skripsi_sriyanti manoppo (pemanfaatab buah sukun)

46
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sukun (Artocarpus communis) merupakan tanaman pangan alternatif di Indonesia yang pada awalnya tanaman ini tidak banyak ditanam orang, namun sekarang sudah cukup populer. Bentuk buahnya yang padat mirip roti juga disukai masyarakat Barat sebagai pengganti roti. Sukun juga menjadi salah satu sumber karbohidrat yang potensial sebagai alternatif diversifikasi pangan, karena selain kandungan gizi yang cukup baik, keberadaannya juga dapat mengatasi kerawanan pangan. Pengolahan sukun oleh masyarakat pada umumnya diolah menjadi bermacam-macam makanan tradisional seperti gorengan sukun, kolak, getuk sukun, keripik dan lain-lain. Selain diolah menjadi produk jadi, sukun diolah menjadi produk setengah jadi yaitu tepung sukun. Pemanfaatan sukun sebagai bahan baku industri pangan dapat ditingkatkan dengan cara penggunaan teknologi yang lebih modern. Crackers adalah salah satu produk makanan yang terbuat dari tepung terigu. Crackers banyak ditemukan dipasaran dalam bermacam-macam bentuk dan rasa. Seperti halnya biskuit sebagian crackers yang ada dipasaran menggunakan bahan baku terigu dari gandum. Akan tetapi crackers dan biskuit memiliki beberapa perbedaan yaitu crackers tidak menggunakan telur sedangkan biskuit menggunakan telur sebagai bahan tambahan dan sebelum dicetak

Upload: pitri-yanti

Post on 25-Nov-2015

121 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

skripsi pemanfaatan buah sukun

TRANSCRIPT

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Sukun (Artocarpus communis) merupakan tanaman pangan

    alternatif di Indonesia yang pada awalnya tanaman ini tidak banyak

    ditanam orang, namun sekarang sudah cukup populer. Bentuk

    buahnya yang padat mirip roti juga disukai masyarakat Barat sebagai

    pengganti roti. Sukun juga menjadi salah satu sumber karbohidrat

    yang potensial sebagai alternatif diversifikasi pangan, karena selain

    kandungan gizi yang cukup baik, keberadaannya juga dapat

    mengatasi kerawanan pangan.

    Pengolahan sukun oleh masyarakat pada umumnya diolah

    menjadi bermacam-macam makanan tradisional seperti gorengan

    sukun, kolak, getuk sukun, keripik dan lain-lain. Selain diolah menjadi

    produk jadi, sukun diolah menjadi produk setengah jadi yaitu tepung

    sukun. Pemanfaatan sukun sebagai bahan baku industri pangan dapat

    ditingkatkan dengan cara penggunaan teknologi yang lebih modern.

    Crackers adalah salah satu produk makanan yang terbuat

    dari tepung terigu. Crackers banyak ditemukan dipasaran dalam

    bermacam-macam bentuk dan rasa. Seperti halnya biskuit sebagian

    crackers yang ada dipasaran menggunakan bahan baku terigu dari

    gandum. Akan tetapi crackers dan biskuit memiliki beberapa

    perbedaan yaitu crackers tidak menggunakan telur sedangkan biskuit

    menggunakan telur sebagai bahan tambahan dan sebelum dicetak

  • 2

    adonan crackers difermentasi sedangkan biskuit tidak difermentasi.

    Selain itu, crackers menggunakan dust filling sebagai bahan pengisi

    sedangkan biscuit tidak menggunakan dust filling. Tepung terigu yang

    digunakan pada pembuatan crackers adalah tepung terigu lunak yang

    mempunyai kandungan protein yang rendah.

    Sukun dan tapioka mempunyai kandungan karbohidrat yang

    cukup yang berperan penting dalam pembuatan crackers. Penelitian

    ini akan mempelajari cara membuat crackers dengan kombinasi

    daging sukun pregelatinisasi, tepung terigu dan tapioka. Penggunaan

    sukun pada pembuatan crackers ditujukan untuk mensubtitusi

    sebagian penggunaan tepung terigu yang menjadi bahan dasar

    pembuatan crackers. Crackers sukun ini akan menjadi salah satu

    makanan diet, karena dibandingkan beras sukun mengandung vitamin

    dan mineral yang lebih lengkap tetapi memiliki kandungan kalori yang

    lebih sedikit.

    B. Rumusan Masalah

    Belum adanya crackers yang terbuat dari kombinasi sukun

    pragelatinisasi, tepung terigu dan tepung tapioka. Oleh karena itu

    harus diketahui perbandingan sukun pragelatinisasi, terigu dan tapioka

    untuk menghasilkan crackers yang baik.

  • 3

    C. Tujuan dan Kegunaan

    Penelitian ini bertujuan untuk membuat crackers dengan

    kombinasi sukun pragelatinisasi, terigu dan tapioka serta menganalisis

    komponen kimia yang terkandung dalam crackers tersebut. Selain itu,

    untuk mengetahui sifat fisik crackers melalui uji organoleptik sehingga

    dapat diketahui tingkat kesukaan konsumen terhadap produk

    crackers.

    Kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan informasi dan

    acuan bagi masyarakat, industri pangan, maupun peneliti tentang

    pemanfaatan sukun dalam produk pangan serta memberi informasi

    tentang formulasi sukun pragelatinisasi, tepung terigu, dan tapioka

    yang terbaik pada pembuatan crackers.

  • 4

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Sukun (Artocarpus Communis)

    Tanaman sukun berasal dari New Guinea, Pasifik, yang

    kemudian berkembang ke Malaysia hingga Indonesia. Buah sukun

    berbentuk bulat agak lonjong seperti melon. Daging buah berwarna

    putih, putih kekuningan, dan kuning, tergantung jenisnya. Buah sukun

    dimanfaatkan sebagai makanan tradisional dan makanan ringan. Buah

    dikonsumsi setelah direbus, digoreng atau dibakar. Kandungan

    karbohidrat sukun yang cukup tinggi (28,2%), berpeluang untuk diolah

    menjadi tepung. Setiap 100 gram buah sukun mengandung

    karbohidrat 27,12 g, kalsium 17 mg, vitamin C 29 mg, kalium 490 mg,

    dan nilai energy 103 kalori. Dibandingkan dengan beras, buah sukun

    mengandung mineral dan vitamin lebih lengkap. Adapun komposisi zat

    gizi sukun dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini :

    Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Sukun per 100 g Bahan

    Zat Gizi Sukun Muda Sukun Tua Tepung Sukun

    Karbohidrat (g) 9,2 28,2 78,9

    Lemak (g) 0,7 0,3 0,8

    Protein (g) 2,0 1,3 3,6

    Vitamin B1 (mg) 0,12 0,12 0,34

    Vitamin B2 (mg) 0,06 0,05 0,17

    Vitamin C (mg) 21,00 17 47,6

    Kalsium (mg) 59 21 58,8

    Fosfor (mg) 46 59 165,2

    Zat besi (mg) - 0,4 1,1

    Sumber: Anonim, 2011a.

  • 5

    Sukun atau disebut bread fruit, cukup populer bagi masyarakat

    Indonesia, selain dapat diolah menjadi berbagai macam jajanan,

    antara lain tape, klepon, dan kroket. Olahan setengah jadi dapat

    berupa gaplek, sawut, tepung, dan pati. Khususnya tepung sukun

    dapat digunakan sebagai bahan campuran pada pembuatan roti,

    bubur/jenang sumsum, mie, krupuk, dan juga dapat dimanfaatkan

    untuk sayur (Anonim, 2011b).

    B. Pati Sukun

    Pati merupakan senyawa polisakarida yang terdiri dari

    monosakarida yang berikatan melalui ikatan oksigen. Monomer dari

    pati adalah glukosa yang berikatan dengan ikatan (1,4)-glikosidik,

    yaitu ikatan kimia yang menggabungkan 2 molekul monosakarida

    yang berikatan kovalen terhadap sesamanya. Pati merupakan zat

    tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa glukosa yang

    terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin.

    Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan ikatan

    ()-1,4-glukosa. Sedangkan polimer amilopektin adalah terbentuk dari

    ikatan ()-1,4-glukosida dan membentuk cabang pada ikatan

    ()-1,6-glukosida. Pati dihasilkan dari proses fotosintesis tanaman

    yang dibentuk (disintesa) di dalam daun (plastid) dan amiloplas seperti

    umbi, akar atau biji dan merupakan komponen terbesar pada

    singkong, beras, sagu, jagung, kentang, talas, dan ubi jalar. Pati

    sukun dibuat dari buah sukun yang sudah tua. Buah sukun dikupas

  • 6

    bersih dan dipotong-potong lalu diparut atau diblender. Untuk

    melarutkan tepung dan memisahkannya dari ampas, tambahkan air ke

    dalam hasil parutan sukun. Penyaringan bisa dilakukan berulang kali

    hingga seluruh pati terlarut. Selanjutnya biarkan pati mengendap

    dengan memperhatikan lapisan air di bagian atasnya. Semakin jernih

    air berarti pengendapan semakin baik. Setelah air endapan dibuang,

    jemur pati di bawah terik matahari sampai kering. Pati sukun yang

    sudah kering dapat disimpan dalam plastic (Nopianto, 2012).

    C. Tepung Sukun

    Pemanfaatan tepung sukun menjadi makanan olahan

    dapat mensubtitusi penggunaan tepung terigu sampai 75 %.

    Kandungan karbohidrat, mineral, dan vitamin tepung sukun

    cukup tinggi. Kendala dalam pembuatan tepung sukun adalah

    terbentuknya warna coklat pada buah saat diolah menjadi tepung.

    Untuk menghindari terbentuknya warna cokelat, bahan harus

    diusahakan sedikit mungkin kontak dengan udara dengan cara

    merendam buah yang telah dikupas dalam air bersih, serta

    menonaktifkan enzim dengan cara dikukus. Lama pengukusan

    tergantung pada jumlah bahan, berkisar antara 10-20 menit.

    Tingkat ketuaan buah juga mempengaruhi warna tepung.

    Buah muda menghasilkan tepung sukun yang berwarna putih

    kecoklatan. Semakin tua buah, semakin putih warna tepung. Tepung

    sukun mengandung 84 % karbohidrat, 9,9 % air, 2,8 % abu, 3,6 %

  • 7

    protein, dan 0,4 % lemak. Kandungan protein tepung sukun lebih

    tinggi dibandingkan tepung ubi kayu, ubi jalar, dan tepung

    pisang (Anonim, 2011a).

    D. Tepung Terigu

    Tepung terigu adalah tepung atau bubuk halus yang berasal

    dari bulir gandum, dan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan

    kue, mi dan roti. Kata terigu dalam bahasa Indonesia diserap dari

    bahasa Portugis, trigo, yang berarti "gandum". Tepung terigu

    mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak

    larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk

    gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang

    terbuat dari bahan terigu. Tepung terigu juga berasal dari gandum,

    bedanya terigu berasal dari biji gandum yang dihaluskan, sedangkan

    tepung gandum utuh (whole wheat flour) berasal dari gandum beserta

    kulit arinya yang ditumbuk (Anonim, 2011c).

    Komponen yang dikandung oleh tepung terigu yang tidak

    terdapat pada tepung yang lain adalah protein gluten. Komponen yang

    dominan pada tepung terigu adalah karbohidrat. Kandungan pati pada

    tepung terigu terdiri dari amilosa 25 % dan amilopektin 75 %.

    Kandungan gizi tepung terigu sebagai bahan makanan dapat dilihat

    pada Tabel 2:

  • 8

    Tabel 2. Kandungan Gizi Tepung Terigu Per 100 gram

    No. Kandungan Zat Nilai

    1. Air (g) 10,42

    2. Protein (g) 10,69

    3. Lemak (g) 1,99

    4. Karbohidrat (g) 75,36

    5. Serat (g) 12,7

    6. Kalsium (mg) 34

    7. Besi (mg) 5,37

    8. Magnesium (mg) 50

    9. Fosfor (mg) 402

    10. Seng (mg) 3,46

    11. Vitamin B2 (mg) 0,107

    12. Kalori (kcal) 304

    Sumber : Sutomo, 2011.

    E. Tepung Tapioka

    Ubi kayu atau singkong merupakan salah satu bahan makanan

    sumber karbohidrat (sumber energi). Ubi kayu dalam keadaan segar

    tidak tahan lama. Pemasaran yang memerlukan waktu lama, ubi kayu

    harus diolah dulu menjadi bentuk lain yang lebih awet, seperti gaplek,

    tapioka (tepung singkong), tapai, keripik singkong dan lain-lain.

    Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak

    kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai

    industri. Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang, dan gandum

    atau terigu, komposisi zat gizi tepung tapioka cukup baik sehingga

    mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan sebagai bahan bantu

    pewarna putih. Pada umumnya masyarakat kita mengenal dua jenis

    tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka halus. Tapioka kasar masih

    mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu yang masih kasar,

    sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dan

  • 9

    tidak mengandung gumpalan lagi. Menurut (Anonim, 2010) kualitas

    tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :

    1. Warna Tepung; tepung tapioka yang baik berwarna putih.

    2. Kandungan Air; tepung harus dijemur sampai kering benar

    sehingga kandungan airnya rendah.

    3. Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat

    dan kayu yang digunakan harus yang umurnya kurang

    dari 1 tahun karena serat dan zat kayunya masih sedikit dan zat

    patinya masih banyak.

    4. Tingkat kekentalan; usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi.

    Untuk ini hindari penggunaan air yang berlebih dalam proses

    produksi.

    Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan dalam industri

    makanan untuk mengikat air dalam adonan. Salah satu bahan yang

    digunakan sebagai pengikat adalah tepung. Fungsi bahan pengikat

    adalah untuk memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan

    akibat pemasakan, memberi warna yang terang, meningkatkan

    elastisitas produk, membentuk tekstur yang padat dan menarik air dari

    adonan (Aswar, 1995).

    Tepung tapioka termasuk ke dalam salah satu bahan pangan

    penghasil pati berfungsi sebagai bahan pengisi, pengemulsi dan

    pemantap bagi makanan. Penambahan tapioka ini pada produk

    makanan akan mempunyai keunggulan kualitas baik kenampakan

  • 10

    secara fisik, tekstur, rasa, warna, tingkat kegurihan, zat gizi ataupun

    proses pengolahan yang lebih, mudah dan cepat. Dalam 100 gram

    tepung tapioka mengandung nilai gizi yang dapat dilihat pada

    Tabel 3:

    Tabel 3. Komposisi Zat Gizi Tepung Tapioka (per 100 gram)

    No. Zat gizi Jumlah

    1. Kalori 363 kal

    2. Air 9 g

    3. Fosfor 125 g

    4. Karbohidrat 88,2 g

    5. Kalsium 84 g

    6. Protein 1,1 g

    7. Besi 1,0 g

    8. Lemak 0,5 g

    9. Vitamin B 0,4 g

    Sumber : Djafar dkk., 2000.

    F. Crackers

    Biskuit crackers merupakan makanan kecil ringan yang sudah

    memasyarakat dan banyak dijumpai di pasaran. Hal ini setidaknya

    dapat dibuktikan dengan tersedianya biskuit crackers di hampir semua

    toko yang menjual makanan kecil di perkotaan maupun hingga

    warung-warung di pelosok desa. Gambaran tersebut menandakan

    bahwa hampir semua lapisan masyarakat sudah terbiasa menikmati

    biskuit crackers (Hendriko, 2011).

    Crackers merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan

    keras melalui proses fermentasi / pemeraman, berbentuk pipih yang

    rasanya mengarah asin dan relatif renyah, serta bila dipatahkan

  • 11

    penampang potongannya berlapis-lapis. Bahan dasar dalam

    pembuatan crackers adalah tepung terigu, lemak, garam, dan agen

    fermentasi seperti ragi, gula dan ditambahkan air. Bahan-bahan

    tambahan lain yang digunakan adalah bahan pengembang seperti

    bikarbonat, susu bubuk atau skim yang dicampurkan hingga menjadi

    adonan sampai homogen setelah itu dilakukan proses fermentasi

    selama kurang lebih satu jam (Smith, 1972).

    Bahan dasar dalam pembuatan crackers adalah tepung terigu,

    lemak, garam, agen fermentasi seperti ragi, gula, proses fermentasi

    dan dikombinasikan dengan menggunakan air. Bahan baku tambahan

    yang lain yang digunakan adalah mencakup bahan pengembang

    seperti sodium bikarbonat, susu skim yang dicampurkan

    menjadi adonan sampai homogeny dan melalui proses

    fermentasi (Manley, 1998).

    Kadar air, kandungan protein, minyak dan kealamian pati

    seluruhnya memberikan dampak pada tekstur akhir snack dan

    perubahan komposisi yang dimiliki selama produksi berlangsung.

    Karakteristik ini memberikan pengaruh pada beberapa faktor seperti

    modifikasi komersial dan lingkungan penyimpanan, dimana

    seluruhnya berada di luar kendali teknologi pembuatan snack.

    Ukuran partikel, sebagai contoh dari dampak dehidrasi dan kinerja

    gelatin selama proses pengolahan (Booth, 2005).

  • 12

    Mutu biskuit crackers ditinjau dari aspek sifat tersembunyi

    (obyektif). Penilaian mutu biskuit crackers ditinjau dari aspek ini dapat

    dilakukan secara laboratoris dengan analisis kimia. Syarat mutu

    biscuit crackers yang telah ditetapkan oleh Departemen Perindustrian

    (SNI. 01-2973-1992) dapat dilihat pada Tabel 4:

    Tabel 4. Syarat Mutu Biscuit Crackers

    No Kriteria Uji Satuan Klasifikasi Biscuit Crackers

    1 2 3 4 5 6 7 8

    Keadaan a. Bau b. Rasa c. Warna d. Tekstur Air,%,b/b Protein,%,b/b Abu,%,b/b Bahan Tambahan Makanan a. Pewarna b. Pemanis Cemaran logam a. Tembaga (Cu),mg/kg b. Timbal (Pb), mg/kg c. Seng (Zn),mg/kg d. Raksa (Hg), mg/kg Arsen (As), mg/kg Cemaran mikroba a. Angka lempeng total b. Coliform c. E. Coli d. Kapang

    Normal Normal Normal Normal Maks.5 Min.8 Maks.2 Tidak boleh ada Tidak boleh ada Maks 10,0 Maks 1,0 Maks 40,0 Maks 0,05 Maks 0,5 Maks 1,0x106 Maks 20

  • 13

    G. Bahan Tambahan

    a. Gula

    Gula yang digunakan dalam pembuatan biscuit crackers

    adalah gula halus agar mudah larut dan hancur dalam adonan.

    Pada pembuatan biscuit crackers gula yang ditambahkan hanya

    sedikit yang berfungsi untuk menghasilkan warna kecokelatan

    yang menarik pada permukaan produk dan menjadi makanan ragi.

    Gula dalam rate of fermentation (nilai peragian) dapat

    mempercepat proses peragian adonan yaitu sebagai sumber

    energi bagi kegiatan ragi sehingga adonan akan cepat

    mengembang (Kartika, 1988).

    Fungsi gula dalam pembuatan kue kering sebagai bahan

    pemanis, jenis dan jumlah gula yang digunakan memberikan

    pengaruh terhadap tekstur dan warna kue kering. Kadar gula yang

    tinggi dapat menyebabkan adonan keras dan regas (mudah

    patah), daya lekat adonan tinggi, adonan kuat dan setelah

    dipanggang bentuk kue kering menyebar (Winarno, 2004).

    b. Susu Skim

    Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah

    krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim

    mengandung semua zat makanan dari susu kecuali

    lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak.

    Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan

  • 14

    nilai kalori rendah di dalam makanannya, karena susu

    skim hanya mengandung 55% dari seluruh energi

    susu (Buckle dkk, 2009).

    Susu yang digunakan adalah susu skim/susu bubuk.

    Fungsi susu dalam pembuatan biscuit crackers yaitu menambah

    nilai gizi, menambah rasa dan aroma. Susu harus memiliki butiran

    halus, aroma harum khas susu, tidak apek, bersih dari kotoran,

    warna sesuai dengan aslinya dan tidak menggumpal. Susu yang

    berkualits baik akan menghasilkan produk biscuit yang bergizi

    tinggi dengan aroma dan rasa yang gurih dan

    harum (Smith, 1972).

    c. Mentega Putih (Shortening)

    Mentega putih (Shortening/Compound fat) adalah lemak

    padat yang mempunyai sifat plastis dan kestabilan tertentu dan

    umumnya berwarna putih. Pada umumnya sebagian besar

    mentega putih dibuat dari minyak nabati seperti minyak biji kapas,

    minyak kacang kedelai, minyak kacang tanah dan lain-lain. Bahan

    ini diperoleh dari hasil pencampuran dua atau lebih lemak, atau

    dengan cara dehidrogenasi. Mentega putih ini banyak digunakan

    dalam pembuatan cake dan kue yang dipanggang. Fungsinya

    adalah untuk memperbaiki cita rasa, struktur, tekstur, keempukan

    dan memperbesar volume kue (Winarno, 2004).

  • 15

    Mentega putih banyak digunakan dalam bahan pangan,

    terutama pada pembuatan kue dan roti yang dipanggang.

    Fungsi mentega putih dalam bahan pangan khususnya dalam

    kue dan roti yaitu memberikan cita rasa gurih dalam bahan

    pangan berlemak dan mengempukan tekstur kue karena

    mentega putih mengandung shortening. Penggunaan mentega

    membuat biscuit crackers lebih gurih dan aroma lebih

    enak (Utama, 2011).

    d. Sodium Bikarbonat

    Bahan pengembang adalah bahan tambahan pangan yang

    digunakan dalam pembuatan roti dan kue yang berfungsi untuk

    mengembangkan adonan supaya adonan menggelembung,

    bertambah volumenya, demikian juga pada saat adonan

    dipanggang dapat lebih mengembang. Jika bahan pengembang

    dicampurkan ke dalam adonan maka akan terbentuk gas

    karbondioksida, gas inilah yang kemudian terperangkap di dalam

    gluten (komponen protein yang ada dalam tepung terigu) sehingga

    adonan menjadi mengembang karena gas yang dihasilkan

    semakin lama akan semakin banyak. Bahan yang biasa digunakan

    yang pertama disebut sebagai baking soda, yang disebut pula

    dengan nama soda kue, yang isi sebetulnya adalah bahan kimia

    yang bernama sodium bikarbonat (Salma, 2008).

  • 16

    e. Ragi

    Biskuit crackers dibuat dari adonan kuat melalui tahapan

    proses fermentasi atau pemeraman, sehingga ada satu bahan

    vital yang tidak boleh tertinggal yaitu ragi/yeast. Jenis ragi yang

    digunakan dalam pembutan biskuit crackers adalah instant dry

    yeast/ragi kering dengan ciri : mengandung kadar air sekitar 7,5%,

    daya tahan baik terhadap keadaan penyimpanan yang buruk,

    berbentuk bubuk dan langsung dapat dicampurkan pada adonan.

    Fungsi ragi dalam pembuatan biscuit crackers yaitu sebagai

    pembentuk gas dalam adonan sehingga adonan mengembang,

    memperkuat gluten, menambah rasa dan aroma. Pada saat

    adonan diistirahatkan, ragi tumbuh baik pada kondisi lembab dan

    sedikit udara sehingga pada waktu diistirahatkan adonan harus

    ditutup rapat (Kartika, 1988).

    Ragi atau fermen merupakan zat yang menyebabkan

    fermentasi. Ragi biasanya mengandung mikroorganisme yang

    melakukan fermentasi dan media biakan bagi mikroorganisme

    tersebut. Media biakan ini dapat berbentuk butiran-butiran kecil

    atau cairan nutrient (Anonim, 2011f).

    f. Garam

    Garam (natrium klorida) merupakan suatu zat asam basa

    yang digunakan dalam makanan sebagai pemberi rasa asin.

    Natrium dan klorida dapat membantu tekanan osmosik disamping

  • 17

    juga membantu keseimbangan asam dan basa. Natrium sendiri

    mempunyai reaksi alkalis, sedangkan klorida mempunyai reaksi

    asam. Natrium, klor,kalsium, magnesium, belerang dan air

    merupakan unsur-unsur mineral. Garam biasa terdapat secara

    alamiah dalam bahan makanan atau ditambahkan pada

    waktu pengolahan dan penyajian makanan. Penggunaan garam

    dianjurkan tidak terlalu banyak karena akan

    menyebabkan terjadinya penggumpalan dan rasa produk

    terlalu asin (Winarno, 2004).

    Garam memiliki peranan penting untuk memberikan rasa

    pada makanan, karena tanpa garam makanan akan terasa

    hambar dan dalam teknologi makanan, garam juga dapat

    membantu memperpanjang daya simpan bahan. Fungsi utama

    garam adalah sebagai penyedap rasa (Djuarni dkk., 1985).

    H. Aspek Pengolahan

    a. Fermentasi

    Tujuan fermentasi adalah untuk proses pematangan

    adonan, sehingga adonan mudah ditangani dan dapat

    menghasilkan produk bermutu baik. Selain itu, fermentasi

    berperan dalam pembentukan cita rasa crackers. Hal yang

    terpenting dalam melakukan fermentasi adalah membuat kondisi

    lingkungan suhu dan kelembapan ideal untuk berkembangnya ragi

    dalam adonan crackers. Adonan biasanya difermentasi pada

  • 18

    suhu 27-30oC dengan kelembapan 75-80%. Fermentasi dapat

    dilakukan diatas meja dan ditutup dengan plastik yang terlebih

    dahulu diolesi margarine dan dimasukkan ruang terkontrol. Lama

    fermentasi biasanya 10-15 menit (Fardiaz, 1989).

    b. Pemanggangan

    Pemanggangan merupakan salah satu proses pengolahan

    pangan yang menggunakan media panas dalam upaya

    pemasakan dan pengeringan bahan pangan. Pemangganan juga

    memberikan efek pengawetan karena terjadi inaktivasi mikroba

    dan enzim serta penurunan Aw (aktivitas air). Proses

    pemanggangan menyebabkan perubahan warna, tekstur, aroma

    dan rasa dari bahan (Anonim, 2012).

    Reaksi pencoklatan yang terjadi antara gula reduksi dengan

    asam amino disebut dengan reaksi Maillard. Reaksi tersebut

    menghasilkan perubahan warna dan aroma dan merupakan

    indikator untuk suatu proses pemanasan bahan pangan misalnya

    pada pemanggangan roti, penggorengan daging, penyangraian

    kopi dan kakao (Schwedt, 2005).

    Reaksi-reaksi antara karbohidrat, khususnya gula

    pereduksi dengan gugus amina primer, disebut reaksi Maillard.

    Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan pangan berwarna

    cokelat yang sering dikehendaki dalam pembuatan roti/kue agar

    menarik warnanya (Winarno, 2004).

  • 19

    III. METODE PENELITIAN

    A. Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2012,

    bertempat di Laboratorium Analisa dan Pengawasan Mutu dan

    Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi

    Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

    Hasanuddin, Makassar.

    B. Alat dan Bahan

    Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pisau,

    baskom, baki, sendok, ayakan halus 80 mesh, talenan, alat

    penggiling, timbangan analitik, erlenmeyer 250 ml, pipet volume 10 ml,

    blower, penangas, panci, autoklaf, mixer, oven, tabung reaksi,

    Bunsen, pH meter, dan labu khejdhal.

    Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sukun

    yang diperoleh dari Pasar Terong, air bersih, tepung tapioka, tepung

    terigu, aquadest, aluminium foil, tissue rol, kertas label, susu skim,

    gula pasir, lemak, ragi instant, garam, sodium bikarbonat, asam cuka,

    H2SO4, NaOH, HCl.

  • 20

    C. Prosedur Penelitian

    Prosedur penelitian dilaksanakan dalam dua tahapan yaitu:

    1. Penelitian Pendahuluan

    Tahap ini terdiri dari pembuatan tepung sukun dan sukun

    pregelatinisasi serta untuk mengetahui formulasi sukun

    pragelatinisasi, tepung tapioka, dan tepung terigu yang baik

    sehingga menghasilkan crackers yang disukai panelis. Pada

    penelitian pendahuluan ini dapat diketahui bahwa penggunaan

    tepung sukun menyebabkan crackers menjadi keras sedangkan

    crackers yang menggunakan sukun pregelatinisasi crackers yang

    dihasilkan lebih renyah dan disukai panelis. Sehingga hasil

    penelitian pendahuluan ini diperoleh formulasi dengan 3 perlakuan,

    yaitu A1 = Sukun pragelatinisasi (60 %) : Tepung Terigu (25 %) :

    Tapioka (15 %), A2 = Sukun pragelatinisasi (50 %) : Tepung

    Terigu (30 %) : Tapioka (20 %), A3 = Sukun pragelatinisasi (40 %):

    Tepung Terigu (35 %) : Tapioka (25 %). Formulasi diatas

    memberikan adonan yang dapat dibentuk dan renyah setelah

    dipanggang.

    a. Prosedur Pembuatan Tepung Sukun dan Sukun Pragelatinisasi

    Sukun yang digunakan untuk pembuatan tepung sukun

    dan sukun pregelatinisasi adalah sukun yang sudah tua agar

    tepung yang dihasilkan berwarna putih. Pembuatan sukun

    pregelatinisasi dan tepung sukun dilakukan dengan cara kulit

  • 21

    buah sukun dikupas dan dibuang bagian hatinya lalu direndam

    dalam larutan Natrium metabisulfit, kemudian diblansir

    selama 5 menit. Daging buah sukun yang sudah diblansir

    dibagi menjadi 2 bagian untuk dibuat menjadi sukun

    pregelatinisasi dan untuk dibuat tepung sukun. Pembuatan

    sukun pragelatinisasi dilakukan dengan cara dikukus/pramasak

    selama 10 menit pada suhu 100oC lalu daging buah sukun

    pramasak dihaluskan dengan blender agar menjadi seperti

    adonan yang akan digunakan untuk pembuatan crackers.

    Pembuatan tepung sukun setelah diblansir dilanjutkan dengan

    pengirisan tipis-tipis, dikeringkan dalam mesin pengering pada

    suhu 60oC selama 10 jam. Hasil pengeringan dihancurkan

    dengan grinder sampai halus lalu diayak hingga menghasilkan

    sukun 80 mesh.

  • 22

    Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Sukun dan Sukun Pragelatinisasi

    Sukun

    Dikupas Kulit dan Dibuang bagian bonggolnya

    Diblansir selama 5 menit

    Direndam dalam larutan Natrium Metabisulfit

    Diiris tipis-tipis

    Pengeringan (Suhu 60oC)

    Penggilingan / Penepungan

    Pengayakan (Ukuran 80 mesh)

    Tepung Sukun

    Dikukus daging buah sukun selama 10 menit

    Dihaluskan dengan blender

    Sukun Pragelatinisasi

  • 23

    2. Penelitian Utama

    Penelitian utama ini bertujuan untuk mengetahui kadar air,

    kadar protein, kadar lemak, dan uji organoleptik terhadap tingkat

    kesukaan panelis terhadap formulasi tepung sukun, tapioka, dan

    tepung terigu yang dikombinasikan pada crackers.

    a. Prosedur Pembuatan Crackers

    Pembuatan crackers diawali dengan pencampuran

    semua bahan sampai homogen seperti sukun pragelatinisasi,

    tapioka, tepung terigu serta bahan tambahan lainnya

    (lemak 13 gr, ragi 2 gr, sodium bikarbonat 0,25 gr, gula 2 gr,

    garam 1,50 gr, susu skim 6 gr, air bersih 10 ml), selanjutnya

    dibentuk menjadi adonan dan difermentasi selama 1 jam.

    Adonan yang sudah difermentasi dipipihkan membentuk

    lembaran dengan tebal 4 mm. Setengah lembaran tersebut

    ditabur bahan pengisi (dust filling) seperti tepung

    sukun 25 gr, garam 0,50 gr dan sodium bikarbonat 0,50 gr.

    Bagian yang tidak diberi bahan pengisi dilipat menutup

    setengah bagian lembaran, setelah itu adonan dicetak dengan

    ukuran panjang 5 cm dan 3 cm. Dipanggang dalam oven pada

    suhu 110oC selama 20 menit.

  • 24

    Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Crackers dengan Sukun Pragelatinisasi

    Pencampuran Adonan

    Fermentasi Selama 1 Jam 30

    oC

    Dipipihkan Membentuk Lembaran

    Setengah Lembaran Ditambahkan Dust Filling

    Bagian yang Tidak Diberi Dust Filling Dilipat Menutup Setengah Bagian Lembaran

    Dicetak

    Dipanggang pada Suhu 110oC selama 20 Menit

    A1 = Sukun pragelatinisasi (60 %) : Tepung Terigu (25 %) : Tapioka (15 %)

    A2 = Sukun pragelatinisasi (50 %) : Tepung Terigu (30 %) : Tapioka (20 %)

    A3 = Sukun pragelatinisasi (40 %) : Tepung Terigu (35 %) : Tapioka (25 %)

    Lemak 13 gr, Ragi 2 gr,

    S.bikarbonat 0,25 gr,

    Gula 2 gr, Garam 1,50 gr, Susu skim 6 gr, Air bersih 10 ml

    Tepung Sukun 25 gr, Garam 0,50 gr dan

    Sodium bikarbonat

    0,50 gr.

    Crackers

    Analisa Kimia :

    Kadar air, Kadar protein, Uji organoleptik

    (warna, aroma,

    tekstur dan rasa)

  • 25

    b. Perlakuan Penelitian

    Perlakuan pembuatan adonan pada penelitian ini terdiri

    atas tiga perlakuan yaitu sebagai berikut :

    A1 = Sukun pragelatinisasi (60 %) : Tepung Terigu (25 %) :

    Tepung Tapioka (15 %)

    A2 = Sukun pragelatinisasi (50 %) : Tepung Terigu (30 %) :

    Tepung Tapioka (20 %)

    A3 = Sukun pragelatinisasi (40 %) : Tepung Terigu (35 %) :

    Tepung Tapioka (25 %)

    D. Parameter Pengamatan

    1. Komponen kimia utama yang diamati adalah kadar air dan kadar

    protein.

    2. Komponen sifat sensori atau organoleptik meliputi rasa, warna,

    aroma, dan tekstur.

    E. Metode Analisa

    a. Kadar Air (Sudarmadji dkk, 1984)

    Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 gram

    kemudian dimasukkan ke dalam cawan (porselen) yang telah

    diketahui beratnya. Setelah itu bahan dikeringkan dalam oven

    suhu 100-105oC selama 3-5 jam, selanjutnya didinginkan dalam

    desikator dan ditimbang. Bahan kemudian dikeringkan lagi dalam

  • 26

    oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan kemudian

    ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan.

    Perhitungan kadar air bahan dilakukan sebagai berikut :

    % Kadar Air =

    b. Kadar Protein (Sudarmadji dkk, 1984)

    Sejumlah kecil contoh ditimbang kurang lebih 0,5 gram dan

    dimasukkan kedalam labu khjedal 100 ml kemudian ditambahkan

    kurang lebih 1 gram selenium dan 10 ml H2SO4 pekat (teknis).

    Labu khjedhal bersama isinya digoyangkan sampai semua contoh

    terbasahi dengan H2SO4. Kemudian didekstruksi dalam lemari

    asam sampai jernih dan dibiarkan dingin kemudian tuang ke

    dalam labu ukur 100 ml dan dibilas dengan air suling. Setelah itu

    dibiarkan dingin kemudian diimpitkan tanda garis dengan air

    suling.

    Disiapkan labu yang terdiri dari 10 ml H3BO3 2 % + 4 tetes

    larutan indicator campuran dalam Erlenmeyer 100 ml. dipipet 5 ml

    larutan NaOH 30% dan 100 ml air suling kemudian disuling hingga

    volume penampung menjadi lebih kurang 50 ml. setelah itu dibilas

    ujung penyuling dengan air suling kemudian penampung bersama

    isinya dititrasi dengan larutan HCl atau H2SO4 0,0222 N

  • 27

    Kadar protein =

    Dimana : V1 = volume titrasi contoh

    N = Normaliter larutan HCl atau H2SO4 0,0222 N

    P = Faktor pengenceran = 100/5

    c. Uji Organoleptik (Rampengan dkk, 1985)

    Uji organoleptik yang dilakukan meliputi rasa, aroma dan

    tekstur dengan menggunakan 15 panelis semi terlatih. Bahan

    disajikan secara acak dengan kode tertentu. Pengujian merupakan

    uji kesukaan secara uji hedonik dengan skala 1-5 yaitu : (5) sangat

    suka, (4) suka, (3) agak suka, (2) tidak suka, (1) sangat tidak suka.

    d. Rancangan Percobaan

    Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dengan

    menggunakan metode deskriptif kuantitatif berdasarkan data hasil

    pengamatan parameter pengujian dengan tiga kali ulangan.

  • 28

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Penelitian Pendahuluan

    Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui

    penggunaan tepung sukun kering dan sukun pramasak atau

    pragelatinisasi pada pembuatan crackers. Hasil yang diperoleh

    menunjukkan bahwa crackers yang terbuat dari sukun pregelatinisasi

    lebih renyah dibandingkan dengan crackers dari tepung sukun kering.

    Penelitian ini dilanjutkan dengan menggunakan sukun pregelatinisasi

    dengan tiga formulasi terbaik yaitu A1=Sukun pragelatinisasi

    (60 %):Tepung Terigu (25 %):Tapioka (15 %), A2=Sukun

    pragelatinisasi (50 %): Tepung Terigu (30 %):Tapioka (20 %),

    A3=Sukun pragelatinisasi (40 %):Tepung Terigu (35 %):Tapioka

    (25 %). Formulasi diatas memberikan adonan yang dapat dibentuk

    dan renyah setelah dipanggang.

    B. Penelitian Utama

    1. Kadar Air

    Setiap bahan pangan mengandung air dalam jumlah yang

    berbeda-beda. Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui

    jumlah air yang terkandung dalam crackers. Jumlah kadar air

    dalam crackers pada Gambar 3 di bawah ini berkisar

    antara 4,74%-5,2%. Kadar air crackers berdasarkan Standar

    Nasional Indonesia yaitu maksimal 5%.

  • 29

    Gambar 3. Pengaruh Perbandingan Sukun Pragelatinisasi, Terigu dan Tapioka terhadap Kadar Air Crackers

    Hasil analisa kadar air crackers seperti yang terlihat pada

    Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar air terendah diperoleh pada

    perlakuan dengan perbandingan sukun pragelatinisasi 40%,

    terigu 35% dan tapioka 25% dengan nilai 4,74%. Sedangkan pada

    perbandingan sukun pragelatinisasi 60%, terigu 25% dan

    tapioka 15% nilai kadar air yang diperoleh adalah 5,2% dan

    perbandingan sukun pragelatinisasi 50%, terigu 30% dan

    tapioka 20% nilai kadar air yang diperoleh yaitu 5,32%.

    Hal tersebut disebabkan oleh penggunaan tepung terigu dan

    tapioka yang berbeda-beda pada setiap perlakuan. Tepung terigu

    dan tapioka mengandung pati sehingga dapat menyerap air.

    Selain itu, konsentrasi tepung yang digunakan dapat

    mempengaruhi tinggi rendahnya air suatu produk. Hal ini sesuai

    dengan pendapat Aswar (1995), bahwa fungsi bahan pengikat

    5.2 5.32

    4.74

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    Kad

    ar A

    ir (

    %)

    Perbandingan Sukun Pragelatinisasi : Tepung Terigu : Tapioka (%)

    60:25:15 50:30:20 40:35:25

  • 30

    seperti tepung adalah untuk memperbaiki stabilitas emulsi,

    menurunkan penyusutan akibat pemasakan, memberi warna yang

    terang, meningkatkan elastisitas produk, membentuk tekstur yang

    padat dan menarik air dari adonan.

    2. Kadar Protein

    Kandungan protein pada setiap bahan pangan mempunyai

    perananan penting sebagai zat pembangun dan pengatur dalam

    tubuh manusia. Hasil analisa kadar protein dalam crackers pada

    Gambar 4 di bawah ini berkisar antara 5,99%-6,29%.

    Gambar 4. Pengaruh Perbandingan Sukun Pragelatinisasi, Terigu dan Tapioka terhadap Kadar Protein Crackers

    Hasil uji kadar protein pada crackers dapat dilihat pada

    Gambar 4 yang menunjukkan bahwa pada perlakuan dengan

    perbandingan sukun pragelatinisasi 40%, terigu 35% dan

    tapioka 25% mempunyai kadar protein lebih tinggi yaitu 6,29%.

    5.99 6.13 6.29

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    Kad

    ar P

    rote

    in (

    %)

    Perbandingan Sukun Pragelatinisasi : Tepung Terigu : Tapioka (%)

    60:25:15 50:30:20 40:35:25

  • 31

    Sedangkan kadar protein terendah terdapat pada perlakuan

    dengan perbandingan sukun pragelatinisasi 60%, terigu 25% dan

    tapioka 15%. Perbedaan ini disebabkan oleh penggunaan tepung

    terigu yang berbeda-beda pada setiap perlakuan. Tepung terigu

    mengandung protein yang lebih banyak dibandingkan tapioka dan

    sukun. Selain itu, penambahan mentega dan susu skim yang

    merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi.

    Pernyataan tersebut didukung oleh Anonim (2011d), bahwa

    komponen yang dikandung oleh tepung terigu yang tidak terdapat

    pada tepung yang lain adalah protein gluten.

    3. Uji Organoleptik

    a. Warna

    Warna crackers dapat dilihat setelah proses

    pemanggangan selama 20 menit. Pada saat pemanggangan

    terjadi reaksi browning atau pencoklatan. Hasil uji oranoleptik

    warna crackers setelah pemanggangan dapat dilihat pada

    Gambar 5. Warna crackers pada perlakuan dengan kombinasi

    sukun pragelatinisasi 40%, terigu 35% dan tapioka 25% dan

    perlakuan dengan kombinasi sukun pragelatinisasi 50%,

    terigu 30% dan tapioka 20% disukai oleh panelis. Sedangkan

    perlakuan dengan kombinasi sukun pragelatinisasi 60%,

    terigu 25% dan tapioka 15% memperoleh skor 3,29% yang

    artinya agak disukai panelis.

  • 32

    Gambar 5. Pengaruh Perbandingan Sukun Pragelatinisasi, Terigu dan Tapioka terhadap Warna Crackers

    Proses pemanggangan mempengaruhi warna crackers

    karena pada saat pemanasan tersebut terjadi reaksi browning

    non enzimatis yaitu reaksi Maillard. Perbedaan warna crackers

    dikarenakan penambahan terigu yang berbeda-beda pada

    setiap perlakuan. Penggunaan tepung terigu mempengaruhi

    warna crackers. Tepung terigu mengandung protein sebagai

    sumber asam amino yang akan bereaksi dengan gula

    pereduksi pada saat pemanggangan sehingga menghasilkan

    warna kuning kecoklatan pada crackers. Hal ini didukung oleh

    Anonim (2011d) bahwa komponen yang dikandung oleh tepung

    terigu yang tidak terdapat pada tepung yang lain adalah protein

    gluten sebanyak 10,69 gram per 100 gram. Selain itu,

    pernyataan lain didukung oleh Schwedt (2005), bahwa reaksi

    pencokelatan yang terjadi antara gula reduksi dengan asam

    3.29

    3.78 3.99

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    4

    4.5

    War

    na

    (Sko

    r)

    Perbandingan Sukun Pragelatinisasi : Tepung Terigu : Tapioka (%)

    40:35:25 50:30:20 60:25:15

  • 33

    amino disebut dengan reaksi Maillard. Reaksi tersebut dapat

    menghasilkan perubahan warna dan aroma dan merupakan

    indikator untuk suatu proses pemanasan bahan pangan.

    b. Aroma

    Aroma suatu produk makanan menentukan kualitas dan

    tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Aroma

    produk crackers dipengaruhi oleh penambahan bahan

    tambahan seperti gula dan susu skim. Hasil uji organoleptik

    aroma crackers setelah pemanggangan dapat dilihat pada

    Gambar 6. Respon panelis terhadap aroma crackers

    menunjukkan nilai yang berkisar antara 3,71%-3,78% yang

    artinya disukai panelis.

    Gambar 6. Pengaruh Perbandingan Sukun Pragelatinisasi, Terigu dan Tapioka terhadap Aroma Crackers

    3.71 3.76 3.78

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    4

    4.5

    Aro

    ma

    (Sko

    r)

    Perbandingan Sukun Pragelatinisasi : Tepung Terigu : Tapioka (%)

    60:25:15 50:30:20 40:35:25

  • 34

    Kesukaan panelis terhadap aroma crackers ini

    disebabkan penggunaan tepung terigu yang mengandung

    protein lebih banyak dibandingkan tapioka dan sukun. Selain

    itu, penambahan gula, lemak dan susu skim akan membentuk

    aroma khas pada crackers. Pada saat pemanggangan terjadi

    reaksi antara gula pereduksi dengan asam amino yang berasal

    dari protein yang terkandung dalam tepung terigu dan bahan

    tambahan lainnya sehingga terbentuk aroma, dan adanya

    penambahan susu skim dan lemak yang dapat meningkatkan

    aroma crackers. Pernyataan tersebut didukung oleh

    Schwedt (2005), bahwa reaksi pencokelatan yang terjadi antara

    gula reduksi dengan asam amino disebut dengan reaksi

    Maillard. Reaksi tersebut dapat menghasilkan perubahan warna

    dan aroma dan merupakan indikator untuk suatu proses

    pemanasan bahan pangan. Hal yang sama juga didukung oleh

    pendapat (Smith, 1972), bahwa susu yang digunakan adalah

    susu skim/susu bubuk. Fungsi susu dalam pembuatan biscuit

    crackers yaitu menambah nilai gizi, menambah rasa dan

    aroma. Pernyataan lainnya didukung oleh (Anonim, 2011f),

    bahwa penggunaan mentega membuat biscuit crackers lebih

    gurih dan aroma lebih enak.

  • 35

    c. Tekstur

    Kelayakan suatu produk makanan selain dari segi rasa,

    warna dan aroma dapat ditentukan juga oleh tekstur produk

    tersebut. Pada produk makanan seperti crackers umumnya

    teksturnya renyah dan bila dipotong penampang potongannya

    berlapis-lapis. Hasil uji tekstur crackers dapat dilihat pada

    Gambar 7 yang menunjukkan bahwa perlakuan sukun

    pragelatinisasi 40%, terigu 35%, tapioka 25% memperoleh

    skor 4,11% dan sukun pragelatinisasi 50%, terigu 30%,

    tapioka 20% dengan skor 3,58% yang masing-masing disukai

    oleh panelis. Sedangkan pada perlakuan sukun

    pragelatinisasi 60%, terigu 25% dan tapioka 15% memperoleh

    skor 3,31% yang artinya agak disukai panelis.

    Gambar 7. Pengaruh Perbandingan Sukun Pragelatinisasi, Terigu dan Tapioka terhadap Tekstur Crackers

    3.31 3.58

    4.11

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    4

    4.5

    Teks

    tur

    (Sko

    r)

    Perbandingan Sukun Pragelatinisasi : Tepung Terigu : Tapioka (%)

    40:35:25 60:25:15 50:30:20

  • 36

    Uji tekstur menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai

    crackers dengan skor 4,11% dan 3,58%. Hal ini dikarenakan

    penggunaan tepung tapioka yang mengandung amilopektin

    lebih banyak dibandingkan perlakuan dengan skor 3,31%

    sehingga memperbaiki tekstur crackers. Amilopektin berfungsi

    memberikan sifat renyah dan garing pada crackers.

    Penambahan gula dan mentega putih juga memberikan

    pengaruh terhadap tekstur produk crackers. Hal ini sesuai

    dengan pendapat Djafar dkk (2000) bahwa dengan

    penambahan tapioka ini maka produk makanan akan

    mempunyai keunggulan kualitas baik kenampakan secara fisik,

    tekstur, rasa, warna, tingkat kegurihan, zat gizi ataupun proses

    pengolahan yang lebih, mudah dan cepat. Pernyataan lainnya

    didukung oleh pendapat Winarno (2004), bahwa kadar gula

    yang tinggi dapat menyebabkan adonan keras dan regas

    (mudah patah), daya lekat adonan tinggi, adonan kuat dan

    setelah dipanggang bentuk kue kering menyebar dan mentega

    putih yang fungsinya adalah untuk memperbaiki cita rasa,

    struktur, tekstur, keempukan dan memperbesar volume kue.

    d. Rasa

    Rasa produk crackers ditentukan dari hasil uji

    organoleptik terhada panelis. Uji rasa crackers ini melibatkan

    panca indera lidah, sehingga dapat diketahui tingkat

  • 37

    kesukaan konsumen terhadap rasa produk crackers. Hasil uji

    organoleptik terhadap rasa crackers dapat dilihat pada

    Gambar 8 menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap rasa

    crackers berkisar antara 3,58%-4,02%. Masing-masing

    perlakuan disukai oleh panelis.

    Gambar 8. Pengaruh Perbandingan Sukun Pragelatinisasi, Terigu dan Tapioka terhadap Rasa Crackers

    Kesukaan panelis terhada rasa crackers sangat

    dipengaruhi oleh penambahan bahan tambahan seperti

    mentega putih, susu skim dan garam. Penambahan mentega

    putih dapat meningkatkan cita rasa pada suatu produk pangan.

    Selain itu, susu skim juga memberikan rasa susu yang khas

    pada crackers sehingga disukai panelis serta penambahan

    garam yang memberikan rasa asin pada crackers. Hal ini

    sesuai dengan pernyataan Winarno (2004), bahwa mentega

    putih ini banyak digunakan dalam pembuatan cake dan kue

    yang dipanggang. Fungsinya adalah untuk memperbaiki cita

    3.58 4.02 3.91

    0

    0.5

    1

    1.5

    2

    2.5

    3

    3.5

    4

    4.5

    Ras

    a (S

    kor)

    Perbandingan Sukun Pragelatinisasi : Tepung Terigu : Tapioka (%)

    50:30:20 40:35:25 60:25:15

  • 38

    rasa, struktur, tekstur, keempukan dan memperbesar volume

    kue. Pernyataan yang sama juga didukung oleh Smith (1972),

    bahwa fungsi susu dalam pembuatan biscuit crackers yaitu

    menambah nilai gizi, menambah rasa dan aroma. Susu skim

    memberikan cita rasa susu yang digemari oleh panelis. Selain

    itu, pendapat yang sama juga didukung oleh Winarno (2004),

    bahwa garam (natrium klorida) merupakan suatu zat asam

    basa yang digunakan dalam makanan sebagai pemberi

    rasa asin.

  • 39

    V. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai

    berikut :

    1. Perlakuan terbaik berdasarkan uji kadar air dan organoletik (warna,

    aroma, tekstur dan rasa), namun kadar proteinnya 6,29% (belum

    sesuai standar SNI minimal 8%) yaitu perlakuan dengan kombinasi

    sukun pragelatinisasi 40%, tepung terigu 35% dan tapioka 25%.

    2. Produk crackers yang terbuat dari sukun pragelatinisasi memiliki

    tekstur yang renyah dan mudah patah dibandingkan crackers yang

    menggunakan tepung sukun kering yang menghasilkan crackers

    yang keras.

    B. Saran

    Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan penambahan

    tepung tempe atau sumber protein lainnya untuk menambah nilai

    gizi crackers.

  • 40

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim, 2010. Tepung Tapioka. http://www.warintek.ristek.go.id/tepungtapioka.pdf. Akses Tanggal 5 Oktober 2011, Makassar

    Anonim, 2011a. Pembuatan Tepung Sukun. http://www.google.co.id/pust

    aka.litbang.deptan.go.id%2Fpublikasi%2Fwr252037.pdf. Akses Tanggal 5 Oktober 2011, Makassar

    Anonim, 2011b. Produk Hasil Olahan Sukun. http://dapurpengolahan.blo

    gspot.com/2011/01/produk-hasil-olahan-sukun.html. Akses Tanggal 5 Oktober 2011, Makassar

    Anonim, 2011c. Tepung Terigu. http://23398tepungterigu.htm.Akses Tang

    gal 5 Oktober 2011, Makassar Anonim, 2012. Pemanggangan. http://www.halalguide.info/2009/03/03/sh

    ortening-si-lemak-putih/ Akses Tanggal 5 Oktober 2011, Makassar Aswar. 1995. Pembuatan Fish Nugget dari Ikan Nila Merah

    (Oreochromis sp.). Skripsi Jurusan Teknologi Hasil perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

    Booth, R., Gordon. 2005. Snack Food. Van Nostrand Reinhold, New

    York. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G. H. Fleet and M. Wootton. 2009. Food

    Science. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono dalam Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

    Djafar, Titek. F, Siiti Rahayu dan Rob Mudjisihono. 2000. Teknologi

    Pengolahan Sagu. Kanisius, Yogyakarta. Djuarni, N., Silvana M.D., Yohannes dan Rumawa Maukar. 1985. Tata

    Laksana Makanan. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Indonesia Timur, Ujung Pandang.

    Fardiaz, D., Anton A., Ni Luh P., Sedarnawati Y., Slamet B. 1989.

    Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

    Hendriko. 2011. Biscuit Crackers. http://Biscuit Crackers Substitusi

    Tepung Tempe Kedelai Sebagai Alternatif Makanan Kecil Bergizi Tinggi _ Free Download Ebook.htm. Akses Tanggal 5 Oktober 2011, Makassar.

  • 41

    Kartika, B. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta : UGM.

    Manley Duncan, Technology of Biscuits, Crackers and Cookies,

    Woodhead Publishing Limited, Third Edition, Chapter 3, Savoury or Snack Crackers, New York, NY, pp 247-248, 1998.

    Nopianto, E. 2009. Pati. http://eckonopianto.blogspot.com/2009/04/pati.ht

    ml. Akses Tanggal 1 Agustus 2012, Makassar. Rampengan, V.J. Pontoh dan D.T. Sembel. 1985. Dasar-dasar

    Pengawasn Mutu Pangan. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang.

    Salma, L. 2008. Titik Kritis kehalalan bahan pembuat produk

    bakery dan Kue. http://lindasalma.multiply.com/journal/item/24?&itemid=24&view:replies=reverse. Akses Tanggal 5 Oktober 2011, Makassar.

    Schwedt, G. 2005. Taschenatlas der Lebensmittelchemie. WILEY-VECH

    Verlag, Weinheim. Smith. W. H. 1972. Biscuit, Crackers and Cookies Technology

    Production and Management. London : Aplied Science Publisher : LTD.

    Standar Nasional Indonesia. 1992. Syarat Mutu Biscuit. Departemen

    Perinduustrian RI. Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, 1996. Analisa Bahan Makanan

    dan Pertanian. Liberty Yogyakarta Bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

    Sutomo, B. 2011. Memilih Tepung Terigu. http://budiboga.blogspot.com/

    2006/05/memilih-tepung-terigu-yang-benar-untuk.html. Akses Tanggal 5 Oktober 2011, Makassar.

    Utama, H. 2011. Shortening. http://www.halalguide.info/2009/03/03/short

    ening-si-lemak-putih/. Akses Tanggal 5 Oktober 2011, Makassar. Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama,

    Jakarta.

  • 42

    LAMPIRAN

    Lampiran 1. Tabel Hasil Pengukuran Kadar Air Crackers

    No Perlakuan

    Berat

    Cawan

    Kosong

    Berat

    Sampel

    Berat

    setelah Oven % Air

    1. A1U1 12,416 1,210 13,548 6,45

    2. A1U2 14,528 1,104 15,575 5,16

    3. A1U3 10,644 1,203 11,799 3,99

    4. A2U1 12,228 1,268 13,410 6,78

    5. A2U2 12,346 1,279 13,573 4,07

    6. A2U3 13,138 1,468 14,531 5,11

    7. A3U1 12,492 1,282 13,702 5,62

    8. A3U2 11,415 1,335 12,690 4,49

    9. A3U3 12,458 1,268 13,674 4,10

    Sumber : Data Sekunder Hasil Penelitian Pembuatan Crackers, 2012.

    Lampiran 2. Tabel Rata-rata Kadar Air dari 3 ulangan

    Perlakuan Ulangan

    Total Rata-rata (%) I II III

    A1 6,45 5,16 3,99 15,60 5,20

    A2 6,78 4,07 5,11 15,96 5,32

    A3 5,62 4,49 4,10 14,21 4,07

    Total 19,85 13,72 13,20 46,77 15,59

    Sumber : Data Sekunder Hasil Penelitian Pembuatan Crackers, 2012.

  • 43

    Lampiran 3. Tabel Hasil Pengukuran Kadar Protein Crackers

    No Perlakuan Berat

    Sampel (mg)

    Volume Titrasi

    (ml) Pengenceran

    N. H2SO4

    % Protein

    1. A1U1 1027 2,55 100 / 5 = 20 0,0142 6,17

    2. A1U2 1183 2,80 100 / 5 = 20 0,0142 5,88

    3. A1U3 1052 2,50 100 / 5 = 20 0,0142 5,91

    4. A2U1 1041 2,55 100 / 5 = 20 0,0142 6,09

    5. A2U2 1036 2,65 100 / 5 = 20 0,0142 6,36

    6. A2U3 1065 2,55 100 / 5 = 20 0,0142 5,95

    7. A3U1 1238 3,00 100 / 5 = 20 0,0142 6,02

    8. A3U2 1245 3,20 100 / 5 = 20 0,0142 6,39

    9. A3U3 1115 2,90 100 / 5 = 20 0,0142 6,46

    Sumber : Data Sekunder Hasil Penelitian Pembuatan Crackers, 2012.

    Lampiran 4. Tabel Rata-rata Kadar Protein dari 3 kali Ulangan

    Perlakuan Ulangan

    Total Rata-rata (%)

    I II III

    A1 6,17 5,88 5,91 17,96 5,99

    A2 6,09 6,36 5,95 18,40 6,13

    A3 6,02 6,39 6,46 18,87 6,29

    Total 18,28 18,63 18,32 55,23 18,41

    Sumber : Data Sekunder Hasil Penelitian Pembuatan Crackers, 2012.

  • 44

    Lampiran 5. Tabel Hasil Pengujian Organoleptik

    Ulangan 1 Panelis Uji Organoleptik

    Warna Aroma Tekstur Rasa

    543 205 151 543 205 151 543 205 151 543 205 151

    Eni 3 2 4 2 4 4 4 2 5 3 5 4

    Wiwie 3 3 3 4 3 4 2 3 4 3 3 4

    Neny 3 4 3 3 4 5 2 4 5 3 4 5

    Kiky 3 4 5 2 3 4 4 3 4 4 4 5

    Ririen 4 2 3 3 3 4 3 2 4 3 2 4

    Ilma 3 4 5 4 4 3 3 2 5 4 2 2

    Firman 2 4 5 4 5 5 3 4 5 3 5 3

    Idar 3 2 3 3 2 4 1 2 3 3 2 4

    Asho 3 4 3 5 3 4 4 4 4 4 3 4

    Lia 4 5 3 4 3 5 2 3 3 3 4 4

    Susan 4 4 5 5 3 4 5 4 3 4 4 5

    Tenri 3 2 4 4 4 4 2 3 3 2 3 3

    Icha 4 4 4 5 4 3 3 3 5 5 4 4

    Naya 4 4 5 4 4 5 3 3 5 3 3 5

    Alim 3 2 4 5 4 3 2 4 3 3 2 5

    Jumlah 49 50 59 57 53 61 44 46 61 50 50 61

    Rata2 3,27 3,33 3,93 3,80 3,53 4,07 2,93 3,07 4,07 3,33 3,33 4,07

    Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Pembuatan Crackers, 2012.

    Ulangan 2 Panelis Uji Organoleptik

    Warna Aroma Tekstur Rasa

    543 205 151 543 205 151 543 205 151 543 205 151

    Eni 2 5 4 5 3 3 5 3 5 3 4 5

    Wiwie 3 4 3 2 3 3 3 4 4 4 4 3

    Neny 1 3 5 3 4 5 3 4 5 3 4 5

    Kiky 4 4 4 3 3 4 4 4 5 3 4 4

    Ririen 4 2 5 3 4 3 4 3 2 3 5 4

    Ilma 2 4 4 3 4 4 2 4 4 3 4 3

    Firman 5 3 3 3 5 3 4 4 5 3 5 4

    Idar 3 3 4 4 3 5 4 2 5 4 2 5

    Asho 4 4 5 4 5 4 4 4 4 5 3 4

    Lia 3 5 4 3 5 4 3 5 4 3 5 4

    Susan 4 4 5 5 5 4 4 5 4 4 4 5

    Tenri 3 4 4 5 4 5 3 3 4 4 4 4

    Icha 4 5 5 5 5 4 4 5 4 4 5 3

    Naya 4 4 4 2 3 2 3 4 3 4 4 4

    Alim 3 4 3 4 3 3 4 3 3 4 3 2

    Jumlah 49 59 62 54 55 56 54 57 61 54 60 54

    Rata2 3,27 3,93 4,13 3,60 3,67 3,73 3,60 3,80 4,07 3,60 4,00 3,60

    Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Pembuatan Crackers, 2012.

  • 45

    Lampiran 5 Lanjutan. Tabel Hasil Pengujian Organoleptik

    Ulangan 3 Panelis Uji Organoleptik

    Warna Aroma Tekstur Rasa

    543 205 151 543 205 151 543 205 151 543 205 151

    Eni 2 5 3 4 4 5 3 4 3 4 5 3

    Wiwie 3 4 3 2 3 3 4 4 4 4 3 4

    Neny 4 4 5 4 4 4 4 3 3 4 4 4

    Kiky 4 4 5 5 4 4 4 5 5 5 4 4

    Ririen 3 5 4 4 5 2 3 4 2 4 5 3

    Ilma 3 2 4 3 4 3 2 4 3 3 4 4

    Firman 4 5 4 4 5 4 3 4 5 4 4 5

    Idar 2 3 3 4 4 4 3 4 5 3 4 5

    Asho 4 4 4 3 4 4 2 3 4 2 3 4

    Lia 4 4 4 4 4 5 4 5 5 4 5 4

    Susan 3 5 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4

    Tenri 3 4 3 4 4 4 4 2 5 4 4 4

    Icha 4 5 4 4 4 3 3 4 5 3 5 4

    Naya 3 4 5 3 4 5 4 4 5 4 4 5

    Alim 4 3 4 4 3 4 4 3 5 5 4 4

    Jumlah 50 61 59 56 61 53 51 58 63 57 62 61

    Rata2 3,33 4,07 3,93 3,73 4,07 3,53 3,40 3,87 4,20 3,80 4,13 4,07

    Sumber : Data Primer Hasil Penelitian Pembuatan Crackers, 2012.

    Keterangan

    5 = Sangat Suka

    4 = Suka

    3 = Agak Suka

    2 = Tidak Suka

    1 = Sangat Tidak Suka

  • 46

    Lampiran 6. Gambar Produk Crackers dengan Berbagai Perlakuan

    Keterangan :

    A1 = Sukun pregelatinisasi (60 %) : Tepung Terigu (25 %) : Tepung

    Tapioka (15 %)

    A2 = Sukun pregelatinisasi (50 %) : Tepung Terigu (30 %) : Tepung

    Tapioka (20 %)

    A3 = Sukun pregelatinisasi (40 %) : Tepung Terigu (35 %) : Tepung

    Tapioka (25 %)