soal nya gama

9
Ujian Akhir Semester Teknologi hasil Ternak Dosen Pengampu: PURWADI, DR.Ir., M.S. Oleh: Gama Yusaq S.A 125050100111127 Kelas G Universitas Brawijaya TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Upload: farid-angga

Post on 15-Feb-2016

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

w

TRANSCRIPT

Page 1: Soal Nya Gama

Ujian Akhir SemesterTeknologi hasil Ternak

Dosen Pengampu:

PURWADI, DR.Ir., M.S.

Oleh:

Gama Yusaq S.A

125050100111127

Kelas G

Universitas Brawijaya

Malang

2015

TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Page 2: Soal Nya Gama

NAMA : GAMA YUSAQ S.A

NIM : 125050100111127

Kelas : G

Tanggal : 12 Januari 2015

Ruang :

DOSEN PENGAMPU : Dr. Ir. Purwadi, MS

Tugas Take Home UTS

1. Bagaimana hasil daya busa tepung putih telur dibandingkan dengan daya

busa putih telur segar ?

Jawaban:Daya busa merupakan peubah yang menunjukkan banyak busa atau

buihyang dihasilkan setelah dilakukan pengocokan. Berdasarkan hasil

analisis ragam pada perlakuan pembuatan tepung putih telur tidak

memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya busa. Rataan nilai daya

busa dari perlakuan berkisar antara 333,33% sampai 366,67%. Nilai daya

busa tersebut tidak jauh berbeda dengan nilai daya busa pada putih telur

segar sekitar 350%. Hal ini menunjukkan perlakuan dengan atau tanpa

penambahan fermipan dan maltodekstrin tidak memberikan pengaruh

terhadap nilai daya busa, karena fermipan yang ditambahkan untuk

fermentasi akan membantu mempertahankan daya busa dan begitu juga

dengan penambahan maltodekstrin selain untuk meningkatkan rendemen dan

kelarutan juga mampu membantu mempertahankan daya busa. Faktor-faktor

yang mempengaruhi daya busa antara lain umur, suhu, mutu putih telur, pH,

lama pengocokan, perlakuan pendahuluan dan adanya bahan-bahan lain

didalam putih telur (bahan kimia, putih telur dan sebagainya) serta stabilizer

(Romanoff dan Romanoff, 1963). Kenaikan volume busa putih telur

dipengaruhi oleh kenaikan pH putih telur. Peningkatan daya busa terjadi

karena adanya penambahan 0,3% ragi roti yang menyebabkan putih telur

menjadi lebih encer sehingga meningkatkan volume busa pada saat

pengocokan dan penambahan 4% maltodekstrin mampu mempertahankan

ovomucin dan ovalbumin dari kerusakan akibat pengeringan. Penurunan daya

TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Page 3: Soal Nya Gama

busa terjadi karena ovomucin yang menstabilkan struktur buih dan ovalbumin

yang membentuk buih telah mengalami kerusakan akibat proses pengeringan

dan penyimpanan.

Sumber : Lahmudin, Agus. 2006. Proses Pembuatan Tepung Putih Telur

Dengan Pengeringan Semprot. Skripsi, Institut Pertanian Bogor

TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Page 4: Soal Nya Gama

2. Apakah pembuatan tepung telur akan berpengaruh pada stabilitas busa putih

telur ?

Jawaban:Stabilitas busa merupakan kemampuan mempertahankan agar busa stabil

(busa tidak mencair). Stabilitas busa mempunyai peranan dan pengaruh yang

besar terhadap mutu produk yang membutuhkan kestabilan busa yang tinggi.

Pengukur stabilitas busa terlebih dahulu harus mengetahui banyaknya tirisan

yang dihasilkan setelah dilakukan pengocokan dan disimpan. Stabilitas busa

mempunyai kecenderungan nilai yang terbalik dengan nilai tirisan. Hasil

analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh

nyata terhadap stabilitas busa. Rataan nilai stabilitas busa pada perlakuan

berkisar antara 76,67% sampai 79,10%. Nilai stabilitas busa 0 sampai 100%

maka nilai stabilitas busa tiap-tiap perlakuan mempunyai stabilitas busa yang

cukup tinggi.

Stabilitas busa putih telur dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lamanya

telur disimpan, suhu putih telur, pH putih telur, lama pengocokan, perlakuan

pendahuluan dan penambahan bahan-bahan kimia atau stabilisator.

Kestabilan lebih besar pada putih telur dengan pH rendah daripada dengan

pH tinggi. Perlakuan panas pada putih telur dapat menyebabkan denaturasi

terhadap kompleks ovomucin-lysozym sehingga dengan adanya kerusakan

ovomucin ini kestabilan busa putih telur menurun.

Sumber : Lahmudin, Agus. 2006. Proses Pembuatan Tepung Putih Telur

Dengan Pengeringan Semprot. Skripsi, Institut Pertanian Bogor

3. Apakah peranan Kalsium dalam pembuatan keju ?

Jawaban:Kalsium merupakan mineral yang penting dalam proses pembuatan keju. Ion

Ca++ berpengaruh besar terhadap proses koagulasi kasein susu oleh rennet,

khususnya pada tahap agregasi. Terbentuknya gumpalan kasein (yaitu dadih

atau curd) tergantung pada ketersediaan kalsium terlarut dan juga level koloid

kalsium. Setelah selesai tahap proses hidrolisis kasein oleh enzim chimosin

yang merupakan tahap pertama proses koagulasi kasein oleh rennet, kalsium

berperan dalam menetralkan muatan negatif misel kasein dan juga menjadi

jembatan penghubung antar gugus fosfat yang bermuatan negatif.

TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Page 5: Soal Nya Gama

Penambahan CaCl2 pada proses pembuatan keju memperpendek waktu

koagulasi dan meningkatkan ketegaran curd.

Peran penting kalsium dalam menentukan struktur matrik protein dan

karakteristik keju telah dilaporkan. Keju mozzarella dengan kandungan

kalsium 0.3% memiliki karakteristik yang lebih lunak, lebih lengket dan lebih

mudah meleleh dibanding dengan keju yang mengandung kalsium 0.6%.

Pengamatan terhadap struktur matriks protein, keju dengan kandungan

kalsium rendah (0.3%) terlihat kurang padat, sedangkan pada keju dengan

kandungan kalsium yang lebih tinggi (0.6%), protein terlihat lebih teragregasi

dengan jarak antar agregat protein yang lebih luas. Penurunan kadar kalsium

dari 29.6 ke 21.8 mg/g protein menyebabkan kadar air keju yang lebih tinggi

yang mengindikasikan bahwa parakasein lebih terhidrasi (lebih banyak

mengikat molekul air). Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan keju dengan kandungan kalsium yang lebih rendah memiliki

sifat yang lebih mudah meleleh. Di sisi lain, peningkatan kadar air keju dari 66

ke 70% terbukti menyebabkan keju menjadi lebih lunak namun tidak secara

nyata mempengaruhi daya leleh.

Keju yang mengandung kalsium rendah memiliki sifat yang lebih lunak, dan

juga lebih mudah meleleh serta diregangkan. Hal tersebut tidak terlepas dari

pentingnya peran kalsium dalam ikatan antar protein di dalam matriks. Guna

membuktikan pengaruh kalsium terhadap sifat fungsional keju, mengatur

kondisi pH pada saat proses pembuatan keju. pH susu diatur menjadi 6.0,

5.8, 5.6 dan 5.4 dengan menambahkan asam laktat untuk mengeluarkan

kalsium pada proses pembuatan keju dengan teknik pengasaman langsung

(directacidification). Hasilnya menunjukan bahwa kadar kalsium pada keju

dapat diturunkan dengan menurunkan pH susu pada saat proses pembuatan

keju, dan penurunan kadar kalsium meningkatkan daya leleh keju. Pada

pembuatan keju cheddar, kadar kalsium keju dipengaruhi oleh tingkat

keasaman pada saat proses pembuatan keju dan perubahan pH pada saat

pemeraman. Pada minggu pertama pemeraman, kadar kalsium menunjukan

penurunan yang nyata.

Mekanisme perubahan tekstur keju dan peranan kalsium didalam

menentukan tekstur dijelaskan, Tekstur keju terutama ditentukan oleh

TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Page 6: Soal Nya Gama

keseimbangan interaksi saling menolak (repulsive) dan saling menarik

(attractive) antar molekul kasein yang membentuk matriks protein keju.

Interaksi saling menolak disebabkan karena terjadi repulsi antar muatan yang

berbeda (positif dan negatif) dalam molekul kasein; dan interaksi saling

menarik disebabkan oleh ikatan silang CCP, ikatan hidrogen dan interaksi

hidropobik. Penurunan interaksi saling menarik antar molekul kasein sebagai

akibat dari hilangnya kalsium menyebabkan kasein lebih mudah bergerak

sehingga keju menjadi lebih mudah meleleh dan mengalir saat dipanaskan.

Sebaliknya, penurunan interaksi saling menolak antar molekul kasein, yang

juga meningkatkan interaksi saling menarik, menyebabkan penurunan

kemampuan keju untuk meleleh dan mengalir saat dipanaskan.

Sumber : Sumarmono, Juni. 2002. Kalsium Pada Proses Pembuatan Keju.

Lab. Teknologi Hasil Ternak, Universitas Jendral Soedirman

4. Mengapa mentega mudah menyerap bau yang berpengaruh terhadap cita

rasa?

Jawaban:mentega itu adalah produk minyak hewan. Mentega diperoleh dan dibuat dari

cream melalui proses yang disebut “churning”. Cream tersebut diaduk dan

dikocok, sehingga menghancurkan lapisan membran yang menyelubungi butir

butir lemak. Terjadilah pemisahan dua phase; yaitu fase lemak terdiri dari

lemak mentega, dan phase air yang melarutkan berbagai zat yang terdapat

dalam susu. Gumpalan-gumpalan lemak susu dipisahkan bagian lain dan

dicuci dengan air dingin yang beberapa kali diganti dengan air baru untuk

menghilangkan susunya. Mentega biasanya diberi garam, dan hal ini untuk

mengeluarkan air yang tersissa dalam lemak susu (Butter fat). Lemak-lemak

dalam susu ini berbentuk butiran yang biasa disebut dengan globuler.

Globuler ini lah yang dapat menyebabkan mentega mudah menyerap bau,

karena sifat globuler air susu ini mudah menyerap bau disekitarnya.

Sumber : http://hidayatullah-ar.blogspot.com/2011_12_01_archive.html

Saleh, Eniza.2004. Teknologi Penolahan Susu dan Hasil Ikutan

Ternak. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera

TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Page 7: Soal Nya Gama

5. Apa pengaruh suhu ruang penyimpanan terhadap kualitas susu bubuk ?

Jawaban:Hasil pengujian susu bubukmenunjukkan bahwa susu bubuk utuh yang

disimpan pada suhu ruang penyimpanan 40oC dapat meningkatkan kadar

oksigen serta sifat waktu kemampuan susu untuk bercampur dengan air atau

disebut wettability. Peningkatannya lebih nyata bagi susu yang kemasannya

sudah tidak utuh. Penyimpanan susu bubuk kemasan dalam suhu ruang 40oC

dapat meningkatkan kadar oksigen sebanyak 200 kali bagi susu yang

kemasannya tidak utuh, dan hanya 18 kali sementara bagi susu yang

kemasannya utuh. Sedangkan bagi susu bubuk yang disimpan dalam suhu

ruang 25oC, hanya mencapai 34 kali untuk susu yang kemasannya tidak utuh,

dan hanya 5 kali bagi susu yang kemasannya utuh. Penyimpanan susu bubuk

jugamdapat meningkatkan sifat wettability dari susu, namun tidak banyak

berbeda bagi susu kemasan tidak utuh maupun yang utuh, yang disimpan

dalam suhu ruang 25oC maupun 40oC. Peningkatan tertinggi adalah 3,44 kali

bagi susu dengan kemasan tidak utuh, yang disimpan dalam suhu ruang

40oC.Bilangan peroksida, tidak terlihatperbedaan yang nyata, bahkan

sebelum disimpan. Bilangan peroksida tertinggi terjadi pada susu kemasan

tidak utuh yang disimpan dalam suhu ruang 40oC, yaitu 0.19 kali. Keadaan

fisik meliputi lumps (gumpalan), warna, dan flecks (kotoran) dari susu bubuk

yang telah mengalami penyimpanan tidak memperlhatkan perbedaan yang

nyata.

Sumber : Imanningsih, Nelis. 2013. Pengaruh Suhu Ruang Penyimpanan

Terhadap Kualitas Susu Bubuk. Agointek, 7(1) : 1-5

TEKNOLOGI HASIL TERNAK