studi perubahan karakteristik fisik, mekanik dan dinamik...
TRANSCRIPT
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
Abstrak— Secara alami tanah di lapangan mengalami
proses siklus pembasahan dan pengeringan yang terjadi pada
daerah beriklim tropis seperti Indonesia, sehingga
mengakibatkan tanah akan mengalami perubahan volume tanah
akibat perubahan kadar air. Suatu lereng di desa Jombok –
Ngantang – Malang mengalami penurunan tanah secara
signifikan selama 3 tahun terakhir. Tercatat penurunan terjadi
pada musim penghujan Februari 2009, Februari 2010 dan 2011
tanah turun sedalam ± 3m, ± 2m, dan ± 1m. Tujuan penelitian ini
mempelajari pengaruh perubahan musim (perubahan kadar air)
terhadap karakteristik tanah yaitu fisik, mekanik dan dinamik
tanah dengan proses siklus pembasahan (dimodelkan 1x siklus
pembasahan). Definisi proses siklus pembasahan yaitu
prosentase penambahan air ditentukan dari penjumlahan antara
kadar air awal (Wi) dengan persentase kadar air dikalikan
dengan selisih antara kadar air jenuh dengan kadar air awal
(Wsat – Wi) sebesar 25%, 50%, 75%, dan 100%. Analisis kurva
yang ditinjau adalah hubungan antara parameter tanah yaitu
hubungan antara .kadar air dengan parameter sifat fisik,
mekanik dan dinamik. Parameter fisik dan mekanik diuji dengan
alat laboratorium untuk pengujian volumetry gravimetry,
triaksial, dan tegangan air pori negatif sedangkan parameter
dinamik tanah diuji dengan Elemen Bender. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengaruh proses pembasahan
membuat parameter kadar air (Wc), derajat kejenuhan
(Sr) meningkat karena proses pembasahan. Untuk
parameter kohesi (Cu) dan berat volume kering (γd) pada
kedalaman 6m, 7m, 13m menurun karena proses
pembasahan tetapi pada pembasahan 75% akan
mengalami kenaikan kembali, namun pada kedalaman 8m
9m 10m 16m dan 20m akan mengalami kenaikan
kenaikan pada proses pembasahan tetapi pada
pembasahan 50% akan mengalami penurunan kembali.
Berdasarkan tes analisa saringan dan hidrometer
menunjukkan bahwa tanah pada kedalaman 6m dan 9m
memiliki prosentase pasir yang lebih dominan, sedangkan
pada kedalaman 7m , 8m, 9m, 10m, 13m, 16m dan 20m
prosentase lanau lebih dominan.
Kata Kunci—kadar air, Ngantang-Malang, Parameter fisik,
mekanik dan dinamik, Siklus pembasahan, Tanah tidak
terganggu
I. PENDAHULUAN
ECARA ilmiah tanah di lapangan mengalami proses siklus
pembasahan dan pengeringan yang terjadi pada daerah
beriklim tropis seperti Indonesia, sehingga mengakibatkan
tanah akan mengalami perubahan volume tanah akibat
perubahan kadar air.
Lokasi penelitian ini terletak di desa Jombok Ngantang,
Kabupaten Malang Km 33-34, daerah tersebut merupakan
daerah yang sering mengalami titik rawan longsor
(Suarasurabaya.net). Menurut Kepala Desa setempat,
peristiwa ini berawal pada bulan (Februari, 2009), waktu itu
musim penghujan yang membuat tanah sekitar Desa Jombok
longsor dari ketinggian lereng ± 12 meter. Sehingga elevasi
jalan yang dulunya rata ketinggiannya dengan rumah
penduduk mengalami kelongsoran dan patahan pada lereng,
kurang lebih dalam sebulan patahan tanah pertama turun
sekitar 3 meter, kedua turun sekitar 2 meter (Februari, 2010)
dan ketiga turun sekitar 1 meter (2011).
Proses siklus pembasahan di laboratorium untuk dilakukan
dengan cara menentukan kadar air yang diperoleh pada contoh
tanah tidak terganggu (undisturbed). Kadar air tanah inilah
yang dijadikan acuan untuk proses pembasahan pada
pengujian fisik tanah (berat volume tanah, kadar air, berat
volume kering tanah, derajat kejenuhan, porositas, angka pori,
specific gravity, Atterberg Limit), mekanik tanah (kohesi,
sudut geser dalam, tegangan air pori negatif) dan dinamik
tanah (modulus geser, menggunakan Elemen Bender).
Selanjutnya proses membasahi contoh tanah yaitu prosentase
penambahan air ditentukan dari penjumlahan antara kadar air
awal (Wi) dengan persentase kadar air dikalikan dengan
selisih antara kadar air jenuh dengan kadar air awal (Wsat –
Wi) sebesar 25%, 50%, 75%, dan 100%.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sifat Tanah
Tanah secara umum mempunyai 2 (dua) sifat utama,
yaitu sifat fisis dan sifat mekanis.
Sifat Fisis Tanah
Sifat fisis tanah yaitu sifat yang berhubungan
dengan elemen penyusunan massa tanah yang ada,
misalnya volume tanah, kadar air, dan berat tanah.
Dalam keadaan tidak jenuh, tanah terdiri dari 3 (tiga)
bagian yaitu butiran padat (solid), bagian air (water),
dan bagian udara (air). Keberadaan materi air dan
udara biasanya menempati pada ruangan antara
butiran/pori pada massa tanah tersebut. Ilustrasi
STUDI PERUBAHAN KARAKTERISTIK FISIK,
MEKANIK DAN DINAMIK TERHADAP SIKLUS
PEMBASAHAN PADA TANAH LERENG DENGAN
KEDALAMAN 5-20M DI NGANTANG – MALANG Aburizal Fathoni Asbi, Abraham Tertiadi, dan Ria Asih Aryani Soemitro, Trihanyndio Rendy Satrya.
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111
E-mail: [email protected] [email protected]
S
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
2
untuk memahami susunan elemen pada massa tanah
dapat diasumsikan seperti gambar 2.1 berikut (Das,
1998).
Gambar 2.1 (a) Elemen tanah dalam keadaan asli,
(b) Tiga fase elemen tanah
(Sumber : Braja M. Das 1988)
Pada gambar 2.1 (a) memperlihatkan elemen tanah
yang mempunyai volume V dan W, sedang gambar 2.1
(b) memperlihatkan hubungan berat dan volume tanah
dalam tiga fase yang dipisahkan (butiran padat, air dan
udara). Berat udara dianggap sama dengan nol.
Hubungan volume yang umum dipakai untuk suatu
elemen tanah adalah sebagai berikut :
1. Angka pori (e) adalah perbandingan volume rongga
(Vv) dengan volume butiran (Vs), yang dinyatakan
dalam bentuk desimal.
2. Porositas (n) adalah perbandingan antara volume
rongga (Vv) dengan dengan volume total (Vt),
dinyatakan dalam desimal atau persen tetapi dalam
desimal lebih diutamakan.
3. Kadar air (Wc) adalah perbandingan antara berat air
(Ww) dengan berat butiran (Ws) dalam tanah tersbut,
dinyatakan dalam persen.
4. Berat volume tanah) adalah perbandingan antara
berat tanah total (Wt) dengan volume tanah total (Vt).
5. Berat volume kering (γd) adalah perbandingan antara
berat butiran (Ws) dengan volume tanah total (Vt).
6. Berat volume butiran padat (γs) adalah perbandingan
antara berat butiran padat (Ws) dengan volume
butiran padat (Vs).
7. Derajat kejenuhan (Sr) adalah perbandingan antara
volume air (Vw) dengan volume rongga pori (Vv)
yang dinyatakan dalam persen. Apabila jarak dari
derajat kejenuhan dinyatakan dalam 0% - 100%,
maka 0% (tanah tersebut kering) dan 100% (tanah
tersebut jenuh).
8. Specific Gravity (Gs) perbandingan antara berat
volume butiran padat (γs) dengan berat volume air
(Vw) pada temperatur 40 C.
B. Sifat Mekanis Tanah.
Sifat mekanis tanah merupakan sifat perilaku dari
struktur massa tanah pada dikenai suatu gaya atau
tekanan yang dijelaskan secara teknis mekanis.
Parameter kekuatan tanah terdiri dari :
Kohesi (c), yaitu gaya tarik antara butiran tanah yang
tergantung pada jenis tanah dan kondisi kerapatan
butir.
Bagian butiran yang bersifat gesekan tergantung pada
tekanan efektif bidang geser terhadap sudut geser
dalam (Ø) yang terbentuk.
Tegangan air pori negatif (-Uw), ditentukan dengan
menggunakan kurva kalibrasi kertas filter Whatman
no. 42.
Kuat geser undrained adalah kuat geser tanah yang
mengalami kondisi undrained.
III. PETUNJUK TAMBAHAN
Gambar 2.2 Strength Envelope Tanah Lempung Dalam
Keadaan Undrained
(Sumber : Braja M. Das 2002)
C. Sifat Dinamis Tanah
Alat uji Elemen Bender pertama kali di
perkenalkan oleh Shirley dan Hampton (1977), cara
bekerja alat ini cukup sederhana dan tercatat cukup baik
mengitung modulus geser tanah pada regangan rendah
(small strain shear modulus) yakni melalui pengukuran
kecepatan perambatan gelombang geser yang melalui
sampel tanah.
Dengan alat Elemen Bender, kecepatan gelombang
geser, Vs dapat diukur. Persamaan 2.6 digunakan untuk
menghitung Vs.
Vs= ……………..…………………………………(2.6)
Dimana L adalah jarak efektif atau panjang sampel
tanah. Sedangkan t adalah waktu tempuh yang
diperlukan oleh gelombang geser untuk merambat di
tanah. Kemudian dengan menggunakan persamaan 2.7,
maka modulus geser maksimum (Gmaks) dapat
ditentukan.
Gmaks=ρ.V2 .............................................................(2.7)
Dimana :
ρ = kerapatan masa tanah (gr/cm3)
V= kecepatan rambat gelombang geser (cm/dtk)
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendahuluan
Penelitian ini bersifat eksperimental yang dilakukan di
Laboratorium Mekanika Tanah Teknik Sipil – ITS.
Menggunakan benda uji dari contoh tanah tidak terganggu di
daerah Ngantang Malang, dengan kedalaman -5 m sampai -20
m. Pengujian dilakukan untuk mengetahui perubahan
parameter karakteristik fisik, mekanik dan dinamik tanah
akibat siklus pembasahan.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
3
.
Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Pengujian
B. Proses Pembasahan
Proses pembasahan dilakukan secara bertahap berdasarkan
presentase penambahan kadar air . Presentase penambahan air
ditentukan dari penjumlahan antara kadar air awal (Wi)
dengan persentase kadar air dikalikan dengan selisih antara
kadar air jenuh dengan kadar air awal ( Wsat – Wi). Pada
proses pembasahan, benda uji dengan kondisi inisial
dijenuhkan secara bertahap dengan penambahan air hingga
mencapai jenuh 100%. Untuk pengukuran tegangan air pori
negatif, kertas filter tipe Whatman No. 42 diletakkan pada 1/3
tinggi benda uji. Dalam hal ini kertas filter diletakkan pada
benda uji triaksial (Elemen Bender).
IV. ANALISA DAN HASIL PENELITIAN
A. Pengujian Sifat Fisik
Pengujian sifat fisik yang dilakukan meliputi berat
jenis, konsistensi, kadar air, analisa saringan dan
hidrometer. Sifat fisik yang diperoleh sebagai berikut :
1) Uji Berat Jenis
Pengujian berat jenis (specific gravity) dilakukan
dengan menggunakan standar uji ASTM D 854-72. Nilai
specific gravity (Gs) yang diperoleh akan membantu dalam
mengklasifikasikan jenis tanah yang diuji. Hasil dari
percobaan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Nilai Berat Jenis Tiap Kedalaman Kondisi
Inisial
Kedalaman
(m)
Berat kering (d)
(gr/cm3)
Berat Tanah (t)
(gr/cm3)
Berat Jenis
(GS)
-6 0,825 1,487 2,615
-7 0,723 1,359 2,589
-8 0,727 1,337 2,502
-9 0,676 1,233 2,506
-10 0,654 1,255 2,574
-13 0,680 1,365 2,621
-16 0,776 1,301 2,628
-20 0,775 1,355 2,520
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Spesific Gravity (Gs) dengan
Kedalaman (m) Pada Kondisi Inisial
(Sumber : Hasil Penelitian)
Abraham Tertiadi
Aburizal Fathoni Asbi
Abraham dan Aburizal
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
4
2) Berat Volume Kering
Gambar grafik hubungan berat volume kering (γd)
dengan kedalaman,ditampilkan sebagai berikut.
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Berat Volume Kering (γd)
dengan Kedalaman (m) Pada Kondisi Inisial
(Sumber : Hasil Penelitian)
3) Kadar Air ( Wc ) dan Derajat Kejenuhan ( Sr )
Pengujian kadar air berdasarkan standar uji ASTM D
2216-71 yang bertujuan untuk air terhadap tanah asli.
Tabel 4.2 Nilai Kadar Air dan Derajat Kejenuhan Tiap
Kedalaman
Kedalaman
(m)
Kadar Air Derajat
Kejenuhan
Inisial Inisial
-6 80,14 83,84
-7 87,99 89,29
-8 83,84 86,25
-9 82,39 76,70
-10 91,94 80,66
-13 101,35 88,88
-16 67,62 75,17
-20 74,69 80,24
(Sumber : Hasil Penelitian)
4) Angka pori dan Atterberg limit
Dengan diketahuinya harga-harga batas cair (LL),
batas plastis (PL) dan batas kerut (SL), maka sifat-sifat
plastisitas dari tanah yang bersangkutan dapat diketahui.
Tanah yang mempunyai harga plastisitas indek
(IP = LL-PL) .
Tabel 4.3 Angka pori dan Atterberg limit
Kedalaman
(m)
Angka
Pori
Atterberg Limit
Inisial LL PL IP
-6 2,504 58,90 50,12 8,78
-7 2,534 45,12 37,69 7,43
-8 2,450 70,03 64,60 5,43
-9 2,711 66,66 54,88 11,78
-10 2,938 51,57 48,26 3,31
-13 3,055 85,11 69,99 15,12
-16 2,347 66,33 48,84 17,49
-20 2,347 47,99 35,17 12,82
5) Nilai Kohesi dan Modulus Elastisitas
Perbandingan modulus elastisitas dengan
kedalaman,ditampilkan pada tabel sebagai berikut :
Tabel 4.4 Kohesi dan Modulus Elastisitas
Kedalaman
(m)
Kohesi (Cu)
(kg/cm2)
Modulus Elastisitas
(E) (kN/m2)
Inisial Inisial
-6 0,37 2166,12
-7 0,38 1915
-8 0,40 2046,53
-9 0,49 2504,58
-10 0,48 2166,12
-13 0,51 2962,59
-16 0,56 2051,59
-20 0,63 1808,58
6) Nilai Modulus Geser Maksimum dan Tegangan Air
Pori Negatif Tiap Kedalaman
Perbandingan modulus geser maksimum dengan
kedalaman,ditampilkan pada tabel sebagai berikut :
Tabel 4.5 Modulus Geser Maksimum dan Tegangan
Air Pori Negatif
Kedalaman
(m)
Modulus Geser
Maksimum
(Gmax) (kPa)
Tegangan Air Pori
Negatif (-Uw)
(kPa)
Inisial Inisial
-6 82266,44 52902,95
-7 72931,54 48057,97
-8 68643,97 24672,17
-9 52554,91 6000,71
-10 55240,48 864,67
-13 60156,58 22867,82
-16 58047,82 1213,15
-20 65816,02 113,62
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
5
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
768084889296100
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
2.20 2.30 2.40 2.50 2.60 2.70 2.80
B
Wc (%) Gs
70.00
75.00
80.00
85.00
90.00
95.00
100.00
768084889296100
C
70.00
75.00
80.00
85.00
90.00
95.00
100.00
2.20 2.30 2.40 2.50 2.60 2.70 2.80
D
Wc (%)
Sr (%)
Gs
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
768084889296100
Inisial Pembasahan 25%Pembasahan 50% Pembasahan 75%Pembasahan 100%
E0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
2.20 2.30 2.40 2.50 2.60 2.70 2.80
F
Cu
Kedalaman 6 m
ϒd
(gr/cm3)
Wc (%) Gs
A
7) Grafik Hubungan Parameter
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Parameter Fisik Pada
Kedalaman 6 m
(Sumber : Hasil Penelitian)
Analisa Grafik A
Grafik A adalah kurva hubungan antara kadar air
dengan berat volume kering pada kondisi inisial dan
pembasahan di kedalaman 6 m.
Pada kondisi kadar air inisial memiliki nilai berat
volume kering sebesar 0,747gr/cm3 dengan kadar
air 80,14%.
Pada kondisi pembasahan 25% memiliki nilai berat
volume kering sebesar 0,724 gr/cm3 dengan kadar
air 84,01%.
Pada kondisi pembasahan 50% memiliki nilai berat
volume kering sebesar 0,709 gr/cm3 dengan kadar
air 88,85%.
Pada kondisi pembasahan 75% memiliki nilai berat
volume kering sebesar 0,674 gr/cm3 dengan kadar
air 91,23%.
Pada kondisi pembasahan 100% memiliki nilai
berat volume kering sebesar 0,709 gr/cm3 dengan
kadar air 96,31%.
Dengan bertambahnya kadar air maka, perbandingan
berat tanah padat dengan volume tanah menghasilkan
nilai berat volume kering akan berkurang, jika
volume tanah lebih besar dari berat tanah padat.
Tetapi pembasahan 100% akan naik kembali.
Analisa Grafik B
Grafik B adalah kurva hubungan specific gravity
dengan berat volume kering pada kondisi inisial dan
pembasahan di kedalaman 6m.
Pada kondisi kadar air inisial memiliki nilai berat
volume kering sebesar 0,747 gr/cm3 dengan specific
gravity sebesar 2,615.
Pada kondisi pembasahan 25% memiliki nilai berat
volume kering sebesar 0,724 gr/cm3 dengan specific
gravity sebesar 2,562.
Pada kondisi pembasahan 50% memiliki nilai berat
volume kering sebesar 0,709 gr/cm3 dengan
specific gravity sebesar 2,537.
Pada kondisi pembasahan 75% memiliki nilai berat
volume kering sebesar 0,674 gr/cm3 dengan
specific gravity sebesar 2,513.
Pada kondisi pembasahan 100% memiliki nilai
berat volume kering sebesar 0,709 gr/cm3 dengan
specific gravity sebesar 2,465.
Analisa Grafik C
Grafik C adalah kurva hubungan antara kadar air
dengan derajat kejenuhan pada kondisi inisial dan
pembasahan di kedalaman 6 m.
Pada kondisi kadar air inisial memiliki nilai derajat
kejenuhan sebesar 83,84% dengan kadar air
80,14%.
Pada kondisi pembasahan 25% memiliki nilai
derajat kejenuhan sebesar 84,67% dengan kadar air
84,01%.
Pada kondisi pembasahan 50% memiliki nilai
derajat kejenuhan sebesar 88,25% dengan kadar air
88,85%.
Pada kondisi pembasahan 75% memiliki nilai
derajat kejenuhan sebesar 90,34% dengan kadar air
91,23%.
Pada kondisi pembasahan 100% memiliki nilai
derajat kejenuhan sebesar 95,83% dengan kadar air
96,31%.
Dengan bertambahnya kadar air maka, nilai derajat
kejenuhan akan terus bertambah.
Analisa Grafik D
Grafik D adalah kurva hubungan specific gravity
dengan derajat kejenuhan pada kondisi inisial dan
pembasahan di kedalaman 6m.
Pada kondisi kadar air inisial memiliki nilai derajat
kejenuhan sebesar 83,84% dengan specific gravity
sebesar 2,615.
Pada kondisi pembasahan 25% memiliki nilai
derajat kejenuhan sebesar 84,67% dengan specific
gravity sebesar 2,562.
Pada kondisi pembasahan 50% memiliki nilai
derajat kejenuhan sebesar 88,25% dengan specific
gravity sebesar 2,537.
Pada kondisi pembasahan 75% memiliki nilai
derajat kejenuhan sebesar 90,34% dengan specific
gravity sebesar 2,513.
Pada kondisi pembasahan 100% memiliki nilai
derajat kejenuhan sebesar 95,83% dengan specific
gravity sebesar 2,465.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
6
Analisa Grafik E
Grafik E adalah kurva hubungan antara kadar air
dengan nilai kohesi pada kondisi inisial dan
pembasahan di kedalaman 6 m.
Pada kondisi kadar air inisial memiliki nilai kohesi
sebesar 0,374 kg/cm2 dengan kadar air 80,14%.
Pada kondisi pembasahan 25% memiliki nilai
kohesi sebesar 0,300 kg/cm2 dengan kadar air
84,01%.
Pada kondisi pembasahan 50% memiliki nilai
kohesi sebesar 0,270 kg/cm2 dengan kadar air
88,85%.
Pada kondisi pembasahan 75% memiliki nilai
kohesi sebesar 0,242 kg/cm2 dengan kadar air
91,23%.
Pada kondisi pembasahan 100% memiliki nilai
kohesi sebesar 0,175 kg/cm2 dengan kadar air
96,31%.
Dengan bertambahnya kadar air maka, perbandingan
berat tanah padat dengan volume tanah menghasilkan
nilai berat volume tanah akan berkurang, sehingga
nilai kohesi pun berkurang.
Analisa Grafik F
Grafik F adalah kurva hubungan specific gravity
dengan kohesi pada kondisi inisial dan pembasahan di
kedalaman 6 m.
Pada kondisi kadar air inisial memiliki nilai kohesi
sebesar 0,374 kg/cm2 dengan specific gravity
sebesar 2,615.
Pada kondisi pembasahan 25% memiliki nilai
kohesi sebesar 0,300 kg/cm2 dengan specific
gravity sebesar 2,562.
Pada kondisi pembasahan 50% memiliki nilai
kohesi sebesar 0,270 kg/cm2 dengan specific
gravity sebesar 2,537.
Pada kondisi pembasahan 75% memiliki nilai
kohesi sebesar 0,242 kg/cm2 dengan specific
gravity sebesar 2,513.
Pada kondisi pembasahan 100% memiliki nilai
kohesi sebesar 0,175 kg/cm2dengan specific
gravity sebesar 2,465.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari studi yang teah dilakukan, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1 Untuk hubungan berat volume kering dengan kadar air
yang terlihat adalah nilai berat volume kering yang
semakin kecil apabila nilai kadar air bertambah karena
jika volume tanah lebih besar dari berat tanah padat akan
menghasilkan berat volume kering yang semakin kecil,
seiring dengan penambahan proses pembasahan tapi pada
suatu titik akan kembali naik.
2 Untuk hubungan derajat kejenuhan dengan kadar air yang
terlihat adalah dengan proses pembasahan maka nilai
derajat kejenuhan dan nilai kadar air akan bertambah.
3 Untuk hubungan kohesi dengan kadar air yang terlihat
adalah nilai kohesi yang semakin kecil apabila nilai kadar
air bertambah seiring dengan penambahan proses
pembasahan.
5.2 Saran
Berikut ini saran-saran untuk pengembangan
penelitian selanjutnya :
1. Setelah pengambilan contoh tanah dari lapangan sebaiknya
segera mungkin dilakukan pengujian parameter-parameter
tanah di laboratorium agar kondisi tanah tidak berubah
akibat faktor suhu yang berbeda.
2. Pada proses pembasahan sebaiknya benda uji disimpan
dalam tempat yang kedap udara dan air yang keluar di
masukkan kembali
UCAPAN TERIMA KASIH
Aburizal Fathoni Asbi dan Abraham Tertiadi mengucapkan
Puji Syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
kedua orang tua dan dosen pembimbing penulis atas segala
bimbingan dan waktunya.
DAFTAR PUSTAKA
Bowles, J.E.1991.Sifat-sifat Fisis dan Geotkenis Tanah,
Erlangaa, Jakarta.
Das, Braja M., (translated by Mochtar N.E, and Mochtar I.B.).
1985. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip
Rekayasa Geotekni) Jilid I, Erlangga, Jakarta.
Fredlund, D.G. and Rahardjo, H. 1993. Soil Mechanics for
Unsaturated Soils, Balkema. Rotterdam.
Hardiyatmo, H.C. 1992. Mekanika Tanah, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Hardiyatmo, H.C. 2001. Prinsip-prinsip Mekanika Tanah dan
Soal Penyelesaiannya,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Panjaitan, S.R.N. 2000. Pengaruh Siklus Pengeringan dan
Pembasahan Terhadap Karakteristik Kuat
Tekan Tanah Mengembang yang Distabilisasi
dengan Fly Ash, Tesis S2, Pasca Sarjana, ITS,
Surabaya.
Smith, M.J. dan Madyayanti, I.E. 1992. Seri Pedoman
Godwin, Mekanika Tanah, Erlangga, Jakarta.
Terzaghi, K. and Peck R.B. 1967. Soil Mechanics in
Engineering Practice, 2nd edition, Erlangga,
Jakarta
Wesley, L.D. and Irfan, T.Y. 1997. Classification of residual
soil. Chap. 2 In Blight, G.E. (ed) ―Mechanics of
residual soils‖, ISSMFE (TC 25). Balkema.