supervisi pendidikan

21
Bab 10 Akuntabilitas Pendidikan Dalam penjelasan UURI nomor 21 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, pada bagian umum dijelaskian bahwa pndidikan mempunyai misi salah 1 fungsi tersebut untuk meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global (UU no. 20 Tahun 2003). Di sekolah yang melakukan, akuntabilitas lembaga pendidikan secara yuridis formal adalah kepala sekolah. Akuntabilitas identik dengan pertanggungjawaban seseorang/ badan hukum kepada pihak-pihak yang berwenang. Lembaga administrasi Negara (2003) merumuskan bahwa akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerapkan kinerja dan tindakan seseorang/ badan hukum/ pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawab. A. Konsep Akuntabilitas Akuntabilitas diterapkan pada semua aspek pendidikan, yakni mulai dari penyusunan program program pengajaran sampai pada pengelolaan lembaga pendidikan (pertanggungjawaban lembaga dan pencapaian tujuan pendidikan). Corton (1976), mengemukakan ada 3 kunci akuntabilitas yakni: 1) Siapa yang bertanggungjawab.

Upload: amalia-betaliza

Post on 25-Jun-2015

1.536 views

Category:

Education


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Supervisi Pendidikan

Bab 10 Akuntabilitas Pendidikan

Dalam penjelasan UURI nomor 21 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional,

pada bagian umum dijelaskian bahwa pndidikan mempunyai misi salah 1 fungsi tersebut

untuk meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat

pembudayaan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan

standar nasional dan global (UU no. 20 Tahun 2003). Di sekolah yang melakukan,

akuntabilitas lembaga pendidikan secara yuridis formal adalah kepala sekolah.

Akuntabilitas identik dengan pertanggungjawaban seseorang/ badan hukum kepada

pihak-pihak yang berwenang. Lembaga administrasi Negara (2003) merumuskan bahwa

akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk

menjawab dan menerapkan kinerja dan tindakan seseorang/ badan hukum/ pimpinan kolektif

suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta

keterangan atau pertanggungjawab.

A. Konsep Akuntabilitas

Akuntabilitas diterapkan pada semua aspek pendidikan, yakni mulai dari

penyusunan program program pengajaran sampai pada pengelolaan lembaga

pendidikan (pertanggungjawaban lembaga dan pencapaian tujuan pendidikan).

Corton (1976), mengemukakan ada 3 kunci akuntabilitas yakni:

1) Siapa yang bertanggungjawab.

2) Tentang apa

3) Kepada siapa

Akuntabilitas pendidikan secara sederhana dapat diartika sebagai

pertanggungjawaban atas keberhasilan proses belajar dan perkembangan peserta didik

dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah diterapkan.

Dalam penyusunan pelaporan akuntabilitas yang tidak kalah pentingnya adalah

apabila ada 1 program yang gagal, maka perlu juga dilaporkan dan sekaligus

memberikan penjelasan mengapa sampai gagal.

1. Jenis-jenis Akuntabilitas

Dalam Depdikbud, 1983/1984 menjabarkan bahwa akuntabilitas pendidikan dapat

terbagi dalam 3 jenis :

Akuntabilitas keberhasilan

Page 2: Supervisi Pendidikan

Akuntabilitas Profesional

Akuntabilitas Sistem

2. Pelanggaran Terhadap Akuntabilitas Pendidikan

Suatu tindakan dalam bidang pendidikan dianggap menyimpang kalau

tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi kepentingan orang lain dan/ atau

kepentingan umum baik secara moril maupun materiil.

Halim (1982) membagi menjadi 14 kelompok, yakni :

1) Penekanan yang dilakukan oleh pengajar kepada siswanya.

2) Penekanan dari pengajar kepada siswanya untuk memenuhi kemauan

pengajar.

3) Perlakuan-perlakuan yang tidak wajar yang dilakukan oleh pengajar kepada

siswanya baik secara fisik maupun secara mental.

4) Pelaksanaan pengajaran dengan member isi dan metode yang bermutu rendah

yang hampir tidak ada manfaatnya bagi siswa, bahkan dapat

membahayakannya.

5) Pencurian, pemalsuan atau pembajakankarya ilmiah orang lain dalam bentuk

apapun baik seluruhnya atau sebagian.

6) Penipuan atau pengakuan palsu dari seseorang mengenai jabatan dan/atau

hasil karya tertentu dengan maksud agar dipercaya orang lain sehinggar dapat

memperoleh sesuatu yang sebenarnya bukan haknya.

7) Pencemaran nama baik atau wibawa suatu lembaga formal melalui perbuatan

tidak layak yang dilakukan dengan melibatkan orang dalam lembaga itu.

8) Berbagai pemborosan rahasia yang merusak objektifitas nilai serta mutu

pendidikan dan pengajaran.

9) Penyalahgunaan jabatan dalam bentuk manifestasinya merugikan kepentingan

umum dan merusak kewibawaan lembaga pendidikan yang bersangkutan.

10) Penyelewengan dan penyalahgunaan beasiswa.

11) Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang menyimpang dari

kebenaran umum tanpa dapat dipertanggungjawabkan oleh pengajar yang

bersangkutan serta berakibat buruknya bagi siswa.

12) Penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran yang menyimpang dari nilai-nilai

kesopanan, kesusilaan, hokum dan ketertiban umum.

13) Berbagai tindakan pengacauan terhadap situasi dan kondisi yang normal untuk

penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran.

Page 3: Supervisi Pendidikan

14) Tindakan-tindakan pengancaman, penggeseran, pemojokan, pemfitnahan,

penghalang-halangan dan sejenisnya terhadap pihak yang sunggunh-sungguh

ingin mengusut/membongkar/menindak setiap pelaku tindak pidana

pendidikan.

B. Peranan Kepala Sekolah dalam Melaksanakan Akuntabilitas Lembaga

Pendidikan

Dalam Depdikbud (1997), dijelaskan kepala sekolah memiliki tanggungjawab

terhadap penyelenggaraan sekolah. Kepala sekolah bertanggung jawab atas :

1) Penyelenggaraan program kerja sekolah

2) Pembinaan kesiswaan

3) Pelaksanaan bimbingan dan penilaian bagi guru dan tenaga kependidikan lainya

4) Penyelenggaraan administrasi sekolah, melihat administrasi ketenagaan,

keuangan, kesiswaan, perlengkapan dan kurikulum

5) Pelaksanaan hubungan sekolah dengan lingkungan dan/atau masyarakat

Dalam Depdikbud (1999/2000) di jelaskan secara rinci 7 komponen peran

kepala sekolah, yaitu kepala sekolah sebagai pendidik, manajer, pengelola

administrasi, penyelia, pemimpin, pembaru, dan pendorong. Dan dalam melaksanakan

tugas tersebut, kepala sekolah membuat laporan kegiatan secara periodik sebagai

wujud dari akuntabilitas lembagapandidikan yang dikelolanya atau di bawah

wewenangnya.

C. Peran Komite Sekolah

Komite sekolah dibentuk di setiap sekolah sebagai hasil dari SK Menteri No.

202 untuk desentralisasi. Komite diharapkan bekerjasama dengan kepala sekolah

sebagi partner untuk mengembangkan kualitas sekolah dengan menggunakan konsep

manajemen berbasis sekolah dan masyarakat yang demokratis, transparan, dan

akuntabel. UU pendidikan bulan Juni 2003 (pasal 56) memberikan kepada komite

sekolah dan madrasah peran untuk meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan

melalui nasihat, pengarahan, bantuan personalia, material dan fasilitas maupun

pengawasan pendidikan.

Suryadi (2005) menjelaskan bahwa terdapat beberapa pokok pikiran yang

disampaikan pada sosialisasi Dewen Sekolah dan Komite Sekolah, Yaitu :

1) Penyusunan rencana dan program

Page 4: Supervisi Pendidikan

2) Penyusunan Rancangan Anggaran Pendapata dan Belajar Sekolah (RAPBS)

3) Pelaksanaan program pendidikan

4) Akuntabilitas pendidikan

D. Pengelolaan Keuangan Sekolah

Menurut Mulyasa (2005), dalam pengelolaan keuangan sekolah terdapat 3

komponen :

1. Uang dan Pendidikian, kaitannya dalam besar alokasi uang untuk pendidikan

Merupakan tugas dan tanggungjawab dari administrasi sekolah, sebagai berikut :

a. Perencanaan anggaran dan

financial

b. Pengaturan pemasokan

c. Perencanaan dan

peningkatan fasilitas

sekolah

d. Hubungan dengan

masyarakat

e. Pengaturan pegawai

f. Penataran

g. Pelaksanaan rencana

h. Transportasi

i. Layanan makanan

j. Keuangan dan laporan

k. Manajemen kantor

2. Pengembangan Rencana Anggaran Belanja Sekolah (RAPBS)

Proses pengembangan RAPBS menempuh langkah-langkah pendekatan dengan

proseduran sebagai berikut :

a. Pada tingkat kelompok kerja

b. Pada tingkat kerjasama dengan komite sekolah

3. Sosialisasi dan Legalitas

Setelah RAPBS dibicarakan dengan komite sekolah selanjutnya disosialisasikan

kepada berbagai pihak. Pada tahap ini kelompok kerja melakukan konsultasi

dalam laporan kepada pihak pengawas serta mengajukan usulan RAPBS kepada

kantor inspeksi pendidikan untuk mendapat pertimbangan dan pengesahan.

E. Hubungan antara Sekolah dengan Sekolah yang Efektif

Page 5: Supervisi Pendidikan

Depdiknas (2000), menyatakan bahwa pada umumnya sekolah yang efektif memiliki

sejumlah karakteristik proses sebagai berikut :

1. Proses belajar-mengajar yang efektifitasnya tinggi

2. Kepemimpinan sekolah yang kuat

3. Lingkunagn sekolah yang aman dan tertib

4. Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif

5. Sekolah memiliki budaya mutu

6. Sekolah memiliki teamwork yang kompak, cerdas, dan dinamis

7. Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian)

8. Partisipasi yang tinggi dari warga dan masyarakat

9. Sekolah memiliki keterbukaan (transparasi) manajemen

10. Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (Psikologis dan fisik)

11. Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan

12. Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan

13. Memiliki komunikasi yang baik

14. Sekolah memiliki akuntabilitas

15. Sekolah memiliki kemampuan manajemen sustainabilitas

Bab 11 Kepala Sekolah dan MPMBS

Page 6: Supervisi Pendidikan

A. Pola Manajemen

Pada dasarnya definisi manajemen dapat didefinisikan suatu aktifitas

mengelola organisasi atau kelompok manusia dalam menggerakkan komponen-

komponennya demi tercapainya tujuan yang hendak dicapai secara efektif dan efisien.

Kepala sekolah adalah seorang pemimpin sekolah dan merupakan orang

terpenting di suatu sekolah. Dari berbagai peneliti dan pengamatan tidak formal

diketahui bahwa kepala sekolah merupakan kunci bagi pengembangan dan

peningkatan suatu sekolah. Indicator keberhasilan sekolah adalah kalau sekolah

berfungsi dengan baik.

B. Manajemen Berbasis Sekolah

Seiring dengan berlakunya UU RI no. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan

daerah (otonomi daerah) dan bukti-bukti empiris tentang kurang efektif dan efisiennya

manajemen berbasis pusat, maka dekdiknas melalui, perubahan dan penyesuaian,

salah 1 diantaranya melalui pergeseran pendekatan manajemen, yaitu Manajemen

Berbasis Pusat manjadi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

1. Pola Manajemen Berbasis Sekolah

Dapat dikemukakan bahwa otonomi dapat diartikan sebagai kemandirian. Dengan

demikian otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengurus dan

mengatur kepentingan semua warga sekolah menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi warga sekolah sesuai peraturan dan perundangan pendidikan nasional

yang berlaku.

Berikut adala dimensi-dimensi perubahan pola manajemen pendidikan

Pola Lama Menuju Pola Baru

Subordinasi

Pengambilan keputusan

terpusat

Ruang gerak kaku

Pendekatan birokratis

Sentralistik

Diatur

Over regulasi

Mengental

Otonomi

Pengambilan keputusan

partisipatif

Ruang gerak luwes

Pendekatan professional

Desentralistik

Motivasi diri

Deregulasi

Mempengaruhi

Page 7: Supervisi Pendidikan

Mengareahkan

Menghindari resiko

Menggunakan uang seenaknya

Individu tercerdas

Informasi terpribadi

Pendelegasian

Organisasi hierarki

Memfasilitasi

Mengelola resiko

Menggunakan uang efisien

Team Work ce4rdas

Informasi terbagi

Pemberdayaan

Organisasi datar

Dari tabel di atas dapat disimpulkan sebaga berikut :

1) Pada pola lama tugas dan fungsi sekolah lebih pada melaksanakan program

daripada mengambil inisiatif untuk merumuskan dan melaksanakan program

peningkatan mutu yang dibuat sendiri oleh sekolah.

2) Pada pola baru sekolah memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolaan

lembaganya, pengambilan keputusan dilakukan secara partisipatif, dan

partisipasi masyarakat menjadi semakin besar. Sekolah menjadi lebih luwes

dalam mengelola lembaganya, pendekatan profesionalisme lebih diutamakan

daripada pendekatan birokratis, pengelolaan sekolah lebih desentralisasi,

perubahan sekolah lebih didorong motivasi diri daripada diatur dari luar,

regulasi pendidikan lebih sederhana, peranan pusat lebih bergeser dari

mengontrol memengaruhi dan dari mengarahkan menjadi memfasilitasi dari

menghindari resiko menjadi mengelola resiko, penggunaan uang menjadi lebih

efisien.

2. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah

Menurut dekdiknas (2001), Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan

bentuk alternative yang dapat diartikan sebagai pengkoordinasian dan penyerasian

sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan

semua kelompok kepentingan yang berkaitan dengan sekolah. MBS juga

bertujuan memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian

wewenang, keluwesan dari sumber daya untuk meningkatkan mutu sekolah.

C. Kepala Sekolah dalam Era MPMBS

Page 8: Supervisi Pendidikan

Pada hakikatnya peran kepala sekolah dalam era MPMBS dapat dirinci sebagai

berikut :

1. Memiliki masukan manajemen yang lengkap dan jelas yang ditampilkan oleh

kelengkapan administrasi serta kejelasan dalam tugas, rencana ketentuan/ limitasi

pengendalian, dan dapat memberikan kesan yang baik bagi anak buahnya.

2. Memahami, menghayati, dan melaksanakan pernnya sebagi manajer, pemimpin,

pendidik, penyelia, pencipta iklim kerja, pengurus/ administrator, pembaru, dan

pembangkit motivasi.

3. Mampu menciptakan tantangan kinerjanya berangkat dari sinilah, kemudian

merumuskan sasaran apa yang akan dicapai oleh sekolah, melanjutkan dengan

melakukan analisis SWOT, dan berupaya mencari langkah-langkah pencegahnya.

4. Menciptakan Team Work yang kompang/kohesif dan cerdas, serta menciptakan

koneksi dan saling ketergantungan antar fungsi dan antar warganya sehingga

membentuk suatu system yang utuh dan benar yang dapat menjamin kepastian dan

kebermanfaatan hasilnya.

5. Mampu menciptakan situasi dan menumbuhkan kreatifitas dan memberikan

peluang kepada warganya untuk melakukan eksperimentasi dalam rangka mencari

penemuan-penemuan baru walaupun kurang akurat atau salah sehingga kepala

sekolah mendorong warganya untuk mengambil resiko dan dilindungi apabila

hasilnya salah.

6. Mampu dan sanggup menciptakan sekolah sebagai tempat belajar. Suatu lembaga

pendidikan atau sekolah perlu penataan.

7. Mampu dan mempunyai kesanggupan untuk melaksanakan manajemen berbasis

sekolah sebagai konsekuensi logis dari pergeseran kebijakan manajemen dari

kebijakan manajemen pusat menjadi manajemen berbasis sekolah.

8. Mampu memutuskan perhatian terhadap pengelolaan proses belajar-mengajar

sebagai kegiatan utamanya karena kegiatan-kegiatan lainnya dipandang sebagai

kegiatan pendukung/penunjang proses belajar-mengajar.

9. Sangup dan mampu memberdayakan sekolahnya, terutama sumber daya manusia

melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan kemandirian sehingga nantinya

komitmen yang tinggi dari warganya terhadap visi dan misi sekolah, tingkat

kemandirian tinggi dan tingkat ketergantungan rendah, bersifat adaptif dan

proaktif.

D. Kinerja Kepala Sekolah

Page 9: Supervisi Pendidikan

1. Kinerja

Dapat didefinisikan sebagai keberhasilan seseorang dalam melaksanakan tugas

dan kewajibannya menurut ukuran yang berlaku dan ditetapkan untuk pekerjaan

yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa kinerja kepala

sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan

kewajibannya menurut ukuran yang berlaku serta ketetapan pekerjaan yang

bersangkutan.

2. Faktor-faktor yang Menentukan Tingkat Kinerja Kepala Sekolah

Menurut Depdiknas (2000), kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah 1

faktor yang mendorong kepala sekolah untuk mewujudkan visi, misi, tujuan, dan

sasaran sekolahnya. Pada dasarnya kepala sekolah memiliki tugas dan fungsi yang

sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya proses persekolahan.

Faktor-faktor yang menentukan tingkat kinerja kepala sekolah, antara lain

lingkungan, perilaku manajemen, desain jabatan, penilaian kerja, umpan balik,

dan administrasi.

Kinerja kepala sekolah dalam hal ini mempunyai beberapa aspek, Yaitu :

a. Rencana Program Pengembangan Sekolah

Dalam Depdikbud (1998), rencana program pengembangan sekolah

merupakan rencana yang komprehensif untuk mengoptimalkan dan

memanfaatkan segala sumber daya yang ada sehingga mampu mencapai

tujuan yang diinginkan di masa yang akan datang.

b. Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB)

Dalam penyusunan rencana anggaran ada 3 bagian pokok anggaran , yaitu :

1) Target penerimaan

2) Rencana pengeluaran

3) Sumber dana lainnya (Sisa dana periode sebelumnya)

Adapun langkah-langkah dalam penyusunan anggaran adalah :

1) Menginventarisasi rencana yang akan dilaksanakan

2) Menyusun rencana berdasarkan skala prioritas pelaksanaannya

3) Menentukan program kerja dan rincian program kerja

4) Menetapkan kebutuhan untuk pelaksanaan rincian program kerja

5) Menghitung dana yang dibutuhkan

Page 10: Supervisi Pendidikan

6) Menentukan sumber dana yang membiayai rencana

c. Pengambilan Keputusan Partisipatif

Menurut Depdiknas (2001) pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu

cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka

dan demokratis. Dalam keputusan tersebut warga sekolah, yaitu guru, siswa,

karyawan, orang tua siswa, komite sekolah menyusun dan didorong untuk

terlibat langsung dalam proses pengambiloan keputusan yang akan

berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah.

d. Kemandirian

Sekolah memiliki kemandirian untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya

sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang

tidak selalu menggantungkan pada atasan untuk menjadi mandiri, sekolah

harus memiliki sumber daya yang cakap untuk menjalankan tugasnya.

e. Keterbukaan

Sekolah memiliki keterbukaan manajemen. Keterbukaan dalam pengeloloaan

sekolah merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan Manajemen

Berbasis Sekolah (MBS). Keterbukaan di tunjukkan dalam pengambiloan

keputusan, perencanaan dan pelaksanaan tugas atau kegiatan, penggunaan

uang dsb.

f. Akuntabilitas

Akuntabilitas adalah suatu kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban

atas tindakan seseorang, badan hokum atau pimpinan kolektif suatu organisasi

kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan

atau pertanggungjawaban.

g. Kerjasama

Menurut Depdiknas (2001) output sekolah merupakan hasil kolektif warga

sekolah sehingga budayaq kerjasama antar omponen dalam sekolah dengan

pihak luar sekolah merupakan factor kunci keberhasilan peloaksanaan MBS.

Bab 12 Kepala Sekolah dan Supervisi Pengajaran

Page 11: Supervisi Pendidikan

A. Mutu Pendidikan dan Supervisi Pengajaran

Paradigm baru mengenai pendidikan tinggi terdiri atas akreditasi,

akuntabilitas, evaluasi, otonomi, dan mutu. Kelima paradigm baru tersebut ,

hakikatnya terkait 1 sama lain. Untuk itu, sebaiknya dijadikan acuan dalam proses

peningkatan mutu pendidikan.

Pada dasarnya, permasalahan pendidikan yang diidentifikasikan (Depdikbud

1983) sebagai berikut :

1. Masalah Kuantitatif, masalah yang timbul sebagai hubungan akibat antara

pertumbuhan system pendidikan pada 1 pihak dan pertumbuhan penduduk

Indonesia pada pihak yang lain

2. Masalah Kualitatif, berkaitan dengan bagaimana peningkatan kualitas sumber

daya manusia dan bangsa Indonesia dapat mempertahankan eksistensinya.

Tercangkup pula masalah ketertinggalan bangsa Indonesia dan perkembangan

modern.

3. Masalah Relevansi, masalah yang timbul dari hubungan antara system

pendidikan dan pembangunan nasional serta antara kepentingan perorangan,

keluarga, masyarakat, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

4. Masalah Efisiensi, masalah pengelolaan pendidikan nasional. Adanya

keterbatasan dana dan daya manusia sungguh memerlukan system pengelolaan

yang efisien dan terpadu. Yang tercangkup antara unsur dan unit secara

keseluruhan.

5. Masalah Efektifitas, manyangkut keampuhan pelaksanaan pendidikan nasional.

Daloam hubungan dengan permasalahan keseimbangan yang dinamis antara

kualitas dan kuantitas, efektivitas proses pendidikan juga penting.

B. Mutu Tenaga Kependidikan

Peningkatan mutu pendidikan merupakan tugas yang tidak mudah kaena

dipengaruhi oleh beberapa factor, dalam hal ini lebih difokuskan pada mutu guru yang

merupakan factor yang paling konsisten dan kuat dalam mempengaruhi mutu

pendidikan.

Page 12: Supervisi Pendidikan

Dalam meningkatkan kemampuan guru diperoleh kesimpulan bahwa guru

yang bermutu diukur dengan 4 faktor utama, yakni :

1) Kemapuan professional. Terdiri atas kemampuan intelegensi, sikap dan

prestasi dalam bekerja.

2) Upaya professional. Merupakan upaya seorang guru dalam

menteransformasikan kemampuan professional yang dimiliki kedalam proses

belajar-mengajar.

3) Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan professional. Menunjukkan intensitas

waktu yang dipergunakan oleh seorang guru untuk tugas-tugas profesionalnya.

4) Kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya. Factor yang mempengaruhi

kemampuan profesional seorang guru.

C. Konsep Dasar Supervisi Pengajaran di Sekolah Dasar

Mengkaji tugas-tugas supervise pengajaran tersebut, dapat ditelaah dari tujuan

supervise pengajaran itu sendiri. Sesuai dengan fungsi pokok supervise, yaitu

memperbaiki dan mengembangkan situasi belajar mengajar dalam rangka mencapai

tujuan pendidikan nasional. Maka tujuan supervise nasional mencangkup tujuan

dasar, umum, dan khusus.

Berdasarkan penjabaran di atas dapat di kemukakan bahwa untuk

meningkatkan kualitas belajar-mengajar guru merupakan factor sentral yang perlu

mendapat perhatian secara optimal. Adapun media untuk meningkatkan

profesionalisme guru melalui supervise.

D. Profesionalisme Guru Seolah Dasar

Dalam kurikulum Sekolah Dasar 1975, garis-garis besar program pengajaran

buku 3 D Pedoman Administrasi dan Supervisi dijelaskan bahwa sikap professional

hanya dilihat dari moral kerja guru.. moral kerja ialah reaksi mental (emosi) guru

dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang disertahkan padanya. Dari reaksi

mental guru terhadap tugas yang diserahkan kepadanya dapat dilihat secara nyata

professional guru. Hal tersebut dapat diukur melalui penilaian segi-segi kegiatan,

yakni berkaitan dengan kehadiran guru, tugas mengajar, dan hubungan kerjasama.

Page 13: Supervisi Pendidikan

E. Pendekatan Profesionalisme

Menurut Danim (2002), dalam konteks profesionalisasi istilah profesi dapat

dijelaskan dengan 3 pendekatan :

1. Pendekatan Karakteristik, yang memandang bahwa profesi mempunyai

seperangkat elemen inti yang membedakannya dari pekerjaan yang lain.

Karakteristik profesi tersebut dapat di bagi menjadi :

a. Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan.

b. Memiliki pengetahuan spesialisasi.

c. Memiliki pengetahuan praktis yang dapat dipergunakan langsung oleh

orang lain/klien (bersifat aplikatif).

d. Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan (communicable).

e. Memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri (self

organization).

f. Mementingkan kepentingan orang lain (altruism).

g. Memiliki kode etik.

2. Pendekatan Institusional, memandang profesi dari segi proses institusional atau

perkembangan asosiasional, mengemukakan 5 langkah :

a. Merumuskan suatu pekerjaan yang penuh waktu/ full time, bukan

pekerjaan sambilan.

b. Menetapkan sekolah sebagai tempat menjalani proses pendidikan/

pelatihan.

c. Mendirikan asosiasi profesi.

d. Melakukan agitasi secara politis untuk memperjuangkan adanya

perlindungan hokum terhadap asosiasi/ perhimpunan tersebut.

e. Mengadopsi secara formal kode etik yang ditetapkan

3. Pendekatan Legalistik, pendekatan yang menekankan adanya pengakuan atas

suatu profesi oleh suatu Negara/ pemerintahan

Page 14: Supervisi Pendidikan

F. Peranan Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan

Menurut suparno (2002) Kepemimpinan seorang kepala sekolah mencangkup

cara-cara dan usahanya dalam memengaruhi, mendorong, membimbing, serta

menggerakkan guru, staf, siswa, dan orang tua siswa demi tercapainya tujuan sekolah.

Segala cara tersebut mengharuskan seorang kepala sekolah menguasai :

a. Tujuan pendidikan sekolah yang dipimpinnya

b. Pengetahuan yang cukup mengenai bidangnya dan medan tugas yang ada di

bawah pimpinannya

c. Ketrampilan professional meliputi ketrampilan teknis, relasi kemanusiaan, dan

ketrampilan konseptual.