skripsi puspita nur afifah 1111102000122...

113
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PENGARUH VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK KULIT BATANG NANGKA (Artocarpus heterophyllus L.) TERHADAP KARAKTERISTIK NIOSOM SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA APRIL 2015

Upload: trinhtuyen

Post on 19-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK

KULIT BATANG NANGKA (Artocarpus heterophyllus L.)

TERHADAP KARAKTERISTIK NIOSOM

SKRIPSI

PUSPITA NUR AFIFAH

1111102000122

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

APRIL 2015

Page 2: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI EKSTRAK

KULIT BATANG NANGKA (Artocarpus heterophyllus L.)

TERHADAP KARAKTERISTIK NIOSOM

SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

PUSPITA NUR AFIFAH

1111102000122

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

APRIL 2015

Page 3: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

iii

Page 4: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

iv

Page 5: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

v

Page 6: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Puspita Nur Afifah

Program Studi : Farmasi

Judul : Pengaruh Variasi Konsentrasi Ekstrak Kulit Batang

Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) terhadap

Karakteristik Niosom

Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus L.) mengandung polifenol yang

berpotensi sebagai agen depigmentasi melalui penghambatan tirosinase. Ekstrak

kulit batang nangka dapat diformulasikan ke dalam bentuk niosom untuk

meningkatkan kemampuan penetrasi senyawa polifenol melalui stratum korneum.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi dari

ekstrak kulit batang nangka terhadap karakteristik niosom. Niosom dibuat dengan

menggunakan metode hidrasi lapis tipis dalam tiga formula yaitu F1, F2 dan F3

dengan memvariasikan konsentrasi ekstrak kulit batang nangka yaitu berturut-

turut adalah 50 mg, 100 mg dan 150 mg. Niosom yang dihasilkan dikarakterisasi

meliputi analisis ukuran partikel, analisis kadar polifenol yang terjerap serta

persen efisiensi penjerapan. Dihasilkan ukuran partikel pada formula niosom F1,

F2, dan F3 berturut-turut yaitu 207 nm; 168,8 nm dan 150,72 nm, dengan kadar

polifenol yang terjerap sebesar 2,281 mg; 4,127 mg dan 4,608 mg serta efisiensi

penjerapan sebesar 74,40%; 67,30% dan 50,10%. Penelitian ini menunjukkan

bahwa peningkatan konsentrasi dari ekstrak kulit batang nangka yang digunakan

dalam formula niosom menghasilkan penurunan ukuran partikel, peningkatan

kadar polifenol yang terjerap, namun terjadi penurunan efisiensi penjerapan.

Kata Kunci : Ekstrak kulit batang nangka, Artocarpus heterophyllus L.,

niosom, ukuran partikel, efisiensi penjerapan.

Page 7: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Puspita Nur Afifah

Study Program : Pharmacy

Title : The Influence of Concentration Variations of Jackfruit

Cortex Extract (Artocarpus heterophyllus L.) on Niosome

Characteristics

Jackfruit cortex extract (Artocarpus heterophyllus L.) plant contain polyphenols

which has potential as an agents of depigmentation through the inhibition of

tyrosinase. Jackfruit cortex extract can be formulated into a niosome to enhance

the penetration capability of polyphenol compounds through the stratum corneum.

The aims of this study were to determine the influence of varying concentrations

of the jackfruit cortex extract on niosome characteristics. Niosome were prepared

by thin film hydration method in three formulas, F1, F2 and F3 with varying

concentrations of jackfruit cortex extract were respectively 50 mg; 100 mg and

150 mg. Niosome were characterized for particle size, polyphenols level and

entrapment efficiency. The particle size of resulting niosome for F1, F2 and F3

were respectively 207 nm; 168.8 nm and 150.72 nm, the polyphenols level were

2.281 mg; 4.127 mg; 4.608 mg and the entrapment efficiency 74.40%; 67.30%

and 50.10%. This study shows that particle size and entrapment efficiency were

decreased while the polyphenols level were increased by increasing the

concentration of jackfruit cortex extract in the niosomal formulas.

Keywords : Jackfruit cortex extract, Artocarpus heterophyllus L.,

niosome, particle size, entrapment efficiency.

Page 8: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan menyusun skripsi berjudul “Pengaruh Variasi

Konsentrasi Ekstrak Kulit Batang Nangka (Artocarpus heterophyllus L.)

terhadap Karakteristik Niosom” dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa

penulis curahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW sebagai tauladan umat

manusia, semoga kita dapat menjunjung nilai-nilai Islam yang beliau ajarkan dan

semoga kita mendapat syafaat beliau.

Selama penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis telah

memperoleh bantuan dari berbagai pihak yang senantiasa meluangkan waktu

dalam memberikan bimbingan, petunjuk, saran serta dorongan kepada penulis

dalam penyusunan skripsi ini. Selesainya penyusunan skripsi ini tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini perkenanlah penulis

menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang tulus dan sebesar-

besarnya kepada :

1. Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt Sebagai pembimbing I dan Ibu Afriani

Rahma, M.Farm., Apt Sebagai pembimbing II yang dengan sabar

memberikan bimbingan, ilmu, masukan, dukungan, dan semangat kepada

penulis.

2. Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin selaku pemberi beasiswa,

sehingga penulis dapat menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi

FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi

Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt selaku Sekretaris Program Studi

Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 9: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Kedua orang tua tercinta Ayahanda H. Khusen Basuki, A.Ma dan Ibunda

Hj. Siti Fadhilah, A.Ma yang senantiasa memberikan kasih sayang,

dukungan baik moril maupun materil, serta doa tanpa henti yang menyertai

setiap langkah penulis. Terimakasih atas segala perjuangan dan

pengorbanan yang telah dilakukan, semoga Allah SWT membalasnya

dengan surga.

7. Kakak-kakakku tercinta Muflikhul Hasan, S. Ag, Elis Ernawati, S. Pd, Rita

Hikmawati, S. Pdi, Yuli Rahmawati, S. Pd yang dengan sangat ikhlas dan

sabar mendengarkan segala keluh kesah penulis.

8. Keluarga besar tersayang, para keponakanku tercinta, Mia, Kia, Sarah,

Nasywa, Bela, Rizki, Fahmi, Ari, Rainan, Lia, Daffa, yang sudah menjadi

cambuk semangat bagi penulis untuk selalu berusaha memberikan yang

terbaik.

9. Cakra Nugraha, S.T., atas semangat, motivasi dan kesabarannya

mendengarkan segala keluh kesah penulis.

10. Sahabat-sahabat tersayang Umni, Nando, Cemon, dan teman D8 yang lain

karena telah meyakinkan bahwa teman sejati itu ada dan menjadi teman-

teman terbaik. Terimakasih karena selalu ada bagi penulis baik selama

perkuliahan sampai dengan selesainya skripsi ini.

11. Teman-teman Ash-Shof angkatan 2011, Gina, Nayla, Donna, Umi, Adek

Amay, Teh Vina, Herlina, Meri, yang telah senantiasa menjadi teman

terbaik bagi penulis.

12. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Tiwi, Mbak Rani,

Kak Eris, Kak Lisna, Kak Liken, Kak Rahmadi yang membantu penulis

mempersiapkan alat dan bahan selama penelitian.

13. Teman–teman Farmasi 2011 atas persaudaraan dan kebersamaan yang

telah banyak membantu dan memotivasi penulis baik selama pengerjaan

skripsi ini maupun selama di bangku perkuliahan.

14. Semua pihak yang turut membantu dan mendoakan yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu.

Page 10: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna

dan banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang membangun

sangat diharapkan. Dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga hasil

penelitiana ini bermanfaat bagi program studi farmasi serta kalangan akademis

dan dunia ilmu pengetahuan. Amin Ya Robbal’alamin.

Jakarta, 28 April 2015

Penulis

Page 11: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 12: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ....................................................... v

ABSTRAK ...................................................................................................... vi

ABSTRACT ..................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............... xi

DAFTAR ISI ................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvii

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 3

1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 3

1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................... 3

1.5. Hipotesis Penelitian .................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4

2.1. Kulit .......................................................................................... 4

2.1.1. Definisi Kulit ................................................................ 4

2.2. Epidermis .................................................................................. 5

2.3. Dermis ....................................................................................... 5

2.4. Lemak Subkutan ........................................................................ 5

2.5. Fisiologi Kulit ........................................................................... 5

2.5.1. Proteksi .......................................................................... 5

2.5.2. Termoregulasi ............................................................... 6

2.5.3. Persepsi Sensoris ........................................................... 6

2.5.4. Absorpsi ........................................................................ 6

2.5.5. Fungsi Ekskresi ............................................................. 6

2.5.6. Fungsi Pembentuk Pigmen ............................................ 6

2.5.7. Fungsi Keratinisasi ........................................................ 7

2.5.8. Fungsi Produksi Vitamin D ........................................... 7

2.6. Jalur Absorpsi Perkutan ............................................................ 7

2.6.1. Absorpsi Transappendageal .......................................... 9

2.6.2. Absorpsi Transepidermal .............................................. 9

Page 13: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.7. Pigmentasi Kulit ....................................................................... 10

2.8. Tanaman Artocarpus Sp Sebagai Inhibitor Tirosinase ............. 12

2.8.1. Kandungan Kimia Eksrak Kulit Batang Nangka .......... 13

2.8.2. Analisis Kadar Total Senyawa Polifenol Ekstrak Kulit

Batang Nangka ............................................................. 14

2.9. Liposom .................................................................................... 14

2.10. Niosom ...................................................................................... 16

2.10.1. Struktur Niosom ........................................................... 18

2.10.2. Klasifikasi Niosom ....................................................... 19

2.10.3. Stabilitas Niosom .......................................................... 19

2.10.4. Metode Pembuatan Niosom .......................................... 20

2.10.5. Komponen Pembentukan Niosom ................................ 22

2.11. Karakterisasi Niosom ............................................................... 26

2.11.1. Analisis Ukuran Partikel ............................................... 26

2.11.2. Efisiensi Penjerapan Niosom ........................................ 27

2.12. Spektrofotometer UV-Vis ......................................................... 28

BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................. 30

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 30

3.2. Alat ............................................................................................ 30

3.3. Bahan ......................................................................................... 30

3.4. Prosedur Kerja ........................................................................... 31

3.4.1. Uji Parameter Spesifik Ekstrak Kulit Batang Nangka .... 31

3.4.1.1. Identitas ............................................................. 31

3.4.1.2. Organoleptik ...................................................... 31

3.4.2. Uji Parameter Non Spesifik Ekstrak Kulit Batang

Nangka ........................................................................... 31

3.4.2.1. Kadar Abu ......................................................... 31

3.4.2.2. Kadar Air .......................................................... 31

3.4.3. Uji Penapisan Fitokimia Ekstrak Kulit Batang Nangka .. 32

3.4.3.1. Alkaloid ............................................................ 32

3.4.3.2. Flavonoid .......................................................... 32

3.4.3.3. Saponin ............................................................. 32

3.4.3.4. Steroid ............................................................... 32

3.4.3.5. Tanin dan Polifenol .......................................... 33

3.4.4. Analisis Kadar Total Senyawa Senyawa Polifenol

Ekstrak Kulit Batang Nangka ......................................... 33

3.4.4.1. Pembuatan Larutan Induk Asam Galat dalam

Aquadest ........................................................... 33

3.4.4.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Asam Galat dalam Aquadest ............................. 33

3.4.4.3. Pembuatan Kurva Standar Asam Galat dalam

Aquadest ........................................................... 33

3.4.4.4. Penentuan Total Senyawa Polifenol dalam

Ekstrak Kulit Batang Nangka ........................... 34

3.4.5. Preparasi Niosom Ekstrak Kulit Batang Nangka ........... 34

3.4.5.1. Pembuatan Larutan PBS pH 7,3 ±0,2 ................ 34

3.4.5.2. Formulasi Niosom ............................................ 34

Page 14: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.5.3. Pembuatan Niosom dengan Metode Hidrasi

Lapis Tipis ........................................................ 35

3.4.6. Karakterisasi Niosom ..................................................... 35

3.4.6.1. Analisis Ukuran Partikel ................................... 35

3.4.6.2. Penentuan Kadar Polifenol yang Terjerap dan

Efisiensi Penjerapan .......................................... 36

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 38

4.1. Uji Parameter Spesifik Ekstrak Kulit Batang Nangka .............. 38

4.1.1. Identitas .......................................................................... 38

4.1.2. Organoleptik ................................................................... 38

4.2. Uji Parameter Nonspesifik Ekstrak Kulit Batang Nangka ....... 38

4.2.1. Kadar Abu ....................................................................... 38

4.2.2. Kadar Air ........................................................................ 39

4.3. Penapisan Fitokimia Ekstrak Kulit Batang Nangka .................. 39

4.4. Analisis Kadar Total Senyawa Polifenol Ekstrak Kulit Batang

Nangka ...................................................................................... 41

4.4.1. Penentian Panjang Gelombang Maksimum Asam Galat

dalam Aquadest .............................................................. 41

4.4.2. Pembuatan Kurva Standar Asam Galat dalam Aquadest 42

4.4.3. Penentuan Total Senyawa Polifenol dalam Esktrak

Kulit Batang Nangka ...................................................... 43

4.5. Preparasi Niosom Ekstrak Kulit Batang Nangka ...................... 44

4.6. Karakterisasi Niosom ................................................................ 47

4.6.1. Analisis Ukuran Partikel ................................................. 48

4.6.2. Kadar Polifenol yang Terjerap dan Efisiensi

Penjerapan Niosom ........................................................ 50

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 55

5.1. Kesimpulan ................................................................................ 55

5.2. Saran .......................................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 56

LAMPIRAN .................................................................................................... 64

Page 15: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ....................................................... v

ABSTRAK ...................................................................................................... vi

ABSTRACT ..................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .................................................................................... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............... xi

DAFTAR ISI ................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvii

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 3

1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 3

1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................... 3

1.5. Hipotesis Penelitian .................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4

2.1. Kulit .......................................................................................... 4

2.1.1. Definisi Kulit ................................................................ 4

2.2. Epidermis .................................................................................. 5

2.3. Dermis ....................................................................................... 5

2.4. Lemak Subkutan ........................................................................ 5

2.5. Fisiologi Kulit ........................................................................... 5

2.5.1. Proteksi .......................................................................... 5

2.5.2. Termoregulasi ............................................................... 6

2.5.3. Persepsi Sensoris ........................................................... 6

2.5.4. Absorpsi ........................................................................ 6

2.5.5. Fungsi Ekskresi ............................................................. 6

2.5.6. Fungsi Pembentuk Pigmen ............................................ 6

2.5.7. Fungsi Keratinisasi ........................................................ 7

2.5.8. Fungsi Produksi Vitamin D ........................................... 7

2.6. Jalur Absorpsi Perkutan ............................................................ 7

2.6.1. Absorpsi Transappendageal .......................................... 9

2.6.2. Absorpsi Transepidermal .............................................. 9

Page 16: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.7. Pigmentasi Kulit ....................................................................... 10

2.8. Tanaman Artocarpus Sp Sebagai Inhibitor Tirosinase ............. 12

2.8.1. Kandungan Kimia Eksrak Kulit Batang Nangka .......... 13

2.8.2. Analisis Kadar Total Senyawa Polifenol Ekstrak Kulit

Batang Nangka ............................................................. 14

2.9. Liposom .................................................................................... 14

2.10. Niosom ...................................................................................... 16

2.10.1. Struktur Niosom ........................................................... 18

2.10.2. Klasifikasi Niosom ....................................................... 19

2.10.3. Stabilitas Niosom .......................................................... 19

2.10.4. Metode Pembuatan Niosom .......................................... 20

2.10.5. Komponen Pembentukan Niosom ................................ 22

2.11. Karakterisasi Niosom ............................................................... 26

2.11.1. Analisis Ukuran Partikel ............................................... 26

2.11.2. Efisiensi Penjerapan Niosom ........................................ 27

2.12. Spektrofotometer UV-Vis ......................................................... 28

BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................. 30

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 30

3.2. Alat ............................................................................................ 30

3.3. Bahan ......................................................................................... 30

3.4. Prosedur Kerja ........................................................................... 31

3.4.1. Uji Parameter Spesifik Ekstrak Kulit Batang Nangka .... 31

3.4.1.1. Identitas ............................................................. 31

3.4.1.2. Organoleptik ...................................................... 31

3.4.2. Uji Parameter Non Spesifik Ekstrak Kulit Batang

Nangka ........................................................................... 31

3.4.2.1. Kadar Abu ......................................................... 31

3.4.2.2. Kadar Air .......................................................... 31

3.4.3. Uji Penapisan Fitokimia Ekstrak Kulit Batang Nangka .. 32

3.4.3.1. Alkaloid ............................................................ 32

3.4.3.2. Flavonoid .......................................................... 32

3.4.3.3. Saponin ............................................................. 32

3.4.3.4. Steroid ............................................................... 32

3.4.3.5. Tanin dan Polifenol .......................................... 33

3.4.4. Analisis Kadar Total Senyawa Senyawa Polifenol

Ekstrak Kulit Batang Nangka ......................................... 33

3.4.4.1. Pembuatan Larutan Induk Asam Galat dalam

Aquadest ........................................................... 33

3.4.4.2. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Asam Galat dalam Aquadest ............................. 33

3.4.4.3. Pembuatan Kurva Standar Asam Galat dalam

Aquadest ........................................................... 33

3.4.4.4. Penentuan Total Senyawa Polifenol dalam

Ekstrak Kulit Batang Nangka ........................... 34

3.4.5. Preparasi Niosom Ekstrak Kulit Batang Nangka ........... 34

3.4.5.1. Pembuatan Larutan PBS pH 7,3 ±0,2 ................ 34

3.4.5.2. Formulasi Niosom ............................................ 34

Page 17: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.5.3. Pembuatan Niosom dengan Metode Hidrasi

Lapis Tipis ........................................................ 35

3.4.6. Karakterisasi Niosom ..................................................... 35

3.4.6.1. Analisis Ukuran Partikel ................................... 35

3.4.6.2. Penentuan Kadar Polifenol yang Terjerap dan

Efisiensi Penjerapan .......................................... 36

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 38

4.1. Uji Parameter Spesifik Ekstrak Kulit Batang Nangka .............. 38

4.1.1. Identitas .......................................................................... 38

4.1.2. Organoleptik ................................................................... 38

4.2. Uji Parameter Nonspesifik Ekstrak Kulit Batang Nangka ....... 38

4.2.1. Kadar Abu ....................................................................... 38

4.2.2. Kadar Air ........................................................................ 39

4.3. Penapisan Fitokimia Ekstrak Kulit Batang Nangka .................. 39

4.4. Analisis Kadar Total Senyawa Polifenol Ekstrak Kulit Batang

Nangka ...................................................................................... 41

4.4.1. Penentian Panjang Gelombang Maksimum Asam Galat

dalam Aquadest .............................................................. 41

4.4.2. Pembuatan Kurva Standar Asam Galat dalam Aquadest 42

4.4.3. Penentuan Total Senyawa Polifenol dalam Esktrak

Kulit Batang Nangka ...................................................... 43

4.5. Preparasi Niosom Ekstrak Kulit Batang Nangka ...................... 44

4.6. Karakterisasi Niosom ................................................................ 47

4.6.1. Analisis Ukuran Partikel ................................................. 48

4.6.2. Kadar Polifenol yang Terjerap dan Efisiensi

Penjerapan Niosom ........................................................ 50

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 55

5.1. Kesimpulan ................................................................................ 55

5.2. Saran .......................................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 56

LAMPIRAN .................................................................................................... 64

Page 18: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1. Struktur Kulit .................................................................................. 4

Gambar 2.2. Jalur Penetrasi Perkutan ................................................................. 8

Gambar 2.3. Jalur Penetrasi Perkutan ................................................................. 8

Gambar 2.4. Biosintesis Melanin ........................................................................ 11

Gambar 2.5. Bagian Batang Artocarpus heterophyllus L ................................... 13

Gambar 2.6. Struktur Niosom ............................................................................. 18

Gambar 2.7. Struktur Molekul Surfaktan ............................................................ 23

Gambar 2.8. Struktur Molekul Span 60 .............................................................. 24

Gambar 2.9. Struktur Molekul Kolesterol .......................................................... 25

Gambar 4.1. Kurva Kalibrasi Asam Galat dalam Aquadest................................ 43

Gambar 4.2. Suspensi Niosom F1, F2 dan F3 .................................................... 47

Gambar 4.3. Diagram Perbandingan Ukuran Partikel

Niosom F1, F2 dan F3 .................................................................. 48

Gambar 4.4. Kurva Kalibrasi Asam Galat dalam PBS ....................................... 51

Gambar 4.5. Diagram Perbandingan Polifenol yang Terjerap

dalam Niosom F1, F2 dan F3 ......................................................... 52

Gambar 4.6. Diagram Perbandingan Persen Efisiensi Penjerapan

Niosom F1, F2 dan F3 .................................................................... 53

Page 19: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1. Persen Inhibisi Ekstrak Kulit Batang Artocarpus Sp

terhadap Tirosinase ............................................................................. 12

Tabel 3.1. Formula Niosom ................................................................................. 35

Tabel 4.1. Hasil Uji Kadar Abu Ekstrak Kulit Batang Nangka .......................... 39

Tabel 4.2. Hasil Uji Kadar Air Ekstrak Kulit Batang Nangka ............................ 39

Tabel 4.3. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Kulit Batang Nangka ................. 40

Tabel 4.4. Data Kadar Total Senyawa Polifenol ................................................. 44

Tabel 4.5. Data Analisis Ukuran Partikel ............................................................ 48

Tabel 4.6. Kadar Polifenol yang Terjerap serta

Persen Efisiensi Penjerapan ................................................................ 52

Page 20: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

xvii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Skema Prosedur Penelitian ............................................................. 64

Lampiran 2. Hasil Determinasi Kulit Batang Nangka ........................................ 65

Lampiran 3. Perhitungan Kadar Abu Ekstrak Kulit Batang Nangka .................. 66

Lampiran 4. Perhitungan Kadar Air Ekstrak Kulit Batang Nangka.................... 67

Lampiran 5. Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Asam Galat dalam Aquadest .......................................................... 68

Lampiran 6. Absorbansi Standar dan Kurva Kalibrasi Asam Galat

dalam Aquadest .............................................................................. 69

Lampiran 7. Perhitungan Kadar Total Senyawa Polifenol Ekstrak Kulit

Batang Nangka ............................................................................... 70

Lampiran 8. Grafik Distribusi Ukuran Partikel Niosom ..................................... 73

Lampiran 9. Data Distribusi Ukuran Partikel Niosom F1................................... 74

Lampiran 10. Data Distribusi Ukuran Partikel Niosom F2................................... 76

Lampiran 11. Data Distribusi Ukuran Partikel Niosom F3................................... 78

Lampiran 12. Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Asam Galat dalam PBS .................................................................. 79

Lampiran 13. Absorbansi Standar dan Kurva Kalibrasi Asam Galat

dalam PBS ....................................................................................... 80

Lampiran 14. Perhitungan Kadar Total Senyawa Polifenol Bebas ....................... 81

Lampiran 15. Perhitungan Kadar Polifenol yang Terjerap

dan Persen Efisiensi Penjerapan ..................................................... 83

Lampiran 16. Gambar Alat dan Bahan yang Digunakan ...................................... 84

Lampiran 17. Certificate of Analysis Asam Galat ................................................ 85

Lampiran 18. Certificate of Analysis Kolesterol............................................................................ 86

Lampiran 19. Certificate of Analysis Span 60 ...................................................... 87

Lampiran 20. Certificate of Analysis Folin Ciocalteu ........................................... 88

Lampiran 21. Certificate of Analysis Tablet PBS ................................................. 89

Lampiran 22. Certificate of Analysis Metanol Pro Analisa ................................................... 90

Lampiran 23. Certificate of Analysis Na2CO3 ................................................................................. 92

Page 21: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman Artocarpus heterophyllus L. diketahui berpotensi sebagai agen

depigmentasi melalui penghambatan tirosinase. Tanaman Artocarpus

heterophyllus L. memiliki aktivitas sebagai penghambat tirosinase yang paling

besar dibandingkan dengan jenis tanaman Artocarpus lainnya terutama pada

bagian kulit batangnya (Putri,Supriyanti, Zackiyah, 2009).

Senyawa bioaktif agen depigmentasi dari ekstrak kulit batang nangka

adalah senyawa polifenol. Mekanisme penghambatan terjadi karena struktur

polifenol pada ekstrak kulit batang nangka secara prinsip sesuai sebagai substrat

(L-DOPA) dan mampu berkompetisi untuk berikatan dengan active site tirosinase

sehingga dapat menjadi penghambat tirosinase (Chang, 2009).

Potensi ekstrak kulit batang nangka sebagai agen depigmentasi dapat

diformulasi menjadi sediaan kosmetik. Masalah yang sering dihadapi dalam

sediaan kosmetik bahan alam adalah stabilitas serta kemampuannya untuk

berpenetrasi ke dalam lapisan kulit. Kulit merupakan lapisan penghalang yang

efektif dalam penetrasi obat. Lapisan kulit terluar, stratum korneum menjadi

penghalang absorpsi obat perkutan terutama bagi senyawa polar seperti polifenol.

Penggunaan sistem pembawa (carrier) yang berukuran nano merupakan salah

satu strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan penetrasi senyawa

melalui stratum korneum (Thassu, Pathak, Deleers, 2007).

Liposom merupakan suatu sistem pembawa berukuran nano yang dapat

digunakan untuk meningkatkan penetrasi obat perkutan melalui stratum korneum

(Verma, Blume, Fahr, 2003). Namun, pada perkembangannya liposom

menunjukkan beberapa kekurangan, di antaranya adalah stabilitas kimia yang

buruk dan mahalnya harga fosfolipid yang digunakan dalam formula liposom,

sehingga dicari alternatif dari liposom yang memiliki sifat-sifat serupa namun

dengan komposisi yang lebih murah dan lebih stabil. Niosom dapat digunakan

sebagai alternatif pengganti liposom (Anwar, Henry, Jufri, 2004).

Page 22: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Niosom merupakan suatu vesikel surfaktan nonionik yang memiliki

struktur bilayer yang dibentuk melalui penyusunan monomer-monomer surfaktan

yang terhidrasi yang distabilkan dengan penambahan kolesterol. Niosom dapat

membawa obat yang bersifat hidrofilik maupun lipofilik (Vyas dan Khar, 2011).

Formulasi niosom yang mengandung agen depigmentasi pada sediaan

kosmetik dapat digunakan untuk meningkatkan stabilitas zat aktif yang terjerap

dan dapat meningkatkan penetrasi zat aktif melalui kulit. Dimana, niosom dapat

meningkatkan jumlah zat aktif yang terlokalisasi di kulit sesuai dengan jumlah

yang dibutuhkan (Buckton G, 1995; Shatallebi, Mostafavi, Moghaddas, 2010;

Manosroi, 2011).

Salah satu parameter yang dapat mempengaruhi karakteristik niosom yang

dihasilkan adalah konsentrasi zat aktif yang ditambahkan ke dalam formulanya

(Anwar dan Jufri, 2004). Menurut Sharma, Chauchan dan Anilkumar (2009)

menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi zat aktif yang ditambahkan ke dalam

formula niosom dapat menurunkan ukuran partikel niosom. Selain itu,

peningkatan konsentrasi zat aktif dalam formula niosom dapat meningkatkan

jumlah zat aktif yang terjerap, namun tidak terus-menerus. Ada titik dimana

penambahan konsentrasi zat aktif tidak lagi memberikan pengaruh yang positif

terhadap jumlah zat aktif yang terjerap. Hal ini dikarenakan niosom memiliki

batas kemampuan dalam menjerap sejumlah zat aktif. Namun, peningkatan

konsentrasi zat aktif yang ditambahkan ke dalam formula niosom dapat

menurunkan efisiensi penjerapan. Hal ini disebabkan ketika zat aktif yang

ditambahkan melebihi kapasitas jerap vesikel niosom, maka akan terjadi

peningkatan jumlah zat aktif yang tidak terjerap, dan berdampak pada penurunan

efisiensi penjerapan niosom (Tim, 2004; Hidayat, 2006; Dua, Anil, Rana, 2014).

Berdasarkan latar belakang di atas, akan dilakukan penelitian terkait

pengaruh variasi konsentrasi ekstrak kulit batang nangka (Artocarpus

heterophyllus L.) pada formula niosom terhadap karakteristik niosom yang

dihasilkan, meliputi ukuran partikel, kadar senyawa polifenol yang terjerap serta

efisiensi penjerapan.

Page 23: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi ekstrak kulit batang nangka

(Artocarpus heterophyllus L.) dalam formula niosom terhadap karakteristiknya

meliputi ukuran partikel, kadar senyawa polifenol yang terjerap serta efisiensi

penjerapan?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi

konsentrasi ekstrak kulit batang nangka (Artocarpus heterophyllus L.) dalam

formula niosom terhadap karakteristiknya meliputi ukuran partikel, kadar

senyawa polifenol yang terjerap serta efisiensi penjerapan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak pendidikan sebagai

tambahan literatur yang digunakan oleh mahasiswa/i yang berkepentingan.

2. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak peneliti dan lainnya

yang berminat di bidang penelitian yang sama sebagai dasar untuk

melakukan penelitian lanjutan tentang niosom yang mengandung ekstrak

kulit batang nangka (Artocarpus heterophyllus L.) yang dapat digunakan

sebagai bahan aktif dalam sediaan kosmetik untuk mencegah

hiperpigmentasi pada kulit.

3. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh industri farmasi untuk

memproduksi sediaan kosmetik dalam sistem penghantaran niosom yang

mengandung ekstrak kulit batang nangka (Artocarpus heterophyllus L.).

1.5 Hipotesis Penelitian

Peningkatan konsentrasi ekstrak kulit batang nangka (Artocarpus

heterophyllus L.) dalam formula niosom dapat mempengaruhi karakteristiknya

meliputi ukuran partikel, kadar senyawa polifenol yang terjerap serta efisiensi

penjerapan.

Page 24: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

2.1.1 Definisi Kulit

Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki

fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan

dari luar. Fungsi perlindungan terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis,

seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus-menerus, respirasi dan

pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan melanin

untuk melindungi kulit dari bahaya sinar UV matahari, sebagai peraba dan perasa,

serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari luar. Luas permukaan kulit

sekitar 2 m2 dengan berat 10 kg jika dengan lemak atau 4 kg jika tanpa lemak

(Tranggono & Latifah, 2007). Adapun struktur kulit dapat dilihat pada Gambar

2.1.

Gambar.2.1. Struktur Kulit

[Sumber : Mescher, 2011]

Page 25: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2 Epidermis

Epidermis, bagian terluar kulit dibagi menjadi dua lapisan utama : lapisan

sel-sel tidak berinti yang bertanduk (stratum korneum), dan lapisan dalam yaitu

stratum malfigi. Stratum malfigi merupakan asal sel-sel permukaan bertanduk

setelah mengalami proses diferensiasi. stratum malfigi dibagi menjadi: (1) stratum

granulosum, (2) lapisan sel basal (stratum germinativum) dan (3) stratum

spinosum (Sylvia & Lorraine 2005).

2.3 Dermis

Dibawah epidermis terdapat dermis, suatu lapisan jaringan ikat yang

mengandung banyak serat elastin (untuk peregangan) dan serat kolagen (untuk

kekuatan), serta banyak pembuluh darah dan ujung syaraf khusus. Pembuluh

darah dermis tidak saja memasok dermis dan epidermis tetapi juga berperan besar

dalam mengatur suhu tubuh (Sherwood, 2007).

2.4 Lemak Subkutan

Dibawah dermis terdapat laipsan kulit ketiga yaitu lemak subkutan.

Lapisan ini merupakan bantalan untuk kulit, isolasi untuk mempertahankan suhu

tubuh dan tempat penyimpanan energi. Dari sudut kosmetik, lemak subkutan ini

mempengaruhi daya tarik seksual kedua jenis kelamin (Sylvia & Lorraine 2005).

2.5 Fisiologi Kulit

2.5.1 Proteksi

Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik

maupun mekanik. Gangguan fisik dan mekanik ditanggulangi dengan adanya

bantalan lemak subkutis, tebalnya lapisan kulit dan serabut penunjang yang

berfungsi sebagai pelindung bagian luar tubuh. Gangguan sinar UV diatasi oleh

sel melanin yang menyerap sebagian sinar tersebut. Gangguan kimia

ditanggulangi dengan adanya lemak permukaan kulit yang berasal dari kelenjar

palit kulit yang mempunyai pH 4,5-6,5 (Madison; Connor, 2003).

Page 26: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.5.2 Termoregulasi

Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan

konstriksi pembuluh kapiler dan melalui respirasi, yang keduanya dipengaruhi

saraf otonom. Pada saat temperatur badan menurun terjadi vasokontriksi,

sedangkan pada saat temperatur badan meningkat terjadi vasodilatasi untuk

meningkatkan pembuangan panas (Tranggono, Latifah, 2007).

2.5.3 Persepsi Sensoris

Kulit bertanggung jawab sebagai indera terhadap rangsangan dari luar

berupa tekanan, raba, suhu, dan nyeri melalui beberapa reseptor seperti benda

meissner, diskus merkell dan korpskulum ruffini dan benda krauss sebagai

reseptor suhu dan nervus end plate sebagai reseptor nyeri (Tranggono, Latifah,

2007).

2.5.4 Absorbsi

Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit masuk ke dalam tubuh melalui dua

jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea (Tranggono, Latifah,

2007). Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi,

kelembaban udara, metabolisme dan jenis pembawa zat yang menempel di kulit.

Penyerapan dapat melalui celah antarsel, saluran kelenjar atau saluran keluar

rambut (Madison; Connor, 2003).

2.5.5 Fungsi Ekskresi

Kelenjar-kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau

sisa metabolisme dalam tubuh misalnya NaCl, urea, asam urat, ammonia, dan

sedikit lemak. Sebum yang diproduksi kelenjar palit kulit melindungi kulit dan

menahan penguapan yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering

(Madison; Connor, 2003).

2.5.6 Fungsi Pembentukan Pigmen

Sel pembentuk pigmen kulit (melanosit) terletak di lapisan basal

epidermis. Sel ini berasal dari rigi saraf, jumlahnya 1:10 dari sel basal. Jumlah

melanosit serta jumlah dan besarnya melanin yang terbentuk menentukan warna

Page 27: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kulit. Pajanan sinar matahari mempengaruhi produksi melanin. Bila pajanan

bertambah produksi melanin akan meningkat (Madison; Connor, 2003).

2.5.7 Fungsi Keratinisasi

Keratinisasi dimulai dari sel basal yang kuboid, bermitosis ke atas berubah

bentuk lebih poligonal yaitu sel spinonum, terangkat ke atas menjadi lebih

gepeng, dan bergranula menjadi sel granulosum. Kemudian sel tersebut terangkat

ke atas lebih gepeng, dan granula serta intinya hilang menjadi sel spinosum dan

akhirnya sampai di permukaan kulit menjadi sel yang mati, protoplasmanya

mengering menjadi keras, gepeng, tanpa inti yang disebut sel tanduk (Madison;

Connor, 2003).

2.5.8 Fungsi Produksi Vitamin D

Kulit juga dapat membuat vitamin D dari bahan baku 7-

dihidroksikolesterol dengan bantuan sinar matahari. Namun produksi ini masih

lebih rendah dari kebutuhan tubuh akan vitamin D dari luar makanan (Madison;

Connor, 2003).

2.6 Jalur Absorbsi Perkutan

Sediaan topikal dimaksudkan untuk penggunaannya melalui kulit dan

menghendaki obat untuk berpenetrasi atau terlokalisasi melalui kulit. Penetrasi

perkutan yaitu perjalanan melalui kulit meliputi disolusi obat dalam pembawanya,

difusi obat terlarut (solute) dari pembawa ke permukaan kulit dan penetrasi obat

melalui lapisan-lapisan kulit terutama stratum korneum. Tahapan paling lambat

dalam proses absorbsi perkutan biasanya perjalanan melalui stratum korneum

yang membatasi atau mengontrol permeasi. Molekul obat yang berkontak dengan

permukaan kulit dapat berpenetrasi melalui beberapa rute, diantaranya

transappendageal dan transepidermal. Adapun jalur penetrasi perkutan dapat

dilihat pada Gambar 2.2 dan 2.3.

Page 28: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.2. Jalur Penetrasi Perkutan (telah diolah kembali)

[Sumber : Maghraby, Barry, Williams, 2008]

Keterangan: 1. Melalui kelenjar keringat, 2. Melewati stratum korneum,

3. Melewati folikel rambut

Gambar 2.3. Jalur Penetrasi Perkutan

[Sumber : Maghraby, Barry, Williams, 2008]

Page 29: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6.1 Absorbsi Transappendageal

Jalur absorpsi transappendageal merupakan jalur masuknya obat melalui

kelenjar keringat dan folikel rambut yang disebabkan karena adanya pori-pori

diantaranya sehingga memungkinkan obat tersebut berpenetrasi. Jalur

appendageal hanya mencakup 0,1% area untuk penyerapan pada kulit, sehingga

jalur ini dianggap kurang potensial dibandingkan jalur transepidermal (Touitou &

Barry, 2007).

2.6.2 Absorpsi Transepidermal

Jalur absorpsi transepidermal merupakan jalur masuknya obat melintasi

epidermis. Epidermis merupakan permukaan lapisan yang lebih besar untuk

absorpsi di mana epidermis memiliki luas permukaan 100-1000 kali lebih luas

dibandingkan jalur transappendageal, sehingga jalur transepidermal merupakan

jalur utama untuk absorpsi perkutan banyak senyawa (Lund, 1994).

Terdapat dua jalur untuk absorpsi obat secara transepidermal yaitu jalur

interseluler dan jalur intraseluler. Jalur interseluler obat menembus lapisan kulit

melalui ruang antar sel dari kulit, sehingga jalurnya menjadi berliku dan lebih

panjang. Obat yang bersifat lipofilik akan lebih cenderung berpenetrasi melalui

cara ini karena akan larut dalam lemak yang terdapat di antara filamen. Jalur

intraseluler obat akan melewati kulit secara langsung melalui membran fosfolipid

dan keratinosit yang merupakan kandungan utama stratum korneum. Obat yang

bersifat hidrofilik lebih cenderung berpenetrasi melalui jalur ini karena obat

hidrofilik akan membentuk ikatan hidrogen dengan bagian protein dalam lapisan

filamen protein (Lund, 1994).

Penetrasi obat melalui jalur transepidermal lebih baik dari pada jalur

transappendageal, karena luas permukaan pada jalur transappendageal lebih kecil.

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi perkutan adalah sifat-sifat fisikokimia

dari obat, sifat pembawa yang digunakan, dan kondisi fisiologi kulit. Dari sifat-

sifat tersebut, dapat diuraikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi absorpsi

perkutan, antara lain (Ansel, 1989) :

1. Konsentrasi obat umumnya merupakan faktor yang penting, jumlah obat

diabsorpsi secara perkutan perunit luas permukaan setiap periode waktu

Page 30: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bertambah, sebanding dengan bertambahnya konsentrasi obat dalam suatu

pembawa.

2. Profil pelepasan obat dari pembawanya, tergantung dari afinitas obat

terhadap pembawa, kelarutan obat dalam pembawa dan pH pembawa.

3. Komposisi sistem tempat pemberian obat, yang ditentukan dari

permeabilitas stratum korneum yang disebabkan hidratasi dan perubahan

struktur lipid.

4. Pembawa yang dapat meningkatkan kelembapan kulit akan mendorong

terjadi absorpsi obat melalui kulit.

5. Peningkatan suhu kulit dapat menyebabkan perubahan difusi yang

disebabkan oleh peningkatan kelarutan obat.

6. Waktu kontak obat dengan kulit.

7. Bahan-bahn peningkat penetrasi (enhancer) yang dapat meningkatkan

permeabilitas kulit dengan cara mengubah sifat fisikokimia stratum

korneum sehingga mengurangi daya tahan difusi.

2.7 Pigmentasi Kulit

Warna kulit normal ditentukan oleh jumlah dan sebaran melanin yang

dihasilkan oleh melanosom pada melanosit, yang secara genetik jumlahnya

tertentu. Warna kulit juga dipengaruhi oleh ketebalan kulit, vaskularisasi kulit,

kemampuan refleksi permukaan kulit serta kemampuan absorbsi epidermis dan

dermis. Selain itu, juga ada beberapa pigmen lain seperti karoten (oranye),

oksihemoglobin (merah), hemoglobin (biru) dan melanin (coklat) yang

mempengaruhi warna kulit (Tranggono, Latifah, 2007).

Melanin merupakan pigmen yang dapat melindungi jaringan kulit dari

penghamburan sinar UV. Melanin terbentuk melalui rangkaian oksidasi dari asam

amino tirosin dengan melibatkan tirosinase. Tirosinase mengubah tirosin menjadi

DOPA, kemudian menjadi dopakuinon. Dopakuinon diubah menjadi dopakrom

melalui autooksidasi sehingga menjadi dihydroxy indole (DHI) atau dihydroxy

indole carboxy acid (DHICA) untuk membentuk eumelanin (pigmen berwarna

cokelat). Dengan adanya sistein atau glutation, dopakuinon diubah menjadi

sistenil dopa, reaksi ini membentuk feomelanin (pigmen berwarna kuning).

Page 31: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Banyaknya jumlah eumelanin dan feomelanin yang terbentuk dapat memberikan

warna lain pada kulit sehingga kulit manusia tidak hanya berwarna hitam atau

putih saja (Chang, 2009). Adapun biosintesis melanin dapat dilihat pada Gambar

2.4.

Gambar 2.4. Biosintesis Melanin

[Sumber : Donsing dan Viyoch, 2008]

Tirosinase adalah enzim monooksigenase yang berperan sebagai

katalisator pada reaksi hidroksilasi monofenol menjadi bentuk difenol

(monofenolase) dan oksidasi difenol menjadi quinon (difenolase). Tirosinase

memainkan peranan penting dalam pembentukan melanin selama proses

melanogenesis karena tirosinase mampu menghidroksilasi L-tirosin (monofenol)

menjadi L-DOPA (difenol) dan mengoksidasi L-DOPA menjadi dopakuinon

(senyawa kuinon). Dopakuinon yang terbentuk akan bereaksi secara spontan

membentuk dopakrom. Peranannya dalam proses melanogenesis terjadi karena

tirosinase memiliki gugus tembaga (Cu) yang merupakan suatu active site yang

dapat berikatan dengan substrat pada proses pembentukan melanin (Ramsden,

Riley, 2010).

Page 32: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.8 Tanaman Artocarpus Sp Sebagai Inhibitor Tirosinase

Indonesia memiliki banyak spesies tanaman Artocarpus Sp yang

mengandung senyawa bioaktif yang dapat menginhibisi tirosinase, diantaranya

adalah: A. communis, A. heterophyllus, dan A. altilis. Dari ketiga tanaman

tersebut tanaman Artocarpus heterophyllus memiliki persen inhibisi paling besar

dibandingkan dengan dua spesies tanaman Artocarpus yang lainnya (Putri,

Supriyanti, Zackiyah, 2009). Adapun persen inhibisi ekstrak kulit batang

Artocarpus Sp terhadap tirosinase dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Persen Inhibisi Ekstrak Kulit Batang Artocarpus Sp

terhadap Tirosinase Konsentrasi Sampel

(µg/mL)

% Inhibisi dengan Penambahan Sampel

A. heterophyllus A. altilis A. communis

25 0,76 2,56 0

50 6,41 2,65 0,32

75 36,14 6,09 14,23

150 40,96 7,87 14,23

300 57,35 20,47 19,22

[Sumber: Putri, Supriyanti, Zackiyah, 2009]

Nangka merupakan buah dikotil dari pohon Artocarpus heterophyllus yang

termasuk suku dari Moraceae. Pohon Artocarpus heterophyllus merupakan

tanaman buah yang berupa pohon yang berasal dari india dan menyebar ke daerah

tropis termasuk Indonesia. Tanaman nangka memiliki ukuran yang sedang,

tingginya sekitar 8-25 meter dengan diameter pohon 30-80 cm. Batang pohon

nangka tegak berkayu, bulat, kasar dan berwarna hijau kotor. Daun Artocarpus

heterophyllus tunggal berseling lonjong memiliki tulang daun yang menyirip,

daging daun tebal, tepi rata, ujung runcing panjang 5-15 cm, lebar 4-5 cm, tangkai

panjang lebih kurang 2 cm dan berwarna hijau. Bunga nangka merupakan bunga

majemuk yang berbentuk bulir, berada di ketiak daun dan berwarna kuning.

Bunga jantan dan betinanya terpisah dengan tangkai yang memiliki cincin, bunga

jantan yang ada di batang baru di antara daun atau di atas bunga betina. Buah

berwarna kuning ketika masak, oval dan berbiji coklat muda (Prihatman, 2000;

Elevitch & Manner, 2006). Adapun bagian batang Artocarpus heterophyllus L.

dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Page 33: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.5. Bagian Batang Artocarpus heterophyllus L.

[Sumber : Elevitch dan Manner, 2006]

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Urticales

Suku : Moraceae

Marga : Artocarpus

Jenis : Artocarpus heterophyllus L. (Elevitch & Manner, 2006)

2.8.1 Kandungan Kimia Ekstrak Kulit Batang Nangka

Tanaman Artocarpus Sp mengandung senyawa bioaktif yang dapat

menginhibisi tirosinase, inhibisi terkuat didapat pada ekstrak kulit batang nangka

Artocarpus heterophyllus. Senyawa bioaktif yang secara potensial dapat

menghambat tirosinase adalah senyawa golongan polifenol (Putri, Supriyanti,

Zackiyah; Chang, 2009). Polifenol mewakili berbagai kelompok senyawa yang

mengandung gugus fenol dan tersebar secara luas di alam. Polifenol merupakan

kelompok terbesar inhibitor tirosinase. Polifenol dapat dikenali sebagai substrat

Page 34: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

oleh tirosinase, tergantung pada posisi subtituen yang bertindak sebagai inhibitor

tirosinase (Chang, 2009).

2.8.2 Analisis Kadar Total Senyawa Polifenol Ekstrak Kulit Batang Nangka

Kandungan total polifenol dari ekstrak kulit batang nangka ditetapkan

secara spektrofotometri dengan pereaksi Folin-Ciocalteu. Pereaksi Folin-

Ciocalteu merupakan larutan kompleks ion polimerik yang dibentuk dari asam

fosfomolibdat dan asam heteropolifosfotungstat. Pereaksi ini terbuat dari air,

natrium tungstat, natrium molibdat, asam fosfat, asam klorida, litium sulfat, dan

bromin (Folin, dkk., 1944).

Prinsip dari metode ini adalah terbentuknya senyawa kompleks berwarna

biru yang dapat diukur absorbansinya pada panjang gelombang terb tentu.

Pereaksi Folin-Ciocalteu mengoksidasi fenolat (garam alkali) atau gugus fenolik-

hidroksi mereduksi asam heteropoli (fosfomolibdat-fosfotungstat) yang terdapat

dalam pereaksi Folin-Ciocalteu menjadi suatu kompleks molibdenum-tungsten.

Senyawa polifenol bereaksi dengan reagen Folin-Ciocalteu hanya dalam suasana

basa agar terjadi disosiasi proton pada senyawa fenolik menjadi ion fenolat. Oleh

karena itu, untuk membuat suasana basa dilakukan penambahan natrium karbonat.

Gugus hidroksil pada senyawa fenolik yang bereaksi dengan reagen Folin-

Ciocalteu dapat diukur absorbansinya dengan spektrofotometer. Semakin besar

konsentrasi senyawa fenolik maka semakin banyak ion fenolat yang akan

mereduksi asam heteropoli (fosfomolibdat-fosfotungstat) menjadi kompleks

molibdenum-tungsten sehingga warna biru yang dihasilkan semakin pekat (Alfian,

Susanti, 2012).

2.9 Liposom

Liposom merupakan suatu vesikel berair yang dikelilingi oleh membran

lipid lapis ganda unilamellar atau multilamellar, terbentuk secara spontan ketika

fosfolipid dihidrasi dengan sejumlah air. Lapisan ganda terbentuk dari lipid

seperti kolesterol dan lesitin. Lesitin memiliki bagian molekul hidrofilik dan

hidrofobik yang memiliki kelarutan berbeda dan secara spontan membentuk

lapisan tunggal atau ganda, yang kemudian membentuk vesikel tertutup dengan

adanya larutan air (Lasic, Papahadjopoulos, 1998).

Page 35: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Berbagai lipid dan molekul ampifilik lain diperlukan sebagai bahan dasar

pembentuk liposom untuk membentuk membran lapis ganda (bilayer) liposom.

Molekul ampifilik yang banyak digunakan untuk membentuk liposom biasanya

berasal dari golongan fosfolipid, sphingolipid, atau lipid golongan sterol seperti

kolesterol. Fosfolipid sebagai bahan penyusun liposom diklasifikasikan menjadi

empat kelompok berdasarkan asal perolehannya, diantaranya : fosfolipid alam,

fosfolipid alam termodifikasi, fosfolipid semisintetik, dan fosfolipid sintetik.

Harga dan stabilitas kimia yang buruk menjadi kelemahan fosfolipid yang

digunakan dalam formulasi liposom (Barenholz dan Crommelin, 1994). Selain

liposom, terdapat beberapa jenis vesikel lain yang dapat digunakan sebagai

penghantar obat, diantaranya:

1. Niosom, merupakan sistem vesikel yang mirip dengan liposom. Niosom

merupakan suatu pembawa dengan sistem bilayer yang dibentuk dari

surfaktan nonionik sebagai pengganti fosfolipid yang distabilkan yang

dengan penambahan kolesterol (Gaur, Mishra, Purohit, Dave, 2009) .

2. Transfersom, merupakan suatu vesikel fleksibel yang memiliki inti akuatik

yang dikelilingi oleh kelompok lipid bilayer. Transfersom terdiri dari

fosfolipid sebagai bahan utama, surfaktan dengan konsentrasi 10-25%

(seperti natrium kolat) dan 3-10% etanol (Gaur, Mishra, Purohit, Dave,

2009).

3. Etosom, adalah suatu vesikel pembawa yang tersusun atas fosfolipid dan

memiliki kandungan alkohol (etanol dan isopropil alkohol) dengan

konsentrasi yang cukup tinggi, serta air. Ukuran etosom bervariasi dari

puluhan nanometer hingga ukuran mikron. Komposisi yang tepat mampu

meningkatkan penetrasi zat aktif ke jaringan dan sirkulasi sistemik (Gaur,

Mishra, Purohit, Dave, 2009).

4. Virosom, merupakan obat atau mekanisme pemberian vaksin yang terdiri

dari vesikel fosfolipid bilayer unilamelar yang menggabungkan protein

yang berasar dari virus sehingga memungkinkan virosom menyatu dengan

sel target. Virosom terdiri dari bilayer fosfolipid yang mengandung protein

permukaan virus yang menempel pada lapisan bilayer (Gaur, Mishra,

Purohit, Dave, 2009).

Page 36: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Pharmacosome, merupakan dispersi koloidal obat yang terikat pada lipid

dan berbentuk ultrafine vesicular, misellar, atau agregat heksagonal

bergantung dari struktur kimia kompleks obat-proteinnya (Bansal,

Kashyap, Aggarwal, Harikumar, 2012).

2.10 Niosom

Niosom adalah suatu pembawa dengan dasar vesikel yang dibentuk dari

surfaktan nonionik, yang dalam media larutan menghasilkan struktur bilayer

tertutup. Struktur ini membentuk sebuah vesikel dimana sebuah bagian hidrofobik

dari molekul terlindung dari pelarut dan gugus kepala hidrofilik berkontak dengan

pelarut (Uchegbu, Vyas, 1998).

Niosom merupakan suatu vesikel surfaktan nonionik yang memiliki

struktur bilayer yang dibentuk melalui penyusunan monomer-monomer surfaktan

yang terhidrasi. Bentuk vesikel niosom merupakan struktur bilayer multilamellar

atau unilamellar yang tersusun dari surfaktan nonionik dan kolesterol yang

berfungsi sebagai bahan penstabil (Kapoor, Gahoi, Kumar 2011). Vesikel yang

terbentuk pada niosom dipengaruhi oleh metode pembuatan yang digunakan.

Secara umum terdapat dua jenis vesikel yang dihasilkan, yaitu vesikel unilamellar

dan multilamellar. Vesikel unilamellar adalah vesikel yang hanya terdiri dari satu

bilayer atau lapis ganda, sedangkan vesikel multilamellar terdiri dari beberapa

lapis ganda (Blazek, Rhodes, 2001).

Niosom dapat menjerap obat hidrofilik dan lipofilik dalam lapisan berair

dan masing-masing membran vesikular. Bilayer dari Niosom memiliki dua

permukaan yaitu permukaan dalam dan luar atau permukaan hidrofilik serta

permukaan lipofilik. Oleh karena itu sejumlah besar obat-obatan dan bahan

lainnya dapat dihantarkan ke jaringan target dengan menggunakan niosom

(Sankhyan, Pawar, 2012).

Niosom memiliki dua komponen utama yaitu terdiri dari surfaktan

nonionik dan kolesterol. Surfaktan memberikan peranan yang penting dalam

pembuatan niosom. Beberapa surfaktan nonionik yang umumnya digunakan

dalam preparasi niosom adalah: Spans (span 60, 40, 20, 85, 80), Tweens (twen 20,

40, 60, 80), Brijs (brij 30, 35, 52, 58, 72, 76). Surfaktan nonionik memiliki bagian

Page 37: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kepala yang bersifat hidrofilik dan bagian ekor yang bersifat hidrofobik.

Kolesterol digunakan untuk memberikan kekakuan serta memberikan bentuk yang

tepat, konformasi yang sesuai dalam preparasi niosom (Chandu, Arunachalam,

Jeganath, Yamini, Tharangini, Chaitanya, 2012).

Penggunaan sistem vesikuler dalam kosmetik dan untuk tujuan terapetik

memberikan beberapa keuntungan diantaranya (Van, Bouwstra, Rensen,

Jeremiasse, Vringer, Junginger, 1996):

1. Suspensi niosom adalah pembawa dengan basis air sehingga lebih mudah

diterima oleh pasien dibandingkan dengan bentuk sediaan dengan basis

minyak.

2. Vesikel memungkinkan penyerapan berbagai jenis obat, yakni obat

hidrofilik, lipofilik dan ampifilik.

3. Karakteristik formulasi vesikel dapat divariasikan dan dikontrol dengan

mengubah komposisi pada vesikel, baik dari segi ukuran, lamelaritas,

volume pelarut, muatan permukaan, serta konsentrasinya.

4. Sistem vesikel yang dihasilkan adalah mudah didegradasi secara biologik

(biodegradable) dan tidak berinteraksi dengan tubuh (biocompatible).

5. Vesikel dapat bertindak sebagai depot yang dapat melepaskan obat dengan

sistem yang terkendali.

6. Vesikel dapat melindungi obat dari degradasi karena obat diformulasikan

ke dalam suatu pembawa.

Menurut Sharma, Kumar, Mahadevan, (2012) Keuntungan menggunakan

niosom dalam kosmetik dan perawatan kulit adalah kemampuan niosom dalam

meningkatkan stabilitas zat aktif yang terjerap, dapat meningkatkan bioavibilitas

zat yang sulit diserap, serta mampu meningkatkan penetrasi kulit. Jika

dibandingkan dengan liposom, niosom memiliki beberapa kelebihan, diantaranya

penggunaan surfaktan nonionik yang stabil terhadap adanya reaksi oksidasi, serta

harga yang lebih murah dibandingkan dengan fosfolipid (Sankhyan, Pawar, 2012).

Page 38: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Niosom memiliki beberapa hal yang menjadi kekurangan ketika digunakan

sebagai pembawa obat, diantaranya (Chandu, Arunachalam, Jeganath, Yamini,

Tharangini, Chaitanya, 2012) :

1. Ketidakstabilan fisik

2. Agregasi

3. Fusi atau penggabungan

4. Kebocoran vesikel yang terbentuk dan menyebabkan obat yang terjerap

keluar

5. Hidrolisis dari obat yang terenkapsulasi dapat menyebabakan

berkurangnya masa simpan.

2.10.1 Struktur Niosom

Secara struktur niosom mirip dengan liposom, karena keduanya terdiri dari

bilayer. Namun, bilayer yang terdapat pada niosom tersusun dari surfaktan

nonionik, bukan fosfolipid seperti yang terdapat pada liposom. Niosom dapat

berupa unilamellar atau multilamellar tergantung dari metode yang digunakan

dalam pembuatannya. Niosom merupakan bilayer yang tersusun dari surfaktan

nonionik dengan ujung hidrofilik terdapat pada luar vesikel, sementara rantai

hidrofobik saling berhadapan di dalam bilayer. Obat yang bersifat hidrofilik

terdapat didalam vesikel sementara obat yang bersifat hidrofobik tertanam dalam

lapisan ganda niosom (Makeshwar, Wasankar, 2013). Adapun struktur niosom

dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6. Struktur Niosom

[Sumber : Chandu, Arunachalam, Jeganath, Yamini, Tharangini, Chaitanya, 2012]

Page 39: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.10.2 Klasifikasi Niosom

Niosom dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, diantaranya :

jumlah bilayernya (misal, Multilamellar Vesicle, Small Unilamellar Vesicle),

ukuran (misal, Large Vesicle Unilamellar, Small Unilamellar Vesicle), dan

metode pembuatan (Makeshwar, Wasankar, 2013). Beberapa jenis niosom

diantaranya :

a. Multilamellar Vesicle (MLV)

Multilamellar vesicle terdiri dari sejumlah lapisan, dengan ukuran

diameter vesicle 0,5-10 µm. Vesikel multilamellar merupakan niosom yang paling

sering digunakan, karena sederhana dalam pembuatan serta cukup stabil untuk

penyimpanan dalam waktu yang lama. Vesikel ini cocok digunakan sebagai

pembawa untuk obat yang bersifat lipofilik.

b. Large Vesicle Unilamellar (LUV)

Niosom jenis ini memiliki perbandingan kompartemen air atau lipid yang

tinggi, sehingga bahan yang terjerap akan lebih besar serta ekonomis.

c. Small Unilamellar Vesicle (SUV)

Niosom jenis ini sebagian besar dibuat dari vesicle multilamellar dengan

menggunakan metode sonikasi.

2.10.3 Stabilitas Niosom

Niosom memiliki beberapa faktor yang dapat mempengaruhi stabilitasnya,

diantaranya adalah stabilitas fisik, stabilitas kimia, serta stabilitas dalam cairan

biologi. Adapun keterangan mengenai faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas

niosom adalah sebagai berikut (Mujoriya dan Bodla 2011):

a. Stabilitas Fisik

Stabilitas fisik niosom tergantung pada ukuran partikel yang dapat berubah

karena pembentukan agregat dan penggabungan, terjadinya pemisahan dari

komponen bilayer setelah penyimpanan, serta terjadinya kebocoran bahan

enkapsulasi dari niosom.

b. Stabilitas Kimia

Stabilitas kimia niosom tergantung pada stabilitas komponen lipid dan

komponen bilayernya yang dirancang untuk membawa zat aktif. Fosfolipid dapat

mengalami degradasi berupa hidrolisis dan peroksidasi.

Page 40: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

c. Stabilitas Dalam Cairan Biologi

Niosom tidak mampu mempertahankan zat yang terjerap ketika diinkubasi

dalam darah atau plasma. Ketidakstabilan niosom dalam plasma terjadi karena

adanya transfer bilayer lipid dengan albumin dan protein dengan densitas yang

tinggi. Garam empedu juga dapat mengganggu struktur membran bilayer dari

niosom yang dapat menyebabkan kebocoran pada niosom.

2.10.4 Metode Pembuatan Niosom

Pembuatan niosom secara umum dibedakan menjadi delapan metode,

diantaranya: teknik penjerapan pasif, hidrasi lapis tipis, injeksi eter, penguapan

fase balik, ekstruksi beberapa membran, mikrofluidasi, sonikasi, metode

gelembung, teknik penjerapan aktif, gradien pH transmembran.

a. Teknik Penjerapan Pasif

Teknik ini merupakan teknik yang paling sering digunakan dalam

pembuatan niosom dimana obat tergabung selama pembentukan niosom

(Sankhyan, Pawar, 2012).

b. Hidrasi Lapis Tipis

Semua komponen pembentuk vesikel yaitu surfaktan, kolesterol dilarutkan

dalam pelarut organik yang mudah menguap dalam labu alas bulat. Pelarut

organik diuapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu kamar yang

membentuk film tipis dari komponen terlarut. Film tipis yang terbentuk dihidrasi

dengan fase air dengan agitasi lembut sehingga terbentuk niosom (Sankhyan,

Pawar, 2012).

c. Injeksi Eter

Surfaktan dan komponen lain dilarutkan dalam eter (dietil eter) dan

kemudian secara perlahan-lahan diinjeksikan ke dalam fase cair pada suhu 600C

menggunakan jarum. Penambahan tersebut akan menyebabkan penguapan eter

dan pembentukan vesikel lapis tunggal. Metode ini memiliki kelebihan dalam

mengontrol ukuran, yang dapat diperoleh dengan mengontrol ukuran jarum dan

kondisi lainnya. Kelemahannya adalah kelarutan bahan dalam eter yang terbatas

dan sulit dalam menghilangkan eter dari formulasi akhir (Sankhyan, Pawar,

2012).

Page 41: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

d. Penguapan Fase Balik

Bahan dilarutkan dalam campuran pelarut organik yang mudah menguap

(eter dan kloroform) dan obat dilarutkan dalam fase air. Emulsi air dalam minyak

terbentuk dari dua fase dalam bath sonicator. Prinsip dasar meliputi penguapan

pelarut organik untuk membentuk niosom. Emulsi ini dikeringkan menggunakan

rotary evaporator pada suhu 400C untuk membentuk gel semi solid dari vesikel

besar. Sejumlah kecil buffer ditambahkan dan semi solid yang terbentuk

disonikasi pada suhu 4-50C untuk membentuk vesikel kecil unilamellar

(Sankhyan, Pawar, 2012).

e. Ekstruksi Beberapa Membran

Prinsip dasar melibatkan ekstruksi yang memaksa bagian dari campuran,

suspensi, atau emulsi dari komponen melalui membran polikarbonat berulang kali

untuk memperoleh niosom dengan ukuran yang diinginkan. Fase organik

dikeringkan dalam rotary evaporator dan dihidrasi dengan fase air, hasilnya

diekstruksi melalui membran (Sankhyan, Pawar, 2012).

f. Mikrofluidisasi

Kedua fase saling berinteraksi pada kecepatan yang sangat tinggi dalam

saluran mikro di dalam interaction chamber. Energi dan tumbukan kecepatan

tinggi menyebabkan pembentukan niosom yang kecil dan seragam. Metode ini

memiliki tingkat reprodusibilitas yang tinggi (Sankhyan, Pawar, 2012).

g. Sonikasi

Campuran larutan obat dalam buffer, surfaktan, dan kolesterol disonikasi

dengan sonikator pemeriksaan titanium pada suhu 600C selama 3 menit untuk

menghasilkan niosom. Metode ini juga digunakan untuk memproduksi vesikel

unilamellar kecil dari vesikel multilamellar besar yang dipreparasi dengan teknik

lainnya (Sankhyan, Pawar, 2012).

h. Metode Gelembung

Metode pembuatan niosom ini dengan satu tahap tanpa menggunakan

pelarut organik. Semua komponen didispersikan dalam buffer dan ditempatkan

dalam labu alas bulat di atas penangas air dengan suhu yang dikontrol. Labu

tersebut memiliki tiga leher yang dihubungkan pada refluks pendingin air,

termometer, dan penyedia nitrogen. Dispersi dicampurkan dengan homogenizer

Page 42: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

selama 15 detik dan kemudian dibuat gelembung dengan nitrogen untuk

membentuk niosom (Sankhyan, Pawar, 2012).

i. Teknik Penjerapan Aktif

Meliputi penambahan obat setelah pembentukan niosom. Niosom

dipreparasi dan kemudian obat dimasukkan dengan mempertahankan gradien pH

atau gradien ion untuk memfasilitasi penjerapan obat ke dalam niosom. Cara ini

dapat memberikan keuntungan penjerapan 100%, perbandingan obat-lipid yang

tinggi, menghindari kebocoran, biaya yang efektif, dan cocok untuk obat-obat yang

tidak stabil (Sankhyan, Pawar, 2012).

j. Gradien pH Transmembran

Fase organik dan komponen terlarut diuapkan untuk membentuk lapisan

dan dihidrasi dengan asam sitrat, vesikel multilamellar dibentuk dengan

pembekuan yang dicairkan 3 kali dan disonikasi. Ke dalam suspensi niosom

ditambahkan fase air dan obat, divortex dan pH dinaikkan hingga 7,0-7,2 dengan

1M dinatrium fosfat. Campuran tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 600C

selama 10 menit untuk memasukkan obat ke dalam niosom (Sankhyan, Pawar,

2012).

2.10.5 Komponen Pembentukan Niosom

a. Surfaktan

Surfaktan berasal dari kata surface active agent (agen aktif permukaan).

Surfaktan banyak digunakan karena kemampuannya dalam mempengaruhi sifat

permukaan (surface) dan antar muka (interface). Surfaktan memiliki gugus

hidrofobik dan hidrofilik. Bagian “kepala” mengacu pada pelarut hidrofilik, dan

bagian “ekor” mengacu pada gugus hidrofobik (Perkins, 1998). Surfaktan dapat

mengabsorpsi pada permukaan atau antar muka untuk mengurangi tegangan

permukaan atau tegangan antar muka. Bagian hidrofobik terdiri dari rantai

hidrokarbon sedangkan bagian hidrofilik dapat berupa ion, gugus polar atau gugus

yang larut dalam air. Oleh karena itu surfaktan sering disebut ampifil yang berarti

memiliki aktivifas tertentu baik terhadap pelarut polar maupun non polar. Ampifil

secara dominan dapat berupa hidrofil, lipofil, atau berada di antara minyak-air

(Bucton, 1995). Adapun struktur molekul surfaktan dapat dilihat pada Gambar

2.7.

Page 43: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.7. Struktur Molekul Surfaktan

[Sumber : Perkins, 1998]

Surfaktan dapat dikategorikan menjadi 4 jenis, yaitu: surfaktan anionik,

kationik, nonionik, dan amfoterik (Tang dan Suendo, 2011). Adapun keterangan

masing-masing jenis niosom adalah sebagai berikut:

1. Surfaktan Anionik

Bagian hidrofilik molekul surfaktan bermuatan negatif. Contohnya adalah

natrium alkil benzena sulfonat, natrium lauril sulfonat, natrium dodesil

benzen sulfonat, natrium lauril eter sulfat, ammonium lauril sulfat, natrium

metil kokoli sulfat, natrium lauril sarkosinat.

2. Surfaktan Kationik

Komponen aktif permukaan dalam surfaktan ini adalah kation. Bagian

hidrofilik molekul surfaktan bermuatan positif (contohnya: garam amina

rantai panjang, dan benzalkonium klorida).

3. Surfaktan Nonionik

Merupakan suatu surfaktan dengan bagian aktif permukaannya

mengandung gugus nonion. Contohnya adalah Cetomagrol, Span, Tween,

dan Brij.

4. Surfaktan Amfolitik (zwitterionik)

Surfaktan ini dapat bersifat baik anionik atau kationik, tergantung pada

pH. Salah satu contohnya adalah N-dodesil-N,N-dimetil betain dan lesitin.

Surfaktan nonionik dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran

kesetimbangan hidrofilik-lipofilik (HLB : Hidrophilic-Lipophilic Balance). Makin

tinggi HLB suatu zat, maka zat tersebut semakin hidrofilik. Surfaktan yang

mempunyai HLB rendah kurang dari 10 biasanya digunakan sebagai zat antibusa

untuk menghilangkan busa, zat pengemulsi air dalam minyak dan sebagai zat

Page 44: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pembasah untuk menurunkan sudut kontak antar-permukaan dan cairan

pembasah. Adapun struktur molekul span 60 dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Span 60 atau sorbitan monostearat dapat berfungsi sebagai agen

pengemulsi (emulgator), surfaktan nonionik lipofilik, agen pelarut, dan agen

penghidrasi. Span 60 praktis tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan

alkohol, larut dalam parafin cair, mudah larut dalam eter, tidak larut dalam aseton

dan propilenglikol. Nilai HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance) span 60 adalah

4,7 (Rowe, Sheskey, & Owen, 2006).

Gambar 2.8. Struktur Molekul Span 60

[Sumber : Rowe, Sheskey, & Owen, 2006]

b. Kolesterol

Kolesterol memiliki rumus empiris C27H46O dan berat molekul 386,67

serta titik lebur 147-150⁰C. Dalam kosmetik dan formulasi topikal kolesterol

digunakan pada konsentrasi 0,3-5,0 % b/b sebagai zat pengemulsi. Kolesterol

mampu menyerap air pada sediaan salep dan memiliki aktivitas sebagai emolien.

Senyawa ini dapat berwarna putih atau kekuningan (samar), hampir tidak berbau,

berbentuk mutiara, jarum, bubuk atau butiran. Pada paparan cahaya dan udara

yang berkepanjangan kolesterol dapat berubah warna menjadi kuning kecoklatan.

Kolesterol larut dalam aseton, larut 1 : 4,5 dalam kloroform, larut dalam minyak

nabati, dan praktis tidak larut dalam air. Senyawa ini stabil dan harus disimpan

dalam wadah tertutup, terlindung dari cahaya (Rowe, Sheskey, & Owen, 2006).

Adapun struktur molekul kolesterol dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Page 45: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.9 . Struktur Molekul Kolesterol

[Sumber : Rowe, Sheskey, & Owen, 2006]

Kolesterol merupakan steroid yang menyebabkan perubahan fluiditas dan

permeabilitas dari bilayer niosom. Kolesterol merupakan metabolit steroid lilin

yang dicampurkan dengan surfaktan nonionik untuk memberikan kekakuan dan

keteraturan pada niosom. Kolesterol merupakan molekul ampifilik, dimana gugus

OH-nya akan mengarah pada fasa air, dan rantai alifatiknya akan mengarah pada

rantai hidrokarbon dari surfaktan. Kekakuan yang terjadi pada niosom disebabkan

karena adanya kerangka steroid yang kaku yang berinteraksi dengan molekul

surfaktan sehingga membatasi pergerakan karbon dari rantai hidrokarbon

surfaktan. Kolesterol juga dapat mencegah terjadinya kebocoran pada molekul

surfaktan yang telah menjerap zat aktif (Sankhyan, Pawar, 2012).

c. Metanol

Metanol adalah bentuk paling sederhana dari alkohol yang biasa

digunakan sebagai pelarut di industri dan sebagai bahan tambahan dari etanol

dalam proses denaturasi sehingga etanol menjadi toksik. Rumus kimia dari

metanol adalah CH3OH dan dikenal dengan nama lain yaitu metil alkohol, metal

hidrat, metil karbinol, wood alcohol atau spiritus. Pada keadaan atmosfer metanol

berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar

dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol)

(Martindale, 1996).

Page 46: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

d. Kloroform

Kloroform juga dikenal sebagai triklorometana, metana triklorida,

trikloroform, metil triklorida, dan formil triklorida. Kloroform memiliki rumus

molekul dan massa molekul relatif masing-masing adalah CHCl3 dan 119,4. Pada

suhu ruang kloroform jernih, tidak berwarna, cairan mudah menguap dengan bau

khas eterik (WHO, 2004). Kloroform sedikit larut dalam air, mudah larut dalam

karbon disulfida, dan dapat bercampur dengan alkohol, eter, benzen, karbon

tetraklorida, dan minyak yang mudah menguap (HSBD, 2009). Kloroform stabil

di bawah suhu dan tekanan normal dalam wadah tertutup (Akron, 2009).

e. Phosphate Buffered Saline

Phosphate buffered saline adalah larutan isotonis yang digunakan dalam

penelitian biologis. Larutan ini mengandung natrium klorida, natrium fosfat,

kalium klorida, dan kalium fosfat. PBS banyak digunakan karena isotonis dengan

cairan tubuh manusia dan tidak bersifat toksik (Medicagi AB, 2010). PBS

memiliki pH yang berkisar 7,3-7,5 dan osmolaritasnya berkisar 280-315 Mosm/kg

(Maureen, 2002).

2.11 Karakterisasi Niosom

2.11.1 Analisis Ukuran Partikel

Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel adalah karakteristik yang

penting dalam niosom. Pelepasan obat dipengaruhi oleh ukuran partikel. Partikel

yang berukuran kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar, dimana akan

mengakibatkan pelepasan zat aktif yang lebih cepat. Sementara itu partikel yang

lebih besar memiliki inti yang lebih besar yang dapat mengurangi kecepatan obat

untuk berdifusi keluar. Namun demikian partikel yang berukuran kecil memiliki

resiko yang lebih besar untuk terjadinya agregasi selama penyimpanan

(Jahanshashi dan Babaei, 2008).

Ukuran partikel dapat ditentukan dengan menggunakan photon correlation

spectroscopy (PCS) atau dapat juga digunakan dynamic light scattering (DLS).

Sampel yang dianalisa menggunakan PCS harus terdispersi di dalam medium cair.

Dalam kondisi tertentu partikel akan bergerak konstan secara acak, sebagaimana

yang ditunjukan oleh gerak Brown. Kemudian PCS akan mengukur kecepatan

Page 47: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

gerak partikel tersebut dengan melewatkan laser. PCS mengukur ukuran partikel

rata-rata dan indeks polidispersitas. Dynamic light scattering (DLS) menerapkan

konsep pengukuran di mana partikel kecil di dalam suspensi bergerak dalam pola

acak. Partikel besar bergerak lebih lambat dari partikel yang berukuran lebih kecil

(Jahanshashi dan Babaei, 2008).

2.11.2 Efisiensi Penjerapan Niosom

Obat yang tidak terjerap dapat dipisahkan dengan berbagai teknik, di

antaranya :

a. Dialisis

Dispersi cairan niosom didialisis dalam tabung dialisis dengan

menggunakan buffered phosphate atau normal saline atau larutan glukosa.

b. Gel filtration

Obat yang tidak terjerap dihilangkan dari niosom menggunakan filtrasi gel

melalui kolom Sphadex-G-50 dan dielusi dengan buffer garam fosfat atau

normal salin.

c. Sentrifugasi

Suspensi niosom disentrifugasi dan supernatannya dipisahkan. Pelet yang

diperoleh dicuci kemudian disuspensikan kembali untuk mendapatkan

niosom yang bebas dari obat yang tidak terjerap.

Efisiensi penjerapan obat dalam vesikel (EE%) diukur dengan

memisahkan obat bebas dari vesikel penjerap menggunakan teknik

ultrasentrifugasi. Sejumlah volume suspensi niosom disentrifugasi selama 50

menit pada 50.000 rpm dan suhu 4◦C (OptimaTM ultrasentrifus, Beckman

Coulter, USA) untuk memisahkan obat bebas (obat yang tidak terjerap). Jumlah

obat bebas (FD) disebut sebagai supernatan. Suspensi niosom digunakan untuk

menilai total jumlah obat (TD). Supernatan hasil ultrasentrifugasi ditetapkan

kadarnya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang

gelombang maksimum (Pham, Maalej, Charcosset, Fessi, 2012).

Page 48: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.12 Spektrofotometri UV-Vis

Senyawa yang dapat memberikan serapan ketika diukur dengan

spektrofotometer adalah senyawa yang memiliki gugus kromofor. Kromofor

adalah gugus fungsional yang mengabsorbsi radiasi ultraviolet dan tampak, jika

mereka diikat oleh senyawa-senyawa bukan pengabsorbsi (auksokrom).

Auksokrom adalah gugus fungsional yang memiliki elektron bebas, seperti OH,

O, NH3, dan OCH3. Spektrofotometer UV-Vis dapat digunakan untuk informasi

kualitatif dan analisis kuantitatif. Dalam aspek kualitatif, data yang diperoleh dari

spektroskopi UV dan Vis adalah panjang gelombang maksimum, intensitas

absorbsi, efek pH, dan pelarut, semuanya dibandingkan dengan data yang telah

dipublikasikan. Dari spektra yang diperoleh dapat dilihat, misalnya serapan

berubah atau tidak karena perubahan pH. Dalam aspek kuantitatif, berkas radiasi

yang dilewatkan pada larutan sampel dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan

diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh larutan sampel ditentukan dengan

membandingkan intensitas sinar yang datang dengan intensitas sinar yang

diteruskan (Gandjar dan Rohman, 2007).

Hukum Lambert Beer :

A = log (I0/lt) = γ.b.c = a.b.c (2.1)

Dimana : A = serapan

Io = Intensitas sinar yang datang

It = Intensitas sinar yang diteruskan

γ = absorbtivitas molekuler (mol.cm.lt-1)

a = daya serap (g.m.lt-1)

b = tebal larutan / kuvet (cm)

c = konsentrasi (g.lt-1.mg.ml-1)

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh

larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan.

Komponen-komponen dalam spektrofotometer UV-Vis meliputi sumber-sumber

sinar, monokromator, dan sistem optik. Sumber-sumber lampu, lampu deutrium

digunakan untuk daerah UV pada panjang gelombang dari 190-350 nm,

sedangkan lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah

sinar tampak pada panjang gelombang 350-900 nm. Monokromator, digunakan

Page 49: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk mendispersikan sinar ke dalam komponen-komponen panjang

gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih oleh celah (slit). Monokromator

berputar sedemikian rupa sehingga kisaran panjang gelombang dilewatkan pada

larutan sampel sebagai scan. Optik-optik didisain untuk memecah sumber sinar

sehingga sumber sinar melewati 2 kompartemen, sebagaimana yang digunakan

dalam spektrofotometer berkas ganda (double beam), suatu larutan blanko

digunakan dalam satu kompartemen untuk mengoreksi pembacaan atau spektrum

sampel. Umumnya yang paling sering digunakan sebagai blanko dalam

spektrofotometri adalah semua pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel

atau pereaksi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Page 50: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Page 51: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian II, Laboratorium

Farmakognosi dan Fitokimia, dan Laboratorium Kimia Obat, Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan

Laboratorium Analisa Bahan Fakultas MIPA Jurusan Fisika Institut Pertanian

Bogor. Waktu penelitian dimulai pada bulan November 2014 sampai bulan Maret

2015.

3.2 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer

UV-Vis (Hitachi, Jepang), vacuum rotary evaporator (Eyela N-1000, Jepang),

ultrasentrifuge (Himac CP 100WX, Hitachi, Jepang), tube (Hitachi, Jepang),

particle size analysis (Vasco, Perancis), vortex mixer (VM-300, Taiwan), autoklaf

digital (MC 30-L., Ltd, Jepang), mikropipet (Rainin, USA), timbangan analitik

(KERN ACJ 220-4M, Balingen), pH meter (Horiba F-52, Jepang), glass beads,

dan alat-alat gelas lain yang biasa digunakan.

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kulit batang

nangka (Artrocarpus heterophyllus L.) yang diperoleh dengan metode maserasi

(Bogor, Indonesia), span 60 (Croda, Singapura), kolesterol (TCI, Jepang),

kloroform pro analisa (Merck, Jerman), metanol pro analisa (Merck, Jerman),

Na2CO3 pro analisa (Sinopharm, China), Folin-Ciocalteu (Merck, Jerman),

Phosfate Buffered Saline pH 7,3±0,2 (Oxoid, Inggris), asam galat standar (Sigma,

USA), dan aquadest.

Page 52: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Uji Parameter Spesifik Ekstrak Kulit Batang Nangka

3.4.1.1 Identitas

Pendeskripsian tata nama, yaitu nama ekstrak, nama latin tumbuhan,

bagian tumbuhan yang digunakan dan nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI,

2000).

3.4.1.2 Organoleptik

Penetapan organoleptik yaitu pengenalan secara fisik dengan

menggunakan panca indera dalam mendeskripsikan bentuk, warna, bau (Depkes

RI, 2000).

3.4.2 Uji Parameter Nonspesifik Ekstrak Kulit Batang Nangka

3.4.2.1 Kadar Abu

Sebanyak 1 gram ekstrak ditimbang seksama (W1) dimasukkan dalam

kurs yang sebelumnya telah dipijarkan dan ditimbang (W0). Setelah itu ekstrak

dipijar dengan menggunakan tanur secara perlahan-lahan dengan suhu dinaikkan

secara bertahap hingga 600±25°C sampai arang habis. Kemudian ditimbang

hingga bobot tetap (W2) (Depkes RI, 2000).

% Kadar Abu Total = W2−W0

𝑊1 x 100% (3. 1)

Keterangan : W0 = bobot cawan kosong (gram)

W1 = bobot ekstrak awal (gram)

W2 = bobot cawan + ekstrak setelah pemanasan (gram)

3.4.2.2 Kadar Air

Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke

dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada

suhu 105ºC selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak

diratakan dalam botol timbang dengan batang pengaduk. Kemudian dikeringkan

dalam oven 105ºC selama 5 jam dan ditimbang. Pengeringan dilanjutkan

kemudian ditimbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan

berturut-turut tidak lebih dari 0,25% (Depkes RI, 2000).

Page 53: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

% Kadar Air = W0−W1

𝑊0 x 100% (3. 2)

Keterangan : W0 = bobot ekstrak sebelum dikeringkan (gram)

W1 = bobot ekstrak setelah dikeringkan (gram)

3.4.3 Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Kulit Batang Nangka

3.4.3.1 Alkaloid

Sebanyak 2 mL larutan ekstrak uji diuapkan di atas cawan porselin hingga

diperoleh residu. Residu kemudian dilarutkan dengan 5 mL HCl 2N. Larutan yang

didapat kemudian dibagi ke dalam 3 tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan

dengan asam encer yang berfungsi sebagai blanko. Tabung kedua ditambahkan

pereaksi Dragendroff sebanyak 3 tetes dan tabung ketiga ditambahkan pereaksi

Mayer sebanyak 3 tetes. Terbentuknya endapan jingga pada tabung kedua dan

endapan kuning pada tabung ketiga menunjukkan adanya alkaloid (Farnsworth,

1966).

3.4.3.2 Flavonoid

Sejumlah ekstrak ditambahkan dengan 100 mL air panas, didihkan selama

5 menit, kemudian disaring, diambil filtratnya, dipindahkan ke dalam tabung

reaksi. Filtrat sebanyak 5 mL ditambahkan 0,05 g serbuk Mg, 1 mL HCl pekat

dan amil alkohol, kemudian dikocok kuat-kuat. Terbentuknya warna merah,

kuning, atau jingga menunjukkan sampel mengandung flavonoid (Harborne,

1987).

3.4.3.3 Saponin

Beberapa mL ekstrak ditambahkan dengan 10 mL air sambil dikocok

selama 1 menit, lalu ditambahkan 2 tetes HCl 1 N. Bila busa yang terbentuk tetap

stabil selama kurang lebih 7 menit, maka ekstrak positif mengandung saponin

(Harborne, 1987).

3.4.3.4 Steroid

Sejumlah 2 mL larutan ekstrak uji diuapkan di atas cawan porselin hingga

diperoleh residu. Residu kemudian dilarutkan dalam kloroform dan disaring.

Filtrat ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 2 tetes. Larutan dikocok perlahan dan

dibiarkan selama beberapa menit. Terbentuknya cincin cokelat kemerahan

menunjukkan bahwa ekstrak mengandung steroid (Harborne, 1987).

Page 54: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.3.5 Tanin dan Polifenol

Sejumlah 2 mL larutan ekstrak uji diuapkan di atas cawan porselin hingga

diperoleh residu. Residu kemudian direaksikan dengan FeCl3 10%. Terbentuknya

warna biru tua, biru kehitaman, atau hitam kehijauan menunjukkan adanya

senyawa polifenol dan tanin (Robinson, 1991).

3.4.4 Analisis Kadar Total Senyawa Polifenol Ekstrak Kulit Batang Nangka

3.4.4.1 Pembuatan Larutan Induk Asam Galat dalam Aquadest

Larutan standar asam galat dengan konsentrasi 1000 ppm (µg/mL) dapat

dibuat dengan cara 10 mg asam galat standar dilarutkan dalam 1 mL metanol pro

analisa lalu ditambahkan aquadest di dalam labu ukur 10 mL sampai tanda batas

(Ratnayani, 2012).

3.4.4.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Asam Galat dalam

Aquadest

Larutan standar asam galat 40 ppm (µg/mL) dibuat dengan cara

mengambil 0,2 mL larutan induk asam galat 1000 ppm (µg/mL), lalu dimasukkan

ke dalam labu ukur 5 mL dan ditambahkan aquadest sampai tanda batas.

Sebanyak 0,5 mL larutan standar 40 ppm dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

kemudian ditambah 0,3 mL reagen Folin-Ciocalteu dan 2 mL larutan Na2CO3

15%, lalu ditambahkan 2,2 mL aquadest. Larutan diinkubasi pada suhu kamar

selama 2 jam. Campuran larutan tersebut kemudian diukur serapannya pada

panjang gelombang 400 sampai 800 nm. Hasil yang diperoleh dibuat dalam

bentuk kurva, sebagai sumbu y adalah absorbansi dan panjang gelombang cahaya

sebagai sumbu x. Dari kurva tersebut dapat ditentukan panjang gelombang yang

memberikan serapan maksimum (Alfian, Susanti, 2012; Pontis, Costa, Silva,

Flach, 2014).

3.4.4.3 Pembuatan Kurva Standar Asam Galat dalam Aquadest

Larutan standar asam galat dengan konsentrasi 20, 30, 40, 50, 60, 70, dan

80 ppm (µg/mL) dibuat dengan cara mengambil masing-masing sebanyak 0,2 mL;

0,3 mL; 0,4 mL; 0,5 mL; 0,6 mL; 0,7 mL dan 0,8 mL larutan induk asam galat

1000 ppm (µg/mL), lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, dan ditambahkan

aquadest sampai tanda batas. Sebanyak 0,5 mL dari masing-masing seri

konsentrasi larutan tersebut dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambah

Page 55: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

0,3 mL reagen Folin-Ciocalteu dan 2 mL larutan Na2CO3 15%, lalu ditambahkan

2,2 mL aquadest. Campuran larutan tersebut kemudian diinkubasi selama 2 jam.

Semua larutan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis

pada panjang gelombang 755 nm, kemudian dibuat kurva kalibrasi hubungan

antara konsentrasi asam galat (μg/mL) dengan absorbansi (Pontis, Costa, Silva,

Flach, 2014).

3.4.4.4 Penentuan Total Senyawa Polifenol dalam Ekstrak Kulit Batang

Nangka

Sebanyak 10 mg ekstrak kulit batang nangka dilarutkan dalam 1 mL

metanol pro analisa lalu ditambahkan aquadest di dalam labu ukur 10 mL sampai

tanda batas. Sebanyak 0,5 mL larutan ekstrak yang diperoleh dimasukkan ke

dalam tabung reaksi, kemudian ditambah 0,3 mL reagen Folin-Ciocalteu dan 2

mL larutan natrium karbonat 15%, lalu ditambahkan 2,2 mL aquadest. Larutan

diinkubasi pada suhu kamar selama 2 jam. Campuran larutan tersebut diukur

absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang

755 nm, kadar senyawa polifenol total dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan regresi linear dari kurva kalibrasi. Kadar total polifenol ditetapkan

sebagai ekivalen asam galat (GAE) (Pontis, Costa, Silva, Flach, 2014).

3.4.5 Preparasi Niosom Ekstrak Kulit Batang Nangka

3.4.5.1 Pembuatan Larutan PBS pH 7,3±0,2

Larutan phosphate buffered saline pH 7,3±0,2 dibuat dengan melarutkan

10 buah tablet phosphate buffered saline yang mengandung natrium klorida (8

g/L), kalium klorida (0,2 g/L), kalium hidrogen fosfat (0,2 g/L), kalium

dihidrogen fosfat (0,2 g/L) dan dinatrium hidrogen fosfat (1,15 g/L) dalam 1000

mL air bebas karbondioksida, kemudian diautoklaf pada suhu 115°C selama 10

menit menggunakan autoklaf digital (Oxoid, Inggris).

3.4.5.2 Formulasi Niosom

Niosom yang mengandung ekstrak kulit batang nangka sebagai bahan aktif

diformulasikan dengan menggunakan span 60 sebagai surfaktan nonionik,

kolesterol sebagai bahan penstabil, dan PBS (phosphate buffered saline) pH 7,3±2

sebagai fase air. Adapun formula niosom yang digunakan terdapat pada Tabel 3.1.

Page 56: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 3.1 Formula Niosom

Bahan F1 F2 F3

Ekstrak kulit batang

nangka

50 mg 100 mg 150 mg

Kolesterol 200 mg 200 mg 200 mg

Span 60 400 mg 400 mg 400 mg

PBS pH 7,3 12,5 mL 12,5 mL 12,5 mL

3.4.5.3 Pembuatan Niosom dengan Metode Hidrasi Lapis Tipis

Niosom dibuat dengan menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Ekstrak

kulit batang nangka, span 60, dan kolesterol (Tabel 3.1) dilarutkan dalam pelarut

organik. Ekstrak kulit batang nangka dilarutkan dalam 3 mL metanol, span 60

dilarutkan dalam 4,5 mL kloroform, dan kolesterol dilarutkan dalam 1,5 mL

kloroform, dan kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat. Pelarut kemudian

diuapkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu 60°C dengan kecepatan

180 rpm hingga terbentuk lapisan tipis pada dinding labu, kemudian disimpan

selama 1x24 jam untuk menghilangkan sisa pelarut dan membentuk lapisan yang

compact. Lapisan film yang terbentuk dihidrasi dengan fase air PBS (Phosphate

Buffered Saline) pH 7,3±2 dengan bantuan mekanik glass beads pada suhu 60°C

dengan kecepatan 20 rpm untuk membentuk suspensi niosom (Ruckmani, Sankar,

2010).

3.4.6 Karakterisasi Niosom

3.4.6.1 Analisis Ukuran Partikel

Suspensi niosom yang telah terbentuk dapat dianalisis ukuran partikel dan

distribusi ukuran partikel serta indeks polidispersitasnya oleh Dynamic Light

Scattering (DLS) dengan menggunakan alat Particle Size Analyzer (PSA)

(Bayindir, Yuksel, 2009). Suspensi niosom yang telah dihasilkan dari ketiga

formula, diteteskan pada wadah sampel alat Particle Size Analyzer (PSA)

dilakukan measuring sampai didapatkan hasil ukuran partikel, distribusi ukuran

partikel dan indeks polidispersitas.

Page 57: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.4.6.2 Penentuan Kadar Polifenol yang Terjerap dan Persen Efisiensi

Penjerapan

Kadar polifenol yang terjerap dan efisiensi penjerapan vesikel ditentukan

dengan memisahkan obat bebas dari vesikel penjerap obat dengan menggunakan

teknik ultrasentrifugasi. Suspensi niosom disentrifugasi selama 50 menit pada

50.000 rpm dan suhu 4°C dengan tujuan untuk memisahkan obat yang tidak

terjerap. Jumlah obat bebas (FD) disebut supernatan. Supernatan hasil sentrifugasi

ditetapkan kadarnya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Pham,

Maalej, Charcosset, Fessi, 2012).

Efisiensi Penjerapan (% EP) dihitung dengan rumus :

% EP =TD−FD

TD x 100% (3. 3)

Keterangan:

TD = total senyawa fenolat yang terdapat dalam formula

FD = jumlah senyawa fenolat yang terdeteksi pada supernatan

a. Pembuatan Larutan Induk Asam Galat dalam PBS (Phosphate

Buffered Saline)

Larutan standar asam galat dengan konsentrasi 1000 ppm (µg/mL) dapat

dibuat dengan cara 10 mg asam galat standar dilarutkan dalam 1 mL metanol pro

analisa, lalu ditambahkan PBS (phosphate buffered saline) di dalam labu ukur 10

mL sampai tanda batas (Ratnayani, 2012).

b. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Asam Galat dalam PBS

(Phosphate Buffered Saline)

Larutan standar asam galat 40 ppm (µg/mL) dibuat dengan cara

mengambil 0,2 mL larutan induk asam galat 1000 ppm (µg/mL), lalu dimasukkan

ke dalam labu ukur 5 mL dan ditambahkan PBS (phosphate buffered saline)

sampai tanda batas. Sebanyak 0,5 mL larutan standar 40 ppm (µg/mL)

dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambah 0,3 mL reagen Folin-

Ciocalteu dan 2 mL larutan Na2CO3 15%, lalu ditambahkan 2,2 mL PBS

(phosphate buffered saline). Larutan diinkubasi pada suhu kamar selama 2 jam.

Campuran larutan tersebut kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang

400 sampai 800 nm. Hasil yang diperoleh dibuat dalam bentuk kurva, sebagai

sumbu y adalah absorbansi dan panjang gelombang cahaya sebagai sumbu x. Dari

Page 58: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kurva tersebut dapat ditentukan panjang gelombang yang memberikan serapan

maksimum (Alvian; Susanti, 2012; Pontis, Costa, Silva, Flach, 2014).

c. Pembuatan Kurva Standar Asam Galat dalam PBS (Phosphate

Buffered Saline)

Larutan standar asam galat dengan konsentrasi 20, 30, 40, 50, 60, 70, dan

80 ppm (μg/ml) dibuat dengan cara mengambil masing-masing sebanyak 0,2 mL;

0,3 mL; 0,4 mL; 0,5 mL; 0,6 mL; 0,7 mL dan 0,8 mL larutan induk asam galat

1000 ppm (µg/mL), lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, dan ditambahkan

PBS (phosphate buffer saline) sampai tanda batas. Sebanyak 0,5 mL dari masing-

masing seri konsentrasi larutan tersebut dimasukkan dalam tabung reaksi,

kemudian ditambah 0,3 mL reagen Folin-Ciocalteu dan 2 mL larutan Na2CO3

15%, lalu ditambahkan 2,2 mL PBS (phosphate buffer saline). Larutan tersebut

diinkubasi selama 2 jam. Semua larutan diukur absorbansinya menggunakan

spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 756 nm, kemudian dibuat

kurva kalibrasi hubungan antara konsentrasi asam galat (μg/ml) dengan

absorbansi (Pontis, Costa, Silva, Flach, 2014).

d. Penentuan Kadar Polifenol Bebas

Sebanyak 0,5 mL supernatan hasil sentrifugasi dimasukkan ke dalam

tabung reaksi, kemudian ditambah 0,3 mL reagen Folin-Ciocalteu dan 2 mL

larutan natrium karbonat 15%, lalu ditambahkan 2,2 mL PBS (phosphate buffer

saline). Larutan diinkubasi pada suhu kamar selama 2 jam. Campuran larutan

tersebut diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada

panjang gelombang 756 nm, kadar senyawa polifenol bebas dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan regresi linear dari kurva kalibrasi. Kadar

polifenol bebas ditetapkan sebagai ekivalen asam galat (GAE) (Pontis, Costa,

Silva, Flach, 2014).

Page 59: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

38 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Parameter Spesifik Ekstrak Kulit Batang Nangka

4.1.1 Identitas

Ekstrak kulit batang nangka yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh

dari LIPI Serpong Indonesia. Ekstrak kulit batang nangka ini memiliki identitas

sebagai berikut :

Nama Ekstrak : Ekstrak kulit batang nangka

Nama Latin : Artocarpus heterophyllus L.

Bagian yang digunakan : Kulit batang

4.1.2 Organoleptik

Penentuan organoleptik ini termasuk salah satu parameter spesifik yag

ditentukan dengan menggunakan panca indera dan bertujuan untuk pengenalan

awal secara sederhana dan subjektif. Pada pemeriksaan organoleptik ekstrak

meliputi bentuk, warna dan bau (Arifin, Anggraini, Handayani, Rasyid, 2006).

Dari pengamatan didapatkan hasil ekstrak kulit batang nangka berkonsistensi

kental, berwarna cokelat kehitaman dengan bau khas kulit batang nangka.

4.2 Parameter Nonspesifik Ekstrak Kulit Batang Nangka

4.2.1 Kadar Abu

Penetapan kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran tentang

kandungan mineral internal dan eksternal yang berawal dari proses awal sampai

terbentuknya ekstrak (Depkes RI, 2000). Tujuan pemanasan yang dilakukan pada

uji kadar abu adalah untuk mendestruksi dan menguapkan senyawa organik dan

turunannya sampai tinggal unsur mineral dan anorganik saja. Adapun hasil uji

kadar abu ekstrak kulit batang nangka dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Page 60: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.1. Hasil Uji Kadar Abu Ekstrak Kulit Batang Nangka

Sampel Kadar Abu (%) Rata-rata (%)

1 1,266

1,32

2 1,364

Hasil uji kadar abu ekstrak kulit batang nangka adalah 1,32 %. Kadar abu

ekstrak kulit batang nangka mengindikasikan bahwa ekstrak yang diperoleh

mengandung mineral dan senyawa anorganik sebesar 1,32%. Hasil kadar abu

yang didapatkan tersebut sesuai dengan standar simplisia batang nangka di

Materia Medika Indonesia yaitu < 3,5% (Depkes RI, 1989). Perhitungan kadar

abu ekstrak kulit batang nangka dapat dilihat pada Lampiran 3.

4.2.2 Kadar Air

Tujuan dilakukannya penetapan kadar air adalah untuk memberikan

batasan minimal atau rentang besarnya kandungan air di dalam bahan (Depkes RI,

2000). Dalam penelitian ini, uji kadar air dilakukan dengan menggunakan metode

gravimetri. Hasil uji kadar air ekstrak kulit batang nangka dapat dilihat pada Tabel

4.2.

Tabel 4.2. Hasil Uji Kadar Air Ekstrak Kulit Batang Nangka

Sampel Kadar Air (%) Rata-rata (%)

1 13,07

13,17

2 13,27

Hasil uji kadar air ekstrak kulit batang nangka adalah 13,17%. Ekstrak

kulit batang nangka ini merupakan ekstrak kental dan kadar air yang dihasilkan

berada dalam batas untuk ekstrak kental yaitu 5-30% (Saifudin, Rahayu, Teruna,

2011). Adapun perhitungan kadar air ekstrak kulit batang nangka dapat dilihat

pada Lampiran 4.

4.3 Penapisan Fitokimia Ekstrak Kulit Batang Nangka

Penapisan fitokimia dilakukan terhadap ekstrak kulit batang nangka.

Penapisan fitokimia dilakukan untuk menguji adanya golongan senyawa metabolit

sekunder yang terkandung dalam suatu tumbuhan dan untuk memberikan

Page 61: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

gambaran kandungan ekstrak secara kualitatif. Hasil penapisan fitokimia ekstrak

kulit batang nangka menunjukkan adanya senyawa golongan saponin, tanin,

alkaloid, fenolik, flavonoid dan steroid. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak kulit

batang nangka mengandung senyawa aktif metabolit sekunder. Adapun hasil

penapisan fitokimia ekstrak kulit batang nangka dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Kulit Batang Nangka Jenis Pengujian/Pemeriksaan Hasil Pengujian/Pemeriksaan

Saponin +

Tanin +

Alkaloid +

Fenolik +

Flavonoid +

Steroid -

Keterangan : ( + ) = memberikan reaksi positif (ada)

( - ) = memberikan reaksi negatif (tidak ada)

Pereaksi yang digunakan pada identifikasi alkaloid adalah mayer,

dragendorf, dan bouchardat. Pereaksi ini bereaksi dengan alkaloid membentuk

senyawa kompleks yang mengendap (Fransworth, 1966). Hasil positif ditunjukkan

dengan terbentuknya endapan setelah penambahan pereaksi. Pada hasil uji ekstrak

kulit batang nangka menunjukkan hasil positif.

Identifikasi flavonoid dilakukan dengan cara mereaksikan Mg/HCl

prinsipnya adalah reduksi menggunakan Mg. Pengamatan identifikasi flavonoid

adalah melalui lapisan amil alkohol berwarna merah, kuning, atau jingga yang

terbentuk. Hasil uji pada ekstrak kulit batang nangka menunjukkan hasil yang

positif mengandung senyawa golongan flavonoid.

Hasil positif pada identifikasi saponin diamati melalui banyak dan

stabilnya busa yang terbentuk. Pada hasil uji ini ekstrak kulit batang nangka

menunjukkan hasil yang positif.

Identifikasi steroid menunjukkan hasil yang positif ditandai dengan

terbentuknya cincin coklat kemerahan. Hasil uji ekstrak kulit batang nangka

menunjukkan hasil yang negatif.

Identifikasi tanin dan polifenol dilakukan dengan reaksi warna FeCl3.

Warna yang terbentuk dihasilkan dari reaksi antara inti fenolik yang terdapat pada

tanin dengan ion Fe³⁺ dari pereaksi FeCl3 membentuk senyawa kompleks

Page 62: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

berwarna (Harborne, 1987). Hasil uji pada ekstrak kulit batang nangka

menunjukkan hasil yang positif.

4.4 Analisis Kadar Total Senyawa Polifenol Ekstrak Kulit Batang Nangka

Prinsip penentuan total senyawa polifenol adalah senyawa fenol yang akan

bereaksi dengan pereaksi Folin-Ciocalteau akan memberikan warna kuning dan

dengan penambahan alkali akan menghasilkan warna biru. Gugus hidroksil pada

senyawa polifenol bereaksi dengan reagen Folin-Ciocalteu membentuk kompleks

molibdenum-tungsten berwarna biru dalam suasana basa agar terjadi disosiasi

proton pada senyawa fenolik menjadi ion fenolat yang dapat dideteksi dengan

spektrofotometer UV-Vis (Alfian, Susanti, 2012). Metode Folin-Ciocalteu

digunakan dalam menetapkan kadar polifenol dalam ekstrak kulit batang nangka

karena metode ini bersifat spesifik (Singleton dan Rossi, 1965).

4.4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Asam Galat dalam

Aquadest

Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan menggunakan

spektrofotometer UV-Vis terhadap larutan standar asam galat dengan konsentrasi

40 ppm. Pada analisis kadar total senyawa fenolik ekstrak kulit batang nangka,

larutan diinkubasi pada suhu kamar selama 2 jam. Inkubasi ini digunakan untuk

memastikan bahwa reaksi pewarnaan yang terjadi telah berjalan dengan

sempurna, yang nantinya akan menghasilkan absorbansi yang sebenarnya. Waktu

inkubasi selama 2 jam juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pontis,

Costa, Silva dan Flach (2014) terkait penelitian tentang kandungan total fenolik

pada madu. Larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 400-800 nm.

Nilai absorbansi tertinggi didapatkan pada saat panjang gelombang 755 nm

dengan absorbansi 0,419. Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Aditria, Cahyono, Swastawati (2013), panjang gelombang yang digunakan untuk

mengukur kadar polifenol dengan menggunakan metode Folin-Ciocalteu adalah

760 nm. Perbedaan hasil panjang gelombang yang didapatkan dengan penelitian

sebelumnya dapat dipengaruhi oleh proses preparasi dan kondisi alat yang

digunakan. Panjang gelombang maksimum asam galat dalam aquadest dapat

dilihat pada Lampiran 5.

Page 63: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Panjang gelombang ini ditentukan sebagai panjang gelombang maksimum.

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan untuk mengetahui ketika

senyawa memberikan absorbansi yang maksimum sehingga meningkatkan proses

absorpsi larutan terhadap sinar, memberikan absorbansi yang sensitif dan

kuantitatif, dimana kenaikan kadar yang kecil dapat memberikan peningkatan

absorbansi yang signifikan (Rohman, 2007 dan Handayani, 2011).

4.4.2 Pembuatan Kurva Standar Asam Galat dalam Aquadest

Konsentrasi senyawa polifenol dalam ekstrak kulit batang nangka dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan garis linier kurva standar asam galat.

Asam galat digunakan sebagai standar karena asam galat merupakan turunan dari

asam hidroksibenzoat yang tergolong fenol sederhana, selain itu asam galat lebih

stabil, serta lebih murah dibandingkan dengan standar yang lainnya. Untuk

mendapatkan konsentrasi yang diinginkan, dilakukan pengenceran terhadap

larutan Induk asam galat 1000 ppm yang telah dibuat dengan teliti untuk

menghindari kesalahan dalam pengenceran.

Nilai absorbansi perlu diperhatikan dalam melakukan pengenceran agar

diperoleh absorbansi antara 0,2-0,8 sehingga memenuhi hukum Lambert-Beer.

Kurva standar asam galat dibuat dengan 7 seri konsentrasi, yaitu 20 ppm; 30 ppm;

40 ppm; 50 ppm; 60 ppm; 70 ppm; dan 80 ppm diperoleh dari pengenceran

larutan standar 1000 ppm. Larutan yang akan dianalisis diinkubasi selama 2 jam,

dan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang

gelombang 755 nm, kemudian dibuat kurva kalibrasi hubungan antara konsentrasi

asam galat (μg/mL) dengan absorbansi. Adapun kurva kalibrasi asam galat

aquadest dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Page 64: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.1. Kurva Kalibrasi Asam Galat dalam Aquadest

Persamaan garis linier yang didapat adalah y = 0,0102x + 0,0069 dengan

koefisien korelasi (r) adalah 0,9999 dan koefisien determinasi (R²) 0,9997. Nilai

koefisien korelasi (r) yang mendekati 1 dari kurva kalibrasi menunjukkan korelasi

antara konsentrasi dan absorbansi. Hal ini sesuai dengan hukum Lambert-Beer

yaitu A = abc, dimana nilai A (absorbansi) berbanding lurus dengan nilai

konsentrasi (c). Harga koefisien korelasi yang didapatkan dari persamaan kurva

kalibrasi memenuhi syarat linearitas validasi metode analisis sehingga dapat

digunakan untuk menghitung kadar total fenolik dalam ekstrak kulit batang

nangka (Day dan Underwood, 2002). Nilai koefisien determinasi merupakan

angka yang berkisar dari 0 sampai 1 yang menunjukkan seberapa dekat nilai

perkiraan untuk analisis regresi yang mewakili data yang sebenarnya. Analisis

regresi yang paling dapat dipercaya jika nilai R² sama dengan atau mendekati 1

(Rahmawati, 2009).

4.4.3 Penentuan Total Senyawa Polifenol dalam Ekstrak Kulit Batang

Nangka

Penentuan kandungan polifenol dari ekstrak kulit batang nangka

ditetapkan secara spektrofotometer UV-Vis dengan pereaksi Folin-Ciocalteu

menggunakan standar asam galat. Kandungan polifenol total yang ditetapkan

menurut metode Folin-Ciocalteu bukan kadar absolut, tapi prinsipnya berdasarkan

y = 0,010x + 0,006

R = 0,9999

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

0 20 40 60 80 100

Ab

sorb

an

si

Konsentrasi (µg/mL)

Page 65: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kapasitas reduksi dari bahan yang diuji terhadap suatu reduksi ekivalen dari asam

galat (Singleton dan Rossi, 1965).

Pengukuran kadar polifenol total ekstrak kulit batang nangka dilakukan

secara triplo. Untuk menghitung kadar total polifenol dalam ekstrak kulit batang

nangka, hasil absorbansi sampel dimasukkan ke dalam persamaan regresi linier

y = 0,010x + 0,006 yang diperoleh dari kurva kalibrasi asam galat dalam

aquadest, kadar polifenol total yang didapat dihitung rata-ratanya. Adapun kadar

total senyawa polifenol dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Data Kadar Total Senyawa Polifenol

Sampel Kadar total (%)

1 6,16

2 6,09

3 6,15

Rata-rata 6,133±0,04

4.5 Preparasi Niosom Ekstrak Kulit Batang Nangka

Niosom yang mengandung ekstrak kulit batang nangka dibuat dengan

menggunakan span 60 sebagai surfaktan nonionik, kolesterol, metanol pro analisa

dan kloroform pro analisa sebagai pelarut organik yang digunakan untuk

melarutkan bahan-bahan yang digunakan. Pada penelitian ini surfaktan nonionik

yang dipilih adalah span 60, di mana menurut beberapa penelitian span 60

menunjukkan efisiensi penjerapan yang terbesar dibandingkan dengan jenis

surfaktan nonionik yang lain. Efisiensi penjerapan span 60> span 40> span 20.

Kolesterol yang digunakan pada pembuatan niosom berfungsi untuk mencegah

terjadinya kebocoran dari vesikel di mana kolesterol mengepak barisan molekul

lipid pada lapisan lipid ganda pada vesikel (Hao, Zhao, Yang, Ke’an, 2002).

Formulasi yang digunakan pada penelitian ini menggunakan perbandingan

span 60 dan kolesterol 2 : 1, di mana perbandingan ini merupakan hasil optimasi

dari studi pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya. Menurut penelitian

sebelumnya formula niosom yang menggunakan perbandingan span 60 dan

kolesterol 2 : 1 juga menunjukkan efisiensi penjerapan terbesar dan ukuran

partikel yang terkecil dibandingkan dengan perbandingan span 60 : kolesterol 1 :

1 dan 1 : 1,5 (Sabarikumar, Varatharajan, Ilavarasan, Shaik, 2012).

Page 66: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pada penelitian ini dibuat tiga formula niosom dengan peningkatan

konsentrasi ekstrak kulit batang nangka yang ditambahkan. Hal ini ditujukan

untuk melihat pengaruh jumlah kandungan ekstrak kulit batang nangka terhadap

ukuran partikel, kadar polifenol yang terjerap serta efisiensi penjerapan niosom.

Metode yang digunakan untuk membuat niosom yaitu hidrasi lapis tipis. Metode

hidrasi lapis tipis adalah metode yang paling umum digunakan karena relatif lebih

mudah, lebih sederhana serta ketersediaan alat di laboratorium. Tahapan pada

metode hidrasi lapis tipis adalah proses menguapkan pelarut organik, sehingga

terbentuk lapisan tipis pada dinding labu yang kemudian dihidrasi dengan

menggunakan fase air berupa larutan dapar fosfat pH 7,3 ±2.

Pada penelitian ini dilakukan percobaan pendahuluan untuk mengetahui

kondisi yang sesuai serta waktu yang dibutuhkan pada saat pembuatan niosom.

Kondisi dan waktu yang sesuai dibutuhkan untuk penggunaan alat rotary

evaporator pada saat pembuatan hidrasi lapis tipis dan proses hidrasi agar

terbentuk suspensi niosom yang baik. Kondisi dan waktu alat rotary evaporator

yang digunakan untuk menguapkan pelarut organik sampai terbentuk lapis tipis

pada dinding labu adalah dengan kecepatan putaran labu sebesar 180 rpm, suhu

±60⁰C dengan waktu selama ±5 jam, di mana pada 1 jam pertama larutan yang

terdiri dari ekstrak kulit batang nangka, span 60 dan kolesterol dibiarkan

bercampur untuk memastikan semua bahan tersebut telah terlarut sempurna dalam

pelarut organik, setelah itu pompa vacum dihidupkan dan sesekali dimatikan

untuk menghasilkan lapisan tipis yang baik pada dinding labu.

Pompa vacum tidak langsung dihidupkan pada awal pembuatan, tujuannya

agar pelarut organik yang digunakan tidak langsung habis menguap agar terbentuk

lapisan tipis yang merata pada dinding labu, ketika lapisan tipis telah terbentuk,

pompa vacum terus dihidupkan agar pelarut yang tersisa menguap selama ±5 jam.

Setelah lapis tipis telah terbentuk, labu alas bulat dialiri dengan menggunakan gas

nitrogen dan didiamkan selama 24 jam. Hal ini bertujuan untuk memastikan

pelarut organik yang digunakan telah menguap sempurna sehingga tidak

mempengaruhi proses hidrasi (Ruckmani, Sankar, 2010). Namun, karena

keterbatasan alat pada laboratorium, proses pengaliran menggunakan nitrogen

Page 67: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tidak dilakukan, lapisan tipis yang telah terbentuk pada labu alas bulat ditutup

dengan aluminium foil yang telah dilubangi dan disimpan selama semalam.

Lapisan tipis yang telah terbentuk pada dinding labu dan telah didiamkan

selama semalam, dilakukan proses hidrasi menggunakan larutan phosphate

buffered saline pH 7,3 ±0,2 sebanyak 12,5 mL selama 2 jam, 30 menit pertama

kecepatan putaran labu alas bulat alat rotary evaporator adalah 60 rpm

selanjutnya kecepatan putaran labu alas bulat ditingkatkan menjadi 180 rpm.

Proses pengikisan lapis tipis yang telah terbentuk pada dinding labu dibantu

dengan cara memasukkan 15 buah glass beads ke dalam labu alas bulat, tujuannya

adalah untuk membantu mengikis kerak lapisan tipis yang menempel pada

dinding labu secara mekanik, sehingga lapisan tipis yang telah terbentuk dapat

terdispersi secara sempurna dalam larutan phosphate buffered saline pH 7,3 ±0,2

dan membentuk suspensi niosom yang homogen. Glass beads merupakan manik-

manik gelas berukuran kecil yang tidak merusak labu alas bulat.

Pada proses hidrasi, suhu yang digunakan pada alat rotary evaporator

adalah ±60⁰C. Hidrasi ini dilakukan untuk mengembangkan vesikel yang telah

terbentuk serta untuk mengoptimalkan penjerapan obat. Vesikel yang telah

terbentuk akan mengembang karena masuknya cairan ke dalamnya, sehingga

ekstrak kulit batang nangka yang larut dalam fase air yang belum terjerap ke

dalam niosom diharapkan akan ikut masuk ke dalam vesikel. Penjerapan ekstrak

kulit batang nangka berlangsung mulai saat pembentukan lapis tipis pada dinding

labu alas bulat, di mana ekstrak kulit batang nangka akan terdisposisi pada bagian

polar molekul surfaktan nonionik dalam hal ini span 60.

Proses hidrasi juga dapat meningkatkan penjerapan ekstrak kulit batang

nangka ke dalam niosom. Besarnya konsentrasi zat yang terjerap tergantung pada

kemampuan obat itu untuk terdisposisi pada bagian polar dan nonpolar molekul

surfaktan yang membentuk vesikel serta kemampuannya untuk berdifusi selama

proses hidrasi berlangsung (Rahman, Ismail, Wahyudin, 2011). Setelah lapisan

tipis dihidrasi, suspensi niosom yang dihasilkan disimpan dalam lemari pendingin

untuk menjaga stabilitasnya sebelum dilakukan karakterisasi terhadap analisa

ukuran partikel dan efisiensi penjerapan.

Page 68: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 4.2. Suspensi Niosom F1, F2, dan F3

Suspensi niosom yang telah dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Secara organoleptis, suspensi niosom yang dihasilkan berwarna kecokelatan, agak

kental, bau khas ekstrak kulit batang nangka. Terdapat perbedaan warna antara

F1, F2, dan F3 pada niosom ekstrak kulit batang nangka yang dihasilkan. Secara

berurutan warna yang dihasilkan niosom F1 lebih muda dibandingkan dengan

niosom F2, dan niosom F3 dengan intesitas warna cokelat yang semakin

bertambah tua. Suspensi niosom F1 memiliki konsistensi lebih kental

dibandingkan niosom F2, dan niosom F2 memiliki konsistensi lebih kental

dibandingkan niosom F3. Hal ini dikarenakan perbedaan jumlah ekstrak kulit

batang nangka yang ditambahkan ke dalam formula, di mana F1 komposisi

ekstrak yang ditambahkan 50 mg, F2 100 mg dan F3 150 mg. Hal ini

menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi ekstrak kulit batang nangka yang

ditambahkan ke dalam formula niosom membuat warna suspensi niosom yang

dihasilkan semakin ke arah cokelat tua, dengan konsistensi yang lebih encer.

4.6 Karakterisasi Niosom

Niosom yang dihasilkan akan dikarakterisasi ukuran partikel, kadar

polifenol yang terjerap serta efisiensi penjerannya. Adapun dilakukannya

karakterisasi ini adalah untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi

Page 69: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ekstrak kulit batang nangka yang ditambahkan ke dalam formula niosom terhadap

kadar polifenol yang terjerap serta efisiensi penjerannya.

4.6.1 Analisis Ukuran Partikel

Suspensi niosom ekstrak kulit batang nangka F1, F2, dan F3 dianalisa

ukuran partikelnya menggunakan alat PSA (Particle Size Analyzer) dengan

menggunakan prinsip pengukuran dynamic light scattering (DLS). Data ukuran

partikel dan indeks polidispersitas masing-masing formula niosom dapat dilihat

pada Tabel 4.5.

Tabel 4. 5. Data Analisis Ukuran Partikel

Formula Ukuran Partikel (nm) PDI (Polidispersity Index)

F1 207,55 0,3

F2 168,80 0,1990

F3 150,72 0,0430

Gambar 4.3 Diagram Perbandingan Ukuran Partikel

Niosom F1, F2 dan F3

Berdasarkan hasil pengukuran, ketiga formula niosom yang dihasilkan

tergolong berukuran nanopartikel karena berukuran dibawah 1000 nm (Mohanraj

& Chen, 2006). Adapun ukuran partikel ketiga formula niosom yang dihasilkan

untuk F1, F2, dan F3 adalah 207,55 nm; 168,80 nm; dan 150,72 nm. Penurunan

207.55

168.8150.72

0

50

100

150

200

250

F1 F2 F3

Uk

ura

n P

art

ikel

(n

m)

Formula Niosom

Page 70: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ukuran partikel niosom ekstrak kulit batang nangka berbanding terbalik dengan

peningkatan jumlah ekstrak kulit batang nangka yang ditambahkan. F1 memiliki

ukuran partikel yang lebih besar dibandingkan dengan F2 dan F3. Hal ini

menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi ekstrak kulit batang nangka dapat

menurunkan ukuran partikel niosom yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian sebelumnya bahwa peningkatan jumlah obat dengan jumlah surfaktan

yang tetap dapat menurunkan ukuran partikel niosom yang dihasilkan (Sharma,

Chauhan, Anilkumar, 2009). Penurunan ukuran partikel akibat peningkatan

konsentrasi obat yang ditambahkan tidak selalu konsisten, terdapat penelitian lain

yang menyebutkan bahwa peningkatan konsentrasi obat yang ditambahkan ke

dalam formula dapat meningkatkan ukuran partikel niosom yang dihasilkan (Dua,

Anil, Rana, 2014). Adapun diagram perbandingan ukuran partikel niosom dapat

dilihat pada Gambar 4.3.

Penentuan nilai indeks polidispersitas digunakan untuk melihat persebaran

ukuran partikel yang terjadi dalam niosom yang telah diformulasi. Semakin tinggi

nilai indeks polidispersitas menunjukkan distribusi ukuran partikel yang tidak

seragam, hal ini disebabkan karena nanopartikel tersebut saling beragregasi

membentuk kumpulan-kumpulan (saling berkelompok) sehingga terdispersi tidak

seragam (polidispersi), dan menyebabkan kestabilan dari nanopartikel berkurang.

Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan alat Particle Size Analyzer

didapatkan nilai Polidispersity index untuk tiap formula secara berturut-turut

untuk F1, F2, dan F3 adalah 0,3; 0,199 dan 0,430. Berdasarkan data tersebut,

formula niosom yang dihasilkan memiliki sifat monodispersi dengan kata lain

formula niosom yang dihasilkan memiliki distribusi ukuran partikel yang sempit

yang ditunjukkan dengan nilai indeks polidispersitas yang rendah. Hal ini

mengindikasikan bahwa niosom yang terbentuk stabil secara fisik, tidak terjadi

agregasi pada partikel yang menyebabkan terbentuknya partikel dengan ukuran

besar. Sistem nanopartikel monodispersi dapat meningkatkan stabilitas fisik dari

sistem niosom, karena memperlihatkan ukuran, bentuk, dan berat partikel yang

homogen (Lanimarta, 2012).

Ketiga formula niosom yang dihasilkan menunjukkan dispersi yang

homogen di mana nilai indeks polidispersitas ketiga formula berada di bawah 0,5.

Page 71: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Indeks polidispersitas menggambarkan homogenitas suspensi. Indeks

polidispersitas memiliki range nilai dari 0 sampai 1. Nilai yang mendekati 0

mengindikasikan dispersi yang homogen, sedangkan nilai yang lebih besar dari

0,5 mengindikasikan heterogenitas yang tinggi (Avandi, 2009).

4.6.2 Kadar Polifenol yang Terjerap dan Efisiensi Penjerapan

Efisiensi penjerapan digunakan untuk mengetahui efisiensi penambahan

zat aktif ke dalam formula niosom yang memiliki kemampuan untuk menjerap zat

aktif yang ditambahkan. Efisiensi penjerapan niosom ekstrak kulit batang nangka

ditentukan dengan cara membandingkan jumlah total senyawa polifenol yang

ditambahkan ke dalam formula dikurang dengan jumlah senyawa polifenol yang

bebas dengan jumlah total senyawa polifenol yang ditambahkan dalam formula.

Untuk menghitung jumlah senyawa polifenol yang bebas, diperlukan proses

pemisahan dengan senyawa polifenol yang terjerap dalam niosom dengan

menggunakan metode ultrasentrifugasi. Sebanyak 2,5 mL suspensi niosom ekstrak

kulit batang nangka dimasukkan ke dalam tabung ultrasentrifugasi dan

diultrasentrifugasi selama 50 menit dengan kecepatan 50.000 rpm pada suhu 4⁰C.

Jumlah senyawa polifenol yang bebas disebut sebagai supernatan. Supernatan

yang diperoleh diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis

pada panjang gelombang 756 nm dengan metode Folin-Ciocalteau (Blazzek,

Rhodes, 2001).

a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Asam Galat dalam PBS

(Phosphate Buffered Saline)

Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan menggunakan larutan

standar asam galat dengan konsentrasi 40 ppm dengan larutan blanko PBS

(phosphate buffered saline). Larutan PBS (phosphate buffered saline) digunakan

sebagai blanko dikarenakan PBS (phosphate buffered saline) merupakan fase air

yang digunakan pada saat proses hidrasi lapis tipis niosom. Nilai absorbansi

tertinggi didapatkan pada saat panjang gelombang 756 nm dengan absorbansi

0,452. Menurut penelitian sebelumnya, panjang gelombang yang digunakan

untuk mengukur kadar polifenol dengan menggunakan metode Folin Ciocalteau

adalah 760 nm. Perbedaan hasil panjang gelombang yang didapatkan dengan

penelitian sebelumnya dapat dipengaruhi oleh proses preparasi dan kondisi

Page 72: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

lingkungan. Panjang gelombang maksimum asam galat dalam PBS dapat dilihat

pada Lampiran 12. Panjang gelombang ini ditentukan sebagai panjang gelombang

maksimum.

b. Pembuatan Kurva Standar Asam Galat dalam PBS (Phosphate

Buffered Saline)

Larutan standar asam galat dengan konsentrasi 20, 30, 40, 50, 60, 70, dan

80 ppm dengan blanko PBS (phosphate buffered saline). Semua larutan diukur

absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang

756 nm, kemudian dibuat kurva kalibrasi hubungan antara konsentrasi asam galat

(μg/mL) dengan absorbansi (Pontis, Costa, Silva, Flach, 2014).

Gambar 4.4.Kurva Kalibrasi Asam Galat dalam PBS

Kurva kalibrasi digunakan untuk mendapatkan persamaan regresi yang

digunakan untuk menghitung kadar senyawa polifenol bebas. Hasil pengukuran

absorbansi sejumlah larutan standar asam galat dalam PBS pada panjang

gelombang 756 nm adalah y = 0,011x + 0,005 dengan nilai r = 0,9999. Kadar

senyawa polifenol bebas dapat ditentukan dengan cara absorbansi sampel yang

diperoleh dimasukkan ke dalam persamaan regresi linier y = 0,011x + 0,005.

Pengukuran dilakukan secara duplo, dihitung rata-rata konsentrasi senyawa

polifenol bebas dari masing-masing formula niosom yang dihasilkan. Adapun

kurva kalibrasi asam galat dalam PBS dapat dilihat pada Gambar 4.4.

y = 0,011x + 0,005R = 0,9999

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1

0 20 40 60 80 100

Ab

sorb

an

si

Konsentrasi (µg/mL)

Page 73: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

c. Penentuan Kadar Polifenol yang Terjerap serta Efisiensi Penjerapan

Tabel 4.6. Kadar Polifenol yang Terjerap serta Persen Efisiensi Penjerapan

Formula Efisiensi penjerapan (%) Jumlah yang terjerap (mg)

F1 74,4 2,281

F2 67,3 4,127

F3 50,1 4,608

Gambar 4.5 Diagram Perbandingan Polifenol yang Terjerap

dalam Niosom F1, F2, dan F3

Niosom F1, F2, dan F3 mengandung ekstrak kulit batang nangka dengan

variasi konsentrasi berturut-turut 50 mg, 10 mg, dan 150 mg. Kadar polifenol

yang terjerap pada formula niosom yang dihasilkan masing-masing untuk F1, F2,

dan F3 adalah 2,281 mg; 4,127 mg; dan 4,608 mg. Data tersebut menyatakan

bahwa peningkatan konsentrasi dari ekstrak kulit batang nangka yang

ditambahkan ke dalam formula niosom dapat meningkatkan jumlah senyawa

polifenol yang terjerap, namun peningkatan konsentrasi ekstrak lebih lanjut

menyebabkan peningkatan jumlah senyawa polifenol yang terjerap menjadi tidak

signifikan. Hal ini karena vesikel yang terbentuk dari surfaktan nonionik memiliki

kapasitas yang terbatas dalam menjerap obat. Ketika peningkatan konsentrasi

ekstrak dapat menyebabkan peningkatan jumlah polifenol yang terjerap, ini berarti

vesikel dari niosom masih memiliki ruang yang cukup untuk menjerap polifenol

2.281

4.127

4.608

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

F1 F2 F3

Kad

ar P

olif

en

ol y

ang

Terj

era

p (

mg)

Formula Niosom

Page 74: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

lebih banyak lagi. Namun, penambahan polifenol lebih lanjut menyebabkan

vesikel niosom telah jenuh dan tidak mampu menampung polifenol. Akibatnya

polifenol yang ditambahkan selanjutnya, menjadi tidak terjerap lagi di dalam

vesikel. Polifenol yang tidak terjerap disebut sebagai polifenol bebas. Peningkatan

polifenol bebas inilah yang dapat menyebabkan penurunan efisiensi penjerapan

(Dua, Anil, Rana, 2014; Tim 2004). Adapun diagram perbandingan polifenol yang

terjerap dalam niosom dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.6. Diagram Perbandingan Persen Efisiensi Penjerapan

Niosom F1, F2, dan F3

Hasil pengukuran efisiensi penjerapan pada niosom yang mengandung

ekstrak kulit batang nangka untuk F1, F2, dan F3 dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Adapun efisiensi penjerapan ketiga formula niosom yang dihasilkan untuk F1, F2,

dan F3 adalah 74,4%; 67,3% dan 50,1%. Peningkatan persentase efisiensi

penjerapan niosom berbanding terbalik dengan jumlah ekstrak kulit batang

nangka yang ditambahkan ke dalam formula. Semakin banyak jumlah ekstrak

kulit batang nangka yang ditambahkan ke dalam formula maka akan semakin

menurunkan efisiensi penjerapan niosom. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Tim (2004) dan Indriyani (2006), di mana peningkatan

konsentrasi obat dapat menurunkan efisiensi penjerapan niosom. Jumlah obat

yang dibawa tergantung pada konsentrasi obat yang ditambahkan. Hal ini

disebabkan karena kapasitas membran bilayer surfaktan untuk obat terbatas

74.40%67.30%

50.10%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

F1 F2 F3

%E

fisi

ensi

Pen

jera

pa

n

Formula Niosom

Page 75: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sehingga peningkatan konsentrasi obat selanjutnya menyebabkan penurunan

efisiensi penjerapan.

Efisiensi penjerapan niosom pada F1 dengan jumlah ekstrak yang

ditambahkan sebesar 50 mg lebih baik. Hal ini dikarenakan jumlah vesikel yang

tersedia masih cukup banyak untuk menjerap polifenol yang ditambahkan,

sehingga kadar polifenol yang tidak terjerap pada vesikel niosom sedikit dan

efisiensi penjerapannya besar. Sedangkan pada F2 dan F3 dengan konsentrasi

ekstrak masing-masing 100 dan 150 mg menunjukkan penurunan efisiensi

penjerapan. Hal ini dikarenakan senyawa polifenol ekstrak kulit batang nangka

banyak yang tidak terjerap dan berada di luar vesikel yang disebut sebagai

senyawa polifenol bebas. Semakin besar kadar polifenol bebas, maka akan

semakin menurunkan efisiensi penjerapan niosom yang dihasilkan. Diagram

perbandingan dari ketiga formula niosom ekstrak kulit batang nangka dapat dilihat

pada Gambar 4.6.

Berdasarkan ketiga formula niosom yang dihasilkan, formula yang efektif

adalah formula 2, hal ini dikarenakan jumlah total senyawa polifenol yang terjerap

besar yaitu 4,127 mg. Jumlah total senyawa polifenol yang terjerap pada F2

mengalami peningkatan sebesar ±2 kali lipat dibandingkan dengan total senyawa

polifenol yang terjerap pada F1. Sementara pada F3 jumlah total senyawa

polifenol yang terjerap tidak mengalami kenaikan yang signifikan dibandingkan

dengan jumlah total senyawa polifenol yang terjerap dalam F2. Sehingga pada F3

banyak senyawa polifenol yang berada di luar vesikel. Jumlah total senyawa

polifenol yang terjerap pada F1 terlalu kecil sehingga masih memungkinkan

niosom memiliki daya tampung untuk menjerap senyawa polifenol ekstrak kulit

batang nangka lebih besar lagi.

Page 76: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

55 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan

Peningkatan konsentrasi ekstrak kulit batang nangka (Artocarpus

heterophyllus L.) dalam formula niosom menghasilkan penurunan ukuran partikel

pada F1, F2, dan F3 berturut-turut adalah 207,55 nm; 168,80 nm dan 150,72 nm

dan peningkatan kadar polifenol yang terjerap di dalam vesikel niosom pada F1,

F2, dan F3, adalah sebesar 2,281 mg; 4,127 mg dan 4,608 mg. Namun

menghasilkan penurunan efisiensi penjerapan pada F1, F2, dan F3 sebesar 74,4%;

67,3% dan 50,1%.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, untuk mendapatkan formula

yang terbaik perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap uji penetrasi masing-

masing formula niosom yang mengandung ekstrak kulit batang nangka

(Artocarpus heterophyllus L.).

Page 77: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

56 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Aditria, Riswandi. Cahyono, Bambang. Swastawati, Fronthea. 2013. Identifikasi

komponen penyusun asap cair dari ampas sagu dan kulit batang tanaman

sagu (Metroxylon sagu Rottb) serta penentuan senyawa fenolat total dan

aktivitas antioksida. Semarang: Universitas Diponegoro. 02 (01): 240-246.

Alfian, Riza. Susanti, Hari. 2012. Determination of total phenolic content of

methanolic extracts red rosell (Hibiscus sabdariffa L.) calyxs in variation

of growing area by spectrophotometry. Yogyakarta: Fakultas Farmasi,

Universitas Ahmad Dahlan. 02 (1): 73-80.

Anonim, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat. Terj. Dari

Introduction to Pharmaceutical Dosage Form, oleh Farida Ibrahim.

Jakarta: UI Press.

Anwar, Effionora. Henry. Jufri, Mahdi. 2004. Studi kemampuan niosom yang

menggunakan maltodekstrin pati garut (Maranta arundinaceae L.)

sebagai pembawa klorfeniramin maleat. Depok : FMIPA UI.

Arifin, Helmi. Anggraini, Nelvi. Handayani, Dian. Rasyid, Roslinda. 2006.

Standarisasi ekstrak etanol daun Eugenia cumini Merr. Jurnal Sains Tek

Far. 11 (2). Padang : FMIPA UNAND.

Astirin, Okin Parama. 2000. Permasalahan pengelolaan keanekaragaman hayati

indonesia. Surakarta: Jurusan Biologi FMIPA UNS.

Avandi, M, R.. Sadeghi, A. M, M. Mohammadpour, N. Abedin, S. Atyababi, F.

Dinarvand, R. Tehrani, R, M. 2009. Preparation and characteritation of

insulin nanoparticles using chitosan and arabic gum with ionic gelation

method. Nanomedicine: 6. 58-63.

Bansal, Saurabh. Kashyap, Chandan. Aggarwal, Geeta. Harikumar, SL. 2012. A

comparative review on vesicular drug delivery system and stability issues.

International Journal Of Research In Pharmacy And Chemistry. 2231-

2781.

Barenholz, Y. Crommelin, DJA. 1994. Liposomes as Pharmaceutical Dosage

Forms. Encyclopedia Of Pharmaceutical Technology. Inc. 9. 1-39.

Page 78: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bayindir, Zerrin Sezgin. Yuksel, Nilufer. 2009. Characterization of niosomes

prepared with various nonionic surfactants for paclitaxel oral delivery.

Pharmacetical Technology. DOI 10. 1002/jps.21944.

Biju, S.S. Talegaonkar, S. Mishra, P.R. Khar, R.K. 2006. Vesikular system: an

overview. Indian Journal Of Pharmaceutical Science. 68(2): 141-153.

Blazzek, Welsh Al. Rhodes, DG. 2001. SEM imaging predicts quality of

niosomes from maltodextrin based proniosomes. Pharmaceutical

Research. 18(5): 1-6.

Buckton, G. 1995. Interfacial phenomena in drug delivery and targetting.

Switzerland. Harwood Academic Publisher. 135-161.

Chandu, V. Pola. Arunachalam, A. Jeganath, S. Yamini, K. Tharangini, K.

Chaitanya, G. 2012. Niosomes: a novel drug delivery system.

International journal of novel trends in pharmaceutical sciences. IJNTPS.

2: 25-31.

Chang, T.S. 2009. An updated review of tyrosinase inhibitors. Department of

Biological Science and Technology. Taiwan: National University Taiwan.

Connor, Steven. 2003. The Book Of Skin. New York: Cornell University Press,

176.

Day, R. A dan Underwood, A. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Ke-6.

Erlangga: Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1989. Materia Medika Indonesia. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Acuan Sediaan Herbal. Direktorat Jendral

Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta : 115-117.

Dewi, I.D.A.D.Y. dkk. 2013. Skrining fitokimia ekstrak etanol 95% kulit buah

manggis (Garcinia mangostana L.). Bali: Jurusan Farmasi Fakultas

Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.

Dhamecha, Dinesh. Rathi, Amit. Saifee, Maria. Lahoti, Swaroop, Dehghan, Mohd

Hassa. 2005. Drug vehicle based approaches of penetrastion enhancement.

International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences.Vol 1. 1.

Donsing, P. and Viyoch, J. (2008). Thai breadfruitûs heartwood extract: a new

approach to skin whitening. Journal of SWU Sciences. Vol. 24, No. 1.

Dua. Anil, Bhandari. Rana. 2014. Formulation and caharcterization of

serratiopeptidase niosomes for its systemic gastrointestinal delivery.

International Journal Of Pharmaceutical Science. 3(1): 01-07.

Page 79: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Elevitch, C. R., & Manner, H. I. (2006). Artocarpus heterphyllus (Jackfruit).

Species Profiles For Pacific Island Agroforestry. www.traditionaltree.org.

Diakses pada 25 November 2014 jam 00.30.

Faraji, A. H., dan Wipf, P. (2009). Nanoparticles in celluler drug delivery.

Bioorganic & Medical Chemistry. 17, 2950-2962.

Farnsworth, N.R. (1966). Biological and phytochemical screening of plants.

Journal Of Pharmaceutical Science. 55 (3): 225 – 276.

Fauzy, Aprilla. 2012. Pengaruh Konsentrasi Minyak Ikan Terhadap Penetrasi

Kurkumin Dalam Sediaan Mikroemulsi Gel (skripsi). Depok : FMIPA UI.

Folin, Octo, Ciocalteu, Vintila, 1999. On tyrosinase and tryptophane

determinations in proteins. Journal Bio Chem. 73: 627-650.

Gandjar, Ibnu Gholib dan Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis.

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Gaur, P.K. Mishra, S. Purohit, S. Dave. K. 2009. Transdermal drug delivery

system: a review. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research.

Vol: 2 (01).

Handayani, Puput. 2011. Optimasi Komposisi Cetyl Alcohol Sebagai Emulsifying

Agent Dan Gliserin Sebagai Humectant Dalam Krim Sunscreen Ekstrak

Kental Apel Merah (Pyrus malus L.): Aplikasi Desain Faktorial.

Yogyakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma.

Hanifah, Nisa Dian. 2013. Formulasi Krim Ekstrak Batang Nangka (Artocarpus

Heterophyllus Lamk.). Bandung: FMIPA UNISBA.

Hao,Yongmei. Zhao, Fenglin. Yang, Yanhong. Li, Ke’an. 2002. Studies on a

high encapsulation of colchicine by a niosome system. International

Journal of pharmaceutics. China : College of Chemistry and Molecular

Enginering.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Bandung: Penerbit ITB.

Hidayat, Erwin. 2006. Pengaruh nilai de maltodekstrin dari pati singkong

(manihot utilissima l.) terhadap pelepasan ketoprofen dari sediaan niosom

(skripsi). Depok : FMIPA UI.

Hindritiani, Reti, et al. 2013. Penurunan aktivitas tirosinase dan jumlah melanin

oleh fraksi etil asetat buah malaka (Phyllantus emblica) pada mouse

melanoma b16 cell-line. 45 (2): 118-24.

Page 80: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Indriyani, Susi. 2006. Pengaruh maltodekstrin de 10-15 dan 15-20 terhadap laju

pelepasan klorfeniramin maleat dari sediaan niosom (skripsi). Depok :

FMIPA UI.

Jahanshashi & Babei. 2008. Protein nanoparticle: a unique system as drug

delivery vehicles. Journal Biotechnology. 7(25). 4926-4934.

Jufri, Mahdi. Effionora Anwar. Joshita Djajadisastra. 2004. Pembuatan niosom

berbasis maltodekstrin de 5-10 dari pati singkong (Manihot utilissima).

Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Indonesia. ISSN: 1693-9883, Vol. I, No. 1.

Juwita, Ninin Kartika. Joshita Djajadisastra. Azizahwati. 2011. Uji penghambatan

tirosinase dan stabilitas fisik sediaan krim pemutih yang mengandung

ekstrak kulit batang nangka (Artocarpus heterophyllus). Majalah

Kefarmasian. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Indonesia.

Kapoor, Anupriya. Gahoi, R. Kumar, D. 2011. In vitro drug release profile of

acyclovir from niosomes formed with different sorbitan esters. Asian

Journal Of Pharmacy & Life Science. 1 (1).

Lanimarta, Yurika. 2012. Pembuatan dan uji penetrasi nanopartikel kurkumin-

dendrimer poliamidoamin (pamam) generasi 4 dalam sediaan gel dengan

menggunakan sel difusi franz (skripsi). Depok: FMIPA UI.

Lasic, D.D. & Papahadjopoulos, D. (1998). Medical aplication of liposomes.

Elseiver. 1-2.

Li, Danhui. Zimei Wu. Nataly Martini. Jingyuan Wen. 2012. Advanced carrier

systems in cosmetics and cosmeceuticals. New Zealand: School of

Pharmacy, Faculty of Medical and Health Sciences, The University Of

Auckland. J. Cosmet. Sci. 62, 549 – 563.

Lund, W. 1994. The Pharmaceutical Codex, 12th edition. London: The

Pharmaceutical Press.

Madison KC. 2003. Barrier function of the skin: “la raison d’etre” of the

epidermis. J Invest Dermatol. 121(2)231.

Maghraby. Barry. Williams. 2008. Liposomes and skin: from drug delivery to

model membranes. European Journal Of Pharmaceutical Sciences. 34,

203-222.

Mahardika, Hastri. 2012. Uji penghambatan tirosinase secara in vitro serta

stabilitas fisik dan stabilitas kimia sediaan krim yang mengandung asam

azelat (skripsi). Depok: FMIPA UI.

Page 81: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Makeshawar, Kshitij B. Wasankar, Suraj R. 2013. Niosome: a novel drug delivery

system. Asian Parmapres 3(1), 16-20.

Manosroi, Aranya. 2011. Anti-aging efficacy of topical formulations containing

niosomes entrapped with rice bran bioactive compounds. Natural Products

Research and Development Center (NPRDC).50(2): 208–224.

Maureen, Maguire. 2002. The mouse GaIR2 galanin receptor: genomic

organization, cDNA cloning, and functional characterization. Journal of

Neurochemistry. 71(6).

Mescher, Anthony L. 2011. Histologi Dasar Junqueira: Teks & Atlas. Jakarta:

EGC.

Miyazawa, Mitsuo And Naotaka Tamura. (2006). Inhibitory compound of

tyrosinase activity from the sprout of Polygonum hydropiper L.

(Benitade). J. Biol. Pharm. Bull. 595-597.

Mohanraj, V.J. Chen, Y. (2006). Nanoparticle-a review. Tropical Journal of

Pharmaceutical Research. 5 (1), 561-573.

Mujoriya, Rajesh Z. Bodla, Ramesh Babu. 2011. Niosomes–challenge in

preparation for pharmaceutical scientist. International Journal Of Applied

Pharmaceutics. 3 (3), 11-15.

Perkins, Warren S. 1998. Surfactants a primer. 51-54. Diakses melalui

http://www.p2pays.org. Pada tanggal 22 Februari 2015.

Pham, Thi Thuy. Maalej, Chiraz Jaafar. Charcosset Catherine. Fessi, Hatem.

2012. Colloids and surfaces b: biointerfaces liposome and niosome

preparation using a membrane contactor for scale-up. Elsevier. 94, 15 - 21.

Pontis, Alves Jonierison. Costa, Luiz Antonio Mendonca Alves. Silva, Silvio Jose

Reis. Flach, Adriana. 2014. Color, phenolic and flavonoid content, and

antioxidant activity of honey from roraima. Food Science and Technology.

Brazil: Campinas., 34(1) : 69-73. ISSN 0101-2061. Diakses 10 Desember

2014.

Prihatman, K. 2000. Nangka (Artocarpus heterophillus L.), sistem informasi

manajemen pembangunan di pedesaan. BAPPENAS. p. 1-15.

Putri, Wisda Seviana. Supriyanti, F. M Titin. Zackiyah. 2012. Penentuan aktivitas

dan jenis inhibisi ekstrak metanol kulit batang nangka (Artocarpus

heterophyllus L.) sebagai inhibitor tirosinase. FPMIPA UPI. ISSN 2087-

7412, Vol 1, No 1.

Page 82: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Rahimpour, Yahya, Hamed Hamishehkar. 2012. Recent advances in novel drug

carrier system: niosomes as carrier in dermal drug delivery. Iran: Tabriz

University of Medical Sciences.

Rahman, Latifah. Ismail, Isriany. Wahyudin, Elly. 2011. Kapasitas jerap niosom

terhadap ketoprofen dan prediksi penggunaan transdermal. Majalah

farmasi Indonesia. 22(2). 85-91.

Rahmawati, Anita. 2009. Kandungan fenol total ekstrak buah mengkudu

(Morinda citrifolia). Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ramsden, Christopher A. Riley, Patrick A. 2010. Studies of the competing rates

of catechol oxidation and suicide inactivation of tyrosinase. Arkivoc. (x).

248-254.

Ratnayani, Ketut A.A.I.A. dkk. 2012. Kadar total senyawa fenolat pada madu

randu dan madu kelengkeng serta uji aktivitas antiradikal bebas dengan

metode DPPH (Difenilpikril Hidrazil). Jurnal Kimia. Jurusan Kimia

FMIPA Universitas Udayana, Bukit, Jimbaran. 6(2) : 163-168.

Rawat, M. Singh, D. Singh, S.S. Saraf, S. (2006). Nanocarries : Promising vehicle

for bioactive drugs. Niol. Pharm, Bull 29 (9), 1790-1798.

Reynolds, J.E.F. eds. 1996. Martindale the Extra Pharmacopoeia, 31th ed.

London: The Pharmaceutical Press.

Robinson, T. (1991). Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Bandung:

Penerbit ITB. Hal. 152 – 196.

Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Rowe, C.R.. Sheskey, J.P. Owen, C.S. 2006, Handbook Of Pharmaceutical

Excipients, 5th edition, 731-732. London, Chicago: American

Pharmaceutical Association.

Ruckmani, Kandasamy & Sankar, Veintramuthu. 2010. Formulation and

optimization of zidovudine niosomes. American Association of

Pharmaceutical Scientists. 03(03) : 1119-1127.

Sabarikumar, K. Varatharajan, P. Ilavarasan, P. Shaik, Sheema Meenaz. 2012.

Bioavaibility enhancement of aceclofenac niosomes containing surfactant

and cholesterol. International Journal of Biological and Pharmaceutical

Research. 3(3): 354-359. India.

Saifudin, A., V. Rahayu, dan H.Y. Teruna. 2011. Standardisasi Bahan Obat

Alam. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Page 83: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sankhyan, Anchal. Pawar, Pravin. 2012. Recent trends in niosome as vesicular

drug delivery system. Journal of Applied Pharmaceutical Science. 02 (06).

20-32.

Sari, Zhuisa Martiara. 2012. Pembuatan dan karakterisasi fisikokimia

nanopartikel emas (nanogold)-dendrimer poliamidoamin (pamam)

generasi 4 (skripsi). Depok: FMIPA UI.

Sharma, Anju. Kumar, Senthil. Mahadevan, N. M. 2012. Nanotechnology: a

promising approach for cosmetics. International Journal of Recent

Advances in Pharmaceutical Research. 2(2): 54-61.

Sharma, Sandeep Kumar. Chauchan, Meenakshi. Anilkumar, Narayanapillay.

2009. Span-60 niosomal oral suspension of fluconazole: formulation and

in vitro evaluation. Research Article. 1(01). 142-156.

Shatalebi. Mostafavi. Moghaddas. 2010. Niosomes as a drug carrier for topical

delivery of N-acetyl glucosamine. Research pharmaceutical sciences.

Sherwood, Lauralee. 2007. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC.

Singleton VL & Rossi JA. 1965. Colorimetry of total phenolics with

phosphomolybdic-phosphotungstic acid reagents. Am J Enol Vitic. 16 (3):

144-58.

Stojanovic, Zoran. Markovic, Smilja. 2010. “Technics New Material”.

determination of particle size distributions by laser diffraction. Belgrade.

21, 11 – 20.

Sukriya, Ikha Novita Ma’wa. 2011. Formulasi surfaktan untuk screening awal

chemical flooding pada eor (enhanced oil recovery). Fakultas Teknik

Program Ekstensi Teknik Kimia. UI Depok.

Supriyanti, Florentina Maria Titin. 2009. Studi inhibisi ekstrak metanol kulit

batang Artocarpus sp. dalam mencegah hiperpigmentasi kulit. Bandung:

FMIPA UPI.

Sylvia, Anderson Pierce. Lorraine, McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep

Klinis Proses-Proses Penyakit Ed 6. Jakarta EGC.

Tang, Muhamad dan Veinardi Suendo. 2011. Pengaruh penambahan pelarut

organik terhadap tegangan permukaan larutan sabun. Prosiding

simposium nasional Inovasi pembelajaran dan sains (SNIPS). Bandung,

Indonesia.

Tangri et al. 2011. Niosomes: formulation and evaluation. Uttarakhand: Faculty of

Pharmacy-Mussoorie Diversion Road.

Page 84: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Thassu, D., Pathak, Y. dan Deleers, M. 2007. Nanoparticulate drug-delivery

systems: an overview. Informa Healthcare, New York. 1–31.

Tim, Lili. 2004. Pembuatan niosom dengan menggunakan lesitin sebagai

pengganti kolesterol. Depok : FMIPA UI.

Touitou, Elka. Barry, Brian W. 2007. Enhancement In Drug Delivery. New York:

CRC Press, 220-221, 237, 246.

Tranggono, RIS. Fatma Latifah. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan

Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Uchegbu, IF. Vyas, SP. 1989. Non-ionic surfactant based vesicles (niosomes) in

drug delivery. International Journal of Pharmaceutics. 172 (1-2). 33-70.

Van, Hal, D,A. Bouwstra, J,A. Van, Rensen, A. Jeremiasse, E. De Vringer, T.

Junginger, H,E. 1996. Preparation and characteritation of nonionic

surfactant vesicles. J. Coll. Interf. Sci. 178, 263-273.

Verma, D.D. Blume, G. Fahr, A. 2003. Particle size of liposomes dermal delivery

of subtanaces inti skin. International Journal of Pharmaceutics. 2581 (1-

2): 141-151.

Vyas SP and Khar RK. 2011. Targeted And Controlled Drug Delivery Novel

Carrier Systems. CBS Publisher and Distributors. 249-279.

Zahra, Soraya. 2012. Optimalisasi formula sunscreen cream berbahan aktif

nanopropolis dengan menggunakan emollient isopropyl myristate dan

emulsifier span 60. Depok: FT UI.

Page 85: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

64 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Skema Prosedur Penelitian

Parameter spesifik:

- Identitas

- organoleptik

Ekstrak kulit batang nangka

yang diperoleh dengan maserasi

Karakterisasi niosom

Preparasi niosom

dengan metode hidrasi

lapis tipis

Analisis kadar total senyawa

polifenol ekstrak kulit batang nangka

Skrining Fitokimia:

- Alkaloid

- Flavonoid

- Saponin

- Steroid

- Tanin dan Polifenol

Parameter non spesifik:

- Kadar abu

- Kadar air

Penentuan panjang

gelombang maksimum

Penentuan kadar polifenol yang

terjerap dan persen efisiensi penjerapan

Penentuan total senyawa

polifenol

Pembuatan kurva standar

asam galat

Pembuatan larutan induk

asam galat

Analisis ukuran

partikel

Page 86: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

65

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Hasil Determinasi Kulit Batang Nangka

Page 87: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

66

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Perhitungan Kadar Abu Ekstrak Kulit Batang Nangka

1. Berat ekstrak awal (W1) = 1,1059 gram

Berat cawan kosong (W0) = 60,7905 gram

Berat cawan + ekstrak setelah pemanasan (W2) = 60,8045 gram

% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 =𝑊2−𝑊0

𝑊1 𝑥 100% 0,015

=60,8045−60,7905

1,1059 𝑥 100%

= 1,266%

2. Berat ekstrak awal (W1) = 1,1072 gram

Berat cawan kosong (W0) = 59,1321 gram

Berat cawan + ekstrak setelah pemanasan (W2) = 59,1472 gram

% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 =𝑊2−𝑊0

𝑊1 𝑥 100%

=59,1472−59,1321

1,1072 𝑥 100%

= 1,364%

𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 =1,266% + 1,364%

2

= 1,32%

Page 88: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

67

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Perhitungan Kadar Air Ekstrak Kulit Batang Nangka

1. Berat cawan kosong = 23,069 gram

Berat cawan + ekstrak sebelum dikeringkan = 24,071 gram

Berat ekstrak sebelum dikeringkan (W0) = 1,002 gram

Berat cawan + ekstrak setelah dikeringkan = 23,940 gram

Berat ekstrak setelah dikeringkan (W1) = 0,871 gram

% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 =𝑊0−𝑊1

𝑊0 𝑥 100%

=1,002−0,971

1,002 𝑥 100%

= 13,07%

2. Berat cawan kosong = 19,001 gram

Berat cawan + ekstrak sebelum dikeringkan = 20,003 gram

Berat ekstrak sebelum dikeringkan (W0) = 1,002 gram

Berat cawan + ekstrak setelah dikeringkan = 19,870 gram

Berat ekstrak setelah dikeringkan (W1) =0,869gram

% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 =𝑊0−𝑊1

𝑊0 𝑥 100%

=1,002−0,869

1,002 𝑥 100%

= 13,27%

𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 =13,07% + 13,27%

2

= 13,17 %

Page 89: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

68

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5. Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Asam Galat dalam

Aquadest

Page 90: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

69

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Absorbansi Standar dan Kurva Kalibrasi Asam Galat dalam

Aquadest

Konsentrasi Absorbansi

0 0

20 0,219

30 0,312

40 0,421

50 0,519

60 0,618

70 0,72

80 0,824

y = 0,010x + 0,006R = 0,9999

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

0 20 40 60 80 100

Ab

sorb

ansi

Konsentrasi (µg/ml)

Page 91: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

70

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7. Perhitungan Kadar Total Senyawa Polifenol Ekstrak Kulit Batang

Nangka

Kadar ekivalen asam galat :

Absorbansi ke-1 = 0,622

y = 0,010x + 0,006

0,622 = 0,010x + 0,006

0,010x = 0,622 – 0,006

x = 61,6 µgGAE/mL

Kadar ekivalen asam galat untuk volume 10 mL

= 61,6 µgGAE/mL x 10 mL

= 616 µgGAE

Kandungan fenol total (p) :

616 µgGAE / 10 mg = p mgGAE / 100 g

616 x 10ˉ³ mgGAE / 10 mg = p mgGAE / 100 g

616 x 10ˉ³ mg GAE x 100000 mg = 10 mg p

61600 mg = 10 mg p

p = 61600 mg / 10 mg

p = 6160 mg

Kandungan fenol total ekstrak kulit batang nangka = 6160 mgGAE/100 g sampel.

Absorbansi ke-2 = 0,621

y = 0,010x + 0,006

0,621 = 0,010x + 0,006

0,010x = 0,621 – 0,006

x = 61,5 µgGAE/mL

Page 92: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

71

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Lanjutan)

Kadar ekivalen asam galat untuk volume 10 mL

= 61,5 µgGAE/mL x 10 mL

= 615 µgGAE

Kandungan fenol total (p) :

615 µgGAE / 10 mg = p mgGAE / 100 g

615 x 10ˉ³ mgGAE / 10 mg = p mgGAE / 100 g

615 x 10ˉ³ mgGAE x 100000 mg = 10 mg p

61500 mg = 10 mg p

p = 61500 / 10

p = 6150 mg

Kandungan fenol total ekstrak kulit batang nangka = 6150 mgGAE/100 g sampel.

Absorbansi ke-3 = 0,615

y = 0,010x + 0,006

0,615 = 0,010x + 0,006

0,010x = 0,615 – 0,006

x = 60,9 µgGAE/mL

Kadar ekivalen asam galat untuk volume 10 mL

= 60,9 µgGAE/mL x 10 mL

= 609 µgGAE

Page 93: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

72

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Lanjutan)

Kandungan fenol total (p) :

609 µgGAE / 10 mg = p mgGAE / 100 g

609 x 10ˉ³ mgGAE / 10 mg = p mgGAE / 100 g

609 x 10ˉ³ mgGAE x 100000 mg = 10 mg p

60900 mg = 10 mg p

p = 60900 / 10

p = 6090 mg

Kandungan fenol total ekstrak kulit batang nangka = 6090 mgGAE/100 g sampel.

Jadi rata-rata kandungan fenol total ekstrak kulit batang nangka adalah

= 6160mgGAE /100 gsampel + 6150mgGAE /100 g sampel + 6090 mgGAE /100 g sampel

3

= 6133,333 mgGAE/100 g sampel

= 6.133 gGAE/100 g sampel

= 6.133%

Page 94: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

73

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Grafik Distribusi Ukuran Partikel Niosom

Page 95: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

74

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9. Data Distribusi Ukuran Partikel Niosom F1

Page 96: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

75

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Lanjutan)

Page 97: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

76

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10. Data Distribusi Ukuran Partikel Niosom F2

Page 98: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

77

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Lanjutan)

Page 99: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

78

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11. Data Distribusi Ukuran Partikel Niosom F3

Page 100: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

79

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 12. Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Asam Galat

dalam PBS

Page 101: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

80

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 13. Absorbansi Standar dan Kurva Kalibrasi Asam Galat dalam PBS

Konsentrasi Absorbansi

0 0

20 0,23

30 0,336

40 0,447

50 0,555

60 0,657

70 0,77

80 0,885

y = 0,011x + 0,005R = 0,9999

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1

0 20 40 60 80 100

Ab

sorb

ansi

Konsentrasi (µg/ml)

Page 102: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

81

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 14. Perhitungan Kadar Total Senyawa Polifenol Bebas

Formula Absorbansi Setelah

Pengenceran

Kadar Fenolat

Setelah

Pengenceran

Rata-rata

Kadar

Fenolat

Faktor

Pengenceran

Kadar Fenolat yang

Tidak Terjerap (µg/ml)

F1 0,699 63,090

62,863 - 62,863 0,694 62,636

F2 0,889 80,363

80,317 2x 160,635 0,888 80,272

F3 0,811 73,272

73,363 5x 366,815 0,813 73,454

Kadar senyawa fenolat yang tidak terjerap dalam niosom dapat ditentukan dengan

persamaan:

y = 0,011x + 0,005

F1 y = 0,011x + 0,005

Absorbansi = 0,699 dan 0,694

0,699 = 0,011x + 0,005

0,011x = 0,6942 x = 63,090 ppm

0,694 = 0,011x + 0,005

0,011x = 0,689 x = 62,636 ppm

Rata-rata = 62,863 ppm

= 62,863 µg/mL x 12,5 mL = 785,787 µg = 0,786 mg

F2 y = 0,011x + 0,005

Absorbansi = 0,888 dan 0,889 (dengan 2x faktor pengenceran)

0,888 = 0,011x + 0,005

0,011x = 0,883 x = 80,272 ppm x 2 = 160,544

0,889 = 0,011x + 0,005

0,011x = 0,884 x = 80,363 ppm x 2 = 160,726

Rata-rata = 160,635 ppm

= 160,635 µg/mL x 12,5 mL = 2007,93 µg = 2,008 mg

Page 103: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

82

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Lanjutan)

F3 y = 0,011x + 0,005

Absorbansi = 0,811 dan 0,813 (dengan 5x faktor pengenceran)

0,811 = 0,011x + 0,005

0,011x = 0,806 x = 73,272 ppm x 5 = 366,36

0,813 = 0,011x + 0,005

0,011x = 0,808 x = 73,454 ppm x 5 = 367,27

Rata-rata = 366,815 ppm

= 366,815 µg/mL x 12,5 mL = 4585,18 µg = 4,585 mg

Page 104: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

83

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 15. Perhitungan Kadar Polifenol yang Terjerap dan Persen Efisiensi

Penjerapan Niosom

Perhitungan % Entrapment Eficiency:

Total senyawa fenolat yang ditambahkan ke dalam formula

F1= 6,133% x 50 mg

= 3,067 mg dalam 12,5 mL PBS

F2 = 6,133% x 100 mg

= 6,133 mg dalam 12,5 mL PBS

F3 = 6,133% x 150 mg

= 9,199 mg dalam 12,5 mL PBS

Jumlah senyawa fenolat yang tidak terjerap

%𝐸𝐸 =𝑇𝐷−𝐹𝐷

𝑇𝐷 𝑥 100%

TD = total senyawa fenolat yang terdapat dalam formula

FD = jumlah senyawa fenolat yang tidak terjerap

F1 %𝐸𝐸 =3,067 mg −0,786 𝑚𝑔

3,067 mg 𝑥 100%

= 2,281 mg

3,067 mg 𝑥 100%

= 0,744 𝑥 100%

= 74,4%

F2 %𝐸𝐸 =6,133 mg−2,008 mg

6,133 mg𝑥 100%

= 4,125 mg

6,133 mg 𝑥 100%

= 0,673 𝑥 100%

= 67,3%

F3 %𝐸𝐸 =9,199 mg – 4,585 mg

9,199 mg 𝑥 100%

=4,614 mg

9,199 mg 𝑥 100%

= 0,501 𝑥 100%

= 50,1%

Page 105: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

84

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 16. Gambar Alat dan Bahan yang digunakan

Tube us

Rotary evaporator Particle size analyzer

Autoklaf digital Ultrasentifuge

Ekstrak Kulit Batang

Nangka

Glass Beads Pembentukan Lapis

Tipis

Proses hidrasi lapis

tipis

Page 106: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

85

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 17. Certificate of Analysis Asam Galat

Page 107: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

86

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 18. Certificate of Analysis Kolesterol

Page 108: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

87

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 19. Certificate of Analysis Span 60

Page 109: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

88

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 20. Certificate of Analysis Folin Ciocalteu

Page 110: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

89

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 21. Certificate of Analysis Tablet PBS

Page 111: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

90

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 22. Certificate of Analysis Metanol Pro Analisa

Page 112: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

91

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Lanjutan)

Page 113: SKRIPSI PUSPITA NUR AFIFAH 1111102000122 ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29290...3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

92

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 23. Certificate of Analysis Na2CO3