start-up · untuk menginjeksikan modal untuk model bisnis mereka, dan mereka dengan bebasnya...

10

Upload: hatu

Post on 08-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Start-Up · untuk menginjeksikan modal untuk model bisnis mereka, dan mereka dengan bebasnya berkreasi bersama rekan- rekan seangkatannya. Bisnis start-up memenuhi ego generasi muda
Page 2: Start-Up · untuk menginjeksikan modal untuk model bisnis mereka, dan mereka dengan bebasnya berkreasi bersama rekan- rekan seangkatannya. Bisnis start-up memenuhi ego generasi muda

Start-Up

Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi, banyak perusahaan yang berhasil menggunakan

kekuatan media sosial untuk menjalankan bisnis. Dalam waktu singkat, terciptalah perusahaan yang

berkembang menjadi besar dengan mengandalkan teknologi informasi. Inilah yang disebut dengan

bisnis start-up.

Bisnis start-up memiliki ciri khas perkembangan yang supercepat dan dahsyat, yang disebut

exponential growth. Karena itu, banyak generasi muda yang terbuai dan ingin membuktikan diri dalam bisnis ini.

Ini jauh lebih merangsang daripada meneruskan perusahaan keluarga yang pasti mewariskan beban keuangan

dan emosi.

Melalui bisnis start-up, mereka memulai usaha dari nol. Bila mereka berhasil, praktis bisnis itu adalah

murni hasil karya mereka tanpa embel-embel keluarga. Kebanggaan dan ego tersebut pasti dimiliki semua anak

muda yang berusia pertengahan dua puluh tahun. Yang mereka harapkan dari orangtua hanyalah kesediaan

untuk menginjeksikan modal untuk model bisnis mereka, dan mereka dengan bebasnya berkreasi bersama

rekan- rekan seangkatannya.

Bisnis start-up memenuhi ego generasi muda dalam

membuktikan kemampuan diri.

Page 3: Start-Up · untuk menginjeksikan modal untuk model bisnis mereka, dan mereka dengan bebasnya berkreasi bersama rekan- rekan seangkatannya. Bisnis start-up memenuhi ego generasi muda

Akan tetapi, mereka sering lupa bahwa faktor kegagalan bisnis start-up cukup besar. Sampai saat ini

persentase perusahaan sejenis yang bisa bertahan hingga waktu dua tahun pun tidak banyak. Survey dari Forbes

menyatakan bahwa sembilan dari sepuluh bisnis start-up akan menghilang dalam jangka waktu dua tahun.

Dipacu dengan mitos “speed to market is everything” supaya tidak terdahului oleh wirausahawan yang lain,

generasi muda menjalankan bisnis tanpa mengindahkan faktor yang belum melalui pemikiran yang matang.

Mereka pun akhirnya masuk dalam jebakan bisnis start-up tersebut. Hal-hal yang menyebabkan mereka

terperosok dalam kegagalan adalah:

Banyak gagasan cemerlang yang bisa mengisi kekosongan pasar tertentu, tetapi ternyata produk/jasa yang

mereka tawarkan ternyata tidak sesuai dengan harapan karena:

Memang belum tepat saatnya karena masyarakat belum menyadari nilai yang diberikan produk/jasa

tersebut.

Produk/jasa yang ditawarkan tidak sempurna. Janji yang ditawarkan tidak sesuai dengan apa yang

didapat. Celakanya, kisah kekecewaan pelanggan sejak awal langsung tersebar luas dalam sekejap.

Harga yang ditawarkan terlalu tinggi, mengikuti konsep marketing kuno yang awalnya ditujukan agar

bisa mendapat cream of the market. Di zaman yang serbacepat seperti sekarang ini, produk/jasa yang

baru diluncurkan harus bisa menyentuh emosi si pembeli—membuatnya membeli tanpa harus berpikir

dua kali. Artinya, harga yang dipatok harus sesuai dengan “disposable income” sasaran yang dituju.

Biasanya bisnis start-up pada awalnya hanya menitikberatkan perhatian atas cara menciptakan produk/jasa

yang memenuhi kriteria seksi yaitu:

Dibutuhkan masyarakat banyak, karena memang memudahkan kehidupan sehari-hari.

Menyentuh segi emosi, sehingga menjadi hal yang harus dimiliki untuk mengikuti tren.

Mudah diakses/dibeli, biasanya lewat aplikasi digital, dibeli secara online sehingga tidak melewati

saluran distribusi tradisional.

Sayangnya, sering kali pelaku bisnis start-up melupakan proses bisnis yang baku seperti aliran kas,

deskripsi pekerjaan, manajemen, dan hal-hal lainnya. Inilah yang menyebabkan bisnis berantakan.

Bisnis start-up haruslah berkembang dalam waktu cepat untuk mencapai kapitalisasi pasar tertentu. Ini

membutuhkan aliran kas yang mendukung fase sebelum mencapai volume BEP. Bisa saja ternyata

perkembangan bisnis ini kurang cepat sehingga investor tidak tertarik lagi untuk mendanai lebih lanjut.

Sering kali bisnis start-up pada periode awal, bahkan dalam waktu bertahun-tahun, belum mencapai

BEP dan bisa terus saja melakukan ekspansi pasar. Hal ini terjadi karena memang daya tarik pasar yang

dimilikinya cukup besar sehingga banyak investor yang tertarik untuk terus memberi seeding funding.

Investor berharap bahwa bisnis start-up tersebut menjadi raksasa dan bisa public listed. Di saat itulah yang telah

diinvestasikan akan terbayar kembali berikut dengan keuntungan yang besarnya berkali-kali lipat. Bila besaran

pasar tidak tercapai dalam waktu yang diperhitungkan, bisnis start-up tersebut terancam kekurangan arus kas.

Kalau sudah begini, bisnis pun terancam bangkrut.

Page 4: Start-Up · untuk menginjeksikan modal untuk model bisnis mereka, dan mereka dengan bebasnya berkreasi bersama rekan- rekan seangkatannya. Bisnis start-up memenuhi ego generasi muda

Terlalu sering bisnis start-up dimulai dengan konsep yang sangat idealis, sehingga pada fase awalnya

tidak ada pembagian kerja yang jelas. Pembayaran “gaji” sering pula ditiadakan dan hanya menutupi biaya

operasional masing-masing anggota saja. Semua bekerja keras berdasarkan asas gotong royong dan hasrat kerja

yang tinggi. Tetapi, bila dihadapkan dengan tantangan dalam operasional, apakah masing-masing anggota

saling menutupi?

Justru sering ditemukan bahwa dalam keadaan sulit seperti ini ada saja anggota yang menarik diri dan

meninggalkan pencetus konsep untuk berjuang sendiri. Bila pencetus konsep ini memutuskan untuk menyerah,

bubarlah sudah bisnis start-up ini.

Oleh karena itu, salah satu tugas penting dari business founder dalam perusahaan keluarga adalah

meyakinkan generasi muda bahwa lebih menarik dan lebih menguntungkan kalau mereka bisa menerapkan

keterampilan mereka di dunia digital dan melakukan disruption terhadap model bisnis yang sedang berjalan di

perusahaan keluarga saat ini sehingga perusahaan bisa cepat berkembang dan bergerak ke level sukses yang jauh

lebih tinggi.

Ada kalanya perusahaan keluarga yang besar dan cukup berkontribusi bagi masyarakat luas harus

gulung tikar karena faktor-faktor seperti struktur perusahaan, pola pikir, dan mismanajemen. Generasi penerus

alias suksesor harus belajar dari kasus-kasus kegagalan yang pernah menimpa perusahaan lain dan mencari

penyebabnya agar hal itu tak terjadi kepada perusahaan keluarga yang akan diambil alih. Berikut adalah hal-hal

yang harus diperhatikan untuk mencegah kegagalan.

Pajak merupakan salah satu faktor yang kalau tidak direncanakan dengan baik akan menggerogoti arus

kas perusahaan. Di fase awal pengembangan bisnis, mungkin cadangan arus kas untuk pembayaran pajak tidak

direncanakan dengan baik. Saat itu arus kas tersedot untuk mengembangkan perusahaan dan biasanya sang

pengusaha pun bersikap pragmatis dalam urusan pajak. Dia menyerahkan segala urusan yang berbau pajak

kepada konsultan pajak dan hanya mengalokasikan sejumlah tertentu untuk membayar pajak sesuai dengan

penilaiannya pribadi, lalu membiarkan bagian keuangan dan para ahli akuntasi pajak menyelesaikan

administrasi dan pembayarannya.

Begitu perusahaan sudah memasuki fase yang cukup besar, ketertiban dan administrasi pajak harus

sudah ditangani secara profesional. Setiap daerah dan negara memiliki peraturan pajak yang selalu berubah

sesuai dengan kondisi negara tersebut.

Dalam hal regenerasi, kita juga perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dalam perusahaan dan

juga negara dalam hal pembagian dividen, pengalihan saham, dan warisan. Di beberapa negara maju, pajak

warisan sangatlah besar (60% bahkan lebih) karena negara tersebut lebih menganut pemerataan sosial. Tidak

diharapkan seseorang mendapat warisan yang jumlahnya begitu besar. Negara lebih mengharuskan perusahaan

untuk terus menginvestasikan keuntungan untuk memberi lapangan kerja yang lebih besar bagi masyarakat

setempat.

Jadi, apabila perusahaan keluarga tidak mengerti soal pajak, warisan, dan sebagainya, bisa-bisa ada

langkah tak tepat yang diambil dalam proses pembagian warisan yang bisa menyebabkan arus kas perusahaan

terkuras dalam jumlah besar, bahkan sampai mengganggu operasional perusahaan tersebut. Ini harus dicermati

dan dihindari. Oleh sebab itu, perusahaan keluarga haruslah berkonsultasi dengan konsultan pajak yang

Page 5: Start-Up · untuk menginjeksikan modal untuk model bisnis mereka, dan mereka dengan bebasnya berkreasi bersama rekan- rekan seangkatannya. Bisnis start-up memenuhi ego generasi muda

mengerti peraturan pemerintah yang paling baru sebelum melakukan perubahan struktur ataupun komposisi

pemegang saham.

Pepatah mengatakan, pohon bambu tak akan rusak oleh serangan luar, bahkan dari lingkungan yang

ganas. Bambu justru akan rapuh dan hancur berantakan kalau kerusakannya berasal dari dalam bambu itu

sendiri. Inilah juga yang terjadi dengan perusahaan keluarga. Bila seluruh anggota keluarga kompak, tekanan

dari luar dan kesulitan yang dihadapi perusahaan akan mudah diselesaikan karena biasanya tekanan luar tersebut

hanya berhubungan dengan urusan bisnis. Dalam bisnis pun sudah ada standar manajemen baku yang modern

dalam menyelesaikan masalah, tinggal kemauan nahkoda perusahaan untuk menyelesaikannya sesuai dengan

kaidah manajemen modern atau terjebak dalam perangkap emosi yang tidak rasional karena pertimbangan

hubungan keluarga.

Inilah mengapa ketidakakuran di antara anggota keluarga sering menjadi cikal bakal bubarnya suatu

perusahaan keluarga apalagi sepeninggal sang business founder ketika pembagian warisan tidak jelas sementara

masing-masing anggota keluarga membutuhkan arus kas yang berbeda-beda. Masalah akan bertambah parah

bila tidak ada pemimpin yang tangguh dan dihargai sesama anggota keluarga.

Keadaan masih bisa diredam bila ada salah satu orangtua masih sehat mau menjadi “ketua” keluarga

untuk membantu menyelesaikan masalah pembagian warisan secara adil. Bila tidak, arus kas perusahaan akan

menjadi tambang emas yang siap diperebutkan oleh anggota keluarga apalagi jika tidak ada kejelasan siapa yang

akan menjadi pemimpin perusahaan keluarga selanjutnya, ditambah belum berjalannya sistem yang profesional

di perusahaan tersebut. Intrik politik bisa dengan cepat merambat dan merusak sendi-sendi perusahaan.

Salah satu kebiasaan di perusahaan keluarga yang belum menerapkan manajemen modern adalah

mengandalkan orang kepercayaan. Ini menyebabkan masih banyaknya perusahaan keluarga yang membuat

“lingkaran kepercayaan” dalam manajemen perusahaan. Lingkaran paling dalam terdiri atas anggota keluarga

yang berhubungan darah.

Namun sudah menjadi sifat manusia untuk bersikap negatif, tamak, mengedepankan ego, dan

mementingkan diri sendiri. Bila tidak ada sistem yang mengawasinya, cepat ataupun lambat manusia pasti akan

mempergunakan peluang itu untuk melakukan penyelewengan. Bila perusahaan keluarga berkembang terus di

masa yang akan datang, sistem pengawasan dalam hal wewenang otorisasi (misalnya, untuk mengeluarkan

Perusahaan yang sudah mapan wajib melakukan tertib administrasi serta memiliki

perencanaan pajak yang baik dan dilakukan secara berkesinambungan

Pemisahan anggota keluarga dengan anggota manajemen secara jelas

adalah suatu keharusan. Sebaiknya urusan internal keluarga diselesaikan

dalam lingkungan keluarga dan tidak dibawa masuk ke dalam lingkungan

manajemen perusahaan.

Page 6: Start-Up · untuk menginjeksikan modal untuk model bisnis mereka, dan mereka dengan bebasnya berkreasi bersama rekan- rekan seangkatannya. Bisnis start-up memenuhi ego generasi muda

perintah/sesuatu minimal harus ada dua orang yang setuju dan bertanggung jawab) sudah harus dimiliki dan

diterapkan. Ini dilakukan untuk memudahkan pengawasan operasional perusahaan sehari-hari.

Untuk hal yang bersifat strategis, seperti mengadakan kontrak dengan pihak ketiga yang melibatkan

nilai risiko tertentu, keputusan harus diberikan oleh dewan direksi dan biasanya sudah harus direncanakan di

dalam anggaran tahunan. Pengambilan keputusan harus didiskusikan dalam rapat dewan direksi dengan

mengindahkan pandangan seluruh anggotanya. Sang CEO hanya secara simbolis menandatangani persetujuan

yang sebenarnya merupakan keputusan kelompok. Dengan penerapan sistem manajemen yang baku seperti ini,

kecurangan anggota keluarga di perusahaan keluarga bisa dicegah.

Masalah nepotisme sering muncul di perusahaan keluarga. Kalau business founder memiliki beberapa

anak dan cenderung lebih cocok dan dekat dengan salah satu diantaranya, wajarlah bila menginginkan anaknya

itu mewarisi perusahaan keluarga. Ini sah-sah saja. Yang menjadi masalah mengganjal adalah keterbukaan

penilaian prestasi kerja terhadap anak itu.

Untuk menjaga objektivitas penilaian dan menghindari tudingan nepotisme, lagi-lagi perusahaan

keluarga harus menerapkan sistem yang terbuka, transparan, dan baku dalam menilai kinerja semua orang yang

terlibat dalam perusahaan.

Tantangan paling besar dalam menjalankan suatu perusahaan keluarga adalah secara sadar tidak

melibatkan emosi hubungan keluarga dalam menjalankan bisnis tersebut, apalagi di depan para karyawan.

Begitu terjadi letupan emosi karena isu anggota keluarga, seluruh anggota tim akan mengetahuinya secara cepat

yang kemudian mudah meluas. Pasti ada beberapa karyawan yang cepat dan pintar mengambil posisi dan

memainkan politik kekuasaan di perusahaan keluarga tersebut.

Bila hal itu sampai terjadi, fokus perusahaan sudah bukan lagi untuk mengembangkan perusahaan,

tetapi malah menangani urusan perebutan pengaruh dan kekuasaan di internal perusahaan. Oleh sebab itu,

penetapan kebijakan dalam organisasi yang mengatur semua lini termasuk pembagian wewenang dan

tanggung jawab yang jelas dalam perusahaan perlu diutamakan. Hal itu sebaiknya diputuskan oleh sang business

founder sendiri karena ialah pemegang kekuasaan tertinggi.

Segala ketidakpastian dan kesimpangsiuran harus segera diselesaikan dan diputuskan dalam forum,

kemudian dikukuhkan dalam notulen forum/rapat. Kalau perlu, hasilnya diumumkan secara terbuka ke seluruh

jajaran manajemen perusahaan. Sering kali kekacauan terjadi mulai dari jalur pelaporan (reporting line) karena

ada anggota keluarga yang seenaknya potong kompas dan bertindak sesuai keinginannya tanpa berkoordinasi

dengan pihak yang berwenang. Hanya dengan menerapkan sistem manajemen dengan alur pelaporan dan

tanggung jawab yang jelas, urusan emosi di antara anggota keluarga bisa dihambat masuk dalam bisnis keluarga.

Terapkan sistem yang terpercaya karena sistem tidak

mengenal hubungan keluarga.

Page 7: Start-Up · untuk menginjeksikan modal untuk model bisnis mereka, dan mereka dengan bebasnya berkreasi bersama rekan- rekan seangkatannya. Bisnis start-up memenuhi ego generasi muda

Biasanya perusahaan keluarga menemukan kesulitan dalam menjaring talenta profesional yang terbaik

di pasaran, apalagi bila perusahaan belum mengaplikasikan sistem manajemen modern. Yang sering terjadi,

perusahaan menjaring talenta lewat kenalan anggota keluarga. Sistem rekruitmen gaya ini tentu ada baik dan

buruknya.

Segi positifnya, sebelum orang itu bergabung dengan perusahaan, kita sudah tahu sifat dan tabiat

beserta rekam jejaknya. Lagipula, ada referensi dari anggota keluarga sehingga keyakinan atas komitmennya

dalam berkarya di perusahaan pun jelas dan tentunya orang itu diharapkan bisa bertahan lama.

Segi negatifnya, kalau perusahaan sehari-hari menganut kaidah manajemen berdasarkan job function

yang tidak dijalankan secara jelas dan baik, akan ada kecenderungan terbentuknya kelompok yang akan lebih

pro kepada anggota tertentu dari keluarga pendiri perusahaan. Karena keadaan itu, kinerja orang baru yang

berasal dari luar keluarga itu pun tidak berkembang secara objektif dan tidak bisa memberi kontribusi terbaik

buat perusahaan.

Hal ini biasa terjadi di budaya Asia. Karena merasa berutang budi kepada anggota keluarga yang

membawanya masuk, dia berkewajiban untuk “membalas” budi. Bila aspek ini tidak terkelola dengan baik, akan

terjadi konflik antara beberapa kelompok di perusahaan sehingga fokus perusahaan pun menjadi kacau.

Isu yang lebih krusial adalah apabila budaya perusahaan keluarga tidak transparan dan tidak memberi

kejelasan masa depan karier terhadap profesional yang non-anggota keluarga. Orang yang memiliki talenta yang

baik akan cenderung meninggalkan perusahaan keluarga karena merasa tidak memiliki kesempatan yang sama

dibandingkan dengan mereka yang masih satu keluarga.

Tantangan kelanjutan kelangsungan hidup perusahaan keluarga juga ditentukan dari apakah sang

founder mau merencanakan regenerasi dengan baik dan sistematik. Sering sekali, sang founder tahu regenerasi

pasti akan terjadi, tetapi tidak mau menghadapi kenyataan dan menyiapkan langkah-langkah untuk memuluskan

suksesi.

Ada mitos bahwa betapa pun berbakat dan mahirnya seorang anak perempuan, ia tidak akan pernah

mewarisi perusahaan keluarga. Meskipun ini hanyalah mitos, business founder perlu mendiskusikan masalah ini

secara serius dengan anggota keluarga dan memutuskan isu tersebut. Dengan demikian, si anak perempuan

mengetahui masa depannya di perusahaan keluarga tersebut. Bila memang diberi kesempatan yang setara

dengan saudara lelaki lainnya, dia pun akan melakukannya secara all out, termasuk memompa ide-ide

cemerlang untuk membawa perusahaan keluarga tersebut ke tingkat sukses berikutnya.

Bila sang founder tidak memberikan kejelasan, entah karena alasan apa pun, urusan sepele seperti ini

akan menyebabkan anak-anaknya menjadi saling sungkan dan tidak berkomitmen dalam memimpin perusahaan

tersebut. Gejala ini bisa dilihat dari tidak munculnya komando di dalam perusahaan. Semua generasi penerus

hanya bekerja secara rutin tanpa satu pun memunculkan terobosan untuk membawa perusahaan ke level sukses

Hanya perusahaan keluarga dengan carrier plan yang transparan

sajalah yang akan menarik talenta profesional terbaik

dan membuatnya betah berkarya di perusahaan itu.

Page 8: Start-Up · untuk menginjeksikan modal untuk model bisnis mereka, dan mereka dengan bebasnya berkreasi bersama rekan- rekan seangkatannya. Bisnis start-up memenuhi ego generasi muda

yang lebih besar. Akhirnya sang founder, tetap saja menjadi pengambil keputusan utama dan merasa generasi

penerus tidak ada yang serius dan sanggup, apalagi siap mengambil alih tongkat kepemimpinan.

Sering kali business founder tidak merasa perlu memberikan penjelasan soal pembagian warisan karena

dalam hukum Negara yang sudah ada, undang undang yang secara adil mengatur pembagian warisan tersebut

setelah sang founder sudah tidak ada (kecuali di negara yang menganut hukum bahwa pembagian warisan bisa

diatur lewat wasiat). Namun, sebenarnya hal ini perlu dilakukan karena menyangkut pembagian warisan harta

tidak bergerak. Dari sisi perusahaan, ada nilai intangible di dalamnya yang nilainya di masa depan akan sangat

tergantung kepada pengelolaan dan perkembangan perusahaan tersebut.

Untuk warisan yang bersifat perusahaan, jumlah warisan sudah direfleksikan dalam jumlah saham yang

diwariskan kepada masing-masing anak. Apalagi bila ada banyak perusahaan, biasanya saham mayoritas setiap

perusahaan dibagikan kepada anak yang menjalankan perusahaan, sisanya kepada anak yang lain. Dengan

demikian diharapkan ada kontrol silang akan berjalannya perusahaan tersebut.

Sering terjadi sesuai tradisi keluarga bahwa anak perempuan tidak mendapat alokasi saham (kalaupun

ada biasanya jumlahnya tidak besar) perusahaan, tetapi lebih berupa harta bergerak dalam bentuk tunai ataupun

perhiasan secara lumpsum.

Adil bisa ditinjau dari segi logika, namun unsur emosilah yang menjadi penentu. Sebelum persepsi adil

itu diciptakan di perusahaan keluarga, sang business founder perlu menentukan kebijakan. Inilah langkah yang

paling tepat karena business founder itulah yang memulai perusahaan dari awal sehingga ia memiliki hak

prerogratif atas hal tersebut.

Karena soal warisan sudah diatur oleh undang-undang negara, kebijakan dasar atas pembagian

“warisan” lebih menyentuh isu saham ataupun pengalihan nama atas properti tertentu sebelum business founder

meninggal—dan ini sangatlah dipengaruhi oleh budaya yang dianut sang founder. Bisa saja sesuatu yang

dianggap tidak adil secara matematis atau logis akan menjadi adil setelah dijelaskan dasarnya. Jadi, selama sang

business founder bisa menentukan kebijaksanaan yang jelas dan diumumkan kepada semua anggota keluarga,

semua itu sah. Itulah yang menjadi cetak biru dalam pembagian “warisan” perusahaan keluarga.

Rumor sampai hasutan akan muncul dan berkembang kalau kepemimpinan sang business founder

tidaklah kuat dan gampang dipengaruhi oleh pihak-pihak di sekitarnya. Sebaliknya, kepemimpinan yang kokoh

akan tetap tegak menghadapi semua hasutan dan kekompakan bisnis keluarga tidak akan terpengaruh.

Kejelasan rencana regenerasi itu mutlak perlu dilakukan

untuk menjamin terwujudnya kepemimpinan

generasi berikutnya dalam suasana keluarga yang tetap harmonis.

Page 9: Start-Up · untuk menginjeksikan modal untuk model bisnis mereka, dan mereka dengan bebasnya berkreasi bersama rekan- rekan seangkatannya. Bisnis start-up memenuhi ego generasi muda

Biasanya dalam proses membangun bisnis keluarga, pasti ada anggota keluarga yang telah berjasa

bahkan menjadi tangan kanan sang founder. Dengan hubungan keluarga yang masih sangat dekat, sering kali

anggota keluarga tersebut menjadi salah satu pengambil keputusan atas pembagian otoritas dan saham dalam

perusahaan keluarga. Inilah yang terkadang menjadi hambatan dan cikal bakal timbulnya rumor tak sehat.

Faktor kecemburuan pun bisa muncul kalau tidak ada kebijakan yang jelas dan diumumkan kepada

semua anggota keluarga. Keputusan yang diambil akan terkesan hanya berdasarkan nepotisme belaka.

Semua ini berpulang kepada kekokohan kepemimpinan sang business founder yang diperkuat oleh

sistem yang telah diberlakukan dalam perusahaan. Bila sistem perusahaan sudah dibentuk, hal-hal yang

menyangkut faktor emosi akan jauh lebih mudah diselesaikan. Jalannya perusahaan pun tidak akan terpengaruh

oleh riak hubungan keluarga tersebut.

Page 10: Start-Up · untuk menginjeksikan modal untuk model bisnis mereka, dan mereka dengan bebasnya berkreasi bersama rekan- rekan seangkatannya. Bisnis start-up memenuhi ego generasi muda