stroke dan keluarganyadi jemaatgpibtamansari … · dalam sirkulus willisi (circle of willis)...

30
STUDI KASUS TENT STROKE DAN K D T UNIVE 1 TANG PASTORAL GEREJA TERHADAP PE KELUARGANYA DI JEMAAT GPIB TAMAN JURNAL Diajukan Kepada Fakultas Teologi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si.Teol) DISUSUN OLEH: TRULLY IMANUEL TUMONGGI NIM : 712005071 FAKULTAS TEOLOGI ERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2014 ENDERITA NSARI

Upload: others

Post on 20-Oct-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • STUDI KASUS TENTANG PASTORAL GEREJA TERHADAP PENDERITA

    STROKE DAN KELUARGANYA DI JEMAAT GPIB TAMANSARI

    Diajukan Kepada Fakultas Teologi

    TRULLY

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    1

    STUDI KASUS TENTANG PASTORAL GEREJA TERHADAP PENDERITA

    STROKE DAN KELUARGANYA DI JEMAAT GPIB TAMANSARI

    JURNAL

    Diajukan Kepada Fakultas Teologi

    Untuk Memenuhi Persyaratan

    Memperoleh Gelar

    Sarjana Sains Teologi (S.Si.Teol)

    DISUSUN OLEH:

    TRULLY IMANUEL TUMONGGI

    NIM : 712005071

    FAKULTAS TEOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2014

    STUDI KASUS TENTANG PASTORAL GEREJA TERHADAP PENDERITA

    STROKE DAN KELUARGANYA DI JEMAAT GPIB TAMANSARI

  • 2

  • 3

  • 4

  • 5

  • 6

    STUDI KASUS TENTANG PASTORAL GEREJA TERHADAP PENDERITA STROKE

    DAN KELUARGANYA DI JEMAAT GPIB TAMAN SARI

    I. Pendahuluan

    Latar Belakang

    Stroke didefinisikan sebagai gangguan pada fungsi sistem saraf yang terjadi mendadak

    dan disebabkan oleh gangguan peredaran darah di otak. Stroke terjadi akibat gangguan pembuluh

    darah di otak. Gangguan peredaran darah otak dapat berupa tersumbatnya pembuluh darah otak

    atau pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat

    makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian

    sel saraf (neuron), dan gangguan fungsi otak ini akan menimbulkan gejala stroke. Beberapa

    penelitian menunjukkan terdapat beberapa faktor resiko yang membuat seorang individu menjadi

    lebih rentan terkena stroke, dahulu stroke hanya menyerang orang kaum lanjut usia saja (lansia)

    seiring dengan berjalannya waktu, kini ada kecenderungan bahwa stroke mengancam usia

    produktif, bahkan di bawah usia 45 tahun.1 Kalangan dokter menduga, kondisi ini terjadi akibat

    adanya transformasi sosial, di mana peningkatan stroke pada kaum muda adalah kebiasaan

    mereka seperti merokok dan kurang menjaga pola makan yang sehat, maka dari itu untuk

    mencegah stroke, faktor – faktor resiko ini harus dikendalikan. Caranya dengan menerapkan pola

    makan sehat, menjauhi rokok, serta rutin melakukan aktivitas fisik, misalnya olahraga. Hal ini

    penting untuk dilakukan, karena stroke, masih menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan

    di seluruh dunia. Stroke pun ternyata bisa menyerang siapa saja, tanpa memandang jabatan

    maupun strata sosial dalam masyarakat. Peneliti berpendapat stroke adalah suatu gangguan

    fungsi syaraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah ke otak.2 Secara

    mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan

    tanda yang sesuai dengan daerah lokal di otak yang terganggu. Stroke merupakan salah satu

    masalah penyakit tertinggi di dunia, dan menjadi penyebab kematian nomor tiga di dunia setelah

    1 Rizaldy Pinzon, LaksmiAsanti, Awas Stroke!, Pengertian, Gejala, Tindakan,Perawatan, & Pencegahan

    (Yogyakarta: Andi, 2010), 1. 2 Pinzon, Asanti, Awas Stroke!, 37.

  • 7

    jantung dan kanker, serta menjadi penyebab kecacatan utama.3 Oleh karena itu ketika seseorang

    mengalami hal seperti itu, sangat diharapkan peningkatan keprihatinan dan kepedulian yang

    seharusnya muncul dari gereja. Masalah ini membutuhkan penanganan pastoral secara holistik,

    baik bagi penderita stroke maupun keluarganya. Pihak gereja memiliki suatu lembaga yang khas,

    di mana secara khusus mengorganisasikan pelayanan, dalam upaya-upaya melaksanakan

    pelayanan itu sebagai tugas diakonia.

    Dalam hal ini juga perlu adanya keterlibatan keluarga sebagai gereja mini. Keluarga

    adalah tempat di mana kisah perjalanan hidup manusia dimulai. Perjalanan saat mulai memahami

    kehidupan, ketika mencoba mengenal kerasnya kehidupan dunia dan bagaimana mencoba

    mengatasi berbagai tantangan yang dihadapinya, semua bermula dari keluarga. Keluarga adalah

    unit terkecil dari masyarakat dan merupakan pengayom kehidupan yang mempunyai fungsi

    keagamaan, kebudayaan, perlindungan, pembinaan, reproduksi, dan cinta kasih, juga merupakan

    wadah pembentukan karakter dan tingkah laku.4 Keluarga juga merupakan suatu lingkungan di

    mana terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah sebagai kelompok sosial

    yang terdiri dari sejumlah individu, yang memiliki hubungan antar individu, serta terdapat

    ikatan, kewajiban, dan tanggung jawab antar individu tersebut.

    Hidup keluarga menjadi suatu cermin, yang memancarkan hubungan kasih Allah kepada

    manusia seperti tertera di dalam kasih Yesus Kristus kepada Gereja-Nya, sama halnya dengan

    keluarga Kristen, maka membangun keluarga Kristen juga berarti membangun gereja dalam

    bentuk mini. Dalam hal ini sangat penting sekali peran keluarga dalam mengayomi satu dan yang

    lain. Gereja pun secara konsisten mempertahankan agar keluarga menanamkan kasih dari dalam

    rumah, kehidupan keluarga merupakan suatu arena di mana sebagian besar dari kita mempunyai

    kesempatan untuk mempraktikan kehadiran Allah, serta membuka mata terhadap kenyataan ilahi

    yang bersinar melalui peristiwa-peristiwa yang paling biasa dalam kehidupan kita. Sebagai

    gereja miniatur, keluarga juga harus mempunyai kesadaran bahwa tidak hanya tentang firman,

    melainkan juga melalui tekad yang meliputi perbuatan atau tindakan nyata dalam hidup

    keseharian. Tekad atau keinginan merupakan hal yang amat menentukan bagi keluarga atau

    gereja mini yang ingin memenuhi panggilan mereka sebagai sarana utama pembentukan dalam

    3 Pinzon, Asanti, Awas Stroke!, 37. 4 Dien Sumiyatiningsih, Teladan Kehidupan 1 (Yogyakarta: Andi, 2006), 27.

  • 8

    mengayomi tubuh Kristus. Dengan memilih pola kehidupan yang memperkaya pertumbuhan

    rohani di rumah, mereka akan semakin sadar akan anugerah yang mereka terima sebagai

    pemeliharaan Allah terhadap mereka agar bertumbuh di dalam Kristus.5

    Kristus hidup melalui gerejaNya telah memerintahkan kepada gembalaNya untuk

    menyelamatkan kawanan dombaNya. Dalam hal ini konseling pastoral adalah wadah yang

    penting untuk membantu gereja menjadi pos penyelamat jiwa, tempat berlindung, taman

    kehidupan rohani dan bukan suatu klub atau museum. Konseling dapat membantu

    menyelamatkan bidang kehidupan yang menderita kerusakan dalam kehidupan sehari-hari, yang

    hancur karena rasa cemas, rasa bersalah, dan kurangnya integritas kepribadian. Dalam program

    pendampingan dan konseling yang efektif, pendeta dan warga gereja sudah terdidik berfungsi

    sebagai orang yang memperlancar penyembuhan dan pertumbuhan. Program pendampingan dan

    konseling yang efektif dapat mentransformir suasana antar pribadi jemaat dan dapat membuat

    gereja menjadi tempat pemeliharaan keutuhan manusia di sepanjang siklus kehidupannya.6 Yang

    dimaksudkan disini dengan pelayanan pastoral (pemeliharaan jiwa) ialah bukan pemberitaan

    Firman, seperti yang berlangsung dalam ibadah Jemaat, tetapi percakapan antara dua orang;

    antara pastur dan anggota jemaat. Karena itu disamping pemberitaan Firman perlu adanya

    pelayanan pastoral (pemeliharaan jiwa).7 Sangat dibutuhkan sekali peranan pendampingan

    pastoral di dalam gereja untuk menyikapi masalah seperti ini, karena sudah menjadi tugas dan

    tanggung jawab majelis gereja untuk memperhatikan dan mengayomi jemaatnya.

    Melalui pernyataan di atas, hal ini dialami oleh beberapa warga jemaat GPIB Taman sari

    Salatiga yang berdampak juga bagi keluarganya. Pendampingan pastoral adalah suatu alternatif

    yang efektif untuk diterapkan bagi warga gereja dalam kehidupan warga jemaat GPIB Taman

    sari Salatiga. Pendampingan pastoral adalah suatu praktek yang kompleks, layaknya sebuah

    bentuk tindakan, pendampingan pastoral yang dilakukan melalui tahapan ‘reasoning’ dan

    ‘decision’ (identifikasi dan pengambilan keputusan).

    Dengan demikian dilihat dari tujuannya konseling pastoral dapat dijadikan salah satu

    alternatif, dalam meningkatkan kualitas hidup warga jemaat pasca stroke. Berdasarkan uraian

    5 Sumiyatiningsih, Teladan Kehidupan 1, 28. 6 Howard Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral (Yogyakarta: Kanisius, 2002),

    17. 7 J. L. Ch. Abineno, Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2003), 23.

  • 9

    latar belakang di atas, penulis tertarik dan memfokuskan penelitian ini pada studi kasus pastoral

    gereja terhadap penderita stroke di jemaat GPIB Tamansari Salatiga.

    Perumusan Masalah

    Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, maka yang menjadi permasalahan

    adalah sebagai berikut pertama bagaimana situasi keluarga dan penderita sebagai akibat dari

    stroke dan bagaimana tindakan pastoral gereja terhadap penderita stroke dan keluarganya.

    Adapun tujuan penelitian dalam hal ini adalah mendeskripsikan situasi keluarga dan penderita

    sebagai akibat dari stroke lalu menganalisis tindakan pastoral gereja dalam menyikapi persoalan

    stroke bagi keluarga dan penderita. Manfaat penelitian terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat

    praktis, manfaat teoritis berguna agar penelitian ini memberikan sumbangan/wawasan bagi,

    keluarga, gereja, dan fakultas agar hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi, dan

    penelitian ini diharapkan berguna untuk perkembangan pastoral dalam ruang lingkup gereja,

    serta penelitian ini juga untuk memberikan gambaran pengetahuan tambahan kepada gereja

    mengenai pastoral gereja, sehingga gereja mendapatkan pengetahuan yang bermanfaat bagi

    perkembangan pastoralnya. Manfaat praktis berguna agar penelitian ini membantu untuk

    membuka wacana berpikir para majelis saat ini, untuk menyadari akan pentingnya

    perkembangan pastoral dalam kehidupannya. Adapun metode penelitian yang dipergunakan

    adalah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis dilaksanakan untuk menjelaskan

    secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat yang terkait dengan

    substansi penelitian.8 Metode deskriptif analisis, dipilih karena penelitian ini bermaksud

    mendeskripsikan situasi keluarga akibat stroke dan menganalisis tindakan pastoral gereja

    terhadap stroke. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, wawancara

    menggambarkan peran seorang peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang

    untuk memperoleh jawaban yang relevan dengan masalah penelitian. Wawancara dilakukan

    secara tidak terstruktur adalah wawancara bebas dengan pedoman wawancara yang digunakan

    hanya garis besar permasalahan yang ditanyakan.9

    Dalam penulisan ini, tulisan dibagi atas beberapa bagian. Bagian pertama tentang

    pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

    8 M. Nazir. Metode Penelitian (Bogor : Ghalia Indonesia, 2009), 112. 9 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2012), 21.

  • 10

    penelitian, metodelogi penelitian dan sistematika penulisan. Bagian kedua tentang pendampingan

    pastoral dan stroke, yang meliputi defenisi makna mengenai stroke dan dampak stroke terhadap

    kondisi keluarga, serta defenisi dan fungsi konseling pastoral pada pendampingan gereja menurut

    teori Howard J. Clinebell. Bagian ketiga tentang hasil penelitian dan pembahasan yang meliputi

    deskripsi situasi keluarga penderita stroke dan analisis tindakan pastoral gereja terhadap

    penderita stroke dan keluarga. Bagian empat tentang penutup yang meliputi kesimpulan tentang

    penemuan-penemuan dalam penelitian, serta saran dan rekomendasi untuk penelitian

    selanjutnya.

    II. Pendampingan Pastoral Dan Stroke

    2.1 Defenisi Stroke

    Persoalan “Allah dan penyakit” ini tidak jauh berbeda dengan persoalan tentang “Pelarian

    ke dalam penyakit ”. Apakah penyakit yang diderita oleh seseorang itu datangnya dari Allah?

    Atau justru sebaliknya; Apakah Allah musuh dari penyakit? Apakah penyakit itu suatu hukuman?

    Banyak sekali orang sakit bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan ini, Karl barth dalam

    dogmatikanya menganggap kesehatan sebagai suatu kekuatan untuk berada sebagai manusia,

    namun ungkapan Barth itu belum seluruhnya mengungkapkan apa itu penyakit dan kesehatan.

    Umumnya para ahli berpendapat bahwa kita dan orang-orang sakit yang kita layani harus tetap

    melihat penyakit sebagai musuh, yang harus kita lawan dan musnahkan.10

    Otak manusia terbagi menjadi dua bagian (hemisfer), kanan dan kiri. Pada dasar otak,

    terdapat otak kecil (serebelum) dan batang otak yang merupakan penghubung otak dengan

    jaringan saraf (medula spinalis). Semua informasi dari dunia luar dikenali oleh akhiran pada

    saraf ini. Akhiran saraf ini akan menghantarkan informasi melewati medula spinalis kemudian

    naik ke batang otak dan berakhir pada salah satu hemisfer otak. Di hemisfer inilah diputuskan

    apa yang akan dilakukan sebagai tanggapan atas informasi yang diterima. Aliran darah otak

    berasal dari jantung melalui pembuluh darah utama dari jantung (aorta), aorta bercabang

    menjadi empat pembuluh darah utama di otak. Pada bagian depan, terdapat dua arteri karotis dan

    10 J.L. Ch. Abineno, Pelayanan Pastoral kepada Orang-orang Sakit (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), 18

  • 11

    disepanjang tulang belakang terdapat dua arteri vertebralis. Keempat arteri tersebut terhubung

    dalam sirkulus willisi (circle of willis) ketika masuk ke tengkorak. Struktur ini sangat penting

    karena jika salah satu dari arteri tersumbat akan menimbulkan stroke.11 Stroke adalah keadaan

    yang terjadi saat otak rusak akibat aliran darah terganggu. Setiap bagian otak bertanggung jawab

    atas fungsi tertentu sehingga gejala stroke bergantung pada daerah otak yang kekurangan suplay

    darah. Stroke juga bisa terjadi karena (hemoragi) atau pendarahan di dalam otak dan permukaan

    otak. Stroke merupakan penyebab utama kematian dan merupakan penyebab tersering kecacatan

    pada orang dewasa. Menurut teori yang di kemukakan oleh dr. Anthony Rudd, stroke meliputi

    penyakit yang mempunyai empat efek atau akibat yang dapat dialami oleh penderita antara lain;

    1. Efek yang pertama bergantung pada bagian otak mana yang terserang dan seberapa luas

    daerah yang mengalami kerusakan.

    2. Efek yang menyebabkan permasalahan yang berhubungan dengan jantung dan sirkulasi

    darah.

    3. Efek yang mempengaruhi baik fisik maupun psikis. Sering kali, orang yang terserang

    stroke mengalami depresi. Masalah-masalah psikologis seperti merasa cemas, lelah, sulit

    berkonsentrasi, dan sulit mengingat sesuatu yang sering terjadi.

    4. Efek ketidak stabilan emosi, seperti menjadi sangat sensitive, mudah marah, dan kurang

    bersemangat.

    Kehidupan setiap penderita stroke akan berubah, meskipun mereka mendapat pemulihan

    lengkap. Oleh karena itu perawatan penderita stroke haruslah per individu dan tidak bisa

    disamakan antara satu penderita dengan yang lainnya. Salah satu arah penyembuhannya adalah

    dengan cara rehabilitasi, rehabilitasi pasca stroke bertujuan agar penderita dapat hidup mandiri

    dan produktif kembali. Tingkat irehabilitasi pasca stroke sangat tergantung dari banyak aspek :

    mulai dari seberapa luas kerusakan di otak, waktu penanganan yang sedini mungkin (golden

    peroid), profesional yang menangani (dokter, fisioterapi), lalu peran serta keluarga yang harus

    ikut andil dalam hal ini dan yang terpenting adalah niat dan usaha dari penderita itu sendiri.

    Program rehabilitasi itu sendiri mencakup mulai dari latihan (exercise), modalitas alat, obat-

    11 Anthony rudd, Stroke at Your Fingertips (Jakarta: Penebar Plus, 2010), 8-10.

  • 12

    obatan, terapi wicara, dan psikologi. Lingkungan sosial dan aspek psikologi sering dilupakan

    padahal ini merupakan aspek yang penting. Bahkan interaksi antara penderita dengan keluarga

    dan profesional (dokter) akan mempercepat proses pemulihan, karena interaksi tersebut akan

    memberikan dukungan emosional dan motivasi lebih bagi penderita stroke.12

    2.2 Kondisi Keluarga Penderita Stroke

    Stroke tidak hanya mempengaruhi fisik penderitanya saja, tetapi juga hubungannya

    dengan keluarga. Peranan keluarga memang sangat penting dalam proses mengayomi salah

    seorang keluarganya yang sedang mengalami stroke. Karena perhatian yang diberikan kepada

    penderita akan mendukung mental dan fisiknya. Penderita stroke memerlukan banyak dukungan

    untuk mempercepat kesembuhannya. Selain pengawasan intensif dari dokter yang merawat,

    perhatian keluarga juga sangat menentukan. Stroke merupakan suatu penyakit yang sering

    dijumpai dimasyarakat modern sekarang ini. Bukan hanya penderitanya yang dihadapkan pada

    suatu keadaan yang sangat menyiksa, tetapi juga keluarga. Kondisi beban yang ditimbulkan dari

    penderita stroke terhadap keluarganya mencakup beberapa hal, mulai dari segi fisik dalam

    merawat penderita, maupun segi keuangan. Dengan semua kondisi beban yang dipikul sebagai

    keluarga, bagaimana cara kita menghadapinya? Apakah kita harus malu atau mungkin malah

    depresi dalam menghadapinya? Tentu wajabannya tidak. Seorang penderita akan mempunyai

    rasa percaya diri yang besar untuk segera sembuh, apa bila keluarga memahami derita yang

    dialaminya. Sebaliknya, penderita akan sulit sembuh jika keluarga atau suasana rumah tidak

    mendukung. Hal inilah yang benar-benar harus dibutuhkan di dalam peranan keluarga untuk

    mengayomi salah satu anggota keluarga pasca stroke.13

    1.3 Dampak Stroke terhadap Keluarga

    Dampak stroke tidak hanya dirasakan oleh penderitanya namun juga oleh orang-orang

    terdekatnya (anggota keluarga inti). Dampak ekonomi dan dampak psikologis tentunya hal yang

    sering ditemui biasanya berupa depresi. Depresi terjadi karena penderita menyadari bahwa

    dirinya tidak memiliki stamina seperti sebelumnya, dan dalam kadar yang berbeda, penderita

    tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari dengan normal dan secara mandiri kesadaran ini

    12 Rudd, Stroke at Your Fingertips, 217. 13 E. F. Sarafino, Stroke Petunjuk Penting bagi Keluarga (Jakarta:Pustaka Delapratasa 1998), 115.

  • 13

    menimbulkan perasaan tidak berdaya, tidak berguna, perasaan menjadi beban orang lain

    sehingga sering mereka tampak sedih, melamun atau menangis. Situasi pasca stroke bukanlah

    situasi yang mudah untuk dihadapi. Selain mempengaruhi hubungan di antara anggota keluarga

    dan penderitanya, kelelahan secara fisik dan mental juga dialami oleh anggota keluarga yang

    merawat. Keadaan ini tidak dapat dipastikan akan berlangsung berapa lama, tergantung pada

    kondisi penderita (stroke ringan yang menyebabkan pikun beberapa hal atau stroke berat sampai

    lumpuh) dan juga penerimaan keluarga akan kondisi ini serta bagaimana mereka menyesuaikan

    diri menghadapi kondisi tersebut. Dengan demikian penyesuaian diri memegang peranan penting

    dan penyesuaian ini dimulai dengan menerima kondisi ini baik oleh penderita maupun keluarga

    terdekatnya. Tidak dapat dipungkiri, merawat penderita stroke merupakan dampak suatu beban

    yang tidak ringan. Perasaan cemas, tertekan, bingung, sedih dan jengkel akan menyelimuti

    anggota keluarga. Oleh sebab itu, persamaan pemahaman tentang perubahan yang terjadi dalam

    lingkungan keluarga, sangatlah penting. Untuk mencapai konsensus/saling pengertian yang

    kokoh diperlukan pengorbanan masing-masing pribadi. Hal ini memang tidak mudah, karena

    banyak faktor yang mempengaruhi. Tapi setidak-tidaknya motivasi ke arah kondisi tadi harus

    selalu dipertahankan oleh keluarga dengan sebaik-baiknya, hal ini diperlukan untuk memperkecil

    dampak yang akan timbul didalam keluarga.14

    Pendampingan Pastoral

    Kata pendampingan pastoral adalah gabungan dua kata yang mempunyai makna

    pelayanan, yaitu kata pendampingan dan kata pastoral. Pertama, istilah pendampingan, kata ini

    berasal dari kata kerja “mendampingi”. Mendampingi merupakan suatu kegiatan menolong

    orang lain yang karena suatu sebab perlu didampingi. Orang yang melakukan kegiatan

    “mendampingi” disebut sebagai “pendamping”. Antara yang didampingi dan pendamping terjadi

    suatu interaksi sejajar atau relasi timbal- balik. Dengan demikian istilah pendampingan memiliki

    arti kegiatan kemitraan, bahu-membahu, menemani, dan kepedulian dengan tujuan saling

    menumbuhkan dan mengutuhkan. 15 Dalam kaitannya dengan kata “Conseling” memang masih

    banyak pandangan yang berbeda-beda, oleh sebab itu, pengistilahan tersebut sebaiknya

    14 Sarafino, Stroke Petunjuk Penting bagi Keluarga, 116. 15 Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 9.

  • 14

    mempertimbangkan berbagai macam latar belakang pelayanan, sejauh tidak meninggalkan

    pengertian yang mendasar. Artinya bahwa mereka yang membutuhkan pertolongan, mempunyai

    berbagai latar belakang dan persoalan-persoalan yang beragam, karena tujuan Allah dengan

    manusia adalah keutuhan, hanya sebagai manusia yang utuh kita dapat menjalankan tugas kita

    sebagai manusia beriman menurut gambar Allah.

    Kata Pastoral berasal dari bahasa latin Pastore, dalam bahasa Yunani disebut Piomen

    yang berarti Gembala. Secara tradisional, pastoral merupakan tugas pendeta yang menjadi

    gembala bagi jemaatnya. Didalam kata gembala terkandung pengertian tentang hubungan antara

    Allah yang penuh kasih dengan manusia lemah yang memerlukan arahan dan bimbingan. Karena

    itu, konseling suatu fungsi pastoral lebih menunjukkan pada sifat dan fungsi dari seorang

    gembala yang selalu membimbing, merawat, memelihara, melindungi dan menolong orang

    lain.16 Dalam kitab Yesaya 40:11 dikatan tugas gembala adalah mengembalakan kawanan ternak,

    menghimpun dengan tangannya, memangku anak domba, menuntun iduk domba dengan hati-

    hati. Tuhan Yesus sendiri memperkenalkan diriNya sebagai Gembala (Yoh.10; Akulah gembala

    yang baik). Sebagai gembala yang baik pendeta mempunyai tugas dan panggilan untuk

    mengayomi jemaatNya, salah satu tugas panggilan dari seorang pendeta adalah sebagai konselor

    pastoral. Sebagai konselor pastoral seorang pendeta harus memiliki sikap yang dapat menerima

    orang lain dan merasakan yang mereka rasakan, serta dapat menempatkan dirinya dalam

    kehidupan dan perasaan orang lain, sehingga mereka merasa dihargai, diterima dan dikasihi.

    Disisi lain, pendeta sebagai simbol nilai-nilai yang dirasakan oleh orang lain sebagai suatu

    panutan dan teladan, bahkan lebih dari itu, menjadi pancaran sinar sikap, sifat dan kepribadian

    dari Yesus. Sebagaimana kehidupan Yesus yang diharapkan dari pendeta adalah sebagai seorang

    gembala harus seperti Yesus.17

    Dalam konseling pastoral, seorang pendeta berkewajiban untuk memberikan layanan

    pastoral bagi mereka yang berada dalam kebimbangan, penderitaan, dan dalam pergumulan

    hidup, diminta maupun tidak diminta. Layanan pastoral melalui perkunjungan membatu pendeta

    mengetahui dan dengan cepat dapat memberikan layanan sebelum seseorang jatuh ke dalam

    kehidupan yang berat. Pelayanan kunjungan pastoral sering kali tidak berkelanjutan meskipun

    16 J.D. Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral (Salatiga: Tisara Grafika, 2007), 2. 17 Engel, Konseling Pastoral Keluarga, 2.

  • 15

    sebenarnya banyak cara untuk mempertahankan keefektifannya. Gereja-gereja besar sering

    mengangkat pendeta, atau suatu tim pelayanan biasa, yang khusus untuk menangani kunjungan

    keluarga bagi semua anggota jemaat secara teratur. Apa pun cara yang digunakan, ada gagasan

    khusus yang perlu diingat untuk menciptakan suatu pelayanan kunjungan pastoral yakni

    mengena pada sasaran. Kunjungan pastoral keluarga telah menjadi suatu pelayanan yang mulia.

    Dalam banyak hal, kenyataannya bentuk pelayanan ini tidak berkembang. Sesungguhnya,

    kunjungan pastoral biasa, yang ditandai dengan percakapan santai dan mungkin suatu doa

    penutup, merupakan gejala yang mulai menghilang. Baik hamba Tuhan maupun jemaat sama-

    sama sibuk dewasa ini. Dalam banyak hal, berkurangnya kunjungan pastoral justru dianggap

    menggembirakan. Kerap kali kunjungan dilakukan tanpa rasa kewajiban. Kebanyakan yang

    berlangsung hanya sendau gurau ringan yang dirasa cukup bila kedua pihak, yang berkunjung

    dan yang dikunjungi, merasa "enak". Percakapan tidak berkembang lebih mendalam lagi. Tapi

    bagaimanapun kunjungan pastoral tradisional masih memberikan pelayanan, adanya pelayanan

    keluarga itu semata-mata untuk menunjukkan, bahwa gereja menaruh perhatian-perhatian

    secukupnya untuk meluangkan waktu dan berkunjung ke rumah. Bagi orang jompo dan orang

    sakit khususnya, pelayanan kunjungan ini sangatlah berarti. Kunjungan itu memperlihatkan

    bahwa mereka berharga. Mereka tetap terhitung meskipun tidak dapat hadir dalam kebaktian

    atau kegiatan jemaat lainnya. Kunjungan pastoral sering menjadi sarana bagi anggota jemaat

    untuk mengungkapkan ketakutan, sukacita, dan masalah mereka, baik yang bersifat pribadi

    maupun rohani. Meskipun bukan suatu konseling formal, kunjungan tersebut sering memberikan

    nasihat yang membantu.18

    Dalam lingkup konseling hamba Tuhan memiliki kelebihan dibandingkan seorang

    konselor keluarga, karena mereka lebih mudah diterima oleh keluarga. Dalam lingkungan

    keluarga, tiap anggota akan tampil sewajarnya daripada berada di ruangan seorang konselor.

    Kunjungan pastoral secara positif mencakup konseling atau paling tidak pemahaman akan

    hubungan dalam keluarga. Namun, fungsi utama kunjungan pastoral dalam pertumbuhan rohani

    adalah membantu orang atau orang-orang dalam keluarga untuk menyelami pengalaman hidup

    mereka, dan selanjutnya mengaitkan pengalaman itu dengan iman mereka. Hal itu akan tercapai

    bila ada kesediaan baik pada pihak hamba Tuhan maupun anggota jemaat untuk memperhatikan

    18 Kenneth. L. Gibble, Pentingnya Suatu Kunjungan Pastoral (Yogyakarta: Andi, 1989), 53.

  • 16

    dengan sungguh-sungguh "sisi dalam" dari pengalaman hidup mereka. Kesediaan untuk

    membagikan perasaan yang terluka, rasa malu, dan juga sukacita akan mengungkapkan sisi

    dalam proses pendampingan pastoral tersebut.19

    Pendampingan pastoral dapat berlanjut menjadi konseling pastoral, dengan kata lain

    konseling pastoral merupakan sebuah dimensi pendampingan pastoral dalam melaksanakan

    fungsi yang bersifat memperbaiki yang dibutuhkan ketika orang mengalami krisis yang

    merintangi pertumbuhannya. Orang membutuhkan pendampingan pastoral sepanjang hidupnya,

    tetapi mungkin orang membutuhkan konseling pastoral ketika mengalami krisis yang hebat

    (Howard Clinebell, 2002). Dalam bukunya tipe- tipe dasar pendampingan dan koseling pastoral

    Howard Clinebell menambahkan bahwa konseling pastoral adalah alat yang penting sekali yang

    membantu gereja menjadi pos penyelamat jiwa, tempat berlindung, dan taman kehidupan rohani.

    Konseling dan pendampingan pastoral dapat menjadi alat-alat penyembuhan dan pertumbuhan

    rohani, pengembalaan dan konseling pastoral adalah pemanfaatan hubungan antara seseorang

    dan orang lainnya di dalam pelayanan. Pengembalaan adalah suatu pelayanan yang luas

    cakupannya, pengembalaan mencakup pelayanan yang saling menyembuhkan dan

    menumbuhkan di dalam suatu jemaat dan komunitasnya sepanjang perjalanan hidup mereka.

    Konseling pastoral adalah sebuah dimensi dari pengembalaan. Dimana konseling pastoral

    merupakan suatu fungsi yang bersifat memperbaiki, yang dibutuhkan ketika orang mengalami

    krisis yang merintangi pertumbuhannya.20

    Hal yang perlu diperhatikan oleh pendeta secara tepat adalah mutu dari program

    pendampingan dan pertolongan warga gereja. Karena hikmat Alkitabiah sadar akan keterasingan

    (alienasi) dan kerusakan manusia tetapi juga menyadari potensinya untuk berkembang kearah

    keutuhan. Dalam gereja, para pendeta harus mengadakan percobaan dengan pendekatan yang

    baru ketika mereka mencari sumber daya untuk memperkaya keefektifan mereka dalam

    pelayanan pendampingan dan konseling.21 Dalam hal ini William A. Clebsch (ahli sejarah

    gereja) dan Charles R. Jaekle (spesialis pendampingan pastoral) mengemukakan empat fungsi

    19 Gibble, Pentingnya Suatu Kunjungan Pastoral, 57. 20 Howard Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral (Yogyakarta: Kanisius,

    2002), 17 & 32. 21 Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, 53-54.

  • 17

    pengembalaan dan Howard Clinebell menambahkan satu fungsi dalam pendampingan pastoral.

    Jika dilihat dari fungsi-fungsi tersebut, maka ada lima fungsi pendampingan, antara lain;

    1. Fungsi Menyembuhkan (Healing)

    Adalah suatu fungsi pastoral yang terarah untuk mengatasi kerusakan yang

    dialami orang menuju keutuhan dan membimbingnya kearah kemajuan di luar

    kondisinya terdahulu.

    2. Fungsi Mendukung (Sustaining)

    Menolong orang yang sakit (terluka) agar dapat bertahan dan mengatasi suatu

    kejadian yang terjadi pada waktu yang lampau, dimana penyembuhan atas

    penyakitnya kemungkinan sangat tipis.

    3. Fungsi Membimbing (Guiding)

    Membantu seseorang yang berada dalam kebingungan dalam mengambil pilihan

    yang pasti (meyakinkan di antara berbagai pikiran dan tindakan alternatif/pilihan).

    4. Fungsi Memulihkan (Reconciling)

    Usaha membangun hubungan-hubungan yang rusak kembali di antara manusia

    dan sesama manusia, dan diantara manusia dengan Allah.

    5. Fungsi Memelihara atau Mengasuh (Nurturing)

    Tujuan dari fungsi tersebut adalah memampukan orang untuk mengembangkan

    potensi-potensi yang diberikan Allah kepada mereka, di sepanjang perjalanan

    hidup mereka.

    Semua fungsi pelayanan mempunyai satu tujuan tunggal yang mempersatukan semuanya,

    yaitu memperkuat keutuhan manusia yang berpusat pada Roh. Melalui fungsi-fungsi inilah setiap

    proses dalam penggembalaan dapat dilakukan, setiap fungsi dapat menjadi suatu alat

    pertumbuhan dan penyembuhan secara holistik, karena dari kelima fungsi ini merupakan suatu

    saluran dari pemeliharaan Pastoral.22

    22 Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, 54.

  • 18

    Selain itu dalam bukunya yang berjudul tipe-tipe dasar pendampingan dan konseling

    pastoral, teori dari Howard Clinebell memaparkan juga enam dimensi yang saling keterkaintan

    dari fungsi-fungsi pendampingan dalam mencapai suatu keutuhan pengembalaan dan konseling

    pastoral dalam aspek kehidupan manusia, dimana yang satu sama lainnya saling berkaitan;

    Dimensi pertama – menyegarkan pikiran – Mencakup pengembangan sumber-sumber

    personalitas. Kemampuan berpikir dari manusia yang memperkaya horizon-horizon

    intelektual dan artistic manusia merupakan bagian dari pendekatan pengembalaan dan

    konseling pastoral, yang dipusatkan pada keutuhan hidup.

    Dimensi kedua – membuat tubuh lebih bergairah – Memampukan orang mengatasi

    keterasingan dari tubuh mereka, dan membatu mereka menikmati keutuhan tubuh-jiwa-

    roh, menjadi bagian yang hakiki dalam konseling

    Dimensi ketiga – memperbaharui dan memperkaya hubungan-hubungan dekat –

    Menolong orang memperbaiki, memperbaharui, dan memperkaya jaringan hubungan

    yang penuh kepedulian merupakan penyembuhan maupun pertumbuhan yang

    bergantung pada kualitas hubungan-hubungan yang penting. Penyembuhan yang

    mencakup hubungan-hubungan itu lebih kearah pertumbuhan karena hubungan-hubungan

    tersebut merupakan bagian hakiki dari suatu pelayanan akan keutuhan hidup.

    Dimensi keempat – memperdalam hubungan orang dengan alam dan lingkungan hidup –

    Pengembalaan dan konseling pastoral yang bersifat membebaskan hubungan kita dengan

    lingkungan hidup kita serta memperluas kesadaran orang agar menjadi lebih utuh baik

    secara fisik, mental, dan spiritual.

    Dimensi kelima – menumbuhkan hubungan dengan lembaga-lembaga yang penting

    dalam hidup – Pengembalaan dan konseling pastoral sepatutnya mencakup

    membangkitkan kesadaran orang-orang dalam melihat akar-akar sosial dari rasa sakit dan

    kehancuran mereka secara individual, serta akar-akar sosial yang merintangi

    pertumbuhan mereka. Pengembalaan dan konseling pastoral bertujuan untuk

    membebaskan, memotivasi dan memperkuat orang untuk bekerja sama dengan orang lain

  • 19

    dalam rangka membuat lembaga-lembaga menjadi tempat manusia dimana keutuhan tiap

    pribadi terpelihara dengan baik.

    Dimensi keenam – memperdalam dan menggairahkan hubungan dengan Allah – Dari

    pertumbuhan menuju keutuhan, pertumbuhan rohani berkaitan dengan kelima dimensi

    tersebut, dan merupakan ikatan yang mempersatukan keseluruhan dimensi lainnya. Kunci

    bagi perkembangan manusia adalah hubungan-hubungan yang terbuka, jujur, dan penuh

    sukacita dengan Roh kasih yang merupakan sumber segala kehidupan, penyembuhan, dan

    pertumbuhan.

    Dalam perjanjian baru, pengembalaan dipahami sebagai tugas seluruh warga jemaat yang

    berfungsi sebagai persekutuan pemeliharaan dan penyembuhan, dimana yang lebih berperan

    aktif adalah pendeta sebagai gembala. Tugas pendeta adalah mendidik, melatih, member

    inspirasi, dan mengawasi warga jemaat dalam pelayanan pengembalaan.23 Kesempatan-

    kesempatan yang sangat besar bagi pengembalaan dan konseling dalam gereja terjadi disekitar

    krisis-krisis kehidupan. Menurut Howard Clinebell ada dua macam krisis yang dapat kita

    pahami; pertama, krisis perkembangan yang terjadi disekitar transisi-transisi normal yang penuh

    dengan ketegangan dalam perjalanan hidup (seperti perkawinan, kelahiran, dan lulus sekolah)

    dan yang kedua, krisis yang terjadi secara kebetulan, yang menimbulkan ketegangan-ketegangan

    dan kehilangan-kehilangan yang tidak diharapkan (seperti kecelakaan, bencana alam,

    pembedahan, dan penyakit) yang dapat muncul pada tahap-tahap dalam kehidupan.24

    Salah satu tujuan dari pengembalaan dan konseling gereja adalah memampukan orang

    (jemaat) dalam menanggapi krisis-krisis mereka sebagai kesempatan untuk bertumbuh, karena

    fokus utama dari pengembalaan gereja melalui pelayanan konseling pastoral adalah menolong

    jemaat (warga gereja) dalam mengatasi masalah-masalah dan krisis-krisis kehidupan kearah

    pertumbuhan. Sama halnya ketika ada warga gereja yang mengalami krisis yang terjadi secara

    kebetulan (krisis menurut Howard) yaitu penyakit (sakit). Dengan demikian harus diingat bahwa

    jemaat adalah persekutuan para imam, yaitu orang-orang yang mempersembahkan persembahan

    rohani kepada Tuhan. Karena tubuh setiap umat sendirilah yang sekarang menjadi korban yang

    hidup dan kudus bagi Allah (Rm. 12:1). Tuhan menginginkan gereja-Nya menjadi tubuh bagi

    23 Howard Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, 67-71. 24 Clinebell, Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, 44.

  • 20

    orang-orang percaya yang dalam kata dan perbuatan penyataan pelayanan kasih-Nya pada

    sesama.25 Tuhan Yesus dan jemaat mula-mula memperdulikan orang lain dengan beberapa cara:

    mereka menghibur yang susah, melayani orang yang sakit, memberi makan yang lapar,

    menguatkan yang lesu, memberi semangat kepada yang kecewa, mendoakan, juga membimbing

    orang-orang yang mempunyai masalah mental dan rohani26.

    Maka pelayanan pastoral di dalam gereja harus didekati secara holistik, artinya

    memandang pribadi yang menghadapi masalah itu tidak secara terpecah-pecah, tetapi harus

    didekati sebagai kesatuan dan keutuhan yaitu secara fisik, mental, sosial, dan spiritual. Dalam hal

    ini sangat penting sekali integritas dalam kehidupan pribadi pelayan yang harus diniatkan,

    integritas tidak terjadi hanya kareana komitmen untuk melayani. Pelayan Tuhan harus berusaha

    menjadi orang yang berintegritas dalam kehidupan pribadinya. Kunci pelayanan yang efektif

    adalah pertumbuhan yang berkelanjutan pada diri pelayan Kristus itu sendiri, asalkan tetap

    bertumbuh secara spiritual dan berhubungan secara pribadi dengan umat yang ia layani, pastinya

    pelayanan seorang pelayan akan selalu tetap efektif. Jika memang demikian, maka pendeta akan

    memiliki pemahaman yang jelas tentang peran yang mereka lakukan didalam pelayanan.27

    Akhirnya dapat disimpulkan bahwa jikalau istilah pendampingan dan pastoral

    digabungkan menjadi pendampingan pastoral, itu berarti pastoral merupakan sifat dari pekerjaan

    pendampingan itu sendiri. Dengan demikian maka dalam mendampingi sesama yang menderita

    haruslah bersifat pastoral. Atau dengan kata lain, pertolongan terhadap sesama harus mencakup

    kelima fungsi dan keenam dimensi diatas. Sebab Allah yang adalah pencipta, bersifat merawat

    dan memelihara. Maka bila pastoral dihubungkan kepada istilah pendampingan, dimaksud untuk

    memperdalam makna pekerjaan pendampingan. Dimana pendampingan tersebut tidak hanya

    memiliki aspek horizontal (dari manusia kepada manusia) akan tetapi juga mewujudkan aspek

    vertikal (hubungan dengan Allah).

    25 Gary. R. Collins, Pengantar pelayanan konseling Kristen yang efektif (Malang: seminari Alkitab asia

    tenggara, 1989), 37. 26 Mesach Krisetya, Konseling Pastoral (Salatiga: Fakultas Teologi UKSW, 2001), 10. 27 Joe E. Trull, James E. Carter, Etika Pelayanan Gereja; Peran Moral dan Tanggung Jawab Etis Pelayan

    Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 90.

  • 21

    III. Hasil Penelitian dan Pembahasan

    3.1. Deskripsi Situasi dan Analisis Terhadap Keadaan Penderita Stroke dan Keluarga

    Stroke merupakan suatu masalah penyakit yang sangat serius, karena sakit stroke sangat

    sulit sekali untuk disembuhkan, karena memakan waktu proses pemulihan yang sangat lama.

    Situasi ini terjadi atau dialami oleh beberapa warga jemaat GPIB Tamansari Salatiga. Ibu S

    adalah salah satu warga jemaat GPIB Tamansari yang mengalami stroke, saat ini Ibu S sudah

    berumur 45 tahun, sudah cukup lama Ibu S mengalami stroke, banyak sekali perubahan yang

    dialami beliau, salah satunya ialah mengenai faktor ekonomi yang berdampak juga pada faktor

    psikologis, dahulu sebelum Ibu S mengalami stroke, keadaan hidupnya sangat berkelimpahan,

    dari memiliki rumah, mobil, emas, usaha, dan deposito semua serba ada. Beliau juga suka sekali

    dalam melakukan perkunjungan dan membantu orang-orang yang penuh kesusahan dan

    kesulitan, serta membantu dalam setiap kegiatan gereja, apapun beliau lakukan dalam hal dana

    pun beliau ikut andil. Ada rasa penyesalan dan sakit hati yang dirasakan, mengapa Tuhan seperti

    ini terhadap saya. Ketika stroke datang menghampiri semua keadaan menjadi berubah total, tidak

    ada lagi semangat hidup yang dirasakan, saat ini semangat yang saya miliki dalam melakukan

    pelayanan, seolah sirna begitu saja ketika penyakit ini datang kepada saya, hanya rasa emosi

    yang dirasakan ketika saya melihat kondisi fisik saya seperti ini. Bahkan sampai sekarang hanya

    rumah ini yang saya miliki, selebihnya semua yang saya miliki musnah dalam seketika. Saya

    tidak menduga hal ini akan terjadi pada saya, bahkan tidurpun saya merasa tidak tenang, selalu

    saja ada ketakutan yang terlintas dipikiran saya, tentang bagaimana kehidupan biaya terutama

    untuk berobat dalam jangka panjang, ujar beliau. Terlebih lagi faktor biaya rumah sakit dan

    penyakit yang diderita oleh saya sungguh di luar logika, terutama bagi keluarga kami.28

    Pada awalnya bapak H tidak percaya bahwa isteri terkasihnya akan mengalami hal ini,

    namun apa daya ketika stroke datang menghampiri salah seorang dari keluarga kami, yaitu istri

    saya. Tentunya ada kondisi di luar dugaan kami yang akan timbul dan mau tidak mau harus kami

    terima salah satunya faktor ekonomi, jujur saja itu merupakan suatu beban bagi kami, namun

    bagaimana kami berupaya untuk semuanya agar bisa teratasi dan kembali normal seperti dahulu

    lagi, ujar bapak H. Saat ibu pertama kali terkena stroke, semua yang kami miliki serasa hilang

    28 Hasil Wawancara dengan Ibu S, (Senin, 10 November 2014).

  • 22

    begitu saja seiring berjalannya waktu, kami tidak bisa berbuat apa-apa lagi, saya sebagai kepala

    keluarga hanya pasrah melihat keadaan keluarga kami, di satu sisi saya harus bekerja di luar

    kota, di sisi lain saya harus memikirkan biaya rumah sakit yang tidak sedikit, dan biaya

    kebutuhan keluarga kami setiap harinya. Terjadi perubahan yang sangat drastis terhadap keluarga

    kami, dimana yang dulunya kami hidup serba ada, sedikit demi sedikit mulai habis untuk biaya

    berobat dalam kurun waktu yang cukup lama. Rasa putus asa yang terlintas di pikiran saya,

    sampai kapan istri saya seperti ini, walaupun saat itu orang-orang beranggapan bahwa istri saya

    tidak mungkin pulih seperti keadaan biasanya dan pada saat itu saya merasakan situasi ekonomi

    yang jatuh dan kondisi jiwa yang terpuruk.29

    Penulis menginterpretasikan bahwa keadaan inilah yang ditimbulkan oleh stroke, banyak

    situasi yang tidak dapat diduga oleh penderita pasca stroke dan keluarganya. Dalam hal ini stroke

    dapat menimbulkan hal-hal yang dapat mempengaruhi psikologis maupun fisik baik dari

    penderita maupun keluarga, termaksud dalam hal pembiayaan yang tidak sedikit, serta penderita

    stroke sendiri membutuhkan perawatan yang memakan waktu cukup lama dan insentif, itu semua

    sangat mempengaruhi kecemasan keluarga. Rasa cemas sering timbul baik itu bagi keluarga dan

    terutama penderita stroke, ini merupakan salah satu masalah yang harus segera diatasi, karena

    rasa cemas yang dialami mempengaruhi mental dan batin mereka. Maka dalam hal inilah perlu

    adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik itu dari kerabat, saudara, dan yang

    terlebih dari gereja dalam melakukan kunjungan pelayanan pastoral untuk mengobati beban

    psikologis yang dialami oleh penderita dan keluarga. Keadaan seseorang yang sedang mengidap

    suatu penyakit, terutama orang-orang yang mengalami stroke, sering kali ada rasa cemas yang

    terjadi di dalam dirinya, seorang penderita stroke mengalami berbagai kekurangan fisik dan

    sering kali membutuhkan bantuan dari orang sekitar. Berhubungan dengan hal ini, keluargapun

    banyak meluangkan waktu yang tersita untuk merawat salah seorang anggota keluarganya yang

    mengalami stroke. Hal ini dialami oleh Bapak H, sebagai suami dan kepala rumah tangga, posisi

    Bapak H yang juga bekerja diluar kota sangat merasakan banyak hal yang harus ia terima, sering

    kali beliau menempuh jarak yang cukup jauh. Beliau melakukan ini untuk menjaga istrinya yang

    sakit dalam memberikan dukungan dan semangat demi kesembuhannya. Sama halnya ketika

    yang dikemukakan oleh dr. Anthony Rudd bahwa efek yang mempengaruhi baik fisik maupun

    29 Hasil Wawancara Keluarga dengan Bapak H, (Minggu, 16 November 2014).

  • 23

    psikis. Sering kali, orang yang terserang stroke mengalami depresi. Masalah-masalah psikologis

    seperti merasa cemas, lelah, sulit berkonsentrasi, dan sulit mengingat sesuatu yang sering terjadi.

    Serta efek ketidak stabilan emosi, seperti menjadi sangat sensitive, mudah marah, dan kurang

    bersemangat. Efek stroke tidak hanya mempengharuhi penderita, tetapi juga orang-orang

    disekitarnya, terutama keluarga. Merawat seseorang terus-menerus, terutama jika tidak

    diantisipasi sebelumnya, dapat menjadi pekerjaan yang sulit dan melelahkan. 30

    3.2. Analisis Tindakan Pastoral Gereja Terhadap Penderita Stroke dan Keluarga

    Tindakan pastoral gereja penting dilakukan terhadap penderita stroke dan keluarganya,

    termaksud juga warga jemaat GPIB Tamansari Salatiga. Melalui hasil wawancara yang

    dilakukan terhadap keluarga dan penderita stroke, pendeta, dan majelis jemaat, ada beberapa hal

    penting yang memang gereja belum memberikan layanan konseling pastoral. Secara khusus

    gereja belum memberikan pelayanan pastoral berupa konseling terhadap jemaat yang sakit pasca

    stroke. Ada beberapa faktor yang bervariasi mengapa gereja tidak melakukan pelayanannya

    berupa konseling pastoral, dalam konseling pastoral yang holistik gereja hanya sebatas

    melakukan pelayanannya berupa ibadah. Lebih jauh gereja melihat adanya kendala emosi yang

    kurang stabil dari penderita stroke yang akan mengakibatkan kondisi dari penderita stroke akan

    lebih parah. Hal inilah yang selalu menjadi alasan mengapa gereja tidak melakukan konseling

    pastoral. Namun ini bukanlah suatu alasan mengapa gereja tidak melakukan konseling pastoral.

    Adapun keterkaitannya dengan perkunjungan pastoral, menurut J.L Abineno sebenarnya tidak

    ada gereja yang dapat menjadi tubuh Kristus jika tidak saling mendukung, jika pendeta ataupun

    para majelis sendiri tidak dapat menjadi model yang baik. Kita harus melihat contoh seperti

    Yesus Kristus, yang adalah satu-satunya model sejati. Dia tidak saja berkotbah tetapi juga

    menyembuhkan dan memberikan pertolongan kepada mereka yang membutuhkannya. Ada

    banyak cara dalam melakukan pastoral gereja, salah satunya adalah melalui kunjungan, memang

    tidak setiap hari gereja melakukan kunjungan. Gereja hanya melakukan kunjungan tetap dua

    minggu sekali, gereja hadir disana memang sifatnya hanya berupa ibadah, akan tetapi dengan

    ibadah itu gereja berharap akan ada banyak hal yang warga jemaat ceritakan dan disamping doa-

    doa yang mereka minta. Melihat peran pendeta dan tanggung jawabnya dalam mengayomi

    30 Rudd, Stroke at Your Fingertips, 225.

  • 24

    kondisi jemaat pasca stroke tetap ada dan terlaksana secara pribadi, namun itu dilakukan tidak

    rutin. Selalu ada upaya juga dari gereja dalam melakukan kunjungan baik itu dari

    pendeta/majelis maupun dari pelkes (Pelayanan Kesehatan).31

    Menurut pendeta GPIB Tamansari Salatiga kondisi warga jemaat yang mengalami stroke,

    agak sulit bagi gereja untuk datang setiap saat, ini dikarenakan kondisi emosi dari penderita

    stroke tidak stabil. Ketika kami datang (Gereja), kami berpikir bahwa upaya itu sedikit

    memulihkan warga gereja yang mengalami stroke namun ternyata kenyataannya tidak. Inilah

    yang perlu kami (Gereja) pelajari ketika gereja melakukan kunjungan terhadap warga jemaat

    yang sakit, terkhususnya bagi warga jemaat pasca stroke tidak bisa dilakukan terlalu sering atau

    rutin, hal ini dikarenakan kondisi emosional yang diderita penderita stroke tidak stabil yang akan

    berdampak buruk bagi penderita. Maka dari itulah gereja hanya melakukan pelayanan berupa

    ibadah dan doa lalu pulang. Perlu kita pahami istilah rutin, istilah rutin yang dimaksudkan disini

    adalah ketika melakukan kunjungan dua minggu sekali itu pun termaksud rutin, karena ini

    terjadwal. Jika melakukan pelayanan terhadap penderita stroke setiap hari itu jelas tidak

    mungkin, karena banyak hal juga yang perlu kami (gereja) kerjakan. Namun untuk kunjungan

    pribadi jelas kami melakukan itu, ujar beliau.32

    Tanggung jawab pastoral gereja terhadap jemaat sejauh ini biasanya hanya berupa

    khotbah saja, dalam versi ini (konseling) kami belum pernah melakukannya, kami juga belum

    pernah melakukan pembinaan khusus terhadap warga jemaat, bagaimana cara menangani jika

    ada jemaat yang sakit dan bagaimana menangani jika ada jemaat yang berduka. Selama ini media

    yang masih kami pakai hanya berupa khotbah, khotbah yang dilakukan baik dalam ibadah-

    ibadah minggu maupun ibadah-ibadah pelayanan kategorial. Secara khusus peranan pendeta dan

    presbiter dalam hal ini memang harus lebih aktif dalam melihat kondisi dan keadaan jemaat,

    sehingga perkunjungan pun bisa lebih intensif. Karena terkadang ketika jemaat untuk datang

    kepada kami itu sungkan, jadi memang kitalah sebagai gereja yang seharusnya pro-aktif melihat

    dan memberi dukungan terhadap warga gereja, dan memang hal ini sangat penting sekali

    tanggung jawab bagi pendeta sebagai gembala dalam melakukan tugas panggilan gereja sebagai

    Pelayan Firman dan Sakramen dimana pendeta harus hadir melayani, bersaksi, dan bersekutu

    31 Hasil Wawancara dengan Ibu Pdt. Missono Bogar (Minggu, 16 November 2014). 32 Hasil Wawancara dengan Ibu Pdt. Missono Bogar (Minggu, 16 November 2014).

  • 25

    untuk menggembalakan domba-dombaNya, jadi sangat dibutuhkan sekali peranan pendeta dan

    presbiter karena melalui pelayanan itulah yang membuat jemaat menjadi bertumbuh.33

    Melihat hasil kontribusi yang diberikan oleh pendeta, bahwa peranan presbiter (majelis)

    juga sangat penting dalam melakukan peranan gereja, salah satu majelis jemaat GPIB taman sari

    salatiga, yang kebetulan adalah koordinator sektor, yaitu bapak D. Beliau merupakan salah satu

    informan yang berusia 65 tahun, dan sudah menjadi warga jemaat GPIB taman sari Salatiga dari

    tahun 1972 (42 tahun). Dalam pernyataannya beliau mengungkapkan bahwa pengertian dari

    pelayanan pastoral secara mendalam beliau tidak mengetahui, hanya pengertian yang dangkal

    yang bisa dijelaskan, yakni rasa empati untuk membangkitkan semangat terhadap jemaat yang

    membutuhkan pertolongan. Sepengetahuan beliau sebagai majelis maupun sebagai jemaat, gereja

    tidak pernah memberikan bekal pengetahuan kepada majelis tentang konseling pastoral, tegas

    beliau.34

    Walaupun demikian ada juga upaya dari gereja untuk melakukan pelayanan konseling, itu

    dapat dilihat di papan pengumuman secara tertulis bahwa gereja membuka layanan konseling

    pastoral, akan tetapi secara khusus bagi jemaat terutama jemaat yang menderita stroke itu belum

    pernah ada. Gereja yang melalui komisi pelkes hanya melakukan kunjungan bagi jemaatnya

    yang sakit berupa ibadah dan di dalam ibadah itu terjadi percakapan-percakapan yang bersifat

    membangkitkan semangat mereka, minimal bentuk simpatik bahkan empati. Konseling pastoral

    sangat dibutuhkan sekali bagi warga jemaat Tamansari, hanya mungkin untuk prosedur

    mendapatkan konseling pastoral itu yang jemaat kurang mengetahuinya. Ini perlu

    disosialisasikan, terutama bagi warga gereja yang menderita sakit, karena jika terlepas dari

    perhatian gereja GPIB, mungkin ada gereja-gereja lain yang akan menangkap peluang ini. Kata

    beliau. Kenyataannya sudah terjadi ada beberapa anggota kita yang mengalami masalah

    kehidupan, lalu gereja seolah-olah tidak mau tahu, akhirnya gereja-gereja lain menangkap

    peluang itu, itu pernah dialami oleh jemaat GPIB Tamansari. Pelayan pastoral yang seharusnya

    menjadi tugas pendeta, dan pendeta seharusnya memberi bekal kepada majelis sebagai tangan

    kanan dalam membatu pelayanan pendeta, karena jika jemaat hanya ingin dilayani oleh pendeta

    itu sangat tidak mungkin, karena banyak sekali tugas dan tanggung jawab yang harus pendeta

    33 Hasil Wawancara dengan Ibu Pdt. Missono Bogar (Minggu, 16 November 2014). 34 Hasil Wawancara dengan Pnt. D (Senin, 17 November 2014).

  • 26

    lakukan, sehingga jika ada hal semacam pembekalan tentang pelayanan konseling pastoral

    terhadap majelis, itu saya yakin akan semakin banyak jemaat yang terlayani.35

    Gereja tumbuh menjadi suatu organisasi yang di dalamnya mempunyai tingkatan-

    tingkatan berdasarkan tugas dan tanggung jawab dalam menjalankan pelayanan bersama dan

    menjadi satu tubuh, seperti: Pendeta, penatua, diaken dan jemaat. Salah satu tugas yang paling

    penting dari pendeta dan penatua ialah pelayanan perkunjungan pastoral. Pendeta dan penatua

    yang secara langsung bertanggung jawab atas pelayanan itu, tetapi secara keseluruhan anggota-

    anggota yang lain dari majelis jemaat turut memikul tanggung jawab itu. Oleh karena itu

    perkunjungan pastoral harus diadakan secara teratur dalam jemaat.36

    Penulis melihat sangat di butuhkan sekali peranan pastoral gereja dalam mengayomi dan

    lebih peduli terhadap warga gereja yang sakit. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari tugas dan

    tanggung jawab gereja dalam mengemban jemaatnya, terutama pendeta dan majelis dalam

    menyembuhkan warga gereja yang sakit secara menyeluruh (holistic). Seperti yang penulis telah

    kemukakan di atas, (Howard. J. Clinebell) bahwa ada lima fungsi yang mengatakan bahwa

    pastoral gereja pada umumnya di warnai oleh lima unsur antara lain menyembuhkan (Healing),

    mendukung (Sustaining), membimbing (Guiding),memulihkan (Reconciling), dan memelihara

    atau mengasuh (Nurturing). Dalam hal ini perlu adanya perhatian dan kepedulian yang tinggi

    dari pendeta dan majelis untuk memenuhi tugas dan panggilanNya terhadap warga jemaat yang

    sakit, terutama jemaat pasca stroke. Ini benar-benar nyata ketika melihat situasi dan keadaan

    yang dialami oleh Ibu S dan keluarga, mereka membutuhkan dukungan dari gereja, dalam proses

    pemulihan secara batin, dan gereja seharusnya lebih berperan aktif dalam mengayomi dan peduli

    terhadap warga jemaatnya, dalam hal menyembuhkan, mendukung, membimbing, memulihkan,

    dan memelihara. Walaupun gereja sudah melakukan perkunjungan dan pelayananan berupa

    ibadah, namun kelima fungsi ini perlu menjadi patokan dalam memenuhi tugas panggilan serta

    rasa tanggung jawab untuk memperkokoh spiritulitas jemaat Tuhan, hal ini dimaksudkan agar

    warga gereja dapat merasakan kehidupan yang seutuhnya, ketika mereka dilanda krisis

    kebimbangan akan iman pengharapan terhadap Kristus.

    35 Hasil Wawancara dengan Pnt. D (Senin, 17 November 2014). 36 J.L CH.DR. Abineno, Penatua jabatan dan pekerjaannya (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 27.

  • 27

    Sama halnya ketika Ibu S dan keluarga tidak menyangka stroke ini terjadi pada dirinya,

    ada rasa sakit hati yang beliau rasakan, sebelum stroke menghampiri, kehidupan yang beliau

    jalani dalam kesehariannya adalah selalu melakukan pelayanan berupa perkunjungan. Namun

    semangat yang beliau miliki sirna ketika stroke terjadi pada dirinya, rasa sakit hati itulah yang

    membuat beliau pasrah akan kehendak Tuhan. Namun beliau yakin dengan kuasa dan mujizat

    dari Tuhan ia akan sembuh dan pulih dari stroke, karena ada kerinduan yang sangat mendalam

    untuk bisa melayani, memuji dan memuliakan nama Tuhan. Ada keyakinan yang beliau rasakan,

    sama halnya apa yang dikemukakan oleh teori Howard Clinebell dalam memaknai enam

    dimensi, dalam dimensi yang keenam adanya aspek kehidupan manusia untuk memperdalam dan

    mengairahkan hubungan dengan Allah. Dimensi keenam merupakan penggabungan serta

    keterkaitan dari dimensi sebelumnya, dan adanya suatu ikatan yang mempersatukan dengan

    keseluruhan dimensi lainnya. Hal ini dapat dilihat ketika penderita stroke pasrah dengan keadaan

    yang dihadapinya, namun ada masa transisi dimana penderita stroke merasa yakin akan kuasa

    Tuhan, inilah suatu kunci perkembangan bagi kehidupan manusia dalam membuka hubungan-

    hubungan yang penuh suka cita dengan Allah, melalui sumber-sumber segala kehidupan, dalam

    proses penyembuhan dan pertumbuhan didalam iman. Walaupun kenyataanya gereja hanya

    melakukan kunjungan, namun ada suatu keyakinan yang dimiliki oleh jemaat pasca stroke. Maka

    dari itu sangat diperlukan sekali peran gereja dalam menolong, memperbaiki, memperbaharui,

    dan memperkaya jaringan hubungan yang penuh kepedulian terhadap jemaatnya untuk

    menumbuhkan rasa percaya diri mereka di dalam iman pengharapan. Karena mereka merupakan

    orang-orang yang memerlukan bantuan terutama dalam layanan konseling pastoral gereja.

    IV. Penutup

    Kesimpulan

    Dalam perjanjian baru kitab Markus 10:45 mengatakan; Karena Anak Manusia juga

    datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya

    menjadi tebusan bagi banyak orang. Hal ini perlu di perhatikan oleh pelayan gerja terutama

    pendeta dan majelis, bahwa gereja melakukan perkunjungan orang sakit adalah merupakan suatu

    pelayanan yang wajib dilakukan sebagai konsekuensi menjadi pengikut Yesus. Perintah untuk

    memberikan pertolongan kepada yang membutuhkan secara implisit diperintahkan oleh Tuhan

  • 28

    Yesus juga yang terdapat dalam I Petrus 5: 2,3 dan Yohanes 13: 34 yang pada intinya berbicara

    mengenai perintah untuk menggembalakan domba-domba Allah berdasarkan kasih. Pelayanan

    pastoral merupakan bagian terpenting dalam pelayanan gereja, dalam menjawab setiap

    pergumulan jemaat, terutama jemaat pasca stroke yang mengalami suatu masalah, dimana hal ini

    benar-benar harus diperhatikan oleh gereja. Namun kenyataannya jemaat pasca stroke kerap kali

    terabaikan, hal inilah yang dialami oleh beberapa warga jemaat GPIB taman sari Salatiga.

    Seharusnya gereja lebih pro-aktif dalam melakukan pelayanan pastoral, karena dampak yang

    ditimbulkan oleh jemaat pasca stroke sangat berat sekali yaitu dampak ekonomi dan psikologi.

    Gereja mempunyai tugas dan tanggung jawab yang penting di dalam melayani warga jemaatnya,

    khususnya dalam kehidupan mereka dimana terjadi berbagai macam persoalan dalam hidup

    mereka, seperti kesepian, kesusahan, dan penderitaan. Gereja melalui pendeta / majelis bukan

    saja bertugas untuk meberitakan Firman Allah dengan perkataan saja, namun terutama dalam

    menyatakan firman itu dengan perbuatan. Jelas sekali bahwa yang dibutuhkan oleh warga jemaat

    GPIB taman sari salatiga bukan hanya pidato atau khotbah, tetapi yang di butuhkan adalah

    berupa konseling pastoral.

    Saran

    Penulis melihat pentingnya suatu pastoral gereja dalam menjalankan fungsinya di tengah-

    tengah jemaat yang menderita, baik itu menderita secara jasmani maupun rohani. Diharapkan

    agar majelis gereja dalam hal ini pendeta, penatua, dan diaken, agar lebih peka dalam

    memperhatikan pentingnya konseling pastoral, karena jika pastoral gereja benar-benar dilakukan

    atau dilaksanakan dari dalam gereja, maka gereja merupakan suatu wadah pergumulan yang

    efektif dalam menopang keutuhan Rohani umatNya. Hal yang sangat perlu diwaspadai oleh

    gereja GPIB taman sari Salatiga adalah ketika gereja kurang peduli terhadap jemaat terutama

    penderita stroke, sangat disayangkan jika ada gereja-gereja yang lain akan menagkap peluang ini.

    Seharusnya gereja lebih peduli dan menerapkan konseling pastoral kepada jemaat pasca stroke.

    Karena pendeta/majelis tidak bisa melayani Kristus tanpa melayani jemaat-Nya,sebab melayani

    jemaat berarti melayani Kristus. Dengan bersatunya majelis gereja maka lahan pelayanan yang

    luas akan terjangkau, dan jangan hanya mengandalkan pendeta dalam melakukan perkunjungan

    pastoral . Majelis gereja diharapkan agar dapat memberikan pembinaan khusus bagi jemaat, agar

  • 29

    jemaat dapat dijadikan majelis di masa depan, hal ini juga menjaga regenerasi GPIB Tamansari

    Salatiga.

  • 30

    DAFTAR PUSTAKA

    Abineno, J. L. Ch. Pedoman Praktis untuk Pelayanan Pastoral. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2003.

    Abineno, J. L. Ch. Pelayanan Pastoral Kepada Orang-orang Sakit. Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2002.

    Abineno, J. L. Ch. Penatua jabatan dan pekerjaannya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.

    Beek Van, Aart. Pendampingan Pastoral. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.

    Clinebell, Howard. J. Tipe-tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral. Yogyakarta: Kanisius,

    2002.

    Collins, Gerry, R. Pengantar pelayanan konseling Kristen yang efektif. Malang: Seminari Alkitab asia

    tenggara, 1989.

    Engel, J. D. Konseling Suatu Fungsi Pastoral. Salatiga: Tisara Grafika, 2007.

    Gibble, Kenneth, L. Pentingnya Suatu Kunjungan Pastoral. Yogyakarta: Andi, 1989.

    Krisetya, Mesach. Konseling Pastoral. Salatiga: UKSW 2001.

    Nazir, M. Metode penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia, 2009.

    Pinzon Rizaldi, Asanti Laksmi. Awas Stroke! Pengertian Gejala, Tindakan, Perawatan, & Pencegahan.

    Yogyakarta: Andi, 2010.

    Rudd, Anthony. Stroke at Your Fingertips. Jakarta: Penebar Plus, 2010.

    Sumiyatiningsih Dien, Bagaswara Rian P, Engel J.D, Kawulusan Sherly. Teladan Kehidupan.

    Yogyakarta: Andi, 2006.

    Sj. Eminyan Maurice. Teologi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius, 2001.

    Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2012.

    Sarafino, E. F. Stroke petunjuk penting bagi keluarga. Jakarta: Pustaka Delapratasa, 1998.

    Tjandrarini Kristiana. Bimbingan Konseling Keluarga. Salatiga: Widya Sari Press, 2004.

    Trull, Joe, E. Carter, James, E. Etika Pelayanan Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.