standar pelayanan fisioterapi

25
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN R.I NOMOR : TENTANG STANDAR PELAYANAN FISIOTERAPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem Kesehatan Nasional 2012merumuskan bahwa pembangunan nasional bidang kesehatan bertujuan tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan diselenggarakan oleh semua komponen bangsa, baik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha, dan lembaga swasta secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya melalui prinsip-prinsip perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian masyarakat, adil dan merata, serta pengutamaan manfaat. Hasil pembangunan kesehatan nasional menunjukkan perbaikan pada berbagai indikator, seperti peningkatan umur harapan hidup, penurunan angka kematian ibu karena proses maternal, penurunan angka kematian bayi, dan sebagainya.Namun demikian masih ada permasalahan yakni adanya disparitas derajat kesehatan, dan beban ganda 1

Upload: dyandrafa

Post on 05-Feb-2016

912 views

Category:

Documents


106 download

DESCRIPTION

h

TRANSCRIPT

Page 1: Standar Pelayanan Fisioterapi

LAMPIRANPERATURAN MENTERI KESEHATAN R.INOMOR :TENTANG STANDAR PELAYANAN FISIOTERAPI

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangSistem Kesehatan Nasional 2012merumuskan bahwa pembangunan

nasional bidang kesehatan bertujuan tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan diselenggarakan oleh semua komponen bangsa, baik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha, dan lembaga swasta secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya melalui prinsip-prinsip perikemanusiaan, pemberdayaan dan kemandirian masyarakat, adil dan merata, serta pengutamaan manfaat.

Hasil pembangunan kesehatan nasional menunjukkan perbaikan pada berbagai indikator, seperti peningkatan umur harapan hidup, penurunan angka kematian ibu karena proses maternal, penurunan angka kematian bayi, dan sebagainya.Namun demikian masih ada permasalahan yakni adanya disparitas derajat kesehatan, dan beban ganda penyakit yakni makin meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular (Non Communicable Disesase), sementara angka penyakit menular masih tinggi. Begitu pula dengan masalah disabilitas yang membutuhkan perhatian yang lebih besar.

Dibanding 2007, riset kesehatan dasar 2013 menunjukkan fenomena kenaikan prevalensi penyakit tidak menular, antara lain : sendi

1

Page 2: Standar Pelayanan Fisioterapi

(24,7 %), cedera (8,2 %), asma (4,5 %), PPOK (3,7 %), DM (2,1 %), hipertensi (9,5 %), jantung koroner (1,5 %), gagal jantung (0,3 %), stroke (12,1 ‰). Hal ini antara lain diakibatkan kurang gerak, pola hidup yang serba duduk (sedentary living), dan kecelakaan akibat kerja.

Globalisasi dalam pelayanan kesehatan merupakan suatu keniscayaan yang mau tidak mau harus kita hadapi, karena ketika kita menghindar dari globalisasi, disaat itu pula kita akan tertinggal dan tereliminasi dari sebuah proses sosial yang berjalan. Demikian pula halnya akreditasi pelayanan kesehatan yang mengalami perubahan dan penyesuaian dari waktu ke waktu.

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (physics, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, dan komunikasi.

Saat ini pelayanan fisioterapi tidak saja dapat diakses pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat sekunder dan tersier, namun sudah dapat dijumpai pada bebarapa fasilitas pelayanan kesehatan tingkat primer/Puskesmas (Data Dasar Puskesmas 2013) dan berbagai praktik mandiri. Hal ini tentu membutuhkan pengaturan dan penyesuaian agar aksesibilitas dan mutu pelayanan fisioterapi dapat memenuhi kebutuhan masyarakat sekaligus memenuhi tuntutan perkembangan pelayanan kesehatan khususnya akreditasi.Oleh karena itu untuk menjawab hal tersebut, dibutuhkanadanya penyesuaian terhadap standar pelayanan yang adaagar standar pelayanan tersebut lebih berfokus pada keselamatan pasien serta dimungkinkan untuk diaplikasikan menjadi

2

Page 3: Standar Pelayanan Fisioterapi

bagian dari pemenuhan akreditasi pada semua tingkat fasilitas pelayanan kesehatan.

B. Tujuan1. Umum

Standar pelayanan fisioterapi ini dibutuhkan agar pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan lebih baik sesuai dengan perkembangan pelayanan kesehatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan fisioterapi yang aman, terjangkau, bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan.

2. Khususa. Sebagai acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan tingkat

primer/praktik mandiri, sekunder, maupun tersier, sertafasilitas kesehatan lainnya dalam penyelenggaraan pelayanan fisioterapi

b. Sebagai acuan bagi para fisioterapis dalam penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan

c. Sebagai acuan bagi berbagai pihak dan/atau tenaga kesehatan lainnya dalam rangka koordinasi pelayanan yang paripurna

d. Sebagai acuan bagi pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam upaya pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan fisioterapi yang bermutu dan bertanggung jawab.

e. Sebagai acuan bagi upaya pemenuhan akreditasi pada fasilitas pelayanan kesehatan.

C. Ruang LingkupHal-hal yang diatur dalam standar pelayanan fisioterapi di Indonesia ini yaitu pelayanan berfokus pada pasien meliputi; tingkat dan cakupan pelayanan, akses, hak pasien dan keluarga, asuhan klinis fisioterapi,pengorganisasian meliputi; struktur, kepemimpinan dan pengarahan, peningkatan mutu dan keselamatan pasien, pencegahan dan

3

Page 4: Standar Pelayanan Fisioterapi

pengendalian infeksi, kualifikasi dan pendidikan staf, serta sarana, prasarana dan alat.

D. SasaranSasaran penerapan standar pelayanan fisioterapi ini adalahfasilitas pelayanan kesehatan baik primer/praktik mandiri, sekunder, maupun tersier, dan/ataufasilitas pelayanan kesehatan lainnya, pemerintah, pemerintah daerah/Dinas Kesehatan,para fisioterapis dan profesional kesehatan lainnya, serta masyarakat termasuk organisasi profesi terkait.

BAB IIPELAYANAN BERFOKUS PADA PASIEN

A. Tingkat dan Cakupan PelayananPelayanan fisioterapi ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan,mencakupdan tidak terbatas pada kasus muskuloskeletal, neuromuskuler, kardiopulmonal/respirasi, cedera olahraga, tumbuh kembang, integumen, kesehatan wanita, kesehatan masyarakat dan sebagainya, pada fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun rujukan.A.1. Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan

kesehatan rumah sakit mencakup tidak terbatas pada area rawat inap, rawat jalan, rawat intensif, klinik tumbuh kembang anak, klinik geriatri, unit stroke, klinik olahraga, dan/atau rehabilitasi.

A.2. Fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit umum memberikan pelayanan fisioterapi kepada individu dan/atau kelompok berupa pengembangan (promotif), pemeliharaan (preventif), pemulihan (kuratif dan rehabilitatif) bersifat umum secara berjenjang sesuai dengan kelas rumah sakit/fasilitas pelayanan kesehatannya.

A.3. Fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit khusus memberikan pelayanan fisioterapi kepada individu dan/atau kelompok berupa

4

Page 5: Standar Pelayanan Fisioterapi

pengembangan (promotif), pemeliharaan (preventif), pemulihan (kuratif dan rehabilitatif) bersifat khusus sesuai dengan kekhususan/keunggulan rumah sakit masing-masing.

A.4. Pelayanan fisioterapi di Fasilitas pelayanan kesehatan primer/Puskesmas memberikan pelayanan fisioterapi kepada individu dan/atau kelompokdengan pengutamaan bersifat pelayanan pengembangan dan pemeliharaan bidang gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan.

B. Akses PelayananPimpinan fasilitas pelayanan kesehatan/rumah sakit mempertimbangkan bahwa asuhan klinis fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan/rumah sakit merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para prefesional di bidang pelayanan kesehatan yang akan membangun kontinuitas pelayanan berfokus pada pasien.B.1. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan/rumah sakit membuat

kebijakan alurrujukan medis untuk pelayanan fisioterapi bagi pasien rawat inap yang mudah diakses langsung dan terbuka oleh semuaDokter Penanggung Jawab Pelayanan (lampiran 1)

B.2. Pimpinan rumah sakit membuat kebijakan alur pelayanan fisioterapi rawat jalan baik dengan atau tanpa rujukan medis, terbuka akses bagi masyarakat/pengguna dansemua dokter/dokter spesialis, dokter gigi/dokter gigi spesialis, termasuk dan tidak terbatas pada dokter keluarga dan/atau profesional lainnya, yang memungkinkan pasien atau klien untuk mendapatkan pelayanan sesuai yang dinginkan secara efektif dan efisien (lampiran 2)

B.3. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan/rumah sakit membuat kebijakan alur rujukan pelayanan fisioterapi baik secara internal maupun eksternal bagi pasien/klien rawat inap dan/atau rawat jalan fisioterapi, termasuk alur rujukan pada fasilitas pelayanan fisioterapi terdekat yang mudah diakses oleh pasien/klien dan keluarganya.

5

Page 6: Standar Pelayanan Fisioterapi

B.4. Apabila pasien/klien menolak pelayanan fisioterapi dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan/rumah sakit tidak memiliki kemampuan pelayanan fisioterapi yang diinginkan, ada mekanisme alur untuk merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan/rumah sakit lain disertai dengan surat keterangan/catatan klinis fisioterapi yang ditandatangani oleh fisioterapis bersangkutan.

B.5. Kebijakan akses/alurpelayanan fisioterapi sebagaimana dimaksud tertuang dalam standar prosedur operasional (SPO) yang ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan/rumah sakit, dan diimplementasikan dalam diagram alur yang mudah dilihat/diakses oleh pengguna dan/atau masyarakat.

C. Hak Pasien dan keluargaFisioterapis menghormati kebutuhan pasien dan keluarga yang berkaitan dengan pelayanan fisioterapi yang dibutuhkan. Fisioterapis membangun kepercayaan dan komunikasi terbuka dengan pasien dan/atau keluarganya untuk memahami dan melindungi nilai-nilai budaya, psikososial serta nilai spiritual.C.1. Fisioterapis memahami kebijakan dan prosedur yang

berkaitan dengan hak pasien dan keluarga C.2. Fisioterapis menghormati hak Pasien dan keluarga untuk

mendapatkan informasi apa saja yang berhubungan dengan pelayanan fisioterapi yang diberikan, termasukinformasi sumber-sumber pelayanan fisioterapi yang dapat diakses dengan mudah oleh pasien jika membutuhkan pelayanan fisioterapi lanjutan.

C.3. Pasien dan keluarga yang tepat atau mereka yang berhak mengambil keputusan diikutsertakan dalam keputusan pelayanan dan proses fisioterapi, dan berhak menolak pemberian pelayanan/intervensi fisioterapi, atau meminta pelayanan fisioterapi di tempat lain/fasilitas pelayanan kesehatan lain, dan disediakan formulir penolakan/rujukannya.

6

Page 7: Standar Pelayanan Fisioterapi

D. Asuhan KlinisAsuhan klinis fisioterapi pada pasien/klien merupakan proses siklus kontinyu dan bersifat dinamis yang dilakukan oleh fisioterapis yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan, diintergrasikan dan dikoordinasikan dengan pelayanan lain yang terkait melalui rekam medis, sistem informasi dan sistem komunikasi yang efektif.

D.1. Assesmen pasienAssesmen fisioterapi meliputi ; pengumpulan informasi keadaan fisik, psikologis, sosial, dan riwayat kesehatan pasien; analisis informasi dan pemeriksaan gerak dan fungsi tubuh, termasuk pemeriksaan penunjang untuk mengidentifikasi gangguan/potensi gangguan gerak dan fungsi tubuh yang mengarahkan pada diagnosis fisioterapi. Pemeriksaan dan evaluasi dapat meliputi ; functional evaluation, orthotic evaluation, prosthetic evaluation, manual testing of muscle function, range of motion testing, measurement of limb lenght, body measurment, girth measurment, measurment of skull circumference, electromyography, other diagnostic physical therapy procedure (ICD-9-CM).D.1.1. Assesmen fisioterapi dilakukan oleh fisioterapis yang

memiliki kewenangan berdasarkan hasil kredensial/penilaian kompetensi fisioterapi yang ditetapkan oleh pimpinan fisioterapi.

D.1.2. Isi asesmen yang dilakukan oleh fisioterapis sekurang-kurangnya memuat data anamnesa yang meliputi identitas umum dan riwayat keluhan, sertapemeriksaan kapasitas fisik, gerak dan kemampuan fungsi tubuh, termasuk dan

7

Page 8: Standar Pelayanan Fisioterapi

tidak terbatas pada data pemeriksaan nyeri (jika ada), resiko jatuh, serta data pemeriksaan penunjang (jika ada).

D.1.3. Pemeriksaan penunjang sebagaimana dimaksud pada D.1.2, termasuk dan tidak terbatas pada pemeriksaan laboratorium dan foto rongent (sinar – x)

D.1.4. Hasil assesmen dituliskan pada lembar rekam medis pasien/klien baik pada lembar rekam medis terintegrasi dan/atau pada lembar kajian khusus fisioterapis.

D.2. Penegakan DiagnosisFisioterapiDiagnosis fisioterapi adalah suatu pernyataan yang mengambarkan keadaan multi dimensi pasien yang dihasilkan dari analisis hasil pemeriksaan dan pertimbangan klinis fisioterapi, yang dapat menunjukkan adanya disfungsi gerak/potensi disfungsi gerak mencakup gangguan/kelemahan fungsi tubuh, struktur tubuh, keterbatasan aktifitas dan hambatan bermasyarakat. Merupakan hasil proses kajian klinis yang bersifat dinamis mengarahkan fisioterapis dalam menetapkan prognosis dan strategi intervensi yang paling tepat bagi pasien/klien dan untuk memberikan informasi.D.2.1. Diagnosis fisioterapi dapat berupa adanya gangguan

dan/atau potensi gangguan gerak dan fungsi tubuh, gangguan struktur, keterbatasan aktifitas dan hambatan kepesertaan, kendala lingkungan dan faktor personal, berdasarkanInternational Classification of Functioning, Disability and Health (ICF) atau berdasarkan peraturan/pedoman yang berlaku.

D.2.2. Adanya kebijakan pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dalam mendukung proses penegakan diagnosis fisioterapiberupa informasi tambahan dari profesi lain.

8

Page 9: Standar Pelayanan Fisioterapi

D.2.3. Diagnosis fisioterapi dituliskan pada lembar rekam medis pasien baik pada lembar rekam medis terintegrasi dan/atau pada lembar kajian khusus fisioterapis

D.3. Perencanaan intervensiFisioterapis melakukan perencanaan intervensi fisioterapi berdasarkanhasil assesmen dan diagnosis fisioterapi, prognosis dan indikasi-kontra indikasi, memilih prosedur yang efektif-efisien dengan melibatkan pasien dan/atau keluarganya. D.3.1. Perencanaanintervensi setidaknya mengandung tujuan,

rencana penggunaan modalitas intervensi, dan dosis, serta diinformasikan/dikomunikasikan kepada pengguna/pasien.

D.3.2. Perencanaan intervensi berupa program latihan dan/atau program lain yang spesifik termasuk penggunaan modalitas alat fisioterapi yang dibuat berdasarkan assesmen dan diagnosis fisioterapi dengan melibatkan pasien dan/atau keluarganya sesuai dengan tingkat pemahamannya.

D.3.2. Intervensi berupa program latihan atau program lain yang spesifik, dibuat secara tertulis serta melibatkan pasien dan/atau keluarga sesuai dengan tingkat pemahamannya.

D.3.3. Program perencanaan intervensi dituliskan pada lembar rekam medis pasien baik pada lembar rekam medis terintegrasi dan/atau pada lembar kajian khusus fisioterapis, dapat dievaluasi kembali jika diperlukan dengan melibatkan pasien/keluarganya

D.4. IntervensiIntervensi fisioterapi berdasarkan evidence based, termasuk dan tidak terbatas pada kelompok-kelompok intervensi : physical therapy exercises, physical therapy musculoskeletal manipulation, physical thrapeutic procedure, skleletal traction

9

Page 10: Standar Pelayanan Fisioterapi

and other traction, immobilization, pressure, and attention to wound, osteopathic manipulative treatment, respiratory theraphy (ICD-9-CM, Code 93.1 - 93.6, and 93.9).D.4.1. Intervensi fisioterapi mengutamakan keselamatan

pasien/klien, dilakukan berdasarkan program perencanaan intevensi dan dapat dimodifikasi setelah dilakukan evaluasi serta pertimbangan teknis dengan melalui persetujuan pasien/klien dan/atau keluarganya terlebih dahulu.

D.4.2. Semua bentuk intervensi termasuk dan tidak terbatas pada teknologi fisioterapi dibuatkan kebijakan dalam bentuk prosedur baku yang ditandatangani dan disahkan oleh pimpinan rumah sakit/fasilitas pelayanan kesehatan.

D.4.3. Intervensi kusus berupa manipulasi/massage mempertimbangkan hak dan kenyamanan pasien dan keluarganya, dilakukan secara etik dengan fasilitas danruangan yang memadai.

D.4.4. Program intervensi dituliskan pada lembar rekam medis pasien baik pada lembar rekam medis terintegrasi dan/atau pada lembar kajian khusus fisioterapis

D.5. Evaluasi/Re-EvaluasiEvaluasi/re-evaluasi dilakukan oleh fisioterapis sesuai tujuan perencanaan intervensi yang dilakukan monitoring-evaluasi saat intervensi dan/atau setelah periode tertentu intervensi, serta didokumentasikan pada rekam medis.

D.5.1. Hasil evaluasi/re-evaluasi dapat berupa kesimpulan, termasuk dan tidak terbatas pada rencana penghentian program atau merujuk pada dokter/profesional lain terkait.

10

Page 11: Standar Pelayanan Fisioterapi

D.5.2. Kewenangan melakukan evaluasi/re-evaluasi diberikan berdasarkan hasil kredensial fisioterapi yang ditetapkan oleh pimpinan fisioterapis.

D.5.3. Hasil evaluasi/re-evaluasi dituliskan pada lembar rekam medis pasien baik pada lembar rekam medis terintegrasi maupun pada lembar kajian khusus fisioterapis

D.6. Rekam Medik FisioterapiPimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan penyelenggara pelayanan fisioterapi memperhatikan pentingnya dokumentasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam pelayanan fisioterapi yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan.D.6.1. Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan

kesehatan didukung rekam medik fisioterapi berupa formulir-formulir asesmen ceklist dan formulir lain yang diangggap perlu.

D.6.2. Isi dokumentasi rekam medis fisioterapi sekurang-kurangnya memuat data umum pasien/klien, data hasil pemeriksaan kapasitas gerak dan fungsi tubuh, diagnosa fisioterapi/problematik gangguan gerak dan fungsi, intervensi, hasil evaluasi, termasuk identitas fisioterapis, maupun identitas perujuk (jika ada).

D.6.2. Dokumentasi fisioterapi dituliskan dalam rekam medis dan dapat diakses oleh profesional kesehatan lain/terintegrasi, termasuk dan tidak terbatas pada formulir-formulir spesifik/kajian khusus fisioterapi yang diperlukan dan disepakati.

D.7 Komunikasi dan EdukasiPenyelenggara pelayanan fisioterapi seyogyanya menjadikan komunikasi dan edukasi kepada pasien dan keluarganya, profesional lain terkait, serta masyarakat, sebagai bagian dari proses pelayanan fisioterapiberkualitas yang berfokus pada pasien.

11

Page 12: Standar Pelayanan Fisioterapi

D.7.1. Fisioterapis memiliki dan menggunakan identitas resmi yang mudah dilihat dan dipahami oleh pasien dan/atau keluarganya serta para pemangku kepentingan sebagai bagian dari identitas profesi.

D.7.2. Fisioterapis memperkenalkan diri dan memberikan informasi mengenai kondisi pasien/klien serta rencana tindakan/intervensi, termasuk komunikasi terapeutik pada pasien dan/atau keluarganya.

D.7.3. Fisioterapi melakukan komunikasi dan informasi dengan pihak lain terkait kesepahaman dan kesepakatan programpelayanan pasien termasuk dengan penjamin dan institusi perujuk (jika ada).

D.7.4. Bila ditemukan hal-hal di luar kompetensi, pengetahuan, pengalaman atau keahlian, fisioterapis yang berwenang merujuk pasien/klien kepada profesi lain yang tepat dengan disertai catatan klinis fisioterapi.

D.7.5. Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan, didukung media komunikasi dan edukasi agar proses pelayanan berlangsung sesuai dengan tujuan, termasuk media edukasi berupa leaflet/brosur yang diperlukan.

BAB IIIPENGORGANISASIAN

A. Struktur, Kepemimpinan, dan PengarahanSebagaimana pelayanan kesehatan pada umumnya, pelayanan fisioterapi dikelola secara struktural dan fungsional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pelayanan fisioterapi dan disesuaikan dengan peraturan yang ada, mengarahkan peningkatan mutu pelayanan berfokus pada pasien, dibuat kebijakan dalam bentuk standar prosedur operasional (SPO) dan petunjuk teknis,

12

Page 13: Standar Pelayanan Fisioterapi

termasuk dan tidak terbatas pada kebijakan pengorganisasian.Secara fungsional diatur sebagai staf fungsional sesuai kebutuhan dan daya dukung yang ada.A.1. Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di rumah sakit dan/atau

fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang lebih kompleks dikelola dalam suatu ogranisasi bersifat struktural dan/atau fungsional yang dapat berdiri sendiri atau tergabung dengan pelayanan kesehatan lain sejenis sesuai dengan kompleksitas/kebutuhan pelayanan.

A.2. Organisasi pelayanan fisioterapi memiliki struktur, pola ketenagaan, penilaian kinerja, pedoman pelayanan, SPO, termasuk rencana kerja tahunan/lima tahunan, bukti pelaksanaan, laporan bulanan, bukti rapat, program orientasi, serta program pengembangan pelayanan dan SDM.

A.3. Struktur organisasi pelayanan fisioterapi sekurang-kurangnya terdiri dari unsur pimpinan, pelaksana, dan staf penunjang/administrasi, dibuat sejelas mungkin menggambarkan tugas dan fungsi serta pembagian kewenangan masing-masing personil dalam manajemen pelayanan fisioterapi dengan mempertimbangkan rencana pengembangan pelayanan kekhususan/unggulan.

A.4. Pimpinan organisasi pelayanan fisioterapi sekurang-kurangnya berpendidikan profesi dan memiliki kecakapan manajemen dalam memimpin dan mengarahkan anggotanya untuk meningkatkan mutu pelayanan dan mampu berkomunikasi baik internal maupun eksternal

A.5. Pimpinan organisasi pelayanan fisioterapi bertanggungjawab langsung kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan/direktur pelayanan,terkait upaya peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien berdasarkan peraturan perundang-undangan, terlibat aktif dalam perencanaan pengembangan pelayanan fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk perencanaan anggaran dan sistem biaya/tarif pelayanan.

13

Page 14: Standar Pelayanan Fisioterapi

B. Peningkatan Mutu dan Keselamatan PasienUpaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien dalam penyelenggaraan pelayanan fisioterapi harus dilakukan secara terus menerus dan berkala merujuk pada pengelolaan keseluruhan manajemen mutu rumah sakit/fasilitas pelayanan kesehatan dengan pengawasan dari komite perbaikan mutu dan keselamatan pasien. Upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien fisioterapi sekurangnya meliputi 3 (tiga) aspek yaitu kepuasan pasien/pelanggan fisioterapi, pengendalian kesalahan tindakan/intervensi fisioterapi, dan pengendalian angka kejadian drop out pasien.B.1. B.2. Pimpinan/penanggungjawab pelayanan fisioterapi harus

mendapatkan pendidikan/pelatihan terkait mutu dan keselamatan pasien yang difasilitasi oleh fasilitas pelayanan kesehatan dimana pelayanan fisioterapi terselenggara.

B.3. Mutu dan keselamatan pasien harus selalu tertanam dalam setiap kegiatan pelayanan fisioterapi, baik pada proses asuhan klinis maupun pada proses menajerial, yang dipahami seluruh staf/anggota.

B.4. Untuk menjamin pengawasan mutu pelayanan fisioterapi dan keselamatan pasien, dapat dibentuk suatu komite/sub komite pelayanan fisioterapi dibawah suatu wadah komite pelayanan.

C. Pencegahan dan Pengendalian InfeksiPencegahan dan pengendalian infeksi dalam penyelenggaraan pelayanan fisioterapi harus dilakukan secara terus menerus dan berkala merujuk pada pengelolaan keseluruhan manajemen mutu rumah sakit/fasilitas pelayanan kesehatan dengan pengawasan dari komite perbaikan mutu dan keselamatan pasienC.1. Pimpinan/penanggungjawab pelayanan fisioterapi terlibat aktif

dalam program penyusunan kebijakan fasilitas pelayanan kesehatan

14

Page 15: Standar Pelayanan Fisioterapi

terkait upaya pencegahan dan pengendalian infeksi dan mensosialisasikannya pada anggota pelaksana dan/atau staf.

C.2. Pada area tertentu/rawat inap yang memiliki resiko terjadinya infeksi, pelayanan fisioterapi didukung dengan prosedur baku yang disahkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan/rumah sakit.

C.3. Tersedia fasilitas pencegahan dan pengendalian infeksi dengan jumlah yang cukup di semua area/ruang pelayanan fisioterapi, termasuk dan tidak terbatas pada fasilitas cuci tangan, serta ditaati penggunaannya oleh semua personel pelayanan yang terlibat.

D. Kualifikasi dan Pendidikan StafUntuk meningkatkan kinerja dan mutu pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan seyogyanya mempertimbangkan kebutuhan kualifikasifisioterapis yang sesuai dalam memenuhi SDM fisioterapiberdasarkan analisis beban kerja dan perundangan yang mengatur pelayanan fisioterapi,termasukdan tidak terbatas pada memberikan kesempatan bagi fisioterapis dan staf untuk belajar dan mengembangkan kompetensi dan profesionalismenya sesuai dengan rencana pengembangan pelayanannya.D.1. Pimpinan rumah sakit/fasilitas pelayanan kesehatan melakukan

rekruitmen fisioterapis berdasarkan peraturan perundangan yang mengatur pelayanan fisioterapi dan/atau rekomendasi dari pimpinan/ kepala unit pelayanan fisioterapi terkait jumlah, kompetensi, kualifikasi pendidikan dan keterampilan fisioterapis yang dibutuhkan.

D.2. Fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit umum penyelenggara pelayanan fisioterapi sesuai dengan kelas dan kompleksitas pelayanannya, sekurangnya memiliki fisioterapis dengan kualifikasi profesiserta fisioterapis kualifikasi lainnya/ahli madya dengan perbandingan jumlah 1 : 3/memenuhi analisis beban kerja/rasio pelayanan.

15

Page 16: Standar Pelayanan Fisioterapi

D.3. Fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit khususpenyelenggara pelayanan fisioterapi, setidaknya memiliki fisioterapis dengan kualifikasi profesi yang masing-masing memiliki kompetensi kasus/bidang tertentu (muskuloskeletal, neuromuskuler, pediatri, dsb) sesuai dengan kekhususan fasilitas pelayanan kesehatannya, serta memiliki fisioterapis kualifikasi lainnya/ahli madya dengan perbandingan jumlah 1 : 3/memenuhi analisis beban kerja/rasio pelayanan.

D.4. Fisioterapis pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat primer/Puskesmas sekurangnya memiliki kompetensi yang memadai dalam berkomunikasi dengan masyarakat dan profesi lain, memiliki keahlian dalam upaya promotif dan preventif bidang fisioterapi, serta setidaknya mengelola beberapa individu dan/atau 1 (satu) kelompok dalam upaya promotif atau preventif bidang gerak dan fungsi tubuh sepanjanag rentang kehidupan.

D.5. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan bertanggungjawab terhadap kebutuhan kulaifikasi fisioterapis yang sesuai, termasuk pada kebutuhan pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan dalam pengembangan pelayanan.

BAB IVMANAJEMEN SARANA, PRASARANA, DAN ALAT

A. SaranaTersedianya sarana memadai dengan kualitas baik sangat dibutuhkan setiap organisasi pelayanan. Fasilitas pelayanan kesehatan penyelenggara pelayanan fisioterapi seyogyanya menyediakan sarana memadai dan memenuhi aspek kemudahandan keselamatan (safety)pengguna/masyarakat agar pelayanan fisioterapi berjalan secara aman, dan optimal.

16

Page 17: Standar Pelayanan Fisioterapi

A.1. Lokasi gedung/bangunan tempat penyelenggaraan pelayanan/poli fisioterapi rawat jalan, terletak dekat dengan loket pendaftaran, memperhatikan kemudahan akses untuk mencapai lokasi bagi pasien rawat jalan maupun rawat inap, dengan petunjuk arah yang mudah terlihat/dipahami.

A.2. Gedung/ruang pelayanan fisioterapi rawat jalan harus didesain memenuhi prinsip-prinsip keselamatan dan kemudahan akses bagi difabel (penyandang disabilitas) serta kemudahan akses bagi pasien rawat inap yang akan dilakukan intervensi pada unit pelayanan fisioterapi rawat jalan.

A.3. Penyelenggaraan pelayanan/poli fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit, setidaknya memiliki ruang asesmen/pemeriksaan fisioterapi yang memadai, ruang tunggu pasien/klien, ruang diskusi fisioterapis, ruang intervensi fisioterapi, termasuk dan tidak terbatas pada ruang latihan individu maupun kelompok (gymnatium), ruang administrasi, dan ruang alat.

A.4. Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan, didukung sarana mebelair sesuai kebutuhan pelayanan serta diupayakan pemeliharaannya secara berkala untuk memnuhi aspek keselamatan.

B. PrasaranaTersedianya prasarana dengan jumlah yang cukup dan kualitas yang baik sangat dibutuhkan dalam menunjang organisasi pelayanan. Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan didukung jumlah prasarana yang cukupdengan kualitas yang baik agar pelayanan fisioterapi berjalan secara optimal.B.1. Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi harus didukung pengelolaan

administrasi dengan kelengkapan sarana alat tulis manual dan elektronik (komputer) yang memadai baik secara jumlah maupun kualitasnya.

17

Page 18: Standar Pelayanan Fisioterapi

B.2. Tersedianya formulir rekam medis fisioterapi yang dibutuhkan, termasuk dan tidak terbatas pada formulir pemeriksaan kekuatan otot (manual muscle test).

B.3. Fasilitas pelayanan kesehatan menyediakan media informasi yang cukup, baik cetak dan/atau elektronik untuk menunjang kebutuhan pelayanan fisioterapi maupun sebagai upaya meningkatkan kualitas/kompetensi sumber daya manusia.

B.4. Penyelenggaraan pelayanan fisioterapi harus didukung daya listrik yang sesuaikebutuhan dan peralatan yang dipergunakan, dan harus menggunakan stabilisator untuk menjamin kestabilan tegangan dan keamanan peralatan elektroterapeutis yang digunakan.

C. AlatPenyelenggaraan pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan didukung fasilitas peralatan yang memenuhi jenis, jumlah, dan kualitas sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan pelayananC.1. Setiap penyelenggara pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan

kesehatan setidaknya tersedia jenis peralatan pemeriksaan, uji dan pengukuran berupa ; stetoskop, tensimeter, goniometer/alat pemeriksaan lingkup gerak sendi (Ring of Motion), meteran gulung, static cycle, reflex hammer set, timbangan, cermin sikap dan/atau alat peraga.

C.2. Penyelenggara pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit, setidaknya tersedia jenis peralatan intervensi/tindakan fisioterapi berupa peralatan elektroterapi(short wave dyathermy, micro wave dyathermy, ultrasound therapy, Transcutaneus Electrical Nerves Stimulation/TENS), peralatan aktinoterapi (infra red radiation), peralatan mekanoterapi, peralatan pendukung terapi latihan baik individu maupun kelompok,alat edukasi, peralatan pendukung terapi manual, termasuk dan tidak terbatas pada bed/tempat tidur yang sesuai.

18

Page 19: Standar Pelayanan Fisioterapi

C.3. Pemenuhan kebutuhan jumlah peralatan fisioterapi disesuaikan dengan klasifikasi rumah sakit/fasilitas pelayanan kesehatan dengan pertimbangan utilisasi dan jenis pelayanan yang tersedia.

C.4. Peralatan elektroterapeutis dan peralatan lain yang perlu, harusdilakukan uji fungsi dan kalibrasisecara berkala oleh pihak terkait/yang berwenang, serta dibuatkan prosedur penghapusan (recall) sehingga tidak mengganggu pelayanan.

BAB VPENUTUP

Disparitas derajat kesehatan, dan beban ganda penyakit, yakni makin meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular (Non Communicable Disesase) sementara angka penyakit menular masih tinggi menjadi permasalahan serius, begitu pula dengan disabilitas yang membutuhkan perhatian dan kerjasama berbagai pihak. Terlebih sebagai anggota dari masyarakat dunia, Indonesia tak bisa terelakkan dari pengaruh globalisasi, termasuk bidang kesehatan.

Standar atau kriteria minimal yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pelayanan fisioterapi di fasilitas pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit dan Puskesmas penting menjadi bagian tak terpisahkan dalam standar minimal pelayanan serta menjadi bagian dari penilaian akreditasi fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri agar selaras dengan semangat peningkatan mutu dan aksesibilitas pelayanan kesehatan.Dalam penerapannya, standar pelayanan ini memperhatikan desentralisasi bidang kesehatan, dan dapat dikembangkan serta dievaluasi sesuai dengan situasi dan kebutuhan yang terus bergerak. Untuk itu, keterlibatan semua pihak termasuk organisasi profesi amatlah diperlukan.

19