasah al-Risalah, 2004),

Cet. I, hal. 211. 8 Tafsir adalah ilmu yang membahas tentang tata cara mengucapkan Lafaẓ al-Qur`an (ilm

qira‟āt), madlulnya (ilmu bahasa yang dibutuhkan), hukum-hukum yang partikular dan universal

(mencakup ilmu taṣrīf, ilmu al-I‟rāb, ilmu al-Bayān, dan ilmu al-Badī‟), dan makna susunan

kalimat (mencakup dilālah haqīqat dan dilālah majaz). Definisi dari Abu Hayyan ini adalah

definisi yang paling sempurnah karena mencakup keseluruhan. Lihat: Syaikh Ibrāhīm Haqqī,

„Ulūm al-Qur‟ān min Khilāli Muqaddimāt al-Tafāsir, Jilid. I, hal. 211-212. 9 Tafsir menurut al-Khāzin adalah membuka sesuatu yang tertutup, yaitu menjelaskan

makna-makna kalimat yang rasional atau setiap sesuatu yang dapat menjelaskan hakikat dari

sesuatu yang lain, maka itu dinamakan tafsir. Lihat: al-Khazin, Lubāb al-Ta‟wīl fī Maʻāni al-

Tanzīl, dalam muqaddimahnya, Juz. I (Beirut: Dar al-Kutub al-„Alamiyah), hal. 12. 10

Tafsir adalah menjelaskan dan menerangkan makna al-Qur`an , menjelaskan apa yang

dikehendakinya dengan naṣnya, dengan isyarat atau dengan najwahnya. Kongklusinya bahwa

tafsir adalah menjelaskan. Menjelaskan makna kalimat dan Lafaẓ-Lafaẓ yang bermakna

gharib/asing. 11

Jamāluddān al-Qāsimā, Maḥāsīn al-Ta‟wīl, Juz. III (Dār al-Fikr Beirut), hal. 22.

Page 43: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

25

Dilihat dari segi bahasa, takwil dan tafsir menurut al-Ṭabarī mempunyai

makna yang sama yaitu : انمزجع وانمصيز (tempat kembali). Penggunaan kata ta‟wīl

ini sudah populer di kalangan para mufassir, bahkan beberapa kitab tafsir diberi

nama ta‟wīl.12

Secara isṭilāh (terminologi) takwil dapat didefinisikan sebagai berikut:

Menururt Al-Sāʻid al-Jurjanī (w. 392 H/1001 M) takwil adalah:

تملو اااكان للمحتمل التأويل ىوصرف اللفظ عن معناه الظاىر الى معنى يح الذى يراه موافقا للكتاب والسنة.

“Takwil adalah memalingkan Lafaẓ dari makna yang ẓāhir kepada

makna yang muḥtamil,13 apabila makna yang muḥtamil itu tidak

berlawanan dengan al-Qur`an dan al-Sunnah”.

Abū al-Qāsi bin Ḥabīb al-Nisāburi (406 H/1016 M) mendefinisikan takwil

sebagai berikut; mengalihkan makna lafaẓ dari satu makna ke makna lain yang

sesuai dengan makna lafaẓ yang sebelum dan sesudahnya, yakni makna yang

dapat ditampung olehnya, dan tidak bertentangan dengan al-Qur`an dan Sunnah.14

Sementara Ibn Taimiyah (661 H/1263 M) dengan mengacu pada

pandangan ulama salaf, membagi takwil pada dua pengertian: Pertama,

menafsirkan sebuah teks dan menjelaskan maknanya, tanpa mempersoalkan

apakah penafsiran dan keterangan itu sesuai dengan yang tersurat dalam teks atau

tidak. Dalam konteks pengertian ini tafsir dan takwil benar-benar sinonim

(mutarādif). Inilah yang dimaksud dengan kata ta‟wīl yang identik dengan kata

tafsir oleh sebagian pakar ilmu tafsir. Salah satunya adalah Ibn Jarīr al-Ṭabarī.

12

Seperti tafsir Jāmiʻ al-Bayān „an Ta‟wīli āy al-Qur‟ān, karya al-Ṭabarī, Lubāb al-

Ta‟wīl, karya al-Khāzin, dan tafsir Maḥāsin al-Ta‟wīl, karya al-Qāsimī. Lihat: M. Quraish

Shihab, Kaidah tafsir (Ciputat: Lentera Hati, 2013), Cet. III, hal. 220. 13

Yaitu suatu lafaẓ yang mempunyai kemungkinan makna lain selain makna lafẓiyah-

nya. Lihat: al-Ṭabarī, Jāmiʻ al-Bayān, Juz. II, hal. 456. 14

Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, hal. 222.

Page 44: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

26

Dalam tafsirnya beliau menggunakan kata ta‟wīl dalam setiap menafsirkan ayat

al-Qur`an dengan mengatakan al-qaulu fī ta‟wīli qaulihī Taʻālā. Untuk

penjelasan tentang apa maksud dari setiap kata ta‟wīl dalam tafsirnya, akan

penulis jelaskan pada bab IV serta contoh-contohnya.

Kedua, Takwil adalah subtansi dari suatu kalimat. Jika kalimatnya berupa

perintah (Ṭalab), maka takwilnya adalah berupa perbuatan yang dituntut atau

esensi dari perintah.15

Misalnya firman Allah Swt, dalam QS. al-Nisā [4]: 59:

فإن ت نازعتم في شيء ف ردحوه إلى اللو والرسول إن كنتم ت ؤمنون باللو والي وم الآخر ر وأحسن تأويلاالك .خي

“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka

kembalikanlah ia kepada Allah Swt, dan Rasul-Nya, jika kamu benar-

benar beriman kepada Allah Swt, dan hari kemudian. Yang demikian itu

lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.

Maka takwil dari ayat ini adalah hakikat dari perintah yang terdapat di

dalamnya, yaitu perintah untuk kembali kepada Allah Swt, dan Rasul-Nya berarti

perintah untuk kembali pada al-Qur‟an dan Hadits dalam menyelesaikan sebuah

masalah.16

Sebab, al-Qur‟an dan hadits merupakan kitab panduan bagi umat

manusia. Di dalamnya memuat tentang segala hal yang berkaitan dengan

kehidupan di dunia dan akhirat.

Juga dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhārī (194 H-256 H).

قالت كان رسول الله صلى الله عليو وسلم يقول في عن عائشة رضي الله عنهاحانك اللهم وبحمدك اللهم اغفرلى , يتؤل القرءان نعني قولو ركوعو وسجوده سب

17تعالى فسبح بحمد ربك واستغفره انو كان توابا.

15

Ḥasan Farḥāt, Fī „Ulūm al-Qur‟ān, hal. 208. 16

Jamāluddān al-Qāsimā, Maḥāsīn al-Ta‟wīl, Juz. III, hal. 21. 17

„Alī Ibn ʻUmar Ibn Muḥammad al-Sāhibānī, al-Ta‟wīl fī ghārib al-Hadīts min Khilāli

Kitāb al-Nihāyah li Ibn Atsīr (Maktab al-Rusyd Nasyirun, 2009), Cet. I, hal. 147.

Page 45: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

27

Jika diperhatikan dari penjelasan tentang pembagian takwil di atas,

terdapat perbedaan mendasar antara definisi yang pertama dengan yang kedua.

Yang pertama memandang takwil dengan tafsir sebagai sinonim, yakni

menjelaskan (al-Bayān), dengan demikian posisi takwil ada dalam hati dan

bersifat ẓinnī (penalaran) disamping teks juga. Sementara takwil dalam bentuk

yang kedua adalah hakikat dari sesuatu yang terdapat dibalik (di luar) teks al-

Qur`an.

Sedangkan definisi takwil menurut mayoritas ulama kontemporer yang

didukung oleh ulama fiqh, ahli teolog (mutakallimīn) ahli tasawuf (mutaṣawwifah)

ialah memalingkan Lafaẓ dari makna yang kuat ( خانزاج ) kepada makna lain yang

tidak kuat ( حانمزجى ) karena ada dalil yang mendukung, dan tidak bertentangan

dengan al-Qur`an dan hadits.18

Maka bagi penulis definisi yang paling pas untuk

takwil adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh ulama kontemporer, dengan

syarat tidak bertentangan dengan al-Qur`an dan Sunnah.

3. Perbedaan Tafsir dengan Takwil.

Setelah menguraikan dan menganalisis makna tafsir dan takwil

sebagaimana di atas, dapat diketahui bahwa antara keduanya memiliki perbedaan

dan persamaan makna, baik dari segi bahasa maupun isṭilāh. Maka disini penulis

akan menguraikan perbedaan antara tafsir dengan takwil secara definitif serta

menetapkan wilayah masing-masing dalam praksisnya.

Tafsir didominasi oleh riwāyah,19

yaitu semua ilmu-ilmu naqliyah yang

didasarkan pada ulama salaf. Seperti ilmu tentang asbāb al-nuzūl, makkī-madānī,

muḥkam-mutasyābih, „ām-khās, nāsikh-mansūkh, muṭlaq-muqayyad, dan mujmal-

18

Jamāluddīn al-Qāsimī, Maḥ {āsin al-Ta‟wīl, Juz. III, hal. 19. 19

Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, hal. 220.

Page 46: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

28

mufassar. Sehingga tafsir didefinisikan sebagai ilmu yang membahas tentang

turunnya ayat al-Qur`an, surah dan kisah-kisahnya, isyarat-isyarat yang terdapat

di dalamnya, kemudian urutan makkiyah dan madaniyah-nya, muḥkam-

mutasyābih, nāsikh-mansūkh, khās-„ām, muṭlaq-muqayyad, dan mujmal-

mufasarnya. Sebagaimana telah dijelaskan di atas yang dikutip dari pendapat al-

Zarkasyī. Sedangkan takwil berkaitan lebih didominasi oleh dirāyah (yaitu

penjelasan atas ayat-ayat al-Qur`an yang bertumpu pada hasil ijtihad para ulama).

Jika tafsir hanya dibatasi pada aspek-aspek internal teks saja dan harus menuqil

dari ulama-ulama sebelumnya tanpa memberi peluang untuk mendialogkan teks

pada realitas, maka tidak ada alasan lagi untuk menolak takwil sebagai salah satu

medium untuk sampai pada maksud Tuhan yang terdapat dalam al-Qur`an.

Menurut al-Rāghib al-Aṣfahānī, tafsir lebih banyak digunakan untuk

menjelaskan kata-kata asing, seperti Lafaẓ al-bahīrah, al-sāibah, dan al-waṣīlah.

Adakalanya tafsir juga digunakan untuk menjelaskan kalimat singkat yang

membutuhkan penjelasan, seperti firman Allah swt. QS. al-Baqarah [2]: 83:

atau mungkin juga (Dirikanlah ṣalat dan tunaikanlah zakat) واقيمىاانصلاة وءاحىاانزكبة

digunakan untuk kalam yang memuat cerita yang tidak dapat dilukiskan kecuali

dengan mengetahui cerita tersebut. Seperti firman Allah swt. QS. Al-Taubah [9]:

-dan QS. Al (penundaan hanya menambah kekafiran) انما النسئ زيادة في الكفر :37

Baqarah [2] : 189: بيىث مه ظهىرهب.ى انح ونيش انبز بأن حأ (bukan suatu kebaikan kalau

engaku mendatangi rumah dari belakang). Sementara itu, takwil kadang-kadang

digunakan secara umum, kadang-kadang secara khusus. Seperti kata al-Kufru,

terkadang digunakan untuk menunjukkan pengingkaran secara mutlak, terkadang

Page 47: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

29

ingkar pada penguasa secara khusus. Lafaẓ al-imān digunakan untuk

membenarkan sesuatu secara umum dan membenarkan agama yang hak.20

Tafsir pada umumnya berkaitan dengan Lafaẓ sedangkan takwil berkaitan

dengan makna. Takwil khusus digunakan untuk menjelaskan kitab-kitab yang

diturunkan oleh Tuhan, sementara tafsir lebih umum, yaitu digunakan untuk

menjelaskan kitab-kitab Tuhan atau yang lainnya.

Kata tafsīr baik berasal dari kata al-fasru atau dari kata as-safru memiliki

makna yang sama, yaitu mengungkap sesuatu yang tersembunyi melalui medium

yang dianggap sebagai tanda bagi mufassir, hanya melalui tanda itu ia dapat

sampai pada sesuatu yang tersembunyi atau samar yang ia kehendaki. Berbeda

dengan takwil yang tidak selalu membutuhkan medium, bahkan kadang-kadang

takwil didasarkan pada gerak mental-intelektual dalam menemukan asal mula

“gejala” atau dalam mengamati “akibatnya”. Dengan kata lain takwil dapat

dijalankan atas dasar semacam hubungan langsung antara “subjek” dengan

“objek”, sementara hubungan ini dalam proses tafsir tidak dapat dilakukan secara

langsung, melainkan melalui medium yang merupakan “tanda”, melalui tanda

inilah proses pemahaman terhadap objek oleh pihak subjek dapat berjalan.21

Tafsir dapat pula dikatakan sebagai suatu metode yang menjelaskan objek

Lafaẓ dari sisi pandang ḥaqīqī atau majāzī, seperti kata al-ṣirāṭ (انصزاط)

ditafsirkan dengan kata al-Ṭarīq (انطزيق) yang mempunyai arti jalan. Sementara

takwil menjelaskan subtansi teks (makna batin dari teks). Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa takwil lebih berorientasi pada penjelasan hakikat berita/teks,

20

Ḥasan Farḥāt, Fī „Ulūm al-Qur‟ān, „Arḍun wa Naqdun wa Taḥqīqun, hal. 207-212-213. 21

Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Qur`an, Kritik Terhadap Ulum al-Qur`an,

diterjemahkan oleh Khoiron Nadliyyin (Yogyakarta: LKiS, 2003), Cet. III, Edisi Revisi, hal. 294.

Page 48: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

30

sedangkan tafsir lebih mengedepankan informasi tentang dalil (petunjuk) yang

dikehendaki.

Contoh lain, misalnya Firman Allah swt. Allah swt) حي مه انميجيخزج ان

mengeluarkan yang hidup dari yang mati). Ayat ini kalau dipahami dengan tafsir

maka dapat dikatakan bahwa Allah swt, mengeluarkan ayam dari telur. Tapi jika

dipahami dengan takwil maka maksud dari ayat ini adalah Allah swt, memisahkan

yang benar dari yang salah, memisahkan yang baik dari yang buruk atau Allah

swt, memisahkan orang mukmin dari orang kafir, atau bisa jadi memisahkan yang

berilmu dari yang bodoh.22

Dari uraian di atas, jelaslah kiranya bahwa tafsir berkaitan dengan riwāyah

(hal-hal yang bersifat pendengaran atau periwayatan) sedangkan takwil berkaitan

dengan dirāyah (hal-hal yang berkaitan dengan nalar rasio). Tafsir berkaitan

dengan makna ẓāhir sedangkan takwil berkaitan dengan makna bāṭin. Tafsir

berkaitan dengan Lafaẓ sedangkan takwil berkaitan dengan jumlah, takwil khusus

untuk kitab-kitab yang berasal dari Tuhan sedangkan tafsir bisa juga untuk kitab-

kitab lain selain kitab yang berasal dari Tuhan. Itulah perbedaan tafsir dengan

takwil. Keduanya adalah sebuah metode yang sama-sama digunakan untuk

memahami maksud Tuhan yang terkandung dalam al-Qur`an dan tentu keduanya

mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Tabel 2. 1: Perbedaan Tafsir dengan Takwil

No Tafsir Takwil

1

Berkaitan dengan ilmu-ilmu

riwayah, seperti keterangan asbab

an-nuzul makki-madani, dll.

Berkaitan dengan ilmu dirāyah,

berpegang pada ijtihad.

22

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur`an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat, Jilid. II (Bandung : Mizan, 1995), hal. 554.

Page 49: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

31

2

Menjelaskan makna ẓāhir atau

makna lafẓiyah dari sudut pandang

haqīqī dan majazī

Menjelaskan makna bāṭin, makna

subtansial atau makna muḥtamil

3 Membutuhkan medium sebagai

salah satu tanda bagi mufassir

Kadang-kadang tidak membutuhkan

medium

Setelah menguraikan makna tafsir dan takwil, penulis akan menjelaskan

tentang muḥkam dan mutasyābih. Hal ini dimaksudkan karena ayat yang

ditetapkan oleh penulis untuk diteliti adalah terdiri dari ayat muḥkam dan

mutasyābih, sehingga menjadi penting untuk mengetahui terlebih dahulu apa dan

bagaimana ayat muḥkam dan mutasyābih serta beberapa pendapat ulama

tentangnya. Uraian tentang muḥkam dan mutasyābih ini penulis letakkan pada

sub-bab khusus yaitu, sebagai berikut.

B. Perbedaan Ayat Muḥkamāt dengan Mutasyābihāt

Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh ulama tafsir mengenai

muḥkam dan mutasyābih antara lain adalah: al-Suyūṭī (849 H/1455 M-911 H/1505

M),23

al-Rāzi,24

Jābir bin ʻAbdillāh,25

Mannāʻ Khalīl al-Qaṭṭān.26

Ada juga yang memperselisihkan muḥkam dan mutasyābih sebagai

berikut:27

Pertama, Muḥkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya,

23

Muḥkam adalah sesuatu yang telah jelas artinya, sedangkan mutasyābih sebaliknya.

Lihat: Al-Suyūṭi, Al-Iṭqān fī ʻUlūm al-Qur‟ān, Juz. II (Dār al-Fikr), hal. 2. 24

Muḥkam adalah ayat-ayat yang dalalah-nya kuat, baik maksud mapun Lafaẓnya,

sedangkan mutasyābih adalah ayat-ayat yang dalalah-nya lemah, bersifat mujmal, sulit dipahami,

dan memerlukan takwil. Lihat: Muḥammad al-Bakr Ismāʻīl, Dirāsat fī „Ulūm al-Qur‟ān (Dār al-

Manār, 1991), Cet. I, hal. 221. 25

Muḥkam adalah ayat-ayat yang diketahui pentakwilannya, dipahami makna dan

tafsirnya. Sedangkan ayat-ayat mutasyābihāt adalah ayat-ayat yang tidak boleh diusik maknanya

oleh siapapun, karena penafsiran dan pentakwilannya hak prerogatif Allah swt. Lihat: Al-Qurṭubī,

Tafsir al-Qurṭubī, ditertjemahkan oleh Dude Rosyadi, Naṣirul Haq, dan Fathurraḥman, Jilid. IV

(Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Cet. I, hal. 25. 26

Muḥkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung tanpa

memerlukan keterangan lain, smentara mutasyābih, memerlukan penjelasan lain baik dari luar

maupun dalam ayat itu sendiri dengan merujuk pada ayat lain. Lihat: Mannāʻ Khalīl al-Qaṭṭān,

Studi Ilmu-Ilmu al-Qur`an, diterjemahkan oleh Mudzakkir AS (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,

2007), Cet. II, hal. 305-306.

Page 50: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

32

sementara mutasyābih adalah ayat yang hanya Allah swt, yang dapat mengetahui

maksudnya. Kedua, Muḥkam adalah ayat yang hanya mengandung satu wajah,

sementara mutasyābih adalah ayat yang mengandung banyak wajah. Ketiga,

Muḥkam adalah hukum-hukum yang wajib, janji dan ancaman. Dan yang

mutasyābih terdapat pada kisah-kisah dan perumpamaan-parumpamaan.

Keempat, Muḥkam adalah yang tidak berulang-ulang Lafaẓ-Lafaẓnya dan yang

mutasyābih adalah antonimnya.

Dari pengertian dan beberapa komentar ulama tentang muḥkam dan

mutasyābih di atas jelaslah perbedaan diantara keduanya. Untuk lebih

memperkuat argumen di atas penulis akan menghadirkan beberapa contoh ayat-

ayat yang tergolong muḥkam dan mutasyābih.

1. Ayat-ayat muḥkam seperti terdapat dalam QS. al-Ḥujurāt [49] : 13, QS.

Al-Baqarah [2] : 21, QS. Al-Baqarah [2] : 275:

Ketiga ayat ini termasuk ayat-ayat muḥkam karena kalimat-kalimatnya

tidak mengandung banyak wajah/makna sehingga bisa dipahami secara langsung

tanpa mmemerlukan keterangan lain. Contoh yang pertama misalnya, ia berbicara

tentang penciptaan manusia pada dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan dan

tentang posisi orang yang bertakwa disisi Allah swt. Yang kedua yaitu perintah

menyembah Allah swt, yang telah menciptakan mansuia. Sedangkan yang ketiga

yaitu tentang diperbolehkannya jual beli dan diharamkannya praktik riba serta

ancaman terhadap pelaku riba.

2. Ayat-ayat Mutasyābih seperti terdapat dalam QS. Ṭāha [20]: 5, QS. Al-

Qaṣaṣ [28]: 88, QS. Al-Fath [48] : 10:

27

Jalāluddīn al-Suyūṭī, Samudera Ulum al-Qur`an, diterjemahkan oleh Farikh Marzukqi

Ammar dan Imam Fauzi Jaiz, Jilid. III (Surabaya: Bina Ilmu, 2007), Cet. I, hal. 2.

Page 51: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

33

Ketiga ayat ini termasuk ayat mutasyābihāt karena mengandung

kemungkinan makna lain dan tidak bisa serta merta dipahami sesuai makna

literlek. Ayat pertama berbicara tentang tempat Allah swt, ayat yang kedua

berbicara tentang wajh Allah, sedangkan ayat yang ketiga berbicara tentang

tangan Allah swt. Allah swt, tidak sama dan tidak boleh disamakan dengan

manusia yang punya tempat tinggal, wajah, dan tangan. Sehingga ketiga ayat di

atas tidak bisa dipahami secara literlek. Ia membutuhkan makna lain yang sesuai

dengan sifat yang pantas bagi Allah swt.

Dari uraian beberapa pendapat tentang muḥkam dan mutasyābih di atas

dapat penulis tarik kesimpulan bahwa ayat-ayat muḥkam adalah ayat-ayat yang

sudah jelas, baik Lafaẓ maupun maknanya, sehingga tidak dapat menimbulkan

keraguan dan kekeliruan bagi orang yang memahaminya, dan tidak memerlukan

penjelasan penalaran lebih mendalam lagi. Karena sudah dipahami maknanya, dan

ayat-ayatnya hanya mempunyai satu penafsiran tanpa membutuhkan takwil.28

Ayat-ayat mutasyābihāt adalah ayat-ayat yang tidak punya kepastian makna,

karena banyaknya kemungkinan makna yang ada di dalamnya. Ketidak pastian

makna dari ayat-ayat mutasyābihāt ini dikarenakan ayat-ayatnya bersifat mujmal

yang membutuhkan perincian, selain bersifat mujmal juga bersifat muawwal

sehingga membutuhkan pentakwilan, ayat-ayatnya memiliki banyak makna.

Tanpa melakukan pentakwilan tidak mungkin dapat dipahami dengan baik dan

benar.

28

Muḥammad Hādi Maʻrifāt, al-Tamhīd fī ʻUlūm al-Qur‟ān, Juz. III (Muassasah al-

Nasyr al-Islami), hal. 7.

Page 52: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

34

Tabel 2. 2: Perbedaan Muḥkam dengan Mutasyābih

No Muḥkam Mutasyābih

1 Mudah dijangkau makna dan

maksudnya

Sulit untuk dipahami makna dan

maksudnya

2 Mempunyai satu wajh/ mempunyai

satu makna.

Mempunyai kemungkinan banyak

makna

3

Berkaitan dengan hukum-hukum

yang sudah pasti, seperti perintah

ṣalat.

Berkaitan dengan kisah-kisah dan

perumpamaan-perumpamaan.

4 Cukup dipahami dengan

penguraian tafsir.

Harus menggunakan alat bantu

takwil untuk memahami maknanya.

C. Klsifikasi Ayat-ayat Muḥkamāt dan Mutasyābihāt

Sebagai kitab petunjuk, al-Qur`an harus dapat dipahami seluruhnya agar

manusia mendapatkan petunjuknya sehingga dapat mengimplemintasikan nilai-

nilainya dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian di kalangan mufassir

ayat-ayat al-Qur`an dibagi menjadi dua: Pertama, ayat yang sudah jelas

maksudnya (muḥkam) sehingga tidak menimbulkan kekeliruan bagi yang

membacanya. Kedua, ayat al-Qur`an yang bersifat umum dan samar-samar

(mutasyābih) sehingga menimbulkan keraguan bagi yang

membaca/mempelajarinya, maka ayat-ayat seperti ini tentu membutuhkan

kegigihan atau ijtihad di kalangan para pengkaji al-Qur`an agar mendapatkan

maksud yang jelas dari pesan yang disampaikan lewat ayat-ayat tersebut.

Page 53: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

35

Adanya pengklasifikasian ayat-ayat al-Qur`an kepada muḥkam dan

mutasyābih sebagaimana dijelaskan dalam buku-buku Ulum al-Qur`an,

bersumber dari firman Allah swt, dalam al-Qur`an QS. Āli „Imrān [3] : 7:29

ىو الذي أنزل عليك الكتاب منو آيات محكمات ىن أمح الكتاب وأخر متشابات

“Dia-lah yang menurunkan al-Kitāb (al-Qur`an) kepada kamu.

diantara (isi) nya ada ayat-ayat yang muḥkamāt. Itulah pokok-pokok isi al-

Qur`an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyābihāt”.

Dilihat dari muḥkam dan mutasyābihnya, al-Qur`an dapat dibagi menjadi

tiga kategori:30

1) al-Qur`an seluruhnya muḥkam (kuat dan diyakini maknanya,

tidak ada sesuatu apapun yang dapat melemahkan makna dan lafaẓ-lafaẓnya). Hal

ini sebagaiman Allah tegaskan dalam al-Qur`an QS. Hūd [11]: 1.31

2) al-Qur`an

seluruhnya mutasyābih (yaitu terdapat keserupaan/kemiripan antara sebagian

dengan sebagian yang lain dalam hal kekuatan dan kesempurnaan lafaẓ-lafaẓnya).

Hal ini sebagaimana firman Allah swt, dalam al-Qur`an QS. al-Zumar [39]: 23.32

3) sebagian al-Qur`an muḥkam (jelas dalalahnya) dan sebagian mutasyabihāt

(samar dalalahnya). Bagian yang ketiga ini merujuk pada firman Allah swt, dalam

al-Qur`an QS. Āli ʻImrān [3]: 7.33

Dari tiga uraian tentang al-Qur`an di atas, yang sesuai dengan tema yang

dibahas dalam penelitian ini adalah bagian yang ketiga, yaitu pendapat yang

29

Abdul Djalal, ʻUlum al-Qur`an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), Cet. I, hal. 243. 30

Muḥammad Amin Farsūkh, al-Madkhal Ilā „Ulūm al-Qur‟ān wa al-„Ulūm al-Islāmiyati (Dār al-

Fikr: Beirut), hal. 54. 31

Alif lām rā, Kitābun uḥkimat āyātuhū tsumma fuṣṣilat min ladun ḥakīm. 32

Allāhu allaẓī aḥsana al-hadītsi kitābā mutasyābihā matsāniya taqsyaʻirru minhu

juludu al-laẓīna yakhsyauna rabbahum. 33

Huwa allaẓi anzala ʻalaika al-kitāba minhu āyātun muḥkamātun hunna ummu al-kitāb

wa ukahru mutasyābihāt.

Page 54: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

36

mengatakan bahwa sebagian al-Qur`an ada yang muḥkam ada pula yang

mutasyābih.

Al-Qur`an menyebutkan kedua jenis ayat muḥkam dan mutasyābih, hanya

saja jika dibandingkan jumlahnya antara ayat muḥkam dengan ayat mutasyābih

jauh lebih banyak ayat muḥkam dalam al-Qur`an. Dari 6236 ayat dalam al-

Qur`an,34

ayat-ayat yang tergolong mutasyābih tidak sampai 200 ayat, jika ayat-

ayat yang sama tidak dihitung ulang.35

Hal ini karena al-Qur`an adalah kitab

petunjuk umum yang jelas bagi manusia (هذابيبن نهىبس). Untuk mendapatkan

petunjuk dari al-Qur`an tentu harus memahami makna kandunganya. Jika ayat-

ayat mutasyābih yang sulit dipahmai maknanya, bahkan sebagian ulama

menyerahkan maknanya sepenuhnya kepada Allah swt, karena hal itu merupakan

hak prerogatif Allah swt, lebih banyak jumlahnya dari ayat-ayat muḥkam, tentulah

sifat al-Qur`an sebagai petunjuk tidak sepenuhnya memberikan petunjuk kepada

manusia.

D. Kontroversi Mufassir Tentang Ayat Muḥkamāt dan Mutasyābihāt

Setelah menguraikan makna muḥkam dan mutasyābih serta perbedaan

diantara keduanya. Pada bagian ini penulis akan menjelaskan beberapa komentar

ulama tentang kemungkinan mengetahui makna ayat-ayat mutasyābihāt. Apakah

makna dari ayat-ayat mutasyābihāt dapat diketahui oleh para mufassir atau tidak.?

Setelah penulis melakukan penelusuran dari beberapa buku yang membahas

tentang muḥkam dan mutasyābih, dapat penulis paparkan disini bahwa paling

tidak terdapat dua pendapat yang berbeda dalam menyikapi ayat-ayat

mutasyābihāt terkait makna yang dikandungnya. Sebagian ulama mengatakan

34

M. Hasbi al Ṣiddiqi, Sejarah dah Pengantar Ilmu al-Qur`an/Tafsir (Jakarta: Bulan

Bintang, 1990), Cet. I, hal. 57. 35

Hādi Maʻrifāt, al-Tamhīd fī „Ulūm al-Qur‟ān, Juz. III, hal. 14.

Page 55: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

37

bahwa ayat-ayat mutasyābihāt dapat diketahui maknanya oleh manusia/mufassir,

sebagian yang lain mengatakan bahwa ayat-ayat mutasyābihāt tidak dapat

ketahui maknanya kecuali oleh Allah swt, saja.

Perbedaan ini berakar pada perbedaan waqaf pada QS. Āli ʻImrān [3]:

وما يعلم تأويلو الاالله والراسخون في العلم يقولون امنا كل من عند ربناYang diperselisihkan adalah apakah Lafaẓ al-rāsikhūna di-aṭaf-kan pada lafaẓ

Allāhu sedangkan lafaẓ yaqūlūna berada dalam posisi naṣab jadi ḥal dari Lafaẓ

al-rāsikhūna? Pendapat yang pertama mengatakan bahwa Lafaẓ al-rāsikhūna

diaṭafkan pada Lafaẓ Allāhu dan waqafnya bukan pada lafad Allāhu, tapi pada

Lafaẓ min „indi rabbinā. Maka dapat dipahami bahwa Allah swt, dan orang-orang

yang mendalami ilmunya mengetahui takwil ayat-ayat mutasyābihāt.

Pendapat pertama ini dipilih oleh Imam Nawāwī, Imam Mujāhid dan ṣahabat-

ṣahabatnya, ini disandarkan pada perkataan Ibn ʻAbbās:

”36نا من الراسخن في العلم الذين يعلمون تأويلوا“

Pernyataan Ibn ʻAbbās ini disampaikan saat beliau menafsirkan firman

Allah swt:

.وما يعلم تأويلو الاالله والراسخون في العلم يقولون امنا كل من عند ربنا

Dia adalah salah satu diantara orang-orang yang dapat mengetahui takwil

ayat-ayat mutasyābih. Menurut Imam Nawāwī, pendapat pertama ini adalah

pendapat yang lebih ṣahih. Sebab, tidak mungkin Allah swt, mengkhiṭab37

hamba-

Nya dengan sesuatu yang tidak ada jalan untuk mengetahuinya.38

36

Muḥammad al-Sāhibāni, al-Ta‟wīl fī gharīb al-Hadīts min Khilāli Kitāb al-Nihāyah li

Ibn Atsīr, hal. 147. 37

Khitāb adalah perintah Allah yang wajib dikerjakan oleh hamba-Nya. 38

Abdul Djalal, „Ulūm al-Qur‟ān, hal. 225.

Page 56: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

38

Kedua, waqaf pada Lafaẓ illā allāhu (الاالله), sedangkan Lafaẓ wa al-

rāsikhūna (وانزاصخىن) merupakan permulaan kalimat lain yang ditandai dengan

wāwu isti‟nāf Jadi kedudukan Lafaẓ al-rāsikhūna dalam iʻrāb . )واو الإصضخئىبف(

adalah menjadi mubtada‟. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa hanya Allah

swt. lah yang memahami ayat-ayat mutasyābihāt. Manusia hanya dituntut untuk

mengimaninya tanpa memaksakan diri untuk dapat memahaminya. Pendapat yang

kedua ini banyak diikuti oleh ulama salaf dari kalangan para ṣahabat, tabiʻīn,

tabiʻit tabiʻīn, khususnya ahl al-sunnah.

“Al-Ṭabarī meriwayatkan dalam al-Kabīr dari Mālik al-Asyʻari

bahwa dia mendengar Rasulullah saw, bersabda: “aku tidak takut apapun

dari umatku kecuali tiga hal, yaitu: jika harta itu telah banyak pada

mereka sehingga mereka saling dengki dan bunuh-bunuhan, al-Qur`an itu

dibuka kepada mereka, sehingga seorang mukmin mencari-cari takwilnya,

padahal hanya Allah yang mengetahui”.39

Masih banyak lagi riwayat lain

dengan redaksi yang berbeda”.

Dari sekian banyak ayat-ayat al-Qur`an yang tergolong mutasyābihāt jika

tidak dapat dipahami maknanya, muncul sebuah pertanyaan besar dibenak

penulis. Jika ayat-ayat mutasyābihāt itu memang benar-benar tidak dapat

dipahami maknanya, lalu apa pentingnya ayat tersebut diturunkan? Bukankah al-

Qur`an menganjurkan umat manusia agar mentadabburkan al-Qur`an? dan

dibeberapa ayat al-Qur`an menyanjung orang-orang yang menggunakan

akalnya untuk memahami ayat-ayat al-Qur`an.

Jadi, dari dua pendapat di atas, penulis sendiri lebih cenderung pada

pendapat yang pertama, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa ayat-ayat

mutasyābihāt dapat dijangkau maknanya oleh manusia yang sudah mendalam

39

Jalaluddin al-Suyūṭi, Samudera Ulum al-Qur`an, Jilid. III, hal. 5-6.

Page 57: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

39

ilmu pengetahuannya. Hal ini sejalan dengan tujuan diturunkannya al-Qur`an.

yaitu sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia.

E. Syarat-Syarat Penafsiran dan Pentakwilan.

Dalam upaya memahami makna al-Qur`an tidak semua orang dapat

menafsirkan dan mentakwilkan al-Qur`an secara bebas. Ulama menetapkan

syarat-syarat tertentu bagi mereka yang ingin menafsirkan al-Qur`an. Hal ini

dimaksudkan untuk menjaga kesucian al-Qur`an. Kalau semua orang diberikan

kebebasan untuk menafsirkan al-Qur`an maka akan terjadi kekacauan dalam dunia

penafsiran. Mereka akan menafsirkan al-Qur`an sesuai kebutuhan bahkan

mengikuti hawa nafsunya.

Dalam berbagai kajian tafsir, terdapat banyak metode dalam upaya

memahami makna al-Qur`an. metode-metode ini berawal dari ulama-ulama

terdahulu yang telah melakukan pengkajian al-Qur`an dari berbagai pendekatan.

Baik pendekatan sastra, fiqh, tasawuf, kalam, filosofis dan lain sebagainya. Hal

ini menuntut adanya penguasaan ilmu-ilmu tertentu pada mereka yang ingin

menafsirkan al-Qur`an.40

Adanya persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan oleh para ulama

terdahulu bagi mereka yang ingin menafsirkan dan mentakwilkan al-Qur`an

sangatlah beralasan. al-Qur`an telah menyebutkan kriteria mufassir yanitu mereka

yang mendalam ilmunya.

Disini penulis akan menyebutkan beberapa syarat penafsiran dan

pentakwilan sebagai berikut:

40

Syaikh Muhammad al-Ghazali, Berdialog dengan al-Qur`an, Memahami Pesan Kitab

Suci dalam Kehidupan Masa Kini, diterjemahkan oleh Masykur Hakim dan Ubaidillah dari judul

aslinya Kaifa Nataʻammal maʻal-Qur`an (Bandung: Mizan, 1996), Cet. III, hal. 29.

Page 58: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

40

1. Syarat-Syarat Penafsiran

Imām Jalāluddīn al-Suyūṭī (849-911 H) dalam kitabnya al-Iṭqān fī „Ulūm

al-Qur‟ān menyebutkan lima belas ilmu yang harus dikuasai oleh seorang

mufassir atau mereka yang ingin menafsirkan al-Qur`an.41

Yaitu: 1. Ilmu Bahasa

(Bahasa Arab), 2. Nahwu, 3. Taṣrīf (ṣarraf),42

4. Isytiqāq (derivasi),43

5. Ilmu al-

Maʻānī, 6. Ilmu al-Bayān, 7. Ilmu al-Badīʻ, 8. Ilmu al-Qira‟āh, 9. Uṣūl al-dīn

(prinsip-prinsip agama), 10. Uṣūl Fiqh, 11. Asbāb al-Nuzūl (sebab-sebab turunnya

al-Qur`an), 12. Nasīkh wa al-Mansūkh, 13. Fiqh, 14. Hadits-hadits sebagai

penjelas ayat-ayat mujmal (global) dan mubham (samar), dan 15. Ilmu al-Muhibah

(mengamalkan ilmunya sehingga Allah swt,menganugerahkan kepadanya ilmu al-

mūhibah).

Adapun bagi seorang mufassir kontemporer, menurut Ahmad Bazawy Al-

Ḍawy,44

maka ia harus menguasai tiga syarat pengetahuan tambahan selain lima

belas ilmu di atas. Tiga syarat pengetahuan tersebut adalah: Pertama,

Mengetahui secara sempurna ilmu-ilmu kontemporer hingga mampu

memberikan penafsiran terhadap al-Qur`an yang turut membangun peradaban

yang benar agar terwujud universalitas Islam. Kedua, Mengetahui pemikiran

filsafat, sosial, ekonomi, dan politik yang sedang mendominasi dunia agar

mufassir mampu mengcounter setiap syubhāt yang ditujukan kepada Islam serta

memunculkan hakikat dan sikap al-Qur`an al-Karim terhadap setiap problematika

41

Jalāluddīn al-Suyūṭi, al-Itqān fī „Ulūm al-Qur‟ān, Juz. I (Dār al-Fikr), hal. 180-181 42

Ilmu Bahasa, nahwu dan Ṣarraf adalah merupakan hal yang sangat penting dalam

kaitannya dengan tafsir, sebab seseorang tidak akan bisa memahami ayat al-Qur`an tanpa

mengetahui mufradat dan susunan kalimatnya dengan jelas. Lihat: Muḥammad ʻAlī al-Ṣābūni, al-

Tibyān fī „Ulūl al-Qur‟ān, hal. 158. 43

Suatu nama apa bila isytiqaqnya berasal dari dua subjek yang berbeda, maka artinya

dapat dipastikan berbeda. Seperti kata al-Masīh apakah berasal dari al-Siyāḥah atau al-Maṣu. 44

Silakan lihat: Syurūṭ al-Mufassir wa Adābuhū dalam

http://www.ahlalhdeeth.com/vb/ṣowthread.php?t=82245. Diakses pada tanggal 30-08-

2015.

Page 59: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

41

kontemporer. Dengan demikian, ia telah berpartisipasi dalam menyadarkan umat

terhadap hakikat Islam beserta keistimewaan pemikiran dan peradabannya.

Ketiga, Memiliki kesadaran terhadap problematika kontemporer. Pengetahuan ini

sangat urgen untuk memperlihatkan bagaimana sikap dan solusi Islam terhadap

problem tersebut.

Ilmu-ilmu ini merupakan instrumen bagi seseorang yang ingin

menafsirkan al-Qur`an. tanpa menguasai ilmu-ilmu ini sulit bagi mereka untuk

bisa memahami al-Qur`an dengan baik dan benar. Itulah syarat yang telah

ditetapkan oleh ulama terhadap para mufassir. Adanya tiga syarat tambahan bagi

mufassir kontemporer ini sangatlah logis, sebab problem yang dihadapi ulama

kontemporer tentulah tidak sama persis dengan problem yang dihadapi oleh

mufassir salaf. Sehingga berbagai hal yang berkaitan dengan penafsiran harus

dikuasai dan dipahami.

2. Syarat-syarat Pentakwilan.

Takwil sebagaimana diketahui merupakan salah satu metode/pendekatan

yang digunakan untuk memahami ayat-ayat al-Qur`an. Namun demikian takwil

harus dibatasi dengan berbagai syarat agar ia tidak digunakan secara liar dan

serampangan. Oleh karena itu, menurut Abu Zahrah takwil dapat diterapkan

apabila memenuhi tiga syarat, yaitu: Pertama, Lafaẓ tersebut memang

mengandung makna takwil walaupun itu sangat jauh, maksudnya makna itu

tidak asing sama sekali dari lafaẓdnya. Kedua, harus ada faktor yang menuntut

diterapkannya takwil. Lafaẓ yang mempunyai kemungkinan banyak makna, jika

dikembalikan pada makna asalnya maka ia akan bertentangan dengan naṣ. Maka

dalam kondisi seperti ini takwil dapat diterapkan. Misalnya kata yadun (tangan)

Page 60: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

42

ketika disandarkan pada Allah swt, tidak boleh diartikan dengan makna aslinya,

tapi harus diartikan dengan kemungkinan makna yang lain, yakni al-Qudrah

(kekuasaan). Ketiga, takwil tidak boleh tanpa sanad.45

Syarat-syarat yang telah disebutkan di atas merupakan syarat yang

kaitannya dengan kondisional, yakni materi ayat yang memungkinkan dipahami

dengan menggunakan pendekatan takwil, dengan kata lain kriteria yang dapat

digunakan dengan mengidentifikasi ayat-ayat al-Qur`an yang sah untuk

ditakwilkan.

Adapun syarat keabsahan pemaknaan yang dilahirkan dari proses

pentakwilan adalah sebagai berikut:

1. Tidak bertentangan dengan syariat Islam (pengalihan makna yang

dilakukan tidak bertentangan dengan makna bahasa Arab, makna

syari‟at, atau makna urf).

2. Diperkuat dengan keterangan lainnya dalam al-Qur`an dan sunnah

(men-takhṣīṣ ayat yang umum atau men-taqyīd ayat yang muṭlāq).

3. Orang yang mentakwil memiliki kapasitas ilmu tentang takwil.

Misalnya, paham tentang ʻam dan khaṣ, muṭlāq dan muqayyad. Juga

tidak menafikan makna lahir, tapi hanya diperluas darinya dan

4. Tidak bertentangan dengan akal sehat.46

45

Abū Zahrah, Uṣūl Fiqh (Beirut Dār al-Fikr al-Arabiyah), hal. 135. 46

Abū Zahrah, Uṣūl Fiqh, hal. 136.

Page 61: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

43

BAB III

BIOGRAFI SINGKAT AL-ṬABARĪ DAN AL-QĀSIMĪ

A. Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī

1. Riwayat Hidup al-Ṭabarī

Nama lengkap al-Ṭabarī adalah Abū Ja‟far Muḥammad Ibn Jarīr Ibn

Yazīd Ibn Katsīr1 Ibn Ghālib al-Ṭabarī dilahirkan di Amul, Ibu Kota Ṭabaristān,

Iran, pada tahun 224 H atau tahun 225 H (sekitar 839 M atau 840 M).2 Ketidak

pastian tahun kelahirannya disebabkan oleh sistem penanggalan tradisional

pada saat itu, yaitu dengan kejadian-kejadian besar dan bukan angka.3

Menurut para ahli sejarah, daerah ini dinamakan dengan Ṭabaristān karena

merupakan daerah pegunungan, dan penduduknya ahli dalam peperangan. Alat

yang digunakan dalam peperangan adalah Ṭabār (dalam bahasa Indonesia

semacam kampak).4 Perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan tumbuh bersamaan

dengan pertumbuhan umurnya. Dalam usia tujuh tahun ia sudah hafal al-Qur`an,

jadi imam ṣalat ketika saat berusia delapan tahun, dan menulis hadits ketika

berusia sembilan tahun.5

1 Versi lain mengatakan bahwa Kakek kedua al-Ṭabarī bukan Katsīr bin Ghālib tetapi

Khālid bin Ghālib. Lihat: Muḥammad Bakr Ismāʻil, Ibn Jarīr al-Ṭabarī wa Manhājuh fī al-Tafsīr

(Kaira: Dār al-Manār, 1991), hal. 9. 2 Abū Jaʻfar Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī, Jāmiʻ al-Bayān „an Ta‟wīli āy al-Qur‟ān,

Jilid. I (Beirut Dār al-Fiqr), hal. 3. Lihat juga: Muḥammad Ṣifā‟ Syaikh Ibrāhīm Ḥaqqī, „Ulūm al-

Qur‟ān min Khilāli Muqaddimāt al-Tafāsir, Jilid. I (Muassasah al-Risalah, 2004), Cet. I, hal. 260. 3 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Isra‟iliyat dalam Tafsir al-Ṭabarī dan Tafsir

Ibnu Katsīr (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hal. 55-56. 4 Musṭafā al-Ṣāwi al-Juwaini, Manāhij fī al-Tafsīr (Mesir: Nas‟atu al-Maʻārif,

Iskandariyah), hal. 301. 5 Ḥasain „Aṣi, Abū Ja‟far Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī wa Kitabūhu Tārikh al-Umam

wa al-Muluk (Beirut: Dār al-Kutub al-„Alamiyah, 1992), Cet. I, hal. 53.

Page 62: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

44

Al-Ṭabarī lahir dan berkembang ditengah-tengah keluarga yang

mempunyai perhatian tinggi terhadap masalah pendidikan, terutama dalam bidang

keagamaan. Hal ini bersamaan dengan situasi agama Islam yang sedang

mengalami kejayaan dan kemajuannya dibidang pemikiran sehingga menjadi

rujukan para pemikir saat itu. Hemat penulis Kondisi sosial yang demikian ini

secara psikologis tentu memberikan pengaruh yang besar terhadap kepribadian

seorang al-Ṭabarī dan menumbuhkan kecintaannya terhadap ilmu.

Setelah beberapa lama beliau belajar dikampung halamannya, yaitu Amul,

Tempat yang kondusif untuk membangun pendidikannya dan diasuh langsung

oleh ayahnya. Kemudian beliau mengadakan riḥlah ilmiyah ke berbagai tempat.

Tempat pertama yang menjadi tujuannya adalah Ray dan daerah sekitarnya.

Disana mulai belajar hadits dari Muḥammad bin Ḥāmid al-Rāzī. Kemudian

pindah ke Baghdad untuk belajar kepada Aḥmad bin Ḥambal (164-241 H/ 780-

855 M), tapi sesampainya di Baghdad ternyata Aḥmad bin Ḥambal sudah wafat.6

Di Kufah beliau belajar qirāah dari Sulaimān al-Tūlhi dan hadits dari sekelompok

jamāʻah yang diperoleh dari Ibrāhīm Abī Kuraib Muḥammad bin al-„Alā al-

Madanī, salah seorang ulama besar dalam bidang hadits. Dari Baghdad beliau

melanjutkan riḥlah ilmiyahnya menuju dua kota besar selatan Baghdad, yaitu

Basrah dan Kufah. Di Basrah, beliau berguru pada Muḥammad bin Abd al-Aʻlā

al-Sanʻānī (w 245 H/859 M), Muḥammad bin Mūsā al-Ḥarasī (w. 248 H/ 862 M),

dan Abū al-ʻAsʻas, Aḥmad bin al-Miqdam (w. 253 H/867 M), dan Abū al-Juzā‟

Aḥmad bin „Utsmān (w. 246 H/860 M).7

6 Al-Ṭabarī, Jāmiʻ al-Bayān „an Ta‟wīli āy al-Qur‟ān, Jilid. I, hal. 3.

7 Subḥi al-Ṣāliḥ, Mabāḥīts fī 'Ulūm al-Qur‟ān (Beirut: Dār al-'Ilm, 1972), Cet. VII, hal.

179-180.

Page 63: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

45

Dalam bidang tafsir, al-Ṭabarī berguru kepada ulama Basrah, yaitu

Ḥumaid bin Masʻadah dan Bisr bin Muʻai al-„Aqadi (w. akhir 245 H/859-860 M),

namun sebelumnya beliau telah banyak menyerap pengetahuan tentang tafsir

dari ulama Kufah, yaitu Ḥamdān al-Sārī (w. 243 H/857 M). Pada tahun 253 H,

beliau sampai di Mesir. Pada saat di Mesir, beliau belajar pada pemuka-pemuka

madzhab Syāfiʻī, antara lain adalah: al-Rābi bin Sulaimān al-Murādī dan Ismāʻīl

bin Ibrāhīm al-Muzannī dan lain-lainnya. Dari sana beliau kemudian kembali ke

Baghdad, dan kembali ke Ṭabaristān, lalu balik lagi ke Baghdad hingga akhir

usianya. Beliau meninggal pada tahun 310 H.8

Diantara guru-guru beliau yang lain adalah: Syaikh Yūnus Abd „Aʻlā (w.

264 H), Syaikh Muḥammad Ibn Ḥāmid al-Rāzī (w. 248 H), Syaikh Sufyān Ibn

Waqīʻ (w. 247 H). Selain ini, masih banyak guru-guru beliau yang berada di

Syām, Mesir dan Iraq. Sementara sebagian murid-muruid beliau yang bertemu

langsung adalah: Ibn Mujāhid, Abū al-Qāsim al-Ṭabarani (w. 360 H), Muḥammad

Ibn Aḥmad al-Dajūni (224 H).9

Menurut Ḥusain al-Dzahabī dalam kitabnya “al-Tafsīr wa al-Mufassirūn”,

al-Ṭabarī merupakan salah seorang ulama dengan kredebilitas yang tidak

diragukan lagi pada masanya. Beliau hafal al-Qur`an, paham hukum-hukumnya,

dapat mengetahui hadits ṣahīh dan ḍaʻīf, hingga beliau dijuluki sebagai bapak

tafsir. Keluasan ilmu yang dimiliki al-Ṭabarī mendapatkan pengakuan dari

berbagau ulama:10

Berikut ini beberapa komentar ulama:

8 Al-Ṭabarī, Jāmiʻ al-Bayān „an Ta‟wīli āy al-Qur‟ān, Jilid. I, hal. 4.

9 Muḥammad Shifā‟ Syaikh Ibrāhīm Ḥaqqī, „Ulūm al-Qur‟ān min Khilāli Muqaddimāt al-

Tafāsir, Jilid. I (Muassasah al-Risalah, 2004), Cet. I, hal. 266-267. 10

Muḥammad Ḥusain al-Dzahabī, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, Juz. I (Dār al-Hadīts al-

Qāhirah, 2005), hal. 180-181.

Page 64: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

46

a. Jalāluddīn al-Suyūṭī: “al-Ṭabarī adalah pemimpin para mufassir secara

mutlak, seorang ulama multi disiplin keilmuan yang sulit dimiliki oleh

ulama yang semasa dengannya. Beliau hafal al-Qur`an, mengetahui

makna-maknanya, paham hukum al-Qur`an, mengetahui sunnah

dengan berbagai aspeknya, mengetahui sejarah ṣahabat, dan tabiʻīn”.11

b. Al-Khatīb: “al-Ṭabarī adalah salah satu imam pemimpin umat,

perkataannya dapat dijadikan hukum dan pendapatnya dapat dijadikan

rujukan. Beliau adalah seorang hāfiẓ yang mengetahui makna ayat-

ayat al-Qur`an dan paham terhdap hukum-hukum al-Qur`an, mengenal

hadits nabi serta periwayatannya dan kedudukan ṣahih dan tidaknya.”12

2. Karya-karya Intelektual al-Ṭabarī

Kemahiran al-Ṭabarī dari berbagai disiplin ilmu ditunjukkan dengan

sejumlah karya-karyanya. Mengenai berapa banyak buku yang telah beliau tulis

tidak ditemukan informasi yang pasti. Yang pasti al-Ṭabarī menulis kitab empat

lembar setiap hari selama 40 tahun,13

bisa dibayangkan betapa banyak karya yang

telah beliau tulis. Tapi tidak semua karya al-Ṭabarī sampai ke masa sekarang.

Siapa saja yang pernah membaca karya beliau dalam bidang fiqh maka ia akan

berkata bahwa beliau adalah faqīh (pakar fiqh), jika mereka membaca karya

tafsirnya mereka akan berkata bahwa beliau adalah seorang bapak tafsir, dan

apabila mereka karya nahwu, balāghah dan faṣāhah, mereka akan mengatakan

bahwa beliau adalah ahli bahasa, begitupun dengan disiplin ilmu-ilmu yang lain.

Menurut Rasikhan Anwar tidak semua karya al-Ṭabarī sampai ke masa sekarang.

Diduga banyak karya beliau tentang hukum yang hilang bersamaan dengan

lenyapnya madzhab jarīriyah. Berikut ini adalah beberap karya beliau yang

11

Jalāluddīn al-Suyūṭī, Ṭabaqāt al-Mufassirīn (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyah, 1982),

hal. 82. 12

Māniʻ Abd Ḥalim Maḥmūd, Metodologi Tafsir, Kajian Komprehensif Metode Para

Ahli Tafsir, terj: Faisal Ṣaleh dan Syahdianor (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 69. 13

Ibrāhīm Ḥaqqī, „Ulūm al-Qur‟ān min Khilāli Muqaddimāt al-Tafāsir, hal. 267.

Page 65: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

47

sampai pada masa sekarang ini:14

Kitab tafsir (Jāmiʻ al-Bayān „an Ta‟wīli āy al-

Qur‟ān),15

kitab Tārīkh (Tārīkh al-Umam wa al-Mulk, dan lain sebagainya), kitab

fiqh (Ikhtilāf „Ulūm al-Amṣār fī Ahkām al-Syar‟ī al-Islām), kitab hadits (Tahdzīb

al-Atsār wa Tafṣīl al-Tsābit „an Rasūlillah min al-Akhbār).

Dari sekian banyak karya al-Ṭabarī yang telah diterbitkan oleh berbagai

penerbit menunjukkan bahwa al-Ṭabari adalah salah seorang mufassir yang tidak

hanya menguasai satu cabang ilmu, tapi berbagai cabang keilmuan ia kuasai.

Seperti tafsir, fiqh, hadits, nahwu, bahsa Arab, sastra Arab, dan lain sebagainya.

3. Tafsir Jāmiʻ al-Bayān dan Sistematika Penulisannya.

Tafsir ini disusun oleh al-Ṭabarī sebelum beliau menulis kitab tarikhnya

dipenghujung abad ke tiga. Tafsir ini dianggap sebagai kitab induk dari berbagai

kitab tafsir yang ada sampai saat ini, yang terdiri dari 30 jilid.16

Mayoritas

mufassir menjadikan tafsir al-Ṭabarī ini sebagai rujukan utama bagi tafsir mereka

yang menggunakan bi al-Ma‟tsūr, namun tidak sedikit juga para tokoh mufassir-

bi al-Ra‟yi yang merujuk pada tafsir al-Ṭabarī. Hal yang demikian ini

menurut al-Dzahabi dikarenakan pembahasan tafsir al-Ṭabarī yang sangat luas dan

mendalam.17

Setiap mufassir punya metode tersendiri dalam usaha memahami makna

al-Qur`an. Metode-metode yang digunakan atau dikembangkan memiliki

keistimewaan dan kelemahan-kelemahan. Masing-masing dapat digunakan sesuai

14

Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Isra‟iliyat dalam Tafsir al-Ṭabarī dan Tafsir

Ibnu Katsīr, hal. 62-64. Lihat juga: Abd Ḥalim Maḥmūd, Metodologi Tafsir. hal. 69. 15

Tafsir ini merupakan tafsir paling besar dan utama dan menjadi rujukan bagi para

mufassir bi al-ma‟tsūr, karena al-Ṭabarī menyandarkan penafsirannya pada para ṣahabat, tābiʻīn

dan tābiʻit tābiʻīn. Ia juga mengemukakan berbagai pendapat ulama dan mentarjihnya. Lihat:

Mannāʻ al-Qaṭṭān, Pengantar Studi Ilmu al-Qur`an, diterjemahkan oleh Aunur Rofiq (Pustaka

Kautsar, 2012), Cet. VII, hal. 478. 16

Thameem Uṣama, Metodologi Tafsir al-Qur`an, Kajian Kritis, Objektif dan

Komprehensif. Terj: Hasan Basri dan Amroeni (Jakarta: Radar Raya Pratama, 2000), Cet I. hal. 68. 17

Ḥusain al-Dzahabī, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, Juz. I, hal. 182.

Page 66: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

48

dengan tujuan yang ingin dicapai. Secara umum ada empat metode penafsiran

yang telah dikenal oleh para mufassir, yaitu: metode Taḥlīlī (analisis), metode

Ijmālī (global), metode Muqāran (perbandingan/komparatif), dan metode

Mauḍuʻī (tematik).18

Sedangkan tafsir al-Ṭabarī (Jāmiʻ al-Bayān) menurut Abdul

Djalal menggunakan metode muqāran (komparatif), karena di dalamnya memuat

berbagai pendapat ulama dan membandingkan sebagian pendapat dengan

pendapat lainnya.19

Tafsir al-Ṭabarī, dilihat dari sumbernya dikenal dengan tafsir bi al-

Ma‟tsūr, yaitu tafsir yang mendasarkan penafsirannya pada riwayat-riwayat Nabi

saw, para ṣahabatnya, tabiʻīn, dan tabit tabiʻīn. Pola yang digunakan al-Ṭabarī

ketika ia hendak menafsirkan suatu ayat al-Qur`an dengan mengatakan takwil

ayat ini. Dalam tafsirnya ia berkata “pendapat mengenai takwil firman Allah swt,

ini adalah begini dan begini”. Kemudian beliau menafsirkannya dengan

menyandarkan kepada pendapat para ṣahabat dan tabiʻīn secara lengkap.20

Dilihat dari sumber penafsiran, tafsir al-Ṭabarī dapat dikelompokkan pada

tafsir bi al-Ma‟tsūr, tapi kalau dilihat dari metode pemaparannya, al-Ṭabarī

menggunakan metode taḥlilī karena menjelaskan dari semua aspeknya, dan

apabila ia membahas suatu tema tertentu dalam al-Qur`an (tematik) ia

menggunakan metode muqāran (komparasi) yaitu dengan memaparkan segala

riwayat atau pendapat yang berkenaan dengan ayat yang hendak ditafsirkan,

kemudian mentarjihnya dan mengambil pendapat yang paling unggul diantara

18

M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: Lentera Hati, 2013), Cet. II, hal. 377-

378. 19

Abdul Djalal, „Ulūm al-Qur‟ān (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), Cet. III, hal. 3. 20

Husain al-Dzahabī, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, hal. 184.

Page 67: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

49

beberapa pendapat yang dikutipnya21

. Ini artinya bahwa al-Ṭabarī di satu sisi juga

menggunakan ra‟yu-nya dalam menafsirkan al-Qur`an.22

Masalah bahasa dan hukum juga tidak ketinggalan dalam pembahasannya.

Oleh karenanya tafsir al-Ṭabarī melebihi penafsiran-penafsiran ulama terdahulu

(ulama sebelum al-Ṭabarī). Imam Nawāwī mengatakan “umat telah sepakat

bahwa belum pernah ada kitab tafsir yang sekaliber tafsir al-Ṭabarī”. Ibn

Taimiyah berkata “Diantara tafsir-tafsir yang sampai pada masa sekarang ini,

tafsir yang paling besar adalah tafsir al-Ṭabarī, karena ia memuat pendapat-

pendapat ulama salaf dengan sanad yang kuat. Dalam pendekatan bahasa, beliau

menjadikan bahasa Arab sebagai pegangan oleh karena bahasa arab merupakan

bahasa al-Qur`an, sehingga beliau menjadikan syair-syair arab kuno dan

madzhab-madzhab nahwu sebagai salah satu pegangan.23

Tafsir al-Ṭabarī juga menggunakan metode taḥlīlī,24

karena menafsirkan

ayat sesuai dengan susunan muṣaf, sedangkan oreintasi yang digunakan adalah

oreintasi gabungan, karena mengagabungkan penafsiran bi al-Ma‟tsūr dengan

penafsiran bi al-Ra‟yi.25

Banyaknya hadits yang terhimpun di dalamnya,

menyebabkan tafsir al-Ṭabarī secara partikular dinilai sebagai contoh penting dan

rujukan tafsir bi al-Ma‟tsūr.

21

Mannāʻ al-Qaṭṭān, Studi Ilmu al-Qur`an, terj: Mifdhol Abdurrahman (Jakarta: Pustaka

al-Kautsar, 2012), Cet. VII, hal. 454. 22

Muzdalifah Muhammadun, “Jāmiʻ al-Bayān „an Ta‟wīli āy al-Qur‟ān; Analisis Alur

Penafsiran Ibnu Jarīr al-Ṭabarī”. Jurnal al-Fikr Volume 17 Nomor 2 Tahun, 2013. Hal. 9. 23

Mannāʻ al-Qaṭṭān, Studi Ilmu al-Qur`an, hal. 454. Lihat juga: Ḥusain al-Dzahabī, al-

Tafsīr wa al-Mufassirūn, hal. 172. 24

Tafsir taḥlīlī adalah menafsirkan ayat al-Qur`an dengan berbagai seginya, sesuai

dengan kecenderungan dan keinginan mufassirnya, dihidangkan secara urutan muṣaf. Biasanya

yang dihidangkan mencakup pengertian umum kosa kata ayat, munasabah ayat dengan ayat

sebelumnya, Asbāb al-Nuzūl, makna global ayat, hukum yang dapat ditarik, biasanya

menghadirkan berbagai pendapat madzhab, qirā‟at, i‟rāb ayat-ayat yang ditafsirkan serta ke

istimewaan susunan katanya. Lihat: M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, hal. 378. 25

Rasihan Anwar, Melacak Unsur-unsur Isrā‟ iliyāt dalam Tafsir al-Ṭabarī dan Tafsir

Ibn Katsīr, hal. 66.

Page 68: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

50

Al-Ṭabarī mengecam orang-orang yang hanya menggunakan akalnya

dalam menafsirkan al-Qur`an atau hanya mengandalkan pengertian-pengertian

bahasa dalam menafsirkan al-Qur`an. Beliau sangat menganjurkan agar para

mufassir merujuk pada qaul para ṣahabat dan tabiʻīn dengan sanad yang ṣahīh.

Hal ini menurut al-Ṭabarī sekaligus menjadi ciri tafsir yang ṣahīh dan berfaidah.26

Adapun sistematika penulisan tafsir al-Ṭabarī adalah dengan menyebutkan

beberapa hal penting terkait penafsirannya, misalnya beliau berbicara tentang

kerapihan susunan al-Qur`an. menjelaskan huruf-huruf al-Qur`an yang sama

penuturannya dalam bahasa-bahasa lain dan menjelaskan huruf-huruf yang

berbeda dengan bahasa lain. Meriwayatkan hadits Nabi dengan lengkap.

Menjelaskan sudut pandang yang dipakai agar memahami takwil al-Qur`an,

lalu menyebutkan beberapa riwayat yang melarang pentakwilan dengan

menggunakan akal-pikiran semata. Setelah semua ini dibahas beliau kemudian

menjelaskan penafsirannya terhadap ayat al-Qur`an. Dalam menafsirkan al-

Qur`an beliau mengemukakan pendapatnya dengan bersandar pada atsār dan

akhbār serta kaidah dan ucapan-ucapan ulama terdahulu.27

B. Muḥammad Jamaluddīn al-Qāsimī

1. Riwayat Hidup al-Qāsimī.

Nama lengkap al-Qāsimī adalah Jamāl ad-Dīn bin Muḥammad Sa‟īd ad-

Dimasyqī bin Muḥammad Qāsim al-Ḥallāq al-Syāfiʻī al-Atsāri.28

Beliau lahir di

Damaskus pada tahun 1866 M, dan wafat pada tahun 1914 M bertepatan dengan

tahun 1332 H. Al-Qāsimī banyak mengkaji karya-karya para muḥaddits, uṣūliyyīn,

26

Ḥusain al-Dzahabī, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn, hal. 184. 27

Abd Ḥalīm Maḥmūd, Metodologi Tafsir, hal. 72-73. 28

Abd al-Ḥayyi bin „Abd al-Kabīr al-Kittāni, Faḥrās al-Faḥāris wa al-Itsbāt, Juz. I (Dār

al-Garb al-Islāmī, 1982), hal. 477.

Page 69: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

51

fuqahā‟, sufistik, ilmu kalam (teologi) dan ahli sastra, baik klasik maupun

kontemporer.29

Dalam masalah-masalah agama, al-Qāsimī selalu menganjurkan madzhab

salaf untuk dijadikan dasar pijakan. Belaiu selalu membela madzhab salaf baik

dalam studinya maupun karya-karyanya. Madzhab salaf baginya hanyalah

melaksanakan ajaran al-Kitab (al-Qur`an) dan sunnah, tanpa mengurangi atau

menambah sedikitpun. Dalam persoalan-persoalan yang kontroversi beliau

menganjurkan sifat adil dan mengikuti pandangan yang dibangun berdasarkan

dalil tanpa mencaci yang berbeda dengan pandangannya dan tidak juga membabi

buta.30

Al-Qāsimī tumbuh ditengah keluarga yang dikenal takwa dan berilmu.

Ayah beliau adalah seorang ahl fiqh sekaligus sastrawan bernama Abū

ʻAbdillāh Muḥammad Saʻīd Abi al-Khair. Ayahnya mewarisi perpustakaan yang

berisi banyak literatur keilmuan dari kakeknya, kemudian dari ayahnya

diwariskan langsung pada kepada al-Qāsimī. Perpustakaan ini memuat banyak

literatur keagamaan seperti: tafsir, hadits, fiqh, bahasa, tasawuf, sastra, sejarah,

uṣūl fiqh. Buku-buku umum lainnya seperti sosial kemasyarakatan, olah raga,

hukum perbandingan, filsafat dan sejarah perbandingan agama.31

Fasilitas ini yang membuat al-Qāsimī banyak membaca karya-karya para

mufassir, ahli hadits, uṣūl fiqh, tasawuf, ilmu kalam dan lain sebagainya. baik

yang klasik maupun yang kontemporer. Tidak heran jika beliau tumbuh sebagai

seorang intelek yang mempuni dalam segala bidang ilmu keagamaan. Disamping

29

Abd Majīd Abd Salām al-Muh {tasib, Ittijāhāt al-Tafsīr fī al-„Aṣri al-Hadīts, (Dār al-

Fikr), hal. 41. 30

Abd Salam al-Muh {tasib, Ittijāhāt al-Tafsīr fī al-„Aṣri al-Hadīts, hal. 42. 31

Abd Salam al-Muh{tasib, Ittijāhāt al-Tafsīr fī al-„Aṣri al-Hadīts, hal. 42.

Page 70: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

52

fasilitas yang lengkap beliau juga termasuk sosok yang mempunyai kecerdasan

diatas rata-rata.

Walaupun al-Qāsimī banyak belajar secara otodidak lewat buku-buku yang

ada di perpustakaannya, beliau tidak terlepas dari pengaruh ulama yang se zaman

dengannya. Pertemuannya dengan Muḥammad Abduh pada tahun 1904 M

memberikan pengaruh yang luar biasa pada diri al-Qāsimī. Para penulis yang

sezaman dengan al-Qāsimī menganggap sajak dalam kepenulisan sebagai pesona

utama. Seiring berkembangnya karya prosa yang telah digunakan oleh

Muhammad Abduh dalam karya tulisnya dan kekaguman al-Qāsimī kepada

Muhammad Abduh membuat al-Qāsimī menggantikan gaya sajak dengan prosa

dalam berbagai karya tulisnya.32

Al-Qāsimī adalah salah seorang pengagum Ibn Taimiyah sehingga

termasuk bagian dari pentolan madrasah salaf. Beliau menjadi intelek yang

menguasai banyak ilmu hingga ia pernah menceritakan tentang dirinya sendiri.

Allah swt, telah melimpahkan karunia-Nya. Beliau belajar Ṣahih Muslim baik

secara riwāyah atau dirāyah pada suatu majelis selama 40 hari, Sunan Ibn Mājah

selama 21 hari, Muwaṭṭa‟ Imam Malik selama 19 hari, ia mempelajari sendiri

kitab Taqrīb al-Tahdzīb karya Ibn Hajar serta merevisi kesalahan-kesalahan yang

ada di dalamnya, memperkokoh dan mensyarahnya. Lalu ia berkata “kitab ini saya

baca diiringi dengan yang lainnya. Aku bersungguh-sungguh dalam mepelajarinya

hingga aku sakit mata”. Karena kealiman dan kecerdasan pemikiran-

pemikirannya, beliau dituduh sebagai penggagas madzhab baru yang sering

disebut dengan madzhab Jamalī, hingga akhirnya beliau ditanggap untuk dimintai

32

Abd Salam al-Muh {tasib, Ittijāhāt al-Tafsīr fī al-„Aṣri al-Hadīts, hal. 42.

Page 71: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

53

keterangan. Tapi beliau menjawab semua apa yang dituduhkan kepadanya dan

memberikan kebuktian akan ketidakbenaran tuduhan yang dituduhkan

kepadanya. Ketidak terbuktian tuduhan itu membuatnya dilepaskan dari penjara.33

2. Karya-karya Intelektual al-Qāsimī.

Pada masa ayahnya masih hidup, al-Qāsimī sudah mulai mendedikasikan

hidupnya di dunia intelektual sebagai seorang pengajar. Setelah ayahnya wafat,

beliau menggantikan posisinya sebagai pimpinan di Masjid Sananin Damaskus.

Kegigihannya dalam mengkaji berbagai literatur keislaman semakin menguat.

Beliau mulai memberikan syarh kitab-kitab, mengkritik hingga

menyusun/menulis berbagai kitab sesuai dengan kapasitas keilmuannya. Dengan

semangat dan keilmuan yang ditekuninya, lahirlah beberapa karya beliau dengan

jumlah yang cukup banyak, yang berjumlah tidak kurang dari 80 karya.34

Baik

yang telah tercetak atau yang masih berbentuk dokumen asli. Ada yang

menyebutnya secara pasti yaitu berjumlah 72 kitab.

“Menururt Maniʻ Abdul Ḥalīm Maḥmūd dalam bukunya

“Metodologi Tafsir: Kajian Kompehensif Metode Para Ahli Tafsir”

Diantara karya-karya al-Qāsimī yang paling populer adalah: “(1) Tafsīr

Maḥāsin al-Ta‟wīl, (2) Faṣ al-Kalām fī ḥaqīqati „Audi al-Rūh ilā al-

Mayyiti hīna al-Kalām, (3) Al-Bahtsu fī Jamī al-Qirāti al-Utārif „Alaihā,

(4) Dalāil al-Tauḥīd, (5) Mau‟iẓah al-Mu‟minīn min Iḥyā‟ „Ulūmuddīn,

(6) Qawāid al-Ta‟hdits fī Funūn Muṣṭalah al-Hadīst”.35

3. Tafsir Maḥāsin al-Ta‟wīl dan Metodologi Penulisannya.

Tafsir al-Qāsimī, Maḥāsīn al-Ta‟wīl terdiri dari 17 juz. Juz pertama berisi

muqaddimah yang secara khusus menjelaskan kaidah-kaidah tafsir, seperti Asbāb

al-Nuzūl, Nāsikh wa al-Mansūkh, Kisah para Nabi dan lain sebagainya. Hal ini

33

Abd Ḥalīm Maḥmūd, Metodologi Tafsir, hal. 234. 34

Abd Ḥalīm Maḥmūd, Metodologi Tafsi, hal. 233. 35

Abd Ḥalīm Maḥmūd, Metodologi Tafsir, hal. 233.

Page 72: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

54

dimaksudkan agar juz pertama ini menjadi kunci dari tafsir al-Qāsimī tersebut.36

Al-Qāsimī berkata dalam muqaddimah tafsir Maḥāsīn al-Ta‟wīl:

“Setelah saya menghabiskan sebagian hidup saya untuk

menganalisa beberapa realitas tafsir, maka saya berhenti sejenak untuk

menganalisa kedalamannya. Saya bermaksud untuk membuat sistematika

dalam menelusuri mufassir besar sebelum rahasia-rahasianya rusak dan

unsur-unsurnya punah, dan untuk membantunya saya harus membuat

rambu-rambu, dan untuk membuatnya saya harus membuat susunan-

susunan/sistematika. Sehingga saya harus menguatkan tekat yang lemah

dan idealisme yang rapuh. Saya selalu minta petunjuk kepada Allah swt,

dalam merumuskan kaidah-kaidahnya dan dalam menjelaskan maksud-

maksud dalam kitabnya. Dengan pertolongan Allah swt, saya beri nama

Maḥāsīn al-Ta‟wīl. Saya mengisinya dengan sesuatu yang seharusnya

tidak ada, seperti beberapa hasil penelitian”.37

Tafsir adalah sebuah hasil pemahaman ulama terhadap teks al-Qur`an yang

sifatnya ṣāliḥun likulli zamān wa al-makān. Karena itu, tafsir akan selalu

mendemonstrasikan karakter ruang serta waktu dimana dan kapan ia lahir.38

Maka, kajian terhadap latar belakang sosio-kultural dimana sebuah kitab tafsir

muncul adalah sesuatu yang urgen. Hal ini penting untuk mengetahui situasi apa

dan pengaruh apa yang melatar belakangi kemunculan kitab tafsir tersebut.

Begitu juga dengan kitab tafsir karya al-Qāsimī ini.

Kitab tafsir Maḥāsīn al-Ta‟wīl muncul ditengah zaman, dimana terjadi

benturan antara dua peradaban yang berbeda. Benturan yang terus-menerus antara

Islam dengan gerakan internasional orientalisme dan misionarisme pada

pertengahan abad ke-19 dan awal abad ke-20, di mana serangan kolonialis kafir

terhadap dunia Islam mencapai puncaknya.39

36

Abd Salam al-Muh {tasib, Ittijāhāt al-Tafsīr fī al-„Aṣri al-Hadīts, hal. 42. 37

Jamāluddīn al-Qāsimī, Maḥāsin al-Ta‟wīl, Juz. I (Khādim al-Kitāb wa al-Sunnah,

Muḥammad Fu‟ād „Abdu al-Bāqī, 1957), Cet. I, hal. 5. 38

Muhammad Yusuf dkk, Studi Kitab Tafsir: Menyuarakan Teks yang Bisu

(Yogyakarta: Teras kerja sama dengan TH-Press, 2004), hal. 11. 39

Abd Salam al-Muḥtasib, Ittijāhāt al-Tafsīr fī al-„Aṣri al-Hadīts, hal. 54.

Page 73: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

55

Benturan antara dua peradaban ini diiringi muatan kepentingan, yang

bukan saja berkaitan dengan aspek teologis, juga berkaitan dengan aspek ekonomi

dan aspek kekuasaan. Benturan dan perang wacana ini pun terjadi di tempat

tinggal al-Qāsimī, yaitu negeri Syam. Tak pelak lagi, negeri Syam menjadi tempat

persemaian yang subur bagi gerakan kaum misionaris dan para pengikutnya.

Ditengah-tengah suasana inilah al-Qāsimī menulis karya tafsirnya.

Salah satu yang menjadi karakteristik tafsir Maḥāsin al-Ta‟wīl adalah

bahwa stiap kali al-Qasimi hendak menafsirkan ayat ia mengatakan: “al-Qaulu fī

Ta‟wīli qaulihī Taʻālā” seperti halnya al-Ṭabarī. Penulis berasumsi bahwa

penamaan tafsir al-Qāsimī dengan Maḥāsin al-Ta‟wīl disamping karena hasil

istikhārah kepada Allah swt, juga karena sesuai dengan isi di dalam tafsirnya

yang menghimpun banyak pendapat-pendapat para ulama, baik secara riwāyah

maupun dirāyah. Kemudian beliau menyaring pendapat-pendapat tersebut dan

mengambil yang paling kuat. Hal ini dapat dilihat ketika beliau mengkritik

pendapat-pendapat Mu‟tazilah dalam tafsirnya (Maḥāsin al-Ta‟wīl).

Al-Qāsimī dalam dalam tafsirnya (Tafsīr Maḥāsīn al-Ta‟wīl)

menggunakan metode taḥlīlī (analisis-terperinci), yaitu dengan memaparkan

makna dan segala aspek yang terkandung di dalamnya sesuai urutan bacaan al-

Qur`an yang terdapat dalam muṣaf ustmani. Al-Qāsimī tampaknya terpengaruh

dengan tendensi ilmiyah dalam tafsirnya, sehingga dalam menafsirkan beberapa

ayat beliau mengetengahkan sub pokok bahasan untuk menjelaskan secara detail

masalah-masalah ilmu Astronom yang terdapat dalam al-Qur`an. beliau mengutip

dari beberapa pakar Astronom.40

40

Abd Salam al-Muh {tasib, Ittijāhāt al-Tafsīr fī al-„Aṣri al-Hadīts, hal. 43.

Page 74: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

56

Disamping menggunakan metode taḥlīlī al-Qāsimī juga menggunakan

metode muqāran (perbandingan), yaitu dengan mengetengahkan berbagai

pendapat mufassir klasik dan mengutip dari tafsir mereka.41

Seperti tafsir al-

Ṭabarī, al-Zamakhsyari, Fakhru al-Rāsi, Ibn Katsīr dan lain sebagainya, kemudian

beliau mentarjih dengan memilih pendapat yang paling unggul menurutnya.

Dilihat dari pengambilan sumbernya, tafsir al-Qāsimī termasuk tafsir bi al-

Ma‟tsūr, yaitu sebuah penafsiran yang bersumber dari al-Qur`an, sunnah nabi,

perkataan ṣahabat, tābiʻīn dan tābiʻit tābiʻīn. Hal ini karena al-Qāsimī juga

merupakan ulama yang pakar dalam ilmu hadits dan musṭalahnya, sehingga

halaman demi halaman dalam tafsirnya hampir tidak ada yang tidak berisi hadits.

Disamping menggunakan riwāyah dalam tafsirnya, al-Qāsimī juga menggunakan

ra‟yu.

Al-Qāsimī terlihat membela madzhab ahl al-Sunnah. Oleh karenanya,

tatkala beliau mengetengahkan pendapat Muʻtazilah selalu disertai dengan

bantahannya. Misalnya, ketika beliau mengetengahkan pandangan Muʻtazilah

bahwa ahli maksiat (al-„Uṣāt) tidak akan mendapatkan syafāʻat. Beliau

menyanggah dan melemahkan pendapat Muʻtazilah dengan mengutip pendapat-

pendapat Ibn al-Munayyar al-Iskandari. Seperti ketika beliau menafsirkan firman

Allah swt, QS. al-Baqarah [2]: 48.

ها ها شفاعة ولا ي ؤخذ من وات قوا ي وما لا تزي ن فس عن ن فس شيئا ولا ي قبل من رون عدل ولا ىم ينص

“Dan jagalah dirimu dari (adzab) hari (kiamat, yang pada hari itu)

seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu

41

Abd Salam al-Muh{tasib, Ittijāhāt al-Tafsīr fī al-„Aṣri al-Hadīts, hal. 44.

Page 75: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

57

pula) tidak diterima syafāʻat dan tebusan dari padanya, dan tidaklah

mereka akan ditolong”.

Dengan berpedoman pada ayat ini Muʻtazilah berpendapat bahwa ahli

maksiat tidak akan mendapatkan syafāʻat, karena ia telah menafikan hak

seseorang atas hak orang lain yang diperlukan oleh siapapun yang mengerjakan

dan meninggalkan serta menafikan diterimanya syafāʻat bagi pemberi syafaat.

Jadi dapat dipahami bahwa ahli maksiat tidak dapat menerima syafaʻat. Al-Qāsimī

kemudian menanggapi pernyataan Muʻtazilah ini dengan mengatakan bahwa ayat

ini teruntuk khusus orang-orang kafir. Hal ini dipertegas dengan seruan yang

ditujukan kepada mereka. sebagaimana firman Allah swt, QS. al-Mudatstsir [74]

4842

dan QS. Al-Syuʻarā [26], 100-101.43

Makna ayat ini adalah bahwa Allah swt,

tidak akan memberikan tebusan dan syafāʻat bagi mereka yang kufur.44

42

Maka syafaʻat orang-orang yang dapat memberikan syafaat tidak akan bermanfaat

sedikitpun bagi mereka (orang-orang kafir). 43

Maka kami tidak mempunyai pemberi syafa‟at seorangpun, dan tidak pula mempunyai

teman yang akrab. 44

Jamāluddīn al-Qāsimī, Maḥāsin al-Ta‟wīl, Juz. II, hal. 121.

Page 76: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

58

BAB IV

PERBANDINGAN TA’WIL AL-ṬABARĪ DENGAN AL-QĀSIMĪ

A. Penerapan Takwil sebagai Tafsir

Setelah menjelaskan makna tafsir dan takwil serta menguraikan persamaan

dan perbedaannya pada bab II, maka pada bagian ini penulis akan menghadirkan

beberapa contoh penafsiran dalam kitab Tafsīr Jāmiʻ al-Bayān „an Ta‟wīli āy al-

Qur‟ān, karya al-Ṭabarī dan Tafsīr Maḥāsin al-Ta‟wīl, karya Jamāluddīn al-

Qāsimī), kemudian membandingkan kedua pendapat mufassir ini tentang takwil

dan tafsir.

Pada sub bab ini, penulis berupaya menguraikan apa dan bagaimana yang

dilakukan oleh al-Ṭabarī dan al-Qāsimī dalam menjelaskan lafaẓ-lafaẓ al-Qur`an

dalam tafsirnya. Selama ini, yang penulis tahu dan sebagaimana yang telah

dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa al-Ṭabarī dan al-Qāsimī selalu

menyebutkan kata ta‟wīl sebelum menjelaskan makna suatu ayat, penulis ingin

melihat apakah kata ta‟wīl yang dimaksud al-Ṭabarī dan al-Qāsimī adalah

memalingkan makna suatu lafaẓ dari makna asli pada makna yang lain atau

memalingkan makna suatu lafaẓ dari yang rājiḥ{{ pada yang marjūḥ{, menjelaskan

makna bāṭin bukan makna ẓāhir dari suatu lafaẓ, sebagaimana yang didefinisikan

oleh kebanyakan ulama kontemporer.1 Atau yang dimaksud oleh al-Ṭabarī dan al-

Qāsimī dengan kata ta‟wīl-nya adalah al-bayān, al- syarh, al-iḍāh, al-kasyf

sebagaimana tafsir. Untuk melihat hal tersebut, penulis melakukan pelacakan dari

1 Jamāluddīn al-Qāsimī, Maḥāsin al-Ta‟wīl, Juz. II (Khādim al-Kitāb wa al-Sunnah,

Muḥammad Fu‟ād „Abdu al-Bāqī, 1957), Cet. I, hal. 763.

Page 77: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

59

tiga contoh ayat. Pada tiga contoh ayat ini, penulis akan melihat seberapa banyak

kata-kata ta‟wīl dan kata-kata tafsīr yang digunakan oleh al-Ṭabarī dan al-Qāsimī

dalam menjelaskan tiga ayat itu.

Untuk menunjukkan bahwa penggunaan kata ta‟wīl yang digunakan oleh

al-Ṭabarī dan al-Qāsimī sebenarnya bermakna tafsir, penulis menguraikannya

dengan sistematika analisis sebagai berikut: 1) penulis memilih ayat yang akan

dijadikan sampel, 2) memilih lafaẓ dari ayat sampel yang bisa diasumsikan

bahwa al-Ṭabarī dan al-Qāsimī menafsirkan ayat tersebut sekalipun menggunakan

kata ta‟wīl, 3) penulis menyajikan pandangan al-Ṭabarī terlebih dahulu

kemudian al-Qāsimī sebagai bahan perbandingan. Apakah penjelsan yang mereka

lakukan itu sesuai dengan asumsi penulis bahwa al-Ṭabarī dan al-Qāsimī

menafsirkan ayat tersebut.? Adapun rincian dari struktur analisis yang dilakukan

oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan Tiga Contoh Ayat yang Menjadi Sampel

Perintah menyembah/ibadah kepada Allah. (QS. al-Baqarah [2]: 21).2

ت ت قون والذين من ق بلكم لعلكم خلقكم ربكم الذي اعبدوا يا أي حها الناس Tantangan terhadap orang-orang kafir. (QS. al-Furqān [25]: 33).

3

ناك بالق وأحسن ت فسناولا يأتونك بثل إلا جئ Penciptaan manusia pada dua jenis. (QS. al-Ḥujurāt [49]: 13).

4

2 Hai manusia, sembahlah Tuhan-mu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang

sebelummu, agar kamu bertakwa. 3 Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil,

melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. 4 Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang

perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-

mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang

paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Page 78: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

60

ن اكر وأنثى وجعلناكم لت عارفوا إن وق بائل شعوبايا أي حها الناس إنا خلقناكم م أكرمكم عند اللو أت قاكم إن اللو عليم خبن

Berikut adalah sejumlah alasan mengapa ayat-ayat di atas dipilih sebagai

sampel untuk memberi dan memastikan pemaknaan takwil dari ke dua mufassir

bermakna tafsir: (a) tiga ayat di atas tergolong ayat-ayat muḥkam. (b) terdapat kata

tafsīr dalam ayat tersebut. (c) secara umum, makna ayat tersebut sudah jelas dan

pasti.

2. Pemilihan Lafaẓ yang akan Dikomparasikan dari Ayat Terpilih.

Dari ketiga ayat di atas, penulis telah menetapkan beberapa lafaẓ yang

dianggap lafaẓ-lafaẓ kunci pada pembahasan ini. Dari QS. al-Baqarah [2]: 21,

penulis memilih tiga lafaẓ yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini.

Yaitu: lafaẓ اعبذوا, lafaẓ خهقكم, dan lafaẓ حخقىن, Pada ayat kedua (QS. al-Furqān

[25]: 33) penulis mengambil lafaẓ حفضيزا, dan pada ayat ketiga (QS. al-Ḥujurāt

[49]: 13), diambil dua lafaẓ, yaitu: lafaẓ شعىبب, dan lafaẓ قببئم.

Adalah sebuah kelaziman dalam tafsir dengan metode taḥlīlī mufassir

menjelaskan terlebih dahulu sejumlah kosa kata yang dianggap sulit. Begitu pula

dengan tafsiran al-Ṭabarī dan al-Qāsimī. Keduanya mencantumkan sejumlah kosa

kata yang diperinci. Dari sejumlah kosa kata yang mereka cantumkan dalam

penjelasan tiga ayat di atas diambil 6 kosa kata yang menjadi alat teropong

penulis untuk melihat maknanya. Sebab 6 kosa kata tersebut menurut penulis

merupakan kosa kata yang sangat mudah dipahami.

Page 79: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

61

3. Perbandingan Uraian Al-Ṭabarī dengan Al-Qāsimī dari Lafaẓ-Lafaẓ

Terpilih.

Sebelum menguraikan bagaian ini, penulis terlebih dahulu menunjukkan

tabel yang berkaitan dengan penjelasan lafaẓ-lafaẓ yang telah ditetapkan, dari

uraian kedua mufassir.

Tabel 4.1: Perbandingan penggunaan Kata Ta’wīl, Tafsīr dan Riwayat

penjelas.5

Nama

Mufassir

Ayat Terpilih

dalam Al-Qur`an

Jumlah

Kata Ta’wīl Kata Tafsīr Riwayah

Al-

Ṭab

arī

QS. al-Baqrah [2] 21 3 ta* 4

QS. al-Furqān [25] 33 3 ta* 4

QS. al-Ḥujurāt [49] 13 4 ta* 14

Al-

Qās

imī

QS. al-Baqrah [2] 21 1 ta* ta*

QS. al-Furqān [25] 33 1 Al-mufassir ta*

QS. al-Ḥujurāt [49] 13 1 ta* 6

*) ta: tidak ada data.

a. Al- Ṭabarī

Lafaẓ اعبذوا pada ayat pertama dipahami dengan kata waḥḥidū

sebagaimana pendapat Ibn „Abbās dalam sebuah riwayatnya.6 Tapi al-Ṭabarī

5 Tabel ini disajikan berdasarkan analisis penulis dari penjelasan al-Ṭabarī dan al-Qāsimī

atas tiga ayat di atas. 6 Dalam hal ini al-Ṭabarī menyebutkan tiga riwayat dalam kitabnya. Yanitu riwayat

Muḥammad bin Ḥumaid, Mūsa bin Harūn, dan Ibn ʻAbbās. Ibn ʻAbbās berkata dalam sebuah

riwayat yang diriwayatkan pada kami tentang makna uʻbudū, ia berkata bahwa makna uʻbudū

adalah wḥḥidū, al-Ṭabarī berkata: mungkin yang diinginkan Ibn ʻAbbās dalam mentakwilkan kata

uʻbudū dengan lafaẓ waḥḥidū adalah mengkhususkan ketaatan dan ibadah hanya kepada Allah,

bukan pada makhluk-Nya. Lihat: al-Ṭabarī, Jāmiʻ al-Bayān, Juz. I, hal. 385.

Page 80: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

62

memahami kata عببدة dengan menjelaskan makna kebahasaan, yaitu dengan

menyebutkan lafaẓ-lafaẓ yang sesuai dengan makna kata „ibādah. Seperti kata

ketaatan dan kepatuhan kepada Allah, dengan segala) انخذنم dan lafaẓ انخضىع لله

kerendahan jiwa dihadapannya). Hal ini sama ketika al-Ṭabarī memaknai kata

.pada surah al-Fātiḥ{ah وعبذو

Pilihan kata yang kedua dalam ayat ini adalah lafaẓ خهقكم. Dari pelacakan

penulis tentang pemaknaan al-Ṭabarī terhadap lafaẓ ini, diketahui bahwa ia

menjelaskan kata خهقكم sama persis dengan teks asli yaitu khalaqaqum. Pada lafaẓ

ketiga yang menjadi pilihan penulis dalam pembahasan ini adalah lafaẓ حخقىن, ia

mentakwil lafaẓ tersebut dengan makna lafẓiyah-nya, yaitu dengan kata طبعت.

Kalau diperhatikan makna kedua lafaẓ ini, maka terdapat kesamaan arti di

dalamnya. Taqwā dan Ṭāʻah berarti mengerjakan segala perintah dan menjauhi

larangan-Nya. Disamping itu, ia juga menyebutkan dua pendapat ulama yang

lain, yaitu Mujāhid dan Ibn Wāqiʻ. Keduanya memaknai kata حخقىن dengan kata

.حطيعىن

Pada ayat kedua, terdapat lafaẓ حفضيزا. Pada ayat ini al- Ṭabarī memulai

uraiannya dengan menjelaskan ayat secara keseluruhan, kemudian ia mengutip

satu riwayat sebagai penyokong pendapat yang ia kemukakan.7 Bahwa takwil

dari ayat di atas adalah “orang-orang musyrik itu tidak akan datang kepadamu

(Muhammad) dengan membawa contoh yang mereka buat yang serupa dengan al-

Qur`an, kecuali aku datang kepadamu dengan membawa kebenaran yang dapat

membatalkan/mengalahkan apa yang telah mereka upayakan”.

7 Sebagaimana al-Qāsim menceritakan kepada kami, ia berkata: Husain menceritakan

kepada kami, ia berkata: Hajjāj menceritakan kepadaku, dari Ibn Juraij dari Mujāhid, tentang

firman Allah “Wa aḥsana Tafsīra” ia berkata: Bayānan. Lihat: al-Ṭabarī, Jāmiʻ al-Bayān, juz.

XVII, hal. 448.

Page 81: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

63

Sebagaimana lafaẓ tattaqūn, lafaẓ tafsīr juga dijelaskan dengan

menggunakan makna lafẓiyah-nya, yaitu dengan menyebutkan lafaẓ sinonim dari

kata tafsīr. Kata tafsīr, sebagaimana telah penulis jelaskan pada bab II, jika

dilihat dari pengertian secara bahasa, maka ia bermakna al-ibānah, al-kasyf, dan

al-bayān.8 Demikian juga yang dilakukan al-Ṭabarī dalam menguraikan makna

kata tafsīr dalam ayat ini pada kitab tafsirnya. Ia menjelaskannya hanya dengan

makna lafẓiyah, dan menyebutkan beberapa pendapat ahl ta‟wīl yang senada

dengan pendapatnya.9

Pada ayat ketiga ini, penulis memilih dua lafaẓ yang diteropong

penjelasannya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana al-Ṭabarī dalam

menguraikan makna dua lafaẓ tersebu? Dua lafaẓ itu adalah lafaẓ syuʻūb dan

qabāil. Kata syuʻūb dan qabāil jika dilihat dalam al-Qur`an terjemahan DEPAG,

diterjemahkan dengan “berbangsa-bangsa dan bersuku-suku.”10

Namun demikian,

al-Ṭabarī dengan mengacu pada beberapa riwayat yang telah ia sebutkan dalam

kitab tafsirnya.11

Ia memaknai dua lafaẓ tersebut dengan makna yang berbeda dari

8 Mannāʻ Khalīl al-Qaṭṭān, Mabāhis fī Ulūm al-Qur‟ān (Mansyūrāt al-„Aṣr al-Ḥadīst,

1973), hal. 323. 9 Dalam menjelaskan kata tafsīr pada ayat ini al-Ṭabarī menyebutkan tiga riwayah yang

senda dengan pendapatnya. Yaitu: pertama, Muḥammad bin Saʻīd menceritakan kepadaku, ia

berkata: bapakku menceritakan kepadaku, ia berkata: pamanku menceritakan kepadaku, ia berkata:

pamanku menceritakan kepadaku dari bapaknya dari Ibn „Abbās, tentang firman Allah: “wa

aḥ{sana tafsīra” Ibn „Abbās berkata: “aḥ {asana tafṣīlā (lebih baik penjelasannya). Kedua, al-Qāsim

menceritakan kepada kami, ia berkata: al-Ḥusain menceritakan kepada kami, ia berkata: Ḥujaj

menceritakan kepadaku dari Ibn Juraij dari Mujāhid tentang firman Allah: “wa aḥ {sana tafsīra” ia

berkata: “bayānan” (penjelasan). Ketiga, diceritakan dari al-Ḥusain, ia berkata: aku mendengar

Abū Muʻād berkata: ʻUbaid mengabarkan kepada kami, ia berkata: aku mendengar al-Ḍaḥḥāk

berkata tentang firman Allah “wa aḥ {sana tafsīra” ia berkata: “tafṣīlan” (penjelasan). Lihat: al-

Ṭabarī, Tafsir Jāmiʻ al-Bayān, Juz. XVII, hal. 447-448. 10

Lihat: al-Qur`an dan Terjemahannya, Departemen Agama Republik Indonesia

(Bandung: CV Penorogo, 2008), hal. 517. 11

Riwayat Abū Kuraib-Ibn „Abbās (Komunitas-komunitas dan kabilah-kabilah), riwayat

Khallād bin Aslam (komunitas-komunitas), riwayat Abū Kuraib-Saʻīd bin Jubair (komunitas-

komunitas dan suku-suku besar), riwayat Muḥammad bin „Amr (nasab yang jauh dan nasab yang

dekat), riwayat Bisyr (nasab yang jauh), riwayat Ibn „Abdi al-Aʻlā (nasab), riwayat Husain (nasab

yang jauh ), riwayat Ibn Basysyār (suku besar dan kabilah-kabilah), riwayat Yahyā bin Ṭalḥah, dan

riwayat Muḥammad bin Saʻīid (ansab). Lihat: Tafsir Jāmi‟ al-Bayān, Juz. XXI, hal. 384-385.

Page 82: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

64

apa yang telah dilakukan oleh KEMENAG. Ia memaknai lafaẓ syuʻūb dengan al-

nasab al-baʻīd (keturunan yang jauh) dan lafaẓ qabāil dengan al-nasab al-qarīb

(keturunan yang dekat). Salah satu diantara riwayat-riwayat itu adalah:

“Muḥammad bin „Amr menceritakan kepadaku, ia berkata: Abū

„Āṣim menceritakan kepada kami, ia berkata: „Īsā menceritakan kepada

kami, dan al-Ḥāris menceritakan kepadaku, ia berkata: al-Ḥasan

menceritakan kepada kami, ia berkata: Waraqāʻ menceritakan kepada

kami. Semuanya dari Ibn Abī Najīḥ, dari Mujāhid tentang firman Allah:

lafaẓ syuʻūb. Ia berkata: al-nasab al-baʻīd, dan lafaẓ al-qabāil, yakni

selain makna kata syuʻūb. Berarti al-nasab al-qarīb”.

Al-Ṭabarī menjelaskannya dengan beberapa riwayat, dari sumber yang

berbeda. Ini artinya apa yang telah ia lakukan bukanlah bersumber dari sebuah

nalar murni. Tapi ia menjadikan sebuah riwayat sebagai pijakan dalam

menjelaskan makna dari lafaẓ-lafaẓ tersebut. Pengutipan riwayat-riwayat dalam

menjelaskan maksud suatu ayat juga dilakukan oleh para mufassir yang tafsirnya

bercorak bi al-ma‟tsūr.12

b. Al-Qāsimī

Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan penguraian al-Qāsimī terhadap

ayat-ayat yang telah disebutkan di atas, dengan membatasi pada lafaẓ-lafaẓ yang

telah ditetapkan sebagai lafaẓ-lafaẓ yang dianggap lafaẓ kunci dalam meneliti cara

penguraiannya. Pada ayat pertama (QS. al-Baqarah [2] 21), al-Qāsimī tidak

menguraikan secara detail makna perkalimat dari ayat tersebut. Ia memulai

dengan menjelaskan pemahaman ayat secara keseluruahan.

Dilihat dari ciri khas, gaya bahasa dan persoalan yang dibicarakan, ayat

di atas dimasukkan oleh ulama pada ayat Makkiyah. Karena masih menggunakan

seruan yang umum (yā ayyuhā al-nās). Hal ini dikarenakan ayat-ayat yang turun

12

Seperti: Tafsīr Ibn ʻAbbās, al-Muḥarraru al-Wajīz fī Tafsīri Kitāb al-ʻAzīz (karya Ibn

ʻAṭiyah), dan Tafsīr al-Qur‟ān al-ʻAẓīm (karya Ibn Katsīr). Lihat: Mannāʻ al-Qaṭṭān, Studi Ilmu-

Ilmu al-Qur`an, hal. 499-505.

Page 83: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

65

di Mekkah (Makkiyah) pada umumnya lebih universal dari pada ayat-ayat yang

turun di Madinah (Madaniyah).13

Perintah menyembah Allah dalam ayat ini

berlaku untuk semua lapisan masyarakat, tanpa terkecuali. Bukan hanya untuk

orang-orang yang beriman, tetapi juga untuk orang-orang yang tidak beriman. Al-

Qāsimī memberikan rincian pada perintah ini. “perintah beribadah jika

dinisbatkan pada orang-orang yang beriman, berarti ia adalah perintah agar tetap

dalam menjalankan ibadah dan meningkatkan kualitas ibadahnya”, jika

dinisbatkan pada orang kafir, berarti perintah untuk memulai.14

Al-Qāsimī

memaknai Kata „ibādah dengan mengikutip pendapat mayoritas orang Arab.

menurut kebanyakan orang Arab kata „ibādah maknanya adalah al-tadzallul.

Lafaẓ Khalaqakum dimaknai dengan “anʻama „alaikum bi ikhrājikum min

al-„adam ilā al-wujūdi” (Allah memberikan nikamat kepada kalian dengan

mengeluarkan kalian dari ketiadaan menjadi ada), dan lafaẓ tattaqūn juga

dimaknai dengan kalimat yang sama, yaitu “tattaqūn”. Laʻallakum tattaqūn,

yakni kay tattaqūn.

Pada ayat kedua terdapat lafaẓ tafsīra. Lafaẓ ini dijelaskan dengan makna

lafẓiyah-nya oleh al-Qāsimī. Yaitu dengan kata bayānan dan hidāyatan.15

Al-

Qāsimī berbeda cara dengan al-Ṭabarī dalam menguraikan lafaẓ tafsīr, al-Ṭabarī

menyebutkan beberapa pendapat ulama dan beberapa riwayat terkait makna lafaẓ

tafsīr, sementara al-Qāsimī sama sekali tidak menyebutkan riwayat. Ia hanya

menyebutkan sebagian pendapat mufassir terkait makna ayat secara keseluruhan,

padahal makna yang diinginkan oleh keduanya dari lafaẓ tafsīr adalah sama, yaitu

al-bayān dan al-tafṣīl.

13

Mannāʻ Khalīl al-Qaṭṭān, Pengantar Studi Ilmu al-Qur`an, hal. 75. 14

Al-Qāsimī, Maḥ {āsin al-Ta‟wīl, Juz. I, hal. 67. 15

Al-Qāsimī, Maḥ {āsin al-Ta‟wīl, Juz. XII, hal. 5476.

Page 84: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

66

Pada ayat ketiga, terdapat dua lafaẓ yang penulis telusuri penjelasannya

dalam tafsir al-Qāsimī. Apakah ia menjelaskannya dengan cara menguraikan

makna dengan menggunakan makna-makna lafẓiyah, menjelaskan secara

pengertian lafaẓ, atau dengan menghadirkan makna-makna lain yang

menyimpang dari makna asli yang diinginkan oleh teks/ atau lafaẓ. Dua lafaẓ itu

adalah lafaẓ syuʻūb dan qabā‟il. Dalam menjelaskan dua lafaẓ itu, ia mengutip

pendapat al-Ṭabarī16

dan Syaikh Ibn al-Barri, serta syair-syair Arab sebagai alat

bantu dalam menjelaskan makna lafaẓ tersebut. makna-makna itu adalah sama

dengan makna yang dipilih oleh al-Ṭabarī dalam menjelaskan lafaẓ ini. Yaitu

antara lain: al-nasab al-baʻīd dan al-nasab al-qarīb, serta al-qabīlah al-„uẓmah.

Tentang makna-makna ini juga bisa dilihat dalam Kamus al-Munawwir.17

Dalam penguraian tiga ayat di atas, al-Ṭabarī menyebutkan kata ta‟wīl

disejumlah tempat. Pertama, ia menyebutkan kata ta‟wīl dengan bentuk kalimat

“al-qaulu fi ta‟wīli qaulihi Taʻālā”,18

yang jumlahnya empat kali, dengan

pembagian: dua kali di ayat pertama, satu kali di ayat kedua dan ketiga. Kedua,

kata ta‟wīl disandingkan dengan pendapat ahl ta‟wīl dengan bentuk kalimat

“wabinaḥwi al-ladzī qulnā fi ta‟wīli dzālika qāla ahl ta‟wīl” sebanyak enam kali,

dengan pembagian: satu kali pada ayat pertama, dua kali pada ayat kedua, dan tiga

kali pada ayat ke tiga.

Demikian halnya al-Ṭabarī. Al-Qāsimī juga menyebutkan kata ta‟wīl

dalam tiga ayat di atas sebelum menguraikan maknanya, dengan kalimat yang

16

Qauluhū: syuʻūbā wa qabāila, qāla Ibn Jarīr: wajaʻalnākum mutanāsibain,

fabaʻḍukum yunāsibu ba‟ḍā nasaban baiʻīdā, waba‟ḍukum yunāsibu baʻḍā nasaban qarībā.

Lihat: al-Qāsimī, Maḥāsin al-Ta‟wīl, Juz. XV, hal. 5467. 17

Ahmad Warsun al-Munawwir, al-Munawwir: Kamus Arab Indonesia, hal. 774. 18

Lihat: Jāmiʻ al-Bayān „an Ta‟wīli āy al-Qur‟ān. al-Ṭabarī selalu menyebutkan kalimat

tersebut sebelum memulai penjelasannya.

Page 85: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

67

sama seperti yang disebutkan oleh al-Ṭabarī dalam tafsirnya, yaitu “al-qaulu fī

ta‟wīli qaulihi Taʻālā. Pada ayat pertama ia hanya menyebutkan satu kali kata

ta‟wīl, begitupun pada ayat kedua dan ketiga. Hanya ada penambahan

penyebutan kata al-mufassir pada ayat yang ketiga.

Dari sekian kata-kata ta‟wīl yang disebutkan al-Ṭabarī dan al-Qāsimī

dalam menjelaskan ayat-ayat di atas, tidak ada yang menunjukkan pada

pemalingan makna dari makna yang rājiḥ pada makna yang marjūḥ atau dari

makna ẓāhir pada makna bāṭin. Akan tetapi kata ta‟wīl tersebut lebih mengarah

pada penjelasan makna secara laẓdiyah dan penguraian makna sinonim

sebagaimana terdapat dalam kamus. Hal ini dibuktikan dengan melihat pada

lafaẓ-lafaẓ yang telah diuraikan oleh al-Ṭabarī dan al-Qāsimī serta riwayat-

riwayat yang digunakan untuk menjelaskan tiga ayat di atas.

Untuk melihat bahwa sebuah uraian atas ayat al-Qur`an itu adalah tafsir,

penulis juga menggunakan riwayat sebagai alat teropong. Apakah al-Ṭabarī dan

al-Qāsimī menggunakan sebuah riwayat dalam menjelaskan firman Allah? Dari

hasil penelusuran penulis terhadap penjelasan al-Ṭabarī atas tiga ayat di atas,

ditemukan penggunaan beberapa riwayat. Pada ayat pertama terdapat 3 riwayat,

pada ayat kedua 4 riwayat, dan pada ayat ketiga terdapat sebanyak 14 riwayat baik

yang berkkaitan dengan lafaẓ yang dibahas atau dengan ayat secara keseluruhan.

Dalam penjelasan al-Qāsimī, penulis temukan beberapa riwayat dengan jumlah

yang lebih sedikit dibandingkan riwayat yang disebutkan oleh al-Ṭabarī. Ia

hanya mengemukakan 7 riwayat dalam QS. al-Ḥujurāt, dan pada dua ayat lainnya

ia tidak menyebutkan riwayat sama sekali terkait penjelasannya. Penggunaan

Page 86: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

68

riwayat dalam menjelaskan makna suatu ayat termasuk langkah-langkah tafsir bi

al-ma‟tsūr.19

Dari penguraian al-Ṭabarī dan al-Qāsimī terhadap makna lafaẓ-lafaẓ yang

telah penulis tentukan pada bagian ini dan penyebutan beberapa riwayat sebagai

penjelasan atas ayat-ayat di atas, sudah cukup untuk membuktikan bahwa takwil

yang dimaksud oleh keduanya adalah tafsir. Hal ini sejalan dengan pandangan

Ibn Taimiyah yang membagi takwil pada dua makna, salah satu diantaranya

adalah berupa penguraian atau penjelasan terhadap suatu lafaẓ/ayat, tanpa

mempersoalkan apakah ia cocok dengan makna yang tersurat dalam teks al-

Qur`an. Takwil seperti inilah yang semakna dengan tafsir. Sebagaimana telah

penulis jelaskan pada bab II.

Tabel 4.2: Perbandingan Penjelasan Lafaẓ Terpilih

Nama

Mufassir Surah

Lafaẓ Makna Makna Argumen

Terpilih Lafẓiyah Pengalih Penguat

Al-

Ṭab

arī

Al-

Baq

arah

ta* 2 الخضوع والتذلل اعبدوا

*ta* ta خلقكم خلقكم

ta* 1 تطيعون تتقون

Al

Furq

ān

تفصيلا -بيانا تفسنا ta* 3

19

Tafsir bi al-ma‟tsūr ialah rangkaian keterangan yang terdapat dalam al-Qur`an dan al-

Sunnah atau kata-kata sahabat sebagai keterangan/penjelasan maksud dari firman Allah, yaitu

penafsiran al-Qur`an dengan al-Sunnah. Dengan demikian tafsir bi al-Ma‟tsūr adalah tafsir al-

Qur`an dengan al-Qur`an, penafsiran al-Qur`an dengan al-Sunnah, dan penafsiran al-Qur`an

dengan pendapat para ṣahabat. Lihat: „Alī As-Ṣābuni, al-Tibyān fī Ulūm al-Qur‟ān, (Beirut:

Maktab al-Ghazali, 1981), Cet. II, hal. 63. Atau, Tafsir bi al-Ma‟tsur adalah tafsir yang mencakup

penjelasan terperinci dari sebuah ayat dengan ayat lain dalam al-Qur`an (tafsir al-Qur`an bi al-

Qur`an), keterangan yang berasal dari Rasulullah Saw (tafsir al-Qur`an bi al-Sunnah), sahabat

dan tabiʻīn berkenaan dengan penjelasan maksud Allah Swt yang terdapat dalam naṣ-naṣ kitab-

Nya yang mulia. Lihat: Muḥammad Ḥusain al-Dzahabi, al-Tafsīr wa al-Mufassir (Kairo:

Maktabah Wahbah, 2000), hal. 112.

Page 87: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

69

Al-

Ḥuju

rāt النسب البعيد شعوبا ta*

8

*ta النسب القريب قبائل

Aal

-Qās

imī A

l-B

aqar

ah

*ta* ta التذلل اعبدوا

اخرجكم من العدم خلقكم الى الوجود

ta* ta*

*ta* ta تتقون تتقون

Al-

Furq

ān

تفصيلا -بيانا تفسنا ta* ta*

Al-

Ḥuju

rāt النسب البعيد شعوبا ta* ta*

*ta* ta النسب القريب قبائل

*) ta: tidak ada data.

B. Penerapan Kata Ta’wīl Sebagai Takwil

Pada bagian ini penulis ingin membuktikan bahwa tidak semua kata ta‟wīl

yang digunakan oleh al-Ṭabarī dan al-Qāsimī dalam kedua kitab tafsirnya

bermakna tafsir/bermakna takwil. Tapi sebagian diantaranya ada juga yang

bermakna takwil, dalam arti memalingkan makna suatu lafaẓ dari makna yang

rājiḥ pada makna yang marjūḥ dengan syarat tidak bertentangan dengan pesan

al-Qur`an dan hadits Nabi. Untuk membuktikan hal ini, penulis memilih tiga ayat

yang menjadi kajian dalam sub bab ini. Satu diantaranya adalah ayat yang di

dalamnya mengandung kata ta‟wīl, sementara dua ayat lainnya adalah ayat yang

biasa dijelaskan dengan menggunakan takwil oleh beberapa ulama tafsir, karena

dua ayat ini tergolong ayat mutasyābihāt. Yaitu, ayat yang mempunyai

kemungkinan makna lain yang berbeda dari makna lafẓiyah-nya.

Page 88: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

70

Dalam hal ini¸ penulis menggunakan sistematika analisis sebagai berikut:

1) pemilihan tiga ayat yang dijadikan sampel, 2) pemilihan lafaẓ-lafaẓ yang akan

dikomparasikan dari ayat-ayat terpilih, dan 3) perbandingan uraian al-Ṭabarī dan

al-Qāsimī.

1. Tiga Ayat yang Dijadikan Sampel.

Pada bagian ini, penulis mengahdirkan tiga ayat yang tergolong

mutasyābihāt sebagai alat untuk mengetahui/melacak pemaknaan al-Ṭabarī dan

al-Qāsimī terhadap ayat-ayat mutasyābihāt. Hal ini dilakukan untuk membuktikan

bahwa kata ta‟wīl bermakna takwil, setelah pada bagian A dalam bab ini penulis

telah membuktikan bahwa kata ta‟wīl bermakna tafsir. Pemilihan tiga ayat ini

penulis lakukan secara acak, dengan mengumpulkan beberapa ayat mutasyābihāt

hingga akhirnya menjatuhkan pilihan pada tiga ayat ini, karena bagi penulis ayat-

ayat ini adalah ayat-ayat yang sudah tidak asing lagi dan sering penulis jumpai

dalam pengelompokan ayat-ayat mutasyābihāt.

Perintah menghadap Kaʻbah sebagai kiblat dalam ṣalat. (QS. al-Baqarah

[2]: 115).20

إن اللو واسع عليم وجو اللو وللو المشرق والمغرب فأي نما ت ولحوا ف ثم Seputar penjelasan Muḥkam dan Mutasyābih serta Takwil. (QS. Āli

„Imrān [3] 7).21

20

“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di

situlah wajah Allah, Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui”. 21

“Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-Qur`an) kepada kamu. diantara (isi) nya ada

ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi al-Qur`an dan yang lain (ayat-ayat)

mutasyābihāt. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka

mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyābihāt daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk

mencari-cari takwilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah. dan

orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang

mutasyābihāt, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran

(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”.

Page 89: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

71

ىو الذي أنزل عليك الكتاب منو آيات محكمات ىن أمح الكتاب وأخر نة وابتغاء ا الذين في ق لوبم زيغ ف يتبعون ما تشابو منو ابتغاء الفت متشابات فأم

ن عند أويلو ت تأويلو وما ي علم إلا اللو والراسخون في العلم ي قولون آمنا بو كل مر إلا أولوا الألباب رب نا وما يذك

Tentang janji setia kepada Allah dan Rasul. (al-Fath [48]: 10).22

ا ي بايعون ا ينكث اللو يد اللو إن الذين ي بايعونك إن ف وق أيديهم فمن نكث فإن على ن فسو ومن أوفى با عاىد عليو اللو فسي ؤتيو أجرا عظيما

2. Pemilihan Lafaẓ-lafaẓ Yang akan Dikomparasikan dari Ayat-ayat

Terpilih.

Dari tiga ayat tersebut di atas, penulis memilih lafaẓ-lafaẓ yang akan

menjadi pokok pembahasan dalam bagian ini. Pada ayat pertama penulis fokuskan

pada lafaẓ wajh Allāh, ayat kedua terletak pada lafaẓ ta‟wīlā, dan pada ayat ketiga

penulis memilih lafaẓ yad Allāh. Pemilihan tiga lafaẓ ini dikarenakan lafaẓ-lafaẓ

ini sering diperdebatkan maknanya. Hal ini disebabkan lafaẓ-lafaẓ tersebut

mengandung makna ambigu. Untuk lafaẓ ta‟wīlā penulis jadikan salah satu

pilihan kata dalam bagian ini untuk mengetahui pemaknaan al-Ṭabaī dan al-

Qāsimī secara langsung terhadap kata tersebut.

3. Perbandingan Uraian al-Ṭabarī dan al-Qāsimī.

Sebelum menguraikan perbandingan penjelasan al-Ṭabarī dan al-Qāsimī

pada bagaian ini, terlebih dahulu penulis tunjukkan tabel yang yang berisi

sistematika penguraian kedua mufassir ini. Seberapa banyak mereka menyebutkan

22

“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka

berjanji setia kepada Allah. tangan Allah di atas tangan mereka, Maka Barangsiapa yang

melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan

Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar”.

Page 90: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

72

kata ta‟wīl dan kata tafsīr serta riwayat-riwayat yang berkaitan penjelasannya

terhadap lafaẓ-lafaẓ yang telah ditetapkan di atas.

Tabel 4. 3: perbandingan penggunaan kata ta’wīl, tafsīr dan riwayat penjelas

Nama

Mufassir

Ayat Terpilih

dalam Al-Qur`an

Jumlah

Kata Ta’wīl Kata Tafsīr Riwayah

Al-

Ṭab

arī QS. al-Baqarah [2] 115 4 ta* 17

QS. Āli „Imrān [3] 7 17 ta* 70

QS. al-Fatḥs [48] 10 3 ta* 3

Al-

Qās

imī QS. al-Baqarah [2] 115 1 ta* ta*

QS. Āli „Imrān [3] 7 1 Al-mufassir 2

QS. al-Fatḥ [48] 10 1 ta* 6

*) ta: tidak ada data.

a. Al-Ṭabarī.

Lafaẓ wajh Allāh adalah termasuk lafaẓ yang muḥtamil, yaitu suatu lafaẓ

yang mempunyai kemungkinan makna lain selain makna lafẓiyah-nya.23

Jika

salah satu diantara kemungkinan makna-makna tersebut yang dipilih sebagai

makna yang dipakai untuk menjelaskan lafaẓ ini, selain makna lafẓiyah-nya.

Maka, penjelasan yang demikian itu termasuk takwil. Al-Ṭabarī dalam

menjelaskan lafaẓ wajh Allāh pada ayat ini mengemukakan makna iḥtimāl dari

lafaẓ wajh Allāh, yaitu Qiblatullāh, yaitu arah dimana umat Islam menghadapkan

mukanya pada saat melaksanakan ṣalat. Pendapat ini diperkuat dengan pendapat-

pendapat ulama lain yang senada.24

Diantaranya adalah:

“Abū Kuraib menceritakan kepada kami, ia berkata: Waqīʻ

menceritakan kepada kami dari Abī Sinān dari al-Ḍaḥḥāk dan Naṣr bin

23

Al-Ṭabarī, Jāmiʻ al-Bāyān, Juz. II, hal. 456. 24

Misalnya, Abū Kuraib dan Al-Qāsim.

Page 91: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

73

„Arabī dari Mujāhid, tentang firman Allah “fa-ainamā tuwallū fastamma

wajh Allāh” ia berkata, yaitu Kiblat Allah, dimanapun kalian berada, maka

menghadaplah kepadanya dalam ṣalat”.25

Pemalingan lafaẓ dari satu makna ke makna yang lain, atau dari makna

yang rājiḥ kemakna muḥtamil merupakan salah satu definisi takwil, jadi apa

yang dilakukan al-Ṭabarī dalam menjelaskan ayat/lafaẓ wajh Allāh ini adalah

bentuk dari takwil dalam arti terminologi.

Pada ayat kedua yang menjadi sorotan penulis adalah terletak pada lafaẓ

ta‟wīla, penulis melihat langkah-langkah yang dilakukan al-Ṭabarī dalam

menjelaskan makna lafaẓ ini dengan melihat langsung pada penjelasan dalam

kitab tafsirnya, yaitu Jāmi‟ al-Bayān. Dalam menguraikan makna lafaẓ ta‟wīlā

pada QS. Āli ʻImrān ayat 7, al-Ṭabarī mengemukakan beberapa makna dari kata

ta‟wīlā dengan merujuk pada penjelasan-penjelasan ulama dan serta riwayat-

riwayat yang berkaitan dengannya, disamping itu ia juga mengemukakan

pendapat orang Arab dalam menjelaskan kata ta‟wīlā dengan mengacu pada

syair-syair arab.26

Pada umumnya, orang Arab memaknai kata ta‟wīl dengan kata

tafsīr. Yaitu al-tafsīr, al-marjiʻ dan al-maṣīr, yakni tempat kembali. Jadi maksud

dari firman Allah wa aḥsanu ta‟wīlā adalah lebih baik balasannya/tempat

kembalinya.

Berikut beberapa makna kata ta‟wīlā yang dikemukakan oleh al-Ṭabarī

dalam tafsirnya. Pertama, kata ta‟wīlā dimaknai dengan kata Al-ajal, yaitu

suatu masa, dimana orang-orang Yahudi ingin sekali mengetahui kapan

berakhirnya urusan Nabi dan umatnya, sebagaimana mereka ingin mengetahui

25

Al-Ṭabarī, Jāmiʻ al-Bayān, Juz. II, hal. 457. 26

با حتأول ربعي الشقاب فأص - بهاعلي انها كانت تأول ح . Lihat: al-Ṭabarī, Jāmiʻ al-Bayān, Juz.

V, hal. 222.

Page 92: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

74

makna huruf al-Muqaṭṭaʻah. Kedua, yaum al-Qiyāmah, jadi yang dimaksud

dengan firman Allah: wamā yaʻlamu ta‟wīlahu illā Allāh, adalah bahwa tidak

seorangpun dapat mengetahui kapan tibanya hari kiamat. Ketiga, „awāqibuhu.

Keempat, adalah jazā‟a (balasan).

Ada beberapa riwayat yang disebutkan oleh al-Ṭabarī dalam memperkuat

pendapat-pendapat yang telah dikemukakan di atas. Diantaranya adalah:

“Al-Mutsannā menceritakan kepadaku, ia berkata: ʻAbdullāh Ibn

Ṣāliḥ menceritakan kepada kami, ia berkata: Muʻāwiyah menceritakan

kepadaku, dari ʻAlī dari Ibn ʻAbbās. Adapun firman Allah “wamā

yaʻlamu ta‟wīlahu illā Allāh” yakni, ta‟wīlahu yaum al-Qiyāmah illā

Allāh”.27

“Mūsā menceritakan kepadaku, ia berkata: ʻUmar menceritakan

kepada kami, ia berkata, Atsbāt menceritakan kepada kami dari Al-Suddī,

tentang firman Allah “wabtighā‟a ta‟wīlih” mereka bermaksud untuk

mengetahui takwil al-Qur`an, yaitu: „Awāqibuhu. Allah berfirman:

“wamā yaʻlamu ta‟wīlahu illā Allāh” wata‟wīluhu: „Awāqibuhu, ketika

datang yang me-nasakh dari al-Qur`an, di-nasakh-lah ayat-ayat yang di-

mansūkh”.28

Kata yad jika disandingkan pada manusia, maka ia bermakna tangan. Tapi

jika disandarkan pada Allah, boleh saja bermakna lain. Sebab, kalau dimaknai

tangan, maka ada penyerupaan antara Allah dengan makhluknya. Padahal al-

Qur`an sendiri dengan tegas mengatakan bahwa Allah tidak sama dan tidak boleh

dipersamakan dengan makhluk-Nya.29

Maka bagaimana al-Ṭabarī memaknai lafaẓ

yad Allāh dalam kitab tafsirnya? Setelah penulis melakukan penelusuran terhadap

penjelasan al-Ṭabarī tentang lafaẓ yad Allāh, ditemukan makna lain yang ia

gunakan untuk menjelaskannya, tanpa melupakan makna aslinya. Ayat ini

menjelaskan tentang perjanjian. Perjanjian para ṣahabat kepada Nabi untuk

27

Al-Ṭabarī, Jāmiʻ al-Bayān, Juz. V, hal. 215. 28

Al-Ṭabarī, Jāmiʻ al-Bayān, Juz. V, hal. 216. 29

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. Dia yang Maha Mendengar dan Maha

Melihat. (QS. al-Syurā [42] 11).

Page 93: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

75

selalu setia bersamanya, walaupun harus bertemu musuh. Hal ini disebabkan

bahwa pada umumnya dalam menyepakati perjanjian disimbolkan dengan

berjabatan tangan sebagai tanda kesepakatan. Maka, al-Ṭabarī memaknai kata yad

dengan dua makna, yaitu: yad dalam arti tangan sebagaimana makna aslinya, dan

yad dalam arti kekuatan. Bahwa kekuatan Allah, berada di atas kekuatan mereka

orang-orang kafir. Berikut ini penulis kutip pengurain tentang makna yad dalam

kitabnya.

التأويل : احدها, يدالله فوق ايديهم وفي قولو )يدالله فوق ايديهم( وجهان من الله فوق قوتهم في يبايعون الله ببيعتهم نبيو. والأخر, قوة كانوا عندالبيعة, لأنهم

30نصرة رسولو لأنهم انا بايعوا رسول الله على نصرتو على العدو.

b. Al-Qāsimī

Dalam menguraikan ayat ini (QS. al-Baqarah [2] 115), al-Qāsimī tidak

membahas secara detail makna perkalimat. Ia hanya menjelaskan makna

keseluruhan ayat. Yang dimaksud dengan wajh Allāh, juga tidak dijelaskan dalam

penjelasan ayat ini. Oleh karena lafaẓ ini menjadi objek kajian dalam bagian ini,

maka penulis melakukan pelacakan terhadap ayat-ayat lain yang di dalamnya

terdapat lafaẓ wajh Allāh. Penulis temukan dalam surah al-Qaṣaṣ [28] 88, dan QS.

al-Raḥmān [55] 25. Pada dua ayat ini, al-Qāsimī menjelaskan makna lafaẓ wajh

Allāh dengan Dzat Allah.31

Pengalihan makna lafaẓ wajh dari makna aslinya

(wajah/muka) pada makna lain yang lebih sesuai dengan sifat Allah adalah salah

satu ciri takwil.

30

Al-Ṭabarī, Jāmiʻ al-Bayān, Juz. XXI, hal. 254-255. 31

Al-Qāsimī, Maḥāsin al-Ta‟wīl, Juz. XIII, hal. 4733 dan Juz. XV, hal. 5620.

Page 94: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

76

Penjelasan QS. Āli Imrān ayat 7 dalam tafsir Maḥāsin al-Ta‟wīl sangat

luas dan detail. Paling tidak ada tiga tema besar yang dibahas oleh al-Qāsimī

dalam uraian ayat ini. Pertama, tentang muḥ{kam dan mutasyābih. Kedua, tentang

pendapat-pendapat ulama atas kemungkinan mengetahui takwil ayat-ayat

mutasyābih. Dalam hal ini al-Qāsimī berpendapat bahwa semua ayat al-Qur`an,

baik yang muḥkam atau yang mutasyābih dapat dijangkau maknanya oleh

manusia, karena Allah tidak mungkin menurunkan suatu ayat dalam al-Qur`an

yang tidak bisa dijangkau maknanya oleh manusia, sebab al-Qur`an adalah kitab

petunjuk. Ketiga, tentang makna takwil, ditinjau dari pandangan ulama salaf

hingga ulama kontemporer.

Dalam menguraikan makna takwil, al-Qāsimī menjelaskannya dengan

sangat luas. Mengetahui berita yang terdapat dalam al-Qur`an adalah bentuk

tafsir, sedangkan mengetahui subtansi/isi berita yang terdapat dalam al-Qur`an

merupakan takwil.32

Ia memaparkan pandangan ulama salaf dan ulama

kontemporer tentang makna takwil.

Takwil dalam pandangan ulama salaf dapat dibagi pada dua makna.

Pertama, ditinjau dari segi bahasa, takwil bermakna tafsīr al-kalām wa bayānu

maknāhu (menguraikan kalimat dan menjelaskan maknanya). Maka makna takwil

dalam hal ini sama dengan tafsir. Takwil juga dapat bermakna haqīqatun, nafsun,

„aqībatu-maṣīrun, dan „ainun.33

Kedua, takwil adalah penjelasan dari

hakikat/subtansi dari suatu kalimat. Jika kalimatnya berbentuk perintah, maka

takwil dari kalimat tersebut adalah hakikat dari perintah tersebut, dan jika

kalimatnya berbentuk berita, maka takwilnya adalah isi dari berita tersebut.

32

Al-Qāsimī, Maḥāsin al-Ta‟wīl, Juz. IV, hal. 760. 33

Al-Qāsimī, Maḥāsin al-Ta‟wīl, Juz. IV, hal. 765.

Page 95: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

77

sementara takwil dalam dalam pandangan ulama kontemporer adalah

memalingkan suatu lafaẓ dari makna yang rājiḥ pada makna yang marjūḥ

dikarenakan ada dalil yang menunjukkannya.34

Inilah takwil yang dimaksud oleh

ulama usul fiqh tentang masalah-masalah khilāfiyah.

Pada ayat ketiga dari tiga ayat yang telah penulis tetapkan sebagai sampel,

penulis memilih lafaẓ yad Allāh sebagaimana pada penjelasan al-Ṭabarī di atas.

Hal ini dimaksudkan untuk melihat cara penguraian al-Qāsimī terhadap lafaẓ yad

Allāh, kemudian membandingkannya dengan penguraian al-Ṭabarī. Setelah

penulis membaca dan memahami beberap uraian al-Qāsimī tentang makna lafaẓ

yad Allāh dalam tafsirnya (Maḥāsin al-Ta‟wīl), akhirnya penulis dapat

berkesimpulan bahwa ia menguraikannya dengan dua makna.

Pertama, sesuai makna aslinya, yaitu tangan Allah di atas tangan mereka

ketika mereka dibaiʻat.35

Ketika mereka berjanji untuk setia kepada Nabi, berarti

mereka juga tengah berjanji setia kepada Allah. Kedua, dengan mengutip

pendapat al-Qasysyāni, bahwa yang dimaksud yad dalam ayat ini adalah

Kekuasaan. Kekuasaan Allah yang tanpak pada tangan Rasul, dan berada di atas

kekuasaan mereka yang tampak pada tangan mereka sendiri. Barang siapa yang

mengingkari/merusak janjinya maka kemuḍaratan akan kembali padanya, dan

barang siapa yang menepati janjinya, maka surga bagi mereka sebagai balasannya.

Berikut ini penulis sertakan uraian al-Qāsimī tentang makna lafaẓ yad:

34

Penjelasan lebih detailnya tentang takwil dapat dilihat pada penguraian al-Qāsimī

terhadap QS. Āli ʻImrān ayat 7. Disamping ia menyebutkan pandangan ulama salaf dan ulama

konemporer, ia juga menyebutkan pandangan tentang persoalan takwil golongan Jahmiyah dan

Muʻtazilah. Lihat: tafsir Maḥ {āsin al-Ta‟wīl, Juz. IV, hal. 762. 35

Yang dimaksud bai‟at disini adalah bai‟at riḍwan, dilakukan di bawah pohon Samrah di

Hudaibiyah. Para ṣahabat yang berjanji kepada Rasulullah pada saat itu berjumlah seribu empat

ratus orang, ada yang mengatakan seribu tiga raus orang, ada pula yang mengatakan seribu lima

ratus orang. Pendapat yang paling benar adalah pendapat yang pertama. Pendapat yang pertama ini

adalah pendapat Ibnu Katsir. Lihat: Al-Qāsimī, Maḥāsin al-Ta‟wīl, Juz. XV, hal. 5401-5402.

Page 96: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

78

)يدالله فوق ايديهم( تأكيدالما قبلو. اي أن يدالله عندالبيعة فوق ايديهم, كأنهم يبايعون الله ببيعتهم نبيو. وقال القاشاني : اي قدرتو البارزة في يد الرسول فوق

36ندالنكث وينفعهم عندالوفاء .قدرتهم البارزة في صور ايديهم , فيضرىم عPola yang dilakukan oleh al-Ṭabarī dan al-Qāsimī dalam menjelaskan tiga

ayat di atas adalah menjelaskan makna kalimat, menyebutkan pendapat ulama lain

terkait tema yang dibahas, dan menyebutkan beberapa riwayat yang berkaitan

dengan penjelasan ayat yang dibahas. Dalam memulai penjelasannya, mereka

selalu memulai dengan berkata “al-qaulu fī ta‟wīli qaulihi Ta‟ālā”. Kalimat ini

sekaligus menjadi salah satu kriteria penafsiran mereka.

Dengan mengacu pada penjelasan al-Ṭabarī terhadap tiga ayat di atas,

penulis temukan penyebutan kata ta‟wīl disejumlah tempat. Pertama, ia

menyebutkan kata ta‟wīl di awal penjelasannya dengan bentuk kalimat “al-qaulu

fī ta‟wīli qaulihi Taʻālā”,37

yang jumlahnya empat belas kali, dengan klasifikasi:

dua kali pada QS. al-Baqarah: 115, sebelas kali pada QS. Āli ʻImrān: 7, dan satu

kali pada QS. al-Fath: 10. Kedua, kata ta‟wīl yang disandingkan dengan pendapat

ahl ta‟wīl dengan bentuk kalimat “wabinaḥwi al-ladzī qulnā fi ta‟wīli dzālika qāla

ahl ta‟wīl” sebanyak sepuluh kali, dengan klasifikasi: dua kali pada QS. al-

Baqarah: 115, enam kali pada QS. Āli ʻImrān: 7, dan dua kali pada QS. al-Fath:

10. Penulis sama sekali tidak menemukan penggunaan kata tafsir dalam uraian al-

Ṭabarī terhadap tiga ayat di atas. Untuk memeperkuat pendapat-pendapat yang

disampaikan, ia juga menyebutkan riwayat-riwayat terkait dengan penjelasan atau

tema yang ia uraikan.

36

Al-Qāsimī, Maḥāsīn al-Ta‟wīl, Juz. XV, hal. 5401. 37

Lihat al-Ṭabarī, Jāmi‟ al-Bayān „an Ta‟wīli āy al-Qur‟ān. al-Ṭabarī selalu

menyebutkan kalimat tersebut sebelum memulai penjelasannya.

Page 97: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

79

Pola yang dilakukan al-Qāsimī dalam menguraikan makna lafaẓ atau ayat,

khususnya tiga ayat yang telah penulis tetapkan sebagai ayat sampel, tidak jauh

berbeda dengan pola yang dilakukan al-Ṭabarī. Ia juga menyebutkan kata ta‟wīl,

riwayat-riwayat dibeberapa tempat, serta pendapat-pendapat ulama terkait tema

yang dibahas. Tapi, baik kata ta‟wīl atau riwayat-riwayat pendukung, yang

disebutkan oleh al-Qāsimī tidak sebanyak dan sedetail yang disampaikan oleh al-

Ṭabarī. Secara sistematika, sebenarnya al-Ṭabarī memiliki sistematika yang lebih

panjang dibandingkan dengan al-Qāsimī. Hal ini bisa dilihat dari cara penguraian

lafaẓ-lafaẓ dalam al-Qur`an.

Untuk melihat bahwa sebuah uraian atas tiga ayat al-Qur`an di atas adalah

takwil, penulis melihat cara yang mereka lakukan dalam menguraikan makna

suatu ayat/lafaẓ. Apakah mereka hanya menggunakan makna lafẓiyah-nya, atau

mereka juga menyebutkan makna-makna lain yang masih berkaitan dengan lafaẓ

yang dibahas? Dari hasil penelusuran penulis terhadap penjelasan al-Ṭabarī dan

al-Qāsimī terhadap tiga ayat di atas, diketahui bahwa dalam menjelaskan makna

lafaẓ-lafaẓ di atas mereka tidak hanya melihat makna lafẓiyah-nya saja, tetapi

mereka juga menjelaskan dengan makna muḥtamil, yaitu makna lain yang masih

ada kaitannya dengan lafaẓ yang dibahas, bahkan dalam tiga ayat ini mereka lebih

banyak menggunakan makna muḥtamil-nya.

Penggunaan kata ta‟wīl yang digunakan oleh al-Ṭabarī dalam

menguraikan makna ayat-ayat di atas, maksudnya lebih mengarah pada

definisi takwil secara terminologi, bukan tafsir, walaupun ia juga

menyebutkan makna lafẓiyah dari beberapa kalimat yang ia uraikan. Pada ayat

pertama QS. al-Baqarah [2] 115, kata wajh Allāh ditakwil dengan kata Qiblat

Page 98: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

80

Allāh. Pada ayat kedua QS. Āli ʻImrān [3] 7, kata ta‟wīlā ditakwil dengan kata

„awāqibuh, jazā‟a, dan yaum al-qiyāmah. Tetapi ia juga menjelaskan makna

lafẓiyah-nya, yaitu berupa tafsīr, al-marjiʻ, dan al-maṣīr. Pada ayat ketiga QS. al-

Fath [48] 10, kata yad Allāh ditakwil dengan kata quwwatullāh, walaupun al-

Ṭabarī juga menyebutkan makna aslinya. Yaitu yad Allāh.

Pemalingan makna dari wajh Allāh menjadi qiblatullāh, dari kata ta‟wīlā

menjadi yaum al-Qiyāmah dan makna lainnya, dari yad Allāh pada quwwatullāh,

itu semua merupakan pemalingan dari makna lafẓiyah pada makna muḥtamil, dan

yang demikian ini adalah makna dari takwil. Dengan demikian, penjelasan

yang dilakukan al-Ṭabarī dalam menguraikan makna lafaẓ-lafaẓ yang telah

penulis tentukan di atas merupakan takwil dalam arti terminologi.

Demikian halnya al-Ṭabarī, al-Qāsimī dalam menguraikan makna lafaẓ-

lafaẓ di atas juga menggunakan takwil dalam arti terminologi, yaitu

memalingkan suatu lafaẓ dari makna yang rājiḥ pada makna yang marjūḥ. Hal ini

bisa dilihat dari penguraian beliau atas lafaẓ-lafaẓ tersebut. Kata wajh Allāh pada

QS. al-Baqarah [2] 115, ditakwil dengan kata Dzāt Allāh, kata ta‟wīlā pada QS.

Āli ʻImrān [3] 7, ditakwil dengan haqīatun, nafsun, „ainun, nafsu al-murād bi-al-

kalām, dan ṣarfu al-lafẓi „an al-maknā al-rājiḥ ilā al-makna al-marjūḥ, dan kata

yad Allāh pada QS. al-Fath [48] 10, ditakwil dengan Qudrah Allāh. Pengalihan

lafaẓ dari satu makna ke makna lain merupakan salah satu kriteria takwil. Jadi

yang dilakukan oleh al-Ṭabarī dan al-Qāsimī dalam menguraikan makna lafaẓ-

lafaẓ di atas adalah bentuk dari takwil, sekalipun mereka menghadirkan makna

lafẓiyah-nya.

Page 99: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

81

Tabel 4. 4: Perbandingan Penjelasan Lafaẓ Terpilih

Nama

Mufassir Surah

Lafaẓ Makna Makna Argumen

Terpilih Lafẓiyah Pengalihan Penguat A

l-Ṭ

abar

ī

Al-

Baq

arah

6 قبلة الله *ta وجو الله

Āli

„Im

rān

تأويلوالمرجع -تفسن

- المصن

-يوم القيامةجزاء -عواقبو

2

Al-

Fat

*ta قوة الله يدالله يدالله

Al-

Qās

imī

Al-

Baq

arah

*ta اات الله *ta وجو الله

Āli

„Im

rān

تفسن و بيان تأويلو -عن -حقيقة

نفس المراد بالكلام

ta*

Al-

Fat

*ta اات الله يدالله يدالله

*) ta: tidak ada data.

Page 100: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

82

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan terhadap makna kata

ta‟wīl dalam tafsir Jāmiʻ al-Bayān ʻan Ta‟wīli āy al-Qur‟ān karya al-Ṭabaī dan

tafsir Maḥāsin al-Ta‟wīl karya al-Qāsimī sebagaimana dijelaskan pada bab-bab

sebelumnya, maka pada bagian ini penulis akan memberikan sebuah kesimpulan

dari hasil penelitian di atas.

Takwil sebagai salah satu metode untuk memahami ayat-ayat al-Qur`an

yang menjadi ajang kontroversi terutama bagi para mufassir yang hidup sebelum

abad ke-3 H, bahkan sebagian mufassir yang berusaha melakukan pemurnian

agama dari segala hal yang baru. Mereka ketika dihadapkan dengan ayat-ayat

mutasyābihāt cenderung menyerahkan maknanya sepenuhnya pada Allah, dengan

berucap “Allāhu aʻla bi murādihi” seperti terdapat dalam Tafsir Jalalain, karya

Jalāluddīn al-Suyūṭī dan Jalāluddīn al-Maḥallī dan tafsir-tafsir yang lain.

Hal ini berbanding jauh dengan apa yang telah dilakukan oleh al-Ṭabaī

dan al-Qāsimī. Mereka menerima, dan menggunakan takwil dalam menjelaskan

ayat-ayat al-Qur`an, baik yang muḥkam ataupun yang mutasyābih. Bahkan kitab

tafsir mereka beri nama takwil. Makna kata ta‟wīl dalam kedua tafsir ini tidak

selamanya bisa dipahami sebagai takwil, tetapi ia juga dapat bermakna tafsir. Jadi,

tidak semua tafsir dapat dikatakan takwil, tapi semua takwil dapat dikatakan

tafsir.

Page 101: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

83

Al-Qur`an adalah kitab petunjuk, khususnya bagi orang islam. Oleh

karenanya seluruh ayat-ayatnya harus bisa dipahami, baik yang muḥkam atau

yang mutasyābih. Hal ini telah dilakukan oleh al-Ṭabarī dan al-Qāsimī, mereka

berusaha menjelaskan selururh ayat-ayat al-Qur`an, baik ayat yang biasa

diabaikan penafsirannya oleh sebagian ulama, seperti huruf muqaṭṭaʻah dan ayat-

ayat yang berkenaan dengan perkara ghaib. Al-Ṭabarī menjelaskan huruf-huruf

muqaṭṭaʻah dengan sangat luas dalam tafsirnya. Al-Qāsimī tidak membenarkan

pernyataan bahwa ayat mutasyābih tidak dapat dipahami maknanya kecuali oleh

Allah. Menurutnya, ayat-ayat yang berbicara perkara ghaib dapat dipahami

maknanya oleh manusia dengan kapasitas ilmu yang dimiliki, tetapi mereka tidak

bisa memahaminya secara pasti, karena yang dapat memahami secara pasti

hanyalah Allah. Demikian penerapan takwil al-Ṭabarī dan al-Qāsimī dalam

tafsirnya.

B. Saran-saran

Setelah meneliti dan mengkaji pandangan al-Ṭabarī dan al-Qāsimī tentang

tafsir dan takwil, penulis menyadari bahwa masih banyak celah dalam penelitian

ini sehingga membutuhkan kajian lebih lanjut tentang pemikiran mereka. Untuk

penelitian selanjutnya, penulis berharap agar pemikiran-pemikiran mereka dikaji

secara komprehensif dan mendalam, terutama kajian tentang takwil. Karena

takwil sebagai sebuah metode dalam memahami al-Qur`an tidak akan ada

selesainya-selesainya, apalagi ia selalu dikaitkan dengan rasio yang sudah pasti

akan mengalami perubahan dan perkembangan dari satu masa ke masa yang lain.

Akhir-akhir ini muncul metode baru dalam usaha memahami al-Qur`an

yang diadopsi dari paham barat, yaitu hermeneutika. Awal munculnya metode ini

Page 102: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

84

menuai kontroversi di kalangan sarjana muslim. Hal ini sama dengan takwil yang

kala itu juga menjadi kontroversi. Bebrapa sarjana muslim menerima metode baru

ini sebagai sebuah khazanah pemikiran yang bernilai ilmiah, dan sebagian yang

lain menolaknya dengan dalih metode ini lahir dari orang-orang Yahudi yang

berusaha membuktikan kebenaran injil.

Oleh karenanya penulis berharap agar ada penelitian baru tentang

pemikiran takwil al-Ṭabarī dan al-Qāsimī kaitannya dengan metode hermeneutika,

dengan mencari titik kesamaan dan perbedaan antara dua metode tersebut. adakah

salah satu dari sekian banyak metode hermeneutika itu diterapkan dalam

penafsiran mereka.?

Dari beberapa uraian penulis dari awal hingga akhir tentang pemikiran

takwil al-Ṭabarī dan al-Qāsimī, tentulah banyak kekurangan. Baik yang berkaitan

denga ide, sistematika penulisan dan pemilihan kata-kata. Penulis menyadari hal

itu, karena keterbatasan keilmuan yang dimiliki. Oleh karenanya saran dan kritik

konstruktif dari pembaca yang budiman, sangat penulis harapkan demi

kesempurnaan penelitian ini dan penelitian-penelitian selanjutnya.

Page 103: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

85

Daftar Pustaka

Abu Zaid, Nasr Hamid. Mafhum al-Naṣ. Cet. III. Beirut: al-Markaz ats-Tsaqāfi al-

Arabi. 1995

Amal, Taufiq Adnan. “al-Qur`an” dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam.

Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. 2002

Anwar, Rasihan. Melacak Unsur-unsur Isra‟iliyat dalam Tafsir al-Ṭabarī dan

Tafsir Ibn Katsīr. Cet. I. Bnadung: Pustaka Setia. 1999

Al-Aṣfahāni, Rāghib. Muʻjam Mufradāt li al-Fāẓi al-Qur‟ān. Beirūt: Dār al-Fikri.

1981

----------. Al-Mufradāt fī Gharīb al-Qur‟ān. Mesir: Dār Iḥyā‟ al-Kutub al-

„Arabiyah. 1950

Al-Baghawī, Muḥammad Ḥusain bin Mas‟ud. Tafsīr al-Baghawī: Maʻālim al-

Tanzīl. Dār Ibn Hazm. 1423 H/2002 M

Ayyub, Ḥasan. „Ulūm al-Qur‟ān wa al-Ḥadīts. Dār al-Salām. Cet. I. 1422 H/2002

M

Al-Bāhī, Muhammad. Pemikiran Islam Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas. 1986

„Aṣi, Ḥasain. Abū Ja‟far Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī wa Kitabūhu Tārikh al-

Umam wa al-Muluk. Cet. I. Beirut: Dār al-Kutub al-„Alamiyah. 1992

Baiquni, Ahmad. Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern. Pustaka: Bandung. 1983

Chirzin, Muhammad. al-Qur`an dan Ulum al-Qur`an. Jakarta: Dana Bhakti Prima

Jasa. 1998

Al-Dzahabī, Muḥammad Ḥusain. Al-Tafsīr wa al-Mufassirūn. Juz. I. Dār al-

Ḥadīts al-Qāhirah. 2005

Farḥāt, Aḥmad Ḥasan. Fī „Ulūm al-Qur‟ān, „Arḍun wa Naqdun wa Taḥqīqun. Dār

„Imār li an-Nasyr wa al-Tauzī‟. Cet. I. 2001

Faiq, Khālid al-Ubaidi. al-Qur‟ān Manḥalu al-„Ulūm. Beirut: Dār al-Kutub al-

„Alamiyah. 1428 H/2007 M

Farsūkh, Muḥammad ʻAmīn. Al-Madkhal Ilā „Ulūm al-Qur‟ān wa al-„Ulūm al-

Islāmiyati. Dār al-Fikr: Beirut

Al-Farmawi, Abdul Ḥayy. Metode Tafsir Mauḍuʻiy, Suatu Pengantar. Jakarta:

Rajawali Press. 1994

Page 104: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

86

Faudah, Mahmud Basuni. al-Tafsīr wa Minhājuhu. Bandung: Pustaka. 1987

Goldziher, Ignas. Madzhab Tafsir dari Aliran Klasik hingga Modern. Jogjakarta:

Elsaq. 2003

Ḥaqqī, Muḥammad Ṣafā Syaikh Ibrāhīm. „Ulūm al-Qur‟ān min Khilāli

Muqaddimāt Tafsīr. Beirut: Muassasah al-Risālah. 1425 H/2004 M

Harahap, Syahrin. al-Qur`an dan Sekularisasi. Kajian terhadap Pemikirana Ṭaha

Husein. Yogyakarta: Tiara Wacana. 1994

Ismāʻil, Muḥammad al-Bakr. Dirāsat fī „Ulūm al-Qur‟ān. Cet. I. Dār al-Manār.

1991

----------. Ibn Jarīr al-Ṭabarī wa Manhājuh fī al-Tafsīr. Kairo: Dār al-Manār. 1991

Al-Juwaini, Musṭafā al-Ṣawi. Manāhij fī al-Tafsīr. Mesir: Nasʻatu al-Maʻārif

Iskandariyah. t.t.

Jafri, Artsar. Muqaddimatāni fī „Ulūm al-Qur‟ān, Muqaddimah al-Kitāb al-

Mabāni wa Muqaddimah Ibn „Aṭiyah. t.t

Jaʻfar, Sayyid Abdu al-Maqsūd. Al-Fawātih al-Hija‟iyah wa I‟jāz al-Qur‟ān.

Kairo: Dār al-Ṭiba‟ah wa al-nasyr al-Islamiyah. t.t

Kementrian Agama dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka. 1989

----------. Al-Qur`an dan Terjemahannya. Jakarta: Darus Sunnah. 2002

Al-Khāzin. Lubāb al-Ta‟wīl fī Ma‟āni al-Tanzīl. Juz. I. Beirut: Dār al-Kutub al-

„Alamiyah

Al-Kittāni, Abd al-Ḥayyi bin „Abd al-Kabīr. Faḥrās al-Faḥāris wa al-Itsbāt. Juz.

I. Dār al-Garb al-Islāmī. 1982

Madjid, Nurcholiṣ. “Masalah Takwil sebagai Metodologi Penafsiran al-Qur`an”,

dalam Budhi Munawar Rahman (Ed). Kontekstualisasi Doktrin Islam

dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina. 1995

Maʻrifat, Muhammad Hādi. al-Tamhīd fi Ulūm al-Qur‟ān. Juz. III. Muassasah al-

Nasyr al-Islami

Marzuki, Kamaluddin. „Ulūm al-Qur‟ān. Bandung: Rosyda Karya. Cet. II. 1994

Al-Munawir, Warson. Kamus al-Munawir. Jogjakarta: Unit Pengembangan Buku-

Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren al-Munawwir. 1984

Page 105: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

87

Mustaqim, Abdul dan Sahiron Syamsuddin. Studi al-Qur`an Kontemporer:

Wacana Baru Berbagai Metodologi Tafsir. Jogjakarta: Tiara Wacana.

2002

Mustaqim, Abdul. Madzahibut Tafsir: Peta Metodologi Penafsiran al-Qur`an

Periode Klasik hingga Kontemporer. Yogyakarta: Nun Pustaka. 2003

Al-Muḥtasib, Abd Majīd Abd al-Salām, Ittijāhāt al-Tafsīr fī al-„Aṣri al-Hadīts,

Dār al-Fikr.

Mulyati, Sri. Pengantar Kajian al-Qur`an. Jakarta: UIN Jakarta Press. 2004

Naser, Sayyed Husein. Tiga Pemikiran Islam: Ibnu Sina, Suhrawardi, dan Ibnu

Arabi. Bandung: Risalah. 1986

Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan.

Jakarta: Bulan Bintang. 1996

----------. Teologi Islam, aliran-aliran, Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta:

Universitas Indonesia Press. 1986

Nawai, Rif‟at Syauqi. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang. 1992

----------. Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh: Kajian Masalah Aqidah dan

Ibadat. Jakarta: Paramadina. 2002

Al-Qāsimī, Muḥammad Jamāl ad-Dīn. Maḥāsin at-Ta‟wīl. Beirut: Dār al-Fikr.

1978

Al-Qaṭṭān, Mannāʻ. Mabāḥits fī „Ulūm al-Qur‟ān. Kairo: Mansyurah al-„Aṣr al-

Hadits. 1973.

Rahman, Budi Munawar (Ed). Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah.

Jakarta: Paramadina. 1995

Al-Ṣabūnī, Muḥammad „Alī. Al-Tibyān fī „Ulūm al-Qur‟ān. Cet. I. Maktab al-

Ghazali. 1981

Al-Ṣālih, Husain Hāmid. al-Ta‟wīl al-Lughawī fī al-Qur‟ān al-Karīm. Beirut: Dār

Ibn Hazm. Cet. I. 1426 H/2005 M

Al-Ṣālih, Subhi. Mabāhits fi 'Ulūm al-Qur‟ān. Cet. VII. Beirut: Dār al-'Ilm. 1972

Al-Ṣiddiqie, T.M. Hasbi. Ilmu-Ilmu al-Qur`an. Semarang: Pustaka Rizqi Putra.

Cet. III. 2000

----------. Pengantar Ilmu al-Qur`an. Jakarta: Bulan Bintang. 1954

Page 106: TAFSIR DAN TAKWIL ATAS AYAT-AYAT MUTASYĀBIHĀT ......1437 H/2015 M. I LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan asli karya saya yang diajukan untuk

88

----------. Sejarah Pengantar Ilmu al-Qur`an dan Tafsir. Semarang: Pustaka Rizki

Putra. Cet. III. 2000

Shihab, Muhammad Quraish. Tafsir al-Miṣbah; Pesan Kesan dan Keserasian.

Jakarta: Lentera Hati. 2000

----------. Wawasan al-Qur`an , Tafsir Mauḍūʻi atas Pelbagai Persoalan Umat.

Bandung: Mizan. Cet. VIII, 1998

----------. Mu‟jizat al-Qur`an. Bandung: Mizan. 2003

----------. Membumikan al-Qur`an. Bandung: Mizan. 2003

Suma, Muhammad Amin. Studi Ilmu-Ilmu al-Qur`an II. Jakarta: Pustaka Firdaus.

2001

Al-Suyuṭī, Jalāluddīn. al-Itqān fī „Ulūm al-Qur‟ān. Kairo: al-Azhar. Jilid. II.

1318 H

----------. Ṭabaqāt al-Mufassirīn. Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyah. 1982

Al-Syirbasi, Ahmad. Sejarah Tafsir al-Qur`an. Jakarta: Pustaka Firdaus. 1994

Al-Ṭabarī, Ibn Jarīr. Tafsīr al-Kubrā, Jāmiʻ al-Bayān „an Ta‟wīli āy al-Qur‟ān.

Maktab Ibn Taimiyah. Cet. II. 1422 H/2001 M

Zaghlawi, Muhammad Hamad. al-Tafsīr bi al-Ra‟yi, Qawā‟iduhū wa Ḍawābiṭuhū

wa Aʻlāmuhū. Maktab al-Farabi. 1420 H/1999 M

Al-Zarkasyī, Badruddin. Al-Burhān fī „Ulūm al-Qur‟ān. Kairo: Dār Iḥyā‟ al-

Kutub al-„Arabiyah. 1376 H/1975 M

Zarzur, „Adnan Muhammad. Madkhal ilā Tafsīr al-Qur‟ān wa „Ulūmuhū. Beirut:

Dār al-Qalam. 1419 H/1998 M