study collaboration actionkotaku.pu.go.id/files/media/pustaka/modul dan materi...kajin teggpreopaleb...

67
KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DI 17 KOTA/KABUPATEN LOKASI NATIONAL SLUM UPGRADING PROJECT (NSUP) STUDY COLLABORATION ACTION

Upload: others

Post on 21-Jun-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

1STUDY COLLABORATION ACTION

KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN

PERMUKIMAN KUMUH DI 17 KOTA/KABUPATEN LOKASI NATIONAL SLUM UPGRADING PROJECT (NSUP)

STUDY COLLABORATION

ACTION

Page 2: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

2 STUDY COLLABORATION ACTION 3STUDY COLLABORATION ACTION

Koordinator Studi : Mokhamad Fakhrur Rifqie Pejabat Pembuat Komitment IBM - PMUPenulis : Agus Sudirman program financing institutional Collaboration specialist - NMC Eka Chandra qualitative - evaluation specialist - AdvisorySurveyor : Eka Chandra qualitative evaluation specialist - Advisory M. Syaifudin sub prof for legal & conflict resolution - NMC Syaiful Amin sub prof for community planning - NMC Akhmad Nashiruddin N. sub prof for institutional city level & Collaboration - NMC M. Saiful Arif WEB master specialist - NMC Agus Sudirman program financing institutional Collaboration specialist - NMC Aris Tiyanto sub prof institutional on community level - NMC M.Jihad Dienullah sub prof for socialization - NMC Ayi Sugandhi program institutional financing & manual specialist – Advisory Tata Letak & Cover : Bambang Irawan sub prof graphic & designerEditor : M.I. Stephen vincent sub prof for media management & ICT

Diterbitkan oleh: Pejabat Pembuat Komitmen Infrastruktur Berbasis Masyarakat KOTAKU Wilayah 1

KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN

PERMUKIMAN KUMUH DI 17 KOTA/KABUPATEN LOKASI NATIONAL SLUM UPGRADING PROJECT (NSUP)

STUDY COLLABORATION

ACTION

Page 3: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

4 STUDY COLLABORATION ACTION 5STUDY COLLABORATION ACTION

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR | ivDAFTAR ISI | v

RINGKASAN EKSEKUTIF PENDAHULUAN | 8Hasil Kajian | 8Faktor-faktor Pendukung Kolaborasi | 16Tantangan Kolaborasi Penanganan Kumuh | 18

KOLABORASI PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH I. PENDAHULUAN | 22II. METODOLOGI | 28 II.1. Konsepsi Kolaborasi | 28 II.2. Lokasi & Proses Kajian | 33III. HASIL KAJIAN | 37 III.1. Pengurangan Luasan Kumuh di Lokasi Studi | 37 III.2. Dana, Kegiatan, dan Penerima Manfaat Kolaborasi | 41 III.3. Penyelenggaraan Kolaborasi | 48 III.4. Kinerja Kelembagaan | 61 III.5. Pendampingan Perencanaan Penataan Permukiman Kumuh | 67IV. PEMBAHASAN | 74 IV.1. Kontribusi Kolaborasi Terhadap Pengurangan Luasan Kumuh | 74 IV.2. Tata Kelola Kolaborasi Penanganan Permukiman Kumuh | 84 IV.3. Faktor Pendukung Dan Tantangan Kolaborasi | 88V. PEMBELAJARAN & SARAN | 92 V.1. Pembelajaran | 92 V.2. Saran | 94

LAMPIRAN | 98DOKUMENTASI STUDI KOLABORASI PENANGANAN KUMUH | 114

KATA PENGANTAR

Kementrian PUPR sejak tahun 1999 telah mengembangkan Program yang bertujuan menempatkan dan menguatkan masyarakat sebagai pelaku pembangunan melalui pengembangan kelembagaan dan tata kelola pembangunan yang partisipatif, transparan, dan akuntabel. Pada 2007 program terus berlanjut sampai 2014 sebagai program nasional untuk penanggulangan kemiskinan di bawah payung Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan. Sejak 2015, hasil dan pengalaman program sebelumnya, digunakan Kementerian PUPR untuk merancang program peningkatan kualitas permukiman kumuh dan pencegahan timbulnya kumuh baru di bawah Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku). Proses Pelaksanaan Program KOTAKU ini dinakhodai Pemerintah Daerah menggunakan platform kolaborasi dengan melibatkan berbagai stakeholder diantaranya; unsur perguruan tinggi, LSM, pihak swasta dan elemen masyarakat.

Di pertengahan pelaksanaan program Kotaku, Project Management Unit (PMU) menilai penting adanya sebuah studi untuk mendapatkan gambaran kenyataan penyelenggaraan kolaborasi di berbagai level yang akan menjadi potret kondisi kekinian, sekaligus basis proyeksi bagi perbaikan penyelenggaraan kolaborasi penanganan kumuh ke depan. Fakta peningkatan pembiayaan dari berbagai sumber yang diikuti pencapaian target pengurangan luasan kumuh di tahun 2016 hingga 2018, adalah bukti bahwa praktik tata kelola kolaborasi dalam penanganan kumuh sudah terjadi, meskipun masih perlu dioptimalkan di masa depan. Hasil studi ini merupakan tambahan informasi bagi pelaku program dan pemangku kepentingan lainnya tentang peta persoalan kolaborasi penanganan kumuh untuk bahan diskusi merumuskan langkah-langkah optimalisasi.

Akhirnya kami menyadari ketidaksempurnaan dan kekurangan studi ini, sehingga saran dan masukan dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk penyempurnaan studi selanjutnya. Apresiasi kami sampaikan juga kepada semua pihak yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta energi dalam pelaksanaan. Semoga usaha yang sudah dicurahkan bermanfaat bagi penataan permukiman, khususnya pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh ke depan.Akhir kata kami ucapkan, terima kasih.

Jakarta, Desember 2019 Pejabat Pembuat Komitmen Infrastruktur Berbasis Masyarakat

Mokhamad Fakhrur Rifqie

iv STUDY COLLABORATION ACTION vSTUDY COLLABORATION ACTION

Page 4: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

6 STUDY COLLABORATION ACTION 7STUDY COLLABORATION ACTION

RINGKASAN EKSEKUTIF

KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN

PERMUKIMAN KUMUH DI 17 KOTA/KABUPATEN LOKASI NATIONAL SLUM UPGRADING PROJECT (NSUP)

Page 5: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

8 STUDY COLLABORATION ACTION 9STUDY COLLABORATION ACTION

PMU berinisiatif mempelajari pengalaman dan praktik kolaborasi dan kelembagaan di 17 kota/kabupaten lokasi proyek NSUP. Tujuannya adalah memahami pola dan faktor penentu untuk dasar peningkatan pelaksanaan proyek ke depan. Inisiatif ini didasari hasil tinjauan Bank Dunia dan PMU bahwa target kolaborasi pemerintah, khususnya pemerintah daerah di periode tengah proyek tercapai secara signifikan.Upaya memahami tata kelola kolaborasi kajian ini adalah dengan mengadopsi kerangka analisis yang disarankan Chris Ansell & Alison Gash (2007). Fokus kajian terfokus pada tiga aspek:

1. Kontribusi kolaborasi terhadap pengurangan luasan kumuh

2. Proses penyelenggaraan kolaborasi, dan

3. Faktor-faktor pendukung dan tantangan yang dihadapi dalam berkolaborasi. Informasi dikumpulkan dari sumber primer dan sekunder, diolah, dan dianalisis melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif.

Lokasi dipilih menurut sebaran kewilayahan. Wilayah barat; Jawa Timur dan Jawa Tengah; wilayah tengah; Maluku Utara dan Sulawesi Utara, dan timur; Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Di provinsi dipilih dua kota (kecuali Papua Barat), satu kota mewakili dana kolaborasi besar, lainnya rendah. Lima kota dipilih khusus. Narasumber dipilih yang berpengalaman dalam kolaborasi; pemerintah daerah (Pokja PKP), lurah, BKM, KSM, OSP, Tim Korkot, dan Fasilitator.

HASIL KAJIAN

Lebih dari separuh lokasi studi sudah mencapai target 4 kali BPM, namun pencapaian terhadap target kolobarasi 4 kali BPM tidak serta merta mencerminkan tinggi rendahnya komitmen pemerintah daerah terhadap pengurangan kumuh.

Di 17 lokasi studi, semua kota/kabupaten sudah ada pembiayaan kolaborasi infrastruktur pada lokasi kumuh yang bervariasi antara 62-85 % dari total pembiayaan (BPM dan kolaborasi). Kisaran perhitungan

PENDAHULUAN nilai tengahnya sama dengan estimasi proporsi kolaborasi nasional sebesar 82 %. Ada beberapa kota lokasi studi yang sudah mencapai dan melampaui empat kali nilai BPM sesuai target program. Tapi ada juga kota yang masih belum mencapai target. Lebih jelasnya seperti tergambar pada grafik di bawah ini.

Grafik Nilai BPM, Nilai Pendanaan Kolaborasi, dan Nilai 4 x di 17 Kota/Kabupaten 2016-2018

Meskipun pendanaan telah cukup besar untuk membiayai kegiatan pengurangan kumuh di suatu lokasi, namun untuk sampai menuntaskan kumuh tergantung pada nilai kekumuhan awal di lokasi tersebut yang harus dikurangi.

Di dalam studi ini ditemukan bahwa tidak semua lokasi kumuh yang sudah diintervensi kegiatan dengan dana yang cukup besar bisa langsung mengurangi luasan kumuhnya. Hal ini tergantung pada nilai kekumuhan awal yang memang harus dikurangi hingga nilai di bawah 19 (kumuh berat 71-95, kumuh sedang 45-70, kumuh ringan 19-44) seperti pada Grafik 2. Contoh kelurahan yang sudah diintervensi kegiatan namun luasan kumuhnya tidak berkurang sama sekali adalah Kelurahan Molas, Soa-Sia, Darma, Tidar Utara, dan Klamana. Kelurahan yang sudah ada pencapaian pengurangan kumuhnya adalah Kelurahan Kutowinangun Lor (83 %), Sooko (19 %), Balowerti (93 %), Alak (52 %), Baru Tengah (35 %), Bitung Barat 1 (75 %), dan Kelurahan Rum (54 %). Kelurahan yang sudah berhasil mengurangi luasan kumuhnya hingga 100 % adalah Kelurahan Taubneno, Mesjid, Pangali-ali, dan Kelurahan Kampung Baru.

Page 6: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

10 STUDY COLLABORATION ACTION 11STUDY COLLABORATION ACTION

Grafik Luas Kumuh Awal, Luas Kumuh Akhir, Pengurangan Luasan Kumuh di Kelurahan/Desa 2016-2018

Kolaborasi berkontribusi signifikan terhadap pengurangan luasan kumuh. Proporsinya lebih besar 4 kali terhadap BPM, baik dari kontribusi pendanaan, jenis dan volume kegiatan infrastruktur, maupun jumlah penerima manfaat.

Hingga saat ini perhitungan kebutuhan pendanaan untuk menyelesaikan satu hektare luasan kumuh masih belum ada standarnya.

Kelurahan lokasi studi yang sudah tidak kumuh ada berada di Kelurahan Taubneno, Mesjid, dan Kelurahan Pangali-ali. Jumlah pengurangan kumuh dari ketiga kelurahan tersebut mencapai seluas 23,55 ha dengan total pendanaan sebesar Rp 37 miliar atau rata-rata per hektare sebesar Rp 1,750 miliar. Sedangkan pada lokasi studi tingkat kota ada dua kabupaten yang kumuhnya sudah dianggap tuntas yaitu Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Majene. Jumlah pengurangan luasan kumuh pada dua kabupaten tersebut seluas 30,2 ha dengan total pendanaan sebesar Rp 46,8 miliar atau rata-rata dana yang digunakan per hektare adalah sebesar Rp 1,25 miliar.

Berdasarkan perhitungan di atas pendanaan kolaborasi signifikan berkontribusi terhadap pengurangan luasan kumuh bila dibandingkan dengan pendanaan yang berasal dari program atau BPM. Seperti terlihat dalam grafik di bawah, dari 100 % pencapaian pengurangan luasan kumuh baik tingkat kota maupun tingkat kelurahan, kolaborasi berkontribusi sekitar 83-84 %, sedangkan BPM hanya sekitar 16-17 %.

Grafik Proporsi Pengurangan luasan kumuh di 3 kelurahan tahun 2016 -2018

Grafik Proporsi Pengurangan Luasan Kumuh di 2 Kabupaten Periode 2016-2018

Tata kelola kolaborasi dalam penanganan kumuh telah terbentuk dan berjalan di semua lokasi studi.

Proses penyelenggaraan kolaborasi dalam tahap perencanaan di level kota diinisiasi oleh Pokja PKP dan di level masyarakat diinisiasi oleh BKM. Di tingkat masyarakat BKM membentuk gugus tugas khusus bidang perencanaan dengan nama Tim Inti Perencanaan Partisipatif (TIFF). Pokja PKP pada hakekatnya adalah lembaga koordinasi yang resmi dibentuk kepala daerah. Dalam praktiknya Pokja PKP melaksanakan tugas dan perannya sebagai organisasi pengarah dalam penanganan kumuh.

Page 7: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

12 STUDY COLLABORATION ACTION 13STUDY COLLABORATION ACTION

Pokja PKP melibatkan berbagai unsur baik dari pemerintah maupun non-pemerintah, termasuk BKM, dalam satu forum untuk merumuskan berbagai kebijakan terkait penanganan kumuh di daerah. Termasuk soal pendanaan dan bentuk kegiatan. Gambaran mengenai bagaimana kebijakan pendanaan dan kegiatan dirumuskan dan dilaksanakan oleh Pokja PKP dan BKM melalui:

1. Integrasi

2. Inovasi Keterpaduan

3. Kemitraan.

Pendanaan dan kegiatan kolaborasi yang kebijakannya dirumuskan oleh Pokja PKP dan BKM telah berkontribusi besar terhadap pengurangan luasan kumuh di lokasi studi. Hal ini dikarenakan kebijakan yang dirumuskan mengacu pada dokumen RPLP dan RP2KPKP sebagai suatu bentuk konsensus.

RPLP dan RP2KPKP dijadikan rujukan kebijakan, karena:

1. Disusun melalui mekanisme partisipatif,

2. Daftar kegiatannya sesuai kebutuhan masyarakat,

3. Data dan informasi rinci dan valid,

4. Berisi informasi detail by name by address yang telah dikonfirmasi kesesuaiannya dengan data sekunder kelurahan.

5. Dokumen tersebut sudah dalam bentuk perencanaan ruang, yang terkonsolidasi dengan perencanaan kota (RTRW, RDTR, RP2KPKP, dan perencanaan sektor lainnya) sesuai dengan kebutuhan pemerintah.

Bentuk perencanaan tersebut mengisi kekosongan data dan informasi yang selama ini dibutuhkan OPD guna merealisasikan anggarannya.

RP2KPKP dan RPLP sudah menjadi rujukan dalam pelaksanaan pembangunan tingkat kelurahan dan kota, seperti yang terungkap dari beberapa hasil diskusi di lapangan sebagai berikut:

“Sudah ada RP2KPKP sejak 2018, namun belum disahkan. Meski begitu kegiatan perencanaan mulai dari RPLP-RP2KPKP sudah diakomodir dan dituangkan dalam dokumen dokumen RKPD 2018 dan 2019. Tahun ini ada review (survey) Baseline lagi melibatkan warga dan tim Program Kotaku yang hasilnya akan dilokakaryakan di tiap kelurahan dan digunakan sebagai bahan penyusunan rencana ke depan”. (anggota Pokja PKP dari Bapelitbangda Bidang Ekbang Kota Salatiga);

“Dari hasil memorandum RP2KPKP pada 2017-2018, beberapa OPD sudah melaksanakan kegiatan yang terkait dengan penanganan kumuh sesuai sektornya. Untuk 2019, ada beberapa kegiatan di dalam RPLP dan RP2KPKP yang sedang dilaksanakan di beberapa lokasi. Beberapa sumber pendanaan di antaranya adalah dari APBD II, dana kelurahan, dan dari APBN melalui satker provinsi, seperti yang sedang dikerjakan di Kelurahan Makassar Timur calon lokasi Skala Kawasan”. (Anggota Pokja PKP Kota Ternate);

“Kami sangat terbantu dengan adanya RPLP. Karena di dalamnya sudah memuat kegiatan yang cukup rinci, apalagi selama ini kami belum memiliki anggaran dan SDM untuk menyusun dokumen seperti itu”. (anggota Pokja PKP Dinas Perkim Kabupaten TTS);

“Kami ikut membangun kegiatan talud sungai di Oesapa untuk menata kawasan yang direncanakan RP2KPKP. Kami ikut terlibat dalam penataan dan pembangunan talud tersebut karena sesuai dengan tupoksi kami dan ini pun arahan dari hasil diskusi dengan Pokja PKP”. (anggota Pokja PKP BPBD Kupang).

Keberadaan Pokja PKP selain sebagai forum khusus untuk mengarahkan dan merumuskan keputusan di bidang penanganan kumuh di level kota, terdapat forum perencanaan tingkat kota lainnya sebagai bagian dari sistem perencanaan daerah, yaitu forum musyawarah perencanaan pembangunan daerah (musrenbang kota/kabupaten). Arahan dan rumusan yang telah dihasilkan Pokja PKP dibawa ke forum musrenbang untuk menjadi kebijakan perencanaan dan penganggaran daerah.

Page 8: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

14 STUDY COLLABORATION ACTION 15STUDY COLLABORATION ACTION

Seperti telah digambarkan sebelumnya di bagian III.3., proses penyelenggaraan kolaborasi dengan mengintegrasikan rencana investasi kegiatan penanganan kumuh ke dalam perencanaan reguler sudah terjadi hampir di semua lokasi studi dan menjadi pola umum seperti yang tergambar dalam skema di bawah ini. Di dalam skema di bawah tergambar adanya seluruh kriteria tata kelola kolaborasi. Lebih dari itu skema proses integrasi perencanaan ini memperlihatkan adanya keterpaduan vertikal maupun horizontal.

Perda/Perbud

Perubahan RPJMD

Renstra SKPD Kab/

Kota

Renstra Kecamatan

RPJM Desa Rancangan RKP Desa

Rancangan RKPD Kab/

Kota

Rancangan Renja-SKPD Kab/ Kota

Musrenbang Desa

Musrenbang Kecamatan

Forum SKPD Kab/ Kota

Musrenbang Kab/ Kota

Forum SKPD Provinsi

Rancangan Renja-SKPD

Provinsi

Rancangan Awal Renja -KL

Paska Musrenbang

Kab/ Kota

Renja -SKPD Kab/ Kota

RKP Kab/ Kota

Renja SKPD Kab/ Kota

Renja Kecamatan

RKP Desa / Kelurahan

Proses Penyusunan APBD Kab/

Kota

Prov

insi

Kabu

pate

n / K

ota

Keca

mat

anKe

lura

han

/ Des

a

Profil 100 0 100 Desa/kelurahan

Penyusunan Profil 100 0

100

Profil 100 0 100 Kota/Kab

Perencanaan Partisipatif

(RPLP)

Konsolidasi dan Analisa

data

Pelaksanaan Kegiatan

Pembangunan

PenyusunanDokumen RP2KPKP

Rancangan Awal RPJM

Desa

Pra Musrenbang

Rancangan Renja-

KecamatanRenstra

Kelurahan

RPJM Daerah

Kab/ Kota

Usulan Perubahan

RPJMD

Rencana Investasi Swasta

Gambar Proses Integrasi RPLP dan RP2KPKP ke Perencanaan Pemerintah Daerah

Sumber: Diolah dari Data Kunjungan Studi Kolaborasi 2019

Page 9: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

16 STUDY COLLABORATION ACTION 17STUDY COLLABORATION ACTION

Dari gambaran skema proses di atas, terlihat bahwa dokumen RPLP dan RP2KPKP mempengaruhi dokumen perencanaan di atasnya, seperti: RPJMDes, Restra OPD, RKPD, dan RPJMD. Seperti yang terjadi di 15 kota/kabupaten dari 17 lokasi studi yang telah memasukkan isu penanganan kumuh ke dalam RPJMD, kecuali Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten TTS.

Kelompok Pemanfaat Pemeliharaan telah dibentuk di seluruh kelurahan lokasi studi namun fungsinya belum optimal.

KPP diharapkan dibentuk di setiap kelurahan sejalan dengan adanya kegiatan investasi yang dibiayai program. Harapannya adalah supaya mampu melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan menjaga fungsi dan keberlanjutan kualitas infrastruktur yang dibangun.

Semua kelurahan lokasi studi telah membentuk KPP di tingkat kelurahan, kendati hingga sekarang KPP yang aktif baru ada di 12 kelurahan. KPP yang aktif itu berada di lokasi pembangunan Ruang Terbuka Hijau, tata kelola persampahan, air minum, dan MCK. Biaya operasional KPP berupa honor dan operasional perawatan berasal dari iuran warga pemanfaat. Gambaran aktivitas KPP tersaji pada ilustrasi di bawah.

Tabel 10. Status Keaktifan KPP di 17 Kelurahan/Desa Lokasi Studi 2018

Sumber data: Sistem Informasi Manajemen Program Kotaku

FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG KOLABORASI

Dalam uraian sebelumnya terlihat bahwa tata kelola kolaborasi telah berkontribusi terhadap pengurangan luasan kumuh. Terdapat tiga faktor pendukung yang memungkinkan hal ini terjadi. Yaitu:

Kutawaringin Lor Sooko Balowerti Taubneno Alak

Baru Tengah Mesjid Molas

Bitung Barat 1 Pangali-ali Darma

Kampung Baru

MCK √ √ √ √ √ √ √ √Persampahan √ √ √ √ √ √ √Air Bersih √ √Sarana Ruang Terbuka Hijau √ √ √

Keberadaan KPP pada Kegiatan Kolaborasi ditingkat Kelurahan/DesaJENIS INVESTASI KEGIATAN

1. Kegiatan pendampingan dan penguatan kapasitas terhadap pemerintah daerah dan masyarakat dalam perencanaan penataan permukiman kumuh,

2. Kinerja kelembagaan yaitu Pokja PKP yang berfungsi dan keberdayaan BKM, dan

3. Dukungan teknis dan keaktifan pengendalian dari konsultan provinsi dan Konsultan Manajemen Pusat (KMP) terhadap pendamping di daerah.

Ketiga faktor tersebut ada di semua lokasi studi sebagai bagian dari pelaksanaan rancangan Program Kotaku.

Kajian ini menemukan kota yang menduduki peringkat paling tinggi dari aspek kecepatan mengurangi luasan kumuh, pencapaian target kolaborasi empat kali BPM dan keberadaan semua tipe penyelenggaraan kolaborasi yaitu Kota Samarinda dan Kota Kupang.

Untuk menemukan faktor penentu pencapaian prestasi kedua kota tersebut diperlukan kajian dan analisa lebih lanjut. Kajian ini menduga sejumlah faktor menjadi penentu perbedaan pencapaian setiap kota dalam hal kecepatan pengurangan luasan kumuh, pencapaian target kolaborasi empat kali BPM, dan keberadaan tipe penyelenggaraan kolaborasi. Yakni:

1. Perbedaan kualitas kelembagaan:

a. Pemerintah daerah belum melibatkan pihak-pihak di luar pemerintah untuk menjadi anggota Pokja PKP/forum (contoh Salatiga dan Manado)

b. Pokja PKP masih diketuai oleh Dinas Perkim (contoh Kota Magelang, Kota Ternate, dan Kabupaten TTS)

c. Pokja PKP yang kurang berfungsi karena tidak memiliki rencana kerja, tidak ada biaya operasional, pergantian personel dan hanya diisi oleh staf, tidak adanya insentif dan disinsentif (contoh Kediri, Salatiga, Tidore, dan TTS)

Page 10: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

18 STUDY COLLABORATION ACTION 19STUDY COLLABORATION ACTION

2. Perbedaan kualitas pendampingan:

a. Beberapa kota kegiatan level kota hanya dikendalikan oleh Askot Mandiri, formasi tim tidak lengkap atau tidak ada Askot Kolaborasi dan Kelembagaan (contoh Kabupaten Mojokerto, Kota Kediri, Kabupaten Buleleng, Kabupaten TTS, dan Tidore)

b. Beberapa kota pendamping belum maksimal memfasilitasi produk perencanaan RP2KPKP (contoh Kota Denpasar, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten TTS)

c. Intensitas pendampingan forum konsultasi level kota ditemukan lebih rendah di kota-kota yang belum memiliki perencanaan Skala Kawasan (contoh Kabupaten Mojokerto, Salatiga, Tidore, dan Kabupaten Buleleng)

3. Perbedaan konteks lokal:

a. Dukungan pimpinan daerah (contoh camat dan lurah di Bitung, kepala Bappeda di Manado)

b. Inisiatif dan inovasi lokal (contoh Kelurahan Mesjid di Samarinda, Kelurahan Baru Tengah di Balikpapan, Kelurahan Kutowinangun Lor di Salatiga, dan Kelurahan Sooko di Kabupaten Mojokerto)

c. Kurang tersedia pihak-pihak di luar pemerintah yang berpotensi menjadi mitra kerja sama dalam pengurangan kumuh (contoh Kabupaten TTS dan Kota Tidore Kepulauan)

1. Masih ada kecenderungan ego sektoral, dan

2. Defisit anggaran, belum memiliki RDTR.

TANTANGAN KOLABORASI PENANGANAN KUMUH

Kajian ini menemukan sejumlah tantangan yang dihadapi kolaborasi. Yaitu:

1. Kurangnya akses para pihak terhadap teknologi data atau informasi tentang perumahan dan permukiman. Hal ini mengakibatkan

para pihak kolaborator kesulitan dalam hal monitoring dan evaluasi untuk mengetahui progres pencapaian penangananan kumuh di daerahnya dapat diakses dengan mudah sebagai media pengawasan, pengendalian, dan perencanaan, kecuali Kota Manado dengan Big datanya.

2. Isu legalitas lahan permukiman, seperti yang terjadi dalam kasus permukiman yang menempati lahan tidak sesuai peruntukan, perumahan, atau permukiman yang berada di lahan bukan miliknya. Bila hal ini tidak dicarikan solusi, maka kegiatan penanganan kumuh hanya akan menjangkau lokasi yang legal. Akibatnya, pengurangan luasan kumuh tidak akan mencapai 0 %, seperti yang terjadi di Kota Ternate.

3. Belum ada kebijakan daerah untuk menerapkan strategi pencegahan. Akibatnya, para pihak yang ingin berkolaborasi dalam pencegahan belum memiliki pijakan. Bila hal ini dibiarkan, cenderung berpotensi menimbulkan kumuh baru dan lokasi yang sudah ditingkatkan kualitasnya berpotensi menjadi kumuh kembali.

4. Belum optimalnya peran camat dalam penanganan kumuh. Camat yang diharapkan berperan sebagai koordinator dan pembina dalam penanganan kumuh di wilayahnya belum terjadi, kecuali di Kecamatan Mahesa Kota Bitung.

5. Belum ada review program, dokumen perencanaan, dan data baseline. Sudah hampir lima tahun, data Baseline dan RPLP/RP2KPKP digunakan sebagai media perencanaan penanganan kumuh. Sudah banyak kegiatan yang direalisasikan namun hingga saat ini belum ada kota/kabupaten yang melakukan review. Jika review tidak dilakukan maka tidak akan diperoleh kondisi kekumuhan terkini, kecuali Kota Salatiga dan Kota Manado yang sudah melakukan review Baseline.

Page 11: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

20 STUDY COLLABORATION ACTION 21STUDY COLLABORATION ACTION

KOLABORASI PENANGANAN PERMUKIMAN

KUMUHKAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN

KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DI 17 KOTA/KABUPATEN LOKASI

NATIONAL SLUM UPGRADING PROJECT (NSUP)

Page 12: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

22 STUDY COLLABORATION ACTION 23STUDY COLLABORATION ACTION

I. PENDAHULUANDalam dua dekade terakhir, pemerintah dan masyarakat Indonesia telah memiliki pengalaman pembangunan perkotaan. Khususnya, dalam menangani masalah kemiskinan dan permukiman berbasis masyarakat. Pada 1999, pemerintah Indonesia meluncurkan program penguatan kapasitas masyarakat pasca-Krisis Ekonomi. Program ini bertujuan menempatkan dan menguatkan masyarakat sebagai pelaku pembangunan melalui pengembangan kelembagaan dan tata kelola pembangunan yang partisipatif, transparan, dan akuntabel. Pada 2007 program terus berlanjut sampai 2014 sebagai program nasional untuk penanggulangan kemiskinan di bawah payung Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan.

Pengalaman dan hasil yang dicapai kedua program tersebut kemudian dijadikan dasar prakarsa pemerintah, khususnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Pembangunan Kawasan Permukiman (PKP) mengembangkan Program Peningkatan Kualitas Kawasan Permukiman (P2KKP) untuk meningkatkan kualitas sarana, prasarana, dan utilitas kawasan permukiman pada 2015. Sejak 2016, hasil dan pengalaman P2KKP (dan program sebelumnya) digunakan Kementerian PUPR untuk merancang program peningkatan kualitas permukiman kumuh dan pencegahan timbulnya kumuh baru di bawah Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku).

Gambar 1. Program-Program Pengembangan Infrastruktur Berbasis Masyarakat 1999-2018

Sumber: Satuan Pengelola Program Kotaku

Gagasan inovatif yang membedakan Program Kotaku dari program-program sebelumnya adalah ide mengenai platform kolaborasi, pengembangan kelembagaan koordinasi di tingkat kota (Kelompok Kerja PKP), dan gagasan menempatkan pemerintah daerah sebagai pemimpin di dalam penanganan kumuh daerah.

Pada 2016, Program Kotaku didukung Bank Dunia, Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), dan Islamic Development Bank (IsDB) di bawah payung proyek National Slum Upgrading Project (NSUP), dan didukung oleh Asian Development Bank di bawah proyek Neighborhood Upgrading Shelter Project (NUSP). Ruang lingkup kajian ini hanya fokus pada wilayah kerja Program Kotaku di bawah proyek NSUP yang didukung Bank Dunia dan AIIB yaitu di 153 kota/kabupaten. Khususnya di kota-kota yang dijadikan lokasi studi untuk dijadikan unit pengamatan.

Di dalam dokumen penilaian proyek NSUP Bank Dunia, dinyatakan bahwa proyek dirancang untuk membentuk platform kolaborasi, yaitu menekankan pada kemampuan pemerintah daerah merancang dan melaksanakan sistem terpadu intervensi penanganan permukiman kumuh. Melalui pembentukan pedoman konsolidasi program nasional permukiman kumuh serta kerangka kerja pemantauan dan evaluasi

Page 13: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

24 STUDY COLLABORATION ACTION 25STUDY COLLABORATION ACTION

terpadu yang dirancang proyek, kolaborasi antarsektor diharapkan efektif memperkuat pencapaian program 100-0-100. Sebab hampir sebagian besar proyek yang mendukung program tersebut berada di bawah Kementerian PUPR.

Di tingkat nasional maupun daerah, proyek membentuk Pokja PKP untuk memastikan kolaborasi berjalan efektif, dan memastikan dukungan pemda pada pengelolaan infrastuktur tersier bersama masyarakat (badan keswadayaan masyarakat, BKM). Pokja PKP dibentuk untuk memastikan pula adanya komunikasi regular dan pengambilan keputusan di antara para pemangku kepentingan di daerah.

Rancangan proyek untuk membentuk dan melaksanakan platform kolaborasi yang termuat di dalam dokumen penilaian proyek (Project Appraisal Document) adalah sebagai berikut; pemerintah daerah akan memimpin perencanaan dan implementasi pada Skala Kota, yang akan didukung melalui perencanaan terintegrasi dan peningkatan kapasitas pemerintah daerah (Komponen 2 dan 3). Selain itu, koordinasi yang efektif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat sangat penting untuk memastikan kelancaran pelaksanaan dan pertanggungjawaban yang didukung pembentukan Unit Pengelolaan Kolaborasi Pusat (CCMU) untuk mengembangkan kebijakan dan kelembagaan, serta bantuan teknis dan dukungan pelaksanaan (Komponen 1 dan 4). Dalam Komponen 2, persiapan dan kesepakatan RP2KPKP (SIAP) akan lebih lanjut memfasilitasi koordinasi antarsektor dan lintas sektor. Pengembangan RPLP (CSP) akan memastikan partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Proses konsultatif dibentuk untuk memastikan bahwa RP2KPKP (SIAP) dan RPLP (CSP) terintegrasi.

Salah satu parameter kolaborasi dan komitmen pemerintah daerah terhadap penanganan kumuh adalah pencapaian rasio target nilai pembiayaan kolaborasi terhadap nilai pembiayaan dari donor. Estimasi awal berkisar antara 3 sampai 4 kali lebih tinggi. Hasil tinjauan tengah proyek yang dilakukan Bank Dunia dan PMU terhadap data realisasi pembiayaan proyek sampai Desember 2018 menemukan bahwa rasio pendanaan kolaborasi pada pembiayaan proyek infrastruktur tingkat lingkungan telah mencapai angka yang ditargetkan. Secara nasional di Wilayah 2, kecenderungan nilai kolaborasi dari berbagai sumber

pendanaan mengalami peningkatan setiap tahunnya, terutama sumber pendanaan kolaborasi dari APBD II.

Menurut catatan realisasi pembiayaan, nilai pembiayaan kolaborasi telah melampaui angka estimasi awal penilaian proyek. Yaitu, total realisasi pembiayaan proyek pada periode 2017-2018 untuk semua komponen adalah sebesar US$ 513.000.000 (100 %), total pembiayaan tersebut berasal dari komponen pinjaman Bank Dunia sebesar US$ 46.000.000 (9 %), pinjaman AIIB sebesar US$ 46.000.000 (9 %), pembiayaan dari APBN sebesar US$ 105.000.000 (20 %), dan pembiayaan dari APBD I-II dan sumber lainnya sebesar US$ 316.000.000 (62 %).

Khusus untuk pembiayaan dukungan infrastruktur dan investasi lainnya (Komponen 3) 2017-2018 (di seluruh lokasi dampingan baik kelurahan pencegahan maupun kelurahan kumuh) total realisasi pembiayaan sebesar US$ 473.000.000 (100 %). Terdiri dari pembiayaan yang bersumber dari Bank Dunia sebesar US$ 30.000.000 (6 %), dari AIIB sebesar US$ 30.000.000 (6 %), pembiayaan dari APBN sebesar US$ 100.000.000 (22 %), dan pembiayaan dari APBD I-II dan lainnya sebesar US$ 313.000.000 (66 %).

Menurut laporan misi Midterm Review (MTR) Bank Dunia, pencapaian pendanaan kolaborasi dimungkinkan melalui dua cara. Yaitu:

a. Pertama, pengaturan dari atas, CCMU telah menciptakan berbagai mekanisme untuk memastikan bahwa anggaran khusus yang dikelola oleh kementerian dialokasikan ke daerah kumuh, sebagai contoh Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk perumahan, air, dan sanitasi.

b. Kedua, pengemasan dari bawah, PMU melalui tim konsultan nasional dan lokal telah bekerja dengan pemerintah daerah untuk meningkatkan pendanaan kolaboratif dengan menggunakan RP2KPKP dan RPLP sebagai instrumen utama. Dana dan kegiatan kolaborasi tersebut dicatat dan disimpan dalam sistem informasi manajemen proyek.

Pada Juli 2019, PMU berinisiatif melakukan kajian mengenai praktik kolaborasi dan kelembagaan dalam peningkatan kualitas perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Khususnya untuk menelusuri aliran

Page 14: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

26 STUDY COLLABORATION ACTION 27STUDY COLLABORATION ACTION

dana, kegiatan infrastruktur, penerima manfaat, penyelenggaraan kolaborasi, serta kelembagaan tingkat kota dan masyarakat.

Kajian ini dimaksudkan untuk memahami kontribusi kolaborasi terhadap pengurangan luasan kumuh, proses penyelenggaraan kolaborasi, dan faktor-faktor pendukung serta tantangan yang dihadapi untuk dijadikan bahan pembelajaran dalam upaya peningkatan pelaksanaan proyek ke depan. Untuk mencapai maksud tersebut ada tiga pertanyaan yang ingin dijawab, yaitu:

i. Sejauhmana kolaborasi berkontribusi terhadap pengurangan luasan kumuh?

ii. Bagaimana penyelenggaraan kolaborasi terjadi di tingkat kota dan masyarakat?

iii. Apa faktor-faktor yang mendukung kolaborasi dan apa tantangannya?

Tiga pertanyaan tersebut dijawab dengan berfokus pada penelusuran informasi dan data mengenai:

i. Pengurangan luasan kumuh di lokasi studi;

ii. Besaran dana dan sumbernya, infrastruktur terbangun, dan kelompok penerima manfaat;

iii. Pengalaman aktor-aktor yang terlibat dalam proses penyelenggaraan kolaborasi; serta

iv. Proses perencanaan dan kinerja kelembagaan (Pokja PKP dan BKM) dan faktor-faktor pendukung peningkatan kinerja kelembagaan.

Laporan ini merupakan output kajian berisi gambaran mengenai:

a. Pengurangan luasan kumuh di lokasi studi,

b. Jenis dan besaran dana, infrastruktur terbangun, dan kelompok penerima manfaat,

c. Penyelenggaraan kolaborasi,

d. Proses perencanaan penataan lingkungan permukiman berbasis masyarakat,

e. Kinerja kelembagaan, terutama kinerja Pokja PKP,

f. Faktor-faktor pendukung peningkatan kinerja kelembagaan.

Termasuk pula pembahasan mengenai:

a. Kontribusi kolaborasi terhadap pengurangan kumuh,

b. Tata kelola kolaborasi penanganan permukiman kumuh, dan

c. Faktor-faktor pendukung dan tantangan kolaborasi.

Laporan ini diakhiri oleh uraian mengenai pembelajaran dan saran.

Page 15: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

28 STUDY COLLABORATION ACTION 29STUDY COLLABORATION ACTION

II. METODOLOGIII.1. KONSEPSI KOLABORASI

Konsepsi kolaborasi dalam wacana akademik dan praktis merentang dari konsepsi mengenai suatu model nilai, mentalitas, model hubungan, sampai model tata kelola, khususnya tata kelola urusan publik.

Sebagai suatu model nilai, kolaborasi dikaitkan dengan prinsip-prinsip inklusivitas, partisipasi, kesetaraan, persamaan, penerimaan atas perbedaan, dan empati. Sebagai suatu mentalitas, kolaborasi dilihat sebagai pola pikir yang mengakui prinsip-prinsip tersebut dalam hubungan sosial. Sebagai suatu model hubungan, kolaborasi dilihat sebagai suatu pola atau derajat kedudukan antarpihak dalam berinteraksi dan transaksi, yaitu merentang dari pola jaringan, kerja sama, kemitraan, dan terakhir kolaborasi. Sedangkan sebagai suatu model tata kelola, khususnya tata kelola urusan publik, kolaborasi dilihat sebagai suatu model pengaturan dan pengambilan keputusan bersama. Kajian ini berpijak pada cara pandang yang terakhir, yaitu sebagai suatu model tata kelola.

Pengertian umum kolaborasi sebagai model tata kelola dirumuskan Ansell & Gash (2007), yaitu:

“Suatu tata kelola di mana satu atau lebih lembaga publik secara langsung melibatkan pemangku kepentingan non-pemerintah dalam proses pengambilan keputusan kolektif yang formal, berorientasi pada konsensus, dan musyawarah dan yang bertujuan untuk membuat atau menerapkan kebijakan publik atau mengelola program atau aset publik.” (Chris Ansell & Alison Gash, 2007:544)

Chris Ansell & Alison Gash (2007: 544-5) menyarankan enam kriteria penting dari suatu tata kelola kolaboratif, yakni:

1. Keberadaan forum yang diprakarsai oleh lembaga atau lembaga publik,

2. Peserta dalam forum termasuk aktor non-pemerintah,

3. Peserta terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan tidak hanya ‘’dikonsultasikan’’ oleh badan publik,

4. Forum ini diatur secara formal dan bertemu secara kolektif,

5. Forum ini bertujuan untuk membuat keputusan melalui konsensus (bahkan jika konsensus tidak tercapai dalam praktiknya), dan

6. Fokus kolaborasi adalah pada kebijakan publik atau manajemen publik.

Untuk memahami tata kelola kolaborasi kajian ini mengadopsi kerangka analisis yang disarankan oleh Chris Ansell & Alison Gash (2007) adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Kerangka Analisis Tata Kelola Kolaborasi

Batasan pengertian di atas dijadikan pijakan karena dinilai lebih operasional dibanding pengertian lainnya. Selain itu, dinilai mendekati dengan rancangan konsepsi kolaborasi untuk penanganan permukiman kumuh di Program Kotaku.

DEFINISI OPERASIONAL

Pengertian operasional kolaborasi dalam kajian ini menggunakan pintu masuk pada kriteria keenam tata kelola kolaboratif di atas. Yaitu,

Page 16: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

30 STUDY COLLABORATION ACTION 31STUDY COLLABORATION ACTION

berfokus pada kebijakan publik atau manajemen publik pada aspek penyelenggaraan dan pembiayaan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, ruang lingkup dan pengertian kolaborasi yang digunakan jauh lebih sempit dan teknis dibanding rumusan pengertian di atas. Yaitu, kolaborasi sebagai ‘pembiayaan dan proses penyelenggaraan infrastruktur dan kegiatan pendukungnya yang relevan dengan peningkatan kualitas permukiman kumuh (pengurangan luasan kumuh) yang melibatkan multi-pihak’.

Berdasarkan ruang lingkup pengertian operasional di atas berikut adalah batasan pengertian beberapa istilah yang digunakan, yaitu sebagai berikut:

i. Permukiman kumuh. Permukiman kumuh adalah permukiman yang mengalami penurunan kualitas infrastruktur dasar (7 Indikator + 1) yang ditandai oleh penetapan delineasi luasan permukiman kumuh dan tingkat keparahan oleh pemerintah daerah. Peningkatan kualitas permukiman kumuh ditandai turunnya derajat kekumuhan yang diindikasikan oleh penurunan nilai kekumuhan dan pengurangan luasan kumuh sampai di bawah 19.1

ii. Pengurangan luas kumuh. Pengurangan luasan kumuh adalah pengurangan jumlah lokasi perumahan dan permukiman kumuh yang telah ditetapkan melalui surat keputusan bupati. Di dalamnya tercantum indikasi luas permukiman ruang lingkup terkecil dalam satuan delineasi ruang (dalam praktiknya merupakan satu kesatuan rukun tetangga [RT], dan atau kumpulan RT). Suatu lokasi delineasi dapat dikatakan tidak kumuh (yang kemudian berimplikasi kepada pengurangan luas kumuh) apabila telah mencapai suatu nilai kekumuhan yang dipersyaratkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 14 Tahun 2018 dan Permen PUPR No. 2/2016. Gambaran mengenai pengurangan luasan kumuh dalam kajian ini didasarkan pada data sekunder yang telah dihitung mengikuti kaidah-kaidah tersebut.

iii. Infrastruktur kolaborasi dan kegiatan pendukung adalah infrastruktur dasar di permukiman kumuh. Terdiri dari jalan

1Permen PUPR No.14/2018

lingkungan, drainase lingkungan, sarana air bersih, sanitasi, bangunan, pengelolaan persampahan, sarana proteksi bahaya kebakaran, dan ruang terbuka hijau yang dibiayai oleh dana kolaborasi di delineasi permukiman kumuh.

iv. Dana kolaborasi adalah nilai pembiayaan yang dialokasikan di lokasi delineasi kumuh untuk membiayai kegiatan peningkatan kualitas infrastruktur. Seperti jalan lingkungan, drainase lingkungan, sarana air bersih, sanitasi, bangunan, pengelolaan persampahan, sarana proteksi bahaya kebakaran, dan ruang terbuka hijau. Untuk membiayai kegiatan lainnya seperti biaya perencanaan teknis, biaya operasional BKM, peningkatan kesehatan, peningkatan kapasitas SDM masyarakat dan pendamping, serta sosialisasi bersumber dari luar pendanaan NSUP antara periode 2016 sampai 2018.

v. Proses penyelenggaraan kolaborasi, yaitu tahapan dan mekanisme kegiatan perencanaan dan pembiayaan pembangunan infrastruktur. Aspek proses mengandung pengertian ‘cakupan kolaborasi’. Kategorisasi ‘cakupan kolaborasi’ dalam konteks program telah dirumuskan, yaitu meliputi:

1. Kolaborasi data, yaitu pemerintah kelurahan bersama masyarakatmenetapkan data Baseline kumuh, dan wali kota/bupati mengulas dan menetapkan SK Kumuh berbasis Baseline kelurahan;

2. Kolaborasi rencana, yaitu pemerintah kelurahan bersama masyarakat menetapkan rencana penataan permukiman kumuh Skala Lingkungan (RPLP) dan wali kota/bupati mengulas dan menetapkan rencana kota (RP2KPKP) berbasis rencana kelurahan (RPLP);

3. Kolaborasi rancangan, yaitu pemerintah kota/kabupaten memfasilitasi pemerintah kelurahan dan masyarakat menetapkan rancangan teknis (DED) dan rencana biaya (RAB) kegiatan infrastruktur Skala Lingkungan; wali kota/bupati menyusun rancangan teknis (DED) dan rencana biaya (RAB) kegiatan infrastruktur Skala Kawasan atau Skala Kota,

Page 17: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

32 STUDY COLLABORATION ACTION 33STUDY COLLABORATION ACTION

4. Kolaborasi pembiayaan, yaitu pemerintah kota/kabupaten memfasilitasi stakeholder kota dan kelurahan serta mengalokasikan dana serta program di Skala Lingkungan prioritas; wali kota/bupati mengalokasikan APBD untuk kegiatan infrastruktur Skala Kawasan atau Skala Kota;

5. Kolaborasi kelembagaan, yaitu pemerintah kota/kabupaten memfasilitasi BKM dan sinergi pemerintah kelurahan dengan BKM; wali kota/bupati memfasilitasi Pokja PKP dan pemangku kepentingan kota setempat;

6. Kolaborasi keberlanjutan, yaitu pemerintah kota/kabupaten memfasilitasi pemerintah kelurahan dengan BKM untuk pemanfaatan dan pemeliharaan infrastruktur Skala Lingkungan; wali kota/bupati memfasilitasi organisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk pemanfaatan dan pemeliharaan infrastruktur Skala Kawasan atau Skala Kota.

Dua faktor yang diduga penentu proses kolaborasi dari kerangka analisis Chris Ansell & Alison Gash (Gambar 1) juga ditelusuri dengan batasan pengertian sebagai berikut:

vi. Kinerja kelembagaan, yaitu keberfungsian kelembagaan pemerintah daerah (Pokja PKP) yang indikator-indikatornya terdiri dari lima aspek, yaitu:

a. Memiliki rencana kerja;

b. Memiliki sekretariat;

c. Memiliki biaya operasional pelaksanaan (BOP);

d. Ada kegiatan rapat rutin, dan

e. Ada kegiatan monitoring.

Sementara kinerja kelembagaan masyarakat (BKM)Program Kotaku memiliki empat kategori, yakni:

a. Awal,

b. Berdaya,

c. Mandiri, dan

d. Menuju madani yang dinilai berdasarkan sejumlah indikator.

vii. Pemberdayaan, yaitu ‘hasil’ pendampingan terhadap pemerintah daerah dan masyarakat dalam merumuskan kebutuhan infrastruktur permukiman dalam bentuk dokumen Rencana Penataan Lingkungan Permukiman (RPLP) dan dokumen Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) di tingkat kota/kabupaten.

Keseluruhan pengertian konsepsi di atas digunakan untuk ‘menangkap’ realitas konsepsi operasional kolaborasi Program Kotaku. Rumusannya: “Kumuh adalah persoalan bersama dan harus ditangani bersama-sama dengan pemda sebagai nakhodanya (sosialisasi), membangun kesepahaman arti kumuh, strategi penanganan dan pencegahan, membangun komitmen siapa berperan apa di mana (perencanaan), lalu membangun kemitraan dengan berbagai pihak yang potensial. Di antaranya adalah pemerintah kota/kabupaten, masyarakat, pemerintah pusat, swasta, atau lembaga swadaya masyarakat (LSM), guna merealisasikan berbagai kegiatan penanganan kumuh yang sudah direncanakan. Jadi kolaborasi penanganan kumuh adalah kegiatan bersama dalam penanganan kumuh yang terencana”.

Mengacu pada pengertian-pengertian di atas, kolaborasi sebagai tata kelola dapat ditelusuri dan dipahami melalui cerita pengalaman para pelaku (proses), pengamatan terhadap lingkungan (bangunan), catatan-catatan mengenai pembiayaan/pendanaan, dan data sekunder lainnya.

II.2. LOKASI DAN PROSES KAJIAN

Kajian dilaksanakan di 17 kota/kabupaten dan 17 kelurahan/desa di sembilan provinsi lokasi NSUP/Program Kotaku. Lokasi kajian tingkat provinsi dipilih menurut sebaran kewilayahan: Wilayah Barat; Jawa Timur dan Jawa Tengah, Wilayah Tengah; Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Sulawesi Utara, dan Wilayah Timur; Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Page 18: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

34 STUDY COLLABORATION ACTION 35STUDY COLLABORATION ACTION

Di setiap provinsi dipilih dua kota (kecuali Papua Barat), satu kota mewakili dana kolaborasi besar, dan kota lainnya dana kolaborasi rendah di provinsi tesebut. Lantas di lokasi kota/kabupaten dipilih satu kelurahan yang telah diketahui dari data sekunder terdapat pembiayaan kolaborasi untuk pembangunan infrastruktur di delineasi kumuh.

Lalu lima kota yang dipilih khusus adalah Kota Denpasar di Provinsi Bali karena dalam dua tahun terakhir provinsi ini tidak memperoleh BPM. Sedangkan Kota Majene dan Kota Polewalimandar di Sulawesi Barat dipilih karena kota/kabupaten yang diintervensi memiliki jumlah kelurahan/desa paling sedikit dibanding kota/kabupaten lainnya di level nasional Wilayah 2.

Kajian ini memanfaatkan data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yang diperoleh melalui kerja lapangan di sejumlah lokasi tidak dimaksudkan untuk memperbandingkan antarlokasi dan atau perbandingan kasus, melainkan untuk pengayaan. Hal ini karena sifat studi lebih pada penelusuran multi-lokasi untuk memperoleh tipologi dan gambaran proses kolaborasi (yang tercermin dari cerita narasumber) di seluruh lokasi studi. Oleh karena itu, data kualitatif yang berhasil dikumpulkan dikategorisasi dan dikelompokkan secara induktif berdasarkan tafsiran terhadap persamaan dan perbedaan karakter, baik pada level lokasi, maupun pada level substansi topik. Hubungan yang mungkin terjadi antarsubstansi topik, ditafsirkan berdasarkan asumsi kerangka logis manajemen proyek (input, proses, output). Penafsiran diperluas pada konteks-konteks yang menjelaskan karakter substansial dari aspek yang dikaji sejauh informasi tersedia dengan landasan kerangka analisis hipotetis yang telah disampaikan di atas.

Data kuantitatif dalam kajian ini lebih banyak bersumber dari data sekunder, berupa angka-angka pada skala nominal sampai rasio dari sejumlah variabel atau aspek yang relevan. Analisis statistik deskriptif sederhana digunakan untuk data-data tersebut. Seperti pembuatan peringkat, perhitungan pemusatan, tabel frekuensi, dan grafik. Hasil analisis kualitatif dan kuantitatif ini digunakan untuk saling melengkapi, yaitu teknik paling sederhana dari kajian yang menggunakan metode campuran.

Narasumber adalah pihak yang dipastikan memiliki pengalaman menyelenggarakan kolaborasi di daerah, yaitu pemerintah daerah, pelaksana proyek, dan pendamping proyek. Di kalangan pemerintah daerah, dipilih orang-orang yang tergabung dalam Pokja PKP. Kedudukan narasumber dalam struktur organisasi pemerintah daerah bervariasi, mencakup; ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), kepala Dinas (OPD/SKPD), kepala bidang, dan atau kepala seksi, dan lurah. Narasumber dari masyarakat adalah anggota pimpinan kolektif badan keswadayaan masyarakat (BKM) dan kelompok swadaya masyarakat (KSM). Narasumber lainnya adalah pendamping program, mencakup Team Leader OSP, tenaga ahli FIC OSP, Koordinator Kota dan atau Asisten Kota Mandiri, Askot Kelembagaan dan Kolaborasi, dan para fasilitator. Tenaga ahli (TA) di OSP diwawancara juga untuk konfirmasi seperti TA Monitoring and Evaluation, TA Urban Panning, dan TA SIM.

Informasi mengenai pengalaman penyelenggaraan kolaborasi dikumpulkan dengan metode wawancara kelompok, wawancara mendalam individual, secara formal maupun informal. Kegiatan wawancara secara mendalam dilaksanakan kepada perwakilan Pokja PKP di 12 kota dan lima kabupaten (melibatkan 92 anggota pokja). Wawancara mendalam (secara open ended) dilaksanakan kepada perwakilan pemerintahan lurah/desa, BKM, KSM, dan relawan lokal (melibatkan 117 orang) pada setiap kota/kabupaten yang menjadi target.

Hasil wawancara dengan perwakilan Pokja PKP (pemda) langsung dikonfirmasi kepada pendamping di tingkat kota/kabupaten yaitu Tim Koordinator Kota (melibatkan 87 orang). Hasil wawancara dengan perwakilan pemerintahan tingkat kelurahan/desa, BKM, KSM, dan relawan lokal sudah langsung dikonfirmasi kepada Tim Fasilitator (melibatkan 91 orang) yang mendampingi kelurahan/desa tersebut, sekaligus validasi terhadap data sekunder mengenai Kinerja Kelembagaan dengan melakukan uji dokumen, dan validasi data pendanaan kolaborasi melalui pengamatan terhadap kegiatan infrastruktur di lapangan. Informasi lain terkait dana, kegiatan, dan penerima manfaat diperoleh dari data sekunder, baik data yang dimiliki oleh KMP, OSP, Korkot, maupun Pokja PKP.

Page 19: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

36 STUDY COLLABORATION ACTION 37STUDY COLLABORATION ACTION

Tabel 1. Lokasi Studi

Kajian dilakukan selama kurang lebih tiga bulan yaitu Juli sampai September 2019. Selama kurang lebih 90 hari tersebut, tahapan kegiatan yang dilakukan adalah mempersiapkan kerangka acuan kerja, memilih lokasi, mempersiapkan metode dan instrumen, pengumpulan informasi, penyusunan catatan lapangan, pengolahan dan analisis, dan pembuat laporan. Tahap persiapan dilakukan oleh USK FIC KMP 2 bersama Advisory, dan berkonsultasi dengan PPK Wilayah 2.

III. HASIL KAJIANPada bagian ini digambarkan mengenai situasi dan kondisi terkini di lokasi studi; Pertama, gambaran mengenai pengurangan luasan kumuh; kedua, gambaran dana, kegiatan dan penerima manfaat kolaborasi; ketiga, penyelenggaraan kolaborasi; keempat, gambaran kinerja kelembagaan; dan kelima, gambaran pendampingan perencanaan penanganan kumuh.

III.1. PENGURANGAN LUASAN KUMUH DI LOKASI STUDI

Selama periode 2016-2018, lebih dari separuh luasan kumuh awal di 17 kota/kabupaten lokasi studi telah berhasil dikurangi. Ada kota-kota yang kumuhnya berkurang besar, ada pula yang relatif kecil. Berdasarkan data Sistem Informasi Manajemen Program Kotaku, persentase pencapaian pengurangan luasan kumuh di 17 kota/kabupaten lokasi studi terhadap seluruh luasan kumuh awal di kota-kota lokasi adalah sebesar 60 %; dan pengurangan kumuh di 17 kelurahan/desa lokasi studi sebesar 43 %.

Pencapaian pengurangan luasan kumuh di masing-masing kota/kabupaten bervariasi (lihat Tabel 2, Grafik 1, dan Grafik 2). Rata-rata pengurangan luas kumuh di seluruh kota/kabupaten studi adalah sebesar 48,74 hektare, dengan nilai tengah sebesar 21 ha. Ada lima kota yang pencapaiannya di atas rata-rata. Berturut-turut dari yang paling besar luasan pengurangan kumuhnya adalah Kota Samarinda, Balikpapan, Manado, Kupang, dan Kota Bitung, serta sisanya berada di bawah rata-rata.

Satu penjelasan adanya variasi pencapaian pengurangan luasan kumuh ini adalah perbedaan luasan kumuh awal di masing-masing kota/kabupaten. Luasan kumuh awal di lokasi studi bervariasi (lihat Grafik 1). Rata-rata luas kumuh awal untuk seluruh kota/lokasi studi adalah 89 ha dengan nilai tengahnya sebesar 69 ha. Mengacu pada hasil hitungan rata-rata dan nilai tengah, hampir separuh dari 17 kota lokasi studi memiliki luas kumuh di atas rata-rata. Berturut-turut dari yang paling

PROV KOTA/KAB KEL/DESAKOTA MAGELANG TIDAR UTARAKOTA SALATIGA KUTOWINANGUN LORKAB. MOJOKERTO SOOKOKOTA KEDIRI BALOWERTIKAB. BULELENG KAMPUNG BARUKOTA DENPASAR DESA DAUH PURIH KAUHKAB. TIMOR TENGAH SELATAN TAUBNENOKOTA KUPANG ALAKKOTA SAMARINDA MESJIDKOTA BALIKPAPAN BARU TENGAHKOTA MANADO MOLASKOTA BITUNG BITUNG BARAT IKAB. POLEWALI MANDAR DARMAKAB. MAJENE PANGALI-ALIKOTA TIDORE KEPULAUAN RUMKOTA TERNATE SOA SIO

PAPUA BARAT KOTA SORONG KLAMANA

MALUKU UTARA

BALI

JAWA TENGAH

JAWA TIMUR

NUSA TENGGARA TIMUR

KALIMANTAN TIMUR

SULAWESI UTARA

SULAWESI BARAT

Page 20: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

38 STUDY COLLABORATION ACTION 39STUDY COLLABORATION ACTION

besar luasan kumuhnya, yaitu Kota Samarinda, Balikpapan, Manado, Kupang, Bitung, Magelang, Tidore, dan Kota Sorong, serta sisanya di bawah rata-rata.

Dua kota yang memiliki luasan kumuh terkecil adalah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan Kabupaten Majene. Kedua kota ini telah berhasil menghilangkan kumuh sampai 0 ha di level kota/kabupaten pada 2018. Kota/kabupaten lainnya masih menyisakan luas kumuh rata-rata 37 ha, dengan nilai tengah sebesar 36 ha. Ada delapan dari 15 kota/kabupaten yang masih menyisakan luas kumuh di atas rata-rata luas akhir kumuh seluruh kota. Berturut-turut dari yang paling besar sisa luasan kumuhnya, yaitu Kota Balikpapan, Tidore, Bitung, Polewali Mandar, Sorong, Magelang, Denpasar, dan Kota Manado (perhitungan rata-rata dan grafik lihat di lampiran).

Berdasarkan data pengurangan luasan kumuh di atas, cukup ‘aman’ jika dikatakan bahwa Kota Samarinda dan Kota Kupang adalah dua kota yang paling cepat menurunkan luasan kumuh di level kota/kabupaten. Maknanya, dalam durasi waktu yang sama, kedua kota tersebut telah mengurangi luasan kumuh tertinggi dan sisa luasan kumuh akhirnya ada di bawah rata-rata. Kota Balikpapan juga tergolong cepat dalam mengurangi kumuh, kendati sisa kumuh akhir masih di atas rata-rata. Dua kota/kabupaten yang tergolong lambat dalam mengurangi luasan kumuhnya adalah Kabupaten Polewali Mandar dan Denpasar.

Secara umum pengurangan luasan kumuh di lokasi studi selama 2016-2018 terjadi secara bertahap dan bertingkat. Dikatakan bertahap karena kegiatan-kegiatan yang menjadi komponen kekumuhan diselesaikan dalam lebih dari satu jangka waktu. Dan disebut bertingkat karena investasi kegiatan pertama-tama menyumbang kepada ketersediaan dan atau peningkatan kualitas infrastruktur yang menjadi komponen bagi perhitungan derajat kekumuhan, sampai pada derajat yang bisa diterima sebagai pengurangan luasan kumuh (berat, sedang, ringan, tidak ada kumuh). Angka luasan kumuh yang dicapai pada 2016 sebesar 1,1 ha, dan di tingkat kelurahan belum ada pengurangan kumuh. Namun demikian, terjadi lonjakan pengurangan kumuh di tahun-tahun selanjutnya.

Gambaran pengurangan luas kumuh di level kota tercermin pula di level kelurahan/desa. Wilayah yang sudah dinyatakan tidak kumuh secara perhitungan numerik adalah Kelurahan Mesjid di Kota Samarinda (luas kumuh awal dan pencapaian pengurangan kumuh 5,18 ha), Desa Taubneno di Kabupaten TTS (luas kumuh awal dan pencapaian pengurangan kumuh 7,38 ha). Kelurahan yang sama sekali tidak ada pencapaian pengurangan luasan kumuh meskipun sudah banyak intervensi kegiatan adalah Kelurahan Molas di Kota Manado (luas kumuh awal 13,79 ha, pencapaian pengurangan kumuh 0 ha), Kelurahan Klamana di Kota Sorong (luas kumuh awal 5,64 ha, pencapaian pengurangan kumuh 0 ha). Kelurahan yang memiliki pencapaian pengurangan kumuh namum belum menuntaskan luasan kumuh secara keseluruhan terjadi di Kelurahan Bitung Barat 1 di Kota Bitung (luas kumuh awal 23,61 ha, pencapaian pengurangan kumuh 17,75 ha, menyisakan 5,86 ha luas kumuh).

Berdasarkan fakta pengurangan kumuh di level kota dan kelurahan, diperoleh penjelasan bahwa di lokasi-lokasi yang memiliki nilai kekumuhan yang tinggi, jumlah kegiatan yang banyak tidak serta merta mengurangi luasan kumuh. Akan tetapi, pencapaian pengurangan berkontribusi pada perubahan nilai kekumuhan yang lebih baik (lihat pembahasan sub Bab IV.1.2 dan detil progres pengurangan luasan kumuh di lokasi studi dapat dilihat di lampiran 1 dan 2.).

Tabel 2. Luas Pengurangan Kumuh Menurut Level Unit Analisis 2016-2018

Sumber data: Sistem Informasi Manajemen Program Kotaku

LevelUnitAnalisis

LuasKumuhAwal(ha)

LuasPenguranganKumuh(ha) SisaLuasKumuh(ha)

%CapaianLuas

Kumuh2016 2017 2018 Kumulatif

Kota/KabupatenLokasiStudi

(17Kota/Kab.)

1639.1 1.1 519.8 459.5 982.0 657.1 60%

Desa/KelurahanLokasiStudi

(16Desa/Kel.)

171.8 0 21.8 52.0 73.8 98.0 43%

Page 21: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

40 STUDY COLLABORATION ACTION 41STUDY COLLABORATION ACTION

Grafik 1. Luas Kumuh Awal, Kumuh Akhir, Pengurangan Luasan Kumuh di Lokasi Studi 2016-2018

Sumber data: Sistem Informasi Manajemen Program Kotaku

Grafik 2. Luas Kumuh Awal, Luas Kumuh Akhir, Pengurangan Luasan Kumuh di Kelurahan/Desa 2016-2018

Sumber data: Sistem Informasi Manajemen Program Kotaku

III.2. DANA, KEGIATAN, DAN PENERIMA MANFAAT KOLABORASI

III.2.1. NILAI DAN SUMBER PENDANAAN KOLABORASI

Total nilai pendanaan kolaborasi di 17 kota/kabupaten lokasi studi periode 2016-2018 sebesar Rp 812 miliar. Sumber dana kolaborasi berasal dari APBN (40 %), APBD I (17 %), APBD II (39 %), dana desa/kelurahan, dan sumber non-pemerintah, yaitu: BUMN/D, sektor perbankan, perusahaan swasta, organisasi nirlaba, dan swadaya masyarakat (4 %).

Pendanaan di tingkat kelurahan/desa pada 2016-2018 mencapai sebesar Rp 88,5 miliar. Sumber dana kolaborasi berasal dari APBN (34 %), APBD I (25 %), APBD II (38 %), dana desa/kelurahan, dan sumber non-pemerintah, yaitu: BUMN/D, sektor perbankan, perusahaan swasta, organisasi nirlaba, dan swadaya masyarakat (3 %). Secara berturut-turut peringkat kota menurut besaran nilai kolaborasi di lokasi studi adalah Kota Sorong, Samarinda, Kupang, Manado, dan Kota Magelang.

Besaran nilai kolaborasi setiap tahun di setiap kota/kabupaten bervariatif. Ada tiga kelompok kota berdasarkan kecenderungan perubahan besaran nilai setiap tahun dalam periode 2016-2018, yaitu:

1. Kota-kota yang nilai kolaborasinya cenderung naik,

2. Kota-kota yang nilai kolaborasinya cenderung turun, dan

3. Kota-kota yang nilai kolaborasinya berfluktuatif.

Di kelompok pertama, ada tujuh dari 17 kota/kabupaten yang nilai kolaborasinya meningkat setiap tahun. Berturut-turut berdasarkan peringkat nilai kolaborasinya (dari terbesar ke terkecil), yaitu Kota Kupang, Magelang, Majene, Polewali Mandar, Kediri, Salatiga, dan Kota Mojokerto.

Page 22: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

42 STUDY COLLABORATION ACTION 43STUDY COLLABORATION ACTION

Grafik 3. Komposisi Sumber Pembiayaan Kolaborasi di 17 Kota/Kabupaten dan 17 Kelurahan/Desa Periode 2016-2018

Sumber data: Sistem Informasi Manajemen Program Kotaku

Grafik 4. Nilai Dana Kolaborasi di 17 Kota/Kabupaten Lokasi Studi Periode 2016-2018

Sumber Data: Sistem Informasi Manajemen Program Kotaku

Kota yang berada di kelompok kedua, yaitu yang selama tiga tahun cenderung menurun, ada sebanyak empat kota. Berturut-turut berdasarkan peringkat nilainya (dari terbesar ke terkecil) yaitu Kota Sorong, Manado, Bitung, dan Kota Timor Tengah Selatan. Di Kota Sorong, penurunan dana terjadi mengikuti penurunan dana pusat dan provinsi, sementara dana APBD II per tahun justru meningkat. Kota-kota yang dana kolaborasinya setiap tahun berfluktuatif adalah Kota Samarinda, Denpasar, Ternate, Buleleng, Balikpapan, dan Kota Tidore Kepulauan. Fluktuasi yang terjadi di kota-kota ini penyebabnya bervariasi: perubahan dana pusat, APBD I, dan atau perubahan dana APBD II.

Dari ketujuh kota tersebut, hanya tiga kota yang nilai APBD II-nya setiap tahun meningkat yaitu Kupang, Majene, dan Salatiga2. Kenaikan yang terjadi di tiga kota lainnya didukung oleh penambahan komponen sumber pendanaan APBN dan APBD I, dan atau kenaikan nilai dari kedua jenis sumber tersebut.

Kenaikan dana kolaborasi per tahun yang terjadi di Kota Kupang terjadi karena kontribusi APBD II setiap tahun bertambah. Selain itu ada kenaikan yang cukup besar dana Direktorat PKP pada 2018, serta mulai dialokasikannya dana APBD I dan Dana Alokasi Khusus ke delineasi kumuh pada 2018.

Di Kota Magelang, kontribusi APBD II sempat turun pada 2017, namun naik hampir dua kali lipat setahun kemudian. Berbeda dengan Kupang, Kota Magelang telah mengalokasikan APBD I sejak tiga tahun berturut-turut, kendati pada 2018 nilai kontribusinya turun. Namun di tahun yang sama, Kota Magelang memperoleh komponen dana kolaborasi tambahan yang bersumber dari Direktorat PKP, APBN, dan Dana Alokasi Khusus.

Senada dengan Kupang, Kota Majene terus meningkatkan alokasi APBD II ke lokasi kumuh selama tiga tahun terakhir dan memperoleh APBD I pada 2016 dan 2018. Dana kolaborasi meningkat pada 2018 dengan adanya tambahan komponen dari Direktorat PKP, APBN, dan Dana Alokasi Khusus.

Di Kota Polewali Mandar, sumber dari APBD II fluktuatif. Kontribusi terbesar terhadap peningkatan dana kolaborasi di kota ini bersumber dari APBN pusat pada 2018. Untuk melihat detil sumber dan nilai pendanaan kolaborasi dapat dilihat pada lampiran 3 dan 4.

2 Program Kotaku memanfaatkan data Baseline yang dihasilkan P2KKP pada 2015 dan sudah menghasilkan data Baseline serta dokumen RPLP di awal 2016, dan program NSUP dimulai pada 2017. Dari data SIM Program Kotaku diketahui ada kecenderungan total pembiayaan APBD II naik setiap tahun. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa pemda mulai fokus pada kegiatan di kelurahan kumuh dalam dua tahun terakhir (2017-2018). Kecenderungan ini dapat dimengerti karena sejak 2016 hampir semua kelurahan/desa dampingan Program Kotaku sudah menyusun RPLP dan beberapa kota sudah menyusun RP2KPKP.

Page 23: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

44 STUDY COLLABORATION ACTION 45STUDY COLLABORATION ACTION

III.2.2. KEGIATAN INFRASTRUKTUR DAN PENERIMA MANFAAT KOLABORASI

Sumber-sumber pendanaan dari APBN, APBD I, APBD II, dan sumber pendanaan lainnya yang dikerahkan ke lokasi delineasi kumuh digunakan untuk kegiatan peningkatan kualitas semua jenis infrastruktur yang menjadi indikator kumuh. Yaitu mencakup perbaikan perumahan, pembangunan jalan, drainase, ruang terbuka hijau, sanitasi, sarana air bersih, fasilitas pembuangam limbah, ruang terbuka publik, dan sarana proteksi kebakaran. Tentunya situasi di masing-masing kota bervariasi sesuai kebutuhan yang ada di delineasi kumuh. Demikian juga jumlah jenis kegiatan yang dilaksanakan di setiap kota dalam periode 2016-2018 bervariasi.

Kegiatan kolaborasi paling banyak ada di Kota Magelang dengan 11 jenis dan Kota Kediri 10 jenis kegiatan. Sedangkan kota yang paling sedikit jenis kegiatannya yaitu Kota Kupang, Kabupaten TTS, dan Kabupaten Mojokerto sebanyak lima jenis kegiatan. Di semua kota/kabupaten ditemukan tiga jenis kegiatan yang selalu ada, yaitu: jalan, drainase,

dan bangunan gedung (pembangunan RTLH). Hanya di beberapa kota saja ditemukan kegiatan pembangunan saluran pembuangan limbah (meter) dan proteksi kebakaran (meter).

Keadaan di level kota hampir serupa dengan di level kelurahan/desa. Di Kelurahan Baru Tengah dan Kelurahan Mesjid dijumpai jenis kegiatan paling banyak, sedang di Rum dan Bitung Barat 1 jumlah jenis kegiatannya paling sedikit. Di semua kelurahan/desa ditemukan kegiatan jalan kecuali Kelurahan Bitung Barat 1. Di semua kelurahan/desa ditemukan kegiatan drainase, kecuali Kelurahan Molas, Bitung Barat 1 dan Kelurahan Kampung baru (lihat Tabel 3 dan 4).

Tabel 3. Jenis Kegiatan Infrastruktur Kolaborasi di 17 Kota/Kabupaten Lokasi Studi Periode 2016-2018

Sumber Data: Sistem Informasi Manajemen Program Kotaku

Tabel 4. Jenis Kegiatan Infrastruktur Kolaborasi di 16 Kelurahan/Desa Lokasi Studi Periode 2016-2018

Sumber Data: Sistem Informasi Manajemen Program Kotaku

Ilustrasi 1. Pendanaan Kolaborasi di Kabupaten Majene

Kegiatan Kolaborasi di Kabupaten Majene yang dilakukan pada 2017 s/d 2018 telah melaksanakan kurang lebih 28 kegiatan dengan total anggaran yang dimanfaatkan sebesar Rp 42.896.660.000. Dengan rincian anggaran tersebut bersumber dari dana yang berasal dari Direktorat PKP sebesar Rp 6.447.889.000, Direktorat PKP lainnya Rp 2.207.500.000, APBN pusat sebesar Rp 5.676.670.000, APBD 1 (provinsi) sebesar Rp 3.518.650.000, APBD II (kabupaten) Rp 22.578.415.000, DAK sebesar Rp 600.000.000, ADD sebesar Rp 1.732.336.000, CSR perbankan sebesar Rp 135.000.000, dan swadaya masyarat sebesar Rp 200.000.

Kegiatan kolaborasi di Kelurahan Pangali-ali yang dilakukan pada 2017 s/d 2018 telah melaksanakan kurang lebih ada 22 kegiatan dengan total anggaran yang dimanfaatkan sebesar Rp 15.273.489.000. Dengan rincian, anggaran tersebut bersumber dari anggaran yang berasal dari Direktorat PKP sebesar Rp 6.447.889.000, APBN pusat sebesar Rp 1.587.500.000, APBD 2 (kabupaten) Rp 7.203.100.000, dan CSR perbankan sebesar Rp 35.000.000.

Page 24: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

46 STUDY COLLABORATION ACTION 47STUDY COLLABORATION ACTION

Tabel 5. Penerima Manfaat Infrastruktur Kolaborasi di 17 Kota/Kabupaten Lokasi Studi 2016-2018

Sumber Data: Sistem Informasi Manajemen Program Kotaku

Tabel 6. Penerima Manfaat Infrastruktur Kolaborasi di 17 Kelurahan/Desa Lokasi Studi 2016-2018

Sumber Data: Sistem Informasi Manajemen Program Kotaku

Penghuni permukiman secara umum, khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), telah memperoleh akses yang lebih baik terhadap semua infrastruktur dasar permukiman yang telah dibangun atau ditingkatkan kualitasnya. Bahkan kajian ini menemukan bahwa kegiatan yang direncanakan secara terpadu di lokasi yang

memiliki potensi wisata, seperti kegiatan penataan Kawasan Wisata Pancuran, Kelurahan Kutowinangun Lor, Kota Salatiga dimanfaatkan oleh 1.466 kepala keluarga (KK), dan 390 di antaranya adalah KK MBR. Total jumlah penduduk 3.950 jiwa yang terdiri dari 2.074 perempuan dan 876 laki-laki. Begitu pun yang terjadi pada pembangunan Ruang Terbuka Hijau di Balowerti, Kota Kediri, telah menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga sekitar.

Sebagai contoh hasil kunjungan ke Kelurahan Soa Sio, Kota Ternate mencatat minimal ada delapan kegiatan. Jumlah pendanaan yang dikucurkan sebesar Rp 2.734.121.000 dari APBN dengan penerima manfaat sebanyak 303 KK, yang 192 di antaranya adalah MBR, dengan total penduduk sejumlah 1.009 jiwa. Satu kegiatan di Kelurahan Soa Sio yang dikunjungi adalah pembangunan jalan baru di lokasi kumuh di RT 7, sepanjang 383 meter dengan pendanaan APBN sebesar Rp 1.532.000.000 dan dimanfaatkan 276 jiwa (64 KK). Menurut warga, kondisi jalan sebelumnya tidak ada sehingga harus memutar karena bangunan permukiman berada di atas air. Pembuatan jalan beton lebih memudahkan masyarakat untuk mengakses jalan keluar masuk tanpa harus memutar permukiman lagi.

Di Kota Tidore, tepatnya di Kelurahan Rum, ada kegiatan kolaborasi yang jumlah pendanaannya sebesar Rp 96.750.000 dari APBD II dengan penerima manfaat sebanyak 56 KK (236 jiwa). Warga menuturkan, pembuatan saluran air yang didanai APBD Kota Tidore Kepulauan dan jalan berkonstruksi paving block yang didanai BPM Program Kotaku memberikan kenyamanan bagi akses penggunan jalan dan masyarakat sekitar. Sebab, selain membuat lingkungan sekitar tertata, saat air hujan sudah masuk ke saluran air yang berujung di saluran Barangka.

Contoh lainnya adalah kegiatan penataan kawasan kumuh di Kelurahan Peguyangan, Kota Denpasar yang dilakukan ada 2019 ini dengan anggaran APBD II TA 2019 oleh Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan sebesar Rp 222.144.508. Pembangunannya sudah hampir selesai dan pemanfaat kegiatan ini adalah masyarakat pemulung sebagai penghuni lama dan warga yang mau berswadaya dengan mengorbankan lokasi rumah yang terkena dampak pembangunan drainase dan jalan ber-paving block sesuai perencanaan. Kesadaran masyarakat lumayan baik dan telah

Page 25: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

48 STUDY COLLABORATION ACTION 49STUDY COLLABORATION ACTION

mengubah wajah permukiman sehingga kekumuhan di lingkungan ini sudah hampir terselesaikan.

III.3. PENYELENGGARAAN KOLABORASI

Kajian ini menemukan tiga pola penyelenggaraan kolaborasi dalam penanganan kumuh, yaitu:

1. Integrasi RPLP-RP2KPKP ke sistem perencanaan dan penganggaran pemerintah daerah (reguler);

2. Inovasi dan inisiatif lokal keterpaduan, yang diprakarsai pemda maupun masyarakat;

3. Kerja sama dan kemitraan yang diprakarsai pemda maupun masyarakat ke sektor swasta (termasuk BUMN/BUMD).

Tabel 6 di bawah menyajikan ringkasan keberadaan ketiga pola tersebut di kota/kabupaten. Dari tabel tersebut, wilayah yang telah menyelenggarakan tiga jenis aktivitas kolaborasi adalah Kota Magelang, Salatiga, Manado, Kupang, Balikpapan, dan Kota Samarinda.

Tabel 7. Jenis Penyelenggaraan Kolaborasi di 17 Kota/Kabupaten Lokasi Studi 2016-2018

Kota/Kabupaten Integrasi ke Sistem

PerencanaanDaerah

Inisiatif dan Inovasi Keterpaduan Kerja Sama dan Ke-mitraan

SkalaLingkungan

SkalaKawasan

Data

Denpasar √ - - - √

Kab. Buleleng √ - - - √

Ternate √ - - - √

Tidore Kepulauan √ - - - -

Kediri √ √ - - -

Kab. Mojokerto √ √ - - -

Magelang √ √ - √

Salatiga √ √ - - √

Manado √ - - √ √

Bitung √ - - √ √

Kab. Majene √ - - - √

Kab. Polewali Mandar √ - - - √

Sorong √ - - - √

Kupang √ √ - √

Kab. Timor TengahSelatan

√ - - - -

Samarinda √ √ - - √

Balikpapan √ √ - - √

Sumber Data: Data Primer Kunjungan Lapangan Kajian Kolaborasi 2019

III.3.1. INTEGRASI KE SISTEM PERENCANAAN PEMERINTAH DAERAH

Penyelenggaraan kolaborasi dengan cara mengintegrasikan RPLP-RP2KPK ke sistem perencanaan daerah menjadi pola umum yang ditemukan di semua kota/kabupaten. Pada intinya, pola ini adalah upaya mendapatkan pembiayaan kegiatan dari sumber APBD II, APBD I, dan dana transfer APBN ke pemerintah daerah. Ada empat variasi proses:

1. Masyarakat mendorong integrasi RPLP ke rencana pembangunan pemerintah desa, kelurahan, dan SKPD. Mekanisme ini dijumpai di semua kelurahan/desa. Contoh integrasi RPLP ke dalam rencana pembangunan desa terjadi di Desa Baktireja, Kabupaten Buleleng (desa alternatif pengamatan). Proses integrasi dimulai dari perencanaaan di tingkat desa melalui musrenbang desa, untuk membahas usulan kegiatan di tahun berikutnya. Pada momentum pembahasan usulan, BKM mengusulkan kegiatan yang tercantum dalam RPLP. Setelah masuk menjadi rencana kegiatan desa, pelaksanaan pembangunan dilakukan swakelola oleh pemerintah desa. Contoh integrasi RPLP ke rencana SKPD/OPD terjadi di Kelurahan Molas, Kota Manado. Menurut BKM setempat, proses integrasi dimulai dari perencanaaan di tingkat kelurahan melalui musrenbang kelurahan, untuk mengevaluasi kegiatan yang sudah dilaksanakan dan membahas usulan kegiatan untuk tahun depan. Pada pembahasan usulan, BKM mengajukan rencana kegiatan yang tercantum dalam RPLP. Hasil usulan rencana kegiatan tingkat kelurahan dibawa ke musrenbang kecamatan untuk dijadikan prioritas usulan

Page 26: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

50 STUDY COLLABORATION ACTION 51STUDY COLLABORATION ACTION

kegiatan di musrenbang kota. Setelah masuk menjadi rencana kegiatan kota, pelaksanaan pembangunan dilakukan oleh OPD. Contoh integrasi ke rencana kelurahan terjadi di Kelurahan Bitung Barat 1. Pada 2019, dana kelurahan langsung dimanfaatkan sesuai daftar investasi kegiatan di dalam dokumen RPLP yang diusulkan BKM dan dilaksanakan secara swakelola. Menurut jajaran aparat di Kelurahan Bitung Barat 1, pelaksanaan dana kelurahan untuk di Bitung Barat 1 juga dikolaborasikan di lokasi kumuh agar pelaksanaan kegiatan menuntaskan prioritas masalah pada 2019. Kesepakatan kolaborasi dana kelurahan untuk penanganan kawasan kumuh ini juga sudah dituangkan dalam kesepakatan di tingkat kecamatan. Senada dengan itu, perwakilan aparat di Kecamatan Mahesa mengungkap bahwa semua pengelolaan kegiatan dana kelurahan harus dilaksanakan swakelola dan pihak kelurahan wajib bekerja sama dengan BKM. Sistem, administrasi dan pengendalian kegiatan juga disamakan dengan pola yang diusung Program Kotaku karena dinilai telah berpengalaman menangani swakelola di masyarakat di perkotaan.

2. SKPD melalui pokja menggunakan kegiatan yang ada di RPLP-RP2KPKP sebagai bagian dari renja. Melalui Satker PKP, Pokja PKP, dan atau Forum SKPD kegiatan yang tercantum dalam RPLP-RP2KPKP dibawa ke musrenbang kota/kabupaten menjadi bagian dari renja Dinas Perkim, PU, PRKP, atau PUPR sesuai penamaan di kota/kabupaten masing-masing. Renja dibahas di Tim Anggaran, lalu dibawa ke DPRD untuk disahkan sebagai kegiatan di dalam RKPD. Proses ini ditemukan di sebagian besar kota/kabupaten kajian seperti Majene, Samarinda, Manado, Kupang, TTS, Kabupaten Mojokerto, Buleleng, dan Polewali Mandar. Sebagai contoh di TTS, upaya yang dilakukan untuk memperoleh anggaran BOP dan kegiatan peningkatan kualitas dilakukan dengan cara beraudiensi dengan DPRD dan Tim Anggaran. Berbekal data mengenai kawasan permukiman kumuh dan SK Kumuh serta mengenai adanya program kementerian untuk mengurangi kumuh, akhirnya kegiatan

terkait pengurangan kumuh mendapatkan anggaran. Setelah tahun pertama, dua tahun berturut-turut kemudian DPRD dan Tim Anggaran selalu menyetujui anggaran kegiatan kumuh. Walau memang, mengalami penurunan nilai karena ada defisit anggaran. Dana BOP digunakan untuk kegiatan rutin pokja, BOP BKM sebesar tiga persen dan selebihnya digunakan untuk pembangunan fisik. Dalam menyusun anggaran, Dinas PUPR tetap melakukan perencanaan dari bawah melalui musrenbang dan merujuk kepada perencanaan penataan lingkungan yang yang telah dibuat oleh program (RPLP). Keberadaan dokumen RPLP telah mengurangi anggaran untuk kegiatan perencanaan pemda di bidang permukiman. Bupati dan wakil bupati telah menetapkan indikator pengurangan kawasan permukiman kumuh dalam RPJMD pada 2019 ini. Upaya yang dilakukan oleh pokja adalah dengan selalu membahas upaya pengurangan kumuh dengan pendamping dari Program Kotaku.

3. kegiatan penanganan kumuh dalam sistem perencanaan dan penganggaran secara berjenjang. Kemudian memasukkan agenda penanganan permukiman kumuh ke dalam Renstra/RKPD/RJPMD kota, seperti yang ditemukan di Kabupaten Majene. Proses ini diawali dengan pembahasan dan kesepakatan prioritas antara BKM, kelurahan, dan tokoh masyarakat yang akan diusulkan mengenai daftar investasi. Pembahasan tersebut dilakukan dengan menggunakan metode FGD yang difasilitasi pendamping dari Program Kotaku. Setelah ada kesepakatan mengenai prioritas investasi maka peserta FGD membentuk tim delegasi dari unsur BKM dan Fasilitator Program Kotaku sebagai tenaga pendamping. Tim delegasi yang dibentuk sebelumnya dibekali penguatan oleh fasilitator dengan tujuan agar investasi yang ada di dokumen RPLP dapat masuk ke dokumen musrenbang tingkat kelurahan hingga level kecamatan.

Page 27: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

52 STUDY COLLABORATION ACTION 53STUDY COLLABORATION ACTION

Di tingkat kota, Tim Korkot, Pokja, dan OPD lainnya melakukan FGD mengenai potensi investasi yang dapat masuk ke dalam dokumen hasil musrenbang kabupaten. Setelah ada kesepakatan mengenai daftar investasi, peserta FGD membentuk Tim Delegasi untuk kegiatan musrenbang tingkat kabupaten. Pada saat berlangsungnya kegiatan musrenbang tingkat kabupaten, Tim Korkot didelegasikan sebagai narasumber. Hasil dari musrenbang tingkat kabupaten menjadi bahan FGD antara Tim Korkot, Tim POKJA, serta OPD lainnya untuk membahas investasi prioritas yang akan dibawa ke tingkat provinsi. Di musrenbang tingkat provinsi, tim delegasi mengawal usulan prioritas kota untuk dimasukkan ke dalam dokumen perencanaan provinsi. Dokumen perencanaan provinsi yang sudah disepakati disahkan gubernur sebagai acuan bagi semua APBD baik tingkat kabupaten dan provinsi, DAK, maupun CSR.

1. Pemerintah daerah mengalokasikan dana-dana transfer pemerintah pusat dari APBN untuk penanganan kumuh. Di semua lokasi studi, pemerintah daerah mengalokasikan dana transfer pemerintah pusat seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) perumahan ke lokasi kumuh. Proses diawali dari usulan kebutuhan RTLH oleh Dinas Perkim di tingkat kabupaten ke Kementerian PUPR. Data kebutuhan RTLH bersumber dari data yang dimiliki dinas, dan disinkronkan dengan data kebutuhan RTLH yang ada di Baseline permukiman kumuh, yang juga termuat dalam RPLP. Hasil sinkronisasi berupa daftar usulan kebutuhan RTLH yang sesuai dengan persyaratan, yang selanjutnya diusulkan ke Kementerian PUPR untuk divalidasi bersama pemerintah daerah. Hasil validasi ditetapkan sebagai sasaran alokasi pembiayaan DAK perumahan yang harus direalisasikan oleh pemda.

III.3.2. INISIATIF DAN INOVASI LOKAL KETERPADUAN

Inisiatif dan inovasi lokal membangun keterpaduan ditemukan di beberapa kota, yaitu Kediri, Mojokerto, Magelang, Manado, Samarinda, dan Balikpapan. Bentuk inisiatif yang terjadi mencakup:

1. Keterpaduan perencanaan dan pembiayaan di level lingkungan dengan cara menetapkan lingkungan kelurahan sebagai ‘kampung tematik’. Sebagai contoh di Kota Samarinda, Balikpapan, Kediri dan Mojokerto;

2. Keterpaduan pada skala kegiatan, seperti terjadi di Kediri;

3. Keterpaduan perencanaan dan pembiayaan di Skala Kawasan, seperti terjadi di Magelang dan Kupang; serta

4. Keterpaduan dalam bentuk penyediaan data, seperti yang terjadi di Manado.

1. Inisiatif keterpaduan perencanaan dan pembiayaan di level lingkungan dengan cara menetapkan kelurahan sebagai ‘kampung tematik’. Tahapan yang terjadi pada pola ini diawali oleh penetapan suatu lingkungan sebagai kampung tematik baik oleh pemerintah daerah maupun oleh masyarakat. Sebagai contoh di Balikpapan, pemerintah daerah berinisiatif menetapkan suatu kampung tematik dan mengembangkan program pencegahan bencana kebakaran kampung di Kelurahan Baru Tengah. Inisiatif ini kemudian berkembang melibatkan pemangku kepentingan lain dalam pembiayaan, melibatkan relawan dan lembaga masyarakat (BKM). Pola yang sama ditemukan di Samarinda, pemerintah menetapkan Kelurahan Mesjid sebagai ‘Kampung KB’, dan kemudian tematiknya dikembangkan masyarakat menjadi ‘Kampung Ketupat Warna-Warni’. Pola yang hampir sama ditemukan di Salatiga dan Mojokerto.

2. Inisiatif keterpaduan pada skala kegiatan. Inisiatif keterpaduan pada level kegiatan yang terjadi di lapangan berawal dari

Page 28: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

54 STUDY COLLABORATION ACTION 55STUDY COLLABORATION ACTION

inisiatif masyarakat, pendamping, dan pemerintah kelurahan yang mengusulkan kegiatan dalam RPLP kepada pemerintah kabupaten. Contoh inisiatif ini terjadi di Kota Kediri. Program Kotaku melalui Dinas Perkim memaparkan rencana kegiatan BPM dengan lokasi kegiatan yang ada dalam dokumen RP2KPKP. Kemudian Bappeda mengundang OPD-OPD terkait dan berbagi peran merealisasikan kegiatan yang diusulkan. Bappeda berperan menyelesaikan dokumen DED RTH. Sesuai tupoksi, Dinas Perkim mendukung pembiayaan untuk pemasangan paving block dan penerangan jalan umum (PJU). Perencanaan di RP2KPKP di kawasan Balowerti sudah lama direncanakan. Setelah masyarakat berkali-kali menanyakan momentum BPM di Kelurahan Balowerti, PU berkolaborasi mensukseskan RTH dengan membangun tiga buah gazebo. DLHKP sesuai tupoksi ikut mensukseskan dengan mengalokasikan anggaran untuk tanaman lindung, tanaman perdu, dan playground. Bahkan sedianya, Pemerintah Kota Kediri mentargetkan pembangunan satu RTH di setiap kelurahan pada 2019.

3. Inisiatif keterpaduan pada Skala Kawasan. Inisiatif keterpaduan Skala Kawasan ini dilakukan sebelum kegiatan Skala Kawasan Program Kotaku. Sebagai contoh di Magelang dan Kupang, berbekal dari RPLP dan RP2KPKP. Pendamping Program Kotaku level kota/kabupaten maupun provinsi mendorong Pokja PKP untuk memasukan kegiatan Skala Kawasan pada dokumen perencanaan. Inisiatif dimulai

Ilustrasi 2. Inisiatif dan Inovasi Lokal Kampung Tematik di Balikpapan

Proses kolaborasi yang telah dilakukan di Kelurahan Baru Tengah adalah sebagai berikut:Akibat kebakaran yang telah terjadi beberapa tahun silam, yang telah meluas di Kelurahan Baru Tengah, pemerintah kota akhirnya mencanangkan program Gang Api yaitu membebaskan rumah di dalam satu blok untuk dijadikan ruang terbuka yang juga berfungsi untuk mencegah api merembet ke blok lain jika terjadi kebakaran. Mulailah Gang Api digunakan sebagai ruang publik seperti fasilitas pos pelayanan terpadu (posyandu), tempat pertemuan, dan fungsi lainnya.Sampah menjadi persoalan utama, sehingga Dinas Lingkungan Hidup menawarkan program “Clean, Green, and Health” untuk membina masyarakat dalam mengatasi persampahan. Dimulai dari pemberian penguatan kapasitas terkait cara pengelolaan persampahan dan pemanfaatannya. Para relawan dan BKM kemudian membentuk kelompok yang disebut Gentong Darling, singkatan bebas dari Gerakan Gotong-Royong Sadar Lingkungan. Kelompok ini bertujuan mengajak masyarakat dalam upaya memperbaiki lingkungan sekitarnya agar menjadi lebih baik.

Program pertama adalah menyelesaikan permasalahan persampahan di lingkungan mereka. Cara yang unik dilakukan adalah membuat halte sampah, sebagai tempat pembuangan sampah sementara yang digantung sesuai dengan nomor tertentu dan di lokasi tertentu. Penomoran dilakukan berdasarkan kelompok masyarakat seperti kelompok dasawisma yang terdiri dari beberapa KK. Penomoran ini efektif untuk mengetahui kelompok masyarakat mana yang tidak membuang sampah di tempatnya, dan malah membuang sampah ke laut, sehingga mereka diberi penyadaran agar tak lagi membuang sampah ke laut.

Pada 2017, BLM Program Kotaku membantu kegiatan ini dengan menyediakan gerobak sampah untuk mendukung kegiatan tersebut. Selanjutnya kelompok relawan mengembangkan programnya dengan membentuk kepengurusan sampah, mulai dari petugas pengangkut, jadwal pihak -pihak yang bertugas di masing-masing RT. Melihat kinerja masyarakat yang antusias, maka pemerintah kota dan Forum Komunikasi CSR mengajak OPD-OPD lain dan juga pihak-pihak lain untuk membantu masyarakat Kelurahan Baru Tengah untuk menyelesaikan permasalahan permukimannya. Dari pihak PT Sampoerna kemudian menjawab ajakan tersebut dengan memberikan

Page 29: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

56 STUDY COLLABORATION ACTION 57STUDY COLLABORATION ACTION

bantuan dalam bentuk program Urban Farming dengan bantuan sebesar Rp 229.695.000 yang dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah penguatan kapasitas dan tahap kedua adalah implementasi dalam bentuk pembibitan dan penanaman dalam media pot. Selanjutnya Dinas Pertanian juga membantu dalam tahap implementasi dengan memberikan bantuan Rp 100.000.000 untuk membangun rumah bibit. Maka, selain persampahan, kelompok Gentong Darling mulai mengajak masyarakat untuk menghijaukan lingkungannya dengan tanaman hias maupun tanaman produktif di sekitar rumah.Dinas Perkim juga mulai turun tangan untuk menjawab permasalahan masyarakat dengan melanjutkan program Gang Api, dan menjadikannya sebagai ruang publik yang nyaman agar tidak menjadi tempat yang tak beraturan. Program ini kemudian disinkronkan dengan program urban farming, persampahan, dan program dari BPBD. Dinas Perkim kemudian mulai menyediakan fasilitas dasar seperti jalan titian, pergola, dan fasilitas bermain anak, PT Sampoerna menyediakan media tanam dan bibit untuk impelementasi urban farming, Dinas Kebersihan menyediakan tempat sampah, dan BPBD kemudian menyediakan “Hidran Kering” dan pelatihan untuk cara memadamkan api pada saat kebakaran. Hingga saat ini dari 32 gang api yang ada, delapan di antaranya sudah ditata dengan tematik yang berbeda-beda. Misalnya ada taman edukasi, taman lansia, ada taman anak, dan lainnya yang disesuaikan dengan karakterikstik dan kebutuhan masyarakat.

Sumber: Laporan Kunjungan Kota Balikpapan

Ilustrasi 3. Inisiatif dan Inovasi Lokal Kampung Tematik di Samarinda

Proses kolaborasi yang telah dilakukan di Kelurahan Masjid adalah sebagai berikut:Proses kolaborasi pada awalnya di mulai ketika Kelurahan Masjid secara bersamaan ditentukan sebagai lokasi kumuh dan dicanangkan sebagai “Kampung KB” berdasarkan SK Wali Kota Samarinda. Penetapannya sebagai “Kampung KB memberikan jaminan bagi warga Kelurahan Masjid, khususnya lokasi di RT 21, RT 09, dan RT 07 untuk kerja sama lintas SKPD supaya berkolaborasi dalam menyelesaikan program-program masyarakat. Kampung KB ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lokasi yang telah ditetapkan. Dengan jaminan Kampung KB sebagai pintu masuk kolaborasi, masyarakat mulai menyusun program-program yang akan dipasarkan, menyusun mimpi sederhana awalnya yaitu strategi supaya lingkungan sekitarnya menjadi lebih baik dari sebelumnya sembari

meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan potensi ketupat sebagai sumber mata pencaharian masyarakat. Berbekal RPLP yang sudah ada, masyarakat menyusun kebutuhan-kebutuhan untuk menyelesaikan permasalahannya.Program Kotaku memulai untuk memberikan stimulan pada 2017 sebesar Rp 350.000.000 dengan memperbaiki jalan lingkungan yang semula rusak dan becek dengan pembangunan jalan ber-paving block pada RT 021. Selanjutnya pada tahun yang sama dimulai sosialisasi dan perencanaan terkait rencana penanganan kumuh Skala Kawasan di Kelurahan Masjid. Masyarakat pun mulai berpikir untuk lebih terbuka lagi, harapan akan lingkungan yang lebih tertata menjadi lebih nyata. Warga pun mulai mengembangkan mimpinya ke arah kawasan yang bisa menjadi lebih menarik dan mampu menjadi target kunjungan wisata sehingga mereka bisa lebih banyak untuk berjualan. Mulailah disusun tema kampung yang lebih besar yaitu Kampung Ketupat sebagai Kampung Warna-Warni yang penuh pesona. Program kegiatan yang lebih besar disusun seperti jalan lingkar, penataan rumah yang menjorok ke sungai, rencana ruang terbuka hijau, penyediaan IPAL, dan lainnya.Masyarakat tak hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah. Mereka menginisiasi “arisan” untuk pengecatan rumah, setiap dua minggu sekali. Hasil arisan akan dibelikan cat dan warga membantu mengecat rumah. Hal ini dilakukan masyarakat yang awalnya meminta bantuan sebuah perusahaan cat namun bantuan tak kunjung tiba membantu perwujudan kampung berwarna. OPD setempat mulai menanggapi kebutuhan masyarakat, Dinas Perkim menyalurkan DAK BSPS untuk membantu perbaikan rumah, DAK Sanitasi juga diarahkan ke lokasi tersebut untuk membantu pembangunan IPAL, termasuk pembangunan jalan di pinggir sungai.Pada 2018, kegiatan Skala Kawasan regular mulai melanjutkan pembangunan jalan inspeksi pinggir sungai dan membangun ruang terbuka. Beberapa perguruang tinggi juga mulai memberikan bantuannya, wlaaupun dalam bentuk non-fisik. Seperti penguatan kapasitas masyarakat terkait kampung hijau, cinta lingkungan, dan sebagainya dalam rangka proses penghijauan kampung. Pihak kelurahan memberikan stimulan dalam bentuk beberapa pot bunga yang ditempatkan di pinggir jalan. Langkah itu ditanggapi swadaya masyarakat sehingga pot-pot bunga menjadi bertambah banyak dan mulai dirawat sendiri oleh warga. Arisan masyarakat berkembang menjadi arisan untuk penyediaan pot bunga dan bak sampah. Sampai saat ini, lingkungan RT 021 sudah mulai terlihat asri dan bersih.

Sumber: Laporan Kunjungan Kota Samarinda

Page 30: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

58 STUDY COLLABORATION ACTION 59STUDY COLLABORATION ACTION

dari pertemuan informal antara pendamping, masyarakat, dan pemda. Dalam dokumen perencanaan, setiap OPD yang relevan seperti Perkim, PU, BPLDH, memfokuskan kegiatan-kegiatan di lokasi yang telah ditentukan. Di Magelang, sejumlah pemangku kepentingan non-pemerintah seperti perbankan dan perusahaan swasta turut andil dalam pembiayaan pembangunan kawasan. Di Kupang, pembangunan Skala Kawasan untuk tujuan destinasi wisata di kawasan Oesapa ikut melibatkan kontribusi provinsi.

4. Inisiatif keterpaduan data untuk perencanaan dan pemantauan. Inisiatif ini diawali oleh keberadaan database kumuh (Baseline kumuh) yang kemudian dikembangkan oleh pemda atas inisiatif Pokja PKP (lihat uraian ini di Ilustrasi 4).

III.3.3. MEMBANGUN KERJA SAMA DAN KEMITRAAN

Saluran kerja sama dengan pihak non-pemerintah telah diusahakan oleh masyarakat, pokja, dan pendamping di beberapa lokasi kajian. Pihak yang diajak bekerja sama meliputi perusahaan, perbankan, organisasi nirlaba, dan perguruan tinggi. Pola kerja sama dalam bentuk pembiayaan penyelenggaraan infrastruktur umumnya terjadi dengan pihak perusahaan dan perbankan dengan cara memanfaatkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility, CSR). Misalnya, seperti yang terjadi di Kupang, Kota Balikpapan, dan Kabupaten Majene.

Sedikitnya ada dua pola kerja sama dan kemitraan:

1. Inisiatif ‘pemasaran’ oleh masyarakat dan pemda ke pihak swasta, dan

2. Buy in oleh pihak swasta dalam rangka pembiayaan CSR.

Pola yang pertama, umumnya didahului inisiatif masyarakat dan pemda yang didampingi untuk mengusulkan pembiayaan kegiatan yang tercantum dalam RPLP/RP2KPKP ke pihak non-pemerintah dan atau

kegiatan yang membutuhkan perbaikan di lokasi kumuh. Kondisi ini terjadi hampir di sebagian besar kota lokasi studi.

Sebagai contoh di Kota Sorong, secara spesifik pemerintah kota belum menyediakan anggaran untuk indikasi program yang tertuang dalam dokumen RP2KPKP. PAD Kota Sorong tergolong sangat kecil, sekitar Rp 45 miliar per tahun dari sektor jasa. Sehingga saat ini pemkot setempat hanya menyediakan tidak lebih dari 20 persen anggaran untuk ganti rugi dan penyediaan lahan. Dengan PAD yang sangat kecil, otomatis pembiayaan kegiatan kolaborasi sangat bertumpu pada pendanaan kolaborasi.

Pemerintah Kota Sorong telah berinisiatif berkolaborasi dalam penanganan kumuh dengan CSR yaitu kegiatan penataan Kawasan Sriti (pinggiran sungai) di Kelurahan Remu Utara dengan membuat Ruang Terbuka Hijau. RTH yang sama juga dibuat di Kelurahan Remu Selatan dan Klasagi sebagai percontohan.

Pola kedua, adalah inisiatif pihak swasta dalam rangka realisasi kegiatan CSR yang menghubungi pemda untuk memperoleh kegiatan-kegiatan yang relevan dengan target CSR mereka. Pada pola yang kedua ini, pemda mengarahkan kegiatan CSR ke lokasi peningkatan permukiman kumuh yang telah ditetapkan pemerintah.

Sebagai contoh di Kota Balikpapan. Awalnya kegiatan kelompok Gentong Darling sudah berjalan dengan penanganan sampah metode halte sampah, kemudian Dinas Perkim masuk menata Gang Api. BPM Program Kotaku Tahun Anggaran 2018 hadir menangani aspek kumuh yang meliputi sanitasi, persampahan, dan proteksi kebakaran berupa hidran kering. PT Sampoerna pun masuk melalui forum CSR Kota Balikpapan atas arahan Bappeda untuk diperkenalkan dengan Program Kotaku yang kemudian mengarahkan ke Kelurahan Baru Tengah untuk penanganan kampung atas air dengan konsep Urban Farming. Dinas Pertanian setempat pun tertarik untuk masuk dengan program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dan bekerja sama dalam hal pengadaan bibit, rumah bibit, pelatihan, tanah, dan media. Setelah itu Dinas Perkim melanjutkan lagi dengan membuat ruang terbuka publik seperti taman bacaan, taman bermain, taman berolah raga, taman lansia, dan taman serumpun. Kolaborasi dilanjutkan

Page 31: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

60 STUDY COLLABORATION ACTION 61STUDY COLLABORATION ACTION

PT Sampoerna untuk pengadaan fasilitas bermain dan media taman vertikal serta proteksi kebakaran berupa hidran kering.

III.3.4. PARA PIHAK KOLABORASI

Aktor kunci di dalam Program Kotaku memainkan peranan penting pada proses mengupayakan pendanaan kolaborasi dari pemerintah daerah dan sektor swasta. Pendanaan dan kegiatan kolaborasi terjadi sebagai hasil kerja kolektif yang dilakukan oleh: PMU, satker, Pokja PKP, perangkat kecamatan/kelurahan/desa, BKM, warga, dan konsultan Program Kotaku. Dasar kegiatan dan pendanaan kolaborasi tidak terlepas dari produk kebijakan. Di antaranya SK kumuh, perda kumuh, RPJMD yang memuat isu kumuh, RP2KPKP, RPLP, dan Baseline (profile permukiman) yang partisipatif dan tersosialisasikan dengan baik.

RP2KPKP, RPLP, dan Baseline yang notabene sebagai produk Program Kotaku di tingkat kota dan komunitas menjadi alat yang berkontribusi besar sebagai media kolaborasi dengan berbagai pihak. Pihak yang berpotensial sebagai sumber pendanaan dan kegiatan sudah nyata berkontribusi pada penanganan kumuh. Misalnya sejumlah program di lembaga kementerian negara, BUMN, OPD provinsi, OPD kota/kabupaten, perguruan tinggi, perbankan, swasta, LSM, swadaya atau perorangan, bahkan dari luar negeri.

Peran BKM adalah mengintegrasikan RPLP ke dalam musrenbang di hampir semua lokasi kajian. Kepala desa dan kelurahan menggunakan RPLP sebagai rujukan penggunaan anggaran dana desa dan dana kelurahan di hampir sebagian besar lokasi kajian.

Jajaran pemerintah kecamatan di Kota Bitung, misalnya, mendorong pelaksanaan kegiatan dana kelurahan untuk merujuk ke RPLP. Pokja PKP pun mendorong melalui memorandum program di tingkat kota, untuk menghadirkan OPD terkait supaya berkontribusi merealisasikan kegiatan yang ada di RP2KPKP. Sementara dinas memasukkan daftar investasi RP2KPKP ke dalam RKPD. Pendamping bertugas mengadvokasi, memediasi, dan memfasilitasi BKM dan pemda untuk menjalin kemitraan dengan berbagai potensi sumber pembiayaan. PMU

dan CCMU memediasi dan memfasilitasi berbagai program kementerian dan lembaga yang terkait dengan perumahan dan permukiman untuk berkontribusi pada penanganan kumuh. Di antaranya adalah DAK Perumahan, BSPS, Sanimas, IUWASH Plus, dan lainnya.

III.4. KINERJA KELEMBAGAAN

III.4.1. KINERJA POKJA PKP

Mayoritas Pokja PKP di lokasi studi sudah berfungsi. Kinerja dan pelaksanaan fungsi Pokja PKP diukur setiap tahunnya dengan indikator sebagai berikut:

1) Ketersediaan rencana kerja,

2) Ketersediaan BOP,

3) Ketersediaan sekretariat,

4) Adanya aktivitas rapat dan monitoring lapangan.

Di tahun 2018, ada 13 pokja dari 17 pokja yang diamati tergolong berfungsi, yaitu : Kab; Buleleng, Majene, Polewali mandar, Mojokerto, Kota; Balikpapan, Bitung, Denpasar, Kupang, Manado, Samarinda, Sorong, Ternate, Mageleng. Informasi lebih detil mengenai keberfungsian Pokja PKP lihat lampiran 5.

Struktur organisasi. Di seluruh lokasi kajian, Pokja PKP sudah terbentuk sejak 2016, yang ditetapkan melalui surat keputusan kepala daerah. Struktur organisasi Pokja PKP di 17 kota/kabupaten adalah sebagai berikut: 14 Pokja PKP diketuai kepala Bappeda dan tiga Pokja PKP lainnya diketuai kepala Dinas Perkim.

Keanggotaan Pokja PKP bervariasi di setiap kota, namun secara umum sudah melibatkan unsur OPD/ASN dan unsur non-pemerintah. Dari 17 Pokja PKP, hanya ada dua Pokja PKP yang 100 persen anggotanya Aparatur Sipil Negara (ASN), yaitu Pokja PKP di Kota Salatiga dan Kota Manado.

Contoh Pokja PKP yang sudah melibatkan unsur non-pemerintah dari

Page 32: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

62 STUDY COLLABORATION ACTION 63STUDY COLLABORATION ACTION

untuk menggabungkan Pokja PKP yang ada di PUPR dengan Pokja AMPL (Air Minum dan Penyehatan Lingkungan) yang ada di Bappeda. Hal yang sama juga terjadi di Kota Magelang, yang berubah dari Pokja PKP menjadi Pokja PPAS, sesuai arahan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Penyatuan kedua pokja diharapkan menjadi langkah penuntasan permukiman kumuh dari permasalahan air dan penyehatan lingkungan (sanitasi) melalui koordinasi antarperangkat di daerah. Termasuk juga penerapan kolaborasi dari pihak non-pemerintah yang memiliki perhatian terhadap isu-isu tersebut.

berbagai kalangan terdapat di Kota Sorong, Keanggotaannya mencakup perguruan tinggi, LSM, BUMN, REI, asosiasi keahlian, LSM, BKM, dan konsultan Program Kotaku.

Pokja PKP telah mendorong kebijakan tingkat daerah untuk menangani permukiman kumuh dan sebagian di antaranya telah melakukan keterpaduan perencanaan. Semua Pokja PKP telah mendorong penerbitan SK Kumuh, penyusunan RP2KPKP, penganggaran untuk pembiayaan investasi kegiatan, dan pembiayaan kegiatan rapat, serta pemantauan kegiatan penanganan permukiman kumuh.

Ada sebagian kota/kabupaten yang sudah melangkah lebih jauh melakukan keterpaduan perencanaan penganggaran permukiman kumuh: Kota Manado dan Kota Samarinda. Pokja PKP di Manado sudah menghasilkan beberapa output seperti regulasi dan perencanaan. Misalnya SK Kumuh, Perda Kumuh, Dokumen RP2KPKP, Perda Sampah, peraturan wali kota tentang sampah sampai kecamatan, peraturan daerah tentang sanitasi dan perda rumah susun.

Pokja PKP juga sudah memiliki inovasi data yaitu membuat Big Data berbasis spasial yang sudah mendapat penghargaan sebagai terbaik se-Asia Tenggara. Data tersebut adalah hasil pengembangan dari Baseline Kumuh Program Kotaku.

Pokja PKP Kota Samarinda aktif mensinkronkan program-program daerah dan pusat agar disalurkan ke lokasi kumuh. Termasuk juga aktif dalam memberikan sosialisasi terkait regulasi dan rencana pemerintah soal penanganan kumuh kepada camat, lurah, dan masyarakat di lokasi kumuh.

Perkembangan terkini pengaturan Pokja PKP di lokasi studi. Dengan adanya Pokja PPAS di tingkat pusat berimbas juga ke kabupaten kota. Contoh di Kabupaten TTS, ketua Pokja PKP berada di Dinas PUPR pada awal dibentuk. Sedangkan mulai 2019, ketua Pokja PKP adalah ketua Bappeda, dan berganti nama dari Pokja PKP (Pengembangan Kawasan Pemukiman) menjadi Pokja P3AMS (Pembangunan Perumahan Permukiman, Air Minum, dan Sanitasi). Perubahan nama yang dinilai lebih mewadahi kepentingan lintas sektor tersebut sebagai inisiatif

Ilustrasi 4. Big Data Kota Manado

Studio Big Data dan Program Kotaku Kota Manado diresmikan pada 14 Juli 2017 oleh Wali Kota Manado G.S.V. Lumentut bersama Wakil Wali Kota Manado Mor Bastian. Kehadiran inovasi Teknologi Informasi (TI) ini berawal ketika Program Kotaku Manado mempresentasikan konsep Data Baseline By Name By Address kepada Bapelitbangda Kota Manado di awal 2017. Konsep data Program Kotaku menginpirasi dan semakin menguatkan ide yang memang sudah direncanakan Pemerintah Kota Manado, kendati masih belum mendapat konsep pendataan perumahan dan permukiman yang sesuai harapan. Dengan modal dana APBD Tahun 2017 sebesar Rp 296.000.000, Bapelitbangda memaksimalkan potensi 16 ASN yang sudah dua kali belajar Penginderaan Jauh di Pustekdata LAPAN pada April dan Mei 2017. Dengan dukungan informasi dan data Program Kotaku Manado serta merekrut tenaga profesional di bidang TI, langkah awal yang dilakukan adalah menyusun Peta Spasial di Kelurahan Pinaesaan dan beberapa kelurahan di Kecamatan Wenang dengan nama Sistem Informasi Gabungan Aplikasi Perangkat Daerah (SiGita). Generasi pertama aplikasi berbasis spasial dengan tujuan deteksi wajib pajak dan optimalisasi Pajak Bumi dan Bangunan ini kemudian dikembangkan di Studio Big Data dan Program Kotaku. Aplikasi tersebut juga diikutkan dalam Kompetisi Pemanfaatan Informasi Geospasial dengan pengembangan aplikasi generasi kedua yang diberi nama Dikomando, alias Digitasi Data dan Informasi Berbasis Geospasial Terpadu dan Terkoneksi Program Kotaku Manado. Dikomando berhasil masuk peringkat 10 besar kompetisi Inovasi Pemanfaatan Informasi Geospasial yang dilaksanakan Badan Informasi Geospasial dan

Page 33: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

64 STUDY COLLABORATION ACTION 65STUDY COLLABORATION ACTION

III.4.2. TINGKAT KEMANDIRIAN BKM

Mayoritas BKM di lokasi studi sudah mandiri. Perkembangan organisasi BKM dinilai setiap tahun dengan indikator sebagai berikut: kualitas statuta organisasi, kualitas kepemimpinan, kualitas sistem manajemen, kualitas sumber daya keuangan, kualitas sumber daya manusia, dan kolaborasi/hubungan eksternal.

Di tahun 2018, dari 17 BKM ada 5 BKM tergolong sebagai BKM Menuju Madani, yaitu : BKM Tidar Utara, BKM Taubneno, BKM Alak, BKM Darma dan BKM Pangaliali. Informasi lebih detil mengenai perkembangan organisasai BKM lihat di lampiran 6.

BKM yang sudah mandiri menjadi penggerak masyarakat dalam penanganan kumuh secara swadaya dan kemitraan. Di Samarinda, BKM Mesjid Sejahtera di Kelurahan Mesjid dengan pengalamannya sejak PNPM telah mampu mendorong kolaborasi penanganan kumuh di kawasan kumuh. Sejak dimulainya perencanaan, BKM mendorong program untuk dipasarkan yang akhirnya mampu dibiayai dari BSPS, Dinas Perkim, dan dana APBN. Selain itu BKM telah mampu mendorong swadaya masyarakat melalui Arisan Cat, Arisan Pot Bunga, dan Arisan Bak Sampah yang mampu menyediakan kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri.

Pelaksanaan sosialisasi terus menerus dan pelibatan masyarakat yang aktif tampaknya menjadi kunci keberhasilan kolaborasi di Kelurahan Mesjid. Jajaran Pemerintah Kelurahan Mesjid pun telah mampu mendorong program-program lain untuk diprioritaskan di kawasan kumuh. Termasuk memberikan pemahaman-pemahaman kepada ketua RT yang tidak masuk kawasan dan menyalurkan program-program yang lain yang cocok untuk RT non-kumuh lainnya.

Keberadaaan dan kapasitas BKM telah diakui oleh pemerintah kota/kabupaten. Pokja PKP mengakui bahwa peran BKM sangat berkontribusi dalam penanganan kumuh, terutama dalam pemberdayaan dan penataan lingkungan serta dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan perumahan dan permukiman. Seperti di Denpasar, Pokja PKP secara kontinu melakukan pembinaan terhadap BKM. Dan BKM pun dilibatkan dalam pertemuan tingkat kota melalui Forum Komunikasi Antar-Badan Keswadayaan Masyarakat (FKA-BKM).

mendapat Penghargaan Bhumandala Award 2017.Tak langsung berpuas diri, Kepala Bapelitbangda Kota Manado Liny Tambajong yang menjadi sosok di belakang layar dan tim terus belajar, bekerja dan mengagas ide-ide cerdas karena melihat kebutuhan perencanaan daerah. Studio Big Data dan Program Kotaku kemudian mengembangkan Generasi Ketiga yang diberi nama Panada (Portal Analisis Data Berbasis Peta). Seluruh lurah dan kepala lingkungan dilibatkan untuk menentukan batas lingkungan dan kelurahan serta identifikasi bangunannya. Panada pun diikutkan dalam kompetisi Pemanfaatan Informasi Geospasial dan berhasil menyabet penghargaan Bhumandala Award pada 2018, dan masuk Top 99 Inovasi Pelayanan Publik dari Kemenpan RB pada 2019.Dengan mengusung prinsip satu data-satu peta-satu perencanaan, Manado telah memiliki peta resolusi sangat tinggi, bahkan dengan hasil teknologi penginderaan jauh terkini. Peta dasar dan peta resolusi sangat tinggi inilah yang dikembangkan sehingga Panada memiliki banyak fitur dan menu yang dapat menjadi dasar kebijakan dan pengambilan keputusan pemerintah. Misalnya mulai dari Administrasi hingga Tematik Geoportal seperti sebaran toko Indomaret/Alfamaret, lokasi Puskesmas, contoh bangunan ber-IMB, menara telekomunikasi, dan lain-lain. Bahkan Panada telah merambah dunia kesehatan melalui pemetaan wanita usia subur yg sudah atau belum melaksanakan test IVA untuk mencegah kanker serviks.Saat ini Studio Big Data dan Program Kotaku telah menjadi UPTD Pengelolaan Data dan Informasi Geospasial di Pemerintahan Kota Manado. Program Kotaku sudah tidak menjadi bagian di dalamnya karena data yang dimiliki tidak up to date lagi.Dengan mengakses panada.manadokota.go.id, bukan hanya warga Kota Manado tetapi siapa saja dapat menyaksikan sendiri sajian pemetaan wilayah. Di masa mendatang, Panada akan dikembangkan lagi untuk menyajikan data realtime yang terkoneksi dengan data kependudukan (KTP) dan nomor bangunan. Tujuannya supaya akurasi alamat rumah dan bangunan untuk kebutuhan Satu Data Manado dapat tersaji.

Sumber: Laporan Kunjungan Kota Manado

Page 34: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

66 STUDY COLLABORATION ACTION 67STUDY COLLABORATION ACTION

Sementara menurut Pokja Kota Kediri, peran BKM sangat besar khususnya dalam penyadaran masyarakat. Contoh kasus di Kelurahan Pakelan yang menjadi wilayah banjir, sudah tiga tahun pemda melakukan normalisasi dan perbaikan konstruksi di atas saluran tersier yang banyak ditempati pedagang, tapi selalu gagal. Tahun ini, berjalan lancar saat dilakukan bersama dengan BKM.

Kemampuan BKM yang terjadi di lokasi studi ini adalah hasil dari pendampingan Program Kotaku, seperti yang akan dijelaskan di Bab III.5.

III.4.3. KELOMPOK PEMANFAAT PEMELIHARA

Kelompok Pemanfaat dan Pemeliharaan telah dibentuk di seluruh kelurahan lokasi studi namun fungsinya belum optimal.

KPP diharapkan dibentuk di setiap kelurahan sejalan dengan adanya kegiatan investasi yang dibiayai program. Harapannya adalah supaya mampu melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan menjaga fungsi dan keberlanjutan kualitas infrastruktur yang dibangun.

Semua kelurahan lokasi studi telah membentuk KPP di tingkat kelurahan, kendati hingga sekarang KPP yang aktif baru ada di 12 kelurahan. KPP yang aktif itu berada di lokasi pembangunan Ruang Terbuka Hijau, tata kelola persampahan, air minum, dan MCK. Biaya operasional KPP berupa honor dan operasional perawatan berasal dari iuran warga pemanfaat. Gambaran aktivitas KPP tersaji pada ilustrasi di bawah.

Tabel 10. Status Keaktifan KPP di 17 Kelurahan/Desa Lokasi Studi 2018

Sumber data: Sistem Informasi Manajemen Program Kotaku

Ilustrasi KPP yang aktif di Kota Salatiga. Kinerja KPP berjalan baik dan biasanya dikontrol sebulan sekali dan dilakukan pemeliharaan terhadap

Kutawaringin Lor Sooko Balowerti Taubneno Alak

Baru Tengah Mesjid Molas

Bitung Barat 1 Pangali-ali Darma

Kampung Baru

MCK √ √ √ √ √ √ √ √Persampahan √ √ √ √ √ √ √Air Bersih √ √Sarana Ruang Terbuka Hijau √ √ √

Keberadaan KPP pada Kegiatan Kolaborasi ditingkat Kelurahan/DesaJENIS INVESTASI KEGIATAN

fasilitas yang sudah dibangun. Biaya perawatan iuran warga besaran mulai dari Rp 2.000 hingga Rp 5.000 per bulan per KK. Eksistensi KPP diakui, bahkan sekarang diikutsertakan pemda setempat dalam review Baseline 100-0-100 Tahun Anggaran 2019.

Tim KPP hasil inisiasi Dinas Perkim akan dilibatkan sehingga lebih efektif dalam pemeliharaan infrastruktur yang sudah dibangun. Pola di Kota Salatiga menerapkan serah terima aset pengelolaan dari pemda ke KPP di tingkat komunitas untuk dimanfaatkan dan dipelihara setiap ada pembangunan sarana dan prasarana yang diusulkan warga dan dibangun Dinas Perkim.

Contoh lainnya di Kota Bitung. Amir selaku anggota KPP Bitung Barat 1 menyampaikan bahwa tidak ada biaya operasional di KPP setempat. Pasalnya, kegiatan yang dilakukan KPP adalah memberikan motivasi kepada warga untuk mampu menjaga sarana prasarana yang ada dari berbagai hal dalam informasi-informasi dari KPP, LKM, dan pemerintah kelurahan. Mulai dari konstruksi yang ada untuk tetap dijaga, kebersihan, hingga perbaikan jika terjadi kerusakan-kerusakan.

Anggota KPP Bidang Lingkungan bernama Rita menambahkan bahwa bila ada kerusakan, masyarakat akan patungan untuk memperbaiki yang rusak. Di Kelurahan Bitung Barat 1 ini rutin dilaksanakan kegiatan kerja bakti setiap Jumat.

III.5. PENDAMPINGAN PERENCANAAN PENATAAN PERMUKIMAN KUMUH

Penanganan kumuh yang terjadi di lokasi studi menggunakan pendekatan pembangunan kolaboratif. Pendekatan ini pada praktiknya tidak hanya mengerahkan pelaku dan sumber daya dari satu sektor, melainkan sudah melibatkan berbagai pelaku dan sektor lainnya—yang memiliki hubungan vertikal maupun horizontal. Pendekatan ini telah menempatkan pemda sebagai nakhoda yang mengarahkan dan mensinegikan sumber daya dan para pihak, termasuk masyarakat sebagai subjek pembangunan untuk penanganan kumuh.

Sinergi sumber daya dan para pelaku terlihat dari proses persiapan dan

Page 35: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

68 STUDY COLLABORATION ACTION 69STUDY COLLABORATION ACTION

perencanaan penataan lingkungan permukiman. Proses pendampingan pemerintah daerah dan masyarakat di lokasi studi periode 2015-2018 tersaji sebagaimana tersaji di gambar 3.

Gambar 3 Skema tahapan kegiatan perencanaan program KOTAKU

Dalam proses tahapan penyiapan yang sudah dilaksanakan, tim pendamping melakukan berbagai aktivitas sosialisasi dan peningkatan kapasitas kepada pemerintah desa, warga/relawan, dan BKM di tingkat masyarakat. Output-nya, warga dan BKM bersepakat merevitalisasi dengan menambah peran penanganan kumuh selain penanggulangan kemiskinan.

Di tingkat kota dalam tahapan penyiapan dilakukan aktivitas yang sama kepada aparatur pemda dan relawan kota, dengan output terbentuknya Pokja PKP. Dalam proses tahapan persiapan di level masyarakat, tim fasilitator melakukan berbagai aktivitas pendampingan. Di antaranya adalah peningkatan kapasitas kepada Tim Inti Perencanaan Partisipatif (TIPP), mendampingi TIPP dalam pelaksanaan pemetaan swadaya (penggalian data dan informasi lapangan melalui survei, wawancara, FGD, rembuk), serta mendampingi TIPP dalam penyusunan dokumen profil permukiman tingkat kelurahan. Di tingkat kota dilakukan aktivitas yang sama kepada Pokja PKP kota, dengan output tersusunnya dokumen profil permukiman kota.

Proses tahapan perencanaan permukiman berbasis masyarakat seperti dalam skema di atas sudah dilaksanakan di seluruh kota/kabupaten lokasi studi. Proses tersebut diawali kegiatan konsolidasi data kumuh dari berbagai sumber data oleh pemerintah kota/kabupaten. Data yang dikonsolidasikan adalah data Baseline kumuh (profil permukiman) dan data lainnya di sektor permukiman yang dimiliki oleh pemda.

Hasil konsolidasi data digunakan sebagai potret kondisi kekumuhan awal. Potret ini selanjutnya dianalisa yang hasilnya menjadi bahan penyusunan dokumen perencanaan di tingkat kota dan masyarakat. Penyusunan dokumen perencanaan di tingkat kota (RP2KPKP) dikoordinasikan oleh pokja, sedangkan perencanaan di tingkat desa/kelurahan dikoordinasikan TIPP untuk menghasilkan dokumen RPLP.

Di semua lokasi studi tingkat kota sudah ada dokumen perencanaan RP2KPKP, kecuali Mojokerto yang masih dalam tahap penyusunan. Di semua kelurahan lokasi studi sudah tersedia dokumen perencanaan RPLP. Gambaran mengenai perkembangan dokumen RP2KPKP di lokasi studi terlihat pada Grafik 5.

Tabel 11. Status RP2KPKP dan RPLP di 17 Kota/Kabupaten Lokasi Studi

Sumber data: Sistem Informasi Manajemen Program Kotaku

∑ Kel Peningkatan

Kualitas

∑ Kel Selesai Penyusunan

RPLP

∑ Kel Telah Pengesahan

RPLP

∑ RPLP Telah Terkonsolidasi

(Kel)KOTA MAGELANG Disahkan 17 7 7 7 7KOTA SALATIGA Disahkan 23 4 4 4 4MOJOKERTO Proses 100 4 4 4 4KOTA KEDIRI Disahkan 46 4 4 4 4BULELENG Dokumen Final 29 6 6 6 6KOTA DENPASAR Dokumen Final 43 1 1 1 1TIMOR TENGAH SELATAN Review 13 2 2 2 2KOTA KUPANG Disahkan 51 11 11 11 11KOTA BALIKPAPAN Disahkan 34 12 12 12 12KOTA SAMARINDA Disahkan 53 12 12 12 12KOTA MANADO Disahkan 87 10 10 10 10KOTA BITUNG Disahkan 69 5 5 5 5MAJENE Disahkan 8 5 5 5 5POLEWALI MANDAR Disahkan 9 4 4 4 4KOTA TERNATE Disahkan 77 12 12 12 12KOTA TIDORE KEPULAUAN Disahkan 75 4 4 4 4KOTA SORONG Disahkan 31 17 17 17 17TOTAL 765 120 120 120 120

NAMA KOTA/KABUPATEN∑ Kel/ Desa

STATUS RPLP DI KELURAHAN/DESA KUMUH (PENINGKATAN KUALITAS)STATUS

DOKUMEN RP2KPKP

TAHAP PERENCANAAN

I.PERSIAPAN1. Sosialisasi Awal

2. Pembentukan/Penguatan Pokja PKP

II.REVIEW DATA

7.Pengumpulan Data : Primer &

Sekunder

11.Overview visi & misi dan

kebijakan permukiman

12.Analisis penanganan permukiman kumuh

perkotaan

IV.PERUMUSAN

14.Penyusunan Dokumen RP2KP-KP

3a. Sosialisasi

Awal

3b.Pembentukan/Penguatan BKM/LKM

6. Baseline Survey

8.Pemetaan Tematik, Kajian

Masalah, Potensi & Peluang

9.Profil Permukim

an Kel/Desa

13.Analisis penanganan permukiman kumuh kel/

desa/kawasan

15.Penyusunan Dokumen RPLP

4. Pembentukan/

Penguatan TIPP

V.KEBERLANJUTAN17.Integrasi RP2KP-KP dengan Perencanaan Pembanguan Daerah

16.Integrasi RPLP dengan Perencanaan Pembanguan Daerah

Kolaborasi Memorandum

Baseline Kumuh

Kolaborasi Memorandum Program/Kegiatan

Kolaborasi Memorandum

Keberlanjutan Program

TAHAP PERENCANAAN

I.PERSIAPAN

10.Review data profil permukima

n kota

III.ANALISIS KAJIAN

5.RPK

II.PEMETAAN SWADAYA III.ANALISIS KAJIANV.KEBERLANJUTAN

IV.PERUMUSAN

Bulan Ke-1 Bulan Ke-3 Bulan Ke-5 Bulan Ke-6 Bulan Ke-7 Bulan Ke-9 Bulan Ke-10 dst

TAHAP PERSIAPAN

TAHAP PERSIAPAN

KEG

IATA

N T

ING

KA

T K

AB

/KO

TAK

EGIA

TAN

TIN

GK

AT

MA

SYA

RA

KA

T

Page 36: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

70 STUDY COLLABORATION ACTION 71STUDY COLLABORATION ACTION

isu kumuh hingga masuk dalam misi atau target di RPJMD.

Keseluruhan proses dan ketersediaan dokumen perencanaan di atas, baik di kota maupun di tingkat masyarakat, terjadi sebagai hasil pendampingan dan penguatan terhadap pemerintah kota dan masyarakat yang dilakukan tim pendamping Program Kotaku. Pendampingan program yang dilakukan di lapangan dilaksanakan melalui peningkatan kapasitas kelembagaan BKM yang mencakup beberapa faktor kemampuan.

Misalnya, internalisasi nilai. Yaitu kegiatan yang bertujuan agar BKM mampu menjaga, menerapkan, dan menyematkan nilai-nilai universal kepada pihak-pihak yang diajak berkolaborasi. Selain itu adalah menjadi mitra pemerintah, yaitu kegiatan yang bertujuan meningkatkan kemampuan pengorganisasian masyarakat dan menjadi mitra pemerintah. Kemudian kemampuan menyusun dokumen perencanaan penataan lingkungan permukiman (RPLP), dan berkemampuan menjadi penggerak kolaborasi dengan berbagai pihak. Kemampuan yang dituntut lainnya adalah memanfaatkan sistem informasi penanganan kumuh, termasuk kemampuan membangun infrastruktur sesuai standar teknis dan layak untuk semua.

Ilustrasi pengalaman pendampingan yang dilakukan oleh tim korkot dan atau fasilitator tersaji dalam ilustrasi di bawah ini.

Tim penyusun perencanaan tingkat kota dan tingkat kelurahan/desa lokasi studi menjalin komunikasi dan konsultasi. Tujuannya adalah untuk mensinergikan kegiatan tingkat kabupaten/kota dengan kegiatan tingkat kelurahan/desa, dan sinergi kegiatan antara Skala Kawasan dalam kabupaten/kota.

Proses konsultasi yang terjadi di lapangan dilakukan di setiap tahapan perencanaan. Komunikasi dan konsultasi ini pada praktiknya berupa forum-forum diskusi formal dan informal dalam rangka membangun persamaan persepsi dan kesepakatan-kesepakatan terhadap proses menuju kota tanpa kumuh.

Forum konsultasi ditemukan lebih intens terjadi di kota-kota yang memiliki rencana Skala Kawasan3

3, seperti di Kota Ternate, Kupang, Manado, Balikpapan, Samarinda, dan Kota Magelang. Fokus pembahasannya diutamakan pada isu keterkaitan kegiatan Skala Lingkungan yang beririsan dengan kegiatan Skala Kawasan. Hasil dari proses komunikasi dan atau konsultasi tersebut terlihat dari dokumen perencanaan RPLP di kelurahan kumuh lokasi studi yang sudah terkonsolidasi dengan perencanaan tingkat kota.

Dalam proses integrasi kegiatan penanganan kumuh yang termuat dalam dokumen RPLP dan RP2KPKP ke dalam perencanaan reguler, tim fasilitator melakukan beberapa aktivitas. Di antaranya, meningkatkan kapasitas BKM dan aparatur desa sebagai perwakilan yang akan membawa misi kegiatan penanganan kumuh dalam musrenbang. Tim fasilitator pun mendampingi utusan yang mengawal kegiatan kumuh dalam proses musrenbang dari level desa hingga kota.

Di tingkat kota pendamping melakukan advokasi kegiatan penanganan kumuh yang termuat dalam dokumen RP2KPKP melalui Pokja PKP untuk menjadi prioritas usulan kegiatan dalam forum OPD. Keluaran dari kegiatan ini adalah daftar investasi yang termuat dalam RPLP dan RP2KPKP menjadi prioritas kegiatan yang akan didanai dari APBD I dan II. Selain itu para pendamping tingkat kota juga sekaligus mengadvokasi

3 Rencana Skala Kawasan yang diprakarsai baik oleh Program Kotaku maupun oleh pemerintah daerah.

Ilustrasi 5. Proses Pendampingan Perencanaan Partisipatif Kelurahan Pangali-ali, Kabupaten Majene

Berawal dari permasalahan kumuh di Kelurahan Pangali-ali pada 2015. Ada instruksi program yang mengharuskan bahwa di lokasi Program Kotaku harus melakukan pendataan Baseline tanpa terkecuali. Pada saat itu Pemerintah Kelurahan Pangali-ali bersama BKM Pattoe Rannu dan relawan masyarakat yang ada di bersepakat melakukan pendataan kumuh. Namun sebelum kegiatan tersebut dimulai terlebih dahulu dilaksanakan beberapa persiapan seperti sosialisasi tingkat kelurahan sampai di tingkat basis.Setelah sosialisasi dilaksanakan, dibentuklah TIPP di tingkat kelurahan yang anggotanya terdiri dari aparat kelurahan, BKM, kepala lingkungan, dan relawan yang akan melakukan pendataan Baseline.

Page 37: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

72 STUDY COLLABORATION ACTION 73STUDY COLLABORATION ACTION

Ilustrasi 6. Proses Pendampingan Perencanaan Partisipatif

Adapun metode yang digunakan selain FGD adalah wawancara semi terstruktur dan transek untuk memastikan validitas data yang dihasilkan dari FGD dan sesuai kondisi sebenarnya di lapangan. Setelah semua pendataan tersebut selesai maka dilakukan konsolidasi dan analisis data di tingkat kelurahan untuk merekap persoalan permukiman, baik rumah tangga maupun permasalahan lingkungan lain (7 indikator) yang dituangkan dalam peta tematik permasalahan.Data Baseline yang telah selesai akan dijadikan acuan dalam menyusun profil kumuh kelurahan beserta indikasi kegiatannya dan telah disepakati dalam kegiatan pelatihan di tingkat kelurahan sampai pada tingkat kabupaten. Hasil data Baseline dijadikan dasar penyusunan dokumen RPLP di tingkat kelurahan, yang proses penyusunannya memakan waktu kurang lebih enam bulan dengan menggunakan pendanaan swadaya.Lantas hasil pendataan Baseline tersebut juga dijadikan dasar dalam

BKM, relawan, dan aparatur pemerintah desa atau kelurahan mendapatkan peningkatan kapasitas dari fasilitator kelurahan melalui berbagai jenis kegiatan. Di antaranya pelatihan, penguatan (coaching), sosialisasi, dan pendampingan kegiatan belajar kelurahan (KBK). Sebelumnya fasilitator mendapatkan peningkatan kapasitas dari para pemandu nasonal di tingkat provinsi yang sudah mengikuti Training of Trainers (TOT) oleh pemandu nasional. Materi-materi yang diterima seluruh peserta tampak pada Tabel 12.

Tabel 12. Materi dan Isu yang Dibahas dalam Pelatihan di 17 BKM

Sumber data: Data Manual Tim Pelatihan

Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 20181. Konsep Kumuh2. Permukiman Kumuh3. Kolaborasi4. Indikator Kumuh

1. Pemerintah Sebagai Nakhoda2. Konsep Permukiman3. Pembangunan yang membahagiakan4. Konsep dasar penanganan kumuh 5. Program KOTAKU6. Peran Pelaku dan Revitalisasi Peran BKM/LKM7. Sinergi Perencanaan

1. Memahami isi dokumen RPLP2. Pemetaan sumber daya pelaksanaan kegiatan penanganan kumuh3. Perencanaan Teknis4. Pelaksanaan Konstruksi5. Supervisi kegiatan infrastruktur5. KPP

1. Pemda sebagai Nakhoda dan BKM sebagai Penggerak Kolaborasi Pembangunan2. Kolaborasi 1 data, 1 Peta dan 1 Perencanaan3. Integrasi RPLP dengan RPJMDes/RKP Desa, renstra/renja kecamatan4. Indikator keberhasilan Program5. PPM

Jenis/Materi Pelatihan

Para anggota TIPP mendapatkan penguatan (coaching) oleh Tim Fasilitator terkait tata cara pendataan Baseline, dengan menyiapkan data-data dasar, seperti data sekunder, data monografi, peta dasar kelurahan/desa, dan informasi lain yang dibutuhkan.Selanjutnya TIPP dibagi dalam beberapa kelompok sesuai banyaknya lingkungan yang ada di Kelurahan Pangali-ali, untuk melakukan pendataan Baseline di beberapa wilayah kumuh di tingkat basis. Karena tidak jelas RT, RW, dan batasnya, maka disepakati pendataan tingkat basis dilakukan di level lingkungan. Relawan yang tergabung dalam TIPP yang didampingi fasilitator kelurahan melaksanakan pendataan Baseline dengan turun langsung ke lapangan untuk melakukan FGD di tingkat masyarakat tentang persoalan permukiman kumuh yang ada di Kelurahan Pangali-ali.Pendataan dilaksanaan berdasarkan 7 (tujuh) indikator kumuh yang menjadi ketentuan pendataan Baseline tersebut. Dari pendataan yang dilaksanakan maka teridentifikasilah semua data-data yang diperlukan dalam Baseline. Yakni kondisi bangunan hunian, jalan lingkungan, drainase lingkungan, pembuangan air limbah penyediaan air bersih dan air minum, pengelolaan persampahan, dan pengamanan bahaya kebakaran. Pelaksanaan pendataan membutuhkan waktu kurang lebih satu bulan karena pada saat pendataan ada beberapa data yang dibutuhkan masih kurang jelas. Di antaranya persoalan bangunan rumah, luas lantai, bangunan menghadap ke jalan, dan lain-lain.

menyusunan dokumen Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) di tingkat kabupaten, serta menyusun Rencana Penataan Lingkungan Permukiman (RPLP) di tingkat kelurahan. Kedua dokumen tersebut merupakan satu kesatuan saling terkait dan terkonsolidasi. Di dalamnya memuat semua permasalahan dan perencanaan kegiatan dalam penanganan kawasan kumuh dalam mengintervensi program/kegiatan khususnya di Kelurahan Pangali-ali.Kondisi kawasan pesisir Kelurahan Pangali-ali sudah jauh lebih baik dari sebelumnya setelah mendapatkan intervensi anggaran BPM dari Program Kotaku selama dua tahun terakhir (2017-2018) dengan total anggaran sebesar Rp 1.500.000.000. Genangan air sudah berkurang drastis di beberapa tempat. Sanitasi lingkungan berupa jamban komunal sudah memadai, akses air bersih bagi masyarakat MBR juga telah tercukupi dengan baik walaupun masih ada beberapa rumah tangga yang belum mempunyai jaringan air minum. Kini akses jalan pun sudah sangat bagus serta sarana persampahan juga sudah tersedia di masing-masing rumah warga.

Page 38: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

74 STUDY COLLABORATION ACTION 75STUDY COLLABORATION ACTION

IV. PEMBAHASANPada bagian ini dibahas mengenai tata kelola kolaborasi yang telah berkontribusi terhadap penanganan kumuh. Pertama akan dibahas mengenai kontribusi dana dan kegiatan kolaborasi terhadap pengurangan luasan kumuh, kemudian dibahas mengenai karakter tata kelola kolaborasi yang terbentuk dan berjalan di lokasi studi.

IV.1. KONTRIBUSI KOLABORASI TERHADAP PENGURANGAN LUASAN KUMUH

Bagian ini membahas kontribusi dana kolaborasi terhadap pengurangan kumuh di lokasi studi. Pertama disajikan gambaran pencapaian target dana kolaborasi di lokasi studi. Bagian kedua berisi pembahasan isu standarisasi pembiayaan pengurangan kumuh yang berkaitan dengan derajat kekumuhan. Dan yang terakhir, membahas kontribusi kolaborasi terhadap pengurangan kumuh dengan dua pendekatan. Yakni melihat kontribusi pengurangan kumuh di tiga kelurahan yang telah selesai menuntaskan kumuh. Selain itu menyandingkan proporsi volume dan jenis kegiatan, besaran nilai pendanaan, dan jumlah penerima manfaat yang bersumber dari BPM dan kolaborasi.

Kontribusi kolaborasi dalam pengurangan luasan kumuh cukup besar di lokasi studi. Hal ini terlihat dari hasil menyandingkan proporsi pendanaan BPM dan kolaborasi di dua kabupaten dan di tiga kelurahan yang sudah tidak kumuh. Di lokasi-lokasi tersebut, dana kolaborasi lebih besar dibanding BPM dan digunakan untuk membiayai jenis serta volume kegiatan yang juga lebih besar.

Pola proporsi dana dan kegiatan tersebut ditemukan juga di lokasi-lokasi yang belum menuntaskan kumuh, tapi sudah mengurangi nilai kekumuhan. Hal ini menyiratkan, meskipun nilai dana kolaborasi dan BPM telah cukup besar untuk membiayai kegiatan, namun untuk sampai menuntaskan kumuh tergantung pada nilai kekumuhan awal yang harus dikurangi.

Hampir separuh lokasi studi sudah mencapai target empat kali

BPM. Namun target tersebut tidak bisa digunakan sebagai acuan mengestimasi kebutuhan biaya bagi penuntasan luasan kumuh di daerah. Apabila mengacu pada hasil perhitungan di lokasi yang sudah tidak kumuh, perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan 1 hektare kumuh berkisar antara Rp 1,25 miliar sampai Rp 1,75 miliar. Secara terperinci pembahasannya ada di bawah ini.

IV.1.1. PENCAPAIAN TARGET DANA KOLABORASI

Lebih dari separuh lokasi studi sudah mencapai target 4 kali BPM, namun pencapaian terhadap target kolobarasi 4 kali BPM tidak serta merta mencerminkan tinggi rendahnya komitmen pemerintah daerah terhadap pengurangan kumuh.

Di 17 lokasi studi, semua kota/kabupaten sudah ada pembiayaan kolaborasi infrastruktur pada lokasi kumuh yang bervariasi antara 62-85 % dari total pembiayaan (BPM dan kolaborasi). Kisaran perhitungan nilai tengahnya sama dengan estimasi proporsi kolaborasi nasional sebesar 82 %. Ada beberapa kota lokasi studi yang sudah mencapai dan melampaui empat kali nilai BPM sesuai target program. Tapi ada juga kota yang masih belum mencapai target. Lebih jelasnya seperti tergambar pada grafik di bawah ini.

Grafik 5 Nilai BPM, Nilai Pendanaan Kolaborasi dan Nilai 4 x di 17 Kota/Kab tahun 2016-2018

Sumber: Diolah dari data Sistem Informasi Manajemen KOTAKU

Page 39: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

76 STUDY COLLABORATION ACTION 77STUDY COLLABORATION ACTION

Dari 17 kota lokasi studi ada 9 kota yang capaian pendanaan kolaborasinya melebihi target pendanaan kolaborasi (empat kali lebih besar dari pendanaan BPM). Yaitu Kota Sorong, Samarinda, Kupang, Manado, Magelang, Kabupaten Majene, Kabupaten Polman, dan Kabupaten Buleleng. Kota yang kolaborasinya sudah melebihi BPM namun target empat kali BPM belum tercapai adalah Kota Kediri, Ternate, Bitung, Salatiga, Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten TTS.

Kota yang nilai kolaborasinya lebih kecil dari pendanaan BPM terjadi di Balikpapan dan Tidore Kepulauan. Kota dengan pendanaan kolaborasi terbesar adalah Kota Sorong dengan BPM sebesar Rp 11 miliar dengan sandingan dana kolaborasi sebesar Rp 229 miliar (APBN Rp 144 M; APBD I Rp 64 M; APBD II Rp 19 M; dan pendanaan lainnya Rp 882 juta). Artinya, dana kolaborasi Kota Sorong mencapai 21 kali lebih besar dari anggaran BPM.

Kota Samarinda mendapatkan alokasi BPM sebesar Rp 14,8 miliar dengan sandingan dana kolaborasi sebesar Rp 125,7 miliar (APBN Rp 49,5 M; APBD I Rp 58,8 M; APBD II Rp 12 M; dan dana lainnya Rp 5,3 M). Artinya, pencapaian dana kolaborasi di Kota Samarinda hampir sembilan kali lebih besar dari dana BPM.

Contoh kota yang capaian pendanaan kolaborasinya di bawah empat kali BPM, bahkan tidak lebih besar dari BPM adalah Kota Balikpapan. Besaran BPM yang dianggarkan adalah Rp 99,9 miliar, ditambah dana sandingan kolaborasi sebesar Rp 8,1 miliar (hanya ada APBN Rp 194 juta dan APBD II Rp 7,9 M). Kota Tidore Kepulauan mendapat dana BPM Rp 12 miliar dan dana kolaborasi Rp 6,9 miliar (APBN Rp 1,1 M; APBD II Rp 640 juta; dan pendanaan lainnya sebesar Rp 5 M).

Sumber pendanaan terbesar kota yang kolaborasinya melebihi target empat kali BPM bervariasi. Misalnya Sorong dan Manado dana terbesarnya dari APBN, Samarinda dana terbesarnya dari APBD I, sedangkan Kabupaten Majene, Kabupaten Poleman, Magelang, dan Kupang sumber pendanaan kolaborasi terbesarnya dari APBD II. Tiga kota yang belum mencapai target, sumber pembiayaan kolaborasi terbesarnya berasal dari APBN yaitu Kota Ternate, Tidore, dan Kota Bitung. Kota yang kolaborasinya belum tercapai dan sebagian

besar sumber pendanaan kolaborasinya berasal dari APBD II adalah Kabupaten TTS, Balikpapan, Salatiga, Kabupaten Mojokerto, Kediri, dan Kabupaten Buleleng.

Fakta ini menyiratkan bahwa pencapaian terhadap target kolaborasi empat kali BPM tidak serta merta mencerminkan tinggi rendahnya komitmen pemerintah daerah terhadap pengurangan kumuh. Informasi lebih detil mengenai capaian kolaborasi terhadap target projek (4 x BPM) lihat di lampiran 7.

IV.1.2. ISU STANDARISASI PEMBIAYAAN PENGURANGAN KUMUH DAN DERAJAT KEKUMUHAN

Meskipun pendanaan telah cukup besar untuk membiayai kegiatan pengurangan kumuh di suatu lokasi, namun untuk sampai menuntaskan kumuh tergantung pada nilai kekumuhan awal yang harus dikurangi di lokasi tersebut.

Didalam studi ini ditemukan bahwa tidak semua lokasi kumuh yang sudah diintervensi kegiatan dengan dana yang cukup besar ,bisa langsung mengurangi luasan kumuhnya, hal ini tergantung pada berapa nilai kekumuhan awal yang harus dikurangi (Kumuh berat 71-95 , kumuh sedang 45-70, kumuh ringan 19-44) hingga turun menjadi nilai dibawah 19.

Beberapa kelurahan yang sudah diintervensi kegiatan namun luasan kumuhnya tidak berkurang samasekali yaitu ;Kel Molas, Soa-Sio, Darma, Kampung baru, Tidar utara dan Klamana. Kelurahan yang sudah ada capaian pengurangan kumuhnya yaitu; Kel Kutowinangun lor, Sooko, Balowerti, Alak, Baru tengah, Bitung barat 1, Rum dan kelurahan yang sudah berhasil mengurangi luasan kumuhnya hingga 100% yaitu; kel Taubneno, Mesjid, , dan Pangali-ali. seperti terlihat pada lampiran 8.

Page 40: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

78 STUDY COLLABORATION ACTION 79STUDY COLLABORATION ACTION

Gambar 4. Contoh Pengurangan Luasan Kumuh Berdasarkan Perhitungan di Level Rukun Tetangga

Lampiran 8 adalah satu contoh perhitungan pengurangan kumuh. Tabel itu menggambarkan Kelurahan Molas yang sudah diintervensi dengan berbagai kegiatan BPM dari 2017 hingga 2018, namun luasan kumuhnya belum berkurang. Kegiatan tersebut adalah jalan 597 meter, drainase 278 meter, jembatan 82 meter, persampahan satu unit, perpipaan air bersih 2.400 meter, sumur bor 12 unit. Dan pembangunan dari hasil kolaborasi yang dilakukan adalah jalan 535 meter, persampahan tujuh unit, dan sumur bor tiga unit. Intervensi tersebut hanya mengurangi derajat kekumuhan dari nilai awal 33 pada 2016, bergeser ke 28 pada 2017, dan 22 pada 2018, dengan luasan kumuh yang tetap sebesar 13,78 ha. Kelurahan Molas belum berhasil mengurangi luasan kumuh dengan nilai di bawah angka 19.

Lain halnya dengan Kelurahan Mesjid, areal kumuh tersebar di tiga RT dengan total luas kumuh 5,18 ha dengan intervensi kegiatan Program Kotaku periode 2017-2018. Kegiatan melalui BPM berupa jalan 443 meter, persampahan empat unit, dan dari kolaborasi berupa jalan 789 meter, drainase 386 meter, jembatan 390 meter, rehabilitasi 22 unit rumah, MCK satu unit, persampahan 10 unit, air bersih 789 meter, dan air bersih 386 unit. Dari tiga RT lokasi kumuh tersebut, derajat nilai kumuh terus menurun hingga semua RT berada di bawah nilai 19. Bahkan satu RT menyabet keberhasilan hingga ke nilai 5, yang artinya mampu mengurangi luasan kumuh hingga 100 %.

IV.1.3. KONTRIBUSI DANA DAN KEGIATAN KOLABORASI TERHADAP PENGURANGAN KUMUH

Kolaborasi berkontribusi signifikan terhadap pengurangan luasan kumuh, proporsinya lebih besar 4-5 kali terhadap BPM, baik dari kontribusi pendanaan, jenis dan volume kegiatan infrastruktur, maupun jumlah penerima manfaat.

Hingga saat ini perhitungan kebutuhan pendanaan untuk menyelesaikan satu hektare luasan kumuh masih belum memiliki standar. Karena, tergantung pada:

1. Hasil penilaian aspek kondisi kekumuhan (Kumuh Ringan, Kumuh Sedang, Kumuh Berat);

2. Penilaian lokasi berdasarkan pada aspek legalitas tanah (status tanah legal dan status tanah ilegal).

3. Aspek pertimbangan lainnya/strategis (pertimbangan lain kategori ringan, sedang, tinggi) yang akan menentukan pola penanganan tertentu: pemugaran, peremajaan, atau permukiman kembali.

Tipologi lokasi pun akan sangat berpengaruh terhadap pembiayaan. Di antaranya untuk permukiman atas air, tepi air, dataran rendah, perbukitan, atau kawasan rawan bencana. Kondisi kekumuhan, pola penanganan, dan tipologi permukiman kumuh akan sangat menentukan varian besarnya pembiayaan dalam menyelesaikan penanganan per hektare luasan kumuh.

Di sebagian besar lokasi penanganan kumuh yang dilaksanakan oleh Program Kotaku—khususnya pada lokasi studi memiliki klasifikasi kekumuhan sedang hingga ringan. Walaupun ada varian tipologi lokasi permukiman, namun hampir semua berada pada status tanah legal sehingga pola penanganan yang dilakukan adalah peremajaan.

Pola penanganan yang dilakukan diasumsikan seragam dalam studi ini guna kepentingan menghitung proporsi kontribusi pengurangan luasan kumuh dari kolaborasi. Pendekatan yang digunakan adalah perhitungan pengurangan luasan kumuh berdasarkan pada proporsi pendanaan BPM dan kolaborasi (Grafik 6-9), serta pendekatan

Page 41: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

80 STUDY COLLABORATION ACTION 81STUDY COLLABORATION ACTION

perhitungan pengurangan luasan kumuh berdasarkan proporsi jumlah kegiatan dan volume kegiatan BPM dan kolaborasi (lihat tabel 13,14,15, dan 16).

Grafik 6. Proporsi Pengurangan Luasan Kumuh di 3 Kelurahan Periode 2016-2018

Grafik 7. Proporsi Pengurangan Luasan Kumuh di 2 Kabupaten Periode 2016-2018

Hasil studi ini menemukan bahwa bila efektivitas diartikan besaran dana pengurangan kumuh yang diperlukan untuk menyelesaikan persatuan hektare luasan kumuh, maka rata-rata dana yang dibutuhkan sekitar Rp 1,25 hingga 1,75 miliar.

Mengacu Tabel 7, pendekatan perhitungan pengurangan luasan kumuh berdasarkan pada proporsi pendanaan BPM dan kolaborasi di lokasi studi hanya bisa dilaksanakan terhadap lokasi yang dianggap sudah selesai penanganan kumuhnya (capaian pengurangan kumuh 100 %).

Seperti yang terjadi di Kelurahan Taubneno, Mesjid, dan Kelurahan Pangali-ali. Jumlah pengurangan kumuh dari ketiga kelurahan tersebut seluas 23,55 ha dengan total pendanaan sebesar Rp 37 miliar, atau rata-rata per hektare sebesar Rp 1,750 miliar.

Sedangkan pada lokasi studi tingkat kota, ada dua kabupaten yang kumuhnya sudah dianggap tuntas yaitu Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Majene. Jumlah pengurangan luasan kumuh pada kedua kabupaten tersebut seluas 30,2 ha, dengan total pendanaan Rp 46,8 miliar atau rata-rata dana yang digunakan sebesar Rp 1,25 miliar per ha.

Berdasarkan fakta dan perhitungan di atas, pendanaan kolaborasi signifikan berkontribusi terhadap pengurangan luasan kumuh bila dibandingkan dengan pendanaan yang berasal dari Program Kotaku atau BPM. Dalam Grafik 11-14 nampak bahwa dari 100 % capaian pengurangan luasan kumuh baik tingkat kota maupun tingkat kelurahan kolaborasi berkontribusi sekitar 83-84 %, sedangkan BPM hanya sekitar 16-17 %. Informasi lebih detil mengenai proporsi perhitungan luasan kumuh BPM dan Kolaborasi dapat dilihat di lampiran 9 dan 10.

Tabel 13. Volume Kegiatan Menurut Jenis Kegiatan dan Pendanaan di 17 Kota/Kabupaten Lokasi Studi

Page 42: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

82 STUDY COLLABORATION ACTION 83STUDY COLLABORATION ACTION

Tabel 14. Volume Kegiatan Menurut Jenis Kegiatan dan Pendanaan di 17 Kelurahan/Desa

Sumber Data: Sistem Informasi Manajemen Program Kotaku

Berdasarkan tabel di atas, jenis pembangunan didominasi oleh kegiatan yang dibiayai kolaborasi baik di tingkat kota maupun di tingkat desa. Sebagai contoh, dana kolaborasi dimanfaatkan untuk pembiayaan 15 jenis kegiatan yang dibangun di seluruh lokasi di tingkat kota, sementara BPM membiayai 11 jenis kegiatan. Di tingkat kelurahan, dana kolaborasi membiayai 11 kegiatan, BPM membiayai 10 kegiatan.

Berdasarkan tabel yang sama, volume kegiatan pembangunan juga didominasi oleh kegiatan yang dibiayai kolaborasi baik di tingkat kota maupun di tingkat desa. Sebagai contoh di tingkat kota, pada kegiatan jalan kolaborasi membangun 399.575 meter dan BPM membangun 57.232 m. Di tingkat kelurahan/desa, kolaborasi membangun jalan sepanjang 27.226 m, BPM membangun 6.836 m. Pada kegiatan drainase di tingkat kota, kolaborasi membangun 284.976 meter, BPM membangun 103.189 m. Sementara di tingkat kelurahan/desa, kolaborasi membangun jalan sepanjang 9.012 m, BPM membangun 40.917 m.

Di tingkat kota, kolaborasi telah menitikberatkan prioritas pada infrastruktur yang tidak diperhatikan BPM. Yaitu pembangunan 6.943 RTLH, penerangan umum ada 45 unit, dan ruang terbuka hijau

seluas 6.839 meter per segi. Kolaborasi pun telah mengutamakan pembangunan infrastruktur yang tidak diperhatikan BPM, yaitu: jembatan sepanjang 390 meter, bangunan gedung (2.154 RTLH), dan saluran pembuangan limbah sepanjang 700 meter.

Proporsi kegiatan di tingkat kota/kabupaten dari 15 jenis kegiatan, kolaborasi unggul pada satuan volume di 13 jenis kegiatan (87 %), dan BPM hanya unggul pada satuan volume di dua jenis kegiatan (13 %). Sedangkan proporsi kegiatan di tingkat kelurahan/desa, dari 13 jenis kegiatan kolaborasi unggul pada satuan volume di 10 jenis kegiatan (77 %) dan BPM hanya unggul di tiga jenis kegiatan (23 %).

Seperti halnya pada proporsi pendanaan dan kegiatan, proporsi pada penerima manfaat antara kolaborasi dengan BPM hampir senada. Semua penerima manfaat pada setiap jenis kegiatan yang bersumber dari kolaborasi lebih besar dibandingkan dengan penerima manfaat dari kegiatan yang bersumber dari BPM, baik di tingkat kota maupun di tingkat kelurahan.

Sebagai contoh di tingkat kota. Total jumlah KK penerima manfaat dari kolaborasi ada 303.768 dengan jumlah jiwa 1.059.207. Sedangkan jumlah KK penerima manfaat dari BPM hanya 56.517 dengan jumlah jiwa 217.590. Artinya, jumlah penerima manfaat kolaborasi baik KK maupun jiwa lebih besar lima kali dari jumlah penerima manfaat BPM.

Pada tingkat kelurahan, total jumlah KK penerima manfaat kolaborasi ada 40.835 dengan jumlah jiwa 134.127 orang. Sedangkan jumlah KK penerima manfaat dari BPM hanya 6.128 dengan jumlah jiwa 23.183 orang. Artinya, jumlah penerima manfaat kolaborasi baik KK maupun jiwa lebih besar enam kali dari jumlah penerima manfaat BPM.

Page 43: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

84 STUDY COLLABORATION ACTION 85STUDY COLLABORATION ACTION

Tabel 15. Jumlah Penerima Manfaat Kegiatan di 17 Kota/Kabupaten Lokasi Studi

Tabel 16. Jumlah Penerima Manfaat Kegiatan di 17 Kelurahan/Desa Lokasi Studi

Sumber Data: Sistem Informasi Manajemen Program Kotaku

IV.2. TATA KELOLA KOLABORASI PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH

Tata kelola kolaborasi dalam penanganan kumuh telah terbentuk dan berjalan di semua lokasi studi.

Keberadaan Pokja PKP sesuai dengan kriteria tata kelola kolaborasi yang dirumuskan oleh Ansell & Gash (2007). Yaitu mencakup:

1. Keberadaan forum yang diprakarsai oleh lembaga atau lembaga publik;

JML KK JML MBR JML JIWAJIWA

PEREMPUANJIWA

DIFABLEJML KK JML MBR JML JIWA

JIWA PEREMPUAN

Jalan Meter 399,575 104,174 51,356 369,800 201,753 66 33,889 14,868 6,506 57,985 29,573 Drainase meter 284,976 62,102 34,562 225,059 123,291 31 52,447 20,525 8,776 76,631 39,213 Drainase unit 224 27,370 13,565 80,115 45,620 2 20 296 131 1,141 585 Jembatan Meter 7,142 5,744 2,754 18,767 10,322 - 59 547 255 2,314 1,220 Bangunan Gedung Unit 6,943 7,111 7,054 28,395 17,818 14 MCK unit 1,719 10,499 5,584 34,256 18,954 9 315 869 470 3,689 1,905 Persampahan unit 4,633 69,488 47,339 250,808 136,005 57 332 13,325 5,530 51,436 26,280 Air Bersih Meter 2,927 4,800 3,319 18,462 10,736 3 3,426 487 246 2,300 1,209 Air Bersih unit 2,109 1,116 850 4,224 2,500 1 195 1,671 940 7,586 4,009 Penerangan Umum unit 45 250 126 1,166 610 - Saluran Pembuangan Limbah Meter 2,240 1,011 495 2,865 2,023 - 1,042 395 148 1,493 760 Sarana Ruang Terbuka Hijau M2 6,859 2,028 617 7,830 4,100 - 268 72 36 230 118 Proteksi Bahaya Kebakaran Meter 968 438 33 1,565 832 Proteksi Bahaya Kebakaran Unit 630 8,075 5,059 17,460 10,715 1 101 3,024 674 11,220 5,687 TOTAL 303,768 172,680 1,059,207 584,447 184 56,517 23,745 217,590 111,391

PEMANFAAT BDIPEMANFAAT KOLABORASIJENIS INVESTASI KEGIATAN SATUAN

VOLUME KOLABORASI VOLUME

BDI

VOLUME JML KK JML MBR JML JIWAJIWA

PEREMPUANJIWA

DIFABLEVOLUME JML KK

JML MBR

JML JIWA

JIWA PEREMPU

ANJalan Meter 27,228 11,169 6,597 38,526 22,433 4,666 1,273 653 4,932 2,580 Drainase Meter 40,917 15,420 9,655 46,395 27,681 6,201 1,292 533 4,868 2,498 Drainase 2 147 85 554 282 Jembatan Meter 390 544 328 1,870 1,027 Bangunan Gedung Unit 2,154 2,252 2,036 8,695 5,196 MCK Unit 156 803 553 3,180 1,950 57 189 104 699 340 Persampahan Unit 1,029 8,225 5,393 26,459 15,468 1 49 2,851 1,394 10,793 5,472 Air Bersih Meter 120 1,158 685 4,592 2,645 1 Air Bersih Unit 320 16 84 63 363 180 Saluran Pembuangan Limbah Meter 700 136 92 686 350 Sarana Ruang Terbuka Hijau M2 1,133 638 204 2,451 1,282 Proteksi Bahaya Kebakaran Unit 14 490 244 1,273 921 2 290 169 974 520

TOTAL 40,835 25,787 134,127 78,953 2 6,126 3,001 23,183 11,872

PEMANFAAT KOLABORASI PEMANFAAT BDI

JENIS INVESTASI KEGIATAN SATUAN

2. Peserta dalam forum termasuk aktor non-pemerintah;

3. Peserta terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan tidak hanya ‘’dikonsultasikan’’ oleh badan publik;

4. Forum ini diatur secara formal dan bertemu secara kolektif;

5. Forum ini bertujuan untuk membuat keputusan melalui konsensus (bahkan jika konsensus tidak tercapai dalam praktiknya); dan

6. Fokus kolaborasi adalah pada kebijakan publik atau manajemen publik.

Karakter Pokja PKP seperti yang tergambar di atas ditemukan di hampir semua lokasi seperti tampak pada tabel di bawah.

Sebagaimana tergambar di bagian III.4. proses penyelenggaraan kolaborasi dalam tahap perencanaan di level kota diinisiasi oleh Pokja PKP, dan di level masyarakat diinisiasi oleh BKM. Di tingkat masyarakat BKM membentuk gugus tugas khusus bidang perencanaan dengan nama Tim Inti Perencanaan Partisipatif (TIPP).

Pokja PKP hakekatnya adalah lembaga koordinasi yang resmi dibentuk oleh kepala daerah, dalam praktiknya Pokja PKP melaksanakan tugas dan perannya sebagai organisasi pengarah dalam penanganan kumuh. Unsur yang terlibat dan mendapat pengarahan berasal dari pemerintah maupun non-pemerintah, termasuk BKM dalam satu forum untuk merumuskan berbagai kebijakan terkait penanganan kumuh di daerah, termasuk pendanaan dan bentuk kegiatan.

Gambaran mengenai kebijakan pendanaan dan kegiatan dirumuskan dan dilaksanakan oleh Pokja PKP dan BKM telah digambarkan pada bagian III.3, yaitu melalui:

1. Integrasi

2. Inovasi Keterpaduan

3. Kemitraan.

Pada bagian IV.1 telah dibahas bahwa dana dan kegiatan kolaborasi yang kebijakannya dirumuskan oleh Pokja PKP dan BKM telah berkontribusi

Page 44: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

86 STUDY COLLABORATION ACTION 87STUDY COLLABORATION ACTION

besar terhadap pengurangan luasan kumuh di lokasi studi. Hal ini dikarenakan kebijakan yang dirumuskan mengacu pada dokumen RPLP dan RP2KPKP sebagai suatu bentuk konsensus.

RPLP dan RP2KPKP dijadikan rujukan kebijakan karena disusun melalui mekanisme partisipatif, dan daftar kegiatannya sudah sesuai kebutuhan masyarakat, data dan informasi rinci dan valid, berisi informasi detail, by name by address yang telah dikonfirmasi kesesuaiannya dengan data skunder kelurahan.

Rujukan tersebut juga sudah dalam bentuk perencanaan ruang, terkonsolidasi dengan perencanaan kota (RTRW, RDTR, RP2KPKP, dan perencanaan sektor lainnya) sesuai kebutuhan pemerintah. Bentuk perencanaan seperti ini mengisi kekosongan data dan informasi yang selama ini dibutuhkan OPD guna merealisasikan anggarannya.

RP2KPKP dan RPLP sudah menjadi rujukan dalam pelaksanaan pembangunan tingkat kelurahan dan kota, seperti yang terungkap dari beberapa hasil diskusi di lapangan, sebagai berikut:

“Sudah ada RP2KPKP sejak 2018, namun belum disahkan. Meski begitu kegiatan perencanaan mulai dari RPLP-RP2KPKP sudah diakomodir dan dituangkan dalam dokumen dokumen RKPD 2018 dan 2019. Tahun ini ada review (survey) Baseline lagi melibatkan warga dan tim Program Kotaku yang hasilnya akan dilokakaryakan di tiap kelurahan dan digunakan sebagai bahan penyusunan rencana ke depan”. (anggota Pokja PKP dari Bapelitbangda Bidang Ekbang Kota Salatiga);

“Dari hasil memorandum RP2KPKP pada 2017-2018, beberapa OPD sudah melaksanakan kegiatan yang terkait dengan penanganan kumuh sesuai sektornya. Untuk 2019, ada beberapa kegiatan di dalam RPLP dan RP2KPKP yang sedang dilaksanakan di beberapa lokasi. Beberapa sumber pendanaan di antaranya adalah dari APBD II, dana kelurahan, dan dari APBN melalui satker provinsi, seperti yang sedang dikerjakan di Kelurahan Makassar Timur calon lokasi Skala Kawasan”. (Anggota Pokja PKP Kota Ternate);

“Kami sangat terbantu dengan adanya RPLP. Karena di dalamnya sudah memuat kegiatan yang cukup rinci, apalagi selama ini kami

belum memiliki anggaran dan SDM untuk menyusun dokumen seperti itu”. (anggota Pokja PKP Dinas Perkim Kabupaten TTS);

“Kami ikut membangun kegiatan talud sungai di Oesapa untuk menata kawasan yang direncanakan RP2KPKP. Kami ikut terlibat dalam penataan dan pembangunan talud tersebut karena sesuai dengan tupoksi kami dan ini pun arahan dari hasil diskusi dengan Pokja PKP”. (anggota Pokja PKP BPBD Kupang).

Tabel 17. Keberadaan Kriteria Tata Kelola Kolaborasi di Lokasi Studi

Keberadaan Pokja PKP selain sebagai forum khusus untuk mengarahkan dan merumuskan keputusan di bidang penanganan kumuh di level kota, terdapat forum perencanaan tingkat kota lainnya sebagai bagian dari sistem perencanaan daerah, yaitu forum musyawarah perencanaan pembangunan daerah (musrenbang kota/kabupaten). Arahan dan rumusan yang telah dihasilkan Pokja PKP dibawa ke forum musrenbang untuk menjadi kebijakan perencanaan dan penganggaran daerah.

Seperti telah digambarkan sebelumnya di bagian III.3., proses penyelenggaraan kolaborasi dengan mengintegrasikan rencana investasi kegiatan penanganan kumuh kedalam perencanaan reguler sudah terjadi hampir di semua lokasi studi dan menjadi pola umum seperti yang tergambar dalam Skema Proses Tata Kelola Kolaborasi KOTAKU (lihat lampiran 11).

Dari gambaran skema proses pada lampiran 11, terlihat bagaimana dokumen RPLP dan RP2KPKP mempengaruhi dokumen perencanaan diatasnya seperti; RPJMDes, Restra OPD, RKPD, RPJMD. Seperti yang

Kab Buleleng

Denpasar Ternate Tidore KediriKab

MojokertoMagelang Salatiga Manado Bitung

Kab Majene

Kab Polewali

Sorong Kupang Kab TTS SamarindaBalik

Papan

1Keberadaan forum yang diprakarsai oleh lembaga atau lembaga publik

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

2Peserta dalam forum termasuk aktor non-pemerintah

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

3

Peserta terlibat langsung dalampengambilan keputusan dan tidak hanya ''dikonsultasikan '' oleh badan publik

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

4Forum ini diatur secara formal danbertemu secara kolektif,

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

5

Forum ini bertujuan untuk membuatkeputusan melalui konsensus (bahkan jikakonsensus tidak tercapai dalampraktiknya)

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

6Fokus kolaborasi adalah pada kebijakanpublik atau manajemen publik.

√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Kota Kabupaten Lokasi Studi Kriteria Tata Kelola Kolaboratif Pokja PKPN0

Page 45: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

88 STUDY COLLABORATION ACTION 89STUDY COLLABORATION ACTION

terjadi di 15 kota/kabupaten dari 17 lokasi studi yang telah memasukan isu penanganan kumuh kedalam RPJMD kecuali Kab Mojokerto dan TTS.

IV.3. FAKTOR PENDUKUNG DAN TANTANGAN KOLABORASI

IV.3.1. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENENTU VARIASI PENCAPAIAN KOLABORASI

Dalam uraian sebelumnya terlihat bahwa tata kelola kolaborasi telah berkontribusi terhadap pengurangan luasan kumuh. Terdapat tiga faktor pendukung yang memungkinkan hal ini terjadi. Yaitu:

1) Kegiatan pendampingan dan penguatan kapasitas terhadap pemerintah daerah dan masyarakat dalam perencanaan penataan permukiman kumuh,

2) Kinerja kelembagaan yaitu Pokja PKP yang berfungsi dan keberdayaan BKM, dan

3) Dukungan teknis dan keaktifan pengendalian dari konsultan provinsi dan Konsultan Manajemen Pusat (KMP) terhadap pendamping di daerah.

Ketiga faktor tersebut ada di semua lokasi studi sebagai bagian dari pelaksanaan rancangan Program Kotaku.

Kajian ini menemukan kota yang menduduki peringkat paling tinggi dari aspek kecepatan mengurangi luasan kumuh. Pencapaian target kolaborasi empat kali BPM dan keberadaan semua tipe penyelenggaraan kolaborasi yaitu Kota Samarinda dan Kota Kupang.

Untuk menemukan faktor penentu pencapaian prestasi kedua kota tersebut diperlukan kajian dan analisa lebih lanjut. Meskipun begitu kajian ini menduga sejumlah faktor yang menjadi penentu perbedaan capaian setiap kota dalam hal kecepatan pengurangan luasan kumuh, capaian target kolaborasi empat kali BPM, dan keberadaan tipe penyelenggaraan kolaborasi. Faktor tersebut adalah:

1. Perbedaan Kualitas Kelembagaan

a. Pemerintah daerah belum melibatkan pihak-pihak di luar pemerintah untuk menjadi anggota Pokja PKP/forum (contoh Salatiga dan Manado),

b. Pokja PKP masih diketuai oleh Dinas Perkim (contoh Kota magelang, Kota Ternate, dan Kabupaten TTS),

c. Pokja PKP yang kurang berfungsi karena tidak memiliki rencana kerja, tidak ada biaya operasional, pergantian personel dan hanya diisi oleh staf, tidak adanya insentif dan disinsentif (contoh Kediri, Salatiga, Tidore, dan TTS).

2. Perbedaan Kualitas Pendampingan

a. Di beberapa kota, kegiatan dikendalikan oleh Askot Mandiri yang formasi timnya tidak selengkap formasi tim Korkot (contoh Kabupaten Mojokerto, Kota Kediri, Kabupaten Buleleng, Kabupaten TTS, dan Tidore).

b. Di beberapa kota, pendamping belum optimal memfasilitasi produk dokumen perencanaan RP2KPKP (contoh Kota Denpasar, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten TTS).

c. Intensitas pendampingan forum konsultasi level kota ditemukan lebih rendah di kota-kota yang belum memiliki perencanaan Skala Kawasan (contoh Kabupaten Mojokerto, Salatiga, Tidore, dan Kabupaten Buleleng).

3. Perbedaan Konteks Lokal

a. Dukungan pimpinan daerah (contoh camat dan lurah di Bitung, kepala Bappeda di Manado).

b. Inisiatif dan inovasi lokal (contoh Kelurahan Mesjid di Samarinda, Kelurahan Baru Tengah di Balikpapan, Kelurahan Kutowinangun Lor di Salatiga, dan Kelurahan Sooko di Kabupaten Mojokerto).

Page 46: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

90 STUDY COLLABORATION ACTION 91STUDY COLLABORATION ACTION

c. Kurang tersedia pihak-pihak di luar pemerintah yang berpotensi menjadi mitra kerja sama dalam pengurangan kumuh (contoh Kabupaten TTS dan Kota Tidore Kepulauan).

d. Masih ada kecenderungan ego sektoral.

e. Defisit anggaran, belum memiliki RDTR.

IV.3.2. TANTANGAN KOLABORASI

Kajian ini menemukan sejumlah tantangan yang dihadapi kolaborasi. Yaitu:

1. Kurangnya akses para pihak terhadap teknologi data atau informasi tentang perumahan dan permukiman. Hal ini mengakibatkan para pihak kolaborator kesulitan dalam hal monitoring dan evaluasi untuk mengetahui progres capaian penangananan kumuh di daerahnya dapat diakses dengan mudah sebagai media wasdal dan perencanaan, kecuali Kota Manado dengan Big datanya.

2. Isu legalitas lahan permukiman. Seperti yang terjadi dalam kasus permukiman yang menempati lahan tidak sesuai peruntukan, perumahan, atau permukiman yang berada di lahan bukan miliknya. Bila hal ini tidak dicarikan solusi, maka kegiatan penanganan kumuh hanya akan menjangkau lokasi yang legal. Akibatnya, pengurangan luasan kumuh tidak akan mencapai 0 %, seperti yang terjadi di Kota Ternate.

3. Belum ada kebijakan daerah untuk menerapkan strategi pencegahan. Akibatnya, para pihak yang ingin berkolaborasi dalam pencegahan belum memiliki pijakan. Bila hal ini dibiarkan, cenderung berpotensi menimbulkan kumuh baru dan lokasi yang sudah ditingkatkan kualitasnya berpotensi menjadi kumuh kembali.

4. Belum optimalnya peran camat dalam penanganan kumuh.Camat yang diharapkan berperan sebagai koordinator dan pembina dalam penanganan kumuh di wilayahnya belum terjadi, kecuali di Kecamatan Mahesa, Kota Bitung.

5. Belum ada review program, dokumen perencanaan, dan data Baseline. Data Baseline dan RPLP/RP2KPKP digunakan sebagai media perencanaan penanganan kumuh selama hampir lima tahun. Sudah banyak kegiatan yang direalisasikan namun hingga saat ini belum ada kota/kabupaten yang melakukan review. Jika review tidak dilakukan maka tidak akan diperoleh kondisi kekumuhan terkini, kecuali Kota Salatiga dan Kota Manado yang sudah melakukan review Baseline.

Page 47: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

92 STUDY COLLABORATION ACTION 93STUDY COLLABORATION ACTION

V. PEMBELAJARAN DAN SARAN

V.1. PEMBELAJARAN

Kajian ini menemukan bahwa keberadaan Pokja PKP sebagai cerminan dari tata kelola kolaborasi telah berkontribusi terhadap pengurangan 83-84 % luas kumuh dengan biaya berkisar antara Rp 1,25 hingga 1,75 miliar per hektare.

Pelaksanaan Program Kotaku telah mendorong pembentukan dan berjalannya tata kelola kolaborasi penanganan kumuh di lokasi studi. Dukungan teknis dan keaktifan pengendalian dari konsultan provinsi dan Konsultan Manajemen Pusat (KMP) terhadap pendamping di daerah selama 2016 - 2018 berperan terhadap berjalannya kegiatan pendampingan dan penguatan kapasitas yang dilakukan pendamping kota/kabupaten terhadap pemerintah daerah dan masyarakat. Terutama selama pada tahap perencanaan penataan permukiman kumuh, dan terjaganya kinerja kelembagaan yang tercermin dari Pokja PKP yang berfungsi dan pemberdayaan BKM.

Pokja PKP adalah organisasi/lembaga yang resmi dibentuk kepala daerah guna mengarahkan dan mengkoordinasikan penanganan kumuh di daerah. Pada praktiknya Pokja PKP telah melibatkan berbagai unsur baik dari pemerintah maupun non-pemerintah, termasuk BKM, dalam satu forum untuk merumuskan berbagai kebijakan penanganan kumuh di daerah termasuk pendanaan dan bentuk kegiatan. Kajian ini menemukan konsensus kebijakan dilakukan melalui: Integrasi, Inovasi Keterpaduan, dan Kemitraan antara pihak untuk berkomitmen merealisasikan kegiatan yang termuat dalam dokumen RPLP dan RP2KPKP. Keberadaan Pokja PKP serta karakter tata kelola yang dijalankannya ini sesuai dengan konsep tata kelola kolaborasi yang dirumuskan Ansell & Gash (2007).

Komitmen para pihak yang turut berkolaborasi merealisasikan hasil RPLP dan RP2KPKP. Karena kedua dokumen tersebut dinilai telah disusun melalui mekanisme partisipatif; daftar kegiatannya

sesuai kebutuhan masyarakat; data dan informasi rinci dan valid; berisi informasi detil by name by address yang telah dikonfirmasi kesesuaiannya dengan data sekunder kelurahan; sudah dalam bentuk perencanaan ruang, dan terkonsolidasi dengan perencanaan kota (RTRW, RDTR, RP2KPKP, dan perencanaan sektor lainnya) sesuai kebutuhan pemerintah. Bentuk perencanaan seperti ini mengisi kekosongan data dan informasi yang selama ini dibutuhkan OPD guna merealisasikan anggarannya.

Tata kelola kolaborasi dalam penanganan kumuh yang tercermin di lokasi studi menghadapi sejumlah tantangan. Yakni:

1) Akses terhadap teknologi data atau informasi tentang perumahan dan permukiman masih kurang,

2) Isu legalitas lahan permukiman,

3) Belum adanya kebijakan untuk menerapkan strategi pencegahan,

4) Belum optimalnya peran camat dalam penanganan kumuh, dan

5) Belum ada review program, dokumen perencanaan, dan Baseline.

Apabila tantangan ini tidak berhasil diatasi atau diselesaikan, diduga akan berimplikasi pada kecepatan pengurangan kumuh, keberlanjutan kelembagaan, dan pada upaya penataan kawasan permukiman secara umum di kemudian hari.

Ada empat isu lainnya yang perlu jadi perhatian baik dalam penanganan kumuh maupun penyelenggaraan kolaborasi, yaitu:

1. Meskipun pendanaan, jenis, dan volume kegiatan, serta penerima manfaat telah cukup besar untuk membiayai kegiatan pengurangan kumuh di suatu lokasi, namun kecepatan dalam menuntaskan kumuh tergantung pada nilai kekumuhan awal yang harus dikurangi.

Page 48: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

94 STUDY COLLABORATION ACTION 95STUDY COLLABORATION ACTION

2. Kebutuhan pendanaan per hektare luasan kumuh bervariasi di setiap lokasi, tergantung pada:

a. Kondisi kekumuhan,

b. Tipologi permukiman kumuh,

c. pola penanganan.

3. Faktor yang diduga menentukan variasi capaian target kolaborasi adalah Perbedaan kualitas kelembagaan, Perbedaan kualitas pendampingan, dan Perbedaan konteks lokal.

4. Kelompok Pemanfaat Pemeliharaan telah dibentuk di seluruh kelurahan lokasi studi sejalan dengan adanya kegiatan investasi yang dibiayai Program Kotaku. Diharapkan KPP mampu melakukan kegiatan-kegiatan yang tujuannya menjaga fungsi serta keberlanjutan kualitas infrastruktur yang dibangun.

5. KPP yang aktif ada di 12 kelurahan. Dari seluruh kelurahan tersebut, KPP hanya aktif di lokasi pembangunan (blok): Ruang Terbuka Hijau, persampahan, air minum, dan MCK. Biaya operasional KPP (honor dan operasional perawatan) berasal dari iuran warga pemanfaat.

V.2. SARAN

V.2.1. SARAN UNTUK PROGRAM

Seperti yang telah disampaikan di atas, pada masa yang akan datang kolaborasi untuk penanganan kumuh (peningkatan dan pencegahan) menghadapi tantangan. Baik tantangan yang terkait dengan permasalahan kumuh, pelaksanaan program, maupun tantangan kelembagaan. Untuk menghadapi tantangan tersebut studi ini menyarankan ke para pihak, sebagai berikut:

Pokja PKP disarankan untuk:

1. Melakukan evaluasi kinerja akhir tahun dalam kaitannya dengan penanganan permukiman kumuh.

2. Melakukan review terhadap Baseline dan RPLP-RP2KPKP yang partisipatif berbasis data dan informasi yang dipercaya untuk melihat pencapaian pengurangan luasan kumuh, GAP SPM, persoalan lahan, dan pencapaian SDG’S.

3. Melakukan sosialisasi data dan informasi mengenai hasil review kepada berbagai pemangku kepentingan di tingkat kota dan provinsi (misalnya di tingkat provinsi dilakukan pada rapat koordinasi dengan Pokja PKP tingkat provinsi) dan membangun komitmen dengan berbagai stakeholder tingkat kota maupun provinsi untuk berkontribusi merealisasikan investasi kegiatan.

4. Restrukturisasi kelembagaan pokja dari sektor ke Bappeda untuk memudahkan koordinasi dan kolaborasi lintas sektoral.

Para pendamping disarankan untuk memastikan Pokja PKP di daerah melakukan evaluasi kinerja akhir tahun berdasarkan panduan dan bantuan teknis.

Tim Korkot disarankan melaksanakan pendampingan tingkat kota, yang mencakup:

1. Melakukan asistensi teknis terhadap Pokja PKP dalam melakukan kegiatan evaluasi kinerja, review Baseline dan RPLP-RP2KPKP, dan mensosialisasikan hasilnya di tingkat kota.

2. Mengadvokasi restrukturisasi kelembagaan pokja. Sedangkan OSP disarankan mengendalikan kegiatan pendampingan korkot di tingkat kota, mencakup:

3. Mensupervisi dan memastikan pendamping kota (korkot) melakukan kegiatan asistensi terhadap pokja dalam melakukan evaluasi, me-review Baseline, dan RPLP-RP2KPKP serta kegiatan sosialisasinya.

4. Mendorong Pokja PKP provinsi menjadi penggerak kolaborasi di tingkat provinsi.

5. Memastikan korkot melakukan advokasi restrukturisasi pokja tingkat kota.

Page 49: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

96 STUDY COLLABORATION ACTION 97STUDY COLLABORATION ACTION

KMP disarankan mengendalikan kegiatan OSP, mencakup:

1. Mendiseminasikan petunjuk evaluasi, review Baseline, dan RPLP kepada OSP.

2. Mensupervisi dan memastikan OSP dalam mendorong Pokja PKP provinsi menjadi penggerak kolaborasi di tingkat provinsi.

3. Mensupervisi dan memastikan OSP melaksanakan kegiatan diseminasi ke korkot terkait asistensi teknis evaluasi, review Baseline, dan RPLP-RP2KPKP, yang sosialisasinya dilakukan oleh pokja.

Pihak Advisory disarankan membuat petunjuk buat Pokja PKP tingkat kota dalam melakukan evaluasi, me-review Baseline dan RPLP-RP2KPKP serta mensosialisasikan hasilnya dan membuat sistem pengendalian kegiatan-kegiatan tersebut.

PMU dan CCMU disarankan memastikan tersedianya dasar hukum bagi proyek dan pokja untuk pelaksanaan evaluasi, review, dan sosialiasi. Mencakup:

1. Nota dinas atau surat kepada satker provinsi dan kota kabupaten untuk melakukan evaluasi kinerja penanganan kumuh, me-review Baseline, dan RPLP-RP2KPKP, dan mensosialisasikan hasilnya.

2. Menyarankan ke CCMU untuk mendorong pengesahan peraturan Menteri PUPR dan atau SE Kementerian Dalam Negeri tentang kelembagaan Pokja PKP.

V.2.2. SARAN STUDI LANJUTAN

Mempelajari lebih dalam mengenai keberlanjutan tata kelola kolaborasi dan kelembagaan Kelompok Pemanfaat dan Pemelihara (KPP) dalam menjaga fungsi infrastruktur yang sudah dibangun.

LAMPIRANKAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN

KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DI 17 KOTA/KABUPATEN LOKASI

NATIONAL SLUM UPGRADING PROJECT (NSUP)

Page 50: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

98 STUDY COLLABORATION ACTION 99STUDY COLLABORATION ACTION

Lampiran 1. Tabel Progres Pengurangan Luasan Kumuh dan NilaiPendanaan di 17 Kota/Kab

Lampiran 2. Tabel Progres Pengurangan Luasan Kumuh dan NilaiPendanaan di 17 Kel/Desa

Lampiran 3. Tabel Sumber dan Nilai pendanaan di 17 Kota/Kab

Jumlah kelurahan

kumuh

Luas kumuh awal (ha)

Luas pengurangan kumuh (ha) tahun 2016

Luas pengurangan kumuh (ha) tahun 2017

Luas pengurangan kumuh (ha) Tahun 2018

Luas pengurangan kumuh (ha) kumulatif

Luas kumuh akhir (ha)

BDI Tahun 2016 BDI Tahun 2017 BDI Tahun 2018 Akumulasi Nilai BDI

2016-2018 kolaborasi kumuh

tahun 2016 kolaborasi kumuh

tahun 2017 kolaborasi kumuh

tahun 2018

Akumulasi kolaborasi kumuh tahun 2016-2018

KOTA DENPASAR 11 46.84 1.6 45.21 - 4,686,554,300 19,673,876,100 6,407,009,600 34,487,802,300 KOTA MAGELANG 15 100.56 1.07 23.89 28.43 53.39 47.17 3,000,000,000 1,700,000,000 500,000,000 5,200,000,000 5,584,621,200 16,112,149,800 35,730,296,500 57,427,067,500 KOTA SALATIGA 23 21.84 - 18.15 3.34 21.49 0.35 3,000,000,000 - 555,000,000 3,555,000,000 - 3,019,324,000 7,244,786,000 10,264,110,000 KAB. MOJOKERTO 4 26.37 - 1.11 7.70 8.81 17.56 500,000,000 2,550,000,000 3,050,000,000 100,000,000 424,942,000 5,825,723,000 6,350,665,000 KOTA KEDIRI 10 63.33 - 45.53 6.74 52.26 11.07 1,000,000,000 6,000,000,000 7,000,000,000 1,226,627,000 5,125,363,600 11,440,102,100 19,133,831,900 KAB. BULELENG 6 35.18 - 14.12 5.60 19.72 15.46 1,000,000,000 1,000,000,000 3,315,000,000 4,181,840,000 1,839,750,000 9,336,590,000 KAB. TIMOR TENGAH SELATAN 2 8.76 - 5.38 3.38 8.76 - 1,500,000,000 450,000,000 1,950,000,000 1,430,945,000 748,878,000 479,505,500 2,679,328,500 KOTA KUPANG 42 139.28 - 12.87 98.98 111.85 27.43 4,550,000,000 13,900,000,000 18,450,000,000 22,699,170,000 30,236,372,000 52,692,551,800 105,628,093,800 KOTA BALIKPAPAN 13 282.77 - 91.68 94.33 186.01 96.76 3,000,000,000 850,000,000 16,105,000,000 19,955,000,000 1,283,167,000 3,830,542,000 1,980,777,500 8,140,956,500 KOTA SAMARINDA 24 312.10 - 159.67 116.32 275.99 36.11 3,950,000,000 10,850,000,000 14,800,000,000 21,176,013,200 73,283,253,000 30,447,839,500 125,723,351,700 KOTA MANADO 25 155.86 - 97.95 16.65 114.60 41.26 4,700,000,000 8,500,000,000 13,200,000,000 46,936,464,500 23,275,972,800 16,887,930,000 91,973,302,300 KOTA BITUNG 12 136.26 - 31.19 37.20 68.39 67.87 3,000,000,000 1,400,000,000 5,700,000,000 10,100,000,000 6,456,000,000 6,983,500,000 1,182,500,000 15,012,000,000 KAB. MAJENE 5 21.49 - 6.31 15.18 21.49 - 1,700,000,000 1,150,000,000 2,850,000,000 710,200,000 13,034,475,000 18,809,749,000 39,353,554,000 KAB. POLEWALI MANDAR 7 68.51 - 4.98 - 4.98 63.53 1,700,000,000 1,700,000,000 4,104,700,000 12,884,995,000 14,974,240,800 34,166,035,800 KOTA TERNATE 18 38.26 - 2.25 0.80 3.05 35.21 1,800,000,000 3,400,000,000 5,150,000,000 10,350,000,000 1,125,196,400 8,316,079,800 7,160,239,500 16,601,515,700 KOTA TIDORE KEPULAUAN 18 96.40 - 3.00 3.80 6.80 89.60 1,000,000,000 11,150,000,000 12,150,000,000 1,135,000,000 3,662,615,000 1,973,021,000 6,976,636,000 KOTA SORONG 25 85.27 - 1.73 21.03 22.76 62.51 7,500,000,000 3,500,000,000 11,000,000,000 110,302,671,000 55,691,207,300 15,024,740,000 229,328,283,600 Total 260 1,639.08 1.07 519.80 459.48 981.98 657 13,800,000,000 36,450,000,000 86,060,000,000 136,310,000,000 227,585,775,300 260,811,509,300 223,693,752,200 812,583,124,600

KOTA_KAB

PROGRES PENGURANGAN LUASAN KUMUH NILAI DAN SUMBER PENDANAAN LOKASI KUMUH

Kumuh AwalCapai

Pengurangan Kumuh

Sisa kumuh BDI Kolaborasi BDI + Kolaborasi

TIDAR UTARA 4.48 0 4.48 - 4,550,400,000 4,550,400,000 KUTOWINANGUN LOR 2.03 1.68 0.35 150,000,000 3,417,076,000 3,567,076,000 SOOKO 19 3.7 15.3 1,850,000,000 5,995,575,000 7,845,575,000 BALOWERTI 6.98 6.48 0.5 1,000,000,000 643,154,000 1,643,154,000 KAMPUNG BARU 7.39 7.39 - 6,378,292,300 6,378,292,300 TAUBNENO 7.38 7.38 0 950,000,000 1,885,173,000 2,835,173,000 ALAK 3.09 1.61 1.48 500,000,000 2,261,750,000 2,761,750,000 MESJID 5.18 5.18 0 850,000,000 16,458,060,000 17,308,060,000 BARU TENGAH 22.51 7.9 14.61 2,000,000,000 760,308,000 2,760,308,000 MOLAS 13.79 0 13.79 1,250,000,000 622,476,800 1,872,476,800 BITUNG BARAT I 23.61 17.75 5.86 1,250,000,000 600,000,000 1,850,000,000 DARMA 31.6 0 31.6 - 7,214,694,500 7,214,694,500 PANGALI-ALI 10.99 10.99 0 1,500,000,000 15,273,489,000 16,773,489,000 RUM 7 3.8 3.2 750,000,000 96,750,000 846,750,000 SOA SIO 1.28 0 1.28 500,000,000 2,734,121,000 3,234,121,000 KLAMANA 5.64 0 5.64 - 19,632,590,000 19,632,590,000 TOTAL 171.95 66.47 105 12,550,000,000 88,523,909,600 101,073,909,600

KEL/DESA

SUMBER PENDANAANLUAS KUMUHAPBN APBD I APBD II PENDANAAN LAINNYA TOTAL

KOTA MAGELANG 3,205,000,000 3,297,101,300 49,790,026,200 645,000,000 56,937,127,500 KOTA SALATIGA - - 10,258,759,000 - 10,258,759,000 KAB. MOJOKERTO 870,000,000 - 5,195,560,000 285,105,000 6,350,665,000 KOTA KEDIRI - - 19,068,851,900 46,900,000 19,115,751,900 KAB. BULELENG - - 8,327,840,000 1,008,750,000 9,336,590,000 KOTA DENPASAR 68,148,200 - 14,806,844,000 19,453,335,100 34,328,327,300 KAB. TIMOR TENGAH SELATAN 278,000,000 930,739,000 1,450,589,500 20,000,000 2,679,328,500 KOTA KUPANG 6,302,300,000 90,000,000 97,110,616,000 172,000,000 103,674,916,000 KOTA BALIKPAPAN 194,000,000 - 7,946,956,500 - 8,140,956,500 KOTA SAMARINDA 49,572,860,000 58,850,673,200 11,934,135,500 5,257,388,000 125,615,056,700 KOTA MANADO 67,359,043,500 2,301,375,000 22,184,653,800 24,730,000 91,869,802,300 KOTA BITUNG 9,260,500,000 1,881,000,000 488,000,000 342,500,000 11,972,000,000 KAB. MAJENE 18,449,089,000 1,457,850,000 19,131,415,000 135,200,000 39,173,554,000 KAB. POLEWALI MANDAR 5,691,420,000 5,348,700,000 22,834,315,800 230,000,000 34,104,435,800 KOTA TERNATE 12,744,014,500 - 3,857,501,200 - 16,601,515,700 KOTA TIDORE KEPULAUAN 1,135,000,000 - 640,228,000 5,201,408,000 6,976,636,000 KOTA SORONG 141,301,443,800 64,777,300,000 19,120,667,600 882,461,000 226,081,872,400

TOTAL 316,430,819,000 138,934,738,500 314,146,960,000 33,704,777,100 803,217,294,600

SUMBER PENDANAAN KOLABORASIKOTA-KABUPATEN

Page 51: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

100 STUDY COLLABORATION ACTION 101STUDY COLLABORATION ACTION

Lampiran 4. Tabel Pendanaan Kolaborasi Tahun 2016-2017di 17 Kota/Kab

2016 2017 2018 2016-2018KAB. TIMOR TENGAH SELATAN 1,430,945,000 748,878,000 479,505,500 2,679,328,500 KAB. MOJOKERTO 100,000,000 424,942,000 5,825,723,000 6,350,665,000 KOTA TIDORE KEPULAUAN 1,135,000,000 3,662,615,000 1,973,021,000 6,976,636,000 KOTA BALIKPAPAN 1,283,167,000 3,830,542,000 1,980,777,500 8,140,956,500 KAB. BULELENG 3,315,000,000 4,181,840,000 1,839,750,000 9,336,590,000 KOTA SALATIGA - 3,019,324,000 7,244,786,000 10,264,110,000 KOTA BITUNG 6,456,000,000 6,983,500,000 1,182,500,000 15,012,000,000 KOTA TERNATE 1,125,196,400 8,316,079,800 7,160,239,500 16,601,515,700 KOTA KEDIRI 1,226,627,000 5,125,363,600 11,440,102,100 19,133,831,900 KAB. POLEWALI MANDAR 4,104,700,000 12,884,995,000 14,974,240,800 34,166,035,800 KOTA DENPASAR 4,686,554,300 19,673,876,100 6,407,009,600 34,487,802,300 KAB. MAJENE 710,200,000 13,034,475,000 18,809,749,000 39,353,554,000 KOTA MAGELANG 5,584,621,200 16,112,149,800 35,730,296,500 57,427,067,500 KOTA MANADO 46,936,464,500 23,275,972,800 16,887,930,000 91,973,302,300 KOTA KUPANG 22,699,170,000 30,236,372,000 52,692,551,800 105,628,093,800 KOTA SAMARINDA 21,176,013,200 73,283,253,000 30,447,839,500 125,723,351,700 KOTA SORONG 110,302,671,000 55,691,207,300 15,024,740,000 229,328,283,600 TOTAL 232,272,329,600 280,485,385,400 230,100,761,800 812,583,124,600

TAHUN PENDANAAN KOLABORASIKOTA-KABUPATEN

Lampiran 5. Tabel Keberfungsian Pokja PKP di 17 Kota/KabTahun 2018

OPDPerguruan Tinggi

REI (Real Estate Indonesia)

BKM LSM

Perbankan/ Perusahaan

Swasta Konsultan Lainnya TOTAL

1 BULELENG 050/25/MK/2016 Berfungsi 1 1 1 1 1 12 1 0 1 0 0 1 1 0 162 KOTA BALIKPAPAN 188.45-288/2017 Berfungsi 1 1 1 1 1 42 7 2 2 1 11 1 12 783 KOTA BITUNG 188. 45/HKM/SK/156/2016 Berfungsi 1 1 1 1 1 16 1 2 1 1 1 1 3 264 KOTA DENPASAR 188.45/302/HK/2017 Berfungsi 1 1 1 1 1 20 3 0 0 0 0 0 0 0 235 KOTA KEDIRI 188.45/264/419.033/2018 Kurang Berfungsi 1 1 1 1 38 4 1 2 456 KOTA KUPANG Nomor: 90A/KEP/HK/2018 Tgl 12 Maret 2018 Berfungsi 1 1 1 1 1 46 8 547 KOTA MAGELANG 648/47/112 TAHUN 2017 Tanggal 22 Mei 2017 Berfungsi 1 1 1 1 1 17 2 0 1 0 2 0 1 2 258 KOTA MANADO 53/KEP/B.01/BAPELITBANG/2018 Berfungsi 1 1 1 1 1 71 719 KOTA SALATIGA 056-05/312/2018 Kurang Berfungsi 1 1 1 1 10 0 0 0 0 0 0 0 0 1010 KOTA SAMARINDA No. 413.2/279/HK-KS/VII/2017 Berfungsi 1 1 1 1 1 24 1 0 1 0 1 0 0 3 3011 KOTA SORONG 800.05/133/2016 Berfungsi 1 1 1 1 1 28 1 1 1 1 1 1 3412 KOTA TERNATE 24/II.4/KT/2017 Berfungsi 1 1 1 1 1 51 0 0 0 0 1 0 1 0 5313 KOTA TIDORE KEPULAUAN 63.1 Tahun 2017 Kurang Berfungsi 1 1 1 1 26 1 0 0 0 1 0 0 1 2914 MAJENE NOMOR : 831/HK/KEP-BUP/IV/2018 Berfungsi 1 1 1 1 1 26 1 2715 MOJOKERTO 188.45/454/HK/416-012/2017 Berfungsi 1 1 1 1 1 36 2 3 2 6 1 5016 POLEWALI MANDAR Nomor : 138 Tahun 2018 Berfungsi 1 1 1 1 1 29 1 1 3117 TIMOR TENGAH SELATAN Nomor:264/KEP/HK/2018 Tgl 25 Mei 2018 Kurang Berfungsi 1 1 1 1 26 1 1 28

N0 KOTA/ KABUPATEN NOMOR SURAT KEPUTUSAN KATEGORI PENILAIAN

Memiliki Rencana

Kerja

Memiliki Sekretaria

t Pokja

Dukungan BOP

Aktivitas Rapat Rutin

Aktivitas Monitoring Rutin

Unsur Pokja PKP

Page 52: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

102 STUDY COLLABORATION ACTION 103STUDY COLLABORATION ACTION

Lampiran 6. Tabel Hasil Penilaian Perkembangan Organisasi BKM di17 Kel/Desa Tahun 2018

Lampiran 7. Tabel Capaian Pendanaan Kolaborasi terhadap Target(Pendanaan (4XBPM

Visi-Misi

Struktur Organisasi

Badan Hukum

Legitimasi Pemilihan Anggota

BKM

Pengambilan Keputusan

Perempuan dlm

Pengambilan Keputusan

Mekanisme Minta Usulan Masyarakat

Partisipasi Anggota

BKM

Pertemuan BKM

Perencanaan

Monitoring Evaluasi

Dokumentasi

Informasi

Pengelolaan Informasi

dan Masalah (PIM)

Penerima Manfaat

Kegiatan/ Program

Sumber pendanaan

Rencana Keuangan

Laporan Keuangan

Pertanggungjawa

ban

Pengembangan

kapasitas Kaderisasi KSM

Masyarakat

Pemerintah

Organisasi non-

pemerintah

TIDAR UTARA 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 76% Menuju MadaniKUTOWINANGUN LOR 2 2 3 2 3 4 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 4 3 2 3 3 3 2 69% MandiriSOOKO 2 2 2 2 4 3 3 2 2 3 3 2 3 2 3 3 2 2 3 2 3 3 3 2 63% MandiriBALOWERTI 2 2 2 3 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 3 2 2 1 55% MandiriKAMPUNG BARU 3 2 2 2 3 4 3 2 2 4 3 2 3 2 3 2 4 2 2 2 3 2 2 2 62% MandiriTAUBNENO 3 3 2 4 4 4 3 4 4 4 3 4 2 4 4 4 4 3 2 3 4 4 4 4 85% Menuju MadaniALAK 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 79% Menuju MadaniMESJID 3 2 1 2 3 3 3 2 2 3 3 2 2 2 2 3 4 1 2 3 2 2 3 1 58% MandiriBARU TENGAH 2 2 1 2 2 3 3 3 3 2 3 2 2 3 3 3 3 3 2 2 3 3 4 3 63% MandiriMOLAS 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 55% MandiriBITUNG BARAT I 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 2 3 3 3 2 2 2 3 4 1 62% MandiriDARMA 4 2 3 4 4 4 3 2 3 2 2 3 3 3 4 4 4 4 3 2 4 4 3 2 77% Menuju MadaniPANGALI-ALI 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 4 3 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 88% Menuju MadaniRUM 3 2 4 3 3 4 3 3 2 3 3 2 2 2 1 3 3 3 2 2 4 3 3 2 66% MandiriSOA SIO 2 4 4 4 4 3 4 1 2 4 1 2 2 1 2 1 2 2 1 1 2 1 1 1 52% MandiriKLAMANA 2 2 2 3 3 3 3 2 2 3 2 2 2 3 4 1 3 2 2 2 2 2 3 2 58% Mandiri

KOLABORASI

NILAI(%)

KRITERIAKELURAHAN/DESA

STATUTA ORGANISASI KEPEMIMPINAN SISTEM MANAJEMEN SUMBERDAYA KEUANGANSUMBERDAYA

MANUSIA

KOTA-KABUPATEN DANA BPM DANA Kolaborasi TARGET (4 X BPM)KAB. TIMOR TENGAH SELATAN 1,950,000,000 2,679,328,500 7,800,000,000 KAB. MOJOKERTO 3,050,000,000 6,350,665,000 12,200,000,000 KOTA TIDORE KEPULAUAN 12,150,000,000 6,976,636,000 48,600,000,000 KOTA BALIKPAPAN 19,955,000,000 8,140,956,500 79,820,000,000 KAB. BULELENG 1,000,000,000 9,336,590,000 4,000,000,000 KOTA SALATIGA 3,555,000,000 10,264,110,000 14,220,000,000 KOTA BITUNG 10,100,000,000 15,012,000,000 40,400,000,000 KOTA TERNATE 10,350,000,000 16,601,515,700 41,400,000,000 KOTA KEDIRI 7,000,000,000 19,133,831,900 28,000,000,000 KAB. POLEWALI MANDAR 1,700,000,000 34,166,035,800 6,800,000,000 KOTA DENPASAR - 34,487,802,300 - KAB. MAJENE 2,850,000,000 39,353,554,000 11,400,000,000 KOTA MAGELANG 5,200,000,000 57,427,067,500 20,800,000,000 KOTA MANADO 13,200,000,000 91,973,302,300 52,800,000,000 KOTA KUPANG 18,450,000,000 105,628,093,800 73,800,000,000 KOTA SAMARINDA 14,800,000,000 125,723,351,700 59,200,000,000 KOTA SORONG 11,000,000,000 229,328,283,600 44,000,000,000

Page 53: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

104 STUDY COLLABORATION ACTION 105STUDY COLLABORATION ACTION

Lampiran 8. Tabel Proporsi Jenis Kegiatan, Volume Kegiatan berdasarkan Sumber Kolaborasi dan BDI di setiap kelurahan/desa

BDI Kolaborasi BDI Kolaborasi BDI Kolaborasi BDI Kolaborasi BDI Kolaborasi BDI Kolaborasi BDI Kolaborasi BDI Kolaborasi BDI Kolaborasi BDI Kolaborasi BDI Kolaborasi BDI Kolaborasi BDI Kolaborasi BDI Kolaborasi BDI Kolaborasi BDI Kolaborasi BDI KolaborasiJalan Meter 219 3657 1188 1189 106 114 912 698 366 1000 889 443 789 597 535 937 10704 927 568 3910 789 527 1500 6836 27228Drainase Meter 280 1624 2078 4106 824 1523 1104 740 400 507 386 278 1158 2867 13059 423 75 348 648 17500 9012 40917Drainase Unit 10 2 82 94 0Jembatan Meter 390 0 390Bangunan Gedung Unit 18 52 11 21 36 71 22 40 81 38 124 1622 18 2154MCK Unit 1 15 5 2 84 33 1 1 20 2 14 104 10 8 144 156Persampahan Unit 8 4 4 4 11 12 52 40 4 10 7 5 18 961 2 3 116 1029Air Bersih Meter 2400 120 2400 120Air Bersih Unit 12 3 17 317 29 320Penerangan Umum Unit 0 0Saluran Pembuangan Limbah Meter 200 500 0 700Sarana Ruang Terbuka Hijau M2 233 850 50 50 1133Sarana Ruang Terbuka Hijau Meter 0 0Proteksi Bahaya Kebakaran Meter 1666 1666 0Proteksi Bahaya Kebakaran Unit 13 2 1 2 14

Total Kegiatan 3 5 3 4 4 4 3 4 3 5 3 6 3 6 6 3 3 2 5 8 1 3 3 1 5 3 3 3Kumuh Awal HaCapaian Pengurangan Kumuh HaSisa Kumuh HaPersen Pengurangan Kumuh %

JENIS INVESTASI KEGIATAN SATUANTOTAL VOLUME KEGIATANKUTOWINANG SOOKO BALOWERTI TAUBNENO ALAK BARU TENGAH MESJID

Volume Kegiatan

Volume Kegiatan

MOLAS BITUNG BARAT IVolume Kegiatan

Volume Kegiatan

Volume Kegiatan

KELURAHAN /DESA LOKASI STUDI

Volume Kegiatan

Volume Kegiatan

Volume Kegiatan

Volume Kegiatan

Tidar Utara Klamana Kampung BaruVolume Kegiatan

Volume Kegiatan

Volume Kegiatan

1.28

1.280% 54%

31.60

31.60%

PANGALI-ALI SOA SIO RUMVolume Kegiatan

Volume Kegiatan

Darma

7

3.8

3.2

Volume Kegiatan

Volume Kegiatan

2.031.680.3583%

19

3.7

15.319%

7.397.39

0100%

4.480

4.480%

5.640

5.640%

23.61

17.75

5.8675%

3.09

1.61

1.4852%

22.51

7.9

14.6135%

6.98

6.48

0.593%

7.38

7.38

0100%

5.18

5.18

0100%

13.79

0

13.790%

171.9573.8698.0943%

10.99

10.99

0100%

0

Page 54: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

106 STUDY COLLABORATION ACTION 107STUDY COLLABORATION ACTION

Lampiran 9. Tabel Proporsi Progres pengurangan luasan kumuh dan Nilai pendanaan kumuh di Kelurahan/desa

BDI Kolaborasi BDI + KolaborasiKumuh

Awal

Capai Pengurangan

Kumuh

Sisa kumuh

BDI Kolaborasi Rupiah/ha

TIDAR UTARA - 4,550,400,000 4,550,400,000 4.48 0 4.48 - - -

KUTOWINANGUN LOR 150,000,000 3,417,076,000 3,567,076,000 2.03 1.68 0.35SOOKO 1,850,000,000 5,995,575,000 7,845,575,000 19 3.7 15.3BALOWERTI 1,000,000,000 643,154,000 1,643,154,000 6.98 6.48 0.5KAMPUNG BARU - 6,378,292,300 6,378,292,300 7.39 7.39TAUBNENO 950,000,000 1,885,173,000 2,835,173,000 7.38 7.38 0 2.47 4.91 384,169,783 ALAK 500,000,000 2,261,750,000 2,761,750,000 3.09 1.61 1.48MESJID 850,000,000 16,458,060,000 17,308,060,000 5.18 5.18 0 0.25 4.93 3,341,324,324 BARU TENGAH 2,000,000,000 760,308,000 2,760,308,000 22.51 7.9 14.61MOLAS 1,250,000,000 622,476,800 1,872,476,800 13.79 0 13.79BITUNG BARAT I 1,250,000,000 600,000,000 1,850,000,000 23.61 17.75 5.86DARMA - 7,214,694,500 7,214,694,500 31.6 0 31.6PANGALI-ALI 1,500,000,000 15,273,489,000 16,773,489,000 10.99 10.99 0 0.98 10.01 1,526,250,136 RUM 750,000,000 96,750,000 846,750,000 7 3.8 3.2SOA SIO 500,000,000 2,734,121,000 3,234,121,000 1.28 0 1.28 - - -KLAMANA - 19,632,590,000 19,632,590,000 5.64 0 5.64 - - -TOTAL-RERATA 12,550,000,000 88,523,909,600 101,073,909,600 171.95 66.47 105 3.71 19.84 1,750,581,415

SUMBER PENDANAAN LUAS KUMUH PROPORSI PENGURANGAN KUMUH

KEL/DESA

Dari perhitungan proporsi pengurangan kumuh dalam tabel yang sudah bisa dihitung hanya kelurahan yang dianggap sudah tidak kumuh lagi (nilai Kekumuhan dibawah 19) yaitu kelurahan/desa Taubneno, Mesjid, Pangali-ngali. Dengan rata-rata kebutuhan dana untuk satu hektar 1,75 milyar dengan proporsi pengurangan luasan hektar kumuh dari BDI 3,71 Ha dan Kolaborasi 19,84 Ha ( BDI=16% dan Kolaborasi=84%)

Page 55: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

108 STUDY COLLABORATION ACTION 109STUDY COLLABORATION ACTION

Lampiran 10. Tabel Proporsi Progres pengurangan luasan kumuh dan Nilai pendanaan kumuh di Kota/Kabupaten

BDI Kolaborasi BDI + KOLABORASI AWAL CAPAIAN AKHIR BDI KolaborasiKAB. TIMOR TENGAH SELATAN 1,950,000,000 2,679,328,500 4,629,328,500 8.76 8.76 0 3.69 5.07 528,462,158 KAB. MOJOKERTO 3,050,000,000 6,350,665,000 9,400,665,000 26.37 8.81 17.56KOTA TIDORE KEPULAUAN 12,150,000,000 6,976,636,000 19,126,636,000 96.40 6.80 89.6KOTA BALIKPAPAN 19,955,000,000 8,140,956,500 28,095,956,500 282.77 186.01 96.76KAB. BULELENG 1,000,000,000 9,336,590,000 10,336,590,000 35.18 19.72 15.46KOTA SALATIGA 3,555,000,000 10,264,110,000 13,819,110,000 21.84 21.49 0.35KOTA BITUNG 10,100,000,000 15,012,000,000 25,112,000,000 136.26 68.39 67.87KOTA TERNATE 10,350,000,000 16,601,515,700 26,951,515,700 38.26 3.05 35.21KOTA KEDIRI 7,000,000,000 19,133,831,900 26,133,831,900 63.33 52.26 11.067KAB. POLEWALI MANDAR 1,700,000,000 34,166,035,800 35,866,035,800 68.51 4.98 63.53KOTA DENPASAR - 34,487,802,300 34,487,802,300 46.84 1.63 45.2083KAB. MAJENE 2,850,000,000 39,353,554,000 42,203,554,000 21.49 21.49 0 1.45 20.04 1,963,869,428 KOTA MAGELANG 5,200,000,000 57,427,067,500 62,627,067,500 100.56 53.39 47.171KOTA MANADO 13,200,000,000 91,973,302,300 105,173,302,300 155.86 114.60 41.26KOTA KUPANG 18,450,000,000 105,628,093,800 124,078,093,800 139.28 111.85 27.43KOTA SAMARINDA 14,800,000,000 125,723,351,700 140,523,351,700 312.10 275.99 36.11KOTA SORONG 11,000,000,000 229,328,283,600 240,328,283,600 85.27 22.76 62.51TOTAL- RERATA 136,310,000,000 812,583,124,600 948,893,124,600 1,639 982 657 5.14 25.11 1,246,165,793

PENDANAAN KUMUHKOTA/KABUPATEN

PROPORSI PENGURANGAN RUPIAH PER HA

Dari perhitungan proporsi pengurangan kumuh dalam tabel yang sudah bisa dihitung hanya Kota/kab yang dianggap sudah tidak kumuh lagi (nilai Kekumuhan dibawah 19) yaitu Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Majene. Dengan rata-rata kebutuhan dana untuk satu hektar 1,25 milyar dengan proporsi pengurangan luasan hektar kumuh dari BDI 5.14 Ha dan Kolaborasi 25.11 Ha ( BDI=17% dan Kolaborasi=83%)

Page 56: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

110 STUDY COLLABORATION ACTION 111STUDY COLLABORATION ACTION

Lampiran 11. Gambar Skema Proses Tata Kelola Kolaborasi KOTAKU

Perda/Perbud

Perubahan RPJMD

Renstra SKPD Kab/

Kota

Renstra Kecamatan

RPJM Desa Rancangan RKP Desa

Rancangan RKPD Kab/

Kota

Rancangan Renja-SKPD Kab/ Kota

Musrenbang Desa

Musrenbang Kecamatan

Forum SKPD Kab/ Kota

Musrenbang Kab/ Kota

Forum SKPD Provinsi

Rancangan Renja-SKPD

Provinsi

Rancangan Awal Renja -KL

Paska Musrenbang

Kab/ Kota

Renja -SKPD Kab/ Kota

RKP Kab/ Kota

Renja SKPD Kab/ Kota

Renja Kecamatan

RKP Desa / Kelurahan

Proses Penyusunan APBD Kab/

Kota

Prov

insi

Kabu

pate

n /

Kota

Keca

mat

anKe

lura

han

/ De

sa

Profil 100 0 100 Desa/kelurahan

Penyusunan Profil 100 0

100

Profil 100 0 100 Kota/Kab

Perencanaan Partisipatif

(RPLP)

Konsolidasi dan Analisa

data

Pelaksanaan Kegiatan

Pembangunan

PenyusunanDokumen RP2KPKP

Rancangan Awal RPJM

Desa

Pra Musrenbang

Rancangan Renja-

KecamatanRenstra

Kelurahan

RPJM Daerah

Kab/ Kota

Usulan Perubahan

RPJMD

Rencana Investasi Swasta

Didalam skema diatas tergambar adanya seluruh kriteria tata kelola kolaborasi. Lebih dari itu skema proses integrasi perencanaan ini memperlihatkan adanya keterpaduan vertikal maupun horizontal.

Page 57: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

112 STUDY COLLABORATION ACTION 113STUDY COLLABORATION ACTION

DOKUMENTASI STUDI KOLABORASI

PENANGANAN KUMUH

KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN

PERMUKIMAN KUMUH DI 17 KOTA/KABUPATEN LOKASI NATIONAL SLUM UPGRADING PROJECT (NSUP)

D O K U M E N T A S I STUDI KOLABORASIPENANGANAN KUMUH

Page 58: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

114 STUDY COLLABORATION ACTION 115STUDY COLLABORATION ACTION

KELURAHAN BALOWERTI - KOTA KEDIRI

Pembangunan/Kegiatan: Ruang Terbuka Hijau dilengkapi: Akses jalan, Gazibu, Kolam resapan, Tempat bermain, Penerangan umum, Jalan terapi. Sumber Dana: APBD, APBN SwadayaFungsi dan manfaat diantaranya; Menjadi wadah kegiatan/ interaksi antar warga, Ruang Terbuka Hijau menjadi center point kegiatan masyarakat maupun pihak luar yang berkunjung, menjadi destinasi kegiatan wisata dan pendidikan yang menarik, Sebagai wadah kegiatan anak-anak, pemuda, dan orangtua.

KELURAHAN TAUBNENO - KABUPATEN TIMUR TENGAH SELATAN

Pembangunan/Kegiatan: Jalan lingkungan, plat beton, drainase, motor sampah. Sumber Pendanaan: APBD IIFungsi dan manfaat: Jalan tersebut merupakan satu-satunya akses di RT003 yang kondisi masih jalan tanah sehingga sangat becek dan tergenang air di saat musim hujan tiba tapi sekarang sudah tidak banjir dan tidak becek dan warga mudah dan cepat untuk akses ke lokasi lainnya.

Page 59: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

116 STUDY COLLABORATION ACTION 117STUDY COLLABORATION ACTION

KELURAHAN SOOKKO - KABUPATEN MOJOKERTO

Pembangunan/Kegiatan: Drainase tertutup, Rehab Rumah 15 Unit. Sumber Pendanaan ; APBDesa , APBN. Fungsi dan manfaat, Rumah sudah tidak bocor, aman dan nyaman.

KELURAHAN PANGALIALI - KABUPATEN MAJENE

Pembangunan/kegiatan ; Jalan beton, tanggul, drainase, tembok penahan siring, tutup drainase, railing, tangga beton dan Pengecatan. Sumber Pendanaan; APBNFungsi dan manfaat ; Prasarana yang sudah memadai jalan lingkungan yang tadinya rusak sekarang sudah bagus, drainase sudah dapat berfungsi dengan baik dan terhindar dari longsor dan perubahan wajah lingkungan yang bersih cantik indah tanpa kumuh.

Page 60: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

118 STUDY COLLABORATION ACTION 119STUDY COLLABORATION ACTION

KELURAHAN ALAK - KOTA KUPANG

Pembangunan dinding penahan tanah, pembangunan jalan baru, drainase, plat deker. Sumber pendanaan CSR dan APBD IIFungsi dan manfaat; jalan sudah bisa diakses dan lebih aman dari longsor dan gerusan air hujan

KELURAHAN KUTOWINANGUN LOR - KOTA SALATIGA

Pembangunan/Kegiatan; Penataan kawasan wisata pancuran, drainase, Jalan, dll. Sumber pendanaan; APBD dan swadaya.Fungsi dan manfaat; Kawasan permukiman menjadi destinasi wisata lokal lebih aman, nyaman dan asri

Page 61: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

120 STUDY COLLABORATION ACTION 121STUDY COLLABORATION ACTION

KELURAHAN DARMA - KABUPATEN POLEWALI MANDAR

Pembangunan/Kegiatan; TPS3R, tembok penahan tanah, Jalan. Sumber Pendanaan; APBN, APBD I , APBD II, CSR dan SwadayaFungsi dan manfaat; Tidak ada buang, tumpuk dan bakar sampah sembarangan, akses jalan sudah baik, nyaris tidak adalagi genangan dimusim hujan.

KELURAHAN SOA SIO - KOTA TERNATE

Pembangunan/kegiatan; jalan baru , Pendanaan dari APBN Fungsi dan manfaat ; Kondisi jalan sebelumnya tidak ada sehingga harus memutar karena bangunan diatas air, Setelah pembuatan jalan beton lebih memudahkan masyarakat untuk mengakses jalan keluar tidak memutar lagi

Page 62: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

122 STUDY COLLABORATION ACTION 123STUDY COLLABORATION ACTION

KELURAHAN KAMPUNG BARU - KABUPATEN BULELENG

Pembangunan/kegiatan; Jalan beton dan jalan aspal. Sumber pendanaan APBD IIFungsi dan manfaat; jalan sebelumnya becek dan berdebu, setelah ditingkatkan kualitasnya sekarang lebih nyaman dan aman.

KELURAHAN RUM - KOTA TIDORE KEPULAUAN

Pembangunan/kegiatan; Drainase. Sumber pendanaan APBD IIFungsi dan manfaat; Pembuatan salauran air dan Jalan paving block memberikan kenyamanan bagi akses penggunan jalan dan masyarakat sekitar, karena selain membuat lingkungan sekitar tertata juga pada saat hujan airnya masuk ke saluran air yang berujung di saluran Barangka”

Page 63: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

124 STUDY COLLABORATION ACTION 125STUDY COLLABORATION ACTION

KELURAHAN MOLAS - KOTA MANADO

Pembangunan/kegiatan; Jalan paving, sambungai air bersih dan motor sampah. Sumber pendanaan; APBN, APBD II dan SwadayaFungsi dan manfaat ; Sebagian besar akses jalan lingkungan menjadi lebih aman dan nyaman, air minum sudah sampai rumah, tidak ada lagi sampah numpuk, bakar dan buang sembarangan, lingkungan lebih bersih.

KELURAHAN KLAMAN - KOTA SORONG

Pembangunan/Kegiatan; Jalan. Sumber pendanaan APBDFungsi dan Manfaat; Kondisi jalan yang buruk dikarenakan permukaan jalan yang masih tanah, jika hujan turun becek dan licin, Warga sekarang sudah bisa mengakses jalan baru sehingga memudahkan untuk mengakses jalan lain juga memudahkan untuk akses kegiatan ekonomi.

Page 64: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

126 STUDY COLLABORATION ACTION 127STUDY COLLABORATION ACTION

KELURAHAN MESJID - KOTA SAMARINDA

Pembangunan/kegiatan; Rehab rumah, jalan, bak samah, IPAL komunal, ruang rerbuka publik. Sumber Pembiayaan ; APBN, APBD I, APBD II, CSR, SwadayaFungsi dan manfaat; Lingkungan perumahan dan permukiman sudah tidak kumuh lagi, aman dan yaman, jadi destinasi baru sebagai ruang kumpul

KELURAHAN BARU TENGAH - KOTA BALIKPAPAN

Pembangunan: Jalan, drainase, RTH, bak sampah, hidrant, urban farming, rehab rumah, pot bunga dll . Sumber pembiayaan; APBD II, BPBD, CSR, SwadayaManfaat dan fungsi; Kawasan perumahan dan permukiman menjadi lebih aman, nyaman dan sehat, menjadi titik kumpul sebagai destinasi wisata lokal.

Page 65: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

128 STUDY COLLABORATION ACTION 129STUDY COLLABORATION ACTION

DESA DAUH PURIH KAUH - KOTA DENPASAR

Pembangunan/kegiatan; Jalan Paving . Sumber pendanaan APBDes.Fungsi dan manfaat; sebelumnya kualitas permukaan jalan rusak dan becek musim hujan dan musim kemarau berdebu, setelah d Ada peningkatan kualitas permukaan jalan lebih nyaman dan aman

KELURAHAN BITUNG BARAT 1 - KOTA BITUNG

Pembangunan/Kegiatan; Ruang terbuka, Sambungan Rumah air minum, Jembatan/box culvert. Sumber pendanaan ; Swadaya, PT PDAM dan APBD II.Fungsi dan manfaat; Air minum sudah sampai rumah tidak perlu antri jauh, Ruang terbuka sebagai titik kumpul bersosialisasi dan taman bermain anak.

Page 66: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

130 STUDY COLLABORATION ACTION 131STUDY COLLABORATION ACTION

KELURAHAN TIDAR UTARA - KOTA MAGELANG

Pembangunan/Kegiatan; IPAL Komunal, Sambungan Air Minum, Drainase. Sumber Pendanaan; APBN, APBD II, IUWASH Plus.Fungsi dan manfaat; Sudah tidak adalagi genangan dimusim hujan jalanan kering, drainase tidak tercemar tinja karena sudah ada IPAL, air minum sudah sampai kerumah tidak antri dan jauh.

Page 67: STUDY COLLABORATION ACTIONkotaku.pu.go.id/files/Media/Pustaka/Modul dan Materi...KAJIN TEGGPREOPALEB PTALEB 1 KAJIAN TENTANG PRAKTIK KOLABORASI PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN

132 STUDY COLLABORATION ACTION

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM dan PERUMAHAN RAKYATJl. Pattimura No.20 Kebayoran baruJakarta Selatan, Indonesia - 12110