studi perbandingan antara hukum pidana islam dan hukum...

93
STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA INDONESIA TENTANG REMISI BAGI NARAPIDANA KORUPTOR Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh : Ahmad Fakhrurrozi NIM. 1113043000022 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017 M/1438 H

Upload: trankhanh

Post on 08-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM

DAN HUKUM PIDANA INDONESIA TENTANG REMISI

BAGI NARAPIDANA KORUPTOR

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

Ahmad Fakhrurrozi

NIM. 1113043000022

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017 M/1438 H

Page 2: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi
Page 3: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi
Page 4: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi
Page 5: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

v

ABSTRAK

AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi Perbandingan

Antara Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Indonesia Tentang Remisi Bagi

Narapidana Koruptor. Skripsi, Program Studi Perbandingan Mazhab, Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

1438H/2017M. (x halaman dan 84 halaman).

Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis tentang pemberian remisi bagi

narapidana koruptor menurut hukum pidana Islam dibandingkan dengan menurut

hukum pidana Indonesia. Selain itu juga untuk menjawab beberapa pendapat

selama ini beredar yang mengatakan bahwa seorang koruptor tidak pantas untuk

mendapatkan remisi.

Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian metode deskriptif dengan

pendekatan kualitatif, yaitu merupakan suatu strategi inquiry yang menekankan

pada pencarian makna, pengertian, konsep, karakteristik, gejala, simbol, maupun

deskripsi tentang suatu fenomena. Dalam menghimpun bahan yang dijadikan

skripsi dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian yuridis

normative (penelitian hukum normatif) dengan metode library research (kajian

kepustakaan). Dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan perbandingan.,

yang dalam hal ini penulis membandingkan antara hukum Pidana Islam dengan

hukum pidana Indonesia.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa antara hukum pidana Islam dan

hukum pidana Indonesia dalam pemberian remisi bagi narapidana koruptor terdapat

beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaannya terdapat pada tujuan

kemaslahatan, yaitu bahwa remisi bertujuan sebagai motivasi atau stimulasi serta

apresiasi bagi narapidana yang telah berkelakuan baik dan bertaubat serta

menghargai hak-hak narapidana, persamaan selanjutnya pada jenis tindak pidana

yang mendapatkan remisi, dalam hal ini hukum pidana Islam maupun hukum

pidana Indonesia tidak membeda-bedakan jenis tindak pidana yang mendapatkan

remisi, artinya semua tindak pidana bisa mendapatkan remisi termasuk dalam hal

ini tindak pidana korupsi. Sedangkan perbedannya terdapat pada siapa yang berhak

memberikan remisi, dimana di dalam hukum pidana Islam yang berhak adalah

hakim atau penguasa yang berhak mengadili, sedangakan di dalam hukum pidana

Islam adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia setalah mendapatkan

pertimbangan dari Direktur Jendral Pemasyarakatan. Jadi bisa disimpulkan bahwa

pemberian remisi bagi narapidana koruptor tidak bertentangan dengan hukum

pidana Islam maupun hukum pidana Indonesia.

Kata Kunci : Remisi, Narapidana Koruptor, Korupsi.

Pembimbing : Dr. H. Muhammad Nurul Irfan, MA

Muhammad Ainul Syamsu, SH., MH

Daftar Pustaka : 1961-2016.

Page 6: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

vi

بسم هللا الرحمن الرحيم

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Rabb semesta alam, yang telah memberikan

limpahan rahmay dan karunia-Nya kepada umat manusia di muka bumi ini,

khususnya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan masa studi sarjana

strata 1 di Program Studi Perbandingan Mazhab selam 4 tahun. Shalawat beriringan

salam disampaikan kepada baginda Nabi Muhammad SAW., beserta keluarga dan

para sahabatnya yang merupakan suri tauladan bagi seluruh umat manusia.

Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis menerima banyak bantuan dari

berbagai pihak, sehingga dapat terselesaikan atas izin-Nya. Oleh karena itu, dalam

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak

yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil, khususnya kepada:

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta

Wakil Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Abah Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si., Ketua Program Studi

Perbandingan Mazhab beserta Ibu Hj. Siti Hanna, S.Ag., Lc., MA.,

Sekertaris Program Studi Perbandingan Mazhab yang telah banyak

memberikan ilmu, pengalaman serta motivasi dan solusi kepada penulis

dalam kepentingan akademik maupun sosial.

3. Bapak Dr. H. Muhammad Nurul Irfan, M. Ag., beserta Bapak Ainul

Syamsu, SH., MH., sebagai dosen pembimbing skripsi penulis yang

Page 7: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

vii

telah sabar dan terus memberikan arahannya untuk membimbing penulis

dalam proses penyusunan skripsi ini dengan sungguh-sungguh dan

penuh kecintaan.

4. Bapak H. Ahmad Bisyri Abd Shomad, LC., MA. Sebagai dosen

penasehat akademik penulis yang telah sabar mendampingi hingga

semester akhir dan telah membantu penulis dalam merumuskan desain

judul skripsi ini.

5. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang memberikan

berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan selama proses studi yang

sangat berarti bagi perkembangan pemikiran dan wawasan yang luas

bagi penulis.

6. Segenap bagian administrasi dan tata usaha serta pengelola

perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Syarian dan Hukum,

sekaligus kepada seluruh staf dan karyawan Fakultas Syariah dan

Hukum yang telah memberikan pelayanan secara maksimal.

7. Teristimewa dan tersayang untuk kedua orang tua penulis, Ayahanda H.

Muhammad Nursasi dan Ibunda Hj. Hafizoh yang telah memberikan

cinta dan kasih sayangnya, memberikan dukungan secara formil dan

materil dan tak pernah jenuh dan tanpa menyerah untuk memberikan

dukungan serta tak henti-hentinya mendoakan penulis dalam menempuh

pendidikan, serta saudara kandung penulis yang telah memberikan

dukungan baik dukungan spiritual maupun moril dengan segenap hati

yang tulus dan ikhlas.

Page 8: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

viii

8. Cahya Kamila, terimakasih banyak telah menjadi partner yang telah

memberikan partisipasi dan motivasinya dalam menyelesaikan skripsi

ini dengan penuh suka dan kesabaran.

9. Rekan-rekan pengurus Himpunan Mahasiswa Program Studi

Perbandingan Mazhab periode 2015 dan 2016 yang saling berbagi

pengalaman dan saling bantu dalam menjalankan roda organisasi.

Semoga seluruh proses yang dijalani bersama memberikan dampak

positif bagi kehidupan kita nanti.

10. Sahabat/i Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Terimakasih

telah memberikan pengalaman berorganisasi.

11. Kawan-kawan seperjuangan di Program Studi Perbandingan Mazhab

angkatan 2013 yang selalu membantu, mendukung dan menemani

selama proses pendidikan strata (S1) dari awal perkuliahan sampai

akhir.

12. Rekan-Rekan di lembaga Klinik Etik dan Hukum Fakultas Syariah dan

Hukum yang bekerjasama dengan Komisi Yudisial yang saling berbagi

ilmu dan pengetahuannya.

Semog skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, pembaca pada

umumnya serta dicatat sebagai amal baik di sisi Allah SWT., Aamiin.

Jakarta, 15 Juni 2017

20 Ramadhan 1438 H

AHMAD FAKHRURROZI

Page 9: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .............................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv

ABSTRAK ...................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... ix

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 5

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................. 5

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 6

1) Tujuan Penelitian ..................................................................... 6

2) Manfaat Penelitian ................................................................... 6

E. Riview Kajian Terdahulu ............................................................... 7

F. Signifikansi Masalah ...................................................................... 11

G. Metode dan Teknik Penelitian ....................................................... 11

1. Jenis Penelitian ......................................................................... 12

2. Sumber Data dan Pengumpulan Data ...................................... 12

3. Analisis Data ............................................................................ 13

4. Teknik Penulisan ...................................................................... 13

H. Sistematika Penulisan..................................................................... 13

Page 10: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

x

BAB II : REMISI DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

A. Pengertian Remisi ......................................................................... 15

B. Remisi Dikaitkan Dengan Tujuan Pemidanaan ............................ 17

C. Dasar Hukum Pemberian Remisi .................................................. 19

D. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

Dikaitkan Dengan Tujuan Pemidanaan ......................................... 22

E. Ketentuan Tentang Remisi Menurut Undang-Undang, Peraturan

Pemerintah dan Peraturan Presiden ............................................... 26

BAB III : KORUPSI DAN REMISI DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi ............................................. 39

B. Dasar Hukum Larangan Korupsi ................................................ 41

C. Pengertian Remisi ....................................................................... 54

D. Dasar Hukum Remisi .................................................................. 54

E. Tujuan Pemberian Remisi ........................................................... 58

BAB IV : ANALISIS KOMPARATIF TERHADAP PEMBERIAN REMISI

BAGI NARAPIDANA KORUPTOR

A. Remisi Bagi Narapidana Koruptor dalam Hukum Pidana Indonesia 60

B. Remisi Bagi Narapidana Koruptor dalam Hukum Pidana Islam ..... 68

C. Persamaan dan Perbedaan Remisi Bagi Narapidana Koruptor

dalam Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Indonesia ............ 74

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................... 77

B. Saran .............................................................................................. 78

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 80

Page 11: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tindak pidana korupsi merupakan fenomena hukum yang sudah meluas

dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik

dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan Negara maupun dari

segi kualitas tindak pidana yang dilakukan yang semakin sistematis serta

lingkupannya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Di tengah upaya pembangunan nasional di berbagai bidang, aspirasi

masyarakat untuk memberantas korupsi dan bentuk penyimpangan lainnya semakin

meningkat, karena dalam kenyataan adanya perbuatan korupsi telah menimbulkan

kerugian Negara yang sangat besar yang pada gilirannya dapat berdampak pada

timbulnya krisis di berbagai bidang. Untuk itu, upaya pencegahan dan

pemberantasan korupsi perlu semakin ditingkatkan dan diintensifkan dengan tetap

menjunjung tinggi hak asasi dan kepentingan masyarakat.1

Bukan hanya di Indonesia saja, juga dibelahan dunia yang lain tindak pidana

korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih khusus dibandingkan dengan

tindak pidana yang lainnya. Fenomena atau gejala ini harus dapat dimaklumi,

karena mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi

1 Asmawi. Teori Maslahat dan Relevansinya dengan Perundang-Undangan Pidana

Khusus di Indonesia, (Jakarta: Badan Litbang Dan Diklat Kementerian Agama RI, 2010), h. 97-98

Page 12: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

2

yang dapat mendistorsi berbagai kehidupan berbangsa dan bernegara dari suatu

Negara, bahkan juga terhadap kehidupan antarnegara.

Korupsi telah dianggap sebagai hal yang biasa, dengan dalih “sudah sesuai

prosedur”. Koruptor tidak lagi memiliki rasa malu dan takut, sebaliknya

memamerkan hasil korupsinya secara demonstartif.2

Syariat Islam diberlakukan untuk menjaga jiwa manusia. Menjaga jiwa dan

melindunginya dari berbagai ancaman berarti memelihara eksistensi kehidupan

umat manusia secara keseluruhan. Untuk mewujudkan hal itu, Islam menetapkan

aturan hukum bagi pelaku tindak pidana pembunuhan dan pelaku delik

penganiayaan. Apabila nyawa seorang muslim melayang atau anggota tubuh rusak

dan terluka akibat tangan seseorang tanpa alasan hukum yang membolehkannya

maka pelaku dikenakan sanksi qisas atau diyat.3

Anjuran bersikap jujur dalam bermuamalah, bercermin dalam kisah

masyarakat Nabi Syu’aib, akan sangat baik apabila dijadikan sarana untuk ber-

I’tibar dan mengambil pelajaran bagi siapa pun yang biasa bertindak curang dan

tidak amanat, baik dalam berbisnis maupun dalam melaksanakan dan mengemban

tugas jabatan tertentu. Di Indonesia, masalah menjaga amanat masih perlu

mendapat perhatian dari banyak pihak, lebih-lebih problem besar korupsi yang kini

hampir terjadi di semua lini, baik kalangan eksekutif maupun legislatif, baik di

pusat maupun di dareah. Masalah korupsi di negeri ini sudah memasuki seluruh

2 Ermansjah Djaja. Memberantas Korupsi Bersama KPK, (Jakarta: Sinar Grafika 2013),

Cet ke-2, h. 3 3 Alquran Surah al-Maidah (5) : 45 dan al-Baqarah (2) : 178, tentang sanksi qisas bagi

pelaku tindak pidana penganiayaan terhadap anggota tubuh atau jiwa manusia.

Page 13: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

3

bidang kehidupan sosial dan pemerintahan serta sudah bersifat sangat mengakar

dalam budaya hidup, perilaku, dan cara berpikir. Sementara itu, hingga kini belum

ada kemauan politik dan hukum yang serius dari pemerintah untuk menumpasnya.4

Dalam pelaksanaan hukuman di dalam KUHP Indonesia diserahkan kepada

perangkat hukum yang berkuasa (peradilan) setelah diputuskan dan memperoleh

kekuatan hukum yang tetap, maka pihak yang dikalahkan harus mentaati putusan

pengadilan secara sukarela, dan apabila putusan tersebut tidak dilaksanakan, maka

keputusan itu harus dipaksakan kepadanya dengan bantuan hukum.5

Sebaliknya di dalam hukum Islam pada hukuman takzir menjadi hak

penguasa negara atau petugas yang ditunjuk olehnya, pada hukuman qishash diyat

pelaksanaanya bisa dengan pengetahuan atau persetujuan korban sendiri atau

walinya, sedangkan pada hukuman had, mengenai pelaksanaan hukumannya yang

berhak menjalankan adalah penguasa atau wakilnya, karena hukuman had adalah

hak Allah dan dijatuhkan untuk kepentingan masyarakat.6

Remisi menurut Andi Hamzah di dalam bukunya adalah pengurangan

pidana oleh negara bagi narapidana yang belakuan baik.7 Menurut Soedarsono di

dalam kamus hukumnya, remisi adalah pengampunan hukuman yang diberikan

kepada seseorang yang dijatuhi hukuman pidana.8 Selain itu di dalam Pasal 1 Ayat

6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999, Remisi adalah

4 M. Nurul Irfan. Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta : AMZAH 2012), Cet ke-

2, h. 2-3 5R. Subekti, Hukum Acara Perdata, (Bandung Bina Cipta, 1982), h. 130 6A. Hanafi, azas-azas Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1990), h. 339-340 7Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013) h. 131 8Soedarsono, Kamus Hukum, (Jakarta : Rhineka Cipta, 1992) h. 402

Page 14: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

4

pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada Narapidana dan Anak

Pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-

undangan9

Sedangkan di dalam hukum Islam tidak dikenal dengan istilah remisi, ada

beberapa istilah yang hampir sama maknanya dengan remisi yaitu, al-afu’

(ampunan), ghafar (ampunan), syafa’at (pertolongan), tahfif (pengurangan). Tetapi

istilah yang sering digunakan dalam hukum Islam lebih dikenal dengan istilah

tahfiful uqubah (peringanan hukuman). Peringanan atau pengampunan hukuman

merupakan salah satu sebab pengurangan hukuman, baik diberikan oleh korban,

wali, maupun penguasa.10

Narapidana korupsi tidak akan bisa disamakan dengan dengan narapidana

umum, sehingga pengistimewaan mereka adalah wujud ketidak berpihakan

pemerintah terhadap upaya pemberantasan korupsi. Pemberian remisi untuk mereka

yang syaratnya tidak lebih sulit dibanding dengan narapidana umum, merupakan

wujud ketidakadilan bagi masyarakat yang menjadi korban para koruptor.

Akibatnya jika remisi masih tetap diberikan kepada para koruptor maka akan

mencederai rasa keadilan masyarakat.

Maka berdasarkan hal tersebut, menurut hemat penulis akan timbul adanya

perbedaan dan persamaan pandangan antara hukum pidana Islam dan hukum pidana

Indonesia dalam pemberian remisi bagi narapidana koruptor, maka

9Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan

Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan 10Abdul Qadir Audah, Ensiklopedia Pidana Islam, (Jakarta : PT Kharisma Ilmu 2008),

Jilid ke-3, h. 168

Page 15: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

5

membandingkan merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Untuk itu penulis

sangat tertarik untuk melakukan penelitian dan menuangkannya dalam bentuk

Skripsi yang berjudul “STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA

ISLAM DAN HUKUM PIDANA INDONESIA TENTANG REMISI BAGI

NARAPIDANA KORUPTOR”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, beberapa

masalah yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Bagaimana pandangan hukum pidana Indonesia temtang remisi bagi

narapidana koruptor ?

2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan seorang narapidana mendapatkan

remisi ?

3. Bagaimana dampak dari adanya pemberian remisi bagi narapidana koruptor,

terhadap orang lainnya ?

4. Bagaimana pandangan hukum pidana Islam tentang remisi bagi narapidana

koruptor ?

5. Di mana letak persamaan, perbedaan dan keterkaitan antara hukum pidana

Indonesia dan hukum pidana Islam tentang remisi bagi narapidana koruptor

?

C. Batasan Masalah

Sehubungan dengan banyaknya permasalahan yang timbul dalam penelitian

ini, maka penulis perlu membatasi masalahnya. Hal ini dimaksud supaya

pembahasannya tidak terlalu melebar dan sesuai sasaran. Maka di dalam penelitian

Page 16: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

6

penulis membatasi permasalahannya, yaitu pada studi perbandingan antara hukum

Islam dan hukum positif tentang pemberian remisi bagi narapidana koruptor.

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan menjadi fokus dalam skripsi ini

adalah:

1. Bagaimana ketentuan hukum pidana Indonesia tentang remisi bagi narapidana

koruptor?

2. Bagaimana ketentuan hukum pidana Islam tentang remisi bagi narapidana

koruptor ?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1) Tujuan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, ada beberapa tujuan yang hendak

dicapai oleh penulis, dan tujuan yang dimaksud adalah :

1. Untuk mengetahui ketentuan pidana Indonesia tentang

pemberian remisi bagi narapidana koruptor.

2. Untuk mengetahui ketentuan pidana Islam tentang pemberian

remisi bagi narapidana koruptor.

2) Manfaat penelitian

Adapun manfaat dalam melaksanakan penelitian ini adalah :

1) Manfaat Akademis. Penelitian ini diharapkan bermanfaat

menambah wawasan dan pengetahuan dalam memahami remisi

bagi narapidana korupsi dalam hukum pidana Islam dan hukum

Page 17: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

7

pidana Indonesia. Kemudian menambah literatur perpustakaan

khususnya dalam bidang perbandingan mazhab dan hukum.

2) Manfaat Praktis. Diharapkan hasil penelitian ini bisa

memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang pemberian

remisi bagi narapidana koruptor dalam hukum Islam dan hukum

positif agar masyarakat bisa memahami dengan baik bagaimana

perinsip serta persamaan dan perbedaannya menurut hukum

pidana Islam maupun hukum pidana Indonesia.

F. Review Kajian Terdahulu

Untuk mengetahui kajian terdahulu yang sudah pernah ditulis dan dibahas

oleh penulis lainnya, maka penulis me-review beberapa skripsi dan karya tulis

terdahulu yang pembahasannya hampir sama dengan pembahasan yang penulis

angkat.

Dalam hal ini penulis menemukan beberapa skripsidan karya tulis terdahulu,

yaitu :

1. Skripsi yang berjudul Tinjauan Hukum Islam terhadap Pemberian Remisi

Pada Narapidana yang ditulis oleh Zaenal Arifin.11 Dalam skripsinya,

Zaenal Arifin menjelaskan bahwa maksud dan tujuan dari pemberian remisi

dalam hukum pidana Islam bertujuan untuk kemaslahatan serta sebagai

apresiasi atas taubat dan azam untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi

yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana. Di dalam skripsi Zaenal Arifin,

11Zaenal Arifin, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Remisi Bagi Narapidana,

Skripsi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2009

Page 18: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

8

membahas bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pemberian remisi

pada narapidana secara umum, tidak membahas secara khusus bagaimana

pemberian remisi bagi narapidana luarbiasa yang dalam hal ini adalah

koruptor. Sedangkan skripsi yang akan ditulis oleh penulis membahas lebih

khusus lagi yakni pemberian remisi bagi narapidana koruptor dan tidak

hanya menurut hukum Islam, tetapi penulis juga akan membandingkannya

dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia.

2. Skripsi yang berjudul Grasi Bagi Narapidana Korupsi dalam Perspektif

Hukum Positif dan Hukum Islam yang ditulis oleh Fathonah Uswatun

Khasanah.12 Dalam skripsinya, Fathomah Uswatun Hasanah menjelaskan

tentang bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum positif atas

pemberian grasi bagi narapidana korupsi. Dan Fathonah lebih membahas

efek apa yang akan terjadi apabila grasi itu diberikan oleh para narapidana

korupsi lalu apa analisisnya menurut hukum Islam. Sedangkan skripsi ini

membahas bagaimana pandangan hukum positif dan hukum Islam atas

pemberian remisi bagi narapidana korupsi, dengan metode komparatif

membandingkan persamaan dan perbedaan dari pandangan hukum positif

dan hukum Islam. Serta keterkaitan pandangan hukum positif dan hukum

Islam dalam memandangnya.

3. Skripsi yang berjudul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Remisi

Kepada Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studdi Analisis Keppres RI

12Fathonah Uswatun Hasanah, Grasi Bagi Narapidana Korupsi dalam Perspektif Hukum

Positif dan Hukum Islam, Skripsi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2012

Page 19: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

9

No 174 Tahun 1999 Tentang Remisi) yang ditulis oleh Muhamad Thohir.13

Dalam skripsinya, Muhamad Thohir menjelaskan hukum islam lebih adil

daripada hukum yang ada di Indonesia saat ini. Ini dapat terlihat dari

diberikannya hak atau kewenangan melaksanakan ataupun tidak

melaksanakan qishas oleh ahli waris khususnya pada jarimah pembunuhan,

hal ini karena pada dasarnya di dalam perkara pidana umum korban dan

walinya tidak mempunyai wewenang untuk memberikan remisi, tetapi lain

halnya dalam pidana qishas dan diyat korban dan walinya diberikan

wewenang untuk memberikan pengampunan kepada pelaku. Dalam skripsi

Muhamad Thohir membahas pemberian remisi bagi narapidana

pembunuhan menurut hukum Islam. Sedangkan skripsi ini membahas

bagaimana pandangan hukum positif dan hukum Islam atas pemberian

remisi bagi narapidana koruptor.

4. Skripsi yang berjudul Pemberian Remisi Terhadap Koruptor Dalam Sudut

Pandang Fiqh Jinayah yang ditulis oleh Lasio.14 Dalam skripsinya, Lasio

menjelaskan bagaimana pandangan fiqh jinayah tentang remisi terhadap

koruptor. Yang mana dia menjelaskan bahwa remisi khusus diberikan

kepada narapidana bertakwa dan beriman menurut kepercayaannya

sehingga bisa diterima masyarakat ketika sudah bebas nantinya dari lapas.

Maka perlu dipahami dan diperhatikan pemberian remisi bukan kebijakan

13Muhamad Thohir, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Remisi Kepada Pelaku

Tindak Pidana Pembunuhan (Studdi Analisis Keppres RI No 174 Tahun 1999 Tentang Remisi),

Skripsi Fakultas Syariah IAIN Wali Songo, Semarang, 2012 14 Lasio, Pemberian Remisi Terhadap Koruptor Dalam Sudut Pandang Fiqh Jinayah,

Skripsi Fakultas Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2011

Page 20: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

10

yang bisa diberikan secara sewenang-wenang. Kalau narapidana korupsi

yang telah menggelapkan uang rakyat dan uang Negara, maka remisi perlu

di pertimbangkan lagi. Didalam skirpsi Lasio tidak membahas bagaimana

perbandingan antara hukum Islam dan hukum positifnya. Sedangkan di

skripsi yang penulis tulis membahas bagaimana pandangan hukum Islam

dan hukum positif serta analasis komparatifnya yaitu persamaan dan

perbedaanya.

Berdasarkan literatur di atas, penulis melihat saat ini belum ditemukan karya

ilmiah dengan studi komparatif yang membahas secara khusus mengenai

pandangan hukum Islam dan hukum positif tentang pemberian remisi bagi

narapidana korupsi. Oleh karena itu, maka penulis mencoba secara khusus

menganalisis bagaimana pandangan hukum Islam dan hukum positif terhadap

pemberian remisi bagi narapida korupsi.

G. Signifikansi Masalah

Yang mendasari peneliti mengemukakan permasalahan ini adalah karena

adanya suatu pendangan yang berpendapat bahwa remisi seharusnya tidak

didapatkan oleh narapidana khusus yang dalam hal ini yaitu narapidana korupsi.

Sehingga mereka berfikiran pemberian remisi bagi narapidana korupsi tidak akan

membuat para koruptor jera justru akan membuat para koruptornya sendiri berfikir

masih ada keringanan yang akan diberikan untuk mereka. Padahal pandangan itu

belum tentu benar karena sudah di atur oleh Undang-Undang yang berlaku, baik

menurut hukum Islam maupun hukum positif. Sehingga peneliti berpendapat bahwa

hal ini sangat perlu untuk diteliti yang kemudian dijelaskan agar jelas pandangan

Page 21: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

11

yang sebenarnya menurut hukum Islam dan Hukum positif tentang pemberian

remisi bagi narapidana korupsi.

H. Metode dan Teknik Penelitian

Untuk penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif dengan

pendekatan kualitatif, yakni merupakan suatu strategi inquiry yang menekankan

pencarian makna, pengertian, konsep, karakteristik, gejala, simbol, maupun

deskripsi tentang suatu fenomena; fokus dan multi metode, bersifat alami dan

holistik, mengutamakan kualitas, menggunakan beberapa cara, serta disajikan

secara naratif15.

1. Jenis Penelitian

Dalam menghimpun bahan yang dijadikan skripsi dalam penelitian ini

penulis menggunakan jenis penelitian yuridis normative (penelitian hukum

normatif), yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan meneiliti bahan pustaka

atau data sekunder belaka16. Sesuai dengan karakteristik kajiannya, maka penelitian

ini menggunakan metode library research (kajian kepustakaan) dengan pendekatan

kualitatif. Dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan perbandingan17,

yang dalam hal ini penulis membandingkan antara hukum Islam dengan hukum

positif.

15A. Muri Yusuf, Metode Penelitian; Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan,

(Jakarta, Kencana Prenada Media, 2014),h. 329 16Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan

Singkat), (Jakarta: Rajawali Press, 2001), h. 13-14. 17 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta:Kencana Prenada Media, 2014), h.

172

Page 22: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

12

2. Sumber Data dan Pengumpulan Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang menjadi sumber dan rujukan dalam

penelitian. Adapaun sumber data dalam penelitian ini penulis bagi ke dalam tiga

jenis data, yaitu:

a. Data Primer, yaitu semua sumber yang berhubungan langsung

dengan objek penelitian. Dalam hal ini adalah kitab-kitab, buku-

buku dan literature yang berkaitan dengan hukum Pidana Islam dan

hukum pidana Indonesia.

b. Data Skunder, yaitu data yang bersumber dari literatur-literatur dan

artikel-artikel yang bersumber dari internet dan media cetak.

c. Data Tersier, yaitu data non-hukum yang diharapkan mendukung

dalam penulisan skripsi ini, seperti kamus, media elektronik, serta

ensiklopedi yang berkaitan dengan pembahasan.

Di dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode pengumpulan data,

yaitu menggunakan study pustaka (library research), memilih literatur dan referensi

kepustakaan yang berhubungan dan berkenaan dengan judul skripsi ini. Studi

pustaka dalam penelitian ini dilakukan guna mengeskplorasi teori-teori tentang

konsep dan pemahaman khususnya terkait dengan tema penelitian yakni pemberian

remisi bagi narapidana korupsi dalam perspektif hukum pidana Islam dan hukum

pidana Indonesia.

Page 23: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

13

3. Analisis Data

Data-data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian diklasifikasi.

Setelah itu penulis mengalisis dengan menggunakan metode kualitatif18, yaitu

menggunakan penafsiran hukum, penalaran hukum dan argumentasi rasional.

Kemudian data tersebut penulis paparkan dalam bentuk narasi sehingga menjadi

kalimat yang jelas dan dapat dipahami.

4. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku Pedoman Penulisan

Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2014.

I. Sistematika Penulisan

Dalam memudahkan penyusunan skripsi ini dan untuk memberikan

gambaran secara rinci mengenai pokok pembahasan maka penulis menyusun

skripsi ini dalam beberapa bab dengan sistematika sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

Bab I merupakan pendahuluan yang berisi penjelasan yang erat sekali

hubungannya dengan masalah yang dibahas dalam bab-bab berikutnya. Penjelasan

tersebut meliputi: latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, riview kajian terdahulu,

18A. Muri Yusuf, Metode Penelitian; Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan,

(Jakarta, Kencana Prenada Media, 2014),h. 400

Page 24: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

14

signifikansi penelitian, metode dan teknik penelitian, kerangka teori dan sistematika

penulisan.

BAB II REMISI DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

Bab II menyajikan kajian yang membahas bagaimana teori dan landasan

hukum menurut hukum pidana Indonesia tentang remisi bagi narapidana koruptor,

yang dapat membantu penulis berpikir kritis dan analitis dalam memahami

persoalan yang ada di dalam skripsi ini.

BAB III KORUPSI DAN REMISI DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

Bab III menyajikan kajian yang membahas bagaimana teori dan landasan

hukum menurut hukum pidana Islam tentang remisi bagi narapidana koruptor. Serta

pendapat Ulama tentang remisi itu sendiri, yang dapat membantu penulis berpikir

kritis serta menganalisi dalam memahami pandangan hukum Islam dalam skripsi

ini.

BAB IV ANALISIS KOMPARATIF TERHADAP PEMBERIAN REMISI

BAGI NARAPIDANA KORUPTOR

Bab IV yaitu menguraikan tentang analisis terhadap remisi bagi narapidana

koruptor menurut hukum pidana Islam dan hukum pidana Indonesia, dan juga

tentang analisis persamaan dan perbedaannya.

BAB V PENUTUP

Bab V berisi tentang kesimpulan yang menjawab rumusan masalah dan

saran yang berguna untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Page 25: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

15

BAB II

REMISI DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

A. Pengertian Remisi

Kata remisi berasal dari bahasa Belanda remissie dan remissio dari bahasa

latin yang keduanya mempunyai arti yang sama yaitu

pengampunan/potongan/pengurangan hukuman. Dari pengertian tersebut, remisi

adalah kata serapan yang diambil dari bahasa asing yang kemudian digunakan

dalam pengistilahan hukum di Indonesia.

Remisi merupakan salah satu sarana hukum yang diberikan kepada

narapidana, yang mana sarana hukum ini sangat penting dalam rangka mewujudkan

sistem pemasyaraktan. Di mana hakekat pembinaan adalah selain memberikan

sanksi punitif, juga memberikan reward, sebagai salah satu upaya pembinaan dapat

berjalan dan direspon oleh warga binaan pemasyarakatan, sedangkan tujuan dari

pemasyarakatan adalah mengupayakan warga binaan untuk tidak mengulangi

perbuatannya melanggar hukum yang pernah dilakukan sebagai warga masyarakat

serta dapat berperan aktif sebagaimana anggota masyarakat lainnya.

Pengertian remisi menurut Andi Hamzah remisi pengurangan pidana oleh

negara bagi narapidana yang berkelakuan baik.1 Menurut Soedarsono di dalam

kamus hukumnya, remisi adalah pengampunan hukuman yang diberikan kepada

seseorang yang dijatuhi hukuman pidana.2 Sedangkan menurut ketentuan

1 Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, (Jakata : Sinar Grafika, 2013), h. 131 2Soedarsono, Kamus Hukum, (Jakarta : Rhineka Cipta, 1992) h. 402

Page 26: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

16

Keputusan Presiden RI No. 174 Tahun 1999 Tentang Remisi, di dalam Pasal 1 Ayat

1 tidak memberikan pengertian remisi secara jelas, hanya di katakan bahwa :

“Setiap Narapidana dan Anak Pidana yang menjalani pidana penjara

sementara dan pidana kurungan dapat dapat diberikan remisi apabila yang

bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani pidana”3

Selain itu di dalam Pasal 1 Ayat 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga

Binaan Pemasyarakatan, Remisi adalah pengurangan masa menjalani pidana yang

diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

Dari beberapa pengertian yang di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

pengertian remisi diartikan sebagai pengurangan hukuman terhadap narapidana dan

anak pidana yang berkelakuan baik dengan tujuan untuk memotivasi narapidana

yang bersangkutan dan narapidana yang lain untuk berbuat baik dan segera

menjalani kehidupan seperti biasa di masyarakat. Remisi bisa dijadikan sebagai

sarana untuk memotivasi narapidana melaksanakan program-program yang ada di

lapas agar dijalankan dengan baik, dengan harapan yang bersangkutan

mendapatkan pengurangan hukuman sehingga dapat menghirup udara bebas dan

bisa kembali menjalani kehidupan dimasyarakat secara normal seperti biasa.

3 Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 174 Tahun 1991 Tentang Remisi Pasal 1

Page 27: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

17

B. Remisi Dikaitkan Dengan Tujuan Pemidanaan

Tujuan diadakan pemidanaan diperlukan untuk mengetahui sifat dan dasar

hukum dari pidana. Franz Von List mengajukan problematik sifat pidana di dalam

hukum yang menyatakan “rechtsguterschutz durch rechtsguterverletzung” yang

artinya melindungi kepentingan tetapi dengan menyerang kepentingan. Dalam

konteks itu pula dikatakan Hugo De Groot “malum passionis (quod ingligitur)

propter malum actionis” yaitu pendertitaan jahat menimpa dikarenakan oleh

perbuatan jahat.4

Berdasarkan pendapat para ahli tampak adanya pertentangan mengenai

tujuan pemidanaan, yakni antara mereka yang berpandangan pidana sebagai sarana

pembalasan atau teori absolut (retributive/vergeldings theorieen) dan mereka yang

menyatakan bahwa pidana mempunyai tujuan yang positif atau teori tujuan

(utilitairan/doeltheorieen), serta pandangan yang menggabungkan dua tujuan

pemidanaan tersebut (teori gabungan/verenigings theorieen).

Muladi mengistilahkan teori tujuan sebagai teleological theories dan teori

gabungan disebut sebagai pandangan integratif di dalam tujuan pemidanaan yang

beranggapan bahwa pemidanaan mempunyai tujuan yang plural, yang merupakan

gabungan dari pandangan utilitarian yang menyatakan bahwa tujuan pemidanaan

harus menimbulkan konsekuensi bermanfaat yang dapat dibuktikan, keadilan tidak

boleh melalui pembebanan penderitaan yang patut diterima untuk tujuan

penderitaan itu sendiri dan pandangan retributivist yang menyatakan bahwa

4 Bambang Poernomo, Hukum Pidana Kumpulan Karangan Ilmiah, (Jakarta : Bina Aksara

Jakarta, 1982), h.27

Page 28: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

18

keadilan dapat dicapai apabila tujuan yang theological tersebut dilakukan dengan

menggunakan ukuran berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, misalnya bahwa

penderitaan pidana tersebut tidak boleh melebihi ganjaran yang selayaknya

diperoleh pelaku tindak pidana.5

Hakikatnya pidana adalah merupakan perlindungan terhadap masyarkat dan

pembalasan terhadap perbuatan melanggar hukum. Di samping itu Roeslan Salah

juga mengemukakan bahwa pidana mengandung hal-hal lain, yaitu bahwa pidana

diharapkan sebagai sesuatu yang akan membawa kerukunan dan pidana adalah

suatu proses pendidikan untuk menjadikan orang dapat diterima kembali dalam

masyarakat.6

Dalam Konsep Rancangan KUHP Baru Tahun 2013 yang dibuat oleh Tim

RUU KUHP Kementerian Hukum dan HAM RI dalam Pasal 54 dirumuskan

sebagai berikut :

(1) Pemidanaan bertujuan untuk:

a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma

hukum demi pengayoman masyarakat;

b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan

c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,

memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam

masyarakat; dan

5 Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, (Bandung : Alumni 1985), h.49 6 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung :

Alumni, 1874), h.22

Page 29: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

19

(2) Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan

martabat manusia.

Dalam pelaksanaan hak-hak Narapidana, pemerintah memberikan

kesempatan kepada Narapidana yang dijatuhkan hukuman, baik hukuman beberapa

tahun maupun hukuman seumur hidup untuk memperbaiki diri dan mempunyai

harapan untuk kembali ke tengah-tengah masyarakat melalui proses

pemasyarakatan. Remisi juga diberikan untuk sebagai motivasi, stimulasi atau

hadiah kepada narapidana yang telah berkelakuan baik. Selain hal-hal ini, maksud

tujuan dengan adanya pemberian remisi adalah sebagai salah satu kebijakan hukum

pidana dalam rangla mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan yang diharapkan.

Dari pemaparan tersebut, pemidanaan yang mempunyai tujuan untuk

sebuah proses pendidikan untuk menjadikan narapidana lebih baik lagi sehingga

dapat diterima kembali dalam masyarakat. Hal ini memiliki hubungan yang erat

dengan pemberian remisi. Yang mana tujuan pemberian remisi sebagai motivasi,

stimulasi sekaligus hadiah yang diberikan kepada narapidana yang telah

berkelakuan baik dan memenuhi persyaratan untuk mendapatkan remisi. Kedua hal

ini mempunyai tujuan yang sama yakni sama-sama mempunyai tujuan untuk

meningkatkan kualitas narapidana agar menjadi lebih baik sehingga bisa diterima

kembali di masyarakat.

C. Dasar Hukum Pemberian Remisi

Dasar hukum pemberian remisi sudah mengalami beberapa kali perubahan,

bahkan untuk tahun 1999 telah dikeluarkan Keppres No. 69 Tahun 1999 dan belum

Page 30: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

20

sempat diterapkan akan tetapi kemudian dicabut kembali dengan Keppres No. 174

Tahun 1999. Remisi yang berlaku dan pernah berlaku di Indonesia sejak jaman

Belanda sampai sekarang adalah berturut-turut debagai berikut:

1. Gouvernement Besluit tanggal 10 Agustus 1935 No. 23 Bijblad No.

13515 jo. 9 Juli 1841 No. 12 dan 26 Januari 1942 No.22; Merupakan

yang diberikan sebagai hadiah semata-mata pada hari kelahiran Sri Ratu

Belanda.

2. Keputusan Presiden Nomor 156 tanggal 19 April 1950 yang termuat

dalam Berita Negara No. 26 Tanggal 28 April 1950 jo. Peraturan

Presiden RI No.1 Tahun 1946 tanggal 8 Agustus 1946 dan Peraturan

Menteri Kehakiman RI No. G.8/106 tanggal 10 Januari 1947 jo.

Keputusan Presiden RI Nomor 120 Tahun 1055, Tanggal 23 Juli 1955

tentang Ampunan Istimewa.

3. Keputusan Presiden No. 5 Tahun 1987 jo. Keputusan Menteri

Kehakiman RI No. 01 .HN.02.01 Tahun 1987 tentang Pelaksanaan

Keputusan Presiden No 5 Tahun 1987, Keputusan Menteri Kehakiman

RI No. 04.HN.02.01 Tahun 1988 tanggal 14 Mei 1988 tentang

Tambahan Remisi Bagi Narapidana yang Menjadi Donor Organ Tubuh

dan Donor Darah dan Keputusan Menteri Kehakiman RI No.

03.HN.02.01 tahun 1988 tanggal 10 Maret 1988 tentang Tata Cara

Permohonan Perubahan Pidana Penjara Seumur Hidup menjadi pidana

penjara sementara berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 5 Tahun

1987.

Page 31: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

21

4. Keputusan Presiden No. 69 Tahun 1999 tentang Pengurangan Masa

Pidana (Remisi);

5. Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999 jo. Keputusan Menteri Hukum

dan Perundang-undangan RI No. M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang

Pelaksanaan Keputusan Presiden No. 174 tahun 1999, Keputusan

Menteri Hukum dan Perundang-undangan No. M.10 HN.02.01 Tahun

1999 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Remisi Khusus.

Ketentuan yang masih berlaku adalah ketentuan yang terbaru, yaitu Nomor

lima (5), tetapi ketentuan tersebut masih ditambahkan dengan beberapa ketentuan

yang lain, sehingga ketentuan yang masih berlaku untuk remisi saat ini adalah:

1. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

2. Keputusan Presiden RI No. 120 Tahun 1955, tanggal 23 Juli 1955

tentang Ampunan Istimewa.

3. Keputusan Menteri Kehakiman RI No. 04.HN.02.01 Tahun 1988

tanggal 14 Mei 1988 tentang Tambahan Remisi Bagi Narapidana yang

Menjadi Donor Organ Tubuh dan Donor Darah.

4. Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan RI No.

M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden

No. 174 Tahun 1999;

5. Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan No.

M.10.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian

Remisi Khusus.

Page 32: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

22

6. Surat Edaran No.E.PS.01-03-15 Tanggal 26 Mei 2000 tentang

Perubahan Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara

Sementara.

7. Surat Edaran No. W8-PK.04.01-2586, tanggal 14 April 1993 tentang

Pengangkatan Pemuka Kerja.7

8. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor M.HN-01.PK.0202 Tahun 2010 Tentang Remisi Susulan.

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2006 tentang

Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang

Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan

10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012

Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun

1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan

Pemayarakatan.

D. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

Dikaitkan Dengan Tujuan Pemidanaan

Di dalam Undang-Undang nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

disebutkan bahwa lembaga Pemasyarakatan yang disingkat dengan LAPAS adalah

tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana, anak didik Pemasyarakatan dan

klien pemaysarakatan yang dikelompokkan dalam warga binaan pemasyarakatan.

Lembaga pemasyarakatan adalah unit pelaksanaan teknis di jajaran Departemen

7 Dwija Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, (Jakarta : Refika

Aditama, 2006), Cet ke-1, h.135

Page 33: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

23

Hukum dan hak Asasi Manusia yang bertugas untuk melakukan pembinaan dan

bimbingan kepada warga binaan pemasyarakatan.

Lembaga Pemasyarakatan sebagai ujung dari pelaksanaan asas pengayoman

merupakan tempat untuk mencapai tujuan tersebut diatas melalui pendidikan,

rehabilitasi, reintegrasi. Sejalan dengan tujuan dan peran tersebut, maka tepatlah

apabila petugas pemasyarakatan yang melaksanakan pembinaan dan bimbingan

serta pengamanan warga binaan pemasyarakatan dalam Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan ditetapkan sebagai pejabat fungsional

penegak hukum.

Pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan sebagaimana dalam Pasal 5

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan diantaranya :

1. Pengayoman

2. Pendidikan

3. Persamaan perlakuan dan pelayanan

4. Pembimbingan

5. Penghormatan harkat dan martabat manusia

6. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan

7. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-

orang tertentu.

Konsep pemasyarakatan sebagai suatu sistem perlakuan terhadap

narapidana, kini telah mendapatkan pengaturannya dalam bentuk undang-undang,

yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, yang

Page 34: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

24

diundangkan pada tanggal 30 Desember 1995. Dalam Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1995 Tentang pemasyarakatan disebutkan ;

Pasal 1 angka 1

Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan warga binaan

pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang

merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan

pidana.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

menentukan bahwa yang dimaksud dengan warga binaan pemasyarakatan adalah

meliputi narapidana, anak didik pemayarakatan dan klien pemasyarakatan. Anak

pemasyarakatan terdiri atas anak pidana, anak negara dan anak sipil, sedangkan

klien pemasyarakatan adalah mereka yang berbeda dalam bimbingan Balai

Pemasyarakatan (BAPAS).8

LAPAS sebagai ujung tombak pelaksanaan tempat untuk mencapai tujuan

tersebut diatas melalui pendidikan, rehabilitasi, dan reintegrasi sehingga petugas

pemasyarakatan yang melaksanakan tugas pembinaan dan pengamanan warga

binaan pemasyarakatan benar-benar berkualitas dan mampu mengemban tugas

tersebut karena dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan mereka disebut dengan nama Pejabat Fungsional Penegak Hukum.

8 Pasal 1 angka 5, angka 8, Pasal 42 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995

Tentang Pemasyarakatan

Page 35: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

25

Menurut Dwidja Priyanto, bahwa Sistem Pemasyarakatan disamping

bertujuan untuk mengembalikan warga binaan pemasyarakatan sebagai warga yang

baik juga bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan

diulanginya tindak pidana oleh warga binaan pemasyarakatan, serta merupakan

penerapan dan bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam

Pancasila.9

Tujuan diselenggarakannya sistem pemasyarakatan dalam rangka

membentuk Warga binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya,

menyadari kesalahan memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana

sehingga dapat diterima kembali oleh lengkup masyarakat, dapat aktif berperan

dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan

bertanggungjawab.10

Berdasarkan uraian diatas maka dalam sistem pemasyarakatan ini adalah

pola pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan. Pembinaan adalah kegiatan

untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa, intelektual,

sikap dan perilaku, professional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak

didik pemasyarakatan11

Apabila berbicara tentang remisi, di dalam Pasal 14 Ayat (1) Undang-

Undang 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan dijelaskan pada hruf I, bahwa hak

narapidana salah satunya adalah mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi).

9 Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia. Cet. Pertama,

(Bandung : Refika Aditama), h.103 10 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan 11 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

Page 36: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

26

Dalam pasal sebelumnya maupun pasal selanjutnya tidak dijelaskan golongan

narapidana apa yang mendapatkan remisi, hanya dijelaskan narapidana secara

umum. Maka dari penjelasan tersebut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995

Tentang Pemasyarakatan memberikan hak remisi kepada seluruh golongan

narapidana tidak melihat tindak pidana apa yang dilakukannya termasuk tindak

pidana korupsi.

Dilihat dari website resmi Kementerian Hukum dan HAM pemberian remisi

umum di LP. Kelas II A Denpasar Bali pada tanggal 17 Agustus 2016 sebanyak

902 narapidana dari 1438 narapidana yang ada di Bali.12 Ini menunjukkan

bahwasanya lebih dari 60% narapidana yang telah bekelakuan baik dan telah

memenuhi syarat telah mendapatkan remisi umum pada tahun 2017, artinya sudah

ada realisasi pemberian remisi secara merata yang dilakukan oleh Lembaga

Pemasyarakatan kepada narapidana yang telah memenuhi syarat untuk

mendapatkannya.

E. Ketentuan tentang Remisi Menurut Undang-Undang, Peraturan

Pemerintah dan Peraturan Presiden

Undang-Undang Nomor 12 tahun 1955 tentang Pemasyarakatan

memberikan landasan hukum bagi penyelenggaraan politik kriminal modern.

Terdapat pergeseran paradigma dari pembalasan kearah pembinaan. Pergeseran

pradigma pemidanaan ini mudah di pahami karena dinamika perkembangan

12 Kementerian Hukum dan HAM Bali, diakses pada 27 Mei 2017 dari

http://bali.kemenkumham.go.id/berita-kanwil/berita-utama/2364-pelaksanaan-pemberian-remisi-

umum-tahun-2016-pada-kanwil-kementerian-hukum-dan-ham-bali

Page 37: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

27

masyarakat ke arah yang lebih baik dan lebih beradab sehingga oleh karenanya

hukum pidana sebagai norma yang juga berlaku dalam masyarakat juga mengalami

perkembangan sesuai dengan perkembangan masyarakat tersebut. Dengan

pandangan bahwa narapidana bukan saja obyek melainkan juga subyek yang tidak

berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau

kekhilafan yang dapat diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan

narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama

atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana.13

Pasal 7 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999

tentang Remisi mengatur tentang penghitungan lamanya masa menjalani pidana

sebagi dasar untuk menetapkan besarnya remisi yang akan diperoleh oleh

narapidana dan Anak Pidana, yaitu:

Pasal 7

(1) Penghitungan lamanya masa menjalani pidana sebagai dasar untuk

menetapkan besarnya remisi umum dihitung sejak tanggal penahanan

sampai dengan hari peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik

Indonesia.

(2) Penghitungan lamanya masa menjalani pidana sebagai dasar untuk

menetapkan besarnya remisi khusus dihitung sejak tanggal penahanan

sampai dengan hari besar kegamaan yang dianut oleh Narapidana dan Anak

Pidana yang bersangkutan.

13 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan,

Lemabaran Negara Tahun 1995 Nomor 77, Tambahan Lembar Negara Nomor 3614.

Page 38: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

28

(3) Dalam hal masa penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat

(2) terputus, perhitungan penetapan lamanya masa menjalani pidana

dihitung sejak penahanan yang terakhir.

(4) Untuk penghitungan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, 1 (satu) bulan

dihitung sama dengan 30 (tiga puluh) hari.

(5) Penghitungan besarnya remisi khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat

(2) didasarkan pada agama Narapidana dan Anak Pidana yang pertama kali

tercatat dalam buku register Lembaga Pemasyarakatan.

Ketentuan remisi telah diatur oleh Pemerintah di dalam Perundang-

Undangan yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Keputusan

Presiden Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi disebutkan bahwa remisi terdiri

atas:

1. Remisi Umum

Yaitu merupakan remisi yang diberikan pada hari peringatan Proklamasi

Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus

Tentang besarnya remisi umum yang dapat diperoleh narapidana, maka di

dalam Pasal 4 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 tahun 1999

tentang Remisi, yaitu :

a. 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani

pidana selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan ; dan

b. 2 (dua) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani

pidana selama 12 (dua belas) bulan atau lebih.

Page 39: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

29

(1) Pemberian remisi umum dilaksanakan sebagai berikut:

a. Pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1); Pada tahun kedua diberikan remisi 3 (tiga) bulan;

b. Pada tahun ketiga diberikan remisi 4 (empat) bulan;

c. Pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan remisi

5 (lima) bulan;

d. Pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi 6 (enam)

bulan setiap tahun.

2. Remisi Khusus

Yaitu merupakan remisi yang diberikan pada hari besar kegamaan yang

dianut oleh Narapidana dan Anakak Pidana yang bersangkutan, dengan ketentuan

jika suatu agama yang dianut mempunyai lebih dari satu hari besar keagamaan

dalam satu tahun, maka yang dipilih adalah hari besar yang paling dimuliakan oleh

penganut agama yang bersangkutan.

Tentang besarnya remisi khusus yang diberikan bagi narapidana, maka di

dalam Pasal 5 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 tahun 1999,

yaitu:

a. 15 (lima belas) hari bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah

menjalani pidana selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan ; dan

b. 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani

pidana selama 12 (dua belas) bulan atau lebih.

Pemberian remisi khusus dilaksanakan sebagai berikut:

Page 40: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

30

a. Pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1);

b. Pada tahun kedua dan ketiga masing-masing diberikan remisi 1 (satu)

bulan; dan

c. Pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan remisi 1 (satu)

bulan 15 (lima belas) hari;

d. Pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi 2 (dua) bulan setiap

tahun;

Yang dimaksud sebagai hari raya keagamaan menurut Keputusan Menteri

hukum dan Perundang-undangan Nomor M.09.02.01 tahun 1999 Pasal 3

Ayat (2) adalah:

1. Hari Raya Idul Fitri bagi Narapidana atau Anak Pidana yang beragama

Islam;

2. Hari Raya Natal bagi Narapidana atau Anak Pidana yang beragama

kristen atau Katholik;

3. Hari Raya Nyepi bagi Narapidana atau Anak Pidana yang beragama

Hindu

4. Hari Raya Waisak bagi Narapidana atau Anak Pidana yang beragama

Budha;

5. Bari Narapidana dan Anak Pidana yang bergama selain tersebut diatas

maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Ayat (3)

keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999.

Page 41: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

31

Pasal 12 Keputusan presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999

tentang Remisi memberikan pengecualian terhadap pemberian Remisi Umum dan

Remisi Khusus bagi Narapidana maupun Anak Pidana yaitu bahwa remisi umum

dan khusus tidak diberikan terhadap Narapidana dan Anak Pidana yang:

a. Dipidana kurang dari 6 (enam) bulan;

b. Dikenakan hukuman disiplin dan di daftar pada buku pelanggaran tata

tertib Lembaga Pemasyarakatan dalam kurun waktu yang

diperhitungkan pada pemberian remisi;

c. Dijatuhi pidana kurungan sebagai pengganti pidana denda;

d. Sedang menjalani Cuti Menjelang Bebas.14

3. Remisi Tambahan

Yaitu merupakan remisi yang diberikan apabila Narapidana dan Anak Pidana

yang berangkutan selama menjadi pidana :

a. Berbuat jasa kepada negara;

b. Melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusian; atau

c. Melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga

Pemasyarakatan.

14 Berdasarkan penjelasan Pasal 41 Ayat (1) huruf-b Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 32 tahun 199 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan

Pemasyarakatan yang dimaksud dengan cuti menjelang bebas adalah:

a. Bentuk pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang telah

menjalani 2/3 (dua pertiga) masa pidana sekurang-kurangnya telah menjalani 9 (sembilan) bulan

dan berkelakuan baik dengan lama cuti sama dengan remisi terkahir yang diterimanya paling

lambat 6 (enam) bulan;

b. Bentuk pembinaan Anak Negara yang pada saat mencapai usia 17 (tujuh belas)

tahun 6 (enam) bulan dan telah dinilai cukup baik.

Page 42: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

32

Tentang besarnya remisi tambahan di atur dalam Pasal 6 Keputusan

Presiden Republik Indonesia 174 Tahun 1999 tentang Remisi dengan pengaturan

sebagai berikut:

a. ½ (satu perdua) dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang

bersangkutan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang berbuat jasa

kepada negara atau melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara

atau kemanusiaan ; dan

b. 1/3 (satu pertiga) dari remisi umum yang diperoleh pada tahun yang

bersangkutan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah membantu

kegiatan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan sebagai pemuka.

Remisi tambahan bagi narapidan yang menjadi donor organ tubuh dan donor

darah berdasarkan Pasal 2 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia

Nomor 04.HN.02.01 Tahun 1988 tanggal 14 Mei 1988 tentang Tambahan Remisi

bagi Narapidana yang menjadi Donor Organ Tubuh dan Donor Donor disebutkan

bahwa: “setiap narapidana yang menjalani pidana sementara baik pidana penjara,

pidana kurungan maupun pidana pengganti denda dapat diusulkan untuk

mendapatkan tambahan remisi apabila menjadi donor organ tubuh dan/atau donor

darah. Dan berdasarkan ketentuan Pasal 3 Keputusan Menteri Kehakiman Republik

Indoneisa Nomor 04.HN.02.01 Tahun 1988 tanggal 14 Mei 1988 tentang Tambahan

Remisi bagi Narapidana yang menjadi Donor Organ Tubuh dan Donor Darah

disebutkan bahwa “pengusulan tambahan remisi tersebut harus disertai tanda bukti

atau surat keterangan sah yang dikeluarkan oleh rumah sakit yang melaksanakan

operasi donor organ tubuh atau oleh Palang Merah Indonesia yang melaksanakan

Page 43: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

33

pengambilan darah. Berdasarkan Pasal 5, pemberian remisi terhadap narapidana

yang melakukan donor darah diberikan dengan besaran:

a. Sebesar 1 (satu) bulan apabila yang bersangkutan telah menyumbangkan

darahnya:

1) 5 kali

2) 10 kali

3) 15 kali

b. Sebesar 2 (dua) bulan apabila telah menyumbangkan darahnya:

1) 20 kali

2) 25 kali

3) 30 kali

c. Sebesar 3 (tiga) bulan apabila telah menyumbangkan darahnya:

1) 36 kali

2) 43 kali

3) 50 kali

d. Sebesar 4 (empat) bulan, apabila telah menyumbangkan darahnya:

1) 59 kali

2) 67 kali

3) 75 kali

e. Sebesar 5 (lima) bulan, apabila telah menyumbangkan darahnya:

1) 84 kali

2) 92 kali

3) 10 kali

Page 44: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

34

f. Sebesar 6 (enam) bulan apabila telah menyumbangkan darahnya 101

(seratus satu) ke atas

4. Remisi Dasawarsa

Yaitu merupakan remisi yang diberikan kepada Narapidana maupun Anak

Pidana bertepatan dengan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia pada

tanggal 17 Agustus setiap sepuluh tahun sekali.

5. Remisi Khusus Yang tertunda

Yaitu merupakan remisi khusus yang diberikan kepada Narapidana maupun

Anak Pidana yang pelaksanaan pemberiannya dilakukan setelah yang bersangkutan

berubah statusnya menjadi narapidana. Pemberian remisi ini adalah untuk

meringankan masa pidana atau hukuman bagi narapidana yang dalam kurun waktu

dari enam bulan telah menunjukkan perbuatan baik di Lembaga Pemasyarakatan.

Namun pengajuan tersebut tertunda karena dalam waktu enam bulan setelah

statusnya sebagai narapidana belum diperolehnya karena masih menunggu status

hukumnya dalam proses peradilan sehingga dengan demikian turunnya surat

keputusan tentang remisi bagi narapidana yang bersangkutan juga terlambat dan

pengajuan remisi bagi dirinya juga terlambat yaitu diajukan setelah tanggal 17

Agustus pada tahun yang bersangkutan. Ini diberikan agar narapidana yang

bersangkutan mempunyai hak yang sama seperti narapidan lainnya.

Adapun besaran remisi ini adalah maksimal 1 (satu) bulan. Diberikan

kepada narapidana dan anak pidana yang pelaksanaan pemberiannya dilakukan

setelah yang bersangkutan berubah statusnya menjadi narapidana.

Page 45: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

35

6. Remisi Khusus Bersyarat

Yaitu merupakan remisi yang diberikan secara bersyarat kepada narapidana

dan anak pidana yang pada saat hari raya keagamaannya berlangsung namun masa

pidana yang telah dijalaninya belum cukup enam bulan. Namun pemberian remisi

ini dapat dicabut apabila dalam jangka waktu yang disyaratkan ternyata narapidana

atau anak pidana yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran disiplin dan

dimasukkan ke dalam register F.

Pasal 12 Keputusan presiden Republik Indonesia Nomor 174 tahun 1999

Tentang Remisi juga memberikan pengecualian terhadap pemberian Remisi Umum

dan Khusus bagi narapidana maupun anak pidana yaitu bahwa remisi umum dan

khusus tidak diberikan terhadap narapidana dan anak pidana yang : 15

a. Dipidana kurang dari enam bulan;

b. Sedang menjalani cuti menjelang bebas

c. Dikenakan hukuman disiplin dan di daftar pada buku pelanggaran tata

tertib Lembaga Pemasyarakatan dalam kurun waktu yang

diperhitungkan pada pemberian remisi;

d. Dijatuhi pidana kurungan sebagai pengganti pidana denda.

Sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 34 ayat (1) Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua

15 Berdasarkan Penjelasan Pasal 41 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan

Pemasyarakatan yang dimaksud dengan cuti menjelang bebas adalah:

a. Bentuk pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang telah

menjalani 2/3 (duapertiga) masa pidana sekurang-kurangnya telah menjalani 9 (sembilan) bulan

dan bekelakuan baik dengan lama cuti sama dengan remisi terakhir yang diterimanya paling

lambat 6 (enam) bulan;

b. Bentuk Pembinaan Anak Negara yang pada saat mencapai usia 17 (tujuh belas)

tahun 6 (enam) bulan dan telah dinilai cukup baik.

Page 46: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

36

Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara

Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan Bahwa setiap narapidana dan

anak pidana berhak mendapatkan remisi. Ayat (2) menjelaskan remisi dapat

diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang telah memenuhi syarat :

a. Bekelakuan baik;dan

b. Telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan.

Pada ayat (3) menjelaskan persyaratan berkelakuan baik sebagimana

dimaksud pada ayat (2) dibuktikan dengan :

a. Tidak sedang menjalani hukuman displin dalam kurun waktu 6 (enam)

bulan terakhir, terhitung sebelum tanggal pemberian Remisi; dan

b. Telah mengikuti program pembinaan yang diselenggarakan oleh LAPAS

dengan predikat baik.

Pemberian remisi berdasarkan Pasal 13 ayat (2) menyebutkan bahwa

keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan tentang remisi diberitahukan

kepada narapidana dan anak pidana pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan

Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus bagi mereka yang diberikan remisi

pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia atau pada hari besar

keagamaan yang dianut oleh narapidana dan anak pidana yang bersangkutan.

Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174

Tahun 1999, usulan remisi diajukan kepada Menteri Hukum dan Perundang-

undangan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Rumah Tahanan Negara

Page 47: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

37

atau Kepala Cabang Rumah Tahanan Negara melalui Kepala Kantor Departemen

Hukun dan Perundang-undangan.

Khusus terhadap narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana

terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan

negara negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat dan kejahatan

transnasional terorganisasi lainnya, diberikan remisi oleh Menteri setelah mendapat

pertimbangan Direktur Lembaga Pemasyarakatan.16

Tahapan pemberian remisi adalah dilakukannya penilaian dari tim penilai

terhadap narapidana atau anak pidana. Kepala Lapas dan Tim TPP kemudian

melakukan sidang untuk membahas permohonan remisi disertai dengan data

pendukung. Apabila Kepala Lapas menyetujui usulan tersebut disertai dengan

pertimbangan dari Tim TPP Daerah maka kepala Lapas kemudian meneruskan

usulan tersebut kepada Kepala Kanwil setempat. Kepala Kanwil setelah menerima

permohonan remisi tersebut kemudian meneruskan usulan remisi kepada Dirjen

Pemasyarakatan. Apabila berdasarkan pertimbangan dari Tim TPP narapidana

tersebut tidak layak memperoleh remisi maka Kepala Lapas harus segera

memberitahukan penolakan tersebut kepada narapidana yang bersangkutan.

Dirjen Pemasyarakatan setelah menerima usulan tersebut maka dalam

jangka waktu empat belas segera menentukan sikap untuk melakukan penolakan

atau penerimaan terhadap usul remisi tersebut. Bila Dirjen Pemasyarakatan

16 Pasal 34 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik indonesia Nomor 99 Tahun 2012

Tentang Perubahan Terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata

Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan

Page 48: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

38

menolak usulan remisi tersebut maka dalam jangka waktu dua puluh delapan hari,

Dirjen Pemasyarakatan harus memberitahukannya kepada Kepala Lapas melalui

Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) setempat dan dalam jangka waktu empat belas

hari Kakanwil harus memberitahukan penolakan tersebut kepada narapidana yang

bersangkutan melalui Kepala Lapas.

Remisi sendiri mempunyai beberapa tujuan dan maksud.. Sebagaimana

diketahui maksud dan tujuan dalam memberikan Remisi menurut keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999, yaitu :

1. Sebagai motivator dan stimulasi serta dijadikan alat untuk mengingatkan

Narapidana dan Anak Pidana untuk berkelakuan baik selama berada di

Lembaga Pemasyarakatan.

2. Sebagai upaya untuk mengurangi dampak negatif dan subkultural

tempat pelaksanaan pidana, disparitas pidana akibat perampasan

kemerdekaan. Bahwa secara psikologi, pemberian remisi ini

mempunyai pengaruh dalam menekan tingkat frustasi terutama bagi

Narapidana residivis. Sehingga dapat mereduksi atau

meminimalisasikan gangguan keamanana dan ketertiban di Lembaga

Pemasyarakatan atau Rutan berupa pelarian dan kerusuhan lainnya.

3. Bahwa remisi khusus yang diberikan pada saat hari besar keagamaan,

diharapkan sebagai pemacu warga binaan pemasyarakatan untuk

penyadaran diri sesuai dengan tuntutan agama dalam kehidupan

kesehariannya.

Page 49: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

39

BAB III

KORUPSI DAN REMISI DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Korupsi dalam Islam adalah perbuatan melanggar syariat yang bertujuan

untuk mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia dengan apa yang disebut

maqashidussy syaria’ah. Di antara kemaslahatan yang hendak dituju itu adalah

terpeliharanya harta (hifdzul maal) dari berbagai bentuk pelanggaran dan

penyelewengan. Islam mengatur dan menilai harta sejak diperolehnya hingga

dibelanjakannya, sehingga semua apa yang di perbuat oleh seseorang dengan harta

akan dimintai pertanggung jawabannya. Islam memberikan tuntutan agar dalam

memperoleh harta dilakukan dengan cara-cara yang bermoral dan sesuai dengan

hukum Islam yaitu, dengan tidak melakukan riba, tidak menipu, tidak berkhianat,

tidak curang dalam takaran timbangan ,tidak korupsi dan lain sebaginya.1

Sebagaiman dalam firman Allah SWT dalam surah An-Nisa : 29

رة عن تر أن تكون تج طل إل لكم بينكم بٱلب ا أمو أيها ٱلذين ءامنوا ل تأكلو ا أنفسكم إ اض ي نكم ول تقتلو م ن ٱل

٢٩كان بكم رحيما

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku

dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;

sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. an-Nisaa/4: 29)

Juga dalam firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah : 188

طل وتدلو لكم بينكم بٱلب ا أمو ثم وأنتم تعلمون ول تأكلو ل ٱلناس بٱل ن أمو ام لتأكلوا فريقا م ١٨٨ا بها إلى ٱلحك

1 Sabri Samin, Pidana Islam dalam Politik Hukum Indonesia, (Jakarta : Kholam, 2008),

h.77

Page 50: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

40

Artinya : “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain

di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)

harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta

benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”

(QS. al-Baqarah/2: 188)

Dalam khazanah pemikiran hukum Islam (fiqh), kajian korupsi tampaknya

belum memperoleh porsi pembahasan yang memadai. Kalangan fuqaha berbicara

tentang korupsi disandarkan kepada perilaku kejahatan memakan harta benda orang

lain dengan cara yang tidak benar (akl amwal al-nas bi al-bathil), seperti yang

diharamkan dalam al-Quran dan al-Sunnah. Paling tidak ada lima istilah dalam

hukum Islam yang cukup dekat maknanya dengan korupsi, yaitu penggelapan

(ghulul), penyuapan (risywah), merampas harta orang lain dengan cara paksa

(ghasab), mencuri harta milik orang lain (sariqah), dan mengacau keamanan di

masyarakat atau negara (hirabah).

Sebagian pendapat ulama kontemporer merujuk asal kata korupsi yang

berarti merusak atau menyuap (risywah). Kata risywah tersebut mengandung arti

sebagai bentuk penyuapan yang bermakna hadiah, penghargaan pemberian, atau

keistimewaan yang dianugerahkan atau dijanjikan kepada orang lain dengan tujuan

merusak pertimbangan atau tingkah laku, terutama dari seseorang dalam kedudukan

terpercaya (sebagai pejabat pemerintah).

Sebagian fuqaha lainnya menyandarkan kata korupsi dengan istilah ghulul,

yaitu suatu bentuk tindakan pengkhianatan terhadap amanah dalam pengelolaan

harta rampasan perang. Namun ada pula yang menyandarkan kata korupsi dengan

makna merampas harta orang lain dengan cara paksa (ghasab) atau mencuri harta

milik orang lain (sariqah). Sedangkan istilah lain yang maknanya lebih ekstrim

Page 51: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

41

dapat dilihat dari pemaknaan korupsi sebagai hirabah. Hirabah adalah tindakan

seseorang atau sekelompok orang dalam suatu negara melakukan kekacauan,

pembunuhan, perampasan harta, yang secara terang-terangan mengganggu dan

menentang peraturan yang berlaku, perikemanusiaan, dan agama.2

Mengacu kepada beberapa istilah dalam hukum Islam di atas, korupsi

mempunyai makna luas, yaitu mencakup segala bentuk manipulasi, pemerasan,

kecurangan, pencurian dan nepotisme, dan tak terbatas pada kerugian negara saja.

Bahkan korupsi dipandang sebagai perbuatan terkutuk karena dampak buruk yang

ditimbulkannya suatu masyarakat dan bangsa sangatlah serius. Ibarat suatu

penyakit, korupsi dianggap suatu penyakit menular atau bahaya laten yang bisa

menyebar luas ke seluruh sistem tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara,

khususnya dalam lingkup birokrasi dan pemerintahan. Dengan segala bentuk dan

modus yang berbeda-beda, tidak ada satupun negara di dunia ini yang dapat

melepaskan diri sepenuhnya dari korupsi, termasuk Indonesia cenderung semakin

meningkat dan modus yang semakin beragam dari tahun ke tahun.

B. Dasar Hukum Larangan Korupsi

Untuk merumuskan landasan hukum korupsi dalam hukum Islam

pentingnya kiranya mengacu kepada ketentuan nash yakni ayat-ayat hukum dalam

al-Quran, hadits-hadits hukum dalam Sunnah, dan hasil ijtihad para ulama mujtahid

yang telah merumuskan prinsip-prinsip dan asas-asas hukum pelarangan korupsi.

Oleh karena itu, dalam ruang lingkup studi hukum Islam, perumusan norma-norma

2 M. Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam edisi kedua, (Jakarta : AMZAH,

2012), h.78-122

Page 52: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

42

hukum pelarangan korupsi dapat ditemukan dari sumber hukum Islam yang qath’i

atau dalil naqli, yaitu al-Quran dan Sunnah, serta sumber hukum Islam yang zhanni

atau dalil aqli yaitu ijtihad.3

Dasar hukum Islam, setiap permasalahan baru memerlukan kepastian

hukum.4 Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah dengan mencari dalil secara

langsung dalam Al-Quran dan Sunnah (nash) atau dinamakan dalil pokok (al-

munsyi). Jika dalil langsung tidak ada, maka beralih kepada dalil tidak langsung (al-

muzhir) yang tidak lain merupakan metode-metode istinbath dari nash tersebut.5

Menurut hemat penulis, kedua sumber hukum Islam tersebut menjadi landasan

hukum adanya konsep larangan korupsi dalam hukum Islam. Argumen yang

digunakan oleh penulis adalah didasarkan kepada pendapat para ulama fuqaha

sebelumnya yang telah merumuskan larangan hukum korupsi dalam fiqh al-

jinayah. Atas dasar itu pula, larangan hukum korupsi di zaman sekarang ini dapat

dirumuskan hukumnya melalui studi terhadap nash dan ijtihad.

Dalam Al-Quran banyak dijelaskan ayat-ayat hukum yang berkaitan dengan

larangan korupsi dalam hukum Islam, salah satunya adalah ayat Al-Quran yang

3 Faturrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam Jilid II, (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1977),

h.9 4 Idri, Epistimologi Ilmu Pengetahuan dan Keilmuan Hukum Islam, (Jakarta : Lintas

Pustaka, 2008), h.9 5 Istilah (al-munsyi’ dan al-muzhir) merupakan istilah yang dipergunakan oleh ulama ushul

fiqh untuk mencari suatu hukum berdasarkan dalil nash dan dalil di luar nash (dalil hasil pemikiran

manusia untuk memahami atau sebagai perpanjangan dari) wahyu. tetapi yang menjadi masalah

disini adalah tentang pengakuan qiyas –merupakan salah satu konsep metode penemuan hukum dari

pemikiran imam al-Syafi’i. Apabila didasarkan pada ayat-ayat al-Quran seperti surat al-Kahfi: 45

dan al-Ghsfir: 82 ditemukan indikasinya bahwa ada suatu perintah bagi umat Islam untuk

menggunakan akal, merenung, membanding, memikirkan dan mengambil ibarat dari berbagai gejala

alam serta dalil mashalih mursalah (tujuan kemaslahatan dan kesejahteraan manusia). Penggunaan

qiyas oleh imam al-Syafi’i adalah ketika “terpaksa” karena pemahaman langsung terhadap al-Quran

dan hadits dianggap tidak memadai. Berpendapat berdalil kepadanya sama dengan membuat hukum

syarak berdasarkan kehendak sendiri. Al-Syafi’i, ar-Risalah, (Bayrut: Dar al-Fikr), h.477 dan 503

Page 53: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

43

menunjukkan hukuman bagi pelaku korupsi tersebut adalah firman Allah dalam

Surat Al-Maidah ayat 33 yang berbunyi :

ا أو ي ورسولهۥ ويسعون في ٱلرض فسادا أن يقتلو ؤا ٱلذين يحاربون ٱل ع أيديهم وأ إنما جز ا أو تقط رجلهم صلبو

لك لهم خزي في ٱ ف أو ينفوا من ٱلرض ذ ن خل ٣٣لدنيا ولهم في ٱلخرة عذاب عظيم م

Artinya : “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi

Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka

dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal

balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai)

suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan

yang besar.” (QS. al-Maidah/5: 33)

Ayat dalam Surat Al-Maidah ini menyebutkan empat hukuman bagi pelaku

perampokan (حرابة), yaitu dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kaki, dan dibuang

dari tempat kediamannya. Dalam penerapan hukuman-hukuman tersebut terdapat

perbedaan pendapat ualam fikih, apakah hukuman itu boleh dipilih atau hukuman

yang dikenakan sesuai dengan bentuk tindak pidana yang dilakukan dalam hirabah

tersebut.

Kemudian dipertegas juga dengan surat Al-Maidah ayat 38 yang berbunyi:

ل م ا أيديهما جزاء بما كسبا نك عزيز حكيم وٱلسارق وٱلسارقة فٱقطعو وٱل ٣٨ن ٱل

Artinya : “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan

keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai

siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-

Maidah/5: 38)

Jika dilihat dari segi sebab turunnya, ayat ini turun pada Thu’mah bin

Ubayriq ketika mencuri baju perang milik tetangganya, Qatadah bin al-Nu’man.

Baju itu lalu disembunyikan di rumah Zayd bin al-Samin seorang yahudi. Namun

terbawa juga kantung berisi tepung yang bocor sehingga tercecerlah tepung itu dari

rumah Qatadah sampai kerumah Zayd.

Page 54: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

44

Ketika Qatadah menyadari baju perangnya dicuri, dia menemukan jejak

tepung itu sampai ke rumah Zayd. Maka diambillah baju perang itu dari rumah

Zayd. Zayd berkata, “Saya diberi oleh Thu’mah”. Dan orang-orang bersaksi

membenarkannya. Saat itu Rasulullah SAW ingin mendebat Thu’mah, lalu turunlah

ayat ini yang menerangkan tentang hukum pencurian.

Sedangkan sebab turun ayat selanjutnya yaitu ayat 39 adalah riwayat dari

Ahmad dari Abdillah bin Amru bahwa seorang wanita telah mencuri di masa

Rasulullah SAW. Lalu dipotonglah tangan tangan kanannya. Wanita itu lalu

bertanya: masih mungkinkah bagi saya untuk bertaubat? Kemudian turunlah Surat

Al-Maidah ayat 39 sebagai penguat dari ayat sebelumnya.6

حيم غفور ر يتوب عليه إن ٱل ٣٩فمن تاب من بعد ظلمهۦ وأصلح فإن ٱل

Artinya : “Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah

melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah

menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang.” (QS. al-Maidah/5: 39)

Apabila pelaku korupsi dihubungkan dengan ghulul maka sanksi hukum

pada ghulul tampaknya bersifat sansksi moral. Walaupun dalam ayat Al-Qur’an

tidak disebutkan teknis eksekusi dan jumlahnya, tetapi dalam beberapa hadis

Rasulullah secara tegas disebutkan teknis dan jumlah sanksinya. Hal inilah yang

membedakan antara ghulul dengan jarimah qishah dan hudud sehingga ghulul

masuk dalam kategori jumlah takzir.

6 Endang Jumali, Rekontruksi Sanksi Hukum Pidana di Inonesia, (Jakarta : Saadah Pustaka

Mandiri, 2016), h.54

Page 55: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

45

Sanksi moral pelaku ghulul berupa risiko akan dipermalukan di hadapan

Allah kelak pada hari kiamat, tampaknya sangat sesuai dengan jenis sanksi moral

yang ditetapkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana disebutkan dalam sebuah

hadist riwayat Imam Abu Dawud dengan judul “ باب فى تعظيم الغلول” (Bab Perbuatan

Penggelapan) dan di dalam Surah Al-Imran Ayat 1617:

ا ك ثم توفى كل نفس ممة أن يغل ومن يغلل يأت بما غل يوم ٱلقي م ل يظلمون وما كان لنبي و ١٦١سب

Artinya : “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan

perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka

pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu,

kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan

dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” (QS. al-Imran/3:

161)

Jika pelaku korupsi dihubungkan dengan hirabah yang bukan hanya

melakukan pembunuhan tetapi juga merampas harta, maka hukumannya adalah

dibunuh. Pelaku hirabah ini merampas harta yang disertai dengan pembunuhan,

maka hakim bebas memilih hukumannya, yaitu apakah akan dipotong tangan dan

kakinya secara silang kemudian dibunuh atau disalib saja. Ini berbeda korupsi yang

disandarkan kepada ghulul, maka pelaku korupsi bisa dipotong tangannya atau

dipenjarakan sesuai dengan kadar kejahatannya. Namun jika pelaku korupsi telah

mengganggu keamanan dan stabilitas ekonomi negara, maka hukumannya dapat

dipenjarakan seumur hidup atau dikenakan hukum yang ditentukan melalui takzir.

Bentuk hukuman takzir tersebut bisa dikenakan dan diserahkan sepenuhnya kepada

7 M. Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam edisi kedua, (Jakarta : AMZAH,

2012), h.81-82

Page 56: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

46

hakim.8 Sedangkan hukuman takzir dalam hukum pidana Islam diposisikan sebagai

bentuk hukuman berat kedua setelah qishash dan hudud.9

Berbeda dengan jarimah qishash dan hudud, bahwa jarimah takzir tidak

ditentukan banyaknya. Hal ini karena yang termasuk jarimah takzir ini adalah

setiap perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman had dan qishash, yang

jumlahnya sangat banyak. Kaitannya dengan jenis-jenis jarimah takzir ini Ibn

Taymiyyah menggunakan:

مرأة الجنبية أو يباشر بل جماع أو يأكل المعاصى التى ليس فيها حد مقدر ول كفارة كالذى يقبل الصبي وال

يل وتأذيبا بقدر ما يراه الوالىما ل يحل كالدم والميتة ... فهؤلء يعاقبون تعزيرا وتنك .

Perbuatan-perbuatan maksiat tidak dikenakan hukuman had dan tidak perlu

kifarat, seperti mencium anak-anak (dengan syahwat), mencium wanita lain yang

bukan istri, tidur satu ranjang tanpa persetubuhan, atau memakan barang yang

tidak halal seperti darah dan bangkai .... Maka semuanya dikenakan hukuman

ta’zir sebagai pembalasan dan pengajaran, dengan kadar hukuman yang

ditetapkan penguasa.10

Tujuan diberikan hak penentuan jarimah-jarimah takzir dan hukumannya

kepada penguasa adalah agar mereka dapat mengatur masyarakat dan memelihara

kepentingan-kepentingannya, sebab bisa menghadapi dengan sebaik-baiknya setiap

keadaan yang bersifat mendadak. Jarimah takzir di samping ada yang di serahkan

penentuannya sepenuhnya kepada ulil amri, juga ada yang memang sudah

8 Ta’zir adalah suatu jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir (selain had dan

qishash), pelaksanaan hukuman ta’zir, baik yang jenis larangannya ditentukan oleh nash atau tidak,

baik perbuatan itu menyangkut hak Allah atau hak perorangan, hukumannya diserahkan sepenuhnya

kepada penguasa. Hukuman dalam jarimah ta’zir tidak ditentukan ukurannya atau kadarnya, artinya

untuk menentukan batas rendah dan tinggi diserahkan sepenuhnya kepada hakim (penguasa). 9 A.S.Burhan, Korupi Di Negeri Kaum Beragama, Ikhtiar Membangun Fiqh Anti Korupsi,

(Jakarta : P3M dan Kemitraan-Partnership, 2004), h.182 10 Ibn Taymiyyah, al-Siyasah al-Syar’iyyah, (Kairo : Maktabah Anshar al-Sunnah al-

Muhammadiyyah, 1961), h.112

Page 57: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

47

ditetapkan oleh syarak (hudud), terpenuhi. Misalnya pencurian, yaitu seperempat

dinar.

Berdasarkan ayat-ayat hukum di atas, tidak diragukan lagi bagi setiap rambu

yang terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah. Terlebih lagi, apabila disandarkan

kepada aspek keyakinan terhadap Islam, maka setiap orang yang tidak berpegang

kepada Al-Quran dan Sunnah, maka ia dianggap ingkar keislamannya. Artinya,

setiap orang yang melakukan korupsi akan dikenai sanksi hukum karena ia telah

keluar dari otoritas hukum sebagai muslim, yakni yang harus tunduk, taat dan patuh

kepada hukum-hukum agama yang dianutnya (Al-Quran Al-Karim).

Dalam Sunnah banyak dijelaskan norma-norma hukum pelanggaran korupsi

dalam hukum Islam :

1. Diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Malik al-Asyaja’i, dari Nabi SAW.,

bersabda:

أو في الدار فيقطع أحدما –ين في الرض تجدون الرجلين جار –أعظم الغلول عندهللا ذراع من الألرض

من حظ صاحبه ذراعا, فإذا قطعه طوقه من سبع أر ضين يوم القيا مة )رواه حمد(

Artinya : “Korupsi yang paling besar menurut pandangan Allah ialah sejengkal

tanah. Kamu melihat dua orang yang tanahnya atau rumahnya berbatasan.

Kemudian salah seorang dari keduanya mengambil sejengkal dari milik

saudaranya itu. Maka jika dia mengambilnya, akan dikalungkan kepadanya dari

tujuh lapis bumi pada hari kiamat.” (HR.Ahmad)

2. Imam Ahmad meriwayatkan dari al-mistaurid bin syadad, dia

mendengar Rasulullah SAW. Berbeda:

له من ولي لنا عمل وليس له منزل ج, أو ليس له خادم فليت فليتخد منزل, أو ليس خذ خادما, أو زوجة فليتزو

ذ دابة, ومن أصاب شيئا سوى ذالك فهو غال )رواه أحمد(ليس له دابة فليتخ

Page 58: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

48

Artinya : “Barang siapa yang diserahi suatu jabatan sedang dia tidak punya

rumah, maka berikan rumah untuknya; bila tidak punya istri, maka kawinkan dia;

bila tidak punya pembantu, maka berilah dia pembantu; dan bila tidak punya

kendaraan maka sediakan kendaraan untuknya. Barangsiapa yang mengambil

sesuatu selain itu maka dia koruptor.”11

Menurut kepada ketentuan hadits tentang ghulul di atas, tampak jelas bahwa

korupsi merupakan tindakan pidana yang bertentangan dengan hukum syarak.

3. Hadits dari Abi Hurayrah R.A. yang diriwayatkan oleh Turmudzi bahwa

Rasulullah SAW telah bersabda:

لم الراش والمرتشي في الحكم )رواه الترمذي(عن أبي ريرة قال : لعن رسول هللا صلى هللا عليه وس

Artinya : Dari Abu Hurayrah R.A berkata: “Rasulullah melaknat orang yang

menyuap dan yang menerima suap dalam hukum” (H.R. Turmudzi).

Risywah adalah sesuatu yang diberikan dalam rangka mewujudkan

kemaslahatan atau membenarkan yang batil/salah atau menyalahkan yang benar.12

Mengacu kepada hadits di atas, risywah atau suap memang tidak bisa terjadi dari

satu pihak. Ia selalu melibatkan kedua belah pihak, bahkan sangat boleh jadi bisa

tiga pihak. Yakni si penyuap (rasyi), yang disuap atau yang menerima suap

(murtasyi) dan yang menjadi perantara suap (raisy). Oleh sebab itu, risywah ini

memang merupakan kejahatan yang terorganisir. Sekaligus ia merupkan kejahatan

yang susah dibongkar, karena antara pelaku dan korban sama-sama terlibat. Beda

dengan kejahatan umumnya, pencurian, penipuan atau penganiayaan; pelaku dan

korban tidak mungkin bersekongkol.

11 Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid

1, (Jakarta : Gema Insani Press, 1999), h.609-610 12 M. Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam edisi kedua, (Jakarta : AMZAH,

2012), h.89

Page 59: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

49

4. Hadits dari Ubaqah bin Amir yang diriwayatkan oleh Abu Dawud

bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:

رسول هللا صل هللا عليه وسلم قال ل يدخل الجنة صاحب مكس سمععامر قال عن عقبة بن

Artinya : Dari Uqbah bin Amri, berkata, saya mendengar Rasulullah SAW.

Bersabda: “Orang yang melakukan pungutan liar tidak akan masuk surga.” (HR.

Abu Dawud).13

Al-maks itu berasal dari kata يمكس –مكس artinya memungut cukai.

Muhammad bin Salim bin Sa’id bin Babashil mendefinisikan al-maks adalah suatu

aturan yang ditentukan oleh penguasa-penguasa secara zalim, berkaitan dengan

harta-harta manusia, (aturan ini) diatur dengan undang-undang yang sengaja dibuat

atau diada-adakan.14 Maka dari hadits tersebut Nabi menyatakan bahwa pelaku

cukai ilegai atau pungutan liat tidak akan masuk surga.

Beberapa petikan di atas juga dapat menjadi dasar bagi pelarangan korupsi

dalam hukum Islam. Selebihnya praktik pelarangan korupsi dalam hukum Islam

hendaknya ditujukan sesuai dengan tujuan syariat (maqashid al-syari’ah).

Sedangkan untuk menjelaskan lebih rinci tentang bagaimana

mengimplementasikan pelarangan korupsi dalam hukum Islam tentu diperlukan

pengkajian lebih dalam melalui proses penetapan hukum (istinbath al-ahkam).

Tujuan utama penetapan dan penerapan sanksi pidana Islam kepada pelaku

korupsi sekarang ini sepertinya tidak mapan lagi, mengingat perbuatan korupsi

dilakukan tanpa rasa takut dan mengabaikan aturan-aturan yang ada. Untuk

13 M. Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam edisi kedua, (Jakarta : AMZAH,

2012), h.133 14 M. Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam edisi kedua, (Jakarta : AMZAH,

2012), h.127-129

Page 60: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

50

melakukan pencegahan dan perbaikan atau pendidikan bagi perbuatan korupsi

sebagai wujud untuk mengurangi kejahatan dan benar-benar akan mencapai

tujuannya, dalam khazanah pemikiran hukum pidana Islam, syarat pada jarimah itu

dikembangkan, yaitu:15 membuat pelaku menjadi jera; dapat menjadi pelajaran bagi

orang lain; seimbang dengan jarimah yang dilakukan; dan bersifat umum dan atau

berlaku terhadap semua orang. Meskipun demikan, persoalan yang patut

diperhatikan adalah tidak semua jarimah16atau kejahatan yang diancam pidana

sebagaimana ditentukan dalam Al-Quran dan Hadits Nabi SAW. Karena motivasi

kejahatan juga harus diperhatikan, termasuk kejahatan korupsi apabila

dikategorikan kepada jarimah takzir. Begitupun dengan ancaman pidana hudud,

jika dalam kejahatan korupsi apabila dikategorikan kepada jarimah takzir.

Begitupun denganm ancaman pidana hudud, jika dalam kejahatan korupsi itu

mengandung unsur syubhat (keraguan), maka sanksinya tidak diberlakukan, sesuai

prinsip:

إدرأوا الحدود بالشبهات.

Hindarilah hudud apabila terdapat keraguan.17

Selain itu, dalam pidana Islam mempertegas lagi bahwa suatu jarimah tidak

dapat diterapkan apabila nas yang menegskannya tidak ada. Sesuai dengan kadiah

hukum Islam, yaitu:

15 Ahmad Azhar Basyir, Ikhtisar Fikih Jinayat (Hukum Pidana Islam), (Yogyakarta : UII

Pres, 2001), h.66 16 Larangan-larangan Syar’a yang diancam Allah dengan hukuman had dan ta’zir. 17 Al-Suyuti, al-Asybah wa al-Nazhair fi al-Furu, Juz I, (Surabaya : Maktabah Dar Ihya al-

Kutub al-‘Arabiyyah), h.14

Page 61: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

51

ل جريمة ول عقوبة بل نص إل في حدود18

Tidak ada jarimah dan tidak pula ada sanksi tanpa ada nash kecuali dalam hudud.

Ketentuan di atas menunjukkan bahwa apabila hukuman hudud tidak dapat

diterapkan, maka ulama fiqih menetapkan hukuman yang akan dilaksanakan adalah

hukuman takzir, sesuai dengan kadar kemaslahatan yang dikehendaki. Sesuai

kaidah hukum yang berbunyi : takzir sangat tergantung kepada tuntutan

kemaslahatan ( مع المصلحةالتعزير يدور ). Dalam hal ini ukuran kemasalahatan sudah

sesuai denga persyarata kemasalahatan yang ada dalam ushul fiqh.19

Kalangan ulama fiqh tidak memberikan aturan yang tegas mengenai ada

tidaknya hak pemeritntah untuk memberikan grasi atau remisi kepada pelaku tindak

pidaa takzir, akan tetapi dalam konteks sekarang hak memberikan remisi oleh

pemerintah dirasa perlu oleh masyarakat dengan mempertimbangkan dan

diijtihadkan. Dalam konteks ini, saya sependapat dengan pendapat Juhaya S. Praja

bahwa untuk menjamin penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana

korupsi melalui teori takzir hendaknya mengacu kepada kaidah hukum yang

berbunyi: ada kemungkinan menerapakan sanksi pidana tanpa ada nash dalam

perkara ghulul untuk tujuan kemaslahatan ( في الغلول لمصلحةامكان العقوبة بل نص ).

Oleh karen itu, penguasa/pemerintah (wali al-amr) berkewenangan untuk

menentukan sanksi takzir. Pelaksanaanya tidaklah berpegang pada satu jenis

hukuman, karena ia terkait dengan unsur kemaslahatan yang harus diperhatikan.

18 ‘Abdul Qadir ‘Awdah, al-tasyri’ al-Jinai al-Islami Jilid ke-1, (Maktabah Dar al-Turast,

al-Qahirah,, 2005), h.105 19 Kemaslahatan yang dimaksudkan dalam ushul fiqh adalah mencakup kemaslahatan

umum dan kemaslahatan khusus. Wahbah al-Zuhayli, Ushul al-Fiqh al-Islami, Juz II, (Bayrut Dar

al-Fikr, 2004) , h.1056

Page 62: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

52

Namun dalam pelaksanaan sanksi, penguasa dapat menyerahkan kepada lembaga

peradilan (peran hakim) sebagai lembaga yang berkompeten untuk menjatuhkan

sanksi itu. Ia dapat menentukan suatu hukum yang menurut ijtihadnya yang dapat

memberikan pengaruh preventif, repretif, kuratif dan edukatif terhadap pelaku

jarimah dengan mempertimbangkan keadaan pelaku, jarimah, korban kejahatan,

waktu dan tempat kejadiannya.

Melihat peristiwa-peristiwa yang tak pernah berakhir, diiringi dengan

kemajuan pembangunan dan banyaknya kegiatan-kegiatan manusia membuat

banyak pula kejahatan, bahkan tidak pernah ada sebelumnya. Seandainya tidak ada

hukum seperti takzir terhadap kejahatan-kejahatan baru, atau setidaknya kalaupun

ada – hal itu berasal dari kreatifitas akal tanpa ada sandaran syarak, maka hal itu

adalah sesat dan fasid.20

Dengan disyari’atkannya hukuman takzir, maka akan terwujud keadilan dan

membasmi kejahatan yang tidak ada nash, dan ini berpengaruh sangat besar dalam

memerangi kejahatan, memelihara masyarakat Islami dari gejala-gejala sosial yang

rusak. Apabila dibiarkan maka akan menjadi bagian dari kehancuran atau

kerusakan. Untuk itu takzir adalah upaya untuk mencegah terjadinya suatu

perbuatan yang tidak pantas dimaafkan atau untuk menangani hal-hal yang

bertentangan engan keamanan dari stabilitas masyarakat.

Sebagaimana halnya memvonis kejahatan lainnya dan menentukan

hukuman kepadanya, seperti pemalsuan, perjudian, meninggalkan shalat, homo

20 Muhammad Abu Zahrah, Falsafah al-‘Uqubah fi al-Fiqh al-Islami, (Ma’had al-Dirasah

al-‘Arabiyyah al-‘Alamiyyah), h.68-69

Page 63: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

53

seksual, lesbian, khalwat, penyogokan, korupsi dan kejahatan-kejahatan yang

serupa dengannya merupakan termasuk dalam kategori hukuman takzir. Prinsip-

prinsip dasar hukum di dalam nash21ditujukan untuk mengabdi kepada tujuan

kemanusiaan yang mulia dan merealisasikan apa yang diperintahkan oleh Tuhan,

yaitu bersikap adil di antara seluruh manusia dan memberikan keamanan kepada

mereka.

Selain itu, hikmah diterapkannya hukuman takzir dalam penegakan hukum

Islam lebih banyak didasarkan kepada ‘illat hukum yang sesuai dengan tuntutan

dan kepentingan-kepentingan sosial adalah satu-satunya alasan untuk

menetapkannya, sehingga pemeliharaan hukum dan kemaslahatan umum

dibutuhkan secara fleksibel dan sesuai satiap zaman dan waktu. Dengan demikian

tidak ada alasan untuk menolak elastisitas hukum Islam baik dari segi teorinya

maupun praktiknya.

Ketentuan-ketentuan hukum syariat yang sangat fleksibel menunjukkan

bahwa Islam telah memberikan hak dan wewenang sepenuhny kepada wali amri

untuk menggolongkan suatu perilaku atau tindakan sebagai kriminal yang tidak

dapat dalam nash, memberikan hak untuk mengharamkan perbuatan yang

bertentangan (maksiat dan dicela oleh agama) dan menentukan hukuman yang

pantas. Islam tidak memberikan kebebasan penuh dalam menghalalkan semua jenis

21 Selain nash al-Quran sebagai landasan umum – Hadits merupakan pegangan kedua dalam

penetapan ta’zir, sebab Rasulullah sudah pernah menjalankan ketentuan ini sesuai zaman dan waktu

pada saat itu. Di samping itu, landasan ijma’ adalah efektivitas dan flesibilitas terhadap

pemberlakuan ketentuan ta’zir pada zaman dan waktu yang berbeda (sekarang ini). Mengapa tidak,

Rasulullah SAW, Abu Bakar al-Shidiq dan Umar bin al-Khaththab telah meletakan sendi-sendi

hukum dalam kategori ta’zir terhadap tatanan kehidupan bermasyarakat, apalagi landasan logika

yang sangat memungkinkan untuk itu.

Page 64: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

54

penggolongan tersebut, ia harus sejalan dengan nash-nash, kaidah-kaidah

umumnya serta ruh syariat sebagaimana diwajibkan atas mereka penggolongan

tersebut dan harus sesuai dengan tuntutan masyarakat dan sistem dalam rangka

memperjuangkan kemasalahatan umum.

C. Pengertian Remisi

Dalam istilah Arab memang tidak dijumpai pengertian yang pasti mengenai

kata remisi, tetapi ada beberapa istilah yang hampir sepadan dengan makna remisi

itu sendiri, yaitu al-Afu’ (maaf, ampunan), ghafar (ampunan), rukhsah

(keringanan), syafa’at (pertolongan), tahfif (pengurangan). Selain itu menurut

Sayid Sabiq memaafkan disebut juga dengan Al-Qawdu’ “menggiring” atau

memaafkan yang ada halnya dengan diyat atau rekonsiliasi tanpa diyat walau

melebihinya.22 Dalam hukum pidana Islam istilah yang sering digunakan dan

memiliki makna hampir menyerupai istilah remisi adalah tahfiful uqubah

(peringanan hukuman). Dalam Ensiklopedi Hukum Pidana Islam peringanan atau

pengampunan hukuman merupakan salah satu sebab pengurungan (pembatalan)

hukuman, baik diberikan oleh korban, walinya, maupun penguasa.23

D. Dasar Hukum Remisi

Dasar pengampunan hukuman yang menjadi hak korban/walinya terdapat

dalam Al-Qur’an dan Hadist. Dasar dari Al-Qur’an adalah dirman Allah SWT

dalam surat Al-Baqarah Ayat 178:

22 Sayyid Sabiq, fiqh Sunnah, (Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2006), h.419 23 Abdul Qadir Audah, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, (Jakarta : PT Kharisma Ilmu,

2008), h.168

Page 65: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

55

أيها ٱلذين ءامنوا كتب عليكم ٱلقصاص في ٱلقتلى ٱلحر بٱلحر وٱلعبد بٱلعبد و عفي لهۥ من ٱلنثى بٱلنثى فمن ي

ل ذ ن لك فلهۥ عذاب أخيه شيء فٱت باع بٱلمعروف وأداء إليه بإحس فمن ٱعتدى بعد ذب كم ورحمة ن ر ك تخفيف م

١٧٨أليم

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash

berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang

merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa

yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)

mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar

(diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu

adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang

melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.” (QS. al-

Baqarah/2: 178)

Adapun sebab diturunkannya ayat ini adalah riwayat yang berasal dari

Qatadah yang menceritakan bahwa penduduk jahiliyah suka melakukan

penganiayaan dan tundak kepada setan. Jika terjadi permusuhan di antara mereka

maka budak mereka akan membunuh budak orang yang dimusuhinya. Mereka juga

sering mengatakan “kami hanya akan membunuh orang merdeka sebagai ganti dari

budak itu.” Sebagai ungkapan bahwa mereka lebih mulia dari suku lain. Seandainya

seorang wanita dari mereka membunuh wanita lainnya, merekapun berkata “kami

hanya akan membunuh seorang lelaki sebagai ganti wanita tersebut.” Maka Allah

menurunkan firman-Nya yang berbunyi “Orang merdeka dengan orang merdeka,

hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.”24

Diriwayatkan juga dari Said bin Jubair rahimahullah bahwa sesaat sebelum

Islam datang, bangsa Arab Jahiliyah terbiasa membunuh. Terjadi pembunuhan dan

saling melukai diantara mereka hingga merekapun membunuh budak dan kaum

24 Abdurrahman Kasdi Dan Umma Farida, Tafsir Ayat-Ayat Yaa Ayyuhal-Ladziina

Aamanuu I, (Jakarta : Pustaka AL Kautsar, 2005), h.63

Page 66: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

56

wanita. Mereka tidak menerapkan qishas dalam pembunuhan tersebut hingga

mereka masuk Islam, bahkan salah seorang dari mereka melampaui batas dengan

melakukan permusuhan dan mengambil harta orang lain. Mereka juga bersumpah

untuk tidak merelakan sampai dapat membunuh orang yang merdeka sebagai ganti

budak yang terbunuh, dan membunuh seorang laki-laki sebagai ganti dari wanita

yang terbunuh, maka Allah menurunkan firman-Nya “Hai orang-orang yang

beriman, diwajibkan atas kamu Qishas berkenaan dengan orang-orang yang

dibunuh.”25

Selain wajib Qishash, Islam juga lebih menganjurkan pemberian maaf, dan

mengatur tata cara (hududnya), sehingga sikap pemberian maaf ini terasa sangat

adil dan muncul setelah penetapan Qishash. Anjuran pemberian maaf ini bertujuan

untuk mencapai kemuliaan, bukan suatu keharusan, sehingga bertentangan dengan

naluri manusia dan membebani manusia dengan hal-hal di luar kemampuan mereka.

Allah SWT berfirman, “ Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari

saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan

hendakalah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf

dengan cara yang baik (pula)”.

Selain itu terdapat juga dalam surat Al-Maidah ayat 45:

ن وٱلج وكتبنا عليهم فيها أن ٱلنفس بٱلنفس وٱلعين بٱلعين وٱلنف بٱلنف وٱلذن بٱلذ ن بٱلس قصاص ن وٱلس رو

لمون فمن تصدق بهۦ فهو كفارة لهۥ ومن لم يحكم بما أنزل م ٱلظ ئك

فأول ٤٥ٱل

Artinya : “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat)

bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung,

25 Abdurrahman Kasdi Dan Umma Farida, Tafsir Ayat-Ayat Yaa Ayyuhal-Ladziina

Aamanuu I, (Jakarta : Pustaka AL Kautsar, 2005), h.64

Page 67: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

57

telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya.

Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu

(menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut

apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”

(QS. al-Maidah/5: 45)

Ayat ini menerangkan bahwa ketetapan hukum diyat tersebut ditetapkan

kepada mereka Bani Isra’il di dalam kitab Taurat. Penekanan ini disamping

bertujuan membuktikan betapa mereka melanggar ketentuan-ketentuan hukum

yang ada dalam kitab suci mereka, juga untuk menekankan bahwa prinsip-prinsip

yang ditetapkan oleh Al-Qur’an ini pada hakekatnya serupa dengan prinsip-prinsip

yang ditetapkan Allah terhadap umat-umat yang lalu. Dengan demikian diharapkan

ketentuan hukum tersebut dapat diterima dan dilaksanakan oleh semua umat

termasuk umat Islam.26

Penafsiran dalam penutupan ayat ini, “Barangsiapa tidak memutuskan

perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang

yang zalim” mengesankan bahwa anjuran memberi maaf bukan berarti melecehkan

hukum Qishas karena hukum ini mengandung tujuan yang sangat agung, antara lain

menghalangi siapapun melakukan penganiayaan, mengobati hati yang teraniaya

atau keluarganya, menghalangi adanya balas dendam dan lain-lain. Sehingga jika

hukum ini dilecehkan maka kemaslahatan itu tidak akan tercapai dan ketika itu

dapat terjadi kedzaliman. Oleh karena itu, putuskanlah perkara sesuai dengan yang

diperintahkan oleh Allah, memberi maaf atau melaksanakan qishash. Karena

barang siapa yang tidak melaksanakan hal tersebut yakni tidak memberi maaf atau

26 M. Quraishi Shihab, Tafsir Al Misbah, Pesan, Kesan Dan Keserasian Al Quran, (Jakarta

: Lentera Hati, 2002), h.107

Page 68: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

58

tidak menegakkan pembalasan yang seimbang, maka dia termasuk orang yang

zalim.

Disamping dasar pengampunan dari Al Qur’an selain itu terdapat pula hadist

yang diriwayatkan dari Anas bin Malik RA dan HR Ahmad, Abu Daud, An Nasa-

Ydan Ibnu Majah; Al Muntaqa yaitu:

النبي صلى هللا عليه و سلم ر ف ع إ ل ي ه ش ي ء ف ي ه ق ص اص إ ل أ مر ف ي ه ع ن أ نس ب ن م ال ك قال م ار أ ي

ب ال عفو27

Artinya : Dari Anas bin Malik ia berkata, “aku tidak pernah melihat Nabi SAW

mendapat pengaduan yang padanya ada Qishas, kecuali memerintahkan untuk

memaafkan” (HR. Ahmad Abu Daud)

E. Tujuan Pemberian Remisi

Berkaitan dengan remisi, Islam pun mengenal dengan pengampunan atau

pengurangan masa hukuman remisi dalam hukum pidana Islam menyebutkan

Syafa’at. Maksud dan tujuan pemberian Syafa’at salah satunya adalah untuk

menghindari kemudharatan, menjaga kemaslahatan serta untuk menghormati hak

asasi atas penyesalan pelaku tindak pidana. Pengampunan juga bertujuan untuk

menghargai pihak korban yang telah memberikan Syafa’at dengan jalan damai

sesuai dengan ajuran Rasulullah SAW.

ى ل ع ل ب ق أ ة اج ح ب ال ط م ل س و ه ي ل ع ى هللا ل ص ي ب الن ان : ك ال ق ه ن ع هللا ي ض ي ر ر ع ش ى ال س و م ي ب أ ن ع و ج ل س اأ ه فقال : إ ش ف ع و ا تؤ ج ر و او ي ق ض هللا ع ل ى ل س ان نب ي ه م ا أ ح ب ش اء 28

Artinya : Dari Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahu Anhu berkata, “Nabi Shallallhu

Alaihi wa Sallam jika didatangkan oleh orang yang meminta hajat, beliau

menghadap keoada orang-orang yang duduk, dihadapannya, “Berilah syafa’at,

27 Abu Daud Sulaiman, Sunan Abi Daud, (Beirut-Lebanon : Dar Al-Kotob Al Ilmiyah)

h.173s 28 Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Riadhus Shalihin Min Kalaami

Syaidil Mursalyin, (Damaskus : Darul Khair, 1420 H), h.82

Page 69: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

59

maka kalian akan diberi pahala, dan Allah akan memenuhi atas lisan nabinya apa

yang ia sukai”.

Tujuan hukum pidana Islam itu sendiri untuk mendidik dan memberikan

pemahaman tentang hukum Islam. Agar mencapai kehidupan yang bahagia maka

kita harus mengambil yang bermanfaat menolak yang tidak berguna bagi

kehidupan. Semata-mata untuk mencapai keridhaan Allah dalam kehidupan

manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Apabila dilihat maksud dan tujuan pokok pemberian remisi di Indonesia

pada dasarnya tidak terlepas dari prinsip-prinsip pokok hukum pidana Islam. Dalam

hal ini kita dapat cermati bahwa tujuan pemberian remisi itu sendiri dalam hukum

pidana Indonesia yang berpangkal kemaslahatan, selain sebagai motivator atau

stimulasi serta apresiasi dari taubat serta menghargai hak-hak Narapidana, maka

disinilah tujuan syari’at Islam yang paling utama yakni kemaslahatan. Sehingga

prinsip kemaslahatan ini yang menjadi tujuan utama dari adanya remisi di

Indoensia. Hal ini sejalan dengan konsep pokok hukum pidana Islam.

Page 70: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

60

BAB IV

ANALISIS KOMPARATIF TERHADAP PEMBERIAN REMISI

BAGI NARAPIDANA KORUPTOR

A. Remisi Bagi Narapidana Koruptor dalam Hukum Pidana Indonesia

Pada dasarnya penjatuhan pidana (hukuman) bukan semata-mata

memberikan efek jera tetapi juga sebagai bimbingan dan pembinaan. Hukuman

terhadap pelanggar hukum dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan (Lapas), yang

dikenal sebagai pembinaan dalam lembaga, dengan tujuan agar pelanggar hukum

dapat menyadari kesalahannya dan tidak mengulangi perbuatannya kembali, serta

dapat kembali ke masyarakat dan menjalani fungsisosialnya dengan baik. Dalam

hal ini pidana penjara seseorang ditempatkan di lembaga pemasyarakatan guna

mendapatkan pembinaan.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia adalah

Kementerian Pemerintah yang mengurusi pelayanan publik kepada masyarakat.

Dimana Kementerian Hukum dan HAM membawahi Direktorat Jendral

Pemasyarakatan yang membawahi lapas. Lapas merupakan bagian pemerintah yang

menjalankan pelayanan publik. Sejarah kepenjaraan yang berkembang dari zaman

penjara sampai pada sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan merupakan

bentuk penegakan hak asasi manusia yang mengutamakan pelayanan hukum dan

pembinaan narapidana. Pelayanan hukum dan pembinaan narapidana merupakan

suatu pelayanan publik Pemerintah yang diberikan kepada masyarakat.

Page 71: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

61

Adapun hak-hak yang dimiliki oleh Warga Binaan Pemasyarakatan yang

diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No.12 tahun 1995 yaitu:

1. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya.

2. Mendapatkan perwatan baik perwatan jasmani maupun perwatan rohani.

3. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.

4. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.

5. Menyampaikan keluhan.

6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media masa lainnya

yang tidak terlarang.

7. Mendapatkan upah dan premi atas pekerjaan yang dilakukan.

8. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu

yang lainnya.

9. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)

10. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi

keluarga.

11. Mendapatkan pembebasan bersyarat.

12. Mendapatkan cuti menjelang bebas dan;

13. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Bagi narapidana yang berkelakuan baik berhak mendapatkan pengurangan

masa pidana (remisi) seperti terdapat dalam ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf I

Undang-Unndang Nomor 12 Tahun 1995 tersebut. Hukuman yang dimaksud di sini

yaitu hukuman penjara menurut PAF Lamintang pidana penjara adalah suatu pidana

berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana yang dilakukan

dengan menutup orang tersebut dalam suatu lembaga pemasyarakatan.1 Setiap

narapidana dan anak pidana yang menjalani pidana penjara sementara dan pidana

kurungan dapat diberi remisi apabila yang bersangkutan berkelakuan baik selama

menjalani pidana, inilah setidaknya yang tercantum dalam Pasal 1 Ayat (1) Keppres

RI. No 174 Tahun 1999. Yang berbunyi “Setiap narapidana dan anak pidana yang

1 Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, h.71

Page 72: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

62

menjalani pidana penjara sementara dan pidana kurungan dapat diberikan remisi

apabila yang bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani pidana”. Sehingga

jika ditafsirkan maka jika narapidana atau anak pidana yang berkelakuan baik dan

telah memenuhi syarat sebagaimana yang telah diatur oleh undang-undang yang

berlaku maka dapat menerima remisi tanpa harus dia meminta.

Remisi diberikan karena merupakan salah satu sarana hukum yang penting

dalam rangka mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan, selain itu remisi

diberikan karena negara Indonesia menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk

untuk memeluk agamanya masing-masing, termasuk setiap narapidana, sehingga

tidak terjadi diskriminasi dalam hal hak asasi manusia. Dalam rangka pelaksanaan

hak-hak narapidana, Pemerintah memberikan kesempatan kepada narapidana untuk

memperbaiki diri selama menjalanai hukumannya sehingga diharapkan dapat

menyesali dan ketika keluar dari penjara dapat diterima kembali ke tengah-tengah

kehidupan masyarakat.

Pemberian remisi secara umum pada dasarnya mengacu kepada Peraturan

Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksaan Hak

Warga binaan Pemasyarakatan dan Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999

tentang Remisi. Namun setelah itu, ada beberapa ketentaun pasal yang dirubah

sehingga pada perkembangannya, remisi bagi narapidana koruptor didasarkan pada

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2006 tentang Perubahan

Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara

Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Perubahan tersebut dibuat guna

menyesuaikan dengan perkembangan hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat

Page 73: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

63

terutama terkait dengan narapidana yang telah melakukan tindak pidana yang

mengakibatkan kerugian yang besar bagi negara atau masyarakat atau

menimbulkan korban yang banyak atau menimbulkan kepanikan, kecemasan atau

ketakutan yang luar biasa kepada masyarakat.

Peraturan Remisi dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

28 tahun 2006 dalam Pasal 34 yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

Pasal 34

(1) Setiap Narapidana dan Anak Pidana berhak mendapatkan Remisi.

(2) Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada

Narapidana dan Anak Pidana apabila memenuhi persyaratan sebagai

berikut:

a. Berkelakuan baik; dan

b. Telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan.

(3) Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana

terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap

keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat dan

kejahatan transnasional terorganisasi lainnya diberikan Remisi apabila

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Berkelakuan baik; dan

b. Telah menjalani 1/3 (satu pertiga) masa pidana.

Page 74: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

64

(4) Remisi sebagimana dimaksud pada Ayat (1) diberikan kepada

Narapidana dan Anak Pidana apabila memenuhi persyaratan melakukan

perbuatan yang membantu kegiatan Lembaga Pemasyarakatan.

Pasal 34 A

(1) Remisi bagi Narapidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3)

diberikan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Direktur

Jendral Pemasyarakatan.

(2) Pemberian Remisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Ayat (1)

diterapkan dengan Keputusan Menteri.

Pada penjelasan umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28

tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999

Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan

disebutkan pembatasan tersebut dilakukan khusus terhadap palaku tindak pidana:

1. Untuk tindak pidana narkotika dan psikotropika, ketentuan Peraturan

Pemerintah ini hanya berlaku bagi produsen dan bandar.

2. Untuk tindak pidana korupsi, ketentuan Peraturan Pemerintah ini hanya

berlaku bagi tindak pidana korupsi yang memenuhi kriteria sebagai

berikut;

3. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara dan orang lain

yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh

aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;

4. Mendapatkan perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau

Page 75: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

65

5. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000 (satu

milyar rupiah)

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2006

tidak terdapat penejelasan lebih lanjut Pasal demi Pasal. Hingga saat ini, terhadap

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2006 tentang Perubahan

Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara

Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan hingga saat ini belum mempunyai

aturan pelaksanaan berupa Peraturan Presiden sebagaimana Peraturan Pemerintah

Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan

Pemasyarakatan dengan Keputusan Presiden Nomor 174 tahun 1999 tentang

Remisi sebagai aturan pelaksananya.2 Padahal secara jelas Pasal 35 Peraturan

Pemerintah Nomor 28 tahun 2006 ini menyebutkan : “Ketentuan mengenai Remisi

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden”

Pada Pasal 34A Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 yang

menyebutkan bahwa “Remisi bagi Narapidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal

34 Ayat (3) diberikan oleh Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Direktur

Jendral Pemasyarakatan”. Karena tidak terdapat penjelasan lebih lanjut yang

menjadi parameter pertimbangan Direktur Jendral Pemasyarakatan sehingga

Menteri dapat memberikan remisi bagi seorang narapidana atas Peraturan

Pemerintah Nomor 28 tahun 2006, dan pengaturan lebih lanjut tentang remisi ini

2 Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara

Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, LN Tahun 1999 Nomor 69, TLN Nomor 3846

dan berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan disebutkan “Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang

diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah”

Page 76: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

66

dalam Peraturan Presiden sebagai aturan pelaksanaan belum ada. Maka bila melihat

kembali pada ketentuan Pasal 34A Ayat (3) narapidana tersebut diberikan Remisi

apabila “memenuhi persyaratan yaitu berkelakuan baik dan telah menjalani 1/3

(satu per tiga) masa pidana”. Sehingga berdasarkan aturan tersebut, syarat yang

diperlukan bagi narapidana untuk mendapatkan remisi adalah bekelakuan baik dan

telah menjalani 1/3 (satu pertiga) masa pidana.

Penjelasan tentang “berkelakuan baik” dalam penjelasan Pasal demi Pasal

Penjelasan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan

Tata Cara Pelaksnaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yaitu pada Pasal 34 yang

menyebutkan: “yang dimaksud dengan berkelakuan baik adalah mentaati peraturan

yang berlaku dan tidak dikenakan tindakan disiplin yang dicatat dalam buku

Register F selama kurun waktu yang diperhitungkan untuk pemberian remisi”.

Sehingga dari adanya penjelasan tersebut dapat disimpulkan untuk dapat

memperoleh remisi, seorang narapidana korupsi harus memenuhi persyaratan :

1. Mentaati peraturan yang berlaku dan tidak dikenakan tindakan disiplin

yang dicatat dalam buku Register F selama kurun waktu yang

diperhitungkan untuk pemberian remisi

2. Telah menjalani 1/3 (satu per tiga) masa pidana.

Dengan melihat kriteria yang harus dipenuhi oleh setiap narapidana ataupun

anak pidana maka kriteria yang paling jelas yaitu narapidana ataupun anak pidana

tersebut telah menjalani hukuman minimal enam bulan. Dengan demikian bagi

narapidana yang dijatuhi hukuman dibawah enam bulan tentu tidaklah pernah

Page 77: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

67

mendapatkan remisi. Tentu jika dilihat dari segi keadilan dirasakan kurang karena

sama-sama menjalani hukuman tetapi tidak mendapat remisi.

Jelas bahwa yang perlu dicermati dari pemaparan di atas adalah adanya

batas minimum hukuman bagi narapidana atau anak pidana untuk mendapatkan

remisi yaitu sudah menjalani minimal 6 bulan penjara. Jadi bagi narapidana dan

anak pidana yang mendapat hukuman dibawah 6 bulan tidak akan mendapatkan

remisi. Didalam Keppres RI No. 174 Tahun 1999 tidak mengkhususkan pemberian

remisi kepada tindak pidana korupsi semata, tetapi pasal-pasal yang terkandung

dalam keppres ini menjelaskan remisi untuk semua tindak pidana umum termasuk

di dalamnya adalah tindak pidana korupsi.

Jika dilihat dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sanksi yang diancamkan dengan

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun

dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. Sehingga dengan demikian sudah jelas

bahwa setiap narapidana yang melakukan tindak pidana korupsi pasti mendapat

remisi jika dilihat dari lamanya hukuman yang dijalani yakni dari 6 bulan penjara

asalkan ia berkelakuan baik selama menjalani hukumannya.

Jika dilihat juga dari tujuan pemidanaan pada bab sebelumnya, bahwa tujuan

pemidanaan yang mempunyai tujuan untuk sebuah proses pendidikan untuk

menjadikan narapidana lebih baik lagi sehingga dapat diterima kembali dalam

masyarakat. Ini menjelaskan bahwa setiap narapidana, tidak memandang tindak

pidana apa yang dilakukannya termasuk dalam hal ini pelaku tindak pidana korupsi

Page 78: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

68

mempunyai hak untuk menjadi lebih baik lagi sehingga dapat diterima kembali di

masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Dari pemaparan diatas, penulis berpendapat bahwasanya remisi merupakan

hak bagi narapidana tanpa melihat jenis tindak pidana yang dilakukan. Terlepas dari

kejahatan apa yang dilakukannya, narapidana korupsi tetap harus dilindungi hak-

haknya termasuk untuk mendapatkan remisi, terlebih apabila narapidana tersebut

telah melakukan kewajibannya sebagai narapidana sebagaimana yang telah

diamanatkan oleh Undang-Undang Pemasyarakatan. Karena hal ini juga sejalan

dengan prinsip pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan asas pengayoman serta

asas persamaan perlakuan dan pelayanan yang mana tidak ada perbedaan perlakuan

terhadap narapidana manapun. Sehingga seharusnya tidak terjadi diskriminasi

terhadap narapidana tindak pidana korupsi.

B. Remisi Bagi Narapidana Koruptor dalam Hukum Pidana Islam

Jika dilihat di dalam hukum pidana Islam tidak dijumpai pengertian remisi

yang sesuai dengan pengertian yang ada di dalam hukum positif. Karena remisi ini

diambil dari serapan bahasa asing yang kemudian digunakan dalam istilah hukum

di Indonesia. Selain itu sistem atau kitab hukum pidana Indonesia masih

mengadopsi dari warisan Belanda, di hukum positif Indonesia sendiri pengertian

remisi diantara kalangan ahli hukum pun berbeda-beda namun pada dasarnya

mempunyai arti yang sama. Tetapi dari beberapa pengertian yang diberikan di

dalam bab sebelumnya itu dapat ditarik kesimpulan sebagai

keringanan/pengurangan/pengampunan hukuman.

Page 79: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

69

Di dalam Islam dikenal dengan adanya syafa’at. Salah satunya adalah yang

dikemukakan oleh Murtdha Muthahari dalam buku karangannya yang berjudul

Keadilan Illahi : Asas Pandangan Dunia Islam, menjelaskan bahwa syafaat dibagi

menjadi dua yaitu syafaat qiyadah (kepemimpinan) dan syafaat maghfirah

(ampunan). Menurutnya Rasulullah SAW menjadi syafi’ (perantara syafaat) bagi

amir al-mu’minin dan fatimah al-zahra dan keduanya menjadi syafi’ bagi Hasan

dan Husain. Hirarki ini tetap terjaga sehingga semua yang dimiliki oleh para imam

ma’shum mereka peroleh melalui perantara Rasulullah yang mulia.3 Secara garis

besar syafa’at yang datang dari rahmat Allah, sumber kebaikan dan rahmat disebut

sebagai ampunan (maghfiroh) dan yang datang melalui perantara-perantara rahmat

disebut dengan Syafaat.4 Melihat penjelasan yang dijelaskan di atas penulis

sependapat dengan pendapat Murtadha Muthahari, sehingga penulis memasukan

remisi dalam Islam termasuk juga syafaat.

Berangkat dari pengertian mashlahah mursalah yaitu sesuatu yang

dipandang baik oleh akal, sejalan dengan tujuan syara’ dalam menetapkan hukuman

namun tidak ada petunjuj syara’ yang memperhitungkannya dan tidak ada pula

petunjuk syara’yang menolaknya. Seperti yang dikemukakan oleh Abd Al-Wahbah

Al-khallaf yang menyatakan bahwa mashahah mursalah adalah mashlahat yang

tidak ada dalil syara’ yang datang untuk mengakuinya atau menolaknya.5 Dengan

alasan inilah penulis mengkategorikan remisi ini ke dalam Mashlahah mursalah

3 Murtadha Muthahari, Keadilan Ilahi ; Asas Pandangan Dunia Islam, (Bandung : PT

Mizan Pustaka, 2009), h.254 4 Murtadha Muthahari, Keadilan Ilahi ; Asas Pandangan Dunia Islam, (Bandung : PT

Mizan Pustaka, 2009), h.262 5 Amir Syarifudin, Ushul Fiqh Jilid 2, (Jakarta : Kencana, 2009), h.356

Page 80: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

70

dengan beberapa alasan yaitu hukum remisi tidak tersebut secara jelas dan Al-

Qur’an karena remisi ini bersifat keringanan hukuman seperti halnya seseorang

yang melakukan pembunuhan maka dalam hukum pidana Islam ada keringanan

baginya setelah dia mendapatkan pemaafan ataupun pengampunan dari pihak wali

korban, adapun dalil atau nash Al-Qur’an yang mendukung adalah Surah Al-

Baqarah ayat 178 yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya.

Remisi diberikan karena narapidana dinilai berbuat baik dan menyesali

perbuatannya, ini juga sejalan dengan tujuan syara’ yaitu menghindarkan umat

manusia dari kerusakan dan keburukan karena selama menjalankan hukuman di

lembaga pemasyarakatan narapidana diberi bimbingan maupun pelatihan dan lain-

lain dengan maksud agar ia tidak mengulangi dan juga mau menyesali perbuatannya

yang telah dilakukan sebelumnya sehingga muncul rasa bertaubat, ini juga

menandakan adanya perlindungan jiwa sebagai salah satu tujuan penetapan hukum

yakni memelihara agama, jiwa, akal keturunan dan harta.

Berkaitan dengan remisi, hukum pidana Islam memandang penjelasan

berupa takzir, yang mana lebih menitik beratkan kepada konsep kemaslahatan, dan

remisi itu sendiri harus melalui pertimbangan-pertimbangan kemaslahatan untuk

menghormati hak-hak kemanusiaan. Sesuai dengan qaidah Fiqhiyah:

التعزير يدور مع المصلحة

“Takzir itu sangat tergantung kepada tuntutan kemaslahatan”

Pengampunan dalam penerapan hukum pidana Islam terkait dengan tindaak

pidana yang diancam hukuman takzir, maka hakim atau penguasa yang diberi

Page 81: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

71

wewenang yang luas dalam memberikan pengampunan kepada pelaku tindak

pidana, apabila pengampunan tersebut membawa kemaslahatan dan ketentraman

bagi hidup masyarakat. Karena kemaslahatan itulah yang menjadi unsur utama

dalam Syari’at Islam

Selain itu penulis juga belum menemukan hukum syara’ yang menolak

tentang penerapan remisi ini. Perlu dicermati mengenai subjek pemberi ampunan

(grasi) yaitu presiden, dan terpidana harus mengajukan sendiri, lain halnya dengan

remisi yang mana merupakan pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan

kepada Narapidana dan Anak Pidana yang memenuhi syrat-syarat yang ditentukan

dalam peraturan perundang-undangan dengan pengawasan Kalapas dan dengan

persetujuan Menteri hukum dan HAM. Dengan kata lain remisi ini diberikan karena

terpidana dinilai telah melakukan perbuatan yang baik selama menjalani

hukumannya dan menyesali perbuatan yang dilakukannya.

Selain itu demi mengimplementasikan bahwa pelaku benar-benar menyesali

maka Allah SWT menyuruh untuk bertobat bagi orang-orang yang telah melakukan

kedzaliman, artinya orang-orang yang melakukan perbuatan yang dilarang oleh

syariat agama, karena Allah SWT mau memberikan ampunan kepada orang-orang

yang benar-benar menyadari dan menyesali atas apa yang mereka perbuat. Hal ini

sesuai firman Allah SWT dalam surah Al-Furqan : 70

سي ل ٱل ئك يبد لحا فأول حيما إل من تاب وءامن وعمل عمل ص غفورا ر وكان ٱل ٧٠اتهم حسن

Artinya : “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal

saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah

Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqan/25: 70)

Selain itu juga terdapat dalam ayat selanjutnya, surah Al-Furqan ayat : 71

Page 82: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

72

مت لحا فإنهۥ يتوب إلى ٱل ٧١ابا ومن تاب وعمل ص

Artinya : “Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka

sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.”

(QS. Al-Furqan/25: 71)

Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Al-Ghazali, bahwa orang yang

bertaubat dikatakan sempurna apabila ia tidak hanya menyesali perbuatannya saja,

tetapi ia harus mengikuti dan mengganti perbuatan tersebut dengan perbuatan baik.6

Kriteria syarat tersebut di atas secara umum sejalan dan erat hubungannya dengan

salah satu prinsip hukuman dalam hukum pidana Islam, dimana hukuman adalah

sebagai upaya pencegahan, media mendidik dan pengajaran, upaya menimbulkan

efek jera. Terlebih pengurangan hukuman (remisi) tersebut dilaksanakan secara

bertahap dan bertingkat oleh Lembaga Pemasyarakatan, hal ini untuk mengetahui

sejauh mana narapidana tersebut terbukti menunjukkan kesungguhan bertaubat.

Pendapat lain dari Ibn Abidin dalam kitabnya Hasyiyah ibn Abidin, yang

mengatakan seseorang dianggap bertaubat menurut para ulama bila ia

memperhatikan tanda-tanda perbaikan prilakunya, karena taubat dalam hati itu

tidak dapat diamati. Sebagaimana telah dinukil oleh Djazuli.7 Pemaafan ataupun

pengampunan dalam Islam khususnya dalam tindak pidana korupsi merupakan

salah satu faktor pengurangan hukuman.

Maksud dan tujuan pokok dari pemberian remisi terhadap koruptor di

Indonesia pada dasarnya tidak terlepas dari pinsip-prinsip pokok hukum Islam.

Dalam hal ini kita dapat cermati bahwa maksud dan tujuan pemberian remisi itu

6 Al-Ghazali, Taubat, Sabar dan Syukur, alih bahasa Nur Hikmah dan RHA Suminta

(Jakarta : Tinta Mas, 1983), h.22 7 Djazuli, Fiqh Jinayah; Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, (Jakarta : Raja

Grafindo Persada, 1997), h.204

Page 83: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

73

sendiri dalam hukum pidana Indonesia yang bertujuan untuk kemaslahatan yaitu

untuk mengurangi dampak negatif selain sebagai motivator atau stimulasi apresiasi

dari taubat serta menghargai hak-hak Narapidana, maka disinilah tujuan syari’at

Islam yang paling utama yakni kemasahatan. Sehingga prinsip kemaslahatan ini

yang menjadi tujuan utama dari adanya remisi di Indonesia. Hal inilah merupakan

konsep pokok hukum pidana Islam.

Tindak pidana korupsi merupakan sebuah jarimah, sebab korupsi tidak

termasuk kedalam wilayah jarimah hudud tidak pula masuk dalam cakupan jarimah

qishash. Kedua macam jarimah ini secara jelas telah disebutkan dalam Al-Qur’an

maupun Hadits, bahkan jenis dan jumlah sanksinya juga telah dijelaskan oleh

sumber utama ajaran agama Islam tersebut. Akan berbeda jika tindak pidana

korupsi yang memang tidak secara tegas dinyatakan dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Hal ini bisa terjadi karena praktik-praktik korupsi, atau beberapa kejahatan yang

mirip dengan korupsi belum banyak terjadi pada zaman Rasulullah SAW masih

hidup. Kalaupun pada saat itu pernah terjadi beberapa kasus penggelapan harta

milik Negara maka bisa ditangani dan diselesaikan oleh beliau sehingga tidak

sampai dikriminalisasikan.

Tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini masuk dalam kategori jarimah

takzir. Tindak pidana korupsi tidak bisa dianalogikan dengan jarimah sariqah atau

tindak pidana pencurian dan jarimah hirabah atau tindak pidana perampokan .

walaupun tindak pidana korupsi masuk ke dalam jarimah takzir, namun bahaya dan

pengaruh negatifnya bisa lebih besar dari sekedar mencuri dan merampok. Adapun

Page 84: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

74

bentuk hukuman takzirnya dapat berupa pemecatan, hukuman kurungan, penjara

seumur hidup bahkan hukuman mati.8

Dari pemaparan di atas, penulis berpendapat bahwasanya di dalam hukum

pidana Islam remisi merupakan hak bagi setiap pelaku jarimah. Bedanya, jarimah

hudud dan qishash ketetapan hukuman dan keringanannya sudah ditetapkan di

dalam Al- Qur’an. Sedangkan jarimah takzir ketetapan hukuman dan

keringanannya ditetapkan oleh hakim atau penguasa.

Dari pemaparan diatas juga jelas bahwasanya korupsi termasuk dalam

jarimah ta’zir. Maka dari itu, ketentuan berapa remisi yang didapatkan tergantung

keputusan hakim atau penguasa yang mempunyai hak untuk mengadili. Terlepas

dari kejahatan apa yang dilakukannya, narapidana korupsi tetap harus dilindungi

hak-haknya termasuk untuk mendapatkan remisi, terlebih apabila narapidana

tersebut telah melakukan kewajibannya sebagai narapidana, sadar akan hal

kesalahanya dan mau bertaubat. Sehingga seharusnya tidak terjadi diskriminasi

terhadap narapidana tindak pidana korupsi.

C. Persamaan dan Perbedaan Remisi Bagi Narapidana Koruptor dalam

Hukum Pidana Islam dan Hukum Pidana Indonesia

Terdapat beberapa persamaan yang dapat dilihat dari paparan di atas antara

hukum pidana Islam dan hukum pidana Indonesia tentang remisi bagi narapidana

koruptor. Di antaranya:

8 M. Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam edisi kedua, (Jakarta : AMZAH,

2012), h.260

Page 85: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

75

1. Dalam pemberian remisi menurut hukum pidana Islam bahwa

pemberian remisi tidak dilihat dari kejahatan apa yang dilakukannya,

narapidana koruptor tetap harus dilindungi hak-haknya termasuk untuk

mendapatkan remisi. Sama halnya dengan hukum pidana Indonesia

pemberian remisi tidak dilihat dari kejahatan apa yang dilakukanya

narapidana koruptor tetap mempunyai hak untuk mendapatkan remisi.

2. Dalam tujuan pemberian remisi menurut hukum Islam bahwa pemberian

remisi bertujuan untuk kemaslahatan, selain sebagai motivasi, atau

stimulasi serta apresiasi dari taubat serta menghargai hak-hak

narapidana, maka disinilah tujuan syari’at Islam yang paling utama

yakni kemaslahatan. Sama halnya dengan tujuan remisi menurut hukum

pidana Indonesia yang bertujuan sebagai motivasi, stimulasi serta

hadiah bagi narapidana yang telah berkelakuan baik.

Sedangkan terdapat beberapa perbedaan yang kita lihat dari paparan di atas

antara hukum pidana Islam dan hukum pidana Indonesia tentang remisi bagi

narapidana koruptor. Di antaranya:

1. Dalam pemberian remisi bagi narapidana koruptor menurut hukum

pidana Islam diberikan oleh hakim atau penguasa yang mempunyai hak

untuk mengadili. Hal ini karena korupsi termasuk dalam jarimah takzir

beda halnya dengan jarimah qishash yang pemaafan ataupun

pengampunannya dari pihak wali korban. Sedangkan dalam hukum

pidana Indonesia pemberian remisi bagi narapida koruptor diberikan

Page 86: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

76

oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia setelah mendapat

pertimbangan dari Direktur Jendral Pemasyarakatan.

2. Dalam hal jumlah remisi yang didapat oleh narapidana koruptor

menurut hukum Islam tergantung pertimbangan hakim atau penguasa

yang mempunyai hak untuk mengadili. Sedangkan dalam hukum pidana

Indonesia jumlah besaran remisi yang didapat oleh narapidana koruptor

sudah diatur ketentuannya di dalam Undang-Undang.

Page 87: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam bab penutup ini penulis menyimpulkan bahwa subtansi yang penting

atau kesimpulan dalam skripsi ini sebagai berikut:

1. Ketentuan hukum pidana Indonesia tentang remisi yang merupakan

pengampunan berupa pengurangan masa tahanan yang diberikan kepada

narapidana yang telah dianggap memenuhi ketentuan syarat-syarat

menurut Keppres RI No 174 Tahum 1999, yaitu terpidana harus

berkelakuan baik selama menjalani hukuman, berbuat jasa kepada

negara, melaukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara dan

kemanusiaan, melakukan perbuatan yang membantu kegiatan

pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan dan syarat ini berlaku untuk

semua tindak pidana umum termasuk kepada pelaku tindak pidana

korupsi.

2. Ketentuan hukum pidana Islam tentang remisi kepada pelaku tindak

pidana penulis kategorikan kepada mashlahah mursalah karena remisi

ini dipandang baik oleh akal, sejalan dengan tujuan syari’at meski tidak

ada nash yang secara tekstual membicarakan remisi, sehingga penulis

mengkategorikan remisi ini ke dalam mashlahah mursalah. Syarat

untuk mendapatkan remisi tidak terlepas dari prinsip-prinsip pokok

hukum pidana dalam Islam. Hal ini dapat dicermati dari kriterian atau

Page 88: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

78

syarat yang harus dipenuhi oleh narapidana yakni, berbuat baik selama

di dalam tahanan, menyesalinya dan berniat untuk tidak mengulanginya

lagi. Karena tindak pidana korupsi termasuk dalam jarimah takzir di

dalam hukum pidana Islam, maka remisi diberikan oleh hakim atau

penguasa yang mempunyai hak untuk mengadili.

B. Saran

Atas beberapa hal yang penulis tulis dalam skripsi ini, maka penulis

mencoba menyampaikan beberapa saran yang berkaitan dengan masalah remisi

bagi narapidana koruptor, sebagai berikut:

1. Apabila dilihat dari Keppres RI No 174 Tahun 1999, remisi ini berlaku

untuk pidana umum, padahal kejahatan itu berbeda-beda terlebih bagi

tindak pidana korupsi yang jelas nyata telah merugikan keuangan

Negara dan merugikan orang lain sehingga perlu adanya pembedaan.

Walaupun tindak pidana korupsi mempunyai undang-undang tersendiri,

tetapi peraturan untuk mendapatkan remisi menginduk pada peraturan

yang sama yaitu Keppres RI No 174 Tahun 1999.

2. Lembaga Pemasyarakatan sebenarnya mempunyai tujuan yang baik

tetapi akan lebih baik jika aparat yang berada didalamnya mempunyai

dedikasi untuk benar-benar menegakkan dan memberikan pembinaan

yang baik pula sehingga tidak ada lagi narapidana yang bisa keluar jalan-

jalan dengan cara menyogok aparat terkait.

Page 89: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

79

3. Pelaku korupsi harus menyadari bahwa korupsi merupakan tindakan

yang menyalahi agama, serta bertentangan dengan prinsip untuk

kemaslahatan umat. Pendidikan pun ikut berperan penting dalam

pembentukan mentalitas, nilai dan budaya masyarakat. Dunia

pendidikan mesti terlibat aktif dalam menyelesaikan masalah maraknya

korupsi. Dunia pendidikan mesti meninjau kembali dirinya untuk

menemukan jawaban mengapa pendidikan di Indonesia melahirkan

sedemikian banyak koruptor. Gerakan anti korupsi juga penting untuk

menjadi bagian dari kegiatan belajar mengajar di berbagai sekolah,

kalau tidak masuk dalam kurikulum pendidikan, paling tidak ia menjadi

kegiatan ekstrakurikuler.

Page 90: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

80

DAFTAR PUSTAKA

A. Daftar Buku

Al-Ghazali. Taubat, Sabar dan Syukur. Jakarta: Tinta Mas, 1983.

Al-Suyuti. al-Asybah wa Al-Nazhair fi al-Furu. Surabaya: Maktabah Dar Ihya al-

Kutub al-'Arabiyyah.

An-Nawawi, Imam Abu. Riadush Shalihin Min Kalaami Syaidil Mursalyin.

Damaskus: Darul Khair, 1420H.

Ar-Rifa'i, Muhammad Nasib. Kemudahan dari Allah, RIngkasan Tafsir Ibnu Katsir

Jilid I. Jakarta: Gema Insani Press, 1999.

Asmawi. Teori Maslahat dan Relevansinya dengan Perundang-Undangan Pidana

Khusus di Indonesia. Jakarta: Badan Litbang Dan Diklat Kementerian

Agama RI, 2010.

Audah, Abdul Qadir. Ensiklopedia Pidana Islam. Jakarta: PT Kharisma Ilmu, 2008.

__________. al-Tasyri' al-Jinai al-Islami Jilid ke-1. Maktabah Dar al-Turast, al-

Qahirah, 2005.

Basyir, Ahmad Azhar. Ikhtisar Fikih Jinayat (Hukum Pidana Islam). Yogyakarta:

UII Pres, 2001.

Burhan, Ahmad. Korupsi Di Negeri Kaum Beragama, Ikhtiar Membangun Fiqh

Anti Korupsi. Jakarta: P3M dan Kemitraan-Partnership, 2004.

Djaja, Ermansyah. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta: Sinar Grafika,

2013.

Djamil, Faturrahman. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1977.

Djazuli. Fiqh Jinayah; Upaya menanggulangi Kejahatan dalam Islam. Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 1997.

Hamzah, Andi. Terminologi Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Page 91: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

81

Hanafi, Ahmad. Azas-Azas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1990.

Idri. Epistimologi Ilmu Pengetahuan dan Keilmuan Hukum Islam. Jakarta: Lintas

Pustaka, 2008.

Irfan, Muhammad Nurul. Korupsi dalam Hukum Pidana Islam. Jakarta: AMZAH,

2012.

Jumali, Endang. Rekontruksi Sanksi Hukum Pidana di Indonesia. Jakarta: Saadah

Pustaka Mandiri, 2016.

Kasdi, Abdurrahman. Tafsir Ayat-Ayat Yaa Ayyuhal-Ladziina Aamanuu. Jakarta:

Pustaka Al Kautsar, 2005.

Marzuki, Peter Muhammad. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media,

2014.

Muladi. Lembaga Pidana Bersyarat. Bandung: Alumni, 1985.

Muladi, & Barda Nawawi. Teori-Teori dan Kebijakan Hukum Pidana. Bandung:

Alumni, 1984.

Muthahari, Murtadha. Keadilan Ilahi ; Asas Pandangan Dunia Islam. Bandung: PT

Mizan Pustaka, 2009.

Poernomo, Bambang. Hukum Pidana Kumpulan Karangan Ilmiah. Jakarta: Bina

Aksara, 1982.

Priyanto, Dwija. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia. Jakarta: Refika

Aditama, 2006.

Sabiq, Sayid. Fiqh Sunnah. Jakarta: Pena Pundi Perkasa, 2006.

Samin, Sabri. Pidana Islam dalam Politik Hukum Indonesia. Jakarta: Kholam,

2008.

Shihab, Muhammad Quraishi. Tafsir Al Misbah, Pesan, Kesan Dan Keserasian Al

Quran. Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Soedarsono. Kamus Hukum. Jakarta: Rhineka Cipta, 1992.

Page 92: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

82

Soekanto, Soerjono., & Sri, Mamudji. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan

Singkat). Jakarta: Rajawali Press, 2001.

Subekti, Raden. Hukum Acara Perdata. Bandung: Bina Cipta, 1982.

Sulaiman, Abu Daud. Sunan Abi Daud. Beirut-Lebanon: Dar Al-Kotob Al Ilmiyah.

Syarifudin, Amir. Ushul Fiqh Jilid 2. Jakarta: Kencana, 2009.

taymiyyah, Ibnu. al-Siyasah al-Syar'iyyah. Kairo: Maktabah Anshar al-Sunnah al-

Muhammadiyyah, 1961.

Yusuf, Ahmad Muri. Metode Penelitian; Kuantititif, Kualitatif dan Penelitian

Gabungan. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2014.

Zahrah, Muhammad Abu. Falsafah al-'Uqubah fi al-Fiqh al-Islami. Ma'had al-

Dirasah al-'Arabiyyah al-'Alamiyyah.

B. Undang-Undang

Republik Indonesia 1995. Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan. Lembar Negara RI Tahun 1995, No. 77. Sekretariat

Negara. Jakarta.

Republik Indonesia 1999. Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi.

Lembar Negara RI Tahun 1999, No. 223. Sekretariat Negara. Jakarta.

Republik Indonesia 1999. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat

dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Lembar

Negara RI Tahun 1999, No. 69. Sekretariat Negara. Jakarta.

C. Internet

Kementerian Hukum dan HAM Bali. Berita diakses pada 27 Mei 2017 dari

http://bali.kemenkumham.go.id/berita-kanwil/berita-utama/2364-

pelaksanaan-pemberian-remisi-umum-tahun-2016-pada-kanwil-

kementerian-hukum-dan-ham-bali

Page 93: STUDI PERBANDINGAN ANTARA HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42212/1/AHMAD... · v ABSTRAK AHMAD FAKHRURROZI. NIM 1113043000022. Studi

83

D. Skripsi

Arifin, Zaenal. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Remisi Bagi

Narapidana. Yogyakarta: Skripsi S1 Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga,

2009.

Hasanah, Fathonah Uswatun. Grasi Bagi Narapidana Korupsi dalam Perspektif

Hukum Positif dan Hukum Islam. Yogyakarta: Skripsi S1 Fakultas Syariah

UIN Sunan Kalijaga, 2012.

Lasio. Pemberian Remisi Terhadap Koruptor Dalam Sudut Pandang Fiqh Jinayah.

Yogyakarta: Skripsi S1 Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga, 2011.

Thohir, Muhamad. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Remisi Kepada

Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studdi Analaisis Keppres RI No 174

Tahun 1999 Tentang Remisi). Semarang: Skripsi S1 Fakultas Syariah IAIN

Wali Songo, 2012.