sosialisasi peran gender dalam keluarga studi kasus...

98
SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA (Studi Kasus: Keluarga Aktivis Perempuan di Tangerang Selatan) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyarataan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S,Sos) Oleh: Aulia Anindita Pertama 1112111000029 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019

Upload: others

Post on 18-May-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA

(Studi Kasus: Keluarga Aktivis Perempuan di Tangerang Selatan)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyarataan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S,Sos)

Oleh:

Aulia Anindita Pertama

1112111000029

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019

Page 2: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap
Page 3: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap
Page 4: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap
Page 5: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

i

ABSTRAK

Skripsi ini menganalisa mengenai sosialisasi peran gender dalam keluarga.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana aktivis gender

menerapkan peran gender dalam keluarganya dan bentuk sosialisasi apa yang

terjadi selama proses sosialisasi. Untuk menjelaskannya, penelitian ini

menggunakan teori sosialisasi dan teori belajar sosial (social learning theory).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan

pengumpulan data melalui wawancara, observasi serta studi pustaka. Subjek

dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kategori yakni aktivis gender sebagai

agen sosialisasi dan anak sebagai target sosialisasi. Untuk menjawab pertanyaan-

pertanyaan penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data berupa

reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Penelitian ini menemukan

bahwa makna gender yang dipahami oleh aktivis gender dalam keluarganya

mayoritas hamper sama. Hasil penelitian lainnya juga dapat disimpulkan bahwa

penerapan gender oleh aktivis gender dilakukan melalui berbagai cara, yakni

interaksi sehari-hari, pola asuh anak, diskusi, cerita sebelum tidur, bahkan sampai

kepada pembagian kerja. Cara-cara tersebut yang kemudian dapat dipahami oleh

anak sebagai target sosialisasi tentang makna gender yang sebenarnya. Adapun

bentuk sosialisasi yang terjadi selama proses sosialisasi ialah sosialisasi

partisipatoris,yakni kedua pihak baik agen sosialisasi maupun target sosialisasi

sama-sama berpartisipasi dalam proses sosialisasi dan memiliki tujuan yang sama.

Kata kunci : gender, sosialisasi, social learning theory

Page 6: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

ii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Dengan mengucap syukur Alhamdulilahirabbil’alamiin, puji syukur penulis

haturkan kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan rahmat dan inayah-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan

salam semoga senantiasa tercurah pada jujungan Nabi Muhammad SAW beserta

keluarga, para sahabat serta para pengikutnya.

Skripsi yang berjudul “Sosialisasi Peran Gender dalam Keluarga (Studi

Kasus: Keluarga Aktivis Perempuan di Tangerang Selatan) ini dilakukan untuk

mengetahui bagaimana aktivis gender memainkan peran dalam keluarga serta

bentuk sosialisasi yang dilakukannya. Penelitian ini menggunakan metode

kualitatif dengan total 7 (tujuh) informan yang terbagi dalam dua kategori yakni

agen sosialisasi dan target sosialisasi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini

ialah teori sosialisasi (socialization) dan teori belajar sosial (social learning

theory).

Dalam penulisan skripsi ini tentu tidak akan selesai tanpa dukungan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-

besarnya atas doa, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yaitu Bapak Dr. Ali

Munhanif, M.A.

2. Ketua dan Sekertaris Program Studi Sosiologi yaitu Ibu Dr. Cucu

Nurhayati, M.Si dan Ibu Dr. Joharotul Jamilah, M. Si.

Page 7: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

iii

3. Ibu Dr. Ida Rosyidah, M.A. selaku dosen pembimbing yang telah

mencurahkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing dan

memberikan dukungan serta motivasi penuh untuk penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Ahmad Abrori, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah

memberikan pengarahan selama penulis melakukan perkuliahan.

5. Segenap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah

memberikan ilmu pengetahuan kepada kami mahasiswa-mahasiswa

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

6. Kepada informan-informan yang terlibat dalam penelitian ini yang tidak

bias penulis tuliskan satu persatu. Terima kasih telah membantu dalam

proses penulisan skripsi ini.

7. Kedua orang tua, Mama dan Bapak yang selalu mendoakan dan

mendukung baik moril maupun mateiil. Serta saudara-saudara tersayang

(Alda, Mas Ami, Ka Fita, Fira, Fattan) terima kasih.

8. Farah, Yuni, Anisa dan Mega yang telah menemani masa-masa kuliah

penulis. Ayu Ros yang berjuang bersama penulis dalam menyelesaikan

tugas akhir kuliah.Tak lupa teman-teman Sosiologi A 2012. Terima kasih.

9. Teman-teman organisasi HMI, terima kasih atas momen-momen indah,

pertemanan, dan pengalamannya.

10. Pihak-pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah

membantu dalam penulisan skripsi ini.

Page 8: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

iv

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari masih jauh dari kata

sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat

menulis lebih baik lagi dikemudian hari.

Penulis

Page 9: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... v

DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah ...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................ 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 6

D. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 8

E. Kerangka Teoritis ......................................................................... 12

1. Pengertian Sosialisasi .............................................................. 12

2. Teori Belajar Sosial (Amy S. Wharton) .................................. 16

F. Definisi Konsep ............................................................................ 18

G. Metodologi Penelitian .................................................................. 20

H. Sistematika Penelitian .................................................................. 26

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kota Tangerang Selatan ................................. 28

B. Kondisi Demografi Kota Tangerang Selatan ............................... 29

C. Kondisi Sosial Kota Tangerang Selatan ....................................... 32

D. Sosial Keagamaan ........................................................................ 35

E. Tangerang Selatan dan Perempuan .............................................. 37

F. Profil Informan ............................................................................. 38

Page 10: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

vi

BAB III PEMBAHASAN

A. Makna Gender .............................................................................. 40

1. Aktivis Gender (Agen Sosialiasasi) ....................................... 40

2. Anak (Target Sosialisasi) ....................................................... 45

B. Sosialisasi Peran Gender .............................................................. 47

C. Sikap Anak akan Peran Gender .................................................... 56

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 61

B. Saran .............................................................................................. 62

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 64

Lampiran-Lampiran

Page 11: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

vii

DAFTAR TABEL

Tabel I.D.1. Tabel Tinjauan Pustaka .................................................................. 11

Tabel I.G.1 Lokasi Penelitian Agen Sosialisasi .................................................. 22

Tabel I.G.2 Lokasi Penelitian Target Sosialisasi ................................................ 22

Tabel I.G.3 Waktu Wawancara Agen Sosialisasi ............................................... 24

Tabel I.G.4 Waktu Wawancara Target Sosialisasi.............................................. 25

Tabel II.B.1 Jumlah Penduduk Kota Tangerang Selatan Tahun 2015-2017 ...... 32

Tabel II.C.1 Jumlah Penduduk yang Masih Bersekolah ..................................... 34

Tabel II.C.2 Jumlah Bangunan Sekolah di Kota Tangerang Selatan .................. 35

Tabel II.F.1 Profil Target Sosialisasi .................................................................. 38

Tabel II.F.2 Profil Agen Sosialisasi .................................................................... 39

Tabel III.A.1 Pemahaman Gender ...................................................................... 41

Page 12: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Jumlah Penduduk Kota Tangerang Selatan Tahun 2017 .................. 30

Gambar III.1 Contoh Pembagian Pekerjaan ......................................................... 52

Page 13: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Berbicara tentang perempuan, nampaknya hal ini masih menjadi sesuatu yang

serius untuk diperbincangkan mengingat perkembangan zaman dan tidak pernah

habisnya masalah perempuan di muka bumi. Sebelum membahas lebih lanjut terkait

gender, ada baiknya untuk memahami pengertian dari gender, sebab sampai saat ini

masih banyak orang yang menyamakan atau tidak bisa membedakan antara gender

dan jenis kelamin, padahal gender amat sangat berbeda dengan jenis kelamin.

Disebutkan dalam Women’s Studies Encyclopedia bahwa gender adalah suatu konsep

kultural yang dipakai untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan

karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam

masyarakat (Siti Musdah Mulia, 2004: 4). Definisi lain menyebutkan bahwa„gender‟

adalah pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya

(Elaine Showalter (ed.), 1989: 3). Dapat disimpulkan yakni gender merupakan

pembedaan antara laki-laki dan perempuan yang didasarkan pada peran sosial budaya

yang dikonstruk oleh masyarakat dan bisa diubah. Sedangkan jenis kelamin

merupakan pembedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan biologisnya atau

kodratnya dan tidak bisa diubah.

Page 14: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

2

Pada era sekarang ini, sudah banyak kita temukan organisasi yang dapat

menaungi aspirasi perempuan. Bahkan kita dihadirkan dalam fenomena

kepemimpinan perempuan. Dimulai dari kehadiran perempuan sebagai kepala rumah

tangga, kepala desa, kepala sekolah, kepala perusahaan, kepala organisasi, menteri,

dan bahkan makin banyak perempuan yang menduduki kursi di DPR. Tetapi

sejumlah penelitian mengatakan bahwa persentasi pemimpin perempuan dibanding

populasi perempuan secara keseluruhan masih lebih rendah dibanding persentase

laki-laki sebagai pemimpin. Padahal secara de facto, banyak perempuan yang

memiliki kapasitas yang lebih dibandingkan laki-laki. Meskipun perempuan telah

memiliki peluang untuk menjadi pemimpin, tetapi tetap saja konstruksi sosial yang

telah dibangun terkait gender terus berkembang dan tidak berhenti seakan sudah

ditanam di dalam kehidupan manusia. Padahal seharusnya yang menjadi tolak ukur

pemimpin bukan lagi terletak pada perbedaan jenis kelamin atau gender, tetapi pada

bagaimana seseorang tersebut dapat dapat membawa kemajuan untuk organisasi yang

dipimpinnya.

Hak perempuan atas akses sumber daya politik, social, ekonomi dan budaya

akan susah digenggam jika peran gender tradsional masih kuat di dalam masyarakat.

Pemahaman peran gender tradisional sebenarnya tidak akan menjadi permasalahan

jika tidak menimbulkan ketidakadilan. Untuk memahami permasalahan gender ini

merujuk pada karya J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto yang mengutip karya

Fakih dapat dilihat pada beberapa poin, di antaranya (1) gender dan marginalisasi; (2)

Page 15: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

3

gender dan subordinasi; (3) gender dan stereotip; (4) gender dan kekerasan; (5)

gender dan beban kerja (Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, 2011: 888). Ketidakadilan

marginalisasi yakni adanya salah satu pihak yang dipinggirkan, sebagai contoh:

pekerjaan di dapur adalah pekerjaan wanita, laki-laki tidak boleh ke dapur untuk

memasak atau mencuci. Ketidakadilan subordinasi adalah adanya penempatan laki-

laki sebagai atasan dan perempuan sebagai bawahan. Ketidakadilan stereotip adalah

ketidakadilan yang didasarkan pada persepsi kelompok, dan adanya pemakluman

bagi suatu yang negative, sebagai contoh yakni pemakluman pada laki-laki untuk

selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap tidak wajar. Ketidakadilan

kekerasan yakni ketidakadilan yang dapat mengakibatkan luka pada badan ataupun

jiwa. Sedangkan yang terakhir yakni ketidakadilan beban kerja yaitu ketidakadilan

yang dirasakan bagi seseorang yang memiliki pekerjaan diluar rumah dan tetap harus

melakukan pekerjaan didalam seperti mengurus rumah, mengurus anak dan mengurus

suami. Ketidakadilan seperti marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan dan

beban kerja masih terus dialami sampai sekarang ini baik di dalam keluarga maupun

di luar yakni masyarakat.

Dalam menciptakan perubahan pada akses dalam kehidupan generasi kelak,

perlu dilakukan penyadaran dan sosialisasi akan kesetaraan gender yang

menempatkan posisi yang sejajar antara perempuan dan laki-laki. Sosialisasi gender

diartikan sebagai proses membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri,

terhadap cara hidup dan berpikir kelompok tentang peran, perilaku atribut fungsi laki-

Page 16: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

4

laki dan perempuan di dalam suatu kelompok masyarakat. Dalam pengertian ini,

berarti gender tidak dibawa sejak lahir melainkan dipelajari dan dikondisikan melalui

sosialisasi peran (Chusniatun, Kuswardani, Joko Suwandi, 2015: 16). Keluarga

merupakan agen sosialisasi gender yang paling besar kontribusinya dan dimulai sejak

seorang anak lahir ke dunia. Terkadang pemahaman gender yang telah ditanam oleh

orang tua sejak lahir susah untuk dihindari hingga sang anak tumbuh dewasa.

Keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses

sosialisasi, pertama, keluarga merupakan kelompok primer yang selalu bertatap muka

diantara anggotanya, sehingga dapat selalu mengikuti perkembangan anggota-

anggotanya. Kedua, orang tua memiliki kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-

anaknya, sehingga menimbulkan hubungan emosional yang hubungannya ini sangat

memerlukan proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan sosial yang tetap, maka

dengan sendirinya orang tua memiliki peranan yang penting terhadap proses

sosialisasi kepada anak (Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, 2011:177).

Pemahaman gender yang ditanamkan orang tua yang masih buta gender

merupakan pemahaman gender tradisional. Seperti contohnya, penggunaan warna

“pink” bagi perempuan yang sudah diatur sejak anak lahir kedunia, sedangkan jika

laki-laki menggunakan warna pink akan dianggap menyimpang. Perempuan kaum

lemah, dan laki-laki kaum yang kuat. Lalu anak laki-laki memiliki kesempatan

bermain di luar yang lebih banyak dibandingkan dengan perempuan, dan sebagainya.

Berbagai persoalan yang terjadi dalam keluarga ini lebih disebabkan oleh konstruksi

Page 17: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

5

social dan kultural yang dipahami dan dianut oleh masyarakat dan tidak didasarkan

pada asas kesetaraan gender. Masyarakat sering kali memposisikan laki-laki lebih

tinggi daripada perempuan. Hal ini yang kemudian berakibat adanya diskriminasi

pada kaum perempuan. Padahal sesungguhnya, diskriminasi yang beralaskan jenis

kelamin akan runtuh ketika kesetaraan gender telah diraih. Menurut Menteri Negara

Pemberdayaan Perempuan, kesetaraan gender adalah:

“Kesamaan Kondisi dan status untuk memperoleh kesempatan dan menikmati

hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam

pembangunan, politik, ekonomi, social budaya, pendidikan dan hankamnas dan

kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut”. (Men-PP, 2001:9)

Organisasi-oraganisasi perempuan saat ini tidak lain bergerak dalam

pemberdayaan perempuan dan penanaman peran gender. Dan yang perlu kita ketahui,

bahwa organisasi perempuan berdiri bukan sebagai perlawanan atau pemberontakan

terhadap kaum laki-laki, akan tetapi untuk terciptanya kesetaraan yang harmonis

diantara laki-laki dan perempuan. Keluarga dengan pendidikan gender yang baik,

paham, dan peka akan bisa mendekontruksi peran gender tradisional yang melekat

didalam masyarakat. Dengan pengalaman pemahaman yang berbeda yakni ketika

peran gender tradisional yang telah ditanamkan sejak lahir dan kini aktivis gender

memposisikan dirinya sebagai seseorang yang sadar gender dan tidak buta gender,

bagaimana seorang aktivis gender kemudian mencoba mensosialisasikan peran

gender yang setara di dalam keluarganya sendiri? Maka dari itu peneliti menarik

judul “Sosialisasi Peran Gender dalam Keluarga” (Studi Kasus: Keluarga Aktivis

Page 18: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

6

Perempuan di Tanggerang Selatan”) yang menarik untuk diteliti mengingat

jarangnya keluarga yang mengembangkan kesetaraan gender di dalamnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pernyataan masalah di atas, maka peneliti merumuskan sebuah

pertanyaan penilitian, yaitu:

1. Apa makna gender bagi orang tua yang berstatus aktivis gender dan

anaknya?

2. Bagaimana cara atau bentuk sosialisasi gender yang dilakukan oleh

aktivis gender di dalam keluarga?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dengan mengacu kepada pembatasan dan perumusan masalah

sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai

dari penelitian ini adalah:

a. Menjelaskan makna gender bagi orang tua yang berstatus aktivis

gender dan anaknya.

b. Menjelaskan cara atau bentuk sosialisasi gender yang dilakukan

seorang aktivis gender di dalam keluarganya.

Page 19: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

7

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki nilai guna, baik kegunaan akademis

maupun kegunaan praktis.

a. Akademis

1) Sebagai media bagi penulis untuk mengidentifikasi,

mempelajari dan menganalisis suatu gejala sosial pada

masyarakat, mengaplikasikan dan menganalisa teori

sosialisasi secara mendalam pada fenomena sosial yang

terjadi di Indoneisa. Penelitian juga diharapkan dapat

memperjelas secara empiris kajian tentang perempuan

dalam organisasi dan memperkaya pengetahuan serta

pemahaman tentang organisasi perempuan dan bentuk

sosialisasi gender.

b. Praktis

1) Diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi peneliti

lain yang akan meneliti masalah yang sama atau yang

berkaitan dengan penelitian ini.

2) Diharapkan dapat memberikan warna dalam kajian gender

dan aktivis perempuan.

Page 20: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

8

D. Tinjauan Pustaka

Untuk menjadikan penelitian ini relevan, dibutuhkan perbandingan dengan

penelitian sebelumnya yang terlebih dahulu mengangkat tema tentang sosialisasi

gender. Penelitian pertama adalah penelitian Dewi Ashuro Itouli Siregar dan Sri

Rochani (2010) yang berjudul Sosialisasi Gender oleh Orang Tua dan Prasangka

Gender pada Remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

hubungan antara sosialisasi gender oleh orangtua dengan prasangka gender pada

remaja. Partisipan terdiri atas 106 perempuan dan 94 pria di DKI Jakarta. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa penolakan gender (hostile sexism) pada remaja pria

lebih tinggi daripada perempuan. Di penelitian ini pun menjelaskan bahwa

perempuan memiliki penerimaan gender (benevolent sexism) yang lebih tinggi

daripada pria. Penerapan gender tradisional lebih diterapkan oleh orang tua kepada

remaja perempuan.. Responden dari orang tua atau ibu yang lebih dominan ternyata

memiliki penerimaan peran gender yang lebih tinggi. Juga ditemukan adanya

hubungan karakteristik demografis berupa usia, tingkat pendidikan, dan status bekerja

pada ibu dengan prasangka gender. Berdasarkan analisis korelasi Pearson, tidak

terbukti bahwa sosialisasi gender oleh orangtua berhubungan dengan prasangka

gender secara umum, maupun dengan penerimaan gender pada remaja pria dan

perempuan. Namun demikian, ditemukan bahwa sosialisasi gender oleh orangtua

memiliki hubungan dengan penolakan gender pada remaja pria meskipun tidak pada

remaja perempuan.

Page 21: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

9

Pnelitian yang dilakukan oleh Marhumah (2008) dengan judul Gender dalam

Lingkungan Sosial Pesantren ini di laksanakan di Pesantren Al Munawwir dan Ali

Maksum Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Kyai dan Nyai

dalam mensosialisasikan dan mempengaruhi cara pandang gender di dalam pesantren,

menganalisis proses dan praktek belajar di pesantren, serta mengkaji agen-agen

sosialisasi gender dan menganalisis peran agen-agen sosialisasi gender tersebut.

Jumlah seluruh subyek dalam penelitian ini adalah 46 orang dengan perincian 18

orang perempuan dan 28 orang laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kyai

dan Nyai memainkan peran yang sangat besar dalam diskursus gender di lingkungan

pesantren, meskipun demikian, Kyai-lah yang memegang peranan yang lebih luas

daripada Nyai karena Kyai memiliki kesempatan yang lebih banyak dalam

berinteraksi dengan santri. Dalam mensosialisasikan gender, terdapat perbedaan

antara Nyai senior dengan Nyai muda, dimana Nyai senior kebih bersifat tradisionalis

dan Nyai muda mencoba membangun kesadaran para santri akan pentingnya

kesetaraan gender, begitu pula halnya dengan Kyai. Proses normativitas peran gender

tradisional dalam pesantren merupakan arus utama dalam sosialisasi gender di kedua

pesantren. Ajaran-ajaran tentang gender di dalamnya didukung oleh semua Kyai dan

Nyai senior dan sebagaian besar Kyai muda. Kitab-kitab klasik bahan ajar dan

peraturan pengajaran di pesantren mendukung dominasi wacana ini. Proses sosialisasi

yang berlangsung seperti dalam penerapan ceramah, penyampaian materi yang

berulang-ulang, wibawa dan otoritas keilmuan Kyai, Nyai dan guru.

Page 22: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

10

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Rizkikoh dan Suparno (2014) yang

berjudul Pendidikan Berperspektif Gender pada Anak Usia Dini. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan berperspektif gender, faktor

pendukung dan penghambat, dan hasil dari pelaksanaan pendidikan berperspektif

gender pada anak usia dini di ECCD-RC Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif deskriptif. Subjek penelitian adalah direktur yayasan, kepala

sekolah, pendidik, dan peserta didik ECCD-RC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pelaksanaan pendidikan berperspektif gender di ECCD-RC dilaksanakan melalui

pembiasaan, keteladanan, dan bermain yang tidak diskriminatif. Hasil dari

pelaksanaan pendidikan berperspektif gender pada anak terlihat dalam interaksi

peserta dengan pendidik, dan interaksi antarpeserta didik di kelas, melalui empat

aspek analisis gender, yaitu akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat. Beberapa faktor

yang mendukung terlaksananya pendidikan berperspektif gender pada anak usia dini

diantaranya adalah peserta didik masih bebas stereotype, pendidik yang pro

keragaman, proses pembelajaran yang tidak diskriminatif, dan kerja sama yang baik

antara pendidik dan orang tua. Selain faktor pendukung, ada beberapa faktor yang

menghambat diantaranya: penghambatnya adalah: keterbatasan SDM, sarana

prasarana yang belum 100% ramah dan aman, orang tua pendidik memiliki

pandangan yang berbeda dengan ECCD-RC, dan minimnya waktu interaksi anak di

ECCD-RC Yogyakarta.

Page 23: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

11

Tabel I.D.1. Tabel Tinjauan Pustaka

Peneliti Judul

Penelitian Fokus Penelitian

Teori yang

Digunakan

Metode

Penelitian

Dewi

Ashuro

Itouli Siregar

dan Sri

Rochani

Sosialisasi

Gender oleh

Orang Tua

dan

Prasangka

Gender pada

Remaja

(2010)

Hubungan antara

sosialisasi gender

oleh orang tua

tergadap

prasangka gender

pada remaja

Teori Belajar

Sosial (Albert

Bandura)

Kuantitatif

Marhumah

Gender

dalam

Lingkungan

Sosial

Pesantren

(2008)

Peran Kyai dan

Nyai dalam

mensosialisasikan

gender di

lingkungan

pesantren

Teori

Sosialisasi

(Ann Oakley)

Kualitatif

Rizkikoh

dan Suparno

Pendidikan

Berperspektif

Gender pada

Anak Usia

Dini (2014)

Pelaksanaan

pendidikan

berperspektif

gender pada anak

usia dini di

ECCD-RC

Yogyakarta.

Tidak Ada. Kualitatif

deskriptif

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah bahwa

pada penelitian sebelumnya belum menjelaskan bagaimana orangtua dengan

Page 24: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

12

pemahaman gender yang mumpuni mensosialisasikan peran gender di dalam

keluarganya. Walaupun dalam penelitian pertama menjelaskan tentang sosialisasi

gender akan tetapi sosialisasi gender yang diterapkan orangtua dalam penelitian ini

ialah sosialisasi gender tradisional, yang mana seiring dengan bertambahnya usia dan

pendidikan remaja, semakin berkurangnya sosialisasi gender tradisional yang

diterapkan oleh orangtua. Dan penelitian kedua dan ketiga menjelaskan sosialisasi

peran gender yang dilakukan oleh pengajar dalam institusi pendidikan seperti di

Pesantren Al Munawwir dan Ali Maksum Yogyakarta dan ECCD-RC Yogyakarta.

Fokus penelitian dan teori yang digunakan pada masing-masing penelitian juga

berbeda. Sedangkan persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adaah

sama-sama menjelaskan mengenai sosialisasi gender.

E. Kerangka Teoritis

1. Pengertian Sosialisasi

Dalam menciptakan perubahan dalam kehidupan anak kelak, perlu dilakukan

penyadaran dan sosialisasi akan kesetaraan gender yang menempatkan posisi yang

sejajar antara perempuan dan laki-laki karena sangat penting pada era sekarang ini

untuk memberdayakan sumber daya manusia secara adil, antara laki-laki dan

perempuan.

Adapun menurut Robert M.Z. Lawang, sosialisasi merupakan proses

mempelajari norma, nilai, peran, dan semua persyaratan lainnya yang diperlukan

untuk memungkinkan partisipasi yang efektif dalam kehidupan sosial (dalam Elly M.

Page 25: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

13

Setiadi dan Usman Kolip, 2011 : 156). Pengertian sosialisasi berdasarkan kamus

sosiologi yaitu suatu proses sosial yang mana seseorang belajar menghayati dn

melaksanakan system nilai dan system norm yang berlaku di tengah-tengah

masyrakat tempat dia berada. (Priyatna, 2013: 155). Peran sosialisasi tentunya sangat

berpengaruh dalam konstruksi gender sampai saat ini, akan tetapi konstruksi yang

terus dibangun ialah konstruksi gender tradisional. Dalam pelaksanaannya, sosialisasi

tidak akan berjalan jika tidak ada peran agen sosialisasi. Agen sosialisasi dalam

sosiologi menurut Elly M. Setiadi dan Usman Kolip (2011: 177) yaitu:

a. Keluarga

b. Kelompok

c. Lingkungan Pendidikan

d. Keagamaan

e. Lingkungan Sosial

f. Media Massa

Agen sosialisasi sangat berperan penting dalam proses sosialisasi. Adapun

antara agen satu dan lainnya merupakan suatu jaringan sistem sosial yang saling

terkait satu sama lain. Menurut Getrude Jaeger (dalam Sunarto 2012 : 24)

menyatakan, “Peran para agen sosialisasi pada tahap awal yaitu keluarga, terutama

orang tua sangatlah penting karena keluarga merupakan agen sosialisasi paling awal

yang dijalani oleh setiap individu”. Sedangkan menurut penelitian Nanik dan

Oksiana (2006), sosialisasi dimulai sejak anak lahir didalam keluarga. Ketika anak

lebih berkembang, orang-orang di luar rumahnya dan sekolah juga berperan dalam

Page 26: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

14

pengkonstruksian jender seseorang. Informasi dan pengalaman yang dimiliki

seseorang akan menentukan perkembangan konsep gender awal (gender constancy)

yang dimiliki oleh seorang individu.

Dari pengertian sosialisasi Berger dan Luckman yang

dikutip oleh Sunarto (1993) menyimpulkan definisi sosialisasi ke dalam

dua bagian:

a. Sosialisasi Primer (primary socialisation) yaitu: sosialisasi

pertama yang di jalani individu semasa kecil, melalui mana ia

menjadi anggota masyarakat.

b. Sosialisasi Sekunder (secondary socialisation) yaitu: proses

berikutnya yang memperkenalkan individu yang telah

disosialisasikan ke dalam sektor baru dari dunia objektif

masyarakat (Berger dan Luckman, 1967: 130)

Sosialisasi primer diatas dimaksudkan sebagai bentuk sosialisasi yang didapatkan

dari orang terdekat seperti keluarga, dan sosialisasi sekunder yakni bentuk sosialisasi

yang di dapat ketika seseorang mulai berinteraksi di dalam masyarakat.

Dalam proses sosialisasi terdapat dua pihak, yakni pihak yang disosialisasi dan pihak

yang melakukan sosialisasi. Pihak yang melakukan sosialisasi dalam penelitian ini

ialah seorang aktivis gender dengan pemahaman yang sadar gender. Sedangkan pihak

yang disosialisasi belajar dan memahami bagaimana mengenal peran gender di dalam

keluarga maupun di masyarakat.

Page 27: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

15

Menurut caranya, sosialisasi dibedakan menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu

sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris.

a. Sosialisasi represif adalah sosialisasi yang menekankan pada: penggunaan

hukuman, memakai materi dalam hukuman dan imbalan, kepatuhan anak

pada orang tua, komunikasi satu arah (perintah), bersifat nonverbal, orang

tua sebagai pusat sosialisasi sehingga keinginan orang tua menjadi

penting, keluarga menjadi significant others.

b. Sosialisasi partisipatoris adalah sosialisasi yang menekankan pada:

individu diberi imbalan jika berkelakuan baik, hukuman dan imbalan

bersifat simbolik, anak diberi kebebasan, penekanan pada interaksi,

komunikasi terjadi secara lisan/verbal, anak pusat sosialisasi sehingga

keperluan anak dianggap penting, keluarga menjadi generalized others.

(Tjipto Subadi, 2008: 22-23)

Sosialisasi represif (repressive socialization) merupakan bentuk pola

sosialisasi yang dapat berakibat fatal jika sang anak tidak mampu memenuhi

keinginan orang tuanya, sebab dalam bentuk sosialisasi ini, orang tua merupakan

pusat sosialisasi sehingga orang tua akan memberikan hukuman jka seorang anak

melakukan kesalahan dan tidak dapat memenuhi apa yang menjadi tujuan dari agen

sosialisasi tersebut. Menurut A. Walker (J. Dwyer dan R. Coward, 1992: 35),

sosialisasi bersifat kompleks, interaktif dan melibatkan sekurangnya tiga komponen

yaitu: observasi, imitasi dan internalisasi.

Page 28: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

16

Dalam proses sosialisasi ini, pada awalnya sang anak hanya mengamati

tindakan atau perilaku orang tuanya, kemudian pada komponen imitasi, seseorang

meniru tindakan yang telah mereka amati tersebut dan pada internalisasi

dimaksudkan, bahwa seseorang melakukan sesuatu tersebut karena seseorang sudah

merasa bahwa norma atau aturan sudah menjadi bagian dari dirinya, maka orang yang

seperti ini akan mengikuti jenis-jenis perilaku yang diharapkan di dalam masyarakat.

Pranata sosial yang masuk ke dalam individu, sejak kita memasuki keluarga pada saat

lahir, melalui pendidikan, kultur, dan ke dalam dunia kerja dan kesenangan,

perkawinan dan kita mulai membentuk keluarga sendiri, memberi pesan yang jelas

bagaimana orang “normal” berperilaku sesuai dengan gendernya (Julia Cleves Mosse,

1998: 63). Melalui proses ini, seseorang tahu bagaimana harus bertingkah laku di

lingkungan masyarakatnya.

2. Teori Belajar Sosial (Amy S. Warton)

Amy S. Warton mengkaji sosialisasi gender menjadi tiga teori utama, teori

belajar sosial, pendekatan kognitif, dan teori identifikasi. Teori belajar social

menegaskan bahwa peran gender dipelajari melalui penegasan yang anak terima

tentang perilaku gender yang pantas atau tidak pantas untuk dilakukan. Perspektif ini

juga mengakui bahwa pembelajaran terjadi melalui observasi dan pemodelan (Badura

dan Walters 1963).

Pendekatan psikologis kognitif meneliti bagaimana orang menginternalisasi

makna gender dari dunia luar dan kemudian menggunakan makna tersebut untuk

Page 29: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

17

membangun sebuah identitas yang konsisten dengan mereka. Perspektif ini berfokus

pada cara anak-anak secara aktif berusaha untuk memahami diri sendiri dan dunia

mereka. Sedangkan teori identifikasi lebih eksplisit peduli terhadap gender, identitas

gender dan seksualitas (Stockard dan Johnson 1992). Identifikasi jenis kelamin

memberikan informasi kepada anak tentang apa artinya menjadi laki-laki dan

perempuan dan hal itu akan memotivasi dan menopang minat mereka dari diri mereka

sendiri.

Penelitian ini akan menggunakan teori belajar sosial atau social learning theory

karena peneliti menganggap teori tersebut lebih relevan untuk penelitian ini

dibandingkan dengan dua teori lainnya. Pendekatan kognitif dirasa kurang relevan

karena hanya berfokus kepada upaya anak-anak untuk memahami dunia sekitarnya,

sedangkan teori belajar sosial lebih kepada bagaimana respon yang diberikan oleh

orang tua dan yang lainnya terhadap anak-anak.

Teori belajar sosial cenderung melihat anak-anak (dan target sosialisasi lainnya)

sebagai gumpalan tanah liat yang dibentuk oleh lingkungan mereka. Teori ini juga

mengakui bahwa perlakuan yang berbeda dari agen sosialisasi untuk anak perempuan

dan laki-laki akan menciptakan perbedaan gender dalam perilaku sang anak. Perspetif

ini mengakui bahwa pembelajaran terjadi melalui observasi dan pemodelan, baik itu

berbentuk penghargaan dan hukuman atau bahkan mengalami sendiri, anak-anak

akan mengambil perilaku yang sesuai gender. Amy mengilustrasikan mekanisme

teori belajar seperti contoh: ketika anak umur 3 tahun terjatuh dan menangis, orang

tua akan berkata “jadilah anak lelaki dan berhenti menangis” atau bahkan di abaikan

Page 30: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

18

saja karena ia anak laki-laki. Padahal kita bisa saja menolongnya dan menghiburnya

terlepas dari jenis kelamin apa yang dimiliki.

Teori belajar sosial juga berpendapat bahwa di masa depan, reaksi yang anak

lakukan pada kejadian yang sama dipengaruhi oleh respon yang ia pernah terima

sebelumnya. Anak yang ditolong dan dihibur nantinya akan terus menerus

menampilkan perasaan sakitnya dan menangis, sedangkan anak yang dimarahi dan

diabaikan akan belajar bahwa dia tidak harus menangis dalam situasi seperti itu.

(Amy S. Wharton, 2005)

F. Definisi Konsep

Menurut Robert M.Z. Lawang (dalam Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, 2011:

156), sosialisasi merupakan proses mempelajari norma, nilai, peran dan semua

persyaratan lainnya yang diperlukan untuk memungkinkan partisipasi yang efektif

dalam kehidupan sosial. Adapun menurut Peter L. Berger, sosialisasi adalah proses

dalam mana seorang anak belajar menjadi seseorang yang berpartisipasi dalam

masyarakat, yang dipelajari dalam sosialisasi adalah peran-peran, sehingga teori

sosialisasi adalah teori mengenai peran (role theory) (Sunarto Kamanto, 1993: 27).

Sedangkan pengertian sosialisasi berdasarkan kamus sosiologi yaitu suatu proses

sosial yang mana seseorang belajar menghayati dan melaksanakan system nilai dan

system norm yang berlaku di tengah-tengah masyrakat tempat dia berada (Haris

Priyatna, 2013: 155). Merujuk pada kedua pengertian diatas, peneliti mengartikan

Page 31: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

19

sosialisasi sebagai proses sosial individu atau kelompok mempelajari norma, nilai dan

peran untuk mencapai tujuan bersama. Dalam penelitian ini, sosialisasi yang

dimaksud ialah antar aktvis gender sebagai agen sosialisasi dengan anak sebagai

target sosialisasi.

Peran menurut Merton (dalam Raho 2007 : 67) didefinisikan sebagai pola

tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status tertentu.

Sedangkan gender menurut dalam Women’s Studies Encyclopedia adalah suatu

konsep kultural yang dipakai untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan

karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam

masyarakat (Siti Musdah Mulia, 2004: 4). Moore Abdullah (2003: 19)

mengemukakan bahwa gender berbeda dari seks dan jenis kelamin laki-laki dan

perempuan yang bersifat biologis. Istilah gender dikemukakan oleh para ilmuwan

sosial dengan maksud untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang

mempunyai sifat bawaan (ciptaan Tuhan) dan bentukan budaya (konstruksi sosial).

Peneliti menyimpulkan bahwa peran gender ialah tingkah laku yang diharapkan

dalam diri seseorang terkait dengan jenis kelamin yang dimilikinya.

Pandangan mengenai peran gender menurut Hurlock (1986: 264) menjelaskan,

bahwa anak yang berasal dari keluarga tradisional peran gendernya akan cenderung

memiliki konstruksi dan perilaku yang tradisional, sedangkan anak yang berasal dari

keluarga yang lebih egalitarian dan demokratis juga akan cenderung menjadi anak

yang egalitarian dan demokratis. Penelitian ini akan mencari tahu bagaimana cara

Page 32: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

20

yang dilakukan oleh aktivis gender yang egaliter dan demokratis dalam

mensosialisasikan peran gender di dalam keluarganya.

G. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini berusaha menjelaskan bagaimana bentuk sosialisasi peran gender

dalam keluarga aktivis gender. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang

bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian

misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistic dan ditulis dengan cara

deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah

serta dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Tohirin, 2012: 3).

Penelitian kualitatif juga membuat peneliti mendapatkan informasi atau data

secara akurat melalui wawancara pada keluarga aktivis gender untuk menjelaskan

bagaimana bentuk sosialisai peran gender yang terjadi. Melalui kegiatan wawancara,

peneliti mencoba menggali informasi dari para informan. Sedangkan untuk informan,

peneliti menentukan sendiri sesuai dengan kriteria yang telah peneliti tentukan. Tidak

hanya itu, peneliti juga menggunakan studi pustaka sebagai penunjang data.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Peneliti sengaja

mengambil subjek penelitian yang dapat memberikan informasi mendalam tentang

Page 33: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

21

permasalahan pada penelitian terkait. Subjek dalam penelitian ini adalah sebanyak 7

orang (3 orang agen sosialisasi dan 4 orang target sosialisasi) yang didasarkan pada

kriteria berikut ini, yakni:

a. Orang tua (perempuan) yang memiliki pengalaman dan aktif dalam

organisasi perempuan sebagai agen sosialisasi.

b. Anak (laki-laki/ perempuan) dari agen sosialisasi sebagai target

sosialisasi.

c. Menetap atau menjadi warga Kota Tangerang Selatan.

Dalam hal ini, peneliti dengan sengaja mengambil subjek penelitian yang dapat

memberikan informasi mendalam tentang permasalahan pada penelitian terkait

dengan berdasarkan kriteria atau pertimbangan diatas.

a. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini bertempat di masing-masing rumah Informan

yang bertempat tinggal di Kota Tangerang Selatan. Kota Tangerang Selatan

sendiri sangat lekat kaitannya dengan fenomena kepemimpinan perempuan

sehingga keberadaan perempuan dalam akses public sudah bukan menjadi hal

yang tabu di Kota Tangerang Selatan.

Page 34: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

22

Tabel I.G.1 Lokasi Penelitian Agen Sosialisasi

No. Nama Lokasi

1. Siti Amsariah Pondok Aren

2. Rita Pranawati Ciputat

3. Banun Binaningrum Pamulang

Sumber: Wawancara dengan Informan

Tabel 1.G.2 Lokasi Penelitian Target Sosialisasi

No. Nama Lokasi

1. Tubagus Wahyu R. W Pondok Aren

2. Salsabila Amanda Pondok Aren

3. Fayyadh Ciputat

4. Farel M. Alfarisi Pamulang

Sumber: Wawancara dengan Informan

b. Waktu Penelitian

Waktu penelitian yang dibutuhkan peneliti dalam mengumpulkan data,

mengolah serta menganalisa data yang berkaitan dengan penelitian ini adalah

dua bulan, terhitung mulai bulan Maret 2019 dan April 2019.

Page 35: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

23

3. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer ialah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di

lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang

memerlukannya (Hasan, 2002: 82). Data primer di dapat dari sumber informan

yaitu individu atau perseorangan seperti hasil wawancara maupun observasi

atau pengamatan yang dilakukan oleh peneliti.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat bantu berupa perekam

atau tape recorder untuk merekam segala informasi pada saat melangsungkan

wawancara. Data yang peneliti dapatkan pada saat melangsungkan wawancara

kemudian diubah menjadi bentuk tulisan atau transkrip data.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang

yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada (Hasan, 2002:

58). Data sekunder merupakan data penunjang informasi selain dari data primer

yang juga digunakan untuk memperkuat penelitian. Data sekunder dalam

penelitian ini didapati melalui buku, jurnal, skripsi yang terkait dengan

penelitian.

Page 36: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

24

4. Metode Pengumpulan Data

a. Wawancara

Menurut Kartini Kartono (1986:171), wawancara (interview) adalah suatu

percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu; ini merupakan proses

tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik.

Penelitian ini menggunakan wawancara terbuka sehingga peneliti bisa

mendapatkan informasi lebih mendalam. Dengan tipe wawancara ini, peneliti

memperoleh informasi mendalam tentang proses sosialisasi peran gender

dalam keluarga. Walaupun wawancara tidak begitu terstruktur, peneliti

menggunakan pedoman wawancara berupa kerangka pertanyaan sehingga

wawancara dapat sesuai dengan tujuan. Penelitian ini terdapat dua kategori

informan yaitu aktivis gender sebagai agen sosialisasi dan anak sebagai target

sosialisasi.

Tabel 1.G.3 Waktu Wawancara Agen Sosialisasi

No. Nama Hari/Tanggal

1. Siti Amsariah Rabu/27 Maret 2019

2. Rita Pranawati Sabtu/27 April 2019

3. Banun Binaningrum Senin/25 Maret 2019

Page 37: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

25

Tabel I.G.4. Waktu Wawancara Target Sosialisasi

No. Nama Hari/Tanggal

1. Tubagus Wahyu R. W Rabu/27 Maret 2019

2. Salsabila Amanda Rabu/27 Maret 2019

3. Fayyadh Sabtu/27 April 2019

4. Farel M. Alfarisi Senin/25 Maret 2019

b. Observasi

Selain menggunakan metode wawancara, penelitian ini juga dibantu

dengan metode pengamatan atau observasi, Observasi menurut Burhan Bungin

(2013) adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya

melalui hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya.

Peneliti melakukan pengamatan terhadap keluarga-keluarga aktivis gender

dalam melakukan sosialisasi gender di rumah masing-masing. Selain itu,

peneliti juga mengamati interaksi antara agen sosialisasi dan target sosialisasi

serta perilaku dari masing-masing informan dan mencatatnya.

c. Studi Pustaka

Studi pustaka dalam penelitian ini merupakan jenis data sekunder yang

akan digunakan untuk membantu proses penelitian, juga sebagai penunjang

data primer. Peneliti mengumpulkan informasi terkait penelitian mengenai

Page 38: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

26

sosialisasi peran gender dan prilaku sosial yang didapatkan melalui buku,

skripsi, jurnal, atau karya ilmiah lainnya.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

a. Reduksi data (data reduction) atau yang biasa disebut merangkum

data. Dalam proses ini, peneliti mencoba menyederhanakan atau memilih hal-

hal yang penting atau hal yang pokok yang di dapatkan pada saat penelitian

berlangsung.

b. Penyajian data (data display). Dalam tahap ini, peneliti

mendeskripsikan informasi yang diklasifikasikan sebelumnya mengenai bentuk

sosialisasi peran gender dalam keluarga aktivis gender.

c. Penarikan simpulan. Peneliti berupaya menarik kesimpulan dari data

yang didapatkan pada saat penelitian berlangsung.

H. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, peneliti membaginya kedalam empat bab agar dapat

mempermudah pembaca dalam memahami isi dari penelitian ini. Didalam setiap bab

dalam penelitian ini, peneliti juga membaginya ke dalam sub-bab. Berikut

sistematika pembagiannya:

Page 39: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

27

BAB I: PENDAHULUAN yaitu membahas mengenai pernyataan masalah,

pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka

teoritis, definisi konsep, metodologi penelitian dan sistematika penulisan

BAB II: GAMBARAN UMUM yaitu membahas mengenai Kota Tangerang

Selatan sebagai daerah lokasi penelitian, kondisi demografi, kondisi social

masyarakat Kota Tangerang Selatan, social keagamaan, Kota Tangerang Selatan dan

perempuan, serta profil subjek peneltian (informan).

BAB III: PEMBAHASAN yaitu membahas mengenai makna gender bagi

aktivis perempuan dan anak, sosialisasi peran gender pada anak, dan sikap anak akan

peran gender.

BAB IV: PENUTUP yakni membahas mengenai kesimpulan dan saran.

Page 40: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

28

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kota Tangerang Selatan

Tangerang Selatan merupakan daerah otonom hasil pemekaran dari Kabupaten

Tangerang Provinsi Banten yang berbatasan dengan Kota Tangerang di sebelah utara,

Kabupaten Bogor (Provinsi Jawa Barat) di sebelah selatan, Kabupaten Tangerang di

sebelah barat, serta Daerah Khusus Ibukota Jakarta di sebelah timur. Secara

geografis, Kota Tanggerang Selatan berada diantara 6º39‟ - 6º47‟ Lintang Selatan dan

106º14‟ - 106º22‟ Bujur Timur dengan luas wilayah 147,19 kilometer persegi (km²)

atau sebesar 1,63 persen dari luas wilayah Provinsi Banten. Secara administratif, Kota

Tangerang Selatan terdiri dari 7 kecamatan, dan 54 kelurahan. Berdasarkan BPS Kota

Tangerang Selatan (2017), Pondok Aren merupakan kecamatan dengan wilayah

terluas dengan 29,88 kilometer persegi (km²) dan Setu merupakan kecamatan dengan

luas wilayah terkecil yakni hanya 14,80 kilometer persegi (km²). (sumber: Badan

Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, 2008)

Iklim

Indonesia memiliki 2 iklim yakni kemarau dan penghujan. Sama halnya dengan

wilayah-wilayah lainnya, Kota Tangerang Selatan juga merupakan wilayah yang

memiliki iklim kemarau dan penghujan. Rata-rata curah hujan di wilayah Kota

Tangerang Selatan ialah 236-240 mm3

, sedangkan rata-rata suhu udaranya yakni

Page 41: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

29

27,7oC dengan kelembaban udara sebanyak 74,4%. (sumber: BPS Kota Tangerang

Selatan, 2017).

B. Kondisi Demografi Kota Tangerng Selatan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penduduk merupakan orang atau

orang-orang yang mendiami suatu tempat (kampung, negeri, pulau, dan sebagainya.

Ada tiga metode yang sering digunakan dalam pengumpulan data kependudukan

yaitu sensus, survai dan registrasi (Tukiran, 2000:17). Sensus penduduk biasa

dilakukan dalam 10 tahun sekali. Metode survei dilaksanakan di suatu daerah dan

waktu tertentu saja. Sedangkan metode registrasi dilakukan secara terus-menerus dan

dilaksanakan oleh Desa/Kelurahan. Pada tahun 2017, total penduduk Kota Tangerang

Selatan mencapai 1.644.899 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak

828.392 jiwa dan penduduk perempuan sejumlah 816.507 jiwa. Jika dilihat dari rasio

jenis kelamin (sex ratio), ada perbedaan sebanyak 11.885 jiwa antara penduduk laki-

laki dan penduduk perempuan. Jumlah penduduk laki-laki yang lebih banyak

dibandingkan perempuan di Kota Tangerang Selatan ini sangat memungkinkan

terjadi melihat lebih banyaknya penduduk laki-laki di Indonesia dibandingkan

penduduk perempuan saat ini.

Jumlah penduduk terbanyak di Kota Tangerang Selatan terletak di Kecamatan

Pondok Aren yang mencapai 392.284 jiwa atau sekitar 24% dari jumlah keseluruhan

penduduk Kota Tangerang Selatan. Sedangkan jumlah penduduk terkecil terletak di

Kecamatan Setu yang hanya mencapai sekitar 5% atau 86.784 jiwa.

Page 42: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

30

Gambar II.1 Jumlah Penduduk Kota Tangerang Selatan Tahun 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan 2017

Seperti disampaikan diatas, jumlah penduduk terbanyak terdapat di kecamatan

Pondok Aren dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 198.317 dan penduduk

perempuan sebanyak 193.967 jiwa. Sedangkn jumlah penduduk terbanyak kedua

terletak di kecamatan Pamulang dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 176.996

jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 173.927 jiwa. Selanjutnya ialah

kecamatan Ciputat dengan jumlah laki-laki dan perempuan masig masing ialah

106.161 dan 104.842 jiwa. Di kecamatan Ciputat Timur jumlah penduduk laki-laki

ialah sebanyak 106.161 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 104.842

jiwa. Berbeda dengan wilayah sebelumnya, penduduk laki-laki di kecamatan Serpong

menunjukan hasil yang lebih sedikit daripada jumlah penduduk perempuan, yakni

Page 43: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

31

91.552 dan 93.209 jiwa. Sama halnya dengan kecamatan Serpong, kecamatan

Serpong Utara juga memiliki jumlah penduduk perempuan yang lebih banyak

daripada jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk laki-laki yakni 89.554

jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 90.439 jiwa. Dan yang terakhir

ialah kecamatan Setu dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 44.329 jiwa dan

perempuan sebanyak 42.454 jiwa.

Total jumlah penduduk laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan

penduduk sebanyak 11.885 jiwa. Persebaran penduduk laki-laki terbilang cukup

merata karena perbedaan antara penduduk laki-laki dan perempuan di berbagai

kecamatan di Kota Tangerang Selatan tidak begitu signifikan dibandingkan dengan

jumlah penduduk keseluruhan di Kota Tangerang Selatan walaupun jumlah penduduk

laki-laki di masing-masing kecamatan lebih besar sedikit dibandingkan perempuan.

Selanjutnya, jumlah rumah tangga yang terdapat di Kota Tangerang Selatan ialah

sebanyak 419.313 jiwa dengan rata-rata jumlah anggota keluarga di setiap keluarga

yakni 4 orang.

Laju penduduk Kota Tangerang Selatan sangat meningkat di setiap tahunnya.

Pada tahun 2016, jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan berjumlah 1.593.812

jiwa sedangkan pada tahun 2017 berjumlah 1.644.899 jiwa. Terdapat perbedaan

sekitar 51.087 jiwa dari jumlah penduduk di tahun 2016 dan 1017. Berikut

merupakan jumlah penduduk di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2015 sampai

tahun 2017.

Page 44: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

32

Tabel II.B.1. Jumlah Penduduk Kota Tangerang Selatan Tahun 2015-2017

Tahun Laki-laki Perempuan Total

2015 777.713 765.496 1.543.209

2016 802.908 790.904 1.593.812

2017 828.392 816.507 1.644.899

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan

C. Kondisi Sosial Kota Tangerang Selatan

Kota Tangerang Selatan menjelma menjadi kota yang maju dengan letak

geografis yang berdekatan dengan Ibu Kota DKI Jakarta. Menurut sensus BPS Kota

Tangerang Selatan pada tahun 2017, untuk mengukur penduduk usia kerja menurut

jenis kegiatan utama dan jenis kelamin dibagi menjadi 2 (dua) yakni menurut

angkatan kerja (bekerja atau pengangguran) dan bukan angkatan kerja (sekolah,

mengurus rumah tangga, dan lainnya). Hasil yang diperoleh dari sensus tersebut

menunjukan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki lebih dominan

dibandingkan dengan perempuan dengan perempuan. Masysarakat Kota Tangerang

Selatan memiliki bermacam-macam mata pencaarian dengan rata-rata penduduknya

bermata pencaharian sebagai karyawan/pegawai/buruh dengan jumlah total sebanyak

495.263 jiwa yang berkeja di bidang tersebut.

Untuk melihat kondisi sosial, kita juga perlu melihat kondisi pendidikan di

Kota Tangerang Selatan. Pendidikan merupakan hal yang penting bagi seluruh

Page 45: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

33

manusia, semua manusia berhak untuk mengenyam pendidikan, baik laki-laki mapun

perempuan. Adapun menurut BPS Kota Tangerang Selatan 2018, jumlah penduduk

yang masih bersekolah di Kota Tangerang Selatan yakni sebanyak 300.910 jiwa yang

terbagi dalam tingkatan jenjang pendidikan Taman Kanak-kanak (TK), Raudatul

Athfal atau Bustanul Athfal, Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidayah (MI),

Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (Mts), Sekolah

Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA).

Jumlah bangunan sekolah di Kota Tangerang Selatan yakni sebanyak 1382

bangunan dengan jumlah bangunan terbanyak yakni jumlah bangunan Sekolah Dasar

(SD) dengan jumlah 306 bangunan. Jumlah bangunan SD menjadi bangunan

terbanyak di Kota Tangerang Selatan mengingat jumlah penduduk yang masih

bersekolah di bangku SD yang masih banyak pula. Sedangkan jumlah bangunan

yang paling sedikit ialah jumlah bangunan Madrasah Aliyah (MA) dengan jumlah

bangunan 17 bangunan. Hal ini berkaitan pula dengan jumlah penduduk yang masih

bersekolah di bangku MA lebih sedikit dibandingkan yang lainnya. Berikut

merupakan table jumlah penduduk yang masih bersekolah beserta jumlah bangunan

sekolah di Kota Tangerang Selatan.

Page 46: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

34

TABEL II.C.1 Jumlah Penduduk Yang Masih Bersekolah

Jenjang Sekolah Laki-Laki Perempuan Total

TK 11.201 10.442 21.643

Raudatul Athfal / Bustanul Athfal 2.053 2.785 4.838

SD 130.211

Madrasah Ibtidaiyah (MI) 8.716 9.255 17.971

SMP 26.747 25.911 52.658

Madrasah Tsanawiyah (MTs) 6.043 5.724 11.767

SMA 30.853 30.346 61.199

Madrasah Aliyah (MA) 309 314 623

Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan 2018

Page 47: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

35

TABEL II.C.2. Jumlah Bangunan Sekolah di Kota Tangerang Selatan

Jenjang Pendidikan Jumlah

TK 512

Raudatul Athfal / Bustanul Athfal 94

SD 306

Madrasah Ibtidaiyah (MI) 84

SMP 173

Madrasah Tsanawiyah (MTs) 44

SMA 152

Madrasah Aliyah (MA) 17

Sumber: BPS Kota Tangerang Selatan 2018

D. Sosial Keagamaan

1. Mayoritas Kepercayaan

Agama menjadi hal yang penting untuk dimiliki oleh masyarakat Indonesia dan

telah ditanamkan pada anak-anak sejak usia dini baik dari lingkungan keluarga

maupun lingkungan masyarakat. Setiap masyarakat seolah diwajibkan memiliki

agama, sangat jarang sekali masyarakat Indonesia yang tidak memiliki agama.

Terdapat 6 (enam) agama besar yang telah diakui di Indonesia yakni Islam, Kristen

Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu.

Page 48: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

36

Bersumber dari Kemeterian Agama Kota Tangerang Selatan, mayoritas

kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Kota Tangerang Selatan memeluk agama

Islam dengan jumlah pemeluk sebanyak 1.096.901 jiwa dengan penyebaran jumlah

pemeluk terbanyak terletak di Kecamatan Pamulang. Agama dengan jumlah pemeluk

terbanyak kedua di Kota Tangerang Selatan ialah agama Kristen Protestan dengan

jumlah pemeluk sebanyak 73.591 jiwa. Setelah itu terdapat agama Katolik dengan

jumlah pemeluk sebanyak 44.435 jiwa. Selanjutnya untuk pemeluk agama Hindu dan

Budha masing masing sebanyak 2.880 dan 12.250 jiwa yang tersebar di wilayah Kota

Tangerang Selatan.

2. Jumlah Tempat Ibadah

Tempat ibadah merupakan tempat yang digunakan oleh umat beragama untuk

melaksanakan ibadah menurut ajaran dari masing-masing kepercayaan yang

dianutnya. Setiap agama memiliki tempat ibadah masing-masing. Tempat ibadah

bagi pemeluk agama Islam ialah di Mesjid atau Mushola, pemeluk agama Kristen

Protestan dan Katolik beribadah di Gereja, pemeluk agama Hindu di Pura, agama

Budha di Vihara, sedangkan tempat ibadah bagi pemeluk agama Kong Hu Cu adalah

Klenteng.

Menurut Kementrian Agama Kota Tangerang Selatan pada tahun 2016, jumlah

bangunan tempat ibadah terbanyak ialah Mushola dengan jumlah bangunan sebanyak

933 tempat, selanjutnya Masjid dengan jumlah sebanyak 537 bangunan yang tersebar

di wilayah Kota Tangerang Selatan. Jumlah tempat ibadah agama Islam sangat

banyak mengingat banyaknya jumlah pemeluk agama islam yang tersebar di Kota

Page 49: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

37

Tangerang Selatan. Tempat ibadah terbanyak selanjutnya ialah Gereja Protestan

dengan jumlah bangunan sebanyak 204 bangunan. Bangunan tempat ibadah pemeluk

agama Budha juga terbilang cukup banyak yakni 12 bangunan Vihara yang tersebar

di Kota Tangerang Selatan. Selanjutnya, bangunan ibadah bagi pemeluk agama

Katholik yakni Gereja Katholik ialah sebanyak 6 bangunan, sedangkan tempat ibadah

bagi pemeluk agama Hindu dan agama Kong Hu Cu yakni masing-masing sebanyak

3 bangunan Pura dan 2 bangunan Klenteng yang masing-masing tersebar di Kota

Tangerang Selatan.

E. Tangerang Selatan dan Perempuan

Hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan merupakan bagian dari hak

politik setiap manusia. Hak ini diatur dalam Pasal 28 (3), Pasal 27 (1), Pasal 22E,

Pasal 6 (A) dan Pasal 7 (A) Amandemen UUD 1945 (Rahayu Hartini, 2009: 63).

Secara perlahan-lahan, kini perempuan Indonesia mulai mampu mengambil

kedudukan serta peran yang penting dalam politik di Indonesia. Pemempin

perempuan dikatakan sebagai salah satu kekuatan pada masyarakat di era sekarang

ini. Perempuan juga mampu untuk memiliki tanggung jawab dan peran yang sama

dalam pembangunan Indonesia, walaupun masih terlihat jelas kekuatan perempuan di

dalam parlemen masih sangat jauh dari dominasi laki-laki. Usaha untuk

memperjuangkan jumlah perempuan duduk di lembaga parlemen dan pemerintahan,

dilakukan agar keterwakilan jumlah suara perempuan seimbang dalam lembaga

negara ini (Subiakto, 2014: 182). Di Kota Tangerang Selatan sendiri saat ini dipimpin

Page 50: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

38

oleh walikota perempuan yakni Ibu Airin Rachmi Diany. Kepemimpinan Airin

Rachmi Diany yang menjabat dalam dua periode (2011-2016 dan 2016-2021) sudah

membuktikan bertapa kepemimpinan perempuan bukanlah menjadi fenomena yang

harus diperdebatkan di Kota Tangerang Selatan.

F. Profil Informan

Dalam upaya memenuhi kebutuhan data dalam penelitian ini, peneliti menemui

beberapa informan yang bersedia untuk melakukan wawancara langsung dengan

peneliti. Informan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kategori, aktivis gender

sebagai agen sosialisasi dan anak sebagai target sosialisasi. Berikut ini merupakan

profil lengkap dari masing-masing informan.

TABEL II.F.1 Profil Target Sosialisasi

No. Nama Usia Jenis

Kelamin Nama Ibu

1. Tubagus Wahyu R.W 24 Laki-laki Siti Amsariah

2. Salsabila Amanda 18 Permpuan Siti Amsariah

3. Fayyadh 11 Laki-laki Rita Pranawati

4. Farel M. Alfarisi 18 Laki-laki Banun Binaningrum

Sumber: Wawancara dengan Informan

Page 51: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

39

Tabel II.F.2 Profil Agen Sosialisasi

No. Nama Usia Pekerjaan Pengalaman Organisasi

1. Siti Amsariah 48 PNS

- Rahima (Pusat

Pendidikan dan Informasi

Islam dan Hak-Hak

Perempuan)

- Kupi (Kongres Ulama

Perempuan Indonesia

- Fatayat Nahdlatul Ulama

2. Rita Pranawati 43 Komisioner

KPAI

- KPAI (Komisi

Perlindungan Anak

Indonesia)

- PP Aisyiyah, Koord.

Divisi Hukum dan

Perundang-undangan.

- PP Muhammadiyah,

Wakil Ketua Majelis

Pelayanan Sosial

3. Banun

Binaningrum 51 Dosen

- PSW/ P2TP2A

Kabupaten Tangerang

- Kopi Centre

Sumber: Wawancara dengan Informan

Page 52: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

40

BAB III

PEMBAHASAN

A. Makna Gender

1. Aktivis Gender (Agen Sosialisasi)

Pada era sekarang ini, sudah banyak ditemukan organisasi yang dapat menaungi

aspirasi perempuan. Bahkan, banyak pula fenomena kepemimpinan perempuan yang

telah dihadirkan dalam masyarakat. Organisasi-organisasi perempuan tidaklah

didirikan untuk melawan ataupun memberontak terhadap kaum laki-laki, akan tetapi

didirikan untuk menciptakan kesetaraan yang harmonis antara perempuan maupun

laki-laki.

Sampai saat ini, masih banyak sekali masyarakat yang keliru akan istilah

gender. Gender sering kali di sama artikan dengan seks atau jenis kelamin. Padahal

keduanya memiliki arti yang berbeda. Seks atau jenis kelamin merupakan perbedaan

biologis yang bersifat kodrati yang melekat pada laki-laki dan perempuan sejak lahir

dan gender merupakan perbedaan laki-laki dan perempuan yang tidak bersifat kodrati

dan diciptakan oleh masyarakat melalui proses budaya. Gender juga bersifat dinamis

dan bisa dipertukarkan tergantung waktu dan budaya setempat.

Menurut BKKBN (2007:9), ada lima istilah dalam tahapan pemahaman

gender. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di dalam tabel berikut:

Page 53: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

41

TABEL III.A.1 Tahapan Pemahaman Gender

Pemahaman Gender Pengertian

Buta Gender (Gender Blind)

Kondisi atau keadaan seseorang yang

tidak memahami pengertian atau konsep

gender karena ada perbedaan kepentingan

laki-laki dan perempuan.

Sadar Gender (Gender Awareness)

Kondisi atau keadaan seseorang yang

sudah menyadari kesamaan hak dan

kewajiban antara perempuan dan laki-

laki.

Peka atau Sensitive Gender (Gender

Sensitive)

Kemampuan dan kepekaan seseorang

dalam melihat dan menilai hasil

pembangunan dan aspek kehidupan

lainnya dari perspektif gender

(disesuaikan kepentingan yang berbeda

ntara laki-laki dan perempuan).

Mawas Gender (Gender Perspective) Kemampuan seseorang memandang suatu

keadaan berdasarkan perspektif gender.

Peduli atau Responsive Gender

(Gender Concern/Responcive)

Kebijakan/program/kegiatan atau kondisi

yang sudah dilakukan dengan

memperhitungkan kepentingan kedua

jenis kelamin.

Page 54: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

42

Rita Pranawati yang saat ini aktif di berbagai macam organisasi perempuan

mengatakan:

“Kalau gender kan hanya peran social yang bisa berubah seiring waktu dan

lingkungan, sementara jenis kelamin kan itu tidak bisa dipertukarkan.. dengan

terknologi apapun kan sebenarnya tidak bisa membuat misalnya laki-laki hamil

ataupun melahirkan. Dan memang orang sering salah kaprah, bahwa perempuan

misalnya dalam peran domestic seolah-olah hanya ditakdirkan untuk

mengurus, rumah dan mengurus suami, padahal kan itu bisa berubah tergantung

dari komitmen masing-masing.” (Rita Pranawati, Ciputat 27 April 2019.)

Jawaban yang hampir sama dituturkan oleh Siti Amsariah (48) yang

mengatakan “gender itu kan konstruksi sosial ya yang bisa dipertukarkan ya, dan

memang tidak gampang untuk merubah konstruk-konstruk yang sudah mendarah

daging di masyarakat.” (Siti Amsariah, Pondok Aren, 27 Maret 2019)

Selanjutnya Banun Binaningrum mengatakan bahwa “gender yang terjadi

sekarang ini itu adalah konstruk sosial bentukan masyarakat ya, bukan karena

bawaan dari lahir.” (Banun Binaningrum, Pamulang, 25 Maret 2019).

Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi,

hak, tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan

adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta

kondisi setempat. Tanggung jawab dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial,

budaya dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut

waktu serta kondisi setempat (Puspitawati, 2009: 2).

Page 55: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

43

Dalam wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa gender menurut para

informan ialah perbedaan laki-laki dan perempuan berdasarkan konstruk yang

dibangun di dalam masyarakat yang sifatnya bisa dipertukarkan dan berubah seiring

waktu dan tempat.

Didalam suatu organisasi biasanya terdapat program-program yang disusun dan

dilakukan oleh anggota organisasi yang tergabung di dalamnya. Misalnya, Organisasi

Rahima (Pusat Pendidikan dan Informasi Islam dan Hak-Hak Perempuan), organisasi

ini berfokus pada pemberdayaan perempuan didalam perspektif Islam. Organisasi ini

memiliki banyak sekali program-program kegiatan, salah satu contohnya ialah dalam

bidang pendidikan. Kegiatan pendidikan Rahima menekankan pada proses aksi-

refleksi dengan kombinasi secara berselang-seling antara kelas

Lokalatih (Tadarus) dan lapangan; dimana para peserta diharapkan mengamati

langsung dari realitas yang terjadi di masyarakat sekitar mereka untuk kemudian

mereka tuliskan dalam laporan Amanah Tadarus yang berisi tentang isu-isu gender.

Penerapan program ini tidak dilakukan di lingkungan keluarga aktivis gender

melainkan di lingkungan masyarakat secara luas.

Informan Rita Pranawati mengatakan:

“Mungkin karena level saya sudah nasional ya di KPAI, sudah bukan cabang

lagi, kalau level cabang sangat mungkin ada program-program yang emang

dilakuin dirumah, walopun ga semua organisasi sih, tapi kalo KPAI kan

urusannya sudah masyarakat se Indonesia, jadi ya sudah harus ngurusin

orang..” (Rita Pranawati, Ciputat, 27 April 2019).

Page 56: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

44

Selain informan Rita Pranawati, informan Banun Binaningrum berkata

“Tanggung jawab saya sudah bukan didalam keluarga lagi, tapi sudah keluar ya mba

untuk orang-orang yang membutuhkan saya.” (Banun Binaningrum, Pamulang, 25

Maret 2019). Jawaban-jawaban diatas juga disepakati oleh informan Siti Amsariah

yang mengatakan “Kalau program yang dicover oleh lembaga untuk dirumah itu

belum ada, karena saya kan juga ngurusinnya udah diluar rumah..” (Siti Amsariah,

Pondok Aren, 27 Maret 2019)

Tidak dapat dipungkiri, bergabung dalam organisasi sangat membantu

pemahaman seseorang akan suatu hal. Dalam penelitian ini, informan menyadari

perbedaan yang signifikan akan pemahaman gender mereka. Sebelum informan

masuk kedalam organisasi, mereka belum begini memahami dengan konsep gender

itu sendiri. Informan Siti Amsariah mengatakan “Dulu kan ga ada pelajaran tentang

gender, jadi ga banyak yang saya tahu, mungkin dulu yang saya tahu gender itu

emansipasi ya, emansipasi kan berbeda konsepnya yah.” (Siti Amsariah, Pondok

Aren 27 Maret 2019). Sedangkan informan Banun Binaningrum menambahkan

bahwa konsep gender yang dia ketahui sebelum dia masuk kedalam organisasi

perempuan hanya sebatas “kesetaraan gender saja” (Banun Binaningrum, Pamulang,

25 Maret 2019).

Dari hasil wawancara diatas peneliti melihat adanya perbedaan yang jelas akan

konsep gender yang dijelaskan oleh informan ketika informan belum aktif dalam

organsisasi perempuan dan menjadi aktif dalam organisasi-organisasi perempuan.

Page 57: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

45

Peneliti juga melihat dalam pemahaman gender, para aktivis gender sebagai

informan sudah tidak lagi berada dalam tahap buta gender. Dengan pemahaman

gender yang baik, mumpuni, dan mawas gender, informan mampu menjelaskan

dengan jelas apa yang dimaksud dengan gender.

2. Anak (Target Sosialisasi)

Keluarga merupakan agen sosialisasi yang paling dekat keberadaannya dengan

seorang anak. Dalam prosesnya, sosialisasi melibatkan pihak yang melakukan

sosialisasi dan pihak yang di sosialsisasi atau target. Anak dalam penelitian ini berada

sebagai target sosialisasi. Pada saat seseorang lahir, anak sudah terbiasa untuk mulai

mempelajari peran gender yang berkemabang di masyarakat. Baik dari keluarga,

sekolah bahkan dalam lingkungan masyarakat, seorang anak biasa dihadapkan pada

perilaku-perilaku yang memperlihatkan peran gender yang ada di masyarakat.

Beberapa anak dari aktivis gender di dalam penelitian ini, sudah mampu

memahami apa yang dimaksud dengan gender yang sebenarnya. Informan Tubagus

Wahyu sebagai target sosialisasi yang mengatakan “Gender kan konstruksi sosial

tentang peran laki dan perempuan aja ya.. mama sih pernah sih ga jelasin

secara langsung, tapi sering kalo dirumah ini diskusi jadi mungkin pernah

masuk lewat situ.” (Tubagus Wahyu, Pondok Aren, 27 Maret 2019)

Sedangkan Farel M. Alfarisi mengatakan “Mungkin secara umum yang aku

pernah baca ya peran gender ya itu peran yang dibentuk didalam pikiran aja ya, kalo

Page 58: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

46

mama sih kyaknya belom ya jelasin tentang itu” (Farel M. Alfarisi, Pamulang, 25

Maret 2019).

Dua informan lainnya yakni Salsabila Amandha dan Fayyadh masih keliru

dan belum mampu memahami arti dari gender yang sebenarnya. Informan Salsabila

Amandha rupanya masih keliru akan arti gender dengan jenis kelamin yang

sebenarnya. Informan ini berkata “Gender itu cewe dan cowo kan?” (Salsabila

Amandha, Pondok Aren, 27 Maret 2019). Sedangkan informan Fayyadh sama sekali

tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan gender dan berkata “Gak tau deh aku

ngga ngerti” (Fayyadh, Ciputat 27 April 2019).

Dari hasil wawancara diatas, dua informan dapat memahami makna dari

gender yakni sebagai perbedaan peran sosial antara laki-laki dan perempuan yang

dibentuk dalam masyarakat sekitar. Sedangkan dua informan lain masih belum

mampu memahami apa itu gender. Untuk informan Fayyadh, peneliti dapat

memahami mengapa informan belum mengerti apa yang dimaksud dengan gender,

selain karena usia, Ibu Rita Pranawati sebagai orang tua memang belum memberi

tahu secara langsung apa yang dimaksud dengan gender. “Kalau saya memang

belum pernah tuh ngasih tau langsung ke anak saya apa itu gender, nanti juga dia

biasa memahami sendiri lah kalua udah waktunya” (Rita Pranawati, 27 April 2019).

Page 59: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

47

B. Sosialisasi Peran Gender

Sebagaimana dijelaskan dalam Bab sebelumnya, agen sosialisasi sangatlah

penting dalam proses sosialisasi. Menurut Getrude Jaeger (dalam Sunarto 2012 : 24)

menyatakan, “Peran para agen sosialisasi pada tahap awal yaitu keluarga, terutama

orang tua sangatlah penting karena keluarga merupakan agen sosialisasi paling awal

yang dijalani oleh setiap individu”. Sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua sebagai

agen sosialisasi kepada anak sebagai target sosialisasi dalam penelitian ini dilakukan

dalam berbagai cara, misalnya interaksi yang dilakukan oleh agen dan target

sosialisasi, diskusi, penjelasan yang tepat, bahkan dimasukkan dalam bentuk cerita-

cerita.

Didalam hal kecil seperti contoh, warna, yang dalam konstruksi sosial pun

seolah memiliki jenis kelamin tertentu. Pink, yang dalam konstruk sosialnya

merupakan warna yang hanya digunakan oleh perempuan, sedangkan warna biru

merupakan warna yang digunakan oleh laki-laki. Sedangkan dari hal yang lainnya,

Peran gender yang seperti ini terus berlangsung dari generasi ke generasi. Dalam

penelitian ini peneliti melihat dengan jelas bagaimana agen sosialisasi berusaha

senetral mungkin dalam memberikan baik perlakuan maupun informasi tentang

pemakaian barang yang sudah terkonstuk oleh masyarakat terhadap anak sebagai

target sosialisasi.

Page 60: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

48

Siti Amsariah menjelaskan cara yang informan gunakan untuk menerapkan

persfektif gender dalam keluarga yakni lewat cerita-cerita

“..kalau ke anak-anak saya bisasanya menerapkannya lewat cerita ya, kisah-

kisah rasul, sahabat.. dan emang cara ini juga pernah suatu saat membuat anak

saya tertarik, sampai anak saya pernah minta ikut pelatihan terkait gender..”

“….pernah saya bilang ke wahyu “abang itu harus bisa masak, istrimu nanti

melahirkan, jangan beripikir nanti kamu punya pembantu” pernah loh saya

punya tetangga cerai karena suaminya ga bisa masak, oleh karena itu saya

siapkan anak saya, karena sekali lagi saya bilang, kamu sama pasangan kamu

itu mitra, sejajar, gaada kamu sebagai laki-laki diatas pasanganmu.” (Siti

Amsariah, Pondok Aren, 27 Maret 2019).

Jawaban Siti Amsariah diperkuat oleh jawaban dari sang anak

Berbeda dengan Siti Amsariah yang menerapkannya melalui cerita rasul,

informan Rita Pranawati mengatakan:

“Sebenarnya sih berdasar peran saya saja ya sebagai orang tua, misalnya ya

anak-anak saya kan kadang suka dapet dari temen-temennya “ini kan mainan

cewe” “iih ini kan mainan laki..” “bola kan mainan laki..” lalu saya bilang

“bola kan ga ada jenis kelaminnya de” bahwa dari hal-hal sekecil itu saya sudah

menerapkan hal yang netral.” (Rita Pranawati, Ciputat, 27 April 2019)

Untuk informan Banun Binaningrum, ia mengatakan bahwa “saya juga

mengajarkan anak saya yang cowok nih sebagai contoh mencuci piring ya.. saya

beritahu pekerjaan tersebut bukan cuma pekerjaan perempuan kak, cowo juga harus

bisa ngelakuinnya” (Banun Binningrum, Pamulang, 25 Maret 2019)

Untuk melihat sosialisasi lebih jauh lagi, penelitian ini menggunakan teori

belajar sosial yang berkaitan dengan penelitian ini. Teori belajar sosial mengakui

bahwa perlakuan yang berbeda dari agen sosialisasi untuk anak perempuan dan laki-

Page 61: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

49

laki anak menciptakan perbedaan gender dalam perilaku sang anak. Dalam penelitian

ini, hampir semua informan menyatakan bahwa mereka tidak pernah membeda-

bedakan antara anak laki-laki dan perempuan. Memang benar terdapat pembedaan,

akan tetapi pembedaan perlakuan antara anak laki-laki dan perempuan bukan

didasari atas perbedan jenis kelamin, akan tetapi didasari pada umur dan minat sang

anak. Rita Pranawati mengatakan “Perbedaannya mungkin bukan karena jenis

kelamin ya, tapi karena minat dan umur mungkin.” (Rita Pranawati, Ciputat, 27 April

2019)

Hampir sama dengan jawaban Rita Pranawati, Siti Amsariah mengatakan

“Saya mah ga pernah beda-bedain anak saya cuma karena yang satu laki dan yang

satu perempuan.. kalaupun ada ya mungkin karena saya melihat perbedaan

umurnya saja ya..” (Siti Amsariah, Pondok Aren, 27 Maret 2019). Pernyataan ini

dikuatkan oleh anaknya sebagai target sosialisasi saat peneliti sedang melakukan

wawanncara langsung. Salsabila Amanda mengatakan “Kita punya keleluasaan

berpendapat dirumah, jadi udah ga ada tuh dibeda-bedain karena aku cewe”

(Salsabila Amandha, Pondok Aren, 27 Maret 2019).

Teori belajar sosial juga berpendapat bagaimana peran gender dipelajari melalui

penguatan-penguatan yang anak terima tentang perilaku gender yang pantas atau

tidak pantas untuk dilakukan. Melalui wawancara langsung, peneliti melihat bahwa

konsep stereotipe yang berlagsung di masyarakat mengenai sikap atau perilaku yang

pantas dan tidak pantai dimiliki oleh seseorang berdasarkan jenis kelaminnya sudah

Page 62: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

50

berubah dalam keluarga aktivis gender. Semua target sosialisasi dalam penelitian ini

mengatakan bahwa orang tua mereka tidak pernah menyuruh untuk melakukan

sesuatu yang hanya pantas dilakukan berdasarkan jenis kelamin mereka masing-

masing.

Informan Salsabila Amandha mengatakan “Mama sih ga pernah ngomongin

kayak gitu nyuruh-nyuruh kamu gini aja kamu gitu aja, tapi kalo saya sadar aja kalo

berprilaku yah gamau ngecewain mama” (Salsabila Amandha, Pondok Aren, 27

Maret 2019).

Pada era sekarang ini, seolah perilaku pantas dan tidak pantasnya kita dalam

bersikap adalah hal yang bisa dinilai oleh masyarakat lingkungan pada umumnya.

Perempuan yang sibuk bekerja, anak perempuan yang bermain bola, dan suami yang

mengurus anak masih dinilai tabu oleh sebagian masyarakat. Budaya patriarki masih

terasa cukup kental di Indonesia. Menurut Walby (1990:20), patriarki adalah struktur

sosial dan prakteknya dimana laki-laki mendominasi, mengoperasikan dan

mengeksploitasi perempuan. Masih banyak masyarakat tradis ional dengan budaya

patriarkinya ranahnya perempuan hanya berada di dalam rumah saja (domestik) dan

menganggap bahwa pekerjaan memasak adalah hal yang hanya boleh dilakukan oleh

perempuan saja. Padahal tidak ada tolak ukur yang jelas mengapa memasak hanya

boleh dilakukan oleh perempuan saja. Bahwa seolah semua pekerjaan domestik

menjadi tanggung jawab kaum perempuan ini dirasa sangat merugikan kaum

perempuan. Aktivis gender sebagai agen sosialisasi telah perlahan merubah

Page 63: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

51

konstruksi sosial yang dianggap terlalu merugikan perempuan kepada anak sebagai

target sosialisai.

Sosialisasi peran gender dalam penelitian ini juga dilihat dari bagaimana

pembagian pekerjaan di dalam keluarga aktivis gender. Pembagian pekerjaan yang

dilakukan di dalam keluarga aktivis dalam penelitian ini harus bisa dikerjakan oleh

laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, ada kontribusi yang setara antara

masing-masing anggota keluarga. Menurut Puspitawati (2014: 5-6), kemitraan dalam

pembagian peran untuk mengerjakan aktivitas kehidupan keluarga menunjukkan

adanya transparansi penggunaan sumberdaya, terbentuknya rasa saling

ketergantungan, berdasarkan kepercayaan dan saling menghormati, dan

terselenggaranya kehidupan keluarga yang stabil, harmonis, teratur yang

menggambarkan adanya “good governance” di tingkat keluarga. Di dalam penelitian

ini pembagian pekerjaan dilakukan seadil mungkin tanpa membeda-bedakan jenis

kelamin dari masing-masing agen sosialisasi maupun target sosialisasi. Dalam

pembagian pekerjaan ini, anak-anak sebagai target sosialisasi sudah mampu

memahami bahwa setiap pekerjaan rumah tidak dimiliki oleh jenis kelamin tertentu

saja.

Informan Tubagus Wahyu merupakan informan yang sangat sering memasak di

rumahnya, informan juga sering melakukan pekerjaan rumah seperti mengepel dan

menyapu. Bahkan informan bercerita ketika temannya datang ke rumahpun informan

tidak malu meskipun informan sedang mengerjakan pekerjaan rumah. Informan

Page 64: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

52

Tubagus Wahyu menyadari betul bahwa tidak ada dasar yang menjadi larangan

bahwa seseorang lelaki tidak boleh melakukan perempuan yang orang sebut

“pekerjaan perempuan” atau “pekerjaan domestik”. Kemampuan informan Tubagus

Wahyu tentang pemahaman gender tidak luput karena peran orang tuanya. Peranan

informan agen sosialisasi dalam proses sosialisasi terlihat jelas sangat membantu

dalam respon maupun reaksi sang anak dalam berperilaku di kehidupan sehari-hari.

Gambar III.1 Contoh Pembagian Pekerjaan

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Teori belajar sosial juga mengakui bahwa pembelajaran yang anak terima dapat

terjadi melalui observasi dan pemodelan, baik itu berbentuk penghargaan dan

hukuman (Amy S. Wharton 2005:32). Masih banyak di sekitar kita orang tua

Page 65: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

53

memberi hukuman yang berbeda antara anak laki-laki dan anak perempuan karena

konstruk bahwa wanita lebih lemah dibanding laki-laki sudah melekat dan mendarah

daging di banyak pribadi manusia. Padahal, perlakuan yang berbeda antara pemberian

hukuman kepada anak laki-laki bisa saja menimbulkan kesenjangan sosial antara

anak laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki bisa merasa adanya ketidakadilan dalam

dirinya, begitupun sebaliknya.

Dalam penelitian ini, peneliti juga meneliti bagaimana aktivis gender

memberikan hukuman kepada target sosialisasi jika target sosialisai melakukan

kesalahan. Dalam wawancara yang dilakukan, peneliti melihat bahwa tidak ada

perbedaan dalam pemberian hukuman antara anak laki-laki dan perempuan atas dasar

jenis kelamin dan aktivis gender sebagai agen sosialisasi juga tidak menerapkan

hukuman jika anaknya berperilaku tidak sesuai gender. Informan Banun

Binaningrum mengatakan “Gak ya sama aja sih ya antara perempuan dan laki-laki,

Tapi saya mungkin membedakan hukumannya berdasarkan umur ya..” (Banun

Binaningrum, Pamulang, 25 Maret 2019) sedangkan informan Siti Amsariah

mengatakan “Kalau saya ya keras mau ke perempuan atau laki..” (Siti Amsariah,

Pondok Aren, 27 Maret 2019).

Informan Tubagus Wahyu mengatakan “Hukuman itu kan ga melulu soal

kekerasan ya. Pola marah mama saya udah berubah, sekarang bagi anak-anaknya

dengan mama diemin kami seharian udah seperti menghukum kami”(Tubagus

Wahyu, Pondok Aren, 27 Maret 2019) dan diperkuat oleh Salsabila Amandha “mama

Page 66: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

54

nih ya kalo marah itu seharian diruang kerja. Itu aja udah bikin aku takut.”

(Salsabila Amandha, Pondok Aren, 27 Maret 2019). Informan Siti Amsariah terlihat

begitu tegas dalam mendidik anak-anaknya tapi masih memberikan keleluasaan bagi

anaknya untuk melakukan apa yag diinginkan oleh anaknya. Pola asuh seperti ini

yang kemudian disebut dengan pola asuh demokrasi. Menurut Santrock (2007)

pengasuhan demokrasi adalah pola asuh yang mendorong anak untuk mandiri namun

masih menerapkan batas dan kendali pada tindakan mereka (Dewi Sartika Panjaitan

dan Wardiyah Daulay, 2012:40).

Penerapan hukuman jika seorang melakukan kesalahan adalah hal yang wajar,

tergantung bagaimana hukuman yang diberikan. Selain hukuman, seorang anak juga

pantas untuk mendapatkan imbalan (reward) jika sang anak melakukan hal yang

membanggakan orang tua. Aktivis gender dalam penelitian ini semaksimal mungkin

memberikan reward kepada sang anak tidak berbasis gender. Informan Rita

Pranawati mengatakan “Kalau reward kan ga mesti melulu tentang barang ya,

dengan say thankyou juga bisa. Cuma kalaupun barang ya bukan sesuai jenis

kelamin ya..” (Rita Pranawati, Ciputat, 29 April 2019)

Terkait reward, informan Banun Binaningrum berkata:

“Sesuai minat dan kebutuhan anak-anak saya aja sih ya. Anak saya yang ini nih

suka basket, ya kalau memang anak saya melakukan sesuatu yang

membanggakan sih biasanya saya kasih sesuai kesukaannya aja, kayak sepatu

basket.. tapi tetap, bilang ayahnya dulu, ya namanya keluarga kan enaknya

diomongin bareng-bareng.” (Banun Binaningrum, Pamulang, 25 Maret 2019)

Page 67: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

55

Setiap orang tua memiliki pola asuh dan cara mensosialisasikan gender yang

berbeda kepada anak-anaknya. Menurut Brofenbrenner dan Melvin Kohn, ada dua

bentuk dalam sosialisasi, yakni sosialisasi yang berorientasi pada ketaatan yang

disebut dengan sosialisasi dengan cara represif (repressive socialization), dan yang

berorientasi pada dilakukannya partisipasi (parcitipatory socialization). Sosialisasi

yang represif menitikberatkan hukuman pada perilaku yang salah, dan sosialisasi

yang partisipatoris memberikan imbalan untuk perilaku yang baik (Ihromi, 1999:48).

Peneliti melihat bentuk sosialisasi yang terjadi dalam penelitian ini berupa sosialisasi

partisipatoris, dimana hukuman dan imbalan yang terjadi bersifat simbolik dan

penekanan akan sosialisasi gender dilakukan dalam proses interaksi. Pada bentuk

sosialisasi ini, agen dan target sosialisasi memiliki tujuan yang sama dan keduanya

berpartisipasi dalam proses sosialisasi.

Melalui wawancara, peneliti melihat bahwa aktivis gender sebagai agen

sosialisasi sudah mampu mensosialisasikan apa yang dimaksud dengan peran gender

kepada anak-anak sebagai target sosialisasi. Sosialisasi dapat dilakukan dengan cara

yang berbeda-beda oleh agen sosialisasi sebagai pihak yang memlakukan sosialisasi.

Meskipun dengan cara yang beragam, akan tetapi sang anak (target sosialisasi) dalam

penelitian ini sudah mampu bersikap netral akan konstruk sosial yang masih

berlangsung dimasyarakat.

Page 68: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

56

C. Sikap Anak akan Peran Gender

Teori belajar sosial menjelaskan bagaimana dimasa depan, reaksi yang anak

lakukan pada kejadian yang sama dipengaruhi oleh respon yang ia pernah terima

sebelumnya (Amy S. Wharton, 2005:32). Contohnya, bagi sebagian masyarakat,

fenomena laki-laki menangis merupakan hal yang masih tabu. Laki-laki merupakan

sosok yang kuat, maka seorang laki-laki pasti bisa menahan kesedihan. Padahal

Tuhan menciptakan air mata tidak hanya untuk perempuan saja, tetapi untuk laki-laki.

Konstruksi sosial yang seperti ini yang kemudian membuat laki-laki merasa malu

untuk meneteskan air mata. Biasanya, yang paling pertama memberikan konstruk

tersebut ialah keluarga, yakni agen sosialisasi primer yang sangat dekat

keberadaannya dengan kita.

Informan Banun Binaningrum mengatakan bahwa ia tidak pernah melarang

anak laki-lakinya untuk menangis dikala sedih “saya pernah juga tuh bilang ke anak

saya, kalau kamu mau menangis menangis aja.. karena Allah ngasih kamu air mata

buat nangis, jangan dipendem” (Banun Binaningrum, Pamulang, 25 Maret 2019).

Penerapan perspektif gender seperti ini nantinya akan membantu sang anak dalam

memberikan respon yang serupa kepada orang lain ketika sang anak berada di luar

rumah.

Tidak hanya dalam contoh menangis saja, dalam perbedaan pemberian

pekerjaan antara anak laki-laki dan anak perempuan dirumah mampu memberikan

Page 69: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

57

pengaruh kepada sang anak untuk memilih-memilih pekerjaan yang akan anak

kerjaan diluar rumah. Sebagai anggota aktivis organisasi perempuan, informan-

informan dalam penelitian ini berpendapat bahwa mereka tidak pernah membeda-

bedakan antar jenis kelamin laki-laki dan perempuan dalam memberikan pekerjaan

kepada anaknya. Informan Siti Amsariah mengatakan “Kalau untuk aspek

pembagian kerja dirumah itu biasanya ribet kalau pas si “mbak”nya pulang

kampong, pembagian kaerja ya saya bagi seadil mungkin, masalah hasilnya bersih

atau engga ya itumah urusan lain, mau dia bikin minum untuk tamu rasanya

abakadabra ya itu belakangan” (Siti Amsariah, Pondok Aren, 27 Maret 2019).

Jawaban ini kemudian diperkuat oleh sang anak, yakni informan Salsabila Amandha

yang berkata “Kalau kita semuanya sama aja sih ya karena kalo mba-nya pulang ka

n cuma bertiga, ya paling mama bagiinnya seadil mungkin, misal aku yang nyapu,

abang yang ngepel.” (Salsabila Amandha, Pondok Aren, 27 Maret 2019)

Informan Banun Binaningrum mengatakan bahwa pembagian pekerjaan yang

dilakukan dirumahnya selain atas dasar tanggung jawab sang anak dan juga

komposisi kesibukan sang anak yang berbeda-beda, “Atas dasar tanggung jawab sih

ya, dan yang lagi sempet aja gitu..cuci baju atau yang sudah menjadi tanggung

jawab dia ya dia kerjakan sendiri” (Banun Binaningrum, 25 Maret 2019). Sebagai

target sosialisasi, rupanya respon sang anak akan hal yang pernah diterimanya

dirumah, pernah diterapkan oleh informan Faris M. Alfarisi yang mengatakan bahwa

di luar rumah, informan juga tidak pernah memilih-milih pekerjaan berdasarkan jenis

Page 70: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

58

kelamin, akan tetapi informan melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang

informan miliki. Informan berkata “Aku ga pernah sih milih-milih “udah ini kerjaan

gue aja kan gue cowo” tapi kalo aku paling selagi yang aku bisa ya aku kerjain”

(Faris M. Alfarisi, 25 Maret 2019)

Selain itu dalam penelitian ini juga membahas bagaimana orang tua sebagai

agen sosialisasi berusaha untuk tidak membatasi seorang anak dalam pemilihan

teman bermain. Pandangan stereotype adalah suatu pelebelan atau penandaan yang

sering kali bersifat negative secara umum terhadap salah satu jenis kelamin tertentu.

Dalam stereotype yang berkembang di masyarakat, sering kali kita mendengar bahwa

kebanyakan anak laki-laki yang bermain dengan perempuan akan dapat membuat

sang anak menjadi feminim. Pembatasan-pembatasan ini yang kemudian akan dapat

membuat sang anak nantinya memilih-milih dalam berteman.

Dalam wawancara yang peneliti lakukan langsung, informan-informan dalam

penelitian ini yakni agen sosialisasi tidak pernah memberikan batasan untuk anaknya

memilih teman. Yang menjadi batasan pemilihan pertemanan antara anak dan

temannya bukan karena jenis kelamin, akan tetapi atas dasar perilaku. Informan Siti

Amsariah mengatakan:

“Pembatasan itu bukan soal jenis kelamin tapi karena perilaku ya, akhlak, saya

perna melarang anak saya yang laki-laki karena temannya kalo maen kesini

gapernah solat. Ya saya larang lah. Kalau yang cewe kebanyakn temennya kan

cowo ya, kalau pulang malam ya teman-teman cowoknya berame-rame itu antar

anak saya yang perempuan pulang.” (Siti Amsariah, Pondok Aren, 27 Maret

2019)

Page 71: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

59

Jawaban diatas diperkuat oleh sang anak yakni Salsabila Amandha yang

berkata:

“Saya lebih banyak main sama temen cowo, soalnya lingkungan saya juga dari

kecil kebanyakan temen cowonya, kalo curhat juga lebih enak sama cowok,

terus kalo temen cowo tuh suka nganterin saya pulang kalo kemaleman jadi

lebih seneng main sama temen cowok, tapi tetep .. saya juga punya temen

cewek, ”(Salsabila Amandha, Pondok Aren, 27 Maret 2019).

Informan Rita Pranawati menyatakan bahwa yang diterapkannya di rumah

kepada anaknya sudah semaksimal mungkin ia terapkan agar tidak bias gender. Tapi

hal itu akan berubah ketika sang anak sudah mengenal dunia luar yang memang

sampai saat ini masih bias gender. Dalam pembatasan pemilihan teman untuk anak,

informan menjawab “Engga ya, Cuma memang mungkin karena sekolah dia PKS

ya dan dia juga sudah masuk remaja ya mungkin sudah malu-malu. Malah kadang

saya suka nanya “mas kamu ga main sama cewe-cewe?” dijawab “gak lah” mungkin

karena itu pengaruh luar juga ya mba. Tapi dia punya sih teman perempuan.” (Rita

Pranawati, Ciputat, 27 April 2019).

Sedangkan informan Banun Binaningrum berkata “Tidak sih ya saya mah

membebaskan anak saya main sama siapa, tapi mungkin saya membatasinya atas

dasar perilaku dan kalau temannya itu memkhawatirkan” (Banun Binaningrum,

Pamulang, 25 Maret 2019). Informan Farel M. Alfarisi juga mengatakan bahwa

informan tidak hanya bermain dengan sesame jenis kelamin saja, akan tetapi ia juga

bermain dengan lawan jenis.

Page 72: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

60

Pada wawancara diatas peneliti memahami bahwa pembatasan pertemanan

anak oleh agen sosialisasi yang paham gender bukan lagi didasarkan oleh jenis

kelamin, melainkan tentang akhlak atau perilaku seorang teman. Perilaku seorang

teman yang tidak baik dikhawatirkan akan berpengaruh kepada perilaku sang anak.

Sehingga agen sosialisasi berusaha untuk membatasi anak ketika sang anak memiliki

teman bermain yang mengkhawatirkan. Konstruk sosial yang berkembang tidak

menjadi penghambat untuk target sosialisasi memiliki teman dengan lawan jenisnya..

Kita sebagai manusia memiliki peran sebagai anggota masyarakat. Menurut

Soejono Soekamto (1982:244), peranan sendiri mencakup tiga hal pokok, yakni

norma-norma yang berhubungan dengan status orang dalam masyarakat, konsep

tentang sesuatu yang boleh dilakukan oleh individu dan masyarakat sebagai sebuah

organisasi dan peranan merupakan perilaku individu yang penting bagi struktur

social.

Informan dalam penelitian ini melihat bahwa pola pertemanan sang anak antar

jenis kelamin bukanlah merupakan suatu penyimpangan akan norma-norma di

masyarkat, walaupun mungkin masyarakat punya naskah yang berbeda. Informan-

informan di dalam penelitian ini sangat sepakat jika pembatasan anak dalam memilih

teman sesuai jenis kelamin tertentu nantinya akan berpengaruh kepada reaksi sang

anak di luar rumah.

Page 73: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

61

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua sebagai agen sosialisasi primer

sangat memberikan pengaruh terhadap pemahaman nilai-nilai gender serta perilaku

anak sebagai target sosialisasi. Dalam penelitian ini, para aktivis gender memahami

makna gender sebagai perbedaan laki-laki dan perempuan berdasarkan konstruk yang

dibangun oleh masyarakat yang sifatnya bisa dipertukarkan dan berubah seiring

waktu dan tempat. Sedangkan makna gender bagi anak dalam penelitian ini adalah

perbedaan peran social antara laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh

masyarakat sekitar.

Bentuk sosialisasi yang terjadi dalam penelitian ini berupa sosialisasi

partisipatoris, yakni kedua pihak baik agen sosialisasi maupun target sosialisasi sama-

sama berpartisipasi dalam proses sosialisasi dan memiliki tujuan yang sama. Aktivis

gender berusaha menanamkan nilai-nilai gender di dalam keluarga dengan tidak

berperilaku diskriminasi dan tidak memelihara konstruk yang bias gender sehingga

pekerjaan yang dahulu dianggap milik laki-laki juga diperkenalkan menjadi milik

laki-laki, begitupun sebaliknya. Aktivis gender dengan pemahaman gender yang

mawas (gender perspective), mengenalkan nilai-nilai gender kepada anak melalui

Page 74: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

62

interaksi sehari-hari, pola mengasuh anak (memberikan teladan kepada anak),

diskusi, bahkan cerita sebelum tidur.

B. Saran

Dari kesimpulan hasil penelitian di atas, berikut ini beberapa saran yang dapat

penulis berikan.:

1. Akademis

Penelitin akademis selanjutnya diharapkan dapat meneliti lebih mendalam

mengenai sosialisasi peran gender dalam keluarga seperti misalnya sosialisasi

gender yang dilakukan oleh ayah kepada anak laki-laki maupun perempuan di

daerah rural area.

2. Orang Tua

Kepada para orang tua diharapkan lebih mampu bersikap adil, mampu

menerapkan nilai-nilai gender, dan tidak bias gender terhadap perlakuan

kepada anak sehingga tidak menimbulkan diskriminasi antara anak

perempuan dan anak laki-laki.

3. Kebijakan

KPPPA (Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak)

diharapkan mampu meningkatkan sensitivitas gender bagi keluarga aktivis

Page 75: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

63

serta memasukan perspektif gender dalam kurikulum sekolah atau teks ajar

karena ibu berperan penting dalam mengajarkan tugas sekolah di rumah.

Page 76: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

64

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Moore A. 2003. Small and Medium Enterprise and Medium in Asia

Pasific: Rules and Issues. Huntington: NY, Nova Science Publisher.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2007. Konsep dan Teori

Gender. Jakarta: Pusat Pelatihan Gender dan Peningkatan Kualitas

Perempuan, BKKBN.

Bungin, Burhan. 2013. Metodologi Penelitian Sosial&Ekonomi. Jakarta: Kencana.

BPS Kota Tangerang Selatan.2018. Kota Tangerang Selatan dalam Angka 2018.

Diunduh pada 5 Maret 2019.

(https://tangselkota.bps.go.id/publication/2018/08/16/dc6ec394149d9262db

14f97b/kota-tangerang-selatan-dalam-angka-2018.html)

Chusniatun, Kuswardani, Joko Suwandi. 2015. Sosialisasi Gender pada

Pembinaan Karier Guru-Guru Perempuan di Lingkungan Lembaga

Pendidikan Muhammadiyah di Surakarta. Unniversity Reasearch

Colloquium 2015.

Dwyer, J. dan R.Coward (eds.). 1992. Gender, Families, and Elder Care.

Newbury Park, CA: SAGE.

Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya.

Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hurlock, Elishabeth B. Diterjemahkan oleh Med Meitari Tjandra. 1978.

Perkembangan Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga

Ihromi, T.O. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Kantor Negara Pemberdayaan Perempuan RI. 2001. Pengarusutamaan Gender:

Suatu Strategi dalam Pembangunan. Jakarta: CIDA

BPS Kota Tangerang Selatan.2018. Kota Tangerang Selatan dalam Angka 2018.

Kartono, Kartini. 1986. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Alumni

Martono, Nanang. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Rajawali Pers.

Mosse, Julia Cleves. 1998. Gender dan Pembangunan.Yogyakarta: Rifka Annisa

Women’s Crisis Center dan Pustaka Pelajar.

Mulia, Siti Musdah. 2004. Islam Menggugat Poligami. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Page 77: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

65

Oakley, Ann. 1972. Sex, Gender, and Society. London: Maurice Temple Smith.

Panjaitan, Dewi Sartika dan Wardiyah Daulay. 2012. Pola Asuh Orang Tua dan

Perkembangan Sosialisasi Remaja di SMA Negeri 15 Medan.

Priyatna, Haris. 2013. Kamus Sosiologi. Bandung: Nuansa Cendekia.

Puspitawati, Herien. 2009. Teori Gender dan Aplikasinya dalam Kehidupan

Keluarga. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Rahima, Swara. Media Islam untuk Hak-Hak Perempuan. Diunduh pada 30 April

2019. (https://www.swararahima.com/)

Ritzer, George; Godman J. Douglas. 2004. Teori Sosiologi Modern. Edisi

Keenam. Alih Bahasa Alimandan. Jakarta: Kencana.

Sastriyani, Siti Hariti., ed. 2009. Gender and Politics. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi, Jakarta: Kencana.

Setyowati, Nanik dan Oksiana Jatiningsih. 2006. Pendidikan Jender Bagi Calon

Guru SD Dalam Rangka Penyiapannya Menjadi Agen Sosialisasi Jender di

Sekolah Dalam Rangka Pendekonstruksian Nilai Jender Pada Anak Menuju

Tatanan Kehidupan yang Egalitarian. Diunduh pada 4 juni 2016

(http://ejournal.unesa.ac.id/)

Soehartono, Irawan. 2002. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya.

Showalter, Elaine (ed.). 1989. Speaking of Gender. New York & London:

Routledge.

Situngkir, Hokky. 2011. Understanding from and to the inability to understand:

Social Complexity as a new perspective to understand social phenomena.

MPRA Paper No. 3087, pp: 1-14.

Subadi, Tjipto. 2010. Sosiologi. FKIP UMS.

Sunarto, Kamanto. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia Press.

Suryani, Elvira. Sosialisasi Kesetaraan Gender pada Pegawai Kantor

Kesejahteraan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Bekasi.

Jurnal Kybernan, Vol. 1, No. 2 September 2010

Soekanto, Soerjono dan Mustafa Abdullah. 1982. Sosiologi Hukum dalam

Masyarakat. Jakarta: Rajawali.

Page 78: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

66

Tohirin. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan dan Bimbingan

Konseling. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Tukiran. 2000. Sensus Penduduk di Indonesia. Jurnal Kependudukan dan

Kebijakan Universitas Gajah Mada. Diunduh pada 29 Maret 2019.

(https://jurnal.ugm.ac.id/populasi/article/view/12328)

Walby, S. 1990. Theorizing Patriarchy. Oxford: Wiley Blackwell.

Wharton, Amy S. 2005. The Sociology of Gender. Blackwell Publishing.

Page 79: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

LAMPIRAN DOKUMENTASI FOTO

Foto bersama informan Ibu Rita Pranawati

Foto ketika informan Tubagus Wahyu sedang memasak

Page 80: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

LAMPIRAN PERTANYAAN WAWANCARA

AGEN SOSIALISASI

Nama: Siti Amsariah

Usia: 48

Lokasi: Pondok Aren

Pendidikan: S2

Pekerjaaan: PNS

Status: Janda

Tanggal dan Waktu: 27 Maret 2019/ 10.00

NO. DIALOG

1. Q: Bagaimana anda memahami gender sebelum masuk ke dalam

organisasi perempuan?

A: Dulu kan ga ada pelajaran tentang gender, jadi ga banyak yang saya

tahu, mungkin dulu yang saya tahu gender itu emansipasi ya, emansipasi

kan berbeda konsepnya yah..

2. Q: Sebagai aktivis gender, apa yang anda pahami tentang gender?

A: gender itu kan konstruksi social ya, dan memang tidak gampang ya

untuk merubah konstruk-konstruk yang sudah mendarah daging di

masyarakat.

3. Q: Bagaimana anda menerapkan perspektif gender dalam keluarga anda?

A: Kalau ke anak-anak saya bisasanya menerapkannya lewat cerita ya,

kisah-kisah rasul, sahabat.. dan emang cara ini juga pernah suatu saat

membuat anak saya tertarik, sampai anak saya pernah minta ikut pelatihan

Q: Question (Pertanyaan)

A: Answer (Jawaban)

Page 81: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

terkait gender.

4. Q: Apakah anda memperlakukan target sosialisasi sesuai dengan jenis

kelamin?

A: Tidak ya, saya memberikan kesempatan yyang sama sama semua anak-

anak saya

5. Q: Apakah terdapat perbedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan

dalam keluarga anda?

A: Saya mah ga pernah beda-bedain anak saya cuma karena yang satu laki

dan yang satu perempuan.. kalaupun ada ya mungkin karena saya melihat

perbedaan umurnya saja ya..

6. Q: Bagaimana pembagian pekerjaan rumah yang dilakukan di dalam

keluarga anda?

A: Kalau untuk aspek pembagian kerja dirumah itu biasanya ribet kalau

pas si “mbak”nya pulang kampong, pembagian kaerja ya saya bagi seadil

mungkin, masalah hasilnya bersih atau engga ya itumah urusan lain, mau

dia bikin minum untuk tamu rasanya abakadabra ya itu belakangan

7. Q: Apakah anda membatasi anak anda dalam memilih teman?

A: ngga ya kalau itu, pembatasan itu bukan soal jenis kelamin tapi karena

perilaku ya, akhlak, saya perna melarang teman saya karena temannya

gapernah solat. Kalau yang cewe kebanyakn temennya kan cowo ya, kalau

pulang malam ya teman2 cowoknya berme2 antar dia pulang

8. Q: Bagaimana anda memberikan contoh tentang peran gender yang

seharusnya dilakukan oleh target didalam kehidupan sehari-hari?

A: pernah, saya bilang ke wahyu “abang itu harus bisa masak, istrimu nanti

melahirkan, jangan beripikir nanti kamu punya pembantu” pernah loh saya

punya tetangga cerai karena suaminya ga bisa masak, oleh karena itu saya

siapkan anak saya, karena sekali lagi saya bilang, kamu sama pasangan

kamu itu mitra, sejajar, gaada kamu sebagai laki-laki diatas pasanganmu

Page 82: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

9. Q: Bagaimana jika anak anda berperilaku tidak sesuai gender? Apakah ada

hukuman jika anak anda tidak berperilaku sesuai gender?

A: Gak sih ya

10. Q: Apakah anda menerapkan hukuman bagi anak anda berbasis gender?

A: Kalau saya ya keras mau ke perempuan atau laki

11. Q: Apakah anda menerapkan reward bagi anak anda sesuai jenis kelamin?

A: Saya rasa duaduanya sama ya, biasanya hadir saat-saat ulang tahun y

kalau kasih reward or hadiah gitu

12. Q: Apakah terdapat program-program dari organisasi anda yang harus

anda lakukan didalam keluarga anda?

A: Kalau program yang dicover oleh lembaga untuk dirumah itu belum

ada, karena saya kan juga ngurusinnya udah diluar rumah

13. Q: Apakah keikutsertaan anda dalam organisasi memberikan pengaruh

terhadap pemahaman gender anda dan keluarga?

A: Sangat, pemahaman gender lebih dalam lagi, saya juga jadi paham

tentang kekerasan simbolik lewat bahasa.

14. Q: Apakah anak anda suka terhadap sesuatu yang anda berikan?

A: Suka aja sih ya semuany mah

15. Q: Apakah anak anda memilih-milih dalam melakukan pekerjaan dalam

rumah?

A: milih yang ringan sih biasanya bukan milih yang laki-laki dan

perempuan…

Page 83: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

Nama: Rita Pranawati

Usia: 43 tahun

Lokasi: Ciputat

Pendidikan: S2

Pekerjaaan: Komisioner KPAI

Status: Menikah

Tanggal dan Waktu: 27 April 2019/ 20.00

NO. DIALOG

1. Q: Bagaimana anda memahami gender sebelum masuk ke dalam

organisasi perempuan?

A: Ya sebenarnya kalau di keluarga saya pada awalnya memang sudah

tidak ada pemmbedaan gitu ya, maksudnya dalam kesempatan sekolah dan

sebagainya semuanya sama, ga ada tuh dibeda-bedain, ibu saya aktivis,

jadi tidak terlalu bias.. meskipun mungkin di konvertual dasar warna dan

sebagainya masih bermasalah ya.. tapi pada prakteknya engga sih.

2. Q: Sebagai aktivis gender, apa yang anda pahami tentang gender?

A: Kalau gender kan hanya peran social yang bisa berubah seiring waktu

dan lingkungan, sementara jenis kelamin kan itu tidak bisa dipertukarkan..

dengan terknologi apapun kan sebenarnya tidak bisa membuat misalnya

laki-laki hamil ataupun melahirkan. Dan memang orang sering salah

kaprah, bahwa perempuan misalnya dalam peran domestic seolah-olah

hanya ditakdirkan untuk mengurus, rumah dan mengurus suami, padahal

kan itu bisa berubah tergantung dari komitmen masing-masing.

3. Q: Bagaimana anda menerapkan perspektif gender dalam keluarga anda?

Page 84: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

A: Kalau saya memang belum pernah tuh ngasih tau langsung ke anak

saya apa itu gender, nanti juga dia biasa memahami sendiri lah kalua udah

waktunya . Tapi sebenarnya sih berdasar peran saya saja ya sebagai orang

tua, misalnya ya anak-anak saya kan kadang suka dapet dari temen-

temennya “ini kan mainan cewe” “iih ini kan mainan laki..” “bola kan

mainan laki..” lalu saya bilang “bola kan ga ada jenis kelaminnya de”

bahwa dari hal-hal sekecil itu saya sudah menerapkan hal yang netral.

4. Q: Apakah anda memperlakukan target sosialisasi sesuai dengan jenis

kelamin?

A: perbedaannya mungkin bukan karena jenis kelamin ya, tapi karena

minat dan umur mungkin.

5. Q: Apakah terdapat perbedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan

dalam keluarga anda?

A: ngga yah mba, semuanya sama.. ya itu tadi saya membedakannya bukan

karena jenis kelamin ya tapi mungkin karena umur saja ya

6. Q: Bagaimana pembagian pekerjaan rumah yang dilakukan di dalam

keluarga anda?

A: pembagian pekerjaan juga ya sesuai umur dan minat, kayak contoh itu

bunga-bunga itu saya ga terlalu suka tuh tentang bunga-bunga itu, itu

bapaknya aja yang ngerjain, jadi itu urusan dia lah

7. Q: Apakah anda membatasi anak anda dalam memilih teman?

A: engga ya, Cuma memang mungkin karena sekolah dia PKS ya dan dia

juga sudah masuk remaja ya mungkin sudah malu-malu. Malah kadang

saya suka nanya “mas kamu ga main sama cewe-cewe?” dijawab “gak lah”

mungkin karena itu pengaruh luar juga ya mba. Tapi dia punya sih teman

perempuan.

8. Q: Bagaimana anda memberikan contoh tentang peran gender yang

seharusnya dilakukan oleh target didalam kehidupan sehari-hari?

Page 85: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

A: Kalau saya prinsipnya dia bertanggung jawab atas dirinya dan gak

membedakan jenis kelamin, dan dia kadang saya suruh belanja juga, kalau

malem laper juga masak sendiri, maksudnya untuk beritahu kalau itu

bukan tugas perempuan saja.

9. Q: Bagaimana jika anak anda berperilaku tidak sesuai gender? Apakah ada

hukuman jika anak anda tidak berperilaku sesuai gender?

A: Dulu dia (target) suka main masak-masakan, ya gapapa..

10. Q: Apakah anda menerapkan hukuman bagi anak anda berbasis gender?

A: Gak sih, saya kan menerapkannya ga otoriter ya.

11. Q: Apakah anda menerapkan reward bagi anak anda sesuai jenis kelamin?

A: Kalau reward kan ga mesti melulu tentang barang ya, dengan say

thankyou juga bisa. Cuma kalaupun barang ya bukan sesuai jenis kelamin

ya.

12. Q: Apakah terdapat program-program dari organisasi anda yang harus

anda lakukan didalam keluarga anda?

A: Mungkin karena level saya sudah nasional ya di KPAI, sudah bukan

cabang lagi, kalau level cabang sangat mungkin ada program-program

yang emang dilakuin durumah, walopun ga semua organisasi sih, tapi kalo

KPAI kan urusannya sudah masyarakat se Indonesia, jadi ya sudah harus

ngurusin orang..

13. Q: Apakah keikutsertaan anda dalam organisasi memberikan pengaruh

terhadap pemahaman gender anda dan keluarga?

A: pastilah, pengetahuan kan juga selalu berkembang, terus sekarang juga

misalnya konsepsi tentang keluarga di hari ini kan juga sudah berubah..

14. Q: Apakah anak anda suka terhadap sesuatu yang anda berikan?

A: Saya menyesuikan dengan minat ya, kalau yang beli ya yang netral saja,

tapi karena anak saya terlalu pemilih ya..

Page 86: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

15. Q: Apakah anak anda memilih-milih dalam melakukan pekerjaan dalam

rumah?

A: Ngga sih ya.. apa aja yang dia bisa dilakuin sih anaknya

Page 87: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

Nama: Banun Binaningrum

Usia: 51 tahun

Lokasi: Pamulang

Pendidikan: S2

Pekerjaaan: Dosen

Status: Menikah

Tanggal dan Waktu Wawancara: 25 Maret 2019/ 16.45

NO. DIALOG

1. Q: Bagaimana anda memahami gender sebelum masuk ke dalam organisasi

perempuan?

A: Yang saya tahu saat itu ya sebatas kesetaraan gender saja

2. Q: Sebagai aktivis gender, apa yang anda pahami tentang gender?

A: Setelah saya masuk kedalam organisasi ini ya, bahwa gender yang

terjadi sekarang ini itu adalah konstruk social bentukan masyarakat ya,

bukan karena bawaan dari lahir.

3. Q: Bagaimana anda menerapkan perspektif gender dalam keluarga anda?

A: InsyaAllah ya.. tapi dari dulu saja ya ibu saya tidak pernah membeda-

bedakan, dan saya juga tidak membeda-bedakan anak saya, saya juga

mengajarkan anak saya yang cowok nih sebagai contoh mencuci piring

ya.. saya beritahu pekerjaan tersebut bukan cuma pekerjaan perempuan

kak, cowo juga harus bisa ngelakuinnya

4. Q: Apakah anda memperlakukan target sosialisasi sesuai dengan jenis

kelamin?

A: Tidak

Page 88: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

5. Q: Apakah terdapat perbedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan

dalam keluarga anda?

A: insyaAllah sih ngga mba, semuanya sama sih ya

6. Q: Bagaimana pembagian pekerjaan rumah yang dilakukan di dalam

keluarga anda?

A: Atas dasar tanggung jawab sih ya, dan yang lagi sempet aja gitu..cuci

baju atau yang sudah menjadi tanggung jawab dia ya dia kerjakan sendiri

7. Q: Apakah anda membatasi anak anda dalam memilih teman?

A: Tidak sih ya saya mah membebaskan anak saya main sama siapa, tapi

mungkin saya membatasinya atas dasar perilaku dan kalau temannya itu

memkhawatirkan

8. Q: Bagaimana anda memberikan contoh tentang peran gender yang

seharusnya dilakukan oleh target didalam kehidupan sehari-hari?

A: Karena saya sudah pernah dapat informasi ya saya menerapkannyajuga

didalam keluarga saya ya jadi saya pernah juga tuh bilang ke anak saya,

kalau kamu mau menangis menangis aja.. karena Allah ngasih kamu air

mata buat nangis, jangan dipendem

9. Q: Bagaimana jika anak anda berperilaku tidak sesuai gender? Apakah ada

hukuman jika anak anda tidak berperilaku sesuai gender?

A: Anak saya hobi banget masak, ya menurut saya itu bukan sebagai suatu

penyimpangan.

10. Q: Apakah anda menerapkan hukuman bagi anak anda berbasis gender?

A: Gak ya sama aja sih ya antara cewe dan cowo. Tapi saya mungkin

membedakan hukumannya berdasarkan umur ya..

11. Q: Apakah anda menerapkan reward bagi anak anda sesuai jenis kelamin?

A: Sesuai minat dan kebutuhan anak-anak saya aja sih ya. Anak saya yang

ini nih suka basket, ya kalau memang anak saya melakukan sesuatu yang

membanggakan sih biasanya saya kasih sesuai kesukaannya aja, kayak

Page 89: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

sepatu basket.. tapi tetap, bilang ayahnya dulu, ya namanya keluarga kan

enaknya diomongin bareng-bareng

12. Q: Apakah terdapat program-program dari organisasi anda yang harus anda

lakukan didalam keluarga anda?

A: Tanggung jawab saya sudah bukan didalam keluarga lagi, tapi sudah

keluar ya mba untuk orang-orang yang membutuhkan saya

13. Q: Apakah keikutsertaan anda dalam organisasi memberikan pengaruh

terhadap pemahaman gender anda dan keluarga?

A: Sangat ya mba..

14. Q: Apakah anak anda suka terhadap sesuatu yang anda berikan?

A: dia gak pernah menolak sih ya kalau dikasih barang yang saya berikan,

tapi karena saya memberikan sesuai minat anaknya sih ya.

15. Q: Apakah anak anda memilih-milih dalam melakukan pekerjaan dalam

rumah?

A: Milih-milih mba, milih yang paling ringan.. bukan karena pekerjaan

cewe ataupun cowo.

Page 90: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

TARGET SOSIALISASI

Nama: Tubagus Wahyu R.W

Usia: 24

Jenis Kelamin: Laki-laki

Hobi: Berpikir, Jalan-jalan

Pendidikan: S1

Tanggal dan Waktu: 27 Maret 2019/ 10.50

NO. DIALOG

1. Q: Pernahkah ibu kamu menjelaskan tentang makna gender? Apa yang

dimaksud dengan gender?

A: Gender kan konstruksi social tentang peran laki dan perempuan aja ya..

mama sih pernah sih ya jelasin secara langsung, tapi sering kalo dirumah

ini diskusi jadi mungkin pernah masuk lewat situ.

2. Q: Bagaimana ibu memperlakukan anda? Apakah sesuai gender atau

tidak?

A: Gak pernah sih ya

3. Q: Apakah ibu kamu pernah mengajarkan kamu tentang bersikap sebagai

laki-laki atau perempuan?

A: Ga pernah mungkin beda ya kalo masalah agama tapi kalo bersikap

mah ya ga ada tuh “kamu laki-laki harus begini ya” saya sih sering disuruh

ke pasar sama mama saya, saya bahkan udah appal harus beli ini disini ini

disana

4. Q: Apakah ibu kamu memberikan sesuatu hanya jika hal itu pantas dengan

jenis kelamin yang kamu miliki?

Page 91: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

A: Ga, mungkin kalo mamah lebih beliin barang karena suka, bahkan ibu

saya pernah marah ke penjualnya waktu itu karena penjualnya bilang

warna ungu itu warna janda

5. Q: Apakah kamu diperbolehkan memilih perlengkapan kebutuhan sesuai

keinginan?

A: Karena saya udah gede juga kan kalo milih kebutuhan ya sendiri

6. Q: Apakah kamu hanya boleh melakukan sesuatu yang pantas dengan jenis

kelamin yang kamu miliki?

A: Oh tidakkk

7. Q: Apakah ibu kamu pernh memberikan contoh tentang peran gender yang

sebenarnya?

A: Ga pernah mama saya membeda-bedakan soal begituan

8. Q: Apakah ibu kamu marah jika kamu berprilaku tidak sesuai gender?

A: Ibu saya malah marah kalo misalnya saya ga nyapu..

9. Q: Apa yang ibu kamu lakukan jika kamu melakukan kesalahan?

A: Pernah sih ya waktu dulu sekolah

10. Q: Apakah hukuman yang ibu kamu berikan sama dengan hukuman yang

diberikan kepada saudara anda yang lain?

A: Hukuman itu kan ga melulu soal kekerasan ya. Pola marah mma saya

udah berubah, sekarng bagi anak-anaknya dengan mama diemin kami

seharian udah seperti menghukum kami

11. Q: Apakah kamu hanya bermain dengan teman sesame jenis?

A: Banyak juga kok saya berteman dengan lawan jenis, tapi saya pribadi

jarang maen

12. Q: Bagaimana sikap kamu diuar jika kamu memiliki teman yang bermain

dengan lawan jenis? Dan berprilaku tidak sesuai gender?

A: Saya ke teman saya itu bukan bodo amatan, tapi itu bukan sesuatu yang

mengganggu saya

Page 92: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

13. Q: Apakah anda menyukai segala yang diberikan orang tua anda? Jika

tidak, mengapa?

A: Suka dong kalo dibeliin mah

Page 93: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

Nama: Salsabila Amandha

Usia: 18

Jenis Kelamin: Perempuan

Hobi: Jalan-jalan, membaca, berenang

Pendidikan: SMA

Tanggal dan Waktu: 27 Maret 2019/ 11.30

NO. DIALOG

1. Q: Pernahkah ibu kamu menjelaskan tentang makna gender? Apa yang

dimaksud dengan gender?

A: Pernah sih kayaknya, gender itu cewe dan cowo kan?

2. Q: Bagaimana ibu memperlakukan anda? Apakah sesuai gender atau

tidak?

A: Kita punya keleluasaan berpendapat dirumah, jadi udah ga ada tuh

dibeda-bedain karena aku cewe

3. Q: Apakah ibu kamu pernah mengajarkan kamu tentang bersikap sebagai

laki-laki atau perempuan?

A: Mungkin bukan lebih bersikap sebagai laki-laki atau perempuan ya tapi

akhlak ya prilaku aja sebagai manusia

4. Q: Apakah ibu kamu memberikan sesuatu hanya jika hal itu pantas dengan

jenis kelamin yang kamu miliki?

A: engga, saya juga ga begitu ke perempuanan sih ya hehehehe

5. Q: Apakah kamu diperbolehkan memilih perlengkapan kebutuhan sesuai

keinginan?

A: Jelas, karena saya kan udah gede ya jadi ada kebuthna yang emang saya

perluin.

Page 94: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

6. Q: Apakah kamu hanya boleh melakukan sesuatu yang pantas dengan jenis

kelamin yang kamu miliki?

A: Mama sih ga pernah ngomongin kayak gitu nyuruh-nyuruh kamu gini

aja kamu gitu aja, tapi kalo saya sadar aja kalo berprilaku yah gamau

ngecewain mama

7. Q: Apakah ibu kamu pernh memberikan contoh tentang peran gender yang

sebenarnya?

A: Aku kurang paham sih ya..

8. Q: Apakah ibu kamu marah jika kamu berprilaku tidak sesuai gender?

A: Mamaku marah bukan karena prilaku tidak sesuai gender ya tapi kalo

aku males hahaha

9. Q: Apa yang ibu kamu lakukan jika kamu melakukan kesalahan?

A: Marah, mama nih ya kalo marah itu seharian diruang kerja. Itu aja udah

bikin aku takut.

10. Q: Apakah hukuman yang ibu kamu berikan sama dengan hukuman yang

diberikan kepada saudara anda yang lain?

A: Sama aja sih kalo itumah

11. Q: Apakah kamu hanya bermain dengan teman sesame jenis?

A: Saya lebih banyak main sama temen cowo, soalnya lingkungan saya

juga dari kecil kebanyakan temen cowonya

12. Q: Bagaimana sikap kamu diuar jika kamu memiliki teman yang bermain

dengan lawan jenis? Dan berprilaku tidak sesuai gender?

A: Itumah urusan pribadi masing-masing aja yyah

13. Q: Apakah anda menyukai segala yang diberikan orang tua anda? Jika

tidak, mengapa?

A: Dikasih apa aja mah saya ga nolak eheheh

Page 95: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

Nama: Fayyadh

Usia: 11

Jenis Kelamin: Laki-laki

Hobi: Berpikir, Jalan-jalan

Pendidikan: SD

Tanggal dan Waktu: 27 April 2019/ 20.40

NO. DIALOG

1. Q: Pernahkah ibu kamu menjelaskan tentang makna gender? Apa yang

dimaksud dengan gender?

A: Pernah tapi kurag paham

2. Q: Bagaimana ibu memperlakukan anda? Apakah sesuai gender atau

tidak?

A: Ngga sih gapernah kalo sesuai gitu-gituan

3. Q: Apakah ibu kamu pernah mengajarkan kamu tentang bersikap sebagai

laki-laki atau perempuan?

A: Gapernah

4. Q: Apakah ibu kamu memberikan sesuatu hanya jika hal itu pantas dengan

jenis kelamin yang kamu miliki?

A: Ibu sih biasanya beliin barangnya sesuai yang aku pengen sih ya

5. Q: Apakah kamu diperbolehkan memilih perlengkapan kebutuhan sesuai

keinginan?

A: Kalau ibu ada uang sih boleh aku pilih-pilih sendiri

6. Q: Apakah kamu memilih-milih dalam melakukan pekerjaan rumah?

A: Engga

7. Q: Apakah kamu hanya boleh melakukan sesuatu yang pantas dengan jenis

Page 96: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

kelamin yang kamu miliki?

A: Engga pernah sih

8. Q: Apakah ibu kamu pernh memberikan contoh tentang peran gender yang

sebenarnya?

A: Mungkin lewat cerita ya tapi aku lupa

9. Q: Apakah ibu kamu marah jika kamu berprilaku tidak sesuai gender?

A: Engga

10. Q: Apa yang ibu kamu lakukan jika kamu melakukan kesalahan?

A: Cuma dinasihatin doing sih

11. Q: Apakah hukuman yang ibu kamu berikan sama dengan hukuman yang

diberikan kepada saudara anda yang lain?

A: Beda lah, kan beda umurnya

12. Q: Apakah kamu hanya bermain dengan teman sesame jenis?

A: Engga, aku juga punya temen cewe

13. Q: Bagaimana sikap kamu diuar jika kamu memiliki teman yang bermain

dengan lawan jenis? Dan berprilaku tidak sesuai gender?

A: Itukan terserah dia aja sih ya

14. Q: Apakah anda menyukai segala yang diberikan orang tua anda? Jika

tidak, mengapa?

A: Suka kan dibeliin hehe

Page 97: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

Nama: Farel M. Alfarisi

Usia: 18

Jenis Kelamin: Laki-laki

Hobi: Basket, Musik

Pendidikan: SMA

Tanggal dan Waktu Wawancara: 25 Maret 2019/ 17.20

NO. DIALOG

1. Q: Pernahkah ibu kamu menjelaskan tentang makna gender? Apa yang

dimaksud dengan gender?

A: Mungkin secara umum yang aku pernah baca ya peran gender ya itu

peran yang dibentuk didalam pikiran aja ya, kalo mama sih kyaknya belom

ya jelasin tentang itu

2. Q: Bagaimana ibu memperlakukan anda? Apakah sesuai gender atau tidak?

A: ngga

3. Q: Apakah ibu kamu pernah mengajarkan kamu tentang bersikap sebagai

laki-laki atau perempuan?

A: Mungkin kalo untuk bersikap ya sewajarnya aja ya

4. Q: Apakah ibu kamu memberikan sesuatu hanya jika hal itu pantas dengan

jenis kelamin yang kamu miliki?

A: Kalo mama beliin brang kalo itu Cuma pantes buat cowo mah itu aku

ga tau ya tapi selama ini kalo dibeliin yap pantes-pantes aj

5. Q: Apakah kamu diperbolehkan memilih perlengkapan kebutuhan sesuai

keinginan?

A: Boleh, tapi ya minta ditemenin, kan uangnya ung mama

6. Q: Apakah kamu hanya boleh melakukan sesuatu yang pantas dengan jenis

Page 98: SOSIALISASI PERAN GENDER DALAM KELUARGA Studi Kasus ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49245/1/AULIA... · selingkuh sedangkan perempuan yang selingkuh dianggap

kelamin yang kamu miliki?

A: Ga juga sih ya

7. Q: Apakah ibu kamu pernh memberikan contoh tentang peran gender yang

sebenarnya?

A: Kayaknya belum pernah ya

8. Q: Apakah ibu kamu marah jika kamu berprilaku tidak sesuai gender?

A: Kalo saya nyapu ngepel mah mama seneng banget malah wkwk

9. Q: Apa yang ibu kamu lakukan jika kamu melakukan kesalahan?

A: pernah tuh aku dicuekin, terus aku cuekin juga aja

10. Q: Apakah hukuman yang ibu kamu berikan sama dengan hukuman yang

diberikan kepada saudara anda yang lain?

A: Kalo menurut aku dibillang beda mungkin karena yang sodara aku yang

cewe karena karakternya kayak gini ya dibedain, bukan karena jenis

kelamin ya

11. Q: Apakah kamu hanya bermain dengan teman sesame jenis?

A: Ngga

12. Q: Bagaimana sikap kamu diuar jika kamu memiliki teman yang bermain

dengan lawan jenis? Dan berprilaku tidak sesuai gender?

A: Kayak… yaudah lah, aku ga mempermasalahkan.

13. Q: Apakah anda menyukai segala yang diberikan orang tua anda? Jika

tidak, mengapa?

A: Suka-suka aja kok aku, kan gratis.. kalo misalnya dikasih warna ungu

atau pink, kalo cocok dibadan akum ah aku terima-terima aja