analisis perikanan tangkap takalar
TRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perairan yang sangat luas yang
mempunyai keanekaragaman sumberdaya hayati yang bermacam-macam seperti perikanan.
Keanekaragaman hayati terhadap sumberdaya perikanan haruslah dimanfaatkan secara optimal dan
lestari sehingga dapat menjadi andalan pendapatan suatu daerah.
Kabupaten Takalar adalah salah satu Kabupaten dalam wilayah propinsi sulawesi selatan yang
memiliki luas yakni 566,51 km2 dengan rincian wilayah yakni berada di lintang selatan 5,30o – 5,38o dan
bujur timur 119,22o – 199,39o. Takalar berbatasan dengan kota Makassar dan Kabupaten Gowa pada
sebelah utara, Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Gowa sebelah timur, laut Flores pada sebelah
selatan dan selat makassar pada sebelah baratnya (Dinas Perikanan Kabupaten Takalar, 2005)
Payang merupakan pukat kantong yang digunakan untuk menangkap gerombolan ikan
permukaan (pelagic fish) dimana kedua sayapnya berguna untuk menakuti-nakuti atau mengejutkan serta
menggiring ikan supaya masuk ke dalam kantong. Dalam pengoperasiannya banyak dilakukan dengan
menggunakan alat bantu rumpon, dimana ikan-ikan yang ada pada rumpon digiring masuk ke kantong
payang walaupun dalam operasi penangkapannya tidak selalu menggunakan rumpon. Alat tangkap ini
banyak digunakan di Perairan Indonesia, di Sulawesi Selatan alat tangkap ini banyak digunakan di
Perairan Selat Makassar, terutama di Teluk Mandar (Sudirman dan Mallawa, 2004)
Penggunaan payang sudah memberikan kontribusi terhadap perikanan di perairan Kabupaten
Takalar. Besar kecilnya peningkatan produksi perikanan laut sangat ditentukan oleh unit usaha
penangkapan yang digunakan. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi perikanan harus diarahkan
pada usaha yang menguntungkan bagi nelayan sehingga kesejahteraan dapat meningkat. Untuk itu perlu
dilakukan penelitian tentang aspek teknis dan finansial perikanan payang di Kabupaten Takalar.
B. Tujuan Dan Kegunaan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis aspek teknis dan finansial payang yang
dioperasikan di perairan Kabupaten Takalar.
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi masyarakat nelayan dan instansi
terkait demi mendukung upaya pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di Kabupaten Takalar.
II TINJAUAN PUSTAKA
1. Aspek Teknis
Monintja, dkk (1986) mengatakan bahwa aspek teknis dari suatu usaha penangkapan yang perlu
diperhatikan adalah jenis alat tangkap dan ukuranya, jenis perahu/kapal (termasuk jenis penggerak yang
digunakan), kualifikasi tenaga kerja yang diperlukan, metode penangkapan, lama trip, jumlah trip per
bulan, jumlah trip per tahun, penangan hasil tangkapan selama operasi, daerah penangkapan, waktu
penangkapan, dan kualifikasi penangkapan dari unit yang di usahakan.
1. Deskripsi alat tangkap
Berdasarkan klasifikasi Brandt (1972) payang termasuk ke dalam kelompok alat tangkap “Seine Nets”,
yaitu kelompok dari alat tangkap yang dioperasikan dengan cara melingkari jaring pada suatu daerah
tertentu (encircling net), sedangkan dari cara penarikannya termasuk boat seine, Sedangkan Ayodhyoa
(1967) menyebutkan bahwa payang termasuk Danish seine, karena dalam pengoperasianya membatasi
gerak renang ikan dan menarik jaring dari atas perahu sehingga ikan masuk ke dalam kantong jaring.
Payang adalah pukat kantong yang digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic
fish) kedua sayapnya berguna untuk mengejutkan serta menggiring ikan supaya masuk ke dalam
kantong. Cara operasinya adalah dengan melingkari gerombolan ikan dan kemudian pukat kantong
tersebut ditarik ke arah kapal (Anonim,1987).
Mangunsukarto, dkk (1985) menyatakan bahwa payang terdiri dari kantong (cood end), badan (body) dan
sayap (wing), yang ditautkan pada tali ris bawah, selanjutnya dilengkapi dengan pemberat dan
pelampung serta tali penarik (warp). Selanjutnya dikatakan bahwa payang yang beroperasi
menggunakan alat Bantu rumpon dimaksudkan untuk menarik ikan agar supaya ikan berkumpul sehingga
dapat dengan mudah ditangkap, tetapi alat tangkap payang yang ada di Kabupaten Takalar tidak
menggunakan alat bantu rumpon.
Hasymi (1971) menyatakan bahwa berdasarkan bentuknya, jenis-jenis payang di Indonesia pada
umumnya tidak berbeda secara garis besar. Alat tersebut tediri dari sebuah kantong, dan dua buah
sayap, bibir bawah dari mulut lebih lebar/menonjol dari bibir mulut bagian atas. Selanjutnya dikatakan
bahwa perbedaan payang di Indonesia dari segi alat hanya terletak pada ukuran tiap-tiap bagian, mesh
size dan jumlah mata. Secara umum dari teknik pengkapannya menggunakan cara yang sama, yaitu
dengan menurunkan salah satu sayap dan perahu bergerak melingkari, selanjutnya setelah kedua sayap
bertemu, jaring ditarik keatas kapal.
2.Kapal penangkap
Kapal merupakan sarana dalam unit pengakapan ikan memegang peranan penting untuk menjamin
keberhasilan operasi pengkapan. Perahu atau kapal- kapal ikan pada umumnya meskipun kecil, sering
terpaksa melakukan pelayaran yang jauh dari pantai. Dengan kata lain luas lingkup areal pelayaran,
disebabkan operasi pelayaran tergantung pada gerakan ikan, musim ikan, perpindahan fishing ground,
bila dan kemana akan berlayar tidak ada batasan tertentu. Dalam operasi penangkapan, kapal-kapal ikan
banyak berhadapan dengan berbagai peristiwa laut, seperti topan, badai dan gelombang, maka perlulah
konstruksi dibuat sekuat mungkin (Ayodhyoa,1972). Selanjutnya dikemukakan pula bahwa, kapal
penangkapan ikan berbeda dengan jenis kapal ikan lainnya disebabkan selain cara pengoperasiannya,
kapal ikan juga mempunyai sifat-sifat khusus. Sifat-sifat khusus tersebut meliputi kecepatan, olah gerak
kapal (maneuverability) diharap baik dan layak laut (sea worthiness) karena pelayaran relative jauh dari
pantai atau pelabuhan, lingkup areal pelayaran yang kuat dan kokoh karena selalu siap menghadapi
topan, badai, gelombang dan sebagainya.
Nomura dan Yamazaki (1997) mengemukakan bahwa kapal ikan mempunyai jenis dan bentuk yang
beraneka ragam, dikarenakan tujuan usaha keadaan perairan dan lain sebagainya, yang dengan
demikian bentuk usaha itu akan menentukan bentuk dari kapal ikan. Ukuran utama kapal terdiri dan
panjang kapal (L), lebar kapal (B), tinggi kapal (D) dan draft (d). Besar kecilnya ukuran utama kapal
berpengaruh pada kemampuan (ability) suatu kapal dalam melakukan pelayaran atau operasi
penangkapan, dimana:
1. L (panjang), erat hubungannya dengan interior arrangement, seperti letak mesin, tangki bahan
bakar, tangki air tawar, palka, kamar ABK, perlengkapan alat tangkap dan peralatan lainnya.
2. B (lebar), berhubungan dengan stabilitas dan daya dorong kapal
3. D (dalam, tinggi), berhubungan erat dengan tempat penyimpanan barang atau ruang serta
stabilitas dari kapal.
2. Aspek Finansial
Kapal sebagai sarana dalam unit penangkapan ikan memang memegang peranan penting untuk
menjamin keberhasilan operasi penangkapan, bersarnya investasi unit penangkapan ikan diserap oleh
kapal adalah sekitar 75% - 95%. Biaya pengelolaan kapal yang tergolong besar sifatnya rutin karenanya
perlu dilakukan pertimbangan yang bertujuan terhadap efisiensi ekonomis sehingga di suatu pihak dapat
menjamin daya tahan serta memperpanjang penggunaan kapal dan dapat menekan biaya operasiol
(Monintja dkk, 1986).
Soekartawi (1995) menyatakan bahwa biaya tetap (fixed cost) yaitu biaya yang relatif tetap
jumlahnya dan terus menerus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi
besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya tetap ini
terdiri atas :
1. Biaya penyusutan
2. Biaya modal
3. Administrasi pengurusan kapal
4. Asuransi kapal
5. Biya tetap lainnya ( sewa, perizinan, pajak pelabuhan dan, dll)
Biaya tidak tetap (variable cost) adalah biaya yang tidak tetap jumlahnya karena dipengaruhi oleh
besar kecilnya jumlah yang diproduksi yang diperoleh biaya tidak tetap (variable cost) terdiri atas :
1. Upah ABK
2. Bahan bakar
3. Bahan makanan
4. Biaya perawatan
5. Harga penjualan, dll
Dalam menentukan apakah suatu usaha layak untuk dilaksanakan atau tidak digunakan kriteria
investasi. Kriteria investasi yang umum digunakan dalam satu analisis adalah R/C ratio (Retun Cost
Ratio) yang dikenal sebagai perbandingan antara biaya dan penerimaan. Jika R/C ratio = 1 maka usaha
ini dalam keadan tidak untung dan tidak rugi hanya sekedar menutupi biaya saja. Jika R/C ratio > 1 maka
hasil yang diperoleh lebih besar daripada biaya total sehingga usaha ini dapat dilaksanakan atau
dijalankan. Dan jika R/C ratio <>
Analisis keuntungan digunakan untuk mengetahui nilai keuntungan unit usaha pada suatu waktu
tertentu. Perhitungan pendapatan didasarkan pada pendapatan bersih per unit alat tangkap dan besarnya
pendapatan tenaga kerja, pendapatan bersih diperoleh dari selisih pendapatan total dengan biaya total.
Pendapatan per orang diperoleh dengan jalan membagi besarnya pendapatan dengan jumlah tenaga
kerja dari setiap unit usaha (Soekartawi, 1995).
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu Oktober sampai dengan November 2007
disekitar perairan Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan.
B.Alat dan Bahan
Alat yang digunakan selama penelitian ini seperti ditunjukkan pada Tabel 1
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam penelitian
No Alat Dan Bahan Kegunaan
1 Unit kapal Payang Untuk menangkap ikan
2 Kamera Dokumentasi
3 Meteran Pengukuran kapal dan alat tangkap
4 Alat tulis menulis Pencatatan dan dokumentasi
5 Kuisioner Pengumpulan data
6 Komputer dan software pendukung Pengolahan data
Untuk bahan yang digunakan dalam penelitian ini ikan hasil tangkapan payang, serta data
sekunder yang diperoleh dari lembaga yang terkait baik dari nelayan itu sendiri maupun dari lembaga lain
yang terkait yang berupa data dinas perikanan Kabupaten Takalar.
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Pengumpulan data dilakukan
dengan mengambil sampel sebanyak 6 unit alat tangkap payang yang ada dilokasi penelitian Desa Aeng
Batu-Batu Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar. Pengumpulan data dilakukan dengan turun
langsung ke lapangan, melakukan pengambilan data dan wawancara langsung, dimana data yang
diambil berasal dari sampel. Dalam hal ini sampel yang di gunakan adalah alat tangkap payang. Alat
tangkap payang yang diperoleh akan dijadikan sebagai sampel yang diketahui sebanyak sebanyak 6 unit
alat tangkap. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil
wawancara nelayan dengan menggunkan quisioner, pengamatan langsung dan ikut serta dalam proses
penangkapan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan dinas perikanan dan kelautan Kabupaten
Takalar.
D. Parameter Pengamatan
1. Aspek teknis
Dalam aspek teknis parameter yang diamati diantaranya:
1. Teknik pengoperasian alat tangkap
2. Waktu pengoperasian
3. Daerah penangkapan
4. Dimensi kapal (L,B dan D)
5. Hasil penangkapan
2. Aspek finansial
Aspek finansial meliputi:
1. Biaya-biaya (biaya tetap dan variabel)
2. Pendapatan dan keutungan
3. Sistem bagi hasil
E. Analisis Data
Aspek Finansial
Kelayakan usaha
Untuk mengetahui layak tidaknya usaha Payang ini dikembangkan digunakan rumus R/C ratio yang
dikemukakan oleh Soekartawi (1995) sebagai berikut :
R/C =
Biaya total meliputi :
Biaya tetap + biaya variabel (Rp/thn)
1. Biaya tetap meliputi : Biaya modal,Administrasi pengurusan kapal, asuransi kapal, biaya tetap
lainnya (sewa, perizinan, pajak pelabuhan dan lain-lain).
2. Biaya total meliputi : biaya operasional, biaya perawatan, upah ABK dan lain-lain.
Keuntungan
Untuk mengukur nilai keuntungan unit usaha Payang yang diteliti pada suatu periode tertentu
digunakan analisa keuntungan menurut Soekartawi (1995), yaitu :
K = PrT – (BT+BV)
dimana :
K = Keuntungan yang diperoleh
PrT = Pendapatan total
BT = Biaya tetap
BV = Biaya variabel
Pendapatan total diperoleh dari harga penjualan hasil tangkapan, sedangkan biaya total
merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan, baik biaya tetap maupun biaya variabel.
Pengembalian investasi
Untuk mengetahui jangka waktu pengembalian investasi (Pay Back Period) digunakan rumus
menurut Riyanto (1989), yaitu :
Pay Back of Period (PBP) =
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Aspek Teknis
1. Deskripsi Alat Tangkap
Payang merupakan alat tangkap yang dioperasikan untuk menangkap jenis-jenis ikan permukaan
(pelagic fish), dimana pada dasarnya konstruksi alat tangkap ini mempunyai bagian-bagian yang terdiri
dari jaring (sayap, badan dan kantong), tali-temali, pelampung dan pemberat. Hal inii sesuai dengan
pendapat Mangunsukarto, dkk (1985) menyatakan bahwa payang terdiri dari bagian kantong (cod),
badan (body) dan sayap (wing) yang ditautkan dengan tali ris atas dan tali ris bawah serta dilengkapi
dengan pemberat, pelampung dan tali penarik.
1. Jaring
Jaring merupakan komponen utama pada payang, ini dikarenakan sebagian besar bahan
konstruksi payang terdiri dari jaring. Secara umum konstruksi jaring pada payang terdiri dari tiga bagian
yaitu sayap, badan dan kantong dimana masing-masing bagian jaring ini mempunyai ukuran yang
berbeda seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Jaring yang digunakan pada alat tangkap payang di perairan Aeng Batu-Batu Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar.
1. Sayap
Sayap (wing) merupakan bagian yang terpanjang dari seluruh bagian payang yang terdiri dari sayap kiri
dan kanan. Panjang sayap 65 meter, ukuran sayap yang panjang dimaksudkan agar dapat
membatasi/mencakup daerah perairan yang seluas-luasnya sehingga dengan cepat dapat menghadang
gerombolan ikan pelagis yang memiliki kecepatan renang yang cukup tinggi, sehingga dapat menggiring
ikan supaya masuk ke kantong. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudirman dan Mallawa (1999) yang
menyatakan bagian sayap pada alat tangkap ini berfungsi untuk menakut-nakuti atau mengejutkan serta
menggiring ikan agar masuk dalam kantong.
Jaring pada sayap alat tangkap yang digunakan dalam penelitian terbuat dari bahan sintetis yaitu
polyaimide (PA) No.9 dengan ukuran mata jaring (mesh size) yang berbeda, dimana semakin mendekati
ujung kantong jaring semakin kecil ukuran mata jaringnya (mesh size) yaitu 10 cm, 15 cm dan 20 cm.
Sepanjang tali ris sayap pada payang diletakkan beberapa pelampung dan pemberat, ini
dimaksudkan agar sayap tersebut dapat terbuka secara vertkal sehingga dapat menghadang ikan
dengan maksimal, untuk efektifitas penagkapan. Penempatan antara pelampung dengan pemberat tidak
sejajar pada tali ris atas dan tali ris bawah. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kekusutan pada
jaring karena jika penempatan pelampung sejajar dengan pemberat pada sayap maka pembuangan
pelampung dan pemberat dilakukan dengan bersamaan dan hal tersebut akan mempermudah terjadi
kekusutan.
Sayap kiri dan sayap kanan masing-masing diikatkan 2 buah pelampung dan 2 buah pemberat,
serta pada bagian bibir bagian atas terdapat pelampung yang menyerupai bola. Pelampung terbuat dari
gabus terbentuk menyerupai balok dengan ukuran panjang 32,5 cm dan ketebalan 20 cm. Pelampung
tersebut diikatkan pada tali ris atas pada sayap, dengan jarak antara pelampung berkisar antara 15
meter. Pemberat terbuat dari Batu alam berbentuk selinder dengan ukuran panjang 15 cm dengan
diameter 3 cm. Pemberat diikatkan pada tali ris bawah pada sayap, dengan jarak antar pemberat sama
dengan jarak antara pelampung. Berat rata-rata pemberat 1,5 kg.
Gambar 3. Pelampung yang digunakan pada alat tangkap payang di perairan Aeng Batu – Batu Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar.
2. Badan Jaring
Badan jaring merupakan bagian jaring yang terletak di tengah-tengah jaring antara sayap dan
kantong. Panjang badan jaring 17,5 m, dimana panjang jaring tersebut tergantung dari besarnya ukuran
mata jaring yang digunakan dan banyaknya mata jaring. Badan jaring terbuat dari bahan polyamide (PA)
No 9, besar ukuran mata jaring (mesh size) pada bagian badan jaring adalah 7 cm, 10 cm, 15 cm dan 20
cm.
Pada badan jaring terbagi atas 4 bagian, dimana pada bagian I merupakan bagian mulai dari
mulut jaring sampai bagian II yang mempunyai mesh size 20 cm, bagian II merupakan lanjutan bagian I
dengan ukuran mata jaring (mesh size) lebih kecil dari bagian I yaitu 15 cm, bagian III merupakan
lanjutan dari bagian II yang berhubungan dengan bagian IV yang mempunyai mesh size 10 cm dan
bagian IV merupakan bagian yang berhubungan dengan kantong dengan mesh size 7 cm. Pada bagian I
yang terdapat mulut jaring, dimana pada mulut jaring bagian bawah terdapat pembarat dimana nelayan di
perairan Aeng Batu – Batu Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar.
Gambar 4. Konstruksi alat tangkap payang yang digunakan di perairan Aeng
Batu – Batu Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar
Keterangan:
1. Sayap
2. Mulut jaring
3. Badan jaring
4. Kantong
Nelayan di perairan Takalar menggunakan Batu untuk pembarat dengan berat 2 kg. pemberat ini
juga berfungsi sebagai tempat untuk mengikat tali ris bawah. Pemberat Batu yang digunakan nelayan di
perairan desa Aeng Batu-Batu Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar dapat dilihat pada
Gambar 4. Pada mulut bagian atas jaring terdapat Batu yang ukurannya lebih kecil bila dibandingkan
dengan pemberat dalam hal ini Batu pada bagian mulut bawah jaring. Selain sebagai pemberat Batu ini
juga berfungsi sebagai tempat mengikat tali ris atas dan juga sebagai tempat mengikatkan pelampung
plastik berbentuk bola dengan diameter 30 cm.
Gambar 5. Pemberat yang digunakan di perairan Aeng Batu-Batu Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar.
3. Kantong
Bagian kantong pada payang merupakan tempat penampung ikan hasil tangkapan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Nadir (1991) menyatakan bahwa kantong pada alat tangkap ini berfungsi sebagai tempat
berkumpulnya ikan. Jaring pada bagian kantong terbuat dari bahan polyamide (PA). Kantong pada
payang memerlukan bahan yang lebih kuat mengimbangi berat hasil tangkapan sehingga tidak cepat
rusak. Bagian kantong terlebih dahulu direndam dengan ramuan yang terbuat dari akar bakau. Bahan ini
dipilih karena seperti yang diketahui oleh nelayan bahwa akar ini dapat menguatkan jaring. Hal ini sesuai
pernyatan Nessa (1973) bahwa daya tahan alat tergantung dari cara pengawetannya. Cara pengawetan
alat tangkap dalam hal ini jaring yaitu setiap nelayan pulang dari melaut langsung dijemur dan bagian
yang robek ditambal. Kemudian setip dua sampai tiga minggu diawetkan dengan cara menyamak.
Bahkan penyamak yang digunakan adalah kulit kayu dari pohon bakau atau dalam bahasa daerahnya
kayu bangko.
Kantong memiliki panjang 22 meter, mesh size pada setiap potongan jaring berbeda, dimana ukuran
mata jaring akan semakin kecil ke arah bawah kantong. Besar mata jaring pada ujung kantong sampai
kebadan adalah 0,5 cm, 1,5 cm, 2,5 cm dan 5 cm. Fungsi mesh size pada kantong hanyalah merupakan
dinding penghalang dan bukan sebagai penjerat (Ayodhyoa, 1981). Selanjutnya dikatakan bahwa
semakin kecil mesh size akan semakin sedikit kemungkinan ikan akan terjerat, sebaliknya akan lebih
besar gaya yang diperlukan untuk mengangkat kantong.
b. Tali Temali
Tali temali sangat mendukung dalam kontruksi payang. Tali temali yang digunakan pada payang selama
penelitian terdiri dari tali ris atas, tali ris bawah dan tali selembar. Bahan, ukuran dan kegunaan masing-
masing tali temali adalah
1. Tali Ris Atas dan Tali Ris Bawah
Tali ris berfungsi untuk memperkuat jaring dan sekaligus sebagai tempat mengikat jaring. Untuk payang,
tali ris atas dan tali ris bawah yang digunakan adalah pada bagian sayap dan mulut jaring, namun
langsung pada bagian sayap tali ris atas dan tali ris bawah tidak diikat dengan jaring, malainkan tali ris
dimasukkan dalam mata jaring yang terluar dari sayap atau bagian pinggir sayap.
Bahan tali ris ini terbuat dari bahan polyethylene (PE) no. 3 untuk tali ris atas dan No. 4 untuk tali ris
bawah. Selain memperkuat dan megikat jaring. Tali ris juga berfungsi sebagai tempat mengikatkan
pelampung dan pemberat. Panjang tali ris atas dan tali ris bawah memiliki perbedaan, dimana tali ris
bawah lebih panjang dari pada tali ris atas. Hal ini sesuai dengan pendapat Nadir (1991) bahwa ciri khas
dari payang adalah pada bagian mulutnya, bibir bawah lebih menonjol ke depan dibandingkan bibir atas.
Kontruksi mulut payang yang demikian ditujukan khusus untuk menangkap ikan-ikan pelagis dan
mencegah ikan meloloskan diri dengan berenang ke arah bawah. Panjang tali ris bawah 130 dan panjang
tali ris atas 148 meter.
2. Tali Selembar
Tali selembar dalam pengoperasian payang yang digunakan dalam penelitian memiliki ukuran panjang
berkisar 100 meter untuk tiap sayap. Tali selembar terbuat dari bahan tali manila No. 9. Nelayan
menggunakan bahan manila sebagai tali selembar, dikarenakan selain harganya murah juga tidak licin
jika dilakukan penarikan sehingga dalam penarikan jaring dapat lebih mudah. Pada tali selembar ini
diikatkan pelampung plastik berbentuk bola dengan diameter 25 cm yang dihubungkan dengan salah
satu sayap dari payang.
2. Kapal Penangkap
Kapal penangkap yang digunakan dalam penelitian di perairan Aeng Batu –Batu Kecamatan Galesong
Utara Kabupaten Takalar, untuk mengoperasikan payang mempunyai ukuran panjang (L) 6,5 – 6,6 meter,
lebar (B) 0,60 – 0,65 meter dan tinggi (D) 0,60 – 0,63 meter, seperti yang terlihat pada Gambar 6. Kapal
yang digunakan terbuat dari kayu palapi (heritiera spp). Untuk menggerakan kapal, digunakan mesin
dengan kekuatan 5-6 PK bermerek Honda dan berbahan bakar bensin. Bisa dilihat pada Gambar 5.
Gambar 6. Jenis Mesin Merek Honda yang digunakan pada alat tangkap payang di perairan Aeng Batu-Batu Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, maka diketahui bahwa kapal yang digunakan dalam penelitian
tergolong kecil. Hal ini sesuai pendapat Ayodhoa (1983), bahwa untuk kapal ikan kecil, L berkisar antara
6 -15 meter, B antara 1,45- 3,30 meter dan D antara 0,55 – 1,40 meter. Perbandingan panjang dan lebar
(L/B), perbandingan panjang dan tinggi (L/D) dan perbandingan lebar dan tinggi (B/D) dari kapal yang
dioperasikan pada waktu penelitian dapat di lihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis ukuran utama ratio utama kapal payang di perairan Aeng Batu – Batu Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar.
Sampel L (m) B (m) D (m) L/B L/D B/D
1 6,56 0,63 0,60 10,41 10,93 1,05
2 6,60 0,65 0,63 10,15 10,48 1,03
3 6,50 0,60 0,61 10,83 10,66 0,98
4 6,58 0,64 0,63 10,28 10,44 1,02
5 6,52 0,61 0,62 10,69 10,52 0,98
6 6,53 0,62 0,63 10,53 10,37 0,98
Berdasarkan ketentuan nilai L/B kapal payang yang dioperasikan di perairan Aeng Batu-Batu
Kabupaten Takalar, antara 10,15 – 10,83 meter. Nilai L/D yang dimiliki kapal payang berdasarkan hasil
perhitungan yang dapat dilihat pada Tabel (3) dimana nilai L/D berkisar antara 10,37 – 10,93 meter. Nilai
B/D yang dimiliki kapal payang berkisar antara 0,98 – 1,05 meter. Hal tersebut menandakan bahwa
stabilitas kapal tersebut lemah, karena nilai lebar kapal sebagai pembanding kecil dan nilai tinggi kapal
besar, sehingga diperoleh nilai B/D kecil. Hal ini sesuai dengan pendapat Mulyanto dan Zyaki (1990)
bahwa nilai B/D yang besar akan berampak positif terhadap stabilitas kapal akan tetapi daya dorong
kapal akan memburuk, sedangkn nilai B/D yang kecil akan berdampak buruk terhadap stabilitas kapal.
Pada badan kapal, terdapat sebuah mesin yang ditempatkan pada bagian lambung kiri kapal.
Sedangkan untuk bagian buritan dan haluan kiri kapal dibiarkan kosong karena difungsikan sebagai
tempat setting dan hauling.
Metode penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap payang di desa Aeng Batu-Batu
Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar yaitu dengan memburu gerombolan ikan. Dimana daerah
pengoperasiannya disekitar pulau-pulau, dengan cara melihal adanya gerombolan ikan yang berkumpul,
kemudian dilakukan proses pengejaran ikan serta diikuti penurunan jaring dengan cara melingkari
gerombolan ikan.
Sebelum nelayan melakukan pelayaran untuk melakukan penangkapan di daerah penangkapan,
terlebih dahulu nelayan mempersiapkan semua persiapn yang akan dibawa. Dimana nelayan akan
melakukan pengecekan pada mesin, kapal serta alat tangkap yang akan dibawa dalam proses
penangkapan. Hal ini ditijukan agar saat melakukan pengoperasian tak ada lagi hambatan yang akan
dialami. Serta nelayan juga mempersiapkan perbekalan yang cukup selama dilaut melakukan
penangkapan.
Pada proses setting yang pertama dilakukan adalah persiapan melakukan penurunan jaring
dimana nelayan akan melihat daerah-daerah yang dianggap terdapat banyak ikan. Kemudian nahkoda
akan mengarahkan kapal ke daerah penangkapan tersebut. Setelah menentukan daerah penangkapan
nelayan akan segera melakukan penurunan jaring yang diawali dengan penurunan sayap jaring yang
pertama kemudian kapal dijalankan dengan cepat memutari daerah yang terdapat ikan tersebut,
kemudian setelah badan jaring turun maka akan diturunkan sayap jaring yang satunya lagi.
Proses hauling dilakukan setelah seluruh bagian jaring diturunkan kemudian mesin kapal akan
dimatikan sambil melakukan penarikan jaring secara perlahan. Setelah jaring terangkat keatas kapal,
kemudian hasil tangkapan tersebut dimasukkan ke dalam palka ikan. Lalu kapal akan dijalankan lagi dan
mencari daerah penangkapan yang baru lagi.
Gambar 7. Kapal yang digunakan untuk mengoperasikan payang di perairan Aeng Batu-Batu Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar.
3. Daerah dan Musim Penangkapan
Salah satu faktor yang berperan dalam suatu operasi penangkapan ikan adalah ketepatan penentuan
daerah penangkapan. Kesalahan dalam menentukan daerah dimana kelompok kelompok ikan berada
maka kemungkinan kegagalan penangkapan akan lebih besar.
Penentuan daerah penangkapan yang dijadikan tujuan operasi penangkapan merupakan faktor utama
dalam menentukan keberhasilan operasi penangkapan ikan. Oleh karena itu, dalam penentuan daerah
penangkapan hendaknya memperhatikan bahwa daerah tersebut terdapat banyak ikan dan operasi
penangkapan dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lama atau terus - menerus serta
menguntungkan. Dalam penentuan daerah penangkapan yang harus diperhatikan juga adalah kondisi
perairan. Pengoperasian payang sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca dan kondisi oseanografi
perairan dimana alat tangkap tersebut dioperasikan. Demikian pula kondisi cuaca, arah dan kecepatan
angin serta gelombang yang besar tidak memungkinkan untuk melakukan operasi penangkapan, maka
hal itu tidak akan dilakukan mengingat resiko keselamatan jiwa nelayan.
Masyarakat nelayan mengenal dua macam musim penagkapan, yaitu musim timur dan musim barat.
Musim barat berlangsung dari bulan November- April, dimana musim puncaknya terjadi pada bulan
November- Desember, musim sedang terjadi pada bulan Januari – Maret dan musim paceklik terjadi
pada bulan April. Sedangkan musim timur berlangsung pada bulan Mei – Oktober, dimana musim
puncaknya terjadi pada bulan Agustus – Oktober, musim sedang pada bulan Juli dan musim paceklik
pada bulan Mei – Juni.
4. Hasil Tangkapan
Jenis hasil tangkapan alat tangkap payang selama melakukan penelitian adalah ikan teri yang
merupakan target utama dalam pengoperasian. Ikan teri dalam hal ini ikan teri hitam dijual dalam
keadaan segar dengan harga yang bervariasi. Harga ikan teri disesuaikan dengan ukuran dan jenis ikan
teri serta kondisi fisik ikan. Ikan teri dijual berdasarkan banyak tidaknya basket biasanya dalam satu
basket tedapat 10-11 kg ikan teri, dijual dengan harga Rp. 80.000,-/ basket. Adapun hasil tangkapan
sampingan berupa ikan tembang dan udang.
Pada musim barat yang dimulai pada bulan November sampai dengan bulan Februari, dikenal dengan
musim biasa dimana hasil tangkapan nelayan sedang. Pada saat itu nelayan melakukan aktivitas
penangkapan 17 - 21 trip/bulan dengan hasil tangkapan berkisar antara 580 – 886 kg/bulan dengan rata-
rata hasil tangkapan sebanyak 38.57 Kg/ trip (Lampiran 5).
Pada bulan Maret hingga bulan Juni merupakan musim puncak. Frekuensi melaut bagi nelayan
berkisar antara 20 – 22 trip/bulan dengan hasil tangkapan berkisar antara 160 – 320 Kg/bulan dan rata-
rata hasil tangkapan 11.16 Kg/trip (Lampiran 4). Pada bulan November - Februari merupakan musim
paceklik dimana frekuensi melaut bagi nelayan menurun drastis menjadi 17 – 20 trip/bulan dengan hasil
tangkapan 135 – 245 Kg/bulan dan rata-rata hasil tangkapan adalah 10.27 kg/trip (Lampiran 4). Hal ini
disebabkan karena faktor oseanografi dari sutu perairan dan juga faktor musim dimana ada waktunya
ikan teri muncul dalam jumlah banyak dan ada juga dia menghilang dalam wilaya perairan tertentu
karena ikan ini selalu melakukan migrasi. Pada bulan Oktober frekuensi melaut nelayan adalah 20 - 22
trip/bulan dengan hasil tangkapan berkisar antara 183 - 235 kg/bulan dengan rata-rata 9.92 kg/trip
(Lampiran 5).
Tabel 3 Jumlah Trip dan Hasil Tangkapan Per Tahun (berdasarkan musim) Setiap Unit payang di perairan Aeng Batu – Batu Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah trip per tahun setiap unit payang berkisar antara
240 - 246 trip dengan hasil tangkapan antara 1792 - 1925 Kg/tahun. Rata – rata hasil tangkapan per unit
alat tangkap adalah 10.74 Kg/trip. Hasil tangkapan tertinggi pada musim timur diperoleh kapal (sampel)
nomor 5 dengan rata-rata hasil tangkapan 11,50 Kg/trip dan hasil tangkapan terendah diperoleh sampel
nomor 2 dengan rata-rata hasil tangkapan 10,86 Kg/trip. Sedangkan hasil tangkapan tertinggi pada pada
musim barat diperoleh kapal (sampel) nomor 4 dengan rata-rata hasil tangkapan 11,08 Kg/trip dan hasil
tangkapan terendah diperoleh sampel nomor 2 dengan rata-rata hasil tangkapan 7,53 Kg/trip.
1. Aspek Finansial
Sampel
jumlah triptotal trip
hasil tangkapan
(kg)
Harga
(Rp) Total
musim timur
musim barat
musim timur
musim barat
musim timur
musim barat
1 164 76 240 1925 642 19.250.000 16.050.000 35.300.000
2 168 77 245 1826 580 18.260.000 14.500.000 32.760.000
3 166 80 246 1792 879 17.920.000 21.975.000 39.895.000
4 168 78 246 1827 865 18.270.000 21.625.000 39.895.000
5 166 80 246 1910 886 19.100.000 22.150.000 41.250.000
6 167 79 246 1889 760 18.890.000 19.000.000 37.890.000
Aspek finansial menyangkut masalah penerimaan dan pengeluaran dari pelaksanaan suatu proyek. Biaya
yang dikeluarkan meliputi biaya investasi, biaya tetap dan biaya tidak tetap (biaya variable).
1. Modal investasi
Modal investasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian kapal, alat tangkap, mesin
serta peralatan pendukung lainnya. Besarnya investasi yang dikeluarkan setiap unit usaha payang dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4. Modal Investasi Setiap Unit di perairan Aeng Batu – Batu Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar
Sampel Modal investasi (Rp)
TotalKapal MesinAlat
TangkapPeralatan
Pendukung
1 2.000.000 1.200.000 1.200.000 474.500 4.874.500
2 2.000.000 1.300.000 1.220.000 449.500 4.969.500
3 2.000.000 1.250.000 1.300.000 434.500 4.984.500
4 2.000.000 1.150.000 1.130.000 419.500 4.699.500
5 2.000.000 1.200.000 1.150.000 429.500 4.779.500
6 4.000.000 1.800.000 1.350.000 522.000 7.672.000
Berdasarkan tabel di atas besarnya investasi yang ditanamkan per unit usaha payang sekitar Rp.
7.672.000 – Rp. 4.874.500 dengan rata-rata sebesar Rp. 5.329.916 /alat tangkap. Dimana investasi
terbesar ditanamkan oleh sampel nomor 6 dan investasi terendah ditanamkan oleh sampel nomor 1.
Besarnya investasi dipengaruhi oleh besarnya skala usaha dan tingkat teknologi yang digunakan dalam
suatu usaha perikanan tangkap. Perbedaan investasi yang dikeluarkan oleh setiap unit alat tangkap
dipengaruhi oleh peralatan dan teknologi yang berbeda terutama besar kecilnya ukuran kapal dan mesin
kapal serta peralatan pendukung yang digunakan. Perlu diketahui disini bahwa pada sampel kapal ke 6
menggunakan fiber sehingga sehingga biaya investasi yang digunakan lebih besar untuk membiayainya.
2. Biaya Tetap
Biaya tetap meliputi biaya penyusutan dan pajak, karena jumlahnya relaif tetap meskipun jumlah
produksinya bertambah atau berkurang. Biaya penyusutan merupakan perbandingan nilai investasi dan
lamanya alat yang digunakan. Besarnya nilai penyusutan tergantung dari nilai awal dan modal tetap
tersebut digunakan, atau dengan kata lain daya tahan alat dapat berkurang karena pengaruh umur atau
karena pemakaian alat tersebut sehingga mempengaruhi nilai awal dari modal tetap yang akan menyusut
selama pemakaian. Apabila nilai investasi tinggi dan pemakaian singkat, maka biaya penyusutan relative
besar. Sebaliknya jika investasi tidak terlalu tinggi dan pemakaian cukup lama, maka biaya penyusutan
yang dikeluarkan relatif kecil.
Besarnya biaya penyusutan yang dikeluarkan setiap unit usaha payang di Desa Aeng Batu-Batu
Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5. Biaya Penyusutan Setiap Unit di perairan Aeng Batu – Batu Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar
SampelBiaya Tetap
TotalBiaya Penyusutan
1 1.740.861 1.740.861
2 1.779.194 1.779.194
3 1.849.472 1.849.472
4 1.653.639 1.653.639
5 1.687.806 1.687.806
6 2.199.611 2.199.611
Kisaran 1.740.861 – 2.199.611
rata-rata 7.023.167
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa besarnya biaya penyusutan setiap unit payang adalah Rp
1.653.639 – Rp 2.199.611/tahun dengan rata-rata penyusutan sebesar Rp. 1.818.431/alat tangkap. Biaya
penyusutan tertinggi dikeluarkan oleh kapal nomor 6 sedangkan biaya penyusutan terendah dikeluarkan
oleh sample nomor 4 , dimana biaya ini akan bertambah jika harga sebuah alat tinggi sedangkan waktu
pemakaiannya kecil.
Dalam analisis financial Biaya pajak termasuk juga dalam biaya tetap. Akan tetapi dalam analisis
ini tidak memperhitungkan biaya pajak karena selama menjalankan usaha ini, nelayan belum
memberikan retribusi ke pemerintah daerah , selain itu nelayan tidak memiliki surat izin.
3. Biaya Tidak Tetap(Variable)
Biaya variabel adalah biaya yang tidak tetap jumlahnya karena dipengaruhi oleh besar kecilnya
jumlah produksi yang diperoleh. Biaya variable meliputi biaya perawatan biaya operasional dan upah
ABK. Biaya variabel yang dikeluarkan setiap unit usaha payang di Desa Aeng Batu-Batu Kecamatan
Galesong Utara Kabupaten Takalar dapat dilihat pada Tabel 8 :
Tabel 6. Biaya Variable Per Tahun Setiap Unit payang di perairan Aeng Batu – Batu Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar
Sampel
Biaya Variable (Rp)
TotalPerawatan Operasional Upah Abk
1 1.268.000 9.504.000 17.650.000 28.422.000
2 1.299.000 9.900.000 16.380.000 27.579.000
3 1.290.000 9.405.000 19.947.500 30.642.500
4 1.295.000 9.553.500 19.947.500 30.796.000
5 1.292.000 9.652.500 20.625.000 31.569.500
6 1.365.000 9.504.000 18.945.000 29.814.000
Kisaran227.000 – 365.000
11.583.000 – 12.028.500
16.380.000 – 20.625.000
27.579.000 – 31.569.500
Rata-rata 7.809.000 57.519.000 113.495.000 178.823.000
Adapun biaya perawatan merupakan total biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan, penggantian, dan
pemeliharaan bagian-bagian dari unit usaha yang digunakan. Berdasarkan table di atas, besarnya biaya
perawatan per tahun setiap unit payang berkisar antara Rp. 1.268.000,- – Rp. 1.365.000,-/tahun dengan
rata-rata biaya perawatan sebesar Rp. 7.809.000,- /alat tangkap/tahun.
Dalam menunjang operasional penagkapan dikeluarkan biaya yang sifatnya dipengaruhi oleh
kegiatan operasi penangkapan, jumlah trip dan lama operasi penangkapan. Berdasarkan tabel dapat
dilihat bahwa besarnya biaya operasional yang dikeluarkan setiap unit payang berkisar antara Rp.
9.504.000,- – 9.652.500,-/ alat tangkap / tahun dengan rata-rata biaya operasional sebesar Rp.
57.519.000,-/alat tangkap/tahun. Kisaran nilai biaya operasional/tahun relative lebih besar dari nilai
investasi yang ditanamkan, sedangkan menurut Soekartawi (2002), bahwa untuk mencapai keuntungan
yang maksimal diperlukan usaha dengan langkah menekan biaya produksi sekecil-kecilnya dengan
mempertahankan total penerimaan.
Berdasarkan perhitungan sebelumnya, maka biaya tidak tetap (variable) dapat diperoleh dari biaya
perawatan ditambah. Perincian biaya variabel dapat dilihat pada tabel 8 yaitu biaya variabel yang
dikeluarkan setiap unit usaha adalah Rp. 1.268.000,- – 1.365.000,-/tahun dengan nilai rata-rata Rp.
7.809.000,-/alat tangkap/tahun.
4. Sistem Bagi Hasil
Usaha perikanan payang di perairan Aeng Batu - Batu di Kecamatan Galesong utara Kabupaten
Takalar dalam pengoperasiannya dilakukan oleh seorang ABK yang merupakan pemilik usaha payang.
Akan tetapi pemilik usaha tetap melakukan system bagi hasil antara proyek dan upah tenaga kerja
(pemilik usaha) untuk mengetahui berapa besar keuntungan yang diperolah proyek tersebut. Hal ini
sesuai dengan pendapat Soekartawi (2002) bahwa untuk mengetahui analisis kelayakan suatu usaha,
akan lebih baik kalau memperhitungkan semua biaya tenaga kerja dalam keluarga dan peralatan lainnya
meskipun merupakan milik sendiri (andaikan semuanya dianggap sewa). Sistem bagi hasil usaha
pancing kerapu disajikan dalam lampiran 5.
Sistem bagi hasil yang dilakukan oleh pemilik usaha payang di Desa Aeng Batu-Batu Kecamatan
Galesong Utara Kabupaten Takalar yaitu untuk proyek dan upah ABK masing-masing mendapatkan
bagian sebesar 50 % dari keuntungan bersih. Dimana dalam pembagian hasil disini tidak mengacu pada
UU bagi hasil yang telah ditetapkan.
5. Analisis Kelayakan Usaha
Dalam menetukan apakah suatu usaha layak untuk dikembangkan atau tidak layak dilaksanakan
digunakan kriteria investasi. R/C yaitu singkatan dan Return Cost Ratio, atau dikenal sebagai
perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Jika R/C rasio = 1, maka proyek bersifat tidak
untung dan tidak rugi hanya sekedar menutupi biaya saja. Jika R/C rasio>1, maka hasil yang diperoleh
lebih besar dari pada biaya total sehingga proyek dapat dilaksanakan. Dan jika R/C rasio
Analisis R/C dan analisis keuntungan pada usaha payang di Desa Aeng Batu-Batu Kecamatan
Galesong Utara Kabupaten Takalar dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7. Total Penerimaan, Total Biaya, Keuntungan dan R/C Setiap Unit payang di perairan Aeng Batu – Batu Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar
SampelTotal
penerimaan Total biaya Keuntungan R/C
1 35.300.000 12.512.861,111 22.787.138,889 2,82
2 32.760.000 12.978.194,444 19.781.805,56 2,52
3 39.895.000 11.254.472,222 28.640.527,78 3,54
4 39.895.000 11.207.138,889 28.687.861,11 3,56
5 41.250.000 11.340.305,556 29.909.694,44 3,64
6 37.890.000 11.703.611,111 26.186.388,89 3,24
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, diketahui bahwa semua unit usaha payang dapat
melanjutkan dan mengembangkan usahanya. Hal ini disebabkan karena dari tabel diatas terlihat bahwa
nilai R/C ratio > 1. berdasarkan dari analisa di atas diperoleh kisaran R/C ratio adalah 2,52 -3,64 (>1)
dengan rata-rata sebesar 3,22/alat tangkap, maka dapat dikatakan bahwa usaha perikanan payang di
perairan Aeng Batu – Batu Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar sangat layak untuk
dikembangkan.
Penerimaan atau pendapatan diperoleh dari penerimaan total atau keuntungan kotor (harga
penjualan hasil tangkapan) dari usaha yang dilakukan. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui
bahwa penerimaan unit usaha payang di perairan Aeng Batu – Batu Kecamatan Galesong Utara
Kabupaten Takalar berkisar antara Rp. 32.760.000 - 41.250.000 per tahun. Sedangkan biaya total
merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh unit usaha yang meliputi biaya tetap dan biaya
variable. Dari data yang diperoleh, diketahui bahwa biaya total yang dikeluarkan berkisar antara Rp.
11.207.139 – 12.978.194/tahun dengan rata-rata sebesar Rp. 11.832.764 /alat tangkap.
Analisis keuntungan digunakan untuk mengetahui nilai keuntungan dari unit usaha pada suatu
waktu tertentu, dimana keuntungan diperoleh dari penerimaan total dikurangi dengan biaya total. Dari
tabel 7 dapat dilihat bahwa usaha perikanan Unit payang di perairan Aeng Batu – Batu Kecamatan
Galesong Utara Kabupaten Takalar mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Dimana kisaran nilai
keuntungan yang didapatkan adalah Rp. 19.781.806 – Rp. 29.909.694/tahun dengan rata-rata sebesar
Rp. 25.998.903/alat tangkap . Keuntungan terbesar diperoleh sampel nomor 6 sedangkan keuntungan
terkecil diperoleh sampel nomor 2. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekartawi (2002), bahwa
penerimaan yang tinggi mencerminkan suatu usaha memperoleh laba yang tinggi pula.
V. SIMPULAN
1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap usaha perikanan payang di perairan Aeng Batu –
Batu Kecamatan Galesong Utara Kabupaten Takalar, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Alat tangkap payang di perairan Aeng Batu-Batu Kecamatan Galesong
Utara Kabupaten Takalar terdiri dari 3 bagian utama. Pertama adalah
jaring terdiri dari sayap, badan jaring dan kantong. Kedua adalah
pelampung dan yang ketiga adalah pemberat
2. Berdasarkan analisis R/C ratio dan analisis keuntungan, perikanan
perikanan payang di Desa Aeng Batu-Batu Kecamatan Galesong Utara
Kabupaten Takalar layak untuk dikembangkan.
2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan untuk meninjau kembali perbandingan ukuran
utama kapal, sehingga nilai L/B dan L/D tidak melebihi standar ketentuan persyaratan umum kapal
payang, sehingga dapat memberikan informasi yang lebih banyak tentang jenis usaha ini yang bertujuan
untuk kesejahteraan rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1987. Kumpulan Desain Alat Tangkap Tradisional. Direktorat Perikanan Semarang.
Ayodhyoa, A.U. 1972. Suatu Pengenalan Tentang Kapal Ikan. Fakultas Perikanan IPB. Bogor.
_____________. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri .Bogor.
Brandt, A.V. 1972. Revised and England Fish Catching Methods of the Word. Fishing News (book) Ltd. 23 Resement Avenue West by Fleet, Survey London.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Takalar.2005. Laporan Statistik Perikanan Sulawesi Selatan
Hasymi, A. 1971. Suatu Penelitian Tantang Jala Lompo di Desa Kabupaten Kota baru. Skripsi. Fakultas Perikanan. Bogor.
Mangunsukarto, K,B. Mardiyanto dan T. Hestirianto . 1985. Modula Alat-Alat Penangkapan Ikan. Buku II : Desain Alat-Alat Penangkapan Ikan. Depdikbud. Proyek Sisidiksat BKS PTN INTIM-IPB-USAID/AED. Bogor.
Nadir,M. 1991. Diklat Kuliah Bahan dan Alat Tangkap Ikan. Politeknik Pertanian. Universitas Hasanuddin, Makassar
Nessa, N. M. 1973. Keadaan Umum perikanan Laut di Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang Propinsi Sulawesi Selatan. Laporan Praktek Umum Fakultas Pertanian. Jurusan Pertanian. Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.
Pasaribu, A.M dkk. 2005. Perencanan dan Evaluasi Proyek Perikanan. Hasanuddin University Press. Makassar.
Riyanto, B. 1989. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi III. Yayasan Penerbit Gajah Mada. Yogyakarta.
Soekartawi. 1995. Analisis Usaha Tani. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
_________. 2002. analisis Usaha Tani. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Sudirman dan A. Mallawa. 1999. Bahan Pengajaran Metode Penangkapan Ikan. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
___________________, 2004. Teknik Penangkapan Ikan. PT RINEKA CIPTA. Jakarta
Monintja, D.R, B.P Pasaribu, I Jaya. 1986. Manajemen Penagkapan Ikan. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor
Mulyanto, R. B dan Zyaki, A. M. 1990. Pengertian Dasar Besar-Besaran Kapal Bagian Proyek Pengembangan Penangkapan Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan. Semarang.