skripsi penyelesaian kredit macet pada … pengantar... · maka perusahaan perbankan dianggap...
TRANSCRIPT
SKRIPSI
PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA KSU.TUMBUH
KEMBANG, PEMOGAN-DENPASAR SELATAN
GDE DIANTA YUDI PRATAMA
NIM. 1116051107
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
SKRIPSI
PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA KSU.TUMBUH
KEMBANG, PEMOGAN-DENPASAR SELATAN
GDE DIANTA YUDI PRATAMA
NIM. 1116051107
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
iii
SKRIPSI
PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA KSU.TUMBUH
KEMBANG, PEMOGAN-DENPASAR SELATAN
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana
GDE DIANTA YUDI PRATAMA
NIM. 1116051107
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
vii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat, rahmat dan karunia NYA, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan judul “Penyelesaian Kredit Macet Pada KSU.Tumbuh Kembang-
Denpasar Selatan”. Skripsi ini disusun dalam rangka untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Pembuatan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis tidak lupa untuk
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang
telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini baik berupa bimbingan,
arahan, saran dan dukungan teknis maupun moril. Pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH.,MH., Dekan Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
2. Bapak I Ketut Sudiarta, SH.,MH., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, SH.,MH., Pembantu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
4. Bapak I Wayan Suardana, SH.,MH., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
5. Bapak Anak Agung Gede Oka Parwata, SH.,M.Si., Ketua Program Ekstensi
Fakultas Hukum Universitas Udayana.
viii
6. Bapak Anak Agung Ketut Sukranatha, SH.,MH., Sekretaris Program
Ekstensi Fakultas Hukum Universitas Udayana.
7. Bapak Dr. I Ketut Westra, SH.,MH., Pembimbing I yang memberikan
bimbingan serta arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
8. Ibu Ni Putu Purwanti, SH.,MH., Pembimbing II yang telah membimbing
serta memberikan semangat, arahan dan pengetahuan tambahan dalam
penulisan skripsi ini.
9. Bapak I Nyoman Bagiastra, SH.,MH., Pembimbing Akademik yang penuh
tanggung jawab dalam membimbing saya selama menempuh perkuliahan di
Fakultas Hukum Universitas Udayana.
10. Bapak/Ibu dosen pengajar di Fakultas Hukum Universitas Udayana yang
telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama mengikuti perkuliahan.
11. Kedua orang tua saya Bapak Ketut Yudiasa dan Ibu Ni Luh Sri, beserta adik
saya Kadek Diah Dianti Anggawulan, Komang Krisna Yudi Darmawan, dan
keluarga besar saya yang terus memberikan dukungan dan doa dalam
menyelesaikan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
12. Orang tercinta penulis, Made Dwi Arianti yang selalu memberikan
semangat, dukungan dan doa dalam menyelesaikan kuliah di Fakultas
Hukum Universitas Udayana.
13. Kawan saya Ida Bagus Indra Mahardika, Topan Bayu Sakti, Adyt Dimas,
Janar Hariwangsa, Sitta Bulandari, Awan Arnawa, Nofa Cahya, Alit Mertha,
Mahendra Prama, Virga Nanta, Sutana dan kerabat saya lainnya yang tidak
ix
bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, semangat dan
doa selama penulisan skripsi ini.
14. Teman-teman angkatan 2011 Fakultas Hukum Universitas Udayana yang
sama-sama saling memberikan semangat dan bantuan selama penulisan
skripsi ini.
Semoga segala kebaikan bantuan serta arahan dari Bapak/Ibu, kawan-
kawan dan saudara sekalian mendapatkan pahala dari Tuhan Yang Maha Esa.
Akhir kata, apabila ada kekurangan di dalam skripsi ini mohon dimaafkan dan
besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Denpasar, 30 Desember 2015
Gde Dianta Yudi Pratama
NIM. 1116051107
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN .......................................................................... i
HALAMAN SAMPUL DALAM ........................................................................ ii
HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA ............................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ............................. iv
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ........................... v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................. vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... x
ABSTRAK ......................................................................................................... xiii
ABSTRACT ....................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................. 6
1.3. Ruang Lingkup Masalah ......................................................................................... 6
1.4. Orisinalitas Penelitian ............................................................................................. 7
1.5. Tujuan Penulisan ................................................................................................... 9
1.5.1. Tujuan umum .......................................................................................... 9
1.5.2. Tujuan khusus ......................................................................................... 9
1.6. Manfaat Penulisan .................................................................................................. 9
1.6.1. Manfaat teoritis ..................................................................................... 9
1.6.2. Manfaat praktis .................................................................................... 10
1.7. Landasan Teoritis ................................................................................................ 10
1.8. Metode Penelitian ............................................................................................... 19
xi
1.8.1. Jenis penelitian ...................................................................................... 19
1.8.2. Jenis Pendekatan .................................................................................... 20
1.8.3. Sumber Data ......................................................................................... 20
1.8.4. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 21
1.8.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 22
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI
2.1. Pengertian Perjanjian Kredit ............................................................................... 25
2.2. Syarat Sahnya Perjanjian dan Berakhirnya Perjanian Kredit .............................. 26
2.3. Fungsi Perjanjian Kredit ....................................................................................... 32
2.4. Pengertian Tentang Koperasi ............................................................................... 32
2.5. Pengaturan Koperasi ............................................................................................ 37
BAB III FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KREDIT MACET PADA
KSU. TUMBUH KEMBANG, PEMOGAN-DENPASAR
3.1. Kriteria Kredit Macet .......................................................................................... 39
3.2. Jaminan Kredit ...................................................................................................... 43
3.3. Faktor Penyebab Kredit Macet Pada KSU Tumbung Kembang, Pemogan-
Denpasar Selatan ................................................................................................. 47
BAB IV UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA
KSU.TUMBUH KEMBANG, PEMOGAN-DENPASAR
SELATAN
4.1. Penyelesaian Sengketa Secara Litigasi ................................................................. 53
4.2. Penyelesaian Sengketa Secara Non Litigasi ........................................................ 54
4.3. Penyelesaian Kredit Macet Pada KSU.Tumbuh Kembang Pemogan-Denpasar
Selatan ................................................................................................................... 57
xii
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan .......................................................................................................... 63
5.2. Saran ..................................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
ABSTRAK
PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA KSU.TUMBUH KEMBANG,
PEMOGAN-DENPASAR SELATAN
Kredit macet sering terjadi dalam suatu perjanjian kredit, dimana
merupakan suatu keadaan ketidak mampuan pihak debitur untuk membayar
suatu kewajiban yang telah disepakati bersama oleh pihak kreditur sehingga
kerugian pada pihak kreditur seperti yang terjadi pada KSU.Tumbuh
Kembang,Pemogan-Denpasar Selatan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui dan memahami faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya
kredit macet serta upaya penyelesaian kredit macet yang terjadi pada KSU
Tumbuh Kembang, Pemogan-Denpasar Selatan. Metode yang digunakan
dalam penulisan ini adalah metode empiris yang menggunakan pendekatan dari
aspek yang timbul dilapangan, yang memiliki sifat hukum yang nyata/sesuai
dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.
Dari penelitian ini dapat menghasilkan faktor eksternal yang menjadi
penyebab kredit macet adalah debitur mengalami hambatan/kesulitan dalam
kebutuhan ekonomi karena adanya suatu hal/ musibah sehingga menyebabkan
terlambatnya pembayaran dalam melunasi angsuran. Sedangkan faktor internal
adalah lemahnya informasi dan pengawasan dalam perputaran kredit sehingga
menyebabkan pengawasan menjadi tidak maksimal. Dan upaya yang dilakukan
dalam penyelesaian kredit macet di KSU.Tumbuh Kembang adalah melalui
penyelesaian diluar pengadilan/non litigasi.
Kata kunci: Kredit, Perjanjian Kredit, Koperasi, Kredit Macet.
xiv
ABSTRACT
THE RESOLUTION OF BAD DEBTS AT KSU.TUMBUH KEMBANG,
PEMOGAN-SOUTH OF DENPASAR
Bad credit often occurs in a credit agreement, which is a State party to
the inability of the debtor to pay an obligation that has been mutually agreed
by the lender so that losses on the part of the lender as happened at KSU.
Tumbuh Kembang, Pemogan-South Of Denpasar. As for the purpose of this
research is to know and understand what factors being the cause of the
occurrence of bad credit and bad credit settlement attempts that occur in KSU.
Tumbuh Kembang, Pemogan-South of Denpasar. The methods used in the
writing of this is empirical method that uses an approach from the aspect
arising in field, which has the nature of a real legal/compliance with the reality
of life in the community.
From this research can generate external factors which are the cause
of bad credit is a debtor experiencing barriers/difficulties in economic needs
due to an accident causing belated/payment in pay off in installments. While
the internal factor is the weak information and oversight in causing the credit
turnaround supervision be not maximum. And the efforts made in the
settlement of bad debts at KSU. Tumbuh Kembang is through a settlement
outside the Court/non litigation.
Keywords: Credit, The Credit Agreement, Cooperative, Bad Debts
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan perekonomian di era globalisasi semakin meningkat,
dengan banyaknya perputaran roda keuangan yang sekarang menjadi
kebutuhan untuk memenuhi kehidupan setiap manusia. Semakin
bertambahnya penduduk akan membuat manusia untuk semakin berjuang
mendapatkan uang hasil kerja kerasnya. Namun, apabila hasil kerja keras
masih dianggap belum mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka,
maka perusahaan perbankan dianggap sebagai perusahaan yang bisa
membantu untuk memberikan fasilitas pinjaman/kredit kepada masyarakat
demi memenuhi kelangsungan hidup yang dianggap kurang.
Menurut pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dcngan itu, berdasarkan atas kesepakatan pinjam meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang
memiliki kemampuan untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara
pemberi utang (kreditur) di satu pihak dan penerima pinjaman (debitur) dilain
2
pihak.1 Setelah perjanjian tersebut disepakati, maka lahirlah kewajiban pada
diri kreditur, yaitu untuk menyerahkan uang yang diperjanjikan kepada
debitur, dengan hak untuk menerima kembali uang itu dari debitur pada
waktunya, disertai dengan bunga yang disepakati oleh para pihak pada saat
perjanjian pemberian kredit tersebut disetujui oleh para pihak. Hak dan
kewajiban debitur adalah bertimbal balik dengan hak dan kewajiban kreditur.
Lembaga keuangan mempunyai peran sebagai penyalur kredit kepada
masyarakat. Selain bank, lembaga keuangan yang juga memiliki peran dalam
pemberian fasilitas kredit adalah koperasi. Koperasi merupakan bentuk badan
usaha yang memiliki status sebagai badan hukum setelah akta pendiriannya
disahkan oleh pemerintah, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam
ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.
Pengertian koperasi menurut Undang-Undang No.25 Tahun 1992
adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum
koperasi dengan berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas
kekeluargaan. Pada pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
menyebutkan perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan atas asas kekeluargaan dan koperasi adalah bangunan usaha yang
1 Djoni S.Gazali, 2010, Pengertian dan Dasar Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta,
hal.4
3
sesuai dengan susunan perekonomian yang dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar 1945.
Selain menjadi lembaga keuangan yang bertujuan untuk memberikan
kredit dan jasa-jasa keuangan lainnya, peran koperasi sangatlah penting
dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat serta
dalam mewujudkan kehidupan ekonomi yang demokratis, kekeluargaan, dan
keterbukaan.2 Oleh karena itu, bangsa Indonesia dianggap telah melakukan
pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional, yaitu mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur secara materiil dan spiritual berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Koperasi dianggap juga menjadi
urat nadi dalam perekonomian Indonesia, maka koperasi selalu bertindak
cenderung untuk melindungi mereka masyarakat yang ekonominya lemah
yang menjadi anggota koperasinya. Secara umum koperasi dipahami sebagai
perkumpulan orang yang secara sukarela mempersatukan diri untuk
memperjungkan peningkatan kesejahteraaan ekonomi mereka pada suatu
perusahaan yang demokratis.
Semakin berkembangnya kegiatan koperasi dapat dilihat dari jumlah
anggota koperasi tersebut dan seberapa banyak perputaran uang yang sudah
memfasilitasi anggotanya tersebut. Sehingga sudah sepantasnya koperasi
yang berkembang harus selalu meningkatkan kemampuannya dalam
mentransformasikan diri sesuai dengan perubahan-perubahan yang terjadi di
2 Raharja Handikusuma, 2000, Hukum Koperasi Indonesia, PT.Raja Grafindo, Jakarta,
hal.8
4
dunia perbankan. Sudah banyak contoh koperasi yang gagal dan akhirnya
mengalami penutupan karena pengelolaan yang tidak professional. Hal ini
kebanyakan disebabkan karena kelalaian dari dalam koperasi, kurangnya
anggota yang bergabung dengan koperasi tersebut dan tidak seimbangnya
antara pengeluaran kredit dan pemasukan dana berupa tabungan maupun
pembayaran kredit tersebut.3
Dewasa ini koperasi terus mengembangkan sayap di bidang usahanya
untuk mengikuti perkembangan kebutuhan manusia yang tak terbatas. Salah
satu bidang usaha koperasi yang dirasakan kian hari semakin dibutuhkan
masyarakat adalah masalah simpan pinjam. Sama halnya dengan Koperasi
Serba Usaha atau sering disingkat KSU Tumbuh Kembang, yang kini sedang
gencar-gencarnya menambahkan anggota untuk menjadi nasabahnya juga
melakukan kegiatan dalam bidang simpan pinjam.
Dalam kinerjanya, KSU.Tumbuh Kembang bekerja keras untuk
meningkatkan kesejahteraan anggotanya dengan cara memberikan fasilitas
pinjaman demi menjembati kebutuhan hidup anggotanya. Sebagian besar,
tujuan utama koperasi ini adalah sebagai sarana penyalur pinjaman/kredit
bagi anggota yang diprioritaskan dan orang-orang secara umumnya.
Menurut Depkop.go.id dalam Standar Operating Procedur (SOP) KSP
tahun 2004, prosedur pemberian kredit koperasi untuk anggota/calon anggota
diawali dengan mengajukan permohonan pinjaman, dengan memberi
3 Balipost, tanggal 10 Maret 2015, tentang Rencana Penertiban Sejumlah Koperasi di
Denpasar, hal.2
5
persyaratan menyerahkan identitas berupa KTP/SIM kepada bagian
administrasi. Setelah itu bagian administrasi akan memeriksa kelengkapan
prosedur tersebut dan memproses jumlah pinjaman anggota/calon anggota.
Dengan kata lain, dipermudahkannya pemberian fasilitas kredit di koperasi
diharapkan untuk bisa membantu mensejahterakan perekonomian masyarakat
pada umumnya.4
Namun kenyataannya, semakin mudahnya pemberian jasa kredit
kepada masyarakat, cenderung menjadi permasalahan yang serius dalam
pembayaran kredit tersebut. Permasalahan akan terlihat pada pembayaran
angsuran bulan-bulan berikutnya, karena kewajiban yang harus dibayar tidak
sesuai dengan wajib pokok yang tertera pada angsuran tersebut. KSU.
Tumbuh Kembang sudah mengutamakan prinsip kehati-hatian, karena
bagaimanapun juga setiap kredit yang diberikan oleh lembaga keuangan pada
umumnya seperti bank maupun koperasi jika tidak memperhatikan prinsip
kehati-hatian akan menyebabkan resiko kredit macet dan kegagalan.5
Meskipun telah memperhatikan dengan baik dan sungguh-sungguh
persyaratannya dan juga di dasarkan pada prinsip kepercayaan dan
kekeluargaan, dalam kenyataannya masih terjadi ketidak lancaran dalam
pelunasan kredit hingga berbulan-bulan sampai menyentuh hitungan tahun,
sehingga diperlukan penyelesaian untuk memecahkan masalah ini.
4 http://www.depkop.go.id tentang Pedoman Standar Operasional Koperasi Simpan
Pinjam dan Unit Koperasi Simpan Pinjam
5 Djoni S.Gazali, Op.Cit, hal.485
6
Untuk mengetahui mengusut tuntas tentang permasalahan dan
bagaimana penyelesaian kredit macet, maka penulis memiliki ketertarikan
untuk mengangkatnya persoalan ini sebagai skripsi yang berjudul
PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA KSU.TUMBUH
KEMBANG, PEMOGAN – DENPASAR SELATAN.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas dapat ditarik
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya kredit macet di
KSU.Tumbuh Kembang, Pemogan-Denpasar Selatan?
2. Bagaimana upaya penyelesaian kredit macet pada KSU.Tumbuh
Kembang, Pemogan – Denpasar Selatan?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dalam penulisan ilmiah diperlukan ketentuan secara tegas mengenai
batasan materi yang akan diuraikan. Hal ini perlu dilakukan agar materi atau isi
uraian tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan sehingga
pembahasaannya dapat terarah dan diuraikan secara sistematis. Adapun ruang
lingkup permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
7
Lingkup pembahasan permasalahan yang pertama yaitu Faktor-faktor apa
yang menyebabkan terjadinya kredit macet di KSU.Tumbuh Kembang, Pemogan-
Denpasar Selatan, sedangkan ruang lingkup masalah yang kedua membahas upaya
dalam penyeiesaian kredit macet pada KSU.Tumbuh Kembang, Pemogan –
Denpasar Selatan.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Dalam penulisan ini, penulis menampilkan beberapa judul penelitian atau
disertasi terdahulu sebagai pembanding untuk menunjukan orisinalitas dari
penelitian yang tengah dibuat. Adapun dalam penelitian kali ini peneliti akan
menampilkan 2 skripsi terdahulu yang pembahasannya berkaitan dengan dimana
hal itu dimaksudkan sebagai referensi penulisan dan untuk menghindari terjadinya
plagiasi serta menyatakan bahwa tulisan ini memang hasil karya dan pemikiran
penulis sendiri, adapun skripsi yang penulis maksud adalah:
Tabel 1.1 Daftar Penelitian Sejenis
No Judul Penulis Rumusan Masalah
1 Penyelesaian Kredit
Macet Oleh Lembaga
Perbankan Dengan
Objek Jaminan Hak
Tanggungan
Ervira Komalasari 1. Apakah yang dijadikan
prinsip dasar oleh bank
dalam pemberian kredit
dengan jaminan hak
tanggungan?
2. Bagaimana upaya bank
dalam menangani kredit
macet yang berobjek
jaminan hak
8
tanggungan?
2 Penyelesaian Kredit
Macet Pada
Perjanjian
Pembiayaan
Konsumen Dengan
Jaminan Fidusia di
PT.Summit Oto
Finance, Gianyar
Bali
Ahmad Ludvi 1. Bagaimana prosedur
pemberian kredit pada
konsumen dengan
jaminan fidusia di
PT.Summit Oto
Finance, Gianyar Bali?
2. Bagaimana
penyelesaian kredit
macet pada perjanjian
pembiayaan konsumen
dengan jaminan fidusia
di PT.Summit Oto
Finance, Gianyar Bali?
Tabel 1.2 Daftar Penelitian Penulis
No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah
1 Penyelesaian Kredit Macet Pada
KSU.Tumbuh Kembang,
Pemogan-Denpasar
Gde Dianta Yudi
Pratama, Fakultas
Hukum
Universitas
Udayana, Tahun
2015
1. Faktor-Faktor
apa yang
menyebabkan
terjadinya kredit
macet di
KSU.Tumbuh
Kembang,
Pemogan-
9
Denpasar?
2. Bagimana
upaya
penyelesaian
kredit macet pada
KSU.Tumbuh
Kembang,
Pemogan-
Denpasar Selatan?
1.5 Tujuan Penulisan
1.5.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui permasalahan yang sering terjadi di dunia
perkoperasian, dimana kredit macet sering menjadi penyebab bankrutnya
suatu usaha perbankan sehingga diperlukan adanya penyelesaian secara
hukum yang merujuk pada bidang keperdataan.
1.5.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kredit macet pada
KSU.Tumbuh Kembang, Pemogan-Denpasar Selatan.
2. Untuk mengetahui upaya-upaya penyelesaian kredit macet pada
KSU.Tumbuh Kembang, Pemogan-Denpasar Selatan.
1.6 Manfaat Penulisan
1.6.1 Manfaat Teoritis
10
Sebagai sumbangan dalam ruang pemikiran untuk pengembangan
pengetahuan ilmu hukum di bidang hukum bisnis, terutama mengenai
faktor penyebab kredit macet dan penyelesaiaanya di Koperasi Tumbuh
Kembang.
1.6.2 Manfaat Praktis
Diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak yang akan melakukan
kegiatan berbasis perbankan, yang nantinya bisa memberi bahan
pertimbangan dalam mengeluarkan kredit dan menjadi gambaran dalam
penyelesaian kredit macet.
1.7 Landasan Teoritis
1.7.1 Perjanjian
Istilah “perjanjian” atau “kontrak” memiliki pengertian yang sama
dalam konteks hukum nasional. Unsur-unsur yang terkandung dalam suatu
perjanjian/kontrak yaitu pihak-pihak yang kompeten, pokok yang
disetujui, pertimbangan hukum, perjanjian timbal balik beserta hak dan
kewajibannya. Syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian
adalah mereka sepakat untuk mengikat dirinya, kecakapan untuk membuat
suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.6
Menurut Subekti, perjanjian/kontrak adalah suatu peristiwa dimana
seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling
6 Daruz Badrulzaman, 2001, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.25
11
berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dalam pasal 1313 KUHPerdata
meyebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih.
Dalam ilmu hukum, terdapat asas-asas yang mengatur tentang
suatu perjanjian/kontrak yaitu:7
1. Asas kontrak sebagai hukum yang mengatur
Hukum mengatur adalah peraturan-peraturan hukum yang berlaku
bagi subyek hukum, misalnya para pihak dalam suatu kontrak.
Namun peraturan tersebut bisa diatur/disampingi oleh para pihak.
Pada prinsipnya hukum kontrak dikategorikan sebagai hukum
mengatur, yakni sebagian besar (meskipun tidak keseluruhan) dari
hukum kontrak tersebut dapat disampingi oleh para pidak dengan
mengaturnya sendiri.
2. Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang mengajaran
bahwa para pihak dalam suatu kontrak pada prinsipnya bebas
untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga
kebebasannya mengatur isi sendiri kontrak tersebut.
3. Asas pacta sunt servanda
“Pacta sunt servanda” berati “janji itu mengikat” yang berarti
bahwa suatu kontrak yang dibuat secara sah oleh para pihak
7 Handri Raharjo, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Jakarta, hal.38
12
mengikat para pihak tersebut secara penuh sesuai isi kontrak
tersebut.
1.7.2 Kredit
Kredit berasal dari bahasa latin yaitu “credere” yang berati
kepercayaan atau “credo” yang berati saya percaya ( Firdaus dan Ariyanti,
2009:1). Menurut Mac.Leod, kredit merupakan suatu reputasi yang
dimiliki seseorang yang memungkinkan ia bisa memperoleh uang, barang-
barang atau tenaga kerja, dengan jalan menukarkannya dengan suatu
perjanjian untuk membayarnya disuatu waktu yang akan datang.
Kreditur atau pihak yang memberikan kredit dalam hubungan
perkreditan dengan debitur (nasabah penerima kredit) mempunyai
kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang
telah disetujui bersama dapat mengembalikan kredit yang bersangkutan.8
Pengertian kredit pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,
kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga.
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1992 tentang
Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
8 Hermansyah, 2007, Hukum Perbankan Nasional, Kencana, Jakarta, hal.60
13
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.
Tujuan dari kredit tersebut berupa untuk memenuhi kebutuhan
hidup yang beraneka ragam sesuai dengan harkatnya, selalu meningkat.
Sedangkan kemampuan manusia memiliki batasan tertentu, sehingga
membuat seseorang untuk berusaha memperoleh bantuan permodalan
untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang itu sendiri. Fungi kredit
secara garis besar adalah pemenuhan jasa untuk melayani kebutuhan
masyarakat dalam rangka mendorong dan melancarkan perdagangan,
produksi, jasa-jasa, demi meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.9
1.7.3 Syarat kredit
Dalam pemberian kredit, pada umumnya dalam dunia perbankan,
tentunya bank mempertimbangkan beberapa hal untuk memperkecil resiko
yang tidak diinginkan, seperti tidak kembalinya uang. Pemberian kredit
oleh lembaga keuangan harus berpegangan pada prinsip yaitu:10
1. Prinsip kepercayaan.
2. Prinsip Kehati-hatian.
3. Prinsip 5C (Character (watak), Capacity (kemampuan), Capital
(modal), Caollateral (angunan) dan Condition of economic
(prospek usaha debitur)).
9 Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung,
hal.6
10 Sutarno, 2009, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, hal.93
14
4. Prinsip 3R (Returns (Hasil yang Diperoleh), Repayment
(Pembayaran Kembali), Risk Bearing Ability (Kemampuan
Menganggung Risiko)).
1.7.5 Kredit Macet
Menurut Gatot Supramono, kredit macet adalah suatu keadaan di
mana seorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat
pada waktunya, hal ini dapat berupa:11
1. Nasabah sama sekali tidak dapat membayar angsuran kredit beserta
bunganya.
2. Nasabah membayar sebagian angsuran kredit beserta bunganya.
3. Nasabah membayar lunas kredit beserta bunganya setelah jangka
waktu yang diperjanjikan berakhir.
Kredit macet adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan
akibat adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di
luar kemampuan debitur. Kredit dianggap macet apabila setelah jangka
waktu 21 (dua puluh satu) bulan semenjak masa pengelolaan kredit
diragukan, belum terjadi pelunasan atau usaha penyelamatan kredit dan
terdapat tunggakan angsuran pokok/bunga yang telah melampaui 270 hari.
Salah satu pakar sarjana yaitu menurut Kasmir, adanya kemacetan
dalam suatu fasilitas kredit disebabkan oleh 2 faktor yaitu:
1. Dari pihak perbankan
11 Gatot Supramono, 2009, Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu Tinjauan di Bidang
Yuridis, Rineka Cipta, Jakarta, hal 32
15
Dalam hal ini analisis kredit kurang teliti baik mengecek kebenaran
dan keaslian dokumen maupun salah dalam melakukan
perhitungan rasio-rasio yang ada.
2. Dari pihak nasabah
- Adanya unsur kesengajaan, dimana nasabah sengaja tidak mau
membayar kewajibannya kepada bank sehingga kredit yang
diberikandengan sendirinya macet.
- Adanya unsur tidak sengaja, dimana nasabah memiliki
kemauan untuk membayar tetapi tidak mampu karena terkena
musibah/bencana.
Untuk menyelesaikan kredit bermasalah atau non-performing loan
itu dapat ditempuh dua cara atau strategi yaitu penyelamatan kredit dan
penyelesaian kredit. Yang dimaksud dengan penyelamatan kredit adalah
suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan
kembali antara bank sebagai kreditor dan nasabah peminjam sebagai
debitor, sedangkan penyelesaian kredit adalah suatu langkah penyelesaian
kredit bermasalah melalui lembaga hukum.
Tindakan bank dalam usaha menyelamatkan dan menyelesaikan
kredit macet akan sangat bergantung pada kondisi kredit yang bermasalah
apabila macet itu sendiri. Untuk menyelamatkan dan menyelesaikan kredit
macet ada dua strategi yang ditempuh:12
12
Gatot Suparmono, Op.Cit, hal.112
16
1. Penyelesaian kredit bermasalah melalui jalur non litigasi
Penyelesaian melalui jalur ini dilakukan melalui perundingan kembali
antara Kreditor dan debitor dengan memperingan syarat-syarat dalam
perjanjian kredit. Jadi dalam tahap penyelamatan kredit ini belum
memanfaatkan lembaga hukum karena debitor masih kooperatif dan dari
prospek usahanya masih fleksible.
2. Penyelesaian kredit bermasalah melalui jalur litigasi
– mengajukan gugatan ke pengadilan negeri
– eksekusi jaminan kredit
1.7.6 Teori hukum
1. Teori perjanjian
Menurut Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian adalah suatu
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat
untuk menimbulkan akibat hukum. Teori ini tidak hanya melibatkan
perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat dari perbuatan-
perbuatan sebelumnya/mendahuluinya.13
2. Teori Tanggung Jawab
Menurut Atmadja, pertanggung jawaban adalah suatu kebebasan
bertindak untuk melaksanakan tugas yang dibebankan, tetapi pada
akhirnya tidak dapat melepaskan diri dari resultante kebebasan
bertindak, berupa penuntutan secara layak apa yang diwajibkan
13
Salim, 2002, Pengantar Hukum Perdata Tertulis, Sinar Grafika, Jakarta, hal.161
17
kepadanya.14
Bentuk-bentuk pertanggungjawaban hukum dibagi
menjadi 2 yaitu:
- Pertanggung jawaban pidana/criminal responbility yang
dimaksudkan adalah untuk menentukan apakah seseorang
tersebut dapat dipertanggungjawabkan atasnya pidana/tidak
terhadap tindakan yang dilakukannya itu. Dalam hal
kemampuan pertanggung jawaban, keadaan jiwa manusia
haruslah dikatakan normal, apabila tidak normal maka
hukum tidak dapat diberlakukan.15
– Pertanggung jawaban perdata yang dimaksud adalah
apabila seseorang dirugikan karena perbuatan orang lain,
sedangkan diantara mereka tidak terdapat suatu perjanjian
(hubungan hukum perjanjian). Maka berdasarkan undang-
undang akan timbul hubungan hukum antara orang tersebut
yang menimbulkan kerugian itu.16
Hal tersebut diatur dalam
pasal 1365 KUHPer bahwa “tiap perbuatan melanggar
hukum yang membawa kerugian pada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
14
Sutarto, Encylopedia Administrasi, MCMLXXVII, Jakarta, hal.291
15 Martiman Prodjohamidjojo, 1997, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia,
PT.Pradnya Paramita, Jakarta, hal.31
16 Munir Fuady, 2002, Perbuatan Melawan Hukum, Citra Adiya Bakti, Bandung, hal.3
18
3. Teori Penyelesaian Sengketa
Secara teoritis penyelesaian sengketa dapat dibagi menjadi 2 cara yaitu
litigasi dan non litigasi.
Penyelesaian sengketa secara litigasi adalah suatu penyelesaian
sengketa yang dilakukan melalui pengadilan, dimana penyelesaian ini
harus mengikuti persayaratan-persyaratan dan prosedur formal di
pengadilan dan sebagai akibatnya jangka waktu untuk menyelesaikan
sengketa lebih lama (Jimmy Joses Sembiring, 2011:9-10).
Penyelesaian sengketa secara non litigasi adalah penyelesaian
sengketa diluar pengadilan. Di Indonesia terdapat beberapa cara alternative
penyelesaian sengketa, yaitu:17
1.Negosiasi
Menurut M.Marwan dan Jimmy P, negosiasi adalah proses tawar
menawar dengan jalan berunding antara para pihak yang bersengketa
untuk mencapai kesepakatan bersama.
2.Mediasi
Suatu proses penyelesaian sengketa secara damai yang melibatkan
bantuan pihak ketiga untuk memberikan solusi yang dapat diterima
oleh pihak-pihak yang bersengketa.
3.Konsiliasi
17
Munir Fuady. 2003, Arbitrase Nasional (Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis),
Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.12
19
Usaha untuk mempertemukan keinginan dari pihak-pihak yang
bersengketa agar mencapai kesepakatan guna menyelesaikan sengketa
dengan kekeluargaan.
4.Arbitrase
Salah satu bentuk penyelesaian sengketa diluar pengadilan, dimana
para pihak yang bersengketa mengangkat pihak ketiga sebagai wasit
(arbiter) untuk menyelesaikan sengketa mereka.
1.8 Metode Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini adalah jenis penelitian secara ilmiah
artinya suatu metode yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa
gejala dengan menganalisa pemeriksaan atas masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh fakta tersebut. Suatu penelitian yang dipandang sebagai
metode ilmiah yang menimbulkan suatu konsekuensi, yakni kebenaran
ilmiah yang dilakukan dengan menggunakan suatu pedoman atau petunjuk
yang dilakukan secara sistematis.18
Dalam rangka memperoleh, kemudian mengumpulkan serta
menganalisa setiap bahan hukum yang bersifat ilmiah, tentunya
dibutuhkan suatu metode dengan tujuan agar suatu karya tulis ilmiah
mempunyai susunan yang sistematis, terarah dan konsisten.19
Adapun
metode penelitian ini adalah sebagai berikut:
18
Bambang Sunggono, 1996, Metodelogi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hal.90
19 Amirudin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
hal.110
20
1.8.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian
empiris, yaitu penelitian hukum yang menggunakan pendekatan dari aspek
yang timbul di lapangan, yang memiliki sifat hukum yang nyata atau
sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat, dimana sumber
yang akan diperoleh berasal observasi atau percobaan.
1.8.2 Jenis Pendekatan
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Pendekatan Kasus (The Case Approach)
2. Pendekatan Fakta (The Fact Approach)
3. Pendekatan Perundang-Undangan (The Statute Approach)
4. Pendekatan Analisa Konsep Hukum (Analitical & Conceptual Approach)
Pendekatan kasus, dimana kasus ini menjadi suatu permasalahan yang
banyak dihadapi oleh lembaga keuangan pada umumnya. Dilanjutkan dengan
pendekatan fakta, dimana suatu analisa akan langsung dilakukan didalam
ruang lingkup kasus ini yaitu di KSU.Tumbuh Kembang, Denpasar. Disertai
dengan pendekatan perundang-undangan, untuk menelah semua undang-
undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang
ditangani dan pendekatan analisis konsep hukum, dimana penulis akan
mengidentifikasi/menetapkan konsep tertentu dalam hukum, yang dilakukan
dengan cara memahami, menerima, dan menangkap konsep tersebut untuk
dibahas.
1.8.3 Sumber Data
21
Dalam penelitian ini, bahan hukum yang dipergunakan adalah data
primer dan sekunder.20
1. Data primer yang dimaksud dalam penulisan ini adalah suatu
sumber/bahan hukum yang dapat diperoleh secara langsung dari
masyarakat. Data yang didapat dari masyarakat sering disebut data
lapangan. Berdasarkan kasus ini, sumber data lapangan dapat
diperoleh langsung dari staf informan pada KSU.Tumbuh
Kembang, Pemogan-Denpasar Selatan.
2. Data sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini berupa
literature maupun bahan-bahan pustaka. Bahan tersebut berupa:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian
1.8.4 Teknik pengumpuian data
Dalam penulisan skripsi ini, teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah melalui data lapangan berupa teknik wawancara
berupa tanya jawab dengan staf informan yang menyangkut masalah
20
Zainudin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal.28
22
penelitian di KSU. Tumbuh Kembang, Pemogan-Denpasar Selatan.
Sedangkan dalam memperoleh data kepustakaan, digunakan teknik
membaca, mencatat, dan mengutip dari literatur-literatur yang ada
kaitannya dengan masalah tersebut.
1.8.5 Teknik Penentuan Sampel Penulisan
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penulisan
ini adalah Teknik Non Probability Sampling. Dalam hal ini tidak ada
ketentuan yang pasti berapa sampel yang harus diambil agar dapat
dianggap mewakili populasinya. Hasil penelitian yang menggunakan
teknik Non Probability Sampling tidak dapat digunakan untuk
membuat generalisasi tentang populasinya, karena tidak semua elemen
dalam populasi mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi
sampel.
1.8.6 Teknik pengolahan dan analisis data
Data hukum yang diperoleh baik dari lapangan maupun bahan
hukum sekunder merupakan data kualitatif, kemudian diolah dan
dianalisis secara deskriptif sesuai dengan permasalahan yang dibahas.
Sehingga tulisan ini bersifat deskritif analisis yaitu suatu metode
penelitian yang menjabarkan/mendeskripsikan bahan-bahan hukum
yang diperoleh dan menuangkannya kedalam suatu bentuk karya
ilmiah.
23
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI
2.1 Pengertian Perjanjian Kredit
Pasal 1313 KUHPerdata mengawali ketentuan yang diatur
dalam Bab Kedua Buku III KUH Perdata, dibawah judul “Tentang
Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian”,
dengan menyatakan bahwa “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih”.
Dari peristiwa ini, timbulah suatu hubungan antara dua orang
tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu
perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya,
perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung
janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.1 Ketenruan
dalam pasal 1313 KUH Perdata menjelaskan untuk terjadinya suatu
perjanjian setidaknya harus ada dua pihak sebagai subyek hukum,
dimana masing-masing pihak sepakat untuk mengikat dirinya dalam
suatu hal tertentu yang berupa suatu perbuatan yang nyata, baik dalam
bentuk ucapan, maupun tindakan secara fisik dan tidak hanya dalam
bentuk pikiran semata-mata.2
1 Prof. R. Subekti, 1987, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bhakti, Jakarta, h.6
2 Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, 2014, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.8
24
Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (principal yang
bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan
adalah assessor-nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan
bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjanjinya
perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada
nasabah debitur.3
Salah satu dasar yang cukup jelas bagi lembaga keuangan
mengenai keharusan adanya suatu perjanjian kredit adalah bunyi Pasal
1 ayat (12) Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
dimana disebutkan bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan
atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain.
Perjanjian kredit perbankan pada umumnya menggunakan
bentuk perjanjian baku, dimana dalam perjanjian tersebut pihak
debitur hanya dalam posisi menerima/menolak tanpa ada
kemungkinan untuk melakukan negosiasi/tawar menawar.4
Dari pengertian diatas, dapat dikatakan perjanjian kredit adalah
suatu perjanjian yang dilakukan oleh pihak lembaga keuangan dengan
menyerahkan uang kepada pihak debitur sesuai dengan isi perjanjian
yang telah disepakati bersama.
2.2 Syarat Sahnya dan Berakhirnya Perjanjian Kredit
2.2.1 Syarat Sahnya Perjanjian Kredit
3 Hermansyah,SH.,M.Hum, 2009, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana,
Jakarta, hal.71 4 Ibid, h.72
25
Syarat sahnya perjanjian kredit dapat ditemukan dalam ketentuan
umum pada pasal 1320 KUHPerdata yang berbunyi:
“untuk sahnya perjanjian, diperlukan empat syarat:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu pokok persoalan tertntu;
4. Suatu sebab yang terlarang”.
Ke empat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum
yang berkembang, digolongkan menjadi unsur subyektif yaitu unsur
pokok yang menyangkut para pihak yang mengadakan perjanjian dan
unsur obyektif merupakan unsur pokok yang berhubungan langsung
dengan obyek perjanjian.5
Apabila syarat subyektif tidak memenuhi unsur sepakat untuk
mengikat diri oleh para pihak dan dianggap belum cakap dalam
membuat suatu perikatan maka dapat dibatalkan demi hukum.
Sedangkan syarat objektif apabila suatu perjanjian dalam prosesnya
menemukan suatu permasalahan dan unsur yang terlarang yang
menurut salah satu pihak maka suatu perjanjian dianggap batal demi
hukum.
Syarat subyektif adalah:
a. Kesepakatan
5 Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Op.cit, hal.91
26
Kesepakatan merupakan keadaan dimana terjadinya
kesepakatan secara bebas dintara para pihak yang
mengadakan/melangsungkan perjanjian. Dalam perjanjian,
kesepakatan merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih
pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki
untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan
harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan.
b. Kecakapan Untuk Bertindak
Adanya kecakapan untuk bertindak dalam hukum
merupakan syarat subyektif kedua terbentuknya perjanjian yang
sah di antara para pihak. Kecakapan bertindak ini dalam banyak
hal berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam
hukum.
Meskipun kedua hal tersebut secara principal berbeda,
namun dalam membahas masalah kecakapan bertindak yang
melahirkan suatu perjanjian yang sah, maka masalah kewenangan
untuk bertindak juga tidak dapat dilupakan.
Pasal 1330 KUHPerdata dinyatakan tidak cakap untuk
melaksanakan perbuatan hukum yakni sebagai berikut:
a. Orang yang belum dewasa;
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;
27
c. Orang-orang perempuan yang dalam hal-hal tertentu
ditetapkan oleh Undang-Undang telah dilarang untuk
membuat persetujuan-persetujuan tertentu.
Syarat obyektif adalah:
a. Suatu Hal tertentu dalam Perjanjian
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan
maksud hal tertentu, dengan memberikan rumusan dalam Pasal
1333 yang berbunyi sebagai berikut:
“Suatu perjanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang
yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah barang
itu tak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat
ditentukan atau dihitung”
b. Suatu Sebab yang Halal
Suatu sebab yang halal dimaksudkan yaitu apa yang
diperjanjikan itu harus bebas dari unsur-unsur yang dianggap
tidak benar bila dipandang menurut hukum, agama maupun
norma-norma lainnya. Sebab yang halal diatur dalam Pasal
1335 hingga Pasal 1337 KUHPerdata.
Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa “suatu perjanjian
tanpa sebab atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang
palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan”
Pasal 1336 KUHPerdata menyatakan bahwa “jika tidak
dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab yang tidak terlarang,
28
atau jika ada sebab lain selain daripada yang dinyatakan,
perjanjian itu adalah sah”
Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan bahwa “suatu sebab
adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau
apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban
umum”.
2.2.2 Berakhirnya Perjanjian Kredit
Dalam KUHPerdata telah diatur tentang hapusnya/berakhirnya
perikatan/perjanjian. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1381
KUHPerdata yaitu mengenai hapusnya perikatan. Dari sekian
penyebab hapusnya/berakhirnya perjanjian, dalam prakteknya lebih
disebabkan oleh:6
a. Pembayaran
Untuk kredit, pembayaran (lunas) ini merupakan
pemenuhan prestasi dari debitur, baik pembayaran hutang pokok,
bunga, denda, maupun biaya-biaya lainnya yang wajib dibayar
lunas oleh debitur. Pembayaran lunas ini, baik karena jatuh tempo
kreditnya atau karena diharuskan debitur melunasi kreditnya secara
seketika/sekaligus.
b. Penawaran pembayaran tunai
Pemenuhan prestasi dalam suatu perjanjian sepatutnya
dilaksanakan sesuai hal yang diperjanjikan termasuk waktu
6 H.R.Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT.Citra Aditya Bakti,
Bandung, hal.199
29
pemenuhannya, namun tidak jarang prestasi tersebut dapat
dipenuhi sebelum waktu yang diperjanjikan. Penawaran dan
penerimaan pemenuhan prestasi sebelum waktunya dapat menjadi
sebab berakhirnya perjanjian, misalnya perjanjian pinjam
meminjam yang pembayarannya dilakukan dengan cicilan, apabila
pihak yang berhutang dapat membayar semua jumlah pinjamannya
sebelum jatuh tempo, maka perjanjian dapat berakhir sebelum
waktunya.
c. Pembaruan utang (Novasi)
Novasi adalah pembaharuan hutang yang berupa dibuatnya
suatu perjanjian kredit yang baru untuk menggantikan perjanjian
kredit yang lama. Dengan demikian perjanjian kredit yang lama
telah berakhir, sedangkan yang berlaku bagi bank dan debitur
adalah perjanjian kredit yang baru.
d. Kompensasi
Menurut Pasal 1425 KUHPerdata Kompensasi adalah
penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling
memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur
dan debitur. Syarat terjadinya kompensasi adalah:
a. Kedua-keduanya berpokok pada sejumlah uang; atau
b. Berpokok pada jumlah barang yang dapat dihabiskan dari jenis
yang sama; atau
30
c. Kedua-duanya dapat ditetapkan dan ditagih seketika. Tujuan
utama kompensasi adalah:
a) Penyederhanaan pembayaran yang simpang siur antara pihak
kreditur dan debitur;
b) Dimungkinkan terjadi pembayaran sebagian.
e. Subrogasi
Subrogasi menurut Pasal 1400 KUHPerdata menyebutkan
sebagai penggantian hak-hak si berpiutang oleh seorang pihak
ketiga yang membayar kepada si berpiutang itu. Dapat dikatakan
subrogasi terjadi apabila ada penggantian hak-hak oleh seorang
pihak ketiga yang mengadakan pembayaran.
2.3 Fungsi Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit memiliki fungsi yang sangat penting dalam pemberian,
pengelolaan maupun penatalaksanaan kredit itu sendiri. Berikut beberapa
fungsi dari perjanjian kredit berupa:7
1. Perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok
2. Perjanjian kredit sebagai bukti mengenai batasan-batasan hak dan
kewajiban antara kreditur dan debitur.
3. Perjanjian kredit sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit
2.4 Tinjauan Umum Koperasi
2.3.1 Pengertian Koperasi
7 M.Yahya Harahap, 1992, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hal 28
31
Kata Koperasi, memang bukan berasal dari khasanah bahasa
Indonesia. Koperasi berasal dari bahasa Inggris “co-operatioan”,
“cooperative” atau bahasa Latin “coopere”. Dalam bahasa Belanda
“cooperatie”, “cooperatieve”, yang kurang lebih berarti bekerja
bersama-sama atau kerja sama atau yang bersifat kerja sama. Di
Indonesia dilafalkan menjadi koperasi.8
Berikut pengertian koperasi menurut para ahli:9
A.Chaniago memberi definisi koperasi sebagai perkumpulan
yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum yang memberi
kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota dengan bekerja sama
secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mensejahterakan
anggotanya. .
Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum Perkumpulan
Perseroan dan Koperasi Indonesia, mendefinisikan koperasi adalah
bersifat suatu kerjasama antara orang-orang yang termasuk golongan
kurang mampu, yang ingin bersamaan untuk meringankan beban
hidup atau beban kerja.
Mohammad Hatta dalam bukunya The Cooperative Movement
in Indonesia, mengemukakan bahwa koperasi adalah usaha bersama
untuk memperbaiki nasib kehidupan ekonomi berdasarkan tolong-
menolong.
8 www.smecda.com/Files/infosmecda/misc/Koperasi_Iskandar.pdf
9 Andjar Pachta W, Myra Rosana Bachtiar & Nadia Maulisa Benemay, 2005, Hukum
Koperasi Indonesia, Kencana Predana Media, Jakarta, hal.19
32
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992
tentang Perkoperasian memberikan definisi koperasi sebagai badan
usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi
dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas
kekeluargaan.
Dengan definisi diatas, dapat dikatakan koperasi adalah
perkumpulan orang perorangan secara sukarela yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan, aspirasi ekonomi, sosial dan budaya
bersama melalui perusahaan yang dimiliki bersama.
Koperasi di Indonesia memiliki tujuan untuk memajukan
kesejahteraan anggotanya pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional
dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur
yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta
berdasarkan atas asas kekeluargaan (Pasal 3 UU No.25 Tahun 1992).
2.3.3 Peran dan Fungsi Koperasi
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tetang
Perkoperasian, fungsi dan peran koperasi dijabarkan sebagai berikut:
a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan
ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya
untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
33
b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas
kehidupan manusia dan masyarakat.
c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan
ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai
sokogurunya.
d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian
nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
2.3.4 Prinsip Koperasi
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
mengemukaan, Koperasi melaksanakan prinsip koperasi sebagai
berikut:
a. Keanggotaan bersifat suka rela dan terbuka
Sifat kesukarelaan dalam keanggotaan koperasi
mengandung makna bahwa menjadi anggota koperasi tidak boleh
dipaksakan oleh siapapun. Sifat kesukarelaan juga mengandung
makna bahwa seorang anggota dapat mengundurkan diri dari
koperasinya sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam anggaran
dasar koperasi. Sedangkan sifat terbuka memiliki arti bahwa dalam
keanggotaan tidak dapat dilakukan pembatasan atau diskriminasi
dalam bentuk apapun.
b. Pengelolaan dilaksanakan secara demokratis
34
Prinsip demokrasi menunjukan bahwa pengelolaan koperasi
dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota. Para anggota
itulah yang memegang dan melaksanakan keputusan tertinggi
dalam koperasi.
c. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan
besarnya jasa usaha masing-masing anggota
Pembagian sisa hasil usaha kepada anggota dilakukan tidak
semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam
koperasi tetapi juga berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota
terhadap koperasi. Ketentuan demikian merupakan perwujudan
nilai kekeluargaan dan keadilan.
d. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
Modal dalam koperasi pada dasarnya dipergunakan untuk
kemanfaatan anggota dan bukan untuk sekedar mencari
keuntungan. Oleh karena itu balas jasa terhadap modal yang
diberikan kepada para anggota juga terbatas, dan tidak didasarkan
semata-mata atas besarnya modal yang diberikan. Yang dimaksud
terbatas adalah wajar dalam arti tidak melebihi suku bunga yang
berlaku dipasar.
e. Kemandirian
Kemandirian mengandung pengertian dapat bediri sendiri,
tanpa tergantung dari pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan
kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan dan usaha sendiri.
35
2.3.5 Jenis-Jenis Koperasi
Pada dasarnya, jenis koperasi dapat dibedakan menjadi:
1. Koperasi Konsumsi (koperasi yang menyediakan barang konsumsi
untuk anggota)
2. Koperasi Produksi (koperasi yang menghasilkan barang bersama)
3. Koperasi Simpan Pinjam (koperasi yang menerima tabungan dan
memberikan pinjaman)
4. Koperasi Serba Usaha (koperasi yang bisa memberikan segala
kebutuhan anggotanya sesuai dengan tujuan koperasi ini pada
khususnya)
2.5 Pengaturan Koperasi
Peraturan Perundang - Undangan yang mengatur mengenai
koperasi di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian sebagai pengganti Undang-undang No. 12
Tahun 1967 Tentang Pokok-pokok Perkoperasian
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992
Tentang Perkoperasian dimaksudkan untuk memperjelas dan
mempertegas jati diri, tujuan, kedudukan, peran, manajemen,
keusahaan, dan pemodalan koperasi sehingga dapat lebih menjamin
terwujudnya kehidupan koperasi sebagaimana diamanatkan UUD
1945.
36
Dalam pelaksanaan terhadap kegiatan simpan pinjam pada
koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995
tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi.
Dalam hal pembubaran koperasi, dapat dilakukan berdasarkan
keputusan rapat anggota dan Keputusan pemerintah. Dimana aturan
tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1994
tentang Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah.
37
BAB III
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KREDIT MACET PADA
KSU.TUMBUH KEMBANG, PEMOGAN-DENPASAR SELATAN
3.1 Kriteria Kredit Macet
Penggolongan kualitas kredit merupakan cerminan bagaimana
keadaan pembayaran pokok dan bunga dalam suatu perjanjian kredit.
Dengan melihat lancar atau tidaknya pembayaran suatu kredit maka dapat
menggambarkan kualitas kredit itu sendiri.1
Kualitas kredit menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
Nomor 31/147/Kep/DIR pada tanggal 12 November 1998 sebagaimana
telah diubah dengan peraturan Bank Indonesia Nomor 4/6/PBI/2002
tanggal 6 September 2002, penggolongan kolektibilitas kredit ditetapkan
menjadi:2
a. Kriteria kedit lancar
1. Tidak terdapat tunggakan, baik angsuran pokok maupun
bunganya
2. Terdapat tunggakan angsuran pokok ataupun tunggakan
bunga, tetapi belum melampaui 1 bulan bagi kredit yang
masa angsurannya kurang dari 1 bulan, atau belum
melampaui 3 bulan bagi kredit yang masa angsurannya 2
1 Dahlan Siamat, 1993, Manajemen Bank Umum, Intermedia, Jakarta, hal.112
2 H.R.Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Citra Aditya Bakti, Bandung,
hal.304
38
bulanan sampai 3 bulanan, atau belum melampaui 6 bulan
bagi kredit yang masa angsurannya 4 bulanan atau lebih.
b. Kriteria kredit kurang lancar
1. Terdapat tunggakan angsuran pokok yang melampaui 1
bulan dan belum melampaui 2 bulan bagi kredit dengan
masa angsurannya kurang dari 1 bulan, atau melampaui 3
bulan dan belum melampaui 6 bulan bagi kredit yang masa
angsurannya 2 bulanan atau 3 bulanan, atau melampaui 6
bulan dan belum melampaui 12 bulan bagi kredit yang
masa angsurannya 6 bulan/lebih.
2. Terdapat tunggakan bunga yang melampaui 3 bulan bagi
kredit yang masa angsurannya kurang dari 1 bulan, atau
melampaui 3 bulan dan belum melampaui 6 bulan bagi
kredit yang masa angsurannya lebih dari 1 bulan.
c. Kriteria kredit diragukan
Apabila suatu kredit tidak memenuhi kriteria lancar dan
kurang lancar yang berdasarkan penilaian dapat
disimpulkan bahwa kredit masih dapat diselamatkan dan
angunannya bernilai sekurang-kurangnya 75% dari hutang
peminjam, termasuk bunganya atau kredit tidak dapat di
selamatkan, tetapi angunannya masih bernilai sekurang-
kurangnya 100% dari hutang peminjam.
d. Kriteria kredit macet
39
1. Terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui
270 hari
2. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru
3. Jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar, baik dari
segi hukum maupun segi kondisi pasar
Penggolongan koletibilitas kredit menurut ketentuan Pasal 12 Ayat
(3) Peraturan Bank Indonesia No.7/2/PBI/2005 Tentang Penilaian Kualitas
Aktiva Bank Umum, kualitas kredit dibagi menjadi 5 yaitu:3
1. Kredit Lancar, yaitu apabila memenuhi kriteria pembayaran angsuran
pokok dan atau bunga tepat, memiliki mutasi rekening yang aktif, dan
bagian dari kredit yang dijamin dengan anggunan tunai.
2. Kredit Dalam Perhatian Khusus, yaitu apabila memenuhi kriteria terdapat
tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang belum melampaui 90 hari,
kadang-kadang terjadi cerukan, mutasi rekening lebih rendah, jarang
terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan dan didukung
oleh pinjaman baru.
3. Kredit Kurang Lancar, yaitu apabila memenuhi kritera terdapat tunggakan
angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 90 hari, sering
terjadi cerukan, frekuensi mutasi rekening relatif rendah, terjadi
pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 hari, terdapat
3 Hermansyah, SH.,M.Hum., 2009, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana,
Jakarta, hal.66
40
indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur dan dokumen pinjaman
yang lemah.
4. Kredit yang Diragukan, yaitu apabila memenuhi kriteria terdapat
tunggakan angsuran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 180 hari,
sering terjadi cerukan yang bersifat permanen, terjadi wanprestasi lebih
dari 180 hari, terjadi kapitalisasi bunga, dokumentasi hukum yang lemah
baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan.
5. Kredit Macet, yaitu apabila memenuhi kriteria terdapat angsuran pokok
dan atau bunga yang telah melampaui 270 hari, kerugian operasional
ditutup dengan pinjaman baru, dan dari segi hukum maupun kondisi pasar,
jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.
Menurut Nyoman Japa, sebagai pengawas di KSU.Tumbuh
Kembang, dalam melihat kriteria kredit bermasalah di KSU Tumbuh
Kembang lebih mengikuti penggolongan yang sudah ada dalam bank
umum, sehingga tidak ada penggolongan khusus yang menjadi arahan
untuk melihat apakah kredit tersebut dikatakan bermasalah. Namun untuk
mengetahui status kredit nasabah di KSU.Tumbuh kembang tidaklah sulit,
hanya dengan melihat:
1. Kelancaran pembayaran kredit yang berupa pokok dan bunga
setiap bulan yang sesuai dengan perjanjian kredit yang telah
disepakati oleh nasabah
41
2. Apabila ada angsuran pokok yang di bayar tidak merata sesuai
dengan jatuh temponya baik hanya melakukan pembayaran pokok
saja tidak disertai bunga, maka dianggap kurang lancar
3. Apabila nasabah hanya membayar bunga tanpa membayar pokok
secara berkala maka dianggap meragukan
4. Apabila nasabah tidak membayar angsuran pokok maupun bunga
selama 90 hari berturut-turut maka dianggap kredit tersebut macet.
(Wawancara tanggal 14 Oktober 2015)
3.2 Jaminan Kredit
Pemberian jaminan dalam suatu kredit pada lembaga keuangan
adalah merupakan satu keharusan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat
(1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok
Perbankan, sebagai “Bank Umum tidak memberikan kredit tanpa jaminan
kepada siapapun.”
Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia No.23/69/KEP/DIR Tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan
Pemberian Kredit, bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu
keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai
dengan yang diperjanjikan. Secara umum jaminan kredit diartikan sebagai
penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk
menanggung pembayaran kembali suatu utang 4
4 Hermansyah,SH.,M.Hum, Ibid, h.73
42
Fungsi utama dari jaminan adalah untuk meyakinkan bank/kreditur
bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang
diberikan kepadanya sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati
bersama.5
Tetapi dalam pemberian kredit pada KSU.Tumbuh Kembang
tidaklah harus menggunakan jaminan kredit. Jamninan Kredit digunakan
apabila jumlah pinjaman cukup besar, namun jika jumlah pinjaman kredit
yang diminta tidak cukup besar, maka nasabah tidak perlu menggunakan
jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit di KSU.Tumbuh
Kembang.(Wawancara dengan Komang Kristina sebagai Bagian Kredit di
KSU.Tumbuh Kembang).
Jenis-jenis jaminan kredit terdiri dari:
1. Jaminan Perorangan
Jaminan perorangan adalah jaminan yang diberikan oleh pihak
ketiga (guarantee) kepada orang lain (kreditur) yang menyatakan bahwa
pihak ketiga menjamin pembayaran kembali suatu pinjaman sekiranya
yang berutang (debitur) tidak mampu dalam memenuhi kewajiban-
kewajiban finansialnya terhadap kreditur. Pasal 1820 KUHPerdata
memberikan pengertian penanggungan hutang adalah suatu persetujuam
dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan pihak yang
berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya pihak yang
berutang dalam hal ia tidak dapat memenuhi kewajibannya.
5 Ibid
43
2. Jaminan Kebendaan
Jaminan kebendaan adalah jaminan berupa harta kekayaan, baik
benda maupun hak kebendaan yang diberikan dengan cara pemisahan
bagian dari harta kekayaan, baik dari debitur maupun dari pihak ketiga,
guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban debitur kepada pihak
kreditur apabila debitur yang bersangkutan cidera janji (wanprestasi).
Menurut sifatnya, jaminan kebendaan dibagi menjadi dua, yaitu benda
berwujud yaitu berupa benda/barang bergerak atau benda barang tidak
bergerak. Sedangkan benda/barang tidak berwujud yang lazim diterima
oleh bank sebagai jaminan kredit yaitu berupa berupa hak tagih debitur
kepada pihak ketiga.
a. Hak Tanggungan
Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada ha
katas tanah. Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar-Dasar Pokok-pokok Agraria,
berikut/tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang itu, yang
diberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu
terhadap kreditur-kreditur lain.
b. Hipotik
Dalam pasal 1162 KUHPerdata menjelaskan, hipotik adalah suatu
hak atas kebendaan atas benda tak bergerak, untuk mengambil
penggantian bagi pelunasan suatu perikatan. Dapat dikatakan ciri-
44
ciri hipotik adalah merupakan hak kebendaan, dan merupakan
piutang yang diistimewakan.
c. Gadai
Dalam pasal 1150 KUHPerdata menjelaskan, gadai adalah suatu
hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak,
yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang/oleh orang lain
atas namanya, dan memberikan kekuasaan kepada pihak yang
berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara
didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya, dengan
pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang
telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu
digadaikan, biaya mana harus didahulukan.
d. Fidusia
Menurut Undang-Undang No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan
Fidusia, dalam Pasal 1 fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan
suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda
yang hak kepemilikannya di alihkan tersebut tetap dalam
penguasaan pemilik benda. Selanjutnya dalam Pasal 1 butir 2
disebutkan jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak
baik berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda yang tidak
bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam
45
penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Dari pengertian ini, ciri
fidusia berupa benda dijadikan jaminan tersebut tetap berada di
bawah penguasaan pemberi fidusia, yang dialihkan adalah hak
kepemilikannya atas dasar kepercayaannya.
3.3 Faktor Penyebab Kredit Macet Pada KSU.Tumbuh Kembang, Pemogan-
Denpasar Selatan
Kredit dalam dunia perbankan dapat didefinisikan sebagai
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau
pembagian hasil keuntungan.6
Komang Kristina Jayanti, sebagai Bagian Kredit di KSU. Tumbuh
Kembang mengatakan, ketika kredit dianggap mulai bermasalah, dapat dilihat
dari kolektibilitas kredit yang dimulai dari lancar, kurang lancar, diragukan
dan macet. Saat kredit sudah dianggap macet, mengartikan bahwa
nasabah/debitur mengingkari janjinya untuk membayar bunga dan
kredit/kewajiban pokok yang sudah jatuh tempo, sehingga menyebabkan
terjadinya keterlambatan pembayaran bahkan tidak sama sekali.
6 Djoni S.Gazali, Op.cit, hal.265
46
Apabila kredit bermasalah dibiarkan terus menerus, maka akan
berdampak pada kelangsungan hidup suatu usaha perkoperasian itu sendiri,
seperti koperasi tidak dapat menjalankan kewajibannya, menimbulkan
kerugian dengan perlahan, dan tidak ada pendapatan/penghasilan dari bunga
kredit sehingga mempengaruhi kesehatan usaha bank itu sendiri. (Wawancara
tanggal 16 Oktober 2015)
Secara umum, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kredit
macet pada koperasi adalah:7
1. Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor penyebab kredit macet yang berasal
dari pihak bank itu sendiri. Penyebab tersebut berasal dari:
a. Rendahnya kemampuan pihak koperasi dalam melakukan
analisis permohonan kredit
Analisis kredit merupakan hal yang penting dalam
pemberian kredit, dimana calon nasabah peminjam kredit harus
memberikan laporan keuangan dan dokumen-dokumen
pendukung yang lengkap. Sehingga pihak koperasi bisa
menentukan layak/tidaknya calon nasabah tersebut untuk
mendapatkan fasilitas kredit atau dengan menganalisa kredit
pihak bank dapat menurunkan nominal pinjaman pada kredit
tersebut apabila data-data nasabah kurang dianggap akurat.
7 Mahmoedin, 2004, Kredit Bermasalah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal.51
47
b. Lemahnya system informasi dan pengawasan serta administrasi
kredit
Dapat dilihat dari pencairan dana kredit sebelum dokumen
kredit selesai, surat teguran atas tunggakan pada debitur tidak
disertai dengan tindakan riil, koperasi jarang mengadakan
analisa cash-flow yaitu analisa mengenai keluar masuknya
uang kas pada koperasi, komunikasi anatara pihak koperasi
dengan pihak nasbah kurang lancar, dan tidak diterapkannya
sistem & prosedur tertulis mereka sehingga koperasi dianggap
lemah karena tidak bisa menjalankan sistem mereka sendiri.
c. Adanya campur tangan yang berlebihan dalam keputusan kredit
Campur tangan yang berlebihan merupakan suatu kejadian
dimana pihak koperasi memberikan fasilitas kredit atas dasar
kekerabatan, sehingga mengesampingkan aturan-aturan yang
berlaku.
d. Pengikatan jaminan kredit yang kurang sempurna
Kurang sempurna yang dimaksud dalam hal ini adalah
penambahan kredit tanpa jaminan yang cukup, serta koperasi
tidak bisa menguasai jaminan secepatnya ketika terdapat tanda-
tanda kredit tersebut akan bermasalah.
e. Ketidakmampuan dalam manajemen
48
Pencatatan tidak memadai, informasi biaya tidak memadai,
modal jangka panjang tidak cukup sehingga koperasi tersebut
gagal mengendalikan keuangannya sendiri.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor penyebab kredit macet yang
berasal dari pihak nasabah.
a. Menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga
kredit
Terjadinya krisis moneter mempunyai dampak yang luas
terhadap kegiatan ekonomi terutama pada sektor-sektor usaha
disamping masih relatif tingginya tingkat bunga sebagai akibat
terjadinya likuiditas di pasar yang menyebabkan terpaksa
menaikan suku bunga kredit.
b. Pemanfaatan iklim dunia perbankan yang tidak sehat oleh
nasabah yang tidak bertanggung jawab
Hal ini sering kali dimanfaatkan oleh beberapa nasabah
dengan cara tertentu, sehingga mendorong koperasi untuk
mengabaikan prinsip-prinsip pemberian kredit yang sehat
dengan menawarkan persyaratan kredit yang lebih ringan
dalam jumlah yang besar. Sehingga kredit yang diberikan
kepada orang yang bersangkutan selebihnya akan digunakan
untuk tujuan lain yang bersifat pribadi.
c. Adanya musibah yang menimpa nasabah/perusahaan nasabah
49
Beberapa kredit bermasalah disebabkan karena adanya
nasabah yang mendapatkan musibah seperti kematian,
kebakaran pada tempat usahanya, pencurian, maupun hal-hal
lain yang bersifat musibah.
Komang Kristina Jayanti mengatakan bahwa faktor yang sering
menjadi penyebab terjadinya kredit macet pada koperasi tersebut cenderung
disebabkan oleh faktor nasabah, yaitu:
1. Adanya kegagalan/musibah yang menimpa perusahaan/usaha
nasabah sehingga membuat debitur menjadi rugi dan secara
langsung berpengaruh terhadap pembayaran kredit yang sedang
berlangsung karena apabila nasabah mengalami
kegagalan/musibah menyebabkan pendapatan debitur menjadi
berkurang yang disebabkan oleh tanggungan beban kerugian.
2. Adanya itikad tidak baik dari pihak nasabah sehingga
menyebabkan tidak lancarnya pembayaran kredit. Masih ada
beberapa nasabah yang bersifat seperti ini, melihat pembayaran
awalnya baik-baik saja namun setelah bulan berikutnya tidak ada
pembayaran selanjutnya. Dalam pengawasannya, debitur ini
sedang tidak terkena musibah maupun kegagalan apapun, namun
diperkirakan memang dari itikad dari debitur itu sendiri yang
sengaja melakukan hal seperti itu. Biasanya hal ini cenderung
dilakukan oleh nasabah yang jumlah pinjaman kreditnya kecil
tanpa jaminan.
50
3. Adanya pinjaman kredit tanpa sepengetahuan pihak
keluarga/kerabat. Hal ini terjadi karena adanya nasabah yang
mengajukan kredit dengan jaminan namun tanpa sepengetahuan
keluarga/kerabat, sehingga menyebabkan perselisihan pada
keluarga/kerabat tersebut dengan nasabah. Ketika jaminan ingin
ditagih dari pihak keluarga lainnya untuk suatu hal tertentu, namun
disisi lain nasabah mengakui sudah tidak bisa/mampu untuk
membayar kewajiban yang harus dibayar maka dapat dikatakan
tidak ada penanggung jawab untuk meneruskan pembayaran
tersebut.
4. Adanya penyalahgunaan kredit oleh nasabah. Hal ini terjadi karena
apa yang menjadi tujuan untuk diberikannya kredit tidak sesuai
dengan kenyataannya. Misalnya: dikatakan pada saat nasabah
meminjam kredit untuk menambah modal usaha, namun pada
kenyataannya kredit tersebut digunakan untuk mendanai nasabah
tersebut untuk mempromosikan dirinya menjadi calon legislatif.
5. Beberapa nasabah di KSU.Tumbuh Kembang ada yang berprofesi
sebagai buruh, petani, dan nelayan. Penghasilan mereka bisa
dikatakan tergolong rendah dan sesuai musim. Apabila tidak ada
musim kerja maka mereka akan mengalami krisis keuangan,
sehingga secara langsung akan berpengaruh kepada kredit yang
mereka pinjam karena tidak bisa membayar kredit sesuai dengan
51
jatuh temponya dan secara berkala akan menyebabkan kredit
tersebut bermasalah. (Wawancara tanggal 19 Oktober 2015)
Sedangkan Ketut Yudiasa,SE., sebagai pimpinan KSU.Tumbuh
Kembang mengatakan ada sedikit kesalahan kecil dalam pemberian kredit
yang kadang dilakukan oleh petugas bagian kredit dilapangan, namun hal
tersebut sudah dibenahi dengan baik dan tidak ada kesalahan yang terjadi
lagi. Hal tersebut adalah:8
1. Kurangnya informasi nasabah sebagai peminjam kredit.
Hal ini cenderung menjadi penyebab terjadinya kredit bermasalah
karena informasi nasabah sangatlah penting (khususnya warga
pendatang/kos), dengan adanya informasi nasabah yang lengkap maka
dapat memberi informasi secara jelas dimana debitur itu menetap,
berasal dan bekerja. Dengan itu akan dapat meminimalisir nasabah yang
ingin mempunyai itikad yang tidak baik, seperti lari dari tanggung
jawab seperti pindah tempat tinggal agar tidak dijumpai oleh petugas
lapangan bagian kredit untuk menagih angsuran kreditnya.
2. Kurangnya ketelitian petugas lapangan dalam menganalisa kredit
Kurangnya ketelitian petugas lapangan dalam menganalisa kredit
menyebabkan beberapa nasabah menjadi kurang lancar dalam
membayar angsuran mereka, dikarenakan nominal pembayaran
pinjaman dengan penghasilan dari nasabah tersebut tidak sinkron. Hal
ini disebabkan oleh besarnya pinjaman kredit & jangka waktu yang
8 Wawancara dengan Ketut Yudiasa,SE., sebagai Pimpinan tentang adakah faktor
internal yang menyebabkan terjadinya kredit bermasalah di KSU.Tumbuh Kembang pada tanggal
24 Oktober 2015
52
kurang tepat untuk nasabah yang dapat dikatakan kurang mampu.
Sehingga menyebabkan pembayaran kredit menjadi kurang lancar,
apabila terus dibiarkan akan mengarah ke kredit yang bermasalah. Oleh
karena itu ketelitian petugas lapangan dalam menganalisa kredit
sangatlah diperlukan.
3. Masih eratnya sistem hubungan kekeluargaan/kerabat
Hal ini menjadi salah satu penyebab terjadinya kredit yang bermasalah
di koperasi ini, karena banyak sanak keluarga maupun kerabat dekat
dari para pejabat koperasi maupun petugas lapangan diwakili mereka
untuk melakukan pinjaman kredit. Meskipun nominal pinjaman tersebut
dikatakan tidak banyak dan memiliki tujuan yang jelas, tetap saja dalam
pembayaran angsuran ada saja yang tidak lancar, bahkan hanya
melakukan pembayaran bunga saja (cenderung terjadi pada mayoritas
keluarga yang berprofesi sebagai petani, nelayan, dan kerabat yang
keadaan keuangannya dikatakan pas-pasan).
53
BAB IV
UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA KSU.TUMBUH
KEMBANG PEMOGAN, DENPASAR SELATAN
4.1 Penyelesaian Sengketa Secara Litigasi
Penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan suatu
penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui pengadilan. Penyelesaian
sengketa melalui litigasi dapat dikatakan sebagai penyelesaian sengketa yang
memaksa salah satu pihak untuk menyelesaikan sengketa dengan perantara
pengadilan.1
Lembaga pengadilan yang digunakan untuk menyelesaikan
sengketa bisnis di Indonesia adalah:
1. Pengadilan Negeri
Penanganan kredit macet melalui pengadilan negeri dapat di
tempuh dengan gugatan biasa. Untuk mencapai suatu putusan hakim
dalam proses gugatan biasa diperlukan tiga tingkatan, yaitu tingkat
pertama di pengadilan negeri, tingkat banding di pengadilan tinggi
dan tingkat kasasi di mahkamah agung.
Dalam prosesnya, perkara bisnis/perdata dilakukan secara terbuka
tidak memihak dan diperlakukan sama. Sehingga kedua belah pihak
masing-masing memiliki kesempatan untuk memberi pendapat,
pembelaam/keterangan yang didukung oleh alat bukti.
1 Jimmy Joses, 2011, Cara Menyelesaikan Sengketa Di Luar Pengadilan, Visimedia,
Jakarta, hal.9
54
2. Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)
PUPN merupakan badan independent milik Negara yang bertugas
menyelesaikan piutang Negara yang berasal dari kreditur Negara
(Instansi Pemerintah/Badan Usaha Milik Negara).
Dalam melaksanakan tugasnya PUPN dengan kuasa Undang-
Undang Nomor 49 Tahun 1960, diberi kewenagan untuk membuat
“Pernyataan Bersama” antara ketua PUPN dengan pihak debitur. Sifat
pernyataan bersama memiliki nilai seperti putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap, yang dapat dieksekusi.
4.2 Penyelesaian Sengketa Secara Non Litigasi
1. Arbitrase
Arbitrase sebagaimana yang dimaksud dalam UU No.30 Tahun
1999 adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan
umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis
oleh para pihak yang bersengketa. Apabila para pihak telah terikat dalam
perjanjian arbitrase maka pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili
sengketa para pihak tersebut. Dalam perjanjian arbitrase harus didasarkan atas
kesepakatan bersama, faktor kesukarelaan dan kesadaran bersama yang akan
menjadi landasan keabsahan ikatan perjanjian arbitrase.
Dalam bentuknya, perjanjian arbitrase dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu:
1. Pactum De Compromittendo/Kesepakatan setuju dengan putusan abiter
55
Dalam membuat persetujuan diantara para pihak untuk menyerahkan
penyelesaian perselisihan maka dibentuk klausul arbitrase. Untuk
membuat klausul pactum de compromittendo maka dilakukan segi
pendekatan penafsiran dan praktik yaitu:
a. Mencantumkan klausul arbitrase tersebut dalam perjanjian pokok. Hal
ini merupakan cara yang lazim diterapkan dalam praktek, yaitu
perjanjian pokok menjadi satu kesatuan dengan klausul arbitrase.
Persetujuan arbitrase yang berisi kesepakatan bahwa para pihak setuju
akan menyelesaikan perselisihan yang timbul dikemudian hari melalui
forum arbitrase, dimuat dalam perjanjian pokok.
b. Dimuat dalam akta tersendiri atau terpisah dari perjanjian pokok.
Apabila berupa akta yang terpisah dari perjanjian pokok, waktu
pembuatan arbitrase harus tetap berpegang pada ketentuan bahwa akta
arbitrase harus dibuat “sebelum” perselisihan sengketa terjadi.
2. Akta Kompromis
Akta kompromis merupakan perjanjian arbitrase yang dibuat setelah
timbul perselisihan antara para pihak. Dengan kata lain, akta kompromis
ialah akta yang berisi aturan penyelesaian perselisihan yang timbul di
antara orang yang berjanji.
2. Alternatif Penyelesaian Sengketa
Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) adalah pranata
penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan para
56
pihak yang mengesampingkanpenyelesaian sengketa melalui proses
litigasi di pengadilan. Merujuk pada pasal 1 angka 10 Undang-Undang
No.30 Tahun 1999, APS terdiri dari penyelesaian di luar pengadilan
dengan menggunakan metode:
a. Konsultasi: suatu tindakan yang bersifat personal antara satu pihak
tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan,
dimana pihak konsultan memberikan pendapatnya kepada klien sesuai
kebutuhan dan keperluan kliennya.
b. Konsiliasi: penengah akan bertindak menjadi konsiliator dengan
kesepakatan para pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat
diterima.
c. Penilaian ahli; pendapat para ahli untuk suatu hal tertentu yang bersifat
teknis dan sesuai bidang keahliannya.
d. Negosiasi;
Suatu proses tawar menawar atau upaya untuk mencapai
kesepakatan dengan pihak lain melalui proses interaksi, komunikasi
yang dinamis dengan tujuan untuk mendapatkan penyelesaian/jalan
keluar atas suatu permasalahan yang sedang berlangsung.
Proses negosiasi akan terasa baik apabila para pihak saling
memiliki itikad baik dan saling percaya untuk mencari kesepakatan
bersama agar suatu masalah bisa terselesaikan. Sehingga, hasil dari
proses negosiasi dapat dituangkan menjadi hasil kesepakatan bersama
57
ke dalam suatu perjanjian dalam bentuk tertulis untuk dilaksanakan
oleh para pihak.
e. Mediasi
Cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator
(Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan)
Mediasi memiliki prinsip yang bersifat sukarela atau tunduk
kepada kesepakatan para pihak, pada bidang perdata, sederhana,
tertutup dan rahasia, serta bersifat menengahi/bersifat fasilitator.
Dalam proses mediasi selalu ditengahi oleh seorang/lebih mediator
yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa, pemilihan mediator
harus dilaksanakan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan karena
seorang mediator akan memegang peranan penting dalam penyelesaian
sengketa yang terjadi antara para pihak.
Dalam proses mediasi, seorang mediator memiliki peran sebagai
pihak yang mengawasi jalannya mediasi seperti mengatur
perundingan, menyelenggarakan pertemuan, mengatur diskusi,
menjadi penengah, merumuskan kesepakatan dalam para pihak.
4.3 Penyelesaian Kredit Macet Pada KSU.Tumbuh Kembang Pemogan,
Denpasar Selatan
58
Penyelesaian kredit macet pada KSU.Tumbuh Kembang Pemogan,
Denpasar Selatan dilakukan dengan berbagai cara, tergantung bagaimana
prospek dari nasabah tersebut. Nyoman Japa, mengatakan penyelesaian
kredit macet di KSU.Tumbuh kembang dilakukan dengan cara negosiasi.
KSU.Tumbuh Kembang akan memberikan peringatan maupun teguran
secara lisan kepada debitur agar dapat melaksanakan kewajiban
pembayaran kredit utama berupa angsuran kredit, demi memperbaiki
status kreditnya. Apabila sudah kembali normal maka pihak KSU.Tumbuh
Kembang akan melanjutkan proses pembayaran angsuran disertakan
bunga.
Apabila terguran tidak mendapatkan hasil, maka pihak
KSU.Tumbuh Kembang akan menggunakan tahap kedua, yaitu memberi
surat peringatan kepada nasabah. Adapun isi dari surat tersebut berupa:
1. Pemberitahuan mengenai jatuh tempo pembayaran kredit
2. Total kewajiban/hutang debitur yang harus dibayar
3. Perintah untuk membayar kewajiban/hutang sesuai dengan
jumlah yang tertera
4. Batas waktu bagi debitur untuk melaksanakan pembayaran
KSU. Tumbuh Kembang akan memberikan surat peringatan
sebanyak tiga kali berturut-turut. Apabila pihak debitur tetap tidak
beritikad baik untuk memenuhi kewajibannya, maka pihak KSU. Tumbuh
Kembang akan melakukan upaya penyelamatan kredit. (Wawancara
59
dengan Nyoman Japa sebagai Pengawas di KSU.Tumbuh Kembang pada
tanggal 21 Oktober 2015)
Upaya penyelamatan kredit dalam KSU. Tumbuh Kembang dapat
dilakukan dengan melakukan perundingan dan lelang barang jaminan.
Dalam hal perundingan, KSU. Tumbuh Kembang akan memanggil
kembali pihak nasabah untuk merundingkan solusi untuk meringankan
beban kredit debitur yang diharapkan bisa memberi peluang untuk
melakukan pembayaran kredit tersebut.
Ketut Yudiasa, SE sebagai Ketua KSU.Tumbuh Kembang,
menjelaskan dalam penyelamatan kredit macet, KSU. Tumbuh Kembang
akan melakukan:
1) Reschedulling (memperpanjang jangka waktu kredit/angsuran)
Dalam hal ini nasabah diberikan keringanan dalam hal
jangka waktu, yang diharapkan nasabah bisa memanfaatkan
kesempatan tersebut untuk memenuhi kewajibannya.
Perpanjangan waktu & angsuran biasanya diberikan sesuai
kapasitas nasabah setelah melakukan perundingan sebelumnya.
Perpanjangan waktu diberikan maksimal 8 bulan untuk kredit
tanpa jaminan sedangkan dengan jaminan tergantung dari
jumlah tunggakan, kemampuan debitur dan umur dari jaminan
debitur karena dari tahun ketahun barang akan mengalami
penurunan harga.
2) Reconditioning (persyaratan kembali)
60
Persyaratan kembali merupakan perubahan persyaratan
yang ada dalam perjanjian, baik jangka waktu, jadwal
pembayaran, maupun syarat yang lain namun tidak merubah
jumlah hutang debitur. Dalam KSU.Tumbuh Kembang yang
dirubah adalah penurunan suku bunga, agar nasabah bisa lebih
fokus membayar angsuran pokok dengan jangka waku yang
telah ditentukan. Apabila nasabah meminta penghapusan suku
bunga, pihak KSU.Tumbuh Kembang bisa saja mengabulkan
hal tersebut namun jangka waktu yang diberikan lebih cepat
dari penurunan suku bunga. Semua hal tersebut tidak lepas dari
negosiasi, karena segala solusi yang terjadi antara pihak
KSU.Tumbuh Kembang dan nasabah adalah hasil dari
negosiasi. (Wawancara tanggal 23 Oktober 2015)
3) Restructuring (penataan ulang)
Tindakan koperasi kepada nasabah dengan cara menambah
modal nasabah dengan pertimbangan nasabah memang
membutuhkan tambahan dana dan usaha yang dibiayai
memang masih layak.
Penyelesaian diatas merupakan langkah alternatif yang sering
dilakukan oleh KSU.Tumbuh Kembang. Apabila segala langkah alternatif
tidak memberikan penyelesaian secara berkala, maka pihak KSU.Tumbuh
Kembang secara tegas akan mengambil alih barang jaminan nasabah yang
digunakan saat melakukan perjanjian kredit. Barang jaminan debitur
61
dianggap sebagai pengganti dari jumlah hutang debitur. Hal ini dilakukan
karena mengingat harga barang akan terus menurun dari tahun ke tahun
sedangkan keadaan nasabah memang sudah dikatakan tidak bisa
melakukan pembayaran meskipun segala alternatif telah diberikan untuk
melakukan pembayaran kreditnya tersebut. Proses pengambilan barang
jaminan nasabah tidaklah sulit, karena pihak nasabah memang beritikad
baik untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Ketika barang
jaminan sudah diambil alih oleh pihak KSU.Tumbuh Kembang maka akan
dijual kembali untuk menutupi hutang dari pihak nasabah. Apabila hasil
penjualan melebihi hutang, maka sisa uang tersebut akan diberikan
kembali ke pihak nasabah.
Ketut Yudiasa, SE mengatakan pengambil alihan barang jaminan
merupakan jalan terakahir untuk menutup hutang yang dimiliki oleh
nasabah. Hal ini dikarenakan tidak ada jalan keluar lagi untuk menutup
hutang yang dimiliki nasabah, sedangkan KSU.Tumbuh kembang harus
tetap menjaga stabilitas keuangan mereka dari tahun ke tahun agar tidak
terjadinya hal yang tidak diinginkan seperti kebangkrutan yang disebabkan
oleh kurangnya pemasukan yang dikarenakan banyaknya kredit yang
bermasalah.
Dikoperasi ini tidak pernah berniat untuk menggunakan
penyelesaian yang bersifat litigasi. Karena pada dasarnya koperasi
berasaskan asas kekeluargaan, sehingga koperasi dikatakan usaha bersama,
yang harus mencerminkan ketentuan-ketentuan seperti lazimnya dalam
62
suatu kehidupan keluarga. Oleh karena itu, KSU.Tumbuh Kembang lebih
memprioritaskan segala permasalahan harus diselesaikan dengan cara
kekeluargaan. (Wawancara tanggal 31 Oktober 2015)
63
Tabel Kredit Macet & Lancar di KSU.Tumbuh Kembang Pemogan,
Denpasar Selatan Tahun 2008-2015
Tahun Kredit Lancar Nominal Kredit Macet Nominal
2008 0 Kredit - 3 Kredit Rp. 4.677.875
2009 0 Kredit - 3 Kredit Rp. 5.820.000
2010 0 Kredit - 4 Kredit Rp. 9.487.560
2011 8 Kredit Rp. 6.503.000 1 Kredit Rp. 1.999.610
2012 12 Kredit Rp. 14.256.387 9 Kredit Rp. 28.979.475
2013 5 Kredit Rp. 10.686.015 16 Kredit Rp. 57.299.600
2014 14 Kredit Rp. 111.526.125 11 Kredit Rp. 33.937.000
2015 179 Kredit Rp. 896.054.575 11 Kredit Rp. 12.999.700
64
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Faktor penyebab terjadinya kredit macet pada KSU.Tumbuh Kembang
Pemogan, Denpasar Selatan adalah adanya kegagalan/musibah yang
menimpa usaha nasabah, adanya itikad tidak baik dari pihak nasabah,
adanya pinjaman kredit tanpa sepengetahuan keluarga yang menyebabkan
lemahnya tanggung jawab, penyalahgunaan kredit oleh nasabah dan
adanya nasabah yang berprofesi sebagai buruh, petani, nelayan sehingga
keuangan mereka tidak selalu ada setiap saat, melainkan setiap musim.
2. Upaya yang ditempuh oleh KSU.Tumbuh Kembang Pemogan, Denpasar
Selatan dalam menyelesaikan kredit macet adalah melalui jalur negosiasi,
dengan memperpanjang jangka waktu kredit/angsuran, memberikan
persyaratan kembali dengan merubah persyaratan yang ada dalam
perjanjian baik jangka waktu, maupun jangka pembayaran angsuran
beserta penurunan suku bunga sesuai hasil negosiasi. Apabila cara
negosiasi tidak berhasil, maka pihak koperasi akan menempuh upaya
penyitaan barang jaminan nasabah, upaya ini merupakan langkah terakhir
yang digunakan untuk menutup utang yang dimiliki oleh nasabah, namun
sisa dari penjualan akan dikembalikan lagi kepada pihak nasabah.
65
5.2 Saran
Adapun yang penulis sarankan dari permasalahan dalam penulisan
ini adalah sebagai berikut:
1. KSU.Tumbuh Kembang Pemogan, Denpasar Selatan disarankan untuk
lebih teliti dan meningkatkan pengawasan terhadap debitur agar tidak lagi
terjadi penyalahgunaan kredit dan lemahnya pertanggungjwaban kredit.
Sehingga apabila sudah teliti, maka koperasi bisa lebih maju dalam hal
kelancaran kreditnya dan mengurangi resiko kredit bermasalah.
2. Pihak debitur sebaiknya lebih mematuhi peraturan yang ada dalam
perjanjian yang telah disepakati sebelumnya, karena pada dasarnya
koperasi memberikan kredit karena adanya prinsip kepercayaan sehingga
seharusnya pihak debitur bertanggung jawab atas beban yang diberikan
oleh pihak kreditur dan tidak menyalahgunakan kredit tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Djoni S.Gazali, 2010, Pengertian dan Dasar Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta
Raharja Handikusuma, 2000, Hukum Koperasi Indonesia, PT.Raja Grafindo, Jakarta
Handri Raharjo, 2009, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Jakarta
Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, 2014, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Prof. R. Subekti, 1987, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bhakti, Jakarta
Hermansyah,SH.,M.Hum, 2009, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta
.R.Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Citra Aditya Bakti, Bandung M.Yahya
Harahap, 1992, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung
Andjar Pachta W, Myra Rosana Bachtiar & Nadia Maulisa Benemay, 2005, Hukum Koperasi
Indonesia, Kencana Predana Media, Jakarta
Dahlan Siamat, 1993, Manajemen Bank Umum, Intermedia, Jakarta
Mahmoedin, 2004, Kredit Bermasalah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
Gatot Supramono, 2009, Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis,
Rineka Cipta, Jakarta
Salim, 2002, Pengantar Hukum Perdata Tertulis, Sinar Grafika, Jakarta
Perundang-Undangan
Undang-Undang No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1992
tentang Perbankan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Internet
www.smecda.com/Files/infosmecda/misc/Koperasi_Iskandar.pdf
http://www.depkop.go.id tentang Pedoman Standar Operasional Koperasi Simpan Pinjam dan
Unit Koperasi Simpan Pinjam
DATA INFORMAN
1. Nama: Komang Kristina Jayanti
Jabatan: Bagian Kredit
Umur: 32 Tahun
Pendidikan: Sarjana Ekonomi
Alamat: Jalan P.Moyo Gang IV, Denpasar Selatan
2. Nama: I Nyoman Japa
Jabatan: Pengawas KSU.Tumbuh Kembang
Umur: 44 Tahun
Pendidikan: Sarjana Teknik
Alamat: Jalan Raya Pemogan, Dukuh Tangkas – Denpasar Selatan
3. Nama: Ketut Yudiasa
Jabatan: Ketua KSU.Tumbuh Kembang
Umur: 50 Tahun
Pendidikan: Sarjana Ekonomi
Alamat: Jalan Raya Sesetan Gang Camar II No.7, Denpasar Selatan
1
Ringkasan Skripsi
Penyelesaian Kredit Macet Pada KSU.Tumbuh Kembang, Pemogan Denpasar Selatan
Abstrak
Kredit macet sering terjadi dalam suatu perjanjian kredit, dimana merupakan suatu
keadaan ketidak mampuan pihak debitur untuk membayar suatu kewajiban yang telah disepakati
bersama oleh pihak kreditur sehingga kerugian pada pihak kreditur seperti yang terjadi pada
KSU.Tumbuh Kembang,Pemogan-Denpasar Selatan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui dan memahami faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya kredit macet
serta upaya penyelesaian kredit macet yang terjadi pada KSU Tumbuh Kembang, Pemogan-
Denpasar Selatan. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode empiris yang
menggunakan pendekatan dari aspek yang timbul dilapangan, yang memiliki sifat hukum yang
nyata/sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.
Dari penelitian ini dapat menghasilkan faktor eksternal yang menjadi penyebab kredit
macet adalah debitur mengalami hambatan/kesulitan dalam kebutuhan ekonomi karena adanya
suatu hal/ musibah sehingga menyebabkan terlambatnya pembayaran dalam melunasi angsuran.
Sedangkan faktor internal adalah lemahnya informasi dan pengawasan dalam perputaran kredit
sehingga menyebabkan pengawasan menjadi tidak maksimal. Dan upaya yang dilakukan dalam
penyelesaian kredit macet di KSU.Tumbuh Kembang adalah melalui penyelesaian diluar
pengadilan/non litigasi.
Kata kunci: Kredit, Perjanjian Kredit, Koperasi, Kredit Macet.
Abstract
Bad credit often occurs in a credit agreement, which is a State party to the inability of the
debtor to pay an obligation that has been mutually agreed by the lender so that losses on the part
of the lender as happened at KSU. Tumbuh Kembang, Pemogan-South Of Denpasar. As for the
purpose of this research is to know and understand what factors being the cause of the
occurrence of bad credit and bad credit settlement attempts that occur in KSU. Tumbuh
Kembang, Pemogan-South of Denpasar. The methods used in the writing of this is empirical
2
method that uses an approach from the aspect arising in field, which has the nature of a real
legal/compliance with the reality of life in the community.
From this research can generate external factors which are the cause of bad credit is a
debtor experiencing barriers/difficulties in economic needs due to an accident causing
belated/payment in pay off in installments. While the internal factor is the weak information and
oversight in causing the credit turnaround supervision be not maximum. And the efforts made in
the settlement of bad debts at KSU. Tumbuh Kembang is through a settlement outside the
Court/non litigation.
Keywords: Credit, The Credit Agreement, Cooperative, Bad Debts
I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin bertambahnya penduduk akan membuat manusia untuk semakin berjuang
mendapatkan uang hasil kerja kerasnya. Namun, apabila hasil kerja keras masih dianggap
belum mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, maka perusahaan perbankan
dianggap sebagai perusahaan yang bisa membantu untuk memberikan fasilitas
pinjaman/kredit kepada masyarakat demi memenuhi kelangsungan hidup yang dianggap
kurang.
Menurut pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dcngan itu, berdasarkan
atas kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Lembaga keuangan mempunyai peran sebagai penyalur kredit kepada masyarakat. Selain
bank, lembaga keuangan yang juga memiliki peran dalam pemberian fasilitas kredit adalah
koperasi. Koperasi merupakan bentuk badan usaha yang memiliki status sebagai badan
3
hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah, sesuai dengan ketentuan yang
tercantum dalam ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.
Namun kenyataannya, semakin mudahnya pemberian jasa kredit kepada masyarakat,
cenderung menjadi permasalahan yang serius dalam pembayaran kredit tersebut. Hal tersebut
terjadi pada KSU.Tumbuh Kembang, dimana permasalahan akan terlihat pada pembayaran
angsuran bulan-bulan berikutnya, karena kewajiban yang harus dibayar tidak sesuai dengan
wajib pokok yang tertera pada angsuran tersebut. Banyak faktor yang menyebabkan
pembayaran yang tidak teratut tersebut dan akhirnya menyebabkan terjadinya kemacetan
pada kredit tersebut.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor yang menjadi penyebab dan bagaimana
upaya dalam penyelesaian kredit macet melalui lembaga keuangan di KSU.Tumbuh
Kembang, Pemogan-Denpasar Selatan.
II.ISI
2.1 Metode Penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian empiris, yaitu penelitian
hukum yang menggunakan pendekatan dari aspek yang timbul di lapangan, yang memiliki
sifat hukum yang nyata atau sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat, dimana
sumber yang akan diperoleh berasal observasi atau percobaan.
2.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan
4
2.2.1 Faktor Penyebab Terjadinya Kredit Macet Pada KSU.Tumbuh, Kembang Pemogan-
Denpasar Selatan
Faktor yang sering menjadi penyebab terjadinya kredit macet pada KSU.Tumbuh
Kembang cenderung disebabkan oleh faktor internal yaitu kurangnya informasi nasabah
peminjam kredit, kurangnya ketelitian petugas lapangan dan masih eratnya sistem
kekeluargaan sedangkan faktor eksternal, yaitu:
1. Adanya kegagalan/musibah yang menimpa perusahaan/usaha nasabah sehingga
membuat debitur menjadi rugi dan secara langsung berpengaruh terhadap pembayaran
kredit.
2. Adanya itikad tidak baik dari pihak nasabah sehingga menyebabkan tidak lancarnya
pembayaran kredit.
3. Adanya pinjaman kredit tanpa sepengetahuan pihak keluarga/kerabat.
4. Adanya penyalahgunaan kredit oleh nasabah. Hal ini terjadi karena apa yang menjadi
tujuan untuk diberikannya kredit tidak sesuai dengan kenyataannya.
5. Beberapa nasabah di KSU.Tumbuh Kembang ada yang berprofesi sebagai buruh,
petani, dan nelayan. Penghasilan mereka bisa dikatakan tergolong rendah dan sesuai
musim.
2.2.2 Upaya Penyelesaian Kredit Macet Pada KSU.Tumbuh Kembang, Pemogan-Denoasar
Selatan
Penyelesaian kredit macet pada KSU.Tumbuh Kembang Pemogan, Denpasar Selatan
dilakukan dengan berbagai cara, tergantung bagaimana prospek dari nasabah tersebut.
KSU.Tumbuh Kembang akan memberikan peringatan maupun teguran secara lisan kepada
debitur agar dapat melaksanakan kewajiban pembayaran kredit utama berupa angsuran
5
kredit, demi memperbaiki status kreditnya. Apabila sudah kembali normal maka pihak
KSU.Tumbuh Kembang akan melanjutkan proses pembayaran angsuran disertakan bunga.
Apabila terguran tidak mendapatkan hasil, maka pihak KSU.Tumbuh Kembang akan
menggunakan tahap kedua, yaitu memberi surat peringatan kepada nasabah. KSU. Tumbuh
Kembang akan memberikan surat peringatan sebanyak tiga kali berturut-turut. Apabila pihak
debitur tetap tidak beritikad baik untuk memenuhi kewajibannya, maka pihak KSU. Tumbuh
Kembang akan melakukan upaya penyelamatan kredit.
Penyelesaian tersebut merupakan langkah alternatif yang sering dilakukan oleh
KSU.Tumbuh Kembang. Apabila segala langkah alternatif tidak memberikan penyelesaian
secara berkala, maka pihak KSU.Tumbuh Kembang secara tegas akan mengambil alih
barang jaminan nasabah yang digunakan saat melakukan perjanjian kredit. Barang jaminan
debitur dianggap sebagai pengganti dari jumlah hutang debitur.
III.KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari penulisan skripsi ini adalah, sebagai beikut:
1. Faktor penyebab terjadinya kredit macet pada KSU.Tumbuh Kembang Pemogan,
Denpasar Selatan adalah adanya kegagalan/musibah yang menimpa usaha nasabah,
adanya itikad tidak baik dari pihak nasabah, adanya pinjaman kredit tanpa sepengetahuan
keluarga yang menyebabkan lemahnya tanggung jawab, penyalahgunaan kredit oleh
nasabah dan adanya nasabah yang berprofesi sebagai buruh, petani, nelayan sehingga
keuangan mereka tidak selalu ada setiap saat, melainkan setiap musim.
2. Upaya yang ditempuh oleh KSU.Tumbuh Kembang Pemogan, Denpasar Selatan dalam
menyelesaikan kredit macet adalah dengan memperpanjang jangka waktu
6
kredit/angsuran, memberikan persyaratan kembali dengan merubah persyaratan yang ada
dalam perjanjian baik jangka waktu, maupun jangka pembayaran angsuran beserta
penurunan suku bunga sesuai hasil negosiasi. Apabila cara negosiasi tidak berhasil, maka
pihak koperasi akan menempuh upaya penyitaan barang jaminan nasabah.