spritualitas guru

2

Click here to load reader

Upload: yudhi-priyatna-sitompul

Post on 19-Feb-2016

10 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Guru:panggilan atau profesi?

TRANSCRIPT

Page 1: Spritualitas Guru

GURU: ANTARA PANGGILAN DAN PILIHAN(Spiritualitas Guru)

Sudah lebih dari lima belas tahun aku mengajar. Tidak banyak perubahan yang berarti dalam hidupku. Aku masih tetap hidup pas-pasan. Ketiga anakku sudah menginjak masa remaja. Diam-diam aku mendambakkan bahwa satu dari kedua anak lelakiku ada yang tertarik untuk menjadi imam. Tetapi, aku tidak mau memaksakan keinginanku.

Aku ingat di masa kecilku ibuku selalu mengajarkan dua kebijaksanaan yang penting dalam hidup ini. Pertama : kalau tidak tahu tanya. Dan, yang kedua : jangan mengadili orang lain. Dua hal itulah yang akan menjamin hidup ini penuh dengan kedamaian. Dari keduanya yang paling sulit adalah yang terakhir. Rasanya hampir tidak mungkin untuk meniadakan segala prasangka terhadap orang lain. Setiap kali aku beristirahat di ruang guru pembicaraan yang hampir selalu terdengar adalah ngrasani orang lain. Bu Ani itu memang cerewet orangnya atau Pak Bayu itu memang orang yang tidak bisa diandalkan, dan masih banyak ungkapan-ungkapan lainnya. Yang paling banyak dirasani (diomong-red) adalah Bapak Kepala Sekolah. Mulai dari mobil barunya sampai ke dugaan bahwa dia punya istri simpanan dan lain sebagainya.

Pada suatu sore aku diminta oleh bapak Kepala Sekolah untuk mampir ke rumahnya. Aku mengayuh sepedaku tanpa semangat. Pikiranku dipenuhi dengan dugaan-dugaan yang bermacam-macam tentang maksud dia mengundangku untuk mampir ke rumahnya. Omongan-omongan negatif tentang dia yang kudengar di ruang guru memenuhi benakku.

Dalam perjalanan aku melewati rumah Bu Slamet, seorang janda tua yang baru saja mengalami stroke sehingga dia menderita lumpuh sebelah. Dari jauh kulihat Bu Slamet berdiri di pintu rumahnya sambil melambaikan tangan memanggilku. “Ada apa Bu?” tanyaku sambil membelokkan sepedaku ke arahnya. “Pak Guru Tulus, apa bisa minta tolong mengantar cucu saya ini ke puskesmas? Dia demam dan saya tidak bisa mengantarnya sendiri.” Sejenak aku melirik ke arah seorang anak perempuan kecil berumur kurang lebih 9 tahun yang memang kelihatan lemah dan sakit. Aku berpikir sejenak. Jarak ke puskesmas itu agak jauh dari tempat tujuanku. Akan tetapi, tidak apalah kalau kuantar anak ini dulu ke sana. “Baik, Bu” sahutku pendek. Kunaikan anak perempuan itu di boncengan sepedaku dan kuminta dia berpegang erat-erat. Lalu kami berangkat.

Di tengah jalan anak perempuan itu bertanya : “Apakah Bapak ini Tuhan?” Aku terkejut mendengar pertanyaan aneh itu. “Bukan”, jawabku pendek. “Kalau begitu, apa Bapak bekerja untuk Tuhan?” tanyanya lagi. Aku semakin penasaran. “Mengapa engkau bertanya demikian, Nak?” “Soalnya, tadi aku mendengar Nenek berdoa, mohon supaya Tuhan mengantarkan saya ke puskesmas. Dan, Bapaklah yang kemudian datang.” “Oh begitu, jawabku geli. Tetapi, kemudian aku berdiam diri sejenak menyadari pertanyaan tadi : apakah benar aku bekerja untuk Tuhan? Apa yang sebetulnya sedang kulakukan saat ini? “Ya, Nak, aku sedang bekerja untuk Tuhan,” jawabku lirih.

Page 2: Spritualitas Guru

Permenungan :

Kita sering tidak mampu mendengar panggilan Tuhan karena terlalu sibuk dengan pikiran-pikiran dan prasangka-prasangka kita sendiri. Pak Tulus dibangunkan dari prasangka-prasangkanya oleh sebuah pertanyaan sederhana,”Apakah Bapak bekerja untuk Tuhan?” Kita tidak bisa bekerja untuk Tuhan apabila hati dan pikiran kita dipenuhi dengan prasangka dan pengadilan terhadap orang-orang di sekitar kita.

Dikutip dari Pak Guru Tulus, Kanisius.Spiritualias Guru; Tulus, Lurus dan Kudus