soft starting dhito-skripsi
TRANSCRIPT
1. JUDUL
PERANCANGAN SOFT STARTER MOTOR INDUKSI 3 FASA DENGAN
METODE CLOSED LOOP MENGGUNAKAN MIKROKONTROLER
ARDUINO
2. LATAR BELAKANG
Motor induksi merupakan merupakan jenis motor yang paling banyak
digunakan secara luas dalam industri besar maupun kecil dibandingkan jenis
motor yang lain. Hal ini dikarenakan motor jenis ini memiliki keunggulan-
keunggulan dibandingkan jenis motor lain baik dari segi teknis maupun
ekonomis. Meskipun memiliki berbagai keunggulan dibanding jenis motor
lain, motor induksi memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut:
a. Pengaturan kecepatan sulit dilakukan
b. Arus awal (start) yang besar (lima sampai tujuh kali arus
normal)
c. Faktor daya yang rendah terutama pada saat memikul beban
ringan
Meskipun motor induksi memiliki arus awal (start) yang besar, namun
dapat diatasi dengan beberapa metode starting, antara lain:
a. Starting Y
b. Starting Δ
c. Starting Y – Δ
d. Soft Starting Open Loop
e. Soft Starting Closed Loop (umpan balik)
Metode starting Y, Δ, dan Y – Δ sudah banyak digunakan sebagai
solusi dari besarnya arus awal (start) motor induksi. Namun seiring dengan
perkembangan teknologi elektronika daya dewasa ini, metode soft starting
berkembang dan dapat dikendalikan dengan kontroler. Prinsip soft starting
adalah dengan melakukan proses starting dengan memasukkan tegangan dan
arus secara bertahap dari sumber tenaga ke dalam motor induksi, sehingga
tidak memerlukan arus starting yang besar.
Metode soft starting memiliki dua macam tipe. Soft starting open loop
memiliki kemampuan untuk menghasilkan starting yang halus namun tidak
mampu menghasilkan torsi yang diinginkan. Dan tegangan akan naik sampe
1
ke level maksimal meskipun beban yang terpasang pada motor macet.
Sedangkan soft starting closed loop (umpan balik) memantau keluaran dan
secara dinamis menyesuaikan tegangan input sampai target tercapai.
Untuk memudahkan pengaturan di atas digunakan teknologi kontroler
seperti mikrokontroler. Salah satunya adalah Arduino. Arduino adalah salah
satu kontroler open-source yang dapat diaplikasikan untuk mengontrol
berbagai perangkat. Seperti lampu, motor, dan aktuator lainnya.
Penelitian ini berdasarkan atas skripsi M. Iqbal Dias P. yang berjudul
“Perancangan Modul Pengasutan Motor Induksi Tiga Fasa Metode Soft
Starting Pada Praktikum Mesin Elektrik” pada tahun 2011. Metode yang
digunakan pada skripsi tersebut adalah metode soft starting open loop. Dan
penelitian ini merupakan penyempurnaan dari skripsi tersebut dengan
menambahkan feedback/umpan balik pada keluaran triac menuju ke
mikrokontroler. Feedback berupa sensing arus agar sistem mampu menekan
arus pengasutan menjadi lebih kecil lagi dibandingkan dengan sistem yang
telah dirancang di skripsi yang dibuat oleh M. Iqbal Dias P.
3. RUMUSAN MASALAH
Mengacu pada permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang di atas,
dirumuskan masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana merancang modul soft-starting motor induksi tiga fasa
menggunakan komponen elektronika daya berbasis Arduino.
b. Bagaimana mengatur soft starting agar dapat memantau keluaran dan
dapat menyesuaikan tegangan input.
c. Bagaimana perbandingan antara metode soft starting open loop dengan
closed loop (umpan balik).
d. Bagaimana pengaruh penambahan umpan balik terhadap arus awal
motor induksi pada kondisi tak berbeban dan berbeban.
4. RUANG LINGKUP
a. Motor induksi yang digunakan berupa motor induksi tiga fasa rotor
sangkar terhubung bintang (Y) merek AEG hubungan Y/; 380/220 V;
I 3,7/6,4 A; 50 Hz; n = 1420 rpm, daya 1,5 kW.
2
b. Motor induksi tiga fasa yang digunakan dioperasikan tanpa beban dan
berbeban.
c. Mikrokontroler yang digunakan Arduino.
d. Parameter yang diamati hanya respon arus pada saat pengasutan motor
induksi tiga fasa secara langsung dan menggunakan modul soft-starter.
5. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kehandalan sistem soft start
open loop dengan soft start closed loop.
6. SISTEMATIKA PENULISAN HASIL SKRIPSI
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini
adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Memuat latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup, tujuan, dan
sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisi tinjauan pustaka atau dasar teori yang digunakan untuk dasar penelitian
yang dilakukan dan untuk mendukung permasalahan yang diungkapkan.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Memberikan penjelasan tentang metode yang digunakan dalam skripsi ini,
meliputi metode pengambilan data, pengolahan data, dan analisis data.
BAB IV : PEMBAHASAN
Berisi pembahasan dan analisis terhadap hasil pengujian terhadap soft starting
closed loop system.
BAB V : PENUTUP
7. TINJAUAN PUSTAKA
7.1 Motor Induksi
Motor induksi merupakan motor yang umum digunakan dalam dunia
industri dan rumah tangga. Motor induksi sering digunakan karena motor
induksi merupakan mesin yang ekonomis, handal, dan tersedia untuk berbagai
aplikasi dan lingkungan kerja dengan jangkauan daya mulai dari beberapa watt
sampai megawatt. Motor induksi multi fasa sering dijumpai dalam berbagai
3
aplikasi berdaya besar sebagai penggerak utama seperti dijumpai di dunia
industri sebagai pompa, kipas angin, kompresor dll. Motor induksi sering pula
digunakan secara luas pada peralatan rumah tangga sebagai kipas angin, mesin
cuci, peralatan pertukangan dll (Bose, 2002: 30).
7.1.1 Prinsip Kerja
Salah satu prinsip dasar motor induksi ialah proses terciptanya medan
yang berputar di celah udara. Medan putar merupakan resultan fluksi yang
berputar akibat dari kumparan stator yang disuplai dengan sumber tiga fasa
ideal, yang memiliki besaran yang sama, frekuensi yang sama dengan beda
fasa masing-masing fasa 120. Motor induksi tiga fasa dua kutub ideal
ditunjukkan pada Gambar 1.1.
Ketika sumber tiga fasa digunakan sebagai catu daya menyebabkan
arus sinus tiga fasa mengalir pada kumparan stator tiga fasa yang
ditunjukkan pada persamaan sebagai berikut:
(1-1)
(1-2)
(1-3)
Akibat adanya arus yang mengalir di setiap kumparan tiap fasa, maka
dihasilkan GGM (gaya gerak magnetik) atau MMF (magneto motive force).
GGM yang dihasilkan tiap kumparan terdistribusi di setiap titik celah udara
dan membentuk gelombang sinus jika ditinjau dari sumbu kumparan tersebut
(Bose, 2002:31).
Titik acuan diambil ketika t = 0, arus mengalir ke kumparan stator tiga
fasa sesuai dengan menggunakan Persamaan (2-1) – (2-3) maka arus yang
mengalir di tiap fasa ketika t = 0, bernilai Ia = Im, Ib = -Im/2, Ic = -Im/2.
Bentuk gelombang GGM dan sumbu acuannya ditunjukkan pada Gambar 1.2.
4
Gambar 1.1 Motor induksi tiga fasa dua kutub ideal.
Sumber: Bose, 2002:31
Sudut awal dinotasikan sebagai maka GGM yang terbentuk sebagai
fungsi sudut ditunjukkan oleh persamaan sebagai berikut:
(1-4)
(1-5)
(1-6)
Pada persamaan diatas nilai 2/3 merupakan perbedaan sudut tergeser antar
kumparan stator dan N = jumlah lilit per kumparan pada tiap fasa, resultan
GGM dengan sudut awal ditunjukkan oleh persamaan sebagai berikut:
(1-7)
5
Gambar 1.2 Distribusi GGM tiga fasa pada kumparan stator pada saat t = 0.
Sumber: Bose, 2002:32
Persamaan (1-1) sampai (1-3) dengan Persamaan (1-7) disubtitusikan
dalam satu persamaan maka diperoleh persamaan baru sebagai berikut:
(1-8)
Persamaan (1-8) disederhanakan lagi dengan menjabarkan terlebih dahulu,
sehingga F(,t) disederhanakan kembali menjadi:
(1-9)
Pada Persamaan (2-9) dijelaskan bahwa GGM yang terdistribusi
memiliki nilai puncak sebesar yang berputar di celah udara dengan
kecepatan sudut sinkron e. Pada persamaan tersebut dijelaskan pula rotor
pada motor induksi tiga fasa dua kutub berputar penuh satu putaran setiap satu
siklus gelombang arus sinusoidal. Dengan demikian untuk motor induksi
dengan jumlah kutub sebanyak P-kutub, kecepatan sinkron mesin tersebut
menjadi:
6
(1-10)
ns = kecepatan sinkron dengan satuan rpm (revolusi per menit) dan
merupakan frekuensi sumber tiga fasa dengan satuan Hz.
Sifat dari rotor dipengaruhi oleh perbedaan antara kecepatan rotor
dengan kecepatan medan putar. Ketika rotor dalam keadaan diam, medan putar
akan memotong batang konduktor dengan kecepatan sinkron sehingga muncul
beda potensial yang besar di rotor. Namun ketika rotor berputar dalam
kecepatan sinkron tidak ada perbedaan kecepatan sehingga tidak muncul beda
potensial yang terinduksi di rotor (Huges, 2006:185). Perbedaan antara
kecepatan medan putar (ns) dengan kecepetan rotor (nr) disebut kecepatan slip
dan dinyatakan dengan rumus:
(1-11)
Tegangan terinduksi pada rotor sebanding dengan kecepatan slip,
tegangan induksi nol kecepatan rotor sama dengan kecepatan medan putar
(s=0) dan tegangan induksi maksimum saat rotor diam (s=1). Frekuensi dari
tegangan terinduksi pada rotor juga sebanding dengan slip. Hubungan antara
tegangan terinduksi dan frekuensi pada rotor dengan slip ditunjukkan pada
Gambar 1.3.
Gambar 1.3 Grafik tegangan terinduksi dan frekuensi rotor dengan slip.
Sumber: Huges, 2006:186
Tegangan terinduksi menghasilkan arus pada batang konduktor di rotor
karena konduktor dihubung singkat di ujungnya. Arus yg mengalir
membentuk jalur tertutup dan arus yg mengalir akan berinteraksi dengan fluksi
7
untuk menghasilkan torsi pada motor dengan arah putaran yang sama dengan
arah putar medan putar. Ketika kecepatan sinkron ns sama dengan kecepatan
rotor nr maka rotor tidak terinduksi sehingga torsi tidak dapat dibangkitkan.
Namun pada saat kecepatan rotor berbeda dengan kecepatan sinkron, (ns – nr)
kecepatan slip muncul dan torsi pun dapat dibangkitkan (Bose, 2002:33).
7.1.2 Pengasutan Langsung Motor Induksi
Proses pengasutan merupakan proses pencatuan motor induksi baik
secara langsung maupun tidak langsung dengan sumber tegangan sehingga
berimbas pada variasi kecepatan, arus, dan torsi yang dihasilkan (Boldea,
2002:1 Bab 8). Arus yang besar pada saat proses pengasutan merupakan
kelemahan motor induksi karena menyebabkan turunnya tegangan seketika
yang tidak diharapkan pada sistem tegangan. Arus yang besar pada saat proses
pengasutan juga tidak diimbangi dengan torsi awal yang besar. Kurva arus dan
torsi sebagai fungsi dari slip untuk pengasutan langsung pada motor induksi
secara umum ditunjukkan pada Gambar 1.4.
Gambar 1.4 Kurva torsi-kecepatan dan arus-kecepatan untuk motor induksi rotor sangkar.
Dengan torsi dan arus pada saat beban penuh (full-load).
Sumber: Huges, 2006:195
Dari Gambar 1.4 diketahui bahwa torsi per ampere arus yang mengalir
berada pada nilai yang rendah (ketika slip tinggi), dan mencapai nilai yang
tinggi pada daerah kerjanya (ketika slip rendah) (Huges, 2006:195).
Kekurangan dari metode pengasutan langsung ialah arus yang mengalir ketika
proses akselerasi sangat besar mencapai enam sampai tujuh kali arus nominal
dari motor. Nilai dari arus yang mengalir ketika proses pengasutan bergantung
juga dari ukuran motor, namun secara umum semakin kecil motor maka
8
semakin besar perbandingan arus pada proses pengasutan dari arus
nominalnya. Selama proses pengasutan menggunakan metode langsung, torsi
dari motor terlalu tinggi jika dibandingkan dengan torsi awal dari aplikasi
penggunaan motor itu sendiri. Torsi bisa dianalogikan dengan gaya, gaya yang
terlalu besar akan memberikan tekanan pada peralatan kopel mekanik dan
penggerak (Kjellberg, 2003:9).
Hubungan antara torsi dengan kecepatan rotor ditunjukkan dengan
rumus berikut
T e=Jd ωm
dt+Bm ωm+T L
Dimana m adalah kecepatan sudut mekanis rotor dan untuk mesin
dengan p kutub:
ωm=2P
ωr
Sehingga
T e=J ( 2P ) d ωr
dt+Bm
2P
ωr+T L
dimana : Te = Torsi elektromagnetik (N m)
J = Momen inersia rotor (kg m2 )
ωr = Kecepatan sudut listrik dari rotor (rad/detik)
Bm = Koefisien gesekan (N m detik/rad)
TL = Torsi beban (N m)
7.2 Pengasutan Metode Soft-Starting
Metode sederhana dalam pengontrolan pengasutan pada motor induksi
dengan menurunkan tegangan AC melalui kontroler tegangan disebut metode
soft-starting. Metode soft-starting merupakan metode yang sederhana dan
digunakan secara luas pada saat ini. Metode Soft-Starting mengontrol
tegangan tiga fasa stator dengan tujuan membatasi arus stator pada saat
pengasutan (Huges, 2006:204).
Dua konfigurasi dasar dari perancangan Soft-Starter ditunjukkan pada
Gambar 2.8. Pada konfigurasi tersebut thyristor dipasang antiparalel satu sama
lain, dan terpasang seri dengan sumber listrik tiga fasa dan kumparan stator.
9
Konfigurasi thyristor yang terpasang bintang pada Gambar 2.5 (a) merupakan
standar pembentukan perancangan Soft-Starter di dunia industri. Untuk Soft-
Starter yang ditujukan penggunaannya pada motor berdaya kecil (rating
puluhan kW) antiparalel thyristor dapat diganti dengan TRIAC untuk
memotong biaya perancangan (Boldea, 2002:8 Bab 8).
Berbagai metode pengontrolan sudut penyalaan komponen elektronika
daya telah ditemukan dengan berbagai kompleksitas dan biaya yang harus
dikeluarkan. Metode open loop merupakan metode dengan biaya rendah
dimana metode open loop membuat sudut penyalaan berjalan linier dengan
waktu. Sudut penyalaan yang linier menyebabkan tegangan pada motor naik
perlahan sejalan dengan akselerasi motor. Waktu lonjakan dapat ditentukan
dengan metode coba-coba (trial and error) agar memberikan waktu
pengasutan terbaik (Huges, 2006:204). Setiap thyristor dipicu setiap setengah
siklus dan disinkronkan dengan sumber tegangan AC. Dengan demikian sudut
pemicuan merupakan nilai variabel sehingga setiap pasang thyristor yang
terpasang antiparalel akan konduksi sesuai dengan proporsi sudut
penyalaannya.
Gambar 1.5 Konvigurasi soft-starter motor induksi tiga fasa.
(a) hubungan bintang (b) hubungan segitiga
Sumber: Boldea, 2002:8 Bab 8
Sudut pemicuan dihitung terhadap titik persinggungan titik nol (zero
crossing) jika motor memiliki sudut faktor daya dengan notasi 1 dan bentuk
gelombang masukan dan luaran ditunjukkan pada Gambar 1.6 di bawah ini.
10
Gambar 1.6 Kurva tegangan fasa dan arus pada Soft-starter.
Sumber: Boldea, 2002:9 Bab 8
Bentuk gelombang arus tidak murni sinusoidal menunjukkan arus yang
terdistorsi oleh harmonisa namun motor mampu menerima hal tersebut. Arus
stator akan kontinyu jika sudut pemicuan lebih kecil dari sudut faktor daya
motor (α1) dan sebaliknya arus stator akan diskontinyu jika sudut
pemicuan lebih besar dari sudut faktor daya motor (α1). Untuk
mengurangi tegangan pada proses pengasutan sudut penyalaan pada kondisi
arus tidak kontiyu tetap dibutuhkan meskipun harmonisa yang ditimbulkan
karena kediskontinyuan arus mengganggu peralatan lain yang satu sumber
(Boldea, 2002:9 Bab 8).
7.3 Thyristor
Thyristor, atau silicon-controlled rectifiers (SCR) sejak lama telah
menjadi tulang punggung peralatan konversi dan kontrol daya di dunia
industri. Thyristor biasanya memiliki tiga terminal (gate, anoda dan katoda)
tersusun atas empat lapis semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Thyristor
merupakan sebuah saklar elektronik terkontrol dan dioperasikan pada dua
titik yaitu titik kerja mendekati idealnya (tidak ada tegangan jatuh antara
katoda dan anoda) dan titik blocking (tidak ada arus yang mengalir melalui
anoda) untuk mengatur aliran daya pada suatu rangkaian. Berbeda dengan
komponen elektronika digital yang didesain untuk menyalurkan dua level
tegangan rendah dengan arus yang rendah pula, thyristor harus mampu
menyalurkan arus yang besar dan mampu menahan tegangan yang besar pula
(Rashid, 2001:27).
11
Thyristor seding diaplikasikan pada peralatan berdaya besar karena
thyristor didesain untuk menangani rangkaian berdaya besar (tegangan lebih
dari 1 kV dan arus diatas 100 A). Thyristor juga digunakan pada beberapa
rangkaian tegangan bolak balik (50 Hz dan 60 Hz pada peralatan komersial
atau 400 Hz pada peralatan pesawat terbang) untuk mengontrol aliran daya
bolak balik. Thyristor juga dinamakan phase-control device karena pada
umumnya dinyala-matikan pada sudut penyalaan tertentu pada tegangan
bolak balik. Beberapa aplikasi dari penggunaan thyristor dapat dijumpai pada
rangkaian kontrol motor dan dimmer pada lampu penerangan.
7.3.1 Prinsip Kerja
Thyristor memiliki tiga persambungan (junction) dan tersusun atas
empat lapisan silikon p-n-p-n, simbolnya sama dengan dioda penyearah
namun dengan terminal tambahan yang disebut gate. Gate inilah yang
menjadi pengendali operasi penyearahan. Simbol dan susunan SCR dapat
dilihat pada Gambar 1.7.
Gambar 1.7 Susunan semikonduktor pada thyristor dan simbol thyristor.
Sumber: Rashid, 2001:27
Saat tegangan terminal anoda dibuat lebih positif terhadap terminal
katoda dan arus gate nol (rangkaian terbuka), thyristor berada pada kondisi
forward-blocking state. Pada kondisi tersebut junction J1 dan J3 terbias maju
dan junction J2 terbias mundur sehingga hanya mengalir arus bocor antara
anoda dan katoda. Arus bocor tersebut menyebabkan kenaikan suhu pada
peralatan dan biasanya diabaikan karena terlalu kecil. Bila tegangan anoda-
katoda yang diberikan melebihi nilai maksimum forward-blocking voltage
dari thyristor maka thyristor berubah kondisi menjadi on-state namun
12
penyalaan yang disebabkan ketidaksamaan aliran arus biasanya bersifat
merusak dan harus dihindari (Rashid, 2001:29).
Junction J2 terbias maju ketika arus gate positif mengalir sehingga
akan terbentuk lintasan pembawa muatan bebas melewati ketiga junction
thyristor yang akan menyalurkan arus yang besar. Thyristor pada keadaan
tersebut dalam keadaan konduksi atau forward conduction. Karakterisitik v-i
suatu thyristor pada umumnya ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Gambar 1.8 Karakteristik v-i thyristor.
Sumber: Rashid, 2001:30
Arus anoda (ia) sebagai fungsi tegangan anoda-katoda (vAK)
ditunjukkan pada Gambar 1.8. Forward blocking ditunjukkan pada posisi
arus anoda rendah pada grafik (kurva menikung pada area operasi-1). Ketika
arus gate nol dan tegangan anoda katoda positif vAK, thyristor berapa pada
kondisi forward blocking akibat junction J2 yang dibias mundur. Pada titik
operasi-1 arus sangat kecil mengalir (iCO saja) melalui komponen. Akan
tetapi ketika tegangan pada komponen melebihi nilai forward-blocking
voltage, thyristor akan terkonduksi (on-state) yang ditunjukkan pada area
operasi-2. Ketika arus gate tidak nol, maka blocking voltage akan menurun
akibat efek multiplikasi carier. Pada Gambar 1.8 juga ditunjukkan pada saat
thyristor terkonduksi (arus anoda ia yang besar dengan vAK yang kecil)
thyristor bertindak seperti dioda daya pada umumnya.
Pada saat thyristor konduksi arus anoda dibatasi oleh resistansi atau
impedansi luar sehingga arus anoda harus lebih besar dari suatu nilai yang
13
disebut latching current IL. Latching current IL adalah arus anoda minimum
yang diperlukan sehingga membuat thyristor tetap terkonduksi walaupun
sinyal gate telah dihilangkan. Ketika thyristor telah terkonduksi dan arus
anoda menurun nilainya maka komponen bisa berubah kondisi menjadi
forward-blocking jika arus maju anoda berada dibawah suatu tingkatan arus
yang disebut dengan holding current IH. Nilai holding current lebih kecil dari
pada latching current IL (IH < IL) sehingga holding current merupakan arus
anoda minimum untuk mempertahankan thyristor pada kondisi nyala
(Rashid, 2001:30).
Karakterisitik balik thyristor terletak pada kuadran III pada Gambar
1.8, dimana dua junction J1 dan J3 dibias mundur (tegangan vAK negatif)
sehingga thyristor berada pada kondisi reverse blocking dan arus bocor yang
mengalir disebut reverse current IR akan mengalir melalui komponen.
Thyristor dapat berubah dari kondisi belum menghantar menjadi
menghantar yang disebut forward conduction karena sebab-sebab berikut:
(Rashid, 2001:77)
Tegangan bias maju melebihi tegangan breakover
Pada kondisi ini, bila tegangan bias maju terus bertambah
tetapi tanpa adanya sinyal gate maka pada suatu nilai tertentu akan
menyebabkan tegangan breakdown. Tegangan bias yang diperlukan
untuk mencapai kondisi ini disebut forward break over voltage (Vbo).
Pada tegangan ini, Thyristor akan berubah sifatnya dari keadaan
padam dengan arus yang kecil dan tegangan antar terminal besar
menjadi kondisi menghantar dengan tegangan kecil dan arus yang
tergantung pada beban.
Efek dv/dt
Thyristor dapat terkonduksi walaupun tidak diberi sinyal gate
apabila terjadi kenaikan tegangan maju yang sangat cepat. Gejala
kenaikan tegangan maju yang sangat cepat yang menyebabkan
thyristor terkonduksi dinamakan efek dv/dt. Peningkatan yang sangat
cepat dari tegangan anoda akan mengakibatkan arus transien pada
gate yang cukup untuk membuat thyristor menghantar. Efek ini tidak
dipergunakan dalam pengendalian thyristor, oleh sebab itu dalam
14
suatu rangkaian yang menggunakan thyristor perlu dipasang
pengaman terhadap efek dv/dt.
Trigger pada gate
Thyristor akan berubah kondisi apabila diberikan bias maju di
antara gate dan katoda sedangkan anode lebih positif terhadap katoda,
akan tetapi dengan tegangan bias maju kurang dari Vbo. Thyristor
tidak akan menghantar bila tidak ada tegangan antara katoda dan gate
yang menghasilkan arus gate yang cukup untuk membuat thyristor
dalam kondisi menghantar. Dalam kondisi menghantar, thyristor akan
bersifat seperti dioda yang sedang menghantar.
7.3.2 Parameter Thyristor
Sebelum merancang aplikasi berbasis komponen elektronika, suatu
keharusan untuk mengerti akan spesifikasi dan karakteristik elektris
komponen-komponen yang akan digunakan. Demi mempermudah proses
pemahaman akan suatu komponen, manufaktur komponen tersebut telah
membuat suatu daftar yang berisi baik tabel-tabel maupun grafik-grafik yang
menjelaskan spesifikasi suatu komponen yang biasa disebut datasheet.
Kemampuan dalam memahami dan menggunakan datasheet merupakan
suatu keharusan demi perancangan peralatan yang lebih praktis dan efisien
(Rashid, 2001:37).
Sebuah datasheet berhubungan erat dengan rating dan karakteristik
(device characteristic) komponen tersebut. Rating merupakan suatu nilai
baik maksimum atau minimum yang menjadi batasan dari kemampuan
komponen tersebut. Sedangkan nilai karakteristik komponen (thyristor
characteristic) merupakan hasil pengukuran dari performansi komponen
dalam kondisi dan percobaan tertentu pada komponen tersebut (Rashid,
2001:37). Rangkuman dari beberapa nilai maksimum (maximum rating) yang
perlu untuk diperhatikan dalam pemilihan thyristor untuk pemakaian tertentu
ditunjukkan pada Tabel 1.1. Deskripsi komponen yang berada dalam tanda
kurung menunjukkan rating untuk komponen itu sendiri.
Nilai bias maju atau bias mundur berulang maupun tidak (forward
reverse repetitive and non-repetitive voltage rating) dalam aplikasi praktis
penggunaan komponen harus diperhitungkan. Perhitungan tersebut bertujuan
15
agar besaran aktual pada saat pemakaian tidak pernah melampaui besaran
rating komponen yang tertera di datasheet karena dalam beberapa kasus,
baik forward maupun reverse voltage transien yang nilainya melebihi nilai
maksimum non-repetitive rating menyebabkan kerusakan permanen pada
komponen. Nilai maksimum dari tegangan efektif atau RMS (root mean
square) dan nilai rata-rata arus yang tertera pada datasheet merupakan nilai
arus atau tegangan yang menyebabkan kenaikan suhu mencapai maksimum
pada junction. Besaran yang lain seperti bersarnya arus yang mampu
dialirkan melalui anoda biasanya ditunjukkan berupa fungsi atau grafik, yang
ditentukan oleh suhu kemasan luar komponen dan sudut penyalaan karena
arus maksimum yang mampu dialirkan melalui anoda tergantung pada
bentuk gelombang dari arus dan kondisi suhu eksternal komponen.
Arus surja berbentuk setengah gelombang mampu merusak
komponen seperti thyristor. Untuk menghindari hal tersebut, thyristor harus
diproteksi dari kerusakan yang diakibatkan beban berlebih dengan
pemasangan pengaman (fuse) dengan rating I2t lebih kecil dari rating
maksimum komponen yang tertera pada datasheet. Perlu diperhatikan juga,
besaran pada gate juga tidak boleh melebihi nilai yang tertera pada datasheet
komponen seperti nilai arus, disipasi daya, dan tegangan baik maju atau
mundur (forward atau reverse voltage) (Rashid, 2001:38).
Berbagai spesifikasi thyristor dan karakteristik elektris yang tertera
pada datasheet dari satu manufaktur berbeda-beda dengan yang lain.
Beberapa datasheet hanya memberikan nilai-nilai tertentu seperti nilai
maksimum dan minimum dalam suatu tabel dan karakteristik lainnya
ditunjukkan berupa grafik. Dalam Tabel 1.2 terangkum beberapa
karakteristik komponen yang semuanya dalam batas nilai maksimum. Nilai
maksimum dalam tabel karakteristik memiliki arti bahwa manufaktur
komponen tersebut menjamin komponen tidak akan melebihi nilai yang
diberikan jika dioperasikan pada besaran yang tertera. Sedang untuk nilai
minimum memiliki arti manufaktur komponen tersebut menjamin komponen
akan bekerja pula, dengan karakteristik jika dioperasikan pada besaran yang
tertera. Sebagai tambahan keterangan, deskripsi komponen yang berada
dalam tanda kurung menunjukkan rating khusus untuk komponen itu sendiri.
16
Tabel 1.1 Rating Maksimum Thyristor.
Sumber: Rashid, 2001:37
7.3.3 TRIAC (Bidirectional Thyristor)
TRIAC merupakan gabungan dua thyristor yang terpasang antiparalel
yang terintegrasi dalam satu komponen dengan terminal gate menjadi satu.
Aplikasi praktis dari penggunaan TRIAC sebagai saklar elektronik pada
umumnya sebagai pengaturan tegangan AC, antara lain: VAR kompensator,
17
saklar statis, soft starter dan driver motor (Rashid, 2001:44). Potongan
melintang dan simbol dari TRIAC ditunjukan pada Gambar 1.9.
Pada umumnya TRIAC lebih ekonomis dan lebih mudah dalam
pengontrolannya dibanding sepasang thyristor yang terpasang anti-paralel.
Namun dikarenakan konstruksinya yang terintegrasi menimbulkan beberapa
kekurangan. Kekurangan TRIAC jika dibandingkan thyristor antara lain
sensitivitas arus gate TRIAC lebih buruk dan waktu pemutusan (turn-off
time) lebih lama dan dengan alasan yang sama, nilai dv/dt lebih rendah
sehingga sulit untuk diaplikasikan pada beban induktif sehingga dibutuhkan
rangkaian snubber RC pada rangkaian TRIAC.
Tabel 1.2 Rating Komponen yang Umum Disertakan.
Sumber: Rashid, 2001:38
TRIAC pada dasarnya merupakan komponen dua arah, kerena itulah
terminalnya tidak dapat disebut sebagai anoda maupun katoda. Sebagai
gantinya, terminalnya disebut MT1 dan MT2. Jika terminal MT2 lebih positif
terhadap terminal MT1, TRIAC dipicu dengan memberikan sinyal gate dan
terminal MT1. Bila MT2 lebih negatif terhadap terminal MT1 maka pemicuan
18
dilakukan dengan memberikan sinyal pulsa negatif antara gate dan terminal
MT1. Tanpa memperdulikan kedua polaritas sinyal gate, TRIAC dapat
dinyalakan baik sinyal positif ataupun negatif. Dalam prakteknya, kepekaan
bervariasi antara suatu kuadran dengan kuadran lainnya, umumnya TRIAC
dioperasikan pada kuadran I+ (tegangan dan arus gate positif) dan III-
(tegangan dan arus gate negatif).
Gambar 1.9 Simbol dan karakteristik v – i dari TRIAC.
Sumber: Bose, 2002:10
7.3.4 Pengaman Komponen Daya
Kegagalan operasional pada komponen daya disebabkan baik
mekanisme yang terjadi pada komponen daya itu sendiri atau faktor eksternal
dari rangkaian keseluruhan. Kegagalan akibat faktor komponen antara lain
disebabkan rusaknya komponen (component breakdown) sehingga
menyebabkan arus berlebih atau tegangan berlebih karena komponen berada
pada mode-on terus. Kegagalan akibat faktor rangkaian berhubungan erat
dengan beban, yaitu ketika terjadi perubahan arus dan tegangan yang
diakibatkan perubahan arus seketika pada beban induktif.
Pada saat TRIAC mensuplai beban induktif, komutasi dv/dt mungkin
terjadi ketika TRIAC berganti kondisi dari nyala ke padam (on state ke off
state). Beban induktif menyebabkan tegangan dan arus tidak sefasa sehingga
ketika TRIAC beralih ke kondisi padam yaitu ketika arus menurun dibawah
arus holding menyebabkan tegangan yang besar dengan polaritas terbalik
pada terminal TRIAC. Pemadaman mengakibatkan tegangan pada TRIAC
19
naik seketika dengan kecepatan yang perlu diperhatikan agar tidak memicu
kembali komponen daya.
Rangkaian snubber merupakan rangkaian pengaman komponen daya
akibat tegangan berlebih yang umum digunakan. Rangkaian snubber
merupakan rangkaian disipasi daya yang digunakan untuk mengeliminasi
tegangan taji yang timbul oleh rangkaian bersifat induktif ketika terjadi
proses pensaklaran. Rangkaian snubber sederhana ditunjukkan pada Gambar
1.10.
Gambar 1.10 Rangkaian snubber sederhana.
Sumber: Rashid, 2001:19
Rating dv/dt dari yang diijinkan pada komponen daya yang
digunakan ditunjukkan pada datasheet komponen tersebut. Nilai dv/dt yang
digunakan harus sama atau dibawah dari nilai dv/dt yang tertera pada
datasheet. Untuk menghitung nilai komponen snubber, dv/dt komponen
berhubungan dengan frekuensi resonansi (f0) (Fairchild, 2002:4). Jika bentuk
gelombang tegangan fungsi sinus, nilai dv/dt pada komponen dihitung
melalui persamaan:
(1-12)
(1-13)
(1-14)
20
(1-15)
Jika nilai yang ditetapkan antara lain dv/dtmax diambil dari datasheet
komponen sehingga nilai kapasitor subber CS dan resistor snubber RS dapat
diketahui.
7.3.5 Phase Control Beban Induktif
Phase control merupakan rangkaian thyristor atau TRIAC terkontrol
dengan menunda sudut penyalaan sehingga daya yang disalurkan ke
rangkaian mampu dikontrol (Rashid, 2001:309). Phase control digunakan
pada aplikasi kontrol lampu atau pengontrol kecepatan motor. Gambar 1.11
menunjukkan rangkaian phase control beban induktif dan bentuk gelombang
tegangan dan arus dari rangkaian tersebut.
(a) (b)
Gambar 1.11 (a) Rangkaian phase control beban induktif.
(b) Bentuk gelombang tegangan dan arus beban induktif.
Sumber: Rashid, 2001: 309
Pulsa tunggal dalam pemicuan thyristor cocok dalam aplikasi beban
resisitif namun pulsa tunggal tidak cocok ketika beban bersifat induktif
seperti ditunjukkan pada Gambar 1.12 (a). Ketika thyristor T1 ditriger pada
t=+α, T1 masih konduksi karena beban induktif. Ketika T1 berhenti
konduksi pada titik , pulsa pemicuan telah hilang sehingga TRIAC gagal
konduksi saat siklus negatif. Kegagalan thyristor T2 untuk konduksi
menyebabkan rangkaian beroperasi sebagai penyearah. Masalah ini dapat
dipecahkan dengan menggunakan pulsa pemicuan thyristor yang kontinyu
21
atau menggunakan pulsa train untuk menurunkan disipasi daya seperti
ditunjukkan pada Gambar 1.12 (b) dan (c).
Gambar 1.12 (a) Kegagalan pemicuan menggunakan pulsa tunggal.
(b) Pemicuan menggunakan pulsa kontinyu.
(c) Pemicuan menggunakan pulsa train.
Sumber: Rashid, 2001:311
1.4 Mikrokontroler
Mikrokontroler dianalogikan sebagai sebuah sistem komputer yang
dikemas dalam sebuah chip. Artinya bahwa di dalam sebuah IC
mikrokontroler sebetulnya sudah terdapat kebutuhan minimal agar
mikroprosesor dapat bekerja, yaitu meliputi mikroprosesor, ROM, RAM, I/O
dan clock seperti halnya yang dimiliki oleh sebuah komputer PC. Mengingat
kemasannya yang hanya berupa sebuah chip dengan ukuran yang relatif kecil
tentu saja spesifikasi dan kemampuan yang dimiliki oleh mikrokontroler
menjadi lebih rendah bila dibandingkan dengan sistem komputer seperti PC
baik dilihat dari segi kecepatannya, kapasitas memori maupun fitur-fitur
yang dimilikinya. Mikrokontroler memiliki kelebihan yang tidak bisa
diperoleh pada sistem komputer yaitu dengan kemasannya yang kecil
membuat mikrokontroler menjadi lebih fleksibel dan praktis digunakan
terutama pada sistem-sistem yang relatif tidak terlalu kompleks atau tidak
membutuhkan beban komputasi yang tinggi meskipun dari sisi kemampuan
lebih rendah.
22
2.4 Arduino Uno
Arduino Uno adalah papan mikrokontroler yang dibuat berdasarkan
ATmega328. Arduino Uno memiliki 14 digital input / output pin (dimana 6
dapat digunakan sebagai output PWM), 6 input analog, osilator kristal 16
MHz, koneksi USB, jack listrik, header ICSP, dan tombol reset. Arduino
Uno berisi semua yang diperlukan untuk mendukung mikrokontroler, cukup
menghubungkannya ke komputer dengan kabel USB atau ke sumber
dihubungkan ke adaptor AC-DC atau baterai untuk memulai.
Gambar 1.13 Board Arduino Uno
Fitur dari Arduino Uno adalah sebagai berikut:
Microcontroller ATmega328
Operating Voltage 5V
Input Voltage (recommended) 7-12V
Input Voltage (limits) 6-20V
Digital I/O Pins 14 (of which 6 provide
PWM output)
Analog Input Pins 6
DC Current per I/O Pin 40 mA
DC Current for 3.3V Pin 50 mA
Flash Memory 32 KB (ATmega328) of
which 0.5 KB used by
bootloader
SRAM 2 KB (ATmega328)
EEPROM 1 KB (ATmega328)
23
Clock Speed 16 MH
1.4.1 ATmega328
Sebagai jantung dari Arduino Uno, ATmega328 memiliki konfigurasi
pin sebagai berikut:
Gambar 1.14 Deskripsi pin ATmega328
VCC adalah pin yang berfungsi sebagai pin masukan catu daya.
GND adalah pin yang berfungsi sebagai ground.
Port B (PB0…PB7) adalah pin I/O dua arah
Port C (PC0…PC5) adalah pin I/O dua arah dan pin masukan ADC.
Port D (PD0…PD7) adalah pin I/O dua arah dan
PC6/RESET merupakan pin yang digunakan untuk mereset
mikrokontroler.
AVcc adalah pin masukan tegangan untuk ADC.
AREF merupakan pin masukan teganagan referensi ADC.
1.5 Zero Crossing Detector
Salah satu dari beberapa masalah pada aplikasi moderen saat ini ialah
timbulnya gangguan harmonisa ketika proses pensaklaran tegangan bolak
balik AC. Kebanyakan aplikasi modern dikontrol oleh satu atau lebih
mikrokontroler sehingga memungkinkan untuk meminimalkan gangguan
24
tersebut dengan mudah dan efektif menggunakan fitur-fitur yang terdapat
pada mikrokontroler (Atmel, 2002:1).
Proses timbulnya gangguan harmonisa selama proses pensaklaran
pada dasarnya bergantung pada amplitudo tegangan AC yang disaklar pada
titik tersebut. Demi mendapatkan gangguan serendah mungkin, pensaklaran
yang ideal dilakukan ketika amplitudo tegangan AC nol volt. Pendeteksian
ketika titik tegangan AC nol disebut zero crossing detector. Rangkaian
sederhana guna mendeteksi zero crossing ditunjukkan dalam Gambar 1.15.
Gambar 1.15 Rangkaian minimum zero crossing detector.Sumber: Atmel, 2002:1
Rangkaian pada Gambar 1.15 menjelaskan cara
mengimplementasikan zero crossing detector dalam sebuah rangkaian.
Mikrokontroler pada prinsipnya mempunyai dioda clamping internal pada
pin I/O untuk melindungi mikrokontroler dari tegangan diatas VCC dan
dibawah GND. Dioda tersebut terhubung dari pin ke VCC dan GND, yang
berfungsi menjaga semua sinyal masukan sesuai dengan tegangan operasi
dari mikrokontroler. Semua tegangan yang lebih besar dari V + 0,5V akan
dipaksa turun sampai tegangan V + 0,5V dengan 0,5 volt merupakan adalah
jatuh tegangan pada dioda. Dan semua tegangan dibawah GND – 0,5V akan
dipaksa naik sampai tegangan GND –0,5V (Atmel, 2002:2).
Dioda clamping internal pada pin I/O tersebut mampu mengubah
sebuah sinyal sinusoida tegangan tinggi menjadi sebuah sinyal kotak
tegangan rendah dengan amplitudo tegangan yang sesuai dengan tegangan
operasional mikrokontroler dengan menambahkan sebuah resistor yang
diseri. Fungsi dari dioda tersebut pada dasarnya menyesuaikan tegangan
tinggi pada pin masukan menjadi tegangan operasional mikrokontroler.
25
Sinyal kotak tegangan rendah yang dihasilkan nantinya akan sefasa
dengan sinyal sinusoida tegangan AC. Mikrokontroler dapat menunjukkan
secara akurat kapan zero cross itu terjadi dengan mendeteksi letak tepi naik
dari sinyal kotak tersebut. Sehingga Mikrokotroler dapat menjadi pendeteksi
zero cross yang akurat dengan menggunakan sinyal tersebut dan dengan
kode pemrograman yang singkat berbasiskan interupsi. Sinyal kotak VCC +
0,5V dan GND – 0,5V seperti ditunjukkan pada Gambar 1.16.
Gambar 1.16 Bentuk gelombang masukan PIN eksternal interupt.Sumber: Atmel, 2002:3
Sinyal kotak tersebut terhubung dengan pin interupsi eksternal dari
mikrokontroler sehingga memungkinkan untuk meletakkan sub fungsi
deteksi zero cross dalam rutin interupsi. Sinyal masukan sebenarnya
ditunjukkan dalam Gambar 1.17. Dengan terdeteksinya sebuah zero cross
(terjadi interupsi eksternal pada mikrokontroler) maka dapat diketahui
adanya sebuah satu siklus gelombang yang terjadi. Karena interval antara
terjadinya zero cross (ditandai dengan sebuah interupsi eksternal) sama
dengan periode dari satu buah gelombang sinusoida masukan.
Gambar 1.17 Bentuk gelombang PIN eksternal interupt pada osciloscope.Sumber: Atmel, 2002:4
26
1.6 Optocoupler
Komponen yang digunakan untuk mengisolasi komponen elektronika
daya dengan rangkaian berdaya rendah yang sebagai rangkaian pengontrol
salah satunya adalah optocoupler. Sering kali ditemukan rangkaian
elektronika daya orde megawatt dikontrol hanya dengan rangkaian beberapa
watt. Optocoupler berfungsi sebagai pengisolasi sinyal listrik antara
rangkaian sinyal masukan dan luaran (Mazda, 1997: 82). Optocoupler
merupakan alat yang dipakai untuk mengkopel cahaya dari suatu sumber ke
detektor tanpa adanya perantara. Oleh karena itu piranti ini disebut dengan
optoisolator/optocoupler.
Optocoupler terbuat dari kombinasi dari sumber cahaya dan
pendeteksi cahaya yang tergabung dalam satu kemasan. Light emitting diode
atau LED seringkali digunakan sebagai sumber cahaya, dengan berbagai
komponen semikonduktor sebagai detektor cahaya. Kaca atau plastik
digunakan sebagai pemisah antara sumber cahaya dan detektor, sehingga
memungkinkan untuk ditempatkan pada tempat yang berdekatan.
Pada prinsipnya, sinyal listrik dalam bentuk arus pada masukan
diubah menjadi sinyal optik dengan menggunakan sumber cahaya LED.
Sinyal optik tersebut akan diterima oleh detektor untuk diubah kembali
menjadi sinyal listrik. Umumnya optocoupler dipakai untuk mengisolasi
sinyal listrik yang ada pada rangkaian masukan dan luaran sehingga dapat
digunakan transmisi sinyal antar rangkaian.
Optocoupler memiliki beberapa parameter antara lain: tingkat isolasi
antara sumber cahaya dan detektor, rasio transfer arus masukan-luaran, dan
kecepatan operasi optocoupler. Resistansi isolasi dalam order 1011 ohm, dan
biasanya lebih tinggi dari resistansi bocor antar pin pada papan sirkuit
rangkaian. Cara lain untuk mengetahui tingkat isolasi dengan nilai tegangan
maksimum antara masukan dan keluaran tanpa terjadi tembus. Jika tembus
terjadi akan membentuk jalur resistif karena terbentuknya jalur karbon pada
permukaan atau terbentuknya jalur hubung singkat antara sumber dan
detektor.
Rasio transfer arus merupakan rasio antara arus luaran dan arus
masukan dari sumber potensial, ketika optocoupler bekerja. Rasio transfer
arus detentukan dengan beberapa faktor, termasuk tingkat arus dari sumber
27
potensial dan saturasi dari detektor. Pada umumnya ketika LED digunakan
sebagai sumber cahaya, dan cahaya yang dikeluarkan oleh LED akan
meredup seiring waktu pemakaian memberikan penurunan nilai rasio transfer
arus. Sedang untuk kecepatan operasi pensaklaran merupakan kecepatan
pensaklaran didasakran pada frekuensi maksimum operasi.
Berbagai jenis dari detektor yang digunakan pada optocoupler
ditunjukkan pada Gambar 1.19. Fototransistor-coupler dikenal dalam
kategori harga rendah dengan kecepatan operasi kerja 100-500 kHz dan
minimum rasio transfer arus antara 20% dan 300%. Fotodarlington memiliki
rasio transfer arus antara 100% dan 1000% namun memiliki tingkat
keakuratan yang rendah dikarenakan adanya tingkat penguatan pada
hubungan darlington dengan kecepatan operasi termasuk rendah, dengan
nilai antara 20 kHz dan 10 kHz.
Gambar 1.19 Beberapa contoh detektor optik aplikasi elektronika daya.a) Transistor, b) Darlington, c) Thyristor, d) Triac
Sumber: Mazda, 1997:83
Fotothyristor dan fototriac digunakan sebagai detektor untuk aplikasi
dengan arus yang besar. Namun parameter yang perlu diperhatikan lebih
lanjut adalah arus yang mengalir melalui LED yang nantinya akan memicu
thyristor atau TRIAC. Efisiensi hantaran antara LED dengan fototransistor
yang rendah sehingga perlu untuk mendesain thyristor atau TRIAC yang
memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi. Biasanya proses desain
memerlukan perhatian lebih agar tidak menurunkan parameter yang lain
seperti kemampuan hantaran arus. Beberapa parameter umum dari
fototransistor dan fototriac antara lain: arus pemicuan 10-130 mA, mampu
menyalurkan 100 sampai 300 mA, dan Waktu kerja 1-10 ms.
28
Gambar 1.20 menunjukkan beberapa contoh penggunaan dari
optocoupler. Catu daya terpisah ditunjukkan pada Gambar 1.20(a) sehingga
rating tegangan relatif rendah digunakan pada detektor optik pada rangkaian
luaran. Rangkaian pada Gambar 1.20(b) tidak memerlukan catu daya pada
gate yang terpisah, karena diambil dari sumber yang sama dengan beban.
Namun bagian detektor optik pada rangkaian luaran akan menerima tegangan
penuh dari sumber utama ketika tidak konduksi, sehingga rating tegangan
dari komponen perlu diperhatikan (Mazda, 1997:85). Kadang optocoupler
dilengkapi dengan komponen zero crossing detector yang tergabung menjadi
satu paket sehingga komponen elektronika daya TRIAC mampu disaklar
pada titik zero crossing sumber tegangan AC guna meminimalisir
interferensi gelombang radio.
Gambar 1.20 Contoh rangkaian aplikasi penggunaan optocouplera) Trisitor dengan catu daya terpisah, b) Triac dan beban dengan catu daya sama, c) Triac dengan konvigurasi seri.Sumber: Mazda, 1997:84
1.7 Sensor Arus AC712
Pemanfaatan sensor arus ACS712 pada rangkaian soft starting
motor induksi berguna sebagai pendeteksi arus keluaran TRIAC yang
kemudian digunakan sebagai referensi untuk penentuan sudut penyulutan
29
TRIAC. Sensor arus ACS712 sangat ekonomis dan memberikan solusi
yang teliti untuk sensing arus AC dan DC di industri, komersial, dan
sistem komunikasi. Paket peralatan ini memungkinkan untuk
diimplementasikan dengan mudah oleh pelanggan. Jenis aplikasinya
sudah termasuk kontrol motor, deteksi beban dan manajemen, model
tombol suplai daya, dan proteksi gangguan arus lebih. Peralatan ini tidak
untuk aplikasi otomotif. Peralatan ini terdiri dari sebuah rangkaian yang
presisi, offset rendah, rangkaian Hall linier dengan suatu alur hubungan
tembaga terletak di dekat permukaan yang tidak bergerak. Arus yang
mengalir melalui alur konduksi tembaga menghasilkan medan magnetik
pada Hall IC yang dikonversikan menjadi tegangan proporsional.
Peralatan akurasi dioptimalkan melalui jalur dekat dari sinyal magnetik
pada transduser Hall. tegangan proporsional disediakan oleh offset rendah,
chopper stabillized BiCMOS Hall IC, yang diprogram dengan teliti pada
sebuah kemasan.
Output dari peralatan ini memiliki slope positif (>VIOUT(Q)) ketika arus
yang mengalir meningkat melalui konduksi alur primer (dari pin 1 dan 2,
ke pin 3 dan 4), yang mana alur digunakan untuk sampling arus.
Resistansi internal pada alur konduksi konduktif adalah tipikal 1,2 MΩ,
memberikan rugi daya rendah. Ketebalan konduktor tembaga
memungkinkan kelangsungan pengoperasian peralatan ini sampai dengan
5 kali kondisi arus lebih. Terminal dari alur konduktif secara elektrik
terisolasi dari sadapan sinyal (pin 5 sampai 8). Hal ini memungkinkan
ACS712 untuk digunakan dalam aplikasi yang membutuhkan isolasi
listrik tanpa menggunakan opto-isolator atau teknik isolasi lain yang
mahal. Bentuk fisik sensor arus ACS712 ditunjukkan dalam Gambar 1.21.
Gambar 1.21 Bentuk fisik sensor arus ACS712Sumber: www.allegromicro.com
30
Aplikasi sensor arus ACS712 dan fungsi dari masing-masing pin seperti
ditunjukan dalam Gambar 1.22.
Gambar 1.21 aplikasi sensor arus ACS 712Sumber: www.allegromicro.com
Nomor Pin Nama Penjelasan
1 dan 2 IP+ Terminal untuk arus yang akan dideteksi
3 dan 4 IP- Terminal untuk arus yang akan dideteksi
5 GND Terminal ground
6 FILTER Terminal untuk kapasitor eksternal yang
mengatur bandwidth
7 VIOUT Keluaran sinyal analaog
8 VCC Terminal sumber tegangan
8. Metodologi
Metodologi yang digunakan dalam pengerjaan penelitian ini dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
8.1 Studi Literatur
Studi literatur yang dilaksanakan berupa kajian pustaka terhadap
sumber-sumber bacaan yang relevan sehingga mampu menunjang dalam
proses perancangan dan pembuatan modul soft-starter motor induksi tiga fasa.
Studi literatur yang diperlukan sebagai bahan acuan dalam proses perancangan
seperti mempelajari prinsip kerja motor induksi tiga fasa, teori pengasutan
motor induksi tiga fasa metode soft-starting menggunakan komponen
elektronika daya, prinsip kerja komponen elektronika daya TRIAC, rangkaian
31
pelindung komponen daya TRIAC, pengetahuan dasar mikrokontroler
Arduino, prinsip kerja sensor arus ACS712 dan rangkaian isolasi optocoupler.
8.2 Perancangan Alat
Perancangan alat yang digunakan dalam penelitian pengasutan motor
induksi tiga fasa metode soft-starting closed loop harus memenuhi spesifikasi
dari peralatan yang akan digunakan. Spesifikasi peralatan yang digunakan
antara lain:
1. Alat yang dirancang harus memenuhi spesifikasi motor induksi tiga
fasa sebagai berikut:
Motor induksi tiga fasa rotor sangkar merek AEG.
Motor induksi dirangkai hubungan bintang (Y).
Tegangan line 380 volt
Arus 3,7 ampere
Frekuensi Sumber 50 Hz
Putaran motor 1420 rpm
2. Menggunakan komponen daya TRIAC sebagai pengendali tegangan
tiga fasa pada metode soft-starting.
3. Menggunakan rangkaian zero crossing detector sebagai pendeteksi
kapan sinyal tegangan AC bernilai nol selanjutnya digunakan sebagai
sinyal masukan oleh mikrokontroler.
32
4. Mikrokontroler yang digunakan adalah mikrokontroler Arduino
sebagai pengendali pengasutan motor induksi tiga fasa dengan metode
soft-starting.
5. Optocoupler digunakan sebagai antarmuka dari sinyal pemicuan
mikrokontroler dengan komponen daya TRIAC.
6. Blok sensor arus dengan menggunakan prinsip Hall-Effect Sensor
sebagai sensing arus di salah fasa yang menuju ke motor induksi.
Prinsip utama dari alat ini adalah arduino mengontrol sudut penyulutan
dari TRIAC dengan referensi dari blok sensor arus yang dimasukkan ke pin ADC
dari arduino. Penjelasan blok penyulutan TRIAC adalah sebagai berikut:
1. Sub fungsi pemicuan TRIAC dipanggil ketika telah terdeteksi tegangan
nol AC.
2. Pemicuan TRIAC harus dilakukan sebanyak dua kali selama satu siklus
tegangan AC. Fungsi tunda 1 (delay_1) dan fungsi tunda 2 (delay_2)
digunakan sebagai representasi sudut penyalaan TRIAC.
3. Sudut penyalaan TRIAC ditentukan oleh dua variabel yaitu titik awal
sudut pemicuan TRIAC (α0) dan durasi pewaktu hingga sudut
pemicuan mencapai titik nol (tdurasi). Jika setelah satu siklus nilai fungsi
tunda 1 (delay_1) selalu berkurang sehingga pada suatu waktu nilai
fungsi tunda 1 (delay_1) sama dengan nol, perlu untuk menambah satu
variabel lain yaitu faktor pengurang. Faktor pengurang merupakan
variabel yang perlu untuk didefinisikan berdasarkan nilai awal sudut
pemicuan TRIAC (α0) dan durasi pewaktu hingga sudut pemicuan
mencapai titik nol (tdurasi). Nilai fungsi tunda 1 (delay_1) dirumuskan
menjadi:
(1-16)
(1-17)
33
(1-18)
Dengan penambahan faktor pengurang setiap siklus tegangan AC,
maka nilai fungsi tunda 1 (delay_1) akan berkurang hingga bernilai
nol, dengan penambahan syarat maka perhitungan akan berhenti ketika
nilai telah mencapai titik nol. Proses berkurangnya nilai fungsi tunda
(delay_1) akan membuat sudut penyalaan dari TRIAC bergerak dari
titik awal (α0) ke titik nol dengan durasi yang telah ditentukan (tdurasi).
4. Nilai fungsi pewaktu 2 (delay_2) ditentukan oleh durasi pemicuan yang
dipilih (tON) namun nilainya tetap dikarenakan jarak antara pemicuan
TRIAC siklus tegangan positif dan negatif sebesar 180 atau 10 ms.
(1-19)
5. Pemicuan TRIAC dilakukan dengan memberikan logika 1 pada PORT
luaran ke opto-TRIAC sebagai sinyal pemicuan selama durasi tertentu
(tON).
Dan sebagai syarat untuk melakukan starting torsi start harus mencapai
kondisi dimana torsi motor haruslah lebih besar dibandingkan torsi beban.
Untuk memenuhi kondisi tersebut digunakan rumus sebagai berikut
Torsi starting=T st
T fl
=( I st
I fl)
2
S fl
dimana : Tst dan Ist = Torsi dan arus starting
Tfl dan Ifl = torsi dan arus pada beban penuh
Sfl = Slip pada beban penuh
Soft starter bertujuan untuk mendapatkan start dan stop yang
terkendali, sehalus mungkin serta terproteksi dan mencapai kecepatan nominal
dengan torsi start rendah namun masih memenuhi persyaratan untuk
melakukan starting motor.
34
8.3 Pengujian Alat
Pengujian dilakukan pada masing-masing blok rangkaian untuk
mengamati hasil pengujian pada masing-masing blok yang telah dirangkai.
Setelah pengujian pada masing-masing blok telah selesai, pengujian
selanjutnya dilakukan pada keseluruhan blok yang telah tersusun menjadi satu
sistem modul soft-starter motor induksi tiga fasa. Data dari keseluruhan
pengujian akan dijadikan bahan acuan dalam mengambil kesimpulan.
Pengujian yang dilakukan dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu:
1. Pengujian blok rangkaian zero-crossing detector
2. Pengujian blok rangkaian optocoupler
3. Pengujian blok sudut penyalaan TRIAC
4. Pengujian blok sensor arus
5. Pengujian keseluruhan sistem soft-starting motor induksi tiga fasa
8.4 Penutup
Setelah melakukan pengujian terhadap modul soft-starter motor
induksi tiga fasa yang telah dibuat tahap selanjutnya adalah pengambilan
kesimpulan dari keseluruhan sistem yang telah dibuat. Tahap terakhir adalah
penulisan saran dalam penyusunan laporan penelitian ini, saran yang
dimaksudkan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi serta
menyempurnakan penelitian untuk pengembangan di masa mendatang.
9. Rencana Kegiatan
Kegiatan penyusunan skripsi ini direncanakan dikerjakan dalam waktu
empat bulan dengan kegiatan setiap bulannya sebagai berikut:
No. KegiatanBulan Ke-
I II III IV
1. Seminar Proposal
2. Studi Literatur
3. Perancangan Alat
4. Pengujian Alat
35
5. Penyusunan Laporan
6. Seminar Hasil
10. Referensi
Atmel. 2002. AVR182: Zero Cross Detector. California: Atmel.
Atmel. 2006. ATmega8535/ATmega8535L, 8-bit AVR Microcontroller with 8 Kbytes in-System Programmable Flash. California: Atmel.
Allegro. 2006. Fully Integrated, Hall Effect-Based Linear Current Sensor with 2.1 kVRMS Voltage Isolation and a Low-Resistance Current Conductor. Massachusetts: Allegro MicroSystems, Inc.
McRoberts, Michael. 2010. Beginning Arduino. New Yok: Springer Science.
Boldea, Ion dan Syed A. Nasar. 2002. The Induction Machine Handbook. Florida: CRC Press.
Bose, Bimal K. 2002. Modern Power Electronics and AC Drives. New Jersey: Prentice Hall PTR.
Fairchild. 2002. Application Note AN-3004: Applications of Zero Voltage crossing Optically Isolated Triac Drivers. Fairchild Semiconductor Corporation.
Huges, Austin. 2006. Electric Motors and Drives Fundamentals, Types and Applications Third Edition. Oxford: Elsevier Ltd.
Kjellberg, Magnus dan Soren Kling. 2003. Softstarter Handbook. Kanada : ABB.
Mazda, Fraidoon. 1997. Power Electronics Handbook 3rd Edition. Oxford: Newnes.
Rashid, Muhammad H. 2001. Power Electronics Handbook. London: Academic Press.
36