sokletasi biji sawit

41
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia, khususnya industry kimia mengalami peningkatan yang cukup signifikan di tiap tahunnya. Kemajuan industri mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional disegala sektor guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya, dimana kekayaan tersebut harus dikelola dengan baik. Agar nantinya dapat bermanfaat bagi semua orang. Salah satu kekayaan alam Indonesia yang dapat memenuhi kebutuhan industri kimia Indonesia dan memiliki manfaat yang besar untuk kebutuhan manusia adalah hasil olahan kelapa sawit. Produksi kelapa sawit di Indonesia selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di Indonesia daerah yang menjadi tempat penanaman kelapa sawit adalah daerah Jawa Barat (Lebak dan Tanggerang), Lampung,Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh. (Ketaren,1986) Kadar minyak dalam inti kelapa sawit sekitar 47 – 52 persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.( Ketaren, 1986 ) Metoda ekstraksi yang digunakan dalam percobaan ini adalah solvent extraction, yaitu sokletasi. Metoda ini merupakan salah satu metoda pengambilan komponen minyak

Upload: arhie-sevenfoldism

Post on 29-Dec-2014

196 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

laporan praktikum kimia organik

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Perkembangan industri di Indonesia, khususnya industry kimia mengalami peningkatan yang cukup signifikan di tiap tahunnya. Kemajuan industri mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional disegala sektor guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya, dimana kekayaan tersebut harus dikelola dengan baik. Agar nantinya dapat bermanfaat bagi semua orang. Salah satu kekayaan alam Indonesia yang dapat memenuhi kebutuhan industri kimia Indonesia dan memiliki manfaat yang besar untuk kebutuhan manusia adalah hasil olahan kelapa sawit. Produksi kelapa sawit di Indonesia selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di Indonesia daerah yang menjadi tempat penanaman kelapa sawit adalah daerah Jawa Barat (Lebak dan Tanggerang), Lampung,Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh. (Ketaren,1986) Kadar minyak dalam inti kelapa sawit sekitar 47 52 persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.( Ketaren, 1986 ) Metoda ekstraksi yang digunakan dalam percobaan ini adalah solvent extraction, yaitu sokletasi. Metoda ini merupakan salah satu metoda pengambilan komponen minyak dalam sampel berupa inti kelapa sawit dengan menggunakan pelarut. Sokletasi dipilih menjadi metoda percobaan karena pelarut yang diperlukan disini relatif sedikit dan dapat direfluks sehingga bisa diambil kembali untuk kemudian dapat digunakan berulang ulang. Dengan dapat digunakannya lagi pelarut yang sama untuk percobaan berikutnya, maka metode sokletasi menjadi lebih murah dan efisien. Selain itu, metoda sokletasi juga merupakan

yang paling efektif untuk mengekstrak minyak karena dengan metoda ini hampir 99% minyak dalam sampel dapat diekstrak (Ketaren, 1986). Atas dasar itulah, maka pengambilan komponen minyak dilakukan dengan metoda solvent extraction, sokletasi. 1.2 Tujuan Praktikum Mempelajari dan mengamati proses isolasi suatu komponen dari suatu bahan alam dengan metode sokletasi. Menghitung rendemen.

BAB II LANDASAN TEORI2.1. Sejarah Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit ( Elaeis Guinensis Jack ), berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataanya tanaman kelapa sawit hidup subur diluar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini.

Gambar 2.1 Biji Kelapa Sawit Bagi Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak kelapa sawit. Kelapa sawit pertama kali di perkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat jenis bibit kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di kebun Raya Bogor.

Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1912. (Fauzi. 2004)

2.2. Klasifikasi Kelapa Sawit Kelapa sawit ( Elaeis Guinensis Jacq ) dalam klasifikasi botanis dapat diuraikan sebagai berikut: Divisi Kelas Ordo Family Sub-family Genus Spesies : Embryophyta Siphonagama : Angiospermae : Palmeles : Palmaceae : Palminae : Alaes : Alaeis Guinensis Jacq

Tanaman kelapa sawit tumbuh tegak lurus dan dapat mencapai ketinggian sampai 20 m. tanaman ini berumah satu atau Monoecious, yang artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat pada tandan bunga betina. Masing masing tandan terletak terpisah dan keluar dari ketiak pelepah. (Djoehana,1991) 2.3. Jenis jenis Kelapa Sawit Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, beberapa jenis kelapa sawit diantaranya Dura, Pisifera, Tenera, dan Macro Carya. 1. Dura - Tempurung tebal (2-8 mm) - Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung. - Daging buah relative tipis, yaitu 35-50 % terhadap buah - Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah - Dalam persilangan, dipakai sebagai pohon induk betina 2. Pisifera - Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hamper tidak ada - Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah dura - Daging biji sangat tipis

- tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan jenis lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan 3. Tenera - Hasil dari persilangan Dura dengan Pisifera - Tempurung tipis (0,5-4 mm) - Terdapat lingkaran serabut disekeliling tempurung - Daging buah sangat tebal (60-96 % dari buah) - Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relative lebih kecil 4. Marco Carya - tempur ung tebal sekitar (5 mm) - Daging buah sangat tipis (Risza , 1994) 2.4. Jenis-jenis Produk Kelapa Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak yang berasal dari daging buah karp) berwarna merah ,minyak ini dikenal sebagai minyak kelapa sawit kasar crude palm oil (CPO). Sedangkan minyak yang kedua berasal dari inti minyak % tidak berwarna, dikenal sebagai palm kernel oil (PKO). Keunggulan minyak sawit selain tersusun dari asam lemak tidak jenuh dan asam lemak jenuh, juga mengandung beta karoten atau pro-vitamin A yang sangat diperlukan dalam proses metabolisme dalam tubuh manusia dan sebagai antioksidan, dan pro-vitamin D (tokoferol dan tokotrienol), selain berperan dalam metabolisme dan untuk kesehatan. Produk kelapa sawit dapat dikelompokkan dalam: Bahan makanan (oleofood, oleoomakanan), Bahan nonmakanan (oleochemical, oleokimia), dan Bahan kosmetika dan farmasi (cosmetics & pharmacy). Minyak kelapa sawit dan minyak inti sawit yang digunakan sebagai bahan pangan diperoleh melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenasi. Pada umumnya CPO sebagian besar difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein (cair) dan fraksi stearin (padat).

Beberapa kandungan penting yang terdapat dalam minyak kelapa sawit dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel: 2.1. Analisis gizi minyak kelapa sawit (Anonim,2012) Zat makanan Kalori (kal) Air (g) Vitamin A (SI) Lemak (g) Minyak kelapa sawit 900 0 60.000 100

2.5. Inti Sawit Inti sawit merupakan hasil olahan dari biji sawit yang telah dipecah

menjadi cangkang dan inti, cangkang sawit digunakan sebagai bahan bakar ketel uap, arang, pengeras jalan dan lain-lain. Sedangkan inti sawit diolah kembali menjadi minyak inti sawit (Palm Kernel Oil). Proses pengolahan inti sawit menjadi minyak inti sawit tidak terlalu rumit bila dibandingkan dengan proses pengolahan buah sawit. Bentuk inti sawit bulat padat atau agak gepeng berwarna cokelat hitam. Inti sawit mengandung lemak,protein, serat dan air. Pada pemakaiannya lemak yang terkandung didalamnya disebut minyak inti sawit dan ampas atau bungkilnya yang kaya protein digunakan sebagai bahan makanan ternak. Kadar minyak dalam inti kering adalah 44 53%. (Mangoensoekardjo.S., 2003)Tabel 2.2. Komposisi Inti Sawit(Sumber : Ketaren, 1986)

Komponen Minyak Air Protein Selulosa Abu2.6. Minyak Kelapa Sawit

Jumlah 47 52 68 7,5 9,0 5 2

Salah satu dari beberapa tanaman golongan palma yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis Guinensis Jack). Minyak kelapa sawit dapat juga dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil). Beberapa faktor yang mempengaruhi mutu minyak kelapa sawit yang baik yaitu mempunyai kadar air kurang dari 0,1 % dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 % kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang 2% atau kurang), bilangan peroksida dibawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat). (Ketaren,1986) Table: 2.2. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (Sumber: Ketaren,1986)No 1 2 3 4 Asam lemak Asam kaplirat Asam kaproat Asam laurat Asam miristat Minyak Kelapa Sawit (%) 1,1 2,5 Minyak Inti Sawit (%) 3-4 3-7 46 52 14 17

2.7. Sifat Fisika dan Kimia Minyak Kelapa Sawit Sifat fisika-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik cair, titik didih (boiling point), titik pelunakan, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan, titik asap, dan titik nyala. Beberapa sifat fisiko-kimia dari kelapa sawit : Tabel 2.4. Nilai Sifat Fisik-Kimia Minyak Sawit (Sumber : Ketaren,1986) Sifat Bobot jenis pada suhu kamar Indeks bias D 40o C Bilangan Iod Bilangan penyabunan Minyak kelapa sawit 0,900 1,4565 1,4585 48 56 196 205 Minyak Inti Sawit 0,900 0,913 1,495 1,415 14 20 244 254

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak. Bau dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak

kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. Titik cair minyak sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda. (Ketaren,S. 1986)2.8.Pengolahan Kelapa Sawit Tahap tahap pengolahan TBS menjadi CPO adalah sebagai berikut: 1. Penimbangan Tandan buah segar (TBS) kelapa sawit dari lapangan diangkut ke pabrik dengan menggunakan truk, dan ditimbang diatas timbangan untuk mengetahui jumlah TBS yang diterima oleh pabrik, kemudian buah kelapa sawit dipindahkan ke loading ramp. 2. Penimbunan (Loading Ramp) Setelah truk buah kelapa sawit ditimbang, kemudian buah kelapa sawit dipindahkan ke loading ramp sebagi tempat penimbunan sementara. Pada kesempatan

2.9. Manfaat Kelapa Sawit dan Minyak Sawit Serta Produk Turunannya Kelapa sawit merupakan tanaman tropis penghasil minyak nabati yang hingga saat ini diakui paling produktif dan ekonomis dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya, misalnya kacang kedelai, kacang tanah, kelapa, bunga matahari, dan lain-lain. Kegunaan dari kelapa sawit tersebut adalah : Minyak kelapa sawit merupakan bahan baku untuk kebutuhan pangan (minyak goreng, margarin, vanaspati, lemak, dan lain-lain) tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non pangan (gliserin, sabun, deterjen, BBM, dan lainlain). Inti sawit yang menghasilkan minyak inti sawit digunakan sebagai bahan sabun, minyak goreng, kosmetik, dan sebagainya. Cangkang atau tempurungnya dapat digunakan sebagai bahan bakar/sumber energi. Tandan kosong untuk bahan bakar ketel uap, mulsa dan abu sebagai pupuk kalium. Ampas lumatan daging buah untuk bahan bakar ketel uap. (Hadi, M.M., 2004) Bagi industri kimia, CPO menjadi bahan dasar detergen, sabun, minyak, bahan fermentasi anggur, lapisan cat, minyak pelumas, lilin, bahan semir

furniture, bahan peledak, minyak bahan tekstil, hingga biodiesel yang dicanangkan akan menjadi sumber energi alternatif.(Hilditch, 1960) Minyak inti sawit (PKO) mempunyai produk turunan yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan CPO. Tiga produk turunan PKO yakni fatty acid, lauric acid, dan myristic acid. Selain tiga zat ini, yang biasa ditemui adalah margarin, pengganti mentega, lemak khusus, es krim, krim kopi, gula-gula, krim buatan, sabun, deterjen,sampo, dan kosmetik. Karena jumlahnya yang lebih sedikit maka minyak inti sawit lebih tinggi nilai jualnya dibandingkan dengan minyak kelapa sawit (Anonim,2010) 2.9. Ekstraksi Minyak Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnyabahan alami) tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis yang telah dibicarakan. Misalnya saja,karena komponennya saling bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas,beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang terlalu rendah. Dalam hal semacam. itu, seringkali ekstraksi adalah satu-satunya proses yang dapat digunakan atau yang mungkin paling ekonomis. Sebagai contoh pembuatan ester (essence) untuk bau-bauan dalam pembuatan sirup atau minyak wangi, pengambilan kafein dari daun teh, biji kopi atau biji coklat dan yang dapat dilihat sehari-hari ialah pelarutan komponenkomponen kopi dengan menggunakan air panas dari biji kopi yang telah dibakar atau digiling. Ekstraksi minyak atau lemak adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak.Adapun ekstraksi minyak atau lemak itu bermacam-macam,yaitu rendering (dry rendering dan wet rendering),mechanical expression dan solvent extraction. Klasifikasi Ekstraksi Ekstraksi minyak atau lemak itu bermacam-macam,yaitu: 1) Rendering (dry rendering dan wet rendering)

2) Mechanical expression 3) Solvent extraction 1.Rendering Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi.Pada semua cara rendering,penggunaan panas adalah sesuatu yang spesifik,yang bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung didalamnya. Menurut pengerjaannya rendering dibagi dengan dua cara,yaitu : a. Wet Rendering Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka atau tertutup dengan menggunakan temperature yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60 pound tekanan uap (40-60psi).Penggunaan temperatur rendah pada wet rendering dilakukan jika diinginkan flavor yang netral dari minyak atau lemak. Bahan yang akan diekstraksi ditempatkan pada ketel yang diperlengkapi dengan alat pangaduk, kemudian air ditambahkan dan campuran dipanaskan perlahan-lahan sampai suhu 50C sambil diaduk.Minyak yang terekstraksi akan naik keatas akan naik keatas dan kemudian dipisahkan.Proses wet rendering dengan menggunakan temperatur rendah kurang begitu popular,sedangkan proses wet rendering dengan mempergunakan temperature yang tinggi disertai dengan tekanan uap air,dipergunakan untuk menghasilkan minyak atau lemak dalam jumlah yang besar.Peralatan yang digunakan adalah autoclave atau digester.Air dan bahan yang akan diekstraksi dimasukan kedalam digester dengan tekanan uap air sekitar 40 sampai 60 pound selama 4-6 jam. b. Dry Rendering Dry rendering adalah proses rendering tanpa penambahan air selama proses berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan dilengkapi dengan steam jacket serta alat pengaduk (agitator).Bahan yang diperkirakan mengandung minyak atau lemak dimasukkan kedalam ketel tanpa penambahan

air.Bahan tadi dipanaskan sambil diaduk.Pemanasan dilakukan pada suhu 220F sampai 230F (105C-110C).Ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan diendapkan pada dasar ketel. Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan dari ampas yang telah mengendap dan pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel.

2.Pengepresan Mekanik (Mechanical Expression) Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak,terutama untuk bahan bahan yang berasal dari biji-bijian.Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi(3070%).Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya.Perlakuan pemasakan. pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih,perajangan dan penggilingan serta tempering atau Dua cara umum dalam pengepresan mekanis,yaitu: a. Pengepresan Hidraulik (Hydraulic Pressing) Pada cara hydraulic pressing,bahan di pres dengan tekanan sekitar 2000pound/inch2 (140,6 kg/cm = 136 atm).Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung pada lamanya pengepresan,tekanan yang dipergunakan,serta kandungan minyak dalam bahan asal.Sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil bervariasi antara 4 sampai 6 persen,tergantung dari lamanya bungkil ditekan dibawah tekanan hidraulik.

Gambar 2.2. Hydraulic Press (Sumber : Ketaren,1986)

Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses pemisahan minyak dengan cara pengepresan mekanis dapat dilihat pada gambar

Bahan yang mengandung minyak Minyak kasar

perajang an

penggiling an

pengepres an Ampas/bung kil

Pemasaka n/ pemanasa n

Gambar 2.3. Skema memperoleh minyak dengan pengepresan (Sumber : Ketaren,1986) b. Pengepresan Berulir (Expeller Pressing) Cara expeller pressing memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari proses pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlangsung pada temperature 240F (115,5C) dengan tekanan sekitar 15-20 ton/inch 2.Kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar sekitar 2,5-3,5 persen,sedangkan bungkil yang dihasilkan masih mengandung minyak antara 4-5 persen.

Gambar 2.4. Expeller Pressing ( Sumber : Ketaren, 1986 ) Cara lain dalam mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak adalah gabungan dari proses wet rendering dengan pengepresan secara mekanik atau dengan sentrifusi. 3.Ekstraksi Dengan Pelarut (Solvent extraction) Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah yaitu sekitar 1 persen atau lebih rendah,dan mutu minyak kasar yang dihasilkan cenderung menyerupai hasil dari expeller pressing,karena sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi.Pelarut minyak atau lemak yang biasa digunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum eter,gasoline carbon disulfide,karbon tetra klorida,benzene dan n-heksan.Perlu perhatikan bahwa jumlah pelarut menguap atau hilang tidak boleh lebih dari 5 persen. Bila lebih, maka seluruh sistem solvent extraction perlu diteliti lagi. Salah satu contoh solvent extraction ini adalah metode sokletasi. Ekstraksi yang dilakukan menggunakan metoda sokletasi, yakni sejennis ekstraksi dengan pelarut organik yang dilakukan secara berulang ulang dan menjaga jumlah pelarut relatif konstan dengan menggunakan alat soklet. Minyak nabati merupakan suatu senyawa trigliserida dengan rantai karbon jenuh maupun tidak jenuh. Minyak nabati umumnya larut dalam pelarut organik, seperti heksan dan benzen. Untuk mendapatkan minyak nabati dari bahagian tumbuhannya, dapat dilakukan dengan metoda sokletasi menggunakan pelarut yang sesuai.

Adapun prinsip sokletasi ini adalah penyaringan yang berulang ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersari. Metode sokletasi menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak melarutkan zat padat yang tidak diinginkan.Air Keluar Kondensor Air Keluar Soklet Thimble

Labu Didih

Mantel Pemanas

Gambar 2.5. Rangkaian Alat Sokletasi Metoda sokletasi seakan merupakan penggabungan antara metoda maserasi dan perkolasi. Jika pada metoda pemisahan minyak astiri ( distilasi uap ), tidak dapat digunakan dengan baik karena persentase senyawa yang akan digunakan atau yang akan diisolasi cukup kecil atau tidak didapatkan pelarut yang diinginkan untuk maserasi ataupun perkolasi ini, maka cara yang terbaik yang didapatkan untuk pemisahan ini adalah sokletasi. Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara pemanasan,sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontunyu akan membasahi sampel,secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali kedalam labu dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut. Pelarut yang telah membawa senyawa kimia pada labu distilasi yang diuapkan dengan rotary

evaporator sehingga pelarut tersebut dapat diangkat lagi bila suatu campuran organik berbentuk cair atau padat ditemui pada suatu zat padat, maka dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut yang diinginkan. Beberapa jenis pelarut organik akan disebutkan secara ringkas pada tabel dibawah ini Tabel 2.5. Pelarut Organik Nama Pelarut Heksana Benzena Toluena Dietil eter Kloroform Etil asetat Rumus Kimia CH3-CH2-CH2-CH2-CH2CH3 C6H6 C6H5-CH3 CH3CH2-O-CH2-CH3 CHCl3 CH3-C(=O)-O-CH2-CH3 Titik Didih 69 C 80 C 111 C 35 C 61 C 77 C Konstanta Massa Dielektrik 2.0 2.3 2.4 4.3 4.8 6.0 Jenis 0.655 g/ml 0.879 g/ml 0.867 g/ml 0.713 g/ml 1.498 g/ml 0.894 g/ml 1.033 g/ml 0.886 g/ml 1.326 g/ml 0.786 g/ml 0.786 g/ml

1,4-Dioksana Tetrahidrofuran (THF) Diklorometana (DCM) Asetona Asetonitril (MeCN)

/-CH2-CH2-O-CH2-CH2-O-\ 101 C /-CH2-CH2-O-CH2-CH2-\ CH2Cl2 CH3-C(=O)-CH3 CH3-CN 66 C 40 C 56 C 82 C

2.3 7.5 9.1 21 37

Dimetilformamida (DMF) Dimetil sulfoksida (DMSO)

H-C(=O)N(CH3)2

153 C

38

0.944 g/ml 1.092 g/ml

CH3-S(=O)-CH3

189 C

47

Asam asetat

CH3-C(=O)OH

118 C

6.2

1.049 g/ml 0.810 g/ml 0.785 g/ml 0.803 g/ml 0.789 g/ml 0.791 g/ml 1.21 g/ml 1.000 g/ml

n-Butanol

CH3-CH2-CH2-CH2-OH

118 C

18

Isopropanol (IPA)

CH3-CH(-OH)-CH3

82 C

18

n-Propanol

CH3-CH2-CH2-OH

97 C

20

Etanol

CH3-CH2-OH

79 C

30

Metanol Asam format Air

CH3-OH H-C(=O)OH H-O-H

65 C 100 C 100 C

33 58 80

(Sumber: Saiful, 2011) Dari data data pelarut yang tersedia diatas, n-heksana merupakan pelarut yang efektif karena selain titik didihnya relatif rendah, pelarut ini cenderung tidak menimbulkan bahaya dan harganya juga relatif murah. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan secara berurutan pelarut pelarut organik dengan kepolaran yang semakin menigkat. Dimulai dengan pelarut heksana, eter, petroleum eter, atau kloroform untuk memisahkan senyawa

senyawa trepenoid dan lipid lipid, kemudian dilanjutkan dengan alkohol dan etil asetat untuk memisahkan senyawa senyawa yang lebih polar. Walaupun demikian, cara ini seringkali tidak menghasilkan pemisahan yang sempurna dari senyawa senyawa yang diekstraksi. Cara menghentikan sokletasi adalah dengan menghentikan pemanasan yang sedang berlangsung. Sebagai catatan, sampel yang digunakan dalam sokletasi harus dihindarkan dari sinar matahari langsung. Jika sampai terkena sinar matahari, senyawa dalam sampel akan berfotosintesis hingga terjadi penguraian atau dekomposisi. Hal ini akan menimbulkan senyawa baru yang disebut senyawa artefak, hingga dikatakan sampel tidak alami lagi. Alat sokletasi tidak boleh lebih rendah dari pipa kapiler, karena ada kemungkinan saluran pipa dasar akan tersumbat. Juga tidak boleh terlalu tinggi dari pipa kapiler karena sampel tidak terendam seluruhnya. Dibanding dengan cara terdahulu ( destilasi ), maka metoda sokletasi ini lebih efisien, karena: 1. Pelarut organik dapat menarik senyawa organik dalam bahan alam secara berulang kali. 2. Waktu yang digunakan lebih efisien. 3. Pelarut lebih sedikit dibandingkan dengan metoda maserasi atau perkolasi. 4. Pelarut tidak mengalami perubahan yang spesifik Keunggulan sokletasi : 1. Sampel diekstraksi dengan sempurna karena dilakukan berulang ulang. 2. Jumlah pelarut yang digunakan sedikit. 3. Proses sokletasi berlangsung cepat. 4. Jumlah sampel yang diperlukan sedikit. 5. Pelarut organik dapat mengambil senyawa organik dalam bahan berulang kali. Kelemahan sokletasi : 1. Tidak baik dipakai untuk mengekstraksi bahan bahan tumbuhan yang mudah rusak atau senyawa senyawa yang tidak tahan panas karena akan terjadi penguraian. 2. Harus dilakukan identifikasi setelah penyarian, dengan menggunakan pereaksi meyer, Na, wagner, dan reagen reagen lainnya.

3. Pelarut yang digunakan mempunyai titik didih rendah, sehingga mudah menguap.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN3.1. Alat-alat Yang Digunakan 1. Satu unit soxlet 2. Gelas piala 600 ml 3. Kertas saring 4. Benang 5. Gunting 6. Pipet tetes 7. Tisu 8. Timbangan 9. Botol kecil 3.2. Bahan-bahan Yang Digunakan 1. N-hexana 2. Etanol 3. Biji sawit 3.3. Prosedur percobaan 1. Labu soklet dibersihkan, kemudian 3 butir batu didih dimasukkan kedalam labu soklet, ditimbang dan di catat beratnya. 2. Biji sawit ditimbang. 3. Selongsong dibuat menyesuaikan soklet yang digunakan. 4. Berat selongsong ditimbang. 5. Selongsong yang telah dibuat dimasukkan kedalam soklet. 6. Labu soklet di berdirikan di atas mantel pemanas dengan posisi tegak lurus. 7. Labu soklet di jepit dengan statif agar tidak miring.

8. Tabung soklet yang berisi selongsong di sambungkan dengan labu soklet yang telah dipersiapkan, setelah sebelumnya mulut soklet diolesi dengan vaselin agar lebih mudah dibuka. 9. Ujung soklet di jepit dengan statif agar tegak lurus dengan labu soklet dan kondensor yang nantinya akan di pasang diatas nya. 10. pelarut N-hexana dimasukkan ke tabung soklet, hingga pelarut dengan sendirinya akan turun ke labu soklet. Setelah semua N-hexana turun,kemudian pelarut dimasukkan lagi untuk yang kedua kalinya, pelarut yang kedua ini adalah etanol, karna dalam pratikum N-hexana yang disunakan tidak cukup. Etanol dimasukkan sampai selongsong terendam sempurna. 11. Kondensor dipasang ke mulut soklet setelah di olesi vaselin. 12. Kemudian air pendingin dialirkan dari kran. 13. Mantel pemanas dihidupkan dan proses sokletasi dimulai. 14. N-hexana yang ada didalam soklet menguap akibat pemanasan, uap ini naik ke kondensor dan di embunkan oleh kondensor, kemudian embun ini kembali ke soklet(refluks). Selongsong direndam oleh pelarut, dan minyak yang berasal dari biji sawit di larutkan oleh N-hexana hingga N-hexana dengan sendiri nya akan turun ke labu soklet, dan terus bersirkulasi hingga proses sokletasi berakhir. 15. Ketika proses telah selesai, mantel pemanas dimatikan, dibiarkan hingga dingin, dan air dari kran dibiarkan hingga suhu unit soklet mencapai suhu kamar. 16. Kondensor yang ada di atas tabung soklet di lepas. 17. Biji sawit di keluarkan dari tabung soklet, diperas, dan air perasannya dimasukkan kedalam tabung soklet. 18. Kondensor dipasang kembali,untuk dilakukan distilasi pelarut. 19. Mantel pemanas dihidupkan. 20. Pelarut dibiarkan agar terjadi refluks dan minyak hasil perasan turun ke labu soklet.

21. Setelah refluks ini maka diusahakan agar tidak terjadi refluks agar pelarut dan minyak tidak tercampur kembali. 22. Setelah distilasi pelarut berakhir, mantel dimatikan, ditunggu hingga tidak ada lagi tetesan yang berasal dari kondensor/unit soklet sudah kembali dingin. 23. Air dari kran dimatikan, dan kondensor di lepaskan. 24. Pelarut di masukkan ke gelas piala dan dikembalikan ke tempat asalnya. 25. Minyak yang diperoleh di labu soklet di oven selama 15 menit, dan di timbang massa nya. 26. Langkah 25 ini dilakukan sebanyak 3 kali untuk menguji ke konstanan dari massa minyaknya. 3.4. Rangkaian Alat

BAB IV PEMBAHASANBahan- bahan yang digunakan dalam percobaan sokletasi ini adalah biji kelapa sawit sedangkan pelarut yang digunakan n-heksana dan etanol. Pada percobaan ini digunakan pelarut n heksana dan etanol yang merupakan pelarut organik yang bersifat nonpolar sehingga dapat mengikat molekul molekul minyak yang nonpolar, harga yang relatif murah dan mudah didapat, serta tidak menimbulkan efek samping yang berarti. Dua bahan tersebut merupakan bahan bahan utama dari proses pengambilan minyak dari biji kelapa sawit dengan metode sokletasi. Sebelum proses ekstraksi dengan metoda sokletasi dilakukan, hal yang perlu diperhatikan adalah kebersihan dan kesiapan alat. Pastikan bahwa alat dalam keadaan baik, bersih dan kering. Selanjutnya, proses dapat dimulai dengan penimbangan labu soklet sebagai wadah penampung minyak dan pelarut selama proses ekstraksi berlangsung. Labu soklet ditimbang dengan beberapa buah batu didih. Batu didih dalam proses ekstraksi ini berfungsi sebagai media yang dapat meratakan penghantaran panas selama proses pemanasan berlangsung. Berat labu beserta batu didih dicatat. Langkah selanjutnya, buat selongsong sebagai tempat pembungkus sampel yang akan diekstrak dengan menggunakan kertas saring. Perlu diperhatikan bahwa ukuran tinggi selongsong harus disesuaikan dengan ukuran isi tabung soklet. Seluruh bagian selongsong nantinya harus berada dibawah ujung dari pipa aliran keluar tabung soklet sehingga keseluruhan selongsong akan terendam sempurna oleh pelarut selama proses ekstraksi berlangsung. Isi selongsong adalah biji kelapa sawit dengan berat 40 gram. Sebelum dimasukkan keseluruhan biji kelapa sawit ke dalam selonsong, beri kapas terlebih dahulu pada ujung selonsong. Hal yang sama juga dilakukan pada ujung selongsong yang lain sebelum dilakukan pengikatan dengan benang. Selongsong kemudian diikat dengan benang disemua sisi dengan baik untuk memastikan tidak ada celah bagi sampel untuk keluar,

karena butiran sampel yang keluar dari dalam selongsong dapat menyumbat aliran tabung soklet dan menyebabkan alat tersebut rusak. Pada proses pengikatan, berikan panjang benang yang berlebih untuk mempermudah menarik sampel bila akan dikeluarkan nantinya. Selongsong berisi sampel yang telah jadi kemudian dimasukkan kedalam tabung soklet. Didalam tabung inilah, proses penarikan minyak oleh pelarut akan terjadi nantinya. Selanjutnya tabung soklet disambungkan dengan labu soklet yang dibawahnya telah disiapkan penangas air. Labu dan tabung soklet harus tegak lurus dan disambung denga klem dan statif. Labu soklet berfungsi sebagai tempat penampung baik minyak maupun pelarut nantinya. Penangas air berfungsi sebagai sumber panas yang akan memanasi pelarut. Hal yang perlu diperhatikan bahwa sebelum menyambungkan alat tabung soklet dan labu soklet tersebut, ujung dari tabung soklet harus dilumuri dengan vaselin secukupnya. Tujuan dari pemberian vaselin disini adalah sebagai grease atau pelicin agar mempermudah membuka dan membongkar alat apabila proses telah selesai. Pelarut berupa n-heksana kemudian dimasukkan kedalam tabung soklet yang telah berisi selongsong. Banyaknya pelarut yang digunakan dalam percobaan ini adalah 300 ml. Pelarut tersebut tidak boleh langsung dimasukkan secara keseluruhan. Pertama tama, pelarut dituangkan secara perlahan kedalam tabung soklet hingga merendam selongsong berisi sampel. Waktu merendam selongsong inilah, pelarut n-heksana akan menarik komponen minyak yang ada didalam sampel berupa biji kelapa sawit. Saat kita terus menuangkan pelarut terus menerus kedalam tabung soklet, maka tabung akan penuh dan pelarut akan turun kedalam labu dibawah dengan sendirinya. Setelah kosong, etano yang dituang lagi kedalam tabung soklet. Etanol digunakan karna n-hexane yang digunakan tidak cukup. Apabila pelarut telah dimasukkan semua kedalam tabung soklet, segera pasang pendingin. Guna pendingin disini adalah sebagai kondensor yang akan mengkondensasi pelarut n-heksana dari fasa uap menjadi fasa cair. Sebelum menyambungkan tabung soklet dengan pendingin, jangan lupa untuk mengolesi ujung kondensor dengan vaselin agar mempermudah apabila dibuka nantinya. Setelah kondensor terpasang, Cobalah untuk mengalirkan air dari keran untuk

dialirkan melewati kondensor. Apabila ada kebocoran, segera diperbaiki sebelum proses dimulai. Kebocoran atau tidak sempurnanya aliran air akan mempengaruhi kerja pendingin dan akan berakibat pada proses kondensasi pada proses nantinya. Sesuaikan aliran air, apabila aliran air terlalu lambat maka proses kondensasi akan berjalan lambat sehingga nantinya uap dari pelarut n-heksana terlepas keluar dari proses. Apabila pemasangan pendingin telah dilakukan dengan benar, maka perangkaian alat telah selesai dan kita dapat memulai proses ekstraksi. Hidupkan penangas air dan atur suhunya agar berada di atas titik didih pelarut n- heksana dan etanol. Tujuan dari pemanasan ini adalah untuk menguapkan pelarut nheksana dan etanol agar dapat naik ke tabung soklet dan menarik komponen minyak yang ada didalam selongsong. Penguapan h-heksana akan membentuk siklus yaitu menguap, terkondensasi dan dinamakan dengan refluks. Suhu dari penangas air harus diatur dan disesuaikan agar waktu refluks sesuai dengan yang diinginkan. Waktu refluks yang optimum pada proses ini adalah sekitar 1 jam karena semakin lama pelarut n-heksane terendam didalam tabung soklet, maka akan semakin banyak komponen minyak yang dapat ditarik dari dalam sampel. Selama proses ekstraksi dapat diamati bahwa pelarut dapat menarik komponen minyak dalam sampel dengan baik. Ini terbukti dari terlihatnya perubahan warna pelarut dalam tabung soklet secara kasat mata dari semula berwarna bening menjadi berwarna kekuningan. Perubahan warna secara kasat mata ini akan semakin berkurang setelah terjadi beberapa kali refluks. Hal ini terjadi karena minyak yang ada pada sampel didalam selongsong semakin berkurang seiring dengan refluks pelarut n-heksana yang membawa minyak turun ke labu soklet. Proses ekstraksi dilakukan terus menerus selama 6 jam dan selama proses berlangsung refluks nya tetap diatur agar sesuai dengan yang diinginkan. Setelah proses berlangsung selama 6 jam, maka pemanasan dapat dihentikan dahulu sementara untuk dilakukan pengujian. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui sudah sejauh mana pelarut n-heksana dapat menarik minyak menetes memenuhi tabung soklet, hingga akhirnya turun kembali dengan sendirinya kedalam labu soklet. Siklus ini

dari dalam sampel. Secara kasat mata, sudah tidak ada lagi perubahan warna yang terjadi selama proses penarikan minyak oleh pelarut heksan. Namun, pengujian harus tetap dilakukan untuk memastikan masih ada atau tidaknya komponen minyak dalam sampel. Penangas air dimatikan terlebih dahulu dan dibiarkan dingin. Perlu diperhatikan bahwa dalam membuka maupun membongkar rangkaian alat, harus didiamkan terlebih dahulu hingga cukup dingin karena membongkar alat dalam keadaan masih panas akan sangat berbahaya bagi praktikan dan dapat menyebabkan alat rusak ataupun pecah. Setelah cukup dingin, maka pendingin gondok dapat dibuka dan selongsong dapat dikeluarkan dari dalam tabung soklet dengan cara menarik benang yang telah diatur sebelumnya. Selongsong berisi sampel tersebut kemudian diperas dan hasil perasannya ditamung dalam gelas piala. Hasil perasan dari selongsong berisi sampel inilah yang kemudian akan kita uji untuk mengetahui masih ada atau tidaknya minyak dalam sampel yang diekstraksi. Selama melakukan pemerasan terhadap selongsong tadi, jangan lupa untuk menutup mulut tabung soklet dengan aluminium foil. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya penguapan pelarut nheksana dan etanol. Dari dua kemungkinan tadi, dapat diambil keputusan yaitu apakah melanjutkan kembali proses ekstraksi apabila masih ada minyak didalam sampel ; ataupun mengakhiri proses ekstraksi apabila sudah tidak ada minyak lagi didalam sampel. Dalam percobaan kami, setelah diekstraksi selama lebih kurang 5 jam dan dilakukan pengujian, hasil perasan sampel tidak mengalami perubahan warna yang berarti sudah tidak ada lagi minyak didalam sampel. Jadi proses ekstraksi dihentikan dan dilanjutkan ke langkah selanjutnya. Setelah proses ekstraksi selesai, maka langkah selanjutnya adalah memisahkan minyak yang didapat dari pelarut. Pelarut n-heksana yang tadinya masih bercampur dengan minyak didalam labu soklet akan dipisahkan karena pelarut tersebut masih dapat dipergunakan lagi. Metode pemisahan pelarut dengan minyak ini adalah dengan cara destilasi. Alat kembali dirangkai seperti semula tanpa selongsong dan pendingin disambungkan kembali. Setelah alat terangkai seperti semula, penangas air dapat dihidupkan lagi dan proses destilasi pun

dimulai. Suhu pemanas kemudian diatur hingga suhu operasi berada diatas titit didih pelarut n-heksana dan etanol. Pemanasan ini bertujuan untuk menguapkan pelarut n-heksana dan etanol yang masih bercampur bersama minyak didalam labu soklet agar menguap dan terkondensasi oleh pendingin hinggap akhirnya kondensatnya akan menetes turun kedalam tabung soklet. Perlu diperhatikan dalam proses destilasi ini bahwa banyaknya pelarut dalam tabung soklet harus dipantau. Suhu diatur agar penguapan n-heksana dapat dikontrol tidak terlalu deras dan tidak sampai penuh, karena bila tabung soklet penuh, maka pelarut tersebut akan turun lagi dan bercampur lagi dengan minyak didalam labu soklet, sementara tujuan kita melakukan destilasi adalah untuk memisahkan minyak dengan pelarut n-heksana. Setelah jumlah pelarut dalam tabung soklet dianggap cukup dan diperkirakan pelarut tidak akan turun lagi, maka penangas air dapat dimatikan dan rangkaian alat didiamkan dulu hingga cukup dingin. Setelah dirasa cukup dingin, maka pelarut n-heksana dapat diambil lagi dan dipindahkan ke wadah lain untuk selanjutnya dapat digunakan kembali. Karena pada percobaan ini kita menggunakan pelarut n-heksana dan etanol sebanyak 300 ml yang dituangkan dalam 2 kali penuangan dalam tabung soklet, berarti secara teori masih ada sejumlah kecil lain pelarut n-heksana yang terkandung dalam campuran didalam labu soklet. Untuk itu maka perlu dilakukan proses destilasi sekali lagi untuk mengambil pelarut yang tersisa. Alat dirangkai kembali seperti semula dengan menyambungkan pendingin seperti destilasi sebelumnya. Penangas air dihidupkan dan suhu diatur agar pelarut menguap. Pada proses destilasi yang kedua kalinya ini, secara teori pelarut n-heksana yang tersisa tersisa tidak akan memenuhi tabung soklet lagi. Jadi, proses destilasi kali ini dilakukan sampai pelarut n-heksana dan etanol tidak ada lagi dalam campuran minyak. Itu terlihat dari tidak adanya lagi kondensat berupa tetesan h-heksana yang menetes turun dari pendingin ke tabung soklet. Hal ini merupakan pertanda bahwa proses destilasi telah selesai dan dapat diakhiri. Penangas air dimatikan dan seluruh rangkaian alat didiamkan dulu hingga cukup dingin untuk dibuka. Rangkaian alat berupa tabung soklet dan kondensor dibuka dengan hati hati, dicuci dan disimpan kembali ke tempatnya.

Minyak yang didapat dari proses ekstraksi tadi kemudian dipisahkan dari pelarutnya agar lebih murni. Metoda pemisahan yang dipilih adalah dengan cara pemanasan dengan menggunakan oven. Pengovenan disini bertujuan untuk memanaskan campuran minyak yang masih mengandung pelarut n-heksana. Pada proses pengovenan ini, oven diset pada suhu sekitar 100 oC agar pelarut n-heksana dan etanol tersebut menguap sehingga minyak yang didapat lebih murni. Proses pengovenan ini berlangsung tetap pada suhu 100oC selama 15 menit 3 kali putaran dan kemudian ditimbang. Proses ini dilakukan terus menerus hingga didapatkan berat yang tetap atau konstan. Berat yang tetap atau konstan ini menunjukkan bahwa minyak kita sudah tidak mengandung pelarut n-heksana lagi. Dalam percobaan kali ini, minyak yang didapat dari ekstraksi dengan metoda ini dengan menggunakan sampel seberat 16,99 gram sehingg nilai rendemennya adalah 42.4%.

BAB V KESIMPULAN5.1. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan yang telah dilakukan adalah : 1. Rendemen yang didapatkan dari proses ekstraksi dengan metode ini yaitu 42.4 %. 2. Suhu pengovenan haruslah dijaga dan harus melebihi dari suhu pelarutnya yaitu sekitar 100oC 5.2. Saran 1. Sampel sebaiknya digiling hingga cukup halus untuk memperluas bidang kontak sampel dengan pelarut agar hasil waktu ekstraksi menjadi efisien dan hasilnya maksimal. 2. Dalam merangkai dan membongkar alat harus hati hati. Jangan lupa untuk selalu melumuri permukaan bagian yang akan disambungkan dengan vaselin dan apabila akan membuka sambungan harus didiamkan dulu hingga dingin. 3. Perlu diperhatikan saat penimbangan bahwa pada temperatur sampel harus pada suhu kamar agar hasil penimbangan akurat dan tidak merusak neraca analitik.

DAFTAR PUSTAKAAnonim,2010,Pengolahan Minyak Inti Sawit PTPN IV Kebun Pabatu, www.respirotory.usu.co.id diakses 10 Mei 2013 Djoehana S, 1991,Budidaya Kelapa Sawit, Kanisius, Yogyakarta Fauzi. 2004. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Penerbit Swadaya. Jakarta. Hadi, M.M., 2004.Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Adicita Karya Nusa. Yogyakarta Hilditch, T.P., 1960. The Industrial Chemistry of The Fats and Waxes. New York D. Van Nostrand Corporation Inc. Ketaren, S., 1986. Minyak Dan Lemak Pangan. Cetakan I. Jakarta : UI Press. Mangoensoekardjo, S. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta Risza S. 1994. Upaya Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit. Jilid I. Yogyakarta:

LAMPIRAN BB.1 Data Pengamatan Sampel Berat labu didih + batu didih = 187,304 gram Berat sampel = 40 gram Berat labu didih + batu didih + minyak = 204.294 gram

Berat minyak = ( berat labu + batu didih + minyak) (berat labu + batu didih) = 204.294 187.304 = 16.99 gram Rendement = input output = 16.99 gram 40 gram = 42.4 %

B.2 Data Pengamatan Refluk NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. Refluk refluk 1 refluk 2 refluk 3 refluk 4 refluk 5 refluk 6 Waktu 16 menit 27 menit 66 menit 60 menit 75 menit 45 menit