zakat gaji atau infaq gaji nuknik

41
ZAKAT GAJI ATAU INFAQ GAJI Oleh : Admin Lkas Pada tanggal : 15 Mei 2010Hits: Comments: 69 Oleh: Syech Muhajir Usman,S.Ag,LLM Abstrak Melalui tulisan ini, penulis mencoba menetralisir masalah zakat gaji yang mecuat di beberapa media di tanah air. Menurutnya selama ini masih dianggap kabur dari pemahaman fiqh bahkan pesoalan itu telah dipraktekkan dan diyakini oleh sebagian besar masyarakat Muslim bahwa zakat gaji itu wajib. Istilah zakat gaji tidak dikenal sejak zaman Rasulullah saw., hingga masa berikutnya selama ratusan tahun, bahkan pada abad kedua sampai pertengahan abad keempat hijriyah sekalipun, yang oleh sejarah disebut, the golden age of ijtihad (masa keemasan ijtihad), masa dimana pintu ijtihad terbuka lebar sekali dengan lahirnya tiga belas imam mujtahid besar di berbagai kota-kota Islam pada waktu itu yang menuliskan dan mengkodifikasikan ijtihad-ijtihad mereka baik oleh mereka sendiri atau murid-muridnya. Pada masa itu bukan hanya dalam bidang ilmu pengetahuan yang berkembang pesat, bidang kemasyarakatan dan pemerintahan pun tidak kalah sengitnya. Ada khalifah, para menteri, dewan rakyat (ahlul hill wal‘aqd), panglima perang, para tentara, pegawai negeri dan sebagainya, yang semua mereka bergaji tapi semua mereka tidak pernah ‘dipotong’ gajinya dengan dalih zakat. Ini disebabkan karena tidak ada satu pun dalam mazhab-mazhab tersebut, bahkan sebelum mereka pada masa Sahabat dan Tabi’in, yang mencetuskankan pungutan zakat gaji. Oleh karena itu, bukanlah hal yang berlebihan untuk dikaji ulang jika ada yang mengatakan, “Para ulama mazhab bukan menolak adanya zakat gaji. Masalahya karena hal itu belum menjadi sumber penghasilan utama dan sektor rill ketika itu”.

Upload: nunik-eka

Post on 02-Aug-2015

245 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

ZAKAT GAJI ATAU INFAQ GAJI

Oleh : Admin Lkas Pada tanggal : 15 Mei 2010Hits: Comments: 69

Oleh: Syech Muhajir Usman,S.Ag,LLM

Abstrak

Melalui tulisan ini, penulis mencoba menetralisir masalah zakat gaji yang mecuat di beberapa media di tanah air. Menurutnya selama ini masih dianggap kabur dari pemahaman fiqh bahkan pesoalan itu telah dipraktekkan dan diyakini oleh sebagian besar masyarakat Muslim bahwa zakat gaji itu wajib.

 

Istilah zakat gaji tidak dikenal sejak zaman Rasulullah saw., hingga masa berikutnya selama ratusan tahun, bahkan pada abad kedua sampai pertengahan abad keempat hijriyah sekalipun, yang oleh sejarah disebut, the golden age of ijtihad (masa keemasan ijtihad), masa dimana pintu ijtihad terbuka lebar sekali dengan lahirnya tiga belas imam mujtahid besar di berbagai kota-kota Islam pada waktu itu yang menuliskan dan mengkodifikasikan ijtihad-ijtihad mereka baik oleh mereka sendiri atau murid-muridnya.

Pada masa itu bukan hanya dalam bidang ilmu pengetahuan yang berkembang pesat, bidang

kemasyarakatan dan pemerintahan pun tidak kalah sengitnya. Ada khalifah, para menteri, dewan rakyat

(ahlul hill wal‘aqd), panglima perang, para tentara, pegawai negeri dan sebagainya, yang semua mereka

bergaji tapi semua mereka tidak pernah ‘dipotong’ gajinya dengan dalih zakat. Ini disebabkan karena

tidak ada satu pun dalam mazhab-mazhab tersebut, bahkan sebelum mereka pada masa Sahabat dan

Tabi’in, yang mencetuskankan pungutan zakat gaji. Oleh karena itu, bukanlah hal yang berlebihan untuk

dikaji ulang jika ada yang mengatakan, “Para ulama mazhab bukan menolak adanya zakat gaji.

Masalahya karena hal itu belum menjadi sumber penghasilan utama dan sektor rill ketika itu”.

Argumentasi Rapuh

Abu Ubaidah As-Sidawi adalah seorang muridnya murid Syaikh Ibnu Utsaimin, ulama Hijaz,

mengemukakan beberapa keganjilan zakat jenis ini: Pertama, Tidak Ada Haul. Menurut pendapat ini,

zakat gaji tidak membutuhkan haul yakni dikeluarkan apabila harta telah tetap dimiliki selama satu tahun.

Mereka melemahkan semua hadis tentang haul, padahal hadis-hadis itu memiliki beberapa thariq dan

penguat sehingga bisa dijadikan hujjah, apalagi didukung oleh atsar-atsar sahabat yang banyak sekali.

Kalau hadis-hadis tersebut ditolak, maka konsekwensinya sangat fatal, yaitu mengakibatkan

semua zakat tidak perlu harus haul terlebih dahulu. Padahal haul ini, sebagaimana tersebut dalam al-

Fiqhul Islamy wa Adillatuh, Wahbah Zuhaily, jilid 3 hal. 1803, berlandaskan Hadis ‘Ali dari Abu Daud

dengan sanad hasan yang dapat menjadi hujjah syar’iyyah, ditambah lagi ijma’ Tabi’in dan imam-imam

Page 2: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

mazhab. Hal ini dapat mematahkan keraguan Yusuf Qaradhawi tentang syarat haul ini, dimana beliau

terlalu mempersoalkan hadis Ali tersebut, padahal tidak ada masalah di sana. Kedua, Qiyas kepada zakat

pertanian. Dari penolakan haul ini, maka mereka mengqiyaskan dengan zakat pertanian yang dikeluarkan

pada saat setelah panen. Padahal zakat pertanian adalah sepersepuluh hasil panen bila pengairannya tidak

membutuhkan biaya dan seperdua puluh bila pengairannya membutuhkan biaya. Maka seharusnya zakat

gaji juga harus demikian, tidak dipungut 2,5% agar qiyas ini lurus dan tidak aneh. Terus, bagaimana

mengklasifikasikan gaji/profesi berbiaya dan tidak berbiaya seperti pertanian?. Persoalan jadi bertambah

complicated!. Makanya analogi kepada dua sifat qiyas bagi yang mengatakan, “Pembayaran diqiyaskan

kepada zakat pertanian yaitu ketika panen (gajian) dan nishab-nya dipersamakan kepada zakat emas yaitu

seharga 94 gram emas (2,5%), menurut penulis adalah pengqiyasan yang ganjil dan bertentangan dengan

ushul Fiqh”. Inilah yang disebut dengan qiyas ma’al faariq (analogi bermata dua dengan ‘illat yang

berganda). Sedangkan ushul fiqh (baca:qiyas) adalah dalil, bagaimana mungkin membangun bangunan

atas pondasi yang rapuh?. Perlu digarisbawahi bahwa yang dapat menetapkan hukum tanpa qiyas hanya

syara’ yakni Allah dan Rasul-Nya, karena keduanya adalah dalil itu sendiri. Selainnya tidak ada liability

dan kompetensi untuk melakukan tasyri’ tersebut. Jadi, mewajibkan zakat gaji adalah tasyri’ yang bukan

oleh syara’, menurut penulis adalah terlarang.

Jika ada argumentasi mengemukakan itu adalah dalil logika yaitu kalau petani saja diwajibkan

mengeluarkan zakatnya, maka para dokter, eksekutif, karyawan lebih utama untuk mengeluarkan zakat

karena kerjanya lebih ringan dan gajinya hanya dalam beberapa bulan sudah melebihi nisab. Konsep ini

hemat penulis agak kabur karena dalam masalah ibadah, kita harus mengikuti dalil yang jelas atau sharih.

Dengan demikian maka tidak perlu ‘bersitegang’ di sini karena Allah memiliki hikmah tersendiri dari

hukum-hukum-Nya. Bahkan, yang sangat harus diperhatikan bahwa dalam zakat gaji acap kali terdapat

unsur kezhaliman, karena sekalipun gajinya mencapai nishab namun kebutuhan orang itu berbeda-beda

tempat dan waktunya, mungkin yang harus membayar kredit, listrik, air dan sebagainya. Jadi bagaimana

mungkin seorang pegawai diwajibkan zakat padahal jangankan menunggu satu tahun, terkadang tidak

sampai sebulan saja gajinya sudah habis untuk keperluan hidup, malah ada yang dalam hitungan hari saja.

Pandangan Ulama Dayah di Aceh

Masalah zakat adalah domain ulama. Jadi, sebelum ‘memborbardir’ tulisan dengan qanun ini dan

itu, demi sebuah keabsahan, sangat krusial ditemukan dahulu secara representative pendapat ulama Aceh

terutama yang berbasis dayah. Kenapa demikian, karena mereka bagaikan decision makers di daerah-

daerah terhadap permasalahan umat. Dengan kata lain, masyarakat pedesaan dan tidak sedikit juga di

perkotaan, masih lebih mempercayai ulama dayah ketimbang peraturan pemerintah dalam hal zakat gaji

Page 3: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

ini. Lalu jika ada yang mendebat, bukankah sudah ada fatwa MUI (belum MPU) Aceh sejak tahun 1981

tentang zakat jasa dan 1994 tentang nishab dan teknis pengumpulannya. Ketika ada pesoalan tentang

zakat, maka jawaban yang paling memuaskan adalah, fatwa-fatwa ulama di Aceh.

Pengalaman penulis ketika menanyakan langsung masalah zakat gaji ini kepada ulama-ulama

dayah Aceh yang kharismatik, seperti Abu Tumin Blang Bladeh, Abu Panton, Abu Paloh Gadeng dan

lain-lain, semua mereka, seolah koor, menafikan eksistensi zakat semacam itu. Berdasarkan hal tersebut,

rasanya agak kebablasan ketika ada yang menyederhanakan persoalan dengan ungkapan adanya peraturan

pemerintah maka perselisihan harus dihentikan dengan berlandaskan kaedah fiqh ‘hukmul hakim yarfa’ul

khilaf’, karena: Al-hakim dalam pengertian kaedah ushul adalah al-hakim yang berada pada level

mujtahid muthlaq atau sedikit di bawahnya seperti mujtahid tarjih dan mujtahid futya (fatwa). Jadi jika

terjadi perselisihan pendapat, karena para pihak yang berperkara menganut mazhab yang berbeda, maka

mazhab yang dianut oleh al-hakim, yang sudah barang tentu juga merupakan mazhab negara, itulah yang

digunakan. Hal ini telah dipraktekkan oleh kerajaan-kerajaan Islam dahulu di berbagai belahan bumi,

seperti masa Dinasti Abbasiyah yang sebagian khalifahnya menjadikan mazhab Hanafi sebagai mazhab

Negara, sementara Kerajaan Aceh Darussalam menggunakan mazhab Syafi’i sebagai mazhab Negara.

Para ulama Ushul Fiqh mengariskan bahwa seorang al-hakim apabila memutuskan perkara

tertentu dengan ijtihadnya, kemudian dia mengubah ijtihadnya pada kasus serupa, maka jika hukumnya

bersalahan dengan dalil qath’i dari nash atau ijma’ atau qiyas jaly (bukan qiyas fariq seperti kasus zakat

gaji ini), maka putusannya batal demi hukum. (Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, jild 1 hal 138).

Solusi

Rasul saw., bersabda, “Barang siapa mengerjakan suatu perbuatan yang belum pernah kami

perintahkan, maka ia tertolak” (HR. Muslim). Menurut imam Syafi’i, kata-kata `kami’ dalam hadis ini

adalah Rasulullah saw., para sahabat dan imam-imam mujtahid yang mempunyai legalitas untuk

mengistimbatkan hukum.

Sungguhpun demikian, fatwa Yusuf Qaradhawi, ‘alim Qatar tersebut, tentang zakat gaji tetap kita

hormati, tapi fatwa adalah fatwa dan tidak harus massive implementasinya kepada siapa saja dan dimana

saja. Apalagi, umumnya ulama Hijaz seperti Syaikh Abdullah bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih

Utsaimin, dan wilayah lainnya seperti Syaikh Dr. Wahbah Az-Zuhaily tidak merasa ‘lega’ terhadap zakat

gaji dengan pemotongan setiap bulan kepada setiap pegawai. Dalam sebuah kesempatan Abu Panton

(ulama karismatik Aceh) pernah berkata, “Meunyoe ta trimong pih lagee geupeugah lee Yusuf

Page 4: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

Qaradhawi, nyan keuh lagee gaji bos-bos bak BRR” (Kalaupun kita menerima pendapat Yusuf

Qaradhawi, itu untuk gajinya pejabat tinggi di BRR dulu).

Di sisi lain, konsensus ulama dayah Aceh tentang tidak ada kewajiban zakat jenis tersebut dan

mencoba ‘berdamai’ dengan menamakannya ‘infaq gaji’ yang hukumnya sunat bagi pribadi dan menjadi

kewajiban ketika diperintahkan oleh penguasa, adalah satu solusi cerdas dalam konteks keacehan hari ini.

Bagaimana tidak, dengan demikian pemerintah dapat memotong gaji tidak hanya sebatas 2,5% tapi bisa

lebih atau kurang dari itu sesuai kebutuhan daerah masing-masing, atau bahkan jika Aceh telah berada

pada taraf baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur suatu hari nanti, entah kapan, maka pemotongan akan

berubah menjadi subsidi-subsidi.

Dalam lintas sejarah Islam, bukankah dulu dalam 2,5 tahun kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz,

tidak satupun rakyatnya tak memiliki rumah. Setiap rumah diperbantukan dengan seorang pembantu yang

gajinya tentu tidak kena potongan apapun, ditanggung negara. Bahkan setiap ibu hamil dan menyusui

mendapat subsidi dari negara sampai habis masa menyusuinya.

Syech Muhajir Usman,S.Ag,LLM adalah Ketua Himpunan Ulama Dayah (HUDA) Kota Langsa. Tulisan ini pernah dimuat di kolom opini harian Serambi Indonesia, kemudian diselaraskan kembali atas persetujuan penulis agar dapat dimuat di www.lkas.org.

http://www.lkas.org/fiqh/detail/41/zakat_gaji_atau_infaq_gaji.html

“Dakwa dakwi” tentang pemungutan zakat gaji atas pegawai negeri sipil (PNS) terus terjadi. Di Pidie Jaya seperti dilansir hari ini ketika kasus seorang guru SMAN 1 Meuredu dengan wakil Bupati Pidie Jaya, M Yusuf Ibrahim. Ujungnya, si guru dimutasi ke wilayah udik di Jiem Jiem (Serambi, 28/01/2010). Masalahnya, ini jarang dibahas bagaimana zakat gaji menurut hukum fiqih.

Dalam kasus di Pidie Jaya, sang guru menolak membayar zakat gaji dengan dalih bahwa itu, harus ada satu ijtihad baru ulama. Namun MPU Pidie Jaya, menurutnya tidak memenuhi syarat untuk melakukan itu. Memang kasus itu sebagai masalah ijtihadi. Tentu kita tidak perlu repot untuk membahasnya karena sudah tunta dikaji. Apalagi hanya bertujuan untuk membantah dan mencari dalil denga pendapat pribadi, lalu meminta pihak lain untuk berijtihad.

Merujuk pada berbagai sumber fiqh, hukum zakat gaji atau jasa, penghasilan, profesi tidak bergeser dari dua macam pandangan ulama, yaitu antara wajib dan tidak wajib. Masing-masing golongan ulama memberi argumentasi yang berbeda. Jika ditelusuri yang menjadi punca perbedaan pendapat pada zakat gaji, profesi, jasa atau penghasilan antara lain adalah pada syarat haul, apakah diqiyaskan  kepada zakat emas  atau diqiyaskan kepada  zakat pertanian atau diqiyaskan kepada keduanya.

Page 5: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

Para ulama mazhab bukan menolak adanya zakat gaji juga bukan membolehkan untuk dipungut. Hanya saja tak pernah membahasnya secara rinci dalam kitab-kitab mereka. Masalahya karea hal itu belum menjadi sumber penghasilan utama dan sektor rill ketika itu. Para ulama mazhab lebih cenderung membahas sumber-sumber zakat yang disebut secara eksplisit di dalam nash, baik Alquran maupun hadis. Sumber zakat dimaksud, disebut zakat ittifaq. Artinya sumber zakat yang disepakati dan tak ada satupun ulama yang berselisih pendapat tentangnya. Mereka mencoba memahami dengan berbagai metode istimbath (menyimpulkan hukum, red).yang dikaitkan dengan kondisi sosio-ekonomi masa itu.

Sebagian ulama sekarang yang tidak mewajibkan zakat gaji atau profesi. Alasanny,  tidak pernah dipraktikkan pada masa Rasulullah atau masa-masa awal pemerintahan Islam dan tidak ditemukan nash yang sharih secara khusus. Namun pandangan ulama ini jarang ditemukan dalam literatur-literatur fiqh. Sebaliknya pandangan sebagian ulama yang lain lebih cenderung mewajibkan zakat gaji/profesi dalam karya-karya mereka dengan melakukan berbagai cara istimbath. Untuk memperjelas status hukum tentang zakat gaji, penghasilan, profesi tersebut rasanya perlu kita rujuk kepada berbagai sumber baik klasik maupun kontemporer.

Sumber hukumnya

Berdasarkan nash umum (ummumul ayyah). Firman Allah swt (Q.S, Al- Baqarah: 267, dan al-Zariyat: 19), dapat dipahami oleh sebagian ulama sebagai zakat dari berbagai sumber penghasilan. Pemahaman melalui umumul ayyah atau dengan cara ma’qul al-makna (mencari substansi makna), seperti ini menjadi salah satu pola istimbath hukum yang dilakukan oleh mazhab Hanafi. Pola ini dilakukan oleh para ulama tafsir. Di antaranya pandangan Sayyid Qutub, tentang ayat 267 surat al-Baqarah, Zakat diwajibkan  dari semua jenis pendapatan (Tafsir Fi  Dhilalil Qur’an),. Demikian juga Al-Qurtubi, tentang haqqum ma’lum dalam surat al-zariat ayat 19 diartikan sebagai  zakat dari semua penghasilan, (Tafsir al-Jami’ liahkamil Qur’an).

Landasan zakat profesi dianalogikan kepada dua sifat qiyas. Pertama tentang waktu pembayaran diqiyaskan kepada zakat pertanian yaitu dibayarkan ketika mendapatkan hasilnya (panen). Kedua nishab dan kadar zakatnya dianalogikan kepada zakat emas yaitu seharga  94 gram emas sedangkan kadar zakatnya sebesar 2,5 persen (qaedah qiyas al-syabah : Didin Hafidzudin, Sumber Zakat Dalam Perekonomian Modern).

Menurut Yusuf Qardhawi, penghasilan gaji disebut sebagai mal-mustafad’. Seperti gaji pegawai, upah buruh, penghasilan dokter, pengacara, pemborong dan penghasilan modal di luar perdagangan, penghasilan profesi dan lainnya, wajib dikenakan zakat dan tidak disyaratkan sampai setahun, akan tetapi dizakati pada waktu menerima pendapatan tersebut. Dari berbagai pendapat yang dikumpulkan Qardhawi, pendapat yang rajih (kuat) menurut beliau adalah: ‘Wajib zakat gaji, penghasilan, profesi atau jasa ketika saat diterima tanpa memerlukan syarat haul. Ini berdasarkan kepada pendapat sebagian sahabat terutama Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan Mu’awiyah, sebagian tabi’in seperti Hasan Basri dan Umar Bin Abdul Aziz (Qardhawi : Fiqh Zakat).

Wahbah Zuhaily, dalam al-Fiqh al-Islamy wa’adillatuh, menyebutkan zakat gaji termasuk dalam jenis al- mal al-mustafat. Sedangkan  Ibnu Qayyim, mengaitkannya pada harta kekayaan yang

Page 6: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

berbazis aktivitas ekonomi. Sumber kontemporer lainnya adalah Fatwa Ulama Dunia dari hasil Muktamar I tentang Zakat di Kuwait, 20 Rajab 1404/30 April 1984, salah satu keputusan tersebut adalah ‘Mewajibkan Zakat gaji/profesi.

Sebagian ulama memandang zakat gaji/perofesi dalam tiga hal. Pertama, tidak ada dalil zakat profesi, tetapi dianjurkan untuk menunaikannya. Kedua, wajib zakat profesi, dengan alasan untuk maslahah masyarakat. Ketiga, wajib zakat profesi, alasan nash Alquran (ummumul ayyah) dan ijtihad ulama. Jadi, dapat dipahami bahwa zakat, dikenakan atas suatu harta berdasarkan kepada dua kaidah. Pertama, berdasarkan  nash qath’i dari Alquran dan hadis, sebagai  sumber ittifaq, jelas dan terang). Kedua, tidak ada nash yang jelas, maka digunakan qaedah Qiyas, misalnya gaji/penghasilan diqiyaskan kepada emas,perak sebagai pendapatan dalam bentuk uang.

Adapun kaidah dari nash didasarkan pada prinsip-prinsip; (1) Memiliki kekayaan di atas nisab’, dalam hal ini untuk nishab zakat gaji adalah di atas 94 gram emas; (2) Al-nama’, dimana harta yang berkembang atau memiliki potensi untuk berkembang dan uang diangap memiliki potensi untuk berkembang; dan (3) Prinsip menguntungkan fakir miskin. Ini bila terdapat dua sebab illat wajib zakatatau terdapat perselihan ulama tentang wajib zakat maka mana yang lebih menguntungkan fakir-miskin yang dipilih.

Di Indonesia, pemungutan zakat gaji/penghasilan diatur dalam Undang-undang Nomor 38/1999, tentang Pengelolaan Zakat. Turunannya adalah Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 /1999, tentang Pelaksanaan UU. No. 38/1999, dan Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Haji, No. D/291/2000, tentang Pedoman Teknis pengelolaan Zakat.

Khusus untuk Aceh, selain undang-undang yang berlaku secara nasional, Aceh memiliki sejumlah peraturan dalam bentuk qanun, peraturan Gubernur, bahkan setingkat undang-undang, di antaranya Keputusan Gubernur NAD No. 18/2003, tentang Tata kerja Badan Baitul Mal NAD,  Qanun No. 7/2004, Tentang Pengelolaan Zakat di Aceh, diganti dengan Qanun no. 10/2007, tentang Baitul Mal, Peraturan Gubernur No.60/2008, Tentang Mekanisme Pengelolaan Zakat, Instruksi Gubernur No. 06/2008, Tentang Pemungutan zakat penghasilan dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), Karyawan di lingkungan pemerintah, Instruksi Gubernur Provinsi NAD No. 12/2005 tentang Pemotongan Zakat Gaji dan Honorarium bagi setiap PNS dan pejabat di lingkungan pemerintah Aceh bahkan  pasal 191-192 Undang-Undang No. 11/2005, Tentang Pemerintahan Aceh.

Fatwa ulama Aceh

Fatwa ulama (MUI) Aceh tentang wajibnya zakat dari sektor jasa atau gaji diputuskan dalam rapat komisi B (fatwa/hukum), nomor 01/1998, hari jumat tanggal 2 Rabi’ul awal 1419 H/26 Juni 1998 M). Antara lain disebutkan, pembayaran/pemungutan zakat gaji tersebut dianjurkan pada setiap kali memperoleh penghasilan sebagai ta’jil/taq.sith.

MUI Daerah Istimewa Aceh sebelumnya telah mengeluarkan sejumlah fatwa tentang zakat, yaitu: Fatwa tahun 1974 tentang zakat pertanian, fatwa tahun 1978 tentang dan 1981 tentang zakat jasa, fatwa tahun 1983 sebagai penyempurnaan fatwa tahun 1978, fatwa tahun 1983

Page 7: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

tentang teknik pengumpulan dan pendayagunaan zakat, fatwa tahun 1994 tentang penyempurnaan nishab zakat jasa dan cara pembayarannya dan fatwa tahun 1994 tentang dasar perhitungan nishab zakat jasa. Sumber hukumnya sudah jelas, lalu kenapa kita harus berdakwa-dakwi? Sebuah adagium fiqh mengatakan ‘hukmul hakim yarfa’ul khilaf’ artinya keputusan pemerintah itu dapat menghilangkan perbedaan pendapat yang ada.

Sumber:

Wajibkah Zakat Gaji?

Oleh: Armiadi (dosen IAIN Ar-Raniry)

19 Februari 2010, 08:19

Popularity: 4% [?]

Islam seringkali diidentikan dengan keterbelakangan dan kemiskinan. Apalagi stigma tersebut

disuguhi fakta bahwa kebanyakan kaum muslimin mayoritas hidup di negara yang tidak

dikategorikan sebagai negara maju.

Banyak solusi yang dapat digunakan sebagai pemecah masalah yang membelenggu umat islam,

diantaranya yaitu melalui pengelolaan zakat secara benar dan  distribusi yang tepat sasaran.

Kriteria diwajibkannya zakat bagi seorang muslim  yaitu beragama Islam, merdeka, harta yang

dimiliki telah mencapai nisab, harta telah dimiliki secara tetap, dan sempurnanya haul.

Page 8: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

Saat ini telah muncul berbagai jenis profesi baru yang sangat potensial dalam menghasilkan

pendapatan. Salah satunya adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Pada zaman Rasulullah sudah ada profesi-porfesi tertentu yang mendapatkan nafkah dalam

bentuk gaji atau honor tetapi tidak terdapat keterangan tentang adanya ketentuan zakat gaji.

Namun, karena uang dengan berbagai jenis mata uang yang ada pada zaman sekarang ini

mendominasi muamalah, kaum muslimin menggantikan posisi emas (dinar) dan perak (diham)

yang dipungut zakatnya pada masa Rasulullah. Uang yang diperoleh atas gaji sebagai seorang

PNS dikeluarkan zakat sesuai kriteria diwajibkannya zakat karena zakat atas gaji termasuk dalam

golongan zakat atas uang .

Dalam masalah zakat uang, terdapat khilaf (perbedaan pendapat) dikalangan ulama tetapi tidak

diragukan lagi bahwa pendapat di atas yang rajih (kuat). Hal ini didukung oleh Fatwa dari al-

Lajnah ad-Daaimah (Komite Kajian Ilmiah dan Fatwa Arab Saudi).  Oleh karena zakat atas uang

dipersamakan dengan dinar, maka Nisab zakat atas uang hasil gaji tersebut dipersamakan dengan

zakat atas emas, yaitu 20 dinar atau setara dengan 85 gram emas atau jika disetarakan dengan

nilai rupiah pada saat ini kurang lebih 35 juta. Maka zakat atas uang wajib ditunaikan apabila

telah terkumpul melebihi atau sama dengan 35 juta dan telah bertahan satu tahun Qamariyyah.

Perhitungan waktu satu tahun  dimulai dari tanggal uang sudah terkumpul sejumlah nilai

tersebut. Kemudian apabila semua kondisi tersebut telah terpenuhi, maka dikeluarkan zakatnya

sebesar 2,5% dari harta yang kita miliki.

Apabila seorang muslim sudah memiliki uang sejumlah nisab itu, maka sebelum periode haul (1

tahun) boleh ditunaikan zakatnya (artinya tanpa menunggu satu tahun), Ini lebih besar pahalanya,

lebih mengangkat kedudukannya, lebih memberikan rasa santainya dan lebih menjaga hak-hak

fakir-miskin serta seluruh golongan penerima zakat.

Page 9: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

Dalam Muktamar zakat pada tahun 1984 H di Kuwait, masalah zakat yang berkaitan dengan

profesi telah dibahas pada saat itu, para peserta membuat kesimpulan: “Zakat gaji dan profesi

termasuk harta yang sangat potensial bagi kekuatan manusia untuk hal-hal yang bermanfaat,

seperti gaji pekerja dan pegawai, dokter, arsitek dan sebagainya.

Profesi jenis ini menurut mayoritas anggota muktamar tidak ada zakatnya ketika menerima gaji,

namun digabungkan dengan harta-harta lain miliknya sehingga mencapai nishab dan haul lalu

mengeluarkan zakat untuk semuanya ketika mencapai nishab.

Adapun gaji yang diterima di tengah-tengah haul (setelah nisab) maka di-zakati di akhir haul

sekalipun belum sempurna satu tahun  penuh. Sedangkan gaji yang diterima sebelum nisab maka

dimulai penghitungan haulnya sejak mencapai nisab lalu wajib mengeluarkan zakat ketika sudah

mencapai haul. Adapun kadar zakatnya adalah 2,5% setiap tahun.” (Abhats wa A’mal Mu’tamar

Zakat Awal hlm. 442-443, dari Abhats Fiqhiyyah fi Qodhoya Zakat al-Mua’shiroh 1/283-284)

Apabila telah terpenuhi syarat-syarat di atas maka gaji wajib dizakati. Adapun bila gaji kurang

dari nisab atau belum berlalu satu tahun, bahkan kita belanjakan sebelumnya, maka tidak wajib

dizakati. Pemasukan bulanan berupa gaji (bulanan), apabila digunakan dan selalu habis, maka

tidak ada zakat padanya.

Lalu bagaimana apabila seseorang dengan sengaja sesaat sebelum waktu satu tahun, sengaja

merekayasa dengan cara membelanjakan hartanya agar tidak tercapai nishab? Maka menurut

pendapat yang rajih (kuat), orang tersebut masih mempunyai kewajiban zakat akibat rekayasa

yang dilakukannya. Dan ingatlah sabda Nabi "Janganlah kalian menempuh apa yang ditempuh

oleh orang-orang Yahudi, sehingga kalian melakukan apa yang diharamkan oleh Allah dengan

rekayasa sekecil apapun” (HR. Ibnu Baththah, dinilai Jayyid (bagus) oleh Ibnu Katsir)

Page 10: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

Berbeda dengan ketika sudah tercapai nishab dan kemudian berkurang hartanya sebelum haul

karena untuk memenuhi kebutuhan, maka penghitungan haul terhenti, dan dimulai kembali

ketika tercapai nishab.

                                                                                                                 Oleh Novi Bayu

Darmawan dari berbagai sumber

 ---------------------------

Kilas

Nisab adalah kadar/nilai tertentu yang diterapkan dalam syariat sebagai batas minimal suatu harta

terkena kewajiban zakat.

Haul adalah masa satu tahun  yang harus dilewati oleh  nishab harta tertentu tanpa berkurang dari nishab

hingga akhir tahun. Satu tahun bermkana 12 bulan Qamariyyah

http://saffstan.blogspot.com/2011/10/antara-pns-dan-zakat-gaji.html

MEMILIH PENDAPAT YANG LEBIH KUAT TENTANG PENGELUARAN ZAKATPENGHASILAN PADA WAKTU DITERIMA Setelah diperbandingkan pendapat-pendapat di atas denganalasan masing-masing, diteliti nash-nash yang berhubungandengan status zakat dalam bermacam-macam kekayaan,diperhatikan hikmah dan maksud pembuat syariat mewajibkanzakat, dan diperhatikan pula kebutuhan Islam dan umat Islampada masa sekarang ini, maka saya berpendapat harta hasilusaha seperti gaji pegawai, upah karyawan, pendapatandokter, insinyur, advokat dan yang lain yang mengerjakanprofesi tertentu dan juga seperti pendapatan yang diperolehdari modal yang diinvestasikan di luar sektor perdagangan,seperti pada mobil, kapal, kapal terbang, percetakan,tempat- tempat hiburan, dan lain-lainnya, wajib terkenazakat persyaratan satu tahun dan dikeluarkan pada waktuditerima. Sebagai penjelasan dari pendapat kami dalam masalah yangsensitif itu, kami mengemukakan beberapa butir alasan dibawah ini, supaya kebenaran dapat jelas yang dikuatkandengan dalil: 1. Persyaratan satu tahun dalam seluruh harta termasuk harta penghasilan tidak berdasar nash yang mencapai tingkat shahih atau hasan yang darinya bisa diambil ketentuan hukum Syara' yang berlaku umum bagi umat. Hal itu berdasarkan ketegasan para ulama hadis dan pendapat sebagian para sahabat yang

Page 11: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

diakui kebenarannya sebagaimana telah kita terangkan. 2. Para sahabat dan tabi'in memang berbeda pendapat dalam harta penghasilan: sebagian mempersyaratkan adanya masa setahun, sedangkan sebagian lain tidak mempersyaratkan satu tahun itu sebagai syarat wajib zakat tetapi wajib pada waktu harta penghasilan tersebut diterima oleh seorang Muslim. Perbedaan mereka itu tidak berarti bahwa salah satu lebih baik daripada yang lain, oleh karena itu maka persoalannya dikembalikan pada nash-nash yang lain dan kaedah- kaedah yang lebih umum, misalnya firman Allah: "Bila kalian berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Quran) dan kepada Rasul (hadis)." (An-Nisa,: 59). 3. Ketiadaan nash ataupun ijmak dalam penentuan hukum zakat harta penghasilan membuat mazhab-mazhab yang ada berselisih pendapat tajam sekali, yang mengakibatkan Ibnu Hazm sampai menilainya sebagai dugaan-dugaan saja, merupakan pertentangan-pertentangan dan bagian- bagian yang saling bertentangan yang tidak ada dasar kebenarannya, tidak dari Quran atau hadis shahih atau riwayat yang ada cela sekalipun, maupun dari Ijmak dan Qias, dan dari pemikiran dan pendapat yang kira-kira dapat diterima. Saya sudah melakukan penjajagan atas perbedaan-perbedaan pendapat antara mazhab-mazhab, metode dan perbedaan pentashihan dan pentarjihan masing-masing mazhab. Saya menemukan pula berpuluh-puluh persoalan dan persoalan lebih jauh yang ditimbulkannya mengenai harta penghasilan itu, digabungkankah penghasilan itu dengan harta induknya atau tidak, ataukah sebagian digabungkan dan sebagian lagi tidak. Penggabungan tersebut dalam hal nisab, tahun, ataukah dalam keduanya. Beberapa diskusi berkisar mengenai masalah itu dalam hal zakat binatang, zakat uang, zakat perdagangan, dan persoalan-persoalan kecil lainnya Semuanya itu membuat saya menilai bahwa adalah tidak mungkin syariat yang sederhana dan berbicara untuk seluruh umat manusia membawa persoalan-persoalan kecil yang sulit dilaksanakan sebagai kewajiban bagi seluruh umat. 4. Mereka yang tidak mempersyaratkan satu tahun bagi syarat harta penghasilan wajib zakat lebih dekat kepada nash yang berlaku umum dan tegas di atas daripada mereka yang mempersyaratkannya, karena nash-nash yang mewajibkan zakat baik dalam Quran maupun dalam sunnah datang secara umum dan tegas dan tidak terdapat di dalamnya persyaratan setahun. Misalnya, "Berikanlah seperempat puluh harta benda kalian," Harta tunai mengandung kewajiban seperempat puluh dan dikuatkan oleh keumuman firman Allah "Hai orang-orang yang beriman keluarkanlah sebagian hasil usaha kalian." (al-Baqarah: 267) Kata ma Kasabtum merupakan kata umum yang artinya mencakup segala macam usaha: perdagangan, atau pekerjaan dan profesi. Para ulama fikih berpegang kepada keumuman maksud ayat tersebut sebagai landasan zakat perdagangan, yang oleh karena itu kita tidak perlu ragu memakainya sebagai landasan zakat penghasilan dan profesi. Bila para ulama fikih telah menetapkan setahun sebagai syarat wajib zakat perdagangan, maka itu berarti bahwa

Page 12: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

antara pokok harta dengan laba yang dihasilkan tidak boleh dipisahkan karena laba dihasilkan dari hari ke hari bahkan dari jam ke jam. Lain halnya dengan gaji atau sebangsanya yang diperoleh secara utuh, tertentu dan pasti. 5. Disamping nash yang berlaku umum dan mutlak memberikan landasan kepada pendapat mereka yang tidak menjadikan satu tahun sebagai syarat harta penghasilan wajib zakat, qias yang benar juga mendukungnya. Kewajiban zakat uang atau sejenisnya pada saat diterima seorang Muslim diqiaskan dengan kewajiban zakat pada tanaman dan buah-buahan pada waktu panen. Maka bila kita memungut dari petani meskipun sebagai penyewa, sebanyak sepersepuluh atau seperdua puluh hasil tanaman atau buah-buahannya, mengapakah kita tidak boleh memungut dari seorang pegawai atau seorang dokter, umpamanya, sebanyak seperempat puluh penghasilannya? Bila Allah menyatukan penghasilan yang diterima seseorang Muslim dengan hasil yang dikeluarkan Allah dari tanah dalam satu ayat, yaitu "Hai orang- orang yang beriman keluarkanlah sebagian penghasilan kalian dan sebagian yang kami keluarkan untuk kalian dari tanah," mengapakah kita membeda-bedakan dua masalah yang di atur Allah dalam satu aturan sedangkan kedua-duanya adalah rezeki dan nikmat dari Allah? Benar, bahwa nikmat Allah dalam hasil tanaman dan buah-buahan lebih kentara dan mensyukurinya lebih wajib, namun demikian tidak berarti bahwa salah satu pendapatan tersebut tegas wajib zakat sedangkan yang satu lagi tidak. Perbedaannya cukup dengan bahwa pembuat syariat mewajibkan zakat dari hasil tanah sebesar sepersepuluh atau seperdua puluh sedangkan pada harta penghasilan berupa uang atau yang senilai dengan uang-sebanyak seperempat puluh. 6. Pemberlakuan syarat satu tahun bagi zakat harta penghasilan berarti membebaskan sekian banyak pegawai dan pekerja profesi dari kewajiban membayar zakat atas pendapatan mereka yang besar, karena mereka itu akan menjadi dua golongan saja: menginvestasikan pendapatan mereka terlebih dahulu dalam berbagai sektor, atau berfoya-foya bahkan menghamburkan semua penghasilannya itu kesana-sini sehingga tidak mencapai masa wajib zakatnya. Itu berarti hanya membebankan zakat pada orang-orang yang hemat dan ekonomis saja, yang membelanjakan kekayaannya seperlunya, tidak berlebih-lebihan tetapi tidak pula kikir, yang berarti mereka menyimpan penghasilan mereka sehingga mencapai masa zakatnya. Hal itu jauh sekali dari maksud kedatangan syariat yang adil dan bijak, yaitu memperingan beban orang-orang pemboros dan memperbuat beban orang-orang yang hemat. 7. Pendapat yang menetapkan setahun sebagai syarat harta penghasilan jelas terlihat saling kontradiksi yang tidak bisa diterima oleh keadilan dan hikmat Islam mewajibkan zakat Misalnya: Seorang petani yang menanam tanaman pada tanah sewaan, hasilnya dikenakan zakat sebanyak 10% atau 5% bila sudah mencapai 50 kila Mesir, berdasarkan fatwa-fatwa dalam mazhab-mazhab yang ada, sedangkan pemilik tanah yang dalam sejam kadang-kadang memperoleh beratus-ratus atau

Page 13: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

beribu- ribu dinar berupa uang sewa tanah tersebut, tidak dikenakan zakat, berdasarkan fatwa-fatwa dalam mazhab-mazhab yang ada, karena adanya persyaratan setahun bagi penghasilan tersebut sedangkan jumlah itu jarang bisa terjadi di akhir tahun. Begitu pula halnya dengan seorang dokter, insinyur, advokat, pemilik mobil angkutan, pemilik hotel, dan lain-lainnya. Sebab pertentangan itu adalah sikap yang terlalu mengagungkan pendapat-pendapat fikih yang tidak terjamin dan tidak terkontrol berupa hasil ijtihad para ulama. Kita tidak yakin, bila mereka hidup pada zaman sekarang dan menyaksikan apa yang kita saksikan, apakah mereka akan meralat ijtihad mereka dalam banyak masalah, seperti yang hanyak kita temukan dalam riwayat para imam . 8. Pengeluaran zakat penghasilan setelah diterima, diantaranya gaji, upah, penghasilan dari modal yang ditanamkan pada sektor selain perdagangan, dan pendapatan para ahli, akan lebih menguntungkan fakir miskin dan orang yang berhak lainnya, menambah besar perbendaharaan zakat, disamping menambah perbendaharaan negara dan pemiliknya dapat dengan mudah mengeluarkan zakatnya. Hal itu dengan pemungutan zakat gaji para pegawai dan karyawan tersebut oleh pemerintah atau yayasan-yayasan melalui cara yang dinamakan oleh para ahli perpajakan dengan "Penahanan pada Sumber," seperti yang dilakukan oleh Ibnu Mas'ud dan Mu'awiyah serta Umar bin Abdul Aziz dalam, memotong pemberian yang mereka berikan. Maksud kata "pemberian" disini adalah gaji para tentara dan orang-orang yang di bawah kekuasaan negara pada masa itu. Abu Walid Baji mengatakan bahwa "Pemberian menurut syara' adalah pemberian dari kepala negara kepada seseorang dari Baitul-mal berbentuk nafkah hidup (gaji). Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Hubaira bahwa Ibnu Mas'ud memotong pemberian yang mereka terima sebesar dua puluh lima dari tiap seribu. Hal itu diriwayatkan pula oleh at-Tabrani darinya juga. Dari 'Aun dari Muhammad, "Saya melihat para penguasa bila memberikan gaji, memotong zakatnya. Dari Umar bin Abdul Aziz, bahwa ia mengeluarkan zakat pemberian dan hadiah. Malik meriwayatkan dalam al-Muwaththa dari Ibnu Syihab, bahwa: Orang yang pertama kali memungut zakat dari pemberian adalah Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Tampaknya yang ia maksudkan adalah khalifah pertama yang memungut zakat pemberian, sedangkan sebenarnya sudah ada orang yang mengambil zakat pemberian sebelum itu, yaitu Abdullah bin Mas'ud sebagaimana kita jelaskan. 9. Menegaskan bahwa zakat wajib atas penghasilan sesuai dengan tuntunan Islam yang menanamkan nilai-nilai kebaikan, kemauan berkorban, belas kasihan dan suka memberi dalam jiwa seorang Muslim, sesuai pula dengan kemanusiaan yang harus ada dalam masyarakat, ikut merasakan beban orang lain, dan menanamkan agama tersebut menjadi sifat pribadi unsur pokok kepribadiannya. Allah berfirman tentang sifat-sifat orang yang bertakwa, "Dan sebagian apa yang kami berikan kepada mereka, mereka nafkahkan." Allah juga berfirman, "Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah sebagian apa-apa yang kami berikan kepada kalian." Untuk itu Nabi s.a.w.

Page 14: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

mewajibkan kepada setiap orang Muslim mengorbankan sebagian hartanya, penghasilannya, atau apa saja yang ia korbankan. Bukhari meriwayatkan dari Abu Musa Asyari dari Nabi s.a.w.: "Setiap orang Muslim wajib bersedekah." Mereka bertanya, "Hai Nabi Allah, bagaimana yang tidak berpunya? Beliau menjawab, "Bekerjalah untuk mendapat sesuatu untuk dirinya, lalu bersedekah." Mereka bertanya, "Kalau tidak punya pekerjaan?" Beliau bersabda, "Tolong orang yang meminta pertolongan." Mereka bertanya, "Bagaimana bila tidak bisa?" Beliau menjawab, "Kerjakan kebaikan dan tinggalkan kejelekan, hal itu merupakan sedekahnya." Pembebasan penghasilan-penghasilan yang berkembang sekarang tersebut dari sedekah wajib atau zakat dengan menunggu masa setahunnya, berarti membuat orang-orang hanya bekerja, berbelanja, dan bersenang-senang, tanpa harus mengeluarkan rezeki pemberian Tuhan dan tidak merasa kasihan kepada orang yang tidak diberi nikmat kekayaan itu dan kemampuan berusaha. 10. Tanpa persyaratan setahun bagi harta penghasilan akan lebih menguntungkan pemasukan zakat secara pasti dan pengelolaannya dilihat dari pihak orang yang wajib mengeluarkan zakat dan dari segi administrasi pemungutan zakat. Hal itu oleh karena bagi yang berpendapat satu tahun sebagai syarat zakat, menyebabkan setiap orang yang mendapatkan penghasilan sedikit atau banyak berupa gaji, honorarium atau penghasilan kekayaan tak bergerak, atau jenis pendapatan yang lain-harus menentukan masa jatuh tempo pengeluaran setiap jumlah kekayaannya lalu bila sampai masa tempo setahunnya itu dikeluarkanlah zakatnya. Ini berarti, bahwa seorang Muslim kadang-kadang bisa mempunyai berpuluh-puluh masa tempo masing-masing kekayaan yang diperoleh pada waktu yang berbeda-beda. Ini sulit sekali dilakukan, dan sulit pula bagi pemerintah memungut dan mengatur zakat yang dengan demikian zakat tidak bisa terpungut dan sulit dilaksanakan.41 (sebelum, sesudah) ---------------------------------------------------HUKUM ZAKATStudi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat ZakatBerdasarkan Qur'an dan HadisDr. Yusuf QardawiLitera AntarNusa dan Mizan, Jakarta PusatCetakan Keempat 1996, ISBN 979-8100-34-4

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Zakat | Indeks Artikel | Tentang Pengarang

http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Zakat/Profesi/06.html

zakat gajiPosted on November 5, 2011 by muttaqi89

Page 15: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

zakat gaji

Soal:Berkaitan dengan pertanyaan tentang zakat gaji pegawai. Apakah zakat itu wajib ketika gaji diterima atau ketika sudah berlangsung haul (satu tahun)?

Jawab:Bukanlah hal yang meragukan, bahwa di antara jenis harta yang wajib dizakati ialah dua mata uang (emas dan perak). Dan di antara syarat wajibnya zakat pada jenis-jenis harta semacam itu, ialah bila sudah sempurna mencapai haul. Atas dasar ini, uang yang diperoleh dari gaji pegawai yang mencapai nishab, baik dari jumlah gaji itu sendiri ataupun dari hasil gabungan uangnya yang lain, sementara sudah memenuhi haul, maka wajib untuk dizakatkan.

Zakat gaji ini tidak bisa diqiyaskan dengan zakat hasil bumi. Sebagai persyaratan haul (satu tahun) tentang wajibnya zakat bagi dua mata uang (emas dan perak) merupakan persyaratan yang jelas berdasarkan nash. Apabila sudah ada nash, maka tidak ada lagi qiyas.

Berdasarkan itu maka tidaklah wajib zakat bagi uang dari gaji pegawai sebelum memenuhi haul.

Lajnah Da’imah lil al Buhuts al Ilmiyah wa al Ifta’

Ketua:Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah

Wakil ketua Lajnah:Syaikh Abdur razaq Afifi rahimahullah

Anggota:Syaikh Abdullah bin GhudayyanSyaikh Abdullah bin Mani’

Soal:Saya seorang pegawai di sebuah perusahaan swasta dalam negeri. Gaji saya setiap bulan sebesar empat ribu riyal saudi. Termasuk uang sewa rumah sebesar seribu riyal Saudi. Apakah saya wajb mengeluarkan zakat harta? Jika wajib, berapakah jumlahnya? Perlu diketahui, bahwa tidak ada pemasukan sampingan bagi saya, kecuali gaji tersebut.

Jawab:Apabila anda telah memiliki kecukupan atau kelebihan dari gaji bulanan Anda tersebut, maka wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah mencapai nishab. Yaitu sekitar empat ratus riyal Saudi. Hal itu jika jumlah nishab tersebut telah berlalu satu haul (satu tahun). Apabila anda menyisihkan sejumlah uang dari gaji bulanan untuk ditabung, maka yang terbaik dan paling selamat adalah Anda mengeluarkan zakat dari uang yang Anda tabung itu pada bulan tertentu setiap tahunnya. Jumlahnya adalah dua setengah persen dari harta yang dimiliki. Semoga Allah memberi taufik kepada kita. (Fatwa Syaikh Bin Jibrin).

Page 16: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

Zakat dari Gaji yang Sering Terpakai

Soal:Apabila seorang muslim menjadi pegawai atau pekerja yang mendapat gaji bulanan tertentu, tetapi ia tidak mempunyai sumber penghasilan lain. Kemudian dalam keperluan nafkahnya untuk beberapa bulan, kadang menghabiskan gaji bulanannya. Sedangkan pada beberapa bulan lainnya kadangmasih tersisa sedikit yang disimpan untuk keperluan mendadak (tak terduga). Bagaimanakah cara orang ini membayarkan zakatnya?

Jawab:Seorang muslim yang dapat terkumpul padanya sejumlah uang dari gaji bulanannya ataupun dari sumber lain, bisa berzakat selama sudah memenuhi haul, bila uang yang terkumpul padanya mencapai nishab. Baik (jumlah nishab tersebut berasal) dari gaji itu sendiri ataupun ketika digabungkan dengan uang lain, atau dengan barang dagangan miliknya yang wajib dizakati.

Tetapi, apabila ia mengeluarkan zakatnya sebelum uang yang terkumpul padanya memenuhi haul, dengan niat membayarkan zakatnya di muka, maka hal itu merupakan hal yang baik saja Insya Allah.

Lajnah Da’imah lil al Buhuts al Ilmiyah wa al Ifta’

Ketua:Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah

Wakil ketua Lajnah:Syaikh Abdur razaq Afifi rahimahullah

Anggota:Syaikh Abdullah bin GhudayyanSyaikh Abdullah bin Qu’ud

Zakat Harta dari Sumber yang Berbeda-Beda

Soal:Bagaimana seorang muslim menzakati harta yang diperolehnya dari gaji, upah, hasil keuntungan dan harta pemberian? Apakah harta-harta itu digabungkan dengan harta-harta lain miliknya? Lalu ia mengeluarkan zakatnya pada saat masing-masing harta tersebut mencapai haul? Ataukah ia mengeluarkan zakatnya pada saat ia memperoleh harta itu jika telah mencapai nishab harta itu sendiri, atau jika digabung dengan harta lain miliknya, tanpa menggunakan syarat haul?

Jawab:Dalam hal ini, di kalangan ulama terjadi dua pendapat. Menurut kami, yang rajih (kuat) ialah setiap kali ia memperoleh tambahan harta, maka tambahan harta itu digabungkan pada nishab yang sudah ada padanya (Maksudnya tidak setiap harta tambahan dihitung berdasarkan haulnya masing-masing, pent).

Page 17: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

Apabila sudah memenuhi haul (satu tahun) dalam nishab tersebut, ia harus mengeluarkan zakat dari nishab yang ada beserta tambahan harta hasil gabungannya.

Tidak disyaratkan masing-masing harta tambahan yang digabungkan dengan harta pokok itu harus memenuhi haulnya sendiri-sendiri. Pendapat yang tidak seperti ini, mengandung kesulitan yang amat besar. Padahal di antara kaidah yang ada dalam Islam adalah:

“……Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan……” (Qs. al Hajj: 78)

Sebab, seseorang – terutama jika seseorang itu memiliki banyak harta atau pedagang – akan harus mencatat tambahan nishab setiap harinya, misalnya: hari ini datang kepadanya jumlah uang sekian. Dan itu dilakukan sambil menunggu hingga berputar satu tahun. Demikian seterusnya…, tentu hal itu akan sangat menyulitkan. (Fatwa Syaikh al Bani dari majalah as Shalah no. 5/15 Dzulhijjah 1413 dalam rubrik soal-jawab)

Soal:

1) Seorang pegawai, gaji bulanannya diberikan secara tidak tetap. Kadang pada bulan tertentu diberikan kurang dari semestinya, pada bulan lain lebih banyak. Sementara, gaji yang diterima pertama kali sudah mencapai haul (satu tahun). Sedangkan sebagian gaji yang lain belum memenuhi haul (satu tahun). Dan ia tidak mengetahui jumlah gaji (pasti) yang diterimanya setiap bulan. Bagaimana cara ia menzakatkannya?

2) Seorang pegawai lain menerima gaji bulanannya setiap bulan. Pada setiap kali menerima gaji, ia simpan di lemarinya. Dia memenuhi kebutuhan belanja dan tuntutan rumah tangganya dari uang yang ada di lemari simpanannya ini setiap hari, atau pada waktu-waktu yang berdekatan, akan tetapi dengan jumlah yang tidak tetap, sesuai dengan kebutuhan. Bagaimana cara mengukur haul dari apa yang ada di lemari? Dan bagaimana pula cara mengeluarkan zakat dalam kasus ini? Padahal sebagaimana telah diterangkan di muka, proses pemenuhan gaji (yang kemudian disimpan sebagai persediaan harian), tidak semuanya sudah berjalan satu tahun?

Jawab:Karena pertanyaan pertama dan kedua mempunyai satu pengertian dan juga ada kasus-kasus senada, maka Lajnah Da’imah (lembaga fatwa ulama di Saudi Arabia), memandang perlu memberikan jawaban secara menyeluruh, supaya faidahnya dapat merata.

Barangsiapa yang memiliki uang mencapai nishab (ukuran jumlah tertentu yang karenanya dikenai kewajiban zakat), kemudian memiliki tambahannya berupa uang lain pada waktu yang berbeda-beda, dan uang tambahannya itu tidak berasal dari sumber uang pertama dan tidak pula berkembang dari uang pertama, tetapi merupakan uang dari penghasilan terpisah (seperti uang yang diterima oleh seorang pegawai dari gaji bulanannya, ditambah uang hasil warisan, hi ah atau hasil bayaran dari pekarangan umpamanya).

Apabila ia ingin teliti menghitung haknya dan ingin teliti untuk tidak membayarkan zakat kepada yang berhak kecuali menurut ukuran harta yang wajib dizakatkan, maka ia harus membuat daftar

Page 18: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

perhitungan khusus bagi tiap-tiap jumlah perolehan dari masing-masing bidang dengan menghitung masa haul(satu tahun), semenjak hari pertama memilikinya. Selanjutnya, ia keluarkan zakat dari setiap jumlah masing-masing, pada setiap kali mencapai haul (satu tahun) semenjak tanggal kepemilikian harta tersebut.

Namun, apabila ia ingin enak dan menempuh cara longgar serta lapang diri untuk lebih mengutamakan pihak fuqara dan golongan penerima zakat lainnya, ia keluarkan saja zakat dari seluruh gabungan uang yang dimilikinya, ketika sudah mencapai haul (satu tahun) dihitung sejak nishab pertama yang dicapai dari uang miliknya. Ini lebih besar pahalanya, lebih mengangkat kedudukannya, lebih memberikan rasa santainya dan lebih menjaga hak-hak fakir miskin serta seluruh golongan penerima zakat.

Sedangkan jika uang yang ia keluarkan berlebih dari jumlah (nishab), uang yang sudah sempurna haulnya, dihitung sebagai uang zakat yang dibayarkan di muka bagi uang yang belum mencapai haul.

Lajnah Da’imah li al Buhuts al Ilmiyah wa al Ifta’

Wakil ketua Lajnah:Syaikh Abdur razaq Afifi rahimahullah

Anggota:Syaikh Abdullah bin GhudayyanSyaikh Abdullah bin Mani’

Zakat dari Harta yang disiapkan untuk Pernikahan (Suatu Keperluan)

Soal:Saya adalah seorang pegawai di salah satu kantor pemerintahan (pegawai negeri). Setiap bulan saya menerima gaji sebesar empat ribu riyal. Dalam waktu kurang lebih satu tahun, saya telah mengumpulkan uang sebanyak tujuh belas ribu riyal. Saya simpan uang tersebut di sebuah bank syari’at. Pada bulan Syawal, uang itu akan saya gunakan untuk biaya pernikahan- Insya Allah. Bahkan, saya terpaksa meminjam uang berkali-kali lebih banyak dari jumlah tabungan saya itu untuk keperluan acara pernikahan. Pertanyaan saya, apakah uang tabungan saya sebesar tujuh belas ribu riyal itu harus dibayarkan zakatnya? Sebagaimana dimaklumi, uang tersebut telah berlalu satu haul. Jika wajib dikeluarkan, berapakah jumlahnya?

Jawab:Anda wajib mengeluarkan zakat dari uang tabungan anda itu. Sebab telah berlalu satu haul atasnya. Sekalipun anda menyiapkan uang itu untuk biaya nikah, untuk membayar hutang ataupun untuk renovasi rumah dan keperluan lainnya. Berdasarkan dalil-dalil umum yang berkenaan zakat emas dan perak serta yang sejenis dengan keduanya. Jumlah yang wajib dikeluarkan ialah dua setengah persen. Yaitu dua puluh lima riyal untuk setiap seribu riyal. (Syaikh bin Baz)

Page 19: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

Soal:Apakah uang tabungan dari gaji bulanan wajib dikeluarkan zakatnya? Sementara sudah sempurna satu haul atasnya. Perlu juga diketahui, bahwa uang tersebut tidak dibungakan dan akan digunakan untuk nafkah keluarga. Apakah wajib dikeluarkan zakatnya?

Jawab:Benar, wajib dikeluarkan zakatnya jika telah sempurna satu haul. Sebab setiap harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, tidak disyaratkan harus diniatkan untuk perniagaan. Oleh sebab itu pula, buah-buahan dan biji-bijian wajib dikeluarkan zakatnya, meskipun tidak dipersiapkan untuk diperdagangnkan. Hingga sekiranya seseorang memiliki beberapa pohon kurma di rumahnya untuk dikonsumsi sendiri dan hasil buahnya telah mencapai nishab, tetap wajib dikeluarkan zakatnya. Demikian pula halnya, hasil pertanian dan lainnya yang wajib dibayarkan zakatnya. Begitu pula binatang ternak yang digembalakn di tempat-tempat penggembalaan, wajib dibayarkan zakatnya meskipun si pemilik tidak mempersiapkannya untuk diperjualbelikan.

Hasil tabungan dari gaji bulanan yang dipersiapkan untuuk nafkah juga wajib dikeluarkan zakatnya, bila telah mencukupi satu haul dan mencapai nishab.

Namun dalam hal ini, ada permasalahan rumit bagi kebanyakan orang. Uang yang mereka terima dari gaji bulanan atau dari penyewaan rumah atau toko yang harganya naik setiap bulan atau sejenisnya, disimpan dalam tabungan atau di bank. Kadang kala ia memasukkan uang dan kadangkala mengambilnya, sehingga sulit baginya menentukan manakah yang telah berlalu satu haul dari uang tabungannya itu.

Dalam kondisi demikian – menurut pendapat kami – bila sepanjang satu tahun tersebut uang tabungannya tidak kurang dari jumlah nishab, maka yang terbaik baginya ialah menghitung haul mulai dari awal jumlah uang tabungannya mencapai nishab. Kemudian mengeluarkan zakatnya bila telah genap satu haul.

Dengan demikian, ia telah mengeluarkan zakat uang tabungannya, baik yang sudah genap satu haul maupun yang belum. Dalam kondisi ini, uang tabungan yang belum genap satu haul, terhitung telah didahulukan zakatnya. Mendahulukan pembayaran zakat tentunya dibolehkan. Cara seperti ini tentu lebih mudah daripada setiap bulan menghitung haul uang tabungan. (Syaikh Ibn Utsaimin)

http://muttaqi89.wordpress.com/2011/11/05/zakat-gaji/

Apakah Ijtihad/Qiyas yang dipakai oleh ulama yang membolehkan Zakat Profesi itu bisa dijadikan dalil untuk diamalkan?

Bismillaahirrahmaanirrahii. Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillaah wa shalatu wassalaammu ‘alaa Rasulillaah…Ustadz yang semoga Allah senantiasa menjagamu, tadi pagi saya ditanya atasan saya perihal Hukum zakat profesi , Apakah Ijtihad/Qiyas yang dipakai oleh ulama yang membolehkan zakat profesi itu bisa dijadikan dalil untuk diamalkan? di Perusahaan saya sudah lama diberlakukan zakat profesi ini dengan cara potong gaji tiap

Page 20: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

bulannya berdasarkan kesepakatan sebelumnya, ada yang mau dan ada pula yang tidak mau dipotong gajinya. Terus adakah buku yang bagus yang khusus menjelaskan zakat profesi ini?

Dari: Hasan

Penjelasan penting perihal zakat profesi

Zakat yang diwajibkan untuk dipungut dari orang-orang kaya telah dijelaskan dengan gamblang dalam banyak dalil. Dan zakat adalah permasalahan yang tercakup dalam kategori permasalahan ibadah, dengan demikian tidak ada peluang untuk berijtihad atau merekayasa permasalahan baru yang tidak diajarkan dalam dalil. Para ulama’ Dari berbagai mazhab telah menyatakan:

�وق�يف� الت �اد�ات� الع�ب ف�ي ص�ل�� األ

“Hukum asal dalam permasalahan ibadah adalah tauqifi alias terlarang.”

Berdasarkan kaidah ini, para ulama’ menjelaskan bahwa barangsiapa yang membolehkan atau mengamalkan suatu amal ibadah, maka sebelumnya ia berkewajiban untuk mencari dalil yang membolehkan atau mensyari’atkannya. Bila tidak, maka amalan itu terlarang atau tercakup dalam amalan bid’ah:

مسلم رواه �د ر� ف�ه�و� �ا ن م�ر�� أ �يه� ع�ل �س� �ي ل ع�م�ل ع�م�ل� م�ن�

“Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka amalan itu tertolak.” (Riwayat Muslim)

Coba anda renungkan: Zakat adalah salah satu rukun Islam, sebagaimana syahadatain, shalat, puasa, dan haji. Mungkinkah anda dapat menolerir bila ada seseorang yang berijtihad pada masalah-masalah tersebut dengan mewajibkan sholat selain sholat lima waktu, atau mengubah-ubah ketentuannya; subuh menjadi 4 rakaat, maghrib 5 rakaat, atau waktunya digabungkan jadi satu. Ucapan syahadat ditambahi dengan ucapan lainnya yang selaras dengan perkembangan pola hidup umat manusia, begitu juga haji, diadakan di masing-masing negara guna efisiensi dana umat dan pemerataan pendapatan dan kesejahteraan umat. Dan puasa ramadhan dibagi pada setiap bulan sehingga lebih ringan dan tidak memberatkan para pekerja pabrik dan pekerja berat lainnya.

Mungkinkah anda dapat menerima ijtihad ngawur semacam ini? Bila anda tidak menerimanya, maka semestinya anda juga tidak menerima ijtihad zakat profesi , karena sama-sama ijtihad dalam amal ibadah dan rukun Islam.

Terlebih-lebih telah terbukti dalam sejarah bahwa para sahabat nabi dan juga generasi setelah mereka tidak pernah mengenal apa yang disebut-sebut dengan zakat profesi, padahal apa yang disebut dengan gaji telah dikenal sejak lama, hanya beda penyebutannya saja. Dahulu disebut dengan al ‘atha’ dan sekarang disebut dengan gaji atau raatib atau mukafaah. Tentu perbedaan nama ini tidak sepantasnya mengubah hukum.

Page 21: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

Ditambah lagi, bila kita mengkaji pendapat ini dengan seksama, maka kita akan dapatkan banyak kejanggalan dan penyelewengan. Berikut sekilas bukti akan kejanggalan dan penyelewengan tersebut:

1. Orang-orang yang mewajibkan zakat profesi meng-qiyaskan (menyamakan) zakat profesi dengan zakat hasil pertanian, tanpa memperdulikan perbedaan antara keduanya. Zakat hasil pertanian adalah 1/10 (seper sepuluh) dari hasil panen bila pengairannya tanpa memerlukan biaya, dan 1/20 (seper dua puluh), bila pengairannya membutuhkan biaya. Adapun zakat profesi, maka zakatnya adalah 2,5 %, sehingga qiyas semacam ini adalah qiyas yang benar-benar aneh dan menyeleweng. Seharusnya qiyas yang benar ialah dengan mewajibkan zakat profesi sebesar 1/10 (seper sepuluh) bagi profesi yang tidak membutuhkan modal, dan 1/20 (seper dua puluh), tentu ini sangat memberatkan, dan orang-orang yang mengatakan ada zakat profesi tidak akan berani memfatwakan zakat profesi sebesar ini.

2. Gaji diwujudkan dalam bentuk uang, maka gaji lebih tepat bila diqiyaskan dengan zakat emas dan perak, karena sama-sama sebagai alat jual beli, dan standar nilai barang.

3. Orang-orang yang memfatwakan zakat profesi telah nyata-nyata melanggar ijma’/kesepakatan ulama’ selama 14 abad, yaitu dengan memfatwakan wajibnya zakat pada gedung, tanah dan yang serupa.

4. Gaji bukanlah hal baru dalam kehidupan manusia secara umum dan umat Islam secara khusus, keduanya telah ada sejak zaman dahulu kala. Berikut beberapa buktinya:

Sahabat Umar bin Al Khatthab radhiallahu ‘anhu pernah menjalankan suatu tugas dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu iapun di beri upah oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Pada awalnya, sahabat Umar radhiallahu ‘anhu menolak upah tersebut, akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: “Bila engkau diberi sesuatu tanpa engkau minta, maka makan (ambil) dan sedekahkanlah.” (Riwayat Muslim)

Seusai sahabat Abu Bakar radhiallahu ‘anhu dibai’at untuk menjabat khilafah, beliau berangkat ke pasar untuk berdagang sebagaimana kebiasaan beliau sebelumnya. Di tengah jalan, beliau berjumpa dengan Umar bin Al Khatthab radhiallahu ‘anhu, maka Umarpun bertanya kepadanya: “Hendak kemanakah engkau?” Abu Bakar menjawab: “Ke pasar.” Umar kembali bertanya: “Walaupun engkau telah mengemban tugas yang menyibukkanmu?” Abu Bakar menjawab: “Subhanallah, tugas ini akan menyibukkan diriku dari menafkahi keluargaku?” Umarpun menjawab: “Kita akan meberimu secukupmu.” (Riwayat Ibnu Sa’ad dan Al Baihaqy)

Imam Al Bukhary juga meriwayatkan pengakuan sahabat Abu Bakar radhiallahu ‘anhu tentang hal ini,

أبي آل� �ل� �ك �أ ي ف�س� �م�ين� ل �م�س� ال م�ر�� �أ ب غ�ل�ت� و�ش� �ه�ل�ي أ مؤونة عن �ع�ج�ز� ت �ن� �ك ت لم �ي ف�ت ح�ر� �ن� أ ق�و�م�ي �م� ع�ل لقد

فيه �م�ين� ل �م�س� �ل ل �ر�ف� ت �ح� و�ي �م�ال� ال هذا من �ر? �ك ب

“Sungguh kaumku telah mengetahui bahwa pekerjaanku dapat mencukupi kebutuhan keluargaku, sedangkan sekarang, aku disibukkan oleh urusan umat Islam, maka sekarang keluarga Abu Bakar akan makan sebagian dari harta ini (harta baitul maal), sedangkan ia akan bertugas mengatur urusan mereka.” (Riwayat Bukhary)

Page 22: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

Ini semua membuktikan bahwa gaji dalam kehidupan umat islam bukanlah suatu hal yang baru, akan tetapi, selama 14 abad lamanya tidak pernah ada satupun ulama’ yang memfatwakan adanya zakat profesi atau gaji. Ini membuktikan bahwa zakat profesi tidak ada, yang ada hanyalah zakat mal, yang harus memenuhi dua syarat, yaitu hartanya mencapai nishab dan telah berlalu satu haul (tahun).

Oleh karena itu ulama’ ahlul ijtihaad yang ada pada zaman kita mengingkari pendapat ini, diantara mereka adalah Syeikh Bin Baz, beliau berkata: “Zakat gaji yang berupa uang, perlu diperinci:  Bila gaji telah ia terima, lalu berlalu satu tahun dan telah mencapai satu nishab, maka wajib dizakati. Adapun bila gajinya kurang dari satu nishab, atau belum berlalu satu tahun, bahkan ia belanjakan sebelumnya, maka tidak wajib di zakati.” (Maqalaat Al Mutanawwi’ah oleh Syeikh Abdul Aziz bin Baaz 14/134. Pendapat serupa juga ditegaskan oleh Syeikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin, Majmu’ Fatawa wa Ar Rasaa’il 18/178.)

Fatwa serupa juga telah diedarkan oleh Anggota Tetap Komite Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, berikut fatwanya:

“Sebagaimana yang telah diketahui bersama bahwa di antara harta yang wajib dizakati adalah emas dan perak (mata uang). Dan di antara syarat wajibnya zakat pada emas dan perak (uang) adalah  berlalunya satu tahun sejak kepemilikan uang tersebut. Mengingat hal itu, maka zakat diwajibkan pada gaji pegawai yang berhasil ditabungkan dan telah mencapai satu nishab, baik gaji itu sendiri telah mencapai satu nishab atau dengan digabungkan dengan  uangnya yang lain dan telah berlalu satu tahun. Tidak dibenarkan untuk menyamakan gaji dengan hasil bumi; karena persyaratan haul (berlalu satu tahun sejak kepemilikan uang) telah ditetapkan dalam dalil, maka tidak boleh ada qiyas. Berdasarkan itu semua, maka zakat tidak wajib pada tabungan gaji pegawai hingga berlalu satu  tahun (haul).” (Majmu’ Fatwa Anggota Tetap Komite Fatwa Kerajaan Saudi Arabia 9/281, fatwa no: 1360)

Sebagai penutup tulisan singkat ini, saya mengajak pembaca untuk senantiasa merenungkan janji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:

. مسلم رواه م�ال? م�ن� ص�د�ق�ة@ �ق�ص�ت� ن م�ا

“Tidaklah sedekah itu akan mengurangi harta kekayaan.” (HR. Muslim)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka saya mengusulkan agar anda mengusulkan kepada perusahaan anda atau atasan anda agar menghapuskan pemotongan gaji yang selama ini telah berlangsung dengan alasan zakat profesi. Karena bisa saja dari sekian banyak yang dipotong gajinya belum memenuhi kriteria wajib zakat. Karena harta yang berhasil ia kumpulkan/tabungkan belum mencapai nishab. Atau kalaupun telah mencapai nishab mungkin belum berlalu satu tahun/haul, karena telah habis dibelanjakan pada kebutuhan yang halal. Dan kalaupun telah mencapai satu nishab dan telah berlalu satu haul/tahun, maka mungkin kewajiban zakat yang harus ia bayarkan tidak sebesar yang dipotong selama ini. Wallahu ta’ala a’alam bis showaab.

Page 23: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

Berdasarkan jawaban pertama, maka tidak perlu anda mencari buku-buku atau tulisan-tulisan yang membahasa masalah zakat profesi. Cukuplah anda dan juga umat Islam lainnya mengamalkan zakat-zakat yang telah nyata-nyata disepakati oleh seluruh ulama’ umat islam sepanjang sejarah. Dan itu telah dibahas tuntas oleh para ulama’ kita dalam setiap kitab-kitab fiqih. Wallahu a’alam bisshawab.

Dijawab oleh Ustadz Dr. Muhammad Arifin Badri, M.A.Artikel www.KonsultasiSyariah.com

http://konsultasisyariah.com/zakat-profesi

Menyibak Kontroversi Zakat ProfesiPosted on Oct 6, 2009 in Fikih Kontemporer | 5 comments

Zakat merupakan ibadah yang sangat memiliki fungsi dan peranan stretegis. Di samping zakat merupakan bentuk taqorrub (pendekatan diri) kepada Allah, ia juga merupakan sarana penting untuk membersihkan jiwa manusia dari noda-noda hati dan sifat-sifat tercela seperti kikir, rakus dan egois. Sebagaimana zakat juga dapat memberikan solusi untuk menanggulangi problematika krisis ekonomi yang menimpa umat manusia.

Pada zaman kita sekarang, telah muncul berbagai jenis profesi baru yang sangat potensial dalam menghasilkan kekayaan dalam jumlah besar. Masalahnya, bagaimana hukum fiqih Islam tentang zakat profesi yang dikenal oleh sebagian kalangan sekarang ini? Apakah itu termasuk suatu bagian dari zakat dalam Islam? Ataukah itu adalah suatu hal yang baru dalam agama? Inilah yang akan menjadi bahasan utama kita pada kesempatan kali ini. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.

Defenisi Zakat Profesi

Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi bila telah mencapai nishab. Profesi tersebut ada dua macam:

Pertama: Profesi yang dihasilkan sendiri seperti dokter, insinyur, artis, penjahit dan lain sebagainya.

Kedua: Profesi yang dihasilkan dengan berkaitan pada orang lain dengan memperoleh gaji seperti pegawai negeri [1] atau swasta, pekerja perusahaan dan sejenisnya.[2]

Istilah Zakat Profesi

Page 24: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

Zakat Profesi adalah istilah zakat yang baru pada abad sekarang. Menurut kaidah pencetus zakat profesi bahwa orang yang menerima gaji dan lain-lain dikenakan zakat sebesar 2,5% tanpa menunggu haul (berputar selama setahun), bahkan pada sebagian kalangan malah tanpa menunggu nishob dan haul!!!

Mereka menganalogikan dengan zakat pertanian. Zakat pertanian dikeluarkan pada saat setelah panen. Disamping mereka menganalogikan dengan akal bahwa kenapa hanya petani-petani yang dikeluarkan zakatnya sedangkan para dokter, eksekutif, karyawan yang gajinya hanya dalam beberapa bulan sudah melebihi nisab, tidak diambil zakatnya.

Zakat Harta yang Syar’i

Kaidah umum syar’i sejak dahulu menurut kesepakatan para ‘ulama[3] berdasarkan hadits Rasululloh sholallohu ‘alaihi wassallam adalah wajibnya zakat harta harus memenuhi dua kriteria, yaitu :

1. Batas minimal nishab.

Bila tidak mencapai batas minimal nishab maka tidak wajib  zakat. Hal ini berdasarkan dalil berikut:

- – – : وسلم – – عليه الله صلى �لل ه� ا ول� س� ر� ال� ق� ال� ق� عنه الله رضي ع�ل�ي� ع�ن� , - ل�ي�س� - و� اه�م� د�ر� ة� م�س� خ� ا يه� ف� ف� و�ل� �ل�ح� ا ا ع�ل�ي�ه� ال� و�ح� ه�م' د�ر� ائ�ت�ا م� ل�ك� ك�ان�ت� �ذ�ا إ , , ف� ن�ص� ا يه� ف� ف� و�ل� �ل�ح� ا ا ع�ل�ي�ه� ال� و�ح� ا د�ين�ار3 ون� ر� ع�ش� ل�ك� ي�ك�ون� ت ى ح� ء9 ي� ش� ع�ل�ي�ك�

, و�ل�, �ل�ح� ا ع�ل�ي�ه� ول� ي�ح� ت ى ح� ك�اة9 ز� م�ال' ف�ي ل�ي�س� و� ذ�ل�ك� اب� ب�ح�س� ف� اد� ز� ا م� ف� د�ين�ار'

Dari Ali berkata: Rasululullah bersabda: Apabila kamu memiliki 200 dirham dan berlalu satu tahun maka wajib dizakati 5 dirham (perak), dan kamu tidak mempunyai kewajiban zakat sehingga kamu memiliki 20 dinar (emas) dan telah berlalu satu maka wajib dizakati setengah dinar, dan setiap kelebihan dari (nishob) tersebut maka zakatnya disesuaikan dengan hitungannya.”.[4]

Catatan Penting: Nishob zakat emas adalah 20 Dinar = 85 gram emas. Dan nishob zakat perak adalah 200 Dirham = 595 gram perak[5]. Termasuk dalam hukum emas dan perak juga adalah mata uang karena uang pada zaman sekarang menduduki kedudukan emas atau perak, hal ini juga beradasarkan fatwa semua ulama pada zaman sekarang, hanya saja telah terjadi perbedaan pendapat di kalangan mereka apakah zakat uang mengikuti nishob emas atau nishob perak atau mana yang lebih bermanfaat bagi fakir miskin, tiga pendapat tersebut dikatakan oleh ulama kita, hanya saja pendapat yang terakhir insyallah lebih mendekati kebenaran.[6]

2. Harus menjalani haul.

Bila tidak mencapai putaran satu tahun, maka tidak wajib zakat. Hal ini berdasarkan hadits di atas:

و�ل� �ل�ح� ا ع�ل�ي�ه� ول� ي�ح� ت ى ح� ك�اة9 ز� م�ال' ف�ي ل�ي�س� و�

Page 25: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

Tidak ada kewajiban zakat di dalam harta sehingga mengalami putaran haul.

Kecuali beberapa hal yang tidak disyaratkan haul, seperti zakat pertanian, rikaz, keuntungan berdagang, anak binatang ternak.[7]

Jadi, penetapan zakat profesi tanpa memenuhi dua persyaratan di atas merupakan tindakan yang tidak berlandaskan dalil dan bertentangan dengan tujuan-tujuan syari’at.

Zakat Profesi Bertentangan dengan Zakat Harta

Oleh karena itu ditinjau dari dalil yang syar’i maka istilah zakat profesi bertentangan dengan apa yang pernah dicontohkan oleh Rasululloh sholallohu ‘alaihi wassallam, dimana antara lain adalah :

1. Tidak Ada Haul

Menurut para penyeru zakat ini, zakat profesi tidak membutuhkan haul yaitu bahwa zakat itu dikeluarkan apabila harta telah berlalu kita miliki selama 1 tahun. Mereka melemahkan semua hadits tentang haul[8],  padahal hadits-hadits itu memiliki beberapa jalan dan penguat sehingga bisa dijadikan hujjah, apalagi didukung oleh atasr-atsar sahabat yang banyak sekali.[9] Kalau hadits-hadits tersebut kita tolak, maka konsekwensinya cukup berat, kita akan mengatakan bahwa semua zakat tidak perlu harus haul terlebih dahulu, padahal persyaratan haul merupakan suatu hal yang disepakati oleh para ulama dan orang yang menyelisihinya dianggap ganjil pendapatnya oleh mereka.[10]

2. Qiyas Zakat Pertanian?

Dari penolakan haul ini, maka mereka mengkiyaskan dengan zakat pertanian yang dikeluarkan pada saat setelah panen. Hal ini bila kita cermati ternyata banyak kejanggalan-kejanggalan sebagai berikut:

a. Hasil pertanian baru dipanen setelah berjalan 2-3 bulan, berarti zakat profesi juga semestinya dipungut dengan jangka waktu antara 2-3 bulan, tidak setiap bulan!

b. Zakat hasil pertanian adalah seper sepuluh hasil panen bila pengairannya tidak membutuhkan biaya dan seper dua puluh bila  pengairannya membutuhkan biaya. Maka seharusnya zakat profesi juga harus demikian, tidak dipungut 2.5 % agar qiyas ini lurus dan tidak aneh.

c. Gaji itu berwujud uang, sehingga akan lebih mendekati kebenaran bila dihukumi dengan zakat emas dan perak, karena kedua-duanya merupakan alat jual beli barang.

Membantah Argumentasi Penyeru Zakat Profesi

Para penyeru zakat profesi membawakan beberapa argumen untuk menguatkan adanya zakat profesi, namun sayangnya argumen mereka tidak kuat. Keteranganya sebagai berikut:

Page 26: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

1. Dalil Logika

Mereka mengatakan: Kalau petani saja diwajibkan mengeluarkan zakatnya, maka para dokter, eksekutif, karyawan lebih utama untuk mengeluarkan zakat karena kerjanya lebih ringan dan gajinya hanya dalam beberapa bulan sudah melebihi nisab.[11]

Jawaban: Alasan ini tidak benar karena beberapa sebab:

1. Dalam masalah ibadah, kita harus mengikuti dalil yang jelas dan shahih. Dengan demikian maka tidak perlu dibantah dengan argumen tersebut karena Allah memiliki hikmah tersendiri dari hukum-hukum-Nya.

2. Gaji bukanlah suatu hal yang baru ada pada zaman sekarang, namun sudah ada sejak zaman Nabi, para sahabat, dan ulama-ulama dahulu. Namun tidak pernah didengar dari mereka kewajiban zakat profesi seperti yang dipahami oleh orang-orang sekarang!!

e. Dalam zakat profesi terdapat unsur kezhaliman terhadap pemiliki gaji, karena sekalipun gajinya mencapai nishob namun kebutuhan orang itu berbeda-beda tempat dan waktunya.  Selain itu juga, kita tidak mengetahui masa yang akan datang kalau dia dipecat, atau rezekinya berubah. Atau kita balik bertanya, mengapa pertanyaannya hanya petani, apakah jika petani membayar zakat, lantas pekerja profesi tidak bayar zakat? Padahal mereka tetap diwajibkan membayar zakat, dengan ketentuan dan syarat yang berlaku.

2. Dalil Atsar

Mereka mengemukakan beberapa atsar dari Mu’awiyah, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Umar bin Abdul Aziz dan lain sebagainya tentang harta mustafad.[12]

Jawaban:  Pemahaman ini perlu ditinjau ulang lagi karena beberapa alasan berikut[13]:

1. Atsar- atsar tersebut dibawa kepada harta yang diperkirakan sudah mencapai 1 haul. Yakni pegawai yang sudah bekerja (paling tidak) lebih dari 1 tahun. Lalu agar mempermudah urusan zakatnya, maka dipotonglah gajinya. Jadi tetap mengacu kepada harta yang sudah mencapai nishob dan melampui putaran satu tahun (haul) dari gaji pegawai tersebut.[14]

2. Terdapat beberapa atsar dari beberapa sahabat tersebut yang menegaskan disyaratkannya haul dalam harta mustafad seperti gaji.[15]

3. Para ulama sepanjang zaman di manapun berada telah bersepakat tentang disyaratkannya haul dalam zakat harta, peternakan, perdagangan. Hal itu telah menyebar sejak para khulafa’ rasyidin tanpa ada pengingkaran dari seorang alimpun, sehingga Imam abu Ubaid menegaskan bahwa pendapat yang mengatakan tanpa haul adalah pendapat yang keluar dari ucapan para imam.[16] Ibnu Abdil Barr berkata: “Perselisihan dalam hal itu adalah ganjil, tidak ada seorang ulama-pun yang berpendapat seperti itu”.[17]

Zakat Gaji

Page 27: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

Gaji berupa uang merupakan harta, sehingga gaji masuk dalam kategori zakat harta, yang apabila telah memenuhi persyaratannya yaitu:

Mencapai nishob baik gaji murni atau dengan gabungan harta lainnya Mencapai haul

Apabila telah terpenuhi syarat-syarat di atas maka gaji wajib dizakati. Adapun bila gaji kurang dari nishob atau belum berlalu satu tahun, bahkan ia belanjakan sebelumnya, maka tidak wajib dizakati. Demikianlah keterangan para ulama kita[18].

Dalam Muktamar zakat pada tahun 1984 H di Kuwait, masalah zakat profesi telah dibahas pada saat itu, lalu para peserta membuat kesimpulan: “Zakat gaji dan profesi termasuk harta yang sangat potensial bagi kekuatan manusia untuk hal-hal yang bermanfaat, seperti gaji pekerja dan pegawai, dokter, arsitek dan sebagainya. Profesi jenis ini menurut mayoritas anggota muktamar tidak ada zakatnya ketika menerima gaji, namun digabungkan dengan harta-harta lain miliknya sehingga mencapai nishob dan haul lalu mengeluarkan zakat untuk semuanya ketika mencapai nishob. Adapun gaji yang diterima di tengah-tengah haul (setelah nishob) maka dizakati di akhir haul sekalipun belum sempurna satu tahun penuh. Dan gaji yang diterima sebelum nishob maka dimulai penghitungan haulnya sejak mencapai nishob lalu wajib mengeluarkan zakat ketika sudah mencapai haul. Adapun kadar zakatnya adalah 2,5% setiap tahun“.[19]

Demikianlah beberapa catatan yang dapat kami sampaikan seputar zakat profesi. Semoga keterangan ini membawa manfaat bagi kita semua. Kritik dan saran pembaca sangat bermanfaat bagi kami.

Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi

http://abiubaidah.com

DAFTAR REFERENSI:

1. “Catatan atas Zakat Profesi”. Makalah yang ditulis oleh Abu Faizah sebagaimana dalam courtesy of abifaizah (at) yahoo.com.

2. Abhats Fiqhiyyah fi Qodhoya Zakat Al-Mu’ashirhoh karya Dr. Muhammad Sulaiman al-Asyqor, Dr. Muhammad Nu’aim Yasin dkk, cet Dar Nafais, Yordania.

3. Nawazil Zakat, karya Dr. Abdullah bin Manshur al-Ghufaili, Dar Maiman, KSA, cet pertama 1429 H.

4. Fiqih Zakat, karya Dr. Yusuf al-Qorodhowi, Muassasah ar-Risalah, Bairut , cet ketujuh 1423 H

5. Fiqhu Dalil Syarh Tashil, karya Abdullah bin Shalih al-Fauzan, Maktabah Ar-Rusyd, KSA, cet kedua 1429 H.

Page 28: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

[1] Faedah: Gaji pegawai adalah halal,  berdasarkan argumen-argumen yang banyak, sebagaimana dipaparkan oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di dalam Al-Ajwibah As-Sa’diyyah ‘anil Masail Kuwaitiyyah hlm. 163-164 dan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani sebagaimana dalam kaset “Liqo’at Abi Ishaq al-Huwaini Ma’a al-Albani”no. 7/side. B. Maka barangsiapa yang mengatakan gaji pegawai adalah haram, maka hendaknya mendatangkan dalil!!

[2] Fiqih Zakat 1/545 oleh Dr. Yusuf al-Qorodhowi.

[3] Lihat Al-Ijma’ hlm. 51-54 oleh Imam Ibnul Mundzir dan al-Iqna’ fii Masail Ijma’ 1/263-264 oleh Imam Ibnul Qothon.

[4] HR. Abu Dawud 1573. Imam Nawawi berkata: “Hadits shohih atau hasan” sebagaimana dalam Nashbu Royah 2/328. Hadits ini juga diriwayatkan dari banyak sahabat seperti Ibnu Umar, Aisyah, Anas bin Malik, Lihat keterangannya secara panjang dalam Irwaul Gholil no. 787 oleh al-Albani.

[5] Demikian menurut penghitungan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Syarh Mumti’ 6/104 dan Majalis Romadhan hlm. 77. Adapun menurut Syaikh Ibnu Baz dkk bahwa 20 dinar = 92 gram emas dan 200 Dirham = 644 gram perak sebagaimana dalam Fatawa-nya 14/80-83 dan Az-Zakat fil Islam hlm. 202 oleh Dr. Sa’id al-Qohthoni. Dan menurut perhitungan Syaikh Ath-Thoyyar dalam Az-Zakat hlm. 91 dan Syaikh Abdullah al-Fauzan dalam Fiqhu Dalil 2/397-398 bahwa 20 dinar  = 70 gram emas dan 200 dirham = 460 gram perak. Wallahu A’lam.

[6] Lihat Fatawa Lajnah Daimah 9/257, Majallah Majma’ Fiqih Islami 8/335, Nawazil Zakat hlm. 157-160 oleh Dr. Abdullah bin Manshur al-Ghufaili.

[7] Lihat Az-Zakat fil Islam hlm. 73-75 oleh Dr. Sa’id al-Qohthoni.

[8] Lihat Fiqih Zakat 1/550-556 oleh Dr. Yusuf al-Qorodhawi.

[9] Lihat Irwaul Gholil 3/254-258/no.787 oleh Syaikh al-Albani, Nailul Author 4/200 oleh asy-Syaukani, Nashbur Royah 2/328 oleh az-Zaila’i.

[10] Lihat Bidayatul Mujtahid 1/278 oleh Ibnu Rusyd, Al-Amwal hlm. 566 oleh Abu ‘Ubaid.

[11] Lihat Al-Islam wal Audho’ Iqtishodiyyah hlm. 166-167 oleh Syaikh Muhammad al-Ghozali dan Fiqih Zakat 1/570 oleh Dr. Yusuf al-Qaradhawi.

[12] Lihat Fiqih Zakat 1/557-562 oleh Dr. Yusuf al-Qaradhawi.

[13] Penulis banyak mengambil manfaat dari Abhats Fiqhiyyah fi Qodhoya Zakat Al-Mu’ashiroh 1/280.

Page 29: Zakat Gaji Atau Infaq Gaji Nuknik

[14] Lihat Al-Muntaqo 2/95 oleh al-Baji,

[15] Lihat Al-Amwal hlm. 564-569 oleh Abu ‘Ubaid.

[16] Al-Amwal hlm. 566.

[17] Al-Mughni wa Syarh Kabir 2/458, 497.

[18] Lihat Majmu Fatawa Syaikh Ibnu Baz 14/134 dan Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin 18/178, Fatawa Lajnah Daimah 9/281.

[19] Abhats wa A’mal Mu’tamar Zakat Awal hlm. 442-443, dari Abhats Fiqhiyyah fi Qodhoya Zakat al-Mua’shiroh 1/283-284.

Related posts:

1. Kontroversi Kedatangan Imam Mahdi 2. DRAFT ARTIKEL FIQIH KONTEMPORER

http://abiubaidah.com/kontemporer-zakat-profes.html/