soft starting dhito-skripsi

52
1. JUDUL PERANCANGAN SOFT STARTER MOTOR INDUKSI 3 FASA DENGAN METODE CLOSED LOOP MENGGUNAKAN MIKROKONTROLER ARDUINO 2. LATAR BELAKANG Motor induksi merupakan merupakan jenis motor yang paling banyak digunakan secara luas dalam industri besar maupun kecil dibandingkan jenis motor yang lain. Hal ini dikarenakan motor jenis ini memiliki keunggulan-keunggulan dibandingkan jenis motor lain baik dari segi teknis maupun ekonomis. Meskipun memiliki berbagai keunggulan dibanding jenis motor lain, motor induksi memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut: a. Pengaturan kecepatan sulit dilakukan b. Arus awal (start) yang besar (lima sampai tujuh kali arus normal) c. Faktor daya yang rendah terutama pada saat memikul beban ringan Meskipun motor induksi memiliki arus awal (start) yang besar, namun dapat diatasi dengan beberapa metode starting, antara lain: a. Starting Y b. Starting Δ c. Starting Y – Δ d. Soft Starting Open Loop e. Soft Starting Closed Loop (umpan balik) 1

Upload: ardhito-primatama

Post on 26-Jul-2015

502 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Soft Starting Dhito-skripsi

1. JUDUL

PERANCANGAN SOFT STARTER MOTOR INDUKSI 3 FASA DENGAN

METODE CLOSED LOOP MENGGUNAKAN MIKROKONTROLER

ARDUINO

2. LATAR BELAKANG

Motor induksi merupakan merupakan jenis motor yang paling banyak

digunakan secara luas dalam industri besar maupun kecil dibandingkan jenis

motor yang lain. Hal ini dikarenakan motor jenis ini memiliki keunggulan-

keunggulan dibandingkan jenis motor lain baik dari segi teknis maupun

ekonomis. Meskipun memiliki berbagai keunggulan dibanding jenis motor

lain, motor induksi memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut:

a. Pengaturan kecepatan sulit dilakukan

b. Arus awal (start) yang besar (lima sampai tujuh kali arus

normal)

c. Faktor daya yang rendah terutama pada saat memikul beban

ringan

Meskipun motor induksi memiliki arus awal (start) yang besar, namun

dapat diatasi dengan beberapa metode starting, antara lain:

a. Starting Y

b. Starting Δ

c. Starting Y – Δ

d. Soft Starting Open Loop

e. Soft Starting Closed Loop (umpan balik)

Metode starting Y, Δ, dan Y – Δ sudah banyak digunakan sebagai

solusi dari besarnya arus awal (start) motor induksi. Namun seiring dengan

perkembangan teknologi elektronika daya dewasa ini, metode soft starting

berkembang dan dapat dikendalikan dengan kontroler. Prinsip soft starting

adalah dengan melakukan proses starting dengan memasukkan tegangan dan

arus secara bertahap dari sumber tenaga ke dalam motor induksi, sehingga

tidak memerlukan arus starting yang besar.

Metode soft starting memiliki dua macam tipe. Soft starting open loop

memiliki kemampuan untuk menghasilkan starting yang halus namun tidak

mampu menghasilkan torsi yang diinginkan. Dan tegangan akan naik sampe

1

Page 2: Soft Starting Dhito-skripsi

ke level maksimal meskipun beban yang terpasang pada motor macet.

Sedangkan soft starting closed loop (umpan balik) memantau keluaran dan

secara dinamis menyesuaikan tegangan input sampai target tercapai.

Untuk memudahkan pengaturan di atas digunakan teknologi kontroler

seperti mikrokontroler. Salah satunya adalah Arduino. Arduino adalah salah

satu kontroler open-source yang dapat diaplikasikan untuk mengontrol

berbagai perangkat. Seperti lampu, motor, dan aktuator lainnya.

Penelitian ini berdasarkan atas skripsi M. Iqbal Dias P. yang berjudul

“Perancangan Modul Pengasutan Motor Induksi Tiga Fasa Metode Soft

Starting Pada Praktikum Mesin Elektrik” pada tahun 2011. Metode yang

digunakan pada skripsi tersebut adalah metode soft starting open loop. Dan

penelitian ini merupakan penyempurnaan dari skripsi tersebut dengan

menambahkan feedback/umpan balik pada keluaran triac menuju ke

mikrokontroler. Feedback berupa sensing arus agar sistem mampu menekan

arus pengasutan menjadi lebih kecil lagi dibandingkan dengan sistem yang

telah dirancang di skripsi yang dibuat oleh M. Iqbal Dias P.

3. RUMUSAN MASALAH

Mengacu pada permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang di atas,

dirumuskan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana merancang modul soft-starting motor induksi tiga fasa

menggunakan komponen elektronika daya berbasis Arduino.

b. Bagaimana mengatur soft starting agar dapat memantau keluaran dan

dapat menyesuaikan tegangan input.

c. Bagaimana perbandingan antara metode soft starting open loop dengan

closed loop (umpan balik).

d. Bagaimana pengaruh penambahan umpan balik terhadap arus awal

motor induksi pada kondisi tak berbeban dan berbeban.

4. RUANG LINGKUP

a. Motor induksi yang digunakan berupa motor induksi tiga fasa rotor

sangkar terhubung bintang (Y) merek AEG hubungan Y/; 380/220 V;

I 3,7/6,4 A; 50 Hz; n = 1420 rpm, daya 1,5 kW.

2

Page 3: Soft Starting Dhito-skripsi

b. Motor induksi tiga fasa yang digunakan dioperasikan tanpa beban dan

berbeban.

c. Mikrokontroler yang digunakan Arduino.

d. Parameter yang diamati hanya respon arus pada saat pengasutan motor

induksi tiga fasa secara langsung dan menggunakan modul soft-starter.

5. TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan kehandalan sistem soft start

open loop dengan soft start closed loop.

6. SISTEMATIKA PENULISAN HASIL SKRIPSI

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini

adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Memuat latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup, tujuan, dan

sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tinjauan pustaka atau dasar teori yang digunakan untuk dasar penelitian

yang dilakukan dan untuk mendukung permasalahan yang diungkapkan.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Memberikan penjelasan tentang metode yang digunakan dalam skripsi ini,

meliputi metode pengambilan data, pengolahan data, dan analisis data.

BAB IV : PEMBAHASAN

Berisi pembahasan dan analisis terhadap hasil pengujian terhadap soft starting

closed loop system.

BAB V : PENUTUP

7. TINJAUAN PUSTAKA

7.1 Motor Induksi

Motor induksi merupakan motor yang umum digunakan dalam dunia

industri dan rumah tangga. Motor induksi sering digunakan karena motor

induksi merupakan mesin yang ekonomis, handal, dan tersedia untuk berbagai

aplikasi dan lingkungan kerja dengan jangkauan daya mulai dari beberapa watt

sampai megawatt. Motor induksi multi fasa sering dijumpai dalam berbagai

3

Page 4: Soft Starting Dhito-skripsi

aplikasi berdaya besar sebagai penggerak utama seperti dijumpai di dunia

industri sebagai pompa, kipas angin, kompresor dll. Motor induksi sering pula

digunakan secara luas pada peralatan rumah tangga sebagai kipas angin, mesin

cuci, peralatan pertukangan dll (Bose, 2002: 30).

7.1.1 Prinsip Kerja

Salah satu prinsip dasar motor induksi ialah proses terciptanya medan

yang berputar di celah udara. Medan putar merupakan resultan fluksi yang

berputar akibat dari kumparan stator yang disuplai dengan sumber tiga fasa

ideal, yang memiliki besaran yang sama, frekuensi yang sama dengan beda

fasa masing-masing fasa 120. Motor induksi tiga fasa dua kutub ideal

ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Ketika sumber tiga fasa digunakan sebagai catu daya menyebabkan

arus sinus tiga fasa mengalir pada kumparan stator tiga fasa yang

ditunjukkan pada persamaan sebagai berikut:

(1-1)

(1-2)

(1-3)

Akibat adanya arus yang mengalir di setiap kumparan tiap fasa, maka

dihasilkan GGM (gaya gerak magnetik) atau MMF (magneto motive force).

GGM yang dihasilkan tiap kumparan terdistribusi di setiap titik celah udara

dan membentuk gelombang sinus jika ditinjau dari sumbu kumparan tersebut

(Bose, 2002:31).

Titik acuan diambil ketika t = 0, arus mengalir ke kumparan stator tiga

fasa sesuai dengan menggunakan Persamaan (2-1) – (2-3) maka arus yang

mengalir di tiap fasa ketika t = 0, bernilai Ia = Im, Ib = -Im/2, Ic = -Im/2.

Bentuk gelombang GGM dan sumbu acuannya ditunjukkan pada Gambar 1.2.

4

Page 5: Soft Starting Dhito-skripsi

Gambar 1.1 Motor induksi tiga fasa dua kutub ideal.

Sumber: Bose, 2002:31

Sudut awal dinotasikan sebagai maka GGM yang terbentuk sebagai

fungsi sudut ditunjukkan oleh persamaan sebagai berikut:

(1-4)

(1-5)

(1-6)

Pada persamaan diatas nilai 2/3 merupakan perbedaan sudut tergeser antar

kumparan stator dan N = jumlah lilit per kumparan pada tiap fasa, resultan

GGM dengan sudut awal ditunjukkan oleh persamaan sebagai berikut:

(1-7)

5

Page 6: Soft Starting Dhito-skripsi

Gambar 1.2 Distribusi GGM tiga fasa pada kumparan stator pada saat t = 0.

Sumber: Bose, 2002:32

Persamaan (1-1) sampai (1-3) dengan Persamaan (1-7) disubtitusikan

dalam satu persamaan maka diperoleh persamaan baru sebagai berikut:

(1-8)

Persamaan (1-8) disederhanakan lagi dengan menjabarkan terlebih dahulu,

sehingga F(,t) disederhanakan kembali menjadi:

(1-9)

Pada Persamaan (2-9) dijelaskan bahwa GGM yang terdistribusi

memiliki nilai puncak sebesar yang berputar di celah udara dengan

kecepatan sudut sinkron e. Pada persamaan tersebut dijelaskan pula rotor

pada motor induksi tiga fasa dua kutub berputar penuh satu putaran setiap satu

siklus gelombang arus sinusoidal. Dengan demikian untuk motor induksi

dengan jumlah kutub sebanyak P-kutub, kecepatan sinkron mesin tersebut

menjadi:

6

Page 7: Soft Starting Dhito-skripsi

(1-10)

ns = kecepatan sinkron dengan satuan rpm (revolusi per menit) dan

merupakan frekuensi sumber tiga fasa dengan satuan Hz.

Sifat dari rotor dipengaruhi oleh perbedaan antara kecepatan rotor

dengan kecepatan medan putar. Ketika rotor dalam keadaan diam, medan putar

akan memotong batang konduktor dengan kecepatan sinkron sehingga muncul

beda potensial yang besar di rotor. Namun ketika rotor berputar dalam

kecepatan sinkron tidak ada perbedaan kecepatan sehingga tidak muncul beda

potensial yang terinduksi di rotor (Huges, 2006:185). Perbedaan antara

kecepatan medan putar (ns) dengan kecepetan rotor (nr) disebut kecepatan slip

dan dinyatakan dengan rumus:

(1-11)

Tegangan terinduksi pada rotor sebanding dengan kecepatan slip,

tegangan induksi nol kecepatan rotor sama dengan kecepatan medan putar

(s=0) dan tegangan induksi maksimum saat rotor diam (s=1). Frekuensi dari

tegangan terinduksi pada rotor juga sebanding dengan slip. Hubungan antara

tegangan terinduksi dan frekuensi pada rotor dengan slip ditunjukkan pada

Gambar 1.3.

Gambar 1.3 Grafik tegangan terinduksi dan frekuensi rotor dengan slip.

Sumber: Huges, 2006:186

Tegangan terinduksi menghasilkan arus pada batang konduktor di rotor

karena konduktor dihubung singkat di ujungnya. Arus yg mengalir

membentuk jalur tertutup dan arus yg mengalir akan berinteraksi dengan fluksi

7

Page 8: Soft Starting Dhito-skripsi

untuk menghasilkan torsi pada motor dengan arah putaran yang sama dengan

arah putar medan putar. Ketika kecepatan sinkron ns sama dengan kecepatan

rotor nr maka rotor tidak terinduksi sehingga torsi tidak dapat dibangkitkan.

Namun pada saat kecepatan rotor berbeda dengan kecepatan sinkron, (ns – nr)

kecepatan slip muncul dan torsi pun dapat dibangkitkan (Bose, 2002:33).

7.1.2 Pengasutan Langsung Motor Induksi

Proses pengasutan merupakan proses pencatuan motor induksi baik

secara langsung maupun tidak langsung dengan sumber tegangan sehingga

berimbas pada variasi kecepatan, arus, dan torsi yang dihasilkan (Boldea,

2002:1 Bab 8). Arus yang besar pada saat proses pengasutan merupakan

kelemahan motor induksi karena menyebabkan turunnya tegangan seketika

yang tidak diharapkan pada sistem tegangan. Arus yang besar pada saat proses

pengasutan juga tidak diimbangi dengan torsi awal yang besar. Kurva arus dan

torsi sebagai fungsi dari slip untuk pengasutan langsung pada motor induksi

secara umum ditunjukkan pada Gambar 1.4.

Gambar 1.4 Kurva torsi-kecepatan dan arus-kecepatan untuk motor induksi rotor sangkar.

Dengan torsi dan arus pada saat beban penuh (full-load).

Sumber: Huges, 2006:195

Dari Gambar 1.4 diketahui bahwa torsi per ampere arus yang mengalir

berada pada nilai yang rendah (ketika slip tinggi), dan mencapai nilai yang

tinggi pada daerah kerjanya (ketika slip rendah) (Huges, 2006:195).

Kekurangan dari metode pengasutan langsung ialah arus yang mengalir ketika

proses akselerasi sangat besar mencapai enam sampai tujuh kali arus nominal

dari motor. Nilai dari arus yang mengalir ketika proses pengasutan bergantung

juga dari ukuran motor, namun secara umum semakin kecil motor maka

8

Page 9: Soft Starting Dhito-skripsi

semakin besar perbandingan arus pada proses pengasutan dari arus

nominalnya. Selama proses pengasutan menggunakan metode langsung, torsi

dari motor terlalu tinggi jika dibandingkan dengan torsi awal dari aplikasi

penggunaan motor itu sendiri. Torsi bisa dianalogikan dengan gaya, gaya yang

terlalu besar akan memberikan tekanan pada peralatan kopel mekanik dan

penggerak (Kjellberg, 2003:9).

Hubungan antara torsi dengan kecepatan rotor ditunjukkan dengan

rumus berikut

T e=Jd ωm

dt+Bm ωm+T L

Dimana m adalah kecepatan sudut mekanis rotor dan untuk mesin

dengan p kutub:

ωm=2P

ωr

Sehingga

T e=J ( 2P ) d ωr

dt+Bm

2P

ωr+T L

dimana : Te = Torsi elektromagnetik (N m)

J = Momen inersia rotor (kg m2 )

ωr = Kecepatan sudut listrik dari rotor (rad/detik)

Bm = Koefisien gesekan (N m detik/rad)

TL = Torsi beban (N m)

7.2 Pengasutan Metode Soft-Starting

Metode sederhana dalam pengontrolan pengasutan pada motor induksi

dengan menurunkan tegangan AC melalui kontroler tegangan disebut metode

soft-starting. Metode soft-starting merupakan metode yang sederhana dan

digunakan secara luas pada saat ini. Metode Soft-Starting mengontrol

tegangan tiga fasa stator dengan tujuan membatasi arus stator pada saat

pengasutan (Huges, 2006:204).

Dua konfigurasi dasar dari perancangan Soft-Starter ditunjukkan pada

Gambar 2.8. Pada konfigurasi tersebut thyristor dipasang antiparalel satu sama

lain, dan terpasang seri dengan sumber listrik tiga fasa dan kumparan stator.

9

Page 10: Soft Starting Dhito-skripsi

Konfigurasi thyristor yang terpasang bintang pada Gambar 2.5 (a) merupakan

standar pembentukan perancangan Soft-Starter di dunia industri. Untuk Soft-

Starter yang ditujukan penggunaannya pada motor berdaya kecil (rating

puluhan kW) antiparalel thyristor dapat diganti dengan TRIAC untuk

memotong biaya perancangan (Boldea, 2002:8 Bab 8).

Berbagai metode pengontrolan sudut penyalaan komponen elektronika

daya telah ditemukan dengan berbagai kompleksitas dan biaya yang harus

dikeluarkan. Metode open loop merupakan metode dengan biaya rendah

dimana metode open loop membuat sudut penyalaan berjalan linier dengan

waktu. Sudut penyalaan yang linier menyebabkan tegangan pada motor naik

perlahan sejalan dengan akselerasi motor. Waktu lonjakan dapat ditentukan

dengan metode coba-coba (trial and error) agar memberikan waktu

pengasutan terbaik (Huges, 2006:204). Setiap thyristor dipicu setiap setengah

siklus dan disinkronkan dengan sumber tegangan AC. Dengan demikian sudut

pemicuan merupakan nilai variabel sehingga setiap pasang thyristor yang

terpasang antiparalel akan konduksi sesuai dengan proporsi sudut

penyalaannya.

Gambar 1.5 Konvigurasi soft-starter motor induksi tiga fasa.

(a) hubungan bintang (b) hubungan segitiga

Sumber: Boldea, 2002:8 Bab 8

Sudut pemicuan dihitung terhadap titik persinggungan titik nol (zero

crossing) jika motor memiliki sudut faktor daya dengan notasi 1 dan bentuk

gelombang masukan dan luaran ditunjukkan pada Gambar 1.6 di bawah ini.

10

Page 11: Soft Starting Dhito-skripsi

Gambar 1.6 Kurva tegangan fasa dan arus pada Soft-starter.

Sumber: Boldea, 2002:9 Bab 8

Bentuk gelombang arus tidak murni sinusoidal menunjukkan arus yang

terdistorsi oleh harmonisa namun motor mampu menerima hal tersebut. Arus

stator akan kontinyu jika sudut pemicuan lebih kecil dari sudut faktor daya

motor (α1) dan sebaliknya arus stator akan diskontinyu jika sudut

pemicuan lebih besar dari sudut faktor daya motor (α1). Untuk

mengurangi tegangan pada proses pengasutan sudut penyalaan pada kondisi

arus tidak kontiyu tetap dibutuhkan meskipun harmonisa yang ditimbulkan

karena kediskontinyuan arus mengganggu peralatan lain yang satu sumber

(Boldea, 2002:9 Bab 8).

7.3 Thyristor

Thyristor, atau silicon-controlled rectifiers (SCR) sejak lama telah

menjadi tulang punggung peralatan konversi dan kontrol daya di dunia

industri. Thyristor biasanya memiliki tiga terminal (gate, anoda dan katoda)

tersusun atas empat lapis semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Thyristor

merupakan sebuah saklar elektronik terkontrol dan dioperasikan pada dua

titik yaitu titik kerja mendekati idealnya (tidak ada tegangan jatuh antara

katoda dan anoda) dan titik blocking (tidak ada arus yang mengalir melalui

anoda) untuk mengatur aliran daya pada suatu rangkaian. Berbeda dengan

komponen elektronika digital yang didesain untuk menyalurkan dua level

tegangan rendah dengan arus yang rendah pula, thyristor harus mampu

menyalurkan arus yang besar dan mampu menahan tegangan yang besar pula

(Rashid, 2001:27).

11

Page 12: Soft Starting Dhito-skripsi

Thyristor seding diaplikasikan pada peralatan berdaya besar karena

thyristor didesain untuk menangani rangkaian berdaya besar (tegangan lebih

dari 1 kV dan arus diatas 100 A). Thyristor juga digunakan pada beberapa

rangkaian tegangan bolak balik (50 Hz dan 60 Hz pada peralatan komersial

atau 400 Hz pada peralatan pesawat terbang) untuk mengontrol aliran daya

bolak balik. Thyristor juga dinamakan phase-control device karena pada

umumnya dinyala-matikan pada sudut penyalaan tertentu pada tegangan

bolak balik. Beberapa aplikasi dari penggunaan thyristor dapat dijumpai pada

rangkaian kontrol motor dan dimmer pada lampu penerangan.

7.3.1 Prinsip Kerja

Thyristor memiliki tiga persambungan (junction) dan tersusun atas

empat lapisan silikon p-n-p-n, simbolnya sama dengan dioda penyearah

namun dengan terminal tambahan yang disebut gate. Gate inilah yang

menjadi pengendali operasi penyearahan. Simbol dan susunan SCR dapat

dilihat pada Gambar 1.7.

Gambar 1.7 Susunan semikonduktor pada thyristor dan simbol thyristor.

Sumber: Rashid, 2001:27

Saat tegangan terminal anoda dibuat lebih positif terhadap terminal

katoda dan arus gate nol (rangkaian terbuka), thyristor berada pada kondisi

forward-blocking state. Pada kondisi tersebut junction J1 dan J3 terbias maju

dan junction J2 terbias mundur sehingga hanya mengalir arus bocor antara

anoda dan katoda. Arus bocor tersebut menyebabkan kenaikan suhu pada

peralatan dan biasanya diabaikan karena terlalu kecil. Bila tegangan anoda-

katoda yang diberikan melebihi nilai maksimum forward-blocking voltage

dari thyristor maka thyristor berubah kondisi menjadi on-state namun

12

Page 13: Soft Starting Dhito-skripsi

penyalaan yang disebabkan ketidaksamaan aliran arus biasanya bersifat

merusak dan harus dihindari (Rashid, 2001:29).

Junction J2 terbias maju ketika arus gate positif mengalir sehingga

akan terbentuk lintasan pembawa muatan bebas melewati ketiga junction

thyristor yang akan menyalurkan arus yang besar. Thyristor pada keadaan

tersebut dalam keadaan konduksi atau forward conduction. Karakterisitik v-i

suatu thyristor pada umumnya ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Gambar 1.8 Karakteristik v-i thyristor.

Sumber: Rashid, 2001:30

Arus anoda (ia) sebagai fungsi tegangan anoda-katoda (vAK)

ditunjukkan pada Gambar 1.8. Forward blocking ditunjukkan pada posisi

arus anoda rendah pada grafik (kurva menikung pada area operasi-1). Ketika

arus gate nol dan tegangan anoda katoda positif vAK, thyristor berapa pada

kondisi forward blocking akibat junction J2 yang dibias mundur. Pada titik

operasi-1 arus sangat kecil mengalir (iCO saja) melalui komponen. Akan

tetapi ketika tegangan pada komponen melebihi nilai forward-blocking

voltage, thyristor akan terkonduksi (on-state) yang ditunjukkan pada area

operasi-2. Ketika arus gate tidak nol, maka blocking voltage akan menurun

akibat efek multiplikasi carier. Pada Gambar 1.8 juga ditunjukkan pada saat

thyristor terkonduksi (arus anoda ia yang besar dengan vAK yang kecil)

thyristor bertindak seperti dioda daya pada umumnya.

Pada saat thyristor konduksi arus anoda dibatasi oleh resistansi atau

impedansi luar sehingga arus anoda harus lebih besar dari suatu nilai yang

13

Page 14: Soft Starting Dhito-skripsi

disebut latching current IL. Latching current IL adalah arus anoda minimum

yang diperlukan sehingga membuat thyristor tetap terkonduksi walaupun

sinyal gate telah dihilangkan. Ketika thyristor telah terkonduksi dan arus

anoda menurun nilainya maka komponen bisa berubah kondisi menjadi

forward-blocking jika arus maju anoda berada dibawah suatu tingkatan arus

yang disebut dengan holding current IH. Nilai holding current lebih kecil dari

pada latching current IL (IH < IL) sehingga holding current merupakan arus

anoda minimum untuk mempertahankan thyristor pada kondisi nyala

(Rashid, 2001:30).

Karakterisitik balik thyristor terletak pada kuadran III pada Gambar

1.8, dimana dua junction J1 dan J3 dibias mundur (tegangan vAK negatif)

sehingga thyristor berada pada kondisi reverse blocking dan arus bocor yang

mengalir disebut reverse current IR akan mengalir melalui komponen.

Thyristor dapat berubah dari kondisi belum menghantar menjadi

menghantar yang disebut forward conduction karena sebab-sebab berikut:

(Rashid, 2001:77)

Tegangan bias maju melebihi tegangan breakover

Pada kondisi ini, bila tegangan bias maju terus bertambah

tetapi tanpa adanya sinyal gate maka pada suatu nilai tertentu akan

menyebabkan tegangan breakdown. Tegangan bias yang diperlukan

untuk mencapai kondisi ini disebut forward break over voltage (Vbo).

Pada tegangan ini, Thyristor akan berubah sifatnya dari keadaan

padam dengan arus yang kecil dan tegangan antar terminal besar

menjadi kondisi menghantar dengan tegangan kecil dan arus yang

tergantung pada beban.

Efek dv/dt

Thyristor dapat terkonduksi walaupun tidak diberi sinyal gate

apabila terjadi kenaikan tegangan maju yang sangat cepat. Gejala

kenaikan tegangan maju yang sangat cepat yang menyebabkan

thyristor terkonduksi dinamakan efek dv/dt. Peningkatan yang sangat

cepat dari tegangan anoda akan mengakibatkan arus transien pada

gate yang cukup untuk membuat thyristor menghantar. Efek ini tidak

dipergunakan dalam pengendalian thyristor, oleh sebab itu dalam

14

Page 15: Soft Starting Dhito-skripsi

suatu rangkaian yang menggunakan thyristor perlu dipasang

pengaman terhadap efek dv/dt.

Trigger pada gate

Thyristor akan berubah kondisi apabila diberikan bias maju di

antara gate dan katoda sedangkan anode lebih positif terhadap katoda,

akan tetapi dengan tegangan bias maju kurang dari Vbo. Thyristor

tidak akan menghantar bila tidak ada tegangan antara katoda dan gate

yang menghasilkan arus gate yang cukup untuk membuat thyristor

dalam kondisi menghantar. Dalam kondisi menghantar, thyristor akan

bersifat seperti dioda yang sedang menghantar.

7.3.2 Parameter Thyristor

Sebelum merancang aplikasi berbasis komponen elektronika, suatu

keharusan untuk mengerti akan spesifikasi dan karakteristik elektris

komponen-komponen yang akan digunakan. Demi mempermudah proses

pemahaman akan suatu komponen, manufaktur komponen tersebut telah

membuat suatu daftar yang berisi baik tabel-tabel maupun grafik-grafik yang

menjelaskan spesifikasi suatu komponen yang biasa disebut datasheet.

Kemampuan dalam memahami dan menggunakan datasheet merupakan

suatu keharusan demi perancangan peralatan yang lebih praktis dan efisien

(Rashid, 2001:37).

Sebuah datasheet berhubungan erat dengan rating dan karakteristik

(device characteristic) komponen tersebut. Rating merupakan suatu nilai

baik maksimum atau minimum yang menjadi batasan dari kemampuan

komponen tersebut. Sedangkan nilai karakteristik komponen (thyristor

characteristic) merupakan hasil pengukuran dari performansi komponen

dalam kondisi dan percobaan tertentu pada komponen tersebut (Rashid,

2001:37). Rangkuman dari beberapa nilai maksimum (maximum rating) yang

perlu untuk diperhatikan dalam pemilihan thyristor untuk pemakaian tertentu

ditunjukkan pada Tabel 1.1. Deskripsi komponen yang berada dalam tanda

kurung menunjukkan rating untuk komponen itu sendiri.

Nilai bias maju atau bias mundur berulang maupun tidak (forward

reverse repetitive and non-repetitive voltage rating) dalam aplikasi praktis

penggunaan komponen harus diperhitungkan. Perhitungan tersebut bertujuan

15

Page 16: Soft Starting Dhito-skripsi

agar besaran aktual pada saat pemakaian tidak pernah melampaui besaran

rating komponen yang tertera di datasheet karena dalam beberapa kasus,

baik forward maupun reverse voltage transien yang nilainya melebihi nilai

maksimum non-repetitive rating menyebabkan kerusakan permanen pada

komponen. Nilai maksimum dari tegangan efektif atau RMS (root mean

square) dan nilai rata-rata arus yang tertera pada datasheet merupakan nilai

arus atau tegangan yang menyebabkan kenaikan suhu mencapai maksimum

pada junction. Besaran yang lain seperti bersarnya arus yang mampu

dialirkan melalui anoda biasanya ditunjukkan berupa fungsi atau grafik, yang

ditentukan oleh suhu kemasan luar komponen dan sudut penyalaan karena

arus maksimum yang mampu dialirkan melalui anoda tergantung pada

bentuk gelombang dari arus dan kondisi suhu eksternal komponen.

Arus surja berbentuk setengah gelombang mampu merusak

komponen seperti thyristor. Untuk menghindari hal tersebut, thyristor harus

diproteksi dari kerusakan yang diakibatkan beban berlebih dengan

pemasangan pengaman (fuse) dengan rating I2t lebih kecil dari rating

maksimum komponen yang tertera pada datasheet. Perlu diperhatikan juga,

besaran pada gate juga tidak boleh melebihi nilai yang tertera pada datasheet

komponen seperti nilai arus, disipasi daya, dan tegangan baik maju atau

mundur (forward atau reverse voltage) (Rashid, 2001:38).

Berbagai spesifikasi thyristor dan karakteristik elektris yang tertera

pada datasheet dari satu manufaktur berbeda-beda dengan yang lain.

Beberapa datasheet hanya memberikan nilai-nilai tertentu seperti nilai

maksimum dan minimum dalam suatu tabel dan karakteristik lainnya

ditunjukkan berupa grafik. Dalam Tabel 1.2 terangkum beberapa

karakteristik komponen yang semuanya dalam batas nilai maksimum. Nilai

maksimum dalam tabel karakteristik memiliki arti bahwa manufaktur

komponen tersebut menjamin komponen tidak akan melebihi nilai yang

diberikan jika dioperasikan pada besaran yang tertera. Sedang untuk nilai

minimum memiliki arti manufaktur komponen tersebut menjamin komponen

akan bekerja pula, dengan karakteristik jika dioperasikan pada besaran yang

tertera. Sebagai tambahan keterangan, deskripsi komponen yang berada

dalam tanda kurung menunjukkan rating khusus untuk komponen itu sendiri.

16

Page 17: Soft Starting Dhito-skripsi

Tabel 1.1 Rating Maksimum Thyristor.

Sumber: Rashid, 2001:37

7.3.3 TRIAC (Bidirectional Thyristor)

TRIAC merupakan gabungan dua thyristor yang terpasang antiparalel

yang terintegrasi dalam satu komponen dengan terminal gate menjadi satu.

Aplikasi praktis dari penggunaan TRIAC sebagai saklar elektronik pada

umumnya sebagai pengaturan tegangan AC, antara lain: VAR kompensator,

17

Page 18: Soft Starting Dhito-skripsi

saklar statis, soft starter dan driver motor (Rashid, 2001:44). Potongan

melintang dan simbol dari TRIAC ditunjukan pada Gambar 1.9.

Pada umumnya TRIAC lebih ekonomis dan lebih mudah dalam

pengontrolannya dibanding sepasang thyristor yang terpasang anti-paralel.

Namun dikarenakan konstruksinya yang terintegrasi menimbulkan beberapa

kekurangan. Kekurangan TRIAC jika dibandingkan thyristor antara lain

sensitivitas arus gate TRIAC lebih buruk dan waktu pemutusan (turn-off

time) lebih lama dan dengan alasan yang sama, nilai dv/dt lebih rendah

sehingga sulit untuk diaplikasikan pada beban induktif sehingga dibutuhkan

rangkaian snubber RC pada rangkaian TRIAC.

Tabel 1.2 Rating Komponen yang Umum Disertakan.

Sumber: Rashid, 2001:38

TRIAC pada dasarnya merupakan komponen dua arah, kerena itulah

terminalnya tidak dapat disebut sebagai anoda maupun katoda. Sebagai

gantinya, terminalnya disebut MT1 dan MT2. Jika terminal MT2 lebih positif

terhadap terminal MT1, TRIAC dipicu dengan memberikan sinyal gate dan

terminal MT1. Bila MT2 lebih negatif terhadap terminal MT1 maka pemicuan

18

Page 19: Soft Starting Dhito-skripsi

dilakukan dengan memberikan sinyal pulsa negatif antara gate dan terminal

MT1. Tanpa memperdulikan kedua polaritas sinyal gate, TRIAC dapat

dinyalakan baik sinyal positif ataupun negatif. Dalam prakteknya, kepekaan

bervariasi antara suatu kuadran dengan kuadran lainnya, umumnya TRIAC

dioperasikan pada kuadran I+ (tegangan dan arus gate positif) dan III-

(tegangan dan arus gate negatif).

Gambar 1.9 Simbol dan karakteristik v – i dari TRIAC.

Sumber: Bose, 2002:10

7.3.4 Pengaman Komponen Daya

Kegagalan operasional pada komponen daya disebabkan baik

mekanisme yang terjadi pada komponen daya itu sendiri atau faktor eksternal

dari rangkaian keseluruhan. Kegagalan akibat faktor komponen antara lain

disebabkan rusaknya komponen (component breakdown) sehingga

menyebabkan arus berlebih atau tegangan berlebih karena komponen berada

pada mode-on terus. Kegagalan akibat faktor rangkaian berhubungan erat

dengan beban, yaitu ketika terjadi perubahan arus dan tegangan yang

diakibatkan perubahan arus seketika pada beban induktif.

Pada saat TRIAC mensuplai beban induktif, komutasi dv/dt mungkin

terjadi ketika TRIAC berganti kondisi dari nyala ke padam (on state ke off

state). Beban induktif menyebabkan tegangan dan arus tidak sefasa sehingga

ketika TRIAC beralih ke kondisi padam yaitu ketika arus menurun dibawah

arus holding menyebabkan tegangan yang besar dengan polaritas terbalik

pada terminal TRIAC. Pemadaman mengakibatkan tegangan pada TRIAC

19

Page 20: Soft Starting Dhito-skripsi

naik seketika dengan kecepatan yang perlu diperhatikan agar tidak memicu

kembali komponen daya.

Rangkaian snubber merupakan rangkaian pengaman komponen daya

akibat tegangan berlebih yang umum digunakan. Rangkaian snubber

merupakan rangkaian disipasi daya yang digunakan untuk mengeliminasi

tegangan taji yang timbul oleh rangkaian bersifat induktif ketika terjadi

proses pensaklaran. Rangkaian snubber sederhana ditunjukkan pada Gambar

1.10.

Gambar 1.10 Rangkaian snubber sederhana.

Sumber: Rashid, 2001:19

Rating dv/dt dari yang diijinkan pada komponen daya yang

digunakan ditunjukkan pada datasheet komponen tersebut. Nilai dv/dt yang

digunakan harus sama atau dibawah dari nilai dv/dt yang tertera pada

datasheet. Untuk menghitung nilai komponen snubber, dv/dt komponen

berhubungan dengan frekuensi resonansi (f0) (Fairchild, 2002:4). Jika bentuk

gelombang tegangan fungsi sinus, nilai dv/dt pada komponen dihitung

melalui persamaan:

(1-12)

(1-13)

(1-14)

20

Page 21: Soft Starting Dhito-skripsi

(1-15)

Jika nilai yang ditetapkan antara lain dv/dtmax diambil dari datasheet

komponen sehingga nilai kapasitor subber CS dan resistor snubber RS dapat

diketahui.

7.3.5 Phase Control Beban Induktif

Phase control merupakan rangkaian thyristor atau TRIAC terkontrol

dengan menunda sudut penyalaan sehingga daya yang disalurkan ke

rangkaian mampu dikontrol (Rashid, 2001:309). Phase control digunakan

pada aplikasi kontrol lampu atau pengontrol kecepatan motor. Gambar 1.11

menunjukkan rangkaian phase control beban induktif dan bentuk gelombang

tegangan dan arus dari rangkaian tersebut.

(a) (b)

Gambar 1.11 (a) Rangkaian phase control beban induktif.

(b) Bentuk gelombang tegangan dan arus beban induktif.

Sumber: Rashid, 2001: 309

Pulsa tunggal dalam pemicuan thyristor cocok dalam aplikasi beban

resisitif namun pulsa tunggal tidak cocok ketika beban bersifat induktif

seperti ditunjukkan pada Gambar 1.12 (a). Ketika thyristor T1 ditriger pada

t=+α, T1 masih konduksi karena beban induktif. Ketika T1 berhenti

konduksi pada titik , pulsa pemicuan telah hilang sehingga TRIAC gagal

konduksi saat siklus negatif. Kegagalan thyristor T2 untuk konduksi

menyebabkan rangkaian beroperasi sebagai penyearah. Masalah ini dapat

dipecahkan dengan menggunakan pulsa pemicuan thyristor yang kontinyu

21

Page 22: Soft Starting Dhito-skripsi

atau menggunakan pulsa train untuk menurunkan disipasi daya seperti

ditunjukkan pada Gambar 1.12 (b) dan (c).

Gambar 1.12 (a) Kegagalan pemicuan menggunakan pulsa tunggal.

(b) Pemicuan menggunakan pulsa kontinyu.

(c) Pemicuan menggunakan pulsa train.

Sumber: Rashid, 2001:311

1.4 Mikrokontroler

Mikrokontroler dianalogikan sebagai sebuah sistem komputer yang

dikemas dalam sebuah chip. Artinya bahwa di dalam sebuah IC

mikrokontroler sebetulnya sudah terdapat kebutuhan minimal agar

mikroprosesor dapat bekerja, yaitu meliputi mikroprosesor, ROM, RAM, I/O

dan clock seperti halnya yang dimiliki oleh sebuah komputer PC. Mengingat

kemasannya yang hanya berupa sebuah chip dengan ukuran yang relatif kecil

tentu saja spesifikasi dan kemampuan yang dimiliki oleh mikrokontroler

menjadi lebih rendah bila dibandingkan dengan sistem komputer seperti PC

baik dilihat dari segi kecepatannya, kapasitas memori maupun fitur-fitur

yang dimilikinya. Mikrokontroler memiliki kelebihan yang tidak bisa

diperoleh pada sistem komputer yaitu dengan kemasannya yang kecil

membuat mikrokontroler menjadi lebih fleksibel dan praktis digunakan

terutama pada sistem-sistem yang relatif tidak terlalu kompleks atau tidak

membutuhkan beban komputasi yang tinggi meskipun dari sisi kemampuan

lebih rendah.

22

Page 23: Soft Starting Dhito-skripsi

2.4 Arduino Uno

Arduino Uno adalah papan mikrokontroler yang dibuat berdasarkan

ATmega328. Arduino Uno memiliki 14 digital input / output pin (dimana 6

dapat digunakan sebagai output PWM), 6 input analog, osilator kristal 16

MHz, koneksi USB, jack listrik, header ICSP, dan tombol reset. Arduino

Uno berisi semua yang diperlukan untuk mendukung mikrokontroler, cukup

menghubungkannya ke komputer dengan kabel USB atau ke sumber

dihubungkan ke adaptor AC-DC atau baterai untuk memulai.

Gambar 1.13 Board Arduino Uno

Fitur dari Arduino Uno adalah sebagai berikut:

Microcontroller ATmega328

Operating Voltage 5V

Input Voltage (recommended) 7-12V

Input Voltage (limits) 6-20V

Digital I/O Pins 14 (of which 6 provide

PWM output)

Analog Input Pins 6

DC Current per I/O Pin 40 mA

DC Current for 3.3V Pin 50 mA

Flash Memory 32 KB (ATmega328) of

which 0.5 KB used by

bootloader

SRAM 2 KB (ATmega328)

EEPROM 1 KB (ATmega328)

23

Page 24: Soft Starting Dhito-skripsi

Clock Speed 16 MH

1.4.1 ATmega328

Sebagai jantung dari Arduino Uno, ATmega328 memiliki konfigurasi

pin sebagai berikut:

Gambar 1.14 Deskripsi pin ATmega328

VCC adalah pin yang berfungsi sebagai pin masukan catu daya.

GND adalah pin yang berfungsi sebagai ground.

Port B (PB0…PB7) adalah pin I/O dua arah

Port C (PC0…PC5) adalah pin I/O dua arah dan pin masukan ADC.

Port D (PD0…PD7) adalah pin I/O dua arah dan

PC6/RESET merupakan pin yang digunakan untuk mereset

mikrokontroler.

AVcc adalah pin masukan tegangan untuk ADC.

AREF merupakan pin masukan teganagan referensi ADC.

1.5 Zero Crossing Detector

Salah satu dari beberapa masalah pada aplikasi moderen saat ini ialah

timbulnya gangguan harmonisa ketika proses pensaklaran tegangan bolak

balik AC. Kebanyakan aplikasi modern dikontrol oleh satu atau lebih

mikrokontroler sehingga memungkinkan untuk meminimalkan gangguan

24

Page 25: Soft Starting Dhito-skripsi

tersebut dengan mudah dan efektif menggunakan fitur-fitur yang terdapat

pada mikrokontroler (Atmel, 2002:1).

Proses timbulnya gangguan harmonisa selama proses pensaklaran

pada dasarnya bergantung pada amplitudo tegangan AC yang disaklar pada

titik tersebut. Demi mendapatkan gangguan serendah mungkin, pensaklaran

yang ideal dilakukan ketika amplitudo tegangan AC nol volt. Pendeteksian

ketika titik tegangan AC nol disebut zero crossing detector. Rangkaian

sederhana guna mendeteksi zero crossing ditunjukkan dalam Gambar 1.15.

Gambar 1.15 Rangkaian minimum zero crossing detector.Sumber: Atmel, 2002:1

Rangkaian pada Gambar 1.15 menjelaskan cara

mengimplementasikan zero crossing detector dalam sebuah rangkaian.

Mikrokontroler pada prinsipnya mempunyai dioda clamping internal pada

pin I/O untuk melindungi mikrokontroler dari tegangan diatas VCC dan

dibawah GND. Dioda tersebut terhubung dari pin ke VCC dan GND, yang

berfungsi menjaga semua sinyal masukan sesuai dengan tegangan operasi

dari mikrokontroler. Semua tegangan yang lebih besar dari V + 0,5V akan

dipaksa turun sampai tegangan V + 0,5V dengan 0,5 volt merupakan adalah

jatuh tegangan pada dioda. Dan semua tegangan dibawah GND – 0,5V akan

dipaksa naik sampai tegangan GND –0,5V (Atmel, 2002:2).

Dioda clamping internal pada pin I/O tersebut mampu mengubah

sebuah sinyal sinusoida tegangan tinggi menjadi sebuah sinyal kotak

tegangan rendah dengan amplitudo tegangan yang sesuai dengan tegangan

operasional mikrokontroler dengan menambahkan sebuah resistor yang

diseri. Fungsi dari dioda tersebut pada dasarnya menyesuaikan tegangan

tinggi pada pin masukan menjadi tegangan operasional mikrokontroler.

25

Page 26: Soft Starting Dhito-skripsi

Sinyal kotak tegangan rendah yang dihasilkan nantinya akan sefasa

dengan sinyal sinusoida tegangan AC. Mikrokontroler dapat menunjukkan

secara akurat kapan zero cross itu terjadi dengan mendeteksi letak tepi naik

dari sinyal kotak tersebut. Sehingga Mikrokotroler dapat menjadi pendeteksi

zero cross yang akurat dengan menggunakan sinyal tersebut dan dengan

kode pemrograman yang singkat berbasiskan interupsi. Sinyal kotak VCC +

0,5V dan GND – 0,5V seperti ditunjukkan pada Gambar 1.16.

Gambar 1.16 Bentuk gelombang masukan PIN eksternal interupt.Sumber: Atmel, 2002:3

Sinyal kotak tersebut terhubung dengan pin interupsi eksternal dari

mikrokontroler sehingga memungkinkan untuk meletakkan sub fungsi

deteksi zero cross dalam rutin interupsi. Sinyal masukan sebenarnya

ditunjukkan dalam Gambar 1.17. Dengan terdeteksinya sebuah zero cross

(terjadi interupsi eksternal pada mikrokontroler) maka dapat diketahui

adanya sebuah satu siklus gelombang yang terjadi. Karena interval antara

terjadinya zero cross (ditandai dengan sebuah interupsi eksternal) sama

dengan periode dari satu buah gelombang sinusoida masukan.

Gambar 1.17 Bentuk gelombang PIN eksternal interupt pada osciloscope.Sumber: Atmel, 2002:4

26

Page 27: Soft Starting Dhito-skripsi

1.6 Optocoupler

Komponen yang digunakan untuk mengisolasi komponen elektronika

daya dengan rangkaian berdaya rendah yang sebagai rangkaian pengontrol

salah satunya adalah optocoupler. Sering kali ditemukan rangkaian

elektronika daya orde megawatt dikontrol hanya dengan rangkaian beberapa

watt. Optocoupler berfungsi sebagai pengisolasi sinyal listrik antara

rangkaian sinyal masukan dan luaran (Mazda, 1997: 82). Optocoupler

merupakan alat yang dipakai untuk mengkopel cahaya dari suatu sumber ke

detektor tanpa adanya perantara. Oleh karena itu piranti ini disebut dengan

optoisolator/optocoupler.

Optocoupler terbuat dari kombinasi dari sumber cahaya dan

pendeteksi cahaya yang tergabung dalam satu kemasan. Light emitting diode

atau LED seringkali digunakan sebagai sumber cahaya, dengan berbagai

komponen semikonduktor sebagai detektor cahaya. Kaca atau plastik

digunakan sebagai pemisah antara sumber cahaya dan detektor, sehingga

memungkinkan untuk ditempatkan pada tempat yang berdekatan.

Pada prinsipnya, sinyal listrik dalam bentuk arus pada masukan

diubah menjadi sinyal optik dengan menggunakan sumber cahaya LED.

Sinyal optik tersebut akan diterima oleh detektor untuk diubah kembali

menjadi sinyal listrik. Umumnya optocoupler dipakai untuk mengisolasi

sinyal listrik yang ada pada rangkaian masukan dan luaran sehingga dapat

digunakan transmisi sinyal antar rangkaian.

Optocoupler memiliki beberapa parameter antara lain: tingkat isolasi

antara sumber cahaya dan detektor, rasio transfer arus masukan-luaran, dan

kecepatan operasi optocoupler. Resistansi isolasi dalam order 1011 ohm, dan

biasanya lebih tinggi dari resistansi bocor antar pin pada papan sirkuit

rangkaian. Cara lain untuk mengetahui tingkat isolasi dengan nilai tegangan

maksimum antara masukan dan keluaran tanpa terjadi tembus. Jika tembus

terjadi akan membentuk jalur resistif karena terbentuknya jalur karbon pada

permukaan atau terbentuknya jalur hubung singkat antara sumber dan

detektor.

Rasio transfer arus merupakan rasio antara arus luaran dan arus

masukan dari sumber potensial, ketika optocoupler bekerja. Rasio transfer

arus detentukan dengan beberapa faktor, termasuk tingkat arus dari sumber

27

Page 28: Soft Starting Dhito-skripsi

potensial dan saturasi dari detektor. Pada umumnya ketika LED digunakan

sebagai sumber cahaya, dan cahaya yang dikeluarkan oleh LED akan

meredup seiring waktu pemakaian memberikan penurunan nilai rasio transfer

arus. Sedang untuk kecepatan operasi pensaklaran merupakan kecepatan

pensaklaran didasakran pada frekuensi maksimum operasi.

Berbagai jenis dari detektor yang digunakan pada optocoupler

ditunjukkan pada Gambar 1.19. Fototransistor-coupler dikenal dalam

kategori harga rendah dengan kecepatan operasi kerja 100-500 kHz dan

minimum rasio transfer arus antara 20% dan 300%. Fotodarlington memiliki

rasio transfer arus antara 100% dan 1000% namun memiliki tingkat

keakuratan yang rendah dikarenakan adanya tingkat penguatan pada

hubungan darlington dengan kecepatan operasi termasuk rendah, dengan

nilai antara 20 kHz dan 10 kHz.

Gambar 1.19 Beberapa contoh detektor optik aplikasi elektronika daya.a) Transistor, b) Darlington, c) Thyristor, d) Triac

Sumber: Mazda, 1997:83

Fotothyristor dan fototriac digunakan sebagai detektor untuk aplikasi

dengan arus yang besar. Namun parameter yang perlu diperhatikan lebih

lanjut adalah arus yang mengalir melalui LED yang nantinya akan memicu

thyristor atau TRIAC. Efisiensi hantaran antara LED dengan fototransistor

yang rendah sehingga perlu untuk mendesain thyristor atau TRIAC yang

memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi. Biasanya proses desain

memerlukan perhatian lebih agar tidak menurunkan parameter yang lain

seperti kemampuan hantaran arus. Beberapa parameter umum dari

fototransistor dan fototriac antara lain: arus pemicuan 10-130 mA, mampu

menyalurkan 100 sampai 300 mA, dan Waktu kerja 1-10 ms.

28

Page 29: Soft Starting Dhito-skripsi

Gambar 1.20 menunjukkan beberapa contoh penggunaan dari

optocoupler. Catu daya terpisah ditunjukkan pada Gambar 1.20(a) sehingga

rating tegangan relatif rendah digunakan pada detektor optik pada rangkaian

luaran. Rangkaian pada Gambar 1.20(b) tidak memerlukan catu daya pada

gate yang terpisah, karena diambil dari sumber yang sama dengan beban.

Namun bagian detektor optik pada rangkaian luaran akan menerima tegangan

penuh dari sumber utama ketika tidak konduksi, sehingga rating tegangan

dari komponen perlu diperhatikan (Mazda, 1997:85). Kadang optocoupler

dilengkapi dengan komponen zero crossing detector yang tergabung menjadi

satu paket sehingga komponen elektronika daya TRIAC mampu disaklar

pada titik zero crossing sumber tegangan AC guna meminimalisir

interferensi gelombang radio.

Gambar 1.20 Contoh rangkaian aplikasi penggunaan optocouplera) Trisitor dengan catu daya terpisah, b) Triac dan beban dengan catu daya sama, c) Triac dengan konvigurasi seri.Sumber: Mazda, 1997:84

1.7 Sensor Arus AC712

Pemanfaatan sensor arus ACS712 pada rangkaian soft starting

motor induksi berguna sebagai pendeteksi arus keluaran TRIAC yang

kemudian digunakan sebagai referensi untuk penentuan sudut penyulutan

29

Page 30: Soft Starting Dhito-skripsi

TRIAC. Sensor arus ACS712 sangat ekonomis dan memberikan solusi

yang teliti untuk sensing arus AC dan DC di industri, komersial, dan

sistem komunikasi. Paket peralatan ini memungkinkan untuk

diimplementasikan dengan mudah oleh pelanggan. Jenis aplikasinya

sudah termasuk kontrol motor, deteksi beban dan manajemen, model

tombol suplai daya, dan proteksi gangguan arus lebih. Peralatan ini tidak

untuk aplikasi otomotif. Peralatan ini terdiri dari sebuah rangkaian yang

presisi, offset rendah, rangkaian Hall linier dengan suatu alur hubungan

tembaga terletak di dekat permukaan yang tidak bergerak. Arus yang

mengalir melalui alur konduksi tembaga menghasilkan medan magnetik

pada Hall IC yang dikonversikan menjadi tegangan proporsional.

Peralatan akurasi dioptimalkan melalui jalur dekat dari sinyal magnetik

pada transduser Hall. tegangan proporsional disediakan oleh offset rendah,

chopper stabillized BiCMOS Hall IC, yang diprogram dengan teliti pada

sebuah kemasan.

Output dari peralatan ini memiliki slope positif (>VIOUT(Q)) ketika arus

yang mengalir meningkat melalui konduksi alur primer (dari pin 1 dan 2,

ke pin 3 dan 4), yang mana alur digunakan untuk sampling arus.

Resistansi internal pada alur konduksi konduktif adalah tipikal 1,2 MΩ,

memberikan rugi daya rendah. Ketebalan konduktor tembaga

memungkinkan kelangsungan pengoperasian peralatan ini sampai dengan

5 kali kondisi arus lebih. Terminal dari alur konduktif secara elektrik

terisolasi dari sadapan sinyal (pin 5 sampai 8). Hal ini memungkinkan

ACS712 untuk digunakan dalam aplikasi yang membutuhkan isolasi

listrik tanpa menggunakan opto-isolator atau teknik isolasi lain yang

mahal. Bentuk fisik sensor arus ACS712 ditunjukkan dalam Gambar 1.21.

Gambar 1.21 Bentuk fisik sensor arus ACS712Sumber: www.allegromicro.com

30

Page 31: Soft Starting Dhito-skripsi

Aplikasi sensor arus ACS712 dan fungsi dari masing-masing pin seperti

ditunjukan dalam Gambar 1.22.

Gambar 1.21 aplikasi sensor arus ACS 712Sumber: www.allegromicro.com

Nomor Pin Nama Penjelasan

1 dan 2 IP+ Terminal untuk arus yang akan dideteksi

3 dan 4 IP- Terminal untuk arus yang akan dideteksi

5 GND Terminal ground

6 FILTER Terminal untuk kapasitor eksternal yang

mengatur bandwidth

7 VIOUT Keluaran sinyal analaog

8 VCC Terminal sumber tegangan

8. Metodologi

Metodologi yang digunakan dalam pengerjaan penelitian ini dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

8.1 Studi Literatur

Studi literatur yang dilaksanakan berupa kajian pustaka terhadap

sumber-sumber bacaan yang relevan sehingga mampu menunjang dalam

proses perancangan dan pembuatan modul soft-starter motor induksi tiga fasa.

Studi literatur yang diperlukan sebagai bahan acuan dalam proses perancangan

seperti mempelajari prinsip kerja motor induksi tiga fasa, teori pengasutan

motor induksi tiga fasa metode soft-starting menggunakan komponen

elektronika daya, prinsip kerja komponen elektronika daya TRIAC, rangkaian

31

Page 32: Soft Starting Dhito-skripsi

pelindung komponen daya TRIAC, pengetahuan dasar mikrokontroler

Arduino, prinsip kerja sensor arus ACS712 dan rangkaian isolasi optocoupler.

8.2 Perancangan Alat

Perancangan alat yang digunakan dalam penelitian pengasutan motor

induksi tiga fasa metode soft-starting closed loop harus memenuhi spesifikasi

dari peralatan yang akan digunakan. Spesifikasi peralatan yang digunakan

antara lain:

1. Alat yang dirancang harus memenuhi spesifikasi motor induksi tiga

fasa sebagai berikut:

Motor induksi tiga fasa rotor sangkar merek AEG.

Motor induksi dirangkai hubungan bintang (Y).

Tegangan line 380 volt

Arus 3,7 ampere

Frekuensi Sumber 50 Hz

Putaran motor 1420 rpm

2. Menggunakan komponen daya TRIAC sebagai pengendali tegangan

tiga fasa pada metode soft-starting.

3. Menggunakan rangkaian zero crossing detector sebagai pendeteksi

kapan sinyal tegangan AC bernilai nol selanjutnya digunakan sebagai

sinyal masukan oleh mikrokontroler.

32

Page 33: Soft Starting Dhito-skripsi

4. Mikrokontroler yang digunakan adalah mikrokontroler Arduino

sebagai pengendali pengasutan motor induksi tiga fasa dengan metode

soft-starting.

5. Optocoupler digunakan sebagai antarmuka dari sinyal pemicuan

mikrokontroler dengan komponen daya TRIAC.

6. Blok sensor arus dengan menggunakan prinsip Hall-Effect Sensor

sebagai sensing arus di salah fasa yang menuju ke motor induksi.

Prinsip utama dari alat ini adalah arduino mengontrol sudut penyulutan

dari TRIAC dengan referensi dari blok sensor arus yang dimasukkan ke pin ADC

dari arduino. Penjelasan blok penyulutan TRIAC adalah sebagai berikut:

1. Sub fungsi pemicuan TRIAC dipanggil ketika telah terdeteksi tegangan

nol AC.

2. Pemicuan TRIAC harus dilakukan sebanyak dua kali selama satu siklus

tegangan AC. Fungsi tunda 1 (delay_1) dan fungsi tunda 2 (delay_2)

digunakan sebagai representasi sudut penyalaan TRIAC.

3. Sudut penyalaan TRIAC ditentukan oleh dua variabel yaitu titik awal

sudut pemicuan TRIAC (α0) dan durasi pewaktu hingga sudut

pemicuan mencapai titik nol (tdurasi). Jika setelah satu siklus nilai fungsi

tunda 1 (delay_1) selalu berkurang sehingga pada suatu waktu nilai

fungsi tunda 1 (delay_1) sama dengan nol, perlu untuk menambah satu

variabel lain yaitu faktor pengurang. Faktor pengurang merupakan

variabel yang perlu untuk didefinisikan berdasarkan nilai awal sudut

pemicuan TRIAC (α0) dan durasi pewaktu hingga sudut pemicuan

mencapai titik nol (tdurasi). Nilai fungsi tunda 1 (delay_1) dirumuskan

menjadi:

(1-16)

(1-17)

33

Page 34: Soft Starting Dhito-skripsi

(1-18)

Dengan penambahan faktor pengurang setiap siklus tegangan AC,

maka nilai fungsi tunda 1 (delay_1) akan berkurang hingga bernilai

nol, dengan penambahan syarat maka perhitungan akan berhenti ketika

nilai telah mencapai titik nol. Proses berkurangnya nilai fungsi tunda

(delay_1) akan membuat sudut penyalaan dari TRIAC bergerak dari

titik awal (α0) ke titik nol dengan durasi yang telah ditentukan (tdurasi).

4. Nilai fungsi pewaktu 2 (delay_2) ditentukan oleh durasi pemicuan yang

dipilih (tON) namun nilainya tetap dikarenakan jarak antara pemicuan

TRIAC siklus tegangan positif dan negatif sebesar 180 atau 10 ms.

(1-19)

5. Pemicuan TRIAC dilakukan dengan memberikan logika 1 pada PORT

luaran ke opto-TRIAC sebagai sinyal pemicuan selama durasi tertentu

(tON).

Dan sebagai syarat untuk melakukan starting torsi start harus mencapai

kondisi dimana torsi motor haruslah lebih besar dibandingkan torsi beban.

Untuk memenuhi kondisi tersebut digunakan rumus sebagai berikut

Torsi starting=T st

T fl

=( I st

I fl)

2

S fl

dimana : Tst dan Ist = Torsi dan arus starting

Tfl dan Ifl = torsi dan arus pada beban penuh

Sfl = Slip pada beban penuh

Soft starter bertujuan untuk mendapatkan start dan stop yang

terkendali, sehalus mungkin serta terproteksi dan mencapai kecepatan nominal

dengan torsi start rendah namun masih memenuhi persyaratan untuk

melakukan starting motor.

34

Page 35: Soft Starting Dhito-skripsi

8.3 Pengujian Alat

Pengujian dilakukan pada masing-masing blok rangkaian untuk

mengamati hasil pengujian pada masing-masing blok yang telah dirangkai.

Setelah pengujian pada masing-masing blok telah selesai, pengujian

selanjutnya dilakukan pada keseluruhan blok yang telah tersusun menjadi satu

sistem modul soft-starter motor induksi tiga fasa. Data dari keseluruhan

pengujian akan dijadikan bahan acuan dalam mengambil kesimpulan.

Pengujian yang dilakukan dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu:

1. Pengujian blok rangkaian zero-crossing detector

2. Pengujian blok rangkaian optocoupler

3. Pengujian blok sudut penyalaan TRIAC

4. Pengujian blok sensor arus

5. Pengujian keseluruhan sistem soft-starting motor induksi tiga fasa

8.4 Penutup

Setelah melakukan pengujian terhadap modul soft-starter motor

induksi tiga fasa yang telah dibuat tahap selanjutnya adalah pengambilan

kesimpulan dari keseluruhan sistem yang telah dibuat. Tahap terakhir adalah

penulisan saran dalam penyusunan laporan penelitian ini, saran yang

dimaksudkan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi serta

menyempurnakan penelitian untuk pengembangan di masa mendatang.

9. Rencana Kegiatan

Kegiatan penyusunan skripsi ini direncanakan dikerjakan dalam waktu

empat bulan dengan kegiatan setiap bulannya sebagai berikut:

No. KegiatanBulan Ke-

I II III IV

1. Seminar Proposal

2. Studi Literatur

3. Perancangan Alat

4. Pengujian Alat

35

Page 36: Soft Starting Dhito-skripsi

5. Penyusunan Laporan

6. Seminar Hasil

10. Referensi

Atmel. 2002. AVR182: Zero Cross Detector. California: Atmel.

Atmel. 2006. ATmega8535/ATmega8535L, 8-bit AVR Microcontroller with 8 Kbytes in-System Programmable Flash. California: Atmel.

Allegro. 2006. Fully Integrated, Hall Effect-Based Linear Current Sensor with 2.1 kVRMS Voltage Isolation and a Low-Resistance Current Conductor. Massachusetts: Allegro MicroSystems, Inc.

McRoberts, Michael. 2010. Beginning Arduino. New Yok: Springer Science.

Boldea, Ion dan Syed A. Nasar. 2002. The Induction Machine Handbook. Florida: CRC Press.

Bose, Bimal K. 2002. Modern Power Electronics and AC Drives. New Jersey: Prentice Hall PTR.

Fairchild. 2002. Application Note AN-3004: Applications of Zero Voltage crossing Optically Isolated Triac Drivers. Fairchild Semiconductor Corporation.

Huges, Austin. 2006. Electric Motors and Drives Fundamentals, Types and Applications Third Edition. Oxford: Elsevier Ltd.

Kjellberg, Magnus dan Soren Kling. 2003. Softstarter Handbook. Kanada : ABB.

Mazda, Fraidoon. 1997. Power Electronics Handbook 3rd Edition. Oxford: Newnes.

Rashid, Muhammad H. 2001. Power Electronics Handbook. London: Academic Press.

36