status riset 25 tahun plot strek - forda · 2020. 5. 30. · trek i status riset 25 tahun plot...

167
Status Riset 25 Tahun Plot STREK Dr. Farida Herry Susanty BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Upload: others

Post on 01-Nov-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Status Riset 25 Tahun Plot STREK

Dr. Farida Herry Susanty

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Page 2: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

Status Riset 25 Tahun

Plot STREK Dr. Farida Herry Susanty

Draft ini disiapkan untuk Diskusi Ilmiah pada Kamis, 10 Desember 2015

Page 3: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

i

STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK

Dr. Farida Herry Susanty

Intisari

Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot STREK, proses kerjasama yang terjadi serta pengelolaannya hingga kini. Desain awal dan hasil-hasil kajian plot STREK yang telah diperoleh (manfaat). Teknik pengumpulan data di lapangan dan bentuk pengorganisasian data mempunyai struktur database yang bersifat permanen dan temporer yang mencakup data tegakan dan plot. Pendekatan Analisis menguraikan beberapa perangkat yang digunakan dalam analisis data. Status riset plot STREK mencakup beberapa aspek kajian. Model Struktur Tegakan pada hutan bekas tebangan baik dengan atau tanpa perlakuan pembebasan tegakan serta hutan primer. Pendekatan umum berdasarkan kerapatan tegakan dan bidang dasar tegakan yang lebih lanjut dilakukan berdasarkan penggelompokkan jenis Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae. Fluktuasi tingkat mortalitas dan ingrowth tegakan hutan alam setelah penebangan dan setelah pembebasan akan sangat bervariasi berdasarkan kelompok jenis. Perhitungan riap individu dan tegakan dengan pendekatan diameter pohon dan bidang dasar tegakan secara periodik. Kuantifikasi ekologis jenis meliputi: bentuk keragaman jenis, dominansi jenis, kekayaan jenis, kemerataan sebaran jenis dan model sebaran spasial jenis. Pendekatan diamensi statis dan dinamis dilakukan dalam rangka menyusun keragaan karakteristik biometrik tegakan dalam rangka menyusun formulasi penilaian pemulihan tegakan hutan setelah penebangan. Pendekatan ragam variabel penyusun karakteristik tegakan dilakukan berdasarkan identifikasi variabel penting dan menyusun formulasinya sebagai komponen utama penilaian pemulihan tegakan hutan alam bekas penebangan berdasarkan multi dimensi kuantitatif.

Intisari topik

yang

disampaikan

dalam kajian

status riset 25

tahun Plot

STREK

Page 4: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

ii

DAFTAR SINGKATAN

BD : Bidang dasar

CNV : Konvensional

CTR : Kontrol

D : Dipterocarpaceae

D-s : Dipterocarpaceae non Shorea

E : Indeks kemerataan jenis (Evenness) Pielou J’

H’ : Indeks keanekaragaman jenis Shannon

HBT : Hutan bekas tebangan

HP : Hutan primer

HSP : Hutan setelah pembebasan

I : Ingrowth

IM : Indeks Morisita

IS : Indeks similarity

J : Jumlah jenis

K : Kerapatan

KHDTK : Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus

KKB : Keragaan karakteristik biometrik

M : Mortalitas

N1 : Kelimpahan jenis

nD : Non Dipterocarpaceae

P : Pembebasan

PPB : Pembebasan pohon binaan

PS : Pembebasan sistematik

R1 : Indeks kekayaan jenis (Richness) Margallef

rBD : Riap diameter tegakan rataan periodik

rD : Riap diameter individu rataan periodik

RIL 50 : Reduced Impact Logging 50 cm

RIL 60 : Reduced Impact Logging 60 cm

S : Shorea spp.

SD : Standar deviasi

SE : Standar error

SJ : Semua jenis

Page 5: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

iii

DAFTAR ISTILAH

CNV : Penebangan konvensional (CNV) yaitu kegiatan penebangan dengan limit diameter 60 cm berdasarkan pengalaman para penebang

CTR : Plot tanpa perlakuan (kontrol)

Ingrowth : besarnya pertambahan pohon per hektar pada kelas diameter terkecil pengukuran selama periode waktu tertentu (2 tahun)

Mortalitas : banyaknya pohon yang mati pada satuan luas per hektar dalam periode waktu tertentu (2 tahun)

PPB : Pembebasan berdasarkan persaingan tajuk terhadap pohon binaan yaitu mematikan pohon jenis non komersial yang berdiameter ≥20 cm, yang merupakan penyaing di sekitar pohon jenis komersial (radius ±10 m). Sedangkan pohon non komersial berdiameter ≥40 cm dipertahankan. Pembebasan dilakukan dengan peracunan menggunakan Garlon/DMA dengan maksimal 35% dari total luas bidang dasar

PS : Pembebasan tegakan secara sistematis yang dilakukan pada semua pohon non komersial berdiameter ≥20 cm dengan dilakukan peracunan menggunakan Garlon/DMA. Rata-rata tegakan yang dimatikan tidak lebih dari 35% total luas bidang dasar.

RIL 50 : Penebangan dengan teknik ramah lingkungan (Reduced Impact Logging) (RIL 50) yaitu pemungutan kayu dengan limit diameter 50 cm, dengan meminimalkan kerusakan pada tegakan tinggal berupa perencanaan pembuatan peta posisi pohon dan jalan sarad serta dilakukan pengawasan penebangan

RIL 60 : Penebangan dengan teknik ramah lingkungan (Reduced Impact Logging) (RIL 60) yaitu pemungutan kayu dengan limit diameter 60 cm, dengan meminimalkan kerusakan pada tegakan tinggal berupa perencanaan pembuatan peta posisi pohon dan jalan sarad serta dilakukan pengawasan penebangan.

KKB : Keragaan karakteristik biometrik sebagai formulasi dan suatu pendekatan kuantitatif untuk penilaian pemulihan tegakan hutan alam setelah penebangan yang berbasis multi aspek

Page 6: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

iv

DAFTAR ISI

INTISARI i

DAFTAR SINGKATAN ii

DAFTAR ISTILAH iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR TABEL xi

1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Kerangka Pikir 2

1.3. Ruang Lingkup, Tujuan dan Output 4

2 KEADAAN UMUM LOKASI 6

2.1. Risalah Plot STREK 6

2.2. Letak dan Aksesibiltas 8

2.3. Iklim dan Hidrologi 9

2.4. Topografi dan Kondisi Tanah 9

2.5. Vegetasi, Satwa dan Penutupan Lahan 10

2.6. Kondisi Sosial dan Ekonomi 11

2.7. Sarana dan Prasarana 12

3 DESAIN PLOT DAN KARAKTERISTIK DATA 13

3.1. Desain Plot STREK 13

3.2. Struktur dan Organisasi Data 16

3.3. Karakteristik Data 17

4 PENDEKATAN DAN KOMPONEN ANALISIS 19

4.1. Pendekatan Analisis Status Riset 19

4.2. Model Struktur Tegakan 20

4.3. Mortalitas dan Ingrowth 24

4.4. Riap Individu dan Tegakan 25

4.5. Analisis Kantitatif Ekologis 26

4.6. Formulasi Penilaian Pemulihan Tegakan Hutan 29

5 DINAMIKA STRUKTUR TEGAKAN 30

5.1. Tegakan Hutan Setelah Penebangan 31

5.2. Tegakan Hutan Setelah Pembebasan 35

5.3. Model Struktur Tegakan 39

6 MORTALITAS DAN ALIH TUMBUH (INGROWTH) 62

6.1. Mortalitas Tegakan 63

Page 7: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

v

DAFTAR ISI (lanjutan)

6.2. Alih Tumbuh (Ingrowth) Tegakan 71

6.3. Korelasi Jangka Waktu Pemulihan terhadap Mortalitas dan Ingrowth 78

7 RIAP PERIODIK TEGAKAN HUTAN 86

7.1. Riap Individu Periodik 87

7.2. Riap Tegakan Periodik 93

7.3. Korelasi Jangka Waktu Pemulihan terhadap Riap Individu dan Tegakan

99

8 DIMENSI KUANTITATIF EKOLOGI TEGAKAN 110

8.1. Komposisi Jenis 111

8.2. Indeks Nilai Penting Jenis 114

8.3. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Kelimpahan Jenis (N1) 123

8.4. Indeks Kekayaan Jenis Margaleff (R1) 126

8.5. Indeks Kemerataan Jenis Pielou J ‘ (E) 127

8.6. Indeks Kesamaan Komunitas (IS) 129

8.7. Pola Sebaran Spasial Kelompok Jenis (IM) 130

9 FORMULASI PENILAIAN PEMULIHAN TEGAKAN 134

9.1. Keragaan Karakteristik Biometrik (KKB) 134

9.2. Formulasi Penilaian Pemulihan 136

9.3. Komponen Utama Penilaian Pemulihan 141

10 PENUTUP 143

DAFTAR PUSTAKA 145

Page 8: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

vi

DAFTAR GAMBAR

1. Alur Pikir Penyusunan Status Riset 4

2. Lokasi KHDTK HP Labanan di Kalimantan Timur, Indonesia 7

3. Peta Situasi KHDTK HP Labanan 8

4. Distribusi Plot pada RKL-1 Plot STREK di Labanan 14

5. Distribusi Plot pada RKL-4 Plot STREK di Labanan 15

6. Desain plot penelitian permanen STREK 16

7. Pendekatan Analisis Status Riset Plot STREK 19

8. Kondisi tegakan dengan teknik penebangan yang berbeda untuk semua jenis berdasarkan (a) kerapatan tegakan rataan (btg ha-1) dan (b) bidang dasar rataan (m2 ha-1) 32

9. Kerapatan tegakan rataan (btg ha-1) dengan teknik penebangan yang berbeda berdasarkan kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 33

10. Luas bidang dasar tegakan rataan (m2 ha-1) dengan teknik penebangan yang berbeda berdasarkan kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 34

11. Kondisi tegakan dengan teknik pembebasan yang berbeda berdasarkan (a) kerapatan tegakan rataan (btg ha-1) dan (b) bidang dasar rataan (m2 ha-1) 36

12. Kerapatan tegakan rataan (btg ha-1) dengan teknik pembebasan yang berbeda berdasarkan kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 37

13. Luas bidang dasar tegakan rataan (m2 ha-1) dengan teknik pembebasan yang berbeda berdasarkan kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 38

14. Perbandingan model struktur tegakan untuk semua jenis pada (a) RIL 50; (b) RIL 60; (c) penebangan konvensional dan (d) hutan primer 39

15. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan ramah lingkungan limit diameter 50 cm (RIL 50) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 41

16. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan ramah lingkungan limit diameter 60 cm (RIL 60) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 42

17. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan konvensional berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 43

Page 9: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

vii

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)

18. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan primer berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 44

19. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan pembebasan sistematik berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 45

20. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan pembebasan berbasis pohon binaan berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 46

21. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan tanpa perlakuan (kontrol) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 47

22. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan ramah lingkungan limit diameter 50 cm (RIL 50) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 48

23. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan ramah lingkungan limit diameter 60 cm (RIL 60) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 49

24 Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan konvensional berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 50

25. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan primer berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 51

26. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan pembebasan sistematik berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 52

27 Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan pembebasan berbasis pohon binaan berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi 53

28. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan tanpa perlakuan (kontrol) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi

54

Page 10: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

viii

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)

29. Model struktur tegakan (lognormal) berdasarkan kerapatan tegakan hutan bekas tebangan (HBT) untuk kelompok jenis (a) Shorea spp.; (b) Dipterocarpaceae non Shorea; (c) non Dipterocarpaceae dan (d) semua jenis 55

30. Model struktur tegakan (lognormal) berdasarkan bidang dasar tegakan hutan bekas tebangan (HBT) untuk kelompok jenis (a) Shorea spp.; (b) Dipterocarpaceae non Shorea; (c) non Dipterocarpaceae dan (d) semua jenis 55

31. Model struktur tegakan (lognormal) berdasarkan kerapatan tegakan hutan bekas tebangan setelah pembebasan untuk kelompok jenis (a) Shorea spp.; (b) Dipterocarpaceae non Shorea; (c) non Dipterocarpaceae dan (d) semua jenis 56

32. Model struktur tegakan (lognormal) berdasarkan bidang dasar tegakan hutan bekas tebangan setelah pembebasan untuk kelompok jenis (a) Shorea spp.; (b) Dipterocarpaceae non Shorea; (c) non Dipterocarpaceae dan (d) semua jenis 56

33. Hubungan antara jangka waktu setelah penebangan terhadap nilai (a) kerapatan dan (b) bidang dasar tegakan berdasarkan kelompok jenis 59

34. Hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan terhadap nilai (a) kerapatan dan (b) bidang dasar berdasakan kelompok jenis 60

35. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) tegakan untuk semua jenis pada hutan bekas tebangan berdasarkan (a) teknik penebangan yang berbeda dan (b) teknik pembebasan yang berbeda 65

36. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 66

37. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Shorea spp. dan (b) Dipterocarpaceae non Shorea 67

38. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 68

39. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Shorea spp. dan (b) Dipterocarpaceae non Shorea 69

40. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) tegakan untuk semua jenis pada hutan bekas tebangan berdasarkan (a) teknik penebangan yang berbeda dan (b) teknik pembebasan yang berbeda 72

Page 11: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

ix

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)

41. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 73

42. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Shorea spp. dan (b) Dipterocarpaceae non Shorea 74

43. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae 75

44. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Shorea spp. dan (b) Dipterocarpaceae non Shorea 76

45. Tingkat mortalitas dan ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan (HBT) dan hutan primer (HP) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 81

46. Tingkat mortalitas dan ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan setelah pembebasan (HSP) dan kondisi kontrol (tanpa perlakuan) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 83

47. Hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan riap diameter periodik (cm 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) pada kondisi (a) hutan bekas tebangan dan (b) hutan primer 100

48. Hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan riap bidang dasar periodik (m2 ha-1 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) pada kondisi (a) hutan bekas tebangan dan (b) hutan primer 102

49. Hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan riap diameter periodik (cm 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) pada kondisi (a) hutan setelah pembebasan dan (b) tanpa perlakuan (kontrol) 106

50. Hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan riap bidang dasar periodik (m2 ha-1 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) pada kondisi (a) hutan setelah pembebasan dan (b) tanpa perlakuan (kontrol) 107

Page 12: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

x

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)

51. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas penebangan dengan teknik RIL 50 pada kondisi (a) sebelum penebangan, (b) 1 tahun setelah penebangan dan (c) 23 tahun setelah penebangan 115

52 Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas penebangan dengan teknik RIL 60 pada kondisi (a) sebelum penebangan, (b) 1 tahun setelah penebangan dan (c) 23 tahun setelah penebangan 116

53. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas penebangan dengan teknik konvensional pada kondisi (a) sebelum penebangan, (b) 1 tahun setelah penebangan dan (c) 23 tahun setelah penebangan 117

54. Sepuluh jenis dominan berdasarkan indeks nilai penting tertinggi pada hutan primer pada kondisi (a) awal pengukuran (b) 1 tahun pengukuran dan (c) 23 tahun pengukuran 118

55. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan sistematis pada kondisi (a) hutan bekas tebangan 11 tahun (b) 1 tahun setelah pembebasan dan (c) 23 tahun setelah pembebasan 120

56. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan berbasis pohon binaan pada kondisi (a) hutan bekas tebangan 11 tahun (b) 1 tahun setelah pembebasan dan (c) 23 tahun setelah pembebasan 121

57. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas tebangan tanpa perlakuan pada kondisi (a) 11 tahun setelah penebangan (b) 13 tahun setelah penebangan dan (c) 35 tahun setelah pembebasan 122

58. Keragaan karakteristik biometrik pada tegakan hutan setelah penebangan 138

59. Keragaan karakteristik biometrik pada tegakan hutan setelah pembebasan 140

60. Keragaan karakteristik biometrik pada tegakan hutan setelah pembebasan 142

Page 13: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

xi

DAFTAR TABEL

1 . Kondisi dan sebaran kelas kelerengan di KHDTK Labanan 10

2. Jenis tanah dan formasi geologi pada KHDTK HP Labanan 10

3. Kondisi dan sebaran tutupan lahan di KHDTK HP Labanan tahun 2014 11

4. Persentase penggunaan lahan oleh masyarakat sekitar Labanan 12

5. Risalah Perlakuan Plot STREK 15

6. Pengelompokkan jenis dalam plot STREK 17

7. Persamaan regresi hubungan antara jangka waktu setelah penebangan (x) dengan kerapatan dan bidang dasar untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp., Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 58

8. Persamaan regresi hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan (x) dengan kerapatan dan bidang dasar untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp., Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 58

9. Risalah intensitas penebangan pada plot penelitian 64

10. Laju kematian (mortalitas) tegakan (% ha-1 2th-1) untuk semua jenis 70

11. Laju ingrowth tegakan (% ha-1 2th-1) untuk semua jenis 77

12. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan tingkat mortalitas dan ingrowth untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 79

13. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan tingkat mortalitas dan ingrowth untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 80

14. Riap diameter periodik (cm 2th-1) pada plot STREK untuk semua jenis 88

15. Riap diameter periodik (cm 2th-1) plot STREK kelompok jenis Dipterocarpaceae 89

16. Riap diameter periodik (cm 2th-1) plot STREK kelompok jenis non Dipterocarpaceae 89

17. Riap diameter periodik (cm 2th-1) pada plot STREK kelompok jenis Shorea spp. 90

18. Riap diameter periodik (cm 2th-1) pada plot STREK kelompok jenis Dipterocarpaceae non Shorea

91

19. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk semua jenis

94

Page 14: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

xii

DAFTAR TABEL (lanjutan)

20. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae 95

21. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk kelompok jenis non Dipterocarpaceae 96

22. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk kelompok jenis Shorea spp. 97

23. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae non Shorea 98

24. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan riap diameter periodik (cm 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 100

25. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 102

26. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan riap diameter periodik (cm 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 104

27. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan riap bidang dasar tegakan (m2 ha-1 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) 105

28. Famili penyusun vegetasi tegakan hutan pada Plot STREK 111

29. Jenis-jenis Dipterocarpaceae pada plot STREK 112

30. Rekapitulasi jumlah jenis pada plot STREK setelah penebangan dan pembebasan

113

31. Indeks keanekaragaman jenis (H’) tegakan setelah penebangan dan setelah pembebasan

124

32. Kelimpahan jumlah jenis (N1) tegakan setelah penebangan dan setelah pembebasan

125

33. Indeks kekayaan jenis (R1) pada plot penelitian berdasarkan teknik penebangan dan teknik pembebasan

126

34. Indeks kemerataan jenis (E) pada plot STREK setelah penebangan dan setelah pembebasan 128

35. Indeks kesamaan komunitas (ISn) pada kondisi awal tegakan dan tegakan setelah penebangan dan pembebasan 129

36. Pola sebaran spasial kelompok jenis Dipterocarpaceae pada plot STREK 130

Page 15: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

xiii

DAFTAR TABEL (lanjutan)

37. Pola sebaran spasial kelompok jenis non Dipterocarpaceae pada plot STREK 131

38. Pola sebaran spasial kelompok jenis Shorea spp. pada plot STREK 132

39. Pola sebaran spasial kelompok jenis Dipterocarpaceae non Shorea pada plot STREK 132

40. Penilaian konsistensi variable penting penyusun komponen utama pada hutan Dipterocarpaceae campuran setelah penebangan 137

41. Penilaian konsistensi variable penting penyusun komponen utama pada hutan Dipterocarpaceae campuran setelah pembebasan 139

Page 16: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

0

Status Riset 25 Tahun

Plot STREK Dr. Farida Herry Susanty

Draft ini disiapkan untuk Diskusi Ilmiah pada Kamis, 10 Desember 2015

Page 17: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan hujan tropika dataran rendah merupakan hutan alam dengan karakteristik

tegakan yang khas dengan keragaman jenis yang terbesar di dunia (Richards 1964; Whitmore

1990), tingkat perkembangan dan variasi dimensi tegakan (Prodan 1968). Tingkat keragaman

jenis suatu vegetasi merupakan hasil dari proses ekofisiologis yang dinamis yaitu mempunyai

korelasi dengan kondisi iklim setempat, kondisi hara, rentang toleransi jenis, faktor

biogeografi atau sebaran jenis dan variasi kondisi ekologi hutan (Lee et al. 2002). Hutan

tropika dataran rendah di Asia Tenggara didominasi oleh famili Dipterocarpaceae sehingga

sering disebut sebagai hutan Dipterocarpaceae campuran (Richards 1964; Whitmore 1990) atau

hutan Dipterocarpaceae (Ashton 1982). Hutan Dipterocarpaceae campuran di wilayah Malesia

Barat merupakan tipe hutan tropis paling produktif berdasarkan nilai kayunya (FAO 2001).

Di Indonesia, famili Dipterocarpaceae mempunyai kontribusi terbesar (lebih dari 25%) sebagai

kayu komersial hutan alam dengan volume antara 50-100 m3 ha-1 terutama untuk wilayah

hutan di Kalimantan (Nicholson1979; Pinard dan Putz 1996; Sist et al.1998 diacu dalam Sist

et al. 2003).

Pengelolaan hutan hujan tropika yang sangat beragam memerlukan pengetahuan dan

keahlian tentang karakteristik dan dinamika tegakan hutan. Variasi karakteristik tegakan akan

menimbulkan tantangan dalam pengelolaan hutan hujan tropika sekaligus resiko yang

menyangkut segi teknis, produksi, ekonomi dan keseimbangan ekologis yang beragam (Baker

et al. 1987; Whitmore 1990). Kegiatan penebangan hutan menyebabkan penurunan kuantitas

famili Dipterocarpaceae, sehingga metode pengaturan hasil sangat penting untuk kelestarian

produksi maupun aspek konservasi. Ragam kondisi hutan primer dan hutan bekas tebangan

menunjukkan perbedaan struktur, komposisi jenis dan nilai potensi (Ishida et al. 2005), serta

variasi kerapatan tegakan, laju kematian (mortalitas) dan laju alih tumbuh (ingrowth) (Lewis et

al. 2004). Hutan bekas tebangan mempunyai variasi dalam struktur, kerapatan tegakan, laju

kematian dan laju ingrowth. Aspek-aspek tersebut merupakan variabel input utama dalam

berbagai analisis populasi tegakan hutan dan dalam mendeskripsikan dinamika hutan tropis

(Swaine et al. 1987; Hartshorn 1990; Phillips dan Gentry 1994; Phillips et al. 1994; Phillips

1996; Phillips et al. 2004 diacu dalam Lewis et al. 2004). Pemulihan pertumbuhan tegakan

hutan akan berjalan seiring waktu (Smith dan pertumbuhan tegakan menjadi beragam,

sehingga lamanya waktu pemulihan akan beragam, tergantung pada tingkat kerusakan hutan

dan daya dukung lingkungannya (Muhdin et al. 2008). Sistem tebang pilih yang diterapkan

masih memberikan pertimbangan yang minimal terhadap aspek ekologi terutama dalam

perkembangan regenerasi setelah penebangan (Sist et al. 2003).

Page 18: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

2

Menurut Chertov et al. (2005), adanya paradigma baru dalam mencapai pengelolaan

hutan yang lestari membutuhkan prediksi pertumbuhan tegakan hutan yang efektif dengan

melibatkan aspek dinamika karakteristik ekologi. Salah satu pendekatan kuantitatif dalam

mempelajari kondisi pemulihan tegakan hutan alam setelah penebangan adalah dengan

tinjauan karakteristik biometrik. Prodan (1968) menyatakan bahwa karakteristik biometrik

hutan merupakan pendekatan kuantitatif yang mempelajari sifat atau ciri-ciri tegakan hutan

dalam ukuran (metrik) untuk suatu dimensi biologi spesifik sebagai identitas pengenal (skala

rasio dan interval). Dalam pengelolaan hutan terutama aspek perencanaan, model-model

kuantitatif diperlukan untuk meningkatkan nilai akurasi dan validitas dalam mencapai

pengelolaan yang berkelanjutan (Phillips et al. 2002). Penilaian kuantitatif berdasarkan

sampling floristik umumnya ditujukan dalam konteks perencanaan dan interpretasi penelitian

ekologi yang sangat penting dalam konservasi dan manajemen hutan tropis (Mani dan

Parthasarathy 2006). Untuk menurunkan adanya gap antara kegiatan eksploitasi hutan dan

upaya konservasi yang diperlukan untuk hutan alam, maka diperlukan informasi yang lebih

banyak tentang biologi dan ekologi, sebagai dasar ilmiah dalam kebijakan manajemen hutan

yang efektif (Naito et al. 2008).

Pembangunan dan monitoring Plot STREK (Silvicultural Tehnique for the Regeneration of

Logged Over Forest in East Kalimantan) merupakan salah satu upaya untuk memperoleh

informasi karakteristik biometrik tegakan hutan alam setelah penebangan dengan berbagai

kondisi dan perlakuan sebagai input teknik silvikultur. Tujuan utama pada pembangunan

awal plot STREK adalah untuk memperoleh informasi teknik silvikultur dan aturan

pengelolaan hutan produksi yang sesuai dengan kondisi setempat maupun yang mempunyai

karakteristik sejenis sehingga pengelolaan hutan dapat direncanakan dengan baik dan lestari.

Rekomendasi yang dihasilkan dari tujuan tersebut adalah:

a) Memberikan kontribusi dalam evaluasi sistem TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia);

b) Menilai dampak dari teknik Reduced Impact Logging terhadap tegakan hutan;

c) Evaluasi teknik silvikultur yang sesuai dengan kondisi tegakan hutan setelah penebangan

dalam rangka peningkatan produktifitas hutan.

Manfaat yang telah diberikan berupa masukan dalam beberapa kebijakan teknis terkait

alternatif teknik silvikultur dari hasil penelitian maupun pengalaman teknis di lapangan.

Kerangka Pikir

Sebagian besar penelitian awal dalam biometrik hutan terutama pemodelan

pertumbuhan hutan ditujukan pada hutan tanaman atau hutan temperate, yang tidak

mempunyai kompleksitas seperti pada hutan tropis (Vanclay 2003). Perkembangan

pemodelan dinamika hutan dalam berbagai studi kuantitatif sering mengalami hambatan

heterogenitas dan kompleksitas terhadap hutan itu sendiri (berupa keragaman tegakan dan

Page 19: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

3

variasi kondisi) dan keterbatasan atau ketiadaan data yang bersifat jangka panjang (Vanclay

1990, 1991, 1994a, Alder 1995, 1996, Gourlet-Fleury dan Houllier 2000 diacu dalam Kariuki

et al. 2006). Begitu pula dalam studi penilaian karakteristik dimensi tegakan dengan

pendekatan spasial menunjukkan kebutuhan memperoleh data pengamatan atau pengukuran

dengan waktu yang cukup lama untuk dapat memberikan valuasi yang lebih tepat (Gullison

dan Bourque 2001; Susilawati dan Jaya 2003; Mulyanto dan Jaya 2004). Kegiatan pemantauan

(monitoring) tegakan hutan dalam rangka penilaian pemulihan hutan, menjadi sangat penting

dalam mempelajari berbagai dimensi penting yang berperan secara simultan dan

komprehensif membentuk kondisi pemulihan tegakan hutan. Dalam pemantauan dimensi

tegakan hutan alam tanah kering pada plot permanen hasil kajian menunjukkan bahwa

periode optimal pengukuran adalah 2 tahun untuk tegakan yang dipelihara dan 3 tahun untuk

tegakan yang tanpa perlakuan (Suhendang 1997).

Kajian dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan (Phillips et al. 2002; Vanclay

2003; Bunyavejchewin et al. 2003; Gourlet-Fleury et al. 2005; Bischoff et al. 2005; Mex 2005;

Hardiansyah et al. 2005; Kariuki et al. 2006; Kurinobu et al. 2006; Muhdin 2012; Setiawan 2013)

menunjukkan bahwa pengetahuan karakteristik biometrik tegakan hutan alam masih bersifat

parsial, baik pada aspek produktivitas maupun ekologi konservasinya. Dalam kajian status

riset ini mencakup berbagai dimensi kuantitatif tegakan secara bersama-sama meliputi

dimensi statis (nilai kuantitatif pada suatu waktu) dan dimensi dinamis (nilai kuantitatif yang

mendeskripsikan fungsi waktu) pada variasi kondisi tegakan hutan alam produksi berdasarkan

runtun waktu (time series).

Beberapa pertanyaan yang ingin dijawab pada kajian Plot STREK setelah dibangun

25 tahun adalah:

(1) Bagaimana laju pertumbuhan pada tegakan hutan alam setelah penebangan dengan

beberapa input perlakuan pemeliharaan tegakan dan teknik penebangan yang berbeda?

(2) Bagaimana dinamika pertumbuhan tegakan hutan alam setelah penebangan dalam hal laju

rekruitmen dan kematian (mortality)?

(3) Bagaimana dampak yang dialami tegakan sepanjang pemulihan tegakan setelah

penebangan dan seberapa cepat tegakan akan pulih?

(4) Apa saja karakteristik biometrik dimensi tegakan hutan yang bersifat statis maupun

dinamis yang dapat dipergunakan sebagai penciri untuk menggambarkan kecenderungan

arah perkembangan hutan setelah penebangan?

(5) Bagaimanakah rumusan variabel yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat

pemulihan tegakan hutan alam setelah penebangan?

Pertanyaan-pertanyaan ini diharapkan dapat dijawab melalui monitoring plot dari waktu ke

waktu, dengan memberikan peluang adanya kajian aspek lainnya yang dapat dipelajari dari

data monitoring tegakan hutan alam pada plot STREK. Dalam alur kajian ini dimensi tegakan

yang dimaksud meliputi (a) dimensi statis tegakan yaitu nilai kuantitatif pada suatu waktu yang

meliputi: kerapatan tegakan, bidang dasar tegakan, indeks nilai penting jenis, indeks

Page 20: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

4

keanekaragaman jenis, tingkat kelimpahan, indeks kekayaan jenis, indeks kemerataan, indeks

kesamaan komunitas dan pola distribusi spasial jenis, dan (b) dimensi dinamis yaitu nilai

kuantitatif yang mendeskripsikan fungsi waktu yang meliputi: riap tegakan, tingkat

kematian/mortalitas dan ingrowth). Pengetahuan keragaan karakteristik biometrik hutan alam

setelah penebangan berdasarkan variasi kondisi tegakan di areal hutan alam produksi yaitu

variasi teknik penebangan dan variasi teknik pembebasan. Kerangka pikir dalam penyusunan

status riset ini disajikan pada Gambar berikut.

Gambar 1. Alur Pikir Penyusunan Status Riset

Ruang Lingkup, Tujuan dan Output

Ruang lingkup kajian plot STREK merupakan representasi areal hutan hujan dataran

rendah tanah kering bekas tebangan di wilayah Kalimantan khususnya yang merupakan areal

hutan alam produksi dengan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI).

Tegakan hutan didominasi oleh pohon-pohon dari famili Dipterocarpaceae yang sering pula

disebut sebagai hutan dipterokarpa campuran dataran rendah (lowland mixed dipterocarp forest).

Data yang dikumpulkan dari plot sangat bermanfaat sebagai input dalam penyusunan strategi

dan alternatif pada pemilihan teknik silvikultur dan panjang rotasi untuk pemanenan

selanjutnya. Kebutuhan data dan informasi terkini mengenai dinamika pertumbuhan tegakan

hutan alam produksi setelah penebangan secara periodik dan jangka panjang, menjadi sangat

penting baik untuk tinjauan riset maupun kebijakan.

Data & Informasi

Ragam Hutan Perencanaan dan

Pengelolaaan Hutan

Hutan Alam Produksi

Karakteristik

Biometrik

- Ragam Kondisi Hutan

- Struktur, komposisi jenis, potensi,

mortalitas, ingrowth (Lewis et al.

2004; Ishida et al. 2005)

Pengelolaan Hutan

Lestari

Penyediaan Perangkat

Manajemen Kuantitatif

Dimensi Kuantitatif

(Statis & Dinamis)

Page 21: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

5

Tujuan penyusunan buku dari kajian Plot STREK ini adalah untuk mendapatkan

gambaran fakta ilmiah dalam mengukur tingkat keterpulihan hutan alam setelah penebangan

menuju bentuk hutan alam primer (kondisi sebelum penebangan) dengan berbagai variasi

kondisi penebangan (sebagai representasi tingkat kerusakan) dan bentuk pembebasan

(sebagai representasi input teknik silvikultur pemeliharaan tegakan hutan). Beberapa sasaran

yang dicakup dalam kajian ini meliputi hal sebagai berikut:

1) Memperoleh bentuk karakteristik dimensi statis tegakan hutan alam setelah penebangan

berdasarkan runtun waktu (time series) yang mencakup: kerapatan tegakan, dominansi

jenis, keanekaragaman jenis tegakan, kekayaan atau kelimpahan jenis, kemerataan,

kesamaan dan pola sebaran spasial jenis tegakan.

2) Memperoleh karakteristik bentuk dimensi dinamis tegakan hutan alam stelah penebangan

berdasarkan runtun waktu (time series) mencakup: model struktur tegakan, riap/increment

individu periodik, riap bidang dasar tegakan periodik, tingkat kematian/mortality dan alih

tumbuh/ingrowth.

3) Memperoleh variabel penting dalam penilaian pemulihan tegakan hutan alam setelah

penebangan yang dapat menjelaskan kecenderungan arah perkembangan struktur

tegakan menuju ke arah kondisi tegakan awal sebelum penebangan.

Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi pemutakhiran informasi penting dalam ilmu

pengetahuan kehutanan yang mencakup pemantauan dan penilaian kondisi tegakan hutan

alam setelah penebangan ditinjau dari aspek produktivitas dan ekologi konservasi. Sehingga

dapat teridentifikasi bahan evaluasi pengelolaan hutan alam produksi yang berhubungan

dengan penilaian kemampuan tegakan hutan alam untuk pulih dan menjadi bahan

pertimbangan kebijakan teknis yang diterapkan dalam peningkatan produktivitas hutan alam

berupa teknik silvikultur yang diperlukan dalam rangka pengelolaan hutan alam produksi

lestari. Dan yang tidak kalah penting adalah upaya formulasi untuk redesain plot STREK

kedepan untuk memberikan kajian yang mempunyai nilai novelties bagi ilmu pengetahuan dan

mampu bernilai lebih implementatif bagi kebutuhan pengguna.

Page 22: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

6

2 KEADAAN UMUM LOKASI

2. 1. Risalah Plot STREK

Plot STREK berada dalam kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) hutan

penelitian (HP) Labanan, yang merupakan kawasan hutan untuk tujuan utama penelitian dan

pengembangan (UU No 41 tahun 1999). Pembangunan KHDTK HP Labanan diawali

dengan berdirinya stasiun hutan penelitian Labanan yang semula merupakan areal konsesi

IUPHHKA PT. Inhutani I Unit Labanan. Stasiun hutan penelitian tersebut merupakan hasil

proyek kerja sama antara Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, lembaga The

Centre de Coopération Internationale en Recherce Agronomique poue le Développement(CIRAD-Forét)

Perancis dan PT Inhutani I pada September 1989 yaitu dengan pembangunan plot STREK

(Silvicultural Tehnique for the Regeneration of Logged Over Forest in East Kalimantan). Pada awal

pembangunan hutan penelitian mempunyai luas areal ± 72 ha, beserta luas hutan penyangga

(buffer zone) seluas 700 ha.

Berdasarkan dokumen kesepakatan Konferensi International Tropical Forest Action

Program (TFAT) yang diadakan di Yogyakarta, dengan berakhirnya proyek kerjasama tersebut

pada tahun 1996 maka proyek kerjasama dilanjutkan oleh Berau Forest Manegement Project

(BFMP), Uni Eropa. Sesuai SK. Menteri Kehutanan Nomor: 866/Kpts-X/1999 menyatakan

kerjasama dimulai sejak 1996-2002 dengan kesepakatan Ditjen Pengusahaan Hutan ditunjuk

sebagai executing agency, sedangkan Badan Litbang Kehutanan dan PT. Inhutani I ditunjuk

sebagai participating agencies dalam pengelolaan hutan di Indonesia. Ruang lingkup kegiatan

bukan hanya pada plot STREK tetapi diperluas ke aspek sosial, ekonomi dan ekologi, dengan

luas areal proyek dikembangkan menjadi 147.691 ha. Berdasarkan Peta Penunjukan Kawasan

Hutan dan Perairan Propinsi Kalimantan Timur yang merupakan lampiran Keputusan

Menteri Kehutanan No. 79/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001, kawasan hutan Labanan

berfungsi sebagai Hutan Produksi tetap dan telah dibebani Ijin Usaha Pemungutan Hasil

Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) an. PT. Inhutani I Unit Labanan yang bermitra

kerja dengan Perusahaan Umum Daerah PT. Hutan Sanggam Labanan Lestari.Kerja sama

dengan BFMP berakhir pada bulan Juni 2002, yang kemudian dilanjutkan oleh Berau Forest

Bridging Project (BFBP) hingga Juni 2004. Sejak Juni 2004 hingga sekarang, pengelolaan dan

monitoring plot STREK dilakukan oleh Badan Litbang Kehutanan melalui Balai Besar

Penelitian Dipterokarpa (dulu: Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kalimantan).

Hutan Penelitian Labanan ditunjuk sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus

(KHDTK) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 121/Menhut-

II/2007 tanggal 2 April 2007 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Produksi Tetap seluas ±

7.900 ha di Kabupaten Berau Propinsi Kalimantan Timur. Penataan batas di lapangan telah

Page 23: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

7

dilakukan dan penandatangananBerita Acara Tata Batas dilakukan oleh Panitia Tata Batas

Kawasan Hutan Kabupaten Berau yang tertuang dalam Keputusan Bupati Berau Nomor

407/2007 tanggal 27 Agustus 2007 seluas 7.959,10 ha (sebagaimana Berita Acara Tata Batas

tanggal 25 Agustus 2009). Selanjutnya pemantapan kawasan melalui Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor: SK. 64/Menhut-II/2012 tanggal 3 Februari 2012 tentang Penetapan

Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus untuk Hutan Penelitian Labanan yang terletak di

Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur seluas 7.959,10 Hektar. Pengelolaan KHDTK

HP Labanan diserahkan kepada Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD) sesuai Surat

Keputusan Kepala Badan Litbang Kehutanan Nomor: SK. 90/Kpts/VIII/2007 pada tanggal

25 Mei 2007. Hingga kini, KHDTK HP Labanan merupakan KHDTK terluas yang dimiliki

Badan Litbang dan Inovasi dengan karakteristik hutan tropika basah dengan kondisi

aksesibilitas yang cukup baik.

Gambar 2. Lokasi KHDTK HP Labanan di Kalimantan Timur, Indonesia

Page 24: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

8

2.2. Letak dan Aksesibilitas

Secara geografis, KHDTK HP Labanan terletak antara 117°10'22"-117°15'35" Bujur

Timur dan 1°52'43"-1°57'34" Lintang Utara. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan,

terletak di Desa Labanan dalam wilayah Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur. Di

sebelah utara, barat dan selatan KHDTK HP Labanan berbatasan dengan wilayah konsesi

Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) PT. Hutan Sanggam Labanan Lestari

dan sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kuasa Pertambangan PT. Berau Coal.

Berdasarkan wilayah administrasi Kecamatan, KHDTK HP Labanan terletak di tiga wilayah

kecamatan, yaitu Kecamatan Sambaliung, Teluk Bayur dan Segah. Sedangkan berdasarkan

wilayah Daerah Aliran Sungai, kawasan KHDTK HP Labanan termasuk ke dalam DAS

Berau, Sub DAS Segah.

Kondisi aksesibilitas menuju lokasi berjarak ±51 km dari Tanjung Redeb (ibu kota

Kabupaten Berau). Jarak darat dari kota Samarinda ke Desa Labanan ± 500 km,

dimanamenuju kawasan dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu:

Jalur darat : Samarinda – Labanan ditempuh dalam waktu ±14 jam.

Jalur udara : BandaraTemindung (Samarinda) - Bandara Kalimarau (Tanjung Redeb) –

dilanjutkan jalan darat ke Hutan Penelitian Labanan kurang lebih ± 2 jam.

Gambar 3. Peta Situasi KHDTK HP Labanan

Page 25: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

9

2.3. Iklim dan Hidrologi

Berdasarkan Sistem Klasifikasi Iklim Schmidt dan Ferguson (1951), tipe iklim di

kawasan KHDTK Labanan tergolong tipe iklim B (Q = 14,3 - 33,3%). Berdasarkan data

curah hujan yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi dan Geofisika Bandara Kalimarau (2005),

rataan hujan bulanan berkisar antara 4,9 - 140,1 mm per bulan. Curah hujan tahunannya

adalah rata-rata 2.012 mm, dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan pebruari sebesar

140.1 mm dan terendah pada bulan juni sebesar 4.9 mm. Rata-rata jumlah hari hujan per

tahun mencapai 161 hari atau rata-rata tiap bulan terjadi 13 hari hujan. Jumlah hari hujan di

bawah rata-rata biasanya terjadi pada bulan Mei sampai September (Bertault dan Kadir 1998).

Jeluk hujan bulanan terendah terjadi pada bulan Juni, selanjutnya meningkat pada bulan-bulan

berikutnya. Jeluk hujan tertinggi terjadi pada bulan Pebruari yang merupakan kisaran akhir

musim penghujan dan awal masa pancaroba. Sebagian kecil (4%) kawasan Labanan yaitu

dibagian Selatan memperoleh hujan yang berkisar antara 2.500 - 3.000 mm/tahun (B2PD,

2010).

Suhu udara maksimum tertinggi 35 ˚C pada bulan September dan Nopember dan

terendah 33 ˚C pada bulan Januari, sedangkan suhu udara minimum tertinggi 22 ˚C pada

bulan Mei dan Juni dan minimum terendah 21 ˚C terjadi pada bulan Februari dan Agustus

dengan temperatur rata-rata 26 ºC. Kelembaban nisbi udara rata-rata bulanan umumnya

sebesar 77%. Kelembaban nisbi udara terendah adalah 75% pada bulan September dan

tertinggi 79% pada bulan Nopember dan Desember. Dengan kelembaban tahunan rata-rata

91% dengan kisaran rata-rata bulanan antara 89-95% dan variasi sebesar 6% (Bertault dan

Kadir 1998).

Berdasarkan Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000 dengan penajaman pada kontur dan

morfologi sungai serta Peta RTRW Kabupaten Berau skala 1:50.000, maka dapat

diidentifikasi bahwa di KHDTK Hutan Penelitian Labanan termasuk di dalam wilayah

Daerah Aliran Sungai (DAS) Segah dan DAS Kelay. Adapun anak Sungai Segah yang cukup

besar adalah Sungai Siduung. Sementara itu sungai-sungai yangterdapat dilokasi KHDTK

Hutan Penelitian Labanan dan bermuara ke Sungai Kelay adalah Sungai Tumbit, Sungai But

dan Sungai Bawan (B2PD, 2010).

2.4. Topografi dan Kondisi Tanah

Areal hutan Labanan mempunyai kelerengan dari landai (0-8%) hingga curam (> 45%)

seperti pada Tabel 1. Secara umum mempunyai topografi yang cenderung berbukit dengan

ketinggian areal hingga 500 m dpl.

Page 26: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

10

Tabel 1. Kondisi dan sebaran kelas kelerengan di KHDTK Labanan

No Jenis kelas kelerengan

Keadaan Luas (ha) Persentase (%)

1 0-8% Datar sampai berombak 4 599.05 57.78

2 9-15% Bergelombang 2 729.23 34.29

3 16-25% Bergelombang sampai

berbukit

509.40 6.40

4 26-40% Berbukit terjal 112.36 1.41

5 > 40% Bergunung-gunung 9.06 0. 11

Terdapat dua jenis tanah di KHDTK Labanan, yaitu jenis Dystropepts dan

Tropudults dan termasuk dalam dua formasi geologi, yaitu formasi Birang dan Latih. Batuan

dasar berupa deposit alluvial (mudstone, silstone, sandstone dan gravel) dari batuan induk

Miocene dan Pliocene. Jenis tanah dalam kawasan meliputi Podsolik merah kuning, latosol

dan litosol (B2PD 2012).

Jenis tanah memiliki karakteristik tekstur lempung, lempung liat berpasir sampai

lempung berliat, dengan warna kuning kecoklatan dan struktur gumpal. Tanah ini

berkembang dari bahan induk batu pasir dan batu liat. Pengamatan pada profil tanah pewakil

bahwa jenis ini memiliki horizon penciri B argilik. Reaksi tanah jenis podsolik haplik sangat

masam dengan pH 4-4.5; KTK tanah rendah, kejenuhan basa rendah 12-18% dan bahan

organik rendah sehingga jenis tanah ini memiliki tingkat kesuburan rendah dan peka terhadap

erosi (Bertault dan Kadir 1998). Luasan dan persentase berdasarkan klasifikasi jenis tanah

dan formasi geologi pada KHDTK HP Labanan disajikan pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Jenis tanah dan formasi geologi pada KHDTK HP Labanan

No. Uraian Sub uraian Luas (ha) Persentase (%)

1. Jenis Tanah Dystropepts 5.374,90 67,53

Tropaquepts 2.584,20 32,47

2. Formasi Geologi Birang 1.280,54 16,09

Latih 6.678,56 83,91

2.5. Vegetasi, Satwa dan Penutupan Lahan

Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan pada konsesi hutan Berau menunjukan

bahwa hutan tersebut mempunyai potensi yang cukup besar untuk jenis komersial, terutama

dari famili Dipterocarpaceae, sedangkan kehadiran jenis antar plot pengamatan secara relatif

tidak begitu berbeda. Hal ini disebabkan oleh faktor kemampuan jenis tersebut untuk

mengembangbiakan diri, kondisi habitat, waktu serta faktor pembatas (limiting factor) lainnya.

Page 27: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

11

Selain dari famili Dipterocarpaceae, jenis dominan antara lain Sapotaceae, Meliaceae, Moraceae,

Ebenaceae, Sapindaceae dan Leguminaceae (Bertault dan Kadir 1998).

Kondisi penutupan lahan pada areal hutan Labanan berupa hutan hujan tropika

dataran rendah yang dicirikan oleh famili Dipterocarpaceae yang didominasi jenis Shorea,

Dipterocarpus dan Vatica pada virgin forest (hutan primer). Famili lain yang banyak dijumpai

adalah Euphorbiaceae. Jenis-jenis pohon lindung antara lain Tengkawang (Shorea pinanga), Ulin

(Eusideroxylon zwagerii), Bangeris (Compasia excelsa), Jelutung (Dyera costulata) dan Durian (Durio

sp). Daerah lahan basah berupa hutan rawa hanya terdapat di sepnajang sungai Segah dan

Kelai sebagaian sungai Siduung. Daerah ini didominasi oleh jenis Perupuk (Lophopetalum sp)

dan Meranti rawa (Saridan dan Susanty 2005).

Jenis satwa yang masih dijumpai di kawasan KHDTK Hutan Penelitian Labanan

antara lain: Rusa (Cervus sp), Babi hutan (Sus barbatus), Burung Enggang (Buceros rhinoceros),

Burung Kwau (Argusianus argus), Burung Merak (Pawo Mutiacus) dan lainnya (B2PD, 2010)

Hasil interpretasi citra Landsat OLI 8 tahun 2014, tutupan lahan dapat dikategorikan

menjadi 4 kelas yaitu: kerapatan tinggi, kerapatan sedang, belukar dan lahan terbuka.

Dinamika perubahan kondisi dan sebaran tutupan lahan pada tahun 2014 (Susanty et al. 2015)

disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3. Kondisi dan sebaran tutupan lahan di KHDTK HP Labanan tahun 2014

No. Jenis Tutupan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

1. Belukar 165.0 2.1

2. Hutan Rawa 23.7 0.3

3. Hutan Sekunder Kerapatan Sedang 7742.0 97.3

4. Lahan Terbuka 3.7 0.0

5. Rawa 9.9 0.1

6. Semak/Alang-alang 13.6 0.2

Total 7959.1 100

2.6. Kondisi Sosial dan Ekonomi

Sebagian besar penduduk desa di sekitar hutan Labanan adalah warga transmigrasi

yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara

Barat dan masyarakat dayak lokal. Mata pencaharian umumnya bagi penduduk adalah bertani

(berladang berpindah), tetapi pemanfaatan lahan masih sangat rendah. Hal ini disebabkan

kurangnya kesuburan tanah sehingga setelah digarap pada tahun pertama sampai tahun ketiga,

hasilnya tidak mencapai seperti yang diharapkan. Akibatnya lahan yang ditinggalkan menjadi

lahan tidur, yang ditumbuhi oleh alang-alang dan semak (B2PD 2012). Selain kegiatan bertani

Page 28: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

12

atau berladang, masyarakat masih menyandarkan hidupnya pada hutan untuk diambil

manfaatnya baik kayu maupun non kayu, serta adanya usaha peternakan.

Tabel 4. Persentase penggunaan lahan oleh masyarakat sekitar Labanan

No. Penggunaan Lahan Persentase (%)

1. Padi sawah 15

2. Palawija 12

3. Padi ladang 21

4. Sayuran 10

5. Lahan tidur 42

2.7. Sarana dan Prasarana

Fasilitas yang memadai di lapangan untuk menunjang penelitian sangat diperlukan

mengingat lokasi KHDTK Labanan yang cukup jauh dari Tanjung Redeb (Ibukota

Kabupaten Berau). Fasilitas penelitian yang berada dekat dengan kawasan penelitian akan

membuat kegiatan penelitian berjalan lebih efektif dan efisien. Penyediaan dan peningkatan

sarana dan prasarana dalam rangka pengelolaan KHDTK HP Labanan yang optimal meliputi:

kantor penghubung di Tanjung redeb, koleksi herbarium, mess/rumah singgah, persemaian,

kendaraan bermotor (roda 2 dan 4) dan pemeliharaan jalan untuk kemudahan aksesibilitas

kegiatan penelitian.

Page 29: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

13

3 . DESAIN PLOT DAN KARAKTERISTIK DA TA

3.1. Desain Plot STREK

Pembangunan Plot STREK berada dalam kawasan hutan produksi sehingga desain

awal berada dalam blok Rencana Karya Lima tahunan (RKL) unit pengusahaan hutan.

Desain plot STREK berada dalam dua kegiatan utama yang terbagi dalam lokasi RKL–1

dengan total luas areal unit pengukuran 24 ha dan RKL-4 dengan total luas 48 ha.

Pembangunan plot STREK sebagai petak ukur permanen yang dipantau secara periodik

setiap 2 tahun, mempunyai tujuan awal yaitu untuk pengetahuan uji coba teknik silvikultur

dalam memperbaiki struktur tegakan hutan untuk mencapai produktivitas hutan yang lestari.

Pembangunan plot permanen dilakukan pada dua areal yang berbeda dengan 2 seri perlakuan,

yaitu uji coba teknik penebangan yang berbeda (kondisi awal berupa kawasan hutan

primer/RKL-4) dan uji coba teknik pembebasan yang berbeda (kondisi awal merupakan areal

bekas tebangan berumur 11 tahun/RKL-1).

Desain penelitian pada RKL-1, bertujuan untuk peningkatan pertumbuhan kelompok

jenis Dipterocarpaceae dan jenis kayu komersial lainnya melalui mengurangi kompetisi antara

jenis komersial dan non komersial. Metode pembebasan yaitu menghilangkan/membuang

jenis non komersial dengan teknik peracunan untuk mengurangi kerusakan akibat tebangan.

Ketentuan dasar dalam melakukan pembebasan adalah bidang dasar yang dibuang kurang

lebih 35 % dari total bidang dasar/ha dengan pertimbangan nilai keanekaragaman hayati yang

dimiliki tegakan hutan. Pertimbangan yang tidak kalah penting adalah perlakuan yang

diterapkan dapat dengan mudah diterapkan pada areal yang luas. Risalah areal pada plot

permanen STREK RKL-1 adalah merupakan areal bekas tebangan berumur 11 tahun yang

kemudian dibangun plot permanen penelitian dengan kelompok perlakuan sebagai berikut :

a) Pembebasan tegakan secara sistematis (PS) yang dilakukan pada semua pohon non

komersial berdiameter ≥20 cm dengan dilakukan peracunan menggunakan

Garlon/DMA. Rata-rata tegakan yang dimatikan tidak lebih dari 35% total luas bidang

dasar.

b) Pembebasan berdasarkan persaingan tajuk terhadap pohon binaan (PPB) adalah

mematikan pohon jenis non komersial yang berdiameter ≥20 cm, yang merupakan

penyaing di sekitar pohon jenis komersial (radius ±10 m). Sedangkan pohon non

komersial berdiameter ≥40 cm dipertahankan. Pembebasan dilakukan dengan

peracunan menggunakan Garlon/DMA dengan maksimal 35% dari total luas bidang

dasar.

c) Plot tanpa perlakuan (kontrol).

Page 30: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

14

Gambar 4. Distribusi Plot pada RKL-1 Plot STREK di Labanan

Desain penelitian pada RKL-4, bertujuan untuk membandingkan tingkat kerusakan

yang terjadi akibat teknik penebangan konvensional dan pemanenan ramah lingkungan

terhadap tegakan dan lingkungan hutan serta menilai penerapan teknik pemanenan ramah

lingkungan dalam skala operasional. Ketentuan dasar dalam desain penelitian ini adalah

pemanenan konvensional didasarkan pada pengalaman operator lapangan sedangkan

pemanenan ramah lingkungan didasarkan pada prinsip perencanaan jalan sarad, dan

pengawasan arah rebah dalam penebangan. Risalah areal plot permanen STREK RKL-4

adalah kondisi awal berupa hutan primer yang kemudian dibangun plot permanen dengan

perlakuan sebagai berikut:

a) Penebangan dengan teknik ramah lingkungan (Reduced Impact Logging) (RIL 50): yaitu

pemungutan kayu dengan limit diameter 50 cm, dengan meminimalkan kerusakan pada

tegakan tinggal berupa perencanaan pembuatan peta posisi pohon dan jalan sarad serta

dilakukan pengawasan penebangan.

b) Penebangan dengan teknik ramah lingkungan (Reduced Impact Logging) (RIL 60): yaitu

pemungutan kayu dengan limit diameter 60 cm, dengan meminimalkan kerusakan pada

tegakan tinggal berupa perencanaan pembuatan peta posisi pohon dan jalan sarad serta

dilakukan pengawasan penebangan.

c) Penebangan konvensional (CNV): yaitu kegiatan penebangan dengan limit diameter 60

cm berdasarkan pengalaman para penebang.

d) Hutan primer (kontrol).

Page 31: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

15

Gambar 5. Distribusi Plot pada RKL-4 Plot STREK di Labanan

Tabel 5. Risalah Perlakuan Plot STREK

Plot STREK

No. Plot Perlakuan

RKL-4 2, 3, 12 5, 6, 7 8, 9, 11 1, 4, 10

RIL 50 : Reduced Impact Logging dengan limit diameter 50 cm RIL 60 : Reduced Impact Logging dengan limit diameter 60 cm CNV : Penebangan konvensional dengan limit diameter 60 cm HP : Hutan primer (kontrol)

RKL-1 1, 6 2, 3 4, 5

PS : Pembebasan sistematis PPB : Pembebasan berbasis pohon binaan CTR : Tanpa perlakuan (kontrol)

Desain plot penelitian yang dibangun pada tahun 1989/1990, mempunyai bentuk dan

ukuran yang sama. Tiap plot berukuran 200 m x 200 m (4 ha) yang terbagi dalam 4 subplot

dengan ukuran 100 m x 100 m (1 ha) yang disebut dengan square. Plot penelitian STREK

mencakup 7 variasi kondisi hutan alam dengan total 18 plot dan total luas unit pengukuran

adalah 72 ha.

Page 32: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

16

Keterangan: Plot permanen berukuran 200 m x 200 m (4 ha) yang terbagi dalam sub

plot 100 m x 100 m (1 ha) dengan sub subplot berukuran 10 m x 10 m

Gambar 6. Desain plot penelitian permanen STREK

3.2. Struktur dan Organisasi Data

Pengumpulan data tegakan dilakukan berdasarkan kegiatan inventarisasi tegakan di

lapangan yang dilakukan secara sensus dalam plot penelitian untuk semua jenis pohon dengan

limit diameter 10 cm. Data yang dikumpulkan terbagi dalam dua bagian utama yaitu :

(a) Tegakan tinggal meliputi data: nomor plot, nomor square, nomor pohon, nama jenis

pohon, keliling batang (setinggi dada 1.3 m atau 20 cm di atas banir), posisi dan bentuk

tajuk (Dawkins 1959) serta kondisi pohon jika mati;

(b) Tegakan/pohon alih tumbuh (ingrowth) meliputi data: nomor plot, nomor square, nomor

pohon, nama jenis pohon, keliling batang (setinggi dada 1.3 m atau 20 cm di atas banir),

posisi dan bentuk tajuk (Dawkins 1959) serta posisi pohon dalam plot (x,y)

Monitoring dan pengukuran dilaksanakan secara periodik tiap dua tahun. Semua data

yang dikumpulkan dari lapangan dicatat dan dikelola dengan baik. Manajemen database

dimulai dari pengumpulan data dan informasi, pencatatan, dan disusun dalam bentuk file.

Sebelum data dianalisis, data perlu dicek tingkat akurasi dan validitasnya. Organisasi database

menggunakan program Visual FoxPro (Vfp), dengan mencakup tiga file utama untuk

menyimpan data yaitu :

File yang pertama disebut SPECIE, memuat daftar jenis pohon yang diidentifikasi dalam

plot, termasuk pendugaan volumenya;

200 m

Plot_ID: Tanggal:

Patok 5

Patok 0/20

Patok 10

Patok 15

Jalu

r 1

Jalu

r 2

Jalu

r 3

Jalu

r 4

Jalu

r 5

UTARA

PU 1

Cara Pengisian:

Isi data helling masing -masing sisi PU

(sisi x dan sisi y) dari setiap PU yang

bersangkutan dalam persen(%) dan

arah perubahan hellingnya , yaitu

positif(+) atau negatif(-)

Contoh : PU 1 --> Sisi x= 25 (+) dan

Sisi Y=10 (-)

PU 2

PU 3

PU 4

PU 5 PU 6

PU 7

PU 8

PU 9

PU 10 PU 11

PU 12

PU 13

PU 14

PU 15 PU 16

PU 17

PU 18

PU 19

PU 20 PU 21

PU 22

PU 23

PU 24

PU 25

Sisi -X

Sis

i -Y

10 (-)

25(+)

100 m

Page 33: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

17

File yang kedua disebut SITREE_P (File permanen) mencatat nama jenis dan koordinat

pohon pada masing-masing square. Setiap plot mempunyai File permanen yang

berbeda.

File yang ketiga disebut SITREE_D (File dinamis), mencatat semua peubah yang

dikumpulkan selama pengukuran. Termasuk data keliling, kematian, ingrowth, posisi dan

bentuk tajuk.

3.3. Karakteristik Data

Hingga kini, telah tercatat dalam database STREK 49.959 pohon dengan diameter 10

cm keatas (meliputi 35.830 pohon hidup dan 14.129 pohon mati), dengan komposisi 671

spesies dalam 71 famili. Database ini salah satu data yang terlengkap dan yang terbesar serta

terpanjang periode pengukurannya di Indonesia. Oleh karena itu plot STREK tersebut

merupakan salah satu plot terbaik di dunia dengan ketersediaan data yang baik.

Berdasarkan klasifikasi kelompok jenis yang dicirikan oleh pola pertumbuhan dari

hasil kajian pada proyek STREK (Bertault et al. 1996), maka identifikasi jenis dapat

dikelompokkan menjadi 7 kelompok jenis sebagai berikut :

Tabel 6. Pengelompokkan jenis dalam plot STREK

No. Kelompok Jenis

Jumlah Jenis

Jenis

1 Meranti 33 Shorea pauciflora, Shorea semicuneata, Shorea smithiana, , Shorea symingtonii, Shorea xanthophylla, Shorea almon, Shorea angustifolia, Shorea faguetiana, Shorea hopeifolia, Shorea johorensis, Shorea lamellate, Shorea leprosula, etc.

2 Fast growing other

dipterocarps

13 Dryobalanops beccarii, Dryobalanops lanceolata, Hopea bracteata, Hopea cernua, Hopea dryobalanoides, Hopea mengarawan, Hopea nervosa, Hopea sangal, etc.

3 Slow growing other

dipterocarps

48 Anisoptera laevis, Cotylelobium melanoxylon, Dipterocarpus acutangulus, Dipterocarpus confertus, Dipterocarpus tempehes, Dipterocarpus verrucosus, Parashorea malaanonan, Parashorea smythiesii, Vatica nitens, Vatica rassak, etc

4 Non-dipterocarp

major commercials

34 Agathis borneensis, Eusideroxylon zwageri, Gluta renghas, Gluta wallichii, Intsia sp, Lophopetalum beccarianum, Lophopetalum javanicum, Madhuca borneensis, Madhuca valida, Palaquium beccarianum, Palaquium calophyllum, etc

Page 34: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

18

Tabel 6. Pengelompokkan jenis dalam plot STREK (Lanjutan)

5 Non-dipterocarp

minor commercials

55 Anthocephalus chinensis, Beilschmiedia argentea, Beilschmiedia dictyoneura, Calophyllum inophyllum, Canarium caudatum, Cinnamomum sp, Costanopsis fulva, Diospyros endertii, Diospyros ferruginescens, Diospyros frutescens, Litsea sp, Mezzettia leptopoda etc.

6 Protected 34 Artocarpus odoratissimus, Artocarpus sp, Artocarpus tamaran, Bombacaceae, Durio acutifolius, Dyera costulata, Dyera sp, Koompassia excelsa, Koompassia malaccensis, Nephelium cuspidatum, Nephelium maingayi, etc.

7 Non-commercials /unknown/

others

454 Adinandra borneensis, Aglaia eximia, Aglaia odoratissima, Aglaia polyandra, Aglaia sapindina, Aglaia shawiana, Irvingia sp, Ixora sp, Kailodepas sp, Kayea bornensis, Knema cinerea, Vitex pubescens, etc.

Pengukuran secara periodik pada setiap plot pada RKL-4 telah dilakukan sebanyak

11 kali pada setiap tahun genap yaitu 1990 (kondisi hutan primer), 1992 (1 tahun setelah

penebangan), 1994 (3 tahun setelah penebangan), 1996 (5 tahun setelah penebangan), 1998

(7 tahun setelah penebangan), 2000 (9 tahun setelah penebangan), 2002 (11 tahun setelah

penebangan), 2004 (13 tahun setelah penebangan), 2006 (15 tahun setelah penebangan), 2008

(17 tahun setelah penebangan) dan 2014 (23 tahun setelah penebangan). Sedangkan pada

plot RKL-1 telah dilakukan sebanyak 10 kali yaitu pada setiap tahun ganjil yaitu 1991 (kondisi

awal tegakan 11 tahun setelah penebangan), 1993 (1 tahun setelah pembebasan), 1995 (3

tahun setelah pembebasan), 1997 (5 tahun setelah pembebasan), 1999 (7 tahun setelah

pembebasan), 2001 (9 tahun setelah pembebasan), 2003 (11 tahun setelah pembebasan), 2005

(13 tahun setelah pembebasan), 2007 (15 tahun setelah pembebasan) dan 2015 (23 tahun

setelah pembebasan).

Page 35: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

19

4 PENDEKATAN DAN KOMPO NEN ANALISIS

4.1. Pendekatan Analisis Status Riset

Secara umum penyusunan status riset plot STREK disusun berdasarkan hasil analisis

data yang mencakup komponen karakteristik biometrik tegakan hutan alam setelah

penebangan dalam rangka penilaian pemulihan tegakan hutan, seperti disajikan pada bagan

berikut.

Gambar 7. Pendekatan Analisis Status Riset Plot STREK

Plot STREK

Hutan PrimerTeknik Penebangan

yang Berbeda

Teknik Pembebasan yang

Berbeda

RKL-4 RKL-1

Pengukuran periodik dan time series

Analisis Tegakan

Dimensi Statis Dimensi Dinamis

- Indek Nilai Penting Jenis

- Indeks Keanekaragaman

- Indeks Kekayaan

- Indeks Kemerataan

- Indeks Kesamaan

- Pola Distribusi Spasial Jenis

- Kerapatan (n.ha-1

)

- Bidang dasar (m2.ha

-1)

- Riap Periodik Individu & Tegakan

- Tingkat Mortalitas

- Tingkat Ingrowth

A N A L I S I S

Formulasi Penilaian Pemulihan Hutan Setelah Penebangan

(Keragaan Karakteristik Biometrik)

KHDTK Labanan

Page 36: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

20

Perangkat analisis data dilakukan dengan menggunakan program spreadsheet, Visual

FoxPro 6.0, MATLAB ver 7.7 dan SPSS Ver10. Variasi kondisi hutan alam yang dianalisis

meliputi hutan bekas penebangan (HBT), hutan bekas pembebasan (HBP/P) dan hutan

primer (HP). Pengolahan data awal dilakukan dengan mengelompokkan jenis kedalam

kelompok Dipterocarpaceae (pada beberapa analisis dibagi dalam kelompok jenis Shorea sp.

dan Dipterocarpaceae non Shorea) dan non Dipterocarpaceae, menggunakan beberapa rumus

dasar perhitungan berikut:

1) Kerapatan (density) tegakan tinggal dengan limit diameter 10 cm (per plot)

Kerapatan (phn/ha) = plot Luas

pohonJumlah

2) Diameter (d), diperoleh dari konversi keliling sebagai berikut:

d = Kllg / dimana: d = diameter pohon (cm)

Kllg = keliling pohon (cm)

= konstanta (3.1415) 3) Bidang dasar (BD), diperoleh dari persamaan luas lingkaran sebagai berikut:

BD = ¼ . . d2 dimana: BD = bidang dasar pohon (cm2)

d = diameter pohon

= konstanta (3.1415)

4.2. Model Struktur Tegakan

Metode penyusunan model struktur tegakan meliputi pemeriksaan data (data

exploratory), pemilihan model (model selection), pengujian keabsahan (model validation) dan

penerapan model (Suhendang 1985). Model famili sebaran yang dicobakan meliputi famili

sebaran eksponensial, gamma, lognormal dan weibull.

a) Pemilihan model

Pemilihan famili sebaran yang dianggap terbaik untuk kelompok jenis yang diuji

dilakukan dengan prosedur cara kemungkinan maksimum. Tiga tahapan dalam pemilihan

model yaitu: pendugaan titik bagi parameter famili sebaran, penentuan nilai fungsi

kemungkinan maksimum dan penentuan model yang terpilih, yaitu dengan memilih model

famili sebaran yang memiliki nilai fungsi kemungkinan tertinggi diantara famili sebaran yang

dicobakan, dilakukan dengan menggunakan prosedur pembentukan model struktur tegakan

seperti yang dilakukan oleh Suhendang (1985) dalam membuat struktur tegakan hutan alam

tropika di Bengkunat, sebagai berikut :

i) Famili Sebaran Eksponensial

Bentuk :

𝑓(𝑥) = (1

𝜃) 𝑒𝑥𝑝 − (𝑥/𝜃) 𝐼(0,~)(𝑥)

Pendugaan titik parameter :

Page 37: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

21

n

ii=1

μ̂ = 1 n ln x

1 22n

ii=1

δ̂ = 1 n ln x -μ

n

i

i=1

ˆ 1θ = x = xn

Fungsi Kemungkinan maksimumnya adalah : Log L = -n log (e)

ii) Famili Sebaran Gamma

Bentuk :

𝑓(𝑥) =𝑥𝛼−1exp (−𝑥

𝛽⁄ )

𝛽𝛼 Γ(𝛼) 𝐼(0,~)(𝑥)

Pendugaan titik parameter dan :

(1/Y) (0,5000876 + 0,164885Y – 0,0544274Y2);

untuk 0 < Y 0,5772 (1/Y) (17,79728 + 11,968477Y + Y2)-1

(8,898919 + 9,05995Y + 0,9775373Y2);

untuk 0,5772 < Y 17 dimana :

nx n

ii=1Y = ln 1nn

xii=1

ˆ ˆβ = x α

Fungsi Kemungkinan maksimumnya adalah :

n n

i=1 i=1

αLog L = - n log β Γ α + α-1 log x - x / β log ei i

iii) Famili Sebaran Lognormal

Bentuk :

𝑓(𝑥) = (1/(𝑥𝛿√2𝜋)𝑒𝑥𝑝 [−1/2 (𝑙𝑛𝑥−𝜇

𝛿)

2] 𝐼(0,~)𝑥

Pendugaan titik parameter dan : dan

Fungsi kemungkinan maksimumnya adalah :

(i) Famili Sebaran Weibull

Bentuk :

α̂ =

2n n

ii=1 i=1

ln xi-μlog L = - n log δ 2π - log x - 1/2 log e

δ

Page 38: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

22

𝑓(𝑥) = (𝛾

𝛼) (

𝑥

𝛼)

𝛾−1

𝑒𝑥𝑝 [− (𝑥

𝛼)] 𝛾 𝐼(0,~)(𝑥)

Pendugaan titik parameter dan adalah :

n

ii=1

ˆ1 γγ

α̂ = 1 n x

dan

i

n n n

i i ii=1 i=1 i=1

γ̂ = x ln x x - 1 n ln x

Fungsi kemungkinan maksimumnya adalah:

n n

γ γi i

i=1 i=1log L = n log γ α + γ-1 log x - n γ-1 log α - 1 α x log e

Setelah keempat model tersebut dicoba, dilakukan pemilihan model dengan prosedur

sebagai berikut: suatu model acak X1, X2, ………, Xn, yang diduga menyebar berdasarkan

famili ke i (fi), dengan ciri fungsi kemungkinan maksimum L (fi ; X), maka prosedur pemilihan

modelnya adalah dengan cara:

= maksimum (ln L (fi ; X)), i = 1, 2, 3, 4

maka X ~ Fj

maksimum (ln L (fi ; X)), i = 1, 2, 3, 4

maka X ~ selain Fj

dimana Fj adalah famili sebaran ke j

Apabila setiap satuan percobaan (petak contoh) telah diperoleh famili sebarannya,

maka selanjutnya dilihat kecenderungannya dalam menerima famili sebaran lainnya. Prosedur

ini diterapkan untuk setiap kelompok jenis yang diteliti. Famili sebaran yang terbaik adalah

famili yang memiliki nilai fungsi kemungkinan maksimum tertinggi. Jika ditemukan kasus

mayoritas satuan percobaan cenderung menerima famili sebaran ke m, sedangkan satuan

percobaan yang lain menerima famili sebaran ke (m+1), maka permasalahan ini dapat

diputuskan melalui nilai fungsi kemungkinan maksimumnya. Misalnya famili sebaran yang

terpilih adalah famili sebaran ke (m+1), sedangkan famili sebaran ke m memiliki nilai fungsi

kemungkinan maksimum kedua terbesar yang selisihnya dengan nilai fungsi kemungkinan

maksimum tertinggi sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Dengan demikian famili sebaran

ke m dapat diterima sebagai famili sebaran terbaik. Apabila persyaratan ini tidak terpenuhi,

maka famili sebaran yang terpilih tetap adalah famili sebaran yang memiliki nilai fungsi

kemungkinan maksimum tertinggi.

b) Pengujian Keabsahan Model

Prosedur pengujian tingkat keabsahan model famili sebaran, dicobakan untuk seluruh

setiap kelompok jenis pohon yang diikutsertakan dalam penelitian ini dengan berdasarkan

ln L(fi ; X)

Page 39: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

23

data yang diperoleh dari petak ukur gabungan dari setiap petak contoh. Suatu model dianggap

memiliki tingkat keabsahan yang tinggi jika cukup fakta adanya konsistensi penerimaan model

tersebut, yaitu jika ia diterima oleh lebih dari 60% anggota populasi yang diselidiki untuk

kelompok jenis pohon yang sama.

c) Penerapan Model

Berdasarkan model yang terpilih kemudian diterapkan untuk menentukan kerapatan

tegakan dan luas bidang dasar tegakan.

1) Penentuan kerapatan tegakan

Jika N adalah total jumlah pohon per hektar, f(x) adalah fungsi kepekatan model

sebaran terpilih, x adalah diameter pohon (cm), maka jumlah pohon per hektar dalam

kelas diameter ke-i (Ni) dengan xi adalah nilai tengah kelas diameter ke-i

diformulasikan sebagai berikut :

2

-2

( ) i

i

kx

kix

N f x dx

pohon per hektar

dimana k = selang kelas diameter

2) Penentuan luas bidang dasar tegakan

Jika Ni adalah jumlah pohon dalam kelas diameter ke-i, yang dihitung dengan

menggunakan model sebaran terpilih, xi adalah titik tengah kelas diameter ke-i, maka

luas bidang dasar tegakan kelas diameter ke-i diformulasikan sebagai berikut:

2 4

i i iG x N

m2/ha

Penilaian karakteristik tegakan tinggal dilakukan dengan membandingkan variasi

kondisi hutan dengan menggunakan uji beda nilai rataan (uji t) dan analisis regresi.

Persamaan regresi yang dicobakan adalah persamaan linear, polinomial, eksponensial dan

logaritma.

Y = α + βX (Linear)

Y = α + β1X + β2X2 (Polinomial/kuadratik pangkat 2)

Y = α + β1X + β2X2 + β3X

3 (Polinomial/kuadratik pangkat 3)

Y = αе βX (Eksponensial)

Y = α + β logX (Logaritma)

Pemilihan model yang paling sesuai dilakukan dengan diagram scatter technique

berdasarkan nilai koefisien korelasi (r) dan koefisien determinasi (R2) tertinggi dan nilai

standar eror (SE) terkecil (Steel dan Torrie 1995).

Page 40: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

24

4.3. Mortalitas dan Ingrowth

Perhitungan tingkat kematian (mortalitas) dan alih tumbuh (ingrowth) pada tegakan

hutan bekas tebangan (HBT) dilakukan setiap periode pengukuran 2 tahun berdasarkan

jumlah batang per satuan luas dan persentase terhadap kerapatan tegakan total.

1) Mortalitas

Mortalitas (kematian) adalah banyaknya pohon yang mati pada satuan luas per hektar

dalam periode waktu tertentu (2 tahun).

)(iM = t

tM i

dimana:

M(i) = Mortalitas (pohon ha-1 2tahun-1) M(i)t = jumlah pohon yang mati pada selang waktu pengukuran

(pohon ha-1) t = selang waktu pengukuran (2 tahun)

Laju mortalitas menunjukkan persentase kematian yang terjadi pada satuan luas tertentu

dalam periode waktu tertentu (% ha-1 2th-1)

Mr(i) = M(i)/Nt x 100%

dimana:

Mr(i) = Laju mortalitas (% ha-1 2tahun-1)

M(i) = Mortalitas (pohon ha-1 2tahun-1)

Nt = Kerapatan tegakan awal pengukuran

2) Ingrowth

Ingrowth didefinisikan sebagai besarnya pertambahan pohon per hektar pada kelas

diameter terkecil pengukuran selama periode waktu tertentu (2 tahun).

)(iI = t

tI i

dimana:

I(i) = ingrowth (pohon ha-1 2tahun-1) I(i)t = jumlah pohon yang masuk dalam kelas diameter terkecil

pada selang waktu pengukuran (pohon ha-1)

t = selang waktu pengukuran (2 tahun)

Laju ingrowth menunjukkan persentase alih tumbuh tegakan yang terjadi pada satuan luas

tertentu dalam periode waktu tertentu (% ha-1 2tahun-1)

Ir(i) = I(i)/Nt x 100%

dimana:

Ir(i) = Laju ingrowth (% ha-1 2th-1)

I(i) = Ingrowth (pohon ha-1 2th-1)

Nt = Kerapatan tegakan awal pengukuran

Page 41: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

25

Korelasi antar variable tegakan dan waktu pemulihan baik terhadap mortalitas maupun

ingrowth dilakukan dengan analisis regresi dengan diagram scatter technique (Steel dan Torrie

1995).

4.4. Riap Individu dan Tegakan

Perhitungan riap periodik (periodik annual increment/PAI) adalah

pertumbuhan/pertambahan dimensi pohon setiap periode 2 tahun, dengan pendekatan

rumus perhitungan (Loetsch et al. 1973; Husch et al. 2003) berikut:

PAI = Dimensi kumulatif periodik selama n tahun

n tahun

Perhitungan riap individu tegakan berdasarkan riap diameter rataan (cm 2th-1) dalam

kelompok jenis Dipterocarpaceae (terbagi dalam kelompok jenis Shorea spp dan Dipterocarpaceae

non Shorea), non Dipterocarpaceae dan semua jenis pada masing-masing kondisi tegakan hutan

setelah penebangan dan setelah pembebasan, berdasarkan selisih 2 pengukuran dimensi

diameter dengan periode pengukuran 2 tahun dengan persamaan berikut:

rdi = do – di

dimana: rdi = riap diameter pohon (cm 2th-1)

do = diameter pengukuran awal (cm)

di = diameter pengukuran berikutnya/setiap 2 tahun (cm)

Perhitungan riap tegakan berdasarkan riap bidang dasar tegakan (m2 ha-1 2th-1) dalam

kelompok jenis Dipterocarpaceae (terbagi dalam kelompok jenis Shorea spp dan Dipterocarpaceae

non Shorea), non Dipterocarpaceae dan semua jenis pada masing-masing kondisi tegakan hutan

hutan setelah penebangan dan setelah pembebasan, berdasarkan selisih 2 pengukuran dimensi

luas bidang dasar tegakan dengan periode pengukuran 2 tahun dengan persamaan berikut:

rBDi = bdo – bdi

dimana: rBDi = riap bidang dasar tegakan (m2 ha-1 2th-1)

bdo = bidang dasar tegakan pengukuran awal (m2 ha-1)

bdi = bidang dasar tegakan pengukuran berikutnya/setiap

2 tahun (m2 ha-1)

Analisis data tegakan dilakukan dengan menggunakan program spreadsheet untuk

masing-masing kelompok jenis. Penilaian riap individu dan riap tegakan dikelompokkan

dalam kelompok hutan bekas tebangan dengan teknik yang berbeda dan hutan bekas

tebangan dengan teknik pembebasan yang berbeda dengan menggunakan analisis varians

(anova). Persamaan riap disusun berdasarkan analisis regresi hubungan jangka waktu

pengukuran terhadap masing-masing riap dengan analisis regresi dengan metode diagram

scatter technique (Steel dan Torrie 1995).

Page 42: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

26

4.5. Analisis Kuantitatif Ekologis

1) Indeks Nilai Penting Jenis (Species Important Value Index)

Komposisi floristik dan jenis-jenis yang dominan dihitung berdasarkan analisis Indeks

Nilai Penting (INP). INP adalah nilai penjumlahan dari Kerapatan Relatif (KR),

Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR), dengan menggunakan rumus

dikemukakan oleh Mueller-Dombois dan Ellenberg (1974) yang dijabarkan sebagai

berikut:

IN DE KS N ILA I PEN TIN G ( IN P ) = KR + FR + DR

dimana:

KR = 𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠

𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠× 100%

FR = 𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠

𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠× 100%

DR = 𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠

𝐷𝑜𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠× 100%

2) Indeks Keanekaragaman Jenis (Species Heterogenity Index)

Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis (H) dari suatu komunitas tegakan ditentukan dengan

menggunakan rumus Shanon dan Wiener dalam Krebs (1989) berikut:

H ’ =

N

ni

N

nin

i

log1

dimana:

H’ = Indeks keanekaragaman jenis

ni = Jumlah individu jenis ke-i

N = Jumlah individu seluruh jenis

Selanjutnya dihitung jumlah kelimpahan species dengan rumus berikut:

N 1 = E H ’

dimana:

N1 = Jumlah kelimpahan species

e = 2.71828

H’ = Indeks keanekaragaman jenis

Dengan membandingkan nilai-nilai indeks keanekaragaman jenis dari suatu vegetasi

hutan dapat diketahui tingkat stabilitasnya, dimana nilai indeks keanekaragaman jenis yang

lebih tinggi menunjukan tingkat stabilitas yang lebih tinggi pula pada vegetasi hutan tersebut.

Page 43: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

27

3) Indeks Kekayaan Jenis (Richness) Margallef (R1)

Perhitungan Indeks kekayaan jenis dilakukan untuk menggambarkan kelimpahan jenis

dalam suatu komunitas yang ditentukan melalui persamaan (Magurran 1988) berikut:

R 1 = 𝑺−𝟏

𝑳𝒏(𝒏)

dimana: R1 = Indeks Margallef S = Jumlah jenis n = Jumlah individu seluruh jenis

Kriteria kekayaan jenis adalah tinggi jika R1 > 5.0, sedang jika R1 berkisar antara 3.5 –

5.0 dan rendah jika R1 < 3.5 (Magurran 1988).

4) Indeks Kemerataan Jenis (Evenness) Pielou J’

Indeks kemerataan jenis menunjukkan tingkat kemerataan jumlah individu per

jenis/species dalam suatu komunitas, menggunakan rumus (Magurran 1988) berikut:

E = 𝐻′

𝐿𝑛 (𝑆)

dimana: E = Indeks kemerataan H’= Indeks keanekaragaman S = Jumlah jenis

Makin besar nilai E maka komposisi jenis makin merata (tidak dominan pada satu jenis

tertentu). Kriteria kemerataan jenis adalah: tinggi jika nilai E > 0.6, sedang jika nilai E

berkisar antara 0.3-0.6 dan rendah jika nilai E < 0.3 (Magurran 1988).

5) Indeks Kesamaan Komunitas (Similarity Index)

Untuk mengetahui indeks kesamaan komunitas menggunakan rumus Sorensen dalam

Mueller-Dumbois dan Ellenberg (1974) berikut:

IS = %100

2x

ba

w

dimana: IS = Indeks kesamaan komunitas

w = Nilai kuantitatif yang dari jenis yang sama dalam dua komunitas a dan b a = Nilai kuantitatif pada komunitas a b = Nilai kuantitatif pada komunitas b

Page 44: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

28

Nilai kuantitatif yang digunakan adalah nilai kerapatan jumlah pohon dan luas bidang

dasar tegakan.

6) Pola Sebaran Spasial

Untuk mengetahui pola sebaran spasial kelompok jenis (Dipterocarpaceae dan non

Dipterocarpaceae) digunakan Indeks Morishita (Id) dalam Krebs (1989) dengan persamaan

sebagai berikut:

Id =

x2

x

x2xn

dimana:

Id = Indeks Morisita

n = Jumlah total sampel

x = Jumlah individu pada sampel ke-i

Selanjutnya dilakukan standarisasi Indeks Morishita (Ip) dengan rumus (Smith-Gill 1975

dalam Krebs 1989) sebagai berikut:

a) Menentukan Indeks Seragam (Uniform Indeks = Mu) dan Indeks Kelompok (Clumped

Indeks = Mc) dengan persamaan sebagai berikut:

Mu = 1

2

975.

i

i

x

xn

Mc = 1

2

025.

i

i

x

xn

dimana:

= Chi Square dua arah dengan selang kepercayaan 0.975 dengan df

(n-1)

n = Jumlah plot/subplot

xi = Jumlah individu per jenis dalam plot/subplot

b) Menghitung Ip dengan menentukan persamaan yang sesuai dengan hasil

perhitungan Id, Mu dan Mc dengan ketentuan berikut:

Jika Id Mc 1.0 maka Ip = 0.5 + 0.5(Id−Mc

n−Mc)

Jika Mc > Id 1.0 maka Ip = 0.5(Id−1

Mc−1)

Jika 1.0 > Id > Mu maka Ip = -0.5(Id−1

Mu−1)

Jika 1.0 > Mu > Id maka Ip = -0.5 + 0.5(Id−Mu

Mu)

Pola sebaran spasial kelompok jenis Dipterocarpceae dan non Dipterocarpceae dengan

kriteria: random jika Ip = 0; mengelompok (clumped) jika Ip > 0 dan teratur (uniform)

jika Ip < 0.

Page 45: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

29

4.6. Formulasi Penilaian Pemulihan Tegakan Hutan

Analisis variabel pembentuk variasi keragaan karakteristik biometrik hutan untuk

menilai pemulihan tegakan hutan alam setelah penebangan menggunakan pendekatan

Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis/PCA) (Soemartini, 2008; Mattjik dan

Sumertajaya, 2011). Tidak ada batasan jelas untuk batas minimal persentase keragaman yang

mampu dijelaskan (Mattjik dan Sumertajaya, 2011). Dalam kajian ini dilakukan berdasarkan

koefisien keragaman minimal persentase kumulatif proporsi keragaman total yang mampu

dijelaskan >80% dan nilai eigenvalue >1. Formulasi yang disusun sebagai berikut:

Y = ƒ WiXi

dimana: Y = keragaan karakteristik biometrik hutan Dipterocarpaceae Wi = bobot atau koefisien untuk variabel ke-i Xi = variabel ke-i (dimensi statis dan dinamis tegakan hutan /ha-1)

Untuk mencari faktor-faktor utama yang paling mempengaruhi variabel dependen dari

variabel dimensi statis dan dinamis pembentuk keragaan karakteristik biometrik dilakukan

dengan analisis faktor (Analysis Factor). Analisis faktor dilakukan untuk mereduksi variable

penyusun keragaan karakteristik penilai pemulihan tegakan hutan berdasarkan koefisien

korelasi. Analisis dilakukan menggunakan uji Bartlett’s Test of Sphericity dengan nilai KMO

(Kaiser Meyer Olkin) >0.5 dan hasil perhitungan Measures of Sampling Adequacy (msa) >0.6

(Timm, 2002; Mattjik dan Sumertajaya, 2011).

Page 46: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

30

5 DINAMIKA STRUKTUR TEGA KAN

Tegakan, hutan dataran rendah mempunyai bentuk struktur tegakan tidak seumur

(uneven aged stand) yang tersusun atas pohon-pohon dengan umur yang beragam (termasuk

jenis dan ukurannya) sehingga sulit mengenali kejelasan faktor umur secara individu atau jenis

(Husch et al. 2003). Struktur tegakan didefinisikan sebagai sebaran jumlah pohon per satuan

luas (pohon ha-1) dalam berbagai kelas diameternya (Meyer et al. 1961; UNESCO 1978; Ibie

1997), sedangkan Trunbull (1963) menggunakan istilah struktur tegakan hutan untuk

menerangkan menerangkan sebaran jumlah pohon dan luas bidang dasar per satuan luas

(pohon ha-1 dan m2 ha-1) pada berbagai kelas diameternya. Selanjutnya Richards (1964)

menerangkan struktur tegakan sebagai sebaran individu tumbuhan dalam lapisan tajuk hutan.

Oliver dan Larson (1990), menyatakan bahwa struktur tegakan sebagai keadaan susunan

tegakan berdasarkan sebaran kelas diameter dalam tingkatan (semai, pancang, tiang dan

pohon) serta lapisan tajuk dalam ruang tumbuh tegakan (vertikal dan harizontal). Deskripsi

struktur tegakan hutan seringkali digeneralisasi melalui komposisi jenis atau klasifikasi ekologi

(Stone dan Porter 1998; ANU 1999).

Dalam Suhendang (1985), diuraikan bahwa struktur tegakan hutan menyatakan

sebaran jumlah pohon pada berbagai kelas diameter. Dengan melihat bentuk struktur tegakan

yang dilukiskan dalam kurva de Lio Court atau kurva J terbalik (Davis dan Johnson 1987),

menunjukkan faktor yang menentukan bentuk kurva tersebut adalah jumlah pohon, dan

sebaran kelas diameter, maka kerapatan tegakan merupakan faktor yang sangat penting dalam

mempengaruhi bagaimana struktur tegakan terbentuk. Daniel et al. (1979 diacu dalam

Suhendang 1990) mendefinisikan tegakan sebagai satuan lahan agak homogen yang dapat

dibedakan dengan jelas dari vegetasi disekitarnya oleh umur, komposisi, struktur, tempat

tumbuh atau geografi, sebagai satuan-satuan pengelolaan yang membentuk hutan.

Pertumbuhan masyarakat tumbuhan (termasuk pohon) sangat dipengaruhi oleh keadaan

tempat tumbuhnya, yaitu totalitas dari semua keadaan yang secara efektif berpengaruh

terhadap pertumbuhan masyarakat tumbuhan. Feng (1989) mengemukakan bahwa fungsi

yang digunakan untuk menggambarkan sebaran diameter antara lain adalah model

eksponensial atau model de Lio Court (Meyer 1952), gamma (Nelson 1964), lognormal (Bliss

dan Reinker 1964) dan Weibull (Bailey dan Dell 1973). Umumnya variable input struktur

diameter ditunjukkan dalam bentuk inventarisasi hutan klasik pada plot-plot sampling

(Gourlet-Fleury et al. 2005).

Pengetahuan model struktur tegakan sangat diperlukan untuk menjamin tingkat

keterandalan tertentu dalam keperluan pendugaan dimensi tegakan, dengan kelebihan

efisiensi dapat diterapkan secara luas dan memiliki akurasi tinggi (Prodan 1968). Data

mengenai dimensi tegakan sangat berguna dalam menyusun rencana pengelolaan hutan,

Page 47: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

31

disamping potensi jenis dan kualitasnya. Agar diperoleh tingkat keterandalan yang tinggi,

maka proses pendugaan dimensi tegakan harus didasarkan kepada bentuk struktur tegakan

yang terandalkan pula. Suhendang (1985) mengemukakan 5 (lima) kegunaan struktur tegakan

hutan, yaitu: penentuan kerapatan pohon pada berbagai kelas diameter, penentuan luas

bidang dasar tegakan, pengamatan dendrometrik, penentuan volume tegakan yang tidak

terkoreksi dan nilai komersil tegakan dan penentuan biomassa tegakan. Beberapa studi

penggunaan metode struktur tegakan terbukti memberikan efisiensi metode inventarisasi

dibandingkan dengan metode konvensional sensus pendugaan jumlah pohon, luas bidang

dasar, dan volume tegakan per hektar (Udiansyah 1994). Menurut Guldin (1991), salah satu

metode pengaturan hasil yang berhasil dikembangkan di Amerika adalah pengaturan hasil

berdasarkan struktur tegakan. Dalam manajemen hutan terutama aspek perencanaan,

pembangunan model-model sebagai quantitative tools diperlukan untuk meningkatkan akurasi

dan validitas beberapa batasan untuk mencapai pola pengelolaan hutan yang kontinyu/lestari

(Phillips et al. 2002). Struktur tegakan merupakan salah satu variable input yang fundamental

dalam berbagai analisis tegakan hutan alam yang selanjutnya menerangkan dinamika tegakan

dalam hutan tropis (Lewis et al. 2004). Pendekatan dalam menentukan model struktur tegakan

berdasarkan kerapatan dan bidang dasar tegakan hutan bekas tebangan pada variasi kondisi

dengan teknik penebangan dan teknik pembebasan tegakan yang berbeda.

5.1. Tegakan Hutan Setelah Penebangan

Fluktuasi kondisi kerapatan (btg ha-1) dan bidang dasar (m2 ha-1) tegakan hutan alam

yang berumur 23 tahun setelah penebangan akan meningkat mendekati kondisi awal tegakan

sebelum penebangan (hutan primer) seiring jangka waktu setelah penebangan (Gambar 8).

Tingkat kerapatan tegakan hutan alam bekas tebangan telah mendekati kondisi hutan primer

pada 9 tahun setelah penebangan, sedangkan berdasarkan nilai bidang dasar tegakan kondisi

mendekati kondisi hutan primer (kontrol) pada 11 tahun setelah penebangan. Setelah 23

tahun penebangan kondisi kerapatan dan bidang dasar tegakan telah menjadi lebih besar

dibandingkan dengan kondisi primer sebelum penebangan pada masing-masing plot.

Pada tegakan hutan alam 17 tahun setelah penebangan mempunyai kesamaan sebesar

66.7-77.8% dibandingkan dengan hutan primer berdasarkan tingkat kerapatan dan luas

bidang dasarnya. Sedangkan pada 23 tahun setelah penebangan mempunyai tingkat kerapatan

yang lebih tinggi berkisar 105.3 – 114.8% dibandingkan kondisi hutan primer. Berdasarkan

nilai bidang dasar tegakan, setelah 23 tahun penebangan dibandingkan kondisi hutan primer

juga telah mempunyai nilai yang lebih besar yang berkisar 105.9 – 122.3%.

Jika dibandingkan dengan kondisi sebelum penebangan, tingkat pemulihan tegakan

setelah 17 tahun cenderung positif berdasarkan tingkat kerapatan (93-102%) dan bidang dasar

tegakan (81.0-88.8%). Dan pada umur tegakan 23 tahun setelah penebangan berdasarkan

Page 48: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

32

dua parameter tersebut dapat dikatakan bahwa tegakan hutan telah pulih (kerapatan berkisar

91.8 – 103.5% dan bidang dasar berkisar (104.2 – 122.9%).

Gambar 8. Kondisi tegakan dengan teknik penebangan yang berbeda untuk semua jenis

berdasarkan (a) kerapatan tegakan rataan (btg ha-1) dan (b) bidang dasar rataan (m2 ha-1)

Fluktuasi kerapatan tegakan dan bidang dasar tegakan pada plot penelitian

berdasarkan kelompok jenis Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae mempunyai

kecenderungan yang berbeda-beda (Gambar 9 dan 10).

0

100

200

300

400

500

600

HP 1 3 5 7 9 11 13 15 17 23

Ker

apat

an (

btg

ha

-1)

Jangka waktu setelah penebangan (tahun)

RIL 50

RIL 60

CNV60

HP

0

10

20

30

40

HP 1 3 5 7 9 11 13 15 17 23

Bid

ang d

asar

(m

2ha-1

)

Jangka waktu setelah penebangan (tahun)

RIL 50 RIL 60

CNV 60 HP

(a)

(b)

Page 49: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

33

Gambar 9. Kerapatan tegakan rataan (btg ha-1) dengan teknik penebangan yang berbeda

berdasarkan kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae

Tingkat kerapatan tegakan pada 17 dan 23 tahun setelah penebangan untuk kelompok

jenis Dipterocarpaceae cenderung lebih dinamis dan belum kembali pada kondisi kerapatan dan

bidang dasar tegakan awal sebelum penebangan (kerapatan 78.8-98.7% dan bidang dasar

51.3-58.7%). Hal ini menunjukkan pula bahwa tegakan tinggal pada hutan setalah

penebangan 23 tahun masih didominansi oleh jenis-jenis non Dipterocarpaceae.

0

50

100

150

200

HP 1 3 5 7 9 11 13 15 17 23

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Jangka waktu setelah penebangan (tahun)

RIL 50 RIL 60 CNV HP

0

100

200

300

400

500

600

HP 1 3 5 7 9 11 13 15 17 23

Ker

apat

an (

btg

ha-

1)

Jangka waktu setelah penebangan (tahun)

RIL 50 RIL 60 CNV HP

(a)

(b)

Page 50: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

34

Gambar 10. Luas bidang dasar tegakan rataan (m2 ha-1) dengan teknik penebangan yang

berbeda berdasarkan kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non

Dipterocarpaceae

Hasil uji beda nilai rataan (uji t) kerapatan tegakan pada kondisi awal tegakan (sebelum

penebangan) tidak mempunyai perbedaan yang signifikan pada semua plot penelitian (thitung <

ttab(0.05;6)). Kerapatan tegakan plot penelitian sebesar 461-647 btg ha-1 dengan rataan 531 btg

ha-1, sedangkan nilai bidang dasar tegakan sebesar 19.35-31.84 m2 ha-1 dengan rataan 23.68 m2

ha-1. Hasil penelitian Setiawan (2013) di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa kerapatan

tegakan pada hutan dengan berbagai jangka waktu bekas tebangan sebesar 250-511 btg ha-

1, sedangkan hasil penelitian Muhdin (2012) menunjukkan kerapatan tegakan hutan alam

bekas tebangan di Kalimantan yaitu 113-607 btg ha-1. Kondisi plot penelitian juga mendekati

0

10

20

HP 1 3 5 7 9 11 13 15 17 23

Bid

ang d

asar

(m

2 h

a-1)

Jangka waktu setelah penebangan (tahun)

RIL 50 RIL 60 CNV HP

0

10

20

30

HP 1 3 5 7 9 11 13 15 17 23

Bid

ang d

asar

(m

2ha-1

)

Jangka waktu setelah penebangan (tahun)

RIL 50 RIL 60 CNV HP

(a)

(b)

Page 51: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

35

hasil Sist dan Ferreira (2007) di Amazon Timur yang menunjukkan tingkat kerapatan sebelum

penebangan sebesar 480±96.6 btg ha-1 dengan luas bidang dasar 28±4 m2 ha-1. Sedangkan

Gourlet-Fleury et al. (2005) di French Guiana mendapatkan nilai kerapatan tegakan yang lebih

tinggi yaitu sebesar 625 btg ha-1. Krisnawati (2001) pada berbagai variasi jangka waktu hutan

setelah penebangan di Kalimantan Tengah, menunjukkan nilai bidang dasar tegakan 16.4-

26.7 m2 ha-1, sedangkan Setiawan (2013) menunjukkan nilai bidang dasar tegakan 12.63-32.57

m2 ha-1 dan pada hutan primer sebesar 27.80-32.57 m2 ha-1 di Muara Wahau Kalimantan Timur.

Berdasarkan tingkat kerapatan dan nilai bidang dasar tegakan, plot penelitian mempunyai

tingkat kerapatan sedang hingga tinggi untuk wilayah Kalimantan.

5.2. Tegakan Hutan Setelah Pembebasan

Hasil uji beda nilai rataan (uji t) kerapatan tegakan pada kondisi awal tegakan (sebelum

pembebasan atau hutan bekas tebangan 11 tahun) tidak mempunyai perbedaan yang

signifikan pada semua plot penelitian (thitung < ttab(0.05;6)). Fluktuasi kerapatan tegakan plot

penelitian 419-510 btg ha-1 dengan rataan 472 btg ha-1, sedangkan nilai bidang dasar tegakan

yaitu 22.66-28.20 m2 ha-1 dengan rataan 24.39 m2 ha-1.

Kerapatan tegakan setelah pembebasan dengan teknik yang berbeda sepanjang 23

tahun pengamatan mempunyai kisaran kerapatan yang mendekati kondisi awal sebelum

perlakuan yaitu 94.9-103.7%. Sedangkan fluktuasi kerapatan tegakan tanpa perlakuan

(kontrol) mempunyai kisaran yang mendekati kondisi tegakan dengan perlakuan pembebasan

yaitu 94.0-104.7% terhadap kondisi awalnya. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan silvikultur

berupa pembebasan dengan maksimal pengurangan 35% dari bidang dasar tegakan tidak

memberikan perubahan kerapatan tegakan yang signifikan dibandingkan kondisi awal

sebelum perlakuan dan tegakan tanpa perlakuan (kontrol). Berdasarkan nilai bidang dasar

tegakan, fluktuasi tegakan dengan tindakan pembebasan berkisar 87.4-108.0% dibandingkan

kondisi awal tegakan. Sedangkan pada tegakan tanpa perlakukan mempunyai fluktuasi nilai

bidang dasar yang lebih sempit yaitu 91.7-106.7%.

Fluktuasi kerapatan dan bidang dasar tegakan dengan tindakan silvikultur berupa

teknik pembebasan yang berbeda (baik secara sistematis maupun berdasarkan pohon binaan),

disajikan pada Gambar 11 berikut.

Page 52: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

36

Gambar 11. Kondisi tegakan dengan teknik pembebasan yang berbeda berdasarkan (a)

kerapatan tegakan rataan (btg ha-1) dan (b) bidang dasar rataan (m2 ha-1)

Fluktuasi kerapatan tegakan pada masing-masing plot penelitian terhadap respon

perlakuan tindakan pembebasan yang berbeda berdasarkan kelompok jenis Dipterocarpaceae

dan non Dipterocarpaceae mempunyai kecenderungan yang berbeda-beda (Gambar 12).

0

100

200

300

400

500

600

HBT 11 1 3 5 7 9 11 13 15 23

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Jangka waktu setelah pembebasan (tahun)

PS PPB CTR

0

10

20

30

40

HBT 11 1 3 5 7 9 11 13 15 23

Bid

ang d

asar

(m

2ha-1

)

Jangka waktu setelah pembebasan (tahun)

PS PPB CTR

(b)

(a)

Page 53: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

37

Gambar 12. Kerapatan tegakan rataan (btg ha-1) dengan teknik pembebasan yang berbeda

berdasarkan kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae

Pengaruh tindakan pembebasan berdasarkan nilai kerapatan tegakan adalah pada

tahun ke-3, yang ditunjukkan dengan penurunan yang paling besar berdasarkan parameter

tegakan tersebut. Kemudian pada tahun ke-5 setelah pembebasan, tegakan akan cenderung

mempunyai tingkat kerapatan yang lebih besar dibandingkan kondisi tegakan awal sebelum

perlakuan (> 100%). Hal ini menunjukkan bahwa secara total tegakan atau semua jenis

mempunyai respon yang positif terhadap tindakan pembebasan. Teknik pembebasan yang

berbeda belum memberikan hasil yang berbeda signifikan hingga tahun ke-23 setelah

pembebasan, begitu pula jika dibandingkan dengan kondisi tegakan tanpa perlakuan (thitung <

ttab(0.05;6)).

0

50

100

150

200

HBT 11 1 3 5 7 9 11 13 15 23

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Jangka waktu setelah pembebasan (tahun)

PS PPB CTR

0

100

200

300

400

500

600

HBT 11 1 3 5 7 9 11 13 15 23

Ker

apat

an (

btg

ha

-1)

Jangka waktu setelah pembebasan (tahun)

PS

PPB

CTR

(b)

(a)

Page 54: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

38

Seperti halnya tingkat kerapatan, fluktuasi nilai bidang dasar tegakan pada masing-

masing plot penelitian terhadap respon perlakuan tindakan pembebasan yang berbeda

berdasarkan kelompok jenis Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae mempunyai

kecenderungan yang berbeda-beda (Gambar 13). Pengaruh tindakan pembebasan

berdasarkan nilai bidang dasar tegakan adalah pada tahun ke-3, yang ditunjukkan dengan

penurunan yang paling besar berdasarkan parameter tegakan tersebut. Kemudian pada tahun

ke-5 setelah pembebasan, tegakan akan cenderung mempunyai tingkat bidang dasar yang

lebih besar dibandingkan kondisi tegakan awal sebelum perlakuan (> 100%).

Gambar 13. Luas bidang dasar tegakan rataan (m2 ha-1) dengan teknik pembebasan yang

berbeda berdasarkan kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non

Dipterocarpaceae

0

10

20

HBT 11 1 3 5 7 9 11 13 15 23

Bid

ang d

asar

(m

2ha-1

)

Jangka waktu setelah pembebasan (tahun)

PS PPB CTR

0

10

20

30

40

HBT 11 1 3 5 7 9 11 13 15 23

Bid

ang d

asar

(m

2ha-1

)

Jangka waktu setelah pembebasan (tahun)

PS PPB CTR

(a)

(b)

Page 55: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

39

Hasil yang sama dari penelitian di Cordoba Argentina menyatakan bahwa ada

kemiripan kerapatan pohon antara hutan bekas tebangan dengan hutan primer, tetapi hutan

bekas tebangan mempunyai nilai bidang dasar yang lebih rendah dibandingkan hutan primer

(Bonino dan Araujo 2005). Tingkat pemulihan tegakan bervariasi berdasarkan kondisi awal

tegakan, teknik penebangan yang diterapkan dan kelompok jenis vegetasi penyusun tegakan

hutan.

5.3. Model Struktur Tegakan

Penyusunan model struktur tegakan hutan Dipterocarpaceae dengan famili sebaran

eksponensial, gamma, lognormal dan weibull yang dicobakan (Gambar 14). Rekapitulasi

perhitungan struktur horizontal tegakan kelompok jenis Dipterocarpaceae, non Dipterocarpaceae

dan semua jenis disusun berdasarkan interval kelas diameter 5 cm. Penentuan fungsi sebaran

terpilih dilakukan berdasarkan nilai fungsi kemungkinan maksimum untuk masing-masing

kondisi tegakan dan kelompok jenis. Model famili sebaran Lognormal merupakan model

terpilih sebagai model terbaik yang dianggap dapat menerangkan struktur tegakan kelompok

jenis Dipterocarpaceae (Shorea spp. dan Dipterocarpaceae non Shorea), non Dipterocarpaceae dan

semua jenis, lebih tepat dibandingkan model-model sebaran lain yang dicobakan.

0

50

100

150

200

250

0

7.5

12

.5

17

.5

22

.5

27

.5

32

.5

37

.5

42

.5

47

.5

52

.5

57

.5

62

.5

67

.5

72

.5

77

.5

82

.5

87

.5

92

.5

97

.5

10

2.5

Kera

pata

n (

btg

ha

-1)

Diameter (cm)

Kerapatan rataan

Eksponensial

Gamma

Lognormal

Weibull

0

50

100

150

200

250

0

7.5

12

.5

17

.5

22

.5

27

.5

32

.5

37

.5

42

.5

47

.5

52

.5

57

.5

62

.5

67

.5

72

.5

77

.5

82

.5

87

.5

92

.5

97

.5

10

2.5

Kera

pata

n (b

tg h

a-1

)

Diameter (cm)

Kerapatan rataan

Eksponensial

Gamma

Lognormal

Weibull

0

50

100

150

200

250

0

7.5

12

.5

17

.5

22

.5

27

.5

32

.5

37

.5

42

.5

47

.5

52

.5

57

.5

62

.5

67

.5

72

.5

77

.5

82

.5

87

.5

92

.5

97

.5

10

2.5

Kera

pata

n (b

tg h

a-1

)

Diameter (cm)

Kerapatan rataan

Eksponensial

Gamma

Lognormal

Weibull0

50

100

150

200

250

0

7.5

12

.5

17

.5

22

.5

27

.5

32

.5

37

.5

42

.5

47

.5

52

.5

57

.5

62

.5

67

.5

72

.5

77

.5

82

.5

87

.5

92

.5

97

.5

10

2.5

Kera

pata

n (

btg

ha

-1)

Diameter (cm)

Kerapatan rataan

Eksponensial

Gamma

Lognormal

Weibull

Gambar 14. Perbandingan model struktur tegakan untuk semua jenis pada (a) RIL 50; (b) RIL 60; (c) penebangan konvensional dan (d) hutan primer

(a) (b)

(c) (d)

Page 56: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

40

Berdasarkan hasil perhitungan nilai dugaan bagi penduga titik famili sebaran

kelompok jenis Dipterocarpaceae (Shorea spp. dan Dipterocarpaceae non Shorea), non

Dipterocarpaceae dan semua jenis, berikut disajikan model struktur tegakan pada masing-masing

kelompok jenis untuk tegakan hutan bekas tebangan dengan teknik RIL 50, RIL 60,

konvensional, hutan primer, pembebasan sistematik, pembebasan berdasarkan pohon binaan

dan kontrol hutan bekas tebangan untuk pembebasan. Penyusunan model struktur tegakan

berdasarkan struktur kerapatan dan bidang dasar tegakan yang masing-masing terdiri dari 3

kelas kerapatan tegakan yaitu rendah, sedang dan tinggi (Gambar 15-….). Pembagian

kelompok atau kelas kerapatan tegakan berdasarkan tingkat kerapatan relatif masing-masing

penyusun tegakan pada tiap seri perlakuan. Untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae pada hutan

bekas tebangan mempunyai kelas kerapatan rendah 61-80 btg ha-1, kerapatan sedang 114-135

btg ha-1, tinggi 154-258 btg ha-1, pada hutan primer kerapatan rendah 86 btg ha-1, kerapatan

sedang 107 btg ha-1, tinggi 169 btg ha-1, pada hutan setelah pembebasan kelas kerapatan

rendah 53-60 btg ha-1, kerapatan sedang 90-106 btg ha-1, tinggi 134-258 btg ha-1 dan untuk

plot kontrol mempunyai kerapatan rendah <39 btg ha-1, kerapatan sedang 70 btg ha-1, tinggi

>145 btg ha-1.

Page 57: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

41

Gambar 15. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan ramah lingkungan limit diameter 50 cm (RIL 50) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT 23

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT23

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT23

(a)

(b)

(c)

Page 58: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

42

Gambar 16. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan ramah lingkungan limit diameter 60 cm (RIL 60) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT23

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT23

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT23

(a)

(b)

(c)

Page 59: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

43

Gambar 17. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan konvensional berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT23

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT23

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT23

(a)

(b)

(c)

Page 60: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

44

Gambar 18. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan primer berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP0 HP1

HP3 HP5

HP7 HP9

HP11 HP13

HP15 HP17

HP23

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP0 HP1

HP3 HP5

HP7 HP9

HP11 HP13

HP15 HP17

HP23

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP0 HP1

HP3 HP5

HP7 HP9

HP11 HP13

HP15 HP17

HP23

(a)

(b)

(c)

Page 61: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

45

Gambar 19. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan pembebasan sistematik berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HBT11P1P3P5P7P9P11P13P15P23

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HBT11

P1

P3

P5

P7

P9

P11

P13

P15

P23

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HBT11

P1

P3

P5

P7

P9

P11

P13

P15

P23

(a)

(b)

(c)

Page 62: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

46

Gambar 20. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan pembebasan berbasis pohon binaan berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HBT11

P1

P3

P5

P7

P9

P11

P13

P15

P23

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HBT11P1P3P5P7P9P11P13P15P23

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HBT11

P1

P3

P5

P7

P9

P11

P13

P15

P23

(a)

(b)

(c)

Page 63: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

47

Gambar 21. Kurva struktur kerapatan tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan bekas

tebangan tanpa perlakuan (kontrol) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HBT11

HBT13

HBT15

HBT17

HBT19

HBT21

HBT23

HBT25

HBT 27

HBT35

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HBT11

HBT13

HBT15

HBT17

HBT19

HBT21

HBT23

HBT25

HBT 27

HBT35

0

10

20

30

40

50

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HBT11

HBT13

HBT15

HBT17

HBT19

HBT21

HBT23

HBT25

HBT 27

HBT35

(a)

(b)

(c)

Page 64: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

48

Gambar 22. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan

bekas tebangan dengan teknik penebangan ramah lingkungan limit diameter 50 cm (RIL 50) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT 23

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT 23

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP HBT1HBT3 HBT5HBT7 HBT9HBT11 HBT13HBT15 HBT17HBT 23

(a)

(b)

(c)

Page 65: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

49

Gambar 23. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan

bekas tebangan dengan teknik penebangan ramah lingkungan limit diameter 60 cm (RIL 60) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT 23

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT 23

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT 23

(a)

(b)

(c)

Page 66: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

50

Gambar 24. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan

bekas tebangan dengan teknik penebangan konvensional berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT 23

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT 23

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP HBT1

HBT3 HBT5

HBT7 HBT9

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT 23

(a)

(b)

(c)

Page 67: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

51

Gambar 25. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan

primer berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-

1)

Kelas diameter (cm)

HP0 HP1

HP3 HP5

HP7 HP9

HP11 HP13

HP15 HP17

HP23

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP0 HP1

HP3 HP5

HP7 HP9

HP11 HP13

HP15 HP17

HP23

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HP0 HP1

HP3 HP5

HP7 HP9

HP11 HP13

HP15 HP17

HP23

(a)

(b)

(c)

Page 68: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

52

Gambar 26. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan

bekas tebangan dengan pembebasan sistematik berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HBT11P1P3P5P7P9P11P13P15P23

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HBT11 P1P3 P5P7 P9P11 P13P15 P23

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HBT11 P1

P3 P5

P7 P9

P11 P13

P15 P23

(a)

(b)

(c)

Page 69: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

53

Gambar 27. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan

bekas tebangan dengan pembebasan berbasis pohon binaan berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HBT11P1P3P5P7P9P11P13P15P23

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HBT11 P1

P3 P5

P7 P9

P11 P13

P15 P23

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HBT11 P1

P3 P5

P7 P9

P11 P13

P15 P23

(a)

(b)

(c)

Page 70: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

54

Gambar 28. Kurva struktur bidang dasar tegakan (lognormal) Dipterocarpaceae pada hutan

bekas tebangan tanpa perlakuan (kontrol) berdasarkan (a) kerapatan rendah; (b) kerapatan sedang dan (c) kerapatan tinggi

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT19 HBT21

HBT23 HBT25

HBT27 HBT35

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-

1)

Kelas diameter (cm)

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT19 HBT21

HBT23 HBT25

HBT27 HBT35

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas diameter (cm)

HBT11 HBT13

HBT15 HBT17

HBT19 HBT21

HBT23 HBT25

HBT27 HBT35

(a)

(b)

(c)

Page 71: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

55

Model struktur tegakan yang terbangun (struktur kerapatan dan bidang dasar)

berdasarkan family sebaran terpilih (lognormal) untuk pengelompokkan jenis (kelompok

jenis Shorea spp., Dipterocarpaceae non Shorea, non Dipterocarpaceae dan semua jenis) pada hutan

bekas tebangan secara umum disajikan pada Gambar 29 dan 30.

0

10

20

30

40

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas Diameter (cm)

HP

HBT1

HBT3

HBT5

HBT7

HBT9

HBT11

HBT13

HBT15

HBT170

10

20

30

40

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Kelas Diameter (cm)

HP

HBT1

HBT3

HBT5

HBT7

HBT9

HBT11

HBT13

HBT15

HBT17

0

20

40

60

80

100

120

0 5 1015 20 2530 3540 4550 556065 70 758085 90 95100

Kera

pata

n (

btg

ha

-1)

Kelas Diameter (cm)

HP

HBT1

HBT3

HBT5

HBT7

HBT9

HBT11

HBT13

HBT15

HBT17

0

20

40

60

80

100

120

0 5 101520253035404550556065707580859095100

Kera

pata

n (

btg

ha

-1)

Kelas Diameter (cm)

HP

HBT1

HBT3

HBT5

HBT7

HBT9

HBT11

HBT13

HBT15

Gambar 29. Model struktur tegakan (lognormal) berdasarkan kerapatan tegakan hutan bekas

tebangan (HBT) untuk kelompok jenis (a) Shorea spp.; (b) Dipterocarpaceae non Shorea; (c) non Dipterocarpaceae dan (d) semua jenis

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95100

Bid

ang

Das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas Diameter (cm)

HP

HBT1

HBT3

HBT5

HBT7

HBT9

HBT11

HBT13

HBT15

HBT17

0

0.5

1

1.5

2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95100

Bid

ang

Das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas Diameter (cm)

HP

HBT1

HBT3

HBT5

HBT7

HBT9

HBT11

HBT13

HBT15

HBT17

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95100

Bid

ang

Das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas Diameter (cm)

HP

HBT1

HBT3

HBT5

HBT7

HBT9

HBT11

HBT13

HBT15

HBT17

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95100

Bid

ang

Das

ar (

m2

ha-1

)

Kelas Diameter (cm)

HP

HBT1

HBT3

HBT5

HBT7

HBT9

HBT11

HBT13

HBT15

HBT17

Gambar 30. Model struktur tegakan (lognormal) berdasarkan bidang dasar tegakan hutan

bekas tebangan (HBT) untuk kelompok jenis (a) Shorea spp.; (b) Dipterocarpaceae non Shorea; (c) non Dipterocarpaceae dan (d) semua jenis

(a) (b)

(c) (d)

(a) (b)

(c) (d)

Page 72: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

56

Model struktur tegakan yang terbangun (struktur kerapatan dan bidang dasar)

berdasarkan famili sebaran terpilih (lognormal) untuk kelompok jenis Shorea spp.,

Dipterocarpaceae non Shorea, non Dipterocarpaceae dan semua jenis pada hutan setelah tindakan

pembebasan secara umum disajikan pada Gambar 31 dan 32.

Gambar 31. Model struktur tegakan (lognormal) berdasarkan kerapatan tegakan hutan bekas

tebangan setelah pembebasan untuk kelompok jenis (a) Shorea spp.; (b) Dipterocarpaceae non Shorea; (c) non Dipterocarpaceae dan (d) semua jenis

Gambar 32. Model struktur tegakan (lognormal) berdasarkan bidang dasar tegakan hutan

bekas tebangan setelah pembebasan untuk kelompok jenis (a) Shorea spp.; (b) Dipterocarpaceae non Shorea; (c) non Dipterocarpaceae dan (d) semua jenis

0

5

10

15

20

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100

Ker

apat

an (

btg

h

a-1)

Kelas diameter (cm)

HBT11

P1

P3

P5

P7

P9

P11

P13

0

5

10

15

20

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95100

Ker

apat

an (

btg

h

a-1)

Kelas diameter (cm)

HBT11

P1

P3

P5

P7

P9

P11

P13

020406080

100120140160180

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95100

Ker

apat

an (

btg

h

a-1)

Kelas diameter (cm)

HBT11

P1

P3

P5

P7

P9

P11

P13

020406080

100120140160180

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95100

Ker

apat

an (

btg

h

a-1)

Kelas diameter (cm)

HBT11

P1

P3

P5

P7

P9

P11

P13

0

0.2

0.4

0.6

0.8

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100Bid

ang d

asar

(m

2h

a-1)

Kelas diameter (cm)

HBT11 P1

P3 P5

P7 P9

P11 P13

0

0.2

0.4

0.6

0.8

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95100Bid

ang d

asar

(m

2h

a-1)

Kelas diameter (cm)

HBT11 P1

P3 P5

P7 P9

P11 P13

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95100

Bid

ang d

asar

(m

2h

a-1)

Kelas diameter (cm)

HBT11 P1

P3 P5

P7 P9

P11 P13

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95100

Bid

ang d

asar

(m

2h

a-1)

Kelas diameter (cm)

HBT11 P1P3 P5P7 P9P11 P13

(a) (b)

(d) (c)

(a) (b)

(c) (d)

Page 73: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

57

Hasil penelitian model struktur tegakan menunjukkan bahwa famili sebaran

lognormal sebagai famili sebaran terbaik diterima pada beberapa kelompok jenis di beberapa

tipe hutan antara lain Suhendang (1985) pada hutan alam hujan tropika dataran rendah untuk

kelompok jenis komersial, jenis pohon meluang dan semua jenis di Bengkunat, Lampung,

Boreel (2009) untuk kelompok jenis Torem dan non Torem di pulau Yamdema Kabupaten

Maluku Tenggara Barat dan Setiawan (2013) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae, non

Dipterocarpaceae dan semua jenis pada hutan bekas tebangan dan hutan primer di Muara Wahau,

Kalimantan Timur.

Davis et al. (2001), menyatakan bahwa pada tahun 1898 de Lio Court pertama kali

mengemukakan hasil studinya tentang distribusi tegakan hutan tidak seumur dalam bentuk

persamaan eksponensial negatif. Bentuk matematis serupa juga dikemukakan oleh Phillip

(1998), dalam bentuk transformasi persamaan logaritmik. Roedjai (1982) diacu dalam Ibie

(1997), meneliti sebaran diameter tegakan hutan tropika basah di Gunung Meratus

Kalimantan Timur dengan menggunakan beberapa metode sebaran, yaitu: normal,

eksponensial, binomial dan beta. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa model

sebaran beta memberikan gambaran terbaik dan lebih realistis dari analisa model sebaran

lainnya. Borota (1991) diacu dalam Ibie (1997) juga menggunakan rumusan fungsi beta untuk

menggambarkan sebaran diameter pohon teoritis, untuk diameter pohon setinggi dada dan

tinggi pohon pada hutan-hutan alam tropika, antara lain di Ghana, Congo, Gabon, dan Laos.

Suhendang (1985), dari hasil penelitiannya di Bengkunat (Lampung), mendapatkan

untuk jenis-jenis pohon damar asam dan simpur, menyebar menurut sebaran Gamma. Hasil

penelitian Mangkudisastra (1995), tentang struktur tegakan di Aceh menujukan bahwa pada

tingkat famili memiliki sebaran gamma, diterima secara konsisten. Demikian juga hasil

penelitian Udiansyah (1994), tentang penggunaan struktur tegakan dalam menduga beberapa

macam dimensi tegakan hutan tidak seumur di Kampar (Riau), mendapatkan bahwa untuk

seluruh petak percobaan menunjukkan bahwa famili sebaran lognormal diterima secara

konsisten. Jenis atau kelompok jenis dalam tegakan mempunyai karakteristik struktur yang

khas dengan dipengaruhi oleh kondisi tempat tumbuh yang spesifik pula.

Hasil analisis regresi hubungan jangka waktu pemulihan setelah penebangan dan

hubungan jangka waktu setelah pembebasan terhadap kerapatan dan bidang dasar tegakan,

nilai koefisien determinasi dan analisis varians disusun berdasarkan kelompok jenis

Dipterocarpaceae, Shorea spp., Dipterocarpaceae non Shorea, non Dipterocarpaceae dan semua jenis

(Tabel 7 dan 8).

Page 74: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

58

Tabel 7. Persamaan regresi hubungan antara jangka waktu setelah penebangan (x) dengan kerapatan dan bidang dasar untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp., Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ)

Kelompok

Jenis Fungsi (kerapatan) Fungsi (bidang dasar)

D y(K) = 81.274e0.0163x y(B) = 0.0008x3 - 0.0042x2 - 0.1182x + 6.4719

R² = 0.0624 SE = 0.1436 Pvalue=0.00 R² = 0.0340 SE = 2.2055 Pvalue=0.00

Shorea spp. y(K) = 34.299e0.0277x y(B) = 0.0003x3 + 0.0003x2 - 0.0802x + 3.2581

R² = 0.1561 SE = 0.1462 Pvalue=0.00 R² = 0.087 SE = 0.8725 Pvalue=0.00

D-s y(K) = 45.975e0.0061x y(B) = 0.0004x3 - 0.0045x2 - 0.0381x + 3.2138

R² = 0.006 SE = 0.1786 Pvalue=0.49 R² = 0.0092 SE = 1.6743 Pvalue=0.86

nD y(K) = -0.0399x3 + 0.7509x2 + 3.1094x + 279.4 y(B) = -0.0016x3 + 0.0493x2 - 0.2135x + 10.452

R² = 0.2092 SE = 54.7557 Pvalue=0.00 R² = 0.2709 SE =1.8905 Pvalue=0.00

SJ y(K) = 364.87e0.0163x y(B) = -0.0008x3 + 0.0451x2 - 0.3317x + 16.924

R² = 0.203 SE = 0.0735 Pvalue=0.00 R² = 0.1696 SE = 3.0345 Pvalue=0.00

Tabel 8. Persamaan regresi hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan (x) dengan kerapatan dan bidang dasar untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp., Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ)

Kelompok

Jenis Fungsi (kerapatan) Fungsi (bidang dasar)

D y (K) = 0.0278x3 - 0.8661x2 + 7.8599x + 97.12 y(B) = 0.0026x3 - 0.0739x2 + 0.6064x + 10.126

R² = 0.0124 SE = 43.2192 Fhit=0.32 R² = 0.0071 SE = 3.7465 Fhit=0.27

Shorea spp. y(K) = 0.0243x3 - 0.6343x2 + 4.9035x + 52.696 y(B) = 0.0026x3 - 0.0688x2 + 0.4887x + 5.8567

R² = 0.0136 SE = 20.0747 Fhit=0.29 R² = 0.0058 SE = 3.0665 Fhit=0.75

D-s y(K) = 42.145e0.0102x y(B) = 3.8533e0.0116x

R² = 0.0061 SE = 0.2293 Pvalue=0.00 R² = 0.0079 SE = 0.2277 Pvalue=0.00

nD y(K) = -0.089x3 + 1.7809x2 - 9.3225x + 384.44 y(B) = -0.0116x3 + 0.3097x2 - 2.3723x + 17.51

R² = 0.0072 SE = 49.3828 Fhit=0.42 R² = 0.1838 SE = 2.3277 Pvalue=0.00

SJ

y(K) = -0.0612x3 + 0.9148x2 - 1.4626x +

481.56 y(B) = -0.0033x3 + 0.1388x2 - 1.4762x + 28.057

R² = 0.0215 SE = 43.5468 Pvalue=0.00 R² = 0.0682 SE = 4.024 Pvalue=0.00

Dalam jangka waktu 23 tahun setelah penebangan, dengan pola pertumbuhan atau pemulihan tegakan dengan bentuk eksponensial dan polinomial untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (baik Shorea spp. maupun Dipterocarpaceae non Shorea) mempunyai kecenderungan pemulihan yang lebih rendah dibandingkan kelompok jenis non Dipterocarpaceae. Jangka waktu pemulihan berpengaruh signifikan terhadap pemulihan Dipterocarpaceae (selain Dipterocarpaceae non Shorea) dan non Dipterocarpaceae, walaupun masih memiliki hubungan yang cukup rendah. Pada Gambar 33 disajikan bentuk hubungan pemulihan tegakan hutan berdasarkan kerapatan dan bidang dasar untuk masing-masing kelompok jenis.

Page 75: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

59

Gambar 33. Hubungan antara jangka waktu setelah penebangan terhadap nilai

(a) kerapatan dan (b) bidang dasar tegakan berdasarkan kelompok jenis

Tindakan pembebasan pada tegakan sebagai bentuk input silvikultur dalam

peningkatan produktivitas hutan setelah 23 tahun akan memberikan perbedaan yang nyata

terhadap tingkat kerapatan Dipterocarpaceae non Shorea saja. Dari analisis varians dan regresi

yang dihasilkan menunjukkan bahwa tindakan pembebasan tegakan baik secara sistematik

maupun berbasis pohon binaan belum memberikan perbedaan yang sigifikan terhadap

0

100

200

300

400

500

600

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Ker

apat

an (

btg

ha-1

)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

Dipterocarpaceae

Shorea spp.

Dipterocarpaceae non Shorea

non Dipterocarpaceae

Semua jenis

0

5

10

15

20

25

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Bid

ang

das

ar (

m2

ha-1

)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

DipterocarpaceaeShorea spp.Dipterocarpaceae non Shoreanon DipterocarpaceaeSemua jenis

(a)

(b)

Page 76: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

60

kelompok jenis Dipterocarpaceae baik berdasarkan tingkat kerapatan maupun bidang dasar

tegakan. Untuk kelompok non Dipterocarpaceae tindakan pembebasan tidak memberikan

perbedaan terhadap kerapatan tegakan tetapi mempunyai perbedaan terhadap nilai bidang

dasar tegakan. Hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan terhadap nilai kerapatan

untuk masing-masing kelompok jenis mempunyai pola yang serupa, tetapi berbeda terhadap

nilai bidang dasar tegakan (Gambar 34). Penilaian karakteristik kelompok jenis

Dipterocarpaceae sebagai kelompok jenis komersial utama sangat penting bagi penilaian

pemulihan hutan bekas tebangan baik dengan maupun tanpa perlakuan dalam rangka

kontinuitas hasil hutan yang diambil berupa kayu.

Gambar 34. Hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan terhadap

nilai (a) kerapatan dan (b) bidang dasar berdasakan kelompok jenis

0

100

200

300

400

500

600

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Ker

apat

an (

btg

ha-

1)

Jangka waktu setelah pembebasan (tahun)

DipterocarpaceaeShorea spp.Dipterocarpaceae non Shoreanon DipterocarpaceaeSemua jenis

0

5

10

15

20

25

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Bid

ang

das

ar (

m2 h

a-1)

Jangka waktu setelah pembebasan (tahun)

DipterocarpaceaeShorea spp.Dipterocarpaceae non Shoreanon DipterocarpaceaeSemua jenis

(a)

(b)

Page 77: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

61

Komposisi jenis penyusun tegakan hutan bekas tebangan setelah 23 tahun cenderung

lebih didominansi oleh kelompok jenis non Dipterocarpaceae. Pada tegakan dengan

pembebasan, kelompok jenis Dipterocarpaceae akan meningkat seiring dengan penurunan non

Dipterocarpaceae. Hal ini menunjukkan bahwa pola pertumbuhan tegakan merupakan fungsi

ekofisiologis termasuk adanya pengaruh perlakuan yang diberikan (Coates dan Burton 1997).

Jumlah pohon dan struktur tegakan yang menggambarkan tingkat ketersediaan tegakan pada

setiap tingkat pertumbuhan tegakan, diduga berpengaruh terhadap kemampuan regenerasi

atau pertumbuhan tegakan termasuk kecepatan pemulihan tegakan (Smith dan Nichols 2005;

Muhdin 2012).

Penilaian pemulihan yang lebih spesifik pada kelompok jenis untuk mendukung

kebutuhan prediksi pertumbuhan tegakan hutan yang lebih efektif dengan melibatkan aspek

dinamika karakteristik ekologi (Chertov et al. 2005). Serta penilaian kuantitatif berdasarkan

sampling floristik yang ditujukan dalam konteks perencanaan dan interpretasi penelitian

ekologi untuk kepentingan konservasi dan manajemen hutan tropis (Mani dan Parthasarathy

2006). Sehingga dalam pengelolaan hutan terutama aspek perencanaan, model-model

kuantitatif dapat digunakan untuk meningkatkan nilai akurasi dan validitas dalam mencapai

pengelolaan yang berkelanjutan (Phillips et al. 2002).

Beberapa hal penting dalam tinjauan model struktur tegakan hutan yang terbentuk

setelah penebangan pada kajian plot STREK adalah sebagai berikut:

1) Dimensi kuantitatif tegakan hutan 23 tahun setelah penebangan akan mendekati kondisi

hutan primer berdasarkan dimensi statis tegakan (kerapatan dan bidang dasar tegakan),

tetapi masih didominasi oleh kelompok jenis non Dipterocarpaceae.

2) Dimensi kuantitatif tegakan hutan bekas tebangan 23 tahun setelah pembebasan baik

secara sistematis maupun berbasis pohon binaan belum memberikan perbedaan yang

nyata terhadap kelompok jenis Dipterocarpaceae baik berdasarkan kerapatan maupun

bidang dasar tegakan.

3) Pemulihan tegakan dan respon tindakan pembebasan berdasarkan struktur harizontal

tegakan untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae akan lebih lambat dibandingkan kelompok

jenis non Dipterocarpaceae.

4) Model famili sebaran lognormal dapat digunakan untuk menerangkan struktur tegakan

kelompok jenis Dipterocarpaceae (Shorea spp. dan Dipterocarpaceae non Shorea), non

Dipterocarpaceae dan semua jenis.

Page 78: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

62

6 MORTALITAS DAN ALIH TUMBUH (INGROWTH)

Ragam kondisi hutan primer dan hutan bekas tebangan menunjukkan perbedaan

struktur, komposisi jenis dan nilai potensi (Ishida et al. 2005). Hal ini juga berpengaruh

terhadap serta variasi kerapatan tegakan, laju tingkat kematian (mortalitas) dan laju tingkat

alih tumbuh (ingrowth) dalam tegakan tersebut. Aspek-aspek tersebut merupakan input dasar

dalam berbagai analisis yang dilakukan dalam populasi hutan hujan tropika antara lain untuk

menerangkan dinamika dalam tegakan hutan (Lewis et al. 2004). Pemulihan tegakan setelah

tebangan (recovery) dalam pertumbuhan dan pembentukan kondisi tegakan terjadi sebagai

fungsi waktu (Smith dan Nichols 2005). Hutan setelah tebangan mempunyai fluktuasi dalam

dinamika tegakan, pertumbuhan dan jumlah pohon yang mati sepanjang waktu setelah

pemanenan (Mex 2005; Hardiansyah et al. 2005). Bentuk atau tingkat kematian tegakan dapat

ditentukan berdasarkan kerapatan tegakan (Kurinobu et al. 2006). Dalam Gourlet-Fleury et

al. (2005) hasil analisis dinamika tegakan setelah pemanenan jenis Dipterocarpus guianensis di

Paracou menunjukkan dampak negatif dari pemanenan yaitu terjadinya tingkat kematian yang

lebih besar daripada di hutan primer.

Kegiatan penebangan hutan akan menimbukan pengaruh terhadap kondisi

lingkungan dan struktur serta komposisi jenis tegakan yang ada. Whitmore (1984),

menyatakan bahwa peluang kerusakan terbesar terutama terjadi pada jenis pohon-pohon yang

dapat ditebang (jenis komersial). Richards (1964) menyatakan hutan primer dengan

strukturnya yang teratur, akan berubah menjadi kelompok - kelompok hutan sekunder yang

tidak teratur susunannya setelah dilakukan penebangan hutan terseleksi. Setelah penebangan,

beberapa komponen tegakan hutan akan berubah seperti struktur kanopi, komposisi jenis

dan tingkat pertumbuhan (Silva et al. 1995; Sist et al. 2003). Dinamika tegakan hutan

merupakan aspek penting sebagai pertimbangan dalam penebangan dan aspek konservasi

sumber daya hutan dalam suatu sistem pengelolaan hutan (Sokpon dan Biaou 2002; Obiri et

al. 2002 dalam Marin et al. 2005). Perlakuan atau tindakan yang berbeda akan membentuk

struktur tegakan hutan bekas tebangan yang berbeda pula, terutama dalam pola pertumbuhan

yang dihasilkan (Saridan dan Susanty 2005). Perbedaan limit diameter tebangan yang

menunjukkan tingkat atau intensitas penebangan akan meningkatkan tingkat kerusakan pada

tegakan tinggal dan pembukaan areal hutan yang lebih besar. Pemulihan kondisi tegakan

hutan mendekati kondisi tegakan awal sangat beragam tergantung pada tingkat kerusakan

hutan dan daya dukung lingkungannya (Muhdin et al. 2008).

Model pertumbuhan dan hasil merupakan salah satu perangkat manajemen kuantitatif

yang penting dalam pengaturan hasil terutama dalam siklus kedua dan selanjutnya. Kondisi

hutan bekas tebangan mempunyai variasi dalam struktur dan kerapatan tegakan, serta tingkat

atau laju kematian (mortality) dan alih tumbuh (ingrowth) dalam hutan tersebut. (Phillips et al.

Page 79: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

63

2002). Menurut Simon (2007) terdapat 3 (tiga) elemen dasar untuk pertumbuhan tegakan,

yaitu tambah tumbuh (accretion), mortalitas (mortality) dan alih tumbuh (ingrowth). Tambah

tumbuh adalah pertumbuhan semua pohon yang diukur sejak awal sampai akhir pengamatan.

Mortalitas atau kematian (mortality) adalah jumlah pohon yang mati selama periode

pengamatan, sedangkan alih tumbuh (ingrowth/recruitment) merupakan jumlah pohon baru

yang masuk ke kelas pengukuran terkecil (kelas diameter terendah) selama periode

pengukuran (Davis et al. 2001).

Melalui pembangunan plot sampel permanen dalam konsesi hutan, pengumpulan

database monitoring dampak penebangan dapat dilakukan secara periodik dalam unit

pengelolaan hutan operasional. Salah satu prinsip pembangunan model pengaturan hasil

dapat dilakukan dengan menggunakan data pengukuran baik pada plot permanen maupun

temporer (Vanclay 1988). Variabel input terutama diameter-struktur tegakan dihasilkan dari

inventarisasi hutan secara klasik (Durrieu de Madron dan Forni 1997; Alder 2002 diacu dalam

Gourlet-Fleury et al. 2005). Keterbatasan informasi tingkat mortalitas seringkali dilakukan

dengan membangun model mortalitas yang dihasilkan dari korelasinya dengan variabel

tegakan yang terukur (Flewelling dan Monserud 2002). Keterbatasan data mortalitas dan

ingrowth dalam membangun model pengaturan hasil tegakan akan menghasilkan bias dalam

proyeksi kondisi tegakan. Penentuan laju mortalitas dan ingrowth pada variasi kondisi hutan

berdasarkan runtun waktu (time series) akan menunjang penyediaan perangkat manajemen

kuantitatif pengelolaan hutan.

Kondisi tegakan yang beragam akan membentuk pola keragaman terhadap respon

input tindakan atau perlakuan yang diberikan, baik berupa variasi intensitas penebangan,

teknik pembebasan maupun tindakan silvikultur lainnya. Dengan variasi karakteristik tegakan

dan kondisi hutan alam yang sebagian besar berupa bekas tebangan maka diperlukan upaya

dalam menyediakan informasi kuantitatif karakteristik tegakan dalam perencanaan

pengelolaan hutan terutama pada areal hutan bekas tebangan.

6.1. Mortalitas Tegakan

Tingkat mortalitas tegakan dengan teknik penebangan yang berbeda akan dipengaruhi

oleh intensitas penebangan berdasarkan jumlah dan volume pohon yang ditebang. Intensitas

penebangan terbesar adalah teknik penebangan konvensional dengan jumlah pohon yang

ditebang 10.1 + 4.2 batang ha-1 dengan volume 107.2 + 59.6 m3 ha-1, selanjutnya pada RIL

50 dengan intensitas penebangan 10.7 + 4.9 batang ha-1 dengan volume 96.8 + 66.5 m3 ha-1

dan intensitas yang terendah adalah pada RIL 60 dengan menebang 7.0 + 3.0 batang ha-1

dengan volume 56.5 + 23.3 m3 ha-1 (Sist dan Bertault 1998). Berdasarkan laporan tersebut

menunjukkan kecenderungan intensitas logging yang meningkat secara berturut-turut adalah

RIL 60, RIL 50 dan konvensional (Tabel 9).

Page 80: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

64

Tabel 9. Risalah intensitas penebangan pada plot penelitian

Plot Bidang dasar

(m2 ha-1) Pohon (n ha-1)

Volume

(m3 ha-1)

Volume komersial

(% tebangan)

2 (RIL50)

3 (RIL50)

12 (RIL50)

9.8 + 5.2

11.7 + 6.4

30.8 + 6.2

9.0 + 5.3

8.2 + 3.9

15.0 + 2.7

51.0 + 33.6

65.7 + 39.8

173.8 + 38.8

61.4

59.0

56.5

Rataan + SD 17.5 + 11.3 10.7 + 4.9 96.8 + 66.5 59.0 + 2.4

5 (RIL60)

6 (RIL60)

7 (RIL60)

8.3 + 5.4

10.4 + 2.4

15.4 + 7.3

4.7 + 3.3

7.7 + 1.7

8.5 + 3.1

42.6 + 23.9

57.4 + 14.5

69.6 + 26.9

54.0

50.9

45.3

Rataan + SD 11.4 + 5.8 7.0 + 3.0 56.5 + 23.3 50.1 + 4.4

8 (CNV)

9 (CNV)

11 (CNV)

22.1 + 8.9

13.3 + 2.7

17.6 + 13.3

12.2 + 5.1

8.5 + 3.7

10.5 + 4.4

126.3 + 52.5

85.8 + 26.2

109.5 + 92.3

51.2

51.2

54.0

Rataan + SD 17.7 + 9.3 10.1 + 4.2 107.2 + 59.6 52.3 + 1.6

Sumber: Sist dan Bertault (1998)

Adanya keragaman struktur dan komposisi tegakan menyebabkan tindakan

pembebasan yang dilakukan menjadi bervariasi. Tindakan pembebasan dilakukan dengan

membunuh pohon jenis non komersial dan jenis kurang dikenal dengan maksimal 35% dari

total luas bidang dasar ha-1 (Sist dan Abdurachman 1998). Pada plot penelitian dilakukan

pembebasan dengan teknik sistematis dan pembebasan berbasis pada pohon binaan.

Fluktuasi kematian (mortalitas) rataan dalam jumlah batang per hektar per 2 tahun

pada masing-masing plot penelitian dengan teknik penebangan dan pembebasan yang

berbeda hingga jangka waktu 23 tahun setelah penebangan dan hutan bekas tebangan dengan

teknik pembebasan dikelompokkan berdasarkan jenis Dipterocarpaceae (yang terbagi dalam

Shorea spp. dan Dipterocarpaceae non Shorea), non Dipterocarpaceae dan semua jenis. Tingkat

kematian pohon dalam tegakan (mortalitas) untuk semua jenis pada hutan bekas tebangan

dengan teknik penebangan yang berbeda dan dengan teknik pembebasan yang berbeda akan

mempunyai pola fluktuasi yang berbeda sepanjang pengukuran (Gambar 35). Pada hutan

bekas penebangan mempunyai tingkat mortalitas yang besar pada tahun ke-1 dan tahun ke-3

dibandingkan hutan primer, sedangkan pada hutan setelah pembebasan mempunyai tingkat

mortalitas yang besar pada tahun ke-1 hingga tahun ke-5 dibandingkan kondisi hutan bekas

tebangan tanpa perlakuan.

Page 81: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

65

Gambar 35. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) tegakan untuk semua jenis pada hutan bekas

tebangan berdasarkan (a) teknik penebangan yang berbeda dan (b) teknik pembebasan yang berbeda

Pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda, kelompok jenis

non Dipterocarpaceae mempunyai tingkat mortalitas yang lebih besar dibandingkan dengan

kelompok jenis Dipterocarpaceae (Gambar 36). Mortalitas tertinggi terjadi pada tahun ke-1 dan

ke-3 setelah penebangan, kemudian mulai berimpit sejak tahun ke-5. Mortalitas terbesar

terjadi pada teknik penebangan konvensional (intensitas penebangan tertinggi) baik untuk

kelompok jenis Dipterocarpacaeae maupun non Dipterocarpacaeae.

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

1 3 5 7 9 11 13 15 17 23

Kem

atia

n (

btg

ha-

12th

-1)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

RIL 50

RIL 60

CNV

HP

0

20

40

60

80

100

120

1 3 5 7 9 11 13 15 23

kem

atia

n (

btg

ha-

1 2

th-1

)

Jangka waktu setelah pembebasan (tahun)

PS

PPB

CTR

(a)

(b)

Page 82: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

66

Gambar 36. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik

penebangan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae

Kelompok jenis Dipterocarpacaeae merupakan kelompok jenis utama komersial yang

ditebang. Untuk meninjau karakteristik mortalitas tegakan Dipterocarpaceae dibagi dalam 2

kelompok jenis Shorea spp. dan Dipterocarpaceae non Shorea (Gambar 37). Kelompok jenis

Dipterocarpaceae non Shorea mempunyai tingkat mortalitas yang cenderung lebih besar

dibandingkan Shorea spp. Kedua kelompok jenis ini memiliki perbedaan jika dibandingkan

dengan kondisi yang berbeda yaitu pada hutan primer. Kelompok jenis Shorea spp. lebih

berfluktuatif dengan tingkat mortalitas pada hutan bekas tebangan lebih rendah dibandingkan

0

20

40

60

80

100

120

1 3 5 7 9 11 13 15 17 23

Kem

atia

n (

btg

ha-

12th

-1)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

RIL 50

RIL 60

CNV

HP

0

20

40

60

80

100

120

1 3 5 7 9 11 13 15 17 23

Kem

atia

n (

btg

ha-

12th

-1)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

RIL 50

RIL 60

CNV

HP

(a)

(b)

Page 83: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

67

pada hutan primer pada tahun ke-5 hingga tahun ke-9. Sedangkan kelompok Dipterocarpaceae

non Shorea pada hutan bekas tebangan memiliki kecenderungan lebih tinggi dibandingkan

kondisi hutan primer hingga tahun ke-11.

Gambar 37. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik

penebangan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Shorea spp. dan (b) Dipterocarpaceae non Shorea

Pada hutan bekas tebangan berumur 11 tahun yang diberi perlakuan atau tindakan

silvikultur berupa pembebasan teknik yang berbeda, kelompok jenis Dipterocarpaceae

mempunyai pola fluktuasi mortalitas yang berbeda dibandingkan dengan kelompok jenis non

Dipterocarpaceae sepanjang 23 tahun pengamatan (Gambar 38). Tingkat mortalitas

0

5

10

15

20

25

30

1 3 5 7 9 11 13 15 17 23

Kem

atia

n (

btg

ha-

12th

-1)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

RIL 50

RIL 60

CNV

HP

0

10

20

30

40

50

1 3 5 7 9 11 13 15 17 23

Kem

atia

n (

btg

ha-

12th

-1)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

RIL 50

RIL 60

CNV

HP

(a)

(b)

Page 84: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

68

Dipterocarpaceae setelah pembebasan memiliki pola yang cenderung menyerupai kondisi pada

hutan bekas tebangan tanpa perlakuan (kontrol). Sedangkan pada kelompok non

Dipterocarpaceae, tingkat mortalitas terbesar terjadi pada tahun ke-1 hingga tahun ke-5 yang

merupakan efek dari pembebasan yang dilakukan secara peracunan (kematian perlahan).

Gambar 38. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik

pembebasan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae

Kelompok jenis Dipterocarpacaeae merupakan kelompok jenis utama komersial yang

dijadikan sebagai pohon binaan dalam kegiatan pembebasan tegakan setelah penebangan.

Respon tegakan Dipterocarpaceae setelah pembebasan terhadap tingkat mortalitas dibagi dalam

0

10

20

30

40

1 3 5 7 9 11 13 15 23

Kem

atia

n (

btg

ha-

1 2

th-1

)

Jangka waktu setelah pembebasan (tahun)

PS

PPB

CTR

0

20

40

60

80

100

1 3 5 7 9 11 13 15 23

Kem

atia

n (

btg

ha-

1 2

th-1

)

Jangka waktu setelah pembebasan (tahun)

PS

PPB

CTR

(b)

(a)

Page 85: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

69

2 kelompok jenis Shorea spp. dan Dipterocarpaceae non Shorea (Gambar 39). Kelompok jenis

Shorea spp. cenderung mempunyai tingkat mortalitas yang lebih besar dan fluktuatif

dibandingkan Dipterocarpaceae non Shorea. Mortalitas kelompok jenis Shorea spp. pada tegakan

setelah pembebasan lebih besar pada tahun ke-5 dan tahun ke-7 dibandingkan pada hutan

bekas tebangan tanpa perlakuan. Sedangkan kelompok Dipterocarpaceae non Shorea

mempunyai fluktuasi mortalitas yang lebih sempit (dibawah 5 btg ha-1 2th-1) baik pada hutan

bekas tebangan dengan pembebasan maupun tanpa perlakuan (kontrol).

Gambar 39. Tingkat mortalitas (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik

pembebasan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Shorea spp. dan (b) Dipterocarpaceae non Shorea

0

10

20

30

40

1 3 5 7 9 11 13 15 23

Kem

atia

n (

btg

ha-

1 2

th-1

)

Jangka waktu setelah pembebasan (tahun)

PS

PPB

CTR

0

10

20

30

40

1 3 5 7 9 11 13 15 23

Kem

atia

n (

btg

ha-

1 2

th-1

)

Jangka waktu setelah pembebasan (tahun)

PS

PPB

CTR

(b)

(a)

Page 86: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

70

Perhitungan laju mortalitas (% ha-1 2th-1) pada masing-masing plot penelitian

dilakukan untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (terbagi menjadi Shorea spp. dan

Dipterocarpaceae non Shorea), non Dipterocarpaceae dan semua jenis. Laju mortalitas rataan pada

teknik penebangan yang berbeda dan setelah pembebasan menunjukkan hasil yang berbeda

(Tabel 10). Semakin tinggi tingkat intensitas penebangan akan semakin tinggi tingkat

mortalitas tegakan rataan . Pada hutan bekas tebangan tingkat mortalitas tegakan sebesar

2.5-29.3% ha-1 2th-1. Tingkat mortalitas tertinggi terjadi pada tahun ke-1 dan tahun ke-3

setelah penebangan yang berkisar antara 6.9-40.4% ha-1 2th-1, dan menurun setelah tahun ke-

5. Pada hutan bekas tebangan setelah pembebasan mempunyai tingkat mortalitas yang

berkisar antara 1.0-13.6% ha-1 2th-1, dengan tingkat mortalitas tegakan tertinggi setelah

pembebasan terjadi pada tahun ke-3 dan tahun ke-5. Pada hutan bekas tebangan 13-25 tahun

mempunyai kisaran mortalitas 1.3-9.6% ha-1 2th-1 dengan rataan 4.53% ha-1 2th-1. Sedangkan

pada hutan primer mempunyai fluktuasi tingkat mortalitas untuk semua jenis yang lebih

rendah yaitu 2.0-6.0% ha-1 2th-1 dengan rataan 3.29% ha-1 2th-1.

Tabel 10. Laju kematian (mortalitas) tegakan (% ha-1 2th-1) untuk semua jenis

Kondisi HBT1 HBT3 HBT5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

(% ha-1 2th-1)

RIL50 Rataan 23.7 10.9 4.3 5.8 3.0 2.9 2.7 3.4 3.3 3.4

SD 10.6 6.2 1.4 1.2 0.7 1.1 1.1 1.7 1.5 1.7

RIL60 Rataan 22.3 8.3 4.4 5.5 3.3 2.5 2.5 2.5 3.5 2.8

SD 8.1 3.5 1.1 1.3 0.9 0.8 1.1 1.3 2.0 1.3

CNV Rataan 29.3 12.8 2.8 6.8 3.3 3.6 2.8 2.9 4.3 4.4

SD 9.2 8.0 1.3 2.3 0.9 2.1 1.0 1.9 0.4 1.9

HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Rataan 2.9 3.2 4.7 6.0 3.2 3.4 2.7 2.0 3.2 2.9

SD 1.0 1.3 5.1 1.8 1.2 1.5 1.5 1.4 2.0 1.9

P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Rataan 3.4 13.6 6.1 9.5 4.0 7.7 3.2 6.1 8.2

SD 1.5 2.7 3.8 4.6 1.6 5.8 1.4 2.2 6.1

PPB Rataan 4.6 13.2 6.0 8.7 2.9 3.3 3.3 4.1 12.2

SD 3.2 2.8 3.6 3.3 1.0 1.0 1.2 2.4 8.6

HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Rataan 3.7 4.3 2.4 9.6 4.7 3.1 3.9 4.1 11.6

SD 1.3 1.5 1.6 5.0 3.6 1.3 1.7 1.9 4.1

Keterangan : HBT = Hutan bekas tebangan; HP = Hutan primer; P = Pembebasan; SD = Standar deviasi

Beberapa studi di Kalimantan Timur pada hutan bekas tebangan 2 tahun mempunyai

tingkat mortalitas tegakan 2.5% th-1 (Primack et al. 1985; Nguyen-The et al. 1998). Tingkat

mortalitas setelah tahun ke-5 pada penelitian ini mendekati kondisi pada areal hutan bekas

tebangan di Papua New Guinea dengan tingkat mortalitas yang rendah yaitu sebesar 2.5% ha-

Page 87: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

71

1 th-1 (Mex 2005). Tingkat mortalitas pada plot penelitian cenderung lebih besar dibandingkan

dengan beberapa hutan Dipterocarpaceae campuran di Asia yang mempunyai tingkat mortalitas

sebesar 1.5% th-1 (Nguyen-The et al. 1998). Jika dibandingkan dengan tipe hutan lain, hutan

Dipterocarpaceae mempunyai tingkat mortalitas lebih rendah yaitu pada hutan rawa gambut

sebesar 6.13% th-1 dan hutan kerangas sebesar 4.26% th-1 (Nishimua et al. 2006). Pada tahun

ke-5 hutan setelah penebangan, tingkat mortalitas telah menurun dan mendekati tingkat

mortalitas pada kondisi hutan primer.

Peningkatan mortalitas tegakan berkorelasi dengan intensitas penebangan

(penebangan konvensional lebih tinggi dibandingkan penebangan ramah lingkungan).

Beberapa faktor pembatas menjadi dasar dalam menduga perubahan yang terjadi pada tingkat

tegakan hutan antara lain intensitas penebangan, kondisi tegakan awal dan komposisi jenis

utama penyusun tegakan (Harcombe et al. 2002). Perubahan utama fluktuasi tingkat

mortalitas tegakan terjadi pada 1-3 tahun setelah penebangan dan 1-5 tahun setelah

pembebasan dengan peracunan. Menurut Kariuki et al. (2006), perubahan utama tegakan

setelah penebangan terhadap kelimpahan dan biodiveristas tegakan terjadi pada 5–10 tahun

setelah penebangan.

6.2. Alih Tumbuh (Ingrowth) Tegakan

Tingkat alih tumbuh (ingrowth/rekruitment) menunjukkan kecepatan permudaan

tingkat sapling pada berbagai kondisi tegakan tinggal hutan alam. Tingkat ingrowth tegakan

dalam jumlah batang per hektar per 2 tahun pada masing-masing plot penelitian dengan

teknik penebangan yang berbeda hingga jangka waktu 23 tahun setelah penebangan dan hutan

bekas tebangan dengan teknik pembebasan yang berbeda dilakukan berdasarkan

pengelompokan jenis Dipterocarpaceae (yang terbagi dalam Shorea spp. dan Dipterocarpaceae non

Shorea), non Dipterocarpaceae dan semua jenis. Fluktuasi ingrowth tegakan untuk semua jenis

pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda dan dengan teknik

pembebasan yang berbeda akan mempunyai pola fluktuasi yang berbeda sepanjang waktu

pengamatan dan pengukuran disajikan pada Gambar 40..

Page 88: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

72

Gambar 40. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) tegakan untuk semua jenis pada hutan bekas

tebangan berdasarkan (a) teknik penebangan yang berbeda dan (b) teknik pembebasan yang berbeda

Seperti halnya pada tingkat mortalitas, tingkat ingrowth memiliki kecenderungan bahwa

intensitas penebangan yang tinggi akan meningkatkan tingkat ingrowth tegakan. Penebangan

dengan teknik konvensional dan penebangan ramah lingkungan dengan limit diameter 50 cm

mempunyai tingkat ingrowth yang lebih besar dibandingkan dengan teknik penebangan

ramah lingkungan dengan limit diameter 60 cm. Ingrowth pada hutan bekas tebangan lebih

tinggi dibandingkan kondisi statis hutan primer. Sedangkan hutan bekas tebangan dengan

pembebasan sistematis akan memberikan respon ingrowth yang lebih besar dibandingkan

0

20

40

60

80

100

120

1 3 5 7 9 11 13 15 17 23

Ingr

owth

(b

tg h

a-12th

-1)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

RIL 50

RIL 60

CNV

HP

0

20

40

60

80

100

120

1 3 5 7 9 11 13 15 23

Ingr

owth

(b

tg h

a-1 2

th-1

)

Jangka waktu setelah pembebasan (tahun)

PS

PPB

CTR

(a)

(b)

Page 89: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

73

dengan teknik pembebasan berbasis pohon binaan. Hutan bekas tebangan yang diberi

tindakan pembebasan akan memberikan peningkatan ingrowth 2-3 kali lebih besar

dibandingkan pada hutan bekas tebangan tanpa perlakuan. Tingkat ingrowth pada hutan bekas

tebangan hingga 23 tahun dan setelah pembebasan akan cenderung lebih besar dibandingkan

kondisi kontrolnya.

Pada hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda, kelompok jenis

non Dipterocarpaceae mempunyai tingkat ingrowth yang lebih besar dibandingkan dengan

kelompok jenis Dipterocarpaceae (Gambar 41).

Gambar 41. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik

penebangan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae

0

20

40

60

80

100

120

1 3 5 7 9 11 13 15 17 23

Ingr

owth

(b

tg h

a-12th

-1)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

RIL 50RIL 60CNVHP

0

20

40

60

80

100

120

1 3 5 7 9 11 13 15 17 23

Ingr

owth

(b

tg h

a-12th

-1)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

RIL 50

RIL 60

CNV

HP

(b)

(a)

Page 90: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

74

Kelompok jenis Dipterocarpacaeae mempunyai tingkat ingrowth kurang dari 20 btg ha-1

2th-1 sepanjang 17 tahun setelah penebangan. Karakteristik ingrowth tegakan Dipterocarpaceae

dibagi dalam 2 kelompok jenis Shorea spp. dan Dipterocarpaceae non Shorea (Gambar 42).

Kelompok jenis Shorea spp. mempunyai tingkat ingrowth yang cenderung lebih besar

dibandingkan Dipterocarpaceae non Shorea, tetapi kedua kelompok jenis ini memiliki ingrowth

yang lebih tinggi dibandingkan kondisi hutan primer.

Gambar 42. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik

penebangan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Shorea spp. dan (b) Dipterocarpaceae non Shorea

0

5

10

15

20

25

30

1 3 5 7 9 11 13 15 17 23

Ingr

owth

(b

tg h

a-12th

-1)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

RIL 50

RIL 60

CNV

HP

0

5

10

15

20

25

30

1 3 5 7 9 11 13 15 17 23

Ingr

owth

(b

tg h

a-12th

-1)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

RIL 50

RIL 60

CNV

HP

(b)

(a)

Page 91: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

75

Pada hutan bekas tebangan berumur 11 tahun dengan teknik pembebasan yang

berbeda, kelompok jenis non Dipterocarpaceae mempunyai tingkat ingrowth yang lebih besar

dibandingkan dengan kelompok jenis Dipterocarpaceae sepanjang 23 tahun pengamatan

(Gambar 43). Respon pembebasan terhadap tingkat ingrowth mulai menurun pada tahun ke-

9 setelah pembebasan baik untuk Dipterocarpaceae maupun non Dipterocarpaceae.

Gambar 43. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Dipterocarpaceae dan (b) non Dipterocarpaceae

0

10

20

30

40

1 3 5 7 9 11 13 15 23

Ingro

wth

(b

tg h

a-1 2

th-1

)

Jangka waktu setelah pembebasan (tahun)

PS

PPB

CTR

0

20

40

60

80

100

1 3 5 7 9 11 13 15 23

Ingr

owth

(b

tg h

a-12th

-1)

Jangka waktu setelah pembebasan (tahun)

PS

PPB

CTR

(b)

(a)

Page 92: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

76

Respon tegakan Dipterocarpaceae setelah pembebasan terhadap tingkat ingrowth dibagi

dalam 2 kelompok jenis Shorea spp. dan Dipterocarpaceae non Shorea (Gambar 44). Kelompok

jenis Shorea spp. cenderung mempunyai tingkat ingrowth yang lebih besar dibandingkan

Dipterocarpaceae non Shorea. Tindakan pembebasan dengan sistematik akan memberikan efek

ingrowth yang lebih besar baik untuk kelompok jenis Shorea spp. maupun Dipterocarpaceae non

Shorea sampai dengan tahun ke-9 setelah pembebasan.

Gambar 44. Tingkat ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan dengan teknik

pembebasan yang berbeda untuk kelompok jenis (a) Shorea spp. dan (b) Dipterocarpaceae non Shorea

0

10

20

30

40

1 3 5 7 9 11 13 15 23

Ingr

owth

(b

tg h

a-12th

-1)

Jangka waktu setelah pembebasan (tahun)

PS

PPB

CTR

0

10

20

30

40

1 3 5 7 9 11 13 15 23

Ingr

owth

(b

tg h

a-12th

-1)

Jangka waktu setelah pembebasan (tahun)

PS

PPB

CTR

(b)

(a)

Page 93: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

77

Perhitungan laju ingrowth (% ha-1 2th-1) pada masing-masing plot penelitian dilakukan

untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (terbagi menjadi Shorea spp. dan Dipterocarpaceae non

Shorea), non Dipterocarpaceae dan semua jenis. Laju ingrowth rataan pada teknik penebangan

yang berbeda dan setelah pembebasan menunjukkan hasil yang berbeda pada berbagai variasi

kondisi (Tabel 11). Pada hutan bekas tebangan dengan teknik yang berbeda mempunya

tingkat ingrowth tegakan 1.3-21.3% ha-1 2th-1. Tingkat ingrowth pada hutan bekas tebangan lebih

tinggi sepanjang tahun pengukuran hingga tahun ke-17 setelah penebangan. Pada hutan

bekas tebangan setelah pembebasan mempunyai tingkat ingrowth yang berkisar antara 2.3–

13.9% ha-1 2th-1. Tingkat ingrowth tegakan cenderung mulai menurun pada tahun ke-9 setelah

penebangan maupun setelah pembebasan. Hutan bekas tebangan tanpa perlakuan

mempunyai tingkat ingrowth yang lebih besar dibandingkan pada kondisi hutan primer (0.7-

4.7% ha-1 2th-1).

Tabel 11. Laju ingrowth tegakan (% ha-1 2th-1) untuk semua jenis

Kondisi HBT1 HBT3 HBT5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

(% ha-1 2th-1)

RIL50 Rataan 1.8 9.0 21.3 14.5 8.8 2.8 3.4 6.5 0.6 1.1

SD 0.6 4.9 25.3 8.9 4.4 2.4 1.7 2.7 0.2 0.3

RIL60 Rataan 2.1 6.3 9.0 10.5 7.9 1.6 3.5 9.8 0.7 0.9

SD 1.0 2.3 2.3 3.3 3.8 1.0 1.4 5.7 0.1 0.2

CNV Rataan 1.3 12.7 19.1 19.6 7.8 3.5 5.2 5.4 0.7 1.1

SD 0.6 8.5 13.4 8.2 4.8 1.2 2.6 1.9 0.2 0.2

HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Rataan 2.1 3.8 3.7 4.7 2.0 1.1 1.6 4.5 0.7 0.9

SD 1.0 1.9 1.9 2.2 1.1 1.1 0.9 2.7 0.6 0.5

P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Rataan 4.7 12.3 13.9 11.4 2.3 5.0 3.1 3.2 3.7

SD 2.0 4.3 4.4 1.6 0.8 2.0 1.3 1.6 1.4

PPB Rataan 4.2 8.4 9.6 10.1 5.0 3.5 2.5 2.6 2.8

SD 2.0 2.7 2.8 2.0 7.1 1.4 1.4 1.4 1.3

HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Rataan 3.7 4.7 7.1 4.7 2.8 3.2 2.8 2.9 3.4

SD 2.8 2.4 2.6 1.3 3.6 2.2 2.1 1.8 2.2

Keterangan : HBT = Hutan bekas tebangan; HP = Hutan primer; P = Pembebasan; SD = Standar deviasi

Hasil ini mendekati hasil penelitian Silva et al. (1995) yang menunjukkan bahwa

tingkat ingrowth akan meningkat pada 8 tahun pertama setelah penebangan. Ingrowth akan

meningkat tajam melalui pembukaan kanopi setelah penebangan yang memberikan ruang

tumbuh yang lebih dan akan menurun sejalan dengan kompetisi dalam tegakan (Gourlet-

Fleury et al. 2005). Berdasarkan hal yang sama, Kao dan Iida (2006) menyatakan bahwa hutan

Page 94: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

78

bekas tebangan mempunyai tingkat ingrowth tertinggi pada 3 tahun setelah penebangan.

Hardiansyah et al. (2005), menyatakan bahwa pada umur 1 tahun setelah tebangan di Jambi,

tingkat ingrowth sebesar 0.19-2.89% th-1 dengan rataan 2.1% th-1. Dibandingkan hasil pada

penelitian ini, tingkat ingrowth cenderung lebih rendah. Kondisi hutan primer mempunyai

fluktuasi tingkat ingrowth yang relatif sempit dengan rataan 2.5% ha-1 2th-1, dibandingkan

kondisi tegakan hutan bekas tebangan dengan berbagai teknik penebangan maupun tanpa

pemberian tindakan pembebasan. Tingkat ingrowth tegakan 13 tahun setelah penebangan di

Papua New Guinea mempunyai rataan 41 btg ha-1 (Mex 2005).

Tingkat ingrowth menunjukkan kecenderungan yang meningkat hingga tahun ke-9

setelah penebangan dan tahun ke-7 setelah pembebasan. Hasil yang serupa di hutan Amazon

Brazil menunjukkan peningkatan ingrowth pada 8 tahun pertama setelah penebangan (Silva et

al. 1995). Tingginya ingrowth didorong oleh pembukaan kanopi setelah penebangan ataupun

pembebasan. Penurunan tingkat ingrowth mendekati kondisi hutan primer atau kontrol sejak

tahun ke-11 setelah penebangan maupun tahun ke-9 setelah pembebasan bersesuaian dengan

respon perubahan utama tegakan yang terjadi pada 5–10 tahun setelah penebangan atau

perlakuan (Kariuki et al. 2006) serta sejalan dengan adanya kompetisi dalam tegakan (Gourlet-

Fleury et al. 2005).

6.3. Korelasi Jangka Waktu Pemulihan terhadap Mortalitas dan Ingrowth

Analisis varians (anova) menunjukkan bahwa perbedaan teknik penebangan RIL50,

RIL60 dan konvensional terhadap tingkat mortalitas untuk semua kelompok jenis

(Dipterocarpaceae, Shorea, Dipterocarpaceae non Shorea, non Dipterocarpaceae dan semua jenis)

menunjukkan hasil yang tidak signifikan (Fhit < Ftabel(2,24;0.05) = 3.4028), begitu pula terhadap

tingkat ingrowth (Fhit < Ftabel(2,24;0.05) = 3.4028). Berdasarkan hasil analisis varians menunjukkan

bahwa perbedaan teknik penebangan tidak menunjukkan tingkat mortalitas dan ingrowth yang

berbeda nyata, sehingga dalam analisis regresi kondisi hutan bekas tebangan dengan teknik

penebangan yang berbeda dikelompokkan dalam tegakan hutan bekas tebangan. Penilaian

hubungan jangka waktu setelah penebangan terhadap tingkat mortalitas dan ingrowth tegakan

dilakukan berdasarkan hasil analisis regresi terpilih berdasarkan nilai koefisien determinasi

tertinggi dan standar error terendah (Tabel 12).

Analisis varians (anova) menunjukkan bahwa perbedaan teknik pembebasan

sistematis dan pembebasan berbasis pohon binaan pada hutan bekas tebangan 11 tahun tidak

menunjukkan hasil yang berbeda secara signifikan terhadap tingkat mortalitas untuk semua

kelompok jenis (Dipterocarpaceae, Shorea, Dipterocarpaceae non Shorea, non Dipterocarpaceae dan

semua jenis) (Fhit < Ftabel(0.05;12) = 4.7472), begitu pula terhadap tingkat ingrowth (Fhit < Ftabel(0.05;12)

= 4.7472). Berdasarkan hasil analisis varians tersebut menunjukkan bahwa perbedaan teknik

pembebasan tidak menunjukkan tingkat mortalitas dan ingrowth yang berbeda nyata, sehingga

Page 95: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

79

dalam analisis regresi untuk kedua kondisi hutan bekas tebangan tersebut dikelompokkan

dalam tegakan hutan bekas tebangan setelah pembebasan. Penilaian hubungan jangka waktu

setelah pembebasan terhadap tingkat mortalitas dan ingrowth tegakan dilakukan berdasarkan

hasil analisis regresi terpilih berdasarkan nilai koefisien determinasi tertinggi dan standar error

terendah (Tabel 13).

Tabel 12. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan tingkat mortalitas dan ingrowth untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ)

Kelompok Jenis

Kondisi Persamaan Regresi R2 SE Pvalue

D HBT y(M) = -0.0395x3 + 1.2951x2 - 13.177x + 43.501

0.8020 4.8553 0.00

y(I) = 0.011x3 - 0.3676x2 + 3.2295x + 0.2946 0.2837 3.5516 0.03

HP y(M) = 0.0073x3 - 0.2272x2 + 1.8366x + 0.8951

0.4158 1.5768 0.02

y(I) = 0.0048x3 - 0.1384x2 + 1.0019x + 1.5803

0.1386 1.9415 0.03

S HBT y(M) = -0.0038x3 + 0.134x2 - 1.5231x + 6.8576

0.1564 3.3622 0.00

y(I) = 0.0048x3 - 0.1803x2 + 1.8076x - 0.3563 0.2585 2.2591 0.00

HP y(M) = 0.0073x3 - 0.2167x2 + 1.739x - 0.9504 0.3713 1.2916 0.02

y(I) = 0.0024x3 - 0.0681x2 + 0.4951x + 0.7045

0.1023 1.0123 0.04

D-s HBT y(M) = -0.0356x3 + 1.1611x2 - 11.654x + 36.644

0.8218 3.891 0.00

y(I) = 0.0062x3 - 0.1873x2 + 1.4219x + 0.6509

0.2798 1.7171 0.00

HP y(M) = -0.0095x2 + 0.0907x + 1.8562 0.4361 0.569 0.01

y(I) = 0.0024x3 - 0.0703x2 + 0.5068x + 0.8759

0.1074 1.2754 0.04

nD HBT y(M) = -0.0779x3 + 2.6842x2 - 28.4x + 101.3 0.8229 9.985 0.00

y(I) = 0.0667x3 - 2.1667x2 + 18.792x - 11.094 0.3990 14.765 0.01

HP y(M) = 0.0196x3 - 0.5982x2 + 4.8012x + 4.3734

0.3743 4.1423 0.00

y(I) = 13.873e-0.082x 0.2401 0.3393 0.01

SJ HBT y(M) = -0.1174x3 + 3.9793x2 - 41.577x + 144.81

0.8391 13.686 0.00

y(I) = 0.0778x3 - 2.5343x2 + 22.022x - 10.799 0.4049 17.288 0.02

HP y(M) = 0.0269x3 - 0.8254x2 + 6.6378x + 5.2685

0.4064 5.4744 0.03

y(I) = 17.636e-0.078x 0.2280 0.3359 0.03

Keterangan: R2 = Koefisien determinasi; SE = Standar error; HBT = Hutan bekas tebangan;

HP = Hutan primer; x = jangka waktu setelah penebangan;

y(M) = fungsi mortalitas tegakan (btg ha-1 2 th-1);

y(I) = fungsi ingrowth tegakan (btg ha-1 2 th-1)

Page 96: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

80

Tabel 13. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan tingkat mortalitas dan ingrowth untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ)

Kelompok Jenis

Kondisi Persamaan Regresi R2 SE Pvalue

D HSP y(M) = -0.1098x2 + 1.72x + 0.3871 0.2389 3.1887 0.00

y(I) = 0.0334x3 - 0.8878x2 + 5.9696x + 0.4355

0.5283 3.9312 0.00

CTR y(M) = -0.1111x2 + 1.5778x + 0.832 0.1652 3.9119 0.00

y(I) = 0.0135x3 - 0.3488x2 + 2.1398x + 2.3592

0.3159 3.3100 0.00

S HSP y(M) = -0.1054x2 + 1.5734x - 0.8311 0.2877 2.5179 0.00

y(I) = 0.018x3 - 0.486x2 + 3.3287x + 0.2345 0.5701 1.9969 0.00

CTR y(M) = -0.0853x2 + 1.2206x - 0.4157 0.2174 2.5399 0.00

y(I) = 0.0113x3 - 0.2649x2 + 1.45x + 1.5833 0.4203 1.8045 0.00

D-s HSP y(M) = -0.0015x3 + 0.0272x2 - 0.0096x + 1.5363

0.1062 1.3418 0.00

y(I) = 0.0154x3 - 0.4019x2 + 2.6408x + 0.201 0.3533 2.5239 0.00

CTR y(M) = -0.0281x2 + 0.3837x + 1.3007 0.086 1.4361 0.53

y(I) = 0.0022x3 - 0.0839x2 + 0.6898x + 0.7759

0.1864 1.6897 0.00

nD HSP y(M) = 0.147x3 - 3.3723x2 + 19.809x + 6.5487

0.3661 14.473 0.00

y(I) = 0.1864x3 - 4.4207x2 + 27.702x - 8.2534

0.7160 8.5231 0.00

CTR y(M) = -0.1786x2 + 2.3762x + 10.069 0.1468 7.1976 0.43

y(I) = 0.0551x3 - 1.3811x2 + 9.1607x + 2.4898

0.6324 4.0418 0.00

SJ HSP y(M) = 0.1428x3 - 3.4024x2 + 21.109x + 7.4218

0.3396 15.7355 0.00

y(I) = 0.2053x3 - 5.0673x2 + 32.897x - 7.4022

0.6809 12.0337 0.00

CTR y(M) = -0.0075x3 - 0.1416x2 + 3.1488x + 11.573

0.1756 10.8053 0.00

y(I) = 0.0642x3 - 1.6053x2 + 10.248x + 6.2571

0.5477 6.4754 0.01

Keterangan: R2 = Koefisien determinasi; SE = Standar error;

HBT = Hutan bekas tebangan; HP = Hutan primer;

x = jangka waktu setelah penebangan;

y(M) = fungsi mortalitas tegakan (btg ha-1 2 th-1);

y(I) = fungsi ingrowth tegakan (btg ha-1 2 th-1)

Jangka waktu penebangan akan mempunyai hubungan yang erat terhadap tingkat

mortalitas pada kelompok jenis Dipterocarpaceae, Dipterocarpaceae non Shorea, non

Dipterocarpaceae dan semua jenis dengan bentuk polynomial (kuadratik). Sedangkan terhadap

Page 97: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

81

tingkat ingrowth setelah penebangan untuk semua kelompok jenis, jangka waktu setelah

penebangan mempunyai hubungan yang kurang erat (kurang dari 50%). Hal ini

dimungkinkan bahwa hubungan penebangan terhadap mortalitas dan ingrowth sangat

signifikan pada tahun-tahun awal, kemudian akan menurun sejalan dengan kemampuan

tegakan untuk pulih (recovery).

Hasil analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan

tingkat mortalitas dan ingrowth tegakan menunjukkan bahwa jangka waktu setelah

pembebasan akan mempunyai hubungan yang erat terhadap peningkatan ingrowth tegakan

pada jenis non Dipterocarpaceae dan semua jenis (> 65%), tetapi kurang signifikan terhadap

kelompok jenis lainnya (Dipterocarpaceae < 60%). Sedangkan terhadap tingkat mortalitas

tegakan, waktu setelah pembebasan tidak mempunyai hubungan yang erat untuk semua

kelompok jenis. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan pembebasan yang dilakukan akan lebih

meningkatkan ingrowth untuk kelompok jenis non Dipterocarpaceae dan kurang efektif

terhadap peningkatan ingrowth kelompok jenis Dipterocarpaceae. Kelompok jenis non

Dipterocarpaceae mempunyai kecenderungan ingrowth yang meningkat sejalan dengan jangka

waktu tegakan setelah penebangan walaupun tanpa perlakuan (tanpa pembebasan).

Pola hubungan jangka waktu setelah penebangan terhadap tingkat mortalitas dan

ingrowth tegakan untuk masing-masing kelompok jenis pada kondisi hutan bekas tebangan dan

hutan primer disajikan pada Gambar 45 berikut.

Gambar 45. Tingkat mortalitas dan ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan (HBT) dan hutan primer (HP) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ)

Mortalitas

Ingrowth

0

5

10

15

20

25

30

35

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Laj

u (

btg

ha-1

2th

-1)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

Mortalitas

Ingrowth

0

2

4

6

8

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

HBT HP

(D) (D)

Page 98: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

82

Gambar 45. Tingkat mortalitas dan ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan bekas tebangan (HBT) dan hutan primer (HP) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) (Lanjutan)

Pola hubungan jangka waktu setelah pembebasan pada hutan bekas tebangan

terhadap tingkat mortalitas dan ingrowth tegakan untuk masing-masing kelompok jenis pada

kondisi hutan setelah pembebasan dan kondisi hutan bekas tebangan tanpa perlakuan

(kontrol) disajikan pada Gambar 46.

Mortalitas

Ingrowth

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Laj

u (

btg

ha-1

2th

-1)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

Mortalitas

Ingrowth

0

4

8

12

16

20

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

Mortalitas

0

10

20

30

40

50

60

70

80

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Laj

u (

btg

ha-1

2th

-1)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

Mortalitas

Ingrowth

0

5

10

15

20

25

30

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

(SJ) (SJ) HBT

HP

Ingrowth

(nD) (nD)

HBT HP

Page 99: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

83

Gambar 46. Tingkat mortalitas dan ingrowth (btg ha-1 2th-1) pada hutan setelah pembebasan

(HSP) dan kondisi kontrol (tanpa perlakuan) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ)

Ingrowth

Mortalitas

0

5

10

15

20

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Laj

u (

btg

ha-1

2th

-1)

Jangka waktu (tahun)

Ingrowth

0

5

10

15

20

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21Jangka waktu (tahun)

Mortalitas

Ingrowth

0

10

20

30

40

50

60

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Laj

u (

btg

ha-1

2th

-1)

Jangka waktu (tahun)

0

10

20

30

40

50

60

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Jangka waktu (tahun)

0

10

20

30

40

50

60

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Laj

u (

btg

ha-1

2th

-1)

Jangka waktu (tahun)

0

10

20

30

40

50

60

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Jangka waktu (tahun)

HSP CTR (D) (D)

HSP CTR

(SJ) (SJ)

HSP CTR (nD) (nD)

Mortalitas

Mortalitas

Mortalitas

Mortalitas

Ingrowth

Ingrowth

Ingrowth

Page 100: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

84

Penilaian secara kuantitatif tingkat mortalitas dan ingrowth dengan variasi kondisi

tegakan hutan setelah penebangan dengan teknik yang berbeda maupun setelah pembebasan

dengan teknik yang berbeda menunjukkan respon jenis atau kelompok jenis yang berbeda.

Hasil analisis penelitian ini memberikan manfaat evaluasi penerapan teknik penebangan yang

berbeda dan penerapan teknik pembebasan yang berbeda terutama dalam penilaian

penurunan tingkat mortalitas dan meningkatkan ingrowth tegakan. Hutan bekas tebangan akan

membentuk pembukaan kanopi yang menjadi katalis pertumbuhan rekruitmen atau ingrowth

yang tinggi hingga pada kondisi hutan tertentu (Gourlet-Fleury et al. 2005; Kao dan Iida 2006).

Untuk kepentingan analisis yang lebih detail pendekatan pengelompokkan jenis atau dimensi

tegakan yang berbeda dapat dilakukan untuk melihat variasi pengaruh atau respon kelompok

jenis terhadap variasi kondisi tegakan hutan setelah penebangan (Harcombe et al. 2002; Seng

et al. 2004).

Dalam pengelolaan hutan produksi peningkatan ingrowth menjadi penting terutama

untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae. Perkembangan metode pengelolaan hutan yang

melibatkan pengelompokkan jenis sangat penting untuk meningkatkan akurasi dan

mengakomodasi variasi kondisi keragaman jenis penyusun tegakan (Phillips et al. 2002; Valle

et al. 2006). Karakteristik mortalitas dan ingrowth pada tegakan hutan Dipterocarpaceae

merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menilai pemulihan tegakan

hutan atau dinamika tegakan setelah tindakan silvikultur tertentu.

Beberapa hal penting dalam penilaian tingkat mortalitas dan ingrowth tegakan setelah

penebangan dengan variasi kondisi awal tegakan adalah sebagai berikut:

1) Fluktuasi tingkat mortalitas tegakan hutan bekas tebangan cenderung akan mulai

mendekati kondisi hutan primer pada tahun ke-5 baik dengan variasi teknik penebangan

yang berbeda maupun setelah teknik pembebasan yang berbeda.

2) Tingkat ingrowth tegakan cenderung akan meningkat hingga tahun ke-9 setelah

penebangan dan tahun ke-7 setelah pembebasan.

3) Variasi kondisi berupa penerapan teknik penebangan yang berbeda (RIL 50, RIL 60 dan

konvensional) dan teknik pembebasan yang berbeda (baik secara sistematik maupun

berbasis pohon binaan) tidak memberikan perbedaan yang nyata, baik terhadap tingkat

mortalitas dan ingrowth tegakan baik untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae maupun non

Dipterocarpaceae.

4) Fluktuasi tingkat mortalitas dan ingrowth pada hutan primer relatif rendah dibandingkan

pada variasi kondisi hutan bekas tebangan.

5) Jangka waktu setelah penebangan mempunyai hubungan yang erat dengan penurunan

tingkat mortalitas pada kelompok jenis Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae, sedangkan

jangka waktu setelah pembebasan mempunyai hubungan yang erat dengan peningkatan

ingrowth kelompok jenis non Dipterocarpaceae.

Page 101: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

85

6) Penerapan teknik penebangan (intensitas tebangan) yang berbeda dan teknik pembebasan

yang berbeda belum memberikan perbedaan yang nyata terhadap peningkatan ingrowth

kelompok jenis Dipterocarpaceae.

Page 102: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

86

7 RIAP PERIODIK TEGAKA N HUTAN

Pertumbuhan adalah perubahan atau pertambahan ukuran (dimensi) dari organ hidup

yang ada pada pohon sepanjang umurnya yang menyebabkan berubahnya ukuran pada tinggi,

diameter dan volume pohon (Prodan 1968; Davis dan Johnson 1987; Husch et al. 2003;

Glover 2008). Berdasarkan orientasi pertumbuhan dapat dikategorikan sebagai pertumbuhan

ke atas (tinggi) yang merupakan pertumbuhan primer (initial growth) dan pertumbuhan ke

samping (diameter) yang disebut sebagai pertumbuhan sekunder (secondary growth) (Davis dan

Johnson 1987). Pertumbuhan individu pohon sebagai penyusun tegakan merupakan total

interaksi yang diperoleh dari sifat genetik dan lingkungannya (Husch et al. 2003). Adam dan

Kolbs (2005) menunjukkan adanya perbedaan pola pertumbuhan untuk jenis yang sama pada

lokasi yang sama, yang sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungannya. Adanya respon

pertumbuhan individu pohon berdasarkan ruang tumbuh akan membentuk pertumbuhan

tegakan yang berbeda (Gersonde dan O’Hara 2005).

Pengertian pertumbuhan dibedakan dengan riap, dimana riap (increment) didefinisikan

sebagai pertambahan dimensi atau ukuran dari sifat terpilih individu pohon atau tegakan yang

terjadi dalam interval waktu tertentu (Prodan 1968; Davis and Johnson 1987; Vanclay 1994;

Simon 2007). Penilaian riap seringkali dilakukan dalam penilaian hasil tegakan atau sebagai

banyaknya dimensi tegakan yang dapat dipanen dan dikeluarkan pada waktu tertentu. Riap

tegakan hutan berhubungan dengan jenis vegetasi penyusun, kualita tempat tumbuh,

kesehatan pohon, umur atau jangka waktu serta tindakan silvikultur yang dilakukan (Husch

et al. 2003). Tempat tumbuh (site) adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi

pertumbuhan pohon atau tegakan (Oliver dan Larson 1990). Faktor tempat tumbuh adalah

totalitas dari peubah kondisi tempat tumbuh antara lain berupa bentuk lapangan, sifat-sifat

tanah dan iklim yang memiliki keeratan yang tinggi dalam hubungannya dengan dimensi

tegakan (Suhendang 1990). Sedangkan menurut Ryan et al. (1997), faktor pertumbuhan utama

meliputi genetik, biokimia dan fisiologikal jenis, serta persaingan antar pohon.

Dengan adanya kelemahan model tegakan secara umum dalam perkembangan

penelitian growth and yield tegakan hutan, maka dibangun plot-plot permanen untuk

mengidentifikasi pertumbuhan pohon secara individu (Vanclay 1994). Dalam pemantauan

dimensi tegakan hutan alam tanah kering dengan pembangunan plot permanen mempunyai

periode pengukuran yang optimal adalah 2-3 tahun (Suhendang 1997). Diameter merupakan

salah satu dimensi pohon yang paling sering digunakan sebagai parameter pertumbuhan di

hutan alam sebagai pengganti dimensi umur tanaman walaupun tidak selalu berkorelasi positif

(Richards 1964; Davis dan Johnson 1987; Davis et al. 2001). Laju pertumbuhan pohon tropis

umumnya diukur dengan perubahan dimensi berdasarkan keliling lingkar batang atau

diameter. Dimensi diameter menjadi penting dalam pengelolaan tegakan hutan karena

Page 103: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

87

memiliki sifat yang berkorelasi dengan dimensi pertumbuhan lainya (misalnya bidang dasar

dan volume) dan dapat mudah diukur dan akurat (Gertner et al. 1996).

Penentuan nilai riap individu maupun tegakan hutan sangat penting dalam

pengaturan hasil yang efisien untuk menyediakan model-model pertumbuhan sebagai

perangkat kuantitatif dalam perencanaan hutan (Vanclay 1989). Salah satu manfaat model

fungsi pertumbuhan dan riap antara lain untuk menduga besarnya dimensi tegakan pada umur

tertentu atau jangka waktu tertentu sebagai dasar dalam menentukan tindakan silvikultur yang

tepat untuk suatu keadaan tegakan tertentu dalam mencapai tujuan pengelolaan.

Perkembangan penyusunan model estimasi pertumbuhan sejak 200 tahun yang lalu dalam

mendukung penyusunan perangkat manajemen hutan baik hutan alam (hutan tidak seumur)

maupun hutan tanaman (hutan seumur) masih terus dilakukan perbaikan (Vanclay 2003;

Henning dan Burk 2004; Metcalf et al. 2009). Pada hutan hujan tropis hambatan heterogenitas

dan kompleksitas berupa keragaman tegakan dan variasi kondisi menjadi kendala penggunaan

model yang dibangun berdasarkan data dan informasi yang bersifat umum karena akan

menghasilkan bias.

Ruang lingkup dalam bagian ini adalah menentukan model riap individu dan riap

tegakan hutan alam pada variasi kondisi hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan

dan teknik pembebasan yang berbeda dalam rangka penyusunan keragaan karakteristik

biometrik hutan pada hutan alam bekas tebangan berdasarkan variasi kondisi hutan

berdasarkan runtun waktu (time series) untuk menunjang praktek pengelolaan hutan campuran

tidak seumur dengan tujuan utama menghasilkan kayu secara berkelanjutan.

7.1. Riap Individu Periodik

Nilai riap individu berdasarkan riap diameter rataan dilakukan berdasarkan

pengelompokkan jenis Dipterocarpaceae (terbagi dalam kelompok jenis Shorea spp dan

Dipterocarpaceae non Shorea), non Dipterocarpaceae dan semua jenis secara periodik setiap 2 tahun

pada hutan setelah penebangan dengan teknik penebangan yang berbeda selama 23 tahun

dan hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan yang berbeda setelah 23 tahun.

Hutan bekas tebangan dengan tindakan silvikultur berupa pembebasan akan memiliki

kecenderungan nilai riap diameter rataan untuk semua jenis (riap diameter rataan 0.67–1.95

cm 2th-1) yang lebih besar dibandingkan pada hutan bekas tebangan dengan teknik

penebangan yang berbeda (riap diameter rataan 0.35–1.69 cm 2th-1) (Tabel 14). Hutan bekas

tebangan dengan teknik konvensional mempunyai kisaran nilai riap diameter rataan yang

lebih lebar yaitu 0.35–1.69 cm 2th-1, dibandingkan dengan teknik RIL 50 (riap diameter rataan

0.37–1.45 cm 2th-1) maupun dengan teknik RIL 60 (riap diameter rataan 0.41–1.31 cm 2th-1).

Sedangkan pada hutan bekas tebangan setelah pembebasan sistematis (riap diameter rataan

Page 104: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

88

0.78–1.95 cm 2th-1) akan lebih tinggi dibandingkan dengan pembebasan berbasis pohon

binaan (riap diameter rataan 0.67–1.56 cm 2th-1). Pada kondisi hutan primer, riap individu

pohon semua jenis akan lebih kecil dibandingkan dengan kondisi hutan bekas tebangan

walaupun tanpa perlakuan.

Tabel 14. Riap diameter periodik (cm 2th-1) pada plot STREK untuk semua jenis

Perlakuan HBT1 HBT3 HBT5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

(cm 2th-1)

RIL50 Rataan 0.37 1.08 1.06 1.00 1.45 0.81 0.69 0.76 1.04 1.01

SD 0.06 0.37 0.48 0.31 0.46 0.16 0.22 0.12 0.19 0.22

RIL60 Rataan 0.41 0.88 0.93 0.80 1.31 0.67 0.61 0.68 0.98 0.89

SD 0.11 0.10 0.12 0.17 0.20 0.18 0.18 0.16 0.26 0.28

CNV Rataan 0.35 1.27 1.27 1.11 1.69 0.86 0.88 0.79 1.26 1.11

SD 0.11 0.35 0.38 0.30 0.33 0.22 0.25 0.15 0.16 0.32

HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Rataan 0.39 0.57 0.46 0.54 0.82 0.46 0.41 0.51 0.95 0.76

SD 0.10 0.16 0.11 0.22 0.16 0.12 0.12 0.12 0.16 0.14

P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Rataan 0.78 1.45 1.95 1.12 1.54 1.20 1.29 1.18 1.20

SD 0.21 0.52 0.49 0.12 0.20 0.27 0.44 0.27 0.33

PPB Rataan 0.67 1.10 1.56 0.96 1.30 0.94 0.98 1.02 0.98

SD 0.19 0.39 0.40 0.18 0.27 0.23 0.23 0.25 0.23

HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Rataan 0.76 0.83 1.21 0.71 1.06 0.82 0.90 1.05 0.99

SD 0.20 0.30 0.23 0.15 0.22 0.23 0.19 0.20 0.21

Keterangan : HBT = Hutan bekas tebangan; HP = Hutan primer; P = Pembebasan; SD = Standar deviasi

Berdasarkan komposisi penyusun utama tegakan dalam kelompok famili utama yaitu

Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae, akan menghasilkan respon nilai riap individu yang

berbeda (Tabel 15 - 16). Secara umum, kelompok jenis Dipterocarpaceae memiliki riap diameter

rataan yang lebih besar dibandingkan non Dipterocarpaceae pada semua kondisi hutan. Pada

hutan bekas tebangan dengan pembebasan dengan tujuan utama pembinaan terhadap tegakan

tinggal, kelompok jenis Dipterocarpaceae mempunyai riap diameter rataan yang lebih besar

dibandingkan pada kondisi hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda

dan hutan primer. Riap diameter rataan setelah penebangan akan lebih besar dibandingkan

pada kondisi hutan primer, terutama terjadi karena adanya respon pembukaan ruang tumbuh

setelah penebangan.

Page 105: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

89

Tabel 15. Riap diameter periodik (cm 2th-1) plot STREK kelompok jenis Dipterocarpaceae

Perlakuan HBT1 HBT3 HBT5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

(cm 2th-1)

RIL50 Rataan 0.42 1.24 1.17 1.04 1.53 0.87 0.80 0.87 1.21 1.11

SD 0.07 0.42 0.52 0.27 0.43 0.19 0.24 0.16 0.25 0.26

RIL60 Rataan 0.48 1.01 1.05 0.90 1.45 0.76 0.71 0.77 1.11 1.21

SD 0.13 0.13 0.15 0.18 0.23 0.21 0.24 0.25 0.36 0.28

CNV Rataan 0.40 1.44 1.43 1.18 1.76 0.92 1.00 0.92 1.51 1.44

SD 0.12 0.43 0.44 0.30 0.33 0.29 0.35 0.18 0.22 0.28

HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Rataan 0.44 0.67 0.54 0.63 0.94 0.54 0.49 0.59 1.10 0.98

SD 0.13 0.20 0.14 0.26 0.20 0.16 0.16 0.16 0.17 0.21

P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Rataan 0.88 1.66 2.23 1.27 1.79 1.48 1.58 1.62 1.48

SD 0.28 0.63 0.58 0.14 0.27 0.39 0.53 0.45 0.38

PPB Rataan 0.75 1.24 1.80 1.08 1.48 1.12 1.16 1.21 1.11

SD 0.22 0.43 0.50 0.21 0.36 0.37 0.32 0.32 0.23

HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Rataan 0.84 0.94 1.43 0.79 1.23 1.03 1.15 1.02 0.99

SD 0.21 0.29 0.30 0.16 0.29 0.28 0.23 0.21 0.29

Keterangan : HBT = Hutan bekas tebangan; HP = Hutan primer; P = Pembebasan; SD = Standar deviasi

Tabel 16. Riap diameter periodik (cm 2th-1) plot STREK kelompok jenis non Dipterocarpaceae

Perlakuan HBT1 HBT3 HBT5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

(cm 2th-1)

RIL50 Rataan 0.26 0.76 0.84 0.92 1.28 0.68 0.48 0.53 0.72 0.68

SD 0.06 0.27 0.42 0.43 0.55 0.19 0.20 0.07 0.09 0.29

RIL60 Rataan 0.26 0.61 0.68 0.59 1.04 0.49 0.40 0.50 0.72 0.77

SD 0.08 0.10 0.10 0.17 0.18 0.17 0.10 0.09 0.07 0.19

CNV Rataan 0.25 0.94 0.96 0.97 1.55 0.73 0.63 0.53 0.75 0.79

SD 0.10 0.20 0.31 0.34 0.44 0.25 0.11 0.13 0.11 0.11

HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Rataan 0.30 0.39 0.30 0.36 0.60 0.28 0.26 0.35 0.66 0.69

SD 0.06 0.10 0.07 0.13 0.11 0.07 0.09 0.06 0.20 0.21

P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Rataan 0.56 1.03 1.38 0.81 1.02 0.63 0.70 0.81 0.65

SD 0.09 0.33 0.38 0.11 0.12 0.08 0.28 0.24 0.23

PPB Rataan 0.51 0.81 1.07 0.73 0.94 0.60 0.63 0.67 0.65

SD 0.13 0.30 0.25 0.14 0.12 0.08 0.18 0.11 0.17

HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Rataan 0.60 0.59 0.78 0.55 0.74 0.41 0.40 0.41 0.39

SD 0.26 0.35 0.27 0.15 0.20 0.17 0.21 0.16 0.14

Keterangan : HBT = Hutan bekas tebangan; HP = Hutan primer; P = Pembebasan; SD = Standar deviasi

Page 106: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

90

Respon perubahan tersebut akan meningkat sejak tahun ke-3 setelah penebangan dan

terjadi fluktuasi sepanjang tahun setelahnya. Sedangkan pada hutan bekas tebangan pada

tahun ke-3 setelah pembebasan akan meningkatkan riap diameter rataan hampir 2 kalinya

dibandingkan kondisi hutan bekas tebangan tanpa perlakuan baik untuk kelompok jenis

Dipterocarpaceae maupun non Dipterocarpaceae. Pada kondisi hutan primer, riap individu pohon

Dipterocarpaceae lebih besar dibandingkan kelompok non Dipterocarpaceae. Pada kondisi ini riap

individu pohon untuk semua kelompok jenis lebih rendah dibandingkan dengan kondisi

hutan bekas tebangan walaupun tanpa perlakuan.

Tinjauan komposisi penyusun utama tegakan Dipterocarpaceae yang dibagi kedalam

kelompok jenis Shorea spp. dan Dipterocarpaceae non Shorea (Tabel 17-18), berdasarkan hasil

perhitungan riap diameter rataan menunjukkan bahwa kelompok jenis Shorea spp. mempunyai

kontribusi yang lebih besar terhadap nilai riap diameter rataan kelompok jenis Dipterocarpaceae

dibandingkan kelompok jenis lainnya. Karakteristik individu kelompok jenis Shorea spp.

mempunyai kecepatan pertumbuhan (riap) yang lebih tinggi dibandingkan jenis lain dalam

kelompok Dipterocarpaceae, ditunjukkan berdasarkan penilaian riap diameter rataan pada

kondisi hutan primer. Riap diameter rataan untuk Shorea spp. pada hutan bekas tebangan

setelah 3 tahun adalah 0.97–2.15 cm 2th-1, sedangkan respon pembebasan setelah tahun ke-3

adalah 1.20–2.83 cm 2th-1. Hasil ini menunjukkan bahwa tindakan pembebasan atau

pemberian ruang tumbuh akan menghasilkan respon peningkatan riap.

Tabel 17. Riap diameter periodik (cm 2th-1) pada plot STREK kelompok jenis Shorea spp.

Perlakuan HBT1 HBT3 HBT5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

(cm 2th-1)

RIL50 Rataan 0.49 1.54 1.35 1.31 1.88 1.12 1.06 1.08 1.54 1.45

SD 0.12 0.68 0.65 0.44 0.57 0.38 0.32 0.37 0.38 0.32

RIL60 Rataan 0.59 1.22 1.27 1.04 1.67 0.97 0.82 1.02 1.06 1.04

SD 0.21 0.22 0.26 0.32 0.36 0.32 0.42 0.32 0.36 0.32

CNV Rataan 0.45 1.59 1.75 1.46 2.15 1.15 1.17 1.10 1.72 1.68

SD 0.10 0.40 0.54 0.42 0.52 0.50 0.59 0.28 0.34 0.32

HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Rataan 0.52 0.83 0.65 0.74 1.09 0.65 0.61 0.66 1.27 1.1

SD 0.17 0.26 0.19 0.31 0.23 0.24 0.17 0.19 0.32 0.32

P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Rataan 1.11 2.04 2.83 1.42 2.18 1.72 1.93 1.87 1.67

SD 0.26 0.64 0.55 0.17 0.23 0.24 0.57 0.45 0.46

PPB Rataan 0.90 1.43 2.13 1.20 1.76 1.33 1.41 1.34 1.41

SD 0.32 0.53 0.63 0.23 0.49 0.53 0.44 0.39 0.41

HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Rataan 0.93 1.14 1.76 0.90 1.47 1.28 1.43 1.33 1.29

SD 0.25 0.37 0.35 0.21 0.40 0.41 0.29 0.31 0.37

Keterangan : HBT = Hutan bekas tebangan; HP = Hutan primer; P = Pembebasan; SD = Standar deviasi

Page 107: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

91

Tabel 18. Riap diameter periodik (cm 2th-1) pada plot STREK kelompok jenis Dipterocarpaceae non Shorea

Perlakuan HBT1 HBT3 HBT5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

(cm 2th-1)

RIL50 Rataan 0.35 0.95 0.99 0.78 1.18 0.62 0.53 0.66 0.87 0.78

SD 0.06 0.26 0.45 0.17 0.34 0.14 0.27 0.19 0.13 0.21

RIL60 Rataan 0.37 0.81 0.83 0.75 1.23 0.56 0.60 0.53 1.16 1.01

SD 0.07 0.17 0.13 0.12 0.19 0.18 0.12 0.35 0.36 0.31

CNV Rataan 0.35 1.29 1.11 0.90 1.38 0.69 0.83 0.74 1.31 1.21

SD 0.16 0.54 0.36 0.24 0.24 0.25 0.20 0.13 0.25 0.27

HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Rataan 0.36 0.51 0.44 0.52 0.78 0.43 0.37 0.52 0.93 0.89

SD 0.11 0.17 0.13 0.26 0.24 0.14 0.19 0.16 0.05 0.19

P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Rataan 0.66 1.28 1.64 1.13 1.40 1.24 1.24 1.25 1.24

SD 0.32 0.65 0.67 0.26 0.32 0.58 0.58 0.56 0.56

PPB Rataan 0.59 1.05 1.47 0.96 1.20 0.90 0.90 0.89 0.90

SD 0.15 0.35 0.39 0.26 0.27 0.24 0.24 0.24 0.26

HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Rataan 0.75 0.74 1.10 0.68 0.98 0.79 0.87 0.78 0.79

SD 0.24 0.26 0.37 0.22 0.27 0.25 0.25 0.22 0.24

Keterangan : HBT = Hutan bekas tebangan; HP = Hutan primer; P = Pembebasan; SD = Standar deviasi

Perbedaan kondisi tegakan setelah penebangan akan menghasilkan fluktuasi nilai riap

diameter rataan baik untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae, non Dipterocarpaceae maupun

semua jenis sepanjang pengamatan. Pada tegakan setelah penebangan akan menghasilkan

nilai riap yang lebih tinggi dibandingkan kondisi hutan primer. Teknik penebangan

konvensional dengan intensitas penebangan tertinggi akan menghasilkan nilai riap diameter

rataan kelompok Dipterocarpaceae yang selalu lebih tinggi sepanjang 23 tahun setelah

penebangan, kemudian diikuti tegakan dengan penebangan RIL 50 dan RIL 60. Hal ini

menunjukkan adanya hubungan antara intensitas penebangan terhadap respon riap individu

dalam diameter rataan yang dihasilkan. Respon peningkatan nilai riap terjadi pada tahun ke-

3 setelah penebangan dan akan mulai menurun setelah tahun ke-9 setelah penebangan.

Kelompok jenis Dipterocarpaceae mempunyai riap individu periodik yang lebih besar

dibandingkan kelompok non Dipterocarpaceae sepanjang jangka waktu setelah penebangan.

Kelompok jenis Dipterocarpaceae non Shorea mempunyai nilai riap diameter rataan yang

cenderung lebih kecil dibandingkan Shorea spp. Kedua kelompok jenis ini memiliki nilai riap

diameter rataan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi pada hutan primer.

Respon peningkatan nilai riap Shorea spp terjadi pada tahun ke-3 setelah penebangan dan akan

mulai menurun pada tahun ke-9 setelah penebangan. Sedangkan kelompok jenis

Dipterocarpaceae non Shorea cenderung berfluktuasi sepanjang 23 tahun setelah penebangan.

Page 108: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

92

Perbedaan kondisi tegakan setelah pembebasan akan menghasilkan fluktuasi nilai

riap diameter rataan baik untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae, non Dipterocarpaceae maupun

semua jenis sepanjang pengamatan 23 tahun. Pada tegakan hutan bekas tebangan setelah

pembebasan akan menghasilkan nilai riap yang lebih tinggi dibandingkan kondisi hutan bekas

tebangan tanpa perlakuan. Perbedaan respon teknik pembebasan (sistematis dan berbasis

pohon binaan) ditunjukkan dengan jelas pada kelompok jenis Dipterocarpaceae. Teknik

pembebasan sistematis memberikan respon nilai riap diameter rataan yang lebih besar

dibandingkan kondisi tanpa perlakuan sepanjang pengamatan. Sedangkan teknik

pembebasan berbasis pohon binaan akan menghasilkan nilai riap diameter rataan kelompok

Dipterocarpaceae yang lebih tinggi hingga 11 tahun setelah pembebasan, kemudian akan

mendekati kondisi tanpa perlakuan. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara teknik

pembukaan ruang tumbuh terhadap respon riap individu dalam diameter rataan yang

dihasilkan.

Seperti halnya respon dari kegiatan penebangan, pada tegakan hutan setelah

pembebasan kelompok jenis Dipterocarpaceae non Shorea mempunyai nilai riap diameter rataan

yang cenderung lebih kecil dibandingkan Shorea spp. Kedua kelompok jenis ini memiliki nilai

riap diameter rataan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi pada hutan bekas

tebangan tanpa perlakuan. Respon peningkatan nilai riap Shorea spp terjadi pada tahun ke-3

setelah pembebasan dan mulai menurun pada tahun ke-5 setelah pembebasan, tetapi setelah

tahun ke-7 terjadi fluktuasi yang mendekati kondisi tanpa perlakuan.

Pendekatan riap individu pohon memiliki fleksibilitas untuk proyeksi yang lebih luas

pada berbagai batasan kondisi. Untuk hutan tropis, model pertumbuhan disusun lebih

kompleks berdasarkan ekosistem, komposisi jenis yang tinggi dan tidak relevannya variable

umur (Vanclay 1995). Sehingga persamaan riap disusun berdasarkan diameter atau bidang

dasar yang bersifat reliable untuk digunakan dalam menduga tegakan secara total berdasarkan

kondisi site dan tegakan itu sendiri. Studi pendahuluan pada lokasi penelitian yang sama

(hutan Labanan) menunjukkan riap diameter hutan bekas tebangan setelah 2 tahun menjadi

dua kali lebih besar dibandingkan dengan kondisi primer (Nguyen-The et al.1998), dengan

riap diameter rataan tegakan hutan primer sebesar 0.22 cm th-1.

Nilai riap diameter rataan pada 10 propinsi di Indonesia untuk kelompok jenis

komersial sebesar 0.49-79 cm th-1, jenis non komersial sebesar 0.33-0.78 cm th-1 dan untuk

semua jenis sebesar 0.38-0.79 cm th-1 (Suhendang 2002). Hasil penelitian di Brazil, Costa

Rica, Guyana dan Papua New Guinea dengan pengukuran ulang pada plot permanen 3–10

tahun di 11 lokasi penelitian menghasilkan riap diameter individu pohon 0.15-1.36 cm th-1

(Alder et al. 2002). Nilai riap diameter individu pohon ini berada pada kisaran yang sama

dengan hasil penelitian ini, terutama untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae. Hal ini

menunjukkan variasi kondisi tegakan hutan tropis memiliki kisaran riap diameter pohon yang

cukup lebar. Dikutip dalam Silva et al. (2002) beberapa hasil penelitian di hutan tropis

Page 109: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

93

menunjukkan bahwa riap diameter tahunan di Peninsular Malaysia sebesar 0.4-4.5 mm th-1

(Manokaran dan Kochummen 1993), di Panama sebesar 7.1-9.2 mm th-1 (Condit et al 1995),

di Tapajos Argentina adalah 2.0 mm th-1 (Silva et al. 1996); di hutan Amazon Brazil adalah

1.64 ±0.21 mm th-1 (Gomide 1997), di Costa Rica sebesar 5-18 mm th-1 (Clark dan Clark

1999) dan di Brazil sebesar 0.48-11.41 mm th-1. Hasil-hasil penelitian ini menggunakan satuan

yang berbeda untuk mengurangi bias pengukuran riap yang dilakukan setiap tahun.

Kesalahan pengukuran akibat periode pengukuran yang terlalu pendek mengakibatkan bias

yang besar, untuk mengurangi kesalahan ketidak cermatan dalam pengukuran berulang maka

periode optimal pengukuran di hutan bekas tebangan adalah 2 tahun untuk tegakan dengan

tindakan silvikultur dan periode 3 tahun untuk tegakan tanpa perlakuan (Suhendang 1997).

7.2. Riap Tegakan Periodik

Nilai riap tegakan berdasarkan riap bidang dasar rataan tegakan dilakukan

berdasarkan pengelompokkan jenis Dipterocarpaceae (terbagi dalam kelompok jenis Shorea spp

dan Dipterocarpaceae non Shorea), non Dipterocarpaceae dan semua jenis secara periodik setiap 2

tahun pada hutan setelah penebangan dengan teknik penebangan yang berbeda setelah 23

tahun dan dampak dari penerapan teknik pembebasan yang berbeda setalah 23 tahun.

Berdasarkan nilai bidang dasar tegakan untuk semua jenis pada hutan bekas tebangan

dengan tindakan silvikultur berupa pembebasan akan memiliki nilai yang lebih besar (riap

bidang dasar rataan 0.98–2.52 m2 ha-1 2th-1) yang lebih besar dibandingkan pada hutan bekas

tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda (riap bidang dasar rataan 0.27–2.10 m2 ha-

1 2th-1) (Tabel 19). Teknik penebangan yang berbeda akan menghasilkan nilai riap bidang

dasar tegakan yang berbeda pula. Hutan bekas tebangan dengan teknik konvensional

(intensitas penebangan yang tertinggi) mempunyai kisaran nilai riap bidang dasar rataan yang

lebih lebar yaitu 0.27–2.10 m2 ha-1 2th-1, dibandingkan dengan teknik RIL 50 (riap bidang

dasar rataan 0.35–1.87 m2 ha-1 2th-1) maupun dengan teknik RIL 60 (riap bidang dasar rataan

0.42–1.67 m2 ha-1 2th-1). Sedangkan pada hutan bekas tebangan setelah pembebasan sistematis

(riap bidang dasar rataan 0.98–2.52 m2 ha-1 2th-1) akan mempunyai nilai yang lebih lebar

dibandingkan dengan pembebasan berbasis pohon binaan (riap bidang dasar rataan 0.98–2.07

m2 ha-1 2th-1). Pada kondisi hutan primer, riap tegakan semua jenis akan lebih kecil

dibandingkan dengan kondisi hutan bekas tebangan walaupun tanpa perlakuan.

Page 110: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

94

Tabel 19. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk semua jenis

Perlakuan HBT1 HBT3 HBT5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

(m2 ha-1 2th-1)

RIL50 Rataan 0.35 0.88 0.93 1.12 1.87 1.17 0.90 1.05 1.61 1.34

SD 0.09 0.17 0.24 0.28 0.60 0.22 0.33 0.14 0.26 0.27

RIL60 Rataan 0.42 0.91 1.02 0.87 1.67 0.83 0.72 0.92 1.31 1.01

SD 0.14 0.14 0.21 0.17 0.35 0.11 0.22 0.17 0.24 0.23

CNV Rataan 0.27 0.98 1.06 1.08 2.10 1.11 1.12 0.94 1.62 1.21

SD 0.07 0.13 0.18 0.17 0.36 0.30 0.23 0.25 0.18 0.23

HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Rataan 0.51 0.71 0.54 0.67 1.05 0.57 0.48 0.65 1.28 1.01

SD 0.09 0.14 0.09 0.18 0.17 0.13 0.14 0.11 0.07 0.18

P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Rataan 0.98 1.59 2.52 1.38 2.13 1.52 1.66 1.54 1.48

SD 0.12 0.38 0.60 0.23 0.43 0.35 0.51 0.48 0.35

PPB Rataan 0.98 1.36 2.07 1.26 1.80 1.24 1.78 1.65 1.35

SD 0.12 0.37 0.41 0.21 0.27 0.16 1.46 0.85 0.45

HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Rataan 0.95 0.93 1.53 0.85 1.23 0.83 0.81 0.78 0.76

SD 0.32 0.44 0.46 0.25 0.37 0.35 0.39 0.32 0.32

Keterangan : HBT = Hutan bekas tebangan; HP = Hutan primer; P = Pembebasan; SD = Standar deviasi

Berdasarkan komposisi penyusun utama tegakan dalam kelompok famili utama yaitu

Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae, akan menghasilkan respon nilai riap tegakan periodik

yang berbeda (Tabel 20-21). Secara umum, kelompok jenis non Dipterocarpaceae memiliki riap

bidang dasar rataan (0.16-1.48 m2 ha-1 2th-1) yang lebih besar dan kisaran yang lebih lebar

dibandingkan kelompok Dipterocarpaceae (0.10-1.15 m2 ha-1 2th-1) pada semua kondisi hutan.

Riap bidang dasar rataan tegakan setelah penebangan akan lebih besar dibandingkan pada

kondisi hutan primer, terutama terjadi karena adanya respon pembukaan ruang tumbuh

setelah penebangan. Respon perubahan tersebut akan meningkat sejak tahun ke-3 setelah

penebangan. Sedangkan pada hutan bekas tebangan pada tahun ke-3 setelah pembebasan

akan meningkatkan riap bidang dasar rataan hampir 2 kali nilai riap pada kondisi hutan bekas

tebangan tanpa perlakuan terutama untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae. Pada hutan bekas

tebangan dengan pembebasan dengan tujuan utama pembinaan terhadap tegakan tinggal,

kelompok jenis Dipterocarpaceae mempunyai riap bidang dasar rataan yang lebih besar

dibandingkan pada kondisi hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda

dan hutan primer. Pada kondisi hutan primer, riap bidang dasar tegakan Dipterocarpaceae (0.21-

0.50 m2 ha-1 2th-1) akan lebih kecil dibandingkan kelompok non Dipterocarpaceae (0.26-0.77 m2

ha-1 2th-1).

Page 111: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

95

Tabel 20. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae

Perlakuan HBT1 HBT3 HBT5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

(m2 ha-1 2th-1)

RIL50 Rataan 0.15 0.33 0.31 0.34 0.53 0.37 0.30 0.38 0.66 0.53

SD 0.06 0.09 0.07 0.11 0.15 0.14 0.14 0.09 0.05 0.11

RIL60 Rataan 0.18 0.40 0.44 0.35 0.66 0.33 0.31 0.36 0.48 0.51

SD 0.09 0.15 0.18 0.10 0.27 0.08 0.15 0.12 0.28 0.21

CNV Rataan 0.10 0.37 0.40 0.36 0.62 0.35 0.42 0.40 0.70 0.68

SD 0.05 0.12 0.12 0.13 0.18 0.13 0.15 0.10 0.10 0.12

HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Rataan 0.21 0.32 0.24 0.30 0.44 0.26 0.22 0.28 0.50 0.47

SD 0.06 0.08 0.07 0.10 0.12 0.07 0.09 0.09 0.16 0.15

P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Rataan 0.35 0.71 1.15 0.58 0.96 0.80 0.92 0.89 0.85

SD 0.08 0.24 0.34 0.14 0.29 0.30 0.38 0.21 0.29

PPB Rataan 0.34 0.57 0.90 0.51 0.70 0.52 0.56 0.48 0.49

SD 0.15 0.22 0.36 0.21 0.30 0.19 0.16 0.16 0.17

HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Rataan 0.34 0.32 0.57 0.26 0.40 0.35 0.39 0.35 0.36

SD 0.16 0.15 0.21 0.12 0.23 0.22 0.24 0.21 0.24

Keterangan : HBT = Hutan bekas tebangan; HP = Hutan primer; P = Pembebasan; SD = Standar deviasi

Perbedaan kondisi tegakan setelah penebangan akan menghasilkan fluktuasi nilai riap

bidang dasar tegakan rataan baik untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae, non Dipterocarpaceae

maupun semua jenis sepanjang pengamatan 23 tahun setalah penebangan dan setelah

penerapan teknik pembebasan. Pada tegakan setelah penebangan akan menghasilkan nilai

riap yang lebih tinggi dibandingkan kondisi hutan primer baik untuk kelompok jenis

Dipterocarpaceae, non Dipterocarpaceae maupun semua jenis. Teknik penebangan konvensional

dan RIL 50 mempunyai hubungan yang sama terhadap fluktuasi nilai riap bidang dasar

periodik terutama untuk kelompok jenis non Dipterocarpaceae. Respon peningkatan nilai riap

terjadi pada tahun ke-3 setelah penebangan dan mulai menurun setelah tahun ke-9 setelah

penebangan, tetapi meningkat kembali setelah tahun ke-15 untuk kedua kelompok jenis

tersebut. Kelompok jenis non Dipterocarpaceae mempunyai riap tegakan periodik yang lebih

besar dibandingkan kelompok Dipterocarpaceae sepanjang jangka waktu setelah penebangan.

Page 112: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

96

Tabel 21. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk kelompok jenis non Dipterocarpaceae

Perlakuan HBT1 HBT3 HBT5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

(m2 ha-1 2th-1)

RIL50 Rataan 0.21 0.55 0.61 0.78 1.34 0.80 0.60 0.67 0.95 0.86

SD 0.05 0.11 0.22 0.28 0.60 0.25 0.26 0.13 0.31 0.28

RIL60 Rataan 0.23 0.50 0.58 0.52 1.01 0.50 0.40 0.56 0.82 0.79

SD 0.07 0.06 0.10 0.14 0.23 0.15 0.13 0.13 0.04 0.12

CNV Rataan 0.16 0.61 0.66 0.72 1.48 0.75 0.70 0.59 0.92 0.86

SD 0.06 0.13 0.18 0.19 0.41 0.32 0.16 0.16 0.19 0.19

HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Rataan 0.30 0.39 0.30 0.37 0.61 0.30 0.26 0.37 0.77 0.75

SD 0.05 0.07 0.06 0.11 0.10 0.09 0.09 0.06 0.19 0.18

P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Rataan 0.63 0.88 1.36 0.80 1.17 0.72 0.73 0.74 0.74

SD 0.09 0.19 0.35 0.12 0.18 0.12 0.21 0.21 0.21

PPB Rataan 0.63 0.78 1.17 0.76 1.10 0.71 1.22 0.98 0.89

SD 0.15 0.31 0.36 0.21 0.29 0.14 1.46 1.11 1.01

HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Rataan 0.61 0.62 0.96 0.60 0.83 0.48 0.42 0.45 0.45

SD 0.22 0.32 0.33 0.17 0.28 0.18 0.35 0.32 0.31

Keterangan : HBT = Hutan bekas tebangan; HP = Hutan primer; P = Pembebasan; SD = Standar deviasi

Perbedaan kondisi tegakan setelah pembebasan akan menghasilkan fluktuasi nilai riap

bidang dasar tegakan periodik baik untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae, non Dipterocarpaceae

maupun semua jenis sepanjang pengamatan 23 tahun. Pada tegakan hutan bekas tebangan

setelah pembebasan akan menghasilkan nilai riap tegakan yang lebih tinggi dibandingkan

kondisi hutan bekas tebangan tanpa perlakuan. Perbedaan respon teknik pembebasan

(sistematis dan berbasis pohon binaan) ditunjukkan dengan jelas pada kelompok jenis

Dipterocarpaceae. Teknik pembebasan sistematis memberikan respon nilai riap bidang dasar

periodik yang lebih besar dibandingkan pembebasan berbasis pohon binaan maupun kondisi

tanpa perlakuan. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara teknik pembukaan ruang

tumbuh terhadap respon riap tegakan periodik untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae lebih

terlihat dibandingkan kelompok jenis non Dipterocarpaceae.

Perhitungan nilai riap bidang dasar tegakan Dipterocarpaceae diklasifikasikan dalam

penyusun utama yang dibagi dalam kelompok jenis Shorea spp. dan Dipterocarpaceae non Shorea

(Tabel 22-23). Berdasarkan hasil perhitungan riap bidang dasar rataan dalam kelompok jenis

tersebut menunjukkan bahwa kelompok jenis Shorea spp. mempunyai kontribusi yang lebih

besar pada kondisi hutan setelah penebangan hingga 17 tahun terhadap nilai riap bidang dasar

tegakan Dipterocarpaceae, kecuali pada penebangan dengan teknik konvensional. Begitu pula

Page 113: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

97

pada hutan bekas tebangan setelah pembebasan, akan mempunyai nilai riap bidang dasar

rataan tegakan Shorea spp. yang lebih besar dibandingkan kelompok Dipterocarpaceae non

Shorea. Karakteristik tegakan kelompok jenis Shorea spp. dan Dipterocarpaceae non Shorea

mempunyai kecepatan pertumbuhan (riap) bidang dasar yang relatif sama besar (0.09-026 m2

ha-1 2th-1) yang ditunjukkan berdasarkan pada kondisi hutan primer. Hal ini menunjukkan

bahwa tindakan terhadap tegakan baik berupa penebangan maupun pembebasan akan

merubah kecepatan riap tegakan Dipterocarpaceae. Sampai dengan tingkat pembukaan atau

pemberian ruang tumbuh akan menghasilkan respon peningkatan riap tegakan.

Tabel 22. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk kelompok jenis Shorea spp.

Perlakuan HBT1 HBT3 HBT5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

(m2 ha-1 2th-1)

RIL50 Rataan 0.06 0.14 0.13 0.16 0.25 0.18 0.18 0.19 0.44 0.34

SD 0.03 0.05 0.05 0.08 0.10 0.08 0.07 0.07 0.05 0.08

RIL60 Rataan 0.10 0.22 0.24 0.19 0.36 0.21 0.17 0.22 0.27 0.26

SD 0.05 0.08 0.11 0.07 0.15 0.08 0.11 0.08 0.09 0.09

CNV Rataan 0.05 0.18 0.22 0.20 0.35 0.21 0.25 0.24 0.42 0.39

SD 0.03 0.07 0.09 0.07 0.09 0.11 0.13 0.06 0.10 0.11

HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Rataan 0.13 0.19 0.14 0.16 0.23 0.14 0.13 0.14 0.25 0.23

SD 0.05 0.05 0.05 0.06 0.06 0.05 0.05 0.06 0.06 0.06

P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Rataan 0.26 0.54 0.86 0.38 0.69 0.55 0.61 0.59 0.61

SD 0.05 0.15 0.24 0.09 0.19 0.17 0.16 0.17 0.16

PPB Rataan 0.21 0.34 0.53 0.27 0.39 0.28 0.32 0.32 0.31

SD 0.10 0.12 0.21 0.12 0.14 0.09 0.09 0.09 0.11

HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Rataan 0.20 0.18 0.35 0.14 0.23 0.21 0.23 0.24 0.21

SD 0.10 0.08 0.15 0.06 0.13 0.14 0.14 0.14 0.13

Keterangan : HBT = Hutan bekas tebangan; HP = Hutan primer; P = Pembebasan; SD = Standar deviasi

Tinjauan karakteristik riap bidang dasar tegakan periodik Dipterocarpaceae dibagi dalam

2 kelompok jenis Shorea spp. dan Dipterocarpaceae non Shorea. Kelompok jenis Dipterocarpaceae

non Shorea mempunyai nilai riap diameter rataan yang cenderung lebih kecil dibandingkan

Shorea spp. Kedua kelompok jenis ini memiliki nilai riap bidang dasar rataan yang lebih besar

jika dibandingkan dengan kondisi pada hutan primer. Respon peningkatan nilai riap Shorea

spp terjadi pada tahun ke-3 setelah penebangan dan akan mulai menurun pada tahun ke-9

setelah penebangan. Sedangkan untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae non Shorea cenderung

berfluktuasi sepanjang 23 tahun setelah penebangan dan setelah pembebasan.

Page 114: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

98

Tabel 23. Riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) plot STREK untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae non Shorea

Perlakuan HBT1 HBT3 HBT5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

(m2 ha-1 2th-1)

RIL50 Rataan 0.08 0.19 0.19 0.18 0.28 0.19 0.12 0.19 0.22 0.19

SD 0.04 0.06 0.04 0.07 0.08 0.12 0.10 0.09 0.09 0.08

RIL60 Rataan 0.08 0.18 0.20 0.16 0.30 0.12 0.15 0.14 0.22 0.21

SD 0.05 0.10 0.11 0.06 0.16 0.03 0.07 0.09 0.20 0.21

CNV Rataan 0.05 0.18 0.18 0.17 0.27 0.15 0.18 0.16 0.29 0.28

SD 0.02 0.07 0.06 0.08 0.11 0.07 0.08 0.07 0.11 0.11

HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Rataan 0.09 0.13 0.11 0.14 0.21 0.12 0.09 0.13 0.26 0.26

SD 0.04 0.05 0.04 0.06 0.09 0.05 0.05 0.05 0.11 0.11

P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Rataan 0.09 0.17 0.29 0.20 0.28 0.25 0.32 0.29 0.27

SD 0.05 0.11 0.18 0.09 0.14 0.16 0.30 0.16 0.11

PPB Rataan 0.13 0.23 0.37 0.24 0.32 0.24 0.23 0.23 0.23

SD 0.08 0.14 0.21 0.13 0.21 0.15 0.13 0.14 0.13

HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Rataan 0.14 0.14 0.22 0.12 0.17 0.14 0.16 0.16 0.15

SD 0.08 0.07 0.09 0.07 0.11 0.10 0.11 0.11 0.10

Keterangan : HBT = Hutan bekas tebangan; HP = Hutan primer; P = Pembebasan; SD = Standar deviasi

Karakteristik riap tegakan periodik kedua kelompok jenis ini memiliki nilai riap bidang

dasar periodik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi pada hutan bekas tebangan

tanpa perlakuan. Setelah pembebasan kelompok jenis Shorea spp mempunyai nilai riap bidang

dasar yang lebih besar dibandingkan kelompok Dipterocarpaceae non Shorea spp. Dari gambar

tersebut menunjukkan bahwa respon pembebasan akan lebih terlihat pada kelompok jenis

Shorea jika dibandingkan dengan kondisi tegakan bekas tebangan tanpa perlakuan. Respon

peningkatan nilai riap Shorea spp terjadi pada tahun ke-3 setelah pembebasan dan mulai

menurun pada tahun ke-5 setelah pembebasan, tetapi setelah tahun ke-7 terjadi peningkatan

nilai riap kembali hingga tahun ke-13.

Riap bidang dasar tegakan berkorelasi dengan intensitas penebangan, tetapi tidak

selalu intensitas penebangan yang tinggi akan menghasilkan riap tegakan yang besar. Riap

bidang dasar tegakan rataan pada 19 tahun setelah penebangan pada hutan subtropics yang

memiliki keragaman menyerupai hutan tropis adalah 0.48 ± 0.17 m2 ha-1 th-1 (Smith dan

Nichols 2005), memiliki nilai riap bidang dasar tegakan hutan Dipterocarpaceae setelah

penebangan.

Page 115: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

99

Perbedaan respon riap bidang dasar periodik pada masing-masing kelompok jenis

berdasarkan variasi kondisi site (tempat tumbuh) memiliki keeratan dalam hubungannya

dengan dimensi tegakan dan pertumbuhan ditentukan oleh interaksi faktor potensi keturunan

pohon (genetik), faktor lingkungan yang meliputi iklim (suhu, cahaya, angin, hujan) dan tanah

dan teknik silvikultur yang diberikan (Kramer dan Kozlowski 1960; Husch et al. 1982; Oliver

dan Larson 1996; Suhendang 1990; Husch et al. 2003). Adam dan Kolbs (2005) menunjukkan

adanya perbedaan pola pertumbuhan jenis yang sama pada lokasi yang sama, sangat

dipengaruhi oleh faktor lingkungan meliputi kekeringan, temperature, kelerengan dan

komposisi jenis. Adanya hubungan yang signifikan antara pertumbuhan individu pohon dan

ruang tumbuh juga menjelaskan bentuk pertumbuhan pada berbagai status dalam tegakan

(Gersonde dan O’Hara 2005).

7.3. Korelasi Jangka Waktu Pemulihan terhadap Riap Individu dan Tegakan

Berdasarkan analisis varians (anova) menunjukkan bahwa perbedaan kondisi hutan

bekas tebangan dengan hutan primer terhadap riap individu diameter periodik untuk

kelompok jenis Dipterocarpaceae, Dipterocarpaceae non Shorea, non Dipterocarpaceae dan semua

jenis menunjukkan hasil yang signifikan berbeda pada dengan taraf 95% (Fhit > Ftabel(3,32;0.05) =

2.9011), sedangkan kelompok jenis Shorea spp mempunyai hasil yang berbeda sangat

signifikan dengan taraf 99% (Fhit > Ftabel(3,32;0.01) = 4.4954). Sedangkan perbedaan antar teknik

penebangan RIL 50, RIL 60 dan konvensional tidak memberikan hubungan yang nyata

terhadap terhadap riap individu diameter periodik untuk semua kelompok jenis

(Dipterocarpaceae, Shorea, Dipterocarpaceae non Shorea, non Dipterocarpaceae dan semua jenis), yang

menunjukkan hasil yang tidak signifikan pada dengan taraf 95% (Fhit < Ftabel(2,24;0.05) = 3.4028).

Berdasarkan hasil analisis varians tersebut menunjukkan bahwa perbedaan teknik

penebangan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap riap individu diameter

periodik, sehingga dalam analisis regresi variasi kondisi hutan bekas tebangan dengan teknik

penebangan yang berbeda dikelompokkan menjadi satu kondisi tegakan hutan bekas

tebangan. Penilaian hubungan jangka waktu setelah penebangan terhadap nilai riap diameter

periodik dilakukan analisis regresi dengan bentuk persamaan terpilih berdasarkan nilai

koefisien korelasi dan determinasi tertinggi serta standar error terendah untuk masing-masing

kelompok jenis (Tabel 24) dengan bentuk hubungan disajikan pada Gambar 47.

Page 116: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

100

Tabel 24. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan riap diameter periodik (cm 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ)

Kelompok Jenis

Kondisi Persamaan Regresi R2 SE Pvalue

D HBT y = 0.0007x3 - 0.0253x2 + 0.2667x + 0.3749 0.4126

0.3143 0.01

HP y = 1E-04x3 - 0.0029x2 + 0.0397x + 0.4692 0.3885

0.2107 0.04

S HBT y = 0.0008x3 - 0.0313x2 + 0.3355x + 0.4055 0.3577

0.4131 0.02

HP y = 0.0001x3 - 0.0037x2 + 0.0484x + 0.5648 0.3405

0.2600 0.02

D-s HBT y = 0.0005x3 - 0.0181x2 + 0.1899x + 0.3575 0.425

0.2599 0.02

HP y = 9E-05x3 - 0.0024x2 + 0.0327x + 0.3729 0.4006

0.1828 0.03

nD HBT y = 0.0007x3 - 0.0262x2 + 0.2755x + 0.0628 0.4014

0.2716 0.01

HP y = 8E-05x3 - 0.0017x2 + 0.0168x + 0.3087 0.3316

0.1419 0.03

SJ HBT y = 0.0006x3 - 0.0247x2 + 0.2637x + 0.2804 0.4157

0.2919 0.01

HP y = 4E-05x3 - 0.0013x2 + 0.0246x + 0.4217 0.3839

0.1837 0.01

Keterangan: R2 = Koefisien determinasi; SE = Standar error; HBT = Hutan bekas tebangan; HP = Hutan primer; x = jangka waktu setelah penebangan; y = nilai riap diameter periodik (cm 2th-1)

Gambar 47. Hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan riap diameter

periodik (cm 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) pada kondisi (a) hutan bekas tebangan dan (b) hutan primer

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Ria

p d

iam

eter

per

iodik

(cm

2th

-1)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

D S Ds nD SJ

(a)

Page 117: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

101

Gambar 47. Hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan riap diameter

periodik (cm 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) pada kondisi (a) hutan bekas tebangan dan (b) hutan primer (Lanjutan)

Berdasarkan analisis varians (anova) menunjukkan bahwa perbedaan kondisi hutan

bekas tebangan dengan hutan primer terhadap riap bidang dasar tegakan periodik untuk

semua kelompok jenis Dipterocarpaceae, Shorea spp., Dipterocarpaceae non Shorea, non

Dipterocarpaceae dan semua jenis menunjukkan hasil yang tidak signifikan berbeda pada dengan

taraf 95% (Fhit < Ftabel(3,32;0.05) = 2.9011). Begitu pula perbedaan antar teknik penebangan RIL

50, RIL 60 dan konvensional tidak memberikan hubungan yang nyata terhadap terhadap riap

bidang dasar tegakan periodik untuk semua kelompok jenis (Dipterocarpaceae, Shorea,

Dipterocarpaceae non Shorea, non Dipterocarpaceae dan semua jenis) dengan hasil tidak signifikan

pada dengan taraf 95% (Fhit < Ftabel(2,24;0.05) = 3.4028). Berdasarkan hasil analisis varians tersebut

menunjukkan bahwa perbedaan teknik penebangan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

terhadap riap individu diameter periodik, sehingga dalam analisis regresi variasi kondisi hutan

bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda dikelompokkan menjadi satu

kondisi tegakan hutan bekas tebangan. Penilaian hubungan jangka waktu setelah penebangan

terhadap nilai riap bidang dasar tegakan periodik dilakukan analisis regresi dengan bentuk

persamaan terpilih berdasarkan nilai koefisien korelasi dan determinasi tertinggi serta standar

error terendah untuk masing-masing kelompok jenis (Tabel 25 dan Gambar 48).

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Ria

p d

iam

eter

per

iod

ik (

cm 2

th-1

)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

D S Ds nD SJ

(b)

Page 118: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

102

Tabel 25. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan riap bidang dasar tegakan periodik (m2 ha-1 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ)

Kelompok Jenis

Kondisi Persamaan Regresi R2 SE Pvalue

D HBT y = 0.0007x3 - 0.0209x2 + 0.1769x - 0.0197 0.4475 0.1266 0.42

HP y = 0.0005x3 - 0.0134x2 + 0.0991x + 0.1102

0.3844 0.0929 0.84

S HBT y = 0.0004x3 - 0.0111x2 + 0.0941x - 0.0185 0.4698 0.0762 0.35

HP y = 0.0002x3 - 0.0064x2 + 0.0468x + 0.082 0.3169 0.0449 0.61

D-s HBT y = 0.0003x3 - 0.0098x2 + 0.0828x - 0.0012 0.2675 0.0746 0.47

HP y = 0.0003x3 - 0.007x2 + 0.0523x + 0.0283 0.3836 0.0555 0.94

nD HBT y = 0.001x3 - 0.0333x2 + 0.3208x - 0.1367 0.3590 0.2769 0.05

HP y = 0.0008x3 - 0.0207x2 + 0.1431x + 0.1322

0.4531 0.1449 0.44

SJ HBT y = 0.0018x3 - 0.0546x2 + 0.5006x - 0.1604 0.4544 0.3434 0.12

HP y = 0.0014x3 - 0.0341x2 + 0.2422x + 0.2424

0.4971 0.2055 0.41

Keterangan: R2 = Koefisien determinasi; SE = Standar error; HBT = Hutan bekas tebangan; HP = Hutan primer; x = jangka waktu setelah penebangan; y = nilai riap bidang dasar periodik (m2 ha-1 2th-1)

Gambar 48. Hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan riap bidang dasar

periodik (m2 ha-1 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) pada kondisi (a) hutan bekas tebangan dan (b) hutan primer

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Ria

p b

idan

g das

ar p

erio

dik

(m

2 h

a-12th

-1)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

D S Ds nD SJ

(a)

Page 119: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

103

Gambar 48. Hubungan antara jangka waktu setelah penebangan dengan riap bidang dasar

periodik (m2 ha-1 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) pada kondisi (a) hutan bekas tebangan dan (b) hutan primer (Lanjutan)

Berdasarkan analisis varians (anova) menunjukkan bahwa perbedaan kondisi hutan

bekas tebangan setelah pembebasan dengan kondisi tanpa perlakuan terhadap riap diameter

periodik untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae, Shorea spp., Dipterocarpaceae non Shorea dan

semua jenis menunjukkan hasil yang signifikan berbeda pada dengan taraf 95% (Fhit >

Ftabel(2,18;0.05) = 3.5546), sedangkan kelompok jenis non Dipterocarpaceae tidak berbeda pada taraf

95% (Fhit < Ftabel(2,18;0.05) = 3.5546). Sedangkan perbedaan antar teknik pembebasan sistematis

dan pembebasan berbasis pohon binaan tidak mempunyai hubungan yang nyata terhadap

terhadap riap diameter periodik untuk semua kelompok jenis (Dipterocarpaceae, Shorea,

Dipterocarpaceae non Shorea, non Dipterocarpaceae dan semua jenis) pada dengan taraf 95% (Fhit

< Ftabel(1,12;0.05) = 4.7472). Berdasarkan hasil analisis varians tersebut menunjukkan bahwa

perbedaan teknik pembebasan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap riap

individu diameter periodik, sehingga dalam analisis regresi variasi teknik pembebasan

dikelompokkan menjadi satu kondisi tegakan hutan bekas tebangan setelah pembebasan.

Penilaian hubungan jangka waktu setelah pembebasan terhadap nilai riap diameter periodik

dilakukan berdasarkan analisis regresi. Bentuk persamaan regresi terpilih berdasarkan nilai

koefisien korelasi dan determinasi tertinggi serta standar error terendah untuk masing-masing

kelompok jenis (Tabel 26).

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Ria

p b

idan

g d

asar

per

iod

ik (

m2 h

a-12th

-1)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

D S Ds nD SJ

(b)

Page 120: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

104

Tabel 26. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan riap diameter periodik (cm 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ)

Kelompok Jenis

Kondisi Persamaan Regresi R2 SE Pvalue

D HSP y = 0.0007x3 - 0.0261x2 + 0.277x + 0.7274

0.3015 0.4394 0.03

CTR y = 0.0002x3 - 0.0141x2 + 0.3246x - 1.2502

0.182 0.2973 0.13

S HSP y = 0.0008x3 - 0.0316x2 + 0.3278x + 0.901

0.306 0.5078 0.04

CTR y = 0.0002x3 - 0.0157x2 + 0.3756x - 1.5066

0.2072 0.4144 0.01

D-s HSP y = 0.0006x3 - 0.025x2 + 0.2594x + 0.5052

0.2589 0.4097 0.03

CTR y = 0.0001x3 - 0.0104x2 + 0.2286x - 0.7089

0.1466 0.1969 0.19

nD HSP y = 0.0005x3 - 0.0197x2 + 0.1843x + 0.4689

0.4991 0.2015 0.04

CTR y = 0.0002x3 - 0.0159x2 + 0.315x - 1.2696 0.6483 0.2295 0.03

SJ HSP y = 0.0007x3 - 0.0264x2 + 0.2643x + 0.6171

0.3406 0.3541 0.04

CTR y = 9E-05x3 - 0.0065x2 + 0.1522x - 0.2027

0.1201 0.2645 0.16

Keterangan: R2 = Koefisien determinasi; SE = Standar error; HBT = Hutan bekas tebangan; HP = Hutan primer; x = jangka waktu setelah penebangan; y = nilai riap diameter periodik (cm 2th-1)

Berdasarkan analisis varians (anova) menunjukkan bahwa perbedaan kondisi hutan

bekas tebangan setelah pembebasan dengan kondisi tanpa perlakuan terhadap riap bidang

dasar tegakan periodik untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae dan Shorea spp. menunjukkan

hasil yang berbeda pada taraf 99% (Fhit > Ftabel(2,18;0.01) = 6.0129), sedangkan kelompok jenis

Dipterocarpaceae non Shorea dan semua jenis berbeda pada taraf 95% (Fhit > Ftabel(2,18;0.05) =

3.5546). Sedangkan kelompok jenis non Dipterocarpaceae perbedaan kondisi tersebut tidak

berbeda signifikan terhadap nilai riap bidang dasar tegakan periodik (Fhit < Ftabel(2,18;0.05) =

3.5546). Perbedaan antar teknik pembebasan sistematis dan pembebasan berbasis pohon

binaan mempunyai hubungan yang nyata terhadap terhadap riap bidang dasar tegakan

periodik hanya untuk kelompok jenis Shorea spp. dengan taraf 95% (Fhit > Ftabel(1,12;0.05) =

4.7472). Penilaian hubungan jangka waktu setelah pembebasan terhadap nilai riap bidang

dasar tegakan periodik dilakukan berdasarkan analisis regresi. Bentuk persamaan regresi

terpilih berdasarkan nilai koefisien korelasi dan determinasi tertinggi serta standar error

terendah untuk masing-masing kelompok jenis (Tabel 27).

Page 121: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

105

Tabel 27. Analisis regresi hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan riap bidang dasar tegakan (m2 ha-1 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ)

Kelompok

Jenis Kondisi Persamaan Regresi R2 SE Pvalue

D HSP y = 0.002x3 - 0.0483x2 + 0.3495x + 0.0387 0.2913 0.2512 0.03

CTR y = 0.0007x3 - 0.0148x2 + 0.0927x +

0.2408 0.0304 0.2157 013

S HSP y = 0.0014x3 - 0.0347x2 + 0.2421x +

0.0268 0.2424 0.1817 0.00

CTR y = 0.0005x3 - 0.0104x2 + 0.0635x +

0.1287 0.0351 0.1374 0.02

D-s HSP y = 0.0005x3 - 0.0136x2 + 0.1074x + 0.012 0.2223 0.1153 0.03

CTR y = 0.0002x3 - 0.0045x2 + 0.0292x +

0.1121 0.0238 0.0798 0.04

nD HSP y = 0.0021x3 - 0.0499x2 + 0.351x + 0.2967 0.2511 0.2599 0.05

CTR y = 0.0003x3 - 0.0134x2 + 0.123x + 0.4725 0.3181 0.2220 0.00

SJ HSP y = 0.004x3 - 0.0982x2 + 0.7006x + 0.3355 0.3325 0.4400 0.01

CTR y = 0.0009x3 - 0.0282x2 + 0.2157x +

0.7133 0.1498 0.4029 0.04

Keterangan: R2 = Koefisien determinasi; SE = Standar error; HBT = Hutan bekas tebangan; HP = Hutan primer; x = jangka waktu setelah penebangan; y = nilai riap bidang dasar periodik (m2 ha-1 2th-1)

Bentuk hubungan waktu setelah pembebasan pada tegakan hutan bekas tebangan

terhadap riap diameter periodik berdasarkan kelompok jenis tersebut disajikan pada Gambar

49. Sedangkan hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan riap bidang dasar

periodik untuk masing-masing kelompok jenis pada variasi kondisi tersebut disajikan pada

Gambar 50.

Page 122: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

106

Gambar 49. Hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan riap diameter

periodik (cm 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) pada kondisi (a) hutan setelah pembebasan dan (b) tanpa perlakuan (kontrol)

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Ria

p d

iam

eter

per

iod

ik (

cm 2

th-1

)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

D S Ds nD SJ

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25

Ria

p d

iam

eter

per

iodik

(cm

2th

-1)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

D S D-s nD SJ

(a)

(b)

Page 123: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

107

Gambar 50. Hubungan antara jangka waktu setelah pembebasan dengan riap bidang dasar

periodik (m2 ha-1 2th-1) untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (D), Shorea spp. (S), Dipterocarpaceae non Shorea (D-s), non Dipterocarpaceae (nD) dan semua jenis (SJ) pada kondisi (a) hutan setelah pembebasan dan (b) tanpa perlakuan (kontrol)

Pada kondisi tegakan hutan setelah penebangan, hubungan jangka waktu setelah

penebangan mempunyai hubungan yang kurang dari 50% terhadap nilai riap diameter

periodik maupun riap bidang dasar tegakan untuk semua kelompok jenis Dipterocarpaceae dan

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Ria

p b

idan

g d

asar

per

iod

ik (

m2

ha-1

2th

-1)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

D S Ds nD SJ

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23

Ria

p b

idan

g das

ar p

erio

dik

(m

2h

a-12th

-1)

Jangka waktu setelah tebangan (tahun)

D S Ds nD SJ

(a)

(b)

Page 124: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

108

non Dipterocarpaceae dalam tegakan. Begitu pula dengan hubungan jangka waktu setelah

pembebasan mempunyai hubungan yang kurang dari 50% terhadap nilai riap diameter

periodik maupun riap bidang dasar tegakan untuk semua kelompok jenis Dipterocarpaceae dan

non Dipterocarpaceae dalam tegakan. Pembukaan kanopi akibat penebangan ataupun kegiatan

pembebasan akan membentuk ruang tumbuh yang mendukung bagi pertumbuhan atau

meningkatkan laju riap baik secara individu maupun tegakan. Tingkat pembukaan yang

optimal akan mendukung pertumbuhan yang optimal (Gourlet-Fleury et al. 2005).

Penilaian secara kuantitatif riap individu dan riap tegakan dengan variasi kondisi

tegakan hutan setelah penebangan dengan teknik yang berbeda maupun setelah pembebasan

dengan teknik yang berbeda menunjukkan respon yang berbeda terhadap kelompok jenis.

Pendekatan pengelompokkan jenis atau dimensi tegakan yang berbeda dapat dilakukan untuk

melihat variasi pengaruh atau respon kelompok jenis terhadap variasi kondisi tegakan hutan

setelah penebangan (Harcombe et al. 2002; Seng et al. 2004). Respon yang berbeda dari jenis

atau kelompok jenis merupakan salah satu tinjauan karakteristik penilaian kuantitatif dimensi

tegakan yang penting untuk pertimbangan variasi keragaman jenis penyusun tegakan (Phillips

et al. 2002; Valle et al. 2006). Dengan tersedianya kurva estimasi bagi variable input dalam

model pertumbuhan sebagai perangkat kuantitatif dalam perencanaan hutan yang baik

(Vanclay 1989). Penilaian dimensi kuantitatif dalam jangka panjang juga bermanfaat evaluasi

teknik silvikultur yang diberikan dan sebagai updating inventarisasi hutan (Garcia 2001).

Dengan meninjau karakteristik kelompok jenis penyusun tegakan merupakan hal penting

dalam mempelajari pertumbuhan jenis pohon berdasarkan ekologi dan pembentukan kualitas

pohon (Carvalho et al. 2004).

Dalam penentuan riap individu dan tegakan hutan setelah penebangan secara periodik,

beberapa simpulan yang diperoleh adalah:

1) Dimensi riap diameter individu periodik kelompok jenis Dipterocarpaceae lebih tinggi

dibandingkan kelompok non Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan dengan

kontribusi terbesar dari kelompok jenis Shorea spp., tetapi total riap bidang dasar tegakan

periodik lebih besar untuk non Dipterocarpaceae.

2) Tindakan atau perlakuan terhadap tegakan baik berupa penebangan maupun pembebasan

akan merubah kecepatan riap tegakan Dipterocarpaceae dengan respon yang meningkat

pada tahun ke-3 setelah perlakuan.

3) Variasi kondisi hutan bekas tebangan dan hutan primer mempunyai hubungan dengan

nilai riap individu diameter periodik untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae dan non

Dipterocarpaceae, tetapi tidak mempunyai perbedaan yang nyata terhadap nilai riap bidang

dasar tegakan periodik untuk kedua kelompok jenis tersebut.

4) Variasi intensitas logging dengan limit tebangan 50 cm dan 60 cm tidak mempunyai

perbedaan yang nyata dengan riap diameter individu dan riap bidang dasar tegakan

Page 125: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

109

periodik untuk semua kelompok jenis dalam tegakan baik Dipterocarpaceae maupun non

Dipterocarpaceae)

5) Variasi kondisi tegakan setelah pembebasan akan mempunyai perbedaan yang nyata

terhadap nilai riap diameter periodik individu pohon dan riap bidang dasar tegakan

periodik untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (termasuk Dipterocarpaceae non Shorea dan

Shorea spp.) tetapi tidak terhadap kelompok jenis non Dipterocarpaceae.

6) Teknik pembebasan secara sistematis dalam tegakan akan direspon positif oleh kelompok

jenis Shorea spp berdasarkan nilai riap bidang dasar tegakan periodik dibandingkan

kelompok jenis lainnya.

7) Adanya hubungan antara teknik pembukaan ruang tumbuh dengan respon riap individu

tegakan Dipterocarpaceae dan jangka waktu respon tegakan baik setelah penebangan

maupun setelah pembebasan merupakan faktor yang membentuk dimensi dinamis

tegakan.

Page 126: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

110

8 DIMENSI KUANTITATIF EKOLOGI TEGAKAN

Hutan Dipterocarpaceae merupakan tegakan hutan yang didominasi oleh famili

Dipterocarpaceae (Ashton 1982), penyebarannya di Indonesia berada di hutan-hutan tropika

basah di Sumatera dan Kalimantan (Soerianegara dan Indrawan 1988). Kalimantan

merupakan pusat terkaya dari keanekaragaman Dipterocarpaceae di dunia dengan 267

species dalam 9 genera, sedangkan di Sumatera terdapat 72 species dengan konsentrasi

species terdapat di antara ketinggian 300-400 m dari permukaan laut (Indrawan 2002).

Tegakan hutan dalam suatu areal umumnya memiliki beberapa karakteristik atau kombinasi

karakteristik dari sejarah kondisi, komposisi jenis penyusun tegakan dan dimensinya yang

dapat dibedakan dari kelompok tegakan hutan lain (Husch et al. 2003). Populasi tegakan dan

perilakunya merupakan proses pada tingkat individu pohon dan tegakan yang membangun

bentuk ekologinya (Krebs 2006). Dalam pengelolaan hutan hujan tropika memiliki

pertimbangan yang menyangkut segi teknis, produksi, ekonomi dan keseimbangan ekologis

yang beragam (Baker et al. 1987; Whitmore 1990). Variasi karakteristik tegakan akan menjadi

kebutuhan dalam penyediaan kebutuhan pengetahuan dalam pengelolaan hutan.

Kegiatan penebangan hutan menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas tegakan

hutan. Tinjauan ragam kondisi pada hutan bekas tebangan menunjukkan adanya perbedaan

struktur dan komposisi jenis serta nilai potensi hutan dibandingkan pada kondisi hutan

primer (Ishida et al. 2005). Tingkat Keanekaragaman jenis pohon hutan-hujan akan bervariasi

secara regional berdasarkan kondisi site hutan (Fedorov 1966 diacu dalam Ipor et al. 1999).

Pengelolaan hutan hujan tropika yang sangat beragam memerlukan pengetahuan dan keahlian

tentang karakteristik dan dinamika tegakan hutan. Hal ini menunjukkan kebutuhan akan

metode pengaturan hasil yang mempertimbangkan aspek kelestarian produksi maupun aspek

konservasi menjadi sangat penting.

Inventarisasi keanekaragamanhayati hutan tropis umumnya dipandang sebagai individu

jenis pohon berdasarkan life-forms, sehingga keanekaragaman jenis pohon merupakan aspek

penting dalam keragaman ekosistem dan nilai total keanekaragamanhayati hutan tropis.

Jumlah jenis dalam satuan luas yang menunjukkan kekayan jenis untuk dataran rendah pada

hutan Dipterocarpaceae dibatasi oleh ukuran sampling. Perhitungan keragaman jenis dalam

skala regional masih merupakan tantangan karena kesulitan dalam pengukuran kelimpahan

dan distribusi jenis, sehingga inventarisasi floristik dan studi dinamika hutan umumnya

dilakukan pada plot sampling. Penilaian kuantitatif sampling floristik dalam inventarisasi

keragaman jenis pohon terutama mencakup jumlah, ukuran atau dimensi dan bentuk plot

sampling yang memberikan dasar kondisi floristik yang sangat penting dalam konservasi dan

manajemen hutan tropis (Mani dan Parthasarathy 2006).

Page 127: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

111

Hasil-hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perbedaan kondisi tegakan

hutan atau risalah tegakan akan memberikan variasi karakteristik ekologi tegakan yang

mencakup tingkat keanekaragaman (Fedorov 1966 dalam Ipor et al. 1999; Ng et al. 2009),

kekayaan jenis (Bischoff et al. 2005; Sodhi et al. 2010) dan sebaran spasial jenis dalam tegakan

(Bunyavejchewin et al. 2003; Lee et al. 2006). Dengan kondisi hutan alam Indonesia

didominasi oleh hutan alam bekas tebangan (> 50%) dan adanya variasi kondisi hutan

Dipterocarpaceae yang bersifat spesifik, maka pengetahuan dimensi kuantitatif ekologis

tegakan menjadi penting dalam rangka memenuhi kebutuhan dan tuntutan dalam pengelolaan

hutan yang lestari. Ruang lingkup dimensi ekologis kuantitatif meliputi karakteristik tegakan

berdasarkan variasi kondisi hutan alam bekas tebangan dengan teknik penebangan yang

berbeda dan teknik pembebasan yang berbeda berdasarkan runtun waktu yang meliputi: nilai

penting jenis, tingkat dominansi jenis, keanekaragaman, kelimpahan jenis, kekayaan jenis,

tingkat kemerataan, kesamaan tegakan dan pola sebaran spasial jenis dalam tegakan.

8.1. Komposisi Jenis

Hasil identifikasi jenis yang dilakukan pada semua tegakan pohon dengan limit

diameter 10 cm pada plot STREK, mencakup 68 famili penyusun tegakan hutan (Tabel 28).

Tabel 28. Famili penyusun vegetasi tegakan hutan pada Plot STREK

Famili Famili Famili Famili

Actinidiaceae Dilleniaceae Moraceae Saxifragaceae

Alangiaceae Dipterocarpaceae Myristicaceae Simaroubaceae

Amonaceae Ebenaceae Myrsinaceae Sonneratiaceae

Anacardiaceae Elaeocarpaceae Myrtaceae Sterculiaceae

Annonaceae Euphorbiaceae Ochnaceae Symplocaceae

Apocynaceae Fagaceae Olacaceae Theaceae

Aquifoliaceae Flacourtiaceae Oleaceae Thymelaeaceae

Araucariaceae Clusiaceae Oxalidaceae Tiliaceae

Bignoniaceae Hypericaceae Polygalaceae Ulmaceae

Bombacaceae Icacinaceae Proteaceae Urticaceae

Burseraceae Juglandaceae Rhamnaceae Verbenaceae

Caesalpiniaceae Lauraceae Rhizophoraceae

Celastraceae Lecythidaceae Rosaceae

Chrysobalanaceae Fabaceae Rubiaceae

Combretaceae Loganiaceae Rutaceae

Connaraceae Lythraceae Sapindaceae

Convolvulaceae Magnoliaceae Sapotaceae

Crypteroniceae Melastomataceae Sapuidaceae

Datiscaceae Meliaceae Sarcotheca

Page 128: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

112

Untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae hasil identifikasi jenis yang ditemukan meliputi

8 genera yaitu Anisoptera, Cotylelobium, Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Parashorea, Shorea,

Vatica dengan mencakup 92 jenis (Tabel 29). Dibandingkan dengan kondisi di dunia yang

mencakup 9 genera dengan 267 species (Indrawan 2002), hasil identifikasi pada plot

penelitian ini menunjukkan bahwa hutan Labanan merupakan sebagai salah satu hutan

Dipterocapaceae campuran yang memiliki keanekaragaman jenis dengan tingkat

keanekaragaman yang tinggi bahkan pada tingkat famili vegetasi penyusun tegakan hutan

alam.

Tabel 29. Jenis-jenis Dipterocarpaceae pada plot STREK

No Jenis No Jenis

1 Anisoptera costata 36 Hopea sangal

2 Anisoptera laevis 37 Hopea semicuneata

3 Anisoptera sp 38 Hopea sp

4 Cotylelobium melanoxylon 39 Parashorea malaanonan

5 Cotylelobium sp 40 Parashorea smythiesii

6 Dipterocarpus acutangulus 41 Parashorea sp

7 Dipterocarpus caudiferus 42 Shorea agamii ssp agamii

8 Dipterocarpus confertus 43 Shorea almon

9 Dipterocarpus conformis 44 Shorea angustifolia

10 Dipterocarpus costulatus 45 Shorea atrinervosa

11 Dipterocarpus elongatus 46 Shorea beccariana

12 Dipterocarpus fusiformis 47 Shorea bentongenensis

13 Dipterocarpus glabrigemmatus 48 Shorea confusa

14 Dipterocarpus gracilis 49 Shorea exelliptica

15 Dipterocarpus grandiflorus 50 Shorea faguetiana

16 Dipterocarpus hasseltii 51 Shorea falciferoides

17 Dipterocarpus humeratus 52 Shorea fallax

18 Dipterocarpus mundus 53 Shorea guiso

19 Dipterocarpus pachyphyllus 54 Shorea hopeifolia

20 Dipterocarpus palembanica 55 Shorea inappendiculata

21 Dipterocarpus stellatus 56 Shorea johorensis

22 Dipterocarpus tempehes 57 Shorea laevis

23 Dipterocarpus verrucosus 58 Shorea lamellata

24 Dipterocarpus sp 59 Shorea leprosula

25 Dryobalanops beccarii 60 Shorea leptoderma

26 Dryobalanops lanceolata 61 Shorea longisperma

27 Dryobalanops sp 62 Shorea macrophylla

28 Hopea bracteata 63 Shorea macroptera

29 Hopea cernua 64 Shorea maxwelliana

30 Hopea dryobalanoides 65 Shorea mecistopteryx

Page 129: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

113

Tabel 29. Jenis-jenis Dipterocarpaceae pada plot STREK (Lanjutan)

31 Hopea ferruginea 66 Shorea multiflora

32 Hopea mengarawan 67 Shorea ochracea

33 Hopea nervosa 68 Shorea ovalis ssp ovalis

34 Hopea pachycarpa 69 Shorea parvifolia

35 Hopea rudiformis 70 Shorea parvistipulata

71 Shorea patoiensis 82 Shorea sp

72 Shorea pauciflora 83 Vatica albiramis

73 Shorea pinanga 84 Vatica micrantha

74 Shorea scrobiculata 85 Vatica nitens

75 Shorea semicuneata 86 Vatica oblongifolia

76 Shorea seminis 87 Vatica odorata

77 Shorea smithiana 88 Vatica rassak

78 Shorea superba 89 Vatica sarawakensis

79 Shorea symingtonii 90 Vatica umbonata

80 Shorea virescens 91 Vatica vinosa

81 Shorea xanthophylla 92 Vatica sp

Rekapitulasi jumlah jenis pada setiap pengukuran untuk masing-masing kondisi

tegakan yang berbeda menunjukkan adanya perubahan kelimpahan jumlah jenis penyusun

tegakan hutan baik setelah penebangan maupun setelah pembebasan (Tabel 30).

Tabel 30. Rekapitulasi jumlah jenis pada plot STREK setelah penebangan dan pembebasan

Risalah kondisi

HP HBT1 HBT3 HBT 5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

Jumlah jenis

RIL50 Rataan 140 134 133 144 149 152 153 154 158 159 159

SD 23 22 23 17 17 17 16 16 17 23 23

RIL60 Rataan 152 143 143 149 154 158 157 158 165 171 170

SD 15 13 11 11 13 12 11 11 12 2 3

CNV Rataan 125 116 118 128 134 136 137 138 142 143 143

SD 16 19 19 17 16 15 16 15 16 18 17

HP0 HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Rataan 166 164 166 166 166 167 167 166 170 165 170

SD 15 14 15 15 14 14 14 13 12 9 12

HBT11 P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Rataan 95 100 106 121 129 127 128 125 126 127

SD 13 13 10 13 16 15 13 13 13 14

PPB Rataan 109 112 115 129 135 135 136 134 135 136

SD 12 13 15 16 17 18 18 18 17 17

HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Rataan 115 115 116 126 128 128 128 125 125 128

SD 8 8 7 4 3 3 3 3 3 4

Page 130: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

114

Perubahan komposisi jenis penyusun tegakan pada hutan bekas tebangan akan

menurun hingga tahun ke-3, kemudian meningkat setelah tahun ke-5. Begitu pula yang terjadi

pada hutan bekas tebangan setelah pembebasan. Perubahan jumlah jenis yang terjadi karena

penambahan detil jenis karena dilakukannya identifikasi lanjutan pada tingkat genus menjadi

tingkat species yang berbeda pada periode pengukuran setelah tahun 1997 memberikan

pergeseran nama jenis kurang dari 5%.

8.2. Indeks Nilai Penting Jenis

Dominansi jenis komposisi penyusun tegakan berdasarkan Indek nilai penting (INP)

menggambarkan dominasi suatu jenis dalam suatu komunitas berdasarkan tingkat kerapatan,

frekuensi dan dominansinya (Soerianegara dan Indrawan 2005). Perubahan dominansi jenis

pada variasi hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda menunjukkan

pola perubahan yang berbeda. Dengan salah satu penciri jenis pioneer yaitu Macaranga sp,

dalam 10 jenis dominan penyusun tegakan maka teknik penebangan yang berbeda akan

mempengaruhi pola dominansi jenis dalam tegakan. Berdasarkan intensitas penebangan

terbesar tinggi yaitu teknik penebangan konvensional, Macaranga sp akan masih mendominasi

hingga pada tahun ke-23 sedangkan pada teknik RIL 50 pada tahun ke-5 dan teknik RIL 60

dengan intensitas terendah akan didominasi jenis tersebut pada tahun ke-9. Dari penelitian

Bischoff et al. (2005) di Sabah Malaysia, hutan Dipterocarpaceae pada jangka waktu 8-13

tahun setelah penebangan akan memiliki keanekaragaman jenis pohon yang tersusun dari

kelompok jenis-jenis pioner.

Rekapitulasi perubahan dominansi 10 jenis berdasarkan indeks nilai penting tertinggi

disusun berdasarkan pada kondisi sebelum penebangan, tahun pertama setelah penebangan

dan 23 tahun setelah penebangan dengan teknik penebangan yang berbeda disajikan pada

Gambar 51-54.

Page 131: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

115

Gambar 51. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas penebangan dengan

teknik RIL 50 pada kondisi (a) sebelum penebangan, (b) 1 tahun setelah penebangan dan (c) 23 tahun setelah penebangan

0

5

10

15

20

Ind

eks

Nil

ai P

enti

ng (

%)

0

5

10

15

20

Indek

s N

ilai

Pen

ting (

%)

0

5

10

15

20

Ind

eks

Nil

ai P

enti

ng (

%)

(a)

(b)

(c)

Page 132: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

116

Gambar 52. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas penebangan dengan

teknik RIL 60 pada kondisi (a) sebelum penebangan, (b) 1 tahun setelah penebangan dan (c) 23 tahun setelah penebangan

0

5

10

15

20

Ind

eks

Nil

ai P

enti

ng (

%)

0

5

10

15

20

Indek

s N

ilai

Pen

ting (

%)

0

5

10

15

20

Ind

eks

Nil

ai P

enti

ng (

%)

(a)

(b)

(c)

Page 133: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

117

Gambar 53. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas penebangan dengan

teknik konvensional pada kondisi (a) sebelum penebangan, (b) 1 tahun setelah penebangan dan (c) 23 tahun setelah penebangan

0

5

10

15

20

25

Ind

eks

Nil

ai P

enti

ng (

%)

0

5

10

15

20

25

Indek

s N

ilai

Pen

ting (

%)

0

5

10

15

20

25

Ind

eks

Nil

ai P

enti

ng (

%)

(a)

(b)

(c)

Page 134: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

118

Gambar 54. Sepuluh jenis dominan berdasarkan indeks nilai penting tertinggi pada hutan

primer pada kondisi (a) awal pengukuran (b) 1 tahun pengukuran dan (c) 23 tahun pengukuran

0

5

10

15

20

Ind

eks

Nil

ai P

enti

ng (

%)

0

5

10

15

20

Indek

s N

ilai

Pen

ting (

%)

0

5

10

15

20

Ind

eks

Nil

ai P

enti

ng (

%)

(a)

(b)

(c)

Page 135: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

119

Perubahan dominansi jenis pada variasi hutan bekas tebangan dengan teknik

pembebasan yang berbeda menunjukkan pola pergeseran dominansi jenis yang berbeda.

Dengan penciri salah satu jenis pioneer yang merupakan jenis non komersial dalam areal

bekas tebangan yaitu Macaranga sp dalam 10 jenis dominan tegakan, maka teknik pembebasan

yang berbeda akan mempengaruhi pola dominansi jenis dalam tegakan. Respon teknik

pembebasan terhadap pergeserean dominansi jenis sangat bervariasi antar plot penelitian.

Berikut perubahan dominansi 10 jenis berdasarkan indeks nilai penting tertinggi pada kondisi

awal pengukuran, tahun pertama setelah pembebasan dan 23 tahun setelah pembebasan

dengan teknik pembebasan yang berbeda (Gambar 55-57).

Page 136: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

120

Gambar 55. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas tebangan dengan

teknik pembebasan sistematis pada kondisi (a) hutan bekas tebangan 11 tahun (b) 1 tahun setelah pembebasan dan (c) 23 tahun setelah pembebasan

0

5

10

15

20

Ind

eks

Nil

ai P

enti

ng (

%)

0

5

10

15

20

Indek

s N

ilai

Pen

ting (

%)

0

5

10

15

20

Ind

eks

Nil

ai P

enti

ng (

%)

(a)

(b)

(c)

Page 137: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

121

Gambar 56. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas tebangan dengan

teknik pembebasan berbasis pohon binaan pada kondisi (a) hutan bekas tebangan 11 tahun (b) 1 tahun setelah pembebasan dan (c) 23 tahun setelah pembebasan

0

5

10

15

20

Ind

eks

Nil

ai P

enti

ng (

%)

0

5

10

15

20

Indek

s N

ilai

Pen

ting (

%)

0

5

10

15

20

Ind

eks

Nil

ai P

enti

ng (

%)

(a)

(b)

(c)

Page 138: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

122

Gambar 57. Sepuluh jenis indeks nilai penting tertinggi pada hutan bekas tebangan tanpa

perlakuan pada kondisi (a) 11 tahun setelah penebangan (b) 13 tahun setelah penebangan dan (c) 35 tahun setelah penebangan

0

5

10

15

20

Ind

eks

Nil

ai P

enti

ng (

%)

0

5

10

15

20

Indek

s N

ilai

Pen

ting (

%)

0

5

10

15

20

Ind

eks

Nil

ai P

enti

ng (

%)

(a)

(b)

(c)

Page 139: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

123

Dengan sistem tebang pilih pada ketiga teknik penebangan yang dilakukan

menunjukkan dominansi jenis dalam tegakan tidak didominansi oleh satu jenis saja, tetapi

terdistribusi oleh beberapa jenis baik pada setelah penebangan 1 tahun ataupun 23 tahun.

Pada hutan primer hampir tidak terjadi pergeseran dominansi jenis dalam tegakan.

Kelompok jenis Dipterocarpaceae cukup besar mendominasi tegakan baik pada hutan setelah

penebangan, setelah pembebasan maupun pada hutan primer. Pergeseran dominansi

kelompok jenis Dipterocarpaceae terjadi terutama pada tahun ke-1 setelah penebangan dan

cenderung meningkat pada 23 tahun setelah penebangan.

Penilaian dominansi menggunakan indeks nilai penting menggambarkan komponen

kepadatan populasi, penguasaan dimensi dalam tegakan dan tingkat penyebaran dalam

tegakan. Menurut Sundarapandian dan Swamy (2000), indeks nilai penting merupakan salah

satu parameter yang dapat memberikan gambaran tentang peranan suatu jenis dalam

komunitasnya. Dominansi dan distribusi tumbuhan pada suatu komunitas tertentu dibatasi

oleh kondisi lingkungannya. Keberhasilan setiap jenis tumbuhan untuk menguasai suatu

komunitas tegakan dipengaruhi oleh kemampuannya beradaptasi secara optimal terhadap

seluruh faktor lingkungan atau tempat tumbuh baik fisik, biotik dan kimia (Krebs 1994).

Beberapa jenis tumbuhan di hutan tropika beradaptasi dengan kondisi intensitas cahaya

dalam tegakan atau pembukaan kanopi hutan (Balakrishnan et al. 1994).

8.3. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Kelimpahan Jenis (N1)

Indeks keanekaragaman jenis menggambarkan tingkat keanekaragaman vegetasi

penyusun pada suatu komunitas hutan yang merupakan indikator jumlah jenis dan

kemerataan individu yang ditunjukkan dengan besaran nilai H’. Semakin tinggi nilai H’ akan

menggambarkan tingkat keanekaragaman yang semakin tinggi dengan kata lain semakin tinggi

nilai H’ maka semakin banyak jenis yang menyusun komunitas hutan tersebut. Hasil

perhitungan indeks keanekaragaman jenis (H’) pada variasi kondisi hutan setelah penebangan

dan setelah pembebasan dengan nilai rataan dan standar deviasi untuk masing-masing kondisi

tegakan ditunjukkan pada Tabel 31.

Page 140: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

124

Tabel 31. Indeks keanekaragaman jenis (H’) tegakan setelah penebangan dan setelah

pembebasan

Risalah

kondisi

HP HBT1 HBT3 HBT 5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

Indeks keanekaragaman jenis (H’)

RIL50 Rataan 4.33 4.42 4.43 4.45 4.42 4.43 4.44 4.46 4.48 4.54 4.54

SD 0.19 0.13 0.12 0.18 0.24 0.24 0.23 0.21 0.20 0.15 0.20

RIL60 Rataan 4.42 4.48 4.49 4.54 4.56 4.57 4.57 4.57 4.59 4.69 4.71

SD 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.14 0.14 0.14 0.13 0.06 0.18

CNV Rataan 4.13 4.25 4.28 4.36 4.30 4.32 4.35 4.32 4.36 4.41 4.43

SD 0.24 0.20 0.20 0.17 0.18 0.21 0.24 0.23 0.22 0.15 0.15

HP0 HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Rataan 4.73 4.71 4.72 4.73 4.74 4.74 4.74 4.74 4.77 4.79

SD 0.11 0.11 0.11 0.10 0.08 0.09 0.09 0.08 0.08 0.10

HBT11 P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13

PS Rataan 3.84 3.89 4.01 4.14 4.21 4.21 4.24 4.21

SD 0.13 0.13 0.15 0.16 0.21 0.21 0.20 0.20

PPB Rataan 3.86 3.97 4.09 4.20 4.27 4.28 4.29 4.23

SD 0.21 0.19 0.17 0.18 0.19 0.18 0.18 0.19

HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25

CTR Rataan 4.16 4.17 4.19 4.26 4.30 4.31 4.31 4.26

SD 0.11 0.09 0.09 0.08 0.10 0.10 0.10 0.09

Berdasarkan klasifikasi nilai indeks keanekaragaman Magurran (1988) menunjukkan

bahwa pada semua plot penelitian baik tegakan setelah penebangan maupun setelah

pembebasan mempunyai nilai indeks keanekaragaman jenis dengan klasifikasi tinggi (H’ >

3.5). Secara relatif indeks keanekaragaman jenis pada hutan bekas tebangan mempunyai

tingkat keragaman jenis yang lebih rendah dibandingkan kondisi hutan primer. Sedangkan

tindakan pembebasan pada hutan bekas tebangan dengan tujuan membebaskan pohon-

pohon dengan jenis-jenis terpilih (pohon binaan), menunjukkan tingkat keanekaragaman

jenis tegakan hutan yang lebih rendah dibandingkan kondisi hutan tanpa perlakuan. Fungsi

waktu pemulihan setelah penebangan ataupun setelah pembebasan yang menunjukkan pola

perubahan atau pergerakan indeks keanekaragaman jenis tegakan dihitung sepanjang periode

pengamatan.

Dengan membandingkan nilai-nilai indeks keanekaragaman jenis dari suatu vegetasi

hutan dapat diketahui tingkat stabilitasnya, dimana nilai indeks keanekaragaman jenis yang

lebih tinggi menunjukan tingkat stabilitas yang lebih tinggi pula pada vegetasi hutan tersebut.

Pada tegakan 6 bulan setelah penebangan mempunyai indeks keanekaragaman untuk tingkat

pohon di Kalimantan Timur sebesar 3.37 dengan klasifikasi keanekaragaman sedang

(Indrawan 2000). Sedangkan pada kondisi 1 bulan setelah penebangan di Kalimantan Tengah

menunjukkan indeks keanekaragaman sebesar 2.73 dengan klasifikasi keanekaragaman

Page 141: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

125

sedang (Pamoengkas 2006). Pada penelitian Muhdi (2012) menunjukkan bahwa nilai

keanekaragaman pada kondisi sebelum penebangan sebesar 3.204–3.263 dan setelah

penebangan relatif terjadi penurunan dengan nilai berkisar 3.198–3.240 tetapi dalam

klasifikasi keanekaragaman yang sama yaitu sedang. Makana dan Thomas (2006) menyatakan

bahwa keanekaragaman jenis lebih rendah pada hutan setelah penebangan 5–10 tahun

dibandingkan pada hutan setelah pemanenan tua (> 40 tahun) dan hutan primer.

Berdasarkan indeks keanekaragaman jenis suatu tegakan dihitung jumlah kelimpahan

jenis (N1) untuk masing-masing kondisi tegakan hutan dengan nilai rekapitulasi disajikan

pada Tabel 32.

Tabel 32. Kelimpahan jumlah jenis (N1) tegakan setelah penebangan dan setelah pembebasan

Risalah

kondisi

HP HBT1 HBT3 HBT 5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

Kelimpahan jenis (N1)

RIL50 Rataan 77 84 84 87 85 86 86 88 89 94 95

SD 15 10 10 13 17 18 17 16 17 13 14

RIL60 Rataan 84 89 90 94 97 98 97 97 99 109 108

SD 12 12 12 13 13 12 12 12 12 6 7

CNV Rataan 64 71 73 79 75 76 80 77 80 83 84

SD 15 15 15 13 14 15 19 17 17 13 14

HP0 HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Rataan 113 112 113 114 114 115 115 115 119 121 122

SD 12 12 12 11 10 10 10 9 9 11 11

HBT11 P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Rataan 47 49 56 63 69 68 71 69 69 71

SD 7 7 8 10 14 13 14 13 13 14

PPB Rataan 49 54 60 68 73 73 74 70 69 72

SD 10 10 10 11 13 12 12 12 11 11

HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Rataan 64 65 66 71 74 75 75 71 73 75

SD 7 6 6 5 7 7 8 6 6 7

Kelimpahan jumlah jenis menunjukkan peluang jumlah jenis dominan yang akan

muncul pada suatu tegakan hutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah jenis

dominan yang sering muncul pada areal bekas tebangan dengan teknik yang berbeda sampai

dengan 23 tahun berkisar 71–108 sedangkan pada hutan primer mempunyai kelimpahan yang

lebih tinggi yaitu 113-121. Pada hutan bekas tebangan dengan teknik pembebasan yang

berbeda mempunyai nilai kelimpahan jenis berkisar 49-73, sedangkan pada hutan bekas

tebangan tanpa perlakuan berkisar 64-74. Hal ini menunjukkan bahwa tegakan hutan setelah

penebangan maupun setelah pembebasan akan mempunyai nilai kelimpahan jenis yang lebih

rendah dibandingkan kondisi hutan primer. Tegakan setelah terganggu akan mempunyai

Page 142: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

126

kecenderungan jumlah kelimpahan jenis yang meningkat seiring jangka waktu setelah

penebangan maupun setelah pembebasan.

Pengaruh tebang pilih pada tegakan hutan terhadap keanekaragaman jenis tegakan

akan bervariasi pada setiap tempat tumbuh (Sodhi et al. 2010). Pada beberapa studi

menunjukkan bahwa pengaruh penebangan secara selektif tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap keanekaragaman jenis pada hutan 18-20 tahun setelah penebangan

(Verburg dan van Eijk-Bos 2003 dalam Sodhi et al. 2010). Jika dibandingkan dengan kondisi

hutan primer, maka hutan bekas tebangan 41 tahun mempunyai tingkat keanekaragaman jenis

yang lebih rendah (Okuda et al. 2003 dalam Sodhi et al. 2010).

8.4. Indeks Kekayaan Jenis Margallef (R1)

Penilaian kekayaan jenis tegakan yang menggambarkan tingkat kelimpahan jenis

dalam suatu komunitas hutan dilakukan dengan pendekatan indeks Margalef R1. Hasil

perhitungan indeks kekayaan jenis Margalef (R1) pada variasi kondisi hutan setelah

penebangan dan setelah pembebasan dengan rekapitulasi nilai rataan dan standar deviasi (SD)

ditunjukkan pada Tabel 33.

Tabel 33. Indeks kekayaan jenis (R1) pada plot penelitian berdasarkan teknik penebangan dan teknik pembebasan

Risalah

kondisi

HP HBT1 HBT3 HBT 5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

Indeks kekayaan jenis (R1)

RIL50 Rataan 22.45 22.33 22.29 23.72 24.16 24.55 24.72 24.86 25.36 25.56 25.62

SD 3.11 2.73 2.88 2.25 2.40 2.44 2.39 2.33 2.38 3.24 4.32

RIL60 Rataan 24.24 23.75 23.81 24.56 25.25 25.73 25.64 25.70 26.49 27.73 26.88

SD 2.19 1.98 1.71 1.73 1.98 1.94 1.80 1.82 1.87 0.91 1.01

CNV Rataan 20.30 19.85 20.20 21.44 22.17 22.30 22.51 22.49 23.10 23.42 24.32

SD 2.44 2.80 2.79 2.49 2.45 2.41 2.46 2.40 2.50 2.69 2.41

HP0 HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Rataan 26.97 26.72 26.96 27.03 27.17 27.33 27.34 27.23 27.80 27.50 27.50

SD 1.94 1.89 1.95 1.87 1.82 1.74 1.84 1.62 1.60 1.47 1.47

HBT11 P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Rataan 15.36 16.06 17.12 19.43 20.54 20.37 20.57 20.18 20.21 20.47

SD 2.19 2.17 1.81 1.99 2.50 2.32 2.18 2.24 2.21 2.17

PPB Rataan 17.31 17.82 18.39 20.56 21.55 21.59 21.75 21.48 21.47 21.57

SD 1.96 2.25 2.49 2.71 2.48 2.81 2.75 2.85 2.71 2.75

HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Rataan 18.70 18.72 18.91 20.32 20.82 20.88 20.88 20.55 20.67 20.87

SD 1.27 1.22 1.01 0.66 0.35 0.34 0.41 0.38 0.41 0.39

Page 143: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

127

Berdasarkan kriteria kekayaan jenis dalam Magurran (1988), semua plot penelitian

baik pada tegakan setelah penebangan maupun setelah pembebasan adalah tinggi (R1 > 5.0)

sepanjang jangka waktu 23 tahun setelah penebangan dan setelah pembebasan. Secara relatif

tingkat kekayaan hutan setelah tebangan akan menurun sampai dengan tahun ke-3 pada ketiga

teknik penebangan yang dilakukan dan selanjutnya akan meningkat sepanjang jangka waktu

pemulihan tegakan. Sedangkan jangka waktu setelah pembebasan akan mempunyai

kecenderungan meningkatnya tingkat kekayaan jenis tegakan hutan. Pada hutan primer

mempunyai indeks kekayaan jenis yang lebih tinggi dibandingkan pada kondisi hutan yang

telah terganggu.

Tingkat kekayaan jenis tegakan pada hutan bekas tebangan setelah 23 tahun masih

memiliki tingkat yang lebih rendah dibandingkan pada kondisi hutan primer. Sedangkan pada

tegakan hutan setelah penebangan yang dilakukan pembebasan, akan memiliki tingkat

kekayaan jenis yang mendekati sama pada tahun ke-5 setelah pembebasan. Hal ini berkaitan

dengan kecenderungan perubahan komposisi jumlah jenis penyusun tegakan, pada tegakan

setelah pembebasan akan menurun hingga tahun ke-3 yang kemudian meningkat setelah

tahun ke-5. Tingkat kekayaan dan kelimpahan jenis pada hutan yang terganggu akan menurun

dibandingkan pada kondisi hutan klimaks (Sodhi et al. 2010).

Setelah dilakukan tebang pilih akan terjadi peningkatan kekayaan dan keanekaragam

jenis terutama pada areal-areal yang terbuka. Kondisi ini mendukung terjadinya

perkembangan jenis-jenis yang sebelumnya tidak mendapat kesempatan berkembang

dibawah tajuk (gap opportunist species). Pembukaan kanopi yang diakibatkan penebangan

memacu pertumbuhan jenis-jenis pionerr (Bischoff et al. 2005). Menurut Holloway et al.

(1992 dalam Sodhi et al. 2010), hal inilah yang menyebabkan perubahan struktur vegetasi dan

keanekaragaman hutan setelah penebangan.

8.5. Indeks Kemerataan Jenis Pielou J’ (E)

Indeks kemerataan jenis (E) menunjukkan tingkat kemerataan kelimpahan jenis-jenis

vegetasi penyusun pada suatu komunitas hutan (Magurran 1988). Semakin besar nilai E

menunjukkan komposisi jenis semakin merata atau tidak dominan pada satu jenis tertentu

saja. Hasil perhitungan indeks kemerataan jenis Pielou J’ (E) pada masing-masing plot dengan

rekapitulasi variasi kondisi hutan setelah penebangan dan setelah pembebasan pada plot

STREK ditunjukkan pada Tabel 34.

Page 144: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

128

Tabel 34. Indeks kemerataan jenis (E) pada plot STREK setelah penebangan dan setelah pembebasan

Risalah

kondisi

HP HBT1 HBT3 HBT 5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

Indeks kemerataan jenis (E)

RIL50 Rataan 0.88 0.91 0.91 0.90 0.88 0.88 0.88 0.89 0.88 0.90 0.90

SD 0.02 0.02 0.01 0.02 0.04 0.04 0.03 0.03 0.03 0.02 0.03

RIL60 Rataan 0.88 0.90 0.91 0.91 0.91 0.90 0.90 0.90 0.90 0.91 0.90

SD 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.01 0.01 0.02

CNV Rataan 0.86 0.90 0.90 0.90 0.88 0.88 0.89 0.88 0.88 0.89 0.90

SD 0.03 0.02 0.02 0.02 0.03 0.03 0.04 0.03 0.03 0.01 0.02

HP0 HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Rataan 0.92 0.92 0.92 0.93 0.93 0.93 0.93 0.93 0.93 0.94 0.94

SD 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 0.03

HBT11 P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Rataan 0.85 0.85 0.86 0.86 0.87 0.87 0.87 0.87 0.87 0.87

SD 0.02 0.01 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02

PPB Rataan 0.83 0.84 0.86 0.87 0.87 0.87 0.87 0.86 0.86 0.87

SD 0.05 0.03 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.03 0.02 0.03

HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Rataan 0.88 0.88 0.88 0.88 0.89 0.89 0.89 0.88 0.89 0.89

SD 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02

Berdasarkan klasifikasi indeks kemerataan menurut Magurran (1988), pada tegakan

setelah penebangan maupun setelah pembebasan akan menunjukkan tingkat kemerataan yang

tinggi (E > 0.6). Hal ini menunjukkan bahwa dalam tegakan tersebut mempunyai dominansi

yang menyebar ke banyak jenis atau dengan kata lain tidak terpusat ke satu jenis saja. Pada

hutan bekas tebangan mempunyai kenaikan tingkat kemerataan hingga tahun ke-5 setelah

penebangan, kemudian menurun dan cenderung tidak berubah. Kondisi kemerataan jenis

pada tegakan setelah penebangan sampai dengan 23 tahun masih lebih rendah dibandingkan

pada kondisi hutan primer. Pada tindakan pembebasan tegakan setelah penebangan

mempunyai tingkat keragaman yang relatif tidak berubah setelah tahun ke-3. Pergeseran

kemerataan sebaran jenis dalam tegakan yang ditunjukkan berdasarkan indeks nilai penting

menunjukkan tingkat kemerataan yang relatif tetap tetapi dominansinya berubah. Sehingga

perlu untuk meninjau komposisi penyusun dalam tingkat kemerataan jenis tersebut,

sebagaimana dinyatakan Krebs (2006) bahwa dalam penilaian ekologi tegakan merupakan

penilaian dalam tingkat jenis (species) penyusun vegetasi.

Page 145: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

129

8.6. Indeks Kesamaan Komunitas (IS)

Penilaian tingkat kesamaan komunitas tegakan pada petak penelitian setelah

penebangan dan pembebasan yang berbeda dengan menggunakan koefisien kesamaan

komunitas atau indeks kesamaan (IS) (Soerianegara dan Indrawan 2005). Perhitungan nilai

indeks kesamaan dilakukan pada kondisi tegakan awal sebelum penebangan atau pembebasan

terhadap setiap perubahan kondisi tegakan sepanjang periode pengukuran (setiap 2 tahun).

Hasil perhitungan indeks kesamaan jenis berdasarkan jumlah individu per jenis atau kerapatan

(ISn) dalam tegakan dilakukan untuk masing-masing plot penelitian. Nilai IS berkisar antara

0-100%, dimana jika semakin mendekati nilai 100 maka tingkat kesamaan komunitas semakin

sama sebaliknya semakin rendah atau mendekati 0 maka kondisi tegakan akan semakin

berbeda. Rekapitulasi indeks kesamaan jenis tegakan berdasarkan jumlah individu pada

tegakan setelah penebangan dan setelah pembebasan disajikan pada Tabel 35.

Tabel 35. Indeks kesamaan komunitas (ISn) pada kondisi awal tegakan dan tegakan setelah penebangan dan pembebasan

Risalah

kondisi

HBT1 HBT3 HBT 5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

Indeks kesamaan komunitas (ISn)

RIL50 Rataan 85.5 79.4 67.4 68.9 66.6 64.7 64.6 64.2 63.0 64.6

SD 6.5 8.2 13.3 10.8 10.1 9.7 9.5 9.3 15.4 9.5

RIL60 Rataan 86.6 82.1 79.3 75.6 73.0 71.6 71.3 69.8 64.9 67.8

SD 5.2 6.3 5.8 5.4 7.4 8.5 7.1 7.6 13.0 9.1

CNV Rataan 82.3 74.3 71.1 67.6 65.3 64.1 63.0 62.6 62.9 63

SD 6.5 9.9 11.3 10.5 11.0 10.9 10.7 10.5 9.8 9.8

HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Rataan 97.2 94.0 91.2 87.9 86.6 85.1 84.5 82.6 78.8 80.8

SD 1.5 2.8 4.0 4.2 3.9 4.2 4.0 4.6 6.6 5.6

P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Rataan 96.2 86.6 80.6 72.6 71.7 70.0 71.5 70.1 71.1

SD 1.6 2.7 3.0 2.6 2.4 2.9 2.5 2.6 2.7

PPB Rataan 95.3 86.3 81.0 75.4 74.5 73.5 72.6 72.8 73.3

SD 2.0 4.4 5.9 5.7 5.5 5.4 5.7 5.4 5.5

HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Rataan 96.8 93.1 89.3 82.6 82.5 81.1 79.9 81.1 82.1

SD 1.5 3.0 3.3 3.6 4.5 4.9 7.4 6.2 4.3

Berdasarkan nilai kuantitatif jumlah individu jenis atau kerapatan, indeks kesamaan

komunitas antara tegakan sebelum penebangan (hutan primer) dengan tegakan setelah

penebangan terjadi perubahan atau pergeseran tingkat kesamaan yang semakin menurun

sepanjang waktu pengamatan.

Page 146: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

130

Perbedaan teknik penebangan akan menghasilkan penurunan tingkat kesamaan

komunitas yang berbeda. Tegakan setelah penebangan dengan teknik konvensional akan

mempunyai penurunan yang lebih besar dibandingkan pada kondisi RIL. Pada kondisi

tegakan dengan teknik penebangan RIL 60 atau dengan intensitas yang terendah, akan

mempunyai tingkat kesamaan yang lebih tinggi dibandingkan teknik penebangan lainnya.

Tingkat kesamaan komunitas tegakan setelah penebangan sepanjang 23 tahun masih memiliki

kesamaan > 62% dibandingkan kondisi hutan awal (hutan primer). Pada hutan primer

sepanjang 23 tahun pengamatan, akan mengalami perubahan komunitas dengan tingkat

kesamaan yang lebih tinggi dibandingkan kondisi tegakan setelah penebangan (> 78%).

Begitu pula pada tegakan setelah pembebasan akan memiliki indeks kesamaan komunitas >

70% dibandingkan kondisi awalnya. Sedangkan pada kondisi hutan bekas tebangan tanpa

perlakuan mempunyai tingkat kesamaan komunitas yang relatif lebih tinggi dibandingkan

kondisi setelah pembebasan.

8.7. Pola Sebaran Spasial Kelompok Jenis (IM)

Hasil kajian pada plot STREK, pola sebaran spasial jenis atau kelompok jenis

menunjukkan pola sebaran atau distribusi jenis atau kelompok jenis tersebut dalam tegakan,

baik bersifat acak, mengelompok ataupun seragam. Untuk mengetahui pola sebaran tersebut

dilakukan dengan pendekatan indeks Morisita (Id), standarisasi indeks Morisita (Ip), indeks

keseragaman (Mu) dan indeks mengelompok (Mc) (Krebs 1989), yang dilakukan pada plot

penelitian setelah penebangan dan setelah pembebasan untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae

(terbagi dalam Shorea spp. dan Dipterocarpaceae non Shorea) dan non Dipterocarpaceae.

Rekapitulasi pola sebaran spasial untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae dan non

Dipterocarpaceae pada variasi kondisi hutan disajikan pada Tabel 36-37.

Tabel 36. Pola sebaran spasial kelompok jenis Dipterocarpaceae pada plot STREK Risalah kondisi

HP HBT1 HBT3 HBT5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

RIL 50 Ip 0.50 0.50 0.50 0.47 0.45 0.50 0.50 0.50 0.50 0.41 0.50

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

RIL 60 Ip 0.29 0.24 0.22 0.25 0.27 0.28 0.29 0.30 0.37 0.39 0.37

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

CNV Ip 0.47 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.42 0.44 0.42 0.50 0.44

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

HP0 HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Ip 0.43 0.48 0.42 0.36 0.42 0.44 0.44 0.45 0.48 0.37 0.48

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

Page 147: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

131

Tabel 36. Pola sebaran spasial kelompok jenis Dipterocarpaceae pada plot STREK (Lanjutan)

HBT11 P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Ip 0.19 0.25 0.25 0.21 0.20 0.18 0.29 0.27 0.29 0.27

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

PPB Ip 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Ip 0.25 0.29 0.34 0.35 0.39 0.31 0.34 0.33 0.34 0.34

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

Keterangan: HP = hutan primer; HBT = hutan bekas tebangan; P = setelah pembebasan; Ip = standarisasi indeks morisita; Ps = pola sebaran spasial; Cl = clumped (mengelompok)

Tabel 37. Pola sebaran spasial kelompok jenis non Dipterocarpaceae pada plot STREK Risalah kondisi

HP HBT1 HBT3 HBT5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

RIL 50 Ip 0.40 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.43 0.39 0.45 0.42 0.50

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

RIL 60 Ip 0.24 0.50 0.50 0.50 0.50 0.38 0.33 0.28 0.27 0.27 0.28

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

CNV Ip 0.20 0.50 0.50 0.50 0.44 0.40 0.44 0.45 0.39 0.45 0.45

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

HP0 HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Ip 0.08 0.07 0.07 0.16 0.21 0.21 0.27 0.27 0.33 0.50 0.50

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

HBT11 P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Ip 0.40 0.30 0.31 0.34 0.26 0.23 0.40 0.38 0.38 0.39

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

PPB Ip 0.29 0.08 0.17 0.16 0.25 0.22 0.20 0.21 0.21 0.23

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Ip 0.21 0.16 0.12 0.07 0.15 0.11 0.09 0.09 0.09 0.09

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

Keterangan: HP = hutan primer; HBT = hutan bekas tebangan; P = setelah pembebasan; Ip = standarisasi indeks morisita; Ps = pola sebaran spasial; Cl = clumped (mengelompok)

Untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae terbagi dalam kelompok Shorea spp. dan

Dipterocarpaceae non Shorea mempunyai pola sebaran spasial yang disajikan pada Tabel 38-39

berikut.

Page 148: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

132

Tabel 38. Pola sebaran spasial kelompok jenis Shorea spp. pada plot STREK Risalah kondisi HP HBT1 HBT3 HBT5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

RIL 50 Ip 0.24 0.24 0.30 0.23 0.21 0.29 0.28 0.31 0.35 0.07 0.35

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

RIL 60 Ip 0.23 0.23 0.25 0.33 0.38 0.34 0.29 0.33 0.40 0.27 0.32

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

CNV Ip 0.47 0.43 0.37 0.39 0.40 0.50 0.31 0.36 0.32 0.21 0.32

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

HP0 HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Ip 0.19 0.26 0.29 0.24 0.30 0.30 0.30 0.31 0.31 0.28 0.28

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

HBT11 P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Ip 0.37 0.38 0.38 0.42 0.39 0.34 0.41 0.37 0.41 0.37

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

PPB Ip 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Ip 0.21 0.35 0.43 0.50 0.37 0.37 0.50 0.46 0.46 0.46 Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Keterangan: HP = hutan primer; HBT = hutan bekas tebangan; P = setelah pembebasan; Ip =

standarisasi indeks morisita; Ps = pola sebaran spasial; Cl = clumped (mengelompok)

Tabel 39. Pola sebaran spasial kelompok jenis Dipterocarpaceae non Shorea pada plot STREK Risalah kondisi

HP HBT1 HBT3 HBT5 HBT7 HBT9 HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT23

RIL 50 Ip 0.48 0.43 0.40 0.43 0.45 0.44 0.39 0.35 0.40 0.22 0.32

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

RIL 60 Ip 0.35 0.19 0.15 0.12 0.13 0.15 0.18 0.15 0.13 0.24 0.24

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

CNV Ip 0.39 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.47 0.50 0.49 0.50 0.49

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

HP0 HP1 HP3 HP5 HP7 HP9 HP11 HP13 HP15 HP17 HP23

HP Ip 0.30 0.28 0.25 0.21 0.23 0.25 0.24 0.22 0.22 0.27

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

HBT11 P1 P3 P5 P7 P9 P11 P13 P15 P23

PS Ip 0.12 0.12 0.07 0.03 0.10 0.11 0.10 0.13 0.13 0.13

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

PPB Ip 0.47 0.47 0.41 0.45 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

HBT11 HBT13 HBT15 HBT17 HBT19 HBT21 HBT23 HBT25 HBT27 HBT35

CTR Ip 0.09 0.12 0.12 0.13 0.27 0.25 0.13 0.14 0.25 0.13

Ps Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl Cl

Keterangan: HP = hutan primer; HBT = hutan bekas tebangan; P = setelah pembebasan; Ip = standarisasi indeks morisita; Ps = pola sebaran spasial; Cl = clumped (mengelompok)

Page 149: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

133

Pola sebaran spasial kelompok jenis Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae

mempunyai variasi dengan kecenderungan yang mengelompok. Analisis distribusi spasial

jenis dengan pendekatan indeks Morisita terhadap 4 jenis Dipterocarpaceae sebagai penyusun

kanopi utama (Anisoptera costata, Dipterocarpus alatus, Hopea odorata dan Vatica cinerea)

mempunyai kecenderungan distribusi yang mengelompok (Bunyavejchewin et al. 2003).

Bentuk sebaran spasial jenis umumnya akan mengelompok, sesuai dengan batasan atau

kebutuhan akan tempat tumbuh yang spesifik. Penilaian status jenis atau kelompok jenis

dalam tegakan memerlukan pengetahuan tentang factor-faktor yang mempengaruhi

pembentukannya yaitu sifat genetis dan proses ekologisnya (Lee et al. 2006).

Pertimbangan dimensi biodiversitas terutama pada areal-areal hutan produksi

menjadi penting untuk pengelolaan populasi tegakan Dipterocarpaceae di hutan-hutan bekas

tebangan dengan tujuan kelestarian hasil dan konservasi jenis (Naito et al. 2008; Sodhi et al.

2010). Beberapa hal penting dalam dimensi ekologis kuantitatif adalah sebagai berikut:

Perubahan dominansi jenis dalam tegakan pada variasi hutan bekas tebangan dengan teknik

penebangan yang berbeda menunjukkan pola perubahan yang berbeda.

1) Pergeseran dominansi kelompok jenis Dipterocarpaceae pada hutan setelah penebangan

dikarenakan perkembangan gap opportunist species

2) Tegakan hutan setelah penebangan maupun setelah pembebasan mempunyai nilai

keanekaragaman, kelimpahan jumlah jenis dan kekayaan jenis yang lebih rendah

dibandingkan kondisi hutan primer yang kemudian cenderung meningkat seiring waktu

pemulihan.

3) Pergeseran kemerataan sebaran jenis dalam tegakan hutan bekas tebangan menunjukkan

tingkat kemerataan yang relatif tetap tetapi dominansi jenis penyusun dalam tegakan yang

berubah.

4) Pola sebaran spasial kelompok jenis Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae mempunyai

kecenderungan yang mengelompok.

Page 150: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

134

9 FORMULASI PENILAIAN PEMULIHAN TEGAKAN

9.1. Keragaan Karakteristik Biometrik (KKB)

Penilaian pemulihan tegakan hutan setelah penebangan dapat didekati dengan

penilaian keragaan karakteristik biometrik (KKB) tegakan hutan alam setelah penebangan.

Penilaian ini perlu mempertimbangkan variasi kondisi dan risalah tegakan. Penilaian keragaan

karakteristik biometrik tegakan atau hutan dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu (a) dimensi

statis tegakan Dipterocarpaceae yang mencakup: kerapatan tegakan, dominansi jenis,

keanekaragaman jenis tegakan, kekayaan atau kelimpahan, kemerataan, kesamaan dan pola

sebaran spasial jenis tegakan Dipterocarpaceae dan (b) dimensi dinamis tegakan Dipterocarpaceae

yang mencakup: model dinamis struktur tegakan Dipterocarpaceae berdasarkan variasi intensitas

penebangan dan teknik pembebasan, model kematian/mortality dan alih tumbuh/ingrowth.

Karakteristik dimensi statis biometrik hutan Dipterocarpaceae campuran pada variasi

kondisi hutan 23 tahun setelah penebangan telah mempunyai dimensi kuantitatif mendekati

kondisi hutan primer berdasarkan dimensi statis tegakan (kerapatan dan bidang dasar

tegakan). Akan tetapi, dari segi komposisi jenis masih didominasi oleh kelompok jenis non

Dipterocarpaceae terutama jenis-jenis pioner. Dimensi kuantitatif tegakan pada hutan bekas

tebangan 13 tahun setelah pembebasan baik secara sistematis maupun berbasis pohon binaan

belum memberikan peningkatan yang nyata pada kelompok jenis Dipterocarpaceae baik

berdasarkan kerapatan maupun bidang dasar tegakan. Pemulihan tegakan dan respon

tindakan pembebasan berdasarkan struktur harizontal tegakan untuk kelompok jenis

Dipterocarpaceae akan lebih lambat dibandingkan kelompok jenis non Dipterocarpaceae. Kajian

ini menunjukkan bahwa model sebaran lognormal dapat digunakan untuk menerangkan

struktur tegakan kelompok jenis Dipterocarpaceae (Shorea spp. dan Dipterocarpaceae non Shorea),

non Dipterocarpaceae dan semua jenis.

Pada berbagai kondisi hutan bekas tebangan dengan teknik penebangan yang berbeda,

dimensi statis tegakan hutan Dipterocarpacaeae campuran menunjukkan pola perubahan

dominansi jenis. Pergeseran dominansi kelompok jenis Dipterocarpaceae pada hutan setelah

penebangan dikarenakan perkembangan gap opportunist species. Tegakan hutan setelah

penebangan maupun setelah pembebasan mempunyai nilai keanekaragaman, kelimpahan

jumlah jenis dan kekayaan jenis yang lebih rendah dibandingkan kondisi hutan primer yang

kemudian cenderung meningkat seiring waktu pemulihan. Pergeseran kemerataan sebaran

jenis dalam tegakan hutan bekas tebangan menunjukkan tingkat kemerataan yang relatif tetap,

akan tetapi dominansi jenis penyusun dalam tegakan yang berubah. Pola sebaran spasial

kelompok jenis Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae mempunyai kecenderungan yang

mengelompok.

Page 151: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

135

Berdasarkan dimensi dinamis, karakteristik biometrik tegakan hutan Dipterocarpaceae

campuran bekas tebangan pada beberapa kondisi hutan memiliki tingkat mortalitas yang

cenderung akan mulai mendekati kondisi hutan primer pada tahun ke-5 baik pada tegakan

setelah dengan teknik penebangan yang berbeda maupun dengan teknik pembebasan yang

berbeda. Tingkat ingrowth tegakan cenderung akan meningkat hingga tahun ke-9 setelah

penebangan dan tahun ke-7 setelah pembebasan. Variasi kondisi berupa penerapan teknik

penebangan yang berbeda (RIL 50, RIL 60 dan konvensional) dan teknik pembebasan yang

berbeda (sistematik dan berbasis pohon binaan) tidak memberikan perbedaan yang nyata,

baik terhadap tingkat mortalitas maupun ingrowth tegakan baik untuk kelompok jenis

Dipterocarpaceae maupun non Dipterocarpaceae. Fluktuasi tingkat mortalitas dan ingrowth pada

hutan primer relatif rendah dibandingkan pada variasi kondisi hutan bekas tebangan. Jangka

waktu setelah penebangan mempunyai hubungan yang erat dengan penurunan tingkat

mortalitas pada kelompok jenis Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae, sedangkan jangka

waktu setelah pembebasan mempunyai hubungan yang erat dengan peningkatan ingrowth

kelompok jenis non Dipterocarpaceae. Penerapan teknik penebangan (intensitas tebangan) yang

berbeda dan teknik pembebasan yang berbeda belum memberikan perbedaan yang nyata

terhadap peningkatan ingrowth kelompok jenis Dipterocarpaceae.

Ukuran dimensi dinamis tegakan hutan Dipterocarpaceae campuran menunjukkan riap

diameter individu yang lebih tinggi dibandingkan kelompok non Dipterocarpaceae dengan

kondisi pada hutan bekas tebangan dengan kontribusi terbesar dari kelompok jenis Shorea spp.

Tindakan atau perlakuan terhadap tegakan baik berupa penebangan maupun pembebasan

akan merubah kecepatan riap tegakan Dipterocarpaceae dengan respon yang meningkat pada

tahun ke-3 setelah perlakuan. Variasi kondisi hutan bekas tebangan dan hutan primer

mempunyai hubungan dengan nilai riap individu diameter periodik untuk kelompok jenis

Dipterocarpaceae dan non Dipterocarpaceae, tetapi tidak mempunyai perbedaan yang nyata

terhadap nilai riap bidang dasar tegakan periodik untuk kedua kelompok jenis tersebut.

Variasi intensitas logging dengan limit tebangan 50 cm dan 60 cm tidak mempunyai

perbedaan yang nyata dengan riap diameter individu dan riap bidang dasar tegakan periodik

untuk semua kelompok jenis dalam tegakan baik Dipterocarpaceae maupun non Dipterocarpaceae).

Variasi kondisi tegakan setelah pembebasan memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata

terhadap nilai riap diameter periodik individu pohon dan riap bidang dasar tegakan periodik

untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae (termasuk Dipterocarpaceae non Shorea dan Shorea spp.)

tetapi tidak terhadap kelompok jenis non Dipterocarpaceae. Teknik pembebasan secara

sistematis dalam tegakan akan direspon positif oleh kelompok jenis Shorea spp berdasarkan

nilai riap bidang dasar tegakan periodik dibandingkan kelompok jenis lainnya. Adanya

hubungan antara teknik pembukaan ruang tumbuh dengan respon riap individu tegakan

Dipterocarpaceae dan jangka waktu respon tegakan baik setelah penebangan maupun setelah

pembebasan merupakan faktor yang membentuk dimensi dinamis tegakan.

Page 152: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

136

Perbedaan respon riap bidang dasar periodik pada masing-masing kelompok jenis

berdasarkan variasi kondisi site (tempat tumbuh) memiliki keeratan dalam hubungannya

dengan dimensi tegakan dan pertumbuhan ditentukan oleh interaksi faktor potensi keturunan

pohon (genetik), faktor lingkungan yang meliputi iklim (suhu, cahaya, angin, hujan) dan tanah

dan teknik silvikultur yang diberikan (Kramer dan Kozlowski 1960; Husch et al. 1982; Oliver

dan Larson 1996; Suhendang 1990; Husch et al. 2003). Adam dan Kolbs (2005) menunjukkan

adanya perbedaan pola pertumbuhan jenis yang sama pada lokasi yang sama, sangat

dipengaruhi oleh faktor lingkungan meliputi kekeringan, temperature, kelerengan dan

komposisi jenis. Adanya hubungan yang signifikan antara pertumbuhan individu pohon dan

ruang tumbuh juga menjelaskan bentuk pertumbuhan pada berbagai status dalam tegakan

(Gersonde dan O’Hara 2005). Penilaian secara kuantitatif individu pohon dan tegakan hutan

dengan variasi kondisi tegakan hutan setelah penebangan (teknik penebangan dan teknik

pembebasan yang berbeda) menunjukkan respon yang berbeda terhadap kelompok jenis.

Pendekatan pengelompokkan jenis atau dimensi tegakan yang berbeda dapat dilakukan untuk

melihat variasi pengaruh atau respon kelompok jenis terhadap variasi kondisi tegakan hutan

setelah penebangan (Harcombe et al. 2002; Seng et al. 2004). Dengan meninjau karakteristik

kelompok jenis penyusun tegakan merupakan hal penting dalam mempelajari pertumbuhan

jenis pohon berdasarkan ekologi dan pembentukan kualitas pohon (Carvalho et al. 2004).

9.2. Formulasi Penilaian Pemulihan

Analisis variabel pembentuk variasi keragaan karakteristik biometrik hutan

Dipterocarpaceae menggunakan pendekatan Analisis Komponen Utama (Principal Component

Analysis/PCA). Pendekatan ini digunakan untuk mengubah gugus peubah (dimensi data

kuantitatif) menjadi suatu gugus peubah yang lebih kecil (komponen utamanya saja) namun

tetap mampu mempertahankan sebagian besar informasi yang terkandung pada data asal

(Timm 2002; Soemartini 2008; Mattjik dan Sumertajaya 2011). Principal Component Analysis

digunakan untuk menguji hubungan antara beberapa variabel kuantitatif dimensi tegakan baik

yang bersifat statis maupun dinamis.

Hasil analisis komponen utama pada hutan bekas tebangan menunjukkan bahwa

penilaian karakteristik biometrik hutan Dipterocarpaceae campuran disusun berdasarkan 10

variabel yang meliputi: kerapatan (K), luas bidang dasar (Bd), riap bidang dasar (rBd), jumlah

jenis (J), indeks keanekaragaman shannon (H’), kelimpahan jenis (N1), indeks kekayaan (R1),

indeks kemerataan (E), tingkat mortalitas (M) dan ingrowth (I). Secara bertahap dilakukan

analisis komponen utama keragaan karakteristik biometrik pada kondisi tegakan hutan bekas

tebangan 5 tahun (KKB HBT5), 7 tahun (KKB HBT7), 9 tahun (KKB HBT9), 11 tahun

(KKB HBT11), 15 tahun (KKB HBT15), 17 tahun (KKB HBT17) dan 23 tahun (KKB

HBT23). Tidak ada batasan jelas untuk batas minimal persentase kumulatif proporsi

Page 153: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

137

keragaman yang mampu dijelaskan (Mattjik dan Sumertajaya 2011), tetapi dalam penelitian

ini menggunakan kumulatif proporsi keragaman total yang dapat dijelaskan >80% dan nilai

eigenvalue >1. Berdasarkan kriteria tersebut pada HBT5 dan HBT7 terpilih 2 komponen

utama (principal component/PC), sedangkan pada HBT9, HBT11, HBT15 dan HBT17 terpilih

3 PC. Penilaian konsistensi variabel penyusun pada masing-masing komponen

utama/principal component (PC) untuk keragaan karakteristik biometrik hutan Dipterocarpaceae

campuran setelah penebangan disajikan pada Tabel 40.

Tabel 40. Penilaian konsistensi variable penting penyusun komponen utama pada hutan Dipterocarpaceae campuran setelah penebangan

Analisis Komponen

Utama Variabel penyusun Konsisten

2 PC

PC1 Bidang dasar, kerapatan, riap bidang dasar, jumlah jenis, tingkat mortalitas dan ingrowth

HBT5, HBT7

PC2 indeks keanekaragaman, indeks kekayaan, jumlah jenis, indeks kemerataan dan kelimpahan jenis.

HBT5, HBT7

3 PC

PC1 Indeks kekayaan jenis, indeks keanekaragaman, tingkat kelimpahan, jumlah jenis dan kerapatan

HBT9, HBT11, HBT15, HBT17, HBT23

PC2 Kerapatan, bidang dasar, riap bidang dasar, indeks kemerataan jenis, tingkat mortalitas dan ingrowth

HBT9, HBT11, HBT15, HBT17, HBT23

PC3 Kerapatan, riap bidang dasar, indeks kemerataan jenis dan tingkat mortalitas

HBT11, HBT15, HBT17, HBT23

Penilaian konsistensi penyusun komponen utama dilakukan pada HBT9, HBT11,

HBT15, HBT17 dan HBT23 menunjukkan bahwa untuk PC1 dan PC2 akan konsisten sejak

HBT9 sedangkan PC3 konsisten sejak HBT11. Penilaian komponen matrik pada PC1

menunjukkan peubah penting penyusun yang konsisten yang meliputi: indeks kekayaan jenis,

indeks keanekaragaman, tingkat kelimpahan, jumlah jenis dan kerapatan. Peubah ini lebih

menunjukkan atau mendekati pada penilaian ekologis hutan sehingga dikategorikan sebagai

indeks ekologi (ecological index). Pada PC2 menunjukkan peubah penting penyusun meliputi:

kerapatan, bidang dasar, riap bidang dasar, indeks kemerataan jenis, tingkat mortalitas dan

ingrowth, yang lebih memberikan penilaian pada tingkat pemulihan tegakan sehingga

dikategorikan sebagai recovery index. Pada PC3 menunjukkan peubah penting penyusun

meliputi: kerapatan, riap bidang dasar, indeks kemerataan jenis dan tingkat mortalitas, yang

menunjukkan dimensi dinamis tegakan hutan sehingga komponen utama ini dikategorikan

sebagai indeks dinamis (dynamic index).

Page 154: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

138

Untuk menentukan faktor-faktor utama yang paling mempengaruhi variabel

dependen dari variabel dimensi statis dan dinamis pembentuk keragaan karakteristik

biometrik dilakukan dengan analisis faktor. Hasil analisis faktor pada hutan bekas tebangan

pada HBT9, HBT11, HBT15, HBT17 dan HBT23 menunjukkan hasil uji Bartlett’s Test of

Sphericity dengan nilai KMO (Kaiser Meyer Olkin) >0.5 (Timm 2002; Mattjik dan

Sumertajaya 2011). Hal ini menyatakan bahwa variabel penyusun analisis mempunyai korelasi

yang signifikan dalam keragaan karakteristik biometrik (KKB) hutan Dipterocarpaceae

campuran meliputi bidang dasar, riap bidang dasar, indeks kemerataan dan kelimpahan jenis

yang disusun dengan bentuk persamaan berikut:

KKB HBT9 = 0.73 Bd + 0.79 rBd + 0.77 E + 0.79 N1

KKB HBT11 = 0.77 Bd + 0.74 rBd + 0.83 E + 0.80 N1

KKB HBT15 = 0.76 Bd + 0.65 rBd + 0.84 E + 0.80 N1

KKB HBT17 = 0.72 Bd + 0.70 rBd + 0.84 E + 0.81 N1

KKB HBT23 = 0.71 Bd + 0.70 rBd + 0.83 E + 0.80 N1

Berdasarkan kecenderungan koefisien penyusun pada hutan bekas tebangan dan

penilaian konsistensi variabel penyusun analisis komponen utama maka penilaian KKB dapat

dilakukan sejak HBT11 atau untuk penilaian praktis di lapangan dapat dilakukan pada tahun

ke-10 setelah penebangan. Secara grafis penilaian KKB HBT yang mendekati pada kondisi

hutan primer disajikan pada Gambar 58. Ukuran KKB tegakan hutan setelah penebangan

pada kisaran nilai yang diarsir mengindikasikan kondisi yang mendekati kearah kondisi

tegakan hutan primer.

Keterangan: BB = batas bawah; BA= batas bawah KKB = keragaan karakteristik biometrik; HBT = hutan bekas tebangan

Gambar 58. Keragaan karakteristik biometrik pada tegakan hutan setelah penebangan

70

80

90

100

HBT9 HBT11 HBT15 HBT17 HBT23

KK

B

Jangka waktu (tahun)

BB

BA

Page 155: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

139

Hasil analisis komponen utama pada hutan bekas tebangan setelah pembebasan

menunjukkan bahwa penilaian karakteristik biometrik hutan Dipterocarpaceae campuran

disusun berdasarkan 10 variabel yang meliputi: kerapatan (K), luas bidang dasar (Bd), riap

bidang dasar (rBd), jumlah jenis (J), indeks keanekaragaman shannon (H’), kelimpahan jenis

(N1), indeks kekayaan (R1), indeks kemerataan (E), tingkat mortalitas (M) dan ingrowth (I).

Secara bertahap dilakukan analisis komponen utama keragaan karakteristik biometrik pada

kondisi tegakan setelah pembebasan 5 tahun (KKB HSP5), 7 tahun (KKB HSP7), 9 tahun

(KKB HSP9), 11 tahun (KKB HSP11), 13 tahun (KKB HSP13), 15 tahun (KKB HSP15)

dan 23 tahun (KKB HSP23). Berdasarkan kumulatif proporsi keragaman total yang dapat

dijelaskan >80% dan nilai eigenvalue >1 pada semua jangka waktu setelah pembebasan

terpilih 3 PC. Penilaian konsistensi variabel penyusun pada masing-masing komponen

utama/principal component (PC) untuk keragaan karakteristik biometrik hutan Dipterocarpaceae

campuran setelah pembebasan disajikan pada Tabel 41.

Tabel 41. Penilaian konsistensi variable penting penyusun komponen utama pada hutan

Dipterocarpaceae campuran setelah pembebasan

Analisis Komponen

Utama Variabel penyusun Konsisten

PC1 Indeks kekayaan jenis, indeks keanekaragaman,

tingkat kelimpahan, jumlah jenis, indeks

kemerataan, tingkat mortalitas dan ingrowth

HSP7, HSP9,

HSP11, HSP13,

HSP15, HSP23

PC2 Kerapatan dan indeks kemerataan jenis HSP9, HSP11,

HSP13, HSP15,

HSP23

PC3 Riap bidang dasar HSP7, HSP9,

HSP11, HSP13,

HSP15, HSP23

Penilaian konsistensi penyusun komponen utama pada HSP menunjukkan bahwa

pada PC1 dan PC3 akan konsisten sejak HSP7 sedangkan PC2 konsisten sejak HSP9.

Penilaian komponen matrik pada PC1 menunjukkan variabel penting penyusun yang

konsisten yang meliputi: indeks kekayaan jenis, indeks keanekaragaman, tingkat kelimpahan,

jumlah jenis, indeks kemerataan, tingkat mortalitas dan ingrowth. Variable ini lebih

menunjukkan atau mendekati pada penilaian ekologis hutan sehingga dikategorikan sebagai

indeks ekologi (ecological index). Pada PC2 menunjukkan variabel penting penyusun meliputi:

kerapatan dan indeks kemerataan jenis yang lebih memberikan penilaian pada tingkat

pemulihan tegakan sehingga dikategorikan sebagai recovery index. Pada PC3 menunjukkan

variabel penting penyusun adalah riap bidang dasar, yang menunjukkan dimensi dinamis

tegakan hutan sehingga komponen utama ini dikategorikan sebagai indeks dinamis (dynamic

index). Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik tegakan hutan Dipterocarpacaeae campuran

Page 156: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

140

pada hutan bekas tebangan dan hutan setelah pembebasan akan mempunyai penyusun

variable penting yang berbeda.

Hasil analisis faktor pada hutan bekas tebangan pada HSP7, HSP9, HSP11, HSP13,

HSP15 dan HSP23 menunjukkan hasil uji Bartlett’s Test of Sphericity dengan nilai KMO

(Kaiser Meyer Olkin) >0.5. Hal ini menyatakan bahwa variabel penyusun analisis mempunyai

korelasi yang signifikan dalam keragaan karakteristik biometrik (KKB) hutan Dipterocarpaceae

campuran meliputi: indeks keanekaragaman, kelimpahan jenis, tingkat mortalitas dan ingrowth

yang disusun dengan bentuk persamaan berikut:

KKB HSP7 = 0.72 H’ + 0.83 N1 + 0.72 M + 0.63 I

KKB HSP9 = 0.83 H’ + 0.78 N1 + 0.84 M + 0.76 I

KKB HSP11 = 0.83 H’ + 0.80 N1 + 0.80 M + 0.69 I

KKB HSP13 = 0.83 H’ + 0.90 N1 + 0.79 M + 0.71 I

KKB HSP15 = 0.83 H’ + 0.90 N1 + 0.80 M + 0.70 I

KKB HSP23 = 0.82 H’ + 0.89 N1 + 0.80 M + 0.71 I

Berdasarkan kecenderungan koefisien penyusun pada hutan bekas tebangan setelah

pembebasan menunjukkan penilaian KKB dapat dilakukan sejak tahun ke-9 setelah

pembebasan (HSP9). Secara grafis penilaian KKB HSP yang mendekati pada kondisi hutan

primer disajikan pada Gambar 59. Ukuran KKB tegakan hutan setelah pembebasan pada

kisaran nilai yang diarsir mengindikasikan kondisi yang mendekati kearah kondisi tegakan

hutan primer.

Keterangan: BB = batas bawah; BA = batas bawah

KKB = keragaan karakteristik biometrik; HSP = hutan setelah pembebasan

Gambar 59. Keragaan karakteristik biometrik pada tegakan hutan setelah pembebasan

70

80

90

100

110

120

HSP7 HSP9 HSP11 HSP13 HSP15 HSP23

KK

B

Jangka waktu (tahun)

BB

BA

Page 157: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

141

Hasil analisis faktor pada hutan primer menunjukkan rumusan berikut :

KKB HP = 0.624K + 0.926Bd + 0.724J + 0.807H’ + 0.665R1 + 0.838 N1 + 0.635M.

Pada kondisi hutan primer mempunyai struktur yang lebih kompleks dibandingkan pada

hutan bekas tebangan maupun hutan setelah pembebasan. Respon yang berbeda dari jenis

atau kelompok jenis merupakan salah satu tinjauan karakteristik penilaian kuantitatif dimensi

tegakan yang penting untuk pertimbangan variasi keragaman jenis penyusun tegakan (Phillips

et al. 2002; Valle et al. 2006). Penilaian dimensi kuantitatif dalam jangka panjang juga

bermanfaat dalam evaluasi teknik silvikultur yang diberikan dan sebagai updating dalam

kegiatan inventarisasi hutan (Garcia 2001). Ukuran akhir dalam keragaan karakteristik

biometrik hutan Dipterocarpaceae campuran merupakan penilaian tingkat kedekatan (closeness)

kondisi tegakan hutan terhadap kondisi hutan primer yang mendukung pada penilaian

paradigma pembangunan hutan untuk mendekati kondisi hutan alam yang pernah ada pada

areal tersebut (close to the natural forest).

9.3. Komponen Utama Penilaian Pemulihan

Penilaian pemulihan hutan alam setelah penebangan berdasarkan hasil analisis

komponen utama yang disusun berdasarkan 10 variabel dimensi kuantitatif meliputi:

kerapatan (K), luas bidang dasar (Bd), riap bidang dasar (rBd), jumlah jenis (J), indeks

keanekaragaman shannon (H’), kelimpahan jenis (N1), indeks kekayaan (R1), indeks

kemerataan (E), tingkat mortalitas (M) dan tingkat alih tumbuh atau ingrowth (I). Analisis

variabel pembentuk variasi keragaan karakteristik biometrik hutan Dipterocarpaceae

menggunakan pendekatan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis/PCA).

Pendekatan ini digunakan untuk mengubah gugus peubah (dimensi data kuantitatif) menjadi

suatu gugus peubah yang lebih kecil (komponen utamanya saja) namun tetap mampu

mempertahankan sebagian besar informasi yang terkandung pada data asal (Timm 2002;

Soemartini 2008; Mattjik dan Sumertajaya 2011). Principal Component Analysis digunakan untuk

menguji hubungan antara beberapa variabel kuantitatif dimensi tegakan baik yang bersifat

statis maupun dinamis. Analisis biplot membantu sebaran variable penting sebagai penyusun

dalam komponen utama keragaan karakteristik biometrik tegakan hutan (Gambar 60).

Rumusan KKB dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat pemulihan struktur

tegakan setelah mendapat gangguan (penebangan) menuju ke arah kondisi asal. Ukuran akhir

dalam keragaan karakteristik biometrik hutan Dipterocarpaceae campuran merupakan

penilaian tingkat kedekatan (closeness) kondisi tegakan hutan terhadap kondisi hutan primer

yang mendukung pada penilaian paradigma pembangunan hutan untuk mendekati kondisi

hutan alam yang pernah ada pada areal tersebut (close to the natural forest).

Page 158: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

142

Gambar 60. Keragaan karakteristik biometrik pada tegakan hutan setelah pembebasan

Sistem tebang pilih yang diterapkan masih memberikan pertimbangan yang minimal

terhadap aspek ekologi terutama dalam perkembangan regenerasi setelah penebangan (Sist et

al. 2003). Pengaruh tebang pilih pada tegakan hutan terhadap keanekaragaman jenis tegakan

akan bervariasi pada setiap tempat tumbuh (Sodhi et al. 2010). Pada beberapa studi

menunjukkan bahwa pengaruh penebangan secara selektif tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap keanekaragaman jenis pada hutan 18-20 tahun setelah penebangan

(Verburg dan van Eijk-Bos 2003 dalam Sodhi et al. 2010). Jika dibandingkan dengan kondisi

hutan primer, maka hutan bekas tebangan 41 tahun mempunyai tingkat keanekaragaman jenis

yang lebih rendah (Okuda et al. 2003 dalam Sodhi et al. 2010). Pertimbangan dimensi

biodiversitas terutama pada areal-areal hutan produksi menjadi penting untuk pengelolaan

populasi tegakan Dipterocarpaceae di hutan-hutan bekas tebangan dengan tujuan kelestarian

hasil dan konservasi jenis

5.02.50.0-2.5-5.0

5.0

2.5

0.0

-2.5

-5.0

PC 1

PC

2

IM

N1

E

R1H

J

rBD

BDK

Biplot KKB HBT

Page 159: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

143

10 PENUTUP

Pendekatan penilaian keragaan karakteristik biometrik tegakan hutan alam setelah

penebangan dapat dilakukan dengan pendekatan tiga komponen utama yaitu (1) indeks

ekologi (ecological index) yang meliputi variabel: indeks keanekaragaman, indeks kekayaan jenis,

tingkat kelimpahan, jumlah jenis, indeks kemerataan, bidang dasar dan riap bidang dasar; (2)

indeks pemulihan tegakan (recovery index) meliputi variabel: kerapatan, bidang dasar dan tingkat

ingrowth dan (3) indeks dinamis (dynamic index) meliputi variabel: riap bidang dasar dan tingkat

mortalitas.

Pendekatan penilaian arah perkembangan tegakan hutan setelah pembebasan dapat

menggunakan tiga komponen utama yang meliputi : (1) indeks ekologi (ecological index): indeks

keanekaragaman, indeks kekayaan jenis, tingkat kelimpahan, jumlah jenis, indeks kemerataan,

tingkat mortalitas dan ingrowth; (2) indeks pemulihan tegakan (recovery index) meliputi variabel:

kerapatan dan indeks kemerataan jenis dan (3) indeks dinamis (dynamic index) dengan variabel

riap bidang dasar.

Rumusan peubah penting penyusun keragaan karakteristik biometrik (KKB) hutan

alam setelah penebangan pada tegakan hutan bekas tebangan (HBT) meliputi: bidang dasar,

riap bidang dasar, indeks kemerataan dan kelimpahan jenis, sedangkan tegakan hutan setelah

pembebasan (HSP) mempunyai peubah penting meliputi: indeks keanekaragaman,

kelimpahan jenis, tingkat mortalitas dan ingrowth. Penilaian efektif arah pemulihan tegakan

hutan adalah pada umur 11 tahun setelah penebangan dan 9 tahun setelah perlakuan

pembebasan. Rumusan KKB hutan Dipterocarpaceae campuran disusun dengan bentuk

persamaan berikut:

KKB HBT = 0.77 Bd + 0.74 rBd + 0.83 E + 0.80 N1

KKB HSP = 0.83 H’ + 0.78 N1 + 0.84 M + 0.76 I

Rumusan KKB dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat pemulihan struktur

tegakan setelah mendapat gangguan (penebangan) menuju ke arah kondisi asal. Ukuran akhir

dalam keragaan karakteristik biometrik hutan Dipterocarpaceae campuran merupakan penilaian

tingkat kedekatan (closeness) kondisi tegakan hutan terhadap kondisi hutan primer yang

mendukung pada penilaian paradigma pembangunan hutan untuk mendekati kondisi hutan

alam yang pernah ada pada areal tersebut (close to the natural forest).

Tinjauan ini menunjukkan adanya variable penting yang berbeda yang menjadi

komponen penilai dalam pemulihan tegakan hutan. Sehingga berdasarkan hasil yang

diperoleh dalam penelitian ini, hal yang disarankan adalah penyusunan perencanaan yang

lebih efektif perlu meninjau karakteristik biometrik tegakan hutan berdasarkan variasi kondisi

dengan evaluasi respon yang beragam dari kelompok jenis yang berbeda. Konsekuensi

Page 160: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

144

pemilihan input atau tindakan silvikultur yang diperlukan dalam mencapai tujuan pengelolaan

terutama dalam rangka memacu produktivitas tegakan perlu didasarkan evaluasi karakteristik

biometrik tegakan hutan yang khas dengan mempertimbangkan karakteristik variabel-variabel

penting dalam tegakan tersebut

Penyusunan status riset plot STREK yang telah berumur 25 tahun, memberikan

beberapa catatan penting bahwa dalam perencanaan yang lebih efektif perlu meninjau

karakteristik biometrik tegakan hutan berdasarkan variasi kondisi dengan evaluasi respon

yang beragam dari kelompok jenis yang berbeda. Konsekuensi pemilihan input atau tindakan

silvikultur yang diperlukan dalam mencapai tujuan pengelolaan terutama dalam rangka

memacu produktivitas tegakan berdasarkan evaluasi karakteristik biometrik tegakan hutan

yang khas dengan mempertimbangkan karakteristik variabel-variabel penting dalam tegakan

tersebut.

Manfaat keberadaan Plot STREK sangat penting baik dari sisi penelitian (berbagai

kajian ilmiah) maupun pendidikan (sarana pendidikan alam) yang tidak ternilai. Data dan

informasi pengukuran Plot STREK merupakan kekayaan Badan Litbang Kehutanan yang

sangat berharga. Database yang dihasilkan Plot STREK telah digunakan sebagai input

rekomendasi kebijakan teknis terutama dalam pemodelan dan pengelolaan manajemen hutan

lestari. Tersedianya data monitoring yang akurat dan bersifat jangka panjang serta periodik

(setiap 2 tahun) menjadi sangat penting sebagai pembelajaran bagi evaluasi kegiatan

pengelolaan hutan alam produksi di Indonesia dari berbagai aspek. Hal yang krusial adalah

bagaimana melindungi hutan dari gangguan atau aktivitas pengrusakan, seperti penebangan

ilegal, perambahan dan kebakaran sehingga hutan dapat meningkat produktifitasnya pada

rotasi selanjutnya.

Hasil ini diharapkan dapat memberikan manfaat terutama sebagai teknik pengukuran

kemungkinan atau kedekatan pemulihan tegakan setelah gangguan (penebangan) dengan

mengetahui karakteristik variabel-variabel penting dalam tegakan. Diperlukan penyusunan

perencanaan dan pengelolaan hutan alam produksi terutama aspek produksi dan ekologi yang

lebih berdasarkan pada lokal spesifik. Didukung adanya konsekuensi pemilihan input atau

tindakan silvikultur yang diperlukan dalam mencapai tujuan pengelolaan terutama dalam

rangka memacu produktivitas tegakan.

Page 161: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

145

DAFTAR PUSTAKA

Adams HD, Kolbs TE. 2005. Tree growth response to drought and temperature in a mountain landscape in Northern Arizona, USA. J Biogeogr. 32:1629-1640.

Aida SO, Rabiu AB. 2005. Change detection of vegetation cover, using multi- temporal remote sensing data and GIS techniques. Federal University Of Technology, Akure Ondo State.

Alder D, Oavika F, Sanchez M, Silva JNM, van der Hout P, Wright HL. 2002. A comparison of species growth rates from four moist tropical forest region. International Forestry Review. 4(3):196-205.

[ANU] The Australian National University. 1999. Stand Structure. Forest Measurement and Modelling.

Ashton PS. 1982. Dipterocarpaceae. F Males. 1(9):237-552. [Baplan] Badan Planologi Kehutanan Departemen Kehutanan. 2004. Pengolahan Citra Resolusi

Tinggi dalam Rangka Penaksiran Sumber Daya Hutan. Jakarta (ID): Badan Planologi Kehutanan Departemen Kehutanan.

Baker FS, Helms JA, Daniel TW. 1987. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Marsono J, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.

Balakrishnan M, Borgstrom R, Bie SW. 1994. Tropical Ecosystem, a Synthesis of Tropical Ecology and Conservation. New York (US): International Science Publisher.

[B2PD] Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. 2012. Kondisi kawasan hutan dengan Tujuan Khusus [Internet]. [diunduh 2013 Mei 5]. Tersedia pada: http://diptero.or.id/?q=node/18.

Bertault JG, Kadir K. 1998. Silvicultural Research in a Lowland Mixed Dipterocarp Forest of East Kalimantan. The Contribution of STREK Project. Jakarta (ID): CIRAD-Forêt-FORDA-PT Inhutani I.

Bischoff W, Newbery DM, Lingenfelder M, Schnaeckel R, Petol GH, Madani L, Risdale CE. 2005. Secondary succession and Dipterocarp recruitment in Bornean rain forest after logging. Forest Ecol Manag. 218:174-192. doi:10.1016/j.foreco.2005.07.009.

Bonino EE, Araujo P. 2005. Structural differences between a primary and a secondary forest in the Argentine dry chaco and management implications. Short Communication. Forest Ecol Manag. 206:407-412. doi:10.1016/j.foreco.2004.11.009.

Boreel A. 2009. Struktur tegakan dan sebaran spasial jenis pohon Torem (Manilkara kanosiensis H.J. Lam & B.J.D. Meeuse) di Pulau Yamdena Kabupaten Maluku Tenggara

Barat tesis. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bunyavejchewin S, LaFrankie JV, Baker PJ, Kanzaki M, Ashton PS, Yamakura. 2003. Spatial

distribution pattern of the dominant canopy Dipterocarp species in a seasonal dry evergreen forest in Western Thailand. Forest Ecol Manag. 175:87-101.

Carvalho JOP, Silva JNM, Lopes JCA. 2004. Growth rate of a terra firme rain forest in Brazilian Amazonia over an eight-year period in response to logging. Acta Amaz. 34(2).

Chertov O, Komarov A, Mikhailov A, Andrienko G, Andrienko N, Gatalsky P. 2005. Geovisualization of forest simulation modeling results: A case study of carbon sequestration and biodiversity. Comput Electron Agr. 49:175-191.

Page 162: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

146

Coates KD, Burton PJ. 1997. A gap-based approach for development of silvicultural system to address ecosystem management objectives. Forest Ecol Manag. 99:337-354.

Davis LS, Johnson NK. 1987. Forest Management. Third Edition. New York (US): McGraw Hill Company.

Davis LS, Johnson KN, Bettinger PS, Howard TE. 2001. Forest Management: To Sustain Ecological, Economic and Social Value. Fourth Edition. New York (US): McGraw-Hill.

[FAO] Food and Agricultural Organization of the United Nations. 2001. State of The World Forest. Rome (IT): FAO.

Flewelling JW, Monserud RA. 2002. Comparing Methods for Modelling Tree Mortality. USDA Forest Service Proceedings RMRS-P-25:168-177.

Fuller DO, Meijaard EM, Christy L, Jessup TC. 2010. Spatial assessment of threats to biodiversity within East Kalimantan, Indonesia. Appl Geogr. 30:416-425.

Garcίa O. 2001. Growth and Yield in British Columbia, Background and Discussion. University of Northern British Columbia.

Gertner GZ, Parysow P, Guan B. 1996. Projection variance partitioning of a conceptual forest growth model with orthogonal polynomials. Forest Sci. 42:474-486.

Gersonde RF, O’Hara KL. 2005. Comparative tree growth efficiency in Sierra Nevada mixed-conifer forests. Forest Ecol Manag. 219:95–108.

Glover G. 2008. Growth and yield: How will my forest grow? School of Forestry & Wildlife Sciences. Auburn University.

Gourlet-Fleury S, Cornu G, Jesel S, Dessard H, Jourget JG, Blanc L, Picard N. 2005. Using models to predict recovery and assess tree species vulnerability in logged tropical forests: A case study from French Guiana. Forest Ecol Manag. 209:69-86.doi:10.1016/j.foreco.2005.01.010.

Gullison JJ, Bourque CPA. 2001. Spatial prediction of tree and shrub succession in a small watershed in Northern Cape Breton Island, Nova Scotia, Canada. Ecol Model. 137(2-3):181–199.

Harcombe PA, Bill CJ, Fulton M, Glitzenstein JS, Marks PL, Elsik IS. 2002. Stand dynamics over 18 years in a Southern Mixed Hardwood Forest, Texas, USA. J Ecol. 90:947-957.

Hardiansyah G, Hardjanto T, Mulyana M. 2005. A Brief Note on TPTJ (Modified Indonesia Selective Cutting System) from Experience of PT. Sari Bumi Kusuma (PT SBK) Timber Concessionaire. International Workshop on Promoting Permanent Sample Plots in Asia and The Pacific Region. Bogor (ID): Center for International Forestry Research (CIFOR).

Henning JG, Burk TE. 2004. Improving growth and yield estimates with a process model derived growth index. Can J Forest Res. 34:1274-1282.

Howard JA. 1996. Penginderaan Jauh untuk Sumber Daya Hutan. Teori dan Aplikasi. Hartono, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Remote Sensing of Forest Resources.

Husch B, Miller C, Beers TW. 1982. Growth of the Tree. Florida (US): John Willey and Sons Inc. Krieger Publishing Company.

Husch B, Beers TW, Kershaw Jr JA. 2003. Forest Mensuration. Fourth Edition. New Jersey (US): John Wiley & Sons Inc.

Ibie BF. 1997. Pendugaan dimensi tegakan hutan rawa gambut sekunder berdasarkan

struktur tegakan di arboretum Nyaru Menteng Palangkaraya tesis. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Page 163: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

147

Indrawan A. 2000. Perkembangan suksesi tegakan hutan alam setelah penebangan dalam

Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia disertasi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Indrawan A. 2002. Penerapan sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) pada

hutan Dipterocarpaceae, hutan hujan dataran rendah di HPH PT. Hugurya, Aceh. J Man Hut Trop. 18(2):75-88.

Ipor IB, Tawan CS, Ismail J, Bojo O. 1999. Floristic Compositions and Structures of Forest at Bario Highlands, Sarawak. ASEAN Review of Biodiversity and Environmental Conservation. 15hlm.

Ishida H, Hattori T, Takeda Y. 2005. Comparison of species composition and richness between primary and secondary lucidophyllous forests in two altitudinal zones of Tsushima Island, Japan. Forest Ecol Manag. 213:273-287.

Janssen LFL, Huurneman CG. 2001. Principles of Remote Sensing. ITC Educational Texbooks Series. Enshede (NL): ITC.

Kao D, Iida S. 2006. Structural characteristics of logged evergreen forests in Preah Vihear, Cambodia, 3 years after logging. Forest Ecol Manag. 225:62-73.doi:10.1016/j.foreco.2005.12.056.

Kariuki M, Kooyman RM, Smith RGB, Wardell-Johnson G, Vanclay JK. 2006. Regeneration Changes in Tree Species Abundance, Diversity and Structure in Logged and Unlogged Subtropical Rainforest Over a 36-year Period. Forest Ecol Manag. 236:162-176.doi:10.1016/j.foreco.2006.09.021.

Kramer PJ, Kozlowski TT. 1960. Physiology of Trees. New York (US): Mc Graw-Hill Book Company Inc.

Krebs CJ. 1989. Ecological Methodology. New York (US): Harper & Row Publisher. Krebs CJ. 1994. Ecology, the Experimental Analysis of Distribution and Abundance. New York

(US): Addison-Wesley Educational Publishers. Krebs CJ. 2006. Ecology after 100 years: Progress and pseudo-progress. N Z J Ecol. 30(1):3-

11. Krisnawati H. 2001. Pengaturan hasil hutan tidak seumur dengan pendekatan dinamika

struktur tegakan (Kasus hutan alam bekas tebangan) tesis. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kurinobu S, Hardjono A, Eko H, Tomiyasu M. 2006. Growth model for predicting stand development of Acacia mangium in South Sumatra, Indonesia, Using the reciprocal equation of size-density effect. Forest Ecol Manag. 228:91-97.doi:10.1016/j.foreco.2006.01.049.

Kusmana C. 2000. Keragaan beberapa sifat dimensi tegakan pada hutan Mangrove yang dikelola dengan sistem silvikultur pohon induk. J H Pert Indon. 9(1):25-28

Lee HS, Davies SJ, LaFrankie JV, Tan S, Itoh A, Yamakura T, Okhubo T, Ashton PS. 2002. Floristic and structural diversity of mixed dipterocarp forest in Lambir Hills National Park, Sarawak, Malaysia. J Trop For Sci. 14(3):379-400.

Lee SL, Ng KKS, Sawa LG, Lee CT, Muhammad N, Tanib N, Tsumurab Y, Koskelac J. 2006. Linking the gaps between conservation research and conservation management of rare dipterocarps: A case study of Shorea lumutensis. Biol Conser. 131:72-91.

Lewis SL, Phillips OL, Sheil D, Vinceti B, Baker TR, Brown S, Graham AW, Higuchi N, Hilbert DW, Laurance WF et al. 2004. Tropical forest tree mortality, recruitment and turnover rates: Calculation, interpretation and comparison when census intervals vary. J Ecol. 92:929-944.

Page 164: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

148

Lillesand TM, Kieffer RW. 1994. Remote Sensing and Image Interpretation. New York (US): John Willey and Sons, Inc.

Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. London (GB): Croom Helm Limited.

Makana JR, Thomas SC. 2006. Impacts of selective logging and agricultural clearing on forest structure, floristic composition and diversity, and timber tree regeneration in the Ituri Forest, Democratic Republic of Congo. Biodiver Conserv. 15:1375–1397.doi:10.1007/s10531-005-5397-6.

Mangkudisastra C. 1995. Modelling of horizontal forest structure in the lowland tropical forest to assess timber dimensions [tesis]. Gottingen (DE): Georg-August-University Gottingen.

Mani S, Parthasarathy N. 2006. Tree diversity and stand structure in island and coastal tropical dry evergreen forests of peninsular India. Curr Sci. 90(9):1238-1246.

Mattjik AA, Sumertaya IM. 2011. Sidik Peubah Ganda dengan Menggunakan SAS. Bogor (ID): Departemen Statistika Institut Pertanian Bogor.

Mendoza GA, Vanclay JK. 2008. Trends in Forestry Modeling. CAB Reviews: Perspectives in Agriculture, Veterinary Science, Nutrition and Natural Resources 3, No. 010. 9hlm.

Metcalf CJE, Clark JS, Clark DA. 2009. Tree growth inference and prediction when the point of measurement changes: modelling around buttresses in tropical forests. J Trop Ecol. 25:1–12.

Meyer HA, Recknagel AB, Stevenson DD, Bortoo RA. 1961. Forest Management. New York (US): The Ronald Press Company. hlm 47-131.

Mex PM. 2005. Progress on The Studies of Growth of Logged Over Natural Forest in Papua New Guinea. International Workshop on Promoting Permanent Sample Plots in Asia and The Pacific Region. Bogor (ID): Center for International Forestry Research (CIFOR).

Mueller-Dombois D, Ellenberg H. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. New York (US): John Wiley & Son.

Muhdi. 2012. Efektivitas pemanenan kayu dengan teknik Reduced Impact Logging terhadap cadangan massa karbon di hutan alam tropika, Kalimantan Timur [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Muhdin. 2012. Dinamika struktur tegakan hutan tidak seumur untuk pengaturan hasil hutan kayu berdasarkan jumlah pohon (kasus pada areal bekas tebangan hutan alam hujan tropika dataran rendah tanah kering di Kalimantan) [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Muhdin, Suhendang E, Wahjono D, Purnomo H, Istomo, Simangunsong BCH. 2008. Keragaman struktur tegakan hutan alam sekunder. J Man Hut Trop. 16(2):81-87.

Mulyanto. 2004. Pemodelan spasial perubahan tutupan lahan menggunakan citra Landsat TM dan sistem informasi geografis: Studi kasus di HPH PT. Duta Maju Timber Provinsi Sumatera Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mulyanto L, Jaya INS. 2004. Analisis spasial degradasi hutan dan deforestasi: Studi kasus di PT. Duta Maju Timber, Sumatera Barat. J Man Hut Trop. 10(1):29-42.

Naito Y, Kanzaki M, Iwata H, Obayashi K, Lee SL, Muhammad N, Okuda T, Tsumura Y. 2008. Density-dependent selfing and its effects on seed performance in a tropical canopy tree species, Shorea acuminata (Dipterocarpaceae). Forest Ecol Manag. 256:375-383.

Page 165: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

149

Nasution RAA. 2007. Analisis kerapatan pohon dengan menggunakan Citra Landsat ETM+ pada areal bekas tebangan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Kalimantan

Tengah tesis. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ng KKS, Lee SL, Ueno S. 2009. Impact of selective logging on genetic diversity of two

tropical tree species with contrasting breeding systems using direct comparison and simulation methods. Forest Ecol Manag. 257:107-116. doi:10.1016/j.foreco.2008.08.035.

Nguyen-The, N, Favrichon V, Sist P, Houde L, Bertault JG, Fauvet N. 1998. Growth and mortality pattern before and after logging. In: Bertault JG, Kadir K, editor. Silvicultural Research in a Lowland Mixed Dipterocarp Forest of East Kalimantan. The Contribution of STREK Project. Jakarta. CIRAD-Forêt-FORDA-PT Inhutani I. hlm 181-184.

Nishimua TB, Suzuki E, Kohyama T, Tsuyuzaki S. 2006. Mortality and growth of trees in peat-swamp and heath forests in Central Kalimantan after severe drought. Plant Ecol. 188:165-177.

Nugroho S. 2012. Metode deteksi degradasi hutan menggunakan citra satelit Landsat di hutan lahan kering Taman Nasional Gunung Halimun Salak [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Oliver CD, Larson BC. 1990. Forest Stand Dynamics. New York (US): McGraw Hill Inc. Oliver CD, Larson BC. 1996. Forest Stand Dynamics, Update edition. New York (US): John

Wiley and Sons. Pamoengkas P. 2006. Kajian aspek vegetasi dan kualitas tanah Sistem Silvikultur Tebang Pilih

Tanam Jalur. Studi kasus di areal PT Sari Bumi Kusuma, Kalimantan Tengah [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Phillip MS. 1998. Measuring Trees and Forest. Second Edition. Wallingford (UK): CABI Publishing.

Phillips PD, Yasman I, Brash TE, van Gardingen PR. 2002. Grouping tree species for analysis of forest data in Kalimantan (Indonesian Borneo). Forest Ecol Manag. 157:205-216.

Primack RB, Ashton P, Chai P, Lee HS. 1985. Growth rates and population structure of Moraceae trees in Sarawak, East Malaysia. Ecol. 66:577-588.

Prodan M. 1968. Forest Biometrics. First Edition. Gardiner SH, penerjemah. Oxford (GB): Pergamon Press. Terjemahan dari: Forstliche Biometrie.

Purwadhi FSH. 2001. Interpretasi Citra Digital. Jakarta (ID): Penerbit Gramedia Widiasarana Indonesia.

Richards JA. 1993. Remote sensing digital image analysis: An introduction. Berlin (DE): Springer-Verlag.

Richards PW. 1964. The Tropical Rain Forest. An Ecological Study. New York (US): Cambridge at The University Press Company.

Ryan MG, Binkley D, Fownes JH. 1997. Age-related decline in forest productivity: Pattern and process. Adv Ecol Res. 27:213-262.

Saridan A, Susanty FH. 2005. Plot STREK: Tehnik silvikultur untuk pemuliaan hutan bekas tabangan di Kalimantan Timur. Samarinda (ID): Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kalimantan.

Schmidt FH, Ferguson JHA. 1951. Rainfall type based on wet and dry period ratio for Indonesia with Western New Gurinea. Jakarta (ID): Jawatan Meteorologi dan Geofisika, Kementerian Perhubungan.

Page 166: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

150

Seng HW, Wickneswari R, Shukor MN, Mahani MC. 2004. The effects of the timing and method of logging on forest structure in Peninsular Malaysia. Forest Ecol Manag. 203:209-228.

Setiawan A. 2013. Keragaan struktur tegakan dan kepadatan tanah pada tegakan tinggal di

hutan alam produksi disertasi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Silva JNM, deCarvalhoa JOP, Lopes JCA, de Almeidaa BF, Costa DHM, de Oliveira LC,

Vanclay JK, Skovsgaardd JP. 1995. Growth and yield of a tropical rain forest in the Brazilian Amazon 13 years after logging. Forest Ecol Manag. 71:267-274.

Silva RP, dos Santos J, Tribuzy ES, Chambers JQ, Nakamura S, Higuchi N. 2002. Diameter increment and growth patterns for individual tree growing in Central Amazon, Brazil. Forest Ecol Manag. 166:295-301.

Simon H. 2007. Metode Inventore Hutan. Yogyakarta (ID): Penerbit Pustaka Pelajar. Sist P, Abdurachman. 1998. Liberation thinning in logged-over forest. In: Bertault JG, Kadir

K, editor. Silvicultural Research in a Lowland Mixed Dipterocarp Forest of East Kalimantan. The Contribution of STREK Project. Jakarta (ID): CIRAD-Forêt-FORDA-PT Inhutani I. hlm 171-180.

Sist P, Bertault JG. 1998. Reduced impact logging experiments: impact of harvesting intensities and logging techniques on stand damage. In: Bertault JG, Kadir K, editor. Silvicultural Research in a Lowland Mixed Dipterocarp Forest of East Kalimantan. The Contribution of STREK Project. Jakarta (ID): CIRAD-Forêt-FORDA-PT Inhutani I. hlm 139-161.

Sist P, Ferreira FN. 2007. Sustainability of reduced-impact logging in the Eastern Amazon. Forest Ecol Manag. 243:199-209.

Sist P, Fimbel R, Sheil D, Nasi R, Chevallier MH. 2003. Towards sustainable management of mixed Dipterocarp forests of South-East Asia: Moving beyond minimum diameter cutting limits. Environ Conserv. 30(4):364-374.

Sist P, Nolan T, Bertault JG, Dykstra D. 1998. Harvesting intensity versus sustainability in Indonesia. Forest Ecol Manag. 108:251-260.

Smith RGB, Nichols JD. 2005. Patterns of basal area increment, mortality and recruitment were related to logging intensity in subtropical rainforest in Australia over 35 years. Forest Ecol Manag. 218:319-328. doi:10.1016/j.foreco.2005.08.030.

Soerianegara I, Indrawan A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor (ID): Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Soerianegara I, Indrawan A. 2005. Ekologi Hutan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sodhi NS, Koh LP, Clements R, Wanger TC, Hill JK, Hamer KC, Clough Y, Tscharntke T,

Posa MRC, Lee TM. 2010. Conserving Southeast Asian forest biodiversity in human-modified landscapes. Biol Conserv. 143:2375-2384.doi:10.1016/j.biocon.2009.12.029.

Soemartini 2008. Principal Component Analysis (PCA) sebagai salah satu metode untuk mengatasi masalah multikolinearitas. Jatinangor (ID): Jurusan Statistika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran.

Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi ke-2. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Principles and Procedures of Statistics.

Stone JN, Porter LP. 1998. What is Forest Stand Structure and How to Measure It? Northwest Science, Volume 72, Special Issue No. 2. Canada (US): Washington State University Press.

Page 167: Status Riset 25 Tahun Plot STREK - FORDA · 2020. 5. 30. · TREK i STATUS RISET 25 TAHUN PLOT STREK Dr. Farida Herry Susanty Intisari Buku ini menguraikan sejarah pembangunan plot

Sta

tus

Ris

et 2

5 T

ahu

n P

lot

STR

EK

151

Suhendang E. 1985. Studi model struktur tegakan hutan alam hujan tropika dataran rendah

di Bengkunat. Propinsi Daerah Tingkat I Lampung tesis. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Suhendang E. 1990. Hubungan antara dimensi tegakan hutan tanaman dengan faktor tempat tumbuh dan tindakan silvikultur pada hutan tanaman Pinus merkusii Jungh. et de Vriese

di Pulau Jawa disertasi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suhendang E. 1997. Penentuan periode pengukuran optimal untuk petak ukur permanen di

hutan alam tanah kering. J Man Hut Trop. 3(1):1-12. Suhendang E. 2002. Growth and yield studies: The implication for the management of

Indonesian tropical forest. In: Saharudin MI, Kiam TS, Hwai YY, Othman D, Korsgaard, editor. International Workshop on Growth and Yield of Managed Tropical Forest; 2002 Jun 25-29; Kualalumpur, Malaysia. Kuala Lumpur: Malaysia-ITTO.

Sundarapandian SM, Swamy PS. 2000. Forest ecosystem structure and composition along an altitudinal gradient in the Western Ghats, South India. J Trop For Sci. 12:104–123.

Susilawati, Jaya INS. 2003. Evaluasi Kerusakan Tegakan Tinggal akibat Pemanenan Menggunakan Landsat 7 ETM+ di HPH PT Sri Buana Dumai Provinsi Riau. J Man Hut Trop. 9(1):1-16.

Timm NH. 2002. Applied Multivariate Analysis. New York (US): Springer-Verlag. Trunbull KJ. 1963. Population dynamics in mixed forest stand: A system of mathematical

models of mixed growth and structure [dissertation]. Washington (US): University of Washington.

Udiansyah. 1994. Studi efisiensi penggunaan struktur tegakan dalam menduga beberapa dimensi tegakan. Kalimantan Scientiae. 33(12):67-72.

[UNESCO] United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization. 1978. Tropical Forest Ecosystem. France (FR): Natural Resources Research. 14:122-136.

Valle D, Mark S, Edson V, James G, Marcio S. 2006. Identifying bias in stand-level growth and yield estimations: A case study in Eastern Brazilian Amazonia. Forest Ecol Manag. 236:127-135.

Vanclay JK. 1989. A growth model for North Queensland rainforests. Forest Ecol Manag. 27:245-271.

Vanclay JK. 1994. Modelling Forest Growth and Yield. CAB International. United Kingdom. Vanclay JK. 1995. Growth models for tropical forests: A synthesis of models and methods.

Forest Sci. 41:7-42. Vanclay JK. 2003. Growth modelling and yield prediction for sustainable forest management.

Malays For. 66(1):58-69. Whitmore TC. 1990. Tropical rain forest dynamics and its implications for management. Di

dalam: Gomez-Pompa A, Whitmore TC, Hadley M, editors. Rain Forest Regeneration and Management. Man and the Biosphere Series. Volume 6. Paris (FR): Parthenon Publishing Group. hlm 67-89.