stella gunawan_kinetika fermentasi_kloterb_11.70.0006
DESCRIPTION
Pada praktikum teknologi fermentasi ini membahas tentang kinetika fermentasi pada produk cider apel. Sampel yang digunakan adalah sari apel malang ditambah dengan yeast Saccharomyces cerevisiae. Pengamatan dilakukan selama 5 hari inkubasi (hari ke-0 hingga hari ke-4) meliputi pengukuran biomassa dengan haemacytometer, total asam, pH, dan kepadatan sel menggunakan spektrofotometer diukur sebagai nilai OD.TRANSCRIPT
0
KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUK MINUMAN VINEGAR
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh :
Stella Gunawan 11.70.0006
Kelompok B3
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2014
Acara I
1. HASIL PENGAMATANKelompo
kPerlakuan Waktu
Ʃ MO tiap petak Rata-rata/ Ʃ MO tiap petak
Rata-rata/ Ʃ MO tiap cc
OD (nm) pHTotal Asam
( mg/ml)1 2 3 4
B1Sari Apel + S.
cereviceae
N0 19 14 18 12 15,75 6,3 x 104 0,1776 2,96 18,048N24 21 20 21 35 24,25 9,7 x 104 -0,1453 3,11 20,16N48 40 50 42 45 44 17,6 x 107 -0,2194 3,13 20,544N72 70 60 40 63 58,25 23,3 x 107 -0,5796 3,20 17,088N96 43 44 40 25 38 15,2 x 107 -0,3009 3,29 16,32
B2Sari Apel + S.
cereviceae
N0 42 44 45 43 43,5 1,74 x 108 0,1124 3,01 19,97N24 62 60 64 68 63,5 2,54 x 108 -0,1453 3,09 20,16N48 58 61 73 60 63 2,52 x 108 -0,2194 3,12 20,54N72 68 65 70 75 69,5 2,78 x 108 -0,5796 3,13 20,74N96 73 78 75 68 73,5 2,94 x 108 -0,1304 3,32 22,08
B3Sari Apel + S.
cereviceae
N0 23 26 24 27 25 108 0,2171 2,94 18,05N24 21 33 44 54 38 15,2 x 107 0,0476 3,15 18,24N48 60 54 66 67 61,75 24,7 x 107 -0,2155 3,19 18,62N72 81 92 109 95 94,25 3,77 x 108 -0,5793 3,24 16,32N96 132 138 130 133 133,25 5,33 x 108 0,2191 3,57 15,36
B4Sari Apel + S.
cereviceae
N0 62 49 44 47 50,5 2,02 x 108 0,1450 2,28 15,36N24 67 60 55 62 61 2,44 x 108 0,6964 3,12 16,32N48 89 64 63 62 69,5 2,78 x 108 -0,2179 3,12 18,24N72 90 92 95 67 86 3,44 x 108 -0,3629 3,16 15,36N96 100 88 114 84 96,5 3,86 x 108 0,0359 3,53 16,32
B5Sari Apel + S.
cereviceae
N0 0 0 0 0 0 0 0,3116 2,52 19,39N24 38 40 38 32 37 1,48 x 108 -0,1453 3,12 19,58N48 32 35 28 38 33,25 1,33 x 108 -0,0260 3,12 20,16N72 68 58 71 92 72,25 2,89 x 108 0,2155 3,18 20,16N96 50 60 71 70 62,75 2,51 x 108 0,0359 3,68 21,50
1
2
Tabel 1. Kinetika Fermentasi Produk Minuman Vinegar dari Sari Apel
Pada tabel 1, dapat diketahui bahwa semua kelompok dengan melakukan perlakuan yang sama yaitu sari apel ditambah inokulum
Saccharomyces cereviceae pada hari ke-0 (N0), ke-1 (N24), ke-2 (N48), ke-3 (N72), dan ke-4 (N96) menunjukkan hasil yang bervariasi
ditunjukkan dari rata-rata jumlah MO tiap cc, OD, pH, dan total asamnya. Rata-rata jumlah MO tiap petak dan rata-rata jumlah MO tiap cc
selama 4 hari mengalami peningkatan yang ditunjukkan oleh sari apel + S. cereviceae kelompok B3 mencapai 5,33 x 108 dan B4 mencapai
3,86 x 108. Rata-rata jumlah MO tiap cc kelompok B1 juga menunjukkan peningkatan sampai hari ke-3 mencapai 23,3 x 107, namun pada
hari ke-4 mengalami penurunan menjadi 15,2 x 107. Untuk kelompok B2 rata-rata jumlah MO tiap cc meningkat namun sedikit mengalami
penurunan pada hari ke-2 dari 2,54 x 108menjadi 2,52 x 108 sedangkan pada kelompok B5 menunjukkan sedikit penurunan pada hari ke-2
dari 1,48 x 108 menjadi 1,33 x 108 dan hari ke-4 dari 2,89 x 108 menjadi 2,51 x 108. Berdasarkan nilai OD nya (Optical Density), sebagian
besar kelompok menunjukkan nilai OD yang fluktuatif. Pada kelompok B3 nilai OD menunjukkan penurunan di hari ke-1 yaitu dari 0,2171
menjadi 0,0476 tapi meningkat di hari ke-4 yaitu 0,2191. Hal sebaliknya terjadi pada kelompok B4, meningkat di hari ke-1 dari 0,1450
menjadi 0,6964 lalu pada hari ke-4 menurun menjadi 0,0359. Untuk kelompok B5 nilai OD semakin menurun ditunjukkan pada
pengamatan hari ke-0, 3, dan 4 berturut-turut sebesar 0,3116; 0,2155; 0,0359. Nilai minus terjadi pada pengamatan hari ke-1 sampai ke-4
oleh kelompok B1 dan B2. Sedangkan pada kelompok B3, B4, dan B5 nilai minus OD ditunjukkan selama 2 hari pengamatan. pH sari apel
ditambah S. cereviceae keseluruhan berkisar antara 2,28-3,68 dan pH selama 4 hari berturut-turut menunjukkan sedikit peningkatan / tinggi
untuk semua kelompok. Berdasarkan total asamnya, sari apel + S. cereviceae memiliki nilai antara 15,36-22,08 mg/ml. Total asam
menunjukkan peningkatan sampai hari ke-5 oleh kelompok B2 dan B5. Untuk kelompok B1, B3, dan B4 total asam awalnya meningkat
sampai hari ke-3 kemudian menurun sampai hari ke-5.
Grafik 1. Hubungan OD dengan Waktu
Pada grafik 1, dapat diketahui bahwa nilai OD fluktuatif untuk setiap kelompok.
Sebagian besar kelompok terutama pada pengamatan N24, N48, N72, dan N96
menunjukkan nilai OD yang minus. OD tertinggi terlihat pada waktu N24 yang
ditunjukkan oleh kelompok B4.
Grafik 2. Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu
N0 N24 N48 N72 N960
100000000
200000000
300000000
400000000
500000000
600000000
Hubungan Jumlah Sel VS Waktu
B1B2B3B4B5
Waktu
Jum
lah
Sel
3
3
N0 N24 N48 N72 N96
-0.8000
-0.6000
-0.4000
-0.2000
0.0000
0.2000
0.4000
0.6000
0.8000
Hubungan OD VS Waktu
B1B2B3B4B5
Waktu
OD
4
Pada grafik 2, dapat diketahui bahwa semakin lama waktu fermentasi berjalan jumlah
sel akan meningkat ditunjukkan pada kelompok B3, dan B4. Pada kelompok B2, di titik
N48 jumlah selnya sedikit mengalami penurunan. Pada kelompok B1, pada titik N72
jumlah sel mengalami penurunan sedangkan kelompok B5 menunjukkan grafik yang
fluktuatif.
Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel dengan pH
2.2 2.4 2.6 2.8 3 3.2 3.4 3.6 3.80
100000000
200000000
300000000
400000000
500000000
600000000
Hubungan Jumlah Sel VS pH
B1B2B3B4B5
pH
Jum
lah
Sel
Pada grafik 3, dapat diketahui bahwa pH yang semakin besar menunjukkan jumlah sel
yang semakin besar pula ditunjukkan oleh kelompok B2, B3, dan B4. Sedangkan
kelompok B1 dan B5 menunjukkan grafik hubungan antara jumlah sel dengan pH yang
fluktuatif.
Grafik 4. Hubungan Jumlah Sel dengan OD
5
-1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.80
100000000
200000000
300000000
400000000
500000000
600000000
Hubungan Jumlah Sel VS OD
B1B2B3B4B5
OD
Jum
lah
Sel
Pada grafik 4, dapat diketahui bahwa grafik semua kelompok menunjukan hubungan
jumlah sel dengan OD yang fluktuatif.
Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam
15 16 17 18 19 20 21 22 230
100000000
200000000
300000000
400000000
500000000
600000000
Hubungan Jumlah Sel VS Total Asam
B1B2B3B4B5
Total Asam
Jum
lah
Sel
Pada grafik 5, dapat diketahui bahwa grafik semua kelompok menunjukkan hubungan
jumlah sel dengan total asam yang fluktuatif kecuali kelompok B2. Kelompok B2
terlihat total asam meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sel.
2. PEMBAHASAN
Proses fermentasi pada bahan pangan dapat berjalan karena mikroba melakukan
kegiatan metabolisme yang menghasilkan suatu zat atau produk akhir yang dapat
memberikan perubahan-perubahan pada bahan pangan itu, baik perubahan fisik maupun
kimia (Hidayat et al., 2006). Pada proses fermentasi minuman beralkohol, gula diubah
menjadi alkohol, asam-asam organik, gliserol, dan gas CO2 (Daulay & Rahman, 1992).
Hasil fermentasi umumnya tergantung jenis bahan pangan (substrat), macam mikroba
dan proses metabolismenya Pada praktikum ini dilakukan proses fermentasi dengan
bahan sari buah apel malang sehingga menghasilkan produk minuman beralkohol
bernama cider (vinegar). Buah apel sendiri mempunyai citarasa, aroma, maupun tekstur
yang sebenarnya dihasilkan dari kurang lebih 230 komponen kimia, termasuk berbagai
macam asam yaitu asam asetat, format, dan 20 jenis asam lain. Selain itu, mengandung
alkohol, ester seperti etil asetat, karbonil seperti formaldehid dan asetaldehid (Ikrawan,
1996). Buah apel juga mempunyai sifat antioksidan karena mengandung senyawa
fenolik, golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam
organik polifungsional. Betakaroten pada apel memiliki aktivitas sebagai provitamin A
untuk menangkal serangan radikal bebas.
Cider merupakan produk minuman beralkohol yang dihasilkan melalui proses
fermentasi oleh beberapa jenis mikroba tertentu yang pada umumnya menggunakan
khamir (yeast). Proses fermentasi dilakukan oleh strain Saccharomyces spp seperti S.
cerevisae, S. bayanus, dan S. uvarum yang ditambahkan ke dalam jus sebagai kultur
murni. Kultur starter biasanya harus disiapkan di laboratorium, meskipun secara
komersial yeast kering juga dapat digunakan (Arthey & Ashurst, 1998). Menurut Ansori
et al. (1987) pengertian cider adalah minuman beralkohol ringan yang dibuat dari buah-
buahan. Selain dari buah-buahan cider juga dapat dihasilkan tanpa menggunakan sari
buah misalnya tea cider yaitu minuman air teh yang difermentasikan. Komponen flavor
cider yang dihasilkan dalam fermentasi yaitu terdiri dari alkohol, asam, ester, dan
aldehid (Frazier & Westhoff, 1988). Produk minuman fermentasi ini kemudian diamati
lebih lanjut yaitu dengan mengukur biomassa, total asam, pH, dan kepadatan selnya.
Hal ini berkaitan dengan studi kinetika dimana sebagai dasar untuk memahami setiap
proses fermentasi seara rasional. Kinetika fermentasi menggambarkan pertumbuhan dan
6
7
pembentukan produk oleh mikroorganisme. Kinetika pertumbuhan dan pembentukan
produk mempengaruhi kemampuan respons sel (Utami et al., 2010).
2.1. Cara KerjaLangkah awal dalam membuat cider, pertama-tama disiapkan 250 ml media
pertumbuhan yaitu sari buah apel malang lalu dipasteurisasi 80ºC selama 30 menit.
Pemilihan bahan dasar buah apel karena Menurut Winarno et al. (1980) bahan yang
mengandung unsur C (karbon) dan N (nitrogen) dapat digunakan sebagai medium
fermentasi yang sempurna untuk menghasilkan alkohol di mana bahan ini banyak
ditemukan pada berbagai jenis buah-buahan dan sayuran. Buah apel yang sudah dicuci
diambil sarinya dengan di juicer. Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan gula yang
terkandung sehingga lebih mudah diuraikan oleh mikroorganisme fermentasi. Sari buah
ini mengandung gula yang cukup tinggi berguna sebagai medium fermentasi. Buah yang
akan diambil sarinya harus mengandung air rata-rata lebih dari 60% dari berat.
Konsentrasi gula sari buah yang optimum adalah 15%. Konsentrasi gula yang optimum
menyebabkan yeast dapat mengubah semua zat-zat dalam sari buah secara penuh
sehingga cairan tidak keruh karena tidak sempat menggumpal. Jika terlalu rendah
maupun tinggi, aktivitas yeast tidak berjalan / terhambat (Ikhsan, 1997). Media
pertumbuhan ini termasuk bentuk cair dimana sangat baik untuk proses fermentasi.
Media cair mampu mengendalikan faktor-faktor fisik dan kimia yang mempengaruhi
pertumbuhan seperti suhu, pH, dan kebutuhan oksigen (Rahman 1992). Media tersebut
dipasteurisasi sebelum proses fermentasi bertujuan untuk mencegah tumbuhnya bakteri,
kapang, dan yeast liar yang berasal dari sari buah. Selain itu, pasteurisasi juga dapat
menghambat aktivitas enzim-enzim penyebab terjadinya reaksi browning (Kunkee &
Goswell, 1977). Setelah dipasteurisasi, media didinginkan terlebih dahulu karena bila
langsung diinokulasikan oleh yeast, maka yeast tidak dapat bertahan hidup / mati tidak
tahan panas karena suhu media masih tinggi.
Gambar 1. Pasteurisasi dan Pendinginan Media
8
Biakan yeast kemudian diambil 30 ml secara akurat menggunakan pipet ukur dan
dimasukkan ke dalam media pertumbuhan secara aseptis. Semua kelompok melakukan
perlakuan yang sama ditambah satu perlakuan blanko yaitu sari buah tanpa penambahan
yeast. Penginokulasian ke media ini dilakukan dalam LAF (Laminar Air Flow) untuk
mempertahankan kondisi steril. Teknik aseptis sangat penting untuk mencegah
tercemarnya biakan murni dari kontaminan. Teknik aseptic perlu digunakan selama
pemindahan biakan berulangkali (Hadioetomo, 1993). Yeast yang digunakan adalah
Saccharomyces cerevisiae. Kultur ini mampu mampu memecah bahan pangan
berkarbohidrat tinggi menjadi alkohol dan CO2 sehingga sering digunakan dalam
industri minuman beralkohol (Gaman & Sherrington, 1994).
Gambar 2. Yeast Gambar 3. Pemindahan inokulum yeast ke dalam media secara
aseptis
Gambar 4. Saccharomycer cerevisisae
Setelah itu, dilakukan inkubasi media dengan perlakuan shaker atau penggoyangan di
suhu ruang 25-30ºC selama 5 hari (hari ke-0 hingga hari ke-4). Fungsi shaker inkubator
sebagai media aerasi dan agitasi. Selama proses fermentasi berlangsung, labu tempat
bahan fermentasi diletakkan di atas shaker yang kecepatannya dapat diatur. Perlakuan
shaker dilakukan untuk mensuplai oksigen pada media yang nantinya bersama dengan
sumber karbon dapat membantu pertumbuhan mikroba secara aerobik. Gerakan berputar
shaker menyebabkan media bergejolak sehingga terjadi aerasi. Labu yang dishaker
biasanya berada dalam kondisi tertutup (Rahman, 1992). Menurut Lay (1994), penutup
9
yang biasa digunakan adalah kapas, busa, atau bahan lain asalkan tidak menghambat
aliran udara ke dalam labu namun tetap menjamin sterilitas media. Keadaan yang tidak
steril dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme pencemar (kontaminan) yang
akan mengganggu pengamatan terhadap mikroorganisme yang ditumbuhkan. Pada
praktikum ini labu Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil. Kondisi inkubasi suhu
dan lamanya waktu sesuai dengan pernyataan Frazier & Westhoff (1988) yaitu suhu
optimum pertumbuhan khamir selama proses fermentasi adalah 25-30ºC sedangkan
menurut Buckle et al., (1987) khamir untuk fermentasi cider tumbuh optimum di suhu
20-30ºC. Pemilihan waktu inkubasi juga sesuai dengan Thepkaew & Chomsri (2013)
yang menjelaskan spesies yeast S. Cerevisiae mempunyai laju konsumsi gula paling
cepat sehingga proses fermentasinya dapat penuh / diselesaikan selama 5 hari. Proses
fermentasi dalam praktikum ini dilakukan dengan sistem batch yang merupakan sistem
tertutup dan pemberian nutriennya terbatas.
Setiap 24 jam dilakukan pengambilan sampel sebanyak 10 ml secara aseptis untuk
mengetahui tingkat pertumbuhan sel yeast. Untuk menghitung tingkat kepadatan S.
cerevisiae selama N0, N24, N48, N72, N96 mengunakan alat haemacytometer. Metode
ini termasuk dalam metode hitungan mikroskopik langsung yaitu sampel ditaruh di
suatu ruang hitung seperti hemasitometer, dan jumlah gel dapat ditentukan secara
langsung dengan bantuan mikroskop (Hadioetomo, 1993). Menurut Atlas (1984)
haemocytometer adalah merupakan alat yang digunakan untuk menghitung jumlah sel
darah. Alat ini digunakan untuk menghitung densitas sel dari alga yang tergolong kecil
(>104sel/mL). Haemocytometer memiliki jumlah ruang yang berbeda–beda tergantung
pada produsen pembuatnya namun umumnya memiliki bagian berukuran 1 x 1 mm2,
yang kemudian terbagi menjadi sembilan bentuk persegi. Untuk meletakkan sampel
pada haemocytometer, sampel diambil dengan menggunakan pipet lalu diletakkan diatas
cekungan. Setelah itu, permukaan cekungan tersebut dapat ditutup dengan
menggunakan penutup kaca tipis dan diamati dengan mikroskop. Sebelumnya
hemasitometer dan kaca tipis dibersihkan dulu dengan alkohol.
10
Gambar 5. Pembersihan dengan alkohol dan pengisian cairan ke dalam hemasitometer
Gambar 6. Tampak atas dan tampak samping hemasitometer setelah ditaruh sampel (Hadioetomo, 1993)
Gambar 7. Area perhitungan sel pada hemasitometer
Uji selanjutnya
adalah untuk
menentukan total asam selama fermentasi yang dilakukan dengan menggunakan metode
titrasi. Sampel sebanyak 10 ml dititrasi dengan NaOH 0,1 N dan dihentikan sampai
larutan berwana merah kecoklatan. Sesaat sebelum dititrasi, sampel ditetesi dengan
indikator PP 3 tetes. Menurut Petrucci (1992), indikator dibutuhkan sebagai penunjuk
11
perubahan warna yang nyata yaitu titik akhir titrasi. Dalam menentukan titik dimana
asam dan basa yang digunakan supaya reaksi penetralan tepat harus melakukan titrasi
dengan sangat hati-hati, tidak boleh melewati titik akhir titrasi. Pengamatan dilakukan
dari hari ke-0 sampai ke-4. Total asam kemudian bisa dihitung dengan rumus :
Total Asam (mg/ml) =ml NaOH × Normalitas NaOH ×192
10 ml sampel
Uji pengukuran pH minuman cider dilakukan untuk mengukur tingkat keasaman sampel
yang sudah ditambahkan dengan yeast. Pengamatan dilakukan dari hari ke-0 sampai
hari ke-4. Menurut Martoharsono (1994), pH suatu larutan diukur dengan berbagai cara
seperti titrasi, kertas lakmus atau dengan pH meter. Pada praktikum, digunakan pH
meter sehingga pH yang terukur dapat dicatat dalam angka.
Uji untuk menentukan hubungan absorbansi dengan kepadatan sel dilakukan dengan
cara sampel diukur nilai Optical Density (OD)nya menggunakan alat spektrofotometer
pada panjang gelombang 660 nm. Pengukuran OD dilakukan pada sampel perlakuan
ditambah yeast dan blanko. Pengamatan dilakukan dari hari ke-0 sampai ke-4. Nilai OD
dicatat dibandingkan hasilnya dengan kepadatan selnya. Pengujian spektroskopi ini
termasuk dalam analisa kuantitatif yaitu membandingkan absorbsi energi radiasi pada
panjang gelombang tertentu dari larutan sampel terhadap larutan standar. Panjang
gelombang yang digunakan harus disesuaikan dengan kemampuan zat dalam
mengabsorbsi energi radiasi pada panjang gelombang tersebut (Harjadi, 1986).
Pemilihan panjang gelombang dalam praktikum ini berdasarkan atas teori tersebut.
Semakin tinggi nilai absorbansi, maka nilai transmittance semakin kecil. Jika hubungan
absorbance dengan konsentrasi menghasilkan suatu grafik yang garis lurus maka dapat
diramalkan menggunakan hukum Beer’s. Dari garis lurus ini menunjukkan semakin
meningkat konsentrasinya semakin meningkat pula nilai absorbansi (Ewing, 1976).
2.2. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Waktu
Ketika medium cair diinokulasikan dengan bibit kultur, organisme secara selektif
mengambil nutrisi yang disediakan dan mengubahnya menjadi biomassa. Berdasarkan
hasil pengamatan di mikroskop dapat dilihat sel yeast nya (biomassa) dan bisa dihitung
di area persegi yang dibatasi oleh 3 garis. Terlihat sel ada yang bergerombol dan ada
12
yang berupa 1 bulatan kecil saja. Hal ini sesuai dengan Matz (1992) bahwa yeast dapat
tumbuh sebagai sel tunggal terkadang tumbuh berpasangan. Hubungan jumlah
mikroorganisme dengan lama waktu fermentasi / inkubasi ditunjukkan dengan jumlah
mikroorganisme (sel yeast) yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya
waktu. Grafik ini tetapi hanya ditunjukkan oleh beberapa kelompok saja yaitu kelompok
B3 dan B4. Sedangkan pada kelompok B2, pada di titik N48 jumlah selnya sedikit
mengalami penurunan. Pada kelompok B1, pada titik N72 jumlah sel mengalami
penurunan sedangkan kelompok B5 menunjukkan grafik yang fluktuatif. Hal tersebut
tidak sesuai dengan penelititan Thepkaew & Chomsri (2013), yaitu laju propagasi
(berkembangbiak) S. cerevisiae yang maksimum dapat diperoleh pada fermentasi hari
ke-2. Yeast murni dapat menjaga konsentrasi selnya sekitar 107 sel/mL selama 2-4 hari
dan kemudian menurun 0,6-1,2 secara logaritmik lebih rendah daripada konsentrasi sel
maksimum pada akhir waktu fermentasi. Pada praktikum ini sel yeast berjumlah
maksimum justru terlihat pada akhir fermentasi, dan ada pula pada N72 (hari ke-3) yang
selanjutnya menurun. Jumlah sel yang terus meningkat seiring bertambahnya waktu
pada kelompok B3 dan B4 kemungkinan menunjukkan fase log pada pertumbuhan yeast
dan adanya penurunan jumlah sel pada kelompok lainnya karena sudah memasuki fase
deselerasi. Menurut Shuler (1989), kurva pertumbuhan dari tipe batch termasuk fase
lag, fase log, fase stasioner, fase deselerasi dan fase kematian. Pada fase log, sel sudah
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan baru. Sel dapat mengganda dengan cepat dan
jumlah serta densitas sel meningkat secara eksponensial. Sementara pada fase
deselerasi, pertumbuhan mulai menurun berhubungan dengan menurunnya nutrien
essential dan terjadi penumpukan racun selama pertumbuhan. Adanya penurunan
jumlah biomassa disebabkan karena habisnya substrat yang digunakan oleh yeast untuk
tumbuh. Substrat habis maka yeast tidak bisa mendapat nutrient untuk tumbuh sehingga
lama-lama mengalami kematian (Van Hoek, 1998).
Jumlah sel yang terhitung kemungkinan lain juga tidak akurat karena perhitungan
dengan hemasitometer memiliki kelemahan yaitu tidak dapat membedakan sel-sel yang
hidup dan yang mati, jadi hasil yang diperoleh adalah jumlah total sel yang ada di dalam
populasi. Selain itu kadang-kadang sel cenderung bergerombol sehingga sukar
membedakan set gel individu. Kelemahan ini sebenarnya bisa diatasi dengan cara
13
menceraiberaikan gerombolan sel dengan menambahkan bahan anti gumpal seperti
dinatrium etilen diamin tetraasetat 0,1%. Untuk membedakan sel hidup dan mati dapat
ditambah zat warna tertentu misal metilen biru 0,1%. Sel khamir menyerap zat warna
tersebut namu sel yang hidup dapat mereduksi zat warna tidak berwarna sedangkan sel
mati akan tetap tampak biru (Hadioetomo, 1993). Keuntungan hemasitometer adalah
pelaksanaannya cepat dan tidak memerlukan banyak peralatan. Menurut Atlas (1984),
keakuratan penghitungan secara manual hemasitometer tergantung oleh :
-Keakuratan pencampuran sampel (tanpa gelembung)
-Jumlah ruang / bilik yang dihitung
-Jumlah sel yang dihitung (biasanya 200 – 500 per 0.1 mm3)
N0 N24 N48
N72 N96Gambar 8. Pertumbuhan Sel Yeast dalam Hemasitometer kelompok B3
2.3. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Absorbansi
Jumlah mikroorganisme berpengaruh dalam nilai absorbansi/OD. Dilihat dari grafik
hubungan jumlah sel dengan OD, semua kelompok menunjukkan hasil yang fluktuatif
apalagi nilai OD yang terukur minus. Hal ini tidak sesuai dengan Hadioetomo (1993)
yang menyatakan bahwa mikroba yang tumbuh dalam cairan ditunjukkan dengan
bertambahnya kekeruhan. Jadi semakin besar jumlah sel maka nilai OD juga semakin
14
tinggi atau menunjukkan hubungan yang berbanding lurus. Pada tabel ada beberapa
yang sesuai dengan teori yaitu saat pengamatan N24 (hari ke-1) kelompok B4 jumlah
mikroorganisme meningkat ditunjukkan dengan nilai OD meningkat dan N96 (hari ke-
4) kelompok B5 jumlah mikroorganisme menurun dengan nilai OD menurun. Pada
pengukuran absorbansi sebagian besar kelompok minus menunjukkan larutan terlalu
jernih dibandingkan blanko. Hal ini kemungkinan disebabkan karena spektofotometer
yang digunakan kurang akurat, endapan solid yang terbentuk selama inkubasi terlalu
banyak, atau saat mengukur absorbansi, sampel yang digunakan tidak sengaja diambil
bagian yang jernihnya saja.
2.4. Hubungan Absorbansi dengan Waktu
Sari buah yang dihasilkan pada umumnya bersifat keruh dan mengandung endapan
akibat tingginya kadar pektin buah. Semakin tinggi kadar pektin buah, maka sari buah
yang dihasilkan juga akan semakin keruh. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi
pengukuran OD selain kekeruhan yang terjadi karena mikroba. Dilihat dari grafik
hubungan absorbansi dan waktu, sebagian besar kelompok terutama pada pengamatan
N24, N48, N72, dan N96 menunjukkan nilai OD yang minus. Pada beberapa kelompok
di pengamatan hari tertentu, nilai absorbansi cider apel turun yang ditunjukkan dengan
larutan semakin jernih. Hal ini disebabkan kemungkinan selama waktu inkubasi terjadi
pengendapan partikel-partikel koloid dalam minuman cider (Amerine et al., 1980).
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya dalam Hadioetomo (1993) bahwa semakin
besar jumlah sel maka nilai OD juga semakin tinggi atau menunjukkan hubungan yang
berbanding lurus sehingga berkaitan dengan bertambahnya waktu inkubasi. Namun nilai
absorbansi justru sebagian besar bernilai minus, terlalu jernih daripada blanko. Hal ini
terjadi kemungkinan alat spektrofotometer yang digunakan kurang akurat, cuvet terlalu
kotor, sampel yang terambil pada bagian yang sangat jernih.
2.5. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan pH dan Total Asam
Faktor-faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan mikroba yaitu ketersediaan zat gizi,
waktu logaritmik, suhu, air, pH, dan oksigen. Oleh sebab itu pH berpengaruh terhadap
jumlah mikroorganisme (dalam praktikum ini jumlah sel yeast). Dilihat pada grafik
hubungan antara jumlah mikroorganisme dengan pH menunjukkan pH semakin tinggi
15
seiring dengan jumlah mikroorganisme yang bertambah pada kelompok B2, B3, dan
B4. Sedangkan kelompok B1 dan B5 menunjukkan hubungan yang fluktuatif. Hal ini
tidak sesuai dengan Wignyanto et al. (2001), seharusnya nilai pH cenderung menurun /
semakin asam dengan semakin lamanya waktu fermentasi. Diketahui pula pada
pengamatan kisaran pH minuman cider 2,28-3,68. Seharusnya menurut Frazier &
Westhoff (1988), pH optimum untuk pertumbuhan khamir adalah 4-4,5. Nilai pH pada
setiap pengamatan selalu berubah terjadi karena aktivitas sel khamir selain
menghasilkan etanol sebagai metabolit primer juga menghasilkan asama-asam organik
seperti asam malat, asam tartarat, asam sitrat, asam asetat, asam butirat dan asam
propionat sebagai hasil samping (Wignyanto et al., 2001).
Jadi seiring dengan lamanya waktu fermentasi, pH makin lama rendah (makin asam)
sehingga jumlah biomassa yang dihasilkan bertambah. Nilai pH yang dihasilkan terlalu
rendah dapat menyebabkan pertumbuhan dan metabolisme sel-sel khamir menjadi tidak
optimum. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian jurnal yang berjudul “Pengaruh
Ragi Roti, Ragi Tempe, dan Lactobacillus plantarum terhadap Total Asam Laktat dan
pH pada Fermentasi Singkong” oleh Pratama et al. (2013) yang menjelaskan nilai pH
selama proses fermentasi semakin lama semakin menurun. Hal tersebut terjadi karena
produksi asam laktat yang juga semakin meningkat sampai waktu fermentasi berakhir
yaitu 96 jam. Penurunan pH tersebut juga menunjukkan bahwa mikroorganisme yang
digunakan untuk fermentasi singkong termasuk jenis yang asidofilik yang dapat tumbuh
pada pH 2-5. Diantara ketiga jenis mikroorganisme, yang memproduksi presentase asam
laktat tertinggi yaitu oleh bakteri L. plantarum, diikuti ragi tempe dan ragi roti. Begitu
pula dengan jumlah yang tumbuh, dapat dilihat bakteri L. plantarum menunjukkan
tingkat pertumbuhan lebih tinggi dibanding dengan ragi roti dan ragi tempe.
Pada hubungan antara jumlah mikroorganisme dengan total asam menghasilkan grafik
yang fluktuatif. Pada kelompok B2, berdasarkan lama waktu inkubasi, selama proses
fermentasi oleh sel-sel khamir, konsentrasi asam organik yang terbentuk dalam cider
akan menurun. Hal ini disebabkan karena beberapa jenis asam organik akan masuk
dalam siklus krebs untuk menghasilkan energi sebagai aktivitas metabolism sel khamir
(Prescoot & Dunn, 1980). Menurut Buckle et al. (1987), selama fermentasi, glukosa /
16
fruktosa membentuk alkohol kemudian alkohol dirombak lagi hingga membentuk asam
sehingga total asam meningkat. Hal ini ditunjukkan pada pengamatan kelompok B2
pada hari ke-0 hingga hari ke-4 total asam yang diperoleh makin besar. Kelompok B2
terlihat total asam meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sel. Hal ini sesuai
dengan Wood (1998) bahwa S. cerevisiae selain merombak gula-gula sederhana
menjadi alkohol juga menggunakannya dalam metabolisme sel dan pembentukan
biomassa sel untuk menghasilkan gliserol, asam asetat dan asam suksinat sebagai
produk samping. Pembentukan asam terjadi seiring dengan pembentukan biomassa sel.
Namun pada pengamatan ada beberapa kelompok dimana total asam meningkat tetapi
jumlah mikroorganismenya menurun. Hal ini bisa terjadi karena menurut Triwahyuni et
al. (2012), pada titik tertentu yeast bisa terbunuh karena kandungan alkohol yang terlalu
tinggi sehingga jumlah mikroorganisme / biomassa menurun. Kemungkinan lain yang
terjadi adalah kesalahan dalam menghitung jumlah sel di hemositometer atau tidak tepat
dalam menentukan titik akhir titrasi
Peningkatan total asam juga ditemukan pada penelitian dalam jurnal yang berjudul
“Pengaruh Konsentrasi Gula dan Lama Fermentasi terhadap Mutu Teh Kombucha” oleh
Simanjuntak & Siahaan (2011). Untuk mengetahui mutu teh kombucha dilihat dari
parameter TSS, total asam, kadar tannin, nilai organoleptik rasa dan warna. Lama waktu
fermentasi berpengaruh sangat nyata terhadap total asam. Total asam teh fermentasi
meningkat hingga 7 hari dan yang tertinggi pada perlakuan penambahan gula 12% yaitu
sebesar 0,15 meq/100 ml bahan.
2.6. Jurnal Terkait
Jenis yeast yang berbeda menunjukan kinetika dan karakteristik proses fermentasi yang
berbeda pula. Hal ini diungkapkan dalam jurnal berjudul “Fermentation of Pineapple
Juice using Wine Yeasts : Kinetic and Characteristics” oleh Thepkaew & Chomsri
(2013). Semua yeast ditumbuhkan selama 2 hari fermentasi untuk memberikan jumlah
populasi maksimum 107 sel/mL baik itu fermentasi secara alami maupun fermentasi
yang sengaja diinokulasi yeast. Laju fermentasi terlihat Saccharomyces cerevisiae dan
Kluyveromyces thermotolerans lebih cepat dibanding dengan Torulasporadel brueckii.
17
Fermentasi yang benar-benar lengkap terjadi pada jus yang diinokulasikan oleh S.
cerevisiae dan K. thermotolerans.
Perlakuan ada / tidaknya aerasi (agitasi) ternyata mempengaruhi kualitas akhir produk
fermentasi. Menurut jurnal yang berjudul “Effect of Aeration on The Fermentative
Activity of Saccharomyces cerevisiae Cultured in Apple Juice” oleh Estela-Escalante et
al. (2012) dijelaskan bahwa oksigen terlarut menjadi salah satu faktor paling penting
yang mempengaruhi metabolisme S. cerevisiae RIVE V 15-1-416. Oksigen yang
dibutuhkan hanya terbatas (berjumlah sedikit yang sesuai) berperan untuk mengontrol
sintesis produk samping fermentasi jika tujuannya ingin membuat produk minuman
yang beralkohol tinggi. Ketika ditumbuhkan pada perlakuan statis (tanpa agitasi) dapat
menghasilkan minuman fermentasi secara sensoris paling baik dan menjadi alternatif
dalam fermentasi jus apel. Secara keseluruhan, adanya aerasi dapat meningkatkan
pertumbuhan sel, menurunkan yield alkohol, dan memicu uptake asam asetat dan
sintesis asam suksinat sedangkan asam malat dan etanol dikonsumsi setelah gula
menurun.
Metode pembuatan cider bisa dimodifikasi, yaitu dengan menurunkan jumlah
biomassanya. Di dalam jurnal yang berjudul “Effect of Biomass Reduction on the
Fermentation of Cider” oleh Nogueira et al. (2007), reduksi biomassa dalam
pemrosesan dapat mempengaruhi kualitas cider apel. Tujuannya adalah proses
fermentasi dapat berjalan lebih lambat sehingga lebih mudah dalam pengendalian, untuk
membuang komponen nitrogen dimana bisa memicu terbentuknya gas alami, dan untuk
meningkatkan flavor yang berasal dari gula residu buah itu sendiri dan senyawa volatil
yang diinginkan berasal dari oxidative yeast. Jumlah biomassa diturunkan dengan cara
disentrifugasi/filtrasi saat yeast tumbuh selama fase log sampai pada awal memasuki
fase stasioner
3. KESIMPULAN
Sari buah apel malang yang mengandung gula cukup tinggi berguna sebagai medium
fermentasi.
Tujuan pasteurisasi media sebelum proses fermentasi untuk mencegah tumbuhnya
bakteri, kapang, dan yeast liar, dan menghambat aktivitas enzim-enzim penyebab
browning.
Teknik aseptis dalam meninokulasikan yeast ke media untuk mencegah tercemarnya
biakan murni dari kontaminan.
Inkubasi dengan shaker sebagai media aerasi dan agitasi untuk mensuplai oksigen
Suhu optimum pertumbuhan khamir untuk fermentasi cider adalah 20-30ºC.
Haemositometer digunakan untuk menghitung jumlah sel yeast / biomassa yang
dihasilkan selama proses fermentasi
Dengan mengetahui jumlah sel dapat diketahui pola kurva pertumbuhan sel yeast
yang terdiri dari fase lag, log, stasioner, deselerasi dan kematian.
Penggunaan haemositometer punya kelemahan untuk tidak akurat yaitu tidak dapat
membedakan sel hidup dan mati, sulit membedakan mana yang individu ketika
menggerombol.
Hubungan jumlah mikroorganisme dengan nilai OD (kekeruhan) berbanding lurus.
Semakin lama waktu inkubasi, jumlah mikroorganisme meningkat yang ditunjukkan
dengan nilai OD semakin tinggi (berbanding lurus).
Semakin lama waktu inkubasi, pH cider semakin menurun dan total asam makin
meningkat.
pH semakin rendah, jumlah sel biomassa yang dihasilkan semakin bertambah namun
pada titik pH tertentu (sampai pH optimum) jumlah sel akan makin sedikit.
Hubungan jumlah mikroorganisme dengan total asam berbanding lurus karena
pembentukan asam sebanding dengan pembentukan biomassa.
Pada titik tertentu dimana kandungan alkohol yang terlalu tinggi dapat membunuh
yeast sehingga dapat menurunkan jumlah mikroorganisme
18
19
Semarang, 1 Juni 2014 Asisten Dosen :
Praktikan -Andriani Cintya S.
-Stella Mariss H.
Stella Gunawan (11.70.0006)
4. DAFTAR PUSTAKA
Amerine, M.A. dan C.S. Ough. (1980). Methods for Analysis of Musts and Wines. JohnWiley, New York.
Anogueira, Alessandro; Caroline Mongrueli; Deise Rosana Silva Simões1; Nina Waszczynskyj; Gilvan Wosiacki. (2007). Effect of Biomass Reduction on the Fermentation of Cider. Brazilian Archives of Biology and Technology an international journal 50 (6) : 1083-1092.
Ansori, R., Suliantari, C.C. Nurwitri. (1986). Teknologi Fermentasi. Penuntun Praktikum. Jurusan TPG, Fateta, IPB. Bogor.
Arthey, D dan PR. Ashurst. (1998). Fruit Processing. Blackie Academic & Professional. London.
Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard Publishing Company. New York.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, GH Fleet, dan M. Wooton. (1987). Food Science. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Daulay D dan Rahman A. (1992). Teknologi Fermentasi Sayuran dan Buah-buahan. PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor.
Estela-Escalante, W., M. Rychtera1, K. Melzoch1, dan B. Hatta-Sakoda. (2012). Effect of Aeration on The Fermentative Activity of Saccharomyces cerevisiae Cultured in Apple Juice. Revista Mexicana de Ingeniería Química 11 (2) : 211-226
Ewing, G.W. (1976). Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book Company. USA
Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. (1988). Food Microbiology. Mc Graw-Hill Book. Singapore.
Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hadioetomo, R.S. (1993). Mikrobiologi Dasar dalam Praktek : Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia. Jakarta .
20
21
Harjadi, W. (1986). Ilmu Kimia Analisis Dasar. Gramedia. Jakarta.
Hidayat N, Padaga M, dan Suhartini S. (2006). Mikrobiologi Industri. Andi. Yogyakarta
Ikhsan, M.B. (1997). Pengaruh Media Starter dan Cara Penambahan Gula terhadap Kualitas Anggur Pisang Klutuk. Stiper Farming. Semarang.
Ikrawan Y. (1996). Khasiat apel.http://www/pikiranrakyat.com/cetak/0304/18/cakrawala/lainnya05.htm.
Kunkee, R.E. dan R.W. Goswell. (1977). Table Wines di dalam A.H. Rose (ed.). Economic Microbiology, Vol. I: Alchoholic Beverages, p.315. Academic Press. London.
Lay, B. W. (1994). Analisi Mikroba di Laboratorium. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Martoharsono. (1994). Biokimia Jilid 1. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Matz, S.A. (1992). Bakery Technology and Engineering 3rd ed. Van Nostrand Reinhold. NY.
Petrucci, R.H. (1992). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
Pratama, Ary Yusen, Rima Nur F., dan Setiyo G. (2013). Pengaruh Ragi Roti, Ragi Tempe, dan Lactobacillus plantarum terhadap Total Asam Laktat dan pH pada Fermentasi Singkong. Jurnal Teknik Pomits 2 (1) ISSN: 2337-3539.
Prescott, S.C. dan C.G. Dunn. (1980). Industrial Microbiology. The AVI Publishing Company, Inc. Connecticut.
Rahman. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.
Shuler, L.M. (1989). Bioprocess Engineering Basic Concepts. Prentice Hall international Incorporation. London.
Simanjuntak, Rosnawyta dan Natalina Silahaan. (2011). Pengaruh Konsentrasi Gula dan Lama Fermentasi terhadap Mutu Teh Kombucha. Jurnal Ilmiah Pendidikan Tinggi 4 (2) : 81-92
22
Thepkaew, Nanthaporn & Niorn Chomsri (2013). Fermentation of Pineapple Juice using Wine Yeasts : Kinetic and Characteristics. Asian Journal of Food and Agro-Industry 6 (01) : 1-10.
Triwahyuni, E; N. Ariani; H. Hendarsyah; T. Idiyanti. (2012). The Effect of Dry Yeast Saccharomyces cerevisiae Concenration on Fermentation Process for Bioethanol Production from Palm Oil Empty Fruit Bunches. Proceeding of ICSEEA 31-34.
Utami, Rohula; M. A. M. Andriani; Zoraya A. P. (2010). Kinetika Fermentasi Yoghurt yang Diperkaya Ubi Jalar (Ipomea batatas). Caraka Tani XXV No.1 Maret 2010.
Van Hoek. (1998). Effect of Spesific Growth Rate on Fermentative Capacity of Baker’s Yeast. ApplEnviron Microbiol 64 (11) : 4226-4233
Wignyanto, Suarjono, dan Novita. (2001(. Pengaruh konsentasi gula reduksi sari hari nanas dan inokulum Saccharomyces cerevisiae pada fermentasi etanol. Jurnal Teknologi Pertanian 2 (1) : 68-77
Winarno, F. G.; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wood BJB. (1998). Microbiologi of Fermented Food. 2nd ed. Blackie Academy and Profesional. London.
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
Rumus Rata-rata / Ʃ tiap cc
Jumlah sel/cc= 1Volume petak
× rata−rata jumlah MO tiap petak
Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm= 0,00025 mm3
= 0,00000025 cc= 2,5 x 10-7 cc
Kelompok B3
N0 : Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 25 = 108
N24: Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 38 = 15,2 x 107
N48: Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 61,75 = 24,7 x 107 sel/cc
N72: Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 94,25 = 3,77 x 108 sel/cc
N96: Jumlah sel/cc = 1
2,5 x 10−7 x 133,25 = 5,33 x 108 sel/cc
Total Asam
Total Asam =ml NaOH × Normalitas NaOH ×192
10 ml sampelKelompok B3
N0: Total Asam = 9,4 x 0,1 x 192
10 = 18,05 mg/ml
N24: Total Asam = 9,5 x0,1 x192
10 = 18,24 mg/ml
N48: Total Asam = 9,7 x0,1 x192
10 = 18,62 mg/ml
N72: Total Asam = 8,5 x0,1 x192
10 =16,32 mg/ml
N96 :Total Asam = 8 x0,1 x192
10 = 15,36 mg/ml
5.2. Laporan Sementara
23
24
5.3. Abstrak Jurnal