studi batuan karbonat daerah tanjung bira dan sekitarnya
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Geologi merupakan suatu ilmu pengetahuan alam (nature science) yang
mempelajari dan mengkaji gejala-gejala yang terjadi pada kulit bumi serta isinya
dan juga proses-proses pembentukannya. Suatu wilayah dapat diketahui sejarah
pembentukannya berdasarkan karakteristik geologi yang dimilikinya. Salah satu
media untuk mengetahui genesa suatu daerah adalah melalui pengamatan litologi
yang terdapat dilapangan. Di bumi tempat kita tinggal ini terdapat tiga jenis
litologi yang dikenal yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf.
Diketiga jenis batuan tersebut terdapat beberapa penggolongan batuan lagi
tergantung dari karakteristiknya masing-masing. Salah satu contoh jenis litologi
yang dapat memberi petunjuk tentang genesa suatu wilayah adalah jenis batuan
sedimen karbonatan atau biasa kita sebut dengan batuan karbonat.
Salah satu tempat yang kaya akan singkapan batuan karbonat dan bisa
menjadi profil tempat penelitian geologi batuan karbonat di propinsi Sulawesi
Selatan ini adalah Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Bulukumba khususnya di
daerah Tanjung Bira. Maka berangkat dari paparan sebelumnya, kita melakukan
field trip matakuliah geologi batuan karbonat ini pada daerah ini demi mendukung
teori yang sudah diperoleh di ruang kuliah agar lebih memahami akan geologi
batuan karbonat itu sendiri.
I.2. Maksud Dan Tujuan
Field trip ini dimaksudkan sebagai pemenuhan salah satu syarat kelulusan
mata kuliah Geologi Batuan Karbonat pada Jurusan Teknik Geologi Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin secara umum dan secara khusus agar lebih
memahamkan peserta matakuliah ini akan genesa dan penamaan batuan karbonat
secara langsung di lapangan. Tujuan dilaksanakan field trip ini adalah sebagai
berikut :
- Untuk mengetahui identifikasi batuan karbonat berdasarkan komposisi
materialnya.
- Untuk mengetahui penamaan batuan karbonat sesuai klasifikasi Dunham
dan Folk.
I.3. Letak, Waktu, Dan Kesampaian Daerah
Daerah penelitian terletak di Desa Bira, Kecamatan Bontobahari,
Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Berjarak sekitar 100 km ke
arah utara Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Adapun terdapat dua stasiun
persinggahan di jalan poros Makassar-Jeneponto.
Field trip ini dilaksanakan pada hari Jum’at - Sabtu, tanggal 9 – 10 April
2010. Berangkat dari kampus UNHAS Tamalanrea pada pukul 08.30 WITA,
daerah penelitian ini dijangkau dengan menggunakan kendaraan Bus, yang
ditempuh selama kurang lebih 6 jam dengan melintasi beberapa kabupaten
diantaranya Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Jeneponto, dan Kabupaten
Bantaeng dengan kondisi jalanan yang mulus.
1.5. Alat dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan selama penelitian ini antara lain:
Palu Geologi dan betel
Kompas Geologi
Peta topografi skala 1 : 50.000 sebagai peta dasar
Format deskripsi
Kantong sampel
Larutan HCl
Lup
Alat tulis menulis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Geologi Regional
II.1.1 Geomorfologi Regional
Bentuk morfologi yang menonjol di daerah ini adalah kerucut gunungapi
Lompobattang yang menjulang mencapai ketringgian 2876 meter di atas
permukaan Laut. Kerucut gunungapi Lompobattang ini dari kejauhan masih
memperlihatkan bentuka aslinya dan tersusun oleh batuan gunungapi berumur
Pliosen.
Dua bentuk kerucut tererosi lebih sempit sebarannya terdapat disebelah
Barat dan disebelah Utara gunung Lompobattang. Disebelah Barat terdapat
gunung Baturape mencapai ketinggian 1124 meter, dan disebelah Utara terdapat
gunung Cindako, mencapai ketinggian 1500 meter. Kedua bentuk kerucut tererosi
ini disusun oleh batuan gunungapi berumur Pliosen.
Dibagian Utara terdapat dua daerah yang dicirikan oleh topografi karst
yang dibentuk oleh batugamping formasi Tonasa. Kedua daerah bertopografi
Karst ini dipisahkan oleh pegunungan yang tersusun oleh batuan gunungapi
berumur Miosen Bawah sampai Pliosen
Disebelah Barat gunung Cindako dan sebelah Utara gunung Baturape
merupakan daerah berbukit halus di bagian Barat. Bagian Barat mencapai
ketinggian kira-kira 500 meter diatas permukaan laut dan hampir merupakan suatu
dataran. Bentuk morfologi ini tersusun oleh batuan klastik gunungapi berumur
Miosen. Bukit-bukit yang memanjang yang tersebar di daerah ini mengarah ke
gunung Cindako dan gumnung Baturape berupa retas-retas Basalt.
Pesisir Barat merupakan datraan rendah yang sebagian besar terdiri dari
daerah rawa dan daerah pasang surut, beberapa sungai besar membentuk daerah
banjir di dataran ini. Di bagian Timurnya terdapat bukit-bukit terisolir yang
tersusun oleh batuan klastik gunungapi Miosen Pliosen.
Pesisir Barat ditempati oleh morfologi berbukit memanjang rendah
dengan arah umumu Baratlaut Tenggara. Pantainya berliku-liku membentuk
beberapa teluk. Daerah ini tersusun oleh batuan Karbonat dari Formasi Tonasa.
Batuan tua yang tersingkap di daerah ini adalah sedimen flysch Formasi
Marada, berumur Kapur Atas. Asosiasi batuannya memberikan petunjuk suatu
endapan lereng bawah laut, ketika kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu.
Kegiatan magma berkembang menjadi suatu gunung api pada waktu kira-kira 63
juta tahun, dan menghasilkan Btuan gunung api terpropilitkan.
Lembah Walanae di Lembar Pangkajene Bagian Barat sebelah Utaranya
menerus ke Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai melalui sinjai di pesisir
Timur. Lembah ini memisahkan batuan berumur Eosen , yaitu sedimen klastika
Formasi Salo Kalupangdisebelah Timur dari sedimen Karbonat Formasi Tonasa
disebelah Baratnya. Rupanya pada Kala Eosen daerah sebelah Barat Lembah
Walanae merupakan paparan laut dangkal dan sebelah timurnya merupakan suatu
cekungan sedimentasi dekat daratan
Paparan Laut dangkal Eosen meluas hampir ke seleruh lembar peta , yang
buktinya ditunjukkan oleh sebaran Formasi Tonasa di sebelah barat Birru, sebelah
Timur Maros dan sekitar Takalar. Endapan paparan berkembang selama Eosen
sampai Miosen Tengah. Sedimentasi klastika sebelah Timur Lembah Walanae
rupanya berhenti pada akhir Oligosen, dan diikuti oleh kegiatan gunungapi yang
menghasilkan Formasi Kalamiseng.
Akhir dari kegiatan gunungapi Miosen Awal yang diikuti oleh
tektonikyang menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian
menjadi cekungan dimana Formasi Walanae terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan
besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah, dan menurun perlahan selama
sedimentasi sampai kala Pliosen.
Menurunnya cekungan Walanae dibarengi pleh kegiatan gunungapi yang
terjadi secara luas disebelah Baratnya dan mungkin secara lokal di sebelah
timurnya. Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai Pliosen. Semula
gunungapinya terjadi dibawah muka laut, dan kemungkinan sebagian muncul
dipermukaan pada kala Pliosen. Kegiatan gunung api selama Miosen
menghasilkan Formasi Camba, dan selama Pliosen menghasilkan Batuan
gunungapi Baturape-Cindako kelompok retas basal berbentuk radier memusat ke
gunung Cindako dan gunung Baturape, terjadinya mungkin berhubungan gerakan
mengkubah pada Kala Pliosen.
Kegiatan gunungapi di daerah ini masih berlangsung sampai dengan Kala
Plistosen, menghasilkan batuan gunungapi Lompobattang. Berhentinya kegiatan
magma pada akhir Plistosen, diikuti oleh suatu tektonik yang menghasilkan sesar-
sesar en echelon (merencong) yang melalui gunung Lompobattang berarah Utara
– Selatan. Sesar-sesar en echelon mungkin akibat dari suatu gerakan mendatar
dekstral daripada batuan alas di bawah Lembar Walanae. Sejak Kala Pliosen
pesisir barat ujung Lengan Sulawesi Selatan ini merupakan dataran stabil, yang
pala Kala Holosen hanya terjadi endapan alluvium dan rawa-rawa.
II.1.2 Stratigrafi Regional
Satuan batuan tertua yang telah diketahui umurnya adalah batuan sedimen
flysch Kapur Atas yang dipetakan sebagai Formasi Marada (Km). Batuan Malihan
(S) belum diketahui umurnya, apakah lebih tua atau lebih muda daripada Formasi
Marada ; yang jelas diterobos oleh Granodiorit yang diduga berumur Miosen (19-
2 juta tahun yang lalu). Hubungan Formasi Marada dengan satuan batuan yang
lebih muda, yaitu formasi Salo Kalupang dan batuan Gunungapi terpropilitkan
tidak begitu jelas, kemungkinan tak selaras.
Formasi Salo Kalupang (Teos) yang diperkirakan berumur Eosen Awal-
Oligosen Akhir berfasies sedimen laut, dan diperkirakan setara dalam umur
dengan bagian bawah Formasi Tonasa (Temt). Formasi Salo Kalupang terjadi di
sebelah Timur Lembah Walanae dan formasi Tonasa terjadi disebelah Baratnya.
Satuan batuan yang berumur Eosen akhir sampai Miosen tengah menindih tak
selaras batuan yang lebih tua. Berdasarkan sebaran daerah singkapannya,
diperkirakan batuan karbonat yang dipetakan sebagai Formasi tonasa (Temt)
terjadi pada daerah yang luas di lembar ini. Formasi Tonasa ini diendapkan sejak
Eosen Akhir berlangsung hingga Miosen Tengah, menghasilkan endapan karbonat
yang tebalnya tidak kurang dari 1750 meter. Pada kala Miosen Awal, rupanya
terjadi endapan batuan gunungapi di daerah Timur yang menyusun Batuan
Gunungapi Kalamiseng (Tmkv).
Satuan batuan yang berumur Miosen Tengan sampai Pliosen menyusun
Formasi Camba (Tmc) yang tebalnya 4250 meter dan menindih tidak selaras
batuan-batuan yang lebih tua. Formasi ini disusun oleh batuan sedimen laut
berselingan dengan klastika gunungapi, yang menyamping beralih menjadi
dominan batuan gunungapi (Tmcv). Batuan sedimen laut berasosiasi dengan
karbonat mulai diendapkan sejak Miosen Akhir sampai Pliosen di cekungan
Walanae, daerah Timur, dan menyusun Formasi Walanae (Tmpw) dan anggota
Selayar (Tmps).
Batuan gunungapi berumur Pliosen terjadi secara setempat, dan menyusun
Batuan Gunungapi Baturape-Cindako (Tpbv). Satuan batuan gunungapi yang
termuda adalah yang menyusun satuan gunungapi Lompobattang (Olv), berumur
Plistosen. Sedimen termuda lainnya adalah endapan aluvium dan pantai (Qac).
II.1.3 Struktur Geologi Regional
Menurut Sukamto (1982),struktur geologi di daerah pegunungan
Lompobattang dan sekitarnya berupa struktur lipatan dan struktur sesar.
1. Struktur Lipatan
Struktur ini mempunyai arah jurus dan kemiringan perlapisan batuan yang
tidak teratur,sehingga sulit untuk menentukan jenisnya.Adanya pelipatan dicirikan
oleh kemiringan lapisan batuan,baik batuan Tersier maupun batuan
Kwarter(Plistosen),telah mengalami perlipatan,sehingga umur lipatan ini
ditafsirkan setelah Plistosen.
2. Struktur Sesar
Struktur sesar ini mempunyai arah yang bervariasi,seperti pada daerah
Lompobattang ditemukan sesar dengan arah Utara-Selatan, Timur-Barat,
Baratdaya-Timurlaut,sedangkan pada baian Utara mengarah Baratdaya-Timurlaut
dan Baratlaut-Tenggara,dimana jenis sesar ini sulit untuk ditentukan.
Terjadinya pelipatan dan pensesaran berhubungan dengan proses tektonik
daerah setempat,dimana akhir daripada kegiatan gunung api Miosen
Bawah,diikuti oleh tektonik yang menyebabkan terjadinya pemulaan
terbentuknya Walanae.Peristiwa ini kemumngkinan besar berlangsung sejak awal
Miosen Tengah dan menurun perlahan secara sedimentasi berlangsung sampai
kala Pliosen,hal ini diikuti oleh kegiatan gunung api pada daerah sebelah
Baratdaya.Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai Pliosen dengan
Gunung api bawah laut,dan muncul pada kala Pliosen sebagi gunung api kontinen
yang kemungkinan besar pada kala ini mulai terjadi perlipatan,dimana kegiatan-
kegiatan magma pada kala Plistosen Atas diikuti oleh kegiatan tektonik yang
menyebabkan terjadinya sesar di daerah ini.
2.2 Diskusi
- Pada stasiun pertama yang disinggahi di daerah Boyong kecamatan
Tanetea, Kabupaten Jeneponto dijumpai singkapan batuan yang menarik
yaitu batugamping yang berlapis dengan rijang (chert) yang mana hal ini
diinterpretasikan bahwa kawasan ini merupakan kawasan isolated flatform
dimana dahulunya daerah ini merupakan lingkungan pengendapan laut
dalam yang merupakan tempat pembentukan rijang yang selama
pembentukan rijang ini berlangsung, sisa-sisa koral yang terbentuk di laut
dangkal terbawa arus hingga ke laut dalam yang terakumulasi membentuk
batugamping yang pada akhirnya akibat proses tektonik berupa uplift
(pengangkatan) dapat tersingkap ke permukaan bumi. Pada stasiun ini di
jumpai jenis litologi Di jumpai singkapan litologi dengan ciri fisik jenis
batuan:batuan sedimen karbonatan, warna segar: abu-abu, warna lapuk:
coklat, tekstur: bioklastik, dengan kandungan fosil nummulites, struktur:
berlapis, komposisi kimia:karbonat, komposisi material terdiri atas
fragmen berupa batugamping, nama batuan: Batugamping fragmental.
Berdasarkan komposisi material yang dimilikinya batugamping ini tidak
menampakkan adanya grain, hanya terdapat jumlah mikrit sebesar 70%
dengan jumlah sparit sisanya, maka batuan ini bernama Mudstone
(Dunham, 1962)
- Pada stasiun persinggahan yang kedua yang jaraknya tidak terlalu jauh
dari stasiun pertama, di jumpai singkapan litologi yang berkontakan antara
batugamping dengan tufa karbonatan yang diperkirakan lingkungan
pengendapan daerah ini merupakan lingkungan pengendapan laut dangkal.
Dijumpai jenis litologi dengan kenampakan ciri fisik dengan ciri fisik jenis
batuan: batuan sedimen karbonatan, warna segar: abu-abu, warna lapuk:
coklat, tekstur: bioklastik, struktur: berlapis, komposisi kimia:karbonat,
nama batuan: Batugamping. Berdasarkan komposisi material yang
dimilikinya batugamping ini tidak menampakkan adanya grain, hanya
terdapat jumlah mikrit sebesar 70% dengan jumlah sparit sisanya, maka
batuan ini bernama Mudstone (Dunham, 1962). Dijumpai pula jenis
batuan: batuan piroklastik, warna segar:abu-abu, warna lapuk: coklat,
tekstur: piroklastik halus, struktur: berlapis, komposisi kimia: karbonat,
nama batuan: Tufa karbonatan
- Pada stasiun ke-tiga ini di jumpai singkapan batugamping koral dengan
kenampakan khas sisa-sisa abrasi yang ditunjukkan dengan adanya bagian
bawah karang yang condong ke dalam akibat terkikis oleh air laut. Pada
singkapan ini ditemukan batuan dengan ciri fisik jenis batuan: batuan
sedimen karbonatan, warna segar: abu-abu, warna lapuk: coklat, tekstur:
bioklastik, mengandung fosil : halimeda dan coral, komposisi kimia:
karbonat, nama batuan: Batugamping koral. Berdasarkan komposisi
material yang dimilikinya batugamping koral ini menampakkan adanya
grain, dimana halimeda sekitar 10 %, coral 10 %, litoclas 40 %, dan
sisanya berupa mikrit dan sparit sisanya, maka batuan ini bernama
Packstone (Dunham, 1962).
DAFTAR PUSTAKA