sosial budaya masyarakat nelayan konsep dan...

148
ISI DAPAT DIKUTIP DENGAN MENYEBUTKAN SUMBERNYA SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan Indikator Pemberdayaan Penerbit : Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Penanggung Jawab : Dr. Ir. Agus Heri Purnomo, M.Sc. (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan) Penulis : Zahri Nasution Sastrawidjaja Tjahjo Tri Hartono Mursidin Fatriyandi Nur Priyatna Editor : Zahri Nasution Asnawi BALAI BESAR RISET SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA, 2007

Upload: vannga

Post on 03-Feb-2018

268 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

ISI DAPAT DIKUTIP DENGAN MENYEBUTKAN SUMBERNYA

SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN

Konsep dan Indikator Pemberdayaan

Penerbit :

Badan Riset Kelautan dan Perikanan,

Departemen Kelautan dan Perikanan.

Penanggung Jawab :

Dr. Ir. Agus Heri Purnomo, M.Sc.

(Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Penulis :

Zahri Nasution

Sastrawidjaja

Tjahjo Tri Hartono

Mursidin

Fatriyandi Nur Priyatna

Editor :

Zahri Nasution

Asnawi

BALAI BESAR RISET SOSIAL EKONOMI

KELAUTAN DAN PERIKANAN

JAKARTA, 2007

Page 2: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

alam Rencana Strategis Departemen Kelautan dan Perikanan 2000-2004

ikemukakan bahwa pembangunan kelautan dan perikanan, selain perlu

melakukan perubahan paradigma pembangunan, juga harus memperhatikan

perubahan-perubahan lainnya sejalan dengan tuntutan masyarakat akan

demokratisasi pembangunan, yakni adanya perubahan fungsi pemerintah dari

provider menjadi fasilitator. Disamping itu, juga harus memperhatikan perubahan

fungsi tata pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Juga perubahan pada

paradigma pelayanan birokrasi dari birokrasi normatif menjadi responsif fleksibel.

Akhirnya, perubahan paradigma pengambilan keputusan/kebijakan dari top down

approach menjadi bottom up approach. Pendekatan sektoral juga diubah, tidak hanya

mengandalkan pendekatan sektoral saja, tetapi juga harus menggunakan pendekatan

wilayah. Kehidupan sosial budaya masyarakat nelayan di Indonesia sangat majemuk,

merupakan suatu fenomena yang terjadi akibat pengaruh interaksi masyarakat

dengan Tuhan sebagai pencipta-Nya, antar masyarakat sendiri maupun masyarakat

dengan lingkungannya. Apabila dikaitkan dengan pelaksanaan pembangunan kelautan

dan perikanan, pengkajian fenomena ini mengandung nilai strategis, yaitu berupa

upaya untuk memperoleh indikator yang dapat mewakili kondisi sosial budaya

masyarakat kelautan dan perikanan dikaitkan dengan upaya pemberdayaan

masyarakatnya. Nilai strategis indikator kondisi sosial budaya adalah sebagai alat untuk

menggerakkan modal sosial yang dimiliki masyarakat. Mobilisasi modal sosial sangat

diperlukan karena disadari potensi masyarakat ini yang merupakan aset penting

negara selama ini belum banyak dimanfaatkan secara optimal dalam rangka

mewujudkan masyarakat yang mandiri.Upaya mendapatkan indikator sosial budaya dalam riset ini, dilakukan dengan

terlebih dahulu mengkaji dan menganalisis keterkaitan antara pembangunan dengan

konsep kebudayaan. Hal ini didasari pendapat para ahli sosiologi dan antropologi yang

mengemukakan bahwa pembangunan dapat diartikan sebagai sebuah program yang

bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat.

Jakarta, Nopember 2007Kepala Badan Riset Kelautan dan Perikanan,

Prof. Dr. Indroyono Soesilo, M.Sc.

D

KEPALA BADAN RISET KELAUTAN DAN PERIKANANDEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN RI

SAMBUTAN

ii

TANDATANGAN-NYAAAAAAAA

Page 3: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

aya menyambut gembira dengan selesai dan diterbitkannya buku dengan judul

Osial Budaya Masyarakat Nelayan: Konsep dan Indikator Pemberdayaan, yang

ditulis oleh para peneliti lingkup Kelompok Peneliti Sosial Antropologi dan

Kelembagaan, Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSE-KP),

Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Buku ini

ditulis berdasarkan hasil-hasil riset yang dilakukan di bidang sosiologi antropologi

yang dilaksanakan pada tahun 2003, 2004 dan 2005. Dasar pembentukan dan pemilihan indikator kondisi sosial budaya

masyarakat nelayan ini menggunakan penggabungan kandungan makna dalam

kebudayaan mesyarakat yang dikaitkan dengan makna pemberdayaan masyarakat.

Dalam buku ini, data dan informasi kondisi sosial budaya masyarakat nelayan

merupakan bagian penting untuk mendukung upaya perencanaan pelaksanaan

kegiatan pemberdayaan masyarakat kelautan dan perikanan, khususnya masyarakat

nelayan, baik di perairan laut maupun perairan umum daratan. Kami menyadari buku ini masih mengandung kekurangan. Oleh karena itu,

kami mengundang masyarakat yang berminat atas buku ini terutama dari kalangan

peneliti untuk memberikan saran dan kritik guna penyempurnaan buku ini. Semoga

buku ini dapat bermanfaat sebagai pengkayaan pendekatan riset pada bidang sosial

ekonomi kelautan dan perikanan.

Jakarta, Nopember 2007Kepala BBRSE-KP,

Dr. Agus Heri Purnomo, M.Sc.

S

KKELAUTAN DAN PERIKANAN

EPALA BALAI BESAR RISET SOSIAL EKONOMI

SAMBUTAN

iii

TANDATANGAN-NYAAAAAAAA

Page 4: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

uji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Yang Maha Kuasa, karena atas Berkah dan Rahmat-Nya jualah buku yang berjudul SOSIAL BUDAYA

MASYARAKAT NELAYAN: Konsep dan Indikator Pemberdayaan, ini dapat diselesaikan. Buku ini ditulis berdasarkan hasil-hasil riset yang dilakukan oleh para penulis pada tahun 2003, 2004 dan 2005. Penulis, dengan kegiatan penelitian ini tergabung dalam Kelompok Peneliti Sosial Antropologi dan Kelembagaan, Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSE-KP), Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.

Dasar pembentukan dan pemilihan indikator kondisi sosial budaya masyarakat nelayan ini menggunakan penggabungan kandungan makna dalam kebudayaan mesyarakat yang dikaitkan dengan makna pemberdayaan masyarakat. Dalam buku ini, data dan informasi kondisi sosial budaya masyarakat nelayan merupakan bagian penting untuk mendukung upaya perencanaan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat kelautan dan perikanan, khususnya masyarakat nelayan, baik di perairan laut maupun perairan umum daratan.

Kami menyadari buku ini masih mengandung kekurangan. Oleh karena itu, kami mengundang masyarakat yang berminat atas buku ini terutama dari kalangan peneliti untuk memberikan saran dan kritik guna penyempurnaan buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat sebagai pengkayaan informasi bidang sosial ekonomi kelautan dan perikanan.

Jakarta, Nopember 2007

Tim Penulis

p

KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR

iv

Page 5: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

SAMBUTAN KEPALA BRKP – DKPSAMBUTAN KEPALA BBRSE-KPKATA PENGANTAR DAFTAR ISI

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Sistematika Isi Buku

II LANDASAN TEORI 2.1 Paradigma Pembangunan Kelautan dan Perikanan2.2 Urgensi Aspek Sosial Budaya Dalam Pemberdayaan Masyarakat2.3 Peranan Modal Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat2.4 Peran Kelembagaan Dalam Pemberdayaan Masyarakat2.5 Peran Pemerintah Dalam Pemberdayaan Masyarakat

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Dimensi Pengetahuan Lokal 3.2 Dimensi Sistem Religi3.2 Dimensi Ekonomi3.4 Dimensi Kelembagaan3.5 Dimensi Politik

IV KONDISI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN PERAIRAN LAUT4.1 Bandar Lampung, Lampung4.2 Lampung Selatan, Lampung4.3 Pandeglang, Banten4.4 Pasuruan, Jawa Timur4.5 Selayar, Sulawesi Selatan4.6 Makasar, Sulawesi Selatan

V KONDISI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN PERAIRAN PEDALAMAN 5.1 Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan 5.2 Cianjur, Jawa Barat 5.3 Purwakarta, Jawa Barat5.4 Musi Banyuasin, Sumatera Selatan

VI CIRI-CIRI UMUM MASYARAKAT NELAYAN

VII PENUTUPVIII DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR ISIDAFTAR ISI

14

789

1113

1815

202426

33

29

4853798289

97106113125

137

145147

iiiiiivv

v

1

7

33

97

Page 6: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

1.1. Latar Belakang

Pembangunan dapat memiliki makna sebagai upaya membangun

masyarakat sekaligus mempertahankan kelestarian sumberdaya alam,

termasuk sumberdaya kelautan dan perikanan, pada saat bersamaan.

Oleh karena itu, pembangunan masyarakat dan sumberdaya kelautan

dan perikanan, satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Hal ini didasarkan

atas sebuah premis yang menyebutkan bahwa salah satu penyebab

kemiskinan adalah sumberdaya alam yang dipandang terbatas atau

tidak tersedianya sumberdaya alam konvensional yang biasanya

digunakan oleh masyarakat nelayan (Dahuri, 2000). Hal tersebut bisa

terjadi karena dua hal yaitu: pertama, kondisi geografi dan ekologi yang

memang tidak mendukung; dan kedua, teknologi yang dimanfaatkan

oleh masyarakat masih sangat sederhana.

Program-program pembangunan yang berkembang saat ini

sebagian besar bersumber dari wacana pemberdayaan masyarakat

dan pengelolaan sumberdaya alam yang berbasis masyarakat.

Pendekatan ini diharapkan akan memberikan arah kepada pemerataan

kesempatan kerja dan kehidupan yang lebih layak. Pendekatan

tersebut, karena dibentuk dari partisipasi aktif masyarakat, diharapkan

dapat menjamin kelestarian sumberdaya alam.

Dalam operasionalnya, paradigma pembangunan yang berbasis

masyarakat tersebut mensyaratkan adanya pembagian kewenangan

antara pemerintah dan masyarakat. Untuk itu, dua elemen terpenting

di dalam konsep pemberdayaan yang diperlukan adalah

mempertemukan peranan pemerintah dan masyarakat secara egaliter.

Masyarakat dengan potensi modal sosial (social capital)-nya dan

PENDAHULUANPENDAHULUANI

1

Page 7: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

pemerintah dengan kebijakannya, secara bersama akan memberikan

corak dan warna terhadap sumberdaya alam dan pengelolaannya.

Pemberdayaan dapat merupakan salah satu upaya untuk

mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat.

Dengan kata lain, keberhasilan pemberdayaan masyarakat dalam

konteks pembangunan antara lain bermakna bahwa suatu masyarakat

tersebut menjadi bagian dari pelaku pembangunan itu sendiri (Hikmat,

2001). Berbagai aspek yang perlu diperhatikan dalam pembangunan,

termasuk pemberdayaan masyarakat, antara lain adalah bagaimana

suatu inovasi yang lebih maju dapat bermanfaat bagi masyarakat,

bagaimana memanfaatkan budaya lokal (termasuk kearifan lokal),

bagaimana pula mekanisme pelaksanaan dan pembiayaan pembangunan

tersebut.

Terkait dengan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan,

perilaku manusia ketika memanfaatkannya cenderung mengganggap

sumberdaya alam tersebut sebagai suatu sumberdaya milik bersama

atau common property. Kondisi milik bersama tersebut dapat

menimbulkan beberapa pandangan bahwa semua orang berhak

memanfaatkan sumberdaya alam dan dikenal dengan prinsip open

access dalam pengelolaannya. Implikasi negatif dari prinsip open access

adalah “tidak ada satu pihak pun yang perduli untuk mengembalikan

atau memulihkan sumberdaya alam yang telah rusak atau habis”.

Penipisan sumberdaya ini pada akhirnya dapat menyebabkan

menurunnya produktivitas ekonomi dalam pemanfaatannya, bahkan

kemudian pada gilirannya dapat menurunkan kesejahteraan

masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat yang

bersumber pada kekuatan modal sosial masyarakat sendiri telah

terbukti dapat mengurangi sikap ”selfish” dan ”free rider”, dan akhirnya

kemudian cenderung lebih efektif mendorong ke arah pemanfaatan

2

Page 8: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

sumberdaya yang sustainable (Ridley and Low, 1993). Sejalan dengan

prinsip ini, Departemen Kelautan dan Perikanan hingga kini telah

melaksanakan berbagai program pembangunan kelautan dan perikanan

berbasis masyarakat. Sebagai contoh misalnya program Pengembangan

Perikanan Berbasis Budidaya (Culture Based Fisheries, CBF) dan

Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP).

Faktor penting yang terkait dengan keberhasilan pelaksanaan

program yang menggunakan pendekatan berbasis pemberdayaan

masyarakat, antara lain adalah ketersediaan informasi tentang kondisi

sosial budaya masyarakat yang menerima program. Hal ini telah banyak

dikemukakan dalam berbagai hasil penelitian dan pendapat para pakar

sebelumnya (Taryoto, 1999; Wiradi; 1997; Kusnadi, 2000; 2002).

Bahkan, hasil kajian Cernea (1988) pada pelaksanaan pembangunan

masyarakat di Asia menyatakan bahwa dalam setiap tahap kegiatan

pembangunan (baik tahap identifikasi program, persiapan, penilaian,

pelaksanaan, maupun evaluasi pembangunan), kesemuanya

memerlukan sumbangan nyata, baik berupa informasi, interpretasi

maupun analisis bidang sosiologi dan antropologi.

Hingga kini, informasi yang terkait dengan kondisi sosial budaya

masyarakat nelayan dalam kaitannya dengan upaya pemberdayaannya

masih belum banyak dikemukakan. Hal ini menyulitkan, terutama bagi

para pengambil kebijakan, terutama untuk tujuan pelaksanaan program

pembangunan berbasis masyarakat yang terkait dengan upaya

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kajian kondisi sosial budaya

pada masyarakat kelautan dan perikanan, baik di wilayah pesisir, laut

dan perairan umum daratan telah dilakukan selama 3 tahun (2003-

2005) (Nasution et al., 2003; 2004; 2005). Buku ini mengemukakan data

dan informasi kondisi sosial budaya masyarakat nelayan di wilayah

pesisir, laut dan perairan umum daratan yang didasarkan atas hasil riset

yang telah dilakukan tersebut.

3

Page 9: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

1.2. Sistematika Isi Buku

Buku ini berisikan analisis dan sintesis terhadap hasil penelitian

yang telah dilakukan yang menekankan pada upaya merangkum

keragaman kondisi sosial budaya sebagai salah satu faktor penting di

dalam program pemberdayaan masyarakat nelayan. Disamping

prosedur yang umum dilakukan menurut kaidah-kaidah ilmu sosial,

penelitian ini juga berusaha mendapatkan indikator yang dapat

menggambarkan deskripsi keragaman kondisi sosial budaya

masyarakat nelayan. Terobosan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk

memudahkan setiap pengguna dalam memahami faktor-faktor yang

berdimensi sosial budaya dalam kehidupan masyarakat nelayan.

Alur bahasan dibagi menjadi tujuh bagian yang masing-masing

memiliki arti penting untuk pencapaian pemahaman terhadap hasil-

hasil penelitian yang dikemukakan. Bagian pertama, pendahuluan

berisikan alasan mengapa pentingnya kondisi sosial budaya penting

untuk diteliti dalam kaitannya dengan upaya pemberdayaan

masyarakat nelayan, dan ditulis dalam bentuk suatu buku khusus. Pada

bagian kedua, dikemukakan beberapa kerangka teoritis yang terkait

dengan pentingnya kondisi sosial budaya dalam pembangunan

masyarakat (pemberdayaan masyarakat). Termasuk didalamnya

bagaimana seharusnya peranan pemerintah, peranan kelembagaan,

peranan modal sosial dan bagaimana kondisi pemberdayaan

masyarakat yang ada saat ini.

Pada bagian ketiga dikemukakan kerangka pemikiran, yang

termasuk di dalamnya bagaimana penggalian kondisi sosial budaya

yang penting terkait dengan kebudayaan dan aktivitas pemberdayaan

masyarakat. Dimensi dan faktor yang digunakan serta data yang perlu

dikumpulkan pada masing-masing dimensi juga dikemukakan sehingga

didapatkan dimensi dan 25 faktor yang termasuk kedalam kondisi

sosial budaya tersebut. Dimensi yang dikemukakan adalah dimensi

4

Page 10: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

pengetahuan lokal, dimensi sistem religi, dimensi ekonomi, dimensi

kelembagaan dan dimensi politik.

Pada bagian keempat dan kelima dikemukakan kondisi sosial

budaya masyarakat nelayan baik yang berada di perairan laut maupun

perairan umum daratan. Masing-masing kondisi sosial budaya

masyarakat nelayan diuraikan berdasarkan dimensi yang ditetapkan,

sehingga gambaran utuh didapatkan pada masing-masing lokasi.

Kemudian, ciri-ciri umum masing-masing kondisi sosial budaya

masyarakat nelayan tersebut diperbandingkan dengan ciri-ciri umum

masyarakat pedesaan dan perkotaan, sehingga diketahui kedudukan

masyarakat nelayan tersebut berada, sebagaimana dikemukakan pada

bagian keenam.

Disamping ciri-ciri umum masyarakat nelayan, pada bagian keenam

dikemukakan pula implikasi kondisi sosial budaya tersebut terhadap

upaya pemberdayaan masyarakat nelayan, terkait dengan program yang

ada di Departemen Kelautan dan Perikanan. Pada bagian akhir,

dikemukakan kesimpulan yang memperlihatkan bagaimana kondisi

sosial budaya penting bagi upaya pemberdayaan masyarakat nelayan.

5

Page 11: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

2.1. Paradigma Pembangunan Kelautan dan Perikanan

Dalam Rencana Strategis Departemen Kelautan dan Perikanan

2001-2004 (DKP, 2002) dikemukakan bahwa berdasarkan perubahan

paradigma dalam pembangunan ekonomi Indonesia secara

keseluruhan, maka Departemen Kelautan dan Perikanan dalam

melakukan pembangunan kelautan dan perikanan juga melakukan

perubahan paradigma pembangunan. Perubahan yang dilakukan yaitu

adanya keseimbangan paradigma pembangunan antara Resource Based

Development (RBD) dengan Social Based Development (SBD).

Resource Based Development (RBD) adalah paradigma

pembangunan yang dilaksanakan dengan berorientasi pada

pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam, terutama

sumberdaya alam daratan (terrestrial), dengan cara pengelolaan yang

terpusat pada pemerintah pusat. Dengan pendekatan RBD, sistem tata

nilai, norma dan hak-hak adat masyarakat (lokal) banyak terabaikan.

Akibatnya, hasil pembangunan bukan saja tidak dapat dinikmati oleh

masyarakat, bahkan masyarakat banyak menanggung beban

permasalahan lingkungan sebagai akibat dampak pembangunan (DKP,

2002).

Di lain pihak, dalam kerangka SBD terkandung makna bahwa

masyarakat terlibat dalam semua proses pembangunan, mulai dari

perencanaan sampai dengan evaluasi dan pemantauan (DKP, 2002).

Dengan demikian, masyarakat sebagai primary stakeholder yang akan

memperoleh manfaat sosial (social benefit) terbesar dalam

pembangunan menjadi sangat penting. Dalam paradigma ini, kearifan

lokal, seperti hak-hak kepemilikan, hak ulayat, dan hak-hak perolehan

LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI II

7

Page 12: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

rakyat (entilement), serta kelembagaan lokal (local institution) akan

menjadi perhatian utama (DKP, 2002).

Dijelaskan pula, bahwa dalam pembangunan kelautan dan

perikanan, selain perlu melakukan perubahan paradigma pembangunan,

juga harus memperhatikan perubahan-perubahan lainnya sejalan

dengan tuntutan masyarakat akan demokratisasi pembangunan, yakni

adanya perubahan fungsi pemerintah dari provider menjadi fasilitator.

Disamping itu, juga harus memperhatikan perubahan fungsi tata

pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi. Kemudian, juga

perubahan pada paradigma pelayanan birokrasi dari birokrasi normatif

menjadi responsif fleksibel. Akhirnya, perubahan paradigma

pengambilan keputusan/kebijakan dari top down approach menjadi

bottom up approach. Sementara, pendekatan sektoral juga diubah, tidak

hanya mengandalkan pendekatan sektoral, tetapi juga harus

menggunakan pendekatan wilayah.

2.2. Urgensi Aspek Sosial Budaya dalam Pemberdayaan

Masyarakat

Kehidupan sosial budaya masyarakat nelayan di Indonesia sangat

majemuk. Fenomena ini terjadi akibat pengaruh interaksi masyarakat

dengan Tuhan sebagai pencipta-Nya, antar masyarakat sendiri maupun

masyarakat tersebut dengan lingkungannya (Susanto, 1987). Apabila

dikaitkan dengan pelaksanaan pembangunan Nasional sektor kelautan

dan perikanan, pengkajian fenomena ini berupa upaya untuk

memperoleh indikator-indikator sosial budaya yang terkait dengan

upaya pemberdayaan masyarakat nelayan mengandung nilai strategis.

Nilai strategis indikator-indikator kondisi sosial budaya adalah sebagai

alat pengukur tingkat keberhasilan pembangunan skala nasional, dalam

hal menggerakkan modal sosial yang dimiliki masyarakat. Mobilisasi

modal sosial sangat diperlukan karena disadari potensi masyarakat ini

8

Page 13: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

yang sesungguhnya merupakan aset penting negara selama ini belum

banyak dimanfaatkan secara optimal dalam rangka mewujudkan

masyarakat yang mandiri.

Upaya mendapatkan indikator sosial budaya dalam riset ini,

dilakukan dengan terlebih dahulu mengkaji dan menganalisis

keterkaitan antara pembangunan dengan konsep kebudayaan. Hal ini

didasari pada adanya pendapat beberapa ahli sosiologi dan antropologi

yang mengemukakan bahwa pembangunan dapat diartikan sebagai

sebuah program pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan hidup masyarakat (Susanto, 1987; Irianto (dalam

Masinambow, 1997). Berdasarkan pendapat ini, maka pembangunan

dapat dilihat sebagai sebuah program yang isinya secara terencana

bertujuan untuk merubah cara-cara hidup dari para warga masyarakat

tersebut. Dalam perspektif ini, sebuah program pembangunan adalah

sebuah program terencana untuk merubah acuan yang secara

tradisional menjadi pedoman bagi kehidupan masyarakat tersebut

menjadi suatu acuan yang baru sesuai dengan isi dan tujuan dari

program pembangunan tersebut. Dalam pengertian ini program

pembangunan dapat dilihat sebagai sebuah program pembangunan

untuk merubah secara terencana kebudayaan dari masyarakat yang

dibangun.

2.3. Peranan Modal Sosial dalam Pemberdayaan Masyarakat

Pendekatan modal sosial merupakan alternatif dari strategi

pengembangan ekonomi masyarakat golongan ekonomi lemah yang

lazimnya ditunjang dana yang berasal dari bantuan proyek yang dikelola

pemerintah. Sehubungan dengan hal ini Gittell et al., (2001) dalam

Syahra (2003) melihat dua peranan yang dapat dimainkan modal sosial

dalam upaya peningkatan kemampuan masyarakat dalam menjalankan

kegiatan ekonomi. Peranan pertama berkaitan dengan bagaimana agar

9

Page 14: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

modal sosial dapat memperkuat kapasitas organisasi yang mewadahi

kegiatan ekonomi. Dalam hal ini modal sosial dapat dianggap sebagai

aset dalam pengembangan ekonomi, yang dapat dilihat dari kapasitas

dan kinerja organisasi-organisasi berbasis komunitas, dan lembaga-

lembaga swadaya masyarakat yang berorientasi nirlaba dan badan-

badan pemerintah. Faktor-faktor kunci yang memberi sumbangan

terhadap keberhasilan lembaga-lembaga pelaksana pembangunan

masyarakat itu termasuk keterampilan manajemen, kemampuan

membuat perencanaan teknis dan kemampuan anggota personil dalam

mengelola kegiatan, serta kemampuan menjalin hubungan baik dengan

warga masyarakat.

Salah satu masalah penting dalam menggunakan dan

mengembangkan modal sosial dalam masyarakat miskin adalah

bagaimana memilih dengan tepat warga masyarakat yang dilibatkan

sejak awal dalam upaya pengembangan modal sosial. Kemudian, apa

insentif yang dapat diberikan kepada mereka, serta bagaimana

menelusuri hasil-hasil yang telah dicapai dan faktor-faktor penting

lainnya. Masalah ini menjadi penting karena adanya kecenderungan

berbagai organisasi berbasis masyarakat menghabiskan energi untuk

berkompetisi memperoleh bantuan dana dari pemerintah dan

lembaga-lembaga donor.

Modal sosial, juga mencakup perasaan simpati dari seseorang atau

suatu kelompok orang kepada seseorang atau kelompok lainnya.

Perasaan simpati itu dapat berupa rasa kagum, perhatian, peduli, empati,

penghargaan, rasa tanggungjawab, atau kepercayaan terhadap

seseorang atau sekelompok orang (Robison et.al., 2002). Seberapa

besar nilai modal sosial yang dimiliki seseorang terhadap orang lain

ditentukan oleh seberapa jauh adanya unsur-unsur yang berupa rasa

kagum, perhatian, kepedulian dan lain-lainnya itu pada seseorang

terhadap orang lain.

10

Page 15: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Di lain pihak, masyarakat pun tidak cukup hanya menuntut dan

menunggu saja hingga pejabat atau dinas terkait untuk memberikan

pelayanan di bidang kesehatan, pendidikan, bantuan sosial dan

sebagainya, karena tanpa adanya aktifitas yang mereka laksanakan

sendiri dalam kaitan pelayanan tersebut maka hasil yang dicapai tidak

akan optimal. Keberhasilan dari linking social capital ini terletak pada

adanya kesadaran untuk menunjukkan partisipasi aktif dan kontribusi

optimal dari masing-masing stakeholder. Proses untuk mencapai suatu

tujuan bersama yang dilaksanakan melalui partisipasi aktif semua

stakeholder itu dalam literatur modal sosial disebut sebagai koproduksi

(Syahra, 2003).

Koproduksi, merupakan konsep yang relatif baru. Tetapi salah satu

unsurnya, “swadaya masyarakat” tentu bukan hal baru lagi dalam

masyarakat Indonesia. Sistem swadaya ini beberapa tahun belakangan

semakin mendapat perhatian, antara lain dari Bank Dunia (World

Bank). Suatu contoh misalnya, bagaimana Bank Dunia telah mengubah

strategi dan kebijakan pemberian bantuan yang sebelumnya

mempercayakan pelaksanaan pembangunan hampir sepenuhnya

kepada aparat pemerintah dari tingkat pusat sampai ke daerah menjadi

pembangunan yang lebih berorientasi pada kehendak dan kebutuhan

masyarakat atau community-driven development. Untuk itu, swadaya

masyarakat bukan saja dalam bentuk tenaga dan material, tetapi juga

mencakup pemikiran untuk merencanakan dan melaksanakan sendiri

proyek pembangunan yang ada didaerahnya, sedangkan fungsi dan

peran pemerintah lebih terbatas sebagai pemberi dana dan fasilitator.

2.4. Peran Kelembagaan dalam Pemberdayaan Masyarakat

Para praktisi pembangunan sering mengalami frustasi terhadap

kegagalan program (Hikmat, 2001). Kemunculan lebih mengedepankan

partisipasi dan pemberdayaan masyarakat sebagai strategi dalam

11

Page 16: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

pembangunan masyarakat, memerlukan seperangkat teknik-teknik.

Teknik-teknik tersebut harus dapat menciptakan kondisi adanya

keberdayaan masyarakat melalui proses pemberdayaan masyarakat

secara partisipatif. Menurut Hikmat (2001), sebenarnya, masyarakat

memiliki banyak potensi, baik dilihat dari sumber-sumber daya alam

yang ada maupun dari sumber-sumber sosial budaya. Masyarakat

memiliki kekuatan yang bila digali dan disalurkan akan berubah menjadi

energi yang besar untuk mengatasi masalah yang mereka alami (Hikmat,

2001).

Cara menggali dan mendayagunakan sumber-sumber daya yang

ada dimasyarakat inilah yang menjadi inti dari pemberdayaan

masyarakat. Di dalam pemberdayaan masyarakat, faktor yang paling

penting adalah bagaimana mendudukkan masyarakat pada posisi pelaku

(subjek) pembangunan yang aktif, bukan hanya penerima yang pasif.

Konsep gerakan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan

mengutamakan inisiatif dan kreasi masyarakat dengan strategi pokok

adalah memberi kekuatan (power) kepada masyarakat.

Masyarakat lebih memahami kebutuhan dan permasalahan yang

mereka hadapi. Untuk itu, harus diberdayakan agar mereka lebih

mampu mengenali kebutuhan-kebutuhannya. Mereka juga dilatih untuk

dapat merumuskan rencana-rencananya serta melaksanakan

pembangunan secara mandiri dan swadaya. Dengan perkataan lain,

gerakan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan dari, oleh, dan

untuk masyarakat.

Hikmat (2001) mengemukakan pula bahwa partisipasi warga

masyarakat dalam melaksanakan gerakan pembangunan tersebut harus

selalu didorong dan ditumbuhkembangkan secara bertahap, mantap,

dan berkelanjutan. Jiwa partisipasi warga masyarakat adalah semangat

solidaritas sosial, yaitu hubungan sosial yang selalu didasarkan pada

perasaan moral, kepercayaan dan cita-cita bersama. Karena itu seluruh

12

Page 17: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

warga masyarakat harus selalu bekerjasama, bahu membahu, saling

membantu dan mempunyai komitmen moral dan sosial yang tinggi

dalam masyarakat. Namun demikian, Hermanto et al., (1999)

mengemukakan pula bahwa political will pemerintah harus tuntas

dalam menangani kemiskinan masyarakat pantai (termasuk nelayan),

termasuk pembinaan keluarga nelayan (anak dan isteri). Penanganan

yang dilakukan melalui pendekatan partisipatif dapat membangkitkan

peranan kelompok masyarakat nelayan sehingga kelompok tersebut

menjadi mandiri dan harmonis terhadap mitra usaha (lembaga ekonomi

dan keuangan).

2.5. Peran Pemerintah dalam Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Hikmat (2001), meskipun keanekaragaman sistem sosial

budaya di Indonesia telah dikenal lama, namun cenderung diabaikan dan

bahkan mulai dilupakan oleh sebagian masyarakat, termasuk kalangan

pemerintah. Salah satu bukti bahwa pemerintah telah melakukan

distorsi terhadap keanekaragaman sistem sosial budaya adalah

perencanaan program pembangunan dari atas (top down planning) dan

penggunaan pola penyeragaman strategi dalam melaksanakan

pembangunan masyarakat.

Memang pemerintah memiliki kepedulian untuk berupaya

mengatasi masalah kemiskinan dan permasalahan sosial lainnya, tetapi

kebijakan yang dibuat cenderung didesain oleh pemerintah dengan pola

seragam dan bersifat instruksi dari atas. Instruksi inilah yang harus

dilaksanakan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk

teknis (juknis) (Hikmat, 2001). Dalam hal ini masyarakat lebih berperan

sebagai obyek pembangunan dalam mensukseskan program yang

sebelumnya telah dirancang oleh pemerintah, sehingga masyarakat

bukan sebagai subjek pembangunan yang aktualisasi dirinya diakui.

Dalam reposisi peran pemerintah, maka perlu adanya perbaikan

13

Page 18: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

terhadap cara pengambilan keputusan dan penetapan serta

penyampaian kebijakan. Banyak faktor yang mempengaruhi

keberhasilan adopsi kebijakan oleh masyarakat, faktor-faktor tersebut

sangat ditentukan oleh kesediaan masyarakat dalam mengadopsi

produk kebijakan yang dianjurkan tersebut. Menganalogikan kebijakan

dengan suatu teknologi, maka faktor-faktor yang mempengaruhi

kecepatan adopsi kebijakan adalah sifat-sifat inovasi, jenis keputusan

inovasi, saluran komunikasi, ciri-ciri sistem sosial, kegiatan promosi,

interaksi individu dan kelompoknya, sumber informasi dan faktor

internal.

Masyarakat tidak akan langsung mengadopsi atau menerapkan

suatu produk kebijakan pada saat pertama kali mereka ketahui, mereka

baru bersedia menerima dan menerapkan kebijakan tersebut apabila

merasa yakin bahwa kebijakan atau teknologi tersebut menguntungkan

dan memberi manfaat. Oleh sebab itu, diperlukan jangka waktu

tertentu sebelum masyarakat mengambil keputusan akan mengadopsi

atau menolak produk kebijakan tersebut. Adapun kemampuan

masyarakat untuk menentukan sikap menerima atau mengadopsi

kebijakan kelautan dan perikanan erat hubungannya dengan faktor

karakteristik internal dan faktor karakteristik eksternal masyarakat

pengguna atau penerima produk kebijakan.

Proses adopsi terdiri lima tahap, yaitu

1) Tahap kesadaran,

2) Tahap minat,

3) Tahap penilaian,

4) Tahap percobaan serta

5 ) Tahap penerimaan (Rogers dan Shoemaker, 1971). Namun kelima

tahapan adopsi tersebut tidak harus dilalui satu persatu. Terkait

dengan hal ini, kajian yang mendalam terhadap berbagai faktor yang

ikut menentukan tingkat adopsi produk kebijakan kelautan dan

perikanan.

14

Page 19: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

KERANGKA PEMIKIRANKERANGKA PEMIKIRANIII.

Kondisi sosial budaya merupakan syarat yang perlu diketahui

dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, perlu

diketahui unsur-unsur apa saja yang perlu diperhatikan terkait dengan

suatu kebudayaan dalam masyarakat. Secara umum, unsur-unsur

kebudayaan yang bersifat universal, menurut C. Kluckhohn dalam

Koentjaraningrat (2003) adalah bahasa, sistem pengetahuan, organisasi

sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian

hidup, sistem religi, dan kesenian.

Setiap unsur kebudayaan tersebut mengandung wujud-wujud

kebudayaan. Menurut Koentjaraningrat (2003), wujud kebudayaan

tersebut dapat berupa nilai-nilai budaya, sistem budaya, sistem sosial,

dan dapat pula berupa artifak atau benda-benda fisik. Kebudayaan

dalam wujud nilai-nilai budaya dapat berupa gagasan-gagasan yang telah

dipelajari (oleh para warga suatu kebudayaan) sejak dini. Istilah untuk

wujud kebudayaan ini adalah ”nilai-nilai budaya”, yang menentukan sifat

dan corak pikiran, cara berpikir, serta tingkah laku manusia suatu

kebudayaan. Wujud kebudayaan ini sangat sukar dirubah.

Sementara, kebudayaan dalam wujud sistem budaya adalah abstrak

(tidak dapat dilihat) dan hanya dapat diketahui serta dipahami (oleh

warga kebudayaan lain, termasuk peneliti) setelah dipelajari dengan

mendalam baik melalui wawancara yang mendalam atau dengan

membaca literatur. Tempatnya adalah dalam kepala tiap individu warga

kebudayaan yang bersangkutan yang dibawa kemanapun ia pergi.

Kebudayaan dalam wujud ini juga memiliki pola dan berdasarkan

sistem-sistem tertentu yang disebut ”sistem budaya”. Fungsi dari

sistem budaya adalah menata serta menetapkan tindakan-tindakan dan

15

Page 20: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

tingkah laku manusia. Sistem budaya dalam bahasa Indonesia juga lazim

disebut ”adat-istiadat”.

Kebudayaan dalam wujud sistem sosial digambarkan sebagai

tingkah laku manusia, termasuk tingkah laku dalam melakukan suatu

pekerjaan. Semua gerak-gerik yang dilakukan dari hari ke hari dan dari

masa ke masa merupakan pola-pola tingkah laku yang dilakukan

berdasarkan sistem. Pola-pola tingkah laku manusia tersebut disebut

”sistem sosial” dikarenakan terdiri dari aktivitas-aktivitas atau

tindakan-tindakan berinteraksi antar individu yang dilakukan dalam

kehidupan masyarakat. Semua aktivitas dan tindakan tersebut sifatnya

dapat dilihat dan diobservasi. Wujud kebudayaan yang bersifat konkret

(artifak atau benda-benda), merupakan wujud kebudayaan yang dapat

diraba dan dilihat.

Sebagai contoh adalah kapal/perahu, alat tangkap, rumah, dan lain-

lain. Pengkajian kebudayaan juga mencermati fungsi kebudayaan.

Kebudayaan mempunyai fungsi yang besar bagi manusia dan

masyarakat. Fungsi pertama adalah sebagai modal masyarakat dan

anggota-anggotanya di dalam menghadapi bermacam kekuatan, seperti

kekuatan alam maupun kekuatan-kekuatan lainnya di dalam masyarakat

itu sendiri yang tidak selalu baik baginya. Fungsi lain dari kebudayaan

adalah sebagai alat pemenuhan kepuasaan manusia (yang berasal dari

manusia itu sendiri), baik di bidang spiritual maupun materil.

Selain kebudayaan, konsep lainnya yang digunakan dalam

menentukan pentingnya kondisi sosial budaya dalam rangka upaya

pemberdayaan masyarakat nelayan adalah konsep pemberdayaan.

Pengertian pemberdayaan masyarakat sebenarnya mengacu pada kata

”empowerment”, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi

yang sudah dimiliki oleh masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan

pemberdayaan dalam pengembangan masyarakat menekankan

pentingnya masyarakat lokal yang mandiri (self-reliant communities)

16

Page 21: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri.

Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang berpusat pada manusia

(people-centered development) ini kemudian melandasi wawasan

pengelolaan sumberdaya lokal (community-based resources

management). Dalam wawasan ini, terbentuk mekanisme perencanaan

people-centered development yang menekankan pada teknologi

pembelajaran sosial (social learning) dan strategi perumusan program

bersama masyarakat.

Moelyarto, 1999 dalam Wahyono et al., (2001) mengemukakan ciri-

ciri pendekatan pengelolaan sumberdaya lokal yang berbasis

masyarakat meliputi:

a. Keputusan dan inisiatif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

setempat dibuat di tingkat lokal, oleh masyarakat yang memiliki

identitas yang diakui peranannya sebagai partisipan dalam proses

pengambilan keputusan;

b. Fokus utama pengelolaan sumberdaya lokal adalah memperkuat

kemampuan masyarakat dalam mengarahkan aset-aset yang ada

dalam masyarakat setempat, untuk memenuhi kebutuhannya;

c. Toleransi yang besar terhadap adanya variasi. Oleh karena itu

mengakui makna pilihan individual dan mengakui proses

pengambilan keputusan yang desentralistis;

d. Budaya kelembagaannya ditandai oleh adanya organisasi-organisasi

yang otonom dan mandiri, yang saling berinteraksi memberikan

umpan balik pelaksanaan untuk mengoreksi diri pada setiap jenjang

organisasi;

e. Adanya jaringan koalisi dan komunikasi antara para pelaku dan

organisasi lokal yang otonom dan mandiri, yang mencakup

kelompok penerima manfaat, pemerintah lokal, bank lokal dan

sebagainya, yang menjadi dasar bagi semua kegiatan yang ditujukan

untuk memperkuat pengawasan dan penguasaan masyarakat atas

17

Page 22: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

berbagai sumber yang ada, serta kemampuan masyarakat untuk

mengelola sumberdaya setempat.

Dengan demikian keberdayaan masyarakat terletak pada proses

pengambilan keputusan sendiri untuk mengembangkan pilihan-pilihan

adaptasi terhadap perubahan lingkungan ekologis dan sosial.

Berdasarkan konsep kebudayaan dan makna yang terkandung dalam

pemberdayaan masyarakat, maka ditetapkan lima dimensi kehidupan

sosial budaya masyarakat nelayan. Kelima dimensi tersebut adalah

dimensi pengetahuan lokal, sistem religi, ekonomi, kelembagaan dan

politik. Pada setiap dimensi terdiri atas faktor-faktor yang dikaji terkait

dengan upaya pemberdayaan masyarakat nelayan dalam rangka

pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan (SDKP).

3.1. Dimensi Pengetahuan Lokal

Dimensi ini merupakan pengkajian ”sistem pengetahuan”

masyarakat nelayan setempat. Ruang lingkup kajian dibatasi pada

pengetahuan lokal tentang pemanfaatan dan pengelolaan SDKP

setempat secara arif. Dalam hal ini digali informasi tentang perilaku

masyarakat yang ramah lingkungan beserta tata nilai yang menyebabkan

terjadinya perilaku tersebut. Dikaitkan dengan upaya pemberdayaan,

dalam dimensi ini diperlukan kajian terhadap tiga faktor, yaitu

pemanfaatan dan pengelolaan SDKP, konservasi SDKP serta penegakan

peraturan (law enforcement).

Pengetahuan lokal masyarakat nelayan yang terkait dengan

persepsi dan konsepsi, sistem dan mekanisme pengelolaan dan

pemanfaatan SDKP secara lestari. Persepsi adalah suatu proses

masyarakat mengetahui beberapa hal dengan menggunakan panca

inderanya terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan SDKP secara

lestari. Dalam tahapan proses selanjutnya, persepsi dapat menjadi suatu

konsepsi. Hal ini terjadi pada saat persepsi yang dimiliki menjadi bahan

18

Page 23: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

pemikiran (individu atau masyarakat) untuk membuat suatu rancangan

tindakan. Persepsi dan konsepsi pada akhirnya menjadi bagian dari

pengetahuan lokal, dan menjadi dasar berlangsungnya sistem dan

mekanisme pemanfaatan dan pengelolaan SDKP. Sistem dan

mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan SDKP dalam hal ini

merupakan suatu rangkaian perilaku dan tindakan masyarakat dalam

No. Faktor Atribut/Verifier Jenis Data

1. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan

1. Persepsi dan konsepsi terhadap sistem dan mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan

2.

Sistem pengelolaan dan pemanfaatan

3.

Mekanisme pengelolaan

dan pemanfaatan

a. Batas-batas wilayah penangkapan ikan

b.

Klaim terhadap wilayah penangkapan ikan tertentu

c.

Pemegang wewenang dan distribusi hak pemenfaatan

d.

Aturan tentang daerah penangkapan, musim penangkapan, alat tangkap, atau aturan lainnya yang berhubungan dengan penangkapan ikan.

e.

Tata cara pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan SDKP.

2.

Konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan

4.

Persepsi dan konsepsi upaya konservasi

5.

Mekanisme upaya konservasi

a.

Keberadaan upaya konservasi SDKP.

b.

Pencetus dan pelaksana kegiatan konservasi SDKP.

c.

Tata cara pengaturan dan kegiatan konservasi SDKP

d.

Deskripsi dan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dari kegiatan konservasi SDKP.

3.

Penegakan peraturan (law enforcement)

6.

Bentuk sanksi atas pelanggaran pengaturan.

7.

Mekanisme penegakan sanksi atas pelanggaran

peraturan.

8.

Efektivitas penegakan peraturan.

a.

Peraturan-peraturan (tertulis ataupun tidak tertulis) yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan SDKP.

b.

Bentuk-bentuk sanksi di dalam peraturan-peraturan yang ada.

c.

Jumlah penyelesaian kasus pelanggaran (berdasarkan hukum normatif maupun hukum positif).

Tabel 1. Faktor, Atribut dan Jenis Data Dimensi Pengetahuan Lokal dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Nelayan

19

Page 24: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

memperlakukan atau berinteraksi dengan SDKP yang ada.

Pengkajian tentang konservasi SDKP dituangkan dalam bentuk

pengetahuan lokal masyarakat setempat yang terkait dengan persepsi

mereka tentang mekanisme konservasi SDKP. Mekanisme tersebut

tercipta dengan tujuan untuk menjaga fungsi SDKP didalam mendukung

keberlanjutan pengelolaan dan pemanfaatan SDKP.

Adapun fungsi SDKP tersebut terbagi ke dalam fungsi ekologi,

sosial dan ekonomi. Dalam pembangunan berkelanjutan, ketiga fungsi

SDKP tersebut harus senantiasa berada didalam suatu keseimbangan

(Pearce and Warford, 1993). Terkait dengan konservasi SDKP, maka

persepsi dan konsepsi yang dimaksud adalah pendapat atau paham

tentang upaya konservasi SDKP. Persepsi dan konsepsi tersebut

mencerminkan adanya suatu rancangan upaya konservasi di dalam

pikiran masyarakat. Sementara itu, mekanisme merupakan suatu

rangkaian perilaku dan tindakan masyarakat dalam upaya konservasi

SDKP. Kesemua faktor yang termasuk dalam kategori pengetahuan

lokal tersebut, beserta jenis data yang diperlukan untuk

menjelaskannya, secara ringkas dikemukakan pada Tabel 1.

3.2. Dimensi Sistem Religi

Dimensi ini merupakan pengkajian terhadap berfungsinya peran

agama dan atau kepercayaan yang dianut terhadap aktivitas kehidupan

dan kesejahteraan dalam suatu masyarakat. Dimensi ini memiliki tiga

faktor penjelas, yaitu agama dan atau kepercayaan yang dianut,

hubungan antara agama dan atau kepercayaan dengan kegiatan

ekonomi masyarakat, peranan agama dan atau kepercayaan dalam

kegiatan sosial-politik masyarakat.

Faktor agama dan atau kepercayaan yang dianut memandang

agama merupakan suatu hal yang dijadikan sandaran penganutnya

ketika terjadi hal-hal yang berada di luar jangkauan dan kemampuannya

karena sifatnya yang supranatural. Dengan demikian, diharapkan dapat

20

Page 25: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

mengatasi masalah-masalah yang non-empiris dan supra-empiris.

Agama dan atau kepercayaan merupakan faktor esensial bagi identitas

dan integrasi masyarakat. Masyarakat diikat oleh sistem simbol yang

bersifat umum. Sistem simbol itu akan berpusat pada martabat manusia

sebagai pribadi, kesejahteraan umum, dan norma-norma etik yang

selaras dengan karakteristik masyarakat itu sendiri.

Setiap masyarakat dalam proses menghayati cita-citanya yang

tertinggi akan menumbuhkan kebaktian pada representasi diri

simboliknya. Dalam bentuk sistem simbol, anggota masyarakat bisa

menjadi sadar akan dirinya (identitas individu). Lebih jauh, sistem

simbol merupakan cara berpikir tentang eksistensi kolektif. Hal ini

yang menjadikan fungsi agama dapat berjalan dalam masyarakat yang

bersangkutan.

Agama memiliki fungsi mengatasi persoalan-persoalan yang timbul

di masyarakat yang tidak dapat dipecahkan secara empiris karena

adanya keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian manusia.

Berjalannya fungsi agama tersebut diharapkan masyarakat merasa

sejahtera, aman, stabil dan sebagainya. Dalam hal ini fungsi agama yang

perlu diperhatikan adalah agama sebagai pemberi identitas diri/individu

seseorang dan agama merupakan sarana hubungan transedental

melalui pemujaan serta upacara ibadat.

Hubungan antara agama dan atau kepercayaan dengan kegiatan

ekonomi masyarakat dalam hal ini terkait dengan ketaatan masyarakat

terhadap syariat agama dan atau kepercayaan atas aktifitas ekonomi

yang dilakukan oleh penganut agama dan atau kepercayaan tersebut.

Agama dan atau kepercayaan memiliki ajaran atau syariat yang juga

mengatur aktifitas ekonomi masyarakat. Di sektor ekonomi terdapat

dogma yang berfungsi menata norma ekonomi di dalam masyarakat.

Ajaran atau syariat bersifat dogma seharusnya dipatuhi oleh

masyarakat.

21

Page 26: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

No. Faktor Atribut/Verifier Jenis Data

1 Agama dan atau kepercayaan yang dianut.

1. Agama dan atau kepercayaan yang dianut

2. Pandangan dan kepercayaan tentang hubungan antara agama dan atau kepercayaan dengan kegiatan ekonomi masyarakat.

3. Simbolik hubungan antara agama dan atau kepercayaan dengan kegiatan ekonomi masyarakat.

a. Agama dan atau kepercayaan yang dianut dan dominan di masyarakat.

b.

Ajaran atau syariat agama dan atau kepercayaan yang dilakukan oleh pemeluknya.

2.

Hubungan antara agama dan atau kepercayaan dengan kegiatan ekonomi masyarakat

4. Pandangan dan kepercayaan tentang hubungan antara agama dan atau aliran kepercayaan dengan kegiatan ekonomi masyarakat

5. Simbolik hubungan antara agama dan atau aliran kepercayaan dengan kegiatan ekonomi masyarakat.

a.

Ajaran atau syariat agama dan atau kepercayaan terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan aktifitas ekonomi yang ada di masyarakat.

b.

Jenis-jenis upacara serta kegiatan ritual keagamaan dan atau kepercayaan yang ada di masyarakat.

c.

Tujuan dan makna pelaksanaan ajaran atau syariat tersebut oleh masyarakat.

d.

Keberadaan dan bentuk (jika ada) pengaruh ajaran atau syariat tersebut kepada setiap anggota masyarakat.

e.

Seberapa luas ajaran atau syariat mengikat anggota masyarakat.

3

Peranan agama dan atau kepercayaan dalam kegiatan sosial-politik masyarakat

1.

Peranan tokoh-tokoh agama dan atau kepercayaan.

a.

Tokoh agama dan atau kepercayaan yang diakui masyarakat.

b.

Dasar-dasar penilaian/kriteria dari masyarakat terkait dengan pengakuan individu sebagai tokoh agama dan atau kepercayaan.

c.

Besarnya pengaruh tokoh-tokoh masyarakat yang dimaksud.

Tabel 2. Faktor, Atribut atau Verifier dan Jenis Data Dimensi Sistem Religi dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Nelayan.

22

Page 27: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Pengkajian terhadap ketaatan masyarakat pada ajaran atau syariat

agama dan atau kepercayaan memerlukan pemahaman bahwa ajaran

atau syariat agama dan atau kepercayaan memiliki simbol-simbol yang

diartikan sebagai manifestasi atau cerminan dalam kehidupan

keseharian. Simbol-simbol agama dan atau kepercayaan mencakup hal-

hal seperti kegiatan ritual, upacara atau lainnya. Simbol-simbol ini

digunakan dalam segala aktifitas kehidupan masyarakat termasuk

aktivitas ekonomi di dalam pemanfaatan dan pengelolaan SDKP.

Peranan agama dan atau kepercayaan dalam kegiatan sosial -

politik masyarakat mengandung pengertian bahwa agama dan atau

kepercayaan pada saat tertentu dapat berfungsi sebagai pelindung

tatanan sosial. Agama juga dapat menilai kondisi sosial saat sekarang

dengan mengacu kepada masyarakat ideal yang berdasarkan kepada

ajarannya. Peranan pemimpin agama dan atau kepercayaan dalam

aktifitas sehari-hari diperlukan karena pada umumnya pembangunan

diorientasikan pada upaya-upaya manusia yang bersifat utuh dan serasi

antara kemajuan aspek lahiriah dan kepuasan aspek batiniah. Dalam

keseharian, pemimpin agama dan atau kepercayaan dapat berfungsi

sebagai motivator, pembimbing, pemberi landasan etis dan moral serta

menjadi mediator dalam seluruh aspek keseharian dan kegiatan

pembangunan. Secara ringkas, faktor dan atribut serta jenis data

dimensi sistem religi tersebut dikemukakan pada Tabel 2.

No. Faktor Atribut/Verifier Jenis Data

d. Keterlibatan tokoh agama dan atau kepercayaan dalam aktivitas masyarakat di luar kegiatan peribadahan.

e. Bagaimana bentuk keterlibatan tersebut (jika ada).

Lanjutan Tabel 2

23

Page 28: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

3.3. Dimensi Ekonomi

Dimensi ini merupakan pengkajian terhadap pandangan dan sistem

mata pencaharian hidup yang dilakukan dan dikembangkan oleh

masyarakat nelayan setempat. Kebudayaan secara kritis telah

ditempatkan pada tiga elemen utama dari ekonomi. Elemen pertama,

yaitu produksi mencakup kebudayaan organisasi, kelas sosial dan

konsekuensi-konsekuensi ekonominya. Elemen kedua yaitu konsumsi,

mencakup persoalan selera dan preferensi yang dikaitkan dengan

kelahiran perilaku konsumtif. Elemen ketiga, pertukaran adalah fungsi

kebudayaan di dalam pasar, di mana kebudayaan berfungsi sebagai

bentuk konstitutif aktor-aktor yang terlibat di dalam pasar, dari

masyarakat pasar dan sarana pemahaman bentuk-bentuk kapitalis.

Dimensi ini terdiri dari tiga faktor, yaitu tingkat ketergantungan

terhadap sumberdaya, pembagian peran dalam kegiatan produksi,

sistem jaminan sosial dan tingkat konsumsi ikan.

Masyarakat nelayan dikenal memiliki tingkat ketergantungan yang

tinggi terhadap SDKP. Tingkat ketergantungan tersebut membuat pola-

pola produksi tertentu. Kegiatan produksi tidak hanya diartikan sebagai

upaya di dalam pemenuhan kebutuhan keseharian (subsistensi). Namun

kegiatan berproduksi lebih diartikan sebagai upaya untuk memperoleh

hasil yang berorientasi pasar. Saat kegiatan produksi masih sebatas pada

upaya pemenuhan kebutuhan keseharian, maka pengembangan usaha

terkait dengan kegiatan produksi tersebut akan berjalan lamban.

Berjalan lamban dapat diartikan sebagai lambatnya penyerapan

teknologi atau rendahnya akses pada peningkatan teknologi dan

rendahnya investasi. Melalui pengamatan, tingkat ketergantungan bisa

juga diketahui dari jumlah dan jenis mata pencaharian alternatif (MPA)

yang ada dan berkembang dalam masyarakat yang dikaji.

Kegiatan produksi dalam konsep pemberdayaan harus

memperhatikan spesialisasi dan keterampilan fungsional yang ada di

24

Page 29: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

masyarakat. Dengan demikian akan ada pembagian peran di dalam

pekerjaan. Ciri dari kegiatan ekonomi adalah semakin terspesialisasi

suatu pekerjaan maka kecenderungan semakin efisien dalam

pengalokasian sumberdaya. Spesialisasi terbentuk dari adanya

keterampilan fungsional.

Jaminan sosial merupakan suatu bentuk pola adaptasi dari

masyarakat ketika dihadapkan pada permasalahan adanya keterbatasan

akses terhadap sumberdaya. Dengan kata lain masyarakat akan

menciptakan jaringan pengaman sosial yang dapat menjamin

keberlangsungan terhadap hidup mereka, seperti halnya kebutuhan

akan modal ketika saluran-saluran formal yang ada tidak mampu untuk

memberikan jaminan kepada masyarakat. Sistem jaminan sosial

mensyaratkan adanya bentuk-bentuk kerjasama diantara anggota

masyarakat.

Kerjasama-kerjasama dalam berbagai bentuk diantara anggota

masyarakat bertujuan untuk menjamin keberlangsungan usaha.

Kemampuan masyarakat nelayan dalam membangun kerjasama secara

nyata untuk menyelesaikan pekerjaan dalam proses produksi

merupakan suatu hal yang diperlukan di dalam menghadapi sumberdaya

yang memiliki tingkat resiko dan ketidakpastian yang tinggi. Pola

kerjasama juga dapat berupa pola-pola ketergantungan

(interdependensi) antara anggota masyarakat dengan anggota

masyarakat lainnya. Pola hubungan ketergantungan umumnya

memberikan jaminan subsistensi kepada anggota yang terlibat di dalam

kerjasama tersebut. Selain itu, hubungan saling ketergantungan juga

memberikan pembagian insentif (sistem bagi hasil) sesuai dengan peran

dan kontribusi masing-masing pelaku kegiatan ekonomi.

Tingkat konsumsi makanan tertentu secara budaya terkait dengan

kebiasaan dan pantangan makan. Besarnya tingkat konsumsi atas

produk tertentu dapat meningkatkan keinginan untuk

25

Page 30: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

mempertahankan bahkan meningkatkan kegiatan produksi. Hal ini

berkaitan dengan kajian pengembangan pasar produk kegiatan

ekonomi (lokal, regional atau internasional). Faktor dan atribut atau

verifier serta jenis data dimensi ekonomi tersebut dikemukakan pada

Tabel 3.

3.4. Dimensi Kelembagaan

Dimensi ini mengkaji berbagai lembaga sosial yang terdapat dalam

suatu masyarakat nelayan yang kajiannya mencakup proses

No. Faktor Atribut/Verifier Jenis Data

1. Tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya

1. Orientasi kegiatan produksi

2.

Pandangan terhadap inovasi teknologi yang digunakan (termasuk didalamnya pemahaman akan teknologi ramah lingkungan)

3.

Besar dan laju investasi dalam kegiatan produksi

4.

Diversifikasi MPA

a. Sejarah penggunaan alat produksi

b.

Skala usaha produksi yang dijalankan saat ini

c.

Kemampuan masyarakat nelayan dalam melakukan pekerjaan secara terencana, logis dan terukur.

d.

Besar dan laju investasi dalam kegiatan produksi

e.

Jumlah dan jenis MPA

(didalam maupun diluar sektor kelautan dan perikanan).

f.

Keinginan menjalankan jenis MPA yang ada.

2.

Pembagian Peran dalam Kegiatan produksi

5.

Spesialisasi pekerjaan

6.

Keterampilan fungsional yang dimiliki nelayan

g.

Jenis pekerjaan

h.

Pembagian peran dalam suatu pekerjaan

3.

Sistem Jaminan Sosial

7.

Kemampuan kerjasama

8.

Interdependensi

9.

Struktur hubungan

10.

Sharing system

a.

Bentuk-bentuk kerjasama yang ada di masyarakat

dalam hubungannya dengan kegiatan ekonomi (produksi dan pemasaran)

b.

Kegiatan produksi mencakup kegiatan penangkapan dan di luar penangkapan.

Tabel 3. Faktor, Atribut atau Verifier dan Jenis Data Dimensi Ekonomi dalam rangka Pemberdayaan Masyarakat Nelayan.

26

Page 31: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

pembentukan serta aturan main, kewenangan dan aturan representasi

dalam setiap organisasi sosial yang teridentifikasi dan teramati. Ciri

umum lembaga sosial adalah organisasi pola-pola pemikiran dan pola-

pola perilaku yang terwujud melalui aktifitas-aktifitas kemasyarakatan

dan hasil-hasilnya. Lembaga sosial memiliki suatu tingkat kekekalan

tertentu ketika himpunan norma-norma yang terkandung di dalam

lembaga sosial tersebut berkisar kepada kebutuhan pokok sudah

sewajarnya harus dipelihara. Kelembagaan memegang peranan penting

di dalam konsep pemberdayaan. Kelembagaan dapat menjadi sebuah

pembawa perubahan (agent of change) di dalam suatu komunitas

masyarakat.

Berdasarkan asal-usulnya kelembagaan dapat muncul dari inisiatif

masyarakat ataupun pemerintah. Asal-usul terbentuknya lembaga di

masyarakat sangat penting untuk diketahui. Hal ini terkait dengan dasar

serta tujuan dari pembentukan lembaga tersebut. Selain itu, sifat

lembaga yang ada juga menjadi penting untuk diketahui. Kemudian,

eksistensi sebuah lembaga dapat dicirikan dengan adanya tiga hal. Ketiga

hal tersebut adalah batas kewenangan, aturan representasi dan aturan

No. Faktor Atribut/Verifier Jenis Data

c. Bentuk-bentuk kerjasama

yang ada di masyarakat di dalam keseharian (seperti contoh arisan, pengajian, dll).

d.

Sistem bagi hasil atau margin yang diperoleh oleh pelaku-pelaku ekonomi.

4.

Tingkat konsumsi ikan

11.

Tingkat

konsumsi ikan

a.

Berbagai cara pengolahan hasil perikanan

b.

Kebiasaan dan pantangan makan.

c. Tingkat konsumsi ikan per kapita per tahun masyarakat nelayan setempat.

Lanjutan Tabel 3

27

Page 32: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

main dari lembaga tersebut. Batas kewenangan merupakan cerminan

seberapa jauh lembaga tersebut mencakup norma-norma yang

mengikat di dalam kehidupan anggotanya dan masyarakat. Aturan

representasi mencerminkan seberapa jauh dapat memenuhi norma-

norma yang ada sesuai dengan kebutuhan anggotanya dan masyarakat.

Aturan main dari lembaga merupakan cerminan dari norma-

norma yang menjadi pembatas bagi anggotanya dan masyarakat.

Aturan-aturan ini haruslah dapat menata pola-pola tingkah laku

anggotanya dan masyarakat.

Fungsi dari lembaga sosial adalah menjaga keutuhan masyarakat

dan memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan

sistem pengendalian sosial (social control system). Konflik terjadi seiring

munculnya perbedaan kepentingan atau kebutuhan di dalam suatu

masyarakat. Berfungsinya peranan ini akan dapat mengikat tujuan-

tujuan pembentukan lembaga sesuai dengan fungsi lembaga. Tabel 4

No. Faktor Atribut/Verifier Jenis Data

1.

Asal usul lembaga

1.

Proses pembentukan

2.

Sifat lembaga

a.

Sejarah pembentukan lembaga yang ada di masyarakat.

b.

Inisiatif pembentukan lembaga yang ada di masyarakat.

c.

Dasar pembentukan lembaga yang ada di masyarakat.

d.

Tujuan pembentukan lembaga yang ada di masyarakat.

2.

Eksistensi lembaga

3.

Batas kewenangan

4.

Aturan representasi

5.

Aturan main dari lembaga

a.

Identifikasi anggota-anggota lembaga sosial yang ada.

b.

Proses rekruitmen.

c.

Bentuk-bentuk aturan yang tertulis atau tidak tertulis dalam kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan SDKP (penangkapan dan non penangkapan).

3.

Manajemen konflik

6.

Manajemen konflik

a.

Kemampuan pemimpin atau seluruh anggota suatu lembaga sosial/kemasyarakatan dalam penyelesaian konflik yang terjadi di masyarakat.

b.

Mekanisme atau prosedur penyelesaian konflik

Tabel 4. Faktor, Atribut atau Verifier dan Jenis Data Dimensi Kelembagaan dalam rangka Pemberdayaan Masyarakat Nelayan.

28

Page 33: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

menghimpun secara ringkas tentang faktor, atribut atau verifier dan jenis

data dimensi kelembagaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat

nelayan.

3.5. Dimensi Politik

Dimensi ini mengkaji mata rantai antara politik dan masyarakat,

antara struktur-struktur sosial dan struktur-struktur politik dan antara

tingkah laku sosial dan tingkah laku politik. Dimensi ini terkait dengan

kebijaksanaan pembangunan. Dimensi ini juga berusaha memahami

bagaimana keputusan-keputusan yang sah dibuat dan dilaksanakan

dalam suatu komunitas masyarakat.

Tuntutan dan dukungan adalah input dari suatu sistem politik yang

merupakan suatu bahan mentah atau informasi yang harus diproses di

dalam sistem politik. Tuntutan berasal dari masyarakat. Tuntutan

tersebut lahir apabila masyarakat membutuhkan sesuatu dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya. Tuntutan tidak akan terwujud apabila

tidak disertai oleh dukungan. Dukungan bersumber dari kepemimpinan

politik dalam masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat

kepemimpinan politik merupakan kepemimpinan pemerintahan.

Kepemimpinan dalam pemerintahan diperlukan untuk menjamin

program pembangunan berwujud suatu program yang terencana dan

dapat mengarahkan suatu perubahan cara hidup masyarakat yang

sesuai dengan isi dan tujuan program pembangunan. Visi merupakan

kemampuan untuk melihat pada inti persoalan. Pemahaman atau

wawasan tersebut diperlukan agar program pembangunan

direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Seorang pemimpin penting memiliki kemampuan dalam

memahami dan menempatkan diri pada kondisi/persepsi pihak lain

untuk mendapatkan manfaat bersama. Prinsip ini juga dapat dilihat dari

seberapa jauh pimpinan mampu berkorban untuk memperoleh

29

Page 34: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

kepercayaan masyarakat. Kepercayaan tersebut dapat digunakan oleh

pimpinan untuk menggerakkan kemajuan ekonomi masyarakat nelayan

setempat secara lebih cepat dan terarah. Kemampuan berkomunikasi

yang baik seorang pemimpin dengan anggota masyarakat yang

dipimpinnya juga hal yang haruslah diperhatikan. Hal ini bertujuan

untuk melihat kemampuan seorang pemimpin memberi inspirasi dan

mengarahkan (inspiring and directing) anggota masyarakat yang

dipimpinnya.

Kesatuan dan keutuhan sistem politik didukung oleh konsep, yaitu

sistem, struktur dan fungsi. Sistem politik merupakan organisasi melalui

mana masyarakat merumuskan dan berusaha mencapai tujuan-tujuan

bersama mereka. Sistem politk sebagai sebuah saluran untuk mencapai

tujuan-tujuan bersama masyarakat terkait erat dengan proses

pengambilan keputusan atau penetapan aturan. Proses pengambilan

keputusan ini merupakan cerminan dari representasi publik yang

diwadahi oleh suatu lembaga sosial tertentu. Dasar pengambilan

30

No.

Faktor

Atribut/Verifier

Jenis Data

1.

Tuntutan dan Dukungan terhadap sistem politik

1.

Tuntutan dan pencetus tuntutan

2.

Penilaian kepemimpinan oleh masyarakat

3.

Dukungan terhadap kepemimpinan oleh masyarakat

a.

Jenis-jenis tuntutan masyarakat

b.

Asal tuntutan yang teridentifikasi

c.

Visi pemimpin

d.

Daya empati pemimpin

e.

Kemampuan komunikasi pemimpin

f.

Rasionalitas pemimpin

g.

Kemampuan pemimpin dalam Inspiring and directing

h.

Integritas pemimpin

2.

Sistem Politik

4.

Proses pengambilan keputusan / aturan representasi publik

a.

Transparansi

b.

Akuntabel

c.

Terbuka untuk diaudit (Auditable)

3. Keputusan dan Kebijakan

5. Hubungan pemegang kekuasaan lokal dengan luar

a. Conflict of interest

Tabel 5. Faktor, Atribut atau Verifier dan Jenis Data Dimensi Politik

dalam rangka Pemberdayaan Masyarakat Nelayan.

Page 35: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

keputusan sudah seharusnya diketahui oleh masyrakat luas yang

menjadi anggota. Kemudian juga keputusan yang diambil haruslah

mencerminkan alur logika dan pemikiran yang dapat diterima

masyarakat. Selain itu, masyarakat harus memiliki akses untuk

mengkaji kembali (merevisi) dan memutuskan ulang keputusan yang

telah dibuat.

Sistem politik sebagai suatu konsep ekologis, menunjukkan

adanya suatu organisasi yang berintegrasi dengan suatu lingkungan

yang mempengaruhinya dan dipengaruhinya. Secara ringkas, dimensi

politik diuraikan menjadi faktor, atribut dan jenis data seperti yang

dikemukakan pada Tabel 5.

Dalam Tabel 5 terlihat bahwa keputusan dan kebijakan terkait

erat dengan fungsi yang dimiliki oleh suatu sistem politik. Pada

prinsipnya suatu keputusan dan kebijakan tidak dapat berdiri sendiri

tanpa melihat kepentingan dari luar. Kemudian menjadi suatu hal yang

penting untuk melihat keselarasan antara keputusan dan kebijakan

yang telah dibuat dengan keputusan dan kebijakan yang ada di luar

sistem politik tersebut. Dengan demikian, menjadi hal penting untuk

melihat terjalinnya kesamaan kepentingan antara pemegang

kekuasaan lokal dan luar.

31

Page 36: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Kondisi sosial budaya masyarakat nelayan perairan laut yang

dikemukakan dalam bagian ini merupakan hasil riset yang dilaksanakan

pada berbagai masyarakat nelayan.

4.1. Bandar Lampung, Lampung.

Pemukiman nelayan di Bandar Lampung terpusat pada tiga lokasi

dengan ciri didominasi oleh etnis tertentu. Desa Lempasing (TPI

Lempasing) dan Desa Gudang Agen Lama (TPI Ujung Bom) umumnya

merupakan nelayan pendatang yang berasal dari Cirebon, Banten dan

Jawa Timur (khusus Desa Lempasing) serta Daerah Cungkeng

(Kampung Bugis) yang sebagian besar dihuni oleh pendatang Bugis. Di

Bandar Lampung ini nelayan yang berasal dari Lampung sendiri

(penduduk asli) jarang ditemukan, demikian juga hal yang sama pada

bakul (pengumpul ataupun pengecer di TPI) (Gambar 1).

Teknologi penangkapan yang digunakan oleh nelayan di wilayah

Propinsi Lampung didominasi oleh mini purse seine, payang dan bagan

dengan ukuran kapal yang beragam. Ukuran kapal yang dioperasikan di

KONDISI SOSIAL BUDAYAIVMASYARAKAT NELAYAN PERAIRAN LAUT

Gambar 1. Suasana kegiatan penanganan ikan di PPP Lempasing, Bandar Lampung.

33

Page 37: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

wilayah Lempasing (TPI) berkisar antara 5 sampai 25 GT, dengan daerah

penangkapan (fishing ground) Teluk Lampung dan sekitarnya. Kapal-kapal

jukung dengan ukuran motor 5-10 PK juga masih banyak ditemukan,

dimana pengguna teknologi penangkapan ini terutama adalah nelayan

suku bugis (daerah Cungkeng).

Di samping kapal-kapal untuk menangkap ikan, di Bandar Lampung

juga tampak penggunaan kapal pelele, yaitu kapal yang terutama

digunakan untuk mengumpulkan ikan (dominan hasil tangkapan nelayan

bagan) disamping juga berfungsi untuk mengangkut perbekalan nelayan.

Lama melaut relatif singkat, yaitu antara satu hari (one day fishing) untuk

bagan perahu dan jukung hingga 2-3 hari untuk payang, cantrang dan

mini purse seine. Daerah penangkapan jukung berkisar pada Jalur 1

(kurang dari 2 mil) disekitar lokasi bagan tancap disepanjang garis

pantai Bandar Lampung hingga pesisir Kabupaten Lampung Selatan.

Sementara daerah penangkapan cantrang, payang dan mini purse-seine

terletak pada jalur 2 hingga 3, mulai dari daerah Lampung Selatan,

daerah perairan Selat Sunda hingga pantai Timur Sumatera dan daerah

perairan Lampung Barat.

Dimensi Pengetahuan Lokal

Konsepsi hak kepemilikan secara umum yang ada di masyarakat

cenderung mengarah kepada konsepsi non property. Hal ini ditandai

dengan persepsi masyarakat yang menganggap bahwa laut adalah

pemberian Allah SWT, dan diciptakan untuk digunakan secara bersama-

sama. Hal ini ditandai juga dengan tidak adanya klaim yang dilakukan

oleh masyarakat nelayan setempat terhadap sumberdaya laut yang ada

di daerahnya sebagai wilayah mereka. Arti dari tidak adanya klaim

wilayah juga menandakan bahwa setiap orang dari wilayah di luar

daerah mereka, bisa menangkap ikan di wilayah tersebut. Walaupun

demikian, secara tidak disadari ternyata ada nelayan yang sebenarnya

menerapkan ”klaim” wilayah, terutama nelayan yang menggunakan alat

34

Page 38: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

tangkap bagan. Tempat dimana bagan tersebut ditancapkan atau

dioperasikan tidak boleh diganggu oleh nelayan lain. Sifat kepemilikan

bagan tersebut diketahui dan dihargai oleh nelayan lainnya.

Selain itu, konsepsi pengelolaan sumberdaya juga sangat erat

kaitannya dengan bagaimana akses yang ada bagi masyarakat terhadap

sumberdaya laut tersebut. Pemahaman masyarakat terkait dengan

akses terhadap sumberdaya yang ada adalah laut bersifat open access.

Artinya, siapa pun bebas untuk menangkap ikan di laut tempat mereka

berada. Masyarakat tidak memiliki aturan-aturan tentang bagaimana

memanfaatkan dan mengelola sumberdaya laut. Hal ini terjadi karena

kondisi open access menggambarkan tidak adanya pihak-pihak yang

bertanggung jawab terhadap kegiatan yang telah mereka lakukan. Satu

aturan yang berlaku adalah siapa yang memiliki modal yang kuat akan

lebih memiliki akses yang langsung terhadap sumberdaya yang lebih

baik (dalam hal ini fishing ground). Sistem pengelolaan yang berlangsung

di masyarakat Lempasing adalah cenderung bersifat open access.

Mekanisme pengelolaan sumberdaya yang berjalan adalah siapapun

berhak untuk menangkap ikan di wilayah Lempasing. Oleh karenanya,

maka tidak ada mekanisme ataupun pengaturan apa pun yang terkait

dengan fishing gears, seasoning dan lainnya. Semuanya berjalan dengan

asas open access. Bahkan aturan-aturan formal yang ada tidak dapat

berjalan efektif dan dipatuhi oleh masyarakat. Aturan-aturan Perda

tersebut tentang pelarangan jenis-jenis alat tangkap tertentu yang

dianggap merugikan.

Terkait dengan faktor konservasi yang ada di masyarakat, dapat

dilihat dari beberapa hal. Konsepsi upaya konservasi masyarakat dapat

dilihat dari kesadaran mereka terhadap kondisi sumberdaya laut di

wilayah mereka. Sebagian besar dari mereka telah menyadari atau

merasakan bahwa kondisi sumberdaya laut sekarang ini telah semakin

berkurang produksinya. Mereka beranggapan fenomena alam ini

disebabkan faktor manusia berupa semakin banyaknya nelayan serta

35

Page 39: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

faktor alam berupa adanya perubahan iklim. Demikian halnya dengan

nelayan bagan tancap, mereka merasa saat ini jumlah ikan telah jauh

berkurang. Bagi nelayan bagan tancap, penyebab dari berkurangnya hasil

tangkapan karena banyaknya nelayan cantrang, payang dan arad yang

beroperasi di daerah mulut teluk (Gambar 2).

Penggunaan alat tangkap yang dilarang dan merusak juga ditengarai

sebagai penyebab menurunnya tangkapan ikan. Masyarakat nelayan

hanya beranggapan bahwa seharusnya pihak yang berwajib melakukan

penindakan yang tegas terhadap pelaku perusakan lingkungan. Kasus

yang sering terjadi adalah pihak yang berwajib membiarkan saja alat

tangkap yang sebenarnya jelas-jelas telah dilarang seperti arad untuk

tetap beroperasi. Pembuktian tentang kasus pemboman di laut juga

sangat sulit untuk dibuktikan karena terbatasnya jumlah personil

penegak hukum. Hal ini menyebabkan seringkali pelaku tidak dapat

ditangkap karena lebih dahulu berhasil membuang barang bukti ke laut.

Sampai dengan saat ini belumlah terlihat upaya konservasi yang benar-

benar telah dilakukan oleh masyarakat setempat. Mekanisme

konservasi pun tidak ada, kalaupun ada biasanya hal itu timbul dari

inisiatif pemerintah.

Gambar 2. Kapal yang digunakan untuk kegiatan penangkapan ikan di perairan laut sekitar

36

Page 40: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Terkait dengan sanksi yang ada di masyarakat dalam hubungannya

dengan pemanfaatan, pengelolaan dan konservasi sumberdaya kelautan

maka yang sangat berperan adalah pihak pemerintah daerah.

Pelarangan-pelarangan terhadap penggunaan alat tangkap yang

merugikan sebenarnya telah diatur dalam bentuk peraturan daerah.

Kasus yang paling sering terjadi adalah kasus pemboman ikan, namun

sayangnya sangat sulit untuk menangkap pelaku. Dari pihak masyarakat

sendiri belumlah memiliki sebuah aturan ataupun sanksi yang mereka

buat sendiri terhadap pengelolaan sumberdaya laut. Berdasarkan

informasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung

Selatan lemahnya penegakan peraturan dikarenakan masih kurangnya

keasadaran masyarakat akan pentingnya penegakan peraturan. Faktor

lain yang semakin melemahkan upaya penegakan peraturan adalah

minimnya sarana dan parasarana penunjang yang dimiliki oleh aparat

instansi yang berwenang.

Dimensi Sistem Religi

Masyarakat umumnya memeluk agama Islam dan menjadikannya

sebagai dasar pandangan kehidupan. Namun berdasarkan penuturan

informan didapatkan bahwa dalam kehidupan keseharian seringkali

bertentangan dengan ajaran agama yang mereka anut. Bentuk upacara-

upacara keagamaan yang mereka lakukan terutama yang terkait dengan

kegiatan ekonomi, dalam hal ini dikaji melalui informasi mengenai

upacara ”ruwatan laut” serta ”lek-lekan” yang dilakukan oleh

masyarakat nelayan setempat.

Menurut penuturan tokoh masyarakat yang dituakan disana (Pak

Murdin), ”ruwatan laut merupakan tanda bersyukur dari nelayan atas

rahmat yang diberikan Tuhan melalui hasil tangkapan dan keselamatan

di tahun sebelumnya sekaligus memohon hal yang sama untuk waktu

berikutnya”. Acara ”lek-lekan” oleh nelayan Cirebon dan pemasangan

37

Page 41: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

paku emas (di bagian-bagian tertentu kapal) disertai pula dengan

kegiatan pengajian. Hasil penggalian informasi yang sama kepada

nelayan yang relatif masih muda menunjukkan bahwa aktifitas ritual

lebih sekedar sebuah ritualisme saja. Nelayan-nelayan muda tidak lagi

perduli terhadap makna sebenarnya, bahkan di dalam pelaksanaannya

cenderung melenceng dari tujuan awal (”lek-lekan” terkadang menjadi

ajang perjudian dan mabuk-mabukan). Hal ini berbeda dengan generasi

tua nelayan yang masih memahami makna dari simbol-simbol yang

terkandung di dalam aktifitas atau ritual keagamaan atau aliran

kepercayaan.

Keterlibatan tokoh-tokoh agama setempat umumnya hanya

berperan pada masalah-masalah ibadah keagamaan. Namun pada

beberapa kasus tokoh-tokoh ini juga berperan di dalam kehidupan

keseharian. Seperti yang biasanya terjadi pada saat pemilihan kepala

desa, ketua KUD ataupun sektor publik lainnya. Bagi sebagian informan,

keterlibatan mereka di dalam sektor publik dan politik lebih

dikarenakan faktor kharismatik. Keputusan yang biasanya mereka ambil

bersifat hanya mengikat bagi anggota-anggota yang menjadi

pengikutnya saja. Menurut penuturan informan yang ditemui,

penggunaan simbol-simbol agama untuk mendukung ataupun menolak

suatu program pembangunan belum pernah terjadi.

Dimensi Ekonomi

Dari pengamatan dan hasil wawancara yang dilakukan di lapang,

didapatkan bahwa sudah sangat jarang sekali ditemui nelayan yang

hanya bertujuan untuk subsistensi diri. Bagi mereka, jika mendapatkan

ikan sedikit (kira-kira tidak mencukupi untuk dijual) biasanya digunakan

untuk konsumsi saja. Sedangkan jika ikan itu cukup untuk dijual maka

mereka akan menjualnya baik melalui TPI ataupun langsung kepada

bakul. Namun sudah bisa dikatakan bahwa orientasi mereka di dalam

38

Page 42: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

melakukan kegiatan penangkapan adalah berorientasi ekonomi (uang).

Di sisi lain, perilaku juragan bagan tancap mengganti teknologi

penangkapannya merupakan cerminan cukup tingginya keinginan untuk

memanfaatkan dan mengubah (merekayasa) hasil temuan baru (dalam

hal ini bagan motor) yang berimplikasi terhadap perbaikan kinerja

usaha perikanan yang digelutinya. Selain itu, beberapa informan yang

menggunakan alat tangkap selain bagan umumnya menginginkan untuk

memiliki alat tangkap jaring setan atau jaring milenium. Menurut

mereka dengan alat tangkap tersebut hasil tangkapan jauh lebih baik.

Kendala umum yang dihadapi oleh nelayan di Bandar Lampung adalah

keterbatasan modal.

Resistensi terhadap kehadiran inovasi terjadi pada kasus

penolakan masuknya purse seine di TPI Lempasing oleh nelayan

setempat dikarenakan hasil tangkapan kapal purse seine dengan volume

yang besar dirasakan oleh mereka menyebabkan harga jual ikan hasil

tangkapan menjadi rendah (over supply) yang bermuara pada

menurunnya pendapatan nelayan setempat. Meskipun demikian perlu

dikaji lagi alasan atas penolakan tersebut mengingat disisi lain

bertentangan dengan maraknya penjualan ikan hasil tangkapan di

daerah lain dikirim dengan menggunakan kendaraan darat.

Alat tangkap yang umumnya digunakan oleh nelayan di daerah ini

adalah pancing, cantrang, payang, purse seine, arad, rawe, dan bagan (baik

tancap maupun motor). Nelayan di daerah ini sudah menggunakan

beberapa macam alat tangkap (multi gears) disesuaikan dengan musim

ikan. Daerah penangkapan jukung berkisar pada Jalur 1 (kurang dari 2

mil) di sekitar lokasi bagan tancap disepanjang garis pantai Bandar

Lampung hingga pesisir Kab. Lampung Selatan. Sementara daerah

penangkapan cantrang, payang dan mini purse seine terletak pada jalur

2 hingga 3, mulai dari daerah Lampung Selatan, daerah perairan Selat

Sunda hingga pantai timur sumatera dan daerah perairan Lampung

Barat. Penggunaan alat tangkap yang dominan biasanya berbeda dan

39

Page 43: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

sesuai dengan dari suku mana mereka berasal. Suku Bugis dominan

menggunakan alat tangkap bagan tancap dan baru-baru ini mulai

mengembangkan bagan motor. Sementara, suku Banten dominan

menggunakan alat tangkap payang dan cantrang. Suku Jawa yang

berasal dari daerah Jawa Tengah dan Timur dominan menggunakan alat

tangkap mini purse seine, payang dan cantrang.

Terbatasnya akses kepada lembaga ekonomi seperti bank ataupun

KUD bagi sebagian besar kelompok nelayan membuat tidak cukupnya

terekam gambaran hidup hemat dan berinvestasi. Hemat dalam hal ini

bukan hanya berarti menyisihkan nilai hasil pekerjaan saja tetapi lebih

mengarah kepada adanya upaya untuk investasi. Bagi kelompok juragan,

budaya menabung di Bank ataupun KUD lebih terasa dibandingkan

dengan kelompok ABK atau nelayan kecil. Para juragan rata-rata

menyisihkan uangnya untuk kemudian meningkatkan alat tangkap atau

pun menambah armadanya. Hal ini tampak disamping pada kisah Pak

Arzein juga pada Pak Suwarno, seorang juragan di Desa Lempasing yang

bergerak di pengolahan ikan asin. Saat ini Pak Suwarno beserta

kelompok pengolahan ikan asinnya (Mina Bina Usaha) telah berhasil

mendatangkan kapal purse seine berukuran 30 GT. Pengoperasian

kapal tersebut bertujuan agar dapat menjamin pasokan bahan baku

untuk kelompok Pak Suwarno, yang seringkali kekurangan pada saat-

saat harga ikan segar sedang baik.

Pak Lantang, yang berasal dari Kampung Bugis di Cungkeng

menceritakan bahwa pada pertengahan tahun 1970–1980-an,

orangtuanya dapat memiliki sedikitnya enam bagan tancap. Namun

pada saat ini dikarenakan tidak pernah menyisihkan hasil tangkapannya

dan lebih cenderung menghabiskannya untuk tujuan yang sangat

konsumtif (membeli pakaian-pakaian mahal), dan kebiasaan tersebut

terus berlanjut meskipun hasil tangkapan semakin menurun dan tidak

menentu (diperkirakan oleh Pak Lantang mulai pada sekitar tahun

1985), akibatnya saat ini tidak lagi tersisa satupun armada.

40

Page 44: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Kemudian, hal yang perlu diperhatikan adalah berdasarkan

pertanyaan yang diajukan pada kelompok ABK dan nelayan kecil,

diperoleh jawaban yang menyiratkan bahwa dengan kondisi hasil

tangkapan saat ini, maka dilapisan sosial ini mereka yang berhemat

adalah mereka yang hingga saat ini masih dapat dapat memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari tanpa terlilit utang (umumnya pada

juragan atau pada ”bank keliling”). Fenomena sosial di atas

menunjukkan bahwa hemat dalam hal kehidupan nelayan dapat

diartikan sebagai sebuah pola-pola jaminan sosial yang lebih dari hanya

sekedar menyimpan materi untuk investasi, tetapi bisa juga berarti

investasi dalam bentuk lainnya.

Masyarakat akan menciptakan jaringan pengaman sosial yang dapat

menjamin kelangsungan hidup mereka, seperti halnya kebutuhan akan

modal ketika saluran-saluran formal yang ada tidak mampu untuk

memberikan jaminan kepada masyarakat. Kecenderungan untuk

memelihara hubungan dengan juragan dalam bentuk konsepsi patron-

klien atau pada ”bank keliling” juga dirasakan sebagai sebuah investasi

jangka panjang.

Dalam beberapa hal justru pihak juragan yang meninggalkan para

kliennya dan beralih usaha karena semakin tidak menentunya kondisi

sumberdaya ikan yang berarti juga semakin tidak menentunya

pendapatan. Pengalihan penguasaan teknologi penangkapan yang

dilakukan oleh para juragan tanpa mempertimbangkan bagaimana nasib

ABK-nya yang selama ini telah ”berjuang” dapat dijadikan salah satu

indikator rendahnya daya empati yang dimiliki oleh para juragan.

Interdependensi (saling ketergantungan simetris) dalam kegiatan

ini dilihat pada pola hubungan patron-klien. Sebenarnya baik patron

maupun klien menguasai sumberdaya yang berbeda, patron menguasai

sumberdaya modal sementara klien menguasai sumberdaya

manusianya. Artinya, pola interdependensi mensyaratkan adanya dua

pihak yang menguasai sumberdaya yang berbeda dan saling bekerja

41

Page 45: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

sama. Jika dihubungkan dengan hubungan antara masyarakat nelayan

dengan lembaga KUD ataupun TPI, maka didapatkan sebuah hubungan

yang tidak simetris.

Bagi juragan nelayan, proses perekrutan pada mulanya lebih

berdasarkan pada koneksi atau hubungan kekerabatan. Namun

demikian, semenjak hasil tangkapan dirasakan mulai menurun dan tidak

menentu, mereka mulai merekrut ABK berdasarkan reputasi

kejujurannya (juragan menceritakan adanya ABK yang tidak jujur

didalam melaporkan hasil tangkapan dan menyerahkan uang hasil

tangkapan) serta keahliannya didalam memperoleh hasil penangkapan.

Proses perekrutan semacam ini juga dijumpai di unit usaha

pembuatan kapal. Berdasarkan penuturan Pak Endi, seorang pendatang

dari Banten dan merupakan ahli pembuat kapal yang telah

berpengalaman lebih dari 30 tahun, untuk usaha pembuatan kapal yang

dilakukan oleh keluarga dan skala kecil memang masih kental dengan

budaya kekerabatan (umumnya beranggotakan satu keluarga batih,

dengan si Bapak sebagai pemimpinnya). Hal ini dilakukan untuk

menularkan keahlian pada si anak atau sanak familinya. Namun

demikian manakala kelompok tersebut mulai tumbuh besar (seiring

dengan order pembuatan kapal yang bertambah banyak), maka faktor

keahlian adalah merupakan pertimbangan utama di dalam perekrutan

tenaga kerja. Si pemimpin kelompok akan berusaha merekrut tenaga-

tenaga berdasarkan orang yang telah memiliki keterampilan

(dituturkan sebagai orang yang sudah ”jadi”) dibandingkan dengan

kerabatnya (saudara atau teman dekat) yang masih memerlukan

pembinaan.

Hubungan yang terjadi hanya sebatas kepada keperluan ekonomi

saja, tetapi tidak berarti memberikan jaminan subsistensi kepada

nelayan. Proses lelang di TPI tidak berjalan dengan semestinya karena

ikan hasil tangkapan lebih banyak yang langsung dijual kepada bakul,

42

Page 46: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

sehingga tidak memberikan jaminan harga jual yang layak. Pemerintah

Kota melalui Dinas Perikanan dan Kelautan hanya sebatas

mengumpulkan retribusi tanpa pernah mengembalikan kembali kepada

nelayan apabila mengacu pada perda yang ada apa yang menjadi hak

mereka dalam bentuk Dana Kesejahteraan Nelayan (DKN). Walaupun

kedua belah pihak menguasai sumberdaya yang berbeda namun tidak

terjadi hubungan yang simetris, bahkan dalam beberapa hal dapat

dikatakan terjadi sebuah eksploitasi nelayan melalui retribusi.

Dimensi Kelembagaan

Kelembagaan yang terbentuk di masyarakat adalah

dilatarbelakangi berupa pola-pola kepemimpinan lokal yang mengikuti

pola-pola kesukuan dan bersifat informal. Artinya masing-masing suku

biasanya memiliki pemimpin lokal sendiri. Kepemimpinan lokal ini

sangat memegang peranan penting di dalam penanganan (resolusi)

konflik. Jika konflik yang terjadi disebabkan karena masalah antar

anggotanya, maka hal tersebut cukup diselesaikan oleh pemimpin lokal

sebagai fasilitator. Sedangkan jika konflik yang terjadi disebabkan oleh

dua kelompok masyarakat atau suku yang berbeda maka peranan

antara dua tokoh dari suku berasal sangat berperan. Kata-katanya

dijadikan dasar bagi anggotanya untuk melakukan suatu tindakan.

Konsep kepemimpinan lokal yang ada masih mewarnai ciri dari

masyarakat komunal yang ditandai dengan adanya suatu semangat

solidaritas mekanik. Masyarakat komunal pun dicirikan dengan sangat

menonjolnya pola-pola hubungan primer serta kuatnya ikatan pada

tradisi, terutama pada masyarakat Bugis.

Pekerjaan sebagai nelayan bagan, cantrang, purse seine, pembuat

perahu, pengolah ikan asin dan bakul lebih besar berkaitan dengan

faktor modal dan sumberdaya yang mereka hadapi dibandingkan

dengan keahlian yang mereka miliki. Hal tersebut disebabkan karena

43

Page 47: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

rata-rata nelayan dapat dengan cepat belajar untuk melakukan salah

satu pekerjaan tersebut asalkan ada modalnya. Oleh karena itu

pengkajian lebih mendalam untuk faktor ini dilakukan pula dengan

berlandaskan pada pengertian tentang diferensiasi dalam masyarakat

nelayan seharusnya diawali dengan kesadaran bahwa mereka senasib

dan kemudian diikuti dengan kemauan untuk bersatu.

Secara umum dapat dikatakan bahwa belum adanya rasa kesadaran

senasib dan keinginan untuk bersatu dikalangan nelayan Lempasing.

Untuk masyarakat nelayan Lempasing, diferensiasi baru terjadi pada

tingkatan kesukuan yang menguasai alat tangkap yang berbeda atau pun

juga karena faktor akses kepada modal yang kecil. Berdasarkan

penuturan Pak Hendi yang merupakan bendahara HNSI menyebutkan

bahwa nelayan cantrang dan purse seine biasanya berasal dari Banten,

Cirebon dan pekalongan, sedangkan palele dan bakul rata-rata berasal

dari Cirebon. Untuk nelayan bagan umumnya dilakukan oleh nelayan

yang berasal dari Bugis, untuk pengolah ikan asin cenderung pendatang

dari wilayah Jawa, seperti yang dijumpai dilapangan adalah pendatang

dari Brebes dan Cirebon.

Dimensi Politik

Pak Warsono dianggap sebagai seorang tokoh karena konsisten

dalam memperjuangkan nasib masyarakat nelayan di Desa Lempasing.

Disamping itu, juga dikenal mendahulukan kepentingan orang banyak

dibandingkan dengan kepentingan dirinya sendiri. Berdasarkan

penuturan Pak Murdin (tokoh masyarakat) pernah suatu kali Pak

Warsono bersama dengan seorang rekan pengolah ikan asin dan lima

orang nelayan (juragan) mengajukan proposal peminjaman modal

kepada pihak Pertamina Lampung, namun yang disetujui oleh pihak

Pertamina hanyalah beliau dan satu rekannya sesama pengasin.

Akhirnya Pak Warsono memutuskan untuk tidak menerima pinjaman

44

Page 48: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

modal dari Pertamina tersebut karena kelima nelayan lainnya tidak

mendapatkan pinjaman modal. Pada saat proses pembuatan dan

pengajuan proposal tersebut, beliau tidak mengenakan sepeserpun

biaya kepada yang dibantunya walaupun dia sendiri telah menghabiskan

uang sebesar Rp.600.000.-

Pemimpin dengan visi yang kuat yaitu memperjuangkan apa yang

diinginkan oleh nelayan (tangkap, pengolah dan pengumpul), cukup

tampak pada wawasan Pak Warsono. Berdasarkan penuturan nelayan-

nelayan yang diwawancarai tentang Pak Warsono, tampak adanya

kesamaan keinginan antara apa yang diinginkan oleh mereka dengan

Pak Warsono sebagai orang yang ditokohkan oleh mereka, yaitu

nelayan merasa aman dan nyaman ketika menyandarkan kapal terutama

dari bentuk-bentuk retribusi tidak resmi dan juga ”alang-alang” (orang-

orang yang mengambil ikan ketika kapal bersandar). Kemudian, ketika

melakukan proses lelang dapat dengan segera uangnya. Hal ini

disebabkan seringnya bakul melakukan hutang kepada TPI dalam proses

lelang dan terakhir mereka menginginkan untuk mendapatkan

perhatian yang layak dari pemerintah, seperti contohnya dengan

bantuan-bantuan yang berupa alat-alat fisik (teknologi penangkapan).

Berbagai upaya yang telah dilakukan Pak Warsono beserta

keseriusannya didalam memperjuangkan hal-hal tersebut diatas

tampaknya yang membuat beliau dianggap sebagai wakil dari

masyarakat. Walaupun upaya yang dilakukannya tersebut sering berarti

harus berkonfrontasi dengan pihak pemerintah daerah ataupun KUD.

Kematangan emosional dapat dilihat pada contoh Pak Arzein (Suku

Bugis), beliau adalah seorang juragan yang memiliki tiga kapal. Pada

beberapa waktu yang lalu, beliau mengakui pernah menabrak kapal

nelayan lainnya ketika berpapasan di muara sungai. Secara sadar beliau

langsung meminta maaf dan kemudian dengan segera

menyelesaikannya dengan cara kekeluargaan yaitu dengan mengganti

45

Page 49: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

kerusakannya. Beliau melarang ABK-nya untuk menggunakan

kekerasan jika terjadi permasalahan yang menyangkut kehidupan di

laut. Baginya semua masalah atau konflik tidak ada yang tidak bisa

diselesaikan jika seandainya saja setiap orang mampu untuk menjaga

emosinya serta berpikir jernih.

Faktor usia cukup berpengaruh kuat didalam membentuk

kematangan emosional seseorang. Hal ini diketahui dari informan yang

menyebutkan sebagian besar sumber konflik dilakukan oleh generasi

muda. Dimana bentuk konflik adalah perkelahian antar kampung

(terutama di daerah Cungkeng) yang dipicu oleh hal-hal yang terjadi di

darat, seperti pencurian, mabuk ataupun menggoda wanita.

Faktor manajemen sangat terpengaruh oleh faktor kepemimpinan,

sehingga akan lebih baik jika dilihat terlebih dahulu dari faktor-faktor

yang menentukan seseorang menjadi pemimpin. Berdasarkan

penuturan Pak Murdin (Ketua kelompok pengolahan ikan asin di

Lempasing), kepemimpinan di KUD lebih ditentukan oleh kemampuan

seseorang mempengaruhi publik dibandingkan dengan kemampuan

manajerial. Bahkan menurutnya sekarang ketua KUD sendiri tidak

dapat tulis baca, tetapi karena beliau adalah orang yang ditakuti oleh

masyarakat maka beliau terpilih.

Faktor transparansi tidak terlihat di dalam proses pengambilan

keputusan, bahkan orang-orang yang dianggap terlalu vokal sering tidak

diundang pada saat Rapat Anggota Tahunan (RAT) ataupun rapat-rapat

penting lainnya walaupun orang tersebut merupakan anggota KUD. Hal

yang menjadi sorotan utama adalah permasalahan Dana Kesejahteraan

Nelayan yang tidak pernah diberikan kembali kepada nelayan. Walaupun

sebenarnya dana tersebut merupakan hasil dari simpanan nelayan

ketika mereka menjual ikan di TPI dan seharusnya kembali lagi kepada

nelayan dalam bentuk dana kecelakaan di laut, dana paceklik, dana

kematian dan lainnya.

46

Page 50: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Pemenuhan azas-azas manajemen yang baik (transparan, rasional,

akuntabel dan auditable) dapat dilihat pada pengelolaan usaha

pengolahan ikan asin oleh kelompok pengolah ikan asin ”Mina Bina

Usaha” yang sesungguhnya dilakukan secara sederhana dan sarat

dengan nuansa kekeluargaan. Berdasarkan diskusi dengan anggota

kelompok masyarakat tersebut diketahui bahwa semua permasalahan

yang tengah dihadapi hampir selalu dibicarakan dan diketahui secara

bersama (transparan). Oleh mereka transparansi tersebut

dicontohkan pada saat seluruh anggota kelompok mengetahui upaya

pengurus kelompok untuk mengajukan pengadaan kapal motor.

Selain mengetahui rencana tersebut mereka juga memahami

pertimbangan yang mendasari dan tujuan dilakukannya upaya tersebut

dimana menurut mereka yaitu untuk memenuhi dan menutupi

kekurangan bahan baku ikan (apabila kondisi ini sedang terjadi mereka

terpaksa mencari bahan baku hingga keluar daerah bahkan hingga P.

Jawa). Secara prinsip penarikan alur pemikiran tentang alasan-alasan

yang mendasari pengadaan kapal motor tersebut memenuhi prinsip-

prinsip akuntabilitas. Dan sampai dengan sekarang dengan keberadaan

kapal motor tersebut sangatlah dirasakan manfaatnya yaitu mampu

mencukupi sebesar 2 ton (rata-rata 1 ton) bahan baku per hari.

Kapasitas produksi pengolahan ikan asin maksimal yang bisa dilakukan

adalah 2,5 ton per hari dengan produksi minimal 1 ton per hari.

Di Lempasing dan Cungkeng bisa dikatakan penyelenggaraan

pemerintahannya tidaklah berjalan dengan baik. Sebelum melihat

apakah telah tersedia saluran-saluran yang berfungsi sebagai

representasi ”kedaulatan”, maka lebih baik jika ditilik dari sumber

permasalahannya. Era otonomi daerah telah disalahpersepsikan baik

oleh pemerintah kota, kabupaten, maupun propinsi. Semuanya hanya

berpikir bagaimana mendapatkan PAD sebesar-besarnya, sehingga yang

terjadi adalah perebutan aset-aset ekonomi yang dianggap potensial

menghasilkan PAD.

47

Page 51: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Apa yang kemudian muncul adalah dualisme kepemimpinan atau

kepentingan di dalam lembaga masyarakat yang seharusnya menjadi

saluran-saluran ”kedaulatan” bagi masyarakat. Sering terjadi dalam satu

kelembagaan ”kedaulatan” terdapat dua pengaruh yang saling

bertentangan. Seperti halnya TPI yang ”dikuasai” oleh pemerintah kota

membuat masyarakat ataupun tokoh nelayan tidak dapat berbuat

banyak untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Sedangkan KUD

”dikuasai” oleh masyarakat dan tidak mendapat restu dari pemerintah

kota membuat terjadi ketimpangan-ketimpangan dalam

operasionalnya.

4.2. Lampung Selatan, Lampung

Dimensi Pengetahuan Lokal

Masyarakat nelayan di desa Maja mempersepsikan hak kepemilikan

sumberdaya laut merupakan kepemilikan Allah SWT dan pengaturan

pengelolaan dan pemanfaatan dilakukan oleh pemerintah. Persepsi

masyarakat terkait PSDKP adalah terutama dalam batas wilayah yang

diklaim sejauh 4 mil laut untuk nelayan tradisional, namun dalam

pemanfaatannya masih bersifat open access. Masyarakat tidak

mengenal adanya pemegang wewenang dari sumberdaya laut yang ada,

sehingga secara otomatis mereka beranggapan tidak adanya

mekanisme pembagian atau pendistribusian hak pemanfaatan.

Mekanisme yang berjalan adalah siapapun yang memiliki modal dan

ingin berusaha dapat masuk dengan mudah ke sektor perikanan.

Mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan masih

mencirikan open access.

Persepsi masyarakat terkait dengan kegiatan konservasi

merupakan tugas dan kewajiban dari pemerintah, belum menjadi

tanggung jawab mereka sebagai masyarakat. Masyarakat tidak

mengenal adanya upaya-upaya konservasi di wilayah sekitar mereka.

Secara umum belum ditemukan mekanisme upaya konservasi yang

48

Page 52: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

berjalan di masyarakat. Tuntutan dan pertimbangan ekonomi menjadi

dasar dalam melakukan tindakan konservasi atau tidak. Mekanisme

yang ada hanya berasal dari pemerintah melalui lembaga-lembaga

formal.

Belum ada bentuk sanksi yang bersumber dari masyarakat

terhadap pelanggaran dalam pemanfaatan dan konservasi sumberdaya

kelautan dan perikanan. Sanksi yang ada hanya bersumber dari

peraturan pemerintah. Penegakan peraturan oleh aparat pemerintah

mengacu kepada peraturan yang berlaku. Masyarakat memberikan

laporan ketika mengetahui terjadi pelanggaran hukum. Penegakan

peraturan dirasakan belum berjalan efektif karena pengawasan oleh

pemerintah dirasakan kurang. Hal ini disebabkan oleh armada dan

jumlah personel yang kurang.

Dimensi Sistem Religi

Agama yang dianut sebagian besar adalah Islam. Pelaksanaan syariat

merupakan tanggung jawab pribadi tidak komunitas. Pelaksanaan agama

dalam keseharian dipandang bersifat vertikal (manusia – Tuhan) dan

hubungan horizontal (manusia – manusia). Terkait kegiatan

penangkapan, masyarakat memandang bahwa rezeki berupa hasil

tangkapan setiap orang sudah diatur oleh Tuhan. Hal ini menyebabkan

jarang terjadi perebutan hasil tangkapan sesama anggota masyarakat.

Namun demikian terkait dengan pemenuhan modal ekonomi, sebagian

masyarakat masih menggunakan jasa tengkulak ataupun ”bank keliling”

yang memberikan pinjaman dengan bunga tinggi, atau dalam

terminologi syariat islam disebut dengan riba. Masyarakat beranggapan

bahwa sebenarnya mereka terpaksa meminjam uang dengan sistem

riba tersebut. Keterpaksaan ini disebabkan karena kebutuhan modal

usaha dan tuntutan ekonomi bagi keluarganya.

Masyarakat nelayan di daerah ini memiliki bentuk upacara atau

kegiatan ritual terkait dengan kehidupan di laut. Secara komunitas,

49

Page 53: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

masyarakat mengenal adanya bentuk-bentuk pesta atau syukuran laut.

Masyarakat beranggapan bahwa dengan mengadakan syukuran laut

maka musim panen ikan berikutnya akan lebih baik. Bagi sebagian besar

masyarakat menganggap golongan ulama tidak memiliki kekuatan

dalam aktifitas keseharian. Mereka hanya ditempatkan sebagai

pemimpin dalam urusan ibadah keagamaan saja oleh masyarakat. Tokoh

agama dalam masyarakat tidak memiliki pengaruh dalam aktifitas sosial

politik.

Dimensi Ekonomi

Kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh sebagian besar nelayan

di daerah ini hanya bertujuan untuk memenuhi kehidupan dan

kebutuhan ekonomi sehari-hari (subsistensi). Masyarakat terlihat

memiliki keinginan berinovasi bertujuan untuk meningkatkan ikan hasil

tangkapan. Hal ini ditandai banyak ditemukannya bagan perahu yang

merupakan pengembangan dari bagan tancap oleh nelayan yang berasal

dari Bugis. Namun umumnya keinginan berinovasi tersebut selalu

terganjal permodalan. Nelayan yang berasal dari Jawa umumnya jarang

yang melakukan tindakan berinvestasi, hal ini didasarkan atas kondisi

dalam upaya pemenuhan kebutuhan dan tuntutan ekonomi sehari-hari

saja sulit terpenuhi. Lain halnya dengan masyarakat yang berasal dari

Bugis, umumnya mereka berinvestasi dalam bentuk emas (perhiasan).

MPA seperti pada pertanian kebun cukup tersedia namun masyarakat

banyak yang tidak memiliki lahan dan keahlian dalam mengolah lahan

pertanian tersebut. Kegiatan pemancingan cumi-cumi juga masih

jarang dilakukan (Gambar 3).

Belum terlihat adanya pembagian pekerjaan dalam kegiatan

penangkapan. Semua orang yang berada di perahu secara bersama-

sama melakukan semua pekerjaan di atas kapal. Keterampilan

50

Page 54: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

fungsional tidak terlihat dengan nyata. Hal tersebut disebabkan karena

anggapan bahwa umumnya masyarakat tidak memiliki keahlian selain

menjadi nelayan.

Masyarakat mampu untuk bekerjasama dalam aktifitas produksi.

Kerjasama juga lebih terlihat pada pola hubungan kekerabatan yang ada.

Kerjasama juga terjalin dalam kehidupan keseharian seperti dalam hal

pembangunan rumah ibadah. Interdependensi terjadi pada tingkat

juragan dan ABK. Penyebabnya adalah secara umum nelayan tidak

memiliki perahu dan juragan tidak turun ke laut. Bakul dengan nelayan

juga memiliki interdependensi. Struktur hubungan yang terbentuk

dalam masyarakat nelayan mengarah kepada hubungan yang cenderung

asimetris. Hal ini disebabkan karena terjadinya ketimpangan faktor

modal. Sistem bagi hasil diantara juragan dan nelayan ABK tidak

berimbang dalam pembagian keuntungan dan penanggungan resiko

kerugian. Tingkat konsumsi ikan pada masyarakat nelayan tergolong

rendah. Umumnya ikan hasil tangkapan dijual.

Dimensi Kelembagaan

Masyarakat di lokasi ini secara formal belum memiliki kelembagaan

yang berfungsi sebagai wadah dalam kehidupan mereka. Namun

51

Gambar 3. Alat dan sarana penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan di Desa Maja - Lampung Selatan.

Page 55: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

masyarakat menganggap bahwa dalam keseharian secara tidak langsung

sudah ada kelompok-kelompok. Kelompok-kelompok tersebut terbagi

berdasarkan kekerabatan atau kesukuan. Masyarakat di lokasi ini secara

formal memiliki kelembagaan yang dimaksudkan sebagai wadah dalam

kehidupan mereka. Kelompok-kelompok tersebut diinisiasi oleh

pemerintah setempat, namun tidak dapat berjalan. Lembaga bersifat

informal dan formal.

Kewenangan kelembagaan formal lebih luas dari kelompok

informal, namun pada kenyataannya tidak dapat berjalan dan cenderung

diacuhkan oleh masyarakat. Kewenangan kelompok informal hanya

terbatas pada anggota kelompoknya. Kelompok formal memiliki aturan

representasi dengan keterwakilan juragan atau pemilik modal lebih

besar dibanding dengan anggota biasa. Sedangkan kelompok informal

tidak memiliki aturan representasi. Kelompok formal memiliki aturan

main sebagai peraturan yang dibuat berdasarkan inisiasi pengurus

kelompok dan pemerintah.

Kelompok informal yang ada tidak memiliki aturan main

(peraturan), semuanya bergantung hanya kepada keputusan ketua

kelompok atau juragan. Konflik yang terdapat pada masyarakat nelayan

dalam banyak hal dapat diselesaikan oleh kelompok-kelompok

informal. Penyelesaian konflik masih mengalami hambatan jika

melibatkan konflik dengan masyarakat di lain daerah. Terkait dengan

manajemen konflik yang selama ini berjalan adalah dengan melakukan

penyelesaian secara kekeluargaan. Penyelesaian ini melibatkan antara

tokoh-tokoh masing-masing suku dengan pemerintah desa.

Dimensi Politik

Penilaian kepemimpinan berdasarkan wibawa dan kejujuran

seseorang. Dukungan yang kuat terhadap kepemimpinan kelompok

masyarakat sangat bergantung terhadap masing-masing suku. Hal ini

52

Page 56: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

disebabkan tidak adanya satu orang tokoh yang dianggap sebagai

pemimpin keseluruhan dari masyarakat. Dukungan terhadap kelompok

formal sangat rendah, masyarakat cenderung tidak perduli. Proses

pengambilan keputusan belum mencerminkan representasi dari

kepentingan seluruh masyarakat. Proses pengambilan keputusan

umumnya cenderung hanya mewakili kepentingan kelompoknya saja.

Hubungan antara tokoh informal masyarakat dengan pemerintah lokal

berlangsung dengan baik, namun belum terjadi komunikasi yang efektif.

4.3. Pandeglang, Banten.

Desa nelayan di Labuhan Teluk, secara geografis dilihat dari

tofografinya terletak di pantai Barat yang berhadapan langsung dengan

Samudera Hindia. Pantai Barat ini memiliki daerah pantai yang sempit,

gelombang besar dan curam sedangkan pantai yang berpasir dengan

gelombang yang tenang tempatnya sangat terbatas, sehingga

menyebabkan kelompok konsentrasi masyarakat nelayan relatif kecil

dan terpencar-pencar.

Masyarakat nelayan yang hidup di daerah ini dilihat dari asal-usul

sukunya berasal dari Sunda, Cirebon dan Bugis. Kehidupan masyarakat

nelayan didaerah ini ada yang menetap, terutama dari masyarakat

nelayan yang berasal dari Pandeglang dan Serang, dan juga dari suku

Bugis, sedangkan dari Cirebon dan Rembang melakukan perpindahan

secara teratur mengikuti waktu musim ikan.

Berdasarkan cara melakukan penangkapan ikan yang terlihat dari

peralatan penangkapan yang mereka gunakan, seperti bagan tancap dan

apung yang dominan dari suku Bugis. Sementara, payang dan pancing

banyak dilakukan oleh masyarakat nelayan Sunda dan jaring arad dan

purse-seine oleh masyarakat nelayan dari Cirebon. Peralatan

penangkapan seperti perahu, jaring dan mesin serta peralatan lainnya

cukup bervariasi, volume dan tempat penangkapannya dipengaruhi

oleh alat tangkapnya.

53

Page 57: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Jaring purse-seine menggunakan ukuran perahu yang lebih besar

dengan GT mencapai 20 - 30 ton, mesin in-board dan jaring ukuran

panjangnya mencapai 150 meter. Perahu dengan kapasitas 3 - 5 ton,

mesin motor tempel menggunakan jaring payang dengan panjang

sekitar 25 meter, pancing dan arad. Kegiatan penangkapan umumnya

dilakukan one day fishing dengan lokasi sekitar 4 - 5 mil laut dari pantai.

Untuk penangkapan menggunakan bagan, perahu yang dipakai adalah

ukuran kecil dan bagannya ditempatkan tidak terlalu jauh dari tempat

tinggal mereka.

Dimensi Pengetahuan Lokal

Persepsi terhadap sumberdaya alam merupakan hak milik Yang

Maha Kuasa (Allah), karena itu wajib dipelihara bersama dan hasilnya

dimanfaatkan bersama-sama. Dalam merealisasikan persepsi ini paling

tidak ada dua pandangan sistem pengelolaan dan pemanfaatan yang

terjadi; Pertama, ada sebagian masyarakatnya memandang bahwa ikan

dilaut itu tidak akan habis, karena itu boleh saja melakukan usaha

kegiatan penangkapan kapanpun seseorang itu mau selagi dia mampu.

Kedua, sumberdaya laut apabila tidak dikendalikan dengan baik, ikan

yang ada didalamnya akan berkurang (Gambar 4).

Gambar 4. Alat dan sarana penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan di wilayah Banten.

54

Page 58: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Batas-batas wilayah penangkapan ikan dari penduduk dusun Teluk

yang menetap, dibatasi oleh hak kepemilikan fishing ground yang dimiliki

bersama, karena tidak ada hak kepemilikan perorangan. Pembatas yang

lainnya adalah musim penangkapan yang dipengaruhi oleh arah angin,

dan sangat mempengaruhi keberadaan musim ikan. Karena itu maka

penjagaan wilayah ppenangkapan menjadi kewajiban bersama

masyarakat nelayan Teluk untuk menjaganya dari kegiatan penangkapan

yang dilakukan oleh nelayan datangan. Keberadaan mekanisme

pengelolaan, menyangkut fishing ground, pengaturan alat tangkap, musim

penangkapan dan fishing right dilakukan secara bersama-sama. Musim

penangkapan umumnya dilakukan pada bulan-bulan April hingga

Desember dan tiga bulan sisanya dianggap musim paceklik.

Sistem pengelolaan dan pemanfaatan berdasarkan persepsi

pertama menghasilkan pandangan bahwa sumberdaya laut dapat

dieksploitasi sepanjang waktu karena bersifat open acceses. Property

right system yang menyangkut fishing ground karena sifatnya milik

bersama pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat penangkap

sendiri tanpa ada pembatasan yang tegas. Dalam upaya pemanfaatan

maka setiap anggota masyarakat bebas melakukan usaha penangkapan

di daerah tersebut tanpa ada aturan yang tegas dan ketat.

Terkait dengan klaim terhadap wilayah penangkapan ikan tertentu,

pengaturan alat tangkap dan musim penangkapan, masyarakat nelayan

hingga sampai sekarang belum mempunyai tatacara pengaturan

penangkapan yang berasal dari dan oleh masyarakat nelayan sendiri.

Pemegang wewenang dan distribusi hak pemanfaatan karena belum ada

pengaturan yang tegas tadi mengakibatkan kurangnya kemampuan

pengawasan langsung (kapal patroli khusus perikanan) untuk mencegah

pelanggaran. Kelemahan ini telah menyebabkan terjadinya

pertambahan alat tangkap, tetapi karena daerah fishing ground yang

dimiliki bersama terbatas hal tersebut telah menyebabkan terjadinya

keluhan terhadap penurunan hasil tangkapan oleh nelayan.

55

Page 59: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Keberadaan mekanisme pengelolaan, menyangkut fishing ground,

pengaturan alat tangkap, musim penangkapan dan fishing right dilakukan

secara bersama-sama. Musim penangkapan umumnya dilakukan pada

bulan-bulan April hingga Desember dan tiga bulan sisanya dianggap

musim paceklik. Keberadaan sumberdaya perikanan tangkap terletak di

wilayah pantai Barat Pulau Jawa, berada dibagian lautan Hindia. Perairan

ini sifat penangkapannya open access, artinya setiap orang dari

penduduk desa Teluk mempunyai kesempatan yang sama untuk dapat

melakukan penangkapan ikan di daerah fishing ground yang sama.

Pertambahan armada penangkapannya dari tahun ke tahun cenderung

sesuai dengan laju pertambahan penduduknya.

Mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan menyangkut aturan

tentang daerah penangkapan, musim penangkapan, alat tangkap, atau

aturan lainnya yang berhubungan dengan penangkapan ikan, hingga saat

ini belum mempunyai tata cara pengaturannya, yaitu yang berasal dari

dan oleh masyarakat nelayan sendiri. Tata cara pengaturan pengelolaan

dan pemanfaatan SDKP yang belum tegas mengakibatkan kurangnya

kemampuan mengendalikan daerah fishing ground, sebagian besar

anggota masyarakat nelayan desa Teluk dalam upaya melakukan

penjagaan fishing ground yang mereka miliki telah melakukan reaksi

menentang terhadap nelayan pendatang.

Masyarakat nelayan pada umumnya menyatakan penyebab

utamanya ikan hasil tangkapan mereka berkurang karena adanya

nelayan pendatang yang melakukan pencurian di wilayah penangkapan

mereka dengan menggunakan alat tangkap yang lebih besar dan alat

tangkap aktif seperti mini trawl atau arad. Contoh nelayan pendatang

yang dipersoalkan masyarakat adalah terhadap nelayan dari Sibolga.

Terhadap nelayan dari Sibolga ini masyarakat telah melakukan reaksi,

yaitu dengan cara melakukan menentang keras dan bentuk reaksi

tersebut berupa penangkapan terhadap kapal pendatang. Kemudian

56

Page 60: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

bahkan ada yang dibakar atau ditenggelamkan sehingga konflik sosial

tidak dapat terhindarkan.

Untuk masyarakat nelayan di desa Teluk, keberadaan upaya

konservasi SDKP adalah berupa upaya konservasi yang di pahami

sebagai daerah larangan. Daerah larangan ini apabila dilanggar, artinya

nelayan melakukan penangkapan di daerah yang terlarang tersebut

akan mendapat celaka (pamali). Daerah larangan biasanya terdiri dari

daerah yang mempunyai karang, dan daerah tersebut secara umum

telah diketahui oleh sebagian besar masyarakat nelayan. Pencetus dan

pelaksana kegiatan konservasi SDKP yang berasal dari masyarakat

dilakukan oleh aturan masyarakat sendiri melalui tokoh adat dan para

alim ulama.

Konsepsi upaya konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan

dirunut dari kesejarahan, ternyata masyarakat nelayan di sekitar pantai

Barat Kabupaten Pandeglang telah mengenal konservasi. Konservasi

yang mereka maksudkan adalah adalah upaya di lokasi-lokasi tertentu

yang dilindungi bersama, alasan perlindungan adalah dengan

memberikan berita bahwa didaerah tertentu tersebut memiliki bahaya

tertentu yang dapat mengakibatkan celaka bagi pelanggarnya (biasanya

daerah karang yang dilindungi). Dengan cara penuturan yang sakral,

maka kepatuhan nelayan untuk tidak menghampiri atau melakukan

kegiatan penangkapan didaerah tersebut dapat terjaga dengan baik

dalam waktu yang cukup lama.

Keberadaan upaya konservasi yang dikenalkan secara formal oleh

institusi pemerintah belum dikenal luas, karena konsep konservasi yang

dimaksudkan belum menjadi bagian kehidupan bersama. Disamping itu,

arti konservasi yang dimaksudkan kadang kala berbeda dengan daerah

larangan yang dimaksudkan oleh masyarakat. Tata cara pengaturan dan

kegiatan konservasi SDKP yaitu berupa mekanisme penerapan upaya

konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan sesuai dengan konsepsi

57

Page 61: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

yang dianut oleh masyarakat yaitu daerah larangan bersama yang

terlindungi karena kesakralannya, kemudian penghormatan

perlindungan tersebut dilakukan melalui upacara-upacara keagamaan

tertentu berdasarkan keyakinan yang telah diturunkan secara turun

temurun. Deskripsi dan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dari

kegiatan konservasi SDKP, prakteknya dalam masyarakat dapat berupa

sedekah laut atau mauludan.

Untuk perahu yang baru selesai dibuat dan siap pertama kali

diturunkan ke laut, dalam bahasa keseharian masyarakat disebut

temurunan, dan yang mengikuti upacara pembacaan doa atau tolak bala,

biasanya diawali dengan upacara ritual dengan memenuhi berbagai

macam syarat seperti kembang-kembangan, buah-buahan, kemenyan,

nasi kuning atau tumpengan dan lain-lainnya yang disesuaikan dengan

kebiasaan setempat.

Bentuk sanksi atas pelanggaran pengaturan pemanfaatan,

pengelolaan dan konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan

ditinjau dari bentuk sanksi atas pelanggaran pengaturan adalah sebagai

berikut. Pelanggaran oleh masyarakat nelayan setempat terhadap

pemanfaatan, misalnya menggunakan alat tangkap yang merusak

(pengeboman, trawl) bentuk sanksi yang diberikan masyarakat adalah

berupa peringatan yang pemberitahuannya dilakukan oleh pemuka

masyarakat. Isi peringatan biasanya berupa pemberitahuan bahwa alat

tangkap yang digunakan tersebut akan merusak lingkungan tempat

penangkapan ikan, yang akhirnya akan merugikan bersama, disamping

itu cara-cara yang tidak terpuji akan menimbulkan keresahan

bermasyarakat dan keluarga. Sanksi yang lebih tegas terpaksa diberikan

oleh masyarakat apabila tetap melakukan pelanggaran yaitu berupa

perusakan alat tangkap yang dipakai oleh nelayan.

Pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat nelayan yang berasal

dari laur daerah. Pertama dilakukan dengan cara memberikan

58

Page 62: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

peringatan supaya meninggalkan daerah penangkapan dan tidak kembali

lagi. Apabila melakukan pelanggaran lagi maka kadangkala masyarakat

melakukan sanksi berbentuk melakukan penangkapan secara beramai-

ramai dan merusak perahu dan alat penangkapannya. Pelanggaran oleh

masyarakat nelayan setempat terhadap pengelolaan, misalnya

melakukan penangkapan didaerah yang disepakati bahwa daerah

tertentu adalah terlarang, daerah ini harus mendapat penjagaan

bersama dengan mentaati menggunakan alat tangkap yang tidak

merusak lingkungan, dan bentuk sanksi yang diberikan masyarakat

adalah berupa peringatan yang pemberitahuannya dilakukan oleh

pemuka masyarakat. Isi peringatan biasanya berupa pemberitahuan

bahwa alat tangkap yang digunakan tersebut akan merusak lingkungan

tempat penangkapan ikan, yang akhirnya akan merugikan bersama.

Disamping itu, cara-cara yang tidak terpuji akan menimbulkan

keresahan bermasyarakat dan keluarga.

Pelanggaran oleh masyarakat nelayan setempat terhadap

konservasi, misalnya melakukan penangkapan didaerah yang disepakati

bahwa daerah tertentu adalah terlarang dan sakralkan karena memiliki

kekuatan yang ditabukan, daerah ini harus mendapat penjagaan

bersama dengan mentaati untuk tidak mengganggu dan merusaknya.

Bentuk sanksi yang diberikan masyarakat adalah berupa peringatan

yang pemberitahuannya dilakukan oleh pemuka masyarakat bahwa

daerah ini perlu dijaga kesakralannya, karena dapat merugikan baik

secara sosial ataupun moral masyarakat karena dianggap kualat atau

mendapat cobaan kesulitan hidup.

Mekanisme penegakan sanksi atas pelanggaran peraturan adalah

berupa mekanismen penegakan peraturan tentang pemanfaatan,

pengelolaan dan konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan.

Dilihat dari sanksi atas pelanggaran peraturan adalah sebagai berikut;

mekanisme sanksi atas pelanggaran pemanfaatan yang dilakukan

59

Page 63: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

kepada masyarakat nelayan di desa nelayan Labuhan Teluk, Carita

Kabupaten Pandeglang untuk menegakkan peraturan, pertama-tama

diserahkan kepada tokoh masyarakat atau pemuka agama agar diberi

sanksi sesuai dengan hukum kebiasaan yang telah berlaku menurut

adat istiadat setempat kalau pelanggarnya dari penduduk setempat.

Kedua, apabila tidak dapat juga diselesaikan, baru kemudian diberikan

kepada aparat yang berwenang (Dinas Kelautan dan Perikanan, atau

aparat lainnya) agar dapat diproses lebih lanjut untuk dapat ditetapkan

sanksinya sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan negara

yang berlaku.

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan dilapangan,

masyarakat nelayan pendatang dengan masyarakat nelayan asli di

Labuhan Teluk, dapat bersosialisasi yang erat dengan saling

membutuhkan. Dapat diketahui banyak masyarakat nelayan pendatang

yang melakukan kegiatan penangkapan secara regulir seperti dari

Cirebon, Rembang dapat melaksanakan kegiatan penangkapannya

dengan tidak mengalamai hambatan dan gangguan dari masyarakat

setempat. Bentuk sanksi dapat dijalankan dengan baik terhadap

masyarakat nelayan yang mematuhi hukum kebiasaan yang berlaku di

tempat yang mereka datangi, terbukti masing-masing nelayan dapat

melakukan kerjasama penangkapan di lokasi yang sama walaupun

berbeda asal usulnya. Dilihat dari penegakan pelaksanaan

efektifitasnya masih dipertanyakan, karena belum terlihat adanya

sinkronisasi antara sanksi menurut adat dan kebiasaan dengan sanksi

menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku yang

dilaksanakan oleh pemerintah.

Dimensi Sistem Religi

Agama yang dianut dan diyakini oleh sebagian besar masyarakat

nelayan desa Labuhan Teluk adalah Agama Islam dan mereka telah

60

Page 64: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

menjadikannya sebagai dasar pandangan kehidupan. Oleh karena itu,

kehidupan bermasyarakatnya didasarkan pada nilai-nilai yang

terkandung dalam ajaran Islam. Banyak ditemukan tempat ibadah dan

kegiatan keagamaan seperti mushollah, masjid, pendidikan yang

bernafaskan Islam dan juga pengajian-pengajian (majelis taklim). Bentuk

kegiatan tersebut telah mencerminkan bahwa masyarakat nelayan di

daerah ini sangat patuh terhadap agama. Hal ini dapat dilihat dan

diketahui apabila kita berbicara tentang nilai-nilai kehidupan, maka

sendi-sendi kehidupan banyak didasarkan pada nilai-nilai agama.

Dalam menjalin hubungan kehidupan, masyarakat telah

memadukan hubungan mereka secara vertikal terhadap Allah swt, dan

hubungan horizontal terhadap manusia dan alam sekitarnya. Jalinan

hubungan yang bersifat horizontal diisi dengan nilai-nilai ajaran agama

Islam. Karena itu apabila ada perselisihan antar kehidupan yang

berkenaan dengan kemanusiaan, penyelesaiannya lebih didasarkan pada

ajaran agama untuk diselesaikan secara kekeluargaan dan ridho serta

ikhlas kepadaNya. Penyadaran seperti ini telah menciptakan hubungan

sosial dan ekonomi yang harmonis, saling menjaga nilai-nilai yang baik

bagi semua masyarakat.

Adapun hubungan mereka sebagai manusia terhadap alam, sesuai

dengan ajaran agama yang mereka terima dan amalkan bahwa alam

beserta segala isinya adalah ciptaan Allah dan milik Allah, sedangkan kita

hanya diberi kesempatan untuk memanfaatkannya. Oleh sebab itu

setiap orang telah dituntut untuk ikut menjaga alam sekitarnya. Ajaran

atau syariat agama dan atau kepercayaan yang dilakukan oleh

pemeluknya ada hubungannya dengan peranan agama dalam kegiatan

ekonomi secara langsung dan tidak langsung. Pengaruh yang

dimaksudkan oleh masyarakat nelayan adalah pengaruh dalam bersikap

terhadap suatu keputusan politik tertentu yang kadangkala telah

diterjemahkan dalam bentuk program-program kebijakan. Indikasi

61

Page 65: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

bahwa sebuah kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah untuk

meningkatkan peran serta dalam pembangunan, yaitu dengan jalan ikut

berpartisipasi aktif memanfaatkan hasil pembangunan tersebut

(biasanya berbentuk bangunan fisik). Partisipasi pemanfaatan seringkali

tidak optimal, hal ini ada hubungannya dengan peranan tokoh agama

atau keyakinan tertentu bahwa pembangunan tersebut tidak

memberikan manfaat bagi masyarakat.

Pengambilan keputusan dalam kegiatan ekonomi masyarakat

kerapkali dipengaruhi oleh tokoh-tokoh agama. Hal ini dapat terjadi

karena tokoh masyarakat khususnya para Kiay adalah orang yang dapat

dipercaya dalam masyarakat yang bersangkutan. Contohnya adalah

pada saat menentukan kesepakatan siapa yang sebaiknya memimpin

desa (RT, RW atau Kepala Desa) masyarakat biasanya senantiasa

melakukan konsultasi sebelum menentukan pilihannya. Konsepsi

agama dalam mendukung program pembangunan pada dasarnya selalu

tidak bertentangan dengan tujuan baik pembangunan tersebut yang

diselenggarakan oleh pemerintah.

Hubungan simbolik antara agama atau kepercayaan dengan

kegiatan ekonomi masyarakat kadangkala masih dikaitkan dengan

semacam upacara keagaman atau upacara kepercayaan tertentu yang

dihubungkan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya

kelautan dan perikanan. Hubungan pemanfaatan dan pengelolaan yaitu

diwujutkan dalam bentuk upacara ritual, seperti waktu turun perahu

pertama kali ke laut, perahu ini di dahului dengan upacara pembersihan,

keselamatan dan tolak balah dengan mengikuti rangkaian upacara ritual

yang telah terpola dan dianggap sakral, karena itu semua syarat dan

kesucian harus terjaga dengan baik.

Didalam upaya memanfaatkan sumberdaya alam yaitu kegiatan

melakukan penangkapan ikan di laut, sebagian besar masyarakat masih

melakukan upacara kenduri (selamatan) syukuran dengan memohon

62

Page 66: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

doa bersama kepada Khalik, agar diberi kemudahan rezki yang banyak

dan keselamatan selama mencari rezki ditengah laut. Kepercayaan

dalam hal-hal tertentu yang berhubungan dengan sektor kelautan dan

perikanan masih sering juga dilakukan. Kepercayaan tersebut misalnya

setiap tahun harus ada upacara ritual keagamaan seperti sedekah laut,

atau mauludan yang diikuti oleh berbagai lapisan masyarakat, termasuk

upacara kesenian atau upacara adat lainnya.

Keberadaan dan bentuk pengaruh ajaran atau syariat tersebut

kepada setiap anggota masyarakat adalah berupa keyakinan bahwa

rezki yang akan didapat sebenarnya karena kehendak Allah SWT, dan

manusia hanya berfungsi mengusahakan saja. Seberapa luas ajaran atau

syariat mengikat anggota masyarakat, sangat tergantung kepada

pemahaman masyarkat itu sendiri terhadap ajaran agama yang

dianutnya. Makin besar pengetahuan dan pengalaman kerokhanian yang

didapat oleh seorang nelayan, maka kepercayaan bahwa rezki itu milik

sang Khalik semakin besar, karena itu untuk mendapatkannya harus

dimulai dengan upaya-upaya yang suci, misalnya dapat dilakukan melalui

doa orang tua atau orang yang dituakan.

Agama dan atau kepercayaan pada saat tertentu dapat berfungsi

sebagai pelindung tatanan sosial dan pada saat lainnya dapat menilai

kondisi sosial saat sekarang dengan mengacu kepada masyarakat ideal

yang berdasarkan kepada ajarannya. Peranan pemimpin agama dan atau

kepercayaan dalam aktifitas sehari-hari karena pada umumnya

pembangunan diorientasikan pada upaya-upaya manusia yang bersifat

utuh dan serasi antara kemajuan aspek lahiriah dan kepuasan aspek

batiniah. Dalam pelaksanaan keseharian, pemimpin agama dan atau

kepercayaan dapat berfungsi sebagai motivator, pembimbing, pemberi

landasan etis dan moral serta menjadi mediator dalam seluruh aspek

keseharian dan kegiatan pembangunan. Tokoh agama dan atau

kepercayaan yang diakui masyarakat dalam ikut pengambilan keputusan

dalam kegiatan sosial politik masyarakat kerapkali ikut berperan.

63

Page 67: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Besarnya pengaruh tokoh-tokoh masyarakat yang dimaksud

tercermin dari sikap dukungan tokoh agama untuk ikut serta dalam

proses pembangunan. Konsepsi agama dalam mendukung program

pembangunan pada dasarnya selalu tidak bertentangan dengan tujuan

pembangunan tersebut yang diselenggarakan oleh pemerintah.

Keterlibatan tokoh agama dan atau kepercayaan dalam aktivitas

masyarakat di luar kegiatan peribadahan merupakan manifestasi

mereka dalam dinamika bermasyarakat. Teknis pelaksanaan yang tidak

melibatkan secara utuh kehidupan masyarakat nelayan, seperti aspek

sosial, agama dan hukum menyebabkan tertolaknya rencana

pelaksanaan pembangunan itu sendiri. Jadi dari sudut peranan tokoh

agama masyarakat, peranan pemuka agama ikut berperan dalam

menentukan berhasil tidaknya sebuah proses pembangunan didalam

masyarakat nelayan.

Dimensi Ekonomi

Masyarakat nelayan dikenal memiliki tingkat ketergantungan yang

tinggi terhadap SDKP. Tingkat ketergantungan tersebut membuat

pola-pola produksi tertentu. Kegiatan produksi tidak hanya diartikan

sebagai upaya di dalam pemenuhan kebutuhan keseharian

(subsistensi). Namun kegiatan berproduksi lebih diartikan sebagai

upaya untuk memperoleh hasil yang berorientasi pasar. Saat kegiatan

produksi masih sebatas pada upaya pemenuhan kebutuhan keseharian,

maka pengembangan usaha terkait dengan kegiatan produksi tersebut

akan berjalan lamban. Berjalan lamban dapat diartikan sebagai

lambatnya penyerapan teknologi/rendahnya akses pada peningkatan

teknologi, rendahnya investasi.

Tingkat ketergantungan juga bisa diketahui dari jumlah dan jenis

mata pencaharian alternatif (MPA). Sejarah penggunaan alat produksi

terkait dengan orientasi kegiatan produksi. Orientasi masyarakat

nelayan di sekitar Kabupaten Pandeglang tujuan utamanya melakukan

64

Page 68: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

kegiatan penangkapan ikan dan biota laut lainnya untuk menyambung

penghidupan, oleh karena itu setiap hasil tangkapan yang didapat dari

kegiatan penangkapan langsung di jual kepada pembeli. Kegiatan

penangkapan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang tersedia di sub-

sektor perikanan, dan melalui jual beli ikan, maka pasar ikan di

lingkungan masyarakat nelayan terus-menerus dapat berlanjut. Volume

hasil tangkapan yang dikhususkan untuk konsumsi rumah tangga,

berdasarkan hasil wawancara dilapangan mereka cenderung

mengatakan sedikit sekali yaitu sekitar 15% saja, walaupun mereka

hampir setiap hari mendapatkan ikan, tetapi ikan-ikan tersebut lebih

diutamakan untuk dijual ke pasar.

Skala usaha produksi yang dijalankan saat ini, adalah terkait erat

dengan kapasitas pemasaran yang mapu dihasilkan nelayan. Pemasaran

hasil tangkapan umumnya dilakukan oleh pedagang yang ada ditempat

atau di desa Teluk, dan selanjutnya dipasarkan kepada pihak lainnya yang

ada diluar daerah mereka. Nelayan penangkap bebas melakukan

penjualan hasil tangkapannya kepada siapa saja yang mereka inginkan,

terkecuali mereka yang terikat karena perjanjian (tertulis atau tidak

tertulis) yang diakibatkan karena adanya pinjaman lebih dahulu kepada

juragan sebelum melakukan penangkapan di laut. Untuk menjaga

keseimbangan hubungan sosial akibat kegiatan ekonomi, maka sistem

bagi hasillah yang dipakai sebagai sarana ekonomi masyarakat nelayan

dalam melakukan kegiatan usaha penangkapannya dilaut.

Kemampuan masyarakat nelayan dalam melakukan pekerjaan

secara terencana, logis dan terukur dapat diketahui dari inovasi

teknologi yang digunakan. Pandangan terhadap inovasi, adalah

berkenaan dengan keadaan kemampuan masyarakat untuk dapat

memanfaatkan atau mengubah (rekayasa) hasil temuan baru dari luar

maupun dalam yang berimplipikasi terhadap perbaikan kinerja usaha

perikanan setempat. Dari hasil pengamatan dilapangan sejak tahun

65

Page 69: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

1985 hingga tahun 2004, dilihat dari peralatan kehidupan yang

masyarakat nelayan gunakan, seperti perahu, jaring dan mesin hampir

tidak mengalami perubahan yang signifikan. Belum ditemukannya

peralatan lainnya yang mampu menghasilkan hasil tangkapan ikan lebih

banyak dan efisein. Inovasi teknologi yang terjadi baru sebatas

penggunaan palka berinsulasi tempat ikan untuk kapal purse-seine,

sedangkan kapal/perahu lainnya masih menggunakan palka tanpa

insulasi. Alat bantu penanganan ikan diatas perahu hanyalah termos es

besar atau kotak es yang terbuat dari busa plastik untuk menempatkan

ikan hasil tangkapan.

Besar dan laju investasi dalam kegiatan produksi dapat dilihat dari

cara-cara melakukan kegiatannya mulai dari penangkapan, penanganan

dan pengolahan serta penjualan hasil tangkapan. Dengan kenyataan

yang banyak ditemukan di lapangan, ternyata teknologi penangkapan

belum banyak berubah, maka kinerja yang terbentuk selama ini diatas

kapal, setelah pendaratan, selama penjualan (transportasi dan

pelelangan) masih menggunakan cara-cara tradisional. Adapun

pembagian pekerjaan masih berdasarkan pada fungsi-fungsi

kepemilikan kapal, juragan/pedagang besar yang merangkap sebagai

pemilik modal, dan nelayan penangkap tetap saja tidak menguasai harga

pasar ikan yang dijualkannya tersebut.

Peranan anak buah perahu/kapal masih diwakili oleh pemilik

perahu/kapal atau orang suruhan dari pemilik modal dan mereka masih

berposisi sebagai penerima hasil transaksi akhir. Cara berkomunikasi

yang cepat berubah adalah terjadi di tingkat pemilik kapal/perahu,

juragan karena mereka mampu menggunakan teknologi komunikasi

yang lebih canggih. Pengaruh dari alat komunikasi ini adalah penguasaan

informasi pasar tetap pengendaliannya lebih besar di tangan mereka

dan nelayan penangkap tetap saja berada dipihak yang belum mengalami

66

Page 70: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

inovasi, yaitu dari teknik penangkapan, kerjasama ataupun kemampuan

memanfaatkan peluang yang terjadi akibat pergeseran cara-cara

berkomunikasi secara tradisonal oleh juragan dan pemilik

kapal/perahu.

Jumlah dan jenis MPA (di dalam maupun diluar sektor kelautan dan

perikanan) tercermin dari keterampilan fungsional yang dimilki

masyarakat nelayan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari.

Masyarakat nelayan sebagai pelaku ekonomi kelautan perikanan telah

mempunyai keterampilan yang terkait langsung dengan ekonomi yaitu

kegiatan penangkapan, pengolahan, pembuatan peralatan penangkapan,

pemasaran dan pembiayaan. Kegiatan penangkapan merupakan

keterampilan kelompok fungsional yang umumnya dimiliki oleh kaum

laki-laki, sehingga pergi kelaut untuk melakukan penangkapan

merupakan bagian utama pekerjaan mereka.

Pengolahan produk hasil tangkapan umumnya banyak dilakukan

oleh kaum perempuan, sehingga kelompok keterampilan ini seolah-

olah menjadi bagian kehidupan perempuan. Produk olahan yang mereka

buat umumnya masih terbatas pada produk olahan tradisional, seperti

ikan asin, pengasapan, pemindangan. Diversifikasi mata pencaharian

alternatif yang dikembangkan oleh masyarakat nelayan terkait erat

dengan hasil sumberdaya perikanannya, baik dari perikanan tangkap

atau dari perikanan budidaya.

Perkembangan alat penangkapan yang terjadi di daerah lainnya

yang telah menjadikan daerah mereka sebagai daerah penangkapan

baru yang dilakukan secara reguler yang datang dari Cirebon dan

Rembang ternyata tidak merubah banyak perahu kecilnya menjadi

perahu yang lebih besar. Juga, tidak pula mempunyai pengaruh terhadap

perubahan dinamika ekonomi masyarakat nelayan di wilayah

Pandeglang pada umumnya. Untuk desa Teluk diketahui agak sulit

menerima pengembangan dari luar secara drastis (cepat). Hal ini terjadi,

67

Page 71: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

dimana ada suatu kondisi masyarakatnya cenderung tetap

mempertahankan keadaan yang telah ada selama ini. Sikap ini mungkin

terkait dengan pantai Barat Pulau Jawa yang bergelombang ganas dan

pantainya sempit serta tidak terlindung, telah menyulitkan mereka

untuk menerima hal-hal baru dari luar, karena resiko keamanan yang

akan mereka dapatkan mungkin lebih besar lagi.

Spesialisasi pekerjaan terkait secara langsung dengan jenis

pekerjaan yang berhubungan erat dengan alat tangkap dominan yang

digunakan oleh mayarakat nelayan desa Teluk dalam upaya

mendapatkan hasil dari perairan (kelautan dan perikanan) guna

menunjang proses produksi (panen). Alat tangkap terkait langsung

dengan perahu kayu yang digunakan, yaitu mulai dari ukuran kecil hingga

sedang, dan alat tangkapnya berupa jaring (purse-seine, payang, pancing)

dan sarana bantuan mesin penggerak berupa mesin in-boat dan out-

boat.

Perahu yang dipakai masyarakat nelayan adalah perahu kayu yang

umumnya dibuat oleh masyarakat sendiri, khususnya perahu-perahu

ukuran kecil dengan mesin penggerak motor tempel ber-merk Yamaha

atau Donfeng. Perahu kayu ini belum dilengkapi dengan palka

berinsulasi yang baik untuk menahan es supaya tidak hilang meleleh.

Nelayan yang menggunakan peralatan tangkap seperti ini umumnya

adalah pemakai jaring payang, dan arad. Daerah penangkapan mereka

tidak terlalu jauh dari lepas pantai yaitu sekitar 2 - 4 mil laut dengan

lama kegiatan penangkapan hanya satu hari, yaitu dimulai dari jam 04.30

pagi dan mendarat kembali sekitar jam 15.00 sore hari. Hasil tangkapan

umumnya adalah tembang, kembung kecil dan tongkol kecil.

Untuk kapal besar yang kaskonya masih terbuat dari kayu, telah

membuat yang baik sebagian palkanya berinsulasi yaitu terdiri dari kayu,

busa plastik, kayu dan kadang-kadang dilapisi fiber-glass, sehingga ikan

hasil tangkapan dapat ditangani dengan baik, mutunya tidak cepat

68

Page 72: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

mundur. Kapal jenis ini menggunakan alat tangkap umumnya purse-seine

dan payang besar dengan jumlah ABK dari 15 sampai 20 orang, lama

operasi bisa mencapai 2 (dua) dan 3 (tiga ) hari dengan lokasi

penangkapan mencapai sekitar Selat Sunda dan Ujung Kulon. Hasil

tangkapan dapat berupa tongkol, tembang, kembung, tenggiri dan layur.

Pembagian peran dalam suatu pekerjaan adalah keinginan

menjalankan jenis MPA adalah berhubungan langsung dengan

kelompok-kelompok pekerjaan fungsional yang telah terbentuk

didalam masyarakat nelayan. Kelompok pekerjaan tersebut seperti

pembuatan peralatan penangkapan, dan untuk pembuatan perahu

umumnya dilakukan oleh laki-laki, sedangkan pembuatan jaring kadang-

kadang dilakukan juga oleh perempuan, termasuk perbaikannya.

Kelompok fungsional pemasaran hasil tangkapan untuk skala kecil dan

masih berada disekitar labuhan Teluk dan Carita banyak dilakukan oleh

perempuan, sedangkan pemasaran dalam jumlah partai besar umumnya

telah dilakukan oleh laki-laki. Dari pola ini tergambarkan pembagian

pekerjaan antara laki-laki dengan perempuan; keterampilan pemasaran

ditingkat pengecer dilakukan oleh perempuan dan sedangkan

pemasaran ditingkat pengumpul telah dilakukan oleh laki-laki.

Jaminan sosial merupakan suatu bentuk pola adaptasi dari

masyarakat ketika dihadapkan pada permasalahan akan adanya

keterbatasan akses terhadap sumberdaya. Dengan kata lain masyarakat

akan menciptakan jaringan pengaman sosial yang dapat menjamin

keberlangsungan terhadap mereka, seperti halnya kebutuhan akan

modal ketika saluran-saluran formal yang ada tidak mampu untuk

memberikan jaminan kepada masyarakat. Sistem jaminan sosial

mensyaratkan adanya bentuk-bentuk kerjasama diantara anggota

masyarakat. Bentuk kerjasama tersebut bertujuan untuk menjamin

keberlangsungan usaha. Kemampuan masyarakat nelayan dalam

membangun kerjasama secara nyata untuk menyelesaikan pekerjaan

69

Page 73: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

dalam proses produksi merupakan suatu hal yang diperlukan di dalam

menghadapi sumberdaya yang memiliki tingkat resiko dan

ketidakpastian yang tinggi.

Interdependensi masih dapat dikenali secara umum melalui

struktur kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat nelayan

melalui pembagian pekerjaan mulai dari pengeksploitasian sumberdaya,

pemasaran hasil dan sistem bagi hasil yang diberlakukan pada umumnya

oleh sebagian besar masyarakat nelayan. Dilihat dari interdependensi

antar elemen, ternyata antar nelayan saling memberikan informasi dan

kesempatan untuk ikut melakukan kegiatan usaha penangkapan di

lokasi fishing ground yang sama, bersamaan dengan itu terbentuk pula

jaringan perdagangan hasil tangkapan ikan atau biota laut lainnya (udang,

kepiting, dll). Ditinjau dari sini, maka ada hubungan timbal balik yang

saling membutuhkan antara nelayan penangkap, dengan kaum

perempuan yang umumnya adalah para pengecer (pedagang kecil)

ikan/udang/kepiting atau biota laut lainnya dan juga ibu rumah tangga

yang berfungsi menjualkan hasil tangkapan atau mengolahnya menjadi

produk ikan olahan.

Pekerjaan yang ada di dalam masyarakat nelayan yang telah

terdeferensiasi menghasilkan struktur kerja menurut sifat

pekerjaannya. Dilihat dari gender, sifat pekerjaan yang menuntut lebih

banyak di perairan dilakukan oleh laki-laki (berlayar, menangkap ikan,

menyelam, memperbaiki mesin, memperbaiki perahu, memasang jaring

dan menentukan arus dan musim ikan). Adapun sifat pekerjaan yang

menuntut lebih banyak dilakukan di darat, umumnya adalah pekerjaan

perempuan (mendagangkan ikan/udang, melakukan pengolahan

pengawetan ikan, mengatur rumah tangga selama lakinya ke laut) dan

pekerjaan sosial lainnya.

Saling ketergantungan dalam kegiatan ekonomi di sub sektor

perikanan secara fungsional adalah keterkaitan antar sumberdaya,

70

Page 74: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

peralatan penangkapan, pasar dan manusia. Kegiatan ekonomi adalah

merupakan representasi dari adanya permintaan dan penawaran.

Penawaran terjadi dikarenakan oleh adanya hasil produksi dari

eksploitasi sumberdaya, dan permintaan terjadi oleh karena adanya

pasar. Teknologi penangkapan dan manusia merupakan sarana

penggeraknya. Keterkaitan ini dapat ditinjau dari dua sisi, pertama,

keterkaitan secara langsung dan kedua, keterkaitan secara tidak

langsung. Keterkaitan langsung adalah proses dari sumberdaya ikan dan

biota lainnya, kegiatan penangkapan yang menghasilkan produksi hasil

tangkapan (dalam bentuk segar dan olahan), dan pasar, kemudian

keterkaitan ini dapat disebut mempunyai hubungan positif. Keterkaitan

yang tidak bersifat langsung, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh para

pemegang modal, pedagang (kecil, besar), dan komisioner (perantara).

Peranan mereka menggerakkan kegiatan ekonomi cukup besar, karena

mekanisme pasar sebagian terbesar berada dibawah pengendalian

mereka, seperti mempertemukan pembeli lokal dan dari luar, termasuk

norma-norma pasar yang berlaku di daerah.

Tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya dalam upaya

nelayan melakukan investasi pada usaha penangkapan ikan sesuai

dengan keahlian yang dimilikinya, hal ini dapat dilihat dari kemampuan

menyisihkan nilai hasil pekerjaan ditinjau dari investasi ke sarana

ekonomi dalam bentuk pembelian dan perbaikan peralatan

penangkapan (perahu, jaring dan mesin), tampaknya belum banyak

melakukannya. Investasi secara besar-besaran kepada peralatan

penangkapan belum terlihat nyata. Hal ini diindikasikan dengan ukuran,

dan volume perahu yang cenderung tidak banyak mengalami

perubahan. Kapal purse-seine hanya berbobot antara 20 GT hingga 40

GT dengan kapasitas (10 - 20 ton) saja. Penyisihan hasil tangkapan

untuk investasi pada nelayan skala kecil yang jarak operasinya ke daerah

penangkapan hanya 2 hingga 4 mil laut, juga cenderung tidak banyak

71

Page 75: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

mengalami perkembangan, bahkan ada kecenderungan beberapa

perahu tidak dapat lagi beroperasi karena biaya operasionalnya tidak

mampu ditutupi dengan nilai hasil tagkapannya.

Kegiatan produksi mencakup kegiatan penangkapan dan di luar

penangkapan yang apabila dilihat dari kemampuan untuk menyisihkan

hasil pendapatan mereka dari kegiatan penangkapan untuk investasi

masa depan dalam bentuk pembangunan perumahan. Untuk desa Teluk

rata-rata masih sederhana dengan bangunan semi permanen, sebagian

ada juga yang permanen, dan keadaan ini dibandingkan antara tahun

1985 dengan tahun 2004 memang menunjukkan adanya perubahan,

tetapi perubahan yang terjadi tidaklah pesat. Kegiatan penangkapan di

laut telah ada yang dibantu rumpon, tetapi belum dimanfaatkan secara

optimal, karena kebiasaan yang terjadi pada malam hari mereka tidak

melakukan penangkapan.

Bentuk-bentuk kerjasama yang ada di masyarakat nelayan di dalam

keseharian (seperti contoh arisan, pengajian, dll). Dapat terlihat dari

kemampuan masyarakat nelayan dalam membangun kerjasama secara

nyata untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu, pekerjaan tersebut

memerlukan tenaga kerja lebih dari satu orang dalam proses produksi

dan ini telah terjalin dengan baik sekali, baik dalam hubungan sosial,

kekerabatan dan keagamaan. Didalam perahu agar dapat menghasilkan

produksi hasil tangkapan yang baik, pembagian pekerjaan telah sangat

jelas dan harus dilakukan secara bersama-sama, sehingga setiap orang

yang ada diatas perahu kemampuannya membangun kerjasama

didasarkan pada fungsi kerja masing-masing dengan kemampuan sangat

besar, karena nasib mereka secara bersamaan tergantung dari

kerjasamanya tersebut. Jadi budaya bekerja bersama-sama diatas

perahu, selama pelayaran, antar perahu nelayan dan antar anggota

masyarakat satu kaum merupakan kerjasama mutlak yang harus

dilakukan, prinsip ketaatan kepada aturan-aturan yang diberlakukan

72

Page 76: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

untuk membangun keharmonisan kerjasama telah menjadi bagian yang

diutamakan secara bersama-sama.

Setiap pekerjaan spesialis mendapat pengakuan dan dihargai

dengan prosentase atau bagian tertentu yang berbeda dengan bagian

orang yang tidak mempunyai spesialisasi. Dari hasil tangkapan setiap kali

mendarat, langsung dilakukan pembagian hasil berdasarkan sistem bagi

hasil yang telah berlaku dan diakui secara umum oleh setiap anggota

masyarakat nelayan di desa Teluk. Pembagian bagi hasil ini, untuk pemilik

mendapatkan 2,5 (dua) bagian, nakhoda 1,5 (satu setengah) bagian dan

anggota lainnya masing-masing 1 (satu) bagian, sedangkan pemberi

pinjaman mendapat 10% dari raman kotor setiap kali kapal/perahu

mendarat dan menjual hasil tangkapannya. Potongan 10% tidak

mengurangi jumlah modal pinjaman yang diberikan oleh peminjam,

terkecuali kalau seluruh modal pinajamannya dikembalikan secara

kontan. Adapun kisaran jumlah total bagian yang dibagikan adalah antara

4 (empat) bagian hingga 5 (lima) bagian untuk kapal ukuran antara 3

hingga 7 GT, sedangkan Kapal purse-sein bisa mencapai 25 bagian.

Tingkat konsumsi makanan tertentu secara budaya terkait dengan

kebiasaan dan pantangan makan. Besarnya tingkat konsumsi atas

produk tertentu dapat meningkatkan keinginan untuk

mempertahankan bahkan meningkatkan kegiatan produksi. Hal ini

nantinya akan berkaitan dengan kajian pengembangan pasar produk

kegiatan ekonomi (lokal, regional atau internasional). Dari susunan

menu makanan kesehariannya berdasarkan informasi yang

dikumpulkan (pak Samsuri, pak Mudin dan pak Hery), ada kebiasaan

masyarakat nelayan pada umumnya. Kebiasaan umum yang berlaku

adalah lebih mengutamakan penjualan ikan hasil tangkapannya dari pada

untuk dikonsumsi oleh keluarga. Jadi dengan prioritas utama untuk

dijual kepasar, maka bagian yang akan dimakan oleh keluarga porsinya

sangat kecil. Keadaan ini dapat dilihat dari ragam makanan dari ikan yang

73

Page 77: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

tersedia didalam masyarakat, jumlah ragam pengolahannya terbatas,

seperti hanya di pepes, di goreng, di bakar atau di sayur dengan bumbu

basah (santan, air). Pengolahan dalam bentuk makanan yang dapat

dimakan setiap waktu (camilan) seperti kerupuk, naget, sosis, pempek,

bakso, abon adalah hampir tidak ada atau sulit ditemukan ditengah-

tenag masyarakat. Berdasarkan susunan menu makanan harian

tersebut, maka diperkirakan jumlah ikan yang dikonsumsi per-orang

perbulannya paling tinggi 1,5 kg, jadi rata-rata tingkat konsumsi

perkapita per-tahunnya hanya sebanyak 12 X 1,5 kg = 18 kg ikan saja.

Memperhatikan kebiasaan makanan yang di konsumsi oleh

kebanyakan masyarakat nelayan dari menu ikan, ragam dan jenisnya

masih terbatas. Keterbatasan ini memberikan gambaran bahwa

pengembangan pasar lokal dilihat dari pangsa pasar yang tersedia masih

sangat kecil, oleh karena itu hasil tangkapan ikan masih lebih banyak

untuk memenuhi kebutuhan dari konsumen yang berada diluar daerah

mereka sendiri (Jakarta, Bandung, Bogor, Sukabumi).

Dimensi Kelembagaan

Sejarah pembentukan lembaga yang ada di masyarakat dapat

ditinjau dari eksistensi tentang fungsi penyaluran kelembagaan yaitu

keberadaan lembaga yang berfungsi menyalurkan aspirasi masyarakat

kedalam penyelenggaraan pemerintahan (tingkat. Kabupaten/Kota).

Pembentukan lembaga dapat ditinjau dari dua cara, pertama yang

dibentuk pemerintah dan kedua yang dibentuk oleh masyarakat sendiri.

Pertama didalam lembaga formal pemerintahan di tingkat desa telah

dibentuk lembaga-lembaga yang dibutuhkan yang disesuaikan dengan

peraturan pemerintah yang berlaku. Lembaga yang ada didalam

pemerintahan setingkat kelurahan ialah Dewan Perwakilan Desa

(DPD) dan Lurah. Inisiatif pembentukan lembaga yang ada di

masyarakat, keberadaannya dapat terlihat dari aspirasi masyarakat

74

Page 78: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

nelayan baik bersifat perorangan ataupun kelompok yang ingin

disalurkan. Aspirasi yang bersifat kelompok umumnya dibawa dan

diajukan oleh tokoh masyarakat informal yang kepemimpinannya diakui

oleh masyarakat. Pemimpin informal ini adalah kiay dan tokoh yang

disegani).

Sifat pembentukan lembaga yang ada di masyarakat tergantung

dari tujuannya yang hendak dicapai. Tujuan pembentukan lembaga yang

ada di masyarakat seperti pengajian, organisasi sosial lainnya adalah

untuk menyalurkan kegiatan yang tumbuh di dalam masyarakat nelayan.

Pembentukan lembaga yang diinisiasi oleh pemerintah (KUD Mina)

tujuannya untuk membantu masyarakat nelayan dalam sub sektor

ekonomi. Selain dari itu lembaga-lembaga resmi pemerintahan lainnya

melaksanakan program kerjanya di tingkat desa dilakukan secara

fungsional dengan berkoordinasi ke Kecamatan, seperti kesehatan,

pendidikan, agama, keamanan dan lain-lainnya. Kelembagaan formal di

tingkat desa ini ini secara organisatoris mempunyai hirarki langsung ke

organisasi yang lebih tinggi yaitu kecamatan dan selanjutnya ke Bupati.

Dimensi Politik

Tuntutan dan dukungan adalah input dari suatu sistem politik yang

merupakan suatu informasi yang harus diproses di dalam sistem politik.

Tuntutan berasal dari masyarakat. Tuntutan tersebut lahir apabila

masyarakat membutuhkan sesuatu dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya. Tuntutan tidak akan terwujud apabila tidak disertai oleh

dukungan. Dukungan bersumber dari kepemimpinan politik dalam

masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat kepemimpinan politik

merupakan kepemimpinan pemerintahan. Kepemimpinan dalam

pemerintahan diperlukan untuk menjamin program pembangunan

berwujud suatu program yang terencana dan dapat mengarahkan suatu

perubahan cara hidup masyarakat yang sesuai dengan isi dan tujuan

program pembangunan.

75

Page 79: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Seorang pemimpin penting memiliki kemampuan dalam

memahami dan menempatkan diri pada kondisi/persepsi pihak lain

untuk mendapatkan manfaat bersama. Prinsip ini juga dapat dilihat dari

seberapa jauh pimpinan mampu berkorban untuk memperoleh

kepercayaan masyarakat. Kepercayaan tersebut dapat digunakan oleh

pimpinan untuk menggerakkan kemajuan ekonomi masyarakat nelayan

setempat secara lebih cepat dan terarah. Kemampuan berkomunikasi

yang baik seorang pemimpin dengan anggota masyarakat yang

dipimpinnya juga hal yang haruslah diperhatikan. Hal ini bertujuan

untuk melihat kemampuan seorang pemimpin memberi inspirasi dan

mengarahkan anggota masyarakat yang dipimpinnya.

Tuntutan bukan hanya datang dari masyarakat nelayan selaku

pemanfaat sumberdaya, tetapi juga datang dari pemerintah yang

mempunyai fungsi regulasi. Dari kedua tuntutan ini sering

memunculkan motivasi yang berbeda-beda dan dipahami secara

berbeda pula. Jenis-jenis tuntutan masyarakat, umumnya berupa

keinginan untuk melakukan penangkapan secara bebas, baik fishing

ground maupun alat tangkap yang digunakan. Tuntutan lainnya adalah

kelonggaran peraturan yang diterapkan kepada mereka apabila terjadi

pelanggaran, dan mereka tidak dibebani pembiayaan yang besar.

Pelanggaran diselesaikan tidak melalui aparat kepolisian atau

pengaduan ke pengadilan, tetapi diselesaikan melalui musayawarah

dengan sesama masyarakat melalui tokoh masyarakat masing-masing.

Tuntutan yang teridentifikasi umumnya berupa penyelesaian

pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat nelayan dari luaran atau

dari masyarakat tempatan yang melanggar wilayah penangkapan di

daerah lainnya. Reaksi pelanggaran yang kadang-kadang mengakibatkan

perselisihan sosial antar desa dan kampung, sehingga kehidupan

bermasyarakat menjadi tidak begitu aman. Contohnya penyerbuan

oleh nelayan dari satu kampung ke kampung lainnya.

76

Page 80: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Visi pemimpin, adalah berkenaan dengan seberapa jauh pemimpin

yang ada memiliki visi yang jelas dan meyakinkan. Sejauh mana visi

tersebut dapat dipahami, menjadi bagian pengetahuan dan sesuai

dengan kebutuhan masyarakat setempat dimasa datang. Visi yang

dimiliki pemimpin masyarakat tergantung darimana dia berasal.

Umumnya memiliki visi untuk meningkatkan kesejahteraan dan

menjaga kedamaian warganya. Kesejahteraan yang dimaksud adalah

kesejahteraan yang didapat dengan cara-cara yang baik dan menurut

aqidah agama (Islam), dan kedamaian dicapai melalui kegiatan

keagamaan atau kegiatan sosial yang syarat dengan pesan moral

kebaikan (tidak bohong, tidak angkuh, tidak mau menang sendiri).

Daya empati pemimpin, di dalam masyarakat saat ini adalah yang

mempunyai empati tinggi karena memiliki daya menyangkut

kemampuan memahami dan menempatkan diri pada kondisi/persepsi

pihak lain yaitu anggota masyarakat untuk mendapatkan manfaat

bersama apabila ada permasalahan. Prinsip ini juga dapat dilihat dari

seringnya kepala desa dengan aparatnya yang lain ikut terjun langsung

menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul dari warganya, baik

berkenaan dengan sesama warga atau dengan warga desa lainnya.

Pengorbanan yang diberikan adalah seringnya tidak kenal pamrih dalam

setiap kali melaksanakan tugas-tugas desarnya sehingga kepercayaan

masyarakat terhadap kepemimpinannya semakin besar. Dari

kepercayaan yang diperoleh tersebut ternyata mampu dan telah dapat

digunakan untuk menggerakkan kemajuan ekonomi masyarakat

nelayan setempat lebih cepat dan terarah.

Dukungan terhadap kepemimpinan oleh masyarakat ada

hubungannya dengan kemampuan membangun komunikasi.

Kemampuan komunikasi pemimpin adalah bentuk komunikatif dan

rasionalitas yang berhubungan dengan kapabilitas seseorang

mendemonstrasikan berkomunikasi yang baik dengan anggota

77

Page 81: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

masyarakat yang dipimpinnya. Dimana saja pemimpin desanya berada

senantiasa disambut dengan empati, dan ini menunjukkan bahwa

pemimpin desa dan tokoh masyarakat adalah kebanggaan mereka yang

patut dibanggakan, apalagi terhadap tamu yang datang dari luar, jarang

ada nada miring yang diperdengarkan. Hal ini adalah hasil dari

kekentalan berkomunikasi dan komunikasi yang disampaikan ternyata

dihargai dan dihormati oleh masyarakatnya dengan mengindahkan

segala petunjuk dan tuntunan yang diberikan oleh aparat desanya dan

tokoh masyarakatnya ikut berperan aktif sebagai penjelas masyarakat

lebih lanjut. Kepemimpinan yang dikehendaki oleh masyarakat nelayan

adalah terutama bersikap tegas, untuk mewujutkan itu maka pemimpin

yang umumnya mucul dapat berasal dari tokoh masyarakat.

Berkaitan dengan integritas adalah seberapa jauh anggota

masyarakat setempat memberikan penilaian terhadap tokoh atau

pemimpinnya dilihat dari aspek kejujuran, mengemban kepercayaan dan

menerapkan prinsip keadilan serta memiliki kematangan emosional.

Pada umumnya integritas pemimpin yang dikehendaki adalah pemimpin

yang sepenuhnya mencurahkan perhatiannya untuk mengayomi

masyarakatnya sehingga masyarakatnya memiliki kebanggaan atas

kepemimpinannya, masyarakat merasa punya orang yang mampu

mengangkat harkat pribadinya dihadapan masyarakat kelompok

lainnya.

Kesatuan dan keutuhan sistem politik didukung oleh konsep, yaitu

sistem, struktur dan fungsi. Keputusan dan kebijakan terkait erat

dengan fungsi yang dimiliki oleh suatu sistem politik. Pada prinsipnya

suatu keputusan dan kebijakan tidak dapat berdiri sendiri tanpa melihat

kepentingan dari luar. Kemudian menjadi suatu hal yang penting untuk

melihat keselarasan antara keputusan dan kebijakan yang telah dibuat

dengan keputusan dan kebijakan yang ada di luar sistem politik

tersebut. Maka dari itu menjadi hal penting melihat terjalinnya

kesamaan kepentingan antara pemegang kekuasaan lokal dan luar.

78

Page 82: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Hubungan pemegang kekuasaan lokal dengan luar dilihat dari

conflict of interest. Benturan kepentingan umumnya tidaklah

diakibatkan oleh faktor tunggal tetapi seringkali terjadi karena tatanan

kesejarahan yang terpendam yang tidak terselesaikan sehingga disaat

berada diluar kampung ikut melakukan upaya instabilitas internal

kampungnya. Apabila kondisi memungkinkan maka goncangan dapat

timbul dengan tiba-tiba, dan untuk menghindari itu perlu pemahaman

mendalam dan diperhatikan. Alam demokrasi perlu ditumbuhkan

secara perlahan dengan tidak mengenyampingkan ketokohan

tradisional. Kemudian, ada upaya perbaikan kondisi ekonomi yang

memadai, dan peningkatan intelektualitas masyarakat. Apabila faktor

tersebut dapat ditumbuh kembangkan dalam budaya masyarakat, maka

pola hubungan kekuasaan lokal dengan luar akan berjalan lebih

transparan dan harmonis.

Konflik yang terjadi antar komunitas akar permasalahannya tidak

disebabkan oleh faktor tunggal, tetapi muncul dari berbagai faktor

multidimensional yang melibatkan persoalan yang terkait dengan status

dan harga diri, kekuasan serta perebutan sumberdaya yang langkah. Yang

terkait dengan status dan harga diri lebih banyak terkait dengan

dimensi politik yang diikuti oleh berbagai kelompok masyarakat yang

berbeda. Perselisihan yang diakibatkan olehnya melalui kepemimpinan

yang bijaksana dapat meredam ketegangan konflik antar warganya.

4.4. Pasuruan, Jawa Timur

Dimensi Pengetahuan Lokal

Persepsi dan konsepsi nelayan disini beranggapan bahwa

sumberdaya laut merupakan anugrah dari Allah SWT yang bisa

dimanfaat bersama-sama. Tidak ada batas-batas wilayah pengelolaan

penangkapan sehingga pihak luar bisa menangkap ikan disini, begitupun

sebaliknya kalau nelayan di desa ini menangkap ikan ditempat lain.

79

Page 83: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Aturan mengenai mekanisme pengelolaan maupun pemanfaatan SDP

tidk ada, jadi bisa dikatakan masih bersifat open access.

Dalam hal upaya konservasi, belum ada persepsi dan konsepsi dari

masyarakat nelayan di desa ini. Upaya konservasi di desa ini bisa

dikatakan tidak ada. Sangsi yang diberlakukan di desa ini belum ada jika

ada pelanggaran baik dari pemerintah maupun dari masyarakat. Jika

ada yang melanggar peraturan seperti adanya pemboman ikan hanya

ada teguran dari masyarakat dan diberikan nasihat. Penegakan

peraturan belum efektif tetapi secara lisan sudah berlaku.

Dimensi Sistem Religi

Sebahagian besar masyarakat disini beragama Islam dan

menjadikannya sebagai pegangan hidup. Hubungan antara agama

dengan kegiatan ekonomi secara langsung memang tidak terlihat tetapi

digambarkan melalui kehidupan sehari-hari misalnya tidak boleh curang

dalam mencari nafkah. Simbolik hubungan antara agama dan atau

kepercayaan dengan kegiatan ekonomi, biasanya adanya upacara-

upacara petik laut (sedekah laut) sebagai tanda syukur, tetapi 3 tahun

terakhir ini tidak pernah lagi dilakukan karena terbentur masalah biaya.

Peranan tokoh-tokoh agama dalam kegiatan sosial politik sangat

berpengaruh misalnya dalam hal memilih partai politik.

Dimensi Ekonomi

Sebahagian besar hasil tangkapan nelayan dijual, hanya sebahagian

kecil yang dikonsumsi dengan kata lain berorientasi ekonomi.

Pemikiran terhadap perbaikan teknologi alat tangkap (rekayasa

teknologi) sudah mulai nampak pada masyarakat nelayan walaupun

masih sederhana misalnya banyak nelayan sekarang yang menggunakan

alat tangkap tak-tak (dulunya alat tangkap payang) dengan hasil

tangkapan ikan bulu ayam yang merupakan komoditas ekspor. Usaha

80

Page 84: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

kearah investasi belum nampak karena hasil yang diperoleh hanya

cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Mata pencaharian alternatif

nelayan tidak ada tetapi keinginan kearah sanasih ada.

Spesialisasi pekerjaan tidak terlalu nampak karena alat tangkap

masih skala kecil, hampir semua nelayan bisa melakukannya yang

penting punya jiwa kesabaran dan ketekunan. Keterampilaan fungsional

yang dimiliki nelayan di desa ini adalah pada pemilihan areal dan waktu

penangkapan. Kerjasama pada kegiatan nelayan maupun diluar nelayan

cukup bagus misalnya dalam kegiatan keagamaan dan sosial sangat

respon sekali. Tingkat ketergantungan masih terasa, terlihat antara

nelayan dengan juragan yaitu kedua belah pihak saling membutuhkan,

juragan membutuhkan hasil produksi tangkapan sedangkan nelayan

membutuhkan sebaliknya. Struktur hubungan yang terbentuk bisa

dikatakan asimetris. Pembagian kontribusi hasil antara pemilik kapal

dan ABK tidak berimbang, begitupun antara pemilik kapal dan juragan.

Tingkat konsumsi termasuk rendah, diperkirakan 1,50 kg perorang

perbulan.

Dimensi Kelembagaan

Kelompok–kelompok formal di desa ini seperti KUD, HNSI tidak

ada kecuali nelayan yang mengikuti program PEMP dibentuk kelompok-

kelompok pemanfaat dan nelayan-nelayan yang tidak mengikuti

program PEMP secara informal terbentuk dalam kelompok Patron

Clin. Sifat lembaga informal, manajemennya belum teratur dan belum

bisa sebagai wadah pembinaan. Sebagai pimpinan atau ketua kelompok

ialah para juragan yang mempunyai akses permodalan sehingga tingkat

kewenangannya tinggi. Belum mewakili kepentingan nelayan. Aturan

main lembaga tidak jelas, kecuali sebagai wadah jual beli biasa.

81

Page 85: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Dimensi Politik

Di desa ini masyarakatnya religius, sehingga kiai atau ulama

mempunyai kharismatik yang kuat jadi penilaian kepemimpinan oleh

masyarakat nelayan disini mempunyai sifat-sifat yang baik anatara lain

jujur, memperlihatkan contoh yang baik, jadi yang dianggap tokoh

termasuk bidang perikanan sesuai dengan krieria-kriteria yang

disebuitkan terdahulu. Dukungan terhadap kepemimpinan bisa

dikatakan positip. Proses penmgambilan keputusan oleh tokoh

masyarakat dalam hal pembangunan perikanan sudah

mempresentasikan kepentingan sebagian nelayan. Hubungn antara

pemerintah local dengan luar cukup baik, terbukti jika ada program-

program pemerintah bisa direspon dengan baik.

4.5. Selayar, Sulawesi Selatan

Dimensi Pengetahuan Lokal

Masyarakat nelayan di wilayah Desa Pattikarya, termasuk dalam

pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan yang

diatur dalam lingkup wilayah Kabupaten Selayar, Propinsi Sulawesi

Selatan. Secara formal, pengaturan jalur penangkapan ikan sudah

diterakan dalam peraturan daerah yang dikeluarkan oleh dinas

perikanan dan kelautan setempat (4 mil dari tepi daratan ke arah laut).

Secara informal, masyarakat di masing-masing desa yang disurvei

memiliki pengetahuan tentang wilayah yang sejak nenek moyangnya

diklaim sebagai wilayah penangkapan ikan mereka. Mereka (anggota

masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan) sangat paham mengenai

batas-batas alam yang menandai wilayah penangkapan ikan tersebut.

Pengakuan terhadap batas-batas wilayah penangkapan secara informal

hanya berlaku di antara masyarakat di Kab.Selayar (masyarakat Selayar

dianggap sebagai satu suku bugis tersendiri – berbeda dengan suku

bugis yang hidup di daratan Sulawesi).

82

Page 86: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Pengaturan tentang pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya

perikanan hanya terbatas pada pelarangan untuk beroperasi bagi alat-

alat tangkap seperti trawl yang dioperasikan oleh masyarakat luar (Kab.

Sinjai dan Kab. Bulukumba) yang lebih condong didasarkan pada alasan

domisili. Bagi masyarakat luar daerah yang telah tinggal atau berdomisili

lama bukan merupakan suatu kendala untuk turut mengoperasikan alat

tangkap mereka. Sistem pengelolaan antar kedua lokasi penelitian agak

berbeda, namun demikian keduanya cenderung mengarah ke open

access.

Pemberlakuan sistem property right oleh masyarakat nelayan

Desa Pattikarya hanya dapat berlaku pada wilayah penangkapan nelayan

yang tidak jauh dari tempat tinggal. Mereka tidak mampu untuk

melarang nelayan luar yang menangkap ikan di wilayah yang agak

berjauhan dengan tempat tinggal mereka, disamping nelayan luar

tersebut tidak mengabaikan adanya klaim dari nelayan Desa Pattikarya

atas wilayah perairan dimana mereka melakukan kegiatan penangkapan

ikan. Sedangkan pada masyarakat nelayan Benteng yang memiliki

wilayah penangkapan ikan jauh dari tempat tinggalnya telah

mengakibatkan sistem pengelolaan dan pemanfaatan SDKP bersifat

open access. Selain pengaturan batas wilayah penangkapan ikan, tidak

diperoleh adanya aturan lokal lainnya yang menjadi acuan masyarakat

lokal terkait dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan.

Masyarakat nelayan di kedua lokasi juga masih memiliki anggapan

bahwa isi laut tidak akan habis. Namun demikian, mereka sudah paham

akan dampak negatif penggunaan bom dan racun dalam kegiatan

penangkapan ikan bagi lingkungan perairan. Sanksi bagi pelanggaran

kegiatan tersebut mengacu pada hukum formal, dengan upaya

penerapannya yang relatif masih rendah karena terkendala oleh sarana-

prasarana pengawasan (termasuk tidak berfungsinya kapal pengawasan

Ditjen SDKP ada di Benteng karena tingginya biaya perawatan dan

operasional).

83

Page 87: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Dimensi Sistem Religi

Seluruh masyarakat di Desa Pattikarya memeluk agama Islam,

sedangkan di Benteng ada sekelompok masyarakat etnik Cina dalam

jumlah kecil yang memeluk agama kristen yang berprofesi sebagai

pedagang. Karenanya fokus kajian dimensi ini terpusat pada agama Islam

dan pemeluknya. Dari sisi ketaatan melaksanakan ibadah sudah mulai

berkurang, terutama di Desa Pattikarya. Menurut Imam Desa, saat ini

hanya sekitar 40-50% dari anggota masyarakat yang wajib beribadah

melaksanakan ibadah sholat Jum'at.

Di desa Pattikarya tidak diperoleh informasi mengenai adanya

upacara atau ritual yang terkait dengan kegiatan ekonomi. Simbolik

hubungan antara agama dan atau kepercayaan, seperti larung sesaji atau

sedekah laut, di masyarakat nelayan di Pantai Utara Jawa tidak pernah

diselenggarakan. Simbolik hubungan hanya diperoleh pada saat

pembuatan kapal dengan cara menanamkan bahan-bahan terbuat dari

emas. Barang tersebut, biasanya dalam bentuk semacam paku,

ditanamkan di bagian lunas kapal. Sewaktu pertama kali diluncurkan ke

laut, diiringi dengan terlebih dahulu selamatan sederhana.

Tokoh agama (Imam Desa) hanya berperan dalam kehidupan sosial

masyarakat. Sedangkan terkait dengan kegiatan ekonomi, peran

tersebut relatif sangat kecil. Fakta tersebut tampak pada aturan sama

yang diterapkan di kedua lokasi penelitian, yaitu aturan untuk bergiliran

menjadi imam dan khatib. Pada saat ini, banyak anggota masyarakat yang

mendapat giliran untuk menjalankan kewajiban terkait dengan aturan

tersebut, ”mangkir” dengan berbagai alasan. Namun alasan utama

adalah melaut untuk mencari nafkah. Akibat dari ketidaktaatan

terhadap aturan lokal tersebut, bila ada setiap anggota masyarakat yang

”mangkir” maka Imam Desa-lah yang menjadi penggantinya.

Disamping kewajiban ”rutin” tersebut di atas, Imam Desa memiliki

tugas untuk turut serta dalam menyelesaikan permasalahan sosial yang

84

Page 88: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

terjadi di kehidupan sehari-hari (sebagai contoh: perseteruan antar 2

keluarga nelayan akibat kecemburuan besarnya hasil tangkapan). Tugas

tersebut dirasakan oleh Imam Desa sebagai suatu tugas yang berat

karena anggota masyarakat setempat yang sedang terlibat pertikaian

itu tidak mengabaikan nasihat-nasihat yang diberikan oleh Imam Desa.

Atau dengan kata lain, kewibawaan Imam Desa sebagai tokoh

masyarakat yang disegani sehingga harus ditaati nasihat-nasihat atau

pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan sudah banyak berkurang.

Akibatnya, minat anggota masyarakat untuk menjadi Imam Desa

rendah (bahkan dengan insentif berupa honor bulanan dari pemerintah

daerah setempat).

Dimensi Ekonomi

Masyarakat nelayan di desa Pattikarya memiliki ketergantungan

yang tinggi terhadap sumberdaya kelautan dan perikanan yang berada

berhadapan dengan desa mereka. Sebagian besar dari anggota

masyarakat berprofesi sebagai nelayan. Mereka setiap hari pergi ke laut

guna mendapatkan ikan hasil tangkapan. Alat tangkap yang digunakan

yang dominan adalah jaring dan pancing dengan menggunakan perahu

berukuran relatif kecil. Orientasi kegiatan produksi yang sangat

condong ke arah pemanfaatan sumberdaya kelautan (ikan) tampak pula

dari masih besarnya keengganan sebagian besar dari mereka untuk

mencoba menjalankan profesi lain seperti menjadi petani vanila atau

jambu mete. Hal ini dilandasi oleh anggapan mereka bahwa sumberdaya

perikanan di laut sekitar mereka tidak akan habis. Hasil tangkapan

seluruhnya dijual dan tidak ada yang ditujukan untuk konsumsi rumah

tangga (kecuali hasil pancing anak buah kapal bagan apung saat

menunggu jaring diangkat).

Masyarakat Benteng relatif tidak terlalu bergantung terhadap

sumberdaya laut. Hal ini tampak dari jenis mata pencaharian mereka

85

Page 89: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

yang lebih beragam. Wilayah mereka yang termasuk kedalam wilayah

ibukota Kabupaten yang notabene menjadi pusat perekonomian

wilayah menyebabkan sebagian dari mereka memiliki mata pencaharian

lain yang masih terkait dengan kegiatan perikanan seperti bakul dan

pengolah ikan ataupun yang tidak terkait sama sekali tangkap seperti

pedagang dan pegawai. Nelayan Kelurahan Benteng juga memiliki

jangkauan melaut yang lebih jauh dibandingkan dengan nelayan Desa

Pattikarya. Mereka memiliki wilayah penangkapan ikan hingga mencapai

perairan sekitar kawasan Taman Nasional Laut Takabonerate yang

berjarak lebih kurang 9 – 13 jam dari tempat tinggal mereka. Alat

tangkap yang umum digunakan adalah bagan motor. Mereka menetap di

kawasan Takabonerate (tidak pulang) sekitar 2 – 6 minggu (1,5 bulan).

Hasil tangkapan lebih banyak diolah menjadi ikan asin dan dijual pada

para pembeli dari daerah di luar Selayar. Mereka tidak banyak menjual

hasil tangkapan dalam bentuk ikan segar karena kalah bersaing dengan

nelayan dari luar Selayar (sarana penyimpanan yang sederhana – tidak

membawa es/tidak memiliki palka khusus). Penjualan ikan segar hanya

terbatas pada pasar di kota Benteng, ibukota Selayar. Hal ini juga

mendukung masih kecil dan tradisionalnya skala usaha yang masyarakat

nelayan di kedua desa tersebut.

Skala usaha tersebut tampak pula dari spesialisasi pekerjaan yang

sederhana. Tidak ada pembagian pekerjaan pada nelayan di Desa

Pattikarya, sedangkan di Benteng meskipun sudah ada tetapi baru

sebatas nahkoda dan nelayan buruh yang terbagi menjadi penurun dan

pengangkat jaring pada alat tangkap bagan motor. Akibatnya,

keterampilan fungsional tidak dimiliki oleh nelayan, terutama nelayan di

Desa Pattikarya.

Kemampuan bekerja sama antar nelayan yang mengoperasikan alat

tangkap rendah. Hal ini dapat dijelaskan sedikitnya dari rendahnya

hasrat atau keinginan untuk secara bersama mengembangkan

86

Page 90: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

keterampilan, peningkatan akses ke lembaga permodalan atau

pembiayaan. Akibatnya, nelayan tersebut sangat tergantung pada

pemilik kapal dan pembeli ikan. Kondisi ini menyebabkan nelayan tidak

memiliki posisi tawar menawar yang rendah, dalam bagi hasil dengan

pemilik kapal serta dalam menentukan harga jual ikan dengan pembeli

ikan di kawasan Takabonerate. Adapun tingkat konsumsi ikan,

sebagaimana layaknya masyarakat sulawesi pada umumnya adalah

relatif tinggi. Ikan menjadi menu utama didalam lauk-pauk sehari-hari

masyarakat di kedua lokasi penelitian.

Dimensi Kelembagaan

Lembaga kemasyarakatan yang ada pada masyarakat nelayan di

kedua lokasi berbeda, dalam arti lebih banyak di Benteng daripada di

Pattikarya. Di Desa Pattikarya tampak lembaga formal yang dikepalai

oleh Kepala Desa sangat dominan didalam pengaturan kehidupan sosial

masyarakat. Lembaga informal yang bermain saat ini hanyalah antara

nelayan dengan pengumpul ikan. Pengumpul ikan yang rata-rata berasal

dari Benteng membeli ikan dengan harga yang telah ditentukan.

Selebihnya tidak tampak adanya lembaga informal yang berperan kuat

didalam kehidupan masyarakat setempat. Proses pemilihan meskipun

sudah berlangsung cukup demokratis namun masih tampak

dipengaruhi oleh kekuatan eksternal, yaitu pemerintahan di tingkat

kecamatan dan kabupaten. Dalam hal ini ada semacam ”restu” dari

pimpinan-pimpinan di tingkat daerah yang dimaksud kepada para calon

kades sebelum mereka mencalonkan diri dalam pilkades. Lembaga

informal yang dahulu berperan besar namun pada saat ini tidak lagi

adalah lembaga keagamaan yang dipimpin oleh Imam Desa. Faktor-

faktor yang menyebabkan pudarnya eksistensi lembaga informal ini

sudah dijelaskan dalam dimensi religi.

87

Page 91: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Konflik yang menonjol yang terjadi dalam kehidupan sosial

masyarakat nelayan, tidak hanya di kedua lokasi penelitian namun juga

Kabupaten Selayar secara keseluruhan, adalah dalam hal pemanfaatan

sumberdaya perikanan antara nelayan Selayar dengan non Selayar yang

berasal dari Sinjai ataupun Bulukumba. Penyebabnya adalah nelayan

Selayar merasa memiliki hak milik (mengklaim) terhadap wilayah

perairan yang ada, namun dari segi teknologi alat tangkap mereka tidak

dapat bersaing dengan nelayan non Selayar. Akibatnya nelayan Selayar

merasa hak milik mereka berupa sumberdaya ikan ”diambil” oleh

nelayan non Selayar. Eksistensi konflik ini masih berlangsung hingga kini.

Upaya mereduksi konflik sudah dilakukan oleh dinas perikanan dan

kelautan setempat melalui upaya negosiasi antar kabupaten, dan dalam

hal ini dinas perikanan dan kelautan tingkat propinsi menjadi

fasilitatornya.

Dimensi Politik

Tuntutan masyarakat pada dasarnya berlandaskan pada

pemenuhan kebutuhan hidup yang secara fisik masih rendah (terutama

di Desa Pattikarya). Sebagai contoh, tuntutan masyarakat Desa

Pattikarya atas BMKT yang ditemukan untuk segera diangkat oleh

pihak pemerintah daerah lebih didasarkan pada nilai harta karun yang

menurut mereka dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan

mereka.

Asal tuntutan masyarakat sulit ditelusuri, namun demikian aspirasi

masyarakat tersebut umumnya disalurkan melalui lembaga

pemerintahan desa yang ada (Kepala Desa dan Badan Pertimbangan

Desa). Dukungan masyarakat terhadap mereka juga dikarenakan

mereka merupakan tokoh-tokoh masyarakat yang dilihat dari asal usul

masih ada hubungan darah atau sekerabat. Proses pengambilan

keputusan yang berjalan masih dominan bersifat top-down. Belum

88

Page 92: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

terjadi proses musyawarah yang terjadi secara intensif antara

pemerintah ataupun lembaga formal-informal lainnya dengan

masyarakat. Hal ini berakibat pada berbagai kebijakan yang ditetapkan

atas nama pemerintah menjadi polemik atau keresahan dalam

kehidupan masyarakat setempat. Pada masalah BMKT tersebut di atas,

masyarakat mengusulkan untuk segera membagi harta karun yang ada

didalam kapal tenggelam. Keinginan masyarakat ini berbeda dengan

tindakan yang diambil oleh pemerintah yang lebih didasari pada

pengkajian aspek sejarah, nilai ekonomi dan hukum yang tentunya

kurang dipahami oleh masyarakat setempat dengan tingkat pendidikan

rata-rata rendah. Kurang pahamnya mereka akan adanya proses yang

harus dijalani oleh pemerintah daerah setempat terhadap BMKT

tersebut tampak dari kecurigaan masyarakat terhadap pihak

pemerintah yang dirasa memperlambat proses pengangkatan BMKT.

Kasus lainnya adalah tidak diterapkannya sanksi terhadap pelaku

kegiatan penangkapan ikan illegal (dengan bom atau racun) oleh pihak

yang berwenang. Masyarakat merasa tidak adanya perhatian

pemerintah terhadap kasus-kasus perusakan lingkungan, yang oleh

pemerintah setempat hal tersebut lebih dikarenakan kendala minimnya

sarana-prasarana pengawasan. Komunikasi yang tidak lancar

merupakan salah satu faktor penyebab masih kurang harmonisnya

hubungan antara pemerintah dengan masyarakat.

4.6. Makassar, Sulawesi Selatan

Dimensi Pengetahuan Lokal

Perairan laut yang menjadi wilayah penangkapan masyarakat di

sekitar Pulau Lae-Lae ini merupakan milik umum. Nelayan

mengemukakan bahwa tidak ada hak kepemilikan seseorang di wilayah

pesisir dan lautan yang menjadi tempat usaha penangkapan. Tidak ada

hak khusus untuk menangkap ikan di perairan pesisir dan laut di sekitar

89

Page 93: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

pulau ini. Tidak ada sistem pengelolaan yang mengatur pemanfaatan dan

pengelolaan sumberdaya perikanan di dalamnya, kecuali pelarangan alat

tangkap arad/trawl, potas, bom/dinamit, racun dan aliran listrik.

Menurut kepala desa masayarakat di wilayahnya tidak pernah

menggunakan alat tangkap atau cara penangkapan yang dilarang

tersebut. Tidak ada mekanisme khusus dalam pemanfaatan dan

pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, tetapi jika ada

pelanggaran (menggunakan alat yang dilarang) langsung masyarakat

melaporkan kepada Lurah setempat.

Tidak ada konsepsi upaya konservasi sumberdaya kelautan dan

perikanan. Hanya dalam penerapan peraturan tertentu yang dilarang

pemerintah melalui sistem monitor oleh nelayan lalu dilaporkan kepada

Lurah jika ada pelanggaran-pelanggaran. Belum ada mekanisme upaya

penerapan konservasi dalam hubungannya dengan pemanfaatan dan

pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan.

Mekanisme penegakan peraturan dilaksanakan dengan jalan

musyawarah dulu. Jika tidak selesai barulah dilaporkan kepada yang

berwajib baik aparat kelurahan, polisi dan dinas kelautan dan perikanan

setempat. Belum ada bentuk sanksi yang diterapkan dalam masyarakat

nelayan. Berlaku hukum positif dan dengan kepolisian urusannya.

Pelanggaran dilaporkan ke Lurah setempat. Pelaksanaannya di lapangan

dipercayakan kepada masyarakat nelayan saja. Dalam hal ini, masyarakat

hanya berfungsi sebagai sumber informasi pelanggaran peraturan.

Masyarakat beranggapan penegakan peraturan yang ada tidak berjalan

efektif terutama dalam kaitannya dengan pemberantasan kegiatan

penangkapan yang menggunakan bom pada karang-karang yang jauh

dari pemukiman.

Dimensi Sistem Religi

Agama Islam merupakan agama yang dianut sebagian besar

masyarakat di wilayah pulau ini. Namun demikian, pandangan kehidupan

90

Page 94: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

tidak sepenuhnya menurut ajaran agama Islam. Misalnya masih ada

praktek rentenir yang mengkreditkan uang kepada masyarakat nelayan.

Bahkan, bunga berbunga dengan jaminan rumah yang kadang-kadang

tergadai/terjual. Praktek ajaran agama antar manusia belum terlihat

dilaksanakan.

Ada kepercayaan tempat yang angker dalam melaksanakan

penangkapan ikan tetapi ada juga masyarakat nelayan yang tidak

percaya tentang hal ini. Bahaya yang akan timbal dalam kaitannya dengan

penangkapan ikan dipikirkan masyarakat secara rasional. Tidak terdapat

semacam upacara keagamaan atau kepercayaan tertentu dalam

hubungannya dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya

kelautan dan perikanan. Nelayan disini juga menangkap ikan di wilayah

Pangkep, sedangkan di sekitar pulau mereka menangkap cumi-cumi.

Tokoh-tokoh agama tidak banyak berpengaruh dalam masyarakat

nelayan. Terdapat penggunaan konsepsi atau paham agama dalam hal ini.

Sebagai contoh misalnya pak Lurah menggunakan pendekatan norma

agama untuk mensukseskan program pemberdayaan masyarakat di

dalam wilayah kelurahan mereka.

Dimensi Ekonomi

Produksi yang dihasilkan masyarakat nelayan berorientasi pasar

dan semuanya dijual. Hal ini didasarkan atas alasan ikan yang ditangkap

semuanya berharga mahal. Uangnya untuk memenuhi kebutuhan

mereka sehari-hari. Masyarakat nelayan mampu memanfaatkan

teknologi canggih seperti potas tapi merusak sumberdaya. Malas dan

enggan menggunakan pancing saja karena anggota masyarakat yang

lainnya juga tetap menggunakan potas. Bahkan, karena menggunakan

potas dilaksanakan sambil menyelam maka akibatnya banyak anggota

masyarakat nelayan yang lumpuh. Alat tangkap yang dominan digunakan

masyarakat adalah jaring dan pancing disamping menggunakan potas

91

Page 95: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

untuk ikan karang bahkan bom (dinamit) (Gambar 5). Masyarakat

nelayan di sekitar pulau Lae-Lae hanya menangkap cumi-cumi,

sedangkan menangkap ikan yang lainnya di perairan Pangkep.

Terdapat pembagian peran dalam kegiatan penangkapan ikan. Ada

masyarakat yang hanya menangkap cumi-cumi saja dan ada yang hanya

menangkapan ikan saja. Keterampilan fungsional lainnya yang dimiliki

masyarakat nelayan selain menangkap ikan ádalah menggunakan motor

tempel yang berfungsi sebagai angkutan penyeberangan dari Makasar

ke Pulau Lae-Lae. Namun demikian, ada juga kerjasama dalam

melaksanakan penangkapan ikan baik di sekitar Pulau Lae-Lae (2-3

orang) maupun keluar desa seperti ke Pangkep (7-10 orang)

menggunakan pancing untuk mencari ikan karang. Kebanyakan nelayan

lebih memikirkan rumah daripada pengembangan usaha. Tidak ada

usaha untuk melakukan investasi pada usa penangkapan. Masyarakat

nelayan sejauh ini mau mengerjakan pekerjaan alternative tetapi tidak

punya modal untuk melaksanakannya. Modal dalam hal ini diperlukan

untuk membeli perahu dan mesin nya yang dapat digunakan angkutan

antar ke dan ke pulau.

Tidak terlihat adanya hubungan yang bersifat positif antara nelayan

dan pedagang maupun sesama nelayan. Nelayan lebih banyak

92

Gambar 5. Aktivitas penangkapan ikan di perairan sekitar Pulau Lae-Lae Makasar, Sulawesi Selatan

Page 96: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

tergantung terhadap rentenir. Dalam hal ini, masyarakat nelayan

terpaksa berhubungan dengan rentenir karena didesak oleh kebutuhan

hidup sehari-hari. Pemerintah belum ada perhatian pada masyarakat

nelayan tentang permodalan ini (baru mau ada). Kondisi patron klien

antara rentenir dan nelayan selalu bertahan karena semakin

meningkatnya biaya usaha penangkapan. Dalam hal ini nelayan selalu

dirugikan dan sebaliknya rentenir yang selalu mendapatkan keuntungan

(yang tidak sesuai dengan usahanya). Meskipun mereka mengetahui

dan memahami pentingnya perencanaan dalam kegiatan perikanan

tetapi sulit selalu untuk dipraktekkan di lapangan. Juga Ada faktor

budaya siri yang luntur untuk mereka sehingga malas berusaha kalau

berada di kampung sendiri. Tingkat konsumsi ikan rendah, sangat jarang

makan ikan. Mengkonsumsi sekitar 4-5 ons per hari (3 anak) dengan

frekuensi dua kali per minggu. Namun demikian ketika di laut makan

ikan setiap hari.

Dimensi Kelembagaan

Belum ada kelembagaan yang mengkelompokkan masyarakat

nelayan di wilayah ini. Hanya ada kelembagaan kelurahan yang sifatnya

formal. Lembaga lain yang bersifat informal juga belum ada. Sistem

kekerabatan jarang digunakan dalam berhubungan secara ekonomi.

KUD tidak ada dalam hubungannya dengan kegiatan ekonomi

masyarakat nelayan. Tidak ada kelembagaan yang teridentifikasi sebagai

penyelesaian konflik dalam masyarakat nelayan. Urusan konflik

masyarakat secara keseluruhan diselesaikan oleh Lurah bersama RW

nya serta Ketua RT di lingkungannya. Antara RT dan RW secara

bersama bermusyawarah untuk membangun kelurahan baik secara fisik

(bantuan diesel untuk penerangan desa) maupun non fisik (bantuan

moidal misalnya). Kepala desa dan ketua kelompoknya tidak perhatian

terhadap kehidupan masyarakat nelayan. Belum ada representasi

93

Page 97: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

masyarakat nelayan dalam suatu kelembagaan yang ada yang sifatnya

resmi (RT dan RW atau kelurahan).

Tidak terbentuknya manajemen konflik yang dilaksanakan oleh

suatu lembaga. Jika terjadi konflik dalam masyarakat misalnya

sehubungan dengan mengurus permasalahan kompensasi BBM dapat

diselesaikan oleh Lurah bersama RW nya. Mereka dapat dengan tegas

memutuskan bahwa orang kaya tidak dapat menerima kompensasi

BBM. Masyarakat sejauh ini menggunakan rasionalitas tapi untuk

penggunaan potas alasannya mereka terpaksa, tidak ada jalan lain yang

lebih baik lagi. Menggunakan alat tangkap pancing hasilnya sedikit.

Meskipun demikian mereka tetap berusaha berbuat yang tidak

bertentangan dengan kaidah umum yang berlaku di daerah setempat

terutama dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Keberadaan

penerapan sanksi didasarkan atas norma-norma atau aturan-aturan

yang ada dan telah disepakati oleh anggota masyarakat secara

menyeluruh. Misalnya jika kawin lari makan pasangan tersebut diusir

dari kampung tersebut.

Dimensi Politik

Lurah memiliki visi untuk membangun masyarakat secara

menyeluruh tapi visi tersebut tidak seluruh masyarakat memahaminya.

Lurah dan RW nya memiliki kemampuan untuk menempatkan diri pada

kondisi terhadap pihak lain untuk mendapatkan manfaat secara

bersama. Pimpinan tersebut sejauh ini terlihat mau berkorban untuk

masyarakat seperti dalam pengurusan kompensasi BBM, sebagai

petugas tidak punya honor khusus untuk pekerjaan itu. Pimpinan

tersebut juga mampu berkomunikasi dengan masyarakat misalnya

menyelesaikan konflik dalam masyarakat terkait kompensasi BBM.

Tidak terlihat hal-hal yang berhubungan dengan memberikan inspirasi

dan mengarahkan anggotanya.

94

Page 98: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Sampai saat ini proses pengambilan keputusan belum diketahui

oleh masyarakat. Masyarakat menilai Lurah, RT, RW harus dapat

membangun keluarganya dan sabar serta adil dalam bertindak. Faktor-

faktor yang menjadi dasar dalam pengambilan keputusan sangat

terbuka dan sesuai dengan kondisi yang ada dalam masyarakat serta

dapat diterima oleh masyarakat secara kolektif. Keputusan pemimpin

dapat dikaji kembali jika memang keliru dan selama ini kejadian seperti

ini belum terlihat dalam masyarakat. Kepentingan antara desa dan

kabupaten adalah sama yaitu sama-sama mensejahterakan masyarakat

nelayan secara menyeluruh dengan sumberdaya alam yang ada.

95

Page 99: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Kondisi sosial budaya masyarakat nelayan yang dikemukakan dalam

bagian ini merupakan contoh kondisi sosial budaya yang terdapat pada

masyarakat nelayan perairan pedalaman yaitu sungai dan rawa serta

waduk.

5.1. Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan

Pemukiman masyarakat nelayan di perairan pedalaman Kalimantan

Selatan banyak terdapat di Kabupaten Hulu Sungai Utara. Pada wilayah

Kabupaten Hulu Sungai Utara, wilayah perairan pedalaman banyak

terdapat di kiri kanan sungai di perairan rawa lebak Sungai Negara.

Desa Danau Bangkau merupakan salah satu desa pemukiman

masyarakat nelayan perairan pedalaman yang mata pencaharian

mereka menangkap ikan di perairan rawa lebak dan sungainya.

Dimensi Pengetahuan Lokal

Pada masyarakat nelayan di wilayah perairan sungai dan rawa di

desa Danau Bangkau diketahui bahwa ada batas-batas wilayah

penangkapan ikan terutama pada kolam-kolam yang dibangun sendiri

oleh masyarakat yang dinamakan beje (semacam kolam perangkap).

Oleh karena itu mereka mengadakan klaim terhadap wilayah

penangkapan ikan tertentu yang mereka buat pada saat musim kemarau

atau air surut. Dalam hal ini, secara pemegang wewenang dan

mendistribusikan hak pemanfaatannya sumberdaya perikanan yang ada

di dalam beje (seperti kolam perangkap yang dibuat di lahan perairan

labak lebung) tersebut sepenuhnya dikelola oleh pemilik beje secara

perorangan.

KONDISI SOSIAL BUDAYAV.MASYARAKAT NELAYAN PERAIRAN PEDALAMAN

97

Page 100: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Di lain pihak, pemegang wewenang dan mendistribusikan hak

pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berada di perairan umum

secara keseluruhan adalah pemerintah daerah yang dalam hal ini

diserahkan kepada Dinas Perikanan setempat. Pengaturan yang

berhubungan dengan aturan daerah penangkapan dalam hal ini terdapat

berupa pelarangan penangkapan di wilayah yang telah ditetapkan

sebagai daerah suaka perikanan (reservat) yaitu perairan Danau

Bangkau pada musim kemarau. Pelarangan penangkapan ikan di wilayah

reservat tersebut diberlakukan untuk siapapun dan alat tangkap

apapun. Disamping itu pelarangan yang ada antara lain tidak

diperbolehkan melakukan penangkapan ikan di perairan sungai dan

rawa menggunakan aliran listrik dan atau racun atau pestisida atau alat

dan bahan yang membahayakan kelestarian sumberdaya perikanan

tersebut.

Konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan dalam hal ini

adalah berupa pengetahuan lokal masyarakat setempat terkait dengan

persepsi dan konsepsi serta mekanisme konservasi sumberdaya

kelautan dan perikanan yang bertujuan menjaga SDKP agar tetap

berfungsi di dalam mendukung pengelolaan dan pemanfaatan SDKP

secara lestari. Fungsi di dalam hal ini adalah fungsi ekologi dan

ekonomi.

Keberadaan upaya konservasi SDKP dalam hal ini hanya berupa

penetapan kawasan tertentu yang difungsikan sebagai daerah reservat

yang dicetuskan dan dilaksanakan oleh pemerintah setempat. Tata cara

pengaturan wilayah konservasi di wilayah desa Danau Bangkau adalah

dengan cara penjagaan reservat. Kegiatan konservasi SDKP antara lain

berupa penjagaan kawasan dan pengendalian tumbuhan air yang berada

di kawasan konservasi tersebut. Namun demikian secara umum

responden mengemukakan bahwa belum terlihat secara nyata manfaat

wilayah konservasi tersebut yang dirasakan oleh masyarakat setempat.

98

Page 101: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Hingga saat ini belum termonitor adanya semacam penegakan

peraturan dalam bentuk penerapan pengetahuan lokal masyarakat

setempat terkait dengan bentuk sanksi, mekanisme dan efektifitasnya

dalam upaya pengelolaan dan pemanfaatan SDKP secara lestari.

Peraturan-peraturan yang tertulis hanya terdapat yang berasal dari

pemerintah yaitu berupa larangan penggunaan alat tangkap yang dapat

membahayakan kelestarian SDKP, sedangkan peraturan yang tidak

tertulis yang berasal dari masyarakat setempat hingga saat ini belum

didapatkan yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan SDKP.

Bentuk-bentuk sanksi yang ada yang diterapkan dalam pengelolaan

dan pemanfaatan SDKP termasuk upaya konservasinya hanya berupa

peraturan yang ada dari pemerintah setempat. Namun demikian hingga

saat ini belum terdapat adanya penyelesaian kasus pelanggaran baik

berdasarkan hukum normatif maupun hukum positif.

Dimensi Sistem Religi

Adapun agama yang dianut sebagian besar masyarakat yang

bermukim di desa Danau Bangkau adalah agama Islam. Namun

demikian masih terdapat semacam kepercayaan yang dianut oleh

masyarakat setempat. Ajaran atau syariat agama dan atau kepercayaan

yang dilakukan oleh masyarakat secara umum berdasarkan ajaran

agama Islam. Terdapat hubungan antara agama dan atau kepercayaan

dengan kegiatan ekonomi masyarakat. Hubungan dalam hal ini terkait

dengan ketaatan masyarakat terhadap syariat agama dan atau

kepercayaan atas aktifitas ekonomi yang dilakukan oleh penganut

agama dan atau kepercayaan tersebut. Hal ini tergambar dalam kegiatan

penangkapan ikan mereka percaya bahwa ikan yang terdapat di

perairan merupakan berkah dari Yang Maha Kuasa.

Namun demikian, belum ditemukan jenis-jenis upacara serta

kegiatan ritual keagamaan dan atau kepercayaan yang ada di masyarakat

99

Page 102: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

dalam kaitannya dengan aktivitas pengelolaan dan pemanfaatan SDKP.

Dengan demikian belum ditemukan pula tujuan dan makna pelaksanaan

ajaran atau syariat tersebut oleh masyarakat. Keberadaan dan bentuk

pengaruh ajaran atau syariat tersebut kepada setiap anggota

masyarakat hingga saat ini sangat mengikat terhadap pola kerja mereka.

Sebagai contoh mereka lebih cenderung libur pada hari Jum'at sebagai

upaya untuk melaksanakan ajaran agama tersebut. Secara umum

kebiasaan ini diterapkan secara luas dan mengikat anggota masyarakat.

Peranan agama dan atau kepercayaan dalam kegiatan sosial-politik

masyarakat. Dalam hal ini, agama dan atau kepercayaan pada saat

tertentu dapat berfungsi sebagai pelindung tatanan sosial dan pada saat

lainnya dapat menilai kondisi sosial saat sekarang dengan mengacu

kepada masyarakat ideal yang berdasarkan kepada ajarannya.

Tokoh agama merupakan panutan yang diakui oleh sebagian besar

masyarakat setempat. Dasar-dasar penilaian/kriteria dari masyarakat

terkait dengan pengakuan individu sebagai tokoh agama terkait dengan

ketaatan tokoh agama tersebut terhadap ajaran agama. Kemudian

tingkah laku dan perbuatan yang secara riel terlihat terhadap tokoh

agama tersebut merupakan hal yang dilihat secara langsung oleh

masyarakat juga. Oleh karena itu ada kepercayaan atau pengaruh

tokoh-tokoh masyarakat yang dimaksud terhadap masyarakat

setempat. Namun demikian tidak banyak keterlibatan tokoh agama

dalam aktivitas masyarakat di luar kegiatan peribadahan terutama

terhadap usaha penangkapan ikan yang dilakukan masyarakat nelayan.

Bentuk keterlibatan tokoh agama tersebut hanya sebagai panutan

dalam bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.

Dimensi Ekonomi

Sejak lama masyarakat nelayan perairan pedalaman sungai dan

rawa lebak disekitar desa menggunakan alat tangkap berupa pancing,

100

Page 103: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

perangkap yang terbuat dari bambu dan rotan serta menggunakan

jaring sejak dua puluhan tahun terakhir ini. Namun demikian skala usaha

produksi yang dijalankan saat ini masih bersifat subsisten atau

tradisional. Secara umum masyarakat nelayan cukup mampu dalam

melakukan pekerjaan secara terencana, logis dan terukur. Hal ini

tergambar dari kondisi alam yang diketahui mereka dalam hubungannya

dengan penangkapan ikan dan mengusahakan lahan sawah yang mereka

miliki. Sawah mereka usahakan pada musim kemarau di perairan rawa

lebak, sedangkan usaha penangkapan ikan yang utama mereka lakukan

pada saat air besar di musim penghujan. Hal ini telah mereka lakukan

secara turun temurun antar generasi, sehingga laju investasi dalam

kegiatan produksi dapat dikatakan sangat lambat dan kecil sekali untuk

sebagian masyarakat.

Jenis mata pencaharian alternatif terbatas pada usaha membuat

dan memperbaiki alat tangkap yang mereka gunakan dan

keberadaannyapun tidak banyak. Hal ini disebabkan sebagian besar

masyarakat nelayan setempat dapat membuat dan memperbaiki sendiri

alat tangkap yang mereka gunakan sehari-hari dalam usaha

penangkapan ikan. Budidaya ikan belum berkembang di masyarakat

nelayan dan desa setempat. Hanya ada beberapa orang telah melakukan

pemeliharaan ikan dengan memanfaatkan ikan-ikan kecil sebagai pakan

utama yang mereka berikan kepada ikan yang dipelihara. Komoditas

ikan yang mereka pelihara adalah ikan haruan, betutu dan patin.

Mata pencaharian alternatif di luar sektor perikanan hanya berupa

usahatani padi sawah di sawah lebak dan berburuh jika ada pekerjaan

yang berlangsung dalam pembangunan di desa setempat. Hal ini

terutama mereka lakukan pada musim kemarau dimana saat itu usaha

penangkapan ikan dapat dikatakan tidak banyak terlaksana kecuali pada

perairan sungai dan kolam perangkap (beje) (Gambar 6). Namun

demikian, ada keinginan yang kuat dari masyarakat untuk melaksanakan

101

Page 104: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

mata pencaharian alternatif yang ada. Sebagai contoh misalnya budidaya

ikan yang mereka laksanakan saat ini dibatasi oleh kondisi alam yang

hanya dapat dilaksanakan pada saat air besar dan pelaksanaannyapun

harus dipilih pada lokasi yang kualitas airnya cukup baik (tidak bangai).

Pembagian peran dalam kegiatan produksi dalam konsep

pemberdayaan harus memperhatikan spesialisasi dan keterampilan

fungsional yang ada di masyarakat. Pada masyarakat desa Danau

Bangkau terlihat bahwa secara umum ada pembagian peran di dalam

pekerjaan produksi dalam usaha perikanan. Masyarakat nelayan sejauh

ini terampil pada masing-masing alat tangkap yang sudah biasa mereka

terapkan sejak lama dan turun temurun dan mereka telah mengetahui

dimana di kawasan perairan mereka harus melaksanakan penangkapan

ikan dan kapan waktunya yang tepat untuk dilaksanakan. Begitu pula

untuk pekerjaan mengusahakan sawah yang mereka usahakan, kapan

harus memulai untuk membuat bibit dan kapan seharusnya mereka

menanam padi tersebut.

Jaminan sosial merupakan suatu bentuk pola adaptasi dari

masyarakat ketika dihadapkan pada permasalahan akan adanya

keterbatasan akses terhadap sumberdaya. Dengan kata lain masyarakat

akan menciptakan jaringan pengaman sosial yang dapat menjamin

102

Gambar 6. Perahu bermotor sebagai sarana penangkapan ikan di perairan pedalaman di Kalimantan Selatan.

Page 105: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

keberlangsungan kehidupann mereka, seperti halnya kebutuhan akan

modal ketika saluran-saluran formal yang ada tidak mampu untuk

memberikan jaminan kepada masyarakat. Dalam hal ini, pada

masyarakat nelayan di desa ini secara umum terpola pada hubungan

sesama mereka masyarakat nelayan yang didasarkan pada kekerabatan

keluarga inti. Pengadaan alat tangkap misalnya telah mereka lakukan

menggunakan bahan yang ada di sekitar mereka seperti bambu dan

rotan.

Pada beberapa nelayan telah ada pula hubungan kerjasama dengan

pedagang yang bmembeli ikan hasil tangkapan mereka dan dalam hal

pengadaan benih ikan yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan

budidaya. Bentuk kerjasama yang bersifat formal diantara sesama

masyarakat nelayan di wilayah ini tidak ditemukan baik dalam

hubungannya dengan kegiatan ekonomi produksi maupun pemasaran

termasuk kegiatan di luar usaha penangkapan ikan. Juga, tidak

ditemukan bentuk-bentuk kerjasama yang ada di masyarakat di dalam

keseharian seperti contoh arisan ataupun pengajian ataupun sistem

bagi hasil.

Cara pengolahan hasil perikanan yang diasa terdapat pada

masyarakat nelayan di desa ini hádala dengan cara diasin dan diasap

atau diolah menjadi van makanan yang khas pada masyarakat setempat

yang mereka namakan ketupat. Ketupat dalam hal ini dimakan dan

diberi semacam bahan tambahan cair yang dicampur dengan ikan

haruan sehingga menjadi kuahnya. Makanan yang terakhir ini menjadi

kebiasaan sebagian besar masyarakat setempat, sedangkan pantangan

makan tidak ditemukan. Adapun tingkat konsumsi ikan masyakat

nelayan setempat berkisar 4-5 ons ikan per keluarga per hari dengan

jumlah anggota keluarga berkisar 4 hingga 8 orang termasuk kepala

keluarga.

103

Page 106: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Dimensi Kelembagaan

Pembentukan lembaga yang ada di masyarakat desa ini antara lain

lembaga sosial yang berfungsi sebagai sarana pengembangan hubungan

sosial diantara masyarakat yaitu berupa perkumpulan pengajian yang

dilakukan oleh masyarakat terutama dibentuk atas inisiatif

pembentukan berasal dari tokoh agama yang ada di masyarakat. Dasar

pembentukan lembaga tersebut hanya berdasarkan kebutuhan akan

pengembangan kegiatan beragama yang ada di masyarakat dengan

tujuan agar ajaran agama dapat berlangsung penerapannya di dalam

kehidupan bermasyarakat.

Dalam hubungannya dengan eksistensi lembaga yang dapat

dicirikan dengan adanya tiga hal yaitu batas kewenangan, aturan

representasi dan aturan main dari lembaga tersebut dapat

dikemukakan bahwa eksistensinya hanya bersifat sosial. Artinya dari

segi kewenangan tidak mempunyai kewenangan terhadap anggotanya,

siapa saja dapat menjadi anggota lembaga sosial tersebut. Tidak

terdapat hubungan atau bentuk-bentuk aturan yang tertulis atau tidak

tertulis kelembagaan tersebut yang berhubungan dengan kegiatan

pengelolaan dan pemanfaatan SDKP.

Dalam hubungannya dengan manajemen konflik terdapat fungsi

lembaga sosial yang ada di desa ini yaitu berusaha menjaga keutuhan

masyarakat dan memberikan pegangan kepada masyarakat untuk

mengadakan sistem pengendalian sosial (social control system) melalui

pendekatan ajaran agama. Dalam hal ini terlihat kemampuan pemimpin

atau seluruh anggota suatu lembaga sosial / kemasyarakatan dalam

penyelesaian konflik yang terjadi di masyarakat selalu diusahakan

melalui jalan musyawarah dan mufakat dengan mengambil peran tokoh

agama yang berpengaruh terhadap masyarakat secara umum meskipun

tidak terdapat mekanisme dan prosedur penyelesaian konflik secara

khusus dalam kelembagaan sosial tersebut.

104

Page 107: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Dimensi Politik

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pendapat tokoh

masyarakat dan nelayan setempat beberapa tuntutan masyarakat saat

ini adalah diperlukan adanya peran pemerintah dalam pembangunan

perikanan khususnya masyarakat nelayan. Peran yang utama yang

diharapkan masyarakat adalah sebagai pembina dalam berusaha di

bidang perikanan terutama perikanan budidaya. Saat ini kegiatan

budidaya yang dilakukan oleh masyarakat hanya didasarkan kepada

informasi yang diperoleh dari sesama nelayan atau dari pedagang yang

menawarkan benih ikan yang berasal dari daera lainnya terutama

Banjarmasin.

Dalam hubungannya dengan kegiatan perikanan visi pemimpin

dalam hal ini diketahui dari dinas perikanan setempat bahwa

pembangunan perikanan di wilayah ini lebih kepada mengatur usaha

penangkapan ikan dan pengawasan terhadap hal-hal yang dapat

mengganggu kelestarian sumberdaya perikanan. Dalam hal ini belum

terlihat adanya daya empati pemimpin dan kemampuan komunikasi

pemimpin terhadap masyarakat nelayan baik secara langsung maupun

tidak langsung.

Rasionalitas pemimpin dalam hal ini belum mencapai apa yang

sebenarnya dibutuhkan oleh masyarakat nelayan setempat. Hal ini

terlihat dengan adanya pendapat tokoh masyarakat dan nelayan yang

mengemukakan bahwa menurut mereka masyarakat saat ini

memerlukan tambahan modal untuk dapat melaksanakan usaha

penangkapan ikan dalam skala yang lebih menguntungkan. Dengan

demikian belum terlihat secara nyata adanya kemampuan pemimpin

dalam inspiring and directing yang lebih lanjut akan memperlihatkan

kurangnya integritas pemimpin.

Kesatuan dan keutuhan sistem politik didukung oleh konsep, yaitu

sistem, struktur dan fungsi. Sistem politik merupakan organisasi melalui

105

Page 108: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

mana masyarakat merumuskan dan berusaha mencapai tujuan-tujuan

bersama dalam hal ini belum terlaksana sehingga belum terlihat adanya

transparansi yang lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa belum adanya

tahap akuntabel dan terbuka untuk diaudit (auditable). Artinya sistem

politik sebagai suatu konsep ekologis yang menunjukkan adanya suatu

organisasi yang berintegrasi dengan suatu lingkungan yang

mempengaruhinya dan dipengaruhinya belum terlihat, sedangkan

keputusan dan kebijakan terkait erat dengan fungsi yang dimiliki oleh

suatu sistem politik. Hal ini lebih lanjut memperlihatkan bahwa masih

terdapat conflict of interest antara masyarakat di satu pihak terhadap

pemerintahan di sistem yang lainnya.

5.2.Cianjur, Jawa Barat

Masyarakat nelayan di desa Kamurang tidak mengenal adanya batas

wilayah penangkapan termasuk daerah operasi penangkapan di

perairan Waduk Cirata. Mereka menganggap perairan tersebut bebas

bagi siapapun dan dimanapun untuk melakukan kegiatan penangkapan

ikan. Tidak adanya klaim wilayah dan pelarangan bagi orang lain untuk

menangkap ikan di suatu wilayah (sekitar desa tertentu) karena

tindakan atau aturan tersebut akan dialami pula oleh masyarakat desa

yang bersangkutan untuk wilayah lain (di sekitar desa lain). Pengaturan

wilayah penangkapan juga belum dilakukan oleh pihak pemerintah,

dalam hal ini Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai badan otorita

pengelola waduk.

Asal mula adanya kegiatan perikanan di daerah tersebut (baik KJA

maupun penangkapan) ditujukan bagi peningkatan kesejahteraan

masyarakat yang terkena dampak proyek pembangunan waduk.

Masyarakat di daerah yang pertama kali dianggap melakukan kegiatan

penangkapan adalah Desa Kamurang. Masyarakat setempat

106

Page 109: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

memandang bahwa kepemilikan wilayah perairan adalah milik

pemerintah. Terkait dengan sifat access terhadap sumberdaya, dari hasil

wawancara dan pengamatan di lapang dapat dilihat bahwa siapapun

bebas untuk melakukan usaha penangkapan. Oleh karenanya bisa

dianggap masyarakat memandang sifat pengelolaan memenuhi asas-

asas open access. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada pihak

Dinas pun mengakui belum adanya peraturan-peraturan yang

mengatur usaha penangkapan ikan di perairan waduk Cirata di

Kabupaten Cianjur ini.

Tidak ada mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan yang saat ini

berlaku di perairan waduk Cirata baik yang berasal masyarakat maupun

pemerintah daerah. Kalaupun ada sesuatu pengaturan yang dilakukan

oleh masyarakat, maka hal itu lebih didasarkan pada motif ekonomi saja.

Sebagai contoh, masyarakat nelayan jarang yang menggunakan mata

jaring di bawah 3 inchi. Tindakan ini sebenarnya dilatarbelakangi oleh

motif ekonomi yaitu tidak adanya pembeli (bandar ikan) yang

menampung ikan-ikan berukuran kecil (di bawah satu kilo berisi lima

ekor).

Terkait dengan konsepsi upaya konservasi sumberdaya kelautan

dan perikanan bisa dilihat dari beberapa hal. Nelayan setempat

menyadari bahwa kondisi sumberdaya ikan pada saat ini telah cukup

jauh berkurang dari tahun-tahun sebelumnya. Namun mereka

menolak anggapan bahwa ikan suatu saat akan habis. Menurut mereka

penyebab dari semakin sedikitnya ikan (terutama ikan nila) adalah

karena semakin tidak menentunya waktu surut dan pasangnya

permukaan air. Waktu air sedang naik maka dianggap oleh masyarakat

bahwa saat itu adalah musim panen. Sebaliknya, ketika air sedang surut

dianggap oleh masyarakat bahwa saat itu adalah musim sulit

mendapatkan ikan.

Tidak ada mekanisme penerapan upaya konservasi yang perlu

107

Page 110: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

dilakukan oleh masyarakat nelayan di perairan waduk Cirata ini.

Penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan (ukuran mata jaring > 3

inchi) lebih disebabkan karena alasan-alasan ekonomi dibandingkan

dengan upaya konservasi. Penggunaan mata jaring berukuran besar

lebih bukan bertujuan agar benih-benih ikan tidak ikut terjerat dengan

alasan konservasi, tetapi dengan alasan tidak adanya bandar ikan yang

mau membeli ikan tersebut.

Bentuk sanksi dan mekanismenya atas pelanggaran pengaturan

pemanfaatan, pengelolaan dan konservasi sumberdaya kelautan dan

perikanan lebih mengacu kepada hukum positif sesuai dengan yang

berlaku secara formal. Belum ada aturan-aturan yang muncul dari dan

berlaku di masyarakat setempat. Penegakan hukum formal juga belum

didukung sepenuhnya oleh masyarakat. Sebagai contoh, untuk kasus

penangkapan benih-benih ikan, masyarakat menganggapnya sebagai

urusan pribadi si pelaku yang umumnya bermotifkan kesulitan ekonomi.

Dimensi Sistem Religi

Masyarakat nelayan di waduk Cirata umumnya memeluk Agama

Islam dalam kesehariannya, namun hal tersebut tidak menjadikannya

sebagai sebuah pedoman hidup keseharian. Banyak dari mereka yang

beranggapan bahwa permasalahan ibadah adalah masalah

perseorangan. Walaupun sering mereka tidak melaksanakan ibadah

agama namun sifat tunduk dan pasrah mereka terhadap Allah SWT

sangat kental terasa. Pandangan bahwa perairan tersebut merupakan

hidayah dari Allah bagi semua orang dan rejeki sudah ada yang mengatur

bagi setiap orang sangat mewarnai kehidupan keseharian.

Hasil wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak ada

kegiatan-kegiatan yang bersifat ritualisme. Dan jika seandainya pun ada

yang melakukan, maka masyarakat nelayan di desa Kamurang ini tidak

turut campur. Tokoh agama tidak berperan di dalam kegiatan

108

Page 111: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

kemasyarakatan. Mereka hanya dianggap sebagai imam masjid atau

mushollah saja.

Dimensi Ekonomi

Dari pengamatan dan hasil wawancara didapatkan bahwa sudah

sangat jarang sekali ditemui nelayan yang menangkap ikan hanya

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri (subsisten). Ikan hasil

tangkapan biasanya hanya disisihkan sedikit saja untuk konsumsi sehari-

hari ketika ingin dan sebagian besar dijual. Dengan demikian sudah

dapat dikatakan bahwa orientasi mereka di dalam melakukan kegiatan

penangkapan adalah berorientasi ekonomi (uang).

Untuk penangkapan secara umum belum ditemukan teknologi

baru yang dapat berimplikasi terhadap perbaikan kinerja usaha

perikanan. Pernah ada nelayan pendatang yang membawa jaring

kantong (purse seine), namun setelah dioperasikan jaring tersebut

cepat kotor dan rusak walaupun dari hasil tangkapan dapat menangkap

semua jenis dan berbagai ukuran ikan. Selain itu nelayan menganggap

jaring tersebut tidak praktis digunakan. Untuk itu, masyarakat setempat

menganggap teknologi yang bisa memperbaiki usaha mereka adalah

motor tempel dengan kekuatan yang cukup besar. Dari hasil

pengamatan masih banyak nelayan yang menggunakan armada

penangkapan berupa kapal dayung, layar dan rakit. Permasalahan yang

muncul sehingga masyarakat terlihat kurang adaptif adalah karena

kurang kuatnya modal. Alat tangkap yang dominan digunakan adalah

berupa pancing, jala dan jaring (gill net) dengan hasil tangkapan

umumnya berupa ikan nila, mas dan jambal. Masyarakat setempat

secara umum hanya menggunakan satu jenis alat tangkap saja.

Keterampilan fungsional yang ada di masyarakat sangat terkait

dengan keahlian dan faktor modal serta ada atau tidaknya alternatif

pekerjaan. Dari hasil wawancara dan observasi didapatkan bahwa jenis

109

Page 112: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

pekerjaan yang ada dan berhubungan dengan penangkapan adalah

sebagai nelayan dan bandar ikan. Menurut penuturan informan,

pekerjaan sebagai seorang nelayan tidak membutuhkan keahlian yang

tinggi tetapi lebih kepada kemauan dan keberanian saja. Selain itu

pekerjaan sebagai nelayan dianggap sebagai alternatif pekerjaan

terakhir. Keterampilan fungsional juga didasarkan atas faktor modal,

seperti halnya seorang bandar ikan.

Kemampuan masyarakat dalam membangun kerjasama dalam

proses produksi tidaklah terlalu terlihat. Hal yang sering terjadi justru

bukan di dalam bidang produksi tetapi di dalam hal kemasyarakatan.

Seperti halnya akan membantu ketika salah seorang dari mereka

mendapatkan musibah tenggelam di waduk. Selain itu mereka masih

melakukan kerjasama di dalam membantu memperbaiki perahu. Hal ini

terjadi dalam lingkup yang kecil, bertetangga atau masih dalam hitungan

kerabat.

Upaya berinvestasi diawali dengan keinginan dan seberapa jauh

mereka menerapkan budaya menabung. Informan yang diwawancara

mengungkapkan bahwa kebiasaan menabung dilakukan hanya ketika

mendapatkan hasil tangkapan yang cukup banyak. Umumnya hasil

menabung tersebut digunakan untuk membeli emas yang akan bisa

dijual kembali dengan cepat ketika mereka memerlukan uang,

kemudian membeli alat tangkap baru untuk mengganti yang rusak atau

menambah jaring yang sudah dimiliki.

Mata pencaharian alternatif (MPA) yang ada adalah upaya

pengolahan ikan asin dan pertanian sawah surutan. Untuk pengolahan

ikan asin, tidak ditemukan industri pengolahan ikan asin. Kegiatan

pengasinan masih terbatas pada sifat konsumsi rumah tangga saja.

Bahan baku yang digunakan adalah ikan nila yang mati dari KJA. Untuk

pertanian sawah surutan masyarakat biasa menanam padi ketika

110

Page 113: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

permukaan air surut. Menurut penuturan informan bahwa lahan di

daerah ini termasuk ke dalam kategori sangat subur. Satu petak sawah

bisa menghasilkan minimal 500 kwintal gabah kering, bahkan ada

penggarap yang bisa panen mencapai dua ton gabah kering.

Aturan yang berlaku di dalam klaim kepemilikan sawah surutan

adalah siapa yang dahulu pertama kali membuat petak sawah maka

orang lain tidak boleh menggarapnya. Walaupun demikian, mereka

menyadari bahwa tanah surutan tersebut adalah milik pemerintah.

Untuk setiap petak tanah tidak dikenakan biaya apapun oleh pihak

pemerintah. Sayangnya pihak pengelola waduk tidak menginformasikan

waktu air akan pasang, sehingga seringkali sebelum panen air sudah

kembali menggenangi sawah yang telah ditanami masyarakat. Hanya

sikap pasrah saja yang dapat dilakukan oleh pihak nelayan yang

menggarap sawah tersebut.

Jaminan subsistensi terhadap nelayan kecil diberikan oleh bandar ikan.

Setiap bandar ikan memberikan bantuan modal kepada masing-masing

nelayan langganannya jika mereka membutuhkan. Bentuk pinjaman

yang umum diberikan adalah berupa uang bukan barang. Sifat hubungan

yang terjalin adalah mengikat, yaitu nelayan tersebut harus menjual ikan

kepada bandar yang memberikan pinjaman dengan harga jual yang

berlaku umum di daerah tersebut. Hubungan antara bandar ikan

dengan nelayan tidak menyentuh kepada permasalahan selain masalah

operasional. Mereka tidak menjamin permasalahan ekonomi keluarga

nelayan secara cuma-cuma sebagai bentuk ikatan.

Hubungan interdependensi yang terjalin di masyarakat lebih dilihat

pada pola-pola hubungan bandar ikan dengan nelayan. Sebenarnya baik

bandar ikan maupun nelayan menguasai sumberdaya yang berbeda,

bandar ikan menguasai sumberdaya modal sementara nelayan

menguasai sumberdaya manusianya. Artinya, pola interdependensi

mensyaratkan adanya dua pihak yang menguasai sumberdaya yang

111

Page 114: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

berbeda dan saling bekerjasama. Hubungan ini didasari atas tingkat

kebutuhan yang sama, bandar ikan membutuhkan supply ikan yang

terus-menerus dari nelayan.

Sebaliknya, nelayan membutuhkan bandar ikan untuk

mendapatkan bantuan modal dalam keberlangsungan usahanya. Dari

hasil penuturan informan didapatkan informasi asal-muasalnya terjadi

karena adanya bentuk-bentuk pinjaman yang mengikat para nelayan.

Dahulu ketika bandar ikan masih sedikit maka pola-pola pinjaman

mengikat belum terlalu terlihat dan terasa manfaatnya bagi bandar ikan.

Sekarang ketika bandar ikan semakin banyak, maka usaha-usaha

pemenuhan stok ikan bagi bandar ikan menjadi sebuah keperluan yang

mendesak. Oleh karena itu, kemudian muncul pola-pola pinjaman

mengikat kepada nelayan yang bertujuan untuk menjaga

keberlangsungan stok ikan bagi bandar ikan.

Dimensi Kelembagaan

Tidak ada kelembagaan di masyarakat nelayan (dalam hal ini yang

disoroti adalah kelompok nelayan) baik itu yang muncul dari inisiatif

pemerintah maupun masyarakat sendiri. Kelembagaan yang ada

hanyalah pola-pola hubungan seorang bandar ikan dengan nelayan.

Dengan bahasa lain, bahwa kelompok nelayan yang terbentuk lebih erat

kaitannya dengan pola hubungan patron-klien dengan berdasarkan

kepada kepentingan ekonomi patron. Peranan kelembagaan yang ada di

dalam hal meredakan konflik yang terjadi tidak teridentifikasi. Hal ini

disebabkan karena berdasarkan penuturan seorang informan

didapatkan bahwa penyelesaian konflik yang terjadi umumnya

dilakukan secara musyawarah oleh kedua belah pihak yang bersengketa.

Jarang sekali masyarakat yang terlibat konflik penangkapan meminta

bantuan penyelesaian kepada pihak ketiga.

112

Page 115: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Dimensi Politik

Kepemimpinan yang ada di masyarakat berlandaskan kepada

faktor kepemilikan modal. Seperti telah disebutkan di atas bahwa peran

tokoh-tokoh agama tidak terlihat di dalam kehidupan keseharian, tetapi

seorang bandar ikan sangat berperan. Dari hasil wawancara, diketahui

bahwa persepsi para anggota terhadap tokoh berpihak kepada

permasalahan yang mereka hadapi, seperti permasalahan modal. Dalam

hal ini bandar ikan yang dianggap mempunyai visi yang berpandangan

jauh ke depan untuk mengusahakan keberlangsungan usahanya.

Berdasarkan hasil wawancara, ifat berkorban untuk kepentingan

orang banyak atau yang dikenal sebagai altruisme merupakan suatu hal

yang dianggap mutlak ada pada diri seorang tokoh masyarakat. Selain

itu, informan menganggap bahwa seorang tokoh masyarakat setidaknya

dapat diterima dan didengar oleh masyarakat. Hal ini menandakan

bahwa perlunya seorang pemimpin memiliki kemampuan

berkomunikasi. Dari hasil wawancara maka prinsip-prinsip rasionalitas,

transparansi dan akuntabilitas belum terlihat apakah telah dilakukan

atau belum mengingat tidak ada kelembagaan yang jelas terbentuk

dalam hubungannya dengan pembinaan nelayan terkait dengan

pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di perairan

waduk ini.

5.3. Purwakarta, Jawa Barat.

Perairan Waduk Jatiluhur merupakan perairan yang dikelola oleh

Perum Jasa Tirta II (PJT II) dan berfungsi serbaguna. Masalah pokok

dalam pengelolaan perairan di daerah ini adalah karena adanya interaksi

antara aktifitas ekonomi dan daya dukung lingkungan yang semakin

terbatas, baik karena pengaruh alam (cuaca dan musim) maupun yang

timbul akibat kegiatan budidaya keramba jaring apung (KJA) dan

113

Page 116: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

penangkapan. Dalam hal ini telah dilakukan upaya-upaya yang dilakukan

oleh PJT II bekerjasama dengan lembaga terkait (Dinas Peternakan dan

Perikanan Kabupaten Purwakarta, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten

Purwakarta dan Loka Riset Pemacuan Stock Ikan Jatiluhur,

Departemen Kelautan dan Perikanan). Upaya-upaya tersebut

mencakup penetapan tata ruang wilayah perairan waduk (zonasi),

pemantauan dan pengendalian pengembangan budidaya KJA dan

perikanan tangkap (Gambar 7).

Dimensi Pengetahuan Lokal

Masyarakat nelayan di daerah ini tidak mengenal adanya batas

wilayah penangkapan. Bahkan dari hasil wawancara diketahui bahwa

perihal mengenai zonasi yang ditetapkan oleh PJT II pun tidak banyak

diketahui oleh nelayan. Kalaupun ada pembatasan wilayah yang

diketahui nelayan hanya berupa wilayah berbahaya yang berada di dekat

turbin. Sedangkan yang terkait dengan daerah operasi penangkapan,

mereka menganggapnya bebas bagi siapapun dan dimanapun. Oleh

karenanya masyarakat setempat pun tidak melakukan klaim atas

wilayah perairan yang ada di tempat mereka tinggal. Alasan ini dapat

diketahui dari hasil wawancara dengan para nelayan yang ditemui.

114

Gambar 7. Areal penangkapan ikan di perairan Waduk Jatiluhur, Purwakarta - Jawa Barat.

Page 117: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Umumnya mereka menyatakan bahwa jika seandainya mereka

melakukan klaim wilayah dan melarang orang lain untuk menangkap di

daerah tersebut, maka secara otomatis mereka pun akan dilarang

untuk menangkap di daerah lain. Sedangkan ikan tidak dapat dilarang

untuk berpindah tempat dari satu lokasi ke lokasi lain. Secara otomatis

tidak ada yang berperan sebagai pemegang wewenang daerah

penangkapan selain pihak PJT II sebagai otorita pengelola waduk.

Sayangnya pihak PJT II tidak memberikan perhatian kepada nelayan

tangkap menyangkut peraturan-peraturan ataupun pemberian

distribusi hak pemanfaatan seperti halnya kepada pembudidaya KJA.

Sistem pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan

perikanan yang berlaku di daerah waduk Jatiluhur dapat dilihat dari sifat

kepemilikan, akses terhadap sumberdaya dan aturan-aturan yang ada di

daerah tersebut. Asal muasal adanya kegiatan perikanan di daerah

tersebut (baik KJA maupun penangkapan) adalah ditujukan bagi

peningkatan kesejahteraan masyarakat yang terkena dampak proyek

pembangunan waduk. Masyarakat setempat memandang bahwa

kepemilikan wilayah perairan adalah milik pemerintah melalui pihak PJT

II.

Terkait dengan sifat akses terhadap sumberdaya, dari hasil

wawancara dan pengamatan di lapang dapat dilihat bahwa siapapun

bebas untuk melakukan usaha penangkapan. Walaupun dari pihak

pemerintah (Dinas Peternakan dan Perikanan) menerbitkan semacam

surat izin usaha perikanan, namun lebih banyak nelayan yang tidak

memilikinya. Dengan demikian walaupun berdasarkan yuridisnya sifat

pengelolaan waduk Jatiluhur adalah bersifat state management, namun

pada kenyataannya masyarakat memandang sifat pengelolaan tersebut

bersifat open access.

Mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan yang saat ini berjalan di

waduk Jatiluhur dapat dibagi menjadi dua. Pertama, dari pihak

115

Page 118: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

pemerintah dan otorita pengelola waduk, telah menetapkan beberapa

peraturan. Aturan-aturan tersebut antara lain adanya penetapan zonasi

(kawasan bahaya, kawasan perlindungan, kawasan penangkapan,

kawasan budidaya, kawasan perhubungan air dan kawasan wisata dan

olah raga air), pembatasan mata jaring, pelarangan penggunaan alat

tangkap yang merugikan (bom, dan racun), dan surat izin (SIUP) bagi

nelayan tangkap. Namun sayangnya berdasarkan pengakuan para

nelayan banyak dari mereka yang tidak mengetahui aturan-aturan

tersebut.

Mekanisme yang kedua adalah mekanisme yang berjalan di

masyarakat. Seperti telah disebutkan di atas, bahwa tidak ada aturan-

aturan pengelolaan yang berasal dan berjalan di masyarakat. Kalaupun

ada sesuatu yang dilakukan oleh masyarakat dan sesuai dengan aturan

dari pemerintah, maka hal itu didasarkan pada motif ekonomi saja.

Sebagai contoh, masyarakat nelayan jarang yang menggunakan mata

jaring di bawah 3,5 inchi dan sesuai dengan peraturan pemerintah

setempat. Tindakan ini sebenarnya dilatarbelakangi oleh karena tidak

adanya pembeli (bandar ikan) yang menampung ikan-ikan berukuran

kecil (di bawah satu kilo berisi lima ekor). Pelarangan penggunaan bom

atau racun juga dicermati karena umumnya setelah melakukan kegiatan

tersebut ikan tidak lagi muncul untuk waktu yang cukup lama di daerah

tersebut.

Terkait dengan konsepsi upaya konservasi sumberdaya kelautan

dan perikanan bisa dilihat dari beberapa hal. Nelayan setempat

menyadari bahwa kondisi sumberdaya ikan pada saat ini telah cukup

jauh berkurang dari tahun-tahun sebelumnya. Namun mereka menolak

anggapan bahwa ikan suatu saat akan habis. Menurut mereka penyebab

dari semakin sedikitnya ikan (terutama ikan nila) adalah karena anak-

anak ikan tersebut dimakan oleh ikan-ikan predator (ikan oscar merah)

yang sekarang ini semakin banyak. Masyarakat juga secara aktif

116

Page 119: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

menghindari kegiatan-kegiatan penangkapan yang dianggap merugikan

oleh mereka sendiri.

Penggunaan mata jaring berukuran besar ditujukan agar benih-

benih ikan tidak ikut terjerat. Selain karena tidak adanya bandar ikan

yang membeli, tetapi secara tidak disadari mereka berupaya untuk

melindungi benih-benih ikan. Pelarangan penggunaan racun dan bom

juga didasari karena setelah kegiatan tersebut ikan-ikan tidak lagi di

tempat itu. Hal ini berarti menambah biaya produksi (ongkos bensin

dan bekal) jika harus mencari di tempat lain yang lebih jauh. Untuk

wilayah Pasir Astana yang merupakan kawasan perlindungan sampai

dengan sekarang masih banyak dihindari oleh nelayan. Alasan untuk

menghindari bukan karena mengetahui daerah tersebut merupakan

daerah larangan, tetapi karena di daerah tersebut banyak akar-akar

ataupun ranting pohon yang tenggelam di air. Jika mereka memasang

jaring di tempat tersebut, maka seringkali tersangkut dan rusak.

Mekanisme penerapan upaya konservasi tidak dilakukan secara

sistematis dan disadari oleh masyarakat. Seperti yang telah disebutkan

di atas bahwa penggunaan alat tangkap merugikan lebih disebabkan

pada awalnya karena alasan-alasan ekonomi dibandingkan dengan

alasan konservasi. Upaya yang dilakukan oleh pihak pemerintah belum

juga secara utuh menyentuh kepada nelayan penangkap. Hal-hal yang

dilakukan adalah berupa penerbitan izin usaha penangkapan dan

melakukan restocking ikan. Sayangnya penerbitan SIUP bukan atau

belum ditujukan untuk pengaturan pengelolaan namun hanya lebih

ditekankan kepada pendataan dan retribusi.

Bentuk sanksi dan mekanismenya atas pelanggaran pengaturan

pemanfaatan, pengelolaan dan konservasi sumberdaya kelautan dan

perikanan lebih mengacu kepada hukum formal. Hal ini disebabkan

karena tildak adanya aturan-aturan yang muncul dan berlaku di

masyarakat setempat. Dari beberapa kasus yang pernah terjadi,

117

Page 120: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

masyarakat cenderung untuk membela diri ketika menghadapi sesuatu

yang dianggap membahayakan keberlangsungan usahanya. Sebagai

contoh pernah terjadi seorang nelayan pendatang yang berasal dari

Karawang menggunakan alat tangkap pukat. Setelah dirasakan oleh

nelayan setempat ikan-ikan semakin berkurang dan ikan-ikan yang

kecil-kecil (benih ikan) ikut tertangkap oleh nelayan pendatang

tersebut, maka mereka bersama-sama melarang dan membakar alat

tangkap pukat tersebut. Nelayan pemilik pukat diusir dan dilarang

kembali ke daerah tersebut. Kasus penggunaan racun juga pernah

terjadi yang melibatkan seorang mantan anggota TNI. Masyarakat

melalui seorang tokohnya kemudian melapor kepada pihak yang

berwajib untuk menangkap nelayan tersebut. Hal ini dilakukan karena

mereka telah berulangkali mengingatkan namun tidak digubris

melainkan mendapatkan ancaman dan tantangan dari mantan anggota

TNI tersebut.

Dimensi Sistem Religi

Masyarakat umumnya memeluk Agama Islam dalam kesehariannya,

namun hal tersebut tidak menjadikannya sebagai sebuah pedoman

hidup keseharian. Banyak dari mereka yang beranggapan bahwa

permasalahan ibadah adalah masalah perseorangan. Walaupun sering

mereka tidak melaksanakan ibadah agama namun sifat tunduk dan

pasrah mereka terhadap Allah SWT sangat kental terasa. Pandangan

bahwa perairan tersebut merupakan hidayah dari Allah bagi semua

orang dan rejeki sudah ada yang mengatur bagi setiap orang sangat

mewarnai kehidupan keseharian.

Hal-hal yang bersifat ritual seperti semacam acara syukuran,

selametan tidak begitu membudaya di masyarakat setempat. Walaupun

dari hasil wawancara, mereka tidak mengelak ada orang-orang yang

melakukan kegiatan ”suguhan” dengan tujuan agar mendapatkan hasil

118

Page 121: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

tangkapan yang banyak. Dari hasil wawancara didapatkan bahwa

kegiatan tersebut bersifat pribadi dan cenderung bertentangan dengan

norma agama yang mereka anut. Masyarakat tidak turut campur

terhadap orang-orang yang melakukan kegiatan tersebut. Kegiatan yang

biasa dilakukan adalah hanya dengan berdoa saja kepada Allah ketika

mereka akan menangkap ikan. Tokoh agama pun tidak berperan di

dalam kegiatan kemasyarakatan. Mereka hanya dianggap sebagai imam

masjid atau mushollah saja. Bahkan untuk kegiatan ”suguhan” pun

mereka tidak mengambil peran apapun untuk melarang walaupun

kegiatan tersebut diketahui cenderung bertentangan dengan aturan

agama Islam.

Dimensi Ekonomi

Dari pengamatan dan hasil wawancara yang dilakukan di lapang,

didapatkan bahwa sudah sangat jarang sekali ditemui nelayan yang

hanya bertujuan untuk subsistensi diri. Ikan hasil tangkapan biasanya

hanya disisihkan sedikit saja untuk konsumsi sehari-hari dan sebagian

besar dijual. Hal ini berlaku walaupun hasil tangkapan mereka sangat

sedikit, terkadang dijual keseluruhannya. Dengan demikian sudah bisa

dikatakan bahwa orientasi mereka di dalam melakukan kegiatan

penangkapan adalah berorientasi ekonomi (uang).

Untuk penangkapan secara umum belum ditemukan teknologi

baru yang dapat berimplikasi terhadap perbaikan kinerja usaha

perikanan. Masyarakat setempat menganggap teknologi yang bisa

memperbaiki usaha mereka adalah motor tempel dengan kekuatan

yang cukup besar. Dari hasil pengamatan masih banyak nelayan yang

menggunakan armada penangkapan berupa kapal dayung, layar dan

rakit. Alasan dari keinginan penggunaan motor tempel adalah dengan

alat tersebut mereka dapat berada cepat dan menghemat tenaga di

suatu daerah yang fishing ground-nya jauh. Permasalahan yang muncul

119

Page 122: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

sehingga masyarakat terlihat kurang adaptif adalah karena kurang

kuatnya modal. Sedangkan alat tangkap yang dominan digunakan adalah

berupa pancing, jala dan gill net dengan hasil tangkapan umumnya

berupa ikan nila, mas, oscar dan jambal.

Keterampilan fungsional yang ada di masyarakat sangat terkait

dengan keahlian dan faktor modal serta ada atau tidaknya alternatif

pekerjaan. Dari hasil wawancara dan observasi didapatkan bahwa jenis

pekerjaan yang ada adalah sebagai nelayan, bandar ikan besar dan

bandar ikan keliling. Pekerjaan sebagai seorang nelayan tidak

membutuhkan keahlian yang tinggi tetapi lebih kepada kemauan dan

keberanian saja. Seorang nelayan, sebelumnya bekerja sebagai petani

penggarap di Sumatera Selatan dan tidak memiliki pengetahuan apapun

tentang penangkapan. Setelah bermukim di daerah ini, mulai

mempelajari penangkapan dengan melihat dan bertanya kepada orang-

orang yang lebih dahulu melakukan kegiatan ini.

Keterampilan fungsional juga didasarkan atas faktor modal, banyak

yang berkeinginan untuk tidak menjadi nelayan tangkap tetapi menjadi

seperti bandar ikan besar dan keliling namun mereka tidak memiliki

kemampuan modal. Walaupun kemudian tidak dipungkiri dari hasil

wawancara bahwa pekerjaan sebagai seorang bandar ikan haruslah

memiliki kemampuan untuk membuka jaringan pemasaran hasil

tangkapan. Kemampuan masyarakat dalam membangun kerjasama

dalam proses produksi tidak terlihat. Hal yang sering terjadi justru

bukan di dalam bidang produksi tetapi di dalam hal kemasyarakatan.

Sebagai contoh, misalnya seseorang akan membantu ketika salah

seorang dari mereka mendapatkan musibah tenggelam di perairan

waduk.

Upaya berinvestasi diawali dengan keinginan dan seberapa jauh

mereka menerapkan budaya menabung. Informan yang di wawancara

mengungkapkan bahwa kebiasaan menabung sebenarnya kerap

120

Page 123: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

dilakukan ketika mendapatkan hasil tangkapan yang cukup banyak.

Umumnya hasil menabung tersebut digunakan untuk membeli emas

yang akan bisa dijual kembali dengan cepat ketika mereka memerlukan

uang, kemudian membeli alat tangkap baru untuk mengganti yang rusak

atau menambah jaring yang sudah dimiliki. Sedangkan umumnya

mereka memiliki ikatan hutang-piutang kepada bandar ikan, tetapi hal

ini tidak dianggap memberatkan karena pemotongan pinjaman

dilakukan ketika mendapatkan ikan banyak dan tanpa batas waktu

pengembalian.

Mata pencaharia alternatif (MPA) yang ada adalah upaya

pengolahan ikan asin. Kegiatan yang dilakukan masih bersifat skala

rumah tangga dan sampingan. Bahan baku yang digunakan adalah ikan

nila yang mati dari KJA atau ikan oscar (karena harga ikan segar dengan

olahannya berbeda Rp.2.000,-). Seperti yang dituturkan oleh salah

seorang informan, bahwa tujuan pengasinan ikan oscar adalah untuk

meningkatkan nilai jualnya.

Jaminan subsistensi terhadap nelayan kecil diberikan oleh bandar

ikan besar dan bandar ikan keliling. Umumnya setiap bandar ikan keliling

memiliki langganan tetap beberapa nelayan (bisa mencapai 20-50 orang

per bandar keliling). Setiap bandar keliling memberikan bantuan modal

kepada masing-masing nelayan langganannya jika mereka

membutuhkan. Bentuk yang umum diberikan adalah barang bukan

berupa uang. Sifat hubungan yang terjalin adalah mengikat, yaitu

nelayan harus menjual ikan kepada bandar keliling yang memberikan

pinjaman dengan harga jual yang berlaku umum di daerah tersebut.

Setiap bandar keliling pun memiliki ikatan kepada satu orang bandar

ikan besar tempat mereka menjual hasil tangkapan dengan mengambil

keuntungan sebesar Rp 500,00 per kilogram ikan. Namun hubungan

antara bandar ikan dengan nelayan tidak menyentuh kepada

permasalahan selain masalah operasional. Mereka tidak menjamin

121

Page 124: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

permasalahan ekonomi keluarga nelayan secara cuma-cuma sebagai

bentuk ikatan, tetapi seandainya pun meminjamkan bantuan maka hal

tersebut terhitung sebagai hutang.

Hubungan interdependensi yang terjalin di masyarakat lebih dilihat

pada pola-pola hubungan bandar ikan dengan nelayan. Sebenarnya baik

bandar ikan maupun nelayan menguasai sumberdaya yang berbeda,

bandar ikan menguasai sumberdaya modal sementara nelayan

menguasai sumberdaya manusianya. Artinya, pola interdependensi

mensyaratkan adanya dua pihak yang menguasai sumberdaya yang

berbeda dan saling bekerja sama. Hubungan ini didasari atas tingkat

kebutuhan yang sama, bandar ikan membutuhkan supply ikan yang

terus-menerus dari nelayan. Sedangkan nelayan membutuhkan bandar

ikan untuk mendapatkan bantuan modal dalam keberlangsungan

usahanya. Dari hasil penuturan informan didapatkan informasi asal-

muasalnya terjadi bentuk-bentuk pinjaman mengikat kepada para

nelayan. Dahulu ketika masih sedikit bandar ikan maka pola-pola

pinjaman mengikat belum terlalu terlihat dan terasa manfaatnya.

Sedangkan sekarang ketika semakin banyak bandar ikan, maka usaha-

usaha pemenuhan stok ikan menjadi sebuah keperluan yang mendesak.

Kemudian muncul pola-pola pinjaman mengikat kepada nelayan yang

bertujuan untuk menjaga keberlangsungan stok ikan bagi para bandar

ikan.

Dimensi Kelembagaan

Kelembagaan yang ada di masyarakat nelayan (dalam hal ini yang

disoroti adalah kelompok nelayan) awalnya berasal dari insiatif

pemerintah daerah. Kelompok nelayan yang berdiri bersifat informal

dan berdasarkan penuturan informan bahwa terdapat empat kelompok

besar nelayan. Kelompok nelayan tersebut berdiri pada sekitar tahun

2003. Ketika itu nelayan dianjurkan untuk membuat kelompok-

122

Page 125: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

kelompok dan bertujuan agar memudahkan di dalam masalah

pembinaan, penyuluhan dan penyaluran bantuan.

Mekanisme yang berjalan di kelompok nelayan adalah seorang

bandar ikan besar dengan beberapa orang bandar ikan keliling serta

ditambah dengan nelayan. Kelompok nelayan yang terbentuk lebih erat

kaitannya dengan pola hubungan patron-klien dengan berdasarkan

kepada kepentingan ekonomi dan sosial. Dari hasil wawancara yang

dilakukan, diperoleh informasi bahwa kelompok-kelompok nelayan

tersebut tidak memiliki aturan-aturan tertulis tentang operasionalisasi

kelembagaan (tidak terdapat AD/ART). Namun demikian pada

kelompok nelayan yang menamakan diri Himpunan Nelayan Perairan

Umum Jatiluhur (HIMPUJAT) telah memiliki sebuah koperasi nelayan

yang bernama Koperasi Nelayan Sawarga. Koperasi nelayan ini juga

berdiri pada tahun 2003 dan telah memiliki badan hukum. Sifat dari

koperasi ini adalah formal dengan unit usaha berupa simpan pinjam.

Anggotanya adalah seluruh anggota yang menjadi anggota kelompok

nelayan tersebut.

Tidak ada peranan kelembagaan yang ada di dalam hal meredakan

konflik yang terjadi diantara masyarakat nelayan. Hal ini disebabkan

karena berdasarkan penuturan seorang informan didapatkan bahwa

penyelesaian konflik yang terjadi umumnya dilakukan secara

musyawarah oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Jarang sekali

masyarakat yang terlibat konflik penangkapan meminta bantuan

penyelesaian kepada pihak ketiga. Selain itu karena keberadaan

kelompok ini masih baru maka belum begitu jelas peranannya di dalam

kehidupan keseharian nelayan. Namun demikian, kelompok nelayan

memiliki peran di dalam pengurusan permasalahan perizinan. Melalui

kelompok nelayan, pemerintah daerah mulai berusaha menertibkan

dengan cara bekerjasama di dalam pengurusan perizinan sebesar Rp

15.000,- per tahun. Selain itu, mulai tahun ini mereka mendapatkan

satu piece gill net setiap mengurus surat izin.

123

Page 126: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Dimensi Politik

Kepemimpinan yang ada di masyarakat berlandaskan kepada

faktor kepemilikan modal. Seperti telah disebutkan di atas bahwa

peran tokoh-tokoh agama tidak terlihat di dalam kehidupan keseharian.

Peran seorang bandar ikan besar sangat berperan dalam keseharian,

yang umumnya juga merupakan ketua kelompok nelayan. Karena sifat

kelompok nelayan ini adalah informal, maka tidaklah terlalu terlihat

sesuatu yang dianggap menjadi visi dari ketua kelompok. Dari hasil

wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa persepsi para anggota

terhadap ketuanya adalah ketua kelompok haruslah berpihak kepada

permasalahan yang mereka hadapi, seperti permasalahan modal.

Seorang ketua kelompok haruslah bisa memberikan jaminan

keberlangsungan usaha kepada anggotanya. Hal ini terjadi karena

kelompok nelayan yang ada walaupun hasil bentukan pemerintah

namun memiliki struktur patron-klien.

Berdasarkan hasil wawancara, maka sifat berkorban untuk

kepentingan orang banyak atau yang dikenal sebagai altruisme

merupakan suatu hal yang dianggap mutlak ada pada diri seorang ketua

kelompok. Seperti halnya yang dilakukan oleh ketua kelompok nelayan

HIMPUJAT yang harus berkorban secara materi untuk melunasi

hutang-hutang kepada pemerintah terkait dengan pengurusan surat

izin penangkapan. Selain itu, informan menganggap bahwa seorang

ketua kelompok setidaknya dapat diterima dan didengar oleh

anggotanya. Hal ini menandakan bahwa perlunya seorang pemimpin

memiliki kemampuan berkomunikasi. Berdasarkan pengakuan anggota

kelompok nelayan tersebut, maka secara umum mereka mengakui

kepemimpinan ketua kelompoknya karena memiliki kemampuan

manajerial dan permodalan.

Ketua kelompok nelayan yang juga berprofesi sebagai seorang

bandar ikan besar membina anggotanya dengan cara tidak membeli

124

Page 127: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

hasil tangkapan yang berupa ikan-ikan kecil (benih ikan). Hal ini

ditujukan untuk membina atau menginspirasikan anggota agar tidak

menggunakan mata jaring yang berukuran kurang dari 3,5 inchi. Selain

itu, perihal pemberian satu piece gill net kepada anggota yang mengurus

surat izin penangkapan juga ditujukan agar seluruh anggota kelompok

memiliki surat izin tersebut. Terkait dengan pengambilan keputusan,

dari hasil wawancara terhadap ketua kelompok nelayan mengaku

melakukannya secara bermusyawarah. Walaupun kemudian

pengambilan keputusan dilakukan oleh beberapa orang, tetapi hal

tersebut diketahui oleh seluruh anggota. Terkait dengan permasalahan

anggaran, ketua kelompok secara terus terang mengakui belum

melakukan pelaporan kepada anggota secara terbuka. Hal ini

disebabkan karena masih sederhananya organisasi yang dipimpinnya.

Namun jika ada anggota kelompok yang menanyakan tentang

permasalahan keuangan, maka dengan cepat dia akan memberikan

catatan keuangannya. Dari uraian tersebut maka prinsip-prinsip

rasionalitas, transparansi dan akuntabilitas sudah dilakukan walaupun

hanya dalam batas-batas tertentu saja.

5.4. Musi Banyuasin, Sumatera Selatan

Pemukiman yang bersifat menetap pada masyarakat nelayan di

Sumatera Selatan secara umum terpusat pada masing-masing lokasi

desa dengan ciri didominasi oleh etnis lokal. Di lain pihak masing-

masing keluarga nelayan juga mempunyai tempat tinggal sementara

pada wilayah perairan dimana mereka melaksanakan penangkapan ikan.

Pada dua desa contoh yaitu Desa Kayu Ara dan Desa Danau Cala,

Kabupaten Musi Banyuasin, sebagian besar masyartakat nelayan

berprofesi sebagai nelayan penangkap ikan yang melaksanakan

penangkapan ikan di perairan rawa banjiran (lebak lebung). Sementara

125

Page 128: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

profesi sebagai pedagang pengumpul ikan lebih banyak dilakukan oleh

para pemilik modal yang mendapatkan hak penangkapan ikan. Lokasi

desa terletak kurang lebih 120 km dari kota Palembang dengan lama

waktu tempuh sekitar 120-130 menit.

Dimensi Pengetahuan Lokal

Pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan

di perairan pedalaman di wilayah Sumatera Selatan terutama diatur

melalui peraturan daerah (perda) tingkat kabupaten. Dalam perda

tersebut diatur terutama pada sumberdaya perikanan yang terdapat

pada perairan pedalaman berupa perairan sungai dan rawa banjiran

(lebak lebung) di kiri kanan sungai tersebut. Berdasarkan hasil

wawancara dengan nelayan diketahui bahwa persepsi masyarakat

terhadap konsepsi hak kepemilikan dalam pengaturan pengelolaan dan

pemanfaatan sumberdaya perikanan di perairan pedalaman pada

prinsipnya mereka menyatakan bahwa sumberdaya perikanan adalah

anugrah Tuhan Yang Maha Kuasa yang pengaturannya dilakukan oleh

pemerintah setempat.

Sistem pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang

berlaku tidak bersifat open access, melainkan ada property right system,

baik menyangkut fishing ground, pengaturan alat tangkap, musim

penangkapan atau fishing right lainnya. Hak kepemilikan terhadap

sumberdaya perikanan yang berada di perairan pedalaman tersebut

dapat diperoleh seseorang atau anggota masyarakat setempat melalui

proses ”lelang” yang diadakan oleh pemerintah setempat.

Mekanisme pengelolaan dilakukan melalui lelang umum yang

dihadiri oleh masyarakat nelayan dan pelelangan dilaksanakan oleh

panitia lelang yang dibentuk oleh pemerintah setempat. Lelang

dilakukan dengan mekanisme harga naik-naik dengan harga pertama

ditetapkan oleh panitia lelang (sebagai harga standar). Mekanisme

126

Page 129: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

pemanfaatan baik menyangkut fishing ground, pengaturan alat tangkap,

musim penangkapan atau fishing right lainnya pada perairan yang

dimenangkan oleh seseorang diatur oleh pemenang lelang tersebut.

Pemenang lelang memiliki hak penuh dalam mengatur siapa saja yang

berhak melaksanakan kegiatan penangkapan ikan, menggunakan alat

tangkap apa saja, kapan saja dan lokasi dimana saja seseorang nelayan

lainnya dapat melaksanakan kegiatan penangkapan ikan. Dalam hal

pemanfaatan, suatu hal yang biasa terjadi pada perairan pedalaman yang

dilelangkan dimanfaatkan sepanjang tahun meskipun menggunakan

teknologi yang sederhana (Gambar 8). Teknologi penangkapan ikan

yang dilaksanakan secara sederhana tersebut telah memperhatikan

hal-hal yang berhubungan dengan tingkah laku ikan dan penangkapan

dilakukan dengan berbagai jenis dan tipe alat tangkap.

Konsepsi upaya konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan

dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan perairan pedalaman

termasuk dalam peraturan daerah yang mengatur lelang lebak lebung.

Dalam pengaturan tersebut misalnya terdapat pelarangan penggunaan

hempang dengan jarak antar bilah bambu lebih kecil dari 1 cm. Begitu

pula dengan pelarangan penggunaan mata jaring yang lebih kecil dari 1

cm. Tambahan pula, penetapan kawasan reservat (daerah perlindungan)

127

Gambar 8. Contoh sarana penangkapan ikan di perairan umum sungai dan rawa di Sumatera Selatan.

Page 130: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

perikanan yang berfungsi sebagai daerah yang terlarang sama sekali

dalam melaksanakan kegiatan penangkapan ikan.

Mekanisme penerapan upaya konservasi sumberdaya kelautan dan

perikanan yang telah ada antara lain dengan menetapkan suatu perairan

sebagai suatu perairan konservasi melalui suatu surat keputusan bupati.

Selanjutnya keputusan bupati tersebut disampaikan kepada dinas

perikanan dan kelautan setempat untuk selanjutnya dilakukan tindak

lanjut baik berupa upaya pengawasan dan atau upaya pemeliharaannya.

Mekanisme penegakan peraturan tentang pemanfaatan,

pengelolaan dan konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan

dilakukan dengan cara menetapkan batas-batas perairan yang berfungsi

sebagai reservat, menetapkan penjaga dan pembuatan rumah jaga di

perairan reservat. Namun demikian, hingga sejauh ini belum ada

ditemukan pelanggaran penangkapan ikan di wilayah konservasi.

Bentuk sanksi atas pelanggaran pengaturan pemanfaatan, pengelolaan

dan konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan berupa peringatan,

perampasan terhadap alat tangkap yang digunakan dan denda sesuai

dengan pengaturan yang disepakati antara pemilik perairan dan

penyewa. Disamping itu, juga dilakukan pengawasan dan larangan

melaksanakan penangkapan ikan menggunakan bahan dan alat yang

dapat merusak sumberdaya perikanan seperti penggunaan arus listrik,

penggunaan tuba dan racun. Mekanisme dan bentuk sanksi atas

pelanggaran pengaturan sumberdaya kelautan dan perikanan tersebut

tampaknya belum efektif dalam pelaksanaannya di lapangan. Hal ini

terlihat dengan banyaknya penggunaan alat tangkap baik hempang

maupun jaring dengan mata jaring lebih kecil dari 1 cm.

Dimensi Sistem Religi

Sebagian besar masyarakat nelayan di dua desa ini menganut agama

Islam, yang juga berfungsi sebagai dasar dalam menjalani kehidupan.

128

Page 131: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Belum ditemui adanya suatu aliran kepercayaan tertentu yang dianut

masyarakat tersebut. Agama Islam tersebut digunakan masyarakat tidak

saja terbatas untuk hubungan antara manusia dan pencipta-Nya tetapi

juga termasuk hubungan antar manusia.

Terdapat kepercayaan-kepercayaan (berdasarkan agama dan aliran

kepercayaan yang dianut) dalam hal-hal tertentu yang berhubungan

dengan kegiatan ekonomi sektor kelautan dan perikanan yaitu berupa

kepercayaan bahwa ikan yang ada di sungai atau perairan tidak akan

habis karena ikan tersebut merupakan anugrah Tuhan. Terkait dengan

perairan atau sungai sebagai tempat mencari nafkah atau penghidupan

khususnya nelayan maka rasa syukur terhadap sang pencipta

disimbolkan oleh kegiatan berdoa sebelum melaksanakan panen ikan.

Hal ini dilakukan misalnya pada saat melaksanakan panen ikan pada

kegiatan penangkapan ikan menggunakan hempang bambu, tetapi tanpa

adanya sesajian yang dibuang ke perairan atau disediakan di perairan.

Artinya, belum ditemukan adanya kepercayaan tertentu dalam

hubungannya dengan kegiatan ekonomi masyarakat dalam pengelolaan

dan pemanfaatan sumberdaya perikanan.

Dalam pengambilan keputusan pada kegiatan sosial politik

masyarakat tidak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh agama dan atau aliran

kepercayaan tertentu yang terdapat dalam masyarakat yang

bersangkutan. Hal ini dapat dilihat dari tokoh-tokoh yang diakui

masyarakat tidak merupakan pemuka agama setempat. Oleh karena itu

belum terdapat penggunaan konsepsi atau paham agama atau aliran

kepercayaan tertentu dalam mendukung atau menolak suatu program

pembangunan yang disampaikan oleh pemerintah setempat.

Dimensi Ekonomi

Sebagian besar produksi perikanan di desa contoh ditujukan untuk

dijual, hanya sedikit saja yang digunakan untuk dikonsumsi atau

129

Page 132: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

diberikan kepada keluarga dan atau kerabat. Produksi tersebut baik

yang berupa ikan segar hasil tangkapan maupun ikan olahan (ikan asap

dan ikan asin). Berdasarkan saluran pemasarannya, hasil tangkapan

nelayan perairan umum sebagian besar dijual kepada pedagang yang

sekaligus merupakan pemilik perairan (pemenang lelang). Beberapa

alasan terjadinya mekanisme penjualan seperti ini antara lain adalah

adanya keterikatan dalam perjanjian awal pada saat akan melaksanakan

penangkapan ikan. Artinya nelayan menjual ikan hasil tangkapannya

harus kepada pedagang tersebut karena keterikatan hutang (sewa

perairan diperhitungkan dari sebagian nilai ikan hasil tangkapan).

Dalam hal ini dapat dikatakan terjadi pola hubungan patron-klien,

meskipun harga ikan ditentukan atas kesepakatan yang berlaku di

pasaran.

Adanya pola patron-klien dalam hal ini menyebabkan hanya

sebagian kecil masyarakat nelayan yang mampu memanfaatkan dan

mengubah (merekayasa) hasil temuan baru dari luar maupun dalam

yang berimplikasi terhadap perbaikan kinerja usaha perikanan

setempat. Dapat dilihat pada peralatan penangkapan ikan yang

digunakan oleh masyarakat nelayan telah mempertimbangkan tingkah

laku ikan meskipun alat tangkap yang digunakan sederhana dan

tradisional. Keterampilan fungsional yang dimiliki oleh masyarakat

nelayan dapat dikelompokkan berdasarkan mata pencaharian. Mata

pencaharian yang terkait dalam hal ini adalah nelayan, petani kebun dan

pembuat alat tangkap perikanan.

Keberadaan kemampuan masyarakat nelayan dalam membangun

kerjasama secara nyata untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu yang

memerlukan tenaga kerja lebih dari satu orang dalam proses produksi

dapat dilihat dari kegiatan gotong royong di dalam melaksanakan

penangkapan ikan menggunakan drive and push net (ngesar sungai). Hal

ini dikarenakan kegiatan ekonomi sangat didominasi oleh perikanan

130

Page 133: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

tangkap yang menggunakan alat tangkap tradisional yang sederhana

tetapi dapat menangkap ikan dengan produktivitas yang tinggi.

Menyimak kehidupan sosial budaya di desa contoh, dapat dikatakan

gotong royong yang ada di dalam proses produksi tidak lagi bersifat

bantu membantu atau sosial. Tenaga kerja yang diperlukan dalam

pelaksanaan penangkapan ikan menggunakan alat tangkap apapun

sudah merupakan tenaga upahan meskipun ada hubungan kekerabatan.

Kerabat dalam hal ini hanya berfungsi sebagai sarana menjadi pelaksana

kegiatan penangkapan ikan pada perairan yang dimiliki seseorang.

Gotong royong yang bersifat sosial hanya terjadi pada saat ada anggota

masyarakat yang tertimpa musibah misalnya kematian.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa ada upaya nelayan

dalam melakukan investasi pada usaha penangkapan ikan sesuai dengan

keahlian yang dimilikinya. Hal ini tercermin dari adanya simpanan

nelayan yang berupa ikan olahan (ikan asin atau ikan asap). Untuk

masyarakat nelayan (penangkapan) mereka akan menambah jumlah alat

tangkap (terutama menggunakan hempang bambu). Lebih lanjut

fenomena yang terjadi saat ini adalah keinginan para pelaksana

penangkapan ikan untuk memenuhi pembayaran sewa perairan dan

biaya pengadaan sarana dan prasarana penangkapan ikan. Perilaku ini

muncul karena tidak adanya posisi tawar dari nelayan terhadap harga

jual yang ditentukan oleh pedagang yang membeli ikan mereka.

Fenomena ini juga dapat menjelaskan bahwa tidak ada faktor di luar

ekonomi yang berpengaruh terhadap terjadinya transaksi.

Ketersediaan mata pencaharian alternatif dapat dikatakan sangat

terbatas yaitu hanya berupa lahan sawah dan kebun yang memerlukan

modal untuk mendapatkannya. Tambahan pula, bagi masyarakat nelayan

penangkapan hal ini selain karena rendahnya tingkat pendidikan dan

keterampilan mereka. Sementara itu kemauan yang tinggi, meskipun

belum dikatakan mata pencaharian alternatif, lebih dapat ditemukan

131

Page 134: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

pada masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang ikan. Sebagai

contoh pedagang ikan tidak hanya membeli ikan pada perairan yang

dikuasainya tetapi juga pada perairan dan nelayan lainnya dengan cara

memperluas jaringan pelayanan mereka baik dalam pengadaan modal

dan ataupun kebutuhan masyarakat nelayan sehari-hari.

Di desa contoh telah pula terjadi spesialisasi pekerjaan di sektor

kelautan dan perikanan, baik dalam perikanan tangkap maupun non

perikanan. Dalam masyarakat desa tersebut dapat diketahui adanya

kelompok masyarakat nelayan penangkap, pekebun dan petani sawah

serta pedagang ikan. Namun demikian belum dapat ditelusuri adanya

suatu hubungan yang bersifat positif antar kelompok tersebut.

Hubungan yang positif dapat terjadi manakala keberadaan kelompok-

kelompok itu menjadikan saling ketergantungan yang seimbang dan

menjamin keberlanjutan usaha perikanan di daerah tersebut.

Jaringan Kerjasama Kolektif (JKK) akan terwujud apabila terjalin

hubungan yang memberi jaminan subsistensi (kehidupan) terhadap

buruh atau nelayan yang paling bawah. Di desa contoh, JKK ini lebih

terlihat dalam wujud sistem kekerabatan. Sistem kekerabatan dalam hal

ini adalah kepercayaan dari pemenang lelang perairan terhadap sanak

saudaranya untuk melaksanakan kegiatan penangkapan ikan pada

perairan miliknya. Sistem kekerabatan yang berlaku tidak hanya pada

keluarga inti namun melingkupi keluarga besar (keluarga suami dan

keluarga istri serta anak dan cucu). Namun demikian pembagian insentif

berlaku selalu akan menggambarkan sebaran kontribusi dari masing-

masing pelaku kegiatan ekonomi sektor kelautan dan perikanan. Hal ini

tercermin dari bagi hasil yang diterapkan tidak terjadi perbedaan antara

yang kerabat dengan non-kerabat dalam suatu kegiatan penangkapan

yang sifatnya berkelompok (membutuhkan tenaga lebih dari satu

orang).

132

Page 135: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Kemampuan masyarakat nelayan dalam memahami akan

pentingnya melakukan pekerjaan secara terencana, logis dan terukur

dapat dilihat dari rutinitas kegiatan atau pekerjaan sehari-hari. Hal ini

tergambar secara nyata dalam perencanaan pembangunan alat tangkap

(berupa corong, filtering device), mulai dari penentuan lokasi, waktu

pembuatan dan ukuran dan bahan-bahan (jenis kayu dan bambu) yang

digunakan. Hal ini misalnya tergambar dari adanya pendapat nelayan

yang mengemukakan bahwa lokasi yang dipilih umumnya harus tepat

dalam arti memiliki produktivitas tinggi, relatif aman dari gelombang

sehingga alat tangkap yang dipasang dapat bertahan lebih lama karena

pembuatan dan perancangannya yang benar.

Dimensi Kelembagaan

Lembaga yang terbentuk dalam masyarakat nelayan di desa contoh

saat ini hanya berupa kelompok-kelompok informal yang terdiri dari

kelompok nelayan pelaksana penangkapan ikan. Terbentuknya

kelompok-kelompok ini dikarenakan oleh hubungan kekerabatan

sebagaimana diuraikan diatas. Lembaga-lembaga informal tersebut

berfungsi di dalam meredakan dan atau menyelesaikan konflik yang

terjadi dalam masyarakat nelayan melalui tokoh-tokohnya.

Penguasaan pemerintahan desa tidak banyak berpengaruh

terhadap kehidupan masyarakat desa tersebut. Dalam hal ini, terdapat

kebersamaan masyarakat melalui lembaga informal nelayan secara

sukarela untuk mencapai win-win solution melalui tokoh-tokohnya. Oleh

karena itu, lembaga-lembaga yang ada masih bersifat pasif dalam

kaintannya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat nelayan.

Pemimpin atau beberapa anggota suatu lembaga sosial /

kemasyarakatan yang ditokohkan di desa contoh memiliki kemampuan

dalam pemecahan konflik yang terjadi di masyarakat dan menggalang

kebersamaan secara sukarela untuk mencapai win-win solution. Hal ini

133

Page 136: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

antara lain karena Kepala Desa merupakan pilihan masyarakat

setempat. Pada umumnya masyarakat nelayan taat terhadap aturan-

aturan yang ditetapkan dan diberlakukan dalam kelompoknya. Hal ini

tergambar dari adanya ketaatan nelayan dalam transaksi ikan hasil

tangkapan mereka yang tertuju pada pedagang tertentu yang menjadi

bos-nya.

Keberadaan dan penerapan sanksi atas pelanggaran terhadap

norma-norma yang berlaku atau diterapkan didalam suatu lembaga

sosial/kemasyarakatan tidak saja hanya berupa sanksi moral tetapi juga

berupa denda jika terdapat kerusakan pada salah satu pihak yang

bertikai. Hal ini tampaknya berlaku efektif untuk mengurangi

pelanggaran-pelanggaran atas aturan-aturan yang diberlakukan.

Dimensi Politik

Hinggga saat ini diketahui bahwa secara umum pemimpin yang ada

di desa contoh tampaknya masih lebih cenderung berorientasi kepada

kepentingan kelompok masyarakat nelayan jika dibandingkan dengan

kepentingan masyarakat pedagang atau petani atau pekebun. Tidak

didapatkan informasi yang menyatakan bahwa adanya isu-isu negatif

yang berhubungan dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pimpinan di

kedua desa contoh tersebut. Ada beberapa informasi yang mengarah

kepada isu negatif yang muncul dari kelompok yang memiliki

kepentingan yang berseberangan dengan kelompok masyarakat

nelayan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa visi pimpinan yang ada

di desa tersebut sebagian besar telah dapat dipahami oleh sebagian

masyarakat terutama masyarakat nelayan. Disamping itu, sebagian

besar visi yang ada telah mencerminkan terpenuhinya aspirasi dan

kebutuhan masyarakat dalam visi yang dimiliki pimpinan tersebut.

Pimpinan yang ada umumnya telah memiliki kemampuan dalam

memahami dan menempatkan diri pada kondisi/persepsi pihak lain

134

Page 137: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

untuk mendapatkan manfaat bersama. Pimpinan juga, cukup mampu

berkorban untuk memperoleh kepercayaan masyarakat jika diperlukan

sehingga dapat digunakan untuk menggerakkan kemajuan ekonomi

masyarakat nelayan setempat secara lebih cepat dan terarah. Pimpinan

telah pula memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan

anggota masyarakat yang dipimpinnya. Pemimpin cukup memiliki

kemampuan memberi inspirasi dan mengarahkan anggota masyarakat

yang dipimpinnya di dalam kelompok masyarakat dimana ia berasal.

Anggota masyarakat setempat secara umum dapat memberikan

penilaian terhadap tokoh pemimpin (pimpinan) di lihat dari aspek

kejujuran, mengemban kepercayaan dan menerapkan prinsip keadilan

serta memiliki kematangan emosional. Meskipun belum sepenuhnya

terjadi transparansi di dalam pengambilan keputusan tetapi isu-isu

negatif hanya timbul pada sebagian kecil masyarakat, terutama dari

kelompok masyarakat yang bukan merupakan daerah asal pemimpin

tersebut. Tambahan pula bahwa faktor-faktor yang di nilai sebagian

besar telah cukup mencerminkan alur logika/pemikiran yg dapat di

terima secara kolektif oleh setiap kelompok masyarakat. Namun

demikian, masih terdapat beberapa kelemahan pada penerapan azas

rasionalitas dan akuntabilitas, tetapi keputusan yang telah diambil dapat

dikaji kembali dan diputuskan ulang sehingga diusahakan akan terjalin

kesamaan kepentingan antara pemegang kekuasaan dan masyarakat

secara luas.

135

Page 138: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Data kualitatif yang bersumber dari wawancara dan observasi

diolah dengan pernyataan-pernyataan deskriptif, sebagaimana

dikemukakan pada bagian 4 dan 5. Informasi seluruh kondisi sosial

budaya masyarakat nelayan diolah dan ditentukan ciri-ciri umumnya

berdasarkan pengelompokan perairan laut dan perairan pedalaman.

Ciri-ciri umum kondisi sosial budaya pada masyarakat nelayan dengan

tipologi ekosistem perairan laut disajikan dalam Tabel 7. Kemudian, ciri-

ciri umum untuk masyarakat nelayan perairan pedalaman dikemukakan

pada Tabel 8.

CIRI-CIRI UMUMVI.MASYARAKAT NELAYAN

No. Dimensi dan Faktor Atribut/VerifierKondisi Sosial Budaya Masyarakat Nelayan di

Perairan Laut

1.1. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan (SDKP)

Persepsi dan konsepsi terhadap sistem dan mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan SDKP

·Perairan di daerah ini bebas bagi siapapun untuk mengakses dan memanfaatkan. Persepsi ini muncul didorong atas pola hubungan manusia dengan Tuhan.

Sistem pengelolaan dan pemanfaatan

·

Tidak ada penetapan batas wilayah dan atau wilayah penangkapan

·

Tidak ada Hak kepemilikan·

Tidak ada pemegang wewenang dan pendistribusian hak kepemilikan

Mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan SDP

Open access

1.2.

Konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan

Persepsi dan konsepsi upaya konservasi

Tidak ada persepsi dan konsepsi upaya konservasi SDP.

Mekanisme upaya konservasi

Tidak ada upaya konservasi baik langsung maupun tidak langsung (seperti motif ekonomi)

Tabel 7. Ciri-ciri Umum Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Nelayan Perairan Laut.

137

Page 139: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Lanjutan Tabel 7

No.

Dimensi dan Faktor

Atribut/Verifier

Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Nelayan di

Perairan Laut

2.1.

Agama dan atau kepercayaan yang dianut

Agama dan atau kepercayaan yang dianut

Agama menjadi panduan dalam aktivitas keseharian

2.2

Hubungan antara agama dan atau kepercayaan dengan kegiatan ekonomi masyarakat

Pandangan dan kepercayaan tentang hubungan antara agama dan atau kepercayaan dengan kegiatan ekonomi masyarakat.

Prinsip agama tidak digunakan dalam kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat.

Simbolik hubungan antara agama dan atau kepercayaan dengan kegiatan ekonomi masyarakat.

Ada dengan melibatkan interaksi sesama manusia, karena sekedar ritual sifatnya menjadi sesuatu yang tidak kondusif.

2.3

Peranan agama dan atau kepercayaan dalam kegiatan sosial-politik masyarakat

Peranan tokoh-tokoh agama dan atau kepercayaan.

Kurang Berperan

3.1.

Tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya

Orientasi kegiatan produksi

Berorientasi pasar

Pandangan terhadap inovasi teknologi yang digunakan (termasuk pemahaman akan teknologi ramah lingkungan)

Ada keinginan berinovasi

Besar dan laju investasi dalam kegiatan produksi

Investasi kecil dan lamban

Diversifikasi MPA

Keinginan melakukan diversifikasi MPA rendah (terbatas pada sektor perikanan) namun peluang terbatas

3.2

Pembagian Peran dalam Kegiatan produksi

Spesialisasi pekerjaan

Pembagian peran sangat terbatas

Keterampilan fungsional yang dimiliki nelayan

Mayoritas tidak ada keterampilan fungsional Perbedaan keterampilan fungsional terlihat pada kelompok pengolah ikan

1.3. Penegakan peraturan (law

enforcement)Bentuk sanksi atas pelanggaran pengaturan.

Belum ada sanksi yang bersumber dari masyarakat

Mekanisme penegakan sanksi atas pelanggaran peraturan.

Tidak ada mekanisme yang berjalan di masyarakat

Efektivitas penegakan peraturan.

Tidak ada

138

Page 140: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Lanjutan Tabel 7

No.

Dimensi dan Faktor

Atribut/Verifier

Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Nelayan di

Perairan Laut

3.3.

Sistem Jaminan Sosial

Kemampuan kerjasama

Kerjasama hanya terjadi di luar aspek produksi

Interdependensi Tingkat ketergantungan intra (mis. juragan/bakul – nelayan) dan inter- kelompok (mis.nelayan dgn pengolah ikan) tinggi.

Struktur hubungan Struktur hubungan asimetris.

Sharing system Pendistribusian hasil tidak berimbang antara juragan/bakul – nelayan.

3.4. Tingkat konsumsi ikan Tingkat konsumsi ikan Tingkat konsumsi ikan tinggi.

4.1 Asal usul lembaga Proses pembentukan Masyarakat dengan berdasarkan kesukuan (kelompok nelayan) serta pemerintah (KUD).

Sifat lembaga Baik lembaga formal maupun non formal tidak berpengaruh.

4.2 Eksistensi lembaga

Batas kewenangan

Terbatas pada anggota

Aturan representasi

Tidak dapat mewakili dan memenuhi kebutuhan anggota

Aturan main dari lembaga

Ada aturan main yang jelas dan dipatuhi

4.3 Manajemen konflik

Conflict resolution

Tidak ada manajemen konflik.

5.1 Tuntutan dan Dukungan terhadap sistem politik

Penilaian kepemimpinan oleh masyarakat

Penilaian berdasarkan kemampuan yang dimiliki dan etnis serta diakui oleh anggota.

Dukungan terhadap kepemimpinan oleh masyarakat

Dukungan tinggi untuk (lembaga non formal), sedangkan untuk lembaga formal dukungan rendah, cenderung menentang.

5.2 Sistem Politik

Proses pengambilan keputusan / aturan representasi publik

Sangat sepihak, tidak mencerminkan representasi anggota.

5.3 Keputusan dan Kebijakan

Hubungan pemegang kekuasaan lokal dengan luar

Tidak selaras.

139

Page 141: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan SDP

Regulated fisheries Open access

1.2. Konservasi sumberdaya kelautan dan perikanan

Persepsi dan konsepsi upaya konservasi

Sebagian masyarakat memiliki persepsi dan konsepsi upaya konservasi SDP.

Tidak ada persepsi dan konsepsi upaya konservasi SDP.

Mekanisme upaya konservasi

Upaya konservasi yang diinisiasi dan dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat.

Upaya konservasi hanya merupakan dampak dari motif ekonomi

1.3. Penegakan peraturan (law enforcement)

Bentuk sanksi atas pelanggaran pengaturan.

Sanksi bersumber dari masyarakat berupa denda

Ada sanksi yang bersumber dari masyarakat berupa pelarangan beroperasi kembali

Mekanisme penegakan sanksi atas pelanggaran

peraturan.

Ada, diselesaikan secara musyawarah dengan hukum normatif

Ada, Penegakan dilakukan aparat pemerintah. Masyarakat hanya sebagai sumber informasi pelanggaran peraturan.

Efektivitas penegakan peraturan.

Ada, belum efektif untuk seluruh wilayah perairan

Ada dan berjalan efektif

2.1. Agama dan atau kepercayaan yang dianut

Agama dan atau kepercayaan yang dianut

Agama menjadi panduan dalam aktivitas keseharian, belum diterapkan sepenuhnya

Agama hanya terbatashubungan ibadah dengan Tuhan

2.2 Hubungan antara agama dan atau kepercayaan dengan kegiatan ekonomi masyarakat

Pandangan dan kepercayaan tentang hubungan antara agama dan atau kepercayaan dengan kegiatan ekonomi masyarakat.

Prinsip-prinsip agama digunakan juga dalam kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat, belum diterapkan sepenuhnya.

Prinsip agama tidak digunakan dalam kegiatan ekonomi antar anggota masyarakat.

Simbolik hubungan antara agama dan atau kepercayaan dengan kegiatan ekonomi masyarakat.

Ada dengan melibatkan interaksi sesama manusia, walaupun sekedar ritual.

Tidak ada melibatkan interaksi sesama manusia.

Tabel 8. Ciri-ciri Umum Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Nelayan Perairan Pedalaman.

Kondisi Sosial Budaya Berdasarkan Tipologi Ekosistem Daerah Penangkapan

No.Dimensi dan

FaktorAtribut/Verifier

Sungai-Rawa Waduk

1.1. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan (SDKP)

Persepsi dan konsepsi terhadap sistem dan mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan SDKP

Perairan di daerah ini tidak secara bebas untuk diakses oleh setiap orang. Persepsi ini muncul didorong oleh sifat ekosistem dan sifat teknologi yang digunakan.

Perairan di daerah ini bebas bagi siapapun untuk mengakses dan memanfaatkan. Persepsi ini muncul didorong atas pola hubungan sesama manusia.

Sistem pengelolaandan pemanfaatan

·Ada penetapan wilayah penangkapan

·

Hak kepemilikan berdasarkan interval waktu tertentu

·

Pemegang wewenang dan pendistribusian hak berada ditangan pemerintah daerah

·Tidak ada penetapan batas wilayah dan atau wilayah penangkapan

·

Hak kepemilikan berada di tangan pemerintah melalui badan atau institusi atau otorita pengelola waduk.

·

Tidak ada pemegang wewenang dan pendistribusian hak kepemilikan.

140

Page 142: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Besar dan laju investasi dalam kegiatan produksi

Investasi kecil dan lamban Investasi kecil dan lamban

Diversifikasi MPA Keinginan melakukan diversifikasi MPA tinggi namun peluang terbatas

Keinginan melakukan diversifikasi MPA rendah walau peluang terbuka.

2.3 Peranan agama dan atau kepercayaan dalam kegiatan sosial-politik masyarakat

Peranan tokoh-tokoh agama dan atau kepercayaan.

Kurang berperan Tidak berperan

3.1. Tingkat ketergantungan terhadap sumberdaya

Orientasi kegiatan produksi

Berorientasi pada pasar

Berorientasi pasar

Pandangan terhadap inovasi teknologi yang digunakan (termasuk pemahaman akan teknologi ramah lingkungan)

Tidak ada keinginan berinovasi

Tidak ada keinginan berinovasi

3.2 Pembagian Peran dalam Kegiatan produksi

Spesialisasi pekerjaan

Ada pembagian peran dalam kegiatan produksi.

Tidak ada pembagian peran

Keterampilan fungsional yang dimiliki nelayan

Mayoritas ada keterampilan fungsional pada setiap nelayan.Perbedaan keterampilan fungsional berdasarkan jenis pekerjaan yang dilakukan (nelayan, petani, pembuat alat tangkap, peladang dan penebang kayu).

Tidak ada keterampilan fungsional

3.3. Sistem Jaminan Sosial

Kemampuan kerjasama

Kerjasama terjadi di hampir seluruh aspek

Kerjasama lebih banyak terjadi di luar aspek produksi

Interdependensi

Interdependensi tinggi yang disebabkan faktor kekerabatan.

Interdependensi (tingkat ketergantungan) tinggi antara bandar ikan besar, bandar ikan keliling dan nelayan.

Struktur hubungan

Struktur hubungan bersifat simetris.

Struktur hubungan asimetris.

Sharing system

Pendistribusian hasil berimbang.

Pendistribusian hasil tidak berimbang antara bandar ikan dengan nelayan.

3.4. Tingkat konsumsi ikan

Tingkat konsumsi ikan

Tingkat konsumsi ikan tinggi.

Tingkat konsumsi ikan sedang.

4.1 Asal usul lembaga

Proses pembentukan

Bentukan masyarakat berdasarkan hubungan kekerabatan dan pengaruh agama.

Bentukan pemerintah dari lembaga yang sudah ada hasil inisiatif masyarakat.

Sifat lembaga

Informal

Lembaga non formal lebih berpengaruh dibanding lembaga formal.

Lanjutan Tabel 8

Kondisi Sosial Budaya Berdasarkan Tipologi Ekosistem Daerah Penangkapan

No.Dimensi dan

FaktorAtribut/Verifier

Sungai-Rawa Waduk

141

Page 143: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Lanjutan Tabel 8

Kondisi Sosial Budaya Berdasarkan Tipologi Ekosistem Daerah Penangkapan

No.Dimensi dan

FaktorAtribut/Verifier

Sungai-Rawa Waduk

4.2 Eksistensi lembaga Batas kewenangan Terbatas pada anggota kelompok tersebut

Terba tas pada anggota kelompok nelayan dan KUD terdaftar

Aturan representasi Belum mewakili keseluruhan kepentingan anggota

Belum mewakili keseluruhan kepentingan anggota

Aturan main dari lembaga

Ada aturan main yang jelas dan dipatuhi

Ada aturan main untuk KUD dan Kelompok Nelayan

4.3 Manajemen konflik

Conflict resolution

Manajemen konflik berjalan untuk seluruh masyarakat. Inisiatif dari pemerintah dan masyarakat.

Manajemen konflik berjalan untuk seluruh masyarakat. Inisiatif dari masyarakat.

5.1 Tuntutan dan Dukungan terhadap sistem politik

Penilaian kepemimpinan oleh masyarakat

Penilaian berdasarkan

kemampuan dalam mewakili aspirasi anggotanya.

Penilaian berdasarkan kemampuan yang dimiliki dan diakui oleh anggota.

Dukungan terhadap kepemimpinan oleh masyarakat

Dukungan oleh anggota tinggi.

Dukungan oleh anggota tinggi.

5.2 Sistem Politik

Proses pengambilan keputusan / aturan representasi publik

Belum merepresentasikan keseluruhan anggota.

Belum merepresentasikan keseluruhan anggota.

5.3 Keputusan dan Kebijakan

Hubungan pemegang kekuasaan lokal dengan luar

Belum berjalan selaras. Cukup baik dan terjadi komunikasi efektif dan berlanjut antara kelompok dengan pemerintah.

Berdasarkan uraian tentang pandangan atas berbagai hal serta

kehidupan masyarakat di dimensi-dimensi yang dianalisis, maka dapat

disimpulkan bahwa pada beberapa dimensi atau kondisi sosial budaya

yang dikaitkan dengan upaya pemberdayaan masyarakat nelayan,

tampaknya masih memiliki ciri-ciri umum masyarakat pedesaan.

Namun demikian, sebagian kondisi sosial budaya juga telah terjadi

proses transisi dari masyarakat yang berkarakter masyarakat pedesaan

menjadi masyarakat dengan karakter masyarakat urban (perkotaan).

Karakter masyarakat pedesaan di antaranya adalah tingkat konflik dan

persaingan yang tinggi, kegiatan bekerja merupakan syarat penting

untuk dapat bertahan hidup, masih kentalnya sistem tolong menolong

dan jiwa gotong-royong serta masih berjalannya sistem musyawarah

yang diteladani oleh tokoh-tokoh masyarakat. Sebaliknya, masyarakat

142

Page 144: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

perkotaan pada umumnya tidak lagi memiliki karakter masyarakat

pedesaan sebagaimana yang dimaksud.

Sebagai contoh, misalnya, pada dimensi ekonomi, kehidupan

masyarakat nelayan di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya masih

sangat dicirikan oleh aktivitas ekonomi dengan teknologi (alat tangkap)

sederhana dan minimnya ketersediaan mata pencaharian alternatif.

Disamping itu, kelembagaan ekonomi dan aturan-aturan ekonomi yang

mampu dipahami juga belum dijalankan dan cenderung belum

mengarah pada efisiensi kegiatan ekonomi (penangkapan ikan) serta

pemerataan distribusi hasilnya.

Masih kuatnya ikatan patron-klien dan belum menyentuhnya

saluran atau lembaga keuangan formal merupakan penyebab utama

bentuk kehidupan ekonomi masyarakat nelayan pada saat ini. Lebih

lanjut, tidak ditemukannya ikatan patron-klien di beberapa masyarakat,

lebih mencirikan masyarakat bersangkutan masih belum mencapai

tingkat budaya industri yang kuat atau bahkan belum memiliki budaya

industri. Dengan demikian karakter masyarakat pedesaan dalam hal ini

masih sangat kental sebagai ciri sosial budaya masyarakat nelayan.

Hasil penggalian kondisi ekonomi dari segi gotong-royong dan

kekayaan juga mendapatkan suatu ciri umum masyarakat nelayan yang

diteliti. Dari sisi pandangan dan kebiasaan melakukan kegiatan gotong

royong, tampak bahwa masyarakat nelayan sedang mengalami transisi

dari masyarakat pedesaan menuju masyarakat urban. Pandangan

tentang kekayaan menunjukkan ciri umum masyarakat pedesaan di

Indonesia, bahwa orang yang bisa bekerja keras dan akhirnya berhasil

seminimal mungkin mendapat bantuan dari orang lain sangat dinilai

tinggi dalam masyarakat (Koentjaraningrat, 1994).

Kemudian, juga kajian atas dimensi politik, mendapatkan bahwa

penanganan konflik yang telah melibatkan pihak luar juga merupakan

ciri dari suatu masyarakat yang sedang mengalami transisi sosial budaya.

143

Page 145: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Masuknya pihak luar ke dalam penyelesaian konflik dan terkadang

menentukan kehidupan masyarakat secara umum menunjukkan ciri

lemahnya akses dan kepedulian masyarakat nelayan terhadap upaya

mendapatkan ”kekuasaan” dalam mengelola kehidupannya sendiri.

Kondisi ini juga menunjukkan tidak adanya kekuatan atau tokoh-tokoh

yang sanggup mengarahkan masyarakat untuk berdaya serta di sisi lain

juga mendukung kecenderungan telah lemahnya sistem gotong royong

pada saat ini di masyarakat nelayan.

144

Page 146: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Kondisi sosial budaya merupakan syarat yang perlu diketahui

dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Kondisi sosial budaya yang

dikembangkan didasarkan unsur-unsur kebudayaan yang dikaitkan

dengan makna pemberdayaan masyarakat. Setiap unsur kebudayaan

tersebut mengandung wujud kebudayaan, baik berupa nilai-nilai budaya,

sistem budaya, maupun sistem sosial. Keberdayaan masyarakat terletak

pada proses pengambilan keputusan sendiri untuk mengembangkan

pilihan-pilihan adaptasi terhadap perubahan lingkungan ekologis dan

sosial.

Berdasarkan konsep kebudayaan dan makna yang terkandung

dalam pemberdayaan masyarakat, maka ditetapkan lima dimensi

kehidupan sosial budaya masyarakat nelayan. Kelima dimensi tersebut

adalah dimensi pengetahuan lokal, sistem religi, ekonomi, kelembagaan

dan politik. Pada setiap dimensi terdiri atas faktor-faktor yang dikaji

terkait dengan upaya pemberdayaan masyarakat nelayan dalam rangka

pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan (SDKP).

Dimensi pengetahuan lokal merupakan pengkajian terhadap tiga

faktor, yaitu pemanfaatan dan pengelolaan SDKP, konservasi SDKP

serta penegakan peraturan (law enforcement). Dimensi sistem religi

memiliki tiga faktor penjelas, yaitu agama dan atau kepercayaan yang

dianut, hubungan antara agama dan atau kepercayaan dengan kegiatan

ekonomi masyarakat, peranan agama dan atau kepercayaan dalam

kegiatan sosial-politik masyarakat.

Dimensi ekonomi ini terdiri dari tiga faktor, yaitu tingkat

ketergantungan terhadap sumberdaya, pembagian peran dalam

kegiatan produksi, sistem jaminan sosial dan tingkat konsumsi ikan.

PENUTUPPENUTUPVII.

145

Page 147: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

Sementara dimensi kelembagaan dikaji berbagai lembaga sosial yang

terdapat dalam suatu masyarakat nelayan yang kajiannya mencakup

proses pembentukan serta aturan main, kewenangan dan aturan

representasi dalam setiap organisasi sosial yang teridentifikasi dan

teramati. Terakhir, pada dimensi politik dikaji mata rantai antara politik

dan masyarakat, antara struktur-struktur sosial dan struktur-struktur

politik dan antara tingkah laku sosial dan tingkah laku politik, yang

kesemuanya terkait dengan kebijaksanaan pembangunan.

Berdasarkan kelima dimensi tersebut, maka dapat terlihat apakah

masyarakat yang dikaji masih memiliki ciri-ciri umum masyarakat

pedesaan, atau sudah ke arah transisi atau berkarakter masyarakat kota

(urban). Dengan mengetahui ciri-ciri inilah kita dapat menentukan

bagaimana upaya pemberdayaan yang harus dilakukan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pada masyarakat nelayan perairan laut, selain

dimensi kelembagaan, program pemberdayaan dapat mengintegrasikan

dimensi ekonomi dan dimensi pengetahuan lokal.

Namun demikian, dalam pelaksanaan teknisnya terdapat dua

dimensi lainnya yang berlaku secara khusus sesuai dengan masing-

masing lokasi yaitu dimensi sistem religi dan dimensi politik. Perbedaan

ini mengandung pengertian bahwa perencanaan ataupun pelaksanaan

program pemberdayaan masyarakat yang terintegrasi tetap harus

mempertimbangkan kondisi sosial budaya yang ada di setiap lokasi,

khususnya terhadap dimensi sistem religi dan dimensi politik. Pada

masyarakat nelayan perairan pedalaman, selain kelembagaan,

pengintegrasian dimensi politik dan dimensi sistem religi juga dapat

dilakukan secara bersamaan di seluruh lokasi. Dimensi ekonomi dan

dimensi pengetahuan lokal secara khusus harus pula dimasukkan dalam

perencanaan dan pelaksanaan program pemberdayaan.

146

Page 148: SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT NELAYAN Konsep dan …sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/... · (Kepala Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan)

DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKAVIII.

Cernea, M.M. 1988. Sosiologi Untuk Proyek-Proyek Pembangunan. dalam M.M. Cernea (Ed). Mengutamakan Manusia Dalam Pembangunan; Variabel-Variabel Sosiologi di dalam Pembangunan Pedesaan. pp. 3-26. Publikasi Bank Dunia. Penerjemah; B.B.Teku. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan Untuk Kesejahteraan Rakyat. Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia, LISPI, Jakarta. 146 p.

Hikmat, R. H. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press. Bandung. Cetakan Pertama. 260 p.

Koentjaraningrat. 2003. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Bandung. 391p. Koentjaraningrat. 1994. Bunga Rampai Kebudayaan, Mentalitas dan Kebudayaan. PT

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 149 p.Kusnadi. 2000. Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Humaniora Utama

Press. Bandung. 244 p.Kusnadi. 2002. Konflik Sosial Nelayan: Kemiskinan dan Perebutan Sumberdaya

Perikanan. Penerbit LkiS. Yogyakarta. 190 p. Masinambouw, E.K.M (Ed.). 1997. Koentjaraningrat dan Antropologi di Indonesia.

Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 389 p.Nasution, Z, Sastrawidjaja, Hartono, T.T, Mursidin, Priyatna, F.N, Pranadji, T, Aji, G.B,

Koeshendrajana, S, Suherman, M. 2004. Riset Sosio-Antropologi dan Kelembagaan dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Kelautan dan Perikanan. Laporan Teknis. Bagian Proyek Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. BRKP. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta

Ridley, M and Low, B.S. 1993. Can Selfishness Save The Environnment?. The Atlantic Monthly.

Taryoto, A. 1999. Internalisasi Aspek-Aspek Sosial Budaya dalam Proses Industrialisasi Pertanian. dalam I.W.Rusastra dkk (Eds.). Dinamika Inovasi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Pertanian. Hal. 7575-582. Pusat Penelitian Sosek Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Wahyono, A., I.G.P. Antariksa, M. Imron, R. Indrawasih, dan Sudiyono. 2001. Pemberdayaan Masyarakat Nelayan. Penerbit Media Pressindo bekerjasama dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan Ford Foundation. Cetakan Pertama. Jakarta. 226 p.

Wiradi, Gunawan. 1997. Rekayasa Sosial Dalam Menghadapi Era Industrialisasi Pertanian. dalam T. Sudaryanto dkk (Penyunting). Prosiding Industrialisasi, Rekayasa Sosial dan Peranan Pemerintah Dalam Pembangunan Pertanian. Hal.63-70. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

147