studi analisa ketahanan masyarakat pesisir … · berdasarkan katalog gempa (1629 - 2002) di...
TRANSCRIPT
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
1
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki aktivitas
kegempaan yang cukup tinggi, dimana di beberapa wilayahnya
memiliki potensi untuk terjadi bencana tsunami. Wilayah
pesisir Kabupaten Cilacap, yang langsung berbatasan dengan
Samudera Hindia sangat rentan terhadap bahaya tsunami.
Faktor penyebab utama banyaknya korban jiwa serta kerugian
harta benda akibat tsunami adalah kurangnya pemahaman
mengenai bencana serta kesiapsiagaan dalam mengantisipasi
bencana tsunami. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu studi
mengenai ketahanan masyarakat pesisir Cilacap terhadap
bencana tsunami. Penelitian dilakukan untuk mengetahui
kesiapan masyarakat pesisir Cilacap dalam menghadapi
bencana tsunami, serta memberikan rekomendasi yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan ketahanan masyarakat pesisir
Cilacap terhadap bencana tsunami. Penelitian dilakukan
dengan metode yang diadaptasi dari Coastal Community
Resilience Guide (Panduan Ketahanan Masyarakat Pesisir)
dari NOAA (National Oceanic and Atmospheric
Administration) dan Coastal Resilence Index (Panduan index
Ketahanan) dari FEMA (Federal Emergency Management
Agency) data yang langsung didapatkan di lapangan. Data
tersebut didapatkan dari masyarakat lokal di pesisir Kecamatan
Cilacap Selatan dan Kecamatan Binangun melalui kuisioner
dan wawancara, berdasarkan elemen-elemen ketahanan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Diketahui bahwa terdapat
beberapa elemen ketahanan yang masih berada di bawah
standar (3,00) dan membutuhkan perhatian khusus. Elemen
tersebut adalah risk knowledge (pengetahuan tentang risiko),
warning and evacuation (sistem peringatan dan evakuasi),
serta emergency response (respon terhadap bahaya), dengan
nilai 2,57; 2,63; dan 2,52.
Kata Kunci— Ketahanan, masyarakat, pesisir, Tsunami,
resiko, respon.
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki aktivitas
kegempaan yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan letak
geografis Indonesia yang merupakan tempat pertemuan antara
tiga lempeng tektonik bumi, yaitu lempeng samudera Indo-
Australia, lempeng benua Eurasia, lempeng dan samudera
Pasifik. Berdasarkan Katalog Gempa (1629 - 2002) di
Indonesia pernah terjadi tsunami sebanyak 108 kali , yakni 1
kali akibat longsoran (landslide), 9 kali akibat gunung berapi
dan 98 kali akibat gempabumi tektonik (BMKG, 2007).
Cilacap merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa
Tengah yang rawan untuk terjadi bencana tsunami. Karena
daerahnya dekat dengan pertemuan lempeng Indo-Australia
dan lempeng Asia yang memanjang dari Aceh hingga Timor
Timur. Kabupaten Cilacap memiliki luas wilayah 225.360,840
Ha terletak di bagian selatan Jawa Tengah, berbatasan
langsung dengan Samudera Indonesia, dimana 6,6% dari
seluruh wilayah pesisir di jawa tengah, kabupaten Cilacap
memiliki luasan pesisir terbesar dibandingkan daerah dan
kabupaten lain di wilayah propinsi jawa tengah.
(Sumber: http:www.cilacapkab.go.id)
Gambar 1. Peta Lokasi Kabupaten Cilacap.
STUDI ANALISA KETAHANAN MASYARAKAT PESISIR CILACAP TERHADAP BENCANA
TSUNAMI Wismu Alga Mahendra1), Haryo Dwito Armono2) & Kriyo Sambodho3)
1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan, 2,3) Dosen Jurusan Teknik Kelautan, FTK-ITS
FTK-ITS, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: [email protected]
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
2
yang membentang sepanjang 70,709 km, dan juga membentuk
teluk di salah satu wilayah pantainya. Keadaan alam ini
menyebabkan Cilacap rawan terjadi tsunami.
Wahdiny (2008) menyebutkan Laju pertumbuhan penduduk
yang tinggi dengan berbagai latar belakang etnis yang
penyebarannya tidak merata, tidak tertibnya pengaturan
tataguna lahan serta kompleksitas kegiatan sosial, industri dan
ekonomi yang tidak dibarengi dengan kearifan penanganannya
merupakan faktor-faktor yang memicu peningkatan
kerentanan, yang dapat mengurangi ketahanan terhadap
bencana dan menimbulkan kerugian yang lebih besar pada saat
terjadinya bencana tsunami.
Wahdiny (2008) dalam penelitiannya juga menyebutkan
Beberapa faktor penyebab banyaknya korban jiwa serta
kerugian harta benda terutama adalah kurangnya pemahaman
mengenai bencana serta kesiapsiagaan dalam mengantisipasi
bencana. Oleh karena ituperlu dilakukan studi mengenai
ketahananmasyarakat pesisir Cilacap terhadap bencana
tsunami, serta memberikan rekomendasi program yang dapat
meningkatkanmasyarakat pesisir Cilacap terhadap bencana
Tsunami.
Dalam menentukan langkah-langkah dan rekomendasi program
untuk meningkatkan ketahanan masyarakat pesisir Cilacap
terhadap bencana tsunami, digunakan 2 metode yang
diantaranya : metode studi masyarakat pesisir dari Coastal
Community Resilience (CCR) Guide (US-IOTWS, 2007) yang
merupakan sebuah program dari National Oceanic and
Atmospheric Administration (NOAA) untuk mempelajari dan
meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap pesisir, yang
dalam penelitian ini disebut sebagai metode penilaian CCR
dengan meninjau tiap elemen ketahanan dan pihak-phak yang
terlibat didalamnya.
Dan yang kedua menggunakan metode Coastal Resilence
Index (CRI) yang merupakan sebuah program dari Federal
Emergency Management Agency (FEMA) untuk
meningkatkan masyarakat wilayah pesisir agar lebih
meningkatkan ketahanan terhadap bencana Tsunami baik
sebelum maupun proses Recovery, yang dalam penelitian ini
disebut sebagai metode Penilaian CRI dengan meninjau
beberapa elemen dan pihak-pihak yang terlibat didalamnya.
2. Tsunami
Istilah “tsunami” berasal dari kosa kata Jepang “tsu” yang
berarti gelombang dan “nami” yang berarti pelabuhan,
sehingga secara bebas, tsunami diartikan sebagai gelombang
laut yang melanda pelabuhan. Tsunami adalah perpindahan
badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut
secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut
tersebut dapat disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di
bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah
laut, atau hantaman meteor di laut.
(Sumber: http://botolajaib.wordpress.com/2010/04/)
Gambar 2. Proses terbentuknya Tsunami.
3. Coastal Community Resilience
3.1. Coastal Community Resilience Guide Coastal Community Resilience Guide (US-IOTWS, 2007)
atau Panduan Ketahanan Masyarakat Pesisir merupakan
sebuah inisiatif dari program United States - Indian Ocean
Tsunami Warning System (US-IOTWS) yang diadakan oleh
National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA)
dan disponsori oleh United States Agency International
Development (USAID). NOAA merupakan sebuah badan
federal milik Amerika Serikat yang lingkup kerjanya
difokuskan pada monitoring dan penanganan terhadap kondisi
kelautan dan keadaan dalam atmosfer bumi, dalam penelitian
ini, kaitannya dengan bencana tsunami adalah usaha-usaha
untuk mengidentifikasi, mempersiapkan, dan pemulihan
terhadap bencana dan dampak yang ditimbulkan oleh Tsunami.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
3
(Sumber: US-IOTWS, 2007)
Gambar 3. Tingkat ketahanan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Pengkajian CCR merupakan sebuah pendekatan yang
dilakukan sebagai suatu usaha kolaboratif dan partisipatif
dengan masyarakat pesisir, instansi pemerintah nasional dan
lokal, LSM, sektor swasta, dan stakeholder kunci lainnya
untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, dan kesempatan
untuk meningkatkan ketahanan terhadap bencana, baik
ditingkat lokal maupun nasional. Pendekatan secara integral ini
dapat digunakan secara sistematis untuk menentukan program
yang tepat untuk meningkatkan ketahanan masyarakat pesisir
disuatu daerah. Konsep ketahanan masyarakat pesisir
diaplikasikan untuk mengurangi risiko dari bahaya pesisir
dengan tujuan menghindari bencana dan mempercepat
pemulihan jika terjadi bencana. Dengan ketahanan tersebut,
masyarakat pesisir dapat dengan mudah beradaptasi dengan
perubahan melalui pengalaman dan pelajaran dari bencana
sebelumnya.
(Sumber: US-IOTWS, 2007)
Gambar 4. Ketahanan sebagai kesatuan kerja yang integral. 3.2. Elemen Ketahanan Masyarakat Pesisir Dari elemen ketahanan masyarakat pesisir tersebut, dapat dijelaskan tentang kriteria-kriteria yang membentuk ketahanan masyarakat di suatu wilayah pesisir, antara lain sebagai berikut :
(Sumber: US-IOTWS, 2007)
Gambar 5. Diagram elemen ketahanan masyarakat pesisir.
1. Governance
Pemerintah memfasilitasi dan memberikan kondisi yang
memungkinkan bagi masyarakat pesisir untuk menahan dan
menghindari bencana dan bangkit kembali dari bencana,
dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Pemerintah menyediakan pengarahan dan fasilitas sehingga
ketahanan masyarakat pesisir dapat dikembangkan dan
ditingkatkan dari waktu ke waktu melalui berbagai
intervensi pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta
dalam bidang pembangunan masyarakat, pengelolaan
pesisir dan manajemen Bencana.
2. Society and Economy
Kehidupan sosial dan ekonomi menjadi unsur penting dari
ketahanan karena terdapat hubungan langsung antara
kegiatan ekonomi (pasar dan perdagangan) dan kehidupan
sosial (budaya, keluarga, rekreasi). Perubahan dalam
perekonomian lokal dan regional seperti industri dan
lapangan kerja baru, atau teknologi manufaktur memiliki
dampak positif dan negatif pada individu dan masyarakat
terhadap aspek harapan hidup, pekerjaan, kesejahteraan,
dan kualitas hidup. Demikian pula budaya masyarakat,
struktur keluarga, dan peran gender mempengaruhi
kegiatan ekonomi.Aspek sosial, budaya, dan kondisi
ekonomi memberikan lingkungan yang kondusif bagi
kemandirian sebuah komunitas.
3. Coastal Resource Management
Wilayah pesisir memberikan berbagai macam sumber
daya yang berharga dan berkelanjutan bagi masyarakat.
Sumber daya tersebut antara lain sumber makanan yang
terpercaya, pembangunan ekonomi melalui pemanfaatan
sumber daya yang terbarukan, transportasi,
perlindungan dari bahaya pesisir (badai, banjir,
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
4
tsunami, erosi, polusi, dll.), serta konservasi
keanekaragaman hayati (pariwisata berbasis alam dan
obat-obatan baru yang potensial). CRM menjadi sumber
ketahanan masyarakat dalam hal makanan, sumber daya
ekonomi, dan lingkungan yang penting bagi kehidupan
dan perlindungan dari bencana alam.
4. Land Use and Structural Design
Manajemen penggunaan lahan dan desain struktur
adalah elemen penting dari CCR karena jika diterapkan
secara efektif, aspek-aspek tersebut memungkinkan
masyarakat bertahan dari bencana tsunami dan bencana
pesisir lainnya. Dengan pengelolaan lahan yang jauh
dari daerah yang rentan dan mengembangkan wilayah
yang tidak terlalu rawan bahaya bencana pesisir,
masyarakat dapat mengurangi risiko dari dampak
bencana terhadap individu dan mata pencaharian
mereka.
5. Risk Knowledge
Pengetahuan tentang risiko adalah landasan untuk
membangun sebuah komunitas yang tangguh dalam
menghadapi bencana. Masyarakat tidak dapat
mengelola dan meningkatkan ketahanan jika tidak
mengetahui risiko apa yang akan dihadapi. Pengetahuan
yang komprehensif tentang risiko terhadap bahaya yang
dihadapi memungkinkan masyarakat untuk beradaptasi
dalam mengurangi dampak dari bencana, serta dapat
dengan mudah menahan guncangan bahaya yang terjadi
dan lebih cepat untuk bangkit setelah terjadi bencana.
6. Warning and Evacuation
Sistem peringatan dan prosedur evakuasi dapat
memberikan kesempatan pada masyarakat untuk secara
signifikan mengurangi risiko dengan mengambil
tindakan yang cepat dan tepat untuk mengurangi
dampak bencana. Sebuah respon yang efektif terhadap
suatu bahaya yang akan datang akan dapat mengurangi
dampak bencana dengan memindahkan penduduk dari
daerah yang berbahaya. Sistem peringatan dan evakuasi
terdiri dari tiga bagian penting, yaitu sistem peringatan
dini, rencana evakuasi, dan pemberian informasi kepada
masyarakat secara efektif.
7. Emergency Responce
Respons darurat yang efektif memungkinkan pesisir
menjadi lebih tangguh untuk menahan dampak
bencana.Mekanisme dan perencanaan respons darurat
juga dapat memberikan dasar bagi masyarakat untuk
bangkit kembali dengan cepat dari dampak
bencana.Saat terjadi bencana, prosedur respons darurat
yang efektif dapat mengurangi korban jiwa dan
membantu mengurangi waktu dan investasi yang
diperlukan untuk pemulihan masyarakat pasca bencana.
8. Disaster Recovery
Pemulihan bencana merupakan elemen penting dari
CCR karena memberi peluang bagi masyarakat untuk
belajar dari pengalaman akibat bencana dan dapat
mengambil tindakan untuk mengurangi risiko. Pada
periode tepat setelah bencana terjadi menyediakan
banyak kesempatan untuk menerapkan strategi untuk
mengurangi dampak bencana yang potensial.Agar
proses pemulihan bencana berhasil dalam membangun
ketahanan masyarakat, harus dilakukan pendekatan-
pendekatan yang mencakup unsur-unsur penting lainnya
dari CCR dan sepenuhnya mengintegrasikannya dalam
manajemen bencana, pengembangan masyarakat, dan
pengelolaan sumber daya pesisir. Jika upaya yang
dilakukan terfokus pada kegiatan pemulihan yang tidak
terkoordinasi dengan tiga aspek tersebut, proses
pemulihan bencana dapat menghasilkan sebuah
komunitas yang lebih rentan dan kurang tangguh dari
sebelumnya.
3.3. Metode Penilaian CCR Metode penilaian ketahanan masyarakat pesisir pada penelitan
ini menggunakan kuisioner dan wawancara dengan metode
sampling berupa stratified dan purposive sampling. Menurut
Prijana (2005), stratified sampling lebih presisi dalam
penentuan respondennya, karena tiap strata dianggap memiliki
populasi sendiri dan analisis tiap stratanya dapat dilakukan
tanpa harus survey ulang. Dari elemen ketahanan yang ada,
akan diadaptasi menjadi beberapa seri pertanyaan yang dapat
digunakan sebagai instrumen survey untuk memantaukapasitas
ketahanan.
Sistem rating (nilai) berfungsi sebagai pembanding kondisi
saat ini yang digambarkan oleh hasil penilaian CCR dengan
kondisi yang diinginkan untuk tiap elemen ketahanan.
Pendekatan scoring (penilaian numerik) dengan skor dari 0
sampai 5 dilakukan untuk mengevaluasi secara kuantatif dari
masing-masing pertanyaandalam kusioner yang diberikan.
Dilakukan proses kusioner dan wawancara karena penilaian
CCR membutuhkan informasi dan data untuk membandingkan,
baik secara kualitatif maupun kuantatif, status ketahanan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
5
masyarakat dengan kondisi yang diinginkan dalam masing-
masing elemen ketahanan.
(Sumber: US-IOTWS, 2007)
Gambar 6. Sistem rating dan skala pada CCR. Dari hasil perhitungan stratified sampling untuk strata
keprofesian pada kedua wilayah kecamatan yaitu, Kecamatan
Cilacap Selatan dan Kecamatan Binangun di Kabupaten
Cilacap dengan jumlah populasi sebesar 79.855 jiwa dan
sampling error 10%, didapatkan jumlah yang akan disurvey
adalah sebanyak 100 orang, dengan perbandingan berdasarkan
strata yang telah ditentukan adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Jumlah sampel untuk tiap strata
Strata Jumlah Sampel
Pemerintah 6
Swasta 40
Pelajar 44
Nelayan 10
3.4. Metode Penilaian CRI Dari data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan
menggunakan metode penilaian CRI ini untuk menganalisis
data pada hasil survei tersebut bisa dikalkulasikan karena pada
metode ini perhitungan dapat dilakukan dengan mudah dengan
cara peneliti dapat mengasumsi sendiri seberapa tingkat
ketahanan masyarakat terhadap bencana Tsunami terjadi baik
sebelum maupun sesudah terjadi Tsunami dengan dilakukan
berupa skenario berdasarkan metode penilaian CRI ini.
4. Hasil survey masyarakat pesisir
Dari hasil penilaian dengan kuisioner, didapatkan hasil berupa
resilience index untuk masing-masing ketahanan masyarakat
pesisir, sebagai berikut:
Tabel 2. Nilai Resilience Index untuk tiap elemen ketahanan
Indikator Resilience Element Resilience
Index
A Governance 3,17
B Society and Economy 3,28
C Coastal Resource
Management 3,28
Indikator Resilience Element Resilience
Index
D Land Use and
Structural Design 3,23
E Risk Knowledge 2,57
F Warning and
Evacuation 2,63
G Emergency Response 2,52
H Disaster Recovery 3,28
Dari nilai Resilience index yang ada, didapatkan resilience
diagram yang nantinya akan dianalisis, pada elemen apa saja
yang dinilai masih dibawah standar, yang selanjutnya
diberikan rekomendasi untuk meningkatkan ketahanan pada
elemen tersebut.
Gambar 7. Resilience Diagram untuk masyarakat pesisir
Cilacap.
Untuk validitas, data penelitian dapat dikatakan valid jika r
hitung dari pertanyaan setiap elemen lebih besar dari nilai r
tabel. Dengan toleransi (α) sebesar 5% dan responden
sebanyak 100, maka diperoleh nilai r tabel 0,256. Berdasarkan
hasil uji dengan SPSS diketahui bahwa nilai r hitung dari
pertanyaan setiap elemen lebih besar dari nilai r tabel (0,256).
Maka, dapat disimpulkan bahwa masing-masing pertanyaan
untuk tiap elemen dalam kuisioner yang digunakan adalah
valid.
Untuk uji reliabilitas, data penelitian dapat dikatakan reliabel
jika nilai cronbach’s alpha lebih besar dari 0,60. Berdasarkan
hasil uji dengan SPSS dapat diketahui bahwa nilai cronbach’s
alpha untuk masing-masing elemen ketahanan lebih besar dari
0,60. Jadi dapat disimpulkan bahwa semua indikator dalam
penelitian adalah reliabel.
Mengacau pada hasil pengujian validitas dan reliabilitas yang
telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa kuisioner
yang telah digunakan dan data yang diperoleh dalam penelitian
ini layak digunakan, karena telah memenuhi validitas dan
reliabelitas yang dipersyaratkan.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
6
5. Analisis dan Rekomendasi Dari data Resilience Index dan Resilience Diagram
Yang telah didapatkan, diketahui bahwa elemen ketahanan
yang nilainya masih dibawah standard dan harus ditinjau
kembali adalah elemen risk knowledge (pengetahuan tentang
resiko) dengan nilai 2,57, elemen warning and evacuation
(sistem peringatan dini dan jalur evakuasi) dengan nilai 2,63
dan yang terakhir elemen emergency response (respon
keadaan darurat) dengan nilai 2,52.
5.1. Risk Knowledge Penyebab terjadinya hal ini adalah informasi mengenai
bencana tsunami beserta kesiapan dalam menghadapinya
belum tersampaikan kepada seluruh lapisan masyarakat.
Menurut beberapa responden dari strata pemerintah, sosialisasi
belum sampai ke masyarakat, namun masih dalam lingkup
instansi-instansi pemerintahan. Hal ini didukung oleh
tanggapan dari responden nelayan dan swasta, terutama yang
berada di wilayah pantai Teluk Penyu dan pantai Widara
Payung, mayoritas merasa bahwa sosialisasi tentang tanggap
bencana khususnya tsunami belum mencapai masyarakat
umum.
Faktanya, telah dilakukan beberapa kali sosialiasi dan simulasi
kepada masyarakat mengenai bencana tsunami. Tercatat
sebanyak 2 kali dalam setahun sosialisasi dilakukan, baik di
masyarakat langsung melalui satuan pemerintahan lokal
(desa/kelurahan) dan sekolah, dan juga telah dilakukan sekali
simulasi di wilayah Pantai Teluk Penyu dan pada pusat kota
yaitu di kecamatan Cilacap Selatan. Sosialisasi yang dilakukan
terutama mengarah kepada informasi dan sistem evakuasi.
Di sekolah-sekolah di Kabupaten Cilacap, sejak dini telah
dikenalkan pengetahuan umum mengenai tsunami dalam
beberapa mata pelajaran seperti geografi dan adanya kegiatan
pada ekstrakulikuler palang merah remaja (PMR) yaitu berupa
Pendidikan mitigasi bencana alam salah satunya bencana
tsunami serta upaya penanggulangan dan evakuasinya juga
telah diberikan dalam pelatihan-pelatihan pada siswa, serta
dilakukan seminar pembekalan pada pegawai-pegawai dalam
menghadapi tsunami baik saat paska maupun sesudah untuk
perusahaan lokal maupun nasional.
(Sumber: BPBD Kab Cilacap)
Gambar 8. Sosialisasi mitigasi bencana tsunami.
Kurangnya ketahanan pada elemen ini diakibatkan beberapa
faktor, antara lain media penyampaian informasi yang kurang
menarik dan dapat mencakup seluruh lapisan masyarakat.
Terdapat anggapan dari sebagian besar masyarakat pesisir
bahwa wilayah yang mereka tempati masih cukup tinggi, jauh,
dan aman dari tsunami, sehingga mereka merasa tidak perlu
mengikuti sosialisasi dan simulasi yang diadakan, karena
dianggap mengganggu waktu mereka beraktivitas.
(Sumber: BPBD Kab Cilacap)
Gambar 9. Simulasi pertolongan kepada warga yang terkena
bencana tsunami.
Oleh karena itu, sangat direkomendasikan untuk dilakukan
sosialisasi dan simulasi yang menjangkau seluruh lapisan
masyarakat secara kontinu, baik dari pemerintah maupun
instansi pendidikan tinggi, dengan pengemasan acara yang
lebih menarik. Guru juga sangat berperan penting dalam
mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari siswa pada upaya-
upaya penanggulangan bencana tsunami secara langsung,
seperti pengenalan daerah rawan bencana dan kesiapan
masyarakat terhadap bencana tsunami, serta rute evakuasi bila
terjadi bencana. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
7
5.2. Warning and Evacuation
Pada elemen ini, mayoritas responden menilai bahwa fasilitas
penanggulangan bencana tsunami kurang tersedia secara
maksimal, contohnya seperti sirine peringatan yang kurang
begitu terdengar. Zona bahaya, rute evakuasi, tempat
penampungan, serta daerah aman memang telah ditandai
dengan jelas dengan tanda-tanda dan/atau peta tertentu, namun
belum semuanya diketahui dan tersampaikan secara
menyeluruh kepada masyarakat. Beberapa fasilitas seperti
penanda pesisir rawan tsunami dan sirine tower pada
kecamatan Binangun yang diletakkan di kawasan pantai wisata
widara payung dan untuk kecamatan Cilacap Selatan
menggunakan 6 mesjid sebagai sirine evakuasi yaitu :
Mesjid Al-Barokah letaknya di Perumahan Tegal Sari.
Mesjid Al-Adzikru letaknya di kawasan Tambak Reja.
Mesjid Al-Muhajirin letaknya di Perumahan GSP.
Mesjid Al-Bahriyah letaknya di Dusun Rawajarit atau Menganti.
Mesjid Baitul Amin letaknya di Jalan Nakula Timur.
Mesjid Agung Darussalam letaknya di Alun-alun Kota Cilacap.
(Sumber: BPBD Kab Cilacap)
Gambar 10. Sirine Tower di Kawasan pantai Widara Payung. Namun untuk perencanaan sistem dan satuan-satuan kerja
dalam elemen peringatan dan evakuasi telah terbentuk dengan
baik. Polisi sebagai pengayom masyarakat bersama jajaran
Pemda Cilacap dibantu aparat keamanan lain bekerjasama
melaksanakan antisipasi terhadap bencana tsunami. Bantuan
untuk penanganan evakuasi dilaksanakan oleh Komando Resor
Yogyakarta, Komando Distrik Militer Purwokerto dan
Kepolisian Resor Cilacap, dibantu oleh TAGANA (Taruna
Tanggap Bencana) dan PMI (Palang Merah Indonesia). Sistem
peta Evakuasi juga telah diberlakukan, sebagai jalur evakuasi
ketempat yang aman, dan juga telah disiapkan tanda-tanda
pada peta tersebut simbol berwarna yang menandakan zona
daerah-daerah dengan tanda sesuai dengan tinggi
gelombangnya, antara lain sebagai berikut.
Zona bahaya Tsunami I (merah), untuk perkiraan Tinggi
Gelombang Tsunami < 3 Meter, warga di zona 1 Evakuasi
ke Zona Kuning atau Abu-abu.
Zona bahaya Tsunami II (kuning), untuk perkiraan tinggi
gelombang Tsunami > 3 Meter warga di Zona I dan Zona
II Evakuasi ke tempat aman di zona abu-abu atau evakuasi
ke gedung bertingkat yang aman di zona kuning.
(Sumber: BPBD Kab Cilacap)
Gambar 11. Peta Evakuasi kelurahan Cilacap.
Rekomendasi untuk meningkatkan ketahanan pada elemen ini
adalah memperbaiki dan melengkapi fasilitas sistem
peringatan dan evakuasi, seperti fasilitas penanda daerah
bahaya dan sistem komunikasi antara instansi yang terkait
dengan informasi tsunami. Menurut BPBD, Cilacap
membutuhkan Tower untuk monitoring seperti pada
Kecamatan Cilacap Selatan pada daerah bibir pantai Teluk
Penyu dan alert system tsunami pada zona yang berbatasan
dengan laut terutama disekitar pantai.
namun alat peringatan dini yang ada di sepanjang garis pantai
Kabupaten Cilacap, terhitung sangat minim. saat ini hanya ada
enam unit perangkat peringatan dini tsunami. Dengan panjang
garis pantai Cilacap yang mencapai 103 kilometer, ternyata
hanya enam perangkat peringatan dini tsunami yang sudah
terpasang. Seharusnya, paling tidak ada 18 unit perangkat
peringatan dini yang terpasang di garis pantai sepanjang itu,
di sepanjang garis pantai tersebut, memang tidak seluruhnya
menjadi wilayah pemukiman penduduk. Namun dari luas garis
pantai sepanjang itu, ada sekitar 50 kilometer yang merupakan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
8
kawasan pemukiman dengan jumlah penduduk yang cukup
banyak. Mestinya, di seluruh lokasi-lokasi kawasan penduduk
tersebut terpasang alat peringatan dini tsunami.
Saat ini, keenam unit perangkat peringatan dini yang ada, baru
terpasang di lokasi-lokasi wilayah yang memang sudah sangat
padat penduduk. Lima unit diantaranya terpasang di kawasan
yang masuk wilayah Kota Cilacap dan satu unit di wilayah
obyek wisata Widara Payung Kecamatan Binangun.
(Sumber: republikaonline.com)
Gambar 12. Contoh ilustrasi alat peringatan dini tsunami.
Upaya lainnya untuk meningkatkan kesiapan dalam sistem
peringatan dan evakuasi adalah memaksimalkan persiapan pra-
bencana tsunami, antara lain dengan sosialisasi rutin mengenai
penyelamatan serta persiapan fasilitas untuk tanda bahaya
seperti sirine, peluit, kentongan, dan tanda peringatan lainnya.
Persiapan penempatan alat berat seperti ekskavator secara
strategis juga perlu dilakukan untuk antisipasi dalam
membantu evakuasi.
5.3. Emergency Response
Kurangnya ketahanan pada elemen emergency response
menurut responden dan hasil peninjauan lapangan antara lain
adalah akses bantuan dan logistik menuju wilayah pesisir
Cilacap yang cukup sulit, karena didaerah pusat kota Cilacap
akses jalan banyak yang rusak dikarenakan Cilacap adalah
jalur lintas antar propinsi serta Cilacap adalah pusat sektor
Industri baik di Industri Minyak dan Gas, industri Perikanan,
industri semen, industri gula, industri tepung dan PLTU, jadi
banyak kendaraan dengan skala besar yang menggunakan
akses jalan tersebut sehingga perlu adanya continued adanya
perbaikan jalan agar tidak menggangu jika sewaktu-waktu
bencana alam terjadi.
(Sumber: news.kompas.com)
Gambar 13. Akses jalan menuju Cilacap terbatas dan rawan
kerusakan akibat truck kelebihan muatan.
Peralatan dan alokasi dana untuk penanggulangan bencana
tsunami juga dirasa masih kurang memadai, salah satunya
tidak adanya ketersediaan kantong jenazah jika ada warga
yang meninggal Hal ini ditunjukkan pada tabel persediaan
peralatan evakuasi yang dimiliki Cilacap berikut.
Tabel 3. Persediaan peralatan evakuasi yang dimiliki
Kabupaten Cilacap.
NO RINCIAN JUMLAH
1 Tenda Regu 5 x 6 m 6
2 Tenda Pleton 14 x 6 m 16
3 Tenda Posko 1
4 Tenda Keluarga 20
5 Velbed 100
6 Dapur Umum 6
7 Perahu Evakuasi “Dolpin”
3
8 Mesin Tempel “Yamaha” 2
9 Mesin Tempel “Suzuki” 3
10 Mesin Tempel “Tohatsu” 3
11 Dayung 16
12 Pelampung / Lifebouy 16
13 Rompi Pelampung 25
14 Mobil Truck MCK “Izuzu”
1
15 Mobil Ambulance “Izuzu”
1
16 Mobil Tanki Pengolah Air 1
17 Perahu Karet “Navy” 5
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
9
18 Pesawat HT 24
19 Pesawat Rig 4
NO RINCIAN JUMLAH
20 Mobil Double Cabin 1
21 Mobil Truck Damkar 4
22 Mobil Box “Toyota Hilux”
1
23 Motor Trail Rescue 7
24 Bak Truk Rescue 1
25 Mobil Rescue Comando 1
26 Mobil Dapur Lapangan 1
27 Water Treatment Portable 1
29 Genset 4
30 Chainsaw / gergaji mesin 4
31 Pompa Air 2
32 Sepeda Motor Roda 3 3
(Sumber: BPBD Kab Cilacap)
Untuk pelayanan umum seperti Perusahaan Listrik Negara
(PLN) telah memiliki perencanaan dan langkah cepat dalam
mengantisipasi terjadinya bencana, yaitu dengan melakukan
pemadaman listrik secara serentak dan simultan, dan
melakukan recovery secepat mungkin jika dirasa keadaan
cukup aman.
Tim SAR yang ada terbentuk secara alami dan simultan oleh
pihak kepolisian dan militer, merupakan 1 tim reaksi cepat
yang terdiri Kodim, Polisi, PMI dan juga LSM yang terkait
dan berpartisipasi secara sukarela dalam menghadapi bencana
tsunami. Juga telah dibentuk posko-posko taktis yang
disesuaikan dengan wilayah dan tugas masing-masing, antara
posko taktis (terletak di wilayah bencana untuk gerak cepat
personel), posko induk (pos penyebaran obat-obatan dan
makanan), serta posko bencana (tempat evakuasi yang jauh
dari area tsunami).
Rekomendasi untuk meningkatkan ketahanan pada elemen ini
adalah dengan mengadakan dan melengkapi peralatan dan
perlengkapan evakuasi, serta membuat perencanaan yang
strategis untuk mengatasi sulitnya akses bantuan dan logistik.
Hal ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan bantuan dan
transportasi dari wilayah terdekat yang masih aman dari
tsunami, seperti dari kecamatan-kecamatan lain yang berada
di sebelah barat Kecamatan Cilacap Selatan dan Binangun.
(Sumber:dompetdhuafa.com)
Gambar 14. Bantuan logistik pada kecamatan Dayeuhlehur di
Kabupaten Cilacap.
Apabila jalur transportasi dan logistik melalui darat sangat
terbatas, dapat dimaksimalkan dengan transportasi jalur udara
seperti yang dilakukan pada saat bencana tsunami di Aceh,
yang dapat dibantu melalui bandara terdekat, seperti Bandar
Udara Tunggul Wulung di Cilacap dan Bandar Udara Adi
Sutjipto di Yogyakarta. Dalam perkembangan berikutnya.
pada Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Tengah
disebutkan bahwa akan dilaksanakan pengembangan dengan
memperbesar area bandara umum lokal domestic sehingga
pesawat yang memiliki skala besar bisa memasuki bandara
tersebut seperti pesawat tipe boeng dan fokker, yang mampu
memaksimalkan transportasi jalur udara dari dan ke wilayah
kabupaten Cilacap.
6. Analisis dan Rekomendasi Index nilai Ketahanan
Penilaian Coastal Resilience Index dicetuskan oleh Federal
Emergency Management Agency (FEMA) ini Tujuannya
adalah untuk setiap komunitas menjadi sangat tangguh.
Penilaian dapat mengidentifikasi masalah komunitas Anda
harus selamat sebelum bencana berikutnya dan di mana
sumber daya harus dialokasikan, pada bagian ini akan dibahas
mengenai analisis ketahanan masyarakat pesisir Cilacap
terhadap bencana tsunami untuk masing-masing elemen
ketahanan yang diteliti.
6.1. Membangun skenario
Gunakan definisi buruk dan Masa Depan Badai di bawah ini
untuk melengkapi tabel. Putuskan sebagai kelompok dengan
tolok ukur terbaik akan didasarkan pada pengalaman masa lalu
dimana tempat penilitan yaitu dengan, catatan sejarah, dan
pengetahuan sebelumnya. kemudian akan mengacu pada
patokan badai untuk menyelesaikan sisa index.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
10
6.2. Langkah-langkah Mitigasi
Tabel 4. Langkah-langkah Mitigasi
Mitigation measures in place Y
e
N
oContoh: relokasi bangunan dan infrastruktur
√
Peningkatan perumahan, bangunan non perumahan, dan infrastruktur standar Program Asuransi Banjir Nasional untuk komunitas Anda *
Relokasi bangunan dan infrastruktur dari daerah rawan banjir
√
pemeriksaan banjir dari struktur non perumahan
Program pendidikan tentang pilihan mitigasi untuk komunitas Anda
√
Akuisisi struktur bangunan kerugian berulang, infrastruktur, atau properti
Mitigation measures in place Y N
Langkah-langkah mitigasi insentif berbasis
√
mengadopsi Gedung Internasional dengan kode terbaru
√
Mempekerjakan inspektur bangunan yang bersertifikat
√
Telah menyelesaikan atau merencanakan proyek restorasi pantai untuk daerah kritis yang terkena erosi
√
Perlu perlindungan dan pemeliharaan habitat pada pesisir pantai yang sensitif, ekosistem, dan fitur alami (bukit pasir, pulau penghalang, rawa garam, mangrove)
√
Sudahkah lahan publik yang belum berkembang, seperti taman-taman, hutan-hutan atau mempertahankan di pantai tersebut pada wilayah yang memiliki bahaya tinggi (V-zone di peta FIRM)
Total number of Yes answers and
No answers:
4
Berdasarkan tabel diatas mengenai langkah-langkah mitigasi
menurut penilaian peneliti cenderung kurang kriteria
infrastruktur tidak mengadopsi infrastruktur international dan
rata-rata pekerja bangunan tidak memiliki sertifikat saat
membangun perumahan seperti contoh rumah warga sehingga
tingkat perlindungan jika terkena bencana tsunami sangat
rentan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari proses pengerjaan dan hasil penelitian Tugas Akhir di
atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Cilacap merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa
Tengah yang rawan untuk terjadi bencana tsunami. dimana
6,6% dari seluruh wilayah pesisir di jawa tengah,
kabupaten Cilacap memiliki luasan pesisir terbesar
dibandingkan daerah dan kabupaten lain di wilayah
propinsi jawa tengah. yang membentang sepanjang 70,709
km, dan juga membentuk teluk di salah satu wilayah
pantainya. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu studi
mengenai ketahanan masyarakat pesisir untuk
meminimalisir dampak bencana tsunami.
2. Dari hasil pengolahan data hasil survey, diketahui bahwa
elemen yang memiliki nilai resilience index kurang dari
standar dan perlu ditinjau lebih dalam adalah elemen risk
knowledge (pengetahuan tentang risiko) dengan nilai 2,57,
elemen warning and evacuation (sistem peringatan dan
evakuasi) dengan nilai 2,63, serta elemen emergency
response (respon keadaan darurat) dengan nilai 2,52.
3. Rekomendasi untuk meningkatkan ketahanan pada elemen-
elemen ketahanan tersebut adalah:
Sosialisasi dan simulasi mengenai bencana tsunami yang
menjangkau seluruh lapisan masyarakat secara kontinu,
baik dari pemerintah maupun instansi pendidikan
tinggi, dengan pengemasan acara yang lebih menarik.
Memperbaiki, melengkapi, dan melakukan sosialisasi
mengenai fasilitas sistem peringatan dan evakuasi,
seperti fasilitas penanda daerah bahaya dan sistem
komunikasi antara instansi yang terkait dengan
informasi tsunami, serta penempatan peralatan dan
perlengkapan secara strategis untuk antisipasi dalam
membantu evakuasi.
Mengadakan dan melengkapi peralatan dan perlengkapan
evakuasi, serta membuat perencanaan yang strategis
untuk memperbaiki akses dan logistik.
4. Perbandingan antara metode penilaian Coastal Community
Resilence (CCR) dan Coastal Resilence Index (CRI),
terletak pada :
Metode CCR
Lebih banyak ulasan tentang pemahaman mitigasi
sesuai kriteria dengan 8 elemen agar ketahanan
masyarakat terhadap bencana Tsunami lebih kuat
(terperinci).
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
11
Penilaian diberikan kepada stakeholder baik dari
kalangan pemerintah dan masyarakat.
Penilaian pada CCR bersifat realita tidak berdasarkan
asumsi (dilihat pada kejadian sesungguhnya)
Pertanyaan yang diajukan sedikit lebih sulit apalagi
diberikan kepada stakeholder yang memiliki tingkat
pendidikan lebih rendah sehingga peneliti harus
menerjemahkan pertanyaan tersebut agar lebih mudah
dimengerti.
Metode CRI
Lebih ringkas dalam pengulasan tentang pemahaman
mitigasi yang ada pada metode CRI
Penilaian diberikan kepada peniliti
Penilaian pada CRI bersifat asumsi pada saat skenario
kejadian bencana
Pertanyaan yang diajukan lebih mudah dan sistem
perhitungan tidak sulit untuk mendapatkan hasil
akhirnya.
7.2. Saran Untuk memperbaiki kekurangan dari penelitian Tugas Akhir
yang telah dilakukan dan memaksimalkan penelitian
selanjutnya, dapat diberikan saran-saran sebagai berikut.
1. Memperluas daerah cakupan penelitian, sehingga hasil yang
didapatkan lebih representatif dalam mewakili ketahanan
suatu daerah.
2. Memperdalam analisis untuk tiap elemen ketahanan yang
ada.
3. Meninjau kembali model kuisioner serta menggunakan
metode statistik yang berbeda, sehingga dapat memberikan
hasil yang variatif dan dapat dibandingkan validitas dan
reliabilitasnya.
4. Menggunakan strata lain pada stratified sampling untuk
mendapatkan hasil survey yang lebih representatif terhadap
daerah penelitian, contohnya strata pendidikan.
Pemerintah kabupaten tersebut seharusnya bisa mempermudah birokrasi dan diperijinkan merekam saat mewawancarai pada penelitian yang akan berguna nantinya untuk kelangsungan hidup masyarakat di kawasan rawan bencana.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Haryo
Dwito Armono, dan Bapak Kriyo Sambodho selaku dosen
Pembimbing yang telah banyak membimbing dan membantu
dalam pengerjaan riset ini. Serta kepada Januar selaku Kepala
Desa Kecamatan Cilacap Selatan, PMI Kabupaten Cilacap dan
BPBD Kabupaten Cilacap yang telah memberikan ijin untuk
melakukan survey di Kabupaten Cilacap tentang mitigasi
Bencana Tsunami.
DAFTAR PUSTAKA
Bantuan alat berat dikabupaten Cilacap. http://www.antarafoto.com. 25 juni 2013.
Bencana tsunami. http//www.isikaasikdotcom.wordpress.com.
16 september 2012. Bhattacharya, G.K. dan Johnson, R.A., Statistical Concept
and Methods, John Wiley & Sons Inc.,1977.
BPBD.Profil BPBD Kabupaten Cilacap. Badan Penanggulangan Bencana Daerah, 2012.
BPS,Kecamatan Cilacap Selatan Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 2011.
BPS,Kecamatan Binangun Dalam Angka, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 2011.
Cochran, W.G., Sampling Techniques, John Wiley & Sons, 1977.
Cronbach, Coefficient Alpha and the Internal Structure of Tests, Psychometrika Vol. 16 No. 3,1951.
Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S.P., Sitepu, M.J.,Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Cetakan Keempat, Pradnya Paramita, Jakarta, 2008.
Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S.P., Sitepu, M.J.,Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Cetakan Keempat, Pradnya Paramita, Jakarta, 2008.
Dajan, Anto, Pengantar Metode Statistik, Jilid 1, Penerbit LP3ES, Jakarta, 1992.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
12
Evakuasi korban sar dan militer. http://www.news.viva.com. 25 juni 2013.
Fakta tentang tsunami. http//www.botolajaib.wordpress.com. 1
maret 2013.
Folke, Carl, Resilience: The Emergence of a Perspective for Social–Ecological Systems Analyses, Global Environmental Change, 16, 253-267, 2006.
Informasi seputar Cilacap. http//www.diantarasatudunia.blogspot.com. juni 2012.
Kabupaten Cilacap online. http://www.cilacapkab.go.id. juli
2012. Kebudayaan kabupaten Cilacap.
http://www.radarbanyumas.com. 25 juni 2013.
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Jakarta, 2007.
Latama, G., Wantasen, A.,Utiah, A., Desniarti, Dinarwan, Indra, Rimper, J., Sinjal, H., Umar, N.A., Darwisito, S., Arifin, T., Paonganan, Y., Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat di Indonesia, Makalah Falsafah Sains (PPs 702), Program Pasca Sarjana, IPB, 2002.
Pelatihan keterampilan membatik di kabupaten Cilacap.
http://www.yesfmcilacap.com. 25 juni 2013. Penanaman kembali mangrove dikabupaten cilacap.
http://www.kompas.com. 25 juni 2013. Pertamina Memprogramkan menanam lebih dari 200 ribu
mangrove. http://www.antaranews.com. 25 juni 2013.
Prijana, Metode Sampling Terapan - untuk Penelitian Sosial, Humaniora, Bandung, 2005.
Sekaran, U., Research Method for Business: Skill Building Approach, Edisi Keempat, John Wiley & Sons Inc.,New York, 2003.
Setyawan, D.A., Susilowati, A., Wiryanto, Habitat Reliks Vegetasi Mangrove di Pantai Selatan Jawa, Jurnal Biodiversitas Vol. 3 No. 2, Jurusan Biologi FMIPA UNS, Surakarta, 2002.
Sonak, S., Pangam, P., Giriyan, A., Green Reconstruction of The Tsunami-Affected Areas in India Using The Integrated Coastal Zone Management Concept,
Journal of Environmental Management, 89, 14-23, 2008.
Tuwo, Ambo, Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut – Pendekatan Ekologi, Sosial-Ekonomi, Kelembagaan, dan Sarana Wilayah, Brilian Internasional, Surabaya, 2011.