strategi pemanfaatan (interim harvest strategy) …

23
STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) KERAPU (GROUPER) DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (WPPNRI) 713 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP TAHUN 2020

Upload: others

Post on 01-Dec-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST

STRATEGY) KERAPU (GROUPER) DI WILAYAH

PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

(WPPNRI) 713

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP

TAHUN 2020

Page 2: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

2

KATA PENGANTAR

Perikanan kerapu di Indonesia memiliki kontribusi secara ekonomi yang signifikan terhadap Negara dengan nilai ekspor sebesar 571 milyar rupiah (BPS diolah oleh Ditjen PDSPKP 2019), dengan potensi penyerapan tenaga kerja cukup besar,

khususnya di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 713 sehingga pengelolaan perikanan kerapu mempertimbangkan aspek ekologi,

ekonomi dan sosial. Oleh karena itu, strategi pemanfaatan (harvest strategy) perikanan kerapu di

Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 713 menjadi acuan bagi semua stakeholders yang terkait dan penting untuk disusun agar dapat

menjaga kelestarian sumber daya perikanan kerapu dan memberikan manfaat sosial ekonomi, sehingga tujuan dalam strategi pemanfaatan ini dapat tercapai.

Kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan dokumen ini khususnya BRSDM-KP, DJPDSKP, BKIPM, DJPSDKP, DJPRL, dan SETJEN-KP serta mitra pendukung, kami ucapkan terima kasih dan saya mengharapkan dokumen strategi

pemanfaatan (harvest strategy) perikanan kerapu di WPPNRI 713 dapat diimplementasikan oleh semua stakeholders terkait.

Jakarta, 03 Maret 2020

M. Zulficar Mochtar

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap

Page 3: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi sumber daya perikanan

karang yang besar dengan nilai ekonomis tinggi, khususnya ikan kerapu dan merupakan produsen terbesar kedua di dunia1. Permintaan pasar yang cenderung meningkat menyebabkan nilai ekspor perikanan kerapu mengalami kenaikan yang

signifikan dari 337 milyar rupiah pada tahun 2014 menjadi 571 milyar rupiah pada tahun 2018 atau mengalami kenaikan sebesar 69%2.

Permintaan pasar ekspor yang tinggi mendorong eksploitasi semakin meningkat, sehingga dapat mengancam kelestariannya yang saat ini ditandai antara lain

dengan kecenderungan hasil tangkapan semakin kecil dan kelimpahan stok yang menurun khususnya di perairan pesisir.

Saat ini, keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan perikanan kerapu khususnya penyediaan data di WPPNRI 713 relatif lebih aktif,

serta tingkat pemanfaatan perikanan ikan karang (yang di dalamnya termasuk ikan kerapu) sudah ‘over-exploited’, maka diperlukan langkah – langkah pengelolaan

perikanan kerapu yang berkelanjutan. Salah satu langkah pengelolaan perikanan kerapu yang telah dilakukan adalah

implementasi Rencana Pengelola Perikanan (RPP) WPPNRI 713 sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 80/KEPMEN-

KP/2016. Untuk operasionalisasi RPP tersebut dibutuhkan suatu strategi pemanfaatan (harvest strategy) perikanan kerapu yang merupakan pengendalian pemanfaatan sumber daya perikanan kerapu di WPPNRI 713, sehingga penurunan

stok ikan dapat diantisipasi lebih awal. Oleh karena itu, dalam kerangka pengelolaan sumber daya perikanan berkelanjutan diperlukan peran semua pihak

untuk mewujudkan implementasi harvest strategy perikanan kerapu di WPPNRI 713.

1.2. Ruang Lingkup

1.2.1. Area Geografis Pengelolaan

Area geografis pengelolaan perikanan di dalam dokumen ini meliputi Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 713 yang

1 FAO.2017. Fisheries and Aquaculture Technical paper 2 Badan Pusat Statistik (BPS) 2019

Page 4: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

4

mencakup perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali

seperti disajikan pada Gambar 1.

Sumber : PERMEN-KP Nomor : 18/PERMEN-KP/2014 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia

Gambar 1. Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 713

Penentuan WPPNRI 713 sebagai area geografis dalam dokumen Strategi

Pemanfaatan ini didasarkan atas potensi perikanan kerapu di WPPNRI 713 serta pertimbangan ketersediaan data di WPPNRI 713, yang meliputi 10 (sepuluh) provinsi (Tabel 1).

Tabel 1 Provinsi dan Kabupaten di WPPNRI 713 WPPNRI 713

Provinsi Kabupaten/Kota

Kalimantan Timur Kutai Barat, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Paser, Penajam Paser, Balikpapan, Bontang, Samarinda

Kalimantan Selatan Kota Baru, Tanah Bumbu

Jawa Timur Probolinggo, Pamekasan, Lamongan, Banyuwangi, Sumenep, Situbondo

Bali Buleleng

Page 5: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

5

WPPNRI 713

Provinsi Kabupaten/Kota

Nusa Tenggara

Timur

Manggarai Barat, Nagekeo, Manggarai, Manggarai Timur, Ngada, Ende,

Sikka

Nusa Tenggara Barat

Bima, Sumbawa Barat, Kota Mataram, Lombok Utara, Lombok Barat, Lombok Timur, Sumbawa

Sulawesi Barat Mamuju, Mamuju Utara, Majene, Mamasa, Polewali Mandar

Sulawesi Selatan Makassar, Banteang, Jeneponto, Kota Palopo, Kota Pare-Pare, Takalar,

Gowa, Barru, Bone, Maros, Kepulauan Pangkajene, Wajo, Pinrang, Luwu, Luwu utara, Luwu Timur, Bulukumba, Selayar, Sinjai

Sulawesi Tengah Donggala, Palu.

Sulawesi Tenggara Kolaka dan Kolaka Utara.

Sumber : KEPMEN KP Nomor: 80/KEPMEN-KP/2016 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan

WPPNRI 713

1.2.2. Unit Perikanan

Mempertimbangkan ketersediaan data saat ini dan kriteria sebagai berikut :

1) Merupakan hasil tangkapan dominan (>60% dari komposisi hasil tangkapan);

2) Merupakan sumberdaya yang rentan atau memiliki status pemanfaatan yang telah berlebih;

3) Kemudahan dalam melakukan monitoring; 4) Merupakan jenis dominan yang diperdagangkan; dan

5) Identifikasi spesies sasaran, batas geografis (unit pengelolaan), dan stok

biologi

maka, unit perikanan kerapu yang dikelola adalah di WPPNRI 713 dengan 4 (empat)

jenis ikan prioritas yaitu: 1) Kerapu lumpur (Epinephelus coioides); 2) Kerapu macan (Epinephelus areolatus); 3) Kerapu ekor bulan (Variola albimarginata); dan 4) Kerapu

sunu/Lodi (Plectropomus leopardus) dengan klasifikasi seperti di bawah ini.

Klasifikasi ikan kerapu prioritas tersebut adalah sebagai berikut: a. Famili : Serranidae

Sub famili : Epinephilinae Genus : Epinephelus Spesies : Epinephelus coioides Nama Lokal : Kerapu lumpur (Gambar 2)

Page 6: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

6

Sumber: WCS Indonesia Program dan Yayasan Konservasi Alam Indonesia

Gambar 2. Kerapu lumpur (Epinephelus coioides)

b. Famili : Serranidae

Sub famili : Epinephilinae

Genus : Epinephelus Spesies : Epinephelus areolatus Nama Lokal : Kerapu macan (Gambar 3)

Sumber: WCS Indonesia Program dan Yayasan Konservasi Alam Indonesia

Gambar 3. Kerapu macan (Epinephelus areolatus)

c. Famili : Serranidae

Sub famili : Epinephilinae

Genus : Variola Spesies : Variola albimarginata Nama Lokal : Kerapu ekor bulan (Gambar 4)

Page 7: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

7

Sumber: WCS Indonesia Program dan Yayasan Konservasi Alam Indonesia

Gambar 4. Kerapu ekor bulan (Variola albimarginata) -

d. Famili : Serranidae Sub famili : Epinephilinae

Genus : Plectropomus Spesies : Plectropomus leopardus Nama Lokal : Kerapu sunu/Lodi (Gambar 5)

Sumber: WCS Indonesia Program dan Yayasan Konservasi Alam Indonesia

Gambar 5. Kerapu sunu/lodi (Plectropomus leopardus)

1.3 Pengertian Umum 3

Dalam strategi pemanfaatan perikanan ini, yang dimaksud dengan:

1. Strategi pemanfaatan perikanan atau Harvest Strategy adalah kerangka kerja yang mencangkup atau menjelaskan tindakan pengelolaan yang telah

ditentukan untuk suatu perikanan (pada tingkat unit pengelolaan) yang

3 Sesuai dengan Peraturan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 17 Tahun 2017

Page 8: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

8

diperlukan untuk mencapai tujuan pengelolaan secara biologi, ekologi,

ekonomi dan atau sosial yang telah disepakati; 2. Kaidah pengendalian pemanfaatan atau Harvest Control Rule adalah suatu

kaidah pemanfaatan yang disusun berdasarkan kaidah ilmiah dan disepakati, dimana tindakan pengelolaan akan dilakukan sebagai respon perubahan indikator suatu stok ikan;

3. Indikator adalah suatu variabel spesifik pada sistem perikanan yang dapat dipantau untuk memberikan tindakan pengelolaan pada kurun waktu tertentu. Masing-masing variabel terkait dengan suatu atau lebih titik

acuan dan digunakan untuk mengevaluasi status perikanan tersebut; 4. Titik acuan atau reference point adalah nilai spesifik dari suatu indikator

yang digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan perikanan; 5. Titik acuan batas atau limit reference point adalah nilai acuan yang

digunakan sebagai batas pengendalian pemanfaatan, merupakan nilai yang dianggap berisiko atau tidak diinginkan jika terlampaui;

6. Titik acuan sasaran atau target reference point adalah nlai acuan yang

digunakan sebagai target dalam kaidah pengendalian pemanfaatan. Nilai ini masih dapat diterima jika berada sedikit di atas atau di bawah nilai

sasaran yang ditetapkan; 7. Unit stok adalah kelompok individu dari suatu jenis (spesies) ikan yang

menempati kisaran area yang jelas, bebas dari stok lain dari jenis ikan yang

sama, yang dapat dianggap sebagai suatu unit tunggal untuk tujuan pengelolaan dan pengkajian;

8. CPUE (Catch per Unit Effort) atau tangkapan per satuan upaya adalah rasio antara hasil tangkapan dan upaya penangkapan;

9. Rasio Potensi Pemijahan atau Spawning Potential Ratio (SPR) adalah

kapasitas reproduksi dari suatu jenis ikan, yakni perbandingan biomassa stok pemijahan dalam kondisi penangkapan waktu tertentu dengan biomassa pada saat belum ada penangkapan (f =0);

10. Overfishing atau penangkapan berlebih adalah suatu kondisi perikanan dimana upaya penangkapan (effort) melebihi kemampuan pulih sumber

daya ikan target penangkapan; 11. Overfished adalah suatu kondisi sumber daya ikan dimana stok ikan tidak

mampu pulih secara maksimal;

Page 9: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

9

BAB II

STATUS PERIKANAN

2.1. Kondisi Stok

Ikan kerapu merupakan salah satu jenis ikan karang dimana status pemanfaatan ikan karang di WPPNRI 713 berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 50/KEPMEN-KP/2017 tentang Estimasi Potensi, Jumlah

Tangkapan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia adalah over-exploited

dengan potensi perikanan karang sebesar 19.856 ton, dengan jumlah tangkap yang diperbolehkan (JTB) sebesar 15.885 ton.

Status stok sumber daya ikan dalam suatu perairan juga dapat diduga menggunakan nilai Rasio Potensi Pemijahan atau Spawning Potential Ratio (SPR)

yang didefinisikan sebagai rasio dari spawning stock biomass per recruits (SSBR) di bawah berbagai tingkat laju kematian (mortalitas) penangkapan terhadap SSBR teoritis sebelum ada penangkapan4 atau dapat pula dikatakan sebagai

perbandingan antara potensi ikan yang dapat memijah dalam populasi setelah ada kegiatan penangkapan (fished) dengan potensi ikan yang dapat memijah dalam

populasi disaat belum ada kegiatan penangkapan (unfished). Nilai SPR juga dapat diartikan sebagai proporsi potensi reproduksi yang tersisa atau tidak tereksploitasi

pada tingkat tekanan penangkapan tertentu5. Dengan demikian, nilai SPR dapat menggambarkan kapasitas reproduksi dari suatu jenis sumberdaya ikan.

Beberapa tahun terakhir nilai SPR muncul sebagai salah satu titik acuan biologi yang penting dalam pengelolaan perikanan dan direkomendasikan bagi perikanan

dengan data terbatas6. Saat ini, terdapat banyak sumberdaya perikanan di dunia yang dikelola berdasarkan titik acuan SPR sebagai alternatif dari titik acuan yang berkaitan dengan biomasa stok karena lebih mudah dalam monitoring7. Oleh

karena itu, di dalam dokumen ini nilai SPR digunakan sebagai indikator status stok perikanan kerapu di WPPNRI 713.

Parameter yang diperlukan dalam analisis SPR adalah mortalitas alami (M), koefisien pertumbuhan (K), panjang asimtotik (L∞), dan panjang pertama kali

dewasa (Lm). Analisis dilakukan dengan metode LB-SPR (Length-Based Spawning

4 Badrudin M. 2015. Pedoman teknis estimasi spawning potential ratio (SPR) In Ghofar A, P Martosubroto,

Wudianto. Protokol Pengkajian Stok Sumber Daya Ikan: Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumber Daya Ikan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan, Kementrian Kelautan dan Perikanan, 65-80.

5 Prince J, Hordyk A, Valencia S. R, Loneragan N, and Sainsbury K. 2014. Revisiting the concept of Beverton–Holt life-history invariants with the aim of informing data-poor fisheries assessment. ICES Journal of Marine Science, 72: 194-203

6 Brooks E. N., Powers J. E., and Cortes E. 2010. Analytical reference points for age-structured models: application to data-poor fisheries. ICES Journal of Marine Science. 67: 165-175.

7 Wilson D, Curtotti R., Begg G. & Phillips K. 2009. Fishery status reports-status of fish stocks and fisheries managed by the Australian government. Canberra, Bureau of Rural Sciences and Australian Bureau of Agriculture and Resources Economics.

Page 10: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

10

Potential Ratio) yang membutuhkan sebaran frekuensi panjang ikan sebagai

inputnya8. Nilai SPR hasil analisis berkisar antara 0-1 atau dalam persentase 0-100%. Nilai SPR ikan sebelum ada kegiatan penangkapan mencapai 100% dari

potensi alamiahnya dan akan menurun jika sudah ada penangkapan. Berdasarkan nilai SPR, status stok empat jenis kerapu prioritas di WPPNRI 713

dievaluasi dengan kriteria yang didasarkan pada Goodyear (1993)9, Prince (2014)10, dan Badrudin (2015)11 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.

Secara umum diketahui bahwa empat spesies kerapu prioritas di WPPNRI 713 memiliki nilai SPR yang cenderung menurun dari tahun ke tahun. Status stok

sumber daya ikan dalam suatu perairan diduga dengan menggunakan nilai Rasio Potensi Pemijahan atau Spawning Potential Ratio (SPR). Sesuai dengan ketersediaan

data yang dimiliki saat ini, maka disepakati indikator kinerja perikanan kerapu di WPPNRI 713 adalah SPR dan selanjutnya untuk memudahkan monitoring status stok tersebut, maka juga digunakan Catch per Unit Effort (CPUE) sebagai

pendukung indikator. Nilai SPR perikanan kerapu pada tahun 2016 sampai tahun 2018 berdasarkan data hasil kajian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai SPR jenis ikan kerapu prioritas di WPPNRI 713 No Spesies Nilai SPR (%)

Kerapu 2016 2017 2018

1. Epinephelus coioides (Kerapu lumpur)

NA 47

(32-61) 58

(51-65)

2. Epinephelus areolatus (kerapu macan)

19 (18-20)

18 (17-18)

11 (10-11)

3. Variola albimarginata (Kerapu ekor bulan)

20 (17-22)

35 (30-40)

29 (24-33)

4. Plectropomus leopardus (Kerapu sunu/lodi)

10 (8-11)

14 (12-16)

9 (8-10)

Sumber : Data diolah oleh BRPL (2019)

Keterangan: SPR < 20% : Over-exploited

20% ≤ SPR ≤ 30% : Fully-Moderately exploited SPR > 30% : Under-exploited

NA : Not Available (data tidak tersedia)

Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2018, status stok ikan

kerapu macan (E. oreolatus) dan kerapu sunu (P. leopardus) memiliki nilai SPR di

8 Hordyk AR, Ono K, Sainsbury K, Loneragan NR, Prince JD. 2015. Some explorations of the life history ratios

to describe length composition, spawning-per-recruit, and the spawning potential ratio, ICES Journal of

Marine Science. 72: 204-216. 9 Goodyear C. P. 1993. Spawning stock biomass per recruit in fisheries management: foundation and current

use. p. 67-81. In S. J. Smith, J. J. Hunt and D. Rivard [ed.] Risk evaluation and biological reference points for

fisheries management. Can. Spec. Publ. Fish. Aquat. Sci. 120 10 Prince J. 2014. A Technical Report on anSPR@Size assessment of the Blue Swimmer Crab fishery in Southeast

Sulawesi. USAID-IMACS Document. 30pp 11 Badrudin M. 2015. Pedoman teknis estimasi spawning potential ratio (SPR) In Ghofar A, P Martosubroto,

Wudianto. Protokol Pengkajian Stok Sumber Daya Ikan: Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumber Daya Ikan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan, Kementrian Kelautan dan Perikanan, 65-80

Page 11: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

11

bawah titik acuan batas (SPR 20%), sementara ikan kerapu lumpur (E. coioides) dan

kerapu ekor bulan (V. albimarginata) berada di atas titik acuan batas.

Sebagaimana yang telah disampaikan bahwa untuk melakukan analisis dengan metode LB-SPR diperlukan sebaran frekuensi panjang ikan. Terkait dengan hal tersebut, berdasarkan data saat ini frekuensi panjang masing-masing spesies

prioritas disajikan pada Gambar 6 – 8.

Gambar 6. Grafik sebaran frekuensi panjang untuk perikanan kerapu lumpur (Epinephelus

coioides) di WPPNRI 713

Gambar 7. Grafik sebaran frekuensi panjang untuk perikanan kerapu macan (Epinephelus

areolatus) di WPPNRI 713;

Page 12: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

12

Gambar 8. Grafik sebaran frekuensi panjang untuk perikanan kerapu ekor bulan (Variola

albimarginata) di WPPNRI 713;

Gambar 9. Grafik sebaran frekuensi panjang untuk perikanan kerapu sunu atau lodi

(Plectropomus leopardus) di WPPNRI 713

Panjang ikan kerapu lumpur (Epinephelus coioides) yang ditangkap 6% masih

berada di bawah ukuran matang gonad atau ukuran dewasa (Lm) (Gambar 6), sedangkan untuk jenis ikan kerapu macan (Epinephelus areolatus) (Gambar 7),

kerapu ekor bulan (Variola albimarginata) (Gambar 8), dan kerapu sunu atau lodi (Plectropomus leopardus)(Gambar 9), ukuran ikan yang di tangkap masing-masing

60%, 18%, dan 52% masih berada di bawah ukuran matang gonad atau ukuran dewasa (Lm). Saat ini, khusus untuk spesies P.leopardus ukuran yang

diperdagangkan masih berada di bawah ukuran layak tangkap.

Page 13: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

13

Indikator pendukung lain yang digunakan sebagai informasi tambahan dalam

penentuan status stok di dalam dokumen ini adalah nilai Catch per Unit Effort (CPUE). Pendugaan nilai CPUE menggunakan model Generalized Linear Model (GLM) dengan family negative binomial. Alat tangkap yang digunakan sebagai factor penduga adalah alat tangkap pancing ulur (handline/dropline), dengan faktor

penduga lainnya terdiri dari tahun, bulan yang dibuat quarter, kedalaman (dangkal dan dalam), pendugaan GT (GT estimate), dan jumlah hari melaut (fishing days)

sebagai penduga peningkatan hasil tangkapan. CPUE standar adalah hasil standarisasi terhadap 1 (satu) GT kapal dan 1 (satu) hari melaut dengan persamaan Delta-type two-step model12:

P = log (𝑃

1−𝑃) = 𝜇 + 𝑓1 + 𝑓2 + …+ 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 (Binomial) – Peluang ikan tertangkap

𝐂 = log(𝐶𝑃𝑈𝐸) = 𝜇 + 𝑓1 + 𝑓2 + …+ 𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 (Poisson or Negative binomial)– Jumlah ikan tertangkap

𝑪𝑷𝑼𝑬𝒔𝒕𝒅 = 𝑷 (𝑖, 𝑗, 𝑘) 𝒙 𝑪(𝑖, 𝑗, 𝑘) – Kelimpahan relative / CPUE terstandar

dengan model yang digunakan sebagai berikut: Catch = Tahun + Quarter + Kedalaman + GT estimate + offset (fishing days)

dan Confident interval mengikuti persamaan Shono (2008)13 sebagai berikut:

𝜎(log(𝐶𝑃𝑈𝐸𝑠𝑡𝑑)) = √(𝜎𝑃

1 − exp(𝑃))2

+ (𝜎𝐶)2

𝐶𝐼 95 % = [𝐶𝑃𝑈𝐸𝑠𝑡𝑑

exp(1.96 ∗ 𝜎(log(𝐶𝑃𝑈𝐸𝑠𝑡𝑑)), 𝐶𝑃𝑈𝐸𝑠𝑡𝑑 ∗ exp(1.96 ∗ 𝜎(log(𝐶𝑃𝑈𝐸𝑠𝑡𝑑))]

Informasi berdasarkan nilai tingkat kelimpahan (CPUE) yang telah distandarisasi dan dimodelkan dengan GLM memperlihatkan adanya fluktuasi nilai CPUE dari

waktu ke waktu untuk setiap jenis ikan kerapu prioritas. CPUE distandarkan terhadap kapal 1 (satu) GT dan 1 (satu) hari lama melaut dan disajikan berdasarkan quarter selama 2 tahun.

Berdasarkan model GLM tersebut di atas, CPUE standar dan nominal ikan kerapu

lumpur (E. coioides) berfluktuatif namun cenderung meningkat di akhir quarter 2018 (Gambar 10), sedangkan untuk kerapu macan (E. areolatus) mengalami

peningkatan mulai dari quarter 3 tahun 2017 hingga quarter terakhir 2018 (Gambar 11) dengan nilai yang CPUE lebih tinggi dibandingkan ikan E. coioides. Nilai CPUE standard dan nominal untuk kerapu ekor bulan (V. albimarginata)

mengalami peningkatan pada quarter pertama tahun 2017, dan setelahnya cenderung menurun (Gambar 12), sedangkan untuk ikan kerapu sunu merah (P. leopardus) nilai CPUE berfluktuatif (Gambar 13).

12 Campbell RA. 2015. Constructing stock abundance indices from catch and effort data: Some nuts and bolts.

Fisheries Research 161: 109-130 13 Shono Hiroshi. 2008. Application of the Tweedie distribution to zero-catch data in CPUE analysis. Fisheries

Research. 93: 154-162

Page 14: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

14

Gambar 10. Nilai tingkat kelimpahan (CPUE) ikan kerapu lumpur (Ephinephelus coioides)

tahun 2017-2018 yang telah distandarisasi menggunakan Generalized Linear Model (GLM)

Gambar 11. Nilai tingkat kelimpahan (CPUE) ikan kerapu macan (Epinephelus areolatus)

tahun 2017-2018 yang telah distandarisasi menggunakan Generalized Linear Model (GLM)

Gambar 12. Nilai tingkat kelimpahan (CPUE) ikan kerapu ekor bulan (Variola albimarginata)

tahun 2017-2018 yang telah distandarisasi menggunakan Generalized Linear Model (GLM)

Keterangan :

_____ : CPUE terstandarisasi

- - - - : batas atas dan bawah nilai CPUE terstandarisasi

dalam selang kepercayaan

95% _____ : CPUE nominal

- - - - : batas atas dan bawah nilai

CPUE nominal dalam

selang kepercayaan 95%.

Keterangan :

_____ : CPUE terstandarisasi

- - - - : batas atas dan bawah nilai CPUE terstandarisasi

dalam selang kepercayaan

95% _____ : CPUE nominal

- - - - : batas atas dan bawah nilai

CPUE nominal dalam selang kepercayaan 95%.

Keterangan :

_____ : CPUE terstandarisasi

- - - - : batas atas dan bawah nilai CPUE terstandarisasi

dalam selang kepercayaan

95% _____ : CPUE nominal

- - - - : batas atas dan bawah nilai

CPUE nominal dalam

selang kepercayaan 95%.

Page 15: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

15

Gambar 13. Nilai tingkat kelimpahan (CPUE) ikan kerapu sunu merah (Plectropomus

leopardus) tahun 2017-2018 yang telah distandarisasi menggunakan

Generalized Linear Model (GLM)

2.2. Volume Produksi dan Nilai Ekonomi Perikanan Kerapu

Volume produksi hasil tangkapan ikan kerapu di WPPNRI 713 dari tahun 2005 – 2018 disajikan pada Gambar 14. Berdasarkan data dimaksud, hasil tangkapan tertinggi berada pada tahun 2017 yaitu mencapai 28.006 ton, sedangkan hasil

tangkapan terendah berada pada tahun 2015 yakni sekitar 19.789 ton.

Gambar 14. Volume produksi perikanan kerapu di WPPNRI 713 pada tahun 2005-

2018 (Pusdatin-KKP 2018)14

Volume ekspor perikanan kerapu tertinggi dari tahun 2014-2018 yaitu sebesar

7.667.694 kg dengan nilai ekspor mencapai 41.452.793 USD pada tahun 2016, sedangkan volume ekspor terendah terjadi pada tahun 2014, yaitu sebesar 4.739.569 kg dengan nilai ekspor mencapai 24.547.334 USD. Ekspor kerapu dari

14 Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan 2018

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Pro

duksi

(to

n)

Tahun

Keterangan :

_____ : CPUE terstandarisasi

- - - - : batas atas dan bawah nilai CPUE terstandarisasi

dalam selang kepercayaan

95% _____ : CPUE nominal

- - - - : batas atas dan bawah nilai

CPUE nominal dalam selang kepercayaan 95%.

Page 16: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

16

Indonesia diklasifikasikan menjadi kerapu beku (frozen), kerapu hidup (live), dan

kerapu segar/dingin (fresh). Ekspor kerapu dalam bentuk hidup mendominasi lebih dari 50% total ekspor kerapu dari Indonesia. Kerapu hidup juga memiliki harga

tertinggi dibandingkan kerapu beku dan segar sebagaimana disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Data volume ekspor dan nilai ekspor kerapu Indonesia tahun 2014-2018

Jenis ekspor Tahun

2014 2015 2016 2017 2018

Volume Ekspor (kg)

Beku 358.124 496.696 734.081 1.203.082 1.321.070

Hidup 2.322.582 3.512.512 3.915.161 3.617.358 3.491.878

Segar Atau Dingin 2.058.863 3.068.082 3.018.453 2.291.900 1.981.192

Total volume (kg) 4.739.569 7.077.291 7.667.694 7.112.340 6.794.140

Nilai Ekspor (USD)

Beku 683.786 1.309.550 2.693.974 3.694.394 4.523.861

Hidup 19.790.893 25.045.133 32.181.415 30.365.950 29.721.310

Segar Atau Dingin 4.072.655 7.277.050 6.577.403 5.569.818 7.212.097

Total Nilai Produksi (USD)

24.547.334 33.631.732 41.452.793 39.630.162 41.457.267

Sumber: BPS diolah oleh Ditjen PDSPKP (2019)15

Negara tujuan utama untuk ekspor kerapu hidup adalah Hongkong, sedangkan untuk kerapu beku adalah Thailand dan Amerika, dan kerapu segar adalah

Hongkong dan Malaysia.

2.3. Armada Penangkapan

Berdasarkan data Pusdatin-KKP tahun 2018 yang ada, di WPPNRI sebagian besar

ikan kerapu ditangkap menggunakan kelompok alat penangkap ikan jaring insang (gillnet), pancing (handline), dan alat tangkap lainnya, masing-masing sebesar 19%,

25%, dan 47%; sedangkan hasil tangkapan dari purse seine hanya menyumbang 2% dari total tangkapan. Adapun komposisi hasil tangkapan ikan kerapu di WPPNRI

yang menggunakan API dimaksud disajikan pada Gambar 15.

15 Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan

Perikanan 2019

Page 17: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

17

Gambar 15 Komposisi hasil tangkapan kerapu berdasarkan jenis alat tangkap

tahun 2018 di seluruh WPPNRI (Pusdatin-KKP, 2018)

Khusus untuk di WPPNRI 713, jumlah kapal yang beroperasi dengan menggunakan API tersebut di atas, berdasarkan data yang tersedia di Sistem Informasi Perizinan

Penangkapan Ikan (SIPEPI) dan Sistem Perizinan Kapal Daerah (SIMKADA) per tanggal April 2020 adalah 885 unit dengan kapal izin pusat (>30GT) sejumlah 31

unit dan izin daerah (≤30 GT) sejumlah 854. Data jumlah izin kapal penangkap ikan kakap dengan alat tangkap bubu, jaring insang, pancing ulur, dan rawai dasar di WPPNRI 713 disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Data Perizinan Kapal Penangkap Ikan Kerapu di WPPNRI 713

Penerbit Izin

Total Bubu

Jaring Insang

Pancing Ulur

Rawai Dasar

KKP Pusat 20 11 31

Bali 2 22 24

Kalimantan Barat 1 1

Kalimantan Selatan 5 3 8

Kalimantan Timur 7 13 1 21

Maluku 0

Nusa Tenggara Barat 8 24 25 57

Sulawesi Barat 63 63

Sulawesi Selatan 5 17 603 26 651

Sulawesi Tengah 1 1

Sulawesi Tenggara 1 1 56 1 59

Total 21 50 758 56 885

Sedangkan menurut data dari Ditjen PSDKP, jumlah kapal yang menangkap ikan kerapu yang beroperasi di WPPNRI 713 sebanyak 4.408 unit kapal dengan menggunakan API dropline, longline, gillnet, trap, dan mix gear (Tabel 5).

19%

25%

0%

47%

0% 2%7%

GN HL LL OTH PL PS TL

Page 18: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

18

Tabel 5 Jumlah dan ukuran kapal penangkap ikan kerapu di WPPNRI 713

berdasarkan klasifikasi API

Ukuran kapal (GT) Jenis alat tangkap

Total Dropline Longline Gillnet Trap Mix Gear

Nano dedicated 246 97 0 3 0 346 Nano seasional 412 674 0 0 508 1.595 Small dedicated 523 448 0 274 85 1.330 Small seasional 147 184 0 0 0 331 Medium dedicated 103 240 121 64 0 528 Medium seasional 0 10 104 0 0 115 Large dedicated 34 130 0 0 0 164 Large seasional 0 0 0 0 0 0

Total 1.465 1.784 225 341 593 4.408

Sumber: Ditjen PSDKP diolah oleh Yayasan Konservasi Aalam Nusantara (2019)

Keterangan : Nano = < 5 GT Small = 5 - < 10 GT Medium = 10-30 GT Large = > 30 GT Mix gear didefinisikan sebagai penggunaan lebih dari satu alat tangkap dalam satu trip

Ukuran kapal yang digunakan nelayan perikanan kerapu di WPPNRI 713 terdiri dari

nano ( <5 GT), small (5 - <10 GT), medium (10-30 GT), dan large ( >30 GT) dengan API pancing ulur (droplines), handlines, bottom longlines, jaring insang dasar (bottom gillnets), bubu (trap), dan speargun.

2.4. Dampak Kegiatan Perikanan terhadap Ekosistem

Di WPPNRI 713, ikan kerapu yang dimanfaatkan terdapat pada perairan dalam (deep water) dan perairan dangkal (pesisir) yang memiliki habitat relatif berbeda,

sehingga dampak dari aktivitas penangkapan di kedua lokasi tersebut juga berbeda. Kegiatan penangkapan pada perikanan kerapu di perairan pesisir berpotensi merugikan ekosistem terumbu karang jika tidak dilakukan dengan cara

penangkapan yang ramah lingkungan (penggunaan potasium, bom, atau bubu yang menggunakan karang sebagai pemberat). Sementara itu, pada perikanan kerapu di

perairan dalam, dampak yang ditimbulkan terhadap habitat sekitar relatif kecil. Hal tersebut disebabkan jenis alat tangkap yang umumnya digunakan di perairan dalam untuk penangkapan kerapu adalah alat tangkap yang selektif dan ramah

lingkungan, seperti rawai dasar dan pancing ulur. Sebagai informasi, habitat penting seperti terumbu karang tidak banyak ditemui di perairan dalam.

Page 19: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

19

BAB III

STRATEGI PEMANFAATAN

3.1. Tujuan

3.1.1. Tujuan Konseptual

Tujuan konseptual strategi pemanfaatan perikanan kerapu adalah “Memastikan keberlanjutan sumber daya ikan kerapu di WPPNRI 713”

3.1.2. Tujuan Operasional

Tujuan operasional dalam strategi pemanfaatan perikanan kerapu, yaitu 1. Meningkatkan rasio potensi pemijahan (SPR) pada spesies prioritas (E.

areolatus dan P. leopardus) mencapai minimal 20%; dan 2. Mempertahankan dan atau memperbaiki rasio potensi pemijahan (SPR)

pada spesies prioritas (E. coioides dan V. Albimarginata) mencapai 40%.

3.2. Pengaturan Pemanfaatan Perikanan

3.2.1. Indikator Kinerja Pengelolaan Perikanan

Indikator kinerja yang akan digunakan dalam strategi pemanfaatan perikanan

kerapu ini adalah:

a. Rasio potensi pemijahan (SPR);

b. Distribusi panjang;

c. Nilai Catch Per Unit Effort (CPUE)16

3.2.2. Titik Acuan (Reference Points)

Pengelolaan perikanan kerapu memerlukan titik acuan sebagai nilai spesifik

dari suatu indikator dalam perikanan kerapu. Secara umum strategi

pemanfaatan perikanan menggunakan titik acuan yang terdiri atas 3 (tiga)

istilah yaitu: Titik Acuan Batas (TAB), Titik Acuan Sasaran (TAS), dan Titik

Acuan Peringatan (TAP).

3.2.2.1. Titik Acuan Sasaran (TAS)

Titik Acuan Sasaran (TAS) atau target reference point akan diformulasi lebih lanjut.

16 CPUE sebagai indikator pendukung yang akan digunakan secara hati-hati berdasarkan kesediaan

data dan informasi. Saat ini data yang digunakan untuk menganalisis CPUE tersedia di periode 2017-2018.

Page 20: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

20

3.2.2.2. Titik Acuan Batas (TAB)

Titik Acuan Batas (TAB) atau limit reference point untuk perikanan kerapu dengan indikator rasio potensi pemijahan (SPR) sebesar 20%.

3.3. Tingkat Risiko yang dapat diterima (Acceptable Level of Risk)

Berdasarkan nilai indikator SPR, perikanan kerapu di WPPNRI 713 secara umum menunjukkan status over-exploited dan fully-moderately exploited,

sehingga dapat menjadi indikasi (proxy) status stok dan strategi pemanfaatan pada Tabel 5. Oleh karena itu perlu tindakan pengelolaan segera untuk mencegah risiko yang lebih besar. Di samping itu, karakteristik biologi

perikanan kerapu yang lambat tumbuh dan tingkat reproduksi yang rendah menyebabkan pemulihan stok kerapu yang lambat.

3.4. Langkah Pengelolaan

Suatu perikanan memiliki pilihan-pilihan pengelolaan (management options)

yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk mengendalikan kegiatan penangkapan ikan kerapu, sehingga dapat menjamin keberlanjutan stok secara biologi dan ekonomi.

3.4.1. Kaidah Keputusan (Harvest control rules)

Kaidah keputusan status stok sumber daya ikan kerapu berdasarkan hasil

riset perikanan kerapu dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir maka dapat dirumuskan kaidah keputusan disajikan pada Tabel 6 berikut:

Tabel 6 Status perikanan dan strategi pengelolaan perikanan

No Status perikanan Strategi pengelolaan18

1 Fully-moderately exploited Strategi pemulihan bersifat sesegera

mungkin untuk mencegah terjadinya penurunan stok

2 Over exploited Strategi pemulihan dirancang untuk memulihkan stok secara cepat agar mencapai biomassa di atas titik acuan batas

dalam harvest strategy

3.4.1.1. Pengendalian input (input control)

Berdasarkan status stok sumber daya ikan kerapu dengan menggunakan indikator SPR pada Bab II, yaitu umumnya berada pada kondisi “over-exploited” dan “fully-moderately exploited”, maka dilakukan tindakan

18 dimodifikasi dari Sloan S, T. Smith, C. Gardner, K. Crosthwaite, L. Triantafillos, B. Jeffries, and N.

Kimber. 2014. National Guidelines to Develop Fishery Harvest Strategies. Government of South Australia, CSIRO. IMAS. FRDC.

Page 21: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

21

pengelolaan (management measures) adalah pengendalian upaya (input control) melalui:

1. Alokasi / Kuota penangkapan ikan kerapu di WPPNRI 713 sebagai basis pemanfaatan sumber daya perikanan oleh Pemerintah Daerah dan

Pemerintah Pusat sesuai kewenangannya; 2. Registrasi nelayan penangkap ikan kerapu hidup serta registrasi dan

perizinan kapal penangkap;

3. Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan terkait pengelolaan perikanan kerapu; dan

4. Pelaporan hasil tangkapan sesuai standar pelaporan yang telah disepakati (untuk monitoring), termasuk ikan kerapu hidup.

3.4.1.2. Pengendalian output (output control)

Pengendalian output yang dapat menjadi pilihan managemen adalah dengan

telah melakukan usulan kesepakatan inisiasi pengaturan ukuran minimum ikan kerapu yang boleh ditangkap atau minimum legal size (MLS) sebesar 500

gram berdasarkan hasil analisis ukuran rata-rata pertama kali matang gonad, yang disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil analisis ukuran rata-rata pertama kali matang gonad (L50) dan inisiasi ukuran minimul legal size (MLS)

Spesies L50 (cm) MLS (gram)19

Epinephelus coioides 45,20 500

Epinephelus areolatus 27,51 500

Plectropomus leopardus 37,7 500

Variola albimarginata 29,00 500

3.4.1.3. Pengendalian Teknis

Pengendalian teknis yang dapat dilakukan dalam perikanan kerapu seperti:

1. Khusus untuk kerapu hidup, pengurangan upaya penangkapan yang dapat dilakukan berdasarkan kebiasaan yang dilakukan oleh pasar tidak

membeli pada waktu-waktu tertentu [(setiap 29 Maret – 12 April/seminggu sebelum dan seminggu sesudah 5 April dan seminggu sebelum dan seminggu sesudah tanggal 15 bulan 7 lunar kalender) dikarenakan

turunnya permintaan dan harga ekspor pada pasar perikanan kerapu di Hongkong dan China].

2. Penetapan dan peningkatan efektivitas pengolaan kawasan perlindungan (kawasan konservasi perairan) di area lokasi pemijahan atau SPAGs (Spawning Aggregation Areas) ikan kerapu di WPPNRI 713.

19 Merupakan angka kompromi antara parameter biologi dan ekonomi (mengacu pada grafik) dan akan

dipertimbangkan lebih lanjut setelah kajian ilmiah yang lebih lengkap dan konsultasi dengan pelaku usaha.

Page 22: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

22

3.4.2. Langkah Adaptif Pengelolaan

Jika ada faktor kebijakan atau sosial ekonomi lainnya yang berpotensi

mempengaruhi status stok yang mengindikasikan penurunan stok secara drastis, maka akan dilakukan tindakan adaptif setelah dilakukan evaluasi dan

kesepakatan bersama pemangku kepentingan.

3.4.3. Pengelolaan Hasil Tangkapan Sampingan

Jika ada hasil tangkapan sampingan dalam perikanan kerapu, maka akan dilakukan pelepasan kembali untuk spesies yang dilindungi dan masih hidup, serta pencatatan dan pelaporan bagi spesies yang tidak dilindungi serta

spesies yang dilindungi tetapi telah mati.

Page 23: STRATEGI PEMANFAATAN (INTERIM HARVEST STRATEGY) …

23

BAB IV

EVALUASI PENGELOLAAN

4.1. Pemantauan, Pengendalian, dan Pengawasan

Aktivitas pemantauan terhadap implementasi strategi pemanfaatan perikanan

ini akan dilakukan secara periodik (minimal setiap 6 bulan sekali). Mekanisme pemantauan dilakukan melalui:

1. Pelaporan dan pendataan hasil tangkapan kerapu dengan memperkuat

dan meningkatkan sistem pendataan sesuai standar (form) yang berlaku;

2. Melanjutkan pemantauan regular pemerintah dan pemerintah daerah yang

didukung oleh lembaga penelitian, perguruan tinggi, mitra pendukung,

pelaku perikanan terkait yang ada di WPPNRI 713; dan

3. Pemantauan dilakukan terutama pada 4 spesies ikan kerapu prioritas yang

dikelola pada dokumen ini, namun pemantauan reguler dapat juga

dilakukan untuk spesies-spesies lainnya.

4.2. Tinjauan

Proses peninjauan dokumen Strategi Pemanfaatan Perikanan (Harvest Strategy) Kerapu, akan dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan pengelolaan.