skripsi pengaruh tingkat pendidikan pesantren dan
TRANSCRIPT
SKRIPSI
PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN PESANTREN
DAN PENGANGGURAN TERHADAP KEMISKINAN
DI ACEH TAHUN 2008-2019
Disusun Oleh:
AYU RIZKIANA
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
BANDA ACEH
2020 M/ 1442 H
NIM. 160602076
iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertandatangan di bawah ini
Nama : Ayu Rizkiana
NIM : 160602076
Program Studi : Ekonomi Syariah
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan SKRIPSI ini,
saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu
mengembangkan dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang laintanpa menyebutkan
sumber asli atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu
bertanggungjawab atas karya ini.
Bila di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya
saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat
dipertanggungjawabkan dan ternyata memang ditemukan bukti
bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap untuk
dicabut gelar akademik saya atau diberikan sanksi lain
berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis
IslamUIN Ar-Raniry.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Banda Aceh, 15 April 2020
Yang Menyatakan,
Ayu Rizkiana
iv
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Sebagai Salah Satu Beban Studi
Untuk Menyelesaikan Program Studi Perbankan Syariah
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI
Dengan Judul:
PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN PESANTREN
DAN PENGANGGURAN TERHADAP KEMISKINAN
DI ACEH TAHUN 2008-2019
v
NIP.
vi
NIP.
vii
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, serta memberikan nikmat
kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir yang berjudul “Pengaruh Tingkat Pendidikan
Pesantren Dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Aceh
Tahun 2008-2019”. Shalawat dan Salam penulis hantarkan atas
keharibaan junjungan alam Nabi besar Muhammad SAW yang
telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu
pengetahuan. Dalam pembuatan skripsi ini, banyak kesulitan yang
penulis alami terutama disebabkan oleh kurangnya pengetahuan.
Namun berkat bimbingan dan bantuan dari semua pihak akhirnya
skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Tak ada
gading yang tak retak, begitu pula dengan skripsi yang penulis buat
ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Penulis juga
mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini menjadi lebih baik
serta berguna dimasa yang akan datang.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa
terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua
pihak, khususnya kepada:
1. Dr. Zaki Fuad, M.Ag selaku dekan Fakultas ekonomi dan
Bisnis Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
viii
2. Dr. Nilam Sari, M.Ag dan Cut Dian Fitri, SE., M.Si., Ak
selaku ketua dan sekretaris Program studi Ekonomi dan
Bisnis Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
3. Muhammad Arifin, Ph.D, selaku ketua Lab Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Ar-Raniry.
4. Cut Dian Fitri, SE., M.Si., Ak selaku pembimbing I dan
Khairul Amri, SE.,M.Si selaku pembimbing II yang dengan
ikhlas telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing,
serta memberikan arahan baik berupa saran maupun arahan
menuju perbaikan.
5. Hafiizh Maulana, S.P., S.H.I, M.E selaku Penasehat
Akademik (PA) yang telah memberikan motivasi dan saran
yang terbaik buat saya, dan seluruh dosen program studi
ekonomi syariah UIN Ar-Raniry yang telah memberikan
ilmunya selama ini kepada saya.
6. Karya dan keberhasilan ini ku persembahkan kepada
Ayahanda Razali Ibrahim dan Ibunda Nurlaita yang telah
mencurahkan cinta dan kasih sayang, perhatian, dan
pengorbanan yang tiada tara demi kesuksesan masa depanku.
7. Kakak dan adek ku tercinta Mirza dan Ariel Riskan yang
telah menyemangatiku selama ini hingga keberhasilan ini
tercapai.
8. Sahabat seperjuangan di Ekonomi Syari’ah (Nur Azizah
Siregar, Novia Sri Umami, Novi Nurul Hiqmah, Mertisa
Fardesi, dan Hardinar Rukmana Markhan) yang rela
menemani dalam suka duka selama kuliah, teristimewa untuk
Kausar Akbar S.E dan Nada Julianda S.E yang telah
ix
memotivasi dan menyemangatiku selama ini, beserta seluruh
keluarga besar Ekonomi Syari’ah leting 2016.
9. Akhirnya sebuah perjuangan berhasil ku tempuh walau
berawal dari suka dan duka, merunduk meski terbentur, tidak
mengeluh meski terjatuh, tapi semangat jiwaku tak pernah
pudar. Semoga segala bantuan yang telah diberikan dapat
menjadi amal ibadah dan mendapat imbalan pahala dari Allah
SWT, Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu semua kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan demi perbaikan dimasa yang
akan datang. Karena kesempurnaan hanyalah milik Allah
SWT.
Banda Aceh, 20 Agustus 2020
Penulis,
Ayu Rizkiana
x
TRANSLITERASI ARAB-LATIN DAN SINGKATAN
Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K
Nomor:158 Tahun 1987 –Nomor: 0543 b/u/1987
1. Konsonan
No Arab Latin No Arab Latin
Ṭ ط Tidakdilambangkan 16 ا 1
Ẓ ظ B 17 ب 2
‘ ع T 18 ت 3
G غ Ṡ 19 ث 4
F ف J 20 ج 5
Q ق Ḥ 21 ح 6
K ك Kh 22 خ 7
L ل D 23 د 8
M م Ż 24 ذ 9
N ن R 25 ر 10
W و Z 26 ز 11
H ه S 27 س 12
’ ء Sy 28 ش 13
Y ي Ṣ 29 ص 14
Ḍ ض 15
xi
2. Vokal
Vokal Bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri
dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau
diftong.
a. Vokal Tunggal
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa
tanda atau harkat, transliterasinya sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf Latin
Fatḥah A
Kasrah I
Dammah U
b. Vokal Rangkap
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa
gabungan antara harkat dan huruf, transliterasinya
gabungan huruf, yaitu:
Tanda dan
Huruf Nama
Gabungan
Huruf
ي Fatḥah dan ya Ai
و Fatḥah dan wau Au
xii
Contoh:
kaifa: كيف
haula: هول
3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat
dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harkat dan
Huruf Nama Huruf dan Tanda
ا Fatḥah dan alif ي /
atau ya Ā
ي Kasrah dan ya Ī
ي Dammah dan
wau Ū
Contoh:
qāla: ق ال
ramā: ر م ى
qīla: قيل
yaqūlu : ول ي ق
4. Ta Marbutah (ة)
Transliterasi untuk ta marbutah ada dua.
a. Ta marbutah (ة)hidup
Ta marbutah (ة)yang hidup atau mendapat harkat fatḥah,
kasrah dan dammah, transliterasinya adalah t.
xiii
b. Ta marbutah (ة) mati
Ta marbutah (ة) yang mati atau mendapat harkat sukun,
transliterasinya adalah h.
c. Kalau pada suatu kata yang akhir katanya ta marbutah (ة)
diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al, serta
bacaan kedua kata itu terpisah maka ta marbutah (ة) itu
ditransliterasikan dengan h.
Contoh:
طف ال ر وض rauḍah al-aṭfāl/ rauḍatul aṭfāl: ة ال
دي ن ة الم ن ور ة /al-Madīnah al-Munawwarah: ا لم
al-Madīnatul Munawwarah
Ṭalḥah: ط لح ة
Catatan:
Modifikasi
1. Nama orang berkebangsaan Indonesia ditulis seperti biasa
tanpa transliterasi, seperti M. Syuhudi Ismail, sedangkan
nama-nama lainnya ditulis sesuai kaidah penerjemahan.
Contoh: Ḥamad Ibn Sulaiman.
2. Nama negara dan kota ditulis menurut ejaan Bahasa
Indonesia, seperti Mesir, bukan Misr; Beirut, bukan Bayrut;
dan sebagainya.
3. Kata-kata yang sudah dipakai (serapan) dalam kamus Bahasa
Indonesia tidak ditransliterasi. Contoh: Tasauf, bukan
Tasawuf.
xiv
ABSTRAK
Nama Mahasiswa : Ayu Rizkiana
NIM : 160602076
Fakultas/Prodi : Ekonomi dan Bisnis Islam/Ekonomi
Syariah
Judul : Pengaruh Tingkat Pendidikan Pesantren
Dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan
Di Aceh 23 Kabupaten/Kota di Provinsi
Aceh Periode Tahun 2008-2019
Tebal Skripsi : 72 Halaman
Pembimbing 1 : Cut Dian Fitri, M.Si., Ak., CA
Pembimbing 2 : Khairul Amri, SE.,M.Si
Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
pendidikan pesantren dan pengangguran terhadap tingkat
kemiskinan di provinsi Aceh. Menggunakan data panel 23
kabupaten/kota di Aceh selama periode tahun 2008-2019, model
regresi panel metode fixed effect dan Granger causality test
digunakan untuk menganalisis hubungan fungsional antara ketiga
variabel tersebut. Penelitian menemukan bahwa Tingkat
Pendidikan Pesantren dalam hasil regresi panel memiliki pengaruh
positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di provinsi Aceh
dengan nilai koefisien sebesar 0,032. Tingkat Pengangguran
Terbuka dalam hasil regresi panel memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap tingkat kemiskinan di provinsi Aceh dengan
nilai koefisien sebesar 0, 121. Sedangkan hasil Granger causality
test mengindikasikan bahwa kausalitas dua arah terjadi antara
tingkat pendidikan pesantren dan tingkat pengangguran terbuka.
Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan tingkat pendidikan
pesantren merupakan respons terhadap tingkat pengangguran
terbuka.
Kata Kunci: Pendidikan pesantren, pengangguran, dan kemiskinan
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................... i
HALAMAN JUDUL KEASLIAN ......................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN .............................. iii
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI ................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ................................... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................ vii
HALAMAN TRANSLITERASI ........................................... x
ABSTRAK .............................................................................. xiv
DAFTAR ISI ........................................................................... xv
DAFTAR TABEL .................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ............................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................... 1 1.1 Latar Belakang Penelitian .......................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................... 7
1.4 Kegunaan Penelitian ................................................... 7
1.5 Sistematika Penelitian ................................................ 8
BAB II LANDASA TEORI ................................................... 9 2.1 Kemiskinan ................................................................ 9
2.1.1 Ukuran Kemiskinan ............................................ 14
2.1.2 Kebijakan Penuntasan Kemiskinan Melalui
Pendidikan ........................................................... 16
2.2 Pendidikan Pesantren ................................................. 18
2.2.1 Dasar-Dasar Pendidikan Islam ............................ 22
2.3 Pengangguran ............................................................. 27
2.4 Hasil Penelitian Sebelumnya ...................................... 30
2.5 Keterkaitan Antar Variabel ........................................ 34
2.5.1 Pengaruh Pendidikan Pesantren Terhadap
Kemiskinan ......................................................... 34
2.5.2 Pengaruh Pengangguran Terhadap Kemiskinan . 41
2.6 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan ......................... 43
2.7 Kerangka Penelitian ................................................... 44
2.8 Hipotesis Penelitian .................................................... 45
xvi
BAB III METODE PENELITIAN ....................................... 46 3.1 Batasan Variabel ........................................................ 46
3.2 Jenis Penelitian ........................................................... 46
3.3 Jenis Data dan Sumber Data ...................................... 46
3.4 Teknik Analisis Data .................................................. 47
3.5 Metode Analisi Data .................................................. 49
3.5.1 Penentuan Model Estimasi .................................. 49
3.5.2 Uji Asumsi Klasik ............................................... 51
3.5.3 Penguji Hipotesis ................................................ 53
3.5.4 Pengujian Hipotesis secara Parsial (T) ................ 54
3.5.5 Pengujian Hipotesis secara Simultan (F) ............ 55
3.5.6 Pengujian Granger Causality Test ....................... 55
3.6 Operasional Variabel .................................................. 56
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................... 58 4.1 Statistika Deskriptif .................................................... 58
4.1.1 Tingkat Kemiskinan ............................................ 58
4.1.2 Pendidikan Pesantren .......................................... 60
4.1.3 Tingkat Pengangguran ........................................ 63
4.2 Hasil Statistik Deskriptif dan Korelasi Antar
Variabel ...................................................................... 65
4.2.1 Hasil Uji Chow dan Uji Hausman ....................... 69
4.3 Analisis Regresi Data Panel ....................................... 73
4.3.1 Granger Causality Test ........................................ 76
BAB V PENUTUP .................................................................. 80 5.1 Kesimpulan ............................................................... 80
5.2 Saran ........................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ............................................................. 83
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................... 90
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Penelitian Sebelumnya ......................................... 32
Tabel 3. 1 Definisi Operasional Variabel ............................... 60
Tabel 4. 1 Persentase Penduduk Miskin Menurut
Kabupaten/Kota Di Provinsi Aceh 2017-2019 ...... 61
Tabel 4. 2 Persentase Santri Menurut Kabupaten/Kota Di
Provinsi Aceh Tahun 2017-2019 ........................... 64
Tabel 4. 3 Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka
Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Aceh
Tahun 2017-2019 ................................................... 66
Tabel 4. 4 Hasil statistik deskriptif dan korelasi antar
variabel .................................................................. 68
Tabel 4. 5 Hasil Chow test ...................................................... 72
Tabel 4. 6 Hasil Hausman test ................................................ 73
Tabel 4. 7 Koefisien Korelasi Antar Variabel ........................ 75
Tabel 4. 8 Ringkasan Hasil Regresi Panel .............................. 76
Tabel 4. 9 Hasil Granger causality test ................................... 81
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Kerangka Penelitian ............................................ 48
Gambar 4. 1 Rata-rata Tingkat Kemiskinan Menurut
Kabupaten Prov Aceh 2008-2029 ....................... 63
Gambar 4. 2 Rata-rata Tingkat Pendidikan Pesantren
Menurut Kabupaten Prov Aceh 2008-2019 ........ 65
Gambar 4. 3 Rata-rata Tingkat Pengangguran Terbuka
Menurut Kabupaten Prov Aceh 2008-2019 ........ 67
Gambar 4. 4 Residual Metode Random effect Model ............ 74
Gambar 4. 5 Residual Metode Fixed Effect ............................. 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Salah satu permasalahan yang masih dihadapi oleh negara
Indonesia yaitu masalah kemiskinan. Masalah kemiskinan
merupakan masalah yang kompleks dan bersifat multidimensional
sehingga menjadi prioritas dalam pembangunan. Selama ini,
pemerintah Indonesia telah berusaha membentuk program-program
untuk mengatasi kemiskinan terjadi di Indonesia. Upaya
pengentasan kemiskinan dapat dilakukan dengan beberapa strategi
dengan membentuk perlindungan keluarga dan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan mereka dari semua bidang. Serta
memberikan suatu pelatihan kepada masyarakat agar memiliki
kemampuan yang sesuai pada setiap individu untuk melakukan
usaha agar mencegah terjadinya kemiskinan yang baru. Upaya
pengentasan kemiskinan tersebut ialah suatu keinginan setiap
Negara dengan mewijudkan cita-cita bangsa indonesia yaitu
terciptanya suatu masyarakat yang adil dan makmur (Royat, 2015).
Ekonomi di Indonesia khususnya di masyarakat masih
banyak menghadapi persoalan-persoalan dasar yang serius dan
harus ditangani seperti tingginya angka kemiskinan, pengangguran,
penyediaan lapangan kerja dan lain sebagainya, sedangkan
trobosan dan program pemerintah tidak mampu untuk mengatasi
permasalahan di atas secara menyeluruh dan merata maka
diperlukan adanya lembaga atau instansi yang bisa membantu
untuk mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran tersebut.
2
Pesantren adalah salah satu lembaga yang mempunyai peranan
penting dalam kemerdekaan Indonesia juga dianggap mempunyai
potensi dan peran dalam mengembangkan ekonomi masyarakat
guna untuk membantu pemerintah dalam usaha mengurangi
kemiskinan dan pengangguran.
Pembangunan ekonomi sebuah negara dapat dilihat
keberhasilanya dari beberapa indikator perekonomian, satu
diantaranya adalah tingkat pengangguran. Berdasarkan tingkat
pengangguran dapat dilihat kondisi suatu negara apakah
perekonomiannya berkembang atau lambat dan atau bahkan
mengalami kemunduran. Pengangguran sendiri merupakan suatu
keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja
dan ingin mendapatkan pekerjaan tetapi mereka belum dapat
memperoleh pekerjaan tersebut (Poyoh, 2017).
Masalah kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan
yang telah mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di
belahan bumi manapun. Kemiskinan adalah masalah yang dihadapi
oleh banyak negara-negara berkembang salah satunya yaitu
Indonesia yang yang terjadi akibat sumber daya manusia (SDA)
yang terbatas, pengetahuan tentang teknologi yang masih rendah
dan lapangan pekerjaan yang masih tidak tercukupi (Kholis, 2014).
Institusi pendidikan di Indonesia belum mampu bekerja
optimal melahirkan sumber daya manusia yang mampuni. Kualitas
pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan. Human
Development Report (HDR), United Nation Development
Programme (UNDP) melaporkan bahwa pada tahun 2011,
3
peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development
Index) Indonesia yang mencakupi komposisi peringkat pencapaian
pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala berada di urutan
124 dari 183 negara yang ada di dunia (Majid, 2014).
Sebagai salah satu Provinsi di Indonesia, Aceh juga
memiliki berbagai masalah menyangkut kualitas pendidikan. Aceh
yang mendapat jatah dana pembangunan Rp 11,1 triliun pada
tahun 2010, dan 30% dari jumlah tersebut harus dialokasikan untuk
memajukan bidang pendidikan, namun kualitas pendidikan Aceh
tergolong sangat rendah dibandingkan dengan 34 Provinsi lainnya
yang ada di Indonesia. Misalnya, prestasi siswa Aceh di bidang
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2011 hanya menduduki
peringkat 25 di Indonesia. Fakta ini sungguh bertolak belakang
dengan anggaran besar yang dimiliki Aceh saat ini (Majid, 2014).
Permasalahan pengangguran yang terjadi saat ini sangat
sering dibahas dan merupakan isu penting, karena dapat dikaitkan
dengan indikator ekonomi pada Negara tersebut yang akan
mempengaruhi tingkat pengangguran seperti inflasi, kemiskinan,
dan besarnya upah minimum yang berlaku. Apabila di suatu negara
pertumbuhan ekonominya mengalami kenaikan, diharapkan akan
berpengaruh pada penurunan jumlah pengangguran, hal ini diikuti
dengan tingkat upah. Jika tingkat upah naik akan berpengaruh pada
penurunan jumlah pengangguran pula. Sedangkan tingkat inflasi
yang tinggi akan berpengaruh pada kenaikan jumlah pengangguran
(Sukirno, 2008).
4
Upaya menurunkan tingkat pengangguran dan menurunkan
tingkat kemiskinan adalah sama pentingnya. Secara teori jika
masyarakat tidak menganggur berarti mempunyai pekerjaan dan
penghasilan, dan dengan penghasilan yang dimiliki dari bekerja
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup. Jika kebutuhan
hidup terpenuhi, maka tidak akan miskin. Sehingga dikatakan
dengan tingkat pengangguran rendah (kesempatan kerja tinggi)
maka tingkat kemiskinan juga akan rendah. Pengangguran memang
kini belum bisa terlepaskan dari salah satu bagian masalah yang
dihadapi oleh Negara-negara berkembang di dunia, termasuk
bangsa Indonesia. Pengangguran dinegeri ini, masih menjadi
masalah aktual yang menjadi bahasan panjang sejak orde baru
tumbang dan Indonesia dicap sebagai negara yang cukup
terganggu perkembangan perekonomiannya (Poyoh, 2017).
Aceh dalam menurunkan tingkat kemiskinan di wilayah
pemerintahannya. Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan
dari sisi ekonomi dalam memenuhi kebutuhan yang dasar seperti
makanan dan non makanan seperti pakaian dan kesehatan yang
dipengaruhi oleh pendapatan dan pengeluaran. Penduduk miskin
dikategorikan sebagai penduduk yang pengeluaran per kapita
pengeluarannya kurang dari atau rata-rata dibawah garis
kemiskinan. Menurut data BPS, Provinsi Aceh berada di urutan
ketujuh di Indonesia untuk tingkat kemiskina pada tahun 2012.
Walaupun secara umum dari tahun ke tahun pemerintah Aceh telah
berhasil menekan angka kemiskinan pada tahun 2005 (Munawar,
2015). Angka kemiskinan di provinsi Aceh apabila
5
dibandingkan dengan daerah lainnya masih menduduki posisi
sepuluh besar ditinjau dari persentase kemiskinan, namun jika
ditinjau dari sebaran berdasarkan jumlah penduduk mungkin
saja masih relative sedikit karena jumlah penduduk Provinsi
Aceh lebih sedikit dibandingkan daerah lainnya seperti di
pulau Jawa (Nasir, 2014).
Dengan menurunkan angka pengangguran di Aceh
diharapkan juga mampu untuk menurunkan jumlah angka
kemiskinan di Aceh. Pengangguran adalah suatu keadaan seseorang
yang masih tergolong angkatan kerja yang sedang mencari
pekerjaan tetapi masih belum bekerja dengan alasan tertentu dan
masih belum memperoleh pekerjaan tersebut. Selain itu,
pengangguran juga akan sangat berpengaruh terhadap kemiskinan
dengan adanya kekurangan dalam masyarakat dan rumah tangga
seperti hal nya konsumsi, pakaian, gizi, kesehatan, dan lain
sebagainya karena dipengaruhi oleh pendapatan yang rendah, sebab
itu bencana pengangguran akan secara langsung mempengaruhi
income poverty rate (tingkat pendapatan) dengan consumption
poverty rate (tingkat konsumsi) (Aristina, 2017).
Munculnya pesantren di Indonesia diperkirakan sudah ada
sejak 300-400 tahun dan menjangkau hampir di seluruh lapisan
masyarakat muslim di Indonesia terutama di Provinsi Aceh (Sidiq,
2013). Uniknya Pendidikan Pesantren bukan karena keberadaan
saja, tetapi karena lembaga agama telah menerapkan budaya,
metode dan jaringan (Fawait, 2013). Pondok pesantren yang
melembaga di masyarakat, terutama di pedesaan merupakan
6
lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia (Maksum, 2015).
Pesantren, jika dilihat dari sejarah, sosiologis dan antropologis,
lembaga ini seharusnya dipandang sebagai lembaga pendidikan
alternatif di Indonesia. Namun pemerintah terkesan melihat
sebelah mata dengan lembaga pendidikan formal lainnya. Di satu
sisi pemerintah mengakui produk-produk atau kualitas lulusan
pesantren akan tetapi disisi lain pesantren tetap pesantren yang
tidak secara utuh diakui sebagai lembaga pendikan.
Mengacu pada uraian di atas, maka pendidikan pesantren
yang relatif rendah, pengangguran yang relatif tinggi dan
kemiskinan yang relatif masih tinggi dapat menghambat
pembangunan perekonomian daerah Aceh. Karena itu penelitian ini
memilih judul “Pengaruh Tingkat Pendidikan Pesantren Dan
Pengangguran Terhadap Kemiskinan Di Aceh Tahun 2008-
2019”.
1.2 Perumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang penelitian yang sudah
dijelaskan sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa masalah
yaitu:
1. Apakah pendidikan pesantren berpengaruh terhadap
kemiskinan di kabupaten/kota di Aceh tahun 2008-2019 ?
2. Apakah pengangguran berpengaruh terhadap kemiskinan di
kabupaten/kota Aceh tahun 2008-2019 ?
3. Apakah pendidikan pesantren dan pengangguran berpengaruh
terhadap kemiskinan di kabupaten/kota Aceh tahun 2008-2019?
7
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan
penelitian ini sebagai berikut.
1. Menganalisis pengaruh pendidikan pesantren terhadap
kemiskinan di Aceh periode tahun 2008-2019 dalam 23
kabupaten.
2. Menganalisis pengaruh pengangguran terhadap kemiskinan di
Aceh periode tahun 2008-2019 dalam 23 kabupaten.
3. Menganalisis apakah pendidikan dan pengangguran
berpengaruh terhadap kemiskinan di Aceh periode tahun 2008-
2019 dalam 23 kabupaten.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan
sebagai berikut.
1. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk menganalisis tentang
pendidikan dan pengangguran di Aceh yang dapat digunakan
untuk mengetahui apakah pendidikan dan pengangguran dapat
berpengaruh terhadap kemiskinan di Aceh dalam mewujudkan
masyarakat sejahtera melalui pngembangan perekonomian.
2. Dapat dijadikan sumbangan pemikiran dan wawasan dalam
memperkaya referensi penelitian yang berhubungan dengan
pendidikan, pengangguran, dan kemiskinan serta keterkaitan
antara objek ketiganya di Aceh.
8
1.5 Sistematika Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan membahasa dan menguraikan
empat sub bab yaitu latar belakang penelitian, rumusan masalah,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bagian ini penulis mengkaji landasan teori yang
digunakan berdasarkan literatur dan teori-teori yang relevan dengan
masalah yang ingin diteliti untuk mengembangkan hipotesis dan
menjalankan fenomena hasil penelitian sebelumnya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Menjelaskan tentang batasan variabel, jenis penelitian, jenis
dan sumber data, teknik analisi data, metode analisi data, pengujian
granger causality test, dan operasional variabel.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan hasil penelitian
dan pembahasan serta penjelasan dari hasil penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bab penutup yang menguraikan
kesimpulan kesimpulan dan saran yang merupakan penyajian
singkat dari keseluruhan hasil penelitian yang diperoleh.
9
BAB II
LANDASA TEORI
2.1 Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat termasuk provinsi Aceh dimana kemiskinan
juga merupakan masalah sosial yang terus-menerus dapat dikaji,
bukan saja karena kemiskinan telah memberikan dampak terhadap
masyarakat, melainkan karena hingga kini kemiskinan masih
belum bisa dientaskan dan bahkan gejalanya semakin meningkat
sejalan dengan krisis multidimensional yang terjadi. Kemiskinan
ditandai oleh keterbelakangan dan pengangguran yang selanjutnya
meningkat menjadi pemicu ketimpangan pendapatan dan
kesenjangan antar golongan penduduk. Kesenjangan dan pelebaran
jurang antara si kaya dan si miskin tidak mungkin untuk terus
dibiarkan karena akan menimbulkan berbagai persoalan, baik
persoalan sosial maupun persoalan politik di masa yang akan
dating (Setyadi, 2017).
Kemiskinan merupakan salah satu penyakit dalam ekonomi,
sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi.
Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang
kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena itu, upaya
pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif,
mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan
secara terpadu. Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau
sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran
10
ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar
hidup tertentu (Prastyo,2007).
Kemiskinan di Aceh umumnya terjadi di pedesaan, dengan
sekitar 30 persen keluarga di wilayah pedesaan hidup di bawah
garis kemiskinan dibandingkan dengan kurang dari 15 persen di
wilayah perkotaan. Secara geografis, wilayah yang terletak dekat
Banda Aceh memiliki tingkat kemiskinan yang rendah, sementara
daerah-daerah di wilayah tengah dan selatan Aceh menunjukkan
tingkat kemiskinan yang lebih tinggi. Rendahnya tingkat
pendidikan serta pertanian sebagai kegiatan utama keluarga juga
terkait secara positif dengan kemiskinan (BPS, 2008).
Dalam rangka untuk mengurangi tingkat kemiskinan di
suatu daerah, penanggulangan kemiskinan harus dilakukan secara
menyeluruh, yang berarti menyangkut seluruh penyebab
kemiskinan. Beberapa diantaranya yang menjadi bagian dari
penanggulangan kemiskinan yang perlu tetap ditindaklanjuti dan
disempurnakan implementasinya adalah pemerataan pertumbuhan
ekonomi, peningkatan dan pemerataan tingkat upah, peningkatan
pendidikan masyarakat, pengendalian inflasi, serta perluasan
lapangan kerja (Setyadi, 2017). Menurut BPS (2007), seseorang
masuk dalam kriteria miskin jika pendapatannya berada dibawah
garis kemiskinan.
Dimensi-dimensi kemiskinan dapat dilihat dalam bentuk
kekurangan gizi, air, perumahan yang sehat, perawatan kesehatan
yang kurang baik, dan tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini
berarti kemajuan atau kemunduran pada salah satu aspek dapat
11
mempengaruhi kemajuan atau kemunduran aspek lainnya. Dan
aspek lain dari kemiskinan ini adalah bahwa yang miskin itu
manusianya baik secara individual maupun kolektif (Aristina,
2017).
Pola kemiskinan ada empat yaitu, Pertama adalah yaitu
kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun. Pola kedua
adalah cyclical poverty, yaitu kemiskinan yang mengikuti pola
siklus ekonomi secara keseluruhan. Pola ketiga adalah seasonal
poverty, yaitu kemiskinan musiman seperti dijumpai pada kasus
nelayan dan petani tanaman pangan. Pola keempat adalah
accidental poverty, yaitu kemiskinan karena terjadinya bencana
alam atau dampak dari suatu kebijakan tertentu yang menyebabkan
menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Secara
ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan sumber
daya yang dapat digunakan memenuhi kebutuhan hidup serta
meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Secara politik,
kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan
yang mempunyai pengertian tentang sistem politik yang dapat
menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan
menggunakan sumber daya. Secara sosial psikologi, kemiskinan
dapat dilihat dari tingkat kekurangan jaringan dan struktur sosial
yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan peningkatan
produktivitas (Aristina, 2017).
Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan
dengan persoalan yang terjadi pada suatu Negara baik itu di bidang
ekonomi, politik, sosial, budaya, dan moral. Menurut Badan Pusat
12
Statistik (BPS), kemiskinan diartikan sebagai ketidakmampuan
seseorang untuk memenuhi standar minimum kebutuhan dasar
dalam hidup yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan.
Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh
seluruh negara, terutama di negara berkembang seperti Indonesia.
Hal ini dikarenakan kemiskinan itu bersifat multidimensional
artinya karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam, maka
kemiskinan pun memiliki banyak aspek primer yang berupa miskin
akan aset, organisasi sosial politik, pengetahuan, dan keterampilan
serta aspek sekunder yang berupa miskin akan jaringan sosial,
sumber-sumber keuangan, dan informasi (Aristina, 2017).
Masalah kemiskinan di Aceh cukup kompleks karena
beragamnya kondisi sosial budaya masyarakat dan pengalaman
kemiskinan yang berbeda. Jumlah penduduk miskin di Aceh
mengalami fluktuasi sejak tahun 2017 hingga 2019. Fluktuasi
jumlah penduduk miskin tersebut bahkan cenderung menurun dan
meningkat selama kurun waktu tersebut. Hal ini menunjukkan
bahwa kebijakan penanggulangan kemiskinan yang telah
diterapkan oleh Pemerintah Daerah Aceh selama kurun waktu
tersebut belum maksimal dalam mengurangi jumlah penduduk
miskin di Aceh.
Berkaitan dengan upaya penanggulangan kemiskinan dan
pengangguran, pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu
faktor yang turut mempengaruhi berkurangnya angka kemiskinan
dan pengangguran di Aceh. Tingkat pendidikan santri memiliki
peranan yang sangat penting dalam rangka mengurangi angka
13
kemiskinan dan pengangguran di aceh.Tingkat pendidikan yang
dimaksud adalah rata-rata lama sekolah yang telah ditempuh oleh
seluruh penduduk di Aceh (Ramdhan, 2017).
Permasalahan kemiskinan di Aceh tidak terlepas dari
banyaknya jumlah pengangguran selama kurun waktu yang sama.
Tingkat kemiskinan juga dapat disebabkan oleh rendahnya
pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang sangat besar,
serta tingkat pendidikan masyarakat. Pendidikan adalah pionir
dalam pembangunan masa depan suatu bangsa, karena pendidikan
yang berkualitas dapat menentukan kualitas dari pembangunan
(Amalia, 2017).
Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 61
و إذ ق لت م ي م وس ىم ل ن نصب ع ل ىم ط ع ام و محد ف ٱدع ل ن ا ر بك ي رج ل ن ا ما ت نبت ٱل رض سه ا و ب ص له ا ق ال أ ت ست بدل ون ٱلذى ه و أ دن م بٱلذى من ب قله ا و قثائه ا و ف ومه ا و ع د
ء و ن ة و ب أ لت م و ض رب ت ع ل يهم ٱلذلة و ٱلم سك ي ر ٱهبط وا مصرا ف إن ل ك م ما س ه و خ ۦن بغ ي ٱل ق بغ ض ب من ٱلل ذ ملك ب ن ه م ك ان وا ي كف ر ون ب اي مت ٱلل و ي قت ل ون ٱلنب
ذ ملك ب ا ع ص وا وك ان وا ي عت د ون
Artinya :”Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami
tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab
itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia
mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu
sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya,
dan bawang merahnya". Musa berkata: "Maukah kamu mengambil
yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke
suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta". Lalu
ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka
mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka
selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi yang
14
memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka
selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.”
Qur’an Surat Al-Isra Ayat 26
ر ت بذيراو ء ات ذ ا ٱلق رب م ح قه ۥ و ٱلمسكين و ٱبن ٱلسبيل و ل ت ب ذArtinya : “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat
akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam
perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu)
secara boros.”
2.1.1 Ukuran Kemiskinan
Ukuran kemiskinan menurut Nurkse secara sederhana dan
yang umum digunakan dapat dibedakan menjadi tiga (Saputra,
2011), yaitu:
1. Kemiskinan absolut
Adalah bila pendapatan seseorang tidak dapat mencapai
kebutuhan hidup minimum (makanan, pakaian, perumahan,
pendidikan, dan kesehatan). Kesulitan utama dalam konsep
kemiskinan absolut adalah menentukan komposisi dan tingkat
kebutuhan minimum karena kedua hal tersebut tidak hanya
dipengaruhi oleh adat kebiasaan saja, tetapi juga iklim, tingkat
kemajuan suatu negara, dan faktor-faktor ekonomi
lainnya.Walaupun demikian, untuk dapat hidup layak, seseorang
membutuhkan barang-barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
fisik dan sosialnya.
15
2. Kemiskinan relatif
Adalah dimana sebenarnya pendapatan seseorang sudah
mencapai tingkat kebutuhan minimum, tetapi masih dianggap
miskin karena masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan
keadaan masyrakat disekitarnya. kemiskinan dapat dari aspek
ketimpangan sosial yang berarti semakin besar ketimpangan antara
tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah, maka
akan semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat
dikategorikan selalu miskin.
3. Kemiskinan kultural
Seseorang termasuk golongan miskin kultural apabila sikap
orang atau sekelompok masyarakat tersebut tidak mau berusaha
memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak
lain yang membantunya atau dengan kata lain seseorang tersebut
miskin karena sikapnya sendiri yaitu pemalas dan tidak mau
memperbaiki kondisinya.
Menurut Chambers, kemiskinan dapat dibagi dalam empat
bentuk, yaitu:
1. Kemiskinan absolut: bila pendapatannya di bawah garis
kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi pangan,
sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang
diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.
2. Kemiskinan relatif: kondisi miskin karena pengaruh
kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh
masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada
pendapatan.
16
3. Kemiskinan kultural: mengacu pada persoalan sikap
seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor
budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat
kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada
bantuan dari pihak luar.
4. Kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan
karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi
dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang
tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi kerap
menyebabkan suburnya kemiskinan (Nasikun, 2001).
2.1.2 Kebijakan Penuntasan Kemiskinan Melalui Pendidikan
Dalam UUD 1945 Pasal 34 ayat 1 menyebutkan bahwa
fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara. Hal
ini berarti fakir miskin dan anak terlantar tersebut menjadi
tanggung jawab negara yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk
masa depan mereka. Fakir adalah orang yang tidak mempunyai
kemampuan untuk mendapatkan penghasilan dan tidak mempunyai
sanak saudara. Miskin adalah orang yang mempunyai penghasilan,
namun tidak dapat mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Jadi, fakir miskin ini perlu perhatian khusus, terutama
bagi pemerintah. Sasaran utama pembangunan nasional
sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD 1945 adalah
cerdasnya kehidupan bangsa, majunya kebudayaan nasional, dan
kesejahteraannya kehidupan rakyat Indonesia secara berkeadilan.
Oleh karena itu perlu upaya pembangunan yang pada hakekatnya
17
merupakan proses transformasi budaya menjadi peradaban bangsa
yang maju, modern, dan demokratis.
Menurut Soedjiarto (2008), pendidikan nasional
diselenggarakan belum maksimal dan wajib belajar belum juga
gratis. Padahal hal ini yang akan mampu meningkatkan
produktivitas nasional dan selanjutnya akan mengikis kemiskinan.
Kemiskinan pada hakekatnya merupakan akibat terbatasnya
kesempatan kerja. Kesempatan kerja tertutup dapat disebabkan oleh
kualifikasi kemampuan yang dituntut tidak terpenuhi dan tidak
terpenuhinya kualifikasi kemampuan disebabkan karena tidak
mengikuti pendidikan yang bermutu, memerlukan biaya yang tidak
mungkin ditanggung oleh mereka yang miskin. Oleh karena itu
masalah kemiskinan dapat diatasi melalui pemberian kesempatan
untuk mengikuti program pendidikan dan berbagai latihan yang
bermutu, seperti pendidikan gratis, pemberian beasiswa kepada
peserta didik, dan kesempatan kerja yang luas serta pelayanan
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Melalui pendidikan yang bermutu dan merata akan
melahirkan manusia terdidik yang cerdas, berkarakter, dan terampil
atau profesional yang siap memasuki dunia kerja. Dalam upaya
pengentasan kemiskinan adalah membuka kesempatan kerja dan
membayar pajak yang memungkinkan pemerintah memberikan
kesejahteraan masyarakat, mampu membiayai tanggung jawab
konstitusionalnya, yaitu memberikan pelayanan publik seperti
pendidikan, kesehatan, dan jaminan social (Kholis, 2014).
18
2.2 Pendidikan Pesantren
Asal kata ''pesantren'' adalah pe-''santri''-an, kata "santri"
artinya murid dalam bahasa Jawa Istilah ''pondok'' berasal dari
bahasa Arab ''funduuq'' ('''قودنف''') yang berarti penginapan
(Zulhimma, 2013). Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan
nama ''dayah''. Pendidikan merupakan pembelajaran pengetahuan
keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan
dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran,
pelatihan, atau penelitian. Pendidikan merupakan salah satu
indikator kemajuan daerah dilihat dari aspek sumber daya manusia
. Oleh karena itu pendidikan pesantren sangat berperan sebagai
faktor kunci dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia,
maka pembangunan di bidang pendidikan pesantren meliputi
pembangunan pendidikan secara formal maupun non-formal.
Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan tertua
yang melekat dalam perjalanan kehidupan Indonesia sejak ratusan
tahun yang silam, ia adalah lembaga pendidikan yang dapat
dikategorikan sebagai lembaga unik dan punya karakteristik
tersendiri yang khas, sehingga saat ini menunjukkan kapabilitasnya
yang cemerlang melewati berbagai episode zaman dengan
pluralitas polemik yang dihadapinya. Pesantren juga melayani
kebutuhan (needs) pendidikan ketika masyarakat memerlukannya,
terutama ketika lembaga-lembaga pendidikan modern yang pada
umumnya bersifat formal, belum mampu menembus ke pelosok
desa. Pada saat itu dunia pesantren menjadi simbol yang
menghubungkan dunia pedesaan dengan dunia luar (In’am, 2010).
19
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan
yang memerankan fungsi sebagai institusi sosial (Syam, 2005).
Sebagai institusi sosial pesantren memiliki dan menjadi pedoman
etika bagi masyarakat, karena pesantren adalah institusi yang
melegitimasi berbagai moralitas yang seharusnya ada dalam
masyarakat, karena institusi sosial pada hakikatnya muncul dan
berkembang berkat tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Pesantren
merupakan produk sejarah yang terus berkembang mengikuti
zaman, masing-masing memiliki karakteristik berlainan baik
menyangkut sosio-politik, sosio-kultural, sosio-ekonomi maupun
sosio-religius.
Pendidikan pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan formal (madrasah, sekolah umum,
perguruan tinggi) dan pada pendidikan non formal yang secara
khusus mengajarkan agama yang sangat kuat yang dipengaruhi
oleh pikiran-pikiran ulama salafus shaleh khususnya dalam bidang
fiq’h, Hadist, Tafsir, Tauhid, dan Tasawuf.
Sebagai lembaga pendidikan, pesantren menyelenggarakan
pendidikan sekolah, (madrasah, sekolah umum, kejuruan, dan
perguruan tinggi) serta pendidikan luar sekolah berupa kursus-
kursus keahlian (life skill), untuk menunjang kehidupan santri
pasca mengikuti pendidikan pesantren, karena pesantren tidak
mencetak santrinya untuk menjadi pegawai pemerintah (PNS),
tetapi lebih menitikberatkan kepada kemandirian santri yang tidak
meng-ekor atau menjadi beban orang/lembaga lain. Tujuan
pendidikan di pesantren memang tidak dimaksudkan untuk
20
menyiapkan tenaga kerja terampil pada sektor-sektor modern,
sebagaimana sekolah dan universitas pada umumnya. Pendidikan
di pesantren di orientasikan pada pendidikan pemahaman,
penghayatan, dan pengamalan ajaran Islam. Para santri diantarkan
untuk menjadi alim dan shalih, yang menjadi agen perubahan di
masyarakat. Dalam perkembangannya ke depan, pesantren tetap
harus menjadi “rumah”, menjadi pertahanan mental spiritual sesuai
dengan perkembangan zaman dan tuntutan masa (Kesuma, 2017).
Menurut asal katanya Pesantren berasal dari kata santri
yang mendapat imbuhan awalan pe dan akhiran an yang
menunjukkan tempat, dengan demikian Pesantren artinya tempat
para santri, sedangkan menurut Sodjoko Prasodjo, pesantren adalah
lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara
non klasikal, di mana seorang kyai mengajarkan ilmu agama
kepada santri-santri berdasarkan kitab yang ditulis dalam bahasa
arab oleh ulama abad pertengahan (Mubarak, 2009).
Ada dua alasan mengapa pesantren bisa menjadi pelopor
perekonomian umat. Pertama, santri adalah golongan masyarakat
yang berkomitmen tinggi dengan agamanya. Komitmen para santri
dalam agamanya dapat berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi
yang dilakukan para santri. Kedua, fokus kegiatan pesantren pada
kajian-kajian keislaman dapat membuatnya menjadi penggerak
ekonomi syariah di masyarakat sekaligus melahirkan entrepreneur
muda yang berjiwa islami (Muttaqin, 2011). Optimalisasi semua
sumber daya yang dimiliki pesantren dapat tercipta sebuah
kekuatan besar dalam perekonomian bila dikelola dengan baik.
21
Dari segi aset misalnya, pesantren bisa memanfaatkan luasnya
tanah yang mereka miliki untuk digunakan dalam kegiatan
bercocok tanam. Pekerja dari kegiatan bercocok tanam tersebut
bisa saja para santri yang dilakukan secara bergantian atau bisa
pula dengan memperkerjakan masyarakat di sekitar pesantren
sebagai petani yang mengelola tanah tersebut. Hasil panen yang
didapat bisa dijual untuk membiayai kegiatan operasional
pesantren. Selain itu, pesantren juga dapat memanfaatkan aset lain
yang dimilikinya untuk ditujukan pada sektor perekonomian.
Pemanfaatan aset ini harus dibarengi dengan manajemen aset yang
baik dari pihak pesantren agar pemanfaatan aset dapat berlangsung
secara optimal. Selanjutnya dari segi sumber daya manusia, para
santri bisa dibekali skill untuk berwirausaha agar pesantren bisa
memiliki sebuah badan usaha yang bisa menjadi penopang
kegiatan perekonomian para santri dan masyarakat (Adnan, 2018).
Santri adalah peserta didik yang dimiliki oleh Pondok
Pesantren yang dititipkan oleh orang tuanya pada pesantren untuk
mempelajari beberapa kegiatan pendidikan agama Islam, dalam hal
ini Pondok Pesantren membagi tiga (3) bagian yaitu;
1. Santri yang mukim dan menetap di asrama yang sudah
disediakan oleh pondok pesantren yang disebabkan karena
jarak antara pondok pesantren dan rumahnya yang relatif
jauh baik dari Aceh maupun luar Aceh, atau anak sekitar
pesantren tetapi mukim di pesantren dan harus mengikuti
kegiatan selama 24 jam sampai pada hari libur pesantren.
22
2. Santri yang berasal dari sekitar Pondok Pesantren yang
tidak menetap di asrama yang sudah disediakan oleh
posantren, mereka hanya mengikuti sekolah atau hanya
mengikuti dayah, tidak dituntut mengikuti semua kegiatan
pondok pesantren.
3. Santri dari luar Pondok Pesantren yang datang dari
beberapa wilayah yang hanya mengikuti sekolah formal
(umum) yang sesuai dengan jenjang pendidikannya masing-
masing dan kegiatan mereka hanya dari pagi sampai siang
hari (Wadi, 2018).
2.2.1 Dasar-Dasar Pendidikan Islam
Ilmu-ilmu agama di pahami sebagai pedoman hidup
(tafaqquh fi al-din) yang menekankan pentingnya moral dalam
bermasyarakat. Salah satu hal yang dapat dirasakan dengan
hadirnya pesantren adalah pembentukan kader-kader ulama serta
pengembangan keilmuan Islam (Usman, 2013).
Agar pendidikan dapat melaksanakan fungsinya, pendidikan
memerlukan acuan pokok yang mendasarinya. Acuan yang menjadi
dasar bagi pendidikan adalah nilai yang tertinggi dari pandangan
hidup suatu masyarakat di mana pendidikan itu dilaksanakan.
Dalam menetapkan sumber pendidikan Islam, para pemikir Islam
mempunyai beberapa pendapat. Abdul Fattah Jalal, misalnya,
membagi sumber pendidikan Islam kepada dua macam, yaitu,
pertama, sumber Ilahi, yang meliputi al-Qur’an, al-Hadîts, dan
alam semesta sebagai ayat kauniyah yang perlu ditafsirkan
kembali. Kedua, sumber insaniah, yaitu lewat proses ijtihad
23
manusia dari fenomena yang muncul dan dari kajian lebih lanjut
terhadap sumber Ilahi yang masih bersifat global (Jalal, 1988).
Pakar pendidikan Islam lainnya membagi sumber atau dasar
nilai yang dijadikan acuan dalam pendidikan Islam kepada tiga,
yaitu al-Quran, al-Hadîts, serta Ijtihad (Nizar, 2001) para ilmuan
muslim yang berupaya memformulasi bentuk sistem pendidikan
Islam yang dituntut oleh perkembangan zaman, sedangkan
pemecahannya tidak terdapat di dalam kedua sumber utama di atas.
Disamping itu sumber-sumber di atas, Ayumardi Azra
menyebutkan beberapa sumber lain seperti : kata-kata Sahabat,
kemaslahatan masyarakat dan nilai-nilai adat istiadat dan
kebiasaan-kebiasaan sosial (Azra, 1999).
Al-Quran sebagai kalam Allah yang diwahyukan kepada
Nabi Muhammad SAW., al-Qur’an menjadi sumber pendidikan
Islam pertama dan utama. Al-Qur’an merupakan petunjuk yang
lengkap, pedoman bagi manusia yang meliputi seluruh aspek
kehidupan manusia dan bersifat unversal. Keuniversalan ajarannya
mencakup ilmu pengetahuan yang tinggi dan sekaligus merupakan
kalam mulia yang esensinya tidak dapat dimengerti, kecuali bagi
orang yang berjiwa suci dan berakal cerdas. Al-Qur’an diturunkan
Allah untuk menunjuki manusia ke arah yang lebih baik. Firman
Allah Swt :
Quran Surat An-Nahl Ayat 64
وا فيه و ه دى و ر ح ة لق وم و م ا أ نز لن ا ع ل يك ٱلكت مب إل لت ب ين ل م ٱلذى ٱخت ل ف ي ؤمن ون
24
Artinya : “Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al
Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada
mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk
dan rahmat bagi kaum yang beriman.”
Al-Qur’an menduduki tempat paling depan dalam
pengambilan sumber-sumber pendidikan lainnya. Segala kegiatan
dan proses pendidikan Islam haruslah senantiasa berorientasi
kepada prinsip dan nilai-nilai al-Qur’an. Di dalam al-Qur’an
terdapat beberapa hal yang sangat positif guna pengembangan
pendidikan.
Dalam konfigurasi sistem pendidikan nasional, pendidikan
Islam di Indonesia merupakan salah satu variasi dari konfigurasi
sistem pendidikan nasional, tetapi kenyataannya pendidikan Islam
tidak memiliki kesempatan yang luas untuk bersaing dalam
membangun umat yang besar ini. Apabila dirasakan, memang
terasa janggal bahwa dalam komunitas masyarakat Muslim,
pendidikan Islam tidak mendapat kesempatan yang luas untuk
bersaing dalam membangun umat yang besar ini. Apalagi perhatian
pemerintah yang dicurahkan pada pendidikan Islam sangatlah kecil
porsinya, padahal masyarakat Indonesia selalu diharapkan agar
tetap berada dalam lingkaran masyarakat yang sosialistis religious
(Muslih, 1991). Tetapi justru pendidikan Islam lebih banyak
menunjukkan pola swadaya. Sehingga walaupun tanpa perhatian
dari stakeholder, pendidikan Islam tetap dapat berkembang dengan
baik. Bahkan sama sekali bukan menjadi beban, tetapi sebaliknya
menjadi kebanggaan bangsa di tengah minimnya perhatian
pengambil kebijakan pendidikan.
25
Pertumbuhan ekonomi akan berkembang pesat sehingga
mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk sebuah negara jika
didukung oleh masyarakatnya yang memiliki tingkat pendidikan
yang tinggi. Teori pertumbuhan modern menekankan pentingnya
peranan pemerintah terutama dalam meningkatkan pembangunan
modal manusia (human capital) melalui pendidikan dalam rangka
mendorong dan meningkatkan produktivitas, dimana pertumbuhan
produktivitas tersebut pada gilirannya merupakan motor penggerak
pertumbuhan. Modal manusia dalam terminologi ekonomi
digunakan untuk bidang pendidikan dan berbagai kapasitas
manusia lainnya, yang ketika bertambah dapat meningkatkan
produktivitas. Pendidikan memainkan kunci dalam kemajuan
perekonomian di suatu negara. Pendidikan merupakan alat untuk
mengadopsi teknologi modern, sehingga dapat meningkatkan
kapasitas produksi dalam perekonomian. Pendidikan juga dapat
dilihat sebagai komponen vital dalam pertumbuhan dan
pembangunan sebagai input bagi fungsi produksi agregrat (Todaro
dan Smith, 2003).
Fokus pendidikan formal adalah peningkatan mutu
pendidikan dan perluasan pendidikan dasar. Selain itu, ditingkatkan
pula kesempatan belajar pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Untuk mencapai sasaran tersebut, berbagai upaya dilakukan
pemerintah, misalnya dengan meningkatkan sarana dan prasarana
pendidikan pesantren, perbaikan kurikulum, bahkan sejak tahun
1994 pemerintah juga telah melaksanakan Program Wajib Belajar
9 Tahun yang merupakan kelanjutan dari Program Wajib Belajar
26
6 Tahun. Dengan semakin lamanya usia wajib belajar ini
diharapkan tingkat pendidikan anak semakin membaik, dan
tentunya akan berpengaruh pada tingkat kesejahteraan penduduk di
masa mendatang (BPS, 2017).
Samuelson (2004) menyebutkan bahwa input tenaga kerja
(sumber daya manusia) terdiri dari kuantitas dan keterampilan
tenaga kerja. Dari banyaknya segi ekonomi akan percaya bahwa
kualitas input dari tenaga kerja yakni adanya keterampilan,
pengetahuan dan disiplin tenaga kerja merupakan faktor paling
penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu Negara.
Negara tersebut akan mampu membeli suatu alat dan mesin yang
canggih tetapi tidak akan bekerja apabila tidak mempekerjakan
sumber daya manusia yang bekerja dengan terampil dan terlatih
dan tidak dapat meproduksi barang dan memanfaatkan barang
modal tersebut secara efektif. Peningkatan melek huruf dan
berkualitas serta kemampuan dalam menggunakan komputer akan
sangat berpengaruh dalam meningkatkan produktivitas tenaga
kerja. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
manusia merupakan hubungan dua arah yang kuat. Di satu sisi
pertumbuhan ekonomi menyediakan sumber-sumber yang
memungkinkan terjadinya berkembangan secara berkelanjutan
dalam pembangunan manusia. Sementara sisi lain pengembangan
dalam kualitas modal manusia merupakan kontributor penting bagi
pertumbuhan ekonomi.
Pendidikan pesantren pada akhirnya akan menyiapkan
generasi muda untuk memegang peranan tertentu dalam
27
masyarakat pada masa yang akan datang, memindahkan ilmu
pengetahuan, memindahkan nilai-nilai yang bertujuan memelihara
keutuhan dan kesatuan masyarakat, untuk memberantas kebodohan,
menghilangkan salah pengertian, memberi bimbingan dalam hidup,
menolong dalam menghadapi kesukaran, mensejahterakan
penduduk dan menentramkan batin. Pendidikan dasar memiliki
fokus utama dalam memberantas buta huruf. Pemberantasan buta
huruf menjadi indikator yang mendasar dalam keberhasilan proses
pendidikan.
2.3 Pengangguran
Pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan
dalam angkatan kerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan
pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh
pekerjaan yang diinginkannya (Samuelson, 2004). Pengangguran
atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama
sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama
seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan
pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan oleh
jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja yang tidak sebanding
dengan jumlah lapangan kerja yang ada.
Pengangguran merupakan masalah yang sangat kompleks
karena akan sangat mempengaruhi dan juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang saling berinteraksi mengikuti pola yang tidak
selalu mudah dipahami. Apabila pengangguran tersebut tidak
segera diatasi maka dapat menimbulkan kerawanan sosial dan
berpotensi mengakibatkan kemiskinan (Poyoh, 2017).
28
Serupa dengan pengertian di atas, Sadono Sukirno (2004:
28) mengatakan bahwa pengangguran adalah seseorang yang sudah
digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif sedang
mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak
dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkan. Tingkat
pengangguran menunjukkan persentase dari individu-individu yang
ingin bekerja namun tidak memiliki perkerjaan. Seseorang
dianggap menjadi penganggur jika tidak bekerja namun masih
menunggu untuk mendapatkan pekerjaan (Retnowati, 2014).
Islam telah memperingatkan ummatnya agar tidak
menganggur, hal ini tertera dalam Al-Qur’an surat An-Naba’ ayat
11 yang berbunyi:
ع لن ا ٱلن ه ار م ع اشا و ج Artinya: “Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan,”
Menurut Qardhawi (2005) pengangguran dapat dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Pengangguran Jabariyah (terpaksa)
Adalah pengangguran dimana seseorang tidak mempunyai
hak sedikitpun memilih status ini dan terpaksa menerimanya.
Pengangguran seperti ini umumnya terjadi karena seseorang tidak
mempunyai keteranpulan sedikitpun, yang sebenarnya bisa
dipelajari sejak kecil sebagai modal untuk masa depannya atau
seseorang telah mempunyai suatu keterampilan tetapi keterampilan
ini tidak berguna sedikitpun karena adanya perubahan lingkungan
dan perkembangan zaman.
29
b. Pengangguran Khiyariyah. Pengangguran Khiyariyah
adalah seseorang yang memilih untuk menganggur padahal
pada dasarnya mampu untuk bekerja.
Adanya pembagian kedua kelompok ini mempunyai kaitan
erat dengan solusi yang ditawarkan Islam untuk mengatasi suatu
pengangguran. Kelompok pengangguran jabariyah perlu
mendapatkan peerhatian dari pemerintah agar mereka dapat
bekerja. Sebalinya, Islam tidak mengalokasikan dana dan bantuan
untuk pengangguran khiyariyah karena pada prinsipnya mereka
memang tidak memerlukan bantuan karena pada dasarnya mereka
mampu untuk bekerja hanya saja mereka malas untuk
memanfaatkan potensinya dan lebih memilih menjadi beban bagi
orang lain.
Pengangguran yang tinggi mempunyai dampak buruk baik
terhadap perekonomian, seperti pengangguran dapat menyebabkan
masyarakat tidak dapat memaksimumkan kesejahteraan yang
mungkin dicapai. Pengangguran dapat menyebabkan hilangnya
atau berkurangnya keterampilan dan pengangguran menimbulkan
ketidakstabilan ekonomi dan politik. Pengangguran adalah
masalah ketenagakerjaan yang sering dihadapi oleh setiap negara,
khususnya negara berkembang seperti Indonesia. Menurut BPS
pada sensus 2010, pengangguran didefinisikan sebagai orang yang
masuk dalam angkatan kerja (15-64) tahun yang sedang mencari
pekerjaan dan belum mendapatkannya. Pengangguran jika
dibiarkan secara terus menerus tentunya akan berdampak negatif
bagi suatu daerah atau negara. Contoh dampak negatif yang terjadi
30
akibat banyaknya pengangguran adalah kriminalitas dan
kemiskinan (Aristina, 2017).
Salah satu aspek untuk mengukur kinerja perekonomian
pada suatu Negara adalah tingkat pengangguran. Apabila tingkat
pengangguran yang rendah maka Negara tersebut memiliki
perekonomian yang baik, begitu pula sebaliknya, apabila tingkat
pengangguran yang tinggi maka Negara memiliki permasalahan
ekonomi yang dapat menyebabkan kemiskinan. Menurut Badan
Pusat Statistik pengangguran adalah istilah untuk orang yang tidak
bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua
hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha
mendapatkan pekerjaan (BPS).
Pengangguran merupakan seseorang yang tergolong
angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat
memperolehnya. Untuk mengukur tingkat pengangguran dilihat
dari tingkat pengangguran terbuka (TPT) yaitu persentase
penduduk pencari pekerjaan (yang mencari pekerjaa, yang
mempersiapkan usaha, yang tidak bekerja tetapi bersedia bekerja
apabila ada yang menyediakan, yang sudah mempunyai pekerjaan
tapi belum mulai kerja) terhadap angkatan kerja (BPS, 2004).
2.4 Hasil Penelitian Sebelumnya
Dalam penelitian sebelumnya menurut Amalia (2017)
menyatakan bahwa Angka Melek Huruf berpengaruh signifikan
dan negatif terhadap kemiskinan di Sumatera Utara. Hal ini dapat
diketahui dari nilai t-statistic AMH -4,709 < t-tabel 1,69 dan
probabilitas 0.0000 dengan tingkat α = 5%. Hal ini berarti semakin
31
tinggi Pendidikan maka kemiskinan di Sumatera Utara semakin
menurun. Koefisien variabel pendidikan (AMH) sebesar -1.216776
berarti setiap peningkatan pendidikan sebesar 1% dapat
menyebabkan penurunan tingkat kemiskinan sebesar 1,21 %
dengan asumsi variabel lain tetap.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Arfan poyoh, Gene H.
M. Kapantow, dan Juliana R. Mandei (2017) yang menyimpulkan
bahwa berdasarkan hasil penelitian dan pengujian data yang telah
dilakukan maka dapat disimpulkan, dari ketiga faktor yakni tingkat
upah, inflasi dan pertumbuhan PDRB, yang berpengaruh nyata
terhadap tingkat pengangguran di provinsi Sulawesi Utara adalah
faktor tingkat upah, sedangkan tingkat inflasi dan pertumbuhan
PDRB tidak berpengaruh nyata.
Dalam penelitian lainnya dari Prastyo (2010) menyatakan
bahwa hasil uji koefisien determinasi (R2) pengaruh pertumbuhan
ekonomi, upah minimum, pendidikan dan tingkat pengangguran
terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2003-2007
menunjukkan bahwa besarnya nilai R2cukup tinggi yaitu 0,982677.
Dalam penelitian Ramdhan (2017) menyatakan bahwa
pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran di
Kota Samarindamasih rendah karena pertumbuhan ekonomi yang
cenderung melambat sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap
berkurangnya tingkat pengangguran di Kota Samarinda.
Sedangkan dalam penelitian dari Novriansyah (2018)
menyatakan bahwa Tingkat pengangguran terbuka di Provinsi
Gorontalo cukup berfluktuasi di Provinsi Gorontalo dari tahun
32
2006 sampai 2014. Namun demikian angka ini masih dibawah
angka tingkat pengangguran nasional, sehingga dapat dikatakan
bahwa pengangguran masih berada pada kondisi yang tidak parah.
Pertumbuhan ekonomi yang menunjukan kenaikan dari tahun
ketahun menyebabkan terbukanya kesempatan kerja baik disektor
formal maupun informal di Provinsi Gorontalo.
Berikut ini ringkasan tabel penelitian sebelumnya yaitu
sebagai berikut :
Tabel 2. 1 Penelitian Sebelumnya
NO Judul Peneliti Metode Hasil
1. Pengaruh Pdrb,
Inflasi Dan
Pengangguran
Terhadap
Jumlah Penduduk
Miskin Di
Provinsi Aceh
Nasir (2014) Model analisis
yang
digunakan
dalam
menganalisa
data adalah
regresi
berganda.
Variabel
Pengangguran
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap
jumlah penduduk
miskin di Provinsi
Aceh
pada tingkat
kepercayaan 95
persen. Artinya
jika pengangguran
naik maka jumlah
penduduk miskin
akan naik.
2. Faktor – Faktor
Yang
Mempengaruhi
Tingkat
Penggangguran Di
Provinsi Sulawesi
Utara
Arfan
poyoh,Gene
H. M.
Kapantow,
dan Juliana
R. Mandei
(2017)
Metode
analisis regresi
liner berganda
dengan metode
Ordinary Least
Square (OLS)
Berdasarkan hasil
penelitian dan
pengujian data yang
telah dilakukan
maka dapat
disimpulkan, dari
ketiga faktor yakni
tingkat upah, inflasi
dan pertumbuhan
PDRB, yang
berpengaruh nyata
terhadap tingkat
33
pengangguran di
provinsi Sulawesi
Utara adalah faktor
tingkat upah,
sedangkan tingkat
inflasi dan
pertumbuhan
PDRB tidak
berpengaruh nyata.
3. Analisis Faktor-
Faktor Yang
Mempengaruhi
Tingkat
Kemiskinan
Adit Agus
Prastyo
(2010)
Menggunakan
metode analisis
panel data
(pooled data)
Hasil uji koefisien
determinasi (R2)
pengaruh
pertumbuhan
ekonomi, upah
minimum,
pendidikan dan
tingkat
pengangguran
terhadap tingkat
kemiskinan di Jawa
Tengah tahun 2003-
2007 menunjukkan
bahwa besarnya
nilai R2cukup tinggi
yaitu 0,982677.
4. Faktor-faktor yang
mempengaruhi
tingkat
pengangguran dan
kemiskinan di
kota samarinda
Dahma Amar
Ramdhan,
Djoko
Setyadi, dan
Adi Wijaya
(2017)
Metode
analisis
deskriptif
kuantitatif
Pengaruh
pertumbuhan
ekonomi terhadap
tingkat
pengangguran di
Kota Samarinda
masih rendah
karena
pertumbuhan
ekonomi yang
cenderung
melambat sehingga
tidak terlalu
berpengaruh
terhadap
berkurangnya
tingkat
pengangguran di
Kota Samarinda.
34
5. Pengaruh
Pengangguran dan
Kemiskinan
Terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi di
Provinsi
Gorontalo
Moh. Arif
Novriansyah
(2018)
Metode analisi
kualitatif dan
kuantitatif
Tingkat
pengangguran
terbuka di Provinsi
Gorontalo cukup
berfluktuasi di
Provinsi Gorontalo
dari tahun 2006
sampai 2014.
Namun demikian
angka ini masih
dibawah angka
tingkat
pengangguran
nasional, sehingga
dapat dikatakan
bahwa
pengangguran
masih berada pada
kondisi yang tidak
parah. Pertumbuhan
ekonomi yang
menunjukan
kenaikan dari tahun
ketahun
menyebabkan
terbukanya
kesempatan kerja
baik disektor
formal maupun
informal di Provinsi
Gorontalo.
2.5 Keterkaitan Antar Variabel
2.5.1 Pengaruh Pendidikan Pesantren Terhadap Kemiskinan
Pendidikan merupakan salah satu indikator kemajuan
daerah dilihat dari aspek sumber daya manusia. Oleh karena itu
pendidikan sangat berperan sebagai faktor kunci dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka pembangunan
di bidang pendidikan meliputi pembangunan pendidikan secara
35
formal maupun non-formal. Fokus pendidikan formal adalah
peningkatan mutu pendidikan dan perluasan pendidikan dasar.
Selain itu, ditingkatkan pula kesempatan belajar pada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Untuk mencapai sasaran tersebut,
berbagai upaya dilakukan pemerintah, misalnya dengan
meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan, perbaikan
kurikulum, bahkan sejak tahun 1994 pemerintah juga telah
melaksanakan Program Wajib Belajar 9 Tahun yang merupakan
kelanjutan dari Program Wajib Belajar 6 Tahun. Dengan semakin
lamanya usia wajib belajar ini diharapkan tingkat pendidikan anak
semakin membaik, dan tentunya akan berpengaruh pada tingkat
kesejahteraan penduduk di masa mendatang.
Teori pertumbuhan baru menekankan pentingnya peranan
pemerintah terutama dalam meningkatkan pembangunan modal
manusia (human capital) dan mendorong penelitian dan
pengembangan untuk meningkatkan produktivitas manusia.
Kenyataannya dapat dilihat dengan melakukan investasi pendidikan
akan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang
diperlihatkan dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan
seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka
pengetahuan dan keahlian juga akan meningkat sehingga akan
mendorong peningkatan produktivitas kerjanya.
Sebenarnya, ada banyak potensi dan manfaat yang dapat
kita rasakan dengan berdirinya suatu pesantren. Selama ini,
sebagian besar orang hanya melihat potensi pesantren dalam bidang
pendidikan agama, pendidikan sosial dan politik. Padahal pesantren
36
memiliki potensi dalam bidang kesehatan, pengembangan
teknologi, pemulihan lingkungan hidup dan bidang yang paling
utama adalah pemberdayaan perekonomian bagi masyarakat
sekitarnya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa fungsi pesantren yaitu
sebagai pusat pengkaderan pemikir-pemikir agama (center of
exellence), mencetak sumber daya manusia (human resource) dan
juga melakukan pemberdayaan pada masyarakat (agent of
development) (Nadzir, 2015).
Potensi pemberdayaan ekonomi pesantren bisa lebih
dikembangkan untuk memajukan perekonomian masyarakat
sekitar. Hal ini akan berdampak pada pengurangan kemiskinan
umat. Apabila model pemberdayaan ekonomi pesantren
dikembangkan dan dijalankan secara luas dalam suatu wilayah,
misalnya kota atau provinsi, maka hal ini akan mengurangi jumlah
kemiskinan di wilayah tersebut. Pada akhirnya, kesejahteraan di
daerah tersebut akan meningkat.
Keterkaitan kemiskinan dan pendidikan sangat besar karena
pendidikan memberikan kemampuan untuk berkembang lewat
penguasaan ilmu dan keterampilan. Pendidikan juga menanamkan
kesadaran akan pentingnya martabat manusia. Mendidik dan
memberikan pengetahuan berarti menggapai masadepan. Hal
tersebut harusnya menjadi semangat untuk terus melakukan upaya
mencerdaskan bangsa.
Secara umum, kemiskinan akan menghalangi seseorang
untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi. Jika investasi
pendidikan dilakukan, maka akan mampu meningkatkan kualitas
37
sumberdaya manusia yang diperlihatkan dengan meningkatnya
pengetahuan dan keterampilan seseorang. Menurut Simmons,
dalam Todaro (1994), pendidikan di banyak negara merupakan cara
untuk menyelamatkan diri dari kemiskinan. Dimana digambarkan
dengan seoarang miskin yang mengharapkan pekerjaan baik serta
penghasilan yang tinggi maka harus mempunyai tingkat pendidikan
yang tinggi. Tetapi pendidikan tinggi hanya mampu dicapai oleh
orang kaya.Sedangkam orang miskin tidak mempunyai cukup uang
untuk membiayai pendidikan hingga ke tingkat yang lebih tinggi
seperti sekolah lanjutan dan universitas. Sehingga tingkat
pendidikan sangat berpengaruh dalam mengatasi masalah
kemiskinan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka
pengetahuan dan keahlian juga akan meningkat sehingga akan
mendorong peningkatan produktivitas kerjanya. Rendahnya
produktivitas kaum miskin dapat disebabkan oleh rendahnya akses
mereka untuk memperoleh pendidikan.
Ada dua alasan mengapa pesantren bisa menjadi pelopor
perekonomian umat. Pertama, santri adalah golongan masyarakat
yang berkomitmen tinggi dengan agamanya. Komitmen para santri
dalam agamanya dapat berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi
yang dilakukan para santri. Kedua, fokus kegiatan pesantren pada
kajian-kajian keislaman dapat membuatnya menjadi penggerak
ekonomi syariah di masyarakat sekaligus melahirkan entrepreneur
muda yang berjiwa islami (Muttaqin, 2011).
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting dalam
kesejahteraan masyarakat khusunya Aceh. Pemerintah dapat
38
memainkan peranan penting dalam meningkatkan kesejahteraan
rakyatnya dengan merancang program-program yang berhubungan
dengan pendidikan sedemikian rupa sehingga golongan miskin juga
dapat ikut menikmatinya, karena hal ini juga dapat menurunkan
ketidakmerataan distribusi pendapatan dalam masyarakat. Apabila
pemerintah kurang mendukung pendidikan dan pelatihan, maka
hanya sedikit dari penduduk yang berpendapatan rendah yang
mendapat kesempatan untuk meningkatkan pendapatan, atau
dengan kata lain meningkatkan tingkat kesejahteraannya.
Menurut Gillis (2000) Terdapat dua alasan mengapa
pendidikan itu penting: 1. Terdapat banyak permintaan yang tinggi
untuk pendidikan, hal ini terjadi karena masyarakat dimana saja
percaya bahwa pendidikan dapat memberikan keuntungan bagi diri
mereka dan juga anak-anak mereka. Namun di negara-negara
berkembang masih banyak yang belum dapat menampung
permintaan pendidikan, karena belum banyak terdapat sekolah
terutama di pedesaan dan daerah-daerah terpencil lainnya, sehingga
masih banyak terdapat penduduk yang belum dapat mengenyam
pendidikan. 2. Alasan lainnya adalah karena telah banyak
dilakukan observasi yang menyebutkan bahwa dengan tingkat
pendidikan yang tinggi maka pendapatan dan kedudukan sosial
seseorang di masyarakat akan dapat terangkat. Walaupun tidak
semua orang yang menyelesaikan sekolahnya lebih baik dari yang
tidak bersekolah atau menyelesaikan sekolahnya, namun rata-rata
mereka yang menyelesaikan sekolahnya menghasilkan pendapatan
lebih banyak.
39
Dengan demikian, seperti yang telah dijelaskan diatas
pendidikan akan mengurangi ketimpangan dan kemiskinan secara
langsung dengan meningkatkan produktivitas bagi golongan
miskin, memperbaiki kesempatan mereka untuk memperoleh
pekerjaan dengan upah yang lebih baik, dan membuka jalur
hubungan vertikal bagi anak-anak mereka. Secara tidak langsung,
pendidikan memberikan kemampuan yang lebih bagi golongan
miskin untuk memperoleh bagian mereka dari total pendapatan.
Oleh karena itu orang-orang di seluruh dunia menyadari hal
itu sehingga mereka berusaha agar anak-anak mereka nanti
mendapatkan pendidikan yang tinggi. Pada negara-negara
berkembang kini mulai memperhatikan pentingnya pendidikan
karena pendidikan dianggap dapat meningkatkan pembangunan
(Puruwita, 2012).
2.5.2 Pengaruh Pengangguran Terhadap Kemiskinan
Pengangguran dapat mempengaruhi kemiskinan dengan
berbagai cara. Jika rumah tangga tersebut memiliki batasan
likuiditas (yang berarti bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi
oleh pendapatan saat ini) maka pengangguran akan secara langsung
mempengaruhi kemiskinan baik yang diukur dari sisi pendapatan
(income poverty rate) maupun kemiskinan yang diukur dari sisi
konsumsi (consumption poverty rate). Jika rumah tangga tersebut
tidak menghadapi batasan likuiditas (yang berarti bahwa konsumsi
saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini) maka
peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan
40
kemiskinan dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh
dalam jangka pendek.
Hoover & Wallace (2003), menemukan bahwa tingkat
kemiskinan sangat sensitif terhadap kondisi ekonomi, dimana
peningkatan pengangguran menyebabkan peningkatan kemiskinan.
Lopez (2005), dalam penelitiannya berpendapat bahwa tidak
seorang pun menyangsikan pentingnya pertumbuhan untuk
mengurangi kemiskinan, namun demikian banyak penelitian yang
juga menunjukkan bahwa kebijakan pro pertumbuhan (pro-growth)
justru menghasilkan ketimpangan, bertentangan dengan tujuan
pertumbuhan itu sendiri.
Jumlah pengangguran erat kaitannya dengan kemiskinan
yang penduduknya memiliki ketergantungan yang sangat besar
terhadap pendapatan atau upah yang diperoleh pada saat
itu.Hilangnya lapangan pekerjaan menyebabkan berkurangnya
sebagian besar penerimaan yang digunakan untuk membeli
kebutuhan sehari-hari. Artinya, semakin tinggi pengangguran maka
akan meningkatkan kemiskinan. Hal serupa dikemukakan oleh
Sukirno yang mengatakan efek buruk dari pengangguran adalah
mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya
mengurangi tingkat kemakmuran yang telah dicapai seseorang.
Semakin rendah kesejahteraan masyarakat akibat menganggur
tentunya akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam
kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan.
Berdasarkan teori tersebut, dapat dikatakan bahwa semakin
tinggi tingkat pengangguran di suatu daerah, maka semakin tinggi
41
pula tingkat kemiskinan di daerah tersebut. Pengaruh tingkat
pengangguran yang positif dan signifikan terhadap tingkat
kemiskinan di Aceh sesuai dengan teori di atas, dimana tingkat
kemiskinan di Aceh secara persentase cenderung mengalami
penurunan dikarenakan tingkat pengangguran juga mengalami
penurunan. Hal tersebut disebabkan kegiatan perekonomian di
Aceh yang semakin membaik dan berkembang dari tahun ke tahun
sehingga tingkat pengangguran semakin berkurang dan pada
akhirnya tingkat kemiskinan juga berkurang.
Menurut Raper dalam Brotherhood (2002) pengangguran
adalah penyebab kemiskinan terbesar dan perlu diberantas, tetapi
hanya dapat diatasi salah satunya dengan cara menyediakan
pekerjaan dan kesempatan kerja, daripada hanya sekedar himbauan
atau slogan-slogan saja. Pengangguran bukan semata-mata hanya
masalah bagi mereka yang tidak memiliki pekerjaan, melainkan
masalah bagi kita semua. Jika masyarakat tidak memiliki dana
untuk dibelanjakan, maka perusahaan tidak dapat menjual
produknya, dan dampaknya akan mempengaruhi seluruh
perekonomian. Langkah pertama untuk mengurangi pengangguran
adalah dengan mengakui bahwa pengangguran bukanlah akibat
seseorang yang malas, melainkan masalah struktural.
Menurut Brotherhood (2002) pemerintah mempunyai peran
dalam menerapkan kebijakan yang sesuai. Jika pemerintah
melakukan investasi dalam penyediaan lapangan kerja, hal ini tidak
hanya akan menjaga stabilitas perekonomiannya, tetapi juga akan
menciptakan banyak kesempatan bekerja. Untuk memperoleh
42
pekerjaan, setiap individu memerlukan skill yang dibutuhkan
pekerjaan tersebut, maka akses terhadap pelatihan sangat penting.
Menurut Kuncoro (2006) ada tiga masalah pokok yang
harus diperhatikan yaitu tingkat kemiskinan, pengangguran dan
ketimpangandalam berbagai bidang. Ketiga masalah pokok
tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan antara satu
dengan lainnya. Tingginya tingkat kemiskinan dikarenakan
banyaknya pengangguran yang kemudian berdampak pada
ketimpangan dalam berbagai bidang. Timbulnya kemiskinan
dikarenakan rendahnya kemampuan masyarakat mengakses
lapangan kerja dan sedikitnya peluang masyarakat untuk
mendapatkan kesempatan kerja.
Tingkat pengangguran akan memberikan dampak yang
positif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di
Provinsi Aceh. Yang berarti apabila tingkat pengangguran
meningkat sebesar satu (1%) persen saja maka akan
menyebabkan jumlah penduduk miskin di aceh akan naik
sebesar 51.026 persen. Hasil yang ditemukan sesuai dengan
pendapat Sukirno (2004), yang menyatakan bahwa dampak
buruk dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan
masyarakat, dan ini mengurangi tingkat kemakmuran yang
mereka capai. Ditinjau dari sudut individu, pengangguran
menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial ke pada
yang mengalaminya (Nasir, 2014).
43
2.6 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang dihadapi
manusia itu sendiri akan memberi dampak dan akibat terhadap
kehidupan manusia. Kemiskinan yaitu suatu masalah yang dapat
terjadi pada kehidupan nyata dan akan merasakan dampak dan
akbiat dari kemiskinan tersebut. Faktor-faktor seperti investasi,
pertumbuhan ekonomi, pengangguran, pendidikan dan
kemiskinan satu sama lain saling terkait dimana kemiskinan telah
mejadi perhatian utama dalam perkembangan kebijakan sosial
(Aristina, 2017).
Faktor penyebab kemiskinan secara umum dibedakan
menjadi dua yaitu faktor eksogen dan endogen.Faktor eksogen
(faktor yang berada di luar individu tersebut) dibedakan menjadi
faktor alamiah (keadaan alam, iklim, dan bencana alam) dan faktor
buatan atau struktur (kolonialisme, sifat pemerintahan, sistem
ekonomi dan sebagainya).Sedangkan faktor endogen (faktor yang
berasal dari dalam individu itu sendiri) misalnya sifat menyerah
pada nasib (fatalis), malas, boros, dan sebagainya (Arianti, 2016).
2.7 Kerangka Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian, tingkat pendidikan
pesantren dan tingkat pengangguran yang digunakan untuk
mengetahui pengaruh tingkat kemiskinan di Aceh. Adanya
keterkaitan antara tingkat dan tingkat pengangguran yang telah
dijelaskan secara teoritis, tetapi juga diperkuat dengan hasil
penelitian empiris yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti
sebelumnya. Sebelumnya peneliti Hoover & Wallace (2003) juga
44
menemukan dan menyimpulkan bahwa tingkat kemiskinan sangat
sensitif terhadap kondisi ekonomi, dimana peningkatan
pengangguran menyebabkan peningkatan kemiskinan. Oleh karena
itu kerangka penelitian dapat digambarkan dalam gambar 2.1 di
bawah ini.
Gambar 2. 1 Kerangka Penelitian
2.8 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban (dugaan) sementara terhadap
rumusan maslah penelitian oleh karena itru jawaban yang diberikan
masih berdasarkan pada teori yang relevan dan belum berdasarkan
pada faktor-faktor empiris yang diperoleh melalui pengumpulan
data (sugiyono, 2005).Berdasarkan latar belakang penelitian,
temuan penelitian terkait dan kerangka penelitian yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka menjadi hipotesis penelitian ini
adalah :
H01 :Variabel tidak berpengaruh terhadap Kemiskinan.
Ha1 : Variabel berpengaruh terhadap kemiskinan.
H02 : Variabel Pengangguran tidak berpengaruh terhadap
Kemiskinan.
Tingkat
Pendidikan pesantren
Tingkat
Pengangguran
Kemiskinan
45
Ha2 : Variabel Pengangguran berpengaruh terhadap
Kemiskinan.
H03 : Variabel dan Pengangguran tidak berpengaruh secara
bersama-sama terhadap Kemiskinan.
Ha3 : Variabel Pendidikan Pesantren dan Pengangguran
berpengaruh secara bersama-sama terhadap Kemiskinan.
46
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Batasan Variabel
Dalam penelitian ini, variabel penjelas bagi kemiskinan
hanya dibatasi pada tingkat pendidikan pesantren dan
pengangguran. Kemiskinan yang dimaksudkan yaitu pada provinsi
Aceh untuk mengetahui pengaruh pendidikan pesantren dan
pengangguran terhadap kemiskinan di Aceh. Kemiskinan
merupakan masalah sosial yang senantiasa relevan untuk dikaji
secara terus-menerus, bukan saja karena masalah kemiskinan telah
ada sejak lama, melainkan karena hingga kini kemiskinan belum
bisa dientaskan.
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk dalam jenis penelitian
kuantitatif, yaitu penelitian yang menekankan analisinya pada data
numeric atau angka yang diperoleh dengan metode statistik serta
dilakukan pada penelitian inferensial atau dalam rangka pengujian
hipotesis sehingga diperoleh korelasi hubungan antara variable
penelitian.
3.3 Jenis Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder. Data tersebut berbentuk data panel yang terdiri dari 23
kabupaten/kota di Aceh tselama periode 2008-2019. Data-data
tersebut berasal dari data BPS Aceh, dan instansi terkait lainnya
47
yang menyediakan data penelitian yang berkaitan dengan
pendidikan pesantren, pengangguran, dan kemiskinan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder. Data sekunder merupakan sumber data yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono,
2012: 137). Data sekunder yang digunakan berbentuk data panel
yaitu gabungan antara data runtut waktu (time series) dan data
silang (cross section). Data dalam penelitian ini selama periode
tahun 2008-2019 (n = 12) dan data yang diambil dari 23
Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. Data-data tersebut bersumber
dari laporan BPS Aceh.
3.4 Teknik Analisis Data
Variabel yang dioperasionalkan dalam penelitian ini terdiri
dari tingkat pendidikan pesantren, pengangguran, dan kemiskinan.
Model analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
regresi panel. Data panel adalah kombinasi dari data cross section
dan data time series (Baltagi, 2005). Model regresi panel yang
diaplikasikan untuk memprediksi tingkat kemiskinan dengan
menggunakan duapredictor variable tersebut diformulasikan dalam
persamaan (1).
TKit = β0 + β1 TPPit + β2TPit+ eit
Dimana :β0: Konstanta; TKit : Tingkat Kemiskinan di provinsi i
pada tahun t; TPPit ; Tingkat Pendidikan Pesantren di provinsi
ipada tahun t; TPit :Tingkat Pengangguran di provnsi i pada tahun t;
48
β1 dan β2 : Koefisien regresi TPPit dan TPit; i :Provinsi; t : Tahun;
e:Error term.
Mengingat masing-masing variable memiliki pengukuran
berbeda, maka data pada setiap variable ditransformasikan ke
dalam bntuk logaritma, sehingga persamaan 1 tersebut modifikasi
menjadi persamaan (2).
LogTKit = β0+ β1LogTPPit + β2LogTPit + eit
Dimana : β0: Konstanta; LogTKit : Logaritma Tingkat Kemiskinan
di provinsi i pada tahun t; LogTPPit : Tingkat Pendidikan
Pesantren di provinsi i pada tahun t; LogTPit : Tingkat
Pengangguran di provinsi i pada tahun t; β1 dan β2 : Koefisien
regresi TPPit dan TPit; i : Provinsi; t : Tahun; e : Error term.
Regresi panel memiliki tiga pendekatan yaitu common
effect model,fixed effect model dan random effect model. Untuk
menentukan mana di antara tiga pendekatan tersebut yang dinilai
paling akurat untuk memprediksi pengaruh tingkat pendidikan
pesantren dan tingkat pengangguran terhadap kemiskinan,
digunakan Chow test dan Hausman test.Chow test digunakan untuk
menentuan mana diantara dua metode (common effect model dan
fixed effectmodel) yang dinilai lebih baik. Sedangkan Hausman test
dugunakan untuk memutuskan apakah model regresi yang
digunakan fixed effect atau random effect model.
49
3.5 Metode Analisi Data
Dalam suatu penelitian jenis data dan hipotesis sangat
menentukan dalam ketepatan pemilihan statistik alat uji. Untuk
menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan tahapan analisis
sebagai berikut:
1. Melakukan pemilihan estimasi dengan melakukan
pengujian Chow-test dan Housman-test.
2. Melakukan uji lolos kendala linear atau yang sering disebut
dengan uji asumsi klasik meliputi uji normalitas data, uji
multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji
autokorelasi untuk melihat apakah model regresi panel
layak atau tidak digunakan dalam penelitian ini.
3. Melakukan uji hipotesis yaitu analisis regresi panel, yang
harus memenuhi kriteria yaitu uji F-test dan uji T-test.
3.5.1 Penentuan Model Estimasi
Penelitian yang menggunakan jenis data panel memiliki tiga
jenis model regresi yang berbeda, yaitu:
1. common effect model atau Pooled Least Square merupakan
pendekatan yang paling sederhana untuk mengestimasi data
panel. Hal ini dikarenakan model common effect tidak
memperhatikan dimensi individu maupun waktu karena
pendekatan ini mengasumsikan bahwa perilaku data antar
individu dan kurun waktu sama. Metode ini menggunakan
pendekatan Ordinary Least Square (OLS) atau teknik
kuadrat terkecil untuk mengestimasi model data panel.
Dapat dikatakan model ini merupakan model yang
50
sederhana dibandingkan dengan dua model lainnya yaitu
Fixed Effect Model dan Random Effect Model.
2. fixed effect model atau Least Square Dummy Variabel
maksudnya adalah bahwa satu objek memiliki konstan yang
tetap besarnya untuk berbagai periode waktu, demikian pula
dengan koefisien regresornya.
3. random effect model ini adalah mengatasi kelemahan dari
model fixed effect. Model ini dikenal juga dengan sebutan
model generalized least square (GLS). Model random
effect menggunakan residual yang diduga memiliki
hubungan antar waktu dan antar objek.
Sedangkan penentuan model estimasi dapat dilakukan
dengan uji yang berbeda yaitu Chow-test dan Housman-test yang
mana masing-masing uji tersebut membantu untuk memilih
diantara Common Effect Model, Fixed Effect Model dan Random
Effect Model. Model manakah yang sebaiknya digunakan:
1. Chow-test
Uji Chow disebut juga sebagai uji Redudant Fix Effect atau
Likelihood Ration. Uji ini dilakukan untuk menentukan diantara
Common Effect Model dan Fix Effect, model terbaik manakah yang
dapat digunakan. Hipotesis dari uji Chow adalah jika H0 diterima
maka model yang dipilih adalah Common Effect sebaliknya jika Ha
yang diterima dan H0 ditolak maka model yang dipilih atau model
yang terbaik untuk digunakan adalah Fix effect Model. Apabila p-
value lebih kecil dari nilai signifikan (p > α) maka H0 ditolak dan
Ha diterima sebaliknya jika p-value lebih besar dari nilai signifikan
51
(p > α) maka Ha ditolak dan H0 diterima. Jika hasil dari uji Chow
menemukan bahwa model yang sebaliknya digunakan adal model
Common Effect maka tahap selanjutnya adalah melakukan uji
Lagrange Multiplier sebaiknya jika hasil Fix Effect Model maka
tahap selanjutnya adalah melakukan uji Hausman.
2. Housman-test
Uji Housman dilakukan untuk menentukan diantara Fix
Effect Model dan Random Effect Model manakah yang lebih baik
untuk digunakan. Hipotesis dari uji Housman adalah jika H0
diterima maka model yang dipilih adalah Random Effect sebaliknya
jika Ha yang diterima dan H0 yang diterima maka model yang pilih
atau model yang terbaik digunakan adalah Fix Effect Model.
Apabila p-value lebih kecil dari nilai signifikan (p < α) maka H0
ditolak dan Ha diterima sebaliknya jika p-value lebih besar dari
nilai signifikan (p > α) maka Ha ditolak dan H0 diterima. Jika hasil
dari uji Housman adalah Fix Effect Model maka tidak perlu
dilanjutkan dengan uji Lagrange multiplier namun, sebaliknya jika
hasilnya adalah Random Effect maka dilanjutkan dengan uji
Lagrange Multiplier.
3.5.2 Uji Asumsi Klasik
Terdapat beberapa syarat sebelum melakukan regresi yang
harus dilalui yaitu dengan menggunakan uji asumsi klasik. Model
regresi harus bebas dari asumsi klasik yaitu, multikolinearitas
bebas dari gejala autokorelasi, heteroskedastisitas dan uji
normalitas.
52
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki
distribusi normal. Jika asumsi normalitas tidak terpenuhi, maka uji
F dan uji t menjadi titik valid. Untuk menguji normalitas, penelitian
ini menggunakan uji Jarque-Bara, kriterian penilaian uji ini adalah
jikasignifikan hasil perhitungan data (Sig) > 5%, maka data
berdistribusi normal, sedangkan jika signifikan hasil perhitungan
data (Sig) < 5%, maka data tidak berdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Ghozali (2011: 31) menyatakan bahwa uji multikolinearitas
bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang
baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel independen.
Jika variabel independen daling berkorelasi, maka variabel-variabel
ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel
independen yang memiliki nilai korelasi antar sesama variabel
independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolinearitas di dalam model regresi dapat dilihat dari nilai
tolerance value atau variance inflation factor (VIF) dengan kriteria
keputusan sebagai berikut :
1) Apabila tolerance value > 0,1 dan VIF < 10, maka dapat
disimpulkan tidak terjadi gejala multikolinearitas antar
variabel independen pada model regresi.
53
2) Apabila tolerance value < 0,1 dan VIF > 10, maka dapat
disimpulkan terjadi gejala multikolinearitas antar variabel
independen pada model regresi.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas muncul apabila kesalahan atau
residual dari model yang diamati tidak memiliki varian yang
konstan dari suatu observasi ke observasi lainnya. Uji
Heteroskedastisitas merupakan salah satu uji asumsi klasik yang
harus dilakukan pada regresi linear. Apabila asumsi
heteroskedastisitas tidak terpenuhi maka model regresi dinyatakan
tidak valid.
d. Uji Autokorelasi
Yang bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Model
regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
Untuk menguji autokorelasi dapat menggunakan uji residual pada
e-views versi 10 dengan melihat correlogram dari Q-stat pada
model. Jika terdapat p-value yang signifikan < 0,1 maka terdapat
autokorelasi.
3.5.3 Penguji Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban atau (dugaan) sementara
terhadap rumusan masalah penelitian oleh karena itu jawaban yang
diberikan masih berdasarkan pada teori yang relevan dan belum
berdasarkan pada faktor-faktor empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data (Sugiyono, 2005).Pada keyakinan 95% hipotesis
54
penelitian penelitian dijabarkan menjadi hipotesis nihil (H0) dan
hipotesis alternative (Ha) sebagai berikut :
1. Pengaruh Pendidikan Pesantren terhadap Kemiskinan.
H01 : Variabel Pendidikan Pesantren tidak berpengaruh
terhadap Kemiskinan.
Ha1 : Variabel Pendidikan Pesantren berpengaruh terhadap
kemiskinan.
2. Pengaruh Pengangguran terhadap Kemiskinan.
H02 : Variabel Pengangguran tidak berpengaruh terhadap
Kemiskinan.
Ha2 : Variabel Pengangguran berpengaruh terhadap
Kemiskinan.
3. Pengaruh Pendidikan Pesantren dan Pengangguran terhadap
Kemiskinan.
H03 : Variabel Pendidikan Pesantren dan Pengangguran tidak
berpengaruh secara bersama-sama terhadap Kemiskinan.
Ha3 : Variabel Pendidikan Pesantren dan Pengangguran
berpengaruh secara bersama-sama terhadap Kemiskinan.
3.5.4 Pengujian Hipotesis secara Parsial (T)
Uji statistik t digunakan untuk menguji tingkat signifikansi
dari pengaruh variabel independen terhadap dependen, dengan
ketentuan apabila nilai t dihitung suatu variabel lebih besar bila
dibandingkan dengan nilai t table (p-value < 0,05) berarti variabel
tersebut berpengaruh signifikan terhadap dependen. Sebaliknya
55
apabila nilai t hitung suatu variabel lebih kecil bila dibandingkan
dengan nilai t table (p-value > 0,05) berarti variabel tersebut tidak
berpengaruh signifikan terhadap dependen.
3.5.5 Pengujian Hipotesis secara Simultan (F)
Uji statistik F (simultan) digunakan untuk menguji tingkat
signifikansi dari pengaruh Pendidikan Pesantren dan Pengangguran
terhadap Kemiskinan dengan 23 Kabulaten/Kota di Provinsi Aceh
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Apabila nilai F hitung > F tabel atau nilai p-value < 0,05
dapat diartikan bahwa Pendidikan Pesantren dan pengangguran
signifikan terhadap Kemiskinan 23 Kabupaten/Kota di Provinsi
Aceh sehingga hipotesis pertama (H1) diterima.
b. Apabila nilai F hitung < F tabel atau nilai p-value > 0.05
dapat diartikan bahwa pendidikan pesantren dan pengangguran
tidak berpengaruh signifikan terhadap Kemiskinan 23
Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh sehingga hipotesis pertama
(H1) ditolak.
3.5.6 Pengujian Granger Causality Test
Granger adalah nama ahli ekonometrika, dia salah seorang
yang menginisiasi analisis kausalitas (sebab-akibat) antar variabel.
Sehingga uji kausalitas ini sering disebut dengan Granger causality
test. Kausalitas antara dua variabel terjadi ketika nilai prediksi
suatu variabel meningkat ketika menggunakan nilai masa lalu
variabel lainnya sebagai preditor variable. Variabel X dikatakan
Granger-causes terhadap variabel Y, jika prediksi nilai Y
56
meningkat ketika menggunakan nilai masa lalu X. Demikian pula
sebaliknya, variabel Y dikatakan Granger-causes terhadap variabel
X ketika prediksi nilai X meningkat ketika menggunakan nilai
masa lalu Y sebagai predictor variable. Karena itu, Granger
causalitas akan menghasilkan tiga kemungkinan terdiri dari
kausalitas satu arah (unidirectional causality), kausalitas dua arah
(bidirectional causality) dan tidak ada kausalitas sama sekali.
Dalam kemungkinan ketiga, predik sinilai suatu variabel tidak
secara nyata disebabkan oleh nilai masa lalu variabel lainnya.
3.6 Operasional Variabel
Variabel penelitian merupakan konsep yang dapat diukur
dengan berbagai macam nilai untuk memberikan gambaran yang
nyata mengenai fenomena yang diteliti. Penelitian ini
menggunakan dua variabel yaitu variabel independen dan variabel
dependen. Setelah menspesifikasi variabel-variabel penelitian maka
akan dilakukan pendefinisian secara operasional. Hal ini bertujuan
agar variabel penelitian yang telah ditetapkan dapat
dioperasionalkan, sehingga memberikan petunjuk tentang bagian
suatu variabel dapat diukur. Operasional variable penelitian ini
terdiri dari variable independen dan variable dependen. Masing-
masing variable tersebut dijelaskan sebagai berikut.
1. Variabel dependen adalah suatu variabel yang nilainya
dipengaruhi atau bergantung pada nilai dari variabel
lainnya. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
kemiskinan yang terjadi di Aceh. Kemiskinan (Y)
merupakan jumlah penduduk yang berada dibawah garis
57
kemiskinan di kabupaten/kota terlihat pada periode tertentu
yang dihitung dengan satuan persentase.
2. Variabel Independen adalah suatu variabel yang menjadi
sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen
(terikat), secara singkat bahwa variabel independen adalah
variabel yang nilainya dapat memengaruhi variabel lainnya.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pendidikan
pesantren dan pengangguran di aceh.
Pendidikan pesantren (X1) merupakan santri yang belajar di
pesantren di daerah tertentu pada periode tahun tertentu
yang dihitung dengan satuan persentase.
Tingkat Pengangguran Terbuka (X2) adalah perhitungan
jumlah angkatan kerja yang tidak memiliki pekerjaan dan
tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan yang dihitung
dengan satuan persentase.
Tabel 3. 1 Definisi Operasional Variabel
No Jenis Variabel Singkatan Nama Variabel
1 Dependen Y Persentase Kemiskinan (%)
2 Independen
X1 Tingkat Pendidikan Pesantren
(% santri)
X2 Tingkat Pengangguran
Terbuka (%)
58
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Statistika Deskriptif
4.1.1 Tingkat Kemiskinan
Tingkat kemiskinan, Pendidikan Pesantren (santri) dan
Pengangguran pada tiap-tiap kabupaten/kota di provinsi Aceh
relatif berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut tidak hanya
terjadi antar kabupaten/kota, tetapi juga pada daerah yang sama
dalam periode waktu yang berbeda. Pada tahun 2019, daerah
dengan tingkat kemiskinan tertinggi untuk 23 kabupaten di Aceh
adalah di kabupaten Aceh Singkil (20,78%), kemudian menyusul
Gayo Lues (19,87%) dan Pidie (18,46%). Sebaliknya, daerah
dengan tingkat Kemiskinan terendah yaitu kota Banda Aceh
(7,22%), kemudian menyusul kota Langsa (10,57%) dan
Lhokseumawe (11,18%). Untuk melihat rata-rata persentase tingkat
kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh dapat dilihat pada
Tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4. 1 Persentase Penduduk Miskin Menurut
Kabupaten/Kota Di Provinsi Aceh 2017-2019
No kabupaten/kota Persentase (%)
2017 2018 2019
-1 -2 -3 -4 -5
1 Simeulue 20.20 19.78 18.99
2 Aceh Singkil 22.11 21.25 20.78
3 Aceh Selatan 14.07 14.01 13.09
4 Aceh Tenggara 14.86 14.29 13.43
5 Aceh Timur 15.25 14.49 14.47
6 Aceh Tengah 16.84 15.58 15.50
7 Aceh Barat 20.28 19.31 18.79
59
8 Aceh Besar 15.41 14.47 13.92
9 Pi d i e 21.43 20.47 19.46
10 Bireuen 15.87 14.31 13.56
11 Aceh Utara 19.78 18.27 17.39
12 Aceh Barat Daya 18.31 17.10 16.26
13 Gayo Lues 21.97 20.70 19.87
14 Aceh Tamiang 14.69 14.21 13.38
15 Nagan Raya 19.34 18.97 17.97
16 Aceh Jaya 14.85 14.16 13.36
17 Bener Meriah 21.14 20.13 19.30
18 Pidie Jaya 21.82 20.17 19.31
19 Banda Aceh 7.44 7.25 7.22
20 Sabang 17.66 16.31 15.60
21 Langsa 11.24 10.79 10.57
22 Lhokseumawe 12.32 11.81 11.18
23 Subulussalam 19.71 18.51 17.95
Berdasarkan nilai rata-rata tingkat kemiskinan dari tahun
2008 sampai 2019 yang memiliki persentase tingkat kemiskinan
tertinggi yaitu kabupaten Pidie Jaya dan tingkat kemiskinan
terendah yaitu kota Banda Aceh, untuk melihat rata-rata persentase
tingkat kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh dapat dilihat
pada Gambar 4.1 berikut ini:
60
Sumber: BPS Dalam Angka 2008-2019
Gambar 4. 1 Rata-rata Tingkat Kemiskinan Menurut
Kabupaten Prov Aceh 2008-2029
Gambar 4.1 dapat kita lihat bahwa secara rata-rata
menunjukkan Kabupaten Pidie Jaya menduduki pada peringkat
pertama kemiskinan dengan nilai 23,537%, yang kemudian pada
peringkat kedua disusul oleh kabupaten bener meriah dengan
persentase nilai sebesar 23,458%. Sebaliknya, seperti yang terlihat
pada gambar diatas menunjukkan bahwasanya kota Banda Aceh
menunjukkan tingkat kemiskinan terendah di provinsi Aceh dengan
nilai 8,164%.
4.1.2 Pendidikan Pesantren
Provinsi Aceh secara geografis memiliki 23
Kabupaten/Kota dengan karakteristik dan budaya yang berbeda-
beda, akan tetapi secara umum pandangan orang luar yang
berdasarkan sejarah provinsi Aceh dijuluki sebagai serambi
mekkah yang identik dengan budaya islaminya, dengan demikian
berdasarkan budaya dan kebiasaan rohani masyarakatnya, Aceh
61
memiliki banyak instansi pendidikan terutama pesantren.
Pendidikan pesantren di Aceh dengan data terbaru pada tahun
2019, daerah dengan tingkat pendidikan pesantren yaitu santri yang
tertinggi adalah kabupaten Bireuen (11,00%), kemudian disusul
kabupaten Pidie Jaya (6,03%) dan Aceh Besar (4,98%).
Sebaliknya, daerah dengan tingkat Santri terendah yaitu Simeulu
(0,779%), kemudian menyusul Aceh Tengah (0,728%) dan Banda
Aceh (1,152%). Dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut:
Tabel 4. 2 Persentase Santri Menurut Kabupaten/Kota Di
Provinsi Aceh Tahun 2017-2019
No kabupaten/kota Persentase (%)
2017 2018 2019
-1 -2 -3 -4 -5
1 Simeulue 0.589 0.567 0.779
2 Aceh Singkil 2.344 2.329 2.010
3 Aceh Selatan 3.328 5.402 3.195
4 Aceh Tenggara 2.042 2.726 2.373
5 Aceh Timur 2.613 2.564 1.864
6 Aceh Tengah 1.439 1.258 0.728
7 Aceh Barat 1.756 1.684 2.526
8 Aceh Besar 5.595 6.034 4.988
9 Pi d i e 1.471 1.063 2.304
10 Bireuen 4.573 5.703 11.004
11 Aceh Utara 5.440 5.361 4.867
12 Aceh Barat Daya 2.901 2.854 3.057
13 Gayo Lues 0.893 2.255 1.384
14 Aceh Tamiang 1.823 2.142 1.225
15 Nagan Raya 0.846 0.830 1.749
16 Aceh Jaya 4.097 4.344 4.489
17 Bener Meriah 1.975 1.799 2.240
18 Pidie Jaya 4.492 4.171 6.035
19 Banda Aceh 1.591 1.517 1.152
62
20 Sabang 0.877 1.487 1.348
21 Langsa 1.391 2.168 2.267
22 Lhokseumawe 1.695 4.252 2.911
23 Subulussalam 3.671 3.644 2.541
Berdasarkan nilai rata-rata tingkat Pendidikan Pesantren
dari tahun 2008 sampai 2019 yang memiliki persentase santri
tertinggi yaitu kabupaten Pidie dan persentase santri terendah yaitu
kabupaten Simeulu, untuk melihat rata-rata persentase tingkat
pendidikan pesantren Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh dapat
dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini:
Sumber: BPS Dalam Angka 2008-2019
Gambar 4. 2 Rata-rata Tingkat Pendidikan Pesantren
Menurut Kabupaten Prov Aceh 2008-2019
Gambar 4.2 dapat kita lihat bahwa secara rata-rata
menunjukkan Kabupaten Aceh Utara menduduki pada peringkat
tertinggi dengan persentase jumlah santri sebesar 6.524%, yang
kemudian pada peringkat kedua disusul oleh kabupaten Pidie
dengan persentase nilai sebesar 5.494%. Sebaliknya, seperti yang
63
terlihat pada gambar diatas menunjukkan bahwasanya kabupaten
Simeulue menunjukkan tingkat kemiskinan terendah di provinsi
Aceh dengan nilai 0,637%.
4.1.3 Tingkat Pengangguran
Tingkat Pengangguran di Aceh dalam 23 kabupaten, pada
tahun 2019 daerah dengan tingkat pengangguran tertinggi yaitu
kota Lhokseumawe (11,06%), kemudian menyusul (8,63%) dan
pada urutan ketiga kabupaten Aceh Singkil (8,60%). Sebaliknya,
daerah dengan tingkat Pengangguran terbuka terendah yaitu Bener
Meriah (1,02%), kemudian menyusul Gayo Lues (1,74%) dan Aceh
Tengah (2,65%). Dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:
Tabel 4. 3 Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka
Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Aceh Tahun 2017-2019
No kabupaten/kota Persentase (%)
2017 2018 2019
-1 -2 -3 -4 -5
1 Simeulue 3,12 4,94 5,87
2 Aceh Singkil 7,14 8,04 8,60
3 Aceh Selatan 7,24 6,08 6,58
4 Aceh Tenggara 4,75 3,76 3,46
5 Aceh Timur 8,42 6,93 7,64
6 Aceh Tengah 3,91 2,13 2,65
7 Aceh Barat 6,20 8,67 7,45
8 Aceh Besar 8,49 7,30 7,75
9 Pi d i e 7,64 7,23 6,89
10 Bireuen 4,50 3,52 3,88
11 Aceh Utara 11,02 10,18 8,63
12 Aceh Barat Daya 3,16 3,95 4,30
64
13 Gayo Lues 1,71 2,52 1,74
14 Aceh Tamiang 5,43 6,25 6,07
15 Nagan Raya 4,11 5,94 5,35
16 Aceh Jaya 6,23 4,95 4,19
17 Bener Meriah 1,06 1,07 1,02
18 Pidie Jaya 4,89 5,02 4,36
19 Banda Aceh 7,75 7,29 6,92
20 Sabang 3,00 4,21 4,60
21 Langsa 7,03 7,12 7,70
22 Lhokseumawe 10,51 12,52 11,06
23 Subulussalam 4,91 6,49 7,25
Berdasarkan nilai rata-rata tingkat Pengangguran dari tahun
2008 sampai 2019 yang memiliki persentase pengangguran
tertinggi yaitu kabupaten Aceh Utara dan tingkat pengangguran
terendah yaitu kabupaten Bener Meriah, untuk melihat rata-rata
persentase tingkat pendidikan pesantren Kabupaten/Kota di
Provinsi Aceh dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut ini:
Sumber: BPS Dalam Angka 2008-2019
Gambar 4. 3 Rata-rata Tingkat Pengangguran Terbuka
Menurut Kabupaten Prov Aceh 2008-2019
65
Gambar 4.3 dapat kita lihat bahwa secara rata-rata
menunjukkan Kabupaten Aceh Utara menduduki pada peringkat
tertinggi tingkat pengangguran dengan persentase sebesar 12.872%,
yang kemudian pada peringkat kedua disusul oleh kabupaten Pidie
dengan persentase nilai sebesar 11.298%. Sebaliknya, seperti yang
terlihat pada gambar diatas menunjukkan bahwasanya kabupaten
Bener Meriah menunjukkan tingkat pengangguran terendah di
provinsi Aceh dengan persentase sebesar 1.786%.
4.2 Hasil Statistik Deskriptif dan Korelasi Antar Variabel
Statistik deskriptif memberikan gambaran mengenai suatu
variabel yang dilihat dari nilai mean, standar deviasi, nilai
maksimum, dan nilai minimum (Widarjono, 2013). Teknik
deskriptif yang dimaksud dalam penelitian ini bertujuan untuk
menginterpretasikan nilai rata-rata, nilai maksimum, dan nilai
minimum dari masing-masing variabel. Penelitian ini
menggunakan 3 variabel yang terdiri dari tingkat kemiskinan,
pendidikan, dan pengangguran selama periode tahun 2008-2019.
Untuk lebih jelasnya mengenai hasil statistik deskriptif dan korelasi
antar variabel dapat dilihat pada Table 4.4:
Tabel 4. 4 Hasil statistik deskriptif dan korelasi antar variabel
Statistik Deskriptif
TK TPP TPT
(Persen) (Persen) (Persen)
Mean 18,648 2,987 7,665
Median 18,949 2,337 7,545
Maximum 30,260 18,381 17,970
Minimum 7,219 0,122 0.370
66
Korelasi Antar Variabel
TK 1 0,121 -0,202
TPP 0,121 1 0,198
TPT -0,201 0,198 1
Sumber: Data Sekunder, 2020 (diolah)
Table 4.4 di atas memperlihatkan empat ukuran statistik
yang menginformasikan hitungan kuantitatif ketiga variabel yang
terdiri dari mean, median, maximum, dan minimum. Rata-rata
(mean) data panel tingkat kemiskinan, pendidikan pesantren dan
pengangguran 23 kabupaten/kota di Aceh dengan time series data
selama periode 2008-2019 menunjukkan nilai kemiskinan
18,648%, tingkat pendidikan pesantren 2,987%, dan tingkat
pengangguran terbuka 7,665%. Nilai (median) untuk kemiskinan
sebesar 18,949%, pendidikan pesantren 2,337%, dan pengangguran
7,545%. Nilai paling tinggi (maximum) untuk tingkat kemiskinan
yaitu 30,260%, pendidikan pesantren 18,387%, dan pengangguran
17,970%. Selanjutnya nilai paling rendah (minimum) tingkat
pendidikan pesantren sebesar 7,219%, pendidikan pesantren
0,122%, dan pengangguran 0,370%.
Korelasi antar variabel memperlihatkan arah hubungan
antara tiga variabel. Tingkat kemiskinan berhubungan positif
dengan pendidikan pesantren (santri) yang menunjukkan nilai
koefisien korelasi yaitu sebesar 0,121 dan tingkat kemiskinan
berhubungan negatif dengan pengangguran, hal tersebut dapat
ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi sebesar -0,201. Hal
tersebut mengindikasikan adanya hubungan searah antara
67
kemiskinan dengan pendidikan pesantren (santri). Semakin tinggi
tingkat pendidikan pesantren (santri) maka semakin tinggi tingkat
kemiskinan. Dengan tingkat pendidikan pesantren meningkat
sedangkan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia masih kurang,
maka akan menyebabkan pengangguran tinggi dan akan berdampak
pada tingkat kemiskinan yang tinggi. Sedangkan dengan tingkat
pengangguran maka dapat mengindikasikan adanya hubungan tidak
searah atau berlawanan antara kemiskinan dengan tingkat
pengangguran. Menurut penulis, hal ini terjadi karena dari hasil
korelasi yang dihasilkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
variabel pengangguran menunjukkan tanda negatif, dan
berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan di provinsi
Aceh.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian Yudha (2013), tidak
semua orang yang sementara menganggur itu selalu miskin. Karena
seperti halnya penduduk yang termasuk dalam kelompok
pengangguran terbuka adalah beberapa macam penganggur, yaitu
mereka yang mencari kerja, mereka yang mempersiapkan usaha,
mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan dan yang terakhir mereka yang sudah
punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Diantara empat
kategori pengangguran terbuka di atas bahwa sebagian di antaranya
ada yang masuk dalam sektor informal dan ada juga yang
mempunyai pekerjaan dengan jam kerja kurang dari yang
ditentukan.
68
Selain itu pastilah juga ada yang sedang berusaha atau
mempersiapkan usaha sendiri, dengan begitu apabila usaha tersebut
merekrut pekerja lain maka kemiskinan akan menurun, ada yang
menunggu mulai bekerja, atau pekerja paruh waktu namun
mempunyai penghasilan yang melebihi daripada orang yang
bekerja secara normal dan yang mana semua golongan tersebut
termasuk kedalam golongan pengangguran terbuka.
Kemiskinan mungkin tidak selalu berhubungan dengan
masalah ketenagakerjaan. Selain itu juga diperkuat dengan
pendapat Arsyad (1997) yang menyatakan bahwa salah jika
beranggapan bahwa setiap orang yang tidak mempunyai pekerjaan
adalah miskin, sedang yang bekerja secara penuh adalah orang
kaya. Hal ini karena kadangkala ada pekerja di perkotaan yang
tidak bekerja secara sukarela karena mencari pekerjaan yang lebih
baik yang lebih sesuai dengan tingkat pendidikannya. Mereka
menolak pekerjaan yang mereka rasakan lebih rendah dan mereka
bersikap demikian karena mereka mempunyai sumber lain yang
bisa membantu masalah keuangan mereka.
Hubungan antara pendidikan pesantren (santri) dan
pengangguran berpengaruh positif dengan koefisien korelasi
sebesar 0,198. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan
pesantren (santri) tidak secara langsung mengurangi pengangguran,
karena disebabkan oleh kurangnya lapangan pekerjaan atau kurang
sesuai bagi pencari kerja untuk mencari kerja yang sesuai dengan
tingkat pendidikannya sehingga menyebabkan menganggur.
69
4.2.1 Hasil Uji Chow dan Uji Hausman
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, model analisis yang
digunakan untuk menganalisis pengaruh tingkat pendidikan
pesantren dan pengangguran terhadap tingkat kemiskinan adalah
regresi panel. Model ekonometrika tersebut terdiri dari tiga
pendekatan yakni common effect model, fixed effect model dan
random effect model. Untuk menentukan mana di antara tiga
pendekatan tersebut yang paling tepat digunakan sebagai alat
estimasi, digunakan Chow test dan Hausman test. Chow test
digunakan untuk menentukan apakah menggunakan model
common effect atau fixed effect, sedangkan Hausman test
digunakan untuk menentukan apakah menggunakan model fixed
effect atau random effect. Uji Chow test untuk menentukan
apakah model yang dipilih common effect atau fixed effect
didasarkan pada nilai p-value untuk cross-section F dengan
ketentuan jika p-value > 0.05, maka model adalah common effect.
Sebaliknya jika p-value < 0.05 maka model yang dipilih adalah
fixed effect. Hasil uji Chow test ditunjukkan dalam Tabel 4.5.
Tabel 4. 5 Hasil Chow test
Uji Efek Statistic d.f. Prob.
Cross-Section Cross-section F 30,889 -22,251 0,000
Fixed Effects
Cross-section Chi-
square 361,657 22 0,000
Sumber: Data Sekunder, 2020 (diolah)
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai p-value
cross section F sebesar 0,000 < 0,05. Dengan demikian dapat
70
disimpulkan bahwa berdasarkan Chow test, model yang dipilih
adalah fixed effect model.
Selanjutnya uji Hausman test digunakan untuk menentukan
apakah model yang dipilih fixed effect atau random effect.
Pemilihan salah satu di antara kedua model tersebut didasarkan
pada nilai p-value cross-section random dengan ketentuan jika nilai
p-value > 0.05 maka model yang dipilih adalah random effect.
Sebaliknya jika nilai p-value < 0.05 maka model yang dipilih
adalah fixed effect. Hasil uji Hausman test seperti ditunjukkan
dalam Table 4.6.
Tabel 4. 6 Hasil Hausman test
Uji Efek X2-Statistic d.f p-value
Cross-section Random Effect 20,217 2 0,000
Sumber: Data Sekunder, 2020 (diolah)
Table 4.6 memperlihatkan nilai X2-Statistik sebesar 20,217
dan nilai p-value sebesar 0,000. Nilai X2-tabel pada tingkat
keyakinan 95% pada df=2 sebesar 5,991. Karena nilai X2-Statistik
> daripada X2-tabel (20,217 > 5,991), dan nilai p-value < 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa fixed effect model lebih baik bila
dibandingkan dengan random effect model. Sebelumnya hasil
Chow test (Tabel 4.5) juga mengindikasikan bahwa model terbaik
juga yaitu fixed effect model. Justifikasi statistik yang
menyimpulkan bahwa fixed effect model dinilai lebih baik
dibandingkan random effect model juga dapat didasarkan pada
71
perbandingan gambar residual yang dihasilkan oleh kedua metode
tersebut seperti ditunjukkan dalam Gambar 4.4 dan 4.5.
-15
-10
-5
0
5
10
15
5
10
15
20
25
30
35
1 -
08
1 -
18
2 -
16
3 -
14
4 -
12
5 -
10
6 -
08
6 -
18
7 -
16
8 -
14
9 -
12
10
- 1
0
11
- 0
8
11
- 1
8
12
- 1
6
13
- 1
4
14
- 1
2
15
- 1
0
16
- 0
8
16
- 1
8
17
- 1
6
18
- 1
4
19
- 1
2
20
- 1
0
21
- 0
8
21
- 1
8
22
- 1
6
23
- 1
4
Residual Actual Fitted
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
5
10
15
20
25
30
35
1 -
08
1 -
18
2 -
16
3 -
14
4 -
12
5 -
10
6 -
08
6 -
18
7 -
16
8 -
14
9 -
12
10
- 1
0
11
- 0
8
11
- 1
8
12
- 1
6
13
- 1
4
14
- 1
2
15
- 1
0
16
- 0
8
16
- 1
8
17
- 1
6
18
- 1
4
19
- 1
2
20
- 1
0
21
- 0
8
21
- 1
8
22
- 1
6
23
- 1
4
Residual Actual Fitted
Gambar 4. 4 Residual metode
random
effect model
Sumber: Output Eviews, 2020
Gambar 4. 5 Residual metode
fixed effect Sumber: Output
Eviews, 2020
Gambar 4.4 memperlihatkan residual yang dihasilkan dari
pendekatan random effect model. Pada gambar tersebut terlihat
bahwa variasi/fluktuasi garis actual cenderung berbeda dengan
fluktuasi garis fitted. Selanjutnya, Gambar 4.5 memperlihatkan
residual regresi panel yang dihasilkan oleh pendekatan fixed effect
model. Pada gambar tersebut terlihat bahwa variasi/fluktuasi garis
actual hampir sama dengan fluktuasi garis fitted. Berdasarkan
perbandingan garis actual dan garis fitted pada kedua gambar
tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan fixed effect model
menghasilkan estimasi yang lebih akurat bila dibandingkan dengan
pendekatan random effect model. Karena itu, regresi panel yang
dipilih dan kemudian digunakan untuk kepentingan analisis dalam
penelitian ini adalah fixed effect model.
72
Pengujian gejala multikoliniearitas dalam model regresi
panel dilakukan dengan membandingkan nilai adjusted-R2 yang
dihasilkan dari proses regresi dengan nilai koefisien korelasi (r)
antara sesama predictor variable. Predictor variable dalam kajian
ini adalah pendidikan pesantren dan pengangguran. Koefisien
korelasi antar variabel seperti ditunjukkan dalam Tabel 4.7.
Tabel 4. 7 Koefisien Korelasi Antar Variabel
LOGTK LOGTPP LOGTPT
LOGTK 1 0,079 -0,220
LOGTPP 0,079 1 0,273
LOGTPT -0,220 0,273 1
Sumber: Data Sekunder, 2020 (diolah)
Tabel 4.7 menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) antara
tingkat pendidikan pesantren (LOGTPP) menunjukkan angka
positif sebesar 0,079, dan tingkat pengangguran terbuka (LOGTPT)
menunjukkan angka negatif sebesar -0,220. Angka ini lebih kecil
dari nilai adjusted-R2
pada regresi panel sebesar 0,798. Hal ini
berarti model regresi panel yang digunakan untuk memprediksi
pengaruh pendidikan pesantren dan pengangguran terhadap tingkat
kemiskinan tidak memiliki gejala multikoliniearitas.
4.3 Analisis Regresi Data Panel
Pendidikan pesantren berpengaruh positif dan
pengangguran berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan di
Aceh. Hal ini dapat dilihat dari koefisien estimasi kedua variabel
73
independen tersebut bernilai positif seperti ditunjukkan dalam
rangkuman hasil regresi panel dalam Tabel 4.8.
Tabel 4. 8 Ringkasan Hasil Regresi Panel
Dependent Variable: LOGTK
Method: Panel Least Squares
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 2,633 0,042 61,408 0,000
LOGTPP 0,032 0,014 2,212 0,028
LOGTPT 0,121 0,021 5,694 0,000
R2= 0,816; adjusted-R2= 0,798; F-statistic = 46,337; Prob(F-test) = 0,000;
Durbin-Watson test = 1,026; p-value > 0,05 tidak signifikan pada keyakinan
95%.
Sumber: Data Sekunder, 2020 (diolah)
Berdasarkan Tabel 4.8 maka hubungan fungsional antara
tingkat kemiskinan dengan tingkat pendidikan pesantren dan
tingkat pengangguran dapat dinyatakan dalam persamaan (3).
LTKit = 2,633 + 0,033LTPPit + 0,121LTPTi
Pendidikan pesantren berpengaruh positif dan signifikan
terhadap tingkat kemiskinan di provinsi Aceh. Hal ini ditunjukkan
oleh koefisien estimasi sebesar 0,033 (p-value = 0,027 < 0,05).
Secara statistik, angka tersebut dapat diinterpretasikan bahwa setiap
peningkatan pendidikan pesantren sebesar 1% dapat menaikkan
tingkat kemiskinan sebesar 0,033%. Adanya dampak signifikan
pendidikan pesantren terhadap kenaikan tingkat kemiskinan
74
disebabkan kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia sehingga
tidak dapat bekerja, mereka yang sedang mencari kerja, mereka
yang mempersiapkan usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan
karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan serta hal
tersebut juga dapat disebabkan pendidikan yang belum diikuti oleh
tingkat keterampilan sehingga tidak produktif, dengan begitu akan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan.
Namun, bertolak belakang dengan hasil pengujian
hoipotesis yang dilakukan oleh Hermanto (2008) diperoleh hasil
bahwa pendidikan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan
terhadap kemiskinan. Hal ini juga sesuai dengan teori pertumbuhan
baru yang menekankan pentingnya peranan pemerintah dalam
meningkatkan pembangunan modal manusia (Human Capital).
Kenyataannya dapat dilihat dengan melakukan investasi pendidikan
akan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang
diperlihatkan dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan
seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka
pengetahuan dan keahlian juga akan meningkat sehingga akan
mendorong peningkatan produktivitas kerjanya. Dengan
meningkatnya produktivitas tersebut, akan mendorong
meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan.
Tingkat pengangguran terbuka juga berpengaruh positif dan
signifikan terhadap tingkat kemiskinan yang ditunjukkan oleh nilai
koefisien estimasi sebesar 0,121 (p-value = 0,000 < 0,05). Secara
statistik angka tersebut dapat diinterpretasikan bahwa setiap
peningkatan pengangguran 1% maka tingkat kemiskinan akan
75
meningkat sebesar 0,121%. Adanya dampak signifikan
pengangguran terhadap meningkatnya tingkat kemiskinan
disebebkan oleh kurangnya pendapatan masyarakat sehingga
mengurangi tingkat kemakmuran dan kesejahteraan yang mereka
capai dan akan menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial.
Semakin kurangnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan karena
menganggur maka akan mengakibatkan terjebak dalam
kemiskinan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Arsyad (2010) yang
menyatakan bahwa ada hubungan yang erat sekali antara tingkat
pengangguran, luasnya kemiskinan, dan distribusi pendapatan yang
tidak merata. Permana (2012) dalam penelitiannya juga
menunjukkan bahwa pengangguran berpengaruh langsung dan
signifikan berdampak pada kemiskinan. Pedoman yang digunakan
sebagai acuan adalah pendapat dari Sukirno (2004) yang
menyatakan bahwa efek buruk dari pengangguran adalah
mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya
mengurangi tingkat kemakmuran yang dicapai seseorang.
Banyak penelitian empiris menunjukkan bahwa sumber
utama kemiskinan adalah pengangguran. Semakin turunnya
kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya akan
meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena
tidak memiliki pendapatan. Apabila pengangguran di suatu daerah
sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu berlaku dan
menimbulkan efek buruk bagi kesejahteraan masyarakat dan
prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang.
76
4.3.1 Granger Causality Test
Guna menganalisis arah hubungan kausalitas antara ketiga
variabel digunakan panel Granger causality test. Dari hasil
pengujian Granger causality test ditemukan bahwa terdapat
kausalitas dua arah antara tingkat pendidikan pesantren dan tingkat
pengangguran terbuka. Artinya, antara kedua variabel tersebut
saling mempengaruhi satu sama lainnya. Tingkat pendidikan
pesantren mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka dan tingkat
pengangguran terbuka juga mempengaruhi tingkat pendidikan
pesantren. Dengan kata lain, terjadinya perubahan pendidikan
pesantren di Aceh merupakan respons terhadap perubahan tingkat
pengangguran di Aceh. Demikian pula halnya perubahan tingkat
pengangguran merupakan respons terhadap perubahan tingkat
pendidian pesantren di Aceh.
Hanya saja, pengaruh tingkat pengangguran terbuka
terhadap tingkat kemiskinan terjadi pada lag 1. Ini
mengindikasikan bahwa tingkat pengangguran pada periode t,
berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan periode berikutnya (t+1).
Tingkat pengangguran secara langsung berdampak pada
peningkatan tingkat kemiskinan. Hal inilah yang secara statistik
dijelaskan oleh time lag 1 tersebut. Peningkatan pengangguran di
daerah Aceh berarti semakin banyaknya jumlah masyarakat yang
menganggur dan kurangnya kesejahteraan, maka akan terjadinya
kemiskinan.
Selanjutnya pengaruh tingkat pendidikan pesantren
terhadap tingkat kemiskinan terjadi pada lag 2. Ini berarti
77
peningkatan tingkat pendidikan pesantren pada periode t secara
signifikan menyebabkan penurunan tingkat kemiskinan dua tahun
kemudian (t+2). Adanya durasi waktu (time lag) pengaruh tingkat
pendidikan pesantren terhadap kemiskinan disebabkan karena
tingginya pengetahuan, akhlak dan ilmu yang didapatkan santri di
pesantren akan mampu meningkatkan kualitas sumber daya
manusia yang diperlihatkan dengan meningkatnya pengetahuan dan
keterampilan santri. Semakin tinggi tingkat pendidikan santri, maka
pengetahuan dan keahlian juga akan meningkat sehingga akan
mendorong peningkatan produktivitas kerjanya. Lain halnya ketika
pendidikan yang kurang dan kemampuan serta keahlian yang tidak
terlihat maka akan menghambat produktivitas kerjanya. Hal inilah
yang menyebabkan adanya durasi waktu yang relatif panjang dalam
hubungan kausalitas antara pedidikan pesantren terhadap
penurunan tingkat kemiskinan.
Adanya kausalitas dari pendidikan pesantren terhadap
kemiskinan secara statistik mengindikasikan bahwa peningkatan
tingkat pendidikan pesantren merupakan respons terhadap tingkat
kemiskinan. Hal ini disebabkan pendidikan pesantren akan
menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan tertentu
dalam masyarakat pada masa yang akan datang, memindahkan
ilmu pengetahuan, memindahkan nilai-nilai yang bertujuan
memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat, untuk
memberantas kebodohan, menghilangkan salah pengertian,
memberi bimbingan dalam hidup, menolong dalam menghadapi
kesukaran, mensejahterakan penduduk dan menentramkan batin
78
sehingga secara langsung dapat berdampak pada bertambahnya
kemampuan dan menerapkan etika yang sesuai dengan ajaran islam
akan mendorong peningkatan produktivitas kerja yang lebih baik.
Adanya causalitas antar variabel dijelaskan dari tabel
berikut ini:
Tabel 4. 9 Hasil Granger causality test
Variabel
Endogen
Variabel Eksogen
Lag 1 Lag 2
LTK LTPP LTPT LTK LTPP LTPT
LTK
[0,687] [3,026]
[8,919] [0,206]
0,408 0,083* 0,000 ** 0,814
LTPP [0,005]
[3,193] [1,813]
[1,596]
0,941 0,075 * 0,166 0,204
LTPT [1,750] [0,205]
[1,044] [2,558]
0,187 0,651 0,353 0,080 *
Lag 3 Lag 4
LTK LTPP LTPT LTK LTPP LTPT
LTK
[4,281] [2,283]
[3,130] [1,758]
0,005 ** 0,080 * 0,016 ** 0,139
LTPP [0,473]
[0,532] [1,603]
[1,339]
0,702 0,660 0,175 0,257
LTPT [1,922] [1,283]
[1,881] [2,089]
0,127 0,281 0,115 0,084 *
Sumber: Data Sekunder, 2020 (diolah)
Angka dalam [ ] adalah nilai F-statistic, angka tanpa [ ] adalah nilai p-value
*) signifikan pada keyakinan 90%
**) signifikan pada keyakinan 95%
Tabel 4.9 menginformasikan bahwa kausalitas dua arah
terjadi antara tingkat pendidikan pesantren dan tingkat
pengangguran terbuka pada lag 1 dan lag 2. Hal ini
79
mengindikasikan bahwa perubahan tingkat pendidikan pesantren
merupakan respons terhadap tingkat pengangguran terbuka. Ketika
tingkat pendidikan pesantren tinggi, maka akan menurunkan
tingkat pengangguran. Hal tersebut akan menyebabkan adanya
sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat menurunkan
angka pengangguran sehingga memajukan perekonomian suatu
Negara.
80
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis regresi data panel dan granger
causality yang telah dilakukan mengenai Pendidikan Pesantren dan
Tingkat pengangguran terhadap Kemiskinan di aceh. Penelitian ini
menganalisis pengaruh Pendidikan Pesantren dan pengangguran
terhadap penurunan Kemiskinan di Aceh. Menggunakan data dari
23 kabupaten/kota selama periode 2008-2019, panel regresi metode
fixed effect dan Granger causality test dioperasionalkan untuk
menguji hubungan fungsional antar variabel tersebut. Dalam
penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Tingkat Pendidikan Pesantren (TPP) dalam hasil regresi
panel memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
tingkat kemiskinan di provinsi Aceh. Secara statistik, angka
tersebut dapat diinterpretasikan bahwa setiap peningkatan
pendidikan pesantren atau peningkatan santri sebesar 1%
dapat menaikkan tingkat kemiskinan sebesar 0.033%. Hal
trsebut dapat disebabkan karena pendidikan yang belum
diikuti oleh tingkat keterampilan sehingga tidak produktif
2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dalam hasil regresi
panel memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
tingkat kemiskinan di provinsi Aceh. Secara statistik angka
tersebut dapat diinterpretasikan bahwa setiap peningkatan
pengangguran 1% maka tingkat kemiskinan akan meningkat
sebesar 0.121%.
81
3. Hasil Granger causality test mengindikasikan bahwa
kausalitas dua arah terjadi antara tingkat pendidikan
pesantren dan tingkat pengangguran terbuka. Hal ini
mengindikasikan bahwa perubahan tingkat pendidikan
pesantren merupakan respons terhadap tingkat
pengangguran terbuka.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang sudah disimpulkan maka saran
yang dapat diberikan oleh peneliti antara lain:
1. Dalam mengurangi angka kemiskinan, Pemerintah
Provinsi Aceh harus mampu membuka lapangan
pekerjaan yang baru guna menyerap tenaga kerja yang
terus menerus tumbuh, sehingga dampak dari masalah
pengangguran dapat diatasi atau dikurangi, karena
tingkat pengangguran juga memberikan kontribusi
terhadap meningkatnya jumlah penduduk miskin di
Provinsi Aceh.
2. Peningkatan kemiskinan di Aceh sangat dipengaruhi oleh
tingkat pengangguran dan regulasi dari pemerintah daerah
maka dari itu dalam hal mengurangi angka kemiskinan,
Pemerintah Provinsi Aceh memiliki peran yang penting
dalam membuat program-program yang pro terhadap
pemberdayaan SDM yang ada, serta harus mampu
membuka lapangan pekerjaan yang baru guna menyerap
tenaga kerja yang terus menerus tumbuh, sehingga
82
dampak dari masalah pengangguran dapat diatasi atau
dikurangi.
3. Pemerintah harus mampu menciptakan program-program
peningkatan kualifikasi dan mutu tenaga pendidik di
Pesantren serta harus menjadi perioritas utama
pembangunan dalam sektor mutu pendidikan pesantren di
Aceh. Upaya ini harus dilakukan terutama untuk
mengurangi kesenjangan tingkat dan mutu pendidikan
pesantren antar kabupaten/kota di Aceh, sehingga semua
penduduk Aceh akan mendapatkan kesempatan yang sama
untuk belajar dan sekaligus meningkatkan mutunnya.
83
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, F. J. (1998) Azas-azas Pendidikan Islam,Terj. Herry Noer
Ali, Bandung, CV. Dipenegoro.
Adnan, A. Z. (2018). Strategi Mewujudkan Kemandirian Dalam
Pengembangan Dan Pemberdayaan Ekonomi Santri (Studi
Kasus di Pondok Pesantren Al Bahjah Cirebon). Syntax
Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia, 3(9).
Agus Prastyo. A. (2010). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Tingkat Kemiskinan Di Jawa Tengan Tahun 2003-
2009.Semarang; Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro.
Amalia, A. (2017). Pengaruh Pendidikan, Pengangguran Dan
Ketimpangan Gender Terhadap Kemiskinan Di Sumatera
Utara, At-Tawassuth, 3(3), 324 – 344.
Arianti, D., 5 Aliasuddin. (2016). Profil Kemiskinan Di Kecamatan
Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen,Jurnal
Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Unsyiah, 1(1), 29-37.
Aristina, I. (2017). Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran,
Dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan Di
Provinsi Bali, E-Jurnal EP Unud, 6(5), 677-704.
Arsyad, L. 1997. Ekonomi Pembangunan. Penerbit STIE YKPN.
Yogyakarta.
Arsyad, L. 2010. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN.
84
Azyumardi, Azra, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan
Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999
Baltagi, B. H. (2005). Econometric Analysis of Panel Data (3rd
ed.). England: John Willey & Sons, Ltd.
Brotherhood of St. Laurence, (2002). Unemployment and Poverty,
Australia.
Fawait, A. (2013). Transformasi Pengembangan Tradisi Pondok
Pesantren. Edu-Islamika, 5(1), 93–122.
Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisi Multivariate dengan Program
IBMSPSS19. Semarang. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Gillis, & Malcom. (2000). Economic of Development, New York :
WW Norton & Company Inc.
Harlik., Amir. A., & Hardiani. (2013). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kemiskinan Dan Pengangguran Di Kota
Jambi, Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan
Daerah. 1 (2), 109-120.
Hermanto, S & Dwi W. (2008). Dampak Pertumbuhan Ekonomi
Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin.
Hoover, G. A. dan Geoffrey L. Wallace. "Examining the
Relationship between the Poverty Rate and Economic
Conditions: A Comparison of the 1980s- 1990s". The
University of Alabama. Economic, Finance and Legal
Working Paper Series.Oktober 2003.
85
Kesuma, G. C. (2017). Refleksi Model Pendidikan Pesantren dan
Tantangannya Masa Kini. Tadris: Jurnal Keguruan dan
Ilmu Tarbiyah 02 (1) (2017) 67-79
Kholis. N. (2014). Pendidikan Islam Dalam Usaha Mengatasi
Kemiskinan. Jurnal Kependidikan, Vol. II No. 2.
Kuncoro, Mudrajad. (2006). Ekonomika Pembangunan : Teori,
Masalah Dan Kebijakan. Yogyakarta :STIM YKPN
Lope, H. (2005).The Economic Impact of Armed Conflict in
Rwanda. Journal of African Economies,14(4), 586-602.
Majid. M. Shabri Abd. (2014). Analisis Tingkat Pendidikan Dan
Kemiskinan Di Aceh. Jurnal Pencerahan Vol 8, Nomor 1.
Maksum, A. (2015). Model Pendidikan Toleransi di Pesantren
Modern dan Salaf. Jurnal Pendidikan Agama Islam, 3(1),
82–108.
Mubarak, Faisal. (2009). Perkembangan Kebijakan Pendidikan
Islam Indonesia. Jurnal: Ta’lim Muta’allim, Vol. 4, No. 8,
ISSN 2088-2977-.
Munawar dan Hafnani. (2015). Prediksi Tingkat Kemiskinan di
Provinsi Aceh dengan Model AR. Jurnal Gradien. Vol.11
No.1.
Muttaqin, R. (2011). Kemandirian Dan Pemberdayaan Ekonomi
Berbasis Pesantren (Studi atas Peran Pondok Pesantren Al-
Ittifaq Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung terhadap
Kemandirian Ekonomi Santri dan Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Sekitarnya). JESI (Jurnal Ekonomi Syariah
Indonesia), 1(2).
86
Muttaqin, R. (2011). Kemandirian Dan Pemberdayaan Ekonomi
Berbasis Pesantren (Studi atas Peran Pondok Pesantren Al-
Ittifaq Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung terhadap
Kemandirian Ekonomi Santri dan Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Sekitarnya). JESI (Jurnal Ekonomi Syariah
Indonesia), 1(2).
Nadzir, M. (2015). Membangun Pemberdayaan Ekonomi Di
Pesantren. Economica: Jurnal Ekonomi Islam, 6(1), 37–56.
Nasikun. (2001). Isu dan Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan.
Diktat Kuliah Program Magister Administrasi Publik,
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. 2001.
Nasir. (2014). Pengaruh Pdrb, Inflasi Dan Pengangguran Terhadap
Jumlah Penduduk Miskin Di Provinsi Aceh. Jurnal Serambi
Ekonomi dan Bisnis. Vol. 1 No. 1 : 59 – 64.
Permana, Anggit Y,. & Arianti F (2012). Analisi Pengaruh PDRB,
Pengangguran, Pendidikan, dan Kesehatan Terhadap
Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2004-2009.
DIPONEGORO JOURNAL OF ECONOMICS. Vol 1 No 1
Tahun 2012.
Poyoh. A. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat
Pengangguran Di Provinsi Sulawesi Utara, Agri-
SosioEkonomiUnsrat, 13 (1A), 55 – 66.
Ramdhan, D. A., Setyadi, D. DKK (2017). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Tingkat Pengangguran Dan Kemiskinan Di
Kota Samarinda, INOVASI, 13 (1), 1-18.
87
Retnowati. D, dan Harsuti.(2016). Pengaruh Pengangguran
Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Jawa Tengah.Vol-6, no 1.
Rika, D., Munawaroh., & Puruwita. D. (2012). Pengaruh Tingkat
Pendidikan, Pendapatan Per Kapita Dan Pengangguran
Terhadap Kemiskinan Di Dki Jakarta, EconoSains, 8(2),
144-157
Royat, Sujana. (2015). Kebijakan Pemerintah dalam
Penangulangan Kemiskinan. Menko Kesra Bidang
Koordinasi Pengangulan Kemiskinan. Jakarta.
S., D. R., Munawaroh, M., & Puruwita, D. (2012). Pengaruh
tingkat pendidikan, pendapatan perkapita dan pengangguran
terhadap kemiskinan di DKI Jakarta. Jurnal ilmiah
Ekonosains, 10(2, 144-157.
Samsul, Nizar, Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta:
Gaya Media Pertama, 2001
Samuelson dan W illiam D. nordhaus. 2004. Ilmu Makro Ekonomi.
Edisi Ketujuh Belas. Jakarta: PT. Media Global Edukasi.
Setyadi.S. (2017). Pengaruh Inflasi, Upah Minimum Regional Dan
Kesempatan Kerja Pada Sektor Industri Manufaktur
Terhadap Pengangguran Terdidik Di Provinsi Banten.
Jurnal Ekonomi-Qu, Volume 7 nomor 1, April 2017.
Sidiq, U. (2013). Pengembangan Standarisasi Pondok Pesantren.
Jurnal Pendidikan Islam, 7(1), 71–88.
Soedjiarto, Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita. Jakarta:
PT. Kompas
Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alberta.
88
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&B. Bandung.
Sukirno, Sadono. (2000). Makro Ekonomi Modern.Penerbit PT
Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sukirno, Sadono. (2004). Makroekonomi Teori pengantar. Edisi
Ketiga, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sulaiman, In’am, Masa Depan Pesantren: Eksistensi Pesantren di
Tengah Gelombang Modernisasi, (Malang: Madani, 2010).
Syam, Nur. Kepemimpinan dalam Pengembangan Pondok
Pesantren, Manajemen Pesantren. Yogyakarta: Pustaka
Pesantren, 2005.
Todaro, M.P. & Smith, S.C. (2003). Economic Development.
Boston: Addison Wesley.
Todaro, Michael P, (2000), Pembangunan Ekonomi di Dunia
Ketiga, Edisi Ketujuh, Terjemahan Haris Munandar,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Usa, Muslih, Pendidikan Islam di Indonesia: Antara Cita dan
Fakta (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Tiara Wacana,
1991).
Usman, M. I. (2013). Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan
Islam (Sejarah Lahir, Sistem Pendidikan, dan
Perkembangan Masa Kini). Jurnal Al Hikmah, XIV(1),
101–119.
Wadi, Moh. (2018). Potensi Dan Peran Pesantren Dalam
Mengembangkan Ekonomi Masyarakat. Surabaya
89
Yacoub,Y. (2012). Pengaruh Tingkat Pengangguran Terhadap
Tingkat Kemiskinan Terhadap Kabupaten/Kota Di Provinsi
Kalimantan Barat, Jurnal EKSOS, 8(3), 176-185.
Yudha. Ota. R.P. 2013. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Upah
Minimum, Tingkat Pengangguran Terbuka, Dan Inflasi
Terhadap Kemiskinan Di Indonesia Tahun 2009-2011,
Semarang.
Yusuf, Qardhawi , 2005. Spektrum Zakat: Dalam Membangun
Ekonomi Kerakyatan. Terj, Sari Narulita, Zikrul Hakim:
Jakarta
90
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Kabupaten/Kota Kemiskinan (%)
2014 2015 2016 2017 2018 2019
1. Simeulue
19.92
20.43
19.93
20.20
19.78
18.99
2. Aceh Singkil
17.77
21.72
21.60
22.11
21.25
20.78
3. Aceh Selatan
12.79
13.24
13.48
14.07
14.01
13.09
4. Aceh Tenggara
13.75
14.91
14.46
14.86
14.29
13.43
5. Aceh Timur
15.88
15.85
15.06
15.25
14.49
14.47
6. Aceh Tengah
16.99
17.51
16.64
16.84
15.58
15.50
7. Aceh Barat
22.97
21.46
20.38
20.28
19.31
18.79
8. Aceh Besar
16.13
15.93
15.55
15.41
14.47
13.92
9. Pi d i e
20.29
21.18
21.25
21.43
20.47
19.46
10. Bireuen
16.94
16.94
15.95
15.87
14.31
13.56
11. Aceh Utara
19.58
19.20
19.46
19.78
18.27
17.39
12.
Aceh Barat
Daya
17.99
18.25
18.03
18.31
17.10
16.26
13. Gayo Lues
21.43
21.95
21.86
21.97
20.70
19.87
14. Aceh Tamiang
14.58
14.57
14.51
14.69
14.21
13.38
15. Nagan Raya
20.85
20.13
19.25
19.34
18.97
17.97
16. Aceh Jaya
16.52
15.93
15.01
14.85
14.16
13.36
17. Bener Meriah
22.45
21.55
21.43
21.14
20.13
19.30
91
18. Pidie Jaya
21.78
21.40
21.18
21.82
20.17
19.31
19. Banda Aceh
7.78
7.72
7.41
7.44
7.25
7.22
20. Sabang
17.02
17.69
17.33
17.66
16.31
15.60
21. Langsa
12.08
11.62
11.09
11.24
10.79
10.57
22. Lhokseumawe
11.93
12.16
11.98
12.32
11.81
11.18
23. Subulussalam
19.72
20.39
19.57
19.71
18.51
17.95
92
Lampiran 2
Kabupaten/Kota
Santri (%)
2014 2015 2016 2017 2018 2019
1. Simeulue 0.284 0.279 0.580 0.589 0.567 0.779
2. Aceh Singkil 1.986 2.029 2.428 2.344 2.329 2.010
3. Aceh Selatan 3.407 2.295 5.555 3.328 5.402 3.195
4. Aceh Tenggara 1.823 1.846 2.055 2.042 2.726 2.373
5. Aceh Timur 2.885 2.625 2.666 2.613 2.564 1.864
6. Aceh Tengah 1.122 1.099 1.308 1.439 1.258 0.728
7. Aceh Barat 4.405 2.484 1.789 1.756 1.684 2.526
8. Aceh Besar 5.588 5.474 5.693 5.595 6.034 4.988
9. Pi d i e 2.932 2.880 1.096 1.471 1.063 2.304
10. Bireuen 6.573 5.008 4.672 4.573 5.703 11.004
11. Aceh Utara 8.492 3.909 5.523 5.440 5.361 4.867
12. Aceh Barat Daya 1.855 2.025 2.950 2.901 2.854 3.057
13. Gayo Lues 2.862 2.665 2.333 0.893 2.255 1.384
14. Aceh Tamiang 1.186 1.379 1.917 1.823 2.142 1.225
15. Nagan Raya 1.889 1.856 0.863 0.846 0.830 1.749
16. Aceh Jaya 4.491 4.478 4.191 4.097 4.344 4.489
17. Bener Meriah 0.156 0.153 2.012 1.975 1.799 2.240
18. Pidie Jaya 7.513 2.115 4.353 4.492 4.171 6.035
93
19. Banda Aceh 1.679 1.674 1.577 1.591 1.517 1.152
20. Sabang 1.723 1.858 1.324 0.877 1.487 1.348
21. Langsa 2.453 2.408 1.413 1.391 2.168 2.267
22. Lhokseumawe 3.144 2.606 2.904 1.695 4.252 2.911
23. Subulussalam 3.867 2.966 3.792 3.671 3.644 2.541
94
Lampiran 3
Kabupaten/Kota Tingkat Pemngangguran Terbuka (%)
2014 2015 2016 2017 2018 2019
1. Simeulue 5.57 8.51 5.82 3.12 4.94 5.87
2. Aceh Singkil 6.08 7.03 7.09 7.14 8.04 8.60
3. Aceh Selatan 9.49 10.01 8.63 7.24 6.08 6.58
4. Aceh Tenggara 9.51 9.79 7.27 4.75 3.76 3.46
5. Aceh Timur 10.61 13.89 11.16 8.42 6.93 7.64
6. Aceh Tengah 3.32 3.13 5.52 3.91 2.13 2.65
7. Aceh Barat 5.86 6.77 6.49 6.20 8.67 7.45
8. Aceh Besar 10.53 6.81 7.65 8.49 7.30 7.75
9. Pi d i e 11.73 10.25 8.95 7.64 7.23 6.89
10. Bireuen 9.02 11.02
7.76 4.50 3.52 3.88
11. Aceh Utara 13.58 17.05
14.04 11.02 10.18 8.63
12.
Aceh Barat
Daya 6.79 11.66
7.41 3.16 3.95 4.30
13. Gayo Lues 0.37 2.24
1.98 1.71 2.52 1.74
14. Aceh Tamiang 9.75 14.03
9.73 5.43 6.25 6.07
15. Nagan Raya 3.69 3.97
4.04 4.11 5.94 5.35
16. Aceh Jaya 9.48 4.91
5.57 6.23 4.95 4.19
17. Bener Meriah 0.74 1.04
1.05 1.06 1.07 1.02
95
18. Pidie Jaya 8.16 9.18
7.04 4.89 5.02 4.36
19. Banda Aceh 10.24 12.00
9.88 7.75 7.29 6.92
20. Sabang 7.48 7.62
5.31 3.00 4.21 4.60
21. Langsa 9.89 8.55
7.79 7.03 7.12 7.70
22. Lhokseumawe 11.23 13.06
11.79 10.51 12.52 11.06
23. Subulussalam 8.55 8.24
6.58 4.91 6.49 7.25
96
Lampiran 4
1. Common test
Dependent Variable: TK
Method: Panel Least Squares
Date: 07/21/20 Time: 14:53
Sample: 2008 2019
Periods included: 12
Cross-sections included: 23
Total panel (balanced) observations: 276
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 20.16495 0.711055 28.35920 0.0000
TPP 0.327469 0.116281 2.816181 0.0052
TPT -0.325397 0.082509 -3.943793 0.0001
R-squared 0.067820 Mean dependent var 18.64888
Adjusted R-squared 0.060991 S.D. dependent var 4.601157
S.E. of regression 4.458634 Akaike info criterion 5.838372
Sum squared resid 5427.082 Schwarz criterion 5.877724
Log likelihood -802.6954 Hannan-Quinn criter. 5.854163
F-statistic 9.931009 Durbin-Watson stat 0.590016
Prob(F-statistic) 0.000069
2. Fixed efect test
Dependent Variable: TK
Method: Panel Least Squares
Date: 07/21/20 Time: 14:54
Sample: 2008 2019
Periods included: 12
Cross-sections included: 23
Total panel (balanced) observations: 276
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 15.09932 0.597770 25.25942 0.0000
97
TPP 0.306511 0.083532 3.669375 0.0003
TPT 0.343619 0.065439 5.250946 0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.748568 Mean dependent var 18.64888
Adjusted R-squared 0.724527 S.D. dependent var 4.601157
S.E. of regression 2.414940 Akaike info criterion 4.687438
Sum squared resid 1463.816 Schwarz criterion 5.015372
Log likelihood -621.8664 Hannan-Quinn criter. 4.819032
F-statistic 31.13682 Durbin-Watson stat 1.056196
Prob(F-statistic) 0.000000
98
Lampiran 5
3. Random efect test
Dependent Variable: TK
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 07/21/20 Time: 15:04
Sample: 2008 2019
Periods included: 12
Cross-sections included: 23
Total panel (balanced) observations: 276
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 15.64695 0.882697 17.72629 0.0000
TPP 0.288039 0.081871 3.518198 0.0005
TPT 0.279375 0.063588 4.393513 0.0000
Effects Specification
S.D. Rho
Cross-section random 3.200418 0.6372
Idiosyncratic random 2.414940 0.3628
Weighted Statistics
R-squared 0.092887 Mean dependent var 3.969132
Adjusted R-squared 0.086241 S.D. dependent var 2.609260
S.E. of regression 2.494210 Sum squared resid 1698.356
F-statistic 13.97734 Durbin-Watson stat 0.944902
Prob(F-statistic) 0.000002
Unweighted Statistics
R-squared -0.120039 Mean dependent var 18.64888
Sum squared resid 6520.788 Durbin-Watson stat 0.388346
99
Lampiran 6
UJI PEMILIHAN MODEL
1. Chow test
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 30.889988 (22,251) 0.0000
Cross-section Chi-square 361.657931 22 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: TK
Method: Panel Least Squares
Date: 07/21/20 Time: 15:03
Sample: 2008 2019
Periods included: 12
Cross-sections included: 23
Total panel (balanced) observations: 276
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 20.16495 0.711055 28.35920 0.0000
TPP 0.327469 0.116281 2.816181 0.0052
TPT -0.325397 0.082509 -3.943793 0.0001
R-squared 0.067820 Mean dependent var 18.64888
Adjusted R-squared 0.060991 S.D. dependent var 4.601157
S.E. of regression 4.458634 Akaike info criterion 5.838372
Sum squared resid 5427.082 Schwarz criterion 5.877724
Log likelihood -802.6954 Hannan-Quinn criter. 5.854163
F-statistic 9.931009 Durbin-Watson stat 0.590016
Prob(F-statistic) 0.000069
100
2. Hausman test
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 20.216575 2 0.0000
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.
TPP 0.306511 0.288039 0.000275 0.2651
TPT 0.343619 0.279375 0.000239 0.0000
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: TK
Method: Panel Least Squares
Date: 07/21/20 Time: 15:06
Sample: 2008 2019
Periods included: 12
Cross-sections included: 23
Total panel (balanced) observations: 276
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 15.09932 0.597770 25.25942 0.0000
TPP 0.306511 0.083532 3.669375 0.0003
TPT 0.343619 0.065439 5.250946 0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.748568 Mean dependent var 18.64888
Adjusted R-squared 0.724527 S.D. dependent var 4.601157
S.E. of regression 2.414940 Akaike info criterion 4.687438
101
Sum squared resid 1463.816 Schwarz criterion 5.015372
Log likelihood -621.8664 Hannan-Quinn criter. 4.819032
F-statistic 31.13682 Durbin-Watson stat 1.056196
Prob(F-statistic) 0.000000
102
Lampiran 7
UJI ASUMSI KLASIK
Uji Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
28
32
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7
Series: Standardized Residuals
Sample 2008 2019
Observations 276
Mean -3.86e-17
Median -0.334105
Maximum 6.767205
Minimum -4.637491
Std. Dev. 2.307156
Skewness 0.769493
Kurtosis 3.246200
Jarque-Bera 27.93458
Probability 0.000001
Multikolinearitas
LOGTK LOGTPP LOGTPT
LOGTK 1.000000 0.079623 -0.220711
LOGTPP 0.079623 1.000000 0.273130
LOGTPT -0.220711 0.273130 1.000000
Heteroskedastisitas
-15
-10
-5
0
5
10
15
5
10
15
20
25
30
35
1 -
08
1 -
18
2 -
16
3 -
14
4 -
12
5 -
10
6 -
08
6 -
18
7 -
16
8 -
14
9 -
12
10
- 1
0
11
- 0
8
11
- 1
8
12
- 1
6
13
- 1
4
14
- 1
2
15
- 1
0
16
- 0
8
16
- 1
8
17
- 1
6
18
- 1
4
19
- 1
2
20
- 1
0
21
- 0
8
21
- 1
8
22
- 1
6
23
- 1
4
Residual Actual Fitted
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
5
10
15
20
25
30
35
1 -
08
1 -
18
2 -
16
3 -
14
4 -
12
5 -
10
6 -
08
6 -
18
7 -
16
8 -
14
9 -
12
10
- 1
0
11
- 0
8
11
- 1
8
12
- 1
6
13
- 1
4
14
- 1
2
15
- 1
0
16
- 0
8
16
- 1
8
17
- 1
6
18
- 1
4
19
- 1
2
20
- 1
0
21
- 0
8
21
- 1
8
22
- 1
6
23
- 1
4
Residual Actual Fitted
Random effect Fixed effect
103
Hasil Regresi Panel
Dependent Variable: LOGTK
Method: Panel Least Squares
Date: 07/21/20 Time: 15:30
Sample: 2008 2019
Periods included: 12
Cross-sections included: 23
Total panel (balanced) observations: 276
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 2.633424 0.042884 61.40805 0.0000
LOGTPP 0.032506 0.014694 2.212153 0.0279
LOGTPT 0.121234 0.021290 5.694320 0.0000
Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables)
R-squared 0.815860 Mean dependent var 2.891175
Adjusted R-squared 0.798253 S.D. dependent var 0.275313
S.E. of regression 0.123660 Akaike info criterion -1.256344
Sum squared resid 3.838264 Schwarz criterion -0.928409
Log likelihood 198.3755 Hannan-Quinn criter. -1.124749
F-statistic 46.33714 Durbin-Watson stat 1.026157
Prob(F-statistic) 0.000000