syok neurogenik
DESCRIPTION
medicalTRANSCRIPT
2.4. Syok Neurogenik
2.4.1 Definisi
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan keadaan yang terjadi
karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi
menyeluruh di daerah splangnikus sehingga aliran darah ke otak berkurang.
Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas,
terkejut, takut, atau nyeri hebat. Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan.
Setelah pasien dibaringkan, umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali
secara spontan. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa
takikardi atau vasokonstriksi perifer (Prince, 2006).
2.4.2 Etiologi (Prince, 2006).
1. Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
2. Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat
pada fraktur tulang.
3. Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi
spinal/lumbal.
4. Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
5. Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
2.4.3 Patofisiologi
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi
jaringan dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial
karena penurunan resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular
resistance). Sebagai tambahan, penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume
plasma sering terjadi dari penurunan venous tone, pengumpulan darah di
pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan intersisial karena
peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard primer
yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan
penurunan kurva fungsi ventrikel (Anderson, 1995).
Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran vaskuler dengan akibat
sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok neurogenik mengacu
pada hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik pada syok
neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit (Sudoyo,
2009).
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang
mengakibatkan vasodilatasi menyeluruh di regio splangnikus, sehingga perfusi ke
otak berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan
yang panas, terkejut, takut atau nyeri (Prince, 2006).
Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung
yang memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan
simpatis ke pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan
emosional (Prince, 2006).
Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali
neurogenik sfingter prekapiler dan menekan tonus vasomotor. Pasien dengan
nyeri hebat, stres emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena
mekanisme reflek yang tidak jelas yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak
efektif dan terjadi sinkop (Muhiman, 2004).
2.4.4 Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat
lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia (Mansjoer, 2001).
Gambar 1. Pemeriksaan fisik.
Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar,
barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam
arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna
kemerahan (Mansjoer, 2001)..
2.4.5 Penatalaksanaan
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasopressor
seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan
penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar
darah yang berkumpul ditempat tersebut (Muhiman, 2004).
Kemudian konsep dasar berikutnya adalah dengan penggunaan prinsip
A(airway) - B(breathing) - C(circulation) dan untuk selanjutnya dapat diikuti
dengan beberapa tindakan berikut yang dapat membantu untuk menjaga keadaan
tetap baik (life support), diantaranya (Prince, 2006; Sampurna, 2013):
a. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki (posisi
Trendelenburg).
b. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi
yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat
dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang
darurat jika terjadi distres respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga
dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan
oksigen dari otot-otot respirasi.
c. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang
cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk
menilai respon terhadap terapi.
d. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif (adrenergik,agonis alfa yang kontraindikasi bila ada perdarahan
seperti ruptur lien) (Muhiman, 2004) :
1. Dopamin
Merupakan obat pilihan pertama. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, berefek
serupa dengan norepinefrin. Dan jarang terjadi takikardi.
2. Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah.
Monitor terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika
norepinefrin gagal dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada
pemberian subkutan, diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per
infus. Obat ini merupakan obat yang terbaik karena pengaruh
vasokonstriksi perifernya lebih besar dari pengaruh terhadap jantung
(palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila tekanan darah sudah
normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita hamil, karena
dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
3. Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
dengan pengaruhnya terhadap jantung, sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik.
Perlu diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak
boleh diberikan pada pasien syok neurogenik.
4. Dobutamin
Berguna jika tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya
cardiac output. Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui
vasodilatasi perifer.
Gambar 2. Alur syok neurogenik
Pasien-pasien yang diketahui atau diduga mengalami syok neurogenik
harus diterapi sebagai hipovolemia. Pemasangan kateter untuk mengukur tekanan
vena sentral akan sangat membantu pada kasus-kasus syok yang meragukan
(Sudoyo, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
1. Anderson SP, Wilson LM. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Jilid 1 Edisi 4. Jakarta: EGC.
2. Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, jilid 1, edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius.
3. Muhiman, Muhardi, dkk. 2004. Anestesiologi. Jakarta: Bagian
anestesiologi dan terapi intensif FKUI.
4. Prince SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Vol 1 Edosi 6. Jakarta:EGC. Hal 641-644
5. Sampurna B, Purwadianto A. 2013. Kedaruratan Medik. Jakarta: Binampa
Aksara. Hal 49-60.
6. Sudoyo AW, et all. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V.
Jakarta: Internal Publishing. Hal 242-261