start-up · untuk menginjeksikan modal untuk model bisnis mereka, dan mereka dengan bebasnya...
TRANSCRIPT
Start-Up
Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi, banyak perusahaan yang berhasil menggunakan
kekuatan media sosial untuk menjalankan bisnis. Dalam waktu singkat, terciptalah perusahaan yang
berkembang menjadi besar dengan mengandalkan teknologi informasi. Inilah yang disebut dengan
bisnis start-up.
Bisnis start-up memiliki ciri khas perkembangan yang supercepat dan dahsyat, yang disebut
exponential growth. Karena itu, banyak generasi muda yang terbuai dan ingin membuktikan diri dalam bisnis ini.
Ini jauh lebih merangsang daripada meneruskan perusahaan keluarga yang pasti mewariskan beban keuangan
dan emosi.
Melalui bisnis start-up, mereka memulai usaha dari nol. Bila mereka berhasil, praktis bisnis itu adalah
murni hasil karya mereka tanpa embel-embel keluarga. Kebanggaan dan ego tersebut pasti dimiliki semua anak
muda yang berusia pertengahan dua puluh tahun. Yang mereka harapkan dari orangtua hanyalah kesediaan
untuk menginjeksikan modal untuk model bisnis mereka, dan mereka dengan bebasnya berkreasi bersama
rekan- rekan seangkatannya.
Bisnis start-up memenuhi ego generasi muda dalam
membuktikan kemampuan diri.
Akan tetapi, mereka sering lupa bahwa faktor kegagalan bisnis start-up cukup besar. Sampai saat ini
persentase perusahaan sejenis yang bisa bertahan hingga waktu dua tahun pun tidak banyak. Survey dari Forbes
menyatakan bahwa sembilan dari sepuluh bisnis start-up akan menghilang dalam jangka waktu dua tahun.
Dipacu dengan mitos “speed to market is everything” supaya tidak terdahului oleh wirausahawan yang lain,
generasi muda menjalankan bisnis tanpa mengindahkan faktor yang belum melalui pemikiran yang matang.
Mereka pun akhirnya masuk dalam jebakan bisnis start-up tersebut. Hal-hal yang menyebabkan mereka
terperosok dalam kegagalan adalah:
Banyak gagasan cemerlang yang bisa mengisi kekosongan pasar tertentu, tetapi ternyata produk/jasa yang
mereka tawarkan ternyata tidak sesuai dengan harapan karena:
Memang belum tepat saatnya karena masyarakat belum menyadari nilai yang diberikan produk/jasa
tersebut.
Produk/jasa yang ditawarkan tidak sempurna. Janji yang ditawarkan tidak sesuai dengan apa yang
didapat. Celakanya, kisah kekecewaan pelanggan sejak awal langsung tersebar luas dalam sekejap.
Harga yang ditawarkan terlalu tinggi, mengikuti konsep marketing kuno yang awalnya ditujukan agar
bisa mendapat cream of the market. Di zaman yang serbacepat seperti sekarang ini, produk/jasa yang
baru diluncurkan harus bisa menyentuh emosi si pembeli—membuatnya membeli tanpa harus berpikir
dua kali. Artinya, harga yang dipatok harus sesuai dengan “disposable income” sasaran yang dituju.
Biasanya bisnis start-up pada awalnya hanya menitikberatkan perhatian atas cara menciptakan produk/jasa
yang memenuhi kriteria seksi yaitu:
Dibutuhkan masyarakat banyak, karena memang memudahkan kehidupan sehari-hari.
Menyentuh segi emosi, sehingga menjadi hal yang harus dimiliki untuk mengikuti tren.
Mudah diakses/dibeli, biasanya lewat aplikasi digital, dibeli secara online sehingga tidak melewati
saluran distribusi tradisional.
Sayangnya, sering kali pelaku bisnis start-up melupakan proses bisnis yang baku seperti aliran kas,
deskripsi pekerjaan, manajemen, dan hal-hal lainnya. Inilah yang menyebabkan bisnis berantakan.
Bisnis start-up haruslah berkembang dalam waktu cepat untuk mencapai kapitalisasi pasar tertentu. Ini
membutuhkan aliran kas yang mendukung fase sebelum mencapai volume BEP. Bisa saja ternyata
perkembangan bisnis ini kurang cepat sehingga investor tidak tertarik lagi untuk mendanai lebih lanjut.
Sering kali bisnis start-up pada periode awal, bahkan dalam waktu bertahun-tahun, belum mencapai
BEP dan bisa terus saja melakukan ekspansi pasar. Hal ini terjadi karena memang daya tarik pasar yang
dimilikinya cukup besar sehingga banyak investor yang tertarik untuk terus memberi seeding funding.
Investor berharap bahwa bisnis start-up tersebut menjadi raksasa dan bisa public listed. Di saat itulah yang telah
diinvestasikan akan terbayar kembali berikut dengan keuntungan yang besarnya berkali-kali lipat. Bila besaran
pasar tidak tercapai dalam waktu yang diperhitungkan, bisnis start-up tersebut terancam kekurangan arus kas.
Kalau sudah begini, bisnis pun terancam bangkrut.
Terlalu sering bisnis start-up dimulai dengan konsep yang sangat idealis, sehingga pada fase awalnya
tidak ada pembagian kerja yang jelas. Pembayaran “gaji” sering pula ditiadakan dan hanya menutupi biaya
operasional masing-masing anggota saja. Semua bekerja keras berdasarkan asas gotong royong dan hasrat kerja
yang tinggi. Tetapi, bila dihadapkan dengan tantangan dalam operasional, apakah masing-masing anggota
saling menutupi?
Justru sering ditemukan bahwa dalam keadaan sulit seperti ini ada saja anggota yang menarik diri dan
meninggalkan pencetus konsep untuk berjuang sendiri. Bila pencetus konsep ini memutuskan untuk menyerah,
bubarlah sudah bisnis start-up ini.
Oleh karena itu, salah satu tugas penting dari business founder dalam perusahaan keluarga adalah
meyakinkan generasi muda bahwa lebih menarik dan lebih menguntungkan kalau mereka bisa menerapkan
keterampilan mereka di dunia digital dan melakukan disruption terhadap model bisnis yang sedang berjalan di
perusahaan keluarga saat ini sehingga perusahaan bisa cepat berkembang dan bergerak ke level sukses yang jauh
lebih tinggi.
Ada kalanya perusahaan keluarga yang besar dan cukup berkontribusi bagi masyarakat luas harus
gulung tikar karena faktor-faktor seperti struktur perusahaan, pola pikir, dan mismanajemen. Generasi penerus
alias suksesor harus belajar dari kasus-kasus kegagalan yang pernah menimpa perusahaan lain dan mencari
penyebabnya agar hal itu tak terjadi kepada perusahaan keluarga yang akan diambil alih. Berikut adalah hal-hal
yang harus diperhatikan untuk mencegah kegagalan.
Pajak merupakan salah satu faktor yang kalau tidak direncanakan dengan baik akan menggerogoti arus
kas perusahaan. Di fase awal pengembangan bisnis, mungkin cadangan arus kas untuk pembayaran pajak tidak
direncanakan dengan baik. Saat itu arus kas tersedot untuk mengembangkan perusahaan dan biasanya sang
pengusaha pun bersikap pragmatis dalam urusan pajak. Dia menyerahkan segala urusan yang berbau pajak
kepada konsultan pajak dan hanya mengalokasikan sejumlah tertentu untuk membayar pajak sesuai dengan
penilaiannya pribadi, lalu membiarkan bagian keuangan dan para ahli akuntasi pajak menyelesaikan
administrasi dan pembayarannya.
Begitu perusahaan sudah memasuki fase yang cukup besar, ketertiban dan administrasi pajak harus
sudah ditangani secara profesional. Setiap daerah dan negara memiliki peraturan pajak yang selalu berubah
sesuai dengan kondisi negara tersebut.
Dalam hal regenerasi, kita juga perlu memperhatikan peraturan yang berlaku dalam perusahaan dan
juga negara dalam hal pembagian dividen, pengalihan saham, dan warisan. Di beberapa negara maju, pajak
warisan sangatlah besar (60% bahkan lebih) karena negara tersebut lebih menganut pemerataan sosial. Tidak
diharapkan seseorang mendapat warisan yang jumlahnya begitu besar. Negara lebih mengharuskan perusahaan
untuk terus menginvestasikan keuntungan untuk memberi lapangan kerja yang lebih besar bagi masyarakat
setempat.
Jadi, apabila perusahaan keluarga tidak mengerti soal pajak, warisan, dan sebagainya, bisa-bisa ada
langkah tak tepat yang diambil dalam proses pembagian warisan yang bisa menyebabkan arus kas perusahaan
terkuras dalam jumlah besar, bahkan sampai mengganggu operasional perusahaan tersebut. Ini harus dicermati
dan dihindari. Oleh sebab itu, perusahaan keluarga haruslah berkonsultasi dengan konsultan pajak yang
mengerti peraturan pemerintah yang paling baru sebelum melakukan perubahan struktur ataupun komposisi
pemegang saham.
Pepatah mengatakan, pohon bambu tak akan rusak oleh serangan luar, bahkan dari lingkungan yang
ganas. Bambu justru akan rapuh dan hancur berantakan kalau kerusakannya berasal dari dalam bambu itu
sendiri. Inilah juga yang terjadi dengan perusahaan keluarga. Bila seluruh anggota keluarga kompak, tekanan
dari luar dan kesulitan yang dihadapi perusahaan akan mudah diselesaikan karena biasanya tekanan luar tersebut
hanya berhubungan dengan urusan bisnis. Dalam bisnis pun sudah ada standar manajemen baku yang modern
dalam menyelesaikan masalah, tinggal kemauan nahkoda perusahaan untuk menyelesaikannya sesuai dengan
kaidah manajemen modern atau terjebak dalam perangkap emosi yang tidak rasional karena pertimbangan
hubungan keluarga.
Inilah mengapa ketidakakuran di antara anggota keluarga sering menjadi cikal bakal bubarnya suatu
perusahaan keluarga apalagi sepeninggal sang business founder ketika pembagian warisan tidak jelas sementara
masing-masing anggota keluarga membutuhkan arus kas yang berbeda-beda. Masalah akan bertambah parah
bila tidak ada pemimpin yang tangguh dan dihargai sesama anggota keluarga.
Keadaan masih bisa diredam bila ada salah satu orangtua masih sehat mau menjadi “ketua” keluarga
untuk membantu menyelesaikan masalah pembagian warisan secara adil. Bila tidak, arus kas perusahaan akan
menjadi tambang emas yang siap diperebutkan oleh anggota keluarga apalagi jika tidak ada kejelasan siapa yang
akan menjadi pemimpin perusahaan keluarga selanjutnya, ditambah belum berjalannya sistem yang profesional
di perusahaan tersebut. Intrik politik bisa dengan cepat merambat dan merusak sendi-sendi perusahaan.
Salah satu kebiasaan di perusahaan keluarga yang belum menerapkan manajemen modern adalah
mengandalkan orang kepercayaan. Ini menyebabkan masih banyaknya perusahaan keluarga yang membuat
“lingkaran kepercayaan” dalam manajemen perusahaan. Lingkaran paling dalam terdiri atas anggota keluarga
yang berhubungan darah.
Namun sudah menjadi sifat manusia untuk bersikap negatif, tamak, mengedepankan ego, dan
mementingkan diri sendiri. Bila tidak ada sistem yang mengawasinya, cepat ataupun lambat manusia pasti akan
mempergunakan peluang itu untuk melakukan penyelewengan. Bila perusahaan keluarga berkembang terus di
masa yang akan datang, sistem pengawasan dalam hal wewenang otorisasi (misalnya, untuk mengeluarkan
Perusahaan yang sudah mapan wajib melakukan tertib administrasi serta memiliki
perencanaan pajak yang baik dan dilakukan secara berkesinambungan
Pemisahan anggota keluarga dengan anggota manajemen secara jelas
adalah suatu keharusan. Sebaiknya urusan internal keluarga diselesaikan
dalam lingkungan keluarga dan tidak dibawa masuk ke dalam lingkungan
manajemen perusahaan.
perintah/sesuatu minimal harus ada dua orang yang setuju dan bertanggung jawab) sudah harus dimiliki dan
diterapkan. Ini dilakukan untuk memudahkan pengawasan operasional perusahaan sehari-hari.
Untuk hal yang bersifat strategis, seperti mengadakan kontrak dengan pihak ketiga yang melibatkan
nilai risiko tertentu, keputusan harus diberikan oleh dewan direksi dan biasanya sudah harus direncanakan di
dalam anggaran tahunan. Pengambilan keputusan harus didiskusikan dalam rapat dewan direksi dengan
mengindahkan pandangan seluruh anggotanya. Sang CEO hanya secara simbolis menandatangani persetujuan
yang sebenarnya merupakan keputusan kelompok. Dengan penerapan sistem manajemen yang baku seperti ini,
kecurangan anggota keluarga di perusahaan keluarga bisa dicegah.
Masalah nepotisme sering muncul di perusahaan keluarga. Kalau business founder memiliki beberapa
anak dan cenderung lebih cocok dan dekat dengan salah satu diantaranya, wajarlah bila menginginkan anaknya
itu mewarisi perusahaan keluarga. Ini sah-sah saja. Yang menjadi masalah mengganjal adalah keterbukaan
penilaian prestasi kerja terhadap anak itu.
Untuk menjaga objektivitas penilaian dan menghindari tudingan nepotisme, lagi-lagi perusahaan
keluarga harus menerapkan sistem yang terbuka, transparan, dan baku dalam menilai kinerja semua orang yang
terlibat dalam perusahaan.
Tantangan paling besar dalam menjalankan suatu perusahaan keluarga adalah secara sadar tidak
melibatkan emosi hubungan keluarga dalam menjalankan bisnis tersebut, apalagi di depan para karyawan.
Begitu terjadi letupan emosi karena isu anggota keluarga, seluruh anggota tim akan mengetahuinya secara cepat
yang kemudian mudah meluas. Pasti ada beberapa karyawan yang cepat dan pintar mengambil posisi dan
memainkan politik kekuasaan di perusahaan keluarga tersebut.
Bila hal itu sampai terjadi, fokus perusahaan sudah bukan lagi untuk mengembangkan perusahaan,
tetapi malah menangani urusan perebutan pengaruh dan kekuasaan di internal perusahaan. Oleh sebab itu,
penetapan kebijakan dalam organisasi yang mengatur semua lini termasuk pembagian wewenang dan
tanggung jawab yang jelas dalam perusahaan perlu diutamakan. Hal itu sebaiknya diputuskan oleh sang business
founder sendiri karena ialah pemegang kekuasaan tertinggi.
Segala ketidakpastian dan kesimpangsiuran harus segera diselesaikan dan diputuskan dalam forum,
kemudian dikukuhkan dalam notulen forum/rapat. Kalau perlu, hasilnya diumumkan secara terbuka ke seluruh
jajaran manajemen perusahaan. Sering kali kekacauan terjadi mulai dari jalur pelaporan (reporting line) karena
ada anggota keluarga yang seenaknya potong kompas dan bertindak sesuai keinginannya tanpa berkoordinasi
dengan pihak yang berwenang. Hanya dengan menerapkan sistem manajemen dengan alur pelaporan dan
tanggung jawab yang jelas, urusan emosi di antara anggota keluarga bisa dihambat masuk dalam bisnis keluarga.
Terapkan sistem yang terpercaya karena sistem tidak
mengenal hubungan keluarga.
Biasanya perusahaan keluarga menemukan kesulitan dalam menjaring talenta profesional yang terbaik
di pasaran, apalagi bila perusahaan belum mengaplikasikan sistem manajemen modern. Yang sering terjadi,
perusahaan menjaring talenta lewat kenalan anggota keluarga. Sistem rekruitmen gaya ini tentu ada baik dan
buruknya.
Segi positifnya, sebelum orang itu bergabung dengan perusahaan, kita sudah tahu sifat dan tabiat
beserta rekam jejaknya. Lagipula, ada referensi dari anggota keluarga sehingga keyakinan atas komitmennya
dalam berkarya di perusahaan pun jelas dan tentunya orang itu diharapkan bisa bertahan lama.
Segi negatifnya, kalau perusahaan sehari-hari menganut kaidah manajemen berdasarkan job function
yang tidak dijalankan secara jelas dan baik, akan ada kecenderungan terbentuknya kelompok yang akan lebih
pro kepada anggota tertentu dari keluarga pendiri perusahaan. Karena keadaan itu, kinerja orang baru yang
berasal dari luar keluarga itu pun tidak berkembang secara objektif dan tidak bisa memberi kontribusi terbaik
buat perusahaan.
Hal ini biasa terjadi di budaya Asia. Karena merasa berutang budi kepada anggota keluarga yang
membawanya masuk, dia berkewajiban untuk “membalas” budi. Bila aspek ini tidak terkelola dengan baik, akan
terjadi konflik antara beberapa kelompok di perusahaan sehingga fokus perusahaan pun menjadi kacau.
Isu yang lebih krusial adalah apabila budaya perusahaan keluarga tidak transparan dan tidak memberi
kejelasan masa depan karier terhadap profesional yang non-anggota keluarga. Orang yang memiliki talenta yang
baik akan cenderung meninggalkan perusahaan keluarga karena merasa tidak memiliki kesempatan yang sama
dibandingkan dengan mereka yang masih satu keluarga.
Tantangan kelanjutan kelangsungan hidup perusahaan keluarga juga ditentukan dari apakah sang
founder mau merencanakan regenerasi dengan baik dan sistematik. Sering sekali, sang founder tahu regenerasi
pasti akan terjadi, tetapi tidak mau menghadapi kenyataan dan menyiapkan langkah-langkah untuk memuluskan
suksesi.
Ada mitos bahwa betapa pun berbakat dan mahirnya seorang anak perempuan, ia tidak akan pernah
mewarisi perusahaan keluarga. Meskipun ini hanyalah mitos, business founder perlu mendiskusikan masalah ini
secara serius dengan anggota keluarga dan memutuskan isu tersebut. Dengan demikian, si anak perempuan
mengetahui masa depannya di perusahaan keluarga tersebut. Bila memang diberi kesempatan yang setara
dengan saudara lelaki lainnya, dia pun akan melakukannya secara all out, termasuk memompa ide-ide
cemerlang untuk membawa perusahaan keluarga tersebut ke tingkat sukses berikutnya.
Bila sang founder tidak memberikan kejelasan, entah karena alasan apa pun, urusan sepele seperti ini
akan menyebabkan anak-anaknya menjadi saling sungkan dan tidak berkomitmen dalam memimpin perusahaan
tersebut. Gejala ini bisa dilihat dari tidak munculnya komando di dalam perusahaan. Semua generasi penerus
hanya bekerja secara rutin tanpa satu pun memunculkan terobosan untuk membawa perusahaan ke level sukses
Hanya perusahaan keluarga dengan carrier plan yang transparan
sajalah yang akan menarik talenta profesional terbaik
dan membuatnya betah berkarya di perusahaan itu.
yang lebih besar. Akhirnya sang founder, tetap saja menjadi pengambil keputusan utama dan merasa generasi
penerus tidak ada yang serius dan sanggup, apalagi siap mengambil alih tongkat kepemimpinan.
Sering kali business founder tidak merasa perlu memberikan penjelasan soal pembagian warisan karena
dalam hukum Negara yang sudah ada, undang undang yang secara adil mengatur pembagian warisan tersebut
setelah sang founder sudah tidak ada (kecuali di negara yang menganut hukum bahwa pembagian warisan bisa
diatur lewat wasiat). Namun, sebenarnya hal ini perlu dilakukan karena menyangkut pembagian warisan harta
tidak bergerak. Dari sisi perusahaan, ada nilai intangible di dalamnya yang nilainya di masa depan akan sangat
tergantung kepada pengelolaan dan perkembangan perusahaan tersebut.
Untuk warisan yang bersifat perusahaan, jumlah warisan sudah direfleksikan dalam jumlah saham yang
diwariskan kepada masing-masing anak. Apalagi bila ada banyak perusahaan, biasanya saham mayoritas setiap
perusahaan dibagikan kepada anak yang menjalankan perusahaan, sisanya kepada anak yang lain. Dengan
demikian diharapkan ada kontrol silang akan berjalannya perusahaan tersebut.
Sering terjadi sesuai tradisi keluarga bahwa anak perempuan tidak mendapat alokasi saham (kalaupun
ada biasanya jumlahnya tidak besar) perusahaan, tetapi lebih berupa harta bergerak dalam bentuk tunai ataupun
perhiasan secara lumpsum.
Adil bisa ditinjau dari segi logika, namun unsur emosilah yang menjadi penentu. Sebelum persepsi adil
itu diciptakan di perusahaan keluarga, sang business founder perlu menentukan kebijakan. Inilah langkah yang
paling tepat karena business founder itulah yang memulai perusahaan dari awal sehingga ia memiliki hak
prerogratif atas hal tersebut.
Karena soal warisan sudah diatur oleh undang-undang negara, kebijakan dasar atas pembagian
“warisan” lebih menyentuh isu saham ataupun pengalihan nama atas properti tertentu sebelum business founder
meninggal—dan ini sangatlah dipengaruhi oleh budaya yang dianut sang founder. Bisa saja sesuatu yang
dianggap tidak adil secara matematis atau logis akan menjadi adil setelah dijelaskan dasarnya. Jadi, selama sang
business founder bisa menentukan kebijaksanaan yang jelas dan diumumkan kepada semua anggota keluarga,
semua itu sah. Itulah yang menjadi cetak biru dalam pembagian “warisan” perusahaan keluarga.
Rumor sampai hasutan akan muncul dan berkembang kalau kepemimpinan sang business founder
tidaklah kuat dan gampang dipengaruhi oleh pihak-pihak di sekitarnya. Sebaliknya, kepemimpinan yang kokoh
akan tetap tegak menghadapi semua hasutan dan kekompakan bisnis keluarga tidak akan terpengaruh.
Kejelasan rencana regenerasi itu mutlak perlu dilakukan
untuk menjamin terwujudnya kepemimpinan
generasi berikutnya dalam suasana keluarga yang tetap harmonis.
Biasanya dalam proses membangun bisnis keluarga, pasti ada anggota keluarga yang telah berjasa
bahkan menjadi tangan kanan sang founder. Dengan hubungan keluarga yang masih sangat dekat, sering kali
anggota keluarga tersebut menjadi salah satu pengambil keputusan atas pembagian otoritas dan saham dalam
perusahaan keluarga. Inilah yang terkadang menjadi hambatan dan cikal bakal timbulnya rumor tak sehat.
Faktor kecemburuan pun bisa muncul kalau tidak ada kebijakan yang jelas dan diumumkan kepada
semua anggota keluarga. Keputusan yang diambil akan terkesan hanya berdasarkan nepotisme belaka.
Semua ini berpulang kepada kekokohan kepemimpinan sang business founder yang diperkuat oleh
sistem yang telah diberlakukan dalam perusahaan. Bila sistem perusahaan sudah dibentuk, hal-hal yang
menyangkut faktor emosi akan jauh lebih mudah diselesaikan. Jalannya perusahaan pun tidak akan terpengaruh
oleh riak hubungan keluarga tersebut.