repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/yudi...

96
ISLAM DAN KESENIAN: STUDI PRAKTIK PEMBACAAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN DALAM PEMENTASAN DEBUS Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) oleh: Yudi Setiadi NIM. 11140340000036 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1440

Upload: others

Post on 03-Feb-2020

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

ISLAM DAN KESENIAN: STUDI PRAKTIK PEMBACAAN AYAT-AYAT

AL-QUR’AN DALAM PEMENTASAN DEBUS

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)

oleh:

Yudi Setiadi

NIM. 11140340000036

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M/1440

Page 2: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

ISLAM DAN KESENIAN: STUDI PRAKTIK PEMBACAAN AYAT-AYAT

AL-QUR’AN DALAM PEMENTASAN DEBUS

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama

(S.Ag)

Oleh:

Yudi Setiadi

NIM. 11140340000036

Pembimbing

Kusmana, Ph.D.

NIP. 196504241995031001

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M/1440

Page 3: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri
Page 4: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Yudi Setiadi

NIM : 11140340000036

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Islam dan Kesenian: Studi

Praktik Pembacaan Ayat-ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah

benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam

penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya

cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia melakukan proses

yang semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika ternyata

skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Ciputat, 30 Juli 2019

Yudi Setiadi

11140340000036

Page 5: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

i

ABSTRAK

Yudi Setiadi. Islam dan Kesenian: Studi Praktik Pembacaan Ayat-ayat al-

Qur’an dalam Pementasan Debus, 2019

Penelitian terhadap pemaknaan masyarakat terhadap al-Qur‟an mulai dilakukan

oleh para peneliti al-Qur‟an yang disebutkan dengan istilah Living Qur‟an. Kajian

ini lebih memfokuskan pada peran praktis al-Qur‟an dalam pemahaman, sikap,

perilaku, aktifitas manusia sebagai individu atau pun masyarakat, terlepas apakah

pemahaman, sikap, perilaku, dan aktifitas itu berdasarkan pengetahuan akan

kaidah tafsir atau pun tidak sama sekali. Penelitian ini membahas praktik

penggunaan al-Qur‟an dalam pementasan debus. Ayat-ayat al-Qur‟an menjadi

salah satu dari beberapa bacaan yang harus dibaca sebelum atraksi kekebalan

ditampilkan. Selain pembacaan beberapa ayat-ayat al-Qur‟an, pemain juga wajib

bertawasul atau hadiah fatihah kepada nama-nama tertentu, doa, hizib rifa‟i, serta

selawat kepada Nabi Muhammad. Dalam kasus debus, al-Qur‟an -sebagai salah

satu bacaan yang wajib dibaca- memiliki fungsi di luar makna tekstualnya. Al-

Qur‟an dibacakan untuk keperluan praktis pembacanya. Penelitian ini

menggunakan metode penilitian kualitatif dengan pendekatan etnografi dan

pendekatan fungsional. Pendekatan ini bertujuan untuk mendeskripsikan

kebudayaan sebagaimana adanya, dan berusaha mempelajari peristiwa kultural,

yang menyajikan pandangan hidup subjek sebagai objek studi. Adapun data-data

yang penulis gunakan berasal dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Penelitian ini menemukan beberapa temuan. Pertama, ada beberapa ayat-ayat

yang dibaca dalam pementasan debus yakni surat al-Fâtihah: 1-7, surat al-

Baqarah: 1-5, 163, 255, surat al-Ikhlâs 1-4, surat al-Falaq: 1-5, dan surat al-Nâs:

1-6. Kedua, para pemain debus memaknai semua yang mereka baca sebelum

pementasan debus -salah satunya ayat-ayat al-Qur‟an yang telah disebutkan-

sebagai sarana meminta perlindungan, pertolongan dan kekuatan kepada Allah.

Bagi mereka, pembacaan tersebut menjadi suatu hal yang tidak bisa diubah, baik

ditambahkan maupun dikurangi bacaannya. Ketiga, pembacaan tawasul atau

hadiah fatihah kepada nama-nama tertentu, bertujuan untuk mendoakan serta

mengingat jasa-jasa mereka.

Kata kunci: Living Qur’an, pemaknaan, debus, praktik, kesenian,

pementasan.

Page 6: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam Yang Maha Pengasih lagi

Maha Penyayang. Berkat rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Selawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada

Nabi Muhammad, istri-istrinya, keluarganya, keturunannya, sahabat-sahabatnya,

para pengikut dan penghidup ajarannya, serta kepada umatnya semua.

Penulis sadar, tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak,

skripsi ini tidak akan dapat selesai sesuai dengan harapan. Oleh sebab itu, penulis

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan

mendukung penulis, baik yang penulis sadari maupun tidak. Pertama, penulis

mengucapkan terima kasih Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A.

Kedua penulis ucapkan kepada Dekan Fakultas Ushuluddin, Dr. Yusuf Rahman,

M.A.

Selanjutnya, Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ketua dan

Sekretaris Program Studi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, Dr. Eva Nugraha, M.Ag, dan

Fahrizal Mahdi, Lc., MIRKH. Kemudian penulis berterima kasih pula kepada

dosen pembimbing skripsi Kusmana, M.A., Ph.D. yang telah telah membimbing

dan memberikan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terima

kasih telah memeriksa skripsi penulis secara detail dan menyeluruh di sela-sela

kesibukan menjadi seorang dosen, peneliti, sekaligus Wakil Dekan I Fakultas

Ushuluddin. Selain itu, terima kasih kepada seluruh dosen Fakultas Ushuluddin.

Terima kasih paling besar penulis berikan kepada kedua orang tua penulis

yang telah memberikan dukungan serta kepercayaan penuh kepada penulis untuk

dapat menimba ilmu hingga skripsi ini dapat selesai. Selain itu, kasih sayang, doa,

biaya, dan semua pengorbanan kedua orang tua penulis dari kecil hingga

sekarang, semua itu berarti besar bagi penulis. Kepada adik yang sedang

menempuh pendidikan, semoga kelak dapat capaian lebih dari yang didapatkan

penulis sekarang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat Desa

Kadudodol, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang, Banten. Terima kasih

Page 7: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

iii

juga penulis sampaikan kepada Muhammad Acang, Abah Enjen, Abah Aning,

Dedi Safari, Kang Rahmat, Abah Ucung, Abah Emong, Kang Anton, Kang Anam,

dan Kang Mamat.

Terima kasih kepada Dr. Ahmad „Ubaydi Hasbillah, M.Hum. penulis buku

Ilmu Living Qur‟an-Hadis: Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi, yang telah

berbaik hati meluangkan waktunya untuk berdiskusi mengenai kajian living

Qur‟an dan memberikan saran-saran bagi penyelesaian skripsi ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada teman-teman penulis, Ilmu al-

Qur‟an Tafsir 2014, khususnya TH A, teman-teman Sabilussalam 2014, KKN

Super 100, khususnya Mutiah Tsani Asyfa, Marisya Ningrum, dan Dodi Rahman.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan informasi tambahan

dalam wacana keilmuan al-Qur‟an, khususnya kajian living Qur‟an. Semoga

Allah selalu memberikan kemudahan kepada orang-orang yang menuntut ilmu.

Ciputat, 30 Juli 2019

Penulis

Yudi Setiadi

Page 8: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

iv

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi yang digunakan dalam penulisan skripsi ini bersumber dari

pedoman Arab-Latin yang diangkat dari Keputusan Bersama Menteri Agama dan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor 158 Tahun

1987 dan Nomor 0543 b/U/1987, selengkapnya adalah sebagai berikut:

1. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab

Huruf

Latin Keterangan

اTidak dilambangkan

B بBe

T تTe

Ṡ ثEs dengan titik di atas

J جJe

Ḥ حHa dengan titik di bawah

Kh خKa dan ha

D دDe

Ż ذZet dengan titik di atas

R رEr

Z زZet

S سEs

Page 9: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

v

Sy شEs dan ye

Ṣ صEs dengan titik di bawah

Ḍ ضDe dengan titik di bawah

Ṭ طTe dengan titik di bawah

Ẓ ظZet dengan titik di bawah

„ عKoma terbalik di atas hadap kanan

G غGe

F فEf

Qi قKi

K كKa

L لEl

M مEm

N نEn

W وWe

H هHa

‟ ءApostrof

Y يYe

Page 10: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

vi

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal

tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau difting. Untuk vokal tunggal,

ketentuan alih aksaranya adalah sebegai berikut.

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fatḥah

I Kasrah

U Ḍammah

Adapun vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ai A dan I بينكم

Iu A dan U قول

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harkat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

Ā A dengan garis di atas جاهلية

Ī I dengan garis di atas مجيد

Page 11: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

vii

Ū U dengan garis di atas فروض

4. Kata Sandang

Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,

yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun

huruf qomariyah. Contoh: al-rijāl, al-ṭīn.

5. Syaddah/Tasydid

Syaddah/Tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda () dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan

menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu.

Page 12: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................................................................3

ABSTRAK ................................................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. ii

PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................................................. iv

DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... viii

BAB I ........................................................................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................................................................1

B. Identifikasi Masalah .......................................................................................................................4

C. Rumusan dan Pembatasan Masalah ...............................................................................................5

D. Tujuan dan Manfaat Penelitan .......................................................................................................6

1. Tujuan .........................................................................................................................................6

2. Manfaat .......................................................................................................................................6

E. Tinjauan Pustaka ............................................................................................................................6

F. Metode Penelitian.........................................................................................................................16

G. Metode Pengumpulan Data ..........................................................................................................22

1. Observasi partisipatif pasif .......................................................................................................22

2. Wawancara semiterstruktur ......................................................................................................22

3. Dokumentasi .............................................................................................................................22

H. Teknik Pengolahan Data ..............................................................................................................23

I. Sistematika Penulisan ..................................................................................................................23

BAB II .....................................................................................................................................................25

A. Living Qur‟an: Konsep dan Sejarah .............................................................................................25

1. Pengertian Living Qur‟an .........................................................................................................25

2. Definisi Operasional .................................................................................................................29

B. Debus: Konsep dan Sejarah .........................................................................................................30

1. Pengertian Debus ......................................................................................................................30

2. Sejarah dan Perkembangan Debus ...........................................................................................32

BAB III ...................................................................................................................................................36

A. Kesenian Debus Desa Kadudodol ................................................................................................37

1. Debus dan al-Madad .................................................................................................................37

2. Sejarah Debus Desa Kadudodol ...............................................................................................38

B. Anggota Debus Desa Kadudodol .................................................................................................43

C. Perlengkapan Debus Desa Kadudodol .........................................................................................45

Page 13: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

ix

BAB IV ...................................................................................................................................................51

A. Praktik Penggunaan al-Qur‟an .....................................................................................................51

B. Pengetahuan dan Pemaknaan Pelaku Debus Terhadap Bacaan ...................................................64

C. Ijazah Bacaan ...............................................................................................................................70

D. Nilai yang Ingin Disosialisasikan.................................................................................................72

BAB V .....................................................................................................................................................73

A. Kesimpulan ..................................................................................................................................73

B. Saran .............................................................................................................................................74

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................74

Page 14: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Debus adalah salah satu kesenian di Banten yang sampai saat ini masih

bertahan dan lebih dikenal dari pada kesenian lainnya. Ada pendapat yang

mengatakan bahwa debus adalah permainan yang menunjukan kekebalan

seseorang baik dari senjata api, senjata tajam, api dan lainnya. Debus merupakan

suatu jenis permainan untuk membuktikan kekebalan.1

Ritual permainan debus adalah proses upacara permainan debus yang

mempertunjukan permainan kekebalan yang dilakukan oleh anggota debus, dalam

rangka syiar Islam yang bernafaskan ritual keagamaan. Menurut Isman, Dalam

tahap ini ada tiga kegiatan yang harus dilakukan yaitu a) pembukaan; b)

pembacaan wirid dan amalan; c) permainan debus.2 Dalam pembacaan wirid dan

amalan, ada beberapa ayat al-Qur‟an yang sering digunakan di antaranya adalah

surat al-Fatihah yang dihadiahkan kepada syekh debus. Selain itu juga wirid

terdiri dari doa-doa, munajat rifa‟iyah dan selawat Nabi.

Penelitian yang mengangkat debus sebagai objek kajiannya telah banyak

dilakukan. Selama ini, penelitian debus berfokus kepada sejarah debus seperti

penelitian Euis3, akulturasi debus dengan nilai-nilai Islam seperti penelitian

Fahmi4, Hasani

5, dan Yanti

6. Namun, dari sekian banyak penelitian tersebut,

belum ada penelitian yang memakai pendekatan Living Qur‟an.

Kajian Living Qur‟an artinya mengkaji al-Qur‟an sebagai teks yang hidup,

bukan teks yang mati. Pendekatan Living Qur‟an menekankan aspek fungsi al-

Qur‟an sebagai petunjuk dan rahmat bagi manusia dan orang-orang beriman, tapi

1 Imron Arifin, Debus, Ilmu Kekebalan dan Kesaktian dalam Tarekat Rifa‟iyah (t.t: t.p,

1993), h. 25. 2 Isman Pratama Nasution, “Debus Walantaka: Fenomena Budaya Banten”, Antropologi

Indonesia, vol. 21, no. 53, (1997), h. 39-40. 3 Euis Thresnawaty S, “Kesenian Debus di Kabupaten Serang”, Jurnal Patanjala, vol.4,

no. 1, (2012). 4 Fahmi Irfani, “Islam dan Akulturasi Budaya di Banten: Kyai, Jawara, Debus”, Jurnal

Hikamuna, Edisi 1, vol. 1, No. 1, (2016). 5 Hasani Ahmad Said, “Islam dan Budaya di Banten: Menelisik Tradisi Debus dan

Maulid”, Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, vol.10, no. 1, (2016). 6 Yanti Susilawati, “Analisa Pengaruh Tarekat Rifa‟iyah Terhadap Keagamaan di

Banten Abad Ke-19”, (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2015).

Page 15: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

2

ini juga bisa memasukkan peranan al-Qur‟an dalam berbagai kepentingan dan

konteks kehidupan, baik yang beriman maupun yang tidak beriman.7 Kajian ini

lebih memfokuskan pada peran praktis al-Qur‟an dalam pemahaman, sikap,

perilaku, aktifitas manusia sebagai individu ataupun masyarakat, terlepas apakah

pemahaman, sikap, perilaku, dan aktifitas itu berdasarkan pengetahuan akan

kaidah tafsir atau pun tidak sama sekali.8 Kajian Living Qur‟an ini membahas

dimensi praktikal, bagaimana kaum muslim menggunakan al-Qur‟an untuk

keperluan magis, amulet, penyembuhan penyakit jasmani dan rohani, keperluan

ekonomi dan bisnis, dan sebagainya.9

Pada dasarnya, kajian al-Qur‟an tidak melulu berfokus pada teks al-Qur‟an

dan kajian terhadap tafsir, „ulȗm al-Qur‟an, namun juga bisa meluas sampai pada

wilayah sosiologi dan antropologi agama, yaitu ketika manusia mempergunakan

al-Qur‟an dalam kehidupan sehari-hari. Inilah yang disebut dengan kajian Living

Qur‟an, yakni al-Qur‟an yang hidup dalam masyarakat.10

Dalam lintasan sejarah Islam, praktik memperlakukan al-Qur‟an atau unit-

unit tertentu dari al-Qur‟an sehingga bermakna dalam kehidupan praktis umat

pada dasarnya sudah terjadi. Nabi Muhammad pernah menyembuhkan penyakit

dengan rukiah lewat surah al-Fatihah, atau menolak sihir dengan surah al-

Mu‟awwizatain. Hal ini mengindikasikan bahwa sejak zaman Nabi Muhammad,

al-Qur‟an pernah diperlakukan di luar dari kapasitasnya sebagai teks –al-Qur‟an

diperlakukan atas anggapan bahwa al-Qur‟an memiliki keutamaan tertentu secara

praktis.11

Memperlakukan al-Qur‟an di luar kapasitasnya sebagai teks bukan hanya

terjadi di masa Nabi Muhammad saja. Ada sebagian masyarakat di Indonesia yang

menggunakan al-Qur‟an di luar kapasitasnya sebagai teks, seperti kebiasaan

7 Muhamad Ali, “Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‟an dan Living Hadith”, Journal

of Qur‟an and Hadith Studies, vol.4, no. 2, (2015), h. 152. 8 Muhamad Ali, “Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‟an dan Living Hadith”, h. 153

9 Muhamad Ali, “Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‟an dan Living Hadith”, h. 156.

10 Hamam Faizi, “Mencium dan Nyunggi al-Qur‟an: Upaya Pengembangan Kajian al-

Qur‟an melalui living qur‟an”, Suhuf, vol. 4, no. 1, (2011). 11

Sahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis (Yogyakarta:

Teras, 2007), h. 3.

Page 16: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

3

menggunakan al-Qur‟an sebagai jimat,12

mujahadah,13

membaca al-Qur‟an dalam

acara-acara tertentu,14

dan membaca al-Qur‟an pada waktu-waktu tertentu.15

Dalam kajian debus, penelitian dengan pendekatan Living Qur‟an menarik

untuk dilakukan. Hal itu disebabkan terdapat pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an

dalam pementasan debus sebelum atraksi kekebalan dipertontonkan.16

Pembacaan

ayat-ayat pilihan sebelum kesenian debus dilaksanakan merupakan syarat yang

tidak boleh ditinggalkan.17

Penelitian ini membahas pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an dalam

pementasan debus. Selain itu, penelitian ini juga menguatkan pendapat yang

mengatakan bahwa dalam praktiknya, kesenian debus melafalkan beberapa ayat

al-Qur‟an sebelum kesenian ini dipentaskan. Beberapa peneliti yang mengatakan

hal tersebut di dalam tulisannya yakni Yanti Susilawati18

, Fahmi Irfani19

, dan Euis

Thresnawaty S20

.

Pembacaan al-Qur‟an ayat-ayat pilihan yang dilakukan oleh pelaku

kesenian debus ini penting untuk diteliti, karena belum ada penelitian yang

mengungkapkan secara mendalam pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an yang dilakukan

dalam pementasan debus. Oleh karena itu penulis akan meneliti tentang Islam

dan Kesenian: Studi Praktik Pembacaan Ayat-ayat al-Qur’an dalam

Pementasan Debus.

12

Anwar Mujahidin, “Analisis Simbolik Penggunaan Ayat-ayat al-Qur‟an sebagai Jimat

dalam Kehidupan Masyarakat Ponorogo”, Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, vol.

10, no. 1, (2016). 13

Moh. Muhtador, “Pemaknaan Ayat al-Qur‟an dalam Mujahadah”, Jurnal Penelitian,

vol. 8, no. 1, (2014). 14

Umi Masruroh, “Tradisi Rebo Wekasan dalam Kajian Living Qur‟an di Desa Pakuncen

Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo”, Qaf, vol. 1, no. 2, (2017). 15

Siti Fauziah, “Pembacaan al-Qur‟an Surat-surat Pilihan di Pondok Pesantren Putri Daar

al-Furqon Janggalan Kudus (Studi Living Qur‟an)”, Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-Qur‟an dan Hadis,

vol. 15, no. 1, (2014). 16

Kiki Muhamad Hakiki, “Debus Banten: Pergeseran Otentitas dan Negosiasi Islam-

Budaya Lokal”, Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, vol.7, no. 1, (2013), h. 4. 17

Muhammad Acang selaku syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 13 April

2019. 18

Yanti Susilawati, “Analisa Pengaruh Tarekat Rifa‟iyah Terhadap Keagamaan di

Banten Abad Ke-19”. 19

Fahmi Irfani, “Islam dan Akulturasi Budaya di Banten: Kyai, Jawara, Debus”, h. 85. 20

Euis Thresnawaty S, “Kesenian Debus di Kabupaten Serang”, h. 124.

Page 17: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

4

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas, penulis mencoba untuk melakukan identifikasi

masalah terkait dengan tema yang akan penulis teliti yakni di antaranya:

1. Bagaimana akulturasi antara Islam dan budaya di Banten (kiai, jawara, dan

debus Banten)? Sebagai salah satu pusat kebudayaan Islam tertua di

Indonesia, Banten mengalami akulturasi budaya dengan Islam yang tidak

dapat dihindarkan sehingga menampilkan kultur yang khas. Banten dikenal

sebagai daerah tempat mencari ilmu kesaktian, dan debus sebagai bentuk

refleksi kultur. Kiai dan jawara merupakan simbol daerah ini. Mereka

menempati posisi sentral dalam stratifikasi masyarakat. Eksponen-eksponen

inilah yang mewarnai masyarakat Banten, dan menjadikannya sebagai daerah

yang berbeda di nusantara, hal ini dikarenakan keunikan budaya, kultur tradisi

lokal yang menyatu dengan Islam.

2. Apakah debus Banten telah mengalami pergeseran otentitasnya atau telah

terpengaruh oleh budaya lokal? Sebagai sebuah budaya, debus merupakan

kompleksitas manusia. Di dalamnya terdapat kepentingan sosial, politik,

bahkan agama. Secara historis, keberadaan debus tidak terlepas dari nafas

Islam. Namun dalam perjalanannya debus mengalami pergeseran khususnya

ketika berhadapan dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai lokal Banten.

3. Bagaimana latar belakang perjalanan sejarah serta dinamika perkembangan

debus Banten? Sejarah dan perkembangan debus Banten dapat dikatakan

masih sangat gelap karena tidak ada sumber tertulis yang bisa menjelaskan

periode debus sebelum abad 19. Hal menarik dari debus ini adalah pada masa

awal kemunculannya, debus mempunyai fungsi sebagai sarana penyebaran

agama Islam. Namun terjadi perubahan fungsi pada masa penjajahan Belanda

yaitu pada masa Sultan Ageng Tirtayasa seni ini digunakan untuk

membangkitkan semangat perjuangan rakyat Banten melawan penjajah

Belanda.

4. Apa pengaruh tarekat Rifa‟iyah terhadap kesenian debus Banten? Banten yang

notabene merupakan tanah jawara, memiliki tingkat keagamaan cukup tinggi.

Namun, hal ini tidak bisa dilepaskan dari peran tarekat yang berkembang,

salah satunya yakni tarekat Rifa‟iyah. Salah satu pengaktualisasian tarekat

Page 18: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

5

Rifa‟iyah tersebut ada dalam bentuk debus Banten. Debus yang identik

dengan dunia mistik, sesungguhnya berakar dari sebuah tarekat.

5. Bagaimana praktik pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an dalam pementasan debus?

Umumnya, al-Qur‟an dibacakan masyarakat agar mendapatkan ketenangan

dalam hati dan mendapatkan pahala. Namun, dalam pementasan debus, ayat-

ayat al-Qur‟an dibaca untuk keperluan mereka sebelum mempertunjukan

atraksi kekebalan. Bahkan hal ini menjadi salah satu syarat yang tidak boleh

ditinggalkan oleh pemain debus.

C. Rumusan dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, banyak persoalan yang menjadi kajian

yang ingin peneliti lakukan. Namun, dalam tulisan ini, penulis hanya mengkaji

dua aspek saja yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana praktik pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an dalam pementasan debus?

2. Bagaimana pemain debus memaknai ayat-ayat al-Qur‟an yang dibaca?

Dalam dua rumusan masalah di atas, penulis membatasi pembahasan masalah

pada:

1. Pelaksanaan praktik pembacaan al-Qur‟an dalam kesenian debus. Penulis

membahas prosesi pementasan debus mulai dari awal pementasan hingga

akhir pementasan yang di dalamnya terdapat praktik pembacaan al-Qur‟an.

Penulis juga membahas perlengkapan yang dibutuhkan dalam pementasan

debus, beserta tujuan dari pementasan debus. Penulis juga membahas

keanggotaan debus beserta fungsi-fungsinya. Selain bacaan-bacaan al-Qur‟an,

masih ada bacaan-bacaan lain seperti selawat, rifa‟i, dan doa. Namun penulis

tidak membahas tiga objek terakhir secara spesifik.

2. Pemaknaan ayat-ayat al-Qur‟an yang dibaca oleh pemain debus. Sebelum

membahas hal itu, penulis terlebih dahulu membahas fungsi debus dalam

kehidupan masyarakat Banten. Penulis tidak membahas fungsi al-Qur‟an bagi

kehidupan pemain debus secara keseluruhan, penulis hanya fokus pada fungsi

al-Qur‟an dalam pementasan debus. Selanjutnya, penulis membahas relevansi

Living Qur‟an dalam pementasan debus dan wacana kajian al-Qur‟an.

Page 19: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitan

1. Tujuan

a. mengetahui praktik pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an dalam pementasan

debus.

b. Mengetahui pemahaman pemain debus Banten tentang ayat-ayat al-

Qur‟an yang dibaca ketika pementasan debus.

c. Memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag).

2. Manfaat

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini memberikan sumbangan keilmuan di

bidang al-Qur‟an dan tafsir khususnya dalam kajian Living Qur‟an.

Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan dalam

kajian Living Qur‟an selanjutnya.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini dimaksudkan untuk membantu

meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya membaca dan mengkaji

al-Qur‟an dalam segala keadaan dan kondisi. Selain itu juga penelitian

ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar dapat

melestarikan kesenian debus.

E. Tinjauan Pustaka

Kajian yang bersinggungan dengan tema ini memang masih belum banyak

dilakukan, yaitu tentang Living Qur‟an atau kajian al-Qur‟an yang menggunakan

pendekatan etnografi, akan tetapi melihat dari penelitian-penelitian sebelumnya,

sampai saat ini penulis juga belum menemukan penelitian secara spesifik yang

mengarah pada kajian Living Qur‟an yang dilakukan dalam pementasan debus.

Dari beberapa karya yang penulis telusuri tentang pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an

dalam pementasan debus, kajian Living Qur‟an secara khusus penulis belum

menemukan, akan tetapi penulis menemukan beberapa karya yang membahas

kajian Living Qur‟an dan kajian mengenai kesenian debus. Berikut penelitian

yang penulis temukan yang telah penulis telaah:

Beberapa penelitian terdahulu bertema Living Qur‟an:

Page 20: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

7

Siti Fauziah,21

Pembacaan al-Qur‟an Surat-surat Pilihan di Pondok

Pesantren Putri Daar al-Furqon Janggalan Kudus (Studi Living Qur‟an). Tulisan

ini menjelaskan tradisi pembacaan surat-surat pilihan di Pondok Pesantren Putri

Daar al-Furqon Janggalan Kudus. Penulis menjelaskan pula awal tradisi ini

dilaksanakan beserta dengan orang yang memerintahkan pertama kali. Selian itu

penulis juga menjelaskan makna praktik tradisi pembacaan al-Qur‟an tersebut

menggunakan teori sosial Emile Durkheim dan Karl Mannheim. Lebih lanjut,

sebelum membahas inti permasalah topik yang diangkat yakni pembacaan surat-

surat pilihan, Siti menjelaskan profil tempat penelitian, gambaran umum

masyarakat sekitar tempat penelitian. Siti menjelaskan surat-surat pilihan yang

dibaca oleh santri, waktu pelaksanaan, prosesi pelaksanaan, alasan dipilihnya

surat-surat tersebut beserta alasan-alasan terkait pelaksanaan prosesi pembacaan

surat-surat pilihan itu, hingga pola pembacaan surat-surat pilihan tersebut. .

Pembacaan surat-surat pilihan yang dibaca setelah shalat berjamaan

tersebut merupakan sebuah cara untuk membetulkan dan membaguskan bacaan

santri. Surat-surat tersebut dipilih karena dianggap memiliki keutamaan yang

terkandung di dalam surat-surat tersebut baik berdasarkan hadis Nabi Muhammad

Saw., ataupun sebagai bentuk kepatuhan kepada anjuran guru. Surat-surat pilihan

tersebut terdiri dari Surat Yasin, al-Waqi‟ah, al-Rahman, al-Dukhan, dan al-Mulk

yang telah dihimpun menjadi sebuah kitab bernama Kanzu al-Nafais.

Muhammad Fauzan Nasir,22

Pembacaan Tujuh Surat Pilihan al-Qur‟an

dalam Tradisi Mitoni: Kajian Living al-Qur‟an di Dusun Sumberjo, Desa Troso,

Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten. Penelitian ini adalah penelitian

lapangan dan kualitatif (kepustakaan) dengan paradigma fungsional yang

dipaparkan oleh Heddy Shri Ahimsa-Putra dalam tulisannya yakni Living Qur‟an:

Beberapa Perspektif Antropologi. Sumber utama yang digunakan dalam

penelitian ini adalah surah-surah al-Qur‟an yang dibaca dalam tradisi Mitoni dan

dijabarkan dengan metode deskriptif analitik kualitatif. Data-data yang diperoleh

berasal dari observasi, wawancara, dan dokumentasi.

21

Siti Fauziah, “Pembacaan al-Qur‟an Surat-surat Pilihan di Pondok Pesantren Putri Daar

al-Furqon Janggalan Kudus (Studi Living Qur‟an)”. 22

Muhammad Fauzan Nasir, “Pembacaan Tujuh Surat Pilihan al-Qur‟an dalam Tradisi

Mitoni: Kajian Living al-Qur‟an di Dusun Sumberjo, Desa Troso, Kecamatan Karanganom,

Kabupaten Klaten” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, IAIN Surakarta, 2016).

Page 21: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

8

Tradisi Mitoni sekarang adalah hasil dari resepsi antara tradisi Mitoni

masyarakat terdahulu dengan datangnya al-Qur‟an di tengah-tengah masyarakat.

Kedua entitas ini bertemu dan mengahsilkan Mitoni yang berbeda dengan tradisi

Mitoni dahulu. Tradisi Mitoni sekarang terdapar beberapa pembacaan al-Qur‟an

dan tetap terdapat beberapa tradisi terdahulu yang masih dapat dijumpai. Ada

beberapa motivasi pelaksanaan Mitoni ini di antaranya memohon keberkahan dan

keselamatan, menjaga tradisi turun temurun, sebagai bentuk kegiatan sosial

budaya, menuruti perintah orang tua, dan sebagai bentuk rasa syukur. Dalam

penelitian ini juga dijelaskan harapan-harapan yang ingin dicapai dari tradisi

Mitoni ini.

Andi Firman,23

Pemahaman Umat Islam Terhadap Surah Yasin (Studi

Living Qur‟an di Desa Nyiur Permai Kab. Tembilahan, Riau). Dalam Penelitian

tahun 2014 ini menggunakan pendekatan deskripsi kualitatif, yaitu dengan cara

pendekatan etnografi. Subjek penelitian ini adalah tokoh masyarakat atau sesepuh

desa, imam masjid desa, dan guru sekolah sebanyak tiga orang. Sumber data yang

disuguhkannya berasal dari hasil wawancara, observasi, dokumentasi dan kajian

kepustakaan.

Ada beberapa poin penting yang Andi paparkan dalam penelitiannya. Hal-

hal penting tersebut, tentu saja berkenaan dengan tema yang sedang penulis teliti

yakni Living Qur‟an. Ia bertutur bahwa masyarakat Desa Nyiur Permai

mempraktikan pembacaan Surah Yasin dalam berbagai aktivitas kehidupan

mereka. Surah Yasin, baik secara penuh ataupun dalam berbagai bentuk

potongan-potongan tertentu selalu menjadi surat yang sering dilantunkan oleh

masyarakat desa tersebut. Ada beberapa fungsi Surah Yasin yang dipercaya oleh

masyarakat desa tersebut di antaranya, Surah Yasin dibaca ketika orang muslim

meninggal dunia dengan harapan doa dan pahala bacaan Surah Yasin dapat

terlimpahkan kepada mayit. Ada juga fungsi lain yakni untuk keselamatan orang

yang sedang menunaikan ibadah haji. Di satu sisi, masyarakat desa Nyiur Permai

juga konsisten membaca Surah Yasin setiap minggunya, pada malam jum‟at.

23

Andi Firman, “Pemahaman Umat Islam Terhadap Surah Yasin: Studi Living Qur‟an di

Desa Nyiur Permai Kab. Tembilahan, Riau” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016).

Page 22: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

9

Yadi Mulyadi,24

al-Qur‟an dan Jimat. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan metode etnografi James P. Spradley yang bersifat deskriptif-

kualitatif dengan pendekatan antropologi. Teknik pengumpulan data

menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Ada beberapa

pembahasan dalam penelitian ini di antaranya mengungkapkan penggunaan al-

Qur‟an dalam kehidupan praktis, seperti pengobatan, tradisi Rebo Wekasan,

Tradisi Tingkeban atau Mitoni. Selain itu al-Qur‟an juga dipercaya memiliki

kekuatan magis oleh masyarakat adat Wewengkon Kasepuhan Lebak Banten.

Oleh sebab itu al-Qur‟an digunakan sebagai jimat dan digunakan pula dalam

kesenian Debus Banten. Peneliti juga mencatat pemahaman masyarakat adat

Wewengkon Kasepuhan Lebak Banten terhadap jimat. Masyarakat ini terdiri

mulai dari masyarakat umum, tokoh adat kasepuhan, dan juga tokoh agama.

Dalam bab iv penulis juga meneliti tentang bentuk-bentuk jimat yang digunakan

dalam masyarakat adat Wewengkon Kasepuhan Lebak Banten, serta manfaat yang

diperoleh jika menggunakan jimat.

Dalam tesis ini memang menjelaskan Debus Banten, namun tidak secara

rinci, tidak diijelaskan pula surat-surat pilihan yang harus dibaca pemain Debus.

Dalam penelitian ini, penelitian Living Qur‟an lebih ditekankan pada penggunaan

jimat oleh masyarakat adat Wewengkon Kasepuhan Citorek Lebak Banten dalam

kehidupan sehari-hari, seperti untuk penglaris dagang, penyelamat jiwa dan raga,

kebal dari ilmu-ilmu hitam, menambah karisma, penyembuh dari penyakit dan

lain sebagainya. Peneliti juga menjelaskan jenis-jenis jimat yang digunakan

lengkap dengan ayat-ayat, surat-surat yang digunakan dalam jimat.

Hamam Faizin,25

Mencium dan Nyunggi al-Qur‟an: Upaya

Pengembangan Kajian al-Qur‟an Melalui Living Qur‟an. Dalam penelitian ini,

Hamam menjelaskan kajian baru yang berfokus kepada hasil interaksi antara

manusia dengan al-Qur‟an yakni penelitian Living Qur‟an. Menurutnya,

penelitian al-Qur‟an tidak harus melulu berfokus kepada penelitian teks saja,

namun harus berkembang kepada penelitian kebudayaan hasil dari interkasi

24

Yadi Mulyadi, “al-Qur‟an dan Jimat” (Tesis S2 Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2017). 25

Hamam Faizin, “Mencium dan Nyunggi al-Qur‟an: Upaya Pengembangan Kajian al-

Qur‟an”.

Page 23: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

10

manusia dan al-Qur‟an. Penelitian ini juga mencoba untuk memberikan stimulus

peneliti al-Qur‟an guna menengok kajian Living Qur‟an. Hamam juga

memberikan beberapa bukti bahwa kajian Living Qur‟an telah disingguh beberapa

penulis, baik penulis yang fokus kepada kajian al-Qur‟an seperti Farid Esack,

maupun orang yang tidak fokus kepada kajian al-Qur‟an seperti Emha Ainun

Nadjib.

Ahmad Atabik,26

The Living Qur‟an: Potret Budaya Tahfiz al-Qur‟an di

Nusantara. Penelitian ini mencoba untuk mendeskripsikan budaya mengahafal al-

Qur‟an di Indonesia. Tradisi menghafal al-Qur‟an ini merupakan salah satu dari

sekian banyak fenomena umat Islam dalam menghidupkan atau menghadirkan al-

Qur‟an dalam kehidupan sehari-hari dengan cara mengkhatamkannya, yang bisa

ditemukan di lembaga-lembaga keagamaan seperti pesantren, majelis taklim, dan

sebagainya.

A Rafiq Zainul Mun‟im,27

Tafsir Realis Terhadap Makna dan Simbol al-

Qur‟an bagi Masyarakat Kabupaten Probolinggo. Rafiq menggunakan metode

kualitatif sebagai prosedur penelitiannya. Jenis penelitian ini adalah penelitian

studi kasus dengan model interpretasi simbolik menurut Victor W. Turner dan

Levi Strauss. Dalam penelitiannya, Rafiq meneliti tentang penafsiran simbolisasi

manka al-Qur‟an yang dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Probolinggo.

Penelitian ini mendeskripsikan makna, fungsi, dan posisi al-Qur‟an dalam

kehidupan masyarakat Kabupaten Probolinggo.

Muhamad Ali,28

Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‟an dan Living

Hadith. Dalam penelitian ini Muhammad Ali mencoba untuk menawarkan ranah

kajian Living Qur‟an dan Living Hadis yang belum mendapatkan banyak

perhatian dari para peneliti al-Qur‟an. Namun sebelum membahas keduanya,

Muhammad Ali terlebih dahulu memaparkan kajian-kajian naskah yang telah

berkembang mendahului kajian Living Qur‟an dan Living Hadis. Muhammad

pada bagian awal tulisannya menyuguhkan ulasan-ulasan karya mufassir maupun

26

Ahmad Atabik, “The Living Qur‟an: Potret Budaya Tahfiz al-Qur‟an di Nusantara”,

Jurnal Penelitian, Vol. 8, No. 1, (2014). 27

A. Rafiq Zainul Mun‟im, “Tafsir Realis Terhadap Makna dan Simbol al-Qur‟an bagi

Masyarakat Kabupaten Probolinggo”, Madania, Vol. 21, No. 2, (2017) 28

Muhamad Ali, “Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‟an dan Living Hadith”.

Page 24: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

11

peneliti al-Qur‟an baik karya-karya yang membahas tentang tafsir-tafisr tematik

maupun metode-metode untuk memahami al-Qur‟an.

Living Qur‟an mengkaji mengapa dan bagaimana pemahaman dan

penerapan al-Qur‟an yang dilakukan oleh masyarakat. Kajian Living Qur‟an lebih

menekankan pemahaman masyarakat bukan penafsiran masyarakat. Selain itu,

kajian Living Qur‟an tidak mengkaji sejauh mana kesesuaian pemahaman

masyarakat tersebut dengan kaidah-kaidah tafsir yang seharusnya.

Heddy Shri Ahimsa-Putra,29

The Living Qur‟an: Beberapa Perspektif

Antropologi. Dalam jurnal ini Heddy menceritakan definisi Living Qur‟an

menurut perspektif, pemaknaan terhadap al-Qur‟an yang bervariatif, Living

Qur‟an sebagai fenomena social-budaya, serta paradigm-paradigma yang bisa

digunakan dalam penelitian Living Qur‟an. Namun, tulisan Heddy ini lebih fokus

membahas tentang beberapa paradigm yang bisa digunakan oleh para peneliti

Living Qur‟an. Ada beberapa paradigm yang dipaparkan oleh Heddy yakni

paradigma akulturasi, paradigm fungsional, paradigm structural, paradigm

fenomenologi, dan paradigma hermeneutika.

Beberapa penelitian terdahulu bertema Kesenian Debus Banten:

Hasani Ahmad Said,30

Islam dan Budaya di Banten: Menelisik Tradisi Debus

dan Maulid. Dalam penelitian ini Hasani memfokuskan pada dua topik bahasan

yakni atraksi Debus dan tradisi Panjang Maulid. Kajian ini menggunakan

pendekaran interdisipliner melalui kajin sosiologis dan kajian sejarah. Hasani

menganalisis data dengan menggunakan analisis isi. Menurutnya, kesenian-

kesenian dan tradisi-tradisi yang ada di Banten tidak terlepas dari campur tangan

nilai-nilai keagamaan, khususnya agama Islam. Pada awal tulisannya, Hasani

memaparkan cara penyebaran Islam ke Indonesia. Setelah itu, penulis

memaparkan secara singkat sejarah Kesultanan Banten beserta dengan keadaan

geografisnya. Selain itu, Hasani juga mengulas beberapa buku dan penelitian

sebelumnya yang memiliki kesamaan tema dengan penelitiannya. Hasani

29

Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Qur‟an: Beberapa Perspektif Antropologi”,

Walisongo, vol.20, no. 1 (2012). 30

Hasani Ahmad Said, “Islam dan Budaya di Banten: Menelisik Tradisi Debus dan

Maulid”.

Page 25: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

12

mejelaskan beberapa jenis-jenis Debus yakni Debus al-Madad, Surosowan, dan

Langitan.

Berdasarkan penelusuran Hasani, akar sejarah Debus Banten memiliki tiga

versi populer. Pertama, Debus diciptakan oleh Sultan Maulana Hasanuddin pada

abad ke16 M. Kedua, Debus merupakan kesenian yang dibawa oleh para penyebar

Islam dari Timur Tengah bernama al-Madad pada abad ke-13 M. Ketiga, Debus

berasal dari ajaran Tarekat Rifaiyyah Nuruddin al-Raniry di Aceh dan dibawa ke

Banten pada abad ke-16 melalui para pengawal Cut Nyak Dien yang sedang

diasingkan oleh Belanda ke Sumedang. Namun dari ketiga versi tersebut memiliki

satu kesamaan yakni kesamaan tujuan. Debus digunakan sebagai fasilitas untuk

menyebarkan Islam di Banten.

Setelah itu, Hasani, sebagaimana tema penelitiannya, menjelaskan Maulid

yang ada di Banten. Menurutnya, Maulid, sama dengan Debus, merupakan salah

satu kebudayaan Banten yang berakulturasi dengan nilai-nilai Islam. Maulid ini

memiliki beberapa versi akar sejarah. Sebagian peneliti berpendapat bahwa pada

awalnya Maulid ini merupakan kebudayaan merupakan tradisi kuno di Mesir guna

menghormati dewa-dewa ketika musim panen tiba. Ada juga yang mengatakan

bahwa Maulid terpengaruh Pharisaisme (sekte Yahudi kuno). Sedangkan bentuk

modern Maulid berakar dari kaum sufi dan atau Syiah yang muncul di kawasan

Maroko dan Mesopotamia hingg berkembang di Mekah. Di Banten tradisi Maulid

ini di awali dengan alunan rebana yang disandingkan dengan salawat. Dzikir

Maulid ini sudah populer pada tahun 1927-1940.

Kiki Muhamad Hakiki,31

Debus Banten: Pergeseran Otentitas dan Negosiasi

Islam-Budaya Lokal. Kiki mengambil kesimpulan bahwa kesenian Debus telah

mengalami perubahan dan pergeseran karena harus menyesuaikan dengan

perkembangan zaman dan nilai-nilai lokal Banten. Debus telah berganti orientasi

menjadi sekedar daya tarik pariwisata serta penghasil pundi-pundi ekonomi. Di

lain sisi Debus telah meninggalkan identitas awalnya sebagai kesenian yang

dipoduksi oleh tarekat. Pada awal tulisannya, Kiki menjelaskan gambaran umum

tentang daerah tempat Debus berkembang yakni Provinsi Banten. Kemudian Kiki

31

Kiki Muhamad Hakiki, “Debus Banten: Pergeseran Otentitas dan Negosiasi Islam-

Budaya Lokal”.

Page 26: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

13

menjelaskan Debus Banten, mulai dari definisi, perkembangan Debus secara

singkat, hingga pergeseran-pergeseran yang terjadi dalam kesenian Debus.

Mengenai definisi Debus, menurut Kiki, para peneliti masih memperdebatkan

definisi yang pasti dari Debus. Pertama, ada yang berpedapat bahwa Debus

berasal dari Bahasa Arab, “Dabbas” yang berarti sepotong besi yang runcing dan

dianalogikan dengan jarum. Kedua, ada pendapat yang menyebutkan bahwa

Debus merupakan nama sebuah benda “al-Madad” yaitu besi runcing seperti paku

besar. Ketiga, pendapat yang menyebutkan Debus berasal dari Bahasa Persia yang

berarti tusukan. Keempat, pendapat A. Sastra Suganda yang mengatakan bahwa

Debus berasal dari kata tembus. Mengenai pergeseran itu, Kiki menyebutkan

beberapa poin di antaranya pergeseran dari segi ritual, pergeseran dari segi

pertunjukan, pergeseran dari perekrutan personil Debus, pergeseran dari segi

tujuan.

Euis Thresnawaty S,32

Kesenian Debus di Kabupaten Serang. Penelitian Euis

ini bertujuan untuk mengungkap latar belakang sejarah kesenian Debus yang ada

di Kabupaten Serang, Banten dengan menggunakan metode sejarah. Dalam

penelitian ini, Euis menjelaskan gambaran umum Kabupaten Serang. Euis juga

menjelaskan sejarah Debus yang berkembang di Kabupaten Serang. Menurut

Eusi, seni Debus adalah kesenian yang memadukan seni tari, seni suara, dan seni

olah batin yang bernuansa magis. Secara historis kesenian Debus mulai

disebarkan semenjak diperkenalkan pertama kali oleh Sunan Gunung Jati ketika

berekspedisi ke Banten pada tahun 1520 dan berkembang pesat pada abad ke-16

hingga abad ke-17 pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Kesenian ini

berkembang seiring berkembangnya agama Islam di Banten. Pada awalnya

kesenian ini berfungsi sebagai alat untuk menyiarkan agama Islam di Banten,

namun ketika Belanda mulai mengusik kekuasaan kesultanan Banten pada masa

Sultan Ageng Tirtayasa, Debus dijadikan alat untuk membakar semangat pasukan

kesultanan Banten. Debus juga dijadikan sebagai bekal dalam melawan para

penjajah yang memiliki persenjataan yang canggih pada masa itu. Dalam kesenian

Debus ada konsep permainan dan konsep kekebalan. Tidak seperti kesenian lain

yang selalu menonjolkan keindahan, Debus selalu memberi kesan menyeramkan

32

Euis Thresnawaty S, “Kesenian Debus di Kabupaten Serang”.

Page 27: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

14

sekaligus mengagumkan. Debus terbagi menjadi dua aliran tarekat dan aliran ilmu

(melalui tirakat atau bacaan-bacaan mantra). Euis juga menjelaskan hubungan

antara Debus dan tarekat Qodiriyyah, dan Rifa‟iyyah. Ada juga tarekat lain yang

dikaitkan dengan Debus yaitu tarekat Sammaniyyah oleh Syekh Muhammad

Samman. Dalam penelitian ini juga, Euis menjabarkan perkembangan Debus pada

masa sekarang baik bentuk Debus, maupun unsur-unsur yang ada di dalam

kesenian tersebut. Eusi menulis bahwa Debus telah mengalami pergeseran nilai.

Semula Debus dipercaya masyarakat sebagai kesenian Islami karena Syekh Debus

merupakan kiai yang sangat dihormati di daerah tempat padepokan Debus berada.

Namun sekarang syekh Debus bukan lagi seorang kiai. Kiai berada di luar lingkup

kesenian Debus, namun tetap dihormati oleh pemain Debus karena dianggap bisa

melegitimasi kesenian Debus sebagai kesenian Islami.

Iis Sulastri,33

Nilai-nilai Islam dalam Seni Tradisional Debus di Menes

Pandeglang Banten. Dalam Penelitian skripsi tahun 2014 ini menggunakan

metode analisis deskripsi dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Data primer

yang digunakan dalam penulisan penelitian tersebut terdiri dari dua sumber yakni

primer dan sekunder. Data primer didapat dari hasil wawancara kelompok debus

Menes Pandeglang Banten, sedangkan data sekunder didapat dari buku, internet,

penelitian terdahulu, dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan tema

pembahasan. Adapun subjek penelitian ini adalah pemimpin kelompok debus

Menes Pandeglang Banten, dan objek penelitian ini adalah nilai-nilai yang

terkandung dalam seni tradisional debus Menes Pandeglang Banten. Sumber data

yang disuguhkannya berasal dari hasil wawancara, observasi, dokumentasi dan

kajian kepustakaan.

Dalam penelitiannya, Iis menjelaskan beberapan poin penting dan relevan

terkait dengan tema yang akan penulis teliti yakni debus. Debus merupakan salah

satu kesenian di Banten yang sampai saat ini masih bertahan dan kesenian yang

paling dikenal di Banten dibandingkan dengan kesenian lainnya. Ada pendapat

yang mengatakan bahwa kesenian debus adalah permainan yang menunjukan

kekebalan seseorang baik senjata api, senjata tajam, dan sebagainya. Sementara

33

Iis Sulastri, “Nilai-nilai Islam dalam Seni Tradisional Debus di Menes Pandeglang

Banten” (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2014).

Page 28: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

15

kelompok lain berpendapat bahwa debus adalah kesenian yang menggunakan

perangkat yang telah digunakan sejak zaman kesultanan Banten. Ada dua

pendapat tentang makna debus di antaranya Atjeh yang mengatakan bahwa debus

berasal dari Bahasa Arab. Akar kata debus ialah dabbus yang memiliki arti

“sepotong besi tajam”. Sedangkan pendapat lainnya mengatakan debus berasal

dari Bahasa Sunda yakni tembus yang dikaitkan dengan tajamnya alat tersebut

yang dapat menembus tubuh seseorang jika dipukulkan.

Dalam penelitian ini dijelaskan tentang unsur-unsur yang ada dalam kesenian

debus di antaranya yakni unsur pemimpin, unsur pemain, unsur peralatan, unsur

permainan, dan unsur musik pengiring. Inti dari penelitian ini yakni menelisik

tentang nilai-nilai islam yang terdapat dalam kesenian debus. Adapun nilai-nilai

islam yang terkandung dalam tradisi tersebut, peneliti menulis ada empat nilai,

nilai akidah, nilai syari‟ah, nilai akhlak, dan nilai ibadah.

Pembacaan surat al-fatihah merupakan hal pertama yang harus dilakukan oleh

para pemain, Syaikh sendiri memohon perlindungan dan bantuan khusus dari

Nabi Muhammad, Syaikh Mochtar Palembang, Syaikh Halil Aceh, dan Syaikh

Abdul Qodir Jailani. Setelah itu secara bersamaan mereka membaca wawacan

Syaikh dan pembacaa ini berlangsung selama acara berlangsung.

Penelitian yang mengangkat debus sebagai objek kajiannya telah dilakukan

oleh beberapa peneliti sebelumnya di atas. Selama ini, penelitian debus berfokus

kepada sejarah debus seperti penelitian Euis, akulturasi debus dengan nilai-nilai

Islam seperti penelitian Fahmi, Hasani, dan Yanti. Namun, belum ada penelitian

yang memakai pendekatan Living Qur‟an.

Berdasarkan tinjauan di atas, ada beberapa kesamaan tulisan ini dengan

beberapa penelitian sebelumnya. Penulis mengambil tema Living Qur‟an, hal ini

sama dengan peneliti-peneliti sebelumnya di antaranya: Siti Fauziah, Muhammad

Fauzan Nasir, Andi Firman, Yadi Mulyadi, Hamam Faizin, Ahmad Atabik, A.

Rafiq Zainul Mun‟im. Selain itu, penulis juga mejadikan debus sebagai objek

kajian. Ini sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hasani Ahmad Said,

Kiki Muhammad Hakiki, Euis Thresnawaty, dan Iis Sulastri.

Page 29: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

16

Penulis menggunakan beberapa informasi yang terdapat di dalam penelitian-

penelitian sebelumnya. Peneliti mengutip beberapa informasi dari Siti Fauziah34

untuk menjelaskan sejarah Living Qur‟an. Peneliti juga mengutip pengertian

Living Qur‟an dari tulisan Muhammad Ali,35

dan Heddy Shri Ahimsa.36

Dari

Heddy, peneliti juga menggunakan penjelasannya mengenai pendekatan

fungsional.37

F. Metode Penelitian

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan

pendekatan etnografi dan pendekatan fungsional. Menurut Sugiyono metode

kualitatif ini sering disebut juga metode penelitian naturalistik karena

penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah; disebut juga sebagai metode

etnographi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk

penelitian bidang antropologi budaya; disebut sebagai kualitatif karena data yang

terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.38

Lebih lanjut, Sugiyono menuturkan bahwa metode kualitatif digunakan untuk

mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna

adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai di balik

sesuatu yang tampak. Oleh karena itu pada penelitian kualitatif tidak menekankan

pada generalisasi, tetapi lebih menekankan kepada makna.39

Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah pendekatan fungsional.

Paradigma fungsional digunakan ketika seorang peneliti bermaksud mengetahui

fungsi-fungsi dari suatu gejala sosial budaya. Fungsi ini bisa merupakan fungsi

sosial atau fungsi kultural gejala tersebut, seperti misalnya pola-pola perilaku

yang muncul dari pemaknaan-pemaknaan tertentu terhadap ayat-ayat al-Qur‟an.

Misalnya saja pemaknaan-pemaknaan terhadap surat-surat dan ayat-ayat tertentu,

34

Siti Fauziah, “Pembacaan al-Qur‟an Surat-surat Pilihan di Pondok Pesantren Putri Daar

al-Furqon Janggalan Kudus (Studi Living Qur‟an)”, h. 159. 35

Muhamad Ali, “Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‟an dan Living Hadith”, h. 152-

153. 36

Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Qur‟an: Beberapa Perspektif Antropologi”, h.

236-237. 37

Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Qur‟an: Beberapa Perspektif Antropologi”, h.

254-255 38

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2014), h.1. 39

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, h.3.

Page 30: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

17

yang kemudian melahirkan pola-pola perilaku tertentu dengan fungsi sosio-

kultural tertentu pula. Ketika peneliti tertarik pada fungsi budaya dari qur‟anisasi

kehidupan masyarakat, dia akan mengarahkan perhatiannya pada fungsi

qur‟anisasi tersebut pada tataran pandangan hidup, nilai-nilai, norma atau aturan

yang berlaku dalam masyarakat. Jika dia tertarik pada fungsi sosial fenomena

tersebut, dia akan mengarahkan perhatiannya pada fungsi-fungsi qur‟anisasi

terhadap interaksi, relasi dan jaringan sosial serta pengelompokan dan pelapisan

sosial yang ada di situ.40

Peneliti juga dapat mencoba mengungkapkan fungsi-fungsi sosio-kultural dari

al-Qur‟an itu sendiri, yang mungkin sangat berbeda dengan fungsi al-Qur‟an

dalam konteks aktivitas belajar-mengajar di sebuah perguruan tinggi seperti UIN

Sunan Kalijaga misalnya. Dalam hal ini ayat-ayat yang diyakini memiliki khasiat

tertentu biasanya akan mendapatkan perlakuan berbeda dengan ayat-ayat lain.

Ayat-ayat ini mungkin tidak akan dihapal, tetapi ditulis pada secarik kain putih

dengan minyak misik atau za‟faran, atau ditulis di atas sebuah piring, kemudian

disiram dengan air dan diminum. Fungsi ayat-ayat tertentu dari al-Qur‟an di sini

sudah berbeda dengan fungsi ayat tersebut menurut pandangan para mahasiswa di

perguruan tinggi Islam.41

Tugas kajian Living Qur‟an dengan pendekatan fungsional tidak

berkepentingan untuk mendeskripsikan dan menganalisa polanya, namun lebih

menekankan kepada aspek makna fungsional al-Qur‟an. Misalnya, ketika hendak

mengkaji fenomena membaca al-Qur‟an yang disimak secara luas dan beramai-

ramai oleh masyarakat dari berbagai daerah, maka fenomena itu dapat

memberikan informasi tentang makna fungsional yang sangat beragam. Dengan

pendekatan fungsional, ia akan mengungkapkan tujuan, motif, dan maksud para

peserta pembacaan al-Qur‟an dan para hadirin yang datang jauh-jauh hanya untuk

menyimak bacaan al-Qur‟an secara ramai.42

40

Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Qur‟an: Beberapa Perspektif Antropologi”, h.

254-255. 41

Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Qur‟an: Beberapa Perspektif Antropologi”, h.

255. 42

Ahmad „Ubaidi Hasbillah, Ilmu Living Qur‟an-Hadis: Ontologi, Epistemologi, dan

Aksiologi (Ciputat: Yayasan Wakaf Darus-Sunnah, 2019), h. 216-17.

Page 31: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

18

Pendekatan etnografi dalam penelitian kualitatif terbanyak berasal dari bidang

antropologi. Etnografi pada dasarnya merupakan bidang yang sangat luas dengan

variasi yang sangat besar dari praktisi dan metode. Bagaimana pun, pendekatan

etnografi secara umum adalah pengamatan-berperan serta sebagai bagian dari

penelitian lapangan.43

Model etnografi adalah penelitian untuk mendeskripsikan kebudayaan

sebagaimana adanya. Model ini berupaya mempelajari peristiwa kultural, yang

menyajikan pandangan hidup subjek sebagai objek studi. Studi ini akan terkait

bagaimana subjek berpikir, hidup, dan berperilaku.44

Penelitian etnografi adalah kegiatan pengumpulan bahan keterangan atau data

yang dilakukan secara sistematik mengenai cara hidup serta berbagai aktivitas

sosial dan berbagai benda kebudayaan dari suatu masyarakat. Berbagai peristiwa

dan kejadian unik dari komunitas budaya akan menarik perhatian peneliti

etnografi. Peneliti justru akan banyak belajar dari pemilik budaya, dan sangat

respek pada cara mereka belajar tentang budaya.45

Etnografi pada dasarnya lebih memanfaatkan teknik pengumpulan data

pengamatan berperan serta (participant observation). Hal ini sejalan dengan

pengertian istilah etnografi yang berasal dari kata ethno (bangsa) dan graphy

(menguraikan atau menggambarkan). Etnografi merupakan ragam pemaparan

penelitian budaya untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan

bekerjasama melalui fenomena teramati melalui fenomena sehari-hari.46

Etnografi lazimnya bertujuan untuk menguraikan budaya tertentu secara

holistik, yaitu aspek budaya baik spiritual maupun material. Dari sini akan

terungkap pandangan hidup dari sudut pandang penduduk setempat. Hal ini cukup

bisa dipahami, karena melalui etnografi akan mengangkat keberadaan senyatanya

43

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2006), h. 25-26. 44

Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2012), h. 50. 45

Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan, h. 50. 46

Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan, h. 50-51.

Page 32: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

19

dari fenomena budaya. Dengan demikian akan ditemukan makna tindakan budaya

suatu komunitas yang diekspresikan melalui apa saja.47

Dalam bukunya, James P. Spradley mengatakan bahwa etnografi merupakan

pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan. Tujuan utama aktivitas ini adalah

memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli. Ia lebih

lanjut mengutip pendapat Malinowski, bahwa tujuan etnografi adalah memahami

sudut pandang penduduk asli, hubungannya dengan kehidupan, untuk

mendapatkan pandangannya mengenai dunianya.48

Inti dari etnografi adalah upaya memperhatikan makna tindakan dari kejadian

yang menimpa orang yang ingin dipahami. Beberapa makna ini terekspresikan

secara langsung dalam bahasa; dan banyak diterima dan disampaikan hanya

secara tidak langsung melalui kata dan perbuatan. Tetapi dalam setiap masyarakat,

orang tetap menggunakan sistem makna yang kompleks ini untuk mengatur

tingkah laku mereka, untuk memahami diri mereka sendiri dan untuk memahami

orang lain, serta untuk memahami dunia di mana mereka hidup.49

Dalam melakukan kerja lapangan, etnografer membuat kesimpulan budaya

dari tiga sumber: (1) dari hal yang dikatakan orang, (2) dari cara orang bertindak,

(3) dari berbagai artefak yang digunakan orang. Setiap kali etnografi

menggunakan hal yang dikatakan oleh orang dalam upaya untuk mendeskripsikan

kebudayaan mereka. kebudayaan, baik yang implisit maupun yang eksplisit

terungkap melalui perkataan, baik dalam komentar sederhana maupun dalam

wawancara panjang. Karena bahasa merupakan alat utama untuk menyebarkan

kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya.50

Selain pendekatan etnografi dan pendekatan fungsional, penulis juga

menggunakan beberapa macam teori pembacaan terhadap al-Qur‟an. Setiap

muslim berkeyakinan bahwa al-Qur‟an adalah wahyu Allah yang diturunkan

kepada umat manusia sebagai petunjuk dan bimbingan hidup. Al-Qur‟an

diturunkan untuk petani sederhana maupun ahli metafisika, dan mengandung

47

Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan, h. 51. 48

James P. Spradley, Metode Etnografi, terj. Misbah Zulfa Elizabeth (Yogyakarta: PT.

Tiara Wacana Yogya, 1997), h. 3. 49

James P. Spradley, Metode Etnografi, terj. Misbah Zulfa Elizabeth, h. 5. 50

James P. Spradley, Metode Etnografi, terj. Misbah Zulfa Elizabeth, h. 10-11.

Page 33: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

20

berbagai tingkat pengertian bagi semua jenis pembacanya. Untuk mendapatkan

petunjuk al-Qur‟an, manusia membaca dan memahami isinya serta

mengamalkannya. Pembacaan al-Qur‟an menghasilkan pemahaman beragam

menurut kemampuan masing-masing, dan pemahaman tersebut melahirkan

perilaku yang beragam pula sebagai tafsir al-Qur‟an dalam praksis kehidupan,

baik pada tataran teologi, psikologis, maupun kultural.51

Menurut Abdul Mustaqim, fenomena „pembacaan‟ al-Qur‟an sebagai

sebuah apresiasi dan respon umat Islam ternyata sangat beragam. Ada berbagai

model pembacaan al-Qur‟an, mulai yang berorientasi pada pemahaman dan

pendalaman maknanya, sampai yang sekedar membaca al-Qur‟an sebagai ibadah

ritual atau untuk memperoleh ketenangan jiwa. Bahkan ada juga model

pembacaan al-Qur‟an yang bertujuan untuk mendatangkan kekuatan magis

(supranatural) atau terapi pengobatan dan sebagainya.52

Menurut Muhamad Ali, ada tiga penggunaan kitab suci53

. Pertama,

penggunaan kognitif, pemahaman dan pemikiran tentang kata dan maknanya.

Penggunaan kognitif ini mencakup beberapa macam. Salah satunya, kitab suci

menjadi sumber membangun dan mempertahankan doktrin-doktrin atau ajaran-

ajaran, kebenaran-kebenaran tentang semesta dan cara yang benar untuk hidup di

dalamnya. Merujuk kepada kitab suci sering kali menjadi kata terakhir argumen-

argumen agama. Termasuk dalam penggunaan kognitif adalah penggunaan teks

dalam ritual publik. Kitab suci dibaca, dilagukan, dilingkari, dicium, dihias,

diletakkan pada posisi tinggi dan dimuliakan, dalam ritual pengorbanan, dan

sebagainya.

Kedua, penggunaan non-kognitif kitab suci terjadi dalam banyak situasi.

Kitab suci dipajang di rumah dan bangunan-bangunan publik, dan ditulis dalam

kaligrafi. Selain itu, kaligrafi memiliki kekuatan, memberikan berkah,

menyembuhkan penyakit, menolak bala dan kejahatan, digunakan sebagai mantra

dan jimat, ketika diam dan bepergian.

51

Sahiron Syamsuddin, ed., Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis, h. 11-12. 52

Sahiron Syamsuddin, ed., Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis, h. 65. 53

Muhamad Ali, “Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‟an dan Living Hadith”, h.150-

151.

Page 34: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

21

Ketiga, penggunaan kitab suci juga bisa dikaji dari segi informative dan

performative. Dari segi informative, kitab suci dijadikan sumber pengetahuan,

doktrin, sejarah masa lalu, isyarat ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Dari segi

performative, kitab suci dialami, dijadikan sebagai barang suci, misalnya dalam

ritual kurban, dijadikan sumber hukum negara atau masyarakat, dijadikan alat

untuk memberkahi, dilagukan, dilombakan, dan sebagainya. Secara umum, kitab

suci memiliki kekuatan merubah dalam kehidupan pribadi maupun masyarakat

yang mengimaninya.

Menurut Fazlur Rahman, pembacaan al-Qur‟an dilakukan oleh tiga

kelompok. Pertama adalah kelompok citizents (penduduk asli, umat Islam). Kedua

adalah kelompok foreigners (kelompok asing/ non muslim yang mengkaji al-

Qur‟an). Ketiga adalah kelompok invanders (penjajah, kelompok yang ingin

menghancurkan al-Qur‟an). Fazlur Rahman dalam hal ini menggunakan analogi

sebuah negara.54

Sedangkan menurut Farid Esack, pembacaan terhadap al-Qur‟an terdapat

dua kelompok besar. Pertama berasal dari kaum muslim, dan kedua berasal dari

kelompok non-muslim. Setiap kelompok tersebut, muslim dan non-muslim,

masing-masing terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama yakni muslim

terbagi menjadi tiga di antaranya, uncritical lover, scholarly lover, critical lover.

Kelompok kedua yakni non-muslim terbagi menjadi tiga di antaranya the friend of

lover, revisionist, dan polemicist.55

Pemetaan ini tidak bermaksud berpretensi menilai bahwa suatu kelompok

tertentu itu lebih baik dari pada kelompok lain. Namun, pemetaan ini lebih

menunjukan sebagai gambaran umum saja, tidak ada penilaian di dalamnya.

Wilayah Living Qur‟an lebih berfokus kepada kelompok pertama dari bagian

54

Didi Junaedi, “Living Qur‟an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian al-Qur‟an (Studi

Kasus di Pondok Pesantren as-Siroj al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon)”,

Journal of Qur‟an and Hadith Studies, Vol. 4, No. 2, (2015): h. 173-174. 55

Hamam Faizin, “Mencium dan Nyunggi al-Qur‟an: Upaya Pengembangan Kajian al-

Qur‟an”, h. 25-26.

Page 35: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

22

pertama (uncritical lover). Namun tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada

kelompok lainnya56

G. Metode Pengumpulan Data

Penulis menggunakan beberapa metode guna mengumpulkan data penelitian

ini. Setidaknya ada tiga metode pengumpulan data yang penulis gunakan yaitu

observasi partisipatif pasif, wawancara semiterstruktur, dan dokumentasi.

1. Observasi partisipatif pasif

Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Pada ilmuwan hanya dapat

bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang

diperoleh melalui observasi. Dalam penelitian ini peneliti ikut terlibat dengan

kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai

sumber data penelitian. Namun peneliti hanya berpartisipasi pasif dalam

penelitian observasi ini. Sugiyono menjelaskan bahwa dalam penelitiannya

peneliti datang di tempat kegiatan orang yang sedang diamati, tetapi tidak ikut

terlibat dalam kegiatan tersebut. Begitu Sugiyono menjelaskan tentang

observasi partisipatif pasif.57

2. Wawancara semiterstruktur

Wawancara ini dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan

wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan

permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara

diminta pendapat, ide-idenya. Dalam melakukan waawancara, peneliti perlu

mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dtemukan oleh informan.58

3. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.

Dokumen yang berupa tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan,

biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalkan

foto, gambar, sketsa, dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya

karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi

56

Hamam Faizin, “Mencium dan Nyunggi al-Qur‟an: Upaya Pengembangan Kajian al-

Qur‟an”, h. 26-27. 57

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, h.66. 58

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, h.73-74.

Page 36: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

23

dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan

wawancara.59

H. Teknik Pengolahan Data60

Cresswel menyatakan bahwa prosedur dan metodologi penelitian kualitatif

memiliki ciri-ciri induktif dalam mengumpulkan dan menganalisis datanya.

Pengalaman peneliti sangat berpengaruh dalam cara mengumpulkan dan

menganalisis data tersebut. Oleh sebab itu, logika yang harus terus diikuti oleh

peneliti adalah induktif. Dari bawah (data lapangan) ke atas. Tidak mengambil

keseluruhan dari teori yang menjadi perspektif peneliti. Dalam penelitian ini pun,

penulis berupaya untuk menggunakan logika induktif tersebut.61

Ada 7 tahap yang dilakukan dalam penelitian ini dari pengumpulan data

hingga abstraksi. Tahap 1. Pengumpulan data mentah, yang diambil dari hasil

wawancara, catatan observasi, foto, hasil rekap kuesioner, hasil FGD, dll. Tahap

2. Pemilahan data untuk memudahkan analisis. Tahap 3. Membaca data secara

keseluruhan agar bisa diambil tema dan topik besar sebagai alat koding. Tahap 4.

Pemberian kode pada data yang telah dibaca. Tahap 5. Mendeskripsikannya.

Tahap 6. Interpretasi makna yang muncul dari data yang sudah dipaparkan dalam

klasifikasi. Tahap 7. Interpretasi makna lanjutan.

I. Sistematika Penulisan

Secara garis besar penyusunan penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian yakni

pendahuluan, isi, dan penutupan. Tiga bagian ini dikembangkan menjadi bab-bab

dan masing-masing bab terdiri dari beberapa kajian yang secara logis saling

berhubungan.

Bab I, Bab pendahuluan membahas tentang latar belakang masalah,

identifikasi masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

tinjauan pustaka, metode penelitian, metode pengumpuan data, teknik pengolahan

data, dan sistematika penulisan.

Bab II, secara garis besar membahas al-Qur‟an dan debus. Ada beberapa sub

dalam bab ini, di antaranya Living Qur‟an: konsep dan sejarah, debus: konsep dan

59

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, h. 82. 60

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 248. 61

Eva Nugraha, “Diseminasi, Komodifikasi, dan Sakralitas Kitab Suci: Studi Kasus

Usaha Penerbitan Mushaf al-Qur‟an di Indonesia Kontemporer” (Disertasi S3 Sekolah Pasca

Sarjana, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), h. 21-23.

Page 37: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

24

sejarah, surat dan ayat yang dibaca dalam pementasan debus: keutamaan

membaca, dan tafsir al-Qur‟an.

Bab III, membahas tentang kesenian debus Desa Kadudodol. Dalam bab ini

dijelaskan tentang kesenian debus Desa Kadudodol, ijazah keilmuan, anggota

debus Desa Kadudodol, perlengkapan debus Desa Kadudodol, dan fungsi

pementasan debus Desa Kadudodol.

Bab IV, membahas tentang pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an dalam pemetasan

debus. Dalam bab ini dijelaskan tentang praktik penggunaan al-Qur‟an,

pemaknaan pelaku debus terhadap ayat-ayat yang dibaca, dan relevansi Living

Qur‟an dalam debus dan kajian al-Qur‟an.

Bab V, penutup. Dalam bab ini dijelaskan jawaban dari pertanyaan penelitian,

saran-saran untuk penelitian selanjutnya, dan rekomendasi praktis.

Page 38: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

25

BAB II

AL-QUR’AN DAN DEBUS

A. Living Qur’an: Konsep dan Sejarah

1. Pengertian Living Qur‟an

a. Pengertian Secara bahasa

Ditinjau dari segi bahasa, istilah Living Qur‟an terdiri dari dua kata,

living dan Qur‟an.1 Living berasal dari bahasa Inggris yakni live yang

memiliki dua arti. Pertama, berarti „yang hidup‟ yang berfungsi sebagai

kata sifat. Kedua, berarti „hidup‟ yang berfungsi sebagai kata kerja

transitif.2 Kedua makna ini memiliki padanannya dalam bahasa Arab. Live

dalam arti „yang hidup‟ diterjemahkan menjadi al-hayy, dan live dalam arti

„hidup‟ diterjemahkan menjadi ihya‟. Dari sini, Living Qur‟an memiliki

dua makna. Pertama Living Qur‟an yang bermakna „al-Qur‟an yang hidup‟

dan kedua Living Qur‟an yang bermakna „menghidupkan al-Qur‟an‟ atau

dalam bahasa Arab al-Qur‟an al-hayy dan ihya‟ al-Qur‟an.3

Kata living mendapatkan imbuhan –ing di akhir katanya. Dalam

gramatikal bahasa Inggris, ini dapat menandakan dua hal. Pertama,

penggunaan akhiran –ing dapat digolongkan sebagai present participle.

Kedua, dapat juga digolongkan sebagai gerund. Istilah pertama, yakni

present participle, secara singkat adalah kata kerja yang berubah

fungsinya menjadi kata benda adjektif, seperti pada istilah the living

Qur‟an (al-Qur‟an yang hidup). Istilah kedua, yakni gerund, secara singkat

adalah kata kerja yang berubah menjadi kata benda, namun fungsinya

masih tetap sebagai kata kerja, seperti pada istilah living the Qur‟an

(menghidupkan al-Qur‟an).4

1 Didi Junaedi, “Living Qur‟an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian al-Qur‟an (Studi

Kasus di Pondok Pesantren as-Siroj al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon)”, h.

172. 2 John M. Echols, dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2003), h. 362. 3 Ahmad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur‟an-Hadis: Ontologi, Epistemologi, dan

Aksiologi, h. 20. 4 Ahmad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur‟an-Hadis: Ontologi, Epistemologi, dan

Aksiologi, h. 20.

Page 39: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

26

b. Pengertian Secara Istilah

Secara garis besar, ada tiga ranah kajian dalam disiplin ilmu al-Qur‟an.

Pertama, kajian yang objek kajiannya fokus membahas al-Qur‟an. Oleh

Amin al-Khuli, kajian pertama ini diberi istilah dirasah al-nash. Kajian ini

memiliki dua bahasan: 1) fahm al-nash, 2) dirasah ma haula al-nash.

Ranah kajian kedua dalam disiplin ilmu al-Qur‟an adalah penelitian yang

membahas hasil-hasil pembacaan atas teks al-Qur‟an. Ini dapat berwujud

teori-teori penafsiran atau dalam bentuk pemikiran eksegetik. Ranah

kajian ketiga ialah kajian yang meneliti respon sosial masyarakat atas

kehadiran al-Qur‟an dalam kehidupan keseharian mereka, atau bisa juga

hasil pembacaan atas teks al-Qur‟an. Kajian yang terakhir disebut inilah

yang disebut oleh sebagian pakar al-Qur‟an dengan istilah Living Qur‟an.5

Menurut Muhamad Ali, dalam kajian agama, kajian Living Qur‟an

termasuk ke dalam kajian lived religion, practical religion, popular

religion, lived Islam. Tujuan kajian itu adalah untuk mengetahui cara

manusia atau masyarakat memahami dan menerapkan ajaran-ajaran agama

mereka, untuk tidak mengutamakan para pemuka agama. Dalam kajian

kitab suci perbandingan (comparative scripture), kajian Living Qur‟an

adalah salah satu dari kajian the use of scripture.6

Istilah Living Qur‟an berawal dari fenomena Qur‟an in everyday life

(al-Qur‟an dalam kehidupan sehari-hari). Istilah ini dapat diartikan sebagai

makna dan fungsi al-Qur‟an yang benar-benar dipahami oleh masyarakat.7

Secara sederhana, Living Qur‟an dapat didefinisikan dengan „(teks) al-

Qur‟an yang hidup di masyarakat.8

Menurut Heddy, terminologi Living Qur‟an (al-Qur‟an yang hidup)

dapat dimaknai setidaknya dengan tiga hal. Pertama, istilah ini bisa

merujuk kepada sosok Nabi Muhammad. Pendapat ini merujuk kepada

sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Siti Aisyah. Secara singkat, hadis itu

5 Ahmad Atabik, “The Living Qur‟an: Potret Budaya Tahfiz al-Qur‟an di Nusantara”, h.

165. 6 Muhamad Ali, “Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‟an dan Living Hadith”, h.150.

7 Sahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis (Yogyakarta:

Teras, 2007), h. 5. 8 Ahmad Atabik, “The Living Qur‟an: Potret Budaya Tahfiz al-Qur‟an di Nusantara”, h.

165.

Page 40: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

27

berisi mengatakan bahwa akhlak Nabi Muhammad adalah al-Qur‟an.

Hadis ini ingin menunjukkan bahwa Nabi Muhammad memiliki akhlak

dan perilaku sesuai dengan tuntunan-tuntunan yang ada di dalam al-

Qur‟an sehingga Nabi Muhammad diandaikan sebagai al-Qur‟an yang

berjalan dan al-Qur‟an tersebut menjelma menjadi sosok manusia.9

Kedua, masih menurut Heddy, istilah Living Qur‟an dapat dimaknai

sebagai masyarakat yang menggunakan atau mengacu kepada al-Qur‟an

dalam segala urusan kehidupan mereka sehari-hari. Menjalankan yang

diperintahkan, dan menghindari yang dilarang di dalam al-Qur‟an. Ketiga,

Living Qur‟an dapat diartikan sebagai al-Qur‟an yang dimaknai bukan

hanya sebagai sebuah kitab suci, namun lebih dari itu. Al-Qur‟an adalah

kitab suci yang hidup sehingga perwujudannya sangat terasa dalam

kehidupan sehari-hari masyarakat. Al-Qur‟an juga dapat dimaknai dan

mewujud dalam beragam hal tergantung pemaknaan yang diberikan

kepadanya.10

Menurut Muhamad Ali, Living Qur‟an adalah mengkaji al-Qur‟an

sebagai teks yang hidup, bukan teks yang mati. Kajian Living Qur‟an

bukan hanya menganggap al-Qur‟an sebagai kitab petunjuk, dan kitab

rahmat untuk manusia, tetapi lebih dari itu, al-Qur‟an memiliki peran dan

fungsi dalam beberapa keperluan bagi manusia, baik orang yang

mengimaninya maupun yang tidak mengimaninya.11

Menurut Didi Junaedi, Living Qur‟an adalah kajian tentang berbagai

peristiwa sosial terkait dengan kehadiran al-Qur‟an atau keberadaan al-

Qur‟an di sebuah komunitas masyarakat muslim tertentu.12 Definisi yang

dikatakan oleh Didi di dalam tulisannya memiliki kesamaan redaksi

dengan definisi yang ditawarkan oleh M. Mansur.13 Lebih lanjut ia juga

9 Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Qur‟an: Beberapa Perspektif Antropologi”, h.

236-237. 10

Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Qur‟an: Beberapa Perspektif Antropologi”, h.

236-237. 11

Muhamad Ali, “Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‟an dan Living Hadith”, h. 152. 12

Didi Junaedi, “Living Qur‟an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian al-Qur‟an (Studi

Kasus di Pondok Pesantren as-Siroj al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon)”, h.

169. 13

Sahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis, h. 8.

Page 41: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

28

mengatakan hal yang serupa dengan perkataan Muhamad Ali14 bahwa

Living Qur‟an juga dapat dimaknai sebagai „teks al-Qur‟an yang hidup di

dalam masyarakat‟.15

Menurut Ahmad „Ubaydi, Living Qur‟an adalah suatu kajian untuk

mendapatkan pengetahuan yang kokoh dan meyakinkan dari suatu budaya,

praktik, tradisi, ritual, pemikiran, atau perilaku hidup di masyarakat yang

diinspirasi dari ayat al-Qur‟an.16 Menurut Moh. Muhtador, Living Qur‟an

merupakan interaksi, asumsi, justifikasi, dan perilaku manusia yang

didapat dari teks-teks al-Qur‟an.17 Menurut Muhammad Yusuf, Living

Qur‟an merupakan upaya masyarakat dalam menghidupkan al-Qur‟an,

atau dengan kata lain respon masyarakat atas hadirnya al-Qur‟an.18

Living Qur‟an, menurut Ahmad, dapat dikategorikan menjadi dua

cabang. Pertama living the Qur‟an (ihya‟ al-Qur‟an), dan kedua the living

Qur‟an (al-Qur‟an al-hayy). Keduanya memiliki sifat dan karakter yang

berbeda. Living the Qur‟an bersifat etis dan sangat terikat oleh otentitas,

otoritas, dan orisinilitas teks tradisi kenabian. The living Qur‟an basis

utama penelitiannya adalah fenomenologis, dan data sosial.19

Kajian Living Qur‟an meneliti peran praktis al-Qur‟an dalam berbagai

keperluan atau kegiatan masyarakat. Peran ini misalnya dalam

pemahaman, sikap, perilaku manusia sebagai individu ataupun sebagai

masyarakat, baik bersumber dari pengetahuan masyarakat terhadap

kaidah-kaidah tafsir atau tidak. Living Qur‟an juga mengkaji fenomena

penggunaan al-Qur‟an untuk keperluan di luar tekstualitasnya, seperti

untuk keperluan penyembuhan penyakin, magis, amulet dan berbagai

14

Muhamad Ali, “Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‟an dan Living Hadith”, h. 152. 15

Didi Junaedi, “Living Qur‟an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian al-Qur‟an (Studi

Kasus di Pondok Pesantren as-Siroj al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon)”, h.

169. 16

Ahmad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur‟an-Hadis: Ontologi, Epistemologi, dan

Aksiologi, h. 20-22. 17

Moh. Muhtador, “Pemaknaan Ayat al-Qur‟an dalam Mujahadah: Studi Living Qur‟an

di PP al-Munawwir Krapyak Komplek al-Kandiyas”, h. 97. 18

Sahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis, h. 36. 19

Ahmad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur‟an-Hadis: Ontologi, Epistemologi, dan

Aksiologi, h. 6-8.

Page 42: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

29

keperluan praktis lainnya oleh masyarakat.20 Dengan begitu, Living

Qur‟an fokus mengkaji sebuah realita, bukan idea yang muncul dari

pemahaman atas teks al-Qur‟an.21

Living Qur‟an secara antropologis pada dasarnya adalah fenomena

sosial-budaya, yakni gejala berupa pola-pola perilaku individu atau

masyarakat yang muncul atas dasar pemahaman mereka terhadap al-

Qur‟an. Dengan begitu, objek kajiannya bukan lagi teks al-Qur‟an,

melainkan perlakuan manusia terhadap al-Qur‟an dan perilaku yang

dihasilkan darinya.22 Selain itu, kajian ini juga meneliti penerapan teks-

teks al-Qur‟an oleh masyarakat dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Penerapan ini, kemudian seiring waktu akan berubah menjadi sebuah

tradisi yang melembaga di dalam masyarakat.23

Penelitian Living Qur‟an harus menghindari kecenderungan

menjustifikasi sebuah fenomena keagamaan. Penelitian ini tidak

memperdulikan apakah perilaku atau fenomena di masyarakat telah sesuai

dengan kandungan tektual atau tidak. Fenomena seperti ini dapat dijumpai

di beberapa masyarakat.24

2. Definisi Operasional

Dalam tulisan ini, penulis menggunakan definisi Living Qur‟an yang telah

ditawarkan oleh Muhamad Ali. Menurutnya, Living Qur‟an adalah mengkaji

al-Qur‟an sebagai teks yang hidup, bukan teks yang mati. Kajian Living

Qur‟an bukan hanya menganggap al-Qur‟an sebagai kitab petunjuk, dan kitab

rahmat untuk manusia, tetapi lebih dari itu, al-Qur‟an memiliki peran dan

fungsi dalam beberapa keperluan bagi manusia, baik orang yang

mengimaninya maupun yang tidak mengimaninya.25

20

Muhamad Ali, “Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‟an dan Living Hadith”, h. 156. 21

Ahmad „Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Qur‟an-Hadis: Ontologi, Epistemologi, dan

Aksiologi, h. 20-22. 22

Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Qur‟an: Beberapa Perspektif Antropologi”, h.

250. 23

Didi Junaedi, “Living Qur‟an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian al-Qur‟an (Studi

Kasus di Pondok Pesantren as-Siroj al-Hasan Desa Kalimukti Kec. Pabedilan Kab. Cirebon)”, h.

169. 24

Sahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis, h. 8. 25

Muhamad Ali, “Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‟an dan Living Hadith”, h. 152.

Page 43: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

30

Kajian Living Qur‟an meneliti peran praktis al-Qur‟an dalam berbagai

keperluan atau kegiatan masyarakat. Peran ini misalnya dalam pemahaman,

sikap, perilaku manusia sebagai individu ataupun sebagai masyarakat, baik

bersumber dari pengetahuan masyarakat terhadap kaidah-kaidah tafsir atau

tidak. Living Qur‟an juga mengkaji fenomena penggunaan al-Qur‟an untuk

keperluan di luar tekstualitasnya, seperti untuk keperluan penyembuhan

penyakin, magis, amulet dan berbagai keperluan praktis lainnya oleh

masyarakat.26

B. Debus: Konsep dan Sejarah

1. Pengertian Debus

Meskipun sejarah debus belum jelas,27

jika dibandingkan dengan yang

lainnya, debus adalah kesenian yang paling dikenal dari Provinsi Banten.28

Kesenian debus termasuk salah satu kesenian yang religious. Hal ini terlihat

dari bacaan-bacaan yang dilantunkan ketika pementasan debus sebagiannya

berasal dari ayat-ayat al-Qur‟an.29

Hal itu bisa terjadi karena debus

diperkirakan sebagai salah satu kesenian yang dihasilkan berkat proses

masuknya Islam pada masa Kesultanan Banten. Bahkan ada yang mengaitkan

kesenian ini dengan beberapa tarekat seperti tarekat Rifa‟iyah, Qadiriyah, dan

Samaniyah.30

Terdapat dua pendapat mengenai asal kata debus. Pendapat pertama

mengatakan bahwa debus berasal dari Bahasa asing –ada yang mengatakan

berasal dari bahasa Arab dan ada juga yang mengatakan dari bahasa Persia.

Kedua, kata debus berasal dari Bahasa daerah, tepatnya bahasa Sunda.

Pendapat pertama –sebagaimana dikutip tulisan Isman Pratama Nasution-

dikemukakan oleh Aboebakar Atjeh. Menurutnya debus berasal dari bahasa

Arab yakni dabbus (sepotong besi yang tajam). Pendapat yang mengatakan

debus berasal dari bahasa Persia yakni dabus (tusukan), berasumsi bahwa

26

Muhamad Ali, “Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‟an dan Living Hadith”, h. 156. 27

Fahmi Irfani, “Islam dan Akulturasi Budaya di Banten Kyai, Jawara, Debus”,

Hikamuna, vol. 1, no. 1, (2016), h. 81. 28

Imron Arifin, Debus, Ilmu Kekebalan dan Kesaktian dalam Tarekat Rifa‟iyah (t.t: t.p,

1993), h. 25. 29

Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Banten, Profil Seni Budaya Tradisional Banten

(t.t: t.p, t.t), h. 33. 30

Euis Thresnawaty S, “Kesenian Debus di Kabupaten Serang”, h. 118.

Page 44: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

31

debus di Banten dibawa dari Persia melalui Aceh. Namun, pendapat ini juga

meyakini bahwa Persia mendapatkannya dari Arab.31

Pendapat kedua -

sebagaimana dikutip tulisan Euis Thresnawaty- dikemukakan oleh

Tb.A.Sastrasuganda dan Uki S. Sandja Wirdja yang mengatakan bahwa debus

bermula dari kata „tembus‟. Ini dihubungkan dengan alat utama dalam

pementasan debus yang ujungnya runcing dan jika ditusukkan ke badan

pemain maka bisa tembus.32

Ada beberapa peneliti yang menawarkan definisi debus di antaranya

Isman, Euis, Moh. Hudaeri, Hasani, dan Huriyudi. Ragam definisi debus ini

dapat dikategorikan menjadi menjadi tiga pemaknaan. Pertama, debus sebagai

ekspresi budaya sebagaimana dijelaskan oleh Isman. Ia menjelaskan bahwa

debus adalah ekspresi budaya masyarakat Banten yang menampilkan

kekebalan tubuh terhadap benda-benda tajam.33

Kedua, debus sebagai gabungan beberapa beberapa kesenian. Euis

mengatakan bahwa debus sebagai kesenian yang gabungan beberapa seni

yakni tari, suara, dan olah batin.34

Ketiga, debus sebagai pertunjukkan

kekebalan seperti diungkapkan oleh Moh. Hudaeri, Hasani, dan Huriyudi.

Moh. Hudaeri menuturkan bahwa debus adalah kesenian yang dipentaskan

sekelompok orang dengan mempertunjukkan kekuatan tubuh, ilmu-ilmu

kekebalan dari benda tajam dan api.35

Hasani mengatakan bahwa debus adalah

pertunjukkan seni yang mempersaksikan kekebalan tubuh.36

Huriyudi

menjelaskan bahwa debus adalah sebuah pertunjukkan yang memperlihatkan

kekebalan seseorang dari tusukkan, dan tebasan benda tajam.37

Dari beberapa definisi yang ditawarkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya,

semua definisi tersebut memiliki satu kata kunci yang sama yakni

31

Isman Pratama Nasution, “Debus Walantaka: Fenomena Budaya Banten”, h. 32-33. 32

Euis Thresnawaty S, “Kesenian Debus di Kabupaten Serang”, h. 118. 33

Isman Pratama Nasution, “Debus Walantaka: Fenomena Budaya Banten”, h. 28. 34

Euis Thresnawaty S, “Kesenian Debus di Kabupaten Serang”, h. 116. 35

Moh. Hudaeri, “Debus di Banten: Pertautan Tarekat dengan Budaya Lokal” al Qalam,

Vol. 33, No. 1, (2016): h. 66. 36

Hasani Ahmad Said, “Islam dan Budaya di Banten: Menelisik Tradisi Debus dan

Maulid”, h. 122. 37

Huriyudi, “Ekspresi Seni Budaya Islam di Tengah Kemajemukan Masyarakat Banten”,

Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 12, No. 1, (2014): h. 287.

Page 45: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

32

pertunjukkan kekebalan. Maka dalam tulisan ini penulis mendefinisikan debus

sebagai kesenian yang menampilkan atraksi kekebalan yang di dalamnya

terdapat unsur zikir, pengolahan batin, dan selawat. Tiga unsur yang terakhir

disebutkan menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam pementasan

debus. Ketiga hal ini menjadi elemen penting dalam pementasan debus yang

memberikan makna dan fungsi debus. Jika salah satu dari ketiga hal itu hilang,

maka pertunjukkan itu tidak lagi dinamakan debus.38

2. Sejarah dan Perkembangan Debus

Debus memiliki makna yang dilandasi pada latar sejarah orang Banten

yang sering berhadapan dengan peperangan atau pemberontakan melawan

bangsa asing, yang tercermin dalam watak orang Banten yang keras dan

berani. Adegan-adegan menakutkan dan mengerikan yang dipertontonkan oleh

pemain debus merupakan ekspresi perlawanan, pemberontakan, dan

keberanian melawan ketidakadilan, kesewenang-wenangan serta penjajahan.39

Konteks lahirnya kesenian debus sendiri yakni sebagai salah satu bentuk

perjuangan untuk mengusir penjajah Belanda. Kesenian ini merupakan

peninggalan masa lampau, yaitu abad ke-17 ketika Kesultanan Banten tengah

mengalami masa jayanya.40

Pada masa panembahan Maulana Hasanuddin pada abad ke-16 (1532-

1570), debus digunakan sebagai media dakwah untuk memikat masyarakat

Banten yang masih memeluk agama Hindu dan Budha dalam rangka

penyebaran Islam.41

Jika masyarakat hendak menonton pertunjukan itu, maka

mereka dianjurkan membayarnya dengan mengucapkan dua kalimat

syahadat.42

38

Isman Pratama Nasution, “Debus Walantaka: Fenomena Budaya Banten”, h. 46. 39

Euis Thresnawaty S, “Kesenian Debus di Kabupaten Serang”, h. 118. 40

Euis Thresnawaty S, “Kesenian Debus di Kabupaten Serang”, h. 118. 41

Kiki Muhamad Hakiki, “Debus Banten: Pergeseran Otentitas dan Negosiasi Islam-

Budaya Lokal”, h. 4. 42

Kiki Muhamad Hakiki, “Debus Banten: Pergeseran Otentitas dan Negosiasi Islam-

Budaya Lokal”, h. 7.

Page 46: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

33

Selain itu, menurut Sandjin Aminudi, faktor-faktor yang mempengaruhi

seni debus terhadap masyarakat yaitu43

:

a. Kesenian debus bergerak di bidang kekebalan, dan kekebalan identik

dengan beladiri.

b. Masyarakat Banten pada umumnya fanatik agama sehingga hanya

kesenian yang bermanfaat bagi agamalah yang bisa berkembang di

masyarakat. Kesenian yang berkembang pada waktu itu adalah rebana,

kasidah, mawalan yang bernafaskan keagamaan. Sedangkan kesenian

debus selalu membawakan zikiran yang memuji dan mengagungkan

Tuhan dan Nabi Muhammad Saw.

c. Kesenian debus adalah kesenian yang langka dan digemari oleh

masyarakat sebagai hiburan.

d. Kesenian debus dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, sehingga

mudah diterima oleh rakyat.

e. Para ulama menganggap kesenian debus tidak bertentangan dengan

fahamnya bila diniati dengan ibadah.

Pada masa lalu, pertunjukan Debus dilakukan di suatu ruangan di dalam

Masjid Banten yang disebut dengan “Tiamah” yaitu pada tingkat dua dari

bangunan masjid.44

Kemudian, ketika kekuasaan Banten dipegang oleh Sultan Ageng

Tirtayasa (1651-1682), debus difokuskan sebagai alat untuk membangkitkan

semangat para pejuang dalam melawan penjajah Belanda. Apalagi, di masa

pemerintahannya tengah terjadi ketegangan dengan kaum pendatang dari

Eropa, terutama para pedagang Belanda yang tergabung dalam VOC.45

43

Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Banten, Profil Seni Budaya Tradisional Banten,

h. 35. 44

Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Banten, Profil Seni Budaya Tradisional Banten,

h. 34. 45

Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Banten, Profil Seni Budaya Tradisional Banten,

h. 34.

Page 47: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

34

Menurut Hasani, sejarah berawalnya debus dapat dibagi menjadi tiga

versi46

:

a. Debus diciptakan pada abad 16 ketika kesultanan Banten dipimpin

oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570 M), sebagai salah satu

cara yang dilakukan untuk menyebarkan ajaran agama Islam.

b. Kesenian debus sebenarnya berasal dari daerah Timur Tengah yang

bernama al-Madad, yang kemudian masuk ke tanah Banten pada abad

ke-13 M, melalui ulama penyebar agama Islam dari Timur Tengah

yang menjadikan kesenian debus sebagai salah satu cara untuk

menyebarkan ajaran agama Islam

c. Kesenian debus berasal dari ajaran tarekat Rifaiyah Nuruddin al-

Raniry di Aceh, yang kemudian masuk ke Banten pada abad ke-16 M

melalui para pengawal dari pahlawan Cut Nyak Dien, yang pada waktu

itu diasingkan oleh penjajah Belanda ke Sumedang, hingga akhirnya di

antara pengawal tersebut ada yang pergi sampai ke wilayah banten dan

kemudian memperkenalkan dan mengajarkan debus pada masyarakat

setempat.

Dalam perkembangannya, debus hanya dimiliki oleh sekumpulan orang

Banten yang tergabung dalam suatu perkumpulan keagamaan, yaitu tarekat

Qadiriyah dan Rifaiyah. Kehadiran kedua tarekat ini berhubungan dengan

munculnya fenomena debus di Banten. Dalam hubungan ini tampak bahwa

debus dan tarekat merupakan dua hal yang saling berkaitan.47

Dalam perkembangannya, debus mengalami beberapa perubahan dan

penyesuaian dengan lingkungan tempat perkembangannya. Pada awalnya

keahlian debus dianggap sebagai produk atau pengaruh agama, perkembangan

selanjutnya debus adalah sebuah seni pertunjukan. Keahlian kekebalan

terhadap senjata tidak lagi dijadikan sebagai alat berperang, namun mengalami

pergeseran menjadi media hiburan. Keahlian seni permainan ini, sekarang

46

Hasani Ahmad Said, “Islam dan Budaya di Banten: Menelisik Tradisi Debus dan

Maulid”, h. 124-125. 47

Euis Thresnawaty S, “Kesenian Debus di Kabupaten Serang”, h. 122.

Page 48: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

35

menjadi tontonan dan hiburan. Debus sudah menjadi jenis seni permainan

yang dapat dikategorikan sebagai bentuk seni hiburan dan seni kelompok.48

Beberapa perubahan dari seni debus di antaranya, pada awal

munculnya, pertunjukan debus hanya diiringi terbang gede, yaitu alat musik

berbentuk rebana, sekarang kesenian debus sudah dilengkapi dengan waditra

atau tabuhan pengiring tarian, pencak silat gaya Banten, dan seni suara (zikir).

Banyaknya waditra yang digunakan dalam debus terdiri atas lima macam,

yaitu gendang, kulanter, terbang, tingtit atau dogdog kecil, dan kecrek.49

Keahlian debus pada awalnya diturunkan secara turun-temurun dari

generasi ke generasi sehingga mereka tidak mengetahui siapa yang pertama

mengajari ilmu tersebut atau penciptanya. Selanjutnya, penurunan keahlian

yang tadinya hanya berjalan secara pewarisan dari orang tua, saat ini keahlian

tersebut dapat diterima dengan cara menjadi murid atau pemain debus. Status

sosial pemimpin debus sekarang lebih dikenal dengan seorang yang bergerak

di bidang kesenian tradisional debus Banten atau tokoh masyarakat. Hal ini

berbeda dengan kepemimpinan debus sebelumnya yang dipegang oleh tokoh

agama atau kiai.50

48

Euis Thresnawaty S, “Kesenian Debus di Kabupaten Serang”.122. 49

Euis Thresnawaty S, “Kesenian Debus di Kabupaten Serang”.122. 50

Euis Thresnawaty S, “Kesenian Debus di Kabupaten Serang”.122.

Page 49: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

36

BAB III

KESENIAN DEBUS DESA KADUDODOL

Page 50: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

37

A. Kesenian Debus Desa Kadudodol

1. Debus dan al-Madad

Bagi masyarakat Desa Kadudodol, ada perbedaan antara kesenian debus

dan al-Madad. Kesenian al-Madad adalah kesenian yang berasal dari Islam

dan bacaan-bacaannya bersumber dari sumber-sumber al-Qur‟an, selawat

untuk mengagungkan Allah, nabi, dan para ulama. Debus adalah kesenian

yang telah tercampur dengan unsur-unsur Hindu Budha serta tradisi lokal.1

Kesenian al-Madad menurut Dedi Safari adalah induk atau cikal bakal

kesenian debus.2 Al-Madad hanya menggunakan satu alat yang disebut

sulthon untuk menampilkan kekebalan, sedangkan debus menggunakan

berbagai macam variasi tambahan selain pertunjukan kekebalan dari sulthon.

Contohnya, kebal dari bacokan golok, berjalan di atas pecahan kaca, memakan

bola api, dan lain sebagainya.3

Masyarakat Desa Kadudodol menyebut pertunjukan kesenian kekebalan

yang sering mereka tampilkan sebelum mengadakan acara-acara besar atau

hajatan dengan sebutan kesenian al-Madad. Mereka tidak menyebutnya

dengan istilah debus, karena mereka menganggap bahwa kesenian yang sering

ditampilkan di Desa Kadudodol hanya murni menampilkan kekebalan

terhadap sulthon, tanpa ada tambahan-tambahan atraksi lain. Selain itu,

sumber-sumber bacaan berasal dari al-Qur‟an, dan selawat.

Namun dalam tulisan ini, penulis menyamakan istilah al-Madad dan debus

yang dianggap berbeda oleh masyarakat Desa Kadudodol. Penulis menyebut

dengan istilah debus, bukan al-Madad. Penulis berpendapat bahwa debus

adalah suatu kesenian yang mempertontonkan kekebalan dari benda tajam,

dan terdapat unsur zikir, pengolahan batin, dan juga selawat. Ini sama dengan

pertunjukan al-Madad yang mempertunjukan kekebalan dari benda tajam, dan

dalam pertunjukan al-Madad terdapat unsur zikir, pengolahan batin, dan

selawat. Pendapat penulis ini berdasarkan pengertian debus yang telah

1 Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10 April

2019. 2 Dedi Safari selaku anak Ending Chaeruddin, wawancara pribadi, 13 April 2019.

3 Abah Enjen selaku anggota Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 3 April 2019.

Page 51: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

38

dijelaskan dalam beberapa karya tulis seperti tulisan Isman Pratama Nasution,4

Moh. Hudaeri,5 Hasani Ahmad Said,

6 dan Huriyudi.

7

Selain itu, Moh. Hudaeri dalam bukunya mengatakan bahwa unsur utama

dalam debus, permainan dengan senjata tajam yang dengan keras ditikamkan

ke tubuh jelaslah berasal dari Rifa‟iyah. Istilah debus sendiri (bahasa arab:

dabbus) adalah nama asli dari benda tajam tersebut.8 Maka dalam tulisan ini,

kata debus yang penulis maksud adalah kesenian al-Madad yang dipahami

oleh masyarakat Desa Kadudodol.

2. Sejarah Debus Desa Kadudodol

Ada dua sumber yang penulis gunakan dalam menulis sejarah debus Desa

Kadudodol yakni skripsi yang ditulis oleh Makmun Muzakki dan hasil

wawancara dengan beberapa narasumber. Sebagian besar sejarah debus Desa

Kadudodol penulis ambil dari skripsi Makmun, dan informasi-informasi

tambahan yang tidak terdapat dalam skripsi Makmun penulis dapatkan dari

hasil wawancara dengan Muhammad Acang, dan Dedi Safari (anak dari

Ending Chaeruddin). Dari penuturannya, Makmun mendapatkan data tentang

sejarah debus Desa Kadudodol dari Nyi Sa‟adah (salah seorang keturunan

generasi ketiga pendiri debus), Agoh Abuddin, dan Ending Chaeruddin.

Berdasarkan tulisan Makmun, Nyi Sa‟adah menyatakan bahwa H. Jaelani,

sang pendiri, memperoleh ilmu debus ini dari keraton Kesultanan Banten

setelah selama setahun beliau berkhalwat (berpuasa dan menyendiri) di Masjid

Banten. Dia mendapat amanat dari seseorang di Banten untuk kelak

mengajarkan ilmu debus ini di Kadudodol, begitu pula keturunannya. Tujuan

diajarkannya ilmu debus menurut orang itu (yang hingga saat ini tidak dikenal

identitasnya) adalah untuk mengembangkan dakwah Islam dan bukan untuk

4 Isman Pratama Nasution, “Debus Walantaka: Fenomena Budaya Banten”.

5 Moh. Hudaeri, “Debus di Banten: Pertautan Tarekat dengan Budaya Lokal”.

6 Hasani Ahmad Said, “Islam dan Budaya di Banten: Menelisik Tradisi Debus dan

Maulid”. 7 Huriyudi, “Ekspresi Seni Budaya Islam di Tengah Kemajemukan Masyarakat Banten”.

8 Mohamad Hudaeri, Debus: Dalam Tradisi Masyarakat Banten, h. 55.

Page 52: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

39

kesombongan. Meskipun ia (H. Jaelani) tahu bahwa dengan ilmu itu dia bisa

kebal terhadap senjata.9

Sebagaimana penuturan Nyi Sa‟adah, Muhammad Acang juga

mengatakan hal serupa. Acang berkata bahwa debus dibawa ke Desa

Kadudodol oleh H. Jaelani. Namun Acang sendiri belum mendapatkan

informasi yang jelas siapa orang yang mengajari H. Jaelani. Ia berpendapat

bahwa ada kemungkinan H. Jaelani adalah salah satu murid langsung dari

Sultan Maulana Hasanuddin, walaupun belum bisa dibuktikan secara pasti.

Oleh H. Jaelani kesenian ini disebarkan ke beberapa kampung dan musola di

beberapa tempat. Namun, hingga saat ini, hanya Desa Kadudodol yang masih

mampu melestarikan dan meneruskan kesenian ini.10

H. Jaelani memiliki dua orang istri yang bernama Ramtijah, dan

Ayumah. Masing-masing dikaruniai 4 orang anak. Pernikahannya dengan

Ramtijah melahirkan tiga orang laki-laki dan satu orang perempuan yakni Haji

Jaga, Haji Abbas, Nyi Kamsiah, dan Ki Jabar. Sedangkan pernikahannya

dengan Ayumah dikaruniai seorang laki-laki dan tiga orang perempuan yakni,

Haji Ahmad, Nyi Kalimah, Nyi Anjar, dan Nyi Sa‟odah. Dengan alasan yang

tidak diketahui, semua anaknya tidak mewarisi ilmu H. Jaelani. Namun, di

generasi berikutnya, melalui jalur Nyi Kamsiah, kelak ada yang meneruskan

kesenian ini.11

H. Jaelani mewariskan kesenian ini kepada Ki Landrat dari Kampung

Kalahang Masjid. Ki Landrat kemudian menurunkan kesenian ini kepada Ki

Taya dari Kampung Kalahang Masjid. Oleh Ki Taya diwariskan kepada ke

Sariban dari Kampung Kalahang Tengah. Kemudian Ki Sariban mewariskan

kepada Ki Sulaeman, seorang penghulu di Desa Kadudodol. Ki Sulaeman

menurukan kepada menantunya yakni Agoh Abudin. Selain itu beliau juga

mewariskannya kepada cucunya yakni Ending Chaeruddin (anak Agoh

9 Makmun Muzakki, “Tarekat dan Debus Rifa‟iyah” (Skripsi S1 Fakultas Sastra,

Universitas Indonesia, 1990). 10

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10

April 2019. 11

Makmun Muzakki, “Tarekat dan Debus Rifa‟iyah”.

Page 53: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

40

Abudin). Adapun anak Ki Sulaeman yang menikah dengan Agoh Abudin

bernama Sukrabah. 12

Putri dari istri pertama H. Jaelani (Nyi Ramtijah) yang bernama Nyi

Kamisah, menurunkan salah seorang putri bernama Asikah (penutur

menceritakan bahwa H. Jaelani wafat saat Asikah masih gadis). Dari

perkawinannya dengan Ki abdul Majid, Asikah menurunkan pula seorang

putri bernama Sa‟adah. Sedang dari perkawinan Sa‟adah dengan Ki Harun,

diperoleh seorang putra, Agoh Abudin, ayahanda E. Chaeruddin. Dengan

demikian jalur ilmu debus yang dibawa oleh H. Jaelani bertemu kembali pada

generasi keturunannya, Agoh Abudin dan Ending Chaeruddin.13

Ending Chaeruddin memiliki tujuh anak yakni Eneng Widianingsih, Ujib

Widiana, Aji Sutiaji, Dedi Safari, Teti Susilawati, Ita Hernita, Irma

Khotimaturro‟iyah. Di antara ketujuh anaknya, hanya Dedi Safari yang aktif

menjadi anggota debus Desa Kadudodol sampai saat ini. Ending Chaeruddin

meninggal tahun 2005 pada usia 52 tahun.14

Ending Chaeruddin meninggal

pada saat mementaskan debus di daerah Pondok Kopi, Jakarta Timur.15

Sepeninggal Ending Chaeruddin, syekh debus diwariskan kepada H. Surya.16

Selain mendapatkan ijazah dari Agoh Abuddin dan Ki Sulaeman, Ending

Chaeruddin juga mendapatkan ijazah dari H. Maman Irawan. H. Maman

Irawan adalah orang yang berasal dari luar Desa Kadudodol namun dianggap

memiliki keilmuan lebih, sehingga banyak masyarakat dari berbagai desa,

salah satunya Desa Kadudodol, berguru kepadanya. Dari banyaknya murid,

sekitar 40 orang, ada tiga orang yang lulus dari Desa Kadudodol yakni Ending

Chaeruddin, H. Surya, dan Muhammad Acang. H. Maman memiliki lebih

12

Makmun Muzakki, “Tarekat dan Debus Rifa‟iyah”. 13

Makmun Muzakki, “Tarekat dan Debus Rifa‟iyah”. 14

Dedi Safari selaku anak Ending Chaeruddin, wawancara pribadi, 13 April 2019. 15

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 15

April 2019. 16

Abah Enjen, selaku anggota Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 3 April 2019.

Page 54: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

41

banyak variasi atraksi dibandingkan dengan generasi-generasi debus Desa

Kadudodol sebelumnya.17

Setelah Ending Chaeruddin meninggal, beliau digantikan oleh H. Surya.

Walaupun tidak memiliki garis keturunan secara langsung, H. Surya dianggap

sudah mumpuni dari segi keilmuan dan juga dari segi umur. H. Surya

meninggal pada tahun 2017 karena sakit yang tidak kunjung membaik.18

Setelah H. Surya meninggal selanjutnya diteruskan oleh Muhammad Acang

atas mandat yang disampaikan oleh H. Surya sebelumnya. Selain itu,

Muhammad Acang juga telah memiliki keilmuan yang mumpuni, sama seperti

pendahulunya. Walaupun tidak ada garis keturunan secara langsung dengan H.

Surya maupun Ending Chaeruddin, namun orang tuanya yakni Enjang

Jangwara, dan juga kakeknya telah lebih dulu aktif di debus Desa Kadudodol

sebagai anggota.19

Dari awal, pembawa debus di Desa Kadudodol hingga Muhammad Acang,

terhitung sudah sembilan generasi. Secara berurutan dimulai dari H. Jaelani,

Ki Landrat, Ki Taya, Ki Sariban, Ki Sulaeman, Agoh Abuddin, Ending

Chaeruddin, H. Surya, dan Muhammad Acang. Sampai saat ini, ada 10 orang

yang aktif di debus Desa Kadudodol yakni Muhammad Acang sebagai syekh,

Rahmat (anak dari H. Surya), Dedi Safari (anak dari Ending Chaeruddin),

Abah Ucung, Abah Aning, Abah Enjen, Abah Emong, Anton, Anan, Mamat.20

Di bawah ini silsilah keturnan dan silsilah keilmuan:

17

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10

April 2019. 18

Dedi Safari selaku anak Ending Chaeruddin, wawancara pribadi, 13 April 2019. 19

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10

April 2019. 20

Dedi Safari selaku anak Ending Chaeruddin, wawancara pribadi, 13 April 2019.

Page 55: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

42

H. Jaelani Ramtijah Ayumah

H. Jaga

H. Abas

Nyi Kamisah

Ki Jabar

Ki Landrat

Ki Taya

Ki Sariban

Ki Selaeman

H. Ahmad

Nyi Kalimah

Nyi Anjar

Nyi Sa‟odah

Asikah Abdul Majid

Sa‟adah Harun

Agoh Abudin Sukrabah

E. Chaeruddin

Keterangan

Jalur Guru dan Murid

Jalur Keturunan

H. Maman Irawan

H. Surya

Muhammad Acang

Page 56: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

43

B. Anggota Debus Desa Kadudodol

Pada bagian ini, penulis akan memaparkan hasil observasi penulis ketika

melihat pementasan debus di Desa Kadudodol pada tanggal 6 April 2019. Penulis

akan menjelaskan tentang pemain-pemain debus Desa Kadudodol serta perannya

masing-masing. Berdasarkan pengamatan penulis, setidaknya ada empat jenis

anggota debus berdasarkan perannya saat penampilan, yakni:

1. Syekh debus

Syekh debus adalah orang yang memimpin penampilan debus. Ia adalah

orang yang dianggap paling mumpuni dari segi keilmuan dan juga hapalan

bacaan. Selain itu, syekh debus harus memiliki ijazah dari guru atau syekh

debus sebelumnya. Saat ini Muhammad Acang adalah syekh debus di Desa

Kadudodol. 21

Tugas syekh debus adalah membaca tawasul dan doa ketika penampilan

debus. Ketika penulis melakukan observasi, syekh juga turut beratraksi

memegang sulthon untuk mementaskan kekebalan. syekh debus juga memiliki

wewenang untuk memberikan ijazah kepada orang yang dianggap telah

mumpuni dari segi keilmuan serta hapalan. Syekh debus akan membimbing

orang yang berniat mempelajari debus, mulai dari awal hingga akhir.22

2. Pemegang sulthon

Pemegang sulthon adalah orang yang menampilkan atraksi kekebalan

dengan cara menaruh sulthon di beberapa titik tubuhnya yang nanti akan

dipukul oleh rekannya menggunakan palu kayu. Pemegang sulthon harus

memiliki keyakinan dan juga kepasrahan yang tinggi akan pertolongan dan

perlindungan Allah terhadap dirinya.23

Di Desa Kadudodol sendiri, terhitung

21

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10

April 2019. 22

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10

April 2019. 23

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10

April 2019.

Page 57: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

44

hanya tiga orang yang biasa memegang sulthon yakni, Muhammad Acang,

Abah Enjen, dan juga Abah Aning. 24

Sebenarnya, semua anggota debus seharusnya bisa memegang sulthon dan

menampilkan atraksi kekebalan. Itu bisa dilakukan karena semua anggota

telah mengikuti prosesi pembacaan tawasul, doa, pembacaan selawat,

pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an dan pembacaan rifa‟i. Namun, hal itu kembali

kepada pemain sendiri. Tingkat keyakinan dan kepasrahan menjadi alasan

selanjutnya. Selain bacaan dan keyakinan, pemain juga tidak boleh memiliki

rasa sombong atau perasaan ingin dilihat hebat ketika menampilkan

kekebalan.25

3. Pemegang rebana

Rebana adalah satu-satunya alat musik yang digunakan di Desa

Kadudodol. Rebana adalah alat yang digunakan untuk mengiringi selawat

ketika dua pemain menampilkan atraksi kekebalan. Walaupun rebana yang

dimiliki ada 10, namun tidak selalu semuanya dimainkan. Ini karena dua

orang memegang sulthon dan palu kayu ketika atraksi kekebalan.

Bunyi rebana yang dihasilkan tidak terlalu banyak variasi, hanya satu jenis

pukulan. Ketika pemegang sulthon telah merasa siap untuk mempertunjukan

kekebalan, biasanya suara rebana akan semakin kencang dan tempo pukulan

akan sedikit lebih cepat. Adapun yang biasa memegang rebana adalah

Rahmat, Dedi Safari, Abah Ucung, Abah Emong, Anton, Anan, Mamat.

Acang, Abah Enjen, dan Abah Aning hanya akan memegang rebana ketika

mereka tidak memegang sulthon.

4. Pembaca selawat dan rifa‟i

Sebenarnya pembacaan selawat dilakukan oleh semua anggota debus,

namun yang menjadi pembaca utama adalah Dedi Safari. Dedi adalah anak

keempat dari Ending Chaeruddin (syekh debus sebelum Acang dan Haji

24

Dedi Safari selaku anak Ending Chaeruddin, wawancara pribadi,13 April 2019 25

Muhammad Acang selaku syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10 April

2019

Page 58: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

45

Surya). Sementara pembaca rifa‟i hanyalah Rahmat. Rahmat adalah anak dari

H. Surya (syekh debus sebelum Acang).26

C. Perlengkapan Debus Desa Kadudodol

Untuk menampilkan sebuah pementasan kesenian debus, ada beberapa

perlengkapan yang dibutuhkan, di antaranya:

1. Perlatan debus

Peralatan debus ini terdiri dari beberapa benda yang dipakai untuk

keberlangsungan pertunjukan debus. Adapun peralatan tersebut yakni sulthon,

palu kayu, dan rebana. Sulthon adalah sebutan untuk alat utama dalam

permainan debus. Sulthon yakni alat berupa kayu silinder dengan rantai besi

kecil-kecil di sekelilingnya dan terdapat paku besi panjang di tengah-

tengahnya dengan ujung yang tajam.

Di Desa Kadudodol sendiri terdapat empat buah sulthon dengan ukuran

yang berbeda-beda. Dua buah berukuran sedang yang disimpan di kampung

Kalahang Masjid, satu buah berukuran sedang yang disimpan di musola at-

Taubah di Kalahang Tengah. Satu buah sisanya berukuran besar yang juga

disimpan di musola at-Taubah. Sulthon yang selalu digunakan adalah sulthon

yang berukuran sedang.27

Semua sulthon ini diyakini berasal dari Kesultanan Banten. Diperkirakan

orang yang membawa sulthon ini adalah H. Jaelani ketika pertama kali datang

ke Desa Kadudodol. Berdasarkan penuturan Abah Aning, jika di Desa

Kadudodol tidak ada lagi yang melestarikan kesenian debus maka semua

sulthon itu harus dikembalikan ke Banten karena dikhawatirkan akan

menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.28

Adapun bahan dasar dari

sulthon ini adalah kayu dan besi. Namun tidak ada yang tahu pasti kayu apa

yang digunakan dalam membuatnya. Acang memperkirakan sulthon dibuat

26

Dedi Safari selaku anak Ending Chaeruddin, wawancara pribadi,13 April 2019 27

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 15

April 2019 28

Abah Aning selaku anggota Debus Desa Kadudodol 15 April 2019

Page 59: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

46

dari batang pohon sawo karena dulu di daerah Banten banyak sekali tumbuhan

sawo. Namun ini belum bisa dipastikan kebenarannya.29

Sulthon asli pemberian Kesultanan Banten ini sudah berumur sangat tua.

Meski begitu, sulthon pemberian kesultanan ini sangat awet dan kuat, tidak

seperti sulthon buatan sendiri. Acang mengatakan bahwa, di beberapa desa

atau padepokan ada yang membuat sendiri sulthon seperti ini, namun cepat

rusak.30

Perlengkapan debus kedua adalah palu kayu. Berbeda dengan sulthon yang

hasil pemberian Kesultanan Banten, palu kayu yang digunakan di Desa

Kadudodol sudah berganti beberapa kali. Palu kayu dibuat dari kayu pohon

apa saja sesuai dengan pohon-pohonan yang tumbuh di Desa Kadudodol.31

Di

Desa Kadudodol hanya ada satu palu kayu untuk pertunjukan debus. Palu itu

berukuran lebih kecil dari sulthon berukuran sedang. Palu kayu ini disimpan di

sebuah lemari di musola at-Taubah bersama dengan sulthon dan rebana.

Perlengkapan ketiga adalah rebana. Rebana adalah gendang pipih bundar

yang dibuat dari tabung kayu pendek dan agak lebar ujungnya, pada salah satu

bagiannya diberi kulit.32

Sama seperti sulthon, rebana ini diyakini berasal dari

Kesultanan Banten dan telah berumur sangat tua. Hanya kulit rebananya saja

yang sudah diganti berkali-kali. Jumlah rebana yang ada di Desa Kadudodol

untuk keperluan debus adalah 10 buah. Rebana ini disimpan di lemari musola

at-Taubah.33

2. Parawanten

Ada beberapa barang-barang yang harus ada ketika penampilan al-Madad,

salah satunya parawanten. Parawanten adalah sebutan untuk berbagai jenis

29

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 15

April 2019 30

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10

April 2019 31

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 15

April 2019 32

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakrta:

Pusat Bahasa, 2008), h. 1180.

33

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 15

April 2019

Page 60: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

47

bumbu-bumbu dapur, minuman, makanan. Bumbu-bumbu dapur seperti gula

merah, gula putih, tomat, cabe, bawang, jahe, kunyit, beras, dan sebagainya.

Minuman seperti air putih, teh manis, teh pahit, kopi manis, kopi pahit, dan

sebagainya. Makanan misalkan kue, rujak asem, buah-buahan. Ini sama

seperti sesajen dalam kebudayaan jawa.34

Selain itu, sebelum pementasan juga biasanya disediakan buhur. Buhur

adalah semacam wewangian untuk mengharumkan tempat penampilan debus.

Buhur memiliki kesamaan fungsi dengan kemenyan. Namun untuk

pementasan debus Desa Kadudodol sekarang tidak lagi menggunakan

kemenyan.35

Semua parawanten tersebut setelah selesai pertunjukan biasanya akan

dibagikan kepada orang-orang yang ada di situ. Menurut Acang hal ini sudah

menjadi kebiasaan sejak dulu kala. Diperkirakan kebiasaan ini bersumber dari

kebiasaan Hindu dan Budha, namun salama tidak bertentangan dengan syariat

Islam maka hal itu tetap dipertahankan.36

3. Minyak kelapa dan air

Minyak kelapa dan air biasanya disimpan di depan seluruh pemain debus.

Minyak kelapa juga digunakan untuk melumasi besi sulthon. Selain itu,

minyak kelapa juga digunakan untuk menutup luka pemain ketika terjadi

kecelakaan atau luka. Minyak kelapa ini berasal dari kelapa mana saja, tidak

harus berasal dari pohon kelapa yang ada di Desa Kadudodol.37

Air biasanya diberikan kepada orang yang memiliki hajat dan ia berada

jauh dari Desa Kadudodol. Air ini semacam pertanda bahwa pertunjukan

debus telah selesai dilaksanakan di Desa Kadudodol untuk keperluan hajat

34

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10

April 2019 35

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10

April 2019 36

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10

April 2019 37

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10

April 2019

Page 61: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

48

orang tersebut. Air itu diminum oleh pemilik hajat dengan harapan agar tidak

terjadi hal-hal buruk pada acaranya.38

Minyak dan air hasil penampilan debus diyakini memiliki banyak khasiat.

Minyak dan air tersebut biasa digunakan untuk pengobatan seperti mengurut

orang yang keseleo, terluka, hingga patah tulang.39

Selain itu juga bisa

digunakan untuk luka bekas jahitan. Acang menceritakan seseorang yang

pernah datang kepada dia karena sisa-sisa jahitan operasi tidak dapat

menempel dengan benar. Lalu oleh Acang minyak itu dioleskan ke luka

tersebut dan akhirnya dapat tertutup dengan rapat. Hal itu menurutnya atas

izin Allah. Adapun minyak dan dirinya itu hanya perantara saja dan usaha

manusia biasa, Allah yang menyembuhkan.40

4. Baskom

Salah satu benda yang harus ada ketika penampilan debus adalah baskom

atau wadah untuk saweran. Baskom digunakan untuk mengumpulkan uang

saweran dari para penonton terutama orang yang memiliki hajat. Saweran itu

tidak memiliki batas minimal, bisa berapa saja. Kebanyakan masyarakat

memberikan saweran berupa uang logam. Ketika uang logam itu ditaruh di

baskom, biasanya masyarakat mengaduk-aduk semua isi uang logam itu agar

menimbulkan suara.41

Jika tidak ada saweran biasanya pemegang sulthon akan mengamuk dan

bergerak secara brutal tanpa bisa dikontrol. Namun, meskipun mengenai

berbagai macam barang, ia tidak bisa memecahkan gelas atau pun mangkok

dan barang-barang lainnya. Biasanya orang tersebut akan berteriak-teriak, “al-

38

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10

April 2019

39

Dedi Safari selaku anak Ending Chaeruddin, wawancara pribadi,13 April 2019 40

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10

April 2019 41

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10

April 2019

Page 62: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

49

Madad, al-Madad, al-Madad” secara terus-menerus. Hal itu hanya akan

berhenti jika penonton memberikan saweran.42

42 Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10

April 2019

Page 63: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

50

Page 64: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

51

BAB IV

PEMBACAAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN DALAM PEMENTASAN

DEBUS

A. Praktik Penggunaan al-Qur’an

Tulisan pada bagian ini bersumber dari hasil observasi di Desa Kadudodol

pada tanggal 6 April 2019. Pementasan debus pada tanggal 6 April 2019 itu

bertujuan untuk memenuhi keperluan keluarga Abah Enjen. Anak dari Abah

Enjen akan mengadakan pesta pernikahan pada tanggal 7 April 2019.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, ada perbedaan prosesi pementasan debus

berdasarkan tujuannya. Pada bagian ini penulis akan menjelaskan prosesi

penampilan debus untuk tujuan tradisi. Ada beberapa tahapan mulai dari awal

persiapan hingga penampilan selesai, di antaranya:

1. Tahap persiapan. Dalam tahap ini semua perlengkapan untuk penampilan

mulai dikumpulkan di tempat yang telah disediakan. Perlengkapan tersebut

meliputi peralatan debus, parawanten, minyak kelapa dan air, dan baskom.

Setelah semua siap maka pementasan telah siap untuk ditampilkan. Setiap

pemain juga harus dalam keadaan suci ketika pementasan berlangsung.

2. Memohon ampunan (membaca istigfar), dan pembacaan selawat nabi. Di

bawah ini, beberapa bacaan untuk memohon ampunan dan pembacaan selawat

nabi yang diucapkan ketika pementasan:

Artinya: “Semoga kesejahteraan

(keselamatan) dilimpahkan kepada anda

sekalian, juga rahmat Allah serta berkah-

Nya.”

وتالسالم عليكم ورمحة اهلل وبركا

Artinya: “Saya memohon ampun kepada

Allah Yang Maha Agung yang tidak ada

tuhan selain Dia Yang Maha Hidup dan

Yang Maha Tegak dan saya bertaubat

kepada-Nya dari segala maksiat dan dosa.”

(2 kali).

استغفر اهلل العظيم الذي ال الو اال ىو احلي القيوم وأتوب اليو من مجيع

(kali 2)ادلعاصى و الذنوب

Artinya: “Saya memohon ampun kepada

Allah Yang Maha Agung untukku, untuk

kedua orang tuaku, dan untuk orang yang

aku punya kewajiban kepadanya, dan untuk

guru-guruku, dan untuk saudara-saudaraku,

، است غفر اهلل العظيم ل ولوالدي ، والصحاب احلقوق الواجبة علي

خواننا، ولميع نا وال ولمشاي

Page 65: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

52

dan untuk semua orang-orang yang beriman

laki-laki dan perempuan, dan orang-orang

Islam laki-laki dan perempuan, baik mereka

yang masih hidup dan yang sudah

meninggal.”

المؤمني والمؤمنات، والمسلمي هم والمسلمات، االحياء من

واالموات

Artinya: “Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan

selain Allah dan saya bersaksi bahwa Nabi

Muhammad adalah utusan Allah.”

اشهد ان ال الو اال اهلل و اشهد ان زلمد رسول اهلل

Artinya: “Ya tuhan kami, berikanlah

selawat kepada Nabi Muhammad, dan

kepada keluarga Nabi Muhammad,

sebagaimana Engkau memberikan selawat

kepada Nabi Ibrahim dan kepada keluarga

Nabi Ibrahim, dan berkatilah Nabi

Muhammad, dan kepada keluarga Nabi

Muhammad, sebagaimana Engkau

memberkati Nabi Ibrahim, dan keluarga

Nabi Ibrahim, sesunggunya Engkau Maha

Terpuji dan Maha Mulia.”

د ، وعلى اللهم صل على سيدنا زلمد ، كما صليت على آل سيدنا زلم

سيدنا إب راىيم وعلى آل سيدنا د ، إب راىيم و بارك على سيدنا زلم

د ، كما باركت وعلى آل سيدنا زلمعلى سيدنا إب راىيم ، وعلى آل يد يد رل سيدنا إب راىيم ، إنك مح

Artinya: “Semoga kesejahteraan

(keselamatan) dilimpahkan kepada anda

sekalian, wahai Nabi Allah, Khidir baginya

keselamatan.”

السالم عليكم يانيب اهلل حضر عليو سلم

Artinya: “Semoga kesejahteraan

(keselamatan) dilimpahkan kepada anda

sekalian, wahai hamba Allah.”

السالم عليكم يا عبد اهلل

Artinya: “Semoga kesejahteraan

(keselamatan) dilimpahkan kepada anda

sekalian, wahai makhluk-makhluk Allah.”

السالم عليكم يا رجال اهلل

Artinya: “Semoga kesejahteraan

(keselamatan) dilimpahkan kepada anda

sekalian, wahai makhluk yang tidak terlihat,

wahai Allah Yang Maha Pengasih

kepadamu, maka alangkah imbalan-Mu

kami kumpulkan dalam pertolongan ini Ya

Allah.”

السالم عليكم يا رجال الغيب يا اهلل كيف اجرك مجعننا ىذا ارمحك

اغثنا يا اهلل(Kemudian membaca hajat

yang diinginkan)

خبرمة زلمد )ص.م( الفاحتة

Page 66: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

53

3. Pembacaan tawasul atau hadiah fatihah kepada nama-nama tertentu. Ada

beberapa orang yang diberi hadiah fatihah, di bawah ini pembacaan tawasul:

Artinya: “Ke hadirat nabi yang terpilih

Nabi Muhammad, dan kepada

keluarganya, sahabat-sahabatnya, istri-

istrinya, keturunan-keturunannya, dan

keluarganya yang mulia, segala sesuatu

hanya untuk Allah, untuk kalian semua

al-Fatihah.

سيدنا زلمد اىل حضرة النيب ادلصطفى )ص.م( و على الو و اصحابو و ازواجو

و ذريتو و اىل بيتو الكرام شيء هلل ذلم الفاحتة

Artinya: “Kemudian untuk pemimpin-

pemimpin kami, Abu Bakar, Umar,

Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, Said,

Abdurrahman bin „Auf, Hasan, Husain,

Fatimah al-Zahra‟, Khadijah al-Kubra,

sahabat-sahabat Rasulullah lainnya,

penggantinya, istri-istrinya, pengitut,

pengikut pengikutnya, dan semuanya,

segala sesuatu untuk Allah, untukmu

sekalian, al-Fatihah.”

مث اىل عن ساداتنا اىب بكر و عمر و عثمان و علي و طلحة و زبري و سعيد و

د الرمحن بن عوف و حسن و حسي عبو فاطمة الزىراء و خدجية الكربى و بقية اصحاب رسول اهلل )ص.م( و خلفائو و ازواجو و تابع التابي كافة عامة شيء هلل

ذلم الفاحتةArtinya: “Kemudian untuk ruh sayid

yang mengenal Allah, pemilik ijazah

dan karomah, pemilik kebaikan, Sayid

Guru Ahmad al-Kabir al-Rifa‟i, segala

sesuatu untuk Allah, untukmu sekalian,

al-Fatihah.”

مث اىل روح سيدى العارف باهلل تعاىل صاحب االجازة والكرامة وصاحب اخلريت ادلشايخ سيدى الشيخ امحد

الكبري الرفاعى شيء هلل ذلم الفاحتةArtinya: “Kemudian untuk arwah guru

Abdul Qadir al-Jilani, semoga Allah

menyucikan rahasianya, segala sesuatu

untuk Allah, untukmu sekalian, al-

Fatihah.”

مث اىل ارواح شيخ عبد القدير الالن قدس اهلل سره شيء هلل ذلم الفاحتة

Artinya: “Kemudian untuk Sultan

Zaman Syafiuddin Ahmad bin „Ulwan,

segala sesuatu untuk Allah, untukmu

sekalian, al-Fatihah.”

مث اىل سلطان الزمان شفي الدين امحد بن علوان شيء هلل ذلم الفاحتة

Artinya: “Kemudian untuk pemimpin-

pemimpin kami dari seluruh muslim-

muslim laki-laki dan perempuan di

dunia, Sayid Guru Ahmad al-Badawi al-

مث اىل ساداتنا من جامع ادلسلمي و ادلسلمي يف الدنيا سيدى شيخ امحد

Page 67: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

54

Rifa‟i, segala sesuatu untuk Allah,

untukmu sekalian, al-Fatihah.”

البداوى الرفاعى شيء هلل ذلم الفاحتة

Artinya: “Kemudian untuk Syekh Sayid

Syekh Ibrahim Ahmad al-Dasuqi, segala

sesuatu hanya untuk Allah, untukmu

sekalian, al-Fatihah.”

مث اىل شيخ سيدى شيخ ابراىيم امحد الداسقي شيء هلل ذلم الفاحتة

Artinya: “Kemudian untuk Abu Bakar

bin „Abdullah al-„Aidrusi, segala

sesuatu hanya untuk Allah, untukmu

sekalian, al-Fatihah.”

مث اىل ابو بكر بن عبد اهلل العدروسي شيء هلل ذلم الفاحتة

Artinya: “Kemudian untuk sayid kami

Syekh Sultan Maulana Hasanuddin bin

Makhdum, segala sesuatu hanya untuk

Allah, untukmu sekalian, al-Fatihah.”

مث اىل سيدنا شيخ سلطان مولنا حسن بن زلظوم شيء هلل ذلم الفاحتة الدين

Artinya: “Kemudian untuk Sayid Jalil,

Sayid Musa, dan Sayid Abdul al-Qadir

al-Rifa‟i, segala sesuatu hanya untuk

Allah, untukmu sekalian al-Fatihah.”

مث اىل سيدى جالل و سيدى موسى و سيدى عبد القادر الرفاعى شيء هلل ذلم

الفاحتةArtinya: “Kemudian untuk Syekh

Muhammad „Atabah al-Sabur, segala

sesuatu hanya untuk Allah, untukmu

sekalian al-Fatihah.”

مث اىل شيخ زلمد عاتبو السبور شيء هلل ذلم الفاحتة

Artinya: “Kemudian untuk Sultan al-

„Arifin Zainal Asyiqin, segala sesuatu

hanya untuk Allah, untukmu sekalian,

al-Fatihah.”

االشقي شيء مث اىل سلطان العارفي زين هلل ذلم الفاحتة

Artinya: “Dan khusus Sayid Sultan Abu

al-Mafakhir Muhammad Aliuddin,

segala sesuatu hanya untuk Allah,

untukmu sekalian al-Fatihah.”

ادلفاخري و خصوص سيدنا سلطان ابو زلمد علي الدين شيء هلل ذلم الفاحتة

Artinya: “Dan untuk ruh Syekh Haji

Muhammad Arif al-Rifa‟i, segala

sesuatu hanya untuk Allah, untukmu

sekalian al-Fatihah.”

و اىل روح شيخ حاج زلمد عاريف الرفاعي شيء هلل ذلم الفاحتة

Page 68: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

55

Artinya: “Kemudian untuk syekh kami

Syekh Abdullah bin Abdul Qahar,

segala sesuatu hanya untuk Allah,

untukmu sekalian al-Fatihah.”

مث اىل شيخنا شيخ عبد اهلل بن عبد القهار شيء هلل ذلم الفاحتة

Artinya: “Dan khususnya untuk ruh

Haji Ismail bin Abdussalam, segala

sesuatu hanya untuk Allah, untukmu

sekalian al-Fatihah.”

و خصوص اىل روح حاج امسائل بن عبد السالم شيء هلل ذلم الفاحتة

Artinya: “Kemudian untuk arwah wali

Allah Syekh Maulana Mansyuruddin

Cikaduen, segala sesuatu hanya untuk

Allah, untukmu sekalian al-Fatihah.”

ح ول اهلل شيخ مولنا منشر مث اىل اروا الدين جيكادوين شيء هلل ذلم الفاحتة

Artinya: “Kemudian untuk Syekh

Asnawi Caringin, segala sesuatu hanya

untuk Allah, untukmu sekalian al-

Fatihah.”

مث اىل شيخ اسناوي الاريغي شيء هلل ذلم الفاحتة

Artinya: “Kemudia untuk Sultan Ageng

Tirtayasa segala sesuatu hanya untuk

Allah, untukmu sekalian al-Fatihah.”

مث اىل سلطان اغيغ الرتتايسى البنتان شيء هلل ذلم الفاحتة

Artinya: “Kemudian untuk Imam al-

Nawawi pemimpin pertolongan al-

Tanara, segala sesuatu untuk Allah,

untukmu sekalian, al-Fatihah.”

مث اىل امام النواوى صحيب ادلؤنة التنارى شيء هلل ذلم الفاحتة

Artinya: “Kemudian untuk orang tua

kami, orang tuamu sekalian, orang-

orang mati dari kami, orang-orang mati

dari kalian, ruh semua orang-orang

beriman laki-laki dan perempuan,

orang-orang hidup dan mati dari

mereka, segala sesuatu untuk Allah,

untukmu sekalian, al-Fatihah.”

مث اىل والدينا و والدكم و امواتنا و امواتكم و ارواح مجيع ادلسلمي و

هم واالموات ادلسلمات شيء االحياء من هلل ذلم الفاحتة

4. Setelah pembacaan tawasul selesai, kemudian pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an.

Setelah pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an dibacakana, selanjutnya adalah

pembacaan doa oleh syekh debus. Adapun ayat-ayat al-Qur‟an yang dibaca

ketika pementasan debus yakni:

Page 69: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

56

Artinya: “Tiada Tuhan selain Allah, Allah

Maha Besar.”

ال الو اال اهلل اهلل اكرب

Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad):

„Dialah Allah Yang Maha Esa.‟ Allah

tumpuan harapan (semua makhluk). Tidak

beranak dan tidak diperanakkan. Tidak ada

sesuatu pun yang setara (dan yang serupa)

dengan-Nya.”

و الرمحن الرحيم بسم اللو احد قل ىو الل

و الصمد الل ل يلد ول ي ولد

(kali 3)ول يكن لو كفوا احد Artinya: “Tiada Tuhan selain Allah, Allah

Maha Besar.”

ال الو اال اهلل اهلل اكرب

Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad):

„Aku berlindung dengan Tuhan Pencipta dan

Pemelihara segala (sesuatu) yang terbelah

(dengan mewujudkannya dari gelapnya

ketiadaan).‟ Dari kejahatan apa (semua

makhluk) yang diciptakan-(Nya). Dan dari

kejahatan (yang terjadi pada) kegelapan

malam pada saat ia gelap gulita. Dan dari

kejahatan (dan keburukan) peniup-peniup

pada buhul-buhul para penyihir. Dan dari

kejahatan pendengki (apabila dia iri).”

و الرمحن الرحيم بسم الل قل اعوذ برب الفلق

شر ما خلق من ومن شر غاسق اذا وقب

ثت ف العقد ف ومن شر الن ومن شر حاسد اذا حسد

Artinya: “Tiada Tuhan selain Allah, Allah

Maha Besar.”

ال الو اال اهلل اهلل اكرب

Artinya: “Aku berlindung kepada Tuhan

Pemelihara manusia. Maha Raja (yang

menguasai) manusia. Tuhan (yang disembah

dan dipatuhi) manusia. Dari kejahatan

(setan) pembisik yang bersembunyi yang

membisik di (dalam) dada manusia. Dari jin

dan manusia.”

و الرمحن الرحيم بسم الل اعوذ برب الناس قل

ملك الناس الو الناس

اخلناس من شر الوسواس الذي ي وسوس يف صدور الناس

من النة والناس

Artinya: “Tiada Tuhan selain Allah, Allah

Maha Besar.”

ال الو اال اهلل اهلل اكرب

Page 70: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

57

Artinya: “Dengan nama Allah Pemberi

Kasih Yang Maha Pengasih. Segala puji

hanya bagi Allah, Tuhan Pemelihara seluruh

alam. Pemberi Kasih Yang Maha Pengasih.

Pemilik hari pembalasan. Hanya kepada-Mu

kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami

memohon pertolongan. Bimbinglah kami ke

jalan lebar yang lurus. (yaitu) jalan orang-

orang yang telah Engkau anugerahi nikmat

kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang

dimurkai dan bukan (pula jalan) orang-

orang yang tersesat.”

و الرمحن الرحيم بسم الللمي احلمد و رب الع لل

الرمحن الرحيم ين لك ي وم الد م

اياك ن عبد واياك نستعي راط المستقيم اىدنا الص

صراط الذين ان عمت عليهم ەالي غري المغضوب عليهم وال الض

Artinya: “Tiada Tuhan selain Allah, Allah

Maha Besar.”

ال الو اال اهلل اهلل اكرب

Artinya: “Alif Lam Mim. Itulah al-Kitab (al-

Qur‟an). Tidak ada keraguan padanya;

petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.

(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang

gaib, yang melaksanakan salat secara

sempurna dan berkesinambungan dan yang

menafkahkan sebagian (rezeki) yang Kami

anugerahkan kepada mereka. Dan mereka

yang beriman kepada apa (al-Qur‟an) yang

telah diturunkan kepadamu (Muhammad)

dan apa yang telah diturunkan sebelummu,

serta tentang (kehidupan) akhirat mereka

yakin. Mereka itulah yang berada di atas

petunjuk dari Tuhan Pemelihara mereka, dan

mereka itulah orang-orang yang beruntung.

الرحيم بسم اللو الرمحن ( ال1) لك الكتاب ال ريب فيو 2) ( ذ

ىدى للمتقي ( الذين ي ؤمنون بالغيب 3)

ويقيمون الصالة وما رزق ناىم ي نفقون

( والذين ي ؤمنون با أنزل إليك 4)ك وبالخرة ىم وما أنزل من ق بل

يوقنون م 5) ( أولئك على ىدى من رب

وأولئك ىم المفلحون Artinya: “Tuhanmu adalah Tuhan Yang

Masa Esa; tidak ada tuhan (yang berhak

disembah) melainkan Dia, Yang Maha

Pemurah, Lagi Maha Pengasih.”

كم الو واحد ال الو اال ىو و اذل الرمحن الرحيم

Artinya: “Allah, tidak ada tuhan (penguasa

mutlak dan berhak disembah) kecuali Dia;

Yang Maha Hidup; Maha Kekal; lagi terus-

menerus mengurus makhluk-Nya. Dia tidak

dikalahkan oleh kantuk dan tidak tidur.

اهلل ال الو إال ىو احلي القيوم ال تأخذه سنة وال ن وم لو ما يف

ماوات وما يف ال رض من ذا الس

Page 71: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

58

Milik-Nya apa yang di langit dan di bumi,

tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-

Nya tanpa izin-Nya; dia mengetahui apa

yang di hadapan mereka dan apa yang di

belakang mereka, dan mereka tidak

mengetahui sesuatu dari ilmu-Nya melainkan

apa yang dikehendaki-Nya; Kursi

(ilmu/kekuasaan)-Nya meliputi langit dan

bumi. Dia tidak lelah memelihara keduanya

dan Dia Maha Tinggi, lagi Maha Besar.”

الذي يشفع عنده إال بإذنو ي علم ما يطون ب ي أيديهم وما خلفهم وال ي

بشيء من علمو إال با شاء وسع ماوات والرض وال كرسيو الس

عظيم ي ئوده حفظهما وىو العلي ال

Artinya: “Aku memohon ampunan kepada

Allah Yang Maha Agung.” (3 kali)

(kali 3)استغفر اهلل العظيم

Artinya: “Yang tidak ada tuhan selain Dia

Yang Maha Hidup dan Yang Maha Tegak

dan saya bertaubat kepada-Nya dari segala

maksiat dan dosa.”

الو اال ىو احلي القيوم الذي الوأتوب اليو من مجيع ادلعاصى و

الذنوبArtinya: “Keutamaan zikir, maka ketahuilah,

sesunggunya tiada Tuhan selain Allah Yang

Maha Hidup, Yang Maha Ada.”

افضل الذكر فاعلم انو الالو اال اهلل، حي موجود

Artinya: “Tiada Tuhan selain Allah Yang

Maha Hidup, Yang Maha Disembah.”

الالو اال اهلل، حي معب ود

Artinya: “Tiada Tuhan selain Allah Yang

Maha Hidup, Yang Maha Disembah, dan

Yang Maha Diharapkan.”

صودقو ادل الالو اال اهلل، حي معب ود

Artinya: “Tiada Tuhan selain Allah.” (11

kali)

(kali 11) الالو اال اهلل

Artinya: “Tiada Tuhan selain Allah,

Muhammad adalah utusan Allah.”

زلمد الرسول اهلل الالو اال اهلل )ص.م(

Artinya: “Yang dengan kalimat itu kami

berpegang teguh dalam hidup, dan ketika

kami mati. Dengan kalimat itu kami

dihidupkan kembali, insyaAllah dengan

curahan rahmat dan kemuliaan-Nya, kami

mendapat keamanan.”

ها نوت ها نيا وعلي كلمة حق علي عث إن شاء اهلل ت عاىل من وبا ن ب

المني

5. Setelah pembacaan ayat-ayat al-Qur‟an dan doa selesai, kemudian dilanjutkan

kepada pembacaan rifa‟i. adapun bacaan rifa‟i sebagai berikut:

Page 72: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

59

Artinya: “Wahai Rasulullah, tolonglah,

segala sesuatu untuk Allah.”

ادلداد شيئ هلليا رسول اهلل

Artinya: “Wahai kekasih Allah, tolonglah,

segala sesuatu untuk Allah.”

يا حبيب اهلل ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai kekasih Allah, tolonglah,

segala sesuatu untuk Allah.”

يا حبيب اهلل ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai pemilik syafaat,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا شفيع ادلذنبي ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai tuan manusia dan jin,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا سيد الثقلي ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai kakek Husain, tolonglah,

segala sesuatu untuk Allah.”

يا جد احلسي ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai penghuni Mekah dan

Madinah, tolonglah, segala sesuatu untuk

Allah.”

يا ساكن احلرمي ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai wali-wali Allah,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا أولياء اهلل ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Kami bersama mereka,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

نن جبماىم ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Yang Maha Mulia dan

Maha Hidup, tolonglah, segala sesuatu

untuk Allah.”

يا كرمي احلئ ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai penghuni ibu „Ubaidah,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا ساكن أم عبيدة ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai guru manusia dan jin,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا شيخ الثقلي ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai pemilik alam, tolonglah,

segala sesuatu untuk Allah.”

يا صاحب العادلي ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Muhammad, dua cahaya,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا زلمد النوران ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai penakluk singa-singa,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا مذل السود ادلداد شيئ هلل

Page 73: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

60

Artinya: “Wahai pendingin api, tolonglah,

segala sesuatu untuk Allah.”

يا مربد النار ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai pelunak besi, tolonglah,

segala sesuatu untuk Allah.”

يا ملي احلديد ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai penawar racun ular,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا مشفى سم الفاعى ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Sayid Ahmad al-Kabir

al-Rifa‟i, tolonglah, segala sesuatu untuk

Allah.”

يا سيدى امحد الكبري الرفاعي ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai bantuan manusia dan jin,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا غوث الثقلي ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Muhyiddin, tolonglah,

segala sesuatu untuk Allah.”

يا زلي الدين ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Sayid Guru „Abdul al-

Qahar, tolonglah, segala sesuatu untuk

Allah.”

القادر ادلداد شيئ يا سيدى شيخ عبد هلل

Artinya: “Wahai Sultan Zaman, tolonglah,

segalau sesuatu untuk Allah.”

يا سلطان الزمان ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Shafiuddin Ahmad bin

„Ulwan, tolonglah, segala sesuatu untuk

Allah.”

يا صفي الدين امحد بن علوان ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Sultan al-„Asyiqin,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا سلطان العاشقي ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Burhan al-„Arifin,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا برىان العارفي ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Sayyid Ahmad al-Badawi

al-Rifa‟i, tolonglah, segala sesuatu untuk

Allah.”

يا سيدى امحد البدوي الرفاعي ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai pemimpin para wali,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا قطب الولياء ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai gurunya guru, tolonglah,

segala sesuatu untuk Allah.”

يا شيخ ادلشايخ ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Sayyid Ibrahim Ahmad

al-Dasuqi, tolonglah, segala sesuatu untuk

Allah.”

يا سيدى ابراىيم امحد الدسوقي ادلداد

Page 74: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

61

شيئ هلل Artinya: “Wahai Mataharinya matahari,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا مشس الشموس ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Penghidup jiwa,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

النفوس ادلداد شيئ هلل يا زلي

Artinya: “Wahai Sayyid Abu Bakar bin

„Abdullah al-„Aidrus, tolonglah, segala

sesuatu untuk Allah.”

ابو بكر ابن عبد اهلل يا سيدى العريوس ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai penghuni jalan-jalan,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.” يا ساكن السبليات ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Aba Salih, tolonglah,

segala sesuatu untuk Allah.”

يا ابا صاحل ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Dzuma‟ Sya‟ban,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا ظمأ شعبان ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Aba „Ali, tolonglah,

segala sesuatu untuk Allah.”

يا ابا علي ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Aba Rajab, tolonglah,

segala sesuatu untuk Allah.”

يا ابا رجب ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Aba Mahdi, tolonglah,

segala sesuatu untuk Allah.”

يا ابا مهدي ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Ibn „Abd al-Khadhir,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا ابن عبد اخلاضر ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Aba Muhammad,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا ابا زلمد ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Guru Abdul Qadir al-

Rifa‟i, tolonglah, segala sesuatu untuk

Allah, Dialah satu-satunya, semoga Allah

menyucikan, tolonglah, segala sesuatu

untuk Allah.”

يا شيخ عبد القادر الرفاعي ادلداد شيئ هلل, ىو وحده قدس اهلل تعاىل

ادلداد شيئ هللArtinya: “Wahai Sayid Jalil, Sayid Musa,

dan Sayid „Abdullah al-Qadir al-Rifa‟i,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا سيدى جالل, يا سيدى موسى, يا الرفاعي ادلداد سيدى عبد اهلل القادر

شيئ هللArtinya: “Wahai Pemilik kelahiran,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا صاحب الواالدة ادلداد شيئ هلل

Page 75: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

62

Artinya: “Wahai Sayyid Hasanuddin,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا سيدى حسن الدين ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Wahai Sayyid Muhammad,

tolonglah, segala sesuatu untuk Allah.”

يا سيدى زلمد ادلداد شيئ هلل

Artinya: “Tiada Tuhan selain Allah,

Muhammad adalah utusan Allah.” ال الو اال اهلل زلمد رسول اهلل

6. Setelah pembacaan rifa‟i selesai, dilanjutkan kepada pembacaan selawat nabi

lagi. Adapun bacaannya sebagai berikut:

Artinya: “Ya Allah, berilah

selawat kepada Nabi Muhammad,

wahai Tuhan berilah selawat dan

salam kepadanya.”

اللهم صل على زلمد يا رب صل عليو و سلم

Artinya: “Ya Allah, berilah

selawat kepada nabi-Mu, wahai

Tuhan berilah selawat dan salam

kepadanya.”

اللهم صل على نبيك يا رب صل عليو و سلم

Artinya: “Ya Allah, berilah

selawat kepada utusan-Mu, wahai

Tuhan berilah selawat dan salam

kepadanya.”

اللهم صل على رسولك يا رب صل عليو و سلم

Artinya: “Ya Allah, berilah

selawat kepada kekasih-Mu, wahai

Tuhan berilah selawat dan salam

kepadanya.”

اللهم صل على حبيبك يا رب صل عليو و سلم

Artinya: “Ya Allah, berilah

selawat kepada teman baik-Mu,

wahai Tuhan berilah selawat dan

salam kepadanya.”

على صفيك يا رب صل عليو و سلماللهم صل

Artinya: “Ya Allah, berilah

selawat kepada kesayangan-Mu,

wahai Tuhan berilah selawat dan

salam kepadanya.”

اللهم صل على خليلك يا رب صل عليو و سلم

Artinya: “Ya Allah, berilah

selawat kepada pemberi selawat,

wahai Tuhan berilah selawat dan

salam kepadanya.”

اللهم صل على مشفع يا رب صل عليو و سلم

Page 76: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

63

Artinya: “Ya Allah, jadikanlah

kami ziarah, wahai Tuhan berilah

selawat dan salam kepadanya.”

يا رب صل عليو و سلماللهم اجعلنا زيارة

Artinya: “Ya Allah, sayangilah

orang tua kami, wahai Tuhan

berilah selawat dan salam

kepadanya.”

اللهم ارحم والدينا يا رب صل عليو و سلم

Artinya: “Dalam

pengumpulannya, penolong kami,

Muhammad, penguasa yang baik

di dalam Jahanam seribu tahun,

penutup utusan-Mu, dan seribu

tahun setelahnya, dan kedamaian.

Amin.”

يف حشره شفيعنا زلمد طنب اخلالئق يف جهنم الف سنة اخلتم رسولك و الف سنة عليو و سالما

تسلمان. امي

7. Setelah semua bacaan di atas selesai, ada beberapa menit untuk istirahat. Para

pemain biasanya menggunakan waktu untuk minum air putih atau hidangan

lainnya. Sementara syekh biasanya mengoleskan ujung besi sulthon dengan

minyak kelapa yang telah disiapkan.

8. Setelah istirahat selesai, maka pementasan kekebalan siap dilakukan. Biasanya

ada dua orang secara bergantian yang melakukan pementasan ini. Satu orang

untuk memegang palu, dan satu orang lainnya memegang sulthon untuk

dipukul di beberapa titik tubuh. Pementasan kekebalan ini diiringi dengan

suara rebana dan juga selawat-selawat kepada nabi. Sebelum memukulkan

palu ke sulthon, biasanya kedua pemain melakukan semacam tarian. Tarian ini

sekarang sudah tidak dikenal sehingga pemain hanya melangkah-melangkah

kecil ke kiri dan ke kanan. Ketika suara dan irama sedikit lebih cepet dan

keras, kedua pemain itu saling mendekat untuk siap memukulkan palu ke

sulthon yang ditancapkan ke beberapa bagian tubuh pemain lainnya. Sebelum

memukul, orang yang memegang sulthon akan berteriak, “al-Madad!”

kemudian akan dijawab oleh dirinya sendiri dengan teriakan, “Allahuakbar!”

Hal itu dilakukan beberapa kali setiap dua orang pemain.

Setelah seorang pemain meneriakan “al-Madad!” dan dijawab dengan teriakan

“Allahuakbar!” biasanya masyarakat akan memberikan uang saweran kepada

seluruh pemain debus yang disimpan di sebuah baskom yang telah disediakan.

Sebagian besar masyarakat memberikan saweran dengan uang logam dan

Page 77: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

64

mengaduk-aduk uang-uang logam itu sehingga menimbulkan suara. Ada juga

pemegang sulthon yang berteriak “al-Madad!” kemudian dijawab oleh

pemegang palu dengan teriakan “Ya sayyidu syekh!”

9. Penutup. Setelah pementasan kekebalan selesai, biasanya syekh atau yang

memiliki hajat menutup acara dengan beberapa ucapan terima kasih dan

himbauan untuk menghadiri acara yang akan dilaksanakan oleh yang punya

hajat.

Di atas adalah prosesi pementasan kesenian debus Desa Kadudodol untuk

tujuan tradisi, mulai dari awal hingga akhir. Adapun untuk tujuan hiburan, hanya

dilakukan tahap delapan dan sembilan saja, tahap pertama hingga tujuh dilakukan

di musola Desa Kadudodol.

B. Pengetahuan dan Pemaknaan Pelaku Debus Terhadap Bacaan

Dalam pementasan debus, sebelum menampilkan atraksi kekebalan, seluruh

pemain diharuskan membaca beberapa bacaan yang telah ditentukan. Bacaan-

bacaan tersebut sepenuhnya bersumber dari ajaran-ajaran Islam. Adapun bacaan-

bacaan tersebut terdiri dari pembacaan kalimat istigfar (permohonan ampun),

selawat kepada Nabi Muhammad, beberapa ayat al-Qur‟an, pembacaan rifa‟i, dan

doa. Beberapa ayat al-Qur‟an itu terdiri dari surat al-Fatihah ayat satu sampai

tujuh, al-Ikhlas ayat satu sampai empat, al-Falaq ayat satu sampai lima, al-Nas

ayat satu sampai enam, al-Baqarah ayat satu sampai lima, al-Baqarah ayat 163,

dan 255.

Bacaan-bacaan ini telah ditentukan secara turun-temurun oleh orang yang

pertama kali mengajarkan debus di Desa Kadudodol, yakni H. Jaelani. Bacaan-

bacaan ini sudah baku dan tidak bisa diubah-ubah lagi, tidak dapat dikurangi,

maupun ditambah. Hal yang sama berlaku dengan urutan bacaan-bacaan tersebut.

Bacaan harus dimulai dengan pembacaan kalimat istigfar dan diakhiri dengan doa,

sesuai dengan urutan yang telah ditentukan. Acang mengatakan bahwa, “tidak

Page 78: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

65

bisa diganti atau dirubah. Itu juga harus urut yang udah ditentukan.”1 Kesaksian

yang sama juga penulis dapatkan dari penuturan Dedi.2

Berdasarkan keterangan di atas, al-Qur‟an menjadi salah satu elemen penting

di dalam bacaan-bacaan yang wajib dibaca sebelum pementasan kekebalan. Al-

Qur‟an memiliki kedudukan yang sama dengan bacaan-bacaan lainnya –seperti

selawat, kalimat istigfar, rifa‟i, dan doa. Bacaan-bacaan tersebut hanya akan

berfungsi jika semua elemen dibacakan tanpa terkecuali dan dengan urutan yang

telah ditetapkan. Dengan demikian, jika ayat-ayat al-Qur‟an tidak dibacakan,

maka bacaan-bacaan tersebut tidak dapat berfungsi dan pementasan debus tidak

akan bisa dilakukan.

Dari keterangan beberapa narasumber –Acang,3 Dedi,

4 Abah Enjen,

5 dan

Abah Aning6-, mereka mengakui bahwa mereka tahu di dalam bacaan-bacaan itu

terdapat ayat-ayat al-Qur‟an. Namun, mereka tidak mengetahui arti atau

terjemahan dari ayat-ayat al-Qur‟an tersebut. Mereka juga tidak mengetahui tafsir

ayat-ayat yang mereka baca. Hal ini karena mereka hanya mewarisi bacaan-

bacaan itu sebagai tradisi tanpa ada pengajaran tafsir tentang ayat-ayat yang

mereka baca.

Ini sesuai dengan keterangan Ahmad dalam bukunya yang mengatakan bahwa,

dalam living Qur‟an, pelaku kadang tidak berpikir secara mendalam tentang ayat-

ayat yang mereka gunakan. Oleh karena itu, perilaku living Qur‟an tidak dapat

diteliti kecuali dengan mengkonfirmasikannya kepada tokoh yang menjadi agen

budaya al-Qur‟an. Kesulitan untuk mengungkap perilaku berpikir pelaku ini

biasanya disebabkan oleh pewarisan praktik tradisi secara turun-temurun. Bahkan

1 Muhammad Acang selaku syekh debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 13 April

2019 2 Dedi Safari selaku anak Ending Chaeruddin, wawancara pribadi, 13 April 2019.

3 Muhammad Acang selaku syekh debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10 April

2019 4 Dedi Safari selaku anak Ending Chaeruddin, wawancara pribadi, 13 April 2019.

5 Abah Enjen selaku anggota debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 3 April 2019.

6 Abah Aning, selaku anggota debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 15 April 2019.

Page 79: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

66

pada akhirnya, sering kali pelaku tradisi tidak menyadari bahwa dalam tradisi

yang ia lakukan terdapat unsur-unsur al-Qur‟an di dalamnya.7

Di bagian lain dalam buku yang sama, Ahmad menegaskan kembali bahwa

pada saat pengumpulan data, seorang peneliti akan mendapati kondisi dimana

sang informan tidak mengetahui ayat yang menjadi sumber tradisi yang mereka

lakukan. Ada kalanya, karena tradisi tersebut telah dilakukan secara turun

temurun dari nenek moyang. Adakalanya mereka mewarisi tradisi dari para ulama

yang menjadi panutan dalam beragama di suatu daerah, sedangkan sang ulama

pun mengutip dari kitab kuning yang merupakan peracik tradisi dari teks al-

Qur‟an.8

Meski begitu, mereka memiliki pemaknaan tersendiri terhadap bacaan-bacaan

tersebut yang cenderung praktis. Mereka tidak memaknai satu persatu elemen

yang mereka baca. Mereka hanya bisa memaknainya secara keseluruhan

rangkaian bacaan tersebut. Bacaan-bacaan yang terdiri dari kalimat istigfar,

selawat, ayat-ayat al-Qur‟an, rifa‟i, dan doa ini menjadi satu kesatuan yang tidak

bisa dipisahkan. Mereka menyebut rangkaian bacaan-bacaan tersebut dengan

sebutan hizib rifa‟i.

Ada beragam pemaknaan yang masing-masing narasumber berikan. Acang

dalam beberapa penuturannya memberikan dua kata kunci dalam memaknai

bacaan-bacaan tersebut. Pertama ia memaknainya sebagai sarana untuk meminta

pertolongan kepada Allah. Ia mengatakan, “Fungsinya untuk munajat kepada

Allah untuk meminta pertolongan kekuatan.”9 Kedua, ia memaknainya dengan

tujuan untuk mengagungkan Allah, nabi-nabi, dan wali-wali Allah. Ia

mengatakan, “Kalo ini mah khusus dari al-Qur‟an, selawat, yaa mengagungkan

auliya Allah, mengagungkan Allah, para nabi.”10

7 Ahmad „Ubaidi Hasbillah, Ilmu Living Qur‟an-Hadis: Ontologi, Epistemologi, dan

Aksiologi, h. 206. 8 Ahmad „Ubaidi Hasbillah, Ilmu Living Qur‟an-Hadis: Ontologi, Epistemologi, dan

Aksiologi, h. 324. 9 Muhammad Acang selaku syekh debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 13 April

2019 10

Muhammad Acang selaku syekh debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 13 April

2019

Page 80: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

67

Berdasarkan penuturan Acang, ia memaknai bacaan-bacaan sebagai sarana

untuk meminta pertolongan kepada Allah, dan berfungsi sebagai sarana

mengagungkan Allah, nabi-nabi, dan wali-wali Allah. Hal itu berbeda dengan

yang dituturkan oleh Dedi. Dedi memaknai bacaan-bacaan tersebut sebagai sarana

untuk meminta kekebalan. Ia mengatakan, “Sebetulnya gini sih yaa, kalo kita

tidak memiliki ilmu juga sebetulnya bisa asal yakin. Asal yakin intinya tidak

bakalan tembus. Kan ditawasulannya di doa nya juga untuk meminta kekebalan

kepada Allah. Intinya ke situ.”11

Ada juga narasumber yang memaknainya sebagai sarana untuk meminta

perlindungan dari bahaya. Abah Aning mengatakan bahwa, “Atraksi juga harus

membaca bacaannya, kalo tidak jangan coba-coba karena akan menimbulkan

bahaya.”12

Pernyataan Abah Aning serupa dengan yang dituturkan Abah Enjen.

Abah Enjen memaknai bacaan-bacaan itu sebagai sarana untuk meminta

keselamatan. Ia mengatakan bahwa, “Harusnya dibawa ibadah. Sebetulnya semua

juga punya ajaran-ajaran keagamaan itu semua juga ada sebetulnya. Cuma

kadang-kadang gimana yaa. itu karena kesenian al-madad itu suatu kesenian

bukan hanya untuk hiburan, hanya untuk munajat kepada Allah gitu yaa

memohon supaya kita ini diselamatkan.”13

Ada konsekuensi jika tidak membaca bacaan-bacaan yang telah ditentukan

saat penampilan debus. Hal itu akan berakibat fatal kepada pemain karena pemain

akan mendapatkan luka. Dedi mengatakan:

“waduh, engga bisa kalo engga itu. Waduh jangan coba-coba bahaya itu.

Orang itu juga yang megang sultan, kalo dia hatinya kurang pas biasanya

sering grutu-grutu, kaya hatinya engga cocok, sering tembus. Kejadian

waktu itu Bapak Aning. Makanya dia jarang kami tampilkan. Itu waktu di

Maja parah, sampe darahnya kaya air dari keran gitu. Sempet kaget juga

kami. Itu sebabnya dia kurang pas di hati. Tapi seketika itu juga langsung

sembuh pake minyak kelapa itu.”

11

Dedi Safari selaku anak Ending Chaeruddin, wawancara pribadi, 13 April 2019. 12

Abah Aning, selaku anggota debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 15 April

2019. 13

Abah Enjen selaku anggota debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 3 April 2019.

Page 81: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

68

Lebih lanjut Abah Enjen mengatakan bahwa, “kita juga kalo misalkan ga ada

sebelumnya dibaca-baca itu mah sama syekh-syekh itu juga ga berani. sakit.

Namanya besi, tajemnya lebih dari jarum gimana dipukul dengan palu gede.”14

Menurut Abah Enjen atraksi debus bukanlah sesuatu yang bisa dilatih.

Kemampuan itu didapatkan secara spontan, tanpa pembelajaran khusus seperti

kesenian-kesenian lain, silat misalnya. Kekebalan itu bisa didapatkan setelah

membaca bacaan-bacaan sebelum melakukan atraksi kekebalan. Dengan bacaan-

bacaan tersebut, syekh dan seluruh anggota debus bermaksud untuk bermunajat

kepada Allah agar diberikan keselamatan dalam beratraksi. Selain bacaan, mental

juga mempengaruhi keberhasilan dalam beratraksi.

Dari beberapa keterangan yang disampaikan narasumber di atas, penulis

mendapatkan lima pemaknaan. Pertama, sebagai sarana untuk meminta

pertolongan kepada Allah. Kedua, sebagai sarana untuk mengagungkan Allah,

nabi-nabi, wali-wali Allah. Kedua pemaknaan ini disampaikan oleh Acang.

Ketiga, sebagai sarana untuk meminta kekebalan sebagaimana dikatakan oleh

Dedi. Keempat, sebagai sarana untuk meminta perlindungan dari bahaya. Hal ini

berdasarkan keterangan Abah Aning. Kelima, sebagai sarana untuk meminta

keselamatan seperti yang dituturkan oleh Abah Enjen.

Meskipun ayat-ayat al-Qur‟an tidak menjadi bacaan dominan, namun al-

Qur‟an menjadi salah satu elemen yang wajib dibaca agar bacaan-bacaan tersebut

berfungsi. Dalam kasus pementasan debus ini, ayat-ayat al-Qur‟an menjadi

sebuah teks yang hidup. Sebagaimana perkataan Muhamad Ali dalam tulisannya,

al-Qur‟an tidak hanya dimaknai dan difungsikan sebagai petunjuk bagi manusia,

tetapi al-Qur‟an memiliki peranan dalam berbagai kepentingan dan konteks

kehidupan.15

Menurut Heddy, al-Qur‟an yang hidup di tengah kehidupan sehari-hari

manusia bisa mewujud dalam bentuk yang beranekaragam.16

Kehadiran al-Qur‟an

di tengah kehidupan umat Islam di Indonesia memiliki berbagai pemaknaan.

14

Abah Enjen selaku anggota debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 3 April 2019. 15

Muhamad Ali, “Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‟an dan Living Hadith”, h. 153. 16

Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Qur‟an: Beberapa Perspektif Antropologi”, h.

251.

Page 82: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

69

Salah satunya, al-Qur‟an dimaknai sebagai sarana perlindungan. Sebagai firman

Allah, ayat-ayat atau surat-surat tertentu dalam al-Qur‟an diyakini dapat menjadi

sarana untuk memperoleh perlindungan kepada Allah.17

Fenomena living Qur‟an dapat dikatakan sebagai qur‟anisasi kehidupan, yang

artinya memasukkan al-Qur‟an –sebagaimana al-Qur‟an itu dipahami- ke dalam

semua aspek kehidupan manusia, atau menjadikan kehidupan manusia sebagai

suatu arena untuk mewujudkan al-Qur‟an di bumi. Qur‟anisasi kehidupan

manusia dapat berupa penggunaan ayat-ayat dalam al-Qur‟an yang diyakini

sebagai sesuatu yang mempunyai kekuatan tertentu untuk mencapai tujuan

tertentu, misalnya membuat orang menjadi terlihat sakti karena tidak dapat dilukai

dengan senjata tajam. Ayat-ayat al-Qur‟an di sini tidak lagi terlihat sebagai

petunjuk, perintah, larangan melakukan sesuatu atau cerita mengenai sesuatu,

tetapi lebih tampak sebagai mantra yang jika dibaca berulang kali sampai

mencapai jumlah tertentu akan dapat memberikan hasil-hasil tertentu seperti

diinginkan.18

Selain harus membaca bacaan-bacaan yang telah ditentukan, ada beberapa

syarat lagi mesti dimiliki pemain. Pertama, pemain tidak boleh merasa sombong

dengan kekuatan dan kekebalan yang ia peroleh. Acang mengatakan, “Selain

bacaan, seseorang juga tidak boleh merasa sombong dengan kekebalan

tersebut.”19

Jika dalam hati pemain terdapat kesombongan, maka akan terjadi hal yang

buruk kepada pemain. Acang mengatakan:

“Tapi kalo untuk hura-hura mah ga bisa. Makanya akibat buruk kepada kita.

Ada yang pernah orang pengen tau ngamuknya al-madad gimana, berdarah

dia megang itu, tembus. Karena pengen diliat orang. Cerita dulu tuh temen,

sampe sini nih tembus pas di Cirebon karena dia sombong. Kata pak guru

17

Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Qur‟an: Beberapa Perspektif Antropologi”, h.

245-247. 18

Heddy Shri Ahimsa-Putra, “The Living Qur‟an: Beberapa Perspektif Antropologi”, h.

251. 19

Muhammad Acang selaku syekh debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 13 April

2019

Page 83: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

70

juga pak haji, di sini jangan pake sombong takabur, biasa aja, dia sombong,

masuk itu ke sini, sampe melintir itu.”20

Kedua, pemain harus yakin dengan kekuasaan dan pertolongan Allah. Acang

mengatakan bahwa, “Selain itu, orang itu juga harus yakin dengan kekuasaan

Allah bahwa al-madad tidak akan bisa melukainya.”21

Ketiga, memiliki keikhlasan dan kepasrahan kepada Allah. Acang mengatakan

bahwa, “Megang itu mah niat kita ikhlas jangan takabur, jangan sombong, kita

pasrah, kita mah tidak berdaya, pasrah. Insyaallah. Paling geh ini doang bekasnya,

kaya titik biasa jarum. Pegel-pegel mah pegel aja yaa, namanya juga dipukul.”22

C. Ijazah Bacaan

Bedasarkan kamus bahasa Indonesia, ijazah adalah izin yang diberikan oleh

guru kepada muridnya untuk mengajarkan ilmu yang diperoleh si murid dari

gurunya. Dalam tradisi debus juga mengenal istilah ijazah.

Muhammad Acang menjelaskan bahwa seseorang yang ingin mendapatkan

ijazah bacaan debus harus berpuasa selama tujuh bulan. Empat bulan pertama

dimulai wajib berpuasa selama 13 hari, mulai dari tanggal satu hingga tanggal 13.

Tanggal 14 hingga akhir bulan tidak berpuasa. Kemudian tiga bulan berikutnya

puasa dilakukan setiap hari mulai dari awal bulan hingga akhir bulan.23

Selain itu, seseorang yang hendak mendapatkan ijazah juga wajib

mengamalkan bacaan yang telah diberikan oleh guru. Wirid tersebut yakni terdiri

dari hadiah fatihah kepada syekh-syekh dan nama-nama tertentu, bacaan al-

Qur‟an, doa, dan rifa‟i serta selawat yang diakhiri doa. Bacaan itu dibaca setelah

salat lima waktu.

Selain itu, murid juga diwajibkan untuk berendam di air yang tingginya

sampai seleher pada malam hari sekitar jam 2 hingga jam 3. Ketika proses

berendam tersebut, murid membaca bacaam yang telah diberikan. Selain itu, pada

20

Muhammad Acang selaku syekh debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10 April

2019 21

Muhammad Acang selaku syekh debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 13 April

2019 22

Muhammad Acang selaku syekh debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 13 April

2019 23

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10

April 2019.

Page 84: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

71

malam hari murid juga diperintahkan untuk melakukan salat sunah seperti

tahajud, witir, taubat, dan sebagainya. Setelah semua itu selesai, maka murid

berhak mendapatkan ijazah dari syekh.24

Murid tidak boleh melakukan maksiat seperti mabuk-mabukan, berjudi,

bermain perempuan, dan hal-hal yang dilarang oleh agama Islam. Jika pantangan

itu dilanggar, maka murid harus melakukan semua proses dari awal lagi. Murid

tidak boleh mengkonsumi makanan yang berasal dari buah labu. Hal yang disebut

terakhir adalah pantangan dari H. Maman, namun tidak dapat dipastikan apakah

pantangan ini berlaku pada jalur H. Jaelani atau tidak.25

Ijazah mempengaruhi pemahaman dan keyakinan seseorang terhadap bacaan.

Orang yang melakukan prosesi ijazah akan membuat pemahaman dan

keyakinannya semakin bertambah terhadap bacaan, sehingga ketika ia membaca

bacaan, maka bacaan tersebut akan berfungsi sebagaimana pemahamannya, yakni

mampu melindunginya. Inilah yang membedakan orang yang mampu melakukan

debus dengan orang yang tidak, meskipun mereka membaca bacaan-bacaan yang

sama.

Dari seluruh anggota debus Desa Kadudodol, ada beberapa orang yang tidak

bisa menampilkan atraksi kekebalan. Hal ini karena ia belum mendapatkan ijazah.

Pemahamannya terhadap bacaan sama dengan orang yang telah mendapatkan

ijazah, namun keyakinannya terhadap bacaan tidak sekuat orang yang telah

mendapatkan ijazah.

Dedi Safari mengatakan bahwa ia tidak bisa mementaskan atraksi kekebalan

karena belum mendapatkan ijazah. “Saya juga kan sebetulnya ada niatan buat

ijazah, tapi sampai sekarang masih belum,”26

Berbeda halnya dengan Muhammad Acang, ia telah mampu mementaskan

atraksi kekebalan karena ia telah mendapatkan ijazah. “Yaa kita sih yakin saja,

kalo udah yakin mah kepada Allah tidak akan terluka atau sakit,”27

24

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10

April 2019. 25

Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 10

April 2019. 26

Dedi Safari selaku anak Ending Chaeruddin, wawancara pribadi, 13 April 2019.

Page 85: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

72

D. Nilai yang Ingin Disosialisasikan

Pada bagian ini penulis akan memaparkan nilai yang ingin disosialisasikan

oleh pemain debus berdasarkan pemahaman yang mereka miliki terhadap bacaan.

Selain itu, penulis juga akan mengungkapkan basis nilai berdasarkan pemahaman

dan nilai yang ingin disosialisasikan. Penulis akan mengutip beberapa perkataan

anggota debus untuk melakukan hal-hal tersebut.

Muhammad Acang memiliki pemahaman bahwa semua yang ia bawa ketika

pementasan debus tidak lain untuk mengagungkan Allah. “Kalo ini mah khusus

dari al-Qur‟an, selawat, yaa mengagungkan auliya Allah, mengagungkan Allah,

para nabi.”28

Berdasasrkan hal ini penulis menyimpulkan, nilai yang ingin

disosialisasikan adalah nilai pengagungan. Jika ditelaah lebih jauh, ada kesesuaian

antara nilai yang ingin disosialisasikan dengan beberapa bacaan yang wajib dibaca

seperti bacaan takbir ال الو اال اهلل اهلل اكرب. Ini menunjukan bahwa nilai yang ingin

disosialisasikan memiliki basis keagamaan.

Selain itu, Muhammad Acang juga berkata bahwa bacaan tersebut untuk

meminta pertolongan kepada Allah. “Fungsinya untuk munajat kepada Allah

untuk meminta pertolongan kekuatan.”29

Berdasasrkan hal ini penulis

menyimpulkan, nilai yang ingin disosialisasikan adalah nilai penghambaan. Hal

ini juga memiliki basis nilai keagamaan berdasarkan salah satu bacaan yang wajib

dibaca yakni al-Fatihah ayat 5.

27

Muhammad Acang selaku syekh debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 13 April

2019 28

Muhammad Acang selaku syekh debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 13 April

2019 29

Muhammad Acang selaku syekh debus Desa Kadudodol, wawancara pribadi, 13 April

2019

Page 86: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

73

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, penulis menyimpulkan

beberapa poin di antaranya, pertama, Al-Qur‟an menjadi salah satu elemen dalam

bacaan-bacaan yang harus dibacakan dalam pementasan debus. Ada beberapa ayat

al-Qur‟an yang harus dibacakan dalam pementasan debus, di antaranya: surat al-

Fatihah ayat satu sampai tujuh, al-Ikhlas ayat satu sampai empat, al-Falaq ayat

satu sampai lima, al-Nas ayat satu sampai enam, al-Baqarah ayat satu samapi

lima, al-Baqarah ayat 163, dan al-Baqarah ayat 225.

Kedua, dalam prosesi penampilan debus, pembacaan al-Qur‟an ada di

beberapa sesi. Pertama dibacakan setelah pembacaan kalimat istighfar, dan

selawat nabi. Paling banyak, surat al-Fatihah dibaca ketika sesi pembacaan

tawasul, ada 21 kali pembacaan surat al-Fatihah yang masing-masingnya

dihadiahkan kepada nama-nama tertentu. Setelah pembacaan tawasul selesai,

kemudian ada beberapa ayat-ayat al-Qur‟an yang dibaca yakni al-Ikhlas ayat satu

sampai empat, al-Falaq ayat satu sampai lima, al-Nas ayat satu sampai enam, al-

Fatihah ayat satu sampai tujuh, al-Baqarah ayat satu samapi lima, al-BAqarah ayat

163, dan al-Baqarah ayat 225.

Ketiga, Al-Qur‟an dan bacaan-bacaan lainnya dimaknai oleh pemain debus

untuk bermunajat kepada Allah agar diberikan perlindungan, pertolongan, dan

juga kekuatan. Dengan membaca bacaan-bacaan tersebut, diharapkan mereka

tidak terluka akibat pementasan debus.

Keempat, dalam praktiknya, pemain debus wajib membaca semua bacaan-

bacaan yang telah ditentukan yang salah satu elemnnya adalah ayat-ayat al-

Qur‟an. Pembacaan tersebut harus sesuai urutannya seperti yang telah ditentukan.

Page 87: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

74

Selain itu, pemain juga harus yakin dengan yang mereka baca, dan tidak boleh

sombong.

B. Saran

Penulis merekomendasikan kepada peneliti selanjutnya, agar mengkaji

beberapa pembahasan yang belum tuntas di dalam tulisan ini. Penulis

menyarankan agar penelitian selanjutnya bisa fokus kepada silsilah keilmuan

debus Banten dan juga bacaan-bacaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Primer

-Wawancara

Wawancara dengan Muhammad Acang selaku Syaikh Debus Desa Kadudodol,

wawancara pribadi, 10 dan 15 April 2019

Wawancara dengan Dedi Safari selaku anak Ending Chaeruddin, wawancara

pribadi,13 April 2019

Wawancara dengan Erlan selaku anak Abah Enjen, wawancara pribadi, 6 April

2019

Wawancara dengan Abah Aning selaku anggota Debus Desa Kadudodol,

wawancara pribadi, 15 April 2019

Wawancara dengan Abah Enjen selaku anggota Debus Desa Kadudodol,

wawancara pribadi, 3 April 2019

Sumber Sekunder

-Buku

Abdusshomad, Muhyiddin, Tahlil Dalam Perspektif al-Qur‟an dan As-Sunnah

(Kajian Kitab Kuning), Jember: PT. Nurul Islam, 2006

Page 88: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

75

Arifin ,Imron, Debus, Ilmu Kekebalan dan Kesaktian dalam Tarekat Rifa‟iyah,

(t.t: t.p, 1993).

al-Atsari, Abu Ihsan Bincang-bincang Seputar Tahlilan, Yasinan, dan Maulidan,

Solo: At-Tibyan, 2017

Bruinnesen, Martin Van, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat, Bandung: Mizan,

1999

Dahlan, Q. Shaleh, H. A. A., dkk., Asbab Nuzul: Latar Belakang Historis

Turunnya Ayat-ayat al-Qur‟an, Diponerogo: CV. Penerbit Diponerogo,

2011

Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Banten, Profil Seni Budaya Tradisional

Banten, (t.t: t.p, t.t).

Endraswara, Suwardi, Metodologi Penelitian Kebudayaan, Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press, 2012

Hamka, Juz „Amma Tafsir al-Azhar, Depok: Gema Insani, 2015

Hasbillah, Ahmad „Ubaydi, Ilmu Living Qur‟an-Hadis: Ontologi, Epistemologi,

dan Aksiologi, Ciputat: Yayasan Wakaf Darus-Sunnah, 2019

Hudaeri, Mohamad, Debus: Dalam Tradisi Masyarakat Banten, Serang: FUD

Press, 2010.

Isawi, Muhammad Ahmad, Tafsir Ibnu Mas‟ud, terj. Ali Murtadho, Jakarta:

Pustaka Azzam, 2009

Iskandar, Arief B., Risalah Tahlilan: Menurut Aswaja, Bogor: al-Azhar Press,

2012

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda, 2006.

Muhsin, Masrukhin, Sejarah Pemikiran Syeikh Nawawi al-Bantani, Serang: A-

Empat, 2013

Page 89: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

76

al-Nisaburi, Al-Wahidi, Asbabun Nuzul, terj. Moh. Syamsi, Surabaya: Amelia

Surabaya, 2014

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakrta:

Pusat Bahasa, 2008.

Shihab, M. Quraish, al-Qur‟an dan Maknanya, Tangerang: Lentera Hati, 2010

______, Tafsir al-Mishbah, Ciputat: Lentera Hati, 2007

______, Yasin, dan Tahlil, Ciputat: Lentera Hati, 2013

Shihab, Umar, Kontekstualitas al-Qur‟an, Jakarta: Penamadani, 2005.

Spradley, James P., Metode Etnografi, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1997.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2014

Sugono, Dendy, dkk., Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.

Syamsuddin, Sahiron, Metodologi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis,

Yogyakarta: Teras, 2007.

Thalhah, Ali bin Abi, Tafsir Ibnu Abbas, terj. Muhyiddin Mas Rida, dkk., Jakarta:

Pustaka Azzam, 2009

Tim Ahli Tafsir, Shahih Tafsir Ibnu Katsir, terjm. Abu Ihsan al-Atsari, Jakarta:

Pustaka Ibnu Katsir, 2017

Tim Penyusun Subdin Kebudayaan Dinas Pendidikan Provinsi Banten, Profil Seni

Budaya Banten, t.k: t.p, 2003.

al-Thabari, Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir, Tafsir Ath-Thabari, terj. Amir

Hamzah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2009

Wahid, M. N. F. Huda, dkk, ed., al-Jumanatus Sarif al-Majmu‟us Sariful Kamil,

Bandung: CV. Penerbit Jumanatul „Ali-Art, 2007

Page 90: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

77

al-Zuhaili, Wahbab, Tafsir al-Munir, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, Jakarta: Gema

Insani, 2013

-Jurnal

Ahimsa-Putra, Heddy Shri, “The Living Qur‟an: Beberapa Perspektif

Antropologi”, Walisongo, vol.20, no. 1 (2012).

Ali, Muhamad, “Kajian Naskah dan Kajian Living Qur‟an dan Living Hadith”,

Journal of Qur‟an and Hadith Studies, vol.4, no. 2, (2015),

Atabik, Ahmad, “The Living Qur‟an: Potret Budaya Tahfiz al-Qur‟an di

Nusantara”, Jurnal Penelitian, Vol. 8, No. 1, (2014).

Faizi, Hamam, “Mencium dan Nyunggi al-Qur‟an: Upaya Pengembangan Kajian

al-Qur‟an melalui living qur‟an”, Suhuf, vol. 4, no. 1, (2011).

Fauziah, Siti, “Pembacaan al-Qur‟an Surat-surat Pilihan di Pondok Pesantren

Putri Daar al-Furqon Janggalan Kudus (Studi Living Qur‟an)”, Jurnal

Studi Ilmu-ilmu al-Qur‟an dan Hadis, vol. 15, no. 1, (2014).

Hakiki, Kiki Muhamad, “Debus Banten: Pergeseran Otentitas danNegosiasi

Islam-Budaya Lokal”, Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran

Islam, vol.7, no. 1, (2013),

Hudaeri, Moh, “Debus di Banten: Pertautan Tarekat dengan Budaya Lokal”, al

Qalam, Vol. 33, No. 1, (2016)

Huriyudi, “Ekspresi Seni Budaya Islam di Tengah Kemajemukan Masyarakat

Banten”, Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 12, No. 1, (2014)

Irfani, Fahmi, “Islam dan Akulturasi Budaya di Banten: Kyai, Jawara, Debus”,

Jurnal Hikamuna, Edisi 1, vol. 1, No. 1, (2016),

Junaedi, Didi, “Living Qur‟an: Sebuah Pendekatan Baru dalam Kajian al-Qur‟an

(Studi Kasus di Pondok Pesantren as-Siroj al-Hasan Desa Kalimukti

Page 91: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

78

Kec. Pabedilan Kab. Cirebon”, Journal of Qur‟an and Hadith Studies,

Vol. 4, No. 2, (2015):

Masruroh, Umi, “Tradisi Rebo Wekasan dalam Kajian Living Qur‟an di Desa

Pakuncen Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo”, Qaf, vol. 1,

no. 2, (2017).

Muhtador, Moh., “Pemaknaan Ayat al-Qur‟an dalam Mujahadah”, Jurnal

Penelitian, vol. 8, no. 1, (2014).

Mujahidin, Anwar, “Analisis Simbolik Penggunaan Ayat-ayat al-Qur‟an sebagai

Jimat dalam Kehidupan Masyarakat Ponorogo”, Kalam: Jurnal Studi

Agama dan Pemikiran Islam, vol. 10, no. 1, (2016)

Mun‟im, A. Rafiq Zainul, “Tafsir Realis Terhadap Makna dan Simbol al-Qur‟an

bagi Masyarakat Kabupaten Probolinggo”, Madania, Vol. 21, No. 2,

(2017)

Nasution, Isman Pratama, “Debus Walantaka: Fenomena Budaya Banten”,

Antropologi Indonesia, vol. 21, no. 53, (1997),

S, Euis Thresnawaty, “Kesenian Debus di Kabupaten Serang”, Jurnal Patanjala,

vol.4, no. 1, (2012).

Said, Hasani Ahmad, “Islam dan Budaya di Banten: Menelisik Tradisi Debus dan

Maulid”, Kalam: Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, vol.10, no.

1, (2016).

-Skripsi dan Disertasi

Firman, Andi, “Pemahaman Umat Islam Terhadap Surah Yasin: Studi Living

Qur‟an di Desa Nyiur Permai Kab. Tembilahan, Riau”, (Skripsi S1

Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2016).

Page 92: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

79

Mulyadi, Yadi, “al-Qur‟an dan Jimat”, (Tesis S2 Fakultas Ushuluddin, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017).

Muzakki, Makmun, “Tarekat dan Debus Rifa‟iyah”, (Skripsi S1 Fakultas Sastra,

Universitas Indonesia, 1990)

Nasir, Muhammad Fauzan, “Pembacaan Tujuh Surat Pilihan al-Qur‟an dalam

Tradisi Mitoni: Kajian Living al-Qur‟an di Dusun Sumberjo, Desa

Troso, Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten”, (Skripsi S1

Fakultas Ushuluddin, IAIN Surakarta, 2016).

Nugraha, Eva, “Diseminasi, Komodifikasi, dan Sakralitas Kitab Suci: Studi Kasus

Usaha Penerbitan Mushaf al-Qur‟an di Indonesia Kontemporer”,

(Disertasi S3 Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Islam Negeri Syarif

Hiday.

Sulastri, Iis, “Nilai-nilai Islam dalam Seni Tradisional Debus di Menes

Pandeglang Banten”, (Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan Ilmu

Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

2014).

Susilawati, Yanti, “Analisa Pengaruh Tarekat Rifa‟iyah Terhadap Keagamaan di

Banten Abad Ke-19”, (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015).

Page 93: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

80

Page 94: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Gambar 1: Wawancara dengan Abah Enjen selaku anggota debus Desa Kadudodol

Gambar 2: Wawancara pribadi dengan Muhammad Acang selaku syekh debus Desa

Kadudodol

Page 95: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

Gambar 3: Wawancara dengan Dedi Safari selaku anggota debus Desa Kadudodol

Gambar 4: Wawancara pribadi dengan Mohamad Hudaeri selaku peneliti debus dan penulis

buku Debus dalam Tradisi Masyarakat Banten

Gambar 5: Muhammad Acang, Dedi Safari, dan Abah Aning yang berada di depan musala

at-Taubah, Desa Kadudodol.

Page 96: repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48103/1/Yudi Setiadi.pdf · -ayat al-Qur’an dalam Pementasan Debus adalah benar merupakan karya saya sendiri

Gambar 6: Dokumentasi Pribadi Muhammad Acang ketika pentas di salah satu acara

Kebupaten Pandeglang.

Gambar 7: Peralatan debus Desa Kadudodol yang terdiri dari rabana, sulthon, dan palu kayu.

Gambar 8: Pementasan debus Desa Kadudodol pada tanggal 6 April 2019.