skripsi · web view2021. 7. 27. · skripsi. analisis gangguan membaca dalam. film taare zameen...
TRANSCRIPT
SKRIPSI
ANALISIS GANGGUAN MEMBACA DALAM
“FILM TAARE ZAMEEN PAR
Oleh
ULYA AFLAHAH
NIM. 201633136
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
TAHUN 2021
i
LOGO
ii
SKRIPSI
ANALISIS GANGGUAN MEMBACA DALAM
“FILM TAARE ZAMEEN PAR
Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir dan Meperoleh Gelar Sarjana pada
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh
ULYA AFLAHAH
NIM. 201633136
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
TAHUN 2021
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya.
(QS Al Baqarah 286)
.
PERSEMBAHAN
Rasa syukur kami panjatkan kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad
SAW. Tulisan ini kami persembahkan untuk:
1. Orang tua terhormat, Ayahanda dan Ibunda yang senantiasa memberikan
doa, semangat dan motivasi serta kasih sayang selama mengerjakan
skripsi.
2. Kakak dan Adek yang selalu memberikan semangat
3. Dosen pembimbing Bapak Dr. Irfai Fathurohman, M.Pd., dan Ibu Imaniar
Purbasari, S.Pd., M.Pd., yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahannya.
4. Teman-teman yang telah memberikan semangat dan motivasi untuk
menyelesaikan skripsi.
iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi dengan judul “Analisis Gangguan Membaca dalam Film Taare Zameen
Par” oleh Ulya Aflahah, NIM. 201633136 Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar Universitas Muria Kudus disetujui untuk disidangkan.
Kudus, Februari 2021Pembimbing I
Dr. Irfai Fathurohman, M.Pd NIDN 0718098502
Pembimbing II
Imaniar Purbasari, S.Pd., M.Pd.NIDN 0619128801
Mengetahui,Ka Prodi PGSD
Siti Masfuah , S.Pd., M.Pd. NIDN 0619128801
v
PRAKATA
Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala
nikmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan, kekuatan sehingga
peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Gangguan
Membaca dalam Film Taare Zameen Par” ini dengan baik.
Skripsi ini diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan penulis dalam
memperoleh gelar sarjana pendidikan S1 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah
Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muria Kudus.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan dan motivasi dari
semua pihak, penulis tidak mampu menyelesaikan skripsi dengan baik. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini dengan rasa hormat penulis ingin menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Slamet Utomo, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muria Kudus yang telah memberikan izin penelitian ini.
2. Ibu Imaniar Purbasari, S.Pd., M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar yang telah memberikan izin penelitian ini.
3. Bapak Dr. Irfai Fathurohman, M.Pd., dosen pembimbing I dan Ibu Imaniar
Purbasari, S.Pd., M.Pd., dosen pembimbing II yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini dapat selesai.
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan yang telah membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh dari sempurna.
Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat peneliti harapkan demi
kebaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang berkepentingan.
Kudus, Juli 2021Peneliti
Ulya AflahahNIM 201633136
vi
ABSTRACT
Aflahah Ulya, 2021. Analysis of Reading Disorders in the Film Taare Zameen Par. Thesis. Primary teacher Education. Muria Kudus University. Supervisor (1) Dr. Irfai Fathurohman, M.Pd. (2) Imaniar Purbasari S.Pd., M.Pd.
This study aims to determine the analysis of reading disorders in the film "Taare Zameen Par", with the formulation of the problem What are the factors that influence reading disorders in the film Taare Zameen Par and how to overcome reading disorders contained in the film Taare Zameen Par. This study discusses dyslexia or reading disorders. The essence of reading is that children must be able to distinguish the shape of letters, pronounce the sounds of letters and words correctly, move their eyes quickly from left to right according to the order in which the writing is read, voice the writing that is being read correctly, recognize the meaning of punctuation marks, and organize the high and low of the voice according to the sound, the meaning of the spoken word, and the punctuation.
This study uses a qualitative descriptive method as a stage in carrying out research, by taking the research subject of students. This study uses data collection techniques including the stages of observation, interviews, and documentation. The data analysis used is descriptive qualitative data analysis, with research stages of data reduction, data display (data presentation), and conclusions.
The results of the research carried out show that the factors that influence reading disorders in the film Taare Zameen Par are starting from he cannot read the letters written by his teacher when asked to read by his teacher Ihsaan said that the letters in the book were like dancing. Difficulty accepting learning Dyslexia which can be seen very clearly is when the patient cannot distinguish letters that are similar as described in minutes (01.03.27) Ishaan has difficulty distinguishing the letters "b" with "d", "u" with "n", "a" with "e". "s" with "z". Then Ishaan also finds it difficult to distinguish similar numbers such as “6” with “9”, “4” with “F”, “3” with “8”. Apart from not being able to distinguish letters, Ishaan's Dyslexia disorder also cannot mix the same spelling, we can see this when Ishaan writes the word that should be "SIR" into "RIS, then the word that should be written "TOP" becomes "POT". Steps to overcome reading disorders contained in the film Taare Zameen Par through an approach to students. The teacher involves parents to be able to pay attention to the condition of their children, the teacher uses the sand media to train students to write, the teacher writes using his fingers on the students' hands, the teacher can use drawing media and use paint for writing media, the teacher uses the ladder media to teach counting addition and subtraction levels.
Keywords: Dyslexia or reading disorder, Film
vii
ABSTRAK
Aflahah Ulya, 2021. Analisis Gangguan Membaca dalam Film Taare Zameen Par. Skripsi. Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Universitas Muria Kudus. Pembimbing (1) Dr. Irfai Fathurohman, M.Pd. (2) Imaniar Purbasari S.Pd., M.Pd.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui analisa gangguan mmebaca pada film “Taare Zameen Par”, dengan rumusan masalah Apa saja faktor yang mempengaruhi gangguan membaca dalam film Taare Zameen Par dan bagaimana langkah mengatasi gangguan membaca yang terdapat di dalam film Taare Zameen Par. Penelitian ini membahas tentang Disleksia atau gangguan membaca. Hakikat membaca adalah anak harus dapat membedakan bentuk huruf, mengucapkan bunyi huruf dan kata dengan benar, menggerakkan mata dengan cepat dari kiri ke kanan sesuai dengan urutan tulisan yang dibaca, menyuarakan tulisan yang sedang dibaca dengan benar, mengenal arti-arti tanda baca, dan mengatur tinggi rendah suara sesuai dengan bunyi, makna kata yang diucapkan, serta tanda baca.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif sebagai tahapan dalam melaksanakan penelitian, dengan mengambil subjek penelitian Peserta Didik. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data meliputi tahap observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan merupakan analisis data deskriptif kualitatif, dengan tahapan penelitian reduksi data, display data (penyajian data), dan kesimpulan.
Hasil penelitian yang dilaksanakan menunjukkan bahwa Faktor yang mempengaruhi gangguan membaca dalam film Taare Zameen Par yaitu mulai dari dia tidak bisa membaca huruf yang ditulis gurunya ketika disuruh membaca oleh gurunya Ihsaan mengatakan bahwa huruf-huruf yang ada di buku tersebut seperti menari. Kesulitan menerima pembelajaran Disleksia yang dapat terlihat sangat jelas adalah ketika penderita tidak bisa membedakan huruf-huruf yang serupa seperti yang dijelaskan pada menit (01.03.27) Ishaan sulit membedakan huruf “b” dengan “d”, “u” dengan “n”, “a” dengan “e”. “s” dengan “z”. Kemudia Ishaan juga sulit untuk membedakan angka yang serupa seperti “6” dengan “9”, “4” dengan “F”, “3” dengan “8”. Selain tidak bisa membedakan huruf, kelainan Disleksia yang dialami Ishaan juga tidak bisa mencampurkan ejaan yang sama, hal ini dapat kita lihat ketika Ishaan menulis kata yang seharusnya “SIR” menjadi “RIS, kemudian kata yang seharusnya ditulis “TOP” menjadi “POT”. Langkah mengatasi gangguan membaca yang terdapat di dalam film Taare Zameen Par melalui pendekatan kepada siswa. Guru melibatkan orang tua untuk dapat memperhatikan keadaan anaknya, Guru menggunakan media pasir untuk melatih siswa menulis, Guru menulis dengan menggunakan jari di atas tangan siswa, Guru dapat menggunakan media gambar dan menggunakan cat untuk media tulis, Guru menggunakan media tangga untuk mengajarkan cara berhitung pada tataran penjumlahan dan pengurangan.
Kata Kunci: Disleksia atau gangguan membaca, Film
viii
DAFTAR ISI
SKRIPSI....................................................................................................................i
LOGO......................................................................................................................ii
SKRIPSI.................................................................................................................iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN..........................................................................iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI............................................................v
PRAKATA..............................................................................................................vi
ABSTRACT...........................................................................................................vii
ABSTRAK............................................................................................................viii
DAFTAR ISI...........................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................5
C. Tujuan Penelitian..................................................................................5
D. Manfaat Penelitian................................................................................6
E. Definisi Operasional..............................................................................6
1. Membaca......................................................................................6
2. Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia ).....................................7
3. Film..............................................................................................7
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................8
A. Kajian Teori..........................................................................................8
1. Hakikat Membaca........................................................................8
2. Disleksia / Gangguan Membaca...............................................19
3. Film............................................................................................38
B. Penelitian yang Relevan......................................................................48
C. Kerangka Teori....................................................................................52
D. Kerangka Berpikir...............................................................................54
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................56
ix
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian..........................................................56
1. Pendekatan Penelitian................................................................56
2. Jenis Penelitian..........................................................................57
B. Data dan Sumber Data........................................................................57
C. Teknik Pengumpulan Data..................................................................58
D. Analisis Data.......................................................................................60
BAB IV HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN........................................62
A. HASIL PENELITIAN.........................................................................62
1. Faktor yang mempengaruhi gangguan membaca dalam
film Taare Zameen Par..............................................................62
2. Langkah mengatasi gangguan membaca yang terdapat di
dalam film Taare Zameen Par....................................................80
BAB V PENUTUP..............................................................................................111
A. Kesimpulan.......................................................................................111
B. Saran..................................................................................................113
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................114
LAMPIRAN.........................................................................................................117
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori...............................................................................53
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir..........................................................................54
Gambar 4.1 Pak Nikumbh kerumah orang tua Ishaan........................................63
Gambar 4.2 Ihsan kebingungan tidak bisa membaca.........................................65
Gambar 4.3 Ishaan melamun mangamati burung..............................................66
Gambar 4.4 Ishaan tidak bisa memahami ttulisan Bahasa Inggris....................68
Gambar 4.5 Ishaan bermain dengan anjing dibawah pohon...............................70
Gambar 4.6 Ishaan dimarahi oleh ayahnya........................................................71
Gambar 4.7 Ishaan belajar didampingi oleh Ibunya...........................................73
Gambar 4.8 Perintah untuk Melukis...................................................................83
Gambar 4.9 Ishaan belum menggambar apapun................................................84
Gambar 4.11 Pembelajaran dengan menceritakan tokoh ilmuwan......................89
Gambar 4.12 Pak Nikumbh meyakinkan kepala sekolah untuk membantu
kesulitan belajar Ishaan..................................................................92
Gambar 4.13 Pak Nikumbh berkeliling mendatangi beberapa siswa...................93
Gambar 4.14 Ishaan belajar menulis huruf dengan media pasir..........................94
Gambar 4.15 Ishaan belajar menulis angka dengan papan tulis kotak -
kotak...............................................................................................94
Gambar 4.16 Laporan hasil pembelajaran Yohaan pada sang Ibu.......................97
Gambar 4.17 Orang tua Ishaan dipanggil untuk melihat hasil pembelajaran.......98
Gambar 4.18 Orang tua Ishaan mengambil rapor akhir semester........................99
Gambar 4.19 Ishaan hampir menyelesaikan puzzle...........................................100
Gambar 4.20 Lukisan Ishaan yang dipuji Yohaan.............................................100
Gambar 4.21 Saat Ishaan sedang belajar matematika dengan Pak Nikumbh.....101
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian...................................................................123
2. Kisi-Kisi Lembar Observasi.......................................................................124
3. Pedoman Observasi....................................................................................125
4. Pedoman Wawancara Guru........................................................................126
5. Pedoman Wawancara Peserta Didik...........................................................128
6. Sinopsis Film Taare Zameen Par................................................................129
7. Analisa Film : Taare Zameen Par...............................................................144
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belajar merupakan proses hidup yang secara sadar harus dijalani semua
manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, pengetahuan,
keterampilan, dan sikap (Heri, 2014: 1). Belajar adalah kegiatan yang berproses
dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan
jenis dan jenjang pendidikan. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan
pendidikan sangat bergantung pada proses belajar, baik ketika berada di sekolah,
lingkungan masyarakat, ataupun keluarga (Komsiyah, 2012:1). Melalui belajar
manusia dapat mengeksplorasi, memilih, dan menetapkan keputusan-keputusan
penting untuk kehidupannya. Belajar juga dapat mengakibatkan terjadinya
perubahan tingkah laku, dari sebelumnya tidak mengetahui menjadi tahu,
sehingga terjadi perubahan yang lebih baik (Helmawati, 2014:189-190).
Seorang guru sebaiknya melihat hasil belajar siswa dari berbagai sudut
kinerja psikologis yang utuh dan menyeluruh. Seorang siswa yang menempuh
proses belajar idealnya ditandai oleh munculnya psikologis-psikologis baru yang
positif. Pengalaman-pengalaman yang bersifat kejiwaan tersebut diharapkan dapat
mengembangkan aneka ragam sifat, sikap, dan kecakapan konstruktif.
Siswa pada prinsipnya berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja
akademik (academic performance) yang memuaskan. Namun, dari kenyataan
sehari-hari tampak jelas bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal
kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan, dan
pendekatan belajar antara siswa satu dengan siswa lainnya. Sementara itu,
penyelenggaraan pendidikan di sekolah pada umumnya hanya ditujukan kepada
siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan lebih
atau yang berkemampuan rendah terabaikan. Dengan demikian, siswa yang
berkategori di luar rata-rata (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat
kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya.
Kemudian, terdapat masalah dalam belajar yang tidak hanya menimpa siswa
1
berkemampuan rendah, tetapi juga dialami oleh siswa yang berkemampuan tinggi
(Syah, 2010: 181-182).
Timbulnya masalah dalam belajar disebabkan oleh faktor yang berasal dari
dalam diri siswa dan dari luar diri siswa. Faktor yang berasal dari diri siswa
meliputi gangguan atau kekurangmampuan psikofisik siswa, rendahnya kapasitas
intelektual, labilnya emosi dan sikap, serta terganggunya alat-alat indra.
Kemampuan dasar berbahasa harus dikuasai secara penuh pada anak dalam
kaitannya dengan komunikasi, ini nantinya akan mempengaruhi jiwa anak, baik
dari sisi sosial maupun sisi akademis. Kemampuan berbahasa tidak hanya dalam
hal berbicara tetapi juga dalam kaitannya dengan membaca, menulis dan
menyimak. Untuk meningkatkan kemampuan berbahasa pendidik berperan penuh
dalam pencapaiannya. Sesuai dengan tujuan yang tertuang pada UU Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa,
peserta didik harus mempunyai kemampuan dasar sebagai tahap awal untuk
menerima pengetahuanmaupun informasi yang akan diterima dari pendidik.
Kemampuan berbahasa lebih spesifik membaca merupakan kemampuan dasar
yang sangat penting dikuasai oleh peserta didik. Kegiatan membaca dapat
membantu anak dalam menerima ataupun menggali pengetahuan dan
keterampilan (Abdurrahman, 2009:121).
Orang tua belum begitu banyak yang menyadari bagaimana cara
memberikan pendidikan yang tepat untuk anak berkebutuhan khusus (diffabel)
seperti Disleksia . Justru terkadang masyarakat tidak menyadari akan adanya
kebutuhan khusus tersebut bagi diri anak maupun orang lain yang ada disekitar
mereka. Disleksia menurut Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia
dr, Kristiantini Dewi, Sp. A., merupakan kelainan dengan dasar kelainan
neurobiologis dan ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat
atau akurat dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengode symbol (Aphroditta
M, 2017:55).
Permasalahan timbul ketika seorang anak memiliki gangguan dalam
pemerolehan bahasa terutama untuk membaca. Gangguan membaca yang dialami
oleh anak disebut Disleksia. Disleksia adalah salah satu jenis kesulitan belajar
2
pada anak berupa ketidakmampuan membaca. Gangguan ini bukan disebabkan
ketidakmampuan penglihatan, pendengaran, intelegensia, atau keterampilannya
dalam berbahasa, tetapi lebih disebabkan oleh gangguan dalam proses otak ketika
mengolah informasi yang diterimanya. Tanda-tanda yang termasuk kelompok
resiko penyandang Disleksia antara lain sulit mengeja, sulit membedakan huruf b
dan d, kekurangan atau kelebihan huruf dalam menulis, sulit mengingat arah kiri
dan kanan, sulit membedakan waktu (hari ini, kemarin, besok), sulit mengingat
urutan, sulit mengikuti instruksi verbal, sulit berkonsentrasi, perhatiannya mudah
beralih, Sulit berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan (bahasanya kaku
dan tidak berurutan), Untuk berhitung seringkali juga mengalami kesulitan,
terutama dalam soal cerita, ulisan sulit dibaca, Kurang percaya diri.Seperti yang
didefinisikan oleh Orton (2014: 3), “Dyslexia is one of several distinct learning
disabilities. It is a specific language-based disorder of constitutional origin
characterised by difficulties in single-word decoding, usually reflecting
insufficient phonological processing abilities.” Menurut Subyantoro (2013:177)
dijelaskan bahwa “Disleksia adalah ketidakmampuan mengenal huruf dan suku
kata dalam bentuk tertulis.”
Disleksia adalah salah satu jenis kesulitan belajar pada anak berupa
ketidakmampuan membaca. Menurut Mar’at (2015:83) mengatakan bahwa
Disleksia adalah kesukaran membaca yang tidak didasari olah gangguan
neurologis, tidak ada bukti tentang adanya kerusakan otak atau gangguan organis
lainnya.Tanda-tanda yang termasuk kelompok resiko penyandang Disleksia
antara lain sulit mengeja, sulit membedakan huruf b dan d, kekurangan atau
kelebihan huruf dalam menulis, sulit mengingat arah kiri dan kanan, sulit
membedakan waktu (hari ini, kemarin, besok), sulit mengingat urutan, sulit
mengikuti instruksi verbal, sulit berkonsentrasi, perhatiannya mudah beralih, sulit
berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan (bahasanya kaku dan tidak
berurutan), Untuk berhitung seringkali juga mengalami kesulitan, terutama dalam
soal cerita, ulisan sulit dibaca, kurang percaya diri.
Terkait dengan kesulitan membaca, sebuah film India karya Aamir Khan
yang berjudul “Taare Zameen Par” menceritakan hal serupa dengan fenomena
3
yang terkait dengan kesulitan membaca. Film ini menceritakan seorang anak kelas
III Sekolah Dasar yang bernama Ishaan Awasthi. Di dalam film tersebut, Ishaan
memiliki kebiasaan yang berbeda dengan anak-anak lain di kelasnya. Ishaan
selalu mendapatkan nilai paling buruk di kelas, tidak fokus dan konsentrasi pada
saat pembelajaran berlangsung. Selain itu, Ishaan juga selalu menghindari belajar,
ketakutan jika guru menyuruhnya membaca, tidak bisa mengeja tulisan, tulisan
tangannya tidak beraturan, dan banyak yang terbalik. Ketika dihadapkan dengan
sebuah soal Matematika, Ishaan mengerjakan soal tersebut dengan menggunakan
imajinasinya. Hal ini mengakibatkan seorang anak tidak mampu membaca dan
menuliss kerena kebingungan saat melihat huruf. Hal ini mengakibatkan Ishaan
diangap sebagai anak yang bodoh oleh guru-gurunya di sekolah. Hingga akhirnya
Ishaan pindah di sekolah asrama, semenjak itu Ishaan berubah menjadi anak yang
pemurung dan Ishaan kehilanggan kepercayaan dirinya. Semuanya berubah
hingga ada seorang guru baru mengajar. Sang guru mencari tahu keadaan yang
sedang dialami oleh Ishaan, dan perlahan guru baru tersebut mampu membangun
kembali kepercaya diri Ishaan.
Film Taare Zameen Par mengandung nilai-nilai penting di dalam
pembelajaran, terutama bagi orang tua dan juga guru. Permasalahan yang menarik
bagi peneliti adalah tentang kesulitan belajar anak usia Sekolah Dasar yang pada
awalnya masih diabaikan oleh orang tua dan juga guru di sekolah, terutama dalam
hal kesulitan membaca, menulis, dan berhitung. Film ini juga mengajarkan bahwa
orang tua dan guru harus mampu memberikan pengajaran sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan anak, sehingga anak yang berkesulitan belajar juga dapat belajar
seperti anak pada umumnya. Dalam setiap kegiatan pembelajaran, guru harus
memahami sifat atau ciri masing-masing peserta didik dan jangan berlaku sama
terhadap mereka. Meskipun pembelajaran berlangsung secara menyeluruh, namun
dalam hal-hal tertentu perhatian guru harus terfokus pada setiap individu peserta
didik. Khususnya siswa yang memerlukan perhatian dan bimbingan lebih. Contoh,
siswa yang malas atau lamban belajar, suka mengganggu teman dan lainnya (I
Wayan Romi Sudhita, 2014:2). Selain itu, bakat-bakat yang dimiliki dalam bidang
lain bisa terus dikembangkan.
4
Film Taaere Zameen Par menarik perhatian penulis, antara lain karena film
tersebut mengandung pesan moral yang berkenaan dengan upaya membangun
kembali karakter percaya diri siswa berkebutuhan khusus. Penelitian ini
dimaksutkan agar pesan positif dari film dapat dideskripsikan lebih lengkap agar
masyarakat menangkap pesan positif dari film tersebut.
Berdasarkan kesulitan belajar pada film “Taare Zameen Par”, peneliti ingin
meneliti tentang kesulitan membaca pada anak yang terdapat di dalam film “Taare
Zameen Par”. Selain itu, peneliti juga ingin mengetahui bagaimana upaya
mengatasinya. Dengan demikian, peneliti mengangkat sebuah judul “Analisis
Gangguan Membaca dalam Film Taare Zameen Par”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Apa saja faktor yang mempengaruhi gangguan membaca dalam film Taare
Zameen Par?
2. Bagaimana langkah mengatasi gangguan membaca yang terdapat di dalam
film Taare Zameen Par?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulis mempunyai tujuan penelitian
yang ingin dicapai, yaitu sebagai berikut:
1. Mendiskrisikan faktor yang mempengaruhi gangguan membaca dalam film
Taare Zameen Par.
2. Mengetahui langkah – langkah mengatasi gangguan membaca yang terdapat
di dalam film Taare Zameen Par.
5
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pemikiran dalam
pengembangan teori-teori pendidikan yang terkait dengan psikologi belajar,
khususnya gangguan membaca.
2. Secara Praktis
a. Orang Tua
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dan masukan yang
positif bagi orang tua sebagai upaya untuk menangani anak yang berkesulitan
belajar terutama gangguan membaca, sehingga dapat berhasil seperti anak pada
umumnya.
b. Bagi pendidik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan
untuk mengatasi masalah gangguan membaca yang dialami oleh anak dengan
memberikan pengajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak.
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan
dalam upaya menangani gangguan membaca, sehingga nantinya dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran.
d. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi peneliti yang
akan datang dalam mengembangkan penelitian tentang metode-metode lain yang
dapat digunakan untuk membantu siswa mengatasi kesulitan gangguan membaca.
E. Definisi Operasional
1. Membaca
Membaca adalah kegiatan yang melibatkan banyak aspek dengan tujuan
untuk memperoleh pesan dengan berbagai cara. Hakikat membaca adalah anak
harus dapat membedakan bentuk huruf, mengucapkan bunyi huruf dan kata
dengan benar, menggerakkan mata dengan cepat dari kiri ke kanan sesuai dengan
urutan tulisan yang dibaca, menyuarakan tulisan yang sedang dibaca dengan
6
benar, mengenal arti-arti tanda baca, dan mengatur tinggi rendah suara sesuai
dengan bunyi, makna kata yang diucapkan, serta tanda baca.
2. Kesulitan Belajar Membaca (Disleksia )
Kesulitan membaca adalah gangguan atau hambatan dalam membaca
dengan ditunjukkan adanya kesenjangan antara keampuan yang dimiliki dengan
prestasi belajarnya. Anak yang mengalami kesulitan membaca seperti
Penghilangan kata atau huruf sering dilakukan oleh anak berkesulitan belajar
membaca karena adanya kekurangan dalam mengenal huruf, bunyi bahasa (fonik),
dan bentuk kalimat dan Pengucapan kata.
3. Film
Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang menampilkan
serangkaian gambar bergerak dengan suatu jalan cerita yang dimainkan oleh para
pemeran yang diproduksi untuk menyampaikan suatu pesan kepada para
penontonnya. Film dibentuk oleh dua komponen utama yaitu unsur naratif dan
sinematik. Unsur naratif terkait dengan aspek cerita atau tema film dan unsur
sinematik terkait aspek teknis produksi film. Kedua unsur tersebut saling melekat
dan membentuk suatu karya seni yang disebut sebagai film.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakikat Membaca
a) Pengertian Membaca
Kegiatan membaca tidak akan terlepas dalam kehidupan sehari-hari seiring
dengan berkembangnya teknologi. Mengingat bahwa setiap tindakan yang
dilakukan oleh manusia akan melibatkan kegiatan membaca. Menurut Djuanda
(2008: 112) bahwa membaca adalah suatu kegiatan yang melibatkan banyak hal,
tidak hanya sekedar melafalkan tulisan tetapi juga melibatkan aktivitas visual,
berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif.
Seseorang dikatakan telah mampu menerima pesan yang disampaikan oleh
orang lain apabila pembaca dapat merespon dengan baik sebagai bentuk
interaksinya dalam memahami makna. Adapun pendapat yang senada dari
Cahyani dan Hodijah (2007: 98) mengenai membaca, bahwa “membaca adalah
proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh
pesan, yang hendak disampaikan melalui media/kata-kata/Bahasa tulis”. Selain
itu, membaca juga akan membantu untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
Dalman (2013: 5) mengemukakan bahwa “membaca merupakan suatu
kegiatan proses kognitif yang berupaya untuk menemukan berbagai informasi
yang terdapat dalam tulisan”. Menurut Hodgson (Tarigan, 2008:.7) menjelaskan
bahwa Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh
pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui
media kata-kata/bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok kata
yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan
makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak
terpenuhi, pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau
dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa membaca
adalah kegiatan yang melibatkan banyak aspek dengan tujuan untuk memperoleh
8
pesan dengan berbagai cara. Membaca merupakan Proses yang dilakukan serta
dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan
oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis.
b) Hakikat Kemampuan Membaca Permulaan
Sesuai dengan hakikat membaca permulaan, maka kemampuan yang
dipersyaratkan dalam membaca permulaan menurut I.G.A.K. Wardani (2007: 57)
yaitu, anak dituntut agar mampu: (a) membedakan bentuk huruf, (b) mengucapkan
bunyi huruf dan kata dengan benar, (c) menggerakkan mata dengan cepat dari kiri
ke kanan sesuai dengan urutan tulisan yang dibaca, (d) menyuarakan tulisan yang
sedang dibaca dengan benar, (e) mengenal arti-arti tanda baca, dan (f) mengatur
tinggi rendah suara sesuai dengan bunyi, makna kata yang diucapkan, serta tanda
baca.
Menurut Amitya Kumara, A. Jayanti Wulansari, & L. Gayatri Yosef, (2014:
6) kemampuan membaca awal yang dipelajari anak ketika mulai belajar membaca,
anak-anak harus mampu atas hal-hal berikut ini.
1. Mengembangkan kemampuan asosiatif yaitu kemampuan mengaitkan
sesuatu dengan sesuatu yang lain, contoh: kaitan apa yang telah diucapkan
anak dengan simbolnya dalam bentuk huruf dan juga kaitan apa yang dibaca
dengan maknanya.
2. Kematangan kemampuan neurobiologi yaitu kemampuan memanfaatkan
memori serial yaitu mengelola berbagai informasi yang masuk. Misalnya
huruf A, bisa ditulis dengan tegak lurus atau miring atau dengan bentuk
yang lain karena sebenarnya mewakili huruf yang sama. Anak yang belum
matang kemampuan neurobiologinya belum dapat mengidentifikasi garis
lurus dan setengah lingkaran, apalagi kombinasinya.
3. Menguasai sistem fonologi bahasa tersebut, artinya anak secara intuitif
mampu melakukan kombinasi bunyi, cara menuliskan, dan mampu
membacanya. Sehingga kemampuan membaca dan menulis sangat berkaitan
satu sama lain.
9
4. Menguasai sintaksis, artinya dalam struktur bacaan ada Subjek-Predikat-
Objek. Seseorang yang tidak mampu memahami struktur bacaan, sudah
barang tentu akan menghambat untuk memahami sebuah teks bacaan.
5. Menguasai semantik, artinya memahami makna kata per kata yang
dibacanya maupun kaitan makna kata yang satu dengan makna kata lainnya
yang disusun menjadi kalimat. Sehingga pemahaman terhadap apa yang
dibaca sangat ditekankan.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hakikat membaca
adalah anak harus dapat membedakan bentuk huruf, mengucapkan bunyi huruf
dan kata dengan benar, menggerakkan mata dengan cepat dari kiri ke kanan sesuai
dengan urutan tulisan yang dibaca, menyuarakan tulisan yang sedang dibaca
dengan benar, mengenal arti-arti tanda baca, dan mengatur tinggi rendah suara
sesuai dengan bunyi, makna kata yang diucapkan, serta tanda baca. Hal – hal yang
perlu dipelajari anak ketika mulai belajar membaca, anak-anak harus mampu atas
hal-hal yaitu mengembangkan kemampuan asosiatif, Kematangan kemampuan
neurobiologi, Menguasai sistem fonologi bahasa tersebut, Menguasai sintaksis,
dan Menguasai semantik.
c) Tujuan Membaca
Tuntutan di zaman yang modern ini adalah mengembangkan kemampuan
membaca. Melalui membaca akan memperoleh banyak informasi dan
pengetahuan baru yang diperoleh dari berbagai sumber. Hal ini sependapat dengan
Akhadiah (dalam Djuanda, 2008: 115) mengenai tujuan dari membaca yaitu untuk
memperoleh informasi. Informasi yang dimaksudkan di sini mencakup informasi
tentang fakta dan kejadian sehari-hari sampai informasi tentang teori serta
penemuan ilmiah yang canggih‟. Pengetahuan yang berkembang pada seseorang
apabila tidak diimbangi dengan kegemarannya di dalam membaca, maka akan
tidak berguna.
Berbeda halnya dengan orang yang gemar membaca, mereka akan
melakukan kegiatan membaca di dalam sela-sela kesibukannya. Karena tujuan
membaca yang lainnya adalah rekreasi. Menurut Akhadiah (dalam Djuanda, 2008:
10
116) bahwa, seseorang membaca untuk membaca tujuan kesenangan atau hiburan.
Biasanya bahan bacaan yang dipilih adalah mengenai hal-hal yang membuatnya
senang. Pada umumnya tujuan membaca untuk memahami isi bacaan bergantung
pada teks bacaan yang dipilih. Sehingga menurut Anderson (dalam Dalman,
2013:11) membaca mempunyai tujuh tujuan, yaitu
1) reading for details of fact (membaca untuk memperoleh fakta dan
perincian);
2) reading for main ideas (membaca untuk memperoleh ide-ide utama);
3) reading for sequence or organization (membaca untuk mengetahui urutan /
susunan struktur karangan);
4) reading for inference (membaca untuk menyimpulkan);
5) reading to classify (membaca untuk mengelompokkan atau
mengklasifikasikan);
6) reading to evaluate (membaca untuk menilai, mengevaluasi);
7) reading to compare or contrast (membaca untuk memperbandingkan atau
mempertentangkan).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sebelum membaca
hendaknya pembaca menentukan tujuan yang ingin dicapai. Dengan menentukan
tujuan pembaca akan dengan mudah memahami isi dari bacaan karena fokus
terhadap tujuannya.
d) Jenis Membaca
Kegiatan membaca yang dilakukan oleh manusia pada umumnya dengan
dua cara yaitu membaca nyaring dan membaca di dalam hati. Menurut Tarigan
dalam (Dalman, 2013: 63) bahwa „membaca nyaring suatu aktivitas atau kegiatan
yang merupakan alat bagi guru, murid ataupun pembaca bersama-sama dengan
orang lain atau pendengar untuk menangkap atau memahami informasi, pikiran,
dan perasaan seorang pengarang‟. Kegiatan membaca nyaring sering diterapkan
di kelas rendah (I dan II), karena menurut Harris dan Sipay dalam (Rahim, 2005:
124) membaca nyaring membantu untuk mengkontribusikan perkembangan pada
anak secara menyeluruh, diantaranya:
11
a. Membaca nyaring memberikan guru suatu cara yang cepat dan valid untuk
mengevaluasi kemajuan keterampilan membaca yang utama, khususnya
penggalan kata, frasa, dan untuk menemukan kebutuhan pengajaran yang
spesifik;
b. Membaca nyaring memberikan latihan berkomunikasi lisan untuk pembaca
dan bagi yang mendengar untuk meningkatkan keterampilan menyimak;
c. Membaca nyaring juga bisa melatih siswa untuk mendramatisasikan cerita
dan memerankan pelaku yang terdapat di dalam cerita;
d. Membaca nyaring menyediakan suatu media di mana guru dengan
bimbingan yang bijaksana, bisa bekerja untuk meningkatkan kemampuan
penyesuaian diri, terutama lagi dengan anak yang pemalu.
Pendapat di atas meyakinkan bahwa membaca nyaring memiliki banyak
manfaat, khususnya untuk membantu proses belajar mengajar dan Jenis membaca
yang lainnya adalah membaca di dalam hati.
Menurut Dalman, (2013: 67) mengemukakan mengenai pengertian dari
membaca di dalam hati, yaitu: membaca tidak bersuara, tanpa gerakan bibir, tanpa
gerakan kepala, tanpa berisik, memahami bahan bacaan yang dibaca secara diam
atau dalam hati, kecepatan mata dalam membaca tiga kata perdetik, menikmati
bahan bacaan yang dibaca dalam hati, dan dapat menyesuaikan kecepatan
membaca dengan tingkat kesukaran yang terdapat dalam bahan bacaan itu.
Keterlibatan fisik ketika membaca di dalam hati menjadi pendukung utama
dan harus diberikan latihan yang ekstra agar terampil melaksanakan kegiatan
membaca, namun harus disesuaikan dengan jenis bacaan dan suasana dalam
melaksanakan membaca. Oleh sebab itu, membaca dalam hati memberikan
kesempatan kepada pembaca untuk memahami isi bacaan secara mendalam.
Adapun bagian dari membaca di dalam hati yang bisa digunakan untuk
meningkatkan pemahaman pada saat membaca yaitu membaca ekstensif dan
membaca intensif. Menurut Dalman, (2013:68) mengemukakan bahwa membaca
ekstensif ini meliputi membaca survey, membaca sekilas dan membaca dangkal.
Membaca survey hanya dilakukan dengan meneliti apa yang dibutuhkan oleh
pembaca, berbeda halnya dengan membaca sekilas yang membuat mata bergerak
12
lebih cepat untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dari bahan bacaan,
sedangkan membaca dangkal kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh
pemahaman namun tidak secara mendalam dan bersifat untuk kesenangan pribadi.
Bagian dari membaca intensif, yaitu membaca telaah isi dan membaca
telaah bahasa. Dalman, (2013: 70) menjelaskan mengenai bagian dari telaah isi,
diantaranya:
a. Membaca teliti, membaca jenis ini sama pentingnya dengan membaca
sekilas, maka sering seseorang perlu membaca dengan teliti bahanbahan
yang disukai;
b. Membaca pemahaman (reading for understanding) adalah membaca yang
bertujuan untuk memahami tentang standar-standar atau normanorma
kesastraan (literal standards), resensi kritis (critical review) dan pola-pola
fiksi (patterns of fiction);
c. Membaca kritis adalah kegiatan membaca yang dilakukan secara bijaksana,
mendalam, evaluatif, dengan tujuan untuk menemukan keseluruhan bahan
bacaan;
d. Membaca ide adalah sejenis kegiatan membaca yang ingin mencari,
memperoleh serta memanfaatkan ide-ide yang terdapat pada bacaan;
e. Membaca kreatif adalah kegiatan membaca yang tidak hanya sekedar
menangkap makna tersurat.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Membaca bahasa
bertujuan untuk memperbesar daya kata dan mengembangkan kosakata.
Sedangkan bahasa sastra bertujuan untuk menanamkan keserasian dan keindahan
yang tercermin dari bacaannya. Oleh sebab itu, penting sekali bagi pembaca untuk
mengetahui jenis bacaan. Sehingga pembaca akan mampu membedakan bahasa
sastra dan bahasa ilmiah.
e) Tahapan Membaca
Setiap hal yang akan dilakukan pasti berawal dari tahap paling awal
termasuk pada membaca. Membaca memiliki dua tahapan yaitu membaca
permulaan (membaca mekanik) dan membaca lanjut (membaca pemahaman).
13
Membaca permulaan merupakan tahap awal untuk belajar membaca. Menurut
Dalman, (2013:85) membaca permulaan mencakup “pengenalan bentuk huruf,
pengenalan unsur-unsur linguistik, pengenalan hubungan pada pola ejaan dan
bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis), dan kecepatan membaca bertaraf
lambat”.
Pada tahap membaca permulaan, siswa dikenalkan dengan huruf-huruf
abjad yang dimulai A sampai Z. Pengenalan tersebut dapat dilakukan dengan cara
melafalkan huruf-huruf tersebut dan dikenalkan bentuk hurufnya. Jika pada tahap
ini siswa sudah menguasai, maka berlanjut pada pengenalan suku kata, kata,
kalimat, hingga akhirnya siswa mampu membaca walau dengan kecepatan yang
lambat. Ketika membaca permulaan sering kali diterapkan membaca nyaring agar
bisa melatih lafal dan intonasi ketika membaca.
Berbeda halnya dengan membaca lanjut (membaca pemahaman). Membaca
pemahaman menjadi bagian dari membaca di dalam hati. Karena dengan
membaca di dalam hati seorang pembaca akan mampu untuk memahami isi
bacaan secara menyeluruh. Dalman, (2013: 87) mengungkapkan bahwa membaca
pemahaman adalah membaca secara kognitif (membaca untuk memahami).
Seseorang dikatakan telah memahami isi apabila telah mampu mengungkapkan isi
bacaannya menggunakan kata-katanya sendiri.
f) Ciri – ciri Membaca
Anderson dalam (Sabarti Akhadiah, dkk., 1992: 23-24) menjelaskan bahwa
terdapat lima ciri membaca yaitu membaca adalah proses konstruktif, membaca
harus lancar, membaca harus dilakukan dengan strategi yang tepat, membaca
memerlukan motivasi, serta membaca merupakan keterampilan yang harus
dikembangkan secara berkesinambungan. Dalam memahami dan menafsirkan
bacaan memerlukan bantuan latar belakang pengetahuan dan pengalaman
pembaca. Sabarti Akhadiah, dkk. (1992: 23) menjelaskan bahwa pemahaman
pembaca mengenai suatu tulisan merupakan hasil pengolahan berdasarkan
informasi yang terdapat dalam tulisan itu dipadukan dengan pengetahuan dan
pengalaman yang telah dimiliki. Di samping itu Sabarti Akhadiah, dkk. (1992: 23)
14
juga menjelaskan bahwa kelancaran membaca ditentukan oleh kesanggupan
pembaca mengenali kata-kata. Artinya, pembaca harus dapat menghubungkan
tulisan dengan maknanya. Dari hasil penelitian ternyata konteks yang bermakna
dapat mempercepat pengenalan itu. Sabarti Akhadiah, dkk. (1992: 23-24)
menyampaikan bahwa pembaca yang terampil dengan sendirinya akan
menyesuaikan strategi membaca dengan taraf kesulitan tulisan, pengenalannya
tentang topik yang dibaca, serta tujuan membacanya. Pembaca akan
memanfaatkan pengetahuan yang dimilikinya berkenaan dengan topik tersebut
dan memantau pemahamannya tentang bacaan yang dihadapinya, serta
menyesuaikan strateginya bila ia tidak berhasil memahaminya. Selanjutnya,
Sabarti Akhadiah, dkk. (1992: 24) menjelaskan bahwa membaca memerlukan
motivasi. Motivasi merupakan kunci keberhasilan dalam membaca. Membaca
pada dasarnya adalah sesuatu yang menyenangkan. Akan tetapi pembelajaran
membaca mungkin membosankan terutama pada siswa yang sering menemukan
kegagalan. Untuk itu siswa harus diberi motivasi dalam berlatih membaca. Hal itu
berhubungan dengan keterampilan membaca tidak dapat diperoleh secara
mendadak. Keterampilan membaca diperoleh melalui belajar, tahap demi tahap
dan terus menerus.
g) Langkah – langkah Membaca
Langkah-langkah membaca dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:
1. Pra Membaca
Tahap Pra Membaca merupakan tahap yang dilakukan sebelum membaca.
Tahap ini mencakup banyak hal, antara lain: penentuan tujuan membaca,
penentuan apa yang akan dibaca, persiapan mental (psikologi), persiapan fisik,
dan lain-lain. Sebelum melakukan kegiatan membaca, seorang pembaca terlebih
dahulu harus menentukan apa tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan membaca.
Setelah menentukan tujuan, barulah kita bisa menentukan apa yang akan dibaca.
Misalnya seseorang memiliki tujuan membaca untuk menambah referensi
penulisan Karya Tulis Ilmiah tentang Analisis Kekhilafan dalam Belajar Bahasa
Kedua. Tentunya kita akan mencari bahan bacaan yang sesuai dengan judul
15
tersebut. Proses pencarian bahan bacaan ini, seorang pembaca biasanya
melakukan membaca memindai (skimming) untuk mencari bacaan yang sesuai
dalam sebuah buku. Dengan alasan inilah, banyak ahli yang mengatakan bahwa
membaca memindai (skimming) termasuk dalam tahap Pra Membaca. Selain hal-
hal di atas, seorang pembaca juga perlu menyiapkan mental dan fisiknya sebelum
melakukan kegiatan membaca. Dalam persiapan ini, pembaca harus berusaha
menenagkan diri dan memusatkan konsentrasi. Pembaca juga perlu menyiapkan
fisik yang sehat dan segar. Sikap badan yang tepat akan memengaruhi konsentrasi
dan kelancaran membaca.
2. Membaca
Tahap ini merupakan tahapan inti dalam kegiatan membaca. Tahap ini
melibatkan beberapa aspek, yaitu:
a) Keterampilan yang bersifat mekanis
Aspek ini mencakup beberapa hal sebagai berikut:
1) Pengenalan bentuk huruf;
2) Pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem, morfem, frase, klausa, kata,
kalimat, dan lain-lain);
3) Pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan
menyuarakan bahan tertulis);
4) Kecepatan membacca ke taraf lambat.
b) Keterampilan yang bersifat pemahaman
Aspek ini mencakup beberapa hal sebagai berikut:
1) Memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal);
2) Memahami siginifikansi/makna (a.l. maksud dan tujuan pengarang,
relevansi/keadaan kebudayaan, dan reaksi pembaca);
3) Evaluasi atau penilaian (isi, bentuk);
4) Kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan
kondisi.
3. Pasca Membaca
16
Tahap Pasca Membaca merupakan tahap yang dilakukan setelah kegiatan
membaca. Tahap ini penting dilakukan untuk melihat sejauh mana pemahaman
pembaca terhadap bacaan yang dibaca. Tahap ini dapat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain:
a. menjawab pertanyaan yang sesuai dengan bahan bacaan,
b. menceritakan apa yang telah dibaca kepada orang lain, atau
c. menuliskan kembali apa yang telah dibaca.
d. Demikian yang bisa admin bagi, materi ini tentunya banyak kekurangan.
Farida Rahim (2008: 12) menyampaikan bahwa kegiatan membaca terdiri
dari dua komponen yaitu: a) proses membaca, dan b) produk membaca.
a. Proses Membaca
Farida Rahim (2008: 12) menyampaikan bahwa proses membaca terdiri dari
9 aspek, yaitu sensori, perseptual, urutan, pengalaman, pikiran, pembelajaran,
asosiasi, sikap, dan gagasan. Proses sensori visual menurut Farida Rahim (2008:
12) diperoleh dengan pengungkapan simbol-simbol grafis melalui indra
penglihatan. Anak-anak belajar membedakan secara visual simbol-simbol grafis
(huruf atau kata) yang digunakan untuk mempresentasikan bahan lisan. Kegiatan
perseptual dijelaskan Farida Rahim (2008: 12) sebagai aktivitas mengenal suatu
kata sampai pada suatu makna berdasarkan pengalaman yang lalu. Aspek urutan
merupakan kegiatan mengikuti rangkaian tulisan yang tersusun secara linear, yang
umumnya tampil dalam satu halaman dari kiri ke kanan atau dari atas ke bawah.
Pengalaman merupakan aspek penting dalam proses membaca. Farida
Rahim (2008: 12) menyampaikan bahwa anak-anak yang memiliki pengalaman
banyak akan mempunyai kesempatan yang lebih luas dalam mengembangkan
pemahaman kosakata dan konsep yang mereka hadapi dalam membaca
dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki pengalaman terbatas. Untuk
memahami makna bacaan, pembaca terlebih dahulu harus memahami kata-kata
dan kalimat yang dihadapinya. Kemudian pembaca membuat simpulan dengan
menghubungkan isi preposisi yang terdapat dalam materi bacaan. Agar proses ini
dapat berlangsung pembaca harus berpikir sistematis, logis, dan kreatif.
17
Guru dapat membimbing siswa meningkatkan kemampuan berpikir melalui
membaca dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Adapun pertanyaan pertanyaan yang
diberikan sehubungan dengan bacaan tidak hanya pertanyaan yang menghasilkan
jawaban yang berupa fakta. Proses membaca selanjutnya yaitu aspek asosiasi
meliputi mengenal hubungan antara simbol dengan bunyi bahsa dan makna
(Farida Rahim, 2008: 13).
Selanjutnya, Farida Rahim (2008: 13) menerangkan bahwa masih ada aspek
proses membaca yang lain yaitu sikap atau afektif berkenaan dengan kegiatan
memusatkan perhatian, membangkitkan kegemaran membaca, menumbuhkan
motivasi membaca ketika sedang membaca. Motivasi dan kesenangan membaca
sangat membantu siswa untuk memusatkan perhatian pada membaca. Aspek dari
proses membaca yang terakhir menurut Farida Rahim (2008: 13) adalah
pemberian gagasan dimulai dengan penggunaan sensori dan perseptual dengan
latar belakang pengalaman dan tanggapan afektif serta membangun makna teks
yang dibacanya secara pribadi. Makna dibangun berdasarkan pada teks yang
dibacanya, tetapi tidak seluruhnya ditemui di dalam teks. Pembaca akan
menghasilkan makna yang berbeda dari teks yang sama jika pengalaman dan
reaksi afektif dari pembaca tersebut berbeda (Farida Rahim, 2008: 14).
b. Produk Membaca
Komponen kegiatan membaca yang kedua yaitu produk membaca. Farida
Rahim (2008: 12) menjelaskan bahwa produk membaca merupakan komunikasi
dari pemikiran dan emosi antara penulis dan pembaca. Komunikasi juga bisa
terjadi dari konstruksi pembaca melalui integrasi pengetahuan yang telah dimiliki
pembaca dengan informasi yang disajikan dalam teks. Komunikasi dalam
membaca tergantung pada pemahaman yang dipengaruhi oleh seluruh aspek
proses membaca.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa langkah membaca
yaitu:
1. pengenalan bentuk huruf;
18
2. pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem, morfem, frase, klausa, kata,
kalimat, dan lain-lain);
3. pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan
menyuarakan bahan tertulis);
4. kecepatan membacca ke taraf lambat.
5. Memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal);
2. Disleksia / Gangguan Membaca
a) Hakikat Disleksia
Kesulitan membaca (reading disability) sering disebut sebagai
ketidakmampuan belajar spesifik. Istilah ini digunakan untuk mengidentifikasi
individu yang memiliki kesulitan secara signifikan dalam belajar membaca
(Gunderson, D’Silva, & Chen, 2011: 14-15).
Kesulitan membaca menurut Olson & Byrne (2005: 191) adalah kegagalan
untuk belajar, dan belajar adalah sesuatu yang terjadi sepanjang waktu. Itu
mungkin saja, oleh karena itu, bahwa penyebab yang sebenarnya dalam turunan
kesulitan membaca merupakan proses dinamis yang mempengaruhi kemampuan
anak untuk mengeksploitasi instruksi membaca, seperti yang disarankan oleh data,
tinjauan sebelumnya, dalam pengaruh seluas mungkin pada parameter penilaian
belajar.
Feifer (2011: 21-22) menjelaskan bahwa siswa dengan kesulitan membaca
dipandang sebagai manifestasi kesulitan yang memenuhi syarat untuk pemberian
dukungan dan akomodasi melalui rencana pendidikan individu yang disebut
Individual Education Plan (IEP). Anak-anak dengan kesulitan membaca memiliki
sarana intelektual untuk memperoleh keterampilan membaca secara fungsional,
tetapi berprestasi rendah di sekolah karena kesulitan yang melekat pada
pembelajaran.
Beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan
membaca adalah gangguan atau hambatan dalam membaca dengan ditunjukkan
adanya kesenjangan antara keampuan yang dimiliki dengan prestasi belajarnya.
Kesulitan membaca memiliki sarana intelektual untuk memperoleh keterampilan
19
membaca secara fungsional, tetapi berprestasi rendah di sekolah karena kesulitan
yang melekat pada pembelajaran.
b) Karakteristik Kesulitan Membaca
Santrock (2004: 230) menjelaskan bahwa learning disability yaitu kesulitan
belajar dimana anak: (a) mempunyai inteligensi normal atau di atas ratarata; (b)
kesulitan setidaknya dalam satu atau lebih mata pelajaran; dan (c) tidak memiliki
problem atau gangguan lain, seperti retardasi mental, yang menyebabkan
kesuliatan. Beberapa area akademik yang paling umum yang menjadi masalah
bagi anak dengan kesulitan belajar adalah pelajaran membaca, bahasa tulis, dan
matematika. Bidang paling umum yang menyulitkan anak dengan gangguan
belajar adalah aktivitas membaca, terutama keterampilan fonologis, yang
menyangkut cara memahami bagaimana suara dan huruf membentuk kata.
Vernon dalam (Mulyono, 2010: 176) mengemukakan anak yang mengalami
kesulitan belajar membaca memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a) memiliki
kekurangan dalam diskriminasi penglihatan, (b) tidak mampu menganalisis kata
menjadi huruf-huruf, (c) memiliki kekurangan dalam memori visual, (d) memiliki
kekurangan dalam melakukan diskriminasi auditoris, (e) tidak mampu memahami
sumber bunyi, (f) kurang mampu mengintegrasikan penglihatan dan pendengaran,
(g) kesulitan dalam mempelajari asosiasi simbol – simbol irreguler (khusus yang
berbahasa inggris), (h) kesulitan dalam mengurutkan kata-kata dan huruf-huruf,
(i) membaca kata demi kata-kata, (j) kurang memiliki kemampuan dalam berpikir
konseptual.
Menurut Hargrove dalam (Mulyono, 2010: 176-178) anak-anak berkesulitan
membaca permulaan mengalami berbagai kesalahan dalam membaca sebagai
berikut:
1) Penghilangan kata atau huruf
Penghilangan kata atau huruf sering dilakukan oleh anak berkesulitan
belajar membaca karena adanya kekurangan dalam mengenal huruf, bunyi
bahasa (fonik), dan bentuk kalimat. Hal ini biasanya terjadi pada
20
pertengahan atau akhir kata atau kalimat. Penyebab lain adalah karena anak
menganggap huruf atau kata yang dihilangkan tersebut tidak diperlukan.
Contoh “adik membeli roti” dibaca “adik beli roti”.
2) Penyelipan kata
Penyelipan kata terjadi karena anak kurang mengenal huruf, membaca
terlalu cepat, atau karena bicaranya melampaui kecepetan membacanya.
Contoh “baju mama di lemari” dibaca “baju mama ada di lemari”.
3) Penggantian kata
Penggantian kata merupakan kesalahan yang banyak terjadi. Hal ini
dapat terjadi karena anak tidak memahami kata sehingga hanya menerka-
nerka saja.Contoh “tas ayah di dalam mobil” dibaca “tas bapak di dalam
mobil”.
4) Pengucapan kata salah
Pengucapan kata salah terdiri dari tiga macam, (a) pengucapan kata
salahdan makna berbeda, (b) pengucapan kata salah tetapi makna sama, dan
(c) pengucapan kata salah dan tidak bermakna. Keadaan semacam ini dapat
terjadi karena anak tidak mengenal huruf sehingga menduga-duga saja,
mungkin karena membaca terlalu cepat, perasaan tertekan atau takut kepada
guru, atau karena perbedaan dialek anak dengan bahasa Indonesia yang
baku. Contoh pengucapan kata salah dan makna berbeda adalah “baju bibi
baru” dibaca “baju bibi biru”; pengucapan kata salah dan makna sama
adalah “kakak pergi ke sekolah” dibaca “kakak pigi ke sekolah”; sedangkan
contoh pengucapan kata salah tidak bermakna adalah “bapak beli duren”
dibaca “bapak beli buren”.
5) Pengucapan kata dengan bantuan guru
Pengucapan kata dengan bantuan guru terjadi jika guru ingin
membantu anak melafalkan kata-kata. Hal ini terjadi karena sudah ditunggu
beberapa menit oleh guru tetapi anak belum juga melafalkan kata-kata yang
diharapkan. Selain karena kekurangan dalam mengenal huruf, anak yang
memerlukan bantuan semacam itu biasanya karena takut resiko jika terjadi
21
kesalahan. Anak semacam ini biasanya juga memiliki kepercayaan diri yang
kurang, terutama pada saat menghadapi tugas membaca.
6) Pengulangan
Pengulangan bisa terjadi pada kata, suku kata, atau kalimat. Contoh
pengulangan yaitu “bab-ba-ba-pak menulis su-su-rat”. Kemungkinan hal ini
karena kurang mengenal huruf sehingga harus memperlambat membaca
sambil mengingat-ngingat nama huruf tersebut. Terkadang anak sengaja
mengulang kalimat untuk lebih memahami arti kalimat tersebut.
7) Pembalikan huruf
Pembalikan huruf terjadi karena anak bingung posisi kiri-kanan atau
atasbawah. Pembalikan terjadi terutama pada huruf-huruf yang hampir sama
seperti “d” dengan “b”, “p” dengan “q” atau “g”, “m” dengan “n” atau “w”.
8) Kurang memperhatikan tanda baca
Jika anak belum paham arti tanda baca yang utama seperti titik dan
koma, mereka akan mengalami kesulitan dalam intonasi. Dalam kesulitan
intonasi anak dapat membaca atau menyuarakan semua tulisan, tetapi
mendapat kesulitan dalam lagu membaca dan intonasi. Hal ini dapat
berpengaruh pada pemahaman bacaan, sebab perbedaan intonasi karena
tanda baca bisa mengubah makna kalimat.
9) Pembetulan sendiri
Pembetulan sendiri dilakukan oleh anak jika ia menyadari adanya
kesalahan, karena kesadaran akan adanya kesalahan, anak lalu mencoba
membetulkan sendiri bacaannya.
10) Ragu-ragu dan tersendat-sendat
Anak yang ragu-ragu terhadap kemampuannya sering membaca
dengan tersendat-sendat. Keraguan dalam membaca sering disebabkan anak
kurang mengenal huruf atau karena kekurangan pemahaman.
Menurut Carlson dalam Margaretha (2003:33) menyebutkan ada 5 macam
Disleksia , yaitu:
1) Surface Dyslexia
22
Surface dyslexia adalah gangguan dalam proses membaca metode
wholeword reading (Marshall da n Newcombe, 1 973 da n Warrington,
1990). Terminologi surface (permukaan) be rkaitan de ngan ke tidak mampu
individu dengan surface dyslexia mengenali bentuk visual kata dan cara
mengucapkannya, bukan pada makna katanya.
2) Phonological Dyslexia
Phonological dyslexia adalah gangguan pada phonetic reading yang
merupakan individu dapat membaca kata yang familiar tapi kesulitan
membaca yang tidak familiar.
3) Spelling Dyslexia
Spelling Dyslexia adalah individu tidak dapat membaca dengan
metode whole-word reading dan phonological dyslexia. Namun mereka
dapat membaca jika m ereka m embaca satu p ersatu h uruf d alam kata dan
akan mengenali maknanya.
4) Direct Dyslexia
Direct dyslexia adalah individu dapat membaca dengan keras namun
mereka tidak dapat memahami satu kata pun yang mereka bacakan.
5) Comprehension Without Reading
Comprehension without reading adalah individu dapat memahami
makna kata tapi tidak dapat mengenali huruf maupun fonologi huruf dalam
kata.
Terdapat dua penemuan dari Sperry dan Gazzaniga dalam Mar’at (2005:84)
mengenai etiologi atau penyebab Disleksia yaitu:
1. Adanya kesukaran da lam m engamati dan mengingat urutan waktu
(Temporal Orders). Temporal orders ini di pergunakan dalam membaca.
Oleh karena itu, apabila ada kesukaran dalam hal ini, maka akan terjadilah
kesukaran dalam membaca. Contohnya dalam suatu percobaan kepada anak-
anak yang mengalami Disleksia diberikan cahaya lampu merah dan hijau
yang menyala secara bergantian dengan urutan tertentu. Ternyata mereka
akan mengalami kesukaran dalam menemukan lampu merah dan hijau yang
diberikan tes tersebut.
23
2. Dominasi dari hemisphere kiri otak kurang atau bahkan tidak cukup. Hal ini
mungkin ada hubun gannya dengan kenyataan bahwa hemisphere kiri ini
pada anak-anak yang mengalami Disleksia matangnya lebih lambat. Oleh
karena itu, diduga ada hubungannya dengan temporal order dan persoalan
membaca tersebut. Contohnya dua deretan digit span diberikan kepada
kedua anak telinga seorang penderita Disleksia pada saat bersamaan.
Deretan angka yang didengar dari telinga kanan akan diingat olehnya
dengan lebih baik daripada deret angka yang didengar melalui telinga kiri.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat anak yang
mengalami kesulitan membaca seperti Penghilangan kata atau huruf sering
dilakukan oleh anak berkesulitan belajar membaca karena adanya kekurangan
dalam mengenal huruf, bunyi bahasa (fonik), dan bentuk kalimat dan Pengucapan
kata dengan bantuan guru terjadi jika guru ingin membantu anak melafalkan kata-
kata.
Martini Jamaris, (2014: 140) menyebutkan beberapa karakteristik siswa
yang mengalami Disleksia , yaitu:
1) Membaca secara terbalik tulisan yang dibaca, seperti: duku dibaca kudu, d
dibaca b, atau p dibaca q.
2) Menulis huruf secara terbalik.
3) Mengalami kesulitan dalam menyebutkan kembali informasi yang diberikan
secara lisan.
4) Kualitas tulisan buruk, karakter huruf yang ditulis tidak jelas.
5) Memiliki kemampuan menggambar yang kurang baik.
6) Sulit dalam mengikuti perintah yang diberikan secara lisan.
7) Mengalami kesulitan dalam menentukan arah kiri dan kanan.
8) Mengalami kesulitan dalam memahami dan mengingat cerita yang baru
dibaca.
9) Mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran secara tertulis.
10) Mengalami Disleksia bukan karena keadaan mata dan telinga yang tidak
baik atau karena disfungsi otak (Brain Dysfunction).
24
11) Mengalami kesulitan dalam mengenal bentuk huruf dan mengucapkan bunyi
huruf.
12) Mengalami kesulitan dalam menggabungkan bunyi huruf menjadi kata yang
berarti. m. Sangat lambat dalam membaca karena kesulitan dalam mengenal
huruf, mengingat bunyi huruf dan menggabungkan bunyi huruf menjadi
kata yang berarti.
Berbagai riset teori (Frith, 1997; Morton dan Frith, 1995 dalam Erskine,
2005) (Mulyadi, 2010: 169-171) menjelaskan beberapa penyebab Disleksia ,
sebagai berikut:
1) Biologis Di antara yang termasuk dalam kesulitan membaca yang
disebabkan oleh faktor biologis, yaitu riwayat keluarga yang pernah
mengalami dyslexia, kehamilan yang bermasalah, serta masalah kesehatan
yang cukup relevan.
2) Kognitif Faktor kognitif yang dijadikan sebagai penyebab dyslexia di
antaranya, yaitu pola artikulasi bahasa dan kurangnya kesadaran fonologi
pada individu yang bersangkutan.
3) Perilaku Faktor perilaku yang dapat dijadikan sebagai faktor penyebab
dyslexia yaitu masalah dalam hubungan sosial, stress yang merupakan
implikasi dari kesulitan belajar, serta gangguan motorik.
Menurut Hargio Santoso, (2012: 84) bahwa indikator umum dari kecacatan
membaca termasuk kesulitan dengan kesadaran fonemik-kemampuan untuk
memecah kata menjadi suara komponen mereka, dan kesulitan dengan
pencocokan kombinasi huruf suara tertentu (suara-simbol korespondensi).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik Disleksia
adalah membaca secara terbalik tulisan yang dibaca, seperti: duku dibaca kudu, d
dibaca b, atau p dibaca q, Menulis huruf secara terbalik, Mengalami kesulitan
dalam menyebutkan kembali informasi yang diberikan secara lisan, Kualitas
tulisan buruk, karakter huruf yang ditulis tidak jelas, Memiliki kemampuan
menggambar yang kurang baik, Sulit dalam mengikuti perintah yang diberikan
secara lisan, Mengalami kesulitan dalam menentukan arah kiri dan kanan,
Mengalami kesulitan dalam memahami dan mengingat cerita yang baru dibaca,
25
Mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran secara tertulis, Mengalami
dyslexia bukan karena keadaan mata dan telinga yang tidak baik atau karena
disfungsi otak (brain dysfunction), Mengalami kesulitan dalam mengenal bentuk
huruf dan mengucapkan bunyi huruf, Mengalami kesulitan dalam
menggabungkan bunyi huruf menjadi kata yang berarti. m. Sangat lambat dalam
membaca karena kesulitan dalam mengenal huruf, mengingat bunyi huruf dan
menggabungkan bunyi huruf menjadi kata yang berarti.
c) Tipe Disleksia
Disleksia adalah sebuah gangguan dalam perkembangan baca-tulis yang
umumnya terjadi pada anak yang menginjak usia 7 hingga 8 tahun. Secara
umum Disleksia ditandai dengan kesulitan belajar membaca dengan lancar dan
kesulitan dalam memahami meskipun dalam kondisi normal atau di atas rata-rata.
Disleksia memiliki 3 jenis dengan gejala yang berbeda. Jenis dan
gejala Disleksia yaitu:
1. Disleksia Primer
Disleksia Primer adalah bentuk genetik. Anak yang menderita Disleksia
primer biasanya mengalami masalah dengan identifikasi huruf dan angka, ejaan,
membaca, aritmatika, pengukuran, waktu, instruksi dan set keterampilan lain yang
biasanya dilakukan oleh bagian otak kiri. Disleksia Primer adalah pemikir
dominan yang menggunakan otak kanan. Mayoritas penduduk dunia memproses
informasi menggunakan otak kiri yang linear dan berurutan secara alami. Mereka
belajar paling baik dengan pendekatan selangkah demi selangkah. Masalah untuk
Disleksia Primer adalah bahwa metode pengajaran umum di banyak sekolah di
seluruh dunia diselenggarakan terutama untuk siswa otak kiri. Sehingga
terkadang untuk memahami pelajaran mereka akan merasa kesulitan.
2. Disleksia Sekunder
Disleksia perkembangan atau Disleksia Sekunder disebabkan oleh masalah
dengan perkembangan otak pada janin yang menyebabkan gangguan kemampuan
neurologis dalam pengenalan kata dan ejaan. Kesulitan dan keparahan kondisi ini
26
umumnya meningkat seiring bertambahnya usia. Anak mungkin mengalami gejala
Disleksia selama masa kanak-kanak tetapi dapat berkinerja baik di perguruan
tinggi jika mereka menerima instruksi yang tepat. Anak-anak ini umumnya
menanggapi phonics dengan baik.
3. Trauma Disleksia
Trauma Disleksia disebabkan oleh penyakit serius atau cedera otak. Gejala
Disleksia dapat berkembang karena kerusakan pada pendengaran akibat infeksi
flu, pilek atau telinga pada anak-anak kecil, anak tidak dapat mendengar suara
dengan kata-kata atau "fonem" sehingga mereka memiliki waktu yang sulit
dengan mengeluarkan kata-kata, mengeja dan belajar membaca. Anak-anak yang
lebih tua atau orang dewasa mengembangkan "Trauma Disleksia " dari penyakit
otak atau penyakit yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk memahami
bahasa. Orang-orang ini biasanya dapat membaca, mengeja, dan menulis sebelum
terjadinya trauma. Ada berbagai jenis bacaan remedial dan program ejaan yang
ditujukan untuk berbagai jenis masalah pembelajaran ini.
Berdasarkan uraian diatas tipe Disleksia ada 3 jenins yaitu: 1) Disleksia
Primer, 2) Disleksia Skunder atau perkembangan, 3) Disleksia Trauma. Dalam
penelitian ini Anak menderita Disleksia primer yaitu mengalami masalah dengan
identifikasi huruf dan angka, ejaan, membaca, aritmatika, pengukuran, waktu,
instruksi dan set keterampilan lain yang biasanya dilakukan oleh bagian otak kiri.
Secara lebih khusus, anak Disleksia biasanya mengalami masalah masalah
berikut.
a. Masalah fonologi
Fonologi berkaitan dengan manipulasi suara, ejaan, dan kecepatan merespon
visual-auditori (Elbro, 2010). Misalnya mereka mengalami kesulitan membedakan
”paku” dengan ”palu”.
b. Masalah mengingat perkataan
Kebanyakan anak Disleksia mempunyai level intelegensi normal atau di
atas normal namun mereka mempunyai kesulitan mengingat perkataan. Mereka
mungkin sulit menyebutkan nama teman-temannya dan memilih untuk
memanggilnya dengan istilah“temanku di sekolah” atau “temanku yang laki-laki
27
itu”. Mereka mungkin dapat menjelaskan suatu cerita namun tidak dapat
mengingat jawaban untuk pertanyaan yang sederhana.
c. Masalah penyusunan yang sistematis / sekuensial
Anak Disleksia mengalami kesulitan menyusun sesuatu secara berurutan
misalnya susunan bulan dalam setahun, hari dalam seminggu atau susunan huruf
dan angka.Mereka sering ”lupa” susunan aktivitas yang sudah direncanakan
sebelumnya, misalnya lupa apakah setelah pulang sekolah langsung pulang ke
rumah atau langsung pergi ke tempat latihan sepak bola. Padahal orang tua sudah
mengingatkannya bahkan mungkin sudah pula ditulis dalam agenda
kegiatannya.Mereka juga mengalami kesulitan yang berhubungan dengan
perkiraan terhadap waktu. Misalnya mereka mengalami kesulitan memahami
instruksi seperti ini: ”Waktu yang disediakan untuk ulangan adalah 45 menit.
Sekarang jam 8 pagi. Maka 15 menit sebelum waktu berakhir, Ibu Guru akan
mengetuk meja satu kali”. Kadang kala mereka pun ”bingung” dengan
perhitungan uang yang sederhana, misalnya mereka tidak yakin apakah uangnya
cukup untuk membeli sepotong kue atau tidak.
d. Masalah ingatan jangka pendek
Anak Disleksia mengalami kesulitan memahami instruksi yang panjang
dalam satu waktu yang pendek. Misalnya ibu menyuruh anak untuk “Simpan tas
di kamarmu di lantai atas, ganti pakaian, cuci kaki dan tangan, lalu turun ke
bawah lagi untuk makan siang bersama ibu, tapi jangan lupa bawa serta buku PR
matematikanya ya”, maka kemungkinan besar anak Disleksia tidak melakukan
seluruh instruksi tersebut dengan sempurna karena tidak mampu mengingat
seluruh perkataan ibunya.
e. Masalah pemahaman sintaks
Anak Disleksia sering mengalami kebingungan dalam memahami tata
bahasa, terutama jika dalam waktu yang bersamaan mereka menggunakan dua
atau lebih bahasa yang mempunyai tata bahasa yang berbeda.Anak Disleksia
mengalami masalah dengan bahasa keduanya apabila pengaturan tata bahasanya
berbeda daripada bahasa pertama. Misalnya dalam bahasa Indonesia dikenal
28
susunan Diterangkan– Menerangkan (contoh: tas merah), namun dalam bahasa
Inggris dikenal susunan Menerangkan-Diterangkan (contoh: red bag).
Berikut ini adalah tanda-tanda Disleksia yang mungkin dapat dikenali oleh
guru: (1) Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya, (2) Kesulitan membuat
pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya essay, (3) Huruf tertukar tukar, misal
‟b‟ tertukar ‟d‟, ‟p‟ tertukar ‟q‟, ‟m‟ tertukar ‟w‟, ‟s‟ tertukar ‟z‟, (4)
Membaca lambat lambat dan terputus putus dan tidak tepat misalnya, (5) Daya
ingat jangka pendek yang buruk, (6) Kesulitan memahami kalimat yang dibaca
ataupun yang didengar, (7) Tulisan tangan yang buruk, (8) Mengalami kesulitan
mempelajari tulisan sambung, (9) Ketika mendengarkan sesuatu, rentang
perhatiannya pendek, (10) Kesulitan dalam mengingat kata-kata, (11) Kesulitan
dalam diskriminasi visual, (12) Kesulitan dalam persepsi spatial, (13) Kesulitan
mengingat nama-nama, (14) Kesulitan / lambat mengerjakan PR, (15) Kesulitan
memahami konsep waktu, (16) Kesulitan membedakan huruf vokal dengan
konsonan, (17) Kebingungan atas konsep alfabet dan symbol, (18) Kesulitan
mengingat rutinitas aktivitas sehari hari, (19) Kesulitan membedakan kanan kiri.
d) Teori Disleksia
Menurut Mulyadi, (2010: 164) menuliskan bahwa dyslexia merupakan
gangguan yang bersifat heterogen, dan masing – masing ahli memiliki pendapat
yang berbeda-beda dalam melakukan studi dyslexia. Pendekatan kognitif diajukan
oleh Piaget, yang memandang kemampuan bahasa sebagai salah satu kemampuan
yang berkembang dari proses pematangan kognitif.
Mulyadi, (2010: 169) juga menuliskan teori kognitif yang terbagi menjadi
dua teori, yaitu:
(a) Phonological Deficit Theory
Teori defisit fonologi (Phonological Deficit Theory) Teori ini
ditemukan oleh Pringle Morgan pada tahun 1896. Morgan melihat membaca
sebagai proses yang melibatkan pemisahan teks ke dalam grapheme. Teori
ini menganggap bahwa orang yang mengalami dileksia mempunyai
kelemahan fonologi yang menyebabkan kesulitan dalam menggambarkan
29
fonem. Penyebab dileksia bersifat tunggal, yaitu pada kelemahan fonologi
dan menganggap gejala lain tidak memengaruhi kesulitan membaca.
Keterampilan pemrosesan fonologis ini terdiri dari tiga macam keterampilan
yaitu: kesadaran fonologis, phonological recording in lexical acces dan
ingatan verbal jangka pendek
(b) Double Deficit Theory
Double Deficit Theory Wolf dan Blower (2002) mengajukna teori
double deficit. Teori ini muncul sebagai akibat bertambahnya jumlah anak-
anak Disleksia yang tidak sempat didiagnosa karena gejala-gejala yang
muncul pada mereka hanya dianggap sebagai bagian dari kelemahan
fonologi. Teori double deficit menunjukkan bahwa ada 2 jenis pembaca
dyslexia yaitu: 1) Disleksia yang memiliki ke-lemahan tunggal (kecepatan
menamai atau kelemahan fonologi). 2) Disleksia yang memiliki kelemahan
ganda (kecepatan menamai dan kelemahan fonologi)
e) Metode Pembelajaran bagi Disleksia
Menurut Mulyono Abdurrahman, (2012: 174 – 176) ada beberapa metode
pengajaran membaca bagi anak berkesulitan belajar,
1) Metode Fernald Fernald telah mengembangkan suatu metode pengajaran
membaca multisensoris yang sering dikenal pula sebagai metode VAKT
(Visual, auditory, kinesthetic, and tactile). Metode ini menggunakan materi
bacaan yang dipilih dari kata-kata yang diucapkan oleh anak, dan tiap kata
diajarkan secara utuh. Metode ini memiliki empat tahapan. Tahapan
pertama, guru menulis kata yang hendak dipelajari di atas kertas dengan
krayon. Selanjutnya anak menelusuri tulisan tersebut dengan jarinya (tactile
and kinesthetic). Pada saat menelusuri tulisan tersebut, anak melihat tulisan
(visual), dan mengucapkannya dengan keras (Auditory). Proses semacam ini
diulang-ulang sehingga anak dapat menulis kata tersebut dengan benar tanpa
melihat contoh. Jika anak telah dapat menulis dan membaca dengan benar,
bahan bacaan tersebut disimpan. Pada tahapan kedua, anak tidak terlalu
lama diminta menelusuri tulisantulisan dengan jari, tetapi mempelajari
30
tulisan guru dengan melihat guru menulis, sambil mengucapkannya. Anak-
anak mempelajari kata-kata baru pada tahapan ketiga, dengan melihat
tulisan yang ditulis di papan tulis atau tulisan cetak, dan mengucapkan kata
tersebut sebelum menulis. Pada tahapan ini anak mulai membaca tulisan
dari buku. Pada tahap keempat, anak mampu mengingat kata-kata yang
dicetak atau bagianbagian dari kata yang telah dipelajari.
2) Metode Gillingham merupakan pendekatan terstruktur taraf tinggi yang
memerlukan lima jam pelajaran selama dua tahun. Aktivitas pertama
diarahkan pada belajar berbagai bunyi huruf dan perpaduan huruf-huruf
tersebut. Anak menggunakan teknik menjiplak untuk mempelajari berbagai
huruf. Bunyibunyi tunggal huruf selanjutnya dikombinasikan ke dalam
kelompok-kelompok yang lebih besar dan kemudian program fonik
diselesaikan.
3) Metode Analisis Glass merupakan suatu metode pengajaran melalui
pemecahan sandi kelompok huruf dalam kata. Metode ini bertolak dari
asumsi yang mendasari membaca sebagai pemecahan sandi atau kode
tulisan. Ada dua asumsi yang mendasari metode ini. Pertama, proses
pemecahan sandi (decoding) dan membaca (reading) merupakan kegiatan
yang berbeda. Kedua, pemecahan sandi mendahului membaca. Pemecahan
sandi didefinisikan sebagai menentukan bunyi yang berhubungan dengan
suatu kata tertulis secara tepat. Membaca didefinisikan sebagai menurunkan
makna dari kata-kata yang berbentuk tulisan. Jika anak tidak dapat
melakukan pemecahan sandi tulisan secara efisien maka mereka tidak akan
belajar membaca.
Melalui metode Analisis Glass, anak dibimbing untuk mengenal
kelompok-kelompok huruf sambil melihat kata secara keseluruhan. Metode
ini menekankan pada latihan auditoris dan visual yang terpusat pada kata
yang sedang dipelajari. Materi yang diperlukan untuk mengajar mengenal
kelompok – kelompok huruf dapat dibuat oleh guru. Secara esensial,
kelompok huruf dapat dibuat pada kartu berukuran 3 × 15 cm. Pada tiap
kartu tersebut, guru menuliskan secara baik kata-kata terpilih yang telah
31
menjadi perbendaharaan kata anak. Kelompok kata didefinisikan sebagai
dua tau lebih huruf yang merupakan satu kata utuh, menggambarkan suatu
bunyi yang relatif tetap. Dalam bahasa Indonesia kelompok huruf yang
merupakan satu kata yang hanya terdiri dari satu suku kata sangat jarang.
Kata “tak” misalnya, sesungguhnya merupakan kependekan dari kata
“tidak”; dan kata “pak” atau “bu” sesungguhnya kependekatan dari kata
“bapak” dan “ibu”. Dengan demikian, penerapan metode analisis Glass
dalam bahasa Indonesia akan berbentuk suku kata, misalnya kata “bapak”
terdiri dari dua kelompok huruf “ba” dan “pak”.
Martini Jamaris (2014: 150-151) menambahkan dua metode selain
metode Fernald dan metode Gillingham, yaitu metode Hegge-Kirk-Kirk dan
metode neurogical impress. Berikut penjelasan dari dua metode tersebut.
4) Metode Hegge-Kirk-Kirk Metode ini dikembangkan oleh Hegge, Kirk dan
Kirk pada tahun 1972 (Lovit, 1989). Metode ini diutamakan untuk meneliti
kemampuan auditori siswa dengan jalan memadukan bunyi huruf,
menuliskan perpaduan bunyi huruf menjadi kata lalu menyebutkan kata
tersebut. Langkah selanjutnya adalah menunjukkan kata pada siswa dan
menyuruh siswa menyebutkan bunyi huruf yang ada dalam kata tersebut.
Selanjutnya, siswa diminta untuk menuliskan kata tersebut di atas kertas.
5) Neurological Impress Neurological impress adalah suatu metode yang
dirancang untuk membantu individu yang mengalami kesulitan membaca
berat (Heckelman: 169, Langford, Slade & Barnett, 1974, Lovit, 1989).
Dalam penerapannya, metode ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut.
a) Guru dan siswa yang berkesulitan membaca duduk berhadapan sambil
membaca.
b) Suara guru dibisikkan ke telinga siswa.
c) Guru dan siswa menunjuk pada kalimat yang dibaca oleh guru.
d) Dalam kondisi tertentu, guru membaca lebih cepat atau sebaliknya.
Metode ini tidak mengharuskan guru untuk menyiapkan bahan bacaan
secara khusus dan tidak pula menekankan pada latihan pengucapan fonem,
32
pengenalan kata, dan isi bacaan yang dibaca. Tujuan utama dari metode ini
adalah untuk membiasakan siswa membaca secara otomatis. Untuk
memudahkan siswa mengikuti program ini, maka proses pembelajaran
dimulai dari tingkat yang rendah dari kemampuan yang dimiliki siswa.
Apabila tingkat kemampuan siswa telah diketahui dengan tepat, maka ia
diberi tugas untuk membaca beberapa halaman buku dalam sehari. Samual
(1975) menjelaskan bahwa metode ini akan lebih efektif apabila
digabungkan dengan metode membaca ulang (repeted reading)
f) Langkah Menangani Disleksia
Penanggulangan Kesulitan Belajar membaca dapat dilakukan dengan
beberapa cara sebagai berikut.
1. Strategi Peningkatan Pengenalan Kata dan Membaca Lancar.
Strategi ini dilakukan dengan mengenalkan kata-kata kepada anak sehingga
anak akan mengingat kata tersebut beserta bunyinya melalui kumpulan huruf yang
merangkainya. Strategi peningkatan pengenalan kata dan membaca lancar dapat
dilakukan dengan berbagai metode, seperti phonic method (metode menyebutkan
suara huruf/ mengeja), basal reader (membaca awal/ dasar), distar program, dan
repeated reading (mengulang bacaan) (Jamaris, 2014: 145).
2. Program Membaca Khusus Kelas Remedial
Program ini mengacu pada pemberian remedial kepada anak yang
mengalami kesulitan membaca cukup berat. Menurut Jamaris (2014: 148)
mengungkapkan bahwa: Program membaca untuk kelas remedial ditujukan bagi
siswa yang mengalami kesulitan membaca cukup barat sehingga ia memerlukan
program khusus atau remedial agar kesulitan membaca dapat diatasi secara
efektif. Kelas khusus atau remedial membaca dapat dilakukan dengan berbagai
cara, diantaranya adalah dengan Fernald Technique, Gilingham and Stillman
Method, Hegge, Kirk and Kirk Method, dan Neurological Impress.
3. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Isi Bacaan
Penanggulangan kesulitan membaca dapat juga dilakukan dengan
meningkatkan kemampuan anak dalam memahami isi suatu bacaan. Strategi yag
33
dapat meningkatkan kemampuan memahami isi bacaan atau disebut dengan
membaca pemahaman. Berbagai strategi yang dapat digunakan, antara lain adalah
membaca buku dongeng atau buku cerita, strategi kognitif, strategi berbahasa dan
penerapan strategi/ teknik KWL (Know, What, Learn) (Jamaris, 2014: 151).
Penderita Disleksia tetap menjalankan tugasnya seperti biasa dengan baik.
Persoalan yang ada dalam masyarakat dan pendidik harus banyak tahu tentang
kesulitan belajar jenis ini, sehingga jika menemui anak atau keluarga yang
Disleksia mereka bisa memahami sebagai suatu cara belajar yang berbeda dari
kebanyakan orang.
Reaksi berlebihan justru bisa tak menguntungkan bagi perkembangan anak
yang menderita Disleksia . Sebagai contoh, banyak orangtua yang kurang
mengerti soal ini, sehingga ketika mengetahui anaknya banyak keliru dalam
membaca, malah guru yang disalahkan. Seolah-olah guru telah gagal dalam
mengajar anak tersebut (Anita, 2008:217).
Menurut Rose dan Prianto, (2003:160) mengemukakan bahwa kejadian yang
dialami oleh anak Disleksia yang belajar di sekolah umum perlu diberikan
perlakuan khusus oleh guru dan terutama orang tua. Perlakuan yang harus
dilakukan guru di sekolah umum yaitu:
1) Sebaiknya jangan meminta anak untuk membaca keras di kelas. Hal ini akan
membuat anak Disleksia menjadi takut dan cemas yang bisa mengakibatkan
hilangnya harga diri, dan bahkan juga rasa penolakan di kelas.
2) Anak Disleksia sebaiknya diminta duduk paling depan sehingga
pandangannya ke arah papan tulis dan tidak terhalang sama sekali.
Sebaiknya guru sendiri menulis dengan jelas.
3) Pekerjaan rumah sebaiknya ditulis secara jelas sebelum pelajaran berakhir
karena anak Disleksia butuh waktu banyak untuk memahami tulisan. Jika
PR diberikan di tengah pelajaran, bisa jadi anak Disleksia belum
menangkap hal ini dan orang tua tidak bisa membantunya. Akibat
selanjutnya anak menjadi cemas ke sekolah karena takut dihukum oleh
gurunya karena tidak mengerjakan PR.
34
4) Berikan pujian atas usaha anak dalam menjawab pertanyaan. Hal ini akan
meningkatkan harga diri mereka.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penderita Disleksia
harus diberi perlu diberikan perlakuan khusus oleh guru dan terutama orang tua.
Perlakuan yang harus dilakukan guru di sekolah umum antaralain adalah jangan
meminta anak untuk membaca keras di kelas, sebaiknya diminta duduk paling
depan sehingga pandangannya ke arah papan tulis dan tidak terhalang sama sekali.
Sebaiknya guru sendiri menulis dengan jelas, dan memberikan penghargaan atas
usaha anak dalam menjawab pertanyaan. Hal ini akan meningkatkan harga diri
mereka.
Kesulitan belajar Disleksia tidak bisa diabaikan dengan kegiatan mencari
faktor-faktor yang diduga sebagai penyebabnya. Karena itu, mencari sumber-
sumber penyebab utama dan sumber-sumber penyerta lainnya mutlak dilakukan
secara akurat, efektif dan efisien (Djamarah, 2012:215).
Menurut Mudzakir (2017:168-172) menyatakan bahwa langkah-langkah
yang perlu ditempuh dalam mengatasi kesulitan belajar Disleksia adalah sebagai
berikut:
1. Pengumpulan Data
Untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar, diperlukan banyak
informasi. Untuk memperoleh informasi tersebut, maka perlu diadakan suatu
pengamatan langsung yang disebut dengan pengumpulan data. Menurut Sam
Isbani dan R. Isbani dalam pengumpulan data diperlukan berbagai metode,
diantaranya: observasi, case study, case history, kunjungan rumah, daftar pribadi,
meneliti pekerjaan anak, tugas kelompok dan melaksanakan tes.
2. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul dari kegiatan tahap pertama tersebut, selanjutnya
diadakan pengolahan secara cermat. Dalam pengolahan data langkah yang dapat
ditempuh antara lain:
a. Identifikasi kasus.
b. Membandingkan antar kasus.
c. Membandingkan dengan hasil tes.
35
d. Menarik kesimpulan.
3. Diagnosis
Diagnosa adalah keputusan (penentu) mengenai hasil dari pengolahan data.
Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
a. Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak (berat dan ringannya).
b. Keputusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab
kesulitan belajar.
c. Keputusan mengenai faktor utama penyebab kesulitan belajar.
4. Pragnosis
Prognosis artinya “ramalan”. Apa yang telah ditetapkan dalam tahap
diagnosis, akan menjadi dasar utama dalam menyusun dan menetapkan ramalan
mengenai bantuan apa yang harus diberikan kepadanya untuk membantu
mengatasi masalahnya. Prognosa adalah aktivitas penyusunan rencana/ program
yang diharapkan dapat membantu mengatasi masalah kesulitan belajar anak didik.
5. Treatment atau Perlakuan
Perlakuan disini maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak yang
bersangkutan (yang mengalami kesulitan belajar) sesuai dengan program yang
telah disusun pada tahap prognosis tersebut. Bentuk treatment yang mungkin
dapat diberikan contohnya bimbingan belajar kelompok, bimbingan belajar
individual dan lain-lain.
6. Evaluasi
Evaluasi disini untuk mengetahui apakah treatment yang telah diberikan
tersebut berhasil dengan baik, artinya ada kemajuan, atau bahkan gagal sama
sekali. Kalau ternyata treatment yang diberikan tidak berhasil, maka diadakan
pengecekan kembali. Alat yang digunakan untuk evaluasi dapat berupa tes
prestasi belajar (Achievement Test).
Kesulitan belajar perlu ditangani secara cermat, karena pengulangan
kesulitan belajar yang tidak tuntas menyebabkan kesulitan tersebut menjadi
penghalang dalam perkembangan anak selanjutnya (Jamaris, 2015: 61). Sistem
36
pembelajaran di sekolah berbentuk pembelajaran klasikal yang menimbulkan
kerugian bagi kepentingan anak sebagai individu dalam belajar. Guru mencoba
menyesuaikan pengajarannya dengan kemampuan anak rata-rata, yaitu anak yang
sedang, dan terpaksa menghambat kemajuan anak yang cepat serta mengabaikan
anak-anak yang mengalami kesulitan belajar (Nasution, 2010: 40).
Adanya pengajaran klasikal guru harus dengan sengaja dan sadar memaksa
diri memperhatikan setiap anak secara individu. Seharusnya dengan
memperhatikan anak berkesulitan belajar, guru memberikan penanggulangan
menggunakan pengajaran remidial yaitu salah satu bentuk pengajaran yang
bertujuan untuk mengatasi kesulitan belajar yang dialami siswa berkesulitan
belajar dengan menitikberatkan pada pengajaran yang bersifat individual.
Bentuk pengajaran remidial dapat dipilih sesuai kebutuhan individu
berkesulitan belajar, antara lain pelatihan penguasaan tugas dan keterampilan,
pelatihan penguasaan proses, pelatihan perilaku dan kognitif (Jamaris, 2015: 62).
1. Pelatihan penguasaan tugas dan keterampilan
Penguasaan tugas dan keterampilan ditekankan pada penyederhanaan
urutan kegiatan dari tugas-tugas dan keterampilan yang perlu dikuasai siswa
berkesulitan belajar. Pelatihan ini memberi kesempatan individu yang
bersangkutan untuk menguasai elemen-elemen yang perlu dikuasai dalam
suatu keterampilan tertentu sebelum siswa mampu menguasai keterampilan
tersebut secara keseluruhan.
2. Pelatihan penguasaan proses
Bertujuan untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi dalam masa perkembangan.
3. Pelatihan perilaku dan kognitif
Strategi analisis perilaku terdiri atas lima tahap,
a) Tahap penguasaan
Individu yang mengalami kesulitan belajar mempelajari cara-cara
melakukan suatu tugas tertentu. Guru dapat melakukan berbagai
intervensi, seperti petunjuk lisan, dan penguatan (reinforcement).
b) Tahap penghalusan
37
Siswa belajar mengaplikasikan semua tugas dengan cepat dan tepat,
selanjutnya tugas tersebut dilakukan secara otomatis, sehingga tugas
guru memberikan contoh, memberikan penguatan siswa terhadap
perilaku siswa yang tepat dan cepat.
c) Tahap pemeliharaan keterampilan
Keterampilan dan pengetahuan yang telah dikuasai siswa dengan cepat
dan tepat perlu dilakukan secara berkesinambungan sehingga
kemampuan dalam melakukan keterampilan dan pengetahuan dapat
terpelihara.
d) Tahap generalisasi
Siswa yang telah mampu memanfaatkan keterampilan dan pengetahuan
yang telah dikuasainya pada situasi atau masalah baru.
e) Tahap adaptasi
Keterampilan dan pengetahuan telah menjadi bagian dari standar hidup
yang telah ditetapkan oleh siswa.
Berdasarakan uraian diatas menyimpulkan bahwa cara mengatasi kesulitan
belajar guru memberikan perhatian yang lebuh kepada siswa yang mengalami
kesulitan belajar serta memberikan pelatihan penguasaan tugas dan keterampilan
menggunakan pengajaran remidial secara bertahap untuk mengatasi kesulitan
belajar yang dialami siswa. Bentuk pengajaran remidial dapat dipilih sesuai
kebutuhan individu berkesulitan belajar, antara lain pelatihan penguasaan tugas
dan keterampilan, pelatihan penguasaan proses, pelatihan perilaku dan kognitif
3. Film
a. Pengertian Film
Awalnya, film lahir sebagai bagian dari perkembangan teknologi. Ia
ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor.
ThomasEdison yang untuk pertama kalinya mengembangkan kamera citra
bergerak pada tahun 1888 ketika ia membuat film sepanjang 15 detik yang
merekam salah seorang asistennya ketika sedang bersin. Segera sesudah itu,
Lumiere bersaudara memberikan pertunjukkan film sinematik kepada umum di
38
sebuah kafe di Paris (Pratama. 2014: 297).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam ariani (2015:430)
menyatakan bahwa film adalah lakon (cerita) gambar hidup. Menurut definisi film
melalui UU No. 8/1992 film adalah karya cipta dan seni yang merupakan media
komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan atas sinematografi
dengan direkam pada pita seluloid, pita vidio, piringan vidio dan/atau berhak atas
hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui
proses kimiawi, proses elektronik atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara
yang dapat dipertunjukkan dengan sistem proyeksi mekanik dan lain sebagainya.
Film adalah rangkaian gambar yang bergerak membentuk suatu cerita atau juga
biasa disebut Movie atau Video.
Film merupakan kumpulan dari beberapa gambar yang berada di dalam
frame, dimana framedemi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara
mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu menjadi hidup. Film bergerak
dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan daya tarik tersendiri (Arsyad,
2003:45). Menurut Baskin (2003: 4) film merupakan salah satu bentuk media
komunikasi massa dari berbagai macam teknologi dan berbagai unsur-unsur
kesenian. Film jelas berbeda dengan seni sastra, seni lukis, atau seni memahat.
Seni film sangat mengandalkan teknologi sebagai bahan baku untuk memproduksi
maupun eksibisi ke hadapan penontonnya.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan
bahwa film merupakan kumpulan dari beberapa gambar yang berada di dalam
frame, dimana framedemi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara
mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu menjadi hidup. Film bergerak
dengan cepat dan bergantian sehingga memberikan daya tarik tersendiri. Film
merupakan salah satu media komunikasi massa yang menampilkan serangkaian
gambar bergerak dengan suatu jalan cerita yang dimainkan oleh para pemeran
yang diproduksi untuk menyampaikan suatu pesan kepada para penontonnya.
b. Unsur Film
39
Menurut Krissandy (2014:13) ada dua unsur yang membantu untuk
memahami sebuah film di antaranya adalah unsur naratif dan unsur sinematik,
keduanya saling berkesinambungan dalam membentuk sebuah film. Unsur ini
saling melengkapi, dan tidak dapat dipisahkan dalam proses pembentukan film.
1) Unsur Naratif, berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Oleh
karena itu, setiap film tidak akan pernah lepas dari unsur naratif. Unsur ini
meliputi pelaku cerita atau tokoh, permasalahan dan konflik, tujuan, lokasi,
dan waktu.
a. Pemeran/ tokoh.
Dalam film, ada dua tokoh penting untuk membantu ide cerita yaitu
pemeran utama dan pemeran pendukung. Pemeran utama adalah
bagian dari ide cerita dalam film yang diistilahkan protagonis, dan
pemeran pendukung disebut dengan isitilah antagonis yang biasanya
dijadikan pendukung ide cerita dengan karakter pembuat masalah
dalam cerita menjadi lebih rumit atau sebagai pemicu konflik cerita.
b. Pemasalahan dan konflik.
Permasalahan dalam cerita dapat diartikan sebagai penghambat tujuan,
yang dihadapi tokoh protagonis untuk mencapai tujuannya, biasanya di
dalam cerita disebabkan oleh tokoh antagonis. Permasalahan ini pula
yang memicu konflik antara pihak protagonis dengan antagonis.
Permaslahan bisa muncul tanpa disebabkan pihak antagonis.
c. Tujuan
Dalam sebuah cerita, pemeran utama pasti memiliki tujuan atau sebuah
pencapaian diri karakter dirinya, biasanya dalam cerita ada sebuah
harapan dan cita–cita dari pemeran utama, harapan itu dapat berupa
fisik ataupun abstrak (non fisik).
d. Ruang/ lokasi
Ruang dan lokasi menjadi penting untuk sebuah latar cerita, karena
biasanya, latar lokasi menjadi sangat penting untuk mendukung suatu
penghayatan sebuah cerita.
40
e. Waktu
Penempatan waktu dalam cerita dapat membangun sebuah cerita yang
berkesinambungan dengan alur cerita.
2) Unsur Sinematik, unsur yang membantu ide cerita untuk dijadikan sebuah
produksi film. Karena unsur sistematik merupakan aspek teknis dalam
sebuah produksi film. Ada empat elemen yang mendukung unsur sinematik,
diantaranya yaitu:
a. Mise-en-scene
Sebagai mata kamera, karena meliputi segala hal yang ada di depan
kamera. Mise-en-scene memiliki empat elemen pokok yaitu, setting
atau latar, tata cahaya, kostum dan make-up, dan akting atau
pergerakan pemain.
b. Sinematografi
Perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta hubungan antara kamera
dengan obyek yang akan diambil gambarnya.
c. Editing
Proses penyatuan dan pemberian efek pada sebuah gambar (shot) ke
gambar (shot) lainnya.
d. Suara
Segala hal dalam film yang mampu ditangkap melalui indera
pendengaran.
Pendapat ini menunjukkan bahwa film dibentuk oleh dua komponen utama
yaitu unsur naratif dan sinematik. Unsur naratif terkait dengan aspek cerita atau
tema film dan unsur sinematik terkait aspek teknis produksi film. Kedua unsur
tersebut saling melekat dan membentuk suatu karya seni yang disebut sebagai
film.
c. Jenis Film
Film memiliki beberapa jenis penyampaian pesan dan penyampaian makna
itu semua tergantung seperti apa cara penyampaian yang akan dibuat. Prastisa
(2008: 21) membagi film menjadi tiga jenis yaitu: film dokumenter, film fiksi, dan
41
film eksperimental. Pembagian ini didasarkan atas cara penyampaiannya, yaitu
naratif (cerita) dan non-naratif (non cerita). Film fiksi memiliki struktur naratif
yang jelas, sementara film dokumenter dan eksperimental tidak memiliki struktur
narasi yang jelas. Berikut penjelasannya:
a. Film Dokumenter
Film dokumenter berhubungan dengan orang–orang, tokoh, peristiwa dan
lokasi yang nyata. Film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwayang
sungguh–sungguh terjadi atau otentik. Film dokumenter juga tidak memiliki
tokoh antargonis dan protagonis.
b. Film Fiksi
Film fiksi terikat oleh plot. Dari sisi cerita, film fiksi sering menggunakan
cerita rekaan dari luar kejadian nyata yang serta memiliki konsep
pengadegaan yang telah dirancang sejak awal. Struktur film biasanya terikat
dengan kausalitas. Cerita juga biasanya memiliki karaker (penokohan) seperti
antagonis dan protagonis, jelas sangat bertolak belakang dengan jenis film
dokumenter.
c. Film Eksperimental
Film eksperimental merupakan jenis film yang sangat berbeda dengan du
jenis film lainnya. Film eksperimental tidak memiliki plot namun tetap
memiliki struktur. Strukturnya sangat dipengaruhi oleh insting subyektif
sineas seperti gagasan, ide, emosi, serta pengalaman batin. Film
eksperimental umumnya berbentuk abstrak dan tidak mudah dipahami. Hal
ini disebabkan karena mereka menggunakan simbol–simbol personal yang
mereka ciptakan sendiri.
Pendapat ini menunjukkan bahwa terdapat tiga jenis film yang berbeda
secara struktur dalam cara penyampaiannya. Ketiga jenis film tersebut adalah film
dokumenter, film fiksi, dan film eksperimental. Film dokumenter dan film fiksi
disampaikan secara naratif (cerita), sedangkan film eksperimental disampaikan
secara non-naratif (non cerita).
d. Film Taare Zameen Par
42
1) Identitas Film
Judul Film : Taare Zameen Par
Sutradara : Aamir Khan
Produser : Aamir Khan
Penulis : Amole Gupte
Pemeran : Aamir Khan, Darsheel Safary, Tisca Chopra, Vipin
Sharma, Sachet Engineer dan Tanay Chheda.
Musik : Shankar Ehsaan loy
Sinematografi : Setu
Penyunting : Deepa Bhatia
Distributor : Aamir Khan Productions (India-Film), UTV Home
Entertainment (India-DVD), The Walt Disney
Company (International-DVD)
Tanggal Rilis : 21 Desember 2007
Durasi : 140 Menit
Negara : India
Bahasa : Hindi/English
2) Karakter Tokoh dalam Film “Taare Zamen Paar”
a) Para pemeran dalam film Taare Zameen Par
1) Darsheel Safary sebagai Ishaan Awasthi
2) Aamir Khan sebagai Ram Shankar Nikumbh/guru di asrama
3) Vipin Sharma sebagai Nandkishore Awasthi/papa
4) Tisca Chopra sebagai Maya Awasthi/mama
5) Sachet Engineer sebagai Yohaan Awasthi/kakak
6) Tanay Cheda sebagai Rajan Damodaran/teman
b) Karakter tokoh dalam film Taare Zameen Par
1) Ishaan Awasthi adalah seorang anak kelas 3 sekolah dasar yang
mengalami kesulitan belajar. Ia mendapat berbagai julukan buruk.
Sebenarnya Ishaan adalah anak yang cerdas, imajinatif, kreatif, dan
periang. Namun karena mengalami kesulitan belajar, ia berubah
menjadi pendiam dan pemurung.
43
2) Ram Shankar Nikumbh adalah guru Ishaan di asrama. Di masa
kecilnya, ia juga mengalami kesulitan belajar. Kini ia menjadi guru di
sekolah khusus anak-anak cacat yang kemudian juga mengajar seni di
sekolah Ishaan. Ram merupakan tokoh yang telah berhasil membantu
Ishaan mengalahkan kesulitan belajar.
3) Nandkishore Awasthi adalah papa Ishan. Ia seorang yang sangat
disiplin. Ia menginginkan anaknya mendapat hasil sempurna, dan dapat
menjadi pemenang di setiap kompetisi.
4) Maya Awasthi adalah mama Ishaan. Maya merupakan seorang ibu yang
sangat menyayangi anak-anaknya. Maya adalah seorang wanita yang
lemah lembut dan patuh terhadap suaminya. Ia terkadang sulit untuk
bersabar menghadapi Ishaan.
5) Yohaan Awasthi adalah kakak Ishan. Sebagai kakak, Yohan sangat
menyayangi Ishaan. Dia adalah peserta didik terbaik di sekolahnya,
hampir selalu mendapat nilai sempurna di semua mata pelajaran.
6) Rajan Damodaran adalah teman yang paling dekat dan paling peduli
dengan Ishaan. rajan adalah satu-satunya teman Ishaan di asrama.
3) Gambaran Cerita Film “Taare Zamen Paar”
Film Taare Zameen Par dalam Bahasa Inggrisnya “like stars on earth.” Jadi,
Taare Zameen Par diterjemahkan menjadi “Seperti bintang-bintang di langit
dalam Bahasa Indonesia.
Film Taare Zameen Par mengisahkan seorang anak bernama Ishaan
Awasthi. Ishaan adalah siswa kelas 3 sekolah dasar yang mengalami kesulitan
belajar. Ia tidak dapat melihat huruf dan angka dengan benar. Dalam
penglihatannya huruf dan angka seperti sedang menari-nari, sehingga Ishaan tidak
dapat membaca dan tidak dapat menulis dengan benar. Setiap pelajaran dirasakan
sulit dan ia terus- menerus gagal. Pada semua mata pelajaran ia mendapat nilai
rendah yang membuat guru-gurunya jengkel. Ishaan dicap sebagai peserta didik
yang bodoh, pemalas dan nakal.
Ishaan sering mendapatkan tekanan dari teman-temannya, orang tuanya dan
guru-gurunya, mereka tidak memahami kondisi Ishaan yang sebenarnya
44
mengalami Disleksia . Padahal sebenarnya Ishaan adalah seorang peserta didik
yang cerdas dan imajinatif. Ia juga sangat berbakat dalam menggambar.
Masalah memuncak ketika orang tua Ishaan memindahkannya ke sekolah
asrama. Namun di asrama barunya Ishaan tidak mengalami kemajuan. Ishaan
mendapatkan perlakuan sama seperti di sekolah lamanya, setiap guru yang
mengajarnya tidak ada yang mengerti kondisi Ishaan.
Suatu hari ketika pelajaran di dalam kelas, Ishaan diminta untuk
menerjemahkan puisi, seperti tergambar dalam adegan:
Guru : Pelajaran hari ini adalah, menterjemahkan puisi ''Pemandangan'', Rajan Damodaran, kamu bacakan puisinya, dan lshaan Nandkishore Awasthi, kamu terjemahkan. OK? Mulai, Rajan.
Rajan : ''Pemandangan''''Ketika aku melihat ke atas, kamu adalah potongan awan yang memenuhi langit. Sampai seekor gajah yang sedang haus tiba atau teman-temanku melompat, atau sebuah bell sepeda, atau sebuah batu atau dua, atau bahkan sebuah tongkat pria buta akan melakukannya. Lalu gambar itu hancur dan kamu menjadi sungai lagi.
Guru : Sempurna! Sekarang jelaskan arti dari puisi itu.Ishaan : Apa yang kita lihat, kita rasakan.. Dan apa yang kita tidak lihat, kita
tidak rasakan. Tapi kadang- kadang apa yang kita lihat, sebenarnya tidak ada. Dan apa yang kita tidak lihat sebenarnya ada. Maksudnya..
Guru : Apakah semua ini..? Ada-ada saja! Ishaan : Bukan begitu..?
Berdasarkan adegan tersebut, dapat diketahui bahwa guru Ishaan tidak
menghargai pendapat Ishaan. Guru Ishaan tidak suka dengan pendapat Ishaan,
padahal Ishaan telah menjelaskan isi puisi tersebut dengan benar. Akan tetapi
gurunya tetap menyalahkannya dan menganggapnya sebagai peserta didik yang
bodoh.
Ishaan juga sering mendapat hukuman dari guru-gurunya yang lain, tak
jarang ia juga menerima perlakuan kasar. Dengan berbagai julukan buruk dan
perlakuan kasar yang diberikan guru-gurunya, Ishaan menjadi lebih depresi lagi,
ia membuang semua buku-bukunya dan selalu merasa ketakutan, ia merasa
dirinya tidak ada yang peduli, merasa sendiri, dan hilang rasa percaya dirinya.
Sampai akhirnya ada seorang guru baru bernama Ram Shankar Nikumbh.
Pada awalnya Ram tidak begitu memperhatikan Ishaan tapi lama-kelamaan ia
45
mulai memperhatikan Ishaan. Melihat kondisi Ishaan, Ram prihatin. Ram merasa
Ishaan sedang membutuhkan bantuan, itu dia lihat dari sorot pandang mata
Ishaan. Ram memutuskan untuk mendatangi rumah Ishaan.
Setelah tiba di rumah Ishaan, Ram meminta buku-buku lama Ishaan
dikeluarkan dan ia mendapati bahwa tulisan Ishaan mempunyai kesalahan yang
sama pada setiap bukunya, seperti: tertukarnya hurup b dengan d, terbaliknya
tulisan hurup s dan r, menulis hurup h dan t seperti menulis di balik cermin,
dan kesalahan-kesalahan dalam menuliskan ejaan bila didikte.
Ram berpendapat bahwa Ishaan mengalami kesulitan dalam mengenali
huruf. Menurut Ram, Ishaan tidak dapat membaca tulisan dan tidak dapat
mengenali karakter dari setiap tulisan, jadi dia tidak mengerti apa artinya. Ram
mengatakan kepada kedua orang tua Ishaan, bahwa orang yang mengalami
kesulitan dalam membaca dan menulis disebut Disleksia .
Ciri-ciri Disleksia yang dialami Ishaan dalam film Taare Zameen Par ini
antara lain:
a. Kesulitan dalam mengikuti beberapa instruksi
b. Tidak dapat menggunakan motorik halusnya dengan baik, seperti kesulitan
dalam mengancingkan bajunya, atau mengikat tali sepatunya.
c. Tidak dapat menghubungkan ukuran, jarak dan kecepatan, seperti tidak
dapat menangkap lemparan bola.
d. Tidak dapat melakukan hal-hal yang seharusnya dapat dilakukan oleh anak
seusianya.
Bila peserta didik mengalami hal-hal di atas maka rasa percaya diri
peserta didik tersebut akan hilang, sering melakukan pemberontakan. Peserta
didik tersebut akan menyembunyikan segala kekurangannya dengan ketidaktaatan
dan senang membuat kerusuhan dimana saja, dan tidak mau mengakui bahwa “ia
tidak bisa” tetapi ia akan mengatakan “aku tidak mau”, seperti tergambar dalam
adegan:
Ram : Coba pikir. Seorang anak kecil, berumur 8 atau 9 tahun, belum bisa membaca dan menulis, tidak dapat melakukan hal-hal yang biasa. Tidak bisa melakukan semua hal yang biasanya anak-anak seumurannya bisa melakukannya dengan mudah. Apa yang harus dia hadapi?
46
Kepercayaan dirinya telah hancur. Menyembunyikan ketidakmampuannya pada ketidakpatuhan, dia telah mementingkan bermain. Membuat kekacauan. Tidak mau mengakui “aku tidak bisa”, dan lebih baik berkata, ''aku tidak mau.'' Tidak ada bedanya dengan orang dewasa. Sekarang, sifat pemberontaknya juga telah hancur di sana. Maaf kalau aku mengatakan, dia telah benar-benar berhenti melukis. Sangat disayangkan.
Berdasarkan dialog tersebut dapat diketahui bahwa kepercayaan diri Ishaan
telah hancur karena ia tidak mampu berkembang sebagaimana anak seusianya.
Ram menjelaskan bahwa Disleksia bisa terjadi pada siapa saja. Meskipun
demikian, peserta didik Disleksia mempunyai pemikiran yang tajam dan
mempunyai imajinasi yang kuat dan mereka adalah orang yang berbakat bahkan
lebih berbakat dari orang-orang normal.
Setelah mengerti masalah yang dihadapi Ishaan, ketika pembelajaran di
dalam kelas Ram menceritakan beberapa kisah tentang orang-orang yang pernah
mengalami Disleksia , yang berusaha dengan keras untuk belajar dan memahami
tentang huruf, walaupun huruf-huruf itu adalah musuh bagi mereka. Menurut
orang-orang Disleksia , huruf-huruf itu bagaikan menari-nari dan begitu
menakutkan dan menyiksa diri mereka, otak mereka penuh dengan hal-hal yang
tidak mungkin.
Anak-anak Disleksia umumnya suka memikirkan/melamuni hal- hal yang
tidak masuk akal, walaupun seperti itu mereka tetap berani menghadapinya, siapa
sangka anak-anak Disleksia tersebut akan menjadi orang-orang besar dan terkenal
dengan pemikiran-pemikiran anehnya, orang-orang tersebut di antaranya:
a) Albert Einstein, ilmuan besar yang sangat populer.
b) Leonardo Da Vinci, pencipta Helikopter.
c) Thomas Alva Edison, penemu listrik.
d) Abhishek Bachchan, artis terkenal di India.
e) Pablo Picasso, pelukis terkenal.
f) Walt Disney, pencipta kartun Mickey Mouse.
g) Neil Diamon, penyanyi terkenal.
h) Agatha Christie, penulis buku misteri.
Ram memberikan cerita-cerita ini agar Ishaan termotivasi untuk maju dan
47
berani dalam menghadapi segala kesulitan yang dia hadapi. Ram juga mengatakan
kepada Ishaan bahwa ia pun dahulu mengalami hal yang sama dengan orang-
orang yang dia ceritakan. Semua harapan Ram terjawab dengan apa yang
dilakukan oleh Ishaan, Ia membuat sebuah kapal kecil yang dapat bergerak di air.
Menurut Ram, Ishaan adalah siswa yang memiliki kecerdasan di atas rata-
rata, dia hanya membutuhkan sedikit bantuan. Ram memulai mengajarkan Ishaan
dengankegiatan-kegiatan untuk membantu mengenal dan
membedakan huruf, kegiatan tersebut antara lain:
a) Ishaan diajarkan menulis huruf “a” dan ‘e” di atas pasir.
b) Menulis huruf di lengan Ishaan dan Ishaan menebaknya.
c) Bermain malam warna, dengan mencontoh beberapa bentuk huruf.
d) Menggambar angka besar di papan kotak-kotak.
e) Memberikan rekaman suara yang sesuai dengan tulisan yang diberikan
kepada Ishaan, agar Ishaan dapat belajar membaca dengan mengikuti nada
surat dan melihat tulisan.
Sedangkan untuk pelajaran matematika Ram mengajarkan penjumlahan dan
pengurangan dengan cara naik turun tangga. Ishaan diminta menaiki dan
menuruni tangga sesuai dengan angka yang ada di tangga dan sesuai dengan
instruksi yang diberikan oleh Ram. Sehingga Ishaan secara perlahan tapi pasti
dapat membaca, menulis dan berhitung.
Ram mengadakan perlombaan melukis, ia mengajak semua kalangan untuk
berpartisipasi pada perlombaan tersebut, mulai dari peserta didik, guru dan semua
orang. Di akhir perlombaan, lukisan Ishaan mendapatkan juara pertama dan
dicantumkan dalam buku akhir tahun. Akhirnya Ishaan menjadi peserta didik
yang mampu berkembang seperti anak seusianya, dan orang tua Ishaan sangat
bangga padanya.
B. Penelitian yang Relevan
Dari penelusuran yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan beberapa hasil
penelitian yang relevan dengan penelitian tentang film “Taare Zameen Par”,
antara lain:
48
1. Pramudita Septiani dalam penelitiannya yang berjudul “Disleksia dan
Metode Penanganannya dalam Film Taare Zameen Par (Sebuah Tinjauan
Psikolinguistik)”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pada film Taare
Zameen Par tokoh utama yang megalami Disleksia bernama Ishaan
Handkishore Awasthi yang beumur 8 tahun. Ishaan merupukan anak kedua
dari dua bersaudara. Pada mulainya kedua orang tua Ishaan tidak menyadari
kelainan yang dialaminya. Orang tuanya selalu beranggapan bahwa Ishaan
adalah anak yang malas belajar hingga menyebabkan ia ketinggalan dalam
pelajaran. Kesulitan menerima pembelajaran Disleksia yang dapat terlihat
sangat jelas adalah ketika penderita tidak bias membedakan huruf-huruf yang
serupa seperti yang dijelaskan pada menit (01.03.27) Ishaan sulit
membedakan huruf “b” dengan “d”, “u” dengan “n”, “a” dengan “e”. “s”
dengan “z”. Kemudia Ihsan juga sulit untuk membedakan angka yang serupa
seperti “6” dengan “9”, “4” dengan “F”, “3” dengan “8” (01.03.56). Selain
tidak bisa membedakan huruf, kelainan Disleksia yang dialami Ihsan juga
tidak bisa mencampurkan ejaan yang sama, hal ini dapat kita lihat ketika
Ishaan menulis kata yang seharusnya “SIR” menjadi “RIS” (01.27.03),
kemudian kata yang seharusnya ditulis “TOP” menjadi “POT”.
Guru memberikan beberapa solusi melalui pendekatan kepada siswa.
Guru melibatkan orang tua untuk dapat memperhatikan keadaan anaknya
dengan cara memberikan perhatian yang dapat dilihat pada menit (1.40.19).
Penanganan terjadi dalam proses pembelajaran dapat dilihat pada menit
(1.49.30) guru menggunakan media gambar yang dapat memacu kemampuan
motorik anak. memberi motivasi dengan cara menceritakan tokoh-tokoh
penyandang diseleksia tetapi mereka mampu sukses dan terkenal dengan
kemampuan mereka yang berbeda. Guru menggunakan media pasir untuk
melatih siswa menulis yang dapat dilihat pada menit (2.03.24). Media pasir
yang digunakan guru dapat menarik perhatian siswa dengan rasa penasaran
apa yang akan dilakukan guru dengan media pasir. Guru akan menulis diatas
pasir dan dengan membunyikan huruf yang ditulis, serta diikuti oleh siswa.
Cara tersebut membuat siswa akan merasakan dan dapat mengingat yang
49
akan memacu motoric siswa.
Berdasarkan penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa penelitian ini
mempunyai kesamaan dengan penelitian terdahulu, yaitu meneliti Disleksia
pada film “Taare Zameen Par”. Adapun yang membedakan penelitian ini
dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini membahas metode
pembelajaran untuk peserta didik berkesulitan belajar dalam film “Taare
Zameen Par”, sedangkan penelitian terdahulu membahas metode dan cara
mengatasi Disleksia .
2. Ummu Umaroh dalam penelitiannya yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan
Karakter dalam Film Taare Zameen Par (Pandangan Pendidikan Islam)”
menjelaskan bahwa Hasil penelitian menunjukan bahwa pembelajaran
menerapkan nilai karakter bisa melalui media film. Nilai-nilai pendidikan
karakter dalam film Taare Zameen Par di antaranya adalah disiplin, rasa ingin
tahu, tanggung jawab, kerja keras dan pantang menyerah, mandiri, percaya
diri, demokratis, peduli sosial. Pendidikan karakter dalam pandangan
pendidikan Islam sejatinya adalah internalisasi nilai-nilai adab ke dalam
pribadi pelajar. Internalisasi ini merupakan proses pembangunan jiwa yang
berasaskan konsep keimanan. Gagalnya sebuah pendidikan karakter yang
terjadi selama ini, dapat disebabkan karena karakter yang diajarkan minus
nilai keimanan dan konsep adab. Sehingga, proses pembangunan karakter
tersendat bahkan hilang sama sekali. Dalam penelitian ini terlihat adanya
kesamaan tujuan antara pendidikan karakter dengan pendidikan Islam.
Pendidikan Islam ingin membentuk manusia yang bermoral, berakhlak mulia,
sehingga menjadi insan kamil.
Berdasarkan penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa penelitian ini
mempunyai kesamaan dengan penelitian terdahulu, yaitu meneliti film “Taare
Zameen Par”. Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu adalah penelitian ini membahas metode pembelajaran untuk peserta
didik berkesulitan belajar dalam film “Taare Zameen Par”, sedangkan
penelitian terdahulu membahas tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam
film “Taare Zameen Par” dalam pandangan pendidikan Islam.
50
3. Novi Rismawati dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya Membangun
Karakter Percaya Diri Siswa Berkebutuhan Khusus (Analisis Isi pada Film
Taare Zameen Par)” menjelaskan Hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa dalam film Taare Zameen Par menunjukan adanya upaya membangun
karakter percaya diri siswa berkebutuhan khusus. Upaya membangun karakter
percaya diri siswa berkebutuhan khusus sebagaimana ditampilkan oleh
pemain film, dalam adegan dan dialog saat pak Nikumbh mengajari dan
menemani Ishaan untuk membaca, menulis dan membangun kembali
kepercayaan dirinya. Film Taaere Zameen Par tidak hanya dapat digunakan
sebagai media pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
namun juga bisa digunakan refrensi guru sebagai upaya membangun karakter
percaya diri pada siswa berkebutuhan khusus maupun siswa yang tidak
berkebutuhan.
Berdasarkan penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa penelitian ini
mempunyai kesamaan dengan penelitian terdahulu, yaitu meneliti film “Taare
Zameen Par”. Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu adalah penelitian ini membahas metode pembelajaran untuk peserta
didik berkesulitan belajar dalam film “Taare Zameen Par”, sedangkan
penelitian terdahulu membahas tentang upaya guru untuk menumbuhkan
karakter percaya diri siswa berkebutuhan khusus dalam film “Taare Zameen
Par”.
4. Apriliyanto Romadhon dalam penelitiannya yang berjudul “Representasi
Sistem Pendidikan Sekolah Dasar di India dalam Film Taare Zameen Par”
menjelaskan Hasil representasi atas film Taare Zameen Par menunjukkan
bahwa dalam adegan-adegan pilihan mengenai proses pendidikan, terdapat
tujuh adegan yang merepresentasikan sebuah proses pendididkan dan tiga
adegan yang merepresentasikan sistem pendidikan ideal. Pertama, tujuh
adegan pilihan mengenai proses pendidikn dalam film Taare Zameen Par
menginterpretasikan sebuah pendidikan yang dilakukan di sekolah tidak
ramah terhadap siswa dan pengabaian terhadap kebutuhan siswa yang
berbeda-beda dalam belajar. Secara kontekstual, praktik pendidikan di tingkat
51
sekolah dasar di India memperlihatkan bahwa sekolaha menjadi tempat yang
tidak ramah terhadap anak. Sehingga, tak jarang anak-anak yang mempunyai
keterlambatan belajar mendapat perlakuan buruk seperti dianggap bodoh atau
keterbelakangan mental. Beberapa kasus kekerasan dalam pendidikan dan
diskriminasi pendidikan terhadap anak dari kasta rendah, anak berkebutuhan
khusus dan anak kaum minoritas menjadi bagian dari permasalahan
pendidikan dasar di India. Kedua, adegan pilihan mengenai sistem pendidikan
ideal dalam film Taare Zameen Par menginterpretasikan harapan mengenai
pendidikan inklusif yang ramah kepada setiap anak-anak dengan latar
belakang sosial, ekonomi dan budaya yang berbeda-beda. Hal ini tercantum
dalam skema “Pendidikan Untuk Semua”.
Berdasarkan penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa penelitian ini
mempunyai kesamaan dengan penelitian terdahulu, yaitu meneliti film “Taare
Zameen Par”. Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu adalah penelitian ini membahas metode pembelajaran untuk peserta
didik berkesulitan belajar dalam film “Taare Zameen Par”, sedangkan
penelitian terdahulu membahas sistem pendidikan sekolah dasar di India
dalam film “Taare Zameen Par”.
C. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan keterkaitan antara teori yang digunakan sebagai
dasar penelitian. Membaca merupakan suatu kegiatan proses kognitif yang
berupaya untuk menemukan berbagai informasi yang terdapat dalam tulisan
Dalman (2013: 5). Anak dengan kesulitan membaca dipandang sebagai
manifestasi kesulitan yang memenuhi syarat untuk pemberian dukungan dan
akomodasi melalui rencana pendidikan individu yang disebut Individual
Education Plan (IEP). Anak-anak dengan kesulitan membaca memiliki sarana
intelektual untuk memperoleh keterampilan membaca secara fungsional, tetapi
berprestasi rendah di sekolah karena kesulitan yang melekat pada pembelajaran
Feifer (2011: 21-22). Kesulitan membaca adalah gangguan atau hambatan dalam
52
membaca dengan ditunjukkan adanya kesenjangan antara keampuan yang dimiliki
dengan prestasi belajarnya.
53
Disleksia /
Kesulitan Membaca
TIPE DISLEKSIA
1. Disleksia primer2. Disleksia skunder 3. Disleksia trauma
Karakteristik disleksia1) Membaca secara terbalik tulisan yang
dibaca, 2) Menulis huruf secara terbalik. 3) Sulit menyebutkan kembali informasi
yang diberikan secara lisan. 4) Kualitas tulisan buruk5) Mengalami kesulitan dalam
memahami dan mengingat cerita yang baru dibaca.
6) Mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran secara tertulis.
7) Mengalami kesulitan dalam mengenal bentuk huruf dan mengucapkan bunyi huruf.
8) Mengalami kesulitan dalam menggabungkan bunyi huruf menjadi kata yang berarti.
9) Sangat lambat dalam membaca karena kesulitan dalam mengenal huruf, mengingat bunyi huruf dan menggabungkan bunyi huruf menjadi kata yang berarti.
Langkah – langkah mengatasi
4. Peningkatan Pengenalan Kata dan Membaca Lancar
5. Program Membaca Khusus Kelas Remedial
6. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Isi Bacaan
Gambar 2.1 Kerangka Teori
D. Kerangka Berpikir
Kerangka berfikir merupakan konsep pemikiran peneliti untuk
mempermudah melakukan penelitian yang akan dilakukan. Kerangka berfikir
dalam penelitian ini akan menganalisis film “Taare Zameen Par”. Analisis ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengatasi kesulitan belajar siswa dalam film
“Taare Zameen Par”. Adapun kerangka berfikir penelitian ini disajikan dalam
bentuk bagan sebagai berikut :
54
Siswa Sekolah Menggunakan metode multi-sensori untuk diterapkandalam metode pembelajaran pada anak disleksia. Seperti :
1) Guru menulis dengan menggunakan jari di atas tangan siswa.
2) Guru dapat menggunakan media gambar
3) Guru menggunakan media radio dan buku bacaan.
1. Sulit membedakan huruf. 2. Sering salah dalam mengucapkan kalimat. 3. Lambat dalam membaca.
Anak mengalami kesulitan membaca
Langkah – langkah mengatasi
4. Peningkatan Pengenalan Kata dan Membaca Lancar
5. Program Membaca Khusus Kelas Remedial
6. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Isi Bacaan
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
55
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Bentuk penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, dimana bentuk
penelitian ini diungkapkan melalui beberapa teori kemudian diuraikan dengan
kata – kata dan gambar. Bentuk penelitian ini tidak mengutamakan pada angka –
angka tetapi mengutamakan kedalam penghayatan terhadap interaksi antar konsep
atau yang sedang dikaji secara empiris. Pendekatan kualitatif mengkaji perspektif
partisipan dengan strategi – strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel.
Penelitian kualitatif ini dilakukan dengan pengumpulan data yang pada umunya
seorang peneliti dapat menemukan data penelitian dalam bentuk kata – kata
maupun gambar. Dapat berupa transkip – transkip wawancara, catatan data
lapangan, dokumen pribadi, foto – foto, dan lain – lainnya.
Bodgan dan Taylor (1975: 5) dalam Moleong (2010: 4) mendefinisakan
metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku
yang diamati. Sugiyono (2016: 15) menyatakan bahwa metode penelitian
kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme yang digunakan untuk meneliti kondisi obyek yang alamiah,
dimna peneliti sebagai instrument kunci dan hasilnya lebih menekankan makna
dari pada generalasasi. Rubiyanto (2011: 59) juga berpendapat penelitian
kualitatif yaitu suatu metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kaa – kata tertulis atau lisan dari orang – orang yang diamati. Jadi Penelitian
Kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data berupa kata – kata bukan data
berupa angka.
Setelah itu, peneliti mengumpulkan, mengorganisasi, dan menganalisis data
dengan menggunakan teknik yang relevan. Adapun langkah terahir yang
dilakukan peneliti yaitu membuat laporan penelitian.
56
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif (Qualitative Research). Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang
ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas
sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, dan pemikiran orang secara individual atau
kelompok. Beberapa deskripsi digunakan untuk menemukan prinsip-prinsip dan
penjelasan yang mengarah pada penyimpulan (Sukmadinata, 2013:60).
Peneliti menggunakan studi kepustakaan (library research), yaitu salah satu
jenis metode penelitian kualitatif yang lokasi atau tempat penelitiannya dilakukan
di perpustakaan, dokumen, arsip, dan lain sejenisnya. Studi kepustakaan terhadap
penelitian didominasi oleh pengumpulan data non-lapangan, meliputi objek yang
diteliti dan data yang digunakan sebagai objek utama (primer) dan data sekunder
(Prastowo, 2012: 190-191).
Adapun kaitannya dengan penelitian kualitatif, peneliti mendeskripsikan
permasalahan-permasalahan kesulitan belajar yang muncul dari data, yaitu
fenomena pada film Taare Zameen Par. Data dihimpun dengan pengamatan yang
seksama, mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetail disertai dengan hasil
analisis sumber buku yang terkait. Analisis dilakukan terus menerus sejak awal
sampai akhir penelitian dengan menggunakan proses reduksi data, pemaparan, dan
kesimpulan.
Terkait dengan studi kepustakaan (library research), peneliti melakukan
telaah untuk memecahkan masalah mengenai kesulitan belajar anak pada film
Taare Zameen Par dengan bahan-bahan pustaka yang relevan. Peneliti
mengumpulkan data atau informasi dari berbagai sumber pustaka. Sumber pustaka
untuk bahan kajian penelitian ini yaitu, film Taare Zameen Par, buku teks, dan
jurnal penelitian.
B. Data dan Sumber Data
1. Data Penelitian
Data, bentuk jamak dari datum merupakan keterangan-keterangan tentang
suatu hal, dapat berupa sesuatu yang diketahui, yang dianggap atau anggapan atau
57
suatu fakta yang digambarkan melalui angka, simbol, kode, dan lain-lain. Data
merupakan fakta, informasi atau keterangan yang dijadikan sebagai sumber atau
bahan menemukan kesimpulan dan membuat keputusan (Mahmud, 2011: 146).
Data dari penelitian ini sebagian besar berada di perpustakaan, mencari dan
memilih dari bermacam-macam sumber data yang berkaitan dengan permasalahan
yang akan diteliti. Data utama penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan yang
diambil dari film Taare Zameen Par. Adapun data tambahan penelitian ini berasal
dari sumber tertulis, yaitu sumber buku dan jurnal hasil penelitian.
2. Sumber Data
a) Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data pokok yang langsung dukumpulkan
peneliti dari objek penelitian. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis
atau melalui perekaman video/audio tapes, pengambilan foto, atau film (Lexy,
2013: 157). Adapun sumber primer penelitian ini adalah film Taare Zameen Par.
Alasan penentuan film ini sebagai sumber primer adalah, film ini mengandung
kesulitan belajar anak yang sangat membutuhkan penanganan secara khusus,
terutama dalam hal kesulitan membaca, menulis, dan berhitung.
b) Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh bukan dari sumber
pertama (Mahmud, 2012:157). Sumber sekunder dari penelitian ini adalah data
berupa kata-kata, kamus, jurnal, internet, dan buku-buku yang berkaitan dengan
metode pembelajaran untuk peserta didik berkesulitan belajar dalam film “Taare
Zameen Par”.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, untuk mempermudah peneliti dalam pengumpulan
data , maka peneliti menggunakan metode pengumpulan data:
1. Observasi
Menurut Hasan (2002: 86), observasi ialah pemilihan, pengubahan,
pencatatan, dan pengkodean serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan
58
dengan organisasi, sesuai dengan tujuan-tujuan empiris. Morris (1973: 906)
mendefinisikan observasi sebagai aktivitas mencatat suatu gejala dengan bantuan
instrumen-instumen dan merekamnya dengan tujuan ilmiah dan tujuan lain. lebih
lanjut dikatakan bahwa observasi merupakan kumpulan kesan tentang dunia
sekitar berdasarkan semua kemampuan daya tangkap panca indera manusia.
Manfaat dari teknik observasi berdasarkan dasar-dasar metodologi
penelitian (1998: 136-138) yaitu sebagai berikut :
a. Merupakan alat yang murah, mudah dan langsung untuk mengadakan
penelitian terhadap berbagai fenomena sosial yang terjadi.
b. Para koresponden yang sangat sibuk pada umumnya tidak keberatan jika ia
diamati.
c. Banyak peristiwa yang tidak mungkin diperoleh dengan menggunakan
teknik wawancara tetapi hal ini dapat diperoleh dengan menggunakan teknik
observasi atau pengamatan secara langsung.
Observasi yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah observasi
partisipan. Peneliti melakukan observasi mengenai pengamatan langsung terhadap
film “Taare Zameen Par” sehingga menemukan permasalahan anak kesulitan
membaca.
2. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
memberikan pertanyaan kepada pihak-pihak yang terkait dengan tujuan
memperoleh informasi. Prastowo (2011: 212) mengemukakan bahwa wawancara
adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan atau orang yang
diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedeoman wawancara.
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
semi berstruktur. Wawancara ini dimulai dari isu yang dicakup dalam pedoman
wawancara. Peneliti dapat mengembangkan pertanyaan dan memunculkan sendiri
mana isu yang dimunculkan. Wawancara ini dapat mengumpulkan jenis data yang
sama dari partisipan. Peneliti harus mampu mengendalikan diri sehingga tujuan
59
penelitian dapat dicapai dan topik penelitian tergali. Narasumber yang akan
peneliti wawancarai untuk memperoleh informasi adalah anak kesulitan membaca.
3. Dokumentasi
Dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat
penelitian meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan
kegiatan, foto-foto (Riduwan, 2015:31). Dokumentasi dapat berupa foto,
tangkapan layar, gambar dalam film “Taare Zameen par”. Dokumentasi yang
digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menonton film “Taare
Zameen par” secara berulang-ulang untuk menganalisis bagian yang mengandung
unsur kesulitan membaca. Peneliti akan melakukan pengamatan secara langsung
dengan cara memonton dan mengamati mengenai dialog dan adegan yang ada
dalam film “Taare Zameen par” tersebut. Kemudian mencatat hal-hal penting
untuk dianalisis kembali berkaitan dengan kesulitan membaca yang ada dalam
film “Taare Zameen par”.
D. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses yang dilakukan dengan cara mencari
informasi untuk kemudian disusun secara sistematis. Data yang diperoleh dari
hasil catatan lapangan, kemudian akan disimpulkan agar dapat mudah dipahami
oleh peneliti maupun orang lain. Sugiyono (2016:335) menyatakan analisis data
dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama
di lapangan,dan setelah selesai di lapangan. Miles dan Huberman (dalam
Sugiyono, 2015:337) berpendapat bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas
hingga datanya sudah jenuh. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan
data, menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat
kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain (Sugiyono, 2013:427).
Setiap penelitian membutuhkan sebuah metode, teknik analisis, dan teori
untuk mendukung kevalidan sebuah penelitian. Maka dari itu, penelitian ini
60
menggunakan metode Miles dan Huberman (2007:16-21) yakni reduksi data,
penyajian data, dan menarik kesimpulan. Mereduksi data berarti memilih data
atau hal-hal penting yang sesuai pada tujuan penelitian. Guna mendapatkan
informasi mengenai gambaran yang jelas, dalam memperoleh informasi sebagai
bahan untuk pengumpulan data. Kedua yakni tahap menyajikan data, setelah
selesai direduksi, maka data yang diperoleh akan dianalisis dan disajikan dalam
bentuk teks naratif dan data dokumentasi, sehingga proses analisis akan berjalan
lebih mudah dan cepat. Tahap yang terakhir yakni penarikan kesimpulan, setelah
proses penyajian data, kemudian peneliti dapat membuat kesimpulan mengenai
data yang sudah dianalisis berdasarkan bukti yang mendukung penelitian.
61
BAB IV
HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Faktor yang mempengaruhi gangguan membaca dalam film Taare
Zameen Par
Pada film Taare Zameen Par tokoh utama yang megalami Disleksia
bernama Ishaan Handkishore Awasthi yang beumur 8 tahun. Ciri Penanda
Disleksia Pada film Taare Zameen Par ini, tokoh utama Ishaan menunjukkan
beberapa ciri penanda yang menjelaskan bahwa Ishaan berbeda dari anak
seusianya secara umum.
Disleksia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys yang berarti kesulitan dan
lexia yang berarti kata-kata. Dengan kata lain, Disleksia berarti kesulitan dalam
mengolah kata-kata. Anak-anak berkesulitan membaca mengalami berbagai
kesalahan dalam membaca sebagai berikut: 1) Penghilangan kata atau huruf, 2)
Penyelipan kata, 3) Penggantian kata, 4) Pengucapan kata salah, 5) Pengucapan
kata dengan bantuan guru, 6) Pengulangan, 7) Pembalikan huruf, 8) Kurang
memperhatikan tanda baca, 9) Pembetulan sendiri, dan 10) Ragu-ragu dan
tersendat-sendat (Mulyono, 2010: 176-178). Ketua Pelaksana Harian Asosiasi
Disleksia Indonesia dr. Kristiantini Dewi, Sp.A sebagaimana dikutip Agustin
(2014:53) menjelaskan bahwa, Disleksia merupakan kelainan dengan dasar
kelainan neurobiologis dan ditandai kesulitan dalam mengenali kata secara tepat
dan akurat dalam pengejaan dan kemampuan mengode simbol.
Hal ini dapat dilihat pada beberapa petikan adegan dan dialog berikut.
Durasi: 01:44:26 s/d 01:46:06
Setting : pada malam hari di rumah IshaanDeskripsi suasana : Guru Nikumbh datang ke rumah Ishaan untuk bertemu
keluarganya dan memberitahu mereka kesulitan belajar yang dialami Ishaan dan mencari informasi tentang Ishaan yang murung, pendiam, tidak bersemangat. Setelah ditelusuri, menurut Nikumbh Ishaan mengalami Disleksia atau kesulitan mengenali huruf dan angka. Kemudian terjadi perdebatan antara Ayah Ishaan dan Nikumbh tentang apa
62
yang dialami Ishaan selama di sekolah. Nikumbh ingin meyakinkan Ayah Ishaan bahwa Ishaan memiliki potensi yang besar. Potensi itu akan berkembang jika Ishaan terus dilatih dan didukung.Ia bertemu dengan ayah, ibu, dan Yohaan. Ia menunjukkan buku-buku tugas Ishaan.
Dialog :Ibu Ishaan : “Ada apa dengan Ishaan?”Pak Nikumbh : “Belum ada jawaban untuk itu. Itu bisa terjadi pada siapa
saja. Terkadang itu faktor turunan. Sederhana saja, ada gangguan kecil diotaknya, itu saja.”
Ayah Ishaan : “Jadi, kamu mau mengatakan kalau anak saya abnormal, latar belakangan mental?”
Pak Nikumbh : “Anda orang yang aneh. Lihat ini (sambil menunjukkan lukisan Ishaan), ini pemikiran yang tajam dengan imajinasi yang luar biasa. Kemampuan yang jauh lebih hebat dibandingkan Anda dan aku.”
Ayah Ishaan : “Apa keuntungannya?”Pak Nikumbh : “Mengapa Anda mencari keuntungan?”Ayah Ishaan : “Apa lagi yang harus aku cari? Mau jadi apa dia?
Bagaimana dia bisa bersaing? Apakah aku harus memberinya makan seumur hidupnya?”
Pak Nikumbh : “(Diam, mengangguk-angguk). Aku mengerti. Di luar sana, ada sebuah persaingan dunia yang tidak kenal ampun, di mana setiap orang ingin menjadi juara dan pangkat yang tertinggi. Setiap orang menginginkan nilai tinggi. Ilmu kedokteran, insinyur, manajer, apa pun yang tidak bisa ditolerir. 95,5, 95,6, 95,7 persen. Kurang dari itu sangat memalukan, benar?”
Ayah Ishaan : (Diam, menundukkan kepala)Pak Nikumbh : “Ya ampun, cobalah pikir. Setiap anak mempunyai
kemampuan dan mimpi-mimpi yang unik. Tapi tidak, bakat setiap anak telah ditarik dan direnggangkan agar setiap jarinya panjang. Silahkan tarik. Bahkan, sampai jari-jarinya patah.”
Ayah Ishaan : “Mengapa anda tidak memberitahu kami? Silahkan!”Nikumbh : “Mengapa dia melakukan ini? Apakah dia malas? Tidak.
Menurut pendapat saya, dia menemukan kesulitan untuk mengenali huruf. Ketika anda membaca a-p-p-l-e, pikiran anda tertuju ke apel. Ishaan tidak bisa membaca huruf, jadi dia tidak mengerti apa maksudnya. Untuk menulis dan membaca, kemampuan itu sangat penting. Untuk menghubungkan suara dengan simbol, mengetahui arti dari kata-kata. Ishaan tidak memenuhi persyaratan dasar itu. Kesulitan membaca dan menulis ini disebut Disleksia .”
63
Gambar 4.1 Pak Nikumbh kerumah orang tua Ishaan
Berdassaran dialog diatas anak yang mengalami Disleksia memiliki IQ
normal, bahkan di atas normal, akan tetapi memiliki kemampuan membaca 1 atau
1½ tingkat di bawah IQ-nya. Siswa yang mengalami kesulitan belajar membaca
mengalami kesulitan dalam mengenal huruf dan mengucapkan bunyi huruf
(Jamaris, 2014:139). Terkait dengan petikan dialog tersebut, Ishaan mengalami
kesulitan dalam mengenal huruf. Kesulitan dalam mengenal huruf pada anak
Disleksia akan berdampak pada kesulitan dalam mengenal rangkaian kata yang
menunjuk pada suatu benda. Sehingga, ia tidak mengerti apa maksud dari kata
yang dibacanya.
Durasi : Menit 22.54 sampai dengan menit 24.36
Setting : di ruang kelasDeskripsi suasana : Guru bahasa sedang menjelaskan pelajaran bahasa di depan
kelas. Namun, Ishaan tidak memperhatikan penjelasan gurunya. Ia memperhatikan lubang kecil yang digenangi air di halaman sekolah melalui jendela kelasnya.
Dialog :Guru : “Buka halaman 38, bab 4, paragraf 3! Kita akan belajar kata
sifat hari ini.” (Guru melihat ke arah Ishaan).Guru : “Kamu juga, Ishaan Awasthi! Halaman 38, bab 4, paragraf
3.” (Ishaan tidak memperhatikan gurunya dan masih melihat ke luar jendela).
Guru : “Kamu tidak memperhatikan Ishaan? Ishaan!” (Ishaan baru tersadar dan menoleh ke arah gurunya).
64
Guru : “Aku katakan halaman 38, bab 4, paragraf 3! Baca kalimat pertama dan sebutkan kata sifatnya!”(Ishaan bingung dan menoleh ke arah teman-temannya).
Guru : “Halaman 38 Ishaan! Adit Lamba, bantu dia! Baca kalimatnya dan sebutkan kata sifatnya!” (Ishaan tetap kebingungan dan tidak bisa melakukan perintah gurunya).
Guru : Halaman 38, Ishaan. Adit Lamba Bantu dia,,!Guru : Kalian semua perhatikan Buku kalian
Baca kalimat pertama dan sebutkan kata sifatOk mari kita tandai kata sifat bersama – sama. Baca kalimatnya Ishaan.
Ishaan : Mereka ... MenariGuru : dalam bahasa Inggris...!Ishaan : Huruf – huruf menariGuru : Mereka Menari, Iya?Ishaan : hanya mennganggukGuru : Ok, baca huruf – huruf yang menari
Mencoba melawak?Ishaan : a...i...e....Guru : Baca kalimat yang keras dann tepat!Ishaan : hua a a ...a. Guru : Aku berkata Keras dan teepat, Ishaan. !! Keras dan Tepat
Keras dan tepat!!!Ishaan : BlablablablablablaGuru : Hentikan!!! Sudah Cukup
Keluar dari kelas ku!Keluar !!
Gambar 4.2 Ihsan kebingungan tidak bisa membaca
65
Berdasarkan diaog diatas bahwa Ishaan mengatakan bahwa huruf-huruf
yang ada di buku tersebut seperti menari. Pada saat itu ketika dipaksa membaca
oleh gurunya Ishaan mencari alasan agar ia tidak membaca dengan menyebutkan
sebutan yang tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh gurunya.
Anak yang mengalami Disleksia akan kesulitan mengikuti perintah yang
dilakukan secara lisan. Terkait dengan petikan adegan dan dialog tersebut, pada
saat guru meminta Ishaan untuk membuka buku halaman 38, bab 4, paragraf 3, ia
tidak bisa melakukannya. Ia mengalami kebingungan dan kesulitan dalam
mengikuti perintah yang disampaikan gurunya secara berurutan.
Disleksia akan diketahui pada saat anak diminta untuk memfokuskan
perhatiannya pada kata-kata dan membaca dengan suara keras. Mereka tidak bisa
melakukannya dan justru bercerita berdasarkan interpretasinya atas gambar-
gambar yang ada di buku tersebut. Ketika mereka diminta untuk memperhatikan
kata-kata dan mengucapkannya, kekurangan anak dalam membaca akan mulai
terlihat. Tanda yang ditunjukkan oleh mereka yaitu, membuat kata-kata sendiri
yang tidak memiliki arti (James, 2006:60). Terkait dengan petikan adegan dan
dialog tersebut, pada saat Ishaan diminta untuk membaca, ia berkata bahwa huruf-
hurufnya menari. Karena kesulitan mengenal huruf dan tidak bisa membaca, maka
Ishaan membaca dengan mengucapkan kata-kata yang tidak jelas maknanya.
Gambar 4.3 Ishaan melamun mangamati burung
66
Setting : di dalam kelas pada saat pelajaran menggambarDeskripsi suasana : Ishaan tidak memperhatikan guru yang duduk di depan kelas.
Ia melamun, melihat dari jendela seekor burung yang sedang memberi makan anaknya.
Dialog :Guru : “Hei anak baru, perhatikan papan tulis. Tunjukkan pada kami,
dimana saya membuat titik? Tunjukkan kami titik itu! (Ishaan diam menatap gurunya). “Mengapa kamu bertingkah seperti kodok? Dimana saya membuat titik? Tunjukkan pada kami!”
Ishaan : “Aku tidak melihatnya.”Guru : “Kamu tidak melihatnya?” (Ishaan menggeleng).Guru : “Satyajit Bhatkal, kesini dan tunjukkan padanya aku
membuat titik di papan tulis!” Satyajit maju ke depan kelas dan menunjukkan gambar titik yang dibuat guru di papan tulis.
Guru : “Sekarang kamu lihat?”Ishaan : “Tidak.”Guru : Guru memberi hukuman kepada Ishaan dengan memukul
tangannya sebanyak lima kali. Ishaan menangis dan mengusapa air matanya.
Hargrove sebagaimana dikutip Mulyono Abdurrahman (2010:207)
mengungkapkan bahwa, anak-anak Disleksia mengalami kesalahan membaca,
yaitu kurang memperhatikan tanda baca. Terkait dengan petikan adegan dan
dialog tersebut, dapat diketahui pada saat guru meminta Ishaan untuk
menunjukkan gambar titik yang dibuat di papan tulis. Ishaan tidak bisa
menunjukkan gambar titik tersebut, dan ia tetap tidak bisa menunjukkan meskipun
sudah dibantu oleh salah satu temannya. Faktor kognitif yang dijadikan sebagai
penyebab Disleksia di antaranya, yaitu pola artikulasi bahasa dan kurangnya
kesadaran fonologi pada individu yang bersangkutan.
Mulyadi, (2010: 169-171) menjelaskan beberapa penyebab disleksia, yaitu
faktor biologis di antara yang termasuk dalam kesulitan membaca yang
disebabkan oleh faktor biologis, yaitu riwayat keluarga yang pernah mengalami
dyslexia, kehamilan yang bermasalah, serta masalah kesehatan yang cukup
relevan. Kognitif Faktor kognitif yang dijadikan sebagai penyebab dyslexia di
antaranya, yaitu pola artikulasi bahasa dan kurangnya kesadaran fonologi pada
individu yang bersangkutan. Perilaku Faktor perilaku yang dapat dijadikan
67
sebagai faktor penyebab dyslexia yaitu masalah dalam hubungan sosial, stress
yang merupakan implikasi dari kesulitan belajar, serta gangguan motorik.
Gambar 4.4 Ishaan tidak bisa memahami ttulisan Bahasa Inggris
Setting : di dalam kelas saat pelajaran bahasa InggrisDeskripsi suasana : Guru bahasa Inggris sedang menjelaskan materi dengan
sangat cepat dan lantang.Dialog :Guru : “A noun is naming word. A pronoun is used instead of a
noun. An adjective describes a noun. A verb describes the action of a noun. An adverb describes the action of verb. A conjunction joins two a pronoun. A preposition describes the relationship between a noun an a pronoun. Apakah kamu mengerti Ishaan Nandkishore Awasthi?”(Ishaan ketakutan melihat gurunya. Ia melihat tulisan yang ada di papan tulis seakanakan berjalan dan huruf-hurufnya menjadi terbalik).
Disleksia disebabkan oleh berbagai faktor yang berkaitan dengan kesulitan
dalam persepsi visual, antara lain dalam bentuk membaca huruf atau kata secara
terbalik atau kurang dapat membedakan karakter huruf secara jelas. Terkait
dengan petikan adegan tersebut, dapat diketahui pada saat Ishaan melihat tulisan
yang ada di papan tulis seakan-akan berjalan dan huruf – hurufnya menjadi
terbalik.
Pada anak yang mengalami Disleksia juga dapat ditandai dengan kesulitan
dalam mempelajari bahasa asing. Hal ini terlihat pada petikan adegan dan dialog
68
pada saat guru sedang menjelaskan materi bahasa Inggris dan bertanya kepada
Ishaan, ia menjadi ketakutan.
Penggunaan bahasa Inggris akan lebih rumit bagi proses belajar anak
Disleksia . Meskipun dalam sistem alfabet hanya ada duapuluh enam huruf, tetapi
kemungkinan perbedaan pengucapannya menjadi lebih banyak lagi. Hal ini akan
ditambah dengan munculnya fenomena pengucapan huruf-huruf bahasa Inggris
yang tidak konsisten, sebagai akibat dari perkembangan bahasa Inggris yang
mengadopsi kata-kata dari berbagai bahasa di dunia. Hal ini akan menambah
rumit bagi anak Disleksia .
Pada anak yang mengalami Disleksia dapat ditemukan gejala-gejala visual
berikut ini, yaitu tendensi terbalik, misalnya b dibaca d, p dibaca q, u dibaca n, m
menjadi w, dan sebagainya. Kesulitan diskriminasi, yaitu mengacaukan huruf atau
kata yang mirip. Kesulitan mengikuti dan mengingat urutan visual, jika diberi
huruf cetak untuk menyusun kata akan mengalami kesulitan, misalnya kata „ibu‟
menjadi „ubi‟ atau „iub‟ (Yusuf. 2003:17). Dalam kesulitan diskriminasi ia
terkecoh dengan kata yang mirip, ia menuliskan kata s-o-l-i-e-d menjadi s-o-i-l-e-
d. Adapun dalam kesulitan mengikuti dan mengingat urutan visual, ia menulis
kata „sir‟ menjadi „ris‟.
Faktor perilaku yang dapat dijadikan sebagai faktor penyebab Disleksia
yaitu masalah dalam hubungan sosial, stress yang merupakan implikasi dari
kesulitan belajar, serta gangguan motorik. Gejala umum yang terjadi pada anak
Disleksia di antaranya yaitu memiliki kelemahan dalam perseptual motorik.
Sebenarnya, persepsi dapat diidentifikasi tanpa mengaitkan dengan aspek motorik.
Persepsi itu sendiri berfungsi membedakan stimulus sensoris, yang pada
gilirannya harus diorganisasikan ke dalam pola-pola yang bermakna. Seorang
anak membedakan dan menafsirkan objek sebagai suatu kesatuan. Akan tetapi,
jika kelemahan perseptual motorik itu terjadi, integrasi antara persepsi dan gerak
motorik akan terganggu. Kondisi ini menjadikan anak tidak dapat melakukan
pengamatan secara tepat dan tidak mampu menerjemahkan pengamatan itu ke
dalam alur gerak motorik (Somantri. 2006:205-206).
69
Salah satu faktor penyebab anak mengalami Disleksia adalah disebabkan
oleh faktor biologis, yaitu riwayat keluarga yang pernah mengalami Disleksia ,
kehamilan yang bermasalah, serta masalah kesehatan yang cukup relevan.
Disleksia merupakan faktor yang diturunkan, artinya apabila dalam satu keluarga
terdapat individu yang mengalami dyslexia, maka keturunannya diperkirakan akan
mengalami hal yang serupa. Anak yang duduk di prasekolah, tetapi masih
mengalami kesulitan dalam berbicara merupakan individu yang beresiko Disleksia
. Penetapan seorang individu mengalami Disleksia hanya dapat ditentukan oleh
ahli terkait, seperti ahli membaca (reading specialist), psikolog, dokter anak, dan
neurologis. Para ahli tersebut dapat mengidentifikasi Disleksia dan memberikan
saran pada orang tua (Jamaris. 2014:140). Akan tetapi, berdasarkan fenomena di
dalam film tersebut, Disleksia yang dialami Ishaan tidak disebabkan oleh
keturunan dari orang tuanya.
Gambar 4.5 Ishaan bermain dengan anjing dibawah pohon
Setting : di halamanDeskripsi suasana : Ada enam anak sedang bermain bola, salah satunya bernama
Ranjit. Sementara itu, Ishaan duduk di bawah pohon bersama dua ekor anjing. Ranjit memanggil Ishaan untuk mengambilkan bola.
Dialog :Ranjit : “Sini!” (Ishaan berlari mengambil bola, kemudian ia
melemparkan bola tersebut. Tetapi, Ia melempar bola tidak tepat ke arah Ranjit).
Ranjit : “Idiot! Lihat, kemana kamu melemparnya? Sekarang ambilah! Aku bilang ambilah!
70
Tidakkah kamu mengerti?”(Ishaan tetap berdiri di tempat sambil menatap Ranjit).
Ranjit : “Sekarang ambilah! Aku bilang ambilah! Tidakkah kamu mengerti? Apa yang kamu lihat? Tidakkah kamu mengerti? Apa yang kamu lihat? Ambil bolanya, cepat! Apa yang kamu lihat? Aku bilang, ambil bolanya! Tidak kamu mengerti? Apa yang kamu tunggu? Cepat sana!” (Ranjit mendorong Ishaan dan mereka berkelahi).
Gambar 4.6 Ishaan dimarahi oleh ayahnya
Setting : di ruang tamu rumah IshaanDeskripsi suasana : Ranjit dan ibunya berada di rumah Ishaan. Ibu Ranjit
mengadukan Ishaan kepada ayahnya. Sementara itu, Ishaaan mengendap-endap masuk ke dalam rumah.
Dialog :Ibu Ranjit : “Anakmu menghancurkan tanamanku. Apakah kamu tidak
mengajarkan tata krama? Anakku terluka. Lihat, dia berdarah. Apakah kamu tidak mengajari anakmu apapun? Bagaimana mungkin dia memukul anakku? Apakah kamu tidak malu? Lihat, betapa jeleknya anakku jadinya!” (Ishaan masuk ke dalam rumah perlahan-lahan).
Ayah : “Ishaan, kesini sekarang!” (Ayah Ishaan langsung memukul Ishaan).
Yohaan : “Tetapi Papa...”Ayah : “Diam kamu Yohaan!”Ranjit : “Dia bahkan merobek bajuku.”Ishaan : “Tidak, dia berbohong.” (Ishaan mendorong Ranjit).Ibu Ranjit : “Lihat, dia mendorong anakku di depanmu.” (Ayah Ishaan
langsung mendorong Ishaan ke lantai).Ayah : “Ini sudah keterlaluan. Setiap hari ada saja yang protes.
Protes dari sekolah, protes dari tetangga. Jika ada protes lagi tentang kamu, aku akan...” (Ayah Ishaan akan menampar Ishaan, namun Ishaan justru tertawa kecil).
71
Ayah : “Tertawa, tidak punya malu. Satu lagi, jika ada yang protes aku akan mengirimmu ke sekolah berasrama. Tepat di depan kita, dia memulai perkelahian. Tidakkah kamu lihat, apa yang dilakukannya pada anak itu? Merobek bajunya.”(Ibu Ishaan menghampiri Ishaan dan memeriksa luka pada wajahnya).
Ayah : “Betapa buruknya, itulah yang kamu lakukan.”Ibu : “Berapa kali mama bilang, jangan bermain dengan Ranjit.”Ishaan : “Tetapi mama...”Ibu : “Sudah sana mandi, dan ambilkan obat merah.”
Berbagai faktor yang dapat menyebabkan disfungsi neurologis dan dapat
menyebakan kesulitan belajar, khususnya Disleksia adalah faktor genetik, luka
pada otak karena trauma fisik atau karena kekurangan oksigen, biokimia yang
hilang, biokimia yang merusak otak, pencemaran lingkungan, gizi yang tidak
memadai, dan pengaruh-pengaruh sosial yang merugikan perkembangan anak.85
Pada film ini terlihat bahwa, kesulitan belajar yang dialami Ishaan disebabkan
oleh adanya beberapa pengaruh sosial yang merugikan, yaitu lingkungan tempat ia
bermain dan pengaruh dari kondisi psikis keluarganya. Di tempat ia bermain, ia
tidak mendapatkan perhatian dan respon yang baik dari temannya. Ia diperintah
dan dibentak-bentak dengan kasar, sehingga Ishaan sangat mudah marah. Selain
itu, di lingkungan keluarga ia sering diperlakukan kasar oleh ayahnya. Ia sering
dibentak-bentak dan dipukul oleh ayahnya. Hal ini justru membuatnya tidak
memiliki rasa bersalah dan tidak memilki rasa takut.
Gambar 4.7 Ishaan belajar didampingi oleh Ibunya
72
Setting : di kamar tidur Ishaan dan YohaanDeskripsi suasana : Yohaan sedang belajar, ia duduk di kursi belajarnya.
Sementara Itu, Ishaan belajar sambil ditemani oleh Ibunya. Setelah selesai, ibu memeriksa tulisan Ishaan.
Dialog :Ibu : “Apa ini? Setiap ejaan salah. Table ditulis tabl, kemudian
tabel? d bukannya the? Apa ini? Sudah berapa kali kita melakukannya?”
(Ishaan hanya terdiam dan tidak begitu menghiraukan perkataan Ibunya).Ibu : “Kita sudah mengerjakannya kemarin. Bagaimana mungkin
kamu melupakan begitu cepat? Sudah cukup kebodohan ini. Kamu akan gagal lagi tahun ini.”
(Ishaan melihat Ibunya, ia seakan memberontak) Ibu : “Berhenti bertindak bodoh dan betulkan ejaanmu!
Berkonsentrasilah nak.”Ishaan : “Tidak!”Ibu : “Apa?”Ishaan : “Tidak, tidak!”
Film Taare Zameen Par tokoh utama yang megalami Disleksia bernama
Ishaan Handkishore Awasthi yang berumur 8 tahun. Orang tuanya selalu
beranggapan bahwa Ihsaan adalah anak yang malas belajar hingga menyebabkan
Ihsaan ketinggalan dalam pelajaran.
a. Ciri Penanda Disleksia
Pada filmTaare Zameen Parini, tokoh utama Ihsaan menunjukkan beberapa
ciri penanda yang menjelaskan bahwa ia berbeda dari anak seusianya secara
umum. Ihsaan memilikiimajinasi terhadap sesuatu hal yang berbeda dengan cara
pandang teman-temannya. Ia selalu melihat sesuatu dengan imajinasi yang lebih
nyata. Hal ini seperti yang terjadi pada menit ke (58.42), pada saat guru
menyampaikan makna puisi saat pembelajaran di kelas dan meminta Ihsaan untuk
mendeskripsikan makna dari puisi tersebut ihsan menyampaikannya tidak secara
umum melainkan dengan menggunakan bahasa-bahasa kiasan yang memiliki
makna tersembunyi. Kedua, imajinasi Ihsaan sering bermunculan ketika ia
merasa jemuh maupun merasa tertekan dengan pelajaran yang sedang
berlangsung. Pada saat pelajaran Ihsaan mengamati induk burung yang sedang
memberi makan anakanaknya (01.00.45). Ketiga, pada saat pelajaran olahraga
guru memerintahkan untuk baris-berbaris namun yang terjadi ihsan tidak bisa
73
membedakan kanan dan kiri seperti apa yang dilakukan oleh teman-temannya.
Oleh karena itu Ihsaan tidak dapat melakukan baris-berbaris dengan baik
(01.02.47). Keempat, pada saat pelajaran bahasa Inggris (01.03.24) Ihsaan tidak
bisa memahami apa yang dijelaskan oleh guru mengenai bahasa. Kemudian ketika
disuruh membaca apa yang ditulis oleh guru tersebut Ihsaan melihat tulisan
tersebut berbeda seperti apa yang kita lihat. Dan yang terakhir pada saat Ihsaan
sudah merasa sangat jenuh dengan pelajaran yang ada makan ia berimajinasi
seperti melihat huruf menyerupai laba-laba (01.04.49) yang terdapat dimanapun
dan selalu mengikutinya.
b. Kesulitan Belajar Tipe Disleksia
Pada film ini kesulitan belajar yang ditemui oleh Ihsaan Handkishore
Awasthi yaitu mulai dari dia tidak bisa membaca huruf yang ditulis gurunya hal
ini tergambar pada menit (23.38) ketika disuruh membaca oleh gurunya Ihsaan
mengatakan bahwa huruf-huruf yang ada di buku tersebut seperti menari. Hal ini
kemudian di gambarkan lagi pada menit ke (24.15), pada saat itu ketika dipaksa
membaca oleh gurunya Ihsaan mencari alasan agar ia tidak membaca dengan
menyebutkan sebutan yang tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh
gurunya. Pada saat ujian matematika pada menit (37.50), Ihsaan tidak bisa
memahami soal ujian yang diberikan. Ia berimajinasi dengan soal tersebut
sehingga ia tidak mengerjakan soal tersebut dengan baik. Kesulitan awal yang
mulai ditunjukkan tokoh Ihsaan kepada ibunya yaitu ketika belajar bersama
ibunya di rumah Ihsaan menulis the dengan “d” (34.50). Setiap ejaan yang dibaca
ditulis secara salah seperti kata “table” ditulis dengan “tabl”, kemudian dibetulkan
menjadi “tabel” (34.43). Dari situ dapat dilihat bahwa meskipun sudah diucapkan
berulang-ulang, sudah dilakukan pembenaran namunIhsaan masih tetap
menuliskannya dengan tidak tepat.
Kesulitan menerima pembelajaran Disleksia yang dapat terlihat sangat jelas
adalah ketika penderita tidak bisa membedakan huruf-huruf yang serupa seperti
yang dijelaskan pada menit (01.03.27) Ihsaan sulit membedakan huruf “b” dengan
“d”, “u” dengan “n”, “a” dengan “e”. “s” dengan “z”. Kemudia Ihsan juga sulit
untuk membedakan angka yang serupa seperti “6” dengan “9”, “4” dengan “F”,
74
“3” dengan “8” (01.03.56). Selain tidak bisa membedakan huruf, kelainan
Disleksia yang dialami Ihsan juga tidak bisa mencampurkan ejaan yang sama, hal
ini dapat kita lihat ketika Ihsaan menulis kata yang seharusnya “SIR” menjadi
“RIS” (01.27.03), kemudian kata yang seharusnya ditulis “TOP” menjadi “POT”
Anak berkesulitan belajar membaca sering mengalami kekeliruan dalam
mengenal kata. Kekeliruan jenis ini mencakup penghilangan, penyisipan,
penggantian, pembalikan, salah ucap, pengubahan tempat, tidak mengenal kata,
dan tersentak-sentak. Penghilangan huruf atau kata sering dilakukan oleh anak
berkesulitan belajar membaca karena adanya kekurangan dalam mengenal huruf,
bunyi bahasa (fonik), dan bentuk kalimat.
Penghilangan huruf atau kata biasanya terjadi pada pertengahan atau akhir
kata maupun kalimat. Penyebab lain dari adanya penghilangan tersebut adalah
karena anak menganggap huruf atau kata yang dihilangkan tersebut tidak
diperlukan (Mulyono. 20113:207-209). Pada petikan dialog tersebut, terdapat
kaitan dengan penghilangan dan penggantian huruf. Pada saat menulis, Ishaan
menuliskan kata „table‟ menjadi „tabl‟. Ia menghilangkan satu huruf di akhir
kata. Terkait dengan penggantian kata, ia mengganti kata „the‟ dengan huruf „d‟.
Anak yang mengalami Disleksia pada umumnya juga memiliki daya ingat
yang terbatas atau relatif kurang baik, sering melakukan kesalahan konsisten
dalam mengeja dan membaca, serta sulit untuk berkonsentrasi (Mulyono.
20113:207-209). Pada petikan dialog tersebut, dapat diketahui bahwa Ishaan
sangat mudah melupakan materi pelajaran yang telah dilakukan kemarin, hal ini
disebabkan karena memori daya ingatnya yang kurang baik. Ia mengalami
kesulitan dalam hal mengeja dan berkonsentrasi. Oleh karena itu, ia menolak pada
saat ibu memintanya untuk membetulkan ejaan dan berkonsentrasi.
Menurut Hargio Santoso, (2012: 84) bahwa indikator umum dari kecacatan
membaca termasuk kesulitan dengan kesadaran fonemik-kemampuan untuk
memecah kata menjadi suara komponen mereka, dan kesulitan dengan
pencocokan kombinasi huruf suara tertentu (suara-simbol korespondensi).
Pada dasarnya semua peserta didik memiliki kemampuan, karakteristik dan
potensi yang berbeda, juga memiliki cara sendiri dalam memahami dan menyerap
75
informasi. Namun banyak orang tua yang menuntut anak-anak mereka agar dapat
mencapai dan menjadi apa yang dikehendaki orang tuanya. Pada tingkat
pendidikan dasar kemampuan yang harus dimiliki dan dikuasai oleh peserta didik
antara lain membaca, menulis, serta berhitung. Ketiganya mempunyai relasi yang
kuat sehingga jika peseta didik mengalami hambatan pada salah satu kemampuan
tersebut maka dapat menggangu kemampuan yang lain. Dengan demikian apa
yang sering dilakukan guru ataupun orang tua dengan mengatakan peserta didik
yang mendapatkan nilai rendah merupakan peserta didik yang bodoh dan gagal
perlu menjadi koreksi, karena mungkin peserta didik hanya mengalami gangguan
pada salah satu kemampuan tersebut dan tidak tahu bagaimana mengatasi
masalahnya. Keadaan dimana peserta didik tidak dapat belajar sebagaimana
mestinya atau sebagaimana anak seusianya, itulah yang disebut dengan kesulitan
belajar. Jadi dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses
belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar.
Masalah ini membutuhkan perhatian dari berbagai pihak karena dengan
adanya masalah kesulitan belajar ini, peserta didik akan mengalami hambatan
dalam mengoptimalkan potensinya. Dalam Undang Undang Sisdiknas tahun 2003
bab IV pasal 5 ayat 1, dijelaskan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak
yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”, dan ayat 2 yang
berbunyi “Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.”
Hal ini menunjukkan bahwa setiap peserta didik mempunyai hak yang sama
untuk memperoleh pendidikan, termasuk peserta didik berkesulitan belajar. Dalam
proses pendidikan, yang menjadi kendala bagi peserta didik berkesulitan belajar
untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu adalah belum adanya perangkat
kurikulum yang dapat melayani kebutuhan spesifik peserta didik. Sementara
peserta didik memiliki kekhasan baik secara fisik, mental, sosial, emosional,
maupun kecerdasan. Salah satu yang memiliki kekhasan emosional adalah peserta
didik berkesulitan belajar. Peserta didik ini memiliki kecerdasan rata-rata atau
bahkan di atas rata-rata, tetapi mengalami kesenjangan antara prestasi belajar
dengan potensi yang dimilikinya. Peserta didik berkesulitan belajar memerlukan
76
perhatian khusus. Di sekolah reguler, peserta didik berkesulitan belajar umumnya
tidak terdeteksi secara baik dari guru. Sistem pembelajaran di sekolah reguler
belum memungkinkan penyediaan layanan pendidikan yang sesuai untuk peserta
didik berkesulitan belajar. Untuk itu diperlukan upaya-upaya tertentu agar peserta
didik berkesulitan belajar di sekolah reguler dapat ditangani. Salah satu upaya
dalam penanganan bagi peserta didik berkesulitan belajar yaitu dengan
dikembangkannya sebuah model kurikulum khusus bagi mereka yang berkesulitan
belajar. Model kurikulum ini merupakan rancangan pengalaman pembelajaran
bagi peserta didik berkesulitan belajar. Model kurikulum ini penting untuk
dikembangkan agar peserta didik berkesulitan belajar mendapatkan pembelajaran
dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing.
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari
menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun kesulitan belajar
juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa
seperti kesukaan berteriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak
masuk sekolah dan sering minggat dari sekolah.
Menurut Syah, (2011:170) Secara garis besar faktor-faktor penyebab
timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yaitu faktor intern siswa yakni
hal-hal yang keadaan-keadaan yang murni dari dalam diri siswa, yang kedua
yakni faktor ekstern siswa yaitu hal-hal atau keadaan yang datang dari luar diri
siswa.
a. Faktor Intern
Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko fisik
siswa, yaitu:
1) Yang bersifat kognitif (ranah cipta) antara lain seperti rendahnya kapasitas
intelektual/intelegensi siswa.
2) Yang bersifat afektif (ranah rasa) antara lain seperti labilnya emosi dan
sikap
3) Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya
alat-alat indra penglihatan dan pendengar (mata dan telinga)
b. Faktor Ekstern
77
Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar
yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor ini dapat dibagi tiga macam.
1) Lingkungan keluarga, contohnya ketidakharmonisan hubungan antara ayah
dan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2) Lingkungan perkampungan masyarakat, contohnya wilayah perkampungan
kumuh, dan teman sepermainan yang nakal.
3) Lingkungan sekolah, contohnya kondisi dan letak gedung sekolah yang
butuk seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang
berkualitas rendah.
Penting untuk diingat adalah bahawa faktor utama yang mempengaruhi
kesulitan belajar pada anak adalah berasal dari dalam diri anak sendiri
(internal).oleh karena itu, bukan faktor dari luar (eksternal) yang menyebabkan
anak menjadi kesulitan dalam belajar, melainkan dari dalam individu sendiri.
Anak yang mengalami kesulitan belajar juga bukan karena mempunyai kelainan
fisik atau gangguan mental. Mereka normal seperti anak pada umumnya, namun
mempunyai kesulitan belajar (Syubini, 2011:18).
Menurut (Widyorini & julia maria van tiel, 2017) terdapat tiga aspek
penyebab terjadinya masalah belajar pada peserta didik diantaranya yaitu:
1) Aspek dari dalam (Internal) Disebabkan karena terdapat masalah yang
nampak dalam diri peserta didik (impairment), misalnya kehilangan fungsi
penglihatan, pendengaran, juga masalah yang terjadi dalam geraknya selain
itu peserta didik yang mendapatkan masalah dalam kecerdasan
intelektualnya. Keadaan yang lemah semacam itu mengakibatkan sulitnya
atau tidak bisa melakukan hal-hal yang normal seperti peserta didik yang
lainnya. Hambatan secara internal pun terbagi dalam faktor fisiologi dan
psikologi.
2) Aspek dari luar (Eksternal) Yaitu yang diakibatkan oleh pengaruh dari luar
diri anak seperti lingkungan disekitar anak. Seperti peserta didik selalu
menerima perilaku yang tidak baik, selalu diejek-ejek, tidak pernah
diperhatikan, keadaan keluarga yang tidak harmmonis. Pengaruh lainnya
78
yang dapat menghambat proses belajar pada anak-anak yaitu seperti,
kegiatan pembelajaran yang sulit akan membuat anak tertekan di dalam
kelas atau terlalu mudah yang akan membuat anak-anak merasa tidak
menarik untuk belajar di dalam kelas, ketidak sesuaian antara kegiatan
pembelajaran dengan kebutuhan anak dan kurikulum.
3) Aspek dari dalam dan dari luar diri anak Hambatan dalam belajar juga bisa
terjadi karena perpaduan dari aspek dalam dan aspek eksternal. Misalnya
seorang peserta didik yang mendapat masalah dalam pengetahuannya atau
perkembangan intelektual (internal) belajar didalam kelas yang terlalu keras
dan pada lingkungan disekitar anak atau kompetip (eksternal) juga
berdampak pada kegiatan belajar pada anak. Maka bisa ditegaskan
mengenai masalah belajar yang terjadi pada peserta didik akan berdampak
buruk pada hasil perkembangan belajar anak. Peserta didik mengalami
beberapa masalah dalam belajar dengan serentak.
Berdaasarkan uraian diatas peneliti menyimpulkan bahwa guru harus dappat
memahami karakter peserta didik yang mempunyai kesulitan belajar sehingga
dapat membantu peserta didik dalam proses belajar untuk mengoptimalkan
potensi yang dimiliki.
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang menjadi penyebab utama kesulitan belajar Disleksia pada film
Taare Zamen Par yaitu sebagai berikut:
1) Ihsaan termasuk siswa yang tempramen dan beberapa kali berkelahi sampai
membekas luka dipipinya, dia juga seseorang siswa yang mudah sekali
terpancing untuk mengganggu temannya ketika pelajaran berlangsung,
emosi anak yang mudah naik dan turun saat bermain dengan teman-
temannya, dia juga sering berdiam sendirian seperti terlihat murung.
2) Kurangnya perhatian yang diberikan oleh orang tua, guru kelas juga
menjelaskan bahwa orang tua Ihsaan di rumah sering sibuk mengurusi hal
lain. ini membuat Ihsaan belajar sendirian dan akhirnya menghabiskan
banyak waktunya hanya untuk bermain bukan untuk belajar, hal lainnya
yaitu bahwa orang tua Ihsaan sangat jarang dalam mengawasi Ihsaan saat
79
menggunakan media elektronik, seperti HP, Playstasion, dsb. Ini sesuai dari
faktor ekstern yaitu lingkungan keluarga contohnya, ketidak harmonisan
hubungan antara ayah dan ibu
3) Mempunyai teman yang berbeda umur, dan melihat hal-hal yang belum
pada waktunya, ini dibuktikan dengan teman Ihsaan di sekolah sangat jarang
bermain dengan Ihsaan karena ketika di rumah Ihsaan bermain dengan anak-
anak kampung, dan bermain, dan bermain sampai larut malam. Ini sesuai
dengan teori lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya wilayah
perkampungan kumuh, dan teman sepermainan yang nakal.
Dapat disimpulkan dari yang peneliti kumpulkan di lapangan yaitu anak
memiliki faktor internal yaitu memiliki emosi yang masih labil, sedangkan faktor
eksternal yaitu meliputi kurangnya perhatian dan kasih sayang ari orang tua. Dan
juga faktor yang membuat anak beresiko Disleksia yaitu karena pergaulan yang
salah dengan teman-teman nakal yang bisa jadi dapat mempengaruhi kerja otak
anak tersebut. terlepas dari teori di atas, faktor yang juga mempengaruhi anak
Disleksia yaitu karena belum siapnya sekolah dalam menerapkan pendekatan
inklusi khusus untuk anak kesulitan belajar Disleksia .
2. Langkah mengatasi gangguan membaca yang terdapat di dalam film
Taare Zameen Par
Pada film Taare Zameen Par, guru memberikan beberapa solusi melalui
pendekatan kepada siswa. Guru melibatkan orang tua untuk dapat memperhatikan
keadaan anaknya dengan cara memberikan perhatian. Penanganan terjadi dalam
proses pembelajaran guru menggunakan media gambar yang dapat memacu
kemampuan motorik anak. Memberi motivasi dengan cara menceritakan tokoh-
tokoh penyandang diseleksia tetapi mereka mampu sukses dan terkenal dengan
kemampuan mereka yang berbeda. Guru menggunakan media pasir untuk melatih
siswa menulis. Media pasir yang digunakan guru dapat menarik perhatian siswa
dengan rasa penasaran apa yang akan dilakukan guru dengan media pasir. Guru
akan menulis diatas pasir dan dengan membunyikan huruf yang ditulis, serta
diikuti oleh siswa. Cara tersebut membuat siswa akan merasakan dan dapat
80
mengingat yang akan memacu motorik siswa. Guru menulis dengan menggunakan
jari di atas tangan siswa. Siswa dalam keadaan memejamkan mata. Cara tersebut
melatih siswa merasakan memacu motorik dan mengukur daya ingat siswa dengan
cara membunyikan apa yang ditulis guru di tangan siswa tersebut. langkah
tersebut. Penanganan ini menuntut guru menjadi kreatif karena mempunyai ide-
ide yang membuat siswa menjadi tertarik. Guru dapat menggunakan media
gambar dan menggunakan cat untuk media tulis. Menggunakan media malam
yang menjadi bahan untuk membentuk hurufhuruf.Guru menggunakan media
radio dan buku bacaan. Radio dijadikan media untuk membantu siswa membaca,
dengan cara tersebut siswa dapat meniru, mengenal, dan memahami apa yang
dibaca siswa. Selain mengajarkan cara membaca dan menulis, guru juga melatih
siswa untuk terampil berhitung. Guru menggunakan media tangga untuk
mengajarkan cara berhitung pada tataran penjumlahan dan pengurangan. Tahap
ini siswa akan menaiki anak tangga jika soal yang diberi guru adalah
penjumlahan. Menaiki satu anak tangga memiliki arti bahwa bilangan tersebut
bertambah satu dan seterusnya. Sebaliknya, jika guru memberikan soal
pengurangan maka siswa harus menuruni anak tangga. Berdasarkan beberapa
metode di atas maka dapat diterapkannya metode multi-sensori untuk diterapkan
dalam metode pembelajaran pada siswa penyandang Disleksia .
Pada film taare zameen par guru menerapkan bebarapa metode yaitu: 1)
membiarkann anak unntuk berkreasi sesuai imajinasi, 2) kuriklum berbasis
kebutuhan, 3) kerjasama antara Guru, Sekolah dan orang tua, 4) menumbuhkan
rasa percaya diri, dan 5) evaluasi.
81
Gambar 4.8 Perintah untuk Melukis
Durasi: 01:17:11 s/d 01:17:41Setting : Ruang kelasDeskripsi suasana : Pak Nikumbh yang seorang guru pengganti kesenian
meminta para siswa untuk menggambar apa pun di sebuah kertas yang telah diberikan.
Dialog :Pak Nikumbh : “Gambar, lukis, lakukan apa yang kalian suka. Sementara itu
aku akan membuang ini (kostum)."Siswa : “Tapi apa yang harus kita lukis, Pak? Tidak ada apa-apa di
atas meja.”Pak Nikumbh : “Meja ini? (Tersenyum) Meja ini terlalu kecil untuk imajinasi
indah kalian. Masuki pikiranmu dan keluarkan imajinasimu lalu tuangkan dalam kertas gambar itu! Bersenang-senanglah. Di sini, kamu bebas.”
Gambar 4.9 Ishaan belum menggambar apapun
82
Durasi : 01:18:30 s/d 01:18:40Setting : Ruang kelasDeskripsi suasana : Pak Nikumbh berkeliling kelas untuk mengamati para siswa
yang sedang menggambar. Sesekali ia mendekati siswa untuk mengobrol, bertanya, membantu atau memberi masukan dan menghibur. Ia tidak menekan siswa untuk cepat menyelesaikan gambarannya. Pembelajaran berlangsung menyenangkan.
Dialog:Pak Nikumbh : “Tersesat, kawan?”Ishaan : (Diam, hanya melihat Pak Nikumbh)Pak Nikumbh : “Sedang mencari inspirasi?”Ishaan : (Diam)Pak Nikumbh : “Tidak apa-apa, jangan terburu-buru.” (Sambil mengusap
kepala Ishaan)
Durasi : 01:44:26 s/d 01:46:06Setting : Rumah IshaanDeskrpsi suasana : Nikumbh pergi ke rumah Ishaan untuk mencari informasi
tentang Ishaan yang murung, pendiam, tidak bersemangat. Setelah ditelusuri, menurut Nikumbh Ishaan mengalami Disleksia atau kesulitan mengenali huruf dan angka. Kemudian terjadi perdebatan antara Ayah Ishaan dan Nikumbh tentang apa yang dialami Ishaan selama di sekolah. Nikumbh ingin meyakinkan Ayah Ishaan bahwa Ishaan memiliki potensi yang besar. Potensi itu akan berkembang jika Ishaan terus dilatih dan didukung.
Dialog :Ibu Ishaan : “Ada apa dengan Ishaan?”Pak Nikumbh : “Belum ada jawaban untuk itu. Itu bisa terjadi pada siapa
saja. Terkadang itu faktor turunan. Sederhana saja, ada gangguan kecil diotaknya, itu saja.”
Ayah Ishaan : “Jadi, kamu mau mengatakan kalau anak saya abnormal, latar belakangan mental?”
Pak Nikumbh : “Anda orang yang aneh. Lihat ini (sambil menunjukkan lukisan Ishaan), ini pemikiran yang tajam dengan imajinasi yang luar biasa. Kemampuan yang jauh lebih hebat dibandingkan Anda dan aku.”
Ayah Ishaan : “Apa keuntungannya?”Pak Nikumbh : “Mengapa Anda mencari keuntungan?”Ayah Ishaan : “Apa lagi yang harus aku cari? Mau jadi apa dia?
Bagaimana dia bisa bersaing? Apakah aku harus memberinya makan seumur hidupnya?”
Pak Nikumbh : “(Diam, mengangguk-angguk). Aku mengerti. Di luar sana, ada sebuah persaingan dunia yang tidak kenal ampun, di mana setiap orang ingin menjadi juara dan pangkat yang
83
tertinggi. Setiap orang menginginkan nilai tinggi. Ilmu kedokteran, insinyur, manajer, apa pun yang tidak bisa ditolerir. 95,5, 95,6, 95,7 persen. Kurang dari itu sangat memalukan, benar?”
Ayah Ishaan : (Diam, menundukkan kepala)Pak Nikumbh : “Ya ampun, cobalah pikir. Setiap anak mempunyai
kemampuan dan mimpi-mimpi yang unik. Tapi tidak, bakat setiap anak telah ditarik dan direnggangkan agar setiap jarinya panjang. Silahkan tarik. Bahkan, sampai jari-jarinya patah.”
Durasi : 01:49:06 s/d 01:54:20Setting : Ruang kelasDeskripsi suasana : Pak Nikumbh memulai pembelajaran dengan bercerita
tentang tokoh-tokoh ilmuwan. Para siswa mendengarkan dan mengikuti pembelajaran dengan antusias dan tawa. Kemudian dilanjutkan dengan siswa diminta pergi ke kolam ikan untuk bereksperimen, membuat apa pun yang mereka temukan di sana. Pembelajaran seperti ini dapat meningkatkan kreatifitas atau potensi siswa.
Dialog :Pak Nikumbh : “Teman-teman, hari ini aku akan bercerita.” Semua siswa :
(Sorak bergembira)Pak Nikumbh : “Tentang seorang anak laki-laki. Pada suatu hari ada seorang
anak laki-laki, jangan tanya aku di mana, yang tidak bisa membaca dan menulis. Walaupun sulit tapi dia tetap mencoba, dia tidak bisa ingat kalau setelah huruf x adalah y. Kata-kata adalah musuhnya jika ia melihat huruf maka huruf-huruf itu akan menari-nari, menakuti dan menyiksa dia. Belajar melelahkan bagi dia, tapi siapa yang mau berbagi kesengsaraan dengan dian? Otaknya penuh, tidak masuk akal, alfabet menarinari seperti disko. Suatu hari, bocah malang itu selalu gagal dalam pelajarannya. Setiap orang tertawa, tapi dia tetap memasang wajah berani. Dan suatu hari, dia mendapatkan emas. Dunia tercengang ketika teorinya diceritakan. Tebak siapa dia?” (Sambil menunjukkan foto Albert Einstein)
Rajan : “Albert Einstein!”Pak Nikumbh : “Benar, Rajan. Albert Einstein. Seorang ilmuwan besar, pria
yang menghebohkan dunia dengan teori relativitasnya. Gerak brownan, fotoelektrik. Dia mendapatkan penghargaan Nobel pada tahun 1921.Sekarang apa ini?” (Sambil menunjukkan gambarsketsa helikopter)
Semua siswa : “Helikopter”Pak Nikumbh : “Bukan helikopter biasa yang ini. Karya penemu besar
Leonardo Da Vinci. Siapa?”
84
Semua siswa : “Leonardo Da Vinci”Pak Nikumbh : “Ya, dia yang menciptakan ini, sebuah sketsa helikopter. Tapi
kapan? Pada abad ke 15, 400 tahun sebelum pesawat pertama kali diterbangkan. Kamu tahu, Leonardo Da Vinci memiliki kesulitan dalam membaca dan menulis. Dia menulis seperti ini (sambil mencontohkan di papan tulis dengan tulisan terbalik). Kalian bisa baca ini?”
Semua siswa : “Tidak”Pak Nikumbh : (Sambil mengambil cermin untuk diletakkan di samping
papan tulis) “Sekarang?”Semua siswa : “My name is Ram Shankar Nikumbh” (bertepuk tangan
meriah).Pak Nikumbh : “Ishaan, tolong nyalakan lampu.”Ishaan : (Berjalan menyalakan lampu)Pak Nikumbh : “Ya, siapa yang menerangkan dunia dengan lampunya?”Ishaan : “Edison. Thomas Alva Edison.”Pak Nikumbh : “Tepat sekali Ishaan. Dia juga tidak bisa membaca dan
menulis dengan benar. Duduklah.” (meminta Ishaan untuk duduk kembali)
Ishaan : (Ingin mematikan lampu)Pak Nikumbh : “Biarkan lampunya nyala. Mari kita bersenang-senang
dengan cahaya Edison.”Ishaan : (Berjalan kembali ke kursi, sambil Pak Nikumbh tersenyum
dan mengusap kepala Ishaan)Pak Nikumbh : “Oke. Setiap orang kenal pria ini.” (Menunjukkan foto
Abhishek Bachchan)Semua siswa : “Abishek Bachchan!”Pak Nikumbh : (Tertawa) “Semasa kecilnya, dia memiliki kesulitan dalam
membaca dan menulis. Sekarang dia terkenal!”Semua siswa : (Berdendang)Pak Nikumbh : “Dan masih ada lagi. Pablo Picasso, pelukis terkenal. Dia
tidak pernah mengerti angka 7. Dia bilang, itu hidung paman saya yang terbalik.” (Menggambar angka 7 dan hidung)
Semua siswa : (Tertawa)Pak Nikumbh : “Siapa bapak Mickey Mouse?”Siswa : “Walt Disney”Pak Nikumbh : “Benar, Walt Disney. Bermasalah dengan huruf, dia
menuangkan hidupnya ke dalam kartun. Neil Diamond, penyanyi populer. Dia meluapkan rasa malunya dalam lagu. Agatha Christie, penulis buku misteri terkenal. Bayangkan seorang penulis yang tidak bisa baca dan tulis sewaktu kecilnya?”
Semua siswa : (Mendengarkan dengan antusias)Pak Nikumbh : “Lalu, kenapa aku menceritakan semua ini pada kalian?”Semua siswa : (Diam)
85
Pak Nikumbh : “Untuk menunjukkan bahwa ada permata seperti itu diantara kita. Yang mengubah dunia karena mereka bisa melihat dunia dengan cara yang berbeda. Pemikiran mereka unik dan tidak setiap orang bisa mengerti mereka. Mereka menentang. Sekarang mereka muncul sebagai pemenang dan dunia dibuat terkejut. Mari kita mendedikasikan kelas seni hari ini untuk orang-orang aneh yang terkenal.”
Semua siswa : (Tertawa)Pak Nikumbh : “Jadi, mari kita simpan mereka dipikiran kita. Keluar dan
ciptakan sesuatu yang berbeda. Di luar apa pun yang kita temukan itu menarik, batu, tongkat, sampah.”
Semua siswa : (Tertawa)Pak Nikumbh : “Ayo kita ke kolam kecil!”Semua siswa : (Berlari keluar menuju kolam dengan antusias)
Gambar 4.11 Pembelajaran dengan menceritakan tokoh ilmuwan.
Durasi : 01:59:18 s/d 02:02:40Setting : Ruang Kepala SekolahDeskripsi suasana : Pak Nikumbh meyakinkan kepala sekolah bahwa Ishaan
sama dengan siswa yang lain, berhak mendapatkan pendidikan. Ishaan hanya sedang kesulitan dalam belajar dan dibutuhkan peran guru dalam membantu mengatasi kesulitan belajarnya.
Dialog :Pak Nikumbh : “Pak, aku harus bicara pada Anda tentang salah seorang
murid. Ishaan Awasthi, kelas 3 murid baru.”Kepala sekolah : “Aku tahu. Guru-guru lain telah mengeluhkannya juga
(sambil mempersilahkan Pak Nikumbh duduk). Aku pikir ini bukan tahun terakhir dia.”
Pak Nikumbh : “Tidak pak, dia anak yang brilian. Dia hanya memiliki kesulitan dalam membaca dan menulis. Anda tahu tentang Disleksia ?”
86
Kepala sekolah : “Kamu sudah mempermudah aku (menganggukangguk). Dari dulu aku bingung apa yang akan aku katakan pada ayahnya. Dia diserahkan oleh wakil komisaris. Bagus bagus, sekolah khusus adalah tempat yang cocok buat dia.”
Pak Nikumbh : “Tidak pak, dia seorang anak dengan kemampuan yang luar biasa. Dia punya hak untuk berada di sekolah normal. Dia hanya membutuhkan sedikit pertolongan dari kita. Dan di seluruh dunia, semua anak, tak peduli apa masalahnya, mereka belajar bersama-sama. Contohnya murid-muridku di sekolah Tulips punya hak untuk berada di setiap sekolah. Aku hanya mengatakan apa yang hukum negara katakana. Pendidikan untuk semua, rencana untuk memberikan setiap anak hak ini. Tidak masalah jika beberapa sekolah mengikutinya.”
Kepala sekolah : “Beritahu aku bagaimana anak ini akan diurus di sini. Ada matematika, sejarah, geografi, IPA, bahasa!”
Pak Nikumbh : “Dia akan mengatasinya dengan sedikit bantuan dari guru-gurunya.”
Kepala sekolah : “Di mana para guru memiliki waktu? Mengajari satu anak satu kelas? Sampai empat puluh anak? Ayolah Nikumbh itu tidak mungkin.”
Pak Nikumbh : “Pak, itu bukan masalah besar, 2 atau 3 jam dalam seminggu. Aku akan melakukannya. Lagi pula, dia hanya harus lulus dalam mata pelajaran ini. Dia juga akan berada di tempat lain.”
Kepala sekolah : “Jadi, semua mata pelajaran yang kita ajarkan kecuali pelajaran kamu tidak ada gunanya?”
Pak Nikumbh : “Sama sekali tidak. Setiap anak mempunyai bakat. Dan seperti yang dikatakan Oscar Wilde, siapa yang ingin menjadi pengejek yang mengetahui harga dan nilai dari semuanya? Pak, tolong lihat lukisan anak itu (menunjukkan lukisan-lukisan Ishaan). Ini gambaran peperangan, seorang prajurit menggali parit dan di baliknya dia kabur. Konsep yang sangat indah. Gaya kuas yang meyakinkan disertai penggunaan warna yang berani. Tiada batas! Dan lihat pak, buku flip yang unik, kisah perpisahannya (menyerahkan buku flip buatan Ishaan kepada Kepala Sekolah). Kreatifitas dari anak yang baru saja berumur 8 tahun. Sangat sedikit dari kita yang bisa berpikir seperti ini. Tolong pak, hanya satu kesempatan yang dia butuhkan atau dia akan kehilangan kesempatan itu.”
Kepala sekolah : “Apa yang kamu mau dariku?”Pak Nikumbh : “Seiring berjalannya waktu, biarkan tulisan tangannya
abaikan ejaannya. Biarkan dia diuji secara lisan. Pengetahuan adalah pengetahuan, lisan atau tulisan. Sementara itu, aku akan mengajarkannya membaca dan menulis. Lama-lama dia akan berubah.”
87
Kepala sekolah : “Aku harap kita tidak menyebabkan kerusakan permanen atas saran dari guru pengganti.”
Gambar 4.12 Pak Nikumbh meyakinkan kepala sekolah untuk membantu
kesulitan belajar Ishaan.
Berdasarkan dialog diatas dapat disimpulkan bahwa langkah – langkah yang
dilakukan oleh guru dalam memberikan pengajaran untuk mengatasi Disleksia
dilakukan sebagai berikut:
1. Menyebutkan setiap bunyi huruf yang telah ditulis dan membaca kata yang
terangkai dari huruf-huruf tersebut
2. Belajar membaca sambil mengikuti bunyi rekaman
3. Melatih membaca dan menyimak
4. Mengenalkan huruf melalui tulisan dan menyebutkan bunyi hurufnya
5. Mengenalkan bentuk-bentuk huruf yang dibuat dari lilin mainan
6. Belajar menuliskan kata-kata yang telah diucapkan
7. Mengucapkan kata-kata yang ejaannya hampir sama, kemudian menuliskan
kata-kata yang telah diucapkan
Durasi: 01:19:21 s/d 01:19:30Setting : Ruang kelasDeskripsi suasana : Saat para siswa sedang asyik melukis, Pak Nikumbh
berkeliling sambil memberikan arahan atau menjawab hal-hal yang ditanyakan siswa. Suasana kelas berlangsung menyenangkan.
88
Gambar 4.13 Pak Nikumbh berkeliling mendatangi beberapa siswa
Durasi : 02:02:45 s/d 02:06:26Setting : Ruang kelas, halaman sekolah, kamar asrama dan taman.Deskripsi suasana : Pak Nikumbh mulai mengajarkan Ishaan bagaimana caranya
membaca dan menulis dengan media apa pun. Ia melakukan dengan sabar dan cara yang menyenangkan. Menulis abjad menggunakan media pasir, meraba tangan, cat warna, hingga membuat bentuk abjad, angka dan hewan dengan plastisin. Menulis angka dengan papan kotak-kotak, dari kotak terbesar hingga terkecil. Mengeja dan menulis apa yang dituliskan dan dieja Pak Nikumbh. Membaca tulisan hindi dengan cara mendengarkan rekaman. Menghitung pertambahan dan pengurangan dengan media tangga. Membaca buku cerita bahasa Inggris. Semua itu dilakukan hingga Ishaan bisa membaca dan menulis dengan baik.
Dialog :Pak Nikumbh : “a, apple.” (Menulis di pasir)Ishaan : “a, apple.” (Mengulangi apa yang dicontohkan PakNikumbh)Pak Nikumbh : “e, elephant.”Ishaan : “e, elephant.”Pak Nikumbh : “Very good. Sekarang tambahkan 3.”Ishaan : (Melompati tangga yang bertuliskan penjumlahan dan
pengurangan angka)Pak Nikumbh : “Very good. Tambah 5. Di mana kamu sekarang?”Ishaan : “Di angka 7.”Pak NIkumbh : “Very good. Sekarang kurangi 11.”
89
Gambar 4.14 Ishaan belajar menulis huruf dengan media pasir
Gambar 4.15 Ishaan belajar menulis angka dengan papan tulis kotak - kotak
Cara mengatasi Masalah yang dialami anak Disleksia harus dilakukan
dengan memahami terlebih dahulu cara belajar anak Disleksia . Hal ini karena
anak Disleksia cenderung melihat huruf dengan cara yang berbeda dari anak
normal. Anak Disleksia memiliki cara pandang dan melihat huruf secara terbalik
dan lebih mudah memahami sesuatu dalam bentuk gambar. Untuk itu, bisa
memanfaatkan cara belajar anak Disleksia untuk mengatasi kesulitan belajar yang
dialaminya.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi kesulitan belajar
pada anak Disleksia . Berikut beberapa cara yang bisa dijadikan referensi untuk
mengatasi kesulitan belajar pada anak Disleksia . Cara mengatasi kesulitan belajar
pada anak Disleksia yang pertama adalah dengan menggunakan media belajar.
Seperti yang telah disebutkan di atas, anak Disleksia cenderung lebih mudah
90
memahami sesuatu dengan gambar. Untuk itu bisa menggunakan media belajar
berupa gambar untuk membantu memudahkan dalam mengenalkan huruf,
membedakan huruf hingga akhirnya anak Disleksia mampu membaca dan
menulis dengan lancar.
1. Tingkatkan motivasi belajar pada anak
Cara mengatasi kesulitan belajar pada anak Disleksia yang kedua
adalah dengan meningkatkan motivasi belajar pada anak. Meningkatkan
motivasi belajar bisa dilakukan dengan membacakan sebuah cerita atau
dongeng, kemudian memberitahukan segala manfaat dan keuntungan yang
bisa diperoleh dengan membaca dan menulis. Dengan demikian anak akan
termotivasi dan terdorong untuk bisa membaca dan menulis sendiri.
2. Tingkatkan rasa percaya diri anak
Kondisi anak Disleksia yang mengakibatkan kesulitan menulis dan
membaca membuat sebagian anak Disleksia mengalami deperesi dan
kehilangan rasa percaya diri karena kesulitan mengikuti pelajaran disekolah
dan terkadang juga dikucilkan oleh teman-temannya. Meningkatkan rasa
percaya diri pada anak Disleksia juga merupakan salah satu cara mengatasi
kesulitan belajar pada anak Disleksia . Dengan mengembalikan dan
meningkatkan rasa percaya diri anak, anak membuat anak Disleksia
memiliki semangat belajar yang lebih tinggi untuk mengatasi kesulitan
belajar yang dialaminya.
3. Jangan pernah menyalahkan anak atas kondisi yang dialaminya Beberapa
orang tua yang tidak siap memiliki anak dengan Disleksia cenderung
menyalahkan anak karena kondisi yang dideritanya. Padahal kondisi
Disleksia yang menyebabkan anak mengalami kesulitan belajar bukan
merupakan kesalahan yang dilakukan oleh anak, namun karena adanya
kesalahan dalam otak anak. Menyalahkan anak atas kondisi yang dialaminya
justru akan membuat anak semakin depresi.
4. Selalu dampingi anak dalam belajar
Cara mengatasi kesulitan belajar pada anak Disleksia berikutnya
adalah dengan selalu mendampingi anak dalam belajar. Dengan selalu
91
melakukan pendampingan dalam belajar, anak akan lebih mengingat apa
yang dipelajarinya. Selain itu pendampingan belajar secara rutin juga dapat
meningkatkan rasa percaya diri dan meningkatkan motivasi anak untuk
selalu belajar.
Beberapa cara di atas bisa digunakan sebagai referensi dalam mengatasi
kesulitan belajar pada anak Disleksia . Namun, gejala Disleksia berbeda antara
anak yang satu dengan anak yang lain. Selain menggunakan beberapa cara di atas,
juga bisa mengatasi kesulitan belajar pada anak Disleksia sesuai dengan gejala
yang ditunjukkan.
EvaluasiDurasi : 00:11:14 s/d 00:11:22Setting : Kamar Yohaan dan IshaanDeskripsi suasana : Yohaan memberikan kertas hasil ujian kepada ibunya. Dia
bangga atas semua nilai yang dicapai. Dialog :Yohaan : “Saya mendapatkan peringkat di semua mata pelajaran, ma.
Aljabar, geometri, fisika, kimia, bilogi, sejarah, bahasa Inggris, geografi.”
Ibu Yohaan : “Bahasa Hindi?”Yohaan : “Saya mendapatkan peringkat 2 dalam bahasa Hindi, hanya 2
yang salah.”
Gambar 4.16 Laporan hasil pembelajaran Yohaan pada sang Ibu
Durasi : 00:43:41 s/d 00:45:36Setting : Kantor kepala sekolah
92
Deskripsi suasana : Orang tua Ishaan datang untuk menemui guru dan kepala sekolah. Guru menjelaskan hasil pembelajaran dan perilaku Ishaan selama di kelas yang tidak ada perkembangannya.
Dialog :Guru 1 : “Tidak ada kemajuan di kelas ini atau pada tugastugasnya.
Dia masih sama seperti tahun kemarin. Buku masih menjadi musuhnya. Membaca dan menulis layaknya seperti hukuman buat dia. Kadang, tulisan Inggrisnya mirip dengan tulisan Rusia. Mengulang kesalahan yang sama, tidak pernah memperhatikan di kelas.”
Guru 2 : “Setiap saat selalu izin ke toilet. Aku haus, aku mau ke toilet. Membuat kacau kelas dengan gurauannya yang bodoh.”
Guru 1 : “Kalian pasti sudah lihat hasil ujiannya? Nol pada semua mata pelajaran.”
Ibu Ishaan : “Kamu mengirimkan kertas hasil ujiannya?”Guru 1 : “Rabu kemarin, untuk tanda tangan orang tua dan dia tidak
pernah mengembalikannya.”Orang tua Ishaan : (Melihat ke arah Ishaan)Guru 2 : “Benar, saya sudah bilang ke Anda Nyonya Awasthi. Saya
mengirimkan surat untuk bertemu Anda.”Guru 1 : “Lihat hasil ujian matematikanya (sambil menunjukkan hasil
ujian matematika Ishaan kepada ibunya), 3 dikalikan 9 = 3. Dan tidak ada pertanyaan lain yang dijawab. Tidak ada seorang pun yang percaya kalau dia adiknya Yohan.”
Ishaan : (Hanya diam sambil menundukkan kepala)Kepala sekolah : “Tuan Awasthi.”Ayah : “Ya?”Kepala sekolah : “Ini sudah tahun kedua anakmu di kelas 3. Pada kali ini, saya
tidak bisa membantunya lagi. Mungkin dia punya masalah.”Ayah : “Apa maksudmu?”Kepala sekolah : “Mungkin, dia. Ada beberapa anak yang mempunyai
kekurangan. Dan untuk mereka ada sekolah khusus.”Ibu : (Memandang Ayah Ishaan)
Gambar 4.17 Orang tua Ishaan dipanggil untuk melihat hasil pembelajaran
93
Durasi : 02:31:57 s/d 02:32:30Setting : Ruang kelasDeskripsi suasana : Saat akhir semester, para wali murid menemui wali kelas
untuk mengetahui hasil perkembangan anak-anaknya.Dialog :Ibu Ishaan : “Tuan dan Nyonya Awasthi, orang tua Ishaan.”Guru 1 : “Oh, Ishaan! Silahkan duduk.”Guru 2 : “Anak kalian anak yang sangat berbakat, aku harus bilang.
Bilang apa pak Tiwari?”Guru 1 : “Pada awalnya kami mengira kalau dia tidak akan lulus tahun
ini. Tapi lalu dia menunjukkan perubahan. Hebat! Dia memiliki pemikiran yang unik. Bagus sekali, ini buku rapornya.”
Guru 2 : “Sekarang, dia mengalami kemajuan. Matematika, grammar dan lukisan yang hebat! Benar-benar sebuah penemuan. Anakmu sangat brilian.”
Gambar 4.18 Orang tua Ishaan mengambil rapor akhir semester
Percaya diriDurasi : 00:11:33 s/d 00:11:38Setting : Kamar Yohaan dan IshaanDeskripsi suasana : Setelah pulang sekolah, Yohaan memberikan kertas hasil
ujian kepada ibunya. Sedangkan Ishaan sedang asyik menyusun puzzle yang hamper terselesaikan.
Dialog :Yohaan : “Wow, kamu hampir saja memecahkannya.”Ishaan : (Tersenyum lebar dan bangga atas hasil pekerjaannya)
94
Gambar 4.19 Ishaan hampir menyelesaikan puzzle.
Durasi : 00:33:47 s/d 00:34:04Setting : Kamar Yohaan dan IshaanDeskripsi suasana : Saat Ishaan sedang melukis, Yohaan datang dan memuji
lukisan Ishaan. Lukisan itu terinspirasi oleh pedagang es yang dilihatnya di pasar. Dia melukis dengan penuh percaya diri dan tenang.
Dialog :Yohaan : “Wah, apa ini? Luar biasa!”Ishaan : (Hanya tersenyum mendengar perkataan kakaknya)
Gambar 4.20 Lukisan Ishaan yang dipuji Yohaan
Durasi : 02:04:42 s/d 02:06:00Setting : Ruang kelas, tamanDeskripsi suasana : Saat Ishaan bisa menulis angka dan huruf dengan benar, dia
menunjukan dengan rasa bangga. Dan juga saat Ishaan bisa menghitung pertambahan dan pengurangan angka dalam mata pelajaran matematika, dia dengan lantang menjawab
95
pertanyaan Pak Nikumbh. Begitu juga saat ia bisa membaca cerita bahasa Inggris.
Gambar 4.21 Saat Ishaan sedang belajar matematika dengan Pak Nikumbh.
Anak yang menglami Disleksia harus mendapat dukungan ekstra di
sekolahnya dari seorang guru spesialis. Biasanya ini bisa dilakukan dengan
bantuan intens dalam pelajaran membaca dan menulis. Namun, Disleksia tak
harus menghentikan anak-anak untuk terus belajar. Anak Disleksia tak akan
menimbulkan efek pada inteligensinya, karena otak mereka bekerja dengan cara
yang berbeda. Bahkan beberapa penyandang Disleksia memiliki kreativitas yang
tinggi, kemampuan berbicara yang baik, pemikir inovatif atau pencari solusi yang
intuitif.
Penderita Disleksia setiap saat akan menemukan kesulitan-kesulitan. Dan
bila kita biarkan mereka mencari jawabannya sendiri, maka ketika menemukan
kegagalan demi kegagalan, si penderita akan menjadi semakin bodoh. Keadaan
tersebut akan memperburuk penyimpangannya. Penderita Disleksia akan
cenderung menghabiskan waktunya untuk mencari cara dalam usahanya untuk
menguasai sejumlah materi pelajaran seperti, membaca, menulis dan hitungan-
hitungan. Perjuangan ini hanya akan tetap bertahan apabila kepercayaan dirinya
terus terjaga.
Hampir semua anak penderita Disleksia tidak suka pelajaran membaca,
karena membaca adalah pekerjaan yang paling berat bagi dirinya. Carilah isi
96
bacaan yang disukai oleh subjek, sehingga hal tersebut akan menjadi menarik bagi
subjek untuk terus mambacanya walaupun sulit.
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa siswa yang mengalami
Disleksia dapat diketahui dari bagaimana Ishaan membaca dan mengeja kata.
Kemampuannya dalam membaca sangat terlambat dibandingkan dengan usianya.
Kondisi ini tidak disebabkan karena latar belakang sosial, emosi dan pendidikan.
Namun disebabkan oleh adanya faktor lain yang disebut dengan neurologis.
Tetapi kecerdasannya tidak di bawah rata-rata, tetap sama seperti pada umumnya
anak-anak bahkan bisa melebihi, karena ia memiliki sisi potensi yang lain. Seperti
dalam film Taare Zameen Par, Darsheel Safary atau yang berperan sebagai Ishaan
memiliki penyakit Dilskesia, kecerdasannya tidak dimiliki oleh siswa lain
seusianya yaitu imajinasi yang tinggi. Anak tersebut juga tidak mengalami
hambatan pada pendengaran, penglihatan dan kerusakan otaknya. Anak dapat
berkembang dengan baik jika berbagai pihak seperti lembaga, lingkungan dan
orang tua dapat bekerjasama dengan baik. Khususnya dalam lembaga sekolah, tim
yang bekerjasama tersebut ialah guru, kepala sekolah dan orang tua. Mereka
semua ikut serta dalam pemberian motivasi, reward, saling memberi informasi
dan saling bertukar program pengembangan siswa agar lebih mudah proses
pencapaiannya.
Orang tua sebagai orang terdekat bagi anak. Anak menyandarkan harapan
besarnya pada orang tua agar mereka mampu untuk membantunya dalam menata
kehidupannya yang lebih baik, baik dari segi pengetahuan, sosial, keterampilan
dan lain-lain. Hal juga yang harus dilakukan oleh guru terhadap peserta didiknya.
Membantunya dalam mengembangkan potensi akademik dan non akademiknya.
Selain itu, tugas mereka adalah membantu terbentuknya program pembelajaran
bagi siswa, dana dan penopang penyenlenggara pendidikan. Menciptakan
lingkugan inklusi sangatlah penting untuk menumbuhkan kesadaran di lingkungan
siswa Disleksia . Lingkungan tersebut diciptakan agar masyarakat mau menerima
kondisi siswa Disleksia . Semua pihak harus bisa bahu-membahu membantu
menumbuhkan nilai-nilai pada siswa, dengan begitu pencapaian dapat mudah
diraih dengan maksimal. Bukan hanya tugas sekolah tetapi juga tugas masyarakat
97
terutama orang tua yang hampir setiap waktunya menghabiskan waktu dirumah
bersama anak-anak. Terkadang orang tua cenderung menyerahkan kewajiban
sepenuhnya kepada sekolah, tanpa ada kontrol sedikitpun dari rumah. Hal ini
menjadikan kurang maksimalnya pencapaian guru dan pihak sekolah. Kerjasama
orang tua dalam hal ini sangat dibutuhkan.
Komunikasi antara sekolah dan orang tua harus berjalan dengan baik dan
penanganan harus diberikan oleh kedua belah pihak, yaitu sekolah dan orang tua.
Penanganan merupakan sebuah upaya untuk mengatasi atau mengurangi kesulitan
dan hambatan yang dialami siswa. Secara umum, siswa Disleksia kurang dapat
menyesuaikan diri dan kurang mampu menyamai kemampuan belajar teman-
temannya bila tidak diberikan program atau cara pembelajaran yang khusus
diperuntukan bagi siswa Disleksia . Penting bagi guru untuk dapat mengenali
keadaan siswa di kelas. Guru biasanya akan paham dengan kesulitan yang dialami
siswa dan mengetahui ada sesuatu yang berbeda dengan siswa. Ditambah lagi
Disleksia merupakan jenis hambatan yang tidak terlihat, sehingga hal tersebut
dapat mengakibatkan rasa frustasi dan putus asa jika tidak segera diketahui.
(Wijiastuti, 2018) Ada tiga tipe anak dengan kesulitan belajar yakni kesulitan
membaca (Disleksia ), kesulitan menulis (disgrafia) dan kesulitan berhitung
(diskalkulia). Ada juga tiga tingkatan kemampuan awal peserta didik dalam
belajar yakni kemampuan kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Tahapan
pertama dalam proses belajar anak yakni harus bisa melewati proses membaca,
baru pada tahap selanjutnya yaitu menulis dan berhitung. Kemampuan membaca
berkaitan dengan proses persepsi dan kemampuan kognitif (Setiadi, 2015). IQ
bagi individu penyandang Disleksia tetap normal seperti yang lainnya bahkan di
atas normal, akan tetapi kemampuan membaca mereka satu atau satu setengah
tingkat di bawah IQ-nya. (Nofitasari, 2015).
Kesulitan belajar yang dialami peserta didik dapat diupayakan terlebih
dahulu dengan cara melakukan pemahaman belajar anak Disleksia . Hal ini
menjadi ciri bahwa anak Disleksia cenderung melihat huruf dengan cara yang
berbeda dari anak normal. Mereka lebih mudah memahami gambar dibandingkan
dengan melihat huruf, karena mereka memiliki cara pandang terbalik terhadap
98
huruf. Maka dari itu, guru harus bisa memanfaatkan cara belajar anak Disleksia
untuk mengatasi kesulitan belajarnya. Anak Disleksia dapat melakukan
perubahan dengan adanya upaya yang dilakukan oleh guru.
Upaya tersebut yaitu dengan diberikan bimbingan khusus seperti les diluar
jam sekolah atapun di jam istirahat, dan pemberian motivasi yang penuh. Guru
berusaha mengatasi kendala tersebut dengan melakukan tatap muka atau
kompromi dengan para orang tua dan pihak sekolah untuk mendapatkan jalan
keluar sehingga proses upaya yang dilakukan oleh guru tetap bisa dijalankan
dengan baik dan mendapat dorongan dan motivasi baik dari pihak orang tua
maupun pihak sekolah sendiri yang telah disepakati. (Fyanda, 2018) Dalam film
tersebut menggambarkan beberapa adegan yang menjadi objek pada penelitian ini
yakni salah satunya mengenai model pembelajaran dalam pendidikan formal.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas mengenai pendidikan formal bahwa idealnya
setiap sekolah harus mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang ada.
Menurut PP nomor 19 tahun 2005, kompetensi pedagogik merupakan
sebuah kemampuan yang dimiliki oleh guru meliputi pemahaman, perancangan,
pelaksanaan, evaluasi dan pengembangan potensi yang dimilikinya. Kompetensi
pedagogik 99 merupakan kemampuan mengelola pembelajaran siswa yang
meliputi pemahaman terhadap siswa, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar dan pengembangan siswa untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya (PP Nomor 19 tahun 2005). Selain guru perlu
memahami siswa, guru juga perlu memiliki kepribadian yang baik. Senakal
apapun siswa, siswa tetaplah seorang siswa yang mau untuk belajar dan
memperbaiki diri ketika guru (sebagai contoh atau tauladan) memberikan nasihat
yang baik dengan perkataan-perkataan atau interaksi yang baik. Guru sebaiknya
tidak melontarkan kata-kata yang anak membuat anak merasa lebih tertekan
bahkan tidak nyaman berada di ruang kelas, hal ini akan membuat jiwanya
semakin ketakutan ketika menghadapi sebuah pelajaran.
Pada Film Taare Zameen Par terdapat pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran langsung dengan metode multisensory. Adapun metode
Mulitisensori yakni metode yang mendayagunakan kemampuan visual
99
(penglihatan), auditori (pendengaran), kinestetik (pergerakan) serta taktil
(perabaan) pada anak. (Shanty, 2014). Metode ini mendayagunakan kemampuan
visual atau kemampuan penglihatan siswa, auditori atau kemampuan
pendengaran, kinestetik atau kesadaran pada gerak dan juga taktil atau perabaan
pada siswa. Pada praktiknya, siswa diminta untuk menuliskan huruf-huruf di
udara, di lantai, di lembaran kertas atau membentuk huruf dengan lilin (plastisin).
Cara ini dilakukan untuk memungkinkan terjadinya asosiasi antara pendengaran,
penglihatan dan sentuhan. Dengan demikian, akan memudahkan otak bekerja
mengingat kembali huruf-huruf.
Model pembelajaran langsung lebih tepat digunakan agar dapat
meminimalisir ketidakmampuan peserta didik dalam ranah CaLisTung, juga
menitikberatkan lebih banyak peran guru dalam membimbing pembalajaran
sebelumnya akhirnya diserahkan kepada murid. Demonstrasi memungkinkan
siswa untuk lebih aktif dalam kemampuan kinestetik serta taktilnya. Hal ini
penting terutama jika demonstrasi dapat memberi siswa tantangan. Model
pembelajaran langsung bergantung pada kemampuan guru dalam mengelolanya
sehingga guru dapat terus menerus mengevaluasi dan memperbaikinya. Model
pembelajaran langsung bersandar pada kemampan siswa untuk dalam mengolah
informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan mencatat. Karena
tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hat tersebut, sehingga guru
masih harus mengajarkannya kepada siswa. Model pembelajaran langsung sangat
bergantung pada gaya komunikasi guru. Tidak hanya tentang model pembelajaran
yang perlu untuk diperhatikan keefektifannya bagi anak penderita Disleksia ,
tetapi juga tentang kompetensi dan pemahaman semua pihak terkait dengan gejala
Disleksia serta bagaimana Treatment yang perlu dilakukan. Seringkali guru hanya
fokus pada mengejar materi tanpa memperhatikan sejauh mana siswa telah
memahamimateri yang telah disampaikan dan apakah guru telah berhasil
melakukan transfer of knowledge ketika model pembelajaran yang dipakai tidak
sesuai dengan karakteristik anak.
Menurut Lerner dalam Irdamurni (2018) bahwa guru harus menguasai dua
kompetensi dikelas inklusif, yaitu kompetensi konsultasi kolaboratif dan
100
kompetensi teknis. Kompetensi teknis tersebut mencakup: memahami berbagai
teori kesulitan belajar peserta didik, memahami berbagai tes kesulitan belajar,
terampil dalam melaksanakan asesmen dan evaluasi dan yang terakhir adalah
terampil dalam mengajarkan CaLisTung, matematika, mengelola perilaku dan
terampil dalam hal prevokasional dan vokasional. Sedangkan kompetensi
konsultasi kolaboratif meliputi kemampuan untuk menjalin kerjasama dengan
semua orang yang kaitannya dengan upaya memberikan bantuan untuk anak
Disleksia . Menurut Juliansah, (2018) menyatakan bahwa gejala Disleksia dapat
diketahui ketika anak masuk dalam lingkungan sekolah dasar. Anak penderita
Disleksia membutuhkan penanganan serta pendampingan khusus. Karena
Disleksia tidak dapat disembuhkan akan tetapi dapat dikondisikan ketika
mendapatkan pelayanan yang optimal.
Kondisi Disleksia mengharuskan guru untuk lebih peka terhadap peserta
didik tersebut. Seto Mulyadi atau yang akrab dipanggil “Kak Seto” menyatakan
bahwa penderita Disleksia terjadi pada 5% -10% anak di seluruh dunia. Menurut
Luh Budiani (Budiani, 2018)yang melakukan penelitian terkait dengan Kesulitan
Membaca Kata Anak Disleksia menyatakan bahwa dalam membantu peningkatan
belajar anak Disleksia , ada upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh guru yakni
membimbing anak yang mengalami Disleksia dengan memahami kondisi anak
tersebut, membangun rasa percaya diri mereka untuk terus belajar membaca, serta
melakukan treatment khusus yakni pendampingan, motivasi, penggunaan media
dan metode dan penyederhanaan bahasa. Atikah (2018) mengatakan bahwa
Disleksia dapat terjadi dikarenakan adanya ketidaksesuaian pola asuh yang
diberikan oleh orang tua terhadap anak tersebut. Anak-anak yang dibesarkan
dengan pola asuh yang keliru dapat menimbulkan kurangnya tingkat belajar pada
anak tersebut. Karena keluarga merupakan faktor yang paling penting bagi
perkembangan anak. Jika proses pendidikan yang diberikan bagus maka
perkembangan juga akan semakin bagus. Selain lingkungan keluarga sebagai
tempat pendidikan dan tumbuh kembang anak, lingkungan masyarakat juga
penting untuk menambah pengalaman belajar. Semua jenis pola asuh dapat
dilakukan namun tetap pada kondisi anak dan pada batasan tertentu, karena
101
semakin baik pola asuh orang tua maka semakin terkurangi juga jumlah anak
Disleksia . Sudut pandang yang sama juga dinyatakan oleh Barkatullah Amin
dalam penelitiannya menegaskan bahwa orang tua yang memiliki anak Disleksia
harus memahami kondisi dan keadaannya, juga terkait dengan penerimaan orang,
pemberian dampak positif bukan saja berpengaruh terhadap anak, melainkan juga
terhadap dirinya sendiri (orang tua).
Kesalahpahaman orang tua dalam memahami anak tersebut dapat
mengakibatkan terhambatnya bakat dan potensi yang dimiliki oleh anak. Selain
penerimaan orang tua, pemahaman serta pengetahuan terkait dengan gejala
Disleksia juga dibutuhkan agar memberikan dampak signifikan bagi pengambilan
keputusan terkait dengan pola pendidikan apa yang akan diberikan pada anaknya
(Amin, 2018).
Dari beberapa penelitian tersebut, penggambaran model pembelajaran anak
Disleksia berdasarkan pada beberapa scene yang menunjukkan unsur pendidikan
formal dan informal di atas, mengandung arti bahwa dari segi pendidikan formal,
beberapa hal yang seharusnya ada pada guru seperti perhatian khusus, pemberian
bimbingan khusus, melakukan variasi metode pembelajaran, memahami
karakteristik peserta didik, memotivasi serta membangun rasa percaya diri anak
khususnya penderita Disleksia dinilai tidak tercerminkan dalam film tersebut.
Salah satu kompetensi yang perlu dikuasai ialah kompetensi pedagogik.
Kompetensi tersebut yang menjadikan guru data lebih berperan aktif di kelas
dengan variasi metode yang dapat digunakan untuk menghasilkan pembelajaran
yang lebih efektif. Dan yang menjadi faktor terpenting keberhasilan suatu
pembelajaran ialah menetukan model pembelajaran yang tepat yang bisa diterima
oleh semua ragam karakteristik peserta didik.
Model pembelajaran adalah pembungkus proses pembelajaran yang
didalamnya meliputi pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran.
Beberapa model pembelajaran dirancang sedemikian rupa agar lebih menarik dan
menyenangkan untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran. Namun tidak
semua model pembelajaran cocok untuk diaplikasikan terhadap siswa yang
memiliki kebutuhan khusus. Seperti metode ceramah, yang didalamnya memuat
102
teknis mendikte peserta didik serta menyuruhnya membaca buku seperti yang
terdapat dalam scene 1 menunjukkan bahwa kurang tepatnya teknik yang dipilih
untuk digunakan pada siswa yang memiliki kebutuhan khusus seperti Disleksia .
Suatu hal yang perlu diperhatikan ketika seorang anak kelas tiga SD yang
berusia sekitar Sembilan tahun masih belum bisa membaca dan menulis dengan
benar. Kemudian dalam mata pelajaran yang lain, guru menggunakan pendekatan
Student Centre Learning, guru lebih memfokuskan pada siswa terkait
pembelajaran di kelas, tidak pada fokus pada dirinya untuk membmbing siswa
yang masih belum bisa bahkan kepada murid baru sekalipun.
Menurut Ahmad Sudrajat menyatakan bahwa model pembelajaran langsung
adalah model pembelajaran yang menekankan pada penguasaan konsep dan/atau
perubahan perilaku dengan mengutamakan pendekatan deduktif, dengan ciri
sebagai berikut: transforması dan ketrampilan secara langsung, pembelajaran
berorientasi pada tujuan tertentu, materi pembelajaran yang telah terstuktur,
lingkungan belajar yang telah terstruktur, dan distruktur oleh guru Guru berperan
sebagai penyampai informasi, dan dalam hal ini guru seyogyanya menggunakan
berbagai media yang sesuai, misalnya gambar, peragaan dan sebagainya.
Informasi yang disampaikan dapat berupa pengetahuan prosedural (yaitu
pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu), pengetahuan deklaratif,
(yaitu pengetahuan tentang sesuatu dapat berupa fakta konsep, prinsip atau
generalisasi).
Pada fase ini guru dapat menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep-
konsep maupun kelerampilan. Penyajian materi dapat berupa penyajian dalam
langkah-langkah kecil sehingga matern dapal dikuasal siswa dalam waktu relative
pendek, pemberian contoh-contoh konsep, pemodelan atau peragaan keteramplan
dengan cara demonstrasi atau penjelasan langkah-langkah kerja terhadap tugas,
dan menjelaskan ulang hal-hal yang sulit serta mengadakan latihan terstruktur.
Pada fase ini guru memandu siswa untuk melakukan latihan.
Peran guru yang penting dalam fase ini adalah memberikan umpan balik.
Adapun kelebihan model pembelajaran langsung diantaranya guru dapat
mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga
103
dapat mempertahankan fokus mengenal apa yang harus dicapai oleh siswa, dapat
diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil, dapat digunakan
untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan yang mungkin
dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut dapat diungkapkan, dapat menjadi cara
yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan factual yang sangat
terstruktur, merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan
keterampilanketerampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah,
cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu yang relatif
singkat yang dapat diakses secara setara oleh seluruh siswa, memungkinkan guru
untuk menyampaikan ketertarikan pribadi mengenal mata pelajaran (melalui
presentasi yang antusias) yang dapat merangsang ketertarikan dan dan antusiasme
siswa.
Kompetensi dan pemahaman guru terkait gejala Disleksia juga berpengaruh
pada pemilihan model pembelajaran agar dapat menyesuaikan dengan kebutuhan
dan situasi yang dihadapi di kelas. Seperti yang dinyatakan oleh Lerner,
menghadapi anak yang kesulitan belajar seperti salah satunya penderita Disleksia ,
harus memahami beberapa teori yang mencakup teori memahami kesulitan
belajar, teori evaluasi, teori mengelola perilaku serta terampil dalam mengajarkan
CaLisTung. Adapun gelaja Disleksia dapat dipahami ketika peserta didik itu
mulai mengikuti beberapa kali proses pembelajaran. Terlihat tidak ada
perkembangan setelah proses pembelajaran bahkan setelah orang tuanya ikut serta
dalam megajarkannya di rumah.
Pada dasarnya, setiap orangtua menginginkan anaknya dapat tumbuh normal
sebagaimana anak-anak lainnya, baik dari segi fisik, intelektual, maupun
emosional. Namun, seringkali harapan mereka tidak sesuai dengan apa yang
dihadapi. Ada beberapa anak yang memiliki hambatan dalam perkembangannya.
Secara khusus, mereka mengalami gangguan belajar. Salah satu bentuk gangguan
belajar yang banyak diderita anak adalah Disleksia .
Disleksia merupakan gangguan belajar yang ditandai dengan
ketidakmampuan anak dalam mengenal huruf dan suku kata dalam bentuk
tertulis, atau dengan kata lain, ketidakmampuan dalam membaca. Gangguan
104
belajar ini tentunya menjadi satu hal yang sangat serius. Pasalnya, ketika seorang
anak memiliki kesulitan dalam membaca, efeknya bisa menjalar kemana-mana,
mulai dari merosotnya prestasi belajar hingga terganggunya perkembangan mental
anak penyandang Disleksia . Semua materi pelajaran sekolah disampaikan melalui
tulisan. Anak yang sulit membaca akan terkendala dalam proses memahami.
Inilah kenapa anak Disleksia seringkali mendapat prestasi belajar yang kurang
baik. Begitupun, Disleksia pada gilirannya juga menjadikan seorang anak minder,
mentalnya tidak terbentuk dengan positif, terlebih lagi bila orangorang di
lingkungannya kemudian menganggapnya sebagai anak yang bodoh karena
ketidakmampuannya dalam membaca.
Anak yang menderita Disleksia tidak memiliki masalah dengan
kemampuan intelektualnya. Mereka sama dengan anak normal lain, hanya saja
mereka memiliki kesulitan dalam membaca. Dalam beberapa kasus, anak-anak
Disleksia 134 bahkan memiliki kemampuan intelektual yang lebih tinggi
dibanding dengan anak-anak yang lain. Disleksia sendiri terjadi pada 5 sampai 10
persen seluruh anak di dunia. Di Indonesia, tidak diketahui secara pasti berapa
jumlah anak yang menyandang kesulitan belajar ini. Setiap orangtua pasti
menginginkan anaknya tampil unggul dan berprestasi. Tapi apa mau dikata,
kenyataannya tidak semua anak bisa seperti harapan orangtua tersebut. Setiap
anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam memproses informasi dan
pelajaran. Ada yang bisa memproses dengan mudah, dan ada pula yang
mengalami masalah atau hambatan. Sejumlah anak mungkin dapat menempuh
kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, tetapi di
sisi lain tidak sedikit pula anak yang dalam proses belajarnya mengalami berbagai
kesulitan. Pada dasarnya, kesulitan belajar merupakan masalah yang sering
dialami oleh semua anak.
Kesulitan belajar dapat diartikan suatu kondisi dalam suatu proses belajar
yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk menggapai hasil belajar.
Di lapangan, gangguan atau kesulitan belajar ini ada yang bersifat mudah diatasi
dan ada pula yang memerlukan usaha ekstra untuk menanganinya. Idealnya, anak-
anak dengan gangguan belajar harus mendapat penanganan yang baik dan tepat
105
agar masalah yang menimpa diri mereka dapat teratasi. Namun demikian, sering
tampak perlakuan yang diterima anak yang mengalami kesulitan belajar dari
orang tua dan guru belum sesuai dengan yang diharapkan. Gangguan belajar ini
bila tidak ditangani dengan baik dan benar akan menimbulkan berbagai bentuk
gangguan turunan, seperti gangguan emosional yang selanjutnya akan berdampak
buruk bagi perkembangan kualitas hidupnya di kemudian hari. Gangguan belajar
kemungkinan besar dapat memunculkan rasa keputusaasaan pada diri anak.
Mereka seringkali menuding dirinya sebagai anak yang bodoh, lambat, berbeda
dan terbelakang. Mereka menjadi tegang, malu, rendah diri dan berperilaku nakal,
agresif, impulsif atau bahkan menyendiri/menarik diri untuk menutupi
kekurangan pada dirinya. Selain itu, dalam proses sosialnya anak seringkali
tampak sulit berinteraksi dengan teman-teman sebayanya, dan lebih mudah bagi
mereka untuk bergaul dan bermain dengan anak-anak yang usianya lebih muda
dari mereka. Hal ini menandakan terganggunya harga diri anak.
Kondisi ini menandakan bahwa anak membutuhkan pertolongan segera.
Kesulitan belajar yang dialami anak, tidak hanya berdampak bagi pertumbuhan
dan perkembangan anak saja, tetapi juga berdampak dalam kehidupan keluarga
dan serta dapat mempengaruhi interaksi anak dengan lingkungannya. Keluarga
dapat mengalami disharmoni oleh karena saling menyalahkan. Karenanya orang
tua merasa frustrasi, marah, kecewa dan putus asa.
Disleksia pada dasarnya bukan penyakit. Tidak ada obat-obatan medis yang
bisa menyembuhkan gangguan dititikberatkan kepada Disleksia ini. Penanganan
bagaimana membantu anak mengatasi kesulitannya dalam membaca dan menulis
dengan metode-metode tertentu. Mengetahui gangguan Disleksia sejak dini, akan
sangat membantu anak untuk mendapatkan metode-metode yang tepat dalam
belajar membaca dan menulis. Lebih jauh, deteksi dini terhadap gangguan
Disleksia juga bermanfaat untuk menghindarkan anak dari gangguan-gangguan
perkembangan mental mereka. Seperti telah disinggung, anak Disleksia rentan
terhadap anggapan- anggapan miring dari lingkungan. Dukungan positif sangat
penting untuk membangkitkan rasa percaya diri anak dan membuat mereka tidak
berputus asa dalam berusaha. Dengan usaha dan ketekunan, pada akhirnya anak-
106
anak Disleksia juga bisa menguasai kemampuan membaca dan menulis. Selain
orangtua, guru adalah pihak yang juga memiliki peranan besar dalam upaya
deteksi dini anak Disleksia .
Susanto, (2013) Diantara tanda-tanda gejala Disleksia yang lain yaitu:
bermasalah dalam konsentrasi, kesulitan saat harus menerima perintah beruntun,
kesulitan untuk memahami perkataan, mengalami keterlambatan berbicara,
penambahan kata-kata baru sangat lambat, tertinggal dari anak-anak pada
umumnya, tidak bisa diberikan pertanyaan dengan panjang dan lebar dan senang
dibacakan buku, tapi tak tertarik pada huruf.
Orang tua menjadi sentral dalam upaya penanganan anak Disleksia .
Orangtua adalah orang terdekat anak, baik secara fisik maupun secara emosional.
Oleh karena itu perannya sangat menentukan dalam mendampingi anak untuk
menaklukkan gangguan Disleksia yang dialami. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Bunga Fitria Fyanda, dkk dapat disimpulkan bahwa setelah
dilakukan bimbingan khusus, terlihat adanya perubahan terhadap anak Disleksia
tersebut, ini merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru dan
merupakan kebutuhan bagi siswa Disleksia tersebut. Maka dapat dikatakan
bahwa upaya yang dilakukan oleh guru terhadap siswa Disleksia sudah baik.
Anak Disleksia dapat melakukan perubahan dengan adanya upaya yang
dilakukan oleh guru. Upaya tersebut yaitu dengan diberikan bimbingan khusus
seperti les diluar jam sekolah atapun di jam istirahat, dan pemberian motivasi
yang penuh. Guru berusaha mengatasi kendala tersebut dengan melakukan tatap
muka atau kompromi dengan para orang tua dan pihak sekolah untuk
mendapatkan jalan keluar sehingga proses upaya yang dilakukan oleh guru tetap
bisa dijalankan dengan baik dan mendapatkan dukungan baik dari pihak orang tua
maupun pihak sekolah (Fyanda, 2018).
Strategi yang digunakan guru dalam menangani siswa kesulitan belajar
Disleksia yaitu meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Menurut
Tatik (Sa’adati, 2015) dalam penelitiannya terkait dengan Intervensi Psikologis
pada Siswa Berkesulitan Belajar menyatakan bahwa anak dengan kesulitan belajar
perlu penanggulangan /bantuan/ intervensi yakni berupa:
107
1. Remedial merupakan upaya untuk melakukan perbaikan yang kaitannya
dengan fungsi belajar yang menjadi hambatan bagi anak tersebut. Perbaikan
seharusnya mengandung makna timbal balik bagi guru dan murid dan
efektifnya dilakkan secara individual. Agar perkembangan motorik dan
perseptualnya bagus, maka program remedial sebaiknya diberikan sedini
mungkin.
2. Tutoring ialah memberikan bantuan secara langsung pada bidang studi yang
terhambat dari siswa yang sudah duduk dibangku sekolah. Cara ini dinilai
lebih cepat dengan tujuan mengejar ketinggalan di kelas karena tanpa
melalui perbaikan proses dasarnya terlebih dahulu. Dan intervensi yang
paling baik mencakup kedua program (remedial dan tutoring).
3. Kompensasi ini diberikan ketika anak mengalami hambatan yang
berdampak negatif dalam proses pembentukan konsep dirinya. Maksud
dalam hal ini ialah derajat kesulitan yang dialami anakberbedabeda sehingga
diperlukan sesuatu kompensasi untuk mengatasi kekurangannya
dibidang/area tertentu. Beberapa cara praktis yang yang dapat dilakukan
antara lain.
a. Bagi anak yang mengalami masalah dalam pengelihatan dan
pendengaran, guru dapat melakukan upaya dengan cara memilih
posisi duduk anak dibagian depan kelas, dengan bekerja bersama
teman akrab yang bisa memberi informasi dan petunjuk untuk halhal
yang sukar dipahaminya. Berikan media agar lebih mudah anak dalam
memahami materi seperti papan tulis, kalender.
b. Bagi anak-anak yang mengalami masalah auditif/pendengaran saja.
Dapat membantunya dengan alat pengajaran visual, memberikan
ringkasan masalah-masalah pokok dari setiap pelajaran, membuat
kerangka tertulis untuk setiap unit belajar serta dapat menggunakan
tape rekaman agar mudah memahaminya kembali.
c. Bagi anak-anak yang mengalami masalah visual dan visual motor.
Anjurkan siswa untuk menggunakan tape pada saat ceramah,
melakukan forum diskusi dan mendengar untuk pengajaran individual
108
dan memberikan petunjuk pengajaran. Melakukan variasi model,
demonstrasi, diagram, slide, penyajian lisan.
Beberapa bentuk intervensi psikologis secara aplikatif yang dapat
diaplikasikan dalam proses belajar antara lain penggunaan senam otak (aspek
psikomotori) bagi anak berkesulitan belajar. Salah satu alternatif yang paling
efektif untuk mengembangkan fungsi dan meningkatkan kinerja otak adalah
dengan olahraga. Bagi penderita Disleksia anak-anak, jenis intervensi yang dapat
meningkatkan kemampuan baca dan tulis adalah intervensi yang fokus pada
kemampuan fonologi. Intervensi ini biasanya disebut fonik. Mereka akan diajari
berbagai elemen dasar seperti belajar mengenali fonem atau satuan bunyi terkecil
dalam kata-kata, membaca suara, membangun kosakata, memahani huruf dan
susunan huruf yang membentuk bunyi tersebut, memahami apa yang dibaca.
Selain melalui intervensi edukasi, orang tua juga memiliki peran penting dalam
meningkatkan kemampuan anak.
Menurut Loeziana, (2017) Langkah sederhana yang dapat dilakukan orang
tua antara lain:
c. Bacakan buku untuk anak-anak. Ketika anak berusia 6 bulan atau bahkan
lebih muda adalah waktu yang paling baik untuk membacakan buku. Saat
anak sudah berusia lebih besar, cobalah membaca bersama-sama dengan
anak.
d. Bekerja sama dengan sekolah anak. Adanya diskusi dan kompromi antara
tiga pihak yakni guru, orang tua dan kepala sekolah. Bicarakan kondisi anak
serta mendiskusikan cara yang paling tepat untuk membantu anak supaya
berhasil dalam pelajaran.
e. Perbanyak waktu membaca di rumah. Pengulangan akan semakin
meningkatkan kemampuan anak untuk memahami cerita sehingga mereka
menjadi tidak begitu asing lagi dengan tulisan dan cerita Berikan juga waktu
untuk anak membaca sendiri tanpa bantuan. Mereka menjadi tidak begitu
asing lagi dengan tulisan dan cerita. Berikan juga waktu untuk anak
membaca sendiri tanpa bantuan.
109
f. Buatlah membaca menjadi suatu kegiatan yang menyenangkan. Kita dapat
memilih topik bacaan ringan yang menyenangkan, atau suasana membaca di
tempat lain.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metode dan pendekatan
guru dalam penanganan anak disleksi mampu meningkatkan kemampuan siswa
dalam membelajarkan membaca, menulis, dan berhitung. Metode yang dapat
digunakan dalam pembelajaran di sekolah yaitu metode multisensori, karena dapat
mencakup secara keseluruhan merangsang yang pelaksanaannya melibatkan
seluruh sensori yang ada pada anak. Metode ini mendayagunakan kemampuan
visual atau kemampuan penglihatan siswa dan kemampuan pendengaran kinesik
yang dalam tataran ini yaitu kesadaran pada gerak dan perabaan pada siswa.
Dengan demikian metode ini dapat membantu dalam pelaksanaan pembelajaran
untuk anak Disleksia dan kedepannya tidak ada lagi anak Disleksia yang tidak
mampu menulis, membaca, dan berhitung.
110
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Faktor yang mempengaruhi gangguan membaca dalam film Taare Zameen
Par
Kesulitan Belajar Tipe Disleksia Pada film ini kesulitan belajar yang
ditemui oleh Ihsaan Handkishore Awasthi yaitu mulai dari dia tidak bisa
membaca huruf yang ditulis gurunya ketika disuruh membaca oleh gurunya
Ihsaan mengatakan bahwa huruf-huruf yang ada di buku tersebut seperti menari.
Pada saat itu ketika dipaksa membaca oleh gurunya Ishaan mencari alasan agar
tidak membaca dengan menyebutkan sebutan yang tidak sesuai dengan apa yang
diperintahkan oleh gurunya. Pada saat ujian matematika, Ihsaan tidak bisa
memahami soal ujian yang diberikan. Ishaan berimajinasi dengan soal tersebut
sehingga tidak mengerjakan soal tersebut dengan baik. Kesulitan awal yang mulai
ditunjukkan tokoh Ishaan kepada ibunya yaitu ketika belajar bersama ibunya di
rumah Ishaan menulis the dengan “d”. Kesulitan menerima pembelajaran
Disleksia yang dapat terlihat sangat jelas adalah ketika penderita tidak bisa
membedakan huruf-huruf yang serupa seperti yang dijelaskan pada menit
(01.03.27) Ishaan sulit membedakan huruf “b” dengan “d”, “u” dengan “n”, “a”
dengan “e”. “s” dengan “z”. Kemudia Ishaan juga sulit untuk membedakan angka
yang serupa seperti “6” dengan “9”, “4” dengan “F”, “3” dengan “8”. Selain tidak
bisa membedakan huruf, kelainan Disleksia yang dialami Ishaan juga tidak bisa
mencampurkan ejaan yang sama, hal ini dapat kita lihat ketika Ishaan menulis
kata yang seharusnya “SIR” menjadi “RIS, kemudian kata yang seharusnya ditulis
“TOP” menjadi “POT”
2. Langkah mengatasi gangguan membaca yang terdapat di dalam film Taare
Zameen Par
Pada film Taare Zameen Par, guru memberikan beberapa solusi melalui
pendekatan kepada siswa. Guru melibatkan orang tua untuk dapat memperhatikan
keadaan anaknya dengan cara memberikan perhatian. Penanganan terjadi dalam
proses pembelajaran guru menggunakan media gambar yang dapat memacu
111
kemampuan motorik anak. memberi motivasi dengan cara menceritakan tokoh-
tokoh penyandang diseleksia tetapi mereka mampu sukses dan terkenal dengan
kemampuan mereka yang berbeda. Guru menggunakan media pasir untuk melatih
siswa menulis. Media pasir yang digunakan guru dapat menarik perhatian siswa
dengan rasa penasaran apa yang akan dilakukan guru dengan media pasir. Guru
akan menulis diatas pasir dan dengan membunyikan huruf yang ditulis, serta
diikuti oleh siswa. Cara tersebut membuat siswa akan merasakan dan dapat
mengingat yang akan memacu motorik siswa. Guru menulis dengan menggunakan
jari di atas tangan siswa. Siswa dalam keadaan memejamkan mata. Cara tersebut
melatih siswa merasakan memacu motorik dan mengukur daya ingat siswa dengan
cara membunyikan apa yang ditulis guru di tangan siswa tersebut. langkah
tersebut. Penanganan ini menuntut guru menjadi kreatif karena mempunyai ide-
ide yang membuat siswa menjadi tertarik. Guru dapat menggunakan media
gambar dan menggunakan cat untuk media tulis. Menggunakan media malam
yang menjadi bahan untuk membentuk hurufhuruf.Guru menggunakan media
radio dan buku bacaan. Radio dijadikan media untuk membantu siswa membaca,
dengan cara tersebut siswa dapat meniru, mengenal, dan memahami apa yang
dibaca siswa. Selain mengajarkan cara membaca dan menulis, guru juga melatih
siswa untuk terampil berhitung. Guru menggunakan media tangga untuk
mengajarkan cara berhitung pada tataran penjumlahan dan pengurangan. Tahap
ini siswa akan menaiki anak tangga jika soal yang diberi guru adalah
penjumlahan. Menaiki satu anak tangga memiliki arti bahwa bilangan tersebut
bertambah satu dan seterusnya. Sebaliknya, jika guru memberikan soal
pengurangan maka siswa harus menuruni anak tangga.
112
B. Saran
Berkaitan dengan kessulitan belajar Disleksia , maka saran yang dapat
diberikan yaitu:
1. Bagi Guru
Selalu berusaha dalam melatih terus peserta didik yang mempunyai
kelemahan dalam masalah sulit menghafal, mengeja dan melafalkan huruf
(Disleksia ), karena dengan kesabaran, kasih sayang dan rangsangan yang
diterimamelaluipembiasaan akan membuat anak Disleksia menjadi lebih baik dan
menunjukkan hasil yang membanggakan.
2. Bagi orang tua
Orang tua dapat membantu anak dalam belajar menulis dan membaca
dengan telaten, bertahap, dan berulang-ulang. Sehingga, anak dapat belajar
dengan nyaman dan bisa menulis dengan baik dan benar.
3. Bagi anak
Anak hendaknya mematuhi kebiasaan yang sudah diterapkan orangtua dan
guruu sehingga anak terbiasa disiplin khususnya dalam hal belajar menulis dan
membaca .
4. Bagi peneliti
Peneliiti selanjutnya dapat menjadikan penelitian ini sebagai referensi dalam
melakukan penelitian tentang metode-metode khusus yang dapat digunakan
untuk mengatasi kesulitan belajar Disleksia .
113
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono. 2012. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar . Jakarta: Rineka Cipta.
Amitya Kumara, A. Jayanti Wulansari & L. Gayatri Yosef. 2014. Perkembangan Kemampuan Membaca (hlm. 1-26), dalam Amitya Kumara, dkk. Kesulitan Berbahasa pada Anak. Yogyakarta: PT Kanisius.
Anggun, 2015. Penerapan Metode Demonstrasi Dalam Pengenalan Sains Untuk Meningkatkan Perkembangan Kognitif Anak. (Online)
Anitah, 2008. Media Pembelajaran. Surakarta: LPP UNS PressBaihaqi, Mif dan Sugiarmin, 2013. Memahami dan Membantu Anak. Bandung:
Refika Aditama.Cahyani, Isah, Hodijah. 2007. Kemampuan Berbahasa Indonesia di Sekolah
Dasar. Bandung: UPI PRESSDalman, 2014. Keterampilan Membaca. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.Dalyono, 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri. 2012. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Djuanda, D, 2008. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Indonesia Di Sekolah
Dasar. Bandung: Pustaka Latifah.Djuanda, D. 2014. Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Komunikatif Dan
Menyenangkan. Sumedang: UPI Sumedang PRESSFarida Rahim. 2008. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi
Aksara.Fathurrohman, Muhammad dan Sulistyorini, 2012. Belajar dan Pembelajaran
Membantu Meningkatkan Mutu Pembelajaran sesuai Standar Nasional. Yogyakarta: Teras,
Feifer, Steven. 2011. How SLD Manifests in Reading (hlm. 21-42), dalam Flanagan, Dawn P. & Alfonso, Vincent C. 2011. Essentials of Specific Learning Disability Identification. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Gunderson, Lee, D’Silva, Reginald & Chen, Louis. 2011. Second Language Reading Disability: International Themes (hlm. 13-24), dalam McGill-Franzen, Anne & Allington, Richard L. 2011. Handbook of Reading Disability Research. New York: Routledge
Hanafiah dan Cucu Suhana, 2012. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama.
Helmawati, 2014. Pendidikan Keluarga. Bandung: Remaja Rosdakarya.https://henpedia.blogspot.com/2014/10/langkah-langkah-membaca.htmlI.G.A.K, Wardani Dkk. 2007. Penelitian Tinakan Kelas. Jakarta: Universitas
TerbukaJamaris, Martini, 2014. Kesulitan Belajar: Perspektif, Asesmen, dan
Penanggulangannya bagi Anak Usia Dini dan Sekolah. Bogor: Ghalia Indonesia.
Jamaris, Martini. 2014. Kesulitan Belajar. Jakarta: Ghalia Indonesia.
114
Kawuryan, Fajar dan Trubus Raharjo. Pengaruh Stimulasi Visual untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca pada Anak Disleksia . Jurnal Psikologi Pitutur, (online), Vol. 1 Tahun 2012.
Komsiyah, Indah, 2012. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Teras.Krippendorf, Klaus, 1991. Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi, terj.
Farid Wajidi. Jakarta: Rajawali Pers.Mahmud, 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.________, 2012. Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.Martini Jamaris. (2014). Kesulitan Belajar: Perspektif, Asesmen, dan
Penanggulangannya. Bogor: Ghalia Indonesia. Moleong, Lexy J, 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.Mulyadi. (2010). Diagnosis Kesulitan Belajar & Bimbingan terhadap Kesulitan
Belajar. Yogyakarta: Nuha Litera.
Olson, Richard & Byrne, Brian. 2005. Genetic and Environmental Influences on Reading and Language Ability and Disability (hlm. 173-200), dalam Catts, Hugh W. & Kamhi, Alan G. (Eds). 2005. The Connections Between Language and Reading Disabilities. London: Lawrence Erlbaum Associates.
Prastowo, Andi, 2012. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Purwanto, Ngalim, 2017. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rahyubi, Heri, 2014. Teori-teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik. Jawa Barat: Referens.
Rohmah, Noer, 2012. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Teras.
Sabarti Akhadiah, dkk. 1992/1993. Bahasa Indonesia I. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti.
Santrock, John W, 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.Shaleh, Abdul Rahman dan Muhbib Abdul Wahab, 2009. Psikologi Suatu
Pengantar dalam Perspektif Islam. Jakarta: Kencana.Shaleh, Abdul Rahman, 2009. Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif
Islam. Jakarta: Kencana.Sinopsis Film Taare Zameen Par.
(http://id.m.wikipedia.org/wiki/Taare_Zameen_Par, diakses 25 Oktober 2020).
Soemanto, Wasty, 2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.Sukmadinata, Nana Syaodih, 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.Suryani, Yulinda Erma. Kesulitan Belajar, Jurnal Magistra, (online), ISSN 0215-
9511 No. 73 Tahun 2010. (http://journal.unwidha.ac.id /index.php/magistra/article/viewFile/96/56, diakses 25 Oktober 2020).
Susanto, Ahmad. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
115
Prenada media Group, 2013.Syah, Muhibbin, 2010. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tarigan, H.G (2008). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung. Angkasa
Thobroni, Muhammad dan Arif Mustofa, 2013. Belajar dan Pembelajaran Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Ula, S. Shoimatul, 2013. Revolusi Belajar Optimalisasi Kecerdasan melalui Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
LAMPIRAN
116
117
Lampiran 1
JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
No. Kegiatan
Tahun 2020 Tahun 2021September Oktober November Desember Januari
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4A. Persiapan1. Observasi2. Pengajuan Judul
3. Penyusunan Proposal Skripsi
4. Penyusunan Instrumen
5. Seminar proposal Skripsi
B. Pelaksanaan1. Penyusunan skripsi
2. Penyusunan hasil penelitian
3. Siding skripsi
118
Lampiran 2
KISI-KISI LEMBAR OBSERVASI
Lokasi Observasi : Hari/Tanggal : Narasumber :
VariableSub
VariableIndikator Keterangan
Film Film “Taare Zameen Par”
a. Menonton film Taare Zameen Par
- anak sudah menonton film Taare Zameen Par.
- anak sudah mengetahui alur cerita dalam film.
- Anak mengetahui tokoh dan penokohan dalam film.
b. Memahami setiap adegan yang menggambarkan kesulitan belajar.
- anak dapat menyebutkan jenis kesulitan belajar apa saja yang terdapat dalam film.
- anak mampu menunjukkan adegan yang menggambarkan kesulitan belajar
Kesulitan belajar
Kesulitan membaca
a. pengenalan huruf - AnakMengenal huruf- Anak dapat Membaca
kata- Anak dapat Membaca
kata yang tidak mempunyai arti
- Anak ancar membaca nyaring dan memahami bacaan
- Anak menyimak atau pemahaman mendengarkan
119
Lampiran 3
PEDOMAN OBSERVASI
Lokasi Observasi : Hari/Tanggal : Narasumber :
NO Aspek yang diamatiNampak
KETERANGANYA TIDAK
1. Adanya pemutaran Film Taare Zameen Par?
2. Adanya pemahaman anak mengenai kesulitan membaca dalam film Taare Zameen Par?
3. Anak dapat menyebutkan jenis kesulitan membaca apa yang dialami oleh anak dalam film Taare Zameen Par?
4. Anak tidak dapat mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya setelah menonton film Taree Zameen Par?
5. Anak dapat berlaku sopan, tidak membandel membandel, dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan setelah menonton film Taare Zameen Par?
120
Lampiran 3
PEDOMAN WAWANCARA PENDIDIK
Lokasi Observasi : Hari/Tanggal : Narasumber :
NO Indikator Item Keterangan
1.
Menonton film
“Taare Zameen
Par”
a. Apakah pendidik sudah
pernah menonton film
ini?
b. Apa saja kesulitan
membaca yang terdapat
dalam film Taare Zameen
Par?
2.
Kesulitan membaca
a. Apakah anak tidak dapat
menguasai materi
pelajaran sesuai dengan
waktu yang telah
ditentukan?
b. Apakah anak memperoleh
peringkat hasil belajar
yang rendah
dibandingkan dengan
anak yang lain dalam satu
kelompok?
c. Apakah anak tidak dapat
mencapai prestasi belajar
sesuai dengan
kemampuan yang
dimilikinya?
d. Apakah anak tidak dapat
menunjukkan kepribadian
121
yang baik, seperti kurang
sopan, membandel, dan
tidak dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan
sekitar?
122
Lampiran 4
PEDOMAN WAWANCARA PESERTA DIDIK
Lokasi Observasi : Hari/Tanggal : Narasumber :
No Pertanyaan Jawaban
1 Adanya pemutaran Film Taare
Zameen Par?
2 Adanya pemahaman anak
mengenai kesulitan membaca
dalam film Taare Zameen Par?
3 Anak dapat menyebutkan jenis
kesulitan membaca apa yang
dialami oleh anak dalam film
Taare Zameen Par?
4 Anak tidak dapat mencapai
prestasi belajar sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya
setelah menonton film Taree
Zameen Par?
5 Anak dapat berlaku sopan, tidak
membandel membandel, dan
dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan setelah menonton
film Taare Zameen Par?
123
Lampiran 5
Sinopsis Film Taare Zameen Par
1. Profil Film
Gambar 4.1 Film Taare Zameen Par
Judul film : Taare Zameen Par/Like Stars On Earth/Seperti Bintang-
bintang di Langit
Genre : Drama Edukasi Pemeran : Darsheel Safary, Aamir Khan,
Tisca Chopra, Vipin Sharma, Sachet Engineer, Tanay
Chheda, Lalita Lajmi
Sutradara : Aamir Khan
Penulis : Amole Gupte
Produksi : PVR Pictures dan Aamir Khan Productions
Rilis : 21 Desember 2007 (Film)
25 Juli 2008 (India DVD)
7 April 2009 (International DVD)
Durasi : 162 Menit
Negara : India
Bahasa : Hindi/Inggris
124
2. Sinpsis Film
Taare Zameen Par (Seperti bintang-bintang di Bumi) adalah sebuah film
drama India tahun 2007 yang diproduksi dan disutradarai oleh Aamir Khan. Film
ini mengeksplorasi kehidupan dan imajinasi Ishaan, anak Disleksia berusia 8
tahun. Meskipun dia unggul dalam seni, tetapi kinerja akademisnya sangat parah
sehingga orang tuanya untuk mengirimnya ke sebuah sekolah asrama. Dari sekian
guru yang mengajar Ishaan, tak ada satu pun yang menyadari bahwa anak ini
mempunyai kelainan dalam belajar. Seorang guru seni rupa yang masih honorer
melihat dan menyadari bahwa anak ini adalah penderita Disleksia . Bagi para
guru yang lain Ishaan hanyalah anak bandel, malas, dan bodoh.
Film ini disutradarai oleh Aamir Khan, dan berdurasi sekitar 140 menit.
Film ini dibuat dengan latar belakang kecintaan penulis, Amole Gupte pada anak-
anak yang muncul setelah kedekatannya dengan mereka selama hampir tujuh
tahun. Film ini dibintangi oleh Aamir Khan yang berperan sebagai Ram Shankar
Nikumbh, Darsheel Safary sebagai Ishaan Awasthi, Tanay Cheda sebagai Rajan
Damodaran, Sachet Engineer sebagai Yohaan (kakak Ishaan), Tisca Chopra
sebagai ibu Ishaan, dan Vipin Sharman sebagai ayah Ishaan.
Film Taare Zameen Par menceritakan seorang anak kelas III Sekolah Dasar
bernama Ishaan Awasthi. Ia mempunyai kesulitan dalam belajar. Nilainya selalu
jelek dan sulit mengikuti setiap pelajaran. Akan tetapi Yohaan, kakaknya sangat
berbeda dengan Ishaan. Yohaan sangat pandai dan berprestasi di dalam segala
bidang pelajaran. Kedua orang tua mereka memperlakukan Ishaan seperti anak
normal pada umumnya. Mereka belum mengetahui kesulitan belajar yang dialami
Ishaan. Kesulitan belajar yang dialami membuat ia menjadi bahan ejekan teman-
teman di kelasnya. Bahkan, gurunya juga sering memberikan hukuman, karena
Ishaan tidak bisa ketika diminta untuk membaca. Pada saat melihat bacaan, huruf-
huruf pada bacaan tersebut seolah-olah menari. Ishaan lebih senang bermain dan
berimajinasi. Imajinasinya dituangkan melalui gambar, mulai dari melukis di
kertas sampai di tembok kamarnya.
Setelah mengetahui bahwa tidak ada kemajuan pada Ishaan, ayahnya
memindahkan Ishaan ke sekolah asrama. Di sekolah tersebut, para guru
125
memperlakukannya lebih keras dari sekolah sebelumnya. Hal ini membuat ia
semakin murung dan terpukul. Ia tetap mendapatkan nilai buruk dalam semua
mata pelajaran. Buku, membaca, dan menulis menjadi musuhnya. Semua itu
membuat Ishaan semakin depresi, apalagi ia harus tinggal jauh dari orang tuanya.
Sampai pada suatu hari, ada seorang guru baru bernama Ram Shankar
Nikumbh yang mengajar kesenian. Cara mengajarnya berbeda jauh dari guru-guru
sebelumnya. Ia mampu membuat suasana pembelajaran di kelas lebih
menyenangkan. Di dalam mengajar, ia lebih mengutamakan kondisi siswa. Pada
saat pertama kali masuk ke ruang kelas, ia mengajak para siswa untuk menari dan
bernyanyi, sehingga para siswa merasa senang. Guru Nikumbh juga meminta
masing-masing siswa untuk menggambarkan imajinasi yang mereka miliki pada
selembar kertas.
Pada saat guru Nikumbh meminta para siswa menggambar, Ishaan masih
tetap murung, diam, dan tidak melakukan apa-apa. Guru Nikumbh kemudian
menanyakan kesulitan yang dialami Ishaan kepada teman sebangkunya, Rajan.
Setelah itu, ia juga memeriksa buku tugas Ishaan. Ia terkejut karena melihat
catatan merah dari guru dan tulisan Ishaan banyak yang terbalik. Hal ini membuat
guru Nikumbh cemas dan ia memutuskan untuk pergi menemui keluarga Ishaan.
Saat menemui keluarga Ishaan, guru Nikumbh memberitahu mereka bahwa
Ishaan mengalami Disleksia , yaitu kesulitan dalam membaca dan menulis. Selain
itu, guru Nikumbh juga melihat lukisan-lukisan Ishaan yang ada di kertas dan di
tembok kamarnya. Dari sini ia menyadari, bahwa Ishaan adalah anak yang
empunyai kemampuan di atas rata-rata. Di balik kesulitan belajarnya, Ishaan
memiliki kemampuan melukis dan imajinasi yang hebat.
Setelah mengetahui kesulitan belajar Ishaan, guru Nikumbh memutuskan
untuk membantu mengatasi kesulitan belajarnya. Ia mengajari Ishaan membaca,
menulis, dan berhitung dengan cara yang berbeda dan diajarkan secara khusus.
Cara yang digunakan di antaranya yaitu, dengan menggunakan kotak berisi
pasir untuk menulis huruf dan menggunakan papan yang berisi kotak-kotak untuk
menulis angka. Kesabaran dan ketekunan guru Nikumbh dalam membantu Ishaan
126
mengatasi kesulitan belajarnya berhasil. Ishaan menjadi lancar membaca dan
menulis.
Suatu hari, guru Nikumbh mengadakan lomba melukis yang diikuti oleh
semua siswa dan guru. Ishaan datang untuk mengikuti perlombaan tersebut dan ia
melukis dengan sangat bagus. Setelah juri menilai, ternyata lukisan Ishaan lah
yang terbaik. Ishaan menjadi pemenang dan mendapatkan piala penghargaan. Ia
menangis terharu karena guru Nikumbh juga melukiskan Ishaan gambar
wajahnya. Pada saat libur akhir semester, orang tua Ishaan menjemputnya dan
mereka bangga karena Ishaan sudah berubah menjadi anak yang pintar.
3. Pemain, Setting dan Alur Film
a) Pemain Film
1) Darsheel Safary sebagai Ishaan Nandkishore Awasthi: Ishaan adalah
anak usia sembilan tahun yang duduk di kelas 3 SD. Ia menderita
Disleksia atau kesulitan mengenali huruf dan angka. Dia belum bisa
membaca, menulis dan berhitung. Tetapi potensi melukis dan
imajinasinya tinggi, terkadang apa yang dilihatnya belum tentu bisa
dilihat oleh orang lain.
2) Aamir Khan sebagai Ram Shankar Nikumbh: Ram adalah seorang
guru pengganti kesenian. Sosok yang ramah, cara mengajar yang
menyenangkan, tidak pernah marah, dan paham kondisi peserta
didiknya. Ia mengajarkan Ishaan bagaimana cara membaca, menulis
dan berhitung. Menurutnya, semua anak tidak ada yang bodoh.
3) Tisca Chopra sebagai Maya Awasthi: Maya adalah ibu Ishaan. Sosok
ibu rumah tangga yang sabar, penuh kasih sayang, hangat dan patuh
terhadap suami. Ia mempunyai dua anak dengan sifat yang berbeda.
4) Vipin Sharma sebagai Nandkishore Awasthi. Nandkishore adalah
ayah Ishaan. Sosok ayah yang ambisius, kompetitif, tangguh, keras,
kaku dan dominan dalam menentukan keputusan.
5) Sachet Engineer sebagai Yohaan Awasthi: Yohaan adalah kakak
Ishaan. Sosok kakak yang rajin, penurut, peduli dan penolong. Ia
127
selalu mendapat peringkat di sekolah dan pandai bermain tennis.
Yohaan sangat menyayangi Ishaan.
6) Tanay Chheda sebagai Rajan Damodran: Rajan adalah teman Ishaan
yang baik dan cerdas. Ia berteman dengan siapa saja dan peduli
terhadap Ishaan.
7) Lalita Lajmi: Berperan sebagai juri kompetisi menggambar. Juri yang
adil dan tentunya paham seni lukis
b) Setting Film: Rumah, sekolah, lapangan, pasar, jalan raya, ampiteather
Seting atau latar adalah seluruh latar bersama segala propertinya.
Property dalam hal ini adalah semua benda tidak bergerak seperti
perabot, pintu, jendela, kursi, lampu, pohon, dan sebagainya. Seting
yang digunakan dalam sebuah film umumnya dibuat senyata mungkin
dengan konteks ceritanya. Seting harus mampu meyakinkan
penontonya jika film tersebut tampak sungguh-sungguh terjadi pada
lokasi dan waktu sesuai konteks cerita filmnya. Setting social
menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan social masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam
karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup beragai
masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Disamping itu, setting
social juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan,
misalnya miskin, menengah, kaya. Setting social ini dapat juga
ditunjukkan secara konkret melalui diskripsi pakaian tokoh, bahasa
yang dipergunakannya, film apa yang ditonton, atau makanan dan
minuman yang dikonsumsi oleh tokoh 1. Setting social dalam film
Taare Zameen Par Ishaan yang berperan sebagai tokoh utama memiliki
sebuah keluarga yang tinggal disebuah rumah susun. Kondisi rumah
keluarga Ishaan bisa dikatakan sebagai keluarga dari golongan
menengah. ayahnya bekerja sebagai karyawan sebuah perusahan dan
sering melakukan perjalanan bisnis. Karena ketidak mampuannya
mengatasi Ishaan lalu ia (Mr Awasthi) mengirim Ishaan ke sebuah
asrama. Ibunya Ishaan adalah seorang ibu rumah tangga. Berikut akan
128
dipaparkan secara jelas gambaran setting social dalam film Taare
Zameen Par. Jika dilihat dari gambar disamping rumah Ishaan termasuk
dalam kategori keluarga sederhana. Perabotan rumah tangga yang
dipakai seperti meja, kursi, pintu kamar, ruang dapur dan beberapa
peralatan lainya tidak termasuk barang yang mewah.
c) Narasi Film Taare Zameen Par
Film Taare Zameen Par bercerita tentang seorang anak kelas 3
setingkat SD yang bernama Ishaan Nandkishore Awasthi. Seperti anak-
anak seusianya, Ishaan sangat suka bermain. Namun tidak seperti anak-
anak seusianya yang lain, Ishaan tergolong anak yang susah belajar,
dianggap bodoh dan nakal. Tidak heran karena ia tidak pernah
mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR), nilai ulangannya selalu di bawah
rata-rata, ia juga kesulitan untuk membaca dan menangkap perintah dan
kata-kata orang lain, setiap kata-kata dan tulisan yang dilihatnya seolah-
olah tulisannya itu seperti menari-nari. Sebenarnya Ibunya, Maya
Awasthi sering membantunya belajar. Dengan kesabaraannya ia
membantu Ishaan mengulang pelajarannya, namun pada akhirnya
Ibunya lelah karena lagi-lagi Ishaan salah dalam menulis. Ia selalu saja
salah dalam menulis kata-kata. Misalnya seharusnya ditulis table ia
menulisnya dengan tabl kemudian ia menulisnya dengan tabel. Dan
masih banyak kata-kata lain yang susah dimengerti. Selain itu ia juga
kesulitan untuk mencerna perintah dari guru. Misalnya instruksi untuk
membuka halaman 38, bab 4 paragraf 3, dia kesulitan untuk
melakukannya. Namun dari kekurangan yang dimiliki, dia juga
mempunyai kelebihan. Dia sangat pandai dan suka melukis. Ketika
melukis atau menggambar, imajinasinya sunggu luar biasa lukisanya
seolah-olah hidup.
Ishaan sangat berbeda dengan kakaknya, Yohan Awasthi. Yohan
sangat cerdas di semua mata pelajaran termasuk olahraga yaitu tenis.
Selama sekolah Ishaan juga menjadi bahan ejekan teman-temanya.
Bahkan gurunya pun juga sering memarahinya karena dia mempunyai
129
kekurangan tersebut. Mengetahui kondisi tersebut Ayahnya,
Nandkishore Awasthi mendaftarkannya untuk mengikuti program
asrama.
Di asrama pun tidak ada perubahan yang berarti. Justru keadaan
Ishaan yang semakin terpuruk. Selain ia tidak mau sekolah di asrama,
guru-guru di asrama tersebut lebih galak (kejam) dibandingkan sekolah
sebelumnya. Ishaan masih sering menerima hukuman keluar kelas,
nilainya masih di bawah rata-rata. Bahkan ia juga mengalami hukuman
dipukul menggunakan penggaris oleh guru mata pelajaan Seni yang
bernama Holkar. Ishaan sebenarnya telah berusaha, tetapi semakin ia
berusaha semakin bingung. Ia merasa tulisan yang ia baca bergerak-
gerak sehingga ia tidak bisa membaca. Tekanan dari guru dan ejekan
dari teman-temannya semakin menekannya. Bahkan membuatnya tidak
mau menggambar lagi.
Kemudian datang seorang guru kesenian pengganti sementara
yang bernama Ram Shankar Nikumbh (Aamir Khan). Guru baru ini
mempunyai cara mendidik yang baru, tidak seperti guru lain yang
mengikuti norma yang ada dalam mendidik anak-anak, Ram membuat
mereka berpikir keluar dari buku-buku dan imajinasi mereka. Setiap
anak di kelasnya merespon dengan antusias yang besar kecuali Ishaan.
Ram kemudian berusaha untuk memahami Ishaan dan masalah-
masalahnya. Ram menyadari bahwa Ishaan menderita penyakit
penderitaan anak Disleksia , sebuah kesulitan dalam membaca, menulis
dan menghitung. Ram menyadari kondisi Ishaan karena dulunya ia pun
mengalami gejala Disleksia . Padahal, sebenarnya seseorang yang
mengalami Disleksia memiliki kemampuan intelegensi yang tinggi.
Jika tidak diasah dengan kesabaran dan keterampilan dalam mendidik,
maka sang anak akan terus terjerat dalam ketidaktahuan dalam
membaca dan menulis. Saat Ram Shankar Nikums memberikan
pembelajaran, dia memberikan contoh profil tokoh yang mengalami
Disleksia seperti Albert Einsten, Leonardo da Vinci, Pablo Picasso,
130
Muhammad Ali, Walt Disney, Thomas Alfa Edison, Abishek Bachan
artis Bollywood dan masih banyak lagi lainnya. Ia mencontohkan
tokoh-tokoh dunia yang mengalami Disleksia sehingga melejitkan
semangat Ishaan dalam belajar. Dengan waktu, kesabaran dan
perawatan Ram berhasil dalam mendorong tingkat kepercayaan Ishaan.
Dia membantu Ishaan dalammengatasi masalah pelajarannya dan
kembali menemukan kepercayaan yang hilang. Ia mampu mengajak
anak didiknya itu memahami dan menyeberangi lautan ilmu dengan
proses yang menyenangkan.
Ram pulalah yang menyadarkan orang tua Ishaan bahwa anaknya
mengalami Disleksia . Setelah menemui orang tua Ishaan, Ram
kemudian memohon kepada Kepala Sekolah (asrama) agar Ishaan
diberikan kemudahan dan tidak dikeluarkan. Dimana ia nantinya yang
akan membantu Ishaan agar dapat membaca dan juga menulis. Berkat
ketekunan Ram, Ishaan dapat mengalami perkembangan dari pada
sebelumnya seperti Ishaan dapat mengikat tali dasi, mengikat tali sepatu
serta dapat membaca dan menulis.
Pada suatu hari ayah Ishaan mendatangi Ram Shankar Nikumbh
untuk membicarakan penyakit yang diderita anaknya (Ishaan). Dia
(ayah Ishaan) mengatakan bahwa ia dan istrinya sudah membaca artikel
dari internet tentang penyakit disklesia yang diderita anaknya supaya
Ram mengetahui bahwa dirinya (ayah Ishaan) sebagai orang tua yang
perhatian terhadap anaknya. Mengetahui hal itu Ram mengatakan
kepada ayah Ishaan bahwa Ishaan hanya butuh perhatian, sebuah
pelukan, kasih sayang sekarang dan nanti, serta orang tua berkata
kepada anaknya bahwa aku menyayangimu, jika kamu memiliki
ketakutan datanglah kepadaku jadi jika kamu gagal jangan khawatir aku
disini menemanimu begitu seharusnya orang tua kata Ram Shabkar
Nikumbh. Saat Mr Awasthi hendak pulang Ram memberikan
penegasan lagi kepada Mr Awasthi bahwa di Pulau Salomon ketika
penduduk asli ingin bagian hutan untuk ditanami mereka tidak
131
menebang pohon akan tetapi mereka bersama sama mengelilingi pohon
dan meneriakkan kata-kata kasar dan itu menumbangkannya. Pada
suatu hari pohon itu menjadi layu dan kisut dan dia mati dengan
sendirinya. Ibarat seperti itulah yang dialami oleh Ishaan sekarang kata
Ram Shankar Nikumbh. ketika ayah Ishaan keluar dari ruangan Ram
dia melihat ishaan membaca di depan papan pengumuman dan Mr
awasthi sangat terharu dengan kemajuan yang dialami Ishaan.
Kemudian untuk meningkatkan kepercayaan diri Ishaan dan
memperlihatkan kelebihan Ishaan dalam melukis, Ram mengadakan
lomba melukis bagi guru dan murid di asrama tersebut.
Ishaan keluar sebagai pemenang. Hasil lukisannya dan juga
lukisan Nikumbh dipakai sebagai sampul buku tahunan sekolah
tersebut. Selain itu di akhir sekolah, nilai-nilai Ishaan pun tidak lagi di
bawah rata-rata. Ia sudah mampu bersaing dengan teman-temannya.
4. Gambaran Film Taare Zameen Par
Taare Zameen Par adalah film India yang dibuat pada tahun 2007, dan
merupakan film yang bertema pendidikan. Film ini disutradarai oleh Aamir Khan,
dan berdurasi sekitar 140 menit. Film ini dibuat dengan latar belakang kecintaan
penulis, Amole Gupte pada anak-anak yang muncul setelah kedekatannya dengan
mereka selama hampir tujuh tahun. Film ini dibintangi oleh Aamir Khan yang
berperan sebagai Ram Shankar Nikumbh, Darsheel Safary sebagai Ishaan
Awasthi, Tanay Cheda sebagai Rajan Damodaran, Sachet Engineer sebagai
Yohaan (kakak Ishaan), Tisca Chopra sebagai ibu Ishaan, dan Vipin Sharman
sebagai ayah Ishaan.
Film Taare Zameen Par menceritakan seorang anak kelas III Sekolah Dasar
bernama Ishaan Awasthi. Ia mempunyai kesulitan dalam belajar. Nilainya selalu
jelek dan sulit mengikuti setiap pelajaran. Akan tetapi Yohaan, kakaknya sangat
berbeda dengan Ishaan. Yohaan sangat pandai dan berprestasi di dalam segala
bidang pelajaran. Kedua orang tua mereka memperlakukan Ishaan seperti anak
normal pada umumnya. Mereka belum mengetahui kesulitan belajar yang dialami
132
Ishaan. Kesulitan belajar yang dialami membuat ia menjadi bahan ejekan teman-
teman di kelasnya. Bahkan, gurunya juga sering memberikan hukuman, karena
Ishaan tidak bisa ketika diminta untuk membaca. Pada saat melihat bacaan, huruf-
huruf pada bacaan tersebut seolah-olah menari. Ishaan lebih senang bermain dan
berimajinasi. Imajinasinya dituangkan melalui gambar, mulai dari melukis di
kertas sampai di tembok kamarnya.
Setelah mengetahui bahwa tidak ada kemajuan pada Ishaan, ayahnya
memindahkan Ishaan ke sekolah asrama. Di sekolah tersebut, para guru
memperlakukannya lebih keras dari sekolah sebelumnya. Hal ini membuat ia
semakin murung dan terpukul. Ishaan tetap mendapatkan nilai buruk dalam semua
mata pelajaran. Buku, membaca, dan menulis menjadi musuhnya. Semua itu
membuat Ishaan semakin depresi, apalagi ia harus tinggal jauh dari orang tuanya.
Sampai pada suatu hari, ada seorang guru baru bernama Ram Shankar
Nikumbh yang mengajar kesenian. Cara mengajarnya berbeda jauh dari guru-guru
sebelumnya. Pak Nikumbh mampu membuat suasana pembelajaran di kelas lebih
menyenangkan. Di dalam mengajar, ia lebih mengutamakan kondisi siswa. Pada
saat pertama kali masuk ke ruang kelas, ia mengajak para siswa untuk menari dan
bernyanyi, sehingga para siswa merasa senang. Guru Nikumbh juga meminta
masing-masing siswa untuk menggambarkan imajinasi yang mereka miliki pada
selembar kertas.
Pada saat guru Nikumbh meminta para siswa menggambar, Ishaan masih
tetap murung, diam, dan tidak melakukan apa-apa. Guru Nikumbh kemudian
menanyakan kesulitan yang dialami Ishaan kepada teman sebangkunya, Rajan.
Setelah itu, Guru Nikumbh juga memeriksa buku tugas Ishaan. Guru Nikumbh
terkejut karena melihat catatan merah dari guru dan tulisan Ishaan banyak yang
terbalik. Hal ini membuat guru Nikumbh cemas dan memutuskan untuk pergi
menemui keluarga Ishaan.
Saat menemui keluarga Ishaan, guru Nikumbh memberitahu mereka bahwa
Ishaan mengalami Disleksia , yaitu kesulitan dalam membaca dan menulis. Selain
itu, guru Nikumbh juga melihat lukisan-lukisan Ishaan yang ada di kertas dan di
tembok kamarnya. Dari sini Guru Nikumbh menyadari, bahwa Ishaan adalah
133
anak yang mempunyai kemampuan di atas rata-rata. Di balik kesulitan belajarnya,
Ishaan memiliki kemampuan melukis dan imajinasi yang hebat.
Setelah mengetahui kesulitan belajar Ishaan, guru Nikumbh memutuskan
untuk membantu mengatasi kesulitan belajarnya. Guru Nikumbh mengajari
Ishaan membaca, menulis, dan berhitung dengan cara yang berbeda dan diajarkan
secara khusus. Cara yang digunakan di antaranya yaitu, dengan menggunakan
kotak berisi pasir untuk menulis huruf dan menggunakan papan yang berisi kotak-
kotak untuk menulis angka. Kesabaran dan ketekunan guru Nikumbh dalam
membantu Ishaan mengatasi kesulitan belajarnya berhasil. Ishaan menjadi lancar
membaca dan menulis.
Suatu hari, guru Nikumbh mengadakan lomba melukis yang diikuti oleh
semua siswa dan guru. Ishaan datang untuk mengikuti perlombaan tersebut dan ia
melukis dengan sangat bagus. Setelah juri menilai, ternyata lukisan Ishaan lah
yang terbaik. Ishaan menjadi pemenang dan mendapatkan piala penghargaan. Ia
menangis terharu karena guru Nikumbh juga melukiskan Ishaan gambar
wajahnya. Pada saat libur akhir semester, orang tua Ishaan menjemputnya dan
mereka bangga karena Ishaan sudah berubah menjadi anak yang pintar.
Pada film Taare Zameen Par kategori Disleksia merupakan kondisi yang
berkaitan dengan kesulitan belajar membaca. Hal ini dapat dilihat dalam adegan
berikut:
4) Setting: di ruang kelas
Deskripsi suasana:
Guru bahasa sedang menjelaskan pelajaran bahasa di depan kelas. Namun,
Ishaan tidak memperhatikan penjelasan gurunya. Ishaan memperhatikan
lubang kecil yang digenangi air di halaman sekolah melalui jendela
kelasnya.
Dialog:
Guru : “Buka halaman 38, bab 4, paragraf 3! Kita akan belajar kata sifat
hariini.” (Guru melihat ke arah Ishaan).
Guru : “Kamu juga, Ishaan Awasthi! Halaman 38, bab 4, paragraf 3.”
(Ishaan tidak memperhatikan gurunya dan masih melihat ke luar jendela).
134
Guru : “Kamu tidak memperhatikan Ishaan? Ishaan!”
(Ishaan baru tersadar dan menoleh ke arah gurunya).
Guru : “Aku katakan halaman 38, bab 4, paragraf 3! Baca kalimat
pertama dan sebutkan kata sifatnya!”
(Ishaan bingung dan menoleh ke arah teman-temannya).
Guru : “Halaman 38 Ishaan! Adit Lamba, bantu dia! Baca kalimatnya
dan sebutkan kata sifatnya!”
(Ishaan tetap kebingungan dan tidak bisa melakukan perintah gurunya).
Guru : “Baik, kata sifatnya kita sebutkan bersama-sama. Baca
kalimatnya untukku!”
(Ishaan tetap diam).
Guru : “Hanya baca Ishaan!” (Guru kesal dan marah kepada Ishaan).
Ishaan : “Mereka menari.” (Teman-teman sekelasnya tertawa).
Guru : “Bicaralah dengan Bahasa Inggris!”
Ishaan : “Huruf-hurufnya menari.” (Teman-temannya kembali tertawa).
Guru : “Hurufnya menari, begitu?”
(Ishaan menganggukkan kepalanya).
Guru : “Baik, kalau begitu bacalah huruf-huruf yang menari itu!
Mencoba melucu? Bacalah kalimatnya dengan keras dan benar!
Kataku keras dan benar Ishaan! Keras dan benar!” (Guru berkata
dengan marah). Ishaan mengucapkan suara yang tidak jelas
maknanya. Teman-teman sekelasnya tertawa.
Guru : “Hentikan!”
(Ishaan tetap melanjutkan ucapannya).
Guru : “Hentikan! Cukup! Cukup! Keluar kamu! Keluar!”
(Guru menunjuk Ishaan dengan sangat marah)
Guru : “Kamu ingin keluar juga? Siapa yang tertawa disini? Siapa yang
ingin mengikuti dia? Aku tidak ingin mendengar drama di
kelasku. Keluarkan bukumu!” (Guru berkata kepada siswa
lainnya).
Guru : “Anak yang tak punya malu.”
135
Ishaan keluar kelas dan tersenyum melihat ke arah teman-temannya. Sambil
mengepalkan tangannya, ia berkata “yes!”
Berdasarkan petikan adegan dan dialog tersebut, Disleksia dapat
diketahui dari sikap Ishaan yang kebingungan saat guru meminta untuk
membuka halaman dan paragraf pada buku. Ishaan tidak bisa membaca
kalimat yang diminta gurunya, dan ia berkata bahwa hurufhurufnya menari.
5) Setting: di dalam kelas pada saat pelajaran menggambar
Deskripsi suasana:
Ishaan tidak memperhatikan guru yang duduk di depan kelas. Ia
melamun, melihat dari jendela seekor burung yang sedang memberi makan
anaknya.
Dialog:
Guru : “Hei anak baru, perhatikan papan tulis. Tunjukkan pada kami,
dimana saya membuat titik? Tunjukkan kami titik itu! (Ishaan
diam menatap gurunya). “Mengapa kamu bertingkah seperti
kodok? Dimana saya membuat titik? Tunjukkan pada kami!”
Ishaan : “Aku tidak melihatnya.”
Guru : “Kamu tidak melihatnya?” (Ishaan menggeleng).
Guru : “Satyajit Bhatkal, kesini dan tunjukkan padanya aku membuat
titik di papan tulis!” Satyajit maju ke depan kelas dan
menunjukkan gambar titik yang dibuat gurudi papan tulis.
Guru : “Sekarang kamu lihat?”
Ishaan : “Tidak.”
Guru memberi hukuman kepada Ishaan dengan memukul tangannya
sebanyak lima kali. Ishaan menangis dan mengusapa air matanya.
Berdasarkan petikan adegan dan dialog tersebut, Disleksia dapat
diketahui melalui percakapan Ishaan dengan gurunya. Ishaan tidak bisa
membaca dan menunjukkan tanda baca yang ditulis guru di papan tulis.
6) Setting: di dalam kelas saat pelajaran Bahasa Inggris
Deskripsi suasana:
Guru Bahasa Inggris sedang mjenjelaskan materi dengan sangat cepat
136
dan lantang.
Dialog:
Guru : “A noun is naming word. A pronoun is used instead of a noun.
An adjective describes a noun. A verb describes the action of a
noun. An adverb describes the action of verb. A conjunction
joins two a pronoun. A preposition describes the relationship
between a noun an a pronoun. Apakah kamu mengerti Ishaan
Nandkishore Awasthi?” Ishaan ketakutan melihat gurunya. Ia
melihat tulisan yang ada di papan tulis seakan-akan berjalan dan
huruf-hurufnya menjadi terbalik).
Berdasarkan petikan adegan dan dialog tersebut, Disleksia dapat
diketahui dari sikap Ishaan yang ketakutan melihat tulisan di papan tulis
yang seakan-akan berjalan dan hurufnya menjadi terbalik.
7) Setting: pada malam hari di rumah Ishaan
Deskripsi suasana:
Guru Nikumbh datang ke rumah Ishaan untuk bertemu keluarganya dan
memberitahu mereka kesulitan belajar yang dialami Ishaan. Ia bertemu
dengan ayah, ibu, dan Yohaan. Ia menunjukkan buku-buku tugas Ishaan.
Dialog:
Ayah : “Mengapa anda tidak memberitahu kami? Silahkan!”
Nikumbh : “Mengapa dia melakukan ini? Apakah dia malas? Tidak.
Menurut pendapat saya, dia menemukan kesulitan untuk
mengenali huruf. Ketika anda membaca a-p-p-l-e, pikiran anda
tertuju ke apel. Ishaan tidak bisa membaca huruf, jadi dia tidak
mengerti apa maksudnya. Untuk menulis dan membaca,
kemampuan itu sangat penting. Untuk menghubungkan suara
dengan simbol, mengetahui arti dari kata-kata. Ishaan tidak
memenuhi persyaratan dasar itu. Kesulitan membaca dan
menulis ini disebut Disleksia .”
Nikumbh : “Kadang-kadang, anak dapat memiliki kesalahan tambahan,
seperti kesulitan mengikuti beberapa perintah berurutan. Buka
137
buku halaman 65, bab 9, paragraf 4, baris 2. Atau lebih jeleknya,
kurang kemampuan motorik. Apakah Ishaan kesulitan
mengancingkan baju dan mengikat tali sepatunya?”
Ibu : “Iya.”
Nikumbh : “Jika anda melempar bola, dapatkah ia menangkapnya?”
Yohaan : “Dia tidak pernah bermain bola.”
Nikumbh : “Karena dia tidak dapat menghubungkan ukuran, jarak, dan
kecepatan.”
Ibu : “Tapi kenapa Ishaan?”
Nikumbh : “Tidak ada jawaban untuk pertanyaan itu. Itu dapat terjadi pada
siapapun. Kadang-kadang karena keturunan. Kesalahan
peletakan yang sederhana, seperti permasalahan seutas kabel
kecil di otak.”
Berdasarkan petikan adegan dan dialog tersebut, Disleksia dapat
diketahui dari kesulitan Ishaan mengenali huruf, tidak bisa membaca huruf,
kesulitan menghubungkan suara dengan simbol, kesulitan mengetahui arti
dari kata-kata, dan kesulitan mengikuti beberapa perintah berurutan.
138
Lampiran 6
Analisa Film : Taare Zameen Par
Dalam film tersebut dapat dianalisa gejala-gejala psikologi yang ada, apa
yang diperlihatkan di film memuat contoh-contoh penerapan materi-materi dari
psikologi umum.
Adegan ketika seorang kondektur bus marah melihat anak sekolah yang
ditunggu-tunggu tetapi malah duduk dengan kepala menghadap ke selokan,
padahal anak itu sebenarnya sedang fokus mengambil ikan-ikan di selokan. Hal
ini memuat tendensi persepsi yakni bahwa kita dipengaruhi oleh apa yang kita
lihat.
Dari materi belajar, juga muncul gejala diskriminasi yakni ketika seorang
memperbolehkan masuk hanya pada murid yang memakai sepatu yang
disemir. Diskriminasi adalah pemberian respon hanya pada stimulus tertentu.
Selain itu pembelajaran melalui pengamatan/meniru (observational learning) ada
saat adegan anak(ishaan) melihat dan menirukan perilaku seorang pria yang
minum tanpa berhenti dengan kepala menghadap keatas.
Mengkaji dari tiga elemen dasar motivasi secara lengkap
yakni kebutuhan yang ditunjukkan saat seorang guru seni (nikumbh) prihatin
melihat ada muridnya (ishaan) yang mengalami depresi. Lalu dorongan, guru seni
itu tergugah untuk membantu menyelesaikan masalah yang dialami anak tersebut
dan insentifnya yaitu adanya ruang kelas, alat-alat belajar, dan pengalaman sang
guru tersebut akan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi si murid.
Adegan ketika ishaan yang tinggal di asrama merasa kesepian dan
membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya merupakan contoh love needs dari
hierarki kebutuhan yang diungkapkan Abraham Maslow. Selain itu kebutuhan
akan prestasi (n-ach) terlihat dari keinginan ayah ishaan supaya putranya meraih
juara dan berprestasi dalam setiap kegiatan. (kebutuhan akan prestasi/ n-ach, Mc
Clelland)
Aliran behaviorisme, sebagian besar cerita di film ini lebih menekankan
perilaku yang dapat diamati bukan pada aktivitas berpikir/berimajinasi seperti
139
yang ishaan lakukan. Oleh karena orang-orang disekitar Ishaan kesal melihat
perilaku Ishaan tanpa memikirkan apa sebenarnya yang dia lakukan.
Dari film ini kita akan mengerti bahwa anak tidak hanya butuh pendidikan,
mereka juga butuh perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya selain itu
perkembangan anak tidak boleh hanya pada urusan akademik tetapi dalam hal
bakat juga harus dikembangkan karena pada dasarnya setiap anak itu diciptakan
berbeda-beda dan memiliki keunikan tersendiri. Setiap anak juga memiliki cara
belajarnya sendiri dan tidak bisa dipaksakan dengan satu aturan saja. Setiap anak
itu spesial.
140
Lampiran 7
Dialog film
141