laporan jadi willis p.m

Upload: ry-huhh-damn-ii

Post on 15-Jul-2015

275 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

I.

PENDAHULUAN1

A. Latar Belakang Tanah merupakan sumberdaya terpenting dalam kehidupan manusia, dimana tanah tidak akan terlepas dari kehidupan manusia. Dari awal penciptaan sampai dengan kehidupan sehari-hari manusia tidak mungkin terlepas dari keberadaan tanah. Tanah adalah suatu benda yang diciptakan oleh Tuhan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga sangat membantu dan mempengaruhi sepanjang kehidupan manusia dan makhluk lainnya di bumi (Munir, 1996). Tanah sebagai suatu sistem tiga fase yang mengandung air, udara dan bahan-bahan mineral dan organik serta jasad-jasad hidup, yang karena pengaruh berbagai faktor lingkungan pada permukaan bumi dan kurun waktu, membentuk berbagai hasil perubahan yang memiliki ciri-ciri morfologi yang khas, sehingga berperan sebagai tempat tumbuh bermacam-macam tanaman. gambar di bawah adalah gambar faktor pembentuk tanah. Lahan-lahan di tanah air merupakan hutan tropika yang subur dan lebat. Berbagai jenis hasil hutan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga secara alamiah hutan merupakan habitat komplek yang perlu dijaga kelestariannya. Meningkatnya kebutuhan pokok masyarakat mendorong manusia untuk mengeksploitasi sumber daya hutan secara berlebihan dimana segi keberlanjutan dimasa depan tidak diperhatikan. Hutan dan tanah sebagai penopang pokok hutan akan mengalami degradasi diberbagai segi, termasuk daya dukungnya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Manusia yang hidup di permukaan bumi sangat tergantung pada tanah. Sebaliknya suatu tanah pertanian yang baik ditentukan oleh kemampuan manusia dalam mengelolanya, sehingga bukan kebalikannya yang terjadi yaitu kesalahan dalam pengelolaannya akan dapat mengakibatkan penurunan produktivitas tanah tersebut.

1

B. Tujuan Praktikum Praktikum survai tanah dan evaluasi lahan ini bertujuan untuk: 1. Menentukan Satuan Peta Tanah (SPT) di Kecamatan Jenawi. 2. Menentukan kesesuaian lahan aktual dan potensial di kecamatan Ngargoyoso untuk tanaman Paprika (Capsicum annuum). C. Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, pada hari Jumat Minggu, tanggal 22-24 Oktober 2010. Sedangkan untuk analisis tanah dilakasanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta pada hari tanggal 23-25 November 2010. SelasaKamis,

2

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lahan 1.Tanah Dalam bidang pertanian, tanah memiliki arti yang lebih khusus dan penting sebagai media tumbuh tanaman darat. Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa bahan organik dari organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup di atasnya atau di dalamnya. Selain itu di dalam tanah terdapat pula udara dan air yang berasal dari hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ke tempat lain. Dalam proses pembentukan tanah, selain campuran bahan mineral dan bahan organik terbentuk pula lapisan-lapisan tanah yang disebut horizon. Dengan demikian tanah (dalam arti pertanian) dapat didefenisikan sebagai kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media tumbuhnya tanaman ( Ali, Hanafiah,Kemas.2007) Pembentukan lapisan atau perkembangan horizon dapat

membangun tubuh alam yang di sebut tanah. Tiap tanah di cirikan oleh susunan horizon tertentu. Secara umum dapat di sebutkan bahwa setiap profil tanah terdiri atas dua atau lebih horizon utama. Tiap horizon dapat dibedakan berdasarkan warna, tekstur, struktur dan sifat morfologis lainnya, (Pairunan.1985 ). Faktor-faktor pembentukan tanah adalah tidak tergantung ( bebas), namun perlu di lihat situasinya. Oleh karena itu dari seluruh faktor pada bentang lahan yang efektif sehingga hanya satu faktor peubah yang tampak. . Dalam faktor pembentukan tanah dibedakan menjadi dua golongan yaitu, faktor pembentukan tanah secara pasif dan aktif. Faktor pembentukan tanah secara pasif adalah bagian-bagian yang menjadi sumber massa dan keadaan yang mempengaruhi massa yang meliputi 3

bahan induk, tofografi dan waktu atau umur. Sedangkan faktor pembentukan tanah secara aktif ialah faktor yang menghasilkan energi yang bekerja pada massa tanah, yaitu iklim, (hidrofer dan atmosfer) dan makhkluk hidup (biosfer). Setelah diketahui bahwa tanah berkembang terus, maka faktornya ditambah dengan waktu. Tofografi (relief) yang mempengaruhi tata air dalam tanah dan erosi tanah juga merupakan faktor pembentukan tanah (Jenny.1941 ). Alfisols meliputi tanah-tanah yang telah mengalami pelapukan intensif dan perkembangan tanah lanjut, sehingga terjadi pelindian unsur basa, bahan organik dan silika dengan meninggalkan sesguioksida sebagai sisa berwarna merah. Ciri morfologi yang umum adalah tekstur lempung sampai geluh, struktur remah sampai gumpal lemah dan konsistensi gembur. Warna tanah sekitar merah tergantung susunan mineralogi, bahan induk, drainase, umur tanah, dan keadaan iklim (Darmawijaya, 1990). Alfisols mempunyai horison argilik dan terjadi di daerah dimana tanah hanya sebentar lembab pada paling sedikit sebagian dalam tahun tersebut. Kebutuhan kejenuhan basa 35 % atau lebih pada horison Alfisol terbawah, berarti kurang lebih sama dengan cepatnya pencucian (Foth,1988). Alfisols merupakan tanah yang mempunyai epipedon okrik dan horison argilik dengan kejenuhan basa sedang sampai tinggi. Pada umumnya tanha tidak kering. Tanah yang ekuivalen adalah tanah halfbog, podsolik merah-kuning, dan planosols (Sutanto, 2005). Alfisols ditemukan di daerahdaerah datar sampai berbukit. Proses pembentukan alfisols di Iowa memerlukan waktu 5000 tahun, karena lambatnya proses akumulasi liat untuk membentuk horison argilik. Proses pembentukan alfisols melalui urutan sebagai berikut; pencucian karbonat; pencucian besi; pembentukan epipedon okhrik; pembentukan horison albik dan pengendapan argilan (Hardjowigeno, 2008).

4

2.Iklim Cuaca dan iklim merupakan faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap berbagai aktifitas kehidupan. Aktifitas manusia yang makin meningkat menjadikan timbulnya perubahan pada komponen biofisik lingkungan, seperti peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfir, yang merupakan penyumbang utama terjadinya pemanasan dan perubahan iklim. Akibat yang paling penting dari proses perubahan iklim adalah timbulnya peristiwa ekstrim seperti kemarau panjang, hujan badai, banjir, atau tanah longsor yang makin sering terjadi dan bahkan semakin besar. Hasil suatu jenis tanaman bergantung pada interaksi antara faktor genetis dan faktor lingkungan seperti jenis tanah, topografi, pengelolaan, pola iklim dan teknologi. Dari faktor lingkungan, maka faktor tanah merupakan modal utama. Keadaan tanah sangat dipengaruhi oleh unsurunsur iklim, yaitu hujan, suhu dan kelembaban. Pengaruh itu kadang menguntungkan tapi tidak jarang pula merugikan (Kartasapoetra, Ance Gunarsih, Ir., 1993). Tinggi rendahnya suhu disekitar tanaman ditentukan oleh radiasi matahari, kerapatan tanaman, distribusi cahaya dalam tajuk tanaman, kandungan lengas tanah. Suhu mempengaruhi beberapa proses fisiologis penting: bukaan stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis, dan respirasi. Peningkatan suhu sampai titik optimum akan diikuti oleh peningkatan proses di atas. Setelah melewati titik optimum, proses tersebut mulai dihambat: baik secara fisik maupun kimia, menurunnya aktifitas enzim (enzim terdegradasi). Peningkatan suhu disekitar iklim mikro tanaman akan menyebabkan cepat hilangnya kandungan lengas tanah. Peranan suhu kaitannya dengan kehilangan lengas tanah melewati mekanisme transpirasi dan evaporasi. Peningkatan suhu terutama suhu tanah dan iklim mikro di sekitar tajuk tanaman akan mempercepat kehilangan lengas tanah terutama pada musim kemarau.

5

Pada musim kemarau, peningkatan suhu iklim mikro tanaman berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama pada daerah yang lengas tanahnya terbatas. Pengaruh negatif suhu terhadap lengas tanah dapat diatasi melalui perlakuan pemulsaan (mengurangi evaporasi dan transpirasi) Faktor iklim yang paling berpengaruh terhadap tanah adalah hujan. Air hujan akan mengikis bagian top soil tanah yang merupakan bagian tanah yang subur. Apabila bagian top soil dibiarkan terkikis terus menerus, maka lapisan ini akan hilang dan yang tampak adalah lapisan bagian bawahnya, yang dikenal denga sub soil. Sub soil ini merupakan lapisan di bawahnya yang kurang subur, masih mentah, di mana mikroorganismenya sudah hilang sehingga diperlukan perbaikanperbaikan yang memakan waktu cukup lama untuk menjadi produktif kembali (antara 2-5 tahun) (Kartasapoetra, Ance Gunarsih, Ir., 1993). Berbeda dengan faktor tanah yang telah banyak dipelajari dan difahami, cuaca dan iklim merupakan salah satu peubah dalam produksi pangan yang paling sukar dikendalikan. Oleh karena itu dalam usaha pertanian, umumnya disesuaikan dengan kondisi iklim setempat. Junghuhn mengklasifikasi daerah iklim di Pulau Jawa secara vertikal sesuai dengan kehidupan tumbuh-tumbuhan. 3.Vegetasi Vegetasi penutup tanah mencegah atau mengurangi pengaruh merugikan ini. Pada waktu yang bersamaan tanaman penutup akan cenderung berkompetisi dengan tanaman utama untuk air, dan mungkin untuk hara (meskipun penutup kacangan akan memberikan nitrogen tambahan). Mulching dengan bahan tanaman yang mati juga akan mengcounter sebagian besar pengaeuh yang tidak diinginkan dari pengeksposan tanah, dan akan membantu meng-conserve kelengasan tanah (R.H.V. Corley. dkk 1976). Vegetasi merupakan salah satu unsur lahan yang dapat berkembang secara alami atau sebagai hasil dari aktivitas manusia baik 6

pada masa lalu atau masa kini. Vegetasi perlu dipertimbangkan dengan pengertian bahwa vegetasi sering dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui potensi lahan atau kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu melalui kehadiran tanaman-tanaman indikator. Vegetasi juga dapat berfungsi sebagai sumber daya mengingat areal hutan dapat memberikan hasil kayu untuk keperluan bangunanbangunan atau manjadi sumber makanan ternak atau penggembalaan (Rayes, 2007) Vegetasi secara umum dapat mencegah erosi, namun setiap jenis tanaman dan banyaknya tajuk terhadap erosi berbeda-beda. Pada tanaman yang rimbun kemungkinan erosi lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh jarang. Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi yaitu intersepai air hujan oleh tanaman, mengurangi kecepatan aliran dan energi perusak air serta meningkatkan efektivitas mikroorganisme yang berperan dalam proses humifikasi. Juga dapat menigkatkan agregasi dimana akar-akar tanaman dengan selaput koloidnya menyebabkan agregat menjadi stabil dan pengaruh traspirasi dimana terjadi peningkatan kehilangan air tanah melalui penguapan sehingga kemampuan menyerap air meningkat. (Arsyad, 1989). 4. Topografi Topografi sebagai faktor pasif dalam pembentuk tanah. Yang dimaksud dengan topografi adalah studi tentang bentuk permukaan bumi dan objek lain seperti planet, satelit alami (bulan dan sebaginya) dan asteroid. Topografi umumnya menyuguhkan relief permukaan, model tiga dimensi, dan identitas jenis lahan. Relief adalah bantuk permukaan suatu lahan yang dikelompokkan atau ditentukan

berdasarkan perbedaan ketinggian (amplitude) dari permukaan bumi (bidang datar) suatu bentuk bentang lahan (landform). Sedang topografi secara kualitatif adalah bentang lahan (landform) dan secara kuantitatif

7

dinyatakan dalam satuan kelas lereng (% atau derajat), arah lereg, panjang lereng dan bentuk lereng (Anonim , 2009). Pada umumnya topografi dinyatakan sebagai kemiringan dan panjang lereng. Kemiringan lereng mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan permukaan. Pada dasarnya semakin curam suatu lereng maka aliran permukaan akan semakin tinggi dan semakin curam kemiringan maka potensi erosi akan semakin besar. Limpasan permukaan yang ada pada akhirnya dapat memperbaiki kekuatan pengangkutan air (Anonim , 2009). Unsur topografi yang paling berpengaruh terhadap laju penghanyutan tanah adalah kemiringan dan panjang lereng. Panjang lereng mempengaruhi volume limpasan permukaan sehingga

berpengaruh terhadap erosi. Limpasan permukaan makin rendah jika lereng makin panjang. Limpasan permukaan semakin rendah jika lereng makin panjang. Limpasan permukaan semakin rendah apabila lerengnya semakin panjang (Anonim , 2009). Topografi sangat berperan dalam menentukan kecepatan volume limpasan permukaan. Tanah-tanah dengan kelerengan yang besar dan relativ peka terhadap erosi yang akan mempunyai potensi erosi yang besar khususnya pada wilayah Indonesia yang curah hujan yang tinggi. Curah hujan yang tinggi dengan topografi yang curam dapat mengakibatkan terjadinya erosi yang besar sehingga diperlukan teknik konservasi untuk mengatasinya(Anonim , 2009). B. Survey Tanah 1. Pengertian Dan Metode Survey Tanah Survei dan pemetaan tanah merupakan suatu kegiatan penelitian di lapangan untuk melakukan inventarisasi sumberdaya tanah pada wilayah tertentu, yang kemudian dibuat delinasi dari bagian bentang alam yang dipotong sesuai dengan kelas taksonomi tanah, wilayah geografis dan digambarkan ke dalam peta tanah. Survei tanah dilakukan 8

sedemikian rupa sehingga semua gambaran potensi lahan yang ada dapat digambarkan ke dalam peta dasar dan dapat membantu dalam pembatasan satuan peta tanahnya Survai tanah merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik, dan biologi di lapangan maupun dilaboratorium, dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan umum maupun khusus. Suatu survai tanah baru memiliki kegunaan yang tinggi jika teliti dalam memetakannya. Hal itu berarti: tepat mencari site yang representatif, tepat meletakkan site pada peta yang harus didukung oleh peta dasar yang baik, tepat dalam mendeskripsikan profilnya menetapkan sifat-sifat morfologinya, teliti dalam mengambil contoh, dan benar menganalisisnya di laboratorium atau benar dalam

(Abdullah, 2008). Proses sebenarnya pemetaan atau survei terdiri dari berjalan di atas lahan dengan interval yang sama dan mencatat perbedaanperbedaan tanah dan gambaran yang berhubungan dengan permukaan, seperti tingkat kemiringan lereng, erosi yang terjadi, penggunaan lahan, penutup vegetatif, serta gambaran alami. Batas-batasnya langsung digambarkan dalam foto udara yang diambil pada beberapa tempat, perubahan dari satu tipe tanah ke tipe lainnya (Foth, 2002). 2. Satuan Peta Tanah Satuan peta tanah (soil mapping unit) tersusun dari unsur-unsur yang pada dasarnya merupakan kesatuan dari tiga satuan, ialah satuan tanah, satuan bahan induk dan satuan wilayah. Perbedaan satuan peta dalam berbagai peta tanah terletak pada ketelitian masing-masing unsur satuan petanya. Penggunaan tiga unsur dimaksudkan untuk dapat memberi gambaran yang jelas dari suatu wilayah tentang keadaan tanah dan wilayahnya (Darmawijaya, 2008).

9

Setiap satuan peta tanah memiliki karakteristik tertentu yang seragam dari beberapa cuplikan berupa pedon pewakil. Sifat-sifat dari masing-masing satuan peta secara singkat dicantumkan dalam legenda, sedang uraian lebih detail dicantumkan dalam laporan survei tanah yang selalu menyertai peta tanah tersebut. Disamping itu dilakukan interpretasi kemampuan tanah dari masing-masing satuan peta tanah untuk penggunaan-penggunaan tanah tertentu. Pemahaman tentang hal ini dirasa sangat penting sebab tidak semua praktek pertanian dapat berjalan dengan baik tanpa adanya kesesuaian atau kecocokan antara tanaman budidaya dengan kondisi tanahnya (Abdullah, 1993). Mentukan satuan peta tanah diidasarkan atas kesamaan

karakteristik sifat Tanah, bisa digunakan satu satuan peta tanah yang memiliki kesamaan jenis tanahnya. Penentuan jenis tanah bertingkat mulai dari kelas Ordo, Sub Ordo, Great Group, Sub group, Famili hingga seri tanah (Soil Taxonomy, 2003). Untuk melakukan delineasi satu satuan peta jenis tanah, diperlukan survei tanah hingga skala seri tanah. 3. Klasifikasi Tanah Klasifikasi tanah merupakan alat komunikasi diantara para pakar dan pengguna tanah. Dengan mengetahui klasifikasi tanah maka akan mudah bagi kita untuk mempelajari dan memahami sifat dan ciri setiap jenis tanah (sifat morfologi, fisika, kimia dan mineralogi tanah), potensi dan kendala penggunaannya, sehingga secara cepat dapat ditetapkan potensi dan jenis-jenis komoditas yang sesuai

dikembangkan serta input produksi dan teknologi pengelolaan tanah yang diperlukannya. Dalam prakteknya, pemanfaatan tanah yang ideal adalah memilih komoditas yang paling sesuai dengan penggunaan input sekecil mungkin, namun diharapkan produksi yang maksimal. Sebagai contoh, Aluvial (Entisol, Inceptisol) lebih sesuai untuk sawah (ketersediaan air). Podsolik Merah Kuning (Ultisol) untuk tanaman

10

perkebunan karet dan kelapa sawit. Mediteran (Alfisol) untuk perkebunan kakao, kopi, hutan jati. Latosol (Inceptisol) untuk tanaman pangan lahan kering dan buah-buahan, sedang Andosol (Andisol) untuk tanaman hortikultura dataran tinggi (Hardjowigeno, S. 1992.) Klasifikasi tanah dalam jenis dan sifat tanah sangat bervariasi, hal ini ditentukan oleh perbandingan banyaknya fraksi-fraksi (kerikil, pasir, lanau dan lempung), sifat plastisitas butir halus. Klasifikasi bermaksud membagi tanah menjadi beberapa golongan tanah dengan kondisi dan sifat yang mirip diberi simbul nama yang sama (Hardjowigeno, S. 1993.) Tujuan klasifikasi tanah adalah menyusun pengetahuan tentang tanah scr sistematis, satu sama lain, mengetahui hubungan masing individu tanah memudahkan mengingat sifatm tanah,

mengelompokkan tanah utk tujuan yg lebih praktis dlm hal: memprediksi sifat tanah, memprediksi sifat produktivitas tanah, menentukan areal tanah, memprediksi utk penelitian, atau

kemungkinan ekstrapolasi hasil penelitian di suatu tempat (Rayes, M. L. 2007) Klasifikasi tanah memiliki berbagai versi. Terdapat kesulitan teknis dalam melakukan klasifikasi untuk tanah karena banyak hal yang memengaruhi pembentukan tanah. Selain itu, tanah adalah benda yang dinamis sehingga selalu mengalami proses perubahan. Tanah terbentuk dari batuan yang aus/lapuk akibat terpapar oleh dinamika di lapisan bawah atmosfer, seperti dinamika iklim, topografi/geografi, dan aktivitas organisme biologi. Intensitas dan selang waktu dari berbagai faktor ini juga berakibat pada variasi tampilan tanah. Dalam melakukan klasifikasi tanah para ahli pertama kali melakukannya berdasarkan ciri fisika dan kimia, serta dengan melihat lapisan-lapisan yang membentuk profil tanah. Selanjutnya, setelah teknologi jauh berkembang para ahli juga melihat aspek batuan dasar yang membentuk tanah serta proses pelapukan batuan yang kemudian

11

memberikan ciri-ciri khas tertentu pada tanah yang terbentuk( Madjid, A. 2009) 3. Formasi Geologi Formasi geologi sangat mempengaruhi struktur daerah dan merupakan bahan dasar dari bahan induk tanah. Bahan induk ini, kecuali pada tanah endapan (sedimen) umumnya menentukan terhadap sifat dan karakteristik tanah yang terdapat di daerah tersebut. Adanya informasi tentang geologi sangat memudahkan dalam mengevaluasi potensi dan kesesuaian lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Dengan mengetahui bentukan lahan akan memberi informasi mengenai asal pembentukan tanah yang selanjutnya berkembang dan memiliki sifat tertentu. Informasi ini akan dapat menjadi pendukung dalam menguraikan kesesuaian lahan tersebut dengan tanaman yang akan dibudidayakan dalam praktek pertanian (Sitorus, 2005). Keadaan dan struktur formasi geologi mempunyai banyak pengaruh tidak langsung pada penggunaan lahan bagi usaha pertanian. Relief atau topografi sangat berhubungan erat dengan keadaan geologinya. Formasi geologi sangat mempengaruhi struktur daerah dan merupakan bahan dasar dari bahan induk tanah. Adanya informasi tentang geologi sangat memudahkan dalam mengevaluasi potensi dan kesesuaian lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus, 1985).

C. Evaluasi Lahan 1. Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses pendugaan tingkat kesesuaian lahan untuk berbagai alternatif penggunaan seperti : penggunaan untuk pertanian (kelompok tanaman, tanaman tunggal), kehutanan,

pariwisata (rekreasi, kemah), tujuan konservasi lahan, atau jenis penggunaan lainnya (Djaenuddin et al., 2005). Pada prinsipnya

12

evaluasi lahan

merupakan usaha mencocokkan antara persyaratan

penggunaan lahan dengan kondisi lahan sebenarnya, sehingga diperoleh tingkat kesesuaian lahannnya. Hasil akhir dari evaluasi lahan ini adalah prioritas jenis penggunaan lahan terbaik. Evaluasi Lahan merupakan suatu proses penilaian suatu lahan sehingga sesuai dengan kondisinya pada penggunaan-penggunan tertetentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Evaluasi lahan berguna untuk mengetahui potensi/kemampuan lahan bagi bagi penggunaan2 lahan tertentu. Misalnya bagi tenaman, pariwisata, pemukiman dll. Apabila potensi lahan ini diketahui secara dini, perencanaan untuk tata guna lahan akan diharapkan akan memberikan dampak berkelanjutan bagi lahan tersebut. Tujuan evaluasi lahan adalah untuk menentukkan nilai/kelas kesesuaian suatu lahan untuk tujuan tertentu. FAO (1976) dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) menjelaskan bahwa dalam evaluasi lahan perlu memperhatikan aspek2 seperti ekonomi, sosial serta lingkungan yang berkaitan dengan perencanaan tata guna lahan. Beberapa hal yang perlu dinyatakan dalam asumsi dalam evaluasi lahan semi detail antara lain adalah: prosedur evaluasi lahan : secara fisik kuantitatif atau lainnya data merupakan data tapak (site) atau rata-rata dari SPT kependudukan sosial budaya infra struktur dan assesibilitas pemilikan tanah tingkat pengelolaan lahan, dibedakan atas rendah, sedang dan tinggi. Diterangkan kriteria masing-masing tingkat dan usaha perbaikan yang dapat dilakukan untuk mencapai kesesuaian lahan potensial aspek ekonomi

(Djaenudin dkk, 2005).

13

Seperangkat dari karakteristik lahan tersebut yang saling berinteraksi membentuk sifat yang kompleks yang sesuai untuk suatu penggunaan lahan dinamakan kualitas lahan (Land Quality).

Kegunaan dari lahan itu sendiri dapat dianalisis dalam tiga aspek yaitu kesesuaian, kemampuan, dan nilai lahan. Kesesuaian menyangkut satu penggunaan tertentu khusus. Sebagai contoh kesesuaian untuk tanaman padi, kebun kelapa sawit dan sebagainya. Kemampuan menyangkut serangkaian/sejumlah penggunaan, jadi ruang lingkupnya lebih luas, contohnya untuk pertanian, kehutanan atau taman rekreasi. Sedangkan konsep nilai didasarkan atas pertimbangan finansial yang dinyatakan sebagai jumlah biaya per tahun (Sitorus, 1985). Berbagai sistem evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda seperti sistem perkalian parameter, sistem penjumlahan parameter dan sistem pencocokan (matching) antara kualitas lahan dan karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman (Puslittanak, 1997). 2. Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kelas kesesuaian suatu areal dapat berbeda tergantung dari tipe penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan (Sitorus, 2008).

Berdasarkan pada Frame of Land Evaluation (FAO, 1976) dalam Djaenuddin et al. (1994), ada 4 kategori untuk klasifikasi kesesuaian lahan yaitu ordo, kelas, sub kelas dan unit. Ordo menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan tertentu, yang dibedakan menjadi dua, ordo S (Sesuai) dan ordo N (tidak sesuai untuk penggunaan tertentu. Kelas menunjukkan tingkat kesesuaian dari masing-masing ordo, yang terdiri dari lima kelas, kelas S1 (Sangat sesuai), S2 (Cukup sesuai), S3 (Sesuai marginal), N1 (Tidak sesuai saat ini), N2 (Tidak sesuai). Sub kelas menunjukkan jenis faktor

14

penghambat pada masing-masing kelas. Unit merupakan pembagian lebih lanjut dari sub kelas berdasar atas besarnya faktor penghambat. Dalam memilih lahan yang sesuai untuk tanaman tertentu dikenal dua tahapan untuk menemukan lahan yang sesuai. Tahapan pertama adalah menilai persyaratan tumbuh tanaman yang akan diusahakan atau mengetahui sifat-sifat tanah dan lokasi yang pengaruhnya bersifat negatif terhadap tanaman. Tahapan kedua adalah mengidentifikasikan dan membatasi lahan yang mempunyai sifat-sifat yang diinginkan tetapi tanpa sifat lain yang tidak diinginkan. Peta-peta tanah membuat kedua lahan tersebut lebih mudah untuk dilaksanakan. Selain itu, baik data tanah sangat relevan untuk pendekatan ini, sebab informasi yang menyangkut sifat-sifat tanah dismpan pada setiap satuan peta tanah (Sitorus, 2008). Penilaian kesesuaian lahan atau evaluasi kesesuaian lahan pada hakekatnya mencari lokasi yang mempunyai sifat-sifat positif dalam hubungannya dengan keberhasilan produksi atau penggunaan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menilai kesesuaian lahan suatu wilayah, salah satunya adalah menggunakan hukum minimum yaitu memperbandingkan/menghubungkan (matching) antara kualitas dan karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas lainnya yang dievaluasi. Dari hasil evaluasi kesesuaian lahan tersebut akan didapatkan kesesuaian terhadap penggunaan yang didasarkan atas sifat fisik dalam keadaan sekarang artinya bahwa

lahan atau ditentukan

penilaian tersebut belum dilandasi adanya perbaikan-perbaikan terhadap sifat-sifat lahan yang kurang sesuai dengan suatu penggunaan, dan biasanya klasifikasi kesesuaian sekarang dinamakan kesesuaian lahanaktual. Sedangkan kesesuaian terhadap penggunaan lahan yang ditentukan dari satuan lahan dalam keadaan yang akan

15

datang setelah diadakan perbaikan utama yang diperlukan untuk meminimalisir faktor penghambat dalam suatu penggunaan lahan. Dalam hal ini perlu diperinci faktor-faktor ekonomis yang disertakan dalam menduga biaya yang diperlukan untuk perbaikan-perbaikan tersebut. Klasifikasi ini dinamakan kesesuaian lahanpotensial.

D. Tanaman Paprika 1. Diskripsi Tanaman Paprika (Capsicum annuum) adalah sejenis cabai yang berasa manis dan sedikit pedas. Paprika berasal dari family terung-terungan (Solanaceae). Tanaman ini termasuk tanaman semusim atau tanaman berumur pendek. tanaman paprika tumbuh sebagai tanaman perdu atau semak, dengan ketinggian mencapai 4 m. Bentuknya unik, yaitu besar dan gendut seperti buah kesemek. Paprika ini sering digunakan sebagai bumbu masakan atau bahan sayuran. Berbeda dengan cabai biasa, biji paprika biasanya tidak dimakan. Tanaman paprika cocok tumbuh di berbagai iklim dan dapat tumbuh di berbagai belahan dunia. Paprika berasal dari Amerika Selatan dan banyak

dikembangkan di Hungaria. Di Indonesia, paprika cukup dikenal. Paprika banyak dikembangkan secara hidroponik di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Berdasarkan warnanya, paprika dibedakan atas paprika hijau, paprika merah, dan paprika kuning. Berdasarkan rasanya, paprika dibedakan atas dua jenis, yaitu paprika manis yang bentuknya besar dan paprika pedas yang bentuknya lebih kecil (Cahyono, 2009) 2. Persyaratan Tumbuh Tanaman Paprika adalah tanaman subtropis sehingga akan lebih cocok ditanam pada daerah dengan ketinggian di atas 750 m dpl (di atas permukaan laut). Tanaman paprika membutuhkan kondisi khusus agar tumbuh dengan baik. Salah satunya adalah menghendaki kisaran suhu

16

optimum 21C 25C untuk pertumbuhan dan perkembangannya dan 18,3 26,7C untuk pembuahannya. Di luar itu, maka pertumbuhan paprika akan terganggu. Selain itu, tanaman paprika termasuk tanaman yang tidak tahan terhadap intensitas cahaya yang tinggi, akibatnya bila ditanam pada kondisi yang intensitasnya tinggi menyebabkan hasil akhir bobot buah cabai paprika akan sangat rendah. Sebenarnya tidak akan menjadi masalah apabila penanaman paprika dilakukan dalam green house yang notabene kondisi iklim mikronya mudah dikontrol, namun mengingat pembuatan green house menelan biaya yang tidak sedikit, maka tidak sedikit petani kita yang mengusahakannya di lahan terbuka. Pengusahaan paprika di alam terbuka tentu saja membawa dampak kurang bagus pada produksinya karena intensitas cahaya dan suhu tidak sesuai yang diinginkan (Anonim, 2008) Untuk mengatasi hal tersebut maka dalam pembudidayaannya harus diusahakan agar agroklimatnya terpenuhi dengan menggunakan sumber daya yang ada dan lebih terjangkau. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan naungan. Pemberian naungan itu sendiri ditenggarai dapat mengurangi intensitas cahaya matahari serta mengurangi kekurangan air akibat proses

evapotranspirasi yang tinggi. Di Indonesia, tanaman ini banyak diusahakan di daerah seperti Brastagi, Lembang, Cipanas, Bandung, Dieng, dan Purwokerto. Walaupun jika dibandingkan dengan permintaan jenis cabai yang lain, permintaan paprika lebih kecil, luas penanaman paprika terus berkembang seiring dengan permintaan pasar yang terus meningkat.

17

III.

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat 1. Munsell Soil Color Charts 2. Peta-peta (peta administrasi, peta penggunaan lahan, peta transek/ kerja lapang, peta geologi), alat-alat tulis, dan map 3. Kantung plastik, kertas label, dan spidoL 4. Pisau belati dan meteran 5. Kompas 6. Klinometer 7. Cangkul 8. Rafia 9. Belati 10. Bor 11. Flakon 12. Kertas Marga B. Bahan 1. Aquadest 2. H2 O2 10% 3. HCl 1N; KCNS 10%; dan K3Fe(CN)6 4. H2 O2 3% 5. HCl 2% 6. KCl 10% 7. Khemikalia untuk analisis laboratorium C. Cara Kerja 1. Pra Survei a. Membuat perencanaan awal dan menyiapkan peta yang dibutuhkan, yaitu peta rupa bumi, administrasi, geologi, land use, dan peta kontur.

18

b. Survei pendahuluan ke lokasi survei, yang ditujukan untuk mengkaji atau mengecek keberadaan unit-unit lahan dan membuat jalur-jalur awal transek pada lokasi sebenarnya. c. Konsolidasi dengan pihak-pihak berwenang dalam hal perijinan sehingga dapat membantu kelancaran survei utama. 2. Survei a. Melaksanakan survei dengan metode transek. b. Melakukan pengeboran pada titik-titik di jalur pengeboran yang telah ditentukan berdasarkan peta kerja untuk diambil sampel tanahnya dan dianalisis sifat fisika dan kimia tanahnya. c. Melakukan pengamatan terhadap deskripsi bentang lahan dan faktorfaktor lingkungan yang ada meliputi bentuk dan karakteristik lahan. d. Melengkapi boardlist lapang dan mencatat ciri spesifik lokasi survei jika ada. e. Ploting data pada peta sementara. f. Penentuan satuan-satuan peta tanah dari lokasi survei dengan menggunakan analisis K-mean cluster. g. Memasukkan kelompok yang mempunyai nilai 0,000 atau tidak mempunyai jarak kuadrat dalam satu kelompok satuan peta tanah (SPT). h. Jika mempunyai jarak kuadrat tidak masuk dalam satu SPT. i. j. Menentukan pedon pewakil dari setiap SPT. Pedon pewakil dibuat secara transek tegak lurus bentuk lahan.

k. Membuat profil atau pedon pewakil dari setiap satuan peta tanahdan menganalisa sifat fisika, kimia tanahnya dan fisiografi lahan di sekitarnya. l. Menentukan klasifikasi tanahnya.

m. Mengambil sampel tanah komposit untuk keperluan analisa kesuburan tanah.

19

3. Pasca Survei a. Analisis kesuburan sampel tanah (tekstur, bahan organik, kapasitas pertukaran kation, kejenuhan basa, sodisitas atau alkalinitas) di laboratorium guna mendapatkan data kelas kesesuaian lahan. b. Mencocokkan data yang diperoleh dari kegiatan survai tanah dengan persyaratan tumbuh tanaman tertentu, sehingga dapat ditentukan kelas kesesuaian lahan untuk tanaman tersebut dan faktor penghambatnya, serta potensi penggunaan lahannya. c. Pembuatan peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman tertentu dan kemampuan lahannya. d. Melakukan teknik wawancara kepada penduduk setempat untuk mendukung data analisis usaha tani sesuai dengan tanaman pada masing-masing kelas kesesuaian.

20

IV. HASIL PENGAMATAN

A. Hasil Pengamatan di Lapang 1. Keadaan Umum Kecamatan Jenawi Praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan tahun 2010 ini dilaksanakan di Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Fisiografi lahan bersifat heterogen dengan topografi secara umum bergelombang sampai pegunungan. Penggunaan lahan di kawasan ini adalah untuk tanah sawah, hortikultura, dan hutan (baik hutan lindung maupun hutan untuk tanaman industri maupun perkebunan). Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar pada 07o305,5 - 07o3795 LS, 111o506 - 111o1158 BT. Kemiringan lokasi antara agak datar sampai sangat curam (5%-55,55%) dan mempunyai bentuk wilayah yang beraneka ragam dari berombak, berbukit dan bergunung dan luas wilayah Kecamatan Jenawi 5608 hektar. Batas administratif wilayah kecamatan Ngargoyoso adalah : Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Timur : Kabupaten Sragen : Kecamatan Ngargoyoso : Kecamatan Kerjo. : Kabupaten Magetan (Gunung Lawu)

Dari hasil praktikum Survei terdapat 4 SPT yang salah satu SPT terdiri dari beberapa pedon. Pembagian SPT ini didasarkan pada kesamaan karakteristik bentuk lahan yang dilalui garis transek. Transek merupakan jalur sempit melintang lahan yang akan dipelajari/ diselidiki yang bertujuan untuk mengetahui hubungan perubahan vegetasi dan perubahan lingkungannya atau untuk mengetahui jenis vegetasi yang ada di suatu lahan secara cepat

21

2. Iklim dan Hidrologi Tabel 4.1 Data Temperatur (C) setiap SPT di Kecamatan Jenawi SPT Temperatur (C) SPT 1 23,44 SPT 2 22,12 SPT 3 19,78 SPT 4 18,86 Sumber : Hasil Analisis Lapang Tahun 2010 Analisis Temperatur di Kecamatan Jenawi Rumus Temperatur = 26,3- (0,01x eV x 0,6) Dimana, eV 1) SPT 1 Ketinggian tempat (eV) : 476,67 mdpl Temperatur = 26,3- (0,01x 476,67 x 0,6) = 23,44C 2) SPT 2 Ketinggian tempat (eV) : 696,67 mdpl Temperatur = 26,3- (0,01x 696,67 x 0,6) = 22,12C 3) SPT 3 Ketinggian tempat (eV) : 1086,67 mdpl Temperatur = 26,3- (0,01x 1086,67 x 0,6) = 19,78C 4) SPT 4 Ketinggian tempat (eV) : 1240 Temperatur = 26,3- (0,01x 1240 x 0,6) = 18,86C : ketinggian tempat

22

Tabel 4.2 Data Kelembaban (%) Kecamatan Jenawi selama 15 tahun Tahun Kelembaban Udara (%) 1995 82,25 1996 76,38 1997 71.62 1998 67,34 1999 63,50 2000 60,05 2001 56,95 2002 54,16 2003 51,66 2004 49,41 2005 47,39 2006 45,58 2007 43,95 2008 45.77 2009 58.03 Rata-Rata 58.27 Sumber : Hasil Analisis Lapang Tahun 2010 Tabel 4.3 Data Curah Hujan 15 Tahun Kecamatan NgargoyosoTahun/ bukan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September oktober Nopember Desember Total Rata-rata 1995 698 692 547 244 251 372 39 0 61 204 648 432 4188 1996 436 514 448 204 52 26 33 83 65 475 655 309 3300 1997 496 541 150 461 239 52 22 1 0 15 278 684 2939 1998 621 606 791 744 345 385 330 41 218 466 333 502 5382 1999 791 518 503 221 122 61 92 61 0 395 962 663 4389 2000 479 549 773 848 193 71 2 36 3 373 789 180 4296 2001 570 334 450 600 68 156 103 19 121 574 423 388 3806 2002 2003 2004 592 714 405 235 345 56 244 0 28,5 62,5 578,5 587,5 3848 2005 700 471 419 351 80 235 124 24 126 132 315 615,5 3592,5 2006 488 514,5 211,5 394 639 27 2 0 0 3 66 748 3093 2007 314 1018 476 766 96 238 22 9 0 75 395 1138 4547,5 2008 586 441 754,5 224 265,5 34 0 14 10 317 505 220 3371 2009 702 632 406,5 327 315,5 138,5 36 2 68 208,5 301 346 3483 500 482 482 622 547 491 459 110 100 11,8 0 33 10 0 12 11 7 60,3 62 142 307 316 429 399 2915 2678,1 3721,84

Sumber : Perkebunan Nusantara IX Kerjo a. Iklim Schimidt-Ferguson Tabel 4.4 Klasifikasi Iklim Menurut Schimidt-Ferguson Kisaran (mm/bl) Kriteria x > 100 Curah hujan bulan basah 60-100 Curah hujan bulan lembab x < 60 Curah hujan bulan kering Sumber : Klasifikasi Iklim menurut Schimidt-Ferguson

23

Tabel 4.5 Data Bulan Basah dan Kering menurut Iklim Schimidt-Ferguson Tahun Bulan Basah (BB) Bulan Kering (BK) Bulan Lembab (BL) 1995 9 2 1996 7 3 1997 7 5 1998 11 1 1999 8 1 2000 8 3 2001 10 1 2002 7 4 2003 7 4 2004 8 3 2005 10 1 2006 6 5 2007 7 3 2008 8 4 2009 9 2 Total 121 42 Rata-rata 8.1 2,8 Sumber : Hasil Analisis berdasarkan Kriteria Schmidt-Ferguson Q =

1 2 0 0 3 1 1 1 1 1 1 1 2 0 1 16 1,13

x100%

= x 100% = 34,57% Karena nilai Q berada diantara 33,3 34,57 60 maka termasuk dalam tipe iklim C yaitu agak basah Keterangan: Tipe A 0 Q 14,3 Tipe B 14,3 Q 33,3 Tipe C 33,3 Q 60 Tipe D 60 Q 100 Tipe E 100 Q 167 Tipe F 167 Q 300 Tipe G 300 Q 700 Tipe H Q 700 sangat basah basah agak basah sedang agak kering kering sangat kering

luar biasa kering

24

Sumber: Kartasapoetra et al (1991) G 167% F 100% E D Daerah survai 60% 34,57% 33,3% C Tipe C 14,3% B >700%

0% A Gambar 4. 1. Tipe iklim Schmit Ferguson b. Iklim Oldeman Tabel 4.6 Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman (OD): Kisaran (mm/bl) x > 200 mm/bl x < 100 mm/bl 100-200 mm/bl Kriteria Curah Hujan Bulan Basah Curah Hujan Bulan Kering Curah hujan bulan lembab

Sumber:Klasifikasi iklim menurut Oldeman Tabel 4.7 Data Bulan Basah dan Bulan Kering Menurut Iklim Oldeman Bulan Basah Bulan Kering Bulan Lembab (BB) (BK) (BL) 1995 9 3 0 1996 7 5 0 1997 6 5 1 1998 11 1 0 1999 7 4 1 2000 6 4 2 2001 7 2 3 2002 6 6 0 2003 5 5 2 2004 8 4 0 2005 7 2 3 2006 6 6 0 2007 7 5 0 2008 8 4 0 2009 8 3 1 Total 108 58 13 Rata-rata 7,2 3,9 0,87 Sumber: Sumber: Hasil Analisis Berdasarkan Kriteria Iklim Oldeman Tahun

25

Rata-rata bulan basah = = = 7,2 Rata-rat bulan kering = = = 3,9 Berdasarkan nilai rata-rata bulan kering dan bulan basah tersebut maka iklim di Kecamatan Jenawi dapat digolongkan ke dalam iklim B3, yaitu bahwa pada daerah tersebut hanya dapat ditanami dengan tanaman padi selama dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kering yang pendek untuk ditanami dengan tanaman palawija. 3. Formasi Geologi a. Fisiologi Lahan Fisiografi lahan di daerah Jenawi bersifat heterogen dengan topografi secara umum bergelombang sampai pegunungan. Daerah ini dibagi menjadi 3 satuan morfologi, yaitu bergelombang, perbukitan dan pegunungan. Daerah survei memiliki ketinggian 476,67 mdpl sampai 1240 mdpl, dan kemiringan lokasi antara datar sampai sangat curam (5%55,55%) . Tingkat erosi yang ada di daerah Jenawi berkisar ringan, sedang dan besar, sedangkan drainasenya di daerah Jenawi dominan buruk. b. Geomorfologi Daerah di kecamatan Jenawi pada survei tanah ini termasuk dalam peta dan lembar Ponorogo dengan formasi batuannya Qlla (Quarsa Lahar Lawu) dan Qvl (Quarter Vulkanik Lawu). Qlla merupakan geomorfologi yang terdiri dari komponen andesit, basa, dan sedikit batu apung beragam ukuran yang bercampur dengan pasir gunung api. Sebarannya terutama mengisi wilayah dataran di kaki gunung api atau membentuk beberapa perbukitan rendah. Di karang tengah endapan mengandung kepingan gigi dan tulang vertebrata jenis Bodivae. Mata air banyak ditemukan pada saat ini. 26

Sedangkan geomorfologi Qvl terdiri dari tuff dan breksi gunung api, bersisipan lava, umumnya mempunyai susunan andesit. Tuff berbutir kasar hingga sangat kasar mengandung kepingan andesit, batu apung, kuarsa, feldspar serta sedikit piraksin dan amfibol. Sebagian feldsparnya berubah menjadi lempung dan klorit. Tebal lapisan lebih dari 2 meter. Breksi gunung api berwarna kelabu hitam terdiri dari komponen andesit berukuran 5-20 cm, terpilah buruk, butiran menyudut, masa dasar berupa batu pasir gunung api kasar yang bersifat tufar. Tebalnya lebih dari 5 m. Lava berwarna hitam kelabu bersusunan andesit, terdiri dari plagioklas, feldspar, sedikit mineral mafik, dan kaca gunung api. Sebagai sisipan tebal rata-ratanya 1 meter. c. Stratigrafi Gunung Lawu merupakan gunung yang memanjang dari utara ke selatan, dipisahkan jalan raya penghubung propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, Topografi bagian utara berbentuk kerucut dengan puncak Argo Dumilah (3.265 m), sedang bagian selatan sangat kompleks terdiri dari bukit dan jurang dengan puncak Jobolarangan (2.298 m). Fisiografi gunung Lawu sangat khas, sehingga memiliki bentuk kehidupan yang khas pula. Ketinggian dan kemiringan gunung, menyebabkan terbentuknya iklim yang lebih fluktuatif dan berbeda dengan dataran rendah. Perbedaan ini meliputi suhu, intensitas sinar matahari, ketebalan awan, curah hujan, kecepatan angin, kebakaran, kelembaban udara dan lain-lain. Gunung Lawu, gunung ketiga tertinggi di Pulau Jawa, merupakan pegunungan vulkanik yang tidak aktif lagi. Secara geografi terletak di sekitar 111o15 BT dan 7o30LS. Lereng barat termasuk Propinsi Jawa Tengah, meliputi Kabupaten Karanganyar, Sragen dan Wonogiri, sedang lereng timur termasuk Propinsi Jawa Timur, meliputi Kabupaten Magetan danNgawi. Batuan gunung api andesit-basal formasi nglanggran timur akhir miosen awal menindih selaras satuan di bawahnya. Kumpulan batuan

27

oligo-miosen ini ditutupi oleh satuan batu gamping tua (formasi sampung) yang pembentukanya masih dipengaruhi oleh gejala longsoran bawah laut, runtuhan klasfikasi gampingan dibagian atas satuan ini dinamakan anggota (Cendowo-Formasi Sampung yang berumur akhir. Miosen awal ini diterobos oleh andesit, dan basa. Runtuhan tersebut ditindih takselaras oleh batu gamping muda berumur N 12-N 17 (miosen tengah-kliosen), yaitu formasi wonosari yang didominasi oleh batu gamping terumbu. Batuan gunung api kuarter komplek lawu yang bersusunan andesit menindih tak selaras satuan yang lebih tua. Kumpulan batuannya dibedakan menjadi kelompok Jobo larangan atau Lawu Tua (Qvjt, Qvbt, Qvbl, Qvtt, Qvjb, Qvsl, Qvjl) yang berumur pleistosen dan kelompok Lawu Muda (Qbl,Qvla, Qvcl, Qlla) yang berumur holosen. Gunung lawu masih aktif hingga sekarang. Kepingan fosil vertebrata dan peralatan batu manusia purba (artefak) yang diduga berumur pleistosen akhir serta situs pra sejarah terdapat ribuan sampung di lereng tenggara Gunung Lawu.

28

d. Tanah a) Morfologi Pedon i. SPT 1 pedon 1 1) Ciri Morfologi Tanah a) No pedon :1

Gambar 1.1 Foto Bentang lahan Pedon 1 b) Tanggal c) Surveyor d) Lokasi e) Letak Geografis : 24 Oktober 2010 : Tim Survei Tanah 2010 : Desa Seloromo, Kecamatan Jenawi : 732`28.3`` LS 1115`46.6`` BT f) Bentuk Lahan y y Torehan Topografi : Vulkanik (V) : Tertoreh : Berbukit : 477 mdpl : 37% (Curam) (Kucera, 1988) : 143 : Tegalan : Baik : : Erosi Tebing : Besar

g) Ketinggian h) Kemiringan i) Arah j) Penggunaan Lahan k) Draenasi l) Erosi y y Bentuk Tingkat

m) Kemas Muka Tanah : Licin n) Batuan di Permukaan : 0,1-3% Batuan 29

o) Genangan p) Formasi Geologi q) Batuan Induk r) Bahan Induk s) Pemerian Horison

: Bebas : Quarter Vulkanik Lawu (Qvl) : Andesitik : Hasil pelapukan Andesitik :

Gambar 1.1 Foto Pedon 1

30

Tabel 4.8 Pemerian Horison Horison Jeluk Deskripsi 7.5YR3/4; Tekstur: Clay Laom; Struktur: Sub Angular; sedang, kuat; konsistensi: lembab teguh; rata; jelas; perakaran: O 0-24 cm sedang, sedang, aerasi dan drainasi: baik; pH H2 O: 5,48; pH KCl: 4,8; pH NaF:-; BO:++++ (sangat banyak); CaCO3 : 7.5YR5/6; Tekstur: Sandy Clay Loam; Struktur : Sub Angular Blocky, halus, kuat; konsistensi: lembab teguh; rata, A 24-52 cm berangsur; perakaran: kasar, sedikit, aerasi dan drainasi: baik; pH H2 O: 5,67; pH KCl: 4,25; pH NaF: -; BO:+++ (banyak); CaCO3 : 7.5YR4/4; Tekstur: Sandy Clay; Struktur: Sub Angular Blocky, halus; kuat; konsistensi: Lembab teguh; rata; baur; AB 52-87 cm perakaran: sangat kasar, sedikit; aerasi dan drainasi: baik; pH H2 O: 5,26; pH KCl: 4,04; pH NaF: -; BO:+++ (banyak); CaCO3 : 7.5YR4/6; Tekstur: Sandy Clay; Struktur : Sub Angular Blocky : sedang; kuat; konsistensi : Lembab sangat teguh; rata, B 87-128 cm jelas; perakaran: sangat kasar, sedikit; aerasi dan drainasi: buruk; pH H2 O: 5,57; pH KCl: 3,98; pH NaF : -; BO:+++ (banyak); CaCO3 : + (sangat sedikit) 7.5YR5/6; Tekstur: Sandy Clay; Struktur: Angular : sedang, kuat; konsistensi: Lembab sangat teguh; rata; jelas; C 128-180 cm perakaran: -, -; aerasi dan drainasi: baik; pH H2 O: 5,19; pH KCl: 4,25; pH NaF: -; BO:++ (sedikit); CaCO3 : ++ (sedikit) Sumber : Hasil Analisis Lapang dan Laboratorium Tahun 2010

2) Klasifikasi Tanah Soil Taksonomi a. Tingkat Ordo y Tanah lain yang tidak mempunyai epipedon plaggen dan yang memiliki salah satu berikut : Horison Argilik Alfisols 31

b. Tingkat Sub Ordo y Alfisols yang lain Udalfs c. Tingkat Great Group y Memiliki horizon kandic, tidak memiliki kontak densic, lithic, paralithic, petroferic, didalam 150 cm dari permukaan tanah mineral. Pada kedalaman 150 cm dari permukaan, tidak memiliki penurunan tanah liat dengan meningkatnya kedalaman sebesar 20% atau lebih (relatif) dari tanah liat maksimum Kandiudalfs d. Tingkat Sub Group y Kandiudalfs yang lain Typic Kandiudalfs e. Tingkat Famili 1. Horison penciri adalah horizon Argilik 2. Jenis mineral lempung kaolinit 3. Tekstur lempung berdebu 4. KTK 27,6 cmol (+)/ kg (sedang) 5. Mempunyai mineral lempung tidak aktif 6. Mempunyai pH netral: 6,25 7. Mempunyai rata- rata suhu 23,4C Typic Kandiudalfs, Clayey Kaolinitic, , Silty Clay, middle Cation Exchage Capacit, inactive,netral, Isohyperthermic. f. Tingkat Seri y Ditemukan di desa Seloromo SELOROMO g. Tingkat Fase 1. Permukaan tidak Berbatu 32

2. Jeluk sangat dalam (128 cm) 3. Kemiringan lereng curam (37%) Bulurejo, Tidak Berbatu, Sangat Dalam, Curam 3) World Reference Base a. Kelompok Tanah Utama y Terpengaruh aktivitas manusia, tanah asli telah

termodifikasi terpindahkan, terganggu, dan terdapat penambahan BO Anthrosols b. Unit y Terdapat pengolahan tanah berupa teras Escalic Anthrosols c. Sub Unit y Memiliki tekstur lempung berdebu Escalic Anthrosols (siltic)

33

ii. SPT 2 pedon 2A 1) Ciri Morfologi Tanah a) No pedon : 2A

Gambar 1.2 Foto Bentang lahan Pedon 2A

b) Tanggal c) Surveyor d) Lokasi e) Letak Geografis

: 24 Oktober 2010 : Tim Survei Tanah 2010 : Desa Menjing, Kecamatan Jenawi : 732`7.87`` LS 1117`1.9`` BT

f) Bentuk Lahan y y Torehan Topografi

: Vulkanik : Tertoreh : Berbukit : 536 mdpl : 18% (Agak Curam) (Kucera, 1988) : 210 : Tegalan : Baik : : Erosi Tebing : Sedang

g) Ketinggian t) Kemiringan h) Arah i) Penggunaan Lahan j) Draenasi k) Erosi y y Bentuk Tingkat

l) Kemas Muka Tanah : Licin m) Batuan di Permukaan : 0,1-3% n) Genangan o) Formasi Geologi 34 : Bebas : Quarsa lahar lawu (Qlla)

p) Batuan Induk q) Bahan Induk r) Pemerian Horison

: andesit : pelapukan andesitik :

Gambar 1.2 Foto Pedon 2A

35

Tabel 4.9 Pemerian Horison 2A Horison Jeluk Deskripsi 10 YR 5/8 (Yellowish Brown); Tekstur: Sandy Clay Loam; Struktur : Angular Blocky : medium; Sedang; konsistensi : lembab teguh; berombak; sangat tajam; A 0-30 cm perakaran: kasar, sedang, aerasi dan drainasi ; baik; pH H2 O: 6,75; pH KCl: 5,59; pH NaF: -; BO: +++ (banyak); CaCO3 : ++ (sedikit) 10 YR 5/8 (Yellowish Brown); Tekstur: Sandy Loam; Struktur : Angular Blocky : medium; Sedang; konsistensi : lembab teguh; berombak; sangat tajam; C 31-100 cm perakaran:sedang, sedikit, aerasi dan drainasi ; baik; pH H2 O: 6,74; pH KCl: 5,46; pH NaF: -; BO: ++ (sedikit); CaCO3 : ++ (sedikit) Sumber : hasil Analisis lapang dan Laboratorium Tahun 2010 2) Klasifikasi Tanah Soil Taksonomi a. Tingkat Ordo y Tanah lain yang tidak mempunyai epipedon plaggen dan yang memiliki salah satu berikut : Horison Argilik, natrik, kandik atau glossik Alfisols b. Tingkat Sub Ordo y Alfisols yang lain Udalfs c. Tingkat Great Group y Udalfs yang lain Hapludalfs d. Tingkat Sub Group y Hapludalfs yang lain Typic Hapludalfs e. Tingkat Famili 1. Horison pencirinya adalah horizon Argilik 36

2. Jenis mineral lempung kaolinitik 3. Tekstur geluh berpasir. 4. KPK 42 cmol (+)/kg (tinggi) 5. Mempunyai (subaktif) 6. Mempunyai pH netral : 7,4 7. Mempunyai rata- rata suhu 23,084C Typic Hapludalf, Clayey Kaoliniti, high Cation Exchange Capacity subactive,netral Isohyperthermik. f. Tingkat Seri y Ditemukan di desa Menjing MENJING g. Tingkat Fase 1. Permukaan 2. Jeluk 3. Kemiringan lereng : Berbatu : Dalam (90%) : Curam (18%) Menjing, Berbatu dalam, Curam 3) World Reference Base a. Kelompok Tanah Utama y Terpengaruh aktivitas manusia, tanah asli telah mineral lempung kurang dari 20%

termodifikasi terpindahkan, terganggu, dan terdapat penambahan BO Anthrosols

b. Unit y Memiliki horizon salic yang dimulai pada kedalaman 100 cm dari permukaan tanah. Salic Anthrosols c. Sub Unit

37

y

Memiliki horizon salic yang dimulai pada kedalamana 50 cm dari permukaan tanah. Episalic Anthrosols

38

iii. SPT 2 pedon 2B 1) Ciri Morfologi Tanah a) No pedon : 2B

Gambar 1.2 Foto Bentang lahan Pedon 2B b) Tanggal c) Surveyor d) Lokasi e) Letak Geografis : 24 Oktober 2010 : Tim Survei Tanah 2010 : Desa Lempong, Kecamatan Jenawi : 732`75.3`` LS 1117`82`` BT f) Bentuk Lahan y y Torehan Topografi : Vulkanik (V) : tertoreh : berombak : 749 mdpl : 5% (Agak Miring) (Kucera, 1988) : 90 : Tutupan pohon : Buruk : : Erosi Alur : Ringan

g) Ketinggian h) Kemiringan i) Arah j) Penggunaan Lahan k) Draenasi l) Erosi y y Bentuk Tingkat

m) Kemas Muka Tanah : Licin n) Batuan di Permukaan : Tidak Berbatu (