liberalisasi pertanian : menguntungkan...

6
feryanto.wk's blog | Liberalisasi Pertanian : Menguntungkan (Siapa) ? Copyright Feryanto William Karo-karo [email protected] http://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/2010/05/19/liberalisasi-pertanian-menguntungkan-siapa/ Liberalisasi Pertanian : Menguntungkan (Siapa) ? Oleh, Feryanto William Karo-Karo*) (email: [email protected]) Di akhir penghujung abad ke-20 ini kita menyaksikan bahwa walaupun dunia telah memasuki abad pengetahuan dan informasi, kita disadarkan bahwa pertanian kita masih rapuh, dan sangat labil dalam persaingan di tingkat global. Dimana kekuatan global yang menganut kepada ‘mahzab’ mekanisme pasar, menjadikan Indonesia salah satu negara ‘pengimpor beras’ terbesar di dunia, dan ketidakberdayaan produk pertanian kita yang ditolak oleh negara-negara Eropa dan Amerika akibat ketidaksesuaian mutu produk kita dengan standar mereka, produk kita kalah bersaing dan kalah pamor dengan hasil pertanian dari negara Thailand, China dan sekarang dengan produk pertanian Vietnam, negara yang baru bangkit dari ‘perang saudara’. Kemajuan suatu bangsa, khususnya bagi bangsa yang penduduknya besar seperti Indonesia, dan memiliki kekayaan alam terbesar nomor lima di dunia, seharusnya ditentukan oleh kemajuan pertaniannya. Sektor pertanian, seharusnya adalah prime mover perekonomian nasional sehingga mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya yang sekitar 150 juta orang hidupnya tergantung kepada sektor pertanian. Tapi, ironisnya hal itu seperti hanya sekedar impian dari founding fhaters bangsa ini, dan hanya sekedar retorika dari pengambil kebijakan di negara ini. Di Indonesia, citra petani dan pertanian seolah-olah menjadi simbol keterbelakangan, sebagai akibat kebijakan makro yang tidak berpihak kepada pembangunan pertanian nasional, sektor pertanian tetap menjadi sektor nomor kesekian, atau masuk kedalam urutan perioritas ‘utama’ paling akhir. Walaupun sebenarnya pada tanggal 1 Juni 2005, Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) dengan jargon ‘bersama kita bisa’-nya, ingin mengangkat sektor pertanian melalui konsep Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutananan (RPPK) dan hampir 1,5 tahun page 1 / 6

Upload: nguyendieu

Post on 06-Feb-2018

218 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Liberalisasi Pertanian : Menguntungkan (Siapa)achamad.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/feryanto.wk&#039... · produk pertanian kita yang ditolak oleh negara-negara Eropa

feryanto.wk's blog | Liberalisasi Pertanian : Menguntungkan (Siapa) ?Copyright Feryanto William Karo-karo [email protected]://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/2010/05/19/liberalisasi-pertanian-menguntungkan-siapa/

Liberalisasi Pertanian : Menguntungkan (Siapa) ?

Oleh,

Feryanto William Karo-Karo*)

(email: [email protected])

Di akhir penghujung abad ke-20 ini kita menyaksikan bahwa walaupun dunia telahmemasuki abad pengetahuan dan informasi, kita disadarkan bahwa pertanian kitamasih rapuh, dan sangat labil dalam persaingan di tingkat global. Dimana kekuatanglobal yang menganut kepada ‘mahzab’ mekanisme pasar, menjadikan Indonesiasalah satu negara ‘pengimpor beras’ terbesar di dunia, dan ketidakberdayaanproduk pertanian kita yang ditolak oleh negara-negara Eropa dan Amerika akibatketidaksesuaian mutu produk kita dengan standar mereka, produk kita kalahbersaing dan kalah pamor dengan hasil pertanian dari negara Thailand, China dansekarang dengan produk pertanian Vietnam, negara yang baru bangkit dari ‘perangsaudara’.

Kemajuan suatu bangsa, khususnya bagi bangsa yang penduduknya besar sepertiIndonesia, dan memiliki kekayaan alam terbesar nomor lima di dunia, seharusnyaditentukan oleh kemajuan pertaniannya. Sektor pertanian, seharusnya adalah primemover perekonomian nasional sehingga mampu memberikan kesejahteraan bagimasyarakatnya yang sekitar 150 juta orang hidupnya tergantung kepada sektorpertanian. Tapi, ironisnya hal itu seperti hanya sekedar impian dari founding fhatersbangsa ini, dan hanya sekedar retorika dari pengambil kebijakan di negara ini.

Di Indonesia, citra petani dan pertanian seolah-olah menjadi simbolketerbelakangan, sebagai akibat kebijakan makro yang tidak berpihak kepadapembangunan pertanian nasional, sektor pertanian tetap menjadi sektor nomorkesekian, atau masuk kedalam urutan perioritas ‘utama’ paling akhir. Walaupunsebenarnya pada tanggal 1 Juni 2005, Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) denganjargon ‘bersama kita bisa’-nya, ingin mengangkat sektor pertanian melalui konsepRevitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutananan (RPPK) dan hampir 1,5 tahun

page 1 / 6

Page 2: Liberalisasi Pertanian : Menguntungkan (Siapa)achamad.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/feryanto.wk&#039... · produk pertanian kita yang ditolak oleh negara-negara Eropa

feryanto.wk's blog | Liberalisasi Pertanian : Menguntungkan (Siapa) ?Copyright Feryanto William Karo-karo [email protected]://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/2010/05/19/liberalisasi-pertanian-menguntungkan-siapa/

lebih berlalu, banyak kalangan menilai bahwa RPPK ini merupakan tindakan dankebijakan yang gagal dan tidak lebih hanya sebatas ‘pemenuhan’ janji kampanyeSBY-JK yang hampir tidak terealisasi. Terbukti dimana kita masih gagal dalammanajemen perberasan dan ketahanan pangan, seperti yang kita ketahui bersamahampir dipastikan pada minggu ketiga Januari 2007 ini beras akan masuk sekitar308.000 ton ke Indonesia dari 500.000 ton yang telah disepakatai (Kompas, 26Desember 2006), belum lagi masih banyaknya lahan yang mengalami kekeringan,kebanjiran di musim penghujan, sistem irigasi yang rusak parah dan kekuatan rentsekker yang tidak tergoyahkan untuk terus melakukan impor, belum lagipermasalahan kasus gizi buruk yang belum terselesaikan dan flu burung yang mulaiberkembang lagi.

Jika kita cermati dari tataran konsep yang ada bahwa salah satu “Triple TracksStrategy” dari pemerintahan sekarang adalah Revitalisasi Pertanian, Perikanan, danKehutananan (RPPK) dalam upaya pengurangan angka kemiskinan danpengangguran, serta yang utama peningkatan daya saing ekonomi yang berbasiskepada komoditas nasional. Diharapkan jumlah kemiskinan yang pada tahun 2004sekitar 16,6% dari jumlah penduduk Indonesia dan sebagian besar merupakanpetani yang tinggal di pedesaan dapat turun menjadi 8,2% pada tahun 2009.Dengan kondisi tersebut diatas, maka akan sulit mewujudkan target pemerintahtersebut.

Kalau kita perhatikan, walaupun RPPK merupakan blue print pembangunanpertanian nasional. Namun, grand strategy pembangunan perekonomian kita lebihcondong kepada pembangunan dan peningkatan sektor industri ataupunmanufaktur yang berbasis non pertanian dan properti. Terkait dengan ekonomipasar, kita menyaksikan bahwa ada kesan negara kita ‘’terlalu maju’’ untukberkompetisi di pasar internasional. Beberapa kebijakan bea masuk sangat rendah,dan sisi lain menghadapi beban pajak ekspor dan pungutan yang cukup tinggi.Seringkali kita harus tunduk dan taat terhadap tekanan yang dilakukan olehnegara-negara maju untuk menghilangkan subsidi pertanian kita. Petani kitadipaksa untuk bisa mengikuti standar mutu yang relatif tidak bisa dijangkau olehkualitas pertanian kita akibat keterbatasan teknologi yang dimiliki, sehinggadengan skenario-skenario tersebut para petani negara maju dapat memasukkanproduk mereka ke negara-negara sedang berkembang atau negara berkembangseperti Indonesia. Ironis memang di negeri yang subur makmur “gemah ripah lohjinawi’’ ini, petaninya menjadi pelaku subsisten dalam perekonomian bangsanya.

Padahal bukan rahasia umum lagi, bahwa negara-negara maju tetap memberikansubsidi kepada petani dan pertaniannya, sebagai contoh bahwa setiap sapi di Uni

page 2 / 6

Page 3: Liberalisasi Pertanian : Menguntungkan (Siapa)achamad.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/feryanto.wk&#039... · produk pertanian kita yang ditolak oleh negara-negara Eropa

feryanto.wk's blog | Liberalisasi Pertanian : Menguntungkan (Siapa) ?Copyright Feryanto William Karo-karo [email protected]://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/2010/05/19/liberalisasi-pertanian-menguntungkan-siapa/

Eropa mendapat subsidi dari pemerintahnya sebesar 2,2 dollar AS per hari. Angkaitu jahu lebih besar ketimbang pengeluaran per hari 1,2 miliar penduduk termiskindi dunia yang hidup dengan biaya kurang dari satu dollar AS per harinya (Kompas,22 Desember 2005). Serta jutaan dollar dikeluarkan pemerintah Amerika Serikatuntuk melindungi para petaninya melalui subsidi harga. Alasannya demi melindungipetani, konstituen politik mereka dan ini menjadi argumen yang selalu diajukan dandiperdebatkan negara maju dalam setiap perundingan yang membahas masalahkeadilan perdagangan pertanian antar negara. Padahal, menurut Presiden BrasilLula da Silva, petani yang dimaksud adalah warga kaya Eropa, warga kerajaan,penghasil anggur merek Bordeaux, dan keju merek terkenal.

Kesepakatan WTO (World Trade Organization)

Sejak disepakati perjanjian perdagangan sektor multilateral di sektor pertanianyakni Agreement on Agriculture (AoA) pada tahun 1994, telah terjadi penyesuaiankebijakan nasional masing-masing negara WTO. Di dalam AoA dimuat kesepakatannegara anggota untuk melaksanakan : 1) perluasan akses pasar produk untukpertanian melalui, pengurangan tarif, dan ratifikasi non tarif, 2) pengurangansubsidi ekspor, dan 3) penurunan subsidi domestik (domestic support). Kesepakatanketiga ini yang sangat sering diperdebatkan dalam forum-forum WTO, dimananegara-negara maju menginginkan negara berkembang untuk mengurangi ataubahkan mencabut subsidinya, sehingga akan memperlemah petani negara tersebutdan merusak sektor pertanian mereka sehingga secara perlahan produk-produknegara maju akan memasuki negara kecil, seperti yang terjadi di Indonesia.

Kesepakatan tersebut awalnya diharapkan mampu menciptakan perdagangandunia yang lebih terbuka, transparan, dan non diskriminatif. Semua anggota WTOdiharapkan dapat menghilangkan hambatan perdagangan non-tarif, secarabertahap mengurangi tarif, harus menghapus subsidi, serta mengurangi ataumenghapus kebijakan yang bisa mendistorsi perdagangan bebas yang adil. Tapikenyataannya, ‘masih jauh panggang dari api’, merupakan pepatah yang sesuai jikamenggambarkan kondisi yang ada dari kesepakatan awal tersebut. Kesepakatantersebut seolah-olah hanya berlaku bagi negara-negara berkembang dan tidak baginegara maju. Keadilan perdagangan hanya sebagai jargon dan slogan negara majudisetiap sidang-sidang di WTO, dan bahkan negara-negara maju lebih besar lagimemberikan subsidi kepada petaninya.

Kondisi Singkat Pertanian Indonesia

page 3 / 6

Page 4: Liberalisasi Pertanian : Menguntungkan (Siapa)achamad.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/feryanto.wk&#039... · produk pertanian kita yang ditolak oleh negara-negara Eropa

feryanto.wk's blog | Liberalisasi Pertanian : Menguntungkan (Siapa) ?Copyright Feryanto William Karo-karo [email protected]://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/2010/05/19/liberalisasi-pertanian-menguntungkan-siapa/

Bagaimana kita dapat mencapai kemajuan dalam bidang petanian?, kalau kitaharus terus bergantung pada dunia luar (baca; petani luar), tanpa pernahmenghiraukan petani yang ada di negeri sendiri. Sebagai gambaran sajabagaimana impor telah menjadikan kita sebagai manusia-manusia yang ‘manja’mau cepatnya saja tanpa mau berusaha. Agus Pakpahan dalam Karo-Karo (2005),menyebutkan bahwa Indonesia merupakan nett importir beras terbesar di dunia.Impor beras kita saja pada tahun 1999 mencapai 4,72 ton dengan nilai 1,32 miliardollar AS. Belum lagi untuk jagung, kedelai, gula, jeruk dan bawang merah dan sapiserta masih banyak komoditi lain yang menjadikan negara kita sebagai importirnetto. Bahkan yang lebih parahnya, kita sebagai negara kepulauan yang dikelilingilautan yang luas, garam saja harus mengimpor sebayak 50% dari konsumsinasional, padahal laut kita panjang garis pantainya 81.000 Km dan luas laut kitasekitar 5,7 juta Km2.

Kondisi yang urgen untuk diperhatikan pada saat sekarang ini adalah,ketidakmampuan dan ketidaksiapan petani untuk bisa bersaing dengan petani luarnegeri yang memang sudah mapan dari segi pendidikan dan modal dan khususnyalagi dari kualitas produk yang dihasilkan. Ini disebabkan rendahnya kualitas petanikita yang sebagian besar hanya lulusan SD (Sekolah Dasar), belum lagi darikepemilikan lahan yang tergolong sangat sempit, rata-rata petani kita hanyamemiliki luas lahan 0,2-0,5 Ha/KK petani.

Serta pemerintah yang belum menunjukan keberpihakan dan dukungan yangoptimal bagi kemajuan sistem pertanian kita khususnya dalam sistem tataniagakita. Hal ini dibuktikan dengan bagaimana impor menjadi pilihan utama yangdilakukan oleh pemerintah untuk memenui kebutuhan dalam negeri, sepertinyapemerintah enggan untuk mau berpikir sedikit saja agar dapat meningkatkanproduktivitas pertanian kita dengan kualitas yang baik tentunya dengan adanyakeberpihakan kepada petani (dalam hal peningkatan kualitas SDM, perbaikaninfrastruktur pertanian/irigasi dan penggunaan tehnologi), sehingga mampumenciptakan kesejahteraan petani kita. Kalaupun ada, iutpun hanya sebataswacana saja tanpa ada upaya kongkrit dan ril yang dapat kita lihat bersama untukkeamjuan pertanian.

Lemahnya kondisi sistem tataniaga, memaksa kita untuk meratifikasi/mematuhisetiap kebijakan perdagangan bebas yang belum tentu memihak kepada petanikita. Lemahnya posisi tawar kita dalam setiap negosiasi internasional menyebabkanpetani menjadi korban. Padahal menurut FAO, kita sebagai bangsa besar memilikipasar yang besar dan kekayaan hayati nomor dua di dunia setelah Brazil, tetapitetap saja kita tidak berdaya dalam ketidakberdayaan kita sendiri.

page 4 / 6

Page 5: Liberalisasi Pertanian : Menguntungkan (Siapa)achamad.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/feryanto.wk&#039... · produk pertanian kita yang ditolak oleh negara-negara Eropa

feryanto.wk's blog | Liberalisasi Pertanian : Menguntungkan (Siapa) ?Copyright Feryanto William Karo-karo [email protected]://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/2010/05/19/liberalisasi-pertanian-menguntungkan-siapa/

Dengan memperhatikan kondisi seperti itu, diprediksi beberapa tahun lagi, petanikita yang merupakan ‘pengusaha-pengusaha’ pertanian banyak yang akan gulungtikar dan beralih profesi menjadi buruh angkut di pelabuhan ataupun buruh kasar diperkotaan karena tidak sanggup lagi melakukan kegiatan usahatani (cost tinggidan  produk tidak laku). Konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian akanmeningkat, dan kalau benar demikian dikatakan pertanian hanya menjadi tinggalsejarah, kegiatan menanam dan memanen padi hanya dapat didengar sebagaidongeng pengantar tidur bagi anak-anak generasi berikutnya. Dan lebih parahnyalagi kita akan bergantung kepada dunia luar, dan akhirnya negara ini akan terusdalam ‘’jajahan’’ perekonomian negara-negara kapitalis.

Padahal pendiri bangsa ini telah mengingatkan “Bahwa hidup matinya suatu bangsaada di pertaniannya”, ketika petaninya kuat maka kuat pula negara itu, sebabmelalui pertanian masyarakatnya bisa sejahtera. Hal ini telah dibuktikan AmerikaSerikat, Jepang, China dan Korea Selatan walaupun terkenal sebagai negara industridi dunia, tapi dari segi pertanian mereka sangat kuat, serta mereka sadar bahwapertanian merupakan sektor yang dapat menyatukan seluruh bangsanya sepertiyang diungkapkan oleh Abraham Lincoln (Presiden AS).

Sektor pertanian kita mempunyai peranan yang penting dalam pembangunanekonomi. Sektor pertanian bertanggung jawab dalam menyediakan kebutuhanpangan rakyat. Tanpa dukungannya kita akan terpaksa impor pangan (sepertibeberapa contoh diatas), padahal bangsa kita berpenduduk sangat besar dan kayaakan sumberdaya alamnya, yang dalam perdagangan internasional dinamakansebagai big country.

Karena itu kita harus mampu meningkatkan efesiensi dan produktivitas sektorpertanian agar memiliki dayang banding (Comparative Advantage) dan daya saing (Competitive Advantage) di pasar global. Hal tersebut perlu dilakukan denganpeningkatan kualitas SDM petani kita melalui upaya pendampingan, pembinaan,pendidikan dan latihan yang dilakukan oleh Departemen Pertanian dan elemenpemerintahan yang terkait baik yang ada di pusat dan daerah. Perlindungan produklokal dengan tetap memberlakukan tarif yang sesuai dan menurunkan pajak eksporbagi pertanian lokal yang dapat bersaing di pasar global. Peningkatan nilai eksporhasil pertanian (alih tehnologi), produktivitas dan pembukaan pangsa pasar upayayang harus terus dilakukan,  dan yang utama memperbaiki kemampuan tekniknegosiasi kita di tingkat internasional sehingga dapat memberikan sistem tataniaga yang berpihak kepada petani. Serta yang terakhir pemerintah harus berupayamemproteksi produk pertanian dan melakukan kegiatan promosi dengan konseppengembangan sistem dan usaha agribisnis terpadu.

page 5 / 6

Page 6: Liberalisasi Pertanian : Menguntungkan (Siapa)achamad.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/feryanto.wk&#039... · produk pertanian kita yang ditolak oleh negara-negara Eropa

feryanto.wk's blog | Liberalisasi Pertanian : Menguntungkan (Siapa) ?Copyright Feryanto William Karo-karo [email protected]://feryanto.wk.staff.ipb.ac.id/2010/05/19/liberalisasi-pertanian-menguntungkan-siapa/

*) Staf Pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen- IPB.(Mantan deputi Sekjend Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI) BPP2004-2006, Bidang Advokasi dan Kebijakan Publik Pertanian)

Contact Number : 0813.8285.5811

page 6 / 6