tabel 7. data hasil analisis laboratorium sifat kimia gambut … · 2018-07-26 · kemampuan hakiki...

2
Tabel 6. Sistem agrisilvikultur berbasis jelutung rawa yang dapat diaplikasikan untuk merehabilitasi lahan gambut 26 Tabel 7. Data hasil analisis laboratorium sifat kimia gambut 23

Upload: others

Post on 10-Jan-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Tabel 6. Sistem agrisilvikultur berbasis jelutung rawa yang dapat

diaplikasikan untuk merehabilitasi lahan gambut

26

Tabel 7. Data hasil analisis laboratorium sifat kimia gambut

23

25

PENGARUH SISTEM AGROFORESTRI TERHADAP

LINGKUNGAN

Hubungan antara lahan gambut dengan sistem agroforestri

berbasis jenis jelutung adalah lahan gambut sebagai sumberdaya

dengan gatra (aspect) bentangan (space) dan habitat, sedangkan

sistem agroforestri berbasis jelutung sebagai sistem masukan (input

system) yang dipadukan dengan lahan induk sebagai sistem induk

(parent system) membentuk suatu sistem produksi (production

system) (Notohadiprawiro, 2006). Lahan gambut mempunyai nilai

pakai dan menyediakan kesempatan untuk dipakai, yang tercakup

dalam pengertian kemampuan (capability). Sistem agroforestri

berbasis jenis jelutung memiliki daya pakai dan bertindak sebagai

pelaku (agent) yang menjelmakan kemampuan aktual (produktivitas)

dari kemampuan hakiki (intrinsic) lahan. Perbedaan antara

kemampuan hakiki dan kemampuan aktual merupakan ukuran

kemampuan potensial. Hal ini tergantung pada kemempanan

(effectiveness) pelaku, sehingga perbedaan ini dapat kecil atau besar.

Kerja pelaku yang semakin mempan berarti lahan terpakai makin

sempurna, keluaran (out-put) sistem produksi makin mendekati

keluaran potensial atau maksimum. Pencapaian keluaran potensial

pada lazimnya dibatasi oleh pertimbangan ketersediaan teknologi,

kejituan (efficiency) ekonomi, kelayakan sosial-budaya dan/atau

keterijinan dampak lingkungan. Sasarannya adalah keluaran yang

optimum. Pengoptimuman keluaran ini masih ditentukan pula oleh

kemempanan dakhil (internal effectiveness) sistem agroforestri

berbasis jelutung. Hal ini berarti kemempanan total saling tindak

(interaction) antar anasir sistem agroforestri berbasis jelutung, dan

kemempanan pemaduan agroforestri sebagai sistem masukan dengan

lahan sebagai sistem induk (Notohadiprawiro, 2006).

Pengaruh Terhadap Sifat Kimia gambut

Tabel 7 menjelaskan bahwa untuk parameter pH, Al dd, H dd,

kejenuhan Al, kejenuhan H, lahan gambut yang ditanami dengan

jelutung rawa pola agroforestri lebih tinggi dibandingkan dengan lahan

gambut yang ditanami dengan tanaman semusim monokultur dan

berlaku sebaliknya untuk parameter N total, C-organik, K dd, Ca dd, Na

dd, Mg dd, KTK, KB, P total, K total, P Bray 1, dan SO4. Parameter C-

organik, Na dd, Mg dd, KTK, H dd, kejenuhan H, K total dan SO4 lahan

gambut yang ditanami dengan jelutung rawa pola agroforestri lebih

tinggi dibandingkan dengan lahan gambut terlantar dan berlaku

sebaliknya untuk parameter pH, N total, K dd, Ca dd, KB, P total dan P

Bray 1. Kapasitas tukar kation (KTK) yang sangat tinggi (90-200

me/100 gr) pada semua tipologi lahan gambut pada penelitian ini

dengan kejenuhan basa (KB) yang sangat rendah dapat menyebabkan

ketersedian hara terutama K, Ca, dan Mg menjadi sangat rendah.

Selain itu, Kejenuhan Basa (KB) yang sangat rendah pada semua

tipologi lahan gambut harus ditingkatkan mencapai 25-30% agar

basa-basa tertukar dapat dimanfaatkan tanaman (Hardjowigeno,

1996). C/N gambut yang tinggi (>30) menyebabkan hara nitrogen

kurang tersedia untuk tanaman sekalipun hasil analisis N total

menunjukkan angka yang tinggi. Unsur P dalam tanah gambut

terdapat dalam bentuk P organik dan kurang tersedia bagi tanaman.

Pemupukan P dengan pupuk yang cepat tersedia akan menyebabkan

ion phosphat mudah tercuci dan mengurangi ketersediaan hara P bagi

tanaman. Penambahan besi dapat mengurangi pencucian P (Soewono,

1997). Pencucian P dapat diperkecil dengan menambahkan tanah

mineral kaya besi dan Al (Salampak, 1999).

24