suku kaur

21
SUKU KAUR (Provinsi Bengkulu) 1. Asal Usul Suku Kaur Penduduk Kaur terbentuk dari orang-orang yang berasal dari dataran tinggi Perbukitan Barisan, yaitu orang Rejang dan orang Pasemah (Palembang), orang Lampung, dan orang Minangkabau. Minangkabau yang masuk melalui Indrapura masuk sampai ke daerah Kaur (Bengkulu). Di sini mereka bercampur dengan kelompok lain yang berasal dari Palembang, sehingga membentuk suatu identitas baru, yaitu orang Kaur. Misalnya, di Marga Muara Nasal (Kaur) sebagian penduduknya berasal dari Minangkabau. Menurut cerita rakyat, daerah pesisir pantai ini mulanya dihuni oleh suku Buai Harung (Waij Harung) dari landschap Haji (Karesidenan Palembang). Sejak sekitar abad ke-18, mereka mendirikan kolonisasi pertama di muara sungai Sambat yang selanjutnya berkembang sampai ke Muara Nasal. Akan tetapi, pada saat daerah itu diambil alih oleh orang-orang dari Pagaruyung yang masuk melalui Indrapura, sebagian dari mereka terdesak ke Lampung. 1

Upload: k4v3l4

Post on 21-Nov-2015

188 views

Category:

Documents


30 download

DESCRIPTION

berisi tentang makalah suku kaur beserta seluk beluknya

TRANSCRIPT

SUKU KAUR

(Provinsi Bengkulu)

1. Asal Usul Suku Kaur

Penduduk Kaur terbentuk dari orang-orang yang berasal dari dataran tinggi Perbukitan Barisan, yaitu orang Rejang dan orang Pasemah (Palembang), orang Lampung, dan orang Minangkabau. Minangkabau yang masuk melalui Indrapura masuk sampai ke daerah Kaur (Bengkulu). Di sini mereka bercampur dengan kelompok lain yang berasal dari Palembang, sehingga membentuk suatu identitas baru, yaitu orang Kaur. Misalnya, di Marga Muara Nasal (Kaur) sebagian penduduknya berasal dari Minangkabau. Menurut cerita rakyat, daerah pesisir pantai ini mulanya dihuni oleh suku Buai Harung (Waij Harung) dari landschap Haji (Karesidenan Palembang). Sejak sekitar abad ke-18, mereka mendirikan kolonisasi pertama di muara sungai Sambat yang selanjutnya berkembang sampai ke Muara Nasal. Akan tetapi, pada saat daerah itu diambil alih oleh orang-orang dari Pagaruyung yang masuk melalui Indrapura, sebagian dari mereka terdesak ke Lampung. Mereka bercampur dengan penduduk setempat sehingga dikenal sebagai orang Abung.

Sebagian lain suku Buai Harung bercampur dengan orang Minangkabau dan menjadi orang Kaur. Penduduk yang bermukim di Kaur juga merupakan percampuran antara orang dari sekitar Bengkulu dengan orang Pasemah. Misalnya, di dusun Muara Kinal (Marga Semidang), keberadaan penduduk dimulai dengan berdirinya pemukiman orang-orang dari sekitar Bengkulu (onderafdeeling Bengkulu). Pemukiman ini bergabung dengan pemukiman orang Gumai yang berasal dari Pasemah Lebar dan menjadi satu marga, yaitu marga Semidang Gumai.Pergerakan penduduk dari daerah sekitar menuju Bengkulu terus terjadi sampai sekitar abad ke-19, yaitu percampuran orang Pasemah dan orang Kaur yang dimulai dari kedatangan orang Pasemah yang mendirikan pemukiman di hulu sungai Air Tetap (Marga Ulu Tetap). Selanjutnya, mereka bergabung dengan orang Kaur yang bermukim di Marga Muara Tetap, dan gabungan dua marga ini menjadi Marga Tetap.

Di Kaur terdapat juga orang-orang dari daerah Semendo Darat dari Dataran Tinggi Palembang (Marga-marga Sindang Danau, Sungai Aro, dan Muara Sabung). Mereka bertempat tinggal di Muara Nasal, sekitar 15 km ke arah mudik dari Sungai Nasal, dan bernama Marga Ulu Nasal. Penduduk Marga Ulu Nasal terbentuk dari campuran orang-orang dari daerah Semendo Darat dan Mekakau (Palembang). Kemudian di daerah Manna terdapat orang Serawai, yang menurut legenda berasal dari Pasemah Lebar (Pagar Alam). Mereka berpindah dan bermukim di dusun Hulu Alas, Hulu Manna, Padang Guci, dan Ulu Kinal (daerah Manna). Daerah pantai Lais mendapatkan tambahan penduduk yang berasal dari Minangkabau. Kedatangan mereka diperkirakan berkaitan dengan kedatangan pangeran dari Minangkabau ke daerah orang Rejang dan mereka menjadi cikal bakal Kerajaan Sungai Lemau. Selain itu, di daerah pantai juga terdapat orang Melayu, mereka memiliki daerah pemukiman sendiri yang disebut dengan pasar dan dipimpin oleh seorang datuk.

Di daerah pesisir orang Melayu juga bercampur dengan orang Rejang sehingga pemukiman-pemukiman orang Melayu ini masuk dalam pemerintahan marga. Meskipun demikian, dusun-dusun tersebut tetap dengan sebutannya pasar, seperti pasar Seblat, pasar Kerkap dan di pimpin oleh seorang datuk, tetapi dusun-dusun tersebut adalah bagian dari pemerintahan marga. Orang Rejang, orang Pasemah, orang Minangkabau, dan orang Lampung selanjutnya terikat dalam satu kesatuan wilayah, yaitu Keresidenan Bengkulu. Mereka tersebar di daerah-daerah Bengkulu sebagai berikut: 1). Kelompok orang Rejang sebagian besar bermukim di daerah Rejang dan Lebong, dan sebagian lain berada di pesisir pantai bagian sebelah Barat dari Bukit Barisan, Lembak Beliti di Selatan, Seblat dan sampai ke Sungai Ipuh di sebelah Utara. 2). Kelompok Orang Pasemah atau Midden Maleiers yang dapat dibedakan menjadi: (a).Orang Pasemah bermukim di bagian hulu sungai Manna, Air Kinal, dan Air Tello, dan di daerah aliran sungai Kedurang, dan sungai Padang Guci.

(b)Orang Serawai berada di daerah Manna, Bengkulu-Seluma, dan Rejang.

(c) Orang Semendo berada di daerah muara sungai Sungai Luas (Kaur)

(d) Orang Mekakau bermukim di hulu Air Nasal (Kaur) dan di marga Way Tenong (Krui).

(d) Orang Kaur bertempat tinggal di pesisir pantai daerah Kaur

(e)Orang Lampung bertempat tinggal di marga Way Tenong, sebagian besar daerah Krui, dan di aliran sungai Nasal (Kaur).

2. Suku Kaur

Suku Kaur adalah suatu kelompok masyarakat yang berada di provinsi Bengkulu, tersebar di beberapa daerah di Bintuhan kecamatan Kaur Selatan, Tanjungiman kecamatan Kaur Tengah, Padangguci kecamatan Kaur Utara dan di pesisir pantai sebelah barat Sumatra.

Wilayah pemukiman suku Kaur berdampingan dengan pemukiman suku Serawai dan suku Pasemah, yang juga telah lama bermukim di wilayah tersebut.

Adat istiadat suku Kaur termasuk adat yang kaku, salah satunya aturan tidak memperbolehkan menikah orang dari suku lain. Tetapi diperbolehkan menikah dengan suku Kaur dari desa lain. Pernikahan hanya bisa terjadi sesudah perayaan Panen Padi. Usia pernikahan umumnya 20 tahun untuk pria dan 15 - 16 tahun untuk perempuan. Jika mempelai laki-laki ingin mempelai perempuannya tinggal bersama keluarga mempelai laki-laki, dia harus membayar keluarga mempelai perempuan sebesar Rp. 50.000, dan jika mempelai laki-laki harus tinggal di rumah mempelai perempuan, orang tua mempelai perempuan hanya diwajibkan memberikan kenang-kenangan kepada pihak laki-laki.

3. Bahasa dan Keturunan Suku Kaur

Bahasa yang diucapkan oleh suku Kaur adalah bahasa Kaur, yang digolongkan ke dalam rumpun bahasa Melayu Tengah. Bahasa Kaur sendiri diperkirakan lebih tua daripada bahasa Melayu.

Mereka termasuk suku yang memiliki banyak keturunan, pada masa lalu rata-rata dalam setiap pernikahan menghasilkan 13 anak dalam tiap keluarga, tetapi saat ini mereka telah memiliki kesadaran, sehingga saat ini paling banyak hanya memiliki 3 anak. Suatu keunikan yang terdapat pada masyarakat suku Kaur, adalah para wanitanya tidak perduli menyusui bayinya di depan umum, terutama pada masyarakat suku Kaur di desa Gedung Sako Senahak. Rumah pemukiman suku Kaur, saat ini telah terbuat dari batu (semen dan batu bata/bataco) dan beratap seng. Uniknya rumah-rumah suku Kaur ini semuanya diberi warna cat biru dan putih. Perapian biasanya digunakan untuk memasak dan sumur terlihat dihalaman belakang, demikian, juga ayam, bebek dan sapi terlihat berlarian di sekitar tempat itu. "gotong royong" dan pelayanan masyarakat dilakukan di desa ini. Mereka suka memberikan pertolongan kepada siapapun termasuk membantu pada masa panen.4. Agama Suku kaur

Masyarakat suku Kaur pada umumnya secara mayoritas memeluk agama Islam. Mereka adalah penganut agama Islam yang taat. Sehingga pada beberapa adat kebudayaan mereka dipengaruhi oleh budaya Islam. Generasi muda mereka pada umumnya bersekolah di sekolah Islam (madrasah).

5. Mata pencaharian Suku Kaur

Suku Kaur bermata pencaharian pada tanaman padi sawah. Selain itu mereka juga menanam cengkeh dan ladanya yang sudah terkenal sampai ke daerah lain. Mereka memelihara ternak untuk mendapatkan penghasilan tambahan, menangkap ikan dan berdagang. Laki-laki bekerja di ladang sementara perempuan mengurus rumah tangga. Biasanya, sesudah panen padi, mereka menanam buah-buahan seperti durian dan mangga.

6. Pernikahan

Orang Kaur tidak diperbolehkan menikahi orang dari marga lain, tetapi bisa menikah dengan orang Kaur dari desa lain. Pernikahan hanya bisa terjadi sesudah perayaan panen padi. Usia pernikahan umumnya 20 tahun untuk laki-laki, dan 15-16 tahun untuk perempuan. Jika mempelai laki-laki ingin mempelai wanitanya tinggal bersama keluarga mempelai laki-laki, si laki-laki harus membayar keluarga mempelai wanita (uang antaran). Jika mempelai laki-laki tinggal di rumah mempelai perempuan, orang tua mempelai perempuan hanya diwajibkan memberikan kenang-kenangan kepada pihak laki-laki. 7. Makanan Khas Suku Kaur

Gulai Ikan Meale, makanan khas Kaur,

- Ikan Meale itulah nama ikan yang hidup di karang-karangan di laut dangkal Kabupaten Kaur. Ikan ini bentuknya sangat unik yakni warna dibadan ikan seperti tulisan arab. Dan ikan ini banyak terdapat di laut Kabupaten Kaur.

Ikan ini tidak besar ukuran lebar kira-kita paling besar itu sejengkal orang dewasa.

Ikan jenis ini termasuk ikan mahal di Kaur, karena selain banyak diminati juga ikan ini ditangkap dengan cara menyelam dan memanah dengan alat tradisional, jadi tidak semua orang bisa menangkap ikan ini. Dan butuh keahlian menyelam dan memanah. Dan ikan ini memakan rumput laut sehingga mempunyai banyak protein didalamnya. Ikan dimasak dengan santan, tapi tidak terlalu kental pembaca. Dengan bumbu yang digiling cara tradisional ini menambah rasa dan aroma yang sangat sedap, ikan digulai dengan sedikit rasa asam karena diberikan belimbing tunjuk atau tomat.

8. Tempat Wisata Disuku Kaur

Kondisi-Kondisi Muara Pantai Sambat. Provinsi Kaur, Kaur Daerah adalah terkenal untuk wisatawan obyek nya pantai indah, tetapi tidak semua atraksi menarik pengunjung. Salah satu dari atraksi yang adalah lebih sedikit diinginkan Muara pantai Sambat, Desa/Kampung baru menempatkan Sedaya Daerah Selatan Kaur. Ketika dalam kaitan dengan dipandang kecantikan adalah yang sangat menarik Sambat Muara Pantai, yang hanya lebih sedikit perhatian dari pemerintah yang lokal. turisme di pantai Kaur Daerah mempunyai nilai tinggi, sebab itu masih sangat alami, tetapi promosi yang lebih kurang dari pemerintah lokal. hanya orang-orang lokal yang sering main dan mengunjungi pantai tiap tengah hari, apakah itu hanya sekedar pemancingan atau nampak/wajah. Sambat muara pantai menempatkan pusat kota jauh kira-kira satu kilometer dari kota besar memusat Bintuhan. Penempatan strategis, dekat dengan rumah makan Kaur Kerajaan yang mana kira-kira 500 meter dari pantai .9. Kesenian Suku Kaur

Mainangan Suku Kaur

Setiap daerah tentunya mempunyai kesenian daerah tersendiri yang menjadi kebanggan tersendiri bagi masyarakat yang mendiami daerah tersebut. Keseniandaerah yang gada tentunya sangat beragam sesuai dengan corak culture masyarakat setempat dan latar belakang historis masyarakatnya.

Kaur merupakan satu daerah geografis yang menjadi sebuah daerah otonomi tingkat IIberdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 pada tahunsecara etnis kaur merupakan salah satu etnis yang ada didaerah Bengkulu yang populasinya hanya sedikit. Banyak keunikan yang terdapat pada etnis kaur salah satunya pantai yang indah dandari segi bahasa juga dari segi kesenian adat yang menjadi kebanggan yaitu mainangan.

Mainagan merupakan Kesenian adat yang dimainkan oleh sekelompok irang lelaki degan berbagai peralatan music seperti gendang, piono, biola. Dengan mengkombinasi berbagai peralatan music tersebut mainangan diamainkan dengan mengikuti penari yang berlenggak lenggok di tengah tengah kelompok yang memainkan music. Tari tarian yang dimainkan adalah tari spu tangan, tari selendang, tari paying dan kombinasi tri ayung dan selendang. Ketika menari penari juga harus berpantun saling besahutan.pada saat peragaan kelompok yang memainkan mainangan harus menggunakan jas, mengggunakan sarung dan memakai kopiah melayu sebagai kostumnya

Secara Historis kesenian mainangan bukanlah cipta karya masyarakat Kaur asli akan tetapi merupakan kesenian adat yang dibawa oleh para pedagang dari minangkabau yang merantau keKaur untuk berdagang dan menyebarkan agama Islam. Ketika itu pedagan dari minang kabau singgah di pelabuhan Muara Bom kemudian memainkan kesenian adat ini, oleh masyarakat kaur kemudian diembangkan lagi dan hingga akhirnya menjadi suatu kesenian adat yang dipentaskan soleh seriap masyarakat ketia malam resep[si pernikahan.

Kesenian mainangan dimainankan pada saat malamResepsi pernikahan, tujuan dari mainangan ini sendiri adalah untk menberikan hiburan kepada mempelai pengantin dan tamu undangan yang hadir pada acara resepsi pernikahan, selain itu pada setiap bait pantun yang dilantunkan ketika mainangan tersirat pesan pesan moral untuk pengantin yang merupakan keluarga baru yang akan mejalani kehidupan berumah tangga.10. Tarian Khas Suku KaurTari Rudat SemendeSuku semende banyak menyimpan kesenian ye mbak-ini lah banyak lengit karne khususnye perangkat anak-anak mude dik banyak agi ye galak belajae tentang kesenian daerah asal Kesenian bahakhiyelah jarang ditampilkah; kesenian rudat, kesenian ini menampilkan seni ye bernuansa islami, alat ye dipakai rebana/terbangan/ atau ye disebut juge kompang.sepasang berbar lurus menabuh terbangan dengan jumlah 12 dan maksimal 24 orang sebaris baris kedua berjumlah sama dan ye betembang mendayu-ndayu puji-pujian tentang nabi muhammad saw, atau rejungan jeme semende. Di pangkal keduwe baris berbanjar tersebut ade konduktornye/ ye memberi komando/atau aba-aba untuk suare rebana dan tembang ye di suguhkan. Jadi konduktornye /pengomandonye ye sangat piawai karene diyelah ye mengatur irama rebana dan tembang ye disuguhkan.

Rudat, kalau kite sepintas hampir same ngah kesenian aceh, dimane berbaris berbanjar ye betembang dan menepukkan tangan. Bedanye ngah rudat yelah selain menepuk-nepukah tangan ye ade terbangan/kompang menabuhnye sesuai dengan komando konduktornye.

Penulis gikecik pernah belajae seni rudat, dan sangat mengasikkan, seni ye bernuansa islami dipadukan dengan gerakan tari separu badan diiringi suare terbangan dan suare rejungan ye mendayu-ndayu, selain itu gerak-gerik kunduktornyr ye mengundang tawa, karena gayanye bemacam-macam seperti gaya kuntau/silat ye mengandung seni luar biase,11. Senjata Khas Suku Kaur

12. Sistem Kekerabatan Suku Kaur

Menurut Ali Basja Loebis (1979: 140) dan Soerojo Wignjodipoero (1984: 79), sistem kekerabat-an adat atau persekutuan hukum adat di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :

1.Berdasarkan faktor Genealogis (pertalian keturunan)

2.Berdasarkan faktor Teritorial (lingkungan daerah)

Yang dimaksudkan dengan faktor genealogis adalah faktor yang melandaskan kepada pertalian darah suatu keturunan. Sedangkan faktor teritorial ialah faktor yang terikat pada suatu daerah tertentu. Maine, dalam bukunyaAncient Law, menamakan dasar keturunan ini dengantribal constitution, sedangkan dasar daerah disebutnya denganterri-torial constitution.

Persekutuan atau kekerabatan genealogis ter-jadi apabila seseorang menjadi anggota persekutuan tergantung kepada pertanyaan: apakah orang itu ma-suk suatu keturunan yang sama atau tidak. Dalam hal ini ada tiga macam dasar pertalian keturunan, yakni :

1.Pertalian darah menurut garis bapak (patrilineal), seperti pada suku Batak, Nias, Sumba, dan Lampung.

2.Pertalian darah menurut garis ibu, (matrilineal), seperti pada suku Minangkabau.

3.Pertalian darah menurut garis ibu dan bapak (parental), seperti pada suku Jawa, Sunda, Aceh, dan Dayak. Hak dan kewajiban seseorang menurut pertalian jenis ini, adalah sama antara famili dari pihak bapak dengan famili dari pihak ibu.

Persekutuan teritorial, ialah apabila keanggo-taan seseorang tergantung kepada pertanyaan: apakah seseorang itu tinggal di dalam lingkungan daerah per-sekutuan itu atau tidak. Orang dapat untuk sementara waktu meninggalkan tempat tinggalnya tanpa kehilang-an keanggotaannya dalam persekutuan atau kekera-batan yang bersangkutan. Orang luar lingkungan untuk masuk menjadi anggota persekutuan harus menerima ketentuan-ketentuan hukum adat yang berlaku di sana. Mereka yang sejak dahulu kala, sejak nenek moyang-nya berdiam dalam daerah persekutuan itu, pada umumnya memiliki kedudukan penting dalam perse-kutuan itu.

Adapun adat Semende, maka sistem kekera-batannya mempunyai ciri dan bentuk tersendiri yang tidak sama dengan daerah lain. Sistem kekerabatan pada adat Semende ini dinamakanLembaga Adat Semende Meraje Anak Belai, yang dapat dilihat bentuk dan bagannya pada gambar berikut ini :

Lembaga Adat Semende Meraje Anak Belai

Keterangan gambar :A1 s.d A6= Tingkat Kepemimpinan Meraje

B1 s.d B6= Tingkat Tunggu Tubang

B C= Suami isteri Tunggu Tubang

= Anak---------> = Menantu

-----------= Urutan Meraje-.-.-.-.-.-. = Suami isteri

Dari bagan di atas dapat diketahui bahwa sistem kekerabatan dalam adat Semende seakan-akan menganut dasar keturunan ibu (matrilineal), tetapi pa-da hakikatnya tidaklah demikian. Karena kedudukan suami dan isteri dalam suatu rumah tangga Semende adalah sama sesuai dengan pengertian Semende itu sendiri adalah sama-sama memiliki, dalam artian bah-wa suami dan isteri mempunyai wewenang dan tang-gung jawab yang sama sesuai dengan fungsinya masing-masing. Begitu pula hak-hak dan kewajiban famili dari pihak suami sama artinya dengan hak-hak dan kewajiban famili dari pihak isteri.

Satu hal yang khusus dalam sistem kekerabatan adat Semende adalah adanya pengawasan dan bim-bingan dari yang dinamakanLembaga Meraje Anak Belai, yang terdiri dari :

1.Payung juraiataupayung meraje. Yang menjadi payung jurai dalamjuraiSemende ialah turunan anak laki-laki tertua dalamjurai(keluarga) itu. Tugasnya adalah melindungi, mengasuh, dan mengatur jurai tersebut dengan baik menurut ajaran agama dan aturan adat.

2.Jenang juraiatauJenang meraje,ialah keturunan bawah payung jurai, yang bertugas menjenangi atau menjadi tulang punggung jurai, memberi petunjuk-petunjuk yang telah digariskan olehPayung juraikepada keluarga itu, mengawasi ke-adaan jurai itu bahan laporan kepadaPayung jurai.

3.Meraje, yaitu kakak atau adik laki-laki dari ibu. Tugasnya ialah sebagai orang yang terjun langsung membimbing dan mengasuh seluruh anak belai, serta membimbing dan mengasuh tunggu tubang ke jalan yang benar.

4.Anak belai, adalah semua keturunan dari kakak atau adik perempuan ibu. Tugasnya ialah meng-awasi dan mengamati seluruh anggota jurai itu untuk bahan pertimbangan kepada meraje.

5.Apit jurai, adalah keluarga atau famili dari sebelah ibu dan sebelah ayah, yaitu seluruh anggota keluarga yang berkewajiban mengikuti kebijak-sanaan dalam keluarga itu.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa sistem kekerabatan atau sistem kekeluargaan dalam adat Semende, bukan memakai sistemmatrilineal(garis ibu) dan tidak pula memakai sistempatrilineal(garis bapak), melainkan suatu sistem khusus yang tidak terdapat dalam adat lain, sehingga seorang anak bukan hanya anak ibu saja atau anak bapak saja, tetapi anak ibu sekaligus anak bapak juga.

Daftar Pustaka

1. http://kupasbengkulu.com/cicipi-yuk-gulai-ikan-meale-khas-kaur/2. http://home.kupasbengkulu.com/wisatatraveling/kaur/tak-diminati-obyek-wisata-kaur-kurang-promosi/2014/?lang=en3. http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Kaur4. http://protomalayans.blogspot.com/2012/08/suku-kaur.html5. http://ceritobengkulu.blogspot.com/2013/05/sejarah-bengkulu-selatan.html6. http://bungasaupiana.blogspot.nl/2013/05/pakaian-tarian-rumah-adat-senjata_6988.html7. http://artikel-luarbiasa.blogspot.com/2012/09/foto-foto-senjata-khas-adat-indonesia.html8. www.gopixpic.com9. http://imrodili.blogspot.com/2013/12/sistem-kekerabatan-pada-adat-semende.html10. http://protomalayans.blogspot.com/2012/08/suku-kaur.html

15