smelter bauksit akan dibangun di kalbar

9

Upload: rifky-rachmansyah

Post on 26-Nov-2015

33 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

berita

TRANSCRIPT

Smelter Bauksit Akan Dibangun di Kalbar

sumber : Harian Ekonomi NeracaJakarta - Indonesia akan segera memiliki pabrik pengolahan bauksit (smelter alumina) pertama. Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Ansari Bukhari mengatakan pabrik yang rencananya dibangun di Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar) tersebut merupakan investasi dari PT Well Harvest Winning Alumina."Hingga saat ini di Indonesia belum ada pabrik yang bisa mengolah bauksit menjadi alumina seperti itu. Biasanya Indonesia mengimpor alumina langsung dari luar negeri. Jadi, ini yang pertama," kata Ansari di Jakarta (4/7).Well Harvest Winning Alumina merupakan perusahaan patungan investasi lokal dan Cina. Investor lokal oleh PT Cita Mineral Investindo Tbk (CITA) memegang kepemilikan 25% saham dan sisanya oleh China Hongqiao Group Limited 60 %, Winning Investment (HK) Company Limited 10% dan PT Danpac Resources Kalbar 5%.Menurut Ansari, nilai investasi pembangunan pabrik ini sebesar US$ 1 miliar (sekitar Rp 9,8 triliun) dengan kapasitas produksi sebesar 2 juta ton alumina per tahun. Realisasi nilai investasi tersebut akan dibagi dalam dua tahap, yakni pada 2013 hingga pabrik berdiri pada 2015 pabrik beroperasi sebesar US$ 500 ribu dengan kapasitas 1 juta ton alumina. Setengahnya lagi pada 2016, ketika pabrik sudah beroperasi selama 1 tahun.Pembangunan pabrik ini, kata Ansari, guna merespons diberlakukannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu-bara dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012. Kedua beleid tersebut menyatakan untuk segera melakukan program peningkatan nilai tambah produk pertambangan, serta kewajiban mengolah dan memurnikan mineral di dalam negeri. "Jadi pada 2014 mendatang produk minerba tidak lagi impor," ujar Ansari.Menteri Perindustrian M.S Hidayat, menurut Ansari, akan dijadwalkan turut menghadiri acara peletakkan batu pertama pembangunan pabrik tersebut. Dia mengatakan, pembangunan pabrik ini sangat didukung oleh pemerintah. Sebab pembangunan pabrik akan memperkuat struktur industri aluminium nasional.Sebagaimana terjadi di struktur sektor industri lainnya, industri aluminium nasional mengalami kekosongan di sektor hulu. Namun baru mulai ada pemainnya di sektor antara dan ramai pemain di sektor hilir. Pemerintah telah memberikan skema insentif fiskal, di antaranya pembebasan pajak penghasilan untuk periode waktu tertentu (tax holiday) untuk mendorong investasi di sektor hulu aluminium.Struktur industri aluminium nasional terputus karena bauksit sebagai bahan baku utama 100 % diekspor ke luar negeri. Setelah menjadi alumina, industri nasional mengimpornya 100 % untuk diolah menjadi aluminium ingot.Hingga saat ini, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), yang merupakan satu-satunya produsen ingot nasional mendapatkan pasokan alumina 100 % dari impor. Berdasarkan data Inalum, total kebutuhan aluminium nasional diestimasikan sebesar 500 ribu ton per tahun. Sedangkan Inalum hanya mampu mensuplai aluminium ingot untuk pasar domestik sebesar 100 ribu ton per tahun.Dalam industri pengolahan bauksit menjadi alumina ada dua jenis, yakni chemical grade alumina yang produk hilirnya merupakan industri kimia, seperti kosmetik. Jenis lainnya adalah smelter grade alumina, yang produk hilirnya adalah industri aluminium.Nilai TambahSementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengungkap program hilirisasi tak akan mematikan sektor pertambangan, apalagi kewajiban membangun smelter justru memberi kesempatan industri pertambangan nasional memperoleh nilai tambah dari pengolahan bahan mentah.Menurut Marwan Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara tak akan menyebabkan industri tambang Indonesia mati pada tahun 2014 mendatang."Dengan adanya UU tersebut berarti keuntungan yang didapat masyarakat Indonesia lebih besar. Kan tujuan UU Minerba itu untuk memberikan nilai tambah bagi masyarakat Indonesia dari hasil pengolahan bahan mentah," kata dia.Hanya saja, lanjut Marwan, Pemerintah Indonesia agak terlambat memutuskan pelarangan ekspor bahan mentah. Untuk itu, imbuh Dia, Indonesia harus menyediakan roadmap untuk membangun smelter dan mengejar target-target yang dicanangkan. "Masalahnya pemerintah memang agak telat memutuskan itu, kenapa tidak dari dulu saja," ujarnya.Meski demikian, sambung Marwan, bukanlah hal yang mustahil untuk membangun smelter. Untuk itu, pemerintah harus berupaya secara optimal, bekerja secara maksimal untuk mewujudkan pembangunan smelter. "Meski sulit, pembangunan smelter tetap bisa dilakukan, karena yang terpenting itu pemerintah bekerja dengan maksimal. Caranya, mereka (pemerintah) bisa bekerjasama dengan swasta, jangan pesimistis, yang terpenting usaha dulu," ujar dia.

TEMPO.CO, Sydney - Pemberlakuan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara oleh Indonesia akan berdampak negatif pada ekspansi industri aluminium Cina. Seperti dilansir Reuters, 31 Januari 2014 , larangan ekspor mineral mentah oleh Indonesia akan membuat biaya bahan baku aluminium yakni bauksit melonjak. Kondisi itu akan menekan pabrik pemurnian mineral atau smelter di Cina.

Pemerintah Cina beberapa kali mengeluarkan aturan agar produksi industri aluminium dan baja mereka tidak kelebihan kapasitas dalam beberapa dekade. Namun, upaya itu selalu gagal karena mendapat tentangan dari pemerintah lokal. Sebab, pemerintah lokal di Negeri Panda itu ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya. (Baca juga: Freeport Merayu Minerba, Pemerintah Menolak)

Sedangkan sektor aluminium Cina saat ini mulai mengalami inefisiensi akibat naiknya biaya listrik dan mesin-mesin smelter yang sudah tua. Kini hambatannya ditambah dengan potensi minimnya pasokan bauksit setelah Indonesia mengumumkan pelarangan ekspor mineral mentah mulai 12 Januari lalu. Indonesia menargetkan agar bahan tambang mentah bisa diolah di dalam negeri dan memberikan nilai tambah lebih besar.

Akibat kondisi itu, Cina yang merupakan negara produsen aluminium terbesar dunia akan membatasi ekspansi kapasitas. Dampak positifnya, situasi di Cina akan membantu melonggarkan surplus pasokan logam dalam beberapa waktu terakhir. Efeknya, harga komoditas logam di pasar dunia bisa kembali terangkat setelah terdepresiasi dalam beberapa tahun terakhir. (Baca juga: Ekspor Dilarang, 3 Pabrik Smelter Segera Operasi)

Pelarangan ekspor mineral Indonesia akan memiliki dampak besar sekali terhadap industri aluminium Cina dalam jangka menengah, ujar analis komoditas dari Citi China, Ivan Szpakowski.

Para pelaku industri aluminium di Cina dikabarkan telah menimbun pasokan dalam jumlah besar sebelum Indonesia mengumumkan pelarangan ekspor mineral. Meski begitu, nantinya produsen aluminium Cina dinilai akan kesulitan mencari alternatif sumber pasokan bauksit dengan harga setara dengan Indonesia.

Para analis mengkalkulasikan untuk memproduksi 1 ton aluminium dibutuhkan bahan baku 5 ton bauksit. Saat ini Cina diperkirakan memiliki cadangan bauksit untuk 10 bulan. Perkiraan itu mempertimbangkan Cina telah mengimpor 48 juta ton bauksit dari Indonesia tahun lalu. Angka itu melonjak 79 persen dibandingkan 2012. (Baca juga : Freeport Akan Bangun Smelter di Timika dan Gresik)

Cadangan bauksit Cina maksimal hanya bisa digunakan hingga akhir tahun ini. Setelah itu smelter-smelter di Cina harus kembali melakukan impor, kata seorang manajer di perusahaan smelter besar di Cina.

Manajer yang tidak bersedia disebut namanya itu menyebutkan harga bauksit dalam beberapa waktu terakhir meningkat sehingga mendorong harga alumina dan aluminium juga naik. Menurut perusahaan konsultan, AZ China, produksi aluminium Cina tahun ini ditargetkan tumbuh 8 persen menjadi 26,5 juta ton di 2014. Angka itu menyumbang separuh produksi aluminium global.

Hilirisasi mineral melalui pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian dinilai membawa dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Mahendra Siregar menyatakan pada Selasa, 21 Januari 2014, "Kalau dilihat dari aspek investasi langsung, kami berpandangan positif karena ada dorongan dan insentif besar bagi perusahan untuk investasi di Indonesia."

Tumbuhnya pabrik pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter itu dipicu oleh larangan ekspor mineral mentah. Hal itu mengacu pada Undang-Undang Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014. Berdasar beleid itu, ekspor minerla dibolehkan bila sudah dimurnikan. Artinya, harus melalui pabrik smelter.

Mahendra menuturkan pada tahun ini sudah ada tiga perusahaan yang siap memproduksi olahan mineral. Namun, Mahendra belum mau menyebutkan nama ketiga perusahaan tersebut. Selain itu, ada pula 28 perusahan tambang yang telah melapor untuk mendapat izin pembangunan smelter. Dengan menimbang hal itu, Mahendra memperkirakan pertumbuhan nilai investasi pertambangan pada tahun ini mencapai Rp 150 triliun.

Dia mentargetkan, nilai investasi dalam negeri dan asing tumbuh 15 persen. Perkiraan kenaikan ini didasari dukungan kebijakan pemerintah dan juga peraturan hilirisasi minerba.

Kemarin, BKPM mengumumkan realisasi investasi dalam bentuk penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing selama periode triwulan IV (Oktober-Desember) 2013. "Kami sampaikan realisasi investasi triwulan IV 2013 sebanyak Rp 105,3 triliun. Artinya meningkat 26,4 persen dibandingkan triwulan IV pada 2012 ," kata Mahendra. Realisasi triwulan IV juga melonjak 4,8 persen dari triwulan III 2013 yaitu 100,5 triliun.

Sedangkan realisasi investasi secara keseluruhan pada Januari hingga Desember 2013 tercatat Rp 398,6 triliun. Angka tersebut menunjukkan kenaikan 27,3 persen dibandingkan periode yang sama pada 2012 yakni Rp 313,2 triliun.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perindustrian, MS Hidayat mengatakan 100 persen aset PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) kembali ke tangan pemerintah Indonesia dari konsorsium investor Jepang di Tokyo yang tergabung dalam NipponAsahan Aluminum (NAA).Beberapa waktu ke depan, proses transfer aset PT Inalum ini akan diselesaikan melalui mekanisme arbitrase."Sesuai dengan master agreement per 1 November seluruh aset kembali ke pemerintah Indonesia, dalam hal ini Menteri BUMN. Kementerian BUMN punya aset baru yang dikelola oleh beliau. Sementara itu dalam masa transisi, bersama Kemenperin dan Kemenkeu akan mendampingi beliau (Menteri BUMN) untuk menyelesaikan hal-hal yang bersifat teknis, administratif, legal dan sebagainya," jelasnya usai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (1/10/2013).Dengan berakhirnya perjanjian kerjasama dan kembalinya aset Inalum ke Indonesia, PT inalum secarta resmi akan dimiliki 100 persen sahamnya oleh pemerintah Indonesia.Kemudian nanti melalui proses prosedur yang ada, akan ada Peraturan Pemerintah (PP) yang akan memutuskan hal tersebut. Yakni Inalum akan menjadi BUMN atau persero di bawah Kementerian BUMN.Lebih lanjut menurutnya, bagi Indonesia sendiri, PT Inalum akan menjadi satu pabrik smelter, yang mempunyai kapasitas 250 ribu ton pertahun dan pasti bisa ditingkatkan. Dan itu berarti PT Inalum akan menjadi penghasil aluminium yang pertama di Asia Tenggara."Mungkin yang terbesar dan kinerjanya baik. Yang akan akan bisa mensuplai kebutuhan dalam negeri, dan juga bisa dieskpor,"tuturnya.Ke depan, kata MS Hidayat, pemerintah ingin menjadikan Sumatera Utara sebagai cluster aluminium di mana proses hilirisasi dari industri ini bisa berlangsung di daerah itu pula."Sekarang ini kita mengekspor aluminium. Pengolahannya dilakukan di Jepang atau negara lain. Nanti kembali ke Indonesia sudah menjadi produk turunan jadi. Kita ingin down stream itu dilakukan di Indonesia. Itu salah satu keuntungan kita yang tentu akan memberikan kontribusi percepatan pertumbuhan ekonomi nasional," jelasnya.Selama ini Inalum, yang berlokasi di Sumatera Utara, dikelola oleh pemerintah Indonesia dan konsorsium investor Jepang di Tokyo yang tergabung dalam Nippon Asahan Aluminum (NAA). Dari 100 persen saham Inalum, tadinya pemerintah Indonesia memiliki 41,12 persen, dan sisanya milik NAA