skripsi yenita rica s
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan di Indonesia membutuhkan sumber daya manusia
yang berkualitas. Manusia yang berkualitas yaitu manusia yang memiliki
ilmu pengetahuan yang mampu bersaing dengan bangsa lain. Dalam upaya
pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas tersebut, peran
pendidikan sangat besar. Upaya pengembangan sumber daya manusia
tersebut tercakup dalam tujuan dan fungsi pendidikan.
Undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003
pasal 1 ayat 1 menyatakan :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pada proses pelaksanaan pendidikan di sekolah, guru mempunyai
peranan utama dalam membimbing anak agar mencapai tujuan yang
diharapkan, dimana semuanya menentukan keberhasilan anak dalam
mencapai tujuan. Metode dan keputusan guru dalam proses pembelajaran
sangat menentukan keberhasilan anak didiknya.
Dalam interaksi belajar mengajar, seorang guru sebagai pengajar
akan berusaha secara maksimal dengan menggunakan berbagai
keterampilan dan kemampuannya agar anak dapat mencapai tujuan yang
1
diharapkan. Oleh karena itu, guru harus dapat menciptakan situasi dimana
agar anak dapat belajar, sebab sebenarnya proses belajar mengajar belum
dapat dikatakan berakhir bila anak belum dapat belajar dan mengalami
perubahan tingkah laku. Karena perubahan tingkah laku itu sendiri
merupakan hasil belajar. Perubahan tingkah laku dapat diartikan sebagai
perubahan yang mencakup aspek yaitu aspek kognitif, apektif, dan
psikomotorik. Untuk itu, guru berkewajiban meningkatkan kemampuan
profesionalnya, terutama dalam hal pengaktifan siswa dalam belajar.
Sebagai seorang guru diharapkan membantu peserta didik untuk
dapat menerima, memahami, serta menguasai ilmu pengetahuan. Untuk
itu, guru hendaknya mampu mengaktifkan siswa pada saat proses belajar
mengajar berlangsung. Pengaktifan tersebut dapat dilakukan dengan
memberikan motivasi belajar dan hasil belajar yang lebih baik.
Motivasi sebaiknya timbul dari kesadaran yang tinggi untuk
mendidik peserta didik menjadi warga negara yang baik. Motivasi belajar
menuntut sikap tanggap dari pihak guru serta kemampuan untuk
mendorong motivasi dengan berbagai upaya pembelajaran. Oleh karena
itu, untuk meningkatkan motivasi belajar hendaknya guru menggunakan
pendekatan-pendekatan yang tepat dan sesuai dengan kondisi belajar
sehingga proses belajar mengajar dapat terlaksana secara efektif dan
efisien serta hasil belajarnya pun lebih sempurnah. Guru sebagai
penyampai materi, harus memiliki pendekatan yang sesuai, sehingga
materi yang disampaikan bisa diterima oleh seluruh siswa, dengan
2
memperhatikan prinsip-prinsip induvidual siswa, dimana dalam satu kelas
tingkat kemampuan siswa dalam menangkap pelajaran berbeda-beda, ada
yang cepat dan ada yang lambat.
Dari hasil pengetahuan saya, selama ini guru menggunakan
pendekatan belajar dengan sistem yang kurang bervariasi. Sementara
secara karakteristik 40 orang siswa berarti 40 macam karakteristik yang
ada. Dengan pendekatan sistem individu ini memungkinkan anak yang
lamban maju menurut kemampuan masing-masing secara penuh dan tepat,
pelajarannya lebih mementingkan perbedaan individual siswa bila ada
kesulitan-kesulitan yang dihadapi, dan memungkinkan anak maju secara
optimal dengan mengembangkan kemampuan yang ada padanya, secara
umpan balik yang diberikan guru lebih konsisten dengan kebutuhan siswa.
Maka disinilah guru dituntut menggunakan pendekatan yang sesuai
dengan tingkat kemampuan siswa. Dalam proses belajar mengajar, guru
harus bisa menciptakan suasana belajar yang melibatkan siswa secara
aktif. Atas pemikiran tersebut, maka dengan pendekatan sistem individu
ini diharapkan menjadi solusi tepat dalam merangsang timbulnya motivasi
belajar siswa pada pembelajaran fisika. Strategi belajar mengajar
individual memungkinkan siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan
potensialnya, juga memungkinkan setiap siswa dapat menguasai seluruh
bahan pelajaran secara penuh.
Sejalan dengan hal itu, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan berjudul "Pengaruh Pembelajaran Fisika Dengan
3
Pengajaran Sistem Individu (Personalized System Of Instruction)
Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Getaran Kelas VIII
SMP Negeri 9 Lubuklinggau".
B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
1. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Adakah pengaruh
yang signifikan pada pembelajaran fisika dengan pengajaran sistem
individu terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan getaran di SMP
Negeri 9 Lubuklinggau?
2. Batasan Masalah
Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dan supaya
gambaran penelitian ini jelas, terarah, dan dapat mencapai sasaran maka
perlu batasan sebagai berikut :
a. Hanya dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Lubuklinggau
b. Materi yang diajarkan adalah materi tentang getaran.
c. Hasil belajar fisika yang dimaksud dalam penelitian ini hanya dibatasi
pada aspek kognitif siswa yang dapat dilihat dari nilai yang diperoleh dari
tes hasil belajar.
4
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pembelajaran fisika dengan pengajaran sistem individu terhadap hasil
belajar siswa pada pokok bahasan getaran di SMP Negeri 9 Lubuklinggau
Kelas VIII.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Bagi siswa, dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan siswa bisa
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari khususnya pada pokok
bahasan Getaran
2. Bagi guru, sebagai bahan masukan bagi guru tentang salah satu alternatif
pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar
siswa dan aktivitas siswa, sekaligus untuk meningkatkan prestasi belajar
siswa dengan pengajaran sistem individu.
3. Bagi sekolah, Penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi sekolah
berupa perbaikan proses pembelajaran yang diharapkan meningkatkan
citra sekolah dan kualitas lulusan SMP Negeri 9 Lubuklinggau.
E. Anggapan Dasar
Adapun yang menjadi angapan dasar dalam penelitian ini adalah
sikap guru mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar siswa dan model
5
pengajaran yang diterapkan guru mempengaruhi penguasaan konsep dan
motivasi dari hasil belajar siswa.
F. Definisi Istilah
Menghindari kesalah pahaman dan penafsiran yang keliru serta
untuk memperoleh batasan yang jelas dari istilah-istilah yang digunakan
dalam penelitian ini, maka perlu diberikan penjelasan istilah sebagai
berikut :
1. Pengajaran individu adalah kegiatan yang menekankan bantuan dan
bimbingan belajar kepada individu (Dimyati:1994).
2. Pengajaran individu adalah pengajaran yang diberikan guru kepada
seseorang murid dalam kelas ataupun luar kelas, dalam hal ini guru harus
memandang murid sebagai individu atau satu kesatauan yang bulat yang
berbeda antara satu dengan yang lain (Roestiyah:1994).
3. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tidak belajar dan tidak
mengajar, hasil-hasil dari kegiatan belajar itu disebut prestasi belajar. Hasil
belajar merupakan prestasi belajar yang telah dicapai. Prestasi belajar
mempunyai pengertian yang sama dengan hasil belajar yaitu suatu bukti
keberhasilan seseorang dalam mempelajari materi pelajaran disekolah
yang dinyatakan dalam bentuk nilai yang diperoleh dari hasil tes yang
diberikan.
6
BAB IIKAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritik
1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan bagian kehidupan bagi manusia yang berkaitan
dengan berbagai hal yang terjadi dalam diri manusia sebagai pelajar.
Berbagai hal tersebut akan didukung adanya perubahan tingkah laku yang
sesuai dengan hasil belajar. Para ahli pendidikan dalam memberikan
pengertian belajar berbeda satu sama lain namun pada intinya mempunyai
kesamaan. Sujana (1995:5) menyatakan bahwa:
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.
Menurut Gagne (dalam Syaiful, 2009:13) belajar adalah suatu proses
dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari
pengalamanan, selain itu menurut Hamalik (1992:21) menyatakan bahwa:
”Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perbuatan dari seseorang
yang dinyatakan dalam cara-cara tingkah laku yang baru berkat
pengalaman dan latihan”. Slameto (2003:2) memberikan definisi tentang
pengertian belajar sebagai berikut: "Belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri
7
dalam interaksi dengan lingkuangannya". Sedangkan menurut (Djamarah,
2002:13) belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu
dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif
dan psikomotor.
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan
atau perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam
cara-cara tingkah laku yang baru karena adanya pengalaman dan latihan.
a. Prinsip-prinsip Belajar
Prinsip-prinsip belajar menurut Slameto (2003:27-28):
1. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar adalah
a) Dalam belajar tiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif,
meningkatkan minat dan bimbingan untuk mencapai tujuan
instruksional
b) Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang
kuat pada siswa untuk mencapai tujuan intruksional
c) Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat
mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan
efektif
d) Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya
8
2. Sesuai hakikat belajar
a) Belajar itu proses kontinyu maka harus tahap demi tahap menurut
perkembangannya
b) Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery
(pertemuan)
c) Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang
satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapat pengertian yang
diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan response yang
diharapkan
3. Sesuai materi/bahan yang harus diharapkan
a) Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur,
penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap
pengertiannya
b) Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai
dengan tujuan instruksionalnya yang harus dicapainya
4. Syarat keberhasilan belajar
a) Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar
dengan tenang
b) Repetisi,dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar
pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada siswa
c) Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur,
penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap
pengertiannya
9
b. Tujuan Belajar
Tujuan belajar menurut Sardiman (2007:25-28) adalah :
Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya
sistem lingkungan (kondisi) belajar yang lebih kondusif. Hal ini akan
berkaitan erat dengan kegiatan mengajar. Mengajar diartikan sebagai suatu
usaha penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya
proses belajar. Sistem lingkungan belajar ini sendiri terdiri atau
dipengaruhi oleh berbagai komponen yang masing-masing akan
mempengaruhi. Komponen-komponen itu misalnya tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai, materi yang ingin diajarkan, guru dan siswa yang
memainkan peranan serta dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan
yang dilakukan serta sarana dan prasarana belajar mengajar yang tersedia.
Komponen-komponen sistem lingkungan itu saling mempengaruhi
bervariasi sehingga setiap peristiwa belajar memiliki profil yang unik dan
kompleks. Masing-masing profil sistem lingkungan belajar, diperuntukan
belajar yang berbeda dengan kata lain, untuk mencapai tujuan belajar
tertentu harus diciptakan sistem lingkungan belajar yang tertentu pula.
Tujuan belajar untuk mengembangkan nilai afeksi memerlukan penciptaan
sistem lingkungan yang berbeda dengan sistem yang dibutuhkan untuk
tujuan belajar mengembangkan gerak, dan begitu seterusnya.
Dalam uraian diatas, kalau dirangkum dan ditinjau secara umum,
maka tujuan belajar itu ada tiga jenis.
10
1. Untuk Mendapatkan Pengetahuan
Hal ini ditandai dengan kemampuan berfikir. Pemilikan
pengetahuan dan kemampuan berfikir sebagai yang tidak dapat dipisahkan,
dengan kata lain tidak dapat mengembangkan kemampuan berfikir tanpa
bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berfikir akan memperkaya
pengetahuan. Tujuan inilah yang memiliki kecenderungan lebih besar
perkembangannya didalam kegiatan belajar. Dalam hal ini peranan guru
sebagai pengajar lebih menonjol.
Adapun jenis interaksi atau cara yang dipergunakan untuk
kepentingan itu pada umumnya dengan model kuliah (presentasi),
pemberian tugas-tugas bacaan. dengan cara demikian anak didik atau
siswa akan diberikan pengetahuan sehingga menembah pengetahuannya
dan sekaligus untuk mengembangkan cara berfikir dalam rangka
memperkaya pengetahuannya.
2. Peranan Konsep dan Keterampilan
Penenaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan
suatu keterampilan. Jadi soal keterampilan yang bersifat jasmani ataupun
rohani. Keterampilaan jasmaniah adalah keterampilan-keterampilan yang
dapat dilihat, diamati, sehingga akan menitik beratkan pada keterampilan
gerak atau penampilan dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar.
Termasuk dalam hal masalah-masalah ”teknik” dan ”pengulangan”.
Sedangkan keterampilan rohani lebih rumit, karena tidak selalu berurusan
dengan masalah-masalah keterampilan yang dapat dilihat bagaimana ujung
11
pangkalnya, tetapi lebih abstrak, menyangkut persoalan-persoalan
penghayatan dan keterampilan berfikir serta kreativitas untuk
menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep. Jadi semata-
mata bukan soal ”pengulangan” tetapi mencari jawaban yang cepat dan
tepat.
Keterampilan memang dapat dididik, yaitu dengan banyak melatih
kemampuan. Demikian juga mengungkapkan perasaan melalui bahasa tulis
atau lisan, bukan soal kosa kata atau tata bahasa, semua memerlukan
banyak latihan. Interaksi yang mengarah pada pencapaian keterampilan itu
akan menuruti kaidah-kaidah tertentu dan bukan semata-mata hanya
menghafal atau meniru.
3. Pembentukan Sikap
Dalam menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi anak
didik, guru harus lebih baik dan hati-hati dalam pendekatanya. Untuk ini
dibutuhkan kecakapan mengarahkan motivasi dan berpikir dengan tidak
lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh atau model.
Dalam interaksi belajar mengajar, seorang guru akan senantiasa
diobservasi, dilihat, didengar dan ditiru semua perilakunya oleh siswa.
Dari proses observasi siswa mungkin juga menirukan perilaku gurunya,
sehingga diharapakan terjadi proses internalisasi yang dapat
menumbuhkan proses penghayatan pada setiap diri siswa untuk kemudian
diamalkan.
12
Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik, tidak akan
terlepas dari sosl-soal penanaman nilai. Oleh karena itu, guru tidak sekedar
”pengajar”, tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan memindahkan
nilai-nilai itu kepada anak didiknya. Dengan dilandasi nilai-nilai itu anak
didik atau siswa akan tumbuh kesadaran dan kemauannya, untuk
mempraktikkan segala sesuatu yang sudah dipelajarinya.
Jadi pada intinya, tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan
pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap mental atau nilai-nilai.
Pencapaian tujuan belajar berati akan menghasilakan, hasil belajar.
2. Pengertian Fisika
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu kumpulan
pengetahuan yang tersusun secara sistematis tentang gejala-gejala alam.
Pengertian IPA tidak hanya ditunjukkan dari kumpulan fakta tetapi dengan
kumpulan metode ilmiah. Mata pelajaran fisika merupakan bagian dari
IPA. Ada beberapa pendapat yang mendefinisikan fisika. Menurut
pendapat Brockhaus (dalam Ardhaningsih, 2007:10) menyatakan bahwa:
Fisika adalah ilmu yang mempelajari kejadian alam yang memungkinkan penelitian dengan percobaan, pengukuran apa yang didapat, penyajian secara matematis dan berdasarkan peraturan-peraturan umum.
Definisi fisika yang merupakan cabang dari IPA berdasarkan
kurikulum SMP 2006 adalah:
Salah satu ilmu dalam rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan analisis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan alam
13
sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika, serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri.
Secara garis besar, fisika adalah ilmu pengetahuan alam (IPA) atau
sains yang mempelajari peristiwa-peristiwa alam melalui analisis dengan
menggunakan matematika sehingga menghasilkan konsep, teori, dan
hukum.
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan dapat dinyatakan
bahwa fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejadian-kejadian
alam yang hasilnya dapat dirumuskan dalam bentuk definisi ilmiah dan
persamaan matematis. Dalam mempelajarinya memungkinkan dilakukan
dengan pengamatan, eksperimen maupun teori. Demikian seterusnya
antara yang satu dengan yang lain saling mengkait menuju kearah yang
lebih sempurna. Fisika meliputi proses, sikap, dan produk. Proses fisika
berupa aktivitas-aktivitas yang bertujuan mempelajari, menggali, mencari,
dan menyelidiki kejadian alam. Sikap fisika berupa sikap mental yang
diperlukan selama melakukan proses kegiatan fisika (jujur, terbuka, kritis,
menghargai pendapat orang lain). Produk fisika adalah hasil kegiatan fisika
berupa konsep, hukum dan teori yang tersusun berdasarkan fakta-fakta
alam.
Tujuan Pengajaran Fisika di SMP
Setiap kegiatan atau pekerjaan sudah pasti ada tujuan yang hendak
dicapai juga dalam pengajaran fisika di SMP ada tujuan yang hendak
dicapai baik secara umum maupun secara khusus.
14
Tujuan umum pengajaran fisika di SMP adalah:
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan
didalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang melalui latihan
bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat,
jujur, efektif, dan efisien.
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan fisika dan pola pikir
fisika dalm kehidupan sehari-hari dalam mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan.
Dengan demikian tujuan fisika pada jenjang pendidikan menengah
Pertama (SMP) memberi tekanan pada penataan nalar, dasar, dan
pembentukan sifat siswa serta memberikan keterampilan dalam penerapan
fisika.
Tujuan khusus pengajaran fisika di SMP adalah:
a. Siswa memiliki pengetahuan fisika sebagai bekal untuk melanjutkan
kependidikan tinggi.
b. Siswa memiliki keterampilan fisika sebagai peningkatan fisika dasar
untuk dapat digunakan dalam kehidupan yang lebih luas (didunia
kerja) dan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Siswa mempunyai pandangan yang lebih luas serta memiliki, sifat
menghargai kegunaan fisika, sikap kritis, logis dan objektif melalui
fisika di SMP.
Dengan mengetahui tujuan fisika baik secara umum maupun secara
khusus, guna dapat memberikan motivasi kepada siswa agar siswa
15
berminat belajar fisika, karena fisika dilihat dari tujuannya, fisika itu
sendiri maupun ilmu pengetahuan lainnya, bahkan dapat di manfaatkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan fungsi dan tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa
tujuan pengajaran fisika adalah memperoleh wawasan dan menguasai
konsep fisika dan saling keterkaitannya dengan sikap ilmiah siswa agar
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa semakin meningkat. Bahan
kajian mata pelajaran fisika di SMP dikembangkan dari bahan kajian yang
telah diajarkan di SD, diperluas sampai bahan kajian yang mengandung
abstrak dan dibahas secara kuantitatif dan analisis. Pada pengajaran fisika
di SMP, diharapkan siswa tidak hanya menguasai konsep prinsip, dan
hukum-hukum fisika saja, tetapi juga ditekankan pada aplikasi melalui
penelitian dan pemecahan masalah, sehingga diharapkan bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Pengertian Pembelajaran Sistem Individu (Personalized System Of
Instruction)
Pembelajaran induvidualistik merupakan bentuk penyelenggaraan
program pendidikan yang diindividualkan. Menurut Dimyati (1994:148),
“Pengajaran individual adalah kegiatan yang menekankan bantuan dan
bimbingan belajar kepada individu”. Sedangkan menurut Roestiyah
(1994:50), “Pengajaran individu adalah pelajaran yang diberikan guru
16
kepada seorang murid sebagai individu atau satu kesatuan yang bulat yang
berbeda antara satu dengan yang lain’’.
Berbeda dengan pendekatan pembelajaran pemprosesan informasi,
pendekatan pembelajaran individu berorientasi pada individu dan
pengembangan diri. Pendekatan ini memfokuskan pada proses di mana
individu membangun dan mengorganisasikan dirinya secara realitas
bersifat unik. Secara singkat model ini menekankan pada pengembangan
pribadi, yaitu upaya membantu siswa untuk mengembangkan hubungan
yang produktif dengan lingkungannya dan membantu mereka untuk dapat
memandang dirinya sebagai pribadi yang mampu/berguna (Uno, 2007:17).
Secara umum, sebagaimana halnya model pembelajaran lain,
model pembelajaran ini juga memiliki tahapan, yaitu :
Tahap pertama, membantu siswa menemukan inti permasalahan
yang dihadapinya. Biasanya pembatasan masalah yang dihadapi siswa
sangat bervariasi tergantung jenis masalah atau siswanya.
Tahap kedua, guru mendorong (memancing) siswa agar dapat
mengekspresikan perasaannya, baik positif maupun negatif. Disamping itu
guru harus mendorong (memancing) siswa agar dapat menyatakan atau
menggali permasalahannya. Bagaimana caranya? Yaitu menerima dengan
tangan terbuka dan kehangatan serta tanpa memberikan penilaian (mencap
jelek atau buruk) terhadapnya.
Tahap ketiga, siswa secara bertahap mengembangkan pemahaman
(kesadaran) akan dirinya. Ia berusaha menemukan makna dari
17
pengalamannya, menemukan hubungan sebab dan akibat dan pada
akhirnya memahami (menyadari) makna dari perilaku sebelumnya. Dalam
hal ini, dimana siswa berada dalam tahapan diantara upanya menggali
permasalahannya sendiri dan upaya memahami perasaannya, guru
mendorong siswa untuk membuat perencanaan pengambilan keputusan
berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Tugas guru jangan
memberikan alternatif, tetapi berusaha membantu mengklarifikasi
alternatif-alternatif yang diajukan siswa.
Tahap keempat, siswa melaporkan tindakan (berupa alternatif-
alternatif pemecahan masalah yang telah diambinya pada tahap ketiga
diatas). Lebih jauh ia merefleksikan ulang tindakan yang telah diambinya
tersebut dan berupaya membuatnya lebih baik dan efektif.
Muhammad Ali (1998: 104) mengatakan bahwa, ciri-ciri penting
dari pengajaran dengan sistem SPI sebagai berikut :
a. Memungkinkan siswa maju menurut kemampuan masing-masing (Seif
Paced Learning)
b. Adanya persyaratan penguasaan yang sempurna bagi setiap unit
pelajaran sebelum maju ke uji t pelajaran berikutnya
c. Menggunakan kuliah dan demonstrasi sebagai alat untuk memberikan
motivasi pada siswa
d. Komunikasi guru siswa ditekankan pada penggunaan bahan-bahan
tertulis dalam bentuk programa
18
e. Menggunakan sistem proctor, yakni memberikan tes secara berulang-
ulang untuk memberikan penilaian secara cepat
f. Menggunakan sistem tutor, yakni siswa pandai memberi bimbingan
belajar kepada yang kurang dan lemah, sehingga seluruh siswa dapat
mencapai taraf penguasaan penuh terhadap unit pelajaran yang
dipelajari
g. Memungkinkan adanya aspek personal dan sosial dalam proses
pendididkan.
Menurut Muhammad Ali (1998: 104-105), prosedur pelaksanaan
pengajaran dengan sistem SPI adalah ;
a. Menentukan patokan penguasaan atau materi untuk bahan yang akan
dipelajari
b. Merumuskan satuan pelajaran yakni pokok-pokok bahasan yang akan
dipelajari
c. Prosedur pengajaran ditentukan untuk dilakukan siswa dalam rangka
mempelajari dan mencapai tujuan
d. Setiap siswa mempelajari unit-unit pelajaran dengan kecepatan sesuai
dengan kemampuan masing-masing
e. Tes diikuti oleh seluruh siswa dengan bantuan asisten ubtuk
memeriksa dan menganalis hasinya
f. Memberikan bimbingan melalui tutor kepada siswa yang tidak atau
belum dapat mencapai tingkat penguasaan penuh. Tutoring diberikan
oleh siswa pandai atau telah mencapai penguasaan penuh
19
Personalized System Of Instruction (SPI) dalam pelaksanaan sudah
mencerminkan sistem pengajaran individual dengan beberapa modifikasi.
Langkah–langkah yang ditempuh dalam pengajaran sistem ini sangat
memperhatikan perbedaan individual. Sistem pengajaran ini menggunakan
semacam program, dengan menambahkan unsur personal-sosial dalam
kerangka programnya. Oleh karena itu PSI dipandang sebagai salah satu
bentuk sistem pengajaran yang menekankan kepada pelajaran tuntas
melalui sistem pengajaran induvidual.
Adapun langkah-langkah dalam melaksanakan pengajaran sistem
individu adalah :
a. Guru merumuskan sejumlah tujuan pengajaran
b. Guru merumuskan satuan pengajaran dalam menentukan unit-unit
pelajaran untuk dipelajari setiap satu atau dua minggu
c. Guru menentukan patokan penguasaan ( standard mastery )
d. Guru menyusun diagnostik progress test-test formatif setiap unit
pelajaran yang akan diikuti oleh seluruh siswa untuk menentukan
tingkat penguasaan siswa sesuai dengan patokan standar.
e. Guru mempersiapkan seperangkat atau tugas untuk dipelajari
f. Gureu melaksanakan pengajaran biasa dengan pengajaran kelompok
yang heterogen, sehingga siswa yang pandai dapat memberikan
bimbingan belajar kepada siswa yang belum menguasai materi yang
diajarkan.
20
Adapun keuntungan dari pengajaran individual ini menurut
Hamalik (1992:121) adalah :
a. Memungkinkan anak yang lamban maju menurut kemampuan masing-
masing secara penuh dan tepat
b. Mencegah terjadinya ilusi dalam kemajuan, tetapi bersifat nyata
melalui diskusi kelompok
c. Memungkinkan anak maju secara optimum dan mengembangkan
kemampuan yang ada padanya
d. Latihan-latihan tidak diperlukan bagi anak cerdas
e. Mengurangi hambatan dan mencegah eliminasi anak-anak yang
lamban
Dengan demikian, sintesis pengajaran sistem individu
(Personalized System Of Instruction) dalam penelitian ini adalah suatu
bentuk sistem pengajaran yang menekankan kepada belajar tuntas yang
menekankan pada pemberian bantuan dan bimbingan belajar kepada setiap
individu yang berbeda antara satu dengan yang lain.
4. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Proses penilaian terhadap hasil belajar
memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya
mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya
dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-
21
kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu
(http://techonly13.wordpress.com).
Hamalik (2003:30) menyatakan bahwa Hasil belajar adalah
perubahan tingkah laku yang diharapkan pada siswa setelah melakukan
proses belajar mengajar. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:3) hasil
belajar merupakan hasil dari suatu tindak belajar dan tindak mengajar.
Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan evaluasi hasil belajar. Dari
sisi siswa, hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar merupakan hasil perubahan tingkah laku siswa, perubahan
tingkah laku ini meliputi segenap ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Berkaitan dengan penelitian ini penulis membatasi hasil belajar pada ranah
kognitif yang dilihat dari kemampuan siswa dalam proses pembelajaran
yang ditinjau dari nilai-nilai yang diperoleh siswa.
a. Hasil-hasil Belajar
Berdasarkan tujuan belajar, maka hasil belajar tersebut menurut
Bloom dalam Sardiman (2007:23) meliputi tiga ranah atau matra:
1) Pengetahuan, konsep, atau fakta (kognitif)
2) Personal, kepribadian, atau sikap (afektif)
3) Kelakuan, keterampilan, atau kemempuan (psikomotorik)
Ketiga hasil belajar tersebut, dalam pengajaran merupakan tiga hal
yang secara perencana terpisah, namun pada kenyataannya pada diri siswa
22
akan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat. Ketiganya itu dalam
kegiatan belajar mengajar, masing-masing direncanakan sesuai dengan
butir-butir bahan pelajaran. Karena semua itu bermuara pada anak didik,
maka setelah terjadi proses belajar, terbentuklah suatu kepribadian yang
utuh, oleh sebab itu diperlukan sistem lingkungan yang mendukung.
Setelah berahirnya suatu proses belajar, maka siswa memperoleh
suatu hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tidak
belajar dan tidak mengajar, hasil-hasil dari kegiatan belajar itu disebut
prestasi belajar. Hasil belajar merupakan prestasi belajar yang telah
dicapai. Prestasi belajar mempunyai pengertian yang sama dengan hasil
belajar yaitu suatu bukti keberhasilan seseorang dalam mempelajari materi
pelajaran disekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai yang diperoleh
dari hasil tes yang diberikan. Prestasi belajar adalah hasil yang telah
dicapai dalam penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang
dikemukakan oleh mata pelajaran (Surayin, 2001:455) sedangkan menurut
Djamarah (2002:24), prestasi belajar adalah penilaian pendidikan tentang
kemajuan siswa dalam segala hal yang dipelajari disekolah menyangkut
pengetahuan atau kecakapan/keterampilan yang dinyatakan sesuai hasil
penilaian.
b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Adapun yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar menurut Syah (1997:132) dapat digolongkan menjadi :
23
1) Faktor Internal (Faktor dari dalam diri siswa)
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa, adapun faktor yang
dimaksud antara lain :
a. Tidak mempunyai tujuan yang jelas
b. Kurangnya minat terhadap motivasi belajar
c. Kesehatan yang sering terganggu
d. Kebiasaan belajar yang kurang baik
e. Cacat tubuh
f. Intelegensi
2) Faktor Eksternal
Faktor yang berasal dari luar diri siswa sangat rentan pengaruhnya
tehadap kemajuan siswa, karena faktor ini sebagai penentu dalam proses
perkembangan untuk mendapat kecakapan hidup, yang termaksuk dalam
faktor ini antara lain :
a. Faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah
1. Cara guru memberikan motivasi belajar
2. Kurangnya bahan bacaan
3. Kurangnya alat bantu pengajaran
4. Keadaan gedung sekolah
5. Bahan pelajaran tidak sesuai dengan kemampuan siswa
6. Disiplin sekolah
7. Waktu sekolah
8. Tugas rumah
24
9. Reaksi guru dengan siswa
b. Faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga
Faktor-faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga yaitu :
1. Faktor relasi antar anggota keluarga
2. Faktor suasana rumah
3. Faktor ekonami keluarga
c. Faktor yang bersumber dari lingkungan masyarakat
Faktor yang bersumber dari masyarakat mempengaruhi hasil
belajar siswa, faktor ini antara lain :
1. Media masa sepertibioskop, radio, televisi dan surat kabar, semua
ini dapat berpengaruh negatif bagi kemajuan anak untuk belajar
walaupun ada yang berpengaruh positif
2. Teman bergaul yang memberikan pengaruh baik dan tidak baik
3. Adanya kegiatan dalam masyarakat yang berlebihan sehingga
kesempatan dan waktu untuk belajar akan terpakai pada kegiatan
tersebut
3) Faktor Pendekatan Belajar
Faktor pendekatan belajar sangat mempengaruhi hasil belajar
siswa. Sehingga semakain baik cara belajar siswa maka semakin baik
hasinya. Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai cara/strategi yang
digunakan siswa dalam menunjang aktivitas dan efisiensi proses
pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat
25
langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan
masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu.
a. Pendekatan Hukum Jost
Salah satu asumsi penting yang mendasari hukum Jost adalah siswa
yang lebih sering mempraktikkan materi pelajaran akan lebih mudah
memanggil kembali memori lama yang berhubungan dengan materi yang
sedang ia tekuni.
b. Pendekatan Ballard dan Clanchy
Menurut Ballard dan clanchy, pendekatan belajar siswa pada
umumnya dipengaruhi oleh sikap terhadap ilmu pengetahuan. Ada dua
macam siswa dalam menyingkapi ilmu pengetahuan, yaitu sikap
melestarikan apa yang sudah ada dan sikap memperluas. Siswa yang sikap
melestarikan apa yang sudah ada pada umumnya menggunakan
pendekatan belajar “Reproduktif” sedangkan siswa yang bersikap
memperluas biasanya menggunakan pendekatan belajar “Analistik”
(berdasarkan pemilihan dan interprestasi fakta dan informasi).
c. Pendekatan Biggs
Menurut hasil penelitian Biggs, pendekatan belajar siswa dapat
dikelompokan kedalam tiga prototipe (bentuk dasar)
1. Pendekatan surface (permukaan atau bersifat lahiriah)
2. Pendekatan deep (mendalam)
3. Pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi)
26
c. Penilaian Hasil Belajar
Untuk menilai hasil belajar siswa dapat dilaksanakan dalam dua
tahap. Pertama tahap jangka pendek yakni penilaian yang dilaksanakan
guru pada akhir proses belajar mengajar. penilaian ini disebut penilaian
formatif. Kedua tahap belajar mengajar berlangsung beberapa kali atau
setelah menempuh periode tertentu, misalnya penilaian tengah semester
atau penilaian pada akhir semester. Penilaian ini disebut penilaian sumatif
(Sudjana, 1989:122).
Dalam penelitian ini penilaian hasil belajar siswa, diartikan sebagai
pengumpulan informasi untuk mengatur seberapa jauh pengetahuan dan
kemampuan yang telah dicapai oleh siswa pada akhir proses belajar
mengajar dikelas VIII SMP Negeri 9 Lubuklinggau.
5. Getaran
1. Pengertian Getaran
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat benda bergetar.
Misalnya bandul jam yang bergerak bolak balik secara teratur, senar gitar
yang bergetar ketika dipetik, bedug atau drum yang dipukul dan pegas
yang diberi beban bergerak ke atas dan ke bawah.
Dari contoh-contoh yang telah dijelaskan timbul pertanyaan apa
sebenarnya getaran itu dan apa ciri-cirinya ?
27
Semua benda akan bergetar apabila kita beri simpangan atau
gangguan. Contohnya adalah bergetarnya bandul sederhana, seperti
gambar 1.
A O B
Gambar 1. Bandul Sederhana
Sebuah bandul sederhana mula-mula diam pada kedudukan di O
(kedudukan seimbang). Bandul tersebut ditarik ke kedudukan A (diberi
simpangan), pada saat bandul dilepas dari kedudukan di A, bandul akan
bergerak bolak-balik secara teratur melalui titik keseimbangan. Gerakkan
bandul dari A ke O ke B ke O dan kembali ke A (A-O-B-O-A) disebut
satu getaran penuh. Gerakan bandul dari A-O-B disebut setengah getaran
jadi, getaran didefiniskan sebagai gerak bolak-balik benda secara teratur
melalui titik keseimbangan salah satu ciri getaran adalah adanya amplitudo
(simpangan terbesar) jarak OA atau OB pada gambar 1 merupakan
amplitudo.
2. Periode dan Frekuensi Getaran
Setiap getaran pasti memiliki amplitudo dan frekuensi. Amplitudo
merupakan simpangan maksimum. Frekuensi adalah banyaknya getaran tiap
sekon. Kedua besaran ini menyatakan ciri-ciri suatu getaran.
28
Waktu yang diperlukan benda untuk melakukan satu kali getaran
disebut periode. Periode tidak bergantung pada amlitudo. Artinya,
berapapun simpangan yang kita inginkan, waktu untuk melakukan suatu
getaran tetap sama. Oleh karena periode menyatakan waktu, maka
satuannya adalah sekon (s).
3. Hubungan Frekuensi dengan Periode
Telah disebutkan bahwa frakuensi menyatakan banyaknya getaran
dalam satuan sekon. Sedangkan periode menyatakan waktu yang
diperlukan untuk satu kali getaran. Berarti, antara frekuensi dengan
periode terdapat hubungan yaitu
(Erlangga, KTSP 2006)
Dengan : f = Frekuensi (Sekon)
T = Periode (Hz)
Satuan frekuensi disebut getaran/sekon atau hertz (Hz). Persamaan
diatas tidak hanya berlaku pada getaran, melainkan juga pada gelombang.
Bila benda melakukan n kali getaran dalam waktu t sekon, maka frekuensi
dinyatakan dengan persamaan
(Erlangga, KTSP 2006)
Dengan: n = jumlah getaran dan t = waktu
29
f =
f =
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Elsi Suryani (2006) menyimpulkan bahwa pembelajaran fisika
dengan pendekataan sistem individu dapat meningkatkan motivasi belajar
bagi siswa sehingga dengan meningkatnya motivasi belajar siswa setelah
pembelajaran diikuti peningkatan hasil belajar siswa. Dari hasil penelitian
memperlihatkan dampak instruksional yang optimal dan dampak pengiring
seperti partisipasi, rasa ingin tahu, pola pikir, perhatian dan proses berfikir
siswa dalam proses belajar mengajar sebagian besar dalam kategori tinggi
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan
pembelajaran fisika dengan sistem individu terhadap hasil belajar siswa
pada pokok bahasan getaran di kelas VIII SMP Negeri 9 Lubuklinggau.
Setelah siswa mempelajari materi dengan menggunakan pembelajaran
Sistem Individu diharapkan siswa dapat menyelesaikan suatu masalah
yang muncul. Hal ini dapat dilihat bagaimana siswa menyelesaikan
masalah yang ada pada soal tes yang akan dilakukan dalam penelitian ini.
Berdasarkan landasan teori di atas maka hipotesis dalam penelitian
ini bahwa pembelajaran dengan sistem individu akan lebih baik proses
pembelajarannya dibandingkan dengan pembelajaran konvensional
sehingga hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran sistem
individu lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar dengan
menggunakan pembelajaran konvensional.
30
Bila dirumuskan dalam Ha dan Ho, maka hipotesis statistik ini
dibagi dalam dua hal yakni:
Ha: Ada pengaruh signifikan dengan menggunakan
Pembelajaran Sistem Individu terhadap hasil belajar fisika siswa.
Ho: Tidak ada pengaruh signifikan dengan menggunakan
Pembelajaran Sistem Individu terhadap hasil belajar fisika siswa.
31
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti maka jenis penelitian ini
adalah penelitian eksperimen. Menurut Arikunto (dalam Kurnia, 2007:34)
bahwa: "penelitian eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan
sebab akibat antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti
dengan mengurangi atau menyisikan faktor-faktor yang menggangu".
Berdasarkan uraian diatas maka penulis membedakan dua
perlakuan antara kelas eksperimen dan kelas konterol. Kelas eksperimen
diberikan pembelajaran dengan pengajaran sistem individu sedangkan
kelompok kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Desain
eksperimen yang digunakan berbentuk control group pretest-postest, yang
dapat dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pretest-Posttes Control Group Desaign
GropPengukuran
(pretest)Perlakuan Pengukuran
(posttest)
Kelompok Experimen O1 X O2
Kelompok Kontrol O1 (-) O2
Keterangan:
O1 : Kedua kelompok tersebut diobservasi dengan pretest untuk
mengetahui kemampuan awal siswa.
32
O2 : Tes akhir yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
X : Perlakuan yang diberikan pada kelas experimen yaitu mem-
berikan pengajaran dengan menggunakan pengajaran sistem
individu.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto,
1996:130). Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMP
Negeri 9 Lubuklinggau Kelas VIII Tahun Ajaran 2009/2010, yaitu
sebanyak 6 kelas yang berjumlah 224 orang. Lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel 2.
Tabel 2.Populasi Penelitian
No Kelas Jumlah Siswa1 VIII.A 392 VIII.B 383 VIII.C 384 VIII.D 405 VIII.E 336 VIII.F 36
Jumlah 244(Sumber :TU SMP Negeri 9 Lubuklinggau tahun ajaran 2009/2010)
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti
(Arikunto, 1996:131). Adapun penentuan sampel dilakukan secara acak,
33
yaitu dua kelas dari enam kelas VIII SMP Negeri 9 Lubuklinggau. Dari
hasil pengundian sampel yang diperoleh yaitu siswa kelas VIII-F sebagai
kelas eksperimen, yang diberikan pembelajaran dengan pengajaran sistem
individu, dan kelas VIII-E sebagai kelas kontrol, yang diberikan
pembelajaran dengan pengajaran konvensional.
Dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas
dan variabel terikat. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi
atau variabel penyebab, dimana dalam penelitian ini variabel bebasnya
adalah pengajaran dengan sistem individu dalam pembelajaran fisika.
Variabel terikat adalah variabel yang tergantung pada variabel
bebas. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan variabel terikat adalah
hasil belajar siswa kelas VIII pada pokok bahasan getaran SMP Negeri 9
Lubuklinggau.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode tes.
Menurut Arikunto (2002:127), tes adalah serentetan pertanyaan
atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan,
pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh
individu atau kelompok. Tes digunakan untuk memperoleh data tentang
hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes ini berbentuk
uraian yang berjumlah enam soal.
34
D. Uji Coba Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan perangkat tes yang valid, reliabel dan
mempunyai tingkat kesukaran dan daya pembeda soal yang baik maka
perangkat tes yang disusun kemudian diujicobakan. Kelas yang digunakan
untuk uji coba soal adalah kelas IX.C SMP Negeri 9 Lubuklinggau.
1. Validitas tes
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen. Arikunto (2006:168) mengatakan bahwa,
suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi.
Sebaliknya, instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.
Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang
hendak diukur (Arikunto, 2006:168). Agar dapat mengetahui valid
tidaknya tes yang digunakan dalam penelitian, maka dalam mencari
validitas instrumen digunakan rumus korelasi product moment, yaitu:
(Arikunto, 2006:170)
Keterangan :
= Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
n = Banyaknya sampel
X = Skor butir masing-masing responden
Y = Skor total dari keseluruhan butir masing-masing responden
35
Klasifikasi untuk menginterpretasikan Validitas, menurut Guilford
(dalam Sukasno, 2006:49) yaitu :
0,00 Tidak valid
0,00 < 0,20 Valid sangat rendah
0,21 < 0,40 Valid rendah
0,40 < 0,60 Valid sedang (cukup)
0,60 < 0,80 Valid tinggi (baik)
0,80 < 1,00 Valid sangat tinggi
Untuk mengetahui keberhasilan dari koefisien validitas, digunakan
uji-t dengan rumus:
(Sudjana,1996:380)
Untuk taraf nyata jika
maka hipotesis diterima (tidak
signifikan). Dalam hal lainnya hipotesis ditolak (signifikan), dengan kata
lain butir soal tersebut dikatakan valid.
Hasil perhitungan validitas butir soal (lampiran B) dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3.Hasil Analisis Validitas Butir Soal
No Nilai rxy thitung ttabel Keterangan
123
0,490,550,50
3,123,663,21
2,0422,0422,042
Valid / sedangValid / sedangValid / sedang
36
456
0,470,420,46
2,962,562,87
2,0422,0422,042
Valid / sedangValid / sedangValid / sedang
2. Reabilitas
Arikunto (1997:154) mengatakan bahwa reliabilitas menunjuk pada
tingkat keterandalan sesuatu. Reliabel artinya dapat dipercaya, jadi dapat
diandalkan.
Untuk menentukan reliabilitas tes pemahaman fisika digunakan
rumus alpha, sebagai berikut:
Sukjaya (dalam Astuti, 2010:37)
Keterangan :
r11 = Reliabilitas Instrumen
n = Banyaknya Butir Soal atau Pertanyaan
= Skor Rata-rata
St2 = Jumlah Varians Skor Soal
Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila memenuhi koefisien
reabilitas suatu r11 lebih besar rtabel.
Interprestasi lebih rinci mengenai nilai r11 tersebut dibagi ke dalam
beberapa kategori sebagai berikut: Suherman dan Sukjaya (dalam Astuti,
2010:37).
r11 ≤ 0,00 Tidak Reliabel
0,00 < r11 ≤ 0,20 Reliabilitas Sangat Rendah
37
0,20 < r11 ≤ 0,40 Reliabilitas Rendah (Kurang)
0,40 < r11 ≤ 0,60 Reliabilitas Sedang (Cukup)
0,60 < r11 ≤ 0,80 Reliabilitas Tinggi (Baik)
0,80 < r11 ≤ 1,00 Reliabilitas Sangat Tinggi (Sangat Baik)
Setelah data hasil uji coba dianalisis dengan menggunakan rumus
alpha di atas (lampiran B), diperoleh koefisien reabilitas sebesar
0,92(terlampir). ini berarti soal tes tersebut mempunyai derajat rebilitas
sangat tinggi, sehingga dapat dipercaya sebagai alat ukur.
3. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran soal suatu butir soal menunjukkan apakah butir
soal tersebut tergolong butir soal yang sukar, sedang, atau mudah. butir
soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu
sukar. Satu hal yang harus diperhitungkan oleh perancang tes adalah
mempertimbangkan tingkat kesukaran soal. Secara umum tingkat
kesukaran soal dapat diketahui secara empirik dari persentase (%) peserta
yang gagal dalam menjawab soal, secara rinci akan dijelaskan pada
analisis item.
Menghitung tingkat kesukaran (TK) soal yang berbentuk essay,
digunakan rumus yang dikemukakan oleh Karno to (dalam
Anggraini,2009:26) sebagai berikut:
atau
Sukjaya (dalam Astuti, 2010:38)
38
Keterangan :
TK = Indeks Tingkat Kesukaran
JSA = Jumlah Skor Kelompok Atas
JSB = Jumlah Skor Kelompok Bawah
SIA = Jumlah Skor Ideal Kelompok Atas
SIB = Jumlah Skor Ideal Kelompok Bawah
Kriteria indeks kesukaran butir soal yang digunakan seperti yang
dikemukakan oleh Suherman dan Sukjaya (dalam Astuti,2010:38) yaitu:
TK = 0,00 Soal Terlalu Sukar
0,00 < TK ≤ 0,30 Soal Sukar
0,30 < TK ≤ 0,70 Soal Sedang
0,70 < TK ≤ 1,00 Soal Mudah
TK = 1 Soal Terlalu Mudah
Hasil analisis tingkat kesukaran (lampiran B), dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4.Hasil Analisis Tingkat Kesukaran
No JSA JSB SIA TK Keterangan123456
5676105435059
172664182414
5878110505060
0,560,530,670,580,70,69
SedangSedangSedangSedangSedangSedang
39
4. Daya pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan
antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang tidak
pandai (berkemampuan rendah). Angka yang menunjukkan besarnya daya
pembeda disebut juga dengan indeks deskriminasi (daya pembeda). Daya
pembeda (DP) setiap butir soal essay dapat dihitung dengan menggunakan
rumus:
Sukjaya (dalam Astuti,2010:39)
Keterangan :
DP = Indeks Daya Pembeda
SA = Jumlah Skor Kelompok Atas
SB = Jumlah Skor Kelompok Bawah
IA = Jumlah Skor Salah Satu Kelompok (kelompok atas atau
bawah)
Klasifikasi interprestasi untuk daya pembeda yang digunakan
menurut Suherman dan Sukjaya (dalam Astuti,2010:39) sebagai berikut:
DP ≤ 0,00 Sangat Jelek
0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup
0,40 < DP ≤ 0,70 Baik
0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik
Hasil analisis daya pembeda (lampiran B), dapat dilihat pada Tabel 5.
40
Tabel 5.Hasil Analisis Daya Pembeda
No JSA JSB SIA/B DP Keterangan123456
5676105435059
172664182414
5878110505060
0,550,650,470,560,560,95
BaikBaikBaikBaikBaik
Sangat Baik
Berdasarkan hasil ujicoba tes hasil belajar maka rekapitulasi hasil
ujicoba dapat disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6.Rekapitulasi Hasil Ujicoba Tes Hasil Belajar
No Validitas TingkatKesukaran
DayaPembeda
Ket
123456
0,490,550,500,470,420,46
SedangSedangSedangSedangSedangSedang
0,56 0,63 0,67 0,58 0,7 0,69
SedangSedangSedangSedangSedangSedang
BaikBaikBaikBaikBaik
Sangat Baik
DipakaiDipakaiDipakaiDipakaiDipakaiDipakai
E. Teknis Analisis Data
Teknis analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan skor rata-rata dan simpangan baku pada tes awal dan tes
akhir, untuk data hasil belajar pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol
dengan rumus:
41
0,55 0,65 0,47 0,56 0,56 0,95
dan Sugiyono (dalam Jamal,
2004:40)
Keterangan:
= Nilai rata-rata hasil belajar siswa
fi = Frekuensi
s = Simpangan baku
n = Banyak sampel
2. Uji Normalitas
Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui kenormalan data.
Rumus yang digunakan dalam uji normalitas adalah uji kecocokan Chi-
kuadrat ( ) yaitu:
Sugiyono (dalam Jamal,2004:41)
Keterangan:
= Harga Chi-kuadrat yang dicari
= Frekuensi ukuran data
= Titik tengah interval kelas ke-i
Selanjutnya hitung dibandingkan dengan tabel dengan derajat
kebebasan (dk) = J – 1, dimana J adalah banyaknya kelas interval. Jika
hitung < tabel, maka dapat dinyatakan bahwa data berdistribusi normal.
42
3. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah populasi
bertitik tolak dari keadaan yang sama (homogen) yaitu keseragaman
sebaran data atau varians sampel yang diambil populasi. Pengujian
homogenitas ini mengujikan uji varians dua peubah. Dengan demikian
hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 = Hipotesis pembanding, kedua varians sama atau homogen
Ha = Hipotesis kerja, kedua varians tidak sama atau heterogen
Dimana dk1 = (n1 -1) dan dk2 = (n2 – 1)
Uji statistiknya menggunakan uji varians (F), dengan rumus:
(Sudjana, 1996:249)
Keterangan:
S12 = Varians Terbesar
S22 = Varians Terkecil
Kriteria pengujiannya adalah terima H0 jika
dan tolak H0 jika mempunyai harga-harga yang
lain.
4. Uji Kesamaan Rata-rata
Uji kesamaan rata-rata ini digunakan untuk menguji kesamaan
antara dua rata-rata data, dalam hal ini antara data kelompok eksperimen
dan data kelompok kontrol.
43
a. Jika kedua data berdistribusi normal dan homogen, maka uji statistik yang
digunakan adalah uji-t dengan rumus:
dengan (Sudjana, 1996:239)
Keterangan:
= Nilai rata-rata kelompok eksperimen
= Nilai rata-rata kelompok kontrol
n1 = Jumlah responden kelompok eksperimen
n2 = Jumlah responden kelompok kontrol
s = Simpangan baku
kriteria pengujian ialah terima H0 jika
dimana didapat dari daftar distribusi t dengan dk = (n1 + n2 – 2)
dan peluang ( ). Untuk harga-harga t lainnya H0 ditolak.
b. Jika kedua data berdistribusi normal dan tidak homogen, maka uji statistik
yang digunakan adalah uji-t semu ( ) dengan rumus:
(Sudjana, 1996: 241)
Keterangan:
= Nilai rata-rata kelompok eksperimen
= Nilai rata-rata kelompok kontrol
44
n1 = Jumlah responden kelompok eksperimen
n2 = Jumlah responden kelompok kontrol
S12 = Varians terbesar
S22 = Varians terkecil
Kriteria pengujian adalah terima hipotesis Ho jika:
dan tolak Ho jika terjadi sebaliknya,
dengan w1 = s12/n1, w2 = s2
2/n2, t1 = t ( , dan t2 = t ( ,
. Peluang untuk penggunaan daftar distribusi t ialah (
sedangkan dk-nya masing-masing (n1-1) dan (n2-1).
F. Prosedur dan Pelaksanaan Penelitian
Prosedur penelitian yang telah dilaksanakan melalui beberapa
tahap, yaitu :
a. Tahap persiapan, meliputi pembuatan perangkat pembelajaran, pembuatan
instrumen, dan pertimbangan hasil uji coba.
b. Tahap pelaksanaan, terdiri dari : pemberian pretes, kegiatan pembelajaran
dan pemberian postes.
c. Tahap analisis data, meliputi : pengumpulan data, penskoran, analisis data
dan menarik kesimpulan.
Pelaksanaan dilaksanaan di SMP Negeri 9 Lubuklinggau pada
kelas VIII semester II Tahun Pelajaran 2009/2010. Penelitian ini dimulai
45
dari tanggal 13 Mei sampai dengan 22 Mei 2010. Pelaksanaan penelitian
dimulai dari pemberian tes awal (pretes) kemudian melaksanakan
pembelajaran dan pemberian tes akhir (postes) terhadap pembelajaran
dengan menggunakan pengajaran sistem individu. Pretes digunakan untuk
mengetahui kemampuan awal seluruh siswa dalam penggunaan materi
getaran. Sedangkan postes digunakan untuk mengetahui penguasaan
materi getaran yang merupakan keberhasilan siswa setelah mengikuti
proses pembelajaran.
46
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Kemampuan Awal Siswa
Kemampuan awal siswa sebelum mengikuti pembelajaran dengan
penggunaan pengajaran sistem individu pada materi pokok geteran
merupakan data penelitian yang didapat dari tes awal atau soal diberikan
sebelum siswa mendapatkan pengajaran dari guru. Pelaksanaan tes awal
berfungsi untuk mengetahui kemampuan awal tentang topik atau materi
dari masing-masing kelompok, baik kelompok eksperimen maupun
kelompok kontrol. Soal tes awal diambil dari materi pokok geteran dengan
menggunakan 6 (enam) buah soal berbentuk essay yang telah diketahui
validitas, reabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal.
Dari hasil tes awal didapat bahwa nilai rata-rata untuk kelas VIII-F
yang berjumlah 31 orang sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan
pengajaran sistem individu yaitu 21,12 dan simpangan baku yaitu 12,15,
sedangkan nilai rata-rata untuk kelas VIII-E yang berjumlah 31 sebagai
kelas kontrol atau yang tidak menggunakan pengajaran sistem individu
yaitu 17,90 dan simpangan baku yaitu 10,49. Hasil analisis ini tergolong
rendah disebabkan siswa belum mendapat materi pokok getaran, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7.
47
Tabel 7.Rata-Rata dan Simpangan Baku (s)Hasil Pretest kemampuan awal siswa
Kelas Rata-rata Simpangan baku (s)
EksperimenKontrol
21,1217,90
12,1510,49
2. Kemampuan Akhir Siswa
Kemampuan akhir siswa dalam penguasaan materi Getaran,
merupakan hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.
Kemampuan akhir diperoleh melalui post-test (tes akhir). Pelaksanaan
post-test berfungsi untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah mengikuti
proses belajar mengajar yang dilaksanakan secara berbeda antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
Dari hasil perhitungan (terlampir), dapat dikemukakan rakapitulasi
hasil rata-rata dan simpangan baku dari hasil post-test yang dapat dilihat
pada tabel 8.
Tabel 8.Rata-Rata dan Simpangan Baku (s)Hasil Post test kemampuan akhir siswa
Kelas Rata-rata Simpangan baku (s)
EksperimenKontrol
71,7551,24
6,365,53
Dari hasil post-test, dapat dibandingkan dengan kemampuan awal
siswa (pre-test), terdapat peningkatan setelah mengikuti pembelajaran.
48
Skor rata-rata tes awal kelas eksperimen adalah 21,12, sedangkan skor
rata-rata tes akhir adalah 71,75, berarti terjadi peningkatan sebesar 50,63.
Skor rata-rata tes awal pada kelas kontrol adalah 17,90 sedangkan skor
rata-rata tes akhir adalah 51,24. Hal ini berarti terjadi peningkatan rata-rata
skor sebesar 33,34. Jadi, peningkatan rata-rata kelas eksperimen lebih
tinggi dibandingkan peningkatan rata-rata pada kelas kontrol,
3. Pengujian Hipotesis Penelitian
Perolehan dari pengolahan data, baik pada kelas eksperimen
maupun kelas kontrol selanjutnya dipergunakan untuk pengujian hipotesis
penelitian, guna mengetahui apakah penggunaan pengajaran sistem
individu memiliki pengaruh terhadap hasil belajar siswa untuk materi
pokok getaran. Dalam pengujian hipotesis ini, analisis yang dipergunakan
adalah uji-t dengan taraf signifikan 5%. Sebelum pengujian dilakukan
terlebih dahulu diadakan uji normalitas dan uji homogenitas varians dari
data tersebut.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data hasil tes siswa
berdistribusi normal atau tidak. Berdasarkan ketentuan perhitungan
statistik mengenai uji normalitas data (terlampir) dengan taraf kepercayaan
α = 0,05, jika χ2hitung < χ2
tabel, maka masing-masing data berdistribusi
normal.
49
Hasil perhitungan uji normalitas tes awal dan tes akhir untuk kedua
kelompok dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Hasil Uji Normalitas Skor Tes Awal dan Tes Akhir
Kelas χ2hitung Dk Χ2
tabel Kesimpulan
Eksperimen 1. Tes
Awal 2. Tes
Akhir
5,0536,93
66
11,111,1
NormalNormal
Kontrol 1. Tes
Awal 2. Tes
Akhir
9,3610,12
66
11,111,1
NormalNormal
Pada tabel 9. menunjukkan bahwa nilai χ2hitung data tes awal maupun
tes akhir untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol lebih kecil daripada
χ2tabel. Berdasarkan ketentuan pengujian normalitas dengan menggunakan
uji χ2 (chi-kuadrat) dapat disimpulkan bahwa masing-masing dapat untuk
tes awal maupun tes akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi
normal pada taraf kepercayaan α =0,05 dan derajat kebebasan (dk) = 5.
b. Uji Homogenitas
Uji homoginitas ini bertujuan untuk melihat apakah hasil post-test
(tes akhir) pada kedua kelas sampel mempunyai varians yang homogen
atau tidak. Dari uji homogenitas varians tes awal dan tes akhir pada taraf
kepercayaan α =0,05 dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Hasil Uji Homogenitas Skor Tes Awal dan Tes Akhir
50
χ2hitung Dk Χ2
tabel Kesimpulan
Tes Awal 1,34 (30;30) 1,84 Homogen
Tes Akhir 1,32 (30;30) 1,84 Homogen
Pada tabel 10. menunjukkan bahwa varians kedua kelompok yang
dibandingkan pada tes awal dan tes akhir adalah homogen karena F hitung <
F tabel pada taraf kepercayaan α =0,05.
c. Uji Kesamaan Dua Rata-rata
Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas, maka kedua
kelompok data tes awal adalah normal dan homogen. Begitu juga hasil tes
akhir adalah normal dan homogen. Dengan demikian uji kesamaan dua
rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk data tes awal
maupun tes akhir dapat menggunakan uji t. Hasil uji t (terlampir) untuk tes
awal dan tes akhir pada dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Uji Kesamaan Dua Rata-rata Tes Awal dan Tes Akhir
thitung Dk Ttabel Kesimpulan
Tes Awal 1,18 60 1,67 thitung < ttabel H0 diterima
Tes Akhir 14,36 60 1,67 thitung > ttabel H0 ditolak
Pada tabel 11. menunjukkan bahwa hasil analisis uji t mengenai
kemampuan awal siswa menunjukkan bahwa kelas eskperimen dan kelas
51
kontrol mempunyai kemampuan awal yang sama dengan taraf
kepercayaan α = 0,05 karena thitung < ttabel (1,18 < 1,67).
Setelah diberikan pembelajaran yang berbeda untuk kelas
eksperimen dan kelas kontrol terjadi peningkatan skor. Peningkatan skor
tersebut merupakan hasil belajar siswa. Kelas eksperimen diberikan
pengajaran dengan menggunakan pembelajaran sistem individu sedangkan
pada kelas kontrol diberikan pembelajaran konvensional. Hipotesis
statistik yang diuji dalam perhitungan uji t pada tes akhir adalah:
H0 = Hipotesis pembanding, rata-rata skor kelas eksperimen kurang dari
atau sama dengan rata-rata skor kelas kontrol.
Ha = hipotesis kerja, rata-rata skor kelas eksperimen lebih besar dari rata-
rata skor kelas kontrol.
Berdasarkan hasil perhitungan uji t mengenai kemampuan akhir
(terlampir) menunjukkan bahwa thitung > ttabel (14,36 > 1,67). Hal ini berarti
H0 ditolak, dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
diterima kebenarannya. Jadi “Ada pengaruh signifikan pembelajaran
dengan menggunakan pengajaran Sistem Individu terhadap hasil belajar
fisika siswa.
B. Pembahasan
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah adakah
pengaruh yang signifikan pada pembelajaran fisika dengan pembelajaran
sistem individu terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan getaran di
52
SMP Negeri 9 Lubuklinggau. Dimana pada kelas eksperimen, peneliti
menerapkan pembelajaran sistem individu dan kelas kontrol diberikan
model pembelajaran konvensional.
Untuk hasil belajar fisika pada materi “Getaran” dalam penelitian
ini peneliti hanya meneliti dari segi kognitifnya yaitu dalam bentuk tes
yang berisi pertanyaan untuk mengukur kemampuan pengetahuan,
intelegensi, dan kemampuan siswa yang dimiliki oleh siswa seperti yang
dikemukakan oleh Bloom yang menyatakan bahwa perubahan kognitif
siswa terdiri dari enem bagian yaitu: pemahaman, pengetahuan, penerapan,
analisis, sintesis dan evaluasi.
Pada analisis data penelitian yang telah dilakukan oleh penulis
dengan cara memberikan tes. Pada tes awal, kelas eksperimen nilai rata-
rata hasil tes awalnya adalah = 21,12 dan kelas kontrol nilai rata-rata
hasil tes awalnya adalah = 17,90, thitung < ttabel yaitu thitung = 1,18 dan ttabel =
1,67, sedangkan pada tes akhir didapat kelas eksperimen mendapat hasil
yang lebih besar dibandingkan dengan kelas kontrol dimana pada kelas
eksperimen nilai rata-rata hasil tes akhirnya adalah = 71,75, sedangkan
pada kelas kontrol nilai rata-rata hasil tes akhirnya adalah = 51,24, dan
dari thitung > ttabel yaitu thitung = 14,36 dan ttabel = 1,67.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan
pengajaran sistem individu pada materi pokok getaran berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa di kelas VIII SMP Negeri 9 Lubuklinggau,
dengan H0 ditolak dan Ha diterima maka rata-rata skor kelas eksperimen
53
lebih besar dari rata-rata skor kelas kontrol. Dari analisis dan pembahasan
di atas disimpulkan bahwa kelas yang diajarkan dengan penggunaan
pengajaran sistem individu mendapatkan hasil yang lebih baik dari pada
kelas yang tidak menggunakan pengajaran sistem individu atau
konvensional, khususnya untuk materi pokok getaran.
Dengan demikian hipotesis yang berbunyi “Ada pengaruh yang
signifikan pada pembelajaran fisika dengan pengajaran sistem individu
terhadap hasil belajar siswa.” dapat diterima.
Pembelajaran sistem individu pada penelitian eksperimen ini
diduga merupakan pembelajaran yang efektif yang dapat meningkatkan
hasil belajar fisika siswa secara maksimal. Oleh karena itu hasil belajar
siswa sebagai tolak ukur yang harus diuji kebenarannya. Hasil belajar
siswa dengan analisis data di dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
siswa yang diajar dengan menggunakan pembelajaran Sistem individu
hasil belajarnya berbeda secara signifikan dan lebih baik dari pada siswa
yang diajarkan dengan pembelajaran Konvensional.
Hasil pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran sistem
individu lebih baik dikarenakan model ini menekankan pada pemahaman
konsep pada diri siswa dengan cara siswa mencari dan menemukan sendiri
apa yang telah mereka pelajari, sehingga mereka tidak pernah lupa akan
pelajaran yang didapatnya. Berbeda dengan siswa yang hanya tahu dan
menghapal materi yang disampaikan, hal ini akan cepat terlupakan oleh
siswa seiring dengan berjalannya waktu.
54
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada kelas VIII SMP
Negeri 9 Lubuklinggau, proses pembelajaran dengan menggunakan
pembelajaran Konvensional lebih rendah dibandingkan dengan
menggunakan pembelajaran sistem individu. Pembelajaran konvensional
ternyata memiliki kelemahan, dimana kegiatan lebih berpusat pada guru.
Siswa hanya menerima apa yang guru jelaskan, saat diberi kesempatan
mereka enggan bertanya walaupun mereka belum mengerti. Saat proses
belajar mengajar, beberapa siswa menguap karena mengantuk dan wajah
mereka mengekspresikan kebosanan, hal ini disebabkan karena mereka
sama sekali tidak termotivasi dan tidak tertarik dengan apa yang dijelaskan
oleh guru. Saat dievaluasipun banyak siswa yang mengalami kesulitan
walaupun soal yang diberikan relatif mudah. Karena mereka sebenarnya
belum paham dan mengerti dengan materi yang diberikan.
Berbeda dengan kelas yang diajarkan dengan menggunakan
pembelajaran Sistem Individu dimana siswa lebih aktif di dalam
kelompok-kelompok kecil, saling bekerja sama dan berdiskusi. Disini
siswa memperlihatkan kemampuan individu dan kemampuan
kelompoknya.
55
BAB VSIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, mengenai pengaruh pembelajaran fisika dengan pengajaran
sistem individu terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok getaran
pada siswa SMP Negeri 9 Lubuklinggau kelas VIII tahun ajaran
2009/2010, ditunjukkan dengan adanya perbedaan pemahaman yang
signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari hasil analisis
dengan uji-t diperoleh harga thitung = 14,36, dengan dk = 60 dan α = 5%
diperoleh harga ttabel = 1,67. Karena thitung > ttabel, maka dapat disimpulkan
bahwa, hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran Sistem
Individu lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang menggunakan model
pembelajaran Konvensional.
B. Saran
Sehubungan dengan hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan
saran yang berguna untuk lebih dapat meningkatkan hasil belajar siswa
disekolah yaitu:
1. Peran guru dalam mengembangkan kreativitas belajar perlu
ditingkatkan agar hasil belajar siswa lebih optimal.
56
2. Hendaknya setiap siswa berusaha belajar secara kreatif, aktif, dan
penuh kesungguhan.
3. Siswa dituntut lebih banyak latihan dan membahas soal-soal
bersama dengan dibimbing oleh guru agar siswa lebih aktif dalam
memahami materi yang sedang diajarkan khususnya materi getaran.
57
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1998. Guru dalam proses belajar mengajar. Jakarta: Sinar baru Algensindo
, 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Astuti, Dewi. 2010. Penggunaan Media Power Point Dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Pada Pokok Bahasan Tata Surya Di SMP Suka Mulya Tahun Ajaran 2009-2010. (Tidak dipublikasikan). Lubuklinggau: Skripsi STKIP-PGRI lubuklinggau.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. UU Sistem Pendidikan Nasional. Semarang: Aneka Ilmu
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri.2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar baru Algensido.
http://alberthrs.wordpress.com/2009/03/09/ penyebab-siswa-kurang-semangat- dan-solusinya / (20 Februari 2010).
Jamal. 2004. Hubungan Minat Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas VIII di SMP Negeri 7 Lubuklinggau. (Tidak dipublikasikan). Lubuklinggau: Skripsi STKIP-PGRI Lubuklinggau.
Kurnia, Asep Rudi .2007. Pengaruh Pemberian Belajaran Tambahan Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Negeri 22 Lubuklinggau. (Tidak dipublikasikan). Lubuklinggau: Skripsi STKIP-PGRI lubuklinggau.
Mangunwiyoto Harjono, Widagdo. KTSP 2006. Pokok-pokok Fisika SMP. Jakarta: Erlangga
58
Roestiyah. 1994. Masalah Pengajaran Sebagai Suatu Sistem. Jakarta: Rineka Cipta.
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar dan Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta
Sudjana.1996. Metode Statistika. Bandung: Tarsito
, 1989. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. 2002. Statistika untuk penelitian. Jakarta: Alfabeta
Suherman dan Sukjaya. 1990. Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung : Wijaya Kusumah.
Suryani, Elsi. 2006. Pengaruh Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Sistem Individu (Personalized System Of Instruction) Terhadap Motivasi Belajar Fisika di SMP Negeri 14 Kota Bengkulu. (Tidak Dipublikasikan). Skripsi Universitas Bengkulu
Tim Penyusun Pedoman Penulisan Makalah dan Skripsi STKIP-PGRI Lubuklinggau. 2009. Pedoman Penulisan Makalah dan Skripsi. Lubuklinggau. Percetakan STKIP-PGRI Lubuklinggau
Uno, Hamzah.2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif Dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
59