strategi

10
STRATEGI DAKWAH MUHAMMADIYAH Muhammadiyah adalah organisasi yang lahir sebagai alternatif berbagai persoalan yang dihadapi umat Islam Indonesia sekitar akhir abad 19 dan awal abad 20. Muhammadiyah merupakan konsekwensi logis munculnya pertanyaan-pertanyaan sederhana seorang muslim kepada diri dan masyarakatnya tentang bagaimana memahami dan mengamalkan kebenaran Islam yang telah diimani sehingga pesan global Islam yaitu rahmatan lil alamin atau kesejahteraan bagi seluruh kehidupan dapat mewujud dalam kehidupan objektif umat manusia. Sejak kehadirannya Muhammadiyah telah memberikan kontribusi yang nyata bagi kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Peran dan partisipasi Muhammadiyah disebut dengan amal usaha Muhammadiyah. Ada empat ragam kegiatan dakwah, yakni; 1. Tabligh dan ta’lim Tabligh dan ta’lim dilakukan dalam pencerdasan dan pencerahan masyarakat melalui kegiatan pokok; sosialisasi, internalisasi, dan eksternalisasi nilai ajaran Islam, dengan menggunakan sarana mimbar, media massa cetak dan audia visual. 2. Irsyad Irsyad dilakukan dalam rangka pemecahan masalah psikologis, melalui kegiatan pokok; bimbingan penyuluhan pribadi dan bimbingan penyuluhan keluarga, baik secara prefentif maupun kuratif. 3. Tathwir Tathwir (pengembangan masyarakat), dilakukan dalam rangka meningkatkan sosial budaya masyarakat, yang dilakukan dengan kegiatan pokok; pentransformasian dan pelembagaan nilai-nilai ajaran Islam dalam realitas kehidupan umat, yang menyangkut kemanusiaan, seni budaya, dan kehidupan bermasyarakat. 4. Tadbir Tadbir (manajemen pembangunan masyarakat), dilakukan dalam rangka perekayasaan dan pemberdayaan masyarakat dalam kehidupan yang lebih baik, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pranata sosial keagamaan,

Upload: hida-tri-nurrochmah

Post on 08-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

xxx

TRANSCRIPT

Page 1: Strategi

STRATEGI DAKWAH MUHAMMADIYAH

Muhammadiyah adalah organisasi yang lahir sebagai alternatif berbagai persoalan yang dihadapi umat Islam Indonesia sekitar akhir abad 19 dan awal abad 20. Muhammadiyah merupakan konsekwensi logis munculnya pertanyaan-pertanyaan sederhana seorang muslim kepada diri dan masyarakatnya tentang bagaimana memahami dan mengamalkan kebenaran Islam yang telah diimani sehingga pesan global Islam yaitu rahmatan lil alamin atau kesejahteraan bagi seluruh kehidupan dapat mewujud dalam kehidupan objektif umat manusia.

Sejak kehadirannya Muhammadiyah telah memberikan kontribusi yang nyata bagi kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Peran dan partisipasi Muhammadiyah disebut dengan amal usaha Muhammadiyah.

Ada empat ragam kegiatan dakwah, yakni;

1. Tabligh dan ta’limTabligh dan ta’lim dilakukan dalam pencerdasan dan pencerahan masyarakat

melalui kegiatan pokok; sosialisasi, internalisasi, dan eksternalisasi nilai ajaran Islam, dengan menggunakan sarana mimbar, media massa cetak dan audia visual.

2. IrsyadIrsyad dilakukan dalam rangka pemecahan masalah psikologis, melalui

kegiatan pokok; bimbingan penyuluhan pribadi dan bimbingan penyuluhan keluarga, baik secara prefentif maupun kuratif.

3. Tathwir Tathwir (pengembangan masyarakat), dilakukan dalam rangka meningkatkan

sosial budaya masyarakat, yang dilakukan dengan kegiatan pokok; pentransformasian dan pelembagaan nilai-nilai ajaran Islam dalam realitas kehidupan umat, yang menyangkut kemanusiaan, seni budaya, dan kehidupan bermasyarakat.

4. Tadbir Tadbir (manajemen pembangunan masyarakat), dilakukan dalam rangka perekayasaan dan pemberdayaan masyarakat dalam kehidupan yang lebih baik, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pranata sosial keagamaan, serta menumbuhkan serta mengembangkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

Peran Muhammadiyah yang didirikan K.H Ahmad Dahlan dalam dakwah Islam menggunakan strategi yang berpusat pada pembaharuan (tajdid) serta menjaga kemurnian Islam (purifikasi). Dalam rangka kegiatan pembaharuan dan pemurnian itu, selain dengan pemasyarakatan tajdid (dengan menggerakkan telaah ulang atas sistim mazhab dan taklid buta), Muhammadiyah juga mengadakan gerakan pemberantasan TBC (takhyul, bid’ah, dan churafat).

Ada dua prinsip dasar yang menjadi acuan dakwah yang dikembangkan pendiri Muhammadiyah, K.H Ahmad Dahlan;

5. Pembebasan , yakni membebaskan manusia dari belenggu kebodohan. Dalam upaya untuk membebaskan masyarakat dari kolonialisme asing yang membodohkan, K.H Ahmad Dahlan melakukan lompatan kultural dengan mengadopsi aspek-aspek positif dari budaya asing, seperti mendirikan lembaga pendidikan, panti asuhan, dan balai pengobatan.

Page 2: Strategi

6. Penghargaan atas harkat dan martabat kemanusiaan. Untuk membebaskan manusia dari belenggu budaya dan kepercayaan, K.H Ahmad Dahlan mengembangkan pendidikan yang berbasis pada pengembangan akal dan rasionalitas.

A. Strategi Dakwah Kultural Muhammadiyah

Dakwah kultural adalah; upaya menanamkan nilai-nilai Islam dalam seluruh dimensi kehidupan dengan memperhatikan potensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya secara luas, dalam rangka mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Ciri-ciri dakwah cultural adalah dinamis, kreatif dan inovatif (Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2004: 26).

Muhammadiyah yang didirikan KH Ahmad Dahlan, strategi dakwahnya berpusat pada pembaharuan (tajdid) serta menjaga kemurnian Islam (purifikasi). Dalam rangka kegiatan pembaharuan dan pemurnian itu, selain dengan pemasyarakatan tajdid (dengan menggerakkan telaah ulang atas sistim mazhab dan taklid buta), Muhammadiyah juga mengadakan gerakan pemberantasan TBC (takhyul, bid’ah, dan churafat). Untuk itu, dakwah Muhammadiyah banyak diarahkan untuk memberantas segala hal yang berbau TBC.

Dengan datangnya ‘pembaharuan’ dan ‘purifikasi’ yang dibawa Muhammadiyah sudah tentu berbenturan dengan faham keagamaan yang sudah lama berkembang di masyarakat yang notabene dalam ‘beberapa amaliah’ sudah mendapatkan pembenaran dari ulama tradisionil. Oleh karena itu, dalam sidang Tanwir Muhammadiyah di Denpasar, Bali, tahun 2002, memberikan PR besar bagi warga Muhamamdiyah untuk menerobos wacana baru, yaitu “dakwah kultural”. Wacana ini memang sangat kontraversial di kalangan Muhammadiyah. Namun melalui pengkajian secara intensif oleh beberapa tokoh di kalangan Muhamamdiyah, akhirnya dicapai kata sepakat untuk mengagendakan dakwah kultural ke depan. Pada sidang tanwir Muhammadiyah di Makassar, tahun 2003, telah direkomendasikan dakwah kultural sebagai pendekatan sekaligus metode dalam berdakwah di Muhammadiyah (Mu’arif, 2005: 164-165).

Sebagai ormas Islam, Muhammadiyah sangat kental dengan predikat ‘pemurnian”. Muhammadiyah dianggap anti kesenian. Padahal tidak semua kesenian bertentangan dengan ajaran Islam. Untuk mengatasi problematika umat tersebut, maka aktivitas dakwah Muhammadiyah harus difokuskan pada beberapa hal.

pengentasan kemiskinan. persiapan suplai elit muslim ke berbagai jalur kepemimpinan bangsa sesuai dengan

skillnya masing-masing. mapping sosial umat sebagai langkah pengembangan dakwah. pengintegrasian wawasan etika, estetika, logika, dan budaya dalam berbagai planning

dakwah, pendirian pusat-pusat studi dan informasi umat secara profesional yang berorientasi

pada dinamisasi iptek. menjadikan masjid sebagai pusat aktivitas ekonomi, kesehatan, dan syia’ar Islam. menjadikan Islam sebagai pelopor yang profetis, humanis, dan transformatif

Efektifitas dakwah mempunyai dua strategi pertama, peningkatan kualitas keberagamaan dan kedua, mampu mendorong perubahan sosial. Ini berarti memerlukan pendekatan partisipatif di samping pendekatan kebutuhan.

Imam Abdullah an-Nasafi (2001: 194) dalam kitabnya Tafsir an-Nasafi menjelaskan mengenai amar ma’ruf dan nahi munkar sebagai berikut:

Page 3: Strategi

�َع�ْق�ُل� َو�اْل ُع� ْر� اْلَّش� �ْح�َس�َن� َت َم�ااْس� َو�ُف� �َم�َع�ْر� �ْل �ْر�ا �َك �َم�ْن َو�اْلُع� ْر� اْلَّش� �ْق�َج�ُه� َت �َع�ْق�ُل�َم�ااْس� َم�اَو�اَف�َق� َو�اْل َو�ُف� �َم�َع�ْر� َو�اْل

� َأ ، . َو�ُف� �َم�َع�ْر� َو�اْل

� َأ �َف�ُه�َم�ا، اْل َم�اَخ� �ْر� �َك �َم�ْن َو�اْل �َة� ْن َو�اْلَس$ �اَب� �َت �َك اْل�َم�َع�اِص�ْي� اْل �ْر� �َك �َم�ْن َو�اْل اْلَّط�اَع�َة�

“Al-Ma’ruf adalah apa yang dinyatakan baik oleh syara’ dan akal, sedangkan al-munkar adalah apa yang dinyatakan buruk oleh syara’ dan akal. Bisa juga, al-ma’ruf ialah sesuatu yang bersesuain dengan al-kitab dan as-sunnah, sedangkan al-munkar adalah yang berseberangan dengan keduanya. Atau bisa juga al-ma’ruf adalah ketaatan kepada Allah, sementara al-munkar adalah kemaksiatan kepada-Nya”.

Menurut Zakiyudin Baidawy (www. Islamlib.com), tokoh muda Muhammadiyah, berbeda dari dua model dakwah Muhammadiyah sebelumnya yang anti- TBC, dakwah kultural Muhammadiyah adalah dakwah pro-TBC. Yakni:

1) dakwah yang memanfaatkan dan membangkitkan kemampuan imajinatif (takhayyul) individu dan masyarakat agar kehidupan semakin estetik (indah), holistik, simbolik (dalam arti beradab), dan cerdas;

2) dakwah yang mendorong, memotivasi, dan mengkondisikan individu dan masyarakat untuk mencipta (kreatif) dan menemukan (inovatif) berbagai hal baru (bid’ah) baik dalam ide (pemikiran, wacana, teori dalam Muhammadiyah, dan masyarakat), aktivitas (praksis, gerakan Muhammadiyah), dan bentuk kebudayaan (amal-amal usaha Muhammadiyah);

3) serta dakwah yang mengeksplorasi seluruh kemampuan untuk meredefinisi “mitos” (baca: cita-cita sosial, meminjam istilah Mohammed Arkoun), mereproduksi, bahkan memproduksi mitos baru (khurafat) untuk mambangun citra keberagamaan, keberislaman, dan keber-muhammadiyah-an dalam rangka menuju masyarakat utama.

Untuk itu, dakwah kultural tidak hanya difokuskan pada penyikapan atas budaya lokal, tapi perlu diarahkan pada dakwah pengembangan masyarakat dengan harus memperhatikan beberapa prinsip dasar, yaitu; pertama, orientasi pada kesejahteraan lahir dan batin masyarakat luas.

Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modern dituntut untuk dapat melaksanakan dakwah, baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan, secara individu, kelompok atau berbentuk organisasi atau lembaga. Secara umum adalah setiap muslimin atau muslimat yang mukallaf (dewasa) dimana bagi mereka kewajiban dakwah adalah sesuatu yang melekat tidak terpisahkan dari misinya sebagai penganut Islam, sesuai dengan perintah: “sampaikan walaupun satu ayat”. Sedangkan secara khusus orang yang menjadi dai yaitu orang-orang yang mengambil spesialisasi khusus (mutakhasis) dalam bidang agama Islam yang dikenal dengan panggilan ulama.

Proses dakwah sangat memerlukan pendekatan atau strategi sebagai salah satu unsur yang akan mensosialisasikan ajaran-ajaran agama. Untuk mendukung proses dakwah agar dapat berjalan dengan baik, maka Muhammadiyah membekali para dainya dengan kemampuan-kemampuan atau kompetensi-kompetensi yang menunjang demi suksesnya kegiatan dakwah yang dilakukannya. Allah telah mengisyaratkan dalam surat Ali Imran ayat 110. Bahwa para da'i harus menjadi khaira ummah yang punya kemampuan menampilkan dirinya di tengah dan untuk masyarakat (ukhrijat li al-naas). Ini berarti pelaku dakwah,

Page 4: Strategi

termasuk Muhammadiyah harus memiliki kemampuan menjawab sekaligus menerapkan jawaban atas pertanyaan apa, siapa di mana dan kapan ia berada.

Inti dakwah kultural yang dikembangkan Muhammadiyah adalah menekankan keragaman substansional, dakwah nilai-nilai Islam yang substansial berupa; kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, kerjasama, dan semangat melawan penindasan kemanusiaan.

* Tarqum Aziz S.H.I. adalah ketua PC IRM Purwokerto (1998-2000)/Anggota PCPM Gandrungmangu Cilacap, tinggal di Kamulyan Rt 09/II Bantarsari Cilacap bersama isteri dan dua putrinya.

B.Tantangan Muhammadiyah di Abad Keduapuluh

Muhammadiyah memasuki usia satu abad. Muhammadiyah sebenarnya baru berusia satu abad dalam hitungan tahun Miladiyah yang akan jatuh pada 18 November 2012. Sedangkan manakala dihitung dalam tahun Hijriyah telah jatuh pada 8 Dzulhijjah 1430 tahun lalu. Namun, Pimpinan Pusat telah mengambil kebijakan menetapkan Muktamar ke-46 di Yogyakarta tahun 2010 pada tanggal 3- 8 Juli (22-27 Rajab 1431 H) sebagai Muktamar Satu Abad.

Tantangan bagi Muhammadiyah ialah bagaimana seharusnya melangkah dalam melintasi zaman menuju abad kedua yang penuh dengan dinamika baru yang sangat kompleks. Melangkah dengan pandangan dan strategi yang lebih tepat sasaran dan mencapai keberhasilan dalam mewujudkan visi dan tujuannya, baik tujuan jangka menengah dan jangka panjang, maupun tujuan ideal yakni terbentuknya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Sementara Muhammadiyah dengan cita-cita Islam mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dan mendirikan Islam sebagai rahmatan lil alamin, yang memerlukan transformasi baru dalam aktualisasi gerakannya di berbagai bidang kehidupan. Di sinilah pentingnya aktualisasi ideologi modernisme-reformisme Islam dalam gerakan dakwah dan tajdid gelombang kedua yang secara niscaya diperlukan Muhammadiyah dalam memasuki abad baru yang penuh tantangan tersebut.

Muhammadiyah memiliki potensi dan modal dasar yang kuat untuk memasuki abad kedua dengan gerakan pencerahan. Muhammadiyah diharapkan terus berkiprah untuk pencerahan dan kemajuan bangsa, serta mampu menjadikan gerakan Islam kosmopolitan yang membawa Islam sebagai rahmat bagi semesta kehidupan.

Dengan pandangan Islam yang berkemajuan, sumberdaya manusia yang berkualitas, kepercayaan masyarakat yang cukup tinggi, pengalaman sosial yang panjang, dan modal sosial yang luar biasa Muhammadiyah akan mampu menjadi kekuatan pencerahan di negeri ini. Kini dalam memasuki perjalanan abad kedua tuntutannya ialah bagaimana segenap anggota terutama kader pimpinan Muhammadiyah, memanfaatkan dan memobilisasi seluruh

Page 5: Strategi

potensi dan sistem gerakannya untuk tampil menjadi gerakan Islam modern yang unggul di segala lapangan kehidupan.

Melalui gerakan pencerahan yang membawa misi dakwah dan tajdid yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan di tengah dinamikan abad modern tahap lanjut yang sarat tantangan, Muhammadiyah dituntut melakukan transformasi pemikiran dan gerakan praksisnya di segala bidang yang selama ini diperankan plus bidang-bidang baru yang dikembangkannya.

Memasuki abad kedua, Muhammadiyah akan sarat masalah dan tantangan. Tapi, dengan prinsip dan orientasi gerakannya yang kokoh memiliki peluang yang besar untuk berhasil. Muktamar Satu Abad tahun 2010 telah membekali Muhammadiyah dengan perspektif dan orientasi gerakan yang kokoh dan terang benderang dalam memasuki masa depan, baik jangka pendek, menengah, dan panjang.

Karena itu dalam memasuki dan menjalani abad kedua, Muhammadiyah memerlukan strategi revitalisasi atau bahkan lebih jauh lagi transformasi gerakan dari hal-hal dalam seluruh aspeknya dalam arus besar transformasi dakwah dan tajdid Muhammadiyah abad ke-21 sebagaimana terkandung dalam keputusan-keputusan Muktamar ke-46, khususnya Program Muhammadiyah dan Pernyataan Muhammadiyah Abad Kedua.

Page 6: Strategi

DAFTAR PUSTAKA

Judul : Muhammadiyah Abad KeduaPenulis : DR. Haedar Nashir

Penerbit: Suara Muhammadiyah, JogjakartaTerbit : 2011

Tebal : xii + 300 Halaman

"Buku", Minggu, 20 November 2011

Abdullah ibn Ahmad ibn Mahmud An-Nasafi. 2001. Tafsir an-Nasafi Madarik at-Tanzil wa Haqa’iq at-Ta’wil. Juz I. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

Abdul Halim. 2005. “Paradigma Dakwah Pengembangan Masyarakat”, dalam Moh. Ali Aziz, Dkk (ed.), Dakwah Pemberdayaan Masyarakat Paradigma Aksi dan Metodologis, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren.

Abdul Rosyad Shaleh. 1987. Manajemen Dakwah Islam. Jakarta: Bulan Bintang.Abdurrahim Ghazali. 2003. “Dari Dogmatis ke Kultural Refleksi Kritis Dakwah Muhammadiyah”.

dalam Muslim Abdurrahman (ed.). Muhammadiyah Sebagai Tenda Kultural. Jakarta: Ma’arif Institute dan Ideo Press.

Ali Mustafa Yaqub. 2000. Sejarah dan Metode Dakwah Nabi., Jakarta: Pustaka Firdaus.Asep Muhyiddin. 2002. Metode Pengembangan Dakwah. Bandung: Pustaka Setia.Aunur Rahim Faqih. 2006. Esensi, Urgensi & Problem Dakwah. Yogyakarta: LPPAI UII.Din Syamsuddin. 2005. “Menjadikan Dakwah Sebagai Strategi Transformasi Sosial”. (Kata

Pengantar) dalam Imam Muchlas. Landasan dakwah Kultural. Yogyakarta: Pustaka Suara Muhammadiyah.

Elvin Hatch. 1973. Theories of Man and Culture. New York: Columbia University Press.Faisal Ismail. 2001. “Dakwah di Tengah Persoalan Budaya dan Politik”. Kata Pengantar. Hamdan

Daulay. Dakwah dalam Percaturan Politik. Yogyakarta: LESFI.Hamdan Hambali. 2008. Ideologi dan Strtaegi Muhammadiyah. Yogyakarta: Pustaka Suara

Muhammadiyah.

Page 7: Strategi

Mu’arif. 2005. “Dakwah Kultural: Mencermati Kearifan Dakwah Muhammadiyah” dalam Imron Nasri (ed.). Pluralisme dan Liberalisme Pergolakan Pemikiran Anak Muda Muhammadiyah. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri.

Muhammad Azhar, “Beberapa Catatan tentang Problematika Dakwah”, Suara Aisyiyah, No. 02, Th. Ke-80, Februari 2003.

Mustafa Kemal Pasha. 2005. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Dakwah Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 2004. Dakwah Kultural Muhammadiyah., Yogyakarta: Pustaka Suara Muhammadiyah.

Suara Muhammadiyah”, No. 3 th. Ke 91, 1-15 Februari 2006.Usman Jasad, “Problematika Dakwah dan Alternatif Pemecahannya”, Muhammadiyah, No. 09. Th.

Ke-89, 1-15 Mei 2004.Weinata Sairin. 2005. Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Zakiyudin Baydhawy. “Kritik atas Paham Keagamaan Muhammadiyah Dakwah Klutural vs Imperialisme Islam Murni”, www. Islamlib.com, 17-10-2010