strukturalisme
DESCRIPTION
BahasaTRANSCRIPT
![Page 1: Strukturalisme](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082712/563dbb9e550346aa9aaec551/html5/thumbnails/1.jpg)
Membicara bentuk-bentuk tes kebahasaan tidak akan lepas dari tujuan
utama tes kebahasaaan. Sebagaimana diketahui tes kebahasaaan bertujuan
untuk mengukur ranah keterampilan berbahasa, meliputi keterampilan
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
1) Tes Menyimak
Dalam kegiatan sehari-hari, menyimak adalah salah satu kegiatan yang
sangat penting selain keterampilan yang lainnya. Kegiatan menyimak juga dapat
menambah ilmu atau wawasan yang belum dimiliki di antaranya melalui radio, tv,
atau langsung dari nara sumbernya. Jadi menyimak memegang peranan penting
setelah itu barulah keterampilan berbicara, membaca, dan menulis. Dalam
proses belajar mengajar, menyimak sering diabaikan karena tanpa diajarkan pun
keterampilan ini dilakukan. Sebenarnya apabila kita memahami konsep
menyimak, apapun yang dilakukan tampaknya selalu ada proses menyimaknya.
Kenyataan ini terjadi di segala sektor kehidupan. Melalui proses menyimaklah
seseorang mengenal konsep segala informasi baik berupa ilmu pengetahuan
maupun hal-hal lain yang belum kita kenal.
Dalam kegiatan belajar-mengajar, kita ketahui bahwa kompetensi yang
dimiliki guru Sekolah Menengah Pertama sudah ada karena guru SMP adalah
mata pelajaran, artinya setiap guru hanya bertanggung jawab pada satu mata
pelajaran atau bidang studi saja. Berangkat dari dasar pemikiran ini seharusnya
guru pada jenjang ini dapat menghasilkan anak didik yang lebih baik sesuai
dengan harapan masyarakat. Tetapi apa yang kita lihat di lapangan sekarang?
![Page 2: Strukturalisme](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082712/563dbb9e550346aa9aaec551/html5/thumbnails/2.jpg)
Kemampuan anak didik kita jauh dari harapan yang diharapkan, khususnya
dalam kemampuan menyimak. Apakah penyebabnya?
Apakah karena kompetensi guru yang terbatas mengakibatkan pada
proses belajar-mengajar kurang baik sebab guru tidak dapat menentukan mana
yang betul dan yang salah, atau siswa kurang meminati pelajaran Bahasa
Indonesia karena tanpa belajar pun siswa sudah mengetahuinya. Sebaiknya
guru dalam melakukan proses belajar-mengajar harus mempunyai kompetensi
dan menguasai metode, pendekatan, atau teknik sebab apabila guru tidak
memiliki kemampuan tersebut di atas maka proses pembelajaran yang
dilaksanakan akan gagal. Artinya konsep yang akan disampaikan atau yang
harus dikuasai siswa tidak jelas. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis
mencoba memaparkan teori menyimak yang harus dikuasai oleh seorang guru
Bahasa Indonesia agar saat melakukan proses pengajaran dapat berhasil
dengan baik.
Menyimak merupakan keterampilan berbahasa yang pertama kali dikuasai
anak sebelum menguasaai keterampilan berbicara, membaca, dan menulis.
Keterampilan menyimak pada hakikatnya lebih bersifat kognitif dengan aspek
yang lebih tinggi. Kemampuan ini mencakup menerima, menganalisis,
memahami, dan menyimpulkan informasi lisan yang disampaikan dalam bahasa
target.
Teknik evaluasi yang dapat dilakukan dipaparkan berikut.
1) Menyebutkan/menuliskan kembali suatu informasi sederhana (fonem, nama
sesuatu, jumlah, keadaan sesuatu, peristiwa, dan lain-lain)
2) Menyebutkan/menuliskan kembali deskripsi atau uraian suatu peristiwa,
benda, keadaan, sebab akibat, dan lain-lain.
3) Menyebutkan/menuliskan kembali suatu hal (kelahiran, pengalaman kawan-
kawan, dan lain-lain).
![Page 3: Strukturalisme](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082712/563dbb9e550346aa9aaec551/html5/thumbnails/3.jpg)
4) Menyebutkan/menuliskan kembali suatu cerita.
5) Menyimpulkan suatu percakapan.
6) Menjawab suatu pertanyaan dari suatu soal (objektif, esai berstuktural, atau esai
bebas).
7) Menyimpulkan tema dan unsur-unsur lainnya dari sebuah cerita.
8) Memperbaiki ucapan-ucapan yang salah yang tidak sesuai dengan bahasa
target.
Tes menyimak adalah tes yang tidak hanya untuk mengetahui apakah
seseorang mendengarkan atau tidak, tetapi juga untuk mengukur kemampuan
seseorang memahami bahasa lisan yang didengarnya. Sampel yang disimakkan
dalam tes ini dapat berupa satu kalimat perintah, pertanyaan, atau pernyataan
tentang fakta; juga berupa simulasi percakapan singkat atau uraian wacana
ekspositori. Namun, apapun hakikat sampel itu, peserta tes (subjek) dituntut
secara serentak (simultan) menanggapi ”sinyal” fonolofis, gramatikal, dan
leksikal; dengan jawaban mereka menunjukkan sejauh mana mereka dapat
menangkap makna dari unsur yang disinyalkan bila digunakan dalam komunikasi
verbal (Harris,1969;35).
Tes menyimak dapat disesuaikan dengan tingkatannya, yaitu tes
menyimak tingkat marjinal atau deskriptif, tes menyimak tingkat apresiatif, tes
menyimak tingkat komprehensif, tes menyimak tingkat kritis, dan tes menyimak
tingkat terapis. Tes menyimak tingkat marjinal bertujuan untuk mengetahui
tingkat kepekaan pebelajar dalam membedakan suara dan untuk
mengembangkan kepekaan pada komunikasi nonverbal. Tes menyimak
apresiatif bertujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan pebelajar dalam
menangkap dan memehami bahan simakan yang berhubungan dengan
perasaan dan emosi sehingga dalam pelaksanaannya, pebelajar diberi bahan
![Page 4: Strukturalisme](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082712/563dbb9e550346aa9aaec551/html5/thumbnails/4.jpg)
simakan yang bersifat menyenangkan,misalnya: drama, puisi, lagu, cerita, dan
sebagainya.
Tes menyimak komprehensif bertujuan untuk mengetahui tingkat
pemahaman pebelajar terhadap pesan yang disimak. Tes menyimak kritis
bertujuan untuk mengetahui pemahaman pebelajar terhadap bahan simakan
yang dilanjutkan dengan memberi evaluasi, sedangkan tes menyimak terapis
bertujuan untuk menyembuhkan seseorang, yang biasa dilakukan oleh seorang
psikolog.
2) Tes Berbicara
Berbicara adalah salah satu aspek keterampilan berbahasa. Aspek-aspek
keterampilan bahasa lainnya adalah menyimak, membaca, dan menulis.
Keempat aspek tersebut berkaitan erat, antara berbicara dengan menyimak,
berbicara dengan menulis, dan berbicara dengan membaca.
Keterampilan berbicara menunjang keterampilan bahasa lainnya.
Pembicara yang baik mampu memberikan contoh agar dapat ditiru oleh
penyimak yang baik. Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk
menangkap pembicaraan yang disampaikan. Berbicara dan menyimak
merupakan kegiatan berbahasa lisan, dua-duanya berkaitan dengan bunyi
bahasa. Dalam berbicara seseorang menyampaikan informasi melalui suara atau
bunyi bahasa, sedangkan dalam menyimak seseorang mendapat informasi
melalui ucapan atau suara. Berbicara dan menyimak merupakan dua kegiatan
yang tidak dapat dipisahkan, kegiatan berbicara selalu disertai kegiatan
menyimak, demikian pula kegiatan menyimak akan didahului kegiatan berbicara.
Keduanya sama-sama penting dalam komunikasi.
![Page 5: Strukturalisme](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082712/563dbb9e550346aa9aaec551/html5/thumbnails/5.jpg)
Manusia adalah mahluk sosial. Manusia baru akan menjadi manusia bila ia
hidup dalam lingkungan manusia. Kesadaran betapa pentingnya berbicara dalam
kehidupan manusia dalam bermasyarakat dapat mewujudkan bermacam aneka
bentuk. Lingkungan terkecil adalah keluarga, dapat pula dalam bentuk lain
seperti perkumpulan sosial, agama, kesenian, olah raga, dan sebagainya.
Setiap manusia dituntut terampil berkomunikasi, terampil menyatakan
pikiran, gagasan, ide, dan perasaan. Terampil menangkap informasi-informasi
yang didapat, dan terampil pula menyampaikan informasi-informasi yang
diterimanya. Kehidupan manusia setiap hari dihadapkan dalam berbagai
kegiatan yang menuntut keterampilan berbicara. Contohnya dalam lingkungan
keluarga, dialog selalu terjadi, antara ayah dan ibu, orang tua dan anak, dan
antara anak-anak itu sendiri. Di luar lingkungan keluarga juga terjadi
pembicaraan antara tetangga dengan tetangga, antar teman sepermainan, rekan
kerja, teman perkuliahan dan sebagainya. Terjadi pula pembicaraan di pasar, di
swalayan, di pertemuan-pertemuan, bahkan terkadang terjadi adu argumentasi
dalam suatu forum. Semua situasi tersebut menuntut agar kita mampu terampil
berbicara.
Berbicara berperan penting dalam pendidikan keluarga. Tata krama dalam
pergaulan diajarkan secara lisan. Adat kebiasaan, norma-norma yang berlaku
juga seringkali diajarkan secara lisan. Hal ini berlaku dalam masyarakat
tradisional maupun masyarakat modern. Berbicara merupakan keterampilan
dalam menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain.
Penggunaan bahasa secara lisan dapat pula dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi berbicara secara langsung adalah sebagai
berikut: (a) pelafalan; (b) intonasi; (c) pilihan kata; (d) struktur kata dan kalimat;
(e) sistematika pembicaraan; (f) isi pembicaraan; (g) cara memulai dan
mengakhiri pembicaraan; dan (h) penampilan.
![Page 6: Strukturalisme](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082712/563dbb9e550346aa9aaec551/html5/thumbnails/6.jpg)
Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan yang berbeda namun
berkaitan erat dan tak terpisahkan. Kegiatan menyimak didahului oleh kegiatan
berbicara. Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi dan berpadu
menjadi komunikasi lisan, seperti dalam bercakap-cakap, diskusi, bertelepon,
tanya-jawab, interview, dan sebagainya. Kegiatan berbicara dan menyimak
saling melengkapi, tidak ada gunanya orang berbicara bila tidak ada orang yang
menyimak. Tidak mungkin orang menyimak bila tidak ada orang yang berbicara.
Melalui kegiatan menyimak siswa mengenal ucapan kata, struktur kata, dan
struktur kalimat.
Berbicara dan membaca berbeda dalam sifat, sarana, dan fungsi.
Berbicara bersifat produktif, ekspresif melalui sarana bahasa lisan dan berfungsi
sebagai penyebar informasi. Membaca bersifat reseptif melalui sarana bahasa
tulis dan berfungsi sebagai penerima informasi. Bahan pembicaraan sebagian
besar didapat melalui kegiatan membaca. Semakin sering orang membaca
semakin banyak informasi yang diperolehnya. Hal ini merupakan pendorong bagi
yang bersangkutan untuk mengekspresikan kembali informasi yang diperolehnya
antara lain melalui berbicara.
Kegiatan berbicara maupun kegiatan menulis bersifat produktif-ekspresif.
Kedua kegiatan itu berfungsi sebagai penyampai informasi. Penyampaian
informasi melalui kegiatan berbicara disalurkan melalui bahasa lisan, sedangkan
penyampaian informasi dalam kegiatan menulis disalurkan melalui bahasa tulis.
Informasi yang digunakan dalam berbicara dan menulis diperoleh melalui
kegiatan menyimak ataupun membaca. Keterampilan menggunakan kaidah
kebahasaan dalam kegiatan berbicara menunjang keterampilan menulis.
Keterampilan menggunakan kaidah kebahasaan menunjang keterampilan
berbicara.
![Page 7: Strukturalisme](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082712/563dbb9e550346aa9aaec551/html5/thumbnails/7.jpg)
Tes yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan berbicara adalah
sebagai berikut:
a) Tes kemampuan berbicara berdasarkan gambar
Bentuk tes ini di sajikan dengan memberikan rangsangan berupa perangkat
gambar yang merupakan satu rangakaian cerita, dan testi diminta untuk
menjawab pertanyaan sehubungan dengan rangkaian gambar atau
menceritakan rangakaian gambar.
b) Wawancara
Dipakai untuk mengukur kemampuan testi menggunakan bahasa dalam
berkomunikasi. tes ini bisa dipakai apabila testi memiliki kemampuan berbahasa
yang cukup mewadahi.
c) Bercerita
Kemampuan berbicara yang berbentuk berbicara dapat dilakukan dengan cara
meminta testi untuk mengungkapkan sesuatu (pengalamannya atau topik
tertentu).
d) Diskusi
Tes ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan testi menyampaikan pendapat,
mempertahankan pendapat, serta menanggapi ide atau pikiran yang
disampaikan oleh peserta diskusi yang lain secara kritis.
e) Ujian terstruktur
Dapat dilakukan dengan cara membaca kutipan, mengubah kalimat, dan
membuat kalimat. Dengan tujuan untuk menguji kemampuan testi dalam
menggunakan bahasa lisan.
3) Tes Kompetensi Kebahasaan Membaca
Tes biasanya diartikan sebagai alat yang dipergunakan untuk
mendapatkan data terhadap seseorang yang dinilai. Tes digunakan untuk
memperoleh informasi tentang seseorang yang juga dipergunakan untuk maksud
pendidikan. Kegiatan membaca ada bermacam-macam di antaranya membaca
![Page 8: Strukturalisme](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082712/563dbb9e550346aa9aaec551/html5/thumbnails/8.jpg)
cepat, membaca sekilas, membaca keras, dan membaca
pemahaman. Pembedaan jenis membaca itu dapat didasarkan atas tujuannya
atau teknisnya. Dalam tulisan ini, membaca yang dimaksud adalah membaca
pemahaman, atau membaca untuk memahami isi bacaan.
Bentuk tes membaca pemahaman meliputi; (1) tes membaca pemahaman
literal, (2) tes membaca pemahaman interpretatif, dan (3) tes pemahaman
membaca kritis.
Tes kemampuan berbahasa yang bersifat aktif reseptif pada hakikatnya
merupakan kemampuan atau proses decoding, kemampuan untuk memahami
bahasa yang dituturkan oleh pihak lain. Pemahaman terhadap bahasa yang
dituturkan oleh pihak lain tersebut dapat melalui sarana bunyi atau sarana
tulisan. Yang pertama merupakan kegiatan menyimak, sedangkan yang kedua
adalah kegiatan membaca.
Tes kemampuan membaca dimaksudkan untuk mengukur kemampuan
siswa memahami isi atau informasi yang terdapat dalam bacaan. Sebagaimana
tujuan membaca yang telah dikemukakan Anderson dalam Tarigan (2004)
bahwa ada tujuh tujuan membaca yaitu: (1) membaca untuk memperoleh
perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for facts), (2) membaca untuk
memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas), (3) membaca untuk
mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading for sequence or
organization), (4) membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading
for inference), (5) membaca untuk mengelompokkan, membaca untuk
mengklasifikasikan (reading for classify), (6) membaca menilai, membaca
mengevaluasi (reading for evaluate), dan (7) membaca untuk membandingkan
atau mempertentangkan (reading to compare or contrast).
![Page 9: Strukturalisme](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082712/563dbb9e550346aa9aaec551/html5/thumbnails/9.jpg)
Dengan demikian, maka bacaan atau wacana yang diujikan hendaklah
yang mengandung informasi yang menuntut untuk dipahami. Oleh karena itu,
seorang guru sebagai evaluator dalam menguji kemampuan membaca harus
benar-benar mampu memilih bacaan yang layak untuk diujikan.
4) Tes Menulis
Manulis diartikan sebagai aktivitas pengekspresian ide, gagasan, pikiran
atau perasaan ke dalam lambang-lambang kebahasaan. Kemampuan menulis
yang merupakan keterampilan berbahasa produktif lisan melibatkan kemampuan
penggunaan ejaan, penggunaan kosa kata, penggunaan kalimat, penggunaan
jenis komposisi, penentuan ide, pengolahan ide, pengorganisasian ide. Kesemua
inilah yang diukur dalam kemampuan menulis.
Secara umum, bentuk tes yang digunakan dalam tes menulis dapat
berupa tes objektif dengan berbagai variasinya (untuk tingkat ingatan dan
pemahaman) dan tes sujektif dengan berbagai variasinya (untuk tingkat
penerapan ke atas).
Ragam bentuk tes subjektif yang digunakan dalam tes menulis dapat
dipaparkan sebagai berikut.
a) Tes menulis berdasarkan rangsangan visual
Bentuk tes menulis berdasarkan rangsangan visual dilakukan dengan cara
disajikan gambar atau film yang membentuk rangkaian cerita, dan testi diminta
untuk membuat karangan berdasarkan gambar atau film yang telah diberikan.
b) Tes menulis berdasarkan rangsangan suara
Bentuk tes ini dilaksanakan dengan cara disajikan suara yang dapat berbentuk
ceramah, diskusi atau tanya jawab, baik yang berupa rekaman suara maupan
langsung.
![Page 10: Strukturalisme](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082712/563dbb9e550346aa9aaec551/html5/thumbnails/10.jpg)
c) Tes menulis dengan rangsangan buku
Bentuk tes ini dilakukan dengan cara menyajikan teks bacaan, dan testi diminta
untuk membuat karangan berdasarkan teks yang telah dibacanya. Bentuk tugas
yang harus dikerjakan testi dapat berupa membuat ringkasan/rangkuman,
membentuk resensi, atau membuat kritik.
d) Tes menulis laporan
Bentuk tes ini dilakukan dengan cara meminta testi untuk membuat laporan
kegiatan yang pernah dilakukan (mengikuti khotbah jum’ah, mengikuti
seminar/diskusi, mengikuti Darmawisata, atau kegiatan perkemahan) atau
kegiatan penelitian sederhana yang telah dilakukan.
e) Tes menulis surat
Bentuk tes ini dilakukan dengan cara : testi diminta untuk menulis sebuah surat.
f) Tes menulis berdasarkan tema tertentu
Bentuk tes ini dilakukan dengan cara : disajikan sebuah atau beberapa topik dan
testi diminta untuk membuat suatu karangan berdasarkan topik yang telah
ditentukan.
g) Tes menulis karangan bebas
Tes ini dilaksanakan dengan cara meminta testi untuk membuat karangan
dengan tema dan sifat karangan yang ditentukan sendiri oleh testi (peserta tes).
Menulis merupakan kegiatan berbahasa yang melibatkan berbagai
kemampuan dan keterampilan secara terpadu. Tujuan pembelajaran menulis
dapat dibedakan menjadi dua, yakni: (1) siswa mampu mengungkapkan unsur-
unsur kebahasaan, seperti ejaan, kosakata, struktur kalimat, dan pemakaian
paragraf, dan (2) siswa mampu mengungkapkan gagasannya dalam bentuk
tulisan yang sesuai dengan konteks (pragmatik).
Tes kemampuan menulis juga ada beberapa macam. Hal ini disamping
disebabkan oleh adanya tahapan dalam pengajaran menulis, juga karena ada
![Page 11: Strukturalisme](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082712/563dbb9e550346aa9aaec551/html5/thumbnails/11.jpg)
banyak faktor yang dapat dinilai, seperti mekanis, kosakata, tata bahasa,
ketetapan isi, diksi, retorika, logika, dan gaya (Madsen, 1983:101). Tompkins
(dalam Ramli, 1998) mengatakan bahwa tes menulis dapat disikapi dalam dua
aspek, yakni sebagai tes proses (tes menulis sebagai proses) dan tes produk
(tes menulis sebagai produk). Oleh karena itu disarankan agar tes menggunakan
postofolio, yaitu koleksi segala dokumentasi dan aktivitas siswa yang
menunjukkan usaha, kemajuan, dan pencapaian siswa dalam satu atau
beberapa bidang tertentu yang dapat digunakan sebagai alternatif atau
pelengkap kegiatan tes.
Cara langsung untuk mengukur kemampuan menulis seseorang adalah
dengan menyuruh seseorang itu menulis. Akan tetepi, tes bentuk esai ini banyak
kelemahannya. Di samping itu, kemampuan menulis juga dapat diukur dengan
tes objektif. Baik tes bentuk esai maupun bentuk objektif mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Apalagi jumlah peserta tes besar jumlahnya, tes objektif akan
lebih baik. Kemampuan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang
melibatkan aspek penggunaan bahasa dan pengolahan isi. Masalah yang
berkembang sehubungan dengan kegiatan menulis adalah pengetahuan dasar
terhadap performansi atau kemampuan menulis.
Keterampilan menulis merupakan kiat menggunakan pola-pola lisan dalam
menyampaikan suatu informasi. Dalam menulis, orang tidak hanya dituntut
menguasai materi yang akan ditulis, tetapi juga mempu menggunakan perangkat
kebahasaan secara tertulis. Penggunaan perangkat kebahasaan secara tertulis
menjadi inti kegiatan menulis sebab penggunaan perangkat bahasa tulis berbeda
dengan penggunaan perangkat kebahasaan secara lisan.
![Page 12: Strukturalisme](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082712/563dbb9e550346aa9aaec551/html5/thumbnails/12.jpg)
Evaluasi keterampilan menulis bertujuan mengetahui kemampuan
pebelajar dalam menyampikan ide, perasaan, dan pikirannya, serta
menggunakan perangkat bahasa target secara tulis.
Teknik evaluasi yang dapat digunakan dipaparkan berikut.
1. Menulis huruf, nama, peristiwa, dan keadaan yang diperdengarkan,
diperlihatkan, dan bicara.
2. Menyampaikan kembali secara tertulis suatu cerita, dialog, peristiwa yang
didengar atau dibaca.
3. Menuliskan cerita berdasarkan gambar atau rangkaian gambar.
4. Melaporkan pengalaman, peristiwa, pekerjaan, atau perjalanan secara tulis.
5. Menjawab pertanyaan sederhana atau komplek secara tulis.
6. Membuat karangan berdasarkan tema tertentu.
7. Menggunakan ejaan dan tanda baca secara tetap.
Menulis merupakan kegiatan berbahasa yang melibatkan berbagai
kemampuan dan keterampilan secara terpadu. Tujuan pembelajaran menulis
dapat dibedakan menjadi dua, yakni: (1) siswa mampu mengungkapkan unsur-
unsur kebahasaan, seperti ejaan, kosakata, struktur kalimat, dan pemakaian
paragraph, dan (2) siswa mampu mengungkapkan gagasannya dalam bentuk
tulisan yang sesuai dengan konteks (pragmatik).
Tes kemampuan menulis juga ada beberapa macam. Hal ini di samping
disebabkan oleh adanya tahapan dalam pengajaran menulis, juga karena ada
banyak faktor yang dapat dinilai, seperti mekanis, kosakata, tata bahasa,
ketetapan isi, diksi, retorika, logika, dan gaya (Madsen, 1983:101). Tompkins
(dalam Ramli, 1998) mengatakan bahwa tes menulis dapat disikapi dalam dua
aspek, yakni sebagai tes proses (tes menulis sebagai proses) dan tes produk
(tes menulis sebagai produk). Oleh karena itu disarankan agar tes menggunakan
postofolio, yaitu koleksi segala dokumentasi dan aktivitas siswa yang
![Page 13: Strukturalisme](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082712/563dbb9e550346aa9aaec551/html5/thumbnails/13.jpg)
menunjukkan usaha, kemajuan, dan pencapaian siswa dalam satu atau
beberapa bidang tertentu yang dapat digunakan sebagai alternatif atau
pelengkap kegiatan tes.
Cara langsung untuk mengukur kemampuan menulis seseorang adalah
dengan menyuruh seseorang itu menulis. Akan tetepi, tes bentuk esai ini banyak
kelemahannya. Di samping itu, kemampuan menulis juga dapat diukur dengan
tes objektif. Baik tes bentuk esai maupun bentuk objektif mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Apalagi jumlah peserta tes besar jumlahnya, tes objektif akan
lebih baik.
5) Tes Sastra
Walau bermediakan bahasa, teks kesastraan tidak semata-mata
berurusan dengan bahasa, karena ada unsur-unsur lain, misalnya keindahan,
yang mesti juga diapresiasi. Unsur-unsur lain itu hanya dapat diperoleh,
dirasakan, atau dinikmati jika peserta didik membaca secara langsung teks
kesastraan. Maka, tugas dan penilaian yang berkaitan dengan pembacaan
langsung teks-teks itu harus menjadi prioritas utama. Tugas dan tes harus
ditekankan pada hal-hal yang menuntut siswa untuk benar-benar
“memperlakukan” teks-teks kesastraan. Istilah memperlakukan dapat
dioperasionalkan menjadi: membaca, memahami, memparafrase, menganalisis,
menuliskan kembali, membuat, menulis resensi, dll tergantung indikator yang
dibuat. Ada baiknya guru mewajibkan peserta didik membaca dan membuat
laporan beberapa teks kesastraan. Selain itu, penilaian lewat karya nyata
peserta didik, misalnya lewat publikasi di majalah dinding, majalah sekolah, atau
media massa harus sudah diketengahkan.
![Page 14: Strukturalisme](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022082712/563dbb9e550346aa9aaec551/html5/thumbnails/14.jpg)
Untuk kegiatan pembelajaran & penilaian di kelas, kita dihadapkan pada kenyataan teks-teks kesastraan lazimnya panjang sehingga tidak mudah “memperlakukan”-nya di sekolah, kecuali puisi. Untuk itu, tugas-tugas yang “memperlakukan” novel, cerpen, cerita klasik, drama yang relatif panjang sebaiknya dilakukan di luar jam pelajaran sebagai tugas rumah. Tugas yang diberikan harus jelas, harus mengapakan teks kesastraan itu dan sedapat mungkin melibatkan berbagai genre (fiksi, puisi, cerita lama, teks drama). Misalnya: meringkas cerita/membuat sinopsis, menganalisis unsur karakter/moral, membuat parafrase, menulis dengan sudut pandang lain, menulis resensi, dll termasuk menghadiri pementasan drama atau baca puisi di tempat tertentu. Hasil kerja siswa sebagian harus dibaca dan diberi tanggapan. Tanggapan tidak menyalahkan siswa karena akan mematikan motivasi, tetapi lebih mempertanyakan argumentasi. Penilaian kesastraan haruslah diusahakan yang berkadar apresiatif tinggi atau paling tidak sedang walau dengan bentuk ujian objektif (PG).