strategi pengendalian schistosomiasis - achamad.staff.ipb...

2
Drh Ardilasunu Wicaksono, MSi | Strategi Pengendalian Schistosomiasis Copyright Ardilasunu Wicaksono [email protected] http://ardilasunu.staff.ipb.ac.id/strategi-pengendalian-schistosomiasis/ Strategi Pengendalian Schistosomiasis Penularan schistosomiasis di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Keberadaan inang definitif yang rentan yaitu manusia dan hewan mamalia merupakan salah satu faktor yang penting. Luasnya inang definitif yang dapat diinfeksi menjadi kendala dalam pengendalian schistosomiasis. Pengobatan yang cocok untuk schistosomiasis adalah praziquantel (NaTHNaC 2008). Dosis untuk praziquantel yang dapat diberikan adalah 20 mg/kg (Posey & Winberg 2005). Menurut Soeharsono (2005), pengobatan pada hewan dapat diberikan praziquantel dengan dosis 25mg/kg dan diulangi 3 – 5 minggu kemudian. Pada manusia dapat diobati dengan metrifonate, oxamniquine, atau praziquantel. Pada tempat-tempat endemik, schistosomiasis menjadi penyakit masyarakat dimana dapat menyerang manusia yang berumur kurang dari 15 tahun. Pengendalian efektif yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan pendidikan masyarakat (public awareness) yang disertai perbaikan sanitasi untuk mencegah ekskreta yang mencemari persediaan air bersih atau dengan memperbaiki tata cara penyediaan air bersih untuk keperluan sehari-hari. Pengobatan secara massal untuk S. haematobium adalah niridazole, sedangkan S. mansoni dan S. japonicum adalah hycanthone dan potassium antimony dimercaptosuccinate (Soejoedono 2004). Menurut Ridwan (2004), untuk mengendalikan schistosomiasis pada manusia tentu harus juga dilakukan pengendalian pada hewan. Tanpa adanya pengendalian pada hewan, infeksi pada manusia akan berlangsung terus menerus karena masih terdapat sumber penular yaitu hewan reservoir. Hewan mamalia mempunyai peranan yang sangat penting dalam transmisi schistosomiasis sebagai inang reservoir. Sumber infeksi akan selalu tersedia dari kontaminasi lingkungan oleh telur schistosoma yang berasal dari hewan seperti anjing, kucing, ruminansia, babi dan hewan mamalia lainnya, Pengendalian populasi siput sebagai inang antara juga dilakukan dengan cara modifikasi lingkungan fisik melalui pengeringan semua perairan yang dicurigai. Dapat juga dilakukan secara kimia dengan penggunaan cuprisulfat atau natrium pentaklorofenate. Menurut Atmawinata (2006), zat moluscida yang dapat digunakan adalah Frescon dan Baylucide. Pengendalian biologis dengan menggunakan predator, parasit, dan kompetitor alamiah seperti siput predator, ikan, katak, burung, dan sebagainya (Soejoedono 2004). page 1 / 2

Upload: ngothuan

Post on 17-May-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Strategi Pengendalian Schistosomiasis - achamad.staff.ipb ...achamad.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Drh Ardilasunu Wicaksono, MSi...Dapat juga dilakukan secara kimia dengan

Drh Ardilasunu Wicaksono, MSi | Strategi Pengendalian SchistosomiasisCopyright Ardilasunu Wicaksono [email protected]://ardilasunu.staff.ipb.ac.id/strategi-pengendalian-schistosomiasis/

Strategi Pengendalian Schistosomiasis

Penularan schistosomiasis di suatu daerah dipengaruhi oleh berbagai faktor yangsaling berkaitan. Keberadaan inang definitif yang rentan yaitu manusia dan hewanmamalia merupakan salah satu faktor yang penting. Luasnya inang definitif yangdapat diinfeksi menjadi kendala dalam pengendalian schistosomiasis. Pengobatanyang cocok untuk schistosomiasis adalah praziquantel (NaTHNaC 2008). Dosisuntuk praziquantel yang dapat diberikan adalah 20 mg/kg (Posey & Winberg 2005).Menurut Soeharsono (2005), pengobatan pada hewan dapat diberikan praziquanteldengan dosis 25mg/kg dan diulangi 3 – 5 minggu kemudian. Pada manusia dapatdiobati dengan metrifonate, oxamniquine, atau praziquantel.

Pada tempat-tempat endemik, schistosomiasis menjadi penyakit masyarakatdimana dapat menyerang manusia yang berumur kurang dari 15 tahun.Pengendalian efektif yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkanpendidikan masyarakat (public awareness) yang disertai perbaikan sanitasi untukmencegah ekskreta yang mencemari persediaan air bersih atau denganmemperbaiki tata cara penyediaan air bersih untuk keperluan sehari-hari.Pengobatan secara massal untuk S. haematobium adalah niridazole, sedangkan S.mansoni dan S. japonicum adalah hycanthone dan potassium antimonydimercaptosuccinate (Soejoedono 2004).

Menurut Ridwan (2004), untuk mengendalikan schistosomiasis pada manusia tentuharus juga dilakukan pengendalian pada hewan. Tanpa adanya pengendalian padahewan, infeksi pada manusia akan berlangsung terus menerus karena masihterdapat sumber penular yaitu hewan reservoir. Hewan mamalia mempunyaiperanan yang sangat penting dalam transmisi schistosomiasis sebagai inangreservoir. Sumber infeksi akan selalu tersedia dari kontaminasi lingkungan olehtelur schistosoma yang berasal dari hewan seperti anjing, kucing, ruminansia, babidan hewan mamalia lainnya,

Pengendalian populasi siput sebagai inang antara juga dilakukan dengan caramodifikasi lingkungan fisik melalui pengeringan semua perairan yang dicurigai.Dapat juga dilakukan secara kimia dengan penggunaan cuprisulfat atau natriumpentaklorofenate. Menurut Atmawinata (2006), zat moluscida yang dapatdigunakan adalah Frescon dan Baylucide. Pengendalian biologis denganmenggunakan predator, parasit, dan kompetitor alamiah seperti siput predator,ikan, katak, burung, dan sebagainya (Soejoedono 2004).

page 1 / 2

Page 2: Strategi Pengendalian Schistosomiasis - achamad.staff.ipb ...achamad.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Drh Ardilasunu Wicaksono, MSi...Dapat juga dilakukan secara kimia dengan

Drh Ardilasunu Wicaksono, MSi | Strategi Pengendalian SchistosomiasisCopyright Ardilasunu Wicaksono [email protected]://ardilasunu.staff.ipb.ac.id/strategi-pengendalian-schistosomiasis/

Pengendalian schistosomiasis di Sulawesi Tengah diawali tahun 1974 melaluipengobatan penderita, pemberantasan siput sebagai inang antara dengan molusidadan melalui agroengineering. Program pengendalian dilanjutkan dengan 2 programpengendalian yang lebih intensif dengan melibatkan berbagai institusi dimulai padatahun 1982. Program ini mampu menekan tingkat infeksi sampai 2,2 % dan 3,5 %pada tahun 1994 masing-masing untuk daerah Lembah Napu dan lembah Lindu.Tingkat infeksi sebelum program penegendalian adalah 15,8 % dan 35,8 % untuklembah Lindu dan Napu. Tingkat infeksi menurun kembali dua tahun kemudianyaitu 1,4 % untuk Lembah Napu sedangkan untuk lembah lindu adalah 1,1 %

Reinfeksi masih berlangsung dimungkinkan karena masih adanya sumber infeksiyang berasal dari hewan reservoar dan kebiasan manusia yang memungkinkankontak dengan larva infektif sehingga infeksi berlangsung secara terus menerus.Saat ini belum ada vaksin untuk schistosomiasis, namun menurut SABIN (2010)telah dilakukan tahap awal pembuatan vaksin untuk penyakit ini. Untuk reinfeksidapat diobati dengan praziquantel untuk mengurangi gejala klinis yang ditimbulkan.

Untuk wisatawan diharapkan untuk tidak berenang dan menyelam di sungai ataudanau pada daerah endemis schistosomiasis. Pemberian repellent insekta secaratopikal dapat digunakan sebelum kontak dengan air. Klorinasi pada air dapatmembunuh larva cacing. Serkaria mati pada air yang dipanaskan 50ºC selama 5menit. Filtrasi pada air juga dapat membantu eliminasi Schistosoma (NaTHNaC2008).

page 2 / 2