studi pembuatan tepung mocaf sebagai alternatif …repository.ub.ac.id/1420/1/muhammad yasin.pdf ·...

56
i STUDI PEMBUATAN TEPUNG MOCAF SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKU BISKUIT SKRIPSI Oleh: MUHAMMAD YASIN 115101000111024 JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Upload: others

Post on 06-Dec-2020

39 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

i

STUDI PEMBUATAN TEPUNG MOCAF SEBAGAI

ALTERNATIF BAHAN BAKU BISKUIT

SKRIPSI

Oleh:

MUHAMMAD YASIN

115101000111024

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

i

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Tugas Akhir : Studi Pembuatan Tepung Mocaf

Sebagai Alternatif Bahan Baku Biskuit

Nama Mahasiswa : Muhammad Yasin NIM : 115101000111024 Jurusan : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian Pembimbing I, Pembimbing II, Prof.Dr.Ir. Sri Kumalaningsih, Nur Lailatul Rahmah, S.Si.M.Si M.App.sc NIP. 19420426 196804 2 001 NIP. 19840522 201212 2 002

i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir : Studi Pembuatan Tepung Mocaf

Sebagai Alternatif Bahan Baku Biskuit

Nama Mahasiswa : Muhammad Yasin NIM : 115101000111024 Jurusan : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian

Dosen Penguji I

Prof.Dr.Ir. Wignyanto, MS. NIP. 19521102 198103 1 001

Dosen Penguji II, Dosen Penguji III, Prof.Dr.Ir. Sri Kumalaningsih, Nur Lailatul Rahmah, S.Si.M.Si M.App.sc NIP. 19420426 196804 2 001 NIP. 19840522 201212 2 002

Ketua Jurusan,

Dr.Sucipto, STP, MP

NIP. 19730602 199903 1 001 Tanggal Lulus Tugas Akhir :

i

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pasangan

Rizal dan Wahidah yang dilahirkan di Gresik pada tanggal 29 September 1993. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 1 Sekapuk Ujungpangkah Gresik pada tahun 2005, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Tingkat Pertama di SMP N 1 Sidayu Gresik dengan tahun kelulusan 2008, dan menyelesaikan Sekolah

Menengah Atas di SMA Negeri 1 Sidayu Gresik pada tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan Strata I di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian di Universitas Brawijaya Malang, dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2017. Selama masa kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan organisasi mahasiswa diantaranya sebagai ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Rayon Teknologi Pertanian pada tahun 2013/2014, wakil ketua bidang keagamaan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Komisariat Brawijaya Malang tahun 2014/2015, dirjen kementrian informasi dan komunikasi Badan Eksekutif Mahasiswa pada tahun 2014/2015. Pada bidang akademik penulis pernah menjadi asisten praktikum perancangan tata letak fasilitas (plant lay out) pada tahun 2014/2015.

i

Alhamdulillah... Terima Kasih Ya Allah

Karya kecil ini aku persembahkan untuk Keluarga tercinta dan sahabat-sahabatku sekalian

. “Tiada hal lain yang indah melebihi kalian”.

i

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama Mahasiswa : Muhammad Yasin NIM : 115101000111024 Jurusan : Teknologi Industri Pertanian Fakultas : Teknologi Pertanian Judul Tugas Akhir : Studi Pembuatan Tepung Mocaf

Sebagai Alternatif Bahan Baku Biskuit

Menyatakan bahwa,

TA dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut di atas. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar saya bersedia dituntut sesuai hukum yang berlaku.

Malang, Mei 2017 Pembuat Pernyataan, Muhammad Yasin NIM. 115101000111024

i

Muhammad Yasin. 115101000111024. Studi Pembuatan Tepung Mocaf Sebagai Alternatif Bahan Baku Biskuit. TA. Pembimbing: Prof.Dr.Ir. Sri Kumalaningsih, M.App.sc dan Nur Lailatul Rahmah, S.Si.M.Si

RINGKASAN

Penelitian ini mencakup 2 proses pengolahan yakni

mengolah bahan baku singkong menjadi tepung mocaf, tepung mocaf yang dihasilkan dikomposit dengan tepung terigu dan kemudian diolah menjadi biskuit. Variabel penelitian ini adalah waktu fermentasi dan kadar ragi roti (saccharomyces cerevisiae). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu dan penambahan ragi roti terhadap kualitas tepung mocaf dan kemudian untuk mengetahui kualitas organoleptik biskuit yang dihasilkan dari olahan tepung mocaf tersebut. Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung mocaf antara lain : pemarut, mixer, baskom, timbangan analitik, pengaduk, loyang, dan vacum dryer. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan biskuit : Loyang, pengaduk dan oven. Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung mocaf adalah singkong (singkong emas), ragi roti (saccharomyces cerevisiae) dan aquades. Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah tepung terigu, tepung mocaf, margarin, gula, telur, susu skim dan pengembang.

Analisis yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Tersarang pola faktorial dengan 2 faktor. Setiap perlakuan diulang 2 kali sehingga diperoleh 12 satuan percobaan. Faktor 1 terdiri dari 2 level yakni kadar ragi roti 0,1% (F1) dan kadar ragi roti 0% (F2). Faktor 2 terdiri dari 3 level yakni waktu fermentasi 12 jam(T1), 18 jam(T2) dan 24 jam(T3). Kombinasi perlakuan bertujuan untuk memperoleh data variabel yang paling berpengaruh pada proses fermentasi dan kombinasi yang menghasilkan tepung mocaf dengan kualitas terbaik. Aplikasi

ii

pada produk biskuit dibatasi pada uji organoleptik saja, yakni rasa, aroma dan warna.

Penelitian ini menghasilkan 2 produk, yakni tepung mocaf dan biskuit tepung mocaf. Studi yang dilakukan pada produk tepung mocaf yakni menganalisis pengaruh penambahan ragi (Saccharomyces cerevisiae) dan waktu fermentasi terhadap kualitas tepung mocaf (uji kadar air, kadar abu, serat kasar, pH dan total gula). Rancangan percobaan yang digunakan adalah metode tersarang, yakni dari hasil analisis ragam diperoleh 2 perlakuan terbaik : perlakuan ragi (penambahan ragi 0.1%) waktu fermentasi 12 jam dan perlakuan kontrol (tanpa ragi) waktu fermentasi 12 jam.

Analisis yang dilakukan pada biskuit tepung mocaf (biskuit tepung mocaf 1 (ragi) dan biskuit tepung mocaf 2 (kontrol)) adalah analisis tingkat penerimaan konsumen, yakni dengan metode uji organoleptik. Uji organoleptik dilakukan pada 30 panelis tidak terlatih dengan pemberian skor (sangat tidak suka, tidak suka, netral, suka dan sangat suka) pada parameter (warna, aroma, rasa) yang telah ditentukan. Hasil uji organoleptik biskuit 1, konsumen menyukai warna dan rasa biskuit, namun tidak menyukai aroma biskuit. Sedangkan hasil uji organoleptik biskuit 2, konsumen hanya menyukai rasa biskuit, namun tidak menyukai aroma dan warna biskuit.

Kata Kunci : Tepung mocaf, waktu fermentasi, ragi, biskuit

iii

Muhammad Yasin. 115101000111024. Mocaf Flour Making Study As A Biscuits Raw Material Alternative. Minor Thesis. Supervisor. Prof.Dr.Ir. Sri Kumalaningsih, M.App.sc dan Nur Lailatul Rahmah, S.Si.M.Si

SUMMARY The studies included two treatment processes namely processing of cassava into flour mocaf, flour produced mocaf dikomposit with flour and then processed into biscuits. The variables of this research is the fermentation time and the levels of baker's yeast (Saccharomyces cerevisiae). This study aimed to determine the effects of time and the addition of yeast to the flour quality mocaf and then to determine the organoleptic qualities of biscuits produced from refined flour such mocaf. The tools used in the manufacture of flour mocaf among others: grater, mixer, basin, analytical balance, mixer, pan, and vacuum dryer. The equipment used for the manufacture of biscuits: pan, mixer and oven. The materials used in the manufacture of cassava flour is mocaf (gold cassava), baker's yeast (Saccharomyces cerevisiae) and distilled water. The materials used in the manufacture of biscuits are wheat flour, mocaf flour, margarine, sugar, eggs, skim milk and developers. The analysis conducted in this study using Random Design Nested factorial design with two factors. Each treatment was repeated 2 times so obtained 12 experimental unit. Factor 1 consists of two levels ie levels of baker's yeast 0.1% (F1) and the levels of yeast bread 0% (F2). Factor 2 consists of three levels namely fermentation time 12 hours (T1), 18 hours (T2) and 24 hours (T3). Combination treatment aims to obtain data on the most influential variables in the fermentation process and the combination that produces the flour mocaf with the best quality. Applications on a biscuit product is limited to organoleptic tests, namely the taste, aroma and color.

iv

This research resulted in two products, namely flour and biscuit flour mocaf mocaf. Studies conducted on flour products mocaf that analyze the effect of the addition of yeast (Saccharomyces cerevisiae) and fermentation time on the quality of flour mocaf (test moisture content, ash content, crude fiber, pH and total sugars). The experimental design used is a nested method, ie, variance analysis of the results obtained by two best treatment: treatment of yeast (yeast addition of 0.1%) fermentation time of 12 hours and the control treatment (without yeast) fermentation time of 12 hours. The analysis conducted on mocaf biscuit flour (flour biscuits mocaf 1 (yeast) and biscuit flour mocaf 2 (control)) is an analysis of the level of consumer acceptance, ie the method of organoleptic tests. Organoleptic test was conducted on 30 trained panelists by scoring (strongly dislike, dislike, neutral, love and love) on the parameters (color, aroma, taste) have been determined. The results of organoleptic test biscuits 1, consumers liked the color and taste of the biscuits, but do not like the aroma of biscuits. While the results of organoleptic tests biscuits 2, consumers simply love the taste of the biscuits, but do not like the scent and color of the biscuits.

i

KATA PENGANTAR Allhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul Studi Pembuatan Tepung Mocaf Sebagai Alternatif Bahan Baku Biskuit. Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknologi Pertanian.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Ibu Prof.Dr.Ir. Sri Kumalaningsih, M.App.sc, selaku dosen

pembimbing 1, yang dengan sabar memberikan bimbingan dan motivasi yang membangun bagi penulis.

2. Ibu Nur Lailatul Rahmah, S.Si.M.Si selaku dosen pembimbing 2, yang juga dengan sabar memberikan bimbingan dan motivasi yang membangun bagi penulis.

3. Prof. Dr. Wignyanto, MS, selaku dosen penguji, yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis.

4. Kedua orang tua penulis, Bapak Rizal dan Ibu Wahidah. Kedua wali penulis, Bapak Bahrum, Ibu Amah yang telah memberikan doa, motivasi dan nasihat bagi penulis.

5. Semua pihak yang telah membantu penulis dari awal masa perkuliahan hingga selesainya laporan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih memiliki kekurangan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penyusunan skripsi ini. Semoga dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Malang, Mei 2017

Penyusun, Muhammad Yasin

i

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................. i LEMBAR PERSETUJUAN .................................................. ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................... iii RIWAYAT HIDUP ................................................................ iv HALAMAN PERUNTUKAN ................................................. v PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ....................... vi RINGKASAN ....................................................................... vii SUMMARY .......................................................................... ix KATA PENGANTAR ........................................................... xi DAFTAR ISI ......................................................................... xii DAFTAR TABEL ................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................. xv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................... xvi I PENDAHULUAN ................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................. 5 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................... 5 II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 6 2.1 Singkong .......................................................................... 6 2.2 Tepung Mocaf .................................................................. 8 2.2.1 Proses Pembuatan Tepung Mocaf ................................ 11 2.2.2 Ragi .............................................................................. 12 2.2.3 Pengaruh Waktu pada Proses Fermentasi .................... 13 2.3 Biskuit .............................................................................. 14 2.4 Penelitian Terdahulu ........................................................ 15 2.5 Penelitian Pendahuluan ................................................... 16 2.6 Hipotesis .......................................................................... 16 III METODE PENELITIAN ..................................................... 17 3.1 Tempat dan Waktu ........................................................... 17 3.2 Alat dan Bahan Percobaan .............................................. 17 3.2.1 Alat ............................................................................... 17

ii

3.2.2 Bahan ........................................................................... 17 3.3 Batasan Masalah ............................................................. 17 3.4 Prosedur Penelitian .......................................................... 18 3.4.1 Identifikasi Masalah ....................................................... 18 3.4.2 Studi Pustaka ................................................................ 19 3.4.3 Penelitian Pendahuluan ................................................ 19 3.4.4 Penentuan Hipotesis ..................................................... 19 3.4.5 Penentuan Rancangan Percobaan ............................... 19 3.4.6 Pelaksanaan Penelitian Studi Tepung Mocaf ................ 20 3.4.7 Pembuatan Biskuit ........................................................ 21 3.4.8 Pengujian ...................................................................... 23 3.4.9 Analisa Data .................................................................. 23 3.4.10 Penentuan Perlakuan Terbaik ..................................... 23 IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................. 25 4.1 Hasil Uji Tepung Mocaf .................................................... 25 4.1.1 Kadar Air ....................................................................... 25 4.1.2 Kadar Abu ..................................................................... 26 4.1.3 Serat Kasar ................................................................... 27 4.1.4 pH ................................................................................. 28 4.1.5 Total Gula ..................................................................... 30 4.2 Perlakuan Terbaik ............................................................ 31 4.2.1 Ragi .............................................................................. 31 4.2.2 Non Ragi ....................................................................... 32 4.3 Hasil Uji Organoleptik Biskuit ........................................... 33 4.3.1 Hasil Uji Organoleptik (Ragi (12 jam) ............................ 33 4.3.2 Hasil Uji Organoleptik (Non Ragi (12 jam) ..................... 34 V PENUTUP .......................................................................... 37 5.1 Kesimpulan ...................................................................... 37 5.2 Saran ............................................................................... 37 DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 38 LAMPIRAN ............................................................................ 41

iii

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Daftar Komposisi Kimia Ubi Kayu (Singkong) ......... 8 Tabel 2.2 Kandungan Gizi Tepung Mocaf .............................. 9 Tabel 2.3 Tepung Mocaf vs Tepung Gandum ........................ 10 Tabel 2.4 SNI Tepung Mocaf ................................................. 10 Tabel 2.5 Syarat Mutu Biskuit ................................................ 14 Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan ............................................. 20 Tabel 3.2 Komposisi Biskuit ................................................... 21 Tabel 4.1 Rata-rata Hasil Uji Kadar Air .................................. 25 Tabel 4.2 Rata-rata Hasil Uji Kadar Abu ................................ 26 Tabel 4.3 Rata-rata Hasil Uji Serat Kasar .............................. 28 Tabel 4.4 Rata-rata Hasil Uji pH ............................................. 29 Tabel 4.5 Rata-rata Hasil Uji Total Gula ................................. 30 Tabel 4.6 Perlakuan Terbaik (Ragi)........................................ 31 Tabel 4.7 Nilai Uji Perlakuan Terbaik ..................................... 32 Tabel 4.8 Perlakuan Terbaik (Non Ragi) ................................ 32 Tabel 4.9 Nilai Uji Perlakuan Terbaik ..................................... 33 Tabel 4.10 Hasil Uji Organoleptik Biskuit Perlakuan Ragi ...... 33 Tabel 4.11 Hasil Uji Organoleptik Biskuit Perlakuan Non Ragi………………………………………………….35

iv

DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Prosedur Penelitian ............................................ 18 Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Tepung Mocaf ............. 21 Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Tepung Biskuit ............ 22

v

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Uji Tepung Mocaf ............................... 41 Lampiran 2. Lembar Uji Organoleptik .................................... 45 Lampiran 3. Tabel ANOVA dan Tabel BNT Uji Tepung Mocaf ..................................................................................... 46 Lampiran 4. Tabel Hasil Uji Organoleptik Biskuit................... 54

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia saat ini perlu khawatir jika terjadi kemacetan

persediaan tepung terigu. Hal ini berkaitan gandum sebagai bahan utama pembuatan tepung terigu masih tergantung impor dari negara lain. Menurut data APTINDO (2011), jumlah impor gandum Indonesia tahun 2011 dan 2012 adalah 4,76 juta MT dan 5,05 juta MT. Jumlah impor gandum tersebut diperkirakan membengkak hingga 100% periode 10 tahun mendatang.Impor gandum ini tidak dapat dihindari karena dibutuhkan untuk memenuhi konsumsi tepung terigu nasional yang terus meningkat. Wagiman (2011) mengatakan, rata-rata pertumbuhan konsumsi tepung terigu nasional per tahun mencapai 6%, terbesar dibandingkan jumlah impor bahan pangan lainnya.Pertumbuhan konsumsi terigu ini disebabkan oleh menggeliatnya industri berbasis bahan baku tepung seperti mie instan, biskuit dan banyak lagi produk olahan lainnya.Untuk menanggulangi krisis tersebut dibutuhkan bahan baku pengganti pada produk olahan tepung terigu.

Tepung mocaf memiliki persyaratan yang cukup untuk menjadi alternatif pengganti tepung terigu. Tepung mocaf diolah dari bahan baku singkong yang jumlahnya melimpah di Indonesia. Kementrian perindustrian RI (2016) dalam websitenya menjelaskan bahwa volume produksi singkong pada tahun 2016 berjumlah 22 juta ton, naik 2 ton dari tahun 2015 yang produksinya berkisar 20 ton. Singkong merupakan komoditas tanaman lokal yang harganya sangat murah. Menurut Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) (2016), harga singkong pada tahun 2015 Rp 1.200/kg dan Rp 1.600/kg pada tahun 2016. Dalam hal ini tepung mocaf akan menjadi solusi untuk krisis tepung terigu nasional.

Tepung terigu dapat digunakan membuat aneka produk khususnya roti karena memiliki kandungan gluten. Menurut Mashabi (2009) gluten berfungsi sebagai kerangka dasar dalam pembuatan roti, yakni daya rekat dan kemampuannya

2

mengembang yang tidak dimiliki oleh tepung lain. Tepung mocaf juga merupakan tepung non gluten yang tidak mudah diolah menjadi produk roti.Yeni (2012) menjelaskan bahwa subtitusi tepung mocaf pada produk roti hanya dapat dilakukan berkisar 15% - 25% saja, hal ini dikarenakan tepung mocaf yang bersifat non-gluten akan mengganggu proses pencampuran adonan dan proses pengembangan roti.

Pada kenyataannya zat gluten tidak sepenuhnya baik untuk diolah menjadi produk pangan dan dikonsumsi. Zat gluten berbahaya untuk dikonsumsi balita, penderita autis dan penderita alergi gluten. Mulloy (2009) menyatakan gluten merupakan protein yang sulit dicerna oleh metabolisme tubuh,pada bayi dapat menyebabkan gangguan pencernaan sedangkan pada penderita alergi gluten menyebabkan dampak alergi seperti gatal-gatal, muntah bahkan diare. Dalam lingkup industri produk roti, sereal balita merupakan pangsa pasar yang luas dan berpotensi untuk mengganti bahan bakunya menjadi tepung mocaf. Selain itu tren konsumsi “makanan sehat” juga salah satu aspek yang sesuai untuk dapat membaurkan produk olahan tepung mocaf dalam industri produk roti.

Ada beberapa kelemahan tepung mocaf, tidak adanya zat glutein pada tepung Mocaf menyebabkan keterbatasan penggunaan tepung Mocaf sebagai bahan baku. Tidak adanya zat glutein menyebabkan karakteristik tepung Mocaf menjadi keras dan tidak mudah kalis dalam pembuatan adonan, sehingga beberapa produk tertentu tidak dapat menggunakan tepung Mocaf sebagai bahan dasarnya (kue kering, biskuit dan sejenisnya). Menurut Trisnawati (2015) Mocaf merupakan produk tepung hasil fermentasi dari tepung singkong yang memiliki karakteristik seperti terigu. Kelemahan dari tepung Mocaf ini adalah tidak adanya gluten dan rendahnya kandungan proteinnya. Tepung non-gluten akan menghasilkan produk yang kurang baik jika diaplikasikan pada produk pangan yang membutuhkan volume pengembangan seperti biskuit.

Biskuit merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Produk ini merupakan produk kering yang memiliki kadar air rendah. Saksono (2012) menyatakan bahwa berdasarkan data asosiasi

3

industri, tahun 2012 konsumsi biskuit diperkirakan meningkat 5%-8% didorong oleh kenaikan konsumsi domestik. Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan.

Biskuit dikonsumsi oleh seluruh kalangan usia, baik bayi hingga dewasa namun dengan jenis yang berbeda-beda. Namun, biskuit komersial yang beredar di pasaran memiliki kandungan gizi yang kurang seimbang. Kebanyakan biskuit memiliki kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi, sedangkan kandungan protein yang relatif rendah. Biskuit merupakan jenis kue kering yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Konsumsi ratan - rata kue kering di kota besar dan pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun (Subagio, 2007). Secara umum bahan pembuatan biskuit adalah tepung terigu, biasanya biskuit hanya mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan lemak dan sedikit mengandung zat gizi lainnya seperti zat fosfor, kalsium dan zat besi.

Studi tepung Mocaf dalam pembuatan produk mie telah dilakukan oleh Rosmeri (2013), yakni dengan judul “Pemanfaatan Tepung Umbi Gadung (Dioscorea hispida Dennst) dan Tepung MOCAF (Modified Cassava Flour) Sebagai Bahan Substitusi dalam Pembuatan Mie Basah, Mie Kering dan Mie Instan”. Pada penelitian tersebut subtitusi tepung Mocaf pada pembuatan adonan mie hanya bisa dilakukan sebesar 20% saja. Pada penelitian tersebut tepung Mocaf yang digunakan adalah tepung Mocaf yang dijual di pasaran sehingga tidak diketahui secara pasti bahan baku dan proses pembuatannya. Produk yang dihasilkan adalah mie kering dengan karakteristik sesuai dengan SNI baik uji fisik dan uji kimianya. Penelitian tersebut menjadi acuan kami bahwa tepung Mocaf dapat digunakan sebagai bahan campuran tepung terigu dalam pembuatan produk kue kering. Selain itu penelitian tersebut juga menjadi dasar rasa ingin tahu kami apakah ada perbedaan penggunaan tepung Mocaf dengan jenis

4

perlakuan yang berbeda kaitannya sebagai bahan baku kue kering (biskuit).

Penelitian ini diawali dengan uji coba variasi waktu fermentasi dan bakteri yang digunakan dalam proses fermentasi. Dari hasil uji coba akan terlihat pengaruh kedua variabel yang digunakan pada kualitas tepung Mocaf yang dihasilkan. Pada pembuatan roti, ragi roti berfungsi memecah beberapa pati dan gula yang terdapat dalam campuran adonan roti dan akan menghasilkan karbon dioksida. Karbon dioksida kemudian akan menggelembung melalui adonan, membentuk banyak lubang udara dan menyebabkan roti naik dan mengembang. Pada lubang-lubang tersebut oksigen akan masuk dan menciptakan aroma yang khas dari bahan roti yang digunakan (Siswanto, 2007). Dari kajian pustaka tersebut kami menduga bahwa ragi roti sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini. Ragi roti diduga akan sesuai untuk memecah zat pati dan gula yang terdapat pada bahan baku singkong. Selain itu diduga pula dua kali penggunaan bakteri pengembang pada bahan dan pada biskuit itu sendiri akan memperbaiki kelemahan tepung Mocaf pada pengembangan biskuit. Menurut Agung (2009) waktu proses fermentasi yang lebih lama akan menghasilkan tepung Mocaf yang semakin matang dengan karakteristik yang lebih halus namun kadar air juga akan semakin tinggi. Sedangkan fungsi pemilihan mikroba pada proses fermentasi tepung Mocaf adalah untuk mengetahui sesuai tidaknya metabolisme mikroba pada bahan singkong. Dari kajian fermentasi tersebut, kami menduga dengan proses fermentasi yang tepat akan dihasilkan tepung Mocaf dengan karakteristik yang sesuai untuk digunakan sebagai bahan baku biskuit.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh waktu dan penambahan ragi roti

terhadap kualitas tepung mocaf? 2. Bagaimana kualitas organoleptik biskuit yang dihasilkan?

5

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh waktu dan penambahan ragi roti terhadap kualitas tepung mocaf.

2. Untuk mengetahui kualitas organoleptik biskuit yang dihasilkan

1.4 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi metode pembuatan tepung mocaf

yang tepat dan efisien. 2. Menghasilkan bahan baku alternatif dalam pembuatan

biskuit.

6

7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Singkong

Singkong merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain singkong, ubi kayu atau cassava. Klasifikasi tanaman singkong adalah sebagai berikut (MSI, 2016):

Kingdom : Plantae / tumbuh-tumbuhan Divisi : Spermatophyta / tumbuhan berbiji Sub divisi : Angiospermae / berbiji tertutup Kelas : Dicotyledoneae / biji berkeping dua Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot Spesies : Manihot esculenta

Singkong segar mempunyai komposisi kimiawi terdiri dari kadar air sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2,5%, kadar protein 1%, kadar lemak, 0,5% dan kadar abu 1%, sehingga merupakan sumber karbohidrat dan serat makanan, namun hanya mengandung sedikit protein. Selain sebagai bahan makanan pokok, terdapat pula berbagai macam produk olahan singkong yang telah dimanfaatkan antara lain adalah tape singkong, opak, tiwul, kerupuk singkong, keripik singkong, kue, dan lain lain. Walaupun singkong dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pada beberapa jenis singkong tertenu juga dapat menimbulkan keracunan, karena singkong mengandung senyawa yang berpotensi racun, yaitu linamarin dan lotaustralin, keduanya termasuk golongan glikosida sianogenik atau yang biasa dikenal asam sianida / HCN (Lies, 2005). Hidrogen sianida (HCN) atau asam sianida merupakan racun pada singkong, masyarakat mengenalnya sebagai racun asam biru karena adanya bercak warna biru pada singkong dan akan menjadi toksin (racun) bila dikonsumsi pada kadar HCN lebih dari 50 ppm. Kadar sianida pada singkong bervariasi antara 15-400 mg/kg singkong yang segar. Singkong dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu singkong jenis

8

manis dan pahit. Singkong jenis manis memiliki kadar sianida yang rendah ( ≤ 50 mg/kg singkong) sedangkan jenis pahit memiliki kadar sianida yang tinggi (> 50 mg/kg singkong). Singkong manis banyak dikonsumsi langsung dan dimanfaatkan untuk pangan jajanan, rasa manis disebabkan mengandung sianida yang rendah, semakin tinggi kadar sianida maka akan semakin pahit rasanya. Industri tepung tapioka umumnya menggunakan varietas berkadar HCN tinggi (varietas pahit), untuk mendapatkan pati yang banyak, hal ini disebabkan adanya korelasi antara kadar HCN singkong segar dengan kandungan pati. Semakin tinggi kadar HCN yang rasanya semakin pahit, kadar pati semakin meningkat dan sebaliknya sedikitnya kandungan HCN pada singkong juga mengindikasikan kandungan pati yang rendah (Purawisastra, 2008). Kandungan singkong secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Daftar Komposisi Kimia Ubi Kayu (Singkong)

Komponen Kadar

Kalori (kal) 146

Protein (gr) 1,2

Lemak (gr) 0,3

Karbohidrat (gr) 34,7

Kalsium (mg) 33

Fosfor (mg) 40

Besi (mg) 0,7

Vitamin A (S:I) 0

Vitamin B (mg) 0,06

Vitamin C (mg) 30

Air (gr) 62,5

BDD (%) 75

Sumber : MSI (2016) 2.2 Tepung Mocaf

Mocaf (Modified cassava flour) adalah produk tepung dari ubi kayu yang diproses menggunakan prinsip modifikasi

9

sel ubi kayu dengan motede fermentasi. Proses fermentasi bertujuan untuk mendegradasi kadar HCN yang terkandung pada ubi kayu. Pada proses fermentasi, mikroba yang tumbuh menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut (Subagio, 2007). Pembuatan mocaf meliputi tahap-tahap penimbangan, pengupasan, pemotongan, perendaman (fermentasi), dan pengeringan. Karakteristik mocaf diduga dipengaruhi oleh jenis kultur yang ditambahkan saat fermentasi, penambahan kultur juga berpengaruh terhadap lama waktu fermentasi ubi kayu (Subagio, 2007). Kandungan gizi tepung mocaf dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kandungan Gizi Tepung Mocaf

Kandungan Jumlah (%)

Bahan kering 87,99

Kadar air 12,01

Kadar abu 1,44

Bahan organik 98,56

Protein kasar 3,42

Lemak kasar 0,83

Serat kasar 2,39

BETN 83,33

Sumber : Lab Nutrisi Pangan Malang (2009)

Perbandingan komposisi kimia antara tepung mocaf dengan tepung gandum (terigu) pada Tabel 2.3.

10

Tabel 2.3. Tepung Mocaf vs Tepung Gandum Jenis

tepung

Kadar

Abu

(%)

Kadar

Protein

(%)

Kadar

Amilose

(gr/100gr

pati)

Kadar

Lemak

(%)

Kadar

Air (%)

Tepung

mocaf

1,44 0,98 23,39 0,30 11,00

Tepung

gandum

1,33 12,81 21,3 1,08 12,32

Sumber : Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Tahun (2013)

SNI tepung mocaf dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. SNI Tepung Mocaf

No. Kriteria uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan

1.1 Bentuk - Serbuk halus

1.2 Bau - normal

1.3 Warna - putih

2 Benda Asing - tidak ada

3 Serangga - tidak ada

4 Kehalusan

4.1 Lolos ayakan 100 mesh (b/b)

% min. 90

5 Lolos ayakan 80 mesh (b/b)

% 100

6 Kadar air (b/b) % maks. 13

7 Abu (b/b) % maks. 1,5

8 Serat kasar (b/b) % maks. 2,0

9 Derajat putih (MgO=100)

- min. 87

10 Derajat asam mL NaOH 1 N / 100g

maks. 4,0

11 HCN mg/kg maks. 10

11

Tabel 2.4. SNI Tepung Mocaf (Lanjutan)

No. Kriteria uji Satuan Persyaratan

12 Cemaran logam

12.1 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,2

12.2 Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,3

12.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0

12.4 Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,05

13 Cemaran Arsen (As) mg/kg maks. 0,5

14 Cemaran mikroba

14.1 Angka lempeng total

(35oC, 48 jam)

koloni/g maks. 1 x 106

14.2 Escherichia coli APM/g maks. 10

Sumber : SNI (2011) 2.2.1 Proses Pembuatan Tepung Mocaf

Ada berbagai metode dalam pembuatan tepung mocaf yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu baik menggunakan starter (ragi) tambahan atau tanpa starter (fermentasi alami). Proses pembuatan tepung mocaf dengan menggunakan ragi roti (saccharomyces cerevisiae) dapat dimulai dari proses pengupasan yakni mengupas bahan singkong yang kemudian dicuci bersih. Lalu proses chiping yakni pemotongan bahan singkong menjadi ukuran 0.2- 0.3 cm (chip), pemotongan dapat menggunakan alat parut atau mesin slicing. Selanjutnya proses fermentasi chips singkong, dilakukan dengan menggunakan drum plastik yang diisi air kemudian dilarutkan ragi roti (saccharomyces cerevisiae), waktu fermentasi 30 jam. Terakhir adalah proses penepungan, chips singkong selanjutnya dicuci dan dikeringkan, lalu chips kering dihaluskan menggunakan mesin penggiling tepung (Rahman, 2007).Proses pembuatan tepung mocaf dengan fermentasi alami (tanpa menggunakan ragi) dapat dilakukan, pertama mengupas singkong dari kulitnya, kemudian singkong dicuci dan dipotong setipis mungkin (chips singkong). Selanjutnya chips singkong direndam dalam air bersih selama minimal 2 hari 2 malam, proses ini akan menghasilkan endapan tepung tapioka, tepung tapioka dipisahkan secara berkala, pada proses

12

perendaman ini dilakukan penggantian air maksimal 24 jam sekali atau untuk hasil yang lebih baik 12 jam sekali. Setelah proses perendaman, chips singkong diambil dan dijemur hingga benar-benar kering. Kemudian proses penggilingan chips menjadi tepung dengan menggunakan mesin giling. Terakhir tepung diayak untuk memperoleh tepung mocaf yang halus (Sadjilah, 2011).

2.2.2 Ragi

Ragi adalah mikroorganisme hidup yang berkembang biak dengan cara memakan gula. Fungsi utama ragi adalah mengembangkan adonan. Pengembangan adonan terjadi karena ragi menghasilkan gas karbondioksida (CO2) selama fermentasi. Gas ini kemudian terperangkap dalam jaringan gluten yang menyebabkan roti bisa mengembang. Komponen lain yang terbentuk selama proses fermentasi adalah asam dan alkohol yang berkontribusi terhadap rasa dan aroma roti, namun alkohol akan menguap dalam proses pemanggangan roti. Pengenalan karakteristik ragi dari berbagai produsen tentu akan memudahkan para baker untuk mengetahui ragi yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan. Ragi roti pada umumnya terbagi dalam 3 jenis, yakni fresh yeast/ragi basah (compressed yeast), instant dry yeast dan active dry yeast (Kartika, 2009): 1. Fresh Yeast / Ragi Basah (Compressed Yeast)

Ragi jenis ini memiliki kadar air sekitar 70%, sehingga harus disimpan pada suhu 20 - 50C untuk mencegah hilangnya daya pembentuk gas. Setelah kemasan dibuka, umumnya ragi jenis ini tidak akan bertahan lama, hanya sekitar 2-3 hari dengan catatan tetap disimpan dalam suhu rendah. Ragi ini juga lebih sensitif terhadap garam sehingga harus dipisahkan selama pengadukan. Keunggulan fresh yeast adalah lebih toleran terhadap air dingin/es, lebih mudah larut, terutama dalam proses pengadukan singkat, serta memiliki aroma khas yang tidak bisa didapatkan pada ragi jenis lain.

2. Instant Dry Yeast / Ragi Kering Instan Ragi Instan merupakan jenis ragi yang paling sering digunakan karena aplikasinya lebih praktis. Ragi jenis ini berbentuk butiran halus berwarna cokelat muda dan memiliki

13

aroma khas ragi roti. Karena rendahnya kadar air, jenis ragi ini terbilang cukup aman digunakan di negara–negara tropis dengan tingkat kelembapan udara yang tinggi seperti Indonesia. Penggunaan dosis ragi ini hanya sekitar 1%-2,5% dari berat tepung terigu. Penyimpanan ragi jenis ini harus di dalam wadah kedap udara dan disimpan dalam suhu kering dan sejuk atau di dalam chiller. Untuk hasil terbaik, ragi jenis ini harus dipakai habis dalam waktu 48 jam setelah kemasan dibuka.

3. Active Dry Yeast / Ragi Koral Active Dry Yeast memiliki kadar air sekitar 7,5% dan memiliki bentuk seperti bola- bola kecil. Ragi dalam jenis ini harus diaktifkan dulu dengan cara dilarutkan dengan air sebelum ditambahkan ke dalam adonan roti. Jika tidak, maka ragi akan sulit bercampur sehingga menghambat daya kerja ragi tersebut. Pada umumnya, active dry yeast digunakan dengan jumlah 2x lebih banyak dari instant dry yeast. Perlu diperhatikan, ragi ini memerlukan proses rehydration (pelarutan) dengan air pada suhu 380 – 400 oC selama sekitar 15 menit.

2.2.3 Pengaruh Waktu pada Proses Fermentasi Menurut Agung (2009), persentase ragi dan lama waktu

fermentasi memiliki perbandingan terbalik, semakin banyak persentase ragi, maka lama waktu yang dibutuhkan akan semakin sedikit. Dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Presentase Ragi dan Lama Waktu Fermentasi Terhadap Produk Tape yang Dihasilkan”, disebutkan bahwa semakin lama waktu fermentasi, maka akan dihasilkan produk tape yang semakin matang dan karakteristik yang lebih halus namun dengan kadar air yang semakin tinggi. Pada proses fermentasi, kadar starter (ragi) yang terlalu tinggi dan waktu fermentasi yang terlalu lama dapat menyebabkan produk tape terlalu masak dan asam, sehingga perlu dipertimbangkan kesesuaian perbandingannya. Menurut Adetunde (2010), lama fermentasi sangat mempengaruhi aktivitas mikroba pada proses fermentasi yang akan terus tumbuh secara akumulatif. Pertumbuhan ini dipacu oleh sumber karbon yang terus meningkat dan memadai

14

bagi kehidupan mikroba. Pada tepung cassava misalnya, komposisi gizi utamanya adalah karbohidrat, maka asupan gula yang terus terdegradasi ini akan menjadi sumber makanan bagi mikroba. Komponen karbohidrat yang terpecah akan menimbulkan aroma yang khas dan menyebabkan karakteristik produk pangan menjadi lebih halus.

2.3 Biskuit Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) (2012), biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Biskuit diproses dengan pemanggangan sampai kadar air tidak lebih dari 5%. Biskuit sifatnya mudah dibawa karena volume dan beratnya yang kecil dan umur simpannya yang relatif lama. Biskuit dapat dikarakterisasi dari tingginya kandungan gula dan shortening serta rendahnya kandungan air di dalam adonan (Faridi dan Faubion 1990). Selain itu biskuit umumnya berwarna cokelat keemasan, permukaan agak licin, bentuk dan kuran seragam, kering, renyah dan ringan serta aroma yang menyenangkan (Hazzizah, 2013). Syarat mutu biskuit yang ditetapkan SNI 01-2973-1992 dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5. Syarat Mutu Biskuit

Komponen Syarat Mutu

Air Maksimum 5%

Protein Minimum 9%

Lemak Minimum 9.5%

Karbohidrat Minimum 70%

Abu Maksimum 1.5%

Logam Berbahaya Negatif

Serat Kasar Maksimum 0.5%

Kalori (per 100 gr) Minimum 400

Jenis Tepung Terigu

15

Tabel 2.5. Syarat Mutu Biskuit (Lanjutan) Komponen Syarat Mutu

Bau dan Rasa Normal, tidak tengik

Warna Normal

Sumber : SNI (2009)

Menurut Mayang (2007), biskuit diklasifikasikan berdasarkan beberapa sifat, yaitu: (1) tekstur dan kekerasan; (2) perubahan bentuk akibat pemanggangan; (3) ekstensibilitas adonan dan (4) pembentukan produk. Biskuit digolongkan juga menurut sifat adonannya, yaitu adonan pendek atau lunak, adonan keras, dan adonan fermentasi. Pada adonan lunak, gluten tidak sampai mengembang akibat efek shortening dari lemak dan efek pelunakan dari gula Pada adonan keras gluten mengembang sampai batas tertentu dengan penambahan air. Pada adonan fermentasi gluten mengembang penuh karena air yang ditambahkan, sehingga memungkinkan kondisi tersebut yang berakibat pada perubahan bentuk akhir dengan penyusutan panjang setelah pencetakan dan pembakaran. Bahan baku utama untuk pembuatan biskuit adalah terigu, gula, minyak dan lemak, sedangkan bahan bahan pembantu yang digunakan adalah garam, susu, flavor, pewarna, pengembang, ragi, air, dan pengemulsi. Bahan pembentuk biskuit dapat dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu bahan pengikat dan bahan perapuh. Bahan pengikat berfungsi membentuk adonan yang kompak. Sedangkan bahan perapuh terdiri dari gula, shortening, bahan pengembang dan kuning telur. (Fatkurahman, 2012). 2.4 Penelitian Terdahulu

Darmawan (2013) pada penelitiannya “Modifikasi Ubi Kayu dengan “Proses Fermentasi Menggunakan Starter Lactobacillus Casei untuk Produk Pangan tepung ubi kayu termodifikasi (MOCAF)” meneliti pengaruh konsentrasi starter lactobacillus casei terhadap kadar protein tepung mocaf yang dihasilkan dan kemampuan mengembang produk mie berbahan mocaf tersebut. Hasil penelitian menyatakan tepung mocaf yang memiliki kadar protein tertinggi adalah tepung dengan

16

konsentrasi ragi 5% yakni dengan kadar konsentrasi ragi tertinggi. Hasil pengembangan mie terbaik juga didapat pada tepung dengan konsentrasi ragi 5%. Dari penelitan tersebut diambil kesimpulan bahwa semakin besar konsentrasi ragi yang digunakan maka tepung mocaf yang dihasilkan akan semakin bagus kualitasnya..

Nina Raysita (2013) pada penelitiannya “Pengaruh Proporsi Tepung Terigu dan Tepung Mocaf (modified cassava flour) Terhadap Tingkat Kesukaan Chiffon Cake” meneliti proporsi tepung mocaf : tepung terigu yang lebih disukai oleh konsumen. Sampel proporsi tepung mocaf : tepung terigu pada penelitian tersebut adalah M1 (10:90), M2 (100% terigu), dan M3 (20:80%). Hasil uji coba pada panelis dan hasil pengolahan datanya menyatakan sampel M3 (20:80%) paling disukai oleh konsumen. Dari penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan tepung mocaf sebagai bahan baku produk roti pada batas 20% masih dapat dilakukan dan menghasilkan produk yang dapat diterima oleh konsumen. Mengacu pada penelitian ini maka peneliti mencoba melakukan penambahan kadar tepung mocaf pada batas 20%.

2.5 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan telah dilakukan sebelumnya, yakni pada tanggal 18 september 2015. Penelitian yang dilakukan adalah uji coba modifikasi tepung mocaf untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan mie. Penelitian dimulai dengan percobaan pembuatan tepung mocaf dengan variasi waktu (6, 12, 18 jam) dan variasi penambahan ragi roti (0% ; 0,05% ; 0.1%). Pada penelitian tersebut didapatkan hasil terbaik dari tepung mocaf dengan waktu fermentasi 18 jam dan penambahan ragi roti 0,1%. 2.6 Hipotesis Diduga penambahan ragi memberikan kualitas yang lebih baik terhadap tepung yang dihasilkan. Selain itu diduga semakin lama waktu fermentasi semakin baik kualitas tepung mocaf yang dihasilkan.

17

III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu

Tempat penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Agrokimia Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang, dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai dengan selesai. 3.2 Alat dan Bahan Percobaan 3.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung mocaf modifikasi antara lain : pemarut, mixer, baskom, timbangan analitik, pengaduk, loyang, dan vacum dryer. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan biskuit : Loyang, pengaduk dan oven. 3.1.2 Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan tepung mocaf adalah singkong, dibeli dari penjual singkong di pasar Merjosari Kecamatan Lowokwaru. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan tepung mocaf adalah ragi roti (saccharomyces cerevisiae) dan aquades. Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah tepung terigu, tepung mocaf, margarin, gula, telur, susu skim dan pengembang. 3.3 Batasan Masalah

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada :

1. Bahan baku berbasis singkong dengan jenis yang sama 2. Bahan tambahan pada pembuatan biskuit memiliki

proporsi yang sama setiap sampel yaitu margarin, gula, telur, susudan pengembang,

3. Karena keterbatasan dana, analisis yang dilakukan pada tepung mocaf dibatasi pada pengujian kadar air, kadar abu, kadar mineral dan total bakteri.

18

Pengujian biskuit berdasarkan pada sifat organoleptik (Aroma, rasa, warna dan kerenyahan). 3.4 Prosedur Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan berdasarkan prosedur yang tertera pada Gambar 3.1.

Identifikasi Masalah

Studi Pustaka

Penentuan Hipotesis

Penentuan Rancangan

Percobaan

Penelitian Pendahuluan

Penelitian Lanjutan

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.1. Prosedur Penelitian

3.4.1 Identifikasi Masalah

Penentuan masalah adalah identifikasi terhadap masalah karakteristik tepung mocaf sebagai bahan baku biskuit. Kurangnya daya rekat tepung mocaf saat dilakukan proses pembuatan adonan, perbedaan warna, perbedaan tingkat kerenyahan dan rasa biskuit yang dihasilkan menjadi kajian masalah dalam penelitian ini.

19

3.4.2 Studi Pustaka Studi pustaka adalah upaya untuk mencari informasi

secara luas dari berbagai sumber yang digunakan sebagai acuan untuk mendukung pelaksanaan penelitian baik secara teoritis maupun praktis. Studi pustaka dilaksanakan dengan mempelajari literatur karakteristik komoditi singkong, peroses pembuatan tepung Mocaf, karakteristik tepung mocaf dan proses pembuatan biskuit. Sumber pustaka diambil dari jurnal, laporan penelitian, buku dan internet.

3.4.3 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan bertujuan menentukan faktor apa yang akan diteliti. Setelah menentukan faktor apa yang diteliti maka selanjutnya menentukan level faktor yang akan diteliti. Penelitian pendahuluan berguna untuk mengetahui keberhasilan pembuatan biskuit menggunakan tepung Mocaf dengan faktor yang telah ditentukan.

3.4.4 Penentuan Hipotesis

Penentuan hipotesis dilakukan sebagai pendugaan awal pada identifikasi permasalahan bahwa rancangan penelitian berpengaruh terhadap sifat organoleptik biskuit yang akan dihasilkan.

3.4.5 Penentuan Rancangan Percobaan

Analisis yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak pola tersarang dengan faktor utama terdiri dari 2 level (N dan R) dan faktor tersarang terdiri dari 3 level (T1, T2 dan T3). Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga diperoleh 18 satuan percobaan. Faktor Utama : Penggunaan ragi (R), terdiri dari 2 level yaitu :

R : Ragi 0,1% N : Non Ragi (ragi alamiah)

Faktor Tersarang : Waktu fermentasi adonan mocaf (T) terdiri dari 3 level yaitu : T1 : 12 jam T2 : 18 jam T3 : 24 jam

20

Dari kedua faktor tersebut diperoleh kombinasi perlakuan seperti yang tercantum pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan

Jenis Ragi Non Ragi

Waktu (T1a) (T2b) (T3c) (T1d) (T2e) (T3f)

1 (RT1a)1 (RT2b)1 (RT3c)1 (NT1d)1 (NT2e)1 (NT3f)1 2 (RT1a)2 (RT2b)2 (RT3c)2 (NT1d)2 (NT2e)2 (NT3f)2

Total RT1a0 RT2b0 RT3c0 NT1d0 NT2e0 NT3f0

Total RT00 NT00 keterangan : RT1a : waktu fermentasi 12 jam ragi 0,1% NT1d : waktu fermentasi 12 jam tanpa ragi

RT2b : waktu fermentasi 12 jam ragi 0,1% NT2e : waktu fermentasi 12 jam tanpa ragi

RT3c : waktu fermentasi 12 jam ragi 0,1% NT3f : waktu fermentasi 12 jam tanpa ragi

3.4.6 Pelaksanaan Penelitian Studi Tepung Mocaf

Pelaksanaan penelitian dilakukan berdasarkan modifikasi proses fermentasi adonan tepung mocaf. Tahapan pembuatan tepung mocaf adalah sebagai berikut : 1. Buah singkong dikupas 2. Singkong yang sudah dikupas kemudian dicuci

menggunakan air dan dibersihkan dari kotoran maupun debu yang menempel. Singkong bersih kemudian dikering anginkan selama + 30 menit untuk menghilangkan air bekas cucian yang masih melekat.

3. Dilakukan pengecilan ukuran singkong menggunakan pemarut dan kemudian ditimbang.

4. Singkong yang telah diparut ditaruh dalam baskom dan dilakukan fermentasi selama waktu T1, T2 dan T3.

5. Dilakukan proses pengeringan singkong menggunakan

tunnel dryer pada suhu 80o C selama 18 jam.

6. Singkong hasil pengeringan ditimbang. 8. Singkong kering kemudian dihaluskan atau digiling dengan

menggunakan blender maka dihasilkan tepung mocaf. 9. Tepung mocaf kemudian ditimbang dengan timbangan

untuk mengetahui berat akhir yang diperoleh. 10. Hasil akhirnya didapatkan tepung mocaf yang akan

digunakan untuk proses selanjutnya (pembuatan biskuit).

21

Diagram alir proses pembuatan tepung mocaf dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Diagram Alir Pembuatan Tepung Mocaf

3.4.7 Pembuatan Biskuit Komposisi bahan biskuit dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Komposisi Biskuit Komponen Bahan Persentase (%)

(b/b total)

Tepung Mocaf 15

Tepung Terigu 25

Gula 18

Margarin 18

Telur 18

Susu skim 6

Total 100

Sumber : Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Tahun (2013)

22

Diagram alir proses pembuatan biskuit dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Diagram Alir Pembuatan Biskuit

Susu 6% b/b Total

Kuning Telur 18 % b/b Total

Pencampuran IV Kecepatan speed 1 selama 1 menit

Penimbangan adonan 10 g / biji

Pencetakan (P : 5 cm l : 1,5 cm t : 1,5 cm)

Pengovenan Suhu 140

0 selama 40 menit

Dikering-anginkan 20 menit

Uji Organoleptik

Margarin (18% b/b total) dan Gula halus (18% b/b total)

Pencampuran I

Kecepatan speed 1 selama 8 menit

Pencampuran II

Kecepatan speed 3 selama 5 menit

Adonan

Pencampuran III Kecepatan speed 2 selama 3 menit

Adonan Biskuit

Biskuit

Tepung Mocaf (20% b/b Total), Tepung Terigu

(20% b/b Total)

23

3.4.8 Pengujian 1. Uji tepung mocaf :

- Kadar air, untuk menguji kandungan air yang ada pada tepung mocaf

- Kadar abu, untuk mengetahui kadar abu tepung mocaf - Serat kasar, untuk mengetahui kandungan serat biscuit - Ph, untuk mengetahui ph tepung mocaf - Kadar gula, untuk mengetahui kadar gula tepung mocaf - Total bakteri (TPC), untuk mengetahui jumlah bakteri

2. Uji Organoleptik biskuit menggunakan metode uji hedonik dengan parameter yang digunakan meliputi warna, rasa, aroma, dan kerenyahan.

3.4.9 Analisa Data Data hasil uji tepung mocaf dilakukan analisis ragam

(ANOVA) untuk mengetahui pengaruh setiap perlakuan (berbeda nyata/tidak berbeda nyata). Untuk hasil uji yang menunjukkan hasil berbeda nyata pada waktu fermentasi, dilakukan uji lanjut (uji BNT). Hasil uji lanjut kemudian digunakan untuk menentukan perlakuan terbaik.

Uji organoleptik dianalisa menggunakan penelis tidak terlatih terdiri dari 30 orang. Pengujian yang dilakukan menggunakan metode Uji hedonik (uji kesukaan) meliputi warna, rasa, aroma, dan kerenyahan. Setiap parameter memiliki nilai dari yang terendah sampai tertinggi yaitu 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral, 4 = suka, dan 5 = sangat suka. 3.4.10 Penentuan Perlakuan Terbaik

Penentuan perlakuan terbaik dipilih dari masing-masing perlakuan (ragi dan non ragi) dengan perolehan tertinggi dari pemilihan kelima uji. Waktu fermentasi yang tidak berbeda nyata terpilih waktu terpendek. Waktu fermentasi yang berbeda nyata, melihat parameter uji (tinggi/rendah) lalu dipilih notasi dan hasil terbaik.

24

17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Tepung Mocaf 4.1.1 Kadar Air Hasil rerata kadar air dengan waktu fermentasi 12, 18 dan 24 jam pada perlakuan penambahan ragi berkisar antara 11.65% – 12.47%, sedangkan rerata kadar air dengan waktu fermentasi 12, 18 dan 24 jam pada perlakuan non ragi berkisar antara 11.94% - 12.66%. Hasil uji (ANOVA) nested design pada waktu fermentasi 12, 18 dan 24 jam pada perlakuan penambahan ragi dan perlakuan non ragi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil kadar air yang nyata, faktor waktu fermentasi terhadap kedua perlakuan juga menunjukkan hasil kadar air yang tidak berbeda nyata (α=0.05). Rata-rata hasil uji kadar air tepung mocaf dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Rata-rata Hasil Uji Kadar Air

Lama

Fermentasi (jam)

Rata - rata Kadar Air (%)

Ragi Non Ragi

12 11.65a 12.50

a

18 12.47a 12.66

a

24 11.96a 11.94

a

Hasil analisis ragam faktor utama menunjukkan bahwa hasil uji kadar air pada perlakuan ragi dan non ragi tidak berbeda nyata (sama). Hasil analisis tersebut sesuai dengan pernyataan Putri (2015), komponen ragi tambahan pada proses fermentasi tepung mocaf tidak memberikan pengaruh signifikan pada kadar air bahan (tepung mocaf), aktivitas bakteri memecah dinding sel singkong hanya meningkatkan kadar air bebas bahan namun kadar air akhir bahan ditentukan oleh proses pengeringan bahan itu sendiri. Hasil analisis ragam faktor tersarang pada perlakuan ragi dan perlakuan non ragi menunjukkan bahwa hasil uji kadar air pada waktu fermentasi 12, 18 dan 24 jam tidak berbeda

18

nyata. Menurut Lampert (2009), semakin lama proses fermentasi, adonan tepung mocaf akan terlihat lebih berair, namun hasil kadar air tepung mocaf yang dihasilkan tetap relatif sama. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu fermentasi, kadar air bebas adonan tepung mocaf akan semakin meningkat, air bebas tersebut yang akan menyebabkan adonan tepung mocaf terlihat menggenang dan berair. 4.1.2 Kadar Abu Hasil rerata kadar abu dengan waktu fermentasi 12, 18 dan 24 jam pada perlakuan penambahan ragi berkisar antara 1.95% – 2.38%, sedangkan rerata kadar abu dengan waktu fermentasi 12, 18 dan 24 jam pada perlakuan non ragi berkisar antara 1.84% - 2.37%. Hasil uji (ANOVA) nested design pada waktu fermentasi 12, 18 dan 24 jam pada perlakuan penambahan ragi dan perlakuan non ragi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil kadar abu yang nyata, namum waktu fermentasi terhadap kedua perlakuan menunjukkan hasil kadar abu berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut (Lampiran 3) untuk mengetahui perbedaan hasil pada ketiga variasi waktu. Hasil uji lanjut (metode BNT) menunjukkan bahwa pada perlakuan ragi lama fermentasi 18 dan 24 jam tidak berbeda nyata dan berbeda nyata dengan lama fermentasi 12 jam. Pada perlakuan non ragi, uji BNT menunjukkan lama fermentasi 18 jam dan 24 jam tidak berbeda nyata dan berbeda nyata dengan lama fermentasi 12 jam. Rata-rata hasil uji kadar abu tepung mocaf dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Rata-rata Hasil Uji Kadar Abu

Lama Fermentasi

(jam)

Rata-rata Kadar Abu (%)

Ragi Non Ragi

12 2.38b 2.37

b

18 1.95a 1.84

a

24 2.01a 1.86

a

19

Hasil analisis ragam faktor utama menunjukkan bahwa hasil uji kadar abu pada perlakuan ragi dan non ragi tidak berbeda nyata (sama). Menurut Mejia (2009), kemampuan Lactobacilus plantarum, Saccharomyces cerevisae (ragi roti) dan Rhizopus oryzae dalam fermentasi tepung mocaf terbatas dalam perubahan warna mocaf, tetapi tidak ada mengubah hasil kadar abu tepung mocaf secara signifikan (konstan), kadar abu mocaf lebih dipengaruhi oleh lamanya waktu fermentasi.

Hasil analisis ragam faktor tersarang pada perlakuan ragi dan perlakuan non ragi menunjukkan bahwa hasil uji kadar abu pada waktu fermentasi 12, 18 dan 24 jam berbeda nyata, semakin lama waktu fermentasi, kadar abu tepung mocaf semakin rendah. Lampert (2009) menjelaskan, semakin lama waktu fermentasi berlangsung kadar abu akan semakin menurun. Penurunan kadar abu ini bisa terjadi karena dalam proses fermentasi akan terjadi peningkatan bahan organic karena adanya proses degradasi bahan (substrat) oleh mikroba. Semakin sedikit bahan organic bahan, maka kadar abu akan semakin rendah.

4.1.3 Serat Kasar

Hasil rerata serat kasar dengan waktu fermentasi 12, 18 dan 24 jam pada perlakuan penambahan ragi berkisar antara 2.43% – 2.82%, sedangkan rerata kadar abu dengan lama fermentasi 12, 18 dan 24 jam pada perlakuan non ragi berkisar antara 2.56% - 3.03%. Hasil uji (ANOVA) nested design pada lama fermentasi 12, 18 dan 24 jam pada perlakuan penambahan ragi dan perlakuan non ragi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa hasil serat kasar tidak berbeda nyata (α=0.05), namun pengaruh waktu fermentasi terhadap kedua perlakuan menunjukkan hasil serat kasar berbeda nyata. Uji BNT yang dilakukan pada perlakuan ragi menunjukkan lama fermentasi 12 dan 18 jam tidak berbeda nyata dan berbeda nyata dengan lama fermentasi 24 jam. Pada perlakuan non ragi, lama fermentasi 12 dan 24 jam tidak berbeda nyata dan berbeda nyata dengan lama fermentasi 18 jam. Rata-rata hasil uji serat kasar tepung mocaf dapat dilihat pada Tabel 4.3.

20

Tabel 4.3 Rata-rata Hasil Uji Serat Kasar Lama Fermentasi

(jam)

Rata-rata Serat Kasar (%)

Ragi Non Ragi

12 2.44a 2.91

b

18 2.43a 2.56

a

24 2.82b 3.03

b

Hasil analisis ragam faktor utama menunjukkan bahwa hasil uji serat kasar pada perlakuan ragi dan non ragi tidak berbeda nyata (sama). Richana (2010) mejelaskan, Serat kasar merupakan bagian dinding sel bahan yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin, senyawa-senyawa organik tersebut tidak begitu saja dapat didegradasi oleh semua jenis mikroba, pada proses fermentasi bahan pangan, penggunaan mikroba dengan kuantitas yang sedikit tidak akan memberikan dampak yang nyata pada proses penurunan serat kasar.

Hasil analisis ragam faktor tersarang pada perlakuan ragi dan perlakuan non ragi menunjukkan bahwa hasil uji kadar serat kasar pada waktu fermentasi 12, 18 dan 24 jam berbeda nyata, semakin lama waktu fermentasi, serat kasar tepung mocaf semakin tinggi. Menurut Richana (2010), semakin lama waktu fermentasi suatu bahan pangan, maka semakin tinggi pula kandungan serat kasar. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan kapang yang ikut menyumbang serat kasar yang berasal dari miselium sehingga makin banyak massa sel semakin tinggi kadar seratnya. Selain itu berkurangnya kadar air pada substrat selama proses fermentasi menyebabkan serat kasar semakin terkonsentrasi, sehingga pada analisis terhitung sebagai serat kasar.

4.1.4 pH

Hasil rerata pH dengan waktu fermentasi 12, 18 dan 24 jam pada perlakuan penambahan ragi berkisar antara 5.14 – 5.94, sedangkan rerata Ph dengan lama fermentasi 12, 18 dan 24 jam pada perlakuan non ragi berkisar antara 4.95 – 5.4. Hasil uji (ANOVA) nested design pada lama fermentasi 12, 18 dan 24

21

jam pada perlakuan penambahan ragi dan perlakuan non ragi (Lampiran 3) menunjukkan bahwa nilai Ph tidak berbeda nyata (α=0.05). Faktor lama waktu fermentasi terhadap kedua perlakuan menunjukkan nilai Ph yang berbeda nyata. Uji BNT yang dilakukan pada perlakuan ragi, menunjukkan lama fermentasi 18 dan 24 jam tidak berbeda nyata dan berbeda nyata dengan lama fermentasi 24 jam. Pada perlakuan non ragi, uji BNT menunjukkan lama fermentasi 12 dan 24 jam tidak berbeda nyata dan berbeda nyata dengan lama fermentasi 24 jam. Rata-rata hasil uji Ph tepung mocaf dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Rata-rata Hasil Uji Ph

Lama Fermentasi

(jam)

Rata-rata Ph

Ragi Non Ragi

12 5.14a 4.95

a

18 5.91b 5.40

b

24 5.94b 5.00

a

Hasil analisis ragam faktor utama menunjukkan bahwa hasil uji pH pada perlakuan ragi dan non ragi tidak berbeda nyata (sama). Diduga konsentrasi ragi terlalu rendah untuk memberi dampak yang signifikan pada pH tepung mocaf. Menurut Winarno (2012), semakin tinggi konsentrasi ragi yang diberikan maka semakin tinggi nilai pH fermentasi , namun penambahan ragi yang tidak terlalu tinggi tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan pada pH medium (4,0 - 5,0).

Hasil analisis ragam faktor tersarang pada perlakuan ragi dan perlakuan non ragi menunjukkan bahwa hasil uji pH pada waktu fermentasi 12, 18 dan 24 jam berbeda nyata, kenaikan dan penurunan pH tidak stabil. Pada perlakuan non ragi pada waktu fermentasi 18 jam pH naik, namun kemudian pada waktu fermentasi 24 jam menurun. Diduga hal ini dikarenakan waktu fermentasi masih terlalu pendek sehingga aktivitas mikroba pengolah asam pada proses fermentasi masih

22

belum stabil. Hal ini sesuai denga pernyataan Tinay et al. (2014) bahwa fermentasi ubi kayu mengakibatkan pH turun dari 6.0 menjadi 3.8 dan keasaman meningkat dari 0,111% menjadi 0,802 % selama 192 jam (8 hari) fermentasi. Namun biasanya hanya mengalami fermentasi selama kurang lebih 96 jam (4 hari) dan pH mencapai sekitar 4.75 dan keasaman 0,422%. Pada waktu fermentasi yang lebih pendek mikroba pengolah asam belum dapat bekerja secara optimal sehingga pH cendrung tidak berubah.

4.1.5 Total Gula

Hasil rerata total gula dengan waktu fermentasi 12, 18 dan 24 jam pada perlakuan penambahan ragi berkisar antara 0.5% – 0.66%, sedangkan rerata total gula dengan lama fermentasi 12, 18 dan 24 jam pada perlakuan non ragi berkisar antara 3.34 – 3.57. Hasil uji (ANOVA) nested design pada lama fermentasi 12, 18 dan 24 jam pada perlakuan penambahan ragi dan perlakuan non ragi (Lampiran 2) menunjukkan bahwa hasil total gula berbeda nyata (α=0.05), namun faktor lama waktu fermentasi terhadap kedua perlakuan menunjukkan total gula tidak berbeda nyata. Rata-rata hasil uji total gula tepung mocaf dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Rata-rata Hasil Uji Total Gula

Lama Fermentasi

(jam)

Rata-rata Total Gula

Ragi Non Ragi

12 0.50a 3.36

a

18 0.65a 3.34

a

24 0.66a 3.57

a

Hasil analisis ragam faktor utama menunjukkan hasil uji

total gula pada perlakuan ragi dan non ragi berbeda nyata, hasil uji total gula pada perlakuan ragi lebih rendah dari perlakuan non ragi. Diduga jumlah bakteri yang lebih besar pada perlakuan ragi menggunakan lebih banyak kadar gula tepung mocaf sebagai sumber makanan sehingga hasil total gula

23

perlakuan ragi lebih rendah. Menurut Damayanthi (2007), gula merupakan sumber makanan utama bagi khamir untuk bermetabolisme dan bertahan hidup. Pada proses fermentasi, polysakarida akan direduksi menjadi monosakarida yang menjadi sumber makanan mikroba.

Hasil analisis ragam faktor tersarang pada perlakuan ragi dan perlakuan non ragi menunjukkan bahwa hasil uji total gula pada waktu fermentasi 12, 18 dan 24 jam tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena waktu fermentasi masih terlalu pendek sehingga aktivitas mikroba pada fermentasi mocaf belum berdampak signifikan pada total gula mocaf. Menurut Faridah (2008), pada fermentasi tepung mocaf dengan penambahan ragi <10 gram, aktivitas mikroba mencapai titik. optimum adalah pada waktu fermentasi 1-2 hari. Sebelum waktu tersebut adalah masa awal inokulum berkembang biak, sedangkan setelah waktu optimum adalah masa deathphase mikroba. 4.2 Perlakuan Terbaik 4.2.1 Ragi Hasil analisis ragam pada pembahasan sebelumnya (Lampiran 3), dapat dilakukan pemilihan perlakuan terbaik untuk lama fermentasi pada perlakuan ragi. Pemilihan perlakuan terbaik ragi dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Perlakuan terbaik (Ragi)

Jenis Uji Waktu Fermentasi (Terpilih)

Kadar air

Kadar abu

Serat kasar

Ph

Total gula

12 jam

18 jam

12 jam

12 jam

12 jam

Perlakuan terbaik 12 jam

Pada uji kadar air, hasil dari 3 varian waktu fermentasi tidak berbeda nyata, maka pemilihan perlakuan terbaik adalah

24

waktu terpendek 12 jam. Pada uji kadar abu, perlakuan terbaik dilihat dari tabel BNT (Lampiran 3), hasil terbaik (rata-rata terendah) adalah waktu fermentasi 18 dan 24 jam dengan notasi sama, maka dipilih waktu terpendek 18 jam. Uji serat kasar, uji BNT dengan hasil terbaik (rata-rata terendah) waktu fermentasi 18 dan 12 jam dengan notasi sama, dipilih waktu terpendek 12 jam. Uji Ph, uji BNT dengan hasil terbaik (rata-rata terendah) waktu fermentasi 12 jam. Uji total gula, hasil dari 3 varian waktu fermentasi tidak berbeda nyata, pemilihan perlakuan terbaik adalah waktu terpendek 12 jam. Nilai masing-masing uji pada waktu perlakuan terbaik (12 jam) dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Nilai Uji Perlakuan Terbaik

Jenis Uji Rata-rata Uji (12 jam)

Kadar air

Kadar abu

Serat kasar

Ph

Total gula

11.65 %

2.38 %

2.44 %

5.14

0.5 %

4.2.2 Non Ragi Pemilihan perlakuan terbaik non ragi dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8. Perlakuan Terbaik (Non Ragi)

Jenis Uji Waktu Fermentasi (Terpilih)

Kadar air

Kadar abu

Serat kasar

Ph

Total gula

12 jam

18 jam

18 jam

12 jam

12 jam

Perlakuan terbaik 12 jam

25

Pada uji kadar air, hasil dari 3 varian waktu fermentasi tidak berbeda nyata, maka pemilihan perlakuan terbaik adalah waktu terpendek yakni 12 jam. Pada uji kadar abu, perlakuan terbaik dilihat dari tabel BNT (Lampiran 3), hasil terbaik (rata-rata terendah) adalah waktu fermentasi 18 dan 24 jam dengan notasi yang sama, maka dipilih waktu terpendek 18 jam. Uji serat kasar, uji BNT dengan hasil terbaik (rata-rata terendah) adalah waktu fermentasi 18 jam. Uji Ph, uji BNT dengan hasil terbaik (rata-rata terendah) adalah waktu fermentasi 12 dan 24 jam dengan notasi yang sama, maka dipilih waktu terpendek 12 jam. Uji total gula, hasil dari 3 varian waktu fermentasi tidak berbeda nyata, pemilihan perlakuan terbaik adalah waktu terpendek 12 jam. Nilai masing-masing uji pada waktu perlakuan terbaik (12 jam) dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Nilai Uji Perlakuan Terbaik

Jenis Uji Rata-rata Uji (12 jam)

Kadar air

Kadar abu

Serat kasar

Ph

Total gula

12.50 %

2.37 %

2.91 %

4.95

3.36 %

4.3 Hasil Uji Organoleptik Biskuit 4.3.1 Hasil Uji Organoleptik (Tepung Mocaf Ragi (12 jam)) Hasil uji organoleptik tepung mocaf dapat dilihat pada Tabel 4.10. Tabel 4.10 Hasil Uji Organoleptik Biskuit Perlakuan Ragi

Parameter Rata-rata Uji Kuisoner Keterangan

Warna 3.43 Suka

Aroma 2.27 Tidak suka

Rasa 3.97 Suka

26

Berdasarkan hasil uji kuisoner (Lampiran 4), panelis menyukai tampilan warna biskuit. Berdasarkan keterangan yang diberikan panelis, warna biskuit yang putih terlihat menarik dan mengundang selera untuk mengkonsumsi biskuit. Selain itu tekstur warna memberi kesan biskuit renyah dan halus. Panelis juga memberikan komentar bahwa warna biskuit bahkan cendrung lebih baik dari warna biskuit secara umum dipasaran.

Hasil uji kuisoner aroma, rata-rata panelis tidak menyukai warna dari biskuit. Berdasarkan keterangan yang diberikan, aroma biskuit terasa hambar dan cendrung tidak memiliki aroma. Menurut panelis, aroma biskuit tidak memberikan kesan lezat pada biskuit itu sendiri. Selain itu aroma biskuit dibandingkan dengan biskuit pada umumnya cendrung tidak menarik, karena pada umumnya biskuit memiliki aroma yang khas dan menyenangkan bagi konsumen.

Hasil uji kuisoner rasa, rata-rata panelis menyukai rasa dari biskuit. Berdasarkan keterangan yang diberikan, rasa biskuit sangat lezat dan melebihi ekspetasi dari tampilan biskuit. Menurut panelis, rasa gurih yang khas menjadi kelebihan tersendiri dari rasa biskuit tepung mocaf tersebut. Menurut panelis rasa biskuit dapat bersaing dengan rasa biskuit di pasaran hanya perlu memperbaiki sedikit tampilan biskuit.

Diduga tidak adanya bahan tambahan (penguat aroma) menjadi alasan kurangnya aroma dari biskuit tepung mocaf. Menurut Marry (2009), jenis makanan kue kering merupakan jenis makanan yang sulit untuk mengeluarkan cita rasa dan aromanya. Karena itu dibutuhkan penguat aroma (rhum) sebagai bahan tambahannya.

4.3.2 Hasil Uji Organoleptik (Tepung Mocaf Non Ragi (12 jam)) Hasil uji organoleptik tepung mocaf dengan perlakuan non ragi dengan waktu fermentasi 12 jam dapat dilihat pada Tabel 4.11

27

Tabel 4.11. Hasil Uji Organoleptik Biskuit Perlakuan Non Ragi Parameter Rata-rata Uji Kuisoner Keterangan

Warna 1.77 Tidak suka

Aroma 1.77 Tidak suka

Rasa 3.97 Suka

Berdasarkan hasil uji kuisoner (Lampiran 4), panelis

tidak menyukai tampilan warna biskuit. Berdasarkan keterangan yang diberikan panelis, warna biskuit terlihat coklat kekuning-kuningan, terlihat tidak menarik dan kurang mengundang selera konsumen. Tekstur warna memberi kesan biskuit kasar dan kurang halus. Diduga warna dasar tepung yang kurang bagus menjadi alasan warna biskuit yang tanpa pewarna tambahan menjadi kurang bagus. Menurut Rosalie (2009), pada pembuatan kue kering (cookies) kualitas tepung menjadi faktor utama untuk memperoleh hasil kue kering yang baik. Karakter tepung (tingkat kehalusan, warna dan aroma) harus dipertimbangkan dengan seksama saat pemilihan bahan kue kering.

Hasil uji kuisoner aroma, rata-rata panelis tidak menyukai aroma dari biskuit. Berdasarkan keterangan yang diberikan, aroma biskuit terasa hambar dan cendrung tidak memiliki aroma. Menurut panelis, aroma biskuit tidak memberikan kesan lezat pada biskuit itu sendiri. Diduga tidak adanya penguat aroma juga menjadi alasan kurangnya aroma dari biskuit ini. Menurut Marry (2009), jenis makanan kue kering merupakan jenis makanan yang sulit untuk mengeluarkan cita rasa dan aromanya. Karena itu dibutuhkan penguat aroma (rhum) sebagai bahan tambahannya.

Hasil uji kuisoner rasa, rata-rata panelis menyukai rasa dari biskuit. Berdasarkan keterangan yang diberikan, rasa biskuit sangat lezat dan melebihi ekspetasi dari tampilan biskuit. Menurut panelis, rasa gurih yang khas menjadi kelebihan tersendiri dari rasa biskuit tepung mocaf. Menurut panelis rasa biskuit dapat bersaing dengan rasa biskuit di pasaran namun sangat perlu memperbaiki tampilan dari biskuit.

28

17

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Analisis ragam pada hasil uji kadar air tepung mocaf

menyatakan faktor ragi dan waktu fermentasi tidak berbeda nyata. Analisis ragam hasil uji kadar abu, serat kasar dan pH menyatakan faktor ragi tidak berbeda nyata namun waktu fermentasi berbeda nyata. Analisis ragam pada uji total gula menyatakan faktor ragi berbeda nyata namun waktu fermentasi tidak berbeda nyata. Hasil pemilihan perlakuan terbaik untuk perlakuan ragi maupun non ragi adalah waktu fermentasi 12 jam.

Uji organoleptik biskuit hasil tepung mocaf perlakuan ragi, panelis menyukai warna dan rasa biskuit, namun tidak menyukai aroma biskuit. Sedangkan pada uji organoleptik biskuit hasil tepung mocaf perlakuan non ragi, panelis hanya menyukai rasa biskuit, namun tidak menyukai aroma dan warna biskuit.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang :

1. Pengaruh waktu fermentasi dengan rentan waktu yang lebih panjang.

2. Pengaruh penambahan ragi (Saccharomyces cerevisiae) dengan konsentrasi yang lebih beragam.

3. Perlu dilakukan uji proksimat untuk mengetahui pengaruh perlakuan penambahan ragi dan waktu fermentasi terhadap kualitas tepung mocaf lebih spesifik.

38

DAFTAR PUSTAKA

Adetunde, A.A., Onilude. 2010. Effect of Particulate Materials on Lactic Fermentation of New Local White Variety Cassava (Bianbasse) Using Both Spontanious and Starter Culture. Academic Journal. 4 (1) : 45-50.

APTINDO. 2013.Overview Industri Tepung Terigu Nasional Indonesia. Dilihat pada 20 Januari 2016. http://www.aptindo.or.id.

Damayanthi, E dan E. D. Mudjajanto. 2007. Ilmu Gizi Ruminansia. Penerbit PT Gramedia, Jakarta.

Darmawan, Muchlis Riki, Patrick Andreas, Bakti Jos dan Siswo Sumardiono. 2013. Proses Fermentasi Menggunakan Starter Lactobacillus Caseiuntuk Produk Pangan tepung ubi kayu termodifikasi (MOCAF). JurnalTeknologi Kimia dan Industri. 2 (4) :140

Departemen Perindustrian RI. (2011). Cracker dan Cookies. Dilihat pada 20 Januari 2016.http://regulasi.kemenperin.go.id.

Faridah, A, dkk. (2008). Patiseri Jilid I Untuk SMK. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

Hoseney, R.C. 2008. Principles of Cereal Science and Technology 2nded. St. Paul, MN. American Association of Cereal Chemists.

Hazzizah. 2013. Karakteristik Cookies Umbi Inferior Uwi Putih (Kajian Proporsi Tepung Uwi:Pati Jagung Dan Penambahan Margarin). Jurnal Pangan Dan Agroindustry. 1 (1) : 139

Kementrian perindustrian RI. 2016. Kedalaman Struktur Industri yang Mempunyai Daya Saing Di Pasar Global. Dilihat pada 20 Januari 2016.http://www.kemenperin.go.id/download/3280/Laporan-Studi-2011---Penguatan-Struktur-Industri-dalam-Pengembangan-Klaster-Industri-Berbasis-Biomaterial.

Kartika, Agung. 2009. Skripsi : Pengaruh Presentase Ragi dan Lama Waktu Fermentasi Terhadap Produk Tape yang Dihasilkan. Universitas Denpasar. Bali

39

Lampert, L.M. 2009. Modern Dairy Product 1. Chemical Publishing Company

Inc. New York. USA. Lidiasari, E., Indriyani, M.S., dan Syaiful, F. 2013. Pengaruh

Perbedaan Suhu Pengeringan Tepung Tapai Ubi Kayu Terhadap Mutu Fisik dan Kimia yang Dihasilkan. Ilmu- Ilmu Pertanian Indonesia. 8 (2) : 141-146.

Masyarakat Singkong Indonesia (MSI). 2016. Peluang Investasi Klaster Singkong Terpadu. Dilihat pada 20 Januari 2016. http://singkong-msi.blogspot.co.id/.

Mayang, Anindyajati. 2007. Formulasi Dan Optimasi Produk Biskuit Berbahan Baku Sagu Ubi Jalar Dan Kacang Hijau. Skripsi IPB. Bogor

Mejia, D., dan Lewis B. 2009. ”SORGHUM”. Post-harvest Operations, Food

Faculty Department. Purawisastra, Suryana dan Heru Yuniati. 2008. Penurunan

Kadar Sianlda Singkong Pahit Pada Proses Fermentasi Calr Bakteri Brevibacterium Lactofermentemum Bl-lm76. 27 (1) : 20-22

Putri, Agustina E. V. T., Winarni Pratjojo dan Eko Budi Susatyo. 2015. Uji

Proksimat dan Organoleptik Brownies dengan Substitusi Tepung

Mocaf (Modified Cassava Flour). No. 4 (3). Raysita, Nina dan Lucia Tri Pangesthi. 2013. Pengaruh Proporsi

Tepung Terigu dan Tepung Mocaf (Modified Cassava Flour) Terhadap Tingkat Kesukaan Chiffon Cake. Jurnal Tata Boga. 2 (2) : 3

Rahman, Adie. M. 2007. Mempelajari Karakteristik Kimia Dan Fisik Tepung Tapioca Dan Mocaf (Modified Cassava Flour) Sebagai Penyalut Kacang Pada Produk Kacang Salut. Skripsi. IPB. Bogor

Richana, N. (2010). Tepung Jagung Termodifikasi sebagai Pengganti Terigu. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 32 (6). Diakses 18 April 2014.

Rosmeri, Visensia Iva dan Bella Nina Monica. 2013. Pemanfaatan Tepung Umbi Gadung (Dioscorea hispida

40

Dennst) dan Tepung MOCAF (Modified Cassava Flour) Sebagai Bahan Substitusi dalam Pembuatan Mie Basah, Mie Kering dan Mie Instan. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2 (2) :248

Sadjilah. N, 2011. Mengolah Tepung Mocaf Sebagai Pengganti Tepung Terigu. Jakarta: Salemba Empat.

Santoso. 2009. Pembuatan Gula. Jurusan Teknologi Pertanian (IPB Press). Bogor

Subagio (2007) dalam Rahman (2007). Industrialisasi Modified Cassava Flour (MOCALl) Sebagai Bahan Baku Industri Pangan Untuk Menunjang Diversifikasi Pangan Pokok Nasional. Tidak Diterbitkan. Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember. Jember

SNI, Standar Nasional Indonesia. 2012. Biskuit : SNI 01-2973-1992. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta

SNI. 2011. Tepung Mocaf : SNI 7622:2011. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta Tandrianto, J, Mintoko, D.K, dan Gunawan S. 2014. Pengaruh

Fermentasi Pada Pembuatan Mocaf (Modified Cassava Flour) Dengan Menggunakan Ragi Roti (Saccharomyces cereviseae), Ragi Tempe (Rhizopus oryzae), dan Lactobacillus plantarum Terhadap Kandungan Zat Nutrisi Dan Anti Nutrisi. Skripsi Program Sarjana Teknik Kimia ITS : Surabaya.

Trisnawati, Merina Iing dan Fithri Choirun Nisa. 2015. Pengaruh Penambahan Konsentrat Protein Daun Kelor Dan Karagenan Terhadap Kualitas Mie Kering Tersubstansi Mocaf. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3 (1) : 237-247.

Wagiman (2011) dalam Hanifa (2013). Kadar Protein, Kadar Kalsium, Dan Kesukaan Terhadap Cita Rasa Chicken Nugget Hasil Subtitusi Terigu Dengan Mocaf Dan Penambahan Tepung Tulang Rawan. Jurnal Pangan Dan Gizi. 4 (8) : 53-54

Winarno, F. G. (2012). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yeni, Irna. 2012. Manfaat Mengkonsumsi Mocaf. Kanisius. Yogyakarta.