web viewdalam contoh ini, jumlah seluruh tugas ... untuk kasus yang sederhana pendekatan trial and...
TRANSCRIPT
MANAJEMEN
OPERASIONAL
LANJUTAN
2008
NANI SUTARNI
2010
.
1
BAB 8
PENJADWALAN
A. Pengertian Penjadwalan
Penjadwalan adalah pengaturan waktu dari suatu kegiatan operasi, yang
mencakup kegiatan mengalokasikan fasilitas, peralatan maupun tenaga kerja, dan
menentukan urutan pelaksanaan bagi suatu kegiatan operasi. Penjadwalan
bertujuan meminimalkan waktu proses, waktu tunggu langganan, dan tingkat
persediaan, serta penggunaan yang efisien dari fasilitas, tenaga kerja, dan
peralatan.
Penjadwalan biasanya disusun dengan mempertimbangkan berbagai
keterbatasan yang ada. Terlepas dari jenis perusahaannya, setiap perusahaan perlu
untuk melakukan penjadwalan sebaik mungkin agar dapat memperoleh utilitas
yang maksimum dari sumber daya produksi dan asset yang dimilikinya.
Penjadwalan yang baik akan memberikan dampak positif yaitu rendahnya biaya
operasi dan waktu pengiriman, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepuasan
pelanggan. Dalam hirarki pengambilan keputusan, penjadwalan merupakan
langkah terakhir sebelum dimulainya operasi.
Contoh Kasus
Seorang guru di sekolah menyanyi Bina Vokalinda sedang mempersiapkan suatu
pertunjukkan yang terdiri atas 5 buah lagu dan akan dibawakan oleh 5 siswa.
Setiap lagu akan dinyanyikan oleh satu siswi dengan iringan piano oleh siswa
yang lain (Jumlah siswa keseluruhan hanya ada 5). Ninuk, Anita, dan Rina bisa
menyanyi. Tini, Tokiwati, dan Rina bisa bermain piano. Rina harus menvanyikan
lagu ketiga. Tokiwati harus memainkan piano untuk lagu keempat. Seorang siswa
tidak boleh tarnpil dua kali berturut-turut.
Pertanyaan:
Jika Ninuk tiba-tiba sakit sehingga tidak mungkin tampil, maka pernyataan-
pernyataan di bawah ini pasti benar KECUALI :
2
a. Rina menyanyi lagu pertama
b. Tini bermain piano untuk lagu pertama.
c. Anita menyanyi lagu kedua.
d. Anita menyanyi lagu keempat.
e. Rina bermain piano untuk lagu kelima
Untuk memecahkan soal ini, pembuatan diagram akan dapat membantu
mempercepat. Diagram yang terbentuk adalah sebagai berikut:
Jika pada soal disebut bahwa Ninuk tiba-tiba sakit, maka jadwal menyanyi akan
dapat disusun sebagai berikut:
Dengan jadwal penyanyi seperti di atas, maka dapat dipastikan Rina TIDAK
AKAN BERMAIN PIANO (karena ada kondisi bahwa seorang siswa tidak boleh
tampil dua kali berturut-turut). Sehingga hanya ada satu kemungkinan jadwal,
yaitu:
3
Dari pilihan dapat dilihat bahwa pilihan e. (Rina bermain piano untuk lagu
kelima) adalah salah. Jawaban e (Rina bermain piano untuk lagu kelima)
B. Penjadwalan Sebagai Fungsi Sistem Volume Produksi
Berbagai teknik dapat diterapkan untuk penjadwalan. Teknik yang
digunakan tergantung dari volume produksi, variasi produk, keadaan operasi, dan
kompleksitas dari pekerjaan sendiri. Pemilihan teknik juga tergantung dari
pengendalian yang diperlukan selama proses, penjadwalan sering dilihat sebagai
fungsi dari sistem volume produksi, karena masing-masing volume produksi
memiliki karakteristik yang berbeda sehingga menyebabkan pendekatan yang
berbeda pula dalam perencanaan penjadwalan.
Sistem volume terproduksi dapat dibagi dalam tiga kelompok,yaitu :
1. Sistem volume tinggi,
2. Sistem volume menengah, dan
3. Sistem volume rendah
Sistem volume tinggi (mass production) mempunyai ciri adanya
standarisasi untuk peralatan dan kegiatan yang sama. Dalam sistem volume tinggi,
penjadwalan ditujukan untuk memperoleh suatu arus barang yang lancar dalam
rangka rangka memperoleh utilitas tenaga kerja dan peralatan yang tinggi.
Penggunaan peralatan-peralatan khusus baik untuk produksi maupun material
handling dan pembagian tenaga kerja dilakukan untuk meningkatkan alur kerja.
Sistem volume tinggi juga sebagai sistem aliran, dimana dilakukan pengulangan
operasi yang sama. Karena sifatnya yang repetitif, banyak keputusan mengenai
4
pembebanan dan pengurutan pekerjaan telah ditetapkan sejak saat perancangan
sistem.
Teknik penjadwalan yang banyak digunakan dalam sistem volume tinggi
adalah penyeimbangan lini (line balancing). Memiliki penyeimbangan yang tinggi
akan menghasilkan utilitas yang maksimal baik untuk peralatan maupun personil
seperti juga rata-rata keluarannya.
Sistem volume produksi menengah (batch production) merupakan sistem
volume produksi diantara volume tinggi dan volume rendah, yang biasanya terjadi
karena permintaan atau rencana produksi yang cukup besar tetapi masih belum
cukup untuk dibuat massal.
Sistem ini biasanya ditandai dengan pembuatan produk berdasarkan
tumpukan (batch) serta menggunakan fasilitas yang sama untuk memproses
berbagai jenis produk.
Teknik penjadwalan yang sering digunakan dalam batch production ialah
penjadwalan melalui waktu habis (run-out time). Metode ini mendasarkan
keputusan kepada perkiraan waktu di mana persediaan akan habis.
Produksi dengan sistem volume rendah disebut juga jobbing-shop
production memiliki ciri jenis produk yang dibuat sangat bervariasi tetapi setiap
produk hanya dibuat dalam jumlah yang sedikit.
Kriteria sebaik mungkin di sini tergantung tujuan perusahaan, yang bisa
berarti meminimalkan total waktu proses, meminimalkan rata-rata waktu tunggu
langganan, meminimalkan jumlah penalty yang harus di bayar akibat
keterlambatan penyerahan produk, dan sebagainya. Oleh karenanya penjadwalan
dalam sistem volume produksi rendah biasanya lebih kompleks.
Secara umum, penjadwalan dalam sistem volume rendah diarahkan untuk
menentukan bagaimana pembagian beban pekerjaan pada pusat-pusat kerja
(loading) dan bagaimana urutan dari pekerjaannya (sequencing). Pembebanan
dapat diartikan sebagai penugasan pekerjaan pada pusat-pusat kerja tertentu
sehingga biaya proses, waktu, atau pemenuhan waktu dapat dilakukan seminimal
mungkin.
5
A B CG H I
D E F
C. Penyeimbangan Lini
Penyeimbangan lini (line balancing) bertujuan untuk memperoleh suatu
arus produksi yang lancar dalam rangka memperoleh utilitas yang tinggi atas
fasilitas, tenaga kerja, dan peralatan melalui penyeimbangan waktu kerja antar
stasiun kerja (work station). Elemen tugas dalam suatu kegiatan produksi di
kelompokan sedemikian rupa dalam beberapa stasiun kerja yang telah ditentukan
sehingga dapat diperoleh penyeimbangan waktu kerja yang baik.
Kasus :
PT Januari merupakan suatu industri perakitan komponen elektronika. Untuk
membuat suatu komponen audio visual diperlukan urutan kegiatan dan waktu
proses sebagai berikut.
Tabel 8.1 Elemen kegiatan pembuatan komponen audio visual pada PT Januari
Tugas Tugas Pendahulu Waktu (menit)
A
B
C
D
E
F
G
H
I
-
A
B
-
D
E
C, F
G
H
6
2
3
7
3
2
10
5
4
Dalam bentuk diagram jaringan kerja, kegiatan produksi itu dapat
digambarkan sebagai berikut
6
Dalam menyusun keseimbangan lini, terdapat dua faktor yang perlu diketahui
yaitu jumlah waktu seluruh tugas dan waktu elemen tugas terlama (terpanjang).
Kedua faktor ini diperlukan untuk mengetahui waktu siklus (cycle time)
maksimum dan waktu siklus minimum.
Dalam contoh ini, jumlah seluruh tugas 42 menit, yang menunjukan waktu
siklus maksimum yang mungkin. Sementra waktu elemen tugas terpanjang ialah
10 menit (waktu untuk mengerjakan tugas G), merupakan waktu siklus minimum
yang mungkin. Jumlah komponen yang akan diproduksi adalah 40 buah barang.
480 menit/hari adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan semua
komponen. Waktu maksimal yang dibutuhkan untuk membuat 1 unit barang
adalah 12 menit/unit.
Jumlah minimum stasiun kerja (work station) yang diperlukan dapat
dihitung dengan rumus sbb :
N = K × T = T
WO WS
Dimana :
N = jumlah minimum stasiun kerja (buah)
T = jumlah waktu seluruh tugas (menit/unit) = ∑ t1
K = Kapasitas (output)
WO = waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan barang
WS = waktu maksimal untuk menyelesaikan 1 unit barang
Yang dimaksud dengan stasiun kerja itu bisa berarti seorang operator, satu
grup operator, sebuah mesin atau sekelompok mesin. Jika dalam perhitungan
jumlah minimun stasiun kerja diperoleh angka pecahan, dilakukan pembulatan
menjadi bilangan bulat (angka integer) di atasnya.
Selanjutnya dilakukan pembagian tugas, yaitu mengelompokan tugas-
tugas kedalam stasiun-stasiun kerja, dimana setiap stasiun kerja terdiri dari tugas-
tugas yang memiliki total waktu kerja tidak melebihi waktu siklus. Cara yang
termudah dalam pembagian tugas ini dengan cara uji coba, yaitu dengan
melakukan uji coba pengelompokan stasiun kerja kedalam empat kelompok yang
7
6 2 3
7 3 2
10 5 4
masing-masing kelompok memiliki total waktu maksimal 12 menit. Dalam
pengelompokan ini sedapat mungkin diusahakan agar setiap stasiun kerja
memiliki elemen-elemen tugas yang berurutan, karena secara praktis akan lebih
memudahkan daripada mengerjakan tugas-tugas yang tidak berurutan. Gambar ini
menunjukan pembagian tugas tersebut.
Terlihat terjadinya keseimbangan waktu kerja dari stasiun-stasiun kerja.
Stasiun-stasiun kerja itu merupakan lini-lini produksi, berarti terjadi
keseimbangan dalam lini produksi. Dengan adanya penyeimbangan diantara lini-
lini produksi maka waktu kosong bisa diminimalkan, yang berarti efisiensi dapat
ditingkatkan.
Terdapat cara lain dalam melakukan pengelompokan tugas ke dalam stasiun
kerja, yaitu melalui pendekatan heuristic. Dengan menggunakan pendekatan ini,
pengelompokan penugasan dilakukan dengan prosedur sbb.
1. Tetapkan tugas yang dapat dipilih, yaitu tugas yang tidak ada tugas lain
yang mendahuluinya atau tugas yang mendahuluinya sudah selesai
dikerjakan.
2. Tetapkan tugas yang cocok dengan waktu yang tersedia.
3. Tetapkan penugasan pada suatu stasiun sampai maksimal.
4. Lanjutkan ke stasiun kerja berikutnya dengan mengulangi prosedur di atas
sampai selesai semua penugasan.
8
A
G H I
D E F
B C
Tabel 8.2 merupakan hasil pendekatan heuristik dari contoh soal PT.
Januari. Meskipun dapat melakukan pengelompokkan penugasan sampai selesai,
metode ini tidak selalu memberikan hasil yang optimal. Kadang-kadang perlu
dilakukan penyesuaian agar hasil yang dicapai dapat optimal, yaitu pembagian
waktu kerja yang paling seimbang dengan proses kerja yang efisien. Untuk kasus
yang sederhana pendekatan trial and error akan lebih mudah dan lebih cepat
dibandingkan pendekatan heuristic. Pendekatan heuristic akan bermanfaat kalau
jumlah elemen tugasnya sangat banyak.
Salah satu tujuan penyeimbangan lini ialah meningkatkan efisiensi dengan
meminimalkan waktu kosong stasiun kerja. Efisiensi dan waktu kosong (dalam
menit) dapat dihitung dengan rumus :
T
Efisiensi = ___________ × 100 %
N × WS
Tabel 8.2 Perhitungan heuristik dalam Penyeimbangan Lini
Stasiun
kerja
Waktu
yang
tersedia
Tugas
yang
dapat
dipilih
Tugas
yang
cocok
Penugasan
(waktu)
Waktu
kosong
I
12
6
4
1
A, B
D, B
D, C
D
A, D
B
C
-
A (6)
B (2)
C (3)
- 1
II
12
5
2
D
E
F
D
E
F
D (7)
E (3)
F (2) 0
III12
2
G
H
G
-
G (10)
- 2
IV 12
7
H
I
H
I
H (5)
I (4)
9
3 - - - 3
Waktu kosong = N x WS – T
Waktu kosong (%) = 100% - efisiensi (%)
Waktu kosong dalam persen disebut juga sebagai tunda seimbang
(balancing delay), yang menunjukan tingkat suatu lini mendekati seimbang
sempurna. Suatu lini disebut seimbang sempurna jika tunda seimbangnya nol, atau
sangat kecil.
Waktu kosong terjadi karena adanya pembulatan yang dilakukan dari hasil
perhitungan jumlah minimum stasiun kerja menjadi angka integer terdekat di
atasnya.
D. Run-Out Time
Dalam kegiatan produksi, seringkali terdapat beberapa jenis produk dibuat
dengan menggunakan fasilitas yang sama (umum). Misalnya, suatu perusahaan
minuman memproduksi berbagai jenis minuman dengan menggunakan satu
fasilitas yang sama secara bergantian, atau suatu pabrik sabun memproduksi
berbagai jenis sabun pada lini produksi yang sama. Keputusan yang harus
dilakukan adalah menentukan urutan pembuatan produk dan berapa besar
kuantitas batch untuk setiap jenis produk.
Kuantitas batch yang secara ekivalen dapat disamakan dengan panjang
waktu untuk suatu prodiction run dan frekuensi produksi mempengaruhi tingkat
persediaan dan biaya set-up. Biaya set-up terjadi setiap waktu dilakukan
pergantian untuk pembuatan suatu produk baru. Semakin lama produk run
semakin banyak penyimpanan dan semakin sedikit biaya set-up. Sebaliknya,
semakin pendek production run semakin sedikit biaya penyimpanan tetapi biaya
set-up menjadi semakin besar. Kuantitas batch yang optimal dapat dihitung
dengan menggunakan metode ukuran lot yang ekonomis (EOQ). Namun apabila
berbagai produk menggunakan fasilitas yang sama maka penggunaan EOQ dapat
menjadi tidak optimal, ukuran lot perlu dimodifikasi karena urutan produk harus
diperhitungkan. Pengurutan juga mempunyai efek terhadap biaya.
10
Teknik penjadwalan yang sering digunakan dalam satuan pemrosesan
secara batch ialah penjadwalan melalui metode run-out time (waktu habis). Run-
out time (ROT) menunjukkan berapa lama suatu produk tertentu akan habis dari
persediaan, atau dalam bentuk rumus :
ROT = Tingkat persediaan
Rata-rata permintaan
Aturan penjadwalan dalam ROT ialah menjadwalkan yang memiliki ROT
paling kecil lebih dulu. Setelah selesai satu tahap penjadwalan (lot) kemudian
dievaluasi kembali untuk menentukan produk yang memiliki ROT terkecil lagi,
demikian seterusnya.
E. Line Processes
Line processes atau pemrosesan lini dibutuhkan oleh Assembling line (lini
perakitan) atau processing industry (industri pengolahan). Sebagian masalah
penjadwalan dapat diselesaikan dengan desain proses, apalagi untuk satu produk
pada satu lini.
Produk yang dihasilkan adalah dalam tumpukan (batch), sehingga
diperlukan berapa lot yang ekonomis dengan mempertimbangkan biaya yang
terjadi.
Karena banyaknya barang yang dibuat pada lini tunggal, maka dibutuhkan
waktu peralihan untuk mengolah barang yang satu dengan yang lain. Faktor
penting dan patut diperhatikan dalam waktu peralihan ini adalah bagaimana
caranya mengurangi waktu peralihan agar mendekati nol.
Kepentingan pertama dari line proses adalah menemukan lot yang
ekonomis dengan biaya terkecil. Persoalannya adalah jika penjadwalan sering,
maka sediaan sedikit. Sementara itu jika penyetelan jarang, maka sediaan semakin
banyak. Untuk itu, perlu adanya keseimbangan antara biaya penyetelan dan biaya
mempertahankan sediaan. Contoh produk yang dihasilkan melalui line process
adalah : penyejuk ruangan, kulkas, microwave, ban, dan mass produk.
11
Untuk mengurangi sediaan yang ada, digunakan metode run out time pada
line processes. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam melakukan
metode Run Out Time adalah sebagai berikut :
Melakukan pendataan terhadap masing-masing produk meliputi data
permintaan (sediaan dalam unit-kolom 2, permintaan mingguan dalam unit-
kolom 3) dan data produksi (ukuran lot dalam unit-kolom 5, kecepatan
produksi dalam unit permingguan kolom 6 dan waktu produksi dalam minggu-
kolom 7) lihat tabel 1.
Menghitung Run Out Time (waktu habis) – kolom 4 – masing-masing produk
dengan cara membagi sediaan dengan permintaan per unit (Ri = Ii / di), di
mana
Ri = Run Out Time (waktu habis) produk ke-i
Ii = Inventory (sediaan) produk ke-i
Di = Demand (permintaan) produk ke-i
Produk pertama yang dijadwalkan diproduksi
Produk yang pertama dijadwalkan untuk diproduksi adalah produk yang
mempunyai waktu habis paling cepat.
Setelah ditetapkan produk apa yang diproduksi lebih dulu, maka dihitunglah
kondisi persediaan pada kondisi akhir minggu yang dibutuhkan untuk
memproduksi produk terpilih.
Kondisi persediaan pada akhir minggu ke-0,5 untuk produk A, C, D, E, dan F
adalah sediaan masing-masing produk di awal minggu dikurangi dengan ⅟₂ minggu dari permintaan mingguan.
Produk kedua yang dijadwalkan diproduksi
Pekerjaan berikutnya adalah menghitung waktu habis tercepat dari kondisi
persediaan akhir minggu ke ⅟₂ (dengan menganggap lot pertama telah selesai)
12
untuk menentukan produk mana yang dijadwalkan berikutnya setelah produk
B.
Untuk produk A, waktu habis adalah 2000/200 = 10 minggu. Ternyata, waktu
habis tercepat adalah produk E dengan waktu 7 minggu (lihat tabel 1 kolom
9).
Setelah ditetapkan produk E yang diproduksi berikutnya, maka dihitunglah
kondisi persediaan pada kondisi akhir minggu yang dibutuhkan untuk
memproduksi produk E tersebut.
Kondisi persediaan pada akhir minggu ke 1,5 untuk produk A, B, C, D, dan F
adalah sediaan masing-masing produk di akhir minggu ke ⅟₂ dikurangi
dengan 1 minggu dari permintaan mingguan
Produk ketiga yang dijadwalkan diproduksi
Pekerjaan berikutnya adalah menghitung waktu habis tercepat dari kondisi
persediaan akhir minggu ke 1,5 (dengan menganggap lot kedua telah selesai)
untuk menentukan produk mana yang dijadwalkan berikutnya setelah produk
E.
Untuk produk A, waktu habisnya adalah 1800/200 = 9 minggu. Ternyata,
waktu habis tercepat adalah produk F dengan waktu 7 minggu (lihat tabel 1
kolom 11). Oleh karena itu, produk yang dijadwalkan berikutnya untuk
diproduksi setelah produk E adalah produk F.
Setelah ditetapkan produk F yang diproduksi berikutnya, maka dihitunglah
kondisi persediaan pada kondisi akhir minggu yang dibutuhkan untuk
memproduksi produk F tersebut.
Kondisi persediaan pada akhir minggu ke-3 untuk produk A, B, C, D, dan E
adalah sediaan masing-masing produk di akhir minggu ke-1,5 dikurangi
dengan 1,5 minggu dari permintaan mingguan.
13
Produk keempat yang dijadwalkan diproduksi
Pekerjaan berikutnya adalah menghitung waktu habis tercepat dari kondisi
persediaan akhir minggu ke-3 (dengan menganggap lot ketiga telah selesai)
untuk menentukan produk mana yang dijadwalkan berikutnya setelah produk
F.
Untuk produk A, waktu habisnya adalah 1500/200 = 7,5 minggu. Ternyata,
waktu habis tercepat adalah produk D dengan waktu 6,5 minggu (lihat kolom
13). Oleh karena itu, produk yang dijadwalkan berikutnya untuk diproduksi
setelah produk F adalah produk D.
Setelah ditetapkan produk D yang diproduksi berikutnya, maka dihitunglah
kondisi persediaan pada kondisi akhir minggu yang dibutuhkan untuk
memproduksi produk D tersebut.
Kondisi persediaan pada akhir minggu ke 3,5 untuk produk A, B, C, E, dan F
adalah sediaan masing-masing produk di akhir minggu ke 3 dikurangi dengan
⅟₂ minggu dari permintaan mingguan.
Produk kelima (terakhir) yang dijadwalkan diproduksi
Pekerjaan berikutnya adalah menghitung waktu habis tercepat dari kondisi
persediaan akhir minggu ke 3,5 (dengan menganggap lot ke empat telah
selesai) untuk menentukan produk mana yang dijadwalkan berikutnya setelah
produk D. Caranya adalah dengan membagi sediaan akhir minggu ke 3,5
dengan permintaan mingguan.
Untuk produk A, waktu habisnya adalah 1400/200 = 7 minggu. Ternyata,
waktu habis tercepat adalah produk C dengan waktu 6,3 minggu (lihat tabel 1
kolom 15). Oleh karena itu, produk yang dijadwalkan berikutnya untuk
diproduksi setelah produk D adalah produk C.
Akhir Akhir Akhir Akhir
14
minggu
0,5
minggu
1,5
Minggu 3 Minggu
3,5
Pro
du
k
Sedi
aan
Permi
ntaan
Wak
tu
Uku
ran
Kecep
atan
Wak
tu
Sedi
aan
Wa
ktu
Sedi
aan
Wa
ktu
Sedi
aan
Wa
ktu
Sedi
aan
Wa
ktu
(1) Unit Ming
guan
Habi
s,
Lot, Produ
ksi
Prod
uksi,
Unit Ha
bis
Unit Ha
bis
Unit Ha
bis
Unit Ha
bis
(2) Unit min
ggu
Unit Unit/
mingg
u
Min
ggu
(8) (9) (10) (11
)
(12) (13
)
(14) (15
)
(3) (4) (5) (6) (7)
A
B
C
D
E
F
Tot
al
2,10
0.00
550.
00
1,47
5.00
2,85
0.00
1,50
0.00
1,70
0.00
10,1
75.0
0
200.0
0
100.0
0
150.0
0
300.0
0
200.0
0
200.0
0
1,150.
00
1,50
0.00
450.
00
1,00
0.00
500.
00
800.
00
1,20
0.00
1,500.
00
900.0
0
500.0
0
1,000.
00
800.0
0
800.0
0
Langkah menghitung ROT Dalam Line Process
15
Langkah I
Menghitung waktu habis (minggu) dengan rumus: Sediaan (Unit)
Permintaan Mingguan (Unit)
Langkah II
Menghitung waktu produksi (minggu) dengan rumus: Ukuran Lot (Unit)
Waktu Produksi (Minggu)
Langkah III
Menentukan produk yang pertama diproduksi berdasarkan waktu habis yang
paling cepat.
Langkah IV
Menghitung sediaan (unit) pada akhir minggu 0.5 dengan rumus:
Sediaan (unit) akhir minggu sebelumnya – [(akhir minggu sekarang - akhir
minggu sebelumnya) x Permintaan mingguan (unit) akhir minggu sebelumnya]
Langkah V
Menghitung waktu habis (minggu) dengan rumus: Sediaan (Unit)
Permintaan Mingguan (Unit)
Langkah VI
Cari produk yang selanjutnya akan di produksi dan hitung kembali sediaan (unit)
dan waktu habis (minggu) pada akhir minggu selanjutnya dengan cara yang ada di
Langkah III sampai Langkah V.
F. Intermitten Process
Kegiatan tergolong dalam operasi intermitten adalah pabrik, rumah sakit,
kantor, dan sekolah. Karakteristik Intermitten Process adalah :
Setiap titik yang mengalir, mempunyai banyak titik awal dan akhir, tidak
bersambungan.
16
Aliran tak teratur disebabkan oleh tata letak proses menurut kelompok mesin
atau keahlian dalam pusat kerja.
Persoalan penjadwalan intermitten ini adalah bagaimana mengelola
antrean-antrean pekerjaan. Penjadwalan proses intermitten dalam pabrik, mirip
dengan sistem Material Requirement Planning (MRP).
1. Input-output Control
Perlu diketahui arti dari istilah-istilah yang akan digunakan dalam bahasan
ke depan.
• Input diukur dalam dollar, banyaknya pesanan, jam kerja standar atau unit
fisik (ton, kaki, yard, kubik) per unit waktu.
• Output adalah kecepatan suatu pekerjaan diselesaikan.
• Beban (Work In Process-WIP) adalah total volume pekerjaan yang harus
dikerjakan (pesanan tertunda).
• Kapasitas adalah maksimum kecepatan output yang dapat diahasilkan.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam input-output control ini adalah input
terlalu sedikit menyebabkan pemanfaaatan mesin rendah, tenaga kerja
menganggur, dan biaya per unit yang tinggi. Input terlalu banyak menyebabkan
sediaan serta pemanfaatan tinggi dan waktu pelayanan pelanggan lebih panjang.
Keadaan yang paling baik adalah kondisi mantap dimana input=output. Proses
input-output control ini dengan mudah digambarkan seperti analogi hidraulika.
Gambar :
Input control
Input
kKapasitas output
17
Beban
Dari analogi hidraulika di atas, beban akan bertambah jika input lebih besar
daripada output. Jika keadaan itu yang terjadi maka output harus dipercepat
dengan memperbesar kapasitas. Biasanya memerlukan kapsitas memerlukan biaya
yang mahal, seperti pembelian mesin-mesin baru. Jika output tidak dipercepat,
maka beban yang terjadi terlalu besar.
2. Loading
Loading atau penjadwalan beban adalah penjadwalan total jam atau
banyaknya pekerjaan yang digunakan untuk mendapatkan gambaran kasar kapan
pesanan dapat dikirim atau apa sajakah kapasitas telah terlewati. Loading
berkaitan dengan penugasan pekerjaan kepada pusat-pusat kerja tertentu sehingga
biaya proses, waktu kosong, atau pemenuhan waktu dapat dilakukan seminimal
mungkin. Pendekatan yang sering dipakai dalam loading yaitu Gantt chart (bagian
Gantt) dan metode penugasan (assignment method). Bagan gantt merupakan alat
bantu yang berguna dalam pembebanan pada produksi dengan volume rendah.
Loading digunakan untuk :
a. menentukan kapasitas yang dibutuhkan,
b. tanggal jatuh tempo pengiriman, dan
c. aliran kerja yang lancar.
Contoh:
Suatu perusahaan pembuat kipas angin menerima pesanan untuk membuat empat
jenis kipas angin, misalnya model A,B,C, dan D, untuk keperluan tertentu. Proses
produksi dari setiap jenis kipas angin berbeda urutan dan waktunya. Jadwal proses
produksi dan pembebanan kerja untuk setiap pusat kerja dapat digambarkan dalam
suatu bagan Gantt sbb:
Pusat Kerja Hari
senin selasa rabu Kamis jumat sabtu
Bengkel
logam
A B D C
18
Bengkel
mesin
B A C D
Bengkel
listrik
C B A C D
Bengkel cat D C B A
Waktu kosong yang direncanakan untuk perbaikan mesin atau ruang kerja:
Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa bengkel listrik memiliki beban yang
penuh selama seminggu yang akan datang, sebaliknya bengkel cat memiliki tiga
hari kerja yang kosong. Bengkel logam dan bengkel mesin masing-masing
memiliki satu hari kosong dan satu hari yang dijadwalkan untuk kegiatan
pemeliharaan (maintenance) mesin atau ruang kerja.
Loading atau pembebanan terbagi 2 yaitu pembebanan maju (forwad loading) dan
pembebanan mundur (backward loading).
a. Forward Loading
Asumsi yang digunakan pada forward loading adalah : Kapasitas
berhingga (Definite Capacity). Asumsi Definite Capacity digunakn untuk
menentukan kapasitas yang dibutuhkan pada setiap periode waktu untuk mencapai
penyelesaian paling cepat. Pekerjaan dimulai seawal mungkin sehingga pekerjaan
biasanya selesai sebelum batas waktu yang dijanjikan (due). Penjadwalan maju
banyak digunakan dalm perusahaan dimana opersai dibuat berdasarkan pesanan
dan pengiriman dilakukan segera setelah pekerjaan selesai.
b. Backward loading
Asumsi yang digunakan pada backward loading adalah : tanggal jatuh
tempo dari pekerjaan selalu diberikan. Bacward loading dimaksudkan untuk
menghitung kapasitass yang dibutuhkan pada tiap pusat kerja untuk setiap periode
waktu. Backward loading membantu menemukan kapasitas maksimum yang
diperlukan untuk memenuhi semua tanggal jatuh tempo. Berlawanan dengan
19
penjadwalan maju, kegiatan operasi dijadwalakan lebih dulu penjadwalan
mundur.
Contoh :
Suatu perusahaan mendapat pesanan 2 pekerjaan, A dan B, yang
keduanaya diproses dengan menggunakan fasilitas mesin yang sama. Perusahaan
ini menggunakan aturan first come first serve, sehingga pekerjaan A yang datang
lebih dulu mendapat prioritas untuk diselesaikan lebih dulu. Kedua pekerjaan
dijadwalkan harus selesai dalam waktu 10 hari. Saat ini tidak ada pekerjaan dalam
proses sehingga semua fasilitas dapat digunakan untuk mengerjakan kedua
pekerjaan itu.
Tabel berikut menunjukkan urutan proses yang diperlukan untuk mengerjakan
pekerjaan A dan B, serta waktu proses yang diperlukan pada tiap musim
Penjadwalan maju dan penjadwalan mundur dari pekerjaan A dan B digambarkan
sebagai berikut.
a). Penjadwalan maju
Hari ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Mesin 1
Mesin 2
Mesin 3
b). Penjadwalan mundur
Hari ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Mesin 1
20
Urutan
proses
Pekerjaan A Pekerjaan B
Mesin Waktu(hari) Mesin Waktu(hari)
1 A 2 A 3
2 B 3 C 1
3 C 1 B 2
Mesin 2
Mesin 3
Keterangan: : Pekerjaan A
: Pekerjaan B
Pada penjadwalan maju, proases kegiatan dimulai dengan mengerjakan
pekerjaan A pada mesin 1 selama 2 hari, dilanjutkan pada mesin 2, selama 3 hari
dan pada mesin 3 selama 1 hari. Pekerjaan B baru dapat dimulai pada hari ketiga
karena harus menunggu sampai A selesai diproses dimesin 1, kemudian
dilanjutkan ke mesin 3 pada hari ketujuh dan ditruskan ke mesin 2 pada hari ke
delapan. Pekerjaan B mengalami penundaan selama 1 hari sebelum diproses di
mesin 3 karena memberikan prioritas kepada A untuk diproses lebih dulu.
Pekerjaan A selesai dalam 6 hari sedangkan B selesai dalam 7 hari.
Pada penjadwalan mundur , perencanaan dimulai pada hari kesepuluh
kemudian mundur perencanaan dapat dilakukan secara simultan, yaitu A pada
mesin 3 dan B pada mesin 2. secara berturut-turut A diproses mulai akhir hari ke
sepuluh mundur selama 1 hari pada mesin 3 kemudian 3 hari pada mesin 2 dan 2
hari pada mesin 1 sedangkan pekerjaan B diproses selam 1 hari pada mesin 2
kemudian ditunda sementara untuk memberikan prioritas kepada A untuk selesai
diproses pada mesin 2 baru dilanjutkan selama 1 hari lagi pada mesin yang sama,
kemudian 1 hari pada mesin 3 dan 3 hari pada mesin satu secara keseluruhan
jadwal menunjukkan bahwa A dimulai pada awal hari ke 5 sejak saat ini dan B
dimulai pada awal hari kedua sejak saat ini. Kedua pekerjaan selesai selesai tepat
pada saat due date.
3. Sequencing
Sequencing mencakup penentuan urutan pekerjaan yang diproses. Dalam
praktek, perbedaan ini mungkin tidak terlalu kelihatan, penjadwalan seringkali
sudah mencakup waktu dan urutan pekerjaan. Pengurutan menentukan urutan
pekerjaan yang harus dikerjakan pada suatu pusat kerja. Misalnya, terdapat 5 jenis
pekerjaan yang akan diproses. Pekerjaan mana yang harus dikerjakan lebih dulu,
21
apakah yang lebih dulu datang atau yang paling cepat selesai. Metode pengurutan
menentukan urutan pekerjaan yang dilakukan oleh suatu pusat kerja berdasarkan
aturan prioritas yang telah ditentukan.
Terdapat beberapa aturan dalam pengurutan, setiap urutan tentunya
mempunyai pengaruh yang berbeda, baik terhadap kecepatan selesainya pekerjaan
maupun terhadap faktor lainnya seperti tingkat rata-rata persediaan, biaya set-up
maupun rata-rata keterlambatan pekerjaan. Urutan yang dipilih tentu harus
disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.
Beberapa aturan prioritas yang umum sebagai berikut :
FCFS (First Come First Serve), pekerjaan yang datang lebih awal pada suatu
pusat kerja akan dikerjakan lebih dulu. Aturan ini banyak digunakan pada
bank, supermarket, kantor pos, dan sebagainya.
SPT (Shortest Processing Time), pekerjaan yang paling cepat selesainya
mendapat prioritas pertama untuk dikerjakan lebih dulu. Cara ini seringkali
diterapkan bagi perusahaan perakitan atau jasa.
EDD (Earliest Due Date), pekerjaan yang harus selesai paling awal dikerjakan
lebih dahulu.
Disamping ketiga aturan tersebut dikenal juga beberapa cara, antara lain critical
ratio dan least slack. Dalam critical ratio (CR) pekerjaan yang ratio antara Due
Date terhadap lama waktu kerja paling kecil mendapat prioritas lebih dulu. Dalam
least slack (LS) pekerjaan yang memiliki slack time terkecil mendapat prioritas
untuk dikerjakan terlebih dahulu.
Berikut ini beberapa terminologi yang dipakai :
Lama proses menunjukan waktu yang diperlukan untuk memproses pekerjaan
itu sampai selesai.
Waktu selesai menunjukkan total waktu suatu pekerjaan berada pada sistem.
Waktu selesai ini mencakup lama proses ditambah dengan waktu menunggu
sampai pekerjaan yang bersangkutan mendapat giliran diproses.
22
Jadwal selesai (Due Date) merupakan batas waktu yang diharapkan pekerjaan
yang bersangkutan telah selesai diproses (jatuh tempo), yaitu beberapa hari
sejak pekerjaan masuk kedalam sistem.
Keterlambatan menunjukkan jumlah hari keterlambatan dari batas yang
diharapkan selesai, yaitu perbedaan antara waktu sampai selesai dan jadwal
selesai.
Rata-rata waktu penyelesaian pekerjaan (Average Completion Time), dihitung
dari jumlah waktu selesai semua pekerjaan dibagi dengan jumlah pekerjaan.
Rata-rata waktu penyelesaian yang renggang dapat memperkecil jumlah
persediaan dalam proses yang pada akhirnya dapat mempercepat pelayanan.
Rata-rata waktu keterlambatan (Average Job Lateness), dihitung dari jumlah
keterlambatan dibagi dengan jumlah pekerjaan. Rata-rata keterlambatan yang
rendah menunjukkan waktu pengiriman (Delivery Time) yang lebih cepat.
Rata-rata jumlah pekerjaan pada sistem (pusat kerja) adalah rata-rata jumlah
pekerjaan dalam sistem (baik yang sedang menunggu maupun yang sedang
diproses) dari awal sampai pekerjaan terakhir selesai diproses. Rata-rata
jumlah pekerjaan yang sedikit menunjukkan sistem dalam keadaan longgar
(tidak penuh).
G. Studi Kasus
CV Maart memiliki lima pekerjaan yang akan diproses dengan menggunakan
suatu pusat kerja yang sama. Data waktu proses dan kapan pekerjaan yang
bersangkutan harus selesai ditunjukkan dalam table berikut ini. Diasumsikan
kedatangan pekerjaan secara berturut-turut adalah A, B,C, D, dan E.
Pekerjaan Lama Proses Jadwal Selesai
A 10 15
B 6 10
C 11 21
23
D 12 18
E 9 16
Pengurutan pekerjaan berdasarkan beberapa aturan prioritas dijelaskan dalam
Tabel 9.5 sampai dengan Tabel berikut ini.
Tabel Pengurutan Berdasarkan Metode FCFS
Urutan
Pekerjaan
(kedatangan)
Lama Proses Waktu Selesai Jadwal Selesai Keterlambatan
A 10 10 15 0
B 6 16 10 6
C 11 27 21 6
D 12 39 18 21
E 9 48 16 32
48 140 65
Rata-rata waktu penyelesaian pekerjaan = Jumlah Waktu Selesai = 140/5 =
28 hari
Jumlah Pekerjaan
Rata-rata waktu keterlambatan = Jumlah Keterlambatan = 65/5 =
13 hari
Jumlah Pekerjaan
Rata-rata jumlah pekerjaan dalam system = Jumlah Waktu Selesai = 140/48 =
2,91
Lama Proses
24
Tabel Pengurutan Berdasarkan Metode SPT
Urutan
PekerjaanLama Proses Waktu Selesai Jadwal Selesai Keterlambatan
B 6 6 10 0
E 9 15 16 0
A 10 25 15 10
C 11 36 21 15
D 12 48 18 30
48 130 55
Rata-rata waktu penyelesaian pekerjaan = Jumlah Waktu Selesai = 130/5 =
26 hari
Jumlah Pekerjaan
Rata-rata waktu keterlambatan = Jumlah Keterlambatan = 55/5 =
11 hari
Jumlah Pekerjaan
Rata-rata jumlah pekerjaan dalam system = Jumlah Waktu Selesai = 130/48 =
2,7
Lama Proses
25
Tabel Pengurutan Berdasarkan Metode EDD
Urutan
Pekerjaan
Lama Proses Waktu
Selesai
Jadwal
Selesai
Keterlambatan
B 6 6 10 0
A 10 16 15 1
E 9 25 16 9
D 12 37 18 19
C 11 48 21 27
48 132 56
Rata-rata waktu penyelesaian pekerjaan = Jumlah Waktu Selesai = 132/5=
26,4 hari
Jumlah pekerjaan
Rata-rata waktu keterlambatan = Jumlah Keterlambatan = 56/5 =
11,2 hari
Jumlah Pekerjaan
Rata-rata jumlah pekerjaan dalam system = Jumlah waktu Selesai =
132/48 = 2,75
Lama Proses Semua Pekerjaan
Dari hasil pengurutan tersebut, diketahui perbedaan yang ada dari
penggunaan aturan prioritas pengurutan. Dari ketiga aturan tersebut, SPT
memberikan rata-rata penyelesaian pekerjaan yang paling cepat dan rata-rata
keterlambatan yang paling rendah. Hal ini tidak terjadi secara kebetulan dalam
contoh ini, tetapi SPT memang selalu superior dibandingkan aturan prioritas
pengurutan yang lain. Kelemahan metode SPT adalah pekerjaan yang memiliki
waktu proses terlama akan ditempatkan pada urutan terakhir. Hal ini tentunya
dapat merugikan pemberi order yang bersangkutan apalagi kalau yang
bersangkutan sebetulnya datang lebih awal. Meskipun secara keseluruhan cara ini
26
menguntungkan perusahaan, karena semua pekerjaan akan selesai dalam waktu
yang lebih pendek.
Studi Kasus
Terdapat 6 pekerjaan yang akan diurutkan melalui operasi dua tahap, yaitu
melalui Pusat I lebih dulu kemudian dilanjutkan di Pusat II. Data waktu proses
dari masing-masing pekerjaan itu sebagai berikut.
Pekerjaan Waktu
Pusat I Pusat II
A 5 5
B 4 3
C 14 9
D 2 6
E 8 11
F 11 12
Dengan menggunakan aturan Johnson, penyelesaian pengurutan pekerjaannya
sebagai berikut.
a) Pekerjaan dengan waktu terpendek adalah D selama 2 jam pada Pusat I, maka
D ditempatkan di urutan pertama.
b) Pekerjaan dengan waktu terpendek berikutnya adalah B selama 3 jam pada
Pusat II, maka B ditempatkan di urutan terakhir, diperoleh :
D B
c) Pekerjaan dengan waktu terpendek berikutnya adalah A selama 5 jam, baik
pada Pusat I maupun Pusat II. Secara sembarang, pilih mengurutkannya ke
belakang sebelum B, diperoleh :
27
D A B
d) Pekerjaan dengan waktu terpendek berikutnya adalah E selama 8 jam pada
Pusat I, urutkan ke depan setelah D, diperoleh :
D E A B
e) Pekerjaan C mempunyai waktu terpendek berikutnya, yaitu 9 jam di Pusat II.
Oleh karena itu, C ditempatkan di urutan sebelum A. Tinggal satu pekerjaan
yang tersisa, yaitu F, tempatnya ada di urutan ketiga setelah E, sehingga
diperoleh :
D E F C A B
28
29