subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosioagraris

9
Subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosioagraris- religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah. Pengertian subak seperti itu pada dasarnya dinyatakan dalam peraturan-daerah pemerintah daerah Provinsi Bali No.02/PD/DPRD/l972. Arif (l999) memperluas pengertian karakteristik sosio-agraris-religius dalam sistem irigasi subak, dengan menyatakan lebih tepat subak itu disebut berkarakteristik sosio-teknis-religius, karena pengertian teknis cakupannya menjadi lebih luas, termasuk diantaranya teknis pertanian, dan teknis irigasi. Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali, Indonesia. Subak ini biasanya memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik, atau Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para petani dan diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan dewi Sri. Sistem pengairan ini diatur oleh seorang pemuka adat yang juga adalah seorang petani di Bali. Sekelumit Mengenai Revolusi Hijau (Green Revolution) Sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an di banyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah tercapainya swasembada (kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan di beberapa negara yang sebelumnya selalu kekurangan persediaan pangan (pokok), seperti India, Bangladesh, Tiongkok, Vietnam, Thailand, serta Indonesia, untuk menyebut beberapa negara. Norman Borlaug, penerima penghargaan Nobel Perdamaian 1970, adalah orang yang dipandang sebagai konseptor utama gerakan ini.

Upload: ardilos-raynold-cornelis

Post on 24-Jul-2015

243 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Subak Adalah Suatu Masyarakat Hukum Adat Yang Memiliki Karakteristik Sosioagraris

Subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosioagraris- religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah. Pengertian subak seperti itu pada dasarnya dinyatakan dalam peraturan-daerah pemerintah daerah Provinsi Bali No.02/PD/DPRD/l972. Arif (l999) memperluas pengertian karakteristik sosio-agraris-religius dalam sistem irigasi subak, dengan menyatakan lebih tepat subak itu disebut berkarakteristik sosio-teknis-religius, karena pengertian teknis cakupannya menjadi lebih luas, termasuk diantaranya teknis pertanian, dan teknis irigasi.

Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali, Indonesia. Subak ini biasanya memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik, atau Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para petani dan diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan dewi Sri. Sistem pengairan ini diatur oleh seorang pemuka adat yang juga adalah seorang petani di Bali.

Sekelumit Mengenai Revolusi Hijau (Green Revolution)

Sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an di banyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah tercapainya swasembada (kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan di beberapa negara yang sebelumnya selalu kekurangan persediaan pangan (pokok), seperti India, Bangladesh, Tiongkok, Vietnam, Thailand, serta Indonesia, untuk menyebut beberapa negara. Norman Borlaug, penerima penghargaan Nobel Perdamaian 1970, adalah orang yang dipandang sebagai konseptor utama gerakan ini.

Revolusi hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting[1]: penyediaan air melalui sistem irigasi, pemakaian pupuk kimia secara optimal, penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme pengganggu, dan penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas. Melalui penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadi peningkatan hasil tanaman pangan berlipat ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam setahun untuk padi pada tempat-tempat tertentu, suatu hal yang sebelumnya tidak mungkin terjadi.

Revolusi hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan kelestarian lingkungan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Oleh para pendukungnya, kerusakan dipandang bukan karena Revolusi Hijau tetapi karena ekses dalam penggunaan teknologi yang tidak memandang kaidah-kaidah yang sudah ditentukan. Kritik lain yang muncul adalah bahwa Revolusi Hijau tidak dapat menjangkau seluruh strata negara berkembang karena ia tidak memberi dampak nyata di Afrika.

Page 2: Subak Adalah Suatu Masyarakat Hukum Adat Yang Memiliki Karakteristik Sosioagraris

SISTEM IRIGASI SUBAKSubak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosioagraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah. Pengertian subak seperti itu pada dasarnya dinyataan dalam peraturan-daerah pemerintah-daerah Provinsi Bali No.02/PD/DPRD/l972. Pada perkembanganya ada beberapa tokoh yang memperluas pengertian karakteristik sosio-agraris-religius dalam sistem irigasi subak, dengan menyatakan lebih tepat subak itu disebut berkarakteristik sosio-teknis-religius, karena pengertian teknis cakupannya menjadi lebih luas, termasuk diantaranya teknis pertanian, dan teknis irigasi.

Subak sebagai suatu sistem irigasi merupakan teknologi sepadan yang telah menyatu dengan sosio-kultural masyarakat setempat. Kesepadan teknologi system subak ditunjukkan oleh anggota subak tersebut melalui pemahaman terhadap cara pemanfaatan air irigasi yang berlanadaskan Tri Hita Karana (THK) yang menyatu dengan cara membuat bangunan dan jaringan fisik irigasi, cara mengoperasikan, kordinasi pelaksanaan operasi dan pemeliharaan yang dilakukan oleh pekaseh (ketua subak), bentuk kelembagaan, dan informasi untuk pengelolaannya.

Sistem subak mampu melakukan pengelolaan irigasi dengan dasar-dasar harmoni dan kebersamaan sesuai dengan prinsip konsep THK, dan dengan dasar itu sistem subak mampu mengantisipasi kemungkinan kekurangan air (khususnya pada musim kemarau), dengan mengelola pelaksanaan pola tanam sesuai dengan peluang keberhasilannya. Selanjutnya, sistem subak sebagai teknologi sepadan, pada dasarnya memiliki peluang untuk ditransformasi, sejauh nilai-nilai kesepadanan teknologinya dipenuhi.

Revolusi hijau telah menyebabkan perubahan pada sistem irigasi ini, dengan adanya varietas padi yang baru dan metode yang baru, para petani harus menanam padi sesering mungkin, dengan mengabaikan kebutuhan petani lainnya. Ini sangatlah berbeda dengan sistem Subak, di mana kebutuhan seluruh petani lebih diutamakan. Metode yang baru pada revolusi hijau menghasilkan pada awalnya hasil yang melimpah, tetapi kemudian diikuti dengan kendala-kendala seperti kekurangan air, hama dan polusi akibat pestisida baik di tanah maupun di air. Akhirnya ditemukan bahwa sistem pengairan sawah secara tradisional sangatlah efektif untuk menanggulangi kendala ini.

Subak telah dipelajari oleh Clifford Geertz, sedangkan J. Stephen Lansing telah menarik perhatian umum

Page 3: Subak Adalah Suatu Masyarakat Hukum Adat Yang Memiliki Karakteristik Sosioagraris

tentang pentingnya sistem irigasi tradisional. Ia mempelajari pura-pura di Bali, terutama yang diperuntukkan bagi pertanian, yang biasa dilupakan oleh orang asing. Pada tahun 1987 Lansing bekerja sama dengan petani-petani Bali untuk mengembangkan model komputer sistem irigasi Subak. Dengan itu ia membuktikan keefektifan Subak serta pentingnya sistem ini.

Dalam pengelolaan Irigasi Subak, masyarakat Bali mengusung konsep Tri Hita Karana (THK) yang memiliki Hubungan timbale balik antara Parahyangan yakni Hubungan yang harmonis antara anggota atau karma subak dengan Tuhan Yang Maha Esa, Pawongan Hubungan yang harmonis antara anggota Subaknya dimana yang disebut dengan Krama Subak, Palemahan : Hubungan yang harmonis antara anggota Subak dengan lingkungan atau wilayah irigasi Subaknya.

THK menunjukkan bahwa dengan menyatunya antar ketiga subsistem dalam sistem irigasi subak, maka secara teoritis konflik antar anggota dalam organisasi subak maupun konflik antar subak yang terkait dalam satu sistem irigasi yang tergabung dalam satu wadah kordinasi akan dapat dihindari. terkaitan antar semua subsistem akan memungkinkan munculnya harmoni dan kebersamaan dalam engelolaan air irigasi dalam sistem irigasi subak yang bersangkutan. Hal itu bisa terjadi karena kemungkinan adanya kebijakan untuk menerima simpangan tertentu sebagai toleransi oleh anggota subak (misalnya, adanya sistem pelampias, dan sistem saling pinjam air irigasi). Di Subak Timbul Baru Kabupaten Gianyar, dilakukan kebijakan sistem pelampias dengan memberikan tambahan air bagi sawah yang ada di hilir pada lokasi-lokasi bangunan-bagi lingkungan lingkungan 4 di jaringan tersier. Besarnya pelampias tergantung dari kesepakatan anggota subak.

Perwujudan Tri Hita Karana dalam Organisasi Subak

Page 4: Subak Adalah Suatu Masyarakat Hukum Adat Yang Memiliki Karakteristik Sosioagraris

Sistem Subak merupakan kelembagaan pengelola irigasi yang sangat terkenal didunia internasional, bukan hanya dikalangan Pakar Irigasi, tetapi dikalangan Pakar Sosial Budaya. Cakupan wawasan subak ternyata jauh lebih luas, termasuk nilai dasar yang terkandung dalam filosofi Subak yang disebut TRI HITA KARANA.

TRI HITA KARANA yang berarti hubungan yang harmonis atau penyebab terwujudnya kesejahteraan hibup yang diwujudkan dalam bentuk :

Parahyangan : Hubungan yang harmonis antara anggota atau karma subak dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Pawongan : Hubungan yang harmonis antara anggota Subaknya dimana yang disebut dengan Krama Subak.

Palemahan : Hubungan yang harmonis antara anggota Subak dengan lingkungan atau wilayah irigasi Subaknya.

KUNJUNGAN KE MUSEUM SUBAKPada awalnya Pendirian Museum Subak ini digagasi oleh I Gusti Ketut Kaler, pakar adat dan agama yang waktu itu menjabat Kanwil Departemen Agama Propinsi Bali. Ia melihat perlu adanya lembaga adat Subak yang berupaya melestarikan warisan luhur budaya bangsa sejak abad XI ini. Upaya itu akhirnya terwujud. Mulanya disebut "Cagar Budaya Museum Subak".Museum ini merupakan museum khusus tentang sistem pertanian di Bali berciri khas kemandirian atas landasan kekal "Tri Hita Krana", tiga penyebab kebahagiaan (Tuhan, manusia dan alam). Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dikhawatirkan akan berpengaruh pula terhadap kehidupan Subak.

Untuk itu upaya melestarikan Subak beserta peralatan tradisional Bali termasuk di dalamnya bangunan rumah petani tradisional yang mengikuti aturan pembangunan asta bumi dan asta kosala-kosali, tata ruang, tata letak menurut tradisi masyarakat di Bali perlu digalakkan. Disamping menyelamatkan, menggali, mengamankan dan memelihara berbagai benda yang berkaitan dengan subak dan menyuguhkan berbagai informasi, pendidikan dan dokumentasi tentang Subak, Subak ini ternyata menjadi objek wisata yang menarik.

GAMBARAN UMUM MUSEUM SUBAK

Page 5: Subak Adalah Suatu Masyarakat Hukum Adat Yang Memiliki Karakteristik Sosioagraris

Museum Subak terdiri dari dua bagian. Ada museum induk dan museum terbuka. Di museum induk ada bangunan atau kompleks suci dengan Padmasana, Bedugul dan lain-lainnya.Tata ruang dan tata letak bangunan disesuaikan dengan lingkungan sekitarnya dengan tetap berpegang pada pembangunan tradisional : Tri Mandala, Tri Angga dan Asta Kosala Kosali. Sedangkan museum terbuka berwujud "Subak Mini" yang dipakai sebagai peragaan kegiatan subak, dari sistem irigasi hingga proses kegiatan petani di sawah.

A. BANGUNAN MUSEUM TERBUKA

Merupakan miniature Subak dalam bentuk “Subak Mini” yang menampilkan dimana Mata Air (Sumber Air) mengalir, ditampung dalam bendungan dan dialirkan melalui irigasi sampai kea real persawahan (Subak).

B. BANGUNAN MUSEUM TERTUTUP

Bangunan Tertutup di Meseum Subak terdiri dari :

1. Ruang audio visual : Sebagai tempat untuk menampilkan bagaimana aktifitas subak di Bali dalam bentu film subak.

>.Ruang Pameran : Sebagai tempat untuk menampilkan benda-benda subak / pertanian yang telah dipergunakan oleh petani kita yang ada di Bali dari dulu hingga saat ini dan tetap dipergunakan untuk beraktifitas di sawah (perlu disimpan, dirawat dan dilestarikan).>.Rumah tradisional petani Bali : merupakan bangunan penunjang untuk Museum Subak sebagai miniature / contoh : Rumah Tradisional Bali

Di Bali, irigasi sudah ada sebelum tahun 1343 M, hal ini terbukti dengan adanya sedahan (petugas yang melakukan koordinasi atas subak-subak dan mengurus pemungutan pajak atas tanah wilayahnya). Sedangkan pengertian subak adalah “ Suatu masyarakat hukum adat di Bali yang bersifat sosio agraris relegius yang secara historis tumbuh dan berkembang sebagai suatu organisasi di bidang tata guna air di tingkat usaha tani” (PP. 23 tahun 1982, tentang Irigasi).

Di Indonesia irigasi tradisional telah berlangsung sejak nenek moyang kita. Hal ini dapat dilihat juga cara bercocok tanam pada masa kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia. Dengan membendung kali secara bergantian untuk dialirkan ke sawah. Cara lain adalah mencari sumber air pegunungan dan dialirkan dengan bambu yang bersambung. Ada juga dengan membawa

Page 6: Subak Adalah Suatu Masyarakat Hukum Adat Yang Memiliki Karakteristik Sosioagraris

dengan ember yang terbuat dari daun pinang atau menimba dari kali yang dilemparkan ke sawah dengan ember daun pinang juga.Subak merupakan suatu masyarakat hokum adat yang memiliki karakteristik sosioagraris-religius, yang merupakan perkumpulan para petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah. Pengertian subak seperti itu pada dasarnya dinyatakan dalam peraturan daerah pemerintah Provinsi Bali No. 02/PD/DPRD/1972. Arif (1999) memperluas pengertian karakteristik sosio-agraris-religius dalam sistem irigasi subak, dengan menyatakan lebih tepat subak itu disebut berkarakteristik sosio-teknis-religius, karena pengertian teknis cakupannya menjadi lebih luas, termasuk diantaranya teknis pertanian dan teknis irigasi.Subak sebagai suatu sistem irigasi merupakan teknologi sepadan yang telah menyatu dengan sosio-kultural masyarakat setempat, kesepadanan teknologi sistem subak ditujukan oleh anggota subak tersebut melalui pemahaman terhadap cara pemanfaatan air irigasi yang berlandaskan Tri Hita Karana yang menyatu dengan cara membuat bangunan dan jaringan fisik irigasi, cara mengoperasikan, koordinasi pelaksanaan operasi dan pemeliharaan yang dilakukan oleh pekaseh (ketua subak), bentuk kelembagaan, dan informasi untuk pengelolannya.Sistem subak mampu melakukan pengelolaan irigasi dengan dasar-dasar harmoni dan kebersamaan sesuai dengan prinsip konsep THK, dan dengan dasar itu sistem subak mampu mengantisipasi kemungkinan kekurangan air (khususnya pada musim kemarau), dengan mengelola pelaksanaan pola tanam sesuai dengan peluang keberhasilannya.Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Subak tersebut membuat UNESCO akhirnya menetapkan Subak sebagai Warisan Budaya Dunia yang perlu dilindungi. Keputusan resmi akan ditetapkan melalui sidang ketok palu di St Petersburg, Rusia, 20 Juni 2012. Berita ini tentu saja sangat membahagiakan untuk Indonesia, dan Bali khususnya. Sekali lagi dunia mengakui produk Indonesia sebagai Warisan yang bernilai luhur.Penetapan ini menurut I Ketut Suastika, SH, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, bukan hanya sebagai kebanggaan Bali, namun juga merupakan sebuah tantangan besar kedepannya untuk mempertahankan eksistensi Subak itu sendiri. Di tengah gempuran Pariwisata yang hebat, eksistensi Subak sangat mengkhawatirkan. Begitu banyak alih fungsi lahan yang semula lahan pertanian berubah menjadi bangunan hotel maupun villa. Kepala Dinas mengharapkan agar semua komponen masyarakat bisa menjaga alam dan tata ruang , serta peran pemerintah Kabupaten/Kota juga harus membenahi tata ruang yang sudah ada. Di sini juga Pemerintah diharapkan agar tidak jor-joran dalam memberikan ijin pembangunan hotel maupun villa, sehingga kelompok subak bisa lebih giat mengembangkan hasil pertanian mereka dan mengeluarkan produk pertanian yang bermutu untuk menunjang pariwisata juga.Seiring perkembangan zaman, Subak bukan hanya memiliki karakteristik sosio-kultural-religius, namun juga sosial ekonomi. Untuk menumbuhkan minat masyarakat akan pertanian kembali, Pemerintah sudah memberikan dana hibah sebesar Rp. 20.000.000,- per subak kepada sekitar 2800 kelompok subak di Bali, dan bila memungkinkan pada APBD 2013, jumlah itu akan ditambah menjadi Rp. 30.000.000,-. Pemberian hibah tersebut juga diharapkan bisa mendongkrak pendapatan ekonomi masyarakat subak itu sendiri.Tantangan terbesar juga datang dari petani itu sendiri, tidak ada regenerasi menjadi masalah yang sangat pelik. Untuk saat ini profesi petani sebagian besar masih dimiliki oleh generasi tua saja, generasi muda kurang tertarik akan profesi itu. Ini merupakan PR pemerintah juga dalam menarik minat mereka. Selain itu, pemerintah jyga diharapkan bisa menyelesaikan masalah petani seperti ketersediaan air, masalah pupuk yang mahal dengan cara memberikan subsidi, dan menangani harga jual hasil pertanian yang anjlok yang menjadi keresahan para petani saat ini.

Page 7: Subak Adalah Suatu Masyarakat Hukum Adat Yang Memiliki Karakteristik Sosioagraris

Penetapan Subak sebagai Warisan Budaya Dunia memang merupaka kebanggan luar biasa untuk bangsa Indonesia, namun di balik itu terdapat suatu tantangan besar yang memerlukan kerjasama yang intens dari semua elemen, baik Pemerintah maupun masyarakat. Mari kita jaga Bali bersama-sama