skripsi - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · selain itu, dalam...

107
PENGGUNAAN ASET WAKAF PRODUKTIF BAGI PENGELOLANYA DI DESA MRONJO SELOPURO BLITAR (Tinjauan UU No. 41 Tahun 2004 Dan Fiqh Syafi’iyyah) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI) Oleh: IRFAN SANTOSO NIM: 04210021/S-1 PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2010

Upload: hoangdang

Post on 10-Aug-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

PENGGUNAAN ASET WAKAF PRODUKTIF BAGI PENGELOLANYA DI DESA MRONJO SELOPURO BLITAR

(Tinjauan UU No. 41 Tahun 2004 Dan Fiqh Syafi’iyyah)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan

Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI)

Oleh:

IRFAN SANTOSO NIM: 04210021/S-1

PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG 2010

Page 2: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

PENGGUNAAN ASET WAKAF PRODUKTIF BAGI PENGELOLANYADI DESA MRONJO SELOPURO BLITAR

(Tinjauan UU

Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI)

PROGRAM STUDI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG

PENGGUNAAN ASET WAKAF PRODUKTIF BAGI PENGELOLANYADI DESA MRONJO SELOPURO BLITAR

Tinjauan UU No. 41 Tahun 2004 Dan Fiqh Syafi’iyyah

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI)

Oleh:

IRFAN SANTOSO NIM: 04210021/S-1

PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL- SYAKHSIYYAHFAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG MAULANA MALIK IBRAHIM

MALANG 2010

PENGGUNAAN ASET WAKAF PRODUKTIF BAGI PENGELOLANYA

2004 Dan Fiqh Syafi’iyyah)

SYAKHSIYYAH

(UIN)

Page 3: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

ABSTRAK Santoso, Irfan. (04210021). Penggunaan Aset Wakaf Produktif Bagi Pengelolanya. Fakultas Syari’ah Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Dosen Pembimbing: Drs. H. M. Fauzan Zenrif, M.Ag. Kata kunci: Penggunaan, Aset Wakaf, Produktif.

Praktek pelaksanaan wakaf produktif yang terjadi di Masjid Baitul Huda Desa Kebonsari Kelurahan Mronjo Kec. Selopuro Kab. Blitar, sekilas berbeda dengan materi hukum Islam dalam pandangan fiqh Syafi’iyyah maupun hukum positif. Pelaksanaannya yaitu pengurus (Ta’mir) masjid memberikan wewenang kepada orang lain untuk mengelola dan merawat aset wakaf produktif berupa sawah, dengan konsekuensi ia harus mau menjadi Muaddzin dan mau memelihara kebersihan masjid. Ia juga diberi keluasan dan kebebasan untuk merawat dan memelihara sawah itu dengan tanaman apapun dengan syarat tanah tersebut tidak boleh dijual, disewakan atau dipindah ke pihak lain. Pelaksanaan kedua, wakaf dikelola sendiri oleh Nadzir, melihat dirinya tidak memiliki pekerjaan selain merawat tanah wakaf sebagai kegiatan sehari-hari Nadzir. Dalam keadaan miskin, untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari, tumpuhan Nadzir adalah panen/hasil dari tanah wakaf tersebut, dasar penggunaan hasil wakaf oleh Nadzir adalah dalam merawat sawah ia juga mengeluarkan biaya dan tenaga, sehingga ketika panen ia mengambil sebagian dari hasil panen tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau hutang untuk pembiayaan perawatan sawah wakaf. Selanjutnya sisa dari pengambilan Nadzir diserahkan kepada masjid untuk memenuhi kemaslahatannya.

Dengan demikian rumusan masalahnya adalah, pemanfaatan secara pribadi aset wakaf masjid di desa mronjo dan status hukum pemanfaatan wakaf masjid untuk kebutuhan sehari-hari bagi pengelola miskin menurut UU No. 41 Tahun 2004 dan fiqh syafi’iyyah

Penelitian ini merupakan penelitian literatur (Library Research), dengan Pendekatan Konseptual (conceptual approach). Sumber data yang digunakan meliputi primer yaitu karya Imam Syafi’i serta Tinjauan UU 41 Tahun 2004 dan sekunder. Dengan cara-cara analisis atau penafsiran hukum yang dikenal, seperti penafsiran autentik, penafsiran menurut tata bahasa, penafsiran berdasarkan sejarah perundang-undangan atau berdasarkan sejarah hukum, penafsiran sistematis, penafsiran sosiologis, penafsiran teologis penafsiran fungsional atau penafsiran futuristik. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tentang konsep Penggunaan Aset Wakaf Produktif Bagi Pengelolanya Di Desa Mronjo Selopuro Blitar (Tinjauan UU No. 41 Tahun 2004 Dan Fiqh Syafi’iyyah).

Adapun hasil penelitian ini adalah, Pengelola memanfaatkan dan menggunakan hasil wakaf produktif masjid Mronjo untuk kepentingan dan kebutuhan sehari-hari keluarga pengelola. Selanjutnya membolehkan pengelola wakaf mengambil bagian dari hasil wakaf itu sendiri maupun dari sumber lain dengan tanpa berlebihan. Artinya Pengelola dapat menerima gaji dan upah 10% (sepuluh persen) dari wakif atau hakim daerahnya, serta tidak bertentangan dengan syari’ah dan peraturan perundang-undangan.

Page 4: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

ABSTRACT

Santoso, Irfan (04210021). The using of asset of productive donation for the user. Faculty of islamic low (syari’ah), al ahwal al syakhsiyah department. The state islamic uniiversity of Maulana Malik Ibrahim Malang. The conselor lecturer Drs.H.M. Fauzan Zenrif, M.Ag.

Keyword: using, asset of donation, productive

Practice execution of productive donation ownership that happened in Mosque of Baitul Huda Kebonsari Mronjo Selopuro Blitar, is different from matter of Islamic law in the Syafi'Iyyah fiqh and also positive law. Its execution that is official member ( Mosque Ta'mir) gives authority to others to manage and take care of productive donation ownership asset in the form of rice field, with consequence he have to will become Muaddzin and will look after hygiene of mosque. He is also given freedom and broadness to take care of and look after that rice field with any crop on condition that the land may not be sold, to be rented or moved to other. The second execution, donation managed by Nadzir, he do not have work besides taking care of donation as daily activity of Nadzir. In a impecunious, to fulfill requirement every day, mainstay’s Nadzir is crop from donation land, base usage of donation result by Nadzir is taking care of rice field he also need energy and expense, so that when crop he take some of eat to fulfill everyday requirement or debt for the defrayal donation rice field. The rest of intake of Nadzir delivered to mosque to fulfill its important.

The problem is exploiting mosque communal asset personally in Mronjo and punish exploiting of mosque communal for everyday requirement to impecunious organizer according to UU No. 41 Year 2004 and Syafi'iyyah fiqh.

The research is library research, with conceptual approach. Data source that use envelop primary, it is the imam Syafi’i opus and the observation of UU 41 year 2004 and secondary by analyzing on interpretation of grammar, interpretation based on history of regulation or based on low history, systematic interpretation, sociological interpretation, theology interpretation, functional interpretation or futuristic interpretation. The purpose of this research is to know about concept of the using of asset of productive donation for the user in Mronjo Selopuro Blitar (UU No. 41 year 2004 and Syafi’iyyah Fiqh).

The result of this research is organizer exploit and use asset of mosque productive donation in Mronjo for interest and daily requirement of organizer’s family. Allow the organizer to take part of donation yield it self or from another sources with no excessive. The organizer can accept the salary 10% (ten percent) from donator or judge in that area and it is also use Islamic law (syariah) and ordinance of obligation.

Page 5: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

مستخلص البحث

كلية الشريعة . استخدام فعالية الوقف لعامله) ٠٤٢١٠٠٢١(عرفان سانتصا،

. قسم أحوال الشخصية جامعة موالنا مالك إبراهيم اإلسالمية احلكومية مباالنج

.دكتورندس حممد فوزان زنريف املاجستري احلاجحتت اإلشراف

استخدام الوقف، رأس مال الوقف، فعالية: الكلمات األساسية

أن تصرف الوقف الذي تستخدم يف مسجد بيت اهلدى، قرية كبون ساري،

مراجنا، منطقة سلوفورا، باليتار خيالف حملة من تنظيم احلكم من مذهب

-- وهو يعين املؤمتر من املسجد -العامل تصرف . الشافعي والقانون الوضعي

املسؤوليات ألهل القرية أن يدير أو ينفذ مال الوقف الفعايل مثل املزرعة بشرط

وكذلك يعطيه أن يريب املزرعة وال جيوز . أن يكون هو مؤذنا ومديرا للمسجد

وكذلك تصرف الوقف بالناذر، نظرا أن . بيعها أو االستجارة أو االنتقال لآلخر

يف قضاء النقفة ألسرته، عنده العمل إال تربية تلك املزرعة، أنه رجل مسكني ما

والدليل أنه . وتعطى النتيجة من حصاد املزرعة واألجرة من العمل يف املزرعة

.يعمل ويريب يف املزرعة، والفضل من هذا العملية يعطى للمسجد

على تصرف فلذا، تأيت أسئلة البحث كيف تصرف مال الوقف يف قرية مراجنا

والفقه ٢٠٠٤سنة ٤١الوقف لنفقة أسرة العامل من ناحية القانون رقم

.الشافعي

بطريقة ) Library Research(ومنهج هذا البحث يستخدم املنهج الكتايب

املصادر األساسية وهي الكتب : التفسريية، أما مصادر الوثيقة على قسمني

Page 6: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

ملصادر الثنائية وهي ، وا٢٠٠٤سنة ٤١قانون رقم للشافعي والقانون

. التحليليات والبيانات والتفسريات

أما نتيجة هذا البحث أن عامل الوقف يستطيع أن يتصرف من قسمته أو

يستطيع العامل يقبل الراتب أو اإلجرة . املصادر اآلخر بنسبة عشرة يف املائة

بعشرة يف املائة من الوقف أو احلكومة يف منطقته بشرط أن ال خيالف الشرع

.والقانون

Page 7: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu institusi atau lembaga sosial yang mengandung nilai sosial

ekonomi adalah lembaga perwakafan yang merupakan kelanjutan dari ajaran

tauhid, berdasarkan bahwa segala sesuatu berpuncak pada kesadaran manusia

akan kewujudan Allah Swt. Dari kesadaran dalam diri manusia menumbuhkan

solusi berupa perwakafan yang merupakan perwujudan dan upaya menyetarakan

keadilan sosial, demi mencapai kemaslahatan manusia.

Prinsip harta wakaf dalam ajaran Islam adalah untuk kemaslahatan umat,

sebagaimana ungkapan bahwa wakaf produktif merupakan pemberian dalam

bentuk benda yang bisa diusahakan dan dikembangkan yang manfaatnya

Page 8: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

digunakan untuk kebaikan dan kemaslahatan umat.1 Sehingga lembaga

perwakafan merupakan salah satu lembaga yang dapat mendistribusikan hasil

pemilikan harta dengan seimbang dan merata dalam ranah sosial.

Ungkapan senada bahwa wakaf produktif berfungsi untuk kesejahteraan

masyarakat yang tuntutannya tidak bisa dihindari lagi, dengan kondisi Negara

pada saat ini sedang mengalami krisis ekonomi, yang pantas membutuhkan

partisipasi dari berbagai pihak.2

Untuk itu wakaf produktif tidak hanya terdapat dalam ajaran Islam yang

selama ini menjadi pedoman masyarakat, tetapi juga diatur dalam undang-undang

hukum positif yaitu Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf.3

Menurut hukum positif maupun Islam, pemanfaatan harta wakaf itu

diperuntukkan untuk kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi. Melihat

wakaf dalam tradisi masyarakat sudah tidak asing lagi, bahkan perwakafan ini

sudah mentradisi dan melembaga sepanjang manusia ada (meski dalam pengertian

dan pengistilahan yang berbeda-beda). Tetapi, pengaturan tentang sumber hukum,

tatacara, prosedur dan praktik perwakafan dalam bentuk undang-undang bisa di

bilang baru.4

Adapun undang-undang yang mengatur benda-benda wakaf tidak

bergerak dan penggunaannya lebih banyak untuk kepentingan ibadah mahdhah,

1 Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia, (Yogyakarta, P.T. Pilar Media, 2006), hal. 90. 2 Ahmad Djunaidi, Thobib Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, (Jakarta, P.T. Mumtas, 2007), hal. 90. 3 Ibid, hal. 90. 4 Ahmad Djunaidi, Thobib Al-Asyhar. Loc.Cit,. hal. 23.

Page 9: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

seperti masjid, mushalla, pesantren, dan kuburan, yang semestinya kegunaannya

untuk mendongkrak dan meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat.

Praktik perwakafan yang tidak dilakukan dengan cara-cara konvensional

yang dalam praktiknya rentan timbulnya persoalan, bahkan terkadang harus

berakhir di pengadilan, lantaran adanya perbedaan persepsi dan sengketa dalam

perwakafan. Kondisi ini ditemukan dengan maraknya indikasi yang mengarah

pada praktik penyimpangan dalam pengelolaan benda-benda wakaf (tanah dan

uang).

Oleh sebagian orang, wakaf dianggap sebagai aset, sehingga bisa

diperjual-belikan. Kondisi yang semacam ini tidak hanya berdampak buruk bagi

tradisi pengelolaan wakaf semata, melainkan juga akan menodai nilai-nilai luhur

agama yang mengkatagorikan wakaf sebagai bagian dari ibadah dan bentuk

ketaatan manusia kepada Allah Swt.

Sebagai salah satu instrument ekonomi yang berdimensi sosial,

perwakafan tanah merupakan konsekuensi logis dari sistem pemilikan dalam

Islam. Pemilikan harta benda dalam Islam harus disertai dengan

pertanggungjawaban moral, artinya segala sesuatu (harta benda) yang selama ini

dimiliki oleh seseorang atau sebuah lembaga, harus dipertanggungjawabkan

secara moral. Selanjutnya dalam ideologis bahwa ada sebagian harta seseorang

menjadi hak bagi pihak lain secara istimewa, yaitu harta untuk kesejahteraan

Page 10: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

sesama, seperti fakir miskin dan yatim piatu atau didermakan ke lembaga-

lembaga sosial.5

Aset wakaf dapat berupa benda tidak bergerak dan benda bergerak.

Salah satu contoh dari wakaf benda tidak bergerak adalah tanah. benda wakaf

berupa tanah dapat dimanfaatkan untuk pembangunan masjid, mushalla, madrasah

dan tempat-tempat yang bermanfaat bagi kepentingan masyarakat umum.6

Benda wakaf berupa tanah dapat juga dimanfaatkan untuk pertanian,

perkebunan, perikanan, tambak ikan dan lain-lain. Perwakafan yang semacam ini

dapat disebut sebagai wakaf produktif. Sehingga pengelolaan sawah dalam Islam

itu dapat dilakukan dengan sistem bagi hasil seperti Muzara’ah dan Mukhabarah.

dari muamalah itu terdapat akad/kontrak perjanjian yang jelas dan mengikat.

Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir)

masjid diperbolehkan untuk mengambil upah/gaji dari hasil amal jariyah dengan

pantas dan tidak berlebihan.

Seiring perkembangan zaman, wakaf tidak hanya berupa sawah, tetapi

dapat berupa benda-benda yang dapat diambil manfaatnya, selanjutnya hasilnya

dipergunakan untuk kepentingan masjid, yang manfaatnya dapat dinikmati

masyarakat. Untuk mendapatkan manfaat dari waqaf hendaknya pengelola waqaf

mengelola dengan baik dan penggunaannya juga dapat dirasakan oleh masyarakat,

hasil waqaf betul-betul ditasarrupkan sebagaimana mestinya.

Praktek pelaksanaan wakaf produktif yang terjadi di Masjid Baitul Huda

Desa Kebonsari Kelurahan Mronjo Kec. Selopuro Kab. Blitar, sekilas berbeda 5Sumuran Harahap, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis Di Indonesia (Jakarta: Direktorat pemberdaya Wakaf, 2007), hal. 8-9 6 Ibid., hal. 17.

Page 11: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

dengan materi hukum Islam dalam pandangan fiqh Syafi’iyyah maupun hukum

positif.

Pelaksanaannya yaitu pengurus (Ta’mir) masjid memberikan wewenang

kepada orang lain untuk mengelola dan merawat aset wakaf produktif berupa

sawah, dengan konsekuensi ia harus mau menjadi Muaddzin dan mau memelihara

kebersihan masjid. Ia juga diberi keluasan dan kebebasan untuk merawat dan

memelihara sawah itu dengan tanaman apapun dengan syarat tanah tersebut tidak

boleh dijual, disewakan atau dipindah ke pihak lain.

Pelaksanaan kedua, wakaf dikelola sendiri oleh Nadzir, melihat dirinya

tidak memiliki pekerjaan selain merawat tanah wakaf sebagai kegiatan sehari-hari

Nadzir. Dalam keadaan miskin, untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari,

tumpuhan Nadzir adalah panen/hasil dari tanah wakaf tersebut, dasar penggunaan

hasil wakaf oleh Nadzir adalah dalam merawat sawah ia juga mengeluarkan biaya

dan tenaga, sehingga ketika panen ia mengambil sebagian dari hasil panen

tersebut untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau hutang untuk pembiayaan

perawatan sawah wakaf. Selanjutnya sisa dari pengambilan Nadzir diserahkan

kepada masjid untuk memenuhi kemaslahatannya.

Melihat panen di Desa Mronjo menuai hasil dua kali, untuk ukuran

pertanian di Desa tersebut rata-rata menjadi tumpuhan hidup Nadzir. Pada

umumnya ia menyamakan pengelolaan sawah wakaf dengan seseorang yang

mengelola sawah orang lain, sehingga mendapatkan separo dari hasil panen sawah

tersebut. Selain itu Nadzir sangat minim pemahamannya tentang tata cara dan

pengelolaan tanah wakaf, sehingga penggunaannya menyimpang dari hukum yang

Page 12: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

berlaku. Melihat Nadzir hidup dalam keadaan serba kurang, maka dapat diprediksi

semua kebutuhannya mengambil dari hasil wakaf. Walaupun ia juga mempunyai

penghasilan lain yang sifat hasilnya tidak tentu.

Adapun luas tanah sawah wakaf Masjid Baitul Huda Mronjo adalah

1320 M2 yang memiliki tipe tanah subur dengan ditopang cuaca dan irigasi yang

memadahi serta perawatan yang maksimal, sehingga hasil panen dari tanah seluas

1320 M2 ditaksir mencapai 7 (tujuh) sampai 8 (delapan) kwintal padi basah.

Dengan hasil tersebut Nadzir yang miskin dapat memenuhi kebutuhannya dan

dapat membayar kembali hutang-hutang dalam pembiayaan perawatan tanah

wakaf tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Praktek Penggunaan Aset Wakaf Masjid Bagi Pengelolanya di

Desa Mronjo?

2. Bagaimana Hukum Penggunaan Wakaf Masjid Untuk Keperluan Hidup

Bagi Nadzir Miskin Menurut UU No. 41 Tahun 2004 Dan Fiqh

Syafi’iyyah?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui Praktek Penggunaan Aset Wakaf Produktif Masjid

Bagi Pengelolanya Di Desa Mronjo

Page 13: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

2. Untuk Mengetahui Hukum Penggunaan Wakaf Produktif Masjid Untuk

Keperluan Hidup Bagi Nadzir Miskin Menurut UU No. 41 Tahun 2004

Dan Fiqh Syafi’iyyah.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

a. Sebagai sumbangsih pengetahuan teori Praktek Penggunaan Aset

Wakaf Produktif Masjid Bagi Pengelolanya Di Desa Mronjo.

b. Sebagai sumbangsih pengetahuan berupa teori Hukum Penggunaan

Wakaf Produktif Masjid Untuk Keperluan Hidup Bagi Nadzir Miskin

Hukum Penggunaan Wakaf Masjid Untuk Keperluan Hidup Bagi

Nadzir Miskin Menurut UU No. 41 Tahun 2004 Dan Fiqh Syafi’iyyah.

2. Praktis

a. Peneliti

Sebagai landasan praktek bagi peneliti khususnya dan bagi para

pembaca pada umumnya di bidang Penggunaan Aset Wakaf Produktif

Masjid Bagi Pengelolanya yang miskin, baik menurut Menurut UU 41

2004 Dan Fiqh Syafi’iyyah.

b. Lembaga Perwakafan

Selain itu dapat juga digunakan sebagai landasan bagi hukum

perwakafan, selanjutnya direalisasikan di berbagai lembaga yang

Page 14: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

mengelola wakaf produktif baik menurut UU No. 41 Tahun 2004 Dan

Fiqh Syafi’iyyah.

E. Definisi Operasional

1. Penggunaan

Upaya menjadikan hasil sesuatu menjadi berguna dan bermanfaat.7

2. Aset

Kekayaan yang mahal harganya.8

3. Wakaf

Benda bergerak atau tidak bergerak yang disediakan untuk kepentingan

umum.9

4. Produktif

Sesuatu yang bersifat atau mampu menghasilkan secara terus menerus

untuk membentuk unsur-unsur baru.10

5. Pengelola

Satuan pengurus yang mengelola suatu lembaga.11

F. Penelitian Terdahulu

1. Farach, Dinia Nailul (01210024) PEMAHAMAN WAKAF

PRODUKTIF BAGI PENGELOLA ASET WAKAF (Kasus di Pondok

7 Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hal. 323. 8 Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: P.T. Arkola, 2003), hal. 49. 9 Tim Redaksi., Loc.Cit., hal. 1266. 10 Ibid., hal. 897. 11

Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Op.Cit., hal. 434.

Page 15: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Pesantren An Nur II Bululawang Kab. Malang), Jurusan al-Ahwal al-

Syakhsyiyah, Fakultas Syari'ah, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang,

2006. Dosen Pembimbing Israqunnajah, M.Ag.

Hasil dari penelitian ini menyebutkan, bahwa secara umum tingkat

pengetahuan pengelola mengenai perwakafan produktif cukup tinggi.

Bahkan pengelola tidak lagi beranggapan dan berpikiran wakaf itu terbatas

pada benda-benda tidak bergerak, tetapi bisa juga digunakan untuk hal-hal

lain yang bersifat produktif. Dari salah satu pemahaman pengelola terdapat

relevansi dengan praktek perwakafan yang ada di An Nur II, mereka

memahami wakaf produktif sebagai wakaf yang bisa berkembang,

menghasilkan dan bermanfaat untuk kemaslahatan umat.

2. Khoiron, Yajid. 2001. Validitas Prosedural Perwakafan Di Kantor

Urusan Agama Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar (Tinjauan PP

No. 28 Tahun 1977 Permendagri No. 06/Tahun 1977). Skripsi, Jurusan

Syari’ah Program Studi al-Ahwal Al-Syakhsiyah, Sekolah Tinggi Agama

Islam Negeri Malang. Dosen Pembimbing: Bapak Drs. Zainuddin M.A.

Berawal dari sebuah realita di lapangan, bahwa pelaksanaan

perwakafan yang sering terjadi adalah kurang sesuai dengan aturan-aturan

yang berlaku, pada hal dalam pelaksanaan dan pengelolaannya sudah ada

aturannya yang mengatur yaitu PP No. 28/ Tahun 1977 tentang

Perwakafan Tanah Milik. Kemudian dengan adanya Peraturan Pemerintah

tersebut berarti secara yuridis segala hal yang berkaitan dengan hal

tersebut hendaknya sesuai dengan aturan yang berlaku. Dalam hukum

Page 16: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Islam, sebenarnya juga sudah ada aturan yang mengatur dengan jelas

tentang perwakafan, yaitu dengan adanya syarat-syarat dan rukun-rukun

yang harus dipenuhi dan dilaksanakan ketika proses perwakafan. Namun

dalam pelaksanaan di lapangan masih banyak hal dan kejadian yang belum

sesuai dan harus kita cermati. Oleh karena itu penulis tertarik untuk

mengangkat dan meneliti tema tersebut dalam sebuah skripsi dengan judul

“Validitas Prosedural Perwakafan Di Kantor Urusan Agama

Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar. (Tinjauan PP No. 28 Tahun

1977 Permendagri No. 06/Tahun 1977)”.

Kemudian dalam penulisan skripsi ini dapat disimpulkan

bahwasanya pelaksanaan prosedural perwakafan di Kecamatan Kanigoro

ternyata masih perlu banyak pembenahan dan perbaikan, karena dari hasil

penelitian ternyata masih banyak terdapat beberapa kekurangan yang harus

segera dibenahi. Namun demikian ternyata dalam segi-segi yang lain,

seperti dalam hal pengelolaan harta wakaf sudah bisa dikatakan bagus dan

sempurna, terbukti dengan adanya beberapa perkembangan dalam

pengelolaannya. Oleh karena itu untuk menunjang kondisi yang sesuai

dengan aturan yang berlaku maka dapat penulis kemukakan bahwasanya

sosialisasi terhadap PP No. 28/ Tahun 1977, pada masyarakat sangat

penting dan masih perlu diintensifkan, mengingat kondisi riil masyarakat

Kecamatan Kanigoro yang nota bene belum banyak mengenal dan

mengetahui tentang Peraturan Pemerintah tersebut.

Page 17: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Melihat penelitian saudara Dinia Nailul Farach yang menitikberatkan

pada sisi Pemahaman Wakaf Produktif dan Yajid Khoiron yang memfokuskan

prosedur-prosedur perwakafan, maka dalam hal ini peneliti akan melanjutkan

penelitiannya dan menitikberatkan pada sisi penggunaan dan pengelolaan aset

wakaf produktif yang berupa tanah.

G. Metode Penelitian

Metodologi adalah metode ilmu, cara-cara dan langkah-langkah yang

tepat untuk menganalisa sesuatu.12

Sedangkan penelitian adalah terjemahan dari kata Inggris research, yang

diterjemahkan dengan riset. Reseach itu sendiri berasal dari kata re, yang berarti

"kembali", dan to search, yang berarti mencari. Dengan demikian arti sebenarnya

"riset" adalah mencari sesuatu kembali.13

Menurut Whitney, penelitian adalah pencarian atas sesuatu (inquiry)

secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap

masalah-masalah yang penting untuk dipecahkan.14

Dengan dua definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa metodologi

penelitian adalah langkah-langkah metode ilmu dan cara-cara untuk mendapatkan

kebenaran ilmiah melalui pencarian dengan sistematis dan objektif, terhadap

masalah yang penting untuk dipecahkan.

12 Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: P.T. Arkola, 1994), hal. 461. 13 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: P.T. Ghalia Indonesia, 1988), cet.III, hal. 12. 14 Ibid., hal. 13.

Page 18: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini dapat

dikategorikan sebagai jenis penelitian hukum normatif, sebagai kegiatan

sehari-hari seorang sarjana hukum. Bahkan penelitian hukum yang bersifat

normatif hanya mampu dilakukan oleh seorang sarjana hukum, sebagai

seorang yang disengaja dididik untuk memahami dan menguasai disiplin

hukum.15

Sebagai calon sarjana hukum peneliti akhirnya menemukan dan

memberanikan diri untuk menguak isu yang berkembang tentang

penggunaan wakaf untuk kepentingan pribadi, yang selama ini masyarakat

daerah peneliti tidak memperhatikan dampak penggunaan wakaf secara

pribadi tersebut.

Kegunaan Penelitian Normatif

Kegunaan metode penelitian normatif ialah:

a) Untuk mengetahui atau mengenal apakah dan bagaimanakah hukum

positifnya mengenai suatu masalah yang tertentu dan ini merupakan

tugas semua sajana hukum.

b) Untuk dapat menyusun dokumen-dokumen hukum (seperti gugatan,

tuduhan, pembelaan, putusan pengadilan, akta notaris, sertifikat, kontrak

dan sebagainya) yang sangat diperlukan masyarakat. Hal ini menyangkut

pekerjaan notaris, pengacara, jaksa, hakim dan pejabat.

15 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indinesia Pada Akhir Abad Ke-20, (Bandung: P.T. Alumni, 1994), hal. 139.

Page 19: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

c) Untuk menulis makalah/ceramah atau buku hukum.16

d) Untuk dapat menjelaskan atau menerangkan kepada orang lain apakah

dan bagaimanakah hukumnya mengenai peristiwa atau masalah yang

tertentu.

Melihat tujuan penelitian hukum normatif tersebut, maka tujuan peneliti

sendiri dalam studi adalah untuk mengetahui dan kepada masyarakat peneliti

tentang status hukum penggunaan hasil wakaf untuk kepentingan pribadi

pengelola/Nadzir.

2. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan

pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek

mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. pendekatan yang

digunakan di dalam penelitian hukum adalah:

Pendekatan Konseptual (conceptual approach)

Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-

doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-

pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan

ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan

asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan

pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi

16 Ibid., hal, 140.

Page 20: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

peneliti dalam membangun suatu agumentasi hukum dalam memecahkan isu yang

dihadapi.17

Isu yang berkembang mengenai Nadzir yang mengurus tanah wakaf

Masjid di daerah peneliti, bahwa hasil wakaf dimanfaatkan sendiri oleh Nadzir

yang miskin. Melihat isu yang seperti itu, maka peneliti tergugah untuk meneliti

dan mencocokan melalui pendekatan konsep yang dibangun oleh Imam Syafi’iyah

yaitu tentang wakaf.

3. Pengumpulan Bahan Hukum

Secara harfiah “data” berarti fakta atau kenyataan (fact). Akan tetapi

dalam penelitian, istilah tersebut dipakai dalam arti yang lebih luas, karena di

samping data primer, penelitian sosiologi juga menggunakan data sekunder yang

terdiri dari bahan-bahan pustaka. Dengan demikian, untuk penelitian sosiologi,

data lebih dipakai dalam arti keterangan informasi.18

Di dalam penelitian hukum pun diperlukan juga penelusuran fakta-fakta

sebagaimana dijelaskan oleh Jacobstein dan Mersky. Juga dalam penelitian

hukum normatif terutama yang dilakukan oleh para jaksa, pengacara, hakim dan

notaris) pengumpulan fakta dan analisisnya diperlukan sebelum fakta-fakta ini

digolongkan atau dikualifikasikan sebagai peristiwa hukum.19

Oleh karena itu hasil kualifikasi menghasilkan masalah atau peristiwa

hukum yang dapat diteliti lebih lanjut dengan melihat pada indeks masalah atau

daftar isi laporan tentang laporan hukum.

17 Ibid., hal. 95. 18 Wojowasito dan Poewadarminta, Kamus Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, (Bandung: Hasta, 1980), hal. 37. 19 J. Myeon Jacobstein and Roy. M. Mersky, Pollach’s Fundamentals Of Legal Research, hal. 10.

Page 21: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Bagi penelitian hukum normatif, bahan-bahan primer terdiri atas

undang-undang dasar dan berbagai dokumen resmi yang memuat ketentuan

hukum, termasuk akta notaris dan kontrak, sedangkan textbook, monograf,

laporan penelitian dan sebagainya, merupakan bahan sekunder.

Sedangkan pengumpulan data atau bahan-bahan primer yang peneliti

lakukan adalah kitab-kitab yang dikarang oleh Imam Syafi’i dan tidak melupakan

karangan pengikut Imam Syafi’i. Akan tetapi tidak semua kitab peneliti

kumpulkan, peneliti hanya mengambil kitab mereka yang cocok dengan kontek

dan isu yang peneliti pecahkan.

a. Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer

terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah

dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.

Rujukan sumber data atau bahan hukum peneliti adalah fiqh

Syafi’iyah. Berhubung adanya keterbatasan, maka peneliti

menggunakan sumber-sumber berupa buah karya Imam Syafi’iyyah

berupa buku meliputi: (Fathul Mu’in bi Syarhi Qurratu al-‘Ain,

Bughyat al-Mustarsyidin dan kifayah al-ahyar) atau kitab yang

membahas tentang wakaf maupun bahan pustaka yang relevan.

Sumber data merupakan komponen yang esensial dalam

penelitian, sebagaimana dikemukakan oleh Arief Furchan, bahwa

untuk mendapatkan sumber data tersebut, dilakukan beberapa

Page 22: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

pendekatan antara lain, adanya interaksi sosial yang antara peneliti

dan subyek penelitian. Kedua dokumen pribadi yang berupa bahan-

bahan dan buku, tempat dimana orang mengungkapkan dengan kata

mereka sendiri.20

b. Sekunder

Bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum

yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang

hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal

hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.21

Termasuk bahan skunder yang peneliti gunakan dalam

memecahkan masalah ini adalah pendapat-pendapat ahli wakaf dan

buku-buku yang membahas wakaf. Usaha ini dilakukan sebagai

penguat hukum yang tertulis dalam kitab (Fathul Mu’in bi Syarhi

Qurratu al-‘Ain, Bughyat al-Mustarsyidin dan kifayah al-ahyar).

4. Teknis Analisis Bahan Hukum

Analisis bahan-bahan yang telah dikumpulkan tentu saja harus dilakukan

menurut cara-cara analisis atau penafsiran hukum yang dikenal, seperti penafsiran

autentik, penafsiran menurut tata bahasa, penafsiran berdasarkan sejarah

perundang-undangan atau berdasarkan sejarah hukum, penafsiran sistematis,

20 Arief Furchan, Pengantar Metoda Penelitian Kualitatif, (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), hal. 23. 21 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2005), hal. 141.

Page 23: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

penafsiran sosiologis, penafsiran teologis penafsiran fungsional atau penafsiran

futuristik.22

Cara penafsiran atau kombinasi yang digunakan tergantung kepada jenis,

tujuan, serta pandangan penelitiannya. Seorang yang bersikap dogmatis tentu saja

hanya akan menggunakan cara penafsiran autentik, gramatikal atau interpretasi

wetshistoris, sedangkan orang yang menganut paham sosiologis atau fungsional

menggunakan juga cara penafsiran sosiologis, teologis dan fungsional.

Akhirnya peneliti yang ingin menemukan suatu asas atau kaidah hukum

untuk masa mendatang menggunakan metode penelitian sosial dan futuristik

untuk melengkapi cara-cara penafsiran hukum sosiologis-teologis dan fungsional.

Bagaimanapun juga peneliti hukum yang futuristik pun harus memulai

penelitiannya dengan cara penafsiran autentik, gramatikal, historis dan sistematis

dan membandingkannya dengan hasil-hasil penafsiran hukum secara teologis atau

fungsional.

Baru pada saat-saat terakhir ia harus mengadakan pilhan, manakah yang

menurut pendapatnya merupakan norma atau asas yang paling baik. Akan tetapi,

pilihan inipun akan terikat pada norma dalam konstitusi (UUD 1945) dan filsafat

kenegaraan (Pancasila) yang ia anut.

Jelaslah bahwa ketajaman pisau analisis hukum bergantung kepada

pemahaman dan penguasaan metode-metode penafsiran dan keahlian

memadukannya dengan metode penelitian lainnya dalam penelitian yang bersifat

interdisipliner.

22 Sunaryati Hartono, Op.Cit., hal. 152.

Page 24: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

H. Sistematika Pembahasan

Dalam sistematika pembahasan peneliti membagi menjadi 6 (Enam) bab:

1. Bab I. Berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan

Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Operasional, Penelitian Terdahulu,

Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan.

2. Bab II. Wakaf dalam Perspektif Fiqh, meliputi: Pengertian Wakaf, Hukum

Wakaf, Nadzir Wakaf Hak dan Kewajiban Nadzir Dan Wakaf Dalam

Perspektif UU No. Tahun 2004, mencakup: Dasar Hukum Pemerintahan

RI, Tata Cara Pelaksanaan Wakaf, Pendaftaran Tanah Wakaf, Perubahan

Status dan Penggunaan Tanah Wakaf dan Strategi Pengelolaan Wakaf Produktif.

3. Bab III. Wakaf Masjid dan Penggunanya, meliputi: Pengertian Wakaf

Masjid, Macam-Macam Wakaf Masjid, Akad dalam Wakaf Masjid,

Pengelolaan Wakaf Masjid, Hak dan Kewajiban Nadzir Wakaf Masjid.

4. Bab IV. Penggunaan Hasil Wakaf Masjid untuk Keperluan Hidup,

meliputi: Profil Nadzir, mencakup: Nadzir dan Kondisi Keluarga Nadzir

dan Ekonomi Nadzir. Hasil Pengelolaan Wakaf Masjid, mencakup: Luas

Tanah Wakaf, Sistem Pengelolaan dan Hasil Pengelolaan. Penggunaan

Hasil Pengelolaan Wakaf Masjid untuk Keperluan Hidup, meliputi: Kasus

Penggunaan, mencakup: Cara Penggunaan dan Jumlah Penggunaan.

Pandangan Fiqh Syafi’iyyah, mencakup: Tentang Cara Penggunaan dan

Tentang Jumlah Penggunaan. Wakaf Dalam Perspektif UU No. 41 Tahun

2004, mencakup: Unsur Wakaf dan Peruntukan Harta Benda Wakaf.

5. Bab V. Penutup, meliputi: Kesimpulan dan Rekomendasi.

Page 25: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

BAB II

WAKAF DALAM PERSPEKTIF F1QH SYAFI’IYYAH

A. Wakaf Dalam Perspektif Fiqh Syafi’iyyah

Wakaf merupakan salah satu ibadah kebendaan yang penting yang tidak

memiliki rujukan yang eksplisit dalam kitab suci al-Qur’an. Oleh karena itu,

ulama telah melakukan identifikasi untuk mencari induk kata sebagai sandaran

hukum. Hasil identifikasi mereka juga akhirnya melahirkan ragam nomenklatur

wakaf yang dijelaskan pada bagian berikut:

1. Wakaf Sebagai al-Khayr

Wakaf adalah institusi sosial Islami yang tidak memiliki rujukan yang

eksplisit dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Ulama berpendapat bahwa perintah

wakaf merupakan bagian dari perintah untuk melakukan al-Khayr (secara harfiah

berarti kebaikan). Dasarnya adalah firman Allah sebagai berikut:

Page 26: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

$y㕃 r' ‾≈ tƒ šÏ% ©!$# (#θãΖ tΒ#u (#θãèŸ2ö‘ $# (#ρ߉àfó™$# uρ (#ρ߉ç6ôã $# uρ öΝ ä3−/u‘ (#θè= yèøù$# uρ u� ö� y‚ø9 $# öΝ à6 ‾= yès9

šχθßsÎ= ø� è? .

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.23

Taqiy al-Din Abi Bakr Ibnu Muhammad al-Husaini al-Dimasqi

menafsirkan bahwa perintah untuk melakukan al-Khayr berarti perintah untuk

melakukan wakaf.24 Penafsiran menurut al-Dimasqi tersebut relevan dengan

firman Allah tentang wasiyat.

.معروف حقا على المتقين كتب عليكم اذا حضر احدكم الموت ان ترك خيرا الوصية للوالدين وا�قربين بال

Artinya: Kamu diwajibkan berwasiat apabila sudah didatangi (tanda-tanda) kematian dan jika kamu meninggalkan harta yang banyak untuk ibuk bapak dan karib kerabat dengan cara yang ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang beriman.25

Dalam ayat tentang wasiat, kata al-Khayr diartikan sebagai harta benda.

Oleh karena itu, perintah melakukan al-Khayr berarti perintah untuk melakukan

ibadah bendawi. Dengan demikian, wakaf sebagai konsep ibadah kebendaan

berakar pada al-Khayr. Allah memerintahkan manusia agar mengerjakannya.

Wakaf merupakan kebaikan universal dan dianggap baik oleh

masyarakat, baik pengikut agama maupun orang-orang yang tidak beragama.

Meskipun demikian, wakaf untuk kepentingan secara empiris dapat dibedakan

menjadi dua: Pertama wakaf yang berguna bagi semua orang (termasuk non-

23

Q.S. al-Hajj, Juz 22 ayat 77. 24 Taqy al-Din Abi Bakr Ibnu Muhammad al-Husaini al-Dimasqi, Kifayat al-Akhyar fi Hall Gayat al-Ikhtishar, Juz I, (Semarang: Toha Putra, Tth), hal. 319. 25 Q.S. al-Baqarah, Juz 2, ayat. 180.

Page 27: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

muslim), seperti wakaf untuk jalan. Kedua wakaf yang digunakan hanya oleh

umat Islam, seperti wakaf untuk masjid dan taman pemakaman muslim.26

2. Wakaf Sebagai Sadaqah Jariyah

Dalam hadist dikatakan bahwa wakaf disebut dengan sedekah jariyah.

Dalam perspektif ini, wakaf dianggap sebagai bagian dari sedekah. Secara umum

sedekah dapat dibedakan menjadi dua, sedekah yang wajib dan sedekah yang

sunnah. Sedekah yang sunnah pun dapat dibedakan menjadi dua pula, sedekah

yang pahalanya tidak senantiasa mengalir dan sedekah yang pahalanya senantiasa

mengalir meskipun pihak yang menyedekahkan hartanya telah meninggal dunia.

Sedekah yang terakhir disebut wakaf. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu

Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw, bersabda:

. ولد صالح يدعو له اذا مات ا7نسان انقطع عنه عمله ا7 من ث5ثة صدقة جارية أو علم ينتفع به أو

Artinya: Seluruh pahala perbuatan manusia terputus apabila telah meninggal dunia, kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang senantiasa mendoakannya.27

Imam Muslim menempatkan hadist tersebut tidak di bawah judul bab al-

Wakaf, tetapi ditetapkan dengan judul pahala yang diperoleh manusia setelah

meninggal dunia.

3. Wakaf dan al-Ahbas

Selain sedekah jariyah, wakaf disebut pula dengan al-Habs, secara

bahasa al-Habs berarti al-Sijn (penjara), diam, cegahan, rintangan, halangan,

tahanan dan pengamanan. Gabungan kata al-Habs dengan al-Mal berarti wakaf.28

26 Sumuran Harahap. Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di Indonesia. (Jakarta: Depag. R.I. 2007), hal.15. 27 Imam Muslim dan Shahih Muslim, (Bandung: Dahlan. Tth), Juz II, hal. 14. 28 Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 490.

Page 28: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Penggunaan kata al-Habs dengan arti wakaf terdapat dalam beberapa

riwayat. Pertama dalam hadis riwayat Imam Bukhari dari Ibnu ‘Umar yang

menjelaskan bahwa ‘Umar Ibnu al-Khatab datang kepada Nabi Saw, meminta

petunjuk pemanfaatan tanah miliknya di Khaibar, kemudian Nabi Saw bersabda:

قت بھا .ان شئت حبست أصلھا وتصدArtinya: Bila engkau menghendaki, tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah hasilnya (manfaatnya).

Imam Bukhari selanjutnya mengutip penjelasan Ibnu ‘Umar yang

mengatakan:

قاب وفى سبيل هللا و فتصدق بھا عم يف ر أنه 7يباع أصلھا و7يوھب و7يورث فى الفقراء والقربى والر الض

بيل 7جناح على من وليھا أن يأكل منھا بالمعروف أو يطعم صديقا غير ل فيه وابن الس .متمو

Artinya: ‘Umar ra. Menyedekahkan tanahnya di Khaibar, tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan kepada orang-orang fakir, kerabat, hamba, kepentingan umum, tamu dan ibnu sabil. Orang yang memeliharanya dibolehkan memakan hasil dari tanah tersebut dengan cara yang ma’ruf atau dengan cara yang baik yang tidak berlebihan.29

Selanjutnya dalam hadis riwayat Ibnu Abbas (yang dijadikan alasan

hukum oleh Imam Abu Hanifah) dijelaskan bahwa Nabi Muhammad Saw,

bersabda:

.7حبس عن فرائض هللا

Artinya: Harta yang sudah berkedudukan sebagai tirkah (harta pusaka) tidak lagi termasuk benda wakaf.30

Ketiga, sebab nuzul (salah satu) ayat dalam surat an-Nisa’ dalam

penjelasan Imam Syuraih bahwa:

29 Imam Bukhari dan Shahih al-Bukhari, Juz III, (Semarang: Thaha Putra, 1981), hal. 196. 30 Ali Fikri, al-Muamalat al-Madiyah wa al-Adabiyah, Juz II, (Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi wa Awladuh, 1938), hal. 300.

Page 29: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

د .يبيع الحبس جاء محم

Artinya: Nabi Muhammad Saw, menjual benda wakaf.31

Atas dasar sejumlah riwayat tersebut, nomenklatur wakaf dalam kitab-

kitab hadis dan fikih tidaklah seragam. Al-Syarkhasi dalam kitab al-Mabsut

memberikan wakaf dengan al-Waqf. Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm

memberikan nomenklatur dengan al-Habs.32 Bahkan Imam Bukhari menyertakan

hadis-hadis tentang wakaf dengan nomenklatur dengan al-Washaya.33 Oleh karena

itu, secara teknis wakaf disebut dengan al-Habs, shadaqah jariyah dan al-waqf.

4. Wakaf dan Siyasah Amaliyah

Seperti yang telah disinggung bahwa wakaf merupakan bagian dari

ibadah kebendaan (maliyah) dalam Islam. Oleh karena itu konsep wakaf

berhubungan dengan konsep harta dalam Islam.

Harta dalam Islam memiliki beberapa kedudukan. Pertama harta

dipandang sebagai titipan, amanat, atau fitnah.34 Kedua harta yang digunakan

bukan untuk kebaikan, dapat mencelakakan pemiliknya. Oleh karena itu dalam al-

Qur’an, dikatakan bahwa sebagian harta berkedudukan sebagai musuh.35 Ketiga

harta berkedudukan sebagai perhiasan dan perkakas.36

31 Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Darul Ulum Press, 1997), hal. 300. 32 Muhammad Ibnu Idris al-Syafi’i, al-Umm, Juz III, (Mesir: Maktabah Kuliyah al-Azhariyah, Tth), hal. 51. 33 Bukhari, Shahih al-Bukhari, hal. 185-199. 34 Q.S. at-Taghaabun, Juz 15 ayat 65. 35 Q.S. at-Taghaabun, Juz 14 ayat 64. 36 Q.S. Ali Imran, Juz 3 ayat 14.

Page 30: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Atas dasar-dasar ayat tersebut, Hendi Suhendi berkesimpulan bahwa

manusia bukan pemilik harta secara mutlak, melainkan kepemilikannya dibatasi

oleh hak-hak Allah atau hak orang lain.37

B. Definisi Wakaf

1. Bahasa

Wakaf menurut bahasa adalah “al-Habsu”, yang berasal dari kata

Habasa-Yahbisu-Habsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau memenjarakan.

Kemudian kata ini berkembang menjadi “Habbasa” dan berarti mewakafkan

harta karena Allah.38

Kata wakaf sendiri berasal dari kata kerja Waqafa (fiil madhi) Aqifu (fiil

mudhari’) Waqfan (isim masdar), yang berarti berhenti atau berdiri. Imam

Antharah dalam syairnya berkata: Untaku tertahan disuatu tempat, seolah-olah

dia tahu agar aku bisa berteduh ditempat itu.39

Selain itu wakaf juga berasal dari kata Waqafa sinonim dengan Habasa

dengan makna aslinya berhenti, diam di tempat atau menahan. Kata al-Waqf

adalah bentuk Masdar (gerund) dari ungkapan Waqfu al-Syai’ yang berarti

menahan sesuatu. Sebagai kata benda, kata wakaf semakna dengan kata al-Habs.

Kalimah Habisu Ahbisu Habsan dan kalimah: Ahbasu Uhbisu Ahbaasan,

maksudnya adalah menahan.40

37 Rachmat Djatniko. Tanah Wakaf. (Surabaya: al-Ikhlas. 1983), hal. 17. 38 Adijani al-Alabij. Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktek. (Jakarta: Rajawali Pers. 1989), hal. 25. 39 Umransyah Alie. Diktat Tentang Hibah, Wasiat dan Wakaf. (Banjarmasin: STIHSA. 1987), 49. 40 Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia, (Yogyakarta: Pilar Media, 2006), hal. 7.

Page 31: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

2. Istilah

Wakaf menurut istilah syara’ adalah “menahan harta yang mungkin

diambil manfaatnya tanpa menghabiskan dan merusakkan bendanya (Ainnya) dan

digunakan untuk kebaikan.41

Dalam peristilahan syara’ secara umum, wakaf adalah sejenis pemberian

yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal, lalu

menjadikan manfaatnya berlaku umum. Yang dinamakan asal ialah menahan

barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan,

disewakan dan sejenisnya. Sedangkan cara pemanfaatannya adalah menggunakan

sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif) tanpa imbalan.

Para ulama berbeda pendapat tentang arti wakaf secara istilah (hukum).

Mereka mendefinisikan wakaf dengan definisi yang beragam, sesuai dengan

perbedaan madzhab yang mereka anut. Baik dari segi kelaziman atau

ketidaklazimannya. Syarat pendekatan di dalam masalah wakaf ataupun posisi

pemilik harta wakaf setelah diwakafkan. Dan, apa-apa yang berkaitan dengan

wakaf, seperti persyaratan serah terima secara sempurna dan sebagainya.

Merujuk kepada para Imam madzhab empat dan pengikut mereka.

Seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Ahmad bin Hanbal,

wakaf didefinisikan sebagai berikut:

1. Menurut Madzhab Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal

Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa wakaf

adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah

41 Faisal Haq, Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, (Pasuruan: Garoeda Buana Indah, 1993), hal. 5.

Page 32: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja

terhadap harta yang diwakafkan, seperti, perlakuan pemilik dengan cara

memindahkan kepemilikannya kepada yang lain, baik dengan tukar menukar

atau tidak.42

Jika wakif wafat, harta yang diwakafkan tesebut tidak dapat

diwarisi oleh ahli warisnya. Wakif menyalurkan manfaat harta yang

diwakafkannya kepada Mauquf Alaih, sebagai sedekah yang mengikat,

dimana wakif tidak dapat melarang penyaluran sumbangan tersebut. Apabila

wakif melarangnya, maka Qadli berhak memaksanya agar memberikannya

kepada Mauquf Alaih. Karena itu madzhab Syafi’i mendefinisikan wakaf

yakni, tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus

sebagai milik Allah Swt, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu

kebajikan.43

a. Imam Nawawi dari kalangan madzhab Syafi’i. Mendefinisikan wakaf

dengan, menahan harta yang dapat diambil manfaatnya bukan untuk

dirinya, sementara benda itu masih ada dan manfaatnya digunakan untuk

kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah.

b. Syarbini al-Khatib dan Ramli al-Kabir, mendefinisikan wakaf dengan,

menahan harta yang bisa diambil manfaatnya dengan menjaga keamanan

benda tersebut dan memutuskan kepemilikan barang tersebut dari

pemiliknya untuk hal-hal yang dibolehkan. Ibn Hajar al-Haitami dan

Syaikh Umairah mendefinisikannya dengan, menahan harta yang bisa

42 Tim Redaksi. Paradigma Baru Wakaf di Indonesia. (Jakarta: Depag. R.I. 2007), hal. 3. 43 Ibid., hal. 4.

Page 33: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

dimanfaatkan dengan menjaga keutuhan harta tersebut, dengan

memutuskan kepemilikan barang tersebut dari pemiliknya untuk hal

yang dibolehkan.44

2. Menurut Madzhab Hanafi

Ulama madzhab Hanafi berbeda pendapat dalam mendefinisikan

wakaf. Menurutnya wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut

hukum, tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya

untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak

lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh

menjualnya.45

Jika si wakif wafat maka harta tersebut menjadi harta warisan buat

ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf adalah menyumbangkan manfaat

dari benda yang diwakafkan. Jadi madzhab Hanafi mendefinisikan wakaf

dengan, Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus

tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu

pihak kebajikan. Baik sekarang maupun akan datang. Perbedaan ini

bersumber dari masalah-masalah yang mereka pertentangkan.46

3. Madzhab Maliki

Imam Malik berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta

yang diwakafkan kepada pemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah

wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas

44 Tuhfat Al-Muhtaj dengan syrh minhaj, jilid 6, hlm. 235, dan Hasyiyah Qalyubi dan Hasyiyah Umairah, jilid 3. hal. 97 45 Paradigm Baru Wakaf di Indonesia. Loc.Cit., hal. 2. 46 Ibid., hal. 2.

Page 34: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

harta tersebut kepada yang lain. Dan wakif berkewajiban menyedekahkan

manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya.

4. Madzhab Imamiyah

Dalam madzhab Imamiyah berbeda dalam segi kepemilikan atas

benda yang diwakafkan yaitu menjadi milik Mauquf Alaih, meskipun

Mauquf Alaih tidak berhak melakukan suatu tindakan atas benda wakaf

tersebut, baik menjual atau menghibahkannya.47

5. Rukun Wakaf

Sempurna dan tidaknya wakaf sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur

yang ada dalam perbuatan wakaf tersebut. Masing-masing unsur-unsur

tersebut harus saling menopang satu dengan lainnya. Keberadaan yang satu

sangat menentukan keberadaan yang lain. Adapun unsur-unsur atau rukun-

rukun wakaf tersebut menurut sebagian besar ulama (Malikiyah, Syafi’iyah,

Zaidiyah dan Hanabilah) adalah:

a. Ada orang yang berwakaf (Wakif).

Bagi orang yang berwakaf, di syaratkan ia adalah orang yang ahli

berbuat kebaikan dan wakaf dilakukannya secara sukarela, tidak

karena dipaksa. Seperti juga disyaratkan bagi penjual dan pembeli,

maka yang dimaksud dengan “ahli berbuat kebaikan” disini ialah

orang yang berakal (tidak gila atau tidak bodoh), tidak mubadzir

(karena harta orang mubadzir di bawah walinya), dan baligh.48

b. Ada harta yang diwakafkan (Mauquf).

47 Ibid., hal. 4. 48 Rachmadi Usman. Hukum Perwakafan di Indonesia. (Jakarta: Sinar Grafika. 2009), hal. 59.

Page 35: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Untuk barang yang di wakafkan, ditentukan syarat sebagai berikut:

1) Barang atau benda itu tidak rusak atau habis ketika diambil

manfaatnya.49

2) Kepunyaan orang yang berwakaf.

3) Benda yang bercampur haknya dengan orang lain pun boleh

diwakafkan seperti halnya boleh di hibahkan atau disewakan.

4) Bukan barang haram atau najis.50

c. Tujuan wakaf/penerima wakaf (Mauquf ‘Alaih).

Mauquf ‘Alaih tidak bertentangan dengan nilai-nilai ibadah, hal ini

sesuai dengan sifat amalan wakaf sebagai salah satu bagian dari

ibadah. Mauquf ‘Alaih harus merupakan hal-hal yang termasuk dalam

katagori ibadah pada umumnya, sekurang-kurangnya merupakan hal-

hal yang dibolehkan menurut nilai hukum Islam.51

d. Ada akad (Sighat).

Sighat (lafadz) atau pernyataan wakaf dapat dikemukakan dengan

tulisan, lisan atau dengan suatu isyarat yang dapat dipahami

maksudnya. Pernyataan dengan tulisan atau lisan dapat dipergunakan

menyatakan wakaf oleh siapa saja, sedangkan cara isyarat hanya bagi

orang yang tidak dapat menggunakan dengan cara tulisan atau lisan.

Tentu saja pernyataan dengan isyarat tersebut harus sampai benar-

49 Farida Prihatini dan Wirdyaningsih. Hukum Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: P.T. FKUI. 2005), hal. 112. 50 Saroso dan Nico Ngani. Tinjauan Yuridis Tentang Perwakafan Tanah Hak Milik. (Yogyakarta: Liberty. 1984), hal. 8. 51 Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit., hal. 27,

Page 36: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

benar dimengerti pihak penerima wakaf agar dapat menghindari

persengketaan di kemudian hari.52

e. Ada pengelola wakaf/Nadzir

Nadzir adalah orang, organisasi atau badan hukum yang memegang

amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sebaik-baiknya

sesuai dengan wujud dan tujuannya.

f. Ada jangka waktu yang tak terbatas.53

Para fuqaha berbeda pendapat tentang syarat permanen. Di antara

mereka ada yang mecantumkannya sebagai syarat tetapi ada juga yang

tidak mencantumkannya. Karena itu, ada di antara fuqaha yang

membolehkan wakaf muaqqat (wakaf untuk jangka waktu tertentu).

Pendapat pertama yang menyatakan bahwa wakaf haruslah bersifat

permanen, merupakan pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama

dari kalangan Syafi’iyah, Hanafiyah dan Hanabilah.

C. Hukum Wakaf

Wakaf merupakan salah satu tuntunan ajaran Islam yang menyangkut

kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah Ijtima’iyah (ibadah sosial). Karena

wakaf adalah ibadah, maka tujuan utamanya adalah pengabdian kepada Allah Swt

dan ikhlas karena mencari ridha-Nya.

Ada dampak positif dan negatif yang timbul sebagai akibat daripada

wakaf sebagai ibadah Lillahi Ta’ala. Dampak positifnya adalah perbuatan tersebut

52 Ibibd., hal. 28. 53 Ibid., hal. 25.

Page 37: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

murni dilandasi oleh rasa iman dan ikhlas semata-mata pengabdian kepada Allah

Swt. Sementara itu dampak negatifnya adalah kegiatan wakaf tersebut dianggap

sebagai kejadian yang tidak perlu diketahui apalagi diumumkan kepada orang

lain. Akibatnya wakaf semakin sulit untuk diidentifikasi secara pasti.

Menurut Abi Bakr Ibnu Muhammad al-Husaini bahwa hukum wakaf

adalah boleh (Jaiz). Demikian juga menurut Imam Syafi’i dalam kitab Fathul

Qarib al-Mujib, bahwa hukum melaksanakan wakaf adalah boleh (Jaiz).54

Salah satu ikhtilaf ulama dalam bidang perwakafan adalah mengenai

kepemilikan dan hukum status benda yang telah diwakafkan. Menurut Abu

Hanifah, benda yang telah diwakafkan masih tetap milik pihak yang mewakafkan

karena akad (transaksi) wakaf termasuk akad ghyr lazim (tidak menyebabkan

pindahnya kepemilikan benda wakaf) kecuali wakaf untuk masjid, wakaf yang

ditetapkan dengan keputusan hakim, wakaf wasiat dan wakaf kuburan. Oleh

karena itu benda yang telah diwakafkan selain wakaf empat tersebut dapat dijual,

diwariskan dan dihibahkan. Benda wakaf berubah menjadi benda waris ketika

pihak wakif telah meninggal dunia.55

Abu Yusuf (penerus dan pengikut aliran Hanafi) pada awalnya

sependapat dengan Abu Hanifah tentang kebolehan menjual benda wakaf .

Ketika melakukan ibadah haji bersama Harun al-Rasyid, Abu Yusuf

melihat benda-benda wakaf yang telah dilakukan oleh para sahabat Nabi

Muhammad Saw di Madinah. Di Madinah Abu Yusuf mendapatkan bahwa benda

wakaf tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. 54 Muhammad Ibnu Qasim al-Ghazi, Fath al-Qarib al-Mujib, (Surabaya: al-Hidayah, Tth), hal. 39. 55 Abi Bakr Muhammad Ibn Abi Sahl al-Sarkhasi al-Syafi’i, al-Mabsuth, Juz XI, (Beirut: Dar al-Kutb al-‘Ilmiah, 2001), hal. 23-24.

Page 38: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Kemudian Abu Yusuf mengubah pendapatnya, sehingga ia tidak

sependapat lagi dengan gurunya, kemudian ia berkata, kalau saja berita ini sampai

kepada Abu Hanifah r.a. pasti beliau mencabut pendapatnya.

Bagi ulama Syafi’iyah, wakaf itu mengikat dan karenanya tidak bisa

ditarik kembali atau diperjualbelikan, digadaikan dan diwariskan oleh wakif.56

D. Nadzir Wakaf

Nadzir wakaf adalah orang, organisasi atau badan hukum yang

memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sebaik-baiknya

sesuai dengan wujud dan tujuannya.

Pada dasarnya, siapa saja dapat menjadi Nadzir asalkan ia tidak

terhalang melakukan perbuatan hukum. akan tetapi kalau Nadzir itu adalah

perseorangan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhinya, yaitu; beragama

Islam, dewasa, dapat dipercaya, serta mampu secara jasmani dan rahani untuk

menyelenggarakan segala urusan yang berkaitan dengan harta wakaf.

Sama halnya Wakif, Nadzir meliputi:

1. Perorangan

Syarat-syarat Nadzir perorangan adalah, warga Negara Indonesia,

beragama Islam, dewasa, amanah, mampu secara jasmani dan rahani dan

tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.57

2. Organisasi

56 Ibid., hal. 40. 57 Jaih Mubarok, Wakaf Produktif, (Bandung: Refika Offset, 2008), hal. 154.

Page 39: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Syarat-syarat Nadzir organisasi adalah, pengurus organisasi yang

bersangkutan memenuhi syarat-syarat Nadzir perorangan dan organisasi

yang bersangkutan bergerak dibidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan

dan keagamaan Islam.

3. Badan Hukum

Sedangkan syarat-syarat Nadzir badan hukum adalah, pengurus

organisasi yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat Nadzir perorangan,

badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan organisasi yang bersangkutan

bergerak dibidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan keagamaan

Islam.58

Dengan demikian Nadzir perorangan, organisasi atau badan hukum

diharuskan warga Negara Indonesia. Oleh karena itu warga Negara asing,

organisasi asing dan badan hukum asing tidak bisa menjadi Nadzir wakaf

di Indonesia.

E. Hak Dan Kewajiban Nadzir

Selanjutnya hak adalah kekuasaan atau kewenangan berbuat sesuatu

karena telah ditentukan oleh undang-undang dan aturan.59 Sedangkan kewajiban

adalah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh seseorang.60 Sebagai pelaksana

hukum, Nadzir memiliki hak-hak dan kewajiban. Adapun hak-hak Nadzir dalam

wakaf adalah: 58 Ibid., hal. 155-156. 59 Tim Redaksi, Op.Cit., hal. 139. 60 Ibid., hal. 1266.

Page 40: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

1. Nadzir berhak mendapatkan imbalan, upah atau bagian maksimal 10% dari

hasil bersih (keuntungan) atas pengelolaan dan pengembangan harta benda

wakaf.

2. Nadzir berhak mendapatkan pembinaan dari menteri yang menangani

wakaf dan badan wakaf Indonesia untuk melaksanakan tugas-tugasnya

secara benar dan baik.

Selanjutnya kewajiban Nadzir dalam wakaf adalah:

a. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf.

b. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan

tujuan, fungsi dan peruntukannya.

c. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.

d. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.61

Syarat-syarat umum yang harus dimiliki wakif dan Nadzir adalah

beragama Islam, dewasa atau baligh, berakal dan tidak terhalang

melakukan perbuatan hukum. Sedangkan syarat asasi bagi wakif adalah

pemilik sah dari harta benda yang diwakafkan dan syarat-syarat asasi

bagi Nadzir adalah amanah, mampu menjadi Nadzir secara fisik dan

non fisik, serta warga Negara indonesia. Kelihatannya dalam ketentuan

mengenai syarat-syarat wakif dan Nadzir tidak terdapat syarat takmili.

Nadzir diharuskan warga Negara Indonesia menyangkut ketentuan

politik agar warga asing tidak menguasai fasilitas umum umat Islam.

61 Jaih Mubarok, Loc.Cit., hal. 155.

Page 41: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Di samping itu, dari segi sadd al-Dzari’ah (tindakan preventif), akibat

dari ketentuan ini adalah agar harta benda wakaf tidak terlantar karena

tidak terurus oleh Nadzirnya dan dari segi fath al-Dzari’ah (membuka

media atau jalan), tujuan dari ketentuan ini adalah harta benda wakaf

berdayaguna secara maksimal guna meningkatkan kesejahteraan

masyarakat Islam.62

F. Wakaf Dalam Perspektif UU No. 41 Tahun 2004

Sepanjang sejarah Islam, wakaf merupakan sarana dan modal yang amat

penting dalam memajukan perkembangan agama. Sebelum lahir UU No. 41

Tahun 2004 tentang wakaf, perwakafan di Indonesia diatur dalam PP No. 28

Tahun 1977 tenttang perwakafan tanah milik dan sedikit tercover dalam UU No. 5

Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok Agraria. Namun, peraturan

perundangan tersebut hanya mengatur benda-benda wakaf tidak bergerak dan

peruntukannya lebih banyak untuk kepentingan ibadah mahdhah, seperti masjid,

musholla, pesantren dan kuburan.63

Karena keterbatasan cakupannya, peraturan perundangan perwakafan di-

regulasikan agar perwakafan dapat diberdayakan dan dikembangakan lebih

produktif. Regulasi peraturan perundangan perwakafan tersebut berupa UU No.

41 Tahun 2004 tentang wakaf dan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006

tentang pelaksanaannya.64

62 Paradigma Baru Wakaf Di Indonesia, 2007. Departemen Agama RI, hal. 155. 63 Loc.Cit., hal. 89. 64 Ibid., hal. 89.

Page 42: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

1. Dasar Hukum Pemerintahan RI

Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah perwakafan di Indonesia, yaitu: Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.65 Dalam Undang-undang ini dapat dijelaskan dalam beberapa substansi dibawah ini: a. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau

menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/ atau kesejahteraan umum menurut syariah.(ketentuan umum dan pasal 2).66

b. Wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan. Ketentuan ini merupakan payung hukum bagi perbuatan wakaf, sehingga harta benda wakaf tidak boleh dicabut kembali dan atau dikurangi volumenya oleh wakif dengan alas an apapun. (pasal 3).

c. Adapun tujuan dari perbuatan wakaf itu sendiri berfungsi untuk menggali potensi ekonomi harta benda wakaf dan dimanfaatkan untuk kepentingan ibadah dan memajukan kesejahteraan umum. (pasal 5).67

d. Dalam setiap perbuatan wakaf harus memenuhi unsur-unsurnya, (pasal 6) yaitu: 1) Wakif 2) Nadzir 3) Harta Benda Wakaf 4) Ikrar Wakaf 5) Peruntukan Harta Benda Wakaf 6) Jangka Waktu wakaf.

e. Pihak yang ingin mewakafkan (Wakif) meliputi: (pasal 7).68 1) Perseorangan 2) Organisasi 3) Badan hukum

f. Demikian juga bagi nadzir wakaf meliputi: (pasal 9) 1) Perseorangan . 2) Organisasi 3) badan hukum.

2. Adapun nadzir mempunyai tugas: (pasal 11) 1) Melakukan penadministrasian harta benda wakaf 2) Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan

tujuan, fungsi dan peruntukannya. 3) Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf 4) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia

Salah satu terobosan dalam Undang-undang ini adalah pengaturan

benda wakaf bergerak berupa uang dan sejenisnya (giro, saham dan surat berharga lainnya), selain harta benda wakaf tidak bergerak (tanah dan bangunan) (pasal 16).69

65 Depag. Op.Cit., hal. 20. 66 Ibid., hal. 21. 67 Ibid., hal. 22. 68 Ibid., hal. 23. 69 Ibid., hal. 26.

Page 43: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Pengaturan ini merupakan salah satu upaya pemerintah agar wakaf dapat berkembang secara cepat dan dapat dijangkau oleh semua kalangan. Wakaf uang jika dikelola secara professional dan transparan, maka akan memberikan efek ekonomi yang positif secara revolusioner.

(a) Wakaf benda bergerak berupa uang dapat dilakukan melalui Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) (pasal 28). Adapun pelaksanaan wakaf uang secara lebih rinci akan diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan UU No.41 Tahun 2004 tentang wakaf.70

(b) Dari hasil pengelolaan wakaf secara produktif tersebut, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan: (pasal 22). (1) Sarana dan kegiatan ibadah (2) Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan (3) Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea

siswa. (4) Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat (5) Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan

dengan syari’ah dan peraturan perundang-undangan.71 3. Dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf secara produktif, nadzir

dapat bekerja sama dengan piha ketiga seperti IDB, investor, perbankan syari’ah, LSM, dan lain-lain.

4. Perubahan status harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang: (pasal 40) 1) Dijadikan jaminan 2) Disita 3) Dihibahkan 4) Dijual 5) Diwariskan 6) Ditukar 7) Dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya, kecuali untuk

kepentingan umum.72 5. Harta benda wakaf yang sudah berubah statusnya karena ketentuan pengecualian

sebagaimana wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta nebda wakaf semula. (pasal 41 ayat (3) )

6. Wakaf dengan wasiat dilakukan paling banyak 1/3 dari jumlah harta warisan setelah dikurangi utang pewasiat kecuali dengan persetujuan seluruh ahli waris. (pasal 25).73

Di Indonesia sampai sekarang terdapat berbagai perangkat peraturan

yang masih berlaku yang mengatur masalah perwakafan tanah milik. Seperti dimuat dalam buku Himpunan Peraturan Perundang-undangan Perwakafan Tanah diterbitkan oleh Departemen Agama RI, maka dapat dilakukan inventarisasi sebagai berikut:

1) UU No. 5 tahun 1960 tanggal 24 september 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Pasal 49 ayat (1) memberi isyarat bahwa

70 Ibid., hal. 24. 71 Ibid., hal. 25. 72 Ibid., hal. 27. 73 Ibid., hal. 28.

Page 44: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

“Perwakafan Tanah Milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah”.

2) Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 tanggal 23 maret 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Karena peraturan ini berlaku umum, maka terkena juga didalamnya mengenai pendaftaran tanah wakaf.74

3) Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 1963 tanggal 19 Juni 1963 tentang Penunjukan Badan-badan Hukum yang dapat mempunyai Hak Milik Atas Tanah. Dikeluarkannya PP No. 38 tahun 1963 ini adalah sebagai suatu realisasi dari apa yang dimaksud oleh pasal 21 ayat (2) UUPA yang berbunyi: “Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya”.

4) Peraturan pemerintah No. 28 tahun 1977 tanggal 17 Mei 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.

5) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 tahun 1977 tanggal 26 November 1977 tentang Tata Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik.

6) Peraturan Menteri Agama No. 1 tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 tanggal 10 Januari 1978 tentang Perwakafan Tanah Milik.75

7) Peraturaran Menteri Dalam Negeri No. 12 tahun 1978 tanggal 3 Agustus 1978 tentang Penambahan Ketentuan mengenai Biaya Pendaftaran tanah untuk Badan-badan Hukum tertentu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 tahun 1978.

8) Instruksi bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 1 tahun 1978 tanggal 23 Januari 1978 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.

9) Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No. Kep/D/75/78 tanggal 18 april 1978 tentang Formulir dan Pedoman Pelaksanaan Peraturan-peraturan Tentang Perwakafan Tanah Milik.

10) Keputusan Menteri Agama No. 73 tahun 1978 tanggal 9 Agustus 1978 Tentang Pendelegasian Wewenang Kepala-kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi/setingkat diseluruh Indonesia untuk Mengangkat atau Memberhentikan setiap Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).

11) Instruksi Menteri Agama No. 3 tahun 1979 tanggal 19 Juni 1979 tentang Petunjuk Pelaksanaan Menteri Agama No. 73 tahun 1978.

12) Surat Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No. D II/5/Ed/14/1980 tanggal 25 Juni 1980 tentang Pemakaian Bea Materai dengan Pelampiran Surat Dirjen Pajak No. S-629/PJ.331/1980 tanggal 29 Mei 1980 yang menentukan jenis formulir wakaf mana yang bebas materai, dan jenis formulir mana yang dikenakan bea materai, dan berapa besar bea materainya.

74 Ibid., hal. 29. 75 Ibid., hal. 30.

Page 45: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

13) Surat Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No. DII/5/Ed/07/1981 tanggal 17 Februari 1981 kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I diseluruh Indonesia, tentang Pendaftaran Perwakafan Tanah Wakaf Milik dan Permohonan Keringanan atau Pembebasan dari semua Pembebanan Biaya.76

14) Surat Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No. DII/5/Ed/11/1981 tanggal 16 April 1981 tentang Petunjuk Pemberian Nomor pada Formulir Perwakafan Tanah Milik. Selain berbagai peraturan, instruksi dan edaran seperti disebutkan terdahulu, secara khusus masih ada instruksi dari Gubernur Kepala Daerah Tk I Sumatra Barat, Sumatra Utara, Nusa Tenggara Barat, Daerah Istimewa Aceh, dan DKI Jakarta mengenai Pendaftaran Tanah Wakaf di daerah masing-masing.

7. Tata Cara Pelaksanaan Wakaf

Fiqh Islam tidak banyak membicarakan prosedur dan tata pelaksanaan

wakaf secara rinci. Tetapi PP No.28 Tahun 1977 dan Peraturan Menteri

Agama No.1 Tahun 1978 mengatur petunjuk yang lebih lengkap. Menurut

pasal 9 ayat (1) PP No.8 Tahun 1977, pihak yang hendak mewakafkan

tanahnya diharuskan datang dihadapan Pejabat Pembuat Ikrar Wakaf untuk

melaksanakan Ikrar Wakaf.77

Yang dimaksud dengan Pejabat Pembuat Ikrar Wakaf dalam hal ini

adalah KUA Kecamatan. Dalam hal suatu kecamatan tidak ada kantor KUA-

nya, maka Kepala Kanwil Depag menunjuk Kepala KUA terdekat sebagai

Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf di kecamatan tersebut. Hal ini ditentukan

dalam pasal 5 ayat (1) dan (3) Peraturan Menteri Agama No.1 Tahun 1978.

Sebelumnya, pasal 2 ayat (1) dan (2) memberi petunjuk bahwa ikrar wakaf

dilakukan secara tertulis. Dalam hal wakif tidak dapat menghadap PPAIW,

76 Ibid,. hal. 31. 77Rachmadi Usman. Hukum Perwakafan di Indonesia. (Jakarta: Sinar Grafika. 2009), hal. 87.

Page 46: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

maka wakif dapat membuat ikrar sacara tertulis dengan persetujuan dari

Kandepag yang mewilayahi tanah wakaf.78

Kemudian pasal 9 ayat (5) PP No.28 1977 menentukan bahwa dalam

dalam melaksanakan ikrar, pihak yang mewakafkan tanah diharuskan

membawa serta dan menyerahkan surat-surat berikut:

a. Sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya.

b. Surat keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat oleh Kepala Kecamatan

setempat yang menerangkan kebenaran kepemilikan tanah dan tidak

tersangkut suatu sengketa.

c. Surat keterangan pendaftaran tanah.

d. Izin dari Bupati atau Walikotamadya Kepala Daerah, Kepala Sub

Direktorat Agraria Setempat.79

8. Pendaftaran Tanah Wakaf

Menurut pendapat Imam Syafi’i, Malik, dan Ahmad, wakaf dianggap

telah terlaksana dengan adanya lafadz atau sighat, walaupun tidak ditetapkan

oleh hakim. Milik semula dari di wakif telah hilang atau berpindah dengan

terjadinya lafadz, walaupun barang itu masih berada ditangan wakif.80

Pendaftaran tanah wakaf diatur dalam pasal 10 ayat (1) s/d (5) PP No.

28 Tahun 1977 dan beberapa pasal Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun

1978. Khusus perwakafan yang terjadi sebelum berlakunya PP No. 28 Tahun

1977, tata cara pendaftarannya diatur dalam pasal 15 dan 16 Peraturan Menteri

78 Ibid., hal. 88. 79 Ibid., hal. 89. 80 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy. Pengantar Fiqih Muamalah. (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal. 159.

Page 47: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Agama No. 1 Tahun 1978. Dalam hal ini Nadzirlah yang mendaftarkan

kepada KUA setempat. Jika nadzir tidak ada maka yang mendaftarkan adalah

wakif, ahli warisnya, anak keturunan nadzir, atau anggota masyarakat yang

mengetahui. Jika tidak ada maka pihak Kepala Desa yang mendaftarkan

kepada KUA.81

Pasal 12 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang

Tata Pendaftaran Tanah Mengenai Perwakafan Tanah Milik menyebutkan

bahwa “untuk keperluan pendaftaran tanah dan pencatatan perwakafan tanah,

tidak dikenakan biaya pendaftaran, kecuali biaya pengukuran dan materai.

9. Perubahan Status dan Penggunaan Tanah Wakaf

Pada dasarnya tanah wakaf tidak boleh dijual, diwarisi dan diberikan

kepada orang lain. Tapi seandainya barang wakaf itu rusak, tidak dapat

diambil lagi manfaatnya, maka boleh digunakan untuk keperluan lain yang

serupa, dijual dan dibelikan barang lain untuk meneruskan wakaf itu.82 Hal ini

didasarkan pada menjaga kemaslahatan (hifzan lil maslahah).

PP No. 28 tahun 1977 jiwanya paralel dengan ketentuan Islam, yaitu

pada dasarnya tidak dapat dilakukan perubahan peruntukan atau penggunaan

tanah wakaf. Tetapi sebagai pengecualian, dalam keadaan khusus

penyimpangan dapat dilakukan dengan persetujuan tertulis dari Menteri

Agama. Sedangkan alasannya dapat berupa:

a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf, seperti diikrarkan oleh

wakif. 81 Rachmadi Usman. Loc.Cit., hal. 93. 82 Pimpinan pusat Muhammadiyah, Himpunan Putusan Majlis Tarjih Muhammadiyah, Jogjakarta, Cetakan II, 1971, hlm. 272.

Page 48: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

b. Karena kepentingan umum.83

10. Strategi Pengelolaan Wakaf Produktif

a. Bisnis dan Produksi

Arti bisnis sebagai salah satu bagian dari ekonomi adalah the buying

and selling of goods and services. Sedangkan Skinner menjelaskan bahwa

bisnis adalah pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan

atau memberikan manfaat. Dengan demikian, perusahaan bisnis adalah suatu

organisasi yang terlibat dalam pertukaran barang, jasa, atau uang untuk

menghasilkan keuntungan.84 Perbedaan antara “bisnis” dan “ekonomi” antara

lain terletak pada tujuan dan penghitungan keuntungan. Tujuan ekonomi

adalah untuk mencapai kesejahteraan fisik, sedangkan tujuan bisnis adalah

untuk: (1) mendapatkan keuntungan; (2) mempertahankan kelangsungan

hidup badan usaha atau perusahaan; (3) pertumbuhan badan usaha atau

perusahaan; (4) tanggung jawab sosial. Husein Umar menegaskan bahwa

tujuan utama bisnis adalah laba atau keuntungan.85

b. Regulasi Peraturan Perundangan Perwakafan

Sepanjang sejarah Islam, wakaf merupakan sarana dan modal yang

amat penting dalam memajukan perkembangan agama. Sebelum lahir UU

No.41 tahun 2004 tentang wakaf, perwakafan di Indonesia diatur dalam PP

No. 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik dan sedikit tercover dalam

UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria. Namun,

83 Ibid., hal. 274. 84 Pandji Anoraga, Manajemen Bisnis (Jakarta: Rineka Cipta.2004 ), Cet ke3, hal.3-4 85 Husein Umar, Business an Introduction (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama dan Jakarta Business Research Center. 2003), cet.ke-2. hal.4

Page 49: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

peraturan perundangan tersebut hanya mengatur benda-benda wakaf tidak

bergerak dan peruntukannya lebih banyak untuk kepentingan ibadah

mahdhah, seperti masjid, musholla, pesantren, kuburan dan lain-lain.86

Karena keterbatasan cakupannya, peraturan perundangan perwakafan

diregulasi agar perwakafan dapat diberdayakan dan dikembangkan secara

lebih produktif. Regulasi peraturan perundangan perwakafan tersebut berupa

UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan Peraturan Pemerintah No. 42

Tahun 2006 tentang pelaksanaannya. Kedua peraturan perundangan tersebut

memiliki urgensi, yaitu selain untuk kepentingan ibadah mahdhah, juga

menekankan perlunya pemberdayaan wakaf secara produktif untuk

kepentingan sosial (kesejahteraan umat).

Regulasi peraturan perundangan perwakafan tersebut sesungguhnya

telah lama didambakan dan dinantikan oleh masyarakat kita, khususnya umat

Islam. Karena masalah tersebut telah menjadi problem yang cukup lama

karena belum ada UU yang secara khusus tentang wakaf, sehingga

perwakafan di negeri kita kurang berkembang secara optimal.

Pengelolaan wakaf secara produktif untuk kesejahteraan masyarakat

menjadi tuntutan yang tidak bisa dihindari lagi. Apalagi di saat Negara kita

mengalami krisis ekonomi yang memerlukan partisipasi banyak pihak. Oleh

karena itu sudah selayaknya umat Islam khususnya, dan masyarakat Indonesia

pada umumnya mengapresiasi peraturan perundangan perwakafan tersebut

secara positif. Hadirnya regulasi tersebut merupakan penyempurnaan dari

86 Ibid., hal. 6.

Page 50: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

beberapa peraturan perundangan wakaf yang sudah ada dengan menambah

hal-hal baru sebagai upaya pemberdayaan wakaf secara produktif dan

professional.87

Peraturan perundangan perwakafan (UU dan PP wakaf) tersebut

memiliki substansi antara lain: pertama, benda yang diwakafkan (mauquf

bih). Dalam peraturan perundangan wakaf sebelumnya hanya menyangkut

perwakafan benda tak bergerak yang lebih banyak dipergunakan untuk

kepentingan yang tidak produktif, seperti masjid, madrasah, kuburan, yayasan

yatim piatu, pesantren, sekolah dan sebagainya. Sedangkan UU dan PP wakaf

ini mengatur juga benda wakaf yang bergerak, seperti uang (cash wakaf),

saham, surat-surat berharga lainnya dan hak intelektual. Tentunya ini sudah

merupakan terobosan yang cukup signifikan dalam dunia perwakafan, karena

wakaf seperti uang, saham atau surat berharga lainnya merupkan variabel

penting dalam pengembangan ekonomi. Wakaf uang, saham atau surat

berharga lainnya sebagaimana yang diatur dalam UU Wakaf ini bukan untuk

dibelanjakan secara konsumtif seperti kekhawatiran sebagian orang.

Pemanfaatan secara konsumtif berarti menyalahi konsep dasar wakaf itu

sendiri, karena esensinya adalah agar wakaf uang, saham atau surat berharga

lainnya yang diamanatkan kepada nadzir dapat dikelola secara produktif

sehingga manfaatnya dapat digunakan untuk kepentingan kesejahteraan

masyarakat banyak. Aspek kemanfaatan dzat (benda yang diwakafkan)

menjadi esensi dari wakaf itu sendiri.

87 Ibid., hal. 7.

Page 51: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Sehingga dengan diaturnya benda wakaf bergerak seperti uang, saham

atau surat berharga lainnya diharapkan bisa menggerakkan seluruh potensi

wakaf untuk kesejahteraan masyarakat luas.88

Kedua, persyaratan nadzir (pengelola harta wakaf). Ada beberapa hal

yang diatur dalam UU dan PP Wakaf mengenai nadzir wakaf, yaitu:

1) Selain perseorangan, terdapat penekanan berupa badan hukum dan

organisasi. Sehingga dengan menekankan bentuk badan hukum atau

organisasi diharapkan dapat meningkatkan peran-peran kenadziran untuk

mengelola wakaf secara lebih baik.

2) Persyaratan nadzir disempurnakan dengan pembenahan manajemen

kenadziran secara professional, seperti amanah, memiliki pengetahuan

mengenai wakaf, berpengalaman dibidang manajemen keuangan,

kemampuan dan kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugas

nadzir.

3) Pembatasan masa jabatan nadzir. Kalau aturan perundangan sebelumnya

tidak mengatur masa kerja nadzir, dalam PP Wakaf ini menjadi point

penting agar nadzir bisa dipantau kenerjanya melalui tahapan-tahapan

periodik untuk menghindari penyelewengan atau pengabaian tugas-tugas

kenadziran.

4) Nadzir dapat menerima hak pengelolaan sebesar maksimal 10 % dari hasil

bersih pengelolaan pengembangan benda wakaf, agar nadzir wakaf tidak

sekedar dijadikan pekerjaan sambilan yang hanya dijalani seadanya, tapi

88 Panji Anoraga. Op.Cit., hal. 6-7.

Page 52: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

benar-benar mau dan mampu menjalankan tugas-tugasnya sehingga

mereka patut diberikan hak-hak yang pantas sebagaimana mereka kerja di

dalam dunia professional.

Ketiga, menekankan pentingnya sebuah lembaga wakaf nasional yang

disebut dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI). Badan Wakaf ini bersifat

independent yang bertujuan untuk membina terhadap Nadzir dalam mengelola

dan mengembangkan harta benda wakaf baik secara nasional dan

internasional. Sehingga BWI kelak akan menduduki peran kunci, selain

berfungsi sebagai Nadzir juga berfungsi sebagai Pembina Nadzir sehingga

harta benda wakaf dapat dikelola dan dikembangkan secara produktif.

Keempat, menekankan pentingnya pemberdayaan harta benda wakaf

yang menjadi ciri utama UU dan PP Wakaf ini. Aspek pengembangan dan

pemberdayaan benda wakaf selama ini memang kelihatan belum optimal,

karena disebabkan oleh banyak hal, antara lain paham konservatisme umat

Islam mengenai wakaf, khususnya yang terkait dengan harta benda wakaf

tidak bergerak. UU dan PP Wakaf ini menekankan pentingnya pengembangan

dan pemberdayaan benda-benda wakaf yang mempunyai potensi ekonomi

tinggi untuk kesejahteraan masyarakat banyak.

Kelima, catatan penting dalam UU dan PP ini adalah adanya ketentuan

pidana dan sanksi administrasi. Ketentuan pidana yang dimaksud ditujukan

kepada para pihak yang dengan sengaja menyalahgunakan benda wakaf

dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana

denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Sedangkan

Page 53: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

bagi pihak yang dengan sengaja mengubah peruntukan benda wakaf akan

dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, dan pidana denda paling banyak

Rp. 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah). Sedangkan sanksi administrasi

akan dikenakan kepada lembaga keuangan syari’ah dan Pejabat Pembuat Akta

Ikrar Wakaf (PPAIW) yang melanggar dalam masalah pendaftaran benda

wakaf. Ketentuan pidana administrasi ini merupakan trobosan yang cukup

penting dalam rangka mengamankan benda-benda wakaf dari tangan-tangan

yang tidak bertanggung jawab dan bertujuan untuk memberikan aspek jera

bagi mereka yang telah melakukan pelanggaran hukum.

Dengan adanya UU dan PP Wakaf tersebut yang memiliki semangat

pemberdayaan benda-benda wakaf secara produktif diharapkan dapat tercipta

kehidupan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera. Namun, regulasi

peraturan perundang-undangan di bidang keuangan dan perekonomian

(khususnya perekonomian berbasis Syari’ah) harus segera dilakukan untuk

mendukung semangat UU dan PP Wakaf dalam rangka memberdayakan

wakaf secara produktif. Selama ini, political will pemerintah terhadap

perbankan Syari’ah masih sangat minim, yaitu hanya 2 % dari seluruh

perhatian terhadap perbankan konvensional.

c. Pembentukan Badan Wakaf Indonesia

Penerimaan wakaf berdasarkan literature sejarah dikakukan oleh

institusi Baitul Mal. Baitul Mal merupakan institusi dominan dalam sebuah

pemerintah Islam ketika itu. Baitul Mal itulah yang berperan secara kongkrit

menjalankan program-program pembangunan melalui devisi-devisi kerja yang

Page 54: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

ada dalam lembaga ini, disamping tugas utamanya sebagai bendahara Negara.

(treasury house).89

Dengan karakteristiknya yang khas, wakaf memerlukan manajemen

tersendiri dalam lembaga Baitul Mal. Baitul Mal harus menjaga eksistensi

harta wakaf dan keselarasannya dengan niat wakaf dari wakif. Sehinga dalam

konteks perekonomian kontemporer yang tidak (belum) menjadikan Baitul

Mal sebagai institusi negara, diperlukan modifikasi institusi dalam

pengelolaan wakaf tunai ini.90

Karena terdapat kebebasan memberikan jumlah wakaf tunai, institusi

wakaf dapat membatasi alternatif tujuan wakaf dari masyarakat (pos

penerimaan sekaligus penggunaan uang wakaf), agar dapat optimal

pemanfaatan wakaf tunai tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindari

kemungkinan terlalu sedikitnya wakaf tunai yang terkumpul dalam rangka

memenuhi niat akad dari para wakif. Jadi pos wakaf tunai dibatasi sesuai

dengan program kebutuhan masyarakat luas seperti bos pendidikan (misalnya

peruntukan gedung sekolah, gedung dakwah, dan lain-lain), pos masjid dan

pos fasilitas umum (misalnya peruntukan jalan raya, jembatan, dan lain-lain).

Banyaknya pos tergantung pada banyaknya keinginan masyarakat dalam

mewakafkan hartanya pada maksud tertentu.91

Namun, pada wakaf yang mutlak, artinya tidak ditentukan tujuan dan

pemberian wakaf secara spesifik oleh wakif, maka kebijakan institusi

89 Mawardi Muzamil. Pembaharuan Hukum Perwakafan Tanah Milik Menuju Perwujudan Fiqih Indonesia. (Semarang: Pustaka Ahkam. 1983), hal. 15. 90 Ibid., hal. 17. 91 Taufiq Hamami. Perwakafan Tanah dalam Hukum Politik Agraria Nasional. (Jakarta: Tata Nusa. 2003), hal. 27.

Page 55: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

wakaflah yang berperan dalam hal keputusan penggunaannya, tentu saja

mempertimbangkan skala prioritas kebutuhan masyarakat. Pada wakaf tunai

yang memiliki definisi dan aplikasi seperti yang dilakukan oleh Prof. M.A.

Mannan, sebaiknya memang menjadi kesepakatan para ulama berikut

intelektual agar aplikasinya tidak menemui hambatan-hambatan yang

kemudian mengganggu jalannya perekonomian secara keseluruhan.

Untuk konteks Indonesia, lembaga wakaf yang secara khusus akan

mengelola dana wakaf dan beroperasi secara nasional itu berupa Badan Wakaf

Indonesia (BWI). Tugas dari lembaga ini adalah mengkoordinir nadzir-nadzir

(membina) yang sudah ada atau mengelola secara mandiri terhadap harta

wakaf yang dipercayakan kepadanya, khususnya wakaf tunai. Sedangkan,

wakaf yang sudah ada dan berjalan ditengah-tengah masyarakat dalam bentuk

wakaf benda tidak bergerak, maka terhadap wakaf dalam bentuk itu perlu

dilakukan pengamanan dan dalam hal benda wakaf yang mempunyai nilai

produktif perlu didorong untuk dilakukan untuk pengelolaan yang bersifat

produktif.92

Untuk itulah Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang mempunyai fungsi

sangat strategis harus segera dibentuk dan diharapkan dapat membantu, baik

dalam pembiayaan, pembinaan maupun pengawasan terhadap para nadzir

untuk dapat melakukan pengelolaan wakaf secara produktif. Pembentukan

BWI bertujuan untuk menyelenggarakan administrasi pengelolaan secara

nasional, mengelola sendiri harta wakaf yang dipercayakan kepadanya,

92 Ibid., hal. 27.

Page 56: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

khususnya yang berkaitan dengan tanah wakaf produktif strategis khususnya

benda wakaf terlantar dan internasional dan promosi program yang diadakan

oleh BWI dalam rangka sosialisasi kepada umat Islam dan umat lain

umumnya.

d. Wakaf Produktif Sebagai Solusi

Pemunculan wakaf produktif, karenanya menjadi pilihan utama, ketika

umat sedang dalam keterpurukan kemiskinan akut. Wakaf produktif, berarti

bahwa wakaf yang ada memperoleh prioritas utama ditujukan pada upaya

yang lebih menghasilkan. Tentu dengan ukuran-ukuran paradigma yang

berbeda dengan wakaf konsumtif, memberi harapan-harapan baru bagi

sebagian besar komunitas umat Islam. Wakaf ini tidak berkehendak untuk

mengarahkan wakaf pada ibadah mahdlah an sich, sebagaimana yang

diarahkan wakaf konsumtif.

Wakaf produktif memiliki dua visi sekaligus; menghancurkan struktur-

struktur sosial yang timpang dan menyediakan lahan subur untuk

mensejahterakan umat Islam. Visi ini secara langsung digapai ketika totalitas

diabdikan untuk bentuk-bentuk wakaf produktif yang selanjutnya diteruskan

dengan langkah-langkah taktis yang mengarah pada hasil tersebut. Langkah

taktis itu sebagai derivasi dari filosofi disyari’atkannya wakaf produktif

dimana lebih berupa teknis-teknis pelaksanaan wakaf yang produktif.

Jenis wakaf produktif ini tentu saja juga sangat berdimensikan sosial.

Ia semata-mata hanya mengabdikan diri pada kemaslahatan umat Islam.

Sehingga, yang tampak dari hal ini adalah wakaf yang pro kemanusiaan,

Page 57: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

bukan wakaf yang hanya berdimensikan ketuhanan. Makanya juga, yang

tampak dalam wakaf jenis ini adalah wakaf lebih menyapa realitas umat Islam

yang berujud kemiskinan, keterbelakangan dan kebodohan.

e. Wakaf Produktif Antara Harapan dan Hambatan

Besar harapan dengan dua model wakaf produktif di atas dalam bentuk

wakaf uang, wakaf saham atau juga wakaf yang lain disebut-sebut sebagai

yang lebih mampu mensejahterakan umat. Dengan cara ini pula, gapaian-

gapaian yang senantiasa jauh dari asa dalam cita keadilan sosial sedikit akan

mendapatkan momentumnya. Modul wakaf produktif dipandang salah satu

terobosan baru untuk mencita-citakan kesejahteraan sosial umat.93

Namun persoalannya justru muncul dari massa akar rumput, umat yang

dalam konteks Indonesia, telah membentuk karakter sosial yang dalam batas-

batas tertentu malah menghambat eksistensi wakaf produktif. Karakter sosial

sebagaimana dimaksud, misalnya bangunan berpikir madhab. Karena itu,

pertanyaannya kemudian adalah, apakah umat dapat begitu saja menerima

jenis wakaf produktif tersebut? Bukankah mindset umat Islam Indonesia

khususnya sedemikian rupa telah terbentuk, utamanya karena mereka telah

memiliki logika hukum Islam yang bersandarkan mazhab empat: Hanafi,

Maliki, Syafi'i dan Hambali.94

Tidak salah kiranya, kalau kemudian jenis wakaf produktif baik yang

dalam bentuk wakaf uang, wakaf saham dan wakaf sementara harus

dihubungkan dengan landasan hukum yang terdapat dalam madzhab empat. 93 Anshori Abdul Ghafur. Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia. (Yogyakarta: Pilar Media. 2005), hal. 23. 94 Ahmad Azhar Basyir. Op.Cit., hal. 8.

Page 58: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Pilihan madzhab empat lebih karena mayoritas umat Islam di Indonesia adalah

penganut fanatik paham ahlussunah wal al-jama’ah yang dilandasi oleh

pemikiran fiqh empat madhab. Lebih jauh, karena empat madhab ini

dipandang mu’tabar dalam arti lebih dipandang sistematis dalam cara

berpikirnya, banyak referensi yang mengokohkannya dan juga dipandang

lebih adaptif dalam setting masyarakat Indonesia.95

f. Batasan Wakaf Produktif

Lahirnya undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentatang wakaf serta

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-

undang Nomor 41 Tahun 2004 adalah bagian dari semangat memperbaharui

dan memperluas cakupan objek wakaf dan pengelolaannya agar

mendatangkan manfaat yang maksimum. Oleh karena itu, wakaf produktif

dianggap sebagai paradigma baru wakaf di Indonesia.96

Konsep wakaf produktif pada dasarnya dilandasi oleh ketidakpuasan

pihak pemerintah (terutama Departemen Agama) terhadap pengelolaan harta

wakaf yang dilakukan oleh para nazhir yang berjalan sekarang ini.

Ketidakpuasan tersebut kemudian memicu pemerintah untuk memperbaikinya

dengan paradigma wakaf produktif, antara lain dengan membentuk undang-

undang tentang wakaf.

Jika dihubungkan antara konsep “produksi” dengan ketidakpuasan

pemerintah atas pengelolaan wakaf yang dilakukan oleh para nazhir, definisi

wakaf produktif secara terminologi adalah transformasi dari pengelolaan 95 http://one.indoskripsi.com/node/256 96 Achmad Djunaidi dan Thobieb al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif (Jakarta: Mumtaz Publising. 2007). Hal. 162.

Page 59: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

wakaf yang alami menjadi pengelolaan wakaf yang profesional untuk

meningkatkan atau menambah manfaat wakaf.97

97 Prof.Dr. Jaih Mubarok,M.Ag. Wakaf Produtif (Bandung: Simbiosa Rekatama Media. 2008). hal. 15.

Page 60: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

BAB III

WAKAF MASJID DAN PENGGUNAANNYA

Ibadah diyakini oleh umat Islam sebagai kegiatan untuk mendekatkan

diri kepada Allah. Salah satu prinsip dalam beribadah adalah dilakukan secara

sembunyi-sembunyi.98

Salah satu keyakinannya, bahwa ibadah yang pahalanya mengalir terus

adalah berwakaf. Oleh karena itu boleh berwakaf dengan benda yang bermanfaat

serta bertahan lama. Seperti sawah yang maslahahnya untuk kepentingan masjid.

Maka apapun yang tumbuh di sawah itu tidak boleh dimanfaatkan kepada yang

lain.99

98Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Pesantren al-Munawwir, 1984), hal. 381. 99 Sayyid ‘Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin ‘Umar, Bughyat al-Mustarsyidin, (al-Haramain: Jiddah Indonesia, Tt), hal. 171.

Page 61: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Prinsip ini tidak lepas dari pemahaman ulama yang mengatakan bahwa

wakaf adalah bagian dari sedekah (sedekah jariyah). Syaikh Zainuddin

menafsirkan bahwa yang dimaksudkan dari sedekah jariyah adalah bukan wasiyat,

tetapi berwakaf dengan benda-benda yang bermanfaat serta dihalalkan yang tidak

boleh dijual, diwariskan dan diberikan. Dan orang yang diberi amanat wakaf oleh

wakif boleh memanfaatkannya dengan cara yang baik dan memberi makan pada

temannya dengan tidak menjadi hak miliknya.100

Mohammad Daud Ali menjelaskan bahwa sedekah secara fiqhiyah

dibedakan menjadi dua; sedekah yang hukumnya wajib dan sedekah yang

hukumnya sunnah. Sedekah yang hukumnya wajib di antaranya adalah zakat,

sedangkan sedekah yang hukumnya sunnah antara lain adalah wakaf masjid yang

penggunaannya untuk perawatan dan kemaslahatan masjid, lebih luasnya untuk

kepentingan dan kemaslahatan umat.101

Dengan demikian, wakaf yang merupakan bentuk penafsiran dari amal

jariyah yang senantiasa dilaksanakan oleh umat Islam selama masjid berdiri tegak

di lingkungan mereka. Dengan harapan wakaf masjid berupa sawah tersebut

hasilnya dapat digunakan untuk keperluan dan kebutuhan masjid secara utuh.

Sebagaimana pendapat:

��� ����� � ��� ���� �� ������� ������� ���� � � ���!"� #��$%�� &'�� (� )*��%�)��� ��+!,���(����, - � #��$%�� ./.

100 Syaikh Zainuddin bin ‘Abdul ‘Aziz al-Malibari, Fath al-Mu’in bi Syarkh Qurrat al-‘Ain, (Surabaya: Dar al-‘Ilmi, Tt), hal. 87. 101 Mohammad Daud Ali, Loc.Cit., hal. 38.

Page 62: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Para ulama telah bersepakat sesungguhnya wakaf masjid merupakan bentuk

pengguguran dan pembebasan yang seorangpun tidak berhak memilikinya, karena

wakaf tersebut sudah menjadi milik Allah.102

Menurut Imam Syafi’i dalam kitab yang sama adalah:

...(����, -� (�1 ��34�, 4��6�� 74� 8��# �(��9 :��;< =�4�>� ��� . �?$�@�� )4�>�;�� &'��A�� ��� � �9 C�D� )E)4F�; :���9��GH)� (��9 &'�A�� 8��# �(��9 :��;4� )I34�@!��� )J�K��;�� :�� ):�.4�>, &'��A�� �(��9 )LM��%�;�� -�.

Atau hasil wakaf digunakan pada jalan kebaikan sebagai bentuk takarrub kepada

Allah. Selanjutnya harta wakaf telah lepas dari kepemilikan wakif dan menjadi

tertahan oleh ketentuan hukum Allah dan wakif dilarang menggunakannya.

Sehingga hasil wakaf wajib digunakan kebaikan menurut kehendak wakaf.103

A. Pengertian Wakaf Masjid

Ulama telah berhasil menjelaskan taksonomi fikih menjadi ibadah dan

muamalah. Ulama Hanafiyah misalnya, membagi fikih menjadi tiga, yaitu fikih

ibadah (hukum yang mangatur hubungan antara manusia dengan Allah), fikih

muamalah (hukum yang mengatur hubungan manusia dengan sesama makhluk)

dan jinayah (hukum yang menetapkan pelanggaran dan kejahatan atas fikih ibadah

dan muamalah.

Meskipun demikian, ulama juga menjelaskan bahwa ibadah dan

muamalah masing-masing memiliki dua arti yaitu, ibadah dan muamalah dalam

102 Wahbah Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, Juz X, (Dimsyiq: Dar al-Fikr, 2006), hal. 7602. 103 Ibid., 7601.

Page 63: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

arti sempit serta ibadah dan muamalah dalam arti luas, di dalamnya termasuk

wakaf untuk kemaslahatan masjid dan perawatannya.

Pengertian Wakaf Masjid

Mengingat pengertian wakaf baik secara bahasa maupun istilah telah

disebutkan dalam pembahasan sebelumnya, maka pengertian wakaf masjid

menurut peneliti berdasarkan keterangan dalam kitab salaf adalah:

�N�A)#�A�� O��@)� �=�4�>�� (��9 :��@'�< LP�� :M��9 *���� �L�� :� )I�+�"Q�� ) H�%); C��� )R�@��. Yakni, menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya, dengan

cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut disalurkan pada

sesuatu yang mubah (tidak haram) di dalamnya termasuk (masjid, mushalla,

madrasah dan panti asuhan) yang ada.104

Dengan kata lain pengertian wakaf masjid adalah perbuatan hukum

manusia atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari

benda miliknya guna kepentingan ibadat untuk masjid atau keperluan umum

lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan benda wakaf adalah segala benda,

baik bergerak atau tidak bergerak, yang memiliki daya tahan yang tidak hanya

sekali pakai dan bernilai tinggi menurut ajaran Islam.

Wakaf yang merupakan bagian dari sedakah yang pahalanya bersifat

terus menerus. Maka menurut Imam Taqayyuddin tentang pengertian wakaf

masjid adalah memindah hak milik yang bermanfaat (Sawah) untuk sesuatu yang

berhak menerima wakaf (Masjid).105

104 al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, Juz V, (Dar al-Fikr, 1984), hal. 357. 105 Imam Taqayyudin Abi Bakar bin Muhammad al-Huseni, Kifayat al-Akhyar fi Hilli Ghayat al-Ikhtisar, Juz I, (Surabaya: Dar al-‘Ilmi, Tt), hal. 257.

Page 64: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Selanjutnya menurut peneliti wakaf masjid berupa sawah adalah

tindakan wakif mewakafkan sawah yang statusnya halal yang memiliki daya tahan

kuat serta bernilai tinggi yang tidak boleh dijual, digadaikan, dihibahkan dan

diwariskan.

B. Macam-macam Wakaf Masjid

Penjelasan mengenai penempatan wakaf dalam ruang lingkup fikih

ibadah termasuk wakaf untuk masjid (Habl min Allah) mengisyaratkan bahwa

wakaf yang terbaik dilakukan secara sembunyi-sembunyi agar terhindar dari riya.

Akan tetapi penempatan wakaf sebagai wilayah ibadah yang sebaiknya dilakukan

secara sembunyi-sembunyi dapat melahirkan beberapa dampak yaitu sangat

sedikit orang yang mengetahui bahwa objek tertentu telah diwakafkan oleh orang

tertentu dan dalam konteks benda terdaftar dan benda tidak terdaftar, sebagai

pengembangan dari benda bergerak dan tidak bergerak dalam hukum kebendaan

sulit dipahami bahwa wakaf sebaiknya dilakukan secara sembunyi-sembunyi,

sebab wakaf tersebut melibatkan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf.

Mengenai benda yang diwakafkan untuk masjid baik yang bergerak dan

tidak bergerak jumlahnya sangat banyak, tetapi benda yang diwakafkan untuk

masjid terutama di daerah pedesaan berupa benda yang tidak bergerak, rata-rata

meliputi:

1. Tanah persawahan

a. Pertanian

b. Tambak Ikan

Page 65: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

2. Tanah perkebunan

Perkebunan

3. Tanah ladang

Palawija.106

Dengan lingkungan, cuaca dan bentuk tanah yang berbeda membuat

tanaman berbeda pula. Sehingga kesimpulan dari beberapa macam wakaf masjid

tersebut adalah benda yang tidak bergerak yaitu wakaf berupa sawah, hal ini

berdasarkan hadist Nabi Saw:

C�' �4�%)9 ��� �9 :�G!����� :���9 -� (!��T [email protected]�� )4�%)9 C�' : WX' ����� �YT� �G� �4�@��6 (� �V� �V�!�� G���� 8Z�� ./1[. �>,� �/� )\�N�<� � ' ����M� .V�1 �Y�]�9� ����, �G!����� :���9 -� (!��T [email protected]�� C�'�� :���,�4�% _U@���� �����T� �R@���.

Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar r.a.: Ia berkata ‘Umar r.a. berkata kepada Nabi Saw, “Saya mempunyai seratus saham (tanah dan kebun) di Khaibar, belum pernah saya mendapatkan harta yang lebih saya kagumi melebihi tanah itu, saya bermaksud menyedekahkannya” Nabi Saw, berkata “Tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya pada sabilillah.107

Berdasarkan hadist yang lain mengenai indikasi banda-benda wakaf

masjid adalah:

):�M�9 -� �V �< )4���# C�' : C�A'�� �&'�� �!�� ab�<. �)� ):� �G!����� :���9 -� (!��T -� C�A)��< ���c�T� � � a ��� �V������d�.e��) :�L+��M�; �/� :M��9 *���� �L�� :� ()h)4�i�� )<������ :�� _�6�N��.

Artinya: Sahabat Jabir r.a. berkata bahwa seluruh sahabat Nabi Muhammad Saw tidak meninggalkan sedikitpun bagian harta kecuali hanya diwakafkan. Selanjutnya Syaikh Abi Bakr menyimpulkan dengan benda yang bermanfaat serta memiliki daya tahan yang kuat. Di dalamnya termasuk:

1) Persawahan

2) Perkebunan

106 Depag R.I. Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di Indonesia, (Jakarta: Direktur Pemberdayaan Wakaf, 2007), hal. 119. 107 an-Nasa’i Dalam Kitab al-Ihbas Bab Habs al-Masya’, hal. 3546.

Page 66: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

3) Tanah ladang dan lain-lain.108

Menurut Sayyid Bakry bahwa yang dimaksud dengan benda-benda

wakaf adalah:

�� �4�i (,j�� ���k�4�e� 8�M.��)%�� ) ����� C��%��� )N��4D���ab�N�A)#�A�� a ��9 ���� (��@�;��� �����4�>� )J ���M, ���!"� 4�"�". ���� G�l��<. . Maksud dari harta di sini adalah benda-benda yang tampak bukan berupa dirham

dan dinar, karena keduanya akan habis ketika dibelanjakan, sehingga tidak tersisa

sedikitpun. Yang syarat-syaratnya akan dibahas pada pembahasan berikutnya.109

Termasuk benda-benda wakaf dalam kitab ini adalah benda-benda yang

bermanfaat serta bertahan lama, seperti sawah, kebun, ladang, sumur dan benda-

benda lain. Sebagaimana pendapat:

�m�"��A���� <��)N�� n�<� � � � � �<Q��o )<����� )&'�� 3p>�; )/��A < 8����c.>�� � � 8�9��%�# ./Q� [�+q,r�� ��lA�c"�� � �,��$�������� ./Q��� �4�@��6 (� ): �<� ):�M�9 -� �V �< �4�%)9 &'�� � � �J. �, ��%�s� )h�A+'�� �G����9 -�J���. �� �(��9 (��@�; a .�Q�)� �<�.

Boleh mewakafkan sawah, seperti tanah, rumah, bata, ladang dan sejenisnya

dengan kesepakatan. Karena golongan dari sahabat r.a. mewakafkan harta mereka

sebagaimana yang dipraktekan Umar yang mewakafkan tanahnya di Khaibar.

Karena perkebunan bersifat kuat dan bertahan lama.110

Selain pembagian benda wakaf, maka ada dua macam wakaf menurut

objeknya yaitu:

a. Wakaf Khairi

Wakaf Khairi adalah wakaf yang sejak semula ditujukan untuk

orang kepentingan umum, tidak dikhususkan untuk orang tertentu.

108

Imam Taqayyudin Abi Bakar bin Muhammad al-Huseni, Loc.Cit., hal. 257. 109 Sayyid Bakry bin Sayyid Muhammad Syatha ad-Dimyati al-Misyri, Hasyiat I’anat al-Thalibin, Juz III, (al-Haramain: Jiddah, Tt), hal. 157. 110 Wahbah Zuhaili., Op.Cit., hal. 7609.

Page 67: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

b. Wakaf Ahli

Wakaf Ahli atau wakaf keluarga ialah wakaf yang ditujukan pada

orang-orang tertentu atau seorang atau lebih, baik keluarga wakif atau

bukan. Wakaf ahli dapat dijumpai misalnya wakaf kepada kyai yang

sehari-hari bertugas mengajar santri-santrinya di Pondok-Pesantren.111

Hal ini berdasarkan hadis Nabi Saw bersabda:

�N�<���� :8�u �� ) #��$�%�� �Vl�� n�<�� _�lQ� *��%.$�� (� )J�A)]3M�� *)(v, ��%o *��%.$�� _�l� n�<�� (� )*(v, )m���/��4��� w���� )m����� G������.

Artinya: Diceritakan, bahwa ada tiga hal di bumi yang menyinari kepada

penduduk langit sebagaimana terangnya bintang-bintang di langit yang menyinari

penduduk bumi, yaitu masjid, rumah para ulama dan rumah orang yang hafal al-

Qur’an.112

Dalam hadist ini mencakup tiga hal yaitu masjid, rumah ulama dan

penghafal al-Qur’an, lebih luasnya masjid termasuk wakaf khairi, yang

kepentingannya untuk orang umum. Sedangkan rumah para ulama dan penghafal

al-Qur’an lebih luasnya adalah wakaf ahli.

C. Akad Dalam Wakaf Masjid

Secara umum rukun akad adalah dua pihak yang melakukan akad dan

pernyataan (ijab-qabul) dari para pihak. Akan tetapi dalam akad juga dikenal akad

tabarru’.

Akad tabarru’ adalah pernyataan dalam bentuk perkataan atau perbuatan

yang dilakukan secara sepihak, tanpa memerlukan pihak lain serta tidak

111 Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit., hal. 31. 112 Sayyid Bakry bin Sayyid Muhammad Syatha ad-Dimyati al-Misyri, Loc.Cit., hal. 157.

Page 68: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

memerlukan pernyataan penerimaan (qabul). Akad ini terutama diarahkan pada

akad-akad yang berhubungan dengan ibadah seperti zakat, infaq dan sedekah.

Sedangkan akad yang tidak dapat dilakukan secara sepihak disebut akad ghyr

tabarru’.113

Akad juga terdapat konsep akad lazim dan akad ghyr lazim. Akad lazim

adalah akad yang menyebabkan terjadinya perpindahan kepemilikan (intiqal al-

Milkiyah), sementara akad ghyr lazim adalah akad yang tidak menyebabkan

terjadinya kepemilikan benda (atau objek) yang diakadkan. Di antara perbuatan

hukum yang termasuk akad lazim adalah jual beli, sedangkan di antara perbuatan

hukum yang termasuk pada akad ghyr lazim adalah pinjam dan sewa.114

Secara implisit, penempatan akad wakaf dari segi kepindahan

kepemilikan memperlihatkan waktu wakaf. Akad wakaf yang diyakini sebagai

bagian dari akad ghyr lazim (kepemelikannya tidak berpindah), memperlihatkan

bahwa jangka waktu wakaf terbatas (muaqqat atau tidak muabbad).115 Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa ada dua akad dalam wakaf masjid yang rata-

rata telah dipraktekan oleh masyarakat Indonesia yaitu:

1. Lazim

Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa akad wakaf termasuk

akad lazim (atau mulazamah). Oleh karena itu benda yang telah diwakafkan

bukan lagi milik wakif, melainkan telah menjadi milik umum (atau milik

Allah). Akibatnya adalah bahwa benda yang telah diwakafkan tidak boleh

113 MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, (Jakarta: DSN-MUI dan Bank Indonesia, 2006), Edisi Revisi, hal. 465. 114 Jaih Mubarok, Op.Cit., hal. 40. 115 Ibid., hal. 41.

Page 69: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

dijual, dihibahkan dan diwariskan, karena memang ia bukan lagi milik

perorangan, melainkan milik publik.

2. Ghyr Lazim

Menurut Abu Hanifah, benda yang telah diwakafkan masih tetap milik

pihak yang mewakafkan, karena akad (transaksi) wakaf termasuk akad ghyr

lazim (tidak menyebabkan pindahnya kepemilikan benda wakaf).

Dari dua akad yang telah dipraktekan dan menggunakan statemen yang

berbeda dalam akad wakaf, maka dalam madzhab Syafi’i akad wakaf masjid

disepakati milik Allah. Oleh karena itu, kepemilikan wakaf untuk masjid

berpindah dari milik wakif menjadi milik umum. Hal ini berarti bahwa akad

wakaf untuk masjid bersifat mulazamah.116

Adapun pendapat yang disampaikan Abu Hanifah bahwa akad wakaf

masjid termasuk ghyr lazim sudah ditarik oleh pengikutnya yaitu Imam Abu

Yusuf.

Shighat yang merupakan akad berupa lafal yang menunjukkan arti

wakaf seperti ucapan: Tanah ini aku wakafkan untuk selamanya kepada

fakir miskin.

Sementara Sayyid Bakri membagi shighat wakaf menjadi 2 (dua) yaitu:

a. Sharih

Shighat Sharih yaitu akad yang menunjukkan penerimaan dan

penyerahan maukuf dengan lafadz atau maksud yang jelas tanpa

membutuhkan niat. Seperti lafadz Wakaftu, Sabaltu dan Habistu.

116 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz X, (Beirut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 1997), hal. 7602.

Page 70: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

b. Kinayah

Shighat Kinayah yaitu akad yang menunjukkan penerimaan dan

penyerahan maukuf dengan menggunakan lafadz sindiran atau lafadz

yang berbeda tetapi mempunyai maksud yang sama dengan disertai niat.

Seperti lafadz Haramtu, Abadtu dan Tashaddaqtu Bihi.117

Hal ini sesuai dengan pendapat Imam Jalaluddin bahwa akad yang

menggunakan dengan lafadz yang Sharih tidak disertai dengan niat,

karena secara langsung akad tersebut menjadi sah dengan lafadz Sharih

tersebut. Sedangkan akad Kinayah harus disertai dengan niat, karena

penggunaan akad Kinayah masih umum, untuk penentuannya

membutuhkan niat.118

Untuk itu akad dalam wakaf masjid tersebut adalah: “Sawah ini

aku wakafkan untuk selamanya kepada masjid atau Sawah ini aku

sedekahkan untuk selamanya kepada masjid”. Setelah pelafadzan akad

penerimaan dan penyerahan wakaf, maka sawah tersebut bukan lagi

menjadi kepemilikan perorangan melainkan menjadi milik masjid secara

utuh atau dalam wakaf masjid berupa sawah kelangsungan kepemilikan

untuk masjid tersebut bersifat mulazamah.

Adapun syarat shighat wakaf adalah:

117 Sayyid Bakry bin Sayyid Muhammad Syatha ad-Dimyati al-Misyri, Op.Cit., 156. 118 Imam Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abi Bakar al-Suyuti, al-Asybah wa al-Nadzair fi al-Furu’ (Surabaya: P.T. Irama Minasari, Tt), hal. 181.

Page 71: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

) ��Q!��� :!��� �(��9 WC) �;��%� 8.H��D� �4�i <�A)��%]�� � �M9 )&'�A�� 3p>�;�u� �G�� 8���4��� :�#�� �(��9 C��� )E��4�61 ):!"Q� �b. %)� m�'Q�b. )� (�1 �K)]�;.

Bersifat lama, menurut jumhur selain pengikut Imam Malik, maka tidak sah

wakaf dibatasi dengan waktu, karena wakaf itu melepaskan harta berdasarkan

bertakarrub kepada Allah sehingga tidak boleh dibatasi dengan waktu.

)K�]�M!��� :��9 ):!"Q� _�@���$%�� (� �m'�� (�1 �=�v)� r�� ���4�e� �!���)� 4�i C�x� (� �?K�]�M)� �/�AH�; �/Q� _�" �Vv���; a �; �G�� C�x� (� ���%��8.H��D� 4�i <�A)��%y� z��< (� 8.@����� L��@�� �o ���4�{ �(��9 ):�����, .p>.

Berlangsung, sebagaimana wakaf harus berlangsung seketika tanpa digantungkan

dengan syarat dan tidak disandarkan pada waktu, karena akad wakaf adalah

mendorong pemindahan kepemilikan pada waktu itu. Maka tidak sah

menggantungkannya berdasarkan syarat seperti jual beli dan hibbah. Hal ini

menurut pendapat jumhur selain pengikut Imam Malik.119

D. Pengelolaan Wakaf Masjid

Dalam pengelolaan harta wakaf masjid, pihak yang paling berperan

berhasil tidaknya dalam pemanfaatan harta wakaf adalah Nadzir wakaf, yaitu

seseorang atau kelompok orang dan badan hukum yang diserahi tugas oleh wakif

(orang yang mewakafkan harta) untuk mengelola wakaf. Walaupun dalam kitab-

kitab fiqh, ulama tidak mencantumkan Nadzir wakaf sebagai salah satu rukun

wakaf, karena wakaf merupakan ibadah tabarru’ (pemberian yang bersifat

sunnah.120

Sebagaimana hadist yang disampaikan Imam Damiri:

119 Wahbah Zuhaili, Op.Cit., hal. 7656, 7658. 120 Rachmadi Usman, Op.Cit., hal. 134.

Page 72: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

J�.%�� �GU' ):����# ):v|��� �}1�� � ]�$�� �GU' ):����# �? �@�9 -� .Y��� �}1. Artinya: Ketika Allah mencintai seorang hamba, maka Allah menjadikannya sebagai pembangun atau pendiri masjid dan ketika Allah membenci hambanya maka Allah menjadikannya sebagai pembangun atau pendiri tempat pemandian.121

Kandungan hadist tersebut adalah bahwa pengurus atau pengelola

sarana-sarana yang dimiliki masjid benar-benar pemberian langsung dari Allah.

Allah memilih orang-orang yang mempunyai kejujuran dan penguasaan dalam

mengelola benda-benda masjid dengan pemilihan Allah sendiri.

Namun demikian, setelah memperhatikan tujuan wakaf yang ingin

melestarikan manfaat dari hasil tanah wakaf, maka keberadaan Nadzir sangat

dibutuhkan. bahkan menempati pada peran sentral. Sebab di pundak Nadzir

tanggungjawab dan kewajiban memelihara, menjaga dan mengembangkan wakaf

serta menyalurkan hasil atau manfaat dari wakaf kepada sasaran wakaf.

Keterangan ini sudah tergambar dalam beberapa kitab diantaranya adalah:

�4�@��%��� m��.M�� 4�].e�� )4�% ):� �~�4i �/� ):H�� ]�$D� (� ~��)4|D� )4�%�� (���� ���c���>�%� ):��4�T�� aO��@)� 8����@)%�� baO��@)%� C�x� _)��# ��� _o���� �~�4i �/��� :c���>�%� ):�4�>�� .

Buah pohan yang tumbuh di pemakaman umum itu boleh diambil dan

menggunakannya untuk kemaslahatan pemakaman itu lebih utama. Adapun buah

yang ditanam untuk kepentingan masjid itu milik masjid dengan catatan

penanamannya untuk masjid, sehingga penggunaannya juga kembali pada

kemaslahatan masjid. Kalau buah pohon yang ditanam hanya untuk dimakan atau

tidak diketahui statusnya maka itu boleh diambil.122

121

Sayyid ‘Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin ‘Umar, Op.Cit., hal. 173. 122

Syaikh Zainuddin bin ‘Abdul ‘Aziz al-Malibari, Op.Cit., hal. 90.

Page 73: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Terlalu banyak contoh pengelolaan harta wakaf yang dikelola oleh

Nadzir yang sebenarnya tidak mempunyai kemampuan memadai, sehingga harta

wakaf tidak berfungsi secara maksimal, bahkan tidak memberi manfaat sama

sekali kepada sasaran wakaf. Untuk itulah profesionalisme Nadzir menjadi ukuran

yang paling penting dalam pengelolaan wakaf jenis apapun termasuk wakaf

masjid.123

Sebagaimana penjelasan tentang profesionalisme Nadzir:

�*��{ (��� ����� )L�#�4); ):� 8;<��9 �m"�o ):,r� �&��; ��� �?���4�6 �? ]�$�� �4.%�9 �A�. Apabila wakif berwakaf sesuatu untuk membangun masjid yang rusak dan wakif

tidak mewakafkan alat-alat sekaligus untuk membangun masjid, maka statusnya

sebagai benda pinjaman yang sewaktu-waktu dapat dikembalikan lagi.124

Maksud ungkapan ‘Imarah adalah pengurus atau Nadzir masjid, dengan

kata lain orang yang dipercaya wakif untuk merawat benda wakaf harus betul-

betul orang yang profesional dalam membangun dan mengembangkan benda-

benda wakaf termasuk sawah.

Senada dengan pendapat diatas adalah:

�� � � ��� :���� � � )&'��A�� ���k.4�{ )���� � � :,�<��%9�� hK���], �/��)��� =�A'�AD� 8�+" ./�.%� ):!"Q� &'�A�� C� ):k�4�{ �L�@!,� �:��+" (� :k�4�{ )I��@q"� �Y�#�� &'�A�� _�@�� (� . ��!+x� ./Q� �<����� 8!�|o :����M�� ��� =�A'�AD� 8!�i � %� � H�%); �G� �/��

�9 [�+"��� !r� ) H%�;�� &'�A�� _�T� �(��9:,�<��)4 � � [�+"�� �/�H� :�!�i � � :��. Sesungguhnya biaya perawatan wakaf dan pengembangannya tergantung pada

syarat wakif, boleh diambil dari harta wakif atau dari harta wakaf, karena apa

yang disyaratkan wakif itu menentukan jalan dalam perawatan dan pengembangan

123 Loc.Cit., hal. 41. 124 Sayyid Bakry bin Sayyid Muhammad Syatha ad-Dimyati al-Misyri, Loc.Cit., hal. 160.

Page 74: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

wakaf. Kalau semuanya tidak mampu maka diambilkan dari hasil maukuf atau

manfaatnya, seperti hasil persawahan. Karena kelangsungan pengembangan

wakaf tidak berjalan kecuali dengan hasil wakaf, maka biaya wakaf adalah wajib

demi pengembangannya.125 Kualifikasi profesionalisme Nadzir secara umum dipersyaratkan

menurut pandangan fiqh sebagai berikut: beragama Islam, mukallaf (memiliki

kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum), baligh, aqil, memiliki

kemampuan dalam mengelola wakaf dan memiliki sifat amanah, jujur dan adil.

Persyaratan minimal seseorang atau lembaga Nadzir dalam pandangan

fiqh dari pengelolaan wakaf masjid bisa dijabarkan sebagai berikut:

1. Syarat Moral

a. Paham tentang hukum wakaf dan Zis, baik dalam tujuan syari’ah

maupun perundang-undangan Negara RI.

b. Jujur, amanah, adil dan ihsan, sehingga dapat dipercaya dalam proses

pengelolaan dan penggunaan kepada sasaran wakaf.

c. Punya kecerdasan baik emosional maupun spritual.

2. Syarat Manajemen

a. Mempunyai kapasitas dan kapabalitas yang baik dalam kepemimpinan

wakaf masjid.

b. Mempunyai visi dan misi dalam pengelolaan tanah wakaf masjid.

c. Mempunyai kecerdasan yang baik secara intelektual sosial dan

pemberdayaan.

125 Wahbah Zuhaili, Op.Cit., hal. 7671.

Page 75: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

d. Profesional dalam bidang pengelolaan dan penggunaan harta wakaf

masjid.126

Selanjutnya Wahbah Zuhaili memberikan tiga syarat pada Nadzir adalah

‘adil secara dhahir, mampu mengelola hasil wakaf dan Islam.127

Adapun harta benda wakaf masjid adalah:

1) Sarana dan kegiatan ibadah

2) Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan

3) Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu serta

kemaslahatan ummat.128

Sebagaimana praktek pengelolaan sawah yang berada di pedesaan,

sawah wakaf masjid juga dikelola sebagaimana praktek pengelolaan di

pedesaan ditanami menurut musim dan cuaca daerah tersebut, dengan

pengelolaan yang profesional. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil

yang melimpah serta memuaskan.

Artinya pengelolaan wakaf sawah Masjid tidak berhenti hanya pada

hasil berupa padi dan sejenisnya, melainkan dari hasil penjualan padi

tersebut dikembangkan lagi dengan bentuk yang lain.

E. Hak dan Kewajiban Nadzir Wakaf Masjid

Nadzir adalah orang yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk

dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Nadzir dalam

126 Ibid., hal. 41. 127

Wahbah Zuhaili, Loc.Cit., hal. 7687. 128 Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 270.

Page 76: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

mengelola wakaf tentunya banyak mengeluarkan tenaga dan pikiran demi

pengembangan dan memenuhi target yang diinginkan oleh wakif yang senantiasa

manfaat wakaf tidak hanya terbatas pada kepentingan masjid, melainkan dapat

dirasakan seluruh kalangan masyarakat. Dengan jerih payah Nadzir dalam

mengelola wakaf, maka ia berhak mendapatkan hak-hak dari hasil wakaf sebagai

imbalan dari jerih payah mengelola wakaf. Adapun hak-hak Nadzir dari hasil

wakaf masjid adalah:

1. Nadzir berhak mendapatkan imbalan atau upah 10% dari hasil bersih atas

pengelolaan dan pengembangan wakaf masjid.

2. Nadzir berhak mendapatkan pembinaan dari ahli wakaf masjid agar dalam

mengelola wakaf masjid dapat terlaksana dengan baik.

3. Nadzir berhak mendapatkan imbalan sesuai dengan ukuran tanah wakaf

masjid dalam waktu akad. Sebagaimana hadis Nabi Saw:

�4�@�F� � �<� ����T� ��!P�� ) �� �4�%)9 ./� ��%)��M�9 -� �V �< �4�%)9 ��� �9 �G!����� :���9 -� (!��T [email protected]�� �(,Q�C��� ����� )h)4�Q��$�; :�<��; �Vq")4)�Q, ��%� ):�M� �� �M9 )R+"� WX' ����� �YT� � �4�@�F� � �<� )m�@�T� �Vq"1 -� C�A)�

:�.C�' � :��� [. �>,�� )��<�A);r�� )Y�l�A);���� )I��@);�� ):!"� )4�%)9 ���� �m'. �>�� �����T� �m�$@�� �m�{ �/1 (� �Q�; �/� ������� � �� �(��9 �O��M)# �� &�!v���� _�@.$�� ����� -� _�@�� (��� (���4��� (��� *��4�+�� =��)4���%��� ����M� _o

C.A�%�)� �4�i �G�P);��. Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar r.a. bahwa Umar bin Khathab r.a. memperoleh tanah di Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi Saw untuk meminta petunjuk mengenai tanah tersebut. Ia berkata “Wahai Rasulullah Saya memperoleh tanah di Khaibar yang belum pernah saya peroleh harta yang lebih baik bagiku melebihi tanah tersebut, apa perintah Engkau kepadaku mengenainya.? Nabi Saw menjawab, jika mau kamu tahan pokoknya dan kemu sedekahkan hasilnya. Ibnu Umar berkata, “Maka Umar menyedekahkan tanah tersebut, dengan mensyaratkan bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan. Ia menyedekahkan

Page 77: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

hasilnya kepada fuqara, kerabat riqab, (hamba sahaya orang tertindas), sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Tidak berdosa orang yang mengelolanya untuk memakan dari hasil tanah itu secara makruf (wajar) dan memberi makan (kepada orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik.129

Sebagai pelaksana hukum dan pengelola wakaf dengan tujuan

memaksimalkan hasil wakaf masjid yang tidak mengecewakan pihak wakif, maka

Nadzir mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan, yaitu:

1. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf masjid sesuai dengan

dengan tujuan, fungsi dan peruntukan wakaf masjid.

2. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf masjid.

3. Melaporkan dan membukukan dari hasil wakaf masjid kepada ta’mir

masjid.

Dengan demikian Nadzir berkewajiban untuk menjaga, mengembangkan

dan melestarikan manfaat dari harta yang diwakafkan bagi orang-orang yang

berhak menerimanya, jelas bahwa fungsi dan tidak berfungsinya suatu wakaf

tergantung dari pada peran Nadzir. Meskipun demikian Nadzir tidak memiliki

kekuasaan mutlak terhadap harta yang diamanatkan kepadanya. Para ulama

sepakat bawa kekuasaan Nadzir wakaf hanya terbatas pada pengelolaan wakaf

untuk dimanfaatkan sesuai dengan tujuan wakaf yang dikehendaki oleh wakif.130

Hal di atas juga disampaikan oleh Wahbah Zuhaili sebagai berikut:

129 H.R. Bukhari, hal. 2532. 130 Depag, Op.Cit., hal. 43.

Page 78: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

):� J����� ��;A+!��� � �M9 4��.M�� 8+���� :�<��� h<��]�;1�� :,�<��%9�� &'�A�� w+� � � 8!�|�� _�>�c,�� :�� 8�%�T�F)%���� :9�������� �(��9 \.u|���� C�A)T�� w+��� � �q��c��$D� � ��� �����%�$'�� 4�%��� I�<���� �b�4�#� :��9�� :�s� (� )N�A)����%�� ):!"�

�M, (� )N�����#Q��7�c��$)� *�P�91�� O�u�T1�� b�<��%9 � � :,���# (� :��4�T�� =�A'�AD� 8�% . Nadzir, secara umum mempunyai beberapa kewajiban di antaranya, menjaga,

membangun, menyewakan, menanami, merawat wakaf, menghasilkan keuntungan

baik berupa upah, tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan, selanjutnya dibagikan

kepada yang berhak. Menjaga pokok wakaf dan hati-hati menjaga keuntungannya,

karena semuanya merupakan perjanjian wakaf dan diupayakan untuk

mengembangkan maukuf dan menggunakan untuk membangun, memperbaiki dan

memberikan pada yang berhak.131

Dari berbagai kesulitan dan kepayahan Nadzir dalam mengelola wakaf

masjid berupa sawah, untuk memberi motivasi dan agreisifitas Nadzir dalam

perawatan wakaf masjid berupa sawah, maka pihak pengurus masjid memberikan

hak dan bagian tersendiri untuk Nadzir yaitu 10% dari hasil sawah atau hak

Nadzir tersebut tergantung pada kesepakatan yang tertulis dalam penerimaan dan

penyerahan sawah tersebut. Sebagaimana pendapat:

���4!P�� (��A�� Go�x� /}1 �u� b�4�#Q��� :$+�M� 8��A'�A�%�� n�<�� )~�4i 4��.M�� �R�� (�>'� ):��K��� �"��]�� �L�' _��� �/�� )&'��A�� �/}� �/1 �G��" &'�A�� p���>�� (� ����4�>�; 4�#�� ��� :$+�M� ����9<�K);��� �����4|); �/� ��l4���M� &'��A�� Y�)T (�

&'��A�� ��4�eo &'��A�� 8"�<��)%�� b�N4!P)%�� �b�N����� ./� ���# ������ =�4��� )N��4qk� .

Nadzir tidak boleh mengambil untung dari tanaman bumi yang diwakafkan untuk

dirinya tanpa izin dari hakim sebagai penguasa keduanya. Apabila ia melanggar

maka ia boleh dipecat secara cuma-cuma dan wajib menanggung semua

131 Wahbah Zuhaili, Op.Cit., hal. 7688.

Page 79: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

keuntungan yang telah dipergunakan dalam perawatan harta wakaf, itu benar.

Apabila wakif telah memberi izin kepada nadzir dalam penyerahan wakif untuk

menggarap dan menanaminya untuk dirinya atau hal itu sesuai dengan adat yang

berlaku maka itu boleh, karena kebiasaan yang berlaku pada wakif seperti syarat

dalam wakif.132

Artinya Nadzir dalam mengelola maukuf berhak mendapatkan imbalan

yang sesuai dengan perjanjian pada waktu penerimaan dan penyerahan maukuf

atau menurut hukum Nadzir berhak mendapatkan 10% dari hasil maukuf.

BAB IV

PENGGUNAAN ASET WAKAF PRODUKTIF UNTUK KEPERLUAN

HIDUP MENURUT TINJAUAN UU NO. 41 TAHUN 2004 DAN FIQ H

SYAFI’IYYAH

132

Sayyid ‘Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin ‘Umar, Op.Cit., hal. 174.

Page 80: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Wakaf adalah salah satu instrumen ekonomi dan keuangan syari’ah yang

dikembangkan untuk kesejahteraan umat. Melalui wakaf, pihak-pihak yang

berhak menerima manfaat wakaf akan dapat memenuhi kebutuhannya. Seiring

dengan perubahan dan perkembangan undang-undang yang mengatur tentang

wakaf, serta untuk meningkatkan atau memaksimalkan fungsi wakaf, pengelolaan

wakaf pun berubah menjadi pengelolaan wakaf yang profesional.

Dengan pengelolaan yang profesional serta perawatan yang maksimal

tanah wakaf dapat menghasilkan keuntungan dan penghasilan yang maksimal

juga, dari hasil wakaf tersebut, semua pihak yang sangat membutuhkan

mempunyai harapan dan angan-angan untuk mendapatkan bagian dari hasil wakaf

tersebut, dengan harapan dan bagian yang merata.

Perataan pembagian wakaf merupakan salah satu fungsi yang harus

dilaksanakan oleh pengurus wakaf, dengan harapan dapat membantu beban dan

tanggungan yang dapat memberatkan hidup mereka, tetapi harapan yang dibangun

sejak lama akhirnya terputus dan menjadi sirna dengan terjadinya fenomena

bahwa banyak di antara sekian hasil wakaf digunakan untuk keperluan hidup dan

kebutuhan sehari-hari. Sebagaimana fenomena yang terjadi di daerah perdesaan di

mana Nadzir memanfaatkan hasil wakaf secara pribadi, tetapi dalam

penggunaannya masih belum jelas bagaimana keadaan dan kondisi ekonomi

pengurus/Nadzir. Sebagaimana keterangan:

):� �4){ �����6Q� !_���$�; �/� 4��.M�� ��A)��� ):!"� )4����; �z��!���.

Page 81: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Menurut pendapat yang jelas, bahwa Nadzir Khas tidak boleh

mengambil hasil wakaf yang telah disyaratkan oleh wakif, yaitu untuk

kepentingan masjid.133

Maka peneliti akan menguraikan dengan jelas tentang kondisi dan

keadaan ekonomi yang melatarbelakangi Nadzir yang berani memanfaatkan hasil

wakaf secara pribadi, sebagai berikut:

A. Profil Nadzir

Profil merupakan suatu gambaran nyata dalam diri seseorang yang perlu

dijelaskan dan diuraikan secara gamblang baik melalui lisan, tulisan atau media-

media yang lain, dengan harapan bisa mendapatkan pengertian dari pihak yang

bersangkutan.

Nadzir dapat berupa perorangan, lembaga atau badan wakaf yang

semuanya berperan untuk mengurusi, mengembangkan dan memfungsikan wakaf

dengan tepat sasaran, tanpa digunakan untuk kepentingan pribadi, kecuali

kebutuhan yang seperlunya dan berstatus dihalalkan.

Nadzir yang mengelola tanah wakaf tidak selalu berstatus kaya, bahkan

Nadzir yang menggarap tanah wakaf di sini adalah berstatus miskin yang sudah

beristri dengan dikaruniai satu anak laki-laki dan belum mempunyai rumah sendiri

yang mana Nadzir bertempat tinggal dengan kedua orang tuanya. Artinya ia tidak

memenuhi kebutuhan sehari-harinya, dengan tidak mempunyai pekerjaan tetap,

133 Sayyid Abdurrahman bin Muhammad, Fatawi Kubra al-Fiqhiyah, Juz 3, (Ttp), hal. 278.

Page 82: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

hanya sebagai buruh tetangganya. Dalam pandangannya menggarap tanah wakaf

dapat membantu beban kebutuhannya.

Status kemiskinan Nadzir tidak selalu mengakibatkan penyelewengan

dalam penggunaan hasil wakaf, di samping itu ia adalah paham tentang agama,

bahkan dengan adanya ia merawat tanah wakaf dapat menghasilkan kemanfaatan

yang kembali pada dirinya dan pada pengembangan tanah wakaf tersebut. Karena

di sisi lain tujuan wakaf adalah untuk membantu orang-orang fakir miskin.

Dalam penentuan memilih Nadzir tidak disyaratkan harus kaya dan

miskin atau berpendidikan tinggi, tetapi ia adalah orang yang amanah, jujur dan

mampu mengelola tanah wakaf dengan baik, sehingga Nadzir yang berstatus kaya

boleh menerima upah dari perawatan wakaf, apalagi Nadzir yang miskin boleh

menerima upah. Dengan harapan wakif tentunya harta yang diwakafkan itu

bermanfaat terus menerus, dan dialah yang paling mengetahui orang yang mampu

mengurus dan memelihara harta yang diwakafkan walaupun keadaan Nadzir

miskin.134

1. Nadzir

Nadzir adalah orang yang ditunjuk wakif untuk mengurusi wakaf

yang berupa tanah yang diberikan kepada masjid. Semestinya dari pihak

wakif sudah paham dalam memilih Nadzir wakaf dan dipertimbangkan

dengan matang, bukan hanya itu pasti melalui musyawarah dengan

pengurus masjid dan masyarakat sekitar tentang amanah dan kejujuran

134 Wahbah al-Zuhaili., Op.Cit., hal. 216.

Page 83: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Nadzir tersebut.135 Sehingga wakif berani memberikan amanah berupa

wakaf tanah kepada Nadzir.

Walaupun para mujtahid tidak menjadikan Nadzir sebagai salah

satu rukun wakaf, namun para ulama sepakat bahwa wakif harus menunjuk

Nadzir wakaf (pengawas wakaf) baik Nadzir tersebut wakif sendiri mauquf

alaih atau pihak lain, bahkan ada kemungkinan Nadzirnya terdiri dari dua

pihak yakni wakif dan mauquf alaihnya.136

Dengan modal kepercayaan dari wakif akhirnya ia menerima

menjadi Nadzir. Selain itu sebelum diangkat menjadi Nadzir di mata

masyarakat ia terkenal baik dalam beribadah, berinteraksi dengan

masyarakat sangat baik dan sopan dalam berperilaku sehingga masyarakat

dan pengurus sepakat mempercayakan wakaf tanah kepadanya.

Melihat perilaku dan keterangan masyarakat sekitar beberapa

sumber mengatakan dalam pendidikan agama sudah sangat cukup untuk

menunjang dalam mengurus wakaf tanah masjid selain itu juga

mendapatkan pengarahan dari tokoh dan ta’mir masjid, sehingga Nadzir

paham dan mengerti tentang hukum, kegunaan dan manfaat hasil wakaf

tanah yang sebenarnya. Sebagaimana keterangan:

�A)�. ���� 4������ z���4+.M��o Y�l�D� _�l� � � � ���� )4�i �v�;� )h�4o} ����� ��%� 4��.M�� =34�>, ���A�# � � V'&'��A�� �n�4i V���M);��.

135 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, pasal 10, ayat (1). 136 Wahbah al-Zuhaili, Loc.Cit., hal. 231.

Page 84: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Pendapat selanjutnya adalah pendapat selain golongan madzhab, seperti

Imam Nafrawi, Amir dan Dasuqi, yaitu Nadzir boleh menggunakan hasil

wakaf yang tidak bertentangan dengan tujuan wakaf.137

Namun dalam segi pendidikan, Nadzir tidak diharuskan

berpendidikan tinggi. Karena pada dasarnya siapapun dapat menjadi Nadzir

asalkan ia berhak melakukan tindakan hukum.138 Akan tetapi karena tugas

Nadzir adalah menyangkut harta benda yang manfaatnya harus

disampaikan kepada pihak yang menerimanya, maka jabatan Nadzir harus

diberikan kepada orang yang mampu menjalankan tugas wakaf.

Walaupun ia sudah cukup dalam ilmu agama, tetapi pendidikan

formalnya layak sebagai penunjang dalam mengurus wakaf tanah serta

hasilnya, dengan tujuan profesional dalam mengurus, mengelola dan

mentasarrupkan hasil wakaf dengan tepat sasaran. Karena dalam kontek

manajemen, Nadzir termasuk sumber daya manusia yang harus berjiwa dan

memiliki ketrampilan wiraswasta.139

2. Kondisi Keluarga dan Ekonomi Nadzir

Kondisi merupakan keadaan luar yang tampak dari diri Nadzir dan

keluarganya yang menentukan apakah keluarga Nadzir hidup bahagia atau

sebaliknya. Selama menempuh hidup baru, yakni berumahtangga dengan

dilandasi pemahaman agama yang kental serta keimanan yang kuat sampai

dikaruniai satu anak, sekilas kondisi keluarga Nadzir tampak hidup rukun

137 Sayyid Alawi al-Maliki al-Hasani, Majmu’ Fatawa wa Rasail, (Ttp), hal. 144. 138 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1988), hal. 92. 139 Abdul Hamid Mursi, SDM yang Produktif Pendekatan al-Qur’an dan Sains, terj, Moh. Nurhakim, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hal. 56.

Page 85: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

berdampingan bersama keluarga layaknya masyarakat pada umumnya.

Artinya Nadzir mampu menahkodai keluarganya dengan tenang dan

berwibawa, dengan menyadarkan keluarganya bahwa hidup itu tidak selalu

dalam kondisi bahagia atau sebaliknya.

Dalam menjadi Nadzir tidak harus kaya dan miskin, melainkan

mempunyai sifat adil. Jumhur ulama berpendapat bahwa yang dimaksud

adil adalah mengerjakan apa yang diperintahkan dan menjauhi yang

dilarang syari’at, selanjutnya Nadzir tidak harus laki-laki, karena ‘Umar

berwasiat agar Hafsah menjadi Nadzir dari harta yang diwakafkannya.

Dengan demikian Nadzir dapat menikmati hidup yang sebenarnya yaitu

kondisi nyaman bersama keluarga.140

Ekonomi adalah segala usaha manusia dalam memenuhi

kebutuhannya guna mencapai kemakmuran hidupnya. Menurut pandangan

masyarakat luas bahwa kebahagiaan kehidupan berumahtangga salah

satunya ditentukan oleh ekonomi, dengan penghasilan tinggi Nadzir akan

hidup bahagia dan akan hidup susah dengan penghasilan yang rendah.

Dengan kata lain keluarga Nadzir termasuk dalam kategori fakir miskin

yang berhak menerima zakat. Selain itu pertanian yang hanya musiman,

maka pekerjaan apapun ia lakukan demi mencukupi kebutuhan keluarganya

tanpa menghiraukan ia berstatus Nadzir yang secara sosial lumayan tinggi

wibawanya. Sebagaimana keterangan:

140 Wahbah al-Zuhaili, Op.Cit., hal. 232.

Page 86: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

" )LP��M�; �.� �/�AH�; �� �/��� &'�A�� � �� �?N�A)#�A�� ):)9�A" ��� :���9 )=�A'�AD� �/�AH�; �/� �z� 8��# � .�9 �}1 �!�1 ):)9�A hN����� (��9 �&'��� �}1 ��%o )LP��M, �� ��4�6��Gl ���� � � *��4�+�� .G.

Ketika berwakaf mauquf alaih harus ada dan tidak terdiri dari

sesuatu yang hilang wujudnya, kecuali wakif menentukan pihak yang lain,

seperti wakif mewakafkan kepada anak-anaknya kemudian kepada fakir

miskin.141

Walaupun ia berstatus fakir dan miskin tetap berusaha merawat

tanah wakaf yang nantinya juga mendapatkan bagian dari hasil wakaf

tersebut, sehingga dengan bagian dari hasil wakaf tanah dimungkinkan

dapat membantu meringankan beban berat hidup Nadzir yang

berpenghasilan rendah. Kaidah fiqh mengatakan:

?uv� )4so� �/�o ?u��� )4so� �/�o���.

Barang siapa yang banyak usahanya, maka banyak pula

penghasilanya.142 Hal ini menandakan bahwa Nadzir selalu bersungguh-

sungguh dalam merawat, mengelola dan mengembangkan tanah wakaf

tersebut.

B. Hasil Pengelolaan Wakaf Produktif

Bila dipandang dari sudut hukum Islam semata-mata, maka soal wakaf

menjadi begitu sederhana asalkan dilandasi kepercayaan dan dianggap telah

memenuhi ketentuan format dengan pengelolaan yang baik pula. Artinya

kemudahan administratif dengan tidak ada prosedur yang rumit dalam berwakaf,

141 Musthafadib al-Bagha, al-Tadzhib fi Adillat Matan Abi Syuja’, (Surabaya: al-Hidayah, tt), hal. 144. 142 Abdulhamid Hakim, Mabadi’ Awwaliyah, (Jakarta: Sa’adiyah Putra, 1927), hal. 43.

Page 87: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

namun demikian di sisi lain kemudahan itu berakibat pada kesulitan pengawasan

dalam pengelolaan hasil wakaf.

Seorang Nadzir bertugas dan bertanggung jawab memelihara harta

wakaf, mengelola, mengawasi, memperbaiki, mengembangkan harta wakaf,

menyalurkan hasil wakaf kepada pihak yang menerimanya dan mempertahankan

harta wakaf dari gugatan orang lain.143

Adapun praktek pengelolaan hasil wakaf masjid tergantung kebijakan

pengurus masjid, dapat juga dibelikan benda-benda yang berhubungan dengan

masjid dan benda-benda lainnya yang dapat dikembangkan yang dikelola kembali

dengan harapan hasil wakaf tanah masjid dapat meningkat sebagaimana yang

harapan wakif. Sebagaimana ungkapan:

Muhammad Ubaid al-Kubaisy mengungkapkan bahwa Nadzir bertugas untuk

mentsharrupkan (membelanjakan) wakaf. Dalam mentasharrupkan harta

wakaf tersebut ada yang sifatnya wajib dan ada yang sifatnya jaiz. Yang

dianggap wajib dikerjakan oleh Nadzir adalah mengembangkan wakaf,

melaksanakan hak-hak wakaf dan menjaganya, menyalurkan keuangan wakaf

dan menyampaikan hak-hak penerima wakaf. Sedangkan yang sifatnya jaiz

dilakukan oleh Nadzir antara lain menyewakan wakaf dengan menanami tanah

tersebut dengan berbagai tanaman, mendirikan bangunan di atas tanah wakaf

untuk disewakan dan merubah peruntukan wakaf jika tidak sesuai lagi dengan

tujuan wakaf.144

143 Mansur Ibnu Yunus al-Bahuti, Kasysyaf al-Qaana’an Matan al-Iqna’ Jil IV, (Beirut: Dar al-Fikr, 1982), hal. 268. 144 Muhammad Ubaid al-Kubaisy, Ahkam al-Wakf fi Syari’ah al-Islamiyah, (Bagdad: Matba’ah al-Irsyad, tt), hal. 187-208.

Page 88: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

1. Luas Tanah Wakaf

Hasil wakaf tanah masjid dapat melimpah salah satunya ditunjang

dengan keluasan tanahnya, di samping itu perawatan yang maksimal serta

ketekunan Nadzir dalam mengelola hasil wakaf. Melihat lokasi tanah wakaf

tersebut didaerah yang strategis baik secara pengairan dengan kondisi tanah

yang subur, sehingga dapat dipastikan hasilnya sangat melimpah ruah serta

memuaskan kepada Nadzir dan jajaran pengurus masjid.

Adapun luas tanah sawah wakaf Masjid Baitul Huda Mronjo

adalah 1320 M2 yang memiliki tipe tanah subur dengan ditopang cuaca dan

irigasi yang memadahi serta perawatan yang maksimal, sehingga hasil

panen dari tanah seluas 1320 M2 ditaksir mencapai 7 (tujuh) sampai 8

(delapan) kwintal padi basah.

a. Sejarah

Wakaf yang merupakan ajaran Rasulullah sebagai tabungan

untuk meringankan beban manusia di akhirat nanti, wakaf juga

dipraktekkan oleh para sahabat Nabi sampai pada zaman sekarang,

sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Khatab.

Melihat bangunan atau tempat-tempat ibadah orang Islam yang

tidak layak, terutama bangunan Masjid Baitul Huda Mronjo, karena di

pedesaan jarang yang membantu pembangunannya dengan langsung

menggunakan uang tunai, maka salah satu solusinya adalah mewakafkan

tanah untuk kepentingan masjid. Dan pada tahun 1995 ada wakif yang

mewakafkan tanahnya yang berupa sawah untuk masjid tersebut nama

Page 89: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

wakif adalah Bu. Supirah yang mana sawah itu diserahkan kepada pihak

ta’mir Masjid Baitul Huda.

Kemudian pada tahun 2003 oleh pihak ta’mir diserahkan kepada

Bapak Sabar (Nadzir) yakni orang yang mengelola sawah tersebut.

Karena dengan merawat tanah yang hasilnya dua kali dalam setahun,

maka hasilnya dapat digunakan untuk membenahi tempat-tempat ibadah

dengan tanpa merepotkan orang lain, bahkan dapat membantu mereka

yang derajatnya kurang seimbang dalam ranah sosial. Sebagaimana

pendapat:

Konsep-konsep Islam yang sudah membumi, dalam tempo dua

puluh tahun saja telah mampu memimpin dunia yang gemanya sanggup

membungkam suara penentangnya, karena dengan syari’at Islam mampu

menginjeksi dan mendidik mereka hingga sampai pada derajat

kemuliaan, karena Islam adalah agama mampu mewujudkan keadilan di

muka bumi ini.145

b. Jumlah

Adapun jumlah tanah yang diwakafkan wakif adalah 2 (dua)

petak, yang berlokasi sebelah selatan dari sawah Bapak Supar, utara dari

Bapak Kasdi, timur Bapak Tayyibin dan sebelah barat dari kalen, dengan

bentuk tanah subur dengan didukung pengairan yang memadai.

c. Hasil

145 M. Yusuf Qardlawi, al-Madkhal fi Dirasat al-Syari’ah al-Islamiyah, Terj. Muhammad Zakki dan Yasir Tajid, Membumikan Syari’at Islam. (Surabaya: Dunia Ilmu, 1997), hal. 31.

Page 90: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Dari tanah seluas 1320 M2 ditaksir mencapai 7 (tujuh) sampai 8

(delapan) kwintal padi basah. Hasil tersebut dari bentuk tanaman padi

yang subur, kalau keadaan tanaman padi yang kurang subur biasanya

menghasilkan 4 (empat) sampai 5 (lima) kwintal padi basah.

d. Sistem Penggunaan Hasilnya

Pada waktu itu hasil dari sawah tersebut oleh Nadzir untuk

merawat tanaman berupa padi maupun palawija yang ditanam secara

bergiliran serta untuk kepentingan keluarganya.

Seharusnya langkah awal dalam menangani hasil tersebut, lebih

dulu dibagi dengan pihak pengurus masjid serta dilaporkan berapa

jumlah hasilnya, pengelola mendapatkan 2 (dua) kwintal dari hasil

tersebut, selebihnya diserahkan pada pengurus masjid. Karena pengelola

yang bertanggung jawab dan merawat tanah wakaf sehingga pantas

mendapatkan imbalan dari jerih payahnya, walaupun hanya sebatas

untuk memberi semangat dalam mengelola tanah wakaf.

Penggunaan hasil wakaf biasanya tergantung pada awal wakif

mewakafkan tanahnya, dapat diperuntukkan untuk keperluan masjid,

pondok pesantren dan madrasah. Melihat niat wakif yang mewakafkan

tanahnya yang hasilnya diperuntukkan kepentingan Masjid Baitul Huda

Mronjo, maka semua hasilnya harus diberikan pada Masjid Baitul Huda

Mronjo.

Melihat wakaf ini termasuk wakaf Khairi, yang artinya hasilnya

ditujukan kepada fakir miskin, yatim piatu para ulama, atau kepada

Page 91: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

sesuatu bukan manusia seperti masjid, sekolah, panti asuhan dan

sebagainya. Semua wakaf yang demikian adalah semata-mata untuk

mendekatkan diri kepada Allah. Bahkan Imam Syafi’i mengatakan

bahwa wakaf juga sah sekalipun segi pendekatan diri kepada Allah tidak

kelihatan seperti wakaf kepada orang kaya, kaum dzimmi dan orang

fasik.146

2. Sistem Pengelolaan

Sistem adalah cara yang teratur untuk melakukan sesuatu,

sedangkan pengelolaan adalah bentuk praktek dari Nadzir dalam mengelola

dan mengurus wakaf produktif dengan cara yang teratur dan mudah.

Dengan demikian sistem pengelolaan adalah cara yang teratur dalam

mengelola tanah wakaf masjid dengan cara yang mudah dan maksimal.

Salah satunya dengan cara menyewakan, Nadzir boleh

menyewakan dalam jangka waktu satu sampai dua tahun, apabila wakaf itu

berbentuk tanah.147

Sistem pengelolaan tanah wakaf dapat dilihat dari kondisi tanah.

Tanah yang gersang atau tidak subur jelas tidak menguntungkan secara

ekonomi. Walaupun letak tanahnya strategis secara ekonomi, tetapi jika

tidak mempunyai kekuatan ekonomi yang memadai maka tanah tersebut

akan ditinggalkan atau tidak diurusi oleh para Nadzir wakaf. Kondisi tanah

wakaf seperti ini memang dibutuhkan kemampuan para Nadzir untuk

mengelola secara produktif yang tidak selalu berorientasi pada penggarapan

146 Nazaroeddin Rachmat, Harta Wakaf, (Jakarta: Bulan Bintang, 1964), hal. 60. 147 Wahbah al-Zuhaili, Op.Cit., hal. 235.

Page 92: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

di bidang agraria. Namun tentu saja hambatan yang umum dialami

perwakafan adalah minimnya kemampuan para Nadzir wakaf untuk

memecahkan persoalan tersebut.

Hambatan yang cukup mencolok untuk mengelola tanah wakaf

secara produktif adalah kemampuan sumber daya manusia penggarap yang

tidak profesional. Kondisi ini banyak dialami oleh para Nadzir wakaf yang

ada di pedesaan hampir di seluruh pelosok nusantara, bahwa kemampuan

penggarap masih sangat minim.

Sebagaimana tanah-tanah yang berlokasi di pedesaan, tanah wakaf

masjid yang berlokasi strategis baik secara irigasi pengairan dengan tanah

yang subur dan perawatan pupuk yang maksimal, secara matematika dapat

menghasilkan panen yang melimpah dengan harapan dapat

mensejahterakan masyarakat banyak.

Melihat tanah wakaf masjid di daerah yang tanahnya sangat subur,

sehingga jenis tanamannya tergantung pada musim yang menjadi kebiasaan

masyarakat setempat. Selain itu yang sangat menunjang keberhasilan tanah

wakaf masjid adalah kematangan kemampuan dan optimisnya Nadzir

dalam mengelola tanah wakaf tersebut.

Pengelolaan selanjutnya adalah dengan cara lain yang lebih banyak

kemaslahatannya dari penyewaan dengan waktu yang lama.148

Selain dukungan internal, Nadzir juga mengikuti pelatihan perawatan tanah

yang diselenggarakan Kelompok Pertanian setempat yang menjadi

148 Ibid., hal. 71.

Page 93: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

kemampuan tambahan dalam mengelola dan mengembangkan tanah wakaf

atau disebut dukungan eksternal.

3. Hasil Pengelolaan

Melalui sistem pengelolaan yang baik, tanah wakaf masjid yang

dilaksanakan dengan sunguh-sungguh dan rasa optimis tinggi, maka dari

hasil pengelolaan tersebut menghasilkan 7 (tujuh) sampai 8 (delapan)

kwintal padi basah.

Dari hasil tersebut diserahkan pada ta’mir masjid sesuai

kesepakatan sebelumnya, langkah selanjutnya adalah dimanfaatkan untuk

keperluan masjid dan selebihnya diberikan kepada masyarakat yang berhak

menerima bantuan. Penyaluran tersebut juga melalui musyawarah antar

pengurus masjid dan masyarakat sekitar yang tentunya Nadzir juga

berperan dalam penyaluran tersebut.

C. Penggunaan Hasil Pengelolaan Wakaf Produktif Untuk Keperluan Hidup

Melalui serangkaian dan proses yang memakan waktu yang lama mulai

akad penerimaan dan penyerahan sampai penggarapan tanah wakaf, maka tiba

saatnya adalah memanen hasilnya, selanjutnya disalurkan kepada yang berhak.

Wakaf merupakan ungkapan hamba yang masuk dalam lingkup

pengabdian kepada Allah, wakaf juga salah satu ekspresi rasa cinta dan rasa sosial

tinggi seseorang kepada masyarakat atau lembaga yang membutuhkan.

Page 94: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Melihat biaya kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi, baik

menyangkut kebutuhan sehari-hari, pendidikan anak dan kebutuhan sosial, selain

itu keadaan Negeri yang semakin terjepit dalam ekonominya, maka wakaf

merupakan solusi tepat untuk mengurangi tanggungan pemerintah.

Pada saat beban pemerintah dan beban orang-orang yang tidak mampu

juga berkurang dengan adanya ide wakaf yang seharusnya harapan mereka,

akhirnya pupus dengan adanya penggunaan hasil wakaf oleh Nadzir yang

kebetulan keadaan ekonomi Nadzir adalah miskin. Selanjutnya peneliti akan

mengungkap kasus penggunaan hasil wakaf untuk keperluan hidup, kemudian

peneliti padukan dengan konsep wakaf menurut Syafi’iyah.

1. Kasus Penggunaan

Kasus adalah masalah yang bicarakan melalui meja hijau dan

diskusi antar seseorang. Penggunaan hasil wakaf yang seharusnya

difungsikan untuk kepentingan masjid dan kesejahteraan masyarakat, tetapi

digunakan untuk keperluan hidup pribadi Nadzir. Maka penggunaan yang

dilakukan Nadzir ini disebut kasus. Adapun yang menjadi fokus peneliti

dalam mengungkap penyalahgunaan hasil wakaf untuk keperluan hidup

adalah:

a. Cara Penggunaan

Merujuk pada penyerahan dan penerimaan tanah wakaf, bahwa

akadnya termasuk kategori akad Mukhabarah dan Muzara’ah, dalam

akad tanah wakaf pihak Nadzir mendapatkan 10% dari hasil tanah

wakaf, selain biaya perawatan tanaman tersebut.

Page 95: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Melihat keadaan Nadzir yang miskin dengan ekonomi yang rendah

ditambah dengan biaya perawatan wakaf tanah, sehingga untuk biaya

perawatan tanah wakaf ia harus berusaha keras untuk memaksimalkan

hasilnya.

Selain itu Nazdir tidak memiliki pekerjaan tetap, sehingga

kebutuhan sehari-harinya dapat mengambil dari hasil wakaf tanah

tersebut, selebihnya diserahkan pada masjid. Nadzir berani seperti itu,

karena ia juga termasuk orang yang berhak mendapatkan santunan dari

tanah wakaf, walaupun ia sudah mendapatkan 10% dari hasil tanah

wakaf tersebut.

Keadaan Nadzir yang miskin memaksakan hasil wakaf digunakan

untuk keperluan hidup dengan sewajarnya. Sebagaimana ungkapan

bahwa:

Nadzir mempunyai kewajiban yang cukup berat

tanggungjawabnya, juga mempunyai hak untuk mendapatkan

upah/imbalan dari jerih payahnya asal sewajarnya dan tidak bermaksud

untuk memperkaya diri.149

Adapun cara penggunaannya adalah dengan menjual panen

tersebut baik masih basah, kering bahkan dijual berupa beras,

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan Nadzir sendiri, selama tidak

untuk memperkaya diri.

b. Jumlah Penggunaan

149 Ibid., hal. 347.

Page 96: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Adapun jumlah penggunaan hasil wakaf produktif untuk masjid

biasanya disesuaikan dengan kebutuhan Nadzir sendiri. Artinya Nadzir

dalam menggunakan hasil dari tanah wakaf hanya sewajarnya bukan

untuk memperkaya diri.

2. Pandangan Fiqh Syafi’iyyah

a. Tentang Cara Penggunaan

Menurut fiqh Syafi’iyyah bahwa cara penggunaan hasil wakaf itu

dikembalikan pada pihak wakif, baik untuk masjid, pondok dan fakir

miskin. Sebelum hasil wakaf dimanfaatkan semestinya dari pihak yang

bersangkutan mengadakan musyawarah. Adapun penggunaan hasil

wakaf adalah untuk kepentingan kebaikan sebagai bentuk pendekatan

kepada Allah. Sebagaimana pendapat:

....� 8��# �(��9 :��;< =�4�>� ���(����, -� (�1 �?�34�, 4��6�� 74. Atau hasil wakaf dimanfaatkan kepada kepentingan kebaikan sebagai

bentuk pendekatan kepada Allah.150

Karena harta yang telah diwakafkan statusnya sudah menjadi milik

Allah, sehingga siapapapun tidak boleh mengambilnya sekalipun dari

pihak wakif. Sebagaimana ungkapan:

�>, &'��A�� (��9 )LM��%�;�� (����, -� ��� GH)� �(��9 �?$�@�� )4�>�;�� 8��# �(��9 :��;4� )I34�@!��� )J�K��;�� :�� ):�34&'�A��.

150 Ibid., hal. 7601.

Page 97: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Harta yang telah diwakafkan statusnya tertahan serta menjadi hak dan

hukumnya milik Allah, pihak wakif tidak boleh menggunakannya dan

hasil wakaf dimanfaatkan untuk tujuan wakaf itu sendiri.151

Melihat tugas Nadzir yang sangat berat, maka Nadzir yang

statusnya kaya terutama fakir miskin, berhak menerima gaji baik dari

wakif, hakim atau dari hasil wakaf itu sendiri. Sebagaimana pernyataan:

Adapun golongan Syafi’iyyah berpendapat bahwa yang menetapkan gaji

Nadzir itu wakif, mengenai jumlahnya sesuai dengan ketentuan yang

telah ditetapkan wakif. Jika wakif tidak menetapkan upah bagi Nadzir

menurut madzhab Syafi’I Nadzir tidak berhak mendapatkan gaji. Jika

mengharapkan gaji Nadzir harus mengajukan permohonan kepada

hakim. Selama tidak mengajukan permohonan Nadzir tidak berhak

mendapatkan gaji tersebut. Jika ia memohon gaji kepada hakim,

sebagian Syafi’iyyah Nadzir berhak mendapatkan gaji yang seimbang,

sebagian yang lain menyatakan bahwa ia sebenarnya tidak berhak

menerima gaji kecuali keadaannya sangat membutuhkan. Dalam hal ini

mereka mengkiaskan tanggung jawab Nadzir terhadap anak kecil, ia

tidak berhak mengambil hartanya melainkan hanya secukupnya dengan

ma’ruf ketika ia memerlukannya.152 Pendapat sebagian golongan

Syafi’iyyah berdasarkan firman Allah mengenai masalah perwalian yang

terdapat dalam surat al-Nisa’ ayat 6.

151 Ibid., hal. 7601. 152 Ibid., hal. 348-349.

Page 98: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

(#θè= tG ö/$# uρ 4’ yϑ≈ tG uŠ ø9 $# # ¨Lym #sŒ Î) (#θäón= t/ yy% s3ÏiΖ9 $# ÷βÎ* sù Λäó¡nΣ# u öΝåκ ÷] ÏiΒ # Y‰ô© â‘ (#þθãèsù÷Š $$sù öΝ Íκ ö� s9Î) öΝçλm;≡uθøΒ r& (

Ÿωuρ !$yδθè= ä. ù' s? $]ù# u� ó�Î) # �‘#y‰ Î/uρ βr& (#ρç� y9 õ3tƒ 4 tΒ uρ tβ% x. $|‹ ÏΨ xî ô# Ï�÷ètG ó¡uŠ ù= sù ( tΒ uρ tβ% x. # Z��É) sù

ö≅ ä.ù' uŠ ù= sù Å∃ρá� ÷èyϑ ø9 $$Î/ 4 #sŒ Î* sù öΝ çF÷èsùyŠ öΝÍκ ö� s9Î) öΝçλm;≡uθøΒ r& (#ρ߉ Íκô− r' sù öΝÍκ ö� n= tæ 4 4‘x� x. uρ «!$$Î/ $Y7Š Å¡ym .

Artinya: Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu). Yakni: Mengadakan penyelidikan terhadap mereka tentang keagamaan, usaha-usaha mereka, kelakuan dan lain-lain sampai diketahui bahwa anak itu dapat dipercayai.

Walaupun tujuan dan penggunaan wakaf yang seharusnya

dimanfaatkan sebagaimana kehendak wakif dan siapapun tidak boleh

memanfaatkannya. Selanjutnya berdasarkan data-data yang kami

dapatkan, maka Nadzir yang mempunyai tanggung jawab besar dalam

mengelola harta wakaf, maka ia pantas dan berhak mendapatkan upah

dari hasil wakaf itu sendiri sebagai imbalan dalam merawat wakaf.

b. Tentang Jumlah Penggunaan

Dalam madzhab Syafi’iyyah jumlah penggunaan atau

memanfaatkan dari hasil wakaf untuk keperluan hidup atau keperluan

Page 99: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

lainya tidak ditentukan jumlah dan ukurannya. Sebagaimana hadist Nabi

Saw:

�<� ����T� ��!P�� ) �� �4�%)9 ./� ��%)��M�9 -� �V �< �4�%)9 ��� �9�4�@�F� � :���9 -� (!��T [email protected]�� �(,Q�C��� ����� )h)4�Q��$�; �G!����� : ):�M� �� �M9 )R+"� WX' ����� �YT� � �4�@�F� � �<� )m�@�T� �Vq"1 -� C�A)��<��;

:� �Vq")4)�Q, ��%�.C�' � :�m�$@�� �m�{ �/1 )��<�A);r�� )Y�l�A);���� )I��@);�� ):!"� )4�%)9 ���� �m'. �>�� �����T��� �(��9 �O��M)# �� &�!v���� _�@.$�� ����� -� _�@�� (��� (���4��� (��� *��4�+�� (� ���� [. �>,�� �/� ������� �

)4���%��� ����M� _oQ�; C.A�%�)� �4�i �G�P);�� =��. Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar r.a. bahwa Umar bin Khathab r.a. memperoleh tanah di Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi Saw untuk meminta petunjuk mengenai tanah tersebut. Ia berkata “Wahai Rasulullah Saya memperoleh tanah di Khaibar yang belum pernah saya peroleh harta yang lebih baik bagiku melebihi tanah tersebut, apa perintah Engkau kepadaku mengenainya.? Nabi Saw menjawab, jika mau kamu tahan pokoknya dan kemu sedekahkan hasilnya. Ibnu Umar berkata, “Maka Umar menyedekahkan tanah tersebut, dengan mensyaratkan bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwariskan. Ia menyedekahkan hasilnya kepada fuqara, kerabat riqab, (hamba sahaya orang tertindas), sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Tidak berdosa orang yang mengelolanya untuk memakan dari hasil tanah itu secara makruf (wajar) dan boleh mengambilnya dengan tidak menjadikannya sebagai kebutuhan pokok.153

Menurut Imam Ahmad Nadzir berhak mendapatkan upah yang

telah ditentukan oleh wakif. Jika wakif tidak menentukan upah Nadzir, di

kalangan Hanabilah terdapat dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan

bahwa Nadzir tidak halal mendapatkan upah kecuali hanya untuk makan

seperlunya. Pendapat kedua menyatakan bahwa Nadzir wajib mendapatkan

upah sesuai dengan pekerjaannya.154

3. Pandangan UU No. 41 Tahun 2004

153 H.R. Bukhari, hal. 2532. 154 Muhammad Ubaid Abdullah al-Kubaisyi, Loc.Cit., hal. 219.

Page 100: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Wakaf adalah perbuatan hukm wakif untuk memisahkan dan/atau

menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan

selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya

guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.155

a. Unsur Wakaf

Wakaf dapat dilaksanakan dengan memenuhi unsure wakaf sebagai

berikut:

1) Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.

2) Ikrar wakaf adalah peryataan kehendak wakif yang diucapkan secara

lisan dan/atau tulisan kepada Nadzir untuk mewakafkan harta benda

miliknya.

3) Nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif

untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.

4) Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan

lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai

ekonomi menurut syari’ah yang diwakafkan oleh wakif.

5) Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, selanjutnya disingkat PPAIW,

adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk

membuat akta ikrar wakaf.

6) Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga independen untuk

mengembangkan perwakafan di Indonesia.

155 Tim Redaksi Fokusmedia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Kompilasi Hukum Islam, Cet. I, (Bandung: Fokusmedia, 2005), hal. 94.

Page 101: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

7) Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang terdiri atas Presiden beserta para menteri.

8) Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang agama.

b. Peruntukan Harta Benda Wakaf

Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf

hanya hanya diperuntukkan bagi:

1) Sarana dan kegiatan ibadah

2) Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan

3) Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu dan bea

siswa

4) Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat dan/atau

5) Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan

dengan syari’ah dan peraturan perundang-undangan.

6) Dengan demikian, menurut UU No. 41 Tahun 2004 dan Fiqh

Syafi’iyyah bahwa keduanya membolehkan penggunaan hasil aset

wakaf untuk keperluan hidup pengelola dengan tidak berlebihan dan

tidak menjadikannya sebagai pokok penghasilan biaya hidup

pengelola serta tidak bertentangan dengan syari’ah dan peraturan

perundang-undangan.

Page 102: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah meneliti data-data valid dari berbagai kitab madzhab

Syafi’iyyah, maka dari pembahasan di atas jelas bahwa UU No. 41 Tahun

2004 dan sebagian besar ulama terutama madzhab Syafi’iyyah:

1. Pengelola memanfaatkan dan menggunakan hasil wakaf produktif masjid

Mronjo untuk kepentingan dan kebutuhan sehari-hari keluarga pengelola.

2. Membolehkan pengelola wakaf mengambil bagian dari hasil wakaf itu

sendiri maupun dari sumber lain dengan tanpa berlebihan. Artinya

Pengelola dapat menerima gaji dan upah 10% (sepuluh persen) dari wakif

atau hakim daerahnya, serta tidak bertentangan dengan syari’ah dan

peraturan perundang-undangan.

Page 103: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

B. Rekomendasi

1. Akademis

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat memertajam masalah-

masalah wakaf terutama dalam mengembangkan dan mengelola harta

wakaf produktif.

2. Nadzir

Diharapkan berhati-hati dalam mengelola wakaf dan mampu

mengembangkan aset hasilnya sesuai tujuan dan fungsi wakaf, yaitu demi

kepentingan/kemaslatan ummat.

3. Masyarakat

Melihat wakaf merupakan sumber yang berpotensi dalam

mewujudkan cita-cita pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan serta

membangun ekonomi masyarakat yang pada umumnya bermodal pas-

pasan. Dengan adanya wakaf diharapkan masyarakat ikut membantu dan

mendukung pengembangan wakaf.

Page 104: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Digital. Q.S. al-Hajj, Juz 22 ayat 77.

Abi Bakr Ibnu Muhammad, Taqy al-Din al-Husaini al-Dimasqi. Kifayat al-Akhyar

fi Hall Gayat al-Ikhtishar, Juz I, Semarang: Toha Putra, Tth.

Al-Qur’an Digital.Q.S. al-Baqarah, Juz 2, ayat. 180.

al-Alabij, Adijani. Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek,

Jakarta: CV. Rajawali, 1989.

Al-Qur’an Digital.Q.S. at-Taghaabun, Juz 15 ayat 65.

Al-Qur’an Digital.Q.S. at-Taghaabun, Juz 14 ayat 64.

Al-Qur’an Digital.Q.S. Ali Imran, Juz 3 ayat 14.

al-Alabij, Adijani. Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktek.

Jakarta: Rajawali Pers. 1989.

Alie, Umransyah, Diktat Tentang Hibah, Wasiat dan Wakaf. Banjarmasin:

STIHSA. 1987.

al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, Juz V, Dar al-Fikr, 1984.

Abi Bakar bin Muhammad, Imam Taqayyudin al-Huseni. Kifayat al-Akhyar fi

Hilli Ghayat al-Ikhtisar, Juz I, Surabaya: Dar al-‘Ilmi, Tt.

an-Nasa’i Dalam Kitab al-Ihbas Bab Habs al-Masya’.

al-Zuhaili, Wahbah. al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz X, Beirut: Dar al-Fikr al-

Mu’ashir, 1997.

Alawi, Sayyid al-Maliki al-Hasani. Majmu’ Fatawa wa Rasail, Ttp.

al-Bagha, Musthafadib. al-Tadzhib fi Adillat Matan Abi Syuja’, Surabaya: al-

Hidayah, tt.

Bukhari, Imam dan Shahih al-Bukhari, Juz III, Semarang: Thaha Putra, 1981.

Bukhari, Shahih al-Bukhari, hal. 185-199.

Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah, Syirkah. Bandung:

al-Ma’arif. 1977.

Bin Muhammad, Sayyid ‘Abdurrahman bin Husein bin ‘Umar. Bughyat al-

Mustarsyidin, al-Haramain: Jiddah Indonesia, Tt.

Page 105: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Bin Sayyid Muhammad Syatha, Sayyid Bakry ad-Dimyati al-Misyri. Hasyiat

I’anat al-Thalibin, Juz III, al-Haramain: Jiddah, Tt.

Bin Muhammad, Sayyid Abdurrahman. Fatawi Kubra al-Fiqhiyah, Juz III, Ttp.

Bukhari Muslim, hal. 2532.

Djatniko, Rachmat. Tanah Wakaf. Surabaya: al-Ikhlas. 1983.

Djunaidi, Ahmad Thobib Al-Asyhar. Menuju Era Wakaf Produktif, Jakarta: P.T.

Mumtas, 2007.

Depag R.I. Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di

Indonesia, Jakarta: Direktur Pemberdayaan Wakaf, 2007.

Daud, Muhammad Ali. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta:

Universitas Indonesia Press, 1988.

Daud Ali, Mohammad dan Habibah Daud. Lembaga-lembaga Islam di Indonesia,

Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 1995.

Furqon, Arif. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Surabaya: Usaha Nasional,

1992.

Fikri, Ali. al-Muamalat al-Madiyah wa al-Adabiyah, Juz II, Mesir: Musthafa al-

Babi al-Halabi wa Awladuh, 1938.

Ghofur, Abdul Anshori. Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia,

Yogyakarta: P.T. Pilar Media, 2006.

Harahap, Sumuran. Panduan Pemberdayaan Wakaf Produktif Strategis Di

Indonesia, Jakarta: Direktorat pemberdaya Wakaf, 2007.

Hakim, Abdulhamid. Mabadi’ Awwaliyah, Jakarta: Sa’adiyah Putra, 1927.

Haq, Faisal. Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, Pasuruan: Garoeda

Buana Indah, 1993.

Hartono,Sunaryati. Penelitian Hukum Di Indinesia Pada Akhir Abad Ke-20,

Bandung: P.T. Alumni, 1994.

Redaksi,Tim. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003.

Rachmat, Nazaroeddin. Harta Wakaf, Jakarta: Bulan Bintang, 1964.

Partanto, Pius A. dan M. Dahlan al-Bary, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: P.T.

Arkola, 2003.

Nazir, Moh. Metode Penelitian, Jakarta: P.T. Ghalia Indonesia, 1988.

Page 106: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Ibnu Yunus, Mansur al-Bahuti. Kasysyaf al-Qaana’an Matan al-Iqna’ Jil IV,

Beirut: Dar al-Fikr, 1982.

Ibnu Idris, Muhammad al-Syafi’i. al-Umm, Juz III, Mesir: Maktabah Kuliyah al-

Azhariyah, Tth.

Ibnu Taimiah, Ahmad Ibnu Abd al-Halim. al-Hisbah fi al-Islam, (Beirut: Dar al-

Kutub al-‘Ilmiah, Tth.

Ibnu Qasim, Muhammad al-Ghazi. Fath al-Qarib al-Mujib, Surabaya: al-Hidayah,

Tth.

J. Myeon Jacobstein and Roy. M. Mersky. Pollach’s Fundamentals Of Legal

Research, Ttp.

Jalaluddin, Imam ‘Abdurrahman bin Abi Bakar al-Suyuti. al-Asybah wa al-

Nadzair fi al-Furu’ Surabaya: P.T. Irama Minasari, Tt.

Muslim, Imam dan Shahih Muslim, Bandung: Dahlan. Tth.

Muhammad, Abi Bakr Ibn Abi Sahl al-Sarkhasi al-Hanafi. al-Mabsuth, Juz XI,

Beirut: Dar al-Kutb al-‘Ilmiah, 2001.

Mubarok, Jaih. Wakaf Produktif, Bandung: Refika Offset, 2008.

Mursi, Abdul Hamid. SDM yang Produktif Pendekatan al-Qur’an dan Sains, terj,

Moh. Nurhakim, Jakarta: Gema Insani Press, 1997.

MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Edisi Revisi, Jakarta: DSN-

MUI dan Bank Indonesia, 2006.

Prihatini, Farida dan Wirdyaningsih. Hukum Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta: P.T.

FKUI. 2005.

Qardlawi, M. Yusuf . al-Madkhal fi Dirasat al-Syari’ah al-Islamiyah, Terj.

Muhammad Zakki dan Yasir Tajid, Membumikan Syari’at Islam. Surabaya:

Dunia Ilmu, 1997.

Rafiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada,

1997.

Redaksi, Tim. Paradigma Baru Wakaf di Indonesia. Jakarta: Depag. R.I. 2007.

Saroso dan Nico Ngani. Tinjauan Yuridis Tentang Perwakafan Tanah Hak Milik.

Yogyakarta: Liberty. 1984.

Page 107: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/7056/1/04210021.pdf · Selain itu, dalam memelihara dan merawat masjid, pengurus (Ta’mir) masjid diperbolehkan untuk mengambil

Tuhfat Al-Muhtaj dengan syrh minhaj, jilid 6, hlm. 235, dan Hasyiyah Qalyubi

dan Hasyiyah Umairah, jilid 3.

Usman, Rachmadi. Hukum Perwakafan di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

2009.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, pasal 10, ayat (1).

Ubaid, Muhammad al-Kubaisy. Ahkam al-Wakf fi Syari’ah al-Islamiyah, Bagdad:

Matba’ah al-Irsyad, tt.

Usman, Suparman. Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Darul Ulum Press,

1997.

Wojowasito dan Poewadarminta. Kamus Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris,

Bandung: Hasta, 1980.

Warson, Ahmad Munawwir. Kamus Arab-Indonesia, Yogyakarta: Pesantren al-

Munawwir, 1984.

Zainuddin, Syaikh bin ‘Abdul ‘Aziz al-Malibari. Fath al-Mu’in bi Syarkh Qurrat

al-‘Ain, Surabaya: Dar al-‘Ilmi, Tt.

Zuhaili, Wahbah. al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, Juz X, Dimsyiq: Dar al-Fikr,

2006.