strategi kebijakan perikanan tangkap indonesia … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola...

291
STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA DALAM KERJASAMA PERIKANAN REGIONAL PADA WEST AND CENTRAL PACIFIC FISHERIES COMMISSION (WCPFC) ADY CANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Upload: hoangliem

Post on 21-Mar-2019

279 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP

INDONESIA DALAM KERJASAMA PERIKANAN

REGIONAL PADA WEST AND CENTRAL PACIFIC

FISHERIES COMMISSION (WCPFC)

ADY CANDRA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

Page 2: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan
Page 3: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Strategi Kebijakan

Perikanan Tangkap Indonesia Dalam Kerjasama Perikanan Regional pada West

and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC) adalah benar karya saya

dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2013

Ady Candra

NRP C 4602070104

Page 4: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan
Page 5: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

RINGKASAN

ADY CANDRA. Strategi Kebijakan Perikanan Tangkap Indonesia dalam

Kerjasama Perikanan Regional pada West and Central Pacific Fisheries

Commission (WCPFC). Dibimbing Oleh Budy Wiryawan, Mulyono S.Baskoro

dan Arif Satria

Kerjasama pengelolaan sediaan ikan beruaya jauh di Samudera Pasifik

Bagian Barat dan Tengah dilaksanakan melalui organisasi kerjasama perikanan

regional yakni WCPFC. Status Indonesia adalah Cooperating Non-Member

dengan hak terbatas dalam menentukan tindakan pengelolaan dan konservasi di

wilayah Konvensi namun memiliki kewajiban yang hampir sama dengan negara

Member. Tujuan penelitian ini adalah: (1) Menganalisis ketentuan pengelolaan

perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) Menganalisis

dampak ekonomi terhadap ketentuan WCPFC bagi nelayan Indonesia, dan (3)

Menganalisis perumusan kebijakan Indonesia dalam memperkuat peran serta

dalam pengelolaan perikanan di wilayah WCPFC.

Penelitian mengunakan data primer berupa ketentuan yang mengatur

pengelolaan perikanan pada WCPFC dan regulasi nasional yang terkait dengan

usaha penangkapan ikan dan kerjasama regional. Pengumpulan data sekunder

dilakukan di PPS Bitung sepanjang tahun 2012 dengan menggunakan rancangan

penelitian survei. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode sensus

terhadap nelayan purse seine yang melakukan penangkapan ikan di wilayah

WCPFC dan melakukan pendaratan ikan di PPS Bitung. Data dianalisis secara

kualitatif dan kuantitatif, serta analisis content. Analisis regresi dilakukan

terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nelayan purse seine.

Untuk menganalisis strategi kebijakan perikanan tangkap di WCPFC digunakan

metode AWOT.

Dalam persiapan partisipasi Indonesia pada WCPFC terdapat dua

ketentuan yang mengikat yakni Konvensi WCPF dan Conservation and

Management Measures (CMM). Berdasarkan kesiapan regulasi nasional terdapat

tiga hal yang harus diperhatikan pemerintah Indonesia yakni (1) Status Wilayah,

(2) Pengawasan dan Penegakan Hukum, dan (3) Penyusunan Peraturan

Perundang-Undangan. Analisa WTA menghasilkan nilai rataan kesediaan

menerima pembayaran per orang sebesar Rp 4.774.000 per tahun (Rp 397.433 per

bulan). Sementara itu, rataan pendapatan tetap setiap nelayan purse seine sebesar

Rp 20.520.000 per tahun (Rp 1.710.000 per bulan). Dengan demikian, apabila

larangan penangkapan juvenile (baby tuna) diberlakukan, maka pendapatan

nelayan purse seine per bulannya menjadi Rp 1.312.166,67, karena kehilangan

sebesar Rp 397.433 per bulan. Strategi yang harus dilakukan, yaitu: (1)

Penelitian perikanan secara rutin, (2) Pengembangan fasilitas dan pelayanan

pelabuhan perikanan, (3) Penguatan peran asosiasi perikanan tuna, (4) Penguatan

sistem penegakan hukum (5) Penguatan kerjasama regional dengan WCPFC, (6)

Pengembangan sistem informasi dan data, (7) Peningkatan MCS, (8) Penetapan

dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan (10) Sinergisasi aturan

pemasangan rumpon.

Kata kunci : Kerjasama Regional Laut Lepas,Samudera Pasifik,WCPFC

Page 6: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan
Page 7: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

SUMMARY

ADY CANDRA. Policy Strategy of Indonesia Capture Fisheries in Regional

Fisheries Cooperation in Western and Central Pacific Fisheries Commission

(WCPFC). Supervised by Budy Wiryawan, Mulyono S.Baskoro and Arif Satria

Management cooperation of highly migratory stock in western and central

Pacific Ocean implemented through regional fisheries cooperation organization

namely (WCPFC). The status of Indonesia is Cooperating Non-Member with

limited rights to determine managament and conservation measures in convention

area but obligations semiliar with Member. The purpose of this study are ; (1)

Analyze the fisheries management provisions in high seas are managed by

WCPFC, (2) Analyze the economic impact of WCPFC provisions for Indonesia

fisherman, and (3) Analyze Indonesia policy formulation to strengthen

participation of fisheries management in WCPFC.

The study uses primary data of provisions governing the WCPFC and

national regulations related fisheries and regional cooperation. The collection of

secondary data in Bitung Fishing Port in 2012, using a survey research design.

Sampling was conducted using census method for the purse seine fisherman who

fishing in WCPFC area and landing fish in Bitung Fishing Port. Data were

analyzed qualitatively and quantitatively with content analysis. Regression

analysis conducted on the factors that influence purse seine fisherman income To

analyze fisheries policy strategies used methods AWOT.

To prepare Indonesia's participation in the WCPFC are two provisions that

bind the WCPF Convention and Conservation and Management Measures

(CMM). Based on the readiness of national regulations, Indonesia Government

should consider : (1) Status area, (2) Monitoring and Enforcement, and (3)

Preparation of Regulation Legislation. Result of WTA Analysis is average value

per person willingness to accept payment of Rp 4.774.000 per year (RP 397.433

per month). Meanwhile, the average fixed income every purse seine fishermen of

Rp 20.520.000 per year (Rp 1.710.000 per month). Therefore, if prohibition of

baby tuna fishing is implemented, the purse seine fishing revenue per month

Rp.1.313.166,67 for the loss of Rp 397,433 per month. Strategy should be done

are (1) Routine fisheries research (2) Development of a fishing port facilities and

services (3) Strengthening the role of the tuna fishery associations (4)

Strengthening the law enforcement system (5) Strengthening regional cooperation

with the WCPFC (6) Development system information and data (7) Improved

MCS (8) Determination document of Fisheries Management Planning (h)

Strengthening fishing fleet and (9) regulation synergy of FAD installation.

Keywords: High Seas, Pacific Ocean ,Regional Cooperation, WCPFC

Page 8: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan
Page 9: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 10: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan
Page 11: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP

INDONESIA DALAM KERJASAMA PERIKANAN

REGIONAL PADA WEST AND CENTRAL PACIFIC

FISHERIES COMMISSION (WCPFC)

ADY CANDRA

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Manyor Sistem Pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Page 12: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr Eko Sri Wiyono, SPi, Msi

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof Dr Ir Jhon Haluan, MSc

2. Dr Agus Suherman, SPi, MSi

Page 13: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

Judul Disertasi : Strategi Kebijakan Perikanan Tangkap Indonesia

dalam Kerjasama Perikanan Regional pada West

and Central Pacific Fisheries Commision

(WCPFC)

Nama : Ady Candra

N I M : C 4602070104

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Budy Wiryawan, MSc

K e t u a

Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro, MSc Dr Arif Satria, SP, MSi A n g g o t a A n g g o t a

Diketahui

Ketua Program Studi

Sistem Pemodelan Perikanan Tangkap

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 15 Februari 2012 Tanggal Lulus :

Page 14: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan
Page 15: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cerenti pada tanggal 17 April 1976 sebagai anak ke

tujuh dari pasangan Ali Amran dan Nursyam. Status penulis bekeluarga dengan

istri bernama Leny Rosylin dan telah dikarunia tiga orang anak yakni Nasywa

Fatimah (8 tahun), Muhammad Abisalli Abrizam (6 tahun) dan Aisha Khanza

Jahiyyah (2 tahun).

Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, lulus pada tahun 2000. Pada tahun

2011, penulis diterima di Program Studi Sumberdaya Pesisir dan Lautan pada

Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2003. Kesempatan

untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Sistem Pemodelan

Perikanan Tangkap Program Pascasarjana IPB pada tahun 2008.

Penulis bekerja di Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian

Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2004 dan saat ini dipercayakan menjadi

Kepala Seksi Evaluasi Pengembangan Usaha Pengkapan Ikan pada Direktorat

Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan

Page 16: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan
Page 17: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

PRAKATA

Penulis bersyukur kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan Rahmat dan

Hidayah-Nya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang

berjudul “Strategi Kebijakan Perikanan Tangkap Indonesia Dalam Kerjasama

Perikanan Regional pada West and Central Pacific Fisheries Commission

(WCPFC) ” ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam

penyelesaian Program Doktor Manyor Sistem Pemodelan Perikanan Tangkap

Penyelenggaraan Kelas Khusus.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Budy Wiryawan, M.Sc

selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Prof. Dr.Ir.Mulyono S Baskoro dan

Dr. Arif Satria SP, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala

bimbingan, masukan dan saran selama penyusunan Disertasi ini. Disamping itu,

penghargaan penulis sampaikan kepada Dr.Ir.Ali Supardan MSc yang telah

memberi kesempatan untuk melanjutkan studi program doktor, dan Ir. A.

Bambang Sutejo MS beserta staft Direktorat Pengembangan Usaha Penangkapan

Ikan Ditjen Perikanan Tangkap KKP yang telah banyak membantu selama penulis

menyelesaikan studi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri dan

ketiga putra-putri penulis (Nasywa, Abisalli, dan Aisha) atas segala doa,

pengorbanan dan kasih sayanganya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2013

Ady Candra

Page 18: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan
Page 19: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

xix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ................................................................................................... xxii

DAFTAR GAMBAR............................................................................................... xxv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xxvii

1 PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2 Perumusan Masalah ..................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5

1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6

1.5 Kerangka Penelitian ..................................................................................... 6

2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 11

2.1 Shared Stocks (Sedian yang Diusahakan Bersama) .................................... 11

2.2 Highly Migratory Stocks (Sedian Beruaya Jauh)......................................... 13

2.3 Straddling Stocks (Sedian Beruaya Terbatas).............................................. 14

2.4 High Seas Stock Fish (Sedian Ikan Laut Lepas) ......................................... 14

2.5 Transboundary Stocks (Sedian di Perbatasan Antar Negara) ...................... 15

2.6 Norma-Norma Pengelolaan Perikanan Global ............................................ 15

2.7 Regional Fisheries Bodies (RBF) ............................................................... 19

2.8 Regional Fisheries Management Organization (RFMO) ............................ 23

2.9 Shared Allocation (Alokasi Jatah) ............................................................... 25

2.10 Kebijakan Publik ....................................................................................... 26

2.11 Penelitian Terdahulu tentang RFMO dan WCPFC ................................... 28

3 METODE PENELITIAN .................................................................................. 39

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 39

3.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................................ 39

3.3 Metode Pengambilan Sampel ...................................................................... 40

Page 20: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

xx

3.4 Metode Analisa Data ................................................................................... 41

3.4.1 Analisa Peraturan Perundang-Undangan ........................................ 41

3.4.2 Willingness to Accept (WTA) ......................................................... 44

3.4.3 Analisa AWOT ................................................................................ 44

3.4.3.1 Analisis SWOT ......................................................................... 44

3.4.3.2 Analytical Hierarchy Process ................................................... 49

4 GAMBARAN UMUM WCPFC ....................................................................... 53

4.1 Sejarah Pembentukan WCPFC.................................................................... 53

4.1.1 Pra Pembentukan WCPFC .............................................................. 53

4.1.2 Negosiasi Pembentukan WCPFC .................................................... 54

4.2 Tujuan dan Fungsi WCPFC ........................................................................ 57

4.3 Wilayah Kewenangan WCPFC ................................................................... 57

4.4 Ketentuan Pelaksanaan Konvensi ............................................................... 59

4.5 Spesies Utama ............................................................................................. 59

4.6 Spesies Tangkapan Sampingan ................................................................... 63

4.7 Pendanaan dan Anggaran ............................................................................ 68

4.8 Fungsi Komisi WCPF ................................................................................. 70

4.9 Badan-Badan dibawah Komisi .................................................................... 71

4.10 Keanggotaan WCPFC ............................................................................... 73

4.11 Pembatasan Tangkapan ............................................................................. 74

5 PENGATURAN WCPFC DAN IMPLIKASI BAGI INDONESIA ................. 75

5.1 Prinsip Umum Konvensi : Relevansi dan Implikasi Terhadap Peraturan

Perundang-Undangan .................................................................................. 75

5.1.1 Wilayah Penerapan .......................................................................... 76

5.1.2 Dasar Pelaksanaan (Azas) ............................................................... 79

5.1.3 Penerapan Kehati-Hatian ................................................................. 83

5.1.4 Pelaksanaan Azas-Azas di Wilayah Berdasarkan Yurisdiksi

Nasional dan Pengelolaan di Laut Lepas ........................................ 85

5.1.5 Kewajiban para Anggota Komisi .................................................... 86

5.1.6 Kewajiban Negara Bendera ............................................................. 87

5.1.7 Kesesuaian Tindakan Konservasi dan Pengelolaan ....................... 88

5.1.8 Penaatan dan Penegakan ................................................................. 89

Page 21: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

xxi

5.1.9 Itikad Baik dan Penyalagunaan Hak ................................................ 89

5.2 Conservation and Management Measures (CMM) : Implikasi Bagi

Indonesia...................................................................................................... 90

5.2.1 Penggunaan Transmitter (VMS) ..................................................... 92

5.2.2 Penegakan Hukum ........................................................................... 95

5.2.3 Kapal Penangkapan Ikan ................................................................. 97

5.2.4 Alat Penangkap Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan ................ 102

5.2.5 Pengelolaan Tangkapan Utama ....................................................... 110

5.2.6 Pengelolaan Tangkapan Sampingan ................................................ 117

5.2.7 Program Observer dan Inspeksi Kapal ............................................ 122

5.2.8 Data Buoys ...................................................................................... 124

5.2.9 Transhipment ................................................................................... 125

5.3 Implikasi Hukum WCPFC .......................................................................... 131

5.4 Analisa Ekonomi ......................................................................................... 144

5.5 Analisa AWOT ............................................................................................ 149

5.5.1 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal ....................................... 149

5.5.2 Matriks IFE dan EFE ....................................................................... 165

5.6 Strategi Kebijakan ....................................................................................... 170

6 SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 179

6.1 Kesimpulan ................................................................................................. 179

6.2 Saran ............................................................................................................ 181

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 183

LAMPIRAN ............................................................................................................ 189

Page 22: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan
Page 23: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

xxiii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perbandingan Penamaan Tuna Beruaya Jauh Antara FAO dan

UNCLOS 1982 .................................................................................................. 14

2. Kesamaaan Prinsip antara Convention on Bilogical Diversity (CBD) dengan

Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) ....................................... 19

3. Kelompok-Kelompok Regional Fisheries Bodies ............................................. 20

4. Kajian literatur RFMO dan WCPFC 10 Tahun Terakhir .................................. 32

5. Pengaturan Yang Terkait Dengan Pengelolaan Perikanan Regional ................ 42

6. Faktor Internal dan Eksternal ............................................................................ 46

7. Faktor Strategi Internal (IFAS) ......................................................................... 47

8. Faktor Strategi Eksternal (EFAS) ...................................................................... 47

9. Tabel SWOT ...................................................................................................... 48

10. Spesies Tangkapan Utama ................................................................................. 60

11. Spesies Tangkapan Sampingan ......................................................................... 63

12. Estimasi Kontribusi Keuangan Member dan Cooperating Non-Member

tahun 2012 (dalam US $) ................................................................................... 69

13. Catch Limit untuk Bigeye Tahun 2012 ............................................................. 74

14. Estimasi Potensi Sumberdaya Ikan di WPP RI ................................................. 84

15. Conservation and Management Measures (CMM) ........................................... 90

16. Data Logbook pada Pelabuhan Perikanan UPT Pusat Tahun 2012 ................... 102

17. Kapal Indonesia yang dilaporkan Melakukan Transhipment di Wilayah

Konvensi WCPFC ............................................................................................. 127

18. Kesiapan Regulasi Nasional dan Rencana Aksi terhadap Ketentuan WCPFC . 135

19. Rataan variable pendapat responden ................................................................. 146

20. Nilai Koefisien pada Peubah Kesediaan Masyarakat untuk Menerima

Pembayaran atas Larangan Penangkapan Baby Tuna di PPS Bungus 2012 ..... 148

21. Nilai WTA dan Pendapatan Nelayan Purse Seine di PPS Bitung 2012 ............ 149

22. Fasilitas Pokok PPS Bitung .............................................................................. 151

23. Fasilitas Fungsional PPS Bitung ....................................................................... 152

24. Fasilitas Penunjang PPS Bitung ...................................................................... 153

25. Hasil Skor Bobot dan Rangking Aspek Kekuatan ............................................ 155

26. Hasil Skor Bobot dan Rangking Aspek Kelemahan .......................................... 159

27. Hasil Skor Bobot dan Rangking Aspek Peluang ............................................... 162

28. Hasil Skor Bobot dan Rangking Aspek Ancaman ............................................ 165

29. Matriks IFE efektivitas strategi kebijakan perikanan tuna ................................ 166

30. Matriks EFE efektivitas strategi kebijakan perikanan tuna ............................... 168

31. Matrik SWOT untuk Perumusan Strategi Diplomasi Indonesia ....................... 171

Page 24: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan
Page 25: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

xxv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Perkembangan Global Perikanan Tangkap Sejak Tahun 1974 ......................... 1

2. Kerangka Penelitian........................................................................................... 9

3. Jenis- Jenis Sedian Ikan Secara Parsial ............................................................. 12

4. Peta Wilayah Kewenangan RFMO ................................................................... 24

5. Bentuk Penyusunan Kebijakan Publik .............................................................. 28

6. Matriks internal-eksternal (IE) .......................................................................... 49

7. Struktur Hirarki dengan Metode Analisis AWOT ............................................. 52

8. Peta Wilayah Kewenangan WCPFC ................................................................. 58

9. Peta Tumpang Tindih Wilayah Kewenangan antara WCPFC dengan IATTC . 77

10. Peta Wilayah Kewenangan WCPFC di Perairan LCS dan Teritorial

Indonesia............................................................................................................ 78

11. Posisi Kapal Penangkapan Ikan Indonesia Berdasarkan

Data VMS tahun 2012 ....................................................................................... 95

12. Kapal Bendera Indonesia yang Didaftarkan pada Komisi WCPFC .................. 99

13. Data Pendaratan Hasil Tangkapan Purse Seine Periode Juli – November 2012 105

14. Kapal Purse Seine (A) Rumpon (B) dan (Ponton) Kota Bitung ....................... 106

15. Peta Rumpon Izin Pusat Tahun 2001-2009 ....................................................... 107

16. Tangkapan dari Kapal Indonesia pada Wilayah Konvensi WCPFC tahun

2002-2011 .......................................................................................................... 110

17. Peta Daerah Penangkapan Kapal Indonesia Berdasarkan Jenis Ikan ................ 111

18. Tangkapan Bigeye Indonesia dan WCPFC tahun 2002-2011 ........................... 113

19. Tangkapan Yellowfin Indonesia dan WCPFC tahun 2002-2010 ....................... 114

20. Tangkapan Skipjack Indonesia dan WCPFC tahun 2002-2010 ......................... 115

21. Tangkapan Swordfish Indonesia dan WCPFC tahun 2002-2010 ...................... 116

22. Tangkapan Striped Marlin Indonesia dan WCPFC tahun 2002-2010............... 117

23. Jumlah Tangkapan Hiu di WPP 716 dan 717 .................................................... 119

24. Tangkapan Juvenile (baby tuna) yellowfin yang didaratkan di PPS Bitung ..... 145

25. Hasil Analisa Perbandingan Kekuatan .............................................................. 154

26. Alur dan Mekanisme Log Book Penangkapan Ikan .......................................... 157

27. Hasil Analisa Perbandingan Kelemahan ........................................................... 159

28. Hasil Analisa Perbandingan Peluang................................................................. 161

29. Pumb Boat Filipina yang Tertangkap PSDKP Bitung ...................................... 163

30. Hasil Analisa Perbandingan Ancaman .............................................................. 164

31. Matriks IE .......................................................................................................... 170

Page 26: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan
Page 27: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

xxvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Tabulasi Data Responden Nelayan Purse Seine .............................................. 189

2. Hasil Analisa Regresi ...................................................................................... 190

3. Kuesioner WTA Nelayan Purse Seine ............................................................ 192

4. Konvensi WCPFC dan Implikasinya Bagi Indonesia ..................................... 197

5. CMM dan Implikasinya bagi Indonesia .......................................................... 204

6. Analisa Perbandingan Konvensi dan Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia.......................................................................................................... 210

7. Analisa Perbandingan Konvensi dan Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia.......................................................................................................... 226

8. Matrik Kelompok Konvensi dan CMM .......................................................... 259

Page 28: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan
Page 29: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Status produksi perikanan tangkap dunia mengalami gejala tangkap lebih

(overfishing). Laporan FAO (2012) mengungkapkan bahwa telah terjadi

peningkatan penangkapan ikan yang berlebihan sepanjang tahun 1970-2009

(Gambar 1) . Persentase overexploited terus meningkat dari 10 persen pada tahun

1974 menjadi 26 persen pada tahun 1989. Setelah Tahun 1990, angka

overexploited terus meningkat meski lebih lambat. Sementara itu, fully exploited

mengalami perubahan sangat kecil dari waktu ke waktu. Hal ini digambarkan

dengan persentase yang stabil sekitar 50 persen sepanjang tahun 1974-1985,

kemudian turun menjadi 43 persen pada tahun 1989 sebelum secara bertahap

meningkat menjadi 57,4 persen pada Tahun 2009. Pada tahun yang sama, angka

non-fully exploited mencapai 12,7 persen.

Sumber FAO, 2012

Gambar 1 Perkembangan Global Perikanan Tangkap Sejak 1974

Berdasarkan data tersebut, sediaan ikan dunia telah mengalami

penurunan seiring dengan bertambahnya penduduk dunia yang membutuhkan

protein ikan. FAO (2010) mengungkapkan bahwa penduduk dunia mencapai

tujuh milyar dengan sediaan konsumsi ikan per kapita mencapai 18,8 kg.

Page 30: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

2

Penyebab meningkatnya kebutuhan ikan dunia, yaitu (Wahyuni, 2007) : (1)

meningkatnya jumlah penduduk serta meningkatnya pendapatan masyarakat

dunia, (2) meningkatnya kualitas hidup yang diikuti dengan bergesernya

komposisi makanan ke makanan sehat yang dicirikan dengan rendahnya

kandungan kolesterol (pola red meat ke white meat), (3) masyarakat dunia

semakin sibuk (people on the run) sehingga memerlukan makanan sehat dan siap

saji, (4) dampak globalisasi menyebabkan aktivitas perikanan melampaui batas-

batas negara, sehingga dituntut pula penyediaan makanan yang dapat diterima

secara internasional, karena ikan merupakan alternatif komoditas makanan yang

memenuhi syarat tersebut, dan (5) ketakutan akan tertularnya penyakit kuku dan

mulut, sapi gila, anthraks, flu burung akibat konsumsi daging-daging ternak dan

unggas (hewani) semakin menguatkan asumsi bahwa alternatif terbaik yang dapat

dilakukan adalah mengkonsumsi ikan.

Meningkatkan kebutuhan akan protein ikan tersebut, menuntut produksi

ikan sehingga tekanan terhadap sumberdaya ikan juga meningkat. Worm et.al

(2006) mengungkapkan bahwa pada tahun 2048 akan terjadi kehancuran

perikanan global. Pendapat tersebut dibantah oleh Branch (2008) karena dianggap

mengabaikan berbagai faktor, diantaranya adalah regulasi internasional dan

nasional dalam mewujudkan perikanan dunia yang berkelanjutan. Terlepas dari

perdebatan kedua pakar tersebut di atas, perikanan tangkap dihadapkan pada

ancaman kelangkaan ikan global. Hal ini diperkuat oleh laporan FAO (2012),

bahwa produksi perikanan laut dunia berfluktuasi antara 77 dan 86 juta ton

dengan catatan tertinggi 86,8 juta ton pada tahun 2000 dan menurun menjadi 78,9

juta ton pada tahun 2011.

Sebagaimana yang telah disebutkan oleh Branch di atas, bahwa untuk

mewujudkan perikanan berkelanjutan adalah penyusunan regulasi internasional

dan nasional. Terkait dengan penurunan sediaan ikan, hingga saat ini telah

dikeluarkan beberapa hukum internasional dalam rangka mewujudkan perikanan

bertanggung jawab dan berkelanjutan. Beberapa hukum internasional yang telah

dikeluarkan antara lain; (1) United Nations Convention on the Law of the Sea

(UNCLOS 1982), (2) Agreement to Promote Compliance with International

Conservation and Management Measures by Fishing Vessel on the High Seas

Page 31: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

3

(FAO-Compliance Agreement 1993), (3) The United Nations Agreement for the

Implementation of the Provision of the UNCLOS of 19 December 1982 Relating

to the Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly

Migratory Fish Stocks (UN Fish Stock Agreement 1995), dan (4) FAO-Code of

Conduct for Responsible Fisheries (CCRF).

Salah satu ketentuan yang diatur dari keempat hukum internasional

tersebut adalah kegiatan penangkapan ikan di laut lepas. Hal ini dikarenakan, laut

lepas yang memiliki rezim kebebasan menangkap ikan (freedom on fishing) yang

diartikan sebagai wilayah tak bertuan. Berdasarkan perkembangan permasalahan

yang terjadi di laut lepas tersebut, maka setiap negara baik yang wilayahnya

berdekatan dengan laut lepas maupun negara yang jaraknya jauh dengan laut lepas

namun armada tangkapnya melakukan penangkapan ikan di laut lepas dianjurkan

untuk membentuk organisasi-organisasi sub-regional dan regional atau yang

sering disebut dengan organisasi pengelolaan perikanan regional atau regional

fisheries management organization (RFMO). Perkembangan RFMO didasarkan

sifat ikan yang selalu bergerak (beruaya) dan melintasi batas wilayah antar negara

(transboundary). Akibatnya, kegiatan penangkapan ikan yang berlebihan di suatu

negara dapat menyebabkan kerusakan ikan di negara lain. Hal inilah yang

mendorong kepentingan bersama dalam membentuk RFMO di suatu kawasan

(Satria, et.al, 2009).

Beberapa organisasi-organisasi sub-regional dan regional perikanan yang

terbentuk di wilayah laut lepas yang berdampingan dengan perairan Indonesia,

diantaranya adalah: Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), Western and

Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC), dan Commission for the

Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT). Dengan demikian, Indonesia

harus mengikuti ketentuan hukum internasional yang berlaku dalam hal

penangkapan ikan di laut lepas, seperti kelayakan kapal-kapal penangkap ikan dan

ketaatan kapal-kapal tersebut pada ketentuan pengelolaan dan konservasi yang ada

(Satria, et.al, 2009).

Kepatuhan suatu negara dalam melakukan penangkapan ikan di laut lepas

secara bertanggung jawab dan berkelanjutan adalah hal yang mutlak dilakukan.

IPOA to Prevent, Deter and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated

Page 32: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

4

Fishing (IPOA on IUU Fishing) memasukan pengertian kegiatan perikanan yang

tidak sah (illegal fishing) di laut lepas. IPOA IUU Fishing menyebutkan kegiatan

illegal fishing di laut lepas apabila dilakukan oleh kapal-kapal yang mengibarkan

bendera negara anggota suatu organisasi pengelolaan perikanan regional tetapi

bertindak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan konservasi dan pengelolaan

yang ditetapkan oleh organisasi regional tersebut dan mengikat negara tersebut,

ataupun ketentuan hukum internasional yang terkait lainnya. Dengan demikian,

diperlukan peran aktif suatu negara pada suatu RFMO, dimana armada

tangkapnya melakukan penangkapan ika di wilayah laut lepas yang menjadi

kewenangan pengaturan RFMO tersebut.

Peningkatan kerjasama perlu dilakukan melalui peran serta aktif

pemerintah Indonesia di RFMO dan meningkatkan kerjasama Indonesia dengan

negara-negara lain di sekitar kawasan perairan Indonesia dan Zone Ekonomi

Eksklusif Indonesia, khususnya di kawasan Samudera Pasifik yang Indonesia

belum menjadi anggota WCPFC. Hal ini perlu dilakukan guna memfasilitasi

kepentingan pembangunan pengelolaan sumber daya ikan di Indonesia, termasuk

meningkatkan posisi Indonesia dalam negoisasi-negoisasi dalam rangka

kesepakatan pengelolaan sumber daya ikan. Penguatan posisi Indonesia

diharapkan dapat menguntungkan perikanan nasional, antara lain adanya

kompensasi dan keuntungan-keuntungan pengelolaan perikanan tuna bagi

Indonesia, mengingat adanya fakta yang menyebutkan bahwa sumber daya

tersebut memijah di perairan Indonesia.

Peran aktif Indonesia dalam pengelolaan perikanan di wilayah WCPFC,

merupakan bentuk diplomasi Indonesia untuk memperjuangkan kepentingan

perikanan nasional. Analisa strategi dibutuhkan guna memperkuat posisi

Indonesia terhadap negara lain, memperoleh kedudukan yang penting di antara

negara anggota dan sejajar di antara negara-negara maju dalam kerjasama

pengelolaan perikanan regional. Sementara itu, dalam diplomasi di WCPFC,

Indonesia harus memerhatikan kewajiban-kewajiban yang melekat sebagaimana

diatur dalam Konvensi Pembentukan WCPFC, Conservation and Management

Measures (CMM) serta resolusi yang berkembang. Hal ini dikarenakan, sebagai

subjek hukum internasional, WCPFC memiliki kemampuan untuk mengeluarkan

Page 33: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

5

hukum yang akan dijadikan sumber hukum (Starke, 2001). Dengan demikian,

Konvensi WCPFC dan aturan pelaksanaannya (CMM dan Resolusi) harus dikaji

karena akan menimbulkan implikasi bagi Indonesia, baik sebagai CNM

(Contracting Non Member) maupun anggota (member).

1.2 Permusan Masalah

Asas kebebasan penangkapan ikan di laut lepas mengancam

keberlanjutan highly migratory species dan straddling fish stock. Faktor-faktor

utama yang berpengaruh tersebut, yaitu overfishing dan dampak aktivitas

manusia. Oleh karena itu, dikeluarkan berbagai instrumen internasional, baik yang

mengikat (hard law) maupun yang bersifat sukarela (soft law). Instrumen

internasional tersebut memberikan amanat kepada setiap negara, baik negara

pantai (coastal state) maupun negara penangkap ikan jarak jauh (distant water

fisheries nation) untuk bekerjasama dalam pengelolaan perikanan regional atau

internasional.

Salah satu organisasi pengelolaan perikanan regional yang harus

diperhatikan adalah WCPFC. Dalam hal ini Indonesia belum menjadi anggota

penuh WCPFC. Oleh karena itu, pengelolaan perikanan di laut lepas umumnya

dan keterlibatan Indonesia di WCPFC khususnya harus dicarikan solusinya.

Berdasarkan hal tersebut, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana ketentuan pengelolaan perikanan di wilayah laut lepas yang

dikelola oleh WCPFC?

2. Bagaimana dampak ekonomi aturan WCPFC bagi nelayan Indonesia?

3. Langkah kebijakan apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk

memperkuat peran serta dalam pengelolaan perikanan di wilayah WCPFC?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis ketentuan pengelolaan perikanan di wilayah laut lepas yang

dikelola oleh WCPFC.

Page 34: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

6

2. Menganalisis dampak ekonomi terhadap ketentuan WCPFC bagi nelayan

Indonesia.

3. Menganalisis perumusan kebijakan Indonesia dalam memperkuat peran serta

dalam pengelolaan perikanan di wilayah WCPFC.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

1. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

kebijakan pemerintah dalam pengelolaan perikanan regional di Samudera

Pasifik, khususnya di wilayah yang dikelola oleh WCPFC.

2. Bagi pengelolaan perikanan tangkap, penelitian ini diharapkan memberikan

gambaran pengelolaan perikanan di laut lepas yang dikelola oleh organisasi

pengelolaan perikanan regional.

3. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan menjadi rujukan terutama mengenai

kajian kebijakan geopolitik nasional.

1.5 Kerangka Pemikiran

Sebagaimana dipaparkan di atas, bahwa perikanan global dihadapkan

pada permasalahan ancaman kelangkaan ikan. Laut lepas yang selama ini berlaku

rezim hukum kebebasan di laut lepas (freedom on the high seas), termasuk

didalamnya adalah kebebasan perikanan (freedom on fishing), adalah salah satu

penyebab ancaman perikanan global. Hal ini dikarenakan kegiatan perikanan di

laut lepas diibaratkan tidak bertuan. Oleh karena itu, masyarakat dunia melalui

FAO menggagas pembentukan organisasi pengelolaan perikanan regional

(regional fisheries management organization/RFMO).

Landasan hukum pengelolaan perikanan di laut lepas, termasuk amanat

pembentukan RFMO diantaranya adalah UNCLOS 1982, FAO Compliance

Agreement 1993, UNIA 1995, CCRF 1995 dan IPOA on IUU Fishing 2001.

Kebijakan nasional Indonesia mengenai pengelolaan perikanan, termasuk

pengelolaan perikanan di laut lepas telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31

Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah melalui Undang-

Undang No. 45 Tahun 2009. Menurut Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor

Page 35: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

7

31 Tahun 2004, disebutkan bahwa pengelolaan perikanan di luar wilayah

pengelolaan perikanan Republik Indonesia diselenggarakan berdasarkan peraturan

perundang-undangan, persyaratan, dan/atau standar internasional yang diterima

secara umum. Pada bagian penjelasan ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan

“pengelolaan perikanan di luar wilayah pengelolaan perikanan Republik

Indonesia” adalah pengelolaan perikanan di laut lepas. Kebijakan ini

dimaksudkan agar pengelolaan perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan

Republik Indonesia dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan

berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumberdaya ikan (Pasal 6 ayat 1).

Selanjutnya, dalam rangka memperkuat posisi Indonesia dalam kerjasama

pengelolaan perikanan pada forum regional dan internasional, pemerintah

Indonesia berusaha untuk ikut serta secara aktif dalam keanggotaan

badan/lembaga/organisasi regional dan internasional dimaksud (Pasal 10).

Berdasarkan uraian diatas, Indonesia mempunyai landasan hukum yang

kuat untuk berperan serta dalam mewujudkan perikanan bertanggung jawab

(responsible fisheries) dan berkelanjutan (sustainable fisheries), khususnya di

wilayah laut lepas yang biasanya dikelola oleh organisasi pengelolaan perikanan

regional. Hal ini mencerminkan bahwa Indonesia telah siap dalam mewujudkan

pengelolaan perikanan global.

Salah satu RFMO yang wilayah pengelolaannya berhadapan dengan

perairan Indonesia dan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) adalah WCPFC.

Dalam rangka menyusun strategi kebijakan Indonesia di WCPFC, maka

diperlukan analisa peraturan terhadap konvensi pembentukan WCPFC. Analisa

peraturan digunakan dalam rangka menganalisis hak dan kewajiban yang akan

menjadi peluang (keuntungan) dan tantangan (kerugian) bila kita meratifikasi

Konvensi WCPFC.

Hasil analisa peraturan menjadi pegangan dalam penguatan strategi

kebijakan geopolitik Indonesia di WCPFC. Hal ini dikarenakan, dipastikan

adanya larangan terhadap kegiatan yang menyebabkan perikanan tidak

berkelanjutan, salah satunya adalah penangkapan juvenile tuna (baby tuna).

Padahal, nelayan Indonesia tidak membedakan baby tuna dengan tuna besar.

Akibatnya adalah, kebijakan tersebut akan merugikan perekonomian nelayan,

Page 36: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

8

khususnya nelayan skala kecil. Terkait dengan potensi kehilangan hasil tangkapan

akibat larangan penangkapan baby tuna, maka akan digunakan lost productivity

method. Analisa ini akan mengungkapkan seberapa besar nelayan Indonesia akan

mengalami kehilangan potensi ekonomi akibat kebijakan larangan penangkapan

baby tuna.

Analisa berikutnya adalah integrasi analisa SWOT dengan AHP yang

dikenal dengan istilah AWOT. Analisa ini diharapkan mampu menghasilkan

strategi kebijakan Indonesia dalam keterlibatan pengelolaan perikanan di laut

lepas, khususnya di wilayah yang menjadi kewenangan pengelolaan WCPFC.

Dengan demikian, tujuan dan target penelitian ini adalah penguatan Indonesia di

WCPFC, pengelolaan perikanan global, dan kesejahteraan masyarakat nelayan

Indonesia. Secara lebih jelasnya, kerangka penelitian ini disajikan pada Gambar 2.

Page 37: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

9

Gambar 2 Kerangka Penelitian

Keterangan:

Ancaman Kelangkaan

Perikanan Global

Pengelolaan Perikanan

Laut Lepas

WCPFC

Status Produksi

Perikanan

Konvensi WCPFC,

CMM dan Resolusi

Landasan Hukum:

UNCLOS

FAO Compliance

UNFSA

CCRF

IPOA on IUU Fishing

Landasan Hukum

(Nasional):

Undang-Undang

Peraturan Pemerintah

Peraturan Presiden

Peraturan Menteri

Implikasi Ketentuan

WCPFC Aturan penangkapan

baby tuna

Strategi Kebijakan Indonesia

Tujuan dan Target:

Penguatan Indonesia di WCPFC

Pengelolaan Perikanan Global

Kesejahteraan masyarakat nelayan Indonesia

Analisis

Peraturan

Perundangan

Analisis WTA

Analisis Kebijakan AWOT

Batas Penelitian

Feed Back

Keterkaitan dan Hubungan

Page 38: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

10

Page 39: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

11

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Shared Stock (Sediaan yang Diusahakan Bersama)

Sediaan merupakan jumlah organisme yang merupakan bagian dari suatu

populasi disuatu tempat, dan suatu sediaan mungkin saja merupakan suatu bagian

dari suatu populasi atau lebih dari satu populasi (Widodo, 2006). Selanjutnya

Marguire (2006), menyatakan bahwa pengertian sediaan dalam perikanan

merupakan parameter-parameter pertumbuhan serta kematian dalam area geografi

tertentu dan tidak terkait dengan sediaan lain dari spesies yang sama pada area

tertentu. Pelaksanaannya konsep sedian tersebut beragam, tergantung kepada

pengetahuan dan informasi yang tersedia.

Widodo (2006) menjelaskan lebih lanjut tentang pengertian tentang

sediaan dalam pengelolaan perikanan, pada dasarnya sediaan didefinisikan

sedemikian rupa sehingga model-model produksi perikanan (yield) akan dapat

diterapkan dan diaplikasikan. Setiap contoh, statistik dari individu-individu dari

suatu sediaan harus memiliki karakteristik-karakteristik produksi yang serupa

terhadap setiap sampel dari sediaan. Karakteristik pokok yang dikaitkan dengan

berbagai model yield adalah: (1) jumlah yang dilahirkan dalam satu tahun tertentu,

(2) laju pertumbuhan, (3) laju kematian alami, dan (4) laju kematian penangkapan.

Bila kawasan geografis dari suatu spesies berbeda-beda dalam karakteristik-

karakteristik tersebut, maka untuk keperluan manajemen, kawasan tersebut harus

dianggap lebih dari satu sediaan.

Sebagian besar dari berbagai sediaan ikan di dunia tidak berada

sepenuhnya dibawah yurisdiksi suatu negara, dan tidak jarang sediaan ikan

tersebut dieksploitasi oleh sejumlah negara tertentu. Akibatnya, implementasi

suatu tindakan pengelolaan tidak hanya melibatkan suatu negara tertentu tetapi

memerlukan persetujuan dari negara-negara lain yang bersangkutan (Widodo,

2006). Istilah baku yang digunakan untuk menjelaskan sediaan tersebut adalah

shared stock (sediaan yang diusahakan bersama).

Menurut Munro (2004) pengertian istilah shared stock meliputi: (1)

sumberdaya ikan yang melintasi batas ZEE dari satu atau lebih negara pantai

(transboundary stock), (2) spesies beruaya jauh (tertera dalam Lampiran 1

Page 40: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

12

UNCLOS 1982), terutama spesies tuna, (3) semua sediaan ikan lainnya yang

diterdapat diantara perairan ZEE negara pantai dan laut lepas tertentu (straddling

stock), dan (4) sediaan ikan yang hanya terdapat di laut lepas (high seas fish

stocks).

Keterangan : 1. Highly migratory; 2. Straddling (extensive distribution); 3. High seas.

Bottom panel: 4. Pelagic straddling (mostly within EEZ); 5. Demersal straddling (mostly

within EEZ); 6. Straddling (transboundary); 7. Straddling (mostly in high seas); 8. Straddling

(evenly distributed)

Gambar 3 Jenis- Jenis Sediaan Ikan Secara Parsial (Maguire, 2006)

Page 41: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

13

2.2. Highly Migratory Stock (Sedian Ikan Beruaya Jauh)

Highly migratory stocks, terdiri dari spesies-spesies ikan yang terdapat

pada Lampiran 1 UNCLOS 1982 yang merupakan defenisi sah (legal) tentang

sedian ikan beruaya jauh. Berdasarkan definisi ilmiah sediaan ikan beruaya jauh

didefinisikan sebagai jenis-jenis ikan yang beruaya jauh dan melintasi laut lepas

dan ZEE, bahkan batas-batas administrasi suatu negara (Maguire, 2006).

Dalam Lampiran 1 UNCLOS 1982, termasuk dalam sedian ikan beruaya

jauh terdiri dari ; tuna dan tuna-like species, oceanic sharks, pomfrets, sauries dan

dolphinfish. Jenis tuna terdiri dari ; (1) Albacore tuna (Thunnus alalunga), (2)

Bluefin tuna (thunnus thynnus), (3) Bigeye tuna (Thunnus obesus), (4) Skipjack

tuna (Katsuwo pelamis), (5) Yellowfin tuna (Thunnus albacores), (6) Blackfin

tuna (Thunnus atlanticus), (7) Litle tuna (Euthynnus alleteratus dan E.affinis) , (8)

Southern bluefin tuna (Thunnus maccoyii), (9) Frigate mackerels (Auxis thazard

dan A.rochei). Sedangkan kelompok tuna lainnya, terdiri dari ; (1) Marlin terdiri

dari 8 spesies (Teprapturus angustirostris, T. belone, T. pfluegeri, T.albidus,

T.audax, T. georgei, Makaira indica, M.nigricans), (2) Sailfish, terdiri dari 2

spesies (Istiophorus platyphorus dan I. albicans), dan (3) Swordfish (Xiphias

gladicus).

Seiring dengan perkembangan identifikasi spesies, spesies yang masuk

dalam kelompok sediaan ikan beruaya jauh dalam Lampiran 1 UNCLOS 1982

seharusnya diperbaharui. Berdasarkan identifikasi FAO terakhir, spesies Blackfin

tuna, Little tuna, dan Frigate tuna tidak termasuk spesies beruaya jauh karena

merupakan spesies-spesies neritic yang hidup di perairan dekat pantai dengan

kedalaman kurang dari 200 m.

Selanjutnya, penamaan spesies pada Lampiran 1 UNCLOS tidak seseuai

dengan penamaan spesies yang ditetapkan FAO. Menurut Serdy (2003), penyebab

perbedaan penamaan antara Lampiran 1 UNCLOS dan FAO, adalah: (1)

penamaan kelompok tuna yang tertera dalam Lampiran 1 UNCLOS 1982

mengacu kepada Statistik Perikanan dan Buku Tahunan FAO yang diterbitkan

pada tahun 1975, dan tidak diperbaharui ketika UNCLOS 1982 ditetapkan pada

tahun 1982, (2) terdapat kesalahan terjemahan nama tuna ke bahasa utama FAO

lainnya, yakni penamaan dalam bahasa Spanyol dan Perancis. Penamaan FAO ini

Page 42: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

14

mengacu kepada Lampiran B Kesepakatan Pendirian IOTC. Perbedaan pemberian

nama juga terdapat pada kelompok spesies beruaya jauh selain tuna, bahkan

kesalahan juga terdapat pada pengelompokan famili dan jumlah spesies dalam

satu famili (Serdy, 2003).

Tabel 1 Perbandingan Penamaan Tuna Beruaya Jauh antara FAO dan UNLOS

Inggris Perancis Spanyol

UNCLOS FAO UNCLOS FAO UNCLOS FAO

Albacore tuna Albacore Thon blane

germon

Germon Atun blanco Atun blanco

Bluefin tuna Northern bluefin

tuna

Thon rouge Thon rouge Atun rojo Atun

Bigeye tuna Bigeye tuna Thon obese a

gros ceil

Thon obese Patudo Patudo

Skipjack tuna Skipjack tuna Bonite a ventre

raye

Listo Listodo Listodo

Yellowfin tuna Yellowfin tuna Thon a negeore

jaune

Albacore Rabil Rabil

Blackfin tuna Blackfin tuna Thon noir Thon a

nageoires

Atun de aleta

negra

Atun aleta

negra

Little tuna Kagawa (E.

affinis); Little

tunny (E.

alletteratus)

Thoine Thoine

orientale (E.

affinis);

Thonine (E.

alletteratus)

Bonito del

Pacifico

Bacoreta

oriental (E.

affinis);

Bacoreta (E.

alletteratus)

Southern bluefin

tuna

Southern bluefin

tuna

Thon a

nageoire bleue

Thon rouge du

sud

Atun de aleta

azul del sur

Atun del sur

Frigate mackerel Frigate tuna

(A.thazard);

Bullet (A.rochei)

Auxide Auxide

(A.thazard);

Bonite

(A.rochei)

Melva Melva

(A.thazard);

Melvera

(A.rochei)

Sumber : Serdy A (2003)

2.3 Straddling Stocks (Sediaan Beruaya Terbatas)

Pada pasal 63 UNCLOS, straddling stock didefinisikan sebagai sediaan

ikan yang sama atau sejenis yang terdapat dalam ZEE dua negara pantai atau

lebih. Menurut (Maguire, 2006), konsep sediaan beruaya terbatas dapat meliputi

satu kesatuan dari sebagian besar sediaan ikan didalam perairan ZEE suatu negara

hingga diluar perairan ZEE atau laut lepas. Tidak ada batasan jumlah biomass,

suatu jenis ikan dikategorikan sebagai sediaan beruaya terbatas, sebagai contoh

northern cod 95 persen biomass berada di perairan pantai (Maguire, 2006).

2.4 High Seas Stocks Fish (Sediaan Ikan Laut Lepas)

Sediaan ikan laut lepas tidak didefinisikan secara khusus dalam UNCLOS

1982, namun secara umum konsep high seas stocks fish terdapat dalam UN Fish

Page 43: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

15

Stock Agreement 1995. FAO (1994) menggunakan istilah purely high seas stocks

untuk jenis ikan yang tidak ditemukan dalam perairan ZEE, atau jenis ini hanya

ditemukan di laut lepas (Maguire, 2006).

2.5 Transboundary Stocks (Sediaan di Perbatasan Antar Negara)

Menurut Caddy (1997), sediaan di perbatasan antar negara merupakan

sekolompok organisme yang dieksploitasi secara komersil, tersebar atau beruaya

melintasi b atas maritim dua negara atau lebih, atau batas maritim dari sebuah

negara dan laut lepas tertentu, dimana hanya dapat dikelola secara efektif melalui

kerjasama antar negara.

2.6 Norma – Norma Pengelolaan Perikanan Global

Prinsip kebebasan di laut lepas (freedom of the high seas), khususnya

kebebasan menangkap ikan (freedom of fishing) sebagai salah satu pilar dalam

Hukum Laut Internasional, tampaknya mulai melemah dan secara perlahan-lahan

akan berakhir. Faktor pendorong semakin melemahnya prinsip kebebasan

menangkap ikan di laut lepas adalah karena timbulnya kekhawatiran akan

semakin menurunnya potensi sumberdaya ikan, antara lain karena semakin

intensifnya teknologi penangkapan ikan yang dapat membahayakan

kelestariannya. Apabila yang dikhawatirkan itu ternyata terbukti, maka pada

gilirannya dapat diperkirakan akan mengancam keberlanjutan usaha penangkapan

ikan.

Berbagai upaya kompromi telah dilakukan melalui Konvensi

Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hukum Laut. Salah satu alternatifnya adalah

melalui pemberian hak eksklusif (souvereign rights) kepada negara-negara pantai

untuk melakukan konservasi dan pengelolaan sumber-sumber perikanan di Zona

Ekonomi Eksklusif (ZEE). Upaya tersebut akan menjadi kurang efektif apabila

armada perikanan dari berbagai negara mengarahkan operasinya ke kawasan-

kawasan laut yang berbatasan dengan ZEE. Kawasan ini berada di luar jangkauan

yurisdiksi negara pantai, terutama apabila sasarannya adalah jenis-jenis ikan yang

beruaya jauh dari ZEE ke laut lepas dan sebaliknya.

Page 44: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

16

Food and Agriculture Organization (FAO), bersama-sama dengan The

Division for Ocean Affairs and the Law of the Sea, Office of Legal Affairs of the

United Nations telah mengembangkan norma-norma perikanan untuk dapat

diberlakukan secara global. Norma-norma perikanan global ini direncanakan

untuk diterapkan melalui pemberdayaan organisasi-organisasi perikanan regional,

baik yang telah ada maupun yang akan dibentuk di kawasan-kawasan tertentu

sesuai dengan kebutuhan.

Pengembangan norma-norma pengelolaan perikanan internasional pada

dasarnya merupakan rancangan rinci dari ketentuan-ketentuan yang tercantum di

dalam UNCLOS 1982, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan jenis-jenis

ikan yang beruaya terbatas (Pasal 63) dan jenis-jenis ikan yang beruaya jauh

(Pasal 64). Pengaturan internasional yang berkaitan dengan kegiatan perikanan

terdiri dari:

1) United Nations on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 (Konvensi Hukum

Laut 1982)

Pada hukum laut sebelumnya, Convention on Fishing and Conservation of

the Living Resources of the High Seas merupakan bagian yang terpisah dari

Konvensi Jenewa 1958. Dalam UNCLOS 1982 kedua hal tersebut telah diatur

secara komprehensif yaitu tepatnya terdapat dalam Pasal 116-120 Konvensi.

Disamping itu, UNCLOS 1982 juga mengatur persoalan perikanan pada rejim-

rejim maritim lainnya terutama pada rejim ZEE yang terdapat dalam Bab V Pasal

55-75 UNCLOS 1982.

2) Agreement for the Implementation of the Provision of the United Nations

Convention on the Law of the Sea of 10 December 1982 relating to the

Conservation and Management of Straddling Fish Stocks and Highly

Migratory Fish Stocks (United Nations Implementing Agreement/UNIA) 1995.

Persetujuan ini merupakan hasil dari konferensi yang membahas masalah

konservasi dan pengelolaan jenis-jenis ikan yang beruaya terbatas dan jenis-jenis

ikan yang beruaya jauh. Persetujuan ini dicapai melalui enam kali persidangan

yang berlangsung sejak April 1993 sampai Agustus 1995 bertempat di Markas

Page 45: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

17

Besar PBB di New York. Selain dihadiri oleh 137 perwakilan negara termasuk

Indonesia, konferensi ini dihadiri pula oleh perwakilan organisasi-organisasi

perikanan regional.

Konferensi tersebut di atas merupakan tindak lanjut dari Resolusi Majelis

Umum PBB No. 47/192 tanggal 22 Desember 1992 yang menindaklanjuti mandat

Agenda 21 sebagai salah satu hasil KTT Rio de Janeiro (1992) tentang

Lingkungan Hidup dan Pembangunan.

3) Agreement to Promote Compliance with International Conservation and

Management Measures by Fishing Vessels on the High Seas, 1993.

Persetujuan ini berlaku untuk semua kapal perikanan dengan maksud

untuk meningkatkan penaatan kapal-kapal perikanan terhadap ketentuan-

ketentuan konservasi sumber-sumber perikanan di laut lepas. Pemberlakuan

Persetujuan ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Tata Laksana

Perikanan Yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries)

yang dicanangkan urgensinya pada Deklarasi Cancun, 1992 dan Deklarasi Rio de

Janeiro, 1992, dan khususnya di dalam Agenda 21.

4) Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for

Responsible Fisheries/CCRF).

CCRF merupakan penjabaran secara terperinci untuk melaksanakan

ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam UNIA 1995. Sedangkan Agreement to

Promote Compliance with International Conservation and Management Measures

by Fishing Vessels on the High Seas (1993) merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari Tata Laksana ini. Walaupun demikian substansi pengaturannya

hanya sebagian kecil saja yang berkaitan dengan permasalahan perikanan di laut

lepas, karena sebagian besar pengaturannya berkaitan dengan masalah

pengelolaan sumber-sumber perikanan di perairan nasional dan ZEE, baik budi

daya maupun perikanan tangkap, yang harus dilakukan secara bertanggung jawab.

Tata Laksana ini memuat prinsip-prinsip dan standar perilaku internasional

dengan tujuan untuk menjamin agar upaya-upaya konservasi dan pengelolaan

sumber-sumber perikanan dapat berhasil secara efektif, termasuk perlindungan

Page 46: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

18

habitat dan ekosistem serta keragaman jenis dan populasinya. Oleh karena itu,

setiap negara, organisasi internasional, dan individu dihimbau untuk secara

sukarela melaksanakan ketentuan-ketentuan yang dirancang untuk memiliki

kekuatan berlaku secara universal, meliputi antara lain: prinsip-prinsip umum,

pengelolaan sumber-sumber perikanan, dan operasi penangkapan ikan.

5) UN Conference on Environment and Development (UNCED) : Agenda 21

Agenda 21 merupakan merupakan respon dalam mempersiapkan secara

global tantangan pembangunan pada abad ke – 21, dimana bertujuan untuk terus

meningkatkan kualitas hidup manusia dan pembangunan yang berkelanjutan.

Terdapat beberapa bagian yang terkait dengan pengelolaan perikanan

berkelanjutan, yakni :

a) Bagian I .Dimensi Sosial dan Ekonomi (Bab 2 dan Bab 8).

Walaupun tidak berhubungan langsung dengan perikanan, namun terdapat

beberapa isu yang berhubungan dengan pembangunan berkelanjutan,

termasuk salah satunya adalah perikanan.

b) Bagian II. Pengelolaan dan Konservasi Sumberdaya.

Terdapat beberapa bab yang berhubungan dengan perikanan, yakni (1)

Bab 9; Perlindungan atmosphere, berhubungan dengan buangan gas

(polusi) dari aktivitas penangkapan ikan dan penggunaan mesin pendingin

yang dapat menipsikan ozon; (2) Bab 15; Konservasi dan

keanekaragaman hayati; (3) Bab 17; Perlindungan laut, termasuk laut

tertutup, semi tertutup dan wilayah pesisir yang meliputi : pengelolaan

terpadu dan berkalanjutan wilayah pesisir dan ZEE, perlindungan

lingkungan laut, pemanfaatan berkelanjutan dan perlindungan

sumberdaya hayati di laut lepas, pemanfaatan berkelanjutan dan

konservasi sumberdaya hayati laut di wilayah hukum nasional, penguatan

kerjasama dan koordinasi pada tingkat regional dan internasional, dan

pembangunan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan.

Page 47: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

19

6) Convention on Bilogical Diversity (CBD)

CBD diratifikasi pada tahun 1995 merupakan tindak lanjut implementasi

UNCED. CBD bertujuan untuk mengkonservasi keanekaragaman biologi,

pemanfaatan berkelanjutan berdasarkan prinsip keadilan dan pemanfaatan

bersama secara tepat untuk sumber genetic, hak dalam memanfaatkan

sumberdaya, dan penggunaan teknologi yang tepat. Pada saat yang bersamaan,

sebagian negara-negara anggota FAO juga mengadopsi instrumen aturan

internasional yakni CCRF. Terdapat beberapa persamaan prinsip antara CDB

dengan CCRF sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kesamaan Prinsip antara Convention on Bilogical (CBD) dengan

Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)

Convention on Bilogical (CBD) Code of Conduct for Responsible Fisheries

(CCRF)

9.2.4. Membuat sistem informasi 7d. Pengelolaan dan penyusunan data

9.2.5. Memonitoring lingkungan

perairan

7b. Memonitor komponen-kompnen

keanakaragaman bilogi

9.3.1 Menlindungi kenakerhama

genetic dan ekisistem

8d. melindungi ekosistem.14.a kajian damapak

lingkungan

7.5 Pendekatan kehati-hatian Prolog : Pendekatan kehati-hatian

Sumber : www.fao.org/fi

CBD secara rinci diatur lebih lanjut pada Jakarta Mandate yang meliputi

rencana-rencana aksi pengelolaan ekosistem laut dan pesisir serta eksosistem

perairan umum daratan berupa upaya konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan

keanekaragaman hayati dan habitatnya, pengelolaan pengenalan spesies asing,

keterpaduan pengelolaan wilayah, pendekatan kehati-hatian, pendekatan

eksosistem.

2.7 Regional Fishery Bodies

Mandat Regional Fishery Bodies (RBF) atau Badan – Badan Perikanan

Regional beragam. Beberapa RBF mempunyai mandat untuk memberikan nasehat

(advisory mandate), mekanisme keputusan ataupun koordinasi yang tidak

mengikat dari anggota. Sedangkan beberapa RBF memiliki mandat pengelolaan

atau dikenal dengan Regional Fisheries Management Organization (RFMO).

Page 48: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

20

Negara yang menjadi anggota RFMO terikat dengan langkah-langkah pengelolaan

dan konservasi yang ditetapkan dalam suatu RFMO.

Fungsi RBF juga beragam, termasuk pengumpulan, analisis dan

disemininasi informasi dan data, mengkoordinasikan pengelolaan perikanan

melalui skema dan mekanisme bersama, menyediakan forum kebijakan dan

teknik, dan pengambilan keputusan terkait dengan konservasi, pengelolaan,

pengembangan dan tanggungjawab terhadap sumberdaya. RFMO memainkan

peran unik dalam fasilitasi kerjasama internasional untuk konservasi dan

pengelolaan sediaan ikan. RFMO merupakan organisasi kerjasama perikanan

antar pemerintah yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan langkah-

langkah konservasi dan pengelolaan perikanan (FAO, 2001).

RBF merupakan wadah penting untuk meningkatkan pemanfaatkan

berkelanjutan dimana kerjasama internasional dibutuhkan dalam pengelolaan dan

konservasi. Secara signifikan, United Nations Conference on Environment and

Development (UNCED) 1992 merupakan perangkat hukum menempatkan RBF

dalam fasilitasi kerjasama internasional. Peran dan prioritas RBF beragam

menurut mandat dan faktor-faktor lainnya, termasuk kemauan politik dari para

anggotanya.

FAO menilai RBF memiliki peran penting untuk meningkatkan perikanan

berkelanjutan jangka panjang melalui kerjasama internasional dalam konservasi

dan pengelolaan. Peran FAO adalah : (a) memberikan dukungan administrasi dan

teknik kepada RBF; (b) meningkatkan kerjasama dan konsutasi diantara RBF; (c)

memfasilitasi pertemuan RBF; dan (d) mendorong RBF untuk

mengimplementasikan hal-hal yang diatur dalam UNCED, termasuk keterpaduan

program-program FAO dengan RBF.

Tabel 3. Kelompok – Kelompok Regional Fisheries Bodies

No Jenis Status Posisi Anggota Tahun Berdiri

RFMO

1. Commission for the

Conservation of Antarctic

Marine Living Resources

(CCAMLR)

Diluar FAO Global dan lintas

samudera

34 anggota 1982

2. Indian Ocean Tuna

Commission (IOTC)

Dibawah FAO

Berdasarkan Pasal

Samudera Hindia 12 Anggota

(termasuk

1996

Page 49: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

21

No Jenis Status Posisi Anggota Tahun Berdiri

VI Indonesia)

3. North-East Atlantic

Fisheries Commission

(NEAFC)

Diluar FAO Samudera

Atlantik

7 anggota 1982

4. South Pacific Regional

Fisheries Management

Organisation (SPRFMO)

Diluar FAO Samudera Pasifik 20 Negara 2006

5. Convention on the

Conservation and

Management of the Pollock

Resources (CCBSP)

Diluar FAO Samudera Pasifik 5 anggota 1996

6. International Pacific

Halibut Commission

(IPHC)

Non Samudera Pasisifk 2 anggota 1923

7. North Pacific Anadromous

Fish Commission (NPAFC)

Samudera Pasifik 5 Negara 1993

8. Western and Centra Pasific

Fisheries Commission

(WCPFC)

Diluar FAO Samudera Pasifik 36 negara

(Indonesia :

Cooperating

Non-

Member)

2004

9. Commission for the

Conservation of Southern

Bluefin Tuna (CCSBT)

Diluar FAO Global dan lintas

samudera

9 anggota 1994

10. International Whaling

Commission (IWC)

Diluar FAO Global dan lintas

samudera

66 anggota 1946

11. Pacific Salmon

Commission (PSC)

Diluar FAO Samudera Pasifik 2 anggota 1985

12. General Fisheries

Commission for the

Mediterranean (GFCM)

Dibawah FAO

Berdasarkan Pasal

VI

Mediterania dan

Laut Hitam

23 anggota 1952

13. Lake Victoria Fisheries

Organization (LVFO)

Ditetapkan diluar

FAO, tetapi

terdapat fungsi-

funsgi FAO

Perairan Umum

Daratan

3 Negara 1994

14. Regional Commission for

Fisheries (RECOFI)

Dibawah FAO

Berdasarkan Pasal

VI

Samudera Hindia 8 Negara 1999

15. Inter-American Tropical

Tuna Commission (IATTC)

Diluar FAO Samudera Pasifik 13 anggota 1950

16. Northwest Atlantic

Fisheries Organization

(NAFO)

Diluar FAO Samudera

Atlantik

15 anggota 1979

17. South East Atlantic

Fisheries Organization

(SEAFO)

Ditetapkan diluar

FAO, tetapi

terdapat fungsi-

funsgi FAO

Samudera

Atlantik

4 anggota 2003

18. International Commission

for the Conservation of

Atlantic Tunas (ICCAT)

Ditetapkan diluar

FAO, tetapi

terdapat fungsi-

funsgi FAO

Samudera

Atlantik

3 negara 1966

19. North Atlantic Salmon

Conservation Organization

Diluar FAO Samudera 30 anggota 1983

Page 50: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

22

No Jenis Status Posisi Anggota Tahun Berdiri

(NASCO) Atlantik

20. South Indian Ocean

Fisheries Agreement

(SIOFA)

Ditetapkan diluar

FAO, tetapi

terdapat fungsi-

funsgi FAO

Samudera Hindia 6 anggota 2006

Advisory Mandate Bodies

1. Asia-Pacific Fishery

Commission (APFIC)

Dibawah FAO

Berdasarkan Pasal

VI

Samudera Pasifik

dan Perairan

Umum Daratan

21 Anggota

(termasuk

Indonesia)

1948

2. Commission for Inland

Fisheries of Latin America

(COPESCAL)

Dibawah FAO

Berdasarkan Pasal

XIV

Perairan Umum

Daratan

21 anggota 1976

3. Forum Fisheries Agency

(FFA)

Diluar FAO Samudera Pasifik Anggota 1997

4. Southeast Asian Fisheries

Development Center

(SEAFDEC)

Diluar FAO Samudera Pasifik 11 anggota

(termasuk

Indonesia)

1967

5. The Bay of Bengal

Programme - Inter

Governmental

Organisation (BOBP-IGO)

Diluar FAO Samudera Hindia 4 anggota 2003

6. Joint Technical

Commission for the

Argentina/Uruguay

Maritime Front (CTMFM)

Diluar FAO Samudera

Atlantik

2 anggota 1973

7. International Council for

the Exploration of the Sea

(ICES)

Diluar FAO Samudera

Atlantik

19 anggota 1964

8. Pacific Community (SPC) Diluar FAO Samudera Pasifik 33 anggota 1947

9. Regional Fisheries

Advisory Commission for

South-West Atlantic

(CARPAS)

Diluar FAO Samudera

Atlantik

3 anggota 1974

10. Comité régional des pêches

du Golfe de Guinée

(COREP)

Diluar FAO Samudera

Atlantik

4 anggota 1984

11. Mekong River Commission

(MRC)

Diluar FAO Perairan Umum

Daratan

4 anggota 1995

12. Sub-Regional Commission

on Fisheries (SRFC)

Diluar FAO Samudera

Atlantik

7 anggota 1985

13. Fishery Committee for the

Eastern Central Atlantic

(CECAF)

Dibawah FAO

Berdasarkan Pasal

XIV

Samudera

Atlantik

3 anggota 1967

14. South Pacific Permanent

Commission (CPPS)

Diluar FAO Samudera Pasifik 4 anggota 1952

15. North Atlantic Marine

Mammal Commission

(NAMMCO)

Diluar FAO Samudera

Atlantik

4 anggota 1992

16. South West Indian Ocean

Fisheries Commission

Diluar FAO Samudera Hindia 9 anggota 2004

Page 51: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

23

No Jenis Status Posisi Anggota Tahun Berdiri

(SWIOFC)

17. Committee for Inland

Fisheries of Africa

(CIFAA)

Dibawah FAO

Berdasarkan Pasal

XIV

Perairan Umum

Daratan

37 anggota 1971

18. European Inland Fisheries

Advisory Commission

(EIFAC)

Diluar FAO Perairan Umum

Daratan

34 anggota 1957

19. Latin American

Organization for the

Development of Fisheries

(OLDEPESCA)

Diluar FAO Global dan lintas

samudera

14 anggota 1982

20. Western Central Atlantic

Fishery Commission

(WECAFC)

Dibawah FAO

Berdasarkan Pasal

XIV

Samudera

Atlantik

35 anggota 1973

21. Ministerial Conference on

Fisheries Cooperation

among African States

Bordering the Atlantic

Ocean (COMHAFAT)

Ditetapkan diluar

FAO, tetapi

terdapat fungsi-

funsgi FAO

Samudera

Atlantik

22 anggota 2007

22. Fishery Committee of the

West Central Gulf Of

Guinea (FCWC)

Diluar FAO Samudera

Atlantik

6 anggota 2006

23. North Pacific Marine

Science Organization

(PICES)

Diluar FAO Samudera Pasifik 6 anggota 1992

Sumber : (1) www.fao.org/fi , (2) WCPFC, 2007 (3) FAO, 1999 dan (4) Lodge M, 2007

2.8 Regional Fisheries Management Organization (RFMO)

Pembentukan suatu RFMO, merupakan implementasi pengelolaan

sumberdaya ikan dilaut lepas yang telah diamanatkan dalam UNCLOS 1982. Pada

pasal 116-118 UNCLOS 1982 disebutkan bahwa semua negara mempunyai

kewajiban untuk mengambil tindakan atau kerjasama dengan negara lain dalam

mengambil tindakan untuk upaya konservasi sumberdaya hayati di laut lepas dan

berkerjasama untuk menetapkan organisasi perikanan sub regional atau regional.

Selanjutnya dipertegas pada Pasal 8 UN Fish Stock Agreement 1995, bahwa

negara-negara pantai dan negara-negara yang melakukan penangkapan ikan di laut

lepas harus berkerjasama dalam mengelola sumberdaya ikan di laut lepas melalui

organisasi atau pengaturan pengelolaan perikanan sub regional atau regional.

Pembentukan RFMO mulai meningkat sejak tahun 1960-an, saat ini telah

dibentuk 18 RFMO, hampir seluruh perairan laut lepas telah menjadi

kewenangannya. Saat ini keberadaan RFMO memegang peran penting dalam

sistem pengelolaan perikanan global, tanpa adanya kerjasama tersebut optimasi

Page 52: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

24

pemanfaatan sumberdaya ikan yang berkelanjutan akan sulit untuk dicapai (Lodge

and House, 2007).

RFMO memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam mengatur

konservasi dan pengelolaan sumberdaya ikan yang bersifat shared fish stocks

(transboundary, highly migratory, straddling stock, and discrete high seas

stocks) pada perairan tertentu yang disepakati bersama yang dapat meliputi laut

lepas maupun perairan ZEE suatu negara. Disamping itu RFMO juga mempunyai

kewajiban dalam konservasi dan kelestarian semua spesies yang tergolong pada

perikanan seperti: seabirds, turtles, dolphins, sharks dan non-target fish; dan

sumberdaya laut lainnya.

Sumber : Bird Life International, 2008

Gambar 4. Peta Wilayah Kewenangan RFMO

Page 53: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

25

2.9 Shared Allocation (Alokasi Jatah)

Menurut McDorman (2005) memerhatikan otoritas setiap RFMO, terdapat

dua aspek penting yang merupakan fokus keputusan RFMO. Kedua aspek penting

tersebut adalah :

a. Penentuan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) , serta alokasi kuota

bagi setiap anggota RFMO.

b. Penetapan dan pemberlakukan langkah dan tindakan yang berkaitan dengan

penggunaan alat tangkap, metode penangkapan, musim penangkapan, musim

tidak menangkap, moratorium, serta pembatasan ukuran ikan yang

ditangkap.

Penentuan alokasi kuota sering sekali menjadi perdebatan sengit diantara

negara anggota dalam setiap pertemuan tahunan RFMO, karena setiap negara

lebih mengutamakan kepentingan ekonomi yang diperoleh dari kuota tersebut,

dibandingkan dengan tindakan konservasi dan pengelolaan berkelanjutan yang

menjadi azas dalam suatu RFMO. Walaupun dalam UN Fish Stock Agreement

1995 telah diuraikan dasar pertimbangan pemberian kuota berlandaskan pada

“prinsip keadilan dan tidak diskriminatif” terhadap negara anggota dan negara

pihak, namun faktanya tidak demikian.

Fauzi (2006) menyatakan kuota merupakan instrumen kebijakan yang

sering digunakan dalam pengendalian perikanan. Instrumen ini dianggap mampu

menghilangkan ekternalitas negatif yang sering terjadi pada perikanan. Satria,

et.al (2009) secara ringkas menjelaskan tentang kuota tentang kuota, yakni :

1. Global Quota, jumlah tangkapan ditetapkan berdasarkan jumlah ikan yang

boleh ditangkap (JTB) dalam suatu perairan tanpa menyebutkan berapa

jumlah yang diperbolehkan untuk setiap pelaku. Akibatnya, masih terjadi

persaingan untuk menangkap ikan (race to fish) yang sangat tinggi dan

ekses kapasitas penangkapan tidak bisa dihindari sehingga menyebabkan

musim tangkap yang makin pendek juga malah terjadi over fishing.

2. Individual Quota (IQ), memberikan kuota kepada indivudu hingga para

pelaku tidak perlu bersaing secara ketat untuk menangkap ikan sebanyak-

banyaknya. Kelemahan sistem ini memungkinkan para pemegang kuota

tidak mampu memanfaatkan kuota tersebut secara maksimal. Akibatnya ,

Page 54: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

26

ada sejumlah potensi ikan yang ditangkap dan secara ekonomis merugikan

baik pemegang kuota sendiri maupun ekonomi keseluruhan.

3. Individual Transfer Quota (ITQ), merupakan perkembangan dari IQ

dimana kuota dapat dialihtangankan (transferable). ITQ dapat

diperdagangkan, disewa, dijual atau diberikan kepada pihak lain.

Perdagangan kuota tersebut berlangsung berdasarkan prinsip-prinsip

mekanisme pasar dengan memerhatikan variabel sediaan ikan. Perubahan

sediaan ikan tersebut sangat memengaruhi harga kuota ataupun harga ikan.

dalam kondisi sediaan ikan meningkat maka jumlah kuota akan meningkat

sehingga nilai kuota dengan sendirinya akan turun. Sebaliknya , ketika

sediaan ikan menurun makan jumlah kuota akan mengecil dan ini

mengakibatkan nilai atau harga kuota akan meningkat.

Selain itu, kuota akan mendorong terjadinya efesiensi kapital dan tenaga

kerja yang digunakan karena kuota memberikan hak kepemilikan spasial (partial

property rights) kepada nelayan. Namun demikian, penerapan kuota tidak akan

menjamin terjadinya peningkatan input pada perikanan. Fenomena capital stuffing

(penumpukan modal) yang terjadi pada beberapa perikanan di dunia yang

menerapkan kuota, membuktikan dugaan tersebut.

Selain memungkinkan terjadinya capital stuffing, Copes (1986) dalam

Fauzi (2006) secara terperinci menguraikan beberapa masalah potensial yang

memungkinkan timbul penerapan kuota. Masalah tersebut antara lain menyangkut

penentuan kuota, enforcement, highgrading. Kuota bisa saja ditentukan secara

lelang, atau dijual dengan harga tertentu, sehingga untuk menentukan cara yang

tepat akan menimbulkan biaya adminitrasi. Selain itu, high grading bisa timbul

karena pemiliki kuota akan mengisi kuotanya dengan ikan-ikan yang bernilai

ekonomis tinggi, sehingga bisa menimbulkan tangkapan sampingan yang pada

gilirannya akan menyulitkan pendugaan sediaan ikan.

2.10 Kebijakan Publik

Berbagai pakar mendefinisikan kebijakan publik dengan beragam. Hal ini

mencerminkan, bahwa kebijakan publik sulit untuk didefinisikan atau dirumuskan

Page 55: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

27

(Wahab, 2012). Jenkins (1978) sebagaimana diacu dalam Wahab (2012)

mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu serangkaian yang paling berkaitan

yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor, berkenaan dengan

tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi.

Keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas

kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut. Sementara menurut Hogwood

dan Gun (1984), kebijakan publik adalah tindakan kolektif yang diwujudkan

melalui kewenangan pemerintah yang legitimasi untuk mendorong, menghambat,

melarang atau mengatur tindakan pribadi (individu atau lembaga swasta).

Berdasarkan pengertian kebijakan publik di atas, bahwa semua pembuat

kebijakan publik senantiasa melibatkan pemerintah dengan cara tertentu. Hal ini

sebagaimana dikuatkan oleh Gerston (2002), bahwa semua pembuat kebijakan

public melibatkan pemerintah dalam berbagai cara.

Kebijakan publik memiliki dua ciri pokok, yaitu: (1) dibuat atau diproses

oleh lembaga pemerintahan atau berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh

pemerintah; dan (2) bersifat memaksa atau berpengaruh terhadap tindakan pribadi

masyarakat luas (Dun, 1998). Implikasi kebijakan publik sebagaimana dipaparkan

di atas, yaitu: (1) kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang sengaja

dilakukan dan mengarah pada tujuan tertentu daripada sekedar sebagai bentuk

perilaku atau tindakan menyimpang yang serba acak, asal-asalalan, dan serba

kebetulan; (2) kebijakan pada hakikatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang

saling berkait dan berpola, mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh

pejabat-pejabat pemerintah dan bukan keputusan-keputusan yang berdiri sendiri;

(3) kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam bidang-bidang tertentu; dan (4)

kebijakan publik mungkin berbentuk positif atau negative (Wahab, 2012).

Sementara itu, analisis kebijakan adalah suatu bentuk analisis yang

menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga memberi

landasan bagi pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan (Dunn 1998).

Analisis kebijakan dilakukan untuk menentukan alternatif kebijakan terbaik guna

mengatasi permasalahan atau untuk mencapai sejumlah tujuan yang diinginkan.

Hogwood dan Gunn (1984) membagi dua proses perumusan suatu

kebijakan, yaitu studi kebijakan dan analisis kebijakan. Studi kebijakan

Page 56: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

28

dipergunakan untuk menggambarkan proses pengetahuan tentang suatu kebijakan

atau proses kebijakan itu sendiri. Di dalam studi kebijakan terdapat beberapa

aktivitas yaitu studi isi kebijakan dan studi evaluasi kebijakan (Gambar 5).

Sementara analisis kebijakan tidak hanya membatasi diri pada pengujian-

pengujian teori deskriptif umum maupun teori-teori ekonomi, karena masalah-

masalah kebijakan cukup kompleks. Oleh karena itu, teori-teori semacam ini

sering gagal untuk memberikan informasi yang memungkinkan para pengambil

keputusan mengendalikan dan memanipulasi proses kebijakan. Analisis kebijakan

juga menghasilkan informasi yang ada hubungannya dengan kebijakan yang dapat

dimanfaatkan untuk memecahkan masalah. Selain itu, analisis kebijakan juga

menghasilkan informasi mengenai nilai-nilai dan arah tindakan yang lebih baik.

Dengan demikian, analisis kebijakan meliputi evaluasi maupun anjuran kebijakan.

Sumber: Hogwood dan Gunn 1984

Gambar 5 Bentuk Penyusunan Kebijakan Publik

2.11 Penelitian Terdahulu tentang RFMO dan WCPFC

Penelitian terdahulu terkait dengan RFMO dan WCPFC difokuskan pada

penelitian biologi, operasional penangkapan dan efektivitas pelaksanaan ketentuan

yang diatur dalam Konvensi dan langkah-langkah pengelolaan. Oleh karena itu,

dalam rangka mendapatkan informasi secara luas tentang kegiatan penangkapan

ikan di laut lepas, maka dilakukan penelusuran terhadap RFMO. Adapun beberapa

hasil penelusuran tersebut, yaitu:

Page 57: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

29

1) Kebebasan di Laut Lepas

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa laut lepas memiliki asas-asas

kebebasan sebagaimana dituangkan dalam UNCLOS 1982. Namun demikian,

dalam perkembangannya, kebebasan tersebut tidak berlaku untuk kegiatan

penangkapan ikan. Hal ini sebagaimana dikuatkan oleh Hannesson (2011), yang

menyebutkan bahwa kebebasan di laut adalah konsep lama, karena yang masih

berlaku hanya kebebasan berlayar dan transportasi barang. Kebebasan di laut

lepas sebagaimana diatur oleh UNCLOS 1982 telah mengalami perubahan pasca

pemberlakuan UNIA 1995, sehingga penangkapan ikan di laut lepas yang tidak

mengindahkan aturan RFMO dapat dikenakan aturan sanksi illegal fishing.

2) Performance RFMO dan Efektivitas Pelaksanaan Konvensi WCPFC

Keberlanjutan sumberdaya ikan dalam suatu wilayah laut lepas tidak dapat

dilepaskan dari lembaga pengelola (RFMO). Bjørndal (2009) menyebutkan

kriteria performan NEAFC, yaitu: (1) Conservation and management of fisheries

resources; (2) Monitoring, control and enforcement; (3) Decision making and

dispute settlement procedures; (4) Co-operation; dan (5) NEAFC in a regional

and international context. Khusus untuk WCPFC, Hanich (2011) menyatakan

bahwa WCPFC telah gagal melaksanaan Konvensi dan langkah-langkah

pengelolaan yang telah ditetapkan untuk mencegah terjadinya overfishing bigeye

tuna.

3) Kajian tentang Hasil Tangkapan Sampingan

Permasalahan hasil tangkapan sampingan menjadi perhatian bersama

masyarakat internasional. Hal ini dikarenakan, penangkapan jenis ikan yang

beruaya jauh (highly migratory species) menyisakan permasalahan, yaitu

tertangkap hiu, burung laut, penyu dan mamalia laut (Levesque, 2008).

Kelemahan ICCAT adalah ketidakmampuan melakukan harmonisasi laporan

nasional, pelaksanaan dan koordinasi upaya serta, kepatuhan serta penegakan

hukum. Selain itu, adanya kesenjangan indikator performance ICCAT dalam hal

efektivitas tindakan sesuai dengan yang tercantum dalam Konvensi pembentukan

ICCAT (Levesque, 2008).

Page 58: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

30

Herndon, et.al. (2010) menambahkan bahwa penurunan jumlah hiu selama

ini dikarenakan tidak adanya data informasi demografi secara lengkap.Dalam

rangka mengkaji hasil tangkapan sampingan, Waugh, et.al (2008) menyebutkan

pentingnya ecological resource assessment (ERA) melalui empat tahapan, yakni:

(a) establishing the context and problem formulation; (b) undertaking formal risk

assessment; (c) identification of risk and implementation of management

measures to address risks; dan (d) monitoring and review.

4) Akses Publik Terhadap Dokumen RFMO

Berdasarkan prinsip-prinsip transparansi yang terdapat dalam Konvensi

RFMO, maka para pemangku kepentingan perikanan memilki hak untuk

mendapatkan informasi dokumen ilmiah yang dimiliki RFMO. Hal ini

sebagaimana yang disebutkan oleh Polacheck (2012), bahwa publik memiliki

akses terhadap dokumen ilmiah yang digunakan RFMO dalam menetapkan setiap

keputusan. Ketersediaan data ilmiah merupakan salah satu syarat transparansi

RFMO sebagaimana diamanatkan oleh UNIA 1995, yang bertujuan untuk

pengambilan keputusan dan untuk promosi aktif publikasi dan diseminasi hasil

penelitian.

5) Program Observer di Laut Lepas

Dalam rangka pelaksanan pemantauan dan pengawasan di laut lepas, maka

setiap kapal ikan wajib menempatkan observer diatas kapalnya. Laporan Dickson

(2012) mengungkapkan bahwa program observer perikanan (Fisheries Observer

Program) yang dilaksanakan oleh BFAR yang bekerjasama dengan industri

perikanan mampu menciptakan kepatuhan pelaku usaha dalam pelaksanaan

tindakan konservasi dan pengelolaan laut lepas secara berkelanjutan.

6) Kajian Keanggotaan Indonesia pada WCPFC

Ariadno (2012) mengkaji WCPFC dalam perspektif hukum. Disebutkan

bahwa peraturan perundang-undangan Indonesia sudah sesuai dengan Konvensi,

meskipun perlu tambahan. Selain itu, penegakan hukum terhadap kapal perikanan

Indonesia belum efektif. Oleh karena itu, dalam rangka pemenuhan kewajiban

Page 59: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

31

sesuai aturan WCPFC, maka perlu dilakukan pendampingan teknis untuk

mencapai kapasitas dan kemampuan pemerintah Indonesia.

Page 60: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

Tab

el 4

. K

ajia

n l

iter

atur

RF

MO

dan

WC

PF

C 1

0 T

ahun T

erak

hir

Tah

un

P

enu

lis/

Pen

elit

i Ju

du

l Ju

rnal

Kes

imp

ula

n

2008

Juan

C. L

eves

que

Inte

rnati

onal

fish

erie

s agre

emen

t:

Rev

iew

of

the

Inte

rnati

on

al

Co

mm

issi

on f

or

the

Conse

rvati

on o

f

Atl

an

tic

Tunas

Case

stu

dy—

Shark

managem

ent

Mari

ne

Poli

cy 3

2

(2008)

528–533

I

CC

AT

ber

has

il m

engel

ola

beb

erap

a je

nis

spes

ies

ber

uaya

juah

(H

MS

), t

api

gag

al

dal

am m

engel

ola

hiu

, buru

ng l

aut,

pen

yu

dan

mam

alia

lau

t.

K

elem

ahan

IC

CA

T a

dal

ah

ket

idak

mam

puan

mel

aku

kan

har

monis

asi

lapora

n n

asio

nal

, k

etid

akm

ampuan

pel

aksa

naa

n d

an k

oord

inas

i upay

a se

rta,

kep

atuhan

ser

ta p

eneg

akan

hukum

A

dan

ya

kes

enja

ngan

indik

ator

per

form

an

ce I

CC

AT

dal

am h

al e

fekti

vit

as

tindak

an s

esuai

den

gan

yan

g t

erca

ntu

m

dal

am K

onven

si p

emben

tukan

IC

CA

T

2008

S.M

. W

augha,

G.B

.

Bak

er, R

. G

ales

, J.

P.

Cro

xal

l

CC

AM

LR

pro

cess

of

risk

ass

essm

ent

to m

inim

ise

the

effe

cts

of

longli

ne

fish

ing m

ort

ali

ty o

n s

eabir

ds

Mari

ne

Poli

cy 3

2

(2008)

442–454

e

mpat

tah

ap d

alam

eco

logic

al

reso

urc

e

asse

ssm

ent

(ER

A),

yai

tu:

(a)

esta

bli

shin

g

the

conte

xt a

nd p

roble

m f

orm

ula

tion;

(b)

under

taki

ng f

orm

al

risk

ass

essm

ent;

(c)

iden

tifica

tion o

f ri

sk a

nd i

mple

men

tati

on

of

managem

ent

mea

sure

s to

addre

ss r

isks

;

and (

d)

monit

ori

ng

and r

evie

w;

A

dopsi

pen

dek

atan

bis

a dil

akukan

untu

k

men

angan

i per

mas

alah

an b

uru

ng l

aut

dan

tangk

apan

sam

pai

ngan

lai

nn

ya.

32

Page 61: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

T

ah

un

P

enu

lis/

Pen

elit

i Ju

du

l Ju

rnal

Kes

imp

ula

n

2009

Tro

nd B

jørn

dal

O

verv

iew

, ro

les,

and p

erfo

rmance

of

the

Nort

h E

ast

Atl

anti

c fish

erie

s

com

mis

sion (

NE

AF

C)

Mari

ne

Poli

cy 3

3

(2009)

685–697

K

rite

rian

per

form

ace

NE

AF

C,

yai

tu:

(1)

Conse

rvati

on a

nd m

anagem

ent

of

fish

erie

s

reso

urc

es;

(2)

Monit

ori

ng

, co

ntr

ol

and

enfo

rcem

ent;

(3

) D

ecis

ion m

aki

ng a

nd

dis

pu

te s

ettl

emen

t pro

ced

ure

s; (

4)

Co

-

oper

ati

on;

and (

5)

NE

AF

C i

n a

reg

ional

and i

nte

rnati

onal

conte

xt.

2010

Andre

w H

erndon,

Vin

cent

F. G

allu

cci,

Dougla

s D

eMas

ter,

Wil

liam

Burk

e

Th

e ca

se f

or

an i

nte

rnati

onal

com

mis

sion f

or

the

conse

rvati

on a

nd

managem

ent

of

shark

s (I

CC

MS)

Mari

ne

Poli

cy 3

4

(2010)

1239

–124

8

B

adan

inte

rnas

ional

tel

ah e

fekti

f

mew

uju

dkan

pen

gel

ola

an h

iu s

ecar

a

ber

kel

anju

tan

P

enuru

nan

jum

lah h

iu s

elam

a in

i

dik

aren

akan

tid

ak a

dan

ya d

ata

info

rmas

i

dem

ogra

fi s

ecar

a le

ngkap

.

K

etia

daa

n d

ata

sela

ma

ini

dif

asil

itas

i ole

h

bad

an i

nte

rnas

ion

al

2011

Rognval

dur

Han

nes

son

Rig

hts

base

d fi

shin

g o

n t

he

hig

h

sea

s: I

s it

poss

ible

?

Mari

ne

Poli

cy 3

5

(2011)

667–674

K

ebeb

asan

di

laut

adal

ah k

onse

p l

ama,

kar

ena

yan

g m

asih

ber

laku h

anya

keb

ebas

an b

erla

yar

dan

tra

nsp

ort

asi

bar

ang

K

ebeb

asan

di

laut

lepas

seb

agai

man

a

dia

tur

ole

h U

NC

LO

S 1

982 t

elah

men

gal

ami

per

ubah

an p

asca

pem

ber

lakuan

UN

IA 1

99

5.

P

enan

gk

apan

ikan

di

laut

lepas

ber

tenta

ngan

den

gan

atu

ran R

FM

O

33

Page 62: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

Tah

un

P

enu

lis/

Pen

elit

i Ju

du

l Ju

rnal

Kes

imp

ula

n

P

ener

apan

rez

im b

erbas

is h

ak d

i la

ut

lepas

sangat

kec

il p

eluan

gn

ya.

Hal

ini

dik

aren

akan

, dis

yar

atk

an a

dan

ya

pem

bat

asan

jum

lah n

egar

a yan

g t

erli

bat

2011

Quen

tin H

anic

h

Inte

rest

and

Infl

uen

ce -

A S

napsh

ot

of

the

Wes

tern

and C

entr

al

Paci

fic

Tro

pic

al

Tuna F

isher

ies

Res

earc

h O

nli

ne

-

Aust

rali

an N

ati

onal

Cen

tre

for

Oce

an

Res

ourc

es a

nd

Sec

uri

ty

(AN

CO

RS

)

Univ

ersi

ty o

f

Woll

ongong

W

CP

FC

dia

nggap

gag

al m

ence

gah

terj

adin

ya

ove

rfis

hin

g d

an m

engura

ngi

pen

angkap

an b

aby

tuna

.

K

eber

has

ilan

pel

aksa

naa

n u

pay

a

konse

rvas

i dan

pen

gel

ola

an p

ada

WC

PF

C

sangat

dip

engar

uhi

kep

enti

ngan

set

iap

neg

ara.

P

erlu

pen

guat

an p

eran

po

liti

k W

CP

FC

untu

k p

enyei

mb

angan

kep

enti

ngan

neg

ara

anggota

ses

uai

den

gan

pri

nsi

p-p

rinsi

p

hukum

inte

rnas

ional

yan

g t

erk

ait

den

gan

konse

rvas

i dan

pem

ban

gunan

ber

kel

anju

tan.

2012

Mar

tin A

rand

a,

Hil

ario

Mu

rua,

dan

Pau

l de

Bru

yn

Ma

nagin

g fi

shin

g c

apaci

ty i

n t

una

reg

ional

fish

erie

s m

anagem

ent

org

anis

ati

ons

(RF

MO

s):

Dev

elopm

ent

and s

tate

of

the

art

Mari

ne

Poli

cy. 36

(2012)

985–992

J

urn

al i

ni

men

gkaj

i pra

kti

k-p

rakti

k

pen

gel

ola

an k

apas

itas

per

ikan

an d

i 4

RF

MO

, yai

tu:

Inte

r A

mer

ican

Tro

pic

alT

una C

om

mis

sion (

IAT

TC

),

Inte

rnati

onal

Com

mis

sion f

or

the

Conse

rvati

on o

f A

tlanti

c T

una

(IC

CA

T),

India

n O

cean T

una C

om

mis

sion

(IO

TC

)

dan

W

este

rn a

nd C

entr

al

Paci

fic

34

Page 63: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

T

ah

un

P

enu

lis/

Pen

elit

i Ju

du

l Ju

rnal

Kes

imp

ula

n

Com

mis

sion

(W

CP

FC

).

P

erbed

aan p

enger

tian

fis

hin

g c

apaci

ty

dal

am k

onven

si p

emben

tukan

kee

mpat

RF

MO

F

ishin

g c

apaci

ty l

ebih

kom

ple

ks

dar

i

pem

bat

asan

jum

lah k

apal

, kar

ena

adan

ya

fakto

r ef

isie

nsi

tek

nis

dan

kap

asit

as

tangk

apan

R

egio

nal

Ves

sel

Reg

iste

rs (

RV

Rs)

sekar

ang d

igun

akan

untu

k m

embat

asi

tipe

dan

pan

jan

g k

apal

, khusu

snya

kap

al p

urs

e

sein

e.

R

FM

O d

ihad

apkan

pad

a ta

nta

ngan

aspir

asi

neg

ara

ber

kem

ban

gan

dal

am

mem

ban

gun i

ndust

ri p

erik

anan

tunan

ya.

P

engel

ola

an b

erb

asis

hak

dal

am d

unia

per

ikan

an t

una,

mas

ih m

enja

di

per

deb

atan

inte

rnas

ional

2012

Tom

Pola

chec

k

Poli

tics

and i

ndep

enden

t sc

ienti

fic

advi

ce i

n R

FM

O p

roce

sses

: A

case

study

of

cross

ing b

oundari

es

Mari

ne

Poli

cy. 36

(2012)

132–141.

A

kse

s publi

k t

erhad

ap d

okum

en i

lmia

h

yan

g d

igun

akan

RF

MO

dal

am

men

etap

kan

set

iap k

eputu

san.

K

eter

sedia

an d

ata

ilm

iah m

erupak

an s

alah

satu

syar

at t

ransp

aran

si R

FM

O

sebag

aim

ana

dia

man

atkan

ole

h U

NIA

1995,

yan

g b

ertu

juan

untu

k p

engam

bil

an

kep

utu

san

dan

untu

k p

rom

osi

akti

f

35

Page 64: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

Tah

un

P

enu

lis/

Pen

elit

i Ju

du

l Ju

rnal

Kes

imp

ula

n

publi

kas

i dan

dis

emin

asi

has

il p

enel

itia

n

2012

Dic

kso

n, A

. C

. D

FT

,

M. D

emoos,

W. S

. de

la C

ruz,

I.

Tan

angonan

, J.

O.

Dic

kso

n, D

FT

and R

.

V. R

amis

cal

Analy

sis

of

Purs

e Sei

ne/

Rin

g N

et

Fis

hin

g O

per

ati

ons

in P

hil

ippin

e

EE

Z

Pap

er p

rep

ared

for

the

Sci

enti

fic

Com

mit

tee

Eig

hth

Reg

ula

r S

essi

on,

7-1

5 A

ugust

20

12

Busa

n, R

epubli

c of

Kore

a

P

engura

ngan

ked

alam

an j

arin

g t

idak

han

ya

men

uru

nk

an t

angk

apan

big

eye

tuna

,

teta

pi

juga

yell

ow

fin t

una

dan

ski

pja

ck.

P

rogra

m o

bse

rver

per

ikan

an (

Fis

her

ies

Obse

rver

Pro

gra

m)

mel

apork

an b

ahw

a

ker

jasa

ma

yan

g b

aik a

nta

ra B

FA

R d

an

indust

ri p

erik

anan

untu

k m

engk

aji

dan

mel

aksa

nak

an a

tura

n d

an k

epat

uhan

ses

uai

per

janji

an t

erk

ait

den

gan

tin

dak

an

pen

gel

ola

an d

an k

onse

rvas

i

2012

Mel

da

Kam

il

Ari

adno

Rev

iew

of

Poli

cy a

nd L

egal

Arr

angem

ents

of

WC

PF

C

Rel

ate

d M

att

ers

and C

hec

klis

t of

Co

mpli

ance

Sh

ort

fall

s

Indon

esia

pap

er

poli

cy f

or

WC

PF

C,

Novem

ber

2012

P

erat

ura

n p

erundan

g-u

nd

angan

Indones

ia

sudah

ses

uai

den

gan

Kon

ven

si, m

eskip

un

per

lu t

ambah

an

P

eneg

akan

hukum

ter

had

ap k

apal

per

ikan

an I

ndones

ia b

elu

m e

fekti

f

D

alam

ran

gk

a pem

enuh

an k

ewaj

iban

sesu

ai a

tura

n W

CP

FC

, m

aka

per

lu

dil

akukan

pen

dam

pin

gan

tek

nis

untu

k

men

capai

kap

asit

as d

an k

emam

puan

pem

erin

tah I

ndon

esia

.

A

tura

n W

CP

FC

akan

men

gik

at s

ecar

a

efek

tif,

ap

abil

a In

dones

ia m

elak

ukan

rati

fikas

i.

36

Page 65: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

37

2.12 Novelty (Kebaruan)

Penelitian terdahulu sebagaimana disajikan pada Tabel 4 mengkaji RFMO

dalam aspek kelembagaan. Sementara kajian khusus WCPFC baru dilaksanakan

alam konteks analisa peraturan perundang-undangan menggunakan yuridis

comparative. Dengan demikian, dampak lanjutan berupa besaran dampak yang

ditimbulkan dari Konvensi WCPFC belum dikaji secara lebih mendalam.

Penelitian ini menawarkan kebaruan dalam beberapa aspek, yaitu:

1) Formulasi strategi, yang perlu dilakukan secara sinergis dan komprehensif.

Seperangkat strategi ini diharapkan dapat diimplementasikan oleh pemerintah

Indonesia, yang dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan dan

Kementerian Luar Negeri. Dengan demikian, kebaharuan kedua dalam

penelitian ini adalah rumusan strategi utuh dan menyeluruh dalam

menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi diplomasi Indonesia di wilayah

WCPFC.

2) Kajian implikasi. Ratifikasi adalah salah satu pengikatan diri suatu negara

terhadap suatu hukum internasional sesuai asas pacta sunt servanda. Oleh

karena itu, penelitian ini diharapkan menjadi panduan Indonesia dalam

bersikap untuk menjadi anggota atau CNM. Dengan demikian, kebaharuan

ketiga dalam penelitian ini adalah analisis implikasi persiapan ratifikasi

Indonesia terhadap Konvensi WCPFC, khususnya analisa terhadap larangan

penangkapan baby tuna (yellowfin dan big eye).

Page 66: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

38

Page 67: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

39

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, Kota

Bitung, Provinsi Sulawesi Utara. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive

sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Pertimbangannya adalah Bitung

salah satu basis nelayan yang melakukan penangkapan ikan di ZEEI Laut

Sulawesi dan Samudera Pasifik yang dikelola oleh WCPFC. Penelitian

dilaksanakan pada sepanjang tahun 2012 meliputi tahap persiapan, pengambilan

data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan disertasi serta konsultasi.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian

survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data utama. Menurut Durianto,

et. al. (2001), penelitian survei adalah metode penelitian deskriptif yaitu metode

penelitian untuk membuat gambaran suatu kejadian. Metode survei dilakukan bila

data yang dicari sebenarnya sudah ada di lapangan atau obyek penelitiannya telah

jelas. Data yang digunakan, yaitu:

1) Data Primer.

Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan mengenai

karakteristik nelayan purse seine yang melakukan penangkapan baby tuna di

Bitung. Data primer yang digunakan berupa pemberian kuesioner kepada subyek

penelitian dengan wawancara secara intensif dan mendalam (in-depth interview).

2) Data Sekunder.

Data sekunder diperoleh publikasi Komisi WCPFC dan instansi terkait,

seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bitung, Pelabuhan Perikanan

Samudera (PPS) Bitung, Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan

Perikanan Bitung, dan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Data sekunder

yang digunakan berupa Laporan Tahunan dan Basis Data Komisi WCPFC,

Laporan Tahunan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan data penunjang

lainnya, laporan tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bitung, Laporan

Page 68: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

40

Tahunan Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung dan Laporanan Tahunan Satuan

Kerja Pengawas Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.

Data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan

menggunakan metode triangulasi, yaitu penggunaan berbagai metode yang saling

melengkapi (Mulyana, 2001). Menurut Sitorus (1998) triangulasi dapat diartikan

sebagai "kombinasi sumber data" yang memadukan sedikitnya tiga metode,

seperti pengamatan, wawancara dan analisis dokumen. Pengamatan dilakukan

secara langsung di lapangan, sedangkan wawancara yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah wawancara mendalam (Mulyana, 2001). Wawancara

mendalam atau wawancara tak berstruktur adalah metode yang selaras dengan

perspektif interaksionisme simbolik, karena hal tersebut memungkinkan pihak

yang diwawancara untuk mendefinisikan dirinya sendiri dan lingkungannya,

untuk menggunakan istilah-istilah mereka sendiri mengenai fenomena yang

diteliti, tidak sekedar menjawab pertanyaan. Sementara analisis dokumen

dilakukan dengan cara mendalami berbagai informasi penting seperti literatur dan

teori organisasi pengelolaan perikanan regional yang berkaitan dengan dasar

hukum serta dampak yang ditimbulkan dari suatu ratifikasi. Kelebihan metode

triangulasi ini adalah saling menutupi kelemahan antara satu metode dengan

metode lainnya, sehingga hasil yang diharapkan dari realitas sosial masyarakat

menjadi lebih valid.

3.3 Metode Pengambilan Sampel

Populasi penelitian ini adalah nelayan yang menggunakan alat tangkap

purse seine yang mendaratkan ikan di PPS Bitung. Pemilihan responden nelayan

purse seine didasarkan pada penangkapan baby tuna dilakukan menggunakan alat

tangkap purse seine. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode sensus

terhadap nelayan purse seine yang melakukan penangkapan ikan di wilayah

WCPFC dan melakukan pendaratan ikan di PPS Bitung. Berdasarkan data yang

diperoleh dari PPS Bitung, armada tangkap purse seine yang melakukan

penangkapan ikan di WCPFC dan mendaratkan ikan di PPS Bitung sebanyak 15

unit. Teknik sensus digunakan karena jumlah populasi yang menjadi responden

dapat dijangkau untuk dilakukan wawancara.

Page 69: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

41

3.4 Metode Analisis Data

Ada tiga analisis pokok yang akan dilakukan dalam penelitian ini, yaitu

analisis hukum, analisis AWOT dan analisis willingness to accept (WTA).

Masing-masing metode analisis dijabarkan sebagai berikut.

3.4.1 Analisis Peraturan Perundang-Undangan

Analisis peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah analisis

yuridis normatif dan analisis yuridis komparatif. Pendekatan analisis yuridis

normatif dilakukan untuk mengetahui atau mengenal pengaturan hukum

internasional dan hukum nasional dalam mengatur pengelolaan perikanan yang

beruaya terbatas dan beruaya jauh di laut lepas, seperti UNCLOS 1982, FAO

Compliance Agreement 1993, UNFSA 1995, dan sumber hukum lain seperti Code

of Conduct for Responsible Fisheries 1995 dan IPOA on IUU Fishing 2001, serta

peraturan perundang-undangan nasional yang berhubungan dengan pengelolaan

perikanan, seperti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi

Eksklusif Indonesia, Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan

United Nations Convention On The Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut), Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996

tentang Perairan Indonesia, dan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang

Perikanan sebagaimana telah diubah melalui Undang-undang Nomor 45 Tahun

2009 serta beberapa peraturan pelaksananya seperti peraturan pemerintah dan

keputusan/peraturan menteri. Pengaturan yang terkait dengan pengelolaan

perikanan regional dapat dilihat pada Tabel 5.

Sementara pendekatan analisis yuridis komparatif digunakan untuk

melakukan perbandingan antara ketentuan-ketentuan hukum internasional dan

peraturan perundang-undangan nasional untuk melihat persamaan dan perbedaan

dalam pengaturan pengelolaan perikanan yang beruaya terbatas dan beruaya jauh

di laut lepas.

Page 70: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

42

Tabel 5 Pengaturan yang Terkait dengan Pengelolaan Perikanan Regional

No Peraturan Keterangan

Hukum dan Ketentuan Internasional

1. 1 United Nations

Convention on the Law

of the Sea 1982

Membahas masalah pengelolaan perikanan di ZEE dan Laut

Lepas

2. Agreement to Promote

Compliance with

International

Conservation and

Management Measures

by Fishing Vessels on the

High Seas, 1993.

Persetujuan ini berlaku untuk semua kapal perikanan dengan

maksud untuk meningkatkan penaatan kapal-kapal perikanan

terhadap ketentuan-ketentuan konservasi sumber-sumber

perikanan di laut lepas.

3. United Nations

Implementing

Agreement/UNIA) 1995

Membahas masalah konservasi dan pengelolaan jenis-jenis

ikan yang beruaya terbatas dan jenis-jenis ikan yang beruaya

jauh.

4. Tata Laksana Perikanan

Yang Bertanggung

Jawab (Code of Conduct

for Responsible

Fisheries) 1995

Merupakan penjabaran secara terperinci untuk melaksanakan

ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam UNIA 1995.

5. International Plan of

Action on IUU Fishing

2001

Merupakan penjabaran secara terperinci untuk melaksanakan

ketentuan-ketentuan yang termuat di dalam CCRF 1995,

khususnya terkait pemberantasan IUU Fishing.

Konvensi dan WCPFC

6. Konvensi WCPFC Mengatur keanggotaan , meliputi hak dan kewajiban negara

anggota, Negara bendera kapal, dan Contracting Non-Member

7. C Conservation and

Management Measures

Mengatur pelaksanaan lebih lanjut ketentuan yang tertuang

dalam Konvensi WCPFC

8. Resolusi Aturan teknis yang ditetapkan oleh WCPFC

Undang-Undang Peraturan Nasional

9. UU No. 31 Tahun 2004

tentang Perikanan

sebagaimana diubah

dengan UU No. 45

Tahun 2009

mengamanatkan Pemerintah ikut serta secara aktif dalam

keanggotaan badan/lembaga/organisasi regional dan

internasional dalam rangka kerja sama pengelolaan

perikanan regional dan internasional

10. UU No. 17 tahun 2008

tentang Pelayaran

Mengatur kapal dan persyaratan pelayaran

11. UU No. 21 Tahun 2009 Mengesahkan Agreement for the Implementation of the

Provisions of the United Nations Convention on the Law of

the Sea of 10 December 1982 Relating to the Conservation

and Management of Straddling Fish Stocks and Highly

Migratory Fish Stocks

12. PP No. 51 Tahun 2002

tentang Perkapalan

Mengatur Negara bendera kapal dan persyaratan pelayaran

kapal

13. PP No. 30 Tahun 2008

tentang

Penyelenggaraan

Penelitian Dan

Pengembangan

Perikanan

Mengatur kegiatan penelitian perikanan di wilayah hukum

Indonesia

14. PP No. 61 Tahun 2009

tentang Kepelabuhan

Mengatur kegiatan di pelabuhan dalam rangka pelaksanaan

fungsi pemerintahan dan pengusahaan

Page 71: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

43

No Peraturan Keterangan

15. Permen KP No.

Per.05/Men/2007

tentang Penyelenggaraan

Sistem Pemantauan

Kapal Perikanan

Mengamanatkan kewajiban penggunaan transmitter atau

Vessel Monitoring System (VMS)

16. Permen KP No.

Per.01/Men/2009

tentang Wilayah

Pengelolan Perikanan

Republik Indonesia

Mengatur pembagian wilayah pengelolaan perikanan RI

menjadi 11 bagian

17. Permen KP No.

Per.18/Men/2010

tentang Logbook

Penangkapan Ikan

Mengatur kewajiban pelaksanaan logbook penangkapan ikan

dalam, setiap kegiatan pemanfaatan perikanan

18. Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan

No Per.02/Men/2011

tentang Jalur

Penangkapan Ikan dan

Penempatan Alat

Penangkapan Ikan dan

Alat Bantu Penangkapan

Ikan di Wilayah

Pengelolaan Perikanan

Negara Republik

Indonesia sebagaimana

diubah dengan Permen

KP No. Per.05/Men/2012

Mengatur penggunaan alat tangkap dan alat bantu

penangkapan ikan berdasarkan ukuran GT dan wilayah

pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia

19. Kepmen KP No.

Kep.45/Men/2011

tentang Estimasi Potensi

Sumber Daya Ikan di

Wilayah Pengelolaan

Perikanan Negara

Republik Indonesia

Menetapkan estimasi potensi perikanan dan status perikanan

Indonesia

20. Permen KP No.

Per.08/Men/2012 tentang

Kepelabuhanan

Perikanan

Mengatur kegiatan pelabuhan perikanan, khususnya dalam

pelaksanaan fungsi pemerintahan dalam menekan praktik-

praktik IUU Fishing

21. Permen KP No.

Per.12/Men/2012 tentang

Usaha Perikanan

Tangkap di Laut Lepas

Mengatur kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh

kapal perikanan berbendera Indonesia di laut lepas

22. Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan

No. Per.30/Men2012

tentang Usaha Perikanan

Tangkap di Wilayah

Pengelolaan Perikanan

Negara Republik

Indonesia

Mengatur kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh

kapal perikanan berbendera Indonesia di Wilayah Pengelolaan

Perikanan Negara Republik Indonesia

Page 72: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

44

3.4.2 Willingness to Accept (WTA)

Setelah survey dilaksanakan, tahap berikut adalahnya menghitung nilai

rataan dari WTA untuk setiap responden. Perhitungan ini didasarkan pada nilai

mean rataan. Nilai rataan dapat diperoleh dari hasil perhitungan yang mengacu

pada FAO (2000) yang diacu oleh Adrianto (2006), yaitu:

Analisis berikutnya adalah pendugaan kurva penawaran akan dilakukan

menggunakan persamaan berikut ini:

WTA : f (Umur, Pendidikan, Pendapatan, Lingkungan, Pengetahuan,

Kepentingan, Persetujuan, Pemanfaatan, Aturan, Perdagangan,

Dampak) Keterangan:

WTA : Nilai WTA Responden

Umur : Umur responden (tahun)

Pendidikan : Tingkat pendidikan (sekolah)

Pendapatan : Tingkat pendapatan (Rp/Bulan)

Lingkungan : Pengetahuan terhadap kondisi perikanan dan ekosistemnya

Pengetahuan : Tingkat pengetahuan terhadap hokum

Kepentingan : Tingkat kepentingan terhadap sumberdaya ikan

Persetujuan : Persepsi persetujuan terhadap ratifikasi Konvensi WCPFC

Pemanfaatan : Tingkat pemanfaatan terhadap baby tuna di wilayah WCPFC

Aturan : Tingkat pengetahuan terhadap aturan pemanfaatan Konvensi WCPFC

Perdagangan : Tingkat pengetahuan responden terhadap aturan perdagangan

Dampak : Persepsi responden terhadap perkembangan aturan yang mengakibatkan

larangan perdagangan

3.4.3 Analisis AWOT

Analisis kebijakan yang digunakan dalam penelitian adalah AHP dan

SWOT, kedua analisis tersebut akan diuraikan dibawah ini.

3.4.3.1 Analisis SWOT

Analisa SWOT adalah suatu metode perencanaan strategis yang digunakan

untuk mengevaluasi faktor-faktor yang menjadi kekuatan (Strengths), Kelemahan

(Weaknesses), Peluang (Opportunities), dan Ancaman (Threats) yang mungkin

terjadi dalam mencapai suatu tujuan dari kegiatan proyek/kegiatan usaha atau

institusi/lembaga dalam skala yang lebih luas. Untuk keperluan tersebut

diperlukan kajian dari aspek lingkungan baik yang berasal dari lingkungan

internal maupun eskternal yang memengaruhi pola strategi institusi/lembaga

dalam mencapai tujuan.

Page 73: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

45

Analisis SWOT merupakan bagian dari proses perencanaan. Hal utama

yang ditekankan adalah bahwa dalam proses perencanaan tersebut, suatu institusi

membutuhkan penilaian mengenai kondisi saat ini dan gambaran ke depan yang

memengaruhi proses pencapaian tujuan institusi. Dengan analisa SWOT akan

didapatkan karakteristik dari kekuatan utama, kekuatan tambahan, faktor netral,

kelemahan utama dan kelemahan tambahan berdasarkan analisa lingkungan

internal dan eksternal yang dilakukan. Dari analisa tersebut potensi dari suatu

institusi untuk bisa maju dan berkembang dipengaruhi oleh : bagaimana institusi

memanfaatkan pengaruh dari luar sebagai kekuatan tambahan serta pengaruh

lokal dari dalam yang bisa lebih dimaksimalkan.

Terdapat beberapa metodologi dalam penyusunan SWOT. Johnson dan

Scholes menjelaskan bahwa dalam penyusunan SWOT terdapat empat langkah

utama yang harus dilakukan, yaitu

1) Mengidentifikasi existing strategy yang telah ada dalam institusi sebelumnya.

Strategi ini bisa jadi bukan merupakan strategi yang disusun berdasarkan

kebutuhan institusi menghadapi gejala perubahan lingkungan eskternal yang

ada melainkan merupakan strategi turunan yang telah ada sejak lama dipegang

institusi.

2) Mengidentifikasi perubahan-perubahan lingkungan yang dihadapi institusi dan

masih mungkin terjadi di masa mendatang.

3) Membuat cross tabulation antara strategi yang ada saat ini dengan perubahan

lingkungan yang ada.

4) Menentukan katagorisasi kekuatan dan kelemahan berdasarkan penilaian

apakah strategi yang saat ini ada masih sesuai dengan perubahan lingkungan

di masa mendatang : Jika masih sesuai strategi tersebut menjadi

kekuatan/peluang, dan sudah tidak sesuai merupakan kelemahan.

Penentuan kebijakan alternatif dianalisis menggunakan SWOT. Tahap

pertama dalam analisis ini adalah pembuatan tabel internal (kekuatan dan

kelemahan) dan eksternal (ancaman dan peluang) yang memengaruhi

pengembangan perikanan tangkap. Faktor-faktor yang akan diisi pada tabel

Page 74: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

46

internal dan eksternal didasarkan pada kondisi sebenarnya yang diupayakan

sekuantitatif mungkin (Tabel 6).

Tabel 6 Faktor Internal dan Eksternal

Faktor internal Faktor Eksternal

Kekuatan

............

............

Ancaman

............

............

Kelemahan

............

............

Peluang

.............

.............

Sumber : Rangkuti (2005)

Tahap kedua yaitu pembuatan matriks Faktor Strategi Internal (IFAS) dan

eksternal (EFAS). Pembuatan matriks dilakukan sebagai berikut ( Rangkuti 2005):

1) Pada kolom satu diisi dengan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan

kelemahan (matriks internal) serta peluang dan ancaman (matriks eksternal);

2) Beri bobot pada masing-masing faktor pada kolom dua, dimulai dari 0,0 ( t

tidak penting) hingga 1,0 (sangat penting) bobot ditentukan berdasarkan

penilaian antara faktor horizontal dan vertikal beri nilai satu apabila faktor

vertikal lebih besar pengaruhnya dari faktor horizontal, beri nilai dua apabila

faktor horizontal dan vertikal memberikan pengaruh yang seimbang dan beri

nilai tiga bila faktor horizontal memberikan pengaruh lebih besar dari faktor

vertikal;

3) Pada kolom tiga diisi rating dari masing-masing faktor, dimulai dari empat

(pengaruhnya sangat besar) sampai satu (pengaruhnya sangat kecil). Untuk

ancaman dan kelemahan adalah sebaliknya. Apabila ancaman dan kelemahan

sangat besar, maka diberi nilai satu sedangkan apabila ancaman dan

kelemahannya sangat kecil maka nilainya empat ;

4) Pada kolom empat diisi perkalian antara bobot dengan rating;

5) Jumlahkan total skor yang didapatkan dari kolom empat.

Page 75: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

47

Nilai total tersebut menunjukkan bagaimana reaksi suatu organisasi atau

instansi terhadap faktor internal dan eksternal. Perhitungan nilai dimulai dari satu

hingga empat. Kriteria nilai adalah sebagai berikut:

1) Penentuan kebijakan yang akan diambil sangat sulit dilakukan karena faktor

internal dan eksternal sangat tidak mendukung;

2) Penentuan kebijakan sulit dilakukakan karena masih banyak faktor yang

belum mendukung dalam penentuan kebijakan;

3) Penentuan kebijakan lebih mudah dilakukan karena banyaknya faktor

pendukung dalam penentuan kebijakan meskipun masih ada beberapa faktor

yang kurang mendukung;

4) Penentuan kebijakan sangat baik untuk dilakukan karena faktor internal dan

eksternal sangat mendukung dalam pengambilan keputusan untuk

menentukan kebijakan yang akan diambil.

Tabel 7 Faktor Strategi Internal (IFAS)

Faktor Internal Bobot Rating Bobot x Rating

1. Kekuatan (hal 30,point 2

IFAS)

(hal 31, point

3 IFAS)

(perkalian antara

bobot dengan rating)

.............

.............

2. Kelemahan

.............

.............

Sumber: Rangkuti (2005)

Tabel 8 Faktor Strategi Eksternal (EFAS)

Faktor Eksternal Bobot Rating Bobot x Rating

1. Peluang (misal: 0,1) (misal: 4) (misal: 0,1x4 =

0,4)

.............

.............

2. Ancaman

.............

.............

Sumber : Rangkuti (2005)

Page 76: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

48

Faktor-faktor yang dimasukkan dalam matriks IFE dan EFE, jumlah nilai

terbobot dapat berkisar antara 1,0 yang terendah hingga 4,0 yang tertinggi dan 2,5

sebagai rata-rata. Total nilai terbobot yang jauh di bawah 2,5 merupakan ciri

organisasi yang lemah secara internal. Sedangkan jumlah yang jauh di atas 2,5

menunjukkan posisi organisasi kuat secara internal. Tahap ketiga adalah analisis

data yang dilakukan dengan pembuatan tabel strategi SWOT.

Tabel 9 Tabel SWOT

IFAS

EFAS

Strengths (S)

..................

.................

Weaknesses (W)

..................

...................

Oportunities (O)

...............

..............

Strategi SO

(Strategi yang

menggunakan kekuatan

untuk memanfaatkan

peluang)

Strategi WO

(Srategi yang

meminimalkan

kelemahan untuk

memanfaatkan peluang)

Threats (T)

.................

.................

Strategi ST

(Strategi yang

menggunakan kekuatan

untuk mengatasi

ancaman)

Strategi WT

(Strategi yang

meminimalkan

kelemahan untuk

menghindari ancaman)

Sumber: Rangkuti (2005)

Strategi-strategi yang dihasilkan merupakan suatu langkah yang dapat

dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan

terbaik yang dapat dilaksanakan. Matriks internal-eksternal (IE) didasarkan pada

dua dimensi kunci, yaitu total nilai IFE dan EFE yang diberi bobot. Sumbu X

adalah total nilai IFE yang diberi bobot dan sumbu Y adalah total nilai EFE yang

diberi bobot. Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai

dampak strategi yang berbeda, yaitu :

1) Divisi yang masuk dalam sel I, II dan IV merupakan kondisi tumbuh dan

membangun. Strategi yang digunakan adalah strategi intensif (penetrasi pasar,

pengembangan pasar, dan pengembangan produk) atau strategi integratif

(integrasi kedepan, integrasi kebelakang dan integrasi horizontal).

Page 77: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

49

Sumber : David (2003)

Gambar 6 Matriks internal-eksternal (IE)

2) Divisi yang masuk dalam sel III, V dan VII merupakan strategi pertahankan

dan pelihara. Strategi yang banyak digunakan adalah penetrasi pasar dan

pengembangan produk.

3) Divisi yang masuk dalam sel VI, VIII dan IX merupakan kondisi yang tidak

menguntungkan. Strategi yang digunakan adalah strategi defensif (divestasi

dan likuidasi).

3.4.3.2 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Dalam rangka menyusun strategi kebijakan Indonesia di WCPFC,

berdasarkan faktor internal dan eksternal yang mempunyai nilai pengaruh penting,

serta mempertimbangkan preferensi dari aktor yang terlibat, perlu dilakukan

analisis AWOT yang merupakan integrasi antara analisis SWOT dan Analytical

Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hirarki Analitik (PHA).

AHP merupakan teknik pengambilan keputusan yang pertama kali

dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang professor di Whartson School of

Business pada tahun 1970–an. AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap

secara rasional persepsi orang yang berhubungan erat dengan permasalahan

tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu kala preferensi

I

IV

VII

II

V

VIII

III

VI

IX

Kuat

3.0-4.0

Rata-rata

2.0-2.99 Lemah

1.0-1.99

Tinggi

3.0-4.0

Sedang

2.0-2.99

Rendah

1.0-1.99

Tota

l nil

ai E

FE

yan

g d

iber

i bobot

Total nilai IFE yang diberi bobot

Page 78: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

50

diantara berbagai alternatif. AHP banyak digunakan pada keputusan untuk

banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari

strategi-strategi yang dimiliki pemain dalam situasi konflik.

AHP merupakan proses pengambilan keputusan dengan pendekatan

sistem. Pada penyelesaian persoalan dengan AHP terdapat beberapa prinsip dasar

yang harus dipahami antara lain:

a. Dekomposisi, setelah permasalahan atau persoalan didefinisikan, maka perlu

dilakukan dekomposisi yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-

unsurnya. Untuk mendapatkan hasil yang hasil yang akurat, maka dilakukan

pemecahan terhadap unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat dipecah lagi,

sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tersebut.

b. Comparative Judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relatif

diantara dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan

tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari PHA karena akan

berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen yang disajikan dalam bentuk

matriks pairwise comparison.

c. Synthesis of Priorrity, yaitu melakukan sintesis prioritas atau mencari nilai

eigenvektor-nya dari setiap matrik pairwise comparison untuk mendapatkan

prioritas lokal. Matrik pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, oleh

karena itu untuk mendapatkan prioritas global harus dilakukan sintesis

diantara prioritas lokal.

d. Logical Consistency, konsistensi memiliki dua makna, yaitu (1) obyek-obyak

yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan

relevansinya. (2) tingkat hubungan antara obyek-obyek didasarkan pada

kriteria tertentu.

Berdasarkan pada prinsip-prinsip di atas, beberapa keuntungan

menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah sebagai berikut: (Saaty, 1993)

a. AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk

beragam persoalan yang tidak terstruktur.

b. AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem

dalam memecahkan persoalan komplek.

Page 79: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

51

c. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu

sistem dan tidak memaksakan penilaian linier.

d. AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah

elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan

mengelompokkan unsur serupa dalam setiap tingkat.

e. AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk

mendapatkan prioritas.

f. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang

digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.

g. AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap

alternatif.

h. AHP mempertimbangkan prioritas raltif dari berbagai faktor sistem dan

memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan

mereka.

i. AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis hasil yang representatif

dari penilaian yang berbeda-beda.

j. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu

persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui

pengulangan.

Tahapan analisis dalam penentuan prioritas strataegi kebijakan dengan

metode AWOT sebagai berikut :

a. Penyusunan model strategi kebijakan di WCPFC secara terintegrasi.

Penyusunan model strategi kebijakan geopolitik ditujukan untuk

menyederhanakan kompleksitas permasalahan pengelolaan perikanan di laut

lepas yang dihadapi sehingga dapat dianalisis secara sistematis. Model ini

disusun dengan cara membuat struktur hierarki permasalahan yang terdiri

dari lima tingkatan seperti ditunjukkan pada Gambar 7. Dalam hal ini, model

strategi kebijakan geopolitik disusun berdasarkan hasil analisis SWOT dan

pertimbangan dari pakar yang kompeten.

b. Penentuan tingkat kepentingan relatif antar elemen model. Tingkat

kepentingan relatif dari elemen-elemen model kebijakan ditentukan melalui

Page 80: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

52

perbandingan berpasangan (painwise comparison). Pada masing-masing

tingkatan hierarki, responden (pakar terpilih) diminta untuk membandingkan

tingkat kepentingan relatif antara satu elemen terhadap elemen lainnya.

c. Penentuan prioritas dari alternatif-alternatif program. Untuk menentukan

prioritas dari alternatif-alternatif program, bobot kepentingan dari masing-

masing elemen model pada setiap tingkatan hierarki digabungkan dengan

cara penjumlahan terboboti (weighted summation). Dalam penelitian ini,

proses tersebut dilakukan dengan bantuan perangkat lunak ExpertChoice.

Hasil akhir yang diperoleh adalah bobot kepentingan yang menunjukkan

prioritas dari alternatif-alternatif program yang dianalisis.

Gambar 7 Struktur Hirarki dengan Metode Analisis AWOT

Page 81: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

53

4 GAMBARAN UMUM WCPFC

4.1 Sejarah Pembentukan WCPC

4.1.1 Pra Pembentukan WCPC

Sebelum WCPFC terbentuk, kerjasama perikanan tuna antara negara-

negara kepulauan di Samudera Pasifik berdasarkan pendekatan kolektif dengan

membentuk beberapa kelembagaan, salah satu diantaranya adalah Forum

Fisheries Agency (FFA) yang berpusat di Honiara Kepulauan Salomon. FFA

berdiri pada tahun 1979, dibentuk oleh negara-negara merdeka di Kepulauan

Pasifik, Australia dan Selandia Baru. Pembentukan FFA didasarkan pada

tantangan dan perkembangan hak pengelolaan perikanan di Zona Ekonomi

Ekslusif, sedangkan negara-negara kepulauan di Samudera Pasifik tidak memiliki

kapasitas yang memadai. Namun pada saat bersamaan terjadinya perluasan

operasional penangkapan ikan kelompok distant water fishing nations (DWFNs)

ke Samudera Pasifik.

Pembentukan FFA bertujuan untuk membantu dan melindungi

kepentingan negara-negara kepulauan di Samudera Pasifik dalam pengelolaan

perikanan berkelanjutan dan memaksimalkan keuntungan ekonomi dan sosial dari

perikanan tuna di Samudera Pasifik. Namun demikian, FFA tidak memiliki

mandat dan pengambilan kebijakan untuk pengelolaan perikanan. Untuk itu, FFA

berkerjasama dengan Secretariat of the Pacific Community (SPC) untuk

berinisiasi memfasilitasi kerjasama regional dalam mendukung pengelolaan dan

pengembangan perikanan tuna.

SPC dibentuk pada tahun 1974 oleh beberapa negara kolonial seperti

Australia, Selandia Baru, Perancis, Inggris dan Amerika Serikat. Keanggotaan

SPC meliputi seluruh negara-negara koloni (Amerika samoa, French Polynesia,

Guam, New Cledonia, Northern Mariana Island, Pitcairn Island, Tokelau, Wallis

dan Futuna), negara merdeka di Sanudera Pasifik (Cook Island, Federasi

Micronesia, Fiji, Kiribati, Kepulauan Marshall, Nauru, Niue, Palau, Papua New

Guinea, samoa, Kepulauan Salomon, Tonga, Tuvalu, dan Vanuatu), Australia,

Selandia Baru, Perancis dan Amerika. SPC berkantor pusat di Nouema, yang

Page 82: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

54

memiliki misi membantu masyarakat Kepulauan Pacific untuk menyusun dan

mengambil keputusan untuk masa bersama yang lebih baik.

Sadar akan posisi negosiasi yang lemah dengan DWFNs, pada tahun 1982

FFA bersepakat untuk memperkuat posisinya melalui Nauru Agreement yang

bertujuan untuk mengkoordinasikan pengelolaan perikanan di Samudera Pasifik.

Nauru Agreement menjadi dasar pengelolaan perikanan regional di Samudera

Pasifik. Negara-negara pihak Nauru Agreement (Parties to the Nauru

Aggrement/PNA) pada tahun 1983 mengadopsi kesepakatan Nauru Agreement

untuk membatasi keberadaan kapal-kapal asing, yang 80 persen diantaranya

adalah kapal ikan yang menggunakan purse seine (Havice, 2010).

Pada tahun 1992, PNA menetapkan perjanjian Palau Agreement yang

bertujuan untuk mengatur pengelolaan perikanan purse seine, yang jumlahnya

terus meningkat dan mengacam keberlanjutan penangkapan tuna di Samudera

Pasifik. Palau Agreement bertujuan untuk melindungi sediaan tuna dari dampak

overfishing dan meningkatan manfaat ekonomi dari perikanan tuna diantara PNA.

Namun demikian, upaya tersebut tidak optimal karena tidak melibatkan Indonesia

dan Philipina yang dianggap belum mengelola perikanan tuna secara baik. Untuk

itu, pada tahun 1990-an, anggota FFA memperluas kerjasama dengan melibatkan

Indonesia, Philipinna dan DWFNs.

Selanjutnya pada tahun 1995, PNA melaksanakan FSM Arrangement for

Regional Fisheries Access (FSM Arrangement). Namun kebijakan tersebut justru

menyebabkan terjadi peningkatan kapasitas dan upaya tangkapan (Havice, 2010).

Pada tahun 1997, negara-negara di kepulauan Pasifik (termasuk Australia dan

Selandia Baru) dan DWFNs di Samudera Pasifik sebalah Barat dan Tengah

(termasuk China, Prancis, Korea, Jepang, Filipina, Taiwan dan Amerika Serikat)

mulai melakukan negosiasi untuk menetapkan Western and Central Pacific

Fisheries Commission untuk mengelola spesies ikan yang migrasi jauh (Havice,

2010).

4.1.2 Negosiasi Pembentukan WCPFC

Pada First-Multilateral High Level Conference Conservation and

Management of Highly Migratory Fish Stocks (MHLC) di New York, terjadi

Page 83: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

55

peningkatan kerjasama dalam pengumpulan data penangkapan ikan antara negara-

negara di Kepulauan Pasifik dengan DWFNs. Hal ini menunjukkan kemajuan

yang signifikan, karena sebelumnya adanya keengganan negara yang tergabung

dalam FFA untuk bekerjasama dengan DWFNs terkait dengan konservasi dan

pengelolaan tuna di Samudera Pasifik.

Konflik antara negara-negara pantai di Kepulauan Pasifik dengan DWFNs

disebabkan perbedaan pandangan dalam pengelolaan sediaan ikan beruaya jauh

terutama yang terdapat di wilayah ZEE negara-negara pantai di Kepulauan

Pasifik. Pada MHLC ke-2 yang dilaksanakan di Majuro Kepulauan Marshal pada

Juni 1997 disepakati sebuah pendekatan koleteral untuk konservasi dan

pengelolaan perikanan regional. Disamping itu juga ditetapkan sebuah mekanisme

konservasi dan pengelolaan sediaan ikan beruaya jauh di Samudera Pasifik,

kesepakatan tersebut dikenal dengan Majuro Declaration yang telah mengadopsi

UNCLOS 1982, Agenda 21 dan UNFSA. Dalam Majuro Declaration disepakati

pertukaran data berdasarkan UNFSA, kerjasama pemantauan, pengendalian dan

pengawasan penangkapan ikan. Disamping itu juga permasalahan lingkungan dan

upaya mencegah dampak penangkapan ikan terhadap lingkungan dan

keanekaragaman hayati laut. Negara peserta juga berkomitmen untuk memberikan

bantuan keuangan, pengetahuan, dan teknik kepada negara-negara berkembang di

Kepualuan Pasifik.

Dalam Majuro Declaration juga mengidentifikasi sejumlah permasalahan

yang menjadi pembahsan MHLC selanjutnya pada tahun 1998 dan 1999.

Beberapa permasalahan tersebut adalah; (1) cakupan wilayah, (2) keanggotaan,

(3) mekanisme pengampilan keputusan, (4) prosedur dalam penyelesaian

sangketa, (5) keterkaitan dengan organisasi perikanan global dan regional, (6)

keuangan dan penataan administrasi, (7) jenis sediaan yang dikelola, (8)

penentuan langkah-langkah konservasi dan pengelolaan, (9) termasuk pelaksanaan

pendekatan kehati-hatian, (10) mekanisme untuk pengumpulan data dan

pertukaran data, (11) penelitian, dan (12) prosedur pemantauan, pengendalian,

pengawasan serta penegakan hukum.

Selanjutnya pada Juni 1997 hingga September 2000 terdapat lima

pertemuan negosiasi antara negara-negara pantai dengan DWFNs untuk

Page 84: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

56

negosiasi konvensi perikanan di Samudera Pasifik. Dalam Konferensi ini diajukan

sebuah draft Konvensi berdasarkan pembahasan technical meeting, ketentuan-

ketentuan perikanan regional dan CCRF. Akhirnya pada MHLC ke-4 di Honolulu

Amerika Serikat tahun 1999 menghasilkan konvensi RFMO tuna pertama yang

telah mengadopsi utuh UNFSA yang mengabungkan prinsip-prinsip perikanan

modern dengan standar kepemerintahan perikanan yang telah dikembangkan sejak

tahun 1990-an. Beberapa hal yang belum terselesaikan adalah batasan yang

tumpang tindih dengan Inter-America Tropical Tuna Commission (IATTC),

kesepahaman pengelolaan perikanan di ZEE dan laut lepas, dan alokasi

penangkapan ikan bagi negara anggota. Pertemuan MHLC ini disepakati 19

negara, ditolak Jepang dan Korea, sedangkan RRC, Perancis dan Tonga abstain.

Namun dalam perkembangannya Jepang, Korea, RRC, Perancis dan Tonga

mendukung komisi yang dibentuk.

Dalam upaya untuk menjaga kelestarian ikan beruaya jauh di area

konvensi maka telah diadakan tujuh kali pertemuan (preparatory conference)

untuk melakukan persiapan pembentukan WCPFC, pertemuan tersebut adalah :

1) PrepCon I : Selandia Baru, 23 – 28 April 2001

2) PrepCon II : Papua New Guinea, 25 Februari – 1 Maret 2002

3) Prepcon III : Philipina, 18 – 22 November 2002

4) PrepCon IV : Fiji Island, 5 – 9 Mei 2003

5) PrepCon V : Rarotonga, Cook Island, 29 September- 3 Oktober 2003

6) PreCon VI : Bali, Indonesia, 19 – 23 April 2004

7) PreCon VII : Pohnpei Micronesia, 6 – 11 Desember 2004

Pada Preparatory Conference ke-7 di Pohnpei Micronesia, West and

Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC) secara resmi dibentuk,

merupakan sebuah organisasi yang bertujuan untuk mengatur pengelolaan

sumberdaya perikanan laut lepas di kawasan Samudera Pasifik Barat dan Tengah.

Jenis ikan beruaya jauh didefinisikan untuk semua jenis ikan yang terdaftar pada

lampiran UNCLOS 1 1982 yang terdapat di area konvensi dan beberapa spesies

lainya yang ditentukan oleh komisi.

Page 85: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

57

WCPFC beranggotakan negara-negara di kawasan Pasifik dan sekitarnya

serta negara-negara lain yang memiliki perhatian terhadap pengelolaan

sumberdaya perikanan di kawasan Pasifik.

4.2 Tujuan dan Fungsi WCPFC

Tujuan WCPFC adalah untuk menjamin melalui pengelolaan yang

efektif, konservasi jangka panjang dan pemanfaatan berkelanjutan ikan beruaya

jauh di Pasifik Barat dan Tengah berdasarkan kesepakan UNCLOS 1982 dan

UNFSA 1995. Untuk itu WCPFC memiliki fungsi-fungsi dan tanggung jawab

sebagai berikut :

1) Menetapkan konservasi dan langkah-langkah pengelolaan dan mengeluarkan

rekomendasi, seperti jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) dan

tingkat upaya penangkapan untuk ikan spesifik, untuk menjamin kelestarian

sumberdaya ikan jangka panjang.

2) Menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) atau tingkat upaya

penangkapan antara negara anggota, dan mengembangakan kriteria untuk

beberapa keputusan (berdasarkan pada prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam

konvensi)

3) Menetapkan standar-standar minimum internasional dari aktivitas

penangkapan ikan yang betanggungjawab.

4) Menetapkan mekanisme-mekanisme pemantauan, pengendalian,

pengawasan dan pelaksanaan, termasuk di dalamnya vessel monitoring

system (VMS).

5) Meningkatkan kerjasama dan koordinasi antara anggota untuk menjamin

upaya konservasi dan pengelolaan untuk ikan beruaya jauh di bawah wilayah

hukum nasional dan laut lepas adalah sejalan.

6) Menetapkan standar pengumpulan, verifikasi, penyusunan dan distribusi

data.

4.3 Wilayah Kewenangan WCPFC

Wilayah Konvensi berdasarkan pasal 4 Konvensi WCPFC terdiri dari dari

seluruh perairan Samudera Pasifik yang dihubungkan ke Selatan dan ke Timur.

Page 86: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

58

Dari pantai Selatan Australia ke arah selatan sepanjang 141° Bujur Timur sampai

perpotongannya dengan 55° Lintang Selatan, kemudian ke arah Timur sejajar

dengan 55° Lintang Selatan sampai perpotongannya dengan 150° Bujur Timur;

kemudian sepanjang 150° Bujur Timur sampai perpotongannya dengan 60° sejajar

Lintang Selatan, kemudian ke arah Timur 60° sejajar dengan Lintang Selatan

sampai perpotongannya dengan 130° Bujur Barat; kemudian ke Utara sejajar 130°

Bujur Barat sampai perpotongannya dengan 4° sejajar Lintang Selatan; kemudian

ke barat 4° sejajar Lintang selatan sampai perpotongannya dengan 150° Bujur

Barat; kemudian sepanjang Utara 150° Bujur Barat.

Konvensi ini berlaku bagi seluruh sediaan ikan yang beruaya jauh di

dalam wilayah konvensi kecuali ikan-ikan sauri. Langkah-langkah konservasi dan

pengelolaan berdasarkan konvensi wajib di berlakukan untuk seluruh sediaan,

atau terhadap wilayah-wilayah tertentu di dalam wilayah konvensi, sebagaimana

ditetapkan oleh Komisi.

Sumber : diolah dari Konvensi WCPFC dan www.naturalearth.com

Gambar 8 Peta Wilayah Kewenangan WCPFC

Page 87: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

59

4.4 Kententuan Pelaksanaan Konvensi

Pada 2nd

Regular Session Of The Commission For The Conservation And

Management Of Highly Migratory Fish Stocks In The Western And Central

Pacific Ocean pada tanggal 12 -16 Desember 2005 telah ditetapkan

Nomenclature for Commission Decisions yang terdiri dari :

1) Administrative Matters (urusan administratif) yang mengatur urusan keuangan

dan anggaran, staft, urusan administratif dan progran kerja tahunan komisi

yang disepakati pada setiap pertemuan tahunan.

2) Conservation and Management Measures (CMM) adalah ketentuan yang

mengikat (legally binding) yang merupakan implementasi Pasal 10 Konvensi

terkait dengan fungsi komisi yang mengatur konservasi dan pengelolaan untuk

spesies target, spesies non-target, spesies yang bergantung atau beraosiasi

dengan sedian target, serta MCS (monitoring, control, and surveillance ).

CMM merupakan.

3) Non-Binding Statement/Recomendation (Resolution) adalah ketentuan tidak

mengikat (non-legally biding) yang menggambarkan pernyataan dan

rekomendasi yang ditujukan kepada Member, CNM (Cooperating Non-

Member), dan Participating Territories. Meskipun Resolution tidak mengikat

tetapi pada pelaksanaanya cenderung mengikat.

4.5 Spesies Utama

Berdasarkan Pasal 4 Konvensi spesies yang diatur adalah seluruh sediaan

ikan yang beruaya jauh di dalam wilayah Konvensi kecuali ikan-ikan sauri. Jenis

ikan beruaya jauh mengacu kepada Lampiran 1 UNCLOS 1982 dan spesies ikan

lain yang ditetapkan oleh Komisi. Jenis ikan yang masuk pada lampiran 1

ULNCLOS 1982 adalah (1) Albacore tuna (Thunnus alalunga), (2) Bluefin tuna

(thunnus thynnus), (3) Bigeye tuna (Thunnus obesus), (4) Skipjack tuna (Katsuwo

pelamis), (5) Yellowfin tuna (Thunnus albacores), (6) Blackfin tuna (Thunnus

atlanticus), (7) Litle tuna (Euthynnus alleteratus dan E.affinis) , (8) Southern

bluefin tuna (Thunnus maccoyii), (9) Frigate mackerels (Auxis thazard dan

A.rochei). Sedangkan kelompok tuna lainnya, terdiri dari ; (1) marlin terdiri dari 8

spesies (Teprapturus angustirostris, T. belone, T. pfluegeri, T.albidus, T.audax, T.

Page 88: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

60

georgei, Makaira indica, M.nigricans), (2) Sailfish, terdiri dari 2 spesies

(Istiophorus platyphorus dan I. albicans), dan (3) Swordfish (Xiphias gladicus).

Berdasarkan pelaporan statistik WCPFC dari jumlah tersebut diatas hanya

terdapat delapan spesies yang menjadi spesies target utama di wilayah Konvensi

WCPFC. Jenis spesies tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Spesies Tangkapan Utama

Nama Gambar Ciri-Ciri Habitat

1. Albacore tuna

Nama Latin :

Thunus

Alalunga

(Bonnaterre,

1788)

Nama Lokal :

Albakora

(Jakarta)

Sirip dada sangat panjang, biasanya

sampai pada finlet punggung kedua,

ikan yang lebih kecil dari 50 cm

akan mempunyai sirip dada yang

secara proporsional lebih kecil dari

ikan-ikan tuna yang lain. Sirip

punggung pertama kuning gelap,

sirip punggung kedua dan sirip

dubur berwarna kuning muda.

Finlet dubur gelap, tepi belakang

dari sirip ekor putih. Panjang

maksimum 120 cm, umumnya

100 cm. Alat Tangkap : Longline

Perairan tropis

, termasuk

Mediteranian, jenis

yang bersifat epi- dan

mesopelagis.

Biasanya berada di

bawah lapisan

termoklin dan

melimpah pada

temperatur 17º – 21º

C. Makanan utama

adalah ikan, cumi,

dan crustacea.

2. Bigeye tuna

Nama Latin :

Thunnus obesus

Nama Lokal :

Tuna Bigeye,

Bakurasi

(Gorontalo),

Tuna mata

biasa (Jakarta),

Pari (Mandar),

Tongkol

watang

(Labuhan/Jaba)

, Pari

(Sangihetalaud)

Dapat mencapai ukuran yang besar,

sirip dada panjangnya sedang untuk

ukuran besar, dan sangat panjang

(sepanjang sirip dada albakora)

pada ikan-ikan yang lebih kecil.

Bagian sisi badan bawah dan perut

keputih-putihan, ada band lateral

berwarna biru sepanjang sisi-sisi

badan pada ikan yang masih hidup.

Sirip punggung kedua dan sirip

ekor kuning, pinggir-pinggirnya

berwarna hitam. Panjang

maksimum 200 cm, umumnya 180

cm. Alat Tangkap : Longline

seluruh dunia pada

perairan tropis dan

subtropis, tidak ada

di Mediteranian,

bersifat epipelagis

dan mesopelagis pada

perairan oseanis.

Terdapat pada lapisan

air dari permukaan

sampai kira-kira 250

meter, utamanya pada

lapisan termoklin.

3. Skipjack tuna

Nama Latin :

Katsuwo

pelamis

Nama Lokal :

Cakalang,

Kausa (Bugis),

Buju

(Gorontalo),

Cakalang,

Tongkol Krai

(Jakarta),

Buanbee,

Clorengan

(Madura), Japal

(Mandar),

Cakalang

(Makassar),

Cahalang

dolangan,

Kausa, Hetung

Tubuh seperti torpedo, memanjang

dan penampang membulat. Warna

punggung biru gelap keungu-

unguan, bagian bawah dan perut

keperakan. Pada sisi bawah tubuh

terdapat 4-6 garis melintang

berwarna biru gelap. Sirip

punggung mempunyai 14-16 tulang

keras. Panjang maksimum 105 cm.

Panjang badan

(FL) sekitar 105 cm, umumnya 80

cm. Alat Tangkap : Huhate,

Longline dan Purse seine

Pelagis

dan oceanik.

Cenderung

berkelompok di

lapisan permukaan

air. Makanan utama

adalah ikan,

cephalopoda, dan

crustacea.

Page 89: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

61

Nama Gambar Ciri-Ciri Habitat

(Sangihetalaud)

4. Yellowfin tuna

Nama Latin :

Thunnus

albacores

Nama Lokal :

Madidihang,

Sisik (Aceh),

Madidihang

(Ambon),

Dandiku

(Banda),

Gattareng,

baulang

(Bugis),

Bakuran

(Buol), Aakan

(Bajo),

Balangkutisi

(Dondo),

Kurkuni

(Gorontalo),

Belakang

kuning

(Kupang),

Kunyitan

(Lombok),

Bakulang,

gattarangan

(Makassar),

Braso

(Mandar),

Madidikang

(Menado),

Jabrig

(Pelabuhan

Ratu),

Maririhang

(Sangihetalaud)

Warna punggung biru gelap metalik

berubah dari kuning ke keperakan

pada perut, perut disilang oleh

sekitar 20 garis patah-patah yang

hampir tegak lurus, sirip punggung

dan ekor berwarna kuning

terang.Bila besar mempunyai sirip-

sirip dorsal kedua dan sirip ekor

sangat panjang, finlet dengan suatu

batas hitam sempit, panjang sirip

dada sedang, biasanya mencapai

belakang awal sirip punggung

kedua, sirip punggung kedua dan

dubur pada ikan dewasa

memanjang.

Panjang maksimum 195 cm,

umumnya 150 cm. Alat Tangkap :

Huhate, tonda, longline

, payang, gillnet,purse seine

Bersifat epipelagis,

oseanic, di atas

termoklin ikanikan

yang masih muda

berada pada lapisan

permukaan,

bergerombol,

dan makin besar

makin dalam.

5. Black Marlin

Nama Latin :

Makaira indica

Nama Lokal :

Setuhuk Hitam

Indo-Pasifik

Sirip dada kuat dan tidak dapat

dilipat sepanjang badan

(melengkung seperti setengah

sabit). Sirip punggung pertama

ujungnya agak membulat.

Tingginya sekitar setengah lebar

badan. Pada ikan yang beratnya

kurang dari 50 kg, Sirip dorsalnya

relatif tinggi. Sirip perut sangat

pendek kurang dari 15 % panjang

dari rahang bawah sampai cagak.

Garis sisi tunggal dan sisik relatif

dalam tetapi dapat dilihat dengan

jelas. Bentuk badan oval dalam

potongan melintang Panjang

maskimal dapat mencapai 4,5

m.Alat Tangkap : Longline

Pada peraiaran

tropikal dan

subtropikal terutama

dekat pantai dan

dekat kepulauan.

Makanan utama dari

beberapa jenis ikan,

udang-udangan, dan

crustacea

Page 90: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

62

Nama Gambar Ciri-Ciri Habitat

6. Blue marlin

Nama

Nama Latin :

Makaira

nigricans

Nama Lokal :

Setuhuk Biru,

Krokot (Jawa),

Krot-krot

(Jakarta),

Towoito

(Madura),

Ronga (Sulsel),

Garut (Kalbar).

Tubuh tidak terlalu tipis, badan

tertutup rapat dengan sisik,

bertulang tebal, memanjang,

masing-masing dengan satu atau

dua dengan tiga duri badan bagian

punggung berwarna hitam kebiruan

dan putih keperakan pada bagian

ventral, Sirip punggung pertama

kehitam-hitaman atau biru gelap,

sirip-sirip yang lain coklat kehitam-

hitaman, kadang-kadang berwarna

biru gelap. Panjang maksimum

sekitar 4,5 m dan berat 700 Kg.Alat

Tangkap : Longline

Samudera Pasifik dan

Samudera Hindia dan

sering berada pada

perairan ekuator,

bersifat epipelagis

dan oseanis.

7. Striped marlin

Nama Latin:

Tetrapturus

audax

Nama Lokal :

Setuhuk Lorang

Tinggi sirip sama dengan tinggi

badan. Tepi lebih teratur, ujung

bulat relatif lunak. Sirip punggung

kedua disebelah balakang sirip anal.

Panjang sirip perut 15-27 %

panjang rahang bawah. Garis sisi

sering terlihat seperti garis tunggal

terutama pada berat kurang dari 80

kg. Sisik tidak terlihat. tidak mudah

terbuka oleh penipisan permukaan

kulit. Paruh ramping, dentikel

sangat kecil, berbentuk elip dalam

potongan melintang. Warna palang-

palang vertikal dalam kondisi

hidup. Seluruh badan tidak menjadi

gelap setelah mati. Perut biasanya

berwarna krem. Panjang maksimal

5 m dan berat 700 kg.Alat Tangkap

: Longline

Ditemukan di

peraiaran tropik dan

sub-tropik di

Samudera Pasifik dan

Hindia.

.

8. Swordfish

Nama Latin :

Xiphias gladius

Nama Lokal : Ikan

Pedang

Tanpa sisik pada ikan dewasa,

terdapat bekas-bekas sisik

pada ikan muda terutama dibagian

dada yang jelas terasa bila diraba.

Sirip punggung pertama berjari-jari

3 (keras), 9 (lemah), 26 (keras);

sirip punggung kedua berjari-jari 4

(lemah). Sirip ekor pertama berjari-

jari 11 (keras), 7 (lemah), 9 - 10

(keras); sirip dubur kedua berjari-

jari 4 (lemah). Rahang atas tumbuh

panjang sekali, gepeng, seakan-

akan menyerupai pedang panjang.

Rahang bawah pendek. Bagian atas

biru kehitaman, putih kekuningan

bagian bawah. Sirip-siripnya

berwarna biru tua atau sawo

matang kegelapan. Dapat mencapai

panjang 4 m. Alat Tangkap :

Pancing Tonda, Longline

Termasuk ikan buas.

Hidup diperairan

lepas pantai, oseanis

Sumber : Diolah dari (1) Ikan-Ikan Laut Pelagis dan Demersal di Indonesia (Ditjen Perikanan Tangkap,

2006), (2) FAO Spesies Identification Guide For Fisheries Purpose : The Living Marine Resources of

the Western and Central Pacific (FAO, 2001), http://www.dpi.nsw.gov.au dan

http://www.sustainablesushi.net

Page 91: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

63

4.6 Spesies Tangkapan Sampingan

Spesies tangkapan sampingan di tetapkan melalui CMM untuk dua jenis

yakni penyu dan hiu. Jenis penyu yang diatur ditetapkan melalui CMM 2008-03

tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Penyu (Conservation And

Management of Sea Turtles) yang mengatur spesies Green turtle, Loggerhead,

Leatherback, Hawksbill dan Olive ridley. Sedangkan untuk Hiu ditetapkan

melalui CMM 2010-07 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Hiu

(Conservation and Management Measure for Sharks) yang mengatur delapan

spesies hiu yakni Blue shark , Silky shark , Oceanic whitetip shark, Longfin Mako,

Shortfin Mako, Bigeye Thresher , Pelagic Thresher dan Thresher Shark.

Karakateristik dari masing-masing spesies tangkapan sampaingan diuraikan pada

Tabel 11.

Tabel 11 Spesies Tangkapan Sampingan

Spesies Gambar Ciri-Ciri Habitat

I.Penyu

1. Green Sea Turtle.

Nama Latin :

Chelonia mydas

Nama Lokal :

Penyu Hijau

Memiliki warna kuning

kehijauan atau coklat hitam

gelap. Cangkangnya bulat

telur bila dilihat dari atas

dan kepalanya relatif kecil

dan tumpul. Ukuran

panjang antara 80 hingga

150 cm dan beratnya dapat

mencapai 132 kg. Usia

untuk kematang seksualnya

tidak pasti: perkiraan saat

ini sekitar 45 hingga 50

tahun. Penyu hijau betina

beruaya dalam wilayah

yang luas, antara kawasan

mencari makan dan

bertelur, tetapi cenderung

untuk mengikuti garis

pantai dibandingkan

menyeberangi lautan

terbuka

Penyu hijau

sangat jarang

ditemui di

perairan

beriklim

sedang,

tetapi sangat

banyak

tersebar di

wilayah

tropis dekat

dengan

pesisir benua

dan sekitar

kepulauan

2. Loggerhead .

Nama Latin :

Caretta carett

Nama Lokal :

Penyu Tempayan

Warna karapasnya coklat

kemerahan, kepalanya yang

besar dan paruh yang

bertumpuk (overlap) salah

satu ciri mengenali penyu

tempayan. Disamping itu

terdapat lima buah sisik di

kepala bagian depan

(prefrontal), umumnya

terdapat empat pasang sisik

Kadang-

kadang

ditemukan di

perairan

Indonesia

namun tidak

ditemukan

bertelur di

peraiaran

Indonesia.

Page 92: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

64

Spesies Gambar Ciri-Ciri Habitat

coastal. Lima buah sisik

vertebral. Plastron berwarna

coklat muda sampai kuning.

Sebagian besar bertelur di

daerah sub-tropis. Penyu

Tempayan termasuk jenis

carnivora yang umumnya

memakan kerang-kerangan

yang hidup di dasar laut

seperti kerang remis, mimi

dan invertebrata lain. Penyu

tempayan memiliki rahang

yang sangat kuat untuk

menghancurkan kulit

kerang

3. Leatherback

Nama latin :

Dermochelys

coriacea

Nama Lokal :

Penyu Belimbing

Memiliki kulit cangkang

berwarna gelap dengan

bintik-bintik putih yang

tidak sekeras penyu lain.

Sirip depannya panjang.

Ukurannya dapat mencapai

hingga 180 cm dan berat

500 kg. Merupakan penyu

laut terbesar dan salah satu

reptil terbesar yang masih

hidup. Penyu belimbing

betina dapat bertelur empat

sampai lima kali per musim,

setiap kali sebanyak 60

sampai 129 telur. Penyu

belimbing bertelur setiap

dua atau tiga tahun dengan

masa inkubasi sekitar 60

hari

Perairan

tropis hingga

ke lautan

kawasan sub

kutub dan

biasa bertelur

di pantai-

pantai di

kawasan

tropis.

Menghabis-

kan sebagian

besar

hidupnya di

lautan

terbuka

hanya

muncul ke

daratan pada

saat bertelur

4. Hawksbill

Nama Latin :

Eretmochelys

imbricata

Nama Lokal :

Penyu Sisik

Paruhnya tajam dan

meruncing dengan rahang

yang agak besar mirip paruh

burung elang. Demikian

pula karena sisiknya yang

tumpang tindih . Warna

karapasnya bervariasi

kuning, hitam dan coklat

bersih, plastron berwarna

kekuning-kuningan.

Terdapat dua pasang sisik

prefrontal. Sisiknya banyak

digunakan sebagai bahan

baku dalam industri

kerajinan tangan terutama

di Jepang untuk membuat

pin, sisir, bingkai kacamata

dll. Sebagian besar bertelur

di pulau-pulau

terpencil..Paruh penyu sisik

agak runcing sehingga

memungkinkan mampu

menjangkau makanan yang

berada di celah-celah

karang seperti sponge dan

anemon. Mereka juga

Penyu Sisik

selalu

memilih

kawasan

pantai yang

gelap, sunyi

dan berpasir

untuk

bertelur

Page 93: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

65

Spesies Gambar Ciri-Ciri Habitat

memakan udang dan cumi-

cumi. Penyu Sisik termasuk

dalam phylum chordata,

bertulang belakang

(subphylum Verterbrata),

5. Olive ridley

Nama latin

:Lepidochelys

olivacea

Nama Lokal :

Penyu lekang

Penyu ini bisa memiliki

panjang tempurung /

karapas 51 – 75 cm

berbentuk kubah, dengan 5

– 9 pasang sisik lateral atau

lebih (biasanya 6 – 7

pasang), berwarna abu –

abu zaitun. Di bagian

plastron terdapat lubang

dengan perut berwarna

kuning. beratnya dapat

mencapai antara 33 – 45 kg.

telur berjumlah 105 – 170

butir, bergaris tengah 3,2 –

4,8 cm, dan menetas dalam

45 – 65 hari. tukik maupun

penyu dewasa pemakan

segala (omnivora). ciri –

ciri khusus dari penyu ini

adalah mempunyai 2 pasang

sisik prefrontal di

Perairan

pantai dan

hidup

berkaloni.

Banyak

ditemukan di

Samudera

Hindia dan

sebelah barat

Samudera

pasifik.

II. Hiu

6. Blue shark

Nama Latin :

Prionace glauca)

Nama Lokal :

Cucut lalaek

(Pelabuhan Ratu),

Cucut Selendang

(Cilacap) Cucut

Karet (Tg.Luar)

Tubuh sangat ramping,

mulut panjang dan bulat

menyempit, labial atas alur

sangat singkat, gigi

bergerigi, seperti segitiga

dan melengkung di rahang

atas, rahang bawah sempit;

atas medial sangat besar,

Warna: dalam hidup, biru

tua di atas, biru terang pada

sisi, putih di bawah,

memudar ke kehitaman

ungu setelah kematian;

ujung sirip dada dan sirip

anal gelap.

Ukuran: panjang maksimum

sekitar 3,8 m.

Hidup di laut

lepas dan

terbuka di

dekat

permukaan,

tapi kadang-

kadang di

peraiaran

pesisir

perairan.

7. Silky shark

Nama Latin :

Carcharhinus

falciformis)

Nama Lokal :

Cucut Lajam

(Pelabuhan Ratu)

Hiu besar, tubuh

memanjang dan ramping.

Mukut sempit

bulat, agak panjang, gigi di

rahang bawah tegak, ujung-

ujungnya hanya sedikit

bergerigi. Sirip punggung

pertama cukup tinggi, bulat,

sirip punggung kedua

sangat rendah, sirip dada

panjang.Warna: abu-abu

gelap, coklat keabu-abuan

atau kebiruan hitam (dalam

kondisi hidup), perut abu-

abu atau putih.

perairan

samudera

dekat dan di

luar lereng

benua, tetapi

juga

ditemukan

di perairan

pesisir.

Hidup

biasanya

dekat

permukaan,

tetapi

kadang-

Page 94: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

66

Spesies Gambar Ciri-Ciri Habitat

Ukuran: panjang maksimum

total 3,5 m, umumnya 2,5

m,

kadang pada

kedalaman

hingga 500

m

8. Oceanic whitetip

shark

Nama Latin

:Carcharhinus

longimanus)

Nama Lokal :

Cucut Koboi

(Palabuhan Ratu)

Besar ramping, mulut cukup

panjang dan

membentuk parabola,

subequal sedikit lebih

pendek dari lebar mulut;

gigi segitiga dan

tegak di depan mulut, kedua

sirip punggung cukup

tinggi, sirip dada panjang

dan sedikit berbentuk sabit,

dengan sempit. Warna:

permukaan punggung abu-

abu gelap atau abu-abu-

coklat, bagian perut putih;

semua sirip memiliki tips

putih mencolok dan margin

posterior.

Ukuran: panjang total

maksimum sekitar 3 m.

Hidup dekat

perairan

pantai dan

laguna

9. Longfin Mako

Nama Latin :

Isurus paucus

Nama Lokal :

Cucut Baster

(Pelabuhan Ratu),

Cucut Monas

(Kedongan,

Tg.Luar)

Tubuh cukup ramping dan

mulut panjang runcing.

Kepala dengan 5 insang

celah didepan sirip dada;

memiliki dua sirip

punggung, sirip dada

seukuran kepala berbentuk

sabit, dan sirip ekor

membentuk bulan sabit.

Warna: belakang dan

samping biru (dalam

kondisi hidup), memudar

untuk kehitaman setelah

mati, perut putih, bawah

moncong dan mulut

sebagian seluruhnya gelap;

bawah dari sirip dada

dengan gelap bercak pada

individu yang lebih besar,

sirip perut gelap dengan

ujung posterior putih di

atas, putih atau Ukuran:

panjang maksimum

setidaknya 4,17 m.

Mendekati

pantai saat

memijah

10. Shortfin Mako

Nama Latin :

Isurus

oxyrinchus

Nama Lokal :

Cucut Anjing

tubuh cukup ramping dan

panjang. Kepala dengan 5

celah insang yang panjang,

semua di depan dada-sirip,

mulut bulat melebar dan

panjang, Dua sirip

punggung ukuran berbeda,

yang relatif besar pertama,

Warna: ekor abu-abu-biru,

biru samar, perut putih.

Ukuran: panjang maksimum

sekitar 4,17 m,.

Laut lepas

dan pesisir,

biasanya di

permukaan

air, dekat

perairan

pantai, tetapi

dilaut lebih

dalam (150

m).

Page 95: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

67

Spesies Gambar Ciri-Ciri Habitat

11. Bigeye

Thresher

Nama latin :

Alopias

supercilious

Nama Lokal :

Cucut Lutung

(Pelabuhan

Ratu), Cucut

Padi (Cilacap)

Kepala dengan 5 celah

insang, 2 bagian terakhir di

atas sirip dada, tidak ada

hidung, profil dahi jelas,

tidak ada kelopak mata,

mata sangat besar, mulut

agak panjang membentuk

setengah lingkaran, berada

di bawah mata, memiliki

dua sirip dorsal, Warna:

abu-abu keunguan pada

tubuh atas, krem bawah,

sirip punggung pertama

kadang-kadang kehitaman.

Ukuran: panjang maksimum

sekitar 4,6 m, umumnya

antara 3 dan 4 m.

Ditemukan

di perairan

pantai

dangkal dan

terkadang

pada landas

kontinen.

12. Pelagic

Thresher

Nama Latin :

Alopias

pelagicus

Nama Lokal :

Cucut monyet

(Pelabuhanratu)

, cucut tikus

(Tg.Luar)

Kepala dengan 5 celah

insang, 2 bagian terakhir di

atas sirip dada, mulut agak

panjang dan kerucut, dahi

hampir lurus, melengkung

antara mata, kepala kecil,

tidak ada kelopak, mata

agak membesar pada saat

dewasa, mulut agak

panjang dan setengah

lingkaran, berada bawah

mata Dua sirip punggung,

yang pertama cukup besar

dan terletak antara dada

dan panggul sirip. Warna:

kebiruan atau abu-abu di

atas, putih di bawah, dengan

kemilau keperakan

di wilayah insang, warna

putih dari perut tidak

berkembang selama dada-

sirip basis. Ukuran: panjang

maksimum setidaknya 3,3

m (betina dewasa).

epipelagic,

terkadang

tertangkap

dekat pantai,

mulai dari

permukaan

hingga

kedalaman

setidaknya

150 m

13. Thresher Shark

Nama Latin :

Alopias

vulpinus

Nama Lokal: -

Kepala dengan 5 celah

insang, 2 bagian terakhir di

atas sirip dada, tidak

memiliki lekukan di dahi,

tidak memiliki tulang saring

insang, mulut pendek dan

kerucut, luas cembung di

tampilan lateral, tidak ada

kelopak mata; mata

cukup besar. Dua sirip

punggung pertama cukup

besar di depan sirip

panggul. sirip dada sangat

panjang dan melengkung

lancip, dengan sempit bulat

(saat kecil) ekor yang

sangat panjang. Warna:

coklat, abu-abu, biru-abu-

abu, atau kehitaman di

punggung dan bawah

Hidup

berkelompo.

Informasi

yang tedata

masih

sedikit.

Page 96: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

68

Spesies Gambar Ciri-Ciri Habitat

moncong, putih di bawah,

punggung sirip kehitaman,

Ukuran: panjang maksimum

sekitar 5,5 m, umumnya

antara 4,3 dan 4,9 m

Sumber : diolah dari (1) www.wwf.or.id , (2) FAO Spesies Catalogue Vol 11: Sea Turtle of the Wold Data

(3) FAO Spesies Identification Guide For Fisheries Purpose : The Living Marine Resources of the Western

and Central Pacific (FAO, 2001), (4) Biologi dan Pemanfaatan Ikan Cucut di Indonesia (DJPT, 2006).

4.7 Pendanaan dan Anggaran

Sumber keuangan WCPFC berasal dari kontribusi anggota berdasarkan

pada Pasal 18 dari Konvensi, yakni :

a. 10 persen dibagi sama rata antara seluruh negara anggota.

b. 20 persen dari kemampuan nasional, dihitung rata-rata dalam 3 tahun.

c. 70 persen dari total produksi ikan yang ditentukan dalam konvensi (terutama

yellowfin tuna, bigeye tuna dan skipjack) didalam area ZEE hingga laut lepas

(dihitung rata-rata dalam 3 tahun).

Pada Eight Regular Session Finance And Administration Committee pada

tanggal 25 -30 Maret 2012 di Guam Amerika Serikat ditetapkan jumlah anggaran

Program Kerja Komisi tahun 2012 sejumlah US $ 6.038.995. Jumlah tersebut

berasal dari kontribusi 25 negara Member sebesar US $ 5.495.000 atau (91

persen dari total usulan anggaran) dan kontribusi 11 negara Cooperating Non

Member sebesar US $ 543.795 (9 persen dari total usulan anggaran). Estimasi

Kontribusi Keuangan Member dan Cooperating Non Member tahun 2012 dapat

dilihat Tabel 12

Pada pertemuan ini ditetapkan kontribusi Indonesia sebesar US $ 125.518

atau 2,07 % dari total usulan anggaran komisi, namun kontribusi tersebut belum

dibayar dengan alasan belum menjadi Member. Posisi ini sejalan dengan Pasal 8

ayat 1 Perpres Nomor 64 tahun 1999 tentang Keanggotaan Indonesia dan

Kontribusi Pemerintahan Republik Indonesia pada Organisasi-Organisai

Internasional, bahwa Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen

Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara yang mewakili Indonesia pada organisasi

internasional harus mengupayakan agar jumlah kontribusi Pemerintah ditekan

seminimal mungkin

Page 97: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

69

Tabel 12 Estimasi Kontribusi Keuangan Member dan Cooperating Non

Member tahun 2012 (dalam US $)

Negara

Biaya Dasar (10 %

Anggaran)

Kemampuan Nasional

(20 % Anggaran)

Total Produksi Ikan

(70 % Anggaran)

Jumlah Kontribusi

Persentase

Member

1. Australia 22.276 73.812 11.286 107.373 1,78

2. Canada 22.276 78.546 100.821 1,67

3. China 22.276 61.028 212.874 296.177 4,90

4. Cook Islands 22.276 16.342 2.893 4.151 0,07

5. European

Union 22.276

247.482 73.867 343.624 5,69

6. Federated

States of

Micronesia

22.276 3.573 4.145 67.298 1,11

7. Fiji 22.276 5.688 18.343 46.306 0,77

8. France 22.276 84.103 8.057 114.435 1,89

9. Japan 22.276 117.571 959.902 1.099.748 18,21

10. Kiribati 22.276 2.903 33.387 58.565 0,97

11. Korea 22.276 41.883 67.081 734.968 12,17

12. Marshall

Islands 22.276

4.585 94.064 120.924 2,00

13. Nauru 22.276 5.064 3 27.343 0,45

14. New Zealand 22.276 42.628 69.566 134.469 2,23

15. Niue 22.276 19.745 169 42.189 0,70

16. Palau 22.276 11.827 34.102 0,56

17. Papua New

Guinea

22.276 1.808 236.741 260.825 4,32

18. Philippines 22.276 4.895 186.636 213.807 3,54

19. Samoa 22.276 421 2.936 29.422 0,49

20. Solomon

Islands 22.276

154 16.544 4.036 0,07

21. Chinese Taipei 22.276 30.495 565.362 618.132 10,24

22. Tonga 22.276 4.527 338 27.141 0,45

23. Tuvalu 22.276 4.177 10.949 37.402 0,62

24. United States

of America 22.276

24.155 582.864 846.689 14,02

25. Vanuatu 22.276 3.798 99.179 125.253 2,07

Sub Total 556.900 891.210 3.257.186 5.495.200

Cooperting Non-Member 1. Belize 23.750 6.234 780 30.764 0,51

2. DPR of Korea 23.750 23.750 0,39

3. Ecuador 23.750 7.150 45.154 76.054 1,25

4. El Salvador 23.750 5.780 31.452 60.982 1,00

5. Indonesia 23.750 10.365 91.403 125.518 2,07

6. Mexico 23.750 27.584 51.334 0,48

7. Panama 23.750 10.882 34.632 0,57

8. Saint Kitts and

Nevis

23.750 15.775 39.525 0,65

9. Senegal 23.750 1.903 25.653 0,42

10. Thailand 23.750 9.655 33.405 0,55

11. Vietnam 23.750 2.805 15.623 42.178 0,69

Sub Total 261.250 98.133 184.412 543.795

TOTAL 818.150 989.343 3.441.598 6.038.995

Sumber : * : Usulan Anggaran Komisi Tahun 2012 ditetapkan pada 8th Regular Session Tahun 2012

(WCPFC8-2011-FAC5/12 (Rev 5))

Page 98: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

70

4.8 Fungsi Komisi WCPFC

Berdasarkan Pasal 10 Konvensi WCPFC, komisi WCPFC berkewajiban

untuk :

a. Menetapkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau tingkat upaya

penangkapan ikan di dalam Wilayah Konvensi untuk sediaan ikan yang

beruaya jauh sebagaimana diputuskan dan dilaksanakan oleh Komisi seperti

langkah-langkah konservasi dan pengelolaan lain dan rekomendasi yang

diperlukan untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang sediaan tersebut.

b. Meningkatkan kerja sama dan koordinasi antarpara anggota Komisi untuk

memastikan bahwa langkah-langkah konservasi dan pengelolaan untuk

sediaan ikan yang beruaya jauh di wilayah-wilayah berdasarkan yurisdiksi

nasionalsesuai dengan sediaan yang sama di laut lepas.

c. Menetapkan, apabila diperlukan, langkah-langkah dan rekomendasi

konservasi dan pengelolaan untuk spesies non-target dan spesies yang

bergantung atau berasosiasi dengan sediaan target, dengan tujuan untuk

mempertahankan atau memulihkan populasi spesies tersebut pada tingkat

reproduksi yang terancam secara sungguh-sungguh.

d. Menetapkan standar untuk pengumpulan, verifikasi dan untuk pertukaran

dan pelaporan secara tepat waktu data tentang perikanan untuk sediaan ikan

yang beruaya jauh di Wilayah Konvensi sesuai dengan Lampiran I

Persetujuan, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Konvensi ini.

e. Menyusun dan menyebarluaskan data statistik yang akurat dan lengkap

untuk memastikan bahwa informasi ilmiah terbaik yang tersedia, sekaligus

menjaga kerahasiaan, sebagaimana mestinya;

f. Memperoleh dan mengevaluasi saran ilmiah, meninjau-ulang status sediaan,

meningkatkan pelaksanaan penelitian ilmiah yang terkait serta

menyebarluaskan hasil-hasilnya;

g. Mengembangkan, apabila diperlukan, kriteria untuk alokasi jumlah

tangkapan yang diperbolehkan atau tingkat upaya penangkapan ikan untuk

sediaan ikan yang beruaya jauh pada wilayah konvensi;

Page 99: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

71

h. Menetapkan standar minimum internasional yang secara umum

direkomendasikan untuk pelaksanaan operasi penangkapan ikan yang

bertanggungjawab;

i. Menetapkan mekanisme kerja sama yang layak untuk pemantauan,

pengendalian, pengawasan dan penegakan secara efektif, termasuk suatu sis-

tem pemantauan kapal;

j. Memperoleh dan mengevaluasi data ekonomi dan data perikanan terkait

lainnya dan informasi yang berkaitan dengan pekerjaan Komisi;

k. Menyetujui tentang cara dalam hal kepentingan penangkapan ikan anggota

baru Komisi dapat ditampung;

l. Menetapkan hukum acara dan peraturan keuangan dan peraturan

administrasi internal lain yang mungkin diperlukan untuk melaksanakan

fungsinya;

m. Mempertimbangkan dan menyetujui anggaran Komisi yang diusulkan.

n. Mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai; dan

o. Membahas setiap persoalan atau masalah dalam lingkup kewenangan Komisi

dan menetapkan langkah-langkah atau rekomendasi yang diperlukan untuk

mencapai tujuan Konvensi ini.

4.9 Badan-Badan dibawah Komisi

Berdasarkan Pasal 11 Konvensi WCPFC, Komisi menetapkan badan di

bawah WCPFC yang terdiri dari perwakilan dari Member, Cooperating Non-

Member dan Particapating Territories. Setiap tahun komisi melaksanaan

pertemuan tahunan yang dipimpin oleh ketua dan wakil yang dipilih dari anggota.

Badan- badan WCPFC terdiri dari :

1) Scientific Committe (SC).

Pertemuan tahunan Scientific Committe dilaksanakan setiap bulan Agustus

yang menyediakan informasi ilmiah terbaik terkait dengan tindakan pengelolaan

dan konservasi. Scientific Committe terdiri dari ahli perikanan dan pertemuan

tahunan biasanya dihadiri oleh peneliti dan perwakilan teknis lainnya. Dalam

pelaksanaan Scientific Committe berkoodinasi dengan Technical and Compliance

Committee (TCC). Fungsi Scientific Committe adalah sebagai berikut :

Page 100: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

72

a. Merekomendasikan kepada Komisi rencana penelitian, termasuk masalah-

masalah dan hal-hal khusus yang harus ditangani oleh para ahli atau oleh

organisasi-organisasi lain, mengidentifikasi kebutuhan data dan

mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang memenuhi kebutuhan tersebut;

b. Me-review dan menganalisis rekomendasi ilmiah dari ahli ilmiah sebelum

diserahkan ke Komisi serta menyediakan informasi kepada Komisi.

c. Mendorong dan meningkatkan kerjasama penelitian ilmiah, dengan

memerhatikan ketentuan-ketentuan pasal 246 UNCLOS 1982, guna

meningkatkan informasi tentang sediaan ikan yang beruaya jauh, spesies non-

target dan spesies-spesies yang berasal dari ekosistem yang sama atau yang

terkait dengan atau ketergantungan pada sediaan tersebut di Wilayah

Konvensi;

d. Meninjau ulang hasil penelitian dan analisis sediaan target atau non-target atau

spesies yang berhubungan atau bergantung di Wilayah Konvensi;

e. Melaporkan kepada Komisi mengenai temuan-temuannya atau kesimpulan-

kesimpulannya tentang status sediaan target atau non-target atau spesies yang

berhubungan atau bergantung di Wilayah Konvensi;

f. Berkonsultasi dengan Technical and Compliance Committee,

merekomendasikan kepada Komisi terhadap prioritas dan tujuan dari regional

observer programme (program pengamat regional) dan menilai hasil dari

program tersebut;

g. membuat laporan dan rekomendasi kepada Komisi sebagaimana diarahkan,

atau atas inisiatif sendiri, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan konservasi

dan pengelolaan serta penelitian tentang sediaan target atau non-target atau

spesies yang berhubungan atau bergantung di Wilayah Konvensi; dan

h. Melaksanakan fungsi lain dan tugas sebagaimana diminta oleh atau ditugaskan

kepadanya oleh Komisi

2) Technical and Compliance Committee (TCC)

Technical and Compliance Committee merupakan Komite pelaksana

Komisi yang melaksanakan pertemuan setiap bulan Oktober setiap tahunnya.

Tugas utama Technical and Compliance Committee adalah me-review kepatuhan

masing-masing anggota terhadap keputusan Komisi dan pelaksanaan tindakan

Page 101: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

73

konservasi dan pengelolaan yang telah ditetapkan. Selanjutnya hasil Technical

and Compliance Committee dilaporkan kepada Komisi.

Berdasarkan Pasal 14 Konvensi maka fungsi Technical and Compliance

Committee adalah sebagai berikut :

a. memberikan Komisi informasi, saran teknis dan rekomendasi yang berkaitan

dengan pelaksanaan dari, dan kepatuhan dengan, langkah-langkah konservasi

dan pengelolaan;

b. memantau dan meninjau ulang kepatuhan dengan langkah-langkah konservasi

dan pengelolaan yang telah diterima oleh Komisi dan membuat rekomendasi

kepada Komisi yang mungkin diperlukan; dan

c. meninjau ulang pelaksanaan langkah-langkah kerjasama untuk pemantauan,

pengendalian, pengawasan dan penegakan aturan yang telah di terima oleh

Komisi dan membuat rekomendasi yang demikian itu kepada Komisi yang

mungkin diperlukan;

3) Northen Commitee (NC).

Pembentukan Northen Commitee adalah amanat Pasal 11 ayat 7 Konvensi

WCPFC. Setiap tahun pada bulan September Northen Commitee melaksanakan

pertemuan yang bertujuan untuk membuat rekomendasi terhadap tindakan

konservasi dan pengelolaan pada wilayah Konvensi pada 200 LU.

4) Finance and Administration Committee

Komite admisnitrasi dan keuangan melakukan pertemuan bersamaam

dengan pertemuan Komisi yang membahas anggaran. Anggota Komite

Administrasi dan Keuangan berasal dari perwakilan semua anggota Komisi yang

bertugas untuk memberikan rekomendasi kepada Komisi untuk diadopsi.

4.10 Keanggotaan WCPFC

Keanggotaan WCPFC terbuka bagi setap negara di Samudera Pasifik dan

negara atau organisasi ekonomi regional yang merupakan anggota PBB atau

badan-badan PBB yang berhubungan dengan penangkapan ikan beruaya jauh.

Sampai dengan tahun 2012, 25 negara telah menjadi member yakni Australia,

China, Canada, Cook Islands, European Union, Federated States of Micronesia,

Fiji, France, Japan, Kiribati, Republic of Korea, Republic of Marshall Islands,

Page 102: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

74

Nauru, New Zealand, Niue, Palau, Papua New Guinea, Philippines, Samoa,

Solomon Islands, Chinese Taipei, Tonga, Tuvalu, United States of America,

Vanuatu. Negara berstatus participating territories 7 negara yakni American

Samoa, Commonwealth of the Northern Mariana Islands, French Polynesia,

Guam, New Caledonia, Tokelau, Wallis and Futuna. Sedangkan cooperating non-

member 11 negara yakni Belize, Democratic Peoples Republic of Korea,

Ecuador, El Salvador, Indonesia, Mexico, Senegal, St Kitts and Nevis, Panama,

Thailand, Vietnam.

4.11 Pembatasan Tangkapan

Pembatasan hasil dan upaya tangkapan merupakan amanat Pasal 6 ayat 1

tentang pendekatan kehati-hatian yang selanjutnya diatur melalui CMM : 2008-01

tentang Conservation and Management Measure for Big-eye and Yellow-fin Tuna

in the WCPFC. Dalam pelaksanaan Konvensi dan CMM tersebut jenis spesies

yang telah ditetapkan catch limit adalah bigeye tuna tahun 2012 (Tabel 13).

Tabel 13 Catch Limit untuk Bigeye Tuna tahun 2012

No Negara Catch Limit (ton)

1 Australia 2.000

2 Belize 803

3 China 10.673

4 European Union 2.000

5 Indonesia 5.889

6 Japan 1.967

7 New Zealand 2.000

8 Philippines 2.000

9 Republic Of Korea 15.014

10 Chinese Taipei 11.288

11 USA 3.763

Sumber : 9th

Regular Session of WCPFC Commission

Page 103: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

75

5 PENGATURAN WCPFC DAN IMPLIKASI BAGI INDONESIA

Ketentuan pelakasanaan Konvensi ditetapkan pada Pada 2nd

Regular

Session Of The Commission For The Conservation And Management of Highly

Migratory Fish Stocks in The Western And Central Pacific Ocean pada tanggal 12

-16 yang terdiri dari : (1) ketentuan mengikat (legally binding) yakni

Conservation and Management Measures (CMM), (2) ketentuan tidak mengikat

(non legally binding) yakni Resolution, dan (3) urusan administratif

(Administrative Matters). Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat dua ketentuan

yang mengikat yakni Konvensi WCPFC dan Conservation and Management

Measures (CMM).

5.1 Prinsip Umum Konvensi : Relevansi dan Implikasi terhadap Peraturan

Perundang-Undangan

Pengaturan pengelolaan perikanan di wilayah Konvensi WCPFC

dilaksanakan melalui Convention on the Conservation and Management of

Highly Migratory Fish Stocks in the Western and Central Pacific Ocean

(Konvensi WCPFC) sebagai dasar pembentukan WCPFC yang diadopsi pada

tanggal 5 September 2000.

Konvensi WCPFC terdiri dari dari 12 Bab dengan 47 Pasal. Namun

demikian, tidak semua pasal yang dituangkan dalam Konvensi WCPFC

menimbulkan implikasi bagi Indonesia, sehingga tidak perlu dibahas (Ariadno,

2012) (Lihat Lampiran 4).

Pada Konvensi terdapat sembilan hal yang harus menjadi perhatian

pemerintah Indonesia, baik statusnya sekarang sebagai Contracting Non-Member

maupun dimasa depan akan menjadi member (negara anggota), yaitu: (1) Wilayah

penerapan, (2) Azas-azas dan langkah-langkah untuk konservasi dan pengelolaan,

(3) Penerapan pendekatan kehati-hatian, (4) Pelaksanaan azas-azas di wilayah-

wilayah berdasarkan yurisdiksi nasional, (5) Kesesuaian langkah-langkah

konservasi dan pengelolaan, (6) Kewajiban Para Anggota Komisi, (7) Kewajiban-

Kewajiban Negara Bendera, (8) Penaatan dan Penegakan, dan (9) Itikad Baik dan

Penyalahgunaan Hak.

Page 104: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

76

5.1.1 Wilayah Penerapan

Batas wilayah Konvensi WCPC pada bagian timur tumpang tindih dengan

wilayah kewenangan Inter American Tropical Tuna Commision (IATTC)

sehingga menjadi konflik kewenangan pengelolaan. Sehubungan dengan hal ini

WCPFC telah membuat perjanjian kerjasama dengan IATTC pada tahun 2009

yang meliputi pertukaran data dan informasi, kerjasama penelitian terutama pada

sediaan spesies yang diatur kedua RFMO, dan kerjasama tindakan konservasi dan

pengelolaan. Menindaklanjuti kesepakatan bersama tersebut pada tanggal 27

November 2012 IATTC dan WCPFC telah menyepakati rekomendasi tentang

wilayah yang menjadi tumpang tindih dan mengatur kewajiban negara bendera

yang menangkap ikan diwilayah sangketa. Berdasarkan dua kesepakatan tersebut

dapat dikatakan bahwa telah ada upaya Komisi WCPFC untuk menyelesaikan

batas koordinat yang menjadi sangketa pada bagian timur Konvensi WCPFC.

Sedangkan pada bagian barat wilayah Konvensi yakni Laut Cina Selatan

dan Perairan Asia Tenggara tidak ada batas tegas koordinat pengelolaan dan

upaya komisi untuk menyelesaikannya melalui suatu ketentuan. Meskipun hal ini

telah dibahas sejak Pertemuan MHLC ke-3 sampai dengan MHLC ke-6, namun

tidak ada ketentuan terkait dengan batas wilayah Konvensi pada perairan tersebut.

Meskipun pada Chair Statement penutupan MHLC ke-6 pada tanggal 11- 19

April 2000 di Honolulu disampaikan bahwa Perairan Asia Tenggara dan Laut

Cina Selatan bukan merupakan bagian Samudera Pasifik, namun pernyataan

bukanlah ketentuan yang mengikat.

Disamping itu, Indonesia berkeberatan wilayah sebagian besar perairan

Indonesia masuk menjadi wilayah Konvensi WCPFC kecuali ZEEI Samudera

Hindia dan Laut Timor. Sikap ini juga didukung oleh Philipinna, Kepulauan

Salomon dan Papua New Guinea yang juga berkeberatan wilayah perairan

teritorialnya masuk menjadi wilayah Konvensi.

Page 105: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

77

Sumber : diolah dari Konvensi WCPFC dan www.naturalearth.com

Gambar 9 Peta Wilayah Tumpang Tinding Wilayah Kewenangan antara WCPFC

dengan IATTC

Masuknya sebagian besar perairan teritorial Indonesia menimbulkan

permasalahan bagi Indonesia, karena status hukum perairan kepulauan adalah

kedaulatan (sovereingty). Keberatan Indonesia disampaikan pada Fith Regular

Session pada tanggal 8 -12 Desember 2008 di Busan Korea yang meminta Komisi

WCPFC tidak memasukkan perairan Laut Cina Selatan dan perairan Asia

Tenggara, termasuk perairan teritorial Indonesia menjadi bagian wilayah

Konvensi WCPFC karena bukan menjadi bagian dari Samudera Hindia (Gambar

10).

Pernyataan Indonesia dipertegas kembali pada Ninth Regular Session pada

tanggal 2-6 Desember 2012 di Manila Philipina yang berpendapat bahwa

berdasarkan UNCLOS 1982 dan UN Fish Stock Agreement serta Pasal 4

Konvensi jelas disebutkan bahwa pelaksanaan kerjasama perikanan regional

hanya pada laut lepas dan ZEE tidak termasuk perairan teritorial dan perairan

kepulauan.

Page 106: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

78

Sumber : diolah dari Konvensi WCPFC dan www.naturalearth.com

Gambar 10 Peta Wilayah Konvensi WCPFC di Perairan LCS dan Teritorial

Indonesia

Oleh karena itu, dalam pengesahan Konvensi WCPFC, maka Indonesia

harus mengesampingkan Pasal 3 ayat (1). Hal ini sebagaimana yang dipaparkan

Ariadno (2012), bahwa Indonesia perlu hati-hati dalam ratifikasi Konvensi

WCPFC.

Sehubungan dengan hal tersebut, Indonesia harus mengklarifikasi

pelaksanaan Konvensi WCPFC yang memasukkan hanya pada ZEE Indonesia

pada perairan Laut Sulawesi dan Sebelah Utara Halmahera (WPP-RI 716) dan

perairan Teluk Cenderawasih dan Samudera Pasifik (WPP-RI 717).

Pada tingkatan nasional, Indonesia memiliki wilayah pengelolaan

perikanan (WPP) dalam mewujudkan efektivitas pengelolaan perikanan. Menurut

Pasal 5 ayat (1) UU No. 31 Tahun 2004 sebagaimana di ubah dengan UU No. 45

Tahun 2009, Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Republik Indonesia untuk

penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan meliputi: (a) perairan Indonesia;

(b) ZEEI; dan (c) sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang

Page 107: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

79

dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial di wilayah

Republik Indonesia. Sementara itu, Pasal 5 ayat (2) menambahkan bahwa

pengelolaan perikanan di luar wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia,

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselenggarakan berdasarkan peraturan

perundang-undangan, persyaratan, dan/atau standar internasional yang diterima

secara umum. Dengan demikian, wilayah pengelolaan perikanan Indonesia adalah

mulai dari perairan pedalaman (internal waters), perairan kepulauan (archipelagic

waters), laut teritorial (territorial sea), dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

(ZEEI).

Dengan demikian, Indonesia sudah memiliki aturan dalam pengelolaan

perikanan berbasis wilayah. Oleh karena itu, dalam persiapan ratifikasi Konvensi

WCPFC, Indonesia harus mengecualikan ketentuan penerapan wilayah WCPFC

yang memasukan beberapa wilayah perairan kepulauan Indonesia.

5.1.2 Dasar Pelaksanaan (Azas)

Kerjasama internasional terkait pengelolaan sediaan ikan yang beruaya

jauh di wilayah konvensi merupakan amanat UNCLOS 1982. Oleh karena itu,

negara-negara anggota WCPFC berkewajiban untuk melaksanakan UNCLOS

1982, UNFSA 1995 dan Konvensi WCPFC. Hal-hal yang diatur terkait dengan

dasar pelaksanaan (azaz) dijelaskan pada Pasal 5 Konvensi, yakni:

a. Mengambil langkah-langkah untuk memastikan keberlanjutan jangka

panjang sediaan ikan yang beruaya jauh di wilayah konvensi dan

mempromosikan tujuan pemanfaatan sediaan secara optimal.

b. Memastikan bahwa langkah-langkah yang didasarkan pada bukti ilmiah

terbaik yang tersedia dan di rancang untuk mempertahankan atau

memulihkan sediaan pada tingkat yang mampu memproduksi hasil

maksimal yang berkelanjutan, seperti yang disyaratkan oleh faktor-faktor

lingkungan dan ekonomi yang relevan, termasuk persyaratan-persyaratan

khusus bagi negara-negara berkembang di wilayah konvensi, khususnnya

negara-negara pulau kecil yang sedang berkembang (SIDS/Small Island

Developing State) dan mempertimbangkan pola-pola penangkapan ikan,

saling ketergantungan antar sediaan dan standar minimal internasional yang

Page 108: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

80

pada umumnya di rekomendasikan, baik sub-regional, regional ataupun

global.

c. Menerapkan pendekatan kehati-hatian sesuai dengan Konvensi ini dan

semua standar internasional terkait yang di setujui dan praktek-praktek dan

prosedur yang direkomendasikan .

d. Mengkaji dampak dari penangkapan ikan, kegiatan lain manusia, dan faktor-

faktor lingkungan terhadap sediaan target, spesies non-target, dan spesies

yang berasal dari ekosistem yang sama atau yang bergantung kepada atau

berhubungan dengan sediaan target;

e. Mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan limbah, buangan,

tangkapan oleh alat yang hilang, atau yang ditinggalkan, pencemaran yang

berasal dari kapal-kapal perikanan, spesies non-target, baik ikan ataupun

non-ikan (selanjutnya disebut spesies non-target) dan dampaknya terhadap

spesies yang berhubungan atau bergantung, khususnya spesies yang

terancam punah dan mempromosikan pengembangan dan penggunaan

secara selektif alat dan teknik penangkapan ikan yang ramah lingkungan

dan berbiaya efektif;

f. Melindungi keanekaragaman hayati di lingkungan laut;

g. Mengambil langkah-langkah untuk mencegah atau meniadakan

penangkapan ikan yang berlebihan dan kapasitas penangkapan ikan yang

berlebihan dan untuk memastikan bahwa tingkat upaya penangkapan ikan

tidak melebihi tingkat upaya yang setara dengan pemanfaatan sumberdaya

perikanan yang berkelanjutan;

h. Mempertimbangkan kepentingan nelayan artisanal dan subsisten;

i. Mengumpulkan dan membagi data secara tepat waktu, lengkap dan akurat

mengenai kegiatan penangkapan ikan, antara lain, posisi kapal, tangkapan

spesies target dan non-target dan upaya penangkapan ikan, serta informasi

dari program penelitian nasional dan internasional; dan

j. Melaksanakan dan menegakkan langkah-langkah konservasi dan

pengelolaan melalui pemantauan, pengendalian dan pengawasan secara

efektif.

Page 109: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

81

Dengan demikian terdapat sembilan azas tindakan konservasi dan

pengelolaan pada WCPFC yakni :

a. Optimalisasi pemanfaatan spesies ikan yang beruaya jauh (highly migratory

speies);

b. Penggunaan data ilmiah terbaik yang tersedia (the best scientific evidence

avalaible);

c. Penerapan pendekatan kehati-hatian;

d. Kajian dampak terhadap sediaan target, spesies non-target, dan spesies yang

berasal dari ekosistem yang sama atau yang bergantung kepada atau

berhubungan dengan sediaan target;

e. Menimalisasi limbah, buangan, tangkapan oleh alat yang hilang, atau yang

ditinggalkan, pencemaran yang berasal dari kapal-kapal perikanan, spesies

non-target, baik ikan ataupun non-ikan;

f. Melindungi keanekaragaman hayati di lingkungan laut;

g. Mempertimbangkan kepentingan nelayan artisanal dan subsisten;

h. Memberikan informasi kegiatan penangkapan ikan;

i. Pelaksanaan pemantauan, pengendalian dan pengawasan (Monitoring

Controlling Surveilne/MCS) secara efektif.

Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan,

kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang

berkelanjutan (Pasal 2 UU No. 31 Tahun 2004). Sementara prinsip-prinsip umum

yang di muat dalam UU No. 21 Tahun 2009, yaitu:

a. Mengambil tindakan untuk menjamin kelestarian jangka panjang sediaan ikan

yang beruaya terbatas dan sediaan ikan yang beruaya jauh dan memajukan

tujuan penggunaan optimal sediaan ikan tersebut;

b. Menjamin bahwa tindakan tersebut di dasarkan pada bukti ilmiah terbaik yang

ada dan dirancang untuk memelihara atau memulihkan sediaan ikan pada

tingkat yang dapat menjamin hasil maksimum yang lestari;

c. Menerapkan pendekatan kehati-hatian;

d. Mengukur dampak dari penangkapan ikan, kegiatan manusia lainnya, dan

faktor-faktor lingkungan terhadap sediaan target dan spesies yang termasuk

Page 110: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

82

dalam ekosistem yang sama atau menyatu/berhubungan dengan atau

bergantung pada sediaan target tersebut;

e. Mengambil tindakan konservasi dan pengelolaan untuk spesies dalam

ekosistem yang sama atau menyatu/berhubungan dengan atau bergantung

pada sediaan target tersebut;

f. Meminimalkan pencemaran, sampah barang-barang buangan tangkapan yang

tidak berguna, alat tangkap yang ditinggalkan tangkapan spesies non target,

baik ikan maupun bukan spesies ikan, dan dampak terhadap spesies, melalui

tindakan pengembangan dan penggunaan alat tangkap yang selektif serta

teknik yang ramah lingkungan dan murah;

g. Melindungi keanekaragaman hayati pada lingkungan laut;

h. Mengambil tindakan untuk mencegah dan/atau mengurang kegiatan

penangkapan ikan yang berlebihan dan penangkapan ikan yang melebihi

kapasitas dan untuk menjamin bahwa tingkat usaha penangkapan ikan tidak

melebihi tingkat yang sepadan dengan penggunaan lestari sumber daya ikan;

i. Memerhatikan kepentingan nelayan pantai dan subsistensi;

j. Mengumpulkan dan memberikan pada saat yang tepat, data yang lengkap dan

akurat mengenai kegiatan perikanan, antara lain, posisi kapal, tangkapan

spesies target dan nontarget dan usaha penangkapan ikan, serta informasi dari

program riset nasional dan internasional;

k. Memajukan dan melaksanakan riset ilmiah dan mengembangkan teknologi

yang tepat dalam mendukung konservasi dan pengelolaan ikan;

l. Melaksanakan dan menerapkan tindakan konservasi dan pengelolaan melalui

pemantauan, pengawasan, dan pengendalian

Berdasarkan ketentuan asas-asas di atas, peraturan perundang-undangan

Indonesia sudah memiliki asas-asas pengelolaan perikanan dalam mewujudkan

perikanan berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Page 111: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

83

5.1.3 Penerapan Pendekatan Kehati-hatian

Menurut Pasal 6 ayat (1) Konvensi WCPFC, setiap anggota Komisi wajib

menerapkan pendekatan kehati-hatian. Beberapa pendekatan kehati-hatian yang

perlu diperlu diperhatikan, yaitu:

a. Menetapkan titik-titik acuan spesifik sediaan dan tindakan yang akan diambil

apabila dilampauinya acuan spesifik sediaan tersebut berdasarkan informasi

ilmiah terbaik yang tersedia,

b. Memerhatikan dampak kegiatan penangkapan ikan terhadap spesies non-target

dan spesies yang berhubungan atau saling bergantung,

c. Mengembangkan program pengumpulan data dan penelitian untuk mengkaji

dampak penangkapan ikan terhadap spesies non-target dan spesies yang

berhubungan atau yang bergantung dan lingkungannya.

Pendekatan kehati-hatian adalah upaya untuk menghindari terjadinya

kehancuran perikanan, baik dalam konteks nasional suatu negara pantai maupun

di perairan internasional (laut lepas). Pengelolaan perikanan dalam wilayah

pengelolaan perikanan Republik Indonesia dilakukan untuk tercapainya manfaat

yang optimal dan berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan

(Pasal 6 ayat 1 UU No. 31 Tahun 2004). Artinya, pendekatan kehati-hatian dalam

pengelolaan perikanan Indonesia dilaksanakan secara optimal, berkelanjutan dan

kelestarian. Hal ini diperkuat dengan kewajiban Indonesia dalam UU No. 21

Tahun 2009, bahwa negara wajib menerapkan pendekatan kehati-hatian

(precautionary approach) ketika menetapkan tindakan konservasi dan

pengelolaan sediaan ikan.

Pendekatan kehati-hatian dicerminkan dengan adanya data awal tentang

potensi perikanan suatu negara. Indonesia menetapkan potensi sumberdaya

ikannya melalui Kepmen KP No. 45/Men/2011. Data estimasi potensi

sumberdaya ikan tersebut disajikan pada Tabel 14.

Page 112: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

84

Tabel 14 Estimasi Potensi Sumberdaya Ikan di WPP RI

(dalam 1.000 ton per tahun)

WPP

Kelompok Sumberdaya Ikan

Ikan

Pelagis

Besar

Ikan

Pelagis

Kecil

Ikan

Demersal

Udang

Penaeid

Ikan

Karang

Konsumsi

Lobster Cumi-

cumi

Total

Potensi

(1.000

ton/tahun)

571 27,7 147,3 82,4 11,4 5,0 0,4 1,9 276,0

572 164,8 315,9 68,9 4,8 8,4 0,6 1,7 565,2

573 201,4 210,6 66,2 5,9 4,5 1,0 2,1 491,7

711 66,1 621,5 334,8 11,9 21,6 0,4 2,7 1.059,0

712 55,0 380,0 375,2 11,4 9,5 0,5 5,0 836,6

713 193,6 605,4 87,2 4,8 34,1 0,7 3,9 929,7

714 104,1 132,0 9,3 - 32,1 0,4 0,1 278,0

715 106,5 379,4 88,8 0,9 12,5 0,3 7,1 595,6

716 70,1 230,9 24,7 1,1 6,5 0,2 0,2 333,6

717 105,2 153,9 30,2 1,4 8,0 0,2 0,3 299,1

718 50,9 468,7 284,7 44,7 3,1 0,1 3,4 855,5

Total 1.145,4 3.645,7 1.452,5 98,3 145,3 4,8 28,3 6.520,1

Sumber: Kepmen KP No. Kep.45/Men/2011

Tabel 14 yang berisi estimasi potensi perikanan yang dijadikan sebagai

acuan dalam penentuan kebijakan pengelolaan perikanan. Dengan demikian,

Indonesia sudah memiliki aturan dalam melaksanakan pendekatan kehati-hatian.

Sementara aturan Indonesia terkait dengan spesies non-target yang dibahas pada

bagian hasil tangkapan sampingan, dan aturan Indonesia terkait dengan

pengumpulan data dibahas pada bagian MCS, khususnya mengenai logbook

penangkapan ikan.

Estimasi potensi perikanan tersebut di atas tidak lepas dari berbagai

permasalahan karena masih mengacu kepada konsep maximum sustainable yield

(MSY) atau tangkapan lestari yang dikembangkan sejak tahun 1950-an oleh

Schaefer. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa konsep MSY terbukti tidak

efektif sebagai alat pengelolaan perikanan, terutama Indonesia dengan

karakteristik perikanan tangkap multi-alat dan multi-spesies. Kajian sediaan ikan

harus terus dibenahi karana kekuarangan data statistik perikanan yang akurat

sebagai dasar perhitungan MSY akan menghasilkan kebijakan pengelolaan

sumberdaya ikan yang tidak tepat sasaran.

Page 113: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

85

5.1.4 Pelaksanaan Azas-Azas di Wilayah-Wilayah Berdasarkan Yurisdiksi

Nasional dan Pengelolaan di Laut Lepas

Asas-asas pengelolan dan konservasi di laut lepas sebagaimana dituangkan

dalam Pasal 5 dan pendekatan kehati-hatian yang di tuangkan dalam Pasal 6,

wajib diterapkan oleh negara-negara pantai di dalam wilayah yurisdiksinya (Pasal

7 ayat 1). Sementara bagi negara berkembang, khususnya SIDS diberikan

pertimbangan oleh Komisi untuk menerapkan Pasal 5 dan Pasal 6 di dalam

wilayah-wilayah berdasarkan yurisdiksi nasional. Tujuan dari pasal ini adalah

dalam rangka mewujudkan perikanan yang bersifat lintas batas.

Sebagai negara yang telah meratifikasi UNCLOS 1982, maka Indonesia

berkewajiban melaksanakan pengelolaan secara penuh di wilayah yurisdiksinya.

Artinya, Indonesia harus mampu mewujudkan perikanan berkelanjutan di laut

terirotial (12 mil) dan ZEE Indonesia (200 mil). Hal ini ditekankan dalam UU No.

21 Tahun 2009. Pengelolaan di wilayah yurisdiksi juga di muat dalam Pasal 2 UU

No. 31 Tahun 2004 sebagaimana telah dimuat diatas. Aturan khusus mengenai

pengelolaan perikanan tangkap di wilayah yurisdiksi diatur dalam Permen KP No.

Per.30/Men/2012. Peraturan Menteri ini mengatur semua kegiatan penangkapan

ikan yang lokasinya berada di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik

Indonesia.

Kewajiban mematuhi aturan di laut lepas adalah perhatian Indonesia sejak

UU No. 31 Tahun 2004 di sahkan. Pada Pasal 5 ayat (2) menyebutkan bahwa

pengelolaan perikanan di luar wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia,

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselenggarakan berdasarkan peraturan

perundang-undangan, persyaratan, dan/atau standar internasional yang diterima

secara umum. Pada bagian penjelasan di sebutkan bahwa yang dimaksud dengan

“pengelolaan perikanan di luar wilayah pengelolaan perikanan Republik

Indonesia” adalah pengelolaan perikanan di laut lepas. Hal ini menjadi dasar

kepatuhan Indonesia dalam mewujudkan globalisasi perikanan. Aturan khusus

mengenai pengelolaan perikanan tangkap di laut lepas diatur dalam Permen KP

No. Per.12/Men/2012. Peraturan Menteri ini mengatur semua kegiatan

penangkapan ikan yang lokasinya berada di luar wilayah pengelolaan perikanan

Negara Republik Indonesia atau di laut lepas.

Page 114: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

86

5.1.5 Kewajiban para Anggota Komisi

Kewajiban para anggota Komisi tertuang pada Pasal 23 Konvensi, yakni :

a. Memberikan laporan tahunan kepada Komisi mengenai data statistik, biologis,

dan data lain dan informasi sesuai dengan Lampiran I.

b. Memberikan informasi aktivitas penangkapan ikannya di Wilayah Konvensi,

termasuk wilayah penangkapan ikan dan kapal perikanan untuk memfasilitasi

penghimpunan statistik tangkapan dan upaya yang dapat dipercaya.

c. Memberikan informasi tahapan yang diambil untuk melaksanakan langkah-

langkah konservasi dan pengelolaan yang telah diterima oleh Komisi.

d. Memberitahu Komisi langkah-langkah yang telah mereka terima untuk

konservasi dan pengelolaan HMS di wilayah di dalam lingkup Wilayah

Konvensi di bawah yurisdiksi nasionalnya.

e. Memberitahu Komisi langkah-langkah yang telah diterimanya untuk mengatur

aktivitas kapal perikanan berbendera negaranya yang menangkap ikan di

Wilayah Konvensi.

Berdasarkan ketentuan di atas, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan

Indonesia jika merativikasi Konvensi dan menjadi anggota yakni :

a. Sistem informasi dan pelaporan kegiatan penangkapan ikan. Data terbaik yang

dimiliki Indonsia dibangun dari informasi pendaratan ikan (pelabuhan

perikanan). Hal ini sebagaimana diatur dalam Permen KP No. 18 Tahun 2010,

bahwa setiap kapal penangkap ikan wajib menyerahkan logbook penangkapan

ikan. Logbook Penangkapan Ikan adalah bukan salah satu dokumen kapal,

namun menjadi syarat dalam pengajuan Surat Persetujuan Berlayar (SPB)

yang dikeluarkan Syahbandar. Oleh karena itu, setiap kapal perikanan yang

memiliki SIPI wajib mengisi logbook Penangkapan Ikan. Pengisian logbook

Penangkapan Ikan dilakukan pada setiap operasi penangkapan ikan (satu kali

trip), yang merupakan tanggung jawab nakhoda. Logbook Penangkapan Ikan

berisi informasi mengenai: data kapal perikanan, data alat penangkapan ikan,

data operasi penangkapan ikan, dan data ikan hasil tangkapan. Logbook

Penangkapan Ikan wajib dilakukan sesuai dengan data yang sebenarnya

(objective) dan tepat waktu (up to date).

Page 115: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

87

b. Aturan pengelolaan ikan beruaya jauh. Hingga saat ini, Indonesia belum

memiliki aturan khusus mengenai pengelolaan ikan beruaya jauh.

c. Aturan kapal kapal penangkap ikan. Aturan Indonesia mengenai kapal

perikanan dibahas secara rinci pada bagian kapal penangkap ikan. Dengan

demikian, hal penting yang harus menjadi perhatian pemerintah Indonesia

adalah aturan pengelolaan jenis ikan beruaya juah.

5.1.6 Kewajiban Negara Bendera

Kewajiban negara bendera yang melakukan penangkapan ikan di wilayah

WCPFC sebagaimana dituangkan dalam Pasal 24, yaitu:

a. Mematuhi ketentuan-ketentuan Konvensi ini dan langkah-langkah konservasi

dan pengelolaan yang diterima sesuai dengan Konvensi.

b. Tidak melakukan penangkapan ikan secara tidak sah (illegal fishing) di

wilayah yurisdiksi negara pihak penandatangan Konvensi.

c. Kegiatan penangkapan ikan beruaya jauh di luar wilayah yurisdiknya harus

mendapatkan izin dari lembaga suatu negara anggota.

d. Mensyaratkan kapal perikanan yang menangkap ikan beruaya jauh di laut

lepas wilayah WCPFC menggunakan near real-time satelite position-fixing

transmitters ketika berada di wilayah tersebut.

e. Mensyaratkan kapal perikanannya yang menangkap ikan di Wilayah Konvensi

di dalam wilayah di bawah yurisdiksi nasional dari anggota lain agar

mengoperasikan near real-time satelite position fixing transmitters sesuai

dengan standar, spesifikasi dan prosedur yang di tetapkan oleh negara pantai.

f. Wajib bekerjasama untuk memastikan kesesuaian antara sistem pemantauan

kapal nasional dan sistem pemantauan kapal di laut lepas.

Berdasarkan ketentuan diatas, setidaknya terdapat dua hal yang harus

menjadi perhatian pemerintah Indonesia, yaitu:

a. Kegiatan penangkapan ikan di luar wilayah yurisdiksi yang menjadi

kewenangan negara anggota. Pemerintah Indonesia sudah mengatur kegiatan

penangkapan ikan di luar wilayah pengelolaan perikanan Indonesia melalui

Permen KP No. Per. 12/Men/2012. Peraturan Menteri ini mengatur secara

khusus semua kegiatan penangkapan ikan di laut lepas.

Page 116: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

88

b. Sistem pemantauan kapal. Ketentuan ini diatur dalam Permen KP No.

Per.12/Men/2012 dan Permen KP No. 30/Men/2012. Kewajiban penggunaan

transmitter atau VMS dibahas secara khusus pada bagian Penggunaan

Transmitter.

Dengan demikian, ketentuan kewajiban negara bendera kapal telah diatur

oleh Indonesia melalui beberapa peraturan menteri.

5.1.7 Kesesuaian Tindakan Konservasi dan Pengelolaan

Sumberdaya ikan beruaya jauh bersifat lintas batas, sehingga diperlukan

adanya sinergi antar negara dalam pengelolaan perikanan di laut lepas dengan

wilayah yurisdiksi suatu Negara (Pasal 8 ayat 1). Beberapa penetapan langkah-

langkah konservasi dan pengelolaan untuk ikan beruaya jauh adalah (Pasal 8 ayat

2):

a. Kesatuan biologis dan karakteristik biologis lainnya dari sediaan dan

hubungan antara sebaran sediaan, perikanan dan keadaan geografi tertentu

wilayah bersangkutan, termasuk sampai sejauh mana sediaan berada dan

ditangkap di wilayah-wilayah berdasarkan yurisdiksi nasional.

b. Mempertimbangkan langkah-langkah konservasi dan pengelolaan sesuai

dengan Pasal 61 UNCLOS 1982 terkait dengan sediaan yang sama oleh

negara-negara pantai di dalam wilayah-wilayah berdasarkan yurisdiksi

nasional.

c. Tindakan penetapan sediaan yang sama untuk laut lepas yang merupakan

bagian dari Wilayah Konvensi oleh negara-negara pantai dan negara–negara

penangkap ikan di laut lepas sesuai dengan UNCLOS 1982 dan Konvensi

WCPFC.

d. Mempertimbangkan langkah-langkah yang sebelumnya telah di sepakati dan

di terapkan sesuai dengan UNCLOS 1982 dan Konvensi WCPFC dalam hal

sediaan yang sama oleh RFMO.

e. Mempertimbangkan ketergantungan masing-masing negara-negara pantai

dan negara-negara penangkap ikan di laut lepas atas sediaan terkait.

Page 117: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

89

5.1.8 Penaatan dan Penegakan

Menurut Pasal 25, setiap anggota Komisi mempunyai kewajiban dalam hal

menjalankan efektivitas tindakan pengelolaan dan konservasi ikan beruaya jauh di

wilayah WCPFC. Beberapa kewajiban penaatan dan penegakan, tersebut yaitu:

a. Menegakkan ketentuan Konvensi WCPFC dan setiap langkah-langkah

konservasi dan pengelolaan yang ditetapkan oleh Komisi.

b. Wajib menyelidiki secara menyeluruh setiap dugaan pelanggaran oleh kapal

perikanan yang mengibarkan benderanya atas ketentuan Konvensi WCPFC

atau langkah-langkah konservasi dan pengelolaan yang diterima oleh

Komisi.

c. Menyerahkan kasus tersebut kepada pihak berwenang dengan tujuan untuk

mengajukan gugatan secepatnya sesuai dengan hukumnya dan bilamana

layak, menahan kapal yang bersangkutan.

d. Memastikan kapal yang bersangkutan tidak lagi melakukan kegiatan

penangkapan ikan dan tidak terlibat dalam kegiatan tersebut di dalam

Wilayah Konvensi, sampai saat seluruh sanksi yang dikenakan oleh negara

bendera sehubungan dengan pelanggaran tersebut telah dipenuhi.

Berdasarkan ketentuan di atas, pemerintah Indonesia sudah mengatur

tindakan penegakan hukum. Adapun tindakan hukum dilakukan di tengah laut

melalui inspeksi kapal yang dibahas secara khusus pada bagian Program Observer

dan Inspeksi Kapal, sementara tindakan di darat melalui pelabuhan perikanan.

Pemerintah Indonesia mengatur pelabuhan perikanan pada Permen KP No. Per.

08/Men/2012. Menurut Pasal 3 ayat (2), pelabuhan perikanan mempunyai fungsi

pemerintahan dan pengusahaan. Fungsi pemerintahan pada pelabuhan perikanan,

yaitu meliputi: fungsi untuk melaksanakan pengaturan, pembinaan, pengendalian,

pengawasan, serta keamanan dan keselamatan operasional kapal perikanan di

pelabuhan perikanan.

5.1.9 Itikad Baik dan Penyalahgunaan Hak

Menurut Pasal 33, kewajiban-kewajiban berdasarkan Konvensi harus

dipenuhi dengan itikad baik dan hak-hak yang di akui di dalam Konvensi dan

harus dilaksanakan dengan cara yang bukan merupakan penyalahgunaan hak.

Page 118: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

90

Implementasi Itikad Baik dan Penyalahgunan Hak sesuai dengan pembahasan

Pelaksanaan Azas-Azas di Wilayah-Wilayah Berdasarkan Yurisdiksi Nasional

dan Pengelolaan di Laut Lepas. Kewajiban mematuhi aturan di laut lepas bagi

Indonesia tertuang pada Pasal 5 ayat (2) UU No. 31 Tahun 2004 yang

menyebutkan bahwa pengelolaan perikanan di luar wilayah pengelolaan perikanan

Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diselenggarakan

berdasarkan peraturan perundang-undangan, persyaratan, dan/atau standar

internasional yang diterima secara umum. Pada bagian penjelasan disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan “pengelolaan perikanan di luar wilayah

pengelolaan perikanan Republik Indonesia” adalah pengelolaan perikanan di

laut lepas. Hal ini menjadi dasar kepatuhan Indonesia dalam mewujudkan

globalisasi perikanan. Aturan khusus mengenai pengelolaan perikanan tangkap di

laut lepas diatur dalam Permen KP No. Per.12/Men/2012. Peraturan Menteri ini

mengatur semua kegiatan penangkapan ikan yang lokasinya berada di luar

wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia atau di laut lepas.

5.2 Conservation and Management Measures (CMM): Implikasi Bagi

Indonesia

Conservation and Management Measures (CMM) adalah implementasi

Pasal 10 Konvensi terkait dengan fungsi komisi yang mengatur konservasi dan

pengelolaan untuk spesies target, spesies non-target, spesies yang bergantung atau

beraosiasi dengan sedian target, serta MCS (monitoring, control, and

surveillance). Sampai dengan tahun 2012 terdapat 31 CMM yang telah ditetapkan

(Tabel 15).

Tabel 15 Conservation and Management Measures (CMM)

No CMM Perihal

1. CMM 2004-03 Spesifikasi Untuk Penandaan dan Identifikasi Kapal Penangkapan

Ikan (Specifications For The Marking And Identification Of

Fishing Vessels).

2. CMM 2004-04 Resolusi Tindakan Pengelolaan dan Konservasi (Resolution on

Conservation and Management Measures)

3. CMM 2005-03 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Albacore Pasifik Utara

(Conservation and Management Measure for North Pacific

Albacore)

4. CMM 2006-04 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Marlin di Pasifik Selatan

Barat (Conservation and Management Measure for Striped

Marlin in the Southwest Pacific)

Page 119: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

91

No CMM Perihal

5. CMM 2006-07 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Program Observer

Regional (Conservation and Management Measure for the

Regional Observer Programme)

6. CMM 2006-08 Komisi WCPFC untuk Prosedur Pemeriksaan dan Menaiki Kapal

(WCPFC Commission Boarding and Inspection Procedures )

7. CMM 2007-01 CMM 2007-01 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi

Program Observer Regional (Conservation and Management

Measure for the Regional Observer Programme)

8. CMM 2007-04 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Mengurangi Dampak

Penangkapan Ikan Beruaya Jauh Terhadap Burung Laut

(Conservation And Management Measure to Mitigate the

Impact of Fishing for Highly Migratory Fish Stock on Seabirds).

9. CMM 2008-01 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Tuna Bigeye dan Tuna

Yellowfin di WCPFC (Conservation and Management Measure

for Big-eye and Yellow-fin Tuna in the WCPFC)

10. CMM 2008-03 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Penyu (Conservation And

Management of Sea Turtles)

11. CMM 2008-04 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi terhadap Jaring Insang

Hanyut Skala Besar pada Laut Lepas Area Konvensi

(Conservation and Management Measure to Prohibit the Use of

Large-Scale Driftnets on the High Seas in the Convention Area)

12. CMM 2009-01 Pendaatan Kapal dan Izin Penangkapan Ikan (Record of Fishing

Vessels And Authorization to Fish)

13. CMM 2009-02 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Penutupan Rumpon dan

Retensi Penangkapan (Conservation and Management Measure

on the Aplication of High Seas Fad Closures And Catch

Retention)

14. CMM 2009-03 Tindakan Pengelolan dan Konservasi Swordfish (Conservation

and Management for Swordfish)

15. CMM 2009-05 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Larangan Penangkapan

Ikan dengan Data Buoys (Conservation and Management

Measure Prohibiting Fishing on Data Buoys)

16. CMM 2009-06 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Peraturan Transhiptmen

(Conservation and Management Measure on Regulation of

Transshipment)

17. CMM 2009-09 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Kapal-Kapal Tanpa

Kebangsaan (Conservation and Management Measure for Vessels

Without Nationality).

18. CMM 2009-10 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Pemantauan Pendaratan

Kapal Purse Seine di Pelabuhan untuk Menjamin Data Tangkapan

yang Baik berdasarkan Spesies (Conservation and Management

Measure to Monitor Landings of Purse Seine Vessels at Ports so

as to Ensure Reliable Catch Data by Species).

19. CMM 2009-11 Cooperating Non-Member.

20. CMM 2010-01 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi North Pacific Striped

Marlin (Conservation and Management Measure for North

Pacific Striped Marlin)

21. CMM 2010-02 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Untuk Area Pengelolaan

Khusus Sebelah Timur (Conservation and Management Measure

for the Eastern High-Seas Pocket Special Management Area)

22. CMM 2010-04 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Pengelolaan Pacific

Bluefin Tuna (Conservation and Management Measure for

Page 120: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

92

No CMM Perihal

Pacific Bluefin Tuna)

23. CMM 2010-05 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi South Pacific Albacore

(Conservation and Management Measure for South Pacific

Albacore)

24. CMM 2010-06 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Untuk Menetapkan Kapal

yang Diduga Melakukan Kegiatan IUU Fishing di WCPO

(Conservation and Management Measure to Establish a List of

Vessels Presumed to Have Carried out Illegal, Unreported and

Unregulated Fishing Activities in the WCPO)

25. CMM 2010-07 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Hiu (Conservation and

Management Measure for Sharks)

26. CMM 2011-01 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Untuk Perpanjangan

Sementara CMM 2008-01 (Conservation and Management

Measure for Temporary Extension of CMM 2008-01)

27. CMM 2011-02 Komisi Vessel Monitoring System (VMS)

28. CMM 2011-03 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi untuk Perlindungan

Cetacean dari Operasi Penangkapan Purse Seine (Conservation

and Management Measure for Protection of Cetaceans from

Purse Seine Fishing Operations).

29. CMM 2011-04 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi untuk Oceanic Whitetip

Shark (Conservation and Management Measure for Oceanic

Whitetip Shark)

30. CMM 2011-05 Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Skema Penyewaan

(Conservation and Management Measure on Charter Notification

Scheme)

31. CMM 2011-06 Tindakan Konservasi dan Pengelolaan untuk Skema Kapatuhan

dan Pemantauan (Conservation and Management Measure for

Compliance Monitoring Scheme) Sumber : Dikompilasi dari CMM WCPFC tahun 2004 -2011

Sejumlah 31 CMM tersebut dapat dikelompokkan menjadi sembilan hal

yang perlu menjadi perhatian Indonesia yakni (1) Penggunaan Transmitter

(VMS), (2) Terkait dengan Penegakan Hukum, (3) Kapal Penangkapan Ikan , (4)

Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan, (5) Pengelolaan

Tangkapan Utama, (6) Pengelolaan Tangkapan Sampingan, (7) Program Observer

dan Inspeksi Kapal, (8) Data Buosy dan (9) Transhipment.

5.2.1 Penggunaan Transmitter (VMS)

Penggunaan VMS ditetapkan melalui CMM 2011-02 tentang Komisi

Vessel Monitoring System (VMS) yang merupakan pelaksanaan Pasal 10

Konvensi WCPFC. VMS harus diaktifkan sejak tanggal 1 Januari 2008 didaerah

sekitar selatan konvensi 20 ° LU, dan timur 175 ° BT didaerah area utara konvensi

20 ° LU. Khusus untuk area utara 20 ° LU dan barat dari 175 ° BT, sistem akan

Page 121: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

93

diaktifkan pada suatu tanggal yang akan ditentukan oleh Komisi. Setiap kapal

penangkapan ikan yang menangkap ikan beruaya jauh di sesuai koordinat yang

ditetapkan komisi harus mengatifkan Automatic Location Communicators

(ALCs). VMS berlaku untuk semua kapal penangkapan ikan yang menangkap

ikan diarea Konvensi, untuk kapal panjang lebih dari 24 meter tanggal aktivasi

mulai 1 Januari 2008, dan semua kapal panjang 24 meter atau kurang tanggal

aktivasi mulai 1 Januari 2009.

Pemerintah Indonesia sudah mewajibkan penggunaan VMS yang tertuang

pada Pasal 7 ayat (2) huruf e UU No. 31 Tahun 2004, bahwa setiap orang yang

melakukan usaha dan/atau kegiatan pengelolaan perikanan wajib mematuhi

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengenai: sistem pemantauan

kapal perikanan.

Kewajiban pemasangan transmitter tersebut untuk kapal perikanan

Indonesia berukuran 60 GT ke atas dan seluruh kapal perikanan asing (Pasal 11

ayat 1 Permen KP No. Per.05/Men/2007). Selanjutnya Pasal 11 ayat (4)

menambahkan, bahwa transmitter yang dipasang pada kapal perikanan wajib di

daftarkan pada Direktorat Jenderal, dengan menyebutkan dan/atau

mencantumkan nomor ID, nomor seri, jenis, tipe, merek, spesifikasi, dan

provider, yang dilengkapi dengan dokumen pembelian transmitter, dan

pembayaran air time dan bukti aktivasi dari provider. Transmitter harus dapat

mengirim data posisi kapal sekurang-kurangnya setiap jam sekali, kecuali dalam

keadaan docking dan/atau kapal perikanan sedang tidak beroperasi (Pasal 11 ayat

5). Dengan demikian, kapal perikanan Indonesia berukuran 60 GT ke atas dan

seluruh kapal asing wajib menghidupkan transmitter (online).

Sementara itu, kewajiban transmitter online di atas tidak berlaku bagi

kapal perikanan Indonesia ukuran 30 GT – 60 GT. Hal ini di atur dalam Pasal 12

ayat (1), bahwa kapal perikanan Indonesia berukuran di atas 30 GT sampai

dengan 60 GT wajib dilengkapi transmitter off line yang disediakan oleh negara.

Aturan transmitter juga ditetapkan dalam Permen KP No. Per.

12/Men/2012. Adapun aturannya yaitu: (a) surat keterangan pemasangan

transmitter (online) pada saat pengajuan SIPI (Pasal 8 ayat 3) dan pengajuan

SIKPI (Pasal 10 ayat 3); (b) surat keterangan aktivisi transmitter (online) untuk

Page 122: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

94

perpanjangan SIPI (Pasal 22 ayat 2) dan SIKPI (Pasal 27 ayat 2); (c) transmitter

(on line) aktif serta dapat terpantau untuk kapal penangkap ikan yang melakukan

transhipment di laut lepas (Pasal 30 ayat 2) dan transhipment di pelabuhan

negara lain (Pasal 30 ayat 3); (d) transmitter (on line) aktif serta dapat terpantau

untuk kapal pengangkut ikan yang melakukan transhipment di laut lepas (Pasal

30 ayat 4) dan transhipment di pelabuhan negara lain (Pasal 30 ayat 5). Begitu

juga dengan aturan penangkapan di WPP-NRI, yaitu: (a) surat keterangan

pemasangan transmitter VMS pada saat pengajuan SIPI (Pasal 19 ayat 1); (b)

surat keterangan pemasangan transmitter VMS pada saat pengajuan SIPI bagi

kapal perikanan yang dimiliki oleh pemerintah, pemerintah daerah, atau

perguruan tinggi untuk melakukan pelatihan atau penelitian/eksplorasi

perikanan (Pasal 22); dan (c) surat keterangan pemasangan transmitter VMS

pada saat pengajuan SIKPI (Pasal 24 ayat 1).

Salah satu manfaat data VMS adalah untuk mengetahui posisi dan

pergerakan kapal penangkapan ikan. Berdasarkan data VMS tahun 2012,

sebagian besar kapal yang menangkap ikan di laut lepas berada pada Samudera

Hindia yang menjadi wilayah kewenangan IOTC dan CCSBT. Sedangkan untuk

wilayah Konvensi WCPFC, kapal penangkapan ikan Indonesia lebih banyak

terkonsentrasi pada perairan teritorial dan ZEE Indonesia. Posisi kapal Indonesia

yang terpantau pada Fisheries Monitoring Center (FMC) Kementerian Kelautan

dan Perikanan dapat dilihat pada Gambar 12.

Penggunaan VMS belum seluruhnya dipatuhi oleh kapal penangkapan

ikan Indonesia. Berdasarkan hasil penelusuran Ditjen PSDKP tahun 2012

terhadap lacak (tracking) VMS dari 93 kapal penangkapan ikan Indonesia yang

beroperasi di laut lepas hanya 64 kapal (68,8 persen) yang berhasil dilacak,

sedangkan tidak bisa dilacak 29 kapal yang terdiri dari kapal dibawah 60 GT

sejumlah 13 kapal, tidak terdaftar 9 kapal dan alasan GPS error 4 kapal.

Beberapa pelanggaran pelaku usaha penangkapan ikan yang mengakibatkan

transmitter tidak terdeksi di Fisheries Monitoring Center (FMC) Ditjen P2SDKP

adalah ; (1) tidak memasang transmitter pada kapal yang telah ditentukan, (2)

memasang transmitter tetapi tidak dapat dipantau pada FMC, (3) tidak

mengaktifkan transmitter, (4) tidak mendaftarkan transmitter yang telah

Page 123: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

95

terpasang pada kapal perikanan, (5) tidak melaporkan perubahan kepemilikan,

keagenan, nama, spesifikasi dan perubahan id transmitter.

Sumber : Sumber Ditjen PSDKP KKP, 2013

Gambar 11 Posisi Kapal Penangkapan Ikan Indonesia Berdasarkan Data VMS

tahun 2012

5.2.2 Penegakan Hukum

Penegakan hukum pada WCPFC terdapat lima ketentuan CMM. Pertama,

CMM 2009-01 tentang Pendaatan Kapal dan Izin Penangkapan Ikan (Record of

Fishing Vessels And Authorization to Fish) yang bertujuan menetapkan izin

penangkapan ikan di area Konvensi dan mewajibkan negara anggota untuk

memiliki kemanpuan untuk mengedalikan secara efektif termasuk penegakan

hukum dan peraturan jika terjadi pelanggaran.

Kedua CMM 2009-09 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi

untuk Kapal-Kapal Tanpa Kebangsaan (Conservation and Management Measure

for Vessels Without Nationality) yang merupakan implementasi pasal 10 konvensi,

di mana kapal yang tidak memiliki kebangsaan adalah kapal yang tidak

mengibarkan bendera suatu negara atau mengibarkan dua atau lebih bendera

negara sesuai dengan padal 92 UNCLOS 1982. Penegakan hukum dalam konteks

ini terkait dengan kebangsaan kapal yang diatur dalam PP No. 51 Tahun 2002.

Aturan tersebut dituangkan dalam bagian kedua Bab V tentang pendaftaran dan

Page 124: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

96

kebangsaan kapal Indonesia. Menurut Pasal 41 ayat (1), kapal yang telah didaftar

di Indonesia dapat diberikan surat tanda kebangsaan kapal Indonesia sebagai bukti

kebangsaan. Surat tanda kebangsaan tersebut di berikan dalam bentuk (Pasal 41

ayat 2):

a. Surat laut untuk kapal -kapal yang berlayar di perairan laut dengan tonase

kotor 175 (GT. 175) atau lebih.

b. Pas tahunan untuk kapal -kapal yang berlayar di perairan laut dengan

tonase kotor 7 (GT. 7) dan sampai dengan tonase kotor kurang dari 175 (<

GT.175).

c. Pas kecil untuk kapal -kapal yang berlayar di perairan laut dengan tonase

kotor kurang dari 7 (< GT. 7).

d. Pas perairan daratan untuk kapal-kapal yang berlayar di perairan daratan.

Surat tanda kebangsaan kapal diberikan sebagai dasar bagi kapal untuk

dapat mengibarkan bendera Indonesia sebagai bendera kebangsaan (Pasal 42 ayat

1), yang harus selalu berada di atas kapal bila sedang berlayar (Pasal 42 ayat 2).

Selain itu, UU No. 21 Tahun 2009 menambahkan kewajiban pemberantasan

penangkapan ikan secara melanggar hukum di Wilayah Pengelolaan Perikanan

Republik Indonesia oleh kapal perikanan asing dan membuka kesempatan bagi

kapal Indonesia untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan di Laut Lepas.

Sebelum tahun 2008, Indonesia pernah menerapkan sistem perjanjian

bilateral dengan tiga negara yakni China, Thailand dan Philipina untuk

memanfaatkan sumberdaya ikan di ZEE Indonesia. Perjanjian bilateral dengan

ketiga negara tersebut sudah berakhir dan tidak diperpanjang lagi. Namun kerja

sama dengan Thailand dilanjutkan dalam bentuk usaha patungan, sewa atau

impor kapal oleh PMA atau perusahaan swasta nasional yang menggunakan eks

kapal lisensi (eks. kapal ikan berbendera Thailand) sesuai dengan ketentuan yang

tertuang dalam Permen KP No. 17/2006 tentang Usaha Penangkapan Ikan.

Permen KP No 17/2006 telah direvisi beberapa kali, terakhir menjadi Permen KP

No. Per.30/Men/2012.

Sistem skim lisensi yang pernah dilaksanakan memang menguntungkan

bagi peningkatan devisa dari pungutan perikanan terhadap kapal asing. Namun

juga banyak merugikan karena menyebabkan armada nasional tidak berkembang,

Page 125: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

97

dominasi tenaga kerja asing dan pengurasan sumber daya ikan terutama di

perairan tempat beroperasinya kapal ikan asing. Diharapkan dengan sistem usaha

patungan armada nasional dapat berkembang karena kapal ikan asing akan

berubah kepemilikan atau alih bendera sehingga memperbesar jumlah armada

perikanan nasional. Disamping itu, armada perikanan nasional diharapkan

bertambah dari kapal ikan yang akan dibangun di Indonesia.

Sejak tahun 2008 pemerintah untuk tidak melanjutkan sistem skim lisensi

kapal asing ditujukan untuk meningkatkan kemampuan armada perikanan

nasional. Melalui sistem usaha patungan, diharapkan ada penyertaan modal dari

pengusaha perikanan domestik dan kewajiban membangun unit pengolahan ikan

sehingga meningkatkan usaha pengolahan dan pemasaran ikan di dalam negeri.

Namun dalam perkembangan usaha patungan banyak terjadi penyimpangan.

Sampai dengan tahun 2012, Ditjen Perikanan Tangkap telah mencabut

1.166 buah izin. Pencabutan izin dilakukan antara lain karena hal-hal sebagai

berikut : (1) Pemilik izin tidak merealisasikan alokasi SIUP yang dimilikinya

dalam jangka waktu 2 (dua) tahun; (2) Kapal dilaporkan dan telah terbukti

melakukan IUU Fishing (masuk dalam IUU List RFMO’s); (3) Tidak

melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam SIUP dan SIPI/SIKPI; dan (4)

Permohonan pelaku usaha karena kapal terbukti telah tidak ada (tenggelam atau

rusak/hancur) atau tidak beroperasi lagi.

5.2.3 Kapal Penangkapan Ikan

Beberapa ketentuan WCPFC yang terkait dengan kapal penangkapan

ikan, yaitu Call Sign dan Identification Number (WIN), Pendataan dan pemberian

izin kapal penangkapan ikan serta Laporan Tangkapan.

1) Call Sign dan Identification Number (WIN)

Call Sign dan Identification Number (WIN) ditetapkan melalui CMM

2004-03 tentang Spesifikasi Untuk Penandaan dan Identifikasi Kapal

Penangkapan Ikan (Specifications For The Marking And Identification Of Fishing

Vessels). CMM 2004-03 ini bertujuan untuk menentukan identifikasi kapal

penangkapan ikan yang beroperasi di area Konvensi. Kewajiban negara anggota

untuk mendesak operator/pengusaha penangkapan ikan untuk mengadopsi

Page 126: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

98

International Telecommunication Union Radio Call Signs (IRCS) dan kapal

harus memiliki nomor identitas WCPFC (WCPFC Identification Number/WIN).

Menurut Pasal 48 ayat (1) PP No. 51 Tahun 2002, kapal Indonesia yang

dilengkapi dengan perangkat komunikasi radio kapal harus mempunyai tanda

panggilan (call sign) sebagai salah satu identitas kapal. Aturan call sign juga

dituangkan dalam Lampiran III Permen KP No. Per.30/Men/2012, sedangkan

WIN di tuangkan dalam Lampiran II Permen KP No. Per.12/Men/2012.

Berdasarkan 430 kapal penangkapan ikan Indonesia yang terdaftar pada

Komisi WCPFC sampai dengan tahun 2012 terdapat 399 kapal atau 93 persen

yang telah memiliki IRCS/WIN, sedangkan 31 kapal atau tujuh persen belum

memiliki IRCS/WIN sehingga sesuai dengan ketentuan WCPC 31 kapal tersebut

dikategorikan illegal.

2) Pendataan dan Pemberian Izin Kapal Penangkapan Ikan.

Pendataan dan pemberian izin kapal penangkapan ikan ditetapkan pada

CMM 2009-01 tentang Pendataan Kapal dan Izin Penangkapan Ikan (Record of

Fishing Vessels And Authorization to Fish) yang bertujuan menetapkan izin

penangkapan ikan di area Konvensi dan mewajibkan negara anggota untuk

memiliki kemampuan untuk mengendalikan secara efektif termasuk penegakan

hukum dan peraturan jika terjadi pelanggaran. Pendataan kapal sesuai pasal 24

Konvensi WCPFC mensyaratkan bahwa penangkapan ikan di wilayah Konvensi

hanya dilakukan oleh kapal-kapal negara anggota sedangkan penangkapan ikan

diwilayah jurisdiksi negara negara lain harus memiliki izin negara bersangkutan

sesuai dengan peraturan negara tersebut. Jumlah izin harus sesuai dengan potensi

penangkapan diwilayah Konvensi dan tidak memiliki catatan IUU Fishing.

Sampai dengan tahun 2012 terdapat 430 kapal bendera Indonesia yang

telah didaftarkan pada Komisi WCPFC yang terdiri dari kapal gillnet, pole and

line, kapal pendukung, longline, dan purse seine. Dari jumlah tersebut, kapal

bendera Indonesia yang memiliki izin di atas 30 GT (izin pusat) sampai dengan

2012 berjumlah 363 kapal atau 84 persen dari jumlah kapal yang terdaftar pada

WCPFC. Komposisi kapal perjenis alat tangkap pada Gambar 12.

Page 127: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

99

Sumber : Diolah dari Data Base WCPFC dan Data Perizinan Ditjen Perikanan Tangkap

Gambar 12 Kapal Bendera Indonesia yang didaftarkan pada Komisi

WCPFC

Pengaturan pemenuhan dan standar umum operasional kapal diatur dalam

PP No. 51 Tahun 2002. Sementara aturan pengadaan kapal ikan di atur dalam

Permen KP No. Per.12/Men/2012. Menurut Pasal 50, setiap orang yang akan

mengadakan kapal penangkap ikan atau kapal pengangkut ikan untuk

dipergunakan di laut lepas, harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan tertulis

dari Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. Adapun lampiran untuk pengadaan

kapal baru, yaitu:

a. Fotokopi SIUP, yang mencantumkan wilayah penangkapan dan pengangkutan

ikan di Laut Lepas;

b. Fotokopi gambar rencana umum kapal (general arrangement), termasuk

spesifikasi alat penangkapan ikan;

c. Fotokopi gambar rencana umum kapal, termasuk spesifikasi untuk kapal

pengangkut ikan;

d. Nama perusahaan, lokasi dan negara tempat pembangunan kapal; dan

e. Surat keterangan dari galangan kapal tempat kapal akan dibangun.

69

128

76 82

8 1

23

62

182

160

2 0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

Gillnet Pole and line Support Vessel(Purse seine)

Longline Purse sein Kapal tidakspesifik

Handline

Izin Indonesia Terdaftar WCPFC

Page 128: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

100

Sementara lampiran untuk pengadaan kapal bukan baru, yaitu:

a. Fotokopi SIUP yang mencantumkan wilayah penangkapan di Laut Lepas;

b. Grosse akta;

c. Fotokopi gambar rencana umum kapal, termasuk spesifikasi alat penangkapan

ikan;

d. Fotokopi gambar rencana umum, untuk kapal pengangkut ikan;

e. Bendera kapal sebelumnya;

f. Fotokopi tanda kebangsaan kapal; dan

g. surat pernyataan bahwa kapal tidak tercantum dalam IUU Vessel List RFMO

Pengadaan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan dapat

dilakukan dari dalam negeri dan/atau luar negeri (Pasal 50 ayat 3). Lebih lanjut,

pengadaan kapal penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan yang berasal

dari dalam negeri, dapat dilakukan untuk kapal berukuran di atas 30 GT.

Sementara pengadaan kapal penangkap ikan yang berasal dari luar negeri hanya

dapat dilakukan untuk kapal berukuran di atas 100 GT. Sedangkan pengadaan

kapal pengangkut ikan yang berasal dari luar negeri hanya dapat dilakukan untuk

kapal berukuran di atas 500 GT - 1.500 GT.

Aturan pengadaan kapal ikan dapat dilakukan oleh Menteri, Gubernur dan

Bupati/Walikota. Kewenangan Menteri diberikan kepada Direktur Jenderal

Perikanan Tangkap untuk kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan

ukuran diatas 30 GT, Gubernur memberikan kewenangan persetujuan dengan

ukuran diatas 10 GT - 30 GT, dan Bupati/Walikota memberikan kewenangan

persetujuan dengan ukuran sampai dengan 10 GT (Pasal 30). Pengadaan kapal

penangkap ikan dan/atau kapal pengangkut ikan dapat dilakukan dari dalam

negeri dan/atau luar negeri dengan cara membeli, membangun, atau

memodifikasi (Pasal 31 ayat 1).

3) Laporan Tangkapan

Laporan tangkapan salah satunya melalui logbook penangkapan ikan,

dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan yang optimal

dan berkelanjutan serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan, diperlukan data

dan informasi perikanan yang akurat terkait dengan kegiatan penangkapan ikan

dalam logbook penangkapan ikan. Aturan logbook penangkapan ikan ditetapkan

Page 129: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

101

dalam Permen KP No. Per.18/Men/2010. Logbook yang ada saat ini melengkapi

sistem pendataan statistik perikanan tangkap dan kebutuhan pengkajian stock.

Informasi yang tercatat dalam logbook berupa :

a. Jumlah kapal penangkap ikan yang beroperasi (active vessel) berdasarkan ;

jenis alat penangkap ikan, ukuran kapal, pelabuhan pendaratan, pelabuhan

keberangkatan (Pelabuhan yang mengeluarkan SPB/ Port Clearance) dan

wilayah pengelolaan perikanan (WPP)

b. Jumlah hasil tangkapan yang terdiri dari ; jenis alat penangkapan ikan, jenis

ikan dan hasil tangkapan sampingan.

c. Produktivitas kapal penangkapan ikan berdasarkan jenis alat penangkapan

ikan/GT/WPP/tahun.

Pengisiaan logbook mulai di laksanakan sejak Januari 2011 pada 22

pelabuhan perikanan unit pelaksana teknis (UPT) Pusat, satu pelabuhan perikanan

swasta (Barelang) dan satu pelabuhan umum (Benoa). Jenis informasi yang

dikumpulkan antara lain adalah jenis alat penangkapan ikan, ukuran kapal,

pelabuhan pendaratan, pelabuhan keberangkatan, jenis ikan, dan hasil tangkapan

sampingan.

Berdasarkan rekapitulasi data logbook tahun 2011 tingkat kesadaran

pelaku usaha penangkapan ikan yang menangkap ikan di wilayah kewenangan

RFMO masih rendah, yakni IOTC 332 kapal atau 44,87 persen dari 740 kapal

yang terdaftar pada IOTC, CCSBT 76 kapal atau 33,48 persen dari 227 kapal

yang terdaftar pada CCSBT, dan WCPFC 41 kapal atau 31,30 persen dari 131

kapal yang terdaftar pada WCPFC. Data logbook pada UPT pusat tahun 2012

adalah disajikan pada Tabel 16.

Pelaksanaan logbook penangkapan ikan di Indonesia dihadapkan pada

beberapa permasalahan dan kendala, yaitu: (a) kurangnya sosialisasi pengisian

logbook oleh para nakhoda. (b) pengisian logbook banyak diisi oleh pengurus

perusahaan di darat, sehingga manipulasi data sangat besar, dan (c) Format

logbook penangkapan ikan dirasakan nakhoda kurang sederhana sehingga

membingungkan nakhoda dalam mengisi buku logbook.

Page 130: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

102

Tabel 16. Data Logbook pada Pelabuhan Perikanan UPT Pusat Tahun 2012

No. Pelabuhan Perikanan

Jumlah Yang Malaksanakan

Logbook Wilayah

Kewenangan

RFMO Kapal Trip

1 Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan 1.262 40.867 -

2 Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus 13 15 IOTC

3 Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam

Zachman 1.481 1.519

-

4 Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap 304 363 IOTC/CCSBT

5 Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung 1.394 2.168 IOTC

6 Pelabuhan Perikanan Samudera Kendari 413 754 WCPFC

7 Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga - - IOTC

8 Pelabuhan Perikanan Nusantara Tanjung

Pandan 24 24

WCPFC

9 Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungai Liat 707 1.118 WCPFC

10 Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu - - WCPFC

11 Pelabuhan Perikanan Nusantara

PalabuhanRatu 862 1.786

IOTC/CCSBT

12 Pelabuhan Perikanan Nusantara Kejawanan 135 135 WCPFC

13 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan 52 52 WCPFC

14 Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong - - WCPFC

15 Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi 332 477 WCPFC

16 Pelabuhan Perikanan Nusantara

Pengambengan 301 803

IOTC/CCSBT

17 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pemangkat 307 518 WCPFC

18 Pelabuhan Perikanan Nusantara Ambon 201 226 WCPFC

19 Pelabuhan Perikanan Nusantara Tual 129 142 WCPFC

20 Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate 234 489 WCPFC

21 Pelabuhan Perikanan Pantai Teluk Batang - - WCPFC

22 Pelabuhan Perikanan Pantai Kwandang 62 62 WCPFC

Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap Tahun 2012

5.2.4 Alat Penangkap Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan

Ketentuan pengaturan alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan

ikan ditetapkan melalui dua CMM yakni CMM 2008-04 tentang Tindakan

Pengelolaan dan Konservasi terhadap Jaring Insang Hanyut Skala Besar pada

Laut Lepas Area Konvensi (Conservation and Management Measure to Prohibit

the Use of Large-Scale Driftnets on the High Seas in the Convention Area), dan

CMM 2009-02 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Penutupan Rumpon

Page 131: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

103

dan Retensi Penangkapan (Conservation and Management Measure on the

Aplication of High Seas FAD Closures And Catch Retention).

1) CMM 2008-04 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi terhadap Jaring

Insang Hanyut Skala Besar pada Laut Lepas Area Konvensi (Conservation

and Management Measure to Prohibit the Use of Large-Scale Driftnets on

the High Seas in the Convention Area)

CMM 2008-04 mengadopsi Resolusi United Nations Nomor 46/215 yang

menyerukan perlunya moratorium global untuk jaring insang hanyut skala besar

karena berdampak buruk terhadap keberlanjutan ekosistem. Ketentuan ini berlaku

bagi negara anggota WCPFC di wilayah Konvensi terkecuali jika negara bendera

menangkap ikan di wilayah yurisdikasi dimana jaring insang hanyut diizinkan.

Jaring insang hanyut diatur melalui Pasal 13 dan Pasal 28 Permen KP No.

Per.02/Men/2011 yang merupakan alat penangkapan ikan bersifat pasif

dioperasikan dengan menggunakan ukuran :

a. mesh size > 1,5 inch, P tali ris < 500 m, menggunakan kapal motor berukuran

< 5 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III di WPP-

NRI 571, WPP-NRI 572, WPP-NRI 573, WPP-NRI 711, WPP-NRI 712,

WPP-NRI 713, WPP-NRI 714, WPP-NRI 715, WPP-NRI 716, WPP-NRI 717

dan WPP-NRI 718.

b. mesh size > 1,5 inch, P tali ris < 1.000 m, menggunakan kapal motor

berukuran > 5 s/d 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB,

II, dan III di WPP-NRI 571, WPP-NRI 572, WPP-NRI 573, WPP-NRI 711,

WPPNRI 712, WPP-NRI 713, WPP-NRI 714, WPP-NRI 715, WPP-NRI 716,

WPPNRI 717 dan WPP-NRI 718.

c. mesh size > 1,5 inch, P tali ris < 2.500 m, menggunakan kapal motor

berukuran > 10 s/d < 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III

di WPP-NRI 571, WPP-NRI 572, WPP-NRI 573, WPP-NRI 711, WPP-NRI

712, WPP-NRI 713, WPP-NRI 714, WPP-NRI 715, WPP-NRI 716, WPP-

NRI 717 dan WPP-NRI 718.

d. mesh size > 4 inch, P tali ris < 2.500 m, menggunakan kapal motor berukuran

> 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III di WPP-NRI 571,

Page 132: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

104

WPPNRI 572, WPP-NRI 573, WPP-NRI 711, WPP-NRI 712, WPP-NRI 713,

WPP-NRI 714, WPP-NRI 715, WPP-NRI 716, WPP-NRI 717 dan WPP-NRI

718.

Berdasarkan data perizinan Ditjen Perikanan Tangkap sampai dengan

tahun 2012 terdapat satu kapal jaring insang hanyut yang diberi izin penangkapan

ikan di ZEE Indonesia Samudera Pasifik yakni KM Ericaristine dengan ukuran

517 GT. Namun berdasarkan Record of Fishing Vessel (RVF) WCPFC kapal

tersebut telah dihapus pada daftar kapal WCPFC per tanggal 12 November 2009.

2) CMM 2009-02 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Penutupan

Rumpon dan Retensi Penangkapan (Conservation and Management Measure

on the Aplication of High Seas Fad Closures And Catch Retention)

CMM 2009-02 melengkapi dan menjadi bagian dari CMM 2008-01

tentang bigeye dan yellowfin di area WCPFC yang bertujuan untuk memastikan

implemetasi konsisten dari penutupan rumpon diarea perairan antara 200 LS

derajat dan 200 LU pada periode 1 Agustus sampai dengan 30 September.

Pengertian rumpon pada CMM 2008-01 adalah benda atau kelompok benda dari

berbagai ukuran, yang telah atau belum di gunakan/di pasang, baik hidup atau

tidak hidup, termasuk tetapi tidak terbatas pada buoys, mengapung, jaring,

anyaman, plastik, bambu, kayu dan hiu paus mengambang didalam atau dekat

permukaan air yang berasosiasinya.

Selama periode penutupan rumpon, semua kapal purse seine tanpa

observer di atas kapal wajib menghentikan kegiatan penangkapan ikan.

Sedangkan kapal penangkapan ikan yang dapat melakukan operasi penangkapan

ikan yang hanya terdapat observer diatas kapal dari Regional Observer Program

untuk memonitor kapal tersebut tidak memasang atau menangkap ikan di rumpon.

Permintaan observer dari Regional Observer Program harus memberitahukan

kepada koordinator program observer selambatnya 21 hari sebelumnya. Namun

jika tidak tersedia observer dari Regional Observer Program maka negara

bendera dapat menempatkan observer nasionalnya pada kapal tersebut.

Selama waktu penutupan rumpon, kapal purse seine hanya diperbolehkan

untuk melakukan operiasonal penangkapan berada satu mil dari rumpon. Operator

Page 133: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

105

kapal wajib melarang kapalnya untuk mengumpulkan ikan atau menggiring ikan

dengan menggunakan lampu dalam air menuju lokasi tertentu. Peralatan

pendukung rumpon seperti perlengkapan elektronik dapat diangkat selama periode

penutupan jika langsung disimpan kedalam kapal untuk dibawa ke pelabuhan.

Penutupan rumpon pada periode Agustus – September akan sangat

berpengaruh kepada hasil tangkapan purse seine. Jika mengacu pada data

pendaratan kapal purse seine pada Agustus- September 2012 setidaknya potensi

nelayan purse seine untuk tidak dapat menangkap skipjack 4.588,33 ton, bigeye

16,19 ton dan yellowfin 393,26 ton (Gambar 12). Besarnya potensi kerugian

tersebut dapat diatasi jika pemerintah segera merekrut tenaga observer untuk

ditempatkan pada kapal-kapal purse seine yang menangkap ikan diwilayah

Konvensi.

Sumber : Diolah dari Data Logbook Penangkapan Ikan PPS Bitung Tahun 2012

Gambar 13 Data Pendaratan Hasil Tangkapan Purse Seine Periode Juli –

November 2012

Penggunaan alat bantu penangkapan rumpon telah lama dikenal oleh

nelayan Kota Bitung yang menangkap ikan di Laut Sulawesi dan Samudera

Pasifik. Rumpon pada Permen KP Nomor Per.02/Men/2011 di defenisikan

sebagai alat bantu untuk mengumpulkan ikan dengan menggunakan berbagai

Juli Agustus September Oktober November

Skipjack 2,044.72 2,386.65 2,201.67 2,513.24 2,416.86

Bigeye 6.84 7.15 9.04 2.11

Yellowfin 393.26 544.07 294.02 289.78 512.13

0.00

500.00

1,000.00

1,500.00

2,000.00

2,500.00

3,000.00

Jum

lah

Tan

gkap

an (

ton

)

PERIODE PENUTUP PURSE SEINE

Page 134: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

106

bentuk dan jenis pemikat/atraktor dari benda padat yang berfungsi untuk memikat

ikan agar berkumpul.

Penggunaan rumpon di Kota Bitung umumnya menjadi satu paket dengan

kapal purse seine dan kapal lampu. Satu paket armada purse seine biasanya terdiri

dari 3-4 kapal angkut (carrier vessel), satu kapal penangkapan dan 3-4 kapal

lampu. Operasional penangkapan dapat dilakukan 1-2 kali penangkapan setiap

malam dengan satu trip 60-90 hari.

Alat bantu penangkapan ikan rumpon sangat membantu efesiensi usaha

penangkapan ikan di Kota Bitung, karena keberadaan rumpon menjadikan

penangkapan ikan menjadi lebih fokus dan berkurangnya waktu operasional

penangkapan ikan yang biasanya tanpa menggunakan rumpon bisa memakan

waktu pengejaran 4-6 jam perhari. Oleh karena itu, penggunaan alat bantu rumpon

dapat membantu nelayan untuk menekan biaya bahan bakar minyak (BBM).

Jenis rumpon yang berkembang di perairan Sulawesi Utara umumnya

adalah rumpon laut dalam yang ditempatkan pada kedalaman 200 m. Jenis

rumpon ini telah lama di kembangkan oleh nelayan Sulawesi dengan sebutan

Rompong yang dilengkapi rakit dengan kamar perangkap ikan yang berfungsi

sebagai bubu apung (floating traps).

Gambar 14 Kapal Purse Seine (A), Rumpon (B) dan Ponton (C) di Kota Bitung

Berdasarkan rekomendasi Ditjen Perikanan Tangkap, pada tahun 2001-

2009 telah direkomendasi izin rumpon pada perairan ZEE Indonesia di Laut

Sulawesi dan Samudera Pasifik sejumlah 284 titik rumpon. Jumlah tersebut akan

bertambah jika termasuk rumpon izin pemerintah daerah. Peta rekomendasi

rumpon pada peraiaran ZEE Indonesia Laut Sulawsi dan Samudera Pasifik dapat

dilihat pada gambar 14.

A B C

Page 135: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

107

Sejak tahun 2010 pemberian izin rumpon dihentikan sementara untuk

seluruh perairan ZEE Indonesia melalui Keputusan Dirjen Perikanan Tangkap

Nomor KEP.08/DJPT/2010. Keputusan ini mengatur pemberhentian sementara

pemberian izin bagi usaha baru alat penangkapan ikan dan alat bantu

penangkapan ikan tertentu. Peraturan ini terkait dengan penutupan purse seine

Pelagis Besar (diatas 200GT) untuk semua daerah penangkapan dan rumpon

semua ZEE Indonesia.

Sumber : Diolah dari data izin rumpon pusat tahun

Gambar 15 Peta Rumpon Izin Pusat Tahun 2001 – 2009

Penggunaan rumpon sebenar telah menjadi permasalahan dalam

pengelolaan perikanan tangkap di Sulawesi Utara karena banyak rumpon yang

tidak memiliki izin dan penempatannya tidak sesuai peraturan dan kepemilikan

rumpon oleh nelayan Philipina yang menggunakan pumpboat.

Pumpboat rata-rata berukuran 5 – 10 GT dengan mesin 60-100 PK yang

menggunakan alat tangkap handline dengan lama operasi 10 hari. Satu unit kapal

pumpboat membawa 5-14 perahu kecil dengan mesin 5-10 PK yang merupakan

sebagai armada semut. Kepemilikan pumpboat sebagian besar dimiliki oleh warga

negara Philipina yang memanfaatkan kesamaan budaya dengan masyarakat

Page 136: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

108

Kepulauan Sangihe Talaud. Keberadaan pumpboat telah menjadi ancaman

pemanfaatan sumberdaya tuna dan terindikasi bahwa hal ini didorong oleh

keinginan Philipina untuk menjadikan peraiaran Laut Sulawesi menjadi

traditional fishing right nelayan philipinna.

Disamping hal tersebut, keberadaan pumpboat dianggap illegal karena

banyak yang tidak memiliki izin penangkapan ikan dan memiliki izin ganda dari

beberapa kabupaten. Berdasarkan data yang dikumpulkan pada Pertemuan

Pengelolaan Pumpboat pada tanggal 28 Mei 2010 di Manado terdata 457 unit

pumpboat diperairan Indonesia yang memiliki izin dari Kota Bitung 289 unit,

Kota Ternate 50 unit, Kabupaten Halmahera Utara 50 unit dan Halmahera Tengah

58 unit.

Terkait dengan Ketentuan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu

Penangkapan Ikan yang ditetapkan melalui CMM 2008-04 dan CMM 2009-02

telah diatur Permen KP No. Per.02/Men/2011 tentang jalur penangkapan ikan dan

alat bantu penangkapan ikan. Tujuan Peraturan Menteri ini adalah untuk

mewujudkan pemanfaatan sumberdaya ikan yang bertanggungjawab optimal dan

berkelanjutan serta mengurangi konflik pemanfaatan sumber daya ikan

berdasarkan prinsip pengelolaan sumber daya ikan. Menurut Peraturan Menteri

ini, jalur penangkapan ikan di WPP-NRI terdiri dari:

a. Jalur penangkapan ikan I, terdiri dari: (1) jalur penangkapan ikan IA, meliputi

perairan pantai sampai dengan 2 mil laut yang diukur dari permukaan air laut

pada surut terendah, dan (2) Jalur penangkapan ikan IB, meliputi perairan

pantai di luar 2 mil laut sampai dengan 4 mil laut.

b. Jalur penangkapan ikan II, meliputi perairan di luar jalur penangkapan ikan I

sampai dengan 12 mil laut diukur dari permukaan air laut pada surut terendah.

c. Jalur penangkapan ikan III, meliputi ZEEI dan perairan di luar jalur

penangkapan ikan II.

Peraturan Menteri ini mulai berlaku tanggal 1 Februari 2012 sesuai dengan

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.08/MEN/2011 tentang

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.02/Men/2011 tentang

Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu

Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Page 137: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

109

Sementara itu, dalam Permen KP No. Per.05/Men/2012 disebutkan bahwa

pemberlakuan beberapa Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan

mulai berlaku tanggal 1 Februari 2013. Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu

Penangkapan Ikan tersebut, yaitu:

a. Pukat cincin pelagis kecil dengan satu kapal dengan alat bantu penangkapan

ikan (ABPI) berupa rumpon dan lampu sebagaimana diatur dalam Pasal 22

ayat (1);

b. Lampara dasar sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (7);

c. Pukat hela dasar berpapan (otter trawls) sebagaimana diatur dalam Pasal 24

ayat (2);

d. Pukat hela pertengahan udang (shrimp trawls) sebagaimana diatur dalam Pasal

24 ayat (8);

e. Bagan berperahu dengan ABPI berupa lampu sebagaimana diatur dalam Pasal

26 ayat (2);

f. Pukat labuh (long bag set net) sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (4);

g. Muro ami sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (11); dan

h. Rawai dasar (set longlines) sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (7);

Khusus pengaturan rumpon pada Permen KP No. Per.02/Men/2011 belum

diatur lebih rinci dan diamanatkan akan diatur menjadi peraturan menteri sendiri.

Oleh karena itu seharusnya peraturan menteri terkait dengan rumpon segera

ditetapkan sehingga pengelolaan rumpon dapat dilakukan dengan baik. Sebelum

Permen KP No. Per.02/Men/2011 terbit telah terdapat Keputusan Menteri

Kelautan dan Perikanan No Kep.30/Men/2004 tentang Pemasangan dan

Pemanfatan Rumpon. Dalam Kepmen ini diatur mekanisme pemberian izin

rumpon dari tingkat pusat hingga daerah dan penempatan rumpon yang

memerhatikan habitat, jalur ruaya, kawasan lindung, Alur Layar Kepulauan

Indonesia (ALKI), jalur navigasi pelayaran dan batas wilayah.

Page 138: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

110

5.2.5 Pengelolaan Tangkapan Utama

Berdasarkan pelaporan statistik WCPFC dari jumlah tersebut di atas hanya

terdapat delapan spesies yang menjadi spesies target utama di wilayah Konvensi

WCPFC. Sedangkan yang menjadi target sasaran oleh kapal Indonesia di wilayah

Konvensi WCPFC yakni lima spesies yakni bigeye, yellowfin, skipjack, swordfish,

dan striped marlin. Sedangkan albacore ditangkap diluar wilayah Konvensi yakni

di Samudera Hindia dan Laut Timor, dan dua spesies lainnya yakni black marlin

dan blue marlin tidak tertangkap oleh kapal bendera Indonesia.

Berdasarkan data statistik WCPFC pada tahun 2002-2011, spesies

tangkapan utama Indonesia didominasi oleh (1) skipjack dengan rata-rata

tangkapan pertahun sebesar 224.384 ton atau meningkat setiap tahun sebesar 3,34

persen, (2) yellowfin dengan rata-rata tangkapan pertahun 70.806 ton atau

meningkat setiap tahun sebesar 3,42 persen, dan (3) bigeye dengan rata-rata

tangkapan pertahun 14.071 ton atau meningkat setiap tahun sebesar 4,03 persen.

Sedangkan untuk swordfish dan kelompok marlin sangat sedikit tertangkap karena

umumnya ikut tertangkap pada alat tangkap longline dan purse seine. Data rinci

tangkapan tuna Indonesia per spesies terdapat pada Gambar 16.

Sumber : Diolah Data Base WCPFC

Gambar 16 Tangkapan dari Kapal Bendera Indonesia pada Wilayah Konvensi

pada tahun 2002 – 2011

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Swordfish 253 392 577 583 657 633 627 658 644 644 644

Striped Marlin 88 138 203 205 232 223 221 232 227 227 227

Blue Marlin 545 799 1,135 1,146 1,605 1,431 1,512 1,441 1,383 1,408 1,478

Black Marlin 164 240 341 344 652 480 430 489 413 420 557

Yellowfin 68,779 73,106 72,692 82,157 59,450 51,040 62,842 58,353 80,669 64,155 103,595

Skipjack 173,265 173,336 163,583 191,653 173,203 218,310 243,118 255,917 279,985 273,637 270,100

Bigeye 10,395 10,922 10,959 12,318 12,147 14,717 13,532 18,002 18,052 13,472 16,584

-

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000

400,000

450,000

Ton

Page 139: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

111

Berdasarkan daerah penangkapan yang diolah dari data logbook

penangkapan ikan PPS Bitung dan PPN Ternate tahun 2012, tangkapan Indonesia

masih berada di dalam perairan Indonesia. Spesies bigeye umumnya tertangkap di

Laut Maluku diatas Kepuluan Sula. Sedangkan yellowfin tertangkap merata di

Laut Sulawesi terutama antara perairan Kota Bitung dan Kepulauan Sangihe,

disekitar Laut Seram dan Laut Halmahera. Sedangkan untuk skipjack banyak

tertangkap pada Laut Sulawesi dan Laut Maluku. Daerah penangkapan ikan

berdasarkan analisa logbook di sajikan pada Gambar 16.

Sumber : Diolah Data Logbook Penangkapan Ikan

Gambar 16 Peta Daerah Penangkapan Kapal Indonesia Berdasarkan Jenis Ikan

Keragaan spesies yang menjadi tangkapan utama kapal bendera Indonesia

di wilayah Konvensi adalah sebagai berikut :

1) Bigeye (Thunnus obesus)

Pengaturan bigeye dan yellowfin tuna ditetapkan melalui CMM 2008-

01 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Tuna Bigeye dan Tuna

Yellowfin di WCPFC (Conservation and Management Measure for Big-eye and

Yellowfin Tuna in the WCPFC) dan diperpanjang melalui CMM 2011-01 tentang

Page 140: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

112

Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Untuk Perpanjangan Sementara CMM

2008-01 (Conservation and Management Measure for Temporary Extension of

CMM 2008-01). Pengaturan bertujuan untuk mengurangi tingkat kematian akibat

upaya penangkapan kedua spesies ini terutama kematian juvenile akibat

penggunaan alat tangkap purse seine dengan alat bantu rumpon. Penutupan

berlaku pada periode 1 Agustus – 30 September antara tahun 2009 – 2012 yang

selanjutnya diperpanjang melalui CMM 2011-01. Namun ketentuan ini tidak

berlaku jika kapal tersebut terdapat observer yang dilaporkan ke Komisi.

Berdasarkan data logbook penangkapan ikan PPS Bitung pada periode

Agustus – September 2012 (Gambar 12), jumlah tangkapan bigeye sebesar 16,19

ton dan yellowfin sebesar 838,09 ton. Jika hasil tangkapan tersebut dikalikan

dengan Harga Patokan Ikan (HPI) tahun 2011 sesuai dengan Peraturan Menteri

Perdagangan No: 13/M-DAG/PER/5/2011, untuk bigeye dengan HPI Rp.9000/kg

maka nilai ekonominya sebesar Rp.129.480.000,- dan yellowfin dengan HPI

Rp.18.400/kg maka nilai ekonominya mencapai Rp.15.420.837.600,-. Total nilai

ekonomi dari kedua spesies tersebut pada periode Agustus – September 2012

sebesar Rp.15.550.317.600,-.Nilai ekonomi akibat penutupan rumpon di wilayah

Konvensi untuk kedua spesies tersebut sangat besar bagi nelayan yang

mendaratkan ikan di PPS Bitung. Oleh karena itu, sudah seharusnya Indonesia

mengantisipasi hal tersebut dengan segara mengangkat obsever untuk ditempatkan

pada kapal-kapal Indonesia yang menangkap di wilayah Konvensi terutama pada

saat penutupan penggunaan rumpon. Dampak ekonomi terutama untuk tangkapan

juvenile bigeye dan yellowfin akan dibahas pada sub-bab berikutnya.

Berdasarkan data statistik WCPFC, jumlah tangkapan bigeye di wilayah

Konvensi 149.356 ton atau meningkat 0,71 persen pertahun. Indonesia memiliki

peran penting terhadap tangkapan bigeye di wilayah Konvensi, karena kontribusi

tangkapan kapal-kapal Indonesia setiap tahun mencapai 9,68 % dan laju

peningkatan tangkapan bigeye kapal-kapal Indonesia yang lebih besar yakni 6,17

persen pertahun, angka tersebut jauh kebih tinggi dari laju peningkatan bigeye di

wilayah Konvensi.

Kajian sediaan bigeye yang di lakukan oleh WCPFC Scientific Committe

antara tahun 2005 – 2009 mengindikasikan telah terjadi penuruan sediaan bigeye

Page 141: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

113

tuna. Oleh karena itu, setiap negara diminta untuk mengurangi jumlah tangkapan

secara bertahap dari kondisi tahun 2004 yakni 10 persen tahun 2009, 20 persen

tahun 2010 dan 30 persen tahun 2011. Dalam upaya membatasi tangkapan bigeye

tuna WCPFC telah menetapkan catch limit untuk bigeye tuna Indonesia sejak

tahun 2009 sebesar 7.572 ton, tahun 2010 sebesar 6.730 ton, dan tahun 2011 dan

2012 masing-masing sebesar 5.889 ton. Grafik tangkapan bigeye terdapat pada

Gambar 17.

Dibandingkan dengan trend jumlah tangkapan bigeye kapal-kapal

Indonesia menunjukkan arah peningkatkan yang seharusnya sesuai dengan

ketentuan tersebut harus turun dan melampaui batas tangkapan yang telah

ditetapkan setiap tahun. Posisi Indonesia juga semakin sulit, karena berdasarkan

Scientific Committe tahun 2009 menyimpulkan bahwa tangkapan domestik dari

longline Indonesia berkontribusi menyebabkan turun sediaan bigeye tuna di

wilayah Konvensi.

Sumber : Diolah Data Base WCPFC

Gambar 18 Tangkapan Bigeye Indonesia dan WCPFC Tahun 2002- 2010

2) Yellowfin (Thunnus albacares)

Pengaturan yellowfin ditetapkan bersamaan dengan ketentuan pengaturan

bigeye yakni melalui CMM 2008-01 yang kemudian diperpanjang melalui CMM

2011-01. Trend penangkapan yellowfin pada wilayah WCPFC selama tahun 2002-

2011 rata-rata meningkat 70.550 ton pertahun atau meningkat 1,96 persen setiap

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

WCPFC 161,404 131,694 173,576 146,802 159,816 143,006 152,024 153,750 130,014 153,521

Indonesia 10,922 10,959 12,318 12,147 14,717 13,532 18,002 18,052 13,472 16,584

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

160,000

180,000

200,000

Ton

Page 142: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

114

tahun. Sama halnya dengan bigeye, kapal-kapal Indonesia memiliki peran penting

dalam laju penangkapan yellowfin. Setiap tahun kontribusi rata-rata Indonesia

sebesar 13,74 persen. Grafik Tangkapan yellowfin terdapat pada Gambar 19.

Berdasarkan laporan Fith Regular Session Scientific Committe pada tahun

2009, Scientific Committe merekomendasikan bahwa yellowfin telah berada pada

tingkat fully exploited. Salah satu penyebabnya adalah besarnya jumlah tangkapan

juvenile yellowfin oleh kapal purse seine yang menggunakan alat bantu rumpon

sehingga terjadinya penurunan populasi.

Sumber : Diolah dari Data Base WCPFC

Gambar 19 Tangkapan Yellowfin Indonesia dan WCPFC Tahun 2002- 2010

3) Skipjack (Katsuwonus pelamis)

Berbeda dengan spesies bigeye dan yellowfin yang telah menjadi ketentuan

sebagai spesies utama dalam pengelolaan pada WCPFC, skipjack belum diatur

secara khusus dalam suatu ketentuan. Namun demikian akibat penutupan rumpon

pada Agustus – September akan sangat berpengaruh terhadap pendapatan nelayan

karena sebagian besar tangkapan purse seine adalah skipjack. Data logbook

penangkapan ikan PPS Bitung tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah tangkapan

skipjack sebesar 4.588 ton atau jika dikalikan dengan HPI tahun 2011 sebesar

Rp.8.800 per kg maka nilai ekonominya sebesar Rp. 40.377.268.000,-.

Jumlah tangkapan skipjack di wilayah Konvensi WCPFC pada tahun

2002- 2011 mengalami peningkatan rata-rata setiap sebesar 1.522.730 ton atau

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

WCPFC 471,37 512,22 503,76 561,56 486,06 507,81 573,15 506,87 541,82 476,84

Indonesia 73,106 72,692 82,157 59,450 51,040 62,842 58,353 80,669 64,155 103,59

-

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

Ton

Page 143: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

115

setiap tahun meningkat sebesar 2,89 persen .Sedangkan kontribusi Indonesia pada

tangkapan skipjack adalah sebesar 15 persen (Gambar 20).

Sumber : Diolah Data Base WCPFC

Gambar 20 Tangkapan Skipjack Indonesia dan WCPFC Tahun 2002- 2010

4) Swordfish (Xiphias gladius)

Pengaturan Swordfish ditetapkan melalui CMM 2009-03 tentang

Tindakan Pengelolan dan Konservasi Swordfish (Conservation and Management

for Swordfish) yang betujuan melindungi kepentingan SIDS yang perekonomiaan

sangat bergantung pada perikanan swordfish. Berdasarkan kajian Widodo tahun

2010 swordfish dan kelompok marlin oleh kapal-kapal bendera Indonesia di

Samudera Pasifik tidak termasuk tangkapan utama. Oleh karena itu jumlah

tangkapannya relatif kecil dibanding kelompok tuna.

Rata-rata jumlah tangkapan swordfish pada tahun 2002-2011 di wilayah

Konvensi meningkat sebesar 12.972 ton pertahun dengan peningkatan setiap

tahun sebesar 4,95 persen. Kontribusi Indonesia terhadap tangkapan swordfish

rata-rata setiap tahunnya adalah 4,94 persen (Gambar 20).

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

WCPFC 1,220, 1,220, 1,308, 1,378, 1,481, 1,646, 1,645, 1,794, 1,678, 1,550,

Indonesia 173,33 163,58 191,65 173,20 218,31 243,11 255,91 279,98 273,63 270,10

-

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

To

n

Page 144: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

116

Sumber : Diolah Data Base WCPFC

Gambar 21 Tangkapan Swordfish Indonesia dan WCPFC Tahun 2002- 2010

5) Kelompok marlin

Jenis marlin yang terdata dalam statistik WCPFC sejumlah tiga jenis yakni

black marlin (Makaira indica), Blue marlin (Makaira nigricans) dan Striped

marlin (Tetrapturus audax). Namun dari ketiga spesies tersebut yang telah diatur

melalui CMM hanya Striped marlin melalui ketentuan CMM 2010-01 tentang

Tindakan Pengelolaan dan Konservasi North Pacific Striped Marlin

(Conservation and Management Measure for North Pacific Striped Marlin).

CMM ini bertujuan untuk mengurangi laju tangkapan secara bertahap dengan

jumlah tangkapan mulai per 1 Januari 2012 sebesar 80 persen dari jumlah

tangkapan tahun 2000-2003. Disamping itu berdasarkan laporan International

Scientific Committee for Tuna and Tuna-like Species in the North Pacific Ocean

(ISC) menyatkan bahwa sediaan North Pacific Striped Marlin mulai terancam dan

sediaan mulai berkurang dari tahun 2003.

Jumlah tangkapan striped marlin WCPFC pada periode tahun 2002-2011

meningkat sebesar 3.840 ton pertahun atau meningkat sebesar 1,86 persen setiap

tahun. Kontribusi Indonesia terhadap tangkapan striped marlin setiap tahun

mencapai 6,58 persen (Gambar 22).

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

WCPFC 11,090 13,826 12,676 12,226 13,025 14,003 13,414 12,544 11,396 12,021

Indonesia 392 577 583 657 633 627 658 644 644 644

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

To

n

Page 145: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

117

Sumber : Diolah Data Base WCPFC

Gambar 22 Tangkapan striped marlin Indonesia dan WCPFC Tahun 2002- 2010

Kepedulian pengelolaan perikanan Indonesia di laut lepas dituangkan

dalam UU No. 31 Tahun 2004. Menurut Pasal 10 ayat (1), untuk kepentingan

kerja sama internasional, Pemerintah: (a) dapat memublikasikan secara berkala

hal-hal yang berkenaan dengan langkah konservasi dan pengelolaan sumber daya

ikan; (b) bekerja sama dengan negara tetangga atau dengan negara lain dalam

rangka konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan di laut lepas, laut lepas yang

bersifat tertutup, atau semi tertutup dan wilayah kantong; (c) memberitahukan

serta menyampaikan bukti-bukti terkait kepada negara bendera asal kapal yang

dicurigai melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan hambatan dalam

konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan.

5.2.6 Pengelolaan Tangkapan Sampingan

Dalam ketentuan WCPFC terdapat tiga kelompok spesies yang dimasukan

dalam kelompok tangkapan sampingan (bycatch) yakni hiu, penyu dan burung

laut. Tangkapan sampingan ketiga jenis tersebut diatur melalui CMM 2004-04

Resolusi Tindakan Pengelolaan dan Konservasi (Resolution on Conservation and

Management Measures) merupakan tindaklanjut dari Pasal 5 Konvensi WCPFC

yang mengatur perlunya tindakan mitigasi akibat tangkapan tangkapan sampingan

untuk spesies hiu, penyu dan burung laut.

Tangkapan sampingan diartikan sebagai ikan hasil tangkapan non target

pada suatu perikanan tertentu (Pauly, 1984; Alverson et al 1994). Pada alat

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

WCPFC 4,380 4,660 4,660 4,220 4,124 3,405 4,107 3,233 2,791 3,358

Indonesia 138 203 205 232 223 221 232 227 227 227

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

To

n

Page 146: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

118

tangkap longline, jenis-jenis hiu , sering tertangkap sebagai tangkapan sampingan.

Khusus Indonesia yang berada pada perairan tropis tangkapan sampingan lebih

banyak pada hiu dan penyu sedangkan burung laut lebih banyak terjadi pada

perairan sub-tropis.

1) Hiu

Konservasi dan pengelolaan hiu ditetapkan melalui CMM 2010-07

tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Hiu (Conservation and

Management Measure for Sharks). Salah satu pertimbangan penetapan CMM

2010-07 dikarenakan beberapa jenis hiu telah masuk dalam Appendix II CITES

yakni basking shark and great white shark.

Dalam rangka implementasi IPOA Conservation and Management of

Sharks perlu negara anggota FAO segera mengadopsi dalam National Plan of

Action (NPOA) untuk meminimalkan tangkap yang tidak termanfaatkan dan

mendorong pelepasan jika tertangkap.

Ketentuan pengaturan hiu ditetapkan melalui CMM 2011-04 tentang

Tindakan Pengelolaan dan Konservasi untuk Oceanic Whitetip Shark

(Conservation and Management Measure for Oceanic Whitetip Shark).

Berdasarkan kajian Komite Ilmiah WCPFC mengindikasikan telah terjadi

penurunan sediaan Oceanic Whitetip Shark (Carcharhinus Longimanus) akibat

penangkapan longline dan puirse seine di wilayah WCPFC. Member, Cooperating

Non Member dan Participating Territories pada ketentuan ini melarang kapal

bendera negarannya untuk melakukan transhipment, penyimpanan atau

mendaratkan Oceanic Whitetip Shark secara utuh atau sebagian. CMM ini berlaku

mulai 1 Januari 2013.

Hasil penelitian hiu di Indonesia menyimpulkan bahwa di perairan

Indonesia sekurang-kurangnya terdapat sekitar 137 jenis hiu dan pari : 76 spesies

hiu dan 61 spesies pari. Dari 76 spesies hiu yang dimanfaatkan di Indonesia tidak

termasuk spesies Carcharodon megalodon (white shark) yang sampai saat ini

belum pernah tertangkap sebagai komoditas perikanan cucut. Di perairan

Samudera Pasifik jenis hiu yang banyak tertangkap oleh longline adalah pari

manta (manta birostris) yang merupakan salah satu spesies ikan tebesar di dunia.

Page 147: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

119

Tankapan hiu merupakan kegiatan sampingan dari kegiatan perikanan

longline, gillnet, fish net dan trammel net. Aktivitas perikanan ini ditemukan

hampir di seluruh wilayah perairan Indonesia. Hasil tangkapan cucut

dimanfaatkan oleh nelayan sebagai hasil tambahan perikanan dalam berbagai

bentuk komoditas : bahan makanan olahan (diasin), produk ekspor dari sirip

cucut, kulitnya sebagai bahan berbagai bentuk asesoris (tas, sepatu, dompet dll)

untuk kebutuhan dalam negeri, tulang belakang dipasarkan sebagai bahan obat

kanker dan organ dalam (hati) terutama dari jenis cucut botol (Squalidae) dapat

menghasilkan minyak.

Berdasarkan data Statitik WPP Perikanan Tangkap tahun 2007 – 2011,

jenis hiu dominan yang tertangkap di WPP 716 (Laut Sulawesi dan Sebelah Utara

Pulau Halmahera) dan WPP 717 (Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik)

adalah requiem sharks (hiu lanyam). Rata-rata tangkapan requiem sharks sebesar

57,71 persen dari jumlah tangkapan hiu, terutama antara tahun 2008-2011

(Gambar 22).

Sumber : Diolah Data Statistik Perikanan Tangkap per WPP tahun 2012

Gambar 22 Jumlah Tangkapan Hiu di WPP 716 dan 717

2007 2008 2009 2010 2011

Whitespotted wedgefishes 301 19 157 161

Stingrays 84 244 330 213 217

Requiem sharks 74 736 726 723 740

Thresher sharks 1,028 226 344 373

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

Ton

Page 148: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

120

2) Penyu

Tangkapan sampingan penyu ditetapkan melalui CMM 2008-03 tentang

Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Penyu (Conservation And Management of

Sea Turtles) yang merupakan adopsi Pedoman FAO tahun 2005 untuk

mengurangi angka kematian penyu dalam operasi penangkapan ikan. Terdapat

lima jenis penyu di wilayah konvensi yang tertangkap pada alat tangkap longline

yakni, Green turtle, Loggerhead, Leatherback, Hawksbill dan Olive ridley.

Berdasarkan pasal 5 dan 10 Konvensi, Komisi mendesak semua negara

anggota unruk mengimplementasikan Pedoman Penangkapan Alat Tangkap Purse

Seine di wilayah perairan nasional dan di area Konvensi. Pada kondisi penyu

tertangkap dengan tidak sengaja maka awak kapal perlu melakukan upaya

pelepasan dan memastikan penyu tersebut dalam kondisi selamat. Kelima jenis

penyu tersebut terdapat di perairan Indonesia yang telah dilindungi melalui

Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan

Ekosistemnya dengan aturan pelaksanaannya Peraturan Pemerintah No. 7 tahun

1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Sebagaimana pengelolaan tangkapan utama, pengelolaan tangkapan

sampingan di laut lepas mengacu pada Pasal 10 ayat (1) UU No. 31 Tahun 2004.

Ketentuan tersebut dikuatkan dengan UU No. 21 Tahun 2009, yaitu pelaksanaan

Pasal 8 mengenai kerja sama untuk konservasi dan pengelolaan. Aturan lebih rinci

mengenai pengelolaan tangkapan sampingan dituangkan dalam Permen KP No.

Per.12/Men/2012. Pada Bab X bagian kesatu mengenai hasil tangkapan

sampingan (bycatch) yang secara ekologi terkait dengan (ecologically related

species) perikanan tuna. Menurut Pasal 39, setiap kapal penangkap ikan yang

melakukan penangkapan ikan di laut lepas yang memperoleh hasil tangkapan

sampingan (bycatch) yang secara ekologis terkait dengan (ecologically related

species) perikanan tuna berupa hiu, burung laut, penyu laut, mamalia laut

termasuk paus, dan hiu monyet wajib melakukan tindakan konservasi. Hasil

tangkapan sampingan yang secara ekologis terkait dengan perikanan tuna berupa

hiu dengan ketentuan bukan hiu juvenile dan hiu dalam kondisi hamil, dan harus

didaratkan secara utuh (Pasal 40 ayat 1).

Page 149: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

121

Sementara itu, hasil tangkapan sampingan yang secara ekologis terkait

dengan perikanan tuna berupa burung laut pada wilayah 25 derajat lintang ke

arah selatan wajib menerapkan tindakan mitigasi yang efektif untuk menghindari

tertangkapnya burung laut (Pasal 41 ayat 1). Lebih lanjut, Pasal 41 ayat (2)

menyebutkan bahwa tindakan mitigasi tersebut terdiri dari: (a) setting di malam

hari dengan pencahayaan minimum di atas dek kapal; (b) menggunakan tali

pengusir burung (tori line); (c) menggunakan pemberat untuk branch line agar

umpan cepat tenggelam; (d) umpan cumi diberikan warna biru; (e) kendalikan sisa

debit/limbah; dan (f) penggunaan alat pelempar tali.

Menurut Pasal Pasal 42 ayat (1), setiap penangkapan ikan di laut lepas

yang tanpa sengaja tertangkap burung laut, penyu laut, dan/atau mamalia laut

termasuk paus harus dilepaskan dalam keadaan hidup. Dalam hal burung laut,

penyu laut, dan/atau mamalia laut termasuk paus yang tanpa sengaja tertangkap

dalam keadaan mati, nakhoda harus melaporkan kepada kepala pelabuhan

pangkalan untuk dibuat surat keterangan guna dilaporkan kepada Direktur

Jenderal Perikanan Tangkap (Pasal 42 ayat 2).

Sementara itu, hasil tangkapan sampingan yang yang secara ekologis

terkait dengan perikanan tuna berupa hiu monyet dengan ketentuan harus

dilepaskan dalam keadaan hidup, sedangkan dalam hal hiu monyet yang tanpa

sengaja tertangkap dalam keadaan mati, nakhoda harus melaporkan kepada kepala

pelabuhan pangkalan untuk dibuat surat keterangan guna dilaporkan kepada

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. Selanjutnya ditambahkan bahwa setiap

kapal penangkap ikan yang menangkap, memindahkan, mendaratkan,

menyimpan, dan/atau menjual hiu monyet (thresher sharks) dari semua family

Alopiidae baik utuh maupun bagiannya dikenakan sanksi IUU Fishing (Pasal

43).

Aturan lain terkait tangkapan sampingan ditetapkan dalam Permen KP No.

Per.40/Men/2012. Pasal 73 menyebutkan, bahwa setiap kapal penangkap ikan

yang memiliki SIPI di WPP-NRI wajib melakukan tindakan konservasi

terhadap jenis spesies tertentu yang terkait secara ekologi dengan tuna, yang

ditetapkan oleh RFMO.

Page 150: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

122

Khusus tentang pengelolaan hiu, Indonesia atas bantuan SEAFDEC sejak

tahun 2004 telah menyusun National Plan of Action (NPOA) Shark Management

namun hingga saat ini rencana aksi tersebut belum ditetapkan menjadi peraturan

menteri.

5.2.7 Program Observer dan Inspeksi Kapal

Ketentuan observer di WCPFC di tetapkan melalui empat CMM. Pertama,

CMM 2006-07 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Program Observer

Regional (Conservation and Management Measure for the Regional Observer

Programme). CMM 2006-07 merupakan pelaksanaan dari Pasal 28 Konvensi,

yaitu Komisi wajib mengembangkan suatu program pengamat regional untuk

mengumpulkan data hasil tangkapan yang terverifikasi, data ilmiah lain dan

informasi tambahan terkait dengan perikanan dari Wilayah Konvensi dan untuk

memantau pelaksanaan langkah-langkah konservasi dan pengelolaan yang telah

diterima oleh Komisi. Oleh karena itu, dengan mengadopsi ketentuan Pasal 10

Konvensi tentang Fungsi Komisi, maka Komisi menetapkan prosedur untuk

mengembangkan Program Observer Regional.

Kedua, CMM 2006-08 tentang Komisi Prosedur Pemeriksaan dan Menaiki

Kapal (WCPFC Commission Boarding and Inspection Procedures ). CMM 2006-

08 adalah implementasi Pasal 26/Lampiran III dan Pasal 6 (2) Konvensi yang

bertujuan untuk memastikan kepatuhan terhadap prosedur mengenai pemeriksaan

dan menaiki kapal serta tindakan konservasi dan pengelolaan. Pelaksanaan

prosedur harus memperhitungkan kehadiran inspektur dalam kapal, frekuensi, dan

hasil pemeriksaan sebelumnya. Kapal-kapal yang menjadi prioritas pemeriksaan

adalah; (1) kapal yang tidak terdata pada daftar kapal yang diizin WCPFC tetapi

berbendera negara anggota komisi, (2) kapal yang tidak di periksa langsung oleh

negara bendera, (3) kapal penangkapan ikan yang tidak terdapat observer, (4)

kapal perikanan tuna skala besar, (5) kapal yang pernah melanggar langkah-

langkah konservasi dan pengelolaan sesuai dengan hukum internasional dan

nasional.

Ketiga, CMM 2007-01 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi

Program Observer Regional (Conservation and Management Measure for the

Page 151: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

123

Regional Observer Programme). Program Observer Regional bertujuan untuk

pengumpulan data hasil tangkapan, pemantauan pada pelaksanaan CMMs, dan

mengumpulkan informasi tambahan yang terkait dengan perikanan. Sekretariat

wajib mengkoordinasikan program dan kuasa kepada penyedia observer pada

Program Observer Regional. Pengembangan panduan observer oleh komisi harus

mencakup : (1) hak dan tanggung jawab observer, (2) hak dan tanggung jawab

operator kapal, kapten, dan awak buah kapal, dan (3) jadwal Pelaksanaan.

Keempat, CMM 2011-06 tentang Tindakan Konservasi dan Pengelolaan

untuk Skema Kapatuhan dan Pemantauan (Conservation and Management

Measure for Compliance Monitoring Scheme) . CMM 2011-06 bertujuan untuk

melakukan pemantauan kepatuhan Konvensi WCPFC. Setiap tahun Komisi akan

mengevaluasi kepatuhan CCMs selama tahun sebelumnya berupa data: (1)

menangkap dan batas upaya untuk spesies target, (2) menangkap dan pelaporan

upaya untuk spesies target, (3) penutupan spasial dan temporal, dan pembatasan

pada penggunaan perangkat ikan, (4) pengamat dan cakupan VMS, dan (5)

penyediaan data ilmiah melalui laporan tahunan dan laporan ilmiah

yang akan diberikan kepada Komisi.

Pelaksanaan program observer di atur dalam Permen KP No.

Per.12/Men/2012. Adapun aturanya, yaitu: (a) surat kesanggupan menerima,

membantu kelancaran tugas, serta menjaga keselamatan pemantau di atas kapal

penangkap ikan (observer on board); (b) sanksi administrasi bagi penolakan

observer di atas kapal. Adapun sanksi administrasi berupa: peringatan tertulis

dikenakan dalam jangka waktu satu bulan; pembekuan SIPI dikenakan apabila

penanggung jawab atau pemilik kapal tidak memenuhi kewajibannya huruf a dan

SIPI dibekukan selama enam bulan; dan pencabutan SIPI dikenakan apabila

penanggung jawab atau pemilik kapal tidak memenuhi kewajibannya

sebagaimana dimaksud pada huruf b dan SIPI dicabut. Selain itu, kegiatan

transhipment disaksikan oleh pemantau di atas kapal pengangkut ikan (observer

on board) dari RFMO.

Aturan observer juga dituangkan dalam Permen KP No.

Per.30/Men/2012. Adapun aturanya, yaitu: (a) permohonan SIPI harus ada

kesanggupan penempatan observer di atas kapal; (b) Permohonan SIKPI harus

Page 152: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

124

ada kesanggupan penempatan observer di atas kapal; (c) pelaksanaan

transhipment diawasi oleh pemantau kapal penangkap ikan dan kapal

pengangkut ikan; dan (d) menempatkan pemantau (observer) di atas kapal

penangkap ikan berukuran diatas 1.000 GT dengan menggunakan alat

penangkapan ikan purse seine.

Rekrutmen tenaga observer telah dilakukan oleh Kementerian Kelautan

dan Perikanan sejak tahun 2006 sejumlah 20 orang yang penempatan di atas kapal

baru terealisasi pada tahun 2007 sejumlah 2 orang untuk kapal longline dengan

daerah penangkapan di Samudera Hindia.

Disamping rekrutmen tenaga observer, sampai dengan tahun 2012 telah

dilaksanakan pelatihan sejumlah 68 orang yang terdiri dari 34 pegawai negeri sipil

dan 34 orang eks anak buah kapal (ABK). Disamping itu, telah ditempatkan 14

observer untuk kapal longline di Samudera Hindia terkait dengan kewajiban

Indonesia sebagai anggota IOTC.

Sedangkan untuk WCPFC belum ada penempatan observer, sampai

dengan tahun 2012 upaya yang telah dilakukan oleh Indonesia adalah melakukan

perjanjian kerjasama dengan Komisi WCPFC. Sebagai tindaklanjut dari perjanjian

tersebut pada tahun 2013, Ditjen Perikanan Tangkap akan mendapatkan hibah

pelatihan tenaga observer. Kebutuhan observer untuk 153 kapal yang memiliki

izin penangkapan ikan di Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik dibutuh 153 tenaga

observer.

5.2.8 Data Buoys

Data Buoys ditetapkan melalui CMM 2009-05 tentang Tindakan

Pengelolaan dan Konservasi Larangan Penangkapan Ikan dengan Data Buoys

(Conservation and Management Measure Prohibiting Fishing on Data Buoys) .

Pengembangan buoys bertujuan untuk mengumpulkan informasi untuk berbagai

tujuan seperti cuaca, pencarian dan keselamatan di laut, ramalan cuaca, peringatan

tsunami dan lain-lain, tetapi tidak untuk keperluan kegiatan penangkapan.

Spesies tuna dan and tuna-like species biasanya berkumpul di sekitar data buoys,

terutama juvenile bigeye tuna dan yellowfin tuna. Hal ini mendorong penangkapan

ikan disekitar buoys sehingga mengakibat kerusakan, kegiatan ini termasuk

Page 153: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

125

pelanggaran berat sesuai pasal 25 Konvensi. Komisi telah mengeluarkan banyak

biaya dan waktu untuk memperbaiki dan mengganti buoys yang rusak dan hilang

akibat penangkapan. Jarak yang tidak diperbolehkan untuk penangkapan dari

buoys adalah kurang dari satu mil laut.

Aturan mengenai data buoys dituangkan dalam Permen KP No.

12/Men/2012. Menurut Pasal 47 ayat (1), kapal penangkap ikan dan kapal

pengangkut ikan dilarang: (a) melakukan kegiatan penangkapan ikan atau

kegiatan pengangkutan ikan dalam jarak 1 (satu) mil laut dari lokasi data buoys;

(b) mengambil data buoys pada saat melakukan kegiatan penangkapan ikan atau

pengangkutan ikan; dan/atau (c) menganggu keberadaan dan posisi data buoys.

Data buoys merupakan alat yang mengapung, baik hanyut ataupun menetap,

yang dipasang oleh Pemerintah atau otoritas yang berwenang dengan tujuan untuk

mengumpulkan data secara elektronik dan pengukuran data lingkungan dan bukan

untuk tujuan aktvitas penangkapan ikan (Pasal 47 ayat 2).

Di perairan Indonesia, pemasangan data buoys telah dimulai pemasangan

sejak tahun 2006 bekerjasama dengan NOAA di Samudera Hindia. Sedangkan

untuk Samudera Pasifik, pada tahun 2012 Indonesia bekerjasama dengan Jepang

dalam pemasangan satu unit data buoys pada koordinat 138000 BT dan 0

0 00

(Equator) atau di atas Papua.

5.2.9 Transhipment

Transhipment ditetapkan melalui CMM 2009-06 tentang Tindakan

Pengelolaan dan Konservasi Peraturan Transhiptmen (Conservation and

Management Measure on Regulation of Transhipment). CMM 2009-06 di

tetapkan berdasarkan fakta keberhasilan dan kegagalan pengelolaan ikan beruaya

jauh di area Konvensi. Tidak adanya pengaturan dan pelaporan transshipment

berkontribusi ketidakuratan pelaporan IUU fishing.

Berdasarkan pasal 29 Konvensi, transhipment mengharuskan pada

pelabuhan perikanan yang ditunjuk sesuai dengan hukum nasional yang berguna

untuk mempermudah perolehan data dan spesies yang di transhipment.

Berdasarkan jenis alat tangkap, purse seine dilarang kecuali jika penangkapan

Page 154: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

126

ikan beruaya jauh pada perairan kepulauan/teritorial negara anggota yang

besangkutan.

Selanjutnya CMM 2011-06 tentang Tindakan Konservasi dan Pengelolaan

untuk Skema Kapatuhan dan Pemantauan (Conservation and Management

Measure for Compliance Monitoring Scheme) yang bertujuan untuk melakukan

pemantauan kepatuhan Konvensi WCPFC. Setiap tahun Komisi akan

mengevaluasi kepatuhan CCMs selama tahun sebelumnya berupa data: (1)

menangkap dan batas upaya untuk spesies target; (2) menangkap dan pelaporan

upaya untuk spesies target; (3) penutupan spasial dan temporal, dan pembatasan

pada penggunaan perangkat ikan menggabungkan; (4) pengamat dan cakupan

VMS, dan (5) penyediaan data ilmiah melalui laporan tahunan dan laporan ilmiah

yang akan diberikan kepada Komisi.

Jumlah kegiatan transhipment di wilayah Konvensi untuk seluruh kapal

penanngkapan ikan negara anggota dalam tiga tahun terakhir sejumlah 158 kali

(2010), 280 kali (2011) dan 193 kali (2012). Berdasarkan laporan WCPFC

terdapat 7 kapal longline Indonesia yang melakukan transhipment seperti Tabel

14.

Transhipment diatur dalam Permen KP No. Per. 12/Men/2012. Menurut

Pasal 30 ayat (1), kapal penangkap ikan dapat melakukan transhipment di laut

lepas maupun di pelabuhan di negara lain yang menjadi anggota RFMO pada

wilayah RFMO yang sama. Kapal penangkap ikan yang melakukan transhipment

di laut lepas harus memenuhi persyaratan (Pasal 30 ayat 2):

a. Nakhoda memberitahukan kepada kepala pelabuhan pangkalan di

Indonesia sebagaimana tercantum dalam SIPI paling lambat 72 jam

sebelum pelaksanaan transhipment;

b. Transmitter (on line) aktif serta dapat terpantau;

c. kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan tercantum dalam daftar

kapal (record of vessels) sebagai kapal yang diizinkan (authorized

vessels);

d. nakhoda harus menyampaikan secara elektronik rencana transhipment

dengan mengisi pernyataan transhipment (transhipment declaration)

Page 155: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

127

Page 156: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

128

b. transmitter (on line) aktif serta dapat terpantau;

c. kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan tercantum dalam daftar

kapal (record of vessels) sebagai kapal yang diizinkan (authorized

vessels);

d. nakhoda harus menyampaikan secara elektronik rencana transhipment

dengan mengisi pernyataan transhipment (transhipment declaration)

kepada otoritas pelabuhan di luar negeri dan sekretariat RFMO paling

lambat 48 jam sebelum pelaksanaan transhipment;

e. transhipment disaksikan oleh otoritas pelabuhan di tempat pelaksanaan

transhipment;

f. nakhoda harus menginformasikan secara elektronik pada saat

transhipment berlangsung kepada kepala pelabuhan pangkalan di

Indonesia dalam bentuk pernyataan transhipment (transhipment

declaration); dan

g. nakhoda harus mengisi dan menyerahkan secara elektronik pernyataan

transhipment (transhipment declaration) yang telah disahkan oleh para

pihak kepada kepala pelabuhan pangkalan di Indonesia paling lambat 15

hari setelah transhipment.

Kapal pengangkut ikan yang akan melakukan transhipment di laut lepas

harus memenuhi persyaratan (Pasal 30 ayat 4):

a. nakhoda memberitahukan kepada kepala pelabuhan pangkalan di

Indonesia sebagaimana tercantum dalam SIKPI paling lambat 72 jam

sebelum pelaksanaan transhipment;

b. transmitter (on line) aktif serta dapat terpantau;

c. kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan tercantum dalam daftar

kapal (record of vessels) sebagai kapal yang diizinkan (authorized

vessels);

d. nakhoda harus menyampaikan secara elektronik rencana transhipment

dengan mengisi pernyataan transhipment (transhipment declaration)

kepada kepala pelabuhan pangkalan di Indonesia dan Sekretariat RFMO

paling lambat 24 jam sebelum pelaksanaan transhipment;

Page 157: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

129

e. transhipment di saksikan oleh pemantau di atas kapal pengangkut ikan

(observer on board) dari RFMO; dan

f. nakhoda harus mengisi dan menyerahkan secara elektronik pernyataan

transhipment (transhipment declaration) yang telah disahkan oleh para

pihak kepada kepala pelabuhan pangkalan di Indonesia paling lambat 15

hari setelah transhipment.

Kapal pengangkut ikan yang akan melakukan transhipment di pelabuhan

negara lain yang menjadi anggota RFMO pada wilayah RFMO yang sama harus

memenuhi persyaratan:

a. nakhoda memberitahukan kepada kepala pelabuhan pangkalan di

Indonesia sebagaimana tercantum dalam SIKPI paling lambat 72 jam

sebelum pelaksanaan transhipment;

b. transmitter (on line) aktif serta dapat terpantau;

c. kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan tercantum dalam daftar

kapal (record of vessels) sebagai kapal yang diizinkan (authorized

vessels);

d. nakhoda harus menyampaikan secara elektronik rencana transhipment

dengan mengisi pernyataan transhipment (transhipment declaration)

kepada otoritas pelabuhan di luar negeri dan sekretariat RFMO paling

lambat 48 jam sebelum pelaksanaan transhipment;

e. transhipment disaksikan oleh otoritas pelabuhan di tempat pelaksanaan

transhipment;

f. nakhoda harus menginformasikan secara elektronik pada saat

transhipment berlangsung kepada kepala pelabuhan pangkalan di

Indonesia dalam bentuk pernyataan transhipment (transhipment

declaration);

g. nahkoda harus mengisi dan menyerahkan secara elektronik pernyataan

transhipment (transhipment declaration) yang telah disahkan oleh para

pihak kepada kepala pelabuhan pangkalan di Indonesia paling lambat 15

hari setelah transhipment.

Page 158: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

130

Aturan transhipment juga ditetapkan dalam Permen KP No.

Per.30/Men/2012. Menurut Pasal 69 ayat (1), setiap kapal penangkap ikan dapat

melakukan transhipment ke kapal penangkap ikan dan/atau ke kapal pengangkut

ikan. Transhipment dilakukan dengan ketentuan:

a. mempunyai pelabuhan pangkalan yang sama.

b. pelaksanaan transhipment diawasi oleh pemantau kapal penangkap

ikan dan kapal pengangkut ikan (observer);

c. transmitter VMS dalam kondisi aktif dan dapat dipantau secara online;

d. melaporkan kepada kepala pelabuhan pangkalan sebagaimana tercantum

dalam SIPI atau SIKPI;

e. melaporkan kepada pengawas perikanan di pelabuhan pangkalan

sebagaimana tercantum dalam SIPI atau SIKPI; dan

f. mengisi pernyataan pemindahan ikan hasil tangkapan yang

ditandatangani oleh masing-masing nakhoda kapal dan disampaikan

kepada kepala pelabuhan pangkalan.

Dalam pelaksanaan transhipment, ikan wajib didaratkan di pelabuhan

pangkalan sesuai SIPI atau SIKPI dan tidak dibawa keluar negeri, kecuali bagi

kapal penangkap ikan yang menggunakan alat penangkapan ikan purse seine

berukuran diatas 1000 (seribu) GT yang dioperasikan secara tunggal (Pasal 69

ayat 3). Setiap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan yang melanggar

ketentuan transhipment dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan SIPI

dan SIKPI (Pasal 69 ayat 4).

Sementara itu, Pasal 70 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap kapal

pengangkut ikan yang digunakan dalam usaha pengangkutan ikan dengan pola

kemitraan dapat melakukan transhipment dengan ketentuan: (a) kapal penangkap

ikan berukuran sampai dengan 10 GT; (b) kegiatan penangkapan ikan dan

pengangkutan ikan dilakukan oleh kapal yang memiliki izin atau Bukti Pencatatan

Kapal dan merupakan mitranya; (c) ikan yang dipindahkan wajib didaratkan di

pelabuhan pangkalan kapal pengangkut ikan yang menerima pemindahan ikan

hasil tangkapan; dan (d) mengisi pernyataan pemindahan ikan hasil tangkapan

dan ditandatangani oleh masing-masing nakhoda kapal dan disampaikan kepada

Page 159: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

131

kepala pelabuhan pangkalan. Dalam pelaksanaan transhipment, ikan wajib

didaratkan di pelabuhan pangkalan sesuai SIKPI dan tidak di bawa keluar negeri

(Pasal 70 ayat 2). Setiap kapal pengangkut ikan yang melanggar ketentuan

transhipment dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan SIKPI.

5.3 Implikasi Hukum WCPFC

Berdasarkan Konvensi WCPFC, CMM dan kesiapan regulasi nasional

terdapat enam permasalahan yang harus diperhatikan pemerintah terkait dengan

ketentuan WCPFC, yaitu:

1) Status wilayah WCPFC

Permasalahan mendasar Indonesia dalam ratifikasi Konvensi WCPFC

adalah wilayah penerapannya memasukan perairan kepulauan Indonesia dan Zona

Ekonomi Eksklusif Indonesia. Hal ini tidak berlaku umum bagi RFMO yang

wilayah penerapannya di luar Zona Ekonomi Eksklusif suatu negara pantai.

Mengingat dalam UNCLOS 1982, perairan kepulauan memiliki rezim hukum

kedaulatan (sovereignty) dan Zona Ekonomi Eksklusif memiliki rezim hukum hak

berdaulat (sovereignt right). Dengan demikian, sebagai Negara yang berdaulat

dan telah meratifikasi UNCLOS 1982, maka dalam ratifikasi Konvensi WCPFC

perlu dipertegas hanya untuk perairan ZEE Indonesia pada WPP 716 (Laut

Sulawesi dan Sebelah Utara Pulau Halmahera) dan WPP 717 (Teluk Cendrawasih

dan Samudera Pasifik).

2) Pengawasan dan penegakan hukum

Terkait dengan pengawasan dan penegakan hukum, setidaknya terdapat

tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu:

a. Penataan sistem informasi dan data. Pengelolaan perikanan berkelanjutan

dapat diwujudkan dengan statistik perikanan yang baik dalam rangka

menghasilkan the best scientific data sebagaimana yang diwajibkan dalam

hukum internasional. Namun demikian, statistik perikanan Indonesia

dihadapkan pada permasalahan akurasi. Oleh karena itu, perlu pembenahan

sistem pelaporan dan pendataan penangkapan ikan. Selain itu, terkait dengan

perizinan kapal perikanan berbendera Indonesia yang akan melakukan

Page 160: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

132

penangkapan di wilayah WCPFC perlu singkronisasi data perizinan dengan

WCPFC Identification Number (WIN).

b. Penataan sistem pengawasan. Sistem pengawasan yang berlaku umum adalah

berupa program observer, inspeksi kapal, dan pemasangan transmitter

(VMS). Dalam konteks hukum, pemerintah Indonesia sudah mengatur ketiga

hal tersebut. Namun demikian, dalam pelaksanaannya dihadapkan pada

berbagai kendala. Program observer misalnya, masih terkendala sumberdaya

manusia (SDM) yang mampu bertahan berbulan-bulan di atas kapal.

Sementara pemasangan VMS terkendala kepatuhan operator kapal dalam

menyalakan alat tersebut. Oleh karena itu perlu ada program sistematis untuk

penambahan jumlah tenaga observer serta peningkatan kualitas sehingga

mampu bekerja secara efektif.

c. Pemberantasan IUU Fishing di wilayah Konvensi WCPFC. Praktik-praktik

IUU Fishing sangat beragam, sehingga dalam mengurangi terjadinya

pelanggaran, maka perlu dikaji secara lebih rinci mengenai praktik-praktik

IUU Fishing yang dilakukan oleh kapal perikanan bendera Indonesia.

d. Pengawasan efektivitas pelaksanaan hukum. Pemerintah Indonesia perlu

pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri yang sudah ditetapkan, baik yang

mengatur jalur tangkapan dan alat bantu penangkapan ikan, maupun

pelaksanaan program observer yang betujuan meminimalkan tertangkapnya

baby tuna (yellowfin tuna dan bigeye tuna).

3) Penyusuhan Peraturan Perundang-undangan

Organisasi internasional yang merupakan subjek hukum internasional

mampu membuat sumber hukum. Oleh karena itu, ketentuan yang selama ini

bersifat softlaw (non-legally binding) ditetapkan oleh RFMO sebagai hardlaw

(legally binding). Dengan demikian, setiap negara yang akan melakukan ratifikasi

terhadap Konvensi WCPFC akan terikat juga dengan aturan turunannya, yaitu

Conservation and Management Measures (CMM). Beberapa ketentuan CMM

WCPFC yang perlu diperkuat dalam hukum Indonesia dalam bentuk Peraturan

Perundang-Undangan yaitu:

Page 161: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

133

a. Program observer. Permen KP ini harus memerhatikan perkembangan

hukum internasional, mulai dari standar SDM hingga tugas dan peran

observer.

b. Port State Measures Agreement. Ketentuan negara pelabuhan dalam

pemberantasan IUU Fishing sebagaimana diatur dalam PSM Agreement 2009

perlu diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui pengeluaran Peraturan

Presiden.

c. Pembatasan upaya tangkapan. Indonesia perlu memerhatikan pembatasan

upaya tangkapan sebagaimana diamanatkan dalam CMM 2004-04. Hingga

saat ini, pembatasan upaya tangkapan belum diatur, karena Indonesia tidak

menerapkan kuota tangkapan. Namun demikian, penutupan wilayah dan

waktu tangkapan diatur Pasal 45 ayat (1) Permen KP No. Per.12/Men/2012.

d. Pengelolaan rumpon. Aturan yang terkait dengan pemasangan rumpon di

tetapkan dengan Permen KP No. Per.02/Men/2011 tentang Jalur Penangkapan

Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan

Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Menurut

Pasal 19 ayat (1), rumpon merupakan alat bantu untuk mengumpulkan ikan

dengan menggunakan berbagai bentuk dan jenis pemikat/atraktor dari benda

padat yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul. Lebih lanjut, Pasal

19 ayat (2) menyebutkan bahwa rumpon terdiri dari: (a) rumpon hanyut,

merupakan rumpon yang ditempatkan tidak menetap, tidak dilengkapi dengan

jangkar dan hanyut mengikuti arah arus; dan (b) rumpon menetap, merupakan

rumpon yang ditempatkan secara menetap dengan menggunakan jangkar

dan/atau pemberat, terdiri dari: (1) rumpon permukaan, merupakan rumpon

menetap yang dilengkapi atraktor yang ditempatkan di kolom permukaan

perairan untuk mengumpulkan ikan pelagis; dan (2) rumpon dasar,

merupakan rumpon menetap yang dilengkapi atraktor yang ditempatkan di

dasar perairan untuk mengumpulkan ikan demersal. Namun demikian,

Permen KP tersebut hanya mengatur pemasaangan rumpon di wilayah

pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, aturan

pemasangan dan pemanfaatan sebagaimana diamanatkan Pasal 19 ayat (3)

Page 162: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

134

Permen KP No. Per.12/Men/2012 perlu memerhatikan ketentuan rumpon

yang diatur CMM 2009-02.

e. Hasil tangkapan sampingan. Aturan hasil tangkapan sampingan diatur dalam

Permen KP No. Per.12/Men/2012 dan Permen KP No. Per.30/Men/2012.

Namun demikian, perlu diatur secara lebih khusus terkait dengan jenis-jenis

hasil tangkapan sampingan diamanatkan dalam CMM, yaitu: burung laut

(CMM 2007-04), penyu (CMM 2008-03), hiu (CMM 2010-07), Cetacean

(CMM 2011-03), Oceanic Whitetip Shark (CMM 2011-04).Oleh karena itu,

perlu penetapan aturan khusus Permen KP tentang hasil tangkapan

sampingan.

f. National Plan of Action (NPOA) for the Conservation and Management of

Sharks dan NPOA for the Conservation and Management of Seabird.

Pemerintah perlu menetapkan Permen KP tentang Rencana Aksi Nasional

untuk Tindakan Konservasi dan Pengelolaan hiu dan penyu.

Page 163: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

Per

ihal

Hu

ku

m N

asi

on

al

Imp

lem

enta

si

Sta

tus

Ura

ian

Ren

can

a A

ksi

UU

P

P

Per

pre

s P

erm

en K

P

I.

Kon

ven

si

1.

Wil

ayah

Pen

erap

an

-

Sed

ang

Rat

ifik

asi

Ind

on

esia

har

us

men

gen

yam

pin

gkan

wil

ayah

Ko

nven

si

WC

PF

C y

ang m

em

asu

kan

per

aira

n

kep

ula

uan

In

do

nes

ia d

an Z

EE

In

do

nes

ia.

2.

Aza

z P

elak

san

aan

- S

edan

g

Pri

nsi

p-p

rin

sip

in

i h

aru

s dit

erap

kan

dal

am s

emu

a p

erat

ura

n p

eru

nd

ang-

un

dan

gan

In

do

nes

ia

3.

Pen

erap

an K

ehat

i-h

atia

n

Ku

at

4.

Pel

aksa

naa

n A

zas-

Aza

s d

i

wil

ayah

Ber

das

arkan

Yuri

sdik

di

Nas

ional

K

uat

5.

Kes

esuai

an t

ind

akan

konse

rvas

i d

an

pen

gel

ola

an

Ku

at

6.

Kew

ajib

an P

ara

An

ggo

ta

Kom

isi

-

Sed

ang

a. P

enin

gkat

an s

iste

m p

engu

mp

ula

n d

ata

dan

pen

yer

ahan

kep

ada

CM

M

b. K

eber

adaa

n l

og

bo

ok

pen

ang

kap

an i

kan

lebih

pen

tin

g d

arip

ada

pri

nsi

p-p

rin

sip

MC

S

7.

Kew

ajib

an-K

ewaj

iban

Neg

ara

Ben

der

a

- S

edan

g

a. In

do

nes

ia p

erlu

men

ingkat

kan

syst

em

pel

apo

ran

.

b. S

iste

m p

elap

ora

n t

erse

but

har

us

tran

spar

an s

ehin

gga

men

yed

iakan

dat

a

yan

g a

ku

rat

dan

jel

as

8.

Pen

aata

n d

an p

eneg

akan

Sed

ang

Per

men

KP

No

. 1

2/M

en/2

01

2 m

engat

ur

135

Tab

el 1

8. K

esia

pan

Reg

ula

si N

asio

nal

dan

Ren

cana

Aksi

ter

had

ap K

eten

tuan

WC

PF

C

Page 164: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

Per

ihal

Hu

ku

m N

asi

on

al

Imp

lem

enta

si

Sta

tus

Ura

ian

Ren

can

a A

ksi

UU

P

P

Per

pre

s P

erm

en K

P

pen

egak

an h

uku

m k

apal

per

ikan

an

ber

ben

der

a In

do

nes

ia y

ang m

elak

ukan

pen

angkap

an i

kan

di

Lau

t L

epas

9.

Itik

ad B

aik D

an

Pen

yal

ahgu

naa

n H

ak

Ku

at

II.

CM

M

1.

Pen

ggu

naa

n

transm

itte

r/V

MS

Ku

at

a.

CM

M 2

011

-02

:

tenta

ng K

om

isi

Ves

sel

Mo

nit

ori

ng

Sys

tem

(VM

S)

Ku

at

2.

Pen

egak

an h

uku

m

a.

20

09-0

1:

Rec

ord

of

Fis

hin

g V

esse

ls A

nd

Au

tho

riza

tio

n t

o F

ish

-

Sed

ang

a. F

un

gsi

pem

erin

tah

an t

erm

asu

k

pen

dat

aan k

apal

ikan

di

pel

abu

han

per

ikan

an s

udah

dia

tur

dal

am P

erm

en

KP

No

. P

er.0

8/M

en/2

01

2.

b. P

erkem

ban

gan

in

tern

asio

nal

men

gat

ur

pem

ber

anta

san

IU

U F

ish

ing d

i w

ilay

ah

pel

abu

han

, se

hin

gga

dal

am m

em

per

ku

at

Per

men

KP

No

. P

er.0

8/M

en.2

01

2

dip

erlu

kan

pen

ges

ahan

Agre

emen

t P

ort

Sta

te M

easu

res

(PS

M A

gre

emen

t 2

00

9)

b.

20

10-0

6:

Co

nse

rva

tio

n

an

d M

an

ag

emen

t

Mea

sure

to

Est

abli

sh a

Lis

t o

f V

esse

ls

- S

edan

g

Ind

on

esia

per

lu m

erin

ci k

egia

tan

IU

U d

i

wil

ayah

Ko

nven

si W

CP

FC

136

Page 165: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

Per

ihal

Hu

ku

m N

asi

on

al

Imp

lem

enta

si

Sta

tus

Ura

ian

Ren

can

a A

ksi

UU

P

P

Per

pre

s P

erm

en K

P

Pre

sum

ed t

o H

ave

Ca

rrie

d o

ut

Ille

ga

l,

Un

rep

ort

ed a

nd

Un

reg

ula

ted

Fis

hin

g

Act

ivit

ies

in t

he

WC

PO

3.

Kap

al I

kan

a.

20

04-0

3:

Sp

ecif

icati

ons

for

the

Ma

rkin

g a

nd

Iden

tifi

cati

on

of

Fis

hin

g V

esse

ls

-

Sed

ang

Per

lu d

ilak

ukan

pen

yes

uai

an d

engan

WIN

b.

20

04-0

4 :

Res

olu

tio

n

on

Co

nse

rvati

on

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

s

-

Lem

ah

Per

lu d

ilak

ukan

pen

yu

sun

an P

erat

ura

n

Men

teri

Kel

auta

n t

erkai

t d

engan

pem

bat

asan

up

aya

tan

gkap

an (

inp

ut

rest

rict

ion)

c.

20

06-0

8:

WC

PF

C

Co

mm

issi

on

Bo

ard

ing

an

d I

nsp

ecti

on

Pro

ced

ure

s

-

Sed

ang

a. A

tura

n i

nsp

eksi

kap

al d

an o

bse

rver

dim

uat

dal

am P

erm

en K

P N

o.

Per

.12/M

en/2

01

2 d

an P

erm

en K

P N

o.

Per

.30/M

en/2

01

2.

b. N

amu

n k

edu

a P

erm

en t

erse

bu

t ti

dak

men

gat

ur

seca

ra d

etil

ten

tan

g

mekan

ism

e o

bse

rver

, se

hin

gga

per

lu

pen

etap

an P

erm

en

KP

ten

tan

g

Ob

serv

er,

yan

g t

entu

saj

a se

suai

den

gan

per

kem

ban

gan

hu

ku

m i

nte

rnas

ion

al

137

Page 166: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

Per

ihal

Hu

ku

m N

asi

on

al

Imp

lem

enta

si

Sta

tus

Ura

ian

Ren

can

a A

ksi

UU

P

P

Per

pre

s P

erm

en K

P

d.

20

09-0

1:

Rec

ord

of

Fis

hin

g V

esse

ls a

nd

Au

tho

riza

tio

n t

o F

ish

K

uat

a.

Fu

ngsi

pem

erin

tah

an t

erm

asu

k

pen

dat

aan k

apal

ikan

di

pel

abu

han

per

ikan

an s

udah

dia

tur

dal

am P

erm

en

KP

No

. P

er.0

8/M

en/2

01

2.

b. P

erkem

ban

gan

in

tern

asio

nal

men

gat

ur

pem

ber

anta

san

IU

U F

ish

ing d

i w

ilay

ah

pel

abu

han

, se

hin

gga

dal

am m

em

per

ku

at

Per

men

KP

No

. P

er.0

8/M

en.2

01

2

dip

erlu

kan

pen

ges

ahan

Agre

emen

t P

ort

Sta

te M

easu

res

(PS

M A

gre

emen

t 2

00

9)

e.

20

09-0

9:

Co

nse

rva

tio

n

an

d M

an

ag

emen

t

Mea

sure

fo

r V

esse

ls

Wit

ho

ut

Nat

ional

ity

K

uat

f.

20

10-0

6:

Co

nse

rva

tio

n

an

d M

an

ag

emen

t

Mea

sure

to

Est

abli

sh a

Lis

t o

f V

esse

ls

Pre

sum

ed t

o H

ave

Ca

rrie

d o

ut

Ille

ga

l,

Un

rep

ort

ed a

nd

Un

reg

ula

ted

Fis

hin

g

Act

ivit

ies

in t

he

WC

PO

-

Sed

ang

Ind

on

esia

per

lu m

erin

ci k

egia

tan

IU

U d

i

wil

ayah

Ko

nven

si

138

Page 167: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

Per

ihal

Hu

ku

m N

asi

on

al

Imp

lem

enta

si

Sta

tus

Ura

ian

Ren

can

a A

ksi

UU

P

P

Per

pre

s P

erm

en K

P

4.

Ala

t pen

angkap

ikan

dan

alat

ban

tu p

enan

gkap

an

ikan

a.

CM

M 2

008

-04 :

Co

nse

rva

tio

n a

nd

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

to P

rohib

it t

he

Use

of

La

rge-

Sca

le D

rift

net

s

on

th

e H

igh

Sea

s in

th

e

Co

nve

nti

on

Are

a

K

uat

b.

CM

M 2

009

-02:

FA

D

Clo

sure

s a

nd

Ca

tch

Ret

enti

on

-

Sed

ang

a. R

um

po

n d

iatu

r d

alam

Per

en K

P N

o.

Per

.02/M

en/2

01

2.

b. P

erlu

atu

ran

tek

nis

ten

tan

g r

um

po

n

seb

agai

man

a m

and

at P

asal

19

ayat

(3)

Per

men

KP

No

. P

er.0

2/M

en/2

01

2

5.

Pen

gel

ola

an T

angkap

an

Uta

ma

a.

20

04-0

4 :

Res

olu

tio

n

on

Co

nse

rvati

on

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

s

S

edan

g

Per

lu d

ilak

ukan

pen

yu

sun

an P

erat

ura

n

Men

ter

Kel

auta

n t

erkai

t d

engan

pem

bat

asan

up

aya

tan

gkap

an

b.

20

06-0

4:

Co

nse

rva

tio

n

an

d M

an

ag

emen

t

Mea

sure

fo

r S

trip

ed

Ma

rlin

in

th

e

So

uth

wes

t P

aci

fic

se

dan

g

Pem

ben

ahan

sis

tem

pen

dat

aan

keg

iata

n

per

ikan

an d

i la

ut

lep

as,

kh

usu

snya

Str

iped

Ma

rlin

in

th

e S

outh

wes

t P

aci

fic

c.

20

08-0

1:

Co

nse

rva

tio

n

an

d M

an

ag

emen

t

Mea

sure

fo

r B

ig-e

ye

- S

edan

g

a. In

do

nes

ia p

erlu

pen

gaw

asan

pel

aksa

naa

n P

erat

ura

n M

ente

ri y

ang

sud

ah d

itet

apkan

, b

aik y

ang

men

gat

ur

139

Page 168: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

Per

ihal

Hu

ku

m N

asi

on

al

Imp

lem

enta

si

Sta

tus

Ura

ian

Ren

can

a A

ksi

UU

P

P

Per

pre

s P

erm

en K

P

an

d Y

ello

w-f

in T

un

a i

n

the

WC

PF

C

jalu

r ta

ngkap

an d

an a

lat

ban

tu

pen

angkap

an i

kan

, m

aup

un

pel

aksa

naa

n p

rogra

m o

bse

rver

yan

g

bet

uju

an m

emin

imal

isir

tert

angkap

nn

ya

bab

y t

un

a (y

ello

wfi

n

dan

big

eye)

b. p

enges

ahan

Per

men

KP

ten

tan

g

Ob

serv

er,

yan

g t

entu

saj

a se

suai

den

gan

per

kem

ban

gan

hu

ku

m i

nte

rnas

ion

al

d.

CM

M 2

009

-02:

FA

D

Clo

sure

s a

nd

Ca

tch

Ret

enti

on

- S

edan

g

a. R

um

po

n d

iatu

r d

alam

Per

en K

P N

o.

Per

.02/M

en/2

01

2.

b. P

erlu

atu

ran

tek

nis

ten

tan

g r

um

po

n

seb

agai

man

a m

and

at P

asal

19

ayat

(3)

Per

men

KP

No

. P

er.0

2/M

en/2

01

2

e.

20

09-0

3:

Co

nse

rva

tio

n

an

d M

an

ag

emen

t fo

r

Sw

ord

fish

- S

edan

g

Pem

ben

ahan

sis

tem

pen

dat

aan

keg

iata

n

per

ikan

an d

i la

ut

lep

as,

kh

usu

snya

Sw

ord

fish

di

Pas

ifik

Bar

at D

aya

f.

20

10-0

1:

Co

nse

rva

tio

n

an

d M

an

ag

emen

t

Mea

sure

fo

r N

ort

h

Pa

cifi

c S

trip

ed M

arl

in

- S

edan

g

Pem

ben

ahan

sis

tem

pen

dat

aan

keg

iata

n

per

ikan

an d

i la

ut

lep

as,

kh

usu

snya

Str

iped

Ma

rlin

di

Pas

ifik

Bar

at D

aya

g.

20

10-0

4:

Co

nse

rva

tio

n

an

d M

an

ag

emen

t

Mea

sure

fo

r P

aci

fic

Blu

efin

Tun

a

- se

dan

g

Ind

on

esia

men

do

ron

g k

om

un

ikas

i

den

gan

IA

TT

C s

ecar

a b

ilat

eral

ter

kai

t

den

gan

pen

gel

ola

an p

erik

anan

tun

a

siri

p b

iru

h.

20

10-0

5 :

Co

nse

rva

tio

n a

nd

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

- S

edan

g

Ind

on

esia

akan

men

jaga

Sou

th P

aci

fic

Alb

aco

re d

ari

keg

iata

n k

apal

per

ikan

an

140

Page 169: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

Per

ihal

Hu

ku

m N

asi

on

al

Imp

lem

enta

si

Sta

tus

Ura

ian

Ren

can

a A

ksi

UU

P

P

Per

pre

s P

erm

en K

P

for

Sou

th P

aci

fic

Alb

aco

re

6.

Pen

gel

ola

an T

angkap

an

Sam

pin

gan

a.

20

04-0

4 :

Res

olu

tio

n

on

Co

nse

rvati

on

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

s

-

Sed

ang

Per

lu d

ilak

ukan

pen

yu

sun

an P

erat

ura

n

Men

ter

Kel

auta

n t

erkai

t d

engan

pem

bat

asan

up

aya

tan

gkap

an

b.

20

08-0

3 :

Co

nse

rva

tio

n A

nd

Ma

na

gem

ent

of

Sea

Tu

rtle

s

- S

edan

g

Pen

ges

ahan

Per

atura

n M

ente

ri K

elau

tan

dan

Per

ikan

an t

enta

ng H

asil

Tan

gkap

an

Sam

pin

gan

c.

20

10-0

7 :

Co

nse

rva

tio

n a

nd

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

for

Sha

rks

- S

edan

g

Pen

ges

ahan

In

do

nes

ia -

Nat

ion

al P

lan

of

Act

ion (

NP

OA

) fo

r th

e C

on

serv

atio

n a

nd

Man

agem

ent

of

Shar

ks

d.

20

11-0

3 :

Co

nse

rva

tio

n a

nd

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

for

Pro

tect

ion

of

Cet

ace

an

s fr

om

Purs

e

Sei

ne

Fis

hin

g

Op

era

tio

ns

- S

edan

g

Pen

ges

ahan

Per

atura

n M

ente

ri K

elau

tan

dan

Per

ikan

an t

enta

ng H

asil

Tan

gkap

an

Sam

pin

gan

e.

20

11-0

4 :

Co

nse

rva

tio

n a

nd

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

for

Oce

an

ic W

hit

etip

Sh

ark

- S

edan

g

Pen

ges

ahan

In

do

nes

ia -

Nat

ion

al P

lan

of

Act

ion (

NP

OA

) fo

r th

e C

on

serv

ati

on

an

d M

an

ag

emen

t of

Sh

ark

s

141

Page 170: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

Per

ihal

Hu

ku

m N

asi

on

al

Imp

lem

enta

si

Sta

tus

Ura

ian

Ren

can

a A

ksi

UU

P

P

Per

pre

s P

erm

en K

P

7.

Pro

gra

m O

bse

rver

dan

Insp

eksi

Kap

al

a.

20

06-0

7 :

Co

nse

rva

tio

n a

nd

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

for

the

Reg

ion

al

Ob

serv

er P

rog

ram

me

- S

edan

g

a. A

tura

n i

nsp

eksi

kap

al d

an o

bse

rver

dim

uat

dal

am P

erm

en K

P N

o.

Per

.12/M

en/2

01

2 d

an P

erm

en K

P N

o.

Per

.30/M

en/2

01

2.

b. N

amu

n k

edu

a P

erm

en t

erse

bu

t ti

dak

men

gat

ur

seca

ra d

etil

ten

tan

g

mekan

ism

e o

bse

rver

, se

hin

gga

per

lu

pen

etap

an P

erm

en

KP

ten

tan

g

Ob

serv

er,

yan

g t

entu

saj

a se

suai

den

gan

per

kem

ban

gan

hu

ku

m i

nte

rnas

ion

al

b.

20

06-0

8 :

WC

PF

C

Co

mm

issi

on

Bo

ard

ing

an

d I

nsp

ecti

on

Pro

ced

ure

s

- S

edan

g

a. A

tura

n i

nsp

eksi

kap

al d

an o

bse

rver

dim

uat

dal

am P

erm

en K

P N

o.

Per

.12/M

en/2

01

2 d

an P

erm

en K

P N

o.

Per

.30/M

en/2

01

2.

b. N

amu

n k

edu

a P

erm

en t

erse

bu

t ti

dak

men

gat

ur

seca

ra d

etil

ten

tan

g

mekan

ism

e o

bse

rver

, se

hin

gga

per

lu

pen

etap

an P

erm

en

KP

ten

tan

g

Ob

serv

er,

yan

g t

entu

saj

a se

suai

den

gan

per

kem

ban

gan

hu

ku

m i

nte

rnas

ion

al

c.

20

07-0

1 :

Co

nse

rva

tio

n a

nd

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

for

the

Reg

ion

al

- S

edan

g

a. A

tura

n i

nsp

eksi

kap

al d

an o

bse

rver

dim

uat

dal

am P

erm

en K

P N

o.

Per

.12/M

en/2

01

2 d

an P

erm

en K

P N

o.

Per

.30/M

en/2

01

2.

142

Page 171: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

Per

ihal

Hu

ku

m N

asi

on

al

Imp

lem

enta

si

Sta

tus

Ura

ian

Ren

can

a A

ksi

UU

P

P

Per

pre

s P

erm

en K

P

Ob

serv

er P

rog

ram

me

b. N

amu

n k

edu

a P

erm

en t

erse

bu

t ti

dak

men

gat

ur

seca

ra d

etil

ten

tan

g

mekan

ism

e o

bse

rver

, se

hin

gga

per

lu

pen

etap

an P

erm

en

KP

ten

tan

g

Ob

serv

er,

yan

g t

entu

saj

a se

suai

den

gan

per

kem

ban

gan

hu

ku

m i

nte

rnas

ion

al

d.

20

11-0

6 :

Co

nse

rva

tio

n a

nd

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

for

Co

mpli

ance

Mo

nit

ori

ng

Sch

eme

- S

edan

g

Ind

on

esia

mem

ilik

i at

ura

n k

egia

tan

pen

angkap

an i

kan

, b

aik d

i W

PP

-NR

I

mau

pu

n d

i la

ut

lep

as. K

edua

per

atura

n

ini

men

jadi

lan

das

an d

alam

mel

aku

kan

pen

angkap

an i

kan

di

laut

lep

as

8.

Data

Bu

oys

a.

20

09-0

5:

Co

nse

rva

tio

n

an

d M

an

ag

emen

t

Mea

sure

Pro

hib

itin

g

Fis

hin

g o

n D

ata

Bu

oys

Ku

at

9.

Tra

nsh

ipm

ent

b.

20

09-0

6 :

Co

nse

rva

tio

n a

nd

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

on

Reg

ula

tio

n o

f

Tra

nss

hip

men

t

Ku

at

Ket

eran

gan

:

Kuat

: H

uku

m N

asio

nal

(ad

a) P

erm

en (

ada)

Im

ple

men

tasi

(ad

a)

Sed

ang

:

Hu

ku

m N

asio

nal

(ad

a) P

erm

en (

ada)

Im

ple

men

tasi

(ti

dak

ada)

Lem

ah

:

Hu

ku

m N

asio

nal

(ad

a) P

erm

en (

tidak

ada)

Im

ple

men

tasi

(ti

dak

ada)

San

gat

Lem

at

:

Hu

ku

m N

asio

nal

(ti

dak

ada)

Per

men

(ti

dak

ada)

Im

ple

men

tasi

(ti

dak

ada)

143

Page 172: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

144

5.4 Analisa Ekonomi

Analisa ekonomi di lakukan mengkaji dampak ekonomi terhadap

pelaksanaan CMM 2008-01 tentang Tindakan Pengelolaan dan Konservasi Tuna

Bigeye dan Tuna Yellowfin di WCPFC (Conservation and Management Measure

for Big-eye and Yellowfin Tuna in the WCPFC). Pengaturan bertujuan untuk

mengurangi tingkat kematian akibat upaya penangkapan kedua spesies ini

terutama kematian juvenile akibat penggunaan alat tangkap purse seine dengan

alat bantu rumpon. Penutupan berlaku pada periode 1 Agustus – 30 September

antara tahun 2009 – 2012 yang selanjutnya diperpanjang melalui CMM 2011-01.

Namun ketentuan ini tidak berlaku jika kapal tersebut terdapat observer yang

dilaporkan ke Komisi.

Berdasarkan data hasil tangkapan per jenis alat tangkap yang didaratkan

di PPS Bitung periode tahun 2005 -2009, hasil tangkapan sebagian besar berasal

dari alat tangkap purse seine dan pole and line. Rata-rata hasil tangkapan purse

seine pada periode tersebut sebesar 78,57 persen dan pole and line sebesar 20,33

persen. Rata-rata peninkatan tangkapan purse seine setiap tahun sebesar 28,45

persen dan pole and line lebih tinggi takni 71,15 persen per tahun. Tingginya

pertumbuhan pole and line disebabkan semakin meningkatnya nelayan yang

menggunakan pole and line setiap tahun. Perkembangan pendaratan ikan di PPS

Bitung tahun 2005 -2009 dilihat pada Gambar 23.

Sumber : Diolah Data Statistik PPS Bitung 2010

2005 2006 2007 2008 2009

Long Line 330.23

Gill Net 110.00 320.61

Hand Line 1.42 0.51 0.51 4.33 57.30

Pole and Line 603.56 1,434.37 1,500.26 3,010.24 4,383.21

Purse Seine 5,026.12 7,333.98 5,065.32 9,883.84 10,248.96

- 2,000.00 4,000.00 6,000.00 8,000.00

10,000.00 12,000.00 14,000.00 16,000.00 18,000.00

Ton

Gambar 24a Jumlah Tangkapan Berdasarkan Jenis Alat Penangkapan Ikan di PPS

Bitung tahun 2005-2009

Page 173: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

145

Nelayan purse seine merupakan nelayan dominan yang mendaratkan ikan

PPS Bitung dan pemasok utama industri pengolahan ikan di Kota Bitung.

Menurut Zulham(2011), PPS Bitung memberikan pasokan kontribusi sebesar 65

persen terhadap bahan baku industri pengolahan ikan sedangkan 35 persen

langsung didaratkan di masing-masing perusahaan.

Industri perikanan merupakan motor penggerak pembangunan Kota

Bitung. Sampai dengan tahun 2012 terdapat 20 perusahaan pengolahan ikan

dengan tujuan ekspor, tiga perusahaan pengalengan dan empat perusahaan

pengolahan ikan kayu (arubishi). Penutupan selama dua bulan penggunaan alat

tangkap purse seine dengan alat bantu rumpon dan larangan penangkapan baby

tuna tentunya akan mengurangi pendapatan nelayan dan pasokan bahan baku bagi

industri perikanan di Kota Bitung.

Responden analisa ekonomi dampak pelarangan penangkapan baby tuna

berasal dari 15 nelayan purse seine yang aktif mendaratkan ikan di PPS Bitung

selama tahun 2012. Karaktepristik variabel responden disajikan pada tabel 19.

Gambar 24b Tangkapan juvenile (baby tuna) yellowfin yang didaratkan di PPS

Bitung

Page 174: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

146

Tabel 19. Rataan variable pendapat responden

Aspek Rata-rata Keterangan

Umur 27 Umur nelayan umumnya 27 tahun

Pendidikan 12 SMA

Pendapatan 20.520.000 Pendapatan per tahun

Lingkungan 3 Biasa saja

Pengetahuan 3 Kurang tahu

Kepentingan 3 Kurang tahu

Persetujuan 2 Cukup setuju

Pemanfaatan 3 Kurang tahu

Aturan 3 Kurang tahu

Perdagangan 3 Kurang tahu

Dampak 4 Kurang berdampak

Model regresi kesediaan nelayan purse seine untuk menerima pembayaran

(WTA) atas kesediaannya untuk tidak melakukan penangkapan juvenile (baby

tuna). Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar persepsi masyarakat

nelayan purse seine tentang pentingnya mewujudkan perikanan tuna

berkelanjutan. Dengan kata lain, adanya imbal jasa sebagai kompensasi kepada

nelayan purse seine di harapkan mampu mengurangi tekanan terhadap terhadap

ikan tuna yang masih kecil (baby tuna), sehingga ikan tuna bisa tumbuh besar dan

bernilai ekonomi tinggi serta mampu memenuhi kebutuhan protein hewan yang

sehat.

Analisa WTA dalam penelitian dilakukan dalam empat tahapan, yaitu:

1) Memberikan pemahaman tentang kemungkinan larangan penangkapan baby

tuna

Seluruh responden diberikan informasi, bahwa kemungkinan akan

dilakukannya pelarangan penangkapan baby tuna (yellowfin tuna dan bigeye tuna)

di wilayah Laut Sulawesi apabila Indonesia melakukan pengesahan terhadap

Konvensi WCPFC. Adapun responden adalah nelayan pengguna alat tangkap

purse seine.

2) Memperoleh Nilai WTA

Besarnya nilai WTA didapatkan dari hasil wawancara dengan

menggunakan daftar pertanyaan dalam bentuk kuisioner (Lampiran 3).

Berdasarkan hasil analisa, nilai rataan kesediaan menerima pembayaran (WTA)

Page 175: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

147

kompensasi atas larangan penangkapan baby tuna per orang sebesar Rp 4.774.000

per tahun atau Rp 397.433 per bulan.

Sementara itu, rataan pendapatan tetap setiap nelayan purse seine sebesar

Rp 20.520.000 per tahun atau Rp 1.710.000 per bulan. Dengan demikian, apabila

larangan penangkapan baby tuna diberlakukan, maka pendapatan nelayan purse

seine per bulannya menjadi Rp 1.312.166,67, karena kehilangan sebesar Rp

397.433 per bulan. Oleh karena itu, dengan rata-rata nilai jual baby tuna Rp

10.000 per kg, maka untuk mempertahankan pendapatan nelayan purse seine

sebesar Rp 1.710.000 per bulannya, perlu kompensasi atau subsidi harga sebesar

Rp 3.031 per kg baby tuna. Hasil analisa sintesa dimuat pada Tabel 15, didukung

oleh pendapat responden yang dituangkan dalam Tabel 16

3) Evaluasi WTA

Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa variabel-variabel umur, tingkat

pendidikan, jumlah pendapatan, kondisi lingkungan, pengetahuan terhadap

Konvensi WCPFC, kepentingan terhadap perdagangan tuna, persetujuan terhadap

ratifikasi Konvensi WCPFC, pola pemanfaatan, aturan penangkapan baby tuna,

peluang perdagangan tuna dan dampak terhadap pendapatan, di duga signifikan

memengaruhi kemampuan atau kesediaan untuk menerima pembayaran dengan

menggunakan model persamaan multiple regression. Hasil sintesa atas

pengolahan data menghasilkan bahwa nilai R square pada model ini nilainya

adalah 0,996 yang menunjukkan bahwa seberapa besar pengaruh variabel-variabel

penduga dalam menentukan peluang responden bersedia dibayar (WTA). Dengan

kata lain, 99,6 persen peluang respon bersedia untuk dibayar apabila dilakukan

larangan penangkapan baby tuna.

Sementara hasil sintesa pada penetapan variabel in the equation, maka

nilai koefisien dari setiap peubah pada model persamaan regresi disajikan pada

Tabel 20 yang ditunjukan pada nilai signifikan nilai kepecayaan 99 persen.

Page 176: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

148

Tabel 20. Nilai Koefisien pada Peubah Kesediaan Masyarakat untuk Menerima

Pembayaran atas Larangan Penangkapan Baby Tuna di PPS Bitung

2012

Coefficien

ts

Standard

Error t Stat P-value

Lower

95%

Upper

95%

Lower

95.0%

Upper

95.0%

Intersep

-271501.85

76 1691412.03

-0.1605178

71

0.882672

927

-5654329.8

21

5111326.1

06

-5654329.8

21

5111326.1

06

Umur 128813.74

63 15838.3984 8.1330032

89 0.003886

622 78408.893

81 179218.59

87 78408.893

81 179218.59

87

Pendidikan

-

78324.6366

38801.79022

-

2.018583064

0.13684334

-

201809.2505

45159.97732

-

201809.2505

45159.97732

Pendapatan

0.203017325

0.023448626

8.657962377

0.00324153

0.128393331

0.27764132

0.128393331

0.27764132

Lingkungan

-

492251.3052

200132.8332

-

2.459622927

0.090897998

-

1129163.301

144660.6905

-

1129163.301

144660.6905

Pengetahuan

114699.1526 147241.93

0.778984306

0.492789732

-

353890.3833

583288.6886

-

353890.3833

583288.6886

Kepentingan

874425.4573

276364.7804

3.164026386

0.050713466

-

5090.616762

1753941.531

-

5090.616762

1753941.531

Persetujuan

-

652544.3475

76164.88169

-

8.567522629

0.003341989

-

894934.9938

-

410153.7012

-

894934.9938

-

410153.7012

Pemanfaa

tan

1128123.6

13

293706.560

1

3.8409888

17

0.031128

702

193418.25

6

2062828.9

7

193418.25

6

2062828.9

7

Aturan

-

934489.42

47

234233.790

8

-

3.9895585

58

0.028200

658

-

1679925.8

87

-

189052.96

27

-

1679925.8

87

-

189052.96

27

Perdagan

gan

-

393041.81

95

292539.691

1

-

1.3435504

02

0.271680

639

-

1324033.6

78

537950.03

93

-

1324033.6

78

537950.03

93

Dampak

-

275987.81

79

139855.842

6

-

1.9733735

31

0.142976

35

-

721071.52

73

169095.89

16

-

721071.52

73

169095.89

16

Sumber: Data diolah

4) Analisa faktor yang memengaruhi WTA

Tabel 16 di atas merupakan hasil sintesa atas pengolahan data yang

menghasilkan nilai variable in the equation dari persamaan regresi berikut:

Y WTA= -2,7150 + 1,2881 X1 -7,832 X2 + 0,0203 X3 - 4,9225 X4 + 1,1469

X5 + 8,7442 X6 – 6,5254X7 + 1,1281 X8 - 9,3448 X9 - 3,9304 X10 -

2,7598 X11

Hasil analisa dari model regresi YWTA maka koefisien dari model WTA

tersebut yang signifikan adalah variabel pendapatan, persetujuan dan umur, yaitu

sebesar 0,003 (P-Value) lebih kecil daripada 0,05. Artinya, setiap kenaikan 1 unit

pendapatan akan mengakibatkan kenaikan 2,03 kali kesediaan untuk menerima

pembayaran (WTA). Dengan kata lain, bila terjadi kenaikan kesediaan untuk

Page 177: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

149

menerima pembayaran jasa lingkungan dari masyarakat sebesar 2,03 kali maka

secara signifikan tingkat pendapatan masyarakat nelayan terjadi pula kenaikannya

pada tingkat kepercayaan 99 persen. Selain pendapatan, variabel lain yang juga

berpengaruh signifikan adalah persetujuan sebesar 0.003 (penurunan 6,52 kali

untuk 1 unit), umur sebesar 0,003 (kenaikan 1,28 kali untuk 1 unit), aturan sebesar

0,02 (penurunan 9,34 kali untuk 1 unit), dan dampak pemanfaatan sebesar 0,03

(kenaikan 112 kali untuk 1 unit).

Tabel 21. Nilai WTA dan Pendapatan Nelayan Purse Seine di PPS Bitung 2012

No Nama WTA Pendapatan Tetap

1 Rml 4.320.000 21.600.000

2 RD 3.600.000 18.000.000

3 JB 4.500.000 18.000.000

4 NM 3.600.000 18.000.000

5 Mx 3.600.000 18.000.000

6 Srd 4.320.000 24.000.000

7 Jhr 5.250.000 21.000.000

8 Jh L 7.200.000 24.000.000

9 Tbh 3.600.000 15.600.000

10 RR 4.320.000 21.600.000

11 EW 6.000.000 30.000.000

12 Sml 6.300.000 18.000.000

13 TT 9.000.000 30.000.000

14 Le 2.400.000 12.000.000

15 FM 3.600.000 18.000.000

Total Per Tahun 4.774.000 20.520.000

Total per Bulan 397.833 1.710.000

Sumber: Data diolah

5.5 Analisa AWOT

Posisi Indonesia dalam pengelolaan perikanan di laut lepas dipengaruhi

oleh faktor internal dan eksternal. Penelitian ini mengkombinasikan teknik-teknik

pembobotan (weighting) terhadap faktor internal dan eksternal dengan teknik

perbandingan berpasangan (pairwise comparison) dari Saaty (1983). Menurut

Kangas et al (2001) penggunaan pairwise comparison dalam SWOT ini

menghasilkan teknik yang disebut sebagai AWOT atau AHP-SWOT. Cara ini

akan menghasilkan perumusan strategi yang terboboti.

5.5.1 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal

Strategi diplomasi Indonesia dalam pengelolaan perikanan di laut lepas

yang dikelola oleh WCPFC disusun berdasarkan hasil identifikasi faktor internal

Page 178: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

150

dan eksternal. Faktor internal didefinisikan sebagai faktor yang berasal dari dalam

lingkungan organisasi, yang dalam hal ini adalah pemerintah Indonesia,

sedangkan faktor eksternal adalah factor yang berasal dari luar (Pearce &

Robinson, 1997).

A. Faktor Internal

Kekuatan (Strength)

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dan analisa peraturan

internasional serta peraturan perundang-undangan nasional, beberapa faktor

diidentifikasi sebagai kekuatan dalam strategi diplomasi Indonesia di WCPFC.

Kekuatan-kekuatan tersebut mencakup:

1) Adanya asosiasi perikanan tuna. Pengusaha perikanan tuna mempunyai

organisasi dalam memperjuangkan haknya serta berbagai informasi dalam

pelaksanaan usahanya. Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor Kep.14/Men/2012 tentang Pedoman Umum Penumbuhan dan

Pengembangan Kelembagaan Pelaku Utama Perikanan, Asosiasi Perikanan

didefinisikan sebagai kumpulan dari gabungan kelompok perikanan yang

mempunyai tujuan bersama dengan jenis usaha yang sama. Adapun

organisasi pengusaha perikanan tuna di Indonesia, yaitu Asosiasi Tuna

Indonesia (ASTUIN) dan Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI).

2) Pelayanan perikanan satu atap. Pelayanan perikanan satu atap dilakukan di

kawasan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung, seperti Otoritas

Pengelolaan Pelabuhan Perikanan terkait dengan pelayanan SHTI (Sertifikat

Hasil Tangkapan Ikan), PSDKP terkait dengan pelayanan SLO (Surat Laik

Operasi), dan Syahbandar Perikanan terkait dengan SPB (Surat Persetujuan

Berlayar) dan STBLK (Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan) kapal.

Pelayanan satu atap ini memudahkan pelaku usaha perikanan tangkap,

khususnya pemilik kapal dalam mengurus dokumen operasional penangkapan

dan pengangkutan ikan.

3) Pelabuhan perikanan dan sarana penunjang tersedia. Fasilitas pelabuhan

merupakan sarana dan prasarana yang tersedia di lokasi pelabuhan untuk

Page 179: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

151

mendukung kegiatan operasional pelabuhan perikanan. Adapun fasilitas di

PPS Bitung, yaitu (DJPT, 2009):

a. Fasilitas pokok di PPS Bitung relatif lengkap dimana fasilitas-fasilitas

yang terkait dengan keamanan dan kenyamanan tambat labuh tersedia.

Sebagian besar fasilitas dalam kondisi baik dan dimanfaatkan sesuai

dengan peruntukkannya. Namun demikian, masih ada fasilitas pokok yang

pemanfaatannya tidak sesuai seperti Pencegah Benturan Kapal (fender). Data

selengkapnya mengenai fasilitas pokok disajikan pada Tabel 22.

b. Fasilitas fungsional PPS Bitung sebagian besar dalam kondisi baik dan

pemanfaatannya sesuai dengan peruntukkannya. Data selengkapnya

mengenai fasilitas fungsional di PPS Bitung disajikan pada Tabel 23.

c. Fasilitas penunjang digunakan untuk mendukung aktifitas operasional

pelabuhan dalam kondisi baik dan pemanfaatannya sesuai dengan

peruntukkannya. Data selengkapnya mengenai fasilitas penunjang di PPS

Bitung disajikan pada Tabel 24.

Tabel 22. Fasilitas Pokok PPS Bitung

Nama Fasilitas Jumlah

(unit) Volume

Satuan

Volume Kondisi Manfaat

Areal Daratan

Pelabuhan 1 4,6 ha Baik Sesuai

Dermaga 2 1.764-

1.610

m² Baik Sesuai

Kolam Pelabuhan 1 6 ha Baik Sesuai

Alur Pelayaran 1 Baik Sesuai

Pencegah Benturan

Kapal (Fender) 25 m Baik

Tidak

Sesuai

Tempat Tambat

(Bollard) 25 m Baik Sesuai

Jalan 1 7.185 m² Baik Sesuai

Drainase 1 490 m² Baik Sesuai

Page 180: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

152

Tabel 23. Fasilitas Fungsional PPS Bitung.

Nama Fasilitas Jumlah

(unit) Volume

Satuan

Volume Kondisi Manfaat

Tempat Pelelangan

Ikan (TPI) 1 1.420 m² Baik Sesuai

Menara Pengawas 1 9 m² Baik Sesuai

Penampung/Tangki Air 1 938 m3 Baik Sesuai

Pengolahan Air 1 9,38 m³ Baik Sesuai

Pabrik Es 1 1 ha Baik Sesuai

Gudang Es 1 500 m³ Baik Sesuai

Mesin Penghancur Es 3 Unit Baik Sesuai

Genset 1 Baik Sesuai

Daya Listrik 7,158,125 Paket Baik Sesuai

Rumah Genset 1 99 m² Baik Sesuai

SPBN 1 616

m² Baik Sesuai

Tangki BBM 1 1.000 KL Baik Sesuai

Docking 1 1

ha Baik Sesuai

Bengkel 1 Baik Sesuai

Perbaikan Jaring 1 9 m² Baik Sesuai

Tempat Pengolahan

Ikan 1 1 m² Baik Sesuai

Tempat Penyimpanan

Ikan Segar 1 1 m² Baik Sesuai

Cold Storage 1 1 ha

Lab Pembinaan dan

Pengujian Mutu Hasil

Perikanan

1 928,13 m² Baik Sesuai

Syahbandar 1 168,92 m² Baik Sesuai

Kantor Administrasi

Pelabuhan 1 651,50 m² Baik Sesuai

Kantor Pengawas

Perikanan 1 19,50 m² Baik Sesuai

Kendaraan Inventaris

Roda 4 2 Unit Baik Sesuai

Kendaraan Inventaris

Roda 2 1 Unit Baik Sesuai

Tempat Parkir 1 ha Baik Sesuai

Kapal Pengawas 1 Unit Baik Sesuai

IPAL 1 20 m² Baik Sesuai

Page 181: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

153

Tabel 24. Fasilitas penunjang PPS Bitung.

Nama Fasilitas Jumlah

(unit) Volume

Satuan

Volume Kondisi Manfaat

Mess Karyawan 3 240,88 m² Baik Sesuai

Pos Jaga 2 42,25 m² Baik Sesuai

Pos Pelayanan Terpadu 1 150 m² Baik Sesuai

Guest House 2

Tempat Peribadatan 2

935,52 m² Baik Sesuai

Klinik Kesehatan 1

150

MCK 1 45 m² Baik Sesuai

Waserda/toko 4 30,71 m² Baik Sesuai

4) Terdapat pelaku usaha perikanan tangkap skala industri dan kecil. Pancing

hand line berkembang di Bitung. Hal ini dalam rangka menekan biaya

operasional laut yang monthly fishing menjadi one day fishing. Dengan

demikian, Anak Buah Kapal (ABK) purse seine berubah menjadi hand line.

5) Kelengkapan peraturan perundang-undangan Indonesia. Berdasarkan analisa

peraturan perundang-undangan tingkat nasional, peraturan perundang-

undangan Indonesia dalam pengelolaan perikanan, termasuk pengelolaan

perikanan di laut lepas cukup lengkap. Bahkan, perkembangan terakhir, sudah

ada aturan usaha perikanan tangkap di laut lepas, yaitu Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor Per.12/Men/2012.

6) Adanya estimasi jumlah tangkapan yang diperbolehkan. Estimasi jumlah

tangkapan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan

(Kepmen KP) Nomor Kep. 45/Men/2011 tentang Estimasi Potensi

Sumberdaya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik

Indonesia. Estimasi yang dikeluarkan berdasarkan Kepmen KP Nomor

45/Men/2011 yaitu sebesar 6.520.100 ton/tahun, dimana ikan pelagis kecil

menempati urutan pertama, yaitu 3.645.700 ton/tahun, kemudian ikan

demersal (1.452.500 ton/tahun), ikan pelagis besar (1.145.400 ton/tahun),

ikan karang konsumsi (145.300 ton/tahun), udang penaeid (98.300 ton/tahun),

cumi-cumi (28.300 ton/tahun), dan lobster (4.800 ton/tahun). Sementara

Page 182: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

154

berdasarkan WPP, WPP 711 menempati urutan pertama, yaitu 1.059.000

ton/tahun, kemudian WPP 713 (929.700 ton/tahun), WPP 718 (855.500

ton/tahun), WPP 712 (836.600 ton/tahun), WPP 715 (595.600 ton/tahun),

WPP 572 (565.200 ton/tahun), WPP 573 (491.700 ton/tahun), WPP 716

(333.600 ton/tahun), WPP 717 (299.100 ton/tahun), WPP 714 (278.000

ton/tahun), dan WPP 571 (276.000 ton/tahun.

7) Perairan Laut Sulawesi dan ZEE Indonesia di Samudera Pasifik

diindikasikan sebagai spawning ground yellowfin. Sebagaimana Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.01/MEN/2009 tentang Wilayah

Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, terdapat 11 WPP Republik

Indonesia. Kedua WPP-RI tersebut diindikasikan sebagai spawning ground

tuna yellowfin (yellowfin). Adapun kedua WPP-RI tersebut, yaitu WPP 716

(Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera), meliputi Provinsi

Sulawesi Utara, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Maluku Utara, dan

Provinsi Gorontalo; dan WPP 717 (perairan Teluk Cendrawasih dan

Samudera Pasifik), meliputi : Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan

Provinsi Maluku Utara.

8) Jumlah armada penangkapan dan nelayan pada WPP 716 dan 717 cukup

besar. Data statistik perikanan tangkap per WPP tahun tahun 2011

menunjukan bahawa terdapat 754 kapal penangkapan ikan, dimana 84 persen

atau 630 kapal berukuran antara 20 -100 GT

Selanjutnya faktor-faktor ini dianalisis menggunakan metode

perbandingan berpasangan. Hasil analisis perhitungan bobot disajikan pada

Gambar 25 dan Tabel 25.

Gambar 25. Hasil Analisa Perbandingan Kekuatan

M o d e l N a m e : S t r e n g t - S

Priorities with respect to:

Goal: Kekuatan

Adanya asosiasi perikanan tuna .058

Pelayanan perikanan satu atap .088

Pelabuhan perikanan dan sarana .099

Terdapat pelaku usaha perikana .036

Kelengkapan peraturan perundan .137

Adanya estimasi jumlah tangkap .169

Perairan Laut Sulawesi dan ZEE .373

Jumlah armada penangkapan dan .041

Inconsistency = 0.02

with 0 missing judgments.

Page 1 of 12/17/2013 11:02:21 AM

akhmad solihin

Page 183: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

155

Berdasarkan hasil analisis di atas menghasilkan nilai consistency ratio

No. Aspek Skor

Bobot Rangking

1 Adanya asosiasi perikanan tuna 0,035 6

2 Pelayanan perikanan satu atap 0,053 5

3 Pelabuhan perikanan dan sarana penunjang tersedia 0,059 4

4 Terdapat pelaku usaha perikanan tangkap skala

industri dan kecil

0,022 8

5 Kelengkapan peraturan perundang-undangan

Indonesia

0,082 3

6 Adanya estimasi jumlah tangkapan yang

diperbolehkan

0,101 2

7 perairan Laut Sulawesi dan ZEE Indonesia di

Samudera Pasifik diindikasikan sebagai Spawning

Gound yellow fin tuna

0,224 1

8 Jumlah armada penangkapan dan nelayan cukup

besar

0,024 7

Hasil analisis pembobotan faktor kekuatan yang memberikan peluang

menunjukkan bahwa perairan Laut Sulawesi dan ZEE Indonesia di Samudera

Pasifik diindikasikan sebagai spawning ground yellow fin tuna mendapatkan

bobot relatif tertinggi (0,224) dibandingkan faktor lainnya. Urutan bobot relatif

lainnya adalah adanya estimasi jumlah tangkapan yang diperbolehkan (0,101),

kelengkapan peraturan perundang-undangan Indonesia (0,082), pelabuhan

perikanan dan sarana penunjang tersedia (0,059), pelayanan perikanan satu atap

(0,053), adanya asosiasi perikanan tuna (0,035), jumlah armada penangkapan dan

nelayan cukup besar (0,024), dan terdapat pelaku usaha perikanan tangkap skala

industri dan kecil (0,022)

(CR) sebesar 0.02. Artinya, data pengisian kuisioner dari responden cukup

konsisten sehingga tidak perlu dilakukan revisi pendapat. Revisi pendapat

dilakukan apabila nilai CR > 0,1, dengan pengulangan pengisian kuesioner atau

melakukan pengolahan data (adjustment) (Saaty, 1983).

Tabel 21. Hasil Skor Bobot dan Rangking Aspek Kekuatan

Page 184: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

156

Kelemahan (Weaknes)

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dan analisa peraturan

internasional serta peraturan perundang-undangan nasional, beberapa faktor

diidentifikasi sebagai kelemahan dalam strategi diplomasi Indonesia di WCPFC.

Kelemahan-kelemahan tersebut mencakup:

(1) Penempatan rumpon tidak sesuai peraturan. Kementerian Kelautan dan

Perikanan mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.02/Men/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat

Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan

Perikanan Negara Republik Indonesia Menurut Peraturan Menteri ini, jalur

penangkapan ikan di WPP-NRI terdiri dari:

a. Jalur penangkapan ikan I, terdiri dari: jalur penangkapan ikan IA, meliputi

perairan pantai sampai dengan 2 mil laut yang diukur dari permukaan air

laut pada surut terendah, dan Jalur penangkapan ikan IB, meliputi

perairan pantai di luar 2 mil laut sampai dengan 4 mil laut.

b. Jalur penangkapan ikan II, meliputi perairan di luar jalur penangkapan

ikan I sampai dengan 12 mil laut diukur dari permukaan air laut pada surut

terendah.

c. Jalur penangkapan ikan III, meliputi ZEEI dan perairan di luar jalur

penangkapan ikan II.

(2) Sistem pendataan perikanan Indonesia masih belum baik. Permasalahan

klasik dan mendasar dalam pengelolaan perikanan Indonesia adalah

lemahnya sistem pendataan. Namun demikian, dalam perkembangannya,

sistem pendataan perikanan tangkap dibenahi dengan cara dikeluarkannya

aturan logbook penangkapan ikan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor Per.18/Men/2010. Hal ini sebagaimana dituangkan dalam

konsideran menimbang, yaitu bahwa dalam rangka mendukung kebijakan

pengelolaan sumber daya ikan yang optimal dan berkelanjutan serta

terjaminnya kelestarian sumber daya ikan, diperlukan data dan informasi

perikanan yang akurat terkait dengan kegiatan penangkapan ikan dalam

logbook penangkapan ikan. Alur dan mekanisme pelaksanaan logbook

Page 185: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

157

Penangkapan Ikan sebagaimana diatur dalam Permen KP Nomor

18/Men/2010 disajikan pada Gambar 26.

Gambar 26. Alur dan Mekanisme Logbook Penangkapan Ikan

(3) Pelaksanaan observer dan board inspection belum optimal. Berdasarkan

analisa peraturan sebelumnya, bahwa kegiatan observer dan board inspection

sudah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan Indonesia, yaitu

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.12/Men/2012 dan

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.30/Men/2012. Namun

program tersebut dihadapkan pada berbagai kendala keterbatasan jumlah

sumberdaya manusia.

(4) Pelaksanaan VMS masih belum optimal. Berdasarkan analisa peraturan

sebelumnya, kewajiban penggunaan VMS diatur dengan UU No. 31 Tahun

2004 sebagaimana diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009, Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor. Per.05/Men/2007, Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor. Per.12/Men/2012, dan Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Nomor. Per.30/Men/2012. Namun demikian, banyak

nelayan yang tidak mengaktifkan VMS tersebut.

Page 186: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

158

(5) Belum ada RPP Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik. Setiap WPP-NRI

seharusnya memilki Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP). Namun untuk

kedua WPP tersebut hingga saat ini belum ditetapkan dalam suatu Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan. Ketiadaan dokumen RPP yang disahkan

secara hukum, dikhawatirkan mendukung kerusakan sumberdaya dan

ekosistem perairannya.

(6) NPOA IUU Fishing dan Shark Managemet belum ditetapkan menjadi

peraturan. National Plan of Action (NPOA) untuk IUU Fishing dan Shark

merupakan dokumen yang dapat dijadikan pedoman dalam mengelola IUU

Fishing dan hiu. Namun hingga saat ini, Indonesia belum menetapkannya

sebagai dokumen hukum yang dapat dijadikan sebagai landasan pengelolaan

hiu dan pemberantasan IUU fishing.

(7) Belum adanya kebijakan dan strategi nasional dalam meningkatkan posisi

tawar pemerintah Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan yang

diapit dua samudera yang didalamnya menyimpang potensi sumberdaya ikan.

Perkembangan hukum internasional, menempatkan laut lepas bukan lagi

sebagai kawasan bebas untuk penangkapan ikan. Hal ini dikarenakan, hukum

internasional memberikan mandat kepada RFMO untuk mengelola suatu

kawasan laut lepas. Oleh karena itu, dalam mensejajarkan diri dengan Negara

tetangga, maka Indonesia perlu menyusun strategi untuk meningkatkan posisi

tawar pemerintah Indonesia dalam forum internasional atau regional.

(8) Armada penangkapan ikan nasional didominasi oleh kapal-kapal

penangkapan berukuran kecil. Armada perikanan nasional Indonesia

didominasi oleh armada penangkapan ikan skala kecil. Pada tahun 2011, dari

58.651 unit armada penangkapan ikan pada WPP 716 dan 717 didominasi

oleh armada perikanan tangkap skala kecil, yaitu perahu tanpa motor

sebanyak 28.583 unit (48,73%), motor tempel sebanyak 23.198 (39,55%),

dan kapal motor sebanyak 6870 unit (11,62%).

Selanjutnya faktor-faktor ini dianalisis menggunakan metode

perbandingan berpasangan. Hasil analisis perhitungan bobot disajikan pada

Gambar 27 dan Tabel 26.

Page 187: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

159

Gambar 27. Hasil Analisa Perbandingan Kelemahan

Tabel 26. Hasil Skor Bobot dan Rangking Aspek Kelemahan

No. Aspek Skor

Bobot Rangking

1 Penempatan rumpon tidak sesuai peraturan 0,018 7

2 System pendataan perikanan Indonesia masih

belum baik

0,034 5

3 Pelaksanaan observer dan board inspection belum

optimal

0,047 4

4 Pelaksanaan VMS masih belum optimal 0,028 6

5 Belum ada RPP Laut Sulawesi dan Samudera

Pasifik

0,096 1

6 NPOA IUU Fishing dan Shark Managemet belum

ditetapkan menjadi peraturan

0,071 3

7 Belum adanya kebijakan dan strategi nasional

dalam meningkatkan posisi tawar pemerintah

Indonesia.

0,094 2

8 Armada penangkapan ikan nasional didominasi

oleh kapal-kapal penangkapan berukuran kecil

0,012 8

Berdasarkan hasil analisis di atas menghasilkan nilai consistency ratio

(CR) sebesar 0.02. Artinya, data pengisian kuisioner dari responden cukup

konsisten sehingga tidak perlu dilakukan revisi pendapat serta cukup valid untuk

analisis lebih lanjut.

Hasil analisis pembobotan faktor kelemahan yang memberikan peluang

menunjukkan bahwa belum ada RPP Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik (0,096)

dibandingkan faktor lainnya. Urutan bobot relatif lainnya adalah belum adanya

kebijakan dan strategi nasional dalam meningkatkan posisi tawar pemerintah

Indonesia (0,094), NPOA IUU Fishing dan Shark Managemet belum ditetapkan

Page 188: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

160

menjadi peraturan (0,071), pelaksanaan observer dan board inspection belum

optimal (0,047), system pendataan perikanan Indonesia masih belum baik (0,034),

pelaksanaan VMS masih belum optimal (0,028), penempatan rumpon tidak sesuai

peraturan (0,018) dan Armada penangkapan ikan nasional didominasi oleh kapal-

kapal penangkapan berukuran kecil (0,012)

B. Eksternal

Peluang (Opportunity)

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dan analisa peraturan

internasional serta peraturan perundang-undangan nasional, beberapa faktor

diidentifikasi sebagai peluang dalam strategi diplomasi Indonesia di WCPFC.

Peluang-peluang tersebut mencakup:

1) Potensi sumberdaya ikan belum dimanfaatkan secara optimal. Mengacu

kepada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.45/Men/2011

tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan

Perikanan Negara Republik Indonesia, WPP 716 dan 717 untuk skipjack

berstatus moderate.

2) Regulasi/kebijakan industrialisasi dan minapolitan perikanan. Minapolitan dan

industrialisasi perikanan merupakan kebijakan Kementerian Kelautan dan

Perikanan dalam mendorong industri perikanan, termasuk didalamnya adalah

untuk komoditas tuna, tongkol dan cakalang. Kebijakan ini mendukung

pengembangan industri tuna di Indonesia. Landasan hukum kebijakan

industrialisasi perikanan ditetapkan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor Per.27/Men/2012 tentang Pedoman Umum Industrialisasi

Kelautan dan Perikanan. Sementara landasan hukum pengembangan

minapolitan, yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

Per.18/Men/2012.

3) Kajian dan mitigasi kematian non-target spesies. WCPFC mengeluarkan

beberapa CMM untuk melakukan mitigasi terhadap kematian non-target

spesies, seperti burung laut, penyu, hiu, dan Cetaceans.

Page 189: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

161

4) Mempertimbangkan nelayan artisanal dan subsisten. Konvensi WCPFC

memuat ketentuan mengenai pertimbangan nelayan artisanal dan subsisten.

Hal ini sebagaimana dituangkan dalam Pasal 5 butir h Konvensi WCPFC.

5) Tersedianya bantuan teknis dan finansial dari WCPFC, serta terhindar dari

embargo ekspor produk perikanan Indonesia oleh negara-negara anggota

WCPFC

6) Penguatan posisi Indonesia dalam forum WCPFC . Status Indonesia sebagai

CNM hanya memiliki hak bicara dalam setiap pertemuan, sementara member

akan memilki hak suara. Dengan demikian, keterlibatan aktif Indonesia dalam

WCPFC akan memudahkan Indonesia dalam hal pertukaran data dan

informasi diantara negara anggota serta terhindar dari ancaman embargo.

7) Dapat memengaruhi keputusan-keputusan yang diambil WCPFC serta

memudahkan Indonesia dalam hal pertukaran data dan informasi diantara

negara anggota

Selanjutnya faktor-faktor ini dianalisis menggunakan metode

perbandingan berpasangan. Hasil analisis perhitungan bobot disajikan pada

Gambar 28 dan Tabel 27.

Gambar 28. Hasil Analisa Perbandingan Peluang

Page 190: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

162

Tabel 27. Hasil Skor Bobot dan Rangking Aspek Peluang

No. Aspek Skor

Bobot Rangking

1 Potensi SDI belum dimanfaatkan secara optimal 0.033 7

2 Regulasi/kebijakan industrialisasi dan minapolitan

perikanan

0,047 6

3 Kajian dan mitigasi kematian non-target spesies

(burung laut, penyu dan hiu, Cetaceans)

0,099 4

4 Mempertimbangkan nelayan artisanal dan subsisten 0,073 5

5 Tersedianya bantuan teknis dan finansial dari

WCPFC, serta terhindar dari embargo ekspor

produk perikanan Indonesia oleh negara-negara

anggota WCPFC.

0,133 3

6 Penguatan posisi Indonesia dalam forum WCPFC 0,333 1

7 Dapat memengaruhi keputusan-keputusan yang

diambil WCPFC serta memudahkan Indonesia

dalam hal pertukaran data dan informasi diantara

negara anggota

0,282 2

Berdasarkan hasil analisis di atas menghasilkan nilai consistency ratio

(CR) sebesar 0.02. Artinya, data pengisian kuisioner dari responden cukup

konsisten sehingga tidak perlu dilakukan revisi pendapat serta cukup valid untuk

analisis lebih lanjut.

Hasil analisis pembobotan faktor peluang yang memberikan peluang

menunjukkan bahwa penguatan posisi Indonesia dalam forum WCPFC

mendapatkan bobot relatif tertinggi (0,333) dibandingkan faktor lainnya. Urutan

bobot relatif lainnya adalah Dapat memengaruhi keputusan-keputusan yang

diambil WCPFC serta memudahkan Indonesia dalam hal pertukaran data dan

informasi diantara negara anggota (0,282); Tersedianya bantuan teknis dan

finansial dari WCPFC, serta terhindar dari embargo ekspor produk perikanan

Indonesia oleh negara-negara anggota WCPFC (0,133); Kajian dan mitigasi

kematian non-target spesies (burung laut, penyu dan hiu, Cetaceans) (0,099);

Mempertimbangkan nelayan artisanal dan subsisten (0,073); Regulasi/kebijakan

industrialisasi dan minapolitan perikanan (0,047); dan Potensi SDI belum

dimanfaatkan secara optimal (0.033)

Page 191: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

163

Ancaman (Threat)

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dan analisa peraturan

internasional serta peraturan perundang-undangan nasional, beberapa faktor

diidentifikasi sebagai ancaman dalam strategi diplomasi Indonesia di WCPFC.

Ancaman-ancaman tersebut mencakup:

(1) Kegiatan illegal fishing oleh nelayan asing. Perairan Sulawesi umumnya

menjadi tempat praktik-praktik illegal fishing nelayan Filipina. Nelayan

Filipina sekarang banyak menggunakan pump boat untuk mencuri ikan di

Indonesia.

Gambar 29. Pumb Boat Filipina yang Tertangkap PSDKP Bitung

(2) Aturan internasional yang melarang penangkapan baby tuna. Dalam

rangka menjamin perikanan tuna berkelanjutan, maka WCPFC

mengeluarkan CMM 2008-02 (Conservation and Management Measure

for Big-eye and Yellow-fin Tuna in the WCPFC) untuk melarang

penangkapan baby tuna, untuk tuna yellowfin dan bigeye. Hal ini harus

menjadi perhatian stakeholder perikanan tuna Indonesia, karena bisa

berdampak terhadap embargo ekspor tuna Indonesia.

(3) Transshipment di tengah laut. Salah satu praktik-praktik IUU Fishing yang

marak di wilayah Bitung adalah transshipment di tengah laut. Ikan hasil

tangkapan transshipment tersebut dibawa ke Filipina, yaitu General

Santos.

(4) Wilayah penerapan WCPFC memasuki perairan kepulauan Indonesia.

Wilayah penerapan WCPFC sebagaimana dituangkan dalam Pasal 3

memasukan wilayah perairan kepulauan Indonesia. Hal ini menimbulkan

Page 192: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

164

penolakan Kementerian Luar Negeri dalam meratifikasi Konvensi

WCPFC.

(5) Pembatasan penangkapan spesies tertentu . Beberapa spesies yang

dibatasi penangkapannya adalah North Pacific Albacore, South Pacific

Albacore, Striped Marlin in the Southwest Pacific, Swordfish, North

Pacific Striped Marlin, Pacific Bluefin Tuna, Oceanic Whitetip Shark.

Hal ini sebagaimana diatur dalam CMM.

(6) Pembatasan penggunaan rumpon. CMM 2009-02 (FAD Closures And

Catch Retention) mengatur pembatasan penggunaan rumpon dalam

penggunaan alat tangkap purse seine. Hal ini mengancam nelayan purse

seine Indonesia yang menggunakan rumpon untuk mengumpulkan ikan.

(7) Beberapa ketentuan internasional yang pada awalnya bersifat sukarela

telah berubah menjadi bersifat wajib dan mengikat. Sebagaimana

diketahui bersama, bahwa FAO mengeluarkan International Plan of

Action (IPOA) untuk IUU fishing, hiu dan burung laut. Namun WCPFC,

mengeluarkan CMM yang bersifat mengikat dalam pengelolaan untuk hiu

dan burung laut serta pemberantasan IUU fishing.

(8) Pengelolaan sumberdaya di wilayah yurisdiksi nasional diindikasikan

dikendalikan oleh internasional dan regional. Wilayah penerapan WCPFC

yang memasukan perairan kepulauan Indonesida dan ZEE Indonesia

adalah ancaman. Hal ini dikarenakan, setiap kegiatan penangkapan ikan

oleh nelayan Indonesia di wilayah tumpang tindih tersebut, Indonesia bisa

mendapatkan teguran atau bahkan sanksi.

Selanjutnya faktor-faktor ini dianalisis menggunakan metode

perbandingan berpasangan. Hasil analisis perhitungan bobot disajikan pada

Gambar 33 dan Tabel 28.

Gambar 30. Hasil Analisa Perbandingan Ancaman

Model Name: Threath-T

Priorities with respect to:

Goal: Ancaman

Kegiatan illegal fishing oleh .022

Larangan penangkapan baby tuna .291

Transhipment di tengah laut .032

Wilayah penerapan WCPFC memasu .167

Pembatasan penangkapan spesies .217

Pembatasan penggunaan rumpon .116

Beberapa ketentuan internasion .098

Aturan pengelolaan SDI di wila .056

Inconsistency = 0.02

with 0 missing judgments.

Page 1 of 12/17/2013 11:59:15 AM

akhmad solihin

Page 193: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

165

Tabel 28. Hasil Skor Bobot dan Rangking Aspek Ancaman

No. Aspek Skor

Bobot Rangking

1 Kegiatan illegal fishing oleh nelayan asing 0,009 8

2 Aturan internasional yang melarang penangkapan

baby tuna

0,116 1

3 Transhipmen di tengah laut 0,013 7

4 Wilayah penerapan WCPFC memasuki perairan

kepulauan Indonesia

0,067 3

5 Pembatasan penangkapan spesies tertentu 0,087 2

6 Pembatasan penggunaan rumpon 0,046 4

7 Beberapa ketentuan internasional yang pada

awalnya bersifat sukarela telah berubah menjadi

bersifat wajib dan mengikat.

0,039 5

8 Pengelolaan sumberdaya di wilayah yurisdiksi

nasional diindikasikan dikendalikan oleh

internasional dan regional

0,023 6

Berdasarkan hasil analisis di atas menghasilkan nilai consistency ratio

(CR) sebesar 0.02. Artinya, data pengisian kuisioner dari responden cukup

konsisten sehingga tidak perlu dilakukan revisi pendapat serta cukup valid untuk

analisis lebih lanjut.

Hasil analisis pembobotan faktor peluang yang memberikan peluang

menunjukkan bahwa aturan internasional yang melarang penangkapan baby tuna

mendapatkan bobot relatif tertinggi (0,116) dibandingkan faktor lainnya. Urutan

bobot relatif lainnya adalah pembatasan penangkapan spesies tertentu (0,087);

wilayah penerapan WCPFC memasuki perairan kepulauan Indonesia (0,067);

pembatasan penggunaan rumpon (0,046); beberapa ketentuan internasional yang

pada awalnya bersifat sukarela telah berubah menjadi bersifat wajib dan mengikat

(0,039); pengelolaan sumberdaya di wilayah yurisdiksi nasional diindikasikan

dikendalikan oleh internasional dan regional (0,023); transhipmen di tengah laut

(0,013); dan kegiatan illegal fishing oleh nelayan asing (0,009).

5.5.2 Matriks IFE dan EFE

Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal,

maka dapat disusun matriks IFE yang berisi kekuatan dan kelemahan serta

matriks EFE yang berisi peluang dan ancaman disertai dengan bobot dan rating.

Page 194: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

166

Penentuan bobot diambil dari hasil AHP sedangkan rating ditentukan oleh peneliti

yang melihat hasil diskusi dengan responden. Diskusi dengan responden

dilakukan saat responden sebelum dan sesudan mengisi kuesinoner. Bobot dan

rating kemudian dikalikan untuk memperoleh skor, sedangkan untuk

mendapatkan skor akhir internal dan eksternal maka skor dari responden tersebut

dirata-rata. Tabel matriks IFE strategi kebijakan perikanan tuna dapat dilihat pada

Tabel 29.

Tabel 29 Matriks IFE efektivitas strategi kebijakan perikanan tuna

Faktor Strategis Internal Rata-rata

Skor Bobot Rating

kekuatan

A Adanya asosiasi perikanan tuna 0.035 2 0.070

B Pelayanan perikanan satu atap 0.053 2 0.106

C Pelabuhan perikanan dan sarana penunjang tersedia 0.059 2 0.119

D Terdapat pelaku usaha perikanan tangkap skala

industri dan kecil

0.022 1 0.022

E Kelengkapan peraturan perundang-undangan

Indonesia

0.082 3 0.247

G Adanya estimasi jumlah tangkapan yang

diperbolehkan

0.101 3 0.304

H perairan Laut Sulawesi dan ZEE Indonesia di

Samudera Pasifik diindikasikan sebagai Spawning

0.224 4 0.895

I Jumlah armada penangkapan dan nelayan cukup

besar

0.024 2 0.048

0.6

Kelemahan

K Penempatan rumpon tidak sesuai peraturan 0.018 2 0.037

L System pendataan perikanan Indonesia masih belum

baik

0.034 2 0.068

M Pelaksanaan observer dan board inspection belum

optimal

0.047 2 0.094

N Pelaksanaan VMS masih belum optimal 0.028 2 0.055

O Belum ada RPP Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik 0.096 4 0.382

P NPOA IUU Fishing dan Shark Managemet belum

ditetapkan menjadi peraturan

0.071 3 0.212

Q Belum adanya kebijakan dan strategi nasional dalam

meningkatkan posisi tawar pemerintah Indonesia

0.094 3 0.283

R Armada penangkapan ikan nasional didominasi oleh

kapal-kapal penangkapan berukuran kecil

0.012 1 0.012

0.400

Total 1 2.954

Page 195: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

167

Berdasarkan hasil perhitungan matriks IFE di atas maka dapat disimpulkan

bahwa efektivitas strategi kebijakan perikanan tuna secara internal berada dalam

kondisi rata-rata. Hal ini dapat dilihat dari nilai total nilai sebesar 2,954.

Pada Tabel 26 dapat diketahui bahwa kekuatan utama strategi kebijakan

adalah perairan Laut Sulawesi dan ZEE Indonesia di Samudera Pasifik

diindikasikan sebagai spawning dengan nilai 0.895. Spawning ground di wilayah

Indonesia dapat dijadikan alat diplomasi yang menguntungkan Indonesia dalam

setiap pembuatan keputusan WCPFC. Namun demikian, di sisi lain, lemahnya

diplomasi akan menyudutkan Indonesia ketika nelayan Indonesi melakukan

penangkapan ikan baby tuna yang berada di Indonesi. Oleh karena itu, keberadaan

spawning ground tersebut perlu dikaji secara ilmiah.

Faktor kedua adalah adanya estimasi jumlah tangkapan yang

diperbolehkan dengan nilai 0.304. Adanya estimasi perikanan Indonesia

merupakan amanat dari UNCLOS 1982 untuk menjadi alat ukur dalam

pengelolaan perikanan. Oleh karena itu, keberadaan data perikanan yang baik

adalah syarat utama dalam memperbaiki dan menyusun estimasi perikana

tersebut. Faktor terakhir adalah kelengkapan peraturan perundang-undangan

Indonesia dengan nilai sebesar 0.247. Berdasarkan hasil analisa peraturan

perundang-undangan, bahwa peraturan perundang-undangan secara umum sudah

lengkap meski ada beberapa peraturan yang perlu ditetapkan. Namun demikian,

kelengkapan peraturan perundang-undangan Indonesia merupakan kekuatan

Indonesia dalam melakukan diplomasi, bahwa Indonesia memiliki kepedulian

yang sama dengan negara lainnya dalam mewujudkan perikanan berkelanjutan

dan bertanggung jawab.

Kelemahan utama strategi kebijakan adalah belum adanya Rencana

Pengelolaan Perikanan (RPP) Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik dengan nilai

sebesar 0.096. Ketiadaan RPP ini dapat berpengaruh terhadap keberlanjutan

perikanan di kedua WPP tersebut. Dengan demikian, ketiadaan RPP adalah

kelemahan yang harus menjadi perhatian pemerintah Indonesia.

Faktor kedua adalah belum adanya kebijakan dan strategi nasional dalam

meningkatkan posisi tawar pemerintah Indonesia dengan nilai sebesar 0,174.

Permasalahan posisi tawar adalah hal penting dalam diplomasi, sehingga

Page 196: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

168

kekuatan-kekuatan seperti adanya indikasi spawning ground dapat dijadikan alat

utama meningkatkan posisi tawar tersebut. Faktor terakhir adalah NPOA IUU

Fishing dan Shark Managemet belum ditetapkan menjadi peraturan. Kedua NPOA

tersebut belum ditetapkan dalam sebuah peraturan. Hal ini dikarenakan, IUU

Fishing dan hiu dimuat dalam international plan of action (IPOA) yang bersifat

softlaw. Padahal, dalam RFMO, khususnya WCPFC, aturan yang softlaw diubah

menjadi hardlaw melalui CMM.

Sementara itu, matriks EFE efektivitas strategi kebijakan perikanan tuna

dapat dilihat pada Tabel 26. Berdasarkan hasil analisis matriks EFE, diperoleh

jumlah skor rata-rata untuk faktor eksternal sebesar 2.965. Nilai ini

memperlihatkan bahwa efektivitas strategi kebijakan perikanan tuna berada dalam

level rata-rata.

Tabel 30 Matriks EFE efektivitas strategi kebijakan perikanan tuna

Faktor strategis eksternal Rata-rata

Skor Bobot Rating

A Peluang

Potensi SDI belum dimanfaatkan secara optimal

0.0198

1

0.020

B Regulasi/kebijakan industrialisasi dan minapolitan perikanan 0.0282 2 0.056

C Kajian dan mitigasi kematian non-target spesies 0.0594 3 0.178

D Mempertimbangkan nelayan artisanal dan subsisten 0.0438 2 0.088

E Tersedianya bantuan teknis dan finansial dari WCPFC, serta

terhindar dari embargo ekspor produk perikanan Indonesia

oleh negara-negara anggota WCPFC

0.0798 3 0.239

F Penguatan posisi Indonesia dalam forum WCPFC 0.1998 4 0.799

G Dapat memengaruhi keputusan-keputusan yang diambil

WCPFC serta memudahkan Indonesia dalam hal pertukaran

data dan informasi diantara negara anggota

0.1692 3 0.508

0.6

Ancaman

H Kegiatan illegal fishing oleh nelayan asing 0.009 2 0.018

I Aturan internasional yang melarang penangkapan baby tuna 0.116 4 0.466

J Transhipmen di tengah laut 0.013 2 0.026

K Wilayah penerapan WCPFC memasuki perairan kepulauan

Indonesia

0.067 3 0.200

L Pembatasan penangkapan spesies tertentu 0.087 2 0.174

M Pembatasan penggunaan rumpon 0.046 2 0.093

N Beberapa ketentuan internasional yang pada awalnya bersifat

sukarela telah berubah menjadi bersifat wajib dan mengikat

0.039 2 0.078

P Pengelolaan sumberdaya di wilayah yurisdiksi nasional

diindikasikan dikendalikan oleh internasional dan regional

0.023 1 0.023

0.4

Total 1.000 2.965

Page 197: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

169

Berdasarkan Tabel 30 bahwa peluang utama adalah penguatan posisi

Indonesia dalam forum WCPFC menduduki urutan pertama. Hal ini bisa dilihat

dari nilai sebesar 0.799. Penguatan tersebut dengan membenahi hal-hal yang

dipersyaratkan oleh WCPFC seperti pembenahan sistem data dan implementasi

MCS yang baik serta terlibat aktif dalam setiap pertemuan yang diselenggarakan.

Peluang kedua yang dapat dimanfaatkan adalah dapat memengaruhi

keputusan-keputusan yang diambil WCPFC serta memudahkan Indonesia dalam

hal pertukaran data dan informasi diantara negara anggota dengan nilai sebesar

0.508. Peluang ini didasarkan bahwa Indonesia memperkuat diplomasi dengan

berbagai kepatuhan dan bukti ilmiah tentang spawning ground. Faktor ketiga

adalah tersedianya bantuan teknis dan finansial dari WCPFC, serta terhindar dari

embargo ekspor produk perikanan Indonesia oleh negara-negara anggota WCPFC

dengan nilai sebesar 0.263. Sebagaimana yang disebutkan sebelunya, bahwa

keterlibatan aktif Indonesia selain peduli terhadap isu global dan regional, juga

mendapatkan bantuan teknis dan financial dalam mewujudkan perikanan di

wilayah WCPFC.

Faktor utama yang menjadi ancaman efektivitas strategi kebijakan adalah

aturan internasional yang melarang penangkapan baby tuna. Faktor ini memiliki

nilai sebesar 0.466. Larangan penangkapan baby tuna tersebut berdasarkan CMM

yang disebabkan oleh menurunnya tangkapan tuna yellowfin dan bigeye. Oleh

karena itu, larangan penggunaan purse seine dengan menggunakan rumpon juga

telah dikeluarkan.

Faktor ancaman kedua adalah wilayah penerapan WCPFC memasuki

perairan kepulauan Indonesia. Faktor ini memiliki nilai sebesar 0.200. Wilayah

penerapan WCPFC memasukan perairan kepulauan Indonesia, sehingga dalam

ratifikasi yang akan dilakukan oleh pemerintah Indonesia harus memberikan

catatan untuk batasan wilayah tersebut. hal ini dikarenakan, biasanya pengelolaan

RFMO berada di luar ZEE. Faktor ketiga adalah pembatasan penangkapan spesies

tertentu dengan nilai 0.174. Pembatasan tersebut dalam rangka menjaga

keberlanjutan spesies tertentu yang dikhawatirkan musnah. Berdasarkan dari

perhitungan matriks IFE dan EFE diperoleh jumlah nilai rata-rata sebesar 2.954

dan 2.965. Penggabungan antara nilai IFE dan EFE pada matriks IE akan

Page 198: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

170

menunjukkan efektivitas strategi kebijakan perikanan tuna berada pada sel ke lima

(V) seperti yang terlihat pada Gambar 34. Dengan demikian, strategi yang terbaik

yang sebaiknya dilakukan adalah menjaga dan mempertahankan posisi yang

selama ini sudah diraih. Kebijakan umum dari strategi ini adalah dengan cara

penguatan posisi Indonesia dalam WCPFC. Selain itu, perlu peningkatan system

pengumpulan data dan informasi yang disertai dengan peningkatan pengawasan.

Total Rata-rata Tertimbang IFE

Kuat Rata-rata Lemah

(3,0-4.0) (2,0-2,99) (1,0-1,99)

Tinggi

(3,0-4,0)

Total Sedang

Rata-rata (2,0-2,99)

Tertimbang EFE Rendah

(1,0-1,99)

Gambar 31 Matriks IE

5.6 Strategi Kebijakan

Setelah melakukan analisis terhadap faktor internal dan eksternal,

selanjutnya dapat diformulasikan alternatif strategi dengan menggunakan matriks

SWOT, yang merupakan kombinasi dari strategi SO, WO, ST, dan WT.

perumusan strategi dilakukan dengan mempertimbangkan keempat faktor yaitu

kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang telah diidentifikasi. Strategi

yang dihasilkan merupakan kombinasi SO (strength-opportunities), ST (strength-

threats), WO (weakness-opportunities), dan WT (weakness-threats) yang

dirangkum dalam matriks SWOT. Perumusan strategi pemasaran yang dibangun

dengan menggunakan matriks SWOT dapat pada Tabel 27.

I II III

IV VI

VII VIII IX

V

Page 199: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

T

abel

31. M

atri

k S

WO

T u

ntu

k P

eru

musa

n S

trat

egi

Dip

lom

asi

Indones

ia

I

FA

S

E

FA

S

Kek

ua

tan

(S

tren

gth

s)

S1

. A

dan

ya

aso

siasi

per

ikanan

tuna;

S2

. P

elay

anan

per

ikanan s

atu a

tap

;

S3

. P

elab

uhan

per

ikanan

dan

sar

ana

pen

unja

ng t

erse

dia

;

S4

. T

erd

apat

pel

aku u

saha

per

ikan

an t

ang

kap

skal

a

ind

ust

ri d

an k

ecil

;

S5

. K

elen

gkap

an p

erat

ura

n p

erund

ang

-und

angan

Ind

ones

ia;

S6

. A

dan

ya

esti

masi

ju

mla

h t

ang

kap

an y

ang

dip

erb

ole

hkan

;

S7

. S

pa

wn

ing

Go

un

d

yell

ow

fin

tu

na

;

S8

. Ju

mla

h a

rmad

a p

enan

gkap

an d

an n

elayan c

uk

up

bes

ar;

Kel

em

ah

an

(W

ea

kn

esse

s)

W1

. P

enem

pat

an r

um

po

n t

idak

ses

uai

per

atura

n;

W2

. S

yst

em

pend

ataa

n p

erik

anan

Ind

ones

ia m

asih

bel

um

bai

k;

W3

. P

elak

sanaa

n o

bse

rver

dan

bo

ard i

nsp

ecti

on b

elu

m

op

tim

al;

W4

. P

elak

sanaa

n V

MS

mas

ih b

elu

m o

pti

mal

;

W5

. B

elum

ad

a R

PP

Lau

t S

ula

wesi

dan

Sam

ud

era P

asif

ik;

W6

. N

PO

A I

UU

Fis

hin

g d

an S

ha

rk M

an

ag

emet

bel

um

dit

etap

kan

men

jad

i p

erat

ura

n;

W7

. B

elum

ad

anya

keb

ijak

an d

an s

trat

egi

nas

ional

dal

am

men

ing

kat

kan p

osi

si t

aw

ar p

emer

inta

h I

nd

onesi

a;

W8

. A

rmad

a p

enan

gkap

an i

kan n

asi

onal

did

om

inas

i o

leh

kap

al-k

apal

pen

ang

kap

an b

eru

kura

n k

ecil

Pel

ua

ng

(O

pp

ort

un

itie

s)

O1

. P

ote

nsi

SD

I b

elu

m d

iman

faat

kan

sec

ara

op

tim

al;

O2

. R

egu

lasi

/keb

ijak

an i

nd

ust

rial

isas

i p

erik

anan

dan

min

apo

lita

n;

O3

. K

ajia

n d

an m

itig

asi

kem

atia

n n

on-t

arget

spes

ies;

O4

. M

emp

erti

mb

ang

kan

nel

ay

an a

rtis

anal

dan

sub

sist

en;

O5

. T

erse

dia

nya

ban

tuan

tek

nis

dan

fin

ansi

al d

ari

WC

PF

C;

O6

. P

enguat

an p

osi

si I

nd

onesi

a d

alam

fo

rum

WC

PF

C;

O7

. D

apat

mem

engar

uh

i kep

utu

san

-kep

utu

san

yan

g d

iam

bil

WC

PF

C s

erta

mem

ud

ahkan

Ind

ones

ia d

alam

hal

per

tukar

an d

ata

dan

info

rmas

i d

ianta

ra n

egar

a an

ggo

ta

SO

SO

1.

Pen

elit

ian p

erik

anan s

ecar

a ru

tin (

S3

, S

6,

S7

, S

8,

S9

, O

1,

O3

, O

4,

O5

, O

6,

O7

)

SO

2.

Pen

gem

bangan f

asil

itas

dan

pel

ayanan p

elab

uhan

per

ikan

an (

S1

, S

2,

S3

, S

4,

S8

, O

1,

O2

, O

4)

SO

3.

Pen

guat

an p

eran

aso

siasi

per

ikan

an t

una

(S1

, S

4,

O1

, O

2,

O4

)

WO

WO

1.

Pen

gem

ban

gan

sis

tem

info

rmas

i d

an d

ata

(W2

, W

3,

W4

, O

1,

O3

, O

4,

O5

, O

6,

O7

)

WO

2. P

enin

gkat

an M

CS

(W

1,

W2

, W

3, W

4, W

5, W

7,

O3

,

O4

, O

5)

WO

3. P

enet

apan

do

ku

men

RP

P (

W5,

W6,

W7,

O1

, O

2, O

3,

O4

, O

5,

O6

, O

7)

WO

4. P

enguata

n a

rmad

a ta

ng

kap

(W

1,

W8

, O

1, O

2,

O4

)

171

Page 200: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

An

cam

an

(T

hre

ats

)

T1.

Keg

iata

n i

lleg

al f

ishin

g o

leh n

elayan a

sing

;

T2.

Atu

ran i

nte

rnas

ional

yan

g m

elar

ang

pen

angkap

an b

aby t

una;

T3. T

ranss

hip

men

t d

i te

ngah

lau

t;

T4.

Wil

ayah p

ener

apan

WC

PF

C m

em

asu

ki

per

aira

n k

epula

uan

Ind

ones

ia;

T5.

Pem

bat

asan

pen

an

gkap

an s

pes

ies

tert

entu

.

T6.

Pem

bat

asan

pen

ggu

naa

n r

um

po

n;

T7.

Beb

erap

a ket

entu

an i

nte

rnas

ional

yan

g p

ada

aw

aln

ya

ber

sifa

t su

kar

ela

tela

h b

erub

ah

men

jad

i b

ersi

fat

waj

ib d

an m

engik

at;

T8.

Pen

gel

ola

an s

um

ber

daya

di

wil

ayah

yuri

sdik

si

nas

ional

dii

nd

ikas

ikan d

ikend

alik

an o

leh

inte

rnasi

onal

dan r

egio

nal;

ST

ST

1. P

enguat

an s

iste

m p

eneg

akan

huk

um

(S

2,

S5

, T

1,

T2, T

3, T

5, T

6, T

7)

ST

2. P

enguat

an k

erja

sam

a re

gio

nal

den

gan W

CP

FC

(S1

, S

2,

S3

, S

4,

S6,

S7

, S

8,

S8

, T

2, T

4, T

5,T

6, T

7,

T8)

WT

WT

1.

Sin

ergis

asi

atu

ran p

em

asa

ngan

ru

mp

on (

W1

, T

1, T

2,

T5, T

6)

172

Page 201: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

173

Berdasarkan analisis matriks SWOT didapatkan empat macam strategi

yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Strategi Strength-Opportunities (SO)

Strategi SO adalah strategi menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk

memanfaatkan peluang yang ada. Berdasarkan kekuatan dan peluang yang

diperoleh, maka strategi yang seharusnya dilakukan adalah penelitian perikanan

secara rutin. Hal ini didasarkan adanya perbaikan data setiap tahun terkait dengan

estimasi, penelitian spawning ground yang dapat dijadikan alat diplomasi, dan

adanya bantuan teknis dan keuangan sehingga perlu peningkatan penelitian yang

dasar dan strategis.

Strategi kedua yang dapat dilakukan adalah pengembangan fasilitas dan

pelayanan pelabuhan perikanan. Pengembangan fasilitas dan pelayanan di

pelabuhan perikanan. Strategi ini berdasarkan adanya dukungan dari pemerintah

yang dicerminkan dengan program minapolitan dan industrialisasi perikanan.

Sementara strategi ketiga yang dapat dilakukan adalah penguatan peran

asosiasi perikanan tuna. Strategi ini didasari oleh keberadaan asosiasi tuna,

sehingga memudahkan dalam memfasilitasi kepentingan pemerintah dan

pengusaha perikanan tuna.

b. Strategi ST (strength-threats)

Strategi ST merupakan strategi memanfaatkan kekuatan untuk

menghindari ancaman yang datang dari luar. Strategi ST paling utama adalah

penguatan sistem penegakan hukum. Strategi ini ditempuh untuk menciptakan

efektivitas penegakan hukum, mulai dari pengawasan hingga penyidikan. Hal ini

untuk menghindari tumpang tindih kewenangan.

Strategi kedua adalah penguatan kerjasama regional dengan WCPFC.

Hingga saat ini, Indonesia berstatus sebagai contracting non-member atau negara

peninjau. Oleh karena itu, perlu penguatan kerjasama dengan keterlibatan aktif di

WCPFC.

c. Strategi WO (weakness-opportunities)

Strategi WO adalah strategi yang meminimalkan kelemahan dengan

memanfaatkan peluang yang ada. Strategi WO utama yang bisa dilakukan adalah

pengembangan sistem informasi dan data. Strategi ini didasari oleh lemahnya

Page 202: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

174

sistem pendataan Indonesia sehingga dikhawatirkan menimbulkan salah dalam

penentuan kebijakan.

Strategi kedua adalah Peningkatan MCS. Kelemahan yang dapat dihindari

dari strategi ini adalah belum optimalnya penggunaan logbook penangkapan ikan,

observer dan board inspection serta penggunaan trasmiter. Strategi ini

memanfaatkan peluang berupa tersedianya bantuan teknis dan finansial.

Sementara strategi ketiga adalah Penetapan dokumen RPP. Strategi ini didasari

oleh belum adanya dokumen pegangan dalam mengelola suatu wilayah. Ketiadaan

dokumen menyebabkan kebingungan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Sedangkan strategi WO yang keempat adalah penguatan armada tangkap. Strategi

ini didasari oleh perpindahan penggunaan perahu besar menjadi lebih kecil dan

bersifat individual. Peluang yang digunakan pada strategi ini adalah potensi belum

dimanfaatkan secara optimal dan peluang pasar yang baik.

d. Strategi WT (weakness-threats)

Strategi WT merupakan strategi untuk mengurangi kelemahan dan

menghindari ancaman. Strategi yang bisa dilakukan adalah dengan mensinergikan

aturan pemasangan rumpon sebagaimana yang diatur oleh WCPFC dengan

peraturan Indonesia. Hal ini dalam rangka membangun perikanan berkelanjutan

yang disebabkan penggunaan rumpon.

Hasil dari matriks SWOT dan keempat macam strategi secara umum diatas

didapatkan tujuh rekomendasi strategi alternative yakni :

1) Penelitian perikanan secara rutin. Strategi ini dalam rangka menghasilkan

data ilmiah terbaik yang tersedia. Salah satu penelitian yang harus

dilakukan adalah mengenai lokasi pasti spawning ground tuna (yellowfin

dan bigeye). Mengingat, lokasi spawning ground kedua tuan tersebut

diindikasikan berada di Indonesia, sehingga kebenaran data tersebut dapat

dijadikan alat dilomasi Indonesia.

2) Pengembangan fasilitas dan pelayanan pelabuhan perikanan. Strategi ini

dalam rangka mengoptimalkan fungsi pelabuhan dalam kegiatan bisnis dan

pemerintahan, khususnya pencatatan kegiatan perikanan. Pengembangan

fasilitas pelabuhan disesuaikan dengan kebutuhan pelabuhan masing-

masing dan daya dukung infrastrukturnya, seperti listrik. Sementara

Page 203: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

175

pengembangan pelayanan adalah dengan cara pelayanan satu atap yang

dilaksanakan di semua pelabuhan perikanan Indonesia. Pelayanan

pemberian izin, perlu pembangunan gedung pelayanan satu atap yang

didalamnya tergabung beberapa lembaga Negara, seperti Pelabuhan

Perikanan, PSDKP, Imigrasi, Bea Cukai, Perhubungan Laut, Badan

Karantina Ikan. Adanya pelayanan satu atap tersebut memudahkan nelayan

dalam setiap pengurusan dokumen perizinan, baik yang terkait dengan

penangkapan maupun dengan pemasaran atau ekspor-impor. Selain itu,

perlu pembuatan system informasi pelayanan yang terintegrasi sehingga

lebih menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan perizinan.

3) Penguatan peran asosiasi perikanan tuna

Pelibatan asosiasi tuna dalam semua aspek, mulai dari penangkapan hingga

pemasaran dapat memudahkan pemerintah dalam pengembangan industry

perikanan tuna di Indonesia umumnya, dan Bitung khususnya. Pelibatan

asosiasi perikanan tuna juga bisa dilakukan pada saat memberikan data dan

informasi untuk pembuatan kebijakan.

4) Penguatan sistem penegakan hokum

Dalam rangka menjamin perikanan tuna berkelanjutan, system penegakan

hukum perlu ditata dan disinergikan antar lembaga, sehingga strategi ini

mendukung industry perikanan tuna. Selain itu, pemberantasan IUU fishing

di wilayah perairan Laut Sulawesi perlu dilakukan secara koordinatif dan

sinergis, sehingga potensi sumberdaya ikan tidak dicuri oleh nelayan asing.

Hasil yang diharapkan dari strategi ini adalah adanya standar operasional

yang sama antar penegak hukum, sehingga tidak membingungkan nelayan

ketika terjadi pelanggaran. Selain itu, efektivitas penegakan hukum

terhadap pelaku IUU Fishing diharapkan mampu menjamin keberlanjutan

usaha perikanan tuna. Mengingat, IUU Fishing menyumbangkan 30 persen

dari total tangkapan dunia selama ini.

5) Penguatan kerjasama regional dengan WCPFC

Dalam rangka memperkuat diplomasi Indonesia di WCPFC, maka

pemerintah Indonesia harus melakukan ratifikasi Konvensi WCPFC

sehingga dengan demikian Indonesia menjadi negara full member

Page 204: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

176

(member contracting parties). Perubahan status tersebut menempatkan

Indonesia mempunya hak bicara dan suara, yang selama ini hanya

mempunyai hak bicara karena statusnya negara peninjau (member non-

contracting parties).

6) Pengembangan system informasi dan data

Statistik perikanan Indonesia sebagaimana statistik lainnya di Indonesia

dihadapkan pada permasalahan “keabsahan”. Hal ini dikarenakan, data

dikumpulkan tidak secara benar. Oleh karena itu, pengembangan system

informasi dan data perlu menjadi perhatian pemerintah. Dukungan teknis

dan financial dari lembaga internasional bisa diperoleh dalam pelaksanaan

pengembangan system informasi dan data.

7) Peningkatan MCS

Pemerintan Indonesia sudah memiliki aturan mengenai observer, inspeksi

kapal dan transmitter. Permasalahannya adalah pada tahap pelaksanaan.

Oleh karena itu, strategi yang harus dilakukan adalah peningakatn MCS

yang efektif dan efisien dalam mendukung perikanan berkelanjutan.

8) Penetapan dokumen RPP

Indonesia memiliki 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan sebagaimana

ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan. Namun

demikian, pelaksanaan pengelolan WPP tersebut dihadapkan pada

kebingungan apa yang harus dilakukan. Hal ini dikarenakan tidak adanya

dokumen RPP. Oleh karena itu, strategi yang harus dilakukan adalah

menetapkan dokumen RPP sebagai pedoman hukum dalam pengelolaan

WPP.

9) Penguatan armada tangkap

Strategi mendapat dukungan dari program minapolitan dan industrialisasi

perikanan, sehingga pemerintah bisa membangun armada tangkap tuna

yang. Hasil yang diharapkan dari strategi ini adalah modernisasi armada

sesuai dengan daya dukung potensi tuna.

10) Sinerigisasi aturan pemasangan rumpon

WCPFC memiliki aturan mengenai pemasangan rumpon, begitu juga

Indonesia dengan Peratutan Menterinya. Oleh karena itu, strategi yang

Page 205: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

177

harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia adalah mensinergikan

pemasangan rumpon yang diatur oleh WCPFC dengan Indonesia,

khususnya di WPP 717 dan 718.

Page 206: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

178

Page 207: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

179

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1) Pengelolaan perikanan pada WCPFC ditetapkan melalui dua ketentuan

mengikat yakni Konvensi WCPFC dan Conservation and Management

Measures (CMM), serta satu ketentuan tidak mengikat yakni Resolusi.

Berdasarkan analisa peraturan perundang-undangan terdapat 18 hal yang harus

diperhatikan Indonesia terkait dengan ketentuan tindakan konservasi dan

pengelolaan yang diatur oleh WCPFC, yakni :

a. Konvensi WCPFC yang memuat sembilan hal yang harus menjadi

perhatian dan kesiapan Indonesia, yaitu: (1) Wilayah penerapan, (2) Azas-

azas dan langkah-langkah untuk konservasi dan pengelolaan, (3)

Penerapan pendekatan kehati-hatian, (4) Pelaksanaan azas-azas di

wilayah-wilayah berdasarkan yurisdiksi nasional, (5) Kesesuaian langkah-

langkah konservasi dan pengelolaan, (6) Kewajiban Para Anggota

Komisi, (7) Kewajiban-Kewajiban Negara Bendera, (8) Penaatan dan

Penegakan, dan (9) Itikad Baik dan Penyalahgunaan Hak.

b. Conservation and Management Measures (CMM) yang memuat sembilan

hal yang harus menjadi perhatian dan kesiapan Indonesia, yaitu: (1)

Penggunaan Transmitter (VMS), (2) Penegakan hukum, (3) Kapal

Penangkapan Ikan, (4) Alat Penangkap Ikan dan Alat Bantu Penangkapan

Ikan, (5) Pengelolaan Tangkapan Utama, (6) Pengelolaan Tangkapan

Sampingan, (7) Program Observer dan Inspeksi Kapal, (8) Data Buoys,

dan (9) Transhipment

2) Berdasarkan Konvensi WCPFC, CMM dan kesiapan regulasi nasional

terdapat tiga hal yang harus diperhatikan pemerintah Indonesia, yaitu:

a. Status wilayah WCPFC. Indonesia harus menegaskan kepada Komisi

WCPFC bahwa wilayah Konvensi di perairan Indonesia hanya untuk

perairan ZEE Indonesia pada WPP 716 (Laut Sulawesi dan Sebelah Utara

Pulau Halmahera) dan WPP 717 (Teluk Cendrawasih dan Samudera

Pasifik).

Page 208: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

180

b. Pengawasan dan penegakan hukum. Empat hal yang harus diperhatikan

yakni; (1) Penataan sistem informasi dan data, (2) Penataan sistem

pengawasan, (3) Pemberantasan IUU Fishing di wilayah Konvensi

WCPFC, dan (4) Pengawasan efektivitas pelaksanaan hukum.

c. Penyusuhan Peraturan Perundang-undangan. Beberapa ketentuan

Konvensi dan CMM WCPFC yang perlu ditetapkan dalam bentuk

Peraturan Perundang-Undangan yaitu: (1) Program observer, (2) Port

State Measures Agreement (3) Pembatasan upaya tangkapan (4)

Pengelolaan rumpon (5) Hasil tangkapan sampingan (6) National Plan of

Action (NPOA) for the Conservation and Management of Sharks

3) Kebijakan pelarangan penangkapan baby tuna akan menghasilkan nilai rataan

kesediaan menerima pembayaran (WTA) per orang sebesar Rp 4.774.000 per

tahun atau Rp 397.433 per bulan. Sementara itu, rataan pendapatan tetap

setiap nelayan purse seine sebesar Rp 20.520.000 per tahun atau Rp 1.710.000

per bulan. Dengan demikian, apabila larangan penangkapan baby tuna

diberlakukan, maka pendapatan nelayan purse seine per bulannya menjadi Rp

1.312.166,67, karena kehilangan sebesar Rp 397.433 per bulan.

4) Ketentuan penutupan penggunaan alat tangkap purse seine dengan alat bantu

rumpon selama periode Agustus sampai dengan Oktober akan mengganggu

pasokan ikan terhadap industri pengolahan ikan di Kota Bitung, karena 78,57

persen pendaratan ikan di Kota Bitung berasal dari alat tangkap purse seine.

Mengacu pada periode yang sama pada tahun 2012, total pendapatan dari

bigeye dan yellowfin dari alat tangkap purse seine mencapai

Rp.15.420.837.600,-.

5) Strategi yang harus dilakukan, yaitu: (1) Penelitian perikanan secara rutin, (2)

Pengembangan fasilitas dan pelayanan pelabuhan perikanan, (3) Penguatan

peran asosiasi perikanan tuna, (4) Penguatan sistem penegakan hukum (5)

Penguatan kerjasama regional dengan WCPFC, (6) Pengembangan sistem

informasi dan data, (7) Peningkatan MCS, (8) Penetapan dokumen RPP, (9)

Penguatan armada tangkap, dan (10) Sinerigisasi aturan pemasangan rumpon.

Page 209: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

181

6.2 Saran

1) Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai dampak lain yang ditimbulkan

dari ratifikasi Konvensi WCPFC, karena aturan WCPFC terus berkembang

dengan cara mengeluarkan resolusi.

2) Partisipasi Indonesia dalam kerjasama WCPFC dapat dioptimalkan untuk

kepentingan nasional dalam rangka pertumbuhan ekonomi. Diplomasi

Indonesia dalam setiap pertemuan WCPFC masih sangat terbatas karena

belum menjadi member. Oleh karena itu, proses ratifikasi Konvensi WCPFC

yang sedang dilakukan Indonesia untuk peningkatan status keanggotaan

menjadi anggota penuh dapat diselesaikan dalam waktu yang tidak lama.

3) Kecenderungan perkembangan pengelolaan perikanan tuna oleh WCPFC

melalui pembatasan hasil tangkapan (catch limit). Penetapan catch limit

berdasarkan historical annual catch setiap negara untuk spesies yang

dikelola. Oleh karena itu untuk memperkuat posisi Indonesia sekaligus

melindungi kepentingan nasional adalah melalui pendataan hasil tangkapan

akurat dan tepat. Sehingga setiap pertemuan tahunan WCPFC, delegasi

Indonesia memiliki dasar yang kuat untuk melakukan intervensi besaran

catch limit (kuota).

Page 210: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

182

Page 211: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

183

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, L. 2006. Pengantar Penilaian Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan Laut.

Departemen Manajemen Sumberdaya Pesisir dan Laut-IPB.

Agreement to Promote Compliance with International Conservation and

Management Measures by Fishing Vessel on the High Seas, 1993.

Agreement For The Establishment Of The Indian Ocean Tuna Commission 1993.

Aranda, H., Murua, H., and DeBruyn, P. Managing Fshing Capacity in Tuna

Regional Fsheries Management Organisations (RFMOs): Development

and State of the Art. Marine Policy. 36 (2012) 985–992.

Ariadno, M.K. 2012. Review of Policy and Legal Arrangements of WCPFC

Related Matters and Checklist of Compliance Shortfalls. Policy Paper.

WCPFC.

Bjørndal, T. 2009. Overview, Roles, and Performance of the North East Atlantic

Fisheries Commission (NEAFC). Marine Policy, Vol 33 (2009) 685–697.

BRPL – DKP, 2005. Potensi Sumberdaya Ikan di WPP Samudera Hindia. Tidak

diterbitkan.

Convention for the Conservation of Southern Bluefin Tuna

Convention on the Conservation and Management of Highly Migratory Fish

Stocks in the Western and Central Pacific Ocean 2000

David, F.R. 2003. Strategic Management, Concepts and cases, 10th ed. New

Jersey: Pearson Education Inc. 461 hal.

Dickson, A. C. DFT, M. Demoos, W. S. de la Cruz, I. Tanangonan, J. O. Dickson,

DFT and R. V. Ramiscal. 2012. Analysis of Purse Seine/Ring Net Fishing

Operations in Philippine EEZ. Paper prepared for the Scientific

Committee Eighth Regular Session, 7-15 August 2012, Busan, Republic of

Korea.

Ditjen Perikanan Tangkap, 2006. Naskah Urgensi : Usulan Keanggotaan

Indonesia Dalam Commission For The Conservation of Southern Bluefin

Tuna (CCSBT). Tidak diterbitkan.

Dunn, W.N. 1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University

Press. Yogyakarta Engagement. Center for Civic Education: USA.

Durianto, et. al. 2001. Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan

Perilaku Merek, PT. Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.

FAO, 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries.

FAO, 1999. A Review of Measures Taken by Regional Marine Fishery Bodies to

Addres Contemporary Fishery Issues. Roma.

FAO, 2000. Aplication of Contingent Valuation Method in Developing Countries.

FAO Economic and Social Development. Papers No. 146/200. FAO.

Roma.

Page 212: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

184

FAO, 2001.International Guidelines For The Management Of Deep-Sea Fisheries

In The High Seas.

FAO, 2012.The State of World Fisheries and Aquaculture. FAO. Rome.

Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia

Pusataka Utama. Jakarta.

Gerston, L.N. 2012. Public Policymaking in a Democratic Society: a Guide to

Civic.

Hanich, Q. 2011. Interest and Influence -A Snapshot of the Western and Central

Pacific Tropical Tuna Fisheries. Research Online - Australian National

Centre for Ocean Resources and Security (ANCORS) University of

Wollongong.

Hannesson, R. 2011. Rights Based Fishing on the High Seas: Is It Possible?.

Marine Policy, Vol 35 (2011) 667-674.

Havice, 2010. The Structure of Tuna Aceess Agreements in Western and Central

Pacific Ocean: Lesson for Vessel Day Scheme Planning. Marine

Policy.34.5.979-987

Herndon, A., Galucci, V.F., DeMaster, D., and Burke, W. 2010. The Case for an

International Commission for the Conservation and Management of

Sharks (ICCMS). Marine Policy, Vol 34 (2010) 1239–1248.

Hogwood, B.W. dan L.A. Gunn. 1984. Policy Analysis for the Real World.

Oxford University Press. London.

Jenkins, W.I. 1978. Policy Analysis. Oxford: Martin Robertson.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.45/Men/2011 tentang

Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan

Negara Republik Indonesia

Krippendorff, K. 1980. Content Analysis : an introduction to its methodology.

Beverly Hills: Sage Publications

Levesque, 2008. International fisheries agreement: Review of the International

Commission for the Conservation of Atlantic Tunas Case study—Shark

Management. Marine Policy, Vol 32 (2008) 528–533.

Lodge L dan House C. 2007. Managing International Fisheries : Improving

Fisheries Governance By Stregthening Regional Fisheries Management

Organizations. Chatham House.

Marguire. 2006. The state of world highly migratory, straddling and other high

seas fishery resources and associated species.

FAO Fisheries Technical Paper. No. 495. Rome: FAO. 2006. 84p.

McDorman, T. (2005). Decision-Making Processes of Regional Fisheries

Management Organizations, Prepared for the St John’s Conference on

Governance of High Seas Fisheries and the UN Fish Agreement, 1–5 May,

2005, St John’s, Canada.

Page 213: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

185

Mulyana, D. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu

Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Munro. 2004. The Conservation and Management of Shared Fish Stocks: legal

and economicaspects. FAO Fisheries Technical Paper. No. 465. Rome,

FAO. 2004. 69p

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penelitian

Dan Pengembangan Perikanan

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.05/Men/2007 tentang

Penyelenggaraan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.01/Men/2009 tentang

Wilayah Pengelolan Perikanan Republik Indonesia

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.18/Men/2010 tentang

Logbook Penangkapan Ikan

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.02/Men/2011 tentang Jalur

Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu

Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik

Indonesia

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.05/Men/2012 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No

Per.02/Men/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat

Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah

Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.08/Men/2012 tentang

Kepelabuhanan Perikanan

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.12/Men/2012 tentang

Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Per.30/Men2012 tentang Usaha

Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik

Indonesia

Polacheck, T. 2012. Politics and Independent Scientific Advice in RFMO

Processes: a Case Study Of Crossing Boundaries. Marine Policy, Vol 36

(2012) 132–141.

PPS Bitung. 2012. Laporan Tahunan PPS Bitung.

Pusat Riset Perikanan Tangkap, 2005. Potensi Sumberdaya Ikan di WPP

Samudera Hindia. Tidak diterbitkan.

Rangkuti F. 2005. Analisis SWOT: Teknik Membelah Kasus Bisnis. Jakarta:

PT.Gramedia Pustaka Utama.

Robbins, P. 2004. Political Ecology. A Critical Introduction. Blackwell

Publishing. USA. UK. Australia.

Page 214: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

186

Saaty, T L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. PT. Pustaka

Binaman Pressindo: Jakarta

Satria, A., Anggraini, E., dan Solihin, A. 2009. Globalisasi Perikanan; Reposisi

Indonesia. IPB Press. Bogor.

Serdy. 2003. Conference on the Governance and Management of Deep-sea

Fisheries. Part 1: Conference reports; 1-5 December 2003, Queenstown,

New Zealand ; FAO Fisheries Proceedings (FAO)

Sitorus, M.T.F.. 1998. Penelitian Kualitatif Suatu Perkenalan. Bogor. Kelompok

Dokumentasi Ilmu Sosial.

Starke, J.G. Pengantar Hukum Internasional (Terjemahan). Edisi Kesepuluh. Sinar

Grafika. Jakarta.

Undang Undang No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118.

Undang Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran

Undang Undang Nomor 21 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations

Agreement for the Implementation of the Provision of the UNCLOS of 19

December 1982 Relating to the Conservation and Management of

Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks 1995

Undang Undang No 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 154.

United Nations Conventions on Law of The Sea (UNCLOS) 1982.

United Nations Agreement for the Implementation of the Provision of the

UNCLOS of 19 December 1982 Relating to the Conservation and

Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory Fish Stocks

1995.

Wahab, S.A. 2012. Analisi Kebijakan: dari Formulasi ke Penyusunan Model-

model Implementasi Kebijakan Publik.

Wahyuni, M. et.al., 2007. Program Gemar Makan Ikan: Sebagai Strategi

Membangun Anak Bangsa Berkualitas, Departemen Kelautan dan

Perikanan, Jakarta.

Waugh, S.M., Baker, G.B., Gales, R., and Croxall, J.P. 2008. CCAMLR Process

of Risk Assessment to Minimise the Effects of Longline Fshing Mortality

on Seabirds. Marine Policy, Vol 32 (2008) 442–454.

WCPFC, 2007. Scientific Committee Third Regular Session

www.foa.org/fi

Widodo J dan Suadi, 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut.Gadjah

Mada University Press.Yogyakarta.p49

Worm, B., Edward, B.B., Nicola, B., J. Emmett Duffy, Carl, F., Benjamin S.H.,

Jeremy B. C.J., Heike, K.L., Fiorenza, M., Stephen, R.P., Enric, S.,

Page 215: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

187

Kimberley A.S., John J.S., Reg, W. 2006. Impact of Biodiversity Loss on

Ocean Ecosystem Services. Science, vol 314, pp.787-790.

Yusri. Statistik Sosial: Aplikasi dan Interpretasi. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Yuwono S, Sukarno E, dan Ichsan, 2002. Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced

Scorecard.

Zulham, A. 2011. Industri Perikanan Bitung. Buletin Sosek Kelautan dan

Perikanan Vol. 6 No. 2, 2011.

.

Page 216: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

188

Page 217: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

L

ampir

an 1

. T

abula

si D

ata

Res

ponden

Nel

ayan

Purs

e S

eine

No

N

am

a

WT

A

AG

E

ED

U

INC

O

CO

N_

EN

V

KN

OW

U

RG

A

GR

EE

D

EF

FE

CT

R

UL

E

OP

P

IMP

AC

T

1

Ram

li

43

200

00

21

7

21

600

000

3

3

3

3

3

3

3

3

2

Riz

ky D

apat

3

60

00

00

22

10

18

000

000

3

2

4

3

4

4

4

4

3

Jem

my B

ette

ng

4

50

00

00

30

13

18

000

000

3

5

3

4

4

4

2

3

4

Nurh

aid

ir M

alik

3

60

00

00

26

13

18

000

000

4

3

3

3

3

3

2

3

5

Max

i 3

60

00

00

39

10

18

000

000

2

2

2

4

3

4

3

3

6

Suri

adi

43

200

00

27

16

24

000

000

2

3

2

1

1

2

2

5

7

Juhar

i 5

25

00

00

23

13

21

000

000

3

2

3

1

3

3

3

3

8

Jho

ni

L

72

000

00

42

13

24

000

000

3

3

2

3

3

2

3

3

9

Tas

bih

3

60

00

00

23

10

15

600

000

3

3

3

2

3

3

3

4

10

Riv

ai

Rim

po

rok

43

200

00

26

16

21

600

000

2

3

2

1

2

3

2

4

11

Eca

n W

arugani

60

000

00

20

13

30

000

000

3

2

4

3

4

4

3

5

12

Sam

sul

63

000

00

35

7

18

000

000

3

3

3

0

2

3

3

3

13

Tho

mas

Tuer

ah

90

000

00

29

13

30

000

000

5

2

4

0

5

4

4

4

14

Leo

2

40

00

00

24

7

12

000

000

4

2

4

4

4

4

4

3

15

Faj

ar M

onan

gi

36

000

00

24

13

18

000

000

3

3

3

3

3

3

3

3

4

,77

4,0

00

27

.40

11

.60

20

,520

,00

0

3

3

3

2

3

3

3

4

189

Page 218: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

Lam

pir

an 2

. H

asil

Anal

isa

Reg

resi

SU

MM

AR

Y O

UT

PU

T

R

egre

ssio

n S

tati

stic

s

M

ult

iple

R

0.9

984

117

12

R

Sq

uar

e

0.9

968

259

47

A

dju

sted

R

Sq

uar

e 0

.98

51

877

51

S

tand

ard

Err

or

20

833

5.4

43

5

O

bse

rvat

ion

s 1

5

A

NO

VA

d

f S

S

MS

F

S

ign

ific

an

ce F

R

egre

ssio

n

11

4.0

893

3E

+1

3

3.7

175

8E

+1

2

85

.651

243

26

0

.00

18

345

85

R

esid

ual

3

1

.30

21

1E

+1

1

43

403

657

003

T

ota

l 1

4

4.1

023

6E

+1

3

Co

effi

cien

ts

Sta

nd

ard

Err

or

t S

tat

P-v

alu

e L

ow

er 9

5%

U

pp

er 9

5%

L

ow

er 9

5.0

%

Up

per

95

.0%

Inte

rcep

t -2

71

50

1.8

576

1

69

14

12

.03

-0

.16

05

17

871

0

.88

26

729

27

-5

65

43

29

.821

5

11

13

26

.10

6

-56

54

329

.821

5

11

13

26

.10

6

AG

E

12

881

3.7

46

3

15

838

.398

4

8.1

330

032

89

0

.00

38

866

22

7

84

08

.893

81

1

79

21

8.5

98

7

78

408

.893

81

1

79

21

8.5

98

7

ED

U

-78

32

4.6

36

6

38

801

.790

22

-2

.01

85

83

064

0

.13

68

433

4

-20

18

09

.25

05

4

51

59

.977

32

-2

01

80

9.2

505

4

51

59

.977

32

INC

O

0.2

030

173

25

0

.02

34

486

26

8

.65

79

623

77

0

.00

32

415

3

0.1

283

933

31

0

.27

76

413

2

0.1

283

933

31

0

.27

76

413

2

CO

N_

EN

V

-49

22

51

.30

52

2

00

13

2.8

33

2

-2.4

59

622

927

0

.09

08

979

98

-1

12

91

63

.301

1

44

66

0.6

90

5

-11

29

163

.301

1

44

66

0.6

90

5

KN

OW

1

14

69

9.1

52

6

14

724

1.9

3

0.7

789

843

06

0

.49

27

897

32

-3

53

89

0.3

833

5

83

28

8.6

88

6

-35

38

90

.38

33

5

83

28

8.6

88

6

UR

G

87

442

5.4

57

3

27

636

4.7

80

4

3.1

640

263

86

0

.05

07

134

66

-5

09

0.6

16

762

1

75

39

41

.53

1

-50

90

.616

762

1

75

39

41

.53

1

AG

RE

ED

-6

52

54

4.3

475

7

61

64

.881

69

-8

.56

75

22

629

0

.00

33

419

89

-8

94

93

4.9

938

-4

10

15

3.7

012

-8

94

93

4.9

938

-4

10

15

3.7

012

190

Page 219: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

E

FF

EC

T

11

281

23

.61

3

29

370

6.5

60

1

3.8

409

888

17

0

.03

11

287

02

1

93

41

8.2

56

2

06

28

28

.97

1

93

41

8.2

56

2

06

28

28

.97

RU

LE

-9

34

48

9.4

247

2

34

23

3.7

90

8

-3.9

89

558

558

0

.02

82

006

58

-1

67

99

25

.887

-1

89

05

2.9

627

-1

67

99

25

.887

-1

89

05

2.9

627

OP

P

-39

30

41

.81

95

2

92

53

9.6

91

1

-1.3

43

550

402

0

.27

16

806

39

-1

32

40

33

.678

5

37

95

0.0

39

3

-13

24

033

.678

5

37

95

0.0

39

3

IMP

AC

T

-27

59

87

.81

79

1

39

85

5.8

42

6

-1.9

73

373

531

0

.14

29

763

5

-72

10

71

.52

73

1

69

09

5.8

91

6

-72

10

71

.52

73

1

69

09

5.8

91

6

191

Page 220: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

192

Lampiran 3. Kuesioner WTA Nelayan Purse Seine

KUESIONER SURVEI PERIKANAN TUNA

TAHUN 2012

I. IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama Responden : ……………………………………………

2. Jenis Kelamin :

……………………………………………

3. Umur :

……………………………………………

4. Alamat Responden :

............................................................

5. Pendidikan Terakhir :

……………………………………………

6. Status Kependudukan : Lokal / Pendatang

(Kalau Pendatang) asal :

……………

7. Pekerjaan Pokok :

……………………………………………

8. Pekerjaan Sampingan :

.............................................................

II. DATA UMUM

1. Jumlah Anggota Keluarga : ……………………………………………

2. Penghasilan Tetap/bulan : Rp. ………………………………………

3. Pengeluaran / bulan : Rp.

………………………………………

4. Bagaimana pendapat Saudara tentang kondisi lingkungan perairan laut

tempat menangkap tuna saat ini (Jelaskan):

a. Sangat baik

b. Cukup baik

c. Biasa saja

d. Kurang baik

e. Sangat tidak baik

Alasan jawaban

III. USAHA/AKTIVITAS MASYARAKAT

Umum

1. Ukuran perahu/kapal yang digunakan :………………GT

2. Alat Bantu tangkap :………………..

3. Skala usaha : (pilih salah satu)

subsisten/artisanal (kecil/sedang/besar)/industri (kecil/sedang/besar)

4. Pelabuhan tempat pendaratan ikan :

5. Status kepemilikan usaha : milik sendiri/kelompok nelayan/perusahaan

Page 221: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

193

Operasional Penangkapan Ikan Tuna

1. Apakah daerah operasional penangkapan tuna (fishing ground) yang bapak

lakukan 3 tahun terakhir ini berubah:

a. 2 tahun lalu perairan…………..

b. 1 tahun lalu perairan…………..

c. Tahun ini perairan…………..

2. Apakah ada perubahan jarak selama 3 tahun terakhir dari tempat pendaratan

tuna ke fishing ground

a. 2 tahun lalu:…………….mil laut atau ………hari perjalanan

b. 1 tahun lalu:…………….mil laut atau ………hari perjalanan

c. Tahun ini:…………….mil laut atau ………hari perjalanan

3. Apakah ada perubahan banyaknya trip operasi penangkapan tuna dalam kurun

waktu 3 tahun terakhir:

a. 2 tahun lalu: ……… trip/tahun

b. 1 tahun lalu: ……… trip/tahun

c. Tahun ini: ……… trip/tahun

4. Apakah ada perubahan lamanya satu kali trip operasi penangkapan tuna dalam

kurun waktu 3 tahun terakhir ini:

a. 2 tahun lalu: ……………..jam/hari

b. 1 tahun lalu: ……………..jam/hari

c. Tahun ini: ……………..jam/hari

5. Waktu pengoperasian alat tangkap : pagi/siang/malam

6. Hari tidak ke laut selama satu minggu :……….hari

7. Bulan tidak ke laut selama satu tahun :……bulan, yaitu pada bulan

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12

8. Apakah ada perubahan musim penangkapan tuna dalam kurun waktu 3 tahun

terakhir:

a. 2 tahun lalu :

i. Musim banyak : bulan…………..sampai bulan…………..

ii. Musim sedang : bulan…………..sampai bulan…………..

iii. Musim kurang : bulan…………..sampai bulan…………..

b. 1 tahun lalu :

i. Musim banyak : bulan…………..sampai bulan…………..

ii. Musim sedang : bulan…………..sampai bulan…………..

iii. Musim kurang : bulan…………..sampai bulan…………..

c. Tahun ini:

i. Musim banyak : bulan…………..sampai bulan…………..

ii. Musim sedang : bulan…………..sampai bulan…………..

iii. Musim kurang : bulan…………..sampai bulan…………..

Hasil Tangkapan

1. Apakah ada perubahan jenis tuna yang ditangkap dalam kurun waktu tiga

tahun terakhir:

a. 2 tahun lalu: .............................

b. 1 tahun lalu: .............................

c. Tahun ini: .............................

2. Apakah ada perubahan harga penangkapan tuna yang ditangkap dalam kurun

waktu 3 tahun terkahir:

Page 222: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

194

a. 2 tahun lalu

……………………kg/trip/bulan/tahun, harganya Rp/kg………………..

…………………… kg/trip/bulan/tahun, harganya Rp/kg……………….

…………………… kg/trip/bulan/tahun, harganya Rp/kg………………

b. 1 tahun lalu

……………………kg/trip/bulan/tahun, harganya Rp/kg………………..

…………………… kg/trip/bulan/tahun, harganya Rp/kg……………….

…………………… kg/trip/bulan/tahun, harganya Rp/kg………………

c. Tahun ini

……………………kg/trip/bulan/tahun, harganya Rp/kg………………..

…………………… kg/trip/bulan/tahun, harganya Rp/kg……………….

…………………… kg/trip/bulan/tahun, harganya Rp/kg………………

3. Hasil tangkapan utama saat ini

No Jenis ikan tuna Musim Banyak (kg/trip) Musim kurang (kg/trip)

1

2

3

4

5

4. Penanganan tuna di atas kapal : menggunakan palkah dan es/menggunakan

palkah tanpa es/dibiarkan diatas dek/lain-lain………….

Penerimaan

1. Apakah ada perbedaan hasil tangkapan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir

a. 2 tahun lalu: .............................kg/trip

b. 1 tahun lalu: .............................kg/trip

c. Tahun ini: ................................kg/trip

2. Apakah ada perbedaan harga hasil tangkapan dalam kurun waktu 3 tahun

terakhir

a. 2 tahun lalu: .............................kg/trip

b. 1 tahun lalu: .............................kg/trip

c. Tahun ini: ................................kg/trip

3. Total penerimaan : Rp/kg/trip/bulan/tahun…………………………………

Adanya perubahan biaya operasional dalam kurun waktu 3 tahun terakhir

1. Biaya ABK/trip/kapal :

a. 2 thn lalu Rp……..; b. 1 thn lalu Rp……; c. Thn ini Rp……….;

2. Bahan bakar/trip/kapal :

a. 2 thn lalu Rp……..; b. 1 thn lalu Rp……; c. Thn ini Rp……….;

3. Olie/trip/kapal:

a. 2 thn lalu Rp……..; b. 1 thn lalu Rp……; c. Thn ini Rp……….;

4. Total Bahan Pengawet/trip/kapal

a. 2 thn lalu Rp……..; b. 1 thn lalu Rp……; c. Thn ini Rp……….;

5. Lain-lain ………….: Rp/trip/kapal (perahu)…………………….

Page 223: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

195

IV. PERSEPSI RATIFIKASI KONVENSI INTERNATIONAL TENTANG

TUNA

1. Apakah anda mengetahui adanya konvensi internasional tentang tuna?

a. Sangat tahu

b. Cukup tahu

c. Kurang tahu

d. Tidak tahu

e. Tidak mau tahu

2. Apakah anda tahu bahwa ratifikasi konvensi tersebut sangat penting bagi

perdagangan tuna Indonesia?

a. Sangat tahu

b. Cukup tahu

c. Kurang tahu

d. Tidak tahu

e. Tidak mau tahu

3. Apakah anda setuju bilamana Indonesia meratifikasi konvensi internasional

tentang tuna?

a. Sangat setuju

b. Cukup setuju

c. Sama saja

d. Kurang setuju

e. Tidak setuju

4. Apakah anda mengetahui bahwa ratifikasi konvensi internasional tentang tuna

akan berdampak terhadap pola pemanfaatan ikan tuna?

a. Sangat tahu

b. Cukup tahu

c. Kurang tahu

d. Tidak tahu

e. Tidak mau tahu

5. Apakah anda tahu bahwa salah satu aturan konvensi internasional tentang tuna

adalah tidak diperbolehkannya penangkapan baby tuna?

a. Sangat tahu

b. Cukup tahu

c. Kurang tahu

d. Tidak tahu

e. Tidak mau tahu

Page 224: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

196

6. Apakah anda mengetahui bahwa ratifikai konvensi internasional tentang tuna

tersebut akan membuka peluang bagi perdagangan ikan tuna Indonesia di

tingkat dunia?

a. Sangat tahu

b. Cukup tahu

c. Kurang tahu

d. Tidak tahu

e. Tidak mau tahu

7. Menurut anda bilamana rafitikasi konvensi internasional tentang tuna

dilakukan akankah berdampak terhadap pendapatan anda?

a. Sangat berdampak

b. Cukup berdampak

c. Biasa saja

d. Kurang berdampak

e. Tidak berdampak

8. Berapa besar dampak penurunan pendapatan yang mungkin akan terjadi

bilamana ratifikasi konvensi tersebut dilakukan (sebutkan tepatnya)?

a. Lebih dari 80 persen

b. Antara 61-80 persen

c. Antara 41-60 persen

d. Antara 21-40 persen

e. Kurang dari 20 persen

Sebesar ……. persen dari total pendapatan sebesar Rp………………….

/tahun

Page 225: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

197

Lampiran 4. Konvensi WCPFC serta Implikasinya bagi Indonesia

Pasal Aturan Implikasi bagi Indonesia

Pasal 1 Penggunaan Istilah -

Pasal 2 Tujuan -

Pasal 3 Wilayah penerapan Pemerintah Indonesia harus memerhatikan

wilayah WCPFC yang memotong perairan

Indonesia dan ZEE Indonesia

Pasal 4 Hubungan antara

Konvensiini dengan

Konvensi 1982

-

Pasal 5 Azas-azas dan

langkah-langkah

untuk konservasi dan

pengelolaan

Setelah menjadi anggota, harus:

a. mengambil langkah-langkah untuk

memastikan keberlanjutan jangka

panjang sediaan ikan yang beruaya jauh

di Wilayah Konvensi dan

mempromosikan tujuan pemanfaatan

sediaan secara optimal;

b. memastikan bahwa langkah-langkah

yang didasarkan pada bukti ilmiah

terbaik yang tersedia dan dirancang

untuk mempertahankan atau

memulihkan sediaan pada tingkat yang

mampu memproduksi hasil maksimal

yang berkelanjutan , seperti yang

disyaratkan oleh faktor-faktor

lingkungan dan ekonomi yang relevan ,

termasuk persyaratan-persyaratan

khusus bagi Negara-Negara

Berkembang di Wilayah Konvensi,

khususnNegara-Negara pulau kecil yang

sedang berkembang , dan

mempertimbangkan pola-pola

penangkapan ikan, saling

ketergantungan antar sediaan dan

standar minimal internasional yang pada

umumnya direkomendasikan, baik sub-

regional, regional ataupun global.

c. menerapkan pendekatan kehati-hatian

sesuai dengan Konvensi ini dan semua

standar internasional terkait yang

disetujui dan praktek-praktek dan

prosedur yang direkomendasikan .

d. mengkaji dampak dari penangkapan

ikan, kegiatanlain manusia, dan faktor-

faktor lingkungan terhadap sediaan

target, spesies non-target, dan spesies

yang berasal dari ekosistem yang sama

Page 226: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

198

atau yang bergantung kepada atau

berhubungan dengan sediaan target;

e. mengambil langkah-langkah untuk

meminimalkan limbah, buangan,

tangkapan oleh alat yang hilang, atau

yang ditinggalkan, pencemaran yang

berasal dari kapal-kapal perikanan,

spesies non-target, baik ikan ataupun

non-ikan (selanjutnya disebut spesies

non-target) dan dampaknya terhadap

spesies yang berhubungan atau

bergantung, khususnya spesies yang

terancam punah dan mempromosikan

pengembangan dan penggunaan secara

selektif alat dan teknik penangkapan

ikan yang ramah lingkungan dan

berbiaya efektif;

f. melindungi keanekaragaman hayati di

lingkungan laut;

g. mengambil langkah-langkah untuk

mencegah atau meniadakan

penangkapan ikan yang berlebihan dan

kapasitas penangkapan ikan yang

berlebihan dan untuk memastikan

bahwa tingkat upaya penangkapan ikan

tidak melebihi tingkat upaya yang

setara dengan pemanfaatan sumberdaya

perikanan yang berkelanjutan;

h. mempertimbangkan kepentingan

nelayan artisanal dan subsisten

i. mengumpulkan dan membagi data

secara tepat waktu, lengkap dan akurat

mengenai kegiatan penangkapan ikan,

antara lain, posisi kapal, tangkapan

spesies target dan non-target dan upaya

penangkapan ikan, serta informasi dari

program penelitian nasional dan

internasional; dan

j. melaksanakan dan menegakkan

langkah-langkah konservasi dan

pengelolaan melalui pemantauan,

pengendalian dan pengawasan secara

efektif.

Pasal 6 Penerapan pendekatan

kehati-hatian

Setelah menjadi anggota, harus:

1. Menerapkan pendekatan kehat-hatian;

a. menerapkan pedoman yang

dijelaskan pada lampiran II

Persetujuan, yang merupakan

Page 227: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

199

bagian tidak terpisahkan dari

Konvensi ini, dan menetapkan,

berdasarkan informasi ilmiah

terbaik yang tersedia, titik-titik

acuan spesifik sediaan dan tindakan

yang akan diambil apabila

dilampauinya acuan spesifik

sediaan tersebut;

b. memerhatikan, antara lain,

ketidakpastian yang berkaitan

dengan ukuran dan produktivitas

sediaan, titik-titik acuan, kondisi

sediaan yang berhubungan dengan

titik-titik acuan tersebut, tingkat dan

distribusi mortalitas [kematian] ikan

dan dampak kegiatan penangkapan

ikan terhadap spesies non-target dan

spesies yang berhubungan atau

bergantung, maupun kelautan yang

ada dan yang diprediksikan, kondisi

lingkungan dan sosial-ekonomi; dan

c. mengembangkan program

pengumpulan data dan penelitian

untuk mengkaji dampak

penangkapan ikan terhadap spesies

non-target dan spesies yang

berhubungan atau yang bergantung

dan lingkungannya, dan bilamana

diperlukan menerapkan rencana

untuk memastikan konservasi

spesies-spesies tersebut dan untuk

melindungi habitat yang menjadi

perhatian khusus.

2. Indoneia wajib lebih berhati-hati

apabila informasi tidak pasti, tidak

dapat diandalkan, atau tidak memadai.

3. Indonesia wajib mengambil langkah-

langkah untuk memastikan bahwa,

apabila telah mendekati titik acuan,

titik acuan tersebut tidak akan

dilampaui.

4. Indonesia wajib mengusahakan agar

sediaan dan spesies tersebut dilakukan

pemantauan secara lebih baik untuk

meninjau ulang statusnya dan

keefektifan langkah-langkah

konservasi dan pengelolaan.

5. Indonesia wajib melaksanakan

Page 228: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

200

sesegera mungkin langkah-langkah

konservasi dan pengelolaan, termasuk,

antara lain, batas-batas hasil tangkapan

dan batas-batas upaya.

6. Indonesia wajib melaksanakan

langkah-langkah konservasi dan

pengelolaan secara darurat untuk

memastikan bahwa kegiatan

penangkapan ikan tidak memperparah

dampak negatif tersebut.

Pasal 7 Pelaksanaan azas-azas

di wilayah-wilayah

berdasarkan yurisdiksi

nasional

1. Sebagai negara pantai, Indonesia wajib

melaksanakan azas-azas dan langkah-

langkah konservasi dan pengelolaan.

2. Indonesia harus mempertimbangkan

kapasitas masing-masing negara pantai

yang sedang berkembang di wilayah

Konvensi

Pasal 8 Kesesuaian langkah-

langkah konservasi

dan pengelolaan

Indonesia harus bekerja sama untuk tujuan

mencapai tindakan yang kompatibel dalam

hal sediaan ikan yang beruaya jauh di

wilayah konvensi

Pasal 9 Pembentukan

Komisi

-

Pasal 10 Fungsi Komisi -

Pasal 11 Badan-Badan di

Bawah Komisi

-

Pasal 12 Fungsi-Fungsi Komite

Ilmiah

-

Pasal 13 Jasa-Jasa Ilmiah -

Pasal 14 Fungsi Komite Teknis

dan Kepatuhan

-

Pasal 15 Sekretariat -

Pasal 16 Staf Komisi -

Pasal 17 Pendanaan Komisi -

Pasal 18 Anggaran Komisi -

Pasal 19 Audit Tahunan -

Pasal 20 Pengambilan

Keputusan

-

Pasal 21 Transparansi -

Pasal 22 Kerjasama dengan

Organisasi Lain

-

Pasal 23 Kewajiban Para

Anggota Komisi

a. Indonesia segera melaksanakan

ketentuan Konvensi ini dan konservasi

apapun, pengelolaan dan langkah-

langkah atau hal-hal lain yang dapat

disepakati sesuai dengan Konvensi ini

b. Indonesia wajib :

Page 229: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

201

a. setiap tahun memberikan kepada

Komisi data statistik, biologis, dan

data lain dan informasi sesuai

dengan Lampiran I Persetujuan

dan, sebagai tambahan, data dan

informasi yang mungkin

dibutuhkan oleh Komisi.

b. informasi mengenai aktivitas

penangkapan ikannya di Wilayah

Konvensi, termasuk wilayah

penangkapan ikan dan kapal

perikanan

c. informasi mengenai tahapan yang

diambil untuk melaksanakan

langkah-langkah konservasi dan

pengelolaan yang telah diterima

oleh Komisi.

Pasal 24 Kewajiban-

Kewajiban Negara

Bendera

a. Indonesia wajib mengambil langkah-

langkah:

a. Kapal-kapal ikan yang mengibarkan

bendera negaranya mematuhi

ketentuan-ketentuan Konvensi ini

dan langkah-langkah konservasi dan

pengelolaan yang diterima sesuai

dengan Konvensi ini dan kapal-

kapal tersebut tidak terlibat dalam

kegiatan apapun yang mengurangi

keefektivitasan langkah-langkah

tersebut;

b. Kapal-kapal ikan yang mengibarkan

bendera negaranya tidak melakukan

penangkapan ikan secara tidak sah

di wilayah di bawah yurisdiksi

negara Pihak Penandatangan

Konvensi.

b. Indonesia wajib menjamin kapal-kapal

yang mengibarkan benderanya untuk

menangkap ikan di Wilayah Konvensi

di luar wilayah yurisdiksi nasional

hanya apabila yang bersangkutan dapat

melaksanakan secara efektif

tanggungjawabnya sehubungan dengan

kapal-kapal tersebut berdasarkan

Konvensi 1982, Kesepakatan dan

Konvensi ini.

c. Untuk tujuan efektivitas pelaksanaan

Konvensi, Indonesia wajib mencatat

kegiatan kapal perikanan yang

Page 230: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

202

memiliki lisensi.

4. Indonesia wajib memelihara catatan

tentang kapal perikanan yang berhak

mengibarkan benderanya dan diijinkan

untuk digunakan guna menangkap ikan

di Wilayah Konvensi di luar wilayah

yurisdiksi nasionalnya, dan wajib

memastikan bahwa seluruh kapal

perikanan tersebut dimuat dalam catatan

tersebut.

5. Indonesia wajib memberikan informasi

yang ditetapkan pada lampiran IV

Konvensi ini.

6. Indonesia wajib memastikan bahwa

setiap kapal penangkap ikan berbendera

Indonesia yang menangkap ikan yang

beruaya jauh di area konvensi di bawah

yurisdiksi nasional dari anggota lain

untuk menggunakan transmitter

7. Indonesia wajib bekerja sama untuk

memastikan kesesuaian antara sistem

pemantauan kapal nasional dan sistem

pemantauan kapal di laut lepas.

Pasal 25 Penaatan dan

Penegakan

a. Indonesia wajib menegakkan ketentuan

Konvensi ini dan setiap langkah-langkah

konservasi dan pengelolaan yang

ditetapkan oleh Komisi

b. Indonesia wajib menyelidiki secara

menyeluruh setiap dugaan pelanggaran

oleh kapal perikanan yang mengibarkan

benderanya atas ketentuan Konvensi ini

atau langkah-langkah konservasi dan

pengelolaan yang diterima oleh Komisi

Pasal 26 Menaiki Kapal dan

Pemeriksaan

-

Pasal 27 Langkah-langkah

Yang diambil oleh

Negara pelabuhan

-

Pasal 28 Program Pengamat

Regional

-

Pasal 29 Pemindahan Muatan

Antar Kapal

-

Pasal 30 Pengakuan atas

Persyaratan Khusus

Negara-Negara

Berkembang

-

Pasal 31 Prosedur penyelesaian

perselisihan

-

Page 231: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

203

Pasal 32 Negara-negara bukan

pihak pada Konvensi

ini

-

Pasal 33 Itikad Baik Dan

Penyalahgunaan Hak

Prinsip itikad baik harus ditegakkan oleh

Indonesia sesuai dengan kewajiban yang

diatur dalam Konvensi.

Pasal 34 Penandatanganan,

Ratifikasi,

Penerimaan,

Persetujuan

-

Pasal 35 Penambahan -

Pasal 36 Mulai Berlakunya

Konvensi

-

Pasal 37 Reservasi dan

Pengecualian

-

Pasal 38 Deklarasi dan

Pernyataan

-

Pasal 39 Hubungan dengan

perjanjian-perjanjian

lain

-

Pasal 40 Perubahan -

Pasal 41 Lampiran-Lampiran -

Pasal 42 Pengunduran Diri -

Pasal 43 Partisipasi Oleh

Teritori

-

Pasal 44 Lembaga Penitipan - Sumber: Dikembangkan dari Ariadno (2012)

Page 232: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

204

Lampiran 5. CMM dan Implikasinya bagi Indonesia

CMM Tentang Implikasi bagi Indonesia

2004-03 Specifications

For The Marking

And

Identification Of

Fishing Vessels

Indonesia wajib mendesak operator/pengusaha

penangkapan ikan untuk mengadopsi International

Telecommunication Union Radio Call Signs

(IRCS) dan kapal harus memiliki nomor identitas

WCPFC (WCPFC Identification Number/WIN)

2004-04 Resolution on

Conservation

and Management

Measures

Indonesia wajib mengambil tindakan terkait dengan:

(a) pembatasan upaya dan tangkapan; (b)

pembatasan kapasitas kapal tuna skala besar; (c)

tindakan untuk mengatasi dampak kapal tuna skala

besar sehingga untuk memastikan kompatibilitas

antara tindakan yang dilakukan di luar wilayah

yurisdiksi nasional dan langkah-langkah yang

diterapkan oleh negara-negara pantai untuk

mengelola perikanan yang dilakukan oleh kapal-

kapal didalam zona mereka; (d) penutupan wilayah

dan waktu; dan (e) tindakan mitigasi untuk

mengatasi kematian non-target spesies, seperti

burung laut, penyu dan hiu

2005-03 Conservation

and Management

Measure for

North Pacific

Albacore

Indonesia wajib memastikan keberlanjutan jangka

panjang dan kelangsungan ekonomi perikanan South

Pacific albacore

Indonesia wajib melaporkan tahunan kepada Komisi

tentang tingkat tangkapan kapal-kapal ikannya yang

menangkap South Pacific Albacore sebagai hasil

tangkapan sampingan.

2006-04 Conservation

and

Management

Measure For

Striped Marlin

In The

Southwest

Pacific

Indonesia wajib mengambil tindakan untuk

melindungi keberlanjutan dan kelangsungan

ekonomi perikanan striped marlin in the Southwest

Pacific.

Indonesia menyediakan laporan kepada Komisi

terkait dengan jumlah kapal ikan yang menangkap

striped marlin in the Southwest Pacific dan total

tangkapannya

2006-07 Conservation

and

Management

Measure for

the Regional

Observer

Programme

Indonesia wajib memerhatikan kapal-kapal ikannya

yang melakukan penangkapan di wilayah Konvensi

untuk mempersiapkan penerimaan observer dari

Komisi

Indonesia wajib menyiapkan prosedur hukum

tentang penerimaan observer diatas kapal sesuai

dengan standar Konvensi

2006-08 WCPFC

Commission

Boarding and

Inspection

Procedures

Indonesia wajib mematuhi prosedur mengenai

pemeriksaan dan menaiki kapal serta tindakan

konservasi dan pengelolaan

Page 233: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

205

2007-01 Conservation

and

Management

Measure for

the Regional

Observer

Programme

Indonesia wajib memerhatikan kapal-kapal ikannya

yang melakukan penangkapan di wilayah Konvensi

untuk mempersiapkan penerimaan observer dari

Komisi

Indonesia wajib menyiapkan prosedur hukum

tentang penerimaan observer diatas kapal sesuai

dengan standar Konvensi

2007-04 Conservation

And

Management

Measure to

Mitigate the

Impact of

Fishing for

Highly

Migratory Fish

Stock on

Seabirds

Indonesia harus mengerjakan mitigasi burung laut

yang tercantum dalam CMM

Indonesia didorong untuk mengadopsi tindakan

yang bertujuan untuk memastikan bahwa burung

laut yang tertangkap hidup-hidup pancing rawai

bisa dilepas kembali dalam kondisi baik tanpa

membahayakan kehidupan burung laut yang

bersangkutan.

Indonesia setiap tahunnya harus melaporkan

kepada Komisi tentang interaksi dengan burung

laut, termasuk bycatches dan rincian spesies, untuk

memungkinkan Komite Ilmiah dalam

memperkirakan kematian burung laut di seluruh

wilayah perikanan WCPF berlaku.

2008-01 Conservation

and

Management

Measure for

Big-eye and

Yellow-fin

Tuna in the

WCPFC

Indonesia harus memastikan bahwa tindakan untuk

perikanan purse seine tidak melanggar upaya

tangkapan

Indonesia wajib melaksanakan tindakan yang

sesuai untuk mengurangi perikanan purse seine

yang mengakibatkan kematian tuna bigeye.

Indonesia memastikan bahwa kapal ikannya

mematuhi aturan tentang pembatasan penangkapan

ikan di rumpon

Indonesia harus memastikan efektivitas aturan

program observer regional

Indonesia harus tunduk kepada Rencana

Pengelolaan Komisi untuk penggunaan rumpon

oleh kapal mereka di laut lepas.

Indonesia harus mengeksplorasi dan mengevaluasi

tindakan mitigasi untuk juvenile bigeye dan

yellowfin yang diambil di sekitar rumpon

2008-03 Conservation

And

Management of

Indonesia wajib melaksanakan panduan FAO

tentang pengurangan kematian penyu dalam

operasi penangkapan ikan

Page 234: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

206

Sea Turtles Indonesia setiap tahunnya melaporkan ke Komisi

termasuk perkembangan pelaksanaan Panduan

FAO dan tindakannya, serta pengumpulan

informasi terkait dengan penyu dalam pengelolaan

perikanan sebagaimana diatur dalam Konvensi.

2008-04 Conservation

and

Management

Measure to

Prohibit the

Use of Large-

Scale Driftnets

on the High

Seas in the

Convention

Area

Indonesia wajib melarang penggunaan alat tangkap

driftnets skala besar di wilayah Konvensi.

Indonesia wajib melaporkan tahunan tentang

kegiatan MCS di laut lepas wilayah Konvensi

2009-01 Record of

Fishing Vessels

And

Authorization

to Fish

Indonesia harus mengambil tindakan untuk

memastikan bahwa kapal purse seine Indonesia di

laut lepas mematuhi aturan dalam penerapan

ketentuan CMM 2008-01 yang berkaitan dengan

penutupan rumpon dan retensi penangkapan.

Indonesia wajib menjamin bahwa tidak ada kapal

purse seine di sekitar 1 mil lokasi rumpon yang

tertutup

Indonesia wajib menjamin kapal ikannya tidak

menggunakan rumpon

Indonesia harus mengacu pada standar

internasional terkait pembuatan kapal ikan

Indonesia harus melakukan pendampingan

terhadap pelaku usaha agar menyerahkan laporan

tangkapannya

2009-02 Fad Closures

And Catch

Retention

Indonesia wajib memastikan pelaksanaan

penutupan rumpon dan pengurangan tangkapan di

laut lepas antara 200 S dan 20

0 N sesuai spesifikasi

standar

Indonesia wajib mengambil tindakan untuk

menastikan kapal purseinnya untuk mematuhi

aturan rumpon

2009-03 Conservation

and

Management

for Swordfish

Indonesia wajib bekerjasama untuk melindungi

dalam jangka panjang dan kelangsungan ekonomi

perikanan swordfish du Pasifik Barat Daya.

Indonesia menyediakan laporan kepada Komisi

terkait dengan jumlah kapal ikan yang menangkap

swordfishes dan total tangkapannya

2009-05 Conservation

and

Management

Indonesia harus melarang kapal ikannya dari

jangkauan sekitar 1 mil laut atau berinteraksi

dengan pelampung data di laut lepas dari area

Page 235: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

207

Measure

Prohibiting

Fishing on

Data Buoys

konvensi

2009-06 Conservation

and

Management

Measure on

Regulation of

Transshipment

Indonesia wajib mematuhi ketentuan transshipment

di wilayah Konvensi

2009-09 Conservation

and

Management

Measure for

Vessels Without

Nationality

Indonesia wajib mengambil tindakan penting,

termasuk pengaturan nasionalnya dalam rangka

mendukung tindakan pengelolaan dan konservasi

yang diadopsi oleh Komisi

2009-10 Conservation

and

Management

Measure to

Monitor

Landings of

Purse Seine

Vessels at

Ports so as to

Ensure

Reliable Catch

Data by

Species

-

2009-11 Cooperating

Non-Member

. Indonesia harus menyampaikan permohonan kepada

Komisi untuk status Cooperating Non Member

disampaikan sekurang-kurangnya 60 hari sebelum

Pertemuan Tahunan Technical and Compliance

Committee.

2010-01 Conservation

and

Management

Measure for

North Pacific

Striped Marlin

Indonesia wajib mengikuti batasan tangkapan,

yaitu:

a. 2011 [10%] reduction of the highest catch

between 2000 and 2003;

b. 2012 [15%] reduction of the highest catch

between 2000 and 2003;

c. 2013 and beyond: [20%] reduction of the highest

catch between 2000 and 2003;

Indonesia harus memutuskan tindakan pengelolaan

yang diperlukan untuk memastikan bahwa operasi

Negara bendera kapal /disewa di bawah batas

tangkapan yang ditetapkan dalam tindakan ini.

Indonesia harus melaporkan pelaksanaan tindakan

Negara bendera kapal /disewa untuk mengurangi

Page 236: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

208

total tangkapan.

2010-02 Conservation

and

Management

Measure for

the Eastern

High-Seas

Pocket Special

Management

Area

-

2010-04 Conservation

and

Management

Measure for

Pacific Bluefin

Tuna

Indonesia harus mengambil tindakan untuk

memperkuat system pengumpulan data perikanan

tuna sirip biru Pasifik

Indonesia harus mendorong komunikasi dengan

IATTC secara bilateral

2010-05 Conservation

and

Management

Measure for

South Pacific

Albacore

Indonesia wajib memastikan keberlanjutan jangka

panjang dan kelangsungan ekonomi perikanan South

Pacific albacore

Indonesia wajib melaporkan tahunan kepada Komisi

tentang tingkat tangkapan kapal-kapal ikannya yang

menangkap South Pacific Albacore sebagai hasil

tangkapan sampingan.

2010-06 Conservation

and

Management

Measure to

Establish a List

of Vessels

Presumed to

Have Carried

out Illegal,

Unreported

and

Unregulated

Fishing

Activities in the

WCPO

Indonesia harus mengambil tindakan non-diskriminatif

sesuai dengan UU yang berlaku, hukum

internasional dan paragraf 56 dan 66 IPOA IUU

Fishing

2010-07 Conservation

and

Management

Measure for

Sharks

Indonesia wajib melaksanakan FAO International

Plan of Action for the Conservation and

Management of Sharks (IPOA Sharks

2011-01 Conservation

and

Management

Measure for

Temporary

Indonesia mengharuskan menempatkan observer

dalam kapal mereka.

Page 237: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

209

Extension of

CMM 2008-01

2011-02 Commission

Vessel

Monitoring

System

Indonesia wajib memastikan bahwa kapal ikannya

yang menangkap ikan beruaya jauh di sesuai

koordinat yang ditetapkan komisi harus

mengatifkan Automatic Location Communicators

(ALCs).

2011-03 Conservation

and

Management

Measure for

Protection of

Cetaceans from

Purse Seine

Fishing

Operations

Indonesia wajib melarang kapal ikannya untuk

mengoperasikan purse seine ketika tuna dan

cetacean sedang bergerombol

Indonesia wajib memastikan pelepasan ceteacean

yang tertangkap secara aman

2011-04 Conservation

and

Management

Measure for

Oceanic

Whitetip Shark

Indonesia wajib melarang kapal ikannya sesuai

aturan, seperti transshipping, menyimpan pada

kapal penangkap ikan, atau mendarat Oceanic

Whitetip Shark

Indonesia wajib memastikan pelepasan Oceanic

Whitetip Shark yang tertangkap secara aman

2011-05 Conservation

and

Management

Measure on

Charter

Notification

Scheme

Indonesia wajib mengatur kapal ikan yang

menggunakan system sewa

2011-06 Conservation

and

Management

Measure for

Compliance

Monitoring

Scheme

Indonesia wajib melaksanakan dan memenuhi

kewajiban sesuai Konvensi yang diadopsi oleh

Komisi.

Sumber: Dikembangkan dari Ariadno (2012)

Page 238: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

210

Lam

iran

6.

Anal

isa

Per

ban

din

gan

Konven

si W

CP

FC

dan

Per

atu

ran P

erund

ang

-Undan

gan

Indones

ia

Pasa

l A

tura

n

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng P

era

tura

n

Peru

nd

an

g-u

nd

an

gan

Tin

dak

an

Ak

si

Pas

al 3

W

ilay

ah

pen

erap

an

Pem

erin

tah I

ndones

ia h

arus

mem

erhat

ikan

wil

ayah

WC

PF

C

yan

g m

emoto

ng p

erai

ran

Indon

esia

dan

ZE

E I

ndo

nes

ia

UU

No. 31 T

ah

un

2004 d

an

UU

No.

45 T

ah

un

2009

Pas

al 5

ayat

(1)

Wil

ayah

pen

gel

ola

an p

erik

anan

(WP

P)

Rep

ubli

k I

ndon

esia

untu

k

pen

angkap

an i

kan

dan

/ata

u

pem

budid

ayaa

n i

kan

mel

iputi

:

a.

per

aira

n I

ndones

ia;

b.

ZE

EI;

dan

c.

sungai

, d

anau

, w

aduk,

ra

wa,

dan

gen

angan

ai

r la

inn

ya

yan

g

dap

at

diu

sahak

an

sert

a la

han

pem

budid

ayaa

n

ikan

yan

g

pote

nsi

al

di

wil

ayah

R

epubli

k

Indon

esia

Pas

al 5

ayat

(2)

Pen

gel

ola

an p

erik

anan

di

luar

wil

ayah

pen

gel

ola

an p

erik

anan

Rep

ubli

k I

ndones

ia, se

bag

aim

ana

dim

aksu

d p

ada

ayat

(1),

dis

elen

ggar

akan

ber

das

arkan

per

atura

n p

erund

ang-u

nd

angan

,

per

syar

atan

, dan

/ata

u s

tandar

inte

rnas

ional

yan

g d

iter

ima

seca

ra

um

um

I

ndon

esia

har

us

men

gkla

rifi

kas

i

pel

aksa

naa

n

Konven

si

WC

PF

C

yan

g

mem

asukan

w

ilayah

terr

itori

al

Indones

ia

dan

ZE

E

Indon

esia

, yan

g

dal

am

hal

in

i ad

alah

WP

P-R

I 716

(per

aira

n

Lau

t S

ula

wes

i dan

sebel

ah

Uta

ra

Pula

u

Hal

mah

era)

dan

W

PP

-RI

717

(per

aira

n

Tel

uk

Cen

dra

was

ih

dan

Sam

uder

a P

asif

ik)

R

atif

ikas

i In

dones

ia h

aru

s

men

gen

yam

pin

gkan

wil

ayah

K

onven

si

WC

PF

C

yan

g

mem

asukan

per

aira

n

kep

ula

uan

In

dones

ia

dan

ZE

E I

ndones

ia.

210

Page 239: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

211

Perm

en K

P N

o.

Per

.01/M

en/2

009

Pas

al 1

ayat

(2)

a.

WP

P-R

I 571

(per

aira

n

Sel

at

Mal

aka

dan

Lau

t A

ndam

an)

b.

WP

P-R

I 572 (p

erai

ran S

amuder

a

Hin

dia

se

bel

ah

Bar

at

Sum

ater

a

dan

Sel

at S

unda)

.

c.

WP

P-R

I 573 (p

erai

ran S

amuder

a

Hin

dia

se

bel

ah

Sel

atan

Ja

wa

hin

gga

sebel

ah

Sel

atan

N

usa

Ten

ggar

a,

Lau

t S

awu,

dan

L

aut

Tim

or

bag

ian B

arat

).

d.

WP

P-R

I 711

(per

aira

n

Sel

at

Kar

imat

a, L

aut

Nat

una,

dan

Lau

t

Chin

a S

elat

an).

e.

WP

P-R

I 712 (

per

aira

n L

aut

Jaw

a)

f.

WP

P-R

I 713

(per

aira

n

Sel

at

Mak

assa

r,

Tel

uk

Bo

ne,

L

aut

Flo

res,

dan

Lau

t B

ali)

.

g.

WP

P-R

I 714 (

per

aira

n T

eluk T

olo

dan

Lau

t B

and

a)

h.

WP

P-R

I 715

(p

erai

ran

Tel

uk

Tom

ini,

L

aut

Mal

uku,

Lau

t

Hal

mah

era,

Lau

t S

eram

dan

Tel

uk

Ber

au)

i.

WP

P-R

I 716

(per

aira

n

Lau

t

211

Page 240: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

212

Sula

wes

i dan

seb

elah

Uta

ra P

ula

u

Hal

mah

era)

j.

WP

P-R

I 717

(p

erai

ran

Tel

uk

Cen

dra

was

ih

dan

S

amuder

a

Pas

ifik

)

k.

WP

P-R

I 718 (

per

aira

n L

aut

Aru

,

Lau

t A

rafu

ru,

dan

L

aut

Tim

or

bag

ian T

imur)

Pas

al 5

A

zas-

azas

dan

langk

ah-

langk

ah untu

k

konse

rvas

i dan

pen

gel

ola

an

Set

elah

men

jadi

anggota

, har

us:

a.

men

gam

bil

lan

gk

ah-l

angkah

untu

k m

emas

tikan

keb

erla

nju

tan j

angk

a

pan

jan

g s

edia

an i

kan

yan

g

ber

uaya

jauh d

i W

ilay

ah

Konven

si d

an

mem

pro

mosi

kan

tuju

an

pem

anfa

atan

sed

iaan

sec

ara

opti

mal

;

b.

mem

asti

kan

bah

wa

lan

gk

ah-

langk

ah y

ang d

idas

arkan

pad

a bukti

ilm

iah t

erbai

k

yan

g t

erse

dia

dan

dir

anca

ng

untu

k m

emper

tahan

kan

ata

u

mem

uli

hkan

sed

iaan

pad

a

tingkat

yan

g m

ampu

mem

pro

duksi

has

il

mak

sim

al y

ang

ber

kel

anju

tan , s

eper

ti y

ang

UU

No. 31 T

ah

un

2004 d

an

UU

No.

45 T

ah

un

2009

Pas

al 2

Pen

gel

ola

an p

erik

anan

dil

akukan

ber

das

arkan

asa

s m

anfa

at, kea

dil

an,

kem

itra

an, pem

erat

aan,

ket

erpad

uan

, ket

erbukaa

n, ef

isie

nsi

,

dan

kel

esta

rian

yan

g b

erkel

anju

tan

UU

No. 21 T

ah

un

2009

Pri

nsi

p-P

rinsi

p U

mum

Unia

1995

Pen

gel

ola

an p

erik

anan

dil

akukan

ber

das

arkan

asa

s m

anfa

at, kea

dil

an,

kem

itra

an, pem

erat

aan,

ket

erpad

uan

, ket

erbukaa

n, ef

isie

nsi

,

dan

kel

esta

rian

yan

g b

erkel

anju

tan:

a. m

engam

bil

tin

dak

an u

ntu

k

men

jam

in k

eles

tari

an j

angka

pan

jan

g s

edia

an i

kan

yan

g b

eruaya

terb

atas

dan

sed

iaan

ikan

yan

g

Pri

nsi

p-p

rinsi

p i

ni

har

us

dit

erap

kan

dal

am s

emua

per

atura

n p

erund

ang-

undan

gan

Indon

esia

212

Page 241: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

213

dis

yar

atkan

ole

h

fakto

r-

fakto

r li

ngkun

gan

dan

ekonom

i yan

g r

elev

an ,

term

asuk p

ersy

arat

an-

per

syar

atan

khusu

s bag

i

Neg

ara-

Neg

ara

Ber

kem

ban

g d

i W

ilay

ah

Konven

si, k

husu

snN

egar

a-

Neg

ara

pula

u k

ecil

yan

g

sedan

g b

erk

emban

g ,

dan

mem

per

tim

ban

gk

an p

ola

-

pola

pen

angkap

an i

kan

,

sali

ng k

eter

gan

tun

gan

an

tar

sedia

an d

an s

tand

ar m

inim

al

inte

rnas

ional

yan

g p

ada

um

um

nya

dir

ekom

endas

ikan

, b

aik

sub

-reg

ional

, re

gio

nal

atau

pun g

lobal

.

c.

men

erap

kan

pen

dek

atan

keh

ati-

hat

ian s

esu

ai d

engan

Konven

si i

ni

dan

sem

ua

stan

dar

inte

rnas

ion

al t

erk

ait

yan

g d

iset

uju

i dan

pra

kte

k-

pra

kte

k dan

p

rose

dur

yang

dir

ekom

endas

ikan

.

d.

men

gk

aji

dam

pak

dar

i

pen

angkap

an i

kan

,

ber

uaya

jau

h d

an m

emaj

ukan

tuju

an p

enggun

aan o

pti

mal

sed

iaan

ikan

ter

sebut;

b.

men

jam

in b

ahw

a ti

ndak

an t

erse

but

did

asar

kan

pad

a bukti

ilm

iah

terb

aik y

ang a

da

dan

dir

anca

ng

untu

k m

emel

ihar

a at

au

mem

uli

hkan

sed

iaan

ikan

pad

a

tingkat

yan

g d

apat

men

jam

in h

asil

mak

sim

um

yan

g l

esta

ri;

c. m

ener

apk

an p

endek

atan

keh

ati-

hat

ian;

d.

men

guku

r dam

pak

dar

i

pen

angkap

an i

kan

, k

egia

tan

man

usi

a la

inn

ya,

dan

fak

tor-

fakto

r

lingkun

gan

ter

had

ap s

edia

an t

arget

dan

spes

ies

yan

g t

erm

asu

k d

alam

ekosi

stem

yan

g s

ama

atau

men

yat

u/b

erhubun

gan

den

gan

ata

u

ber

gan

tun

g p

ada

sedia

an t

arget

ters

ebut;

e. m

engam

bil

tin

dak

an k

on

serv

asi

dan

pen

gel

ola

an u

ntu

k s

pes

ies

dal

am e

kosi

stem

yan

g s

ama

atau

men

yat

u/b

erhubun

gan

d

engan

ata

u

ber

gan

tun

g p

ada

sedia

an t

arget

ters

ebut;

f. m

emin

imal

kan

pen

cem

aran

,

213

Page 242: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

214

keg

iata

nla

in m

anusi

a, d

an

fakto

r-fa

kto

r li

ngkun

gan

terh

adap

sed

iaan

tar

get

,

spes

ies

non

-tar

get

, dan

spes

ies

yan

g b

eras

al d

ari

ekosi

stem

yan

g s

ama

atau

yan

g b

ergan

tun

g k

epad

a

atau

ber

hubun

gan

den

gan

sedia

an t

arget

;

e.

men

gam

bil

lan

gk

ah-

langk

ah u

ntu

k

mem

inim

alkan

lim

bah

,

buan

gan

, ta

ngkap

an ole

h

alat

yan

g h

ilan

g, at

au y

ang

dit

inggal

kan

, pen

cem

aran

yan

g b

eras

al d

ari

kap

al-

kap

al p

erik

anan

, sp

esie

s

non-t

arget

, bai

k i

kan

atau

pun n

on-i

kan

(sel

anju

tnya

dis

ebut

spes

ies

non-t

arget

) d

an d

ampak

nya

terh

adap

sp

esie

s yan

g

ber

hubun

gan

ata

u

ber

gan

tun

g, khusu

snya

spes

ies

yan

g t

eran

cam

punah

dan

mem

pro

mosi

kan

pen

gem

ban

gan

dan

pen

ggun

aan s

ecar

a se

lekti

f

sam

pah

bar

ang-b

aran

g b

uan

gan

tangk

apan

yan

g t

idak

ber

guna,

ala

t

tangk

ap y

ang d

itin

ggal

kan

tangk

apan

spes

ies

non t

arget

, bai

k

ikan

mau

pun b

ukan

spes

ies

ikan

,

dan

dam

pak

ter

had

ap s

pes

ies,

mel

alui

tindak

an p

engem

ban

gan

dan

pen

ggunaa

n a

lat

tan

gkap

yan

g

sele

kti

f se

rta

teknik

yan

g r

amah

lingkun

gan

dan

mura

h;

g.

mel

indungi

kea

nek

arag

aman

hay

ati

pad

a li

ngkun

gan

lau

t;

h.

men

gam

bil

tin

dak

an u

ntu

k

men

cegah

dan

/ata

u m

engura

ng

keg

iata

n p

enan

gkap

an i

kan

yan

g

ber

lebih

an d

an p

enan

gk

apan

ikan

yan

g m

eleb

ihi

kap

asit

as d

an u

ntu

k

men

jam

in b

ahw

a ti

ngkat

usa

ha

pen

angkap

an i

kan

tid

ak m

eleb

ihi

tingkat

yan

g s

epad

an d

engan

pen

ggun

aan l

esta

ri s

um

ber

daya

ikan

;

i. m

emer

hat

ikan

kep

enti

ngan

nel

ayan

pan

tai

dan

subsi

sten

si;

j. m

engum

pulk

an d

an m

ember

ikan

pad

a sa

at y

ang t

epat

, dat

a yan

g

lengk

ap d

an a

ku

rat

men

gen

ai

keg

iata

n p

erik

anan

, an

tara

lai

n,

214

Page 243: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

215

alat

dan

tek

nik

pen

angkap

an i

kan

yan

g

ram

ah l

ingkun

gan

dan

ber

bia

ya

efek

tif;

f.

mel

indungi

kea

nek

arag

aman

hayat

i d

i

lingkun

gan

lau

t;

g.

men

gam

bil

lan

gk

ah-

langk

ah u

ntu

k m

ence

gah

atau

men

iadak

an

pen

angkap

an i

kan

yan

g

ber

lebih

an d

an k

apas

itas

pen

angkap

an i

kan

yan

g

ber

lebih

an d

an u

ntu

k

mem

asti

kan

bah

wa

tin

gk

at

upay

a pen

angkap

an i

kan

tidak

mel

ebih

i ti

ngkat

upay

a yan

g s

etar

a d

engan

pem

anfa

atan

sum

ber

daya

per

ikan

an y

ang

ber

kel

anju

tan;

h.

mem

per

tim

ban

gk

an

kep

enti

ngan

nel

ayan

arti

sanal

dan

subsi

sten

i.

men

gum

pulk

an d

an

mem

bag

i d

ata

seca

ra t

epat

wak

tu, le

ngkap

dan

ak

ura

t

men

gen

ai k

egia

tan

posi

si k

apal

, ta

ngk

apan

spes

ies

targ

et d

an n

onta

rget

dan

usa

ha

pen

angkap

an i

kan

, se

rta

info

rmas

i

dar

i pro

gra

m r

iset

nas

ion

al d

an

inte

rnas

ional

;

k.

k. m

emaj

ukan

dan

mel

aksa

nak

an

rise

t il

mia

h d

an m

engem

ban

gk

an

teknolo

gi

yan

g t

epat

dal

am

men

dukung k

onse

rvas

i d

an

pen

gel

ola

an i

kan

; d

an

l. m

elak

sanak

an d

an m

ener

apkan

tindak

an k

onse

rvas

i dan

pen

gel

ola

an m

elal

ui

pem

anta

uan

,

pen

gaw

asan

, dan

pen

gen

dal

ian.

215

Page 244: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

216

pen

angkap

an i

kan

, an

tara

lain

, posi

si k

apal

,

tangk

apan

sp

esie

s ta

rget

dan

non-t

arget

dan

upaya

pen

angkap

an i

kan

, se

rta

info

rmas

i dar

i pro

gra

m

pen

elit

ian n

asio

nal

dan

inte

rnas

ional

; dan

j.

mel

aksa

nak

an d

an

men

egak

kan

lan

gkah

-

langk

ah k

onse

rvas

i dan

pen

gel

ola

an m

elal

ui

pem

anta

uan

, p

engen

dal

ian

dan

pen

gaw

asan

sec

ara

efek

tif.

Pas

al 6

P

ener

apan

pen

dek

atan

keh

ati-

hat

ian

Set

elah

men

jadi

anggota

, har

us:

a. M

ener

apk

an p

end

ekat

an

keh

at-h

atia

n;

1.

men

erap

kan

ped

om

an

yan

g d

ijel

askan

pad

a

lam

pir

an I

I P

erse

tuju

an,

yan

g m

erupak

an b

agia

n

tidak

ter

pis

ahkan

dar

i

Konven

si i

ni,

dan

men

etap

kan

,

ber

das

arkan

info

rmas

i

ilm

iah t

erbai

k y

ang

ters

edia

, ti

tik

-tit

ik a

cuan

UU

No. 31 T

ah

un

2004 d

an

UU

No.

45 T

ah

un

2009

Pas

al 6

ayat

(1)

Pen

gel

ola

an p

erik

anan

dal

am

wil

ayah

pen

gel

ola

an p

erik

anan

Rep

ubli

k I

ndon

esia

dil

akukan

untu

k t

erca

pai

nya

man

faat

yan

g

opti

mal

dan

ber

kel

anju

tan, se

rta

terj

amin

nya

kel

esta

rian

sum

ber

day

a ik

an

UU

No. 21 T

ah

un

2009

Kew

ajib

an

Dip

erlu

kan

pen

elit

ian

refe

rence

poin

, se

hin

gga

per

lu m

enin

gk

atkan

per

an

Pusa

t P

enel

itia

n

Pen

gel

ola

an P

erik

anan

dan

Konse

rvas

i

216

Page 245: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

217

spes

ifik

sed

iaan

dan

tindak

an y

ang a

kan

dia

mbil

apab

ila

dil

ampau

inya

acu

an

spes

ifik

sed

iaan

ter

sebut;

2.

mem

erhat

ikan

, an

tara

lain

, ket

idak

pas

tian

yan

g

ber

kai

tan d

engan

ukura

n

dan

pro

dukti

vit

as

sedia

an, ti

tik

-tit

ik a

cuan

,

kondis

i se

dia

an y

ang

ber

hubun

gan

den

gan

titi

k-t

itik

acu

an t

erse

but,

tingkat

dan

dis

trib

usi

mort

alit

as [

kem

atia

n]

ikan

dan

dam

pak

keg

iata

n p

enan

gkap

an

ikan

ter

had

ap s

pes

ies

non-t

arget

dan

sp

esie

s

yan

g b

erhubun

gan

ata

u

ber

gan

tun

g, m

aupun

kel

auta

n y

ang a

da

dan

yan

g d

ipre

dik

sikan

,

kondis

i li

ngkungan

dan

sosi

al-e

konom

i; d

an

3.

men

gem

ban

gkan

pro

gra

m p

engum

pula

n

dat

a dan

pen

elit

ian u

ntu

k

men

erap

kan

pen

dek

atan

keh

ati-

hat

ian (

pre

cauti

onar

y a

pp

roac

h);

Neg

ara

waj

ib m

ener

apk

an

pen

dek

atan

keh

ati-

hat

ian

(pre

cauti

onar

y a

pp

roac

h)

ket

ika

men

etap

kan

tin

dak

an k

onse

rvas

i

dan

pen

gel

ola

an s

edia

an i

kan

Kep

men

KP

No. 45/M

en

/2011

Men

etap

kan

Est

imas

i P

ote

nsi

Sum

ber

Daya

Ikan

di

Wil

ayah

Pen

gel

ola

an P

erik

anan

Neg

ara

Rep

ub

lik I

ndones

ia

Tah

un 2

011

sebag

aim

ana

terc

antu

m d

alam

Lam

pir

an I

yan

g m

erupak

an

bag

ian t

idak

ter

pis

ahk

an d

ari

Kep

utu

san M

ente

ri i

ni.

217

Page 246: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

218

men

gk

aji

dam

pak

pen

angkap

an i

kan

terh

adap

sp

esie

s non

-

targ

et d

an s

pes

ies

yan

g

ber

hubun

gan

ata

u y

ang

ber

gan

tun

g d

an

lingkun

gan

nya,

dan

bil

aman

a dip

erlu

kan

men

erap

kan

ren

can

a

untu

k m

emas

tikan

konse

rvas

i sp

esie

s-

spes

ies

ters

ebut

dan

untu

k m

elin

dungi

hab

itat

yan

g m

enja

di

per

hat

ian

khusu

s.

b.

Indon

esia

waj

ib l

ebih

ber

hat

i-hat

i ap

abil

a

info

rmas

i ti

dak

pas

ti, ti

dak

dap

at d

iandal

kan

, at

au t

idak

mem

adai

.

c. I

ndon

esia

waj

ib m

engam

bil

langk

ah-l

angkah

untu

k

mem

asti

kan

bah

wa,

apab

ila

tela

h m

endek

ati

titi

k a

cuan

,

titi

k a

cuan

ter

sebut

tidak

akan

dil

ampau

i.

d.

Indon

esia

waj

ib

men

gusa

hak

an a

gar

sed

iaan

218

Page 247: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

219

dan

spes

ies

ters

ebut

dil

akukan

pem

anta

uan

seca

ra l

ebih

bai

k u

ntu

k

men

inja

u u

lang s

tatu

snya

dan

kee

fekti

fan l

angk

ah-

langk

ah k

onse

rvas

i dan

pen

gel

ola

an.

e. I

ndon

esia

waj

ib

mel

aksa

nak

an s

eseg

era

mungkin

lan

gkah

-lan

gkah

konse

rvas

i dan

pen

gel

ola

an, te

rmas

uk

,

anta

ra l

ain, b

atas

-bat

as

has

il t

angkap

an d

an b

atas

-

bat

as u

paya.

f.

Indon

esia

waj

ib

mel

aksa

nak

an l

angkah

-

langk

ah k

onse

rvas

i dan

pen

gel

ola

an s

ecar

a dar

ura

t

untu

k m

emas

tikan

bah

wa

keg

iata

n p

enan

gkap

an

ikan

tid

ak m

emper

par

ah

dam

pak

neg

atif

ter

sebut.

Pas

al 7

P

elak

sanaa

n

azas

-aza

s di

wil

ayah

-wil

ayah

ber

das

arkan

yu

risd

iksi

a.

Seb

agai

neg

ara

pan

tai,

Indon

esia

waj

ib

mel

aksa

nak

an a

zas-

azas

dan

langk

ah-l

angkah

konse

rvas

i

dan

pen

gel

ola

an.

UU

No. 21 T

ah

un

2009

Ket

entu

an i

ni

mer

upak

an u

ngkap

an

bah

wa

Indon

esia

tel

ah s

epen

uhn

ya

mer

atif

ikas

i U

NC

LO

S 1

982, se

cara

sepen

uhn

ya

akan

mel

aksa

nak

an

Indon

esia

per

lu h

ati-

hat

i

dal

am m

enyusu

n p

erat

ura

n

per

undan

g-u

nd

angan

yan

g

terk

ait

den

gan

oto

rita

s

Neg

ara

pan

tai

dal

am

219

Page 248: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

220

nas

ional

b.

Indon

esia

har

us

mem

per

tim

ban

gk

an

kap

asit

as m

asin

g-m

asin

g

neg

ara

pan

tai

yan

g s

edan

g

ber

kem

ban

g d

i w

ilayah

Konven

si

ket

entu

an i

ni

mel

aksa

nak

an p

rinsi

p-

pri

nsi

p d

i dal

am y

uri

sdik

si

nas

ional

.

Pas

al 8

K

eses

uai

an

langk

ah-l

angkah

konse

rvas

i dan

pen

gel

ola

an

Indon

esia

har

us

bek

erja

sam

a

untu

k t

uju

an m

enca

pai

tin

dak

an

yan

g k

om

pat

ibel

dal

am h

al

sedia

an i

kan

yan

g b

eru

aya

jauh

di

wil

ayah

konv

ensi

UU

No. 31 T

ah

un

2004 d

an

UU

No.

45 T

ah

un

2009

Pas

al 5

ayat

(2)

Pen

gel

ola

an p

erik

anan

di

luar

wil

ayah

pen

gel

ola

an p

erik

anan

Rep

ubli

k I

ndon

esia

, se

bag

aim

ana

dim

aksu

d p

ada

ayat

(1),

dis

elen

ggar

akan

ber

das

arkan

per

atura

n p

erund

ang-u

nd

angan

,

per

syar

atan

, dan

/ata

u s

tandar

inte

rnas

ional

yan

g d

iter

ima

seca

ra

um

um

Kem

ente

rian

Kel

auta

n d

an

Per

ikan

an p

erlu

mem

per

kuat

efe

kti

vit

as d

an

efis

iensi

dal

am

men

gen

dal

ikan

log

book

pen

angkap

an i

kan

.

Pas

al 2

3

Kew

ajib

an P

ara

Anggota

Kom

isi

a.

Indon

esia

seg

era

mel

aksa

nak

an k

eten

tuan

Konven

si i

ni

dan

konse

rvas

i ap

apun,

pen

gel

ola

an d

an l

angkah

-

langk

ah a

tau h

al-h

al l

ain

yan

g d

apat

dis

epak

ati

sesu

ai d

engan

Konv

ensi

ini

b.

Indon

esia

waj

ib :

Perm

en K

P N

o.

Per

.18/M

en/2

010

Kew

ajib

a p

engis

ian l

og

book

pen

angkap

an i

kan

Perm

en K

P N

o.

Per

.12/M

en/2

012

Bab

X T

ind

akan

Konse

rvas

i dan

Pen

gel

ola

an

Perm

en K

P N

o.

Per

.30/M

en/2

012

Pen

gat

ura

n p

eriz

inan

seb

agai

ala

t

P

enin

gkat

an s

yst

em

pen

gum

pula

n d

ata

dan

pen

yer

ahan

kep

ada

CM

M

K

eber

adaa

n l

ogbook

pen

angkap

an i

kan

leb

ih

pen

ting d

arip

ada

pri

nsi

p-p

rinsi

p M

CS

220

Page 249: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

221

1.

seti

ap t

ahun

mem

ber

ikan

kep

ada

Kom

isi

dat

a st

atis

tik,

bio

logis

, dan

dat

a la

in

dan

info

rmas

i se

suai

den

gan

Lam

pir

an I

Per

setu

juan

dan

,

sebag

ai t

ambah

an, dat

a

dan

info

rmas

i yan

g

mungkin

dib

utu

hkan

ole

h K

om

isi.

2.

info

rmas

i m

engen

ai

akti

vit

as p

enan

gkap

an

ikan

nya

di

Wil

ayah

Konven

si, te

rmas

uk

wil

ayah

pen

angk

apan

ikan

dan

kap

al

per

ikan

an

3.

info

rmas

i m

engen

ai

tahap

an y

ang d

iam

bil

untu

k m

elak

sanak

an

langk

ah-l

angkah

konse

rvas

i dan

pen

gel

ola

an y

ang t

elah

dit

erim

a o

leh K

om

isi.

untu

k m

elak

ukan

pen

gel

ola

an

per

ikan

an

Pas

al 2

4

Kew

ajib

an-

Kew

ajib

an

Neg

ara

a.

Indon

esia

waj

ib m

engam

bil

langk

ah-l

angkah

:

1.

Kap

al-k

apal

ikan

yan

g

PP

No. 51 T

ah

un

2002

Pas

al 4

1-4

8

I

ndon

esia

per

lu

men

ingkat

kan

syst

em

pel

apora

n.

221

Page 250: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

222

Ben

der

a m

engib

arkan

ben

der

a

neg

aran

ya

mem

atuhi

ket

entu

an-k

eten

tuan

Konven

si i

ni

dan

langk

ah-l

angkah

konse

rvas

i dan

pen

gel

ola

an y

ang

dit

erim

a se

suai

den

gan

Konven

si i

ni

dan

kap

al-

kap

al t

erse

but

tidak

terl

ibat

dal

am k

egia

tan

apap

un y

ang

men

gura

ngi

kee

fekti

vit

asan

lan

gkah

-

langk

ah t

erse

but;

2.

Kap

al-k

apal

ikan

yan

g

men

gib

arkan

ben

der

a

neg

aran

ya

tidak

mel

akukan

pen

angkap

an

ikan

sec

ara

tidak

sah

di

wil

ayah

di

baw

ah

yu

risd

iksi

neg

ara

Pih

ak

Pen

andat

angan

Konven

si.

b.

Indon

esia

waj

ib m

enja

min

kap

al-k

apal

yan

g

men

gib

arkan

ben

der

anya

untu

k m

enan

gk

ap i

kan

di

Perm

en K

P N

o.

Per

.30/M

en/2

012

Ter

kai

t den

gan

SIP

I d

alam

syst

em

pel

apora

n

Perm

en K

P N

o.

Per

.12/M

en/2

012

Bab

VI

Pen

daf

tara

n K

apal

pad

a

RF

MO

Bab

IX

Kep

atuhan

Kap

al

Pen

angk

ap d

an K

apal

Pen

gan

gkut

Ikan

Bab

X T

ind

akan

Konse

rvas

i dan

Pen

gel

ola

an

Perm

en K

P N

o.

Per

.05/M

en/2

007

Pas

al 3

ayat

(1)

Dep

arte

men

Kel

auta

n d

an

Per

ikan

an m

enyel

enggar

akan

sist

em p

eman

tauan

kap

al p

erik

anan

sebag

ai b

agia

n d

ari

pel

aksa

naa

n

tugas

pokok d

an f

un

gsi

dal

am

pen

gel

ola

an s

um

ber

daya

ikan

.

Pas

al 3

ayat

(2)

Dal

am m

enyel

enggar

akan

sis

tem

pem

anta

uan

kap

al p

erik

anan

sebag

aim

ana

dim

aksu

d p

ada

ayat

(1),

Dep

arte

men

Kel

auta

n d

an

Per

ikan

an m

elak

sanak

an

per

enca

naa

n, pen

etap

an s

tandar

S

iste

m p

elap

ora

n

ters

ebut

har

us

tran

spar

an

sehin

gga

men

yed

iak

an

dat

a yan

g a

ku

rat

dan

jela

s.

222

Page 251: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

223

Wil

ayah

Konven

si d

i lu

ar

wil

ayah

yuri

sdik

si n

asio

nal

han

ya

apab

ila

yan

g

ber

san

gkuta

n d

apat

mel

aksa

nak

an s

ecar

a

efek

tif

tan

ggun

gja

wab

nya

sehubungan

den

gan

kap

al-

kap

al t

erse

but

ber

das

arkan

Konven

si 1

982,

Kes

epak

atan

dan

Konven

si

ini.

c.

Untu

k t

uju

an e

fekti

vit

as

pel

aksa

naa

n K

onven

si,

Indon

esia

waj

ib m

enca

tat

keg

iata

n k

apal

per

ikan

an

yan

g m

emil

iki

lise

nsi

.

d.

Indon

esia

waj

ib

mem

elih

ara

cata

tan t

enta

ng

kap

al p

erik

anan

yan

g

ber

hak

men

gib

arkan

ben

der

anya

dan

dii

jinkan

untu

k d

igunak

an g

un

a

men

angkap

ikan

di

Wil

ayah

Konven

si d

i lu

ar

wil

ayah

yuri

sdik

si

nas

ional

nya,

dan

waj

ib

mem

asti

kan

bah

wa

selu

ruh

kap

al p

erik

anan

ter

sebut

per

alat

an, p

emban

gunan

,

pen

gop

eras

ian, se

rta

mon

itori

ng

dan

eval

uas

i pen

yel

enggar

aan

sist

em p

eman

tauan

kap

al

per

ikan

an

223

Page 252: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

224

dim

uat

dal

am c

atat

an

ters

ebut.

e.

Indon

esia

waj

ib

mem

ber

ikan

info

rmas

i

yan

g d

itet

apkan

pad

a

lam

pir

an I

V K

onv

ensi

ini.

f.

Indon

esia

waj

ib

mem

asti

kan

bah

wa

seti

ap

kap

al p

enan

gk

ap i

kan

ber

ben

der

a In

don

esia

yan

g

men

angkap

ikan

yan

g

ber

uaya

jauh

di

area

konven

si d

i baw

ah

yu

risd

iksi

nas

ional

dar

i

anggota

lai

n u

ntu

k

men

ggun

akan

tra

nsm

itte

r

g.

Indon

esia

waj

ib b

eker

ja

sam

a untu

k m

emas

tikan

kes

esuai

an a

nta

ra s

iste

m

pem

anta

uan

kap

al n

asio

nal

dan

sis

tem

pem

anta

uan

kap

al d

i la

ut

lepas

.

Pas

al 2

5

Pen

aata

n d

an

Pen

egak

an

a.

Indon

esia

waj

ib

men

egak

kan

ket

entu

an

Konven

si i

ni

dan

set

iap

langk

ah-l

angkah

konse

rvas

i

dan

pen

gel

ola

an y

ang

dit

etap

kan

ole

h K

om

isi

PP

No. 51 T

ah

un

2002

Pas

al 4

1 d

an 4

2

Sura

t ta

nda

keb

angsa

an k

apal

UU

No. 21 T

ah

un

2009

Men

gac

u U

NC

LO

S 1

982,

Indon

esia

mem

erlu

kan

per

atura

n p

erund

ang-

undan

gan

ter

kai

t den

gan

mek

anis

me

pen

egak

an

hukum

ter

had

ap k

apal

per

ikan

an I

ndones

ia d

i lu

ar

224

Page 253: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

225

b.

Indon

esia

waj

ib m

enyel

idik

i

seca

ra m

enyel

uru

h s

etia

p

dugaa

n p

elan

ggar

an o

leh

kap

al p

erik

anan

yan

g

men

gib

arkan

ben

der

anya

atas

ket

entu

an K

onv

ensi

ini

atau

lan

gkah

-lan

gkah

konse

rvas

i dan

pen

gel

ola

an

yan

g d

iter

ima

ole

h K

om

isi

Indon

esia

har

us

men

gak

ui

hukum

RD

MO

dan

WC

PF

C

ZE

E

Pas

al 3

3

Itik

ad B

aik D

an

Pen

yal

ahgunaa

n

Hak

Pri

nsi

p i

tikad

bai

k h

arus

dit

egak

kan

ole

h I

ndon

esia

sesu

ai d

engan

kew

ajib

an y

ang

dia

tur

dal

am K

onven

si.

Pri

nsi

p i

tikad

bai

k u

ntu

k

mel

aksa

nak

an p

rakti

k-p

rakti

k/k

ondis

i

eksi

stin

g p

engel

ola

an p

erik

anan

Indon

esia

Sum

ber

: D

ikem

ban

gk

an d

ari

Ari

adno (

2012)

225

Page 254: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

Lam

pir

an 7

. A

nal

isa

Per

ban

din

gan

CM

M d

an P

erat

ura

n P

erund

ang-u

ndan

gan

Indones

ia

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

dan

g-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

2004

-03

S

pec

ific

ati

ons

Fo

r

Th

e M

ark

ing

An

d

Iden

tifi

cati

on

of

Fis

hin

g V

esse

ls

Indones

ia w

ajib

men

des

ak

oper

ator/

pen

gusa

ha

pen

angkap

an

ikan

untu

k m

engad

opsi

Inte

rnati

onal

Tel

ecom

munic

ati

on U

nio

n R

adio

Call

Sig

ns

(IR

CS)

dan

kap

al h

arus

mem

ilik

i nom

or

iden

tita

s W

CP

FC

(WC

PF

C I

den

tifi

cati

on

Num

ber

/WIN

)

PP

No.

51 T

ah

un

20

02

Pas

al 4

8 a

yat

(1)

Kap

al I

ndones

ia y

ang

dil

engkap

i den

gan

per

angk

at

ko

munik

asi

radio

kap

al h

aru

s

mem

pun

yai

tan

da

pan

ggil

an

(call

sig

n)

sebag

ai s

alah

sat

u

iden

tita

s kap

al

Per

men

KP

No.

Per

.30/M

en/2

012

Lam

pir

an I

II m

em

uat

ca

ll s

ign

dal

am D

ata

Kap

al

Per

lu d

ilak

ukan

pen

yes

uai

an

den

gan

WIN

2004

-04

R

eso

luti

on

on

Co

nse

rva

tio

n a

nd

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

s

Indones

ia w

ajib

men

gam

bil

tin

dak

an

terk

ait

den

gan

: (a

) pem

bat

asan

upay

a

dan

tan

gkap

an;

(b)

pem

bat

asan

kap

asit

as k

apal

tuna

skal

a bes

ar;

(c)

tindak

an u

ntu

k m

engat

asi

dam

pak

kap

al t

una

skal

a bes

ar s

ehin

gga

untu

k m

em

asti

kan

ko

mpat

ibil

itas

anta

ra t

indak

an y

ang d

ilak

ukan

di

luar

wil

ayah

yuri

sdik

si n

asio

nal

dan

langkah

-lan

gkah

yan

g d

iter

apkan

ole

h n

egar

a-neg

ara

pan

tai

untu

k

men

gel

ola

per

ikan

an y

ang d

ilak

ukan

ole

h k

apal

-kap

al d

idal

am z

ona

mer

eka;

(d)

pen

utu

pan

wil

ayah

dan

wak

tu;

dan

(e)

tin

dak

an m

itig

asi

untu

k m

engat

asi

kem

atia

n n

on

-tar

get

Pem

bat

asan

upay

a ta

ngkap

an

bel

um

dia

tur,

kar

ena

Ind

on

esia

tidak

men

erap

kan

ku

ota

tangkap

an

Pen

utu

pan

wil

ayah

dan

wak

tu

tangkap

an d

iatu

r P

asal

45

ayat

(1)

Per

men

KP

No

.

Per

.12/M

en/2

012

.

Set

iap

kap

al p

enan

gkap

ik

an

yan

g m

elak

ukan

pen

angkap

an

ikan

di

laut

lepas

dil

aran

g

mel

aku

kan

pen

angkap

an i

kan

yan

g d

itet

apkan

ole

h R

FM

O

ber

das

arkan

:

a.

wak

tu p

enan

gkap

an i

kan

dit

utu

p;

dan

/ata

u

Per

lu d

ilak

ukan

pen

yu

sun

an

Per

atu

ran

Men

ter

Kel

auta

n

terk

ait

den

gan

pem

bat

asan

up

aya

tan

gkap

an

226

Page 255: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

da

ng-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

spes

ies,

sep

erti

buru

ng l

aut,

pen

yu

dan

hiu

b.

wil

ayah

pen

angkap

an i

kan

yan

g d

itutu

p

Tin

dak

an m

itig

asi

kem

atia

n

non

-tar

get

dia

tur

Per

men

KP

No.

Per

.12/M

en/2

01

2 d

an

Per

men

KP

No

.

Per

.30/M

en/2

01

2

Per

men

KP

No

. P

er.1

2/M

en/2

012

Pas

al 3

9

Set

iap k

apal

pen

angkap

ikan

yan

g m

elak

ukan

pen

angkap

an

ikan

di

laut

lep

as y

ang

mem

per

ole

h h

asil

tan

gkap

an

sam

pin

gan

(b

ycatc

h)

yan

g

seca

ra e

ko

logis

ter

kai

t d

engan

(eco

logic

all

y re

late

d s

pec

ies)

per

ikan

an t

un

a b

eru

pa

hiu

,

buru

ng l

aut,

pen

yu

lau

t,

mam

alia

lau

t t

erm

asu

k p

aus,

dan

hiu

mo

nyet

w

ajib

mel

aku

kan

tin

dak

an k

on

serv

asi

Per

men

KP

No

. P

er.4

0/M

en/2

012

Pas

al 7

3

Set

iap k

apal

p

enan

gkap

ik

an

yan

g

mem

ilik

i S

IPI

di

WP

P-

NR

I w

ajib

mel

aku

kan

tindak

an k

on

serv

asi

terh

adap

jenis

sp

esie

s t

erte

ntu

yan

g

terk

ait

seca

ra e

ko

logi

den

gan

227

Page 256: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

dan

g-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

tuna,

yan

g d

itet

apkan

ole

h

RF

MO

2005

-03

C

on

serv

ati

on

and

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

fo

r N

ort

h

Pa

cifi

c A

lbaco

re

I

ndones

ia w

ajib

mem

asti

kan

keb

erla

nju

tan j

angka

pan

jang d

an

kel

angsu

ngan

ekonom

i per

ikan

an

South

Paci

fic

alb

aco

re

I

ndones

ia w

ajib

mel

apork

an t

ahunan

kep

ada

Kom

isi

tenta

ng t

ingkat

tangkap

an k

apal

-kap

al i

kan

nya

yan

g

men

angkap

South

Paci

fic

alb

aco

re

sebag

ai h

asil

tan

gkap

an s

ampin

gan

.

UU

No.

31 T

ah

un

20

04

Pasa

l 10 a

yat

(1)

Untu

k

kep

enti

ngan

ker

ja

sam

a in

tern

asio

nal

,

Pem

erin

tah:

a.

dap

at m

emub

likas

ikan

sec

ara

ber

kal

a h

al-h

al

yan

g

ber

ken

aan

den

gan

la

ngk

ah

konse

rvas

i dan

p

engel

ola

an

sum

ber

day

a ik

an;

b.

bek

erja

sam

a d

engan

neg

ara

teta

ngga

atau

den

gan

neg

ara

lain

dal

am r

angka

ko

nse

rvas

i

dan

pen

gel

ola

an

sum

ber

day

a ik

an d

i la

ut

lep

as,

laut

lepas

yan

g b

ersi

fat

tert

utu

p,

atau

sem

i te

rtutu

p

d

an

wil

ayah

kan

ton

g;

c.

mem

ber

itah

ukan

se

rta

men

yam

pai

kan

b

ukti

-bu

kti

terk

ait

kep

ada

neg

ara

ben

der

a as

al

kap

al

yan

g

dic

uri

gai

m

elak

uk

an

keg

iata

n

yan

g

dap

at

men

imbulk

an

ham

bat

an

dal

am

konse

rvas

i dan

pen

gel

ola

an

sum

ber

d

aya

ikan

.

I

nd

on

esia

akan

men

jaga

So

uth

Paci

fic

alb

aco

re d

ari

keg

iata

n k

apal

per

ikan

an

228

Page 257: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

da

ng-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

PP

No.

30 T

ah

un

20

08

P

asal

26 a

yat

(1

)

Pen

yel

enggar

a L

itb

ang

Per

ikan

an d

alam

neg

eri

yan

g

akan

mel

aku

kan

Per

ikan

an d

i

wil

ayah

pen

yel

enggar

aan

Lit

ban

g P

erik

anan

har

us

mel

apork

an k

edat

angan

nya

kep

ada

pej

abat

yan

g

ber

wen

ang,

kec

ual

i ap

abil

a

Lit

ban

g P

erik

anan

dil

aku

kan

di

labora

tori

um

200

6-0

4

Co

nse

rva

tio

n

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

For

Str

iped

Ma

rlin

In T

he

So

uth

wes

t

Pa

cifi

c

Indones

ia w

ajib

men

gam

bil

tindak

an u

ntu

k m

elin

dungi

keb

erla

nju

tan d

an k

elan

gsu

ngan

ekonom

i per

ikan

an s

trip

ed m

arl

in

in t

he

South

wes

t P

aci

fic.

Indones

ia m

enyed

iakan

lap

ora

n

kep

ada

Kom

isi

terk

ait

den

gan

jum

lah k

apal

ikan

yan

g m

enan

gkap

stri

ped

marl

in i

n t

he

South

wes

t

Paci

fic

dan

tota

l ta

ngkap

annya

UU

No.

31 T

ah

un

20

04

Pasa

l 10 a

yat

(1)

Untu

k

kep

enti

ngan

ker

ja

sam

a in

tern

asio

nal

,

Pem

erin

tah:

a.

dap

at

mem

ub

likas

ikan

se

cara

ber

kal

a h

al-h

al

yan

g

ber

ken

aan

d

engan

la

ngkah

konse

rvas

i d

an

pen

gel

ola

an

sum

ber

day

a ik

an;

b.

bek

erja

sa

ma

den

gan

n

egar

a

teta

ngga

atau

d

engan

n

egar

a

lain

dal

am

ran

gka

ko

nse

rvas

i

dan

pen

gel

ola

an su

mb

er d

aya

ikan

di

laut

lepas

, la

ut

lep

as

yan

g

ber

sifa

t te

rtu

tup

, at

au

sem

i te

rtu

tup

dan

wil

ayah

kan

tong;

c.

mem

ber

itah

ukan

se

rta

Pem

ben

ahan

syst

em

pen

dat

aan k

egia

tan

per

ikan

an d

i la

ut

lep

as,

kh

usu

snya

Str

iped

Ma

rlin

In T

he

So

uth

wes

t P

aci

fic

229

Page 258: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

dan

g-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

men

yam

pai

kan

b

ukti

-bu

kti

terk

ait

kep

ada

neg

ara

ben

der

a

asal

kap

al

yan

g

dic

uri

gai

mel

aku

kan

kegia

tan

yan

g

dap

at

men

imbu

lkan

h

amb

atan

dal

am

kon

serv

asi

dan

pen

gel

ola

an s

um

ber

day

a ik

an.

PP

No.

30 T

ah

un

20

08

P

asal

26 a

yat

(1)

Pen

yel

enggar

a L

itb

ang P

erik

anan

dal

am n

eger

i yan

g a

kan

mel

aku

kan

Per

ikan

an d

i w

ilay

ah

pen

yel

enggar

aan L

itban

g

Per

ikan

an h

arus

mel

apork

an

ked

atan

gan

nya

kep

ada

pej

abat

yan

g b

erw

enan

g,

kec

ual

i ap

abil

a

Lit

ban

g P

erik

anan

dil

aku

kan

di

labora

tori

um

2006

-07

C

on

serv

ati

on

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

fo

r th

e

Reg

ion

al

Ob

serv

er

Pro

gra

mm

e

Indones

ia w

ajib

mem

erhat

ikan

kap

al-k

apal

ikan

nya

yan

g

mel

aku

kan

pen

angkap

an d

i w

ilay

ah

Konven

si u

ntu

k m

em

per

siap

kan

pen

erim

aan o

bse

rver

dar

i K

om

isi

Indones

ia w

ajib

men

yia

pkan

pro

sedur

hukum

ten

tang

pen

erim

aan o

bse

rver

dia

tas

kapal

sesu

ai

den

gan s

tandar

Konven

si

Per

men

KP

No.P

er.1

2/M

en/2

012

Pas

al 8

ayat

(3)

hu

rif

G

Per

mohonan

SIP

I h

aru

s ad

a

kes

anggupan

pen

emp

atan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 8

ayat

(4)

Atu

ran s

anksi

pen

ola

kan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 3

0 a

yat

(2

), a

yat

(4

)

huri

f E

Per

lu p

enges

ahan

Per

men

KP

ten

tan

g O

bse

rver

, yan

g

tentu

saj

a se

suai

den

gan

per

kem

ban

gan

hu

ku

m

inte

rnas

ion

al

230

Page 259: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

da

ng-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

transh

ipm

ent

dis

aksi

kan

ole

h

pem

anta

u d

i at

as k

apal

pen

gan

gku

t ik

an

(obse

rver

on

bo

ard

) d

ari

RF

MO

Per

men

KP

No

.

Per

.30/M

en/2

012

Pas

al 9

ayat

(1

) h

uri

f H

bag

ian 1

Per

mohon

an S

IPI

har

us

ada

kes

anggu

pan

pen

emp

atan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 2

4 a

yat

(1

) h

uri

f F

bag

ian 1

Per

mohon

an S

IKP

I h

aru

s ad

a

kes

anggu

pan

pen

emp

atan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 6

9 a

yat

(2

) h

uru

f E

Pel

aksa

naa

n tr

ansh

ipm

ent

dia

was

i ole

h p

eman

tau

kap

al

pen

angkap

ikan

dan

kap

al

pen

gan

gku

t ik

an (

ob

serv

er)

Pas

al 8

8 b

uti

r B

men

em

pat

kan

pem

anta

u

(obse

rver

) di

atas

kap

al

pen

angkap

ikan

b

eru

ku

ran

dia

tas

1.0

00

G

T

den

gan

men

ggun

akan

ala

t

pen

angkap

an i

kan

pu

rse

sein

e

231

Page 260: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

dan

g-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

2006

-08

W

CP

FC

Co

mm

issi

on

Bo

ard

ing a

nd

Insp

ecti

on

Pro

ced

ure

s

I

ndones

ia w

ajib

mem

atuhi

pro

sedur

men

gen

ai p

emer

iksa

an d

an m

enai

ki

kap

al s

erta

tin

dak

an k

onse

rvas

i dan

pen

gel

ola

an

Per

men

KP

No.P

er.1

2/M

en/2

012

Pas

al 8

ayat

(3)

hu

rif

G

Per

mohonan

SIP

I h

aru

s ad

a

kes

anggupan

pen

emp

atan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 8

ayat

(4)

Atu

ran s

anksi

pen

ola

kan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 3

0 a

yat

(2

), a

yat

(4

)

huri

f E

transh

ipm

ent

dis

aksi

kan

ole

h

pem

anta

u d

i at

as k

apal

pen

gan

gkut

ikan

(obse

rver

on b

oa

rd)

dar

i

RF

MO

Per

men

KP

No.

Per

.30/M

en/2

012

Pas

al 9

ayat

(1)

hu

rif

H

bag

ian 1

Per

mohonan

SIP

I h

aru

s ad

a

kes

anggupan

pen

emp

atan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 2

4 a

yat

(1

) h

uri

f F

bag

ian 1

Per

mohonan

SIK

PI

har

us

ada

kes

anggupan

pen

emp

atan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 6

9 a

yat

(2

) h

uru

f E

P

erlu

pen

ges

ahan

Per

men

KP

ten

tan

g O

bse

rver

, yan

g

tentu

saj

a se

suai

den

gan

per

kem

ban

gan

hu

ku

m

inte

rnas

ion

al

232

Page 261: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

da

ng-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

Pel

aksa

naa

n tr

ansh

ipm

ent

dia

was

i ole

h p

eman

tau

kap

al

pen

angkap

ikan

dan

kap

al

pen

gan

gku

t ik

an (

ob

serv

er)

Pas

al 8

8 b

uti

r B

men

em

pat

kan

pem

anta

u

(obse

rver

) di

atas

kap

al

pen

angkap

ikan

b

eru

ku

ran

dia

tas

1.0

00

G

T

den

gan

men

ggunak

an a

lat

pen

angkap

an i

kan

pu

rse

sein

e

200

7-0

1

Co

nse

rva

tio

n

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

fo

r th

e

Reg

ion

al

Ob

serv

er

Pro

gra

mm

e

Indones

ia w

ajib

mem

erhat

ikan

kap

al-k

apal

ikan

nya

yan

g

mel

aku

kan

pen

angkap

an d

i w

ilay

ah

Konven

si u

ntu

k m

em

per

siap

kan

pen

erim

aan o

bse

rver

dar

i K

om

isi

Indones

ia w

ajib

men

yia

pkan

pro

sedur

hukum

ten

tang

pen

erim

aan o

bse

rver

dia

tas

kap

al

sesu

ai d

engan

sta

ndar

Konven

si

Per

men

KP

No.P

er.1

2/M

en/2

012

Pas

al 8

ayat

(3

) h

uri

f G

Per

mohon

an S

IPI

har

us

ada

kes

anggu

pan

pen

emp

atan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 8

ayat

(4

)

Atu

ran s

anksi

pen

ola

kan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 3

0 a

yat

(2

), a

yat

(4

)

huri

f E

transh

ipm

ent

dis

aksi

kan

ole

h

pem

anta

u d

i at

as k

apal

pen

gan

gku

t ik

an

(obse

rver

on

bo

ard

) d

ari

RF

MO

Per

men

KP

No

.

Per

.30/M

en/2

012

Per

lu p

enges

ahan

Per

men

KP

ten

tan

g O

bse

rver

, yan

g

tentu

saj

a se

suai

den

gan

per

kem

ban

gan

hu

ku

m

inte

rnas

ion

al

233

Page 262: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

dan

g-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

Pas

al 9

ayat

(1)

hu

rif

H

bag

ian 1

Per

mohonan

SIP

I h

aru

s ad

a

kes

anggupan

pen

emp

atan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 2

4 a

yat

(1

) h

uri

f F

bag

ian 1

Per

mohonan

SIK

PI

har

us

ada

kes

anggupan

pen

emp

atan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 6

9 a

yat

(2

) h

uru

f E

Pel

aksa

naa

n tr

ansh

ipm

ent

dia

was

i ole

h pem

anta

u

kap

al

pen

angkap

ikan

dan

kap

al

pen

gan

gkut

ikan

(o

bse

rver

)

Pas

al 8

8 b

uti

r B

men

em

pat

kan

pem

anta

u

(obse

rver

) di

atas

kap

al

pen

angkap

ikan

b

eru

ku

ran

dia

tas

1.0

00

GT

den

gan

men

ggunak

an a

lat

pen

angkap

an i

kan

purs

e se

ine

2007

-04

C

on

serv

ati

on

An

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

to

Mit

iga

te t

he

Imp

act

of

Fis

hin

g f

or

Hig

hly

Indones

ia h

arus

men

ger

jakan

mit

igas

i buru

ng l

aut

yan

g

terc

antu

m d

alam

CM

M

Indones

ia d

idoro

ng u

ntu

k

men

gad

opsi

tin

dak

an y

ang

ber

tuju

an u

ntu

k m

em

asti

kan

bah

wa

buru

ng l

aut

yan

g t

erta

ngkap

hid

up

-

hid

up

pan

cing r

awai

bis

a dil

epas

UU

No.

31 T

ah

un

20

04

Pasa

l 10 a

yat

(1)

Untu

k

kep

enti

ngan

ker

ja

sam

a in

tern

asio

nal

,

Pem

erin

tah:

a.

dap

at

mem

ubli

kas

ikan

se

cara

ber

kal

a hal

-hal

yan

g

ber

ken

aan

den

gan

la

ngkah

Pen

yu

sun

an I

nd

on

esia

Na

tio

na

l P

lan

of

Act

ion

(NP

OA

) S

eabir

ds

234

Page 263: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

da

ng-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

Mig

rato

ry F

ish

Sto

ck o

n

Sea

bir

ds

kem

bal

i dal

am k

ondis

i bai

k t

anpa

mem

bah

ayakan

keh

idupan

buru

ng

laut

yan

g b

ersa

ngkuta

n.

Indones

ia s

etia

p t

ahunnya

har

us

mel

apo

rkan

kep

ada

Kom

isi

tenta

ng

inte

raksi

den

gan

buru

ng l

aut,

term

asuk b

yca

tches

dan

rin

cian

spes

ies,

untu

k m

em

ungkin

kan

Kom

ite

Ilm

iah

dal

am

mem

per

kir

akan

kem

atia

n b

uru

ng

laut

di

selu

ruh

wil

ayah

per

ikan

an

WC

PF

C b

erla

ku

.

konse

rvas

i d

an

pen

gel

ola

an

sum

ber

day

a ik

an;

b.

bek

erja

sa

ma

den

gan

n

egar

a

teta

ngga

atau

d

engan

n

egar

a

lain

dal

am

ran

gka

ko

nse

rvas

i

dan

pen

gel

ola

an su

mb

er d

aya

ikan

di

laut

lepas

, la

ut

lep

as

yan

g

ber

sifa

t te

rtu

tup

, at

au

sem

i te

rtu

tup

dan

wil

ayah

kan

tong;

c.

mem

ber

itah

ukan

se

rta

men

yam

pai

kan

b

ukti

-bu

kti

terk

ait

kep

ada

neg

ara

ben

der

a

asal

kap

al

yan

g

dic

uri

gai

mel

aku

kan

kegia

tan

yan

g

dap

at

men

imb

ulk

an

ham

bat

an

dal

am

ko

nse

rvas

i d

an

pen

gel

ola

an s

um

ber

day

a ik

an.

UU

No.

21 T

ah

un

20

09

Pel

aksa

naa

n P

asal

8 (

Ker

ja

sam

a untu

k k

on

serv

asi

dan

pen

gel

ola

an)

PP

No.

30 T

ah

un

20

08

P

asal

26 a

yat

(1

)

Pen

yel

enggar

a L

itb

ang

Per

ikan

an d

alam

neg

eri

yan

g

akan

mel

aku

kan

Per

ikan

an d

i

wil

ayah

pen

yel

enggar

aan

Lit

ban

g P

erik

anan

har

us

235

Page 264: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

dan

g-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

mel

apork

an k

edat

angan

nya

kep

ada

pej

abat

yan

g

ber

wen

ang,

kec

ual

i ap

abil

a

Lit

ban

g P

erik

anan

dil

aku

kan

di

labora

tori

um

Tin

dak

an m

itig

asi

kem

atia

n

non

-tar

get

dia

tur

Per

men

KP

No.

Per

.12/M

en/2

01

2 d

an

Per

men

KP

No.

Per

.30/M

en/2

012

Per

men

KP

No. P

er.1

2/M

en/2

012

Pas

al 3

9

Set

iap k

apal

pen

angkap

ikan

yan

g m

elak

ukan

pen

angkap

an

ikan

di

laut

lepas

yan

g

mem

per

ole

h h

asil

tan

gkap

an

sam

pin

gan

(byc

atc

h)

yan

g

seca

ra e

kolo

gis

ter

kai

t d

engan

(eco

logic

all

y re

late

d s

pec

ies)

per

ikan

an t

una

ber

up

a h

iu,

buru

ng l

aut,

pen

yu

lau

t,

mam

alia

lau

t t

erm

asu

k p

aus,

dan

hiu

monyet

w

ajib

mel

aku

kan

tin

dak

an k

on

serv

asi

Per

men

KP

No. P

er.4

0/M

en/2

012

Pas

al 7

3

Set

iap k

apal

pen

angkap

ik

an

yan

g

mem

ilik

i S

IPI

di

WP

P-

NR

I w

ajib

mel

aku

kan

236

Page 265: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

da

ng-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

tindak

an k

on

serv

asi

terh

adap

jenis

sp

esie

s t

erte

ntu

yan

g

terk

ait

seca

ra e

ko

logi

den

gan

tuna,

yan

g d

itet

apkan

ole

h

RF

MO

200

8-0

1

Co

nse

rva

tio

n

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

fo

r B

ig-

eye

and

Yel

low

-

fin

Tun

a i

n t

he

WC

PF

C

Indones

ia h

arus

mem

asti

kan

bah

wa

tindak

an u

ntu

k p

erik

anan

purs

e

sein

e ti

dak

mel

anggar

upay

a

tangkap

an

Indones

ia w

ajib

mel

aksa

nak

an

tindak

an y

ang s

esuai

untu

k

men

gura

ngi

per

ikan

an p

urs

e se

ine

yan

g m

engak

ibat

kan

kem

atia

n t

una

big

eye.

Indones

ia m

em

asti

kan

bah

wa

kap

al

ikan

nya

mem

atuhi

atura

n t

enta

ng

pem

bat

asan

pen

angkap

an i

kan

di

rum

pon

Indones

ia h

arus

mem

asti

kan

efek

tivit

as a

tura

n p

rogra

m o

bse

rver

regio

nal

Indones

ia h

arus

tunduk k

epad

a

Ren

cana

Pen

gel

ola

an K

om

isi

untu

k

pen

ggunaa

n r

um

pon

ole

h k

apal

mer

eka

di

laut

lepas

.

Indones

ia h

arus

men

gek

splo

rasi

dan

men

gev

aluas

i ti

ndak

an m

itig

asi

untu

k j

uve

nil

e big

eye

dan

yel

low

fin

yan

g d

iam

bil

di

sekit

ar r

um

pon

Atu

ran

Pu

rse S

ein

e

Per

men

KP

No

.

Per

.02/M

en/2

01

1

Pen

gat

ura

n j

alur

tan

gkap

an

untu

k m

asin

g-m

asin

g a

lat

tangkap

dan

ru

mp

on

ber

das

arkan

to

nas

e kap

al

Atu

ran

Pro

gra

m O

bse

rver

Per

men

KP

No.P

er.1

2/M

en/2

012

Pas

al 8

ayat

(3

) h

uri

f G

Per

mohon

an S

IPI

har

us

ada

kes

anggu

pan

pen

emp

atan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 8

ayat

(4

)

Atu

ran s

anksi

pen

ola

kan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 3

0 a

yat

(2

), a

yat

(4

)

huri

f E

transh

ipm

ent

dis

aksi

kan

ole

h

pem

anta

u d

i at

as k

apal

pen

gan

gku

t ik

an

(obse

rver

on

bo

ard

) d

ari

RF

MO

Ind

on

esia

per

lu

pen

gaw

asan

pel

aksa

naa

n

Per

atu

ran

Men

teri

yan

g

sud

ah d

itet

apkan

, b

aik y

ang

men

gat

ur

jalu

r ta

ngkap

an

dan

ala

t b

antu

pen

angkap

an

ikan

, m

aup

un

pel

aksa

naa

n

pro

gra

m o

bse

rver

yan

g

bet

uju

an m

emin

imal

isir

tert

angkap

nn

ya

bab

y t

un

a

(yel

low

fin

da

n b

igey

e)

pen

ges

ahan

Per

men

KP

tenta

ng O

bse

rver

, yan

g

tentu

saj

a se

suai

den

gan

per

kem

ban

gan

hu

ku

m

inte

rnas

ion

al

237

Page 266: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

dan

g-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

Per

men

KP

No.

Per

.30/M

en/2

012

Pas

al 9

ayat

(1)

hu

rif

H

bag

ian 1

Per

mohonan

SIP

I h

aru

s ad

a

kes

anggupan

pen

emp

atan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 2

4 a

yat

(1

) h

uri

f F

bag

ian 1

Per

mohonan

SIK

PI

har

us

ada

kes

anggupan

pen

emp

atan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 6

9 a

yat

(2

) h

uru

f E

Pel

aksa

naa

n tr

ansh

ipm

ent

dia

was

i ole

h pem

anta

u

kap

al

pen

angkap

ikan

dan

kap

al

pen

gan

gkut

ikan

(o

bse

rver

)

Pas

al 8

8 b

uti

r B

men

em

pat

kan

pem

anta

u

(obse

rver

) di

atas

kap

al

pen

angkap

ikan

b

eru

ku

ran

dia

tas

1.0

00

GT

den

gan

men

ggunak

an a

lat

pen

angkap

an i

kan

purs

e se

ine

2008

-03

C

on

serv

ati

on

An

d

Ma

na

gem

ent

of

Sea

Tu

rtle

s

Indones

ia w

ajib

mel

aksa

nak

an

pan

duan

FA

O t

enta

ng p

engura

ngan

kem

atia

n p

enyu d

alam

oper

asi

pen

angkap

an i

kan

Indones

ia s

etia

p t

ahunnya

Per

men

KP

No. P

er.1

2/M

en/2

012

Pas

al 3

9

Set

iap k

apal

pen

angkap

ikan

yan

g m

elak

ukan

pen

angkap

an

ikan

di

laut

lepas

yan

g

Pen

ges

ahan

Per

atura

n

Men

teri

Kel

auta

n d

an

Per

ikan

an t

enta

ng H

asil

Tan

gkap

an S

amp

ingan

238

Page 267: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

da

ng-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

mel

apork

an k

e K

om

isi

term

asuk

per

kem

ban

gan

pel

aksa

naa

n

Pan

duan

FA

O d

an t

indak

annya,

sert

a pen

gum

pula

n i

nfo

rmas

i te

rkai

t

den

gan

pen

yu

dal

am p

engel

ola

an

per

ikan

an s

ebag

aim

ana

dia

tur

dal

am K

onven

si.

mem

per

ole

h h

asil

tan

gkap

an

sam

pin

gan

(b

yca

tch)

yan

g

seca

ra e

ko

logis

ter

kai

t d

engan

(eco

logic

ally

rel

ated

sp

ecie

s)

per

ikan

an t

un

a b

eru

pa

hiu

,

buru

ng l

aut,

pen

yu

lau

t,

mam

alia

lau

t t

erm

asu

k p

aus,

dan

hiu

mo

nyet

w

ajib

mel

aku

kan

tin

dak

an k

on

serv

asi

Per

men

KP

No

. P

er.4

0/M

en/2

012

Pas

al 7

3

Set

iap k

apal

p

enan

gkap

ik

an

yan

g

mem

ilik

i S

IPI

di

WP

P-

NR

I w

ajib

mel

aku

kan

tindak

an k

on

serv

asi

terh

adap

jenis

sp

esie

s t

erte

ntu

yan

g

terk

ait

seca

ra e

ko

logi

den

gan

tuna,

yan

g d

itet

apkan

ole

h

RF

MO

200

8-0

4

Co

nse

rva

tio

n

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

to

Pro

hib

it t

he

Use

of

La

rge-

Sca

le

Dri

ftn

ets

on t

he

Hig

h S

eas

in t

he

Co

nve

nti

on

Are

a

Indones

ia w

ajib

mel

aran

g

pen

ggunaa

n a

lat

tangkap

dri

ftnet

s

skal

a bes

ar d

i w

ilay

ah K

onven

si.

Indones

ia w

ajib

mel

apork

an

tahunan

ten

tang k

egia

tan M

CS

di

laut

lepas

wil

ayah

Konven

si

PP

No.

51 T

ah

un

20

02

PP

ini

adal

ah l

andas

an u

ntu

k

pem

enuhan

dan

sta

nd

ar u

mu

m

oper

asio

nal

kap

al

Per

men

KP

No

.

Per

.02/M

en/2

011

Pen

gat

ura

n j

alur

tan

gkap

an

untu

k m

asin

g-m

asin

g a

lat

tangkap

dan

ru

mp

on

ber

das

arkan

to

nas

e kap

al

Ind

on

esia

har

us

mem

asti

kan

bah

wa

kap

al p

erik

anan

Ind

on

esia

tid

ak

men

ggu

nak

an d

rift

net

s

skal

a b

esar

di

wil

ayah

Ko

nven

si.

239

Page 268: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

dan

g-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

2009

-01

R

eco

rd o

f

Fis

hin

g V

esse

ls

An

d

Au

tho

riza

tio

n t

o

Fis

h

Indones

ia h

arus

men

gam

bil

tindak

an u

ntu

k m

em

asti

kan

bah

wa

kap

al p

urs

e se

ine

Indones

ia d

i la

ut

lepas

mem

atuhi

atura

n d

alam

pen

erap

an k

eten

tuan

CM

M 2

008

-

01 y

ang b

erkai

tan d

engan

pen

utu

pan

rum

pon

dan

ret

ensi

pen

angkap

an.

Indones

ia w

ajib

men

jam

in b

ahw

a

tidak

ada

kap

al p

urs

e se

ine

di

sekit

ar 1

mil

lo

kas

i ru

mpon y

ang

tert

utu

p

Indones

ia w

ajib

men

jam

in k

apal

ikan

nya

tidak

men

ggunak

an

rum

pon

Indones

ia h

arus

men

gac

u p

ada

stan

dar

inte

rnas

ional

ter

kai

t

pem

buat

an k

apal

ikan

Indones

ia h

arus

mel

akukan

pen

dam

pin

gan

ter

had

ap p

elak

u

usa

ha

agar

men

yer

ahkan

lap

ora

n

tangkap

annya

Atu

ran

Kap

al

PP

No.

51 T

ahun 2

00

2

PP

ini

adal

ah l

andas

an u

ntu

k

pem

enuhan

dan

sta

nd

ar u

mu

m

oper

asio

nal

kap

al

Per

men

KP

No.

Per

.12/M

en/2

012

Pas

al 5

0 d

an 5

1 m

engat

ur

pen

gad

aan k

apal

ikan

Per

men

KP

No.

Per

.30/M

en/2

012

Pas

al 3

0 d

an 3

5 m

engat

ur

pen

gad

aan k

apal

ikan

Atu

ran

Pen

ggu

naan

Ru

mp

on

Per

men

KP

No.

Per

.02/M

en/2

011

Pen

gat

ura

n j

alur

tan

gkap

an

untu

k m

asin

g-m

asin

g a

lat

tangkap

dan

rum

po

n

ber

das

arkan

tonas

e kap

al

Atu

ran

Lap

ora

n T

an

gk

ap

an

Per

men

KP

No.

Per

.18/M

en/2

010

Pen

gat

ura

n k

ewaj

iban

lo

gb

oo

k

pen

angkap

an i

kan

Pen

ges

ahan

Agre

emen

t

Po

rt S

tate

Mea

sure

s

Ind

on

esia

har

us

mem

asti

kan

pel

aksa

naa

n

syst

em p

enca

tata

n k

apal

ikan

dan

oto

rris

asin

ya

2009

-02

F

AD

Clo

sure

s

An

d C

atc

h

Indones

ia w

ajib

mem

asti

kan

pel

aksa

naa

n p

enutu

pan

rum

pon d

an

Per

men

KP

No.

Per

.02/M

en/2

011

Ind

on

esia

har

us

mem

asti

kan

pel

aksa

naa

n

240

Page 269: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

da

ng-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

Ret

enti

on

pen

gura

ngan

tan

gkap

an d

i la

ut

lepas

anta

ra 2

00 S

dan

20

0 N

ses

uai

spes

ifik

asi

stan

dar

Indones

ia w

ajib

men

gam

bil

tindak

an u

ntu

k m

enas

tikan

kap

al

purs

einnya

untu

k m

em

atuhi

atura

n

rum

pon

Pen

gat

ura

n j

alur

tan

gkap

an

untu

k m

asin

g-m

asin

g a

lat

tangkap

dan

ru

mp

on

ber

das

arkan

to

nas

e kap

al

Kep

utu

san

Dir

jen

Per

ikan

an

Tan

gk

ap

Nom

or

KE

P.0

8/D

J-

PT

/2010

Pem

ber

hen

tian

S

emen

tara

Pem

ber

ian

Iz

in

Bag

i U

sah

a

Bar

u

Ala

t P

enan

gkap

an

Ikan

dan

A

lat

Ban

tu

Pen

angkap

an

Ikan

T

erte

ntu

. A

tura

n te

rkai

t:

Pen

utu

pan

Purs

e S

ein

e P

elag

is

Bes

ar (

>2

00

GT

) u

ntu

k s

emu

a

dae

rah

pen

angkap

an

dan

Rum

pon

S

emu

a Z

EE

Indones

ia

pen

gaw

asan

pen

angkap

an

ikan

di

rum

po

n

200

9-0

3

Co

nse

rva

tio

n

an

d

Ma

na

gem

ent

for

Sw

ord

fish

Indones

ia w

ajib

bek

erja

sam

a untu

k

mel

indungi

dal

am j

angka

pan

jang

dan

kel

angsu

ngan

ekonom

i

per

ikan

an s

word

fish

d P

asif

ik B

arat

Day

a.

Indones

ia m

enyed

iakan

lap

ora

n

kep

ada

Kom

isi

terk

ait

den

gan

jum

lah k

apal

ikan

yan

g m

enan

gkap

sword

fish

es d

an t

ota

l ta

ngkap

annya

UU

No.

31 T

ah

un

20

04

Pasa

l 10 a

yat

(1)

Untu

k

kep

enti

ngan

ker

ja

sam

a in

tern

asio

nal

,

Pem

erin

tah:

d.

dap

at

mem

ub

likas

ikan

se

cara

ber

kal

a h

al-h

al

yan

g

ber

ken

aan

d

engan

la

ngkah

konse

rvas

i d

an

pen

gel

ola

an

sum

ber

day

a ik

an;

e.

bek

erja

sa

ma

den

gan

n

egar

a

teta

ngga

atau

d

engan

n

egar

a

lain

dal

am

ran

gka

ko

nse

rvas

i

dan

pen

gel

ola

an su

mb

er d

aya

Pem

ben

ahan

syst

em

pen

dat

aan k

egia

tan

per

ikan

an d

i la

ut

lep

as,

kh

usu

snya

Sw

ord

fish

di

Pas

ifik

Bar

at D

aya

241

Page 270: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

dan

g-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

ikan

di

laut

lepas

, la

ut

lep

as

yan

g

ber

sifa

t te

rtu

tup

, at

au

sem

i te

rtutu

p

d

an

w

ilay

ah

kan

tong;

f.

mem

ber

itah

ukan

se

rta

men

yam

pai

kan

b

ukti

-bu

kti

terk

ait

kep

ada

neg

ara

ben

der

a

asal

kap

al

yan

g

dic

uri

gai

mel

aku

kan

kegia

tan

yan

g

dap

at

men

imbu

lkan

h

amb

atan

dal

am

kon

serv

asi

dan

pen

gel

ola

an s

um

ber

day

a ik

an.

PP

No.

30 T

ah

un

20

08

P

asal

26 a

yat

(1)

Pen

yel

enggar

a L

itb

ang

Per

ikan

an d

alam

neg

eri

yan

g

akan

mel

aku

kan

Per

ikan

an d

i

wil

ayah

pen

yel

enggar

aan

Lit

ban

g P

erik

anan

har

us

mel

apork

an k

edat

angan

nya

kep

ada

pej

abat

yan

g

ber

wen

ang,

kec

ual

i ap

abil

a

Lit

ban

g P

erik

anan

dil

aku

kan

di

labora

tori

um

2009

-05

C

on

serv

ati

on

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

Pro

hib

itin

g

Fis

hin

g o

n D

ata

Indones

ia h

arus

mel

aran

g k

apal

ikan

nya

dar

i ja

ngkau

an s

ekit

ar 1

mil

lau

t at

au b

erin

tera

ksi

den

gan

pel

ampung d

ata

di

laut

lepas

dar

i

area

konven

si

Per

men

KP

No.

Per

.12/M

en/2

012

Pas

al 4

7 a

yat

(1)

Kap

al p

enan

gkap

ikan

dan

kap

al p

engan

gku

t ik

an

dil

aran

g:

Ind

on

esia

har

us

mem

ber

laku

kan

per

atura

n

ini

242

Page 271: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

da

ng-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

Bu

oys

a.

mel

aku

kan

kegia

tan

pen

angkap

an i

kan

ata

u

keg

iata

n p

engan

gku

tan

ikan

dal

am j

arak

1 (

satu

) m

il l

aut

dar

i lo

kas

i d

ata

buo

ys;

b.

men

gam

bil

dat

a b

uo

ys

pad

a

saat

mel

aku

kan

kegia

tan

pen

angkap

an i

kan

ata

u

pen

gan

gku

tan

ikan

;

dan

/ata

u

c. m

engan

ggu

keb

erad

aan

dan

posi

si d

ata

bu

oys.

Pas

al 4

7 a

yat

(2

)

Dat

a b

uo

ys

seb

agai

man

a

dim

aksu

d p

ada

ayat

(1

)

mer

upak

an a

lat

yan

g

men

gap

un

g,

bai

k h

anyu

t

atau

pun m

enet

ap, yan

g

dip

asan

g o

leh

Pem

erin

tah

ata

u

oto

rita

s yan

g b

erw

enan

g

den

gan

tuju

an u

ntu

k

men

gu

mpu

lkan

dat

a se

cara

elek

tronik

dan

pen

gu

ku

ran

dat

a li

ngku

ngan

dan

bu

kan

untu

k t

uju

an a

ktv

itas

pen

angkap

an i

kan

.

200

9-0

6

Co

nse

rva

tio

n

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

on

Indones

ia w

ajib

mem

atuhi

ket

entu

an t

ranss

hip

men

t di

wil

ayah

Konven

si

Per

men

KP

No

.

Per

.12/M

en/2

01

2

Ali

h M

uat

an (

Tra

nsh

ipm

ent)

,

Tin

dak

an K

on

serv

asi

dan

Ind

on

esia

su

dah

men

gat

ur

keg

iata

n t

ran

ship

men

t

243

Page 272: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

dan

g-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

Reg

ula

tio

n o

f

Tra

nss

hip

men

t

Pen

gel

ola

an S

um

ber

Day

a

Ikan

(B

ab I

X)

Per

men

KP

No.

Per

.30/M

en/2

012

Tra

nsh

ipm

ent

(Bab

VII

I)

2009

-09

C

on

serv

ati

on

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

fo

r

Ves

sels

Wit

ho

ut

Na

tio

na

lity

Indones

ia w

ajib

men

gam

bil

tindak

an p

enti

ng,

term

asuk

pen

gat

ura

n n

asio

nal

nya

dal

am

rangka

men

dukung t

indak

an

pen

gel

ola

an d

an k

onse

rvas

i yan

g

dia

dopsi

ole

h K

om

isi

Per

men

KP

No.

Per

.05/M

en/2

007

Pas

al 2

Sis

tem

pem

anta

uan

kap

al

per

ikan

an d

isel

enggar

akan

den

gan

tuju

an:

a. m

enin

gkat

kan

efe

kti

vit

as

pen

gel

ola

an s

um

ber

day

a ik

an

mel

alui

pen

gen

dal

ian d

an

pem

anta

uan

ter

had

ap k

apal

per

ikan

an;

b.

men

ingkat

kan

efi

sien

si d

an

efek

tivit

as p

engel

ola

an u

sah

a

per

ikan

an y

ang d

ilak

ukan

ole

h

per

usa

haa

n p

erik

anan

;

c.

men

ingkat

kan

ket

aata

n k

apal

per

ikan

an y

ang m

elak

ukan

keg

iata

n p

enan

gkap

an d

an/a

tau

pen

gan

gkuta

n i

kan

ter

had

ap

ket

entu

an p

erat

ura

n p

eru

ndan

g-

undan

gan

yan

g b

erla

ku

; dan

d.

mem

per

ole

h d

ata

dan

info

rmas

i te

nta

ng k

egia

tan

kap

al p

erik

anan

dal

am r

ang

ka

pen

gel

ola

an s

um

ber

day

a ik

an

seca

ra b

erta

nggu

ng j

awab

dan

Ind

on

esia

men

ggu

nak

an

per

izin

an k

apal

per

ikan

an

ber

sifa

t te

rtutu

p (

clo

se

reg

istr

y)

244

Page 273: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

da

ng-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

ber

kel

anju

tan

.

Per

men

KP

No

.

Per

.08/M

en/2

012

Pas

al 3

ayat

(3

)

Fungsi

pem

erin

tah

an p

ada

pel

abuhan

per

ikan

an

sebag

aim

ana

dim

aksu

d p

ada

ayat

(2)

huru

f a,

mer

up

akan

fungsi

untu

k m

elak

san

akan

pen

gat

ura

n,

pem

bin

aan

,

pen

gen

dal

ian

, p

engaw

asan

,

sert

a kea

man

an d

an

kes

elam

atan

oper

asio

nal

kap

al

per

ikan

an d

i p

elab

uhan

per

ikan

an

Per

men

KP

No

.

Per

.12/M

en/2

012

Pen

gat

ura

n p

eriz

inan

kap

al

ikan

dia

tur

pad

a B

ab I

II

tenta

ng p

ersy

arat

an d

an t

ata

pen

erbit

an i

zin

, u

ntu

k S

IUP

,

SIP

I dan

SIK

PI

(Pas

al 5

-12

).

Per

men

KP

No

.

Per

.30/M

en/2

012

Pen

gat

ura

n p

eriz

inan

kap

al

ikan

dia

tur

pad

a B

ab I

II

tenta

ng p

ersy

arat

an d

an t

ata

pen

erbit

an i

zin

, u

ntu

k S

IUP

,

245

Page 274: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

dan

g-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

SIP

I dan

SIK

PI

(Pas

al 1

1-2

9).

2009

-10

C

on

serv

ati

on

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

to

Mo

nit

or

La

nd

ings

of

Pu

rse

Sei

ne

Ves

sels

at

Po

rts

so a

s to

En

sure

Rel

iab

le C

atc

h

Da

ta b

y Sp

ecie

s

- -

-

2009

-11

C

oo

per

ati

ng

No

n-M

emb

er

Indones

ia h

arus

men

yam

paik

an

per

mohonan

kep

ada

Kom

isi

untu

k

stat

us

Cooper

ati

ng N

on M

ember

dis

ampai

kan

sek

ura

ng

-kura

ngnya

60

har

i se

bel

um

Per

tem

uan

Tah

unan

Tec

hnic

al

and C

om

pli

ance

Com

mit

tee.

UU

No.

31 T

ah

un

20

04

Pasa

l 10 a

yat

(1)

Untu

k

kep

enti

ngan

ker

ja

sam

a in

tern

asio

nal

,

Pem

erin

tah:

d.

dap

at m

emub

likas

ikan

sec

ara

ber

kal

a h

al-h

al

yan

g

ber

ken

aan

den

gan

la

ngk

ah

konse

rvas

i dan

p

engel

ola

an

sum

ber

day

a ik

an;

e.

bek

erja

sam

a d

engan

neg

ara

teta

ngga

atau

den

gan

neg

ara

lain

dal

am r

angka

ko

nse

rvas

i

dan

pen

gel

ola

an

sum

ber

day

a ik

an d

i la

ut

lep

as,

laut

lepas

yan

g b

ersi

fat

tert

utu

p,

atau

se

mi

tert

utu

p

d

an

wil

ayah

kan

ton

g;

f.

mem

ber

itah

ukan

se

rta

Ind

on

esia

mas

ih b

erst

atu

s

seb

agai

CN

M

246

Page 275: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

da

ng-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

men

yam

pai

kan

b

ukti

-bu

kti

terk

ait

kep

ada

neg

ara

ben

der

a as

al

kap

al

yan

g

dic

uri

gai

m

elak

uk

an

keg

iata

n

yan

g

dap

at

men

imb

ulk

an

ham

bat

an

dal

am

ko

nse

rvas

i dan

pen

gel

ola

an

sum

ber

d

aya

ikan

.

Pas

al 1

0 a

yat

(2

)

Pem

erin

tah i

ku

t se

rta

seca

ra

akti

f dal

am k

ean

ggo

taan

bad

an/l

emb

aga/

org

anis

asi

regio

nal

dan

inte

rnas

ion

al

dal

am r

angka

ker

ja s

ama

pen

gel

ola

an p

erik

anan

regio

nal

dan

inte

rnas

ion

al.

201

0-0

1

Co

nse

rva

tio

n

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

fo

r

No

rth

Paci

fic

Str

iped

Ma

rlin

I

ndones

ia w

ajib

men

gik

uti

bat

asan

tangkap

an,

yai

tu:

a.

2011 [

10%

] re

duct

ion o

f th

e

hig

hes

t ca

tch b

etw

een 2

000 a

nd

2003;

b.

2012 [

15%

] re

duct

ion o

f th

e

hig

hes

t ca

tch b

etw

een 2

000 a

nd

2003;

c.

2013 a

nd b

eyond:

[20%

]

reduct

ion o

f th

e hig

hes

t ca

tch

bet

wee

n 2

000 a

nd 2

003;

I

ndones

ia h

arus

mem

utu

skan

tindak

an p

engel

ola

an y

ang

UU

No.

31 T

ah

un

20

04

Pasa

l 10 a

yat

(1)

Untu

k

kep

enti

ngan

ker

ja

sam

a in

tern

asio

nal

,

Pem

erin

tah:

g.

dap

at

mem

ub

likas

ikan

se

cara

ber

kal

a h

al-h

al

yan

g

ber

ken

aan

d

engan

la

ngkah

konse

rvas

i d

an

pen

gel

ola

an

sum

ber

day

a ik

an;

h.

bek

erja

sa

ma

den

gan

n

egar

a

teta

ngga

atau

d

engan

n

egar

a

lain

dal

am

ran

gka

ko

nse

rvas

i

dan

pen

gel

ola

an su

mb

er d

aya

Pem

ben

ahan

syst

em

pen

dat

aan k

egia

tan

per

ikan

an d

i la

ut

lep

as,

kh

usu

snya

Str

iped

Mar

lin

di

Pac

ifik

Bar

at D

aya

247

Page 276: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

dan

g-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

dip

erlu

kan

untu

k m

em

asti

kan

bah

wa

oper

asi

Neg

ara

ben

der

a kap

al

/dis

ewa

di

baw

ah b

atas

tan

gkap

an

yan

g d

itet

apkan

dal

am t

indak

an i

ni.

I

ndones

ia h

arus

mel

apork

an

pel

aksa

naa

n t

indak

an N

egar

a

ben

der

a kap

al /

dis

ewa

untu

k

men

gura

ngi

tota

l ta

ngkap

an.

ikan

di

laut

lepas

, la

ut

lep

as

yan

g

ber

sifa

t te

rtu

tup

, at

au

sem

i te

rtutu

p

d

an

w

ilay

ah

kan

tong;

i.

mem

ber

itah

ukan

se

rta

men

yam

pai

kan

b

ukti

-bu

kti

terk

ait

kep

ada

neg

ara

ben

der

a

asal

kap

al

yan

g

dic

uri

gai

mel

aku

kan

kegia

tan

yan

g

dap

at

men

imbu

lkan

h

amb

atan

dal

am

kon

serv

asi

dan

pen

gel

ola

an s

um

ber

day

a ik

an.

PP

No.

30 T

ah

un

20

08

P

asal

26 a

yat

(1)

Pen

yel

enggar

a L

itb

ang P

erik

anan

dal

am n

eger

i yan

g a

kan

mel

aku

kan

Per

ikan

an d

i

wil

ayah

pen

yel

enggar

aan

Lit

ban

g P

erik

anan

har

us

mel

apork

an k

edat

angan

nya

kep

ada

pej

abat

yan

g

ber

wen

ang,

kec

ual

i ap

abil

a

Lit

ban

g P

erik

anan

dil

aku

kan

di

labora

tori

um

2010

-02

C

on

serv

ati

on

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

fo

r th

e

Ea

ster

n H

igh

-

Sea

s P

ock

et

- -

-

248

Page 277: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

da

ng-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

Sp

ecia

l

Ma

na

gem

ent

Are

a

201

0-0

4

Co

nse

rva

tio

n

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

fo

r

Pa

cifi

c B

luef

in

Tu

na

I

ndones

ia h

arus

men

gam

bil

tin

dak

an

untu

k m

em

per

kuat

syst

em

pen

gum

pula

n d

ata

per

ikan

an t

una

siri

p b

iru P

asif

ik

I

ndones

ia h

arus

men

doro

ng

ko

munik

asi

den

gan

IA

TT

C s

ecar

a

bil

ater

al

UU

No.

31 T

ah

un

20

04

Pasa

l 10 a

yat

(1)

Untu

k

kep

enti

ngan

ker

ja

sam

a in

tern

asio

nal

,

Pem

erin

tah:

a.

dap

at

mem

ub

likas

ikan

se

cara

ber

kal

a h

al-h

al

yan

g

ber

ken

aan

d

engan

la

ngkah

konse

rvas

i d

an

pen

gel

ola

an

sum

ber

day

a ik

an;

b.

bek

erja

sa

ma

den

gan

n

egar

a

teta

ngga

atau

d

engan

n

egar

a

lain

dal

am

ran

gka

ko

nse

rvas

i

dan

pen

gel

ola

an su

mb

er d

aya

ikan

di

laut

lepas

, la

ut

lep

as

yan

g

ber

sifa

t te

rtu

tup

, at

au

sem

i te

rtu

tup

dan

wil

ayah

kan

tong;

c.

mem

ber

itah

ukan

se

rta

men

yam

pai

kan

b

ukti

-bu

kti

terk

ait

kep

ada

neg

ara

ben

der

a

asal

kap

al

yan

g

dic

uri

gai

mel

aku

kan

kegia

tan

yan

g

dap

at

men

imb

ulk

an

ham

bat

an

dal

am

ko

nse

rvas

i d

an

pen

gel

ola

an s

um

ber

day

a ik

an.

PP

No.

30 T

ah

un

20

08

I

nd

on

esia

men

do

ron

g

ko

mu

nik

asi

den

gan

IA

TT

C

seca

ra b

ilat

eral

ter

kai

t

den

gan

pen

gel

ola

an

per

ikan

an t

un

a si

rip

bir

u

249

Page 278: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

dan

g-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

P

asal

26 a

yat

(1)

Pen

yel

enggar

a L

itb

ang

Per

ikan

an d

alam

neg

eri

yan

g

akan

mel

aku

kan

Per

ikan

an d

i

wil

ayah

pen

yel

enggar

aan

Lit

ban

g P

erik

anan

har

us

mel

apork

an k

edat

angan

nya

kep

ada

pej

abat

yan

g

ber

wen

ang,

kec

ual

i ap

abil

a

Lit

ban

g P

erik

anan

dil

aku

kan

di

labora

tori

um

2010

-05

C

on

serv

ati

on

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

fo

r

So

uth

Paci

fic

Alb

aco

re

I

ndones

ia w

ajib

mem

asti

kan

keb

erla

nju

tan j

angka

pan

jang d

an

kel

angsu

ngan

ekonom

i per

ikan

an

So

uth

Pac

ific

alb

acore

I

ndones

ia w

ajib

mel

apork

an t

ahunan

kep

ada

Kom

isi

tenta

ng t

ingkat

tangkap

an k

apal

-kap

al i

kan

nya

yan

g

men

angkap

South

Pac

ific

Alb

acore

sebag

ai h

asil

tan

gkap

an s

ampin

gan

.

UU

No.

31 T

ah

un

20

04

Pasa

l 10 a

yat

(1)

Untu

k

kep

enti

ngan

ker

ja

sam

a in

tern

asio

nal

,

Pem

erin

tah:

j.

dap

at

mem

ubli

kas

ikan

se

cara

ber

kal

a hal

-hal

yan

g

ber

ken

aan

den

gan

la

ngkah

konse

rvas

i dan

p

engel

ola

an

sum

ber

day

a ik

an;

k.

bek

erja

sa

ma

den

gan

n

egar

a

teta

ngga

atau

d

engan

n

egar

a

lain

dal

am

rangka

ko

nse

rvas

i

dan

pen

gel

ola

an su

mb

er d

aya

ikan

di

laut

lepas

, la

ut

lep

as

yan

g

ber

sifa

t te

rtu

tup

, at

au

sem

i te

rtutu

p

d

an

w

ilay

ah

kan

tong;

l.

mem

ber

itah

ukan

se

rta

men

yam

pai

kan

b

ukti

-bu

kti

I

nd

on

esia

akan

men

jaga

So

uth

Pac

ific

Alb

aco

re d

ari

keg

iata

n k

apal

per

ikan

an

250

Page 279: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

da

ng-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

terk

ait

kep

ada

neg

ara

ben

der

a

asal

kap

al

yan

g

dic

uri

gai

mel

aku

kan

kegia

tan

yan

g

dap

at

men

imb

ulk

an

ham

bat

an

dal

am

ko

nse

rvas

i d

an

pen

gel

ola

an s

um

ber

day

a ik

an.

PP

No.

30 T

ah

un

20

08

P

asal

26 a

yat

(1

)

P

enyel

enggar

a L

itb

ang

Per

ikan

an d

alam

neg

eri

yan

g

akan

mel

aku

kan

Per

ikan

an d

i

wil

ayah

pen

yel

enggar

aan

Lit

ban

g P

erik

anan

har

us

mel

apork

an k

edat

angan

nya

kep

ada

pej

abat

yan

g

ber

wen

ang,

kec

ual

i ap

abil

a

Lit

ban

g P

erik

anan

dil

aku

kan

di

labora

tori

um

201

0-0

6

Co

nse

rva

tio

n

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

to

Est

abli

sh a

Lis

t

of

Ves

sels

Pre

sum

ed t

o

Ha

ve C

arr

ied

ou

t Il

leg

al,

Un

rep

ort

ed a

nd

Un

reg

ula

ted

Fis

hin

g

I

ndones

ia h

arus

men

gam

bil

tin

dak

an

non

-dis

krim

inati

f se

suai

den

gan

UU

yan

g b

erla

ku,

hukum

inte

rnas

ional

dan

Par

agra

f 56 d

an 6

6 I

PO

A I

UU

Fis

hin

g

P

erat

ura

n p

eru

ndan

g-u

nd

angan

Indones

ia s

udah

men

gat

ur

keg

iata

n p

emb

eran

tasa

n I

UU

Fis

hin

g

I

nd

on

esia

per

lu m

erin

ci

keg

iata

n I

UU

di

wil

ayah

Ko

nven

si

251

Page 280: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

dan

g-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

Act

ivit

ies

in t

he

WC

PO

2010

-07

C

on

serv

ati

on

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

fo

r

Sh

ark

s

Indones

ia w

ajib

mel

aksa

nak

an F

AO

Inte

rnati

onal

Pla

n o

f A

ctio

n f

or

the

Conse

rvati

on

and

Managem

ent

of

Shark

s (I

PO

A S

hark

s M

anagem

ent)

Per

men

KP

No. P

er.1

2/M

en/2

012

Pas

al 3

9

Set

iap k

apal

pen

angkap

ikan

yan

g m

elak

ukan

pen

angkap

an

ikan

di

laut

lepas

yan

g

mem

per

ole

h h

asil

tan

gkap

an

sam

pin

gan

(byc

atc

h)

yan

g

seca

ra e

kolo

gis

ter

kai

t d

engan

(eco

logic

all

y re

late

d s

pec

ies)

per

ikan

an t

una

ber

up

a h

iu,

buru

ng l

aut,

pen

yu

lau

t,

mam

alia

lau

t t

erm

asu

k p

aus,

dan

hiu

monyet

w

ajib

mel

aku

kan

tin

dak

an k

on

serv

asi

Per

men

KP

No. P

er.4

0/M

en/2

012

Pas

al 7

3

Set

iap k

apal

pen

angkap

ik

an

yan

g

mem

ilik

i S

IPI

di

WP

P-

NR

I w

ajib

mel

aku

kan

tindak

an k

onse

rvas

i te

rhad

ap

jenis

sp

esie

s t

erte

ntu

yan

g

terk

ait

seca

ra e

ko

logi

den

gan

tuna,

yan

g d

itet

apkan

ole

h

RF

MO

Pen

ges

ahan

In

do

nes

ia -

Nat

ional

Pla

n o

f A

ctio

n

(NP

OA

) fo

r th

e

Co

nse

rva

tio

n a

nd

Ma

na

gem

ent

of

Sh

ark

s

2011

-01

C

on

serv

atio

n

and

Man

agem

ent

Mea

sure

for

Indones

ia m

enghar

usk

an

men

em

pat

kan

obse

rver

dal

am k

apal

.

Per

men

KP

No.P

er.1

2/M

en/2

012

Pas

al 8

ayat

(3)

hu

rif

G

Per

lu p

enges

ahan

Per

men

KP

ten

tan

g O

bse

rver

, yan

g

tentu

saj

a se

suai

den

gan

252

Page 281: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

da

ng-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

Tem

po

rary

Ex

ten

sio

n o

f

CM

M 2

008

-01

Per

mohon

an S

IPI

har

us

ada

kes

anggu

pan

pen

emp

atan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 8

ayat

(4

)

Atu

ran s

anksi

pen

ola

kan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 3

0 a

yat

(2

), a

yat

(4

)

huri

f E

tran

ship

men

t d

isak

sikan

ole

h

pem

anta

u d

i at

as k

apal

pen

gan

gku

t ik

an

(obse

rver

on

bo

ard

) dar

i

RF

MO

Per

men

KP

No

.

Per

.30/M

en/2

012

Pas

al 9

ayat

(1

) h

uri

f H

bag

ian 1

Per

mohon

an S

IPI

har

us

ada

kes

anggu

pan

pen

emp

atan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 2

4 a

yat

(1

) h

uri

f F

bag

ian 1

Per

mohon

an S

IKP

I h

aru

s ad

a

kes

anggu

pan

pen

emp

atan

obse

rver

di

atas

kap

al

Pas

al 6

9 a

yat

(2

) h

uru

f E

Pel

aksa

naa

n tr

ansh

ipm

ent

dia

was

i ole

h p

eman

tau

kap

al

pen

angkap

ikan

dan

kap

al

per

kem

ban

gan

hu

ku

m

inte

rnas

ion

al

253

Page 282: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

dan

g-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

pen

gan

gkut

ikan

(o

bse

rver

)

Pas

al 8

8 b

uti

r B

men

em

pat

kan

pem

anta

u

(obse

rver

) di

atas

kap

al

pen

angkap

ikan

b

eru

ku

ran

dia

tas

1.0

00

GT

den

gan

men

ggunak

an a

lat

pen

angkap

an i

kan

purs

e se

ine

2011

-02

C

om

mis

sio

n

Ves

sel

Mo

nit

ori

ng

Syst

em

Indones

ia w

ajib

mem

asti

kan

bah

wa

kap

al i

kan

nya

yan

g m

enan

gkap

ikan

ber

uay

a ja

uh d

i se

suai

koord

inat

yan

g d

itet

apkan

ko

mis

i

har

us

men

gat

ifkan

Auto

mati

c

Loca

tion C

om

munic

ato

rs (

AL

Cs)

.

UU

No.

31 T

ah

un

20

04

seb

agaim

an

a d

iub

ah

den

ga

n

UU

No.

45 T

ah

un

20

09

Pas

al 7

ayat

(2)

hu

ruf

e

Set

iap o

rang y

ang m

elak

uk

an

usa

ha

dan

/ata

u k

egia

tan

pen

gel

ola

an

per

ikan

an w

ajib

mem

atuhi

ket

entu

an

sebag

aim

ana

dim

aksu

d p

ada

ayat

(1)

men

gen

ai:

sist

em

pem

anta

uan

kap

al p

erik

anan

Per

men

KP

No.

Per

.05/M

en/2

007

Bab

V (

kew

ajib

an

pem

asan

gan

tra

nsm

itte

r)

Bab

VI

(kew

ajib

an p

enggu

na

transm

itte

r)

Per

men

KP

No.

Per

.12/M

en/2

012

Ind

on

esia

per

lu

pen

ingkat

an p

enggu

naa

n

VM

S,

yan

g d

iser

tai

den

gan

pen

gaw

asan

sec

ara

teru

s-

men

eru

s

254

Page 283: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

da

ng-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

Pas

al 8

sura

t ket

eran

gan

pem

asan

gan

tran

smit

ter

(on

lin

e)

Pas

al 2

7 a

yat

(3

)

Sura

t ket

eran

gan

akti

vis

i

tran

smit

ter

(on

lin

e )

Pas

al 3

0 a

yat

(2

), (

3),

(4

), d

an

(5)

Kew

ajib

an k

apal

yan

g

mel

aku

kan

tra

nss

hip

men

t

men

gak

tifk

an t

ran

smit

ter

Per

men

KP

No

.

Per

.30/M

en/2

012

Pas

al 1

9 a

yat

(1

), P

asal

22

sura

t ket

eran

gan

pem

asan

gan

tran

smit

ter

(on

lin

e)

Pas

al 5

0 a

yat

(2

) h

uru

f d

,

Pas

al 5

9 a

yat

(2

) h

uru

f d

bukti

pem

bay

aran

ai

r ti

me

Tra

nsm

itte

r V

esse

l

Monit

ori

ng

Syst

em

untu

k t

ahun

yan

g a

kan

dat

ing.

Bab

IX

(A

lih

Mu

atan

(Tra

nsh

ipm

ent)

, T

ind

akan

Konse

rvas

i dan

Pen

gel

ola

an S

DI

201

1-0

3

Co

nse

rva

tio

n

an

d

Ma

na

gem

ent

I

ndones

ia w

ajib

mel

aran

g k

apal

ikan

nya

untu

k m

engoper

asik

an

purs

e se

ine

ket

ika

tuna

dan

cet

acea

n

Per

men

KP

No

. P

er.1

2/M

en/2

012

Pas

al 3

9

Set

iap k

apal

pen

angkap

ikan

Pen

ges

ahan

Per

atura

n

Men

teri

Kel

auta

n d

an

Per

ikan

an t

enta

ng H

asil

255

Page 284: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

dan

g-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

Mea

sure

fo

r

Pro

tect

ion

of

Cet

ace

an

s fr

om

Pu

rse

Sei

ne

Fis

hin

g

Op

era

tio

ns

sedan

g b

erger

om

bol

I

ndones

ia w

ajib

mem

asti

kan

pel

epas

an c

etea

cean

yan

g t

erta

ngkap

seca

ra a

man

yan

g m

elak

ukan

pen

angkap

an

ikan

di

laut

lepas

yan

g

mem

per

ole

h h

asil

tan

gkap

an

sam

pin

gan

(byca

tch)

yan

g

seca

ra e

kolo

gis

ter

kai

t d

engan

(eco

logic

ally

rel

ated

sp

ecie

s)

per

ikan

an t

una

ber

up

a h

iu,

buru

ng l

aut,

pen

yu

lau

t,

mam

alia

lau

t t

erm

asu

k p

aus,

dan

hiu

monyet

w

ajib

mel

aku

kan

tin

dak

an k

on

serv

asi

Per

men

KP

No. P

er.4

0/M

en/2

012

Pas

al 7

3

Set

iap k

apal

pen

angkap

ik

an

yan

g

mem

ilik

i S

IPI

di

WP

P-

NR

I w

ajib

mel

aku

kan

tindak

an k

onse

rvas

i te

rhad

ap

jenis

sp

esie

s t

erte

ntu

yan

g

terk

ait

seca

ra e

ko

logi

den

gan

tuna,

yan

g d

itet

apkan

ole

h

RF

MO

Tan

gkap

an S

amp

ingan

2011

-04

C

on

serv

ati

on

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

fo

r

Oce

an

ic

Wh

itet

ip S

ha

rk

I

ndones

ia w

ajib

mel

aran

g k

apal

ikan

nya

sesu

ai a

tura

n,

seper

ti

tran

sship

pin

g,

men

yim

pan

pad

a

kap

al p

enan

gkap

ikan

, at

au m

endar

at

Oce

anic

Whit

etip

Shark

I

ndones

ia w

ajib

mem

asti

kan

pel

epas

an O

ceanic

Whit

etip

Shark

yan

g t

erta

ngkap

sec

ara

aman

Per

men

KP

No. P

er.1

2/M

en/2

012

Pas

al 3

9

Set

iap k

apal

pen

angkap

ikan

yan

g m

elak

ukan

pen

angkap

an

ikan

di

laut

lepas

yan

g

mem

per

ole

h h

asil

tan

gkap

an

sam

pin

gan

(byca

tch)

yan

g

seca

ra e

kolo

gis

ter

kai

t d

engan

(eco

logic

ally

rel

ated

sp

ecie

s)

Pen

ges

ahan

In

do

nes

ia -

Nat

ional

Pla

n o

f A

ctio

n

(NP

OA

) fo

r th

e

Co

nse

rva

tio

n a

nd

Ma

na

gem

ent

of

Sh

ark

s

256

Page 285: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

da

ng-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

per

ikan

an t

un

a b

eru

pa

hiu

,

buru

ng l

aut,

pen

yu

lau

t,

mam

alia

lau

t t

erm

asu

k p

aus,

dan

hiu

mo

nyet

w

ajib

mel

aku

kan

tin

dak

an k

on

serv

asi

Per

men

KP

No

. P

er.4

0/M

en/2

012

Pas

al 7

3

Set

iap k

apal

p

enan

gkap

ik

an

yan

g

mem

ilik

i S

IPI

di

WP

P-

NR

I w

ajib

mel

aku

kan

tindak

an k

on

serv

asi

terh

adap

jenis

sp

esie

s t

erte

ntu

yan

g

terk

ait

seca

ra e

ko

logi

den

gan

tuna,

yan

g d

itet

apkan

ole

h

RF

MO

201

1-0

5

Co

nse

rva

tio

n

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

on

Ch

art

er

No

tifi

cati

on

Sch

eme

I

ndones

ia w

ajib

men

gat

ur

kap

al i

kan

yan

g m

enggunak

an s

yst

em s

ewa

Per

men

KP

No

. P

er.3

0/M

en/2

01

2

P

asal

31 a

yat

(1

)

Pen

gad

aan

kap

al p

enan

gkap

ikan

dan

/ata

u k

apal

pen

gan

gku

t

ikan

dap

at d

ilak

ukan

dar

i dal

am

neg

eri

dan

/ata

u l

uar

neg

eri

den

gan

ca

ra

mem

bel

i,

mem

ban

gun

, at

au

mem

odif

ikas

i

I

nd

on

esia

per

lu

mem

pet

imb

ang

kan

atu

ran

men

gen

ai k

apal

yan

g i

kan

yan

g b

ersu

mb

er d

ari

sew

a

201

1-0

6

Co

nse

rva

tio

n

an

d

Ma

na

gem

ent

Mea

sure

fo

r

Co

mp

lia

nce

I

ndones

ia w

ajib

mel

aksa

nak

an d

an

mem

enuhi

kew

ajib

an s

esuai

Konven

si y

ang d

iadopsi

ole

h

Kom

isi.

UU

No.

31 T

ah

un

20

04

Pasa

l 10 a

yat

(1)

Untu

k

kep

enti

ngan

ker

ja

sam

a in

tern

asio

nal

,

Pem

erin

tah:

I

nd

on

esia

mem

ilik

i at

ura

n

keg

iata

n p

enan

gkap

an i

kan

,

bai

k d

i W

PP

-NR

I m

aup

un

di

laut

lep

as. K

edu

a per

atura

n

ini

men

jadi

lan

das

an d

alam

257

Page 286: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

CM

M

Ten

tan

g

Imp

lik

asi

bagi

Ind

on

esia

K

on

dis

i E

ksi

siti

ng

Per

atu

ran

Per

un

dan

g-u

nd

an

ga

n

Tin

da

ka

n A

ksi

Mo

nit

ori

ng

Sch

eme

a.

dap

at

mem

ubli

kas

ikan

se

cara

ber

kal

a hal

-hal

yan

g

ber

ken

aan

den

gan

la

ngkah

konse

rvas

i dan

p

engel

ola

an

sum

ber

day

a ik

an;

b.

bek

erja

sa

ma

den

gan

n

egar

a

teta

ngga

atau

d

engan

n

egar

a

lain

dal

am

rangka

ko

nse

rvas

i

dan

pen

gel

ola

an su

mb

er d

aya

ikan

di

laut

lepas

, la

ut

lep

as

yan

g

ber

sifa

t te

rtu

tup

, at

au

sem

i te

rtutu

p

d

an

w

ilay

ah

kan

tong;

c.

mem

ber

itah

ukan

se

rta

men

yam

pai

kan

b

ukti

-bu

kti

terk

ait

kep

ada

neg

ara

ben

der

a

asal

kap

al

yan

g

dic

uri

gai

mel

aku

kan

kegia

tan

yan

g

dap

at

men

imbu

lkan

h

amb

atan

dal

am

kon

serv

asi

dan

pen

gel

ola

an s

um

ber

day

a ik

an.

mel

aku

kan

pen

angkap

an

ikan

di

laut

lep

as

258

Page 287: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

Lam

pir

an 8

. M

atri

k K

elom

pok K

onven

si d

an C

MM

Peri

hal

KO

NV

EN

SI

(Pa

sal)

C

MM

2

004

20

05

2006

2007

2008

2009

2010

2011

3

5

6

7

8

2 3

2 4

2 5

3 3

0 3

0 4

03

0 4

0 7

0 8

0 1

0 4

0 1

0 3

0 4

0 1

0 2

0 3

0 5

0 6

0 9

1 0

1 1

0 1

0 2

0 4

0 5

0 6

0 7

0 1

0 2

0 3

0 4

0 5

0 6

1.

Wil

ayah

Pen

erap

an

2.

Aza

z

Pel

aksa

naa

n

3.

Pen

erap

a

n K

ehat

i-

hat

ian

4.

Pel

aksa

n

aan

Aza

s-A

zas

di

wil

ayah

Ber

das

ark

an

Yu

risd

ik

di

Nas

ional

5.

Kes

esu

ai

an

tin

dak

an

kon

serv

a

si

dan

p

engel

ol

aan

6.

Kew

ajib

an

Par

a A

nggota

Kom

isi

7.

Kew

ajib

an-

Kew

ajib

259

Page 288: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

an

Neg

ara

Ben

der

a

8.

Pen

aata

n

dan

pen

egak

an

9.

Itik

ad

Bai

k

Dan

Pen

yal

ah

gu

naa

n

Hak

10.

Pen

gg

unaa

n

tran

sm

itte

r/V

MS

11.

Pen

ega

kan

huku

m

12.

Kap

al

Ikan

13.

Ala

t

pen

ang

kap

ikan

dan

al

at

ban

tu

pen

ang

kap

an

ikan

14.

Pen

gel

ola

an

Tan

gk

apan

Uta

ma

15.

Pen

gel

ola

an

Tan

gk

apan

Sam

pi

ngan

260

Page 289: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

16.

Pro

gra

m

Ob

serv

er d

an

Insp

eksi

Kap

al

17.

Da

ta

Buo

ys

18.

Tra

nsh

ipm

ent

261

Page 290: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

Lam

pir

an 9

. M

atri

k K

eter

kai

tan H

ukum

Nas

ional

Den

gan

Konse

rvas

i dan

CM

M

Pera

tura

n

Peru

nd

an

ga

-Un

da

ng

an

KO

NV

EN

SI

(Pa

sal)

C

MM

2

004

200

5

2006

2007

2008

2009

2010

2011

3

5

6

7

8

2 3

2 4

2 5

3 3

0 3

0 4

03

0 4

0 7

0 8

0 1

0 4

0 1

0 3

0 4

0 1

0 2

0 3

0 5

0 6

0 9

1 0

1 1

0 1

0 2

0 4

0 5

0 6

0 7

0 1

0 2

0 3

0 4

0 5

0 6

1.

UU

No 3

1

tah

un

2

004

2.

UU

No.

17 T

ahu

n

2008

3.

UU

No.

21 T

ahu

n

2009

4.

PP

No.

51

tah

un

2002

5.

PP

No.

30

T

ahun

2008

6.

PP

No.

61

T

ahun

2009

7.

Per

men

K

P N

o.

Per

.05

/Me

n/2

007

8.

Per

men

KP

No.

Per

.01

/Me

n/2

009

9.

Per

men

KP

No.

Per

.18

/Me

n/2

010

262

Page 291: STRATEGI KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP INDONESIA … · perikanan di wilayah laut lepas yang dikelola oleh WCPFC, (2) ... dokumen RPP, (9) Penguatan armada tangkap, dan ... 5.2.2 Penegakan

10.

Per

men

KP

No.

Per

.02

/

Men

/20

11

11.

Per

men

KP

No.

Per

.12

/M

en/2

0

11

12.

Per

men

KP

No.

Per

.08

/M

en/2

0

12

13.

Per

men

K

P N

o.

Per

.12

/

Men

/20

12

14.

Per

men

KP

No.

Per

.30

/

Men

/20

12

15.

Kep

men

KP

No.

Kep

.45

/M

en/2

0

11

16.

Per

men

K

P N

o

Per

40/M

en/

2012

17.

Kep

Dir

jen

P

T

Nom

or

KE

P.0

8/

DJ-

PT

/201

0

263