stella gunawan_kinetika fermentasi_kloterb_11.70.0006

38
0 KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUK MINUMAN VINEGAR LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh : Stella Gunawan 11.70.0006 Kelompok B3 Acara I

Upload: james-gomez

Post on 28-Dec-2015

48 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Pada praktikum teknologi fermentasi ini membahas tentang kinetika fermentasi pada produk cider apel. Sampel yang digunakan adalah sari apel malang ditambah dengan yeast Saccharomyces cerevisiae. Pengamatan dilakukan selama 5 hari inkubasi (hari ke-0 hingga hari ke-4) meliputi pengukuran biomassa dengan haemacytometer, total asam, pH, dan kepadatan sel menggunakan spektrofotometer diukur sebagai nilai OD.

TRANSCRIPT

Page 1: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

0

KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUK MINUMAN VINEGAR

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh :

Stella Gunawan 11.70.0006

Kelompok B3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2014

Acara I

Page 2: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

1. HASIL PENGAMATANKelompo

kPerlakuan Waktu

Ʃ MO tiap petak Rata-rata/ Ʃ MO tiap petak

Rata-rata/ Ʃ MO tiap cc

OD (nm) pHTotal Asam

( mg/ml)1 2 3 4

B1Sari Apel + S.

cereviceae

N0 19 14 18 12 15,75 6,3 x 104 0,1776 2,96 18,048N24 21 20 21 35 24,25 9,7 x 104 -0,1453 3,11 20,16N48 40 50 42 45 44 17,6 x 107 -0,2194 3,13 20,544N72 70 60 40 63 58,25 23,3 x 107 -0,5796 3,20 17,088N96 43 44 40 25 38 15,2 x 107 -0,3009 3,29 16,32

B2Sari Apel + S.

cereviceae

N0 42 44 45 43 43,5 1,74 x 108 0,1124 3,01 19,97N24 62 60 64 68 63,5 2,54 x 108 -0,1453 3,09 20,16N48 58 61 73 60 63 2,52 x 108 -0,2194 3,12 20,54N72 68 65 70 75 69,5 2,78 x 108 -0,5796 3,13 20,74N96 73 78 75 68 73,5 2,94 x 108 -0,1304 3,32 22,08

B3Sari Apel + S.

cereviceae

N0 23 26 24 27 25 108 0,2171 2,94 18,05N24 21 33 44 54 38 15,2 x 107 0,0476 3,15 18,24N48 60 54 66 67 61,75 24,7 x 107 -0,2155 3,19 18,62N72 81 92 109 95 94,25 3,77 x 108 -0,5793 3,24 16,32N96 132 138 130 133 133,25 5,33 x 108 0,2191 3,57 15,36

B4Sari Apel + S.

cereviceae

N0 62 49 44 47 50,5 2,02 x 108 0,1450 2,28 15,36N24 67 60 55 62 61 2,44 x 108 0,6964 3,12 16,32N48 89 64 63 62 69,5 2,78 x 108 -0,2179 3,12 18,24N72 90 92 95 67 86 3,44 x 108 -0,3629 3,16 15,36N96 100 88 114 84 96,5 3,86 x 108 0,0359 3,53 16,32

B5Sari Apel + S.

cereviceae

N0 0 0 0 0 0 0 0,3116 2,52 19,39N24 38 40 38 32 37 1,48 x 108 -0,1453 3,12 19,58N48 32 35 28 38 33,25 1,33 x 108 -0,0260 3,12 20,16N72 68 58 71 92 72,25 2,89 x 108 0,2155 3,18 20,16N96 50 60 71 70 62,75 2,51 x 108 0,0359 3,68 21,50

1

Page 3: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

2

Tabel 1. Kinetika Fermentasi Produk Minuman Vinegar dari Sari Apel

Pada tabel 1, dapat diketahui bahwa semua kelompok dengan melakukan perlakuan yang sama yaitu sari apel ditambah inokulum

Saccharomyces cereviceae pada hari ke-0 (N0), ke-1 (N24), ke-2 (N48), ke-3 (N72), dan ke-4 (N96) menunjukkan hasil yang bervariasi

ditunjukkan dari rata-rata jumlah MO tiap cc, OD, pH, dan total asamnya. Rata-rata jumlah MO tiap petak dan rata-rata jumlah MO tiap cc

selama 4 hari mengalami peningkatan yang ditunjukkan oleh sari apel + S. cereviceae kelompok B3 mencapai 5,33 x 108 dan B4 mencapai

3,86 x 108. Rata-rata jumlah MO tiap cc kelompok B1 juga menunjukkan peningkatan sampai hari ke-3 mencapai 23,3 x 107, namun pada

hari ke-4 mengalami penurunan menjadi 15,2 x 107. Untuk kelompok B2 rata-rata jumlah MO tiap cc meningkat namun sedikit mengalami

penurunan pada hari ke-2 dari 2,54 x 108menjadi 2,52 x 108 sedangkan pada kelompok B5 menunjukkan sedikit penurunan pada hari ke-2

dari 1,48 x 108 menjadi 1,33 x 108 dan hari ke-4 dari 2,89 x 108 menjadi 2,51 x 108. Berdasarkan nilai OD nya (Optical Density), sebagian

besar kelompok menunjukkan nilai OD yang fluktuatif. Pada kelompok B3 nilai OD menunjukkan penurunan di hari ke-1 yaitu dari 0,2171

menjadi 0,0476 tapi meningkat di hari ke-4 yaitu 0,2191. Hal sebaliknya terjadi pada kelompok B4, meningkat di hari ke-1 dari 0,1450

menjadi 0,6964 lalu pada hari ke-4 menurun menjadi 0,0359. Untuk kelompok B5 nilai OD semakin menurun ditunjukkan pada

pengamatan hari ke-0, 3, dan 4 berturut-turut sebesar 0,3116; 0,2155; 0,0359. Nilai minus terjadi pada pengamatan hari ke-1 sampai ke-4

oleh kelompok B1 dan B2. Sedangkan pada kelompok B3, B4, dan B5 nilai minus OD ditunjukkan selama 2 hari pengamatan. pH sari apel

ditambah S. cereviceae keseluruhan berkisar antara 2,28-3,68 dan pH selama 4 hari berturut-turut menunjukkan sedikit peningkatan / tinggi

untuk semua kelompok. Berdasarkan total asamnya, sari apel + S. cereviceae memiliki nilai antara 15,36-22,08 mg/ml. Total asam

menunjukkan peningkatan sampai hari ke-5 oleh kelompok B2 dan B5. Untuk kelompok B1, B3, dan B4 total asam awalnya meningkat

sampai hari ke-3 kemudian menurun sampai hari ke-5.

Page 4: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

Grafik 1. Hubungan OD dengan Waktu

Pada grafik 1, dapat diketahui bahwa nilai OD fluktuatif untuk setiap kelompok.

Sebagian besar kelompok terutama pada pengamatan N24, N48, N72, dan N96

menunjukkan nilai OD yang minus. OD tertinggi terlihat pada waktu N24 yang

ditunjukkan oleh kelompok B4.

Grafik 2. Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu

N0 N24 N48 N72 N960

100000000

200000000

300000000

400000000

500000000

600000000

Hubungan Jumlah Sel VS Waktu

B1B2B3B4B5

Waktu

Jum

lah

Sel

3

3

N0 N24 N48 N72 N96

-0.8000

-0.6000

-0.4000

-0.2000

0.0000

0.2000

0.4000

0.6000

0.8000

Hubungan OD VS Waktu

B1B2B3B4B5

Waktu

OD

Page 5: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

4

Pada grafik 2, dapat diketahui bahwa semakin lama waktu fermentasi berjalan jumlah

sel akan meningkat ditunjukkan pada kelompok B3, dan B4. Pada kelompok B2, di titik

N48 jumlah selnya sedikit mengalami penurunan. Pada kelompok B1, pada titik N72

jumlah sel mengalami penurunan sedangkan kelompok B5 menunjukkan grafik yang

fluktuatif.

Grafik 3. Hubungan Jumlah Sel dengan pH

2.2 2.4 2.6 2.8 3 3.2 3.4 3.6 3.80

100000000

200000000

300000000

400000000

500000000

600000000

Hubungan Jumlah Sel VS pH

B1B2B3B4B5

pH

Jum

lah

Sel

Pada grafik 3, dapat diketahui bahwa pH yang semakin besar menunjukkan jumlah sel

yang semakin besar pula ditunjukkan oleh kelompok B2, B3, dan B4. Sedangkan

kelompok B1 dan B5 menunjukkan grafik hubungan antara jumlah sel dengan pH yang

fluktuatif.

Grafik 4. Hubungan Jumlah Sel dengan OD

Page 6: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

5

-1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.80

100000000

200000000

300000000

400000000

500000000

600000000

Hubungan Jumlah Sel VS OD

B1B2B3B4B5

OD

Jum

lah

Sel

Pada grafik 4, dapat diketahui bahwa grafik semua kelompok menunjukan hubungan

jumlah sel dengan OD yang fluktuatif.

Grafik 5. Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam

15 16 17 18 19 20 21 22 230

100000000

200000000

300000000

400000000

500000000

600000000

Hubungan Jumlah Sel VS Total Asam

B1B2B3B4B5

Total Asam

Jum

lah

Sel

Pada grafik 5, dapat diketahui bahwa grafik semua kelompok menunjukkan hubungan

jumlah sel dengan total asam yang fluktuatif kecuali kelompok B2. Kelompok B2

terlihat total asam meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sel.

Page 7: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

2. PEMBAHASAN

Proses fermentasi pada bahan pangan dapat berjalan karena mikroba melakukan

kegiatan metabolisme yang menghasilkan suatu zat atau produk akhir yang dapat

memberikan perubahan-perubahan pada bahan pangan itu, baik perubahan fisik maupun

kimia (Hidayat et al., 2006). Pada proses fermentasi minuman beralkohol, gula diubah

menjadi alkohol, asam-asam organik, gliserol, dan gas CO2 (Daulay & Rahman, 1992).

Hasil fermentasi umumnya tergantung jenis bahan pangan (substrat), macam mikroba

dan proses metabolismenya Pada praktikum ini dilakukan proses fermentasi dengan

bahan sari buah apel malang sehingga menghasilkan produk minuman beralkohol

bernama cider (vinegar). Buah apel sendiri mempunyai citarasa, aroma, maupun tekstur

yang sebenarnya dihasilkan dari kurang lebih 230 komponen kimia, termasuk berbagai

macam asam yaitu asam asetat, format, dan 20 jenis asam lain. Selain itu, mengandung

alkohol, ester seperti etil asetat, karbonil seperti formaldehid dan asetaldehid (Ikrawan,

1996). Buah apel juga mempunyai sifat antioksidan karena mengandung senyawa

fenolik, golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam

organik polifungsional. Betakaroten pada apel memiliki aktivitas sebagai provitamin A

untuk menangkal serangan radikal bebas.

Cider merupakan produk minuman beralkohol yang dihasilkan melalui proses

fermentasi oleh beberapa jenis mikroba tertentu yang pada umumnya menggunakan

khamir (yeast). Proses fermentasi dilakukan oleh strain Saccharomyces spp seperti S.

cerevisae, S. bayanus, dan S. uvarum yang ditambahkan ke dalam jus sebagai kultur

murni. Kultur starter biasanya harus disiapkan di laboratorium, meskipun secara

komersial yeast kering juga dapat digunakan (Arthey & Ashurst, 1998). Menurut Ansori

et al. (1987) pengertian cider adalah minuman beralkohol ringan yang dibuat dari buah-

buahan. Selain dari buah-buahan cider juga dapat dihasilkan tanpa menggunakan sari

buah misalnya tea cider yaitu minuman air teh yang difermentasikan. Komponen flavor

cider yang dihasilkan dalam fermentasi yaitu terdiri dari alkohol, asam, ester, dan

aldehid (Frazier & Westhoff, 1988). Produk minuman fermentasi ini kemudian diamati

lebih lanjut yaitu dengan mengukur biomassa, total asam, pH, dan kepadatan selnya.

Hal ini berkaitan dengan studi kinetika dimana sebagai dasar untuk memahami setiap

proses fermentasi seara rasional. Kinetika fermentasi menggambarkan pertumbuhan dan

6

Page 8: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

7

pembentukan produk oleh mikroorganisme. Kinetika pertumbuhan dan pembentukan

produk mempengaruhi kemampuan respons sel (Utami et al., 2010).

2.1. Cara KerjaLangkah awal dalam membuat cider, pertama-tama disiapkan 250 ml media

pertumbuhan yaitu sari buah apel malang lalu dipasteurisasi 80ºC selama 30 menit.

Pemilihan bahan dasar buah apel karena Menurut Winarno et al. (1980) bahan yang

mengandung unsur C (karbon) dan N (nitrogen) dapat digunakan sebagai medium

fermentasi yang sempurna untuk menghasilkan alkohol di mana bahan ini banyak

ditemukan pada berbagai jenis buah-buahan dan sayuran. Buah apel yang sudah dicuci

diambil sarinya dengan di juicer. Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan gula yang

terkandung sehingga lebih mudah diuraikan oleh mikroorganisme fermentasi. Sari buah

ini mengandung gula yang cukup tinggi berguna sebagai medium fermentasi. Buah yang

akan diambil sarinya harus mengandung air rata-rata lebih dari 60% dari berat.

Konsentrasi gula sari buah yang optimum adalah 15%. Konsentrasi gula yang optimum

menyebabkan yeast dapat mengubah semua zat-zat dalam sari buah secara penuh

sehingga cairan tidak keruh karena tidak sempat menggumpal. Jika terlalu rendah

maupun tinggi, aktivitas yeast tidak berjalan / terhambat (Ikhsan, 1997). Media

pertumbuhan ini termasuk bentuk cair dimana sangat baik untuk proses fermentasi.

Media cair mampu mengendalikan faktor-faktor fisik dan kimia yang mempengaruhi

pertumbuhan seperti suhu, pH, dan kebutuhan oksigen (Rahman 1992). Media tersebut

dipasteurisasi sebelum proses fermentasi bertujuan untuk mencegah tumbuhnya bakteri,

kapang, dan yeast liar yang berasal dari sari buah. Selain itu, pasteurisasi juga dapat

menghambat aktivitas enzim-enzim penyebab terjadinya reaksi browning (Kunkee &

Goswell, 1977). Setelah dipasteurisasi, media didinginkan terlebih dahulu karena bila

langsung diinokulasikan oleh yeast, maka yeast tidak dapat bertahan hidup / mati tidak

tahan panas karena suhu media masih tinggi.

Gambar 1. Pasteurisasi dan Pendinginan Media

Page 9: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

8

Biakan yeast kemudian diambil 30 ml secara akurat menggunakan pipet ukur dan

dimasukkan ke dalam media pertumbuhan secara aseptis. Semua kelompok melakukan

perlakuan yang sama ditambah satu perlakuan blanko yaitu sari buah tanpa penambahan

yeast. Penginokulasian ke media ini dilakukan dalam LAF (Laminar Air Flow) untuk

mempertahankan kondisi steril. Teknik aseptis sangat penting untuk mencegah

tercemarnya biakan murni dari kontaminan. Teknik aseptic perlu digunakan selama

pemindahan biakan berulangkali (Hadioetomo, 1993). Yeast yang digunakan adalah

Saccharomyces cerevisiae. Kultur ini mampu mampu memecah bahan pangan

berkarbohidrat tinggi menjadi alkohol dan CO2 sehingga sering digunakan dalam

industri minuman beralkohol (Gaman & Sherrington, 1994).

Gambar 2. Yeast Gambar 3. Pemindahan inokulum yeast ke dalam media secara

aseptis

Gambar 4. Saccharomycer cerevisisae

Setelah itu, dilakukan inkubasi media dengan perlakuan shaker atau penggoyangan di

suhu ruang 25-30ºC selama 5 hari (hari ke-0 hingga hari ke-4). Fungsi shaker inkubator

sebagai media aerasi dan agitasi. Selama proses fermentasi berlangsung, labu tempat

bahan fermentasi diletakkan di atas shaker yang kecepatannya dapat diatur. Perlakuan

shaker dilakukan untuk mensuplai oksigen pada media yang nantinya bersama dengan

sumber karbon dapat membantu pertumbuhan mikroba secara aerobik. Gerakan berputar

shaker menyebabkan media bergejolak sehingga terjadi aerasi. Labu yang dishaker

biasanya berada dalam kondisi tertutup (Rahman, 1992). Menurut Lay (1994), penutup

Page 10: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

9

yang biasa digunakan adalah kapas, busa, atau bahan lain asalkan tidak menghambat

aliran udara ke dalam labu namun tetap menjamin sterilitas media. Keadaan yang tidak

steril dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme pencemar (kontaminan) yang

akan mengganggu pengamatan terhadap mikroorganisme yang ditumbuhkan. Pada

praktikum ini labu Erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil. Kondisi inkubasi suhu

dan lamanya waktu sesuai dengan pernyataan Frazier & Westhoff (1988) yaitu suhu

optimum pertumbuhan khamir selama proses fermentasi adalah 25-30ºC sedangkan

menurut Buckle et al., (1987) khamir untuk fermentasi cider tumbuh optimum di suhu

20-30ºC. Pemilihan waktu inkubasi juga sesuai dengan Thepkaew & Chomsri (2013)

yang menjelaskan spesies yeast S. Cerevisiae mempunyai laju konsumsi gula paling

cepat sehingga proses fermentasinya dapat penuh / diselesaikan selama 5 hari. Proses

fermentasi dalam praktikum ini dilakukan dengan sistem batch yang merupakan sistem

tertutup dan pemberian nutriennya terbatas.

Setiap 24 jam dilakukan pengambilan sampel sebanyak 10 ml secara aseptis untuk

mengetahui tingkat pertumbuhan sel yeast. Untuk menghitung tingkat kepadatan S.

cerevisiae selama N0, N24, N48, N72, N96 mengunakan alat haemacytometer. Metode

ini termasuk dalam metode hitungan mikroskopik langsung yaitu sampel ditaruh di

suatu ruang hitung seperti hemasitometer, dan jumlah gel dapat ditentukan secara

langsung dengan bantuan mikroskop (Hadioetomo, 1993). Menurut Atlas (1984)

haemocytometer adalah merupakan alat yang digunakan untuk menghitung jumlah sel

darah. Alat ini digunakan untuk menghitung densitas sel dari alga yang tergolong kecil

(>104sel/mL). Haemocytometer memiliki jumlah ruang yang berbeda–beda tergantung

pada produsen pembuatnya namun umumnya memiliki bagian berukuran 1 x 1 mm2,

yang kemudian terbagi menjadi sembilan bentuk persegi. Untuk meletakkan sampel

pada haemocytometer, sampel diambil dengan menggunakan pipet lalu diletakkan diatas

cekungan. Setelah itu, permukaan cekungan tersebut dapat ditutup dengan

menggunakan penutup kaca tipis dan diamati dengan mikroskop. Sebelumnya

hemasitometer dan kaca tipis dibersihkan dulu dengan alkohol.

Page 11: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

10

Gambar 5. Pembersihan dengan alkohol dan pengisian cairan ke dalam hemasitometer

Gambar 6. Tampak atas dan tampak samping hemasitometer setelah ditaruh sampel (Hadioetomo, 1993)

Gambar 7. Area perhitungan sel pada hemasitometer

Uji selanjutnya

adalah untuk

menentukan total asam selama fermentasi yang dilakukan dengan menggunakan metode

titrasi. Sampel sebanyak 10 ml dititrasi dengan NaOH 0,1 N dan dihentikan sampai

larutan berwana merah kecoklatan. Sesaat sebelum dititrasi, sampel ditetesi dengan

indikator PP 3 tetes. Menurut Petrucci (1992), indikator dibutuhkan sebagai penunjuk

Page 12: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

11

perubahan warna yang nyata yaitu titik akhir titrasi. Dalam menentukan titik dimana

asam dan basa yang digunakan supaya reaksi penetralan tepat harus melakukan titrasi

dengan sangat hati-hati, tidak boleh melewati titik akhir titrasi. Pengamatan dilakukan

dari hari ke-0 sampai ke-4. Total asam kemudian bisa dihitung dengan rumus :

Total Asam (mg/ml) =ml NaOH × Normalitas NaOH ×192

10 ml sampel

Uji pengukuran pH minuman cider dilakukan untuk mengukur tingkat keasaman sampel

yang sudah ditambahkan dengan yeast. Pengamatan dilakukan dari hari ke-0 sampai

hari ke-4. Menurut Martoharsono (1994), pH suatu larutan diukur dengan berbagai cara

seperti titrasi, kertas lakmus atau dengan pH meter. Pada praktikum, digunakan pH

meter sehingga pH yang terukur dapat dicatat dalam angka.

Uji untuk menentukan hubungan absorbansi dengan kepadatan sel dilakukan dengan

cara sampel diukur nilai Optical Density (OD)nya menggunakan alat spektrofotometer

pada panjang gelombang 660 nm. Pengukuran OD dilakukan pada sampel perlakuan

ditambah yeast dan blanko. Pengamatan dilakukan dari hari ke-0 sampai ke-4. Nilai OD

dicatat dibandingkan hasilnya dengan kepadatan selnya. Pengujian spektroskopi ini

termasuk dalam analisa kuantitatif yaitu membandingkan absorbsi energi radiasi pada

panjang gelombang tertentu dari larutan sampel terhadap larutan standar. Panjang

gelombang yang digunakan harus disesuaikan dengan kemampuan zat dalam

mengabsorbsi energi radiasi pada panjang gelombang tersebut (Harjadi, 1986).

Pemilihan panjang gelombang dalam praktikum ini berdasarkan atas teori tersebut.

Semakin tinggi nilai absorbansi, maka nilai transmittance semakin kecil. Jika hubungan

absorbance dengan konsentrasi menghasilkan suatu grafik yang garis lurus maka dapat

diramalkan menggunakan hukum Beer’s. Dari garis lurus ini menunjukkan semakin

meningkat konsentrasinya semakin meningkat pula nilai absorbansi (Ewing, 1976).

2.2. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Waktu

Ketika medium cair diinokulasikan dengan bibit kultur, organisme secara selektif

mengambil nutrisi yang disediakan dan mengubahnya menjadi biomassa. Berdasarkan

hasil pengamatan di mikroskop dapat dilihat sel yeast nya (biomassa) dan bisa dihitung

di area persegi yang dibatasi oleh 3 garis. Terlihat sel ada yang bergerombol dan ada

Page 13: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

12

yang berupa 1 bulatan kecil saja. Hal ini sesuai dengan Matz (1992) bahwa yeast dapat

tumbuh sebagai sel tunggal terkadang tumbuh berpasangan. Hubungan jumlah

mikroorganisme dengan lama waktu fermentasi / inkubasi ditunjukkan dengan jumlah

mikroorganisme (sel yeast) yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya

waktu. Grafik ini tetapi hanya ditunjukkan oleh beberapa kelompok saja yaitu kelompok

B3 dan B4. Sedangkan pada kelompok B2, pada di titik N48 jumlah selnya sedikit

mengalami penurunan. Pada kelompok B1, pada titik N72 jumlah sel mengalami

penurunan sedangkan kelompok B5 menunjukkan grafik yang fluktuatif. Hal tersebut

tidak sesuai dengan penelititan Thepkaew & Chomsri (2013), yaitu laju propagasi

(berkembangbiak) S. cerevisiae yang maksimum dapat diperoleh pada fermentasi hari

ke-2. Yeast murni dapat menjaga konsentrasi selnya sekitar 107 sel/mL selama 2-4 hari

dan kemudian menurun 0,6-1,2 secara logaritmik lebih rendah daripada konsentrasi sel

maksimum pada akhir waktu fermentasi. Pada praktikum ini sel yeast berjumlah

maksimum justru terlihat pada akhir fermentasi, dan ada pula pada N72 (hari ke-3) yang

selanjutnya menurun. Jumlah sel yang terus meningkat seiring bertambahnya waktu

pada kelompok B3 dan B4 kemungkinan menunjukkan fase log pada pertumbuhan yeast

dan adanya penurunan jumlah sel pada kelompok lainnya karena sudah memasuki fase

deselerasi. Menurut Shuler (1989), kurva pertumbuhan dari tipe batch termasuk fase

lag, fase log, fase stasioner, fase deselerasi dan fase kematian. Pada fase log, sel sudah

menyesuaikan dirinya dengan lingkungan baru. Sel dapat mengganda dengan cepat dan

jumlah serta densitas sel meningkat secara eksponensial. Sementara pada fase

deselerasi, pertumbuhan mulai menurun berhubungan dengan menurunnya nutrien

essential dan terjadi penumpukan racun selama pertumbuhan. Adanya penurunan

jumlah biomassa disebabkan karena habisnya substrat yang digunakan oleh yeast untuk

tumbuh. Substrat habis maka yeast tidak bisa mendapat nutrient untuk tumbuh sehingga

lama-lama mengalami kematian (Van Hoek, 1998).

Jumlah sel yang terhitung kemungkinan lain juga tidak akurat karena perhitungan

dengan hemasitometer memiliki kelemahan yaitu tidak dapat membedakan sel-sel yang

hidup dan yang mati, jadi hasil yang diperoleh adalah jumlah total sel yang ada di dalam

populasi. Selain itu kadang-kadang sel cenderung bergerombol sehingga sukar

membedakan set gel individu. Kelemahan ini sebenarnya bisa diatasi dengan cara

Page 14: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

13

menceraiberaikan gerombolan sel dengan menambahkan bahan anti gumpal seperti

dinatrium etilen diamin tetraasetat 0,1%. Untuk membedakan sel hidup dan mati dapat

ditambah zat warna tertentu misal metilen biru 0,1%. Sel khamir menyerap zat warna

tersebut namu sel yang hidup dapat mereduksi zat warna tidak berwarna sedangkan sel

mati akan tetap tampak biru (Hadioetomo, 1993). Keuntungan hemasitometer adalah

pelaksanaannya cepat dan tidak memerlukan banyak peralatan. Menurut Atlas (1984),

keakuratan penghitungan secara manual hemasitometer tergantung oleh :

-Keakuratan pencampuran sampel (tanpa gelembung)

-Jumlah ruang / bilik yang dihitung

-Jumlah sel yang dihitung (biasanya 200 – 500 per 0.1 mm3)

N0 N24 N48

N72 N96Gambar 8. Pertumbuhan Sel Yeast dalam Hemasitometer kelompok B3

2.3. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Absorbansi

Jumlah mikroorganisme berpengaruh dalam nilai absorbansi/OD. Dilihat dari grafik

hubungan jumlah sel dengan OD, semua kelompok menunjukkan hasil yang fluktuatif

apalagi nilai OD yang terukur minus. Hal ini tidak sesuai dengan Hadioetomo (1993)

yang menyatakan bahwa mikroba yang tumbuh dalam cairan ditunjukkan dengan

bertambahnya kekeruhan. Jadi semakin besar jumlah sel maka nilai OD juga semakin

Page 15: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

14

tinggi atau menunjukkan hubungan yang berbanding lurus. Pada tabel ada beberapa

yang sesuai dengan teori yaitu saat pengamatan N24 (hari ke-1) kelompok B4 jumlah

mikroorganisme meningkat ditunjukkan dengan nilai OD meningkat dan N96 (hari ke-

4) kelompok B5 jumlah mikroorganisme menurun dengan nilai OD menurun. Pada

pengukuran absorbansi sebagian besar kelompok minus menunjukkan larutan terlalu

jernih dibandingkan blanko. Hal ini kemungkinan disebabkan karena spektofotometer

yang digunakan kurang akurat, endapan solid yang terbentuk selama inkubasi terlalu

banyak, atau saat mengukur absorbansi, sampel yang digunakan tidak sengaja diambil

bagian yang jernihnya saja.

2.4. Hubungan Absorbansi dengan Waktu

Sari buah yang dihasilkan pada umumnya bersifat keruh dan mengandung endapan

akibat tingginya kadar pektin buah. Semakin tinggi kadar pektin buah, maka sari buah

yang dihasilkan juga akan semakin keruh. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi

pengukuran OD selain kekeruhan yang terjadi karena mikroba. Dilihat dari grafik

hubungan absorbansi dan waktu, sebagian besar kelompok terutama pada pengamatan

N24, N48, N72, dan N96 menunjukkan nilai OD yang minus. Pada beberapa kelompok

di pengamatan hari tertentu, nilai absorbansi cider apel turun yang ditunjukkan dengan

larutan semakin jernih. Hal ini disebabkan kemungkinan selama waktu inkubasi terjadi

pengendapan partikel-partikel koloid dalam minuman cider (Amerine et al., 1980).

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya dalam Hadioetomo (1993) bahwa semakin

besar jumlah sel maka nilai OD juga semakin tinggi atau menunjukkan hubungan yang

berbanding lurus sehingga berkaitan dengan bertambahnya waktu inkubasi. Namun nilai

absorbansi justru sebagian besar bernilai minus, terlalu jernih daripada blanko. Hal ini

terjadi kemungkinan alat spektrofotometer yang digunakan kurang akurat, cuvet terlalu

kotor, sampel yang terambil pada bagian yang sangat jernih.

2.5. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan pH dan Total Asam

Faktor-faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan mikroba yaitu ketersediaan zat gizi,

waktu logaritmik, suhu, air, pH, dan oksigen. Oleh sebab itu pH berpengaruh terhadap

jumlah mikroorganisme (dalam praktikum ini jumlah sel yeast). Dilihat pada grafik

hubungan antara jumlah mikroorganisme dengan pH menunjukkan pH semakin tinggi

Page 16: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

15

seiring dengan jumlah mikroorganisme yang bertambah pada kelompok B2, B3, dan

B4. Sedangkan kelompok B1 dan B5 menunjukkan hubungan yang fluktuatif. Hal ini

tidak sesuai dengan Wignyanto et al. (2001), seharusnya nilai pH cenderung menurun /

semakin asam dengan semakin lamanya waktu fermentasi. Diketahui pula pada

pengamatan kisaran pH minuman cider 2,28-3,68. Seharusnya menurut Frazier &

Westhoff (1988), pH optimum untuk pertumbuhan khamir adalah 4-4,5. Nilai pH pada

setiap pengamatan selalu berubah terjadi karena aktivitas sel khamir selain

menghasilkan etanol sebagai metabolit primer juga menghasilkan asama-asam organik

seperti asam malat, asam tartarat, asam sitrat, asam asetat, asam butirat dan asam

propionat sebagai hasil samping (Wignyanto et al., 2001).

Jadi seiring dengan lamanya waktu fermentasi, pH makin lama rendah (makin asam)

sehingga jumlah biomassa yang dihasilkan bertambah. Nilai pH yang dihasilkan terlalu

rendah dapat menyebabkan pertumbuhan dan metabolisme sel-sel khamir menjadi tidak

optimum. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian jurnal yang berjudul “Pengaruh

Ragi Roti, Ragi Tempe, dan Lactobacillus plantarum terhadap Total Asam Laktat dan

pH pada Fermentasi Singkong” oleh Pratama et al. (2013) yang menjelaskan nilai pH

selama proses fermentasi semakin lama semakin menurun. Hal tersebut terjadi karena

produksi asam laktat yang juga semakin meningkat sampai waktu fermentasi berakhir

yaitu 96 jam. Penurunan pH tersebut juga menunjukkan bahwa mikroorganisme yang

digunakan untuk fermentasi singkong termasuk jenis yang asidofilik yang dapat tumbuh

pada pH 2-5. Diantara ketiga jenis mikroorganisme, yang memproduksi presentase asam

laktat tertinggi yaitu oleh bakteri L. plantarum, diikuti ragi tempe dan ragi roti. Begitu

pula dengan jumlah yang tumbuh, dapat dilihat bakteri L. plantarum menunjukkan

tingkat pertumbuhan lebih tinggi dibanding dengan ragi roti dan ragi tempe.

Pada hubungan antara jumlah mikroorganisme dengan total asam menghasilkan grafik

yang fluktuatif. Pada kelompok B2, berdasarkan lama waktu inkubasi, selama proses

fermentasi oleh sel-sel khamir, konsentrasi asam organik yang terbentuk dalam cider

akan menurun. Hal ini disebabkan karena beberapa jenis asam organik akan masuk

dalam siklus krebs untuk menghasilkan energi sebagai aktivitas metabolism sel khamir

(Prescoot & Dunn, 1980). Menurut Buckle et al. (1987), selama fermentasi, glukosa /

Page 17: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

16

fruktosa membentuk alkohol kemudian alkohol dirombak lagi hingga membentuk asam

sehingga total asam meningkat. Hal ini ditunjukkan pada pengamatan kelompok B2

pada hari ke-0 hingga hari ke-4 total asam yang diperoleh makin besar. Kelompok B2

terlihat total asam meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sel. Hal ini sesuai

dengan Wood (1998) bahwa S. cerevisiae selain merombak gula-gula sederhana

menjadi alkohol juga menggunakannya dalam metabolisme sel dan pembentukan

biomassa sel untuk menghasilkan gliserol, asam asetat dan asam suksinat sebagai

produk samping. Pembentukan asam terjadi seiring dengan pembentukan biomassa sel.

Namun pada pengamatan ada beberapa kelompok dimana total asam meningkat tetapi

jumlah mikroorganismenya menurun. Hal ini bisa terjadi karena menurut Triwahyuni et

al. (2012), pada titik tertentu yeast bisa terbunuh karena kandungan alkohol yang terlalu

tinggi sehingga jumlah mikroorganisme / biomassa menurun. Kemungkinan lain yang

terjadi adalah kesalahan dalam menghitung jumlah sel di hemositometer atau tidak tepat

dalam menentukan titik akhir titrasi

Peningkatan total asam juga ditemukan pada penelitian dalam jurnal yang berjudul

“Pengaruh Konsentrasi Gula dan Lama Fermentasi terhadap Mutu Teh Kombucha” oleh

Simanjuntak & Siahaan (2011). Untuk mengetahui mutu teh kombucha dilihat dari

parameter TSS, total asam, kadar tannin, nilai organoleptik rasa dan warna. Lama waktu

fermentasi berpengaruh sangat nyata terhadap total asam. Total asam teh fermentasi

meningkat hingga 7 hari dan yang tertinggi pada perlakuan penambahan gula 12% yaitu

sebesar 0,15 meq/100 ml bahan.

2.6. Jurnal Terkait

Jenis yeast yang berbeda menunjukan kinetika dan karakteristik proses fermentasi yang

berbeda pula. Hal ini diungkapkan dalam jurnal berjudul “Fermentation of Pineapple

Juice using Wine Yeasts : Kinetic and Characteristics” oleh Thepkaew & Chomsri

(2013). Semua yeast ditumbuhkan selama 2 hari fermentasi untuk memberikan jumlah

populasi maksimum 107 sel/mL baik itu fermentasi secara alami maupun fermentasi

yang sengaja diinokulasi yeast. Laju fermentasi terlihat Saccharomyces cerevisiae dan

Kluyveromyces thermotolerans lebih cepat dibanding dengan Torulasporadel brueckii.

Page 18: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

17

Fermentasi yang benar-benar lengkap terjadi pada jus yang diinokulasikan oleh S.

cerevisiae dan K. thermotolerans.

Perlakuan ada / tidaknya aerasi (agitasi) ternyata mempengaruhi kualitas akhir produk

fermentasi. Menurut jurnal yang berjudul “Effect of Aeration on The Fermentative

Activity of Saccharomyces cerevisiae Cultured in Apple Juice” oleh Estela-Escalante et

al. (2012) dijelaskan bahwa oksigen terlarut menjadi salah satu faktor paling penting

yang mempengaruhi metabolisme S. cerevisiae RIVE V 15-1-416. Oksigen yang

dibutuhkan hanya terbatas (berjumlah sedikit yang sesuai) berperan untuk mengontrol

sintesis produk samping fermentasi jika tujuannya ingin membuat produk minuman

yang beralkohol tinggi. Ketika ditumbuhkan pada perlakuan statis (tanpa agitasi) dapat

menghasilkan minuman fermentasi secara sensoris paling baik dan menjadi alternatif

dalam fermentasi jus apel. Secara keseluruhan, adanya aerasi dapat meningkatkan

pertumbuhan sel, menurunkan yield alkohol, dan memicu uptake asam asetat dan

sintesis asam suksinat sedangkan asam malat dan etanol dikonsumsi setelah gula

menurun.

Metode pembuatan cider bisa dimodifikasi, yaitu dengan menurunkan jumlah

biomassanya. Di dalam jurnal yang berjudul “Effect of Biomass Reduction on the

Fermentation of Cider” oleh Nogueira et al. (2007), reduksi biomassa dalam

pemrosesan dapat mempengaruhi kualitas cider apel. Tujuannya adalah proses

fermentasi dapat berjalan lebih lambat sehingga lebih mudah dalam pengendalian, untuk

membuang komponen nitrogen dimana bisa memicu terbentuknya gas alami, dan untuk

meningkatkan flavor yang berasal dari gula residu buah itu sendiri dan senyawa volatil

yang diinginkan berasal dari oxidative yeast. Jumlah biomassa diturunkan dengan cara

disentrifugasi/filtrasi saat yeast tumbuh selama fase log sampai pada awal memasuki

fase stasioner

Page 19: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

3. KESIMPULAN

Sari buah apel malang yang mengandung gula cukup tinggi berguna sebagai medium

fermentasi.

Tujuan pasteurisasi media sebelum proses fermentasi untuk mencegah tumbuhnya

bakteri, kapang, dan yeast liar, dan menghambat aktivitas enzim-enzim penyebab

browning.

Teknik aseptis dalam meninokulasikan yeast ke media untuk mencegah tercemarnya

biakan murni dari kontaminan.

Inkubasi dengan shaker sebagai media aerasi dan agitasi untuk mensuplai oksigen

Suhu optimum pertumbuhan khamir untuk fermentasi cider adalah 20-30ºC.

Haemositometer digunakan untuk menghitung jumlah sel yeast / biomassa yang

dihasilkan selama proses fermentasi

Dengan mengetahui jumlah sel dapat diketahui pola kurva pertumbuhan sel yeast

yang terdiri dari fase lag, log, stasioner, deselerasi dan kematian.

Penggunaan haemositometer punya kelemahan untuk tidak akurat yaitu tidak dapat

membedakan sel hidup dan mati, sulit membedakan mana yang individu ketika

menggerombol.

Hubungan jumlah mikroorganisme dengan nilai OD (kekeruhan) berbanding lurus.

Semakin lama waktu inkubasi, jumlah mikroorganisme meningkat yang ditunjukkan

dengan nilai OD semakin tinggi (berbanding lurus).

Semakin lama waktu inkubasi, pH cider semakin menurun dan total asam makin

meningkat.

pH semakin rendah, jumlah sel biomassa yang dihasilkan semakin bertambah namun

pada titik pH tertentu (sampai pH optimum) jumlah sel akan makin sedikit.

Hubungan jumlah mikroorganisme dengan total asam berbanding lurus karena

pembentukan asam sebanding dengan pembentukan biomassa.

Pada titik tertentu dimana kandungan alkohol yang terlalu tinggi dapat membunuh

yeast sehingga dapat menurunkan jumlah mikroorganisme

18

Page 20: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

19

Semarang, 1 Juni 2014 Asisten Dosen :

Praktikan -Andriani Cintya S.

-Stella Mariss H.

Stella Gunawan (11.70.0006)

Page 21: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

4. DAFTAR PUSTAKA

Amerine, M.A. dan C.S. Ough. (1980). Methods for Analysis of Musts and Wines. JohnWiley, New York.

Anogueira, Alessandro; Caroline Mongrueli; Deise Rosana Silva Simões1; Nina Waszczynskyj; Gilvan Wosiacki. (2007). Effect of Biomass Reduction on the Fermentation of Cider. Brazilian Archives of Biology and Technology an international journal 50 (6) : 1083-1092.

Ansori, R., Suliantari, C.C. Nurwitri. (1986). Teknologi Fermentasi. Penuntun Praktikum. Jurusan TPG, Fateta, IPB. Bogor.

Arthey, D dan PR. Ashurst. (1998). Fruit Processing. Blackie Academic & Professional. London.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard Publishing Company. New York.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, GH Fleet, dan M. Wooton. (1987). Food Science. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Daulay D dan Rahman A. (1992). Teknologi Fermentasi Sayuran dan Buah-buahan. PAU Pangan dan Gizi, IPB. Bogor.

Estela-Escalante, W., M. Rychtera1, K. Melzoch1, dan B. Hatta-Sakoda. (2012). Effect of Aeration on The Fermentative Activity of Saccharomyces cerevisiae Cultured in Apple Juice. Revista Mexicana de Ingeniería Química 11 (2) : 211-226

Ewing, G.W. (1976). Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book Company. USA

Frazier, W.C. dan D.C. Westhoff. (1988). Food Microbiology. Mc Graw-Hill Book. Singapore.

Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hadioetomo, R.S. (1993). Mikrobiologi Dasar dalam Praktek : Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia. Jakarta .

20

Page 22: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

21

Harjadi, W. (1986). Ilmu Kimia Analisis Dasar. Gramedia. Jakarta.

Hidayat N, Padaga M, dan Suhartini S. (2006). Mikrobiologi Industri. Andi. Yogyakarta

Ikhsan, M.B. (1997). Pengaruh Media Starter dan Cara Penambahan Gula terhadap Kualitas Anggur Pisang Klutuk. Stiper Farming. Semarang.

Ikrawan Y. (1996). Khasiat apel.http://www/pikiranrakyat.com/cetak/0304/18/cakrawala/lainnya05.htm.

Kunkee, R.E. dan R.W. Goswell. (1977). Table Wines di dalam A.H. Rose (ed.). Economic Microbiology, Vol. I: Alchoholic Beverages, p.315. Academic Press. London.

Lay, B. W. (1994). Analisi Mikroba di Laboratorium. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Martoharsono. (1994). Biokimia Jilid 1. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Matz, S.A. (1992). Bakery Technology and Engineering 3rd ed. Van Nostrand Reinhold. NY.

Petrucci, R.H. (1992). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Pratama, Ary Yusen, Rima Nur F., dan Setiyo G. (2013). Pengaruh Ragi Roti, Ragi Tempe, dan Lactobacillus plantarum terhadap Total Asam Laktat dan pH pada Fermentasi Singkong. Jurnal Teknik Pomits 2 (1) ISSN: 2337-3539.

Prescott, S.C. dan C.G. Dunn. (1980). Industrial Microbiology. The AVI Publishing Company, Inc. Connecticut.

Rahman. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Shuler, L.M. (1989). Bioprocess Engineering Basic Concepts. Prentice Hall international Incorporation. London.

Simanjuntak, Rosnawyta dan Natalina Silahaan. (2011). Pengaruh Konsentrasi Gula dan Lama Fermentasi terhadap Mutu Teh Kombucha. Jurnal Ilmiah Pendidikan Tinggi 4 (2) : 81-92

Page 23: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

22

Thepkaew, Nanthaporn & Niorn Chomsri (2013). Fermentation of Pineapple Juice using Wine Yeasts : Kinetic and Characteristics. Asian Journal of Food and Agro-Industry 6 (01) : 1-10.

Triwahyuni, E; N. Ariani; H. Hendarsyah; T. Idiyanti. (2012). The Effect of Dry Yeast Saccharomyces cerevisiae Concenration on Fermentation Process for Bioethanol Production from Palm Oil Empty Fruit Bunches. Proceeding of ICSEEA 31-34.

Utami, Rohula; M. A. M. Andriani; Zoraya A. P. (2010). Kinetika Fermentasi Yoghurt yang Diperkaya Ubi Jalar (Ipomea batatas). Caraka Tani XXV No.1 Maret 2010.

Van Hoek. (1998). Effect of Spesific Growth Rate on Fermentative Capacity of Baker’s Yeast. ApplEnviron Microbiol 64 (11) : 4226-4233

Wignyanto, Suarjono, dan Novita. (2001(. Pengaruh konsentasi gula reduksi sari hari nanas dan inokulum Saccharomyces cerevisiae pada fermentasi etanol. Jurnal Teknologi Pertanian 2 (1) : 68-77

Winarno, F. G.; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wood BJB. (1998). Microbiologi of Fermented Food. 2nd ed. Blackie Academy and Profesional. London.

Page 24: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

Rumus Rata-rata / Ʃ tiap cc

Jumlah sel/cc= 1Volume petak

× rata−rata jumlah MO tiap petak

Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm= 0,00025 mm3

= 0,00000025 cc= 2,5 x 10-7 cc

Kelompok B3

N0 : Jumlah sel/cc = 1

2,5 x 10−7 x 25 = 108

N24: Jumlah sel/cc = 1

2,5 x 10−7 x 38 = 15,2 x 107

N48: Jumlah sel/cc = 1

2,5 x 10−7 x 61,75 = 24,7 x 107 sel/cc

N72: Jumlah sel/cc = 1

2,5 x 10−7 x 94,25 = 3,77 x 108 sel/cc

N96: Jumlah sel/cc = 1

2,5 x 10−7 x 133,25 = 5,33 x 108 sel/cc

Total Asam

Total Asam =ml NaOH × Normalitas NaOH ×192

10 ml sampelKelompok B3

N0: Total Asam = 9,4 x 0,1 x 192

10 = 18,05 mg/ml

N24: Total Asam = 9,5 x0,1 x192

10 = 18,24 mg/ml

N48: Total Asam = 9,7 x0,1 x192

10 = 18,62 mg/ml

N72: Total Asam = 8,5 x0,1 x192

10 =16,32 mg/ml

N96 :Total Asam = 8 x0,1 x192

10 = 15,36 mg/ml

5.2. Laporan Sementara

23

Page 25: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006

24

5.3. Abstrak Jurnal

Page 26: Stella Gunawan_Kinetika Fermentasi_KloterB_11.70.0006