sound level meter

Upload: kazouki-ryusa

Post on 20-Jul-2015

495 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

SOUND LEVEL METER

TUJUAN a. Dapat menghasilkan alat yang dapat mengukur tingkat kebisingan dari suatu keadaan. b. Dapat menerapkan sound level meter dalam mengatur tingkat kebisingan. RANCANGAN Rangkaian ini dapat digunakan untuk mengecek tingkat suara. Penentuan ukuran tekanan suara sangat dibutuhkan dalam pengaturan sistem home teater dalam pengujian channel pada posisi yang berbeda dari ruangan. Rangkaian ini berdasarkan pada penguatan non inverting pada Op-Amp CA 3140. Suara di input melalui microphone kondensor yang akan diperkuat dengan IC1 dan diralat oleh jembatan dioda D1 yang dihubungkan ke FSD meter. Penyimpangan pada FSD meter akan proporsional pada tekanan dari suara yang masuk melalui microphone.

Skema rangkaian sound level meter Catatan: 1. Dioda bridge yang digunakan 1 A, atau dapat menggunakan empat buah dioda 1N4007. 2. Rangkaian dihubungkan dengan menggunakan daya baterai 9V. 3. Diperlukan uji suara pada awal pengujian microphone agar dapat menstabilkan input saat masuk ke dalam rangkaian. 4. Saat dinyalakan FSD meter tidak dapat langsung mendeteksi suara yang dijadikan input. 5. Setelah stabil SLM akan menunjukkan noise atau tingkat suara untuk keadaan hening (angin berhembus), sehingga akan menunjukkan skala 10 dB untuk pengukuran di DC. Hal ini dianggap ambang batas pendengaran. 1

Pin IC CA3140 IC CA3140 diintegrasikan dengan rangkaian penguat operasional yang dikombinasikan antara keuntungan dari tegangan tinggi transistor PMOS dengan tegangan tinggi dari transistor bipolar pada chip tunggal monolithik.

Fitur: a. Impedansi input yang sangat tinggi (ZIN) -1.5T (Typ) b. Arus input sangat rendah (Il) -10pA (Typ) pada 15V c. Jangkauan tegangan input dengan common mode yang lebar (VlCR) berkisar 0.5V tegangan rail supply negatif d. Output Swing Complements Input Common Mode Range e. Replaces industri langsung Type 741 pada banyak aplikasi f. Penyesuaian Pb-Free Plus Anneal (RoHS Compliant). Jenis rangkaian lain yang menggunakan dioda LED yang memberikan atraksi dari pengaturan audio secara maksimal.

Daftar Alat pada skema 2: a. Q1 BC 558 PNP Transistor b. LED1-LED10 Standard LED atau LED Array c. R1, R3 1K 1/4W Resistor d. R2 10K 1/4W Resistor e. R4 100K 1/4W Resistor f. R5 1M 1/4W Resistor g. D1 1N4001 Silicon Diode 2 h. U1 LM3915 Audio Level IC i. MISC Board, Kabel, Socket untuk U1 j. C1 2.2uF 25V Electrolytic

Capacitor k. C2, C3 0.1uF Ceramic Disc

Capacitor

KAJIAN TEORITIS

2.1. Teori Kebisingan. 2.1.1. Pengertian Gelombang. Gelombang ditimbulkan oleh adanya pergeseran suatu bagian medium elastis dari kedudukan normalnya (Medium elastis adalah suatu medium yang dapat mengalami deformasi, contohnya air, udara). Karena sifat elastis medium, maka gangguan tersebut akan ditransmisikan dari suatu lapis ke lapis berikutnya. Pada udara contohnya dari kipas angin. Sebagai akibatnya, gangguan atau gelombang ini akan bergerak maju melalui medium tersebut, sedangkan medium itu sendiri tidak secara keseluruhan bergerak, air digerakkan sehingga timbul gelombang. Bila diperhatikan, maka terlihat bahwa sesungguhnya air bergerak sedikit ke atas dan bawah, serta ke depan dan ke belakang. Sedangkan gelombang mencapai objek, maka gelombang akan membuat objek bergerak, yang berarti gelombang memindahkan tenaga ke benda. Gelombang yang membutuhkan medium untuk perambatannya disebut gelombang mekanis, contohnya gelombag air, dan gelombang suara, sedangkan gelombang yang tidak membutuhkan medium untuk perambatannya disebut gelombang elektromagnetik, contohnya gelombang cahaya. Berdasarkan perambatannya gelombang mekanis terbagi dua yaitu gelombang transversal adalah gelombang yang terjadi apabila getaran partikelnya tegak lurus pada arah rambatan gelombang. Gelombang longitudinal adalah gelombang yang terjadi jika partikelnya bergetar atau bergerak sepanjang arah perambatan gelombang.

2.1.2. Terjadinya Bunyi. Bunyi terjadi karena adanya benda yang bergetar yang menimbulkan gesekan dengan zat di sekitarnya. Semua bunyi yang terjadi disekitar kita selalu berasal dari objek yang bergetar, mulai dari bunyi mangkok tukang bakso, bunyi kenderaan bermotor, bahkan suara manusia sendiri. Mangkok bakso berbunyi ketika dipukul oleh sendok, pukulan ini menyebabkan mangkok bergetar. Mesin kenderaan bermotor mengubah energi dari hasil pembakaran menjadi energi mekanis yang selanjutnya dipakai untuk menggerakkan kenderaan. Sumber getaran dapat berupa objek yang bergerak, dan dapat juga berupa udara yang bergerak. Contoh dari udara yang bergerak terjadi pada terompet yang ditiup.

3

Getaran atau gerakan objek atau udara tersebut kemudian menyentuh partikel zat yang ada di dekatnya. Zat itu berupa gas, cairan atau padatan, tergantung letak objek yang bergetar. Partikel zat yang pertama tersentuh (yang paling dekat dengan objek) akan meneruskan energi yang diterimanya ke partikel disebelahnya. Demikian seterusnya partikel-partikel zat akan saling bersentuhan sehingga membentukn rapatan dan regangan yang dapat digambarkan sebagai gelombang yang merambat. Oleh karena itu, keberadaan zat disekitar objek yang bergetar seringkali disebut sebagai sumber bunyi, telah berhenti bergetar, pada keadaan tertentu perambatan gelombangnya masih terus berjalan sampai pada keadaan tertenntu dari objek tersebuit. Rambatan gelombang bunyi disebabkan oleh lapisan perapatan dan peregangan partikelpartikel udara bergerak ke arah luar, yaitu karena penyimpangan tekanan. Ini sama dengan penyebaran gelombang air pada permukaan suatu kolam dari titik dimana batu dijatuhkan. Partikel-partikel udara yang meneruskan gelombang bunyi tidak berubah posisi normalnya.

2.1.3. Gelombang Bunyi. Gelombang bunyi dapat diukur dalam satuan panjang gelombang, frekuensi, dan kecepatan rambat. Mari kita tinjau satu-persatu. Panjang gelombng yang dinotasikan sebagai lambda ( ) adalah jarak antara dua titik pada posisi yang saling berurutan, misalnya jarak antara dua puncak gunung, atau jarak antara dua lembah. Panjang gelombang diukur dalam satuan meter (m) dan merupakan elemen yang menunjukkan kekuatan bunyi. Semakin panjang gelombangnya, semakin kuat pula bunyi tersebut, dalam arti, semakin jauh bunyi mampu merambat. Hal ini diperkuat oleh peneliti yang menunjukkan bahwa dalam medium udara, serapan udara pada bunyi dengan gelombang yang pendek (Templeton dan Saunders, 1987). Pada tingkat kecepatan rambat yang sama (dalam medium yang sama), bunyi dengan gelombang panjang identik dengan frekuensi rendah, dan sebaliknya. Gelombang longitudinal merupakan gelombang yang terdengar sebagai bunyi bila masuk ke telinga. Gelombang longitudinal yang masuk dan terdengar sebagai bunyi pada teliga manusia pada frekuensi 20 20.000 Hz atau disebut jangkauan suara yang dapat didengar (addible sound). Bunyi-bunyi yang muncul pada frekuensi dibawah 20 Hz disebut bunyi infrasonik, sedangkan yang muncul di atas 20.000 Hz disebut ultrasonik, dalam rentang 20 Hz sampai 20.000 Hz tersebut, bunyi masih dibedakan lagi menjadi bunyi-bunyi dengan frekuensi rendah (dibawah 1000 Hz), frekuensi sedang (1000 Hz sampai 4000 Hz) dan frekuensi tinggi (diatas 4000 Hz). Penelitian menunjukkan bahwa manusia lebih nyaman mendengarkan bunyi-bunyi dalam frekuensi rendah. (mediastika,Christina 2005). 4

Gelombang yang terdengar oleh telinga berasal dari tali tali yang bergetar (biola, pita suara manusia), kolom udara yang bergetar (orgel, clarinet), dan plat serta selaput yang bergetar (tambur, pengeras suara, mesin). Suara yang di hasilkan elemen tersebut bergetar ke depan dan merenggangkan udara sewaktu bergerak ke belakang. Udara kemudian mentransmisikan gangguan-gangguan yang ke luar dari sumber tersebut sebagai gelombang. Saat memasuki telinga, gelombang-gelombang ini menimbulkan sensasi bunyi.

1. Sumber Bunyi. Sumber bunyi adalah benda yang bergetar atau benda yang mendapat gangguan. Getaran dari benda itu merambat melalui zat penghantar sampai ke telinga. Benda yang bergetar adalah zat padat, zat cair dan zat gas. Demikian pula yang merupakan zat penghantar bunyi adalah zat padat, cair dan gas. Pada saat suatu benda dipukul, kita mendengar bunyi, air terjun kita dengar bunyinya, tetapi bunyinya berbeda dengan bunyi senar atau suling. Bunyi senar gitar enak di dengar dan bunyi yang demikian disebut nada. Bunyi alat-alat musik termasuk nada. Perbedaan bunyi itu termasuk nada atau bunyi biasa disebabkan oleh jenis getaran dari benda yang bergetar. Kalau getaran benda merupakan getaran selaras atau mendekati getaran selaras, maka bunyi yang dihasilkannya menjadi nada. Bunyi garfu tala dapat dikatakan murni sinusoidal seperti gambar 2.1a. Bunyi terompet tidak murni sinusoidal tetapi masih enak didengar (gambar 2.1b)

Gambar 2.1.Grafik dari nada

2. Keras-lemah dan tinggi-rendahnya bunyi. Keras bunyi (loudness) sangat dipengaruhi oleh sensasi yang ditimbulkan pada pendengaran seseorang. Jadi, bersifat subjektif, berbeda pada tiap-tiap orang, dan tidak dapat 5

diukur secara langsung dengan suatu alat, berbeda dengan intensitas bunyi yang objektif, dan dapat di ukur dengan alat. Keras bunyi bertambah jika intensitas meningkat, tetapi pertambahan ini tidak terjadi secara linier. Makin besar amplitudo suatu getaran, makin keras bunyi yang dihasilkannya. Hal ini sesuai dengan energi getaran E = k A (2.1) Dimana: E = energi getaran K = konstanta pegas A = Amplitudo Energi dari benda yang bergetar dirambatkan oleh bunyi melalui zat penghantar sampai ke telinga dan selaput telinga kita bergetar. Energi getaran bergantung pada amplitudo, juga bergantung pada frekuensi getaran. Energi getaran akan menentukan kesan pendengaran pada telinga yang normal. Makin besar energi getaran, makin kuat kesan pendengaran yang tertangkap oleh telinga.

3. Tingkat Intensitas. Intensitas adalah jumlah energi bunyi tiap detiknya menembus tegak lurus bidang seluas satu satuan luas. Karena luasnya daerah intensitas bunyi yang dapat diterima telinga manusia, penggunaan skala logaritma akan mempermudah pembacaan harga intensitas bunyi. Tingkat intensitas suara (L) dihitung dalam skala logaritmik yang dinyatakan dalam satuan bel atau decibel (dB). Hubungan antara intensitas (I) dengan tingkat intensitas suara dinyatakan dengan: L = 10 log (I / Io).(2.2) Dimana : L = Tingkat intensitas bunyi (sound pressure level) (dB) I = Intensitas suara (watt/m2) Io = Intensitas referensi, diambil dari batas pendengaran telinga manusia (watt/m2) Pada pengukuran intensitas bunyi dengan menggunakan tekanan, dikenal istilah sound pressure level (SPL), yaitu nilai yang menunjukkan perubahan tekanan di dalam udara karena adanya perambatan gelombang bunyi. SPL = 20 log P/Po(2.3) Dimana : SPL = Sound Pressure Level (SPL) P = tekanan dalam Pa atau bars ( 1 Pa = 10 bars) Po = tekanan acuan (20 Pa) 6

2.1.4. decibell (dB). Beberapa model pengukuran tingkat kekuatan bunyi yang telah dibahas pada bagian sebelumnya menunjukkan bahwa pada beberapa hal, pengukuran menjadi tidak nyaman dan sulit dilakukan karena menggunakan angka-angka yang terlalu kecil, demikian pula pengukuran tingkat kekuatan bunyi dengan bantuan ambang bawah dan ambang atas telinga pun tidak selalu mudah dilakukan karena terlaku jauh selisihnya, yaitu dari 1 x 10-10 watt/m2 sampai 100 watt/m2, atau dari 2 x 10-5 Pa sampai 200 Pa. Oleh karena itu, dipakailah model pengukuran dengan sistem rasio atau perbandingan diantara dua nilai tekanan. Perbandingan ini dilakukan dengan sistem logaritmik dan selanjutnya dihitung dalam satuan decibell (yang secara umum ditulis decibell). Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: IL = 10 log I2/I1 = 10 log (P2/P1)2...(2.5) Dimana : IL = adalah intetnsitas bunyi (dB) I2 dan I1 = intensitas akhir dan awal bunyi yang di bandingkan P2 dan P1 = tekanan akhir dan awal yang diperbandingkan Meski menggunakan cara pengukuran yang berbeda, dalam kenyataan dilapangan, baik SPL maupun IL adalah model pengukuran yang berbasiskan 0 dB sebagai level terendahnyna (hearing threshold). Kedua-keduanya dapat dipakai sebagai standar pengukuran tingkat kekuatan bunyi, meski sebenarnya, intensitas aktual dan tekanan aktual yang ditunjukkan oleh kedua model melalui angka yang sama memiliki arti yang berbedabeda dalam ukuran dan satuan. Angka tunggal tingkat kebisingan dijumpai dilapangan bergantung pada faktor: 1. Bahwa tekanan bunyi umumnya mengalami fluktuasi setiap waktu. 2. Adanya perbedaan karakteristik tiap-tiap bunyi pada kondisi tekanan yang berbeda. Terlepas dari adanya faktor yang menurunkan tingkat kebenaran pengukuran bunyi dalam dB, pengukuran kekuatan bunyi dangan satuan dB memudahkan manusia untuk mengetahui ambang batas bawah dan atas dari kekuatan bunyi yang mampu di dengar, sebagaimana digambarkan pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Ambang batas pendengaran manusia (dalam dB) Sound Pressure (Pa) 200 Sound Level (dB) 140 130 Contoh Keadaan Ambang batas atas pendengaran Pesawat terbang tinggal landas

7

20

120 110

Diskotik yang amat gaduh Diskotik yang gaduh Pabrik yang gaduh Kereta api yang jalan Pojok perempatan jalan Mesin penyedot debu umumnya Percakapan dengan berteriak Percakapan normal Desa yang tenang, angin berdesir Ambang batas bawah pendengaran

2

100 90

0,2

80 70

0,02 0,002 0,0002 0,00002

60 30 s/d 50 20 0 s/d 10

2.1.5. Sound Level Meter. Tingkat kekuatan atau kekerasan bunyi diukur dengan alat yang disebut Sound Level Meter (SLM). Alat ini terdiri dari: mikrofon, amplilfier, weighting network dan layar display dalam satuan dB. Layar dapat berupa layar manual yang ditunjukkan dengan jarum dan angka seperti halnya jam manual, ataupun berupa layar digital seperti halnya jam digital. SLM sederhana hanya dapat mengukur tingkat kekerasan bunyi dalam satuan dB, sedangkan SLM yang canggih sekaligus mampu menunjukkan frekuensi bunyi yang diukur. Proses kerja SLM sederhana diilustrasikan dalam gambar 2.2.

Gambar 2.2.Sistem kerja Sound Level Meter SLM yang amat sederhana biasanya hanya dilengkapi dengan bobot pengukuran A {dB(A)} dengan sistem pengukuran seketika (tidak dapat menyimpan dan mengolah data), sedangkan yang sedikit lebih baik, dilengkapi pula dengan skala pengukuran B dan C. Beberapa SLM yang lebih canggih dapat sekaligus dipakai untuk menganalisis tingkat kekerasan dan frekuensi bunyi yang muncul selama rentang waktu (misalnya tingkat kekerasan selama 1 menit, 10 menit, atau 8 jam), dan mampu menggambarkan gelombang 8

yang terjadi. Beberapa produsen menamakannya Hand Held Analyser (HHA), ada pula dalam model Desk Analyser (DA). Meski nampak canggih dan rumit, sesungguhnya menggunakan SLM untuk mengukur tingkat kekerasan bunyi tidaklah sulit. Yang terpenting adalah menaati pedoman atau standar yang telah ditetapkan agar hasil pengukurannnya menjadi sahih. Adapun persyaratan tersebut adalah: 1. Agar posisi pengukuran stabil, SLM sebaiknya dipasang pada tripod. Setiap SLM, bahkan yang paling sederhana, idealnya dilengkapi dengan lubang untuk mendudukkanya pada tripod. SLM yang diletakkan pada tripod lebih stabil posisinya dibandingkan yang dipegang operator (manusia yang mengoperasikannya). Posisi operator yang terlalu dekat dengan SLM juga dapat mengganggu penerimaan bunyi oleh SLM karena tubuh manusia mampu memantulkan bunyi. Peletakan SLM pada papan, seperti meja atau kursi, juga dapat mengurangi kesahihan hasil pengukuran karena sarana tersebut akan memantulkan bunyi yang diterima. 2. Operator SLM setidaknya berdiri pada jarak 0,5 m dari SLM tidak terjadi efek pemantulan. 3. Untuk menghindari terjadinya pantulan dari elemen-elemen permukaan disekitarnya, SLM sebaiknya ditempatkan pada posisi 1,2 m dari atas permukaan lantai; 3,5 m dari permukaan dinding atau objek lain yang akan memantulkan bunyi. 4. Untuk pengukuran di dalam ruangan atau bangunan, SLM berada pada posisi 1 m dari dinding-dinding pembentnuk ruangan. Bila diletakkan dihadapan jendela maka jaraknya 1,5 m dari jendela tersebut. Agar hasil lebih sahih, karena adanya kemungkinan pamantulan oleh elemen pembentuk ruang, pengukuran dengan SLM dalam ruang sebaiknya dilakukan pada tiga titik berbeda dengan jarak antar titik lebih kurang 0,5 m. 5. Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang sahih dan mampu mencatat semua fluktuasi bunyi yang terjadi, SLM dipasang pada posisi slow responsse.

2.2. Polusi Suara atau Kebisingan. Suara atau kebisingan didefenisikan semua bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu, atau berbahaya bagi kegiatan sehari-hari (kerja, istirahat, hiburan, atau belajar) dianggap sebagai bising. Sebagai defenisi standar, tiap bunyi yang tak diinginkan oleh penerima dianggap sebagai bising. (Doelle. Leslie L.1993)

9

Kebisingan yang terjadi di sekitar kita dapat berasal dari berbagai sumber (Kebisingan Industri/Pabrik, Kebisingan Kereta Api, Kebisingan Pesawat Terbang, dan Kebisingan Jalan Raya). Sumber ini dibedakan menjadi sumber yang diam dan sumber yang bergerak. Contoh yang diam adalah industri/pabrik dan mesin-mesin konstruksi. Sedangkan contoh dari sumber yang bergerak misalnya kenderaan bermotor, kereta api, dan pesawat terbang.

2.2.1. Pengaruh Bising Terhadap Manusia. Timbulnya bising bunyi dikenakan intensitas yang tinggi, sumber bunyi yang beraneka ragam, bunyi yang ireguler maka akan memberi dampak/efek yang negatif terutama pada proses pendengaran, misalnya bisa tuli sementara atau tuli permanen. 1. Pengaruh pada pendengaran antara lain: a. Kenaikan ambang pendengaran yang mennyebabkan secara sementara (temporary hearing loss). Apabila seseorang yang memasuki tempat yang bising, gangguan hanya terasa diawal saja tetapi lama kelamaan kebisingan tersebut tidak lagi terasa sebagai gangguan. Kemampuan pendengaran pada umumnya dapat pulih seperti semula dalam waktu beberapa menit sampai beberapa minggu tergantung dari lamanya orang tersebut berada ditempat bising tersebut, besar tingkat yang diterima dan kerentanan individu tersebut. Keadaan tersebut dikenal dengan sebutan kehilangan pendengaran sementara. Pada kondisi ini teliga masih dapat di atasi dengan obat atau dengan pembedahan. b. Kenaikan ambang pendengaran yang berkurangnya daya pendengaran secara permanen (permanent hearing loss). Apabila seseorang mendengar kebisingan yang tinggi dan berulang dalam waktu lama (10-15 tahun), maka akan terjadi penurunan ambang pendengaran yang bersifat tetap (permanent hearing loss). Pada umumnya perubahan ambang pendengaran yang bersifat tetap ini merupakan efek gabungan dari kebisingan yang didengar dan proses penuaan dari orang yang bersangkutan. 2. Pengaruh pada hal-hal lain: a. Gangguan tidur. Kebisingan dapat mengganggu dan menghentikan jalannya tidur. Pada gangguan tidur tidak akan terjadi jika bising berada dibawah 35 dB (A). Bila tingkat bising mencapai 40 dB (A) kemungkinan terbangun adalah 5% dan meningkatkan menjadi 30% pada 70 dB (A), Serta menjadi 100 % pada saat bising mencapai 100 dB (A) ke atas. b. Gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh kebisingan antara lain: ketegangan otot, penyempitan pembuluh darah, kenaikan tekanan darah, 10

meningkatnya debaran jantung, mual, pusing, dan muntah bila suara mencapai lebih dari 130 dB (A) Selain itu bising juga dapat menyebabkan gangguan kejiwaan, penurunan kecermatan dalam pekerjaan, gangguan konsentrasi dan menimbulkan rasa tidak nyaman pada manusia. Hubungan antara tingkat suara/bising dengan reaksi manusia dapat dilihat pada tabel.2.2 berikut: Jenis suara Tingkat bising (dB) Mesin pesawat, jet, sirene Pesawat jet lepas landas, diskotik, truk sampah, pemancangan tiang 140 100-130 Sangat menyakitkan Kemampuan mendengar pembicaraan maksimum Truk besar (50 ft), mesin pemotong rumput Bunyi alarm (jarak 2 ft), hair dryer, lalu lintas kota sibuk, restoran yang sibuk, lalu lintas jalan bebas hambatan Bunyi AC (jarak 100 ft) Lalu lintas ringan (jarak 100 ft) Ruang tamu, ruang tidur, kantor yang sepi, lalu lintas ringan kota malam hari Perpustakaan, bisikan halus, lalu lintas luar kota malam hari Studio penyiaran 20 0-10 Batas pendengaran 30 Sangat pelan 50 50 40 Sunyi Sunyi 70 Sulit untuk berbicara ditelepon 90 Sangat mengganggu Efek pada manusia

2.3. Karakteristik Kebisingan dan Tanggapan Masyarakat. Sebagaimana telah diuraikan, tiap individu memiliki subjektivitas terhadap noise, begitupun sesungguhnya tiap individu juga memiliki subjektivitas terhadap kebisingan. Toleransi manusia terhadap kebisingan bergantung pada faktor akustikal dan non-akustikal. 11

Faktor akustikal meliputi: tingkat kekerasan bunyi, frekuensi bunyi, durasi munculnya bunyi, fluktuasi kekerasan bunyi, fluktuasi frekuensi bunyi, dan waktu munculnya bunyi. Sementara faktor non akustikal meliputi: pengalaman terhadap kebisingan, kegiatan, perkiraan terhadap kemungkinan munculnya kebisingan, manfaat objek yang menghasilkan kebisingan, kepribadian, lingkungan dan keadaan. Semua faktor tersebut harus diperhitungkan setiap kali mengukur tingkat kebisingan pada suatu tempat, sehingga data yang dihasilkan menjadi sahih dan solusi yang diterapkan lebih tepat. Kebisingan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu: kebisingan tunggal dan kebisingan majemuk. Kebisingan tunggal dihasilkan oleh sumber bunyi berbentuk garis. Tingkat gangguan kebisingan dapat diukur menggunakan skala berdasarkan apa yang dirasakan manusia, seperti merasakan adanya kebisingan, merasa terusik, merasa terganggu, sampai merasa sangat terganggu atau tidak tahan.

2.4. Pengendalian Kebisingan. 2.4.1. Metode pengendalian Bising Lingkungan. Bermacam-macam cara dapat dilakukan untuk mengeliminasi atau mereduksi bising dengan efektif didalam maupun diluar bangunan. Telah menjadi sangat jelas bahwa perjuangan melawan sejumlah bising yang merusak dan senantiasa bertambah hanya akan membawa hasil yang memuaskan bila semua orang yang berhubungan dengan perancangan dan penggunaan lingkungan baik didalam maupun diluar, bekerja bersama-sama untuk mencapai sasaran tersebut. Pengendalian bising dapat juga diperoleh lewat cara lain diluar perancangan, misalnya, lewat modifikasi tertentu dari sumber atau jejak perambatan atau dengan pengaturan kembali seluruh daerah bising dengan sebaiknya-baiknya. Usaha-usaha ini ada dalam tangan pengusaha-pengusaha pabrik, manajemen kantor, dan lain-lain.

2.4.2. Penekanan Bising di Sumbernya. Tindakan pengendalian bising yang paling ekonomis adalah menekan bising tepat disumbernya dengan memilih mesin-mesin dan peralatan yang relatif tenang dengan memakai proses-proses pabrik atau metode kerja yang tidak menyebabkan tingkat bising yang menggangu, contoh bising yang disebabkan bantingan pintu dapat di hindari dengan menggunakan penahan pintu karet-busa. Perubahan dari mengeling menjadi mengelas atau dari memalu menjadi penekanan hidrolik akan meniadakan beberapa bising yang paling kuat di pabrik. 12

2.4.3. Perencanaan Tempat (site planning). Pengalaman menunjukkan bahwa sekali suatu sumber bising diluar ada di suatu daerah, maka sulit untuk menghilangkannya. Karena itu adalah penting bahwa-gedunggedung yang membutuhkan lingkungan bunyi yang tenang (sekolah, rumah sakit, lembaga penelitian, dan lain-lain) diletakkan pada tempat yang tenang, jauh dari jalan raya, daerah industri, dan bandar udara. Gedung-gedung yang tidak mudah dapat menerima bising dapat digunakan sebagai penahan bising (noise baffles) dan dapat diletakkan antara sumber bising dan daerah-daerah yang membutuhkan ketenangan.

2.4.4. Pengendalian terhadap Penerima Bising. Strategi pengendalian terhadap penerima bising yang dapat dilakukan antara lain melalui perencanaan tata guna lahan, disain bangunan yang dapat mengurangi penerimaan bising (misalnya dengan memberikan lapisan peredam suara pada bangunan dan menggunakan bahan bangunan yang dapat meredam suara). Meningkatkan pengertian dan pemahaman masyarakat terhadap pengendalian kebisingan, memberikan kompensasi terhadap penerima bising, dan membuat peraturan-peraturan pengendalian kebisingan.

13

PEMBAHASAN

Saat melakukan uji coba produk, ada beberapa hal permasalahan yang terjadi mengenai kesensitifitasan alat yakni pada kompenen microphone dan IC yang digunakan. Microphone yang digunakan membutuhkan penguatan yang sangat besar saat input dengan menggunakan amplifier. Sedangkan pada IC, sensitifitasan kerja sangat lemah dan kurang dikarenakan pemasangan yang tidak langsung pada rangkaian dan usaha untuk mengurangi kerusakan IC pada saat merangkai. Akibat hal tersebut sulit dilakukan kalibrasi pada saat kondisi tenang karena pengaruh IC. Jarum FSD meter terus bergerak dan terkadang hanya diam atau berosilasi pada skala tertentu. Saat uji coba dilakukan, dari 5 kali percobaan hanya pada tiga kali percobaan dapat diterima. Berdasarkan pada tiga kali pengukuran diperoleh bahwa hasil pengukuran tanpa suara berkisar antara 10 dB. Untuk melakukan kalibrasi akan sangat sulit dilakukan karena sulit untuk menjaga kondisi dari suatu lingkungan. Begitu juga, dibutuhkan beberapa saat untuk menggunakan setelah dinyalakan agar dapat stabil terlebih dahulu. Pengukuran dengan DC Sound Level praktek (dB) 15 (1 orang) 12 s/d 15 12 10 s/d 15 (noise) Sound Level (dB) 60 30 s/d 50 20 0 s/d 10 Contoh Keadaan Percakapan dengan berteriak Percakapan normal MP3 Handphone Ambang batas bawah pendengaran

Pengukuran dengan AC Sound Level praktek (dB) 20 (1 orang) 18 s/d 20 17 15 s/d 20 (noise) Sound Level (dB) 60 30 s/d 50 20 0 s/d 10 Contoh Keadaan Percakapan dengan berteriak Percakapan normal MP3 Handphone Ambang batas bawah pendengaran

Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa sifat sensitifitasan alat masih perlu ditingkatkan dan untuk mengurangi noise yang terjadi dibutuhkan suatu rancangan untuk penempatan microphone yang dihubungkan ke rangkaian sehingga alat dapat mengukur tingkat suara yang diukur secara tepat.

14

REFERENCES

Eagle, J., 1999. Sound System Design References Manual. JBL Professional. PDFs Files. Isnain, R. dkk. Tingkat Kebisingan Lingkungan Di Simpang Tiga Babakan Raya Desa Babakan. at Jurnal_penurunan tingkat kebisingan. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga. 16680. Email: [email protected] _________, 2009. Rangkaian Sound Level Meter. at Home Tester Circuits. Zam, 2009. Sound Level Meter. at Ontoplist.com

15