studi deskriftif pelaksanaan sasaran ...repository.helvetia.ac.id/1683/7/arseliana...
TRANSCRIPT
1
STUDI DESKRIFTIF PELAKSANAAN SASARAN KESELAMATAN
PASIEN SESUAI INSTRUKSI KARS VERSI 2012 DI IGD RUMAH
SAKIT TNI AD TK IV 02.07.04 BANDAR LAMPUNG
TESIS
Oleh:
ARSELIANA HELSANEWA
1303195057
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2018
2
STUDI DESKRIFTIF PELAKSANAAN SASARAN KESELAMATAN
PASIEN SESUAI INSTRUKSI KARS VERSI 2012 DI IGD RUMAH
SAKIT TNI AD TK IV 02.07.04 BANDAR LAMPUNG
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat (M.KM)
Pada Program Studi S2 Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Rumah Sakit
Institut Kesehatan Helvetia Medan
Oleh:
ARSELIANA HELSANEWA
1303195057
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2018
HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL : STUDI DESKRIFTIF PELAKSANAAN
SASARAN KESELAMATAN PASIEN SESUAI
INSTRUKSI KARS VERSI 2012 DI IGD RUMAH
SAKIT TNI AD TK IV 02.07.04 BANDAR
LAMPUNG
NAMA MAHASISWA : ARSELIANA HELSANEWA
NOMOR INDUK : 1303195057
MINAT STUDI : ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
Menyetujui
Komisi Pembimbing :
Medan, Maret 2018
Pembimbing I
Dr. Achmad Rifai, S.K.M, M.Kes
Pembimbing II
dr. Jamaluddin, MARS
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Institut Kesehatan Helvetia Medan
Dekan,
Dr. Asriwati, S.Kep., Ns., S.Pd., M.Kes
Telah diuji pada tanggal : 03 Maret 2018
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua : Dr. Achmad Rifai, S.K.M, M.Kes
Anggota : 1. dr. Jamaluddin MARS
2. Dr. Tri Niswati, M.Kes
3. Iman Muhammad, S.E, S.Kom, M.M, M.Kes
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya mengatakan bahwa :
1. Tesis saya ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar magister, baik di Institut Kesehatan Helvetia maupun di perguruan
tinggi lain.
2. Tesis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing dan masukkan tim
penelaah/tim penguji
3. Dalam Tesis tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara sendiri dengan jelas dicantumkan
sebagai acuhan dalam naskah dengan sebutan nama pengarang dan
dicantumkan dalam bentuk pustaka
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian
hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar
yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan
norma yang belaku dipergur uan tinggi ini.
Medan, Maret 2018
Yang Membuat Pernyataan
Arseliana Helsanewa
1303195057
i
ABSTRACT
DESCRIPTIVE STUDY IMPLEMENTATION OF PATIENT SAFETY
TARGET IN ACCORDANCE INSTRUCTIONS KARS VERSION 2012 IN
HOSPITAL EMERGENCY TNI AD TK IV 02.07.04
BANDAR LAMPUNG
ARSELIANA HELSANEWA
1303195057
This hospital is one of the hospitals committed to patient safety and has
SPO (Standard Operating Procedure). Emergency Installation (IGD) at RS TNI
AD Tk. IV Bandar Lampung has various types of professional and non-
professional personnel who are ready to provide patient care 24 hours
continuously. Emergency care services beroriantasi to patient safety associated
with the services provided must meet the quality of good service. This study aims
to descriptive the extent to which the implementation of target patient safety
standards in accordance with KARS Instruction 2012 version in Emergency
Installation RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung in 2017.
This study uses a qualitative method. The number of informants in this
research are 7 implementing health personnel such as Doctor (3), Nursing Staff
(3) and Pharmacist Officer (1) at Emergency Installation RS TNI AD Tk IV
Bandar Lampung.
The results of the study indicate that the implementation of patient
identification, effective communication execution, safety enhancement
implementation that need to be watched, precise location-correct, precise-
procedure, exact-operation operation, and implementation of risk reduction
related to health services are in accordance with KARS instrument 2012 , while
the implementation of the risk of falling patients is not in accordance with KARS
instrument 2012 version.
Implementation Standards standard I, II, III, IV, and V target standards of
patient safety in accordance with KARS Installation 2012 version at Emergency
Installation RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung in 2017, while the
target VI is not in accordance with KARS Instruction 2012. 2012. It is suggested
to pay attention to the availability of facilities and infrastructure in the
Emergency Installation to support the implementation of the patient's safety goals.
Keywords: Hospitals, patient safety goals, accreditation
Bi bliography: 6 Books and 39 Internet (2007-2017)
ii
ABSTRAK
STUDI DESKRIFTIF PELAKSANAAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN
SESUAI INSTRUKSI KARS VERSI 2012 DI IGD RUMAH SAKIT TNI AD TK IV
02.07.04
BANDAR LAMPUNG
ARSELIANA HELSANEWA
1303195057
Rumah sakit TNI AD Tk IV Bandar Lampung ini merupakan salah satu
rumah sakit yang berkomitmen pada keselamatan pasien dan telah memiliki SPO
(Standar Prosedur Operasional). Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RS TNI AD Tk.
IV, Bandar Lampung memiliki berbagai jenis tenaga profesi dan non profesi yang
siap memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Pelayanan gawat
darurat yang beroriantasi kepada keselamatan pasien terkait dengan pelayanan
yang diberikan harus memenuhi mutu pelayanan yang baik. Penelitian ini
bertujuan untuk menggambarkan sejauh mana pelaksanaan standar sasaran
keselamatan pasien yang sesuai dengan Instruksi KARS versi 2012 di Instalasi
Gawat Darurat RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung tahun 2017.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Jumlah Informan dalam
penelitian ini adalah 7 tenaga kesehatan pelaksana antara lain Dokter (3), Tenaga
keperawatan (3) dan Petugas apoteker (1) di Instalasi Gawat Darurat RS TNI AD
Tk IV Bandar Lampung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan identifikasi pasien,
pelaksanaan komunikasi efektif, pelaksanaan peningkatan keamanan obat yang
perlu diwaspadai, pelaksanaan kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien
operasi, dan pelaksanaan pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
sudah sesuai dengan instrumen KARS versi 2012, sedangan pelaksanaan risiko
pasien jatuh belum sesuai dengan instrumen KARS versi 2012.
Pelaksanaan Standar standar sasaran I,II,III, IV, dan V keselamatan pasien
sesuai dengan Instalasi KARS versi 2012 di Instalasi Gawat Darurat RS TNI AD
Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung tahun 2017, sedangkan sasaran VI belum sesuai
dengan Instruksi KARS versi 2012. Disarankan memperhatikan ketersediaan
sarana dan prasarana di Instalasi Gawat Darurat guna mendukung pelaksanaan
sasaran keselamatan pasien.
Kata Kunci : Rumah sakit, sasaran keselamatan pasien, akreditasi
Daftar Pustaka : 6 Buku dan 39 Internet (2007-2017)
iii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala
rahmat dan hidayatnya sehingga peneliti dapat menyelesaikan menulis dan
menyusun tesis ini dengan judul “STUDI DESKRIFTIF PELAKSANAAN
SASARAN KESELAMATAN PASIEN SESUAI INSTRUKSI KARS VERSI
2012 DI IGD RUMAH SAKIT TNI AD TK IV 02.07.04 BANDAR
LAMPUNG”.
Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan tugas
akhir untuk menyelesaikan pendidikan Magister Program Studi S2 Kesehatan
Masyarakat Institusi Kesehatan Helvetia Medan. Peneliti menyadari sepenuhnya,
tesis ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantu berbagai pihak, baik dukungan
moril, materil dan sumbangan pemikiran. Untuk itu Penulis mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. dr. Hj. Razia Begum Suroyo, M. Sc, M.Kes, selaku Pembina Yayasan
Helvetia Medan.
2. Dr. dr. Arifah Devi Fitriani, M.Kes, selaku Ketua Yayasan Helvetia Medan.
3. Dr. H. Ismail Efendi, M.Si, selaku Rektor Institut Kesehatan Helvetia Medan.
4. Dr. Asriwati, S.Kep., Ns., S.Pd., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan.
5. Bapak Iman Muhammad, S.E, S.Kom, M.M, M.Kes, selaku Ketu Program
Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan.
6. Dr. Achmad Rifai, S.K.M, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing I, yang penuh
dengan kesabaran dan ketelitian memberikan bimbingan serta telah
mencurahkan waktu, perhatian, ide, bimbingan dan motivasi selama
penyusunan tesis ini.
7. dr. Jamaludin, MARS, Selaku Dosen Pembingan II yang telah meluangkan
waktu dalam memberi bimbingan dan tenaga selama penyusun tesis ini.
8. Dr. Tri Niswati, M.Kes, selaku Penguji I yang telah meluangkan waktunya
untuk memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan
tesis ini.
9. Bapak Iman Muhammad, S.E, S.Kom, M.M, M.Kes, selaku Penguji II yang
telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan
tesis ini.
iv
10. Seluruh dosen dan tenaga kependidikan Intitusi Kesehatan Helvetia Medan
yang telah memberikan bimbingan selama saya menempuh pendidikan di
institusi ini.
11. Orang tua tercinta atas pengorbananya dan kasih sayang nya yang selalu
mendoakan dan memberikan motivasi dari kecil hingga peneliti menempuh
pendidikan program S2 ini.
Hanya Tuhan YME yang senantiasa dapat memberikan balasan atas
kebaikan yang telah diperbuat. Peneliti menyadari bahwa dalam tesis ini masih
terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, Februari 2018
Penulis
Arseliana Helsanewa
1303195057
v
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis bernama Arseliana Helsanewa yang lahir pada tanggal 31 Agustus
1991 di Palembang dari orang tua Bapak Hasan A. Majid (Alm) dan Ibu Heni
Setiyawati. Penulis beragama Islam dan merupakan anak ke 1 dari 4 bersaudara.
Saat ini penulis tinggal di Jl. Pangeran Ayin No. 04 Rt 01 Rw 02 Desa Kenten
Laut Kec. Talang Kelapa Kab. Banyuasin, Sumatera Selatan.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri 2 Kenten pada tahun
2002, pendidikan di SMP N 41 Palembang pada tahun 2005 dan SMA N 14
Palembang pada tahun 2008. Pada tahun 2015 penulis menyelesaikan S1 Profesi
Kedokteran Umum di Universitas Malahayati Bandar Lampung. Dan sekarang
Penulis akan menyelesaikan pendidikan S2 Kesehatan Masyarakat di Institut
Kesehatan Helvetia Medan tahun 2018.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai institusi pelayanan jasa yang memiliki peran penting
bagi kehidupan masyarakat. Rumah sakit merupakan tempat yang sangat
kompleks yang terdapat berbagai macam obat, tes dan prosedur, banyak alat
dengan teknologinya, berbagai jenis tenaga profesi dan non profesi yang siap
memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Keberagaman dan kerutinan
pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan peluang
untuk terjadinya kesalahan pelayanan yang dapat berakibat terhadap keselamatan
pasien.1
Pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan berhak memperoleh
keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit.2
Keselamatan menjadi isu global dan terangkum dalam lima isu penting
yang terkait di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety), keselamatan
pekerja atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah
sakit yang bisa berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan
lingkungan (green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran
lingkungan dan keselamatan ”bisnis” rumah sakit yang terkait dengan
kelangsungan hidup rumah sakit. Lima aspek keselamatan tersebut penting untuk
dilaksanakan, namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan
apabila ada pasien. Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk
dilaksanakan terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Menurut WHO
(World Health Organitation) tahun 2004 mengumpulkan angka-angka penelitian
2
rumah sakit di berbagai Negara yaitu Amerika, Inggris, Denmark dan Australia
dan ditemukan KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) dengan rentang 3,2% – 16,6%.
Tidak lepas dari pengaruh meningkatnya perkembangan teknologi
informatika yang saat ini memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk
mendapatkan berbagai informasi, termasuk juga informasi tentang hal kesehatan,
sehingga pengetahuan masyarakat tentang kesehatan semakin bertambah.
Bertambahnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan menuntut pemberi
pelayanan kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik dan
memuaskan. Sehingga banyak rumah sakit berlomba-lomba bagaimana
memenangkan persaingan dengan cara memberikan rasa kepuasan pada pelanggan
atau pasien.1
Saat ini isu penting dan global dalam pelayanan kesehatan adalah
keselamatan pasien (patient safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali pada
tahun 2000an, sejak laporan dari Institute of Medicine (IOM) yang menerbitkan
laporan To Err Is Human, Building A Safer Health System dan memuat data
menarik tentang Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Adverse Event). Laporan itu
mengemukakan penelitian di rumah sakit di Utah dan Colorado serta New York.
Di Utah dan Colorado ditemukan KTD (adverse event) sebesar 2,9%, dimana
6,6% di antaranya meninggal. Di New York KTD adalah sebesar 3,7% dengan
angka kematian 13,6%. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di
seluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 – 98.000 per
tahun.3
3
Organisasi kesehatan dunia (WHO) telah menegaskan pentingnya
keselamatan dalam pelayanan kepada pasien. Publikasi WHO pada tahun 2004,
mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai negara Amerika,
Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2 – 16,6 %.
Dengan data-data tersebut, berbagai negara segera melakukan penelitian dan
mengembangkan Sistem Keselamatan Pasien.1
Di Indonesia data tentang Kejadian Tidak Diharapakan (KTD) dan
Kejadian Nyaris Cedera (KNC) masih sulit didapatkan. Laporan insiden
keselamatan pasien berdasarkan provinsi pada tahun 2007, ditemukan provinsi
DKI Jakarta menempati urutan tertinggi yaitu 37,9% di antara delapan provinsi
lainnya, yaitu Jawa Tengah 15,9 %, D.I. Yogyakarta 18,8%, Jawa Timur 11,7%,
Sumatera Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%, Bali 1,4%, Aceh 10,7% dan Sulawesi
Selatan 0,7%.3 Menurut Utarini, keselamatan pasien telah menjadi perhatian
serius. Dari penelitiannya terhadap pasien rawat inap di 15 rumah sakit dengan
4500 rekam medik menunjukkan angka KTD yang sangat bervariasi, yaitu 8,0%
hingga 98,2% untuk diagnostic error dan 4,1% hingga 91,6% untuk medication
error.
Sejak berlakunya UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
dan UU No. 29 tentang Praktik Kedokteran, muncul berbagai tuntutan hukum
kepada dokter dan rumah sakit. Hal ini hanya dapat ditangkal apabila rumah sakit
menerapkan sistem keselamatan pasien. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (PERSI) telah membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKP-RS) pada tanggal 1 Juni 2005. Selanjutnya Gerakan Keselamatan Pasien
4
Rumah Sakit ini kemudian dicanangkan oleh Menteri Kesehatan pada Seminar
Nasional PERSI pada tanggal 21 Agustus 2005, di Jakarta.3
Di samping itu pula KARS (Komite Akreditasi Rumah Sakit) telah
menyusun Sasaran Keselamatan Pasien yang diadopsi dari JCI (Joint Commision
International) 2011, yang menjadi salah satu standar akreditasi rumah sakit versi
2012. Standar akreditasi rumah sakit disusun sebagai upaya untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit dan menjalankan amanah Undang-
Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit yang mewajibkan rumah sakit
untuk melaksanakan akreditasi dalam rangka peningkatan mutu pelayanan di
rumah sakit minimal dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sekali.4
Undang-Undang No 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit,
disebutkan bahwa akreditasi bertujuan meningkatkan keselamatan pasien rumah
sakit dan meningkatkan perlindungan bagi pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit dan rumah sakit sebagai institusi. Sejak tahun 2012,
akreditasi rumah sakit mulai beralih dan berorientasi pada paradigma baru dimana
penilaian akreditasi didasarkan pada pelayanan berfokus pada pasien.
Keselamatan pasien menjadi indikator standar utama penilaian akreditasi baru
yang dikenal dengan akreditasi rumah sakit versi 2012 ini. Dalam standar
akreditasi rumah sakit versi 2012, mencakup standar pelayanan berfokus pada
pasien, standar manajemen rumah sakit, sasaran keselamatan pasien di rumah
sakit dan standar program MDGs.4
Rumah sakit TNI AD Tk IV Bandar lampung merupakan Rumah Sakit tipe
“C” non pendidikan yang berada di Kota Bandar Lampung yang juga dikenal
5
dengan nama Rumah Sakit Dukungan Kesehatan Tentara (RS DKT). Rumah Sakit
ini diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan yang optimal dengan
pelayanan kesehatan yang paripurna dan terpadu bagi Personel TNI AD, PNS dan
Keluarga serta Satuan Integrasi yang berada di wilayah Korem 043/Gatam
maupun Masyarakat umum. Jenis pelayanan kesehatan yang ada di RS DKT
terdiri dari pelayanan rawat jalan (Poliklinik umum dan Poliklinik Spesialis),
pelayanan rawat inap, pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat bersalin,
pelayanan penunjang medis, pelayanan kamar operasi dan pelayanan rawat
intensif.5
Rumah sakit TNI AD Tk IV Bandar Lampung saat ini sudah mengikuti
pedoman sasaran akreditasi rumah sakit versi 2012. Dalam hal ini penulis ingin
mengamati pelaksanaan sasaran keselamatan pasien sesuai dengan standar
akreditasi di RS TNI AD Tk. IV Bandar Lampung. Sasaran keselamatan pasien
dipilih penulis untuk diteliti, selain merupakan salah satu standar dalam akreditasi
juga apabila terjadinya insiden keselamatan pasien di rumah sakit akan
memberikan dampak yang merugikan bagi pihak rumah sakit, staf, dan pada
pasien khususnya sebagai penerima pelayanan. Adapun dampak lainnya yang
ditimbulkan adalah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan. Rendahnya kualitas atau mutu asuhan yang diberikan,
karena keselamatan pasien merupakan bagian dari mutu.5
Secara umum rumah sakit begitu luas dan kompleks, untuk itulah penulis
hanya mengkhususkan penelitian pada pelaksanaan sasaran keselamatan pasien di
Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RS TNI AD Tk. IV, Bandar Lampung.
6
Pelayanan gawat darurat yang beroriantasi kepada keselamatan pasien terkait
dengan pelayanan yang diberikan harus memenuhi mutu pelayanan yang baik.
Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang merupakan suatu unit di dalam rumah sakit
yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera
yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Sebagai lini pertama di rumah
sakit yang menerima pasien, Instalasi Gawat Darurat (IGD) juga bisa menjadi
cerminan dari pelayanan rumah sakit pada umumnya yang menerima pasien
dengan sifat yang membutuhkan pertolongan cepat dan tepat, tidak jarang sering
pula terjadi insiden yang berhubungan dengan keselamatan pasien di IGD,
sehingga mengharuskan petugas melakukan tindakan yang segera namun harus
tetap fokus pada keselamatan pasien, agar kualitas pelayanan rumah sakit tetap
terjaga.6
Instalasi Gawat Darurat merupakan unit pelayanan yang sangat rentan
dengan keselamatan pasien. Karena Instalasi Gawat Darurat rumah sakit
mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan
keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat, bagi pasien yang
datang dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat darurat adalah
pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat
untuk mencegah kematian dan kecacatan.6
Rumah sakit TNI AD Tk IV Bandar Lampung ini merupakan salah satu
rumah sakit yang berkomitmen pada keselamatan pasien dan telah memiliki SPO
(Standar Prosedur Operasional) penerapan keselamatan pasien sejak bulan
November tahun 2013. Tercatat kejadian pasien jatuh, 2 pasien terjadi di IGD
7
pada bulan Maret–April 2013, dan setelah dilakukan penerapan patient safety
pada tahun 2014 sampai bulan September terdapat 1 pasien jatuh.7
Berdasarkan
hal di atas peneliti tertarik untuk menggambarkan pelaksanaan sasaran
keselamatan pasien sesuai dengan Instruksi Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 di
Instalasi Gawat Darurat RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung tahun
2017.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan gambaran latar belakang diatas menunjukkan bahwa ada
masalah implementasi dari standar sasaran keselamatan pasien sesuai dengan
Instruksi Akreditasi Rumah Sakit maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana pelaksanaan sasaran keselamatan pasien sesuai dengan
Instruksi Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 di Instalasi Gawat Darurat RS TNI
AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung tahun 2017.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Menggambarkan pelaksanaan sasaran keselamatan pasien yang sesuai
dengan Instruksi Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 di Instalasi Gawat Darurat
RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung tahun 2017.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Tercapainya budaya keselamatan paisen (patient safety) di IGD RS TNI
AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung.
8
2. Meningkatnya akuntabilitas IGD RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar
Lampung dalam hal pelayanan kepada pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan di IGD RS TNI AD Tk IV
02.07.04 Bandar Lampung.
4. Terlaksananya program-program penecegahan dari pengulangan kejadian
tidak diharapkan di IGD RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
a. Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan tentang keselamatan
pasien terutama identifikasi resiko jatuh.
b. Mengkatkan mutu pelayanan rumah sakit berkaitan dengan
keselamatan pasien.
c. Sebagai saran untuk mengambil kebijakan selanjutnya mengenai
keselamatan pasien.
d. Mengurangi risiko pasien jatuh sejak awal masuk rumah sakit.
e. Memberikan hak pasien mengenai keselamatan pasien selama di
rumah sakit.
2. Praktis
a. Bagi peneliti untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan
mengenai pelaksanaan sasaran keselamatan pasien dalam pengurangan
risiko pasien jatuh sesuai dengan Instruksi KARS versi 2012 di IGD
RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung.
9
b. Bagi RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi masukan untuk selalu menerapkan standar
keselamatan pasien sesuai dengan Instruksi KARS versi 2012 dalam
pengurangan risiko pasien jatuh.
c. Bagi Dinas Kesehatan Bandar Lampung hasil penelitian ini dapat
dijadikan masukan terhadap perencanaan dan pembuatan kebijakan
program sasaran keselamatan pasien dalam pengurangan risiko pasien
jatuh.
d. Bagi Institusi Kesehatan Helvetia hasil penelitian ini dapat menjadi
masukan dan informasi tentang pelaksanaan sasaran keselamatan
pasien dalam pengurangan risiko pasien jatuh di IGD sesuai dengan
Instruksi KARS versi 2012.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Pustaka
2.1.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian Desmawati8 tahun 2013 mengenai analisis penyebab insiden
keselamatan pasien oleh perawat di unit rawat inap rumah sakit “X” Jakarta
menlaporkan bahwa kejadian insiden keselamatan pasien (IKP) berhubungan erat
dengan faktor individu atau karektirisktik SDM yang bekerja. Penelitian Beginta9
tentang evaluasi penatalaksaaan sasaran keselamatan pasien di RSU GMIM
Kalooran Amurang melaporkan bahwa ketepatan identifikasi pasien di RSU
GMIM Kalooran menggunakan gelang identitas dalam penerapannya,
peningkatan komunikasi yang efektif, menggunakan SBAR dengan menggunakan
jembatan kedelai. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai memiliki
daftar obat, disimpan dalam lemari terkunci,bila digunakan dilakukan double
check, kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi di RSU GMIM,
dan pengurangan risiko infeksi.
Studi yang dilakukan Keles10
di RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano
melaporkan bahwa pelaksanaan komunikasi pasien, komunikasi efektif,
peningkatakan keamanan obat, pelaksanaan kepatian tepat-prosedur, tepat-lokasi,
tepat-pasien sudah sesuai dengan standar akreditasi rumah sakit versi 2012.
Sedangkan pelaksanaan pengurangan risiko infeksi dan risiko pasien jatuh belum
sesuai dengan standar akreditasi rumah sakit versi 2012. Penelitian Dwiyanto11
di
Kabupaten Tangerang melaporkan bahwa secara keseluruhan capaian
11
implementasi sasaran keselamatan pasien sebesat 74,2% sudah baik namun belum
optimal dan konsisten karena belum mencapai 100%.
Penelitian Azimi12
menunjukkan profil pelaksanaan sasaran keselamatan
pasien oleh mahasiswa profesi ners berada dalam kategori sedang. Hasil penelitian
ini memiliki implikasi bahwa setiap rumah sakit pendidikan wajib menyakinkan
mahasiswa yang akan menjalankan praktik klinik untuk paham tentang sasaran
keselamatan pasien. Penelitian Chaerunisa13
di RS Lubuk Basung tahun 2017
melaporkan pelaksanaan program sasaran keselamatan pasien belum maksimal
karena banyak masalah terkait anggaran, SDM, dan budaya keselamatan pasien.
Selain itu penerapan 7 langkah keselamatan pasien juga belum berjalan sesuai
standar keselamatan yang ada.
Penelitian Anggraeini14
tahun 2016 di Kota Bekasi melaporkan bahwa
RSUD Kota Bekasi sudah memiliki SPO keselamatan pasien sejak tahun 2014
namun pada penerapannya masih banyak perawat yang belum mematuhi dan
terkait dengan masalah SDM serta sarana dan prasarana. Penelitian Danasuari15
di
RSIA Tumbuh Kembang Cimanggis melaporkan bahwa sebagian besar petugas
atau perawat telah melaksanakan dengan baik program manajemen pasien jatuh.
Penetapan kebijakan dan implementasi prosedur yang diikuti supervisi dan
monitoring lebih menjamin keterlaksanaan program.
2.1.2. Pengertian Keselamatan Pasien
The Institute of Medicine (IOM) mendefinisikan keselamatan pasien
sebagai freedom from accidental injury. Senada dengan itu, Keselamatan Pasien
(patient safety) merupakan pencegahan dan perbaikan dari kejadian yang tidak
12
diharapkan atau mengatasi cidera dari proses pelayanan kesehatan. Keselamatan
pasien rumah sakit adalah sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pelayanan
kesehatan pasien lebih aman dan diharapakan dapat mencegah terjadinya cidera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. Sistem yang dimaksud
meliputi;penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.1
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 11 Tahun 2017
tentang keselamatan pasien dirumah sakit, disebutkan bahwa keselamatan pasien
di rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cidera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatau tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.16
Sir Liam Donaldson sebagai ketua WHO
World Alliance For Patient Safety, Forward Programme, 2005 mengungkapkan
juga bahwa “Safe care is not an option, Its is the right of every patient who
entrusts their care to our heatlh care system” yaitu pelayanan kesehatan yang
aman bagi pasien bukan sebuah pilihan melainkan merupakan sebuah hak pasien
untuk percaya pada pelayanan yang diberikan oleh suatu sistem pelayanan
kesehatan.17
13
2.1.3. Pengertian Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam
memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat, dan sebuah sub sistem
pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif
(pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat.18
Sedangkan pengertian pelayanan kesehatan menurut Kemenkes RI pelayanan
kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-
sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.19
Bentuk dan jenis dari pelayanan
kesehatan tersebut ditentukan oleh:
a) Pengorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri atau
secara bersama-sama dalam suatu organisasi
b) Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencakup kegiatan pemeliharaan
kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan
kesehtan atau kombinasi dari padanya.
2.1.4. Tujuan Keselamatan Pasien
Tujuan keselamatan pasien telah ditentukan secara internasional maupun
nasional, dimana tujuan yang ditentukan secara internasional oleh Joint
Commission International (JCI)20
yaitu sebagai berikut:
a. Identify patient correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
b. Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang
efektif).
14
c. Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari
pengobatan resiko tinggi)
d. Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery
(mengeliminasi kesalahan penempatan, keselahan pengenalan pasien,
kesalahan prosedur operasi)
e. Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
f. Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien
terluka karena jatuh)
Sedangkan tujuan keselamatan pasien menurut Kementrian Kesehatan RI16
tujuan keselamatan pasien adalah sebagai berikut:
a. Tercapainya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
b. Meningkatkan akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
c. Menurunkan kejadian tidak diharapkan dirumah sakit
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan
2.1.5. Standar Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Menurut Gerties dalam Rebbeca21
Patient Centre Care terdiri dari 7 upaya
keselamatan pasien :
a. Peduli terhadap nilai-nilai pasien, pencegahan dan pengendalian
kebutuhannya
b. Melakukan koordinasi dan integrasi perawatan
c. Pendidikan, Komunikasi dan informasi
15
d. Kenyamanan fisik
e. Dukungan emosi
f. Membuat pasien sebagai keluarga atau teman
g. Transition and Continuity (keberlanjutan)
Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada
“Hospital Patient Safety Standards” yang dikelurkan oleh Joint Commission on
Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA pada tahun 2011 yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumah sakitan di Indonesia.20
Standar
keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu:
1. Hak pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
insiden.
2. Mendidik pasien dan keluarga
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Rumah sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan
pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
16
menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
a. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui
penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah
Sakit”.
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau
mengurangi insiden.
c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi
antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang keselamatan pasien.
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta
meningkatkan keselamatan pasien
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk
setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan
pasien secara jelas.
17
b. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf
serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelyanan pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen
informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi
internal dan eksternal.
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Standar sasaran keselamatan pasien juga telah disusun oleh KARS
2012, 4
sebagai berikut :
a. Sasaran I : Ketepatan identifikasi pasien
b. Sasaran II : Peningkatan komunikasi yang efektif
c. Sasaran III : Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
(high-alert)
d. Sasaran IV : Kepastian tepat-lokasi tepat-prosedur tepat-pasien
operasi
e. Sasaran V : Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan
f. Sasaran VI : Pengurangan risiko pasien jatuh
18
2.1.6. Langkah Penerapan Keselamatan Pasien
Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka rumah sakit harus
mendesain (merancang) proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), dan melakukan perubahan
untuk meningkatakan kinerja serta keselamatan pasien.22
Perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah
sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini,
praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien
sesuai dengan “Tujuh Langkah Keselamatan pasien Rumah Sakit” yang
berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-2008 sebgai panduan bagi staf Rumah Sakit,3
yaitu:
a. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, ciptakan kepemimpinan
dan budaya yang terbuka dan adil.
1. Bagi Rumah sakit:
Rumah sakit harus memiliki kebijakan: tindakan staf segera setelah
insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf, pasien dan
keluarga.
Memiliki kebijakan: peran dan akuntabilitas individual pada
insiden.
Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden.
Lakukan asesmen dengan menggunakan survey penilaian
keselamatan pasien.
19
2. Bagi Tim/Unit:
Anggota mampu berbicara, peduli dan berani lapor bila ada
insiden.
Laporan terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta
pelaksanaan tindakan (pemecahan masalah) yang tepat.
b. Pimpin dan dukung staf anda, bangunlah komitmen dan fokus yang kuat
dan jelas tentang keselamatan pasien di Rumah sakit.
1. Bagi Rumah sakit:
Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas keselamatan
pasien.
Pada setiap bagian Rumah sakit ada yang dapat menjadi
“penggerak” yang dapat diandalkan dalam gerakan keselamatan
pasien.
Prioritaskan keselamatan pasien dalam agenda rapat
Direksi/Manajerial Rumah sakit.
Masukkan keselamatan pasien dalam semua program latihan staf
rumah sakit dan memastikan dapat diikuti dan diukur
efektivitasnya.
2. Bagi Tim/Unit:
Tentukan “penggerak” dalam setiap tim/unit untuk memimpin
gerakan keselamatan pasien.
Jelaskan kepada tim relevansi dan pentingnya, serta manfaat dari
menjalankan gerakan keselamatan pasien.
20
Tumbuhkan sikap kesatria untuk yang menghargai pelaporan
insiden.
c. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, kembangkan sistem dan
proses pengelolaan resiko, serta lakukan identifikasi dan asesmen hal
yang potensial bermasalah.
1. Bagi Rumah sakit:
Identifikasi struktur dan proses menjamin resiko klinis dan non
klinis, mencakup keselamatan pasien.
Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang
dapat dimonitoring oleh Direksi/Manajerial Rumah sakit.
Gunakan informasi yang benar dan jelas hasil yang diperoleh dari
sistem pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat
meningkatkan kepedulian terhadap pasien.
2. Bagi Tim/Unit:
Bentuk dan diskusikan isu terbaru keselamatan pasien untuk
memberikan umpan balik kepada manajemen terkait.
Bentuk penilaian risiko pada individu pasien dalam proses
asesmen risiko.
Lakukan proses asesmen secara teratur untuk menentukan
akseptabilitas setiap risiko dengan langkah-langkah yang tepat
untuk memperkecil risiko tersebut.
Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan
ke proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.
21
d. Kembangkan sistem pelaporan, pastikan setiap staf agar dapat dengan
mudah melaporkan insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada
KKPRS
1. Bagi Rumah sakit:
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam
maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS PERSI.
2. Bagi Tim/Unit:
Berikan semangat serta dorongan kepada anggota untuk
melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah
dicegah tetapi terjadi juga, sebagai bahan pembelajaran yang
penting.
e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien.
1. Bagi Rumah sakit:
Rumah sakit harus memilki kebijakan yang dapat menjelaskan
cara-cara komunikasi yang terbuka tentang insiden dengan para
pasien dan keluarganya.
Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang
benar dan jelas jika terjadi insiden.
Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf
agar selalu terbuka kepada pasien dan keluarganya.
22
2. Bagi Tim/Unit:
Pastikan tim menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan
keluarganya bila telah terjadi insiden.
Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana
terjadi insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang
jelas dan tepat.
Pastikan segera setelah kejadian tim menunjukkan empati kepada
pasien dan keluarganya.
f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, dorong staf
untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul.
1. Bagi Rumah sakit:
Memastikan staf telah terlatih dalam pengkajian insiden secara
tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab.
Mengembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas
criteria pelaksanaan Abalisis Akar Masalah (Root Cause
Analysis/RCA) atau Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
atau metoda analisis lain yang harus mencakup semua insiden
yang telah terjadi dan minimum satu kali per tahun untuk proses
risiko tinggi.
2. Bagi Tim/Unit:
Diskukusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden.
23
Identififkasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak
di masa depan dan membagi pengalaman tersebut secra lebih
luas.
g. Cegah cedera melalui implementasi keseamatan pasien.
1. Bagi Rumah sakit:
Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari
sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden dan audit serta
analisis untuk menentukan solusi setempat.
Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur
dan proses), penyesuaian pelatihan staf dan kegiatan klinis dan
penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
Asesmen risiko untuk setiap perubahan.
Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS– PERSI
Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas
insiden.
2. Bagi Tim/Unit:
Libatkan tim dalam mengembangkan asuhan pasien menjadi lebih
baik dan lebih aman.
Telaah perubahan yang dibuat tim dan pastikan pelaksanaannya.
Lakukan umpan balik setiap tindak lanjut tentang insiden yang
dilaporkan.
24
2.1.7. Sembilan Solusi Live Saving Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit telah menjadikan sembilan
solusi live saving yang telah dibuat oleh WHO untuk digunakan sebagai pedoman
oleh seluruh rumah sakit di Indonesia. Solusi keselamatan pasien tersebut
merupakan sebuah sistem atau intervensi yang dapat digunakan untuk mencegah
atau mengurangi cedera pada pasien yang terjadi pada proses pemberian
pelayanan kesehatan. Sembilan solusi tersebut berupa panduan yang sangat
bermanfaat bagi rumah sakit yang menerapakannya dengan baik dalam
memperbaiki proses asuhan pasien dan berguna untuk menghindari cidera maupun
kematian yang dapat dicegah. Sembilan Solusi tersebut,3 sebagai berikut :
a. Memperhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (Look–A like, Sound–A
like, medications name)
Nama obat, Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM) yang membingungkan
petugas kesehatan adalah satu penyebab tersering dalam kesalahan obat
(medication error) dan hal ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia.
Dengan puluhan ribu obat yang beredar di pasaran saat ini, maka sangat signifikan
potensi terjadinya kesalahan akibat kebingungan terhadap nama merk atau generik
serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk
pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label atau penggunaan
perintah yang dicetak lebih dahulu maupun pembuatan resep elektronik.
b. Memastikan identifikasi pasien
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien
secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun
25
pemeriksaan, pelaksanaan prosedur yang keliru orang, penyerahan bayi kepada
bukan keluarganya dan sebagainya. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk
verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses
identifikasi. Standarisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam
konfirmasi serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien
dengan nama yang sama.
c. Komunikasi secara benar saat serah terima atau pengoperan pasien
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima atau pengoperan
pasien antara unit-unit pelyanan, didalam unit pelayanan serta antar tim
pelyanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan
yang tidak tepat dan potensial dapat mengakibatkan cidera terhadap pasien.
Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk
penggunaan protokol untuk mengkomunikasian informasi yang bersifat kritis,
memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan
menyampaiakan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima dan melibatkan
para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
d. Memastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
Faktor yang paling banyak berkontribusi terhadap kesalahan-kesalahan ini
adalah tidak ada kurangnya proses prabedah yang distandarisasi, hal yang
direkomendaikan yaitu untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan tergantung pada
pelaksanaan proses verifikasi pra-pembedahan, pemberian tanda pada sisi yang
terlibat dalam prosedur time out sesaat sebelum memulai prosedur untuk
mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.
26
e. Mengendalikan cairan elektrolit pekat (concentranted)
Semua obat-obatan, biologis, vaksin dan media kontras memiliki profil
risiko. Disamping itu cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi
termasuk kategori berbahaya. Hal yang direkomendasikan yaitu membuat
standarisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah serta pencegahan atas campur aduk
atau bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
f. Memastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
Kesalahan medis terjadi paling sering pada saat transisi atau pengalihan.
Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain
untuk mencegah salah obat (medication error) pada titik-titik transisi pasien.
Rekomendasinya adalah menciptakan suatau daftar yang paling lengkap dan
akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut “Home
Medication List”, sebagai perbandingan dengan daftar saat administrasi,
penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi
dan komunikasikan daftar tersebut kepada petugas layanan yang berikut dimana
pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
g. Hindari salah kateter dan salah sambung selang (tube)
Selang, kateter dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera pasien melalui penyambungan spuit
dan selang yang salah, memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru.
Hal yang direkomendasikan yaitu menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi
27
secara pemberian makna (misalnya selang yang benar) dan ketika menyambung
alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan selang yang benar).
h. Menggunakan alat injeksi hanya untuk sekali pakai
Salah satu keprihatinan global tersebar adalah penyebaran HIV, HBV dan
HCV yang diakibatkan oleh pemakaian ulang (reuse) jarum suntik. Hal yang
direkomendasikan adalah perlunya larangan pakai ulang jarum suntik di fasilitas
layanan kesehatan, pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga pelayanan
kesehatan khususnya tentang prinsip-prinsip pengendalian infeksi, edukasi
terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah
dan penggunaan jarum sekali pakai yang aman.
i. Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi
nosokomial
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang diseluruh
dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan tangan
yang efektif adalah ukuran preventif yang primer untuk menghindarkan masalah
ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan seperti
alkohol, hand rubs dsb, yang disediakan pada titik-titik pelayanan tersedianya
sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebersihan tangan
yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja dan
pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan atau
observasi dan teknik-teknik yang lain.
28
2.1.8. Bentuk Insiden Keselamatan Pasien
Proses pelayanan kesehatan sangat berpotensi menimbulkan insiden
keselamatan pasien. Istilah insiden keselamatan pasien itu sendiri adalah suatu
bentuk kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, yang terdiri
dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cidera (KNC), Kejadian
Tidak Cidera (KTC) dan Kejadian Potensial Cidera (KPC). Komisi Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (KKP– RS) tahun 2008 mengungkapkan bahwa bentuk
Insiden keselamatan pasien,3 sebagai berikut :
a. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) atau Adverse Event merupakan suatu
insiden yang mengakibatkan cidera/harm pada pasien akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cidera dapat
diakibatkan oleh kesalahan medis yang tidak dapat dicegah.
b. Kejadian Nyaris Cidera (KNC)/Near Miss adalah suatu insiden yang tidak
menyebabkan cidera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan, atau
tidak mengambil suatu tindakan yang seharusnya diambil.
c. Kondisi potensial Cidera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi
untuk menimbulkan cidera meskipun belum terjadi insiden.
d. Sentinel dari suatu KTD yang mengakibatkan cidera atau cacat yang
permanen (irreversible) bahkan kematian.
Semua insiden ini adalah tanggung jawab dari rumah sakit khususnya
petugas kesehatan dalam melakuakan proses pemberian pelayanan kesehatan,
29
karena jika terjadi kelalaian akan mengakibatkan dampak negatif bagi pasien.
Dampak tersebut dapat berupa cidera ringan, cacat fisik, cacat permanen bahkan
sampai kematian. Untuk dapat menghindarkan dan mencegah kerugian bagi
semua pihak maka rumah sakit hendaknya memperhatikan dan membuat prosedur
untuk menghindari beberapa elemen keselamatan pasien yang berpotensi terjadi di
dalam pemberian asuhan pelayanan kesehatan pasien di rumah sakit. Elemen
keselamatan pasien tersebut menurut Agency for Healthcare Research and Quality
(AHRQ)23
adalah:
a. Adverse Drug Events (ADE) atau Medication Errors (ME)
(ketidakcocokan obat/kesalahan pengobatan)
b. Restrain use (penggunaan restrain/pengaman pasien)
c. Nosocomial use (infeksi nosokomial)
d. Surgical mishaps (kecelakaan operasi)
e. Pressureulcers (luka tekan)
f. Blood product safety/administrasi (keamanan produk darah/adminnistrasi)
g. Antimicrobial resistence (resistensi antimikroba)
h. Immunization program (program imunisasi)
i. Falls (terjatuh)
j. Blood stream – vascular catheter care (perawatan kateter pembuluh darah)
k. Systematic revie, follow-up and reporting of patient/visistor incident
reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan dan pelaporan
pasien/pengunjung laporan kejadian).
30
2.2. Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
2.2.1. Pengertian Instalasi Gawat Darurat
Pengertian Intalasi Gawat Daurat (IGD) rumah sakit adalah salah satu
bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang
menderita sakit dan cidera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya.
Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan kebijakan mengenai Standar Instalasi
Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit yang tertuang dalam Kepmenkes RI No.
856/Menkes/SK/IX/2009 untuk mengatur standarisasi pelayanan gawat darurat di
rumah sakit.24
Guna meningkatkan kualitas IGD di Indonesia perlu komitmen
Pemerintah Daerah untuk membantu Pemerintah Pusat dengan ikut memberikan
sosialisasi kepada masyarakat bahwa dalam penanganan kegawatdaruratan dan
Life Saving tidak ditarik uang muka dan penanganan gawat darurat harus
dilakukan 5 (lima) menit setelah pasien sampai di IGD.
2.2.2. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
IGD rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan pelayanan asuhan
medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat,
bagi pasien yang datang dengan gawat darurat medis. Pelayanan pasien gawat
darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat
dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu indikator mutu
pelayanan adalah waktu tanggap (respons time).24
Prosedur pelayanan di suatu rumah sakit, pasien yang akan berobat akan
diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang berobat di rawat inap, rawat
jalan (poliklinik) maupun di IGD untuk yang penyakit darurat/emergency dalam
31
suatu prosedur pelayanan rumah sakit. Prosedur ini merupakan kunci awal
pelayanan petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien secara baik atau
tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh tanggung
jawab.19
Latar belakang pentingnya diatur standar IGD karena pasien yang masuk
ke IGD rumah sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat untuk itu
perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan
kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan
gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat.
Semua itu dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan sarana, prasarana,
sumber daya manusia dan manajemen IGD Rumah Sakit sesuai dengan standar.
Disisi lain, desentralisasi dan otonomi telah memberikan peluang daerah untuk
mengembangkan daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya serta
siap mengambil alih tanggung jawab yang selama ini dilakukan oleh pusat. Untuk
itu daerah harus dapat menyusun perencanaan di bidang kesehatan khususnya
pelayanan gawat darurat yang baik dan terarah agar mutu pelayanan kesehatan
tidak menurun, sebaliknya meningkat dengan pesat. Oleh karenanya Depkes perlu
membuat standar yang baku dalam pelayanan gawat darurat yang dapat menjadi
acuan bagi daerah dalam mengembangkan pelayanan gawat darurat khususnya di
Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit.24
Prinsip umum pelayanan IGD di rumah sakit,25
adalah :
1. Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang
memiliki kemampuan : melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat
darurat dan melakukan resusitasi dan stabilitasi (life saving).
32
2. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat
memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam
seminggu.
3. Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di rumah sakit
diseragamkan menjadi Instalasi Gawat Darurat (IGD).
4. Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus
gawat darurat.
5. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 ( lima ) menit setelah
sampai di IGD.
6. Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multi disiplin, multi profesi
dan terintegrasi struktur organisasi fungsional (unsur pimpinan dan unsur
pelaksana).
2.2.3. Mutu Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
Kemampuan suatu rumah sakit secara keseluruhan dalam hal mutu dan
kesiapan untuk melayani pasien tercermin dari kemampuan IGD. Standarisasi
IGD untuk mencapai mutu pelayanan saat ini menjadi salah satu komponen
penilaian penting dalam akreditasi suatu rumah sakit.18
Penilaian mutu pelayanan IGD rumah sakit mengacu kepada Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit menggunakan Indikator Kinerja Kunci atau Key Performance
Indicators (KPI).19
Dalam SPM rumah sakit untuk unit pelayanan IGD rumah
sakit memiliki 9 (Sembilan) indikator sebagai berikut :
33
Tabel.2.1. Indikator SPM RS Unit Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
Jenis
Pelayanan Indikator Standar
Gawat
Darurat
1. Kemampuan menangani life saving
2. Jam buka pelayanan gawat darurat
3. Pemberi pelayanan
kegawatdaruratan yang bersertifikat
yang masih berlaku
ATLS/BTLS/ACLS/PPGD
4. Kesediaan tim penanggulangan
bencana
5. Waktu tanggap pelayanan gawat
darurat
6. Kepuasan pelanggan
7. Tidak adanya pasien yang
diharuskan membayar uang muka
8. Kematian pasien ≤ 24 jam
9. Khusus untuk RS Jiwa Pasien dapat
ditenangkan dalam waktu 48 jam.
100%
24 Jam
100 %
Satu tim
≤ 5 menit setelah
pasien datang
≥ 70 %
100 %
≤ dua per seribu
(pindah ke pelayanan
rawat inap setelah
8jam)
100 %
Sumber : SPM Rumah Sakit Tahun 2008 19
IGD sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di rumah
sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan hidup pasien. Wilde
(2009) telah membuktikan secara jelas tentang pentingnya waktu tanggap
(Response Time). Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada
pasien yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan kompetensi dan
kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat darurat dengan
response time yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai
34
dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen
IGD rumah sakit sesuai standar.19
2.3. Tenaga Kesehatan
2.3.1. Perawat
Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang
berarti merawat atau memelihara. Perawat adalah seseorang yang berperan dalam
merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit.
Menurut UU RI No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, mendefinisikan perawat
adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakkan
keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui
pendidikan keperawatan.26
Perawat berperan dalam memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia
yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan
proses keperawatan meliputi : pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanan,
implementasi dan evaluasi. Proses keperawatan tersebut menjadi standar asuhan
keperawatan yang telah dtetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia.27
Pelayanan keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu
dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan biopsikososiospiritual yang
komprehensif kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat
yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan di sini
adalah bagaimana perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan
memperlakukan pasien sebagai manusia.27
35
2.4. Akreditasi Rumah Sakit
2.4.1. Pengertian Akreditasi Rumah Sakit
Beberapa definisi lebih lanjut tentang akreditasi rumah sakit tingkat
internasional dijelaskan oleh beberapa lembaga, yaitu Menurut Kemenkes RI
(2015) Akreditasi Internasional Rumah Sakit adalah akreditasi yang diberikan
oleh pemerintah dan/atau Badan Akreditasi Rumah Sakit taraf Internasional yang
bersifat Independen yang telah memenuhi standar dan kriteria yang ditentukan.11
Menurut Joint Comission International (JCI) Tahun 2011, akreditasi
adalah proses penilaian organisasi pelayanan kesehatan dalam hal ini rumah sakit
utamanya rumah sakit non pemerintah, oleh lembaga akreditasi internasional
berdasarkan standar internasional yang telah ditetapkan.20
Akreditasi disusun
untuk meningkatkan keamanan dan kualitas pelayanan kesehatan. Akreditasi saat
ini mendapat perhatian dari publik internasional karena merupakan alat
pengukuran dan evaluasi kualitas pelayanan dan manajemen rumah sakit yang
efektif. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akreditasi internasional
rumah sakit adalah proses penilaian organisasi kesehatan oleh lembaga akreditasi
internasional berdasar standar dan kriteria yang ditetapkan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan dan perawatan kesehatan.28
2.4.2. Akreditasi Nasional Rumah Sakit
Pada Permenkes RI No. 012 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit,
disebutkan bahwa pengertian akreditasi adalah pengakuan terhadap Rumah Sakit
yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, setelah dinilai bahwa Rumah Sakit itu
36
memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit yang berlaku untuk meningkatkan
mutu pelayanan Rumah Sakit secara berkesinambungan.28
Di Indonesia akreditasi rumah sakit baik tingkat nasional maupun
internasional sudah diatur oleh pemerintah melalui Undang-Undang maupun
peraturan tertulis lainnya, yaitu: UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
pasal 40 ayat 1. “dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib
dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali”, ayat 2.
“Akreditasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
suatu lembaga independen baik dari dalam maupun dari luar negeri berdasarkan
standar akreditasi yang berlaku”.29
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintah
memberikan dukungan sepenuhnya terhadap rumah sakit untuk mengembangkan
kualitas pelayanan kesehatan sehingga mendapat akreditasi internasional. Dengan
demikian diharapkan setiap organisasi rumah sakit mampu mengembangkan
potensi dan kualitas pelayanan kesehatan dengan semaksimal mungkin.
Kementerian Kesehatan berupaya untuk menjaga mutu layanan melalui
kegiatan akreditasi rumah sakit baik rumah sakit pemerintah maupun swasta.
Dasar hukum pelaksanaan akreditasi rumah sakit adalah UU Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit Pasal 29 huruf b menyebutkan bahwa Rumah Sakit
wajib memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi
dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan rumah sakit, kemudian pada Pasal 40 ayat (1) disebutkan bahwa dalam
upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan akreditasi
37
secara berkala minimal 3 (tiga) tahun sekali. Dari Undang-Undang tersebut diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa Akreditasi rumah sakit penting untuk dilakukan
dengan alasan agar mutu/kualitas diintegrasikan dan dibudayakan kedalam sistem
pelayanan di Rumah Sakit.29
Sebagai salah satu sub sistem dalam pelayanan kesehatan, rumah sakit
menjadi tempat rujukan bagi berbagai unit pelayanan kesehatan dasar. Rumah
sakit merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang jasa dengan ciri-ciri
padat karya, padat modal, padat teknologi, padat masalah dan padat umpatan.
Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional maka tuntutan akan mutu
pelayanan kesehatan oleh rumah sakit juga semakin meningkat. Hal ini ditandai
dengan berbagai kritikan tentang ketidakpuasan terhadap pelayanan rumah sakit
berbagai upaya termasuk melalui jalur hukum. Oleh karena itu upaya untuk
menjaga dan meningkatkan mutu layanan rumah sakit baik untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat baik internal maupun eksternal rumah sakit perlu
dilaksanakan.24
2.4.3. Akreditasi Internasional oleh Joint Commission International (JCI)
Joint Commission International (JCI) merupakan lembaga
akreditasiinternasional yang berwenang melakukan akreditasi. Kementerian
Kesehatan menetapkan JCI sebagai lembaga atau badan yang dapat melakukan
akreditasi rumah sakit bertaraf Internasional yang ditetapkan dalam Keputusan
Menkes No. 1195/MENKES/SK/VIII/2010.30
JCI didirikan tahun 1998 sebagai perpanjangan tangan untuk kawasan
internasional dari The Joint Commission (United States). JCI bermarkas di
38
Amerika Serikat. JCI telah bekerja sama dengan 80 menteri kesehatan di seluruh
dunia. Fokusnya ialah peningkatan pengawasan terhadap keamanan pasien dengan
cara memberikan sertifikasi akreditasi dan pendidikan untuk
mengimplementasikan solusi berkelanjutan berbagai organisasi pelayanan
kesehatan. Organisasi pelayanan kesehatan itu meliputi rumah sakit, klinik,
laboratorium klinik dan sebagainya. Pada tahun 2012 penilaian Akreditasi Rumah
Sakit akan mengacu pada Standar JCI, yang dikelompokkan menjadi empat
bagian, yaitu, (1) kelompok sasaran yang berfokus pada pasien,(2) kelompok
standar manajemen rumah sakit,(3) kelompok keselamatan pasien dan (4) sasaran
MDGs.20
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam langkah dan strategi
pelaksanaan keselamatan pasien, salah satunya adalah mengikuti Akreditasi
Rumah Sakit. Selanjutnya dalam Pedoman Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit disebutkan rumah sakit mutlak memerlukan
sistem tanggap darurat sebagai bagian dari manajemen K3RS.22
Mengacu kepada
kedua landasan hukum tersebut, maka konsep kajian tentang keselamatan pasien
yang dilakukan pada penelitian ini mengacu kepada aspek kesehatan dan
keselamatan kerja yang terkait dengan standar akreditasi yang dikeluarkan oleh
Joint Commission International Accreditation Standards for Hospitals, 4th
Edition (2011) serta dihubungkan dengan mutu pelayanan adalah aspek pelayanan
di IGD rumah sakit, yaitu 6 Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit dengan
indikator sebagai berikut20
:
39
a. Ketepatan Identifikasi Pasien
Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek
diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya
error/kesalahan dalam mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam keadaan
terbius atau tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar sepenuhnya;
mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam rumah sakit; mungkin
mengalami disabilitas sensori; atau akibat situasi lain. Maksud ganda dari sasaran
ini adalah : pertama, untuk dengan cara yang dapat dipercaya (reliable)
mengidentifikasi pasien sebagai individu yang dimaksudkan untuk mendapatkan
pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk mencocokkan pelayanan atau
pengobatan terhadap individu tersebut.4
Kebijakan dan atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan
untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan untuk
mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah;
pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau memberikan
pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan atau prosedur memerlukan sedikitnya
dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor
identifikasi umumnya digunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang
(identitas pasien) dengan barcode, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi pasien
tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan atau prosedur juga menjelaskan
penggunaan dua pengidentifikasi atau penanda yang berbeda pada lokasi yang
berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan ambulatori atau pelayanan rawat
jalan yang lain, unit gawat darurat, atau kamar operasi. Identifikasi terhadap
40
pasien koma yang tanpa identitas, juga termasuk. Suatu proses kolaboratif
digunakan untuk mengembangkan kebijakan atau prosedur untuk memastikan
telah mengatur semua situasi yang memungkinkan untuk diidentifikasi.4
b. Peningkatan Komunikasi yang Efektif
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang
dipahami oleh resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan, atau
tertulis. Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah
diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telepon, bila diperbolehkan
peraturan perundangan. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah
pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon
unit pelayanan pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera.4
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan atau
prosedur untuk perintah lisan dan melalui telepon termasuk: menuliskan (atau
memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh
penerima informasi; penerima membacakan kembali (read back) perintah atau
hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan
dibacakan ulang adalah akurat. Kebijakan atau prosedur mengidentifikasi
alternatif yang diperbolehkan bila proses pembacaan kembali (read back) tidak
memungkinkan seperti di kamar operasi dan dalam situasi gawat
darurat/emergensi di IGD atau ICU.4
41
c. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur untuk menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan
datanya sendiri. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana
yang membutuhkan elektrolit konsentrat secara klinis sebagaimana ditetapkan
oleh petunjuk dan praktek profesional, seperti di IGD atau kamar operasi, serta
menetapkan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana penyimpanannya di
area tersebut sedemikian rupa, sehingga membatasi akses untuk mencegah
pemberian yang tidak disengaja atau kurang hati-hati.4
d. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi
Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang
mengkhawatirkan dan biasa terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat
dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah,
kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan
tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu juga
asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat,
budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,
permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible
handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi
yang sering terjadi.4
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu
kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang
mengkhawatirkan ini. Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang memasukkan
42
sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit
dan kelainan atau disorder pada tubuh.4
e. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam
kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan
besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi
umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi
saluran kemih-terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan
pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).4
Pokok dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan
(hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara
internasional bisa diperoleh dari WHO, Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit Amerika Serikat (US CDC) berbagai organisasi nasional dan
intemasional.4
Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan
kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand
hygiene yang diterima secara umum untuk implementasi pedoman itu di rumah
sakit.4
f. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
Rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil
tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa meliputi
riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap obat dan konsumsi alkohol, penelitian
43
terhadap gaya/cara jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang
digunakan oleh pasien. Program ini memonitor baik konsekuensi yang
dimaksudkan atau yang tidak sengaja terhadap langkah-langkah yang dilakukan
untuk mengurangi jatuh. Misalnya penggunaan yang tidak benar dari alat
penghalang aau pembatasan asupan cairan bisa menyebabkan cedera, sirkulasi
yang terganggu, atau integrasi kulit yang menurun. Program tersebut harus
diterapkan di rumah sakit.4
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk
menggambarkan pelaksanaan sasaran keselamatan pasien di Instalasi Gawat
Darurat Rumah sakit TNI AD Tk IV Bandar Lampung.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Instalasi Gawat Darurat RS TNI AD Tk IV
Bandar Lampung, dengan pertimbangan bahwa pelayanan di IGD sangat rentan
dengan terjadinya kasus yang terkait dengan keselamatan pasien (patient safety).
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan wawancara mendalam (indepth interview) dan observasi langsung.
Data yang telah dikumpulkan melalui wawancara mendalam diolah dengan
membuat transkrip hasil pembicaraan tersebut. Selanjutnya data tersebut
dianalisis dengan metode analisis isi (content analysis) yaitu membandingkan
hasil penelitian dengan teori-teori yang ada di kepustakaan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan adalah Februari sampai September 2017.
45
3.3. Populasi Subjek (Informan) dan Objek Penelitian
Populasi subjek (Informan) dalam penelitian ini adalah unsur yang sedang
terlibat dan atau memiliki pengetahuan berkaitan dengan kebijakan Permenkes
NO 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit TNI AD Tk IV
Bandar Lampung.16
Informan dalam penelitian ini adalah yang mengetahui
permasalahan dengan jelas, mampu mengemukakan pendapat secara baik dan
benar, dapat dipercaya untuk dapat menjadi sumber data yang baik serta bersedia
dan mampu memberikan informasi yang berkaitan dengan topik penelitian yaitu
pelaksanaan standar sasaran keselamatan pasien di IGD sesuai Instruksi
Akreditasi RS versi 2012.
Informan dalam penelitian ini mempunyai karakteristik sesuai dengan
tujuan penelitian dan mengalami fenomena penelitian. Adapun karakteristik
informan,31
yaitu:
1. Informan adalah tenaga pelaksana di IGD Rumkit TNI AD Tk IV Bandar
Lampung.
2. Informan yang telah bekerja selama 1 tahun atau lebih.
3. Berpendidikan minimal Profesi Kedokteran Umum atau DIII Keperawatan
atau S1 Apoteker Profesi Farmasi.
4. Mampu bekerja sama dalam penelitian dan menyatakan ketersediaannya
sebagai informan.
Jumlah Informan dalam penelitian ini adalah 7 tenaga kesehatan pelaksana
antara lain Kepala Ruangan Gawat Darurat (1), Dokter (2), Tenaga keperawatan
46
(3) dan Petugas Apoteker (1) di Instalasi Gawat Darurat RS TNI AD Tk IV
02.07.04 Bandar Lampung.
Proses penentuan perawat pelaksana sebagai informan ditentukan melalui
langkah berikut : Peneliti bekerja sama dengan kepala ruangan untuk menentukan
calon informan yang selanjutnya meminta persetujuan calon informan untuk
menjadi informan penelitian. Selanjutnya peneliti dan informan bersama-sama
mengatur waktu untuk proses wawancara.31
Sedangkan yang menjadi populasi objek dalam penelitian ini adalah 6
(Enam) Standar Sasaran Keselamatan Pasien yang sesuai dengan Instruksi
Akreditasi RS versi tahun 2012.
3.3.1. Pertimbangan Etik
Informan mempunyai kebebasan dengan sukarela untuk menjadi informan
dalam penelitian ini dengan menandatangani lembar persetujuan. Informan juga
bisa mengajukan keberatan dan mengundurkan diri dalam berpartisipasi dalam
penelitian ini. Peneliti sebelum melakukan wawancara meminta izin terlebih
dahulu kepada informan untuk diwawancarai secara mendalam.
Peneliti menggunakan kode informan dalam penelitian informasi-
informasi yang diberikan dijaga kerahasiaannya dan informasi tersebut hanya
digunakan untuk kegiatan penelitian. Peneliti juga mengantisipasi untuk
menjamin kerahasiaan informasi secara terpisah. Selama pengambilan data
peneliti menjaga kenyamanan informan dengan melakukan wawancara di tempat
yang diinginkan informan dan waktu di inginkan informan. Peneliti menggunakan
47
alat perekam untuk merekam suara dan dokumentasi gambar setelah disetujui oleh
informan.32
Tabel 3.1. Informasi yang dikumpulkan menurut sumber, metode dan
jumlah Informan.
No. Sumber informasi Metode pengumpulan data
Jumlah Wawancara Obsevasi
1. Ka.Ruangan Gawat
Darurat √ √ 1 orang
2. Dokter Umum IGD √ √ 2 orang
3. Perawat IGD √ √ 3 orang
4. Petugas Apoteker √ √ 1 orang
Total Informan 7 orang
Tabel 3.2. Informasi yang Ingin Diperoleh dari Informan
No Informan Informasi Yang Diinginkan
1. Tenaga Kesehatan
(Ka. Ruangan
IGD, Dokter
umum, Perawat
pelaksana IGD dan
Petugas Apoteker)
1. Ketepatan Identifikasi Pasien
a. Pasien diidentifikasi menggunakan dua
identitas pasien.
b. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian
obat, darah, atau produk darah.
c. Pasien diidentifikasi sebelum pengambilan
darah dan specimen lain untuk
pemeriksaan klinis.
d. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian
pengobatan atau tindakan.
2. Komunikasi yang Efektif
a. Perintah lisan melalui telpon atau hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap
oleh penerima perintah atau hasil
pemeriksaan tersebut.
b. Perintah lisan dan melalui telpon
dibacakan kembali oleh penerima perintah.
c. Perintah atau hasil pemeriksaan
dikonfirmasi oleh individu yang memberi
perintah.
48
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu
diwaspadai
a. Menyimpan obat-obat high alert ditempat
terpisah
b. Menyimpan elektrolit konsentrat di tempat
terpisah
c. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit
pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan
dan bila diperkenankan kebijakan
d. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit
pelayanan pasien diberi label yang jelas
dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted)
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan
tepat pasien operasi
a. Memberikan tanda yang jelas dan dapat
dimengerti untuk identifikasi operasi
b. Melibatkan pasien saast checklist atau
penandaan sebelum melakukan tindakan
hecting
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan
a. Mencuci tangan sebelum melakukan
tindakan
b. Mencuci tangan sebelum menyentuh
pasien
c. Mencuci tangan setelah terkena cairan
tubuh pasien
d. Mencuci tangan setalah memegang daerah
sekitar pasien
e. Mencuci tangan dengan langkah cuci
tangan dari WHO
6. Pengurangan risiko pasien jatuh
a. Melakukan assesmen awal risiko pasien
jatuh
b. Melakukan assesmen ulang terhadap
pasien bila diindikasikan terjadi perubahan
kondisi atau pengobatan.
49
3.4. Metode Pengumpulan Data
Informasi yang dikumpulkan dengan menggunakan wawancara mendalam
(indepth interview) dan observasi terus terang atau tersamar. Wawancara
mendalam dipilih dalam penelitian ini untuk mengeksplorasi secara mendalam
makna-makna subyektif yang dipahami informan terkait dengan pengalaman
informan dalam standar sasaran keselamatan pasien di Rumah Sakit. Bentuk
pertanyaan yang diajukan selama proses wawancara adalah Open Ended Question.
Bentuk pertanyaan terbuka ini dipilih didasarkan fenomena di lapangan dan
berdasarkan studi literatur bahwa informasi yang digali bersifat mendalam sesuai
dengan sudut pandang informan sehingga informan memiliki kebebasan dalam
memberikan informasi.33
Observasi terus terang atau tersamar adalah metode pengumpulan data
yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan
penginderaan di mana peneliti terlibat secara terus terang dengan informan, bahwa
peneliti sedang melakukan penelitian. Tetapi dalam suatu saat peneliti juga tidak
terus terang atau tersamar dalam obeservasi, untuk menghindari kalau suatu data
yang dicari merupakan data yang masih dirahasiakan.32
Panduan wawancara yang akan digunakan peneliti adalah semi struktur
dan dibuat sesuai dengan landasan teori yang relevan dengan masalah yang akan
digali dalam penelitian. Panduan wawancara berisi pertanyaan yang dibuat sendiri
oleh peneliti, bersifat mendalam dimulai dengan pertanyaan terbuka dan tidak
bersifat kaku. Pertanyaan dapat dikembangkan sesuai proses yang sedang
berlangsung selama wawancara tanpa meninggalkan landasan teori yang telah
50
ditetapkan. Peneliti akan menggunakan alat perekam suara (recorder) untuk
merekam percakapan selama wawancara. Kemudian hasil wawancara diketik
dalam bentuk narasi.33
3.4.1. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah penulis sendiri yang melakukan
wawancara mendalam, observasi terus terang atau tersamar.34
3.4.2. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai
alat pengumpul data, pedoman wawancara, catatan lapangan dan alat
perekam/kamera digital.32
Alat perekam berfungsi merekam semua percakapan
atau pembicaraan. Kamera digunakan untuk memotret apabila peneliti sedang
melakukan pembicaraan dengan informan. Dengan adanya foto ini, maka
keabsahan penelitian akan lebih terjamin, peneliti betul-betul melakukan
pengumpulan data.
3.4.3. Prosedur Pengumpulan Data
Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin secara
tertulis atau lisan oleh Karumkit TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung dan
Ka. Instalasi Gawat Darurat. Selanjutnya peneliti bekerja sama dengan dokter dan
perawat pelaksana IGD untuk menuju informan penelitian. Setelah
diidentifikasikan calon informan selanjutnya peneliti menemui informan sesuai
dengan karakteristik atau ciri yang diinginkan.31
Prosedur pengumpulan data penelitian antara lain sebagai berikut34
:
51
1. Tahap Persiapan
Peneliti mengunjungi calon informan sesuai dengan waktu dan tempat
yang telah disepakati. Peneliti menjelaskan maksud kunjungan dan tujuan
penelitian untuk mendapatkan gambaran yang utuh dan mendalam tentang
pelaksanaan standar sasaran keselamatan pasien di IGD Wawancara dilakukan
satu kali pertemuan selama kurang lebih 60 menit dengan tempat yang disepakati
peneliti dan informan, menggunakan alat bantu berupa catatan dan alat perekam
untuk membantu kelancaran pengumpulan data.
2. Proses Pengumpulan Data
Pada kunjungan kedua, peneliti mengunjungi informan sesuai dengan
kontrak yang disepakati bersama. Peneliti menyiapkan alat bantu pengumpulan
data, kemudian melakukan wawancara mendalam. Wawancara mendalam
dilakukan dengan menanyakan sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah
disusun dalam pedoman wawancara. Kegiatan wawancara diakhiri pada saat
informasi yang dibutuhkan telah diproses sesuai pertanyaan-pertanyaan pada
pedoman wawancara.
Pendokumentasian hasil wawancara dilakukan pada hari yang sama
dengan hasil akhir berupa transkrip hasil wawancara. Pendokumentasian diawali
dengan memutar kembali hasil rekaman dan menuliskan seluruh isi hasil rekaman
apa adanya. Penulisan transkrip hasil wawancara dilakukan dengan
menggabungkan hasil rekaman dengan catatan observasi di lapangan.
52
3.5. Prosedur Pengelolaan data dan Analisis Data
3.5.1. Prosedur Pengolahan Data34
Pengolahan data penelitian ini di mulai mendokumentasikan data dengan
menata data-data hasil wawancara berupa hasil rekaman, catatan lapangan dan
print out transkip. Langkah berikutnya pemberian kode untuk memudahkan
peneliti dalam menganalisa data untuk membedakan informasi dari masing-
masing informan. Pemberian kode dilakukan dengan memberi garis bawah pada
transkip pada kata-kata kunci kemudian memberi kode.
Pemberian tanda khusus pada transkrip untuk membedakan istilah atau
catatan lapangan. Tanda istilah dilakukan dengan memberi tanda kurung dengan
huruf italic, merupakan keterangan istilah kata-kata yang bukan bahasa Indonesia.
Tanda lain adalah keterangan dalam tanda kurung dengan huruf tegak, misalnya
(informan diam sejenak), berarti merupakan catatan lapangan.
3.5.2. Prosedur Analisa Data34
Prosedur analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membaca
transkrip secara berulang-ulang dan teliti untuk mendapatkan pemahaman tentang
pengalaman yang dialami informan dalam Pelaksanaan standar sasaran
keselamatan pasien di IGD. Selanjutnya peneliti mengidentifikasi kata kunci yang
terdapat pada setiap kalimat dan memberikan tanda garis bawah. Selanjutnya
peneliti mengambil arti dari kata kunci yang merupakan pernyataan informan
untuk menentukan kategori. Selanjutnya kategori-kategori dikelompokkan dalam
tema. Selanjunya peneliti mengelompokkan tema-tema dalam tujuan khusus.
Selanjutnya peneliti memvalidasi hasil analisa berupa tema-tema dengan cara
menunjukkan kisi-kisi tema terhadap informan.
53
3.6. Keabsahan Data
Untuk menjamin keabsahan informasi dalam penelitian ini, peneliti
mengadakan triangulasi sumber pegumpulan data dan triangulasi metode.
Triangulasi adalah teknik keabsahan data yang memanfatkan sesuatu yang lain.
Diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap
data itu. Triangulasi diantaranya,32
adalah :
1. Triangulasi Sumber Data
Berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian
kualitatif. Dalam penelitian ini diperoleh sumber untuk memperoleh derajat
kepercayaan (keabsahan) informasi yang diperoleh dari informan. Cara ini
mengarahkan peneliti agar di dalam mengumpulkan data, peneliti berusaha
menggunakan dan membandingkannya dengan berbagai sumber kepustkaan yang
ada (content analysis).
2. Triangulasi Metode
Terdapat dua strategi yaitu pengecekan derajat kepercayaan penemuan
hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat
kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama melalui wawancara
mendalam dan observasi. Untuk mendapatkan keabsahan informasi maka dalam
penelitian ini digunakan dua metode yaitu wawancara mendalam dan observasi.
54
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Rumah Sakit TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar
Lampung
Rumah Sakit Tingkat IV 02.07.04 merupakan salah satu unsur pelaksana
Denkesyah 02.04.03 melaksanakan dukungan kesehatan bagi prajurit yang
melaksanakan latihan juga memberikan pelayanan kesehatan bagi Personel TNI
AD, PNS dan keluarga serta satuan integrasi yang berada di wilayah Korem
043/Gatam maupun di luar service area. Sebagai salah satu Sistim Kesehatan
Nasional Rumkit Tk IV 02.07.04 melaksanakan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat umum yang disesuaikan dengan kemampuan fasilitas Rumah Sakit.
Seperti lazimnya kesatuan kesehatan TNI-AD, pada awalnya Rumkit TNI
AD Tk IV Bandar Lampung dikenal dengan nama DKT atau RS DKT yang turut
memberikan andil dukungan kesehatan pada masa perjuangan kemerdekaan antara
tahun 1945-1950 (tidak ada arsip atau data pasti tanggal berdirinya). Cikal bakal
Rumkit Tk IV adalah 3 unit bangunan bekas perkantoran perusahaan perkebunan
karet Belanda (sekarang masih digunakan) dengan kemampuan poliklinik dan
KSA. Kemudian pada tahun 1958 dibangun ruang administrasi, bangsal umum
dan bangsal bersalin dan pada tahun 1974 dibangun lagi ruang perawatan perwira
dan dapur/laundry. Untuk kelengkapan dan efektivitas pelayanan kesehatan ABRI
di jajaran Korem 043/Gatam maka pada tahun 1975 dibangun poliklinik umum
dalam rangka pemindahan dan penyatuan poliklinik garnizun dengan Rumkit
IV/431, kemudian disempurnakan lagi pada tahun 1982 dengan dibangunnya
ruang rontgen dan kamar operasi.
55
Pada tahun 1985 nama Rumkit IV/431 dirubah menjadi Rumkit Tk IV
02.07.04 sampai dengan sekarang. Rumkit Tk IV 02.07.04 sejak berdirinya
sampai dengan sekarang berada satu kompleks/satu atap dengan Madenkesyah
02.04.03, sehingga para pejabat Karumkit sering dirangkap/merangkap
Dandenkesyah. Posisi Rumkit Tk IV 02.07.04 berada di sebelah Utara/di samping
RSUP Tipe B (RSU Abdul Moeloek) dan di sebelah Barat/di belakang Makorem
043/Gatam. Filosofi RS ini adalah Pelayanan Kesehatan yang prima mengantar
pada terwujudnya personel TNI yang sehat jasmani dan rohani agar prajurit, PNS
dan keluarganya mendapatkan derajat kesehatan yang optimal dengan pelayanan
kesehatan yang paripurna dan terpadu di Rumah Sakit DKT. Visi RS adalah
"Menjadi rumah sakit pilihan utama dan kebanggaan prajurit, PNS dan
keluarganya serta masyarakat lampung”. Misi RS adalah sebagai berikut :
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada Prajurit, PNS dan
keluarganya secara profesional, excellent, manusiawi dan nyaman.
2. Memanfaatkan kapasitas lebih rumah sakit untuk memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat umum secara profesional dengan
memperhatikan aspek sosial budaya dan dengan biaya terjangkau.
3. Menyelenggarakan fungsi pendidikan, latihan, dan pengembangan
kesehatan yang seimbang komprehensif dan terintegrasi.
4. Meningkatkan sumber daya manusia rumah sakit sesuai kompetensinya
guna meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
5. Mengembangkan rumah sakit yang paripurna bagi Prajurit, PNS dan
keluarganya.
56
4.2. Karakteristik Informan
Informan dalam penelitian ini sejumlah 7 responden yang terdiri dari Ka.
Ruangan IGD RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung, dokter IGD RS TNI
AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung, perawat IGD RS TNI AD Tk. IV 02.07.04
Bandar Lampung, dan Petugas Apoteker IGD RS TNI AD Tk. IV 02.07.04
Bandar Lampung.
Tabel 4.1. Karakteristik Informan
Informan Jabatan/Asal Jumlah
Informan 1 (P1) Kepala Ruangan
IGD
Dokter/IGD RS TNI AD
Tk. IV 02.07.04 Bandar
Lampung
1 orang
Informan 2 (P2) Dokter IGD IGD RS TNI AD Tk. IV
02.07.04 Bandar
Lampungv
1 orang
Informan 3 (P3) Dokter IGD IGD RS TNI AD Tk. IV
02.07.04 Bandar
Lampung
1 orang
Informan 4 (P4) Perawat IGD RS TNI AD Tk. IV
02.07.04 Bandar
Lampung
1 orang
Informan 5 (P5) Perawat IGD Rumkit TNI AD Tk.
IV 02.07.04 Bandar
Lampung
1 orang
Informan 6 (P6) Perawat IGD RS TNI AD Tk. IV
02.07.04 Bandar
Lampung
1 orang
Informan 7 (A1) Apoteker IGD RS TNI AD Tk. IV
02.07.04 Bandar
Lampung
1 orang
57
4.3. Pelaksanaan Sasaran I Keselamatan Pasien (Identifikasi Pasien) IGD
RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung
Hasil observasi langsung pelaksanaan disajikan dalam bentuk tabel berikut
ini:
Tabel 4.2. Pelaksanaan Sasaran I Keselamatan Pasien (Identifikasi Pasien)
IGD RS TNI AD Tk.IV 02.07.04. Bandar Lampung
Sasaran I D1 D2 D3 P1 P2 P3
Pasien diidentifikasi menggunakan dua Y Y Y Y Y Y
identitas pasien
Pasien diidentifikasi sebelum pemberian
obat, darah atau produk darah
Y Y Y Y Y Y
Pasien diidentifikasi sebelum mengambil Y Y Y Y Y Y
darah dan specimen lain untuk
pemeriksaan klinis Y Y Y Y Y Y
Pasien diidentifikasi sebelum pemberian
pengobatan atau tindakan
Ket: Y=Ya
T=Tidak
Dari tabel di atas dapat dilihat dari 3 dokter dan 3 perawat yang dilakukan
observasi, semuanya sudah melakukan identifikasi pasien sesuai dengan standar.
Tabel 4.3. Observasi Sarana dan Prasarana dalam Pelaksanaan Sasaran I
Keselamatan Pasien (Identifikasi Pasien) IGD RS TNI AD
Tk.IV 02.07.04. Bandar Lampung
Sarana/ prasarana Ketersediaan Keterangan
Gelang identitas Y Tidak lengkap
Ket: Y=Ya
T=Tidak
Dari tabel 4.3. dapat dilihat bahwa tersedia geang identitas untuk pasien,
tetapi belum lengkap karena tidak ada penanda gelang warna ungu karena masih
dalam proses pemesanan.
58
4.4. Pelaksanaan Sasaran II Keselamatan Pasien (Komunikasi Efektif)
IGD RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung
Hasil observasi langsung pelaksanaan disajikan dalam bentuk tabel berikut
ini:
Tabel 4.4. Pelaksanaan Sasaran II Keselamatan Pasien (Komunikasi
Efektif) IGD RS TNI AD Tk.IV 02.07.04. Bandar Lampung
Sasaran II D1 D2 D3 P1 P2 P3
Perintah lisan melalui telepon atau hasil TP TP TP TP TP TP
pemeriksaan dituliskan secara lengkap
oleh penerima perintah atau hasil
pemeriksaan tersebut
Perintah lisan dan melalui telepon TP TP TP TP TP TP
dibacakan kembali oleh penerima perintah
Perintah atau hasil pemeriksaan
dikonfirmasi oleh individu yang memberi
perintah
TP TP TP TP TP TP
Ket: TP=Tidak pernah
Pada table 4.4. di atas dapat dilihat bahwa hasil yang didapat adalah TP
(Tidak Pernah) karena perawat dan dokter selama penelitian tidak pernah
memberikan ataupun menerima perintah melalui telepon, karena dokter selalu
stand by selama jaga, sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi dokter dan
perawat di Instalasi Gawat Darurat sudah efektif.
59
4.5. Pelaksanaan Sasaran III Keselamatan Pasien (Keamanan obat) IGD
RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung
Hasil observasi langsung pelaksanaan disajikan dalam bentuk tabel berikut
ini:
Tabel 4.5. Pelaksanaan Sasaran III Keselamatan Pasien (Keamanan Obat)
IGD Rumkit AD Tk.IV 02.07.04. Bandar Lampung
Sasaran III A1
Menyimpan obat-obat high-alert di tempat terpisah Y
Menyimpan elektrolit konsentrat di tempat terpisah Y
Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan
Y
pasien kecuali jika dibutuhkan dan bila
diperkenankan kebijakan
Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit
Y
pelayanan pasien diberi label yang jelas dan
disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted)
Ket: Y=Ya
T=Tidak
Hasil penelitian dpat dilihat bahwa penempatan obat-obat high alert dan
elektrolit konsentrat disimpan di tempat terpisah dan tidak berada di unit
pelayanan pasien, melainkan di apotek untuk kasus tidak darurat.
Tabel 4.6. Observasi Sarana dan Prasarana dalam Pelaksanaan Sasaran
III Keselamatan Pasien (Keamanan obat) IGD RS TNI AD Tk
IV 02.07.04. Bandar Lampung
Sarana/ prasarana Ketersediaan Keterangan
Lemari khusus obat high-alert Y -
Lemari khusus elekrolit konsentrat Y -
Label khusus Y -
Ket: Y=Ya
T=Tidak
60
Dari tabel 4.6. di atas dapat dilihat bahwa lemari khusus untuk
penyimpanan obat high alert dan elekrolit konsentrat sudah ada, label khusus obat
high alert dan elektrolit konsentrat juga sudah ada.
4.6. Pelaksanaan Sasaran IV Keselamatan Pasien (Kepastian tepat lokasi,
tepat prosedur, dan tepat pasien operasi) IGD RS TNI AD Tk. IV
02.07.04 Bandar Lampung
Hasil observasi langsung pelaksanaan disajikan dalam bentuk tabel berikut
ini:
Tabel 4.7. Pelaksanaan Sasaran IV Keselamatan Pasien (Kepastian tepat
lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi) IGD RS TNI AD
Tk IV 02.07.04. Bandar Lampung
Sasaran IV D1 D2 D3 P1 P2 P3
Memberikan tanda yang jelas dan dapat Y Y Y Y Y Y
dimengerti untuk identifikasi operasi
Melibatkan pasien saat checklist atau
penandaan sebelum melakukan tindakan
hecting.
Y Y Y Y Y Y
Ket: Y=Ya
T=Tidak
Dari tabel 4.7. di atas dapat dilihat bahwa sasaran IV sudah terlaksana
dengan baik, dari 3 dokter dan 3 perawat yang diamati semuanya telah
melakukan tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi sesuai dengan
standar.
61
4.7. Pelaksanaan Sasaran V Keselamatan Pasien (Pengurangan risiko
infeksi) IGD RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung
Hasil observasi langsung pelaksanaan disajikan dalam bentuk tabel berikut
ini:
Tabel 4.8. Pelaksanaan Sasaran V Keselamatan Pasien (Pengurangan risiko
infeksi) IGD RS AD Tk.IV 02.07.04. Bandar Lampung
Sasaran V D1 D2 D3 P1 P2 P3
Mencuci tangan sebelum melakukan Y Y Y Y Y Y
Tindakan
Mencuci tangan sebelum menyentuh Y Y Y Y Y Y
Pasien
Mencuci tangan setelah terkena cairan Y Y Y Y Y Y
tubuh pasien
Mencuci tangan setelah melakukan Y Y Y Y Y Y
Tindakan
Mencuci tangan setelah memegang Y Y Y Y Y Y
daerah sekeliling pasien
Mencuci tangan dengan langkah cuci Y Y Y Y Y Y
tangan dari WHO
Ket: Y=Ya
T=Tidak
Dari hasil observasi pelaksanaan pencegahan infeksi dari cuci tangan
dengan handrub, dapat dilihat dari tabel di atas bahwa dokter dan perawat sudah
melakukan 5 momen cuci tangan sesuai dengan pedoman 5 momen cuci tangan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa mencuci tangan sesuai dengan 6 langkah-
langkah dalam 5 momen cuci tangan dengan handrub atau dengan handwash
sudah efektif dilakukan baik oleh dokter dan perawat di IGD.
62
Tabel 4.9. Observasi Sarana dan Prasarana dalam Pelaksanaan V
Keselamatan Pasien (Pengurangan risiko infeksi) IGD RS TNI
AD Tk IV 02.07.04. Bandar Lampung
Sarana/ prasarana Ketersediaan Keterangan
Wastafel Y -
Air Y -
Sabun Y Selalu ada
Pengering tangan Y Sering kosong
Handrub Y Selalu ada
Ket: Y=Ya
T=Tidak
Dari tabel 4.9. di atas dapat dilihat bahwa wastafel dan air ada. Pengering
tangan berupa tissu atau hand dryer ada tapi tissu sering kosong. Handrub dan
sabun selalu ada.
4.8. Pelaksanaan Sasaran VI Keselamatan Pasien (Pengurangan risiko
pasien jatuh) IGD RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung
Hasil observasi langsung pelaksanaan disajikan dalam bentuk tabel berikut
ini:
Tabel 4.10. Pelaksanaan Sasaran VI Keselamatan Pasien (Pengurangan
risiko pasien jatuh) IGD RS TNI AD Tk IV 02.07.04. Bandar
Lampung
Sasaran VI D1 D2 D3 P1 P2 P3
Melakukan asesmen awal risiko Y Y Y Y Y Y
pasien jatuh
Melakukan asesmen ulang terhadap Y Y Y Y Y Y
pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan
Ket: Y=Ya
T=Tidak
63
Dari tabel 4.10. di atas dapat dilihat bahwa perawat dan dokter yang
diobservasi telah melakukan asesmen pasien dengan resiko jatuh sesuai dengan
standar.
Tabel 4.11. Observasi Sarana dan Prasarana dalam Pelaksanaan VI
Keselamatan Pasien (Pengurangan risiko pasien jatuh) IGD
Rumkit AD Tk.IV 02.07.04. Bandar Lampung
Sarana/ prasarana Ketersediaan Keterangan
Bed side rail Y Tidak semua bed
Kursi roda Y -
Pegangan besi di toilet T -
Lantai antislip T -
Ket: Y=Ya
T=Tidak
Dari tabel 4.11. di atas dapat dilihat bahwa tersedia bed side rail tetapi
tidak di semua tempat tidur pasien tersedia, pegangan besi tidak dipasang di toilet,
lantai IGD bukan antislip dan kursi roda selalu ada.
64
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Pelaksanaan Sasaran I Keselamatan Pasien (Identifikasi Pasien) IGD
RS TNI AD Tk. IV 02.07.04 Bandar Lampung
Berdasarkan hasil observasi peneliti dilapangan didapatkan di RS TNI AD Tk
IV 02.07.04 Bandar Lampung, sudah dilakukan Identifikasi pada semua pasien
sebelum diberikan pelayanan kesehatan termasuk pemberian gelang identitas untuk
pasien yang memiliki potensi resiko tinggi celaka. Berdasarkan wawancara dengan
responden dan observasi bahwa ada gelang identitas untuk pasien namun kondisinya
kurang lengkap. Hal ini diperkuat dengan pernyataan informan :
Setiap pasien yang masuk IGD langsung kami identifikasi dengan baik dan diberikan
gelang sebagai identitas pasien pada pasien yang akan dirawat inap sambil
dilanjutkan pemeriksaan.
Identifikasi pasien adalah suatu proses pemberian tanda atau pembeda
yang mencakup nomor rekam medis dan identitas pasien dengan tujuan agar dapat
membedakan antara pasien satu dengan pasien yang lainnya guna ketepatan
pemberian pelayanan, pengobatan dan tindakan atau prosedur kepada pasien.
Untuk membedakan antara pasien satu dengan pasien yang lainnya, sehingga
memermudah dalam proses pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien yang
datang berobat dan mencegah kesalahan dan kekeliruan dalam proses pemberian
pelayanan, pengobatan tindakan atau prosedur. Setiap pasien baru harus di
identifikasi secara lengkap, benar, jelas dan terperinci. Hal ini yang didukung oleh
pernyataan informan:
Identifikasi setiap pasien yang masuk IGD adalah hal pertama kali yang harus
kami lakukan sebelum memberikan pelayanan lebih lanjut atau tindakan medis
65
lainnya, hal ini untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang pasien dan
tindakan medis serta pemberian layanan yang tepat.
Identifikasi Pasien RS terdiri dari identifikasi pasien rawat jalan dan
pasien rawat inap. Pada pedoman identifikasi ini, identifikasi lebih ditujukan pada
identifikasi pasien rawat inap. Identifikasi Pasien RS TNI AD Tk IV 02.07.04
Bandar Lampung adalah proses untuk mengidentifikasi terhadap pasien yang
menjalani perawatan atau menjalani serangkaian tindakan/prosedur
terapi/diagnostik di RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung. Identifikasi
pasien dilakukan agar pasien mendapatkan pelayanan dan pengobatan yang benar
dan tepat sesuai kebutuhan/instruksi medis, terhindar dari kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam memberikan pelayanan dan agar pasien merasa aman dan
nyaman serta dapat bekerjasama dalam menjalani perawatan atau prosedur
layanan di RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung.
Prosedur identifikasi pasien dilaksanakan secara seragam, benar dan tepat
di seluruh unit pelayanan untuk mencegah terjadinya kesalahan/insiden
keselamatan pasien dan menjamin keselamatan pasien RS TNI AD Tk IV
02.07.04 Bandar Lampung. Identifikasi pasien meliputi : penulisan nomor rekam
medis, penulisan indentitas pasien disesuaikan dengan e-KTP/SIM/Kartu
Keluarga/PASPOR yang berlaku. Jika ada perubahan data indentitas pasien pada
kunjungan berikutnya maka identitas pertama harus dirubah dengan identitas yang
baru (up to date). Identifikasi pada gelang pasien, meliputi: Pencantuman nomor
rekam medis, pencantuman nama lengkap, pencantuman tanggal lahir. Warna
gelang disesuaikan dengan kondisi pasien. Warna biru untuk pasien laki-laki,
warna pink untuk pasien perempuan, warna merah untuk pasien alergi, warna
66
kuning untuk pasien resiko jatuh, dan warna ungu untuk pasien yang tidak boleh
diresusitasi. Setiap dilakukan pemasangan gelang petugas harus menjelaskan
manfaat gelang pasien dan bahaya jika menolak, melepas, dan menutupi gelang.
Sebelum pemberian pelayanan kepada pasien petugas harus
mengidentifikasi pasien terlebih dahulu, meliputi : Sebelum pemberian obat, darah
atau produk darah, mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis
serta pemberian tindakan, petugas harus menganamnesa identitas pasien dan
mengecek gelang pasien secara teliti dan terperinci. Pasien baru harus dibuatkan
kartu identitas berobat dengan mencantumkan nama pasien, nomor rekam medik,
tanggal lahir dan alamat rumah. Setiap pasien akan di daftarkan pada buku
registrasi pasien dan atau dimasukkan dalam database pasien (KIUP
komputerisasi) secara up to date.
Penelitian Mulyana37
tahun 2013 mengenai analisis penyebab insiden
keselamatan pasien oleh perawat di unit rawat inap rumah sakit “X” Jakarta
menlaporkan bahwa kejadian insiden kejadian keselamatan pasien (IKP)
berhubungan erat dengan faktor individu atau karektirisktik SDM yang bekerja.
Penelitian Sumangkut38
tahun 2015 tentang evaluasi penatalaksanaan sasaran
keselamatan pasien di RSU GMIM Kalooran Amurang melaporkan bahwa
ketepatan identifikasi pasien di RSU GMIM Kalooran menggunakan gelang
identitas dalam penerapannya, peningkatan komunikasi yang efektif,
menggunakan SBAR dengan menggunakan jembatan keledai. Peningkatan
keamanan obat yang perlu diwaspadai memiliki daftar obat, disimpan dalam
lemari terkunci, bila digunakan dilakukan double check, kepastian tepat lokasi,
67
tepat prosedur, tepat pasien operasi di RSU GMIM, dan pengurangan risiko
infeksi.
5.2. Pelaksanaan Sasaran II Keselamatan Pasien (Komunikasi Efektif) IGD
RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan menyatakan bahwa semua
tindakan yang berhubungan dengan pasien ada SOP RS TNI AD Tk IV 02.07.04
Bandar Lampung yang mengisyaratkan patient safety, sebagai contoh ketika
melakukan tindakan injeksi kepada pasien maka diharuskan untuk mengenali
terlebih daluhu obat yang akan diinjeksikan, mengidentifikasi dan memverifikasi
pasien mulai dari nama, status dan jenis keluhanya. Hal ini sesuai dengan
pernyatan informan:
Sebelum melakukan tindakan apapun terhadap pasien, kami selalu
memberitahukan kepada pasien.
SPO memungkinkan petugas kesehatan melaksanakan pelayanan sesuai
dengan yang seharusnya diberikan. Seorang petugas kesehatan harus selalu
berkomunikasi dengan pasien dalam melakukan proses perawatan kesehatan.
Pasien memiliki peran penting dalam proses membantu petugas kesehatan dalam
menentukan diagnosis dengan memberikan informasi yang jelas dan nyata,
memberikan putusan tentang perawatan yang tepat, memastikan perawatan dan
pengobatan telah dikelola dengan baik oleh petugas kesehatan, mengidentifikasi
kejadian yang tidak diharapkan dan mengambil tidakan yang sesuai. Hal ini
didukung oleh pernyataan informan:
Komunikasi dengan pasien dilakukan sebelum injeksi hal ini penting guna
menghindari kesalahan obat, alergi atau efek samping obat lainnya demi
kenyamanan pasien selama dalam perawatan.
68
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan menyatakan
bahwa di RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung ketika terjadi insiden
maka pasien dan keluarga berhak mengetahui, cara penyampaian secara langsung
dengan budaya solo, permintaan maaf dengan semboyan bahwa “pasien selalu
benar”, mengkomunikasikan dengan bahasa yang pasien dan keluarga bisa
menangkap dengan baik dan secara terbuka. Hasil wawancara dengan infomran
menyatakan bahwa di RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung berusaha
menanamkan pengertian bahwa dalam upaya perbaikan pelayanan dan asuhan
yang aman maka budaya menyalahkan harus dihilangkan sehingga petugas bisa
terbuka, menanamkan pengertian kepada petugas dalam setiap insiden wajib
untuk dilaporkan dan bersama-sama mencari akar permasalahan dan bukan
dengan menghakimi pelaku.
Komunikasi dengan pasien dan keluarga pasien selalu kami bangun, guna
mendapatakan hasil yang optimal dalam perawatan dan pelayanan.
Hal ini sesuai dengan langkah yang dilakukan oleh rumah sakit yaitu
rumah sakit mempunyai kebijakan tentang komunikasi terbuka tentang insiden
dengan pasien dan keluarga, pasien dan keluarga mendapat informasi bila terjadi
insiden, dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien dan keluarga dalam seluruh proses asuhan pasien.
Studi yang dilakukan Keles11
di RS Dr. Sam Ratulangi Tondano
melaporkan bahwa pelaksanaan komunikasi pasien, komunikasi efektif,
peningkatakan keamanan obat, pelaksanaan kepatian tepat-prosedur, tepat-lokasi,
tepat-pasien sudah sesuai dengan standar akreditasi rumah sakit versi 2012.
69
Sedangkan pelaksanaan pengurangan risiko infeksi dan risiko pasien jatuh belum
sesuai dengan standar akreditasi rumah sakit versi 2012.
Komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. Seseorang dapat
mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku orang lain apabila terjalin
komunikasi yang komunikatif. Komunikasi meliputi unsur-unsur sebagai jawaban
dari pertanyaan yang diajukan (Who says, what in, which channel, to whom, with
what effect?) diantaranya: komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek.
Komunikasi dengan orang lain kadang sukses atau efektif mencapai maksud yang
dituju, namun terkadang juga gagal. Adapun makna lain komunikasi yang efektif
adalah komunikasi yang berhasil menyampaikan pikiran dengan menggunakan
perasaan yang disadari. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang
berusaha memilih cara yang tepat agar gambaran dalam benak dan isi kesadaran
dari komunikator dapat dimengerti, diterima bahkan dilakukan oleh komunikan.39
Standar akreditasi RS 2012 elemen Standar Keselamatan Pasien II
mensyaratkan agar rumah sakit menyusun cara komunikasi yang efektif, tepat
waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dapat dipahami penerima. Hal itu untuk
mengurangi kesalahan dan menghasilkan perbaikan keselamatan pasien. Bentuk
komunikasi yang rawan kesalahan diantaranya adalah instruksi untuk
penatalaksanaan pasien yang diberikan secara lisan atau melalui telepon. Bentuk
lainnya berupa pelaporan hasil tes abnormal, misalnya petugas laboratorium
menelepon ke ruang perawatan untuk melaporkan hasil tes pasien. Rumah sakit
perlu menyusun kebijakan dan atau prosedur untuk mengatur pemberian perintah
/pesan secara lisan dan lewat telepon. Kebijakan dan atau prosedur itu harus
70
memuat: Perintah lengkap, lisan dan lewat telepon, atau hasil tes dicatat si
penerima, perintah lengkap, lisan dan lewat telepon, atau hasil tes dibaca-ulang si
penerima, Perintah dan hasil tes dikonfirmasikan oleh individu si pemberi perintah
atau hasil tes, Pelaksanaan yang konsisten dari verifikasi tepat-tidaknya
komunikasi lisan dan lewat telepon, Alternatif yang diperbolehkan bila proses
membaca-ulang tidak selalu dimungkinkan, misalnya di ruang operasi dan dalam
situasi darurat di bagian gawat darurat atau unit perawatan intensif.4
Komunikasi adalah penyebab pertama masalah keselamatan pasien
(patient safety). Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti
dalam hubungan antar manusia. Komunikasi yang efektif yang tepat waktu,
akurat, lengkap, jelas, dan dipahami oleh penerima mengurangi kesalahan dan
meningkatkan keselamatan pasien. Faktor yang dapat mendukung komunikasi
efektif : Dalam profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena
merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan,
komunikator merupakan peran sentral dari semua peran perawat yang ada,
kualitas komunikasi adalah faktor kritis dalam memenuhi kebutuhan klien. Faktor
yang tidak mendukung komunikasi efektif yaitu: tanpa komunikasi yang jelas,
dapat memberikan pelayanan keperawatan yang tidak efektif, tidak dapat
membuat keputusan dengan klien/keluarga, tidak dapat melindungi klien dari
ancaman kesejahteraan, tidak dapat mengkoordinasi dan mengatur perawatan
klien serta memberikan pendidikan kesehatan.20
Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua
rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan
71
sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO
Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International
(JCI). Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan
spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang
bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari
konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain
sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan
yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan
pada solusi-solusi yang menyeluruh.17
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang
dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan
keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah
diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi
kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti
melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan.
Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau
prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat (atau memasukkan
ke komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima
perintah; kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah
atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan
dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga
72
menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read
back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat
di IGD atau ICU.20
5.3. Pelaksanaan Sasaran III Keselamatan Pasien (Keamanan obat) IGD
RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung
Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa penempatan obat-obat high
alert dan elektrolit konsentrat disimpan di tempat terpisah dan tidak berada di unit
pelayanan pasien, melainkan di apotik untuk kasus tidak daurat. Hasil observasi
dapat dilihat bahwa lemari khusus untuk penyimpanan obat high alert dan
elekrolit konsentrat sudah ada, tetapi label khusus obat high alert dan elektrolit
konsentrat masih dalam proses pemesanan. Hal ini didukung oleh pernyataan
informan:
Untuk obat high alert dan konsetrat tinggi, kami sudah memliki tempat
tersendiri di igd
Keputusan penggunaan obat selalu mengandung pertimbangan antara
manfaat dan risiko. Tujuan pengkajian farmakoterapi adalah mendapatkan luaran
klinik yang dapat dipertanggungjawabkan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien dengan risiko minimal. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya
perubahan paradigma pelayanan kefarmasian yang menuju kearah pharmaceutical
care. Fokus pelayanan kefarmasian bergeser dari kepedulian terhadap obat (drug
oriented) menuju pelayanan optimal setiap individu pasien tentang penggunaan
obat (patient oriented). Untuk mewujudkan pharmaceutical care dengan risiko
yang minimal pada pasien dan petugas kesehatan perlu penerapan manajemen
risiko. Hal ini didukung oleh pernyataan informan:
73
Untuk obat-obat yang berisiko kami selalu mengidentifikasi dengan benar
mengenai penyimpanan dan pendistribusiannya mengingat bisa berbahaya tidak
hanya pada pasien tetapi juga petugas kesehatan, sehingga kami menerapkan
manajemen penyimpanan obat dengan baik.
Berdasarkan analisis kejadian berisiko dalam proses pelayanan
kefarmasian, kejadian obat yang merugikan (adverse drug events), kesalahan
pengobatan (medication errors) dan reaksi obat yang merugikan (adverse drug
reaction) menempati kelompok urutan utama dalam keselamatan pasien yang
memerlukan pendekatan sistem untuk mengelola, mengingat kompleksitas
keterkaitan kejadian antara ”kesalahan merupakan hal yang manusiawi” (to error
is human) dan proses farmakoterapi yang sangat kompleks. Faktor lain yang
memengaruhi terjadinya risiko obat tersebut adalah multifaktor dan multiprofesi
yang kompleks: jenis pelayanan medik, banyaknya jenis dan jumlah obat per
pasien, faktor lingkungan, beban kerja, kompetensi karyawan, kepemimpinan dan
sebagainya. Pendekatan sistem bertujuan untuk meminimalkan risiko dan
mempromosikan upaya keselamatan penggunaan obat termasuk alat kesehatan
yang menyertai.40
Secara garis besar langkah-langkah yang bisa dilakukan antara lain
analisis sistem yang sedang berjalan, deteksi adanya kesalahan, analisis tren
sebagai dasar pendekatan sistem. JCAHO menetapkan lingkup sistem keselamatan
pelayanan farmasi meliputi : sistem seleksi (Selection), sistem penyimpanan
sampai distribusi (Storage), sistem permintaan obat, interpretasi dan verifikasi
(Ordering & Transcribing), sistem penyiapan, labelisasi, peracikan, dokumentasi,
penyerahan ke pasien disertai kecukupan informasi (Preparing & Dispensing),
sistem penggunaan obat oleh pasien (Administration), dan monitoring.40
74
Program Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang dipelopori oleh
PERSI (Persatuan Rumah sakit Indonesia) menetapkan 7 (Tujuh) langkah dalam
manajemen keselamatan pasien. Pelaporan secara sukarela merupakan data dasar
untuk melakukan upaya evaluasi dalam pencapaian tujuan. Pelaporan insiden
dalam lingkup pelayanan farmasi diperkirakan menggambarkan 10% dari
kenyataan kejadian kesalahan (errors). Untuk memastikan sistem berjalan sesuai
dengan tujuan diperlukan data yang akurat, yang dapat diperoleh melalui upaya
pelaporan kejadian. Keberanian untuk melaporkan kesalahan diri sendiri tidaklah
mudah apalagi jika ada keterkaitan dengan hukuman seseorang. Pendekatan
budaya tidak saling menyalahkan (blame free cullture) terbukti lebih efektif untuk
meningkatkan laporan dibandingkan penghargaan dan hukuman (Rewards and
punishment). Untuk mengarahkan intervensi dan monitoring terhadap data yang
tersedia, diperlukan metode analisis antara lain. Metode Analisa Sederhana untuk
risiko ringan, root cause analysis untuk risiko sedang dan Failure Mode Error
Analysis untuk risiko berat atau untuk langkah pencegahan.41
Berbagai metode pendekatan organisasi sebagai upaya menurunkan
kesalahan pengobatan yang jika dipaparkan berdasarkan urutan dampak efektifitas
terbesar adalah memaksa fungsi & batasan (forcing function & constraints),
otomasi & komputer (automation & computer / CPOE), standard dan protokol,
sistem daftar tilik & cek ulang (check list & double check system), aturan dan
kebijakan (rules and policy), pendidikan dan informasi (education and
information), serta lebih cermat dan waspada (be more careful-vigilant). Upaya
intervensi untuk meminimalkan insiden belum sempurna tanpa disertai upaya
75
pencegahan. Agar upaya pencegahan berjalan efektif perlu diperhatikan ruang
lingkupnya, meliputi : keterkinian pengetahuan penulis resep (current knowledge
prescribing (CPE, access to DI, konsultasi)), dilakukan review semua
farmakoterapi yang terjadi (review all existing pharmacotherapy) oleh Apoteker,
tenaga profesi terkait obat memahami sistem yang terkait dengan obat (familiar
with drug system (formulary, DUE, abbreviation, alert drug), kelengkapan
permintaan obat (complete drug order), perhatian pada kepastian kejelasan
instruksi pengobatan (care for ensure clear and un ambiguous instruction).42
Upaya pencegahan akan lebih efektif jika dilakukan bersama dengan
tenaga kesehatan lain (multidisiplin) terkait penggunaan obat, terutama dokter dan
perawat. Perlu menjadi pertimbangan bahwa errors dapat berupa kesalahan laten
(latent errors) misalnya karena kebijakan, infrastruktur, biaya, SPO, lingkungan
kerja maupun kesalahan aktif (active errors) seperti sikap masa bodoh, tidak
teliti, sengaja melanggar peraturan) dan umumnya active errors berakar dari
latent errors (pengambil kebijakan). Apoteker berada dalam posisi strategis untuk
meminimalkan medication errors, baik dilihat dari keterkaitan dengan tenaga
kesehatan lain maupun dalam proses pengobatan. Kontribusi yang dimungkinkan
dilakukan antara lain dengan meningkatkan pelaporan, pemberian informasi obat
kepada pasien dan tenaga kesehatan lain, meningkatkan keberlangsungan rejimen
pengobatan pasien, peningkatan kualitas dan keselamatan pengobatan pasien di
rumah. Data yang dapat dipaparkan antara lain dari menurunnya (46%) tingkat
keseriusan penyakit pasien anak, meningkatnya insiden berstatus nyaris cidera
(dari 9% menjadi 851%) dan meningkatnya tingkat pelaporan insiden dua sampai
76
enam kali lipat (effect of pharmacist-led pediatrics medication safety team on
medication-error reporting).43
Apoteker berperan utama dalam meningkatkan keselamatan dan efektifitas
penggunaan obat. Dengan demikian dalam penjabaran, misi utama Apoteker
dalam hal keselamatan pasien adalah memastikan bahwa semua pasien
mendapatkan pengobatan yang optimal. Hal ini telah dikuatkan dengan berbagai
penelitian yang menunjukkan bahwa kontribusi Apoteker dapat menurunkan
medication errors.
Penelitian terbaru Allin Hospital menunjukkan 2% dari pasien masuk
rumah sakit mengalami adverse drug event yang berdampak meningkatnya Length
Of Stay (LOS) 4.6 hari dan meningkatkan biaya kesehatan $ 4.7000 dari setiap
pasien yang masuk rumah sakit. Temuan ini merubah tujuan pelayanan farmasi
rumah sakit tersebut : a fail-safe system that is free of errors.42
Studi yang dilakukan Bagian Farmakologi Universitas Gajah Mada
(UGM) antara 2012-2014 menunjukkan bahwa medication error terjadi pada 97%
pasien Intensive Care Unit (ICU) antara lain dalam bentuk dosis berlebihan atau
kurang, frekuensi pemberian keliru dan cara pemberian yang tidak tepat. Lingkup
perpindahan/perjalanan obat (meliputi obat, alat kesehatan, obat untuk diagnostik,
gas medis, anastesi) : obat dibawa pasien di komunitas, di rumah sakit, pindah
antar ruang, antar rumah sakit, rujukan, pulang, apotek, praktek dokter.
Multidisiplin problem : dipetakan dalam proses penggunaan obat : pasien/care
giver, dokter, apoteker, perawat, tenaga asisten apoteker, mahasiswa, teknik,
administrasi, pabrik obat.44
77
Kejadian medication error dimungkinkan tidak mudah untuk dikenali,
diperlukan kompetensi dan pengalaman, kerjasama-tahap proses. Tujuan utama
farmakoterapi adalah mencapai kepastian keluaran klinik sehingga meningkatkan
kualitas hidup pasien dan meminimalkan risiko baik yang tampak maupun yang
potensial meliputi obat (bebas maupun dengan resep), alat kesehatan pendukung
proses pengobatan (drug administration devices). Timbulnya kejadian yang tidak
sesuai dengan tujuan (incidence/hazard) dikatakan sebagai drug miss adventuring,
terdiri dari medication errors dan adverse drug reaction.42
5.4. Pelaksanaan Sasaran IV Keselamatan Pasien (Kepastian tepat lokasi,
tepat prosedur, dan tepat pasien operasi) IGD RS TNI AD Tk IV
02.07.04 Bandar Lampung
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sasaran IV sudah terlaksana dengan
baik, dari 3 dokter dan 3 perawat yang diamati semuanya telah melakukan tepat
lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi sesuai dengan standar. Salah-lokasi,
salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang mengkhawatirkan dan
biasa terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang
tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/ tidak
melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada
prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu juga asesmen pasien
yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang
tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan
yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan
pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering
terjadi. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan:
78
Dalam setiap tindakan operasi maupun tindakan apapun yang dilakukan di IGD
RS ini selalu menerapkan tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien tujuan
juga dalam keselamatan pasien.
Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu
kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang
mengkhawatirkan ini. Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang memasukkan
sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit
dan kelainan/disorder pada tubuh manusia dengan cara menyayat, membuang,
mengubah, atau menyisipkan kesempatan diagnostik/terapeutik. Kebijakan
berlaku atas setiap lokasi di rumah sakit dimana prosedur ini dijalankan. Praktek
berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam Surgical Safety Checklist dari WHO
Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for
Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.17
Penandaan lokasi operasi melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda
yang segera dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di seluruh
rumah sakit; dan harus dibuat oleh orang yang akan melakukan tindakan; harus
dibuat saat pasien terjaga dan sadar ; jika memungkinkan, dan harus terlihat
sampai pasien disiapkan dan diselimuti. Lokasi operasi ditandai pada semua kasus
termasuk sisi (laterality), struktur multipel (jari tangan, jari kaki, lesi), atau
multiple level (tulang belakang). Maksud dari proses verifikasi praoperatif adalah
untuk : memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar; memastikan
bahwa semua dokumen, foto (images), dan hasil pemeriksaan yang relevan
tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; memverifikasi keberadaan
peralatan khusus dan/atau implant-implant yang dibutuhkan.1
Hal ini sejalan
dengan pernyataan informan:
79
Penerapkan tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien selain bertujuan untuk
keselamatan pasien, juga untuk kepentingan rumah sakit, kami selalu melengkapi
semua dokumen pasien dan setiap tindakan pada pasien.
Tahap “Sebelum insisi” / Time out memungkinkan setiap pertanyaan yang
belum terjawab atau kesimpang-siuran dibereskan. Time out dilakukan di tempat
tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh
tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan
(secara ringkas, misalnya menggunakan checklist).
Dalam pelayanan bedah besar dan kompleks ada sesuatu hal yang terjadi
tidak sesuai dengan yang diharapkan seperti penandaan yang salah, prosedur
salah atau orang yang salah operasi. Adanya suatu kebijakan yang
direkomendasikan oleh National Patient Safety Agency (NPSA) dan WHO untuk
melengkapi checklist Keselamatan Pasien yang diluncurkan pada tanggal 1 Juni
2009 untuk dipatuhi.41
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan
suatu kebijakan yaitu : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah sakit, yang
menyatakan : setiap rumah sakit harus memenuhi Sasaran Keselamatan pasien
diantaranya adalah Ketepatan identifikasi pasien; Peningkatan komunikasi yang
efektif; Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai; Kepastian tepat-
lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi; Pengurangan risiko infeksi terkait
pelayanan kesehatan; dan Pengurangan risiko pasien jatuh.16
Menindaklanjuti salah satu poin dari sasaran keselamatan pasien tersebut,
yakni mendapatkan kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien operasi,
maka diperlukan suatu panduan yang mengatur tentang pelayanan pembedahan di
80
RS TNI AD Tk IV 02.07.04 dengan tujuan : untuk mengurangi risiko bahaya bagi
pasien melalui peningkatkan keamanan dan kualitas pelayanan dan lingkungan
kerja TNI AD Tk.IV 02.07.04 Bandar Lampung.
Checklist Keselamatan Pasien yang dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) dan kolaborasi dengan Harvard School of Public Health USA,
checklist adalah: langkah – langkah kunci dalam mengidentifikasi keamanan
selama perawatan pra-operatif yang harus dicapai dalam setiap operasi tunggal
tidak tergantung jenis operasi. Dan ini telah secara signifikan dapat mengurangi
komplikasi dan kematian akibat operasi. Time Out Checklist menurut WHO
adalah: berhentinya tim sesaat sebelum penyayatan kulit untuk menverifikasi
kembali kelengkapan pemeriksaan dengan melibatkan semua tim.17
Direktur Medik dan Keperawatan memiliki tanggung jawab utama untuk
memastikan bahwa pasien bedah berada pada tempat yang aman, prosedur sesuai
proses dan termasuk penandaan pra operasi. Staf medik fungsional di masing-
masing SMF memiliki tanggung jawab untuk memastikan dokter bedah mereka
menandai pasien sesuai melaksanakan instruksi. Dokter Anestesi bertanggung
jawab untuk menandai lokasi setiap/blok regional yang diusulkan local. Kepala
ruangan/ketua tim bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pasien
telah ditandai tepat sebelum kedatangan dikamar operasi. Tim ruang operasi
melaksanakan Checklist WHO memiliki tanggung jawab bersama untuk
memastikan bahwa lokasi yang benar telah diidentifikasi sebelum dimulainya
operasi.
81
Lokasi bedah pasien harus ditandai sebelum pasien dipindahkan ke lokasi
di mana prosedur akan dilakukan. Tanda dibuat dengan melibatkan pasien pada
saat pasien terjaga atau pasien sadar (ditempat asal pasien sesuai dengan alur
masuk Kamar Operasi). Membuat tanda adalah untuk menjadi arah yang
menunjuk ke lokasi dari prosedur operasi , sedekat mungkin ke lokasi sayatan.
Tanda harus dibuat dengan tak mudah terhapuskan, spidol hitam permanen dan
harus cukup untuk tetap terlihat setelah persiapan kulit dan draping. Penandaan
untuk semua prosedur yang melibatkan sayatan, tusukan perkutan, atau
pemasangan instrumen harus ditandai, dengan mempertimbangkan permukaan,
tingkat tulang belakang, angka tertentu atau lesi yang akan dioperasi untuk
prosedur yang melibatkan lateralitas organ, tetapi di mana keputusan atau
pendekatan mungkin dari pertengahan-line atau lubang alami, lokasi harus
ditandai dan catatan lateralitas. Semua tanda-tanda lokasi harus dibuat dalam
hubungannya dengan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien serta
hasil diagnostik yaitu X-ray, scan, pemeriksaan elektronik atau hasil tes appriored
lainnya, memastikan catatan medis pasien dan gelang identitas. Lokasi lain yang
mungkin memerlukan tanda adalah : untuk beberapa aspek yang prosedur bedah
yang direncanakan yaitu beberapa pembedahan/bedah ganda dan lokasi stoma.
Pelatihan semua ahli bedah harus dilakukan diberikan pelatihan
meliputi : WHO Checklist dan pedoman membuat penandaan pada lokasi yang
akan dioperasi. Hal ini akan difasilitasi oleh tim klinis yang ditunjuk memberikan
setiap arahan pada karyawan baru untuk tim bedah. Pembedahan merupakan
cabang dari ilmu medis yang ikut berperan terhadap kesembuhan dari luka atau
82
penyakit melalui prosedur manual atau melalui operasi dengan tangan. Hal ini
memiliki sinonim yang sama dengan kata “Chirurgia” (dibaca; KI-RUR-JIA).
Dalam bahasa Yunani “Cheir” artinya tangan; dan “ergon” artinya kerja. Bedah
atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk mengobati
kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan
sederhana. Perkembangan baru juga terjadi pada pengaturan tempat untuk
dilaksanakan prosedur operasi. Bedah sehari (ambulatory surgery), kadangkala
disebut pembedahan tanpa rawat inap (outpatient surgery) atau pembedahan
sehari (one-day surgery). Semua pasien rawat jalan, rawat inap, IGD yang akan
menjalani suatu prosedur pembedahan, wajib di lakukan penandaan dengan benar
saat berada di ruangan atau sekurang kurangnya 1 jam sebelum di lakukan
prosedur pembedahan. Tujuan utama penandaan adalah untuk menghindari salah
lokasi, salah prosedur dan salah pasien. Penandaan digunakan pada proses untuk
mengidentifikasi pasien ketika akan di lakukan suatu prosedur pembedahan.
Penandaan di lakukan oleh dokter operator dan wajib ikut di dalam kamar
operasi saat prosedur pembedahan di lakukan. Penandaan dengan menggunakan
tanda GARIS tebal. Untuk identifikasi lokasi operasi wajib mengikut sertakan
pasien dalam proses penandaan. Menggunakan checklist atau proses lain untuk
verifikasi lokasi yang tepat, prosedur yang tepat, dan pasien yang tepat sebelum
operasi, dan seluruh dokumen serta peralatan yang dibutuhkan tersedia, benar dan
berfungsi. Seluruh tim operasi membuat dan mendokumentasikan prosedur time
out sesaat sebelum prosedur operasi dimulai.
83
5.5. Pelaksanaan Sasaran V Keselamatan Pasien (Pengurangan risiko
infeksi) IGD RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung
Hasil observasi pelaksanaan pencegahan infeksi dari cuci tangan dengan
handrub, dapat dilihat dari tabel di atas bahwa dokter dan perawat sudah
melakukan 5 momen cuci tangan sesuai dengan pedoman 5 momen cuci tangan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa mencuci tangan sesuai dengan 6 langkah-
langkah dalam 5 momen cuci tangan dengan handrub atau dengan handwash
sudah efektif dilakukan baik oleh dokter dan perawat di IGD. Sehingga dapat
dikatakan bahwa mencuci tangan sesuai dengan langkah-langkah dengan handrub
sudah efektif dilakukan baik oleh dokter dan juga perawat. Hal ini sejalan dengan
pernyataan informan:
Dalam setiap penangan pasien kami sudah mempraktikan cuci tangan dengan
langkah-langkah yang benar guna mencegah bahaya infeksi dan handsrub sudah
diletakan disetiap tempat.
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam
kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan
besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi
umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi
saluran kemih-terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan
pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pokok dari
eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang
tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional bisa diperoleh dari
WHO.45
84
Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan
kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand
hygiene yang diterima secara umum untuk implementasi pedoman itu di rumah
sakit. Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam
tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi
pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai
dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi
pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali
dihubungkan dengan ventilasi mekanis).45
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci
tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan
WHO, dan berbagai organisasi nasional dan internasional. Rumah sakit
mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau
prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang
diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit.
Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang
diterbitkan dan sudah diterima secara umum oleh WHO. Rumah sakit menerapkan
program hand hygiene yang efektif. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan
untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko dari infeksi yang
terkait pelayanan kesehatan.45
Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan
identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah. Rumah sakit harus
85
mentelaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis
dan nonklinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan
Keselamatan Pasien dan staf; Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem
pengelolaan risiko yang dapat dimonitor oleh direksi/pimpinan rumah sakit.
Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan
insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian
terhadap pasien. Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan
isu-isu keselamatan pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen
yang terkait. Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses
asesmen risiko rumah sakit. Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk
menentukan akseptabilitas setiap risiko, dan ambillah langkah langkah yang tepat
untuk memperkecil risiko tersebut; Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan
sebagai masukan ke proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.46
Sejak kebijakan Kementerian Kesehatan mewajibkan seluruh rumah sakit
di Indonesia terakreditasi pelayanan dasar, keselamatan pasien merupakan standar
dasar yang harus dipenuhi. Dimana standar ke-5 tentang upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi. Inilah awal pimpinan rumah sakit merasa aware dan peduli,
mengapa kepatuhan petugas masih sangat rendah. Kementerian Kesehatan turut
berperan untuk melaksanakan pemantauan dan memberikan punishment kepada
rumah sakit yang tidak menerapkan program hand hygiene dengan baik. Karena
hal ini sangat mempengaruhi mutu pelayanan sebagai indikator keselamatan
pasien. Diawali dengan penerapan hand hygiene untuk menurunkan angka
infeksi.46
Hal ini didukung oleh pernyataan informan:
86
Menerapkan kebijakan mencuci tangan adalah upaya dasar dalam pencegahan
infeksi dalam setiap tindakan medis dan itu sudah kita terapkan sejak lama
karena semua tindakan dilakukan berdasarkan SOP yang telah dibuat RS.
Pelaksanaan audit dan survei menunjukkan angka yang sangat rendah
terhadap kepatuhan hand hygiene. Petugas kesehatan merasa yakin kondisinya
akan aman dan baik-baik saja tanpa harus hand hygiene. Sarana dan prasarana
menjadi alasan utama dimana budgeting yang tidak sedikit harus dialokasikan
untuk operasional sarana hand hygiene seperti penyediaan barang habis pakai
berupa handrub, handscrub, tissu towel, dan tempat sampah, padahal hal ini
merupakan investasi awal yang lebih efisien dialokasikan dari pada
menyembuhkan kasus infeksi. Namun ada beberapa temuan bahwa sarana dan
prasarana yang telah dilengkapi tidak serta merta memotivasi kepatuhan petugas,
dimana petugas merasa overload pekerjaan dengan beban kerja yang tinggi akan
lebih repot dan menyita waktu dengan penerapan hand hygiene untuk setiap
tindakan yang berbeda pada satu pasien. Di sisi lain petugas juga sangat egois,
sesudah melakukan tindakan atau terkontaminasi cairan tubuh pasien segera hand
hygiene, sedangkan pada saat mengawali tindakan merasa tidak perlu hand
hygiene, padahal tidak dapat diyakini apakah tangan kita bersih dan tidak
mentransfer kuman ke pasien.
Hand hygiene belum membudaya dan mendarah daging, sehingga masih
perlu pemantauan ketat dari supra system atau Komite PPI untuk mengevaluasi
penerapannya. Audit terus menerus, candid camera, reward and punishment
merupakan salah satu momen untuk memantau. Masih ada petugas yang
menerapkan hand hygiene hanya sekedar menghindari teguran, dan menjalankan
87
kewajiban rutin tanpa menyadari betapa besar manfaatnya untuk mencegah dan
mengendalikan infeksi.
Ketika sarana dan prasarana tersedia sesuai kebutuhan, sebenarnya
tidaklah sulit mengadvokasi petugas untuk menerapkan hand hygiene sesuai
panduan yang telah disosialisasikan bahkan didemonstrasikan dengan sangat jelas.
Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Infection Control Nurse (ICN) yang
mengawali program kepatuhan hand hygiene dengan mengupdate panduan,
poster, dan leaflet hand hygiene dalam tampilan yang menarik, kreatif, dan mudah
dipelajari. Prosedur hand hygiene dapat diterapkan melalui dua metode hand
hygiene berbasis alkohol serta air dan sabun. Kapan dapat diterapkan sesuai
panduan WHO. Tentu saja kita sudah sangat paham dengan “Five Moment” atau
lima momen yang tepat untuk menerapkan hand hygiene, yaitu sebelum
menyentuh pasien, sebelum melakukan tindakan aseptic, setelah terkontaminasi
cairan tubuh pasien, setelah menyentuh pasien, dan setelah menyentuh lingkungan
di sekitar pasien. Selain hal tersebut di atas hand hygiene dapat dilakukan sebelum
petugas mengawali rutinitas tugasnya, diantara prosedur atau tindakan yang
berbeda pada pasien yang sama, sebelum menyiapkan, menangani, dan
menyediakan makanan dan minuman pasien, atau pun sebelum dan sesudah
mengenakan sarung tangan.45
Hand washing sebaiknya dipilih produk bermutu yang mengandung
chlorhexidin 2% yang efektif untuk membunuh mikroorganisme melalui kontak.
Tidak disarankan untuk mengencerkan handwash yang telah disediakan dalam
kandungan yang sesuai untuk tetap menjaga efektifitas dan daya kerja handwash
88
tersebut. Beberapa petugas mengalami iritasi kulit dengan menggunakan sabun
cuci tangan atau handwash. Hal ini dapat diatasi dengan pengunaan handrub yang
berbasis alkohol yang lebih aman di kulit. Alcohol based handsrubs ini sangat
efektif karena dapat diproduksi sendiri melalui proses aseptis di instalasi farmasi,
pelaksanaannya sangat singkat hanya 20 sampai dengan 30 detik , tersedia di
berbagai tempat atau portable sehingga mudah dijangkau. Sebelum menggunakan
yakinkan tangan harus kering untuk mengefektifkan kerja alkohol.46
5.6. Pelaksanaan Sasaran VI Keselamatan Pasien (Pengurangan risiko pasien
jatuh) IGD RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat dan dokter yang diamati telah
melakukan asesmen pasien dengan resiko jatuh sesuai dengan standar. Hasil
observasi menunjukkan tersedia bed side rail tetapi tidak di semua tempat tidur
pasien tersedia, pegangan besi tidak dipasang di toilet, lantai bukan antislip dan
kursi roda selalu ada. Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna
penyebab cidera pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang
dilayani, pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu
mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi
risiko cidera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa meliputi riwayat jatuh, obat dan
telaah terhadap obat dan konsumsi alkohol, penelitian terhadap gaya/cara jalan
dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program
ini memonitor baik konsekuensi yang dimaksudkan atau yang tidak sengaja
terhadap langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi jatuh. Misalnya
penggunaan yang tidak benar dari alat penghalang aau pembatasan asupan cairan
89
bisa menyebabkan cidera, sirkulasi yang terganggu, atau integrasi kulit yang
menurun. Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit.
Pelayanan kepada pasien di rumah sakit sudah selayaknya merupakan
pelayanan yang holistic, pelayanan yang paripurna. Mulai pasien datang,
melakukan pendaftaran, pemeriksaan, hingga pasien pulang. Akan tetapi beberapa
kejadian di rumah sakit kadang tidak diperhatikan, yaitu pasien jatuh pada saat
mendapatkan pelayanan di rumah sakit. Pasien disini dapat sebagai pasien rawat
jalan maupun sebagai pasien rawat inap. Dalam pelaksanaan program patient
safety di rumah sakit, kejadian pasien jatuh merupakan salah satu indikator
berjalan tidaknya pelaksanaan program ini. Mendefinisikan pasien jatuh pun
memiliki tantangan tersendiri.
Banyak upaya yang telah dilakukan oleh rumah sakit dalam mengurangi
atau mencegah kejadian pasien jatuh. Pencegahan pasien jatuh adalah masalah
yang kompleks, yang melintasi batas-batas kesehatan, pelayanan sosial, kesehatan
masyarakat dan pencegahan kecelakaan. Sekitar 152.000 jatuh dilaporkan di
rumah sakit akut setiap tahun, dengan lebih dari 26.000 dilaporkan dari unit
kesehatan mental dan 28.000 dari rumah sakit masyarakat. Beberapa kasus
berakibat pada kematian, luka berat atau sedang dengan perkiraan biaya sebesar
15 juta per tahun. Bahkan dalam Joint Commission International (JCI), upaya
penanggulangan kejadian pasien jatuh di rumah sakit mendapatkan perhatian
khusus.20
Hal ini seperti disebutkan dalam Sasaran 6 yaitu Reduce the Risk of
Patient Harm Resulting from Falls. Maksud dan tujuan dari sasaran ke 6 dari
90
akreditasi JCI ini adalah sebagian besar cidera pada pasien rawat inap terjadi
karena jatuh. Dalam konteks ini rumah sakit harus melakukan evaluasi risiko
pasien terhadap jatuh dan segera bertindak untuk mengurangi risiko terjatuh dan
mengurangi risiko cidera akibat jatuh. Rumah sakit menetapkan program
mengurangi risiko terjatuh berdasarkan kebijakan dan atau prosedur yang tepat.
Program ini memantau baik konsekuensi yang diinginkan maupun tidak
diinginkan dari tindakan yang diambil untuk mengurangi jatuh. Rumah sakit harus
melaksanakan program ini. Maka dalam standar JCI sasaran ke 6 ini disebutkan
rumah sakit perlu menyusun cara pendekatan untuk mengurangi risiko cidera yang
menimpa pasien akibat jatuh. Upaya-upaya untuk mengurangi kejadian pasien
jatuh di rumah sakit telah banyak dilakukan.20
Pendidikan pada pasien, pemberian tanda beresiko pada tempat tidur
pasien dan pelatihan pada para staf merupakan intervensi yang paling efektif
untuk mengurangi kejadian pasien jatuh. Lebih lanjut dalam proses implementasi
intervensi-intervensi di atas, dibutuhkan struktur organisasi yang baik,
infrastruktur keamanan yang baik, budaya keselamatan pasien, kerja tim dan
leadership. Upaya-upaya untuk mengurangi terjadinya kejadian pasien terjatuh di
rumah sakit, yaitu: Membiasakan pasien dengan lingkungan sekitarnya,
menunjukkan pada pasien alat bantu panggilan darurat, posisikan alat bantu
panggil darurat dalam jangkauan, posisikan barang-barang pribadi dalam
jangkauan pasien, menyediakan pegangan tangan yang kokoh di kamar mandi,
kamar dan lorong, posisikan sandaran tempat tidur rumah sakit di posisi rendah
ketika pasien sedang beristirahat, dan posisikan sandaran tempat tidur yang
91
nyaman ketika pasien tidak tidur, posisikan rem tempat tidur terkunci pada saat
berada di bangsal rumah sakit, menjaga roda kursi roda di posisi terkunci ketika
stasioner, gunakan alas kaki yang nyaman, baik, dan tepat pada pasien, gunakan
lampu malam hari atau pencahayaan tambahan, kondisikan permukaan lantai
bersih dan kering, bersihkan semua tumpahan, kondisikan daerah perawatan
pasien rapi, ikuti praktek yang aman ketika membantu pasien pada saat akan ke
tempat tidur dan meninggalkan tempat tidur. Pernyataan yang paling ringkas, akan
tetapi memiliki makna yang dalam seperti yang disarankan oleh Standar
Akreditasi JCI adalah "The program is implemented". Dengan implementasi
beberapa saran keselamatan diharapkan dapat meminimalkan kejadian pasien
terjatuh di rumah sakit. Sehingga salah satu indikator patient safety dapat
dilakukan.20
Rangkuman hasil wawancara yang dilakukan pada 7 orang informan di
IGD RS TNI AD Tk IV Bandar Lampung sebagai berikut :
Tabel 5.1. Rangkuman Hasil Wawancara dan Observasi Pada 7 Orang
Informan di IGD RS TNI AD Tk IV Bandar Lampung.
No Kata Kunci
Pertanyaan
Coding Observasi Kesimpulan
1. Pelaksanaan
Ketepatan
Identifikasi
Pasien
D1. Sudah Dilakukan
D2. Sudah Dilakukan
D3. Sudah Dilakukan
P1. Sudah Dilakukan
P2. Sudah Dilakukan
P3. Sudah Dilakukan
3 Dokter dan 3
Perawat sudah
melakukan
identifikasi pasien
sesuai standar.
Pelaksanaan Ketepatan
Identifikasi Pasien di
IGD RS TNI AD Tk
IV Bandar Lampung
sudah sesuai dengan
Instruksi KARS versi
2012.
2. Pelaksanaan
Komunikasi
D1. Sudah Dilakukan
D2. Sudah Dilakukan
3 Dokter dan 3
Perawat sudah
Pelaksanaan
Komunikasi yang
92
Efektif D3. Sudah Dilakukan
P1. Sudah Dilakukan
P2. Sudah Dilakukan
P3. Sudah Dilakukan
melaksanakan
komunikasi yang
efektif baik dengan
metode TBAK.
efektif di IGD RS TNI
AD Tk IV Bandar
Lampung sudah sesuai
dengan Instruksi
KARS versi 2012.
3. Pelaksanaan
Pengawasan
Keamanan
Obat yang
diwaspadai
A1. Sudah Dilakukan Penempatan obat-
obat high alert dan
elektrolit konsentrat
disimpan ditempat
terpisah, dan label
khusus jg sudah
ada.
Pelaksanaan
Keamanan Obat yang
diwaspadai di IGD RS
TNI AD Tk IV Bandar
Lampung sudah sesuai
dengan Instruksi
KARS versi 2012.
4. Pelaksanaan
Kepastian
tepat-lokasi,
tepat-
prosedur,
tepat-pasien
operasi
D1. Sudah Dilakukan
D2. Sudah Dilakukan
D3. Sudah Dilakukan
P1. Sudah Dilakukan
P2. Sudah Dilakukan
P3. Sudah Dilakukan
3 Dokter dan 3
Perawat telah
melakukan tepat-
lokasi, tepat-
prosedur, dan tepat-
pasien operasi di
IGD pada pasien
yang gawat darurat.
Pelaksanaan Kepastian
tepat-lokasi, tepat-
prosedur, tepat-pasien
operasi di IGD RS
TNI AD Tk IV Bandar
Lampung sudah sesuai
dengan Instruksi
KARS versi 2012.
5. Pelaksanaan
Pengurangan
Risiko
Infeksi
terkait
pelayanan
kesehatan
D1. Sudah Dilakukan
D2. Sudah Dilakukan
D3. Sudah Dilakukan
P1. Sudah Dilakukan
P2. Sudah Dilakukan
P3. Sudah Dilakukan
3 Dokter dan 3
Perawat sudah
melakukan 5
momen cuci tangan
sesuai dengan
pedoman dari
WHO.
Pelaksanaan
Pengurangan Risiko
Infeksi terkait
pelayanan kesehatan di
IGD RS TNI AD Tk
IV Bandar Lampung
sudah sesuai dengan
Instruksi KARS versi
2012.
6. Pelaksanaan
Pengurangan
Risiko
Pasien Jatuh.
D1. Sudah Dilakukan
D2. Sudah Dilakukan
D3. Sudah Dilakukan
P1. Sudah Dilakukan
3 Dokter dan 3
Perawat telah
melakukan asesmen
pasien risiko jatuh
Pelaksanaan
Pengurangan Risiko
Pasien Jatuh di IGD
RS TNI AD Tk IV
93
P2. Sudah Dilakukan
P3. Sudah Dilakukan
sesuai standar
tetapi tidak
didukung dengan
sarana yang belum
memadai
dikarenakan bed
side rail tidak
tersedia di semua
bed IGD, tidak
adanya handrail di
toilet IGD dan
lantai IGD bukan
lantai antislip.
Bandar Lampung
belum berjalan sesuai
dengan Instruksi
KARS versi 2012,
dikarenakan tidak
adanya handrail di
toilet IGD dan lantai
IGD bukan lantai
antislip.
94
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Usaha yang dilakukan oleh staf IGD RS TNI AD Tk IV Bandar Lampung
dalam upaya membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien dan
menerapan budaya keselamatan pasien dalam pemberian pelayanan
kesehatan yang ada di IGD sudah dilakukan sesuai dengan protap SOP
yang sudah berlaku di Rumah Sakit.
2. Usaha yang dilakukan oleh staf IGD RS TNI AD Tk IV Bandar Lampung
dalam membangun komitmen dan fokus yang jelas tentang keselamatan
pasien adalah dengan ikut bertanggungjawab dalam sistem manajemen
keselamatan pasien, kemauan dalam mencanangkan selalu gerakan patient
safety, laporan triwulan yang selalu dilaporkan kepada Tim KKP-RS
sesuai peraturan, dan ikut serta dalam mencari jalan keluar dari insiden yg
terjadi agar tidak terulang kembali.
3. Usaha yang dilakukan oleh staf IGD RS TNI AD Tk IV Bandar Lampung
dalam membangun sistem keselamatan pasien adalah dengan melakukan
proses identifikasi pasien dengan benar pada semua pasien yang masuk ke
IGD, komunikasi yang melibatkan pasien sesuai SOP yang
mengisyaratkan keselematan pasien, penempata obat-obat high alert yang
tidak disatukan, setting ruang tindakan IGD yang sesuai dengan
keselamatan pasien, proses manajemen risiko infeksi dengan selalu
terdapatnya handrub dan hadwash pada westafel, pengaman karet
95
diturunan jalan. Akan tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
pengawasannya dalam mencegah cidera pasien risiko jatuh dikarenakan
belum adanya lantai anti slip di IGD dan belum terpasangnya hand rail di
kamar mandi IGD dan bed side rail belum tersedia di semua tempat tidur
IGD.
4. Usaha yang dilakukan dalam mencegah cidera melalui implementasi
keselamatan pasien dengan menggunakan informasi yang ada di RS TNI
AD Tk IV Bandar Lampung dengan terdapatnya sub bagian dalam KKP-
RS tentang risiko pasien jatuh, terdapatnya catatan mengenai kejaidan
potensial cidera sebagai antisipasi terjadinya insiden, dan evaluasi yang
dilakukan setiap triwulan.
6.2. Saran
1. Bagi praktisi klinis (Staf) di Instalasi Gawat Darurat RS TNI AD Tk IV
02.07.04 Bandar Lampung :
a. Segera mengkomunikasikan kendala yang ada di Instalasi Gawat
Darurat dengan pihak manajemen rumah sakit, agar kendala yang ada
segera dapat diselesaikan, seperti wastafel yang sudah lama rusak tapi
belum diperbaiki, air yang sering mati, dan tidak tersedianya pengering
tangan.
b. Selalu saling mengingatkan untuk melakukan sasaran keselamatan
pasien sesuai dengan prosedur yang ada.
96
2. Bagi RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung :
a. Memperhatikan ketersediaan sarana dan prasarana di Instalasi Gawat
Darurat, seperti air, pengering tangan, memperbaiki wastafel, tempat
tidur dengan side rail, pegangan besi di kamar mandi, lantai yang anti-
slip.
b. Selalu mengingatkan pegawai rumah sakit untuk melakukan standar
keselamatan pasien bukan hanya untuk pasien tetapi juga untuk
keamanan diri sendiri dan lingkungan rumah sakit seperti kesadaran
mencuci tangan sesuai dengan momen dan prosedur.
3. Bagi Dinas Kesehatan Bandar Lampung :
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi Dinas
Kesehatan Bandar Lampung untuk merencanakan dan memberikan
pelatihan tentang keselamatan pasien bagi seluruh tenaga kesehatan
fungsional rumah sakit di Bandar Lampung dan dapat dijadikan acuan
dalam pembuatan kebijakan program sasaran keselamatan pasien dalam
pengurangan risiko pasien jatuh.
4. Bagi Institusi Kesehatan Helvetia Medan dan Peneliti Selanjutnya :
Sebagai masukan dan informasi mengenai pelaksanaan standar sasaran
keselamatan pasien di IGD RS TNI AD Tk IV 02.07.04 Bandar Lampung
agar dapat dijadikan panduan untuk penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan keselamatan pasien di rumah sakit.
97
DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes RI. (2015). Pedoman Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). Edisi III. Jakarta.
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Rumah Sakit.
3. Komite Keselamatan Pasien RS. (2008). Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien. Jakarta.
4. Komite Akreditasi Rumah Sakit. (2012). Instrumen Akreditasi RS Standar Akreditasi. Edisi 1. Jakarta.
5. Rumah Sakit TNI AD. (2009). Profil dan Sejarah Rumah Sakit TNI AD Tk IV 02.07.04. Bandar Lampung.
6. Kemenkes RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340 Tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, Jakarta.
7. KPRS Rumah Sakit TNI AD. (2013). Laporan Insiden Keselamatan Pasien Bulan Maret-April 2013. Bandar Lampung.
8. Apriningsih, Desmawati. (2013). Kerjasama tim dalam budaya keselamatan pasien Di rs x jawa barat. Jurnal ilmiah kesehatan, 5(3); Diunggah Mei 2017 http://lp3m.thamrin.ac.id/upload/apriningsih.pdf
9. Beginta, R. (2012). Pengaruh budaya keselamatan pasien, gaya kepemimpinan, tim kerja, terhadap Persepsi pelaporan kesalahan pelayanan oleh perawat di unit rawat inap rumah sakit umum Daerah kabupaten bekasi [tesis]. Bekasi: universitas indonesia.
10. Keles, W Angelia. (2015). Analisis Pelaksanaan Budaya Keselamatan Pasien di IGD RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano. Tesis. Tidak dipublikasikan.
98
11. Dwiyanto, A. (2007). Penerapan Hospital by Laws Dalam Meningkatkan Patient Safety di Rumah Sakit. [Thesis]. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
12. Azimi, Et al. (2012). Influence of training on patient safety culture: a nurse attitude improvement perspective international journal of hospital research. 1(1):51-6www.ijhr.tums.ac.ir. Research article.
13. Chaerunisa. (2017). Pengaruh stres kerja perawat terhadap perilaku implementasi patient safety di IGD RS Lubuk Basung. Tesis. Tidak dipublikasikan.
14. Anggraeni, D. (2016). Pengaruh budaya keselamatan pasien terhadap sikap melaporkan insiden pada perawat di instalasi rawat inap RSUD Kota Bekasi. Jurnal aplikasi manajemen. Vol 14 no 42.
15. Danaswari, A, S. (2012). Pengembangan model budaya keselamatan pasien
yang sesuai di rumah sakit Ibu dan Anak tumbuh kembang Cimangis Tahun 2012. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Jakarta.
16. Permenkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Jakarta.
17. World Health Organitation Collaborating Centre for Patient Safety Solutions.
(2007). Patient Safety Solutions Preamble. www.who.int/entity/patientsafety/solutions/patientsafety/preamble.pdf. Diunduh 7 April 2017.
18. Kemenkes RI. (2008). Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit. (Konsep dasar dan prinsip). Jakarta: Depkes RI.
19. Kemenkes RI. (2015). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun
2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
http://www.spm.depkes.go.id diakses pada tanggal 10 Maret 2017.
20. The Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations. (2011). Department of Health and Human Services. USA.
21. Rebecca, Cohen RN. (2007). Providig Person-Centered Care In The Real World. HNBC:eNEditor.
99
www.ahna.org/Resources/Publications/eNewslatter/News-From-ANHA-Providing-Person-Centered-Care.
22. Kemenkes RI. (2010). Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Direktorat Bina Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Depkes RI.
23. Agency for Healthcare Research and Quality. (2013). Making health care safer II: an updated Critical Analysis of the Evidence for Patient Safety Practices. (available at http://www.ahrq.gov/hdbk// diakses pada tanggal 15 Maret 2017).
24. Kemenkes RI. (2009). Keputusan Menkes RI No. 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standarisasi Pelayanan Gawat Darurat di Rumah Sakit. Jakarta.
25. Kemenkes RI. (2009). Prinsip Umum Pelayanan Unit Gawat Darurat di Rumah Sakit, http://www.spm.depkes.go.id diakses pada tanggal 10 Maret 2017. Jakarta: Depkes RI.
26. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Biro Hukum Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
27. Nursalam. (2007). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.
28. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 012 Tahun 2012 tentang
Akreditasi Rumah Sakit, Jakarta.
29. Undang- Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Biro Hukum Departemen Kesehatan RI, Jakarta
30. Kemenkes RI. (2010). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1195/Menkes/SK/VIII/2010 tentang Lembaga Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta.
31. Team Riset Kualitatif Binhus. (2010). Petunjuk Tekhnis (Juknis) Penulisan Riset Kualitatif. Bina Husada. Jakarta.
100
32. Moleong, Lexy J. (2007). Metodelogi Peneitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
33. Yin, Robert K. (2013). Studi kasus, Desain dan Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
34. Martha E, Kresno S. (2016). Metodelogi Peneltian Kualitatif Untuk Bidang Kesehatan, Ed.1, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
35. Potter, Perry. (2010). Konsep, Proses, dan Praktik Keperawatan. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Edisi 7. Jakarta.
36. Sujarweni, W. (2014). Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Penerbit Gava Media.
37. Mulyana. (2013). Analisis Penyebab Insiden Keselamatan Pasien oleh Perawat di Unit Rawat Inap RS “X” Jakarta. [Thesis]. Jakarta.
38. Sumangkut. (2015). Evaluasi Penatalaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien di RSU GMIM Kalooran Amurang. [Thesis].
39. Marhaen, Fahar. (2010). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Jakarta: Graha Ilmu.
40. The Lancet. (2010). Medical Errors in the USA: Human or systems? (Ed); 377-1289.
41. National Patient Safety Agency (NPSA). (2009). Seven Step to Patient Safety’s An Overview Guide from NHS Staff. www.npsa.nhs.uk/ Diunduh 10 September 2017.
42. Medical Healthcare Product (MHRA). (2012). Defective Medicines Report Centre An Overview Guide from NHS Staff. www.nrls.npsa.nhs.uk/ Diunduh 10 September 2017
43. Simamora, S. (2011). Peran Tenaga Teknis Kefarmasian dalam Menemukan Angka Kejadian Medication Error. [Thesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara.
101
44. Fudholi, Achmad. (2014). Analisis Kejadian Medication Error pada Pasien ICU di RS “X” Yogyakarta. [Thesis]. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
45. World Health Organitation (WHO). (2008). Infection Control Strategies a Quick
Reference Guide to Specific Procedures. www.who.int/csr/resources/publications/WHO_HSE_EPR_2008_2Bahasal.pdf. Diunduh 20 November 2017.
46. Kemenkes RI. (2009). Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan lainnya. SK Menkes No. 3822/Menkes/2007. Jakarta: Depkes RI.
102
Lampiran 1. Lembar Persetujuan Informan
Informed Consent
Saya yang bernama dibawah ini :
Nama : Arseliana Helsanewa
NPM : 1303195057
Status : Mahasiswa Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Institut
Kesehatan Helvetia
Judul penelitian : STUDI DESKRIFTIF PELAKSANAAN SASARAN
KESELAMATAN PASIEN SESUAI INSTRUKSI KARS
VERSI 2012 DI IGD RUMAH SAKIT TNI AD TK IV
02.07.04 BANDAR LAMPUNG
Dalam penelitian ini tidak ada paksaan dari pihak manapun dan
merupakan keinginan anda sendiri untuk menjadi Informan. Jika anda merasa
keberatan dengan penelitian ini, anda berhak menolak menjadi informan,
menghentikan wawancara, dan menolak menjawab pertanyaan yang dirasakan
tidak berkenan. Setelah penjelasan ini, peneliti memohon kesediaan informan
untuk memahami pernyataan dibawah ini dan menandatangani pada tempat yang
telah disediakan.
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama :
Jabatan :
Lama bekerja :
Pendidikan terakhir :
Menyatakan bahwa saya bersedia menjadi informan dalam penelitian ini.
Dalam hal ini saya berjanji akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya
sesuai dengan informasi yang dibutuhkan peneliti. Demikian pernyataan yang
saya sampaikan, semoga informasi yang saya berikan dapat dipergunakan dengan
baik dan bermanfaat bagi penelitian dan banyak orang.
Bandar Lampung, September 2017
....................................
103
Lampiran II. Pertanyaan Terbuka (Open Ended Question)
No Informan Pertanyaan
1. Tenaga
Kesehatan
(Dokter umum,
Perawat
pelaksana IGD,
Petugas Apotek)
7. Bagaimana pelaksanaan Identifikasi Pasien?
e. Apakah pasien di identifikasi sebelum
pemberian obat, darah, atau produk
darah?
f. Apakah pasien di identifikasi sebelum
pengambilan darah dan specimen lain
untuk pemeriksaan klinis?
g. Apakah pasien di identifikasi sebelum
pemberian pengobatan atau tindakan?
8. Bagaimana penerapan komunikasi yang
efektif
d. Apakah perintah lisan melalui telpon
atau hasil pemeriksaan dituliskan secara
lengkap oleh penerima perintah atau
hasil pemeriksaan tersebut?
e. Apakah perintah lisan dan melalui telpon
dibacakan kembali oleh penerima
perintah?
f. Apakah perintah atau hasil pemeriksaan
dikonfirmasi oleh individu yang
memberi perintah?
9. Bagaimana peningkatan keamanan obat
yang perlu diwaspadai?
e. Bagaimana cara menyimpan obat-obat
high alert ditempat terpisah?
f. Bagiamana cara menyimpan elektrolit
konsentrat di tempat terpisah?
10. Bagaimana pelaksanaan kepastian tepat
lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien
operasi? c. Memberikan tanda yang jelas dan dapat
dimengerti untuk identifikasi operasi?
d. Melibatkan pasien saat checklist atau
penandaan sebelum melakukan tindakan
hecting?
11. Bagaimana pengurangan risiko infeksi
terkait pelayanan kesehatan?
f. Mencuci tangan sebelum melakukan
tindakan
g. Mencuci tangan sebelum menyentuh
pasien
h. Mencuci tangan setelah terkena cairan
104
tubuh pasien
i. Mencuci tangan setalah memegang
daerah sekitar pasien
j. Mencuci tangan dengan langkah cuci
tangan dari WHO
12. Bagaimana pengurangan risiko pasien jatuh
c. Melakukan assesmen awal risiko pasien
jatuh?
d. Melakukan assesmen ulang terhadap
pasien bila diindikasikan terjadi
perubahan kondisi atau pengobatan?
94
Lampiran III. Lembar Telusur Sasaran Keselamatan Pasien Sesuai Instruksi Akreditasi RS Versi 2012
SASARAN KESELAMATAN PASIEN
SASARAN Berikut ini adalah daftar sasaran. Mereka disiapkan disini untuk memudahkan karena disampaikan tanpa persyaratan, maksud dan tujuan, atau elemen penilaian. Informasi lebih lanjut tentang sasaran ini dapat dilihat di bagian berikut dari bab ini, Sasaran, Persyaratan, Maksud dan Tujuan, serta Elemen Penilaian. Enam sasaran keselamatan pasien adalah sebagai berikut : Sasaran I : Ketepatan identifikasi pasien Sasaran II : Peningkatan komunikasi yang efektif Sasaran III : Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (high-alert medications) Sasaran lV : Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi Sasaran V : Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan Sasaran VI : Pengurangan risiko pasien jatuh
Standar SKP.I. Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki / meningkatkan ketelitian identifikasi pasien.
Maksud dan Tujuan SKP.I. Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya error/kesalahan dalam mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam keadaan terbius / tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam rumah sakit; mungkin mengalami disabilitas sensori; atau akibat situasi lain. Maksud ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk dengan cara yang dapat dipercaya/reliable mengidentifikasi pasien sebagai individu yang dimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, dengan dua nama pasien, nomor identifikasi menggunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang (-identitas pasien) dengan bar-code, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua pengidentifikasi/penanda yang berbeda pada lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan ambulatori atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat darurat, atau kamar operasi. Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga termasuk. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur untuk memastikan telah mengatur semua situasi yang memungkinkan untuk diidentifikasi.
95
Elemen Penilaian SKP.I. TELUSUR
SKOR DOKUMEN SASARAN MATERI
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien
Pimpinan Rumah Sakit Tim dokter dan dokter gigi Kepala Unit Keperawatan Staf Keperawatan Kepala Unit Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang Staf Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang
Identifikasi pasien menggunakan dua identitas dan tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien
0 5
10
Acuan: PMK 1691/2011 tentang
Keselamatan Pasien RS Regulasi RS: Kebijakan/ Panduan
Identifikasi pasien SPO pemasangan gelang
identifikasi
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
Identifikasi pasien sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah
0 5
10
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis (lihat juga AP.5.6, EP 2)
Identifikasi pasien sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis
0 5
10
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan / prosedur
Identifikasi pasien sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur
0 5
10
5. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua situasi dan lokasi
Pembuatan dan sosialisasi kebijakan atau SOP tentang pelaksanaan identifikasi pasien
0 5
10
Standar SKP.II.
Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antar para pemberi layanan.
96
Maksud dan Tujuan SKP.II.
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telpon, bila diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera /cito. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan melalui telepon termasuk: menuliskan (atau memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima informasi; penerima membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibacakan ulang dengan akurat.untuk obat-obat yang termasuk obat NORUM/LASA dilakukan eja ulang. Kebijakan dan/atau prosedur mengidentifikasi alternatif yang diperbolehkan bila proses pembacaan kembali (read back) tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan dalam situasi gawat darurat/emergensi di IGD atau ICU.
Elemen Penilaian SKP.II. TELUSUR
SKOR DOKUMEN SASARAN MATERI
1. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut. (lihat juga MKI.19.2, EP 1)
Pimpinan Rumah Sakit Tim dokter dan dokter gigi Kepala Unit Keperawatan Staf Keperawatan Kepala Unit Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang Staf Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang
Pencatatan secara lengkap perintah lisan (atau melalui telepon) dan hasil pemeriksaan oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan
0 5
10
Kebijakan/ PanduanKomunikasi pemberian informasi dan edukasi yang efektif
SPO komunikasi via telp 2. Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil
pemeriksaan secara lengkap dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut. (lihat juga AP.5.3.1, Maksud dan Tujuan)
Pembacaan ulang secara lengkap perintah lisan (atau melalui telepon) dan hasil pemeriksaan oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan dieja bila obat yang diperintahkan termasuk golongan obat NORUM/LASA
0 5
10
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi perintah atau hasil pemeriksaan tersebut
Konfirmasi perintah atau hasil pemeriksaan oleh pemberi perintah atau pemeriksaan
0 5
10
4. Kebijakan dan prosedur mendukung praktek yang konsisten dalam melakukan verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan melalui telepon. (lihat juga AP.5.3.1.
Pembuatan dan sosialisasi kebijakan atau SOP verifikasi terhadap akurasi komunikasi lisan (atau melalui telepon)
0 5
10
97
Maksud dan Tujuan)
Standar SKP.III.
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki / meningkatkan keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high-alert)
Maksud dan Tujuan SKP.III.
Bila obat-obatan adalah bagian dari rencana pengobatan pasien, maka penerapan manajemen yang benar penting/krusial untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang persentasinya tinggi dalam menyebabkan terjadi kesalahan/error dan/atau kejadian sentinel (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) demikian pula obat-obat yang tampak mirip/ucapan mirip (Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look-Alike Sound-Alike / LASA). Daftar obat-obatan yang sangat perlu diwaspadai tersedia di WHO. Yang sering disebut-sebut dalam isu keamanan obat adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium/potasium klorida [sama dengan 2 mEq/ml atau yang lebih pekat)], kalium/potasium fosfat [(sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml)], natrium/sodium klorida [lebih pekat dari 0.9%], dan magnesium sulfat [sama dengan 50% atau lebih pekat]. Kesalahan ini bisa terjadi bila staf tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit asuhan pasien, bila perawat kontrak tidak diorientasikan sebagaimana mestinya terhadap unit asuhan pasien, atau pada keadaan gawat darurat/emergensi. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tsb adalah dengan mengembangkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan datanya sendiri. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana yang membutuhkan elektrolit konsentrat secara klinis sebagaimana ditetapkan oleh petunjuk dan praktek profesional, seperti di IGD atau kamar operasi, serta menetapkan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana penyimpanannya di area tersebut sedemikian rupa, sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati.
Elemen Penilaian SKP.III. TELUSUR
SKOR DOKUMEN SASARAN MATERI
1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai
Pimpinan Rumah Sakit
Kepala Unit Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang
Staf Laboratorium dan Pemeriksaan Penunjang
Kepala Unit Keperawatan
Staf Keperawatan
Pembuatan kebijakan atau SOP identifikasi, lokasi, pelabelan, dan penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai
0 5
10
Kebijakan / Panduan/ Prosedur mengenai obat-obat yang high alert
Daftar obat-obatan high alert
2. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan Sosialisasi dan implementasi kebijakan
atau SOP
0 5
10
98
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan kebijakan.
Inspeksi di unit pelayanan untuk memastikan tidak adanya elektrolit konsentrat bila tidak dibutuhkan secara klinis dan panduan agar tidak terjadi pemberian secara tidak sengaja di area tersebut
0 5
10
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien harus diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
Pelabelan elektrolit konsentrat secara jelas dan penyimpanan di area yang dibatasi ketat
0 5
10
Standar SKP.IV.
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi.
99
Maksud dan Tujuan SKP.IV.
Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang mengkhawatirkan dan biasa terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/ tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu juga asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan/atau mengobati penyakit dan kelainan/disorder pada tubuh manusia dengan cara menyayat, membuang, mengubah, atau menyisipkan kesempatan diagnostik/terapeutik. Kebijakan berlaku atas setiap lokasi di rumah sakit dimana prosedur ini dijalankan. Praktek berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery. Penandaan lokasi operasi melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang segera dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di seluruh rumah sakit; dan harus dibuat oleh orang yang akan melakukan tindakan; harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar; jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai pasien disiapkan dan diselimuti. Lokasi operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi (laterality), struktur multipel (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multiple level (tulang belakang). Maksud dari proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
memastikan bahwa semua dokumen, foto (images), dan hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang;
Memverifikasi keberadaan peralatan khusus dan/atau implant-implant yang dibutuhkan. Tahap “Sebelum insisi” / Time out memungkinkan setiap pertanyaan yang belum terjawab atau kesimpang-siuran dibereskan. Time out dilakukan di tempat tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan (secara ringkas, misalnya menggunakan checklist)
Elemen Penilaian SKP.IV. TELUSUR
SKOR DOKUMEN SASARAN MATERI
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dapat dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan/ pemberi tanda.
Pimpinan Rumah Sakit
Tim kamar operasi
Tim dokter dan dokter gigi
Staf Keperawatan
Pembuatan tanda identifikasi yang jelas dan melibatkan pasien dalam proses penandaan lokasi operasi
0 5
10
Regulasi RS: Kebijakan / Panduan / SPO
pelayanan bedah Dokumen:
100
2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
Pasien Penyusunan checklist untuk verifikasi preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien, tepat dokumen, dan ketersediaan serta ketepatan alat
0 5
10
Check list
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi / time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur / tindakan pembedahan.
Penerapan dan pencatatan prosedur ‘time-out’ sebelum dimulainya tindakan pembedahan
0 5
10
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi / dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
Pembuatan kebijakan atau SOP untuk proses di atas (termasuk prosedur tindakan medis dan dental) 0
5 10
Standar SKP.V.
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Maksud dan Tujuan SKP.V. Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih-terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pokok dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional bisa diperoleh dari WHO, Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand hygiene yang diterima secara umum untuk implementasi pedoman itu di rumah sakit.
101
Elemen Penilaian SKP.V.
TELUSUR SKOR DOKUMEN
SASARAN MATERI
1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
Pimpinan Rumah Sakit Tim PPI
Adaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang sudah diterima secara umum (misalnya WHO Patient Safety)
0 5
10
Kebijakan / Panduan/ Prosedur Hand hygiene
2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
Penerapan program hand hygiene secara efektif
0 5
10
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan
Pembuatan kebijakan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan secara berkelanjutan
0 5
10
102
Standar SKP.VI.
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari cedera karena jatuh.
Maksud dan Tujuan SKP.VI.
Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa meliputi riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap obat dan konsumsi alkohol, penelitian terhadap gaya/cara jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program ini memonitor baik konsekuensi yang dimaksudkan atau yang tidak sengaja terhadap langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi jatuh. Misalnya penggunaan yang tidak benar dari alat penghalang aau pembatasan asupan cairan bisa menyebabkan cedera, sirkulasi yang terganggu, atau integrasi kulit yang menurun. Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit.
Elemen Penilaian SKP.VI. TELUSUR
SKOR DOKUMEN SASARAN MATERI
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal risiko pasien jatuh dan melakukan asesmen ulang terhadap pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan. (lihat juga AP.1.6, EP 4)
Pimpinan Rumah Sakit
Staf medis
Staf keperawatan
Penerapan asesmen awal pasien risiko jatuh dan asesmen ulang pada pasien bila ada perubahan kondisi atau pengobatan
0 5
10
Regulasi RS: Kebijakan / Panduan/SPO
asesmen risiko pasien jatuh Kebijakan/Panduan/SPO
manajemen risiko pasien jatuh
SPO pemasangan gelang risiko jatuh
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko (lihat juga AP.1.6, EP 5)
Penerapan langkah-langkah pencegahan dan pengamanan bagi pasien yang dianggap berisiko
0 5
10
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik tentang keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh dan maupun dampak yang
Monitor dan evaluasi berkala terhadap keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh dan dampak
0 5
10
103
berkaitan secara tidak disengaja terkait
4. Kebijakan dan/atau prosedur mendukung pengurangan berkelanjutan dari risiko cedera pasien akibat jatuh di rumah sakit
Pembuatan kebijakan atau SOP pasien jatuh
0 5
10
94
95
96
97
98
Lampiran VIII. Dokumentasi Penelitian
1. Proses Registrasi atau pendaftaran di IGD (Identifikasi Pasien saat
awal masuk IGD)
99
2. Saat Anamnesa dan pemeriksaan pada pasien yang masuk
IGD
100
3. Tatalaksana Pencegahan Risiko Infeksi di IGD sesuai 6
langkah cuci tangan dan dilakukan dalam 5 momen.
4. Tatalaksana Pencegahan Infeksi dengan memakai APD
sebelum melakukan tindakan apapun terhadap pasien.
101
5. Proses Identifikasi sebelum melakukan pengambilan darah
atau specimen darah untuk pemeriksaan klinis.
102
6. Proses Identifikasi sebelum melakukan pemasangan infus
/Tindakan.
103
7. Dokumentasi pemberian tanda yang jelas untuk identifikasi
pasien yang akan di operasi.
8. Saat pemasangan gelang identitas pasien yang dirawat inap.
104
9. Pemberian penanda risiko jatuh di gelang identitas pada
pasien dengan risiko jatuh.
10. Gelang Identitas Pasien.
105
11. Lemari khusus obat high alert dan elektrolit konsetrat tinggi.
12. Westafel cuci tangan dilengkapi dengan sabun, pengering
tangan, dan handrub
106
13. Bed Side Rail di IGD
14. Toilet di IGD
107
15. Transfer Pasien
108
16. Proses Wawancara
109
110
Lampiran IX. Trankip Hasil Wawancara
HASIL WAWANCARA MENDALAM
Pelaksanaan Patien Safety IGD
Responden Dokter dan Perawat
Tujuan Wawancara
Saya ingin mengetahui bagaimana penataaksanaan patien safety bagian IGD
mulai dari pelaksanaannya, hambatan yang dihadapi, usaha-usaha yang dilakukan
untuk mengatasi hambatan hingga harapan ke depannya. Saya harap Bapak/Ibu
bersedia untuk meluangkan waktu menerangkan mengenai program ini. Atas
kesedian bapak/ibu saya ucapkan terima kasih.
Wawancara di awali dengan
1. Dapatkah anda menerangkan mengenai nama dan umur?
2. Bisakah anda menceritakan sekilas mengenai pekerjaan anda?
3. Sejak kapan anda bekerja di IGD?
Pertanyaan Menegenai Obat yang Terdengar dan Berbentuk Mirip
1. Bagaimanakah penatalaksanaan dan pemberian obat di sini?
2. Apakah ada hambatan yang dialami dalam penatalakasanaannya?
3. Sebutkan harapan-harapan anda terhadap penatalaksanaannya?
Pertanyaan Mengenai Identifikasi Pasien
1. Bagaimanakah penatalaksanaan dalam identifikasi pasien?
2. Apakah ada hambatan yang dialami dalam penatalakasanaannya?
3. Sebutkan harapan-harapan anda terhadap penatalaksanaannya?
Peratanyaan Mengenai Komunikasi Selama Proses Serah Terima Pasien
(Hand-Cover)
1. Bagaimanakah penatalaksanaan serah terima pasien disini?
2. Apakah ada hambatan yang dialami dalam penetalkasanaannya?
3. Sebutkan harapan-harapan anda terhadap penatalaksanaannya?
Pertanyaan Mengenai Prosedur Benar Pada Sisi tubuh yang Benar
1. Bagaimanakah penatalaksanaan pengecekan identitas pasien disini?
2. Bagaimana penatalaksanaan infomed consent?
3. Bagaimna penatalaksanaan penandaan daerah heacting?
4. Apakah ada hambatan yang dialami dalam penatalaksanaannya?
5. Sebutkan harapan-harapan anda terhadap penatalaksanaannya?
Pertanyaan Mengenai Memastikan Keakuratan Pengobatan Dalam Masa
Peralihan Perawatan
1. Bagaimanakah penatalaksanaan pengobatan alam masa peralihan
perawatan pasien?
111
2. Apakah ada hambatan yang dialami dalam penetalkasanaannya?
3. Sebutkan harapan-harapan anda terhadap penatalaksanaannya?
Pertanyaan Mengenai Penggunaan Jarum Suntik Sekali Pakai
1. Bagaimanakah penatalaksanaan penggunaan jarum suntik di sini?
2. Bagaimana penatalaksanaan pembuangan jarum suntik disini?
3. Apakah ada hambatan yang dialami dalam penatalakasanaannya?
4. Sebutkan harapan-harapan anda terhadap penatalaksanaannya?
Pertanyaan Mengenai Penjagaan Kebersihaan Tangan Untuk Mencegah
Terjadinya Infeksi Nosokomial
1. Bagaimanakah penatalaksanaan mencuci tangan di sini?
2. Apakah ada hambatan yang dialami dalam penatalakasanaannya?
3. Sebutkan harapan-harapan anda terhadap penatalaksanaannya?
Penutup :
Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu untuk meluangkan waktu. Mohon
maaf apabila ada hal-hal yang tidak berkenan. Bila dirasa informasi yang di
dapatkan masih kurang,saya harap dapat kembali bertanya pada Bapak/Ibu.
112
TRANSKRIP WAWANCARA
Wawancara dengan dokter I
X : Selamat siang dok,maaf mengganggu waktu dokter
D1 : Kamu yang kemarin mau wawancara ya?
X : Iya dok, sebelumnya perkenalkan saya arseliana
mahasiswi Institute Kesehatan Helvetia Medan
D1 : Wawancara untuk apa ya?
X : Tujuan saya melakukan wawancara ini saya mau melakukan
penelitian berhubungan dengan sasaran keselamatan
pasien khususnya terhadap dokter, perawat dan
apoteker. Kebetulan adanya dokter jadi sama dokter saja dulu
D1 : Oh,terus?
X : Begini dok,kalo boleh tau nama dokter siapa?
D1 : Nama saya dr.Emilda
X : Sudah berapa lama dokter bekerja di bagian IGD ini?
D1 : Kurang lebih 4 tahun,dari tahun 2013 saya bekerja disini
X : EEH,,dokter kalau boleh saya tahu alur pasien di IGD ini bagaimana
ya dok? Dari pasien masuk sampai mendapatkan pengobatan
D1 : Baiklah,,pertama-tama pasien masuk ke IGD di sambut oleh perawat
jaga yang da di IGD ini, lalu pasien nya di baringkan di bed
kemudian perawat melakukan identifikasi dan melakukan vital sign
pada pasien. Setelah itu perawatnya nanti akan melapor ke kami
sebagai dokter jaga, setelah itu kami melakukan pemeriksaan
terhadap pasien dan menentukan diagnosa dan apakah pasiennya bisa
berobat jalan,atau harus dirawat inap. Dan jika memang harus
dirujuk, merujuk nya ke Rumah Sakit mana.
X : Itu apakah harus dikonsulkan ke DPJP gak dok?
D1 : Tergantung keadaan pasien dan diagnosanya bagaimana
X : Terus dok,,misalnya ni pasiennya ternyata harus rawat inap,itu pasien
mendaftarnya di IGD atau ke bagian pendaftaran?
D1 : Jika pasiennya harus di rawat maka kita akan meminta kepada
keluarga pasien untuk mendaftar ke bagian pendaftaran tapi jika
pasiennya rawat jalan tetap kita arahkan ke bagian pendaftaran.
X : Disini sudah bisa menerima BPJS atau asuransi kesehatan lainnya
dok?
D1 : Ya,sudah bisa
X : Proses identifikasi pasien di Rumah Sakit ini khususnya di IGD itu
bagaimana dok? Eeh, seperti seperti pada gelang pasien itu apa saja
perlu kita tulis?
D1 : ya, proses identifikasi pasien itu biasanya kita berikan gelang sebagai
identitas, hal yang perlu dicatat seperti nama jelas,tanggal
lahir,nomor rekam medik. Untuk warna gelang sesuai dengan jenis
kelamin kalau warna pink untuk perempuan dan biru untuk laki-laki.
X : Itu pemasangannya dilakukan pada saat kapan ya dok?terus apakah
saat pasiennya berubah status menjadi pasien rawat inap?
113
D1 : Oh,ya,,jika pasein nya sudah mendaftar di rawat inap dan berubah
menjadi pasien rawat inap,lalu kita pasangkan gelang identitasnya
X : Jika pemasangan gelang sudah dilakukan,lalu apalagi dok yang
dilakukan?
D1 : Ya,setelah itu pasiennya sudah dinyatakan sebagai pasien rawat inap
di rumah sakit ini,,kita konsulkan ke DPJP nya,setelah kita mendapat
adpis dari DPJP baru kita bisa melakukan pengambilan sampel
darah,pemberian obat sesuai dengan adpis dari DPJP.
X : dok sebelumnya dikonfirmasikan atau di identifikasi ulang dulu gak
dok ke pasiennya sebelum melakukan tindakan dan pemberian
terapi?
D1 : ya,harus kita lakukan identifikasi ulang ke pasien sebelum
melakukan tindakan seperti pengambilan dara,pemberian
obat.semuanya harus kita identifikasi ulang
X : tujuannya untuk apa dok?
D1 : tujuannya ya,tentu supaya tidak terjadi kesalahan dalam pemberian
obat atau dalam melakukan suatu tindakan
X : eeh,ada hambatan gak dok sejauh ini dalam mengidentifikasi pasien
yang ada di IGD ini?
D1 : alhamdulilah sejauh ini tidak ada
X : berarti sudah terlaksana semua dok ya?
D1 : iya,betul
X : harapannya ke depan apa dok dalam penatalaksanaan yang ada di
IGD ini?
D1 : Ya,harapan dalam pelaksanaaan tindakan apapun semakin baik lagi
untuk kedepannya
X : oh,iya dok tadikan dokter bilang untuk pasien yang di rawat inap kan
itu dikonsulkan ke DPJP supaya mendaptkan adpis lanjutan,,nah
biasanya konsulnya itu lewat telpon atau bisa kirim pesan dok?
D1 : ya,lebih sering lewat telpon.kita usahakan sebisa mungkin lewat
telepon
X : tapi dok seandainya DPJP nya tidak bisa dihubungi,itu bagaimana
dok?
D1 : Oh,kalau itu kita bisa kirim pesan,,dimana nanti kita catat jam kita
menelpon atau kirim pesan jam kita menghubungi DPJP
X : semua advis yang diberikan sama DPJP itu biasanya di ulang lagi gk
dok?
D1 : ya,tentu kita baca ulang lagi adpis yang kita dapatkan dari DPJP agar
tidak terjadi kesalahan dalam pemberian obat atau dalam melakuakn
tindakan
X : oh,itu biasanya adpis yang diberikan oleh DPJP itu dicatat dimana ya
dok?
D1 : ya kita catat di status pasiennya direkam medis
X : itu dokumentasi di rekam medis dalam bentuk apa ya dok?
D1 : dalam bentuk cap
X : oh seperti TBAK atau redback gitu dok ya?
114
D1 : iya,misalnya pada hari ini dokter IGD menerima orderan adpis dari
DPJP ya kita tulis orderannya apa jam berapa,tanggal berapa lalu kita
tanda tangan di sebelahnya tanda tangan DPJP
X : eem,untuk penandaan lokasi yang akan dilakukan tindakan misalnya
heacting gitu dok,itu biasanya dilakukan gak dok?
D1 : kita lakukan
X : dimana dilakukannya dok?
D1 : di statusny di rekam medis
X : oh,biasanya dilakukan di rekam medis saja dok ya?
D1 : iya
X : itu dalam bentuk gambar atau apa dok?
D1 : biasanya dalam bentuk gambar sih,ya kita tulis dimana lokasi yang
akan dilakukan tindakan heacting
X : dilakukan cheklist lagi gk dokter?
D1 : iya harus kita lakukan cheklist
X : cheklist nya itu yang dari WHO itu dok ya?
D1 : iya,sesuai WHO
X : Terus dok untuk penatalaksanaan pencegahan infeksinya sudah aktif
apa belum dok?
D1 : sudah aktif,dilakukan sebelum melakukan tindakan
X : upaya yang dilakukan dok seperti apa ?
D1 : ya,seperti cuci tangan 6 langkah
X : oh,,berarti berdasarkan WHO dok ya?
D1 : iya,
X : dalam momen apa saja dok?
D1 : dalam 5 moment yaitu pertama sebelum kontak dengan
pasien,sebelum melakukan tindakan aseptik,setelah terkena cairan
tubuh pasien,setelah kontak dengan pasien dan setelah dari
lingkungan pasien
X : oh,berarti sudah bejalan dok ya?
D1 : iya
X : dokter selalu melakukan cuci tangan dengan 6 langkah dalam 5
momen
D1 : iya dong sudah hehehe
X : biasanya cuci tangan dengan handscrub atau dengan sabun?
D1 : tergantung kondisi ya bisa pakai hanscrub atau bisa juga memakai
sabun
X : pakai handscrub berapa detik terus kalo pakai sabun berapa detik
dok?
D1 : kalau pakai handscrub 30-40 detik kalau pakai sabun 40-60 detik
X : berarti hanscrub di IGD sudah mencukupi dok ya?
D1 : iya sudah terpenuhi
X : Untuk manajemen assesment resiko jatuh di rumah sakit ini untuk
pasien yang di rawat inap pasti memiliki resiko jatuh,itu bagaimana
tatalaksananya?
115
D1 : Kalau untuk pasien yang resiko jatuh itu ada capnya,seperti alergi itu
ada capnya
X : Itu di capnya dimana dok?
D1 : di gelang pasien
X : Di rekam medik di kasih capnya juga gak dok?
D1 : iya,di cap juga
X : lalu pasiennya nanti dibawa kemana dok?
D1 : ya,kita transfer ke ruang perawatan, setiap pasien di ruang perawatan
nantinya akan di monitoring lagi oleh petugasnya
X : Untuk monitoringnya berdasarkan skor gak dok?
D1 : Ya,berdasarkan skor tingkat resikonya bagaimana
X : itu kalo nggak salah ada 3 dok ya ,itu apa saja dok?
D1 : iya,ada 3 yaitu berat sedang dan ringan
X : Itu nantinya untuk 3 tingkatan skor itu apakah cap nya juga beda-
beda dok?
D1 : iya punya capnya masing-masing sesuai warna
X : Apakah penatalaksananya sudah dilakukan elum dok?
D1 : sudah dilakukan dan sampai sekarang masih berjalan
X : berarti angka resiko jatuhnya harusnya tidak ada lagi ya dok?kan
penatalaksanaan resiko jatuh nya sudah berjalan dengan baik?
D1 : iya,sejauh ini angka resiko jatuh tidak ada lagi
X : Tapi dok saya lihat tadi untuk bed pasien belum terpasang pegangan
besi kiri kanan nya,terus di toilet nya belum ada juga pegangan besi
untuk pasien yang resiko jatuh,itu tanggapannya bagaimana ya dok?
D1 : oh,iya itu salah satu kekurangan kita,nantinya kita akan usulkan ke
bagian logistiknya
X : terus dok sejauh ini apakah ada hambatan dalam penatalaksanaan
resiko jatuh?
D1 : eeh,tidak ada
X : apa harapan kedepannya dok?seprti penatalaksanaan resiko jatuh?
D1 : Ya.harapannya kedepan supaya sarana dan prasarana ditingkatkan
lagi,seperti salah satu fasilitasi dalam penanganan resiko jatuh bisa
terpernuhi seperi kalau di toilet itu nantinya dipasang pegangan
besi,lalu bed nya juga di pasang,kemudian lantai toilet nya harus
yang standar.mungkin sementara hanya itu yng perlu kita usulkan.
X : Apakan usulan itu sudah diajukan dok?
D1 : sudah tapi belum ada jawaban,mungkin dalam waktu dekat ini
X : baik lah dokter sementara hanya itu dulu yang saya tanyakan,jika ada
kekurangan mungkin nanati saya bisa minta waktu nya dokter, saya
minta maaf sudah mengganggu waktunya dokter,,terima kasih
banyak dokter atas waktu yang sudah di berikan .selamat siang
dokter
D1 : iya,sama-sama
116
Wawancara dengan Apoteker
X` : siang mbk perkenalkan saya mahasiswi Institute Kesehatan Helvetia
Medan saya mau melakukan penelitian yang berhubungan dengan
sasaran keselamatan pasien khususnya di IGD ini,kalo boleh tahu
apakah mbak petugas farmasi yang ada di IGD ini?
A1 : siang,ya betul saya petugas farmasi yang ada di IGD ini
X : kalau boleh saya tahu nama mbak siapa ya?
A1 : iya,,perkenalkan nama saya fenny rahman saya di IGD ini sebagai
penangung jawab di depo farmasi
X : kalau saya boleh tahu mbak lulusan S1 atau D3
A1 : saya lulusan S1 profesi apoteker universitas SUMUT,lulusan tahun
2013
X : di IGD ini sudah berapa lama mbak bekerja?
A1 : kebetulan saya sudah bekerja 2 tahun di
X : baiklah mbak disini saya mau menanyakan masalah obat-obatan yang
ada di IGD ini,khususnya pada obat-obatan yang nama(bunyinya)
dan bentuk yang mirip itu bagaimana penatalaksanaannya mbak?
A1 : iya,untuk obat-obatan yang nama(bunyinya) dan bentuk yang mirip
khususnya yang ada di IGD ini, kita tandai dengan label yaitu label
LASA(LOOK ALIKE SOUND ALIKE) jadi obat-obatan yang
nama(bunyinya) dan nama yang mirip itu akan diberi label berwarna
kuning yang ada tulisan LASA nya.untuk mengantisipasi petugas
dalam pemberian obat jadi harus hati-hati dan teliti.
X : biasanya kalau ada pasien,terus keluarga pasien menerima resep dari
dokter jaga,itu biasanya resepnya itu langsung masuk ke mbak atau
ke apotik yang ada di luara IGD?
A1 : biasanya resepnya itu masuk ke kita dulu
X : oh,kalau untuk obat-obat yang tidak tersedia di farmasi IGD itu
bagaimana mbk?
F : iya,kalau untuk obat yang tidak tersedia di kita baru ke apotik diluar
IGD
X : selama ini apakah ada hambatan nggak mbak untuk penatalakasanaan
obat-obatan yang nama(bunyinya) dan bentuk nya yang mirip ?
A1 : alhamdulillah tidak ada,yang terpenting sebelum memberikan obat
dan menerima obat itu petugas nya harus teliti membaca dan melihat
apakah obat tersebut ada kemiripan dalam bentuk nama atau pun
bentuk,,apalagi kan sudah kita beri label LASA jadi pasti lebi
waspada lagi.
X : oh,berarti sudah ada peringatannya mbak ya? Untuk harapan
kedepannya apa mbak?
A1 : harapan kedepannya jangan ada kesalahan dalam pemberian obat
karena itu akibatnya sangat fatal untuk pasien
X : terus ada gk mbk obat-obatan yang perlu di waspadai seperti obat
higt alert,atau dengan konsetrat yang tinggi itu penyimpanan dan
keamanannya bagaimana?
117
A1 : kalau untuk penyimpanan obat-obatan yang high alert itu kita simpan
terpisah dengan obat-obatan yang lainya,biasanya kita simpan di
lemari kemudian lemarinya kita beri tanda list warna merah
menunjukkan bahwa obat yang tersimpan didalamnya merupaka obat
yang high alert.
X : apakah obat high alert boleh dimpan di ruang tindaka mbak?
A1 : Tidak boleh hanya boleh di simpan di depo farmasi atau instalasi
farmasi saja.
X : Apakah selama ini ada masalah dalam penyimpanan obat yang high
alert?
A1 : alhamdulilah,,tidak ada
X : baiklah mbk rasanya sudah cukup pertanyaan dari saya terima kasih
atas waktu dan kesempatannya.
A1 : iya sama-sama,senang bisa membantu mba
Wawancara Perawat I
X : ass.siang mbk,
P1 : siang,,
X : Perkenalkan nama saya arseliana saya mahasiswi Institute Kesehatan
Helvetia Medan saya mau melakukan penelitian yang berhubungan
dengan keselamatan pasien yang ada di IGD,kalau boleh tahu ini
dengan mbk siapa ya?
P1 : perkenalkan nama saya dewi
X : oh mbak dewi,,mnbak dewi perawat atau bidan?
P1 : saya perawat yang bertugas di IGD ini
X : mbak lulusan D3 atau S1 keperawatan, lulusan tahun berapa?
P1 : saya lulusan S1 keperawatan tahun 2015
X : sudah berapa lama mbk bekerja di IGD ini?
P1 : sudah kurang lebih 2 tahun
X : baiklah mbak disini saya mau menanyakan tentang bagaimana alur
pelayanan pasien yang ada di IGD ini,mulai dari pasien masuk
sampai paien mendapatkan pengobatan?
P1 : biasanya alur yang ada di IGD itu pertama pasien masuk disesuaikan
dengan TRIASE lalu dilakukan anamnesa singkat dan memeriksa
vital sign lalu melapor ke dokter jaga,nanti dokter nya akan
memeriksa dan menganamnesa ulang,setelah itu dokter akan
menentukan apakah pasien perlu di rawat atau tidak.jika pasien nya
dirawat,maka perawat akan meminta keluarga pasien datang ke
bagian pendaftaran untuk mendaftar ke rawat inap,
X : jika keluarga pasien sudah mendaftar lalu apalagi yang dilakukan
mbk?
P1 : ya,dokter jaga akan melapor ke DPJP nya sesuai diagnosa yang ada
X : lalu jika adpis dari DPJP sudah di terima apalagi yang dilakukan?
P1 : kita pasang infus lalu kita cek lab dan kita berikan terapi sesuai
dengan orderan dokter
118
X : disini sebelum melakukan tindakan apakah dilakukan identifikasi
sebelumnya?
P1 : ya,selalu kita lakukan identifikasi pada pasien sebelum kita
melakukan suatu tindakan atau pemberian terapi.
X : tujuan dari identifikasi itu apa ya dok?
P1 : tujuan nya adalah agar mencegah terjadinya kesalahan dalam
melakukan tindakan ataupun dalam pemberian obat
X : apakah proses identifikasi pada pasien sudah berjalan dengan baik
apa belum mbak?
P1 : sudah berjalan dengan baik
X : apakah ada hambatan mbak selama ibu bekerja di IGD ini?
P1 : tidak ada
X : selanjutnya yang ingin saya tanyakan mbk,bagaimana komunikasi
antar staf yang ada di IGD ini?
P1 : komunikasinya berjalan dengan baik baik dalam hal operan dinas
atau diluar itu
X : apakah pernah terjadi miscomunicasi selama ini?
P1 : tidak pernah
X : kalau melapor ke dokter untuk mendapatkan adpis itu petugas
perawat atau dokter jaga?
P1 : itu dokter jaga yang melakukannya
X : ibu pernah melapor ke DPJP saat dokter jaga tidak ada?
P1 : tidak pernah,karena dokter jaga nya stand bay terus
X : Ok,eeh,,bu jika ada pasien yang luka atau kecelakaan terus ada
tindakan untuk di hecting misalnya,itu biasanya dilakukan penandaan
gak bu?
P1 : dilakukan
X : dimana bu?
P1 : di RM nya
X : oh,sesuai dengan cheklist bu ya?
P1 : iya,nanti diisi oleh dokter untuk cheklist ya
X : apakah ada hambatan gak bu selama ini?
P1 : tidak ada
X : kalau untuk pencegahan resiko infeksi di IGD ini sudah berjalan
dengan baik belum bu?lalu pencegahan nya seperti apa?
P1 : sudah berjalan,pencegahan nya misalnya memakai APD,mencuci
tangan dengan 5 momen dan 6 langkah
X : apakah hal itu dilakukan setiap sebelum tindakan?
P1 : Iya selalu kita lakukan sebelum dan sesudah tindakan
X : boleh ibu sebutkan 5 momen itu apa saja dan 6 langkah nya
bagaimana?
P1 : baiklah untuk 5 moment itu adalah sebelum kontak dengan
pasien,sebelum melakukan tindakan aseptik,sesudah terkena cairan
tubuh pasien,sesudah kontak dengan pasien,setelah dari lingkungan
pasien.
X : apakah kegiatan itu sudah berjalan bu?
119
P1 : alahamdulilah sudah
X : untuk sarana nya apakah selalu tersedia misalnya seperti
tissu,sabun,atau handscrub nya selalu tersedia?
P1 : sampai hari ini sarana nya selalu ada,jika habis paling kita lapor ke
bagian pengadaan,sejauh ini tidak ada kendala
X : oh,baiklah berarti sejauh ini tidak ada kendala dan hambatan bu ya
P1 : alhamdulillah tidak ada
X : terus untuk penatalaksanaan pada resiko jatuh itu bagaimana
bu,apakah sudah berjalan apa belum? terus untuk pasien yang urgent
dan tidak urgent biasanya asmet awalnya dilakukan apa bu ya?
P1 : sudah berjalan, biasanya dilakukan dengan cekhlist apakah pasien
beresiko jatuh apa tidak.jika beresiko jatuh kita tanda di gelangnya
jika pasien tersebut dirawat inap.
X : biasanya warna apa bu?
P1 : warna kuning
X : kalau merah biasanya untuk apa bu?
P1 : itu untuk alergi obat atau makanan kalau yang merah
X : apakah di ruang perawatan pasien yang memiliki resiko jatuh di
assasment ulang
P1 : iya kita assasment ulang
X : tujuannya untuk apa bu?
P1 : itu untuk mencegah terjadinya kejadian yang tidak di inginkan
X : berarti sudah berjalan semua bu ya,
P1 : iya.
X : apakah ada hambatan selama ini bu?
P1 : tidak ada
X : dikit lagi bu apakah dalam proses operan ke ruang rawat inap pernah
terjadi miscomunicasi dalam hal pasien resiko jatuh?
P1 : oh,tidak ada
X : saya kira cukup itu saja pertanyaan dari saya,maaf sudah
mengganggu waktu ibu terima kasih sudah meluangkan waktunya.
P1 : iya,sama-sama
Wawancara Dokter 2
X : assalamuallaikum,siang dokter
D2 : siang,,
X : Perkenalkan nama saya arseliana saya mahasiswi Institute Kesehatan
Helvetia Medan saya mau melakukan penelitian yang berhubungan
dengan keselamatan pasien yang ada di IGD,kalau boleh tahu ini
dengan dokter siapa?
D2 : perkenalkan nama saya marlina
X : sejak kapan bekerja di rumah sakit ini dok?
D2 : sejak tahun 2014
X : saya mau bertanya dok apakah rumah sakit ini sudah sesuai dengan
standar yang sudah ditetapkan oleh KARS versi tahun 2012,rumah
sakit ini sudah akreditasi kan dok?
120
D2 : iya sudah
X : kapan dok?dan hasilnya apa?
D2 : akreditasinya tahun 2016,hasilnya paripurna
X : alhamdullilah, berarti diharapkan pelayanannya sudah paripurna.
D2 : iya,alhamdullilah
X : mengenai identifikasi pasien nie dok, bisakah dokter ceritakan
bgaimana proses pelayanan mulai dari pasien masuk IGD sampai
mendapatkan pengobatan,alurnya itu bagaimana dok?
D2 : biasanya alur yang ada di IGD itu pertama pasien masuk disesuaikan
dengan TRIASE lalu dilakukan anamnesa singkat dan dilakukan
pemeriksaan vital sign lalu perawat melapor ke dokter jaga, maka
dokter jaga akan memeriksa dan menganamnesa ulang pasien
tersebut,setelah itu dokter akan menentukan diagnosanya
apa,tatalaksana dan apakah pasien perlu di rawat atau tidak.jika
pasiennya dirawat,maka perawat akan meminta keluarga pasien
datang ke bagian pendaftaran untuk mendaftar ke rawat inap. Atau
apakah diperlukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
laboratorium atau pemeriksaan lainnya.
X : di sini dilakukan pemberian obat dan dilakukan tindakan medik juga
gak dok?
D2 : untuk dilakukan pemberian oabat dilakukan kepada pasien yang
sifatnya gawat darurat dimana harus diberikan segera, begitupun juga
dengan tindakan seperti pemasangan infus,pemberian oksigen atau
heacting.
X : sebelum melakukan semua tindakan tersebut biasanya dilakukan
identifikasi ulang gak dok?
D2 : iya, tentu kita lakukan identifikasi ulang seperti menyebutkan
nama,tanggal lahir pasien tersebut, untuk memastikan supaya tidak
terjadi kesalahan dalam melakukan suatu tindakan medik dimana
semua yang kita lakukan sesuai dengan SPO (standar prosedur
operasional).
X : eem,begitu dok ya, berarti penatalaksanaan yang ada di IGD sudah
sesuai SPO. Sejauh ini apakah ada hambatan gak dok?
D2 : tidak ada dan tidak pernah ditemukan adanya masalah dalam
pelaksanaan identifikasi .
X : harapan kedepannya apa dok?untuk penatalaksanaan identifikasi
pasien?
D2 : harapannya agar apa yang kita lakukan yang sesuai denga SPO itu
tetap kita pertahankan karna hal itu demi keselamatan kita dan pasien
itu sendiri.
X : untuk masalah komunikasi nie dok, misalnya dokter ada pasien urgen
yang berhubungan dengan penyakit dalam,saraf atau yang
lainnya.apakah dokter jaga disisni melapor ke DPJP nya melalui via
telpon atau melalui pesan singkat?
D2 : paling sering sih melalui telpon, jadi seandainya ada pasien yang
sudah di periksa dan memerlukan konsultasi lebih lanjut,maka dokter
121
jaga akan menelpon DPJP nya langsung sesuai dengan keluhan
pasien.
X : itukan secara lisan dok ,lalu setelah mendapatkan adves dari
DPJPnya apakah dokter mengulang kembali adves yang di terima
dan apakah di tulis kembali gak dok?
D2 : oh,iya jadi nanti ada yang namanya redback, redback itu nanti apa
yang disampaikan DPJP akan dicatat ulang di rekam medis apa yang
sudah di adves kan oleh DPJP,lalu jam berapa menelpon dan
advesnya apa saja.
X : oh,berarti semuanya sudah dilakukan dok ya? Adves yang di teriam
itu akan di baca ulang dan di tuliskan di rekam medis kemudian
dikonfirmasi kembali melauli cap yang ada redback dok ya?
D2 : iya,semuanya sudah kita lakukan
X : apakah ada masalah atau hamabatan dalam komunikasi dengan DPJP
nya gak dok sampai sekarang?
D2 : oh,tidak ada
X : harapan kedepannya, apakah DPJP nya harus standbay 24 jam?
D2 : kalau untuk DPJP sebetulnya walaupun tidak standbay tapi handphon
atau alat komunikasi lainnya selalu aktif karena kami juga terkadang
masih memerlukan konfirmasi selanjutnya untuk penanganan pasien
tersebut.
X : ini dok, untuk pelaksanaan kepastian tepat lokasi tepat pasien,tepat
prosedur di IGD ini untuk pasien yang memerlukan tindakan
heacting,apakah sebelumnya di beri tanda yang jelas pada lokasi
yang akan di heacting?
D2 : iya, kita lakukan. jadi memang pada anamnesa status keperawatan
sudah ada lembaran checklis yang ada gambarnya itu sebetulnya
sudah dijelaskan dimana letak luka atau benjolan yang nanatinya
akan dilakukan tindakan medik.
X : untuk tatalaksana pengurangan resiko infeksi terkait dengan
pelayanan yang ada di IGD ini apakah sudah berjalan?
D2 : sudah berjalan,seperti cuci tangan yang sellau dilakukan saat sebelum
atau sesudah melakukan tindakan,terkena cairan tubuh pasien bahkan
setelah dari lingkungan pasien.dimana sesuai dengan dengan 6
langkah
X : berarti dokter sudah melakukan cuci tangan dengan 6 langkah?
D2 : iya,sudah dong
X : apakah ada hambatan dalam tatalaksanan pengurangan resiko
infeksi?
D2 : oh,tidak ada
X : kalau untuk kesedian sabun cuci tangan,handscrub ataupun air
apakah tidak ada masalah?
D2 : sampai dengan saat ini tidak ada ya,karena memang sudah ada
petugas yang selalu mengecek hal-hal yang seperti itu,jadi tidak ada
masalah ya.
122
X : beberapa bulan yang lalu saya kan wawancara di sini dok,dikatakan
bahwa ada wastafel yang bocor.apakah hal tersebut masih terjadi atau
tidak?
D2 : iya,betul pada waktu itu memang pernah ada kebocoran yang terjadi
namun hal itu tidak lama berlangsung karena ada petugas yang
langsung memperbaikinya.jadi sekarang wastafelnya sudah bis akita
gunakan kembali.
X : ohh,begitu dok ya.oh iya dok kalau untuk pengurangan resiko jatuh
apakah penatalaksanaannya sudah dilakukan.
D2 : iya,jadi untuk penatalaksanaan pada resiko jatuh itu sudah dilakukan
seperti pada pasein yang memiliki resiko jatuh itu selalu kita beri
tanda pada gelang pasien begitu pun untuk bedsellernya.
X : penandaan untuk resiko jatuh itu biasanay warna apa dok ya?
D2 : itu warnanya kuning kalau untuk resiko jatuh,kalau untuk alergi itu
warnanya merah.
X : untuk sarana nya apakah selalu tersedia misalnya seperti
tissu,sabun,atau handscrub nya selalu tersedia?jika pasien di transfer
ke bagian ruang perawatan apakah di lakukan identifikasi ?
D2 : iya,dilakukan identifikasi ulang terhadap pasien tersebut oleh petugas
yang ada di zaal
X : apakah dalam proses transfer pasien pernah terjadi miscomunicasion
gak?
D2 : oh tidak pernah karena kita saat kita melakukan transfer pasien ke
ruangan lainnya selalu kita lakukan sesuai dengan prosedur sehingga
tidak terjadi kesalahan dalam pemberian informasi.
X : berarti sudah tidak ada masalah dok ya baik dalam komunikasi antar
petugas sesama yang ada di IGD ataupun petugas yang ada di
ruangan lainnya.
D2 : iya,alahamdulilah tidak ada.
X : baiklah dokter,mungkin sampai disini dulu pertanyaan dari saya,jika
ada kekurangan lainya saya berharap dokter bisa membatu dan saya
ucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang sudah
di berikan kepada saya.terima kasih dokter assalammuaalaikum
D2 : iya sama-sama senang bisa membantu dokter,waalaikumsalam.
Wawancara Dokter 3
X : assalamuallaikum,siang dokter
D3 : waalaikumsalam
X : Perkenalkan nama saya arseliana saya mahasiswi Institute Kesehatan
Helvetia Medan saya mau melakukan penelitian yang berhubungan
dengan keselamatan pasien yang ada di IGD,jika dokter bersedia dan
meluangkan waktunya sebentar dokter?dokter bersedia gak dok?
D3 : silahkan
X : boleh perkenalkan gak dok,nama dokter ?
D3 : perkenalkan nama saya salamah,kebetulan saya di tempatkan di IGD
ini kurang lebih 3 tahun.
123
X : ooh.lama dok ya? Baik lah dokter saya mau bertanya dok bagaimana
untuk alur pelayanannya, penerimaan pasien yang ada di IGD ini
mulai dari pasien masuk sampai mendapatkan pengobatan?
D3 : kalau disini ya,begitu pasien datang itu kita tempatkan pasien sesuai
TRIASE nya lalu kita periksa tanda-tanda vital sign pasien
tersebut,lalu perawat yang meriksa akan melapor kle saya sebagai
dokter jaganya,setelah itu saya akan melakukan pemeriksaan ulang
terhadap pasien tersebut dan menentukan diagnosanya apa dan
apakah pasien perlu di rawat atau tidak.
X : setelah dokter periksa dan tidak ada tanda-tanda untuk dirawat inap
atau ternyata pasiennya harus di rawat inapa itu penanganannya
bagaimana dok?
D3 : kita lihat kondisi pasiennya kalau memang harus di rawat inap yang
kita rawat inap, nanti keluarga pasien kita arahkan untuk
mendaftarkan pasien ke rawat inap ke bagian adminitrasi
X : terus dok biasanya kan pasien yang akan dirawat kan biasanya
dilakukan pemasangan infus,pemberian obat atau tindakan
lainnya,itu sebelumnya dilakukan identifikasi ulang gak dok?
D3 : iya,kita lakukan identifikasi ulang ke pasienya langsung seperti kita
menyebutkan nama dan tanggal lahir.
X : itu biasanya tujuan dilakukannya identifikasi ulang terhadap pasien
yang akan di berikan tindakan itu apa dok?
D3 : untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam pemberian obat,keslahan
dalam melakukan tindakan
X : ee,,berarti selama ini identifikasi terhadap pasien sudah dilakukan
dok ya?
D3 : iya,,sudah kita lakukan
X : dalam mengidentifikasi pasien apakah ada hambatan gak dok selama
ini?
D3 : sampai sekarang tidak ada
X : eem,untuk pasien yang dirawat inap itu biasanya dokter jhaganya
melapor ke dokter penanggung jawab pasien gak dok ?
D3 : o,iya kita laporkan ke DPJP nya melalui telpon sesuai dengan
diagnosanya, nanti DPJP nya akan memberikan adves
X : itu adves yang dokter terima apkah di bacakan ulang kembali lalu
apakah di tulis kembali di rekam medis nya?
D3 : iya tentu,,kita ulang adves yang di berikan lalu kita catat kembali di
rekam medis pasien,tanggal berapa kita menerima adves dan apa saja
dves yang diberikan DPJP ke kita.dalam bentuk cap TBAK dimana
kita tanda tangan dan di sebelahnya nanti kita minta kan tanda tangan
DPJP nya pada saat DPJP nya visite.
X : berarti selama ini sudah berjalan dok ya dengan adanya bukti serah
terima adves
D3 : iya sudah berjala
X : lalu bagaimana jika dokter jaganya tidak ada ditempat?
D3 : kita disini dokter jaga nya selalu standbay
124
X : misalnya ni dok ada pasien gawat darurat,terus pasien ada luka
dimana luka tersebut harus segera di jahit,nah itu penandaan lokasi
nya bagaimna dok?
D3 : iya,sebelum kita lakukan heacting selalu kita lakukan penandaan
biasanya kita lakukan di di rekam medis ya,lokasi mana yang perlu di
jahit.
X : ini dokter kalau untuk resiko infeksi yang berhubungan dengan cuci
tangan ,apakah sudah dilakukan dok?
D3 : sudah kita lakukan cuci tangan dengan 6 langkah dan 5 moment
X : itu 5 moment itu kapan saja dok ya?
D3 : itu 5 moment sebelum kontak dengan pasien,sebelum melakukan
tindakan aseptik,setelah terkena cairan tubuh pasien,setelah kontak
dengan pasien dan setelah dari lingkungan pasien
X : itu kan cuci tangan nya ada dua cara kan dong itu apa saja dok ya?
D3 : ada dua cara yaitu dengan handwash selama 40-60 detik kalau untuk
handscrub 10-30 detik
X : untuk sarana nya sudah ada dok ya
D3 : ohh,sudah ada
X : kalau untuk resiko jatuhnya dok itu bagaimana dok
penatalaksanaannya?
D3 : untuk resiko jatuh itu disini kita sudah lakukan penandaan yang ada
di gelang pasien kalau untuk resiko jatuh itu tanda nya warna kuning
kalau untuk alergi warna merah
X : lalu prasarana untuk mengurangi resiko jatuh itu apakah sudah ada?
D3 : oh,sudah ada seperti bedselernya sudah ada,kemudian lantai kamar
mandi nya sudah standar dan sudah di beri pegangan besi pada setiap
toilet-toilet yang ada di ruang perawatan.
X : untuk tanda yang ada digelang pasien itu apakah tahan air atau tidak
dok?
D3 : aman dan tahan air
X : di ruangan perawatan pada pasien resiko jatuh apakah dilakukan
assasment ulang gak dok?
D3 : iya selalu kita lakukan
X : apakah sejauh ini ada hamabatan gak dok dalam penatalaksanaan
baik dalam identifikasi pasien,penanganan resiko jatuh,sampai
penguranga infeksi yang ada di IGD ini?
D3 : sejauh ini tidak ada
X : penandaan untuk resiko jatuh itu biasanya warna apa dok ya?
X : baiklah dokter,mungkin samapai disini dulu pertanyaan dari saya,jika
ada kekurangan lainya saya berharap dokter bisa membatu dan saya
ucapkan terima kasih banyak atas waktu dan kesempatan yang sudah
di berikan kepada saya.terima kasih dokter assalammualaikum
D3 : iya sama-sama senang bisa membantu dokter,waalaikumsalam.
125
Wawancara Perawat 2
X : ass.siang mbk,
P2 : siang,,
X : Perkenalkan nama saya arseliana saya mahasiswi Institute Kesehatan
Helvetia Medan saya mau melakukan penelitian yang berhubungan
dengan keselamatan pasien yang ada di IGD,kalau boleh tahu ini
dengan mbk namanya siapa ya?
P2 : perkenalkan nama saya hartati
X : oh mbak hartati,,mbak hartati perawat atau bidan?
P1 : saya perawat yang bertugas di IGD ini
X : mbak lulusan D3 atau S1 keperawatan, lulusan tahun berapa?
P2 : saya lulusan S1 keperawatan tahun 2015
X : sudah berapa lama mbk bekerja di IGD ini?
P2 : sudah kurang lebih 2 tahun
X : baiklah mbak disini saya mau menanyakan tentang bagaimana alur
pelayanan pasien yang ada di IGD ini,mulai dari pasien masuk
sampai paien mendapatkan pengobatan?
P2 : biasanya alur yang ada di IGD itu pertama pasien masuk disesuaikan
dengan TRIASE lalu dilakukan anamnesa singkat dan memeriksa
vital sign lalu melapor ke dokter jaga,nanti dokter nya akan
memeriksa dan menganamnesa ulang,setelah itu dokter akan
menentukan apakah pasien perlu di rawat atau tidak.jika pasien nya
dirawat,maka perawat akan meminta keluarga pasien datang ke
bagian pendaftaran untuk mendaftar ke rawat inap,
X : jika keluarga pasien sudah mendaftar lalu apalagi yang dilakukan
mbk?
P2 : ya,dokter jaga akan melapor ke DPJP nya sesuai diagnosa yang ada
X : lalu jika adpis dari DPJP sudah di terima apalagi yang dilakukan?
P2 : kita pasang infus lalu kita cek lab dan kita berikan terapi sesuai
dengan orderan dokter
X : disini sebelum melakukan tindakan apakah dilakukan identifikasi
sebelumnya?
P2 : ya,selalu kita lakukan identifikasi pada pasien sebelum kita
melakukan suatu tindakan atau pemberian terapi.
X : tujuan dari identifikasi itu apa ya dok?
P2 : tujuan nya adalah agar mencegah terjadinya kesalahan dalam
melakukan tindakan ataupun dalam pemberian obat
X : apakah proses identifikasi pada pasien sudah berjalan dengan baik
apa belum mbak?
P2 : sudah berjalan dengan baik
X : apakah ada hambatan mbak selama ibu bekerja di IGD ini?
P2 : tidak ada
X : selanjutnya yang ingin saya tanyakan mbk,bagaimana komunikasi
antar staf yang ada di IGD ini?
P2 : komunikasinya berjalan dengan baik baik dalam hal operan dinas
atau diluar itu
126
X : apakah pernah terjadi miscomunicasi selama ini?
P2 : tidak pernah
X : kalau melapor ke dokter untuk mendapatkan adpis itu petugas
perawat atau dokter jaga?
P2 : itu dokter jaga yang melakukannya
X : ibu pernah melapor ke DPJP saat dokter jaga tidak ada?
P2 : tidak pernah,karena dokter jaga nya stand bay terus
X : Ok,eeh,,bu jika ada pasien yang luka atau kecelakaan terus ada
tindakan untuk di hecting misalnya,itu biasanya dilakukan penandaan
gak bu?
P2 : dilakukan
X : dimana bu?
P2 : di RM nya
X : oh,sesuai dengan cheklist bu ya?
P2 : iya,nanti diisi oleh dokter untuk cheklist ya
X : apakah ada hambatan gak bu selama ini?
P2 : tidak ada
X : kalau untuk pencegahan resiko infeksi di IGD ini sudah berjalan
dengan baik belum bu?lalu pencegahan nya seperti apa?
P2 : sudah berjalan,pencegahan nya misalnya memakai APD,mencuci
tangan dengan 5 momen dan 6 langkah
X : apakah hal itu dilakukan setiap sebelum tindakan?
P2 : Iya selalu kita lakukan sebelum dan sesudah tindakan
X : boleh ibu sebutkan 5 momen itu apa saja dan 6 langkah nya
bagaimana?
P2 : baiklah untuk 5 moment itu adalah sebelum kontak dengan
pasien,sebelum melakukan tindakan aseptik,sesudah terkena cairan
tubuh pasien,sesudah kontak dengan pasien,setelah dari lingkungan
pasien.
X : apakah kegiatan itu sudah berjalan bu?
P2 : alahamdulilah sudah
X : untuk sarana nya apakah selalu tersedia misalnya seperti
tissu,sabun,atau handscrub nya selalu tersedia?
P2 : sampai hari ini sarana nya selalu ada,jika habis paling kita lapor ke
bagian pengadaan,sejauh ini tidak ada kendala
X : oh,baiklah berarti sejauh ini tidak ada kendala dan hambatan bu ya
P2 : alhamdulillah tidak ada
X : terus untuk penatalaksanaan pada resiko jatuh itu bagaimana
bu,apakah sudah berjalan apa belum? terus untuk pasien yang urgent
dan tidak urgent biasanya asmet awalnya dilakukan apa bu ya?
P2 : sudah berjalan, biasanya dilakukan dengan cekhlist apakah pasien
beresiko jatuh apa tidak.jika beresiko jatuh kita tanda di gelangnya
jika pasien tersebut dirawat inap.
X : biasanya warna apa bu?
P2 : warna kuning
X : kalau merah biasanya untuk apa bu?
127
P2 : itu untuk alergi obat atau makanan kalau yang merah
X : apakah di ruang perawatan pasien yang memiliki resiko jatuh di
assasment ulang
P2 : iya kita assasment ulang
X : tujuannya untuk apa bu?
P2 : itu untuk mencegah terjadinya kejadian yang tidak di inginkan
X : berarti sudah berjalan semua bu ya,
P2 : iya.
X : apakah ada hambatan selama ini bu?
P2 : tidak ada
X : dikit lagi bu apakah dalam proses operan ke ruang rawat inap pernah
terjadi miscomunicasi dalam hal pasien resiko jatuh?
P2 : oh,tidak ada
X : saya kira cukup itu saja pertanyaan dari saya,maaf sudah
mengganggu waktu ibu terima kasih sudah meluangkan waktunya.
P2 : iya,sama-sama
Wawancara Perawat 3
X : ass.siang mbk,
P3 : siang,,
X : Perkenalkan nama saya arseliana saya mahasiswi Institute Kesehatan
Helvetia Medan saya mau melakukan penelitian yang berhubungan
dengan keselamatan pasien yang ada di IGD,kalau boleh tahu ini
dengan mbk siapa ya?
P3 : perkenalkan nama saya rini
X : baiklah dengan mbak rini.mbak rini perawat?
P3 : saya perawat yang bertugas di IGD ini
X : mbak lulusan D3 atau S1 keperawatan, lulusan tahun berapa?
P3 : saya lulusan S1 keperawatan tahun 2010
X : sudah berapa lama mbk bekerja di IGD ini?
P3 : sudah kurang lebih 3 tahun
X : baiklah mbak disini saya mau menanyakan tentang bagaimana alur
pelayanan pasien yang ada di IGD ini,mulai dari pasien masuk
sampai paien mendapatkan pengobatan?
P3 : biasanya alur yang ada di IGD itu pertama pasien masuk disesuaikan
dengan TRIASE lalu dilakukan anamnesa singkat dan memeriksa
vital sign lalu melapor ke dokter jaga,nanti dokter nya akan
memeriksa dan menganamnesa ulang,setelah itu dokter akan
menentukan apakah pasien perlu di rawat atau tidak.jika pasien nya
dirawat,maka perawat akan meminta keluarga pasien datang ke
bagian pendaftaran untuk mendaftar ke rawat inap,
X : jika keluarga pasien sudah mendaftar lalu apalagi yang dilakukan
mbk?
P3 : ya,dokter jaga akan melapor ke DPJP nya sesuai diagnosa yang ada
X : lalu jika adves dari DPJP sudah di terima apalagi yang dilakukan?
128
P3 : kita pasang infus lalu kita cek lab dan kita berikan terapi sesuai
dengan orderan dokter
X : disini sebelum melakukan tindakan apakah dilakukan identifikasi
sebelumnya?
P3 : ya,selalu kita lakukan identifikasi pada pasien sebelum kita
melakukan suatu tindakan atau pemberian terapi.
X : tujuan dari identifikasi itu apa ya dok?
P3 : tujuan nya adalah agar mencegah terjadinya kesalahan dalam
melakukan tindakan ataupun dalam pemberian obat
X : apakah proses identifikasi pada pasien sudah berjalan dengan baik
apa belum mbak?
P3 : sudah berjalan dengan baik
X : apakah ada hambatan mbak selama ibu bekerja di IGD ini?
P3 : tidak ada
X : selanjutnya yang ingin saya tanyakan mbk,bagaimana komunikasi
antar staf yang ada di IGD ini?
P3 : komunikasinya berjalan dengan baik baik dalam hal operan dinas
atau diluar itu
X : apakah pernah terjadi miscomunicasi selama ini?
P3 : tidak pernah
X : kalau melapor ke dokter untuk mendapatkan adpis itu petugas
perawat atau dokter jaga?
P3 : itu dokter jaga yang melakukannya
X : ibu pernah melapor ke DPJP saat dokter jaga tidak ada?
P3 : tidak pernah,karena dokter jaga nya stand bay terus
X : Ok,eeh,,bu jika ada pasien yang luka atau kecelakaan terus ada
tindakan untuk di hecting misalnya,itu biasanya dilakukan penandaan
gak bu?
P3 : dilakukan
X : dimana bu?
P3 : di RM nya
X : oh,sesuai dengan cheklist bu ya?
P3 : iya,nanti diisi oleh dokter untuk cheklist ya
X : apakah ada hambatan gak bu selama ini?
P3 : tidak ada
X : kalau untuk pencegahan resiko infeksi di IGD ini sudah berjalan
dengan baik belum bu?lalu pencegahan nya seperti apa?
P3 : sudah berjalan,pencegahan nya misalnya memakai APD,mencuci
tangan dengan 5 momen dan 6 langkah
X : apakah hal itu dilakukan setiap sebelum tindakan?
P3 : Iya selalu kita lakukan sebelum dan sesudah tindakan
X : boleh ibu sebutkan 5 momen itu apa saja dan 6 langkah nya
bagaimana?
P3 : baiklah untuk 5 moment itu adalah sebelum kontak dengan
pasien,sebelum melakukan tindakan aseptik,sesudah terkena cairan
129
tubuh pasien,sesudah kontak dengan pasien,setelah dari lingkungan
pasien.
X : apakah kegiatan itu sudah berjalan bu?
P3 : alahamdulilah sudah
X : untuk sarana dan prasarananya apakah selalu tersedia misalnya
seperti tissu,sabun,atau handscrub nya selalu tersedia?
P3 : sampai hari ini sarana nya selalu ada,jika habis paling kita lapor ke
bagian pengadaan, kalau untuk prasarana nya mungki di toilet IGD
itu belum terpasang pegangan besinya namun sudah kita ajukan dan
sekarang lagi dalam proses.
X : oh,baiklah berarti sejauh ini tidak ada kendala dan hambatan bu ya?
P3 : alhamdulillah tidak ada
X : terus untuk penatalaksanaan pada resiko jatuh itu bagaimana
bu,apakah sudah berjalan apa belum? terus untuk pasien yang urgent
dan tidak urgent biasanya asmet awalnya dilakukan apa bu ya?
P3 : sudah berjalan, biasanya dilakukan dengan cekhlist apakah pasien
beresiko jatuh apa tidak.jika beresiko jatuh kita tanda di gelangnya
jika pasien tersebut dirawat inap.
X : biasanya warna apa bu?
P3 : warna kuning
X : kalau merah biasanya untuk apa bu?
P3 : itu untuk alergi obat atau makanan kalau yang merah
X : apakah di ruang perawatan pasien yang memiliki resiko jatuh di
assasment ulang?
P3 : iya kita assasment ulang
X : tujuannya untuk apa bu?
P3 : itu untuk mencegah terjadinya kejadian yang tidak di inginkan
X : berarti sudah berjalan semua bu ya?
P3 : iya.
X : apakah ada hambatan selama ini bu?
P3 : tidak ada
X : dikit lagi bu apakah dalam proses operan ke ruang rawat inap pernah
terjadi miscomunicasi dalam hal pasien resiko jatuh?
P3 : oh,tidak ada
X : saya kira cukup itu saja pertanyaan dari saya,maaf sudah
mengganggu waktu ibu terima kasih sudah meluangkan waktunya?
P3 : iya,sama-sama