soal gaji di migas

Upload: andra-hasra-saputra

Post on 30-Oct-2015

643 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pembayaran Gaji DI Migas

TRANSCRIPT

Soal Gaji di Migas - Bahaya

Soal Gaji di Migas - Bahaya

Desmawati [email protected] all,

Kalau mendengar soal gaji di milis migas ini, mungkin membuat orang akan berfikir begitu tinggi seolah langit tak berbatas.

Tapi kalau kita mau turun sedikit ke bumi, melihat para pekerja minyak di lapangan, yang mungkin akses terhadap e-mail terbatas, lemah secara hukum, keterbatasan networking dan sebab lainnya, mereka tidak bisa mendapatkan downfall efek booming minyak saat ini. Pekerja minyak dengan status kontrak, dibayar harian, total pendapatan kurang dari US$500/bulan (status di offshore/onshore), masih banyak sekali.

Kebanyakan bapak-bapak yg bergaji sangat tinggi di milis ini, adalah karena secara individu memiliki kompetensi dan juga kemampuan meng-akses informasi ttg kesempatan yg lebih baik di tempat lain. Di luar itu ?

Secara sistem, di Indonesia sama sekali tidak ada upaya perlindungan terhadap pekerja minyak terutama yg berada di lapangan. Hidup mereka tergantung dari satu agen ke agen yang lain. Sedangkan kebanyakan agen tenaga kerja kita, masih memperlakukan pekerja seperti TKW pembanturumah tangga yg dikirim ke luar negri, sebagai sapi perahan utk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Bukan sebagai aset berharga bagi perusahaan. Dan kebanyakan agen lebih suka mensuplai tenaga asing dari asia spt filipina dan india, karena fee yg mereka dapatkan dari tenaga asing ini lebih besar dari yang didapatkan dengan men-suplai orang indonesia (walaupun soal kualitas tenaga expat asing ini masih diragukan). Hitung-hitungan kasarnya sbb: Kalau handling fee agen adalah 40%, dan gaji satu orang pekerja Indonesia adalah US$ 400/bulan, berarti fee yg didapat adalah US$ 160 per bulan.

Bandingkan dengan pekerja expat asia (dengan level yg sama) digaji US$ 3000/bulan, berarti fee yg didapat adalah US$ 1200 per bulan. Anda bayangkan berapa kali keuntungan yg didapat. Saya menduga praktek inilah yg terjadi sehingga membanjirnya tenaga expat asia ke indonesia.

Masalah etos kerja, kebanyakan pekerja indonesia adalah pekerja keras, dari segi komunikasi tdk ada masalah (lha wong di negri sendiri) dan kompetensi jg tidak kalah (krn mereka lebih unggul dalam meng-organize team krn kesamaan bahasa dan leadership) kalau dibandingkan dengan expat asia ini. Kalaupun ada perbedaan mungkin adalah masalah postur tubuh yg lebih kecil.

Dengan perbandingan gaji yang seperti itu, tidak heran industri migas Indonesia tidak terlalu menarik untuk banyak pekerja indonesia.

Bayangkan tenaga unggul lulusan sma atau stm, d1-d3 bisa mendapatkan gaji yang sama dengan pekerjaan yang lebih ringan di industri lain.

Padahal pekerja minyak di lapangan membutuhkan basic knowledge yg rendah, sebagai dasar bagi mereka untuk bisa menyerap pengalaman operasi dan menggabungkannya dengan basic knowledge yang lain sehingga bisa naik ke jenjang yang lebih tinggi hingga ke driller atau rig superintendent.

Di dunia oil dan gas, secara spesifik misalnya di pengeboran (drilling industri), berlaku hirarki pekerjaan dimana jenjang karir dirintis dari level paling bawah seperti painter-roustabout-roughneck-assisten

driller-driller-dst hingga yang tertinggi adalah rig superintendent (yang kebanyakan masih bule). Bayangkan bila tahun-tahun belakangan ini, posisi driller, barge master, tool pusher, diisi oleh orang expat asia. Kalaupun ada asisten driller yg diisi oleh orang indonesia, kualitas sdm dan kompetensinya tidak memungkinkan utk menang dalam persaingan naik ke jenjang yg lebih tinggi. Dalam beberapa tahun ke depan, di Indonesia tidak ada re-generasi rig supervisory level. Dan jangan heran dalam beberapa tahun ke depan rig-rig Indonesia akan di jejali tenaga expat asia, yang sebelumnya telah mendapat kesempatan di rig indonesia (untuk belajar, sedangkan kita tidak memberikan kesempatan

itu utk orang kita sendiri), dan akhirnya menjejali rig indonesia. Sedangkan tenaga indonesia sekali lagi akan menjadi orang-orang yg kalah di negri sendiri. Semuanya hanya karena memikirkan kepentingan sesaat orang-orang tertentu.

Jadi, kalau saat ini alasan yg digunakan utk merekrut tenaga expat asia adalah masalah bahasa dan ketersediaan orang indonesia, maka dalam beberapa tahun lagi bukan lagi alasan, tapi memang kenyataan di lapangan tidak ada atau sangat langka kerja terlatih (skilled labour) indonesia yang ada. Efek lainnya adalah masalah performance dan reputasi rig-rig di indonesia yang akhirnya akan menggelembungkan cost recovery untuk pengerjaan sumur-sumur di indonesia.

Saya menghimbau para professional dan pejabat BP Migas dan juga departemen tenaga kerja untuk memikirkan hal ini. Perlu ada regulasi dan policy untuk mengedepankan proses rekruitment yg baik utk tenaga kerja indonesia dan juga standar penggajian. Selain tentunya memberantas praktek-praktek tidak sehat yang ada selama ini.

Semoga banyak pihak yg ada di milis ini bisa ikut memberikan kontribusinya, saran dan action item dalam masalah ini. Karena kalau bukan kita yg berkecimpung di Industri ini, siapa lagi yg akan memikirkannya.Abdul Majid [email protected] sekali....

Nampaknya pemerintah Indonesia harus membuat aturan hukum untuk melindungi warganya dari membanjirnya tenaga asing.

Apalagi kawasan kita sudah free trade zone. Rata-rata jabatan mereka di atas supervisor yang berkemampuan lebih rendah dari pekerja kita dengan jabatan

Kalau kita singgung hal ini di perusahaan yang memegang kode etika, kadang-kadang kita pun kalah dan kita sebagai karyawan akan dikenai ETIK. Dipecat tanpa pesangon, ini realita.

Masalahnya bagaimana kita menggugah pemerintah supaya ada kemauan politik melindungi pekerjanya dari geseran pekerja asing seperti yang anda sebutkan, India (singaporean), Filipina dll... dan memang ini fakta!Sulistiyono [email protected],

Ulasan desma nampaknya perlu kita renungkan bersama. Kita telah berdiskusi lama soal HRD nasional di industry migas tentang ketimpangan gaji para expatriate dan tenaga nasional, tentu saja yang "selevel", tetapi bagaimana sistim penggajian tenaga nasional sendiri ? Nampaknya orang kita memang ada yang dibayar kecil di lapangan.Meskipun mereka sudah bekerja bertyahun2 , mungkin puluhan tahun mereka tetap tidak bias diangkat sebagai pegawai karena perusahaan2 minyak tersebut melakukan kontrak service dengan perusahaan penyedia tenaga kerja. Oleh karenanya para pekerja tersebut tidak tercantum sebagai pegawai perusahaan. Bahkan untuk "tenaga ahli" pun mereka bayar menggunakan kontrak service untuk mengakali peraturan ketenaga kerjaan yang mewajibkan mereka untuk mengangkat pekerja menjadi pegawai apabila pekerjaan tersebut dilakukan terus menerus.

Ada isu yang saya kurang tahu kebenarannya adalah bahwa ide akal2an tersebut datangnya dari tenaga nasional sendiri yang ada di HRD.

Sikap orang asing sendiri yang lebih suka mempekerjakan tenaga expat karena lebih mudah komunikasinya.

Perlindungan terhadap tenaga nasiioal mulai dari sistim penggajian hingga serbuan tenaga asing Asia tetnu sudah lama dinantikan para pekerja . para regulator dan penegak peraturanDitjen Migas, BP MIGAS, Depnaker ) dihara[pkan dapat melakukannya. Tetapi bagaimana ya melakukannya kalau gaji pegawai Ditjen Migas dan Depnaker malah lebih kecil lagiiii. ?sya_wal88 [email protected] begtu saya turut dukung untuk segera disahkannya undan-undang dan peraturan tentang tenaga kerja nasional dan segala hal yan berhbyngan didunia minyak hal ini perlu dilakukan agar anak bangsa tidak kecewa dengan negerinya sendiri dan tidak menjadi peminta di negerinya sendiri........... Bukankah kualitas SDM dalam negeri tidak kalah bersaing..... Tunjukkan dong bahwa pemerintah juga cinta produk dalam negeri.

Gunawan Hendra [email protected]... kalau gaji pegawai Ditjen migas dan disnaker nya aja kecil gmana yang lain.

Saya rasa memang harus ada undang-undang untuk tenaga kerja di indonesia secara global, tidak hanya di lingkup migas tapi semua rakyat indonesia tercinta ini.

Hmm.. Jikalau rekan milis punya andil untuk menetapkan undang-undangnya.

Kira-kira apa yang akan dilakukan? ada ide?

roeddy setiawan [email protected] millis

Kalau menurut saya semua nya harus dilakukan bussines like.

Kalau kita ingin punya gaji 100 juta then coba masukan 100 x 100 juta simple

Kl kerja masuk jam delapan pulang 4:30 tanpa output yg jelas, nama nya minta sedekah.El Mundo [email protected] punya pengalaman menarik tentang gaji..ini terjadi tepatnya 21 thn yl - 1987, waktu itu BPMIGAS masih bernama BPPKA.

Saya kebetulan beruntung, kerja disalah satu kps yg induknya one of big five of oil/gas companies dan mempunyai boss org amrik yang punya horison yang luas (dia skrng jadi big boss company tsb). Setelah project di Indonesia selesai, di dipindahkan ke North Sea, dan saya di tarik kesana. Nah karena KPS, maka gaji saya yang merupakan biaya operasi kps, dibayar oleh Pertamina/BPPKA, oleh karenanya tabungan pensiun, jamsostek dll juga di bayar oleh BPPKA, sehingga untuk pindah harus ada semacam persetujuan dr BPPKA. Untuk itu HR dr kps ngurus itu ke BPPK, walhasil saya disuruh menghadap. Disana saya di tanya macam2, tetatpi yang sangat menyentuh itu soal kemampuan teknis, bahasa inggris dan gaji. Setelah saya menjelaskan alasan2 (penguasaan teknis, bahasa dan gaji) kenapa saya di "secondee" ke North Sea, bpk BPPKA itu malah marah.. dan berkata (saya hafal benar).. "ah, kau ini orang Indonesia, kau tau apa..kau kesana untuk training. dan kau akan dibayar

sesuai standard di Indonesia.. tofel kau berapa"..Setelah mendapat penjelasan lebih lanjut, saya katakan ke HR di kps saya bahwa saya tidak setuju utk di secondee jika dealnya seperti penjelasan BPKKA. Karena expertise saya memang dibutuhkan, maka HRD induk kps di amrik ambil alih persoalannya, saya ke London dengan fasilitas dan gaji seperti expat amrik, punya anak buah dari beberapa negara termasuk Inggris and US yang harus saya latih. Setelah London, saya tidak kembali ke Indonesia, tetapi terus bekerja di oil co yang sama di luarnegeri sampi pensiun thn 2006. Saat ini saya di kontrak oleh salah satu oil co di Asia untuk FPSO project di China bgn utara.

Apa yang saya dapatkan dari pengalaman ini, bahwa orang/bangsa kitalah yang tidak senang melihat kita maju, mendapat gaji lebih besar. Gaji kita dibatasi dengan alasan pemerataan, dibatasi supaya operation cost KPS bisa ditekan supaya pemasukan negara lebih besar.... benarkah?.

Terima Kasih,Sulistiyono [email protected] El Mundo,

Saya sangat prihatin dengan kejadian anda di BPPKA saat itu. Seharusnya tenaga nasional yang dapat apresiasi dari KPS multinasional seperti anda pada saat itu , malah harus dibanggakan dan didukung. Saya mencermati ada banyak expert Indonesia yang betul2 dipakai oleh perusahaan asal KPS , bukan ditraining, sekali lagi bukan ditraining di luar negeri.

Masalah BPPKA waktu itu disebabkan karena orang2 HRD yang ada di BPPKA saat itu bukanlan orang yang berasal dari disiplin teknis/ operasi atau HRD lapangan, sehingga wawasannya sempit.

Beberapa KPS sudah menggunakan HRD , paling tidak kepalanya . Contoh Sdr Suwito Anggoro dari Chevron , dulunya Caltex, sebelumnya adalah orang operasi lapangan, pernah jadi HSE Manager, baru jadi VP HRD dan sekarang jadi boss nya Chevron sekarang (kalau tidak salah).

Semoga kejadian perlakuan petugas HRD seperti anda di BPPKA tidak terjadi lagi pada experts kita oleh HRD BP MIGAS.El Mundo [email protected] Sulis,

Anda benar, Caltex sejak dulu memang punya boss orang kita. Sepengetahuan saya setelah pak Julius Tahia (alm) atau sejak pak Harus Alrasjid (alm) ternmasuk pak Anggoro (maaf ini bukan mendikritkan krebilitas beliau2) boss2 Caltex itu hanya untuk "to be nice to Indonesian". yang peggang kendali tetp bule yg namanya VP Sumatera Operation". Ini kentara setelah mencaplok Unocal, sang boss ganti nama jadi Managing Director CIEP-IndoAsia (Steve Green kalo tak salah).

Sebetulnya menurut saya priority pertama yang harus di ubah adalah perijinan tenaga asing dan cara perekrutannya, misalnya yang boleh kerja adalah S2 keatas atau mereka yg punya keahlian khusus yg dibuktikan dgn cert of competency. Pengalaman saya, banyak tenaga asing yg direkrut karena bahasa, pertemanan/sekampung walaupun secara teknis tidak ada apa2nya. Depnaker harus menyaratkan utk meingiklan kan lowongan yang akan diisi oleg org asing itu selama seminggu dan harus dapat membuktikan bahwa org Indonesia tak ada yang melamar (cara di amrik spt ini) atau meniru UK policy, masuk satu keluar lima, atau jika memperkerjakan satu expat maka lima local harus di mutasikan ke overseas dengan posisi yg sama.

cukup dulu ah nanti emosi pula..Dirman Artib [email protected] El Mundo Yth.

Tolong pikirkan nasib kami yg nyangkul di LN. Kalau misalnya kita-kita dikenakan diskriminsai versi ide anda itu di sini, tentulah misalnya saya tersingkir, karena nggak ngantongin ijazah S2 spt persyaratan Bapak. Mo ngambil ijazah S2, ya nggak cukup uang, atau kalaupun ada uang saya akan mikir untuk jadi juragan sayur dan buah.

Begitu ada ide untuk membatasi naker asing dengan mengharuskan jadi member of Profesional Engineer lokal, sudah bikin teman2 kalang-kabut. Bikin persyaratan jgn yg susah, nanti jika mereka balas, kita semua harus pulang ke Jakarta yg malah bikin makin sumpek dan bikin polusi. Apalagi jika para pendekar2 di Middle East ikut pulang, wah......civil war deh di Jkt.

Syaratnya gini aja deh, diharuskan mempekerjakan tukang ojek menjadi sopir, atau wajib membiayai aktifitas penutupan 4 jalan pinggiran Jakarta yg berlobang dengan aspal standard kelas I (maklum udah 3 tahun lobang jalan akses ke komplek rumah saya dicuekin instansi yg bertanggung jawab-wenang).

Bersaing OK, Diskriminasi NO,El Mundo [email protected] juga sedang nyakul mas di LN. Yang saya maksudkan bukan pembatasan ke LN tetapi kedalam. Kata2 manis - "transfer technology" jangan hanya jadi slogan.untuk itu persyaratan expat ke tnh air hanyaboleh S2 keatas. begitu pak itu yang saya maksudkan.

terima kasih,

roeddy setiawan [email protected] millis,

opini saya ngak akan ada yang akan memberikan "transfer technology" buat reasonable scholar saya yakin semuanya menegerti tentang berbagai technology yg dipakai di oil and gas. yang harus dilakukan adalah merebut skill yang dimiliki expatriate. dengan hanya ikut short course say 2 minggu its hard to believe kita bisa mempunyai skill yg setara. Yang diperlukan, kita harus ikut participate and exersize our skill in real world, mustahil kita bisa naik sepeda kalau cuman baca buku panduan " bagai mana naik sepeda".

Dirman Artib [email protected] PaK El Mundo ijazah hanya S1 kayak saya, apa anda setuju kalau China minta anda minimum berijazah S2 ?

Atau kalau anda berijazah S2, apa anda setuju jika China minta anda minimum berijazah S3 ?

Btw.

Dari dulu saya juga nggak percaya tuh dengan transfer technology, karena definisi, proses dan persyaratan serta metodenya nggak jelas. Itu hanya akan berhenti sebatas jargon. Lagian kenapa kita merasa inferior seolah-olah para expat yg datang ke Indonesia punya pengetahuan jauh di atas kita dan sampai-sampai menadahkan tangan agar teknologinya ditransfer.

achmad zunaidi [email protected] milis Semua.

Mungkin saya belum punya banyak pengalaman diperusahaan asing (perusahaan multi nasional )dibanding dengan rekan2 milis yang lain, tapi ada beberapa nasehat yang pernah saya dapat, bahkan dari mereka sendiri, yaitu :

Transfer technology itu harus dengan biaya tinggi (seperti yang pernah dilakukan pada saat menristek Bpk BJ Habibie yang sukses disalah satu negara diasia tenggara dibidang technology pada saat itu).

Semua technology yang didatangkan ke negara kita melalui proyek2 yang ada, selalu dibarengi dengan kedatangan tenaga kerja dari negara pemilik modal (investor asing), hanya beberapa yang betul2 expert, tetapi yang lain hanya tidak lebih baik dari tenaga2 produk lokal yang ada.

Wajar kalau pemerintah negara pemilik modal memperhatikan tenaga kerja ditempatnya agar tidak banyak yang ngangur (jadi beban bagi pemerintahan mereka).

Tapi ada juga yang memang mereka datang kenegeri ini dengan technology dan tenaga ahli yang memang menguasai dibidangnya itu.

Ada beberapa contoh produk dalam negeri yang pernah ada (mungkin sekarang masih ada yang bertahan tapi keadaannya tidak menentu ) tapi kurang dilindungi (karena beli jadi di luar negeri lebih murah pada saat itu) sehingga kita sendiri tidak dapat mengembangkan kemampuan diri sendiri (bangsa ini).

Mungkin Nasehat yang saya dapat dari mereka ini sedikit mengingatkan kita untuk tidak terlalu mengagung2kan yang namanya produk/tenaga luar negeri.

Salam dari yang menerima nasehat untuk milis semua.

El Mundo [email protected] hanya mempersoalkan persamaan gaji expat and local di tnh air, jadi pointnya setuju gaji expat itu besar asal saja dia punya qualifikasi, dan mau transfer isi otaknya ke local. Di Amrik, green card/work permit sangat mudah di dapat oleh imigran yang punya kwalifikasi dan S2/S3 fresh graduate. Karena mereka ini akan mebawa nilai tambah bagi industri. Ini latar belakang mengapa sy usulkan dmkn. Premier Oil sewaktu take over Natuna Block dari Amoseas/Chevron, expatnya di rekrut dari bar di hotel Atrium-Senen. ConocoPhillips waktu bangun Belanak FPSO di MD, Batam, expatnya itu2 saja (philipino, dsb) yang hanya punya kelebihan pandai bersilat lidah dgn bhs Inggris tok, pengetahuannya tidak lebih kok dr kita (sy setuju dgn anda)

Jadi kalau seadainya ada persyaratan exapt itu S2/S3 misalnya para expat dropout ini kan tak bisa lagi kerja di tanah air. kesempatan utk pak Dirman jadi besar, utk welding inspectoir lokal jadi besar..

Di Angola, pemerintahnya syaratkan target utk Angolanisasi. Utk welding inspector maximum 6 bulan, utk engineer (S1) max. 18 bln. Setiap expat harus punya 2 deputi Angolan..hasilnya, banyak Angolan di posisi kunci pd prsh spt Total, Exxon Chevron. Sekarang Chinapun meniru.. sehingga saya harus siapkan pengganti saya orng China asli. Sgn info, calon pengganti sy S3, bahasa inggris nya lebih buruk dr sy. Apa yg terjadi, I pick his brain, he pick my expirience..itulah transfer know how! Sy impikan ini juga terjadi di tanah air kita?

Kiagus Ismail Hamzah Mahbor [email protected] Dirman,

Apakah anda pernah mengalami diskriminasi oleh orang philipina, dan anda pernah disingkirkan dari pekerjaan karena posisi yang bapak duduki di-inginkan oleh teman orang philipina tsb dan secara sistematis si philipina tsb melakukan kebohongan untuk menyingkirkan bapak?

apakah bapak pernah melihat orang philipina pada seatu project hanya menjadi document control staff kemudian pada tahun berikutnya ketemu pada project lain tiba-tiba menjadi QC Manager?

Sertifikasi adalah wajib pak, untuk bersaing di dunia kerja secara fair? dan saya sangat setuju bila orang philipina dilarang dilarang bekerja di Indonesia.

Awaluddin Berwanto [email protected] saya termasuk yg tidak setuju kalau membatasi suatu bangsa untuk bekerja di Indonesia. Coba kita pikirkan berapa ribu TKI kita yg bekerja di LN, apa jadinya kalau negara-negara itu mengambil langkah yg sama dengan melarang orang Indonesia bekerja di negara mereka.

Baru saja Uni Eropa melarang pesawat dari Indonesia, kita sdh kalang kabut. Apalagi kalau TKI kita yg dilarang masuk ke middle east misalnya, apakahnegara bisa memberikan lapangan pekerjaan yg layak untuk mereka semua?

Untuk memenangkan persaingan kerja, mudah saja. Selama kita memiliki kompetensi dan keterampilan pasti akan mudah kita menang dalam persaingan itu nggak peduli kita di Indonesia atau di luar negeri.

Kalau masalah diskriminasi, penyingkiran secara sistematik, dsb, saya kira orang Indonesia pun banyak yg melakukannya. Ada seorang teman, pernah juga mengalami nasib demikian, hanya karena dia berasal dari perguruan tinggi yg berbeda dengan kebanyakan staf dan bos-bos sdh bekerja di sana. Tapi, karena memang ybs memiliki kompetensi yg bagus, banyak tempat yg jauh lebih bagus dari Company dahulu yg bersedia menampungnya.

Jadi, selama kita mampu, punya nyali, kompeten, dan punya skill...jangan pernah khawatir dalam setiap persaingan, tidak perlu khawatir dg diskriminasi dan trik-trik, yg penting maju terus atau terus maju.Dirman Artib [email protected] Ki Agus,

Saya belum pernah mengalami diskriminasi versi orang Philipina anda. Saya nggak tahu apa karena kebetulan atau tidak, tapi yg jelas saya memilih untuk tidak bekerja pada perusahaan yg memberlakukan diskriminasi spt. yang anda ceritakan. Paling-paling didiskriminasi jika mau masuk toilet, saya dilarang masuk toilet ladies.

Jika seseorang memfitnah/berbohong untuk menyingkirkan saya, dan kemudian saya tersingkir ada 2 hal yg pasti terjadi :

1. Saya tidak punya kemampuan alias tidak kompeten dalam menerapkan Risk Management/Loss Prevention. Bukankah kita juga harus mengaplikasikan teori dan knowledge untuk diri kita sendiri dalam hal hazard identification, risk assessment, risk analysis and mitigation strategy (preventing the incident).

2. Saya akan happy untuk berinisiatif menyingkir sendiri jika saya lihat indikasi bahwa perusahaan memang mempraktekkan diskriminasi. Biar aja yg tinggal Philipina semua, kan nggak bakalan bisa mengaku sebagai multinasional/global company (hi...hi...hi...).

Tapi yg jelas, sekarang saya bekerja dengan banyak Philipino, dari detector saya, belum ada indikasi yg mau memfitnah, mudah-mudahan tidak ada, karena kalaupun ada laporan bohong, akan ada process/system yang cukup reliable memverifikasi laporan. Jelas dong.....jika ada incident tentunya harus ada objective investigation yang dilakukan oleh competent, profesional and independen personnel. Mudah-mudahan.Kiagus Ismail Hamzah Mahbor [email protected] saya bekerja di Indonesia, mereka memang tidak berperilaku demikian dan mereka sangat baik terhadap orang Indonesia. dan saya tidak mempunyai prasangka buruk terhadap mereka

saya melihat sendiri, seorang kawan (kawan saya ini berkerja di middle east) yang difitnah oleh orang phillipina dan di pulangkan ke Indonesia. dan setelah kawan saya pulang, posisi kawan saya tersebut diisi oleh kawan si philipina tersebut.

soal kompetensi, kawan saya sangat kompeten dan alhamdulillah sekarang ia telah bekerja di seatu perusahaan di Indonesia.

saya akui, memang saya kurang tahu secara detail problem kawan saya tersebut. tapi dari kawan-kawan yang bekerja di luar negeri, kebanyakan tidak suka terhadap perilaku dan tingkah laku orang philipina terhadap orang indonesia.

Di sini pun, saya punya berberapa kawan orang philipina yang baik terhadap saya, tapi perkawanan kami di luar urusan pekerjaaanMaretdhioko, Imam (Ma'aden) [email protected] Hamzah,

Saya kurang sependapat dengan anda. Menurut saya tidak bisa di generalisir bahwa orang Philipine seperti itu.

Itu hanya oknum atau masalah personal saja. Sejauh ini saya baik-baik saja bekerja di mid east dengan mereka, malah banyak diantara mereka Philipine dan India. Jadi dimana kita berada kita bisa menempatkan diri kita tapi kalau memang lingkungan kerja sudah tidak mendukung, ya kalau punya kopentensi bisa mencari lagi yang lebih baik. Nah kalau di Indonesia sendiri mungkin pernah dengar istilah "sikut-sikutan" jadi dimanapun kita bekerja mungkin tidak hanya bekerja dengan orang dari negara lain ataupun negeri sendiri ada kemungkinan resiko seperti itu.

Pengalaman saya simple saja, yakinlah bahwasanya kita berbuat baik akan dibalas dengan kebaikan dan berbuat jahat pun akan dibalas dengan kejahatan. Kita berkompetisi dengan sehat dan tunjukan skill dan kompetensi kita, kalau memang tidak ada apresiasi dari perusahaan dan situasinya tidak kondusif lagi, anda bisa berburu perkerjaan lagi yang lebih baik.

bagiyo [email protected] All,

Saya sependapat dengan pak Imam,kita tidak bisa mendiskriminasi seperti itu.

Toh antar sesama kita yang di Indonesia juga banyak yang sikut sikutan ...

Banyak pengalaman rekan rekan yang kerja di negeri sendiri lari ke ME karena situasi kerja yang kurang kondusif...

Jadi emang sudah kodrat manusia hal tsb dan itu bersifat personal...

Dimanapun kita berada pasti hal itu akan terjadi.

Emang alangkah baiknya kita mulai dari antar kita Waspada dan selalu menjauh dari sifat sifat yang tidak terpuji.

Pasti jalan rejeki akan semakin terbuka lebar.Kiagus Ismail Hamzah Mahbor [email protected] pak bedanya kita orang indonesia dengan orang philipina,

sesama orang Indonesia pun kita sikut-sikut an, jadi gak heran kalau ada diantara teman-teman yang bekerja di middle east didiskriminasikan atau diperlakukan kurang baik oleh orang philipina, karena mereka yakin tak ada orang Indonesia yang akan mensupport saudaranya sebangsa jika mereka menzalimi orang Indonesia.Eko Prasetyo [email protected] domestik kita lebih murah n lebih tidak dihargai dari philipinos.....di singapura.

Jadi apa Pak Dirman gak bakal kerja di Singapura?saptohw [email protected] sih Pak?

Saya udah 2 tahun di Singapore, permanent staff dan merasa sangat dihargai ditempat saya sekarang. Perlakuan ke saya dengan bangsa lain sesama Asia sama, ga ada perbedaan.

Justru kita yg dijadikan Lead-nya & punya nilai yg lebih.

Ditempat saya cuman 2 orang yg dari Indonesia. Eko Prasetyo [email protected] ketik...harusnya sih domestic assistant...bukan home domestic.Tau kan artinya domestic assistant ?

Kalo yang berjabatan n generating money sih, dihargai, apa pun ras nya dan sumber uangnya,

iya gak, Pak Koruptor? (hayoo..siapa yang ngerasa kena?)

Dirman Artib [email protected] Indonesia bukanlah tidak dihargai, tetapi saya menganggapnya lebih kompetitif, karena bisa bersaing dalam hal harga.

Coba anda lihat di iklan-iklan, "competitive prices", ....apa hayo....maksudnya ?

Sulistiyono [email protected] El Mundo,

Wah kalau memang kenyataan bahwa pucuk pimpinan oil company ( yang orang Indonesia ) masih dikendalikan oleh expat atau istilah Bapak 'to be nice to Indonesian" maka hal tersebut tentu sangat memprihatinkan.

Recruitment expat tentunya dimaksudkan karena tenaga Indonesia tidak ada yang tersedia dipasaran. BP Migas dan Ditjen Migas bersama Depnaker tentunya telah menyeleksi lewat RPTKA, untuk slot2 pegawai. Dari RPTKA2 biasanya expat yang terdaftar tidak banyak , tenaga nasionalnya yang kelihatan banyak , say 90-95%, sehingga pemegang otoritas menyetujuinya.

Persoalannya , lho kok kenyataannya banyak expat dilapangan dan dikantor. Lewat mana?Tentunya ada jalannya wong bisa cost recovery.El Mundo [email protected] sih pak ? "tenaga Indonesia tak ada dipasaran" ...Tenaga kerja Indonesia yg qualified di managerial maupun punya technical epertise buanyak pak. Cuma meraka tidak mau kerja di Indonesia.. karena apa ? ..Lah inilah soal yang kita bahas... Tenaga kita tidak dihargai di tanah air sendiri..jadi lebih baik nyangkul di tanah orang dan kirim dinar/dollar ke kampung halaman. Di LN mereka tau job securitynya terjamin, dihargai, boss tanpa hard feeling jika didebat dan di kritik malah memuji dan berterima kasih, punya freedom utk berkreasi.Syafrial Anas

SSS (Sangat Setuju Sekali).

Semoga Indonesia kedepannya lebih baik.Dirman Artib dir.art@gmail. comBukan tidak dihargai pak......... ......tetapi kemampuan belinya cuma segitu, ya mau diapakan lagi.

Ya sudah....cari aja yang brani bayar, bumi Tuhan ini luas untuk manusia.roeddy setiawan [email protected] Milis,

kalau dalam hal ini saja tidak sependapat dg Pak Dirman ,,,,, sory nih pak ... menururt pengalaman saya kemampuan beli ada ini dibuktikan cost recovery covering membayar expatriate +/- 300Kusd-500Kusd per year per orang . ini inclusive everything; short leave, long leave, dental leave, housing etc. bapak bapak petinggi kita faham, kan mereka pake RPTK untuk masuk kesini

barangkali yg lebih pas "keinginan menyamakan tidak ada""Anshori Budiono" [email protected] Roedy dkk,

Gaji expat = Gajinya dia di negaranya + komponen tambahan karena kerja di luar negeri.

Wajar saja kalo expart western itu gajinya gede karena di negaranya sendiri gajinya udah USD 5000 - 8000.

Jadi tidak pada tempatnya kalau expat Filifino, India, Indon, Malay "mau disamakan" atau "sengaja disamakan" dengan expat western. Kalo kata temen saya... ngapain bayar mahal kalau di negaranya sendiri "hampir" aja nganggur tuh orang.Kiagus Ismail Hamzah Mahbor [email protected] watak inlander......Thomas Yanuar [email protected] capek perut saya karena ketawa terus baca komentar singkat Pak Kiagus..

Setubuh pak...eeh..setuju Pak..

Salam,

note:

Pak AB, nuwun sewu, sebaiknya kita mencontoh pemerintah GCC (seperti misalnya Qatar, Kuwait, UAE) yang menggaji minimal 50 % LEBIH TINGGI

roeddy setiawan [email protected] millis,

that the point, what rational if we can have the same work via national ( I am very sure for any level of oil and gas business in our country as a mater of fact the driving force was the local employee) that implicitly said must much cheaper, but we give the job to the expatriate and we (the country) pays that cost..........

I understand others like gulf even malaysian put expatriate that work for them diffrently explicitly expat dibayar murah dibanding anak negri nya....

i just dont understand that rational willing to pay expat higher, they take away those money to say houston , perth etc. the dont become catalyst to stimulate our economy if they spent it in jakarta probably okay, people in jakarta can get

stimulate its economic. any thought ?????

back to wages, i think anywhere i got the job, its qualification that makes difference , kalo qualifikasi kita diatas bule yah gaji nya lebih gede tentunya . but that not happening in our country,,,,, sadly

Nugraha [email protected] capek sekali dengar orang2 manggil "Indon" ke orang Indonesia, terutama di Malaysia sini. Memuakkan!

tapi yang lebih memuakkan adalah seorang Indonesia (yang bxxxh) manggil "Indon" ke diri mereka sendiri!!!

silakan panggil diri anda sendiri "Indon" kalau anda merasa pantas dengan panggilan itu, tapi jangan ke orang lain!!!!!!

buat para moderator dan rekan yang lain, mohon maaf..

Faiz Abdul Aziz [email protected]'alaikum,

Pak Nugraha , maaf bukan mau bela siapapun ..., saya pribadi risih dengan ekspresi bapak seperti itu.

Ungkapan kekesalan bapak yang seperti itu menunjukkan bahwa bapak punya masalah dengan cara mengungkapkan ekspresi / pendapat pak Nugraha.

Menurut saya akan lebih baik bapak japri saja ke yang bersangkutan bukan dengan cara seperti ini. Kurang elok lah.

Kalaupun saya nggak japri ke pak Nugraha , karena bapak juga sudah mengungkapkannya di milist ini.

Mudah mudahan saya pribadi bisa lebih bersikap dewasa dan santun , mohon kepada yang lain untuk tidak lagi menaggapi soal ini ( kata " Indon " )

Dan mohon maaf kalau ada yang tidak berkenan.Kiagus Ismail Hamzah Mahbor [email protected] kita nobatkan pak FAIZ sebagai orang paling santun dan paling dewasa di milis ini

setuju gak teman-teman.....?

Slamet Widodo [email protected] Faiz,

Pada dasarnya kita kurang berkenan dipanggil "indon" oleh sebagian Malaysian dan Singaporean. Meskipun mereka mungkin tidak ada maksud apapun, tapi istilah tersebut mengandung arti yg sifatnya menghina atau melecehkan.

Seperti halnya bangsa Pakistan yg tidak mau dipanggil Paki, atau orang hitam Afrika yg keberatan dipanggil "negro". Saya rasa hal ini pernah beberapa kali dibahas dalam forum diskusi, majalah dan surat kabar.

Jadi sebaiknya kita hindari penggunaan istilah tersebut, tidak semua kata boleh disingkat karena bisa menimbulkan makna yg berbeda.

Thanks.bimasakti armada [email protected] saya kerja banyak juga orang malaysia, manggil indon sudah biasa saya sendiri kurang nyaman dipanggil seperti itu, tapi kita selalu menjaga hubungan baik antar negara. Yang malah kurang ajar belakangan ini mereka memanggil kita sebutan Tibi = TB Nah kalo yg ini bapak2 harus bisa mengingatkan mereka untuk jangan memanggil dengan sebutan itu yang artinya TB = Tak Berguna.

berlian syako [email protected] dipanggil (TB = tak berguna), berarti orang indonesia dianggap pahlawan dong di Malaysia. Karena orang malaysia menyebut pahlawannya dengan "Asker tak beguna"....he..he..

Kiagus Ismail Hamzah Mahbor [email protected]. Nugraha...

jika orang menyebut saya indon, saya selalu mengatakan please dont call me indon cause it is humiliate me, dan biasanya mereka langsung minta maaf.

kuncinya, orang malaysia akan memandang rendah orang (indonesia atau malaysia) yang tidak bisa bahasa inggris (watak inlader), jadi kalau bercakap dengan mereka, gunakan bahasa inggris.Rawindra Sutarto [email protected], kelihatannya tidak ada perubahan sejak awal thn '80.

Waktu itu saya bertugas di Texas.

Setelah beberapa bulan capek bergaul dan berbahasa Texans, alangkah senangnya saya ketamuan orang2 EPMI (Esso Prodn Malaysia). Saat itu komunikasi ke tanah air hanya bisa lewat pos.

Tapi sayang malah menjadi kecewa, karena kemiripan bahasa dan budaya tidak membantu basa-basi.

Lucunya, justru salah satu kawan Malaysia yang Tionghoa mau meladeni usaha saya menikmati ber-bual2 dgn bahasa Melayu (versi Betawi).

Hal ini saya keluhkan ke teman di KL, alm. Abdul Rahim Hanifiyah (terakhir mantan GM Petronas di Jakarta). Waktu itu beliau masih keroco, sering bertugas well siting di Baram Delta, Sarawak. Lupa lagi respons-nya, rasanya cuma cengar-cengir hahahihi. Tidak banyak berguna, karena menurut saya, dia sudah menjadi orang Jawa seperti istrinya .....

Zein Wijaya [email protected] topiknya udah melebar kemana mana nich..

Kalo boleh saran distop aja..

Masalah panggilan mestinya enggak usah diperdebatkan, terserah aja dalam menyikapinya.

Tokh dalam pergaulan di masyarakat kita selama puluhan tahun, kadang kita manggil orang expat dengan sebutan bule..

orang China dipanggil dengan sebutan Cina...orang batak kadang dipanggil sebutan batak.(apakah selama ini kita memikirkan apakah orang China marah kalo dipanggil Cina, dan orang expat marah kalo dipanggil bule).selama itu hanya ditujukan untuk sebutan (tanpa bermaksud menghina)..

no hard feeling lah...

Yg penting kita bisa membuktikan dalam pergaulan di dunia international..orang Indonesia mampu berkompetisi dan sejajar dengan mereka ..Ibarat kata : Apalah Arti sebuah nama...

Alex Kajuputra [email protected] sekali...sebaiknya distop saja...tidak ada manfaatnya diskusi ini.

Malah jadi ajang pecah belah...

Orang Indonesia memang mudah sekali dipecah belah...mungkin karena warisan inlander dan orde baru.

Kalo ada yg belum puas dengan pekerjaan dan salarynya...segera cari kesempatan yg lebih baik...sekarang ini demand sedang boom dimana2.

Kalo ada yg sudah puas dengan pekerjaannya...jgn lupa bagi2 rejeki... semoga menambah amal dan murah rejeki pula nantinya.

iwan aryawan [email protected] nih saya belum pernah tinggal di Malaysia. Jadi pengen tau juga motivasi mereka bilang "Indon" itu sebenarnya apa?. Pernah nggak diantara rekan milist yg nanya langsung ke mereka? Terus kalo kita manggil mereka "Malay", mereka marah juga nggak?

Sewaktu di UK, saya ketemu banyak orang Malaysia. Tapi mereka nggak ada yg manggil kita "Indon" (paling nggak didepan kita). Atau ini dampak dari kita banyak ekspor TKI/TKW? Kalau memang demikian, bukannya kita sendiri juga ikutan kontribusi dalam merendahkan diri sendiri?

Siapa tau ada perbedaan perspective, jadi bisa diluruskan. Menurut saya sih kuncinya ada dikita sendiri. Kalau kita bisa membuktikan bahwa prestasi kita bisa disejajarkan dengan mereka atau malah lebih tinggi, tanpa diminta, mereka akan respek sama kita. Kayaknya emang bener, salah satu kelemahan bangsa kita adalah "intropeksi diri" alias "ngaca".

"Mari kita sama-sama intropeksi diri dan berprestasi".

Mohon maaf apabila ada yg tersinggung dengan e-mail ini. Kalo ada yg mau respon, mohon lewat jalur pribadi saja. Terimakasih.

Sulistiyono [email protected] El Mundo,

Anda benar, expert nasional kita buanyak, namun banyak juga yang lari ke luar negeri, yang tentunya memberikan penawaran yang lebih menarik ketimbang di Indoesia. Kepala BP Migas yang lama telah menyampaikan bahwa Indonesia kekurangan tenaga GGR /Geologist , Geophysicist dan reservoir Engineer sebanyak 3,000 orang. Tentunya yang dimaksud adalah tenaga yang "siap pakai", nggak perlu men training dulu.

Sementara itu tenaga GGR yang dicetak Perguruan Tinggi ada ribuan per tahunnya. Bagi saya mereka siap training, belum siap dilepas. Nah KMKMI sebenarnya telah merintis pembicaraan awal dengan BP Migas untuk men - speed up para sarjana baru tersebut menjadi "siap pakai", namun belum selesai. Mudah2an Pak Heri sebagai Ketua KMKMI yang baru dapat meneruskan gagasan tersebut.Tentunya bantuan dari para milister sangat diharapkan. Ayo Pak Heri dan Pak Budhi ......Admin Migas [email protected] minggu yang lalu ketemu dengan Waka BP Migas Bpk. Abdul Muin.

Beliau sebenarnya yang sangat memberikan perhatian dan peduli terhadap hal ini. Sayang sekali, karena pertemuan terjadi disela-sela rapat, jadi tidak bisa bicara lama-lama. Tapi Pak Abdul Muin sempat mengatakan sebelum berpisah, kita harus ketemu lagi nih untuk membicarakan berbagai hal dalam kesempatan lain yang lebih santai.

OK Pak Sulis, saya dan Pak Herry akan mencoba mendiskusikan hal ini dengan beliau sesudah jam kerja. Mudah-mudahan Pak Sulis bisa bergabung dalam pertemuan ini.

saptohw [email protected] kuncinya pada diri kita sendiri kok.

Sebelum kita kerja di suatu perusahaan kan tentunya sudah ada persetujuan tentang besarnya gaji yang akan kita terima kalau kita setuju dengan offer dari perusahaan bersangkutan. Kalau merasa kecil, kenapa harus kita terima posisi tersebut?Kalau kita kerja sebagai expatriat tentunya kita berharap akan mendapatkan gaji yang lebih bukan?

Seperti juga mereka yang kerja di Indonesia, tentunya mereka ga mau kan kalau digaji lebih rendah atau sama dengan gaji dinegaranya sendiri?

Tentang jabatan, belum tentu orang mempunyai pendidikan formal lebih tinggi bisa menjadi pemimpin yang diandalkan. Yang penting dianya berpendidikan (entah itu tamatan SMA/STM, D3, S1, S2 atau S3) dan mempunyai leadership yang tinggi dan mumpuni dalam hal berkomunikasi, satu hal lagi tidak mementingkan kepentingan pribadi/ golongan.

Yang perlu ditekankan disini sebenarnya adalah persentase maksimum kuota untuk orang luar dan lokal, bukan masalah besar kecil gajinya.Dirman Artib [email protected] jika sebelum masuk rasanya besar, setelah di dalam kok terasa kecil, karena ekpektasi manusia juga dinamis. Khan nggak mungkin posisinya misionaris-klasik mulu, bosan kan ?

Nah kalau sudah merasa kecil, bosan dengan posisi, seharusnya nggak cepat-cepat cari no kontak Mak Erot tetapi identifikasi dulu "non-monetary value" yang kita terima. Tingkat keamanan dan keselamatan bekerja, kemudahan akses pulang-pergi bekerja, kemudahan meminta cuti, kehangatan persahabatan dengan sekretaris bos (bos juga dong), gratis memakai internet kantor, dll.

Kalau memang merasa bahwa magnet lain lebih kuat, ya silahkan pasrah dengan tarikan nya :)

Biasanya yg ukurannya gajinya besar tingkat resikonya juga tinggi besar secara relatif. Tingkat resiko akan menjadi rendah pada tingkat yang bisa dikendalikan jika kita selalu secara kontinyu melakukan pengembangan dan peningkatan profesionalitas. Banyak juga orang yang berjemur di lapangan lebih 15 tahun melakukan pekerjaan yang sama, tetapi seyogyanya apa yg dia bisa kerjakan di tahun 1993 persis sama dengan apa yang bisa dia kerjakan sekarang. Misalnya dari dulu cuman bisa ngitung drop voltage mulu......walhasil, dia hanya digaji sama dengan orang yg umurnya lebih muda 15 tahun dari dirinya, toh outcome nya sama bagi perusahaan.

Kembali kepada peraturan pekerja asing, saya ingatkan bahwa Tuhan menciptakan bumi ini bukan untuk ras dan warna kulit tertentu dan hanya pada geography tertentu. Bumi milik Tuhan ini luas, jadi orang Nusantara pun (sekarang namanya jadi Indonesia, Malaysia, Singapura, Pilipina, Vietnam) silahkan saja mencari penghidupan lebih baik di Rusia yg sedang berpesta migas. Karena bumi Rusia juga milik Tuhan. Kalau ntar rindu untuk berpartisipasi membantu BP Migas, juga boleh (setelah non-monetary value menjadi lebih penting daripada monetary value tentunya).

Kiagus Ismail Hamzah Mahbor [email protected] Dirman,

mungkin anda bisa menjwab. knp TKW philipina di malaysia di bayar RM800/bulan sedangkan TKW kita cuma dibayar RM 400~500 saja + disiksa

Disini (malaysia), orang philipina tidak di aku sebagai orang melayu....lupakan soal nusantara, tapi perkuat jati diri kita dan rasa bangga serta kekompakan kita sebagai bangsa Indonesia.

Teddy [email protected] simple, TKW filipina dibekali skill yang lebih baik dari TKW Indonesia. Surat2 resmi, kemampuan bahasa inggris jauh lebih bagus, biasanya di beri pembekalan singkat dulu sebelum berangkat, plus keberangkatan mereka diatur dan diorganisir secara rapi.

Hendaknya tidak melihat persoalan hitam di atas putih, tidak perlu terlalu emosi. Kita hidup dalam dunia "modal".Kiagus Ismail Hamzah Mahbor [email protected] soal skill dalam bekerja, sy pikir TKW kita dan Philipina sama saja kecuali bahasa

krn bangsa cina atau pun India walaupun rakyat malaysia, tapi kebanyakan tak bisa bercakap menggunakan bahasa melayu

mostly yg hired TKW Philipina adalah bangsa cina atau india, sedangkan yang hire TKW Indonesia adalah bangsa melayu

fyi, di Miri, Sarawak, semua kafe dangdut, memperkerjakan orang indonesia

setuju pak...kita tak boleh emosi dalam menghadapi berbagai perkaraYofita Mawardi [email protected] bangga sebagai bangsa indonesia tp untuk dihargai kita harus menghargai diri sendiri..

kita aja yang satu bahasa kadang suka jengkel ma pembantu yang ga ngerti2 juga apa yang kita mau apalagi mereka yang beda bahasa dan TKI kita disana ga mengusai bahasa mereka, ga nyambunglah akhirnya bikin jengkel.. prihatin juga siy dengan para TKi kita yang tidak dibekali dengan skill yang cukup baik dan diorganisir dengan rapi seperti pak Tedy bilang..Kiagus Ismail Hamzah Mahbor [email protected] TKW philipina di organisir dengan baik, mungkin ada benar dan ada gaknya

lihat aja di sabah, sebagian besar PATI (pendatang asing tanpa ijin) adalah orang philipina

kalau dikatakan mereka kompak...ya itu memang benar....orang philipina sangat kompak anata satu dengan yang lain....

D R [email protected] banyak kasus memang terlihat keberpihakan orang indonesia sendiri terhadap tenaga kerja indonesia kurang.

Dari sisi orang-orang di pemerintahan berfikir: gaji saya hanya 5 masak orang yg harusnya saya atur gajinya 25 ?

Dari sisi orang-orang di HRD mereka berfikir: masa sih gajinya sebesar itu, gaji saya aja tidak sampai segitu !

dst dst. Hal itu yang menjadi lingkaran setan yang tidak pernah berhenti.

Padahal mereka kan harusnya berfikir ttg resiko profesi. Apakah pejabat atau orang HRD itu mendapatkan gaji 5 dan mereka jg harus pergi ke pedalaman atau offshore, mabuk laut selama 11 jam, menempuh perjalanan berbahaya, kerja kasar, bergelantungan di menara, mengangkat barang seberat 15 kg, dimaki-maki supervisor, naik turun tangga 20 m setiap hari, bergadang dst dst, belum lagi harus meninggalkan keluarga, resiko ditinggal kabur istri, terekspose bising dengan resiko lama-lama menjadi tuli, dan berbagai resiko lainnya.

Cara berfikir yang sempit ini dan pembenaran atas cara berfikir ini yang kemudian merusak sistem. Padahal apa untungnya kalau uang minyak yg berasal dari perut bumi Indonesia ini, beredar justru di-kalangan ekspatriat, yang akan dibelanjakan di singapur dan negri lain. Biaya cost recovery yg demikian besar ternyata sebagian besar justru untuk menghidupi bukan orang indonesia. Dan buat pemerintah maupun HRD perusahaan juga makin sulit untuk mengendalikan orang-orang ini. Padahal roda ekonomi bs bergerak dan pajak penghasilan makin besar dengan semakin banyak orang indonesia yg bisa menikmati uang hasil booming minyak ini. Dan apakah bila expat-expat ini semakin banyak dan kuat, mereka akan mau menggunakan agen Indonesia ? Jangan-jangan ketika ketergantungan kita sudah sangat tinggi ke mereka, mereka tidak mau lagi menggunakan agen-agen indonesia, mrk beralih ke agen-agen yg punya jaringan luas di singapura, india atau china. Kalau sudah

demikian, sekali lagi, semuanya akan tinggal gigit jari.

Indonesia tidak miskin, tapi sayangnya tidak tahu bagaimana agar uang hasil kekayaan alam ini beredar dan menggerakkan ekonomi.

Kalau roda ekonomi bergerak, kan para pejabat bs naik gaji tanpa di demo, bisa memperoleh pendapatan lebih tanpa harus korupsi.

Yang paling penting dari masalah ini adalah bagaimana memberikan pengertian ini ke semua pihak. Bahwa anak bangsa maju, maka bangsa pun akan maju. Tidak akan ada bangsa lain maju dan kita ikut maju.

roeddy setiawan [email protected] pak, yang bapak ceritakan itu memang betul, badan itu tidak menjadi katalis buat bangsanya jadi maju. yang dipegang cuman buku pedoman doang beberapa lembar.Stephanus Sulaeman [email protected] everybodies,

I am not confused both of you argue so brave, because both of you are right but have different perception. The fact is our salary is paid by the people of Indonesia, whose still an undeveloped nation, and many of the unlucky people still hungry. If our companies paid our salary from their margins, I think we may get as big as we can, but if our salary was paid from the cost recovery, we should ashame to the peoples of Indonesia because they are already give us a chance to be their leaders in developing this country. Have we ever try to help the hard workers or rough the necks contractors of our companies to get a better life ? And I think that we never try to solve the problem of this country in our profession, while we were already got the opportunity from the unlucky people to help them to build the country to give them a chance to get a better life. I am very sorry for the words, but I think both of us should think deeper and give no more argumentation.Awaluddin Berwanto [email protected] saya, seharusnya yg lebih malu adalah orang lokal yang mengeluarkan kebijakan untuk membayar para expat dari luar negeri jauh....jauh...jauh....lebih besar dari tenaga kerja lokal dengan posisi dan kemampuan yg sama. Padahal gaji untuk expat dan tenaga lokal sama-sama diambil dari cost recovery.Kiagus Ismail Hamzah Mahbor [email protected] setuju sekali dengan pendapat rekan-rekan, terutama perlindungan terhadapa para tenaga kerja lokal, saya berharap pemerintah melarang semua tenaga kerja phillipina yang terkenal tidak bersikap baik malah cenderung kasar terhadap expatriate indonesia dan CV-nya penuh kebohongan serta ijazah/certificate palsu untuk bekerja di Indonesia.......................saya mimpi kali ye....

Bayangkan, dulu semasa saya bekerja di Duri, untuk posisi document control diisi oleh orang india dan phillipina yang gajinya lebih besar daripada Sr, Engineer orang Indonesia.....! apakah kontraktor KPS tersebut tak dapat mencari orang indonesia yang mampu di bidang document control...? mengenaskan.....

belum lagi dibidang yang lain...yang seharusnya bisa diisi orang indonesia.....

Sulistiyono [email protected] rekan2 di BP MIGAS dan ditjen Migas membaca dan menindak lanjutinya. Saya yakin kalau KMI cq Pak Budhi dkk diminta membantu memecahkan masalah ini tentu KMI segera membentuk tim untuk member saran. Lewat KMKMI saya kira bisa membantu kedua institusi Pemerintah tersebut untuk melakukan audit kepegawaian. Comment atau tindak lanjut ?Ahmad Solikhin [email protected] Bapak-Bapak,

Sekedar usul, mungkin action-nya akan lebih efektif kalau mulai dari forum milis ini dipelopori semacam seminar atau lokakarya mengundang menteri tenaga kerja, BP Migas, dan beberapa perwakilan KPS & EPC asing untuk membahas topik ini. Tujuannya untuk melempar wacana kepada para decision maker tentang apa yang kita hadapi saat ini. Hal seperti ini biasa dilakukan beberapa pengusaha property untuk mempengaruhi pemerintah agar kebijakannya berpihak kepada mereka.yellow submarine [email protected], jadi berkembang jauh nih pembicaraan nya.

Yang saya tangkap dari isi emailnya Bu Desmawati sih simple "Kita disini sibuk ngomongin dan ngebandingin gaji dunia migas yang seolah olah setinggi langit, tapi satu sisi sebenarnya banyak pekerja migas kasar (baca buruh) yang sebenarnya masih hidup dalam keprihatinan. Prihatin karena gaji yang kecil lah, prihatin karena status kontrak dan lain lain.

Mungkin Bu Desma ingin mengajak kita untuk lebih perduli dengan nasib buruh kasar yang ada disekitar kita. Rasanya lebih etis kalau kita membicarakan kepedulian tsb daripada ribut memperdebatkan perbedaan persepsi standard gaji yang ga ada habisnya.

Mantap benar pilihan kata "Turun ke bumi" yang Bu Desma pakai.