struma

23
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan sumber daya manusia. Tujuan dalam pengembangan kesehatan yang tercantum dalam fungsi kesehatan nasional (SKN) adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan nasional (Sumarmo,1998). Struma koloid , difus, nontoksik dan nodular koloid merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16 % perempuan dan 4 % laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang telah dibuktikan oleh suatu penyelidikan di Tecumseh, suatu komunitas di Michigan. Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik, tetapi kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi. Struma mungkin membesar secara difus dan atau bernodula. Struma endemic merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Sebab utamanya adalah efisiensi yodium, disamping factor-faktor lain misalnya bertambahnya kebutuhan yodiujm pada masa pertumbuhan, kehamilan dan laktasi atau pengaruh-pengaruh zat-zat goitrogenik. 1.2 Rumusan masalah 1.2.1 Apa pengertian hipertrofi kelenjar tiroid ? 1.2.2 Apa penyebab / etiologi hipertrofi kelenjar tiroid ? 1.2.3 Bagaimana patofisiologi, manifestasi, komplikasi dan penanganan pada pasien dengan hipertrofi kelenjar tiroid ? 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan umum Makalah ini dibuat sebagai pedoman atau acuan dalam membandingkan antara teori dan praktek dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan hipertrofi kelenjar tiroid, serta untuk mengetahui informasi-informasi mengenai hipertrofi kelenjar tiroid lebih dalam.

Upload: ade123456789

Post on 13-Jul-2015

627 views

Category:

Health & Medicine


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: struma

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan

sumber daya manusia. Tujuan dalam pengembangan kesehatan yang

tercantum dalam fungsi kesehatan nasional (SKN) adalah tercapainya

kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan

derajat kesehatan nasional (Sumarmo,1998).

Struma koloid , difus, nontoksik dan nodular koloid merupakan

gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16 % perempuan dan 4

% laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang telah

dibuktikan oleh suatu penyelidikan di Tecumseh, suatu komunitas di

Michigan. Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik,

tetapi kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi. Struma mungkin

membesar secara difus dan atau bernodula.

Struma endemic merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Sebab

utamanya adalah efisiensi yodium, disamping factor-faktor lain misalnya

bertambahnya kebutuhan yodiujm pada masa pertumbuhan, kehamilan dan

laktasi atau pengaruh-pengaruh zat-zat goitrogenik.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1 Apa pengertian hipertrofi kelenjar tiroid ?

1.2.2 Apa penyebab / etiologi hipertrofi kelenjar tiroid ?

1.2.3 Bagaimana patofisiologi, manifestasi, komplikasi dan penanganan

pada pasien dengan hipertrofi kelenjar tiroid ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Makalah ini dibuat sebagai pedoman atau acuan dalam membandingkan

antara teori dan praktek dalam memberikan asuhan keperawatan

terhadap pasien dengan hipertrofi kelenjar tiroid, serta untuk

mengetahui informasi-informasi mengenai hipertrofi kelenjar tiroid

lebih dalam.

Page 2: struma

2

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui pengertian hipertrofi kelenjar tiroid ?

2. Mengetahui penyebab / etiologi hipertrofi kelenjar tiroid ?

3. Mengetahui patofisiologi, manifestasi, komplikasi dan penanganan

pada pasien hipertrofi kelenjar tiroid ?

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Penulis

Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai

mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan

penyebabserta upaya pencegahan hipertrofi kelenjar tiroid agar

terciptanya kesehatan masyarakat yang lebih baik.

1.4.2 Bagi Pembaca

Diharapkan bagi pembaca dapat mengetahui tentang hipertrofi

kelenjar tiroid sehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari

penyakit tersebut.

Page 3: struma

3

BAB 2

ISI

2.1 Anatomi dan fisiologi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid ialah organ endokrin yang terletak di leher manusia.

Fungsinya ialah mengeluarkan hormon tiroid. Hormon yang terpenting ialah

Thyroxine (T4) dan Triiodothyronine (T3).

Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus, satu di sebelah kanan dan satu lagi

disebelah kiri. Keduanya dihubungkan oleh suatu struktur ( yang dinamakan

isthmus atau ismus). Setiap lobus berbentuk seperti buah pir. Kelenjar tiroid

mempunyai satu lapisan kapsul yang tipis dan pretracheal fascia. Pada

keadaan tertentu kelenjar tiroid aksesoria dapat ditemui di sepanjang jalur

perkembangan embriologi tiroid.

Sel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat

menyerap iodin atau yodium yang diambil melalui pencernaan makanan.

Iodin ini akan bergabung dengan asam amino tirosin yang kemudian akan

diubah menjadi T3 (triiodotironin) dan T4 (tiroksin). Dalam keadaan normal

pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%. Sedangkan yang 5% adalah

hormon-hormon lain seperti T2.

T3 dan T4 membantu sel mengubah oksigen dan kalori menjadi tenaga

(ATP = adenosin tri fosfat). T3 bersifat lebih aktif daripada T4. T4 yang tidak

aktif itu diubah menjadi T3 oleh enzim 5-deiodinase yang ada di dalam hati

dan ginjal. Proses ini juga berlaku di organ-organ lain seperti hipotalamus

yang berada di otak tengah.

Hormon-hormon lain yang berkaitan dengan fungsi tiroid ialah TRH

(thyroid releasing hormon) dan TSH (thyroid stimulating hormon). Hormon-

hormon ini membentuk satu sistem aksis otak (hipotalamus dan pituitari)-

kelenjar tiroid. TRH dikeluarkan oleh hipotalamus yang kemudian

merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan TSH. TSH yang dihasilkan akan

Page 4: struma

4

merangasang tiroid untuk mengeluarkan T3 dan T4. Oleh kerena itu hal yang

mengganggu jalur di atas akan menyebabkan produksi T3 dan T4.

Adapun struktur tiroid terdiri atas sejumlah besar vesikel-vesikel yang

dibatasi oleh epitelium silinder disatukan oleh jaringan ikat sel-selnya

mengeluarkan sera. Adapun fungsi kelenjar tiroid adalah:

1. Bekerja sebagai perangsang proses oksidasi

2. Mengatur pengguanaan oksidasi

3. Mengatur pengeluaran karbondioksida

4. Metabolik dalam hal pengaturan susunan kimia dalam jaringan

5. Pada anak mempengaruhi perkembangan fisik dan mental.

2.2 Definisi Hipertrofi kelenjar Tiroid

Hipertrofi Kelenjar Tiroid mengalami pembesaran akibat pertambahan

ukuran sel/jaringan tanpa di sertai peningkatan atau penurunan sekresi

hormon-hormon kelenjar tiroid. Disebut juga sebagai goiter nontoksik atau

simple goiter atau struma Endemik. Pada kondisi ini dimana pembesaran

kelenjar tidak disertai penurunan atau peningkatan sekresi hormon-

hormonnya maka dampak yang di timbulkannya hanya bersifat lokal yaitu

Page 5: struma

5

sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ di sekitarnya seperti

pengaruhnya pada trakhea dan esophagus.

Penyakit Gondok adalah istilah umum untuk pembesaran kelenjar

tiroid pada tenggorokan. Kelenjar tiroid yang membesar bisa berupa benjolan

biasa yang bersifat setempat hingga terjadi pembengkakan pada kedua sisi

kelenjar tiroid. Berat kelenjar tiroid adalah sekitar 30 gram, berbentuk dasi

kupu-kupu. Kelenjar ini berperan penting dalam menjaga kesehatan tubuh,

mengatur kecepatan metabolisme tubuh dan anak kelenjarnya (paratiroid)

berfungsi dalam mengontrol kadar kalsium dalam darah.

Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh

penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid

dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar -

debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, diare, berat badan menurun,

mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease).

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh

karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat

berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.

2.3 Etiologi

Etiologi goiter non toksik antara lain adalah defisiensi yodium atau

gangguan kimia intratiroid oleh berbagai faktor. Akibat gangguan ini

kapasitas kelenjar tiroid untuk mensekresi tiroksin terganggu , mengakibatkan

peningkatan kadar TSH dan hyperplasia dan hipertrofi folikel-folikel tiroid.

Pembesaran kelenjar tiroid pada pasien goiter non toksik sering bersifat

eksaserbasi dan remisi disertai hiperrevolusi dan ivolusi pada bagian-bagian

kelenjar tiroid . Hiperplasia mungkin bergantian dengan fibrosis, dan dapat

timbul nodula-nodula yang mengandung folikel-folikel tiroid.

2.4 Klasifikasi Goiter

1. Goiter Kongenital

Hampir selalu ada pada bayi hipertiroid kongenital, biasanya tidak besar

dan sering terjadi pada ibu yang memiliki riwayat penyakit graves.

Page 6: struma

6

2. Goiter endemik atau goiter non toksik dan kretinisme

Biasa terjadi pada daerah geografis dimana detistensi yodium berat,

dekompensasi dan hipotiroidisme dapat timbul karenanya, goiter endemik

ini jarang terjadi pada populasi yang tinggal disepanjang laut.

3. Goiter sporadis

Goiter yang terjadi oleh berbagai sebab diantaranya tiroiditis fositik yang

terjadi lazim pada saudara kandung, dimulai pada awal kehidupan dan

kemungkinan bersama dengan hipertiroidisme yang merupakan petunjuk

penting untuk diagnosa. Digolongkan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :

a. Goiter yodium

Goiter akibat pemberian yodium biasanya keras dan membesar secara

difus, dan pada beberapa keadaan, hipotirodisme dapat berkembang.

b. Goiter sederhana (Goiter kollot)

Yang tidak diketahui asalnya. Pada pasien bistokgis tiroid tampak

normal atau menunjukan berbagai ukuran folikel, koloid dan epitel

pipih.

c. Goiter multinodular

Goiter keras dengan permukaan berlobulasi dan tunggal atau banyak

nodulus yang dapat diraba, mungkin terjadi perdarahan, perubahan

kistik dan fibrosis.

4. Goiter intratrakea

Tiroid intralumen terletak dibawah mukosa trakhea dan sering berlanjut

dengan tiroid ekstratrakea yang terletak secara normal.

Klasifikasi Goiter menurut WHO :

1. Stadium O – A : tidak ada goiter

2. Stadium O – B: goiter terdeteksi dari palpasi tetapi tidak terlihat walaupun

leher terekstensi penuh.

3. Stadium I : goiter palpasi dan terlihat hanya jika leher terekstensi penuh.

4. Stadium II: goiter terlihat pada leher dalam Potersi.

5. Stadium III : goiter yang besar terlihat dari Darun.

Page 7: struma

7

2.5 Pathofisiologi

Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari

darah untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat

hormon tiroid cukup jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu,

dengan defisiensi yodium individu akan menjadi hipotiroid. Akibatnya,

tingkat hormon tiroid terlalu rendah dan mengirim sinyal ke tiroid. Sinyal ini

disebut thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti namanya, hormon ini

merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroksin dan tumbuh dalam

ukuran yang besar Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa

yang disebut sebuah gondok

Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam

tubuh, hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan

sekresi hormone tiroid), gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta factor

pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone

tiroid. Bila kadar – kadar hormone tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme

umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan

terjadi pembesaran (hipertrofi).

Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid

yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di

bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter

dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita

suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak

terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit.

Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau.

Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar

dapat simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Tentu

dampaknya lebih ke arah estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher

dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep diri klien.

Page 8: struma

8

2.6 WOC

Defisiensi Yodium , Hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik

Sekresi hormon tiroksin ↓

Mekanisme umpan balik negatif

Aktifitas kelenjar Tiroid ↑

Hipertrofi kelenjar tiroid (goiter non

toksik)

Goiter tumbuh ke dalam Goiter tumbuh ke luar

Menekan pita

suara

menekan

trakea

Menekan

esofagus

Pembesaran pada

leher

Gangguan citra

tubuh

Ansietas b.d proses penyakit

Suara serak/

parau

Kesulitan

bernafas

Sesak nafas

Pola nafas

inefektif

Gangguan

komunikasi

verbal

Disfagia

Nutrisi tdk

adekuat

Pemenuhan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tubuh

Hypothalamus

TRH

Hipofise anterior

TSH

Kelenjar tiroid

Page 9: struma

9

2.7 Manifestasi Klinis

Gejala utama :

1. Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah

benjolan besar, di bagian depan leher tepat di bawah Adam’s apple.

2. Perasaan sesak di daerah tenggorokan.

3. Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang

tenggorokan).

4. Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).

5. Suara serak.

6. Distensi vena leher.

7. Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala

8. Kelainan fisik (asimetris leher)

Dapat juga terdapat gejala lain, diantaranya :

1. Tingkat peningkatan denyut nadi

2. Detak jantung cepat

3. Diare, mual, muntah

4. Berkeringat tanpa latihan

5. Goncangan

2.8 Pemeriksaan diagnostic

Diagnosis dapat ditegakkan atas dasar adanya struma yang bernodul dan tidak

toksik, melalui :

1. Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih,

konsistensinya kenyal.

2. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan serum T4 (troksin) dan T3

(triyodotironin) dalam batas normal.

3. Pada pemeriksaan USG (ultrasonografi) dapat dibedakan padat atau

tidaknya nodul.

4. Kepastian histologi dapat ditegakkan melalui biopsi yang hanya dapat

dilakukan oleh seorang tenaga ahli yang berpengalaman.

Page 10: struma

10

2.9 Komplikasi

1. Obstruksi jalan nafas

2. Infeksi luka

3. Hipokalsemia :

4. Ketidakseimbangan hormone tiroid

2.10 Penatalaksanaan

Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di

daerah endemik sedang dan berat antara lain yaitu :

a. Edukasi

Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan

dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.

b. Penyuntikan lipidol

Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah

endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang

dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun

diberi 0,2 cc – 0,8 cc.

c. Tindakan operasi

Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan

operasi bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya :

penekanan pada organ sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan

yang pasti akan dicurigai.

2.11 Prognosis

Goiter non toksik merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai

dan menyerang sampai 16 % wanita dan 4 % pria yang berusia antara 20-60

tahun (patofisiologi, EGC hal. 1077).

2.12 Pencegahan primer, sekunder dan tertier.

1. Pencegahan Primer

Page 11: struma

11

Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk

menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang

dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma adalah :

a. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola

perilaku makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium.

b. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti

ikan laut.

c. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium

setelah dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum

memasak untuk menghindari hilangnya yodium dari makanan.

d. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara

ini memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam

karena dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan

dengan yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang

diberikan dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam

sediaan air minum.

e. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di

daerah endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya

adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun,

termasuk wanita hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis

berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai

umur dan kelamin.

f. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%)

diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak

di atas 6 tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu

penyakit, mengupayakan orang yang telah sakit agar sembuh,

menghambat progresifitas penyakit yang dilakukan melalui beberapa cara

yaitu :

Page 12: struma

12

a. Inspeksi

Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita

yang berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau

leher sedikit terbuka. Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu

diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul,

bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien diminta

untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.

b. Palpasi

Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk

duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang

pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua tangan

pada tengkuk penderita.

c. Tes Fungsi Hormon

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara

tes-tes fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya

kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan

radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin

dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma

dapat diukur dengan assay radioimunometrik.

Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi

tiroid. Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar

akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan autoimun

(hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien

yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif

(RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam

menangkap dan mengubah yodida.

d. Foto Rontgen leher

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan

atau menyumbat trakea (jalan nafas).

Page 13: struma

13

e. Ultrasonografi (USG)

Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan

tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan

kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi

waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis

dengan USG antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan

karsinoma.

f. Sidikan (Scan) tiroid

Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama

technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh

darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera

canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan

radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama

adalh fungsi bagian-bagian tiroid.

g. Biopsi Aspirasi Jarum Halus

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu

keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak

menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian

pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi

biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan

pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah

intrepertasi oleh ahli sitologi.

3. Pencegahan Tertier

Pencegahan tersier bertujuan untuk mengembalikan fungsi mental,

fisik dan sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan. Upaya

yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Setelah pengobatan diperlukan kontrol teratur/berkala untuk

memastikan dan mendeteksi adanya kekambuhan atau penyebaran.

b. Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan

c. Melakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya

diri, fisik segar dan bugar serta keluarga dan masyarakat dapat

Page 14: struma

14

menerima kehadirannya melalui melakukan fisioterapi yaitu dengan

rehabilitasi fisik, psikoterapi yaitu dengan rehabilitasi kejiwaan,

sosial terapi yaitu dengan rehabilitasi sosial dan rehabilitasi aesthesis

yaitu yang berhubungan dengan kecantikan.

Discharge Planning :

a. Anjurkan klien dan keluarga untuk mengkonsumsi garam

beryodium

b. Kontrol ulang ke dokter apabila terjadi kekambuhan penyakit.

c. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi sayuran, mengkonsumsi

air kemasan, dan banyak mengkonsumsi makanan dari laut

d. Melakukan pemeriksaan gondok secara rutin

e. Menjaga kebersihan air minum agar tidak terkontaminasi oleh

zat-zat yang dapat menyebabkan gangguan pada kelenjar

tyroid

Page 15: struma

15

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTROFI KELENJAR

TIROID

1. Pengkajian

1) Kaji Riwayat Penyakit.

a. Sudah sejak kapan keluhan dirasakan klien.

b. Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama.

2) Tempat tinggal sekarang dan masa balita

3) Usia dan Jenis kelamin.

4) Kebiasaan makan.

5) Penggunaan obat – obatan :

a. Kaji jenis obat-obat yang sedang digunakan dalam 3 bulan terakhir.

b. Sudah berapa lama digunakan.

c. Tujuan pemberian obat.

6) Keluhan klien :

a. Sesak napas, apakah bertambah sesak bila beraktivitas.

b. Sulit menelan.

c. Leher bertambah besar.

d. Suara serak/parau.

e. Merasa malu dengan bentuk leher yang besar dan tidak simetris.

7) Pemeriksaan fisik :

a. Palpasi kelenjar tiroid, nodul tunggal atau ganda, konsistensi dan

simetris tidaknya, apakah terasa nyeri pada saat di palpasi.

b. Inspeksi bentuk leher, simetris tidaknya.

c. Auskultasi bruit pada arteri tyroidea.

d. Nilai kualitas suara.

e. Palpasi apakah terjadi deviasi trachea.

f. Pemeriksaan diagnostic.

g. Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum.

h. Pemeriksaan RAI.

i. Test TSH serum.

Page 16: struma

16

8) Lakukan pengkajian lengkap dampak perubahan patologis diatas

terhadap kemungkinan adanya gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi,

cairan dan elektrolit serta gangguan rasa aman dan perubahan konsep diri

seperti :

a. Status pernapasan.

b. Warna kulit.

c. Suhu kulit (daerah akral).

d. Keadaan / kesadaran umum.

e. Berat badan dan tinggi badan.

f. Kadar hemoglobin.

g. Kelembaban kulit dan teksturnya.

h. Porsi makan yang dihabiskan.

i. Turgor.

j. Jumlah dan jenis cairan per oral yang dikonsumsi.

k. Kondisi mukosa mulut.

l. Kualitas suara.

m. Bagaimana ekspresi wajah, cara berkomunikasi dan gaya interaksi

klien dengan orang di sekitarnya.

n. Bagaimana klien memandang dirinya sebagai seorang pribadi.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama yang dijumpai pada klien dengan goiter

nontoksik antara lain :

1. Pola napas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penekanan

kelenjar tiroid terhadap trachea.

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan

dengan asupan yang kurang akibat disfagia.

3. Perubahan citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk leher.

4. Ansietas yang berhubungan dengan kurang informasi tentang penyakit

dan pengobatannya, atau persepsi yang salah tentang penyakit yang

diderita.

Page 17: struma

17

3. Intervensi Keperawatan

Dx. 1 : Pola napas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penekanan

kelenjar tiroid terhadap trachea.

Tujuan : Selama dalam perawatan, pola napas klien efektif kembali (sambil

menunggu tindakan pembedahan bila diperlukan) dengan kriteria sebagai

berikut :

a. Frekuensi pernapasan 16-20 x/menit dan pola teratur

b. Akral hangat

c. Kulit tidak pucat atau cianosis

d. Keadaan klien tenang/tidak gelisah

Intervensi Keperawatan :

1) Batasi aktivitas, hindarkan aktivitas yang melelahkan

2) Posisi tidur setengah duduk dengan kepala ekstensi bila diperlukan

3) Kolaborasi pemberian obat-obatan

4) Bila dengan konservatif gejala tidak hilang, kolaborasi tindakan operatif

5) Bantu aktivitas klien di tempat tidur

6) Observasi keadaan klien secara teratur

7) Hindarkan klien dari kondisi-kondisi yang menuntut penggunaan oksigen

lebih banyak seperti ketegangan, lingkungan yang panas atau yang terlalu

dingin

Dx. 2 : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan

asupan nutrien kurang akibat disfagia.

Tujuan : Nutrisi klien dapat terpenuhi kembali dalam waktu 1-2 minggu

dengan kriteria sebagai berikut :

a. Berat badan bertambah

b. Hemoglobin : 12-14 gr% (wanita) dan 14-16 gr% (pria)

c. Tekstur kulit baik

Intervensi Keperawatan :

1) Berikan makanan lunak atau cair sesuai kondisi klien

Page 18: struma

18

2) Porsi makanan kecil tetapi sering

3) Beri makanan tambahan diantara jam makan

4) Timbang berat badan dua hari sekali

5) Kolaborasi pemberian ruborantia bila diperlukan

6) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan menjelang jam makan

Dx. 3 : Perubahan citra diri yang berhubungan dengan perubahan bentuk

leher.

Tujuan : Setelah menjalani perawatan, klien memiliki gambaran diri yang

positif kembali dengan kritria :

a. Klien menyenangi kembali tubuhnya

b. Klien dapat melakukan upaya-upaya untuk mengurangi dampak negatif

pembesaran pada leher

c. Klien dapat melakukan aktivitas fisik dan sosial sehari-hari

Intervensi Keperawatan :

1) Dorong klien mengungkapkan perasaan dan pikirannya tentang bentuk

leher yang berubah

2) Diskusikan upaya-upaya yang dapat dilakukan klien untuk mengurangi

perasaan malu seperti menggunakan baju yang berkerah tertutup

3) Beri pujian bila klien dapat melakukan upaya-upaya positif untuk

meningkatkan penampilan diri

4) Jelaskan penyebab terjadinya perubahan bentuk leher dan jalan keluar

yang dapat dilakukan seperti tindakan operasi

5) Jelaskan pula setiap risiko yang perlu di antisipasi dari setiap tindakan

yang dapat dilakukan

6) Ikut sertakan klien dalam kegiatan keperawatan sesuai kondisi klien

7) Fasilitasi klien untuk bertemu teman-teman sebayanya

Dx. 4 : Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan klien tentang

penyakit dan pengobatannya atau persepsi yang salah tentang penyakit yang

diderita.

Page 19: struma

19

Tujuan : Setelah diberikan pendidikan kesehatan sebanyak 2 kali, ansietas

klien akan hilang dengan kriteria sebagai berikut :

a. Ekspresi wajah tampak rileks

b. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik

c. Klien mengetahui penyakit dan upaya pengobatan

Intervensi Keperawatan :

1) Kaji pengetahuan klien tentang penyakit dan pengobatannya

2) Identifikasi harapan-harapan klien terhadap pelayanan yang diberikan

3) Buat rancangan pembelajaran yang mencakup :

a. Jenis penyakit dan penyebabnya

b. Upaya penanggulangan seperti pemberian obat-obatan, tindakan

operasi bila ada indikasi

c. Prognosa dan prevalensi penyakit

d. Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan keadaan yang lebih buruk

dan kondisi yang mempercepat penyembuhan

4) Laksanakan pembelajaran bersama dengan anggota keluarga, perhatikan

kondisi klien dan lingkungannya.

4. Implementasi Keperawatan

Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi

keperawatan di implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria

hasil.

Komponen tahap Implementasi:

a. Tindakan keperawatan mandiri

b. Tindakan keperawatan kolaboratif

c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan

keperawatan.

( Carol vestal Allen, 1998 : 105 )

Page 20: struma

20

5. Evaluasi

Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang

kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara

berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan

lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28) Evaluasi disesuaikan dengan

diagnosa dan intervensi yang telah ditentukan.

Page 21: struma

21

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (Iodine Deficiency Disorder)

adalah gangguan tubuh yang disebabkan oleh kekurangan iodium sehingga

tubuh tidak dapat menghasilkan hormon tiroid. Definisi lain, GAKY

merupakan suatu masalah gizi yang disebabkan karena kekurangan Yodium,

akibat kekurangan Yodium ini dapat menimbulkan penyakit salah satu yang

sering kita kenal dan ditemui dimasyarakat adalah Gondok.

Penggunaan yodium yang cukup, makan makanan yang banyak

mengandung yodium, seperti ikan laut, ganggang-ganggangan dan sayuran

hijau. Untuk penggunaan garam beryodium dalam masakan perlu

diperhatikan. Garam yodium bisa ditambahkan setelah masakan matang,

bukan saat sedang memasak sehingga yodium tidak rusak karena panas.

Hindari mengkonsumsi secara berlebihan makanan-makanan yang

mengandung goitrogenik glikosida agent yang dapat menekan sekresi

hormone tiroid seperti ubi kayu, jagung, lobak, kangkung, dan kubis.

4.2 Saran

Sehat merupakan sebuah keadaan yang sangat berharga, sebab dengan

kondisi fisik yang sehat seseorang mampu menjalankan aktifitas sehari-

harinya tanpa mengalami hambatan. Maka menjaga kesehatan seluruh organ

yang berada didalam tubuh menjadi sangat penting mengingat betapa

berpengaruhnya sistem organ tersebut terhadap kelangsungan hidup serta

aktifitas seseorang.

Page 22: struma

22

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, yuditha. 2011. Asuhan Keperawatan Goiter.

http://yudithaadiningsih.blogspot.com/2011/07/askep-goiter.html

http://malakastellorios.blogspot.com/2011/11/askep-hipertrofi-kelenjar-tiroid.html

diakses tanggal 5 maret 2012 . jam 10.23

Price, Sylvia A, Lorraine M. Wilson. 1994. Pathofisiologi konsep klinis proses-

proses penyakit. Edisi 4. Penerbit EGC

Susanne, Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddart. EGC. Jakarta.

Yuliana, yulan. 2011. Asuhan klien dengan gangguan kelenjar.

http://yulanyuliana2c09120.blogspot.com/2011/07/askep-klien-dengan-gangguan-

kelenjar.html

Page 23: struma

23

LEMBAR KONSULTASI

No. Tanggal Nama Mahasiswa Materi Dosen / TTD