studi kasus

Upload: elita-rachmawati

Post on 02-Mar-2016

48 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Studi kasus isu-isu kontemporer ASP

TRANSCRIPT

Ini Dana Perjalanan Dinas PNS yangWahdan Belanja Pegawai 2014Herdaru Purnomo- detikfinanceKamis, 13/03/2014 11:35 WIB

Jakarta-Pemerintah mengalokasikan belanja pemerintah sebesar Rp 1.816 triliun di APBN 2014, naik Rp 90,5 triliun dari tahun 2013 yang sebesar Rp 1.726 triliun.

Dari pos belanja pemerintah tersebut, belanja pegawai dan perjalanan dinas pun dipatok cukup tinggi di tahun 2014 ini.

Berdasarkan data Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) yang diperolehdetikFinance, Kamis (13/3/2014), belanja pegawai di tahun 2013 tercatat Rp 232,97 triliun dan di tahun 2014 naik menjadi Rp 276,67 triliun.

"Kenaikan belanja pegawai dari tahun 2013 ke 2014 sampai sebesar Rp 43,6 triliun. Tetapi kenaikan belanja modal untuk pembangunan hanya sebesar Rp 13,2 triliun," kata Direktur Investigasi Dan Advokasi FITRA, Uchok Sky Khadafi.

Menurutnya pemerintah lebih memanjakan pegawai negeri daripada diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat.

"Ini bisa dilhat masih banyak jalan yang rusak, belum diperbaiki oleh pemerintah pada satu sisi sehingga sangat menganggu ekonomi rakyat miskin, dan pada sisi lain, mana ada pegawai pemerintah hidup dalam kemiskinan karena, selalu mendapat upah, dan mengalami kenaikan gaji setiap tahun," paparnya.

Sementara, berdasarkan data FITRA anggaran perjalanan dinas di tahun politik ini juga mengalami kenaikan hingga Rp 8 triliun.

Di tahun 2013 anggaran perjalanan dinas tercatat Rp 24,1 triliun dan naik Rp 8 triliun menjadi Rp 32,1 triliun di 2014.

Dijelaskan Uchok lebih jauh APBN 2014 ini tidak membuat rakyat sejahtera. Pendapatan negara dari pajak hanya habis untuk belanja rutin sebesar 54 persen dan disebabkan ada penyimpangan anggaran atau kebocoran anggaran sebesar 32%.

"Dengan demikian anggaran APBN sebanyak 86% tidak sampai kepada rakyat, maka setiap tahun APBN selalu meningkat terus, tetapi tidak mampu mensejahterakan rakyat sendiri. Karena, rakyat hanya menikmati sebanyak 14% dari total pendapatan pajak dalam negeri," papar Uchok.

Di 2014, belanja pegawai Pemda ditekan hingga 50%Oleh Fahriyadi -Kamis, 21 November 2013 | 16:33 WIB

Telah dibaca sebanyak 678 kaliKomentar

BERITA TERKAIT Tahun ini Jokowi targetkan Silpa hanya 3% Modal Minim Menghambat Aksi Jamkrida Undang-undang baru atur migrasi PNS ke kota besar 105 Instansi daerah tak boleh tambah PNS BLSM tahap II siap mengalir 1 September

JAKARTA. Pemerintah terus mendorong setiap pemerintah daerah meningkatkan belanja modal dan mengurangi belanja aparatur atau belanja pegawai.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan, hingga November 2013, serapan anggaran pemerintah daerah rata-rata baru mencapai 68%.

"Targetnya akhir tahun rata-rata serapan anggaran di atas 90% dan itu sudah bagus sekali," ujar Gamawan kepada KONTAN, Rabu (20/11) kemarin.

Gamawan menyatakan, saat ini hambatan dalam serapan anggaran adalah terkait petunjuk teknis yang diberikan pemerintah pusat dan Pemda cenderung tak berani memutuskan terkait dana program dekonsentrasi.

Kendati begitu, Gamawan mengaku, alokasi belanja modal pemda tahun ini rata-rata sudah 30%, atau meningkat dari tahun lalu yang masih 24%.

"Pemerintah akan melakukan pembinaan pada Pemda agar belanja modal diperbesar dan belanja pegawai dikurangi," imbuh dia.

Menurut Gamawan, program moratorium penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang dilakukan selama dua tahun terakhir terutama di Pemda Kabupaten dan Kota tujuannya agar rasio pegawai PNS pemda bisa ditekan karena membebani anggaran.Gaji pegawaiIa menilai, beban anggaran belanja pegawai menyebabkan anggaran habis hanya untuk gaji pegawai setiap tahun sehingga banyak pembangunan daerah yang tak berjalan.

Belanja pegawai rata-rata Pemda saat ini sekitar 60%. Karena itu, pemerintah berupaya agar angka ini bisa turun hingga 50%.

Meski diakui angka 60% belum ideal, tapi Gamawan menyambut positif bahwa saat ini tak ada lagi Pemda Kabupaten/Kota yang menghabiskan anggarannya di atas 70% untuk belanja pegawai.

"Tahun lalu, kami masih menemukan banyak daerah yang anggaran pegawainya hingga 73%," ujarnya.

Gamawan menambahkan, target penurunan belanja pegawai hingga berada pada rasio 50% sangat mungkin dilakukan di tingkat Provinsi dan akan terus didorong kepada Pemda Kabupaten/Kota.

"Jangan sampai ke depan terjadi lagi Pemda yang pegawainya banyak tapi tidak optimal bekerja, pintanya.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng mengapresiasi target yang diusung pemerintah agar menekan belanja pegawai di angka 50% atau bahkan di bawahnya.

Namun, ia mengatakan, upaya itu dipastikan tidak akan mudah. Pasalnya, menurut catatan KPPOD, tahun 2013 belanja modal pemda belum beranjak dari angka 24% dan belanja pegawai masih menyentuh angka 70%.

"Pemda gagal melakukan reformasi birokrasi dan terjadi inefisiensi anggaran yang menyebabkan bengkaknya belanja pegawai setiap tahunnya," ujar Robert.

Pemerintah pusat, lanjut dia, juga tidak konsisten dalam upaya mengurangi belanja pegawai daerah. Hal itu terlihat bahwa pada September-Oktober lalu banyak Pemda yang mengajukan penambahan pegawai dan disetujui pemerintah.

Fitra: DPR tak gunakan fungsibudgetinguntuk rakyatLily Rusna FajriahSenin, 10 Maret 2014 13:55 WIB

Ilustrasi/Foto: IstimewaSindonews.com- Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Yenny Sucipto menilai DPR tidak menggunakan fungsibudgetingyang ada dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk kesejahteraan rakyat.

Menurutnya, fungsibudgetingyang dilakukan DPR terutama pada periode 2009-2014 tidak maksimal memenuhi kesejahteraan rakyat. Beberapa keputusan DPR lebih berpihak kepada pemerintah dibanding memihak rakyat. APBN dinilai lebih banyak dipenuhi oleh kepentingan politik tertentu.

"Kita tahu DPR dalam amanat UUD 1945 pasal 23 menyebutkan APBN merupakan pengelolaan keuangan negara yang digunakan untuk kemakmuran rakyat. Namun, dalam praktiknya lebih banyak dipenuhi oleh kepentingan elit politik," ungkapnya dalam konferensi pers, Senin (10/3/2014).

Salah satu poin yang dikritisi adalah anggaran kesehatan yang masih stagnan di angka 2 persen. Padahal dalam UU No 36/2009 pasal 171, mengamanatkan anggaran kesehatan pemerintah sebesar 5 persen dari APBN.

"Anggaran kesehatan cenderung mengalami penurunan alokasi. Padahal kesehatan merupakan hak konstitusional rakyat yang harus diperjuangkan DPR," imbuhnya.

Sekadar informasi, UU No 36/2009 dalam pasal 171 ayat 1 menyebutkan bahwa besar anggaran kesehatan pemerintah dialokasikan minimal 5 persen dari APBN di luar gaji.

Wamen PAN sebut anggaran belanja pegawai meningkatR Ratna PurnamaSelasa, 4 Februari 2014 00:30 WIB

Ilustrasi, (SINDOphoto).Sindonews.com- Wakil Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Wamen PAN) Eko Prasojo mengatakan, belanja pegawai meningkat 116,7 persen sejak tahun 2009.

Dari catatan yang dimiliki, kurun waktu lima tahun ini peningkatan belanja pegawai mencapai 90 persen.

Menurutnya, meningkatnya belanja pegawai disebabkan gemuknya struktur organisasi negara. Sayangnya, peningkatan anggaran belanja pegawai tidak diikuti dengan peningkatan produktivitas pemerintahan dan pelayanan.

"Memang saat ini kondisi itu tidak bisa dipungkiri. Peningkatan kinerja belum terjadi walaupun anggaran belanjanya bertambah," kata Eko di Depok, Senin 4 Februari 2014.

Dia mengatakan, belanja pegawai tahun 2009 mencapai Rp127,7 triliun. Dan meningkat hingga Rp241,1 triliun pada tahun 2013. Sedangkan tahun 2014, belanja pegawai semakin membesar menjadi Rp276,7 triliun. "Atau naik sebesar 18,8 persen dibandingkan tahun lalu," ungkapnya.

Berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah, kata dia, pemerintahan Indonesia berubah menjadi desentralistik. Peraturan itu memberikan kewenangan besar kepada pemerintah daerah sejak tahun 2001.

Namun, kewenangan tersebut tidak diikuti dengan perampingan struktur di tingkat pemerintah pusat. Sebaliknya terjadi pembengkakan terus menerus struktur internal kementrian dan jumlah lembaga non kementerian, maupun lembaga non struktural.

"Struktur yang tambun dengan 34 kementerian, 28 LPNK, dan 88 LNS, bukan hanya tidak sesuai dengan semangat pemerintahan yang desentralistik tetapi telah menyebabkan inefisiensi yang sangat tinggi," ujarnya.

APBD PEMPROV DKITahun ini Jokowi targetkan Silpa hanya 3%Oleh Fahriyadi -Selasa, 01 Oktober 2013 | 11:26 WIB

Telah dibaca sebanyak 700 kaliKomentar

BERITA TERKAIT Target pengoperasian Transjakarta malam meleset DPRD DKI: Jokowi kerja cepat, bawahannya lambat Jokowi terbitkan Pergub anti rayap DKI revisi target pendapatan daerah 2013 Pemprov DKI targetkan bangun 50.000 rusun di 2014

JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta pada Senin, (30/9) malam akhirnya menyetujui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2013 dari Rp 49,9 triliun menjadi sebesar Rp50,1 atau bertambah Rp 129,58 miliar. Perubahan anggaran ini disesuaikan dengan hasil evaluasi makro ekonomi dan pelaksanaan APBD pada semester pertama.

Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta, Mohammad Sanusi menjelaskan APBD-P 2013 ini bakal difokuskan pada penyertaan modal pemerintah (PMP) yang diperuntukkan untuk empat BUMD, yakni PT Jakarta Propertindo, PD Dharma Jaya, PT MRT Jakarta, dan PT Bank DKI

Kendati begitu, PMP yang disetujui dalam APBD-P justru turun dari Rp4,3 triliun menjadi Rp3,6 triliun "Setelah pengesahan ini kami berharap Pemerintah Provinsi DKI bisa mengejar target-target yang belum dikerjakan," katanya.

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) usai rapat pengesahan itu berkomitmen untuk mengejar target program yang belum dikerjakan. Ia menargetkan Sisa Lebih Penghitungan Anggaran (Silpa) pada akhir tahun anggaran 2013 bisa menyusut hingga 3%. Untuk dapat mengejar target Silpa, Jokowi pun meminta jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bisa menggenjot program-programnya.

Ia tidak ingin Silpa tahun anggaran 2012 lalu yang mencapai Rp 9,46 triliun terulang lagi. "Kita akan genjot para SKPD untuk bisa memaksimalkan penyerapan anggaran," katanya.

Target Jokowi ini sejalan dengan target yang diusung Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi. Gamawan mengatakan bahwa akhir tahun rata-rata Pemerintah Daerah (Pemda) dapat menyerap APBD mereka 85-90% atau bahkan lebih.

Menurutnya realisasi penyerapan APBD secara rata-rata per Agustus lalu telah diatas 50%. Ia pun menghimbau kepada Kepala Daerah untuk mengefektifkan waktu yang tersisa tahun ini untuk meningkatkan kinerjanya agar serapan anggarannya bisa lebih baik.